Vol. VI No.14 II P3DI JULI 2014

24
È +4+5 #6*#4+0# È 7-/#0 &#/ È +0# #46+#0; È 1.6#- #461)+ #+0))1.#0 È 7.#5+ 10)+;#6+ zxzy 1 yzxy

description

UU MD3, PENEGAKAN HUKUM, DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN (Sulasi Rongiyati)ESKALASI KEKERASAN ISRAEL DAN PALESTINA: KOMPLEKSITAS MASALAH DAN RESPONS INDONESIA (Poltak Partogi Nainggolan)SEPULUH AGENDA POLITIK PEREMPUAN TAHUN 2014-2019 (Dina Martiany)KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA DI INDONESIA (Lukman Adam)TANTANGAN DPR RI PASCA-PENGESAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (Riris Katharina)

Transcript of Vol. VI No.14 II P3DI JULI 2014

  • +4+5#6*#4+0#

    7-/#0/

    +0##46+#0;

    1.6#-#461)+#+0))1.#0

    7.#5+10)+;#6+

    z x z y 1yzxy

  • 3(/$.6$1$+$5,$1

    z x z y 1yzxy

  • - 1 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VI, No. 14/II/P3DI/Juli/2014H U K U M

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    UU MD3, PENEGAKAN HUKUM, DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN

    Sulasi Rongiyati*)

    Abstrak

    Substansi UU MD3 yang baru menuai kritik karena dinilai berpotensi melemahkan penegakan hukum dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Pembentukan MKD yang memiliki kewenangan memberikan izin terlebih dahulu sebelum pemeriksaan oleh Kepolisian dan Kejaksaan atas tindak pidana umum yang dilakukan oleh anggota DPR dan ketentuan batal demi hukum atas pemeriksaan aparat penegak hukum yang dilakukan tanpa izin tertulis MKD dapat berdampak pada ketidakleluasaan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Demikian juga, dihapusnya BAKN sebagai alat kelengkapan DPR dapat berpengaruh terhadap tindak lanjut hasil audit BPK yang selama ini dilakukan oleh BAKN. Hal ini dapat terjadi karena komisi-komisi di DPR dipandang belum memiliki kemampuan yang memadai dalam melakukan tugas tersebut.

    PendahuluanUndang-Undang Majelis

    Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (UU MD3) sebagai pengganti UU No. 27 Tahun 2009, yang disahkan pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), 8 Juli 2014, telah memicu kritik dari berbagai kalangan. Selain kritik mengenai mekanisme pemilihan Pimpinan DPR yang dinilai sarat kepentingan politik. Kritik lainnya bersumber pada substansi UU MD3 terkesan memberikan kewenangan yang terlalu luas serta perlindungan yang berlebihan kepada anggota DPR yang mengalami kasus hukum. Selain itu, penghapusan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sebagai salah

    satu alat kelengkapan DPR dan beberapa materi pengaturan terkait hak anggota DPR, dianggap berpotensi melemahkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Tulisan ini membatasi diri pada aspek hukum pemberlakuan UU MD3 terhadap penegakan hukum dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

    Terkait dengan penegakan hukum dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, beberapa pasal UU MD3 yang menjadi polemik, meliputi tentang ketentuan mengenai penyidikan, hak anggota DPR, dan jenis alat kelengkapan DPR. Pasal-pasal tersebut antara lain: a. Pasal 245 yang mensyaratkan pemanggilan

    dan permintaan keterangan untuk kepentingan penyidikan terhadap anggota

    *) Peneliti Madya Hukum Ekonomi pada Bidang Hukum , Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Setjen DPR RI,E-mail: [email protected]

  • - 2 -

    DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

    b. Pasal 80 huruf j yang mencantumkan hak anggota salah satunya adalah hak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan; dan

    c. Pasal 83 tentang alat kelengkapan DPR RI yang tidak lagi memuat BAKN sebagai salah satu alat kelengkapan DPR.

    Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil berencana mengajukan uji materi UU MD3 yang baru. Koordinator Divisi Politik ICW, Abdullah Dahlan, mengatakan pihaknya sedang mengkaji potensi kerugian yang disebabkan dari pengesahan UU MD3 tersebut.

    Potensi Pelemahan Penegakan Hukum

    Menurut Abdullah Dahlan, dalam UU MD3 terlalu banyak pasal yang berpotensi memberikan kewenangan terlalu luas kepada DPR. Salah satunya terkait penyidikan perkara hukum di mana penegak hukum harus mendapat izin dari MKD sebelum memeriksa anggota DPR. MKD merupakan alat kelengkapan baru yang tidak ada pada UU No. 27 Tahun 2009. Pembentukan MKD bertujuan menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR selaku wakil rakyat. Dibandingkan dengan Badan Kehormatan yang sebelumnya diatur dalam UU No. 27 Tahun 2009, MKD memiliki kewenangan yang lebih luas, yaitu pemeriksaan pelanggaran kode etik dan kewenangan yang menyerupai semi peradilan (quacy judicial). Mengutip pendapat W. Riawan Tjandra, kewenangan semi-peradilan terlihat pada atribusi wewenang yang diberikan kepada MKD. Pertama, ketentuan kewenangan SHPHULNVDDQWHUPDVXNDWXUDQNODVLNDVLDODWDODWbukti mendekati pola persidangan di lingkungan yudikatif. Kedua, proses pemeriksaan oleh aparat penegak hukum terhadap anggota DPR dalam melakukan tugas dan fungsinya yang diatur sebagai bagian hak imunitas anggota DPR diharuskan memperoleh persetujuan tertulis dari MKD. Dalam hal MKD tidak memberikan izin tertulis maka surat pemanggilan dari aparat penegak hukum dinyatakan batal demi hukum (Pasal 224 UU MD3).

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagaimana disampaikan oleh Ketua KPK, Abraham Samad, dan Wakil Ketua KPK, Busro Muqqodas berpendapat UU MD3 yang baru

    berpotensi memperlambat proses hukum, khususnya terkait ketentuan yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR harus seizin MKD. Pendapat Busyro terkait dengan proses penegakan hukum harus sederhana, cepat dan berbiaya ringan. Kecepatan proses penegakan hukum membutuhkan waktu cepat, untuk menghindari hilangnya barang bukti. Beberapa pertanyaan muncul mengenai latar belakang ketentuan Pasal 245 ayat (1). DPR terkesan seolah-olah akan menghambat atau mempersulit penyidikan terhadap anggotanya melalui birokrasi proses penyidikan yang relatif panjang. Hal ini karena penegak hukum harus menunggu izin MKD dan baru bisa melakukan penyidikan jika dalam waktu 30 hari sejak permohonan diajukan MKD tidak mengeluarkan surat izin tertulis. Ketentuan ini menyebabkan Kepolisian dan Kejaksaan tidak bisa leluasa melaksanakan penyidikan terhadap anggota DPR. DPR dinilai telah membuat ketentuan yang diskriminatif dengan menerobos prinsip persamaan di depan hukum (equality before the law). Di sisi lain, syarat izin persetujuan dari MKD seharusnya tidak diperlukan karena dikhawatirkan dalam waktu 30 hari, sebagaimana batas waktu keluarnya izin tertulis, berpotensi menjadi celah bagi penghilangan alat bukti atau melarikan diri.

    Anggapan bahwa UU MD3 melemahkan semangat pemberantasan korupsi atau berpotensi melemahkan kinerja KPK mendapat sanggahan dari Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang MD3 (Pansus RUU MD3), Achmad Yani. Menurut Achmad Yani, Pasal 245 UU MD3 yang mengatur penyidikan tidak mencantumkan klausul yang menyebut penegak hukum harus meminta izin apabila hendak memeriksa anggota DPR yang terindikasi kasus korupsi. Secara rinci ketentuan Pasal 245 UU MD3 menyebutkan:(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan

    untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD.

    (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh MKD paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, pemanggilan, dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan.

    (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR:a. tertangkap tangan melakukan tindak

    pidana;

  • - 3 -

    b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau

    c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

    Jika dicermati Pasal 245 ayat (1) UU MD3 mengatur ketentuan bagi penyidik baik dari Kepolisian maupun Kejaksaan untuk mendapatkan izin terlebih dahulu dari MKD sebelum melakukan penyidikan kepada anggota DPR yang melakukan tindak pidana umum tanpa tertangkap tangan, di luar tindak pidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup, serta tindak pidana yang tergolong kejahatan kemanusiaan atau keamanan negara. Tindak pidana korupsi yang merupakan tindak pidana khusus, juga dikecualikan dari keharusan meminta izin MKD sebagaimana disebutkan dalam Pasal 245 ayat (3) huruf c. Dengan demikian, penyidikan yang dilakukan KPK tetap dapat dilakukan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan korupsi tanpa perlu izin dari MKD. Di samping itu, KPK dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi tunduk pada UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang bersifat lex specialis. Potensi Pelemahan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan

    Fungsi DPR RI melakukan pengawasan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan negara diperkirakan akan tumpul. Pasalnya, alat kelengkapan DPR yang menjalankan fungsi tersebut, yaitu BAKN dihapus. Pasal 83 ayat (1) UU MD3 yang mengatur alat kelengkapan DPR, tidak mencantumkan BAKN sebagai alat kelengkapan DPR.

    Pansus RUU MD3 berpendapat tugas BAKN sama dengan tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK, sehingga tidak efektif jika ada dua lembaga dengan tugas yang sama. Selain itu, Pansus berpendapat tidak banyak kinerja yang dihasilkan BAKN sebagai lembaga yang bertugas menindaklanjuti hasil audit BPK, sebagaimana diungkapkan oleh mantan Anggota Pansus RUU MD3, Syarifuddin Sudding. Pernyataan berbeda diungkapkan oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Eva Sundari, yang mengatakan bahwa penghapusan

    BAKN sebagai salah satu alat kelengkapan DPR menyalahi amanat Pasal 23 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan DPR wajib menindaklanjuti hasil audit yang dilakukan BPK. Lebih lanjut dikatakan bahwa BAKN dibentuk sebagai jawaban atas keluhan tidak ditindaklanjutinya hasil audit BPK dan sebagai bentuk komitmen DPR terhadap pemberantasan korupsi. Ditambahkan oleh Teguh Juwarno dari Fraksi PAN bahwa selama ini BAKN berperan menguatkan kinerja BPK dan memberikan masukan kritis kepada BPK sehingga kedudukan BAKN sebagai alat kelengkapan DPR seharusnya dikuatkan bukan dibubarkan.

    Dalam UU MD3 lama (Pasal 113 UU No. 27 Tahun 2009) menyebutkan: (1) BAKN bertugas:

    a. melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR;

    b. menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi;

    c. menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dan

    d. memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

    (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN dapat meminta penjelasan dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

    (3) BAKN dapat mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan.

    (4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.

    Berdasarkan ketentuan tersebut, keberadaan BAKN cukup penting dalam mengawasi penggunaan anggaran Negara, khususnya dalam mengkritisi hasil temuan audit BPK. Dengan tidak adanya BAKN, hasil audit BPK nantinya akan langsung diberikan kepada komisi-komisi. Praktik tersebut, menurut anggota Koalisi Masyarakat Sipil,

  • - 4 -

    Roy Salam, sebenarnya sudah dilakukan pada periode 2009-2014, namun audit BPK selama ini tidak pernah ditindaklanjuti oleh komisi-komisi. Dengan demikian menghilangkan BAKN sebagai bagian alat kelengkapan DPR, dapat berdampak pada melemahnya fungsi pengawasan DPR terhadap pengelolaan APBN, mengingat belum tentu fungsi tersebut akan dilakukan dengan baik oleh komisi di DPR.

    Ketentuan krusial lainnya, yaitu Pasal 80 huruf j UU MD3 yang menyebutkan anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihannya, serta berhak mendapatkan anggaran atas usulan tersebut. Ketentuan ini dinilai sangat berlebihan dan berpotensi penyalahgunaan anggaran negara. Anggaran program pembangunan ini ditengarai mirip dengan dana aspirasi yang pernah diusulkan pada tahun 2010. Menurut Abdullah, ketidakjelasan tentang skema program pembangunan daerah pemilihan dapat berpotensi terjadi distorsi dalam praktiknya di lapangan jika usulan tentang program pembangunan daerah pemilihan tidak disertai atau dilengkapi dengan paket kebijakan pengelolaan yang transparan dan akuntabel.

    Namun demikian, menurut Ketua Pansus RUU MD3, Benny K. Harman, hak mengajukan program pembangunan daerah pemilihan tidak berkaitan dengan wacana dana aspirasi. Menurutnya, hak anggota DPR hanya mengusulkan dan memperjuangkan program tersebut, sementara pelaksanaannya menjadi wewenang pemerintah. Program tersebut merupakan konsekuensi dari sumpah jabatan anggota DPR yang memiliki kewajiban memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama daerah pemilihan masing-masing. Penutup

    Pengesahan UU MD3 menuai banyak kritik, khususnya terkait dengan beberapa pengaturan yang bersinggungan dengan penegakan hukum dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, yaitu pembentukan MKD dan penghapusan BAKN. Penguatan terhadap hak anggota dan hak imunitas anggota DPR sewajarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja DPR dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pembentukan MKD dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR selaku wakil rakyat seharusnya tidak menjadi penghalang bagi pelaksanaan penegakan hukum yang berpedoman pada asas

    persamaan di hadapan hukum. Kepolisian dan Kejaksaan selaku penegak hukum yang notabene merupakan aparat pemerintah harus bertindak obyektif dan proposional dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anggota DPR, sehingga dapat menghindari kekhawatiran terhadap politisasi kasus-kasus hukum dan menciptakan keadilan . Implementasi ketentuan Pasal 245 UU MD3 harus mendapatkan pengawalan dan pengawasan dari berbagai kalangan baik masyarakat umum, akademisi, media massa, maupun komisi yang menangani bidang hukum di DPR. DPR sebagai perwujudan perwakilan rakyat harus memperkuat komitmen pemberantasan korupsi melalui penegakan hukum dan membentuk sistem antikorupsi mengingat tindak pidana korupsi semakin sistemik, struktural, dan menumbuhkan aktor-aktor baru.

    Pembubaran BAKN berpotensi berpengaruh pada penciptaan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang dilakukan DPR mengingat kemampuan komisi yang belum optimal dalam menindaklanjuti hasil audit BPK. Konsekuensinya, potensi kerugian dan penyelewengan relatif akan lebih besar. Penguatan terhadap SDM komisi di DPR perlu ditingkatkan dalam menindaklanjuti hasil audit BPK dan pengawasan oleh komisi, khususnya dalam kerangka pembahasan anggaran.

    Menyikapi kritik masyarakat terhadap beberapa ketentuan UU MD3 maka penyusunan instrumen pelaksana dari UU MD3, yaitu Peraturan Tata Tertib DPR RI harus dilakukan secara cermat dan hati-hati dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara untuk menghindari persoalan-persolan hukum dan sinisme dari masyarakat.

    ReferensiPolemik Uji Materi UU MD3, http://

    indonesian.irib.ir/cakrawala/-/asset_publisher/Alv0/content/polemik-uji-materi-uu-md3, diakses tanggal 16 Juli 2014.

    Ketua KPK Mempermalukan Diri Komentari UU MD3, http://www.republika.co.id/ diakses tanggal 14 Juli 2014.

    Uji Materi UU MD3 Disiapkan, Koalisi Sipil Tak Tangani Soal Pemilihan Ketua DPR, Kompas, 14 Juli 2014.

    UU MD3: Penghapusan BAKN Langgar Konstitusi, Kompas, 17 Juli 2014.

    Editorial: Menggugat UU MD3, Media Indonesia, 16 Juli 2014.

    UU MD3: Hak Usul Program Rawan Disalahgunakan, Media Indonesia, 15 Juli 2014.

  • - 5 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VI, No. 14/II/P3DI/Juli/2014HUBUNGAN INTERNASIONAL

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    ESKALASI KEKERASAN ISRAEL DAN PALESTINA: KOMPLEKSITAS MASALAH DAN RESPONS

    INDONESIAPoltak Partogi Nainggolan*)

    Abstrak

    Eskalasi kekerasan bersenjata pecah kembali antara Israel dan Palestina, dipicu aksi saling culik dan siksa anak-anak remaja kedua bangsa itu. Tanpa diduga, untuk membalas 3 remajanya yang hilang dan kemudian ditemukan tewas, militer Israel melancarkan serangan pemboman gencar ke basis-basis Hamas di tengah-tengah permukiman penduduk sipil Palestina. Hamas pun melakukan balasan dengan meluncurkan roket-roketnya ke kota-kota Israel dan menggunakan drone untuk pertama kalinya. Israel menggunakan sistem penangkis rudal kubah besi, sambil terus melancarkan pemboman yang tidak henti, sehingga korban sipil banyak berjatuhan di kalangan penduduk Palestina. Di tengah keprihatinan, upaya melanjutkan kembali perjuangan mendukung kemerdekaan Palestina dilakukan sambil mengecam Israel dan berupaya menghentikan perilaku agresif militernya yang melanggar HAM.

    PendahuluanEskalasi kekerasan antara Israel dan

    Palestina muncul kembali, setelah roket-roket Hamas menyerang kota-kota Israel dan militer Israel melancarkan serangan balasan dengan mengerahkan pesawat tempur dan nirawaknya ke berbagai basis Hamas di Palestina. Korban dari pihak sipil berjatuhan, karena roket-roket Hamas mencari berbagai sasaran di kota-kota Israel, sedangkan pemboman Israel mengarah pada permukiman sipil yang selama ini menjadi basis gerilyawan militan Hamas. Dalam beberapa hari, korban penduduk

    sipil, terutama perempuan dan anak-anak, dalam jumlah besar berjatuhan, dan akan meningkat cepat, jika eskalasi kekerasan tidak dihentikan.

    Akibat aksi saling balas serangan roket, situasi di perbatasan Mesir dan Jalur Gaza menjadi tegang. Pintu masuk dan penghubung Palestina dengan dunia luar di Rafah sempat ditutup, sebelum diserukan oleh Sekjen PBB, Ban Ki-moon, untuk dibuka kembali bagi bantuan kemanusiaan, terutama untuk rakyat Palestina yang luka-luka akibat pemboman. Pesawat-pesawat

    *) Peneliti Utama (Profesor Riset) pada bidang Hubungan Internasional di Pusat Pengkajian, Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI) Setjen DPR-RI, E-mail: [email protected]

  • - 6 -

    pembom nirawak Israel dilaporkan terlihat terbang rendah dan melakukan serangan pemboman secara kontinu terhadap wilayah Palestina, terutama permukiman sipil yang ditengarai sebagai basis-basis persembunyian Hamas. Pasukan Mesir terlihat berjaga-jaga sekitar 40 kilometer dari Rafah, sambil mengantipasi serangan dari gerakan radikal di Semenanjung Sinai Utara.

    Aksi pembalasan militer Israel dengan serangan pemboman pesawat tempur dan nirawaknya yang membabi-buta, dalam Operation Protective Edge, dalam 4 hari serangan saja telah mengakibatkan 100 orang penduduk Palestina tewas. Dalam satu hari, seperti Kamis, 10 Juli 2014, korban berjatuhan di kalangan penduduk Palestina mencapai 20 orang. Korban penduduk sipil Palestina terus berjatuhan, dan tidak memilah sasaran, dan ada yang menghantam satu keluarga. Aksi-aksi gerilya kelompok Hamas dengan serangan roketnya yang mencapai ratusan kali dilakukan dari basis-basis mereka di permukiman sipil Palestina. Israel dilaporkan telah menggempur 108 target di Palestina. Sejak 8 Juli 2014, serangan telah menyebabkan korban jiwa mencapai 500 orang, 150 di antaranya warga sipil, termasuk 31 anak-anak, dan melukai lebih dari 1.500 orang, akibat rudal-rudal Israel yang menghantam rumah warga Palestina. Sedangkan 10 tentara Israel telah tewas akibat serangan 76 roket Hamas dari Jalur Gaza. Sekitar 100.000 warga Palestina siap-siap meninggalkan Gaza mengantisipasi invasi dan serangan militer besar-besaran AD Israel. Sebelumnya, sekitar 12.000 orang diberitakan telah mengungsi dari Bait Lahiya.

    Serangan roket Hamas dilancarkan ke Israel menyusul aksi kekerasan Israel yang telah menewaskan remaja Palestina, pasca-hilangnya 3 remaja Israel yang telah diculik Hamas dan ditemukan tewas. Hilangnya remaja Israel ini merupakan aksi balasan dari kekerasan sebelumnya yang dilakukan tentara Israel atas remaja Palestina. Spiral kekerasan telah berlangsung, dan berlanjut dengan aksi saling balas serangan roket dan bom terhadap permukiman sipil di kedua negara. Pihak Israel mengerahkan kemampuannya dalam menjalankan sistem pertahanan rudal kubah besi (Iron Dome), yang canggih dan efektif, untuk mencegat (intersepsi) ratusan roket Hamas yang masuk

    ke wilayahnya. Hamas dilaporkan telah menembakan hampir 1.000 roket ke Israel, dan sebaliknya, Israel telah melancarkan lebih 1.300 serangan udara. Jika puluhan roket Palestina yang mengancam penduduk sipil Israel dapat dihancurkan, serangan pemboman pesawat tempur dan nirawak Israel ke basis-basis Hamas tidak dapat dicegat dan dihancurkan di udara. Akibatnya, banyak penduduk sipil Palestina berjatuhan, korban serangan pemboman Israel yang gencar.

    Reaksi keprihatinan, kecaman, GDQ VHUXDQ SHQJKHQWLDQ NRQLN GDWDQJdari berbagai negara, termasuk dari Paus, Presiden AS, Obama, dan kepala negara Perancis. Bersama-sama Inggris dan Jerman, keempat kepala negara menyerukan solusi diplomasi untuk menghentikan eskalasi NRQLNGL*D]D*HORPEDQJDNVLGHPRQVWUDVLdilakukan di pusat-pusat kota, terutama di depan kedubes Israel, seperti yang terjadi di London, New York, Paris, Jakarta, Los Angeles, dan lain-lain. Kecaman dan seruan penghentian aksi kekerasan juga diserukan oleh Dewan Keamanan (DK) PBB.

    Kompleksitas Masalah Perang di Jalur Gaza ini merupakan

    yang terbaru setelah perang 2008-2009, yang mengakibatkan 1.417 orang Palestina tewas, 5.303 orang terluka, 50.800 tercerai-berai meninggalkan rumah-rumah mereka, dan minimal 4.000 rumah hancur, serta banyak infrastruktur rusak. Sedangkan Israel hanya kehilangan 13 warganya yang tewas. Serupa dengan sebelumnya, perang sulit dihentikan, karena Israel memiliki alasan logis untuk menghentikan serangan gerilyawan Hamas yang terus-menerus dari basis-basis mereka di permukiman sipil Palestina. Itulah sebabnya, Israel lalu melakukan pula invasi darat memasuki Gaza dengan tank-tank mereka.

    .RQLN GLSDQDVL ROHK HVNDODVL SHUDQJsipil di Suriah dan Irak, dengan meluasnya kampanye pendirian kekhalifahan Islam di Suriah, Jordania, dan Irak di bawah bendera ISIS/ISIL, pimpinan A-Bagdhadi, dengan dukungan kelompok Al-Qaeda dan pemimpinnya pasca-Osama bin Laden. Eskalasi kekerasan didukung di kedua belah pihak oleh Kelompok Zionis di Israel dan garis keras anti-Israel, terutama Hamas, yang dibantu Hezbollah di Lebanon

  • - 7 -

    selatan. Setelah tidak berdaya membantu menggulingkan rejim otoriter Bashar al-Assad dan mempertahankan pemerintahan sipil di Suriah dan Irak, Pemerintah Obama tidak berdaya menghentikan gelombang aksi kekerasan baru antara Israel dan Palestina. Obama tidak berdaya menghentikan keputusan PM Israel Netanyahu, sehingga melobi Pemerintah Mahmoud Abbas untuk dapat menghentikan aksi-aksi kekerasan Hamas, dengan serangan ratusan roketnya ke Israel.

    Tujuan Hamas meluncurkan serangan roket secara intensif ke Israel memanfaatkan hubungannya yang kian solid dengan kelompok Fatah, dan meraih dukungan yang lebih luas setelah selama setahun ini termarjinalisasi perannya. Sedangkan aksi pemboman pesawat tempur dan nirawak Israel bukan cuma bermotif aksi pembalasan, namun juga sebuah cara memecah kembali seterunya yang mulai bersatu di Palestina, sehingga dapat mengarahkan keinginannya ke arah solusi yang diinginkan. Pemerintah Netanyahu telah memanggil pasukan cadangannya untuk menyiapkan operasi perang yang panjang, termasuk dengan operasi darat, untuk menghancurkan basis-basis Hamas dan senjata roketnya, dengan menggunakan tank-tank dan meriam artileri beratnya di perbatasan. Sementara itu, dalam NRQLNNDOL LQL+DPDVPXODLPHQJJXQDNDQbeberapa pesawat nirawaknya (drone), Ababil I, di atas Israel, untuk menjalankan misi-misi khusus. Hal ini cukup mengejutkan pihak Israel, yang kemudian menembak jatuhnya di sekitar pantai Ashdod, 28 kilometer utara Gaza, dengan menggunakan UXGDO 3DWULRW .RQLN LQWHQVLWDV WLQJJL \DQJpecah kembali menambah kompleksitas NRQLNDQWDUQHJDUDGDQNHORPSRNGL7LPXUTengah, yang kian cenderung diwarnai sektarianisme. Gencatan senjata telah diupayakan beberapa kali oleh kedua belah pihak, namun secara bergantian dilanggar ROHKSLKDN\DQJEHUNRQLN

    Respons Indonesia Reaksi terhadap eskalasi kekerasan

    Israel-Palestina datang dari masyarakat Indonesia. Capres Djokowi segera menyampaikan keterangan persnya dalam suasana pengumuman hasil quick count pilpres. Dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan para pendukungnya relawan

    Djokowi/JK di Tugu Proklamasi, Capres Djokowi menyatakan dukungannya atas nasib rakyat sipil Palestina yang menjadi korban pembunuhan massal serangan pemboman Israel. Bersama-sama dengan relawan yang hadir, Djokowi juga menyampaikan bantuan kemanusiaan yang disalurkan dari sisa anggaran kampanye pilpresnya.

    Sementara, Capres Prabowo, dalam orasi di tengah aksi solidaritas rakyat Indonesia untuk Palestina di Bundaran HI, menyampaikan kecamannya atas aksi-aksi kekerasan militer Israel, dan meminta Israel menghentikan serangan militernya terhadap penduduk yang tidak berdosa. Dalam kesempatan itu, Capres Prabowo dan Aburizal Bakri menyatakan masing-masing akan memberikan sumbangan uang Rp. 1 milyar pada rakyat Palestina. Aksi massa mengecam perilaku Israel dan mengungkapkan dukungan solidaritas atas nasib rakyat Palestina dengan jumlah dan latar belakang peserta yang beragam juga bermunculan di Banda Aceh, Banyuwangi, Tasikmalaya, Serang, dan sejumlah daerah lainnya.

    Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, melakukan upaya diplomasi internasional secara simultan, terutama dengan negara anggota Gerakan Non-Blok (GNB) dan Organisasi Konperensi Islam (OKI), untuk menggalang dukungan terhadap Palestina sekaligus menekan Israel menghentikan serangannya. Hasilnya, pertemuan digelar pada 11 Juli 2014 di New York, AS, dengan Pelestina menjelaskan situasi yang berkembang, serta langkah dan bantuan apa yang mereka sangat perlukan. RI juga telah mendesak agar Komisi HAM PBB di Jenewa, Swiss, segera menggelar pertemuan darurat untuk membahas krisis di Palestina. Semua langkah ini dilakukan agar Israel segera menghentikan semua aksi militernya terhadap Palestina. Inisiatif Indonesia ini disadari sebagai usaha yang tidak mudah, karena seperti selama ini Israel tidak memperdulikan sama sekali kecaman dunia internasional.

    Selain itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menghubungi Presiden Iran, Hassan Rouhani, dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal GNB. Keduanya telah membicarakan koordinasi penanganan bantuan bagi rakyat Palestina yang tidak berdosa, yang menjadi

  • - 8 -

    korban pemboman Israel, dan dampak lebih lanjut serangan Israel yang tiada henti itu. Sidang Kabinet Paripurna membahas situasi terkini di Palestina juga telah digelar oleh Pemerintahan SBY dengan tujuan segera menghentikan serangan Israel. Dalam posisi dasarnya, RI menyatakan gencatan senjata harus segera diadakan dengan pengawasan seksama DK-PBB. Aksi saling membalas atau lingkaran kekerasan harus dihentikan dengan dukungan masyarakat dunia. Demikian pula, bantuan kemanusiaan bagi rakyat Palestina yang menjadi korban serangan militer secara brutal harus segera disalurkan.

    Di luar upaya diplomasi ini, Pemerintah RI telah menyalurkan bantuan uang sebesar 1 juta dolar AS bagi Palestina, untuk meringankan penderitaan rakyatnya. 8QWXN PHQMDPLQ SHQJKHQWLDQ NRQLNPemerintah RI telah meminta PBB agar PHQGHVDNNHGXDEHODKSLKDN\DQJEHUNRQLNsegera melakukan gencatan senjata. Sebagai langkah diplomasi penuh, Presiden SBY telah berupaya menelpon Sekjen PBB, Ban Ki-moon, untuk mencari solusi yang efektif bagi penghentian eskalasi kekerasan kedua belah pihak. Menlu Natalegawa juga telah menyampaikan keprihatinannya atas VHUDQJDQ ,VUDHO WHUKDGDS *UDKD 7DKG]Daarul Quran Indonesia, yang dibangun atas dukungan Indonesia di Jabalia, Gaza bagian utara. Badan HAM PBB memperkirakan Israel telah melanggar hukum perang, karena telah menjatuhkan bom-bom di permukiman sipil Palestina, yang mengenai anak-anak. Israel juga telah menghancurkan Rumah Sakit Al-Aqsa di Kota Deir el-Balah dengan gempuran artileri berat, sehingga menjadi rumah sakit keempat di Gaza yang dihancurkan, dengan korban sebagian besar staf medis.

    PenutupParlemen Indonesia (DPRRI) dapat

    segera mengambil inisiatif melalui Kaukus Palestina-nya untuk mendorong penghentian serangan militer membabi buta kedua belah SLKDN \DQJ EHUNRQLN WHUKDGDS SHQGXGXNsipil noncombatant, untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak lagi. BKSAP melalui berbagai forum, khususnya IPU, APA dan PUIC, dapat melakukan tekanan pada kedua belah pihak untuk menghentikan HVNDODVLNRQLN'LSORPDVLSDUOHPHQGLMDOXUkedua dan ketiga ini dapat memperkuat apa

    yang sedang diupayakan PBB melalui Dewan Keamanan.

    Sekarang inilah tersedia kembali momentum untuk memperjuangkan kembali, bahkan secara lebih serius, kemerdekaan Palestina. Seharusnya, eskalasi kekerasan baru ini dapat membuat faksi-faksi di Palestina bersatu kembali untuk menghadapi Israel, sehingga keseimbangan kekuatan tercipta, dan eskalasi kekerasan militer baru yang brutal dan agresif tidak mudah muncul, kecuali yang dipicu dari dalam Palestina itu sendiri. Ironisnya, seperti yang sudah-sudah, hal itu sulit terjadi. Realitas memperlihatkan kampanye jihad lebih mudah dilakukan di Suriah dan Irak, dan MXJD GL EHEHUDSDZLOD\DK NRQLN EHUQXDQVDsektarian di Indonesia dulu, yakni Ambon dan Poso, daripada untuk melindungi dan membantu rakyat Palestina memperoleh kemerdekaannya. Karena, kapasitas dan NDSDELOLWDV SLKDN \DQJ EHUNRQLN WLGDNberimbang dan tingkat ancaman yang lebih tinggi bagi pihak luar.

    Referensi:Burdah, Ibnu. Prahara Baru di Timur-

    Tengah, Kompas, 12 Juli 2014: 7.4 Hari Serangan, 100 Tewas, Kompas, 12

    Juli 2014: 9.Hussein, Sara. Gaza paramedics brothers

    bonded by horrors of war, the Jakarta Post, July 22, 2014:10.

    Hussein, Sara and Mai Yaghi.For Hamas, FRQLFW ZLWK ,VUDHO KROGV SURPLVH RIgains, the Jakarta Post, July 14, 2014: 12.

    Indonesia dan Krisis Palestina, Kompas, 12 Juli 2014: 6.

    Israel Hancurkan Rumah Sakit, Kompas, 22 Juli 2014: 10.

    Israel Mulai Serangan Darat, Republika, 14 Juli 2014: 1.

    srael Tembak Drone Asal Gaza, Media Indonesia, 15 Juli 2014: 21.

    Jafar, Muhammad.Modus Serangan Israel ke Gaza, Koran Tempo, 14 Juli 2014: 14.

    RI Upayakan Diplomasi Internasional untuk Galang Dukungan, Kompas, 12 Juli 2014: 1.

    Rumah Pendiri Hamas Dihajar Roket, Media Indonesia, 17 Juli 2014: 21.

    Portal detik.com, berita politik,15 Juli 2014.

  • - 9 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VI, No. 14/II/P3DI/Juli/2014KESEJAHTERAAN SOSIAL

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    SEPULUH AGENDA POLITIK PEREMPUAN TAHUN 2014-2019

    Dina Martiany*)

    Abstrak

    Dengan ditetapkannya presiden dan wakil presiden terpilih oleh KPU pada tanggal 22 Juli 2014 lalu, maka dimulailah babak baru pemerintahan Indonesia. Seluruh rakyat berharap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan bangsa akan berlangsung lebih baik dan tepat sasaran. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah program kerja yang berperspektif gender, sebagaimana yang diusulkan Gerakan Perempuan Mewujudkan Indonesia Beragam dalam 10 Agenda Politik Perempuan. Butir-butir agenda yang dideklarasikan pada 7 Maret 2014 lalu ditujukan bagi terpenuhinya hak-hak perempuan terpenuhi dan kesetaraan gender.

    PendahuluanKomisi Pemilihan Umum (KPU) telah

    menetapkan Presiden Republik Indonesia hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 yang lalu. Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden R.I. ke-7 dan H.M. Jusuf Kalla (JK), sebagai Wakil Presiden (Wapres). Beberapa bulan sebelumnya, KPU juga telah menetapkan hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi/Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI), yang diselenggarakan pada 5 April 2014. Indonesia akan memasuki periode baru pemerintahan nasional baik di jajaran eksekutif maupun legislatif.

    Sebagaimana biasanya, suksesi selalu memberikan harapan baru. Seluruh rakyat mengharapkan pemerintahan baru GDSDW PHPEDZD SHUXEDKDQ VLJQLNDQdalam pelaksanaan pembangunan bangsa. Harapan yang sama disampaikan pula oleh kelompok aktivis perempuan, yang berharap agar pemerintahan baru lebih peduli terhadap isu perempuan. Hasil Survei 'HPRJUD GDQ .HSHQGXGXNDQ ,QGRQHVLD(SDKI) Tahun 2012 menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan mengalami peningkatan dari 228/100.000 kelahiran hidup menjadi 359/100.000 kelahiran hidup. Permasalahan lainnya, yaitu: adanya 342 kebijakan di tingkat nasional dan lokal

    *) Peneliti Muda Studi Gender pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI) Setjen DPR-RI. E-mail: [email protected].

  • - 10 -

    yang terbukti mendiskriminasi perempuan dan anak perempuan dengan basis moralitas; meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, EDLN EHUVLIDW VHNVXDO VLN PDXSXQ HNRQRPLtingginya angka buta huruf dan putus sekolah, yang terutama dialami oleh perempuan pedesaan; rendahnya akses terhadap pekerjaan yang layak; meningkatnya jumlah perempuan Pekerja Rumah Tangga (PRT), baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang menjadi korban eksploitasi; dan meningkatnya jumlah kasus dan modus kejahatan perdagangan perempuan dan anak (WUDIFNLQJ).

    Data diatas menunjukkan rendahnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan dan pelindungan perempuan. Selama ini, isu perempuan seringkali dipinggirkan atau disubordinasikan, jika dibandingkan dengan isu politik, ekonomi, pertahanan keamanan, energi, dan isu mayoritas lainnya. Padahal, kualitas hidup suatu bangsa ikut ditentukan pula oleh kualitas hidup perempuan. Isu perempuan tidak bisa hanya dijadikan isu pelengkap, tetapi harus menjadi mainstream dalam berbagai bidang pembangunan. Hal ini sangat penting, mengingat masih banyak terjadi permasalahan dalam mewujudkan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender

    Sepuluh Agenda Politik Perempuan Sebagai salah satu upaya untuk

    mendorong keberpihakan pemerintah dan lembaga legislatif baru terhadap permasalahan perempuan, 60 kelompok/organisasi/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perempuan di luar pemerintahan menginisiasi terbentuknya Gerakan Perempuan Mewujudkan Indonesia Beragam. Tergabung di dalamnya antara lain Koalisi Perempuan Indonesia, AMAN (The Asian Muslim Action Network) Indonesia, Migrant CARE, Institute Kapal Perempuan, Solidaritas Perempuan, Kalyanamitra, Our Voice, Institute Global Justice, Perempuan Mahardhika, LBH Jakarta, dan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA).

    Gerakan Perempuan Mewujudkan Indonesia Beragam merupakan representasi berbagai kelompok perempuan yang ingin berpartisipasi dalam membangun peradaban Indonesia yang bersih dari korupsi, bebas dari kemiskinan, bebas dari segala bentuk kekerasan dan rasa takut, dan demi mencapai keadilan dan kedaulatan bagi rakyat miskin, perempuan serta kelompok

    marjinal. Pada peringatan Hari Perempuan Internasional 7 Maret 2014 lalu, gerakan ini mendeklarasikan 10 Agenda Politik Perempuan yang ditujukan untuk presiden-wapres dan kabinetnya, serta lembaga legislatif periode 2014-2019.

    Permasalahan dan usulan agenda terkandung dalam 10 Agenda Politik Perempuan, yaitu: (1) pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan seksualitas (HIV/AIDS, AKI, sunat perempuan, perkawinan anak); (2) pemenuhan hak atas pendidikan; (3) penghentian kekerasan terhadap perempuan (kekerasan seksual, kekerasan berbasis struktural, berbasis agama, WUDIFNLQJ); (4) penghentian pemiskinan perempuan dan kelompok marjinal (perempuan perbatasan, terpencil dan disabilitas) melalui perlindungan sosial; (5) pelindungan perempuan dalam VLWXDVL NRQLN EHQFDQD VHUWD SHQJHORODDQlingkungan dan Sumber Daya Alam (SDA); (6) pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak bagi perempuan (perlindungan buruh migran, PRT, PRT migran, sektor informal, buruh perempuan); (7) perlindungan atas kebebasan berkeyakinan dan beragama; (8) hak politik perempuan (hak beroganisasi, partisipasi pengambilan keputusan, kewarganegaraan); (9) penghapusan produk hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas; dan (10) penghentian korupsi.

    Kelompok perempuan mengharapkan agar 10 Agenda Politik Perempuan dapat menjadi suatu Common Platform seluruh gerakan perempuan. Platform ini akan disampaikan kepada partai-partai politik, presiden-wapres dan kabinetnya; serta anggota lembaga legislatif di seluruh tingkatan yang nantinya akan dapat menjadi landasan pembangnan pemerintahan baru.

    Berharap pada Pemerintah dan Lembaga Legislatif

    Adanya harapan isu perempuan menjadi bagian program pemerintahan terlihat menjanjikan karena sejak masa kampanye Jokowi-JK telah memaparkan visi-misi dan berbagai program yang mengusung isu perempuan. Jokowi-JK menguraikan isu perempuan dalam penjabaran visinya yang dikemas pada bagian Berdaulat Dalam Bidang Politik, yaitu dalam poin 10 yang menyatakan

  • - 11 -

    komitmen untuk mewujudkan pemberdayaan perempuan dalam politik dan pembangunan. Jokowi-JK akan menekankan pemberdayaan perempuan pada tujuh prioritas utama, yaitu: 1) memperjuangkan kesetaraan dan menolak diskriminasi terhadap kelompok atau golongan tertentu; 2) akan membuat kebijakan tindakan khusus sementara terhadap kelompok marjinal, termasuk kelompok perempuan; 3) berkomitmen memperjuangkan pemenuhan kuota 30% tidak sekedar angka, tetapi agar semua parpol mempersiapkan kader perempuan yang mumpuni melalui perekrutan, pendidikan politik, kaderisasi, dan memberi akses serta kesempatan yang sama. Termasuk tindakan khusus di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif; 4) akan memperjuangkan kebijakan khusus untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil, serta menyediakan jaminan persalinan gratis. Mengalokasikan 5% anggaran negara untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), angka kematian bayi dan balita, pengendalian HIV/AIDS, dan penyakit menular lainnya; 5) menyelenggarakan pendidikan 12 tahun yang berkualitas dan tanpa biaya, dan menerapkan nilai kesetaraan gender; 6) mengefektifkan pelaksanaan semua UU untuk penghentian kekerasan perempuan; dan 7) inisiasi UU dan perlindungan PRT dan pekerja/buruh migran, di dalam dan luar negeri.

    Para aktivis perempuan memiliki komentar yang beragam terhadap visi-misi Jokowi-JK. Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Perempuan dan Demokrasi (Perludem), menganggap isu perempuan tidak menjadi tekanan utama dalam Pilpres 2014 ini, termasuk dalam visi-misi Jokowi-JK. Isu perempuan hanya sebagai pelengkap dari isu-isu sentral yang selama ini dianggap lebih penting, seperti: ekonomi, hukum, dan politik. Sementara itu, pimpinan redaksi Jurnal Perempuan, Dewi Candraningrum, menjelaskan pentingnya agar partisipasi politik tidak hanya sekadar deskriptif tetapi juga substantif. Perlu adanya pendidikan politik bagi, oleh, dan untuk perempuan. Bagaimana pun, kelompok perempuan, mengharapkan presiden terpilih akan mampu mengemban amanat adil, adil gender, adil kepada difabel, dan adil kepada para kelompok marjinal.

    Apabila dicermati, 6 dari 10 butir Agenda Politik Perempuan telah terakomodir

    dalam Visi-Misi Jokowi-JK. Adapun butir-butir yang belum termasuk dalam visi-misi, antara lain tentang penghentian pemiskinan dan perlindungan sosial bagi perempuan di perbatasan, terpencil, disabilitas; dan perlindungan perempuan dalam situasi NRQLN EHQFDQD VHUWD SHQJHORODDQlingkungan dan SDA. Oleh karena itu, dalam perumusan perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya kelak, Pemerintahan Jokowi-JK harus mengelaborasi lebih mendalam isu-isu perempuan yang belum terakomodir. Pemerintahan ini diharapkan dapat mengintegrasikan prinsip pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender dalam pembangunan ke depan.

    Selain pada pemerintah, 10 Agenda Politik Perempuan juga disampaikan kepada anggota legislatif, baik DPR-RI maupun di DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, terutama yang perempuan. Dengan adanya dorongan ini diharapkan perempuan anggota legislatif terpilih lebih memiliki keberpihakan pada isu perempuan.

    Secara kuantitas, persentase keterwakilan perempuan DPR-RI Periode 2014-2019 mengalami penurunan, yaitu menjadi sekitar 17% atau 97 orang perempuan, dari total 560 Anggota DPR-RI. Pada tahun 2009-2014, persentase keterwakilan perempuan mencapai 18% atau sebanyak 103 orang. Meskipun demikian, gerakan perempuan masih menaruh harapan dapat terjadinya peningkatan keterwakilan perempuan secara kualitas atau substantif.

    Lovenduski menyebutkan bahwa representasi perempuan memiliki paras ganda, yaitu sebagai representasi deskriptif dan substanstif. Pada representasi deskriptif, diasumsikan bahwa hanya perempuan yang mampu mewakili kepentingan perempuan, sehingga seharusnya kuantitas perempuan di legislatif, sebanding dengan isu perempuan yang diperjuangkan. Secara substantif, keterwakilan perempuan secara kuantitas tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas perjuangan isu perempuan. Keterwakilan substantif ini hanya fokus pada pentingnya ide dan tujuan mengusung isu perempuan. Dengan kata lain, Anggota DPR-RI perempuan dan laki-laki, sama-sama dapat memiliki kepedulian terhadap isu perempuan. Ironisnya, meskipun berjenis kelamin perempuan, tidak semua legislator perempuan akan lebih memiliki kepedulian

  • - 12 -

    terhadap isu perempuan. Perilaku, kesadaran, dan kemampuan untuk mewakili kepentingan perempuan tidak hanya karena semata-mata faktor jenis kelamin tetapi juga karena pengalaman individu. Mewujudkan keterwakilan substantif inilah yang akan menjadi tantangan penting bagi para Anggota DPR-RI periode 2014-2019 mendatang.

    Penutup10 Agenda Politik Perempuan yang

    diusulkan kepada presiden-wapres terpilih, beserta kabinetnya, serta lembaga legislatif, harus direspons dengan serius sebagai sebuah Common Platform. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa isu perempuan hendaknya tidak berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dalam berbagai bidang pembangunan secara multisektoral. Hal ini disebabkan karena setiap bidang pembangunan terkait dengan isu perempuan. Dengan demikian, peran perempuan sebagai salah satu komponen penggerak pembangunan bangsa dapat dilaksanakan secara optimal.

    Perempuan adalah subjek dalam pembangunan bangsa Indonesia, yang harus diberikan akses, kesempatan, kontrol, dan partisipasi yang sama dalam pembangunan, serta dalam pemanfaatan hasil pembangunan. Terintegrasinya isu perempuan dalam berbagai bidang pembangunan diharapkan dapat terwujud pada periode Pemerintahan mendatang, baik di lembaga eksekutif maupun legislatif periode 2014-2019 di semua tingkatan, untuk mencapai pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.

    ReferensiDiani, Hera. "Isu Perempuan Hanya Pelengkap

    Dalam Pilpres", http://www.magdalene.co/news-193-isu-perempuan-hanya-pelengkap-dalam-pilpres.html, diakses tanggal 15 Juli 2014.

    "Ini 97 Perempuan Anggota DPR Periode 2014-2019". Berita dalam situs http://nasional.kompas.com/read/2014/05/14/2159364/i n i . 9 7 . P e r e m p u a n . A n g g o t a . D P R .Periode.2014-2019, diakses tanggal 22 Juli 2014.

    "Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian: Visi, Misi, dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014, http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf, diakses tanggal 16 Juli 2014.

    Laporan Kegiatan Deklarasi 10 Agenda Politik Perempuan: Peringatan Hari Perempuan Internasional 7 Maret 2014. 2014. http://www.koalisiperempuan.or.id/wp-content/uploads/2014/07/LAPORAN-KEGIATAN.NH7,0,17,)LQDOQDOBSGI GLDNVHVtanggal 21 Juli 2014.

    Lovenduski, Joni. 2008. Politik Berparas Perempuan. Jakarta: Kanisius.

    Squires, Judith. 2000. Gender in Political Theory. USA: Polity Press in association with Blackwell Publishers. Ltd.

  • - 13 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VI, No. 14/II/P3DI/Juli/2014EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    KEBIJAKAN MINERAL DANBATUBARA DI INDONESIA

    Lukman Adam*)

    Abstrak

    Pasca-terbitnya UU tentang Mineral dan Batubara (Minerba), kebijakan di Indonesia telah menimbulkan polemik. Kebijakan Minerba tersebut mengharuskan pemerintah melakukan renegosiasi terhadap pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Renegosiasi tersebut telah menimbulkan keresahan bagi pelaku usaha karena salah satu isinya mewajibkan mereka untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Selain itu, terdapat pandangan bahwa kebijakan minerba yang baru dianggap merugikan perekonomian nasional dalam jangka pendek meskipun kebijakan ini akan dapat meningkatkan nilai tambah dan neraca perdagangan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh UU ini sangat terlambat disiapkan. Untuk memperkuat implementasi UU ini dengan baik, pengawasan DPR RI sangat diperlukan.

    PendahuluanPenyelenggaraan mineral dan batubara

    di Indonesia memasuki babak baru pada awal semester kedua tahun 2014. Semester pertama tahun ini dimulai dengan adanya kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat Januari 2014, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).

    Saat ini, pemerintah sedang melakukan renegosiasi terhadap pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Ada enam poin dalam renegosiasi yang diajukan pemerintah terhadap pemegang KK dan

    PKP2B. Keenam poin tersebut mengenai luas wilayah pertambangan, penerimaan negara (royalti), kewajiban divestasi, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral, kelanjutan operasi, serta pemanfaatan barang dan jasa di dalam negeri.

    Ada kesan bahwa pemerintah mengistimewakan pemegang KK yang bermodal besar dalam penerapan isi renegosiasi. Padahal, mereka punya kewajiban yang sama dengan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Selain itu, pemerintah terkesan kurang tegas terhadap pemegang KK besar yang tidak mau membayar royalti sesuai aturan baru, yaitu 3,75 persen untuk emas dari sebelumnya yang hanya 1 persen. Pihak tersebut juga tidak mau melakukan

    *) Peneliti Muda Ilmu Kebijakan pada bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan informasi, Setjen DPR RI, E-mail: [email protected].

  • - 14 -

    pengolahan dan pemurnian konsentrat.PT. Freeport Indonesia termasuk

    perusahaan yang sepakat merenegosiasi KK pertambangan. Selain Freeport, ada 107 KK dan PKP2B yang juga sepakat untuk melakukan renegosiasi dengan Pemerintah tahun ini. Sementara itu, PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) tengah mengajukan gugatan arbitrase kepada pemerintah, terkait dengan UU Minerba dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2014 tentang Pelarangan Ekspor Bahan Mineral Mentah. Rubi Purnomo, juru bicara PT NNT menginformasikan bahwa PT NNT terpaksa menghentikan produksi karena belum mendapat izin ekspor meski berstatus sebagai eksportir terdaftar. Produksi tambang di Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat, tidak dapat dilanjutkan karena fasilitas penyimpanan konsentrat penuh.

    Langkah yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap gugatan PT Newmont tersebut, adalah membentuk tim untuk menghadapi gugatan arbitrase tersebut. Tim dibentuk berdasarkan keputusan presiden, di bawah koordinasi Menteri Koordinator Perekonomian. Tim tersebut akan menunjuk pengacara dari pihak Pemerintah dalam menghadapi gugatan arbitrase PT NNT. Pemerintah juga sedang menyiapkan gugatan arbitrase balik terhadap PT NNT.

    Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) triwulan I-2014 menunjukkan laba bersih pada triwulan I-2014 mengalami penurunan menjadi Rp2,32 miliar, akibat turunnya pendapatan operasional dan beban operasional (Gambar 1).

    Gambar 1. Laba Rugi Tahun Berjalan 2013 2014Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, Laporan Triwulanan

    Otoritas Jasa Keuangan Triwulan I 2014, 2014

    Apabila disandingkan dengan kredit perbankan untuk sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2013, nilai kredit perbankan untuk sektor ini terlihat terjadi penurunan pada tahun 2014 dibandingkan dengan sektor lainnya (Tabel 1).

    Tabel 1. Konsentrasi Kredit Perbankan Menurut Sektor Rumah Tangga, Perdagangan Besar dan Eceran, dan Pertambangan dan Penggalian, Tahun 2013 2014

    No Kredit Berdasarkan Sektor 2013 2014TW I TW II TW III TW IV Jan Feb TW I

    1. Rumah Tangga 23,14 22,56 21,98 21,50 21,44 21,52 21,48

    2. Pedagang Besar & Eceran 18,83 19,76 20,14 19,96 19,69 19,76 19,72

    3. Pertambangan dan Penggalian 3,83 3,92 3,60 3,73 3,76 3,79 3,77Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, Laporan Triwulanan Otoritas Jasa Keuangan Triwulan I 2014, 2014

    Selain itu, keterlambatan membangun fasilitas pengolahan, sebagaimana diamanatkan oleh UU tentang Minerba, membuat efek pengganda terhadap industri terkait lainnya. Firdaus Djaelani, Direktur Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank OJK, menyebutkan kinerja pembiayaan sektor pertambangan sangat terpengaruh oleh belum siapnya pabrik pengolahan bahan mentah mineral. Kinerja perusahaan pembiayaan dan kredit konsumer tetap tumbuh tetapi penurunan laba bersih terjadi di sektor pembiayaan pertambangan.

    Manfaat Kebijakan Minerba di Indonesia

    Dalam jangka panjang, arah kebijakan pertambangan minerba diarahkan untuk mencapai keterkaitan antara industri minerba nasional dari hulu dan hilir yang terjalin dengan kokoh; peningkatan nilai tambah bagi produk pertambangan nasional; penguatan kemampuan teknologi dan rekayasa industri; serta meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang sudah sangat berkembang, baik dari aspek manajerial maupun teknis.

  • - 15 -

    Dalam jangka menengah hingga jangka panjang, dampak dari kebijakan pengendalian ekspor bahan mentah minerba sangat bergantung dari penyiapan rantai hilirnya. Tanpa penyiapan industri hilir, dampak negatif juga akan terjadi dalam jangka menengah dan panjang. Jika industri hilir berhasil dibangun, kebijakan pengendalian ekspor bahan minerba akan mampu memperpanjang rantai nilai domestik sehingga berdampak positif bagi perekonomian.

    Tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini, dalam konteks yang hampir mirip, juga pernah dilakukan oleh Venezuela, Rusia, Bolivia, dan Kazakhstan, sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam. Bremmer (2011) mengistilahkannya sebagai nasionalisme sumber daya.

    Dalam jangka pendek, kebijakan terbaru di sektor minerba sudah menimbulkan polemik. Banyak kalangan yang menganggap kebijakan ini merugikan perekonomian nasional. Namun demikian, dalam jangka panjang, kebijakan ini merupakan bentuk yang terbaik untuk meningkatkan nilai tambah dan neraca perdagangan apalagi jika dibarengi dengan inovasi teknologi dan perbaikan sarana prasarana utama.

    kontraktor wajar terjadi keterlambatan .Tony Wenas, Vice Chairman

    Indonesia Mining Association, mengeluhkan adanya tumpang-tindih kebijakan dan aturan antara pemerintah dengan pemerintah daerah. Lambatnya penanganan masalah tersebut bisa menyebabkan tidak tercapainya proses hilirisasi mineral. Kementerian ESDM sedang memperjuangkan kebijakan tentang dasar penghitungan bea keluar yang berpatokan pada kemajuan pembangunan smelter milik perusahaan atau yang sedang dikerjasamakan. Bila pembangunan smelter sudah mendekati 100 persen, bea keluar otomatis akan dibebaskan. Kebijakan tersebut merupakan insentif yang baik bagi perusahaan tambang agar serius membangun pabrik pengolahan dan pemurnian sehingga pada tahun 2017, pemerintah secara resmi akan memberlakukan larangan ekspor mineral mentah dan mewajibkan untuk mengolahnya di dalam negeri.

    Larangan ekspor mineral mentah mendorong adanya kekurangan pasokan nikel sebagai bahan baku stainless steel, mengingat Indonesia salah satu penghasil nikel utama dunia. Sejak aturan tersebut diberlakukan, harga nikel mengalami kenaikan mencapai lebih dari 50 persen dan diperkirakan bisa meningkat lagi mencapai hingga 40 persen.

    Pratama (2013) menyebutkan peraturan perdagangan mineral nasional terindikasi melanggar Prinsip Penghapusan Hambatan Kuantitatif dan juga melanggar ketentuan dalam Pasal XI:1 dan Pasal VIII:1 huruf C dalam perjanjian GATT/WTO. Pelanggaran ini masih dimungkinkan apabila peraturan tersebut termasuk ke dalam pengecualian umum yang diatur di dalam Pasal XX huruf g, seperti: a) tujuan kebijakan yang ingin dicapai harus untuk menjaga kelestarian sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui; b) tindakan tersebut harus berhubungan dengan tujuan kebijakan di atas; dan c) tindakan tersebut harus diberlakukan secara bersama-sama dengan larangan terhadap produksi atau konsumsi domestik.

    Di sisi lain, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral mungkin saja tidak dapat terealisasi sebagaimana diharapkan jika menghadapi beberapa kendala, di antaranya: a)

    Gambar 2. Tahapan Proses Kebijakan Larangan Ekspor Mineral Mentah

    Hambatan Pelaksanaan Kebijakan Minerba

    Pemerintah terkesan lamban mengeluarkan peraturan turunan yang merupakan amanat UU Minerba. Sebagai contoh, PP tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian ESDM baru diterbitkan tahun 2012. Demikian halnya dengan Peraturan Menteri ESDM tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral yang juga baru diterbitkan pada tahun yang sama. Akibatnya, sebagaimana disampaikan Marwan Batubara, keterlambatan pembangunan fasilitas pengolahan oleh

  • - 16 -

    keterbatasan cadangan mineral, sehingga usahanya tidak mencapai skala ekonomi; b) tersebarnya cadangan mineral; c) besarnya biaya investasi pabrik, rendahnya return on investment, payback period yang panjang; d) terbatasnya luas lahan dalam IUP yang dikeluarkan; e) tidak tersedianya pasokan energi yang memadai dan ekonomis, serta belum terbangunnya sinergi antar-industri; f) kurangnya infrastruktur pengangkutan bahan baku dan hasil produksi pabrik; dan g) masih kecilnya daya serap produk oleh industri hilir domestik.

    Sebuah kajian US Agency for International Development (2013) terkait pelarangan ekspor sumber daya mineral yang belum diproses mulai Januari 2014 terhadap bauksit, tembaga, dan nikel, menyebutkan adanya kerugian ekonomi bagi Indonesia berupa penurunan:a. kesejahteraan bersih sampai US$6,3 miliar per

    tahun.b. harga domestik untuk bijih dan konsentrat. 6HFDUD VLJQLNDQ KDO LQL DNDQPHPSHQJDUXKLperekonomian dan perusahaan tambang, serta menjadikan usaha pertambangan tidak ekonomis.

    c. penerimaan negara dari pajak royalti sampai US$300 juta per tahun dan menurunkan pendapatan pemerintah dari pajak pendapatan dan pajak tidak langsung lainnya sampai US$1 miliar per tahun.

    d. perolehan ekspor dalam jangka pendek dengan konsekuensi hilangnya potensi manfaat yang akan diperoleh setelah tahun 2020.

    Penutup Kebijakan minerba yang berlaku saat

    ini, sesungguhnya sudah jelas tergambar sejak tahun 2009 sehingga upaya melakukan renegosiasi KK dan PKP2B semestinya dilakukan sebelum itu. Di samping itu, pemerintah juga sangat terlambat mengeluarkan peraturan turunan khususnya yang mengatur tentang pelarangan ekspor bahan mineral mentah.

    Hal yang sangat penting dalam kebijakan yang baru terkait penyelenggaraan kegiatan minerba di Indonesia adalah kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat Januari 2014. Banyak pelaku usaha yang keberatan kebijakan ini dan menilai bahwa kebijakan ini akan menurunkan neraca perdagangan sektor pertambangan di Indonesia. Sejumlah pelaku usaha kemudian melakukan renegosiasi dan bahkan salah satu

    pelaku usaha yang menggugat pemerintah. Namun demikian, kebijakan ini merupakan yang terbaik untuk memperbaiki sektor pertambangan minerba dalam jangka panjang sehingga Indonesia tidak lagi dikenal sebagai pengekspor sumber daya mineral tetapi sebagai negara yang mampu memberikan nilai tambah.

    Keterlambatan membuat peraturan pelaksanaan merupakan kesalahan yang semestinya tidak berulang ke depan. Oleh karena itu, fungsi pengawasan lembaga negara harus ditingkatkan agar permasalahan tersebut dapat dicegah.

    ReferensiFreeport Sepakat Renegosiasi Kontrak Karya

    Pertambangan, Business News, No. 8577/Tahun LVIII, 11 Juli 2014.

    Kebijakan Larangan Ekspor Bakal Berlanjut, Bisnis Indonesia, 11 Juli 2014.

    Pemerintah Harus Adil Soal Renegosiasi, Kompas, 14 Juli 2014.

    Pengolahan Mineral Molor, Kompas, 14 Juli 2014.

    Pengusaha Tambang Khawatir, Bisnis Indonesia, 14 Juli 2014.

    Hadapi Gugatan Newmont, Pemerintah Bentuk Tim, Kompas, 22 Juli 2014.

    Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Laporan Triwulanan Otoritas Jasa Keuangan Triwulan I 2014.

    Pratama, A. G. (2013). Analysis of Juridical concerning Non-Tariff Barriers Indications Against Ministerial Energy and Mineral Resources Decree no. 7 year 2012 about the Increase in Mineral Added Value through WKH 0LQHUDO 3URFHVVLQJ DQG 5HQLQJActivity. Diponegoro Law Review, Vol. 1, No. 2.

    Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2012. Analisis Biaya Manfaat Pelarangan Ekspor Bahan Mentah Minerba dan Dampaknya Terhadap Sektor Industri: Studi Kasus Nikel dan Tembaga. Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian.

    US Agency for International Development (USAID). April 2013. Ringkasan Eksekutif: Dampak Ekonomi dari Persyaratan Pengolahan Mineral Indonesia Untuk Ekspor. USAID.

    Bremmer, I. 2011. Akhir Pasar Bebas: Siapa Pemenang dalam Perang antara Negara dan Swasta?. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

  • - 17 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VI, No. 14/II/P3DI/Juli/2014PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    TANTANGAN DPR RI PASCA-PENGESAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD

    Riris Katharina*)

    Abstrak

    Pasca-pengesahan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pada tanggal 8 Juli 2014, banyak kritik yang dilontarkan kepada DPR RI. Kritik berasal dari berbagai kalangan, baik dari lembaga pemerintah (seperti KPK dan DPD) maupun dari kalangan masyarakat (koalisi organisasi masyarakat maupun individu). DPR RI dituding tidak demokratis, menghambat pemberantasan korupsi, bahkan tidak akuntabel dan tidak responsif gender. Banyaknya kritikan tersebut pasca-disahkannya Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mengindikasikan bahwa tahapan formulasi kebijakan telah gagal dengan hilangnya kepercayaan publik kepada DPR RI. Padahal, tidak lama lagi DPR RI akan diisi oleh wajah-wajah baru. Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi DPR RI periode 2014-2019 dalam menjalankan tugas-tugas konstitusionalnya. Ada beberapa pilihan bagi DPR RI periode 2014-2019, antara lain melakukan perubahan terhadap seluruh materi undang-undang yang ditolak dengan mengikutsertakan publik dan mengedepankan etika berpolitik, kembali ke undang-undang yang lama, atau menolak melakukan perubahan dengan resiko DPR RI kehilangan kepercayaan publik.

    PendahuluanPada tanggal 8 Juli 2014, DPR RI

    mengesahkan Undang-Undang (UU) tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau yang dikenal dengan UU MD3. Pengesahan dilakukan dengan cara voting dan diwarnai dengan aksi walk-out tiga fraksi DPR, yaitu Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Fraksi Hanura. Enam fraksi lainnya, yaitu Fraksi Partai Demokrat,

    Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Fraksi Gerindra, yang notabene para pendukung calon presiden Prabowo-Hatta bersama-sama pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) MD3 menjadi UU.

    Pasca-disahkannya UU MD3, muncul banyak penolakan dari berbagai pihak. Bukan hanya oleh tiga fraksi di DPR RI, pengesahan UU juga ditolak oleh lembaga negara lainnya seperti DPD dan Komisi Pemberantasan

    *) Penulis adalah Peneliti Madya Administrasi Negara pada bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 18 -

    Korupsi (KPK). Selain itu, penolakan juga datang dari masyarakat, baik yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3 (di antaranya Indonesia Parliament Center (IPC), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Budget Center (IBC), Yayasan Persahabatan Indonesia Kanada (YAPPIKA), Transparency International Indonesia (TII), Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), dan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi maupun individu tertentu (Melany Teja yang mengirimkan petisi melalui media www.change.org maupun pakar hukum).

    Penolakan tersebut dilatarbelakangi dengan tiga alasan. Pertama, ada kejanggalan dalam proses pengesahan RUU MD3 menjadi UU, yaitu waktu pengesahannya. ICW memandang bahwa waktu pengesahan terlihat memaksa, yaitu satu hari sebelum pemilu presiden. Saat itu publik sedang sibuk mempersiapkan pemilu presiden sehingga tidak cukup memberikan perhatian untuk mengawasi pembahasan RUU ini. Kedua, menyangkut materi UU. Menariknya, materi yang ditolak, bukan hanya materi yang di-voting, melainkan lebih banyak lagi dari itu. Dan ketiga, pelanggaran etika. Menurut SHQLODLDQ SDNDU KXNXP 5H\ +DUXQpembahasan perubahan ketentuan mengenai mekanisme pemilihan ketua DPR RI yang dilakukan setelah partai pemenang pemilu legislatif diketahui, adalah tidak beretika. Dengan hadirnya ketentuan mengenai mekanisme pemilihan ketua DPR RI yang baru akan merugikan partai, cq. Partai PDIP, pemenang pemilu legislatif.

    Beberapa Pasal BermasalahBeberapa pasal yang dinilai bermasalah,

    yaitu: Pertama, Pasal 72 huruf c yang menyatakan DPR menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Irman Gusman, Ketua DPD RI, menilai bahwa dengan ketentuan tersebut belum tentu RUU dari DPD RI akan dibahas bersama oleh DPR RI dan presiden. Hingga saat ini, dari 48 RUU yang berasal dari DPD RI tidak ada satu pun yang ditindaklanjuti DPR RI.

    Kedua, Pasal 80 huruf j yang menyatakan bahwa Anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan. Penjelasan pasal tidak menjelaskan skema program pembangunan daerah pemilihan. Hal ini berpotensi menimbulkan penyelewengan dalam praktek di lapangan. Apalagi usulan tentang program pembangunan daerah pemilihan tidak disertasi atau dilengkapi dengan paket kebijakan pengelolaan yang transparan dan akuntabel.

    Ketiga, Pasal 84 ayat (2) yang menyatakan bahwa Pimpinan DPR RI dipilih dari dan oleh anggota DPR RI dalam satu paket yang bersifat tetap. Ketentuan ini merupakan pengganti dari ketentuan sebelumnya di mana ketua DPR adalah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR. Koalisi Masyarakat Sipil menilai Panitia Khusus DPR RI terjebak pada kepentingan politik. Dalam naskah akademik RUU juga tidak terlihat mencantumkan kebutuhan untuk mengubah mekanisme pemilihan pimpinan DPR RI. Hal ini dinilai sebagai tindakan akrobatik dari pengusulnya yang ingin mengubah mekanisme pemilihan pimpinan DPR RI.

    Keempat, diperluasnya hak imunitas anggota DPR RI. Ketentuan Pasal 224 ayat (4) menyatakan bahwa imunitas tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dinyatakan sebagai rahasia negara menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini dinilai berpotensi mengancam anggota DPR RI yang kritis terhadap situasi maupun kebijakan di internal DPR RI, khususnya jika ada penyalahgunaan fungsi, wewenang, dan tugas dalam rapat tertutup DPR RI.

    Kelima, Pasal 120 yang mengatur mengenai keanggotaan Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) yang dinilai tidak independen karena seluruh anggotanya berasal dari anggota DPR RI dan dari semua fraksi. Dengan demikian, penilaiannya DNDQ VDQJDW VXEMHNWLI GDQ UHQWDQ NRQLNkepentingan.

    Keenam, ketentuan dalam Pasal 245. Dalam ayat (1) disebutkan bahwa Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus

  • - 19 -

    mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Selanjutnya, ayat (2) menyatakan: Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, pemanggilan, dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan.

    Menurut KPK, bagi demokrasi dan aparat penegak hukum, ketentuan yang memuat perlunya izin MKD paling lambat 30 (tiga puluh) hari bagi aparat penegak hukum yang akan memanggil dan meminta keterangan anggota DPR RI yang diduga melakukan tindak pidana mempunyai potensi kerugian. Bagi Koalisi Masyarakat Sipil, materi Pasal 224 UU MD3 memperlihatkan adanya upaya DPR RI agar kebal hukum, di mana aparat penegak hukum seolah-olah tidak memiliki peluang untuk menegakkan hukum karena setiap aparat yang akan memanggil anggota DPR RI untuk meminta keterangan dugaan pidana harus melalui MKD terlebih dahulu.

    Ketujuh, terkait dengan Pasal 265 ayat ayat (4) huruf b yang menyatakan bahwa tugas Panitia Kerja DPD RI di bidang pengawasan adalah membahas hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketentuan ini dinilai bertentangan dengan konstitusi. Pasal 23E ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Oleh karena itu, kegiatan membahas saja dinilai tidak cukup.

    Kedelapan, dihapuskannya ketentuan Pasal 80 ayat (2) UU Nomor 27 Tahun 2009 yang menugasi fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan melaporkan kepada publik. Koalisi Masyarakat Sipil menilai DPR tidak memiliki itikad baik dalam memperbaiki wajah parlemen.

    Kesembilan, dihapuskannya ketentuan Paragraf 6 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sebagai alat kelengkapan DPR RI. Padahal, BAKN dibentuk agar penggunaan anggaran lebih transparan dan akuntabel. Dengan tidak adanya BAKN, fungsi pengawasan DPR RI terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menjadi tidak tajam dan elaboratif. Anehnya, lembaganya dibubarkan tetapi sistem pendukungnya malah dibentuk. Penjelasan Pasal 413 ayat (2) memunculkan adanya pusat kajian akuntabilitas keuangan negara dalam

    Badan Keahlian DPR RI. Kesepuluh, hilangnya pasal-pasal yang

    mengatur tentang keterwakilan perempuan dalam pimpinan alat kelengkapan DPR RI. Padahal, pada periode 2014-2019 jumlah anggota DPR RI perempuan mengalami penurunan. DPR RI dinilai tidak responsif gender.

    Tantangan DPR RI Periode 2014-2019

    Pada tanggal 24 Oktober 2013, DPR RI secara resmi mengajukan RUU MD3 kepada Presiden. Tujuannya disebutkan agar DPR lebih terbuka dan bertanggung jawab kepada aspirasi publik. Namun kenyataannya, UU yang disahkan pada tanggal 8 Juli 2014 dan baru akan diimplementasikan telah menuai banyak kritik. Masa tugas DPR RI periode 2009-2014 akan berakhir pada tanggal 1 Oktober 2014. Konsekuensinya, DPR RI periode ini tidak mungkin akan menggunakan UU MD3 yang baru ini. Itu artinya, DPR RI periode 2014-2019 yang akan melaksanakannya.

    Dalam teori kebijakan publik, sebuah kebijakan yang bermasalah sejak tahap formulasi, tentu akan mendapatkan masalah pula dalam implementasinya. Hal ini dapat dijelaskan dari pandangan Nakamura, sejalan dengan Teori Sistem Easton, bahwa proses kebijakan publik dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 1. Sistem dari Lingkungan Fungsional

    Sumber : Robert T. Nakamura, 1980: 27.

    Menurut Nakamura, proses kebijakan publik terdiri dari tiga lingkungan yang saling berinteraksi, yaitu lingkungan formulasi, lingkungan implementasi, dan

  • - 20 -

    lingkungan evaluasi. Ketiga elemen ini akan saling mempengaruhi satu sama lain. Itu sebabnya dapat dikatakan bahwa kegagalan dalam tahap formulasi akan mengalami kegagalan juga dalam tahap implementasi. Dalam tiap tahap tersebut terdapat berbagai arena di mana para aktor berinteraksi satu sama lain. Pendekatan baru melihat masalah kebijakan publik sebagai suatu masalah yang kompleks dan dinamis. Pendekatan baru juga menganggap bahwa efektivitas proses kebijakan publik sangat bergantung pada kedewasaan sistem politik suatu negara, termasuk perangkat kelembagaan dan kesadaran politik masyarakat. Akhir dari tahap formulasi yaitu diterimanya kebijakan oleh semua pihak untuk diimplementasikan.

    Dari berbagai kondisi di atas, dapat dikatakan bahwa DPR telah gagal menghasilkan kebijakan yang partisipatif dan demokratis. Hal ini diperkuat dengan berbagai penolakan yang datang dari berbagai elemen yang seharusnya terlibat dalam penyusunan UU. Bahkan, Wakil Ketua KPK, Busyro Muqqodas yang menegaskan bahwa KPK tetap akan menjalankan kewenangan dan kewajiban pemberantasan korupsi dengan UU KPK, bukan UU MD3 karena menganggap UU KPK bersifat lex specialis merupakan bentuk konkrit dari penolakan.

    Oleh karena itu, ada banyak pekerjaan rumah yang harus dilaksanakan oleh anggota DPR RI periode 2014-2019 sebelum menjalankan fungsinya, yaitu merevisi UU MD3 baru. Revisi UU MD3 baru harus dilakukan dengan membuka ruang partisipasi seluas-luasnya bagi seluruh stakeholder. Apabila waktu untuk merevisi memakan waktu lama, sebaiknya DPR RI kembali dulu kepada UU No. 27 Tahun 2009 sambil tetap membahas revisi. Selain itu, anggota DPR RI harus memperhatikan etika dalam konteks politik. Dalam bentuknya yang paling umum, etika menuntut bahwa orang bertindak atas dasar prinsip yang dapat diterima secara universal, yakni oleh siapa saja tanpa faktor-faktor seperti kelas sosial, ras, jenis kelamin, dan kebangsaan.

    Apabila DPR RI tetap bersikukuh dengan UU MD3 baru, DPR RI dipastikan akan menghadapi penolakan secara terus-PHQHUXV+DO LQLGDSDWPHQLPEXONDQNRQLNberkepanjangan dengan berbagai institusi negara dalam pelaksanaan tugas-tugas konsitusional DPR RI. Kondisi tersebut tentu akan menghambat jalannya demokrasi di Indonesia.

    PenutupDPR RI periode 2014-2019 harus segera

    melakukan perubahan terhadap UU MD3 baru, mengingat banyaknya penolakan yang datang dari berbagai pihak. UU bermasalah dalam formulasi tentu akan bermasalah dalam implementasi.

    Tulisan ini merekomendasikan agar ke depan, para penyusun kebijakan (DPR RI dan Pemerintah) tetap melibatkan seluruh stakeholder terkait UU yang disusun. Konsekuensinya, proses penyusunan UU-nya pun harus diberi waktu yang memadai. Terakhir, etika dalam konteks politik tetap harus dikedepankan oleh setiap penyelenggara negara.

    Referensi Dennis F. Thompson, Etika Politik Pejabat

    Negara, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2000.

    DPD Ancang Gugat UU MD3 Baru, http://www.jpnn.com/ read/ 2014/ 07/ 15/246251/DPD-Ancang-Ancang-Gugat-UU-MD3-Baru-, diakses tanggal 17 Juli 2014.

    Dua Kejanggalan UU MD3 dari Kacamata ICW, http://news. metrotvnews.com/read/2014/07/14/265201/dua-kejanggalan-uu-md3-dari-kacamata-icw, diakses tanggal 17 Juli 2014.

    KPK Pertanyakan Manfaat UU MD3, http://www. antaranews. com/ berita/443679/kpk-pertanyakan-manfaat-uu-md3, diakses tanggal 17 Juli 2014.

    Nakamura, Robert T. et.al., The Politics of Policy Implementation, St. Martins Press, USA, 1980

    Pengamat: Tidak Etis Revisi UU MD3 Setelah Hasil Pemilu Diketahui, http://www.solopos.com/2014/07/13/pilpres-2014-pengamat-tidak-etis-revisi-uu-md3-setelah-hasil-pemilu-diketahui-519049, diakses tanggal 16 Juli 2014.

    Siaran Pers Temuan dan Catatan terhadap UU MD3: Parlemen Tersandera dan Belum Membuka Total Pembaruan, http://www. yappika.or.id/siaran-pers/siaran-pers-temuan-dan-catatan-terhadap-uu-md3-parlemen-tersandera-dan-belum-membuka-total-pembaruan, diakses tanggal 17 Juli 2014.

    UU MD3 Banyak Kejanggalan, http://www.republika.co.id/ berita/ nasional/polit ik/14/07/13/n8ncp5-uu-md3-banyak-kejanggalan, diakses tanggal 16 Juli 2014.

  • 7(17$1*3(18/,6

    4VMBTJ3POHJZBUJ4).)NFOZFMFTBJLBOQFOEJEJLBO4*MNV)VLVNEJ6OJWFSTJUBT+FOEFSBM4PFEJSNBO1VSXPLFSUPUBIVOEBONFOZFMFTBJLBOQFOEJEJLBO4.BHJTUFS*MNV)VLVNEJ6OJWFSTJUBT *OEPOFTJBQBEB UBIVOEFOHBOQSPHSBNLFLIVTVTBO)VLVN&LPOPNJ#FLFSKBEJ1VTBU1FOHLBKJBO1FOHPMBIBO%BUBEBO*OGPSNBTJ4FLSFUBSJBU+FOEFSBM%133*TFKBLUBIVOEFOHBOKBCBUBOTBBUJOJ1FOFMJUJ.BEZBCJEBOHLFQBLBSBO)VLVN&LPOPNJ1FOFMJUJBOJOEJWJEVZBOHUFMBIEJMBLVLBOBOUBSBMBJOw1FSMJOEVOHBO)VLVN5FSIBEBQ)BL.JMJL*OEVTUSJ6,.ww1FNBOGBBUBO)BL1FOHFMPMBBO"UBT5BOBIPMFI1JIBL,FUJHBwEBOEBOw1SJOTJQ1BEJBUBQBEBMBN1FOHFMPMBBO4VNCFS%BZB"MBNw1FOFMJUJBO,FMPNQPLZBOHQFSOBIEJMBLVLBOBOUBSBMBJOw5BOHHVOH+BXBC)VLVNSVNBI4BLJUEBMBN1FMBZBOBO,FTFIBUBOww1PMJUJL)VLVN1FNCFOUVLBO#BEBO1FMBLTBOB,FHJBUBO)VMV.JOZBLEBO(BT#VNJwEBOw&LTJTUFOTJ)BL6MBZBU%BMBN4JTUFN)VLVN/BTJPOBMw*BUFMBINFOVMJTUFOUBOHw(BOUJ,FSVHJBO5BOBI6OUVL,FQFOUJOHBO1FNCBOHVOBOww5JOKBVBO:VSJEJT5FSIBEBQ66/P5BIVO5FOUBOH1FOHBEBBO5BOBI#BHJ1FNCBOHVOBO6OUVL,FQFOUJOHBO 6NVNw EBO w1FOZFMFTBJBO 4FOHLFUB .FMBMVJ 1FOHBEJMBO ,IVTVTw

    TVTJEIBO!ZBIPPDPN

    1PMUBL 1BSUPHJ /BJOHHPMBO BEBMBI QSPGFTPS SJTFU EJ CJEBOH )VCVOHBO *OUFSOBTJPOBM 1VTBU1FOHLBKJBO EBO 1FOHPMBIBO %BUB 1%* 4FLSFUBSJBU +FOEFSBM %13 3* *B NFOZFMFTBJLBOQSPHSBNEPLUPS*MNV*MNV1PMJUJLEJ"MCFSU-VEXJET6OJWFSTJUBUF'SFJCVSH+FSNBO*BQFSOBINFOVMJTUFOUBOH,FQFOUJOHBOTUSBUFHJT"NFSJLB4FSJLBUEJ"TJB1BTJGJLLIVTVTOZB*OEPOFTJB1FOZFMVOEVQBOTFOKBUBLFXJMBZBI*OEPOFTJBo.BTBMBIOFHBSBLFQVMBVBOEJFSBHMPCBMJTBTJEBO,BQJUBMJTNF*OUFSOBTJPOBMEBO'FOPNFOB1FOKBSBIBO-BIBOEJ*OEPOFTJB

    QQUPHJO!ZBIPPDPN

    %JOB.BSUJBOZNFOZFMFTBJLBOQFOEJEJLBO4EJ'BLVMUBT)VLVN6OJWFSTJUBT-BNQVOHEBO4EJ 1BTDB 4BSKBOB ,BKJBO8BOJUB(FOEFS 6OJWFSTJUBT *OEPOFTJB 4FCFMVNCFSHBCVOH EJ 1%*QBEBUBIVO%JOBCFSUVHBTTFCBHBJ5FOBHB"IMJ5",PNJTJ7***%133*1FOFMJUJNVEBCJEBOH4UVEJ,IVTVT(FOEFSJOJQFSOBINFOVMJTCFCFSBQBBSUJLFMBOUBSBMBJO,FTFUBSBBO(FOEFSEBMBN1FNCBOHVOBO*OLMVTJG%JTBCJMJUBT1FSTQFLUJG(FOEFSEBMBN1FOHFMPMBBO 4VNCFS%BZB"JS QBEB 4VTUBJOBCMF%FWFMPQNFOU(PBMT4%(T EBO 'FOPNFOB1FLFSKB.JHSBO*OEPOFTJB'FNJOJTBTJ.JHSBTJ4BBUJOJ%JOBCFSUVHBTEBMBNQFOEBNQJOHBO1BOKB366+BNJOBO1SPEVL)BMBM+1)366,FTFUBSBBOEBO,FBEJMBO(FOEFS,,(5JN1FOHBXBT5,*EJCBXBI8BLJM,FUVB%133*#JEBOH,PSLFTSBEBO5JN1BOKB.%(T%133*EJ#,4"1

    EJOB!HNBJMDPN

    1FOVMJT BEBMBI QFOFMJUJ .VEB CJEBOH FLPOPNJ EBO LFCJKBLBO QVCMJL EJ 1%* 4FUKFO %13.FOZFMFTBJLBOTUVEJ4EBO4EJ*OTUJUVU1FSUBOJBO#PHPS,FQBLBSBOOZBBEBMBIJMNVLFCJKBLBO5PQJLQFOFMJUJBOZBOHUFMBIEJMBLVLBOQFOVMJTBEBMBILFMBVUBO

    QFTJTJS

    FOFSHJ CBSV UFSCBSVLBO

    EBO LBSBOUJOB IFXBO JLBO EBO UVNCVIBO .VMBJUBIVOTBNQBJTBBUJOJQFOVMJTUFSMJCBUBLUJGEBMBNQFNCBIBTBO366ZBOHUFSLBJUEFOHBOQBOHBOQFSUBOJBOQFSJLBOBOEBOLFIVUBOBO

    MVLNBOBEBN!EQSHPJE

    SJSJTLBUIBSJOB!EQSHPJE

    z x z y 1yzxy

  • 3$1'8$13(18/,6$1$57,.(/