1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
Viki Indrasari
Dr. Dwisetia Poerwono, MSc.
ABSTRACT
Until right now, Central Java still be faced to problem in enhance of economic growth. Economic growth of Central Java in last six periods showed that static but lower better than other provinces in Java Island and Indonesia. Besides that, value of final goods and services or Gross Regional Domestic Product (GRDP) were lower better than other provinces in Java Island. Therefore, it need to analysis the factors who support economic growth in this region and how much effect this variable to economic growth in Central Java.
This study used secondary data analysis with panel data, which consist of time series data for periods of 2004-2009 and cross section data of regency/ municipality in Central Java. The approaches used to estimate the regression model in this study is Fixed Effect Model (FEM), or Least Square Dummy Variable (LSDV) because this approaches used dummy variable in regression model to explained the different characteristic and resources of each region.
The regression result showed that capital expenditure variable has a positive and significant impact on economic growth. Beside that, indicator of fiscal decentralization has’t effect on economic growth. And then labor force and education have a positive and significant impact on economic growth.
Keywords: economic growth, capital expenditure, fiscal decentralization, labor
force, education,Fixed Effect Model (FEM)
2
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan
kemiskinan (Todaro dan Smith, 2006). Pembangunan ekonomi tersebut mencakup
berbagai aspek-aspek pembentuk seperti ekonomi, sosial, politik dan lainnya
dimana aspek-aspek tersebut saling bersinergi untuk mencapai keberhasilan
pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, diperlukan
peran serta baik dari masyarakat maupun pemerintah dalam mencapai tujuan
tersebut.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan
pembangunan ekonomi di suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan
sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan
masyarakat pada suatu periode tertentu. Perekonomian dianggap mengalami
pertumbuhan apabila seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor
produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada pendapatan riil masyarakat pada
tahun sebelumnya.
Hingga saat ini Provinsi Jawa Tengah masih dihadapkan pada
permasalahan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. Walaupun
pertumbuhan ekonomi tersebut dalam kondisi stabil, namun apabila dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi provinsi lain di Pulau Jawa maupun Indonesia,
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah masih tergolong rendah. Tabel 1.1
memperlihatkan pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa
tahun 2004-2009.
3
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2004-2009 (%)
No Provinsi Pertumbuhan Ekonomi Rata-
rata 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 DKI Jakarta 5,65 6,01 5,95 6,44 6,23 5,02 5,88 2 Jawa Barat 4,77 5,60 6,02 6,48 6,21 4,19 5,54 3 Jawa Tengah 5,13 5,35 5,33 5,59 5,61 5,14 5,34 4 DIY 5,12 4,73 3,70 4,31 5,03 4,43 4,55 5 Jawa Timur 5,83 5,84 5,80 6,11 6,16 5,01 5,79 6 Banten 5,63 5,88 5,57 6,04 5,77 4,69 5,60 Indonesia 5,03 5,69 5,50 6,35 6,01 4,58 5,53
Sumber : BPS, Statistik Indonesia berbagai terbitan
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah dalam enam tahun terakhir tumbuh 5,34 % per tahun.
Walaupun pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah tampak stabil dari tahun
ke tahun namun apabila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa masih
tergolong rendah. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah juga
lebih lambat daripada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Provinsi DKI Jakarta
masih menempati posisinya sebagai provinsi dengan pertumbuhan ekonomi
tertinggi di Pulau Jawa yang kemudian diikuti oleh Provinsi Jawa Timur (5,79%),
Provinsi Banten (5,60%), Provinsi Jawa Barat (5,54%), Provinsi Jawa Tengah
(5,34%) dan Provinsi DIY (4,55%).
Permasalahan lain yang dihadapi Provinsi Jawa Tengah tidak hanya
terletak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dibandingkan dengan
provinsi lain di Pulau Jawa, namun juga masih rendahnya nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan. Hal ini tercermin pada nilai PDRB atas dasar harga konstan
2000 di Provinsi Jawa Tengah dan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa tahun
2004-2009.
4
Tabel 1.2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 pada Provinsi-provinsi
di Pulau Jawa Tahun 2004-2009 (Miliar Rupiah)
Provinsi 2004 2005 2006 2007 2008 2009 DKI Jakarta 277.537,3 294.354,6 311.893,7 332.033,9 352.753,7 370.499,7
Jawa Barat 220.295,7 234.062,3 248.774,4 265.834,0 281.719,5 293.548,7 Jawa Tengah 127.212,0 133.578,0 140.681,4 149.083,1 157.023,6 165.180,0 DI Yogyakarta 16.146,4 16.910,9 17.535,7 18.291,5 19.208,9 20.051,5 Jawa Timur 241.628,1 255.745,0 270.564,9 286.912,1 303.838,2 318.854,3
Banten 54.880,4 58.106,9 61.341,7 65.046,8 68.802,9 72.031,1
Indonesia 1.506.296,6 1.605.247,6 1.703.422,4 1.821.757,7 1.939.483,0 2.035.125,1 Sumber : BPS, Statistik Indonesia
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa nilai PDRB (Produk Regional Domestik
Bruto) Provinsi Jawa Tengah bila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di
Pulau Jawa masih rendah. Apabila diperingkat berdasarkan nilai PDRBnya,
Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat 4 dari enam provinsi di Pulau Jawa.
Sedangkan provinsi dengan nilai PDRB tertinggi masih ditempati oleh Provinsi
DKI Jakarta.
Dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, maka
diperlukan evaluasi lebih lanjut mengenai faktor-faktor utama yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan seberapa besar pengaruh faktor-faktor
tersebut dalam menentukan pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil penelitian
mengenai pengaruh faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi tersebut akan
dijadikan sebagai salah satu masukan bagi Pemerintah Daerah baik tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah.
5
Tabel 1.3 Keadaan Faktor-faktor Penentu Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2004-2009 No. Faktor Penentu Perkembangan Dibandingkan Provinsi Lain
di Pulau Jawa 1. Belanja Modal Befluktuatif Masih rendah dengan menempati
posisi kelima. 2. Angkatan Kerja Berfluktuatif Cukup besar dengan menempati
posisi ketiga. 3. Pendidikan Meningkat Cukup baik dengan menempati
posisi ketiga. 4. Pendapatan Asli
Daerah* Meningkat Masih rendah dengan menempati
posisi keempat. Sumber : BPS, Ringkasan Tabel 1.3- Tabel 1.7 Keterangan : * = indikator desentralisasi fiskal
Tabel 1.3 menunjukkan kinerja masing-masing faktor-faktor penentu
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah dengan melihat
perkembangannya dari tahun 2004-2009 dan membandingkannya dengan provinsi
lain di Pulau Jawa. Dari keempat faktor tersebut hanya angkatan kerja dan
pendidikan yang menunjukkan hasil yang cukup baik dibandingkan dengan
provinsi lain di Pulau Jawa.
1.2 Rumusan Masalah
Hingga saat ini, provinsi Jawa Tengah masih dihadapkan pada
permasalahan dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Tengah dalam enam tahun terakhir walaupun stabil,
namun bila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia masih rendah. Selain itu, nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan yang dicerminkan oleh nilai PDRBnya juga lebih rendah dibandingkan
dengan provinsi lain di Pulau Jawa. Oleh karena itu, perlu untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah
tersebut dan seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Tengah.
Faktor-faktor yang diyakini dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah antara lain belanja modal yang menunjukkan besarnya
investasi pemerintah, angkatan kerja, pendidikan dan indikator desentralisasi
6
fiskal. Kemudian berdasarkan variabel-variabel tersebut maka pertanyaan
penelitian yang disusun dalam penelitian ini adalah “ seberapa besar pengaruh
belanja modal, angkatan kerja, pendidikan dan indikator desentralisasi fiskal
terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah?”
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengaruh belanja modal, angkatan kerja, pendidikan
dan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Tengah.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Tambahan informasi dan bahan kajian tentang besarnya pengaruh belanja
modal, angkatan kerja, pendidikan dan desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah.
2. Masukan pemerintah daerah setempat untuk program pembangunan
selanjutnya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Jawa Tengah.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan
kemiskinan (Todaro dan Smith, 2006). Pembangunan ekonomi tersebut mencakup
berbagai aspek-aspek pembentuk seperti ekonomi, sosial, politik dan lainnya
dimana aspek-aspek tersebut saling bersinergi untuk mencapai keberhasilan
pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, diperlukan
peran serta baik dari masyarakat maupun pemerintah dalam mencapai tujuan
tersebut.
7
Sebagai salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi, pertumbuhan
ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan
tambahan pendapatan bagi masyarakat pada suatu periode tertentu. Pertumbuhan
ekonomi ditandai dengan kenaikan PDB/ PDRB tanpa memandang apakah
kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau
terjadi perubahan struktur ekonomi atau tidak.
2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Ekonomi yang melandasi penelitian ini antara lain
Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Klasik, Teori Harrod-Domar, Teori
Pertumbuhan Ekonomi Menurut Neoklasik dan Teori Pertumbuhan Endogen.
2.1.3 Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan sarana dan prasana oleh pemerintah daerah berpengaruh
positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan pelayanan
sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasana publik,
investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan
sarana penunjang lainnya. Syarat fundamental pembangunan ekonomi adalah
tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan
penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga
mencakup semua pengeluaran yang meningkatkan produktivitas (Harianto dan
Adi, 2007). Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang
ada oleh pemerintah daerah, maka diharapkan akan memacu pertumbuhan
ekonomi daerah.
2.1.4 Angkatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi
Todaro dan Smith (2006) menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk dan
pertumbuhan tenaga kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor
positif yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang
lebih besar akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan
pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar
domestiknya. Namun demikian, pertumbuhan angkatan kerja di satu sisi dapat
berdampak positif namun di sisi lain dapat berdampak negatif pada pembangunan
ekonomi di daerah tersebut. Dampak yang ditimbulkan tersebut tergantung pada
8
kemampuan sistem perekonomian yang bersangkutan dalam menyerap dan secara
produktif memanfaatkan tambahan tenaga kerja tersebut.
2.1.5 Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia
sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, karena melalui pendidikan
upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan
mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Hal ini bukan
saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan
mempengaruhi fertilitas masyarakat. Pendidikan dapat menjadikan sumber daya
manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dan
pembangunan suatu daerah.
Teori Human Capital merupakan teori yang mendasari pentingnya
pendidikan bagi seseorang. Asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah
seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan.
Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti di satu pihak meningkatkan
kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang. Namun, di pihak lain
menambah satu tahun sekolah berarti menunda penerimaan penghasilan selama
satu tahun dalam mengikuti sekolah tersebut. Implikasi dari teori human capital
terhadap pertumbuhan ekonomi adalah dengan semakin membaiknya kualitas
sumber daya manusia melalui peningkatan pendidikan di suatu negara/ daerah
maka akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang tanggap
terhadap perubahan yang terjadi di masa depan dan mampu untuk menciptakan
inovasi-inovasi terbaru sehingga proses produksi dapat berjalan lebih efektif
(Simanjuntak, 2001).
2.1.6 Indikator Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi ini secara
teoritis oleh beberapa ahli dijelaskan melalui Tiebout models (dikutip dari
Sumarsono dan Utomo, 2009). Berdasarkan teori Tiebout Model yang menjadi
landasan konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan adanya pelimpahan
9
wewenang maka akan meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani
kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Kondisi peningkatan
pelayanan barang publik ini dalam kaitannya dengan hubungan antar daerah
otonom akan meningkatkan persaingan antar kabupaten/ kota untuk
memaksimalkan kepuasan bagi masyarakatnya. Peningkatkan kemampuan daerah
oleh pemerintah daerah yang bersangkutan adalah karena pemerintah daerah
dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter masyarakat lokal, sehingga
program-program dari kebijakan pemerintah akan lebih efektif untuk dijalankan
(Sumarsono dan Utomo, 2009).
Pendapat yang sama mengenai pengaruh desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi juga diungkapkan oleh Oates (1993). Menurut Oates (1993
dikutip dari Sasana, 2009), desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi karena desentralisasi fiskal akan meningkatkan efisiensi
ekonomi dimana pemerintah daerah lebih mengerti kebutuhan masyarakat dan
keterbatasan anggaran yang dimiliki sehingga mampu untuk membuat
pembelanjaan yang lebih efisien.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sodik (2007) telah melakukan penelitian tentang pengaruh pengeluaran
pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis ekonometrik dengan mengaplikasikan metode GLS
(General Least Square), dan menggunakan data panel yang terdiri atas 26 provinsi
di Indonesia selama periode 1993-2003. Sedangkan variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain investasi swasta (Ip), investasi
pemerintah yang diproksi dengan belanja daerah (Ig), konsumsi pemerintah (Cg),
angkatan kerja (L), dan tingkat keterbukaan ekonomi daerah (X-M). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian ditemukan bahwa
variabel investasi swasta tidak bepengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
regional, sedangkan pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran pembangunan
maupun pengeluaran rutin) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Ini mengindikasikan bahwa pengeluaran pembangunan sangat diperlukan oleh
suatu daerah untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya
10
sendiri. Variabel keterbukaan ekonomi memiliki hubungan yang konsisten dengan
teori. Sedangkan variabel angkatan kerja berpengaruh signifikan dengan tanda
negatif untuk tahun 1993-2003 dan tahun 1998-2000 (sebelum era otonomi). Hal
ini menunjukkan bahwa daerah belum bisa menyerap angkatan kerja yang ada di
daerah. Sedangkan untuk periode 2001-2003 (setelah otonomi daerah), variabel
ini tidak signifikan terhadap perrtumbuhan ekonomi regional.
Pujiati (2007) telah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi di Karesidenan Semarang dalam era desentralisasi fiskal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan tenaga
kerja terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di wilayah Karesidenan
Semarang. Jenis data yang digunakan adalah data panel yaitu gabungan antara
Time Series dan Cross Section. Data Time Series dari tahun 2002-2006 dan
obyeknya adalah 6 kabupaten/ kota di wilayah Karesidenan Semarang yaitu Kota
Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten
Demak, dan Kabupaten Grobogan. Model yang digunakan untuk mengestimasi
persamaan regresi dalam penelitian ini adalah Fixed Effects model. Sedangkan
metode yang dipilih adalah Metode GLS (Generalized Least Squares). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, DBH berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, DAU berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi serta tenaga kerja sebagai faktor utama dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Indrawati (2007) telah melakukan penelitian mengenai peranan
pengeluaran pemerintah dalam pertumbuhan rkonomi di era Orde Baru dan era
Reformasi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui seberapa jauh peranan
pengeluaran pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi di era baru dan era
reformasi di Indonesia. Metode analisis yang dipilih adalah metode OLS dengan
analisis regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua
pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pembangunan secara
11
bersama-sama mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pendapatan nasional
(PDB), yang ditunjukkan oleh R Square yang mendekati satu dan uji F cukup
signifikan.
Brata (2002) melakukan penelitian dengan judul “ Pembangunan Manusia
dan Kinerja Ekonomi Regional di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengkaji secara empiris hubungan dua arah antara pembangunan manusia dan
kinerja ekonomi regional di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode TSLS (Two Stge Least Square). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hasil estimasi model IPM menunjukkan bahwa variabel PDRBK terbukti sangat
signifikan pengaruhnya terhadap tingkat pembangunan manusia yang dilihat dari
IPM. Selain itu, variabel lama pendidikan sekolah perempuan juga berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pembangunan manusia. Sedangkan indeks Gini, rasio
migas dan variabel boneka konflik tidak signifikan pengaruhnya terhadap IPM.
Adapun dalam estimasi model PDRBK hanya variabel boneka konflik (DK) saja
yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Tingkat pembangunan manusia yang tinggi memberikan manfaat positif nagi
pertumbuhan ekonomi. Begitu pula halnya dengan variabel tingkat investasi
(RPMTDB) yang berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Budiono (2009) dengan judul “Investasi
dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (Penekanan pada Investasi Pendidikan)”.
Tujuan penelitian ini adalah sejauh mana investasi-investasi sumber daya
manusia, investasi modal fisik dan faktor-faktor demografi mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Metode yang digunakan adalah OLS (Ordinat
Least Square) dengan analisis regresi sederhana selain itu juga menggunakan
Rata-rata RoR (Rate of Return), Marginal Rate of Return (RoR) Pendidikan.
Penelitian dilakukan pada 26 provinsi di Indonesia pada tahun 2002 (cross
section). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua model menyatakan
pentingnya sumberdaya manusia dan modal fisik bagi pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, baik Average maupun Marginal Rate of Return sumber daya
manusia lebih tinggi dibandingkan dengan investasi fisik.
12
Penelitian yang dilakukan oleh Ma’aruf dan Wihastuti (2008) dengan judul
“Pertumbuhan Ekonomi Indonesia : Determinan dan Prospeknya”. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan beberapa
variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi jangka panjang pada
tingkat provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis data panel yang
terdiri dari 26 provinsi selama kurun waktu 1980-2006. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa koefisien pengeluaran pemerintah rill adalah positif dan
signifikan. Artinya pengeluaran pemerintah memiliki peranan penting dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sedangkan pengaruh variabel-
variabel lain dalam persamaan tersebut antara lain : pertumbuhan ekonomi tahun
sebelumnya, pengeluaran pemerintah riil, defisit anggaran pemerintah riil, derajat
keterbukaan perekonomian riil, binary lokasi, binary sumber daya alam dan
dummy desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi sedangkan inflasi dan populasi penduduk berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Sumiyarti dan Imamy (2005) dengan judul
“ Analisis Pengaruh Perimbangan Pusat-Daerah terhadap Perekonomian Kota
Depok”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh
ketergantungan fiskal pusat-daerah yang tercermin dari dana perimbangan
terhadap kemajuan ekonomi selain itu juga untuk mengetahui bagaimana
pengaruh PAD dan Tenaga Kerja sebagai cerminan sumber daya yang dimiliki
oleh daerah terhadap kemajuan ekonomi daerah yang bersangkutan. Metode yang
digunakan adalah OLS selama kurun waktu kuartalan 2000:1 – 2003:4. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah tidak
berpengaruh signifikan terhadap pembentukan PDRB kota Depok, variabel dana
perimbangan berpengaruh positif dan signifikan dan variabel tenaga kerja
berpengaruh positif dan signifikan. Kemampuan variabel-variabel independen
dalam menjelaskan variabel dependen sebesar 96,94% dan sisanya dijelaskan oleh
variabel lain.
13
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu maka
kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara mengenai
pengaruh variabel-variabel dependen dan independen berdasarkan kerangka
teoritis maupun penelitian terdahulu. Adapun hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Diduga belanja modal (BM) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
b. Diduga angkatan kerja (AK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
c. Diduga pendidikan (PEN) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
d. Diduga indikator desentralisasi fiskal (DF) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Belanja Modal (BM)
Desentralisasi Fiskal (DF)
Pertumbuhan Ekonomi (PE)
Angkatan Kerja (AK)
Dummy Daerah (D)
Pendidikan (PEN)
14
3. METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
a. Pertumbuhan Ekonomi (PE). Variabel pertumbuhan ekonomi ini diproksi
dengan perubahan nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 yang
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Satuan yang digunakan adalah
Juta Rp. Data diperoleh dari BPS.
b. Belanja Modal (BMt_1). Variabel belanja modal didefinisikan sebagai
pengeluaran yang digunakan untuk pembelian/ pengadaan/ pembangunan
asset tetap berwujud yang nilai manfaatnya lebih dari setahun dan atau
pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah
daerah. Dalam penelitian belanja modal yang digunakan adalah belanja
modal tahun sebelumya. Variabel ini dinyatakan dalam satuan Juta
Rupiah. Data diperoleh dari BPS.
c. Angkatan Kerja (AK). Angkatan kerja adalah jumlah penduduk usia kerja
(berusia 10 tahun ke atas) yang bekerja, yaitu melakukan kegiatan
ekonomi yang menghasilkan barang/ jasa secara kontinu paling sedikit
satu jam dalam seminggu di Provinsi Jawa Tengah. Variabel ini
dinyatakan dalam satuan orang dan data diperoleh dari BPS.
d. Pendidikan (PEN). Pendidikan dalam penelitian ini diproksi dengan
penduduk berumur 10 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan
minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) dibanding dengan jumlah
penduduk menurut kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah. Variabel ini
dinyatakan dalam satuan persen. Data diperoleh dari BPS.
e. Desentralisasi Fiskal (DF). Variabel desentralisasi fiskal dalam penelitian
ini diproksi dengan realisasi pendapatan asli daerah dibanding dengan total
penerimaan daerah atau dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut.
�� ����
���� %
Keterangan :
DF = Desentralisasi Fiskal (%)
PAD = Pendapatan Asli Daerah (Miliar Rp)
15
TPD = Total Penerimaan Daerah (Miliar Rp)
Variabel ini dinyatakan dengan satuan persen. Data diperoleh dari BPS.
f. Dummy variable. Dalam estimasi model panel data ini menggunakan
variabel dummy, yaitu dummy daerah yang meliputi kabupaten/ kota di
Jawa Tengah dengan daerah acuan (benchmark) Kota Semarang karena
selama periode penelitian Kota Semarang memiliki perubahan nilai PDRB
paling tinggi. Penggunaan dummy daerah dalam penelitian ini adalah
untuk melihat perbedaan yang terjadi antar daerah (Kabupaten/ Kota)
dalam enam tahun periode penelitian. Dalam penelitian ini digunakan tiga
puluh empat dummy kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah kecuali
Kota Semarang.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang
merupakan gabungan dari data cross section yaitu data dari 35 kabupaten/ kota di
provinsi Jawa Tengah dan data time series dari tahun 2004-2009 (6 tahun)
sehingga jumlah observasi sebesar 210 observasi.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
ini dapat diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan permasalahan
penelitian seperti BPS (Badan Pusat Statistik) maupun Departemen Terkait serta
literatur-literatur tertulis baik yang diperoleh dari instansi terkait maupun internet.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah melalui studi
pustaka. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dalam bentuk tahunan dari Badan Pusat Statistik dan situs resmi
Bappeda Jateng.
3.4 Metode Analisis
Secara matematis model dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
PE = f (BMt_1, AK, PEN, DF)………………………………………………….(1)
Dimana PE menunjukkan pertumbuhan ekonomi, BMt-1 menunjukkan
belanja modal tahun sebelumnya, AK menunjukkan angkatan kerja, PEN
16
menunjukkan pendidikan dan DF menunjukkan desentralisasi fiskal. Model
persamaan regresi dalam penelitian ini didasarkan pada model yang pernah
digunakan oleh Amin Pujiati (2007) dan Jamzani Sodik (2007) dengan
mentransformasikan persamaan regresi ke dalam bentuk logaritma. Sedangkan
metode data panel yang digunakan dalam penelitian ini Fixed Effect Model.
Bentuk Fixed Effect Model.adalah dengan memasukan variabel dummy untuk
menyatakan perbedaan intersep. Ketika dummy digunakan untuk mengestimasi
fixed effect, maka persamaan tersebut disebut sebagai Least Square Dummy
Variable (LSDV). Sehingga persamaannya:
LogPEit = α0 + α1LogBMit-1 + α2LogAK it + α3LogPENit + α4LogDFit + β1D1 +
β2D2 + β3D3 + + β4D4 + β5D5 + β6D6 + β7D7+ β8D8 + β9D9 + β10D10 +
β11D11 + β12D12 + β13D13 + β14D14 + β15D15 + β16D16 + β17D17 + β18D18
+ β19D19 + β20D20 + β21D21 + β22D22 + β23D23 + β24D24 + β25D25 +
β26D26 + β27D27 + β28D28 + β29D29 + β30D30 + β31D31+ β32D32 + β33D33
+ β34D34 + εit…….……………………………………………….….(2)
Dimana D1 hingga D34 menunjukkan 34 dummy kabupaten/ kota di
Provinsi Jawa Tengah kecuali Kota Semarang yang merupakan benchmark dalam
penelitian ini.
Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik
a. Deteksi Multikolinearitas
Menurut Gujarati (2003), indikator-indikator untuk mendeteksi ada
tidaknya multikolinearitas dalam model adalah sebagai berikut. Pertama, nilai R2
tinggi namun variabel independen banyak yang tidak signifikan. Untuk
memperoleh nilai R2, maka terlebih dahulu dilakukan estimasi terhadap model
awal persamaan. Apabila nilai R2 tinggi (misalnya lebih dari 0,8) dan variabel
independen banyak yang tidak signifikan maka dalam model regresi tersebut
terdapat multikolinearitas.
Kedua, dengan melakukan regresi parsial. Menggunakan regresi parsial
pada masing-masing variabel independen, kemudian membandingkan nilai R2
dalam model persamaan awal dengan R2 pada model regresi parsial. Jika nilai R2
dalam regresi parsial lebih tinggi maka terdapat multikolinearitas.
17
b. Deteksi Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dalam model persamaan regresi dengan menggunakan metode White
Heteroskedasticity test yang telah disediakan dalam program eviews. Hasil yang
diperhatikan dari uji ini adalah nilai F dan Obs*R-Squared. Jika nilai Obs*R-
Squared lebih kecil χ2 tabel, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Demikian pula
sebaliknya (Shochrul dkk, 2011).
c. Deteksi Autokorelasi
Salah satu cara untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam suatu
model persamaan regresi adalah Breusch & Godfrey Test (BG Test) atau Uji
Lagrange-Multiplier (LM). Secara manual, jika χ2 tabel lebih besar dari Obs*R-
Squared maka model tersebut bebas dari autokorelasi (Firmansyah, 2008).
d. Deteksi Normalitas
Deteksi normalitas dapat juga dilihat dari koefisien Jarque-Bera dan
probabilitasnya. Kedua angka ini bersifat saling mendukung. Apabila probabilitas
lebih besar dari 5%, maka data terdistribusi normal (hipotesisnya adalah data
terdistribusi normal (Winarno, 2009).
Uji Statistik
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji signifikansi
baik secara individual (uji t) maupun secara keseluruhan (uji F) dan interpretasi
hasil yang ditunjukkan oleh koefisien determinasinya (R2).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data
4.1.1 Asumsi Regresi Linier Klasik
Deteksi Multikolinearitas
Pertama, dengan melihat nilai R2 dan pengujian statistik terhadap variabel-
variabel independen baik secara individual dengan uji t maupun secara serentak
dengan uji F. Berdasarkan hasil regresi utama terhadap semua variabel
independen yang ditunjukkan oleh tabel 4.7 diketahui bahwa nilai R2 tinggi yaitu
sebesar 0.806536 atau sebesar 80,65% dan nilai Adjusted R2 sebesar 0.763544
18
atau sebesar 76,35%. Kemudian berdasarkan hasil pengujian serentak (uji F) yang
dilakukan dengan menggunakan nilai probabilitas dengan tingkat kepercayaan
95% (α = 5%) diperoleh nilai probabilitas 0,000000 yang berarti Ho diterima atau
uji F signifikan karena nilai probabilitas kurang dari nilai α (5%). Sedangkan
untuk pengujian statistik secara individual (uji t) diperoleh hasil bahwa sebagian
besar variabel signifikan secara statistik.
Kedua, dengan melakukan regresi parsial pada masing-masing variabel
independen, kemudian membandingkan nilai R2 dalam model persamaan awal
dengan R2 pada model regresi parsial. Jika nilai R2 dalam regresi parsial lebih
tinggi maka terdapat multikolinearitas. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa semua nilai
R2 pada regresi parsial lebih rendah dibandingkan dengan nilai R2 pada regresi
persamaan awal sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terdapat
multikolinearitas.
Tabel 4.1 R2 Hasil Regresi Parsial Pengaruh Belanja Modal, Angkatan Kerja,
Pendidikan, dan Indikator Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2009
Regresi R2* R2 Log_BMt_1 = f (Log_AK, Log_PEN, Log_DF) 0.106197 0.806536 Log_AK = f (Log_BMt_1, Log_PEN, Log_DF) 0.336559 0.806536 Log_PEN = f (Log_BMt_1, Log_AK, Log_DF) 0.393116 0.806536 Log_DF = f ( Log_BMt_1, Log_AK, Log_PEN) 0.264120 0.806536
Sumber : Lampiran B Keterangan : R2* = nilai R2 pada regresi parsial
R2 = nilai R2 pada regresi persamaan awal
Deteksi Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dalam model persamaan regresi dengan menggunakan metode White
Heteroskedasticity test yang ditunjukkan pada tabel berikut (tabel 4.2) :
Tabel 4.2 Heteroskedasticity Test: White F-statistic 2.379232 Obs*R-squared 72.63001 Scaled explained SS 49.00437 Sumber : Lampiran C
19
n = 210 dan k = 40, maka df (degree of freedom) sebesar 170. Dengan
menggunakan α = 5 % (tingkat kepercayaan 95%), diperoleh nilai tabel χ2 sebesar
124,342. Apabila dibandingkan dengan nilai Obs*R-Squared White
Heteroskedasticity test yaitu sebesar 72.63001 maka dapat disimpulkan bahwa
dalam model persamaan regresi tidak terdapat heteroskedastisitas karena nilai
Obs*R-Squared White Heteroskedasticity test kurang dari nilai tabel χ2.
Deteksi Autokorelasi
Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dalam
model persamaan regresi adalah dengan Breusch & Godfrey Test (BG Test) atau
Uji Lagrange-Multiplier (LM) yang telah disediakan dalam program eviews 6.0.
Tabel 4.3
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2.522727
Obs*R-squared 3.070741
Sumber : Lampiran D
Tabel 4.3 merupakan hasil Breusch & Godfrey Test (BG Test) atau Uji
Lagrange-Multiplier (LM) terhadap model persamaan regresi dalam penelitian
ini. Dalam model persamaan ini, diketahui bahwa n = 210 dan k = 40 maka df
(degree of freedom) sebesar 170 sehingga diperoleh nilai tabel χ2 sebesar
3.070741. Apabila dibandingkan dengan nilai Obs*R-Squared Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM Test yaitu sebesar 99,28608 maka dapat disimpulkan
bahwa dalam model persamaan regresi tidak terdapat autokorelasi karena nilai
Obs*R-Squared White Heteroskedasticity test kurang dari nilai tabel χ2.
Deteksi Normalitas
Dalam penelitian ini, untuk menguji normalitas hanya digunakan uji
Jarque-Berra (JB). Hasil uji tersebut ditunjukkan pada gambar 4.1.
20
Gambar 4.1 Deteksi Normalitas
Dari gambar 4.1 maka dapat diketahui bahwa probabilitas nilai Jarque-
Bera tidak signifikan (probabilitasnya sebesar 0,113406 lebih besar dari 5 %)
sehingga dapat disimpulkan bahwa data telah terdistribusi dengan normal.
4.2.2 Uji Statistik
Uji t. Berdasarkan hasil uji t yang menunjukkan signifikansi dari pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen secara individual, digunakan α =
5%.(tingkat kepercayaan 95%) diperoleh hasil bahwa hampir semua variabel
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kecuali indikator
desentralisasi fiskal (Log_DF), D2 dan D10.
Uji F. Berdasarkan hasil uji F yang menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen diperoleh nilai probabilitas F-statistik
adalah 0,000000, jika dibandingkan dengan nilai α sebesar 5% maka Ho ditolak
yang berarti bahwa secara statistik variabel independen berpengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel dependen.
Koefisien Determinasi (R2). Koefisien determinasi dalam penelitian ini sebesar
0,806536 atau sebesar 80,65% yang berarti bahwa sebesar 80,65% variasi
pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan oleh 40 variabel independen yaitu variabel
belanja modal, angkatan kerja, pendidikan, desentralisasi fiskal dan 34 perbedaan
karakteristik antar kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah, sedangkan sisanya
sebesar 19,35% dijelaskan oleh variabel di luar model.
0
4
8
12
16
20
24
-1.0 -0.5 -0.0 0.5 1.0
Series: ResidualsSample 1 210Observations 210
Mean 1.67e-14Median 0.027493Maximum 1.300851Minimum -1.176356Std. Dev. 0.433327Skewness -0.255955Kurtosis 3.035144
Jarque-Bera 2.303752Probability 0.316043
21
4.3 Interpretasi Hasil dan Pembahasan
Pada regresi pengaruh variabel belanja modal, angkatan kerja, pendidikan
dan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2004-2009 dengan metode Least Square Dummy Variable (LSDV) model
diperoleh nilai koefisien regresi untuk setiap variabel dalam penelitian (lampiran
A) sebagai berikut.
LogPEit = -54,9497 + 0,3187 LogBMit-1 + 4,2592 LogAKit + 2,6300 LogPENit -
0,1779Log_DFit + 2,4067D1 + 0,3785D2 + 3,4451D3 + 3,5894D4 +
1,3065D5 + 2,8298D6 + 3,4162D7 + 1,1540D8 + 1,4611D9 – 0,0319D10 +
1,2959D11 + 1,9419D12 + 2,2701D13 + 1,9854D14 + 1,5616D15 +
2,2729D16 + 4,8750D17 + 1,1959D18 + 3,4720D19 + 1,8677D20 +
1,9719D21 + 1,4179D22 + 3,0366D23 + 2,0788D24 + 4,0924D25 +
3,7452D26 + 2,26334D27 + 1,8315D28 + 1,732D29 + 7,4384D30 +
2,9182D31 + 6,2246D32 + 5,8629D33 +
6,5525D34………………………………………………..………...……..(3)
Berdasarkan persamaan 3 diperoleh hasil bahwa koefisien Log_BMt-1
yang mewakili belanja modal tahun sebelumnya sebesar 0,3187, berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kepercayaan
95%. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan belanja modal sebesar 1% akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3187%. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Sodik (2007) dan Indrawati (2007).
Serta secara teoritis, temuan ini juga tidak sesuai dengan teori pertumbuhan
endogen (Todaro dan Smith, 2006) yang menjelaskan bahwa investasi pada modal
fisik maupun modal manusia oleh pemerintah daerah berperan dalam menentukan
pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Variabel Log_AK yang mewaliki angkatan kerja yang bekerja pada
kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah berpengaruh positif dan signifikan pada
α = 5% (tingkat kepercayaan 95%) dengan koefisien sebesar 4,2592. Hal ini
berarti bahwa setiap kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja sebesar 1%
akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,2592%. Hasil ini
sesuai dengan teori Neoklasik yang menyatakan bahwa dengan semakin
22
meningkatnya jumah tenaga kerja produktif maka total output yang dihasilkan pun
juga semakin meningkat. Peningkatan output tersebut pada akhirnya akan semakin
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan secara empiris, pengaruh positif
angkatan kerja yang bekerja terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sumiyarti dan Imamy, Sodik (2007) dan Pujiati
(2007).
Variabel Log_PEN yang mewakili tingkat pendidikan kabupaten/ kota di
Provinsi Jawa Tengah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi dengan koefisien sebesar 2,6300 dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
5%). Jadi setiap peningkatan tingkat pendidikan sebesar 1% maka akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,6300 %. Hasil ini sesuai dengan
teori human capital yang menjelaskan pentingnya pendidikan bagi seseorang.
Dengan semakin membaiknya kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan
pendidikan di suatu negara/ daerah maka akan menciptakan sumber daya manusia
yang tanggap terhadap perubahan yang terjadi di masa depan dan mampu untuk
menciptakan inovasi-inovasi terbaru sehingga proses produksi dapat berjalan lebih
efektif.
Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil bahwa selama periode penelitian
ternyata terdapat hubungan negatif antara indikator desentralisasi fiskal (Log_DF)
dengan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah (Log_PE). Hasil ini tidak
sesuai dengan teori yang telah dikemukakan dalam Tiebout Model dan Oates yang
menjelaskan dengan adanya pelimpahan wewenang maka akan meningkatkan
kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik
dan efisien. Hubungan negatif antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan
ekonomi sesuai dengan hasil penelitian ini dimungkinkan karena pengaruh
komponen pendapatan asli daerah itu sendiri diantaranya pajak dan retribusi
daerah. Jika pemerintah ternyata mengandalkan kedua hal tersebut maka akan
berpotensi menghambat investasi masuk ke daerah tersebut. Selain itu, untuk
komponen pajak, pada hakekatnya dapat menurunkan daya beli masyarakat.
Dengan demikian, upaya peningkatan derajat desentralisasi fiskal melalui
23
pendapatan asli daerah berpotensi dapat meniadakan peluang pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
Terakhir, hasil regresi untuk dummy variable diperoleh hasil bahwa
hampir semua dummy kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah berpengaruh
secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kecuali D2 (dummy Kabupaten
Banyumas) dan D10 (Dummy Kabupaten Klaten). Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/ kota di
Provinsi Jawa Tengah dengan karakteristik pertumbuhan ekonomi di Kota
Semarang sebagai benchmark. Alasannya pemilihan Kota Semaramg sebagai
benchmark adalah pertumbuhan ekonomi (perubahan nilai PDRB Atas Dasar
Harga Konstan 2000) di Kota Semarang selama periode penelitian merupakan
tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/ kota lain di Provinsi Jawa Tengah.
Angka positif atau negatif pada koefisien dummy menunjukkan bahwa
kabupaten/kota yang dinyatakan dengan variabel dummy tersebut memiliki
kondisi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah (bertanda negatif) atau lebih
tinggi (bertanda positif) dibandingkan Kota Semarang sebagai benchmark.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada pembahasan maka dapat
ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
a. Model regresi pertumbuhan ekonomi telah memenuhi asumsi klasik dan
dapat menghasilkan estimasi yang bersifat BLUE. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variasi pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan oleh
variabel independen yang meliputi belanja modal, pendapatan asli daerah,
dana bagi hasil, dana alokasi umum, angkatan kerja dan pendidikan
sebesar 80,65 % dan sisanya sebesar 19,35 % dijelaskan oleh variabel-
variabel lain di luar model.
b. Variabel belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti peningkatan belanja modal akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
24
c. Indikator desentralisasi fiskal secara statistik kurang berperan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
d. Variabel angkatan kerja dan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti bahwa peningkatan jumlah
angkatan kerja dan kualitas penduduk melalui pendidikan akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
e. Berdasarkan hasil regresi variabel dummy diperoleh hasil bahwa hampir
semua dummy kabupaten/ kota (34 dummy) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi yang pada
kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah dengan karakteristik
pertumbuhan ekonomi Kota Semarang sebagai benchmark dimana kondisi
pertumbuhan ekonomi 32 kabupaten/ kota tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi Kota Semarang.
5.2 Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah periode waktu yang digunakan
hanya enam tahun, akan lebih baik jika series waktunya lebih lama sehingga dapat
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kemudian
dalam penelitian ini, hanya membahas peranan pemerintah dalam perekonomian
yang ditunjukkan oleh investasi pemerintah dalam bentuk belanja modal padahal
investasi di daerah tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja namun investasi
swasta juga turut berperan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Terakhir
berhubungan dengan peran desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi,
dalam penelitian indikator yang digunakan hanya didasarkan pada aspek
penerimaan.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan yang diperoleh maka
beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
a. Pemerintah hendaknya lebih fokus dalam mengalokasikan anggaran dalam
bentuk belanja modal dalam APBD untuk menambah aset. Alokasi belanja
modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana,
25
baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk
fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi
belanjanya.
b. Perlu adanya upaya peningkatan pendapatan asli daerah melalui
optimalisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi . Di samping itu,
daerah hendaknya memperhatikan produk-produk unggulan daerah
masing-masing atau sektor-sektor yang menghasilkan multiplier effect bagi
pertumbuhan ekonomi sehingga pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa
kewenangan dalam mengatur keuangan daerah dapat berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
c. Peran penduduk (sumber daya manusia) baik dari segi kuantitas (jumlah
angkatan kerja yang bekerja) maupun kualitas (pendidikan) berpengaruh
penting terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu,
pemerintah perlu untuk memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja baik
dalam bentuk peningkatan upah maupun melalui Jamsostek. Kemudian
dari segi pendidikan, pemerintah hendaknya tetap meningkatkan investasi
di bidang pendidikan dengan melakukan perbaikan fasilitas-fasilitas
pendidikan baik gedung sekolah maupun perlengkapan sekolah lainnya
terutama kalangan menengah ke bawah. Selain itu, program wajib belajar
sembilan tahun perlu dilanjutkan bahkan perlu direncanakan program
belajar 12 tahun sehingga kelompok usia pencari kerja memiliki
pendidikan minimal SMA.
d. Penelitian berikutnya diharapkan dapat memperbaiki keterbatasan yang
ada dalam penelitian ini, seperti dengan menambah periode waktu
penelitian, menambahkan variabel investasi swasta dalam penelitian dan
indikator-indikator desentralisasi fiskal lainnya seperti indikator dari sisi
pengeluaran.
26
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Priyo Hari. 2005. “Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi pada Kabupaten dan Kota Se Jawa Bali)”. Jurnal Studi Pembangunan KRITIS. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian
Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Atmanti, Hastarini Dwi. 2005. “Investasi Sumber Daya Manusia Melalui
Pendidikan”. Dinamika Pembangunan. Vol. 2, No. 1, h. 30-39. Badan Pusat Statistik. Jawa Tengah Dalam Angka 2004-2010. Badan Pusat
Statistik Jawa Tengah, Semarang. . Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Tahun
2004-2009. Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, Semarang. . Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota
Tahun 2004-2009. Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, Semarang. Bappenas. 2003. Peta Kemampuan Keuangan Provinsi Dalam Era Otonomi
Daerah: Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah. Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah.
Brata, Aloysius Gunadi. 2002. “Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi
Regional di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 7, No. 2, h. 113-122.
Budiono, Sidik. 2009. “ Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”.
Jurnal Studi Ekonomi, Vol. IV, No. 2. Firmansyah, 2008. Modul Praktek Ekonometrika Dasar: Estimasi dan Uji
Asumsi Model Klasik: Eviews 4.x. Tidak dipublikasikan.
27
Garcia, J.G. dan L. Soelistianingsih. 1998. “ Why do differences in Provinsial
Income Persist in Indonesia?”. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 34(1): 95-120.
Ghany, Fatchurrochim. 2006. “Kebijakan Desentralisasi Fiskal dalam Mendukung
Perekonomian”. Media Trend, Vol. 1, No. 2, h. 128-142. Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. . 2006. Analisis Multivariate Lanjutan dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometric, Fourth Edition. New York:
McGraw-Hill Companies. Harianto, David dan Priyo Hari Adi. 2007. ”Hubungan antara Dana Alokasi
Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita”. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.
Indrawati, Budi. 2007. “Peranan Pengeluaran Pemerintah dalam Pertumbuhan
Ekonomi di Era Orde Baru dan Era Reformasi”. Jurnal Kajian Ilmiah Lembaga Penelitian Ubhara Jaya, Vol. 8, No. 2, h. 365-382.
Khusaini, 2007. “ Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi”. Jurnal Ilmu
Pendidikan dan Ilmu Sosial. Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga. . 2006. Ekonomika Pembangunan : Teori, Masalah dan
Kebijakan Edisi Keempat. Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Lia, Amalia. 2007. Ekonomi Pembangunan. Ekonomi Pembangunan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
28
Lin, Justin Yifu dan Zhiqiang Liu. 2000. “Fiscal Decntralization and Economic
Growth in China”. Economic Development and Cultural Change. Chicago. Vol 49. Hal : 1 – 21.
Ma’ruf, Ahmad dan Latri Wihastuti. 2008. “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia:
Determinan dan Prospeknya”. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, Vol. 9, No. 1, h. 44-55.
Mangkoesoebroto, Guritno. 2001. Ekonomi Publik Edisi Ketiga. Yogyakarta:
BPFE. Nanga, Muana. 2005. “Analisis Posisi Fiskal Kabupaten/Kota di NTT: Adakah
Posisi Fiskal Pasca Otda Lebih Baik?” Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Pujiati, Amin. 2007. “Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang
Era Desentralisasi Fiskal”. Jurnal Ekonomi Pembangunan diakses tanggal 15 Mei 2011.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah
dalam Otonomi. Penerbit Ghalia Indonesia. Sasana, Hadi. 2009. “Analisis Dampak Pertumbuhan Ekonomi, Kesenjangan
Antar Daerah dan Tenaga Kerja Terserap terhadap Kesejahteraan di Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah dalam Era Desentralisasi Fiskal”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 16, No.1, h. 50-69.
Shochrul, dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta : Salemba Empat. Sidik, Machfud. 2002. “Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam
Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah”. Makalah disampaikan Acara Orasi Ilmiah. Bandung. 10 April 2002.
Simanjutak, Payaman. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
29
Sodik, Jamzani. 2007. “Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi
Regional : Studi Kasus Data Panel di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No.1, h. 27-36.
Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: PT Raja
Grafindo.Persada. Sumarsono, Hadi dan Sugeng Hadi Utomo. 2009. “Deliberate Inflation pada
Kebijakan Desentralisasi Fiskal Jawa Timur dan Dampaknya bagi Pertumbuhan Daerah”. Jurnal Ekonomi Studi Pembangunan, Vol. 1, No. 3, h. 157-168.
Sumarsono, Sonny. 2009. Teori dan Kebijakan Publik : Ekonomi Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sumiyarti dan Akhmad Fauzan Imamy. 2005. “Analisis Pengaruh Perimbangan
Pusat-Daerah terhadap Perekonomian Kota Depok”. Media Ekonomi, Vol. 11, No. 2, h. 113-128.
Tambunan. Manggara. 2010. Menggagas Perubahan Pendekatan
Pembangunan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Bumi Aksara. Todaro, Michael dan Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Jakarta: Erlangga. Penterjemah: Drs. Haris Munandar, MA; Puji A.L, SE. Wibisono, Y. 2001. “Determinan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Empiris
Antar Propinsi di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol 1 No 2, 52-83.
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisa Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Top Related