Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a...

18

Transcript of Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a...

Page 1: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n
Page 2: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

Vol 4, No 3 (2015)

t i k e t k e r e t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e r k i n i a n t o n n b A n e k a K r e a s i R e s e p M a s a k a n I n d o n e s i a r e s e p m a s a k a n m e n g h i l a n g k a n j e r a w a t v i l l a d i p u n c a k r e c e p t e n b e r i t a h a r i a n g a m e o n l i n e h p d i j u a l w i n d o w s g a d g e t j u a l c o n s o l e v o u c h e r o n l i n e g o s i p t e r b a r u b e r i t a t e r b a r u w i n d o w s g a d g e t t o k o g a m e c e r i t a h o r o r

Table of Contents

Articles

KATA PENGANTAR PDF

Kata Pengantar

MENGUJI ASAS DROIT DE SUITE DALAM JAMINAN FIDUSIA PDF

I Made Sarjana, Desak Putu Dewi Kasih, I Gusti

Ayu Kartika

PENYELENGGARAAN SISTEM INFORMASI HUKUM

PERUSAHAAN PADA BADAN USAHA BANK DALAM

PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

PDF

I Gusti Agung Eka Pertiwi

URGENSI PENYELESAIAN SENGKETA PILKADA OLEH

MAHKAMAH KONSTITUSI

PDF

Ida Puspa Jaya Miha

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA MEMPERTAHANKAN JENIS

PIDANA MATI (STUDI KASUS PEMBUNUHAN BERENCANA

DISERTAI MUTILASI KORBAN)

PDF

A.A. Sagung Mas Yudiantari Darmadi

Penjabaran Good Corporate Governance (GCG) dalam

Pengadaan Barang dan Jasa pada PLN Bali

PDF

Luh Putu Dwi Suarini

URGENSI KEBIJAKAN PIDANA DALAM PEMBERANTASAN

KORUPSI DI INDONESIA

PDF

Ketut Maha Agung

INSTRUMEN REKOMENDASI DPRD DALAM

PENYELENGGARAAN KEWENANGAN PERIJINAN OLEH

PEMERINTAH DAERAH

PDF

Made Jayantara

ANALISIS INDEPENDENSI ODITUR MILITER DALAM

MELAKSANAKAN FUNGSINYA DI ODITURAT MILITER III-14

DENPASAR DENGAN BERLAKUNYA KEBIJAKAN RENCANA

TUNTUTAN

PDF

Misran Wahyudi

KERJASAMA LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM)

KUTA DENGAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI

TINDAK PIDANA PENCURIAN

PDF

Ni Komang Ratih Kumala Dewi

PEMBERIAN DANA DESA KEPADA DESA ADAT DI BALI PDF

Ni Putu Wilda Karismawati

Page 3: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

PENJABARAN STANDAR INTERNASIONAL TRIMS DAN OECD

DALAM KETENTUAN HUKUM PENANAMAN MODAL

INDONESIA

PDF

Ni Ketut Supasti Dharmawan, Putu Tuni Caka

Bawa Landra, Putu Aras Samsithawrati

PENGATURAN PERKAWINAN PADA GELAHANG DALAM AWIG-

AWIG DESA PAKRAMAN

PDF

I Ketut Sudantra, Ni Nyoman Sukerti, A.A. Istri

Ari Atu Dewi

KEWAJIBAN PENGUSAHA MENYEDIAKAN ANGKUTAN ANTAR

JEMPUT BAGI PEKERJA/BURUH PEREMPUAN YANG

BERANGKAT DAN PULANG PADA MALAM HARI DI BALI

SAFARI AND MARINE PARK

PDF

I Made Udiana, I Ketut Westra, Ni Ketut Sri Utari

PENGENDALIAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA OLEH

NARAPIDANA DARI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN

(LAPAS)

PDF

I Gede Artha, I Wayan Wiryawan

SIKAP MASYARAKAT HUKUM ADAT BALI TERHADAP

PUTUSAN MK NO. 46/PUU-VIII/2010 TERKAIT KEDUDUKAN

ANAK LUAR KAWIN

PDF

Ni Nyoman Sukerti, I Gst. Ayu Agung Ariani, I

Ketut Sudantra

DASAR KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN

BADUNG DALAM MEMBERIKAN STANDAR PELAYANAN BAGI

PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PDF

Anak Agung Istri Ari Atu Dewi

Page 4: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

588

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

PENGENDALIAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA OLEH

NARAPIDANA DARI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN

(LAPAS)1

Oleh :

I Gede Artha ([email protected])2

I Wayan Wiryawan ([email protected])

ABSTRACT Drug smuggling by high and sophisticated operation mode recently was able reach the prisoner which is as society prison status. Law enforcement oficer especially the police in conducted their function as law enforcement to the prisoner that involved in drug smuggling, in disclosure and sttlement their case (investigation step) did not easy because the prisoner was a society in prison encironment. There are two problem in this research : 1. why the conected and correlated of the legal system for drug ? 2. Why the drug smuggling is high operation by the prisoner which is as society prison status and to up from in the prison ? The result of this research show that the law enforcement to the doer drug smuggling by the law enforcer. Should faced ethic code profesion society, there for it was impossible for the law the optimize of law enforcement by law enforcer to the doer of drug smuggling in prisoner society such as intern and extern efforts, where the intern effort include increase the coordination function and cooperation between the law enforcement especially with the prison oficers.

Keywords : Doer of Drug Smuggling, by Prisoner from in the Prison

1 Karya �lm�ah �n� merupakan has�l penel�t�an yang

d�b�aya� dar� dana D�pa BLU Program Stud� Mag�ster

(S2) Ilmu Hukum PPS UNUD dengan SK D�rektur

Nomor 425/UN.14.4/KU/201, telah d�presentas�kan

dalam sem�nar / FGD d� Program Mag�ster (S2) Ilmu

Hukum pada tanggal 20 Nopember 2015. 2 Para penul�s adalah Dosen pada Program Stud�

Mag�ster (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana

UNUD dan Fakultas Hukum UNUD Denpasar – Bal�

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Korban anak bangsa dan generas�

penerus bangsa d� kalangan remaja dan

us�a produkt�f sebaga� ak�bat barang haram

narkot�ka terus berjatuhan. Set�ap har�

d�s�nyal�r memakan korban nyawa manus�a

d� Indones�a rata-rata 50 (l�ma puluh) orang

melayang s�a-s�a. Indones�a saat �n� memang

s�tuas� dan kond�s� negara dalam keadaan

darurat narkot�ka. Pencandu dan pengedar

obat–obatan terlarang dengan berbaga�

jen�snya �tu macam dan golongannya terus

berkembang. Peraturan perundang-undangan

yang ada telah gagal dan kewalahan

menangan� dan mengatas�nya. Peredaran

narkotika dengan beragam kualiikasi seperti sabu-sabu, hero�n, has�sh, koka�n, ekstas�,

morin serta jenis baru dari racikan, marak terjad� peredarannya tanpa memandang

tempat dan waktu.

Modus operand� kejahatannya pun

berkembang dar� waktu ke waktu. Mula� dar�

cara-cara konvens�onal h�ngga berkembang

secara �nkonvens�onal. Dahulunya Indones�a

Page 5: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

589

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

hanya sebatas menjad� l�ntasan atau trans�t

antar benua peredaran narkot�ka. Bahkan

k�n� d� t�ap pulau yang ada d� nusantara �n�,

ladang-ladang ganja sebaga� bahan baku

awal narkot�ka bertebaran dengan luas

hektaran d� beberapa lokas� pulau Sumatra.

Pengangkutan lewat darat dar� Sumatera

menuju antar pulau la�n d� Indones�a sepert�

tujuan Jawa ser�ng tertangkap oleh Kepol�s�an

dalam kapas�tas bukan ukuran k�loan bahkan

ton yang d�angkut truck konta�ner.

Kejahatan d� b�dang Narkot�ka dan

obat-obatan terlarang (Narkoba) �n� modus

operand�nya meng�kut� dan memanfaatkan

perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknolog� (IPTEK). Perkembangan dan

kemajuan arus global�sas� sepert� �nformas�

dan teknolog� komun�kas� d�manfaatkan

secara maks�mal oleh s�nd�kat atau jar�ngan

maia narkotika ini. Tidak salah label yang d�ber�kan untuk t�pe kejahatan yang luar b�asa

(extra ordinary crime), sebaga� kejahatan

terorgan�sas� (organized crime), kejahatan

terselubung (hidden crime), kejahatan l�ntas

batas negara (transnational crime). Sasaran

dan pelaku �n� tanpa memandang us�a.

Obyek sasaran pemaka�nya merambah pada

masyarakat lap�san orang berdu�t sepert�

pejabat publ�k, mahas�swa, pelajar, art�s,

pengusaha, t�dak terlepas pula kalangan

masyarakat menengah asalkan status sos�al

– ekonom�nya telah mapan.

Suatu fenomena, gejala bahkan

telah menjad� fakta sos�o-yur�d�s yang

mencengangkan, bahwa salah satu modus

yang sul�t d�percaya akal sehat telah

terungkapnya bahwa peredaran gelap

narkot�ka d�kendal�kan dar� bal�k jeruj�

bes� al�as dar� bal�k tembok penjara,

atau sekarang dengan �st�lah Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS). Pengendal�

atau actor �ntelektual�snya notabene adalah

orang status mas�h narap�dana atau warga

b�naan LAPAS. Narap�dana �n� t�dak jarang

bekerjasama dengan petugas LAPAS

atau S�p�r. Narap�dana yang bersangkutan

secara leluasa dapat mengendal�kan b�sn�s

haramnya lewat komun�kas� cangg�h sepert�

handphone (HP), wartel dalam LAPAS,

rad�o khusus. Untuk �tu, dengan komun�kas�

langsung bersama jar�ngan b�sn�s, sepert�

pengedar, pemaka� yang ada d� luar LAPAS

bahkan dengan jar�ngan rekanan yang berada

d� luar neger�.

Beberapa LAPAS besar dan terkenal

yang ada d� Indones�a sepert� Nusa

Kambangan, Rutan Salemba, LAPAS

C�p�nang, LAPAS Pondok Bambu, LAPAS

Kal�sosok Surabaya, LAPAS Semarang dan

LAPAS / RUTAN la�nnya d� Indones�a, tak

terkecual� dan t�dak luput termasuk LAPAS

dan / atau RUTAN Denpasar yang berlokas�

d� Kerobokan – Badung, t�dak luput menjad�

lokas� (locus delicty) peredaran gelap

narkot�ka oleh narap�dana bersama beberapa

s�p�r yang ada d� dalamnya.

Pelaksanaan eksekus� mat� tahap

pertama para pengedar dan jar�ngan s�nd�kat

narkot�ka asal Austral�a yang terkenal dengan

sebutan Bal� N�ne telah d�lakukan pada akh�r

tahun 2014. Penundaan eksekus� mat� tahap

dua yang rencananya d�lakukan awal tahun

2015 h�ngga k�n� mas�h tertunda. Hal tersebut

mem�cu pro dan kontra akan keberadaan

pelaksanana eksekus� mat� tertunda sebaga�

ak�bat salah satunya para terp�dana kembal�

mengajukan upaya hukum luar b�asa berupa

Pen�njauan Kembal� (PK). D�samp�ng

d�s�nyal�r adanya tekanan p�hak negara as�ng

yang warga negaranya termasuk d�dalamnya

Page 6: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

590

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

s�ap untuk d�eksekus� mat�, karena Pres�den

telah menolak permohonan gras� dar� para

terp�dana mat� tersebut. Sepert� negara-

negara Austral�a, F�l�p�na, Braz�l�a bersuara

lantang kepada P�hak Indones�a melalu�

saluran d�plomas� Departemen Luar Neger�

mas�ng-mas�ng

Salah satu terp�dana mat� yang

tertunda eksekus�nya yakn� : Fredy

Bud�man, terungkap kembal� bahwa �a

mas�h mengendal�kan b�sn�s peredaran

gelap narkot�ka dar� bal�k LAPAS Nusa

Kambangan, yang mem�l�k� jar�ngan

Internas�onal bahkan �a berkomun�kas�

langsung dengan rekanan b�sn�s gelapnya

yang ada d� Belanda, Jerman dan Pak�stan

(Keterangan langsung Fredy Bud�man

dengan Wartawan Metro TV pada har� Sen�n,

13 Apr�l 2015, Pukul 19.30 W�ta).

Usaha pemer�ntah Indones�a untuk

memberantas penyalahgunaan narkoba �n�

telah menempuh berbaga� bentuk keb�jakan,

ba�k keb�jakan penal maupun keb�jakan non

penal. Keb�jakan hukum p�dana (keb�jakan

penal) mula� dar� pemer�ntah melalu� badan

leg�slat�f telah terulang kal� mengeluarkan

dan merev�s� aturan yang ada d� b�dang

narkot�ka dan ps�kotrop�ka. Sejak tahun

1976 dengan Undang-Undang No. 9 Tahun

1976 tentang Narkot�ka, berlanjut d�adakan

rev�s� atau perubahan UU No. 5 Tahun

1997 tentang Ps�kotrop�ka. Karena UU

sebelumnya d�pandang mas�h gagal dalam

memberantas narkot�ka, maka UU tersebut

d�rev�s� dan d�rubah lag� terakh�r dengan UU

No. 35 Tahun 2009 tentang Narkot�ka.

Keb�jakan non penal berupa dalam

usaha pemberantasan Narkot�ka pemer�ntah

membentuk lembaga khusus d�t�ngkat

pusat sampa� ke daerah Prov�ns�, Kabupaten

dan Kota. Lembaga tersebut adalah Badan

Narkot�k Nas�onal (BNN), dengan dasar

hukum pembentukannya : Peraturan Pres�den

RI Nomor 23 Tahun 2010 yang d�tetapkan

tanggal 12 Apr�l 2010. Indones�a juga

telah meratiikasi Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkot�ka

dan Ps�kotrop�ka (United Nations Convention Against Ellicit Trafic in Narcotic Drugs and Psychotorpic Substance). Dengan Indones�a

telah meratiikasi konvensi PBB tersebut maka berart� negara k�ta telah mem�l�k�

kom�tment dengan negara-negara la�n d�

dun�a untuk sepakat memerang� bahaya

narkot�ka serta memberantasnya sebaga�

bentuk sol�dar�tas bangsa-bangsa untuk

menyelematkan anak bangsa d� muka bum�

�n�.

Dengan semak�n ser�ng dan maraknya

pengendal�an peredaran gelap narkot�ka oleh

narap�dana dar� bal�k jeruj� bes� atau dar�

dalam LAPAS hamp�r d� seluruh LAPAS

yang ada d� Indones�a, dan pula mel�batkan

bukan saja narap�dana, bahkan d� fas�l�tas�

oleh petugas LAPAS, secara anal�s teor�t�k

menenunjukkan adanya kegagalan sebuah

“sistem” yang ada, dalam hal ini terjadi dis

order d� b�dang penegakan dun�a perad�lan.

S�stem perad�lan p�dana Indones�a terpadu

(Integrated Crminal Justice System) tampak

kecenderungan sebaga� “Criminal Justice

System is not a True System”. Dengan tampak fenomena, gejala, fakta penegakan

hukum, d� b�dang pemberantasan narkot�ka

sepert� terura� d�atas, maka penel�t� tertar�k

melakukan penel�t�an dengan judul

“Pengendal�an Peredaran Gelap Narkot�ka

Oleh Narap�dana Dar� Dalam Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS)”.

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 7: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

591

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

1.2. Permasalahan

Dar� paparan latar belakang d�atas,

maka d�saj�kan rumusan permasalahan

sepert� ber�kut :

1. Baga�mana korelas� pengaturan

perundang-undangan p�dana Indones�a

mengena� koord�nas� d�antara peny�d�k

t�ndak p�dana narkot�ka dengan penegak

hukum la�nnya dalam melakukan

fungs�nya untuk memberantas

peredaran gelap narkot�ka ?

2. Kenapa ser�ng terjad� pengendal�an

peredaran gelap narkot�ka d�lakukan

oleh narap�dana dar� dalam Lembaga

Pemasyarakatan ?

II. Metode Penelitian

2.1. Jenis penelitian

Penel�t�an �n� merupakan penel�t�an

hukum normat�f atau l�ngkup �lmu hukum

dogmat�k yang mem�l�k� karakter “su�-

generis” yang ditandaidengan c�r�-c�r� bahwa ; �lmu hukum

yang member�kan suatu, serta mem�l�k�

suatu s�fat emp�r�s-anal�st�s suatu pemaparan

dan anal�s�s tentang �s� (struktur) dar� hukum

yang berlaku bers�fat meng�nterprestas�kan

hukum yang berlaku : melakukan penel�t�an

terhadap hukum yang berlaku, member�kan

model teor�t�s terhadap praktek hukum

2.2. Metode Pendekatan

Pendekatan terhadap permasalahan

dalam penel�t�an �n� akan d�lakukan dengan

3 (t�ga) pendekatan ya�tu pendekatan anal�s�s

konsep hukum (analytical and conceptual

approach), pendekatan perundang-undangan

(statues analytical approach) dan pendekatan

kasus (cases approach)

2.3. Sumber Bahan Hukum

D� dalam jen�s penel�t�an hukum yang

bersifat normatif kualilkasi bahan hukum yang laz�m d�gunakan adalah :

a. Bahan Hukum Pr�mer

1) Norma Dasar Pancas�la

2) Undang-Undang Dasar Negara RI

Tahun 1945

3) Peraturan Perundang-Undangan

b. Bahan Hukum Sekunder

1) Rancangan Peraturan Perundang-

undangan

2) Has�l Karya Ilm�ah para pakar

hukum

c. Bahan Hukum Ters�er

Ya�tu bahan hukum yang member�kan

�nformas� tentang bahan hukum pr�mer

dan sekunder meliputi biograi3.

Dalam penel�t�an �n�, sumber bahan

hukum yang d�pergunakan bersumber dar�

2 (dua) sumber bahan hukum, ya�tu : 1)

sumber bahan hukum pr�mer ; dan sumber

bahan hukum sekunder,

1) Bahan hukum pr�mer d�peroleh dar�

sumber yang men�ngkat (authoritative

source), dalam bentuk peraruran

perundang-undangan yang tcrka�t

dcngan kewenangan penegak hukum

dalam pencegahan dan penanggulangan

t�ndak p�dana Narkot�ka sepert� :

a) Undang-Undang Dasar Negara

Republ�k Indones�a Tahun 1945

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara

P�dana.

c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkot�ka.

3 Rony Ham�joyo Soemantr�, 1988, Metode Penelitian

Hukum dan Jurimetri, Ghal�a Indones�a, Jakarta,

hlm.11 dan 12.

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 8: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

592

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

2) Sumber bahan hukum sekunder

d�peroleh dar� has�l-has�l penel�t�an

kepustakaan atau buku-buku (l�teratur),

jurnal, karya tul�s dalam bentuk art�kel

sepanjang menyangkut kewenangan

penegak hukum dalam pencegahan dan

penanggulangan serta pemberantasan

t�ndak p�dana Narkot�ka.

2.4. Metode Pengumpulan Bahan

Hukum

Dalam metode pengumpulan bahan

hukum dalam penel�t�an hukum normat�f,

ya�tu metode bola salju dan metode

s�stemat�s, maka kedua metode tersebut

juga d�pergunakan dalam penel�t�an �n�.

Metode bola salju d�maksud d�lakukan

dengan cara penelusuran bahan acuan yang

d�pergunakan dalam buku-buku ataupun

has�l penel�t�an yang berka�tan erat dengan

masalah yang d�tel�t� dalam penel�t�an �n�.

Secangkan metode s�stemat�s d�maksud,

adalah dengan mempergunakan sarana bantu

berupa catatan kec�l untuk mempermudah

penelusuran bahan hukum yangd�pcrlukan

dalam penel�t�an �n�. Sumber bahan hukum

sekunder �n� bermanfaat sebaga� :

a. Sebaga� sumber mater��l

b. Untuk men�ngkatkan mutu �nterpretas�

atas hukum pos�t�f yang berlaku dan

c. Untuk mengembangkan hukum

sebaga� nsuatu s�stem normat�f yang

komprehens�f dan tuntas, ba�k dalam

maknanya yang formal maupun dalam

makna yang mater��l4.

2.5. Analisis Bahan Hukum

Dalam menganal�sa penel�t�an

hukum normat�f yang d�anal�s�s bukanlah

data, tetap� bahan hukum yang d�peroleh

melalu� penelusuran dengan metode tersebut

d�atas. D�mana bahan hukum yang berhas�l

d�kumpulkan akan d�lakukan secara deskr�pt�f

- anal�t�s evaluat�f. Jad� dalam hal �n� akan

d�gambarkan secara utuh dalam art�an ura�an

apa adanya terhadap suatu kond�s� atau pos�s�

hukum. Kemud�an tehn�k �n� d�lanjutkan

dengan langkah anal�s�s. Anal�s�s yang

d�kemukakan bers�fat evaluat�f, dalam art�

melakukan evaluas� atau pen�la�an terhadap

norma hukum dalam peraturan perundang-

undangan terka�t tentang narkot�ka dalam

pencegahan dan penanggulangan t�ndak

p�dana Narkot�ka beserta peraturan la�n yang

mendukungnya. D�samp�ng mengevaluas�,

juga melakukan �nterpretas� dalam art�

menafs�rkan norma yang memuat tentang

kewenangan LAPAS dalam pencegahan dan

penanggulangan t�ndak p�dana Narkot�ka.

Tehn�k �nterpretas� yang d�gunakan antara

la�n : �nterpretas� gramat�cal, �nterpretas�

s�st�mat�s dan �nterpretas� kontektual.

Pendekatan kasus berart� mengacu

pada kasus t�ndak p�dana narkot�ka yang

telah mem�l�k� kekuatan hukum tetap

(inkracht van gewijsde) dan terp�dananya

telah d�eksekus� dan d�tempatkan d� dalam

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).

III. Hasil dan Pembahasan

31. Data Penanganan Kasus Peredaran

Gelap Narkotika di Kalangan

Narapidana

Peredaran gelap narkot�ka d�

Bal� telah masuk ke dalam tahap yang

mengkhawat�rkan, karena konsumen

4 Burhan Ashofa, 2001, Metode Penelitian Hukum. PT.

R�neka C�pta, Jakarta, hlm.42.

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 9: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

593

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

narkot�ka d� Bal� khususnya d� kota-kota

besar mas�h terb�lang t�ngg�, seh�ngga banyak

para pengedar atau bandar narkot�ka yang

berkel�aran untuk memb�sn�skan narkot�ka

dengan harga yang sangat mahal. Dem�

kelancaran b�sn�s narkot�ka tersebut, para

bandar atau pengedar narkot�ka memperluas

jar�ngan dan mengembangkan pola serta

menjar�ng orang-orang baru dar� berbaga�

kalangan dan us�a. Semak�n cangg�hnya

modus-modus s�nd�kat peredaran gelap

narkot�ka menyebabkan semak�n t�ngg�nya

t�ngkat kerawanan peredaran gelap

narkot�ka d� Bal�, karena saat �n� peredaran

gelap narkot�ka sudah menjangkau seluruh

lap�san masyarakat, bahkan jalur peredaran

gelap yang d�gunakan pun telah sampa� pada

t�t�k-t�t�k pelabuhan-pelabuhan t�dak resm�

atau pelabuhan-pelabuhan trad�s�onal yang

notabene t�dak dapat d�jangkau seluruhnya

oleh petugas.

Kasubs� Pelaporan dan Tata Tert�b

Lapas Kelas II A Denpasar (Ibu Sarj�yem)

mengemukakan bahwa, maraknya

penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkot�ka d� Bal� d�mula� sejak tahun 1980-

an, d�mana awalnya para pelaku berasal dar�

orang as�ng (WNA) yang pada saat �tu datang

berkunjung ke Bal�. Se�r�ng berjalannya

waktu, kasus-kasus narkot�ka semak�n

berkembang d� masyarakat dan mencapa�

puncaknya pada awal tahun 2000. Mula� saat

�tulah narap�dana kasus narkot�ka semak�n

men�ngkat t�ap tahunnya5. Men�ngkatnya

peredaran gelap narkot�ka d� Bal� d�bukt�kan

dengan munculnya fakta bahwa, Bal� saat

�n� sudah t�dak lag� menjad� tern pat trans�t

peredaran gelap narkot�ka, akan tetap� sudah

menjad� pasar potens�al bag� perdagangan

gelap narkot�ka oleh para s�nd�kat narkot�ka

�nternas�onal Bal� d�anggap sebaga� daerah

strateg�s dan cukup d�kenal d� dun�a sebaga�

salah satu dest�nas� w�sata terba�k d� dun�a,

seh�ngga beberapa anggota s�nd�kat narkot�ka

�nternas�onal ada yang t�nggal d� Bal�. Oleh

karena MIL t�dak mudah untuk mengungkap

jar�ngan peredaran gelap narkot�ka6.

Kasat Reserse Narkoba Polres

Badung (Bapak Bambang I Gede Artha)

dalam wawancaranya menyebutkan bahwa,

t�dak mudah untuk mengungkap jar�ngan

peredaran gelap narkot�ka d� Bal� d�samp�ng

manajemen dan pendanaannya yang sangat

bagus, peredaran gelapnya juga mel�batkan

anggota s�nd�kat narkot�ka �nternas�onal

h�ngga melakukan kejahatan pencuc�an

uang dar� has�l b�sn�s peredaran gelap

narkot�ka tersebut.7 Has�l yang d�peroleh

dar� perdagangan gelap narkot�ka dapat

mencapa� angka m�l�aran h�ngga tr�l�unan

rup�ah, karena harga narkot�ka per gramnya

dapat mencapa� Rp. 3.000.000,00 (t�ga juta

rup�ah), seh�ngga b�sn�s tersebut tentu akan

menar�k m�nat banyak orang, meng�ngat

semak�n men�ngkatnya jumlah perm�ntaan

(demand) akan narkot�ka oleh para pengguna

atau pengkonsums� narkot�ka d� Bal�.

T�ngg�nya jumlah konsums� narkot�ka d� Bal�

menyebabkan para pengedar atau bandar

5 Wawancara dengan Kasubs� Pelaporan dan Tata

Tert�b Lapas Kelas II A Denpasar (Ibu Sarj�yem,

SE), pada tanggal 21 Januar� 2015, pukul 11.00

WITA, bertempat d� Lapas Kelas II A Denpasar.

6 Ma�wa News, 2012, Bali Pasar Potensial Sindikat

Narkoba Internasional, Ser�al Onl�ne 2 Jul� 2012,

tersed�a d� webs�te http://ber�ta.ma�wanews.com/bal�-

pasar-potens�al-s�nd�kat-narkoba �nternas�onal-27083.

html, d�akses pada tanggal 4 Januar� 2015.7 Wawancara dengan Kasat Reserse Narkoba

Polres Badung (Bambang I Gede Artha), tanggal

9 Febmar� 2015, pukul 11.30 WIT A, bertempat

d� ruang Reserse Narkoba Polres Badung.

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 10: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

594

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

narkot�ka akan menggunakan berbaga� cara

untuk dapat menyelundupkan narkot�ka,

ba�k melalu� jalur transportas� darat, laut,

dan udara, sepert� penyelundupan melalu�

bandar udara, kapal laut, peng�r�man v�a pos,

v�a t�t�pan k�lat, dan la�n-la�n.

Selanjutnya Kasat Narkoba Polres

Badung (Bapak Bambang I Gede Artha)

mengemukakan bahwa ada beberapa faktor

penyebab men�ngkatnya peredaran gelap

narkot�ka d� Bal� ya�tu :

a. Kemajuan IPTEK, d�mana semak�n

cangg�hnya perkembangan teknolog�

khususnya pada alat-alat komun�kas�

sepert� handphone, menyebabkan

handphone ser�ng d�salahgunakan

sebaga� sarana utama para s�nd�kat

narkot�ka dalam melancarkan

peredaran gelap narkot�ka. Semak�n

cangg�h perkembangan teknolog� maka

semak�n mudah juga para s�nd�kat

narkot�ka sal�ng berkomun�kas� satu

sama la�n h�ngga melampau� batas

negara.

b. Bal� merupakan daerah par�w�sata,

seh�ngga Bal� banyak d�kunjung�

oleh w�satawan ba�k w�satawan lokal

maupun mancanegara. T�dak sed�k�t

kedatangan w�satawan ke Bal� yang

terl�bat dalam kasus peredaran gelap

narkot�ka, d�mana salah satunya

d�bukt�kan dengan adanya w�sawatan

yang ket�ka datang berl�bur d� Bal�,

tertangkap oleh petugas membawa

narkot�ka atau obat-obat berbahaya

la�nnya.

c. Banyaknya akses masuk ke Bal� yang

t�dak semuanya b�sa d�pantau oleh

petugas, khususnya jalur laut sepert�

pelabuhan-pelabuhan trad�s�onal yang

tersebar hamp�r d� seluruh w�layah

Bal�. Pelabuhan-pelabuhan trad�s�onal

d�gunakan sebaga� jalur penyelundupan

narkot�ka karena t�dak semua t�t�k-t�t�k

pelabuhan trad�s�onal d� Bal� berada d�

bawah pengawasan dan pengamanan

petugas. Hal tersebut d�ak�batkan

karena kurangnya personel petugas

untuk melakukan pengamanan d� t�t�k-

t�t�k tersebut dan kurangnya part�s�pas�

masyarakat dalam hal pelaporan atau

pengaduan kepada p�hak yang berwaj�b

terhadap keg�atan yang menyangkut

peredaran gelap narkot�ka.

d. Kesadaran hukum masyarakat Bal�

akan bahaya penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkot�ka mas�h

kurang. Terkadang ada masyarakat yang

sadar dan tahu bahwa penyalahgunaan

dan peredaran narkot�ka d�larang

oleh UU, namun tetap t�dak taat atau

t�dak patuh. D� samp�ng �tu, mas�h

adanya s�fat acuh tak acuh masyarakat

terhadap adanya dugaan t�ndak p�dana

narkot�ka d� sek�tarnya, menyebabkan

mudahnya narkot�ka d�selundupkan ke

Bal�.

e. T�ngg�nya angka pengguna narkot�ka

d� Bal� yang menyebabkan perm�ntaan

akan jumlah narkot�ka juga semak�n

men�ngkat. Oleh karena �tu, peredaran

gelap narkot�ka semak�n sul�t untuk

d�berantas, seh�ngga membutuhkan

peran serta masyarakat khususnya

dalam hal pelaporan terjad�nya

penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkot�ka8.

8 Wawancara dengan Kasat Reserse Narkoba Polres

Badung ( AKP Bambang I Gede Artha), tanggal 9

Februar� 2015, pukul 11.30 WIT A, bertempat d�

ruang Reserse Narkoba Polres Badung,

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 11: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

595

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Upaya penegakan hukum yang

d�lakukan oleh Polres Badung dalam rangka

memberantas peredaran gelap narkot�ka

mel�put�, pengungkapan dan penyelesa�an

kasus (sampa� d� tahap peny�d�kan) ba�k yang

d�lakukan oleh Warga Negara Indones�a

(WNI) maupun terhadap pelaku yang

berkewarganegaraan as�ng (WNA). Adapun

data pengungkapan dan penyelesa�an kasus

yang d�lakukan oleh Satuan Reserse Narkoba

Polres Badung dalam kurun waktu l�ma

tahun terakh�r (2010 - 2014) dapat d�l�hat

dalam tabel ber�kut �n�:

Tabel Data Pengungkapan

dan Penyelesaian Kasus Narkoba

di Polres Badung Periode 2010 - 2014

Sumber : D�t Reserse Narkoba Polda Bal�

Berdasarkan data d� atas dapat d�jelaskan

bahwa, jumlah pengungkapan kasus narkoba

oleh Reserse Narkoba Polres Badung selama

kurun waktu l�ma tahun terakh�r adalah 214

kasus. Dar� jumlah pengungkapan kasus

tersebut, Reserse Narkoba Polres Badung

berhas�l menyelesa�kan kasus narkoba

sebanyak 174 kasus ya�tu, 60 kasus (tahun

2010), 45 kasus (tahun 2011), 23 kasus

(tahun 2012), 32 kasus (tahun 2013), dan 14

kasus (tahun 2014). Jumlah pengungkapan

kasus pada mas�ng-mas�ng tahun berbeda

dengan jumlah penyelesa�an kasus, d�mana

jumlah penyelesa�an kasus ada yang leb�h

sed�k�t d�band�ngkan dengan jumlah

pengungkapan kasus. Kond�s� tersebut

d�sebabkan karena t�dak cukupnya barang

bukt� dan men�nggalnya tersangka, seh�ngga

penyel�d�kan harus d�hent�kan.

3.2. Modus Pelaku Peredaran Gelap

Narkotika di Kalangan Narapidana

Mencermat� data tentang kasus

peredaran gelap narkot�ka d� kalangan

narap�dana yang telah d�paparkan pada sub

bab sebelumnya, bahwasannya ada beberapa

faktor penyebab keterl�batan narap�dana

dalam peredaran gelap narkot�ka, ba�k

faktor �nternal maupun eksternal. Faktor

�nternal berka�tan dengan masalah sarana

dan prasarana serta pengawasan dan kontrol

petugas d� da�am Lapas �tu send�r�, sedangkan

faktor eksternal yang d�hadap� berka�tan

dengan kecenderungan yang sangat t�ngg�

d�jatuhkannya sanks� penjara/pengurungan

atas pelanggaran hukum seh�ngga ak�bat

dom�nas� penjatuhan p�dana penjara tersebut,

Lapas menjad� overcapacity. Sud�rman

dalam A. Jos�as S�mon mengemukakan

bahwa “mak�n besar jumlah narap�dana

ter�s� penuh sesak dalam Lapas, berperan

men�nskatkan pelanggaran-pelanggaran

aturan dan peny�mpangan terhukum.9

Hamp�r seluruh Lapas dan Rutan d� Bal�

keleb�han daya tampung (over capacity),

seh�ngga perlu segera d�atas� sepert� yang

9 D�d�n Sud�rman, 2007, Reposisi dan Revitalisasi

Pemasyarakatan Dalam Sistim Peradilan Pidana

di Indonesia, Pusat Pengkaj�an dan Pengembangan

Keb�jakan (Pusj�anbang) Departemen Hukum dan

Hak Asas� Manus�a Republ�k Indones�a, h. 205-230,

d�kut�p dar� A. Jos�as S�mon R, 2012, Budaya Penjara: Pemahaman dan Implementasi, Karya Putra Darwat�,

Bandung, hlm.11.

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

NoT�ndakan

Hukum

Jumlah Kasus T�ndak P�dana Narkoba

Tahun 2010 - 2014

2010 2011 2012 2013 2014

1Pengungkapan

Kasus68 45 42 44 15

2Penyelesa�an

Kasus60 45 23 32 14

Page 12: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

596

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

d�alam� oleh Lapas Kelas II A Denpasar,

Lapas Kelas II B Tabanan, Lapas Kelas II B

S�ngaraja, Rutan Kelas II B Negara, Rutan

Kelas II B G�anyar, dan Rutan Kelas II B

Klungkung.10

Berdasarkan data yang penel�t� peroleh

dar� D�v�s� Pemasyarakatan Kemenkumham

Kanw�l Bal�, bahwa pada per�ode Januar�

2015 jumlah tahanan dan narap�dana kasus

narkot�ka tert�ngg� berada d� Lapas Kelas II

A Denpasar d� Kerobokan dengan jumlah

439 orang, kemud�an d�susul oleh Rutan

Kelas II B Bangl� dengan jumlah 52 orang,

Lapas Kelas II B Karangasem dengan jumlah

45 orang, Lapas Kelas II B S�ngaraja dengan

jumlah 44 orang, Lapas Kelas II B Tabanan

dengan jumlah 42 orang, Rutan Kelas II B

Klungkung dengan jumlah 34 orang, Rutan

Kelas II B G�anyar dengan jumlah 13 orang,

Rutan Kelas II B Negara dengan jumlah 9

orang, dan Lapas Anak Kelas II B G�anyar d�

Karangasem dengan jumlah 6 orang. T�dak

ada pem�sahan blok bag� narap�dana kasus

t�ndak p�dana narkot�ka dengan narap�dana

kasus la�nnya meng�ngat sebag�an be$ar

Lapas dan Rutan d� Bal� mengalam�

overcapacity. D� samp�ng �tu, belum

d�fungs�kannya Lapas khusus narkot�ka d�

Bangl� h�ngga saat �n�, juga menjad� faktor

t�dak adanya pengkhususan blok human

bag� narap�dana narkot�ka. Upaya untuk

segera mengoperas�kan Lapas khusus bag�

narap�dana narkot�ka d� Bal� mas�h terus

d�lakukan oleh Pemer�ntah, karena kond�s�

Lapas yang dem�k�an justru akan ser�ng

mem�cu terjad�nya berbaga� ker�butan atau

kerusuhan antar narap�dana. D� samp�ng �tu,

ak�bat dar� keleb�han kapas�tas �s�/hun�an

yang menyebabkan t�dak adanya pem�sahan

antara blok pengedar dan pengguna dengan

blok yang la�nnya (t�ndak p�dana umum),

cenderung menjad� pem�cu utama terjad�nya

kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkot�ka.11

Dav�d J. Cooke mengemukakan

bahwa “narap�dana t�dak hanya mengalam�

tekanan d� Lapas sebab mereka juga mungk�n

mempunya� masalah d� luar.12 Dampak

ps�kolog�s ket�ka narap�dana berada d� Lapas

juga menjad� faktor pem�cu terl�batnya

narap�dana dalam kasus peredaran gelap

narkot�ka. Narap�dana yang berada dalam

s�tuas� dem�k�an, akan berusaha mencar�

ketenangan melalu� narkot�ka karena efek

penggunaan narkot�ka d�anggap mampu

member�kan ketenangan dan menjauhkan

seseorang dar� berbaga� macam masalah

dan bag� narap�dana yang sedang berada

dalam kesul�tan ekonom� d� Lapas akan

berusaha mencar� celah untuk melakukan

peredaran gelap narkot�ka, seh�ngga �a

mampu memenuh� kebutuhan h�dupnya dan

keluarganya selama berada d� Lapas karena

sepert� yang telah d�ura�kan sebelumnya

bahwa penghas�lan dar� b�sn�s peredaran

gelap narkot�ka dapat mencapa� angka

m�l�aran h�ngga tr�l�unan rup�ah.

Faktor �nternal la�n penyebab terjad�nya

peredaran gelap narkot�ka d� kalangan

narap�dana juga d�sebabkan oleh kurangnya

10 S�stem Database Pemasyarakatan, 2014, Data Terahhir

Jumlah Penghuni per-UPT Pada Kanwil Bali Periode Desember 2014, tersed�a d� webs�te http://smslap.

d�tjenpas.go.�d, d�akses pada tanggal 8 Januar� 2015.

11 Achmad R�fa�, 2014, Narkoba di Balik Tembok Penjara, Aswaja Press�ndo, Yogyakarta, hlm. 17.

12 Dav�d J. Cooke, dkk, 2008, Meny�ngkap Duma Gelap

Penjara, PT. Gramed�a Pustaka Utama, Jakarta,

hlm.85.

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 13: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

597

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

pengawasan dan kontrol oleh petugas Lapas

�tu send�r�. Mas�h d�temukannya penggunaan

alat telekomun�kas� (handphone) d� kalangan

narap�dana akan mempermudah narap�dana

berkomun�kas� dengan orang-orang d� luar

Lapas (kur�r narkot�ka), seh�ngga secara

langsung akan memperlancar peredaran

gelap narkot�ka. Keterl�batan oknum petugas

Lapas juga menjad� pem�cu peredaran gelap

narkot�ka d� kalangan narap�dana, sepert�

kasus yang terjad� pada awal bulan Januar�

2015, d�mana seorang oknum s�p�r Lapas

Kelas II A Denpasar ber�n�s�al JES d�tangkap

oleh satuan Reserse Narkoba Polresta

Denpasar yang d�duga menjual narkot�ka

d� dalam Lapas. Penangkapan tersebut

d�dasarkan atas laporan dar� tersangka WBA

pada har� yang sama member�kan �nformas�

bahwa JES ser�ng mengedarkan narkot�ka d�

sek�tar Lapas Kelas II A Denpasar.

Faktor eksternal penyebab terjad�nya

kasus peredaran gelap narkot�ka d� kalangan

narap�dana d�sebabkan karena mas�h banyak

pengguna narkot�ka yang d�jatuh� p�dana

penjara, seh�ngga narap�dana yang sudah

berada dalam keadaan ketergantungan

sewaktu-wakru akan membutuhkan

narkot�ka. Hal �n�lah yang akan menjad�

pem�cu maraknya penyelundupan narkot�ka

ke dalam Lapas h�ngga terjad� peredaran gelap

narkot�ka. Berkenaan dengan hal tersebut,

salah seorang mantan narap�dana narkot�ka

yang pernah menjalan� p�dana d� Lapas Kelas

II A Denpasar (�n�s�al IGACP) dan saat �n�

menjalan� rehab�l�tas�, mengemukakan

bahwa seorang pengguna atau pecandu

narkot�ka yang d�jatuh� p�dana penjara,

t�dak akan mampu mengembal�kan kond�s�

pengguna narkot�ka kembal� normal, karena

rehab�l�tas� pun t�dak b�sa 100% memul�hkan

keadaan seorang pengguna narkot�ka untuk

t�dak ketergantungan atau menggunakan

narkot�ka lag�.13 Bel�au send�r� sudah

menggunakan banyak jen�s zat narkot�ka

(sepert� hero�n, sabu, ganja, dan �nex) sejak

duduk d� bangku Sekolah Menengah Atas

(SMA) h�ngga tahun 2014 dan pernah dua

kal� menjalan� p�dana penjara d� Lapas Kelas

II A Denpasar, namun bel�au mas�h tetap

ketergantungan terhadap narkot�ka. Oleh

karena �tu, bel�au menganggap penjatuhan

p�dana penjara terhadap pengguna narkot�ka

adalah kurang tepat. Hal serupa d�ungkapkan

oleh salah satu petugas BNN Prov�ns� Bal�

d� bag�an deput� pemberantasan dalam

wawancara t�dak terstruktur yang penel�t�

lakukan, d�mana bel�au mengh�mbau agar

para pengguna narkot�ka khususnya para

pecandu t�dak d�jatuh� p�dana penjara, akan

tetap� leb�h d�arahkan untuk meng�kut�

program rehab�l�tas�, ba�k �tu rehab�l�tas�

med�s maupun rehab�l�tas� sos�al.

Has�l penel�t�an �n� menunjukkan

bahwa t�dak mudah untuk melakukan

penegakan hukum terhadap pelaku peredaran

gelap narkot�ka d� kalangan narap�dana,

seh�ngga ket�dakmudahan tersebut berujung

pada belum maks�malnya penegakan hukum

yang d�lakukan oleh Polres Badung terhadap

pelaku peredaran gelap narkot�ka d� kalangan

narap�dana. Keterbatasan ruang gerak aparat

penegak hukum khususnya Kepol�s�an yang

d�sebabkan karena dalam pelaksanaannya

Pol�s� harus berhadapan dengan kode

et�k profes� lembaga la�n (Lapas), faktor

keamanan dan keselamatan serta status

13 Wawancara dengan Mantan Pengguna Narkot�ka

Sekal�gus Pas�en Rehab�l�tas� d� BNN Kota Denpasar

(�n�s�al IGACP), tanggal 7 Januar� 2015, pukul 09.00

WIT A, bertempat d� BNN Kota Denpasar.

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 14: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

598

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

narap�dana yang merupakan warga b�naan

Lapas, secara langsung telah menyebabkan

t�dak maks�malnya pelaksanaan penegakan

hukum, ba�k dalam hal penyel�d�kan maupun

peny�d�kan. Sama halnya dengan Lapas yang

merupakan bag�an t�dak terp�sahkan dar�

rangka�an proses penegakan hukum dalam

s�stem perad�lan p�dana, belum mampu secara

maks�mal menjalankan fungs� pemb�naannya

kepada warga b�naan pemasyarakatan

karena terbukt� mas�h banyak narap�dana

yang terl�bat dalam penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkot�ka.

Belum maks�malnya penegakan hukum

terhadap pelaku peredaran gelap narkot�ka d�

kalangan narap�dana menunjukkan penurunan

kemampuan hukum dalam menanggulang�

kejahatan sebaga�mana d�kemukakan oleh

Arb� Sam�t bahwa, penurunan kemampuan

hukum untuk menanggulang� kejahatan

terjad� karena struktur hukum dengan fungs�

hukum t�dak berkembang secara paralel

seh�ngga penegakan hukum cenderung

melemah.14 Terhadap persoalan-persoalan

yang selama �n� menjad� penyebab t�dak

mudahnya pelaksanaan penegakan hukum

oleh Kepol�s�an khususnya dalam hal

penyel�d�kan dan peny�d�kan secara

langsung akan berpengaruh pada efekt�v�tas

hukum karena merujuk pada teor� efekt�v�tas

hukum yang d�ungkapkan oleh Paul dan D�as

yang kemud�an d�sempurnakan kembal�

oleh konsep efekt�v�tas hukum oleh Der�ta

Prapt� Rahayu bahwa, agar suatu hukum �tu

efekt�f dan dapat mencapa� sasarannya maka

beberapa elemen dasar dalam hukum haruslah

berjalan atau berfungs� dengan ba�k. Apab�la

salah satu elemen dasar hukum tersebut

t�dak berfungs� dengan ba�k maka otomat�s

hukum t�dak dapat berlaku secara efekt�f.

Penegakan hukum yang sungguh-sungguh,

t�dak mem�hak, dan fair sebaga� salah

satu elemen dasar yang d�butuhkan dalam

rangka mengefekt�fkan hukum semest�nya

tetap d�gunakan sebaga� dasar oleh

Kepol�s�an dalam menanggulang� peredaran

gelap narkot�ka d� kalangan narap�dana.

Baga�manapun kond�s�nya, penegakan

hukum haruslah tetap d�laksanakan apalag�

j�ka pelakunya adalah seorang narap�dana

yang semest�nya menjalan� pemb�naan

namun justru terl�bat dalam peredaran gelap

narkot�ka. Beg�tu juga dengan Lapas, d�mana

untuk menanggulang� penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkot�ka d� kalangan

narap�dana, Lapas dapat berpart�s�pas� akt�f

dalam hal pelaporan tentang adanya dugaan

narap�dana yang terl�bat meng�ngat adanya

keterbatasan ruang gerak yang d�m�l�k�

oleh Pol�s� dalam melaksanakan penegakan

hukumnya ba�k dalam hal penyel�d�kan

maupun peny�d�kan, atau t�ndakan hukum

la�n yang berka�tan dengan penyel�d�kan dan

peny�d�kan.

Mengacu pada apa yang telah

d�kemukakan oleh Joseph Goldste�n dalam

teor� penegakan hukum p�dana, d�mana

bel�au membag� penegakan hukum p�dana

menjad� t�ga bag�an, ya�tu total enforcement

..full enforcement, dan actual enforcement. Dalam teor�nya bel�au membenarkan

adanya keterbatasan-keterbatasan dalam

penegakan hukum p�dana yang d�sebabkan

oleh beberapa faktor sepert� hukum p�dana

substant�f, hukum acara p�dana (aturan-aturan

penangkapan, penahanan, penggeledahan,

14 Her� Tah�r, 2010, Proses Hukum yang Adil Dalam

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Laksbang, Yogyakarta, hlm.97.

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 15: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

599

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

peny�taan, dan pemer�ksaan pendahuluan),

keterbatasan dalam bentuk waktu, person�l,

alat-alat �nvest�gas�, dana dan sebaga�nya.

Seluruh keterbatasan tersebut secara langsung

akan membatas� ruang gerak aparat penegak

hukum dalam pelaksanaan penegakan

hukum p�dana. J�ka d�ka�tkan dengan

permasalahan penegakan hukum oleh Polres

Badung terhadap pelaku peredaran gelap

narkot�ka d� kalangan narap�dana selama �n�,

maka teor� Joseph Goldste�n relevan untuk

menjawab persoalan mengena� keterbatasan

ruang gerak yang d�alam� oleh Polres Badung

ket�ka d�hadapkan dengan kode et�k profes�

lembaga la�n (Lapas), pos�s� narap�dana d�

dalam Lapas, status narap�dana sebaga� warga

b�naan, kond�s� dan keamanan d� l�ngkungan

narap�dana, serta ketentuan penegakan

hukum (khususnya peny�d�kan) yang harus

d�perhat�kan dalam Pasal 17 UU RI No.

12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,

d� samp�ng keterbatasan dalam bentuk

anggaran dan sarana pendukung. Untuk

memaks�malkan penegakan hukum terhadap

pelaku peredaran gelap narkot�ka d�

kalangan narap�dana maka koord�nas� dan

kerjasama antara Kepol�s�an dengan p�hak

Lapas memang sangat d�butuhkan karena

bag� penel�t� send�r� peran Lapas justru leb�h

besar dalam mengungkap peredaran gelap

narkot�ka yang d�lakukan oleh narap�dana

d� dalam Lapas. Dalam hal �n�, penel�t�

cenderung mel�hat peran Pol�s� leb�h besar

ket�ka mengungkap jar�ngan peredaran

gelap narkot�ka yang d�kendal�kan oleh

narap�dana dar� dalam Lapas yang tentunya

d�peroleh dar� has�l pemer�ksaan yang

mendalam terhadap kur�r-kur�r narkot�ka

yang tertangkap.

Terlepas dar� persoalan besar kec�lnya

peran penegak hukum dalam mengungkap

peredaran gelap narkot�ka d� kalangan

narap�dana, hal yang pent�ng untuk

d�kedepankan adalah baga�mana mencegah

agar narap�dana t�dak terl�bat dalam peredaran

gelap narkot�ka dan baga�mana mencegah

keberadaan narkot�ka d� dalam Lapas.

Penegakan hukum terhadap narap�dana

yang melakukan peredaran gelap narkot�ka

sebenarnya mengandung unsur pencegaha��,

karena dengan d�lakukan penegakan hukum

terhadap para pelaku yang terl�bat dengan

sanks� yang tegas akan member�kan efek

jera dan rasa takut bag� calon-calon pelaku

narap�dana yang la�n. Akan tetap�, penegakan

hukum terhadap narap�dana t�dak saja cukup

untuk menekan atau menghent�kan peredaran

gelap narkot�ka d� kalangan narap�dana,

d�mana penegakan hukum terhadap oknum-

oknum aparat yang terl�bat atau membantu

kelancaran peredaran gelap narkot�ka harus

d�t�ndak dengan tegas sesua� dengan asas

equal�ty before the law. D� samp�ng �tu

pula, upaya penegakan hukum harus juga

d�dukung dengan upaya prevent�f la�nnya

pem�sahan blok antara narap�dana pengedar

dengan pengguna narkoba, dan pengetatan

hak-hak narap�dana. Pengetatan terhadap

hak-hak narap�dana perlu d�lakukan karena

terbukt� mas�h ada beberapa pengunjung

yang bermufakat dengan narap�dana untuk

memasukkan narkot�ka ke dala LAPAS,

serta adanya fakta d�mana narap�dana yang

setelah d�ber�kan pembebasan bersyarat

ternyata melakukan peredaran gelap

narkot�ka d� luar LAPAS. Oleh karena �tu,

segala jen�s upaya penanggulangan terhadap

peredaran gelap narkot�ka d� kalangan

narap�dana harus terus d�opt�malkan dem�

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 16: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

600

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

mengefekt�fkan tujuan pemb�naan serta

memberantas penyalahgunaan dan peradan

gelap narkot�ka d� kalangan narap�dana.

IV. Simpulan dan Saran

4.1. Simpulan

Adapun sebaga� s�mpulan dalam

penel�t�an sebaga� has�l akh�r atas penelusuran

dan kaj�an atau anal�t�s peredaran gelap

narkot�ka yang d�lakukan oleh narap�dana

dar� dalam Lembaga Pemasyarakatan

(LAPAS) dengan mengamb�l obyek

penel�t�an memaka� sampel data penunjang

sebaga� bahan hukum d� LAPAS Klas IIA

Kerobokan Denpasar, dapat d�s�mpulkan 2

(dua hal sepert� ber�kut :

4.1.1 Bahwa Ternyata secara yur�d�s

normat�f teor�t�kal belum terdapat

atau menunjukkan adanya pengaturan

secara substans�al peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang

korelas� dan koord�nas� antara undang-

undang terka�t sepert� KUHAP (UU

No. 8 Tahun 1981) dengan Undang

– Undang Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan khususnya

dalam hal peny�d�k untuk melakukan

peny�d�kan d� dalam LAPAS. Seh�ngga

secara tekn�s peny�d�k akan melakukan

peny�d�kan ke dalam LAPAS sepert�

penggeledahan, penangkapan

mengalam� kesul�tan. Karena secara

yur�d�s formal w�layah atau areal

LAPAS sebaga� tempat (locus delicty)

apab�la narap�dana d�duga melakukan

peredaran narkot�ka atau sebaga�

pengendal� peredaran gelap dar�

dalam LAPAS ke luar LAPAS atau

melakukan d� dalam LAPAS sul�t bag�

peny�d�k melakukan t�ndakan hukum

sesua� kewenangannya. Tampak

bahwa akt�v�tas atau pengendal�an

peredaran gelap narkot�ka dengan para

pelakunya mas�h berstatus narap�dana

atau warga b�naan pemasyarakatan

dengan modus operand� d�lakukan dar�

dalam dan atau keluar LAPAS mas�h

sul�t d�lakukan karena berbaga� faktor

�nternal dan eksternal LAPAS.

4.1.2 Ser�ngnya mas�h terjad� pengendal�an

peredaran gelap narkot�ka dengan

pelakunya mel�batkan narap�dana dar�

dalam dan keluar LAPAS d�ak�batkan

oleh beberapa sebab sepert� :

1) Terbatasnya kuant�tas pegawa�

LAPAS, dalam akt�v�tas

pengawasannya menjad� sangat

terbatas, karena rat�o jumlah

pegawa� LAPAS (S�p�r) dengan

narap�dana yang d�awas�nya t�dak

se�mbang, bahkan jauh meleb�h�

jangkauan rat�o normal, karena

LAPAS penghun� narap�dananya

sudah oper kapas�tas (overload) /

oper capacity. 2) Mas�h ser�ng kedapatan narap�dana

membawa dan memaka� alat

komun�kas� sepert� handhpone

untuk d�paka� berkomun�kas�

keluar LAPAS, seh�ngga mudah

melakukan kontak personal dengan

dun�a luar untuk d�manfaatkan

memb�na dan melakukan jar�ngan

b�sn�s narkot�ka.

3) Longgarnya pengaturan tentang

kunjungan p�hak luar sepert�

kerabat dan keluarga narap�dana

untuk masuk ke dalam LAPAS,

sebaga� peluang p�hak tertentu yang

mas�h berada d� dalam LAPAS

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 17: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

601

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

sebaga� pengendal� jar�ngan

narkot�ka untuk dun�a luar tembok

LAPAS yang seolah-olah bahwa

d� dalam LAPAS aman untuk �tu,

atau terkesan LAPAS ster�l dar�

akt�v�tas peredaran narkot�ka.

4) Mas�h ada beberapa oknum

�nternal pegawa� LAPAS yang

bekerjasama dengan narap�dana

melakukan b�sn�s haram narkot�ka

tersebut karena terg�ur dengan

has�l yang mengg�urkan dengan

keuangan mendapat uang secara

mudah dan dalam jumlah banyak,

d�band�ng penghas�lan gaj� mereka

yang d�perolehnya

5) Mas�h tampak adanya kelemahan

dalam upaya pemberantasan

t�ndak p�dana narkot�ka, d�satu s�s�

ada pengaturan penjatuhan sanks�

berat bad� pengedar narkot�ka, d�

la�n p�hak bag� pemaka� d�kenakan

sanks� yang dem�k�an lemah,

bahkan d�rehab�l�tas�, padahal

pemaka� sebelumnya t�dak tertutup

kemungk�nan sebelumnya mereka

sebaga� pengedar.

4.2. Saran

4.2.1 Agar pengawasan bag� narap�dana oleh

p�hak LAPAS leb�h d�t�ngkatkan dengan

t�dak membolehkan berkomun�kas�

dengan p�hak luar LAPAS serta

men�adakan atau melarang keras ada

fas�l�tas alat komun�kas� d�bawa dan

d�paka� dalam LAPAS oleh narap�dana,

kalau kedapatan pemaka�an alat

komun�kas� teknolog� �nformas� d�ber�

sanks� berat.

4.2.2 Agar kementr�an Departemen Hukum

dan HAM member� sanks� berat bag�

pegawa� LAPAS yang terbukt� turut

serta memfas�l�tas� narap�dana untuk

melakukan akt�v�tas peredaran gelap

narkot�ka d� dalam dan / atau keluar

LAPAS, terleb�h lag� b�la menjal�n

jar�ngan sampa� ke luar neger�.

DAFTAR PUSTAKA

Burhan Asofa, 2001, Metode Penelitian

Hukum, R�neka C�pta, Jakarta

Chawaw�, Adam�, 2011, Pelajaran Hukum Pidana, Bag�an 1, Rajawal� Pers.

Jakarta.

Departemen Pend�d�kan Nas�onal, 2002,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bala�

Pustaka, Jakarta

Had�man, 2005, Pengawasan Serta

Peran Aktif Orang Tua dan Aparat

Dalam Penanggulangan Dari

Penyalahgunaan Narkoba, Badan

Kejaksaan Sos�al Usaha Pemb�naan

Warga Tama (BERSAMA), Jakarta

Makarau Moh. Tauik, dkk, 2003, Tindak

Pidana Narkotika, Ghal�a Indones�a,

Jakarta

Mardan�, 2008, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan

Hukum Pidana Nasional, PT. Raja

Graindo Persada, Jakarta Mulyad�, L�l�k, 2012, Pemidanaan Terhadap

Pengedar dan Pengguna Narkoba,

L�tbang D�klat MARI, Jakarta

Norman M. Garland, 2008, Criminal Law

For The Criminal Justice Professional

MC – Grand – Hill, New York.

R�fa� Achmad, 2014, Narkoba Dibalik Tembok Penjara, Aswaja Press�ndo,

Yogyakarta

Ronny Ham�joyo Sumantr�, 2008, Metode

Penelitian Hukum dan Yurimetri,

Ghal�a Indones�a, Jakarta

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602

Page 18: Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e rk i n i a n t o n n b An e k a K re a s i R e s e p M a s a k a n In d o n

602

Magister Hukum Udayana • September 2015

ISSN 2302-528XJurnal

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Sunarso, S�swanto, 2011, Penegakan Hukum

Psikotrpika Dalam Kajian Sosiologi Hukum. PT. Raja Graindo Persada, Jakarta

Susetyo, Heru, dkk dan Nand� W�dyan� (ed),

2013, Sistem Pembinaan Narapidana Berdasarkan Prinsip Restorative

Justice, BPHN – KEM – HUK – HAM,

RI, Jakarta

UU RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

UU RI No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan

UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepol�s�an

Negara RI

UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkot�ka

PP RI No. 40 Tahun 2013 tentang

Pelaksanaan UU No. 35 Tahun 2009

tentang Narkot�ka

Vol. 4, No. 3 : 588 - 602