Unlock Bab2 2
-
Upload
naufal-difa -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of Unlock Bab2 2
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
1/44
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan menjelaskan tentang teori dan konsep terkait, yaitu tentang konsep
lansia, konsep perilaku dan konsep Posyandu Lansia. Pada akhir bab ini akan disampaikan
penelitian terkait yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.
A. Konsep lansia
1. Definisi lansia.
Menurut Contantinides (1994) menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua (aging ) merupakan suatu perubahan progresif
pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel
serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang
disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling
berinteraksi satu sama lain . Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat
digambarkan melalui empat tahap yaitu, kelemahan (impairment ), keterbatasan
fungsional ( functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan
(handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Menurut Keliat (1999) usia lanjut dikatakan sebagai tahapan akhir perkembangan
pada daur kehidupan manusia. Sedangkan UU no 4 tahun 1965 menyebutkan bahwa
yang termasuk lansia tersebut adalah orang yang sudah 55 tahun ke atas dan usia 55
tahun di jadikan batas pensiun bagi seorang pekerja, akan tetapi menurut pasal 1 ayat
(2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 (di dalam Maryam, 2008) tentang kesehatan
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
2/44
dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun.
Menurut Miller (2003) menua adalah suatu proses yang mengubah manusia
dewasa dari keadaan sehat menjadi rapuh dengan berkurangnya cadangan
kemampuan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan
diikuti kematiaan.
Sedangkan menurut Mickey (2006) proses menjadi tua disebabkan faktor biologik
yang terdiri dari 3 fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam fase
regresif mekanisme lebih kearah kemunduran yang dimulai dalam sel, komposisi
terlecil tubuh manusia. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan
berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,
fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi
dan kemampuan badan secara keseluruhan. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan
berkembang sampai pada keseluruhan sistem.
2. Klasifikasi lansia.
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia, menurut Depkes RI
2003 (di dalam Maryam, 2008).
a. Pralansia ( prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun.
b. Lansia, yaitu orang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, yaitu orang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan perkerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa.
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
3/44
e. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Batasan - batasan lansia menurut WHO (di dalam Nugroho 2000),
mengelompokkan lansia menjadi empat kelompok yaitu meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 – 59 tahun.
b. Usia lanjut (erderly), ialah kelompok antara usia 60 – 70 tahun.
c. Usia lanjut tua (old ), ialah kelompok antara usia 70 – 75 tahun.
d. Usia sangat tua (very old ), ialah kelompok usia diatas 90 tahun.
Menurut Masdani (di dalam Nugroho, 2000) lansia merupakan kelanjutan dari
usia dewasa yang dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
a. Fase iuventus, antara usia 25 – 40 tahun.
b. Fase verilitas, antara usia 40 – 50 tahun.
c. Fase prasenium, antara usia 55 – 56 tahun.
d. Fase senium, usia lebih dari 65 tahun.
Menurut Setyonegoro pengelompokan lanjut usia yaitu :
a. Dewasa muda (ederly adulhood ), usia antara 18 atau 20 – 25 tahun.
b. Dewasa penuh (middle years) atau maturasi, usia antara 25 – 60 atau 65 tahun.
c. Lanjut usia ( geriatric age), usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun. Terbagi untuk
usia 70 – 75 tahun (old) dan lebih dari 80 tahun (very old ).
3. Tipe lansia
Menurut Nugroho (2000) beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya. Tipe
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
4/44
a. Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman, dalam menyesuaikan
diri dengan perubahan zaman, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
mempunyai kesibukan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri, yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi orang yang tidak sabar, gampang marah, mudah tersinggung, banyak
menuntut, suka mengeritik dan tidak mau untuk dilayani.
d. Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung, yaitu kaget, kehilangan kepribadian, minder, menjauh dan
mengasingkan diri, menyesal dan acuh tak acuh.
Dari macam-macam tipe diatas masih ada tipe optimis, konstruktif, dependen
(bergantungan), defisit (bertahan), militan dan serius, pemarah dan frustasi (kecewa
akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), putus asa (benci pada diri sendiri).
4. Pelayanan Keperawatan Pada Lansia
Pelayanan keperawatan terhadap lansia menggunakan metode pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan Fisik.
Pendekatan fisik dilakukan dengan cara memperhatikan kesehatan objektif,
kebutuhan, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan, serta penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresifnya. Pendekatan fisik pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu lanjut
usia yang masih aktif
dan lanjut usia yang pasif. Dimana lansia mengalami keterbatasan fisik,
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
5/44
kemunduran fisik akibat proses penuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh
terhadap gangguan atau infeksi dari luar. Tindakan tidak selalu menunggu adanya
keluhan dari lansia, karena tidak jarang lansia menghindari kontak yang terlalu
sering dengan tenaga kesehatan. Hal itu dapat diantisipasi dengan pengamatan
yang cermat terhadap kondisi lansia dan pendekatan fisik ini lebih ditekankan
untuk pemenuhan dasar lansia.
b. Pendekatan Psikis
Pada pendekatan psikis ini perawat memiliki peran penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif, perawat dapat juga berperan sebagai pendukung ( supporte),
dapat juga sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab
karena lansia sangat membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungan.
c. Pendekatan sosial
Dalam melakukan pendekatan sosial perawat bisa mengajak lansia berdiskusi,
tukar pikiran dan bercerita yang merupakan upaya untuk melakukan pendekatan
sosial. Selain itu perawat juga bisa memberi kesempatan untuk berkumpul
bersama sesama lansia yang berarti menciptakan sosialisasi mereka. Lansia juga
harus diberi kesempatan mengadakan komunikasi dan sosialisasi dengan dunia
luar seperti mendengar berita dan rekreasi.
d. Pendekatan spiritual
Tujuan pendekatan spiritual ini adalah untuk memberikan ketenangan dan
kepuasan batin dalam berhubungan dengan Tuhan. pada pendekatan spiritual ini
setiap lansia akan menunjukkan reaksi yang berbeda-beda dalam menghadapi
peristiwa kematian dan perawat bisa memberikan support pada lansia dalam
menghadapi kematian.
5. Teori Proses Menua.
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
6/44
Beberapa teori pada proses menua :
a. Teori biologis
Menurut Potter (2005) menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan
fungsi, struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.
1) Teori generik ( genetik theory / Genetic Lock ).
Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi
dapat merusak sintesis DNA. Teori genetik terdiri dari teori asam
deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi, somatik dan
glikogen. Teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler
menjadi tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari
inti sel. Molekul DNA menjadi bersilangan (crosslink ) dengan unsur yang lain
sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ
tubuh.
2) Teori imunologis.
Teori imunitas menggambarkan penurunan atau kemunduran dalam
keefektifan sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Mekanisme
seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada jaringan tubuh
melalui penurunan imun. Dengan bertambahnya usia, kemampuan pertahanan
/ imun untuk menghancurkan bakteri, virus dan jamur melemah sehingga
mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan
infeksi. Seiring berkurangnya imun terjadilah suatu peningkatan respon auto
imun pada tubuh lansia.
3) Teori Neuroendokrin
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal
akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk dapat menerima,
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
7/44
memproses dan bereaksi terhadap perintah. Hal ini dapat dikenal sebagai
perlambatan tingkah laku, respon ini terkadang diaktualisasikan sebagai
tindakan untuk melawan, ketulian atau kurang pengetahuan. Umumnya para
usia lanjut merasa seolah-olah mereka tidak kooperatif / tidak patuh.
4) Teori lingkungan
Menurut teori ini, faktor dari dalam lingkungan seperti karsinogen dari
industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi dapat membawa perubahan
dalam proses penuaan. Dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak
sekunder dan bukan faktor utama dalam penuaan
5) Teori Cross Link .
Teori cross link dan jaringan ikat mengatakan bahwa molekul kolagen dan
elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama
meningkatkan rigiditas sel, cross link diperkirakan berakibat menimbulkan
senyawa antara molekul yang normalnya terpisah. Saat serat kolagen yang
awalnya dideposit dalam jaringan otot polos menjadi renggang berikatan dan
jaringan menjadi fleksibel. Contoh cross link jaringan ikat terkait usia meliputi
penurunan kekuatan daya rentang dinding arteri seperti tanggalnya gigi, kulit
yang menua, tendon kering dan berserat
6) Teori radikal bebas.
Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan bagian
molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat
yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya,
molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel
dan mempengaruhi permeabillitasnya atau dapat berikatan dengan organel sel.
Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan karena terjadinya akumulasi
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
8/44
kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidasi dimana radikal bebas dapat
terbentuk di alam. Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi
bahan organik seperti karbohidrat dan protein.
b. Teori Psikososial
Teori ini memusatkan pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai
peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis,
yang terdiri dari :
1) Teori pemutusan hubungan (disengagement ).
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia maka seseorang
akan berangsur-angsur akan melepaskan diriya dari kehidupan sosialnya
(menarik diri) dari lingkungan sekitarnya dan ini menyebabkan kehilangan
ganda seperti : kehilangan peran, hambatan kontak sosial, berkurangnya
komitmen atau dengan kata lain orang yang menua menarik diri dari perannya
dan digantikan oleh generasi yang lebih muda. Peran yang terkait pada
aktivitas yang lebih introspektif dan berfokus pada diri sendiri. Disengagement
adalah intrinsik dan tidak dapat dielakkan baik secara biologis dan psikologis,
dianggap perlu untuk keberhasilan penuaan dan bermanfaat baik bagi lansia
dan masyarakat.
2) Teori aktivitas.
Teori ini tidak menyetujui teori disengagement dan lebih menegaskan
bahwa kelanjutan aktivitas dewasa tengah penting untuk keberhasilan
penuaan. Havighurst (1952) yang pertama menulis tentang pentingnya tetap
aktif secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk lansia.
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
9/44
Beberapa pendapat mengemukakan bahwa penuaan terlalu kompleks untuk di
karateristikan kedalam cara sederhana tersebut. Gagasan pemenuhan
kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan
orang lain dalam mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan orang lain
dan kesejahteraan fisik serta mental orang tersebut. Teori ini menyatakan pada
lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial. Ukuran optimum dilanjutkan pada cara hidup dari lansia,
mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan kelanjut usia. Selain itu dapat menunjukkan pentingnya
aktivitas mental dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan
dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.
3) Teori tugas perkembangan (kontuinitas).
Teori kontuinitas menyatakan bahwa kepribadian tetap sama dan perilaku
menjadi lebih mudah diprediksi seiring penuaan. Hasil penelitian Erickson
tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh
seseorang pada tahap spesifik dalam kehidupannya untuk mencapai penuaan
yang sukses. Beberapa pendapat bahwa teori ini terlalu sederhana dan tidak
mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi respon seseorang
terhadap proses penuaan. Teori ini juga menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada lanjut usia dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki. Pada
kondisi ini tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati hidup
yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa
penyesalan atau putus asa.
4) Teori kepribadian.
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
10/44
Jun berteori bahwa keseimbangan antara dua hal tersebut adalah penting
bagi kesehatan. Menurunnya tanggung jawab dan tuntunan dari keluarga dan
ikatan sosial sering terjadi dikalangan lansia. Konsep interioritas dari Jun
mengatakan bahwa separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan
dengan memiliki tujuan sendiri yaitu mengembangkan kesadaran diri sendiri
melalui aktivitas yang dapat merefleksikan dirinya sendiri. Lansia sering
beranggapan bahwa hidup telah memberikan satu rangkaian pilihan yang
sekali dipilih akan membawa orang tersebut pada suatu arah yang tidak bisa
diubah.
c. Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia.
1) Perubahan fisik : meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem
tubuh, yaitu :
a) Sel.
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan cairan
intraseluler menurun.
b) Persyarafan.
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi, khususnya yang berhubungan
dengan stress yang berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson
sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek.
c) Sistem pernapasan.
Otot pernapasan kekuatannya akan menurun dan kaku, kemampuan
batuk menurun akibat penurunan aktivitas silia sehingga pengeluaran
sekret berkurang dan mengalami hambatan atau obstruksi, elastisitas
paru menurun sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk ke paru
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
11/44
mengalami penurunan, alveoli jumlahnya berkurang dan semakin
melebar serta terjadi penyempitan bronkus.
d) Sistem pendengaran.
Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga bagian dalam, pada
membran tympani atropi terjadi pengumpulan serumen yang dapat
mengeras karena mengumpulnya keratin dan tulang-tulang pendengaran
mengalami kekakuan.
e) Sistem pengelihatan.
Kornea lebih berbentuk skeris, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa),
meningkatnya ambang pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap gelap
lambat dan kesulitan untuk melihat dalam kondisi gelap), akomodasi
menurun, lapang pandang menurun serta berkurangnya luas pandang.
Sulitnya lansia untuk membedakan warna biru dan hijau.
f) Sistem kardiovakuler.
Katup jantung mulai menebal dan kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1 % (kontraksi dan volume), menurunnya elastisitas
pembuluh darah, meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga
tekanan darah meningkat.
g) Sistem perkemihan.
Ukuran ginjal akan mengecil (atropi), penyaringan di glomerulus
menurun, otot-otot vesika urinaria melemah dimana terjadi penurunan
kapasitas sampai 200 cc sehingga frekuensi untuk BAK meningkat.
h) Sistem pencernaan.
Kehilangan gigi, esofagus melebar, asam lambung menurun, peristaltik
mulai melemah sehingga daya absorpsi menurun dan akan menyebabkan
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
12/44
konstipasi. Ukuran lambung mulai mengecil serta fungsi organ aksesori
menurun akan mengakibatkan hormon dan enzim berkurang.
i) Sistem integumen.
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan tidak
elastis karena kurangnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, rambut
dalam hidung dan telinga menebal, kelenjar keringat mulai tidak berkerja
dengan baik, rambut memutih, vaskularisasi menurun, kulit pucat dan
terdapat bintik-bintik kehitaman akibat menurunnya aliran darah dan sel
penghasil pigmen, kuku kaki dan tangan rapuh dan tebal serta
pertumbuhan rambut mengalami penipisan.
j) Sistem endokrin.
Hormon mulai menurun produksinya, menurunnya produksi aldosteron
dan sekresi hormon gonad ( progesteron, estrogen dan testosteron) dan
penurunan hormon dapat menyebabkan hipotirodisme depresi dari sum-
sum tulang dan ketidak mampuan mengatasi tekanan jiwa.
k) Sistem muskuloskeletal.
Cairan tulang menurun sehingga tulang kehilangan kepadatan dan
mengakibatkan kerapuhan tulang (osteoporosis), bungkuk (kifosis),
persendian besar dan kaku (atropi otot), tremor, kram, tendon mengkerut
dan sklerosis.
2) Perubahan mental atau psikologis pada lansia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu :
a) Perubahan fisik.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
13/44
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan memori : kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai
berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan), kenangan jangka
pendek atau seketika (0-10 menit) dan kenangan buruk.
g) IQ (intelegense quotient ) : tidak berubah dengan informasi dan perkataan
verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor
: terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan
dari faktor tertentu.
3) Perubahan psikososial.
a) Pensiunan.
Nilai seseorang sering diukur oleh produktifitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seeorang pensiun (purna
tugas), dia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain :
kehilangan finansial (pemasukan berkurang), kehilangan status,
kehilangan teman / relasi dan kehilangan perkerjaan atau kegiatan.
b) Merasakan atau sadar akan kematian ( sense of awernwes of mortality)
c) Perubahan dalam hidup yaitu memasuki rumah perawatan lebih sempit.
d) Ekonomi melemah atau menurun akibat pemberhentian dari jabatan
(economic deprivation).
e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya
biaya pengobatan.
f) Penyakit kronis dan ketidak mampuan.
g) Gangguan saraf dan pencernaan.
h) Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik : perubahan terhadap
gambaran diri dan konsep diri.
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
14/44
B. Konsep Perilaku Manusia
1. Definisi Perilaku Manusia
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau
genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat
diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku
dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya
merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar.
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia
itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Menurut Skinner (di dalam Notoatmodjo, 2003) merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme
dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner disebut teori “S – O –
R”atau Stimulus – Organisme – Respon. Skiner membedakan adanya dua proses,
yaitu :
a. Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
electing stimulation karena menimbulkan respon – respon yang relative tetap,
misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
15/44
terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respon ini juga
mencakup perilaku emosinal misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih
atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta
dan sebagainya.
b. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang
ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon.
Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik
(respon terhadap uraian tugasnya) kemudian memperoleh penghargaan dari
atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi
dalam melaksanakan tugasnya.
2. Teori Perilaku
Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu yang dapat
mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,
antara lain :
a. Teori L. Green (1980)
Berdasarkan analisis penyebab masalah kesehatan, Green (di dalam
Soekidjo, 2005 hal 59) membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan
yakni faktor perilaku dan faktor non perilaku. Dimana selanjutnya Green
menganalisis bahwa faktor perilaku tersebut ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu
:
1) Faktor predisposisi ( predisposing factor )
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
16/44
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah menyediakan atau
memotivasi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, nilai
kepercayaan dan tradisi. Faktor personal dapat juga menjadi faktor
predisposisi yang berhubungan dengan perilaku kesehatan. Begitupun dengan
sosio demografi seperti :
(a) Jenis kelamin
Menurut Suryanto (2009) jenis kelamin adalah pembagian dua jenis
kelamin manusia yang ditentukan secara biologi yang melekat pada jenis
kelamin tertentu, sedangkan menurut Sunarto (2004) jenis kelamin
merupakan perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki dimana
perbedaan secara biologi ini dibawa sejak lahir dan tidak bisa dirubah.
(b) Umur
Menurut Utama (2003) umur/usia adalah jumlah hari, bulan, tahun
yang dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tertentu. Umur juga bisa
diartikan sebagai masa hidup responden yang dinyatakan dalam satuan
tahun dan sesuai dengan pernyataan responden.
(c) Pendidikan
Menurut Ihsan (2003) dalam pengertian yang sederhana dan umum
makna pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.
Menurut Dimasputra (2008) pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
17/44
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat,
sedangkan menurut Atmarita (2004) pendidikan secara umum merupakan
salah satu upaya yang direncanakan untuk menciptakan perilaku seseorang
menjadi kondusif dalam menyingkapi suatu masalah. Tingkat pendidikan
berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku hidup seseorang, semakin
tinggi tingkat pendidikan diharapkan dapat meningkatkan pola berpikir
secara rasional untuk memahami arti kesehatan dan pemanfaatan fasilitas
kesehatan.
(d) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan sesuatu hal yang dikerjakan untuk mendapatkan
imbalan atau balas jasa. Jenis pekerjaan yang di tekuni setiap orang
berbeda-beda dalam menghasilkan pendapatan diantaranya ada yang
berdagang, menjadi pembantu rumah tangga, kuli cuci, wiraswasta, buruh,
PNS, TNI, POLRI dan pensiunan. Menjelang lansia pada perubahan
psikososial yang akan terjadi yaitu masa pensiun, akan tetapi bila lansia
dalam klasifikasi lansia prasenium kemungkinan lansia belum banyak
yang pensiun. Berdasarkan peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1979
tentang batas usia pensiun PNS adalah 56 (lima puluh enam) tahun akan
tetapi terhitung pada tanggal 10 Nopember 2008, melalui Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 127/M Tahun 2008 terjadi perubahan
perpanjangan batas usia pensiun PNS sampai 65 tahun sehingga masih
banyak para lansia prasenium yang masih aktif berkerja, sedangkan untuk
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
18/44
pekerjaan selain PNS, TNI dan POLRI tidak mengenal arti pensiun dari
pekerjaan.
(e) Penghasilan
Menurut Sumardi (1982:323) penghasilan adalah jumlah penghasilan
riil seluruh anggota keluarga yang disumbangkan untuk memenuhi
kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam keluarga. Penghasilan
adalah semua penerimaan baik tunai maupun bukan tunai yang merupakan
hasil dari penjualan barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu (Tim
Penyusun Kamus Perbankan Indonesia, 1980:99). Dari beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah semua
penghasilan yang diperoleh dari pihak lain sebagai balas jasa yang
diberikan dimana penghasilannya tersebut digunakan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga atau perseorangan. Penghasilan adalah dasar dari
penghidupan, besarnya penghasilan akan memenuhi jumlah kebutuhan
yang hendak dipuaskan. Penghasilan menentukan tingkat hidup seseorang
terutama dalam kesehatan. Apabila penghasilan yang didapat berlebih,
maka seseorang lebih cendrung untuk menggunakan fasilitas kesehatan
yang lebih baik, contohnya seperti rumah sakit dengan fasilitas yang
lengkap, dibandingkan dengan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada di
lingkungan tempat tinggalnya (Posyandu Lansia).
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
19/44
Jadi semua sosio demografi diatas dapat juga dikategorikan sebagai faktor
predisposisi walaupun tidak secara langsung mempengaruhi dalam program
kesehatan seseorang.
2) Faktor pemungkin ( Enabling factor ).
Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor
pemungkin adalah yang terwujud dalam lingkungan fisik (jarak), tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas/ sarana-sarana kesehatan (puskesmas, obat-obatan,
dan alat-alat kesehatan), biaya dan keterampilan kader-kader Posyandu Lansia.
Faktor pemungkin terdiri dari sumber daya dan kemampuan baru yang
dibutuhkan untuk terjadinya perilaku kesehatan. Kondisi lingkungan dapat
mempengaruhi terjadinya perilaku kesehatan.
3) Faktor penguat (reinforcing factor )
Faktor penguat merupakan faktor pendorong terjadinya perilaku dan
merupakan determinan dalam menerima feedback yang positif atau yang
negatif dalam support sosial setelah terjadinya perubahan perilaku yang
terwujud dalam sikap dan perilaku kader-kader Posyadu Lansia atau petugas
lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Faktor
penguat bisa berasal dari dukungan anggota keluarga seperti anak, kakak,
adik, orang tua, mertua dan juga dukungan dari lingkungan sekitar seperti
tetangga, tokoh masyarakat dan lain-lain.
b. Menurut Andersen (1968)
Dalam Behavioral model of families use of health services, perilaku orang
sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara bersama dipengaruhi oleh faktor
predisposisi ( predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
20/44
faktor kebutuhan (need factors). Faktor-faktor tersebut digambarkan sebagai
berikut.
1) Faktor predisposisi adalah ciri-ciri yang telah ada pada individu dan keluarga
sebelum menderita sakit, yaitu pengetahuan, sikap, pengalaman masa lalu dan
kepercayaan / pengharapan terhadap kesehatan. Faktor predisposisi berkaitan
dengan karakteristik individu yang mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan,
dan pekerjaan.
2) Faktor pemungkin adalah kondisi yang memungkinkan orang sakit
memanfaatkan pelayanan kesehatan, yang mencakup status ekonomi keluarga,
akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada dan penanggung biaya
berobat.
3) Faktor kebutuhan adalah kondisi individu yang mencakup keluhan sakit.
c. Teori B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku
merupakan fungsi dari :
1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behavior itention).
2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya ( social support ).
3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accesebility of information).
4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau
keputusan ( personal autonomy).
5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
d. Teori WHO (1984)
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
21/44
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu
adalah :
1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling ), yaitu dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap
objek (objek kesehatan).
2) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
3) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu.
4) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.
Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.
Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud
didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh
tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak
diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman
seseorang.
5) Tokoh penting sebagai panutan, apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
6) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan
sebagainya.
7) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life)
yang pada umumnya disebut kebudayaan. Menurut Notoatmodjo (2003)
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
22/44
kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik
lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia.
Jadi dari beberapa pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa perilaku
kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan sehingga
promosi mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan perilaku
hidup bersih dan sehat di masyarakat.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia
a. Genetika
b. Sikap adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu.
c. Norma sosial adalah pengaruh tekanan sosial
d. Kontrol perilaku pribadi adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya
melakukan suatu perilaku.
4. Jenis Perilaku
a. Menurut Notoatmodjo (2003) dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini,
maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua :
1) Perilaku tertutup (convert behavior )
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup (convert ). Respon atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran,
dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
23/44
dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan perilaku tertutup adalah tidak terjadi kunjungan ke Posyandu Lansia
2) Perilaku terbuka (overt behavior )
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan perilaku terbuka adalah terjadi
kunjungan ke Posyandu Lansia.
b. Menurut Skiner (1976) membedakan perilaku menjadi :
1) Perilaku yang alami ( Innate behavior ).
Perilaku yang alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme
dilahirkan yaitu yang berupa perilaku refleks – refleks dan insting – insting.
Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara
spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang bersangkutan.
Reaksi atau perilaku ini terjadi secara sendirinya, secara otomatis, tidak
diperintah oleh pusat susunan saraf atau otak. Stimulus yang diterima oleh
organisme atau individu itu tidak sampai ke otak sebagai pusat susunan saraf
akan tetapi sebagai pusat pengendali perilaku. Dalam perilaku yang refleksi,
respons langsung timbul begitu menerima stimulus dengan kata lain begitu
stimulus diterima oleh reseptor langsung timbul respons melalui afektor tanpa
melalui pusat kesadaran atau otak.
2) Perilaku operan (Operant behavior ).
Perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.
Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Dalam
hal ini stimulus setelah diterima oleh resptor kemudian diteruskan ke pusat
susunan saraf sebagai pusat kesadaran kemudian baru terjadi respons melalui
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
24/44
afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini yang disebut
proses psikologis. Menurut Branca (1964) perilaku atau aktivitas atas dasar
proses psikologis ini yang disebut perilaku atau aktivitas psikologis.
5. Proses Tejadinya Perilaku
Menurut penelitian Rogers (di dalam Notoatmodjo, 2003) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses
berurutan yakni :
1) Kesadaran (awareness).
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus (objek ).
2) Tertarik (interest).
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
3) Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Mencoba (trial ).
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5) Menerima ( Adoption).
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus. Menurut Notoatmodjo (2003 hal 122) apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari
oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan
menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting ).
6. Domain Perilaku
Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus
(rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
25/44
bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor – faktor yang membedakan
respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given
atau bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan
sebagainya.
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2007 hal 139) faktor lingkungan ini sering
menjadi faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas dan Bloom (di dalam Soekidjo, 2005) membagi perilaku itu kedalam 3
domain (ranah / kawasan) yang terdiri dari ranah kognitif (cognitive domain), ranah
afektif (affective domain) dan ranah psikomotor ( psychomotor domain).
a. Ranah Kognitif
Kognitif atau pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overant behaviour ). Meskipun bukan
merupakan faktor utama dalam terjadinya perubahan perilaku seseorang tetapi
pengetahuan merupakan faktor yang dibutuhkan dalam terjadinya suatu perubahan
perilaku. Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka ia akan semakin menyadari
bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk
melakukan perubahan perilaku. Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
Selain pengetahuan ada aspek-aspek intelektual yang berkaitan diantaranya
pemahaman, penerapan, penguraian, memadukan dan penilaian yang menjadi satu
kesatuan dalam ranah kognitif ini. Dalam ranah kognitif penilaian merupakan
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
26/44
sesuatu yang mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah,
baik-buruk, atau bermanfaat tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu
baik kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran yang
digunakan, yaitu :
a) Pembenaran berdasarkan kriteria internal; yang dilakukan dengan
memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsur-unsur
yang ada di dalam objek yang diamati.
b) Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal; yang dilakukan berdasarkan
kriteria-kriteria yang bersumber di luar objek yang diamati, misalnya :
kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau kecocokannya dengan kebutuhan
pemakai.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti
perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Dalam hal ini
sikap memegang peranan yang cukup berarti, sikap merupakan reaksi seseorang
yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek serta sikap itu dapat
langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
tertutup. Menurut Campbell (di dalam Notoatmodjo, 2003) sikap dikatakan
sebagai respon dan respon hanya akan timbul jika individu dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Respon yang dinyatakan
sebagai sikap didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberikan
nilai dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, suka atau tidak suka,
setuju atau tidak setuju yang nantinya sebagai potensi terhadap objek sikap.
c. Ranah Psikomotor
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
27/44
Ranah psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular
system) dan fungsi psikis. Dalam ranah ini perilaku seseorang tidak hanya dalam
bentuk tindakan yang dapat dilihat secara langsung tetapi bentuk-bentuk perilaku
yang berupa pertanyaan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari
atau bulan yang lalu (recall ). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
C. Konsep Posyandu Lansia.
1. Definisi Posyandu Lansia
Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di
suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat
dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu Lansia merupakan
pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia
yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta
para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam
penyelenggaraannya. Menurut Depkes RI (2008) Posyandu Lansia dengan berbagai
programnya yang mulia tersebut sudah seharusnya banyak memberikan manfaat bagi
para orang tua di wilayahnya namun data menunjukkan bahwa pemanfaatan posyandu
lansia sangat rendah, hanya sekitar 22,6% saja.
2. Tujuan Posyandu Lansia
Tujuan pembentukan Posyandu Lansia secara garis besar antara lain :
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga
terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
28/44
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta
dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara
masyarakat usia lanjut.
3. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia.
Pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada
mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun
kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan Posyandu Lansia sistem 5 meja
seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja,
dengan kegiatan sebagai berikut :
a. Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau
tinggi badan.
b. Meja II : melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh
(IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga
dilakukan di meja II ini.
c. Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa
dilakukan pelayanan pojok gizi.
4. Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik
dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS)
untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman
masalah kesehatan yang dihadapi.
Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia
:
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
29/44
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat
tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan atau ditemukan
kelainan.
f. Penyuluhan kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan
gizi lanjut usia serta kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai
untuk meningkatkan kebugaran. Selain itu untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di
Posyandu Lansia dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan
(gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan
kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi
meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS)
lansia.
5. Manfaat Pelaksanaan Posyandu Lansia
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
30/44
a. Kepedulian pemerintah kepada para lansia terutama masalah kesehatannya. Disini
lansia dapat berpikir bahwa walaupun usia mereka tidak produktif namun dengan
peran aktif dalam pengembangan Posyandu Lansia para lansia secara psikologis
merasa terhibur dan dipedulikan keberadaannya.
b. Sebagai tempat nostalgia lansia saat diadakan Posyandu Lansia. Dengan adanya
Posyandu Lansia, para lansia yang berkumpul merasa terhibur bersama teman-
teman sebayanya dan berbagi cerita nostalgia masa lalu.
c. Pelayanan bagi para lanjut usia yang tergolong miskin diupayakan untuk dapat
diberikan secara gratis melalui prosedur yang berlaku.
6. Kendala Pada Posyandu Lansia.
a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.
Pengetahuan lansia akan manfaat Posyandu ini dapat diperoleh dari
pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan
Posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup
sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada
mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang
menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi
mereka untuk selalu mengikuti kegiatan Posyandu Lansia.
b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau.
Jarak adalah jarak anatara rumah tempat tinggal dan tempat layanan kesehatan
(dalam Km) dan biaya transport adalah biaya yang dikeluarkan dari rumah menuju
ke fasilitas pelayanan kesehatan (dalam rupiah).
Jarak Posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau
Posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena
penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
31/44
lokasi Posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi
lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi
Posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius,
maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti
kegiatan Posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal
dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri Posyandu Lansia.
c. Dukungan keluarga yang kurang.
Menurut Gottlieb (1983) dukungan sebagai informasi verbal atau non-verbal,
saran, bantuan yang nyata atau tingkahlaku yang diberikan oleh orang-orang yang
akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran
dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada
tingkahlaku penerimanya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason
(1983) yang mengatakan bahwa dukungan adalah keberadaan, kesediaan,
kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi
kita.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan
lansia untuk mengikuti kegiatan Posyandu Lansia. Keluarga bisa menjadi
motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi
atau mengantar lansia ke Posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal
Posyandu dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia.
Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan
pemberian informasi.
d. Sikap kader Posyandu Lansia.
Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
32/44
situasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimuli sosial
yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994) sikap adalah
pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap
obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap
tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan,
lembaga, norma dan lain-lain.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap kader merupakan dasar atas
kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap
yang baik tersebut lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan
yang diadakan di Posyandu Lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang
adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan
merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu
apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu
respons.
e. Pihak pemerintah / Institusi.
Permasalahan yang ada biasanya adalah belum dijadikannya program ini
sebagai program unggulan sehingga di dalam satu wilayah kecamatan hanya
terbentuk 1 atau 2 Posyandu Lansia ” percobaan ” saja.
f. Keterampilan kader Posyandu lansia
Keterampilan merupakan rancang dari suatu proses komunikasi belajar untuk
mengubah perilaku menjadi cekat, cepat dan tepat melalui pembelajaran. Perilaku
terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di masyarakat. Melihat
uraian tersebut, secara substansi bidang keterampilan berasal dari kecakapan
dalam melaksanakan, mengolah dan menciptakan dengan dasar kinerja
psychomotoric-skill .
Sebagai kader Posyandu lansia harus mempunyai kemampuan yang baik.
Dalam hal ini kemampuan dalam pengisian KMS dengan benar, menimbang berat
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
33/44
badan dengan benar, mengukur tinggi badan dengan benar, mampu melakukan
tensi darah dengan akurat dan mampu dalam menggunakan peralatan laboratorium
sederhana. Bila kader Posyandu lansia tidak terampil dalam melakukan
keterampilan pemeriksaan tersebut, maka dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu
Lansia akan berdampak pada tingkat kepercayaan lansia terhadap keterampilan
yang dimiliki kader Posyandu lansia, hal ini akan menjadi faktor penghambat
keinginan/motivasi lansia untuk berkunjung ke Posyandu lansia, sehingga perlu
ditingkatkan lagi keterampilan setiap kader dengan mengikuti pelatihan-pelatihan
yang dikhususkan bagi kader Posyandu Lansia.
g. Sarana dan prasarana
Menurut Sujanto (1977) sarana prasarana dapat diartikan sebagai suatu
aktifitas maupun materi yang berfungsi melayani kebutuhan individu atau
kelompok di dalam suatu lingkungan kehidupan. Sarana prasarana dapat dibagi
menjadi dua kategori yaitu sarana prasarana sosial dan sarana prasarana fisik.
Sarana prasarana sosial adalah aktifitas/materi yang dapat melayani kebutuhan
masyarakat akan kebutuhan yang dapat memberi kepuasaan mental dan spiritual,
contohnya : fasilitas kesehatan, pengajian, olahraga, rekreasi dan lain-lain. Sarana
prasarana fisik ada aktifitas/materi yang dapat melayani kebutuhan masyarakat
akan kebutuhan fisik, contohnya adalah sanitasi lingkungan, fasilitas jalanan,
fasilitas tempat kesehatan dan lain-lain.
Semua yang telah dibahas diatas berhubungan dengan sarana prasarana
fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yaitu Posyandu Lansia. Sarana
prasarana yang tidak mencukupi memungkinkan kegiatan tidak bisa berjalan
secara optimal sebaliknya bila sarana prasarana yang di miliki Posyandu lansia
mencukupi akan menjadi daya tarik untuk menarik minat lansia berkunjung ke
Posyandu Lansia dan dengan sendirinya jumlah kunjungan lansia ke posyandu
lansia menjadi meningkat.
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
34/44
Adanya kendala diatas akan berdampak pada lansia, masalah yang dapat timbul
diantaranya : kesehatan lansia tidak terpantau dengan baik, menurunnya jumlah
kunjungan lansia ke Posyandu Lansia dan angka kesakitan pada lansia meningkat. Hal
ini bisa saja berpengaruh pada menurunnya angka usia harapan hidup sehingga untuk
mewujudkan visi Indonesia sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa
depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi tingginya tidak tercapai dengan maksimal.
7. Bentuk Kegiatan dan Pelaksanaan Posyandu Lansia di RW 05 Pangkalan Jati
Baru Depok .
Posyandu lansia di RW 05 Kelurahan Pangkalan Jati Baru Depok ini berdiri pada
awal Januari tahun 2008. Pada tahun 2009 jumlah sasaran lansia yang terdata
sebanyak 285 orang lansia, yang terdiri dari 29 orang lansia berusia diatas 65 tahun,
77 orang lansia berusia 55-65 tahun, 163 orang lansia berusia antara 45-55 tahun dan
lansia yang meninggal sepanjang tahun 2009 sebanyak 16 orang lansia. Sejak pertama
berdiri jumlah kunjungan lansia ke Posyandu Lansia cenderung mengalami
penurunan. Data ini dapat dilihat dari 6 bulan pertama Posyandu Lansia ini berdiri
dimana pada bulan Januari 2008 jumlah kunjungan sebanyak 53 orang, bulan Februari
2008 sebanyak 54 orang, bulan Maret 2008 sebanyak 47 orang, bulan April 2008
sebanyak 47 orang, bulan Mei 2008 sebanyak 35 orang dan pada bulan juni 2008
sedikit meningkat sebanyak 46 orang. Adapun jarak Puskesmas dengan wilayah
Pangkalan Jati Baru cukup jauh ± 5 kilometer. Posyandu lansia ini mempunyai 10
orang kader yang berasal dari ibu-ibu PKK, dimana kegiatan Posyandu Lansia
dilakukan sebulan sekali yang bertempat di salah satu rumah warga. Dalam
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
35/44
pelaksanaannya Posyandu Lansia ini menggunakan sistem 3 meja, pada meja I
(bentuk kegiatan pelayanan yang dilakukan adalah pendaftaran, timbang badan, ukur
tinggi badan dan tensi darah), meja II (bentuk kegiatan pelayanan yang dilakukan
adalah pencatatan di buku kehadiran dan pengisian KMS) dan meja III (bentuk
kegiatan pelayanan yang dilakukan adalah konseling dan pemeriksaan lab sederhana)
di tambah dengan pemberian makanan tambahan (misalnya : bubur kacang hijau, dll).
Pelaksanaan Posyandu Lansia dimulai pada pukul 9 pagi sampai selesai.
Terkadang dalam penyelenggarannya kader-kader Posyandu Lansia di dampingi oleh
petugas kesehatan dari Puskesmas. Lansia yang memeriksakan kesehatannya ke
Posyandu Lansia hanya di kenakan administrasi sebesar Rp. 1000,- akan tetapi bila
lansia yang tidak mampu tidak perlu membayar administrasi tersebut, sedangkan
untuk pemeriksaaan laboratorium sederhana (gula darah, kolesterol dan asam urat)
dikenakan biaya yang cukup terjangkau bagi lansia.
Adapun sarana dan prasarana yang di punyai Posyandu Lansia di RW 05 ini
adalah kartu KMS untuk setiap lansia yang memeriksakan kesehatannya, timbangan
injak, tensi darah, stetoskop, alat laboratorium sederhana, pengukur tinggi badan,
buku catatan kehadiran (registrasi), meja pemeriksaan, kursi untuk lansia menunggu
pemeriksaan, papan informasi, peta wilayah, struktur organisasi, kamar mandi dan
lain-lain.
D. Penelitian Terkait
a. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Suwarsono (2003) tentang “Perilaku Lansia Dalam Kepesertaan Posyandu Lansia
Didusun Klowok Lor Desa Kempoko Kecamatan Kranggan Kabupaten
Temanggung“. Dari hasil penelitian di dapat data bahwa Dusun Klowok Lor, secara
demografis mempunyai penduduk yang terdiri atas 142 kepala keluarga, dengan
jumlah penduduk 588 jiwa, dan dari jumlah tersebut 72 orang adalah penduduk lansia,
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
36/44
dimana mereka sebagai anggota dan pengguna Posyandu lansia yang berada didusun
tersebut. Adapun data demografinya sebagai berikut : sebagian besar responden
berusia diatas 60 tahun (60.6%), responden dengan pendidikan rendah sebanyak 43
responden (52.3%), jenis kelamin wanita sebanyak 48 responden (57.5%). Kondisi
kesehatan lansia rata-rata kurang baik, yaitu 33 orang (45,83%) mengalami gangguan
kesehatannya (penyakit Degeratif). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih
dalam mengenai perilaku lansia dalam pelaksanaan Posyandu lansia di dusun Klowok
Lor desa Kemploko Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung tahun 2003. Jenis
penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, pengumpulan datanya menggunakan
teknik : Observasi, Indepth Interview dan Focus Group Discussion (FGD) serta
dianalisis dengan menggunakan "Contents Analisis" . Hasil penelitian menunjukkan
perilaku manusia dalam pelaksanaan Posyandu Lansia didusun Klowok Lor belum
berjalan sesuai "Sistim lima meja", kegiatan Posyandu Lansia lebih banyak sebagai
"Pos Pengobatan" karena keterbatasan sarana dan prasarana terutama fasilitas untuk
laboratorium sederhana dan belum adanya petugas laboratorium serta belum
terampilnya kader yang ada. Hal ini disebabkan ketidaktahuan lansia sebagai
pengguna tentang fungsi dan program Posyandu yang tidak hanya sekedar sebagai pos
pengobatan. Posyandu dilaksanakan sebulan dua kali, yaitu setiap hari senin dan rabu
pada minggu ke empat. Mengenai kehadiran, keaktifan, keikutsertaan dan motifasi
lansia untuk datang ke Posyandu sudah dapat dikatakan baik hal ini diketahui setiap
ada pelaksanaan Posyandu banyak lansia yang hadir yaitu rata-rata 66%. Namun
masih ada beberapa lansia, yaitu 5-15 orang (34%) sebagai pengguna Posyandu yang
belum secara teratur aktif datang ke Posyandu, dimana hal ini disebabkan karena
sering lupa jadwal bila ada pelaksanaan Posyandu setiap bulannya dan adanya
kesibukan bekerja diladang atau disawah. Lansia sebagai pengguna Posyandu merasa
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
37/44
sangat membutuhkan keberadaan Posyandu karena pelayanan di Posyandu dirasa
sangat murah dan menolong bagi golongan ekonomi menengah ke bawah, hal ini juga
mendapat dukungan dari keluarga, kader kesehatan dan tokoh masyarakat setempat.
Adapun dukungan dari tokoh masyarakat hanya sebatas menjalankan dukungan moril
dan memberikan motivasi agar lansia tetap aktif untuk datang ke Posyandu Lansia.
Tetapi mereka tetap menginginkan Posyandu untuk ditinggatkan lebih maju.
Pembinaan Posyandu selama ini dari UPKM/CD RSK "Ngestiwaluyo" Parakan,
sedangkan puskesmas hanya memantau dari laporan kegiatan Posyandu setiap tiga
bulan sekali dari Ketua Badan Penyelenggara Pengembangan Masyarakat (BPPM)
dusun Klowok Lor. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki permasalahan
tersebut adalah dengan memberikan masukan pada dinas kesehatan dan pemerintah
daerah serta pelaksana proyek UPKM/CD RSK "Ngestiwaluyo" Parakan untuk
memberikan pelatihan dan pembinaan kader kesehatan lansia serta memberikan
pembinaan kesehatan pada lansia melalui penyuluhan kesehatan lansia dengan tujuan
mempunyai Stategic exist dan Posyandu Lansia menjadi mandiri dengan program-
program yang lebih kearah kontinuitas.
b. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Putri
(2008) tentang Aplikasi teori snehandu b. Karr (perilaku) terhadap keaktifan
kunjungan lansia ke Posyandu Lansia Studi di 5 Posyandu Lansia Puskesmas Jagir
Kota Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan
sebanyak 49 responden (59.1%), dengan pendidikan rata-rata SMA sebanyak 35
responden (40.6%) dan responden yang berkerja sebanyak 38 responden (40%). Saat
ini permasalahan yang berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu
harus diperhatikan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia maka semakin
penting keberadaan Posyandu Lansia untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia.
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
38/44
Niat, dukungan sosial serta kondisi dan situasi dianggap sebagai faktor penentu
perilaku keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara niat, dukungan sosial serta kondisi dan situasi
dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia. Penelitian ini dilaksanakan
dengan rancangan cross sectional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Wawancara dilaksanakan pada 80 responden. Subyek diambil dengan metode simple
random sampling . Variabel bebas penelitian adalah karakteristik responden, niat,
dukungan sosial dari kader kesehatan, tokoh masyarakat, kelompok sebaya, keluarga
serta kondisi dan situasi. Hasil penelitian dianalisis dengan uji statistik korelasi chi-
square untuk mengetahui adanya hubungan antara niat, dukungan sosial dari kader
kesehatan, tokoh masyarakat, kelompok sebaya, keluarga serta kondisi dan situasi
dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia. Penelitian ini mendapatkan
hasil bahwa niat berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia
(p = 0,000 r = 0,470), dukungan kader kesehatan berhubungan dengan keaktifan
kunjungan lansia ke Posyandu Lansia (p = 0,044 r = 0,244), dukungan tokoh
masyarakat tidak berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu
Lansia (p = 0,948), dukungan kelompok sebaya tidak berhubungan dengan keaktifan
kunjungan lansia ke Posyandu Lansia (p = 0,194), dukungan keluarga tidak
berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia (p = 0,071),
serta kondisi dan situasi berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu
Lansia (p = 0,002 r = 0,371). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah niat, dukungan
kader kesehatan serta kondisi dan situasi berhubungan dengan keaktifan kunjungan
lansia ke Posyandu Lansia. Sedangkan dukungan dari tokoh masyarakat, kelompok
sebaya dan keluarga tidak berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke
Posyandu Lansia. Disarankan kepada masyarakat terutama keluarga yang memiliki
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
39/44
lansia hendaknya memberikan perhatian dan dukungan terhadap aktivitas lansia di
luar rumah khususnya kegiatan Posyandu Lansia.
c. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Redjeki
(2007) tentang “ Perilaku Masyarakat Desa Dalam Memanfaatkan Fasilitas Kesehatan
Di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang Dalam Kajian Pertukaran Sosial dan
Health Belief Model (HBM) “. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 85
responden, data demografi lansia sebagai berikut : kelompok usia yang terbanyak 50 –
65 tahun (62.7%), jenis kelamin wanita sebanyak 58 responden (61.3%), laki-laki 27
responden (38.7%) dengan penghasilan rata-rata perbulan dibawah Rp. 1 juta dan
pekerjaan yang banyak dilakukan adalah sebagai petani. berdasarkan kesimpulan
penelitian ini adalah perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan
ditunjukkan dengan adanya variasi perilaku. Tidak ada pemanfaatan fasilitas
kesehatan sendiri saja, medis saja atau non medis saja dalam upaya penyembuhan
penderita. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan ditunjukkan
dengan perilaku berganti atau meneruskan menggunakan lebih dari satu fasilitas.
Fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan pertama kali pada umumnya dilakukan secara
sendiri lebih dahulu. Ada total 85.6% masyarakat berperilaku memanfaatkan fasilitas
kesehatan berakhir sembuh dengan perilaku non medis. Ada 14.6% masyarakat
berperilaku memanfaatkan fasilitas kesehatan berakhir sembuh dengan perilaku
medis. Dimanfaatkannya fasilitas kesehatan dengan berbagai perilaku menunjukkan
bahwa pranata sosial kesehatan tersebut masih memberikan fungsi dalam memenuhi
kebutuhan sistem sosial dalam hal penyembuhan penyakit. Dimanfaatkannya fasilitas
kesehatan dengan perilaku lebih dari satu menunjukkan terjadinya interaksi peran
(konsep pertukaran sosial) untuk mencapai tujuan mendapatkan kesembuhan bagi
penderita dengan berbagai macam sarana yang dipilih. Ada hubungan yang nyata
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
40/44
antara kondisi ekonomi keluarga, sikap keluarga terhadap pemeliharaan kesehatan,
kekhawatiran terhadap penyakit, dukungan lingkungan sosial dan umur penderita
dengan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan. Tetapi tidak ada hubungan nyata
antara pendidikan kepala keluarga, jenis kelamin penderita , jenis penyakit penderita
dan kondisi daya tahan tubuh penderita dengan perilaku pemanfaatan fasilitas
kesehatan. Dalam hal penentuan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan, sebagian
dari aspek keluarga cenderung mendominasi jika dibandingkan dengan aspek
karakteristik individu penderita. Hal ini menunjukkan peran keluarga terutama dalam
“kondisi beresiko” memberikan perlindungan dan upaya penyembuhan bagi anggota
keluarganya.
d. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Rusdiyanto (2007) tentang “Hubungan Antara Pengetahuan Lansia Tentang Posyandu
Lansia Dengan Frekuensi Kunjungan Lansia Ke Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kemusu Ii Kabupaten Boyolali Tahun 2007“. Hasil penelitian didapat data
bahwa distribusi responden berdasarkan usia > 65 tahun 50%, jenis kelamin
perempuan 75 %, pendidikan SD & SMP 53 %. Pengetahuan lansia tentang posyandu
lansia yang rendah (skor 1–3) sebanyak 5 responden (6,8%), lansia yang
berpengetahuan sedang (skor 4–7) sebanyak 33 responden (44,6%), dan lansia yang
berpengetahuan tinggi (skor 8–10 kali) sebanyak 36 responden (48,6 %). Frekuensi
kunjungan dari 74 responden sebanyak 52,7 % dikategorikan kadang–kadang (2–4
kali), tidak pernah (0–1 kali) sebanyak 9 responden (12,2%) dan selalu (5–6 kali)
sebanyak 26 responden (35,2 %). Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat
hubungan antara pengetahuan lansia tentang posyandu lansia dengan frekuensi
kunjungan lansia ke posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Kemusu II
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
41/44
Kabupaten Boyolali yang ditunjukkan dengan hasil analisis korelasi Spearman Rank
sebesar 0,393 dan p-value sebesar 0,001.
e. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Rochmadhona (2007) tentang “Gambaran Tingkat Perkembangan Posyandu Dan
Faktor Yang Terkait Dengan Perkembangan Posyandu Di Kecamatan Geneng
Kabupaten Ngawi ”. Dari hasil penelitian di dapat data bahwa tingkat perkembangan
Posyandu di bagi menjadi empat, yaitu Posyandu Pertama, Posyandu Madya,
Posyandu Purnama dan Posyandu Madiri. Sedangkan faktor yang terkait dengan
perkembangan posyandu tersebut meliputi dukungan pembina, keaktifan kader,
fasilitas Posyandu dan peran serta pengguna. Diharapkan untuk akhir 2010 bisa
mencapai target Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk Posyandu Madiri sebanyak
40 %. Hasil penilaian Posyandu di Kecamatan Geneng pada tahun 2006 diperoleh
hasil bahwa sebagian besar merupakan Posyandu Madya dan belum ada Posyandu
Lansia yang bisa mencapai tingkat mandiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran tingkat perkembangan Posyandu dan faktor yang terkait dengan
perkembangan Posyandu di Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi. Jenis penelitian
adalah penelitian diskriptif, populasi Posyandu sebanyak 70 sebagai jenis total
populasi, sedangkan populasi untuk kader Posyandu aktif sebanyak 158 diambil dari
sampel dengan cara simple random sampling data yang diperoleh selanjutnya diolah
dalam bentuk presentase. Hasil penelitian dari tingkat perkembangan Posyandu
didapatkan Posyandu Pertama sebanyak 10 %, Posyandu Madya sebanyak 68,57%,
Posyandu Purnama sebanyak 21,43%, dan Posyandu mandiri 0 %. Hasil penelitian
faktor yang terkait dengan perkembangan Posyandu didapatkan dukungan pembina
sebagian kader cukup, keaktifan kader sebagian besar baik, fasilitas Posyandu
sebagian besar cukup dan peran serta pengguna sebagian besar cukup. Diharapkan
untuk meningkatkan perkembangan Posyandu dilakukan perbaikan pada proses input
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
42/44
dan proses output . Pembina Posyandu dilakukan pembagian tugas, untuk kader perlu
dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi keaktifannya. Posyandu diberikan biaya
operasional untuk melengkapi sarana dan prasarana Posyandu, serta diadakan
penggerakan peran serta masyarakat untuk ikut berperan serta dalam kegiatan
Posyandu.
f. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Kuswardani (2009) tentang “Gambaran Peranan Keluarga Terhadap Perilaku Hidup
Sehat Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Kecamatan Medan
Petisah. ”. Dari hasil penelitian di dapat data bahwa populasi penelitian adalah seluruh
keluarga yang mempunyai lansia berumur 60 tahun keatas dan sampel sebanyak 106
yang diambil secara Simple Random Sampling . Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 106 keluarga lansia, sebesar 95,3% keluarga berperan baik dalam pemenuhan
perawatan diri lansia, sebesar 70,8% keluarga berperan baik dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi lansia, sebesar 55,7% keluarga berperan baik dalam upaya
pemeliharaan kesehatan lansia, sebesar 89,6% keluarga berperan baik dalam
pencegahan potensi terjadinya kecelakaan dan sebesar 75,5% keluarga berperan baik
dalam pencegahan menarik diri dari lingkungan oleh lansia. Pada variabel perilaku
lansia diketahui 93,4% lansia berperilaku baik dalam upaya perawatan diri, 92,5%
lansia berperilaku baik dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, 76,4% lansia berperilaku
baik dalam pemeliharaan kesehatan, 65,1% lansia berperilaku kurang baik dalam
pencegahan potensi terjadinya kecelakaan dan 67,9% lansia berperilaku baik dalam
pencegahan menarik diri dari lingkungan. Dari hasil penelitian diharapkan adanya
peningkatan penyuluhan kesehatan lansia dan keluarga lansia serta mengadakan
kegiatan konselling yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi lansia.
g. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Suwarti
(2006) dengan judul penelitian “Model Posyandu Berdasarkan Analisis Penilaian,
Kcbutuhan dan Harapan Masyarakat Sesuai dengan Kemampuan Provider di
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
43/44
Kecamatan Gunung Anyar Kota Surabaya”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masyarakat menilai aktivitas posyandu secara keseluruhan sudah cukup baik, bahkan
44,8% responden setuju adanya tarif dalam pelayanan posyandu, yang wajar antara
Rp500,- s.d. Rp2.500,. Namun penilaian terhadap kinerja petugas dan kader, sebanyak
21,9% responden menyatakan kurang baik. Ternyata masyarakat masih membutuhkan
posyandu dengan berbagai kegiatannya, bahkan 93,7% responden membutuhkan
adanya obat-obatan sederhana untuk pertolongan emergency. Surat keterangan
pengiriman kasus (29,2%) dan kunjungan rumah oleh kader (39,2%) kurang
dibutuhkan. Keberadaan posyandu masih diharapkan oleh masyarakat. Masyarakat
berharap yang memberikan pelayanan di posyandu adalah dokter (95,9%);
penyuluhan di posyandu dilakukan dengan demonstrasi (90,6%); di posyandu tersedia
obat-obatan sederhana untuk emergency (96,9%); buka sebulan I (satu) kali dengan
lokasi yang tetap. Masyarakat tidak mengharapkan jadwal buka posyandu terlalu
sering (91,7%). Pengetahuan petugas Puskesmas sebagai provider (40%) masih
kurang dalam hal membuat perencanaan kegiatan, pencatatan pelaporan dan evaluasi
kegiatan posyandu, keterampilan provider (20%) masih kurang dalam hal mengisi
Kartu Menuju Sehat dan pencatatan pelaporan. Kader posyandu masih memerlukan
tambahan pengetahuan dan keterampilan. Penelitian ini menghasilkan model
posyandu yang ada pada saat ini, yang berfungsi sebagai tempat pelayanan kesehatan
masyarakat di bawah koordinasi puskesmas, dengan beberapa modifikasi , dan dapat
dijalankan apabila : Puskesmas maupun masyarakat mempunyai respektifitas tinggi
terhadap keberadaan posyandu. SDM untuk Posyandu tidak harus dokter, cukup kader
yang profesional dengan diberikan bekal tambahan manajemen posyandu dan
pengelolaan obat secara sederhana serta ada tenaga kesehatan. Dana operasional dari
masyarakat dan obat dari puskesmas yang dikelola kader. Jenis pelayanan disesuaikan
dengan kebutuhan dan harapan masyarakat yaitu tanpa KB, KIA dan rujukan kasus
serta kunjungan kader dilakukan hanya untuk kasus tertentu. Perlu diadakan pelatihan
-
8/18/2019 Unlock Bab2 2
44/44
berkala guna meningkatkan kemampuan kader dan petugas. Pemberian reward kepada
kader diharapkan dapat memacu aktifitas kader.