UPAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42010...UPAYA...
Transcript of UPAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42010...UPAYA...
UPAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISSION ON
HUMAN RIGHT (AICHR) ATAS PELANGGARAN HAM
TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR 2012-2015
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Rikh Rezza Saudia
1112113000114
PROGAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2017 M
1.
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
I]PAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISSION ON
HTJMAN RIGHT (AICHR) DALAM MENANGANI PELANGGARAN
HAM TERIIADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
TAIIUN 20t2-2015
Merupakan karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UrN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti jika karya saya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di universitas Islam Negeri (urN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
20r6
2.
J.
Rikh Rezza Saudia
PERSETUJUAI\ PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Riltr Rezza Saudia
NIM : lLLZl130001 14
Program Studi : Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
I]PAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISSION ON HUMAN
RIGHT (AICHR) ATAS PELANGGARAN HAM TERIIADAP ETNIS
ROHINGYA DI MYANMAR 2OI2.2OI5
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 21 Desember 2016
Mengetahui,
m
Menyetujui,
Pembimbing,
[. Adian Firnas
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
UPAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISSION ON HUMAN RIGHT
(AICHR) ATAS PELANGGARAN HAM TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI
MYANMAR 2012-2015
oleh:
Rikh Rezza Saudia
1112113000114
Telah di pertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Of$ Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal2T
Januari 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Intemasional.
Sekretaris,
Dosen Penguji II,
F*'h.Inserid Galuh Mustikawati. MHSPS
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 27 J antalj, 20 17 .
IV
Dosen Penguji I,
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis tentang Upaya Asean Intergovernmental Commission
On Human Right (AICHR) dalam menangani pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) yang terjadi terhadap etnis Rohingya di Myanmar pada tahun 2012-
2015.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hukum dan kinerja dari
AICHR sebagai lembaga HAM di Asia Tenggara dalam menangani atau merespon
krisis kemanusiaan yang terjadi.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memberikan
jawaban dengan mendeskripsikan fakta-fakta terkait dengan pelanggaran HAM yang
terjadi di Myanmar serta penyelesaian yang AICHR coba untuk lakukan. Kerangka
teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep Hak Asasi Manusia, konsep
Organisasi Internasional dan konsep Diplomasi.
Peneliti menemukan bahwa adanya prinsip non-intervensi yang dimiliki oleh
ASEAN atau AICHR pada khususnya memang telah membatasi ruangnya untuk
menyelesaikan krisis kemanusiaan. Namun AICHR telah melakukan upaya dalam
pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar melalui cara diplomasi.
Kata Kunci : AICHR, Myanmar, Hak Asasi Manusia, Pelanggaran HAM, Etnis
Rohingya, Organisasi Internasional.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil„alamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala rahmat dan anugerah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Asean Intergovernmental
Commission On Human Right (AICHR) atas Pelanggaran HAM Terhadap Etnis
Rohingya Di Myanmar 2012-2015”. Shalawat dan salam selalu tercurah untuk
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar sarjana pada
program studi Hubungan Internasional. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini
tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang
sangat berarti bagi penulis. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga penulis, teutama orangtua penulis Agus W dan Nur Barlian tercinta
yang selalu melimpahkan kasih sayangnya, yang selalu sabar dan tak henti-
hentinya memberikan dukungan baik moril maupun materil. Serta adik-adik
penulis Laila Arifin Badar, Fairuz Humaira Badar dan Nizar El Farisi yang
terus mendorong penulis untuk secepatnya menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak M. Adian Firnas, M.Si. selaku ketua Prodi Hubungan Internasional dan
juga pembimbing penulis yang telah bersedia meluangkan waktu dan
fikirannya untuk membimbing dalam menyusun seminar proposal hingga
vii
skripsi ini. Terimakasih atas kesediaan, kesabaran serta ilmu yang telah
diberikan kepada penulis.
3. Jajaran Dosen Program Hubungan Internasional yang telah memberikan ilmu
yang sangat bermanfaat. Semoga ilmu yang diberikan dapat menjadi amal
jariyah di akhirat nanti Amin.
4. Sahabat-sahabat penulis Annisa Fachriyah,Nurul Minchah, Ratna Widya Laili
Nurul Isnaini, Chesa Helsin Qiswian, Saras Aprinita, Sarah Nor Anwar,
Dzikri Nur Habibi, Arrijal Rachman, Hasymi Romadhony, Guntomo Raharjo,
serta teman-teman Prodi Hubungan Internasional angkatan 2012 terimakasih
untuk doa, bimbingan, motivasi dan bantuannya baik secara moril maupun
materil selama ini.
5. Sahabat-sahabat penulis alumni PMDG Faizah Mutazayyinah, Nilam Nurfita,
Maria Ulfa, Ariska Kusuma, Sherly Martha, Suzan Melani, Selvia Dyah.
Terimakasih atas doa dan dukungan dalam keadaan apapun.
6. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga segala dukungan, doa, dan bantuan kalian mendapat imbalan dari
Allah SWT dan menjadi amal kebaikan.
Jakarta, 21 Desember 2016
Rikh Rezza Saudia
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ............................................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 8
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 9
E. Kerangka Teoritis ................................................................................ 14
1. Konsep Hak Asasi Manusia .................................................... 14
2. Konsep Organisasi Internasional.............................................. 17
3. Konsep Diplomasi .................................................................... 19
F. Metode Penelitian ................................................................................ 23
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 24
BAB II KRISIS KEMANUSIAAN ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
A. Sejarah Etnis Rohingya ....................................................................... 26
1. Negara Bagian Arakan dan Awal Mula Kedatangan Islam .... 26
2. Keberadaan Etnis Rohingya .................................................... 30
3. Konflik Rohingya .................................................................... 32
B. Pelanggaran HAM Terhadap Etnis Rohingya ..................................... 36
1. Kebijakan Diskriminatif Terhadap Etnis Rohingya ................ 36
BAB III AICHR SEBAGAI ORGANISASI HAM ASEAN
A.Association of Southeast Asian Nations dan Hak Asasi Manusia di Asia
Tenggara ................................................................................................... 43
1. Sejarah Perkembangan HAM di ASEAN ............................... 43
2. Mekanisme HAM ASEAN ..................................................... 46
ix
B. ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights sebagai Lembaga
Hak Asasi Manusia Regional ................................................................... 49
1. Tujuan, Mandat dan Fungsi .................................................... 49
2. Perkembangan AICHR ........................................................... 56
3. Respon AICHR terhadap Pelanggaran HAM dibeberapa negara
anggota ASEAN ..................................................................... 58
BAB IV ANALISA UPAYA AICHR DALAM MENANGANI PELANGGARAN
HAM TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR TAHUN 2012-2015
A.Prinsip Non Intervensi dan Keterbatasan Mandat ............................... 66
B. Retreat Forum dan Silent Diplomacy ................................................. 70
1. Indonesia ................................................................................. 76
2. Malaysia .................................................................................. 80
3. Thailand .................................................................................. 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................xiii
LAMPIRAN ................................................................................................. xix
x
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
Gambar II.A.1. Peta Wilayah Arakan ................................................................... 26
Gambar IV.B.1. Arus Migrasi Rohingya ................................................................ 73
xi
DAFTAR SINGKATAN
ACMW : ASEAN Commission on Migrant Worker
ACWC : ASEAN Commission on Women and Children
AICHR : ASEAN Intergovernmental Commission on Human Right
AMM : ASEAN Foreign Ministers Meeting
ASEAN : Association of Southeast Asian Nation
CPR : Committee of Permanent Representative
CSR : Corporate Social Responsibility
HAM : Hak Asasi Manusia
IDP : Internally Displaced Persons
JHRD : Jakarta Human Rights Dialogue
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
RNDP : Rakhine Nationalities Development Party
SEAHUM : Southeast Asia Humanitarian Committee
ToR : Terms of Reference
UDHR : Universal Declaration of Human Right
UPR : Universal Periodic Review
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Wawancara Ibu Yuyun Wahyuningrum Team Leader at Regional
EU – ASEAN Dialogue Instrument (READI) Human Right Facility,
Senior Advisor on ASEAN and Human Right at the Indonesia’s
NGO Coalition for International Human Right Advocacy / HRWG
..................................................................................................... xx
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Myanmar merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan
juga anggota dari Association of Southeast Asian Nation (ASEAN). Negara ini
memiliki luas wilayah 261.000 mil2 di Burma dan 20.000 mil
2 di Arakan.
Myanmar merupakan penyatuan dari wilayah Burma dan Arakan yang diduduki
oleh kerajaan Islam Arakan yang datang pada tahun 1430 M melalui
perdagangan namun setelahnya raja Buddha dari suku Birma mengekspansi
wilayah Arakan tersebut kedalam kekuasaannya pada tahun 1784 M dan
dijadikan kaum muslim Arakan sebagai etnis minoritas.1
Negara ini menampung kurang lebih 50 juta orang yang 15% nya adalah
penduduk minoritas etnis Muslim Rohingya di Arakan.2 Penduduk mayoritas
yang juga memiliki kasta di negara ini sendiri adalah etnis Birma atau Rakhine
yang mana mereka adalah umat Buddha. Etnis Birma terus menerus
mengintimidasi keberadaan umat muslim, dan dapat dikatakan ini merupakan
awal terjadinya diskriminasi atau pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar
untuk etnis Rohingya.
1Arakan Bagian Terpisah dari Myanmar, diakses dari
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2015/06/18/72368/dulu-arakan-bagian-terpisah-
dari-myanmar.html, pada 10/12/2015 2Sejarah Umat Islam Rohingya di Myanmar, diakses dari http://kisahmuslim.com/sejarah-umat-
islam-rohingya-di-myanmar/, pada 27/10/2015
2
Myanmar sebagai wilayah persemakmuran Inggris pada 1948
mendapatkan kemerdekaan sepenuhnya. Inggris memberikan hak bagi setiap
etnis agar dapat memperoleh kemerdekaannya, namun Birma sebagai etnis
mayoritas mendiskriminasi etnis Rohingnya sebagai satu-satunya etnis yang tak
diundang dalam proses penandatanganan Perjanjian Penyatuan Myanmar pada
September 1947 di negara bagian Shan. Dan berlanjut pada masa junta militer
(1962-2010) warga Rohingya diusir dari Arakan dan terlebih terdapat Undang
Undang Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 yang isinya bertujuan untuk
menghilangkan status kewarganegaraan Rohingya di Myanmar.3
Kebijakan yang ada dalam negara ini seringkali berpihak pada kaum
mayoritas, dan muslim Rohingnya mendapatkan diskriminasi baik oleh kaum
Buddha maupun oleh negara. Warga Myanmar menganggap Rohingya sebagai
pemukim ilegal, sehingga sering menyebabkan terjadinya ketegangan antara
etnis di Myanmar. Ketegangan-ketegangan yang ada diperparah dengan adanya
pemerkosaan dan dibunuhnya seorang gadis Rakhine, Ma Thida Htwe pada 28
Mei 2012 yang terduga dilakukan oleh tiga pemuda Rohingya.4 Hal ini membuat
etnis Rakhine melakukan aksi kekerasan kepada muslim Rohingya, penyerangan
terhadap bus yang ditumpangi oleh muslim Rohingya yang menewaskan 10
orang. Dan banyak warga Rohingya di Myanmar melarikan diri ke negara lain
untuk menghindari konflik yang berlanjut.
3Akar Masalah Rohingya Ada di Myanmar, diakses dari http://www.voa-islam.com/read/pers-
rilis/2015/05/18/37038/akar-masalah-rohingya-ada-di-myanmar/#sthash.ohN7nOqN.dpbs, pada
27/10/2015 4Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar, diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106632&val=2274, pada 03/10/2016
3
Konflik yang terjadi antara dua etnis pada tahun 2012 mengakibatkan 77
orang meninggal, 109 orang luka, 5 ribu rumah rusak atau terbakar, 17 masjid
rusak, 15 tempat ibadah agama budha rusak.5 Rumah-rumah warga Rohingya
dibakar dan tidak ada tindakan yang dilakukan para aparat keamanan yang
bertugas untuk mengamankan situasi di Arakan. Banyak persepsi menyatakan
bahwa persoalan yang ada di Myanmar terkait etnis ataupun agama. Namun hal
ini juga dikatakan tak terlepas dari masalah komunal yang didasari oleh
kemiskinan antara keduanya yang mengakibatkan masyarakat Rohingya dan
Rakhine saling berselisih untuk bertahan hidup.
Pemerintahan Myanmar dianggap melanggar HAM terkait konflik yang
terjadi, seperti pembiaran terhadap aksi kekerasan, pembunuhan, upaya
deportasi, dan pemindahan secara paksa yang hingga saat ini belum
selesai. Dan terlebih terjadinya pencabutan kartu identitas penduduk yang
dikenal dengan kartu putih yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar pada etnis
Rohingya pada Maret 20156, sehingga status kewarganegaraan Rohingnya pun
tidak jelas, pemerintah Myanmar tidak mengakui kependudukan etnis Rohingya
hingga saat ini.7
Rezim militer Myanmar sangat dipengaruhi oleh Buddha sebagai agama
mayoritasnya, tokoh agama Buddha pun di negara Myanmar sangat
5SBY: Tak Ada genosida di Myanmar, diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/internasional/tragedi-rohingya/12/08/04/m88osu-sby-tak-ada-
genosida-di-myanmar pada 10/10/2015 6Mengapa Orang-orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar?, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/05/150522_dunia_myanmar_exodus, pada 28/10/2015 7Akar Masalah Rohingya Ada di Myanmar, diakses dari http://www.voa-islam.com/read/pers-
rilis/2015/05/18/37038/akar-masalah-rohingya-ada-di-myanmar/#sthash.FtmlNuHT.dpbs, pada
23/06/2015
4
berpengaruh. Sosok biksu di Myanmar disinyalir membuat krisis kemanusiaan
berkepanjangan. Biksu Ashin Wirathu, yang dijuluki sebagai Burma bin Laden8
merupakan sosok yang memiliki popularitas dan ucapannya banyak dipercaya
oleh masyarakat Myanmar. Masyarakat internasional menilai bahwa ia
merupakan sosok radikal, perlakuannya pun dinilai menyerupai perlakuan rezim
apartheid di Afrika Selatan sebelumnya.9
Ashin Wirathu dikatakan sebagai sosok yang menyebarkan kebencian ke
tengah masyarakat Myanmar, tak sedikit majalah internasional telah
menjulukinya sebagai pembenci Muslim atau penggerak kaum Buddha di
Myanmar untuk menyerang Muslim Rohingya. Kutipan Ashin Wirathu yang
diambil dari majalah Time adalah "Now is not the time for calm"10
yang makna
dari perkataannya ini adalah merujuk pada ajakan Ashin untuk melakukan
kekerasan pada muslim Rohingya. Pria ini juga sempat memimpin demokrasi
yang mendesak agar masyarakat Rohingnya direlokasi kenegara lain dan ia juga
yang memimpin kampanye yang mendesak Pemerintah Myanmar untuk
mengeluarkan peraturan bahwa perempuan Buddha dilarang menikah dengan
pria beragama lain tanpa persetujuan dari pemerintah.11
8The Face Of Buddish Terror, diakses dari
http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,2146000,00.html, pada 20/06/2015 9Ashin, Pembensi Muslim Rohingya, diakses dari http://indonesianreview.com/ds-muftie/ashin-
pembenci-muslim-rohingya. pada 21/06/2015 10
Ibid, Ashin, Pembensi Muslim Rohingya 11
Kiprah Ashin Wurathu, Biksu Kontroversial Buddha Radikal, diakses dari
http://us.news.detik.com/berita/2919780/kiprah-ashin-wirathu-biksu-kontroversial-buddha-
radikal/4, pada 23/06/2015
5
Segala yang terjadi di Myanmar terkait dengan Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (DUHAM) pasal 2, yang menyebutkan:12
“Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth
in this Declaration, without distinction of any kind, such as race,
colour, sex, language, religion, political or other opinion,
national or social origin, property, birth or other status.
Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the
political, jurisdictional or international status of the country or
territory to which a person belongs, whether it be independent, trust,
non-self-governing or under any other limitation of sovereignty”
“Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang
tercantum dalam Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk
apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan
politik atau keyakinan lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak
milik, kelahiran atau status lainnya. Selanjutnya, pembedaan tidak dapat
dilakukan atas dasar status politik, hukum atau status internasional
negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik dari negara
merdeka.”
Upaya untuk membantu menangani permasalahan ini, ASEAN sebagai
organisasi internasional dan khususnya ASEAN Intergovernmental Commission
on Human Right (AICHR) badan yang menangani masalah HAM di Asia
12
The Universal Declaration of human Right, diakses dari http://www.un.org/en/documents/udhr/,
pada 09/10/2015
6
Tenggara menegaskan bahwa Myanmar perlu memperhatikan perkembangan
kehidupan yang harmonis serta menanamkan modal solidaritas nasional kepada
seluruh elemen masyarakat.13
Penegakkan HAM terdapat dalam salah satu tujuan ASEAN, yaitu:
“To promote regional peace and stability through abiding respect for
justice and the rule of law in the relationship among countries of the region and
adherence to the principles of the United Nations Charter”14
Piagam ASEAN pada 23 Oktober 2009 menghasilkan pembentukan badan
HAM ASEAN yaitu, AICHR. Pedoman kerja dari AICHR terdapat dalam Terms
of Reference yang telah dibuat dan diterima oleh ASEAN Foreign Ministers
Meeting pada Juli 2009. AICHR merupakan badan yang terintergrasi didalam
ASEAN dan memiliki sifat intergovernmental sehingga anggotanya terdiri dari
perwakilan pemerintah disetiap negara-negara ASEAN. Badan ini memiliki
fungsi untuk menegakkan HAM di ASEAN, secara umum AICHR memiliki
tugas untuk merumuskan upaya pemajuan dan perlindungan HAM di wilayah
13
Inilah Peryataan resmi ASEAN tentang Konflik Rohingya, diakses
http://www.jaringnews.com/internasional/asia/21072/inilah-pernyataan-resmi-asean-tentang-
konflik-rohingya, pada 27/10/2015 14
Aims and Purposes of ASEAN, diakses dari http://www.asean.org/asean/about-asean/overview/,
pada 12/04/2016
7
ASEAN.15
Hal ini dapat dilakukan baik melalui edukasi, pemantauan, maupun
diseminasi nilai-nilai dan standar HAM Internasional.16
AICHR dalam menanggapi konflik etnis di Myanmar menyatakan bahwa
pelanggaran HAM yang terjadi adalah karena kelalaian pemerintah Myanmar
yang telah membiarkan konflik komunal meluas, AICHR akan bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa setiap orang berhak untuk mencari dan
mendapatkan suaka, memiliki kewarganegaraan dan tidak ada orang yang dapat
menghalangi kebangsaannya ataupun ditolak hak atas kebangsaannya. Badan
HAM ini memastikan pula bahwa insiden ini tak akan terulang kembali kepada
kaum minoritas.17
AICHR sebagai badan HAM ASEAN juga pernah mengupayakan untuk
mengungkap kasus pelanggaran HAM yang terjadi yaitu, mengenai hilangnya
aktifis HAM di Laos. Kasus ini dikaitkan dengan pemerintahan Laos yang
dicurigai tidak memberikan keterangan dan tertutup akan masalah tersebut.18
AICHR dalam hal ini mendorong negara-negara anggotanya untuk ikut
mengusut kasus tersebut, dan dalam hal ini juga negara-negara ASEAN
15
Prospek mekanisme HAM ASEAN, diakses dari https://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-asean?showall=&start=2, pada
27/10/2015 16
AICHR dan Penguatan Perlindungan HAM di ASEAN, diakses dari
http://www.antaranews.com/berita/159071/aichr-dan-penguatan-perlindungan-ham-di-asean pada
10/10/2015 17
Kasus Rohingya bisa Rusak Komunitas ASEAN 2015, diakses dari
http://www.beritasatu.com/asia/63683-kasus-rohingya-bisa-rusak-komunitas-asean-2015.html,
pada 11/10/2015 18
Aktivis Laos Sombath Somphone Dihilangkan?, diakses dari http://www.dw.com/id/aktivis-laos-
sombath-somphone-dihilangkan/a-16681707, pada 05/01/2015
8
menyepakati ToR yang memungkinkan tiap negara terbuka pada masalah HAM
di negaranya.19
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diungkapkan, maka dalam
penelitian ini pertanyaan yang akan dijadikan sebagai dasar analisa adalah
“Bagaimana upaya ASEAN Intergovernmental Commission on Human Right
(AICHR) atas pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menjelaskan bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang terjadi kepada etnis
Rohingya di Myanmar
2. Menjelaskan hukum dan kinerja dari Asean Intergovernmental
Commission on Human Right sebagai lembaga badan HAM di kawasan
Asia dalam menangani atau merespon konflik yang ada di Myanmar
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat memperkaya pemahaman
pembaca dalam melihat kinerja dari badan HAM ASEAN yaitu AICHR
19
AICHR Can Do More to Protect Asean Citizens, diakses dari
http://www.nationmultimedia.com/opinion/AICHR-can-do-more-to-protect-Asean-citizens-
30232324.html, pada 05/01/2016
9
2. Menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat dijadikan tolak ukur
pemerintah kgususnya Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN
dalam merespon segala bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di ASEAN
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini berupa artikel-artikel atau jurnal-jurnal yang diakses
dari internet, terutama yang telah membahas seputar persoalan-persoalan terkait.
Hal itu dikarenakan keterbatasan sumber pustaka yang saya temukan
menyangkut topik pembahasan makalah ini baik dari koleksi perpustakaan UIN
Jakarta maupun koleksi perpustakaan FISIP UIN Jakarta.
Untuk memahami penyebab kekerasan yang dilakukan terhadap kaum etnis
Rohingya di Myanmar, jurnal berjudul Myanmar’s Religious Violence: A
Buddhist "Siege Mentality" at Work dan dituliskan oleh Kyaw San Wai seorang
senior analyst dari Rajaratnam School of International Studies (RSIS) yang
berfokus pada politik dan buddha di Burma.20
Dalam tulisannya ia menjelaskan
bahwa akar dari kekerasan di Myanmar yang sering disebut Burma ini sangatlah
kompleks.
Penekanan akan terjadinya konflik agama pada 2012 disebabkan oleh
tindakan para nasionalis dan juga kelompok Buddha kontroversial yang disebut
“969 Movement”. Selain itu kekerasan juga terjadi karena tidak adanya kontrol
kemiliteran, aturan hukum dan juga terdapat faksi yang tidak puas dengan rezim
militer Myanmar. Adapun sikap Buddha yang penuh kekerasan menurut Kyaw
20
Myanmar’s Religious Violence: A Buddhist “Siege Mentality at Work” diakses dari
http://www.networkmyanmar.net/images/stories/PDF16/RSIS-Commentary.pdf, pada 23/06/2015
10
San Wai adalah karena faktor Buddhist Millenarism dan Demographic
Besiegement.
Terdapat keyakinan dari kaum Buddha Burma bahwa Buddha akan hilang
dimasa mendatang, sementara di Burma sendiri peningkatan yang cukup tinggi
dialami oleh kaum Muslim. Dan umat Buddha disini merasa bahwa keadaan
mereka terancam oleh agama yang lebih besar dan terorganisir. Disebutkan
bahwa tahun 1956 merupakan titik tengah kepercayaan Buddha akan
menghilang, dan mereka percaya karena jumlah penganut dari mereka pun telah
menurun. Ketakutan akan hilangnya Buddha bukan saja oleh munculnya orang
Muslim namun dengan adanya kolonialisasi Inggris dan misionaris Kristen.
Namun pada abad ke 21 Islam menjadi titik penentu bagi mereka yang akan
menghancurkan Buddhisme.
Selain itu faktor besiegement demografi yang disadari oleh masyarakat
Burma bahwa wilayah mereka berbatasan dengan negara-negara yang padat
penduduk seperti, Cina, India dan Bangladesh. Banyaknya pendatang dari
negara-negara tersebut telah menjadi kerisuhan sendiri, baik dalam hal politik,
budaya, ekonomi, sejarah demografi, agama dan lainnya. Hal inilah yang
diyakini oleh Kyaw yang menjadi faktor konflik di Rakhine. Selain itu ia
memberikan masukan bahwa Myanmar perlu mengubah pandangan
masyarakatnya yang mementingkan diri sendiri, dan perlu untuk pemerintah
mengakomodir setiap pidato, kebepirhakan polisi, penegakan hukum serta
menjamin keamanan penduduktanpa memandang ras atau status
kewarganegaraan.
11
Artikel kedua adalah The War on The Rohingyas, Buddhist monks incite
Muslim killings in Myanmar, yang merupakan tulisan dari Jason Szep. Secara
keseluruhan artikel menjelaskan bahwa biksu Buddha turut andil dalam
peristiwa konflik yang ada di Myanmar, tepatnya selama 4 hari di Bulan Maret
2011 untuk memerangi kaum muslim minoritas. Dalam empat hari tersebut
terdapat 43 orang tewas, hampir 13.000 umat muslim diusir dari rumah dan
tempat bisnis mereka.21
Dalam artikel ini penulis menyatakan bahwa tidak
adanya kontrol penuh dari Presiden atas perlakuan yang dilakukan oleh kaum
Buddha.
Gerakan atau kelompok 969 yang beranggotakan para biksu sebagai gerakan
nasionalis sering memicu suatu masalah. Peraih nobel perdamaian, seorang
Buddish yang juga duduk diparlemen dinyatakan gagal dan telah merusak
citranya karena tidak dapat mengantisipasi kekerasan yang meluas. Peristiwa
kekerasan selama 4 hari ini dimulai dengan kejadian Gold Hair Clip antara
pedagang muslim dan pembeli dari Buddha. Karena ketidaksesuain pendapat
dari keduanya inilah memancing sebuah peristiwa, kerusakan toko pun menimpa
pedagang muslim ini karena Buddha memiliki massa yang banyak. Tidak
berhenti kepada penyerangan toko, namun masjid, panti asuhan dan rumah-
rumah muslim diserang dan dibakar oleh kaum Buddha, dan seorang biksu
meneriakkan “We just want the Muslims”22
21
The War on The Rohingyas, Buddhist monks incite Muslim killings in Myanmar, diakses dari
http://www.rohingyamassacre.com/wp-content/uploads/2014/05/04reuters2014.pdf, pada
25/06/2015 22
Ibid, The War on The Rohingyas
12
Setelah serangkaian peristiwa tersebut, para biksu menggelar demo dan
salah satu tokoh biksu terkenal disini adalah Ashin Wirathu. Ashin adalah
pemimpin dari sekitar 60 biksu dan memiliki pengaruh bagi 2.500 masyarakat
disana dan merupakan pemimpin dari gerakan nasionalis 969. Dalam pidatonya
Ashin Wirathu selalu menghasut kepada anti-Muslim kepada Masyarakat. Ia
beranggapan bahwa kehadiran Muslim dapat menghapuskan identitas Buddha di
Myanmar, dan apabila dibiarkan akan sama halnya dengan Indonesia yang
posisi Hindu Buddha telah tergantikan dengan Islam.
Jurnal ketiga adalah tulisan dari Yuyun Wahyuningrum yang berjudul The
ASEAN Intergovernmental Commission on Human Right: Origin, Evolution and
the Way Forward. Jurnal ini berisikan pengembangan norma-norma HAM di
negara-negara ASEAN, analisis mengenai pelembagaan HAM ASEAN sebelum
dan sesudah adanya piagam ASEAN termasuk juga mekanisme HAM regional,
mandat dan fungsi AICHR dan tantangan juga hambatannya, serta keterlibatan
masyarakat dalam memperkuat mekanisme HAM di ASEAN, jurnal ini juga
menyajikan masukan untuk kebijakan selanjutnya.
Dalam tulisannya dijelaskan bahwa semua negara anggota ASEAN telah
berpartisipasi dalam Universal Periodic Review (UPR) yang mana berada
dibawah naungan dewan HAM PBB sejak 2008. UPR merupakan sebuah
mekanisme yang menilai catatan HAM semua negara anggota serta memberikan
rekomendasi setelahnya.Terbentuknya AICHR memiliki beberapa fungsi seperti
halnya tanggung jawab pada masalah HAM yang terdapat dalam negara
misalkan migrasi, perdagangan manusia, perlindungan anak dan perempuan baik
13
dalam konflik ataupun bencana, pendidikan, perdamaian dan sebagainya.
AICHR pun terlibat dalam organisasi regional lainnya yang mana saling terikat,
terutama dengan UNHCR.
AICHR dibentuk untuk menunjukkan bahwa ASEAN tidak hanya bergerak
dalam ekonomi dan politik melainkan juga mencakup masalah fundamental bagi
manusia. ASEAN diakui oleh dunia internasional bahwa melalui AICHR,
sebagai organisasi HAM regional ASEAN mampu menciptakan budaya HAM
serta dapat menciptakan perdamaian.
Serta dalam tulisannya juga disebutkan beberapa rekomendasi kebijakan
untuk AICHR, yaitu (1) The Strengthening the AICHR requires the promotion of
multiple strategies, (2) Strengthening the AICHR requires support from
everyone, (3) Efforts should focus on making the AICHR an independent
institution for human rights, (4) The AICHR should address cross-border human
rights issues.
Perbedaan penulisan skripsi ini dengan penelitian sebelumya adalah
pembahasan yang berbeda, dimana dalam penulisan skripsi ini penulis
memfokuskan pada upaya Asean Intergovernmental Commission On Human
Right (AICHR) sebagai badan HAM ASEAN dalam menangani pelanggaran
HAM yang terjadi di Myanmar dalam kurun waktu 2012-2015.
14
E. Kerangka Teoritis
a. Konsep Hak Asasi Manusia
Dalam teori liberalisme salah satu komponennya adalah kebebasan yang
merupakan hak asasi manusia. Manusia dan HAM merupakan dua kata tidak
dapat dipisahkan. Manusia sejak kelahirannya dimuka bumi membawa hak-hak
yang melekat pada hidupnya, dan pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial
yang tidak dapat hidup sendiri dan akan selalu hidup ditengah-tengah kehidupan
sosialitasnya. Konsep HAM mempunyai spektrum yang luas. Disatu sisi ada
pemikiran liberalis yang mendasarkan individualisme, disatu sisi lain
berkembang penolakan HAM dan kebebasan pada pemikiran sosialisme yang
menekankan kepentingan bersama dan negara.
Mariam Budiardjo berpendapat bahwa HAM merupakan hak-hak yang
dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh sejak kelahiran dan kehadirannya
ditengah kehidupan masyarakat. Hak ini ada pada manusia tanpa membedakan
bangsa, ras, agama, golongan, jenis kelamin, karena hal itu merupakan hak
universal. Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa semua orang harus
memperoleh kesempatan berkembang sesuai bakat dan cita-citanya.23
Menurut Thomas Jefferson, HAM pada dasarnya kebebasan manusia yang
tidak diberikan oleh negara. Kebebasan ini berasal dari Tuhan yang melekat
pada eksistensi manusia individu. Dalam arti negara dan pemerintah tetap
diharuskan untuk melindungi pelaksanaan HAM.
23
Budiardjo Mariam, Dasar Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, 1977, 120
15
Universal Declaration of Human Right (UDHR) memberikan pengertian
HAM sebagai perangkat hak-hak dasar manusia yang tidak boleh dipisahkan
dari keberadaannya sebagai manusia. Dengan demikian martabat manusia akan
berkembang jika hak paling dasar yaitu kemerdekaan dan persamaan dapat
dikembangkan.
Hak Asasi Manusia dalam kerangka hukum internasional memiliki dua
aspek, yaitu pelaksanaan atas perlindungan HAM dimasa damai dan dimasa
sengketa bersenjata. Pelaksanaan HAM dimasa sengketa terdapat dalam hukum
tak tertulis dan tertulis seperti hukum Den Haag dan hukum Jenewa. Adapun
pelaksanaan HAM dimasa damai diatur dalam International Bill Human Right,
yang didalamnya berisi:
The Universal Declaration of Human Right yang terdiri dari lima prinsip,
yaitu:24
i. Prinsip tidak dapat diganggu gugat, bahwa setiap individu
mempunyai hak untuk dihormati kehidupannya, integritas baik
fisik maupun moral, dan atribut-atribut yang tidak dapat
dipisahkan dari personalitasnya
ii. Prinsip non diskriminasi, bahwa setiap individu harus
diperlakukan sama tanpa membedakan ras, jenis kelamin,
kedudukan sosial, kekayaan, politik, agama atau yang lainnya
24
Ubaedillah A dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah& Prenada
Media Group, 2003, 148
16
iii. Prinsip keamanan, bahwa setiap orang berhak terjamin keamanan
pribadinya
iv. Prinsip kemerdekaan, bahwa setiap orang mempunyai hak untuk
menikmati kebebasan individualismenya.
v. Prinsip kesejahteraan sosial, bahwa setiap orang mempunya hak
untuk menikmati kondisi kehidupan yang menyenangkan.
Dikatakan dalam buku Teaching Human Right yang diterbitkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa manusia tanpa hak-hak tersebut
dikatakan mustahil akan dapat hidup.25
Manusia berhak diakui keberadaannya
tanpa membedakan jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik,
kewarganegaraan, kekayaan dan juga kelahiran.26
Pemikiran mengenai HAM telah berkembang dalam kurun beberapa waktu,
yang kemudian muncul pemikiran kritis yang mana dikenal sebagai Declaration
of the Basic Duties of Asia People and Goverment hal ini dipelopori oleh
negara-negara di kawasan Asia. Deklarasi ini tidak hanya mencakup tuntutan
struktural, tetapi juga menyerukan terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan.
Pelaksanaan dan penghormatan HAM tidak hanya urusan perorangan tetapi
merupakan tugas dan tanggung jawab negara.
Etnis Rohingya merupakan warga yang mendapatkan diskriminasi dari
berbagai pihak. Hak-hak seharusnya didapatkan oleh etnis Rohingya tanpa
membedakan bangsa, ras, agama, golongan, ataupun jenis kelamin. Seperti
25
Ubaedillah A dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah & Prenada
Media Group, 2003, 148 26
Agung Anak dan Yanyan M, Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011, 151
17
halnya hak sipil dan politik, yaitu hak untuk hidup dan kemerdekaan, kebebasan
untuk berekspresi dan kesamaan dimata hukum, serta hak-hak sosial, budaya
dan ekonomi seperti hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan, hak atas
pangan, hak atas pekerjaan, dan hak untuk mendapat pendidikan.27
AICHR sebagai lembaga yang menangani HAM di wilayah ASEAN harus
mengupayakan penyelesaian dari krisis kemanusiaan ataupun pelanggaran HAM
terhadap etnis Rohingya di Myanmar yang mana pelanggaran HAM ini sudah
terjadi dalam kurun waktu yang lama, sehingga membuat populasi etnis
Rohingya di Myanmar sendiri berkurang.
b. Konsep Organisasi Internasional
Organisasi internasional merupakan salah satu aktor dari hubungan
internasional yang mana mewakili bentuk institusi yang mengacu pada sistem
formal baik secara teknis maupun materi. Organisasi internasional ini merupakan
sebuah konstitusi, bagiannya, peralatan, fisik, mesin, kepala surat, staf, hirarki,
administrasi dan lain sebagianya.28
Definisi dari organisasi internasional adalah
suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan
antara anggota-anggota baik pemerintah maupun non pemerintah dengan tujuan
untuk mengejar kepentingan bersama para anggotanya.29
Untuk definisi organisasi
internasional lebih lanjut, dapat dilihat dari tujuan yang ingin dicapai, institusi
yang ada, serta peraturan yang dibuat oleh organisasi tersebut.
27
Antonio Cassese, Human Rights in a Changing World, London: Sweet & Maxwell, 1989, 27 28
Ibid, Agung Anak dan Yanyan M, 92 29
Clive Archer, International Organizations. London: Allen &Unwin, 1983, 130-147
18
Dalam konvensi Wina tentang hukum perjanjian 1969, Organisasi
Internasional adalah organisasi antar pemerintah. Organisasi internasioal adalah
subjek buatan. Subjek hukum yang diciptakan oleh negara-negara yang
mendirikannya. Organisasi internasional melaksanakan kehendak negara-negara
anggota yang dituangkan dalam satu perjanjian internasional. Oleh karena itu
organisasi internasional memiliki ikatan antara negara-negara yang
mendirikannya dan dalam banyak hal sangat tergantung pada negara-negara
tersebut.30
Organisasi internasional diakui berhasil memecahkan beberapa
permasalahan yang dihadapi suatu negara, hal ini dinilai karena organisasi
internasional dapat mempengaruhi sifat negara. Peranan organisasi internasional
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 31
1. Sebagai instrumen,organisasi internasional digunakan oleh negara-negara
anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar
negerinya.
2. Sebagai arena, organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi
anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-
masalah yang dihadapi.
3. Sebagai aktor independen, organisasi internasional dapat membuat
keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau
paksaan dari luar organisasi.
30
Mauna Afrikana, Boer, Hukum Internasional, Pengertian, peranan dan Fungsi dalam era
Dinamika Global, Bandung: PT Alumni, 1970 31
Ibid, Clive Archer, 130-147
19
AICHR merupakan organisasi internasional yang dibentuk dengan tujuan
meminimalisir kejahatan HAM di ASEAN, dan merupakan wadah bagi negara-
negara ASEAN dalam membicarakan permasalahan HAM di wilayah tersebut.
Dalam kasus etnis Rohingya peranan AICHR dapat menjadi inisiator, fasilitator
mediator, rekonsiliator dan determinator.32
c. Konsep Diplomasi
Diplomasi merupakan salah satu praktek dalam hubungan internasional
antar negara melalui perwakilan-perwakilan resmi. Diplomasi sangat erat dengan
hubungan antar negara dengan seni mengedepankan kepentingan suatu negara
melalui negosiasi dengan cara-cara damai.33
Kegiatan diplomasi berkaitan erat
dengan pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dalam hubungannya dengan
negara lain karena diplomasi merupakan suatu tahapan dalam menjalankan politik
luar negeri suatu negara. Diplomasi digunakan untuk membahas isu-isu seperti
keamanan, perdagangan, budaya, dan HAM yang mana melibatkan aktor baru
seperti NGO, perusahaan dan asosiasi.
Definisi Diplomasi menurut para ahli adalah sebagai berikut:34
1. Sir Ernest Satow dalam bukunya “Guide to Diplomatic Practice”
menyatakan bahwa diplomasi adalah penerapan kepandaian dan
32
Andre Pareira, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1999, 135 33
S.L, Roy. Diplomacy. Diterjemahkan oleh Harwanto, Misrawati, Jakarta: Pt Raja Grafindo
Persada, 1995, 5 34
S.L, Roy. Diplomacy. Diterjemahkan oleh Harwanto, Misrawati, Jakarta: Pt Raja Grafindo
Persada, 1995, 2
20
taktik pada pelaksanaan hubungan resmi antara pemerintah negara-
negara berdaulat.
2. KM Panikkar mendefinisikan diplomasi sebagai seni
mengedepankan kepentingan suatu negara dalam berhubungan
dengan negara lain.
3. Svarlien mendefinisikan diplomasi sebagai seni dan ilmu
perwakilan negara dan perundingan.
Diplomasi dapat diartikan sebagai pembicaraan formal ataupun informal
antara dua atau lebih negara baik oleh negara atau aktor non negara. Diplomasi
dapat dibedakan melalui berbagai bentuk diantaranya adalah diplomasi bilateral,
diplomasi multirateral, diplomasi asosiasi dan diplomasi konferensi. Diplomasi
bilateral merupakan salah satu bentuk diplomasi lama yang dikenal dengan
sebutan diplomasi tradisional. Diplomasi ini hanya merujuk kepada dua negara
saja dalam hubungan internasional tanpa melibatkan aktor-aktor lain.35
Saat ini
diplomasi bilateral dilakukan dengan adanya tindakan baik dalam memberi
bantuan kepada negara yang membutuhkan dan hal ini akan memberikan dampak
dan pengaruh dengan adanya hubungan timbal balik.
Diplomasi multilateral merupakan salah satu bentuk dari diplomasi
terbuka dan dikenal dengan sebutan diplomasi modern. Diplomasi ini
35
Evans, Graham & Jeffrey Newmham. Dictionary of International Relations, New York: Penguin
book, 50
21
dilakukanantara tiga atau lebih aktor, dimana aktor disini sudah mengalami
perkembangan karena kehadiran oleh aktor-aktor non-state.36
Diplomasi asosiasi merupakan bentuk diplomasi yang dilakukan dengan
cara terbentuknya hubungan persahabatan diantara negara satu dengan negara
lainnya, diplomasi ini terbentuk karena adanya persahabatan, perserikatan, dan
persekutuan. Pembentukan diplomasi ini adalah salah satu upaya untuk mencapai
kepentingan bersama. Selain itu diplomasi ini dapat dilihat dengan adanya
keinginan dari negara-negara yang bersatu dan memiliki fokus terhadap satu
tujuan yang sama. ASEAN merupakan organisasi yang menerapkan diplomasi ini,
yang mana lebih mengacu pada pelaksanaan dalam membangun kekuatan regional
serta jika terdapat salah satu negara membutuhkan bantuan, maka bantuan akan
datang.
Diplomasi Konferensi, merupakan bentuk diplomasi yang muncul pada
awal abad 20. Konferensi ini dibentuk atau diadakan untuk mendiskusikan
masalah-masalah mendesak dan membutuhkan keputusan yang cepat.37
Diplomasi
konferensi memiliki beberapa tipe yaitu diplomasi multilateral atau parlementer
dan diplomasi publik.38
HAM merupakan salah satu sebab dari munculnya peran-peran aktor non-
state yang bermunculan diantaranya adalah NGO, korporasi-korporasi dan
asosiasi. Asosiation dalam Oxford dictionary sangatlah dekat dengan organisasi
36
Evans, Graham & Jeffrey Newmham. Dictionary of International Relations, New York: Penguin
book, 340 37
S.L, Roy. Diplomacy. Diterjemahkan oleh Harwanto, Misrawati, Jakarta: Pt Raja Grafindo
Persada, 1995. Hal. 146 38
Ibid, S.L, Roy. Diplomacy, 146
22
tetapi tidak terlalu terikat oleh satu ideologi atau tujuan tertentu, melainkan terikat
oleh hubungan diplomasi yang baik untuk membicarakan isu-isu yang lebih luas.
Dalam hal ini ASEAN mewadahi negara-negara Asia Tenggara sebagai tempat
berkumpulnya pemimpin-pemimpin atau perwakilan dari negara dalam
mewujudkan diplomasi multirateral.
Dalam pelaksanaannya diplomasi memiliki beberapa tipe, diantaranya yaitu:
1. Old Diplomacy, diplomasi ini sebutan untuk era diplomasi Eropa mulai
tahun 1500 sampai dengan mulainya perang dunia I (1914).
Karakteristiknya adalah rahasia, tertutup, elitis, penuh tipudaya dan
bahkan cenderung menerapkan prinsip Machiavelli (the end justifies the
means). Pelaksanaan diplomasi ini dikenal dengan diplomasi tradisional
2. Secret Diplomacy, diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah satu negara
dengan negara lain tanpa memberitahukan dan mempertanggungjawabkan
kepada rakyat sama sekali, atau dirahasiakan selamanya.
3. Silent Diplomacy, atau nama lainnya adalah quiet diplomacy. Diplomasi
ini sengaja dilakukan tanpa adanya publikasi terlebih dahulu, sampai pada
tahap sedemikian rupa sehingga ketika sudah dirasa aman dalam mencapai
kesepakatan, barulah dipublikasikan. Tidak dipublikasikannya upaya
diplomatik dimaksudkan agar opini publik tidak merusak atau
menggagalkan rencana pemerintah.
AICHR menerapkan diplomasi asosiasi yang mengedepankan
persahabatan, perserikatan, dan persekutuan untuk mencapai kepentingan bersama
23
dengan fokus pada tujuan dibentuknya organisasi tersebut. Dalam pelaksanaannya
terutama dalam kasus pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar
organisasi ini menggunakan silent diplomacy agar tujuan memajukan dan
memberikan perlindungan HAM di ASEAN dapat terwujud.
F. Metode Penelitian
Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode kualitiatif.
Metode ini umumnya menerapkan pendekatan interpretatif dalam proses analisis
datanya. Metode ini ditujukan untuk menganalisa perilaku yang tidak dapat atau
tidak dianjurkan untuk dikuantifikasikan.39
Data yang diperoleh untuk bahan
penelitian ini hanya bersumber dari data-data sekunder diperoleh dari sumber-
sumber koleksi pustaka pribadi, Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan
FISIP UIN Jakarta, dan media online/internet.
Kemudian dalam proses penganalisisan data, melakukan pembacaan terlebih
dahulu data-data sekunder yang diperoleh, demi membangun persepsi terhadap
fenomena yang ingin dikaji. Selanjutnya peneliti akan melakukan wawancara
untuk mendapatkan informasi yang mendalam. Wawancara adalah pembuktian
terhadapat informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewancara dengan informan
atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial
39
Lisa Harrison, Metode Penelitian Politik, Edisi 1, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007,
86.
24
yang relatif lama.40
Untuk penelitian ini wawancara dilakukan kepada Ibu Yuyun
Wahyuningrum yang bekerja di EU – ASEAN Dialogue Instrument (READI)
Human Right Facility, dan pernah menjabat sebagai Senior Advisor on ASEAN
and Human Right at the Indonesia’s NGO Coalition for International Human
Right Advocacy / HRWG.
Adapun aspek-aspek yang ingin diungkap peneliti melalui wawancara dalam
penelitian ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan kinerja AICHR dalam
menanggapi konflik yang ada di Myanmar.Setelah itu penjabaran masalah dengan
melakukan metode deskriptif analitis dan untuk memperoleh kesimpulan
penelitian ini nantinya, poin-poin utama permasalahan akan dikaitkan dengan
kerangka teoritis dan persepsi secara empiris.
G. Sistematika penulisan
Penulisan skripsi ini akan diagi menjadi lima bab yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
BAB I pendahuluan, akan menjelaskan latar belakang serta pernyataan
masalah tentang topik yang dibahas dalam skripsi ini. selain itu, bab ini juga akan
membahas pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat, tinjauan pustaka, kerangka
teori, metode penelitian dan sistematika penulisan dari skripsi ini.
BAB II KRISIS KEMANUSIAAN ETNIS ROINGYA DI MYANMAR
Bab II akan membahas tentang krisis kemanusiaan etnis Rohingya di
Myanmar. Termasuk dalam bab ini akan memaparkan awal kedatangan atau
sejarah dari etnis Rohingya, konflik Rohingnya dan pelanggaran HAM yang
40
Sutopo, HB, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press, 72
25
dialami etnis Rohingya di Myanmar, dimana etnis Rohingya mendapatkan
perlakuan diskriminatif di negaranya, isu perlakuan diskriminatif ini menjadi
salah satu isu penting yang disinyalir dilakukan oleh kaum etnis, agama lainnya
ataupun pemerintah.
BAB III AICHR SEBAGAI ORGANISASI HAM ASEAN
Bab III akan menjelaskan badan Asean Intergovernmental Commission On
Human Right (AICHR) sebagai organisasi HAM ASEAN serta akan membahas
mekanisme HAM ASEAN. Termasuk juga dijelaskan dalam bab ini sejarah
perkembangan ASEAN dan respon AICHR terhadap pelanggaran HAM
dibeberapa negara.
BAB IV ANALISA UPAYA AICHR DALAM MENANGANI
PELANGGARAN HAM TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
TAHUN 2012-2015
Bab IV membahas upaya AICHR dalam menangani pelanggaran HAM
terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Bab ini berusaha untuk menganalisis
bagaimana AICHR sebagai badan HAM ASEAN berupaya dalam menangani
krisis kemanusiaan di Myanmar.
BAB V PENUTUP
Bab V akan berisi penutup dari penelitian ini yang berupa kesimpulan. Ab ini
akan memberikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah dijelaskan pada
bab-bab sebelumnya. Selain itu bab ini juga akan mempertegas kembali jawabab
penulis atas hasil penelitian yang didapat.
26
BAB II
KRISIS KEMANUSIAAN ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
A. Sejarah Etnis Rohingya
1. Negara Bagian Arakan dan Awal Mula Kedatangan Islam
Gambar II.A.1. Peta Wilayah Arakan
Sumber: DR. Habib Siddiqui, Genocide Of The Rohingya Of Myanmar in 2012,
ARNO, 2013
Myanmar merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan
merupakan anggota dari ASEAN. Bagian utara negara ini berbatasan dengan
China dan India. Disebelah selatan berbatasan dengan teluk Benggala dan
27
Thailand. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah China, Laos dan Thailand.
Dan sebelah barat berbatasan dengan teluk Benggala dan wilayah Bangladesh.
Luas wilayah Myanmar kurang lebih adalah 261.000 mil, dengan wilayah Arakan
20.000 mil. Kedua wilayah ini dipisahkan oleh bagian dari pegunungan Himalaya.
Arakan terletak disebelah barat daya wilayah Myanmar, berbatasan dengan teluk
Benggala dan wilayah Bangladesh.
Arakan merupakan bagian negara Myanmar yang dimasuki Islam pertama kali
pada abad ketujuh Masehi melalui jalur perdagangan. Umat Islam pertama kali
datang ke wilayah Arakan bagian timur dari pesisir pantai Bagan yang merupakan
daerah yang banyak dilalui oleh banyak pedagang. Dengan banyaknya pendatang
muslim di Arakan, terbentuklah sebuah kerajaan Islam, yang mana kerajaan ini
berlangsung selama 3,5 abad.
Banyak anggapan bahwa umat muslim di Arakan adalah imigran ilegal yang
berdatangan akibat perang kemerdekaan dan bencana topan yang menghancurkan
Bangladesh tahun 1978 dan 1991. Namun banyak juga yang beranggapan bahwa
umat muslim di Arakan datang bersamaan dengan kolonial Inggris abad ke-19 dan
ke-20. Islam sendiri merupakan agama minoritas yang berdampingan dengan
agama Kristen, Hindu dan Buddha yang merupakan agama mayoritas.
Arakan merupakan negara merdeka hingga tahun 1784, negara ini berhasil
bertahan sebagai kerajaan independen karena letak geografisnya yang sangat
strategis. Selain memiliki pegunungan, hutan lebat dan sungai, Arakan juga
memiliki pulau besar seperti Ramree dan Cheduba. Pelabuhan di pantai Ramree
28
yang berdekatan dengan kota Kyaukpyu dapat menampung kapal-kapal besar dan
lembah-lembah di utara Arakan seperti daerah Kaladan dan Lemro sangatlah
subur, daerah ini mampu mengekspor beras dalam jumlah besar hingga awal
perang dunia dua ke Chittagong, Calcutta, Colombo, Madaras dan Kochin.41
Sejarawan menyebutkan bahwasanya Arakan menjadi negara merdeka dengan
dipimpin oleh 48 penguasa muslim secara berturut-turut.42
Pada tahun 1784 raja Budha dari suku Birma menaklukkan Arakan, dengan
diikuti oleh Inggris pada tahun 1824-1826. Pada tahun 1948 wilayah Arakan telah
dimasukkan kedalam wilayah Myanmar dan saat ini Arakan menjadi provinsi di
Barat Burma. 15% dari total jumlah penduduk Myanmar yaitu 50 juta orang
adalah masyarakat muslim, yang mana mayoritas dari mereka bermukim di
Arakan. Wilayah Arakan terbagi kedalam dua komunitas keagamaan, yaitu
muslim yang disebut Rohingya menetap di bagian utara Arakan dan Buddhis
disebut Mogh atau Rakhine menetap dibagian selatan Arakan.
Arakan adalah kata yang berasal dari bahasa Arab atau Persia yang berarti
jamak dari kata rukn artinya pilar atau tiang yang menggambarkan prinsip lima
rukun Islam. Arakan juga menandakan tanah Islam atau kedamaian, karena nama
Arakan ini populer setelah didirikannya negara Muslim pada tahun 1430.43
41
Ridwan Bustaman, Jejak Komunitas Muslim di Burma : Fakta Sejarah yang Terabaikan,
Puslitbang Lektur dan Khazana Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama,
Jakarta 42
Sejarah Islam Arakan & Kejahatan Buddha Burma pada Muslim Rohingya, diakses dari
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/04/21/24089/sejarah-islam-arakan-kejahatan-
budha-burma-pada-muslim-rohingya/, pada 02/10/2016 43
Ibid, Ridwan Bustaman, 320
29
Rohingnya merupakan istilah yang berasal dari kata Rohi atau Roshangee yang
kemudian mengalami penyimpangan terminologi menjadi Rohingya.
Istilah Rohingya diberikan untuk penduduk Muslim Arakan dengan
banyaknya pendatang yang tinggal di Arakan bersama dengan penduduk
setempat, terbentuklah suku baru yaitu Rohingya. Mereka tidak terbentuk dari
satu suku saja melainkan dari suku yang berbeda antara lain dari Arab, Moor,
Turki, Persia, Moghul, Pathhan dan Bangladesh.
Sejak tahun 1962 hingga tahun 1988 Myanmar merupakan negara yang
dipimpin oleh militer yaitu Jenderal Ne Win yang pada akhirnya mengundurkan
diri karena aksi demonstrasi. Rezim militer Myanmar tidak berakhir disini, karena
kedudukan Ne Win digantikan oleh Jenderal Saw Maung yang sama-sama
memiliki latar belakang militer. Saw Maung pada akhirnya juga mengundurkan
diri dan memilih jenderal Than Shwe sebagai penggantinya.
Than Shwe memimpin Myanmar dengan sistem otoriter, hingga pada akhirnya
terjadi protes demokratisasi. Myanmar pada akhirnya melakukan pemilihan umum
secara demokratis pada 2010. Pada pemilihan umum yang dinilai merupakan
perubahan yang cukup besar bagi Myanmar, terpilihlah Presiden Thein Shein
yang juga diharapkan dapat memberikan penyelesaian pada tiap konflik.
Myanmar merupakan negara dengan berbagai ras dan terdapat 135 etnis.
Mayoritas adalah etnis Birma, oleh karena itu dulu nama negara ini adalah Burma
dan kemudian berganti menjadi Myanmar. Suku lainnya seperti Shan, Kachin,
30
Kayin, Chin, Mon, Rakhine, muslim Burma, muslim India, muslim Cina dan
lainnya yang merupakan kelompok minoritas di Myanmar.
2. Keberadaan Etnis Rohingya
Rohingya merupakan nama sebuah etnis yang mendiami wilayah Arakan,
sebelah barat Myanmar dan berbatasan langsung dengan Bangladesh. Etnis
Rohingya merupakan salah satu dari 135 etnis yang ada di Myanmar. Etnis ini
bukanlah orang Bangladesh maupun Bengali, nenek moyang Rohingya adalah
berasal dari campuran Arab, Turk, Persian, Afghan, Bengali dan Indo-Mongoloid.
Etnis yang mendiami wilayah Arakan selain Rohingya adalah etnis Rakhine yang
berasal dari kaum Buddha atau disebut Moghs.
Etnis Rohingya mendapat predikat dari PBB sebagai themost persecuted
minority dan mendapatkan julukan sebagai the Gypsies of Asia.44
Predikat tersebut
didapatkan karena etnis Rohingya banyak mendapatkan tindak diskriminasi baik
dilakukan oleh warga ataupun pemerintahnya. Etnis Rohingya bukan satu-satunya
etnis yang mendapatkan diskriminasi, etnis lain seperti Christian, Karen, Chin,
Kachin dan Mon juga mendapatkan tindakan diskrisminasi.45
Namun, yang
membedakan adalah etnis Rohingnya merupakan satu-satunya etnis yang tidak
mendapatkan kewarganegaraan di negaranya.
44
B. Philip, The Most Persecuted Minority in the World: The Gypsies of Asia, the world crunch
(daring), diakses dari http://www.worldcrunch.com/most-persecutedminority-world-gypsies-
burma/world-affairs/the-most-persecuted-minority-in-the-world-thegypsies-of-burma/c1s5701/,
pada 03/10/2016 45
M. Razvi, The Problem of Burmese Muslims, Pakistan Horizon, Vol 31, No 4, 1978, 82
31
Etnis Rohingya mengalami ketidakadilan semenjak adanya penjajahan yang
dilakukan oleh raja Burma di Arakan. Banyak peninggalan-peninggalan Islam
seperti masjid dan madrasah yang dihancurkan. Kaum Buddha dari suku Birma
terus mengintimidasi kaum muslimin dan menjarah hak milik mereka. Kaum
Buddha tidak menginginkan Islam berkembang diwilayah Arakan, mereka
memprovokasi etnis lain, seperti Mogh untuk menindas kaum muslimin. Hal ini
berlangsung kurang lebih selama 40 tahun hingga akhirnya datang penjajah dari
Inggris.
Pada tahun 1824 M, Inggris menguasai Burma. Kerajaan Britania ini
menggabungkan wilayah Burma dengan India hingga tahun 1937. Burma pada
saat itu menjadi wilayah kerajaan Britania tersendiri yang dinamakan Burma
Britania. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1942 M bencana besar menimpa
kaum muslimin Rohingya, mereka dibantai oleh Buddha Mogh yang mendapatkan
dukungan senjata dan materi dari suku Birma dan suku-suku lainnya.
Pada tahun 1947 M, Burma menyiapkan kemerdekaannya di kota Panglong.
Semua suku diundang kedalam persiapan tersebut, kecuali umat Islam Rohingnya.
Pada tanggal 4 Januari 1948, Inggris memerdekakan Burma secara penuh disertai
dengan persyaratan masing-masing suku bisa memerdekakan diri dari Burma
apabila mereka menginginkannya. Namun suku Burma tidak menyetujui poin
tersebut, mereka tetap menguasai wilayah Arakan dan tetap mengintimidasi kaum
muslimin disana.
32
Pengintimidasian kepada kaum muslimin berlangsung juga saat pemerintahan
militer berkuasa di Myanmar melalui kudeta Jendral Ne Win tahun 1962 M.
Selain peninggalan-peninggalan muslim di Arakan dimusnahkan, mereka juga
tidak dapat membangun bangunan yang berkaitan dengan Islam. Banyak dari
kaum muslimin Rohingnya tidak mendapatkan hak-hak mereka, bahkan
kewarganegaraannya pun tidak diakui. Umat muslim Arakan diusir dari kampung
halaman mereka. Tanah, kebun, pertanian dirampas dan dikuasai oleh orang-orang
Buddha.46
3. Konflik Rohingya
Konflik etnis di Myanmar sudah terjadi sejak sebelum kemerdekaan pada
Januari 1948.47
Akar konflik yang terjadi di Myanmar tidak dapat dipastikan
dengan satu faktor, namun agama adalah faktor yang dinilai sangat mempengaruhi
konflik yang berkepanjangan terjadi. Agama sendiri merupakan elemen yang
sangat penting dan berpengaruh bagi peradaban dunia. Setiap agama mengajarkan
manusia nilai-nilai kebaikan dan perdamaian. Agama pun juga menjadi sumber
identitas bagi tiap individu maupun kelompok, sehingga kemudian memunculkan
perspektif ingroup-outgroup dimana orang yang beragama sama akan menjadi
kawan, sementara yang berbeda agama dianggap sebagai lawan.48
46
Sejarah Umat islam Rohingya di Myanmar, diakses dari https://kisahmuslim.com/5057-sejarah-umat-islam-rohingya-di-myanmar.html, pada 27/10/2015 47
Myanmar,s Ethnic Divide: The Parallel Struggle, diakses dari http://www.ipcs.org/special-
report/myanmar/myanmars-ethnic-divide-the-parallel-struggle-131.html, pada 04/10/2016 48
Sandy Nur Ikfal Raharjo, Peran Identitas Agama dalam Konflik di Rakhine Myanmar tahun
2012-2013,diakses dari http://ejournal.lipi.go.id/index.php/jkw/article/download/68/12, pada
04/10/2016
33
Persepsi ingroup-outgroup menimbulkan kontradiksi agama dimana disatu sisi
agama mengarahkan manusia pada kebaikan dan perdamaian, namun disisi lain
agama sebagai penyebab dari timbulnya konflik ataupun kekerasan. Buddha
merupakan agama terbesar di Myanmar, sedangkan Islam hanya diyakini oleh
minoritas yang penduduknya banyak bermukim di Arakan, provinsi bagian barat
Myanmar. Agama sering dikaitkan dengan segala perselisihan yang terjadi,
sehingga identitas agama hingga saat ini melekat pada konflik dan krisis
kemanusiaan yang terjadi. Kaum minoritas muslim ini adalah etnis Rohingya,
sedangkan kaum Buddha yang bertempat tinggal di Arakan juga disebut Rakhine
atau Moghh.
Dengan adanya pemisahan kelompok ”agama” juga menyebabkan timbulnya
faktor konflik lainnya yaitu kecemburuan sosial. Populasi dari etnis Rohinya terus
meningkat menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan oleh mayoritas etnis
Rakhine. Kehadiran etnis Rohingya dianggap mengurangi hak atas lahan dan juga
ekonomi mereka di Arakan.
Konflik yang terjadi di Myanmar pada tahun 2012 dipicu dengan adanya
peristiwa pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis yang bernama Ma Thida
Htwe, berumur 27 tahun yang bekerja sebagai penjahit dari etnis Rakhine pada 28
Mei 2012.49
Lalu pada 3 Juni 2012 sekelompok etnis Rakhine memberhentikan
bus di kota Toungop dan membunuh 10 muslim didalamnya. Setelah peristiwa ini
kedua sisi saling melakukan kekerasan sedangkan aparat keamanan tidak
49
Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar, diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106632&val=2274, pada 03/10/2016
34
melakukan apapun untuk menghentikannya, dan justru bergabung dengan etnis
Rakhine untuk menyerang dan membakar lingkungan muslim.50
Kekerasan terus terjadi dan dilakukan oleh etnis Rakhine terhadap etnis
Rohingya,pasalnya pemimpin partai Arakan dan biksu menyebarkan fitnah bahwa
etnis Rohingya merupakan ancaman bagi wilayah Arakan.Pada 23 Oktober 2012
etnis Rakhine bersenjata dan menyerang desa-desa muslim diseluruh wilayah
negara bagian yang mengakibatkan 70 etnis Rohingya tewas. Pada 26 Oktober
2012 delapan masjid dan 2.000 rumah warga Rohingya dimusnahkan.51
Human
Right Watch mengungkapkan bahwa kekerasan sejak Juni hingga Oktober 2012
mengakibatkan 4.862 infrastruktur hancur di Arakan yang sebagian besar adalah
perumahan.52
Keterlibatan elit politik dan pemuka agama atau biarawan atas kekerasan yang
terjadi bermaksud mengusir muslim dari negara atau setidaknya wilayah yang
mereka tempati. Mereka mengeluarkan pernyataan anti Rohingya yang mengarah
pada pembersihan etnis. Pemerintah daerah, anggota dari Rakhine Nationalities
Development Party (RNDP), beberapa partai dominan di Arakan mengadakan
pertemuan untuk menekan etnis Rohingya agar meninggalkan pemukiman
mereka. Para biarawan juga mengadakan konferensi Solidaritas di Settwe dan
mengeluarkan penyataan anti Rohingya sehingga kekerasan yang terjadi pada 23
50
All You Can Do is Pray, Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya Muslims
in Burma’s Arakan State, diakses dari https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-
pray/crimes-against-humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims, pada 07/12/2016 51
Siddiqui, Habib, Arakan: Genocide of the Rohingya of Myanmar in 2012, Arakan Rohingya
National Organisation (ARNO), 2 52
Ibid, All You Can Do is Pray
35
Oktober tidak hanya dilakukan etnis Rakhine. Pernyataan yang dikeluar adalah
sebagi berikut:53
“The Arakanese people must understand that Bengalis (Rohingya) want to destroy the land of
Arakan, are eating Arakan rice and plan to exerminate Arakanese people and use their money to
buy weapons to kill Arakanese people. For this reason and for today, no Arakanese should sell any
goods to Bengalis, hire Bengalis as workers, provide any food to Bengalis and have any dealing
with, as they are cruel by nature.”
Kekerasan yang terjadi terus menyebar bahkan diluar Arakan, hal ini terjadi
karena adanya khutbah anti Muslim yang dilakukan beberapa Biksu. Pada 20 -22
Maret 2013 umat Buddha menyerang Muslim di Meiktila, Mandalay.
Penyerangan ini dipimpin oleh Biksu dan menyebabkan 40 orang tewas, 61 luka-
luka dan banyak properti yag hancur termasuk masjid. Akibat kekerasan ini pula
lebih dari 12.000 orang mengungsi. Setelah kekerasan di Mandalay, kekerasan
juga terjadi di pusat Myanmar seperti Okhpo, Gyobingauk dan Minhla. Reporter
khusus HAM PBB, Tomas Ojea Quintana menyatakan bahwa ia menerima
laporan akan perluasan kekerasan adalah karena adanya keterlibatan dari
pemerintah.54
Pejabat PBB di Myanmar Ashok Nigam menyatakan bahwa Myanmar ingin
menyembunyikan perbuatan kejinya terhadap dunia sehingga akses media
internasional, LSM, kelompok bantuan dan bahkan PBB tidak diberi akses untuk
datang ke daerah bermasalah untuk menyelidiki kekerasan yang terjadi.55
Etnis
Rohingya terus mendapatkan serangan dari etnis Rakhine yang mana pada Januari
53
All You Can Do is Pray, Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya Muslims
in Burma’s Arakan State, diakses dari https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-
pray/crimes-against-humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims, pada 07/12/2016 54
Ibid, All You Can Do is Pray 55
Siddiqui, Habib, Arakan: Genocide of the Rohingya of Myanmar in 2012, Arakan Rohingya
National Organisation (ARNO), 3
36
2014 korban diperkirakan lebih dari 280 orang, dan sebanyak 250.000 orang
terpaksa mengungsi karena rumah hancur terbakar.56
B. Pelanggaran HAM Terhadap Etnis Rohingya
a. Kebijakan Diskriminatif Pemerintah Terhadap Etnis
Rohingya
Dalam sistem politik di Myanmar, tokoh agama atau biksu merupakan sumber
kekuatan moral yang dikatakan cukup berpengaruh untuk memobilisasi
masyarakat. Myanmar tidak memiliki tokoh pemimpin yang dapat memobilisasi
para Biksu agar tetap menjadi sebuah kekuatan moral yang aktual dan efektif.
Biksu atau biarawan beserta pemerintah disinyalir terlibat dalam krisis
kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Namun terlepas dari agama, diskriminasi
pemerintah terhadap etnis minoritas seperti Rohingya sangat kental sejak
kepemimpinan junta militer di Myanmar.57
Diskriminasi pada dasarnya adalah pembedaan perlakuan. Pembedaan
perlakuan tersebut dapat disebabkan karena warna kulit, golongan dan suku,
ekonomi, agama dan lain sebagainya. Dalam artikel yang diterbitkan oleh The
Indonesian Legal Resource Center (ILRC)yang berjudul memahami
diskriminasi,menyebutkan bahwa menurut Theodorson & Theodorson
diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan atau
56
UN Urges Burma to Investigate Rohingya Deaths after Latest Violance, diakses dari
https://www.theguardian.com/world/2014/jan/24/un-burma-investgate-rohingya-deaths-violence,
pada 04/10/2016 57
Asal Usul Etnis Rohingya Hingga Terusir dari Myanmar, diakses dari
http://news.merahputih.com/asia/2015/05/19/asal-usul-etnis-rohingya-hingga-terusir-dari-
myanmar/14548/, pada 19/09/2016
37
kelompok berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal atau atribut-atribut
khas seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan agama atau keanggotaan kelas-kelas
sosial.58
Etnis Rohingya sendiri merupakan etnis minoritas di Myanmar yang
keberadaannya tidak diakui oleh pemerintah dan masyarakat Myanmar. Etnis
Rohingya banyak mendapatkan perlakuan dan peraturan diskriminatif oleh
pemerintah, hal dimulai dengan pengusiran ratusan ribu etnis Rohingya pada
tahun 1960 oleh tentara Myanmar dibawah pemerintahan Ne Win selama program
Burmese Way to Socialism Nasionalism.59
Kampanye pembersihan etnis dan kampanye anti muslim juga terjadi pada
tahun 1987 yang dinamakan operasi Naga Min, hal ini menyebabkan 200.000 jiwa
mengungsi ke Bangladesh dan diperkirakan 100,00 jiwa meninggal karena
kelaparan dan terjangkit pemyakit. Pada tahun 1991, tentara Myanmar kembali
mengusir lebih dari 250.000 etnis Rohingya, menghancurkan rumah, gedung,
serta masjid.60
Tindakan diskriminasi terhadap warga etnis Rohingya mencakup dalam
beberapa bentuk diskriminasi di beberapa bidang kehidupan manusia yaitu politik,
ekonomi, sosial dan budaya dan bahkan tindakan diskriminasi ini mengarah pada
pengurangan jumlah populasi etnis Rohingya.Perlakuan diskriminatif dari
58
Fulthoni, Arianingtyas Renata, dll, Memahami Diskriminasi, Jakarta: The Indonesian Legal
Resource Center (ILRC), 2009, 3 59
The Role of ASEAN ini The Settlement Process of Human Rights Violations in Myanmar: Case
Study Rohingya Etnic Minority and The Saffron Revolution, diakses dari
http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/2833/1/vjhi-04-07-2012-
the_role_of_ASEAN.pdf, pada 04/10/2016 60
Ibid, The Role of ASEAN ini The Settlement Process of Human Rights Violations in Myanmar
38
pemerintah Myanmar dan juga ketidaksudian dari Etnis Rakhine dalam menerima
kehadiran etnis Rohingya adalah dikarenakan asal-usul yang dianggap tidak jelas.
Sehingga dua etnis yang berada diwilayah Arakan saling menaruh kebencian.
Sejak awal kemerdekaan, Myanmar tidak melakukan upaya untuk menyelesaikan
permasalahan ini, bahkan hingga saat ini Myanmar tidak memberikan
kewarganegaraan bagi rakyat Rohingya.
Pemerintah Myanmar menempatkan warga etnis Rohingya pada posisi-posisi
politik baik nasional maupun regional yang rendah, dimana junta militer terus
menunda perizinan atas peringatan ke 15 dewan urusan agama Islam setempat
dan peringatan ke 16 perwakilan agama Islam di Myitkina, negara bagian Chin.61
Upaya diskriminasi berakar dari keengganan pemerintah Myanmar
memberikan status kewarganegaraan terhadap etnis Rohingya, penolakan tersebut
juga berdampak pada beberapa asepek seperti akses kesehatan dan pendidikan
dimana warga etnis Rohingya sengaja dipersulit untuk mendapatkan pelayanan
tersebut. Selain itu wilayah Arakan sengaja ditempati oleh warga buddha Rakhine
agar dapat mendesak warga Rohingya meninggalkan Arakan dan Buddha Rakhine
dapat menguasai wilayah tersebut. Banyak dari etnis Rohingya saat ini mengungsi
ke negara lain seperti Bangladesh, Malaysia, Thailand, Arab Saudia dan
Indonesia.
Etnis Rohingya yang tersisa di Myanmar mengalami masa yang sulit, dimana
mereka dilarang bepergian dari satu desa ke desa lainnya kecuali dengan izin dari
61
118 Burma Country Report on Human Rights Practices 2006, Bureau of Democracy, Human
Rights and labor, US. Department of State, 2007
39
otoritas lokal.62
Peraturan tersebut adalah kebijakan dari kementrian
pembangunan wilayah perbatasan dan ras rasional. Selain itu etnis Rohingya juga
dimasukkan kedalam kamp yang tidak memungkinkan mereka untuk bepergian
dan menjadikan mereka sebagai buruh atau pekerja paksa.
Arakan mengalami krisis kemanusiaan yang besar baik pembunuhan,
pemindahan secara paksa, deportasi dan kejahatan lainnya telah meluas dan
dilakukan secara sistematis kepada etnis Rohingya. Kegiatan perekonomian dan
sosial umat muslim diisolasi, bantuan-bantuan yang datang dari berbagai pihak
untuk Rohingya diprotes dan diblokir oleh etnis Rakhine dan Biarawan.
Presiden Thein sein dalam hal ini pada 17 Agustus 2012 membuat komisi
yang beranggotakan 27 anggota untuk mengungkapkan kebenaran dari kekerasan
yang terjadi. Ia pun menyatakan bahwasanya partai politik, biarawan dan
beberapa individu lah yang telah meningkatkan kebencian etnis. Namun tetap saja
tidak ada langkah efektif yang diambil oleh Thein Sein dalam menyelesaikan
kekerasan yang terjadi.63
Masyarakat Myanmar yang beragama Buddha menganggap bahwa muslim di
Myanmar mengancam eksistensi masyarakat Buddha. Salah satu biksu terkemuka
yaitu Ashin Wirathu memimpin gerakan anti muslim dan mengorganisir protes
yang mengatakan:
62
Rohingya Diduga Alami Diskriminasi Oleh Pemerintah Myanamar, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/02/140225_myanmar_rohingya, pada 01/10/2016 63
All You Can Do is Pray, Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya Muslims
in Burma’s Arakan State, diakses dari https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-
pray/crimes-against-humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims, pada 07/12/2016
40
“Populasi muslim tumbuh terlalu cepat, mereka (kaum muslim) maju dalam bisnis, mereka
menguasai transportasi, konstruksi, dan sekarang mereka mengambil alih partai politik kami, jika
hal ini berlangsung kita akan berakhir seperti Afganistan dan Indonesia.”64
Hal tersebut tentu memicu terjadinya konflik yang berkepanjangan,
diskriminasi terus dirasakan oleh etnis Rohingya yang pada asalnya sudah tidak
diakui kewarganegaraannya. Pemerintah maupun masyarakat terus melakukan
penekanan sehingga etnis Rohingya berusaha untuk melarikan diri atau
mengungsi ke negara lain, yaitu 422 imigran Rohingya dari Myanmar ditemukan
terombang ambing dalam sembilan kapal diperairan Aceh Timur pada Mei
2015.65
Habib Siddiqui seorang jurnalis dari Arakan Rohingya National Organisation
berpendapat bahwa pada masa rezim militer Thein Sein, segala perkataan untuk
membawa keadilan bagi umat Rohingya adalah janji palsu, ia mengatakan bahwa
pemerintah Myanmar bermain kucing dan tikus, menyembunyikan segala bentuk
ketidakadilan yang terjadi. Pasalnya, 10 muslim yang digantung oleh kaum
Rakhine pada 10 Juni 2012 tidak mendapatkan keadilan, setelah janjinya akan
membawa ke ranah hukum.66
Ditambah lagi dengan pernyataan dari Thein Sein
bahwa Myanmar tak memberikan kewarganegaraan kepada etnis Rohingya yang
dianggap sebagai imigran gelap dan bahkan rezim tersebut memasukkan
Rohingya pada daftar hitam (blacklisted).
64
What is behind Burma’s wave of religious Violence?, diakses dari
http://www.bbc.com/news/world-asia-22023830, pada 04/10/2016 65
Konflik Rohingya, diakses dari http://aceh.tribunnews.com/2015/05/25/konflik-rohingya, pada
04/10/2016 66
Siddiqui, Habib, Arakan: Genocide of the Rohingya of Myanmar in 2012, Arakan Rohingya
National Organisation (ARNO), 5
41
Thein Sein telah menandatangani undang-undang mengenai perawatan
kesehatan kendali populasi yang bertujuan membatasi pertumbuhan penduduk
Muslim, dengan undang-undang ini pemerintah Myanmar mengadopsi kebijakan
kontrol populasi di negara-negara bagian, Undang-undang ini didukung oleh
biksu-biksu garis keras, mereka terus mendesak pemerintah untuk menangkal
pengaruh kelompok minoritas Muslim.67
Pemerintah menganggap bahwa warga Rohingya sebagai kaum pendatang,
yaitu imigran ilegal dari Bengali. Dikriminasi etnis telah mengakibatkan
kurangnya akses ke pendidikan, perawatan kesehatan dan juga pekerjaan. Lebih
dari 140.000 etnis Rohinya di kamp-kamp mereka diawasi dengan ketat oleh
pihak berwajib, mereka melakukan kerja paksa dan dilarang bepergian keluar desa
tanpa izin.68
Human Right Watch menggambarkan diskriminasi ini sebagai kejahatan
kemanusiaan yang bertujuan untuk pembersihan etnis. Sensus yang akan
dilakukan PBB pada Rohingya pun ditolak oleh kaum Buddha, mereka
menyatakan bahwa mereka adalah kaum Bengali. Kaum Buddha juga menentang
keikutsertaan warga Rohingya dalam pemilihan umum.69
Fortify Rights sebagai organisasi HAM yang berbasis di Asia Tenggara
menyatakan bahwa mereka menemukan dokumen bocoran bahwasanya
67
Diskriminasi Terhadap Muslim Rohingya, diakses dari
http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/95981-diskriminasi-terhadap-muslim-rohingya, pada
01/10/2016 68
Affiliate Marykoll, Myanmar: Rohingya Face Discrimination, Exploitation, diakses dari
http://maryknollogc.org/article/myanmar-rohingya-face-discrimination-exploitation, pada
04/10/2016 69
Ibid, Affiliate Marykoll
42
pemerintah berperan aktif dalam tindakan diskriminasi terhadap warga Rohingya,
meraka telah membatasi pergerakan warga etnis Rohingya.70
Dokumen
pemerintah yang ditemukan tersebut adalah antara tahun 1993-2013 dinyatakan
bahwa pemerintah Myanmar menerapkan pembatasan perkawinan, kelahiran,
perbaikan rumah, dan juga pembangunan tempat ibadah.
Bahkan kunjungan Fortify Rights pada April 2016 menemukan bahwa bantuan
dari World Food Program hanya dapat diberikan kepada mereka yang diakui oleh
pemerintah sebagai Internally Displaced Persons (IDP), adapun kriteria yang
diberikan pemerintah yang termasuk dalam IDP adalah tidak jelas, dan disini
banyak warga muslim yang tidak mendapatkan jatah bantuan makanan tersebut.71
70
Rohingya diduga Alami Diskrimiasi oleh Pemerintah Myanmar, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/02/140225_myanmar_rohingya, pada 22/09/2015 71
Supporting Human Right In Myanmar: Why the U.S Should Maintain Existing Sanction
Authority, May 2016, diakses dari
http://www.fortifyrights.org/downloads/Fortify_Rights_and_UEG_Supporting_Human_Rights_in
_Myanmar_May%202016.pdf, pada 29/09/2016
43
BAB III
AICHR SEBAGAI ORGANISASI HAM ASEAN
A. Association of Southeast Asian Nations dan Hak Asasi Manusia di
Asia Tenggara
1. Sejarah Perkembangan HAM di ASEAN
ASEAN pertama kali didirikan pada tahun 1967 di Bangkok dengan tidak
menyinggung perlindungan HAM, adapun persoalan HAM selama kurun waktu
46 tahun hanya sebatas promosi, dan tidak pada aspek perlindungannya.72
Negara-
negara anggota ASEAN cenderung menolak adanya pembentukkan suatu
mekanisme regional untuk melindungi HAM.73
Pada saat itu kawasan lebih
memprioritaskan pengaturan lain seperti ekonomi, stabilitas sosial dan kemajuan
financial, padahal seiring berjalannya waktu permasalahan-permasalahan HAM
terjadi didalamnya seperti eksploitasi anak, perdagangan manusia, diskriminasi,
konflik bersenjata dan korupsi.74
Perkembangan HAM di kawasan Asia Tenggara terbilang lamban. Hal ini
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu keberagaman yang begitu kental dikawasan
Asia Tenggara sehingga menyulitkan penetapan standar umum untuk HAM,
masing-masing negara memiliki prioritas tersendiri untuk membangun bangsanya
dari kemiskinan, serta masih adanya negara dalam pemerintahan otoriter.
72
Wahyuningrum Yuyun, The ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights: Origins,
Evolution and the Way Forward, International Idea, 2014, 13 73
Seth R. Harris, “Asian Human Right: Forming a Regional Covenant”, Asian-Pasific Law &
Policy Journal, 200, 2 74
Gorawt Numnak, et.al., “ the Unfinished Business: the ASEAN Intergovernmental Commission
on Human Rights”, Freiderich Naumann Stiftung Fur die Freihet, 2009, 6
44
Seiring dengan bertambahnya anggota ASEAN dan dinamika internal masing-
masing negara anggota yang terkoneksi dengan perkembangan pembangunan
global, negara anggota pada akhirnya memberikan perhatian kepada isu HAM
mulai tahun 1993.75
Namun momentum pendirian institusi HAM regional baru
terjadi ketika negara-negara anggota merumuskan ASEAN Charter atau piagam
ASEAN di tahun 2007 dimana pasal 14 menyerukan pendirian badan HAM
ASEAN, ASEAN Charter ini diratifikasi oleh 10 negara yaitu Brunei Darussalam,
Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filiphina, Singapura, Thailand
dan Vietnam. Hal tersebut menjadi landasan konstitutional dari terbentuknya
AICHR pada 20 Juli 2009 saat KTT ASEAN ke 14 di Phuket, Thailand.76
Pembentukan badan HAM dimulai dari pertemuan tingkat menteri ASEAN
yang berlangsung pada Juli 2008. Pertemuan ini menyepakati pembentukan High
Level Panel on Establishment for ASEAN Human Right Body yang bertugas untuk
menyusun ToR ASEAN Human Right Body dalam kurun waktu satu tahun. Hal-
hal utama yang diatur dalam ToR ASEAN Human Right Body adalah: non-setting,
promotion, protection dan reporting.
Tonggak sejarah perkembangan HAM di ASEAN adalah saat pertemuan KTT
ASEAN 15 di Thailand yang berlangsung pada 23 Oktober 2009, dimana para
pemimpin ASEAN menyetujui the Cha-am Ha Hin Declaration on the
Inauguration of the AICHR, yaitu deklarasi mengenai peresmian AICHR sebagai
75
Wahyuningrum Yuyun, The ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights: Origins,
Evolution and the Way Forward, International Idea, 2014, 13 76
Fathurrahmi Farah, Nadhifah N, dll, Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan Luar Negeri, Jakarta:
KontraS, 2014, 15
45
badan HAM tingkat ASEAN. Berdirinya badan ini melalui perjalanan yang
panjang sejak diadopsinya ASEAN Joint Communique pada tahun 1993 yang
mengusulkan pembentukkan badan HAM regional. Dalam deklarasi ini negara-
negara anggota ASEAN berkomitmen untuk lebih mengembangkan kerjasama
untuk mempromosikan dan melindungi HAM.
AICHR merupakan bagian intergral dari struktur organisasi ASEAN yang
berperan sebagai badan konsultasi dan bersifat advisory atau memberi nasehat.
AICHR merupakan institusi penaung (overaching) HAM di ASEAN dengan
tanggung jawab secara umum adalah untuk kemajuan dan perlindungan HAM
diwilayah ASEAN, sebagaimana tercantum dalam ToR AICHR Pasal 1 dalam
tujuan AICHR dan juga pada Pasal 4 yang tercantum 14 mandat dan fungsi
AICHR.77
Deklarasi ini menegaskan prinsip menghormati kemerdekaan dan tidak ikut
campur tangan urusan dalam negeri masing-masing negara anggota ASEAN, yang
mana berarti prinsip integral ini berlaku untuk AICHR dalam menjalankan
fungsinya. Walaupun begitu, terbentuknya AICHR merupakan pencapaian positif
dalam perkembangan isu HAM di Asia Tenggara. AICHR Terms of Refeence
(ToR AICHR) yang disepakati pada pertemuan para menteri luar negeri ASEAN
yang ke-42 di Thailand, menjadi langkah awal perkembangan isu HAM di
kawasan Asia Tenggara.
77
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat
46
2. Mekanisme HAM ASEAN
Dengan melihat dan mempertimbangkan kemungkinan pelanggaran HAM
yang dapat terjadi, maka HAM memerlukan legitimasi yuridis dimana bentuk
legitimasi yuridis tersebut adalah proses mekanisme penyelesaian sengketa HAM
yang akan terjadi. Pengaturan HAM secara yuridis harus diatur dalam konvensi-
konvensi secara universal, regional serta nasional dan konstitusi negara.
Pengaturan tersebut adalah deklarasi universal hak asasi manusia, diikuti dan
diratifikasi serta dijadikan acuan untuk menjadi bagian dari hukum nasional oleh
berbagai bangsa.
Mekanisme HAM regional ASEAN merupakan mekanisme perlindungan dan
penyelesaian sengketa HAM di ASEAN. Berdasarkan landasan yuridis secara
regional oleh ASEAN terbentuk tiga badan yang bertujuan untuk menjamin HAM
yaitu ASEAN Inter-Governmental Commission on Human Rights (AICHR),
ASEAN Commission on Women and Children (ACWC), dan ASEAN Commission
on Migrant Worker (ACMW).78
Dari ketiga badan tersebut AICHR merupakan badan yang bertujuan untuk
membentuk sebuah mekanisme penyelesaian sengketa dengan landasan hukum
materil dan formil dalam upaya perlindungan HAM. Negara-negara ASEAN
menyambut positif konsesus yang dihasilkan didalam Konvensi Wina dengan
78
Mekanisme Penyelesaian Sengketa HAM di Negara Association of Southeast Asia Nations
(ASEAN), diakses dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/11534/11137, pada 05/10/2016
47
ditandatanganinya Deklarasi Wina dan Program of Action-nya oleh seluruh
negara ASEAN pada tahun 1993.79
Pada tahun 1993 negara-negara ASEAN mengeluarkan Komunike Bersama
(Joint Communique) yang menyatakan pandangan kolektif mereka mengenai
HAM dan juga komitmennya untuk menghormatinya sebagaimana yang ada
didalam deklarasi Wina.80
Didalam Joint Communique, ASEAN setuju untuk
melakukan koordinasi untuk mencapai sebuah pendekatan bersama (common
approach) mengenai HAM dan untuk secara aktif berpartisipasi pada penerapan
kemajuan dan perlindungan (promotion and protection) HAM, serta perlunya
memikirkan tentang pembentukan sebuah mekanisme HAM regional yang tepat.81
Dalam hal ini AICHR telah menyusun deklarasi hukum materil HAM ASEAN
yaitu deklarasi HAM ASEAN (ASEAN Human Right Declaration/ AHRD).
Namun Deklarasi ASEAN yang ditujukan sebagai legitimasi yuridis dalam
perlindungan HAM pada masyarakat ASEAN dinilai belum stabil karena masih
banyak pelanggaran dan penyimpangan HAM di negara-negara anggota ASEAN
baik dalam perengutan kebebasan, masalah agama, etnis, ras bahkan keyakinan
yang tentunya merupakan masalah dalam perlindungan HAM di ASEAN.
Komposisi AICHR terdiri dari wakil-wakil 10 negara anggota ASEAN yang
ditunjuk oleh pemerintahnya dan juga terdapat dua orang yang terpilih dari
kalangan organisasi masyarakat sipil. Pengambilan keputusan dalam AICHR
79
Prospek Mekanisme HAM ASEAN, diakses dari http://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-asean?showall=1&limitstart, pada
04/10/2015 80
Ibid, Prospek Mekanisme HAM ASEAN 81
Ibid, Prospek Mekanisme HAM ASEAN
48
sama halnya dengan proses pengambilan keputusan yang berlaku dibadan-badan
ASEAN lainnya, yaitu berdasarkan konsultasi, konsesus, dan non-interfensi.82
AICHR bekerja dengan seluruh badan-badan sektoral ASEAN yaitu politik,
keamanan dan juga sosial budaya. AICHR melakukan konsultasi, koordinasi dan
kolaborasi degan tiga komunitas ASEAN tersebut. AICHR juga melakukan
tinjauan dan rekomendasi kepada masing-masing komunitas mengenai persoalan
HAM yang terdapat dalam ruang lingkupnya, hal itu dapat disebutkan yaitu:83
1. Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN
Perdagangan manusia
Perlindungan HAM dan kebijakan anti teror ASEAN
Pencegahan konflik dan kejahatan HAM berat (genosida, kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang)
Perlindungan HAM dalam menanggapi ancaman non traditional
2. Komunitas Ekonomi ASEAN
Perlindungan HAM dalam traktat perjanjian perdagangan dengan
non ASEAN maupun intra ASEAN
Perlindungan sosial berspektif HAM dalam kebijakan perburuhan
ASEAN
Kebebasan bergerak dan bekerja bagi warga ASEAN (freedom of
movement and right to work)
82
Prospek Mekanisme HAM ASEAN, diakses dari http://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-asean?showall=1&limitstart, pada
05/10/2015 83
Ibid, Prospek Mekanisme HAM ASEAN
49
3. Komunitas Sosial Budaya ASEAN
Hak lingkungan HAM
Perlindungan HAM anak-anak dan perempuan
Perlindungan HAM buruh migran
HAM dalam kurikurum pendidikan ASEAN
Pencegahan HIV/AIDS dan perlindungan HAM bagi pekerja sex,
transgender, MSM.
B. ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights sebagai
Lembaga Hak Asasi Manusia Regional
1. Tujuan, Mandat dan Fungsi
ASEAN Charter atau Piagam ASEAN yang telah diratifikasi oleh 10 negara
yaitu, Brunei Darussalam, kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar,
Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam pada 15 Desember 2008 merupakan
landasan konstitusional dari terbentuknya AICHR. Piagam tersebut menyebutkan
agar ASEAN membentuk sebuah badan HAM ASEAN. Pada akhirnya bulan
Oktober AICHR diresmikan pada saat KTT ASEAN ke 15 tanggal 23 Oktober
2009 di Hua Hin, Thailand.84
Dalam ToR disebutkan bahwa AICHR merupakan badan antar-pemerintah
dan merupakan bagian dari struktur organisasi ASEAN yang berperan sebagai
badan konsultasi dan bersifat “advisory atau memberi nasehat”. AICHR juga
merupakan institusi penaung (overarching) HAM di ASEAN dengan tanggung
84
Prospek Mekanisme Ham ASEAN, diakses dari https://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-asean?showall=&start=2, pada
30/09/2016
50
jawab secara umum adalah untuk pemajuan dan perlindungan HAM di wilayah
ASEAN. Tujuan dari AICHR adalah sebagai berikut: 85
1. Mempromosikan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental masyarakat ASEAN
2. Menjunjung tinggi hak masyarakat ASEAN untuk hidup secara damai,
bermatabat, dan sejahtera
3. Mewujudkan tujuan organisasi ASEAN sebagaimana tertuang dalam
piagam ASEAN yakni menjaga stabilitas dan harmoni dikawasan regional,
sekaligus menjaga persahabatan dan kerjasama antara anggota ASEAN
4. Mempromosikan hak asasi manusia di tingkat regional dengan tetap
mempertimbangkan karakteristik, perbedaan sejarah, budaya dan agama
dimasing-masing negara, serta menjaga keseimbangan hak dan kewajiban
5. Meningkatkan kerjasama regional melalui upaya ditingkat nasional dan
internasional yang saling melengkapi dan mempromosikan dan
melindungi hak asasi manusia
6. Menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional yang tertuang
dalam Vienna Declaration serta program pelaksanaannya, dan instrumen
HAM lainnya, dimana negara anggota ASEAN menjadi negara pihak.
Dari tujuan pembentukan AICHR dapat dilihat bahwasanya negara-negara
ASEAN masih memiliki keraguan terhadap norma-norma HAM yang berlaku
secara universal diseluruh dunia. Hal ini nampak dengan adanya penekanan
tentang perlunya pertimbangan karakteristik, sejarah, budaya dan bahkan agama
85
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat
51
yang berkembang di ASEAN yang kemudian disebut dengan The ASEAN Values
(nilai-nilai ASEAN). Dan tentunya hal ini dapat menjadi hambatan bagi AICHR
dalam mempromosikan dan melindungi HAM di ASEAN.
ToR AICHR menetapkan prinsip yang harus dijadikan rujukan dalam
pelaksanaan tugasnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah:86
1. Menghormati prinsip-prinsip organisasi ASEAN sebagaimana terdapat
dalam pasal 2 ASEAN Charter, yaitu:
a. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas
teritorial dan identitas nasional setiap negara anggota ASEAN
b. Prinsip non intervensi terhadap permasalahan internal negara-
negara anggota ASEAN
c. Menghormati hak setiap negara anggota untuk memimpin
kehidupan nasionalnya yang merdeka dari intervensi external,
tindakan subversi dan pemaksaan
d. Kepatuhan terhadap penegakan hukum yang adil, pemerintahan
yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan negara yang berlandaskan
konstitusi
e. Menghormati kebebasan fundamental, promosi serta perlindungan
hak asasi manusia, dan promosi terhadap keadilan sosial
f. Menegakkan piagam HAM PBB dan hukum internasional,
termasuk hukum humaniter internasional yang dianut (telah
diadopsi) oleh negara anggota ASEAN
86
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat
52
g. Menghormati perbedaan budaya, bahasa dan agama masyarakat
ASEAN dengan memperlihatkan nilai-nilai bersama dalam
semangat perbedaan.
Menghormati prinsip-prinsip internasional HAM, termasuk prinsip
universalitas, indivisiblitas, prinsip saling keterkaitan antar HAM dan hak
fundamental, serta prinsip imparsialitas, objektivitas, non-selektivitas, non-
diskriminasi, dan menghindari bersikap ganda (double-staandart) dan politisasi
2. Mengakui bahwa tanggung jawab terhadap promosi dan perlindungan hak
asasi manusia berada pada masing-masing pemerintah negara anggota
3. Melakukan pendekatan dan kerjasama yang bersifat konstruktif dan non
konfrontasi dalam memperkuat promosi dan perlindungan hak asasi
manusia
4. Menggunakan pendekatan evolusioner untuk berkontibusi memajukan
norma dan standar hak asasi manusia di kawasan ASEAN.
Prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman bagi AICHR dalam pelaksanaan
tugasnya mengandung keinginan dari tiap-tiap negara anggota ASEAN supaya isu
HAM tidak menggangu jalannya roda pemerintahan. Dengan adanya prinsip non
intervensi, AICHR tidak dapat atau sulit untuk memproses pelanggaran HAM
yang terjadi di negara anggota ASEAN dikarenakan hal tersebut merupakan
bentuk intervensi terhadap kedaulatan negara ASEAN.
Namun AICHR juga mengakui standar HAM internasional sebagai standar
norma yang harus dihormati oleh masing-masing negara anggota ASEAN, dimana
53
hukum HAM internasional memungkinkan dilakukannya intervensi, bahkan
pemberian sanksi terhadap suatu negara bila terjadi pelanggaran HAM berat
didalamnya.87
Hal ini terdapat dalam Pasal 1.6 ToR AICHR dalam penetapan
tujuan AICHR yaitu untuk menegakkan standar-standar HAM internasional
sebagaimana dimuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Deklarasi
dan Program Aksi Wina, dan instrumen-instrumen hak asasi manusia
internasional, dimana negara-negara anggota ASEAN adalah negara-negara yang
dimaksud dalam instrumen tersebut.88
Selain itu, penghormatan atas prinsip-
prinsip hak asasi manusia internasional termasuk universalitas HAM juga
ditegaskan sebagai salah satu prinsip panduan bagi AICHR.89
Mandat dan fungsi AICHR terdapat dalam Pasal 4 ToR AICHR yaitu:90
1. Mengembangkan strategi pemajuan dan perlindungan HAM
2. Mengembangkan deklarasi HAM ASEAN
3. Meningkatkan kesadaran publik terhadap HAM
4. Memajukan peningkatkan kemampuan demi pelaksanaan kewajiban-
kewajiban perjanjian HAM
5. Mendorong negara-negara ASEAN untuk meratifikasi instrument
HAM
6. Memajukan pelaksanaan instrumen-instrumen ASEAN
87
Djafar Wahyudi, Putra Ardimanto, dll, Memperkuat perlindungan Hak Asasi Manusia di
ASEAN, Infidc& ICCO, 2014, hal. 24 88
ToR AICHR, Pasal 1.6. 89
ToR AICHR, Pasal 2.2. 90
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat
54
7. Memberikan pelayanan konsultasi dan bantuan teknis terhadap
masalah HAM
8. Melakukan dialog dan konsultasi dengan badan-badan ASEAN lain
9. Berkonsultasi dengan institusi nasional, regional dan internasional
10. Mendapatkan informasi dan negara-negara anggota ASEAN tentang
pemajuan dan perlindungan HAM
11. Mengupayakan pendekatan dan posisi bernama tentang persoalan
HAM yang menjadi kepentingan ASEAN
12. Menyiapkan kajian-kajian tentang isu-isu tematik Ham di ASEAN
13. Menyerahkan laporan tahunan kegiatan atau laporan lain yang
diperlukan pada pertemuan menteri luar negeri ASEAN
14. Menjalankan tugas lain yang mungkin diberikan oleh pertemuan
menteri luar negeri ASEAN
Diratifikasinya piagam ASEAN pada 2008 dan pembentukan AICHR pada
2009 merupakan bentuk adanya aturan baru. Piagam ASEAN merupakan
seperangkat aturan yang mengikat negara-negara angota ASEAN, dan merupakan
bentuk kesepakatan juga bahwa negara-negara anggota ASEAN menciptakan
badan HAM di ASEAN sesuai dengan piagam ASEAN pasal 14 mengenai
ASEAN Human Right Body.
Inti dari tujuan dan prinsip yang terkandung dalam TOR AICHR adalah untuk
mewujudkan masyarakat ASEAN yang bebas dari rasa takut, perang, agresi dan
kemiskinan, dan juga menciptakan kehidupan yang seimbang antara hak dan
kewajiban. Dalam hal ini maka semua sektor masyarakat dalam negara-negara
55
anggota ASEAN memiliki tanggung jawab bersama dalam upaya promosi dan
juga perlindungan hak-hak dan kewajiban tersebut.
AICHR merupakan sebuah terobosan bagi negara-negara ASEAN untuk
menjawab berbagai kecaman dari dunia internasional atas banyaknya pelanggaran
HAM yang ada dikawasan. Banyak yang menilai bahwa AICHR gagal dalam
membangun mekanisme perlindungan dan pemulihan bagi para korban
pelanggaran HAM di ASEAN. Kegagalan ini dianalis karena adanya kendala
dalam kerangka acuan (ToR), yang juga menyebabkan negara-negara ASEAN
tidak akan memiliki mekanisme yang dapat menyelesaikan pelanggaran HAM
ketika mekanisme nasional masing-masing negara tidak dapat
menyelesaikannnya. ToR yang dimiliki AICHR berisikan upaya mempromosikan
HAM dibandingkan dengan menjelaskan ataupun menguraikan peran AICHR
dalam upaya penegakkan.
2. Perkembangan AICHR
Pemajuan HAM dikawasan ASEAN ditandai dengan ditandatanganinya Term
Of Reference (ToR) serta diluncurkannya badan HAM antar-pemerintah di Asia
Tenggara (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Right). Badan ini
menandai bahwa ASEAN telah menaruh perhatian pada permasalahan HAM,
khususnya dikawasan.
AICHR menuai kritik tajam baik dari sisi legalitas, mandat dan kinerjanya,
badan ini dinilai tertutup dan selektif terhadap organisasi masyarakat sipil yang
berdialog. Seperti halnya pada perumusan Deklarasi HAM ASEAN/AHRD
56
masyarakat sipil hanya diajak berkonsultasi pada proses akhir perumusan yang
dideklarasikan pada 2012. Proses perumusan yang tertutup ini pada akhirnya
dinilai tidak selaras dengan standar HAM internasional. AICHR juga dinilai
lemah karena tidak adanya mekanisme penerimaan laporan dan investigasi kasus
pelanggaran HAM, hal ini terlihat dari respon AICHR yang tak terdengar atas
kasus penghilangan paksa aktivis asal Laos, Sombath Somphone. AICHR juga
dinilai kurang merespon peristiwa pembunuhan etnis Rohingya di Myanmar.
Pada April 2014 AICHR dijadwalkan memperbarui atau meninjau ulang ToR
yang telah menjadi landasan kerjanya.91
Peninjauan ini berpeluang untuk
memperbarui mandatnya dan juga dapat menjadi kesempatan bagi semua para
pemangku kepentingan untuk memperbaiki dan memperkuat mandat kelembagaan
AICHR.
Dalam menghadapi sebuah pelanggaran HAM, ASEAN memiliki beberapa
pilihan penyelesaian. Baik dengan keterlibatan konstruktif sesuai prinsip non-
intervensi; melengkapi AICHR dengan mekanisme pengadilan HAM yang sulit
untuk disepakati dan tidak praktis atau dengan cara menerapkan mekanisme diluar
HAM, seperti sanksi politik dan ekonomi dengan dasar pelanggaran terhadap
piagam ASEAN yang telah diratifikasi dan mengikat secara hukum seluruh
anggotanya.92
91
Djafar Wahyudi, Putra Ardimanto, dll, Memperkuat perlindungan Hak Asasi Manusia di
ASEAN, Infidc & ICCO, 2014, 24 92
John Arend, The Dilemma of Non-Interference: Myanmar, Human Rights, and the ASEAN
Charter, 8 Nw. J. Intl Hum. Rts 102
57
Piagam ASEAN merupakan babak awal dari upaya perlindungan HAM di
ASEAN karena dinilai tidak mengandung elemen yang dapat mempengaruhi
prospek bagi berdirinya suatu badan HAM regional yang kuat. Dalam piagam
ASEAN meskipun terdapat pengakuan akan HAM, namun prinsip non intervensi
tetap dipertahankan atas kepatuhan terhadap norma-norma HAM.93
Deklarasi HAM ASEAN yang mengganjal adalah bahwa persoalan hak-hak
asasi manusia akan dipertimbangkan dalam konteks regional dan nasional.
Dengan kata lain, penghormatan, promosi, perlindungan dan pemenuhan HAM
sangat bergantung pada pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh ASEAN
secara kolektif dan oleh negara-negara anggota ASEAN secara mandiri.
Dalam perkembangannya AICHR telah berhasil menerima Annual Budget
2012 dan Work Plan 2013-2015, menyelesaikan rencana kerja lima tahun AICHR,
pembahasan Guidelines on the Operation of AICHR, pembahasan ToR Thematic
Issus on Migration dan Corporate Social Responsibility(CSR), serta pembahasan
inisiatif dialog atau kerjasama dengan negara mitra ASEAN. Selain itu AICHR
juga telah berhasil mengembangkan berbagai dialog dan kerjasama dengan para
pemangku kepentingan dan pihak-pihak dari luar kawasan seperti dengan ASEAN
Committee of Permanent Representative (CPR), European Commission, UNCHR,
UNDP, dan Working Group for an ASEAN Human Rights Mechanism.94
93
Ibid, Djafar Wahyudi, 24 94
Komisi HAM ASEAN capai Banyak Kemajuan, diakses dari
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/178-diplomasi-oktober-2012/1544-komisi-ham-
asean-capai-banyak-kemajuan-di-bawah-keketuaan-indonesia-.html, pada 03/10/2016
58
3. Respon AICHR terhadap Pelanggaran HAM di beberapa
Negara Anggota ASEAN
1. Filipina
Di Filipina pada November 2009 terjadi tragedi mengerikan dalam dunia
jurnalistik. Sebanyak 57 orang tewas dibantai dalam konvoi kelompok politik
yang akan menyerahkan dokumen pencalonan untuk kepentingan pemilu sebagai
kandidat gubernur provinsi Maguindanao wilayah selatan Filipina, 30 orang
diantaranya adalah seorang wartawan. Esmael Mangudadatu sengaja memasukkan
formulir ke kantor komisi pemilu dengan didampingi beberapa penasehat hukum,
jurnalis, dan beberapa rombongan pendukung yang kebanyakan perempuan, ia
mengira bahwa lawan politik tidak akan menyakiti perempuan dan jurnalis.
Namun diluar dugaan rombongan justru dicegat dan dibunuh oleh 100 orang
bersenjata.95
Pembantaian ini diduga telah direncanakan oleh kelompok Andal Ampatuan
yang merupakan lawan politik kelompok yang sedang berkonvoi tersebut,
sekaligus walikota yang sedang menjabat. Ampatuan telah memerintah
Maguindanao selama bertahun-tahun dan ia juga merupakan sekutu politik
presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo.96
Peristiwa ini lebih dikenal dengan
pembantaian Maguindanao hal ini tercatat sebagai pembunuhan wartawan secara
95
Pembantaian Politik di Filipina Selatan, diakses dari
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11505&coid=1&caid=27&gid=3, pada
11/11/2016 96
Klan Ampatuan Rencanakan Pembantaian Filipina, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2010/09/100908_ampatuancase.shtml, pada 11/11/2016
59
massal terburuk sepanjang sejarah.Jasad dari 57 korban ini ditemukan di kuburan
massal dikawasan bergunung-gunung terpencil di provinsi Maguindanao.97
Pembantaian yang terjadi dipicu dari persaingan politik. Demokrasi di Filipina
dihantui dengan fenomena anarchy of families, dimana banyak keluarga elite
politik menguasai roda pemerintahan dengan kekuatan 3G: Gun, Goon, Gold
(senjata, pasukan bajingan dan uang). Pada umumnya mereka memiliki private
army untuk menekan rakyat dan lawan politik, pasukan ini biasanya disamarkan
sebagai kelompok sipil yang membantu pemerintah.
Persaingan politik juga diperparah dengan adanya tradisi balas dendam antara
keluarga atau klan, yang mana fenomena ini menghasilkan siklus balas dendam
yang tidak terputus di Maguindanao. Pemerintah Maguindanao dinilai dibangun
dengan kekerasan oleh dinasti Ampatuan, yang mana hampir seluruh kursi
walikota di proivinsi ini dikuasai oleh keluarga Ampatuan. Pelangggaran yang
dilakukan keluarga Ampatuan ini tidak mendapatkan sanksi karena diduga
dukungan politik mereka mempengaruhi kemenangan Arroyo pada pemilu tahun
2004.98
Pendamping hukum dari keluarga korban pembantaian menyatakan bahwa
telah mengajukan gugatan atas pelanggaran HAM yang juga diduga didukung
oleh pemerintah kepada HAM ASEAN. Namun AICHR tidak merespon tragedi
pembantaian ini. Rafendi Djamin selaku wakil Indonesia dalam AICHR saat itu
97
Ibid, Klan Ampatuan Rencanakan Pembantaian Filipina 98
Pembantaian Politik Filipina Selatan, diakses dari
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11505&coid=1&caid=27&gid=3, pada
11/11/2016
60
menyatakan bahwa kasus ini termasuk kedalam pelaporan individual meski
diajukan oleh sekelompok masyarakat dan badan HAM ASEAN belum dapat
memproses pelaporan pelanggaran HAM individual walaupun yang terbunuh
terhitung banyak tetapi termasuk dalam satu kasus.99
Dan dijelaskan bahwa badan
HAM ASEAN pada saat itu sedang dalam tahap penyusunan pelaksanaan
kerangka acuan wewenang.
2. Malaysia
Pada tahun 2011 telah terjadi kekerasan di Malaysia, yaitu ketika masyarakat
Malaysia tergabung dalam gerakan bersih. Gerakan Malaysia bersih merupakan
gerakan yang dibentuk pada tahun 2006 oleh kalangan LSM dan kelompok
oposisi pemerintah yang tergabung dalam koalisi pemilu bersih dan adil. Gerakan
bersih pertama kali dilakukan pada tahun 2007 yang mana menuntut agar pemilu
dilakukan secara adil dan jujur.
Pada 9 Juli 2011 merupakan gerakan bersih Malaysia kedua dalam rangka
menyambut pemilu 2012, gerakan ini melibatkan 62 organisasi masyarakat sipil100
dan juga diikuti oleh berbagai latar belakang peserta, baik usia, etnik maupun
politik. Berbagai tokoh oposisi Malaysia pun turut hadir dalam gerakan ini.
tuntutan rakyat Malaysia dalam gerakan ini diantaranya adalah membersihkan
daftar pemilih dari pemilih fiktif, perbaikan surat suara, penggunaan tinta pemilu
99
Keluarga Korban Manguindanau Desak badan HAM ASEAN, diakses dari
http://www.dw.com/id/keluarga-korban-manguindanau-desak-badan-ham-asean/a-5207346, pada
01/11/2016 100
Mengenal gerakan Malaysia bersih, diakses dari http://kbr.id/08-
2015/mengenal_gerakan_malaysia_bersih/75427.html, pada 15/11/2016
61
yang tidak bisa dihapus, kampanye minimal 21 hari, akses bebas bagi media
keseluruh partai, anti korupsi, anti politik uang dan penguatan institusi publik.101
Gerakan ini menyebabkan sedikitnya 1500 orang ditangkap oleh kepolisisan
Malaysia. Beberapa nama-nama besar dalam politik Malaysia terjaring dan
dilaporkan mendapatkan tindakan brutal dari aparat kepolisian, bahkan terdapat
seorang pengunjuk rasa yang meninggal akibat tembakan gas air mata. Kejadian
ini sangat disayangkan karena bertentangan dengan komitmen nilai kebebasan
fundamental dan HAM sebagaimana telah tertera di dalam piagam ASEAN
terlebih Malaysia juga merupakan anggota AICHR. HAM PBB pun menyatakan
kekecewaannya terhadap Malaysia karena telah menggunakan kekerasan untuk
meredam aksi damai demostran.102
Kasus ini dilaporkan oleh masyarakat sipil melalui surat terbuka kepada
AICHR, namun sayangnya AICHR tidak merespon dengan tindakan konkret,
bahkan pernyataan resmi pun tidak dikeluarkan oleh badan HAM tersebut. Pada
saat itu Rafendi Djamin selaku ketua AICHR menyebutkan bahwa AICHR tidak
memiliki mekanisme dalam menangani kasus-kasus ataupun untuk menerima
pengaduan pelanggaran HAM dari masyarakat. AICHR berpandangan bahwa
mereka tidak dapat mencampuri hal-hal yang dipandang sebagai urusan internal
dalam negeri pemerintah tiap-tiap negara anggota ASEAN.103
101
Ibid, Mengenal Gerakan Malaysia Bersih 102
PBB kecewa dengan Malaysia, diakses dari
http://news.okezone.com/read/2011/07/12/411/479072/pbb-kecewa-dengan-malaysia, pada
15/11/2016 103
Djafar Wahyudi, Putra Ardimanto, dll, Memperkuat perlindungan Hak Asasi Manusia di
ASEAN, Infidc & ICCO, 2014, 39
62
3. Laos
Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di ASEAN diantaranya adalah
hilangnya Sombath Somphone pada tanggal 15 Desember 2012.104
Ia adalah
seorang aktifis terkemuka Laos yang telah banyak menyumbangkan pemikirannya
baik dalam bidang pembangunan, kepemimpinan dan kesejahteraan masyarakat.
Sombath Somphone memperjuangkan pendidikan bagi remaja dan juga hak-hak
penduduk miskin. Pada pertengahan 1990an ia mendirikan Participatory
Development Training Center (PADETC) yang merupakan salah satu lembaga
swadaya masyarakat pertama di Laos. Pada tahun 2005 ia menerima penghargaan
Ramon Manaysay untuk kegiatannya dalam perlindungan Lingkungan. Sombath
juga menyumbangkan pemikirannya dalam diskusi bertemakan interkonektivitas
pada forum Intelektual Asia di Chiang Mai, Thailand 2011. Ia juga turut aktif
dalam mengorganisasiForum Asia-Afrika menjelang pertemuan puncak pada
Oktober 2012 di Viantiane. Karya-karya dari Sombath Somphone ini dianggap
cukup berpengaruh dikawasan Asia Tenggara.
Sombath dihilangkan paksa tidak lama setelah terpilih sebagai wakil ketua
Lao National Organizing Committee, yaitu yang membantu pemeritah Laos dan
kelompok kelompok sipil dalam menyelenggarakan Asia-Europe People’s Forum
di Viantiane.105
Rekaman kamera menunjukan bahwa Sombath diculik dari kantor
polisi di kota Viantiane. Banyak dugaan yang menyatakan bahwa hilangnya tokoh
104
Menyelesaikan Pelanggaran HAM di Laos, diakses dari http://aseanmp.org/wp-
content/uploads/2016/09/APHR_Press-Release_ASEAN-in-Laos_IND.pdf, pada 01/11/2016 105
Menyelesaikan Pelanggaran HAM di Laos, diakses dari http://aseanmp.org/wp-
content/uploads/2016/09/APHR_Press-Release_ASEAN-in-Laos_IND.pdf, pada 01/11/2016
63
ini tidak terlepas dari keterlibatan aparat kepolisian dan juga pemerintah Laos.
Pada Januari 2013, ASEAN Parliement for Human Right (APHR) mengirimkan
delegasi yaitu Charles Santiago dari Malaysia, Lily Wahid dari Indonesia dan
Walden Bello dari Filipina, mereka diutus ke Laos untuk menanyakan perihal
penghilangan Sombath Somphone. Juru bicara Pemerintah Laos menyangkal
mengetahui penghilangan atau keberadaan dari Sombath Somphone dan
mengatakan bahwa Sombath diculik karena masalah pribadi atau konflik bisnis.106
Pemerintah Laos tidak melakukan investigasi yang komprehensif dan efektif
pada kasus penculikan ini. Pemerintah Laos dinilai gagal dalam memberikan
informasi mengenai keberadaannya dan juga tidak melaksanakan kewajiban
negara dalam menangani HAM sesuai dengan perjanjian HAM Internasional
dimana Laos merupakan negara anggota, termasuk didalamnya adalah perjanjian
Konvensi Internasional mengenai Hak Sipil dan Hak Politik (The International
Covenant on Civil and Political Right) serta Konvensi Anti Penyiksaan
(Convention Against Torture).107
Pemerintah Laos dengan sengaja dinyatakan diam dalam kasus hilang paksa
ini, diamnya pemerintah ini bertujuan agar kasus ini dilupakan. Hal ini terjadi
sebelum Universal Periodic Review (UPR) di Jenewa pada 20 Januari 2015 yang
106
Memperkuat Sistem hak Asasi Manusia ASEAN melalui Advokasi Hukum, diakses dari
http://www.americanbar.org/content/dam/aba/directories/roli/asean/aba_roli_asean_strengthening_
human_rights_system_through_legal_advocacy_indonesian_1013.authcheckdam.pdf, pada
01/11/2016 107
Menyelesaikan Pelanggaran HAM di Laos, diakses dari http://aseanmp.org/wp-
content/uploads/2016/09/APHR_Press-Release_ASEAN-in-Laos_IND.pdf, pada 01/11/2016
64
dalam pertemuan itu Laos harus menjelaskan pelanggaran HAM negara tersebut,
yang juga Laos dijadwalkan sebagai tuan rumah ASEAN pada 2016.108
Sombath Somphone telah banyak berkonstribusi untuk dunia internasional,
namun sangat disayangkan bahwa ASEAN tidak banyak bertindak dalam
hilangnya aktifis HAM tersebut.109
AICHR sebagai badan HAM ASEAN
mengupayakan untuk mengungkap kasus ini dan mengaitkan dengan
pemerintahan Laos yang dicurigai tidak memberikan keterangan dan tertutup akan
masalah tersebut.110
AICHR dalam hal ini mendorong negara-negara anggotanya
untuk ikut mengusut kasus tersebut. Namun perwakilan HAM Laos menyatakan
bahwa kasus hilang paksa ini tidak harus dibesarkan karena ASEAN memegang
prinsip non interferensi.
Istri dari Sombath Somphone yaitu Shui Meng menyatakan bahwa negara-
negara anggota ASEAN tidak melakukan apa-apa walaupun berpedoman pada
ASEAN Human Right Charter. Delapan puluh dua organisasi regional maupun
internasional mengungkapkan bahwa walaupun ASEAN memegang prinsip non
interferensi, negara-negara anggota harus tetap bertanggung jawab dan
menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang ada dalam piagam ASEAN yaitu
mengenai promosi dan perlindungan HAM dan juga mengenai kebebasan
108
ASEAN Sould Confront Laos On Rights Abuses: NGOs, diakses dari
http://thediplomat.com/2014/12/asean-should-confront-laos-on-rights-abuses-ngos/, pada
25/10/2016 109
ASEAN „s Shame: Where is Sombath Somphone?, diakses dari
http://www.aseantoday.com/2016/07/aseans-shame-where-is-sombath-somphone/, pada
25/10/2016 110
Aktivis Laos Sombath Somphone Dihilangkan?, diakses dari http://www.dw.com/id/aktivis-laos-
sombath-somphone-dihilangkan/a-16681707, pada 05/01/2015
65
fundamental.111
PBB maupun Dunia Internasional sebenarnya bisa menekan Laos,
mengingat negara ini sudah menandatangani konvensi PBB tentang penghilangan
orang secara paksa (International Convention for the Protection of All Persons
from Enforced Disappearance).
111
ASEAN Sould Confront Laos On Rights Abuses: NGOs, diakses dari
http://thediplomat.com/2014/12/asean-should-confront-laos-on-rights-abuses-ngos/, pada
25/10/2016
66
BAB IV
ANALISA UPAYA AICHR DALAM MENANGANI PELANGGARAN
HAM TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR TAHUN 2012-2015
Pada bab IV ini penulis akan menganalisa upaya yang dilakukan AICHR
dalam menangani pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar pada tahun 2012-
2015. Prinsip non intervensi dan keterbatasan mandat yang dimiliki AICHR tidak
menutup AICHR untuk tetap berupaya dalam menangani pelanggaran HAM yang
terjadi kepada etnis Rohingya. Retreat forum dan silent diplomacy diterapkan oleh
AICHR dalam menjaga mandatnya untuk memberikan perlindungan pada warga
ASEAN.
A. Prinsip Non Intervensi dan Keterbatasan Mandat
Penegakkan hak asasi manusia di kawasan mengalami dilema karena Piagam
ASEAN mengadopsi prinsip non intervensi yang terdapat dalam Pasal 2 Piagam
ASEAN, yang menjadikan ASEAN tidak memiliki legitimasi dan otoritas yang
cukup untuk mengintervensi masalah konflik dan pelanggaran hak asasi manusia
di negara-negara anggotanya.
Prinsip non intervensi diadopsi sejak awal pembentukkan ASEAN, yang mana
sejarah pembentukannya banyak negara-negara ASEAN telah mengalami
dekolonisasi sehingga membuat mereka ingin memfokuskan pada isu-isu
67
domestik tanpa adanya gangguan dari pihak luar.112
Myanmar meratifikasi piagam
ASEAN pada 21 Juni 2008 yang mana dalam prosesnya melewati banyak
perdebatan diantara negara-negara ASEAN karena Myanmar memiliki catatan
HAM yang buruk. Myanmar memiliki tiga catatan pelanggaran terburuk yaitu,
mengenai kebebasan berbicara, berserikat dan berkumpul, pelanggaran HAM
terhadap etnis minoritas serta pembatasan etnis Rohingya.113
Human Right Body yang telah diatur dalam Piagam ASEAN pada akhirnya
melahirkan AICHRdan diresmikan dalam KTT ASEAN pada Oktober 2009. Pada
pasal 1.1 kerangka acuan AICHR menegaskan bahwa tujuan dibentuknya AICHR
adalah untuk memajukan dan melindungi Hak Asasi Manusia. Serta pada Pasal
4.1 kerangka acuan menetapkan bahwasanya salah satu mandat dan fungsi
AICHR adalah untuk membangun strategi-strategi untuk pemajuan dan
perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan mendasar untuk
melengkapi pembangunan komunitas ASEAN.
Prinsip non intervensi bertujuan untuk menghormati tiap kedaulatan nasional
negara anggota.Namun konsekuensi yang dimiliki ASEAN atas prinsip non
intervensinya membuat ruang gerak ASEAN itu sendiri terbatasi. Hal ini juga
berlaku untuk AICHR yang merupakan bagian integral dari ASEAN. Selain itu
AICHR juga memiliki keterbatasan fungsi, dimana badan HAM ini tidak memiliki
mandat untuk menerima dan menindaklanjuti sebuah laporan pelanggaran HAM.
112
What Legal Measures Should ASEAN Apply to Help the Rohingya, diakses dari
http://klibel.com/wp-content/uploads/2015/04/KLIBEL6_Law__11_2ffmN03Wuj.pdf, pada
30/11/2016 113
Burma 2015 Human Rights Report, diakses dari
http://www.state.gov/documents/organization/252963.pdf, pada 01/12/2016
68
Tanpa mandat tersebut AICHR tidak dapat menyelesaikan pelanggaran HAM
apapun secara maksimal.
Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki AICHR tetap saja tidak mengarah
pada pengabaikan pelanggaran HAM yang terjadi terutama mengenai pelanggaran
HAM yang terjadi kepada etnis Rohingya yang telah lama mengalami
diskriminasi. Diskriminasi berawal dari dikeluarkannya Undang-Undang
Kewarganegaraan Myanmar pada tahun 1982 yang menyatakan bahwa
kewarganergaraan etnis Rohingya tidak diakui.
Dengan tidak diakuinya etnis Rohingya oleh pemerintah berarti juga telah
menghilangkan dan membatasi hak etnis Rohingya dalam berbagai hal, baik
bergerak dan berpindah tempat, menikah dan memiliki keturunan, pendidikan,
bekerja, berkeyakinan, serta hak bebas dari penyiksaan dan kekerasan. Etnis
Rohingya telah banyak mengalami kekerasan diantaranya pembunuhan,
pemerkosaan, penyiksaan, penyitaan tanah dan bangunan, kerja paksa, relokasi
secara paksa, dan pemerasan.
Diskriminasi terus dialami etnis Rohinya, pemilihan nasional di Myanmar
pada tahun 2015, kolom untuk pemilihan tersebut tidak mencantumkan etnis
Rohingya, dan yang ada adalah pilihan others. Padahal etnis mereka jelas dan
agama mereka pun jelas. Hal ini mengartikan bahwa pemerintah tidak hanya tidak
mengakui etnis Rohingya tetapi juga ada keinginan untuk menghapus etnis
Rohingya dari Myanmar.
69
AICHR dalam upaya penyelesaian krisis kemanusiaan adalah dengan
mengadakan dialog terbuka, diskusi ataupun pertemuan. Laporan-laporan terkait
pelanggaran HAM yang masuk kepada AICHR tidak dapat ditindaklanjuti karena
tidak adanya mandat yang diberikan. Mandat yang ditawarkan saat pembentukan
ToR untuk menerima laporan individu dan menindaklanjutinya tidak disetujui
oleh semua negara anggota. Namun AICHR dapat membawa laporan yang masuk
ke dalam ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM) untuk ditindaklanjuti.
AICHR telah melakukan upaya-upaya untuk mempercepat pembangunan
mekanisme-mekanisme perlindungan dan juga pemulihan bagi korban-korban
pelanggaran hak asasi manusia di kawasan, hal ini juga disampaikan oleh The
Asian Forum for Human Right and Development (FORUM-ASIA) dan organisasi
lainnya termasuk Kontras (Indonesia), People’s Empowerment Foundation, PEF
(Thailand), dan SUARAM (Malaysia).114
Hal serupa juga diungkapkan oleh Rafendi Djamin selaku wakil Indonesia
untuk AICHR yang mengatakan bahwa ASEAN telah terlibat aktif dalam usaha
resolusi konflik Rohingya, menurutnya masuknya pelapor khusus PBB untuk
Myanmar yaitu Tomas Quintana untuk meninjau kondisi yang sebenarnya terjadi
pada etnis Rohingya adalah karena keterlibatan ASEAN.
“Pelapor Khusus PBB tidak akan dengan mudah masuk Myanmar bila tidak ada keterlibatan
ASEAN agar Myanmar bersedia kerjasama dengan PBB”115
114
Searcing for Human Rights Protection in ASEAN, diakses dari http://www.forum-
asia.org/uploads/press-release/2014/November/FA-PressRelease-
AICHR%20Report%20_FINAL__INDver.pdf, pada 23/11/2016 115
ASEAN Telah Terlibat dalam Konflik Rohingya, diakses dari
http://www.beritasatu.com/nasional/65070-asean-telah-terlibat-aktif-dalam-konflik-rohingya.html,
pada 29/11/2016
70
Ia pun mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan ASEAN tidak banyak
diketahui oleh publik karena kelompok regional ini tidak mempraktekkan
diplomasi yang selalu menunjukkan bagaimana mereka bekerja.
“Dalam sejarahnya ASEAN tidak pernah mempraktekkan diplomasi megaphone dalam
menangani masalah dan lebih memilih silent diplomacy”.116
B. Retreat Forum dan Silent Diplomacy
Upaya yang dapat dilakukan untuk pemajuan dan perlindungan HAM oleh
AICHR dengan keterbatasan prinsip non intervensi adalah dengan adanya
pertemuan, forum diskusi dan bantuan-bantuan kemanusiaan. Laporan yang tidak
bisa ditindaklanjuti oleh AICHR diberikan kepada AMM. Dan akhirnya AMM
dapat membuat Retreat Forumyang mana forum ini merupakan pertemuan yang
dihadiri oleh orang-orang utama saja, seperti halnya Retreat ASEAN Foreign
Minister berarti yang hadir hanyalah menteri luar negeri saja.
Sebelumnya para pemimpin ASEAN pernah mengangkat isu Rohingya pada
pertemuan KTT ASEAN 2009 dan mendesak Myanmar untuk bekerja sama.
Namun, setelah itu bahasan tentang Rohingya sempat absen dari segala pertemuan
ASEAN karena status Etnis Rohingya yang stateless.
Kewarganegaraan yang tidak dimiliki etnis Rohingya bukanlah alasan
ASEAN atau AICHR untuk diam, karena etnis Rohingya termasuk dalam warga
ASEAN yang secara geografis memang menempati wilayah Myanmar yang
116
Ibid, ASEAN Telah Terlibat dalam Konflik Rohingya
71
menjadi anggota ASEAN.117
Jajaran kementerian luar negeri anggota ASEAN
pada Agustus 2012 mengeluarkan pernyataan sikap terkait krisis kemanusian yang
terjadi di Myanmar, atas laporan-laporan dari AICHR, yaitu:118
1. Mendorong pemerintahan Myanmar untuk terus bekerja dengan
PBB dalam menangani krisis kemanusiaan di Arakan
2. Menyatakan keseriusan organisasi ASEAN untuk menyediakan
bantuan kemanusiaan
3. Menggarisbawahi bahwa upaya mendorong harmoni nasional di
Myanmar adalah bagian dari proses demokratisasi di negara
tersebut.
Pada November 2012 wakil AICHR Indonesia mencetuskan sebuah forum
diskusi tahunan yang disebut Jakarta Human Rights Dialogue (JHRD) yang
diikuti seluruh pemangku kepentingan HAM tiap negara. Yang pada akhirnya
perwakilan AICHR dari Thailand bertujuan mengaplikasikan forum diskusi
tersebut pada tahun 2014 di Bangkok dengan tema keadilan.119
Pada Maret 2013
AICHR mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan masalah krisis
kemanusiaan di Myanmar. Dan pada Juni 2013 perwakilan AICHR turut
melakukan dialog yang diselenggarakan Pemerintah Indonesia untuk membahas
HAM di Negara tersebut.
117
Masyarakat ASEAN, Aman dan Stabil Keniscayaan bagi ASEAN, Media Publikasi Direktorat
Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementrian Luar Negeri RI 118
ASEAN, Rohingya dan Krisis Kemanusiaan di Myanmar, diakses dari
http://anwibisono.id/2013/08/20/asean-rohingnya-dan-krisis-kemanusiaan-di-myanmar/ pada
10/12/2016 119
AICHR After Five Years: Progress, Challenges and Opportunities, diakses dari
http://www.hurights.or.jp/archives/focus/section3/2014/06/aichr-after-five-years-progress-
challenges-and-opportunities.html, pada 29/11/2016
72
Pertemuan ataupun diskusi yang telah dilakukan oleh negara-negara anggota
AICHR dalam upaya penyelesaian krisis kemanusiaan etnis Rohingya, kurang
mendapatkan respon dari Myanmar. Myanmar terus beralasan bahwa Rohingya
bukan warga negaranya, dan bahkan sempat memberikan persyaratan untuk tidak
menyebutkan Rohingya dalam pertemuan.
Tidak adanya tanggapan dari Myanmar yang merupakan akar dari
permasalahan krisis kemanusiaan membuat krisis ini terus terjadi dan
berkepanjangan. The ASEAN Interparliamentary Caucus membuat pernyataan
yang mengutuk diskriminasi dan kekerasan pada etnis Rohingya. The ASEAN
Parliamentarians for Human Right juga mengeluarkan kritikan atas diskriminasi
baik mengenai kekerasan maupun undang-undang yang membatasi segala
pergerakan etnis Rohingya.120
Pada April 2015 ASEAN menyatakan bahwa diskriminasi yang terjadi di
Myanmar menyebabkan banyaknya etnis Rohingya yang berusaha melarikan diri
dan mengungsi dari negara tersebut, mencari tempat berlindung ke negara-negara
tetangga menggunakan jalur laut.121
Myanmar kembali lagi tidak mau disalahkan
bahwa negaranya adalah sebab dari banyaknya pengungsi yang keluar, bahkan
Myanmar menyerahkan Rohingya pada UNCHR agar mereka diserahkan pada
negara ketiga. Didapatkan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir lebih dari 100.000
120
The Association of South East Nation’s (ASEAN) Response to the Rohingya Crisis, diakses dari
http://web.isanet.org/Web/Conferences/AP%20Hong%20Kong%202016/Archive/a9258d1e-c9bb-
48f8-8a4d-876f0d544154.pdf, pada 10/12/2016 121
The Rohingya Migrant Crisis, diakses dari http://www.cfr.org/burmamyanmar/rohingya-
migrant-crisis/p36651, pada 11/12/2016
73
Rohingya mencoba mencari suaka ke negara negara tetangga yaitu Malaysia,
Indonesia dan Thailand.
Gambar IV.B.1. Arus Migrasi Rohingya
Sumber : http://www.cfr.org/burmamyanmar/rohingya-migrant-crisis/p36651
Para Menteri Luar Negeri tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand
mengadakan pertemuan di Kuala Lumpur pada tanggal 20 Mei 2015 untuk
membahas solusi bersama dalam menyelesaikan masalah regional tersebut. Ketiga
menlu mencoba menjembatani ketidakmampuan dalam mencampuri urusan dalam
negeri Myanmar, agar kasus krisis kemanusiaan yang terjadi tidak berevolusi
menjadi krisis kemanusian dikawasan Asia Tenggara.
Terkait pengungsi dari etnis Rohingya, ketiga menlu berkomitmen untuk
mencari solusi yang komprehensif dengan melibatkan negara asal, transit, dan
tujuan melaui prinsip burden-sharing dan shared-responsibility. Untuk mencegah
isu irreguler migrants, ketiga menlu tersebut juga menuntut agar keadilan
ditegakkan bagi para penyelundup dan sindikat penjualan manusia. Berikut
74
merupakan langkah-langkah yang diambil oleh Kementerian Luar Negeri
Indonesia, Malaysia, dan Thailand terkait Isu Rohingya:122
1) Melakukan operasi Search and Rescue (SAR) bagi para pengungsi
yang masih terapung dilautan
2) Melaksanakan patroli laut terkoordinasi dan memfasilitasi evakuasi
dilaut ketika kapal-kapal berisi migran tersebut ditemukan
3) Menyediakan bantuan kemanusiaan, termasuk tempat
perlindungan, makanan, obat-obatan, dan keutuhan lainnya bagi
migran yang terdampar diwilayah tiga negara
4) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan UNCHRdan IOM
dalam mengidentifikasi dan memverivikasi imigran, termasuk
mencari negara ketiga untuk proses resettlement
5) Mengaktifkan sumber daya milik ASEAN Coordinating Centre for
Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre)
untuk meyelesaikan krisis.
Selain itu pertemuan Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia dan Thailand
di Malaysia pada 20 Mei 2015 menghasilkan kesepakatan untuk memberikan
bantuan kemanusiaan dan penampungan sementara bagi pengungsi Rohingya dan
122
Masyarakat ASEAN, Aman dan Stabil Keniscayaan bagi ASEAN, Media Publikasi Direktorat
Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementrian Luar Negeri RI
75
Bangladesh. Serta mengusulkan untuk melakukan pertemuan darurat tingkat
menlu ASEAN untuk membahas permasalahan terkait Rohingya.123
Pertemuan kembali diadakan pada 29 Mei 2015 di Thailand, Myanmar pada
kali ini bersedia hadir walaupun dengan persyaratan tidak menyebut Rohingya
melainkan irregular migrants. Dalam pertemuan ini Myanmar bersepakat untuk
memperkuat langkah dalam rangka pencegahan terjadinya irregular movement of
migrants dari wilayah Myanmar.124
AICHR mengadakan sidang khusus pada 13-15 Juni 2015 dan menghasilkan
sebuah pernyataan bersama menteri luar negeri ASEAN dalam menanggapi krisis
kemanusiaan dan HAM. Mereka bersepakat agar ASEAN memainkan peranan
aktif dalam menyikapi persoalan krisis secara aktif dan cepat dalam semangat
solidaritas ASEAN.125
Mereka juga merekomendasikan pertemuan darurat para
menteri ASEAN pada 2 Juli 2015 untuk urusan kejahatan lintas nasional dalam
menanggapi krisis kemanusiaan yang terjadi.
Pertemuan darurat menteri ASEAN yang dilaksanakan pada 2 Juli 2015 di
Kuala Lumpur menghasilkan rencana untuk pembentukan satgas dan dananya.
Pertemuan ini merumuskan beberapa rekomendasi untuk menyelamatkan 4.800
123
Krisis Rohingya, Emergency Meeting Tingkat ASEAN perlu dilakukan, diakses dari
http://news.okezone.com/read/2015/05/21/18/1153110/krisis-rohingya-emergency-meeting-
tingkat-asean-perlu-dilakukan, pada 23/11/2016 124
Myanamr Akhirnya Bersedia Hadiri Pertwmuan Krisis Pengungsi, diakses dari
http://internasional.metrotvnews.com/read/2015/05/22/398475/myanmar-akhirnya-bersedia-hadiri-
pertemuan-krisis-pengungsi, 20/12/2016 125
Siaran Pers: mendorong AICHR Menyikapi Krisis Migrasi Iregular (Rohingya) di Kawasan
ASEAN, diakses dari http://aichr.or.id/index.php/id/aichr-indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/37-
siaran-pers-sidang-khusus-aichr-bandar-seri-begawan-13-15-juni-2015 pada 10/12/2016
76
etnis Rohingya yang menjadi korban penyelundupan manusia dan harus terlantar
selama berberapa hari diantaranya di Indonesia, Malaysia dan Thailand.126
Keterbatasan AICHR sebagai institusi dalam melakukan upaya penyelesaian
krisis kemanusiaan tidak menghalangi AICHR untuk tetap dapat melakukan
upaya proteksi terhadap pelangaran HAM. Perwakilan AICHR dari tiap negara
dapat melakukan upaya penyelesaian terkait isu HAM melalui silent diplomacy.
Diplomasi ini diterapkan karena Myanmar menolak membahas Rohinya pada
forum terbuka.
1. Indonesia
Indonesia ikut berperan aktif dalam upaya penyelesaian pelanggaran HAM
yang dialami etnis Rohingya di Myanmar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
selaku Presiden Indonesia pada saat itu dalam pertemuannya dengan Presiden
Myanmar Thein Sein pada April 2013 mendesak pemerintah Myanmar untuk
mengambil langkah serius dalam menyelesaikan konflik, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono berkomitmen bahwa Indonesia akan menyumbang dana
untuk proses rehabiltasi, rekonstruksi dan rekonsilasi.127
Indonesia dalam masalah Myanmar berkomitmen untuk terus memastikan
bahwa demokratisasi di Myanmar berjalan dengan baik dan akan terus
126
ASEAN Bentuk Satgas Pengungsi Rohingya, UNCHR Mendukung, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/06/118681405/asean-bentuk-satgas-pengungsi-rohingya-
unhcr-mendukung, pada 10/12/2016 127
Presiden SBY Desak Penyelesaian Isu Rohingya, diakses dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6973&Itemid=55, pada
23/11/2016
77
memberikan perhatian isu terkait etnis Rohingya.128
Seperti yang dinyatakan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
“Pemerintah bukan hanya prihatin, tapi telah, sedang, dan akan terus melakukan berbagai
upaya lain yang berkaitan dengan isu kemanusiaan atas etnis Rohingya yang ada di Myanmar”.129
Krisis kemanusiaan yang terjadi harus ditangani dari akar permasalahannya
yaitu dari dalam negeri itu sendiri. Pembangunan harus ditingkatkan di Myanmar
bukan saja untuk etnis Rohingya tapi juga untuk masyarakat Myanmar
seluruhnya. Dalam hal ini Indonesia telah memberikan bantuan berupa
pembangunan empat sekolah di wilayah Arakan diresmikan oleh wakil menteri
luar negeri AM Fachir pada Desember 2014.130
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam pertemuan ASEAN Ministerial
Meeting (AMM) ke 48 mengungkapkan bahwa ASEAN harus memberi
keuntungan untuk masyarakat, sehingga ToR AICHR harus diperkuat untuk
memperkuat perlindungan HAM di ASEAN,
“Promosi dan proteksi HAM merupakan salah satu isu utama yang harus diperjuangkan
negara-negara ASEAN “131
Dalam pertemuan bilateral antara Indonesia, oleh Menlu RI Retno Marsudi
dan Myanmar oleh Menlu Myanmar U Wunna Maung Lwin di Nay Pyi Taw pada
128
Keterangan pers Presiden Menjelang Kunker ke Singapura, Myanmar, Brunei, Jkt, 22 April
2013, diakses dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6973&Itemid=55, pada
23/11/2016 129
Indonesia Terus Lakukan Diplomasi untuk Selesaikan Kasus Rohingya, diakses dari
http://www.demokrat.or.id/2012/08/indonesia-terus-lakukan-diplomasi-untuk-selesaikan-kasus-
rohingya/, pada 23/11/2016 130
Akhiri Derita Rohingya, Indonesia Ajak Kerja Sama Myanmar, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/03/118680588/akhiri-derita-rohingya-indonesia-ajak-kerja-
sama-myanmar, pada 10/12/2016 131
Menlu RI: ASEAN Harus Berguna Bagi Masyarakat, diakses dari
http://www.beritasatu.com/nasional/296596-menlu-ri-asean-harus-berguna-bagi-masyarakat.html,
pada 30/11/2016
78
21 Mei 2015, Myanmar telah menyepakati empat poin yaitu (1) Myanmar sepakat
untuk memperkuat langkah dalam pencegahan terjadinya arus imigran ilegal dari
teritorinya, (2) Myanmar siap untuk bekerja sama dengan negara-negara kawasan
Asia Tenggara dalam pemberantasan perdagangan manusia, (3) Myanmar segera
memerintahkan kedutaan besarnya untuk melakukan kunjungan kekonsuleran ke
tempat-tempat penampungan sementara para imigran di Aceh, (4) Myanmar
menyambut baik tawaran kerjasama Indonesia untuk pembangunan negara bagian
Rakhine secara inklusif dan non-diskriminatif.132
Indonesia turut aktif dalam upaya penyelesaian krisis kemanusiaan di
Rohingya karena memiliki identitas yang sama yaitu Muslim. Banyak dorongan
dari masyarakat agar Indonesia dapat membantu Rohingya yang terus mengalami
diskriminasi. Beberapa organisasi masyarakat ikut angkat suara, Haris Azhar
selaku koordinator Kontras yang juga mewakili beberapa organisasi yaitu The
Indonesian Solidarty for Asean People, himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, YLBHI dan Lingkar Madani mengatakan
“Kami merekomendasikan agar AICHR dengan kewenangan dan fungsinya harus
segera membuat laporan kondisi kaum Rohingya di Myanmar”
132
Ini Tiga Alasan ASEAN Harus Pastikan Myanmar Laksanakan Kesepakatan Soal Rohingya,
diakses dari http://politik.rmol.co/read/2015/05/23/203658/Ini-Tiga-Alasan-ASEAN-Harus-
Pastikan-Myanmar-Laksanakan-Kesepakatan-Soal-Rohingya-, pada 02/12/2012
79
mereka mewakili masyarakat seluruhnya menyerukan agar komisis HAM
ASEAN AICHR segera mengambil langkah konkrit dan strategis terhadap
masalah ini.133
Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU dan Dompet Dhuafa sebagai anggota
dari SEAHUM (South East Asia Humanitarian Committee) di Indonesia
menggelar sebuah dialog kemanusiaan yang tujuannya adalah mengetahui
perkembangan terakhir di Myanmar terkait Rohingya, selain itu dialog ini juga
berusaha untuk menemukan sebuah solusi atas krisis yang terjadi.134
Untuk membantu krisis kemanusiaan Rohingya, SEAHUM memberikan
bantuan berupa berbagai macam program untuk pengungsi yaitu pendidikan,
kesehatan, makanan, sanitasi, penampungan sementara dan advokasi.135
Selain itu
Kaimuddin selaku perwakilan dari Lembaga Kemanusiaan Nasional
mengungkapkan bahwas lembagaya sudah menyalurkan 11 misi kemanusiaan
untuk Rohingya.
“Kami sudah menyalurkan bantuan dari para pengungsi di Rohingya, mulai dari bantuan
shelter, air bersih dan makanan”.136
133
LSM Desak AICHR Segara Atasi Konflik Rohingya, diakses dari
http://www.beritasatu.com/dunia/63651-lsm-desak-aichr-segera-atasi-konflik-rohingya.html, pada
29/11/2016 134
Seahum Committee dan HFI Gelar Dialog Kemanusiaan untuk Myanmar, diakses dari
http://tajuk.co/news/seahum-committee-dan-hfi-gelar-dialog-kemanusiaan-untuk-myanmar, pada
01/12/2016 135
Parni Hadi Buka Konferensi ASEAN Soal Rohingya, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/03/118680588/akhiri-derita-rohingya-indonesia-ajak-kerja-
sama-myanmar, pada 10/12/2016 136
Ibid, Seahum Committee dan HFI Gelar Dialog Kemanusiaan untuk Myanmar
80
2. Malaysia
Dalam menanggapi krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar, pemerintah
Malaysia melalui wakil menteri dalam negeri Wan Junaidi Tuanku Jaafar
menyerukan negara kawasan Asia Tenggara untuk bersikap tegas kepada
Myanmar.137
Malaysia juga mengirim surat pada Myanmar agar berhenti
melakukan diskriminasi pada etnis minoritas Myanmar yang pada akhirnya
memperparah arus pengungsi.
Malaysia merupakan negara yang menjadi tujuan utama para pengungsi
Rohingya. Karena selain sebagai negara bermayoritas Muslim, Malaysia juga
merupakan negara yang terbilang makmur, sehingga para pengungsi dapat
mencari penghidupan yang layak. Dalam kebijakannya negara Malaysia tidak ikut
campur dalam persoalan yang ada dalam negeri tersebut. Namun dengan adanya
arus pengungsi yang meningkat, menteri luar negeri Malaysia Anifah Aman
menyatakan persoalan Rohingya sudah menjadi masalah internasional yang harus
segera didiskusikan dan menekan Myanamar agar menyelesaikan akar
permasalahan dalam negara tersebut.138
Terkait manusia perahu yang terjadi pada Mei 2015, pada awalnya Malaysia
menolak untuk menerimanya karena jumlahnya terlalu banyak. Malaysia dapat
memberikan bantuan tapi tidak untuk tempat tinggal. Karena ini Malaysia
137
Malaysia: Myanmar Harus Tanggung Jawab Soal Pengungsi Rohingya, diakses dari
http://print.kompas.com/baca/internasional/asia-pasifik/2015/05/15/Malaysia-Myanmar-Harus-
Tanggung-Jawab-soal-Pengung, pada 13/12/2016 138
Malaysia Tekan Myanamr Terkait Migran Rohingya, diakses dari
http://news.detik.com/internasional/2916892/malaysia-tekan-myanmar-terkait-migran-rohingya,
pada 13/12/2016
81
mendapatkan kritikan dari UNCHR dan pada akhirnya bersama dengan Indonesia
dan Thailand negara-negara ini menerima pengungsi dan memberikan mereka
tempat tinggal sementara. Menlu Malaysia Anifah dalam hal ini menegaskan
hanya akan menerima pengungsi yang ada di laut, dan tidak menerima pengungsi
baru dari Myanmar.139
3. Thailand
Thailand merupakan negara yang dijadikan tempat transit untuk para pencari
suaka dari Myanmar sebelum ke Malaysia maupun Indonesia. Banyaknya jumlah
pengungsi etnis Rohingya yang berdatangan pada awal 2015 membuat Thailand
sempat mendorong mereka kembali ke laut. Namun Thailand pada akhirnya
menerima sekitar 109.800 pengungsi Myanmar.140
Menteri Luar Negeri Tanasak
Patimapragon menyatakan bahwa,
“Thailand berkomitmen memberikan bantuan kemanusiaan dan juga mendesak masyarakat
internasional untuk memberikan perlindungan terhadap imigran gelap yang terkatung-katung
dilaut.”141
Hak untuk bekerja diberikan pemerintah Thailand pada pengungsi walaupun
upah yang diberikan sangat rendah. Masyarakat Thailand pun menganggap
kehadiran pengunsi ini sebagai pesaing pekerjaan dan juga mengakibatkan
kejahatan meningkat.
139
Malaysia dan Indonesia setuju Tampung Pengungsi Rohingya, diakses dari
http://www.dw.com/id/malaysia-dan-indonesia-setuju-tampung-pengungsi-rohingya/a-18462889,
pada 13/12/2016 140
The Association of South East Nation‟s (ASEAN) Response to the Rohingya Crisis, diakses
dari http://web.isanet.org/Web/Conferences/AP%20Hong%20Kong%202016/Archive/a9258d1e-
c9bb-48f8-8a4d-876f0d544154.pdf, pada 12/12/2016 141
Thailand Janji Tak Akan Kembalikan Imigran Rohingya ke Laut, diakses
darihttp://www.cnnindonesia.com/internasional/20150521065423-106-54673/thailand-janji-tak-
akan-kembalikan-imigran-rohingya-ke-laut/, pada 20/12/2016
82
Krisis kemanusiaan yang terjadi membuat Thailand mensponsori Special
Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean pada 29 mei 2015 yang
diikuti 15 negara diantaranya Kamboja, Laos, Myanamar, Vietnam, Indonesia,
Malaysia, Bangladesh, Australia dan Amerika Serikat sebagai Observer.142
Pertemuan ini diselenggarakan karena adanya peningkatan irreguler migrasi dan
karena ditemukannya kuburan massal di kamp dekat perbatasan Malaysia.
Setelah itu Thailand juga menjadi tuan rumah kedua kalinya dalam Special
Meeting on Irereguler Migration in the Indian Ocean pada 3-4 Desember 2014.143
Pertemuan ini fokus pada pembatasan penerimaan pengungsi yang terus
meningkat. Serta membahas akar dari peningkatan pengungsi yang harus
diselesaikan oleh negara asal.
142
Press Releases : Thailand to host the Second Special Meeting on Irregular Migration in the
Indian Ocean, diakses dari http://www.mfa.go.th/main/en/media-center/14/62560-Thailand-to-
host-the-Second-Meeting-on-Irregular-M.html, pada 13/12/2016 143
The 2nd Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean, diakses pada
http://www.unhcr.org/566165a412.pdf, pada 13/12/2016
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Status stateless yang dimiliki etnis Rohingya bukanlah sebuah masalah bagi
AICHR untuk menangani krisis ini, karena pada dasarnya secara geografis mereka
adalah warga ASEAN. Prinsip non intervensi dan tidak adanya mandat untuk
penyelesaian pelanggaran HAM menghambat penerapan hukum hak asasi
manusia dikawasan. Namun adanya prinsip dan keterbatasan mandat ini tidak
menutup mata AICHR untuk melakukan upaya-upaya baik untuk menyelesaikan
krisis kemanusiaan yang terjadi ataupun untuk memberikan perlindungan korban
krisis kemanusiaan tersebut.
AICHR telah mengupayakan penyelesaian pelanggaran HAM terhadap etnis
Rohingya dengan diadakannya retreat forum yang dihadiri beberapa menteri luar
negeri negara anggota AICHR tersebut. Selain itu AICHR juga menggunakan
silent diplomacy, yang mana negara-negara dalam AICHR mengedepankan cara
ini agar permasalahan dapat diselesaikan mengingat Myanmar bersikeras tidak
mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya.
ASEAN mengadakan pertemuan baik bilateral maupun multilateral, forum
diskusi dan juga memberikan bantuan bagi korban krisis kemanusiaan. Berbagai
upaya mediasi juga dilakukan baik oleh negara-negara anggota AICHR secara
keseluruhan ataupun perwakilan saja.
84
Sidang khusus juga telah dilakukan AICHR menanggapi krisis kemanusiaan
yang berpotensi menjadi krisis kemanusiaan kawasan. Yang pada akhirnya
menghasilkan satuan gagas untuk menangani etnis Rohingya yang berusaha lari
dari krisis kemanusiaan di Myanmar.
Bantuan kemanusiaan telah banyak disalurkan untuk etnis Rohingya oleh
negara-negara AICHR yang telah menampung mereka. Walaupun ada
keterbatasan AICHR untuk penegakkan HAM kawasan khususnya di Myanmar,
sebagai organisasi internasional AICHR telah berupaya mewujudkan tujuan
bersama yaitu melindungi HAM dan menciptakan kawasan yang damai.
xiii
DAFTAR PUSAKA
a. Buku
118 Burma Country Report on Human Rights Practices 2006, Bureau of Democracy,
Human Rights and labor, US. Department of State, 2007
Agung, Anak dan Yanyan M, Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011.
Andre, Pareira.Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
Antonio, Cassese.Human Rights in a Changing World, London: Sweet & Maxwell,
1989.
Budiardjo, Mariam. Dasar Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, 1977.
Clive, Archer. International Organizations. London: Allen &Unwin, 1983.
Djafar, Wahyudi, Putra Ardimanto, dll, Memperkuat perlindungan Hak Asasi
Manusia di ASEAN, Infidc & ICCO, 2014.
Evans, Graham & Jeffrey Newmham. Dictionary of International Relations, New
York: Penguin book.
Fathurrahmi, Farah, Nadhifah N, dll, Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan Luar
Negeri, Jakarta: KontraS, 2014.
Fulthoni, Arianingtyas Renata, dll, Memahami Diskriminasi, Jakarta: The Indonesian
Legal Resource Center (ILRC), 2009.
Gorawt, Numnak, et.al., “The Unfinished Business: the ASEAN Intergovernmental
Commission on Human Rights”, Freiderich Naumann Stiftung Fur die Freihet,
2009.
John, Arend. The Dilemma of Non-Interference: Myanmar, Human Rights, and the
ASEAN Charter, 8 Nw. J. Intl Hum. Rts 102
Juliana, S.The Role of ASEAN ini The Settlement Process of Human Rights Violations
in Myanmar: Case Study Rohingya Etnic Minority and The Saffron
Revolution.
Lisa, Harrison. Metode Penelitian Politik, Edisi 1, Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2007.
xiv
M. Razvi.The Problem of Burmese Muslims, Pakistan Horizon, Vol 31, No 4, 1978.
Mauna, Afrikana, Boer.Hukum Internasional, Pengertian, peranan dan Fungsi dalam
era Dinamika Global, Bandung: PT Alumni, 1970
Ridwan, Bustaman.Jejak Komunitas Muslim di Burma : Fakta Sejarah yang
Terabaikan, Puslitbang Lektur dan Khazana Keagamaan, Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama, Jakarta
S.L, Roy. Diplomacy. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 1995.
San Kyaw Wai, Myanmar’s Religious Violence: A Buddhist “Siege Mentality at
Work”
Sutopo, HB, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press.
The Universal Declaration of human Right
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat
Ubaedillah A dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah & Prenada Media Group, 2003.
Wahyuningrum, Yuyun.The ASEAN Intergovernmental Commission on Human
Right: Origin, Evolution and the Way Forward, Sweden: International IDEA,
2014.
b. Tesis
Manasyeh, Guntur Sumule. Peran ASEAN Intergovernmental Commission On
Human Rights (AICHR) dalam Penegakan HAM ASEAN (Tahun 2009-2015.
Phd Thesis, Makassar: Universitas Hasanuddin, 2016.
c. Jurnal & Artikel
Affiliate Marykoll, Myanmar: Rohingya Face Discrimination, Exploitation.
Forum-Asia, Searcing for Human Rights Protection in ASEAN, 2014
Kaejullakarn, Saovanee. What Legal Measures Should ASEAN Apply to Help the
Rohingya?, South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics
adn Law, Vol.6, Issue 4 (Apr.), ISSN 2289-1560, 2015
Masyarakat ASEAN, Aman dan Stabil Keniscayaan bagi ASEAN, Media Publikasi
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementrian Luar Negeri RI
Nuansa, Adhe Wibisono. ASEAN, Rohingya dan Krisis Kemanusiaan di Myanmar,
The Habibie Center, 2013
xv
Sandy Nur Ikfal Raharjo, Peran Identitas Agama dalam Konflik di Rakhine Myanmar
tahun 2012-2013
Seth R. Harris, “Asian Human Right: Forming a Regional Covenant”, Asian-Pasific
Law & Policy Journal, 200
Siddiqui, Habib, Arakan: Genocide of the Rohingya of Myanmar in 2012, Arakan
Rohingya National Organisation (ARNO).
Szep Jason, The War on The Rohingyas, Buddhist monks incite Muslim killings in
Myanmar.
Wahyuningrum, Yuyun. AICHR After Five Years: Progress, Challenges and
Opportunities, Hurights Osaka, 1998-2016
d. Website
AICHR Can Do More to Protect Asean Citizens, diakses dari
http://www.nationmultimedia.com/opinion/AICHR-can-do-more-to-protect-Asean-
citizens-30232324.html
AICHR dan Penguatan Perlindungan HAM di ASEAN, diakses dari
http://www.antaranews.com/berita/159071/aichr-dan-penguatan-perlindungan-ham-
di-asean
Aims and Purposes of ASEAN, diakses dari http://www.asean.org/asean/about-
asean/overview/
Akar Masalah Rohingya Ada di Myanmar, diakses dari http://www.voa-islam.com/read/pers-
rilis/2015/05/18/37038/akar-masalah-rohingya-ada-di-
myanmar/#sthash.ohN7nOqN.dpbs
Akhiri Derita Rohingya, Indonesia Ajak Kerja Sama Myanmar, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/03/118680588/akhiri-derita-rohingya-
indonesia-ajak-kerja-sama-myanmar
Aktivis Laos Sombath Somphone Dihilangkan?, diakses dari http://www.dw.com/id/aktivis-
laos-sombath-somphone-dihilangkan/a-16681707
All You Can Do is Pray, Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya
Muslims in Burma’s Arakan State, diakses dari
https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-pray/crimes-against-
humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims
Arakan Bagian Terpisah dari Myanmar, diakses dari
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2015/06/18/72368/dulu-arakan-
bagian-terpisah-dari-myanmar.html
Asal Usul Etnis Rohingya Hingga Terusir dari Myanmar, diakses dari
http://news.merahputih.com/asia/2015/05/19/asal-usul-etnis-rohingya-hingga-terusir-
dari-myanmar/14548/
xvi
ASEAN „s Shame: Where is Sombath Somphone?, diakses dari
http://www.aseantoday.com/2016/07/aseans-shame-where-is-sombath-somphone/
ASEAN Bentuk Satgas Pengungsi Rohingya, UNCHR Mendukung, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/06/118681405/asean-bentuk-satgas-
pengungsi-rohingya-unhcr-mendukung
ASEAN Sould Confront Laos On Rights Abuses: NGOs, diakses dari
http://thediplomat.com/2014/12/asean-should-confront-laos-on-rights-abuses-ngos/
ASEAN Telah Terlibat dalam Konflik Rohingya, diakses dari
http://www.beritasatu.com/nasional/65070-asean-telah-terlibat-aktif-dalam-konflik-
rohingya.html
ASEAN, Rohingya dan Krisis Kemanusiaan di Myanmar, diakses dari
http://anwibisono.id/2013/08/20/asean-rohingnya-dan-krisis-kemanusiaan-di-
myanmar/
Ashin, Pembensi Muslim Rohingya, diakses dari http://indonesianreview.com/ds-
muftie/ashin-pembenci-muslim-rohingya
B. Philip, The Most Persecuted Minority in the World: The Gypsies of Asia, the world crunch
(daring), diakses dari http://www.worldcrunch.com/most-persecutedminority-world-
gypsies-burma/world-affairs/the-most-persecuted-minority-in-the-world-thegypsies-
of-burma/c1s5701/,
Burma 2015 Human Rights Report, diakses dari
http://www.state.gov/documents/organization/252963.pdf
Diskriminasi Terhadap Muslim Rohingya, diakses dari
http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/95981-diskriminasi-terhadap-muslim-
rohingya
Indonesia Terus Lakukan Diplomasi untuk Selesaikan Kasus Rohingya, diakses dari
http://www.demokrat.or.id/2012/08/indonesia-terus-lakukan-diplomasi-untuk-
selesaikan-kasus-rohingya/
Ini Tiga Alasan ASEAN Harus Pastikan Myanmar Laksanakan Kesepakatan Soal Rohingya,
diakses dari http://politik.rmol.co/read/2015/05/23/203658/Ini-Tiga-Alasan-ASEAN-
Harus-Pastikan-Myanmar-Laksanakan-Kesepakatan-Soal-Rohingya-
Inilah Peryataan resmi ASEAN tentang Konflik Rohingya, diakses
http://www.jaringnews.com/internasional/asia/21072/inilah-pernyataan-resmi-asean-
tentang-konflik-rohingya
Kasus Rohingya bisa Rusak Komunitas ASEAN 2015, diakses dari
http://www.beritasatu.com/asia/63683-kasus-rohingya-bisa-rusak-komunitas-asean-
2015.html
Keluarga Korban Manguindanau Desak badan HAM ASEAN, diakses dari
http://www.dw.com/id/keluarga-korban-manguindanau-desak-badan-ham-asean/a-
5207346
Keterangan pers Presiden Menjelang Kunker ke Singapura, Myanmar, Brunei, Jkt, 22 April
2013, diakses dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6973&Item
id=55
xvii
Kiprah Ashin Wurathu, Biksu Kontroversial Buddha Radikal, diakses dari
http://us.news.detik.com/berita/2919780/kiprah-ashin-wirathu-biksu-kontroversial-
buddha-radikal/4 Klan Ampatuan Rencanakan Pembantaian Filipina, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2010/09/100908_ampatuancase.shtml
Komisi HAM ASEAN capai Banyak Kemajuan, diakses dari
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/178-diplomasi-oktober-2012/1544-
komisi-ham-asean-capai-banyak-kemajuan-di-bawah-keketuaan-indonesia-.html
Konflik Rohingya, diakses dari http://aceh.tribunnews.com/2015/05/25/konflik-rohingya
Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar, diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106632&val=2274
Krisis Rohingya, Emergency Meeting Tingkat ASEAN perlu dilakukan, diakses dari
http://news.okezone.com/read/2015/05/21/18/1153110/krisis-rohingya-emergency-
meeting-tingkat-asean-perlu-dilakukan
LSM Desak AICHR Segara Atasi Konflik Rohingya, diakses dari
http://www.beritasatu.com/dunia/63651-lsm-desak-aichr-segera-atasi-konflik-
rohingya.html,
Malaysia dan Indonesia setuju Tampung Pengungsi Rohingya, diakses dari
http://www.dw.com/id/malaysia-dan-indonesia-setuju-tampung-pengungsi-
rohingya/a-18462889
Malaysia Tekan Myanamr Terkait Migran Rohingya, diakses dari
http://news.detik.com/internasional/2916892/malaysia-tekan-myanmar-terkait-
migran-rohingya
Malaysia: Myanmar Harus Tanggung Jawab Soal Pengungsi Rohingya, diakses dari
http://print.kompas.com/baca/internasional/asia-pasifik/2015/05/15/Malaysia-
Myanmar-Harus-Tanggung-Jawab-soal-Pengung
Mekanisme Penyelesaian Sengketa HAM di Negara Association of Southeast Asia Nations
(ASEAN), diakses dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/11534/11137
Memperkuat Sistem hak Asasi Manusia ASEAN melalui Advokasi Hukum, diakses dari
http://www.americanbar.org/content/dam/aba/directories/roli/asean/aba_roli_asean_st
rengthening_human_rights_system_through_legal_advocacy_indonesian_1013.authc
heckdam.pdf
Mengapa Orang-orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar?, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/05/150522_dunia_myanmar_exodus
Mengenal gerakan Malaysia bersih, diakses dari http://kbr.id/08-
2015/mengenal_gerakan_malaysia_bersih/75427.html
Menlu RI: ASEAN Harus Berguna Bagi Masyarakat, diakses dari
http://www.beritasatu.com/nasional/296596-menlu-ri-asean-harus-berguna-bagi-
masyarakat.html
Menyelesaikan Pelanggaran HAM di Laos, diakses dari http://aseanmp.org/wp-
content/uploads/2016/09/APHR_Press-Release_ASEAN-in-Laos_IND.pdf
xviii
Myanmar Akhirnya Bersedia Hadiri Pertwmuan Krisis Pengungsi, diakses dari
http://internasional.metrotvnews.com/read/2015/05/22/398475/myanmar-akhirnya-
bersedia-hadiri-pertemuan-krisis-pengungsi
Myanmar,s Ethnic Divide: The Parallel Struggle, diakses dari http://www.ipcs.org/special-
report/myanmar/myanmars-ethnic-divide-the-parallel-struggle-131.html
Myanmar’s Religious Violence: A Buddhist “Siege Mentality at Work” diakses dari
http://www.networkmyanmar.net/images/stories/PDF16/RSIS-Commentary.pdf
Parni Hadi Buka Konferensi ASEAN Soal Rohingya, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/03/118680588/akhiri-derita-rohingya-
indonesia-ajak-kerja-sama-myanmar
PBB kecewa dengan Malaysia, diakses dari
http://news.okezone.com/read/2011/07/12/411/479072/pbb-kecewa-dengan-malaysia
Pembantaian Politik Filipina Selatan, diakses dari
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11505&coid=1&caid=27&gid=3
Presiden SBY Desak Penyelesaian Isu Rohingya, diakses dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6973&Item
id=55
Press Releases : Thailand to host the Second Special Meeting on Irregular Migration in the
Indian Ocean, diakses dari http://www.mfa.go.th/main/en/media-center/14/62560-
Thailand-to-host-the-Second-Meeting-on-Irregular-M.html
Prospek mekanisme HAM ASEAN, diakses dari https://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-
asean?showall=&start=2
Rohingya Diduga Alami Diskriminasi Oleh Pemerintah Myanamar, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/02/140225_myanmar_rohingya
SBY: Tak Ada genosida di Myanmar, diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/internasional/tragedi-rohingya/12/08/04/m88osu-
sby-tak-ada-genosida-di-myanmar
Seahum Committee dan HFI Gelar Dialog Kemanusiaan untuk Myanmar, diakses dari
http://tajuk.co/news/seahum-committee-dan-hfi-gelar-dialog-kemanusiaan-untuk-
myanmar
Searcing for Human Rights Protection in ASEAN, diakses dari http://www.forum-
asia.org/uploads/press-release/2014/November/FA-PressRelease-
AICHR%20Report%20_FINAL__INDver.pdf
Sejarah Islam Arakan & Kejahatan Buddha Burma pada Muslim Rohingya, diakses dari
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/04/21/24089/sejarah-islam-arakan-
kejahatan-budha-burma-pada-muslim-rohingya/,
Sejarah Umat Islam Rohingya di Myanmar, diakses dari http://kisahmuslim.com/sejarah-
umat-islam-rohingya-di-myanmar/
Siaran Pers: mendorong AICHR Menyikapi Krisis Migrasi Iregular (Rohingya) di Kawasan
ASEAN, diakses dari http://aichr.or.id/index.php/id/aichr-indonesia/akuntabilitas-
publik/rilis/37-siaran-pers-sidang-khusus-aichr-bandar-seri-begawan-13-15-juni-2015
xix
Supporting Human Right In Myanmar: Why the U.S Should Maintain Existing Sanction
Authority, May 2016, diakses dari
http://www.fortifyrights.org/downloads/Fortify_Rights_and_UEG_Supporting_Huma
n_Rights_in_Myanmar_May%202016.pdf
Thailand Janji Tak Akan Kembalikan Imigran Rohingya ke Laut, diakses
darihttp://www.cnnindonesia.com/internasional/20150521065423-106-
54673/thailand-janji-tak-akan-kembalikan-imigran-rohingya-ke-laut/
The 2nd Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean, diakses pada
http://www.unhcr.org/566165a412.pdf
The Association of South East Nation’s (ASEAN) Response to the Rohingya Crisis, diakses
dari
http://web.isanet.org/Web/Conferences/AP%20Hong%20Kong%202016/Archive/a92
58d1e-c9bb-48f8-8a4d-876f0d544154.pdf
The Face Of Buddish Terror, diakses dari
http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,2146000,00.html
The Rohingya Migrant Crisis, diakses dari http://www.cfr.org/burmamyanmar/rohingya-
migrant-crisis/p36651
The Role of ASEAN ini The Settlement Process of Human Rights Violations in Myanmar:
Case Study Rohingya Etnic Minority and The Saffron Revolution, diakses dari
http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/2833/1/vjhi-04-07-2012-
the_role_of_ASEAN.pdf
The Universal Declaration of human Right, diakses dari
http://www.un.org/en/documents/udhr/,
The War on The Rohingyas, Buddhist monks incite Muslim killings in Myanmar, diakses dari
http://www.rohingyamassacre.com/wp-content/uploads/2014/05/04reuters2014.pdf
UN Urges Burma to Investigate Rohingya Deaths after Latest Violance, diakses dari
https://www.theguardian.com/world/2014/jan/24/un-burma-investgate-rohingya-
deaths-violence
What is behind Burma’s wave of religious Violence?, diakses dari
http://www.bbc.com/news/world-asia-22023830
What Legal Measures Should ASEAN Apply to Help the Rohingya, diakses dari
http://klibel.com/wp-content/uploads/2015/04/KLIBEL6_Law__11_2ffmN03Wuj.pdf
xx
LAMPIRAN
Narasumber : Yuyun Wahyuningrum
Jabatan : Team Leader at Regional EU – ASEAN Dialogue Instrument
(READI) Human Right Facility
: Senior Advisor on ASEAN and Human Right at the
Indonesia’s NGO Coalition for International Human Right
Advocacy / HRWG
Email/skype : [email protected] / wahyuningrum
Waktu : Sabtu, 17 Desember 2016
1. Bagaimanakah diskriminasi yang dialami oleh etnis Rohingya?
Rohingya di Myanmar mengalami diskriminasi secara etnis karena etnis nya tidak
diakui oleh pemerintah. Sebelum demokrasi Rohingya mengalami diskriminasi tetapi
masih bisa memiliki kartu identitas atau kartu kewarganegaraan, bahkan ada beberapa
Rohingya yang menjadi anggota parlemen dan lain lain walaupun secara agama dia
juga mengalami diskriminasi karena dia minoritas di Myanmar. Tetapi setelah
demokrasi justru mereka mengalami diskriminasi-diskriminasi bahwa dia adalah
Rohingya yang tidak di akui oleh pemerintahnya dan yang kedua dia mengalami
diskriminasi yang bersifat agama atau religious karena ada movement dari Buddish
fundamentalis yang merasa keberatan atau merasa bahwa seharusnya Myanmar tidak
memiliki muslim. Setelah demokrasi diskriminasi-diskriminasi yang dialami oleh
Rohingya itu menjadi lebih keliatan dibanding sebelum demokrasi. Kita bisa lihat
Wirathu seorang biksu Buddha yang mengkampanyekan anti Islam dan anti Rohingya
itu membuat gerakan menjadi besar. Tidak hanya pada level policy atau kebijakan
karena pada saat konsesus nasional tahun 2015 tidak ada kolom untuk etnis
Rohingya, adanya kolom others, jadi dia tidak jelas itu siapa. Orang-orang rohingya
yang tidak mau mencontreng others artinya jadi stateless mempunyai warga negara
dan kebanyakan Rohingya tidak mau mencontreng karena mereka jelas etnisnya apa
yaitu Rohingya dan agamanya apa juga jelas tapi disitu ditulisnya others, yang berarti
ada kemauan dari pihak negara untuk menghapus etnis ini jadi bukan hanya tidak
xxi
mengakui tapi menghapus, kalau tidak mengakui ada tapi dibiarkan hidup.
Diskriminasi juga terjadi pada level yang sifatnya individual jadi tertanam dikepala
dan hati orang-orang Myanmar bahwa Rohingya itu dari Bengal. Sejarahnya dulu
mereka berasal dari Bengal tapi Bengal itu bukan Bangladesh karena pada saat itu
Bangladesh belum ada, dulu masih dibawah Pakistan, jadi India itu besar terus pecah
jadi India dan Pakistan dan kemudian Pakistan pecah lagi jadi Pakistan dan
Bangladesh, orang orang Rohingya dulu dari daerah situ jadi ga jelas apakah itu
Banglades atau masih masuk dalam kategori Pakistan atau India pada saat itu ya
kalau sekarang secara geografis daerah itu bernama Bangladesh nah mereka keluar
dari daerah itu untuk menghindari prostitution karena perang pada akhirnya negara
itu menjadi Bangladesh. Jadi negara Bangladesh saat ini tidak mengakui bahwa
Rohingya adalah warga negara Bangladesh karena memang Bangladesh negaranya
belum terbentuk pada saat itu. Etnis Rohingya di Rakhine, di Settwe mereka sudah
beribu-ribu tahun disitu jadi mereka merasa bagian dari negara ini, Myanmar.
Myanmar tidak mengakui Rohingya, Bangladesh juga tidak mengakui Rohingya,
mereka menghindari prostitution, karena ada beberapa attack dari etnis lain atau dari
pemerintah atau dari militer di Myanmar. Myanmar harusnya bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan pada warga negaranya tapi Myanmar merasa
Rohingya bukan warga negara, itu terjadi ditingkat policy diundang-undang dan juga
di level individual jadi misalnya temen-temen sama orang LSM di Myanmar juga
baik dia bekerja di isu HAM atau bukan mereka sama narativnya tidak mengakui
bahwa Rohingya bagian dari Myanmar jadi ada yang tertanam di kepala dan benak
mereka bahwa rohingya bukan Myanmar, Rohingya adalah Bengali. Diskriminasi
yang dialaimi Rohingya sudah berlapis lapis, karena ketika seseorang sudah tidak
diakui warga negaranya maka dia tidak mempunyai kartu tanda penduduk, akses
kewarganegaraan, kalau dia tidak memiliki warga negara atau kartu tanda penduduk
maka dia tidak mempunyai akses kepada fasilitas sosial lainnya misalnya kesehatan,
pendidikan. Jadi diskriminasinya dilevel kebijakan, diskriminasi juga dilevel
peraturan undang undang, karena dalam undang-undang yang tidak membolehkan
orang Islam tidak boleh menikah dengan agama lain, tidak boleh memiliki anak
banyak hanya boleh satu atau dua, itu berlaku untuk orang Islam. Dilevel attitude
individual orang juga ada, yaitu menciptakan musuh lain yang bukan dia. Di
Myanmar UUD nya menginstitutionalkan diskriminasi itu sendiri, jadi diskriminasi di
Myanmar kalau dibagi-bagi jenisnya agama dan etnis, otomatis itu menyangkut
kesemuanya karena diskriminasinya itu sangat mendasar yaitu pengakuan terhadap
keberadaan etnis ini jadi menutup segala hak jadi diskriminasi yang dialami berlapis,
yang kedua dilevel kebijakan baik itu berupa undang-undang atau aturan atau
xxii
kebijakan program, terus yang ketiga diskriminasi dilevel individu jadi itu dia
multiple dan berlapis ya, kalau multiple kan macem-macem kalau berlapis itu kaya
tadi levelnya undang-undang, policy dan individu
2. Dengan diskriminasi-diskriminasi yang terjadi terhadap etnis Rohingya
di Myanmar, apakah respon dan upaya yang dilakukan oleh AICHR
sebagai badan HAM ASEAN?
Saat ini minggu depan tanggal 18 Desember itu akan ada semacam ASEAN Retreat,
Retreat itu berarti pertemuan yang hanya di ikuti oleh orang-orang utama saja,
misalkan kalau retreatnya menteri luar negeri hanya menteri luar negeri saja yang
dateng, yang lain engga dateng. Kalau retreat itu hanya orang utamanya saja atau
dapartemen utamanya saja. Tanggal 18 Desember hari senin itu nanti Retreat ASEAN
foreign minister di Yangon untuk membicarakan Rohingya, pertemuan ini sepertinya
hanya akan dihadiri oleh menteri luar negeri 10 negara ASEAN dan membicarakan
hanya isu rohingya, jadi kita baru bisa lihat hasilnya seperti apa setelah tanggal 18
Desember. AICHR bilang kita diskusi tapi persoalannya sangat complicated karena
militer yang terlibat bukan hanya pemerintah saja, dan banyak informasi informasi
yang simpang siur didalam Settwe sendiri. 3 tahun lalu itu ada boat people, kemudian
Malaysia juga yang meminta pertemuan khusus untuk membicarakan itu tapi
Myanmar tidak mau datang. Myanmar memberikan beberapa condition, pertama
tidak mau menyebut Rohingya tapi boleh menyebut boat people, lalu tidak boleh
menyebut refugee tapi irregular migrant. Akhinya pertemuan itu bernama irregular
migrant, tapi karena pertemuan itu tidak wajib maka tidak semua negara dateng,
pertemuan pertama Myanmar tidak datang jadi bingung membahas isu tapi negara
yang bersangkutan tidak datang, jadi yang didiskusikan hanya perspektif dari negara
penerima seperti Malaysia, Singapura, Indonesia dan Thailand yang menerima
Rohingya atau boat people. Pertemuan kedua, Myanmar datang tapi kondisinya sama
tidak mau menyebut rohingya dan hasil pertemuan ini bisa cari di web ASEAN atau
google. Responnnya AICHR sendiri dari awal seingat saya dari tahun 2013 proses
untuk membicarakan Rohingya sudah ada tapi di blok oleh representativ dari
Myanmar untuk tidak membicarakan isu Rohingya jadi ada individu-individu dalam
AICHR yang sudah mendorong agar isunya dibahas dalam AICHR, tapi ini
politiknya sangat kuat harus ada konsesus. Sekarang saya denger untuk isu ini
AICHR dari malaysia mencetus untuk adanya communication prosedur, itu artinya
prosedur yang memfasilitasi adanya complain. Di AICHR itu sendiri kita gabisa,
tidak memiliki mandat untuk menerima complain atau investigasi atau segala macem
itu membuat AICHR menjadi lemah, kemudian beberapa representativ negara -negara
xxiii
ASEAN berusaha supaya AICHR memiliki mekanisme ini pada isu Rohingya.
AICHR secara institusi itu belum ada banyak respon terhadap Rohingya tetapi
AICHR didalamnya sendiri ada beberapa anggota AICHR yang berusaha
membicarakan Rohingya, jadi kita kan gabisa punya solusi tanpa membicarakan
isunya dahulu.
3. Dengan sedikitnya upaya yang dilakukan oleh AICHR, bagaimana fungsi
AICHR? Apakah badan ini bisa dikatakansebatas wacana?
Kalau fungsi bisa dilihat di TOR nya, fungsinya itu ada 14. Saya keberatan kalau
AICHR dibilang sebagai wacana, karena badannya kan sudah ada kalau wacana itu
kan diskusi-diskusi aja, tapi ini kan badannya sudah ada. Untuk isu Rohingya dia
gabisa karena dia gapunya mandat untuk merespon, kalau saya si yang bekerja pada
isu isu ini sudah lama saya menghargai sebuah institusi walaupun dia toothless ya
tidak bergigi karena dia usianya baru 7 tahun, tapi persoalan yang kita hadapi
memang persolan yang sangat berat dan badan ini terlalu lemah untuk merespon
karena dia fungsinya tidak mencukupi jadi kalau bisa dilihat apa dia toothless iya dia
toothless kalau dibilang badan ini hanya wacana si saya tidak setuju karena dia sudah
melakukan beberapa hal, jadi saya harus adil untuk mengakses sebuah institusi, dia
tidak cukup punya fungsi untuk merespon, karena memberstate tidak mau AICHR ini
kuat dan ini politik negara-negara terhadap HAM, jadi ada beberapa layer yang
sedang kita hadapi jadi saya tidak kalau ada omongan terhadap AICHR yang
toothless iya dia toothless tidak bisa ngapain-ngapain, tapi kalau dia dibilang useless
engga, jadi badan ini tetap bermanfaat tapi beberapa persoalan ini dia tidak bisa
merespon karena tidak memiliki mandat gitu, jadi dia pertama kali dilahirkan sudah
dilemahkan bukan dikuatkan, kalau dibaca ToRnya AICHR itu ga ada mandat untuk
merespon jadi apa basis AICHR untuk merespon persoalan tersebut ketika dia tidak
punya mandat untuk melakukan ituAICHR tidak memiliki mandat kalau sebuah
lembaga tidak memiliki mandat itu susah mau gimana. Anggota dalam AICHR itu
sangat concern terhadap persoalan yang terjadi sekarang tapi terbatasi dengan
ketiadaan mandat oleh karena itu yang harus diperbaiki dulu adalah mandatnya, oleh
karena itu tadi saya bilang bahwa saat ini dengan persoalan Rohingya, mereka mau
menggunakan isu ini sebagai entry poin untuk memperbaiki mandat bahwa AICHR
perlu adanya sebuah fungsi untuk menerima complain dan menindaklanjuti complain
dengan begitu dia bisa melakukan sesuatu.
xxiv
4. Apakah maksud dari keterbatasan mandat itu sama dengan prinsip non
intervensi?
Kalau prinsip itu digunakan sebagai basis sebuah tindakan, itu juga keterbatasan tapi
bukan keterbatasan fungsi, non interverence itu bukan hanya milik ASEAN, UN pun
memiliki itu, ini prinsip-prinsip yang ada di international relation hanya saja
penggunaannya suka berlebihan di ASEAN misalnya untuk kepentingan di negaranya
sendiri baru bilang non interverence, nah kalau itu yang digunakan atau itu yang
dikritik saya setuju. Jadi ASEAN memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu, saya
yakin pada pertemuan tanggal 18 mengenai non interverence juga akan diangkat
yang merasa kepentingannya terancam gitu, tapi sebaiknya si harus dibedakan
keterbatasan fungsi, keterbatasan way of making discussion contohnya non
interverence prinsiple itu menjadi persoalan kedua, itu jangan jadi satu karena non
interverence itu bukan fungsi.
5. Menurut ibu apa yang sebaiknya dilakukan ASEAN untuk
memaksimalkan pengimplementasian AICHR yang merupakan mandat
dari pasal 14 piagam ASEAN?
Yang pertama AICHR harus memaksimalkan 14 mandat itu dan tidak hanya
merealisasikan tapi merealisasikan dengan kreatif karena kalau di TORnya AICHR
itu banyak kata bersayap sebenarnya, ketika melakukan studi conduct di ToR itu kan
bias di implementasikan macem-macem, jadi pertama AICHR harus
mengimplementasikan semua dulu 14 mandat itu walaupun sangat limited tapi kalau
sudah di implementasikan semuanya itu sudah bagus. Yang kedua
mengimplementasikan ToR, mandat yang ada dalam ToR itu harus secara kreatif
tidak hanya conduct studi itu terus saja, harus banyak sekali creatif implementation.
Terus yang ketiga AICHR harus punya protection mandate to be able to answer
discrimination ini kan persoalan-persoalan yang selalu terjadi, kalau kita melihat
sejarah di Southeast Asia persoalan HAM, pembunuhan terhadap etnis tertentu terjadi
terus menerus sehingga kita tidak bisa tidak memiliki sebuah komisi HAM yang tidak
memiliki protection, jadi AICHR harus memiliki protection mandate. Dan melalui
review ToR mandatnya AICHR bisa diperbaiki dengan penambahan mandat untuk
menerima complain, melakukan investigasi, kemudian memberikan rekomendasi.