Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… ·...

13

Transcript of Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… ·...

Page 1: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi
Page 2: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi
Page 3: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi
Page 4: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

DOI: 10.22146/jrekpros.38211 Copyright © 2018 THE AUTHOR(S). This article is distributed under a Creartive Commons Distribution-ShareAlike 4.0 International license.

e-ISSN 2549-1490 p-ISSN 1978-287X

JURNAL REKAYASA PROSES Research article / Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros

Perbandingan Kinerja Penyetelan Hagglund-Astorm dan Tyreus-

Luyben pada Sistem Kendali Pendinginan Susu

Rudy Agustriyanto*, Anastasia Febriyanto dan Putu Sri Widiawati

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Surabaya

Jl. Raya Kali Rungkut No.56, Rungkut, Surabaya 60293

*Alamat korespondensi: [email protected]

(Submisi: 20 Agustus 2018; Revisi: 28 September 2018; Penerimaan: 30 September 2018)

A B S T R A C T

Milk cooling process is one of the most important milk processing steps after milk extraction

process. Milk cooling process is carried out to inhibit the microbial growth. The milk is cooled from

room temperature to 4 °C. Generally, this process is performed in batch installation. In this research,

continuous milk cooling would be simulated. First, the model of the system was derived from the mass

and heat balance. The simulation results were then identified using the System Identification Toolbox

(SIT) on Matlab. System Identification Toolbox was used to build the mathematical models of dynamic

system based on measured input and output data. The result of system identification is useful for

setting control and stability analysis. The milk cooling system was then controlled by Proportional

Integral (PI) Control. There are two kinds of tuning methods that will be analyzed. These are

Hagglund-Astorm method and Tyreus-Luyben. The results showed that the control performance tuned

using the Tyreus-Luyben method was better than the Hagglund-Astorm method from the criteria of its

SSE (sum squared of error).

Keywords: control; proportional integral; system identification; tuning.

A B S T R A K

Proses pengolahan susu yang sangat penting setelah pemerahan adalah proses pendinginan. Proses

pendinginan susu digunakan untuk menghambat perkembangbiakan mikrobia. Susu didinginkan dari

suhu kamar sampai 4 °C. Umumnya proses ini dilakukan secara batch pada instalasi di koperasi susu.

Dalam penelitian ini, disimulasikan sistem pengendalian suhu susu secara kontinu. Model sistem

diperoleh dari penurunan neraca massa dan panas. Hasil simulasi kemudian diidentifikasi dengan

menggunakan System Identification Toolbox pada Matlab. System Identification Toolbox digunakan

untuk menyusun model matematis dari sistem dinamis berdasarkan data input dan output yang diukur.

Hasil identifikasi sistem berguna untuk penyetelan pengendali maupun analisis kestabilan. Sistem

pendinginan susu kemudian dikendalikan dengan Proportional Intergral (PI) Control. Metode

penyetelan yang dianalisis ada dua macam yaitu metode Hagglund-Astorm dan metode Tyreus-

Luyben. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kinerja pengendali yang disetel menggunakan

metode Tyreus-Luyben lebih baik dibandingkan dengan metode Hagglund-Astorm dilihat dari kriteria

SSE nya.

Kata kunci: identifikasi sistem; pengendalian; proportional integral; tuning

Page 5: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

11

1. Pendahuluan

Susu merupakan sumber nutrisi yang baik

bagi manusia. Namun di lain pihak, susu

merupakan media yang baik bagi pertumbuhan

mikroorganisme, terutama bakteri patogen seperti

Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan

Salmonella sp (Suwito, 2009). Mikroorganisme

pada susu mentah dapat berkembang jika

disimpan pada suhu tertentu. Mikroorganisme ini

akan berbahaya bila dikonsumsi, sehingga susu

mentah yang telah diperah harus segera disimpan

pada suhu tertentu. Hal ini bertujuan untuk

menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang

dapat menurunkan kualitas susu segar

(Ruangwittayanusorn dkk. 2016).

Susu merupakan salah satu bahan pangan

yang sangat cepat mengalami penurunan mutu

gizi dan mutu sensori apabila tidak mendapat

penanganan yang tepat. Penanganan

penyimpanan susu setelah diperah dapat

dilakukan dengan cara menyimpan pada kondisi

suhu rendah yaitu 4 °C. Proses penyimpanan susu

pada kondisi suhu rendah dikenal dengan istilah

proses pendinginan susu. Pada umumnya, proses

pendinginan susu di industri adalah

menggunakan air sebagai media pendingin

(Murphy dkk., 2012). Media pendingin ini perlu

dipasang pengendali untuk memastikan suhu

susu yang keluar 4 °C (Toledo dkk., 2015).

Saat ini, kebutuhan akan produk susu

semakin meningkat sehingga industri pengolahan

susu segar harus meningkatkan kapasitas

produksi sesuai permintaan konsumen. Proses

pendinginan secara batch sebaiknya tidak lagi

digunakan karena kapasitas susu yang dapat

didinginkan kurang besar. Oleh karena itu proses

pendinginan susu dapat beralih ke sistem kontinu

karena kapasitas susu yang didinginkan dapat

lebih banyak. Tentu saja hal ini harus diimbangi

dengan peningkatan populasi sapi perah di daerah

tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat

simulasi atau simulator sistem pendinginan susu,

mengidentifikasi sistem pendinginan susu, dan

membandingkan kinerja penyetelan pengendali

menggunakan metode Tyreus-Luyben dan

Hagglund-Astorm.

2. Metode Penelitian

Berikut adalah prosedur yang dilakukan untuk

menjalankan penelitian ini:

1. Penentuan sistem yang ditinjau

Sistem yang ditinjau adalah tangki susu yang

beroperasi secara kontinu. Tangki susu

tersusun atas dua bagian yaitu tangki

penampungan susu dan tangki air pendingin

seperti tampak pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema tangki pendinginan sistem

kontinu pada KUD SAE Pujon

2. Penyusunan model matematis

Diasumsikan bahwa volume susu atau massa

susu di dalam tangki adalah konstan sehingga

neraca massa dapat diabaikan. Model akan

diperoleh dari penurunan neraca energi.

Neraca energi unsteady state disajikan dalam

Persamaan (1).

AccOutIn

AccoutQinQ

dt

odTpCmQoTiTpCw (1)

Linearisasi W.Ti dan W.To :

ssi,si,issi,si wwTTTwTwTw (2)

swwso,Tso,ToTswso,TswoTw (3)

Tanda s, berarti pada saat steady state.

Persamaan (2) dan (3) ke (1), menjadi:

dt

odTpCmQpCoTiTswswwso,Tsi,T (4)

Neraca energi steady state dinyatakan dalam

Persamaan (5).

0sQso,Tsi,TpCsw (5)

Page 6: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

12

Substitusi Persamaan (4) dengan Persamaan (5) menghasilkan Persamaan (6).

dt

odTpCm)sQ(QpCso,ToTsi,TiTswswwso,Tsi,T (6)

Transformasi Laplace pada Persamaan (6) menghasilkan Persamaan (7).

0oTsoTspCmsQpCsoTsiTswsWso,Tsi,T (7)

maka dengan To(0) = 0, Persamaan (7) dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut::

soTspCmsQpCsoTsiTswsWso,Tsi,T (8)

soTpCswsoTspCmsQsiTpCswsWpCso,Tsi,T (9)

soTpCswspCmsQsiTpCswsWpCso,Tsi,T (10)

pCswspCm

sQsiTpCswsWpCso,Tsi,TsoT

(11)

1s

sw

m

sw

sWsi,Tso,T

1s

sw

m

pCsw

sQ

1s

sw

m

siTsoT

(12)

(s)sW

1sτ

2KQ(s)

1sτ

1K(s)iT

1sτ

1(s)oT

dengan:

Csw

1

1K

sw

si,Tso,T

2

K

sw

m

maka:

sW

1s

sw

m

2KsQ

1s

sw

m

1KsiT

1s

sw

m

1soT

(13)

Keterangan :

Ws = Laju alir susu masuk (kg/menit)

To,s = Suhu susu masuk saat steady state (oC)

Ti,s = Suhu susu keluar saat steady state (oC)

m = Massa susu masuk (kg)

Page 7: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

13

3. Simulasi proses dengan menggunakan

Simulink.

4. Analisis hasil menggunakan System

Identification Toolbox (SIT).

5. Simulasi sistem lintas tertutup.

6. Penyetelan parameter pengendali.

Sistem ini menggunakan pengendali

Proportional-Integral (PI). Persamaan kontrol PI

dalam bentuk Laplace (Sheng Pai dkk., 2009) :

1( ) 1

i

G s Kccs

(14)

Untuk memperoleh nilai Kc (gain pengendali)

dan i (integral time pada pengendali) digunakan

metode Tyreus-Luyben dan Hagglund-Astorm.

Metode Tyreus-Luyben

Penentuan harga parameter PI pada metode ini

digunakan persamaan seperti ditunjukkan pada

Tabel 1 (Sharokhi, 2008).

Tabel 1. Rumus pengendali PI untuk metode Tyreus-

Luyben

Metode Jenis Pengendali (PI)

Kc i

Tyreus-

Luyben Ku/3,2 2,2Pu

dengan Ku = ultimate gain

Pu = ultimate period

Metode Hagglund-Astorm

Penentuan nilai parameter PI pada metode ini

digunakan persamaan seperti ditunjukkan pada

Tabel 2 (Haugen, 2010).

Tabel 2. Rumus pengendali PI untuk metode Hagglund-

Astorm

Metode Jenis Pengendali (PI)

Kc i

Hagglund-

Astorm

1. 0,14 0, 28

T

K

6,8.

. 0,3310.

T

T

Pada metode ini, nilai Kc dan I adalah fungsi

K (gain proses), T (konstanta waktu dari proses)

dan (waktu tunda dari proses). Pada kedua

metode tuning ini, divariasi time delay dari 1

sampai 5 menit. Pada proses orde satu tanpa time

delay terdapat kesulitan dalam menentukan

ultimate gain (Ku) dan ultimate period (Pu).

Sedangkan ditunjukkan pada Tabel 1, parameter

pengendali ditentukan sebagai fungsi Ku dan Pu.

Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time

delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

cross over sebab sudut fasanya tidak pernah

mencapai -180˚.

Sedangkan pada metode Hagglund-Astorm,

cukup jelas ditunjukkan pada Tabel 2 bahwa

parameter pengendali adalah fungsi konstanta-

konstanta untuk proses orde 1 dengan time delay.

Hal ini hampir sama dengan metode Cohen Coon

yang mempersyaratkan identifikasi proses

sebagai proses orde 1 dengan time delay

(Coughanowr, 2009).

Untuk mendapatkan ultimate gain (Ku) dan

ultimate period (Pu), pertama-tama dibuat

diagram Bode untuk sistem lintas terbuka tanpa

pengendali. Pada diagram Bode, frekuensi cross

over (ωco) ditentukan yaitu pada saat sudut fasa

mencapai -180˚. Pada saat frekuensi cross over,

harga rasio amplitudo dapat ditentukan, yaitu A,

sehingga harga ultimate gain (Ku) dan ultimate

period (Pu) adalah dinyatakan dalam Persamaan

(15) dan Persamaan (16) (Coughanowr, 2009):

1K

u A (15)

2Pu

co

(16)

3. Hasil dan Pembahasan

Penurunan model matematis seperti

ditunjukkan pada Persamaan 17.

1 1 2( ) ( ) ( ) ( )

1 1 1

K KT s T s Q s W so si

s s s

(17)

Pada Persamaan (17), Q adalah manipulated

variable sedangkan Ti dan Ws adalah gangguan

(disturbance). Tabel 3 menunjukkan parameter

pada kondisi steady state yang digunakan dalam

persamaan model matematis.

Page 8: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

14

Tabel 3. Parameter saat kondisi steady state

Parameter Harga Satuan

Ws 85,6 kg/menit

M 2567,5 kg

To,s 4 oC

Ti,s 36 oC

Dengan demikian, diperoleh Persamaan (18).

1 0, 002973 0,37390( ) ( ) ( ) ( )

30 1 30 1 30 1T s T s Q s W so si

s s s

(18)

Model matematis pada Persamaan 18

disimulasi untuk memperoleh hasil input dan

output. Hasil input dan output kemudian

diidentifikasi menggunakan System Identification

Toolbox (SIT) (Ramdani, 2015) untuk

mengetahui kesesuaian model matematis dari

penurunan neraca massa dan panas dengan model

yang dihasilkan dari SIT. Terdapat 2

perbandingan hasil SIT dengan menggunakan

gangguan berupa fungsi transfer orde satu dan

sinusoidal. Pertama adalah perbandingan model

matematis antara penurunan dengan SIT

menggunakan gangguan berupa step disertai

dengan fungsi transfer orde 1.

Tabel 4. Perbandingan model matematis hasil

penurunan dengan System Identification

Toolbox (gangguan step disertai fungsi transfer

orde 1)

Metode Fungsi Transfer

To(s)/Ti(s) To(s)/W(s) To(s)/Q(s)

Penurunan

model matematis

1

30 1s

0, 37390

30 1s

-0, 002973

30 1s

SIT

0,978

29, 011 1s

0,36207

28, 742 1s

-0, 002868

28,524 1s

Hasil simulasi dari model matematis hasil

penurunan dan SIT dengan gangguan berupa

fungsi transfer orde 1, naik-turun-naik dengan

time constant sebesar 5 , 10 dan 7,5 menit pada

menit ke-10, 60 dan 110 dapat dilihat pada

Gambar 2 dan Gambar 3.

Sedangkan Gambar 4 menunjukkan hasil

simulasi dari model matematis hasil penurunan

dan SIT dengan gangguan berupa fungsi transfer

orde 1, turun-naik-turun dengan time constant

sebesar 12, 6 dan 10 menit pada menit ke-10, 60

dan 110.

Gambar 2. Perbandingan antara hasil output dari

penurunan model matematis dan SIT

dengan gangguan Ti (gangguan berupa

fungsi transfer orde 1)

Gambar 3. Perbandingan antara hasil output dari

penurunan model matematis dan SIT

dengan gangguan W (gangguan berupa

fungsi transfer orde 1)

Gambar 4. Perbandingan antara hasil output dari

penurunan model matematis dan SIT

dengan gangguan Q (gangguan berupa

fungsi transfer orde 1)

0 20 40 60 80 100 120

8

8.2

8.4

8.6x 10

4

Q (

kJ/m

en

it)

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

8

10

12

waktu (menit)

To

(d

eg

C)

SIT

Penurunan

Page 9: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

15

Tabel 5. Perbandingan Penurunan Model Matematis

dengan Hasil System Identification Toolbox

(gangguan sinusoidal

Metode Fungsi Transfer

To(s)/Ti(s) To(s)/W(s) To(s)/Q(s)

Penurunan

model

matematis 1s30

1

1s30

0,37390

1s30

-0,002973

SIT 1s27,205

0,92152

1s27,205

0,34456

1s27.205

-0,0027397

Selanjutnya model matematis divalidasi

dengan menggunakan dinamik data set yang

berbeda yaitu dengan menggunakan gangguan

berupa data input sinusoidal. Hasil simulasi dari

model matematis hasil penurunan dan SIT

dengan gangguan berupa fungsi sinusoidal

terdapat pada Gambar 5 hingga Gambar 7.

Gambar 5. Perbandingan antara hasil output dari

penurunan model matematis dan SIT

dengan gangguan Ti (gangguan sinusoidal)

Dari tabel serta grafik perbandingan antara

hasil output dari penurunan model matematis dan

SIT di atas, baik dengan gangguan berupa fungsi

step disertai dengan fungsi transfer orde 1

maupun sinusoidal, ditunjukkan bahwa hasil

penurunan model matematis mendekati dengan

hasil dari SIT. Hal ini disebabkan oleh besarnya

incremental data yang digunakan, yaiitu sebesar

1 menit. Hasil yang lebih teliti akan diperoleh

bila incremental data yang dipilih dan dianalisa,

dibuat lebih kecil lagi. Model matematis hasil

SIT dengan gangguan berupa fungsi step disertai

dengan fungsi transfer orde 1, selanjutnya

digunakan untuk penyetelan pengendali karena

hasilnya yang paling mendekati hasil penurunan.

Sebelum dilakukan penyetelan pengendali, sistem

ini dirancang menjadi sistem lintas tertutup (close

loop).

Gambar 6. Perbandingan antara hasil output dari

penurunan model matematis dan SIT

dengan gangguan W (gangguan sinusoidal)

Gambar 7. Perbandingan antara hasil output dari

penurunan model matematis dan SIT

dengan gangguan Q (gangguan sinusoidal)

Jenis pengendali yang digunakan adalah

Proportional-Integral (PI). Untuk mencari nilai

parameter PI yaitu Kc dan i adalah dengan

menggunakan metode Tyreus-Luyben dan

Hagglund-Astorm. Untuk kedua metode ini

dibutuhkan asumsi time delay (θ) (Agustriyanto,

2018). Variasi time delay yang digunakan adalah

1 sampai 5 menit. Variasi time delay ini

digunakan untuk mengetahui time delay mana

yang menghasilkan error antara set point

terhadap output yang terkecil untuk sistem ini.

0 20 40 60 80 100 120

35

35.5

36

36.5

37

Ti (d

eg

C)

0 20 40 60 80 100 1203.7

3.8

3.9

4

4.1

4.2

4.3

4.4

4.5

Waktu (menit)

To

(d

eg

C)

SIT

Penurunan

0 20 40 60 80 100 12080

85

90

95

W (

kg

/me

nit)

0 20 40 60 80 100 1203.4

3.6

3.8

4

4.2

4.4

4.6

4.8

5

Waktu (menit)

To

(d

eg

C)

SIT

Penurunan

0 20 40 60 80 100 1208.3

8.32

8.34

8.36

8.38x 10

4

Q (

kJ/m

en

it)

0 20 40 60 80 100 1203.5

3.6

3.7

3.8

3.9

4

4.1

4.2

4.3

Waktu (menit)

To

(d

eg

C)

SIT

Penurunan

Page 10: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

16

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37

Tsusu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200

Q (

kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37

Tsusu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200

Q (

kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37

Tsusu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200

Q (

kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

Persamaan 19 dan Gambar 8 adalah bentuk

fungsi transfer dengan asumsi time delay:

( ) 1

( ) 1

KT s soe

Q s s

(19)

Gambar 8. Diagram simulasi sistem pendinginan susu

kontinu

Penyetelan menggunakan metode Tyreus-

Luyben

Pada metode ini, untuk menghitung nilai Kc

dan i digunakan diagram Bode. Persamaan 20

dan Gambar 9 adalah contoh perhitungan

dengan asumsi θ = 1:

( ) 0, 002868 1

( ) 28,524 1

T s soe

Q s s

(20)

Gambar 9. Diagram Bode

Diagram Bode menunjukkan nilai frekuensi

cross-over sebesar 3,283 rad/time dan magnitude

(abs) sebesar 3,061x10-5 abs. Dari nilai tersebut,

nilai ultimate gain (Ku) dan ultimate period (Pu)

dapat ditentukan.

Ku = 32669,0624

Pu = 1,9129

Harga parameter pengendali ditunjukkan

pada Tabel 6 dengan berbagai asumsi time delay

yang dihitung sesuai dengan rumus pada Tabel 1.

Tabel 6. Harga parameter pengendali Tyreus-Luyben

Time delay Kc i

1 -10209,0820 4,2083

2 -6200,3968 6,9253

3 -4893,5171 8,7776

4 -3674,3092 11,6887

5 -2953,6862 14,5508

Berikut adalah profil set point dan output dengan

berbagai asumsi time delay:

Gambar 10. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 1 menggunakan metode Tyreus-

Luyben

Gambar 11. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 2 menggunakan metode Tyreus-

Luyben

Gambar 12. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 3 menggunakan metode Tyreus-

Luyben

Dengan adanya time delay maka waktu proses

akan tertunda. Berdasarkan Gambar 10-14 dapat

dilihat bahwa semakin besar asumsi time delay

maka profil output akan semakin menjauhi set

point.

10-3

10-2

10-1

100

101

10-5

10-4

10-3

10-2

Ma

gn

itu

de

(a

bs)

10-3

10-2

10-1

100

101

-500

-400

-300

-200

-100

0

100

200

ph

ase

(de

q)

frequency(rad/time)

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

waktu (menit)

Set Point

Output

Page 11: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

17

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37

Tsusu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200

Q (

kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37

Tsusu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200

Q (

kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37

Tsusu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200

Q (

kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37

Tsusu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200

Q (

kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37

Tsusu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200Q

(kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37T

susu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200

Q (

kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1200

2

4

6

Tsusu k

elu

ar

(deg C

)

0 20 40 60 80 100 12035

36

37

Tsusu m

asuk (

deg C

)

0 20 40 60 80 100 12084

85

86

87

Wsusu m

asuk (

kg/m

nt)

0 20 40 60 80 100 120600

800

1000

1200

Q (

kJ/m

nt)

waktu (menit)

Set Point

Output

Gambar 13. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 4 menggunakan metode Tyreus-

Luyben

Gambar 14. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 5 menggunakan metode Tyreus-

Luyben

Penyetelan menggunakan metode Hagglund-

Astorm

Pada metode ini, untuk memperoleh harga Kc

dan i , harga K1, , dan θ yang terdapat pada

fungsi transfer langsung dimasukkan pada

persamaan yang terdapat pada Tabel 2 sehingga

diperoleh harga parameter pengendali dengan

berbagai asumsi time delay pada Tabel 7.

Tabel 7. Harga parameter pengendali Hagglund-Astorm

Time delay Kc i

1 -2833,7820 5,3649

2 -1441,3000 8,6545

3 -977,1393 10,9328

4 -745,0589 12,6424

5 -605,8107 14,0006

Gambar 15-19 menunjukkan profil set point

dan output dengan berbagai asumsi time delay.

Gambar 15. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 1 menggunakan metode

Hagglund-Astorm

Gambar 16. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 2 menggunakan metode

Hagglund-Astorm

Gambar 17. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 3 menggunakan metode

Hagglund-Astorm

Gambar 18. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 4 menggunakan metode

Hagglund-Astorm

Gambar 19. Profil output dan set point dengan asumsi

time delay = 5 menggunakan metode

Hagglund-Astorm

Berdasarkan Gambar 15-19, semakin besar

asumsi time delay maka profil output akan

semakin menjauhi set point. Berikut adalah

perbandingan hasil uji SSE (Sum of Square

Error) antara metode Tyreus-Luyben dan

Hagglund-Astorm:

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

Waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

Waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

Waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

Waktu (menit)

Set Point

Output

0 20 40 60 80 100 1201.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

To

(d

eg

C)

Waktu (menit)

Set Point

Output

Page 12: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

18

Tabel 8. Harga uji SSE

Time delay SSE

Tyreus-Luyben Hagglund-Astorm

1 6,8160 12,8880

2 8,2288 20,9121

3 9,3019 28,9754

4 11,0796 37,1813

5 12,9081 45,3328

Dari kedua metode di atas, metode Tyreus-

Luyben lebih dipilih karena nilai error-nya lebih

kecil bila dibandingkan dengan metode

Hagglund-Astorm. Maka untuk sistem

pendinginan susu secara kontinu ini, metode

pengendali yang paling sesuai digunakan adalah

metode Tyreus-Luyben. Namun demikian,

investigasi lebih lanjut perlu dilakukan,

khususnya untuk kasus disturbance rejection,

sebab data di atas adalah untuk setpoint tracking.

Hal ini disebabkan karena umumnya harga

setpoint adalah tetap untuk kasus pendinginan

susu. Perubahan set point dalam hal ini jarang

dilakukan.

Dari aspek kemudahan dalam melakukan

penyetelan (tuning), tampak bahwa metode

Hagglund-Astorm lebih mudah dilakukan

dibandingkan metode Tyreus-Luyben. Metode

Tyreus-Luyben lebih rumit karena membutuhkan

analisis respon frekuensi dengan membuat

diagram Bode terlebih dahulu.

4. Kesimpulan

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

kinerja pengendali yang disetel menggunakan

metode Tyreus-Luyben lebih baik dibandingkan

dengan metode Hagglund-Astorm. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai SSE yang jauh lebih

kecil (pada semua asumsi time delay). Saran dari

penelitian ini adalah perlu dilakukan identifikasi

dengan metode lain yang ada pada System

Identification Toolbox untuk memperoleh model

matematis, serta perlu dicoba metode pengendali

lainnya.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada

Universitas Surabaya yang telah mendukung

penelitian ini.

Daftar Pustaka

Agustriyanto, R., 2018, kendali sistem bioreaktor

kontinu, Jurnal Teknik Kimia USU, 7, 1-4.

Coughanowr, D.R., LeBlanc, S.E., 2009, Process

Systems Analysis and Control, 3rd ed,

McGraw-Hill’s, New York.

Haugen, Finn, 2010, Comparing PI tuning

methods in a real benchmark temperature

control system, Model., Identif. Control, 31,

79-91.

Murphy, Michael D. Upton, John. O’Mahony,

Michael J., 2012, Rapid milk cooling control

with varying water and energy consumption,

Bioprocess. Eng., 116, 15-22.

Ramdani, Evan, 2015, Parameter identifikasi

transfer fungsi menggunakan MATLAB,

Setrum, 4, 1-7.

Ruangwuttayanusorn, Khanitta. Promket,

Doungnapa. Ahantiratikul, Anut, 2016,

Monitoring the hygiene of raw milk from

farms to milk retailers, Agriculuture and

Agricultural Science Procedia, 11, pp. 95-99.

Shahrokhi, M., Zomorrodi, A., 2018,

Comparasion of PID Controller Tuning

Methods, Department of Chemical &

Petroleum Engineering, Sharif University of

Technology

Sheng Pai, Neng. Chichang, Shih. Tsung Huang,

Chi, 2009, Tuning PI/PID controllers for

integrating processes with deadtime and

inverse response by simple calculation,

Journals of Process Control, 20, 726-723.

Suwito, Widodo, 2009, Bakteri yang Sering

Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis,

Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya,

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Yogyakarta, 96-100.

Toledo, Victor Toires. Meissnes, Klaus. Coronas,

Alberto. Mulles, Joachim, 2015, Performance

characterisation of a small milk cooling

system with ice storage for PV applications,

Int. J. Refrig., 60, 81-91.

Page 13: Universitas Surabaya (Ubaya)repository.ubaya.ac.id/34274/7/Rudy Agustriyanto_Perbandingan Kin… · Diagram Bode pada proses orde 1 tanpa time delay tidak akan pernah menemukan frekuensi

Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 10-18

1