UPAYA PERBAIKAN FUNGSI HIDROLOGIS PADA SUB DAS BATU ... fileBATU BESAUNG GUNA MENGANTISIPASI BANJIR...

14
UPAYA PERBAIKAN FUNGSI HIDROLOGIS PADA SUB DAS BATU BESAUNG GUNA MENGANTISIPASI BANJIR DI KOTA SAMARINDA Marlon Ivanhoe Aipassa 1 dan Sariyanto Karno 2 1 Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Fahutan Unmul, Samarinda. 2 Kementerian PU Balai Wilayah Sungai Kalimantan III Kaltim, Samarinda ABSTRACT. Hydrological Functions Improvement on Batu Besaung Catchment Area to Anticipate Flood in Samarinda City. The aims of the study were to calculate the design peak flood discharge for 50-years time period to determine the capacity of the river in order to accommodate the flood discharge and its development plans and planning for flood prevention efforts of the Batu Besaung Catchment area as well. Several small-tributaries contribute water flow to the Batu Besaung river. The distribution network of the rivers and its tributaries show a pattern of river network with a dendritic pattern and also form of the water catchment area is somewhat rounded elongated like pear fruit that has the characteristics of the river water runoff is relatively faster than the upstream toward the downstream. Results of the study were as follows: the length of the Batu Besaung river was 4.6 km, covers an area of 588 hectares of catchment, hydraulic gradian was 2.826%, normal hydrolic capacity was 6.99 m 3 /second and the maximum flood discharge was 275 m 3 /second (for over 50 years) with a rating curve between water level to the magnitude of the flood discharge (peak flood) occurred after 3 hours of rain and then flood discharge becomes normal gradually. Based on the results of this studies, it is absolutely necessary to do normalization of rivers and prepare a retention ponds, if the land clearing (for mining, housing, other landuse activities) is intensively continued on this area. Moreover, it is needed to store for a while the water during flood while very large in quantity, in order not to inundate local people housing and estates around the banks of Batu Besaung river and the surrounding community as well. Location of retention ponds require further planning by considering topography, availability of land and other factors. Land clearing in Batu Besaung Catchment area can only be done if the retention pond is properly built with sufficient capacity. Kata kunci: kapasitas hidrolika, debit banjir puncak, daerah aliran sungai Dinamika perubahan penggunaan dan pembukaan lahan di wilayah Kota Samarinda sangatlah tinggi sejalan dengan meningkatnya perkembangan yang pesat di segala sektor. Kawasan-kawasan yang berpotensi untuk difungsikan sebagai kawasan lindung banyak mengalami perubahan di beberapa tempat, baik di daerah perbukitan maupun di daerah resapan air sebagai penampung air alami. Kegiatan lain yang juga berpengaruh tehadap fungsi hidrologis adalah pertambangan batubara. Tidak mustahil bahwa masalah banjir menjadi topik hangat yang sering dibicarakan seiring juga dengan tingginya curah hujan yang diakibatkan adanya berbagai bentuk perubahan tata guna lahan yang berimplikasi pada bermunculan beberapa genangan baru dan banjir pada kawasan perkotaan bahkan jalan raya yang pada akhirnya perlu disiapkan solusi terbaik. 25

Transcript of UPAYA PERBAIKAN FUNGSI HIDROLOGIS PADA SUB DAS BATU ... fileBATU BESAUNG GUNA MENGANTISIPASI BANJIR...

UPAYA PERBAIKAN FUNGSI HIDROLOGIS PADA SUB DAS BATU BESAUNG GUNA MENGANTISIPASI BANJIR DI

KOTA SAMARINDA

Marlon Ivanhoe Aipassa1 dan Sariyanto Karno

2

1Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Fahutan Unmul, Samarinda.

2Kementerian PU Balai

Wilayah Sungai Kalimantan III Kaltim, Samarinda

ABSTRACT. Hydrological Functions Improvement on Batu Besaung

Catchment Area to Anticipate Flood in Samarinda City. The aims of the study

were to calculate the design peak flood discharge for 50-years time period to

determine the capacity of the river in order to accommodate the flood discharge and

its development plans and planning for flood prevention efforts of the Batu Besaung

Catchment area as well. Several small-tributaries contribute water flow to the Batu

Besaung river. The distribution network of the rivers and its tributaries show a

pattern of river network with a dendritic pattern and also form of the water catchment

area is somewhat rounded elongated like pear fruit that has the characteristics of the

river water runoff is relatively faster than the upstream toward the downstream.

Results of the study were as follows: the length of the Batu Besaung river was 4.6

km, covers an area of 588 hectares of catchment, hydraulic gradian was 2.826%,

normal hydrolic capacity was 6.99 m3/second and the maximum flood discharge was

275 m3/second (for over 50 years) with a rating curve between water level to the

magnitude of the flood discharge (peak flood) occurred after 3 hours of rain and then

flood discharge becomes normal gradually. Based on the results of this studies, it is

absolutely necessary to do normalization of rivers and prepare a retention ponds, if

the land clearing (for mining, housing, other landuse activities) is intensively

continued on this area. Moreover, it is needed to store for a while the water during

flood while very large in quantity, in order not to inundate local people housing and

estates around the banks of Batu Besaung river and the surrounding community as

well. Location of retention ponds require further planning by considering

topography, availability of land and other factors. Land clearing in Batu Besaung

Catchment area can only be done if the retention pond is properly built with

sufficient capacity.

Kata kunci: kapasitas hidrolika, debit banjir puncak, daerah aliran sungai

Dinamika perubahan penggunaan dan pembukaan lahan di wilayah Kota

Samarinda sangatlah tinggi sejalan dengan meningkatnya perkembangan yang pesat di

segala sektor. Kawasan-kawasan yang berpotensi untuk difungsikan sebagai kawasan

lindung banyak mengalami perubahan di beberapa tempat, baik di daerah perbukitan

maupun di daerah resapan air sebagai penampung air alami. Kegiatan lain yang juga

berpengaruh tehadap fungsi hidrologis adalah pertambangan batubara. Tidak mustahil

bahwa masalah banjir menjadi topik hangat yang sering dibicarakan seiring juga dengan

tingginya curah hujan yang diakibatkan adanya berbagai bentuk perubahan tata guna

lahan yang berimplikasi pada bermunculan beberapa genangan baru dan banjir pada

kawasan perkotaan bahkan jalan raya yang pada akhirnya perlu disiapkan solusi terbaik.

25

26 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012

Fenomena terjadinya banjir yang merupakan suatu bencana yang sering terjadi

pada beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Kota Samarinda dipengaruhi

oleh adanya kontribusi aliran permukaan (surface run-off) yang relatif besar dan laju

tanah yang tererosi sebagai sumber pendangkalan alur sungai (Aipassa dan

Tandirogang, 2010). Hal ini juga diperburuk oleh pembukaan lahan bervegetasi rapat,

kegiatan pertambangan batu bara yang tidak berwawasan lingkungan, pembukaan lahan

untuk pemukiman dan sebagainya.

Banjir terjadi pada saat turun hujan deras dengan intensitas relatif tinggi bersamaan

dengan terjadinya arus balik (back water) dari pasang surut air laut. Selain itu secara

simultan juga terjadi karena pengaruh kondisi fisiografi atau topografi yang relatif

berbukit-bukit dan adanya perluasan lahan terbuka pada Sub DAS Batu Besaung.

Sementara kapasitas tampung saluran-saluran sungai dan anak sungai serta kawasan-

kawasan tampungan air yang terdapat pada Sub DAS ini sudah tidak mampu lagi

menerima dan menampung limpasan air hujan tersebut.

Program pengendalian banjir Kota Samarinda sejauh ini sedang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Samarinda, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur maupun dari

Pemerintah Pusat. Sasaran yang hendak dicapai dari program tersebut adalah cukup

jelas untuk mengendalian banjir kota Samarinda dengan tujuan untuk mengamankan

hasil-hasil pembangunan dari bahaya banjir.

Kawasan Sub DAS Batu Besaung merupakan kawasan pembangunan, sehingga

dampak aktivitas tersebut tentu perlu diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap

kemungkinan kejadian bencana banjir dan laju erosi tanah, sehingga hal inilah yang

melatarbelakangi peneliti untuk melakukan kajian terhadap kondisi hidrologi pada Sub

DAS Batu Besaung karena merupakan satuan unit bentang lahan (landscape) yang di

dalamnya terdapat suatu ekosistem yang cukup komplek (Aipassa dan Tandirogang,

2010).

Dalam perencanaan pengendalian banjir suatu kota, hal yang perlu mendapat

perhatian secara khusus adalah upaya pengendalian banjir, baik sebagai akibat dari

perubahan tataguna lahan, masalah drainase, pembebasan lahan untuk menanggulangi

banjir, meluasnya wilayah permukiman dikawasan daerah Aliran Sungai (DAS) dan

daerah terbuka hijau serta akibat menurunnya kapasitas pengaliran sungai-sungai yang

berfungsi sebagai saluran, agar terwujud suatu lingkungan yang bebas dari banjir

(Aipassa dan Tandirogang, 2010). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan

permasalahannya sebagai berikut:

1. Berapa debit rancangan puncak banjir untuk kala ulang 2, 5, 25, 50 dan 100 tahun di

Sub DAS Batu Besaung?

2. Bagaimana bentuk rating curve hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya

debit yang diakibatkan oleh penambahan debit banjir dari limpasan air hujan?

3. Berapa besar kapasitas sungai dalam rangka menampung debit banjir rencana dan

perkembangannya?

4. Bagaimana penggunaan lahan di kawasan Sub DAS Batu Besaung sebagai upaya

penanggulangan banjir dan mempertahankan daerah resapan air ?

5. Kawasan mana yang berpotensi rawan banjir di daerah Sub DAS Batu Besaung?

Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 27

Tujuan penelitian ini adalah menghitung debit rancangan puncak banjir untuk kala

ulang 2, 5, 25, 50 dan 100 tahun di Sub DAS Batu Besaung; mengetahui bentuk rating

curve hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya debit yang diakibatkan oleh

penambahan debit banjir dari limpasan air hujan; mengetahui besar kapasitas sungai

dalam rangka menampung debit banjir rencana dan perkembangannya;

mengidentifikasi sistem penggunaan lahan pada Sub DAS Batu Besaung sebagai upaya

penanggulangan banjir dan mempertahankan daerah resapan air; mengetahui kawasan

mana saja yang berpotensi rawan banjir pada Sub DAS Batu Besaung.

METODE PENELITIAN

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian ini adalah Sub DAS Batu Besaung

Kelurahan Sempaja Utara, Kota Samarinda (Gambar 1). Penelitian dilakukan pada

bulan Januari sampai April 2011.

Data hidrologi dalam hal ini berupa data curah hujan, di mana dalam studi ini

dipakai data curah hujan dari stasiun pencatat curah hujan Bandara Temindung

(BMKG). Distribusi hujan harian rata-rata di Stasiun Pencatat Hujan Temindung yang

tercatat mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2011 (20 tahun).

Pendekatan yang digunakan adalah dengan cara analisis data hidrologi sebagai

salah satu metode yang dipakai dalam menganalisis curah hujan rancangan antara lain

Distribusi Gumbel dan Log Person Type III. Dalam perencanaan pengendalian banjir

analisis hidrologi merupakan salah satu tahapan yang mendasari analisis-analisis yang

lain (Hadisusanto, 2010).

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang

diperoleh dengan pengambilan data secara langsung di lapangan. Data ini berupa foto-

foto dokumentasi lokasi penelitian dan pengukuran dimensi sungai serta saluran

ekisting atau secara langsung di lapangan. Data sekunder yaitu data yang telah ada,

yang diambil dari instansi-instansi terkait.

Teknik pengumpulan data primer terdiri dari: melakukan observasi dan survei

identifikasi penyebab banjir, kondisi daerah genangan dan penyebabnya; melakukan

pengukuran langsung kondisi dimensi Sub DAS Batu Besaung; melakukan survei dan

inventarisasi bagaimana kondisi daerah resapan di daerah Sub DAS Batu Besaung dan

melakukan survei identifikasi kondisi daerah studi/lahan, pemanfaatan dan potensinya

dan sebagainya.

Data sekunder terdiri dari: data curah hujan selama 20 tahun yaitu dari tahun 1992

sampai 2011, dari Stasiun Bandara Temindung ( Badan Meteorologi, Klimatologi dan

Geofisika Kota Samarinda); Peta topografi/rupa bumi dari Badan Koordinasi Survei

dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Bogor di Bappeda Kota Samarinda; Rencana

Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang berupa peta tata guna lahan Kota Samarinda

dari Bappeda Provinsi Kalimantan Timur; Rencana Umum Tata Ruang Wilayah

(RTRW) yang berupa peta acuan dalam pemanfaatan ruang sehingga perkembangan

sosial ekonomi dapat berjalan secara efisien dan efektif dengan mempertahankan

kualitas lingkungan dari Bappeda Provinsi Kalimantan Timur dan data kependudukan

(monografi) di daerah Sub DAS Batu Besaung (Kelurahan Sempaja Utara) tahun 2011.

28 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012

Gambar 1. Lokasi Sub DAS Batu Besaung

LEGENDA

:

1

BATAS DAS

KETINGGIAN KONTUR

SUNGAI

ANAK SUNGAI

JALAN KOLEKTOR

JALAN PENGHUBUNG

JALAN SETAPAK

ARAH ALIRAN SUNGAI

GARIS KONTUR

Sub DAS Batu Besaung

Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 29

Data dianalisis dengan cara: mengindentifikasi kondisi biogefisik, meliputi

penutupan lahan atau pola penggunaan lahan, topografi, geologi, jenis tanah dan

hidrologi pola jaringan sungai serta kondisi iklim dari Sub DAS Batu Besaung;

mengkaji konfigurasi lapangan pada Sub DAS Batu Besaung untuk menentukan

kawasan-kawasan yang relatif rendah atau paling rendah, sehingga pada kawasan-

kawasan yang relatif rendah ini dapat digunakan untuk menopang keperluan analisis

kawasan-kawasan yang rawan banjir; memprediksi dan menganalisis parameter-

parameter laju erosi tanah dan untuk menunjukkan nilai degradasi lahan yang dapat

menyebabkan terjadinya banjir pada Sub DAS Batu Besaung, selanjutnya parameter-

parameter debit limpasan air maksimum dan debit banjir rancangan untuk menentukan

nilai degradasi keseimbangan tata air yang dapat menunjukkan tingkat kerawanan

banjir pada Sub DAS Batu Besaung; menghitung tingkat koefisien limpasan

permukaan, debit limpasan air sungai maksimum dan debit banjir rancangan;

menentukan kawasan berpotensi rawan banjir pada Sub DAS Batu Besaung

(Soewarno,1991; Anonim, 1991; Hadisusanto, 2010).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Batas Sub DAS Batu Besaung

Sub DAS Batu Besaung secara administratif pemerintahan termasuk wilayah

Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara dengan batas-batas wilayah

Sub-sub DAS sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai

Kartanegara, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Lempake, sebelah selatan

berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kelurahan Air Putih, sebelah

barat berbatasan dengan Kelurahan Sempaja Selatan.

Kondisi Topografi

Secara umum kondisi tofografi Sub Daerah Aliran Sungai Batu Besaung

didominasi oleh daerah perbukitan bergelombang dan dataran. Daerah perbukitan

bergelombang umumnya berupa rangkaian beberapa kelompok perbukitan sedang

hingga tinggi, yang mana posisi masing-masing rangkaian perbukitan tersebut relatif

hampir sejajar dengan arah timur laut–barat daya. Ditinjau dari kenampakan bentang

alamnya, secara umum wilayah Sub Das Batu Besaung merupakan kawasan perbukitan

bergelombang lemah hingga sedang dengan ketinggian 25–100 m dpl.

Kondisi Geologi

Kondisi geologi Sub Daerah Aliran Sungai Batu Besaung terdiri dari singkapan

batuan lapuk muda dan batuan lapuk tua, batuan lapuk muda tersusun oleh litologi batu

pasir dengan perselingan batu lempung, sedangkan batuan lapuk tua berupa tanah

merah yang merupakan hasil pelapukan batuan lapuk muda. Batuan-batuan tersebut

merupakan hasil dari pelapukan batuan Formasi Balikpapan dan Formasi Pulau Balang.

(Anonim, 2009).

30 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012

Kondisi Hidrologi

Lokasi studi adalah Desa Batu Besaung dan Desa Bayur yang merupakan wilayah

terdekat dari rencana lokasi penambangan batu bara PT Insani Bara Perkasa tepatnya

pada pit blok Bayur dan terletak di Sub DAS Batu Besaung. Sungai Batu Besaung

adalah penyumbang utama aliran dan bermuara di Sungai Karang Mumus. Dalam peta

hidrologi Desa Batu Besaung dan Desa Bayur termasuk dalam Sub DAS Batu Besaung.

Sub DAS Batu Besaung memiliki luas 588 ha (5,88 km2), panjangnya kurang lebih

4,60 km berada di Kelurahan Sempaja Utara Kecamatan Samarinda Utara yang luasnya

4.533 ha (453,3 km2). Beberapa anak sungai berukuran kecil menyumbang air ke dalam

Sungai Batu Besaung.

Bila melihat kondisi dengan jaringan sungai-sungai pada Sub DAS Batu Besaung

dapat diperoleh gambaran pola sebaran jaringan sungai beserta anak-anak sungainya

menunjukkan pola jaringan sungai dengan pola pencabangan pohon (dendritic pattern).

Karakteristik pola ini adalah gerakan limpasan air sungainya relatif cepat dari bagian

hulu menuju ke hilir atau muara sungai. Kondisi hidrologi di wilayah studi ini selain

bercirikan percabangan pohon (dendritic pattern), juga bentuk daerah tangkapan airnya

(DTA) agak bulat memanjang seperti buah pear yang memiliki karakteristik limpasan

air sungai yang relatif cepat.

Kondisi Penutupan Vegetasi

Jenis penutupan vegetasi sebagian besar lahan Sub DAS Batu Besaung ini

sebagian besar adalah hutan.

Penutupan lahan di sekitar Desa Batu Besaung umumnya didominasi oleh hutan

dengan pohon dan semak belukar,

juga terdapat perkebunan dan

persawahan penduduk setempat

yang berukuran sedang. Jenis

penutupan vegetasi sebagian besar

didominasi oleh hutan sekunder,

tanaman perkebunan, ladang dan

kebun buah-buahan milik

masyarakat setempat. Selain juga

dijumpai hamparan semak belukar

dan alang-alang. Kondisi ekisting

Sub DAS Batu Besaung bagian hulu

seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kondisi Lahan Ekisting Sub DAS Batu Besaung

Bagian Hulu

Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Sub DAS Batu Besaung mencakup hampir satu kecamatan, yaitu Kecamatan

Samarinda Utara. Jumlah penduduk yang mendiami Sub DAS ini berjumlah 12.636

Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 31

jiwa. Dibandingkan dengan luas wilayahnya, kepadatan penduduk di wilayah ini

tergolong sangat padat, karena lebih dari 500 jiwa/km2, bahkan sepuluh kali lipat lebih.

Luas DAS dan Debit Banjir

Berdasarkan hasil perhitungan luas Sub DAS Batu Besaung dengan menggunakan

metode analisis sistem sumbu koordinat X dan Y atau perhitungan statistik diperoleh

hasil perhitungan sebagai berikut:

1. Luas DAS 588 ha atau 5,88 km2.

2. Sungai terpanjang dari bagian hulu sampai bagian hilir adalah 4.600 m atau 4,60 km.

3. Kemiringan dasar sungai (gradian hidrolik) 2,826% dengan waktu inlet 0,142 jam,

waktu konsentrasi (tc) 0,99 jam.

4. Intensitas curah hujan 39,504 mm/jam.

5. Debit buangan air hujan berdasarkan peta pemanfaatan lahan 6,780 m3/detik.

6. Debit air buangan penduduk 10,829 m3/detik.

7. Debit air buangan penduduk untuk kala ulang 50 tahun 7,122 m3/detik dengan

perkiraan jumlah penduduk sekitar 119.653 jiwa.

Bila melihat kondisi dengan jaringan Sub DAS Batu Besaung dapat diperoleh

gambaran pola sebaran jaringan sungai beserta anak-anak sungainya menunjukkan pola

jaringan sungai dengan pola pencabangan pohon (dendritic pattern). Karakteristik pola

ini gerakan limpasan air sungainya relatif cepat dari bagian hulu menuju ke hilir atau

muara sungai dan berdasarkan perhitungan DAS normal hanya dapat menampung 6,559

m3/detik, sedangkan debit air buangan penduduk untuk kala ulang 50 tahun 7,122

m3/detik; dengan perkiraan jumlah penduduk sekitar 119.653 jiwa, maka kondisi Sub

DAS tidak mampu menampung dan pasti akan terjadi limpasan dan banjir. Maka

berkaitan dengan hal tersebut perlu pengkajian potensi alamiah Sub DAS dalam

mereduksi banjir dan juga potensi pengendalian banjir dengan cara struktural dan non

struktural.

Gambar 3. Grafik HSS Nakayasu Periode Kala Ulang 50 Tahun Sub DAS Batu Besaung

32 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012

Perhitungan debit banjir rancangan pada Sub DAS Batu Besaung dilakukan dengan

menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu seperti pada Gambar

3.

Kondisi pada Sub DAS Batu Besaung ini hampir sama dengan DAS Karang Asam

Besar untuk rancangan debit banjir kala ulang 50 tahun sebesar 250,014 m3/detik (Tabel

1), perlu segera dilakukan upaya normalisasi sungai untuk memperlancar aliran sungai

yang terjadi penyempitan dan pengkajian kondisi topografi pembuang alur sungai baru

(pembuatan kanal) jaringan pengendali banjir yang memotong sungai ke daerah hilir

yang kondisi topografinya rendah untuk memindahkan debit banjir ke sungai-sungai

yang mampu menampung debit banjir atau pembuatan embung dan bendungan dalam

penanganan banjir jangka panjang.

Tabel 1. Hasil Rancangan Debit Banjir Per Kala Ulang Sub DAS Batu Besaung

No Kala ulang

(tahun)

Debit banjir

rancangan (m3/detik)

Debit kondisi sungai normal

(m3/detik)

1 2 108,069 6,999

2 5 193,656 6,999

3 25 234,781 6,999

4 50 250,014 6,999

5 100 265,880 6,999

Kajian Banjir pada Sub DAS Batu Besaung

Kajian banjir dilakukan dengan menggunakan kala ulang 50 tahun, dengan alasan

pengambilan kala ulang 50 tahun adalah sesuai umur rencana bangunan dan mencegah

terjadinya pemborosan dalam mendimensikan perencanaan normalisasi sungai dan

konstruksi lainnya, karena dikhawatirkan normalisasi dan biaya terlalu besar jika

memakai kala ulang lebih dari 50 tahun dan akan terlalu kecil jika menggunakan kala

ulang di bawah 50 tahun.

Kajian banjir dilakukan dengan meninjau kondisi lahan sebelum dibuka dan

sesudah dibuka untuk tambang batu bara, pemukiman, perumahan, industri dan

sebagainya. Hal ini diperlukan untuk melihat seberapa besar dampak peningkatan

volume banjir akibat pembukaan lahan dan untuk keperluan penannggulangan banjir.

Pada lokasi RT 28 Batu Besaung Kelurahan Sempaja Utara Kecamatan Samarinda

Utara, sebelum lahan dibuka, debit puncak kala ulang 50 tahun mencapai 63,75

m3/detik. Jika keseluruhan lahan dibuka maka debit puncak mencapai 94,43 m

3/detik.

Terjadi peningkatan debit banjir sebesar 0,03 m3/detik setiap terjadi pembukaan lahan

seluas 1 ha.

Puncak banjir akan terjadi 3 jam setelah hujan turun. Kapasitas hidrolis sungai

yang hanya sebesar 6,999 m3/detik (Tabel 1) tidak akan mampu mengalirkan

keseluruhan debit banjir. Total volume air yang akan melimpas keluar dari sungai dan

menggenangi daerah sekitar adalah 418.110 m3. Enam jam setelah hujan turun, debit

banjir berada di bawah kapasitas hidrolis sungai sehingga genangan banjir perlahan

mulai masuk ke dalam sungai.

Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 33

Tinjauan banjir dilanjutkan dengan menganalisis kondisi banjir setelah terjadi

pembukaan lahan. Jika seluruh lahan dibuka maka debit puncak menjadi 94,43 m3/detik

dan total volume air yang tidak mampu dialirkan oleh sungai Batu Besaung meningkat

menjadi 1.569.178 m3. Terjadi peningkatan volume genangan banjir sebesar 1.569.178

– 1.160.000 = 409,18 m3.

Hasil Penentuan Kerawanan Banjir Sub DAS Batu Besaung

Kondisi kerawanan banjir di daerah penelitian berdasarkan tujuan penelitian

diklasifikasikan menjadi lima kelas kerawanan banjir, yaitu sangat rawan, rawan, cukup

rawan dan tidak rawan. Kelas rawan merupakan kelas yang terluas, yaitu dengan luas

sebesar 4,10 km2

atau sekitar 69,72% dari luas daerah penelitian secara keseluruhan,

kemudian disusul berturut-turut cukup rawan dengan luas 1,70 km2 atau sekitar 28,92%,

sangat rawan dengan luas 0,08 km2

atau sekitar 1,36%, sedangkan kelas tidak rawan

tidak terdapat di daerah penelitian. Kondisi ekisiting Sub DAS Batu Besaung pada saat

banjir ditampilkan pada Gambar 4 dan rincian kerawanan banjir ditampilkan pada

Tabel 2.

Gambar 4. Kondisi Pemukiman pada Sub DAS Batu

Besaung Saat Banjir

Tabel 2. Tingkat Kerawanan Banjir di

Sub DAS Batu Besaung

No. Tingkat kerawanan

banjir

Luas

(km2) (%)

1 Sangat rawan 0,08 1,36

1 Rawan 4,10 69,72

2 Cukup rawan 1,70 28,92

3 Agak rawan 0,00 0,00

4 Tidak rawan 0,00 0,00

Jumlah 5,88 100,00

Upaya Penanganan

Sebagai upaya untuk menangani masalah air banjir tersebut, maka saran-saran dan

masukan yang dapat diajukan kepada pemerintah serta pemangku kepentingan sebagai

upaya penanganan banjir pada Sub DAS Batu Besaung yang harus segera

ditindaklanjuti agar bencana banjir di daerah tersebut tidak meluas adalah:

1. Segera melakukan upaya pembenahan alur Sub DAS Batu Besaung untuk

memperlancar aliran air di daerah ini. Pembenahan dapat dilakukan dengan

normalisasi alur dan penguatan tebing sungai dengan penurapan (parapet).

Alternatif parapet ini memang cukup mahal namun untuk lokasi yang padat

penduduk dan sempitnya lahan konstruksi seperti pada Sub DAS tersebut akan

lebih efektif.

34 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012

2. Segera melakukan upaya kajian potensi alamiah DAS dalam mereduksi banjir dan

juga potensi pengendalian banjir dengan cara struktural dan non struktural di Sub

DAS Batu Besaung.

3. Diupayakan peningkatan saluran drainase yaitu menambah kapasitas saluran dan

pembenahan dinding saluran, pemeliharan saluran yang telah dipenuhi sedimen

juga harus dilaksanakan untuk mengembalikan tingkat fungsional saluran drainase.

4. Lokasi rawan terutama di daerah tengah Sub DAS Batu Besaung sangat berperan

dalam mereduksi banjir yang turun ke daerah hilir. Rawa kedua tempat ini cukup

luas, sehingga akan sangat efektif sebagai lokasi retarding basin Sungai Batu

Besaung. Saat ini lokasi ini sebagian telah diperuntukan bagi permukiman

penduduk, sangat disayangkan bila perumahan di sini dalam konstruksinya

dilakukan penimbunan dengan menimbun tanah, karena timbunan tanah ini akan

mengurangi volume dari rawa yang berdampak pada mengecilnya daya reduksi

banjir oleh rawa kawasan ini.

5. Diperlukan penegakan hukum sesuai peraturan tentang sempadan sungai guna

mengelola Sub DAS Batu Besaung yang sudah terlanjur kumuh.

6. Pengelolaan daerah penguasaan sungai harus dilakukan secara sinergi oleh seluruh

instansi terkait dengan melibatkan masyarakat.

7. Sosialisasi peraturan pada masyarakat agar masyarakat paham akan fungsi sungai

termasuk bantarannya.

8. Pemerintah Kota Samarinda dan Instansi Teknis di antaranya Dinas Bina Marga

dan Pengairan Kota Samarinda, Dinas Pengembangan Pemukiman Kota Samarinda,

Badan Lingkungan Hidup, Dinas DKP dan Instansi Teknis lainnya yang sangat

berperan penting dalam hal penanganan banjir di Kota Samarinda hendaknya perlu

melakukan penyuluhan, mengajak peran serta masyarakat untuk tidak membuang

sampah pada saluran dan sungai serta agar tidak menutup saluran-saluran tersier

(yang lebih kecil). Sebaliknya diperlukan kesadaran masyarakat untuk berperan

serta menjaga dan memperbaiki sungai, agar saluran sungai dapat berfungsi dengan

benar.

9. Perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan bagi pengembang pemukiman agar

mematuhi tata guna lahan atau rencana tata ruang kota yang telah dibuat oleh

Pemerintah Kota Samarinda, terutama dalam rangka melindungi daerah resapan

tampungan air.

10. Koordinasi antar instansi sangat penting dalam menunjang keberhasilan

penanganan masalah banjir ini. Oleh karena itu semua instansi pemerintah maupun

swasta yang mempunyai andil besar dalam penetapan konsep sistem drainase dan

alirannya sehubungan dengan perencanaan pengembangan kawasan pemukiman

dan perkotaan yang telah didesain sebagaimana dapat dilihat dalam Rencana Detail

Tata Ruang Kota (RDTRK) Samarinda 2011-2020 perlu dilibatkan dalam semua

kegiatan perencanaan alur drainase ini, kalau perlu duduk satu meja untuk merevisi

kembali RTRW dan RDTRK yang dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga dan

Pengairan Kota Samarinda.

11. Ketiga aspek dalam Propeda Kota Samarinda yaitu aspek teknik, ekonomi dan

sosial dapat dituangkan dalam suatu tindakan nyata yakni land-banking (bank

tanah) yang diharapkan dapat diwujudkan oleh Pemerintah Daerah dan Urban

Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 35

Renewal (peremajaan pemukiman rumah). Data yang ada dalam land banking dapat

digunakan untuk pelaksanaan land consolidation, sedang Urban Renewal dalam

pelaksanaanya memerlukan land consolidation.

12. Dalam menetapkan kawasan konsolidasi tanah, Walikota Samarinda harus mengacu

kepada Rencana Tata Ruang Kota dan Properda/Repeta yang sudah disahkan oleh

DPRD Kota Samarinda, baik secara langsung maupun melalui land consolidation

harus dapat menjadi dasar dalam pelaksanaan pengendalian dan penanggulangan

banjir secara terpadu dimulai dari perencanaan dari daerah hulu sampai hilir. Di

samping dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan lainnya seperti

permukiman kumuh, sampah, distribusi lahan yang tidak merata, tidak teraturnya

tata ruang dan sebagainya.

13. Membentuk satuan pengamanan dan pengawasan pembangunan untuk

mengamankan, mengawasi dan menerbitkan pembangunan banguan termasuk

pembangunan di kawasan-kawasan khusus seperti pengamanan sempadan sungai

dan alur air lainya (drainase) dan kawasan-kawasan jalur hijau.

14. Dalam mengajukan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) pemohon juga sebaiknya

diwajibkan melengkapi gambarnya dengan desain saluran drainase di areal tanah

yang akan dibangun dan orientasi arah buangan ke saluran kota dan dilengkapi juga

dengan rencana pengembangan selanjutnya.

15. Perijinan lainnya yang berhubungan dengan pembukaan lahan, seperti pembukaan

lahan untuk penyiapan areal perumahan dan galian C harus dilengkapi dengan

dokumen lingkungan dan rencana detail existing dan rencana termasuk di dalamnya

rencana sistem drainase baik untuk air hujan maupun sedimentasi yang semuanya

diorientasikan untuk ramah lingkungan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan kajian hidrologi didapat panjang Sub DAS Batu Besaung 4,6 km, luas

588 ha, gradian hidrolik 2,826%, debit Sub DAS normal 6,999 m3/dtk (kapasitas

hidrolis) dan debit banjir maksimum 275 m3/dtk (kala ulang berdasarkan umur rencana

bangunan 50 tahun) dengan rating curve antara tinggi muka air dengan besarnya debit

banjir (puncak banjir) terjadi pada jam ketiga atau terjadi puncak banjir setelah 3 jam

turun hujan kemudian berangsur-angsur normal debit banjirnya.

Kelas kerawanan banjir rawan merupakan kelas yang terluas sebesar 4,106 km2

atau sekitar 69,72% dari luas daerah penelitian secara keseluruhan, kemudian disusul

berturut-turut cukup rawan dengan luas 1,70 km2

(28,92%), sangat rawan 0,08 km2

(1,36%), sedangkan kelas tidak rawan tidak terdapat di daerah penelitian. Kelas sangat

rawan secara keseluruhan, terdapat di tengah wilayah tersebut dan berada di daerah

sekitar kanan-kiri Sub DAS Batu Besaung. Kondisi kerawanan banjir sangat rawan

tersebut memiliki karakteristik satuan lahan berupa relief yang datar, drainase

permukaan dan infiltrasi tanah jelek dan sebagian sedang serta penggunaan lahan

berupa permukiman, sawah dan kebun campuran dengan curah hujan 2.500–3.000

mm/th hingga curah hujan >3.000 mm/th. Lokasi sangat rawan ini sebagian besar di

36 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012

Kelurahan Sempaja Utara khususnya berada pada ruas jalan Padat Karya, Kawasan RT

28 di sekitar permukiman warga, di kawasan SDN 039 Jl Solong Durian, kawasan

Lokalisasi WTS, Bayur dan Kawasan Betapus.

Berdasarkan hasil kajian tersebut jika pembukaan lahan terus dilakukan, maka

sangat mutlak harus dilakukan normalisasi sungai dan diperlukan kolam retensi guna

menampung sementara volume genangan banjir yang sangat besar agar tidak

menggenangi rumah dan perkebunan penduduk di sekitar bantaran Sub DAS Batu

Besaung serta masyarakat sekitarnya.

Letak kolam retensi memerlukan perencanaan lebih lanjut dengan

mempertimbangkan topografi, ketersediaan lahan dan jenis tanah dasar. Pembukaan

lahan di Sub DAS Batu Besaung hanya bisa dilakukan jika kolam retensi dibangun

dengan kapasitas yang memadai. Sub DAS Batu Besaung adalah bagian dari DAS

Karang Mumus, maka pembukaan lahan di lokasi ini sangatlah berisiko mengingat

Sungai Karang Mumus yang sudah tidak mampu menampung debit banjir kala ulang 1

tahun sekalipun dan sesegera mungkin melakukan rehabilitasi lahan yang terdegradasi

akibat kegiatan pertambangan, baik dengan menggunakan metode vegetatif (penanaman

legum cover crop, fast growing spesies dan long life spesies) maupun mekanis/teknik

sipil (manipulasi bidang kemiringan/terasering, pembangunan saluran air/drainase,

pembangunan drop structure).

Saran

Upaya pengendalian banjir pada studi ini adalah berupa kajian hidologi, merupakan

salah satu acuan untuk menentukan kajian teknis untuk mengetahui kondisi DAS perlu

kajian potensi alamiah DAS dalam mereduksi banjir dan juga potensi pengendalian

banjir dengan cara struktural dan non struktural di Sub DAS Batu Besaung. Masih

banyak alternatif-alternatif lain yang bisa diterapkan seperti pembuatan long storage

atau retarding basin yang dikombinasi dengan rumah pompa pada bagian outletnya.

Bisa juga dengan pembuatan saluran pengendali banjir (flood way), hutan rawa buatan,

pembuatan sumur resapan dan masih banyak alternatif-alternatif lain yang perlu dikaji

sendiri. Sosialisasi peraturan tentang pengelolaan sungai kepada instansi terkait dan

masyarakat agar mendapatkan pemahaman yang sama, menumbuhkan rasa kepedulian

masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan sungai, antara lain dengan

membentuk kelompok masyarakat peduli sungai, ketegasan pemerintah dalam

menegakan peraturan perundangan.

Dalam rangka mewujudkan suatu pengendalian banjir secara menyeluruh, perlu

dukungan semua pihak agar perencanaan pengendalian banjir dapat berfungsi secara

efektif dan efisien serta penyediaan anggaran yang memadai untuk pengelolaan sungai.

DAFTAR PUSTAKA

Aipassa, I.M. dan T. Tandirogang. 2010. Kajian Hidrologi dan Hidrolika Sub DAS Batu

Besaung, PT Insani Baraperkasa, Samarinda.

Anonim. 1991. SNI Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka. Departemen

Pekerjaan Umum, Yayasan LPMP, Bandung

Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 37

Anonim. 2009. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Kegiatan Peningkatan Produksi Batu

Bara PT Insani Bara Perkasa, Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan

Timur. Hadisusanto, N. 2010. Aplikasi Hidrologi. Jogja Mediautama.

Soewarno.1991. Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Penerbit Nova.

Bandung.