Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a...
Transcript of Vol 4, No 3 (2015) · Vol 4, No 3 (2015) t i k e t k e re t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a...
Vol 4, No 3 (2015)
t i k e t k e r e t a t o k o b a g u s b e r i t a b o l a t e r k i n i a n t o n n b A n e k a K r e a s i R e s e p M a s a k a n I n d o n e s i a r e s e p m a s a k a n m e n g h i l a n g k a n j e r a w a t v i l l a d i p u n c a k r e c e p t e n b e r i t a h a r i a n g a m e o n l i n e h p d i j u a l w i n d o w s g a d g e t j u a l c o n s o l e v o u c h e r o n l i n e g o s i p t e r b a r u b e r i t a t e r b a r u w i n d o w s g a d g e t t o k o g a m e c e r i t a h o r o r
Table of Contents
Articles
KATA PENGANTAR PDF
Kata Pengantar
MENGUJI ASAS DROIT DE SUITE DALAM JAMINAN FIDUSIA PDF
I Made Sarjana, Desak Putu Dewi Kasih, I Gusti
Ayu Kartika
PENYELENGGARAAN SISTEM INFORMASI HUKUM
PERUSAHAAN PADA BADAN USAHA BANK DALAM
PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
I Gusti Agung Eka Pertiwi
URGENSI PENYELESAIAN SENGKETA PILKADA OLEH
MAHKAMAH KONSTITUSI
Ida Puspa Jaya Miha
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA MEMPERTAHANKAN JENIS
PIDANA MATI (STUDI KASUS PEMBUNUHAN BERENCANA
DISERTAI MUTILASI KORBAN)
A.A. Sagung Mas Yudiantari Darmadi
Penjabaran Good Corporate Governance (GCG) dalam
Pengadaan Barang dan Jasa pada PLN Bali
Luh Putu Dwi Suarini
URGENSI KEBIJAKAN PIDANA DALAM PEMBERANTASAN
KORUPSI DI INDONESIA
Ketut Maha Agung
INSTRUMEN REKOMENDASI DPRD DALAM
PENYELENGGARAAN KEWENANGAN PERIJINAN OLEH
PEMERINTAH DAERAH
Made Jayantara
ANALISIS INDEPENDENSI ODITUR MILITER DALAM
MELAKSANAKAN FUNGSINYA DI ODITURAT MILITER III-14
DENPASAR DENGAN BERLAKUNYA KEBIJAKAN RENCANA
TUNTUTAN
Misran Wahyudi
KERJASAMA LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM)
KUTA DENGAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI
TINDAK PIDANA PENCURIAN
Ni Komang Ratih Kumala Dewi
PEMBERIAN DANA DESA KEPADA DESA ADAT DI BALI PDF
Ni Putu Wilda Karismawati
PENJABARAN STANDAR INTERNASIONAL TRIMS DAN OECD
DALAM KETENTUAN HUKUM PENANAMAN MODAL
INDONESIA
Ni Ketut Supasti Dharmawan, Putu Tuni Caka
Bawa Landra, Putu Aras Samsithawrati
PENGATURAN PERKAWINAN PADA GELAHANG DALAM AWIG-
AWIG DESA PAKRAMAN
I Ketut Sudantra, Ni Nyoman Sukerti, A.A. Istri
Ari Atu Dewi
KEWAJIBAN PENGUSAHA MENYEDIAKAN ANGKUTAN ANTAR
JEMPUT BAGI PEKERJA/BURUH PEREMPUAN YANG
BERANGKAT DAN PULANG PADA MALAM HARI DI BALI
SAFARI AND MARINE PARK
I Made Udiana, I Ketut Westra, Ni Ketut Sri Utari
PENGENDALIAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA OLEH
NARAPIDANA DARI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(LAPAS)
I Gede Artha, I Wayan Wiryawan
SIKAP MASYARAKAT HUKUM ADAT BALI TERHADAP
PUTUSAN MK NO. 46/PUU-VIII/2010 TERKAIT KEDUDUKAN
ANAK LUAR KAWIN
Ni Nyoman Sukerti, I Gst. Ayu Agung Ariani, I
Ketut Sudantra
DASAR KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN
BADUNG DALAM MEMBERIKAN STANDAR PELAYANAN BAGI
PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN
Anak Agung Istri Ari Atu Dewi
588
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
PENGENDALIAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA OLEH
NARAPIDANA DARI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(LAPAS)1
Oleh :
I Gede Artha ([email protected])2
I Wayan Wiryawan ([email protected])
ABSTRACT Drug smuggling by high and sophisticated operation mode recently was able reach the prisoner which is as society prison status. Law enforcement oficer especially the police in conducted their function as law enforcement to the prisoner that involved in drug smuggling, in disclosure and sttlement their case (investigation step) did not easy because the prisoner was a society in prison encironment. There are two problem in this research : 1. why the conected and correlated of the legal system for drug ? 2. Why the drug smuggling is high operation by the prisoner which is as society prison status and to up from in the prison ? The result of this research show that the law enforcement to the doer drug smuggling by the law enforcer. Should faced ethic code profesion society, there for it was impossible for the law the optimize of law enforcement by law enforcer to the doer of drug smuggling in prisoner society such as intern and extern efforts, where the intern effort include increase the coordination function and cooperation between the law enforcement especially with the prison oficers.
Keywords : Doer of Drug Smuggling, by Prisoner from in the Prison
1 Karya �lm�ah �n� merupakan has�l penel�t�an yang
d�b�aya� dar� dana D�pa BLU Program Stud� Mag�ster
(S2) Ilmu Hukum PPS UNUD dengan SK D�rektur
Nomor 425/UN.14.4/KU/201, telah d�presentas�kan
dalam sem�nar / FGD d� Program Mag�ster (S2) Ilmu
Hukum pada tanggal 20 Nopember 2015. 2 Para penul�s adalah Dosen pada Program Stud�
Mag�ster (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana
UNUD dan Fakultas Hukum UNUD Denpasar – Bal�
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Korban anak bangsa dan generas�
penerus bangsa d� kalangan remaja dan
us�a produkt�f sebaga� ak�bat barang haram
narkot�ka terus berjatuhan. Set�ap har�
d�s�nyal�r memakan korban nyawa manus�a
d� Indones�a rata-rata 50 (l�ma puluh) orang
melayang s�a-s�a. Indones�a saat �n� memang
s�tuas� dan kond�s� negara dalam keadaan
darurat narkot�ka. Pencandu dan pengedar
obat–obatan terlarang dengan berbaga�
jen�snya �tu macam dan golongannya terus
berkembang. Peraturan perundang-undangan
yang ada telah gagal dan kewalahan
menangan� dan mengatas�nya. Peredaran
narkotika dengan beragam kualiikasi seperti sabu-sabu, hero�n, has�sh, koka�n, ekstas�,
morin serta jenis baru dari racikan, marak terjad� peredarannya tanpa memandang
tempat dan waktu.
Modus operand� kejahatannya pun
berkembang dar� waktu ke waktu. Mula� dar�
cara-cara konvens�onal h�ngga berkembang
secara �nkonvens�onal. Dahulunya Indones�a
589
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
hanya sebatas menjad� l�ntasan atau trans�t
antar benua peredaran narkot�ka. Bahkan
k�n� d� t�ap pulau yang ada d� nusantara �n�,
ladang-ladang ganja sebaga� bahan baku
awal narkot�ka bertebaran dengan luas
hektaran d� beberapa lokas� pulau Sumatra.
Pengangkutan lewat darat dar� Sumatera
menuju antar pulau la�n d� Indones�a sepert�
tujuan Jawa ser�ng tertangkap oleh Kepol�s�an
dalam kapas�tas bukan ukuran k�loan bahkan
ton yang d�angkut truck konta�ner.
Kejahatan d� b�dang Narkot�ka dan
obat-obatan terlarang (Narkoba) �n� modus
operand�nya meng�kut� dan memanfaatkan
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknolog� (IPTEK). Perkembangan dan
kemajuan arus global�sas� sepert� �nformas�
dan teknolog� komun�kas� d�manfaatkan
secara maks�mal oleh s�nd�kat atau jar�ngan
maia narkotika ini. Tidak salah label yang d�ber�kan untuk t�pe kejahatan yang luar b�asa
(extra ordinary crime), sebaga� kejahatan
terorgan�sas� (organized crime), kejahatan
terselubung (hidden crime), kejahatan l�ntas
batas negara (transnational crime). Sasaran
dan pelaku �n� tanpa memandang us�a.
Obyek sasaran pemaka�nya merambah pada
masyarakat lap�san orang berdu�t sepert�
pejabat publ�k, mahas�swa, pelajar, art�s,
pengusaha, t�dak terlepas pula kalangan
masyarakat menengah asalkan status sos�al
– ekonom�nya telah mapan.
Suatu fenomena, gejala bahkan
telah menjad� fakta sos�o-yur�d�s yang
mencengangkan, bahwa salah satu modus
yang sul�t d�percaya akal sehat telah
terungkapnya bahwa peredaran gelap
narkot�ka d�kendal�kan dar� bal�k jeruj�
bes� al�as dar� bal�k tembok penjara,
atau sekarang dengan �st�lah Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS). Pengendal�
atau actor �ntelektual�snya notabene adalah
orang status mas�h narap�dana atau warga
b�naan LAPAS. Narap�dana �n� t�dak jarang
bekerjasama dengan petugas LAPAS
atau S�p�r. Narap�dana yang bersangkutan
secara leluasa dapat mengendal�kan b�sn�s
haramnya lewat komun�kas� cangg�h sepert�
handphone (HP), wartel dalam LAPAS,
rad�o khusus. Untuk �tu, dengan komun�kas�
langsung bersama jar�ngan b�sn�s, sepert�
pengedar, pemaka� yang ada d� luar LAPAS
bahkan dengan jar�ngan rekanan yang berada
d� luar neger�.
Beberapa LAPAS besar dan terkenal
yang ada d� Indones�a sepert� Nusa
Kambangan, Rutan Salemba, LAPAS
C�p�nang, LAPAS Pondok Bambu, LAPAS
Kal�sosok Surabaya, LAPAS Semarang dan
LAPAS / RUTAN la�nnya d� Indones�a, tak
terkecual� dan t�dak luput termasuk LAPAS
dan / atau RUTAN Denpasar yang berlokas�
d� Kerobokan – Badung, t�dak luput menjad�
lokas� (locus delicty) peredaran gelap
narkot�ka oleh narap�dana bersama beberapa
s�p�r yang ada d� dalamnya.
Pelaksanaan eksekus� mat� tahap
pertama para pengedar dan jar�ngan s�nd�kat
narkot�ka asal Austral�a yang terkenal dengan
sebutan Bal� N�ne telah d�lakukan pada akh�r
tahun 2014. Penundaan eksekus� mat� tahap
dua yang rencananya d�lakukan awal tahun
2015 h�ngga k�n� mas�h tertunda. Hal tersebut
mem�cu pro dan kontra akan keberadaan
pelaksanana eksekus� mat� tertunda sebaga�
ak�bat salah satunya para terp�dana kembal�
mengajukan upaya hukum luar b�asa berupa
Pen�njauan Kembal� (PK). D�samp�ng
d�s�nyal�r adanya tekanan p�hak negara as�ng
yang warga negaranya termasuk d�dalamnya
590
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
s�ap untuk d�eksekus� mat�, karena Pres�den
telah menolak permohonan gras� dar� para
terp�dana mat� tersebut. Sepert� negara-
negara Austral�a, F�l�p�na, Braz�l�a bersuara
lantang kepada P�hak Indones�a melalu�
saluran d�plomas� Departemen Luar Neger�
mas�ng-mas�ng
Salah satu terp�dana mat� yang
tertunda eksekus�nya yakn� : Fredy
Bud�man, terungkap kembal� bahwa �a
mas�h mengendal�kan b�sn�s peredaran
gelap narkot�ka dar� bal�k LAPAS Nusa
Kambangan, yang mem�l�k� jar�ngan
Internas�onal bahkan �a berkomun�kas�
langsung dengan rekanan b�sn�s gelapnya
yang ada d� Belanda, Jerman dan Pak�stan
(Keterangan langsung Fredy Bud�man
dengan Wartawan Metro TV pada har� Sen�n,
13 Apr�l 2015, Pukul 19.30 W�ta).
Usaha pemer�ntah Indones�a untuk
memberantas penyalahgunaan narkoba �n�
telah menempuh berbaga� bentuk keb�jakan,
ba�k keb�jakan penal maupun keb�jakan non
penal. Keb�jakan hukum p�dana (keb�jakan
penal) mula� dar� pemer�ntah melalu� badan
leg�slat�f telah terulang kal� mengeluarkan
dan merev�s� aturan yang ada d� b�dang
narkot�ka dan ps�kotrop�ka. Sejak tahun
1976 dengan Undang-Undang No. 9 Tahun
1976 tentang Narkot�ka, berlanjut d�adakan
rev�s� atau perubahan UU No. 5 Tahun
1997 tentang Ps�kotrop�ka. Karena UU
sebelumnya d�pandang mas�h gagal dalam
memberantas narkot�ka, maka UU tersebut
d�rev�s� dan d�rubah lag� terakh�r dengan UU
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkot�ka.
Keb�jakan non penal berupa dalam
usaha pemberantasan Narkot�ka pemer�ntah
membentuk lembaga khusus d�t�ngkat
pusat sampa� ke daerah Prov�ns�, Kabupaten
dan Kota. Lembaga tersebut adalah Badan
Narkot�k Nas�onal (BNN), dengan dasar
hukum pembentukannya : Peraturan Pres�den
RI Nomor 23 Tahun 2010 yang d�tetapkan
tanggal 12 Apr�l 2010. Indones�a juga
telah meratiikasi Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkot�ka
dan Ps�kotrop�ka (United Nations Convention Against Ellicit Trafic in Narcotic Drugs and Psychotorpic Substance). Dengan Indones�a
telah meratiikasi konvensi PBB tersebut maka berart� negara k�ta telah mem�l�k�
kom�tment dengan negara-negara la�n d�
dun�a untuk sepakat memerang� bahaya
narkot�ka serta memberantasnya sebaga�
bentuk sol�dar�tas bangsa-bangsa untuk
menyelematkan anak bangsa d� muka bum�
�n�.
Dengan semak�n ser�ng dan maraknya
pengendal�an peredaran gelap narkot�ka oleh
narap�dana dar� bal�k jeruj� bes� atau dar�
dalam LAPAS hamp�r d� seluruh LAPAS
yang ada d� Indones�a, dan pula mel�batkan
bukan saja narap�dana, bahkan d� fas�l�tas�
oleh petugas LAPAS, secara anal�s teor�t�k
menenunjukkan adanya kegagalan sebuah
“sistem” yang ada, dalam hal ini terjadi dis
order d� b�dang penegakan dun�a perad�lan.
S�stem perad�lan p�dana Indones�a terpadu
(Integrated Crminal Justice System) tampak
kecenderungan sebaga� “Criminal Justice
System is not a True System”. Dengan tampak fenomena, gejala, fakta penegakan
hukum, d� b�dang pemberantasan narkot�ka
sepert� terura� d�atas, maka penel�t� tertar�k
melakukan penel�t�an dengan judul
“Pengendal�an Peredaran Gelap Narkot�ka
Oleh Narap�dana Dar� Dalam Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS)”.
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
591
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
1.2. Permasalahan
Dar� paparan latar belakang d�atas,
maka d�saj�kan rumusan permasalahan
sepert� ber�kut :
1. Baga�mana korelas� pengaturan
perundang-undangan p�dana Indones�a
mengena� koord�nas� d�antara peny�d�k
t�ndak p�dana narkot�ka dengan penegak
hukum la�nnya dalam melakukan
fungs�nya untuk memberantas
peredaran gelap narkot�ka ?
2. Kenapa ser�ng terjad� pengendal�an
peredaran gelap narkot�ka d�lakukan
oleh narap�dana dar� dalam Lembaga
Pemasyarakatan ?
II. Metode Penelitian
2.1. Jenis penelitian
Penel�t�an �n� merupakan penel�t�an
hukum normat�f atau l�ngkup �lmu hukum
dogmat�k yang mem�l�k� karakter “su�-
generis” yang ditandaidengan c�r�-c�r� bahwa ; �lmu hukum
yang member�kan suatu, serta mem�l�k�
suatu s�fat emp�r�s-anal�st�s suatu pemaparan
dan anal�s�s tentang �s� (struktur) dar� hukum
yang berlaku bers�fat meng�nterprestas�kan
hukum yang berlaku : melakukan penel�t�an
terhadap hukum yang berlaku, member�kan
model teor�t�s terhadap praktek hukum
2.2. Metode Pendekatan
Pendekatan terhadap permasalahan
dalam penel�t�an �n� akan d�lakukan dengan
3 (t�ga) pendekatan ya�tu pendekatan anal�s�s
konsep hukum (analytical and conceptual
approach), pendekatan perundang-undangan
(statues analytical approach) dan pendekatan
kasus (cases approach)
2.3. Sumber Bahan Hukum
D� dalam jen�s penel�t�an hukum yang
bersifat normatif kualilkasi bahan hukum yang laz�m d�gunakan adalah :
a. Bahan Hukum Pr�mer
1) Norma Dasar Pancas�la
2) Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945
3) Peraturan Perundang-Undangan
b. Bahan Hukum Sekunder
1) Rancangan Peraturan Perundang-
undangan
2) Has�l Karya Ilm�ah para pakar
hukum
c. Bahan Hukum Ters�er
Ya�tu bahan hukum yang member�kan
�nformas� tentang bahan hukum pr�mer
dan sekunder meliputi biograi3.
Dalam penel�t�an �n�, sumber bahan
hukum yang d�pergunakan bersumber dar�
2 (dua) sumber bahan hukum, ya�tu : 1)
sumber bahan hukum pr�mer ; dan sumber
bahan hukum sekunder,
1) Bahan hukum pr�mer d�peroleh dar�
sumber yang men�ngkat (authoritative
source), dalam bentuk peraruran
perundang-undangan yang tcrka�t
dcngan kewenangan penegak hukum
dalam pencegahan dan penanggulangan
t�ndak p�dana Narkot�ka sepert� :
a) Undang-Undang Dasar Negara
Republ�k Indones�a Tahun 1945
b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara
P�dana.
c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkot�ka.
3 Rony Ham�joyo Soemantr�, 1988, Metode Penelitian
Hukum dan Jurimetri, Ghal�a Indones�a, Jakarta,
hlm.11 dan 12.
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
592
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
2) Sumber bahan hukum sekunder
d�peroleh dar� has�l-has�l penel�t�an
kepustakaan atau buku-buku (l�teratur),
jurnal, karya tul�s dalam bentuk art�kel
sepanjang menyangkut kewenangan
penegak hukum dalam pencegahan dan
penanggulangan serta pemberantasan
t�ndak p�dana Narkot�ka.
2.4. Metode Pengumpulan Bahan
Hukum
Dalam metode pengumpulan bahan
hukum dalam penel�t�an hukum normat�f,
ya�tu metode bola salju dan metode
s�stemat�s, maka kedua metode tersebut
juga d�pergunakan dalam penel�t�an �n�.
Metode bola salju d�maksud d�lakukan
dengan cara penelusuran bahan acuan yang
d�pergunakan dalam buku-buku ataupun
has�l penel�t�an yang berka�tan erat dengan
masalah yang d�tel�t� dalam penel�t�an �n�.
Secangkan metode s�stemat�s d�maksud,
adalah dengan mempergunakan sarana bantu
berupa catatan kec�l untuk mempermudah
penelusuran bahan hukum yangd�pcrlukan
dalam penel�t�an �n�. Sumber bahan hukum
sekunder �n� bermanfaat sebaga� :
a. Sebaga� sumber mater��l
b. Untuk men�ngkatkan mutu �nterpretas�
atas hukum pos�t�f yang berlaku dan
c. Untuk mengembangkan hukum
sebaga� nsuatu s�stem normat�f yang
komprehens�f dan tuntas, ba�k dalam
maknanya yang formal maupun dalam
makna yang mater��l4.
2.5. Analisis Bahan Hukum
Dalam menganal�sa penel�t�an
hukum normat�f yang d�anal�s�s bukanlah
data, tetap� bahan hukum yang d�peroleh
melalu� penelusuran dengan metode tersebut
d�atas. D�mana bahan hukum yang berhas�l
d�kumpulkan akan d�lakukan secara deskr�pt�f
- anal�t�s evaluat�f. Jad� dalam hal �n� akan
d�gambarkan secara utuh dalam art�an ura�an
apa adanya terhadap suatu kond�s� atau pos�s�
hukum. Kemud�an tehn�k �n� d�lanjutkan
dengan langkah anal�s�s. Anal�s�s yang
d�kemukakan bers�fat evaluat�f, dalam art�
melakukan evaluas� atau pen�la�an terhadap
norma hukum dalam peraturan perundang-
undangan terka�t tentang narkot�ka dalam
pencegahan dan penanggulangan t�ndak
p�dana Narkot�ka beserta peraturan la�n yang
mendukungnya. D�samp�ng mengevaluas�,
juga melakukan �nterpretas� dalam art�
menafs�rkan norma yang memuat tentang
kewenangan LAPAS dalam pencegahan dan
penanggulangan t�ndak p�dana Narkot�ka.
Tehn�k �nterpretas� yang d�gunakan antara
la�n : �nterpretas� gramat�cal, �nterpretas�
s�st�mat�s dan �nterpretas� kontektual.
Pendekatan kasus berart� mengacu
pada kasus t�ndak p�dana narkot�ka yang
telah mem�l�k� kekuatan hukum tetap
(inkracht van gewijsde) dan terp�dananya
telah d�eksekus� dan d�tempatkan d� dalam
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
III. Hasil dan Pembahasan
31. Data Penanganan Kasus Peredaran
Gelap Narkotika di Kalangan
Narapidana
Peredaran gelap narkot�ka d�
Bal� telah masuk ke dalam tahap yang
mengkhawat�rkan, karena konsumen
4 Burhan Ashofa, 2001, Metode Penelitian Hukum. PT.
R�neka C�pta, Jakarta, hlm.42.
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
593
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
narkot�ka d� Bal� khususnya d� kota-kota
besar mas�h terb�lang t�ngg�, seh�ngga banyak
para pengedar atau bandar narkot�ka yang
berkel�aran untuk memb�sn�skan narkot�ka
dengan harga yang sangat mahal. Dem�
kelancaran b�sn�s narkot�ka tersebut, para
bandar atau pengedar narkot�ka memperluas
jar�ngan dan mengembangkan pola serta
menjar�ng orang-orang baru dar� berbaga�
kalangan dan us�a. Semak�n cangg�hnya
modus-modus s�nd�kat peredaran gelap
narkot�ka menyebabkan semak�n t�ngg�nya
t�ngkat kerawanan peredaran gelap
narkot�ka d� Bal�, karena saat �n� peredaran
gelap narkot�ka sudah menjangkau seluruh
lap�san masyarakat, bahkan jalur peredaran
gelap yang d�gunakan pun telah sampa� pada
t�t�k-t�t�k pelabuhan-pelabuhan t�dak resm�
atau pelabuhan-pelabuhan trad�s�onal yang
notabene t�dak dapat d�jangkau seluruhnya
oleh petugas.
Kasubs� Pelaporan dan Tata Tert�b
Lapas Kelas II A Denpasar (Ibu Sarj�yem)
mengemukakan bahwa, maraknya
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkot�ka d� Bal� d�mula� sejak tahun 1980-
an, d�mana awalnya para pelaku berasal dar�
orang as�ng (WNA) yang pada saat �tu datang
berkunjung ke Bal�. Se�r�ng berjalannya
waktu, kasus-kasus narkot�ka semak�n
berkembang d� masyarakat dan mencapa�
puncaknya pada awal tahun 2000. Mula� saat
�tulah narap�dana kasus narkot�ka semak�n
men�ngkat t�ap tahunnya5. Men�ngkatnya
peredaran gelap narkot�ka d� Bal� d�bukt�kan
dengan munculnya fakta bahwa, Bal� saat
�n� sudah t�dak lag� menjad� tern pat trans�t
peredaran gelap narkot�ka, akan tetap� sudah
menjad� pasar potens�al bag� perdagangan
gelap narkot�ka oleh para s�nd�kat narkot�ka
�nternas�onal Bal� d�anggap sebaga� daerah
strateg�s dan cukup d�kenal d� dun�a sebaga�
salah satu dest�nas� w�sata terba�k d� dun�a,
seh�ngga beberapa anggota s�nd�kat narkot�ka
�nternas�onal ada yang t�nggal d� Bal�. Oleh
karena MIL t�dak mudah untuk mengungkap
jar�ngan peredaran gelap narkot�ka6.
Kasat Reserse Narkoba Polres
Badung (Bapak Bambang I Gede Artha)
dalam wawancaranya menyebutkan bahwa,
t�dak mudah untuk mengungkap jar�ngan
peredaran gelap narkot�ka d� Bal� d�samp�ng
manajemen dan pendanaannya yang sangat
bagus, peredaran gelapnya juga mel�batkan
anggota s�nd�kat narkot�ka �nternas�onal
h�ngga melakukan kejahatan pencuc�an
uang dar� has�l b�sn�s peredaran gelap
narkot�ka tersebut.7 Has�l yang d�peroleh
dar� perdagangan gelap narkot�ka dapat
mencapa� angka m�l�aran h�ngga tr�l�unan
rup�ah, karena harga narkot�ka per gramnya
dapat mencapa� Rp. 3.000.000,00 (t�ga juta
rup�ah), seh�ngga b�sn�s tersebut tentu akan
menar�k m�nat banyak orang, meng�ngat
semak�n men�ngkatnya jumlah perm�ntaan
(demand) akan narkot�ka oleh para pengguna
atau pengkonsums� narkot�ka d� Bal�.
T�ngg�nya jumlah konsums� narkot�ka d� Bal�
menyebabkan para pengedar atau bandar
5 Wawancara dengan Kasubs� Pelaporan dan Tata
Tert�b Lapas Kelas II A Denpasar (Ibu Sarj�yem,
SE), pada tanggal 21 Januar� 2015, pukul 11.00
WITA, bertempat d� Lapas Kelas II A Denpasar.
6 Ma�wa News, 2012, Bali Pasar Potensial Sindikat
Narkoba Internasional, Ser�al Onl�ne 2 Jul� 2012,
tersed�a d� webs�te http://ber�ta.ma�wanews.com/bal�-
pasar-potens�al-s�nd�kat-narkoba �nternas�onal-27083.
html, d�akses pada tanggal 4 Januar� 2015.7 Wawancara dengan Kasat Reserse Narkoba
Polres Badung (Bambang I Gede Artha), tanggal
9 Febmar� 2015, pukul 11.30 WIT A, bertempat
d� ruang Reserse Narkoba Polres Badung.
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
594
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
narkot�ka akan menggunakan berbaga� cara
untuk dapat menyelundupkan narkot�ka,
ba�k melalu� jalur transportas� darat, laut,
dan udara, sepert� penyelundupan melalu�
bandar udara, kapal laut, peng�r�man v�a pos,
v�a t�t�pan k�lat, dan la�n-la�n.
Selanjutnya Kasat Narkoba Polres
Badung (Bapak Bambang I Gede Artha)
mengemukakan bahwa ada beberapa faktor
penyebab men�ngkatnya peredaran gelap
narkot�ka d� Bal� ya�tu :
a. Kemajuan IPTEK, d�mana semak�n
cangg�hnya perkembangan teknolog�
khususnya pada alat-alat komun�kas�
sepert� handphone, menyebabkan
handphone ser�ng d�salahgunakan
sebaga� sarana utama para s�nd�kat
narkot�ka dalam melancarkan
peredaran gelap narkot�ka. Semak�n
cangg�h perkembangan teknolog� maka
semak�n mudah juga para s�nd�kat
narkot�ka sal�ng berkomun�kas� satu
sama la�n h�ngga melampau� batas
negara.
b. Bal� merupakan daerah par�w�sata,
seh�ngga Bal� banyak d�kunjung�
oleh w�satawan ba�k w�satawan lokal
maupun mancanegara. T�dak sed�k�t
kedatangan w�satawan ke Bal� yang
terl�bat dalam kasus peredaran gelap
narkot�ka, d�mana salah satunya
d�bukt�kan dengan adanya w�sawatan
yang ket�ka datang berl�bur d� Bal�,
tertangkap oleh petugas membawa
narkot�ka atau obat-obat berbahaya
la�nnya.
c. Banyaknya akses masuk ke Bal� yang
t�dak semuanya b�sa d�pantau oleh
petugas, khususnya jalur laut sepert�
pelabuhan-pelabuhan trad�s�onal yang
tersebar hamp�r d� seluruh w�layah
Bal�. Pelabuhan-pelabuhan trad�s�onal
d�gunakan sebaga� jalur penyelundupan
narkot�ka karena t�dak semua t�t�k-t�t�k
pelabuhan trad�s�onal d� Bal� berada d�
bawah pengawasan dan pengamanan
petugas. Hal tersebut d�ak�batkan
karena kurangnya personel petugas
untuk melakukan pengamanan d� t�t�k-
t�t�k tersebut dan kurangnya part�s�pas�
masyarakat dalam hal pelaporan atau
pengaduan kepada p�hak yang berwaj�b
terhadap keg�atan yang menyangkut
peredaran gelap narkot�ka.
d. Kesadaran hukum masyarakat Bal�
akan bahaya penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkot�ka mas�h
kurang. Terkadang ada masyarakat yang
sadar dan tahu bahwa penyalahgunaan
dan peredaran narkot�ka d�larang
oleh UU, namun tetap t�dak taat atau
t�dak patuh. D� samp�ng �tu, mas�h
adanya s�fat acuh tak acuh masyarakat
terhadap adanya dugaan t�ndak p�dana
narkot�ka d� sek�tarnya, menyebabkan
mudahnya narkot�ka d�selundupkan ke
Bal�.
e. T�ngg�nya angka pengguna narkot�ka
d� Bal� yang menyebabkan perm�ntaan
akan jumlah narkot�ka juga semak�n
men�ngkat. Oleh karena �tu, peredaran
gelap narkot�ka semak�n sul�t untuk
d�berantas, seh�ngga membutuhkan
peran serta masyarakat khususnya
dalam hal pelaporan terjad�nya
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkot�ka8.
8 Wawancara dengan Kasat Reserse Narkoba Polres
Badung ( AKP Bambang I Gede Artha), tanggal 9
Februar� 2015, pukul 11.30 WIT A, bertempat d�
ruang Reserse Narkoba Polres Badung,
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
595
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Upaya penegakan hukum yang
d�lakukan oleh Polres Badung dalam rangka
memberantas peredaran gelap narkot�ka
mel�put�, pengungkapan dan penyelesa�an
kasus (sampa� d� tahap peny�d�kan) ba�k yang
d�lakukan oleh Warga Negara Indones�a
(WNI) maupun terhadap pelaku yang
berkewarganegaraan as�ng (WNA). Adapun
data pengungkapan dan penyelesa�an kasus
yang d�lakukan oleh Satuan Reserse Narkoba
Polres Badung dalam kurun waktu l�ma
tahun terakh�r (2010 - 2014) dapat d�l�hat
dalam tabel ber�kut �n�:
Tabel Data Pengungkapan
dan Penyelesaian Kasus Narkoba
di Polres Badung Periode 2010 - 2014
Sumber : D�t Reserse Narkoba Polda Bal�
Berdasarkan data d� atas dapat d�jelaskan
bahwa, jumlah pengungkapan kasus narkoba
oleh Reserse Narkoba Polres Badung selama
kurun waktu l�ma tahun terakh�r adalah 214
kasus. Dar� jumlah pengungkapan kasus
tersebut, Reserse Narkoba Polres Badung
berhas�l menyelesa�kan kasus narkoba
sebanyak 174 kasus ya�tu, 60 kasus (tahun
2010), 45 kasus (tahun 2011), 23 kasus
(tahun 2012), 32 kasus (tahun 2013), dan 14
kasus (tahun 2014). Jumlah pengungkapan
kasus pada mas�ng-mas�ng tahun berbeda
dengan jumlah penyelesa�an kasus, d�mana
jumlah penyelesa�an kasus ada yang leb�h
sed�k�t d�band�ngkan dengan jumlah
pengungkapan kasus. Kond�s� tersebut
d�sebabkan karena t�dak cukupnya barang
bukt� dan men�nggalnya tersangka, seh�ngga
penyel�d�kan harus d�hent�kan.
3.2. Modus Pelaku Peredaran Gelap
Narkotika di Kalangan Narapidana
Mencermat� data tentang kasus
peredaran gelap narkot�ka d� kalangan
narap�dana yang telah d�paparkan pada sub
bab sebelumnya, bahwasannya ada beberapa
faktor penyebab keterl�batan narap�dana
dalam peredaran gelap narkot�ka, ba�k
faktor �nternal maupun eksternal. Faktor
�nternal berka�tan dengan masalah sarana
dan prasarana serta pengawasan dan kontrol
petugas d� da�am Lapas �tu send�r�, sedangkan
faktor eksternal yang d�hadap� berka�tan
dengan kecenderungan yang sangat t�ngg�
d�jatuhkannya sanks� penjara/pengurungan
atas pelanggaran hukum seh�ngga ak�bat
dom�nas� penjatuhan p�dana penjara tersebut,
Lapas menjad� overcapacity. Sud�rman
dalam A. Jos�as S�mon mengemukakan
bahwa “mak�n besar jumlah narap�dana
ter�s� penuh sesak dalam Lapas, berperan
men�nskatkan pelanggaran-pelanggaran
aturan dan peny�mpangan terhukum.9
Hamp�r seluruh Lapas dan Rutan d� Bal�
keleb�han daya tampung (over capacity),
seh�ngga perlu segera d�atas� sepert� yang
9 D�d�n Sud�rman, 2007, Reposisi dan Revitalisasi
Pemasyarakatan Dalam Sistim Peradilan Pidana
di Indonesia, Pusat Pengkaj�an dan Pengembangan
Keb�jakan (Pusj�anbang) Departemen Hukum dan
Hak Asas� Manus�a Republ�k Indones�a, h. 205-230,
d�kut�p dar� A. Jos�as S�mon R, 2012, Budaya Penjara: Pemahaman dan Implementasi, Karya Putra Darwat�,
Bandung, hlm.11.
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
NoT�ndakan
Hukum
Jumlah Kasus T�ndak P�dana Narkoba
Tahun 2010 - 2014
2010 2011 2012 2013 2014
1Pengungkapan
Kasus68 45 42 44 15
2Penyelesa�an
Kasus60 45 23 32 14
596
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
d�alam� oleh Lapas Kelas II A Denpasar,
Lapas Kelas II B Tabanan, Lapas Kelas II B
S�ngaraja, Rutan Kelas II B Negara, Rutan
Kelas II B G�anyar, dan Rutan Kelas II B
Klungkung.10
Berdasarkan data yang penel�t� peroleh
dar� D�v�s� Pemasyarakatan Kemenkumham
Kanw�l Bal�, bahwa pada per�ode Januar�
2015 jumlah tahanan dan narap�dana kasus
narkot�ka tert�ngg� berada d� Lapas Kelas II
A Denpasar d� Kerobokan dengan jumlah
439 orang, kemud�an d�susul oleh Rutan
Kelas II B Bangl� dengan jumlah 52 orang,
Lapas Kelas II B Karangasem dengan jumlah
45 orang, Lapas Kelas II B S�ngaraja dengan
jumlah 44 orang, Lapas Kelas II B Tabanan
dengan jumlah 42 orang, Rutan Kelas II B
Klungkung dengan jumlah 34 orang, Rutan
Kelas II B G�anyar dengan jumlah 13 orang,
Rutan Kelas II B Negara dengan jumlah 9
orang, dan Lapas Anak Kelas II B G�anyar d�
Karangasem dengan jumlah 6 orang. T�dak
ada pem�sahan blok bag� narap�dana kasus
t�ndak p�dana narkot�ka dengan narap�dana
kasus la�nnya meng�ngat sebag�an be$ar
Lapas dan Rutan d� Bal� mengalam�
overcapacity. D� samp�ng �tu, belum
d�fungs�kannya Lapas khusus narkot�ka d�
Bangl� h�ngga saat �n�, juga menjad� faktor
t�dak adanya pengkhususan blok human
bag� narap�dana narkot�ka. Upaya untuk
segera mengoperas�kan Lapas khusus bag�
narap�dana narkot�ka d� Bal� mas�h terus
d�lakukan oleh Pemer�ntah, karena kond�s�
Lapas yang dem�k�an justru akan ser�ng
mem�cu terjad�nya berbaga� ker�butan atau
kerusuhan antar narap�dana. D� samp�ng �tu,
ak�bat dar� keleb�han kapas�tas �s�/hun�an
yang menyebabkan t�dak adanya pem�sahan
antara blok pengedar dan pengguna dengan
blok yang la�nnya (t�ndak p�dana umum),
cenderung menjad� pem�cu utama terjad�nya
kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkot�ka.11
Dav�d J. Cooke mengemukakan
bahwa “narap�dana t�dak hanya mengalam�
tekanan d� Lapas sebab mereka juga mungk�n
mempunya� masalah d� luar.12 Dampak
ps�kolog�s ket�ka narap�dana berada d� Lapas
juga menjad� faktor pem�cu terl�batnya
narap�dana dalam kasus peredaran gelap
narkot�ka. Narap�dana yang berada dalam
s�tuas� dem�k�an, akan berusaha mencar�
ketenangan melalu� narkot�ka karena efek
penggunaan narkot�ka d�anggap mampu
member�kan ketenangan dan menjauhkan
seseorang dar� berbaga� macam masalah
dan bag� narap�dana yang sedang berada
dalam kesul�tan ekonom� d� Lapas akan
berusaha mencar� celah untuk melakukan
peredaran gelap narkot�ka, seh�ngga �a
mampu memenuh� kebutuhan h�dupnya dan
keluarganya selama berada d� Lapas karena
sepert� yang telah d�ura�kan sebelumnya
bahwa penghas�lan dar� b�sn�s peredaran
gelap narkot�ka dapat mencapa� angka
m�l�aran h�ngga tr�l�unan rup�ah.
Faktor �nternal la�n penyebab terjad�nya
peredaran gelap narkot�ka d� kalangan
narap�dana juga d�sebabkan oleh kurangnya
10 S�stem Database Pemasyarakatan, 2014, Data Terahhir
Jumlah Penghuni per-UPT Pada Kanwil Bali Periode Desember 2014, tersed�a d� webs�te http://smslap.
d�tjenpas.go.�d, d�akses pada tanggal 8 Januar� 2015.
11 Achmad R�fa�, 2014, Narkoba di Balik Tembok Penjara, Aswaja Press�ndo, Yogyakarta, hlm. 17.
12 Dav�d J. Cooke, dkk, 2008, Meny�ngkap Duma Gelap
Penjara, PT. Gramed�a Pustaka Utama, Jakarta,
hlm.85.
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
597
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
pengawasan dan kontrol oleh petugas Lapas
�tu send�r�. Mas�h d�temukannya penggunaan
alat telekomun�kas� (handphone) d� kalangan
narap�dana akan mempermudah narap�dana
berkomun�kas� dengan orang-orang d� luar
Lapas (kur�r narkot�ka), seh�ngga secara
langsung akan memperlancar peredaran
gelap narkot�ka. Keterl�batan oknum petugas
Lapas juga menjad� pem�cu peredaran gelap
narkot�ka d� kalangan narap�dana, sepert�
kasus yang terjad� pada awal bulan Januar�
2015, d�mana seorang oknum s�p�r Lapas
Kelas II A Denpasar ber�n�s�al JES d�tangkap
oleh satuan Reserse Narkoba Polresta
Denpasar yang d�duga menjual narkot�ka
d� dalam Lapas. Penangkapan tersebut
d�dasarkan atas laporan dar� tersangka WBA
pada har� yang sama member�kan �nformas�
bahwa JES ser�ng mengedarkan narkot�ka d�
sek�tar Lapas Kelas II A Denpasar.
Faktor eksternal penyebab terjad�nya
kasus peredaran gelap narkot�ka d� kalangan
narap�dana d�sebabkan karena mas�h banyak
pengguna narkot�ka yang d�jatuh� p�dana
penjara, seh�ngga narap�dana yang sudah
berada dalam keadaan ketergantungan
sewaktu-wakru akan membutuhkan
narkot�ka. Hal �n�lah yang akan menjad�
pem�cu maraknya penyelundupan narkot�ka
ke dalam Lapas h�ngga terjad� peredaran gelap
narkot�ka. Berkenaan dengan hal tersebut,
salah seorang mantan narap�dana narkot�ka
yang pernah menjalan� p�dana d� Lapas Kelas
II A Denpasar (�n�s�al IGACP) dan saat �n�
menjalan� rehab�l�tas�, mengemukakan
bahwa seorang pengguna atau pecandu
narkot�ka yang d�jatuh� p�dana penjara,
t�dak akan mampu mengembal�kan kond�s�
pengguna narkot�ka kembal� normal, karena
rehab�l�tas� pun t�dak b�sa 100% memul�hkan
keadaan seorang pengguna narkot�ka untuk
t�dak ketergantungan atau menggunakan
narkot�ka lag�.13 Bel�au send�r� sudah
menggunakan banyak jen�s zat narkot�ka
(sepert� hero�n, sabu, ganja, dan �nex) sejak
duduk d� bangku Sekolah Menengah Atas
(SMA) h�ngga tahun 2014 dan pernah dua
kal� menjalan� p�dana penjara d� Lapas Kelas
II A Denpasar, namun bel�au mas�h tetap
ketergantungan terhadap narkot�ka. Oleh
karena �tu, bel�au menganggap penjatuhan
p�dana penjara terhadap pengguna narkot�ka
adalah kurang tepat. Hal serupa d�ungkapkan
oleh salah satu petugas BNN Prov�ns� Bal�
d� bag�an deput� pemberantasan dalam
wawancara t�dak terstruktur yang penel�t�
lakukan, d�mana bel�au mengh�mbau agar
para pengguna narkot�ka khususnya para
pecandu t�dak d�jatuh� p�dana penjara, akan
tetap� leb�h d�arahkan untuk meng�kut�
program rehab�l�tas�, ba�k �tu rehab�l�tas�
med�s maupun rehab�l�tas� sos�al.
Has�l penel�t�an �n� menunjukkan
bahwa t�dak mudah untuk melakukan
penegakan hukum terhadap pelaku peredaran
gelap narkot�ka d� kalangan narap�dana,
seh�ngga ket�dakmudahan tersebut berujung
pada belum maks�malnya penegakan hukum
yang d�lakukan oleh Polres Badung terhadap
pelaku peredaran gelap narkot�ka d� kalangan
narap�dana. Keterbatasan ruang gerak aparat
penegak hukum khususnya Kepol�s�an yang
d�sebabkan karena dalam pelaksanaannya
Pol�s� harus berhadapan dengan kode
et�k profes� lembaga la�n (Lapas), faktor
keamanan dan keselamatan serta status
13 Wawancara dengan Mantan Pengguna Narkot�ka
Sekal�gus Pas�en Rehab�l�tas� d� BNN Kota Denpasar
(�n�s�al IGACP), tanggal 7 Januar� 2015, pukul 09.00
WIT A, bertempat d� BNN Kota Denpasar.
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
598
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
narap�dana yang merupakan warga b�naan
Lapas, secara langsung telah menyebabkan
t�dak maks�malnya pelaksanaan penegakan
hukum, ba�k dalam hal penyel�d�kan maupun
peny�d�kan. Sama halnya dengan Lapas yang
merupakan bag�an t�dak terp�sahkan dar�
rangka�an proses penegakan hukum dalam
s�stem perad�lan p�dana, belum mampu secara
maks�mal menjalankan fungs� pemb�naannya
kepada warga b�naan pemasyarakatan
karena terbukt� mas�h banyak narap�dana
yang terl�bat dalam penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkot�ka.
Belum maks�malnya penegakan hukum
terhadap pelaku peredaran gelap narkot�ka d�
kalangan narap�dana menunjukkan penurunan
kemampuan hukum dalam menanggulang�
kejahatan sebaga�mana d�kemukakan oleh
Arb� Sam�t bahwa, penurunan kemampuan
hukum untuk menanggulang� kejahatan
terjad� karena struktur hukum dengan fungs�
hukum t�dak berkembang secara paralel
seh�ngga penegakan hukum cenderung
melemah.14 Terhadap persoalan-persoalan
yang selama �n� menjad� penyebab t�dak
mudahnya pelaksanaan penegakan hukum
oleh Kepol�s�an khususnya dalam hal
penyel�d�kan dan peny�d�kan secara
langsung akan berpengaruh pada efekt�v�tas
hukum karena merujuk pada teor� efekt�v�tas
hukum yang d�ungkapkan oleh Paul dan D�as
yang kemud�an d�sempurnakan kembal�
oleh konsep efekt�v�tas hukum oleh Der�ta
Prapt� Rahayu bahwa, agar suatu hukum �tu
efekt�f dan dapat mencapa� sasarannya maka
beberapa elemen dasar dalam hukum haruslah
berjalan atau berfungs� dengan ba�k. Apab�la
salah satu elemen dasar hukum tersebut
t�dak berfungs� dengan ba�k maka otomat�s
hukum t�dak dapat berlaku secara efekt�f.
Penegakan hukum yang sungguh-sungguh,
t�dak mem�hak, dan fair sebaga� salah
satu elemen dasar yang d�butuhkan dalam
rangka mengefekt�fkan hukum semest�nya
tetap d�gunakan sebaga� dasar oleh
Kepol�s�an dalam menanggulang� peredaran
gelap narkot�ka d� kalangan narap�dana.
Baga�manapun kond�s�nya, penegakan
hukum haruslah tetap d�laksanakan apalag�
j�ka pelakunya adalah seorang narap�dana
yang semest�nya menjalan� pemb�naan
namun justru terl�bat dalam peredaran gelap
narkot�ka. Beg�tu juga dengan Lapas, d�mana
untuk menanggulang� penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkot�ka d� kalangan
narap�dana, Lapas dapat berpart�s�pas� akt�f
dalam hal pelaporan tentang adanya dugaan
narap�dana yang terl�bat meng�ngat adanya
keterbatasan ruang gerak yang d�m�l�k�
oleh Pol�s� dalam melaksanakan penegakan
hukumnya ba�k dalam hal penyel�d�kan
maupun peny�d�kan, atau t�ndakan hukum
la�n yang berka�tan dengan penyel�d�kan dan
peny�d�kan.
Mengacu pada apa yang telah
d�kemukakan oleh Joseph Goldste�n dalam
teor� penegakan hukum p�dana, d�mana
bel�au membag� penegakan hukum p�dana
menjad� t�ga bag�an, ya�tu total enforcement
..full enforcement, dan actual enforcement. Dalam teor�nya bel�au membenarkan
adanya keterbatasan-keterbatasan dalam
penegakan hukum p�dana yang d�sebabkan
oleh beberapa faktor sepert� hukum p�dana
substant�f, hukum acara p�dana (aturan-aturan
penangkapan, penahanan, penggeledahan,
14 Her� Tah�r, 2010, Proses Hukum yang Adil Dalam
Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Laksbang, Yogyakarta, hlm.97.
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
599
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
peny�taan, dan pemer�ksaan pendahuluan),
keterbatasan dalam bentuk waktu, person�l,
alat-alat �nvest�gas�, dana dan sebaga�nya.
Seluruh keterbatasan tersebut secara langsung
akan membatas� ruang gerak aparat penegak
hukum dalam pelaksanaan penegakan
hukum p�dana. J�ka d�ka�tkan dengan
permasalahan penegakan hukum oleh Polres
Badung terhadap pelaku peredaran gelap
narkot�ka d� kalangan narap�dana selama �n�,
maka teor� Joseph Goldste�n relevan untuk
menjawab persoalan mengena� keterbatasan
ruang gerak yang d�alam� oleh Polres Badung
ket�ka d�hadapkan dengan kode et�k profes�
lembaga la�n (Lapas), pos�s� narap�dana d�
dalam Lapas, status narap�dana sebaga� warga
b�naan, kond�s� dan keamanan d� l�ngkungan
narap�dana, serta ketentuan penegakan
hukum (khususnya peny�d�kan) yang harus
d�perhat�kan dalam Pasal 17 UU RI No.
12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,
d� samp�ng keterbatasan dalam bentuk
anggaran dan sarana pendukung. Untuk
memaks�malkan penegakan hukum terhadap
pelaku peredaran gelap narkot�ka d�
kalangan narap�dana maka koord�nas� dan
kerjasama antara Kepol�s�an dengan p�hak
Lapas memang sangat d�butuhkan karena
bag� penel�t� send�r� peran Lapas justru leb�h
besar dalam mengungkap peredaran gelap
narkot�ka yang d�lakukan oleh narap�dana
d� dalam Lapas. Dalam hal �n�, penel�t�
cenderung mel�hat peran Pol�s� leb�h besar
ket�ka mengungkap jar�ngan peredaran
gelap narkot�ka yang d�kendal�kan oleh
narap�dana dar� dalam Lapas yang tentunya
d�peroleh dar� has�l pemer�ksaan yang
mendalam terhadap kur�r-kur�r narkot�ka
yang tertangkap.
Terlepas dar� persoalan besar kec�lnya
peran penegak hukum dalam mengungkap
peredaran gelap narkot�ka d� kalangan
narap�dana, hal yang pent�ng untuk
d�kedepankan adalah baga�mana mencegah
agar narap�dana t�dak terl�bat dalam peredaran
gelap narkot�ka dan baga�mana mencegah
keberadaan narkot�ka d� dalam Lapas.
Penegakan hukum terhadap narap�dana
yang melakukan peredaran gelap narkot�ka
sebenarnya mengandung unsur pencegaha��,
karena dengan d�lakukan penegakan hukum
terhadap para pelaku yang terl�bat dengan
sanks� yang tegas akan member�kan efek
jera dan rasa takut bag� calon-calon pelaku
narap�dana yang la�n. Akan tetap�, penegakan
hukum terhadap narap�dana t�dak saja cukup
untuk menekan atau menghent�kan peredaran
gelap narkot�ka d� kalangan narap�dana,
d�mana penegakan hukum terhadap oknum-
oknum aparat yang terl�bat atau membantu
kelancaran peredaran gelap narkot�ka harus
d�t�ndak dengan tegas sesua� dengan asas
equal�ty before the law. D� samp�ng �tu
pula, upaya penegakan hukum harus juga
d�dukung dengan upaya prevent�f la�nnya
pem�sahan blok antara narap�dana pengedar
dengan pengguna narkoba, dan pengetatan
hak-hak narap�dana. Pengetatan terhadap
hak-hak narap�dana perlu d�lakukan karena
terbukt� mas�h ada beberapa pengunjung
yang bermufakat dengan narap�dana untuk
memasukkan narkot�ka ke dala LAPAS,
serta adanya fakta d�mana narap�dana yang
setelah d�ber�kan pembebasan bersyarat
ternyata melakukan peredaran gelap
narkot�ka d� luar LAPAS. Oleh karena �tu,
segala jen�s upaya penanggulangan terhadap
peredaran gelap narkot�ka d� kalangan
narap�dana harus terus d�opt�malkan dem�
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
600
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
mengefekt�fkan tujuan pemb�naan serta
memberantas penyalahgunaan dan peradan
gelap narkot�ka d� kalangan narap�dana.
IV. Simpulan dan Saran
4.1. Simpulan
Adapun sebaga� s�mpulan dalam
penel�t�an sebaga� has�l akh�r atas penelusuran
dan kaj�an atau anal�t�s peredaran gelap
narkot�ka yang d�lakukan oleh narap�dana
dar� dalam Lembaga Pemasyarakatan
(LAPAS) dengan mengamb�l obyek
penel�t�an memaka� sampel data penunjang
sebaga� bahan hukum d� LAPAS Klas IIA
Kerobokan Denpasar, dapat d�s�mpulkan 2
(dua hal sepert� ber�kut :
4.1.1 Bahwa Ternyata secara yur�d�s
normat�f teor�t�kal belum terdapat
atau menunjukkan adanya pengaturan
secara substans�al peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang
korelas� dan koord�nas� antara undang-
undang terka�t sepert� KUHAP (UU
No. 8 Tahun 1981) dengan Undang
– Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan khususnya
dalam hal peny�d�k untuk melakukan
peny�d�kan d� dalam LAPAS. Seh�ngga
secara tekn�s peny�d�k akan melakukan
peny�d�kan ke dalam LAPAS sepert�
penggeledahan, penangkapan
mengalam� kesul�tan. Karena secara
yur�d�s formal w�layah atau areal
LAPAS sebaga� tempat (locus delicty)
apab�la narap�dana d�duga melakukan
peredaran narkot�ka atau sebaga�
pengendal� peredaran gelap dar�
dalam LAPAS ke luar LAPAS atau
melakukan d� dalam LAPAS sul�t bag�
peny�d�k melakukan t�ndakan hukum
sesua� kewenangannya. Tampak
bahwa akt�v�tas atau pengendal�an
peredaran gelap narkot�ka dengan para
pelakunya mas�h berstatus narap�dana
atau warga b�naan pemasyarakatan
dengan modus operand� d�lakukan dar�
dalam dan atau keluar LAPAS mas�h
sul�t d�lakukan karena berbaga� faktor
�nternal dan eksternal LAPAS.
4.1.2 Ser�ngnya mas�h terjad� pengendal�an
peredaran gelap narkot�ka dengan
pelakunya mel�batkan narap�dana dar�
dalam dan keluar LAPAS d�ak�batkan
oleh beberapa sebab sepert� :
1) Terbatasnya kuant�tas pegawa�
LAPAS, dalam akt�v�tas
pengawasannya menjad� sangat
terbatas, karena rat�o jumlah
pegawa� LAPAS (S�p�r) dengan
narap�dana yang d�awas�nya t�dak
se�mbang, bahkan jauh meleb�h�
jangkauan rat�o normal, karena
LAPAS penghun� narap�dananya
sudah oper kapas�tas (overload) /
oper capacity. 2) Mas�h ser�ng kedapatan narap�dana
membawa dan memaka� alat
komun�kas� sepert� handhpone
untuk d�paka� berkomun�kas�
keluar LAPAS, seh�ngga mudah
melakukan kontak personal dengan
dun�a luar untuk d�manfaatkan
memb�na dan melakukan jar�ngan
b�sn�s narkot�ka.
3) Longgarnya pengaturan tentang
kunjungan p�hak luar sepert�
kerabat dan keluarga narap�dana
untuk masuk ke dalam LAPAS,
sebaga� peluang p�hak tertentu yang
mas�h berada d� dalam LAPAS
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
601
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
sebaga� pengendal� jar�ngan
narkot�ka untuk dun�a luar tembok
LAPAS yang seolah-olah bahwa
d� dalam LAPAS aman untuk �tu,
atau terkesan LAPAS ster�l dar�
akt�v�tas peredaran narkot�ka.
4) Mas�h ada beberapa oknum
�nternal pegawa� LAPAS yang
bekerjasama dengan narap�dana
melakukan b�sn�s haram narkot�ka
tersebut karena terg�ur dengan
has�l yang mengg�urkan dengan
keuangan mendapat uang secara
mudah dan dalam jumlah banyak,
d�band�ng penghas�lan gaj� mereka
yang d�perolehnya
5) Mas�h tampak adanya kelemahan
dalam upaya pemberantasan
t�ndak p�dana narkot�ka, d�satu s�s�
ada pengaturan penjatuhan sanks�
berat bad� pengedar narkot�ka, d�
la�n p�hak bag� pemaka� d�kenakan
sanks� yang dem�k�an lemah,
bahkan d�rehab�l�tas�, padahal
pemaka� sebelumnya t�dak tertutup
kemungk�nan sebelumnya mereka
sebaga� pengedar.
4.2. Saran
4.2.1 Agar pengawasan bag� narap�dana oleh
p�hak LAPAS leb�h d�t�ngkatkan dengan
t�dak membolehkan berkomun�kas�
dengan p�hak luar LAPAS serta
men�adakan atau melarang keras ada
fas�l�tas alat komun�kas� d�bawa dan
d�paka� dalam LAPAS oleh narap�dana,
kalau kedapatan pemaka�an alat
komun�kas� teknolog� �nformas� d�ber�
sanks� berat.
4.2.2 Agar kementr�an Departemen Hukum
dan HAM member� sanks� berat bag�
pegawa� LAPAS yang terbukt� turut
serta memfas�l�tas� narap�dana untuk
melakukan akt�v�tas peredaran gelap
narkot�ka d� dalam dan / atau keluar
LAPAS, terleb�h lag� b�la menjal�n
jar�ngan sampa� ke luar neger�.
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Asofa, 2001, Metode Penelitian
Hukum, R�neka C�pta, Jakarta
Chawaw�, Adam�, 2011, Pelajaran Hukum Pidana, Bag�an 1, Rajawal� Pers.
Jakarta.
Departemen Pend�d�kan Nas�onal, 2002,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bala�
Pustaka, Jakarta
Had�man, 2005, Pengawasan Serta
Peran Aktif Orang Tua dan Aparat
Dalam Penanggulangan Dari
Penyalahgunaan Narkoba, Badan
Kejaksaan Sos�al Usaha Pemb�naan
Warga Tama (BERSAMA), Jakarta
Makarau Moh. Tauik, dkk, 2003, Tindak
Pidana Narkotika, Ghal�a Indones�a,
Jakarta
Mardan�, 2008, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Pidana Nasional, PT. Raja
Graindo Persada, Jakarta Mulyad�, L�l�k, 2012, Pemidanaan Terhadap
Pengedar dan Pengguna Narkoba,
L�tbang D�klat MARI, Jakarta
Norman M. Garland, 2008, Criminal Law
For The Criminal Justice Professional
MC – Grand – Hill, New York.
R�fa� Achmad, 2014, Narkoba Dibalik Tembok Penjara, Aswaja Press�ndo,
Yogyakarta
Ronny Ham�joyo Sumantr�, 2008, Metode
Penelitian Hukum dan Yurimetri,
Ghal�a Indones�a, Jakarta
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602
602
Magister Hukum Udayana • September 2015
ISSN 2302-528XJurnal
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Sunarso, S�swanto, 2011, Penegakan Hukum
Psikotrpika Dalam Kajian Sosiologi Hukum. PT. Raja Graindo Persada, Jakarta
Susetyo, Heru, dkk dan Nand� W�dyan� (ed),
2013, Sistem Pembinaan Narapidana Berdasarkan Prinsip Restorative
Justice, BPHN – KEM – HUK – HAM,
RI, Jakarta
UU RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
UU RI No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepol�s�an
Negara RI
UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkot�ka
PP RI No. 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan UU No. 35 Tahun 2009
tentang Narkot�ka
Vol. 4, No. 3 : 588 - 602