UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL...
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL...
UNIVERSITAS INDONESIA
KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN
MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP
DI PALABUHANRATU
SKRIPSI
SIWI AYUNING ATMAJI
0706269451
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
DEPOK
JANUARI 2012
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN
MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP
DI PALABUHANRATU
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Arsitektur
SIWI AYUNING ATMAJI
0706269451
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
DEPOK
JANUARI 2012
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : SIWI AYUNING ATMAJI
NPM : 0706269451
Tanda Tangan :
Tanggal : 25 Januari 2012
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Siwi Ayuning Atmaji
NPM : 0706269451
Program Studi : Arsitektur
Judul Skripsi : Kajian Elemen Spasial Pada Gagasan Minapolitan
Perikanan Tangkap di Palabuhanratu
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Arsitektur pada Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 25 Januari 2012
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, rasa syukur yang tidak dapat tergambarkan dalam kata-kata
akan segala berkah dan izin Alloh SWT selama penyelesaian skripsi satu tahun
lamanya, meski selama proses dan hasil tidak sempurna namun penulis telah
berusaha memberikan yang terbaik.
Penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan
berupa saran dan masukan, arahan, serta motivasi dari orang-orang yang sangat
berjasa. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada;
1. Keluarga penulis (Bapak, Mama, dan Mas) yang selalu mendukung
dengan doa yang tak pernah putus, diskusi-diskusi yang membuka
mata dan memotivasi agar segera menyelesaikan skripsi sehingga
penulis dapat meraih gelar sarjana.
2. Bapak Dita Trisnawan S.T., M.Arch., STD selaku dosen
pembimbing skripsi selama dua semester yang telah banyak membantu
dengan saran, masukan, kritikan, dan nasihat-nasihat membangun
selama pengerjaan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Abimanyu Takdir Alamsyah, M.S sebagai dosen
yang senantiasa merelakan waktunya dalam diskusi-diskusi kecil
selama pengerjaan dan pinjaman buku-buku yang sangat membantu,
sekaligus dosen penguji yang memberikan masukan, saran dan
evaluasi hasil pengerjaan skripsi ini
4. Bapak Ir. Azrar Hadi Ph.D dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan saran yang membangun sehingga dapat membuka
wawasan baru untuk penulis dalam memperbaiki skripsi ini.
5. Sahabat, teman, motivator sekaligus musuh. Terima kasih untuk semua
diskusi, saran, kritik, hujatan, dan buku-buku yang membantu dalam
penyelesaian skripsi ini. Semoga kita menunggu hari itu sebagai awal
kehidupan baru dengan usaha, kerja keras, dan doa yang tak putus.
Ketika jarak ratusan kilometer tidak jarang menjadi halangan.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
v
6. Keluarga Bapak Edi dan Ibu Dian, staff Dinas Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu yang telah menerima dan menampung saya
selama lima hari di Palabuhanratu layaknya anggota keluarga sendiri.
Seluruh staff Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu yang
sangat membantu. Dan segenap staff Kelurahan Palabuhanratu, Dinas
Pekerjaan Umum Palabuhanratu.
7. Bapak Dr. Ir. Soebandono Diposaptono, M.Eng, selaku Direktur
Pesisir dan Lautan Direktorat Jendral KP3K Kementrian Kelautan dan
Perikanan yang telah memberikan buku serta masukan mengenai
Minapolitan. Dan Staff-staff Direktorat Pesisir dan Lautan yang telah
membantu dalam pengumpulan data.
8. Medina Azzahra Hadar, S.Ars dan Novi Dwi Aryani, S.Ars teman
seperjuangan dan diskusi paling cerdas yang pernah saya kenal.
9. Seluruh teman Arsitektur 2007 untuk semua motivasi, dukungan,
gurauan, ilmu-ilmu yang selalu mengucur dalam tiap pertemuan.
Semoga ikatan keluarga 2007 selama empat tahun tidak sirna termakan
waktu. Tuti Anshorsy dan Adhifah Rahayu, ditunggu wisuda bulan
September 2012!
10. Teman-teman Arsitektur 2006, 2008, 2009, dan 2010 yang telah
mewarnai kehidupan mahasiswa arsitektur saya. Dan teman-teman
SOSMA FTUI 2008, MPM 2009,dan PPAM 2010. Terima kasih telah
mengenalkan dunia teknik yang dinamis dan penuh huruhara.
11. Narasumber-narasumber yang telah menyediakan waktu untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan.
12. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Mohon maaf atas segala
kekurangan. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Januari 2012
Penulis
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Siwi Ayuning Atmaji
NPM : 0706269451
Program Studi : Arsitektur
Departemen : Arsitektur
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
―Kajian Elemen Spasial Pada Gagasan Minapolitan Perikanan Tangkap
di Palabuhanratu‖
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 25 Januari 2012
Yang menyatakan
(Siwi Ayuning Atmaji)
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Siwi Ayuning Atmaji
Program Studi : Arsitektur
Judul : Kajian Elemen Spasial Pada Gagasan Minapolitan Perikanan
Tangkap di Palabuhanratu
Minapolitan atau kota berbasis sektor perikanan merupakan salah satu
program utama Kementerian Kelautan dan Perikanan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup nelayan dan produktivitas kawasan pesisir. Saat ini
pemerintah sebatas menentukan definisi dan kriteria secara umum kawasan
Minapolitan. Bagaimana elemen-elemen spasial pembentuk Minapolitan dapat
terimplementasikan di Palabuhanratu sebagai pilot project. Pengamatan terhadap
Palabuhanratu perlu dilakukan untuk mengetahui elemen-elemen spasial kota dan
Minapolitan perikanan tangkap. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data adalah pengamatan langsung di wilayah studi guna mengetahui kegiatan
perikanan masyarakat Palabuhanratu. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui
bahwa pola spasial Minapolitan kawasan Palabuhanratu sangat tergantung dengan
kondisi geografis serta eksisting wilayah dan perbedaan kondisi terbangun di
bagian Selatan dan Utara di Palabuhanratu. Keberadaan laut dan kegiatan
perikanan tradisional masyarakat nelayan maupun kegiatan perikanan skala besar
dipengaruhi oleh Pelabuhan Perikanan Nusantara sebagai kawasan inti
Minapolitan. Perbedaan kondisi terbangun bagian utara dan selatan Palabuhanratu
dapat menciptakan kesenjangan pengembangan kawasan dan menghambat
berkembangnya Minapolitan. Hal ini memunculkan kebutuhan akan sinergitas
pembangunan dibagian utara dan selatan Palabuhanratu.
Kata kunci : minapolitan, elemen spasial, pesisir, nelayan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Siwi Ayuning Atmaji
Study Program : Architecture
Title : Spatial Elements' Study of Minapolitan Idea's of Fisheries
Based Palabuhanratu
Minapolitan or fisheries-based city sector is one of the main program of the
Ministry of Maritime Affairs and Fisheries aimed to improve the quality of
fishermen life and productivity of coastal zone. The government is currently
determining the definition and criteria of Minapolitan in larger scope. This
research tend to find how the spatial elements of Minapolitan can be implemented
in Palabuhanratu as pilot projects. Observation of Palabuhanratu, Sukabumi needs
to be done to determine the spatial elements of Minapolitan Palabuhanratu capture
fisheries. The methods are direct observation in the study area to determine
Palabuhanratu community fisheries activities. Based on observation, it is known
that the spatial pattern of Minapolitan Palabuhanratu region depends on the
geographic conditions and existing territories. The existence of ocean, traditional
fishing activities of fishermen and large-scale fishing activity is influenced by the
Pelabuhan Perikanan Nusantara as the core area of Minapolitan. Differences of
northern and southern in Palabuhanratu can create gaps inhibit the development of
the region and the development of Minapolitan. This condition raises the need for
synergy development in the north and south Palabuhanratu.
Keyword : coastal, minapolitan, spatial elements, fishermen
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………..iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……………………………vi
ABSTRAK …………………………………………………………………….vii
ABSTRACT ……………………………………………………………………viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xii
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ……………………………………………xv
DAFTAR DIAGRAM ………………………………………………………….xvi
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 4
1.5 Metode Penulisan .............................................................................. 4
1.6 Ruang Lingkup ................................................................................. 5
1.7 Urutan Penulisan ............................................................................... 5
1.8 Kerangka Penulisan ........................................................................... 7
BAB 2 KAWASAN PESISIR KOTA DAN MINAPOLITAN ......................... 8
2.1 Definisi Pesisir ................................................................................. 8
2.2 Kota Pesisir ................................................................................... 10
2.2.1 Perkembangan Kawasan Pesisir Kota ...................................... 10
2.2.2 Permukiman Pesisir dan Pola Permukiman .............................. 15
2.3 Minapolitan .................................................................................... 19
2.3.1 Definisi Minapolitan .............................................................. 19
2.3.2 Kriteria Kawasan Minapolitan ................................................ 20
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
x Universitas Indonesia
2.3.3 Gambaran Umum Tata Ruang Kawasan Minapolitan ............. 23
2.3.4 Kebijakan Minapolitan ........................................................... 24
2.4 Ruang Kegiatan Masyarakat Pesisir Nelayan Tangkap .................... 25
2.4.1 Definisi Nelayan ..................................................................... 25
2.4.2 Kebudayaan Masyarakat Nelayan ........................................... 26
2.4.3 Karakteristik Nelayan Tangkap ............................................... 27
2.4.4 Kegiatan Masyarakat Pesisir Nelayan Tangkap Berdasar
Aspek Ruang-Waktu ............................................................... 28
BAB 3 STUDI KASUS KAWASAN PALABUHANRATU ........................... 30
3.1 Perkembangan Kawasan Palabuhanratu .......................................... 30
3.2 Gambaran Umum Palabuhanratu .................................................... 31
3.2.1 Kondisi Geografis .................................................................. 32
3.2.2 Penggunaan Lahan ................................................................. 33
3.2.3 Kependudukan ....................................................................... 36
3.3 Permukiman Nelayan Cipatuguran .................................................. 38
3.3.1 Nelayan Cipatuguran.............................................................. 38
3.3.2 Kondisi Sosial-Masyarakat Nelayan Cipatuguran .................. 40
3.3.3 Rona Ruang Kegiatan Masyarakat Nelayan Cipatuguran ........ 41
3.3.4 Kondisi Fisik Permukiman Nelayan Cipatuguran ................... 44
3.4 Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu (Pelabuhan Perikanan
Nusantara) ...................................................................................... 49
3.4.1 Kondisi Umum Kawasan Inti Minapolitan ............................. 49
3.4.2 Pengembangan Rencana Induk Kawasan Inti Minapolitan
Palabuhanratu ........................................................................ 52
3.4.3 Sistem Operasional dan Jaringan ............................................ 53
BAB 4 MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP PADA KAWASAN
PESISIR KOTA PALABUHANRATU ............................................. 54
4.1 Kondisi Fisik Kawasan Pesisir Palabuhan Ratu Kaitannya Pada
Gagasan Minapolitan ....................................................................... 54
4.1.1 Kondisi Fisik Terbangun Palabuhanratu ................................. 56
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
xi Universitas Indonesia
4.1.2 Kondisi Prmukina di Kawasan Pesisir Palabuhanratu,
Cipatuguran ........................................................................... 62
4.2 Kegiatan Perikanan Palabuhanratu ................................................... 68
4.2.1 Nelayan Tangkap Harian ........................................................ 69
4.2.2 Nelayan Buruh Palabuhanratu ................................................ 79
4.2.3 Infrastruktur sebagai Penunjang Kegiatan Perikanan Bagi
Minapolitan ........................................................................... 83
4.3 Kesimpulan Pembahasan .................................................................. 85
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 87
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 87
5.2 Saran ................................................................................................ 88
Daftar Pustaka ................................................................................................. 90
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lima Elemen Ekistics: pengoptimalan kualitas hubungan antara
manusia dengan lingkungannya …………………………………………………11
Gambar 2.2 Pola Kawasan Tepi Air. A. Pola Linier; B. Pola Radial; C. Pola
Konsentrik; D. Pola Bercabang (Branch) ……………………………………….14
Gambar 2.3 Pola Permukiman Nelayan. 1. Sub Kelompok Komunitas; 2. Saling
Berhadapan (face to face) ……………………………………………………….16
Gambar 2.4 Struktur Ruang Permukiman Nelayan. 1. Linier; 2. Mengelompok;
3. Kombinasi …………………………………………………………………….16
Gambar 2.5 Pola Perkembangan Daerah Pesisir ………………………………18
Gambar 2.6 Pola Perkembangan Daerah Terbangun Di Kawasan Pesisir ………18
Gambar 2.7 Master Plan Pemanfaatan Ruang Dan Pengembangan Kawasan
Minapolitan - Bagian RTRW Kabupaten ………………………………………..23
Gambar 2.8 Contoh Draft Zonasi Ruang Kawasan Minapolitan Berbasis
Perikanan Tangkap ………………………………………………………………24
Gambar 3.1 Peta Administratif Kelurahan Palabuhanratu ………………………32
Gambar 3.2 Visualisasi Foto Udara Palabuhanratu ……………………………..33
Gambar 3.3 Peruntukan Fungsi Bangunan ………………………………………34
Gambar 3.4 Atas: Panorama Jalan Siliwangi, Deretan Ruko. Bawah:
Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pasar Palabuhanratu..…………………………35
Gambar 3.5 Kantor Polres Sukabumi ……………………………………………35
Gambar 3.6 Struktur Kawasan Palabuhanratu …………………………………36
Gambar 3.7 Tapak yang diamati meliputi kawasan PPNP hingga Kampung
Cipatuguran ……………………………………………………………………38
Gambar 3.8 Struktur Kawasan Cipatuguran ……………………………………40
Gambar 3.9 Kegiatan Masyarakat Nelayan Cipatuguran. Kiri: Aktivitas
Masyarakat di TPI; Kanan: Tempat Melabuhkan Perahu-Perahu Nelayan ……..42
Gambar 3.10 Pelataran rumah sebagai tempat menyimpan dan memperbaiki
peralatan melaut …………………………………………………………………43
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
xiii Universitas Indonesia
Gambar 3.11 Tempat Pendaratan Ikan sekaligus terjadi jual-beli hasil
tangkapan ikan …………………………………………………………………..43
Gambar 3.12 Permukiman Nelayan Cipatuguran ……………………………….44
Gambar 3.13 Figure Ground Kampung Cipatuguran ……………………………45
Gambar 3.14 Tata letak rumah permukiman Kampung Cipatuguran sebelum
berubah …………………………………………………………………………..46
Gambar 3.15 Foto sebelah kiri rumah salah satu warga yang belum direnovasi.
Foto sebelah kanan rumah warga telah direnovasi ……………………………46
Gambar 3.16 Denah rumah salah satu penduduk yang telah direnovasi
sebagian (menggabungkan dua rumah asli) ……………………………………..47
Gambar 3.17 Foto kiri: Kondisi eksisting permukiman dan orientasi rumah.
Foto kanan: Rumah sekaligus tempat usaha …………………………………….47
Gambar 3.18 Kondisi Jalan Lingkungan Permukiman Nelayan Cipatuguran ….48
Gambar 3.19 Fasilitas Umum dan Sosial serta Ruang Terbuka berkegiatan
masyarakat setempat. Kiri-Kanan: Toilet Umum, Masjid, Bale-bale …………..48
Gambar 3.20 Lokasi Kawasan Inti Minapolitan ………………………………...49
Gambar 3.21 Zonasi Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu ………………...50
Gambar 3.22 Kegiatan pendaratan ikan hasil tangakapan (kiri),
dan kegiatan dalam pasar ikan (kanan) ………………………………………….51
Gambar 3.23 Rencana Pengembangan Kawasan Inti Minapolitan
Palabuhanratu ……………………………………………………………………52
Gambar 3.24 Peta Wilayah Kerja Darat dan Laut Pelabuhan
Perikanan Nusantara Palabuhanratu ……………………………………………..53
Gambar 4.1 Kawasan Observasi Penulisan Skripsi, Palabuhanratu …………….58
Gambar 4.2 Aktivitas kegiatan Kawasan Palabuhanratu ………………………..59
Gambar 4.3 Marka jalan lokasi evakuasi bencana dan plang
peringatan bencana ………………………………………………………………62
Gambar 4.4 Kawasan Cipatuguran ……………………………………………...62
Gambar 4.5 Perubahan Fungsi Lahan Kawasan Pesisir …………………………64
Gambar 4.6 Pola Permukiman Cipatuguran …………………………………….66
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
xiv Universitas Indonesia
Gambar 4.7 Spasial Permukiman Cipatuguran ………………………………….67
Gambar 4.8 Suasana ruang pantai Cipatuguran ………………………………71
Gambar 4.9 Garis Pantai sepanjang Cipatuguran hingga PPN Palabuhanratu ….75
Gambar 4.10 Zoom out A Rute Penangkapan Ikan dan Distribusi Hasil
Tangkapan dari Cipatuguran ……………………………………………………76
Gambar 4.11 Zoom out B. Rute Penangkapan Ikan dari Cipatuguran menuju
PPN Palabuhanratu dan Distribusi Hasil Tangkapan. …………………………...77
Gambar 4.12 Rute Rangkaian Kerja Unit Usaha Rumahan Pengolahan Ikan
Nelayan Cipatuguran …………………………………………………………….78
Gambar 4.13 Rute Rangkaian Kerja kelompok nelayan PPN Palabuhanratu
dan Distribusi hasil tangkapan …………………………………………………81
Gambar 4.14 Perkembangan Infrastruktur Kawasan Palabuhanratu ……………83
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
xv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Tabel 2.1 Peraturan Mengenai Garis Sempadan Pantai dan Sungai …………….10
Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Kelurahan Palabuhanratu ………………………...33
Grafik 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ………………………..37
Grafik 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ………………………37
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
xvi Universitas Indonesia
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Analisis Minapolitan ………………………………………………55
Diagram 4.2 Analisis Minapolitan dilihat dari kebutuhan tempat bernaung ……61
Diagram 4.3 Analisis Minapolitan berdasarkan dari kegiatan perikanan
nelayan …………………………………………………………………………68
Diagram 4.4 Nelayan Harian Cipatuguran ………………………………………69
Diagram 4.5 Analisis Rute Rangkaian Kerja Nelayan Cipatuguran …………….74
Diagram 4.6 Analisis Rute Rangkaian Kerja Nelayan Tangkap ………………75
Diagram 4.7Analisis Rute Rangkaian Kerja Unit Rumahan Usaha
Pengasinan Ikan Nelayan Cipatuguran …………………………………………78
Diagram 4.8 Nelayan Buruh Palabuhanratu …………………………………….79
Diagram 4.9 Analisis Rute Rangkaian Kerja kelompok nelayan PPN
Palabuhanratu ……………………………………………………………………81
Diagram 4.10 Kegiatan perikanan nelayan harian Palabuhanratu
dan kaitannya dengan elemen masyarakat pendukung kegiatan perikanan ……86
Diagram 4.11 Kegiatan perikanan nelayan buruh Palabuhanratu dan
kaitannya dengan elemen masyarakat yang mendukung kegiatan
perikanan didalamnya …………………………………………………………..86
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara bahari yang terdiri dari laut dan wilayah pesisir
memiliki nilai strategis dan berpotensi sebagai penggerak utama pengembangan
wilayah dalam skala nasional. Garis pantai Indonesia yang lebih dari 81.000 km
mendukung wilayah pesisir berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena
berbagai keunggulan fisik dan geografis yang dimilikinya. Kondisi ini
seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk mengintervensi dalam bentuk
kebijakan dan penanganan khusus pengelolaan wilayah laut dan pesisir untuk
mengoptimalkan nilai manfaat sumberdaya laut dan pesisir bagi pengembangan
wilayah secara berkelanjutan dan menjamin kepentingan umum secara luas.
440 kabupaten/kota dari total 495 kabupaten/kota di Indonesia berada di
kawasan pesisir dan dari 67.439 desa di Indonesia, 9.261 desa dikategorikan
sebagai desa pesisir1. Namun kerap kali potensi wilayah pesisir dan lautan tidak
digali dengan optimal, hingga kini stereotype wilayah pesisir sebagai kawasan
tertinggal dan kumuh masih terjadi. Kondisi tersebut diperkuat dengan data
14,58 juta jiwa atau 90% dari 16,2 juta jiwa nelayan berada dalam kemiskinan2.
Keberadaan permukiman nelayan sangat berkaitan erat dengan sumber
penangkapan ikan, daerah distribusi hasil tangkapan dan daerah pantai. Daerah
pantai harus mudah diakses oleh masyarakat umum dengan sistem transportasi
dan infrastruktur yang memadai, didukung dengan kegiatan sosial, ekonomi,
dan budaya yang menarik tanpa merusak tatanan ekologi dan keserasian
lingkungannya (Eko Budihardjo, 1997). Pengelolaan serta pengendalian
kawasan ini guna menciptakan keseimbangan alam dan keberlanjutan kawasan
pesisir. Untuk mengembangkan kawasan pesisir perlu pembangunan dan
perbaikan infrastruktur utama dan pendukung di permukiman nelayan (Dahuri,
2001).
1 Disampaikan oleh Ditjen KP3K KKP pada saat Workshop Nasional Mitigasi Bencana Tsunami
April 2011 2 Harian Antara dalam Burhanuddin, 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Minapolitan merupakan salah satu intervensi kebijakan yang dilakukan
Pemerintah dalam program utama Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP)
yang dimulai pada tahun 2009 sebagai strategi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (khususnya nelayan) dan produktivitas kawasan
pesisir. Program Minapolitan bertujuan untuk mendorong percepatan
pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama,
meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat pedesaan (hinterland)
yang dikembangkan tidak saja budidaya (on farm) tetapi juga pengolahan dan
pemasaran (off farm) seperti sarana perikanan dan jasa penunjang lainnya.
Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan
berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan
prinsip-prinsip, integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi3. Minapolitan
merupakan suatu gambaran kawasan kota dengan aktivitas ekonomi utama dari
usaha perikanan, dari hulu sampai hilir. Pengembangan kawasan Minapolitan
akan mencakup kegiatan produksi, pengolahan, serta pemasaran produk
perikanan dan kelautan.
Kegiatan perikanan yang terintegrasi akan mendukung berjalannya
gagasan Minapolitan di Palabuhanratu, namun kini kebijakan yang ada apakah
dapat direalisasikan dengan baik bila pengkajian mengenai struktur kota pesisir
yang didominasi kegiatan perikanan tidak dilakukan dengan baik sebelum
pembentukan sebuah Kota Perikanan. Palabuhanratu sebagai salah satu wilayah
yang ditetapkan menjadi pilot project Minapolitan khususnya Perikanan
Tangkap memang memiliki potensi yang sangat besar dalam kegiatan perikanan
dalam kehidupan masyarakat nelayan. Daya dukung infrastruktur yang cukup
memadai dengan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara yang menyumbangkan
komoditas eksport ikan tuna di Indonesia. Kembali pada tujuan utama
Minapolitan diadakan adalah untuk menyejahterakan masyarakat perikanan,
bertolak pada tujuan itulah penulis berusaha mengkaji kegiatan perikanan
Minapolitan yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dengan
3 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2009
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
3
Universitas Indonesia
pendekatan melalui elemen-elemen spasial dan penataan Minapolitan yang
mampu menjawab tujuan utama sebuah Minapolitan.
1.2 Rumusan Masalah
Kementrian Kelautan dan Perikanan yang telah menggagas Minapolitan
sebagai sebuah kota yang menunjang kegiatan perikanan telah menentukan
kebijakan mengenai kriteria-kriteria kawasan yang layak dikembangkan menjadi
kawasan Minapolitan, namun hingga kini belum ada kejelasan mengenai pola
spasial dan elemen-elemennya dalam Minapolitan untuk menunjang kegiatan
perikanan. Dari hal tersebut maka timbul pertanyaan-pertanyaan dalam
penulisan skripsi ini;
1. Bagaimana interaksi ruang yang terjadi dalam kegiatan perikanan di
kawasan Palabuhanratu termasuk pada permukiman nelayan ?
2. Bagaimana keterkaitan hasil temuan elemen-elemen spasial kegiatan
perikanan pada Palabuhanratu dengan kriteria Minapolitan yang telah
ditetapkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan ?
3. Apa saja elemen-elemen spasial yang membentuk Minapolitan perikanan
tangkap Palabuhanratu ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah;
1. Untuk mengetahui kegiatan perikanan yang saling mempengaruhi ruang-
ruang interaksi hingga tercipta pola spasial Minapolitan perikanan tangkap
2. Menemukan keselarasan antara kondisi nyata di Palabuhanratu dengan
kriteria kawasan yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kelautan dan
Perikanan
3. Dapat mengetahui elemen-elemen spasial apa saja yang sebaiknya ada di
Minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
4
Universitas Indonesia
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi bagi;
1. Kepentingan ilmu pengetahuan sebagai upaya pengkayaan terhadap ilmu
arsitektur, khususnya menyangkut konsep pembentukan pola ruang kawasan
dan kota pesisir, terutama suatu lingkungan kawasan Minapolitan Berbasis
Perikanan Tangkap khususnya Kota Palabuhanratu sebagai kawasan
Minapolitan pertama.
2. Pemerintah dan masyarakat umum sebagai masukan bagi penentu kebijakan
dalam pengelolaan lingkungan perkotaan pesisir berdasarkan karakteristik
kawasan Minapolitan yang bersangkutan. Selain itu, hasil penulisan sangat
bermanfaat bagi perumusan konsep dan pendekatan yang akan diterapkan
pada perencanaan dan perancangan suatu lingkungan kota pesisir.
3. Kepentingan hasil penulisan ini berpotensi untuk dijadikan penelitian
lanjutan karena hingga penulisan ini selesai gagasan Minapolitan masih
dimatangkan dalam tataran konseptual.
1.6 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan berupa analisis deskriptif dengan
pendekatan kualitatif dari data primer dan data sekunder yang didapatkan.
1 Pengumpulan Data Wilayah Studi (data primer)
Proses pengambilan data secara langsung di lapangan guna mengetahui
kondisi yang terjadi di wilayah tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara:
Observasi
Pengamatan langsung di wilayah studi melalui observasi wilayah serta
mengumpulkan pendapat penduduk untuk mengetahui fenomena-
fenomena yang ada, kegiatan penduduk dan pemanfaatan ruang wilayah
pesisir serta pengembangan gagasan Minapolitan di Palabuhanratu.
Rekaman visual wilayah studi
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
5
Universitas Indonesia
Menampilkan foto, video, maupun pencitraan peta untuk memperkuat
fakta yang ada mengenai karakteristik Wilayah Pesisir Palabuhanratu.
2 Pengumpulan Penelusuran Literatur (data sekunder)
Menggunakan sebagian atau seluruh data yang telah ada atau laporan data
dari penelitian sebelumnya. Literatur yang digunakan, yaitu diantaranya: laporan
penelitian, skripsi, tesis, makalah, media internet, media edukasi, berbagai
literatur yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terkait dengan topik
pembahasan. Kunjungan ke institusi pemerintahab terkait guna mendapatkan
data-data yang dibutuhkan.
1.7 Ruang Lingkup
Ruang lingkup wilayah studi ini mengambil kawasan Palabuhanratu,
Sukabumi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai salah satu lokasi
pengembangan kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap melalui Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.32/MEN/2010 yang menetapkan 197
Kabupaten/Kota pada 33 Provinsi sebagai daerah pengembangan kawasan
Minapolitan.
1.8 Urutan Penulisan
Pembahasan penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab, yang secara
garis besar diuraikan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan Pendahuluan yang menguraikan Latar Belakang
Studi, Perumusan Masalah, Batasan Masalah Kajian, Tujuan penulisan, Manfaat
penulisan, Metodologi Penulisan, dan Ruang Lingkup Kajian.
Bab kedua merupakan Landasan Teori yang berisi kajian literatur dan
tinjauan teoritis yang terkait dalam kajian dan akan dijadikan sebagai dasar
acuan dalam pembahasan penataan ruang wilayah pesisir dengan pendekatan
dari definisi tentang kota, ruang kota, perkotaan pesisir, dan kehidupan nelayan
dalam kawasan pesisir. Membahas Minapolitan yang terdiri dari definisi umum
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
6
Universitas Indonesia
Minapolitan, karakteristik serta kriteria kawasan Minapolitan, dan Minapolitan
berdasarkan pemanfaatan ruang.
Bab ketiga Tinjauan Wilayah Studi berisi uraian singkat mengenai kondisi
wilayah studi, mencakup karakteristik fisik wilayah, aspek sosial budaya dan
ekonomi masyarakat setempat dengan lebih mengarah pada aspek keruangan
permukiman dan rencana tata ruang yang saat ini berlaku di wilayah studi.
Bab keempat berisi pembahasan terhadap kondisi eksisting wilayah studi
dan analisis pemanfaatan ruang wilayah pesisir, pola ruang permukiman
wilayah berlandaskan dari teori-teori yang telah dibahas pada bab sebelumnya
Bab kelima Penutup berisi kesimpulan dan rekomendasi untuk penelitian
selanjutnya yang berawal dari temuan studi yang telah dilakukan.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
7
Universitas Indonesia
1.9 Kerangka Penulisan
Kawasan Pesisir
Tidak berkembang optimal menyebabkan produktivitas kawasan menurun
Kesejahteraan masyarakat pesisir (nelayan) yang tidak baik karena tidak didukung
dengan penataan ruang yang mendukung kegiatan perikanan
MINAPOLITAN sebuah gagasan untuk meningkatkan
kesejahteraan NELAYAN dan produktivitas KAWASAN PESISIR
MINAPOLITAN
Defisini Minapolitan
Kriteria kawasan Minapolitan
Gambaran umum rencana tata ruang kawasan
Minapolitan perikanan tangkap
Kebijakan Minapolitan
Studi Kasus Palabuhanratu
ANALISIS GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN
TANGKAP PADA KAWASAN PESISIR KOTA
PALABUHANRATU
Kawasan Pesisir Kota
Definisi Pesisir
Perkembangan kawasan pesisir kota
Permukiman pesisir dan pola permukiman yang
terjadi
Ruang kegiatan masyarakat pesisir (nelayan
tangkap)
Kebudayaan dan karakteristik masyarakat pesisir
nelayan tangkap
Kesimpulan
Elemen-elemen spasial yang mampu
mendukung keberhasilan Minapolitan
Perikanan Tangkap Palabuhanratu
Rekomendasi gagasan perancangan ruang dan
pemanfaatan ruang wilayah pesisir
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
8 Universitas Indonesia
BAB 2
KAWASAN PESISIR KOTA DAN MINAPOLITAN
2.1 Definisi Pesisir
Soegiarto (dalam Dahuri, 2001) menjabarkan wilayah pesisir sebagai daerah
bertemunya darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering
maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat laut seperti pasang surut,
angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia
di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Sorenson dan Mc. Creary dalam Clark (1996: 1) ―The part of the land
affected by it’s proximity to the land…any area in which processes depending on
the interaction between land and sea are most intense‖. Daerah pesisir atau
coastal zone merupakan daerah transisi yang dalam prosesnya bergantung pada
interaksi antara daratan dan lautan karena kedekatannya dengan kedua area
tersebut.
Wilayah pesisir, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir
Terpadu, merupakan wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling
mempengaruhi dimana kearah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan
sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan kearah darat batas
administrasi kabupaten/kota.
Dalam Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mendeskripsikan bahwa wilayah pesisir meliputi
ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan ruang daratan
yang masih terasa pengaruh lautnya.
Penjelasan kawasan pesisir diatas memberikan suatu pengertian bahwa
wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena berada dalam dua ruang
yang saling mempengaruhi. Ruang daratan yang tidak lepas dari pengaruh
lautan dan daratan yang mempengaruhi ruang lautan. Wilayah ini sangat rentan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
9
Universitas Indonesia
terhadap perubahan, baik karena diakibatkan oleh aktivitas daerah hulu maupun
karena aktivitas yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri. Sehingga pesisir
memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan daratan ataupun lautan pada
umumnya.
Secara garis besar wilayah pesisir dipilah berdasarkan pembagian zona-
zona perlindungan karena karakter wilayah pesisir yang sangat dinamis.
Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :
Kep.34/Men/2002 Tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002) terdapat tiga
pembagian zona wilayah pesisir, yaitu:
1. Zona konservasi merupakan zona perlindungan yang didalamnya terdapat
zona preservasi dan penyangga dapat dimanfaatkan secara terbatas yang
didasarkan atas pangaturan yang ketat bagi pemanfaatan ruang.
2. Zona pemanfaatan (kawasan budidaya) merupakan zona pemanfaatan yang
dapat dilakukan secara intensif namun pertimbangan daya dukung lingkungan
tetap merupakan syarat utama, pada zona ini terdapat area-area yang merupakan
zona perlindungan setempat seperti sempadan sungai dan pantai.
3. Zona tertentu merupakan kawasan khusus untuk kegiatan pertahanan dan
militer, kawasan cepat berkembang.
Garis Sempadan Pantai digunakan untuk perlindungan kawasan pantai dari
aktivitas yang dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai dan ekosistem pantai.
Dalam Keputusan Presiden RI No.32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan
lindung garis sempadan pantai minimal 100 meter dari pasang tertinggi ke arah
darat, sehingga pembangunan yang memanfaatkan wilayah pantai harus
dilakukan lebih di luar garis sempadan pantai.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Berikut tabel mengenai Garis Sempadan kawasan tepi pantai dan sungai:
2.2 Kota Pesisir
2.2.1 Perkembangan Kawasan Pesisir Kota
Kota merupakan tempat kehidupan manusia yang dipandang dan dirasakan
dari berbagai sudut pandang, yang menggambarkan keaktifan, keberagaman dan
kompleksitasnya, serta bentuk fisik dari cerminan ekspresi masyarakat dan
kebudayaan didalamnya yang perkembangannya dipengaruhi oleh kegiatan
penggunaan perkotaan yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman
(waktu) dan kebutuhan atau tuntutan hidup baik secara individual maupun
komunal dalam lingkungan.
Dengan kata lain kota merupakan wadah bermukimnya manusia (human
settlement) dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan hidup dan aktualisasi
diri. Doxiadis (1968) menjelaskan bahwa ―Human Settlement are, by definition,
settlements inhabited by man‖. Segala rupa shelter yang mampu menjadi
naungan untuk kehidupan manusia didalamnya baik skala kecil lingkungan
terbangun hingga tingkat makro kota dan wilayah. Doxiadis membagi human
settlement dalam dua elemen besar yakni fisik wadah/tempat (the container)
Tabel 2.1 Peraturan Mengenai Garis Sempadan Pantai dan Sungai
Sumber: Wati Masrul, 2007
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
11
Universitas Indonesia
merupakan ruang fisik buatan dan ruang alam, dan isi (the content) atau manusia
dan masyarakat yang menghuni didalamnya. Kemudian kedua elemen besar
tersebut diurai kembali menjadi lima elemen kecil yang saling berkaitan satu
dengan lainnya yang perlu diperhatikan dalam human settlement, yaitu shell,
network, nature, man and society (human resources).
Shell, sebagai ruang terbangun yang kasat mata dari satu bangunan,
kelompok bangunan hingga skala lingkungan dan kota. Network atau jaringan
sarana dan prasarana dalam menghubungkan shell dengan shell dan mendukung
kegiatan bermukim manusia. Nature atau ruang alam yang membentuk atau
mempengaruhi human settlement berupa keseluruhan ekosistemnya berserta
unsure-unsur biotik abiotik hingga kondisi klimatologis—pencahayaan,
kelembaban, thermal, pergerakan udara dan lainnya-. Man and society,
Mulyandari (2011) menggabungkannya menjadi human resources, merupakan
penghuni atau yang bermukim didalamnya –manusia individu maupun kolektif-.
(Mulyandari, 2011)
Begitu pula dengan kota pesisir—kota tepian air- yang sejak dahulu telah
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, tidak banyak hal-hal
yang berbeda yang perlu diperhatikan dalam human settlement (kota) yang
berada di darat. Hanya saja, seperti yang telah dijelaskan pada awal, kondisi
geografis dan tapak wilayah pesisir/pantai yang lebih unik dan rentan menjadi
fokus utama dan sudut pandang yang berkebalikan dalam berkembangnya
wilayah pesisir kota.
Gambar 2.1 Lima Elemen Ekistics: pengoptimalan kualitas hubungan antara manusia
dengan lingkungannya
Sumber: Science, v.170, no.3956, October 1970, p. 393-404
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
12
Universitas Indonesia
Great many towns are built on water—along rivers or on their delta, or at
the meeting of two or more rivers, or on the edge of lakes and seas.
(Kostof, 1991, p. 39)
Cities have been sorted out by country, by epoch, and by geographic
location. Cities designed themselves as reflection of forms of government
and ideals of order. (Kostof, 1991, p. 15)
Spiro Kostof membuka awal paragraf bagian Meeting The Water pada The
City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History dengan
mengatakan bahwa banyak kota-kota besar berada dekat/berbatasan dengan air.
Kondisi tapak yang berbeda dan bagaimana cara permukiman beradaptasi
dengan air, memberikan karakter pada bentuk kota dan respon yang umum
terjadi dengan menyelaraskan pertumbuhannya dengan tapak.
Kondisi geografis juga akan mempengaruhi fungsi sebuah kota. Bila kota
dalam perkembangannya ditujukan untuk mengembangkan kegiatan niaga
kelautan didalam permukimannya, yakni sebagai tempat pertukaran barang
antara daratan dan lautan, maka kota selayaknya memiliki akses yang mampu
menghubungkan daratan dan lautan. (Branch, 1996)
Selain dipengaruhi oleh waktu dan kondisi geografis, proses pembentukan
sebuah kota tidak lepas dari peran dan perkembangan masyarakat sehingga
terbentuk berbagai pola kota yang terus berkembang dengan proses yang
dinamis dan berkesinambungan tanpa suatu awal dan akhir yang jelas.
Jenis-jenis sumber air—sungai, laut, danau atau kanal- akan membentuk
permukiman. Selain didominasi kegiatan bermukim, air juga menjadi faktor
yang menentukan perkembangan bentuk dan pola kota, sebagaimana disebutkan
oleh Jacobs (1993) At some point, topography and natural features such as
rivers show in street patterns…The street and block patterns of early European
hill cities reflect topography. Similarly the impact of rivers shows, not only as
undulating linear bands of public space between areas of streets and
development blocks, but as determinants of the development patterns
themselves. (p.256)
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
13
Universitas Indonesia
Pada zaman dahulu, berdekatan atau berbatasan dengan air adalah salah
satu kriteria penting dalam memilih tapak untuk sebagai tempat bermukim.
Selain memberikan keuntungan untuk kegiatan-kegiatan dasar manusia, air juga
berperan penting dalam perkembangan perdagangan, dengan kemajuan
perdagangan maka dibangunlah pelabuhan-pelabuhan kecil ditepi air untuk
memberikan kemudahan akses menuju kota lainnya, dan permukiman setempat
mulai menjadi kota pelabuhan. Kawasan tersebut menjadi pusat ekonomi kota
karena perubahan spasial yang terjadi di garis pantai atau tepian air. Pada saat
yang sama kawasan tepi air juga menjadi kawasan untuk masyarakat
berinteraksi. (Butuner, 2006)
Perkembangan kota-kota pesisir—kota-kota pantai- di Indonesia pada
awalnya berangkat dari kesamaan fungsi dan kemudian bergerak menuju
keragaman fungsi kota, sebagai kota administratif, budaya, perdagangan,
pendidikan (Mulyandari, 2011). Kawasan perkotaan pesisir menurut Emirhadi
Suganda (2007), dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Pantai dan
Pembangunan Berkelanjutan4, melalui pendekatan ekologis berupa perkotaan
yang terletak di wilayah pesisir yang merupakan pertemuan antara daratan dan
lautan, termasuk kawasan pengaruhnya, yaitu daerah daratan, pantai, dan laut.
Kawasan ini berfungsi sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan ini
terdiri dari habitat dan ekosistem yang menyediakan barang dan jasa bagi
komunitas perkotaan pantai dan pemanfaatan lainnya yang saling mempengaruhi
satu sama lainnya, baik secara geofisik maupun sosial ekonomi.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 menganai Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional terdapat 516 kota andalan di Indonesia dengan 216
kota diantaranya merupakan kota tepi air yang berada di tepi laut (pantai),
sungai atau danau.
4 Diambil dari buku Pembangunan Perdesaan dan Daerah Pesisir Pada Era Millenium III, 2007
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Menurut Iwan Suprijanto5, Kawasan pesisir kota atau kota tepi laut
memiliki banyak potensi untuk dikembangkan, terutama berkaitan dengan
fungsi kota dan aksesibilitas. Kota pantai/tepi laut sebagai salah satu bentuk
kota tepi air pada dasarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah
nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi bagian dari jalur
perdagangan internasional. Pada perkembangan selanjutnya kawasan ini
menjadi tempat yang menarik untuk permukiman. Gejala tersebut dapat terjadi
karena berbagai alasan, antara lain :
merupakan kawasan alternatif permukiman kota bagi pendatang (contoh
kasus pada sepanjang pantai utara DKI Jakarta)
merupakan peluang bagi kemudahan transportasi.
menjadi pintu gerbang alami untuk perdagangan antar tempat yang
terpisahkan oleh laut.
Hingga kini terdapat empat bentuk pola pada kawasan tepi air yaitu linear,
radial, konsentrik dan bercabang. Pola linear biasanya menyebar dan
memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan sungai. Pola radial adalah
pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan seperti
danau dan teluk. Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial
yang menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial. Pola bercabang
terbentuk jika ada anak-anak sungai dan kanal-kanal. Pada intinya bentuk-
bentuk pola kawasan tersebut memiliki muka bangunan yang berorientasi ke
arah air (Soesanti et.al, 2006).
5 Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia
dan Lingkungan Global
A B C D
Gambar 2.2 Pola Kawasan Tepi Air
A. Pola Linier; B. Pola Radial; C. Pola Konsentrik; D. Pola Bercabang (Branch)
Sumber: Siska Soesanti, et.al, 2006
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
15
Universitas Indonesia
Perkembangan kota-kota di daerah pesisir dilandasi oleh tiga alasan
mendasar (Mulyadi, 2005), yaitu :
1. Dapat memberikan fungsi yang efektif sebagai suatu pemusatan masyarakat
dengan berbagai tingkat kebudayaan
2. Dapat memberikan fungsi kepada kota tersebut sebagai pusat pemerintahan
dan kekuasaan di mana penguasaan, pengendalian serta pengawasan terhadap
suatu wilayah dapat dilakukan secara efektif
3. Dapat memberikan peranan dan fungsi terhadap kota tersebut sebagai suatu
pusat pertukaran barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
meningkatkan peranan perekonomian ke dalam maupun keluar.
Dengan demikian, faktor-faktor perkembangan dan pertumbuhan yang
diharapkan dari potensi fisiografis adalah :
1. Keadaan fisik yang dapat memenuhi kebutuhan proses penempatan berbagai
kegiatan serta perkembangannya.
2. Ketersediaan potensi fisik yang dapat membantu kelancaran dan aktivitas
pergerakan.
3. Dapat menguasai potensi-potensi fisik yang dapat memenuhi kebutuhan
strategi keamanan dan pertahanan.
Perkembangan daerah-daerah pantai yang dilandasi oleh berbagai macam
bentuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan sosial budaya, ekonomi dan
politik jelas akan termanifestasikan pada perkembangan fisiknya.
2.2.2 Permukiman Pesisir dan Pola Permukiman
Berkembangnya suatu kawasan merupakan hal yang pasti terjadi karena
adanya tuntutan untuk membentuk kawasan yang terencana agar dapat
mengatur kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Namun
perkembangan kawasan tidak bisa terlepas dari budaya masyarakat setempat.
Bentuk-bentuk tipe dan pola permukiman pada suatu kawasan merupakan
bagian dari pola penggunaan tanah yang akan menggambarkan struktur serta
faktor yang mempengaruhinya. Lee Taylor (1984) membagi bentuk atau ciri-
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
16
Universitas Indonesia
ciri permukiman pada kawasan yang berbatasan dengan peraiaran berdasarkan
dari pola permukiman dan struktur ruang.
Pola Permukiman nelayan;
1. Sub Kelompok Komunitas
Pola permukiman tipe ini berbentuk cluster, terdiri dari beberapa unit atau
kelompok unit hunian, memusat pada ruang-ruang penting, seperti penjemuran,
ruang terbuka umum, masjid dan sebagainya.
2. Face to face
Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian sepanjang
permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan
perahu atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya.
Gambar 2.3 Pola Permukiman Nelayan. 1. Sub Kelompok Komunitas; 2. Saling Berhadapan (face to face)
Sumber: Panggardjito, 1999
1 2
Gambar 2.4 Struktur Ruang Permukiman Nelayan. 1. Linier; 2. Mengelompok; 3. Kombinasi
Sumber: Panggardjito, 1999
1 2 3
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Struktur Ruang Permukiman nelayan
1. Linier
Pola permukiman bentuk ini adalah suatu pola sederhana dengan peletakan unit-
unit permukiman (rumah, fasum, fasos dan sebagainya) secara terus menerus
pada tepi sungai dan jalan. Pola ini memiliki kepadatan tinggi, kecenderungan
permukiman dapat berekspansi dan mixed use function penggunaan lahan
beragam.
2. Mengelompok
Pada pola ini berkembang dengan adanya kebutuhan lahan dan penyebaran unit-
unit permukiman telah mulai timbul. Kecenderungan pola ini mengarah pada
pengelompokan unit permukiman terhadap suatu yang dianggap memiliki nilai
atau pengikat kelompok seperti ruang terbuka komunal dalam melakukan
aktivitas bersama.
3. Kombinasi
Pola ini merupakan suatu kombinasi antara kedua pola di atas menunjukkan
bahwa selain ada pertumbuhan juga menggambarkan adanya ekspansi ruang
untuk kepentingan lain (pengembangan usaha dan sebagainya). Pola ini
menunjukkan adanya gradasi dari intensitas lahan dan hirarki ruang mikro
secara umum.
Perkembangan daerah pesisir menurut Sujarto (dalam Mulyadi, 2005)
terbagi menjadi dua macam. Pertama, perkembangan daerah pesisir yang
intensif maupun ekstensif secara berkesinambungan di sepanjang daerah pesisir.
Pola perkembangan tersebut terjadi karena telah berkembanganya jaringan
sarana perhubungan darat yang menghubungkan daerah-daerah sepanjang pantai
atau pesisir. Kedua, perkembangan intensif yang terjadi karena terpencar di
lokasi-lokasi tertentu karena adanya potensi perkembangan yang secara historis
memiliki potensi perekonomian. Dalam pola yang kedua ini pertumbuhan dan
perkembangan hanya terjadi intensif pada lokai-lokasi tertentu saja dengan
orientasi kepedalaman. Kondisi ini bertolak-belakang dengan pertumbuhan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
18
Universitas Indonesia
pertama, hal ini disebabkan karena sarana transportasi yang menghubungkan
daerah-daerah pesisir masih sangat kurang.
Dari segi fungsinya, daerah pantai dapat berkembang sebagai suatu kota,
suatu desa, suatu pusat kegiatan rekreasi dan sebagai suatu kegiatan fungsional
khusus seperti industri, stasiun angkutan laut, pusat pengolahan atau kegiatan
khusus lainnya.
Menurut Stuart Chapin (dalam Yunus, 2001) unsur-unsur utama perilaku
manusia serta dinamika perilaku manusia dalam proses imbal-baliknya telah
mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan tertentu dalam suatu wilayah
/kota. Sujarto menyebutkan empat pola perkembangan daerah terbangun (built
up areas) di daerah pantai (Mulyadi, 2005), yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.6 Pola Perkembangan Daerah Terbangun Di Kawasan Pesisir
Sumber: Mulyadi, 2005
Gambar 2.5 Pola Perkembangan Daerah Pesisir
Sumber: Mulyadi, 2005
(1). Perkembangan pesisir yang ekstensif
maupun intensif dan kontinu karena telah
majunya sarana perhubungan sepanjang pantai pesisir
(2). Perkembangan pesisir yang intensif namun
tersebar karena sarana perhubungan sepanjang
pantai pesisir yang belum maju
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
19
Universitas Indonesia
1. Daerah Kota Pantai, kota pantai umumnya berkembang karena adanya
potensi ekonomi, strategi pertahanan dan sebagai pusat pemerintahan.
Daerah terbangun berkembang secara intensif sepanjang pantai. Penggunaan
lahan daerah pantai lebih berorientasi ekonomis seperti untuk pelabuhan,
pergudangan, dan industri. Adakalanya juga untuk kegiatan rekreasi yang
produktif. Daerah pesisir umumnya merupakan ‖gerbang‖ kegiatan sosial
ekonomi, politik dan budaya bagi daerah sekitarnya (hinterland).
2. Daerah Desa Pantai, perkembangan dan pertumbuhan dimulai oleh
terbentuknya kelompok masyarakat yang mata pencahariannya nelayan.
Pemukiman umumnya berorientasi ke arah laut karena usaha utama dari asil
laut. Biasanya daerah terbangun terpencar-pencar di tepi pantai sesuai
dengan potensi kebutuhan masyarakat. Jadi, sifat perkembangan fisik adalah
ekstensif.
3. Pantai Pusat Kegiatan Rekreasi, yaitu suatu kawasan rekreasi yang
memanfaatkan potensi alam kawasan pesisir. Orientasi kegiatannya adalah
ke arah pantai dan sepanjang pantai serta memberikan pelayanan bagi
kebutuhan rekreasi regional di pedalaman. Dalam hubungan ini, peranan
jaringan perhubungan darat dengan daerah dan kota-kota lainnya di
pedalaman merupakan faktor yang sangat penting.
4. Pantai untuk Kegiatan Khusus, yaitu suatu penggunaan fungsi daerah pantai
untuk kepentingan kegiatan-kegiatan khusus bagi yang berorientasi kepada
ekonomi dan ataupun pemerintah.
2.3 Minapolitan
2.3.1 Definisi Minapolitan
Kawasan kota pesisir merupakan salah satu kawasan yang ditetapkan
sebagai Minapolitan, salah satunya yang berbasis pada perikanan tangkap.
Minapolitan merupakan salah satu intervensi kebijakan yang dilakukan
Pemerintah dalam program utama Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP)
yang dimulai pada tahun 2009 sebagai startegi untuk meningkatkan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
20
Universitas Indonesia
kesejahteraan masyarakat (khusunya nelayan) dan produktivitas kawasan
pesisir. Program Minapolitan bertujuan untuk mendorong percepatan
pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama,
meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat pedesaan (hinterland)
yang dikembangkan tidak saja budidaya (on farm) tetapi juga pengolahan dan
pemasaran (off farm) seperti sarana perikanan dan jasa penunjang lainnya.
Istilah Minapolitan serupa dengan istilah Agropolitan yang telah lama
dikenal. Agropolitan dikenalkan oleh Friedman dan Douglass pada tahun 1967
melalui konsep agropolitan distrik (Adriyani, 2004). Hanya saja berbeda dalam
segi komoditas yang diunggulkan. Secara definisi Agropolitan dapat diartikan
sebagai kota pertanian atau kota di daerah lahan pertanian. Menurut Departemen
Pertanian (2003) Agropolitan merupakan kota yang tumbuh dan berkembang
karena berjalannnya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani,
mendorong, dan menarik kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di
wilayah-wilayahnya.
Minapolitan, bila dilihat dari definisi yang serupa dengan Agropolitan,
dalam Bahasa Sansakerta Mina berarti ikan, sehingga Minapolitan bisa diartikan
sebagai Kota Perikanan yang konsep pengembangan dan pembangunan kelautan
dan perikanannya berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen
kawasan meliputi prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi
agar wilayah tersebut cepat tumbuh layaknya sebuah kota6. Minapolitan,
merupakan gambaran suatu kawasan kota yang berbasiskan komoditas
perikanan dengan aktivitas ekonomi utama dari usaha perikanan, dari hulu
hingga hilir. Pengembangan kawasan Minapolitan mencakup kegiatan produksi,
pengolahan, serta pemasaran produk perikanan dan kelautan.
2.3.2 Kriteria Kawasan Minapolitan
Pengembangan kawasan Minapolitan menjadikan kegiatan perikanan
sebagai core business dalam suatu pengembangan wilayah dengan dukungan
berbagai sektor, mendorong pengembangan kawasan perikanan tangkap yang
6 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2009
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
21
Universitas Indonesia
telah tumbuh secara alamiah melalui dukungan pengembangan kawasan
Minapolitan, pengembangan infrastruktur kawasan Minapolitan diutamakan di
daerah-daerah yang telah ada kegiatan usaha perikanan, sehingga infrastruktur
yang dibangun akan dapat menjadi pendorong bagi kegiatan budidaya yang
sudah ada (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009).
Karakteristik kawasan Minapolitan memiliki sentra-sentra produksi dan
pemasaran berbasis perikanan dan mempunyai multiplier effect tinggi terhadap
perekonomian di sekitarnya, keanekaragaman kegiatan ekonomi, produksi,
perdagangan, jasa pelayanan, kesehatan, dan sosial yang saling terkait serta
sarana dan prasarana memadai sebagai pendukung keanekaragaman aktivitas
ekonomi sebagaimana layaknya sebuah kota pesisir.
Berikut beberapa kriteria untuk kawasan Minapolitan menurut Kementrian
Kelautan dan Perikanan;
Memiliki potensi untuk mengembangkan komoditi unggulan.
Tersedia infrastruktur awal (pelabuhan perikanan).
Telah ditetapkan melalui Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) menjadi zona
pengembangan perikanan.
Terdapat unit-unit usaha yang telah berjalan dengan baik serta berpotensi
untuk pengembangan usaha baru.
Tersedia lahan yang dapat dikembangkan di sekitar daerah pelabuhan
perikanan maupun sentra kegiatan nelayan.
Tersedia suplai BBM, listrik, dan air bersih yang memadai
Terdapat lembaga ekonomi berbasis kerakyatan seperti Tempat Pelelangan
Ikan, koperasi perikanan, Pusat Pendaratan Ikan.
Diusulkan oleh Dinas KP Kabupaten/Kota dengan rekomendasi pemda
kabupaten/kota/propinsi serta lolos seleksi dari tim seleksi.
Minapolitan terbagi menjadi dua jenis, terkait dengan pemanfaatan ruang
pada kawasan, yakni Minapolitan berbasis perikanan tangkap berkegiatan di
dekat dengan sumber-sumber penangkapan ikan dan kegiatan membudidayakan
jenis ikan tidak dominan, khusus pada hasil tangkap ikan. Minapolitan berbasis
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
22
Universitas Indonesia
Perikanan Budidaya tidak bergantung dengan hasil tangkapan ikan baik dari laut
maupun danau atau sungai, lebih pada kegiatan mandiri membudidayakan
komoditas ikan unggulan kawasan yang dituju.
1. Minapolitan Perikanan Tangkap
Strategi pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap, antara lain :
Penyediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan usaha
Consumer oriented melalui sistem keterkaitan produsen dan konsumen
Berorientasi pada kekuatan pasar (Market Driven) melalui pemberdayaan
masyarakat
Komoditi yang akan dikembangkan bersifat export base bukan raw base
2. Minapolitan Perikanan Budidaya
Jenis usaha pada perikanan budidaya, antara lain :
budidaya kolam,
budidaya keramba,
budidaya tambak
mina padi
Direktur Prasarana dan Sarana Budidaya, Kementrian Kelautan dan
Perikanan (2010), menyebutkan persyaratan Kawasan Minapolitan adalah
sebagai berikut:
Memiliki sumberdaya lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas
perikanan yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (komoditas
unggulan).
Memiliki berbagai sarana dan prasarana Minabisnis yang memadai untuk
mendukung pengembangan sistem dan usaha Minabisnis yaitu: pasar;
lembaga keuangan; memiliki kelembagaan pembudidaya ikan (kelompok,
UPP); Balai Penyuluhan Perikanan (BPP) yang berfungsi sebagai klinik;
Jaringan jalan yang memadai dan aksesibilitas dengan daerah lainnya serta
sarana irigasi, yang kesemuanya untuk mendukung usaha perikanan yang
efisien.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
23
Universitas Indonesia
Memiliki sarana dan prasarana umum yang memadai seperti transportasi,
jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih dan lain-lain.
Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial atau masyarakat yang
memadai seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpustakaan,
swalayan dan lain-lain;
Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumberdaya alam,
kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota dan desa
terjamin.
2.3.3 Gambaran Umum Tata Ruang Kawasan Minapolitan
Berdasarkan dari masterplan yang disusun oleh pemerintah setidaknya ada
beberapa zona yang diperhatikan dalam kawasan Minapolitan khususnya
Minapolitan berbasis Perikanan Tangkap, yakni zona kolam untuk melabuh
kapal-kapal, biasanya kawasan Minapolitan berbasis Perikanan Tangkap harus
memiliki fasilitas penunjang seperti pelabuhan perikanan, permukiman
masyarakat setempat, rawa untuk melindungi kawasan dari pasang laut.
Gambar 2.7 Master Plan Pemanfaatan Ruang Dan Pengembangan Kawasan Minapolitan -
Bagian RTRW Kabupaten
Sumber: Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, KKP, 2011
Persawanan
Hutan galam
Rawa dalam
Tanah Tinggi
Area Kolam
Permukiman
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
24
Universitas Indonesia
2.3.4 Kebijakan Minapolitan
Pengembangan Kawasan Minapolitan berlandaskan pada:
UU Penataan Ruang No 26/2007, yang juga mengatur tentang Kawasan
Agropolitan, Bab I Ketentuan Umum Nomor 24, Pasal 51 ayat 1 dan 2
Sembilan Butir Kesepakatan Temu Koordinasi Agropolitan/Minapolitan di
Kaliurang, 14 Desember 2007
Sarasehan Nasional Agropolitan/ Minapolitan dihadapan 5 Menteri di
Magelang 15 Desember 2007
SK Pembentukan Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan
Keputusan Mentan Nomor : 467/Kpts/OT.160/8/2006
Audiensi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Se-Indonesia dengan
Deputi Bidang Koordinasi Pertanian Dan Kelautan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian tentang Kebijakan Pembangunan
Infrastruktur Perikanan di Ruang Rapat Graha Sawala Jakarta 19 Maret
2008
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/MEN/2009 tentang
Penetapan Lokasi Minapolitan
Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No. KEP 45/DJ-
PB/2009 tentang Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Minapolitan.
PP Nomor 64 Tahun 2010 Tentang Mitigasi Bencana di Wilayan Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil
Gambar 2.8 Contoh Draft Zonasi Ruang Kawasan Minapolitan Berbasis Perikanan
Tangkap
Sumber: Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, KKP, 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
25
Universitas Indonesia
2.4 Ruang Kegiatan Masyarakat Pesisir Nelayan Tangkap
2.4.1 Definisi Nelayan
Ensiklopedi Indonesia mendefinisikan nelayan sebagai individu atau
kelompok yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara
langsung (seperti penebar dan pemakai jaring) maupun tidak langsung (seperti
juru mudi kapal, nahkoda kapal bermotor, ahli mesin kapal), sebagai mata
pencaharian.
Imron dalam Mulyadi (2007) juga menjabarkan nelayan sebagai suatu
kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut,
baik dengan cara penangkapan langsung maupun budidaya. Kelompok ini pada
umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan permukiman yang dekat
dengan lokasi kegiatannya.
Merujuk pada dua penjabaran diatas membagi nelayan berdasarkan cara
mendapatkan hasil ikan serta wilayah kerja dan pembagian kerja. Dalam
penjabaran teori kedua nelayan terbagi atas nelayan tangkap dan nelayan
budidaya. Yang membedakan kedua nelayan tersebut adalah pemanfaatan
wilayah dan cakupan kerja. Nelayan tangkap memanfaatkan wilayah pesisir
hingga laut lepas sebagai tempat kerja. Sedangkan nelayan budidaya, yang
sering disebut petani tambak, mengelola daerah rawa, sungai, sawah dan
sejenisnya untuk mengelola produk perikanan dan biasanya nelayan budidaya
ini hanya mengembangbiakan benih ikan yang ditebar diwilayah
pengelolaannya.
Penjabaran diatas juga menunjukkan bahwa sebuah rumah tangga yang
kegiatan utamanya bukan menangkap ikan, tetapi menggunakan ikan sebagai
bahan proses produksi bukan dikategorikan rumah tangga nelayan. Dengan
demikian pedagang ikan yang hidup di tepi pantai juga tidak termasuk dalam
kategori nelayan (Elfrindi dalam Mulyadi, 2007).
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
26
Universitas Indonesia
2.4.2 Kebudayaan Masyarakat Nelayan
Hildred Geertz (1981) berpendapat ketergantungan masyarakat terhadap
sektor kelautan memberikan identitas tersendiri sebagai masyarakat pesisir
dengan pola hidupnya yang dikenal sebagai kebudayaan pesisir. Identitas
kehidupan masyarakat pesisir terbentuk dari kebudayaan nelayan baik nelayan,
petambak, pembudidayaan peraiaran, atau kelompok-kelompok yang
menggantungkan kehidupannya dari sumber daya pesisir dan lautan.
Kusnadi (2002) menerangkan kebudayaan merupakan sistem gagasan yang
menjadi fungsi dalam pedoman kehidupan, referensi pola-pola kelakuan sosial,
serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa
yang terjadi di lingkungannya. Dalam kehidupan nelayan setiap gagasan dan
praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dan mampu membantu
kemampuan bertahan masyarakat pesisir, khususnya masyarakat nelayan.
Pola interaksi yang terjadi dalam kehidupan nelayan menjadi kompleks
karena terjadi di dua wilayah yakni lautan dan daratan. Wilayah lautan sebagai
lapangan pekerjaan utama dan wilayah daratan sebagai tempat bertinggal (dalam
hal ini wilayah daratan termasuk wilayah pesisir) dan memproses hasil dari
kegiatan utama nelayan. Dalam kondisi ini masyarakat nelayan memiliki kondisi
sosial budaya yang berbeda dan mempengaruhi kondisi permukiman tempat
tinggal.
Henry Lefebvre (dalam Panggardjito, 1999) mengemukakan bahwa setiap
lingkungan sosial dalam sejarahnya memiliki bentuk spasial, yakni ruang sosial
tersendiri yang merupakan jalinan antara kegiatan sosial dan ekonomi. Ruang-
ruang sosial tersebut memiliki skala yang berbeda mulai dari skala terkecil
berupa ruang perumahan (pribadi) dan ruang umum atau public space (umum).
Bagian yang menarik dari pernyataan Lefebvre ketika ia menggunakan kata
sosial untuk memberikan penjelasan akan sebuah ruang untuk kegiatan bersama.
Bagi Lefebvre inti dari ruang sosial tersebut adalah bagaimana ruang diciptakan
didalam masyarakat dan menjadi proses penggerak kegiatan dalam masyarakat.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
27
Universitas Indonesia
2.4.3 Karakteristik Masyarakat Nelayan Tangkap
Secara ekologis, maasyarakat pesisir mempunyai cara kehidupan yang
bervariasi, sekurangnya mereka mempunyai alternatif pemanfaatan dua
lingkungan hidup : dataran (tanah) dan lautan (air); pada bentuk masyarakat ini,
komoditi ekonomi lain selain dari aspek kelautan (mencari ikan dan sumber-
sumber alam pantai) merupakan matapencaharian tambahan, sedangkan pada
masyarakat petani darat keadaan ini berlaku sebaliknya, yaitu sektor perikanan
adalah sebagai bnetuk matapencaharian tambahan (Koentjaraningrat, 1990: 32).
Laut dan nelayan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Nelayan
merupakan profesi seseorang yang begitu terkait erat dengan keberadaan laut
dalam melangsungkan eksistensi hidupnya. Panggardjito (1999) menjelaskan
dalam tesisnya masyarakat nelayan tangkap memiliki karakter khusus yang
tidak dimiliki oleh petani maupun nelayan budidaya yang ditunjukkan pada pola
sosial budayanya.
Pertama, intensitas interaksi dalam berkelompok yang tinggi, berlangsung
antara 8 jam sehari hingga 30 hari ditengah laut dengan kondisi cuaca yang
tidak menentu membuat tantangan hidup di perahu sangat besar, sehingga
ketergantungan dan keterikatan dalam komunitas tinggi.
Kedua, konvensi yang terjadi dalam masyarakat nelayan sering terjadi
dalam hal jual-beli ikan, daerah tangkapan ikan, penggunaan perahu, hingga
hadir keterikatan dengan jenjang kepemimpinan dalam komunitas.
Pengelompokan-pengelompokan dalam lingkungan nelayan terjadi sangat kuat
karena didasari oleh adanya bentuk-bentuk kesepakatan tersebut.
Ketiga, ikatan kekerabatan yang terbentuk memberikan ciri khas pada
penataan permukiman nelayan. Kekerabatan-kekerabatan yang terjadi
cenderung mengarah pada pengelompokan antar unit permukiman dan
kebutuhan akan ruang kegiatan. Ikatan kekerabatan dalam pola penataan ruang
permukiman tersebut tidak didasari oleh kesamaan (homogenitas) namun lebih
kearah pola hubungan kegiatan nelayan.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
28
Universitas Indonesia
Nelayan bukanlah satu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa
kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan
perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap
milik orang lain. Sebaliknya dengan nelayan juragan ialah yang memiliki alat
tangkap yang kemudian dioperasikan oleh orang lain (nelayan buruh). Dan
nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan
pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain (Mulyadi, 2007; 7).
2.4.4 Kegiatan Masyarakat Pesisir (Nelayan Tangkap) Berdasar Aspek
Ruang-Waktu
Menurut Syarif Moeis (2008) dalam penelitiannya menjelaskan kegiatan
melaut membutuhkan wawasan seputar mekanisme penangkapan ikan, cuaca
dan iklim, serta melibatkan unsur-unsur yang berhubungan dengan :
a. Jenis dan sifat ikan. Dengan pertimbangan tertentu nelayan menentukan
jenis ikan apa yang akan ditangkap dan bagaimana sifat dari ikan tersebut,
karena ini tentu disesuaikan dengan kemampuan, peralatan yang ada, tenaga
kerja, prospek jual, konsumsi serta berbagai pantangan tentangnya.
b. Waktu dan masa (musim) penangkapan ini berkaitan dengan penentuan
saat-saat yang tepat untuk mendapatkan ikan. Waktu dan masa ini berhubungan
dengan kondisi lingkungan alam, iklim, cuaca, angin, keadaan air. Selain
pengaruh kondisi alam dan musim ikan, kegiatan melaut juga tergantung dengan
kapasitas perahu yang digunakan oleh para nelayan.
c. Laut, tanda-tanda keberadaan ikan serta tumbuhan tertentu; tidak
sembarang waktu nelayan dapat menangkap ikan, karena pengalaman yang
mengajarkan mereka untuk tahu keberadaan ikan itu dalam lingkup ekosistem
yang berlaku di sana.
d. Lokasi penangkapan; dari sistem pengetahuan yang berkembang, nelayan
dapat menduga di tempat mana sebaiknya mereka menangkap ikan serta unsur
peralatan juga amat menentukan smapai batas kejauhan mana mereka dapat
melakukan aktivitasnya.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
29
Universitas Indonesia
Pola kerja yang dikembangkan masyarakat pesisir menunjukkan bahwa
faktor ketergantungan manusia terhadap alam sangat besar, kehidupan manusia
relatif mengikuti ritme alam. Perputaran alam yang lambat diterapkan dalam
kehidupan manusia, waktu yang mulur bukan merupakan masalah untuk bentuk
masyarakat nelayan. Ketergantungan terhadap alam, keterbatasan kemampuan
fisik manusia dan rumitnya proses kerja menyebabkan keterlibatan invidu lain
dalam suatu aktivitas sangat diperlukan, baik sebagai pengendali kegiatan,
tenaga pembantu, mitra kerja, lembaga penampung hasil tangkapan.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
30 Universitas Indonesia
BAB 3
STUDI KASUS KAWASAN PALABUHANRATU
3.1 Perkembangan Kawasan Palabuhanratu
Palabuhanratu, kota kecamatan terletak di bagian selatan Kabupaten
Sukabumi menjadi salah satu kawasan pertama terpilih untuk dikembangkan
menjadi kawasan Minapolitan, khususnya Minapolitan berbasis perikanan
tangkap. Perkembangan Kota Palabuhanratu berdasarkan waktu terbagi menjadi
dua momentum;
1. Peresmian Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu pada tahun 1993
memberikan dampak yang signifikan dalam perkembangan wilayah
Palabuhanratu. Sebelum tahun 1990 kawasan ini merupakan desa nelayan
dengan produktivitas kawasan yang rendah, serta memiliki tingkat
kerawanan sosial yang cukup tinggi. Kondisi nelayan yang pada saat itu
mengalami kesulitan dalam tempat pembongkaran dan pendaratan ikan,
tempat pemasaran ikan yang layak dan keamaan perahu yang terjamin,
maka dibangunlah Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.
2. Pemindahan Ibukota Kabupaten Sukabumi menuju Palabuhanratu. Ibukota
Kabupaten Sukabumi yang pada mulanya berada di Kota Sukabumi
dipindahkan pada tahun 1998 ke Kota Palabuhanratu berdasarkan
Penjelasan Umum PP nomor 66 tahun 1998 mengenai pemindahan
Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Sukabumi dari wilayah Kotamadya
Daerah Tingkat II Sukabumi ke Kota Palabuhanratu di wilayah Kecamatan
Palabuhanratu menjelaskan bahwa pembangunan Kabupaten Dati II
Sukabumi sudah tumbuh dan berkembangan secara fisik wilayah,
perekonomian, sosial, budaya dan jumlah penduduk. Pemindahan Ibukota
Kabupaten memberikan dampak yang signifikan atas berkembangnya
wilayah Palabuhanratu.
Palabuhanratu di Kecamatan Palabuhanratu dipilih sebagai ibukota
Kabupaten karena dianggap dapat dikembangkan sebagai wilayah perkotaan di
Kabupaten Dati II Sukabumi dan dipandang memenuhi syarat. Pembangunan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Kota Palabuhanratu menjadi lokasi Ibukota yang baru diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah bagian selatan secara
keseluruhan. Dengan demikian diharapkan secara bertahap akan dapat
diwujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah.
Aspek aksesibilitas sebagai salah satu struktur fisik yang paling pertama
dilihat dalam perkembangan sebuah kota, kemudahan masyarakat mengakses
Ibukota Pemerintahan serta konektifitas terhadap Kota/Daerah lain sangat perlu
diperhatikan dalam menentukan lokasi Ibukota Kabupaten karena pada
umumnya Ibukota Kabupaten sebagai pusat pemerintahan yang memiliki fungsi
melayani masyarakat dan kedudukan secara administratif membawahi beberapa
wilayah lainnya. Selain itu kemudahan akses akan menunjang kegiatan
perekonomian. Aksesibilitas tidak dapat dilepaskan dari infrastruktur yang
disediakan untuk menunjang kegiatan kota tersebut.
Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau
struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan
yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi
masyarakat. Infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem,
sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. Infrastruktur merujuk
pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase,
bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lain yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.
3.2 Gambaran Umum Palabuhanratu
3.2.1 Kondisi Geografis
Palabuhanratu yang terletak sekitar 61 KM dari Kabupaten Sukabumi
termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan atau disebut Kota
Palabuhanratu kini telah menjadi Ibukota Kabupaten Sukabumi yang memiliki
satu kelurahan dan dua desa, yakni Kelurahan Palabuhanratu, Desa Citarik, dan
Desa Citepus. Luas Kota Palabuhanratu sebesar 3.386,21 Ha dengan luas
wilayah Kelurahan Palabuhanratu sebesar 1.023,22 Ha terbagi menjadi 31 RW
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
32
Universitas Indonesia
dan 128 RT. Secara administratif Kota Palabuhanratu berbatasan dengan
wilayah-wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikidang dan Kecamatan
Cikakak
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpenan
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan BT.Gadung
4. Sebalah Barat berbatasan dengan Teluk Palabuhanratu atau Samudera
Indonesia
Rentang suhu maksimum dan minimum Kelurahan Palabuhanratu
mencapai 18oC hingga 36
oC dengan curah hujan 3000 mm/tahun dengan
lamanya hari hingga 100 hari. 60% wilayah merupakan bentuk wilayah datar
hingga berombak, 30% berombak hingga berbukit, 10% berbukit sampai
bergunung. Palabuhanratu termasuk kedalam kategori pantai curam atau terjal
karena berbatasan langsung dengan pegunungan.
Secara umum Kelurahan Palabuhanratu memiliki topografi yang sama
seperti kawasan lainnya di Kabupaten Sukabumi. Topografi beragam dengan
perpaduan antara daratan landai menuju pantai dan perbukitan rendah yang
menggaris kearah selatan dan timur yng merupakan kawasan perhutanan dan
perkebunan.
Gambar 3.1 Peta Administratif Kelurahan Palabuhanratu
Sumber: Dinas Tata ruang PU Kab. Sukabumi
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
33
Universitas Indonesia
Menurut hasil pengamatan lapangan Mahasiswa Geografi UI (2010)
ketinggian dari permukaan laut Wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi antara
0 - 2.958 m. Daerah datar umumnya terdapat pada daerah pantai dan daerah kaki
gunung yang sebagian besar merupakan daerah pesawahan. Sedangkan daerah
bagian selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar
antara 300 - 1.000 m dari permukaan laut.
3.2.2 Penggunaan Lahan
Luas lahan keseluruhan Kelurahan Palabuhanratu sebesar 1.023,22 Ha
dengan dominasi lahan persawahan dan ladang. Luas lahan yang terbangun
mencapai 527,45 Ha. Jika melihat hasil perbandingan luas wilayah yang
terbangun maka Kelurahan Palabuhanratu belum sepenuhnya terbangun, hal ini
karena dari kondisi topografi wilayah yang berbukit-bukit menyebabkan lahan
yang dapat dibangun menjadi terbatas.
Penggunaan Lahan Luas Lahan
Persawahan 139 Ha
Perkarangan/Bangunan 47 Ha
Ladang 159 Ha
Tambak 5 Ha
Hutan 24 Ha
Fasilitas Umum 53,45 Ha
Perkebunan 100 Ha
Total 527,45 Ha
Sumber: Kecamatan Palabuhanratu, Kelurahan Palabuhanratu, 2010
Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Kelurahan Palabuhanratu
Gambar 3.2 Visualisasi Foto Udara Palabuhanratu
Sumber : Dinas Tata ruang PU, 2003
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
34
Universitas Indonesia
Kawasan terbangun pada Kelurahan Palabuhanratu terpusat pada Jalan
Siliwangi yang disebut oleh penduduk setempat sebagai pusat kota
Palabuhanratu. Fungsi bangunan yang mendominasi Jalan Siliwangi memiliki
fungsi komersial berupa pertokoan. Kabupaten Sukabumi memiliki Pelabuhan
Perikanan Nasional sebagai pusat kegiatan sektor perikanan yang juga terletak
di Jalan Siliwangi. Begitu pula letak Pasar Palabuhanratu dan Terminal
Palabuhanratu.
Sepanjang Jalan Jendral Soedirman dan Jalan Jendral Ahmad Yani
merupakan kawasan pusat pemerintah Palabuhanratu dan Kabupaten Sukabumi.
Jalan Bhayangkara didominasi oleh kawasan Pendidikan, SMP Negeri 1
Keterangan:
Jalan Siliwangi, Pertokoan
Jalan Bhayangkara, Pendididkan
Jalan Jendral Soedirman dan Jalan Jendral Ahmad Yani, Pusat Pemerintahan
Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu
Pasar Palabuhanratu dan Terminal
Permukiman
Gambar 3.3 Peruntukan Fungsi Bangunan
Sumber : Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
35
Universitas Indonesia
Palabuhanratu dan SMA Negeri 1 Palabuhanratu sebagai sekolah menengah
yang pertama ada di Palabuhanratu. Palabuhanratu direncanakan menjadi pusat
kawasan perdagangan-jasa dan permukiman di Kabupaten Sukabumi yang
terbangun sebagian besar di Kecamatan Palabuhanratu khususnya Kelurahan
Palabuhanratu.
Palabuanratu berfungsi sebagai pusat penampungan serta pendistribusian
hasil laut untuk kawasan penangkapan ikan di sepanjang pesisir selatan Jawa
Barat selain dari Pameungpeuk di Kabupaten Garut dan Pangandaran di
Kabupaten Ciamis.
Palabuanratu termasuk pelabuhan yang cukup besar bila dibandingkan
dengan dua pelabuhan diatas. Bila dilihat dari banyaknya jumlah perahu yang
ada, tercatat hingga 1000 buah perahu bermesin besar dengan 4000 buah perahu
Gambar 3.4 Atas: Panorama Jalan Siliwangi, Deretan Ruko.
Bawah: Pelabuhan Perikanan Nusantara,
Pasar Palabuhanratu
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Mei 2011
Gambar 3.5 Kantor Polres Sukabumi,
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Mei 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
36
Universitas Indonesia
bermesin kecil (Syarif Moeis, 2008). Selain keberadaan perahu-perahu ini
terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara yang memfasilitasi fungsi
Palabuhanratu sebagai wilayah dengan produktivitas hasil tangkapan ikan yang
cukup tinggi diwilayah ini.
3.2.3 Kependudukan
Jumlah penduduk Kelurahan Palabuhanratu pada tahun 2010 sebesar
31.308 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebesar 15.923 jiwa dan perempuan
sebesar 15.385 jiwa dan jumlah kepala keluarga mencapai 8.545 KK yang
tersebar di 35 RW dan 128 RT. Penduduk kota atau wilayah merupakan salah
satu faktor penting dalam perkembangan kota karena hal ini disebabkan oleh
faktor yang mempengaruhi seperti ekonomi, sosial, dan budaya kota setempat.
Gambar 3.6 Struktur Kawasan Palabuhanratu
Sumber : Ilustrasi pribadi, November 2011
Teluk Palabuhanratu
Sungai
Pantai
Kawasan wisata
Pepohonan rimbun
Lawan terbuka
Permukiman
Kawasan perdagangan/komersil
Terminal bis
Fasilitas pemerintahan
Tambak garam
Kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara
Jalan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Jumlah penduduk menurut kelompok umur berdasar dari grafik tersebut
Kelurahan Palabuhanratu memiliki jumlah penduduk dengan usia produktif (22-
59 tahun) yang tinggi, yakni 10.110 jiwa dari 31.308 jiwa penduduk Kelurahan
Palabuhanratu. Kondisi ini mendukung perkembangan kawasan Palabuhanratu
sebagai kawasan perdaganga-jasa dan Minapolitan dengan implikasinya
peningkatan dalam bidang sosial-ekonomi masyarakat dan lapangan pekerjaan.
Mata pencaharian penduduk kawasan ini didominasi dari sektor
perdagangan, mencapai 8.673 jiwa penduduk berprofesi sebagai pedagang. Hal
ini juga sebagai pendukung untuk peningkatan kawasan perdagangan-jasa.
Namun wilayah Palabuhanratu lebih berpotensi dalam sektor perikanan,
didukung dengan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara sebagai penggerak
utama dalam kegiatan eksport-import hasil perikanan tangkap. Kegiatan
perdagangan juga tidak lepas dari kegiatan di sektor perikanan.
Grafik 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Palabuhanratu, 2010
Grafik 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Palabuhanratu, 2010
02000400060008000
10000
Mata Pencaharian
Jumlah Jiwa
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
1 s/d 6 tahun 7 s/d 12
tahun
13 s/d 15
tahun
16 s/d 21
tahun
22 s/d 59
tahun
> 60 tahun
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
38
Universitas Indonesia
3.3 Permukiman Nelayan Cipatuguran
3.3.1 Nelayan Cipatuguran
Kampung Cipatuguran terletak 3 Km di sebelah Utara ibukota kecamatan,
sebagai suatu pemukiman yang mencirikan pola perkampungan yang
mengelompok. Cipatuguran disebut sebagai permukiman nelayan karena hampir
80% masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan bilapun menjadi pedagang
biasanya komoditas yang dijual merupakan komoditas perikanan.
Berdasarkan sejarah terbentuknya, Kampung Cipatuguran merupakan
permukiman yang penduduknya berasal dari daerah kawasan yang kini menjadi
Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPNP) kemudian dipindahkan
karena rencana perluasan daerah dermaga PPNP pada tahun 1976 dan relokasi
kedua dilakukan pada tahun 1993 saat peresmian PPNP. Permukiman tersebut
diadakan oleh pemerintah termasuk bentuk fisik bangunan, sehingga pada saat
relokasi penduduk langsung menempati rumah tersebut. Status kepemilikan
tanah yang ditempati oleh penduduk tersebut masih milik pemerintah, begitu
pula dengan fisik bangunan. Selain statusnya sebagai penduduk pindahan,
sebelumnya Kampung Cipatuguran telah ada pemukiman namun dengan
populasi yang relatif kecil, 25 Kepala Keluarga.
Penduduk Kampung Cipatuguran terdiri dari berbagai etnis, dengan etnis
Sunda sebagai mayoritas (65%), Cirebon dan Indramayu (12%), Bugis (8%),
dan etnis lainnya seperti Jawa, Madura, Banten, Batak, Padang, dan Ambon
(15%) (Syarif Moeis, 2008).
Sebelum pemindahan pada tahun 1976, kampung nelayan terletak di kawasan
Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu saat ini.
Pemindahan kampung nelayan menjadi Kampung Cipatuguran yang terletak kurang lebih 2 km dari tapak
awal.
Gambar 3.7 Tapak yang diamati meliputi kawasan PPNP hingga Kampung Cipatuguran
Sumber : Google Earth, 20006 (Telah diolah kembali)
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Masyarakat Cipatuguran berasal dari berbagai golongan etnis di Indonesia
memiliki latar belakang yang berbeda tidak menghalangi mereka untuk
membentuk satu unsur kekerabatan yang menjadi dasar pola pengaturan
kehidupan antar warga dalam masyarakat. Sistem kekerabatan yang terjadi di
Kampung Cipatuguran menetapkan kedudukan individu dalam susunan
kekerabatan yang lebih luas, setiap individu kampung Cipatuguran bisa
menyebut kerabat kepada seseorang yang dianggap mempunyai hubungan
darah, baik laki-laki maupun perempuan. Koentjoroningrat (1990) dalam kajian
Antropologi, bentuk kekerabatan seperti ini dikenal sebagai prinsip kekerabatan
bilateral. Prinsip kekerabatan bilateral yang terjadi memiliki prinsip tidak
memilah-milah seperangkat tugas dan fasilitas khusus bagi warga masyarakat
secara sepihak baik dari pihak bapak maunpun dari pihak ibu.
Etnis pendatang hidup tidak megelompok secara eksklusif tetapi hidup
berbaur dengan masyarakat lainnya, baik dalam hal permukiman maupun aspek
sosial budaya. Pertama kali hanya sembilan orang Etnis Bugis datang pada
tahun 1960 yang berprofesi sebagai nelayan, kemudian disusul etnis-etnis
lainnya memiliki profesi yang sama. Kecenderungan untuk membentuk
kelompok etnis sendiri tidak timbul karena masing-masing etnis mampu
beradaptasi dan membaur dilingkungan, kondisi ini didukung juga dengan
terjadinya pola perkawinan campuran antar etnis.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
40
Universitas Indonesia
3.3.2 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan Cipatuguran
Dalam kehidupan masyarakat pesisir faktor sumber daya laut sangat
berperan besar. Keterlibatan masyarakat didalamnya tidak dapat lepas dari aspek
lingkungan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat pesisir. Kegiatan utama
masyarakat pesisir Cipatugaran adalah mencari dan mendapatkan ikan dari laut
untuk dikonsumsi pribadi dan dijual kembali pada tengkulak maupun dijual
langsung di pasar ikan PPNP.
Sebagian besar nelayan Cipatuguran menggunakan perahu congkrang7
untuk aktivitas kesehariannya karena keterbatasan modal untuk memiliki perahu
diesel atau rumpon. Selain keterbatasan modal, kebiasaan nelayan Cipatuguran
sebagai nelayan harian tidak berani mengambil resiko untuk melaut
7 Perahu Congkrang adalah perahu kecil dengan kapasitas muatan 2 -3 orang dilengkapi dengan motor tempel sebesar 40PK . Lamanya waktu melaut biasanya sekitar 8-12 jam dikarenakan
keterbatasan daya tampung bahan bakar mesin.
Gambar 3.8 Struktur Kawasan Cipatuguran
Sumber : Ilustrasi pribadi, November 2011
Laut
Pesisir pantai
Ruang terbuka
Pepohonan
Permukiman
Temat pendaratan ikan
Fasilitas sosial/umum
Jalan utama
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
41
Universitas Indonesia
menggunakan perahu diesel atau rumpon yang memakan waktu di lautan cukup
lama. Namun ada kelompok-kelompok nelayan yang menjadi nelayan buruh
bagi pemilik perahu diesel atau rumpon8.
Mata pencaharian nelayan Cipatuguran membentuk mereka pada satu pola
ketergantungan pada alam, disebabkan karena pengetahuan dan teknologi yang
dikuasai masih terbatas. Nelayan Ciaptuguran memandang alam sebagai bentuk
klasifikasi dari alam bawah dan alam atas. Struktur alam semesta yang berada
diseputar kehidupan secara sederhana terbagi mejadi dua, yaitu dunya badag
atau dunia besar dan dunya lembut atau dunia kecil. Kedua tempat tersebut
masing-masing memiliki karakter tersendiri, terutama berkenaan dengan
penghuni yang ada di dalamnya, tentu saja karakter itu menjadi pembeda
diantara keduanya. (Syarif Moeis, 2008)
Jika cuaca dan ombak sedang tidak baik untuk melaut maka nelayan-
nelayan Cipatuguran akan memeriksa perlengkapan melautnya, dan
memperbaiki jaring-jaring yang sobek dipekarangan atau dipinggir-pinggir
rumah. Tak jarang kondisi tidak melaut ini membuat kondisi perekonomian
nelayan menjadi tidak baik pula karena tidak adanya pemasukan dari melaut.
Kondisi ini kadang membuat nelayan menjual atau menggadaikan mesin perahu
bahkan perahunya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
3.3.3 Rona Ruang Kegiatan Masyarakat Nelayan Cipatuguran
Hubungan saling mempengaruhi antara perilaku-kegiatan terhadap ruang
menunjukkan adanya sinergisitas sebagai kepentingan dan kinerja terhadap
kebutuhan ruang. Penyediaan ruang sangat berkaitan erat dengan kegiatan utama
komunitas sebagai nelayan dan kegiatan turunannya seperti kegiatan pengasinan
hasil tangkapan dan sebagainya. Sehingga pembentukan lingkungan dari
permukiman nelayan bertolak dari perilaku dan kegiatan masyarakat nelayan
baik secara komunal maupun individual.
Pantai digunakan sebagai tempat penambatan perahu sebelum dan setelah
melaut bagi nelayan Cipatuguran. Sehingga akses dari rumah menuju pantai
8 Rumpon merupakan salah satu jenis umpan dari seresah daun atau batang kelapa yang diikatkan
pada pemberat diletakkan ditengah laut dengan kedalaman hingga 3000m.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
42
Universitas Indonesia
menjadi penting. Tempat pendaratan ikan (TPI) yang biasanya menyatu dengan
pelelangan ikan juga menjadi tempat yang berperan besar dalam kegiatan melaut
bagi nelayan. Di tempat pendaratan ikan terjadi aktivitas pelelangan ikan
sebelum ikan dipasarkan di pasar ikan Palabuhanratu. Namun karena hasil
tangkapan yang tidak banyak maka hasil penjualan akan habis di TPI dan tidak
dipasarkan di pasar ikan. Cipatuguran memiliki 3 tempat pendaratan ikan
sekaligus pusat pelelangan ikan yang letaknya berada dekat pantai dan tempat
nelayan melabuhkan perahunya.
Proses pendistribusian hasil tangkap setelah melaut maka nelayan akan
menambatkan perahunya dekat dengan lokasi pendaratan ikan dan berlangsung
proses pelelangan ikan antara nelayan dan pemasok ikan untuk dijual kembali di
pasar ikan Palabuhanratu. Untuk ikan yang tidak laku dibeli oleh pemasok
sebagaian akan dijual oleh istri nelayan keliling desa dengan alat pemanggul
ikan dan sebagian lainnya akan dimanfaatkan oleh nelayan sebagai konsumsi
pribadi keluarga mereka. Hal ini dilakukan agar tidak ada ikan yang terbuang.
Rumah juga menjadi tempat yang penting dalam kehidupan nelayan.
Pekarangan rumah kerap kali dijadikan sebagai tempat memperbaiki jaring dan
peralatan melaut lainnya, tempat bermusyawarah nelayan dan kelompoknya
sebelum melaut dan menyimpan berbagai peralatan melaut.
Gambar 3.9 Kegiatan Masyarakat Nelayan Cipatuguran. Kiri: Aktivitas Masyarakat di TPI; Kanan: Tempat Melabuhkan Perahu-Perahu Nelayan
Sumber: Dokumentasi Pribadi, Mei 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Nelayan yang tidak memiliki perahu akan bekerja dengan orang lain yang
memiliki kapal. Nelayan ini disebut sebagai nelayan buruh. Nelayan buruh
Cipatuguran akan melaut bersama 5-7 orang lainnya menggunakan perahu jenis
diesel atau rumpon dengan masa melaut hingga 3 minggu. Persiapan yang
dilakukannya jauh lebih rumit bila dibandingkan dengan nelayan congkrang.
Persiapan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu yang
jaraknya sekitar 3 km dari Kampung Cipatuguran. Pertama anggota perahu akan
mengecek kondisi perahu dan perlengkapan lainnya, kemudian menyiapkan
bahan untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan (box berisi es dan garam) dan
bahan perbekalan hidup selama di laut.
Ketika hasil tangkapan dinilai cukup maka perahu akan kembali ke tempat
penambatan sebelumnya (pelabuhan perikanan nusantara), penurunan ikan akan
dilakukan oleh anggota perahu dan dibantu dengan buruh angkut yang sudah
berada di lokasi pendaratan. Pencatatan hasil tangkapan dihitung oleh pemilik
Gambar 3.10 Pelataran rumah sebagai tempat menyimpan dan memperbaiki peralatan melaut
Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2011
Gambar 3.11 Tempat Pendaratan Ikan sekaligus terjadi jual-beli hasil tangkapan ikan
Sumber: Dokumentasi Pribadi, Mei 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
44
Universitas Indonesia
kapal. Pemilik kapal ini biasanya tidak ikut melaut. Hasil tangkapan tersebut ada
yang langsung dibawa ke tempat eksport ikan, biasanya komoditas tuna dan
tongkol yang dieksport, dan ada sebagian yang dilelang untuk kemudian dijual
di pasar ikan Palabuhanratu maupun ke sekitar Sukabumi dan Jakarta.
3.3.4 Kondisi Fisik Permukiman Nelayan Cipatuguran
Salah satu wilayah di Kampung Cipatuguran yang diobservasi ialah RW
21 yang terdiri dari 4 RT dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 332 KK,
dengan distribusi KK per RT nya yakni RT 01 92 KK, RT 02 97 KK, RT 03 75
KK, dan RT 04 68 KK.
Gambar 3.12 Permukiman Nelayan Cipatuguran
Sumber : Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Kondisi fisik permukiman nelayan Cipatuguran yang dikembangkan oleh
pemerintah sejak tahun 1976 cukup baik dan tertata dengan pola grid yang
terbagi oleh jalan-jalan lingkungan. Namun terdapat perluasan wilayah
permukiman yang saat dibangun oleh pemerintah jarak antara garis pantai saat
pasang tertinggi normal dengan permukiman sekitar 150 meter dari garis pantai
kini menjadi sekitar 100 meter. Pertambahan penduduk menyebabkan
bertambahnya kebutuhan masyarakat akan sebuah hunian, maka masyarakat
dengan swadaya membangun sendiri rumahnya diluar dari batas permukiman
yang telah dibangun oleh pemerintah kala itu. Radius terjauh saat pasang terjadi
dapat mencapai 180 meter dari garis pantai.
Gambar 3.13 Figure Ground Kampung Cipatuguran
Sumber : Ilustrasi Pribadi, Mei 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Pada tahun 1976 pemerintah kala itu menyiapkan 1 unit rumah untuk satu
kepala keluarga. Per unit rumah tersebut memiliki luas 50m2 dengan satu sumur
untuk dua atau empat unit rumah dengan peletakan sumur berada diantara
rumah yang saling membelakangi. Kondisi rumah asli yang dibangun oleh
pemerintah dinding permanen dengan material bata sekitar 40% dari
keseluruhan dinding rumah dan sisanya berupa bilik anyaman bambu. Namun
kini hampir 90% penduduk merenovasi rumah secara keseluruhan.
Gambar 3.14 Tata letak rumah permukiman Kampung Cipatuguran sebelum berubah
Sumber : Ilustrasi pribadi, Mei 2011
Gambar 3.15 Foto sebelah kiri rumah salah satu warga yang belum direnovasi. Foto sebelah kanan rumah
warga telah direnovasi
Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Seiring dengan berjalannya waktu perubahan terjadi di permukiman
nelayan Cipatuguran. Kondisi permukimannya maupun rumah-rumah penduduk
tersebut. Renovasi besar dilakukan oleh masyarakat setempat. Setidaknya
renovasi yang dilakukan pada rumah keluarga Ibu Nunung yang telah tinggal di
Kampung Cipatuguran sejak tahun 1990. Ia menempati rumah tersebut dengan
kondisi yang telah diubah oleh pemilik sebelumnya. Pemilik sebelumnya
menggabungkan dua rumah menjadi satu dan mengubah sebagian fungsi ruang.
Bersatunya fasilitas usaha dengan rumah merupakan hal yang umum
terjadi karena masyarakat menggunakan pelataran rumah dan gang-gang untuk
memperbaiki dan menyimpan peralatan melaut. Ada beberapa keluaraga yang
membuka usaha seperti warung sembako untuk mendapatkan penghasilan
tambahan, karena penghasilan sebagai nelayan yang tidak tentu. Warung
tersebut akan dikelola oleh seorang istri.
Gambar 3.16 Denah rumah salah satu penduduk yang telah direnovasi sebagian
(menggabungkan dua rumah asli)
Sumber : Ilustrasi pribadi, Mei 2011
Gambar 3.17 Foto kiri: Kondisi eksisting permukiman dan orientasi rumah.
Foto kanan: Rumah sekaligus tempat usaha
Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
48
Universitas Indonesia
Jaringan jalan permukiman Cipatuguran terdiri dari tiga yaitu jalan utama,
jalan lingkungan, dan jalan setapak. Jalan utama menuju permukiman
Cipatuguran digunakan sebagai akses utama menuju pusat kota Palabuhanratu
dan tempat lain disekitar kawasan tersebut memiliki lebar jalan sekitar 6-8 m.
Kondisi jalan lingkungan permukiman nelayan Cipatuguran bukan berupa
perkerasan aspal namun berupa tanah berpasir.
Fasilitas sosial dan fasilitas umum terdiri dari dua masjid, satu puskesmas,
satu sekolah taman kanak-kanak, satu sekolah menengah perikanan, lima toilet
umum, tiga tempat pendaratan ikan. Toilet umum yang disediakan di kawasan
ini sebagian besar sudah tidak terpakai karena masing-masing warga telah
memiliki toilet pribadi di rumah mereka. Ruang terbuka berupa pantai dan ruang
terbuka (lapangan masjid) digunakan sebagai tempat penjemuran atau tempat
bermain anak. Pada permukiman nelayan ini juga terdapat ruang berkumpul
warga berupa bale-bale non permanen.
Gambar 3.19 Fasilitas Umum dan Sosial serta Ruang Terbuka berkegiatan masyarakat setempat.
Kiri-Kanan: Toilet Umum, Masjid, Bale-bale
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011
Gambar 3.18 Kondisi Jalan Lingkungan Permukiman Nelayan Cipatuguran
Sumber: Dokumentasi Pribadi, Mei 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
49
Universitas Indonesia
3.4 Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu (Pelabuhan Perikanan
Nusantara)
Lingkup Kawasan Inti Minapolitan adalah satu area Pelabuhan Perikanan
Nusantara yang berfungsi sebagai tempat berkegiatan di sektor perikanan yang
terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas – batas tertentu, serta
sebagai tempat kegiatan pemerintahan (kantor dinas pelabuhan perikanan) dan
kegiatan perikanan untuk tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan
bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang perikanan.
3.4.1 Kondisi Umum Kawasan Inti Minapolitan
Kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu adalah
kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang
dikembangan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.
Pengembangan wilayah Minapolitan Perikanan Tangkap secara garis besar
terdiri dari Zona Inti di Kawasan Pelabuhan Perikanan, Zona Pengembangan
dan Pendukung. Wilayah Minapolitan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu
memiliki Zona Inti di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Pasar ikan
Gambar 3.20 Lokasi Kawasan Inti Minapolitan
Sumber: Google Earth, 2006
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
50
Universitas Indonesia
masuk kedalam kawasan zona inti Minapolitan meskipun penanganan dan
manajemen pasar tidak dikelola oleh Dinas Pelabuhan Perikanan.
Fasilitas-fasilitas pokok yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Palabuhanratu meliputi (PPN Palabuhanratu, 2011) :
1. Dermaga pelabuhan terbagi dalam dermaga tambat dan dermaga bongkar
dengan kapasitas areal tambat labuh seluas 310 m² dan perbekalan seluas
106 M², sedangkan tempat pendaratan perahu seluas 3.953 m².
2. Kolam I mempunyai luas 3 Ha dengan kedalaman 3 meter sedangkan kolam
II mempunyai luas 2 Ha dengan kedalaman 4 meter. Pemecah gelombang
adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk
melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap gelombang laut.
3. Tempat Pelelangan Ikan memiliki luas 920 m2 dan berfungsi sebagai tempat
pertemuan antara penjual (nelayan) dengan pembeli (pedagang atau agen
perusahaan) untuk melakukan jual beli / transaksi lelang ikan.
4. Kantor Adiministrasi pelabuhan
5. Laboratorium Bina Mutu
Gambar 3.21 Zonasi Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu
Sumber: Dinas Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Maret 2011 (telah diolah
kembali)
2
2
1 3
4
5
6
7
8
9
1
0
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
51
Universitas Indonesia
6. Bangunan Bengkel Perikanan berfungsi sebagai tempat perbaikan mesin-
mesin kapal perikanan yang mengalami kerusakan.
7. Restoran Ikan
8. Pasar Ikan
9. Depo Pengisian Bahan Bakar
10. Perusahaan-perusahaan eksportir ikan
Kapal yang telah melaut akan menyandarkan perahunya di dermaga
Pelabuhan Perikanan. Di Tempat Pendaratan Ikan telah menunggu buruh-buruh
angkut ikan untuk menurukan ikan dari kapal kemudian akan dibawa ke
perusahaan ekportir ikan yang berada di Pelabuhan Perikanan juga. Namun ada
sebagian komoditas ikan yang dijual di Pasar Ikan Palabuhanratu. Komoditas
ikan yang dijual di pasar tersebut tidak hanya berasal dari tangkapan kapal yang
melaut di Teluk Palabuhanratu, tetapi ada juga komoditas dari luar
Palabuhanratu seperti dari Jakarta.
Komoditas terbesar dari hasil tangkapan ikan para nelayan Palabuhanratu
adalah ikan tuna dan ikan layur. Untuk ikan tuna setelah penurunan langsung
dibawa ke perusahaan eksportir ikan tuna di kawasan Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Palabuhanratu untuk diolah atau langsung diekspor. Terkadang
distribusi hasil tangkap ikan dapat langsung dilakukan di laut. Penjualan hasil
tangkapan biasa dijual di pasar tradisional Palabuhanratu dan pasar ikan modern
yang menyatu dengan restoran ikan milik PPN Palabuhanratu.
Gambar 3.22 Kegiatan pendaratan ikan hasil tangakapan (kiri), dan kegiatan dalam pasar ikan (kanan)
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
52
Universitas Indonesia
3.4.2 Pengembangan Rencana Induk Kawasan Inti Minapolitan
Palabuhanratu
Dinas Pelabuhan Perikanan berencana untuk mengembangkan kawasan
inti Minapolitan guna mendukung kegiatan perikanan yang jauh lebih produktif
dengan mengupayakan perubahan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
menuju Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS). Dengan perubahan status
Pelabuhan Perikanan Palabuhanratu menjadi PPS diharapkan hasil produksi
tangkap meningkat dan daya tampung kapal yang masuk menjadi lebih besar
serta fasilitas pendukung usaha perikanan dapat terpenuhi. Pengembangan
tersebut diarah ke bagian selatan Kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara.
Gambar 3.23 Rencana Pengembangan Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu
Sumber: Dinas Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Maret 2011
(telah diolah kembali)
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
53
Universitas Indonesia
3.4.3 Sistem Operasional dan Jaringan
Wilayah kerja operasional di PPN Palabuhanratu terbagi menjadi dua,
yakni wilayah kerja operasional darat mencakup beberapa kecamatan di
Sukabumi dalam kegiatan perikanan yang dikelola atau ditangani langsung oleh
PPN Palabuhanratu. Kedua, wilayah kerja operasional laut, sesuai dengan status
pelabuhan perikanan di Palabuhanratu yang merupakan Pelabuhan Perikanan
Nusantara hanya mencapai zona ekonomi eksklusif Indonesia dan laut
territorial. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), dikenal juga sebagai
pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang terutama
untuk melayani kapal perikanan berukuran 15 – 16 ton GT sekaligus. Pelabuhan
ini juga melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan ZEE Indonesia dan
perairan nasional. Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40 – 50 ton / hari atau
sekitar 8.000 – 15.000 ton / tahun.
Gambar 3.24 Peta Wilayah Kerja Darat dan Laut
Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu
Sumber: Dinas Pelabuhan Perikanan Nusantara, 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
54 Universitas Indonesia
BAB 4
MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP PADA
KAWASAN PESISIR KOTA PALABUHANRATU
Kawasan pesisir Palabuhanratu tumbuh dan berkembang menjadi kawasan
dengan kegiatan perikanan yang tinggi karena keberadaan Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) yang berfungsi sebagai denyut nadi perdagangan sektor
perikanan dalam skala nasional maupun internasional. Penetapan Palabuhanratu
menjadi kawasan Minapolitan atau kota perikanan yang berbasis perikanan
tangkap bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kawasan dan kesejateraan
masyarakat perikanan9 terutama nelayan yang memiliki ketergantungan akan
kemudahan akses menuju laut dari daratan maupun sebaliknya.
Kegiatan perikanan yang bermula pada lautan sebagai proses awal seperti
aktivitas penangkapan sumberdaya laut, penurunan dan penyimpanan hasil
tangkapan, pengolahan hingga pendistribusian hasil laut di daratan. Kegiatan
perikanan dan keseharian aktor-aktor, baik nelayan hingga wisatawan yang
datang untuk menikmati kegiatan perikanan di Palabuhnratu, yang berperan
dalam kegiatan tersebut mempengaruhi ruang-ruang yang akan membentuk
kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap. Infrastruktur memiliki posisi yang
sangat penting dalam pertumbuhan sebuah kota. Tanpa didukung oleh
infrastruktur yang baik, kota tersebut tidak mampu mewujudkan tujuan dan cita-
cita yang telah ditentukan. Pada bab ini juga akan dikaji mengenai infrasturktur
kota yang akan mendukung perkembangan Minapolitan Palabuhanratu.
Tapak wilayah Palabuhanratu yang diamati dan dibahas dalam penulisan
ini meliputi wilayah yang disebut pusat kota oleh masyarakat Palabuhanratu,
permukiman nelayan (Cipatuguran) hingga sepanjang pantai Citepus disebelah
barat pusat kota Palabuhanratu, karena wilayah tersebut merupakan pusat dari
kegiatan perikanan di Palabuhanratu.
Minapolitan sebagai sebuah kota merupakan wadah bagi manusia untuk
bermukim didalamnya. Dalam kehidupannya manusia—masyarakat- butuh hal-
hal yang dapat mendukung kelangsungan hidup mereka seperti tempat
9 Bab 1 Latar Belakang tujuan Minapolitan pada halaman 2
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
55
Universitas Indonesia
bernaung, makan, dan aktualisasi diri. Minapolitan sebagai kota yang berbasis
pada kegiatan perikanan dan masyarakat didalamnya yang didominasi oleh
nelayan serta terlibat dalam kegiatan tersebut tidak dapat meniadakan
kebergantungannya dengan ketersediaan hasil tangkapan laut, seperti
produksi/tangkapan laut yang memadai, kualitas yang terjaga, dan jaminan pasar
untuk distribusi hasil tangkapan. Namun semua itu memiliki tantangan-
tantangan yang akan dihadapi oleh Minapolitan.
Diagram 4.1 Analisis Minapolitan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
56
Universitas Indonesia
4.1 Kondisi Fisik Kawasan Pesisir Palabuhanratu Kaitannya Pada Gagasan
Minapolitan
4.1.1 Kondisi Fisik Terbangun Palabuhanratu
Konstruksi bangunan pada kawasan pesisir mempengaruhi kondisi
lingkungan kawasan pesisir. Pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir
harus ada suatu aturan yang mengikat bagi yang akan membangun,
mengembangkan dan menempati bangunan di kawasan pesisir antara lain
ukuran suatu bangunan harus disesuaikan dengan daya dukung dari wilayah
yang akan di bangun. Konstruksi bangunan sedapatnya dapat menekan atau
menghambat laju abrasi pantai, penanganan sampah domestik harus baik dan
tepat, serta penanaman pohon-pohon yang cocok dengan kondisi di kawasan
pesisir sehingga membantu kestabilan pantai. Penataan lingkungan dan
pemukiman masyarakat pesisir juga akan membantu masyarakat untuk hidup
sehat di lingkungannya sendiri.
Pengembangan dan pembangunan Minapolitan memiliki prinsip-prinsip
integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi. Prinsip-prinsip dapat mempercepat
pertumbuhan kawasan pesisir. Dalam sudut pandang spasial, prinsip integrasi
merujuk pada satu kesatuan dalam satu kota yang dapat menampung kegiatan-
kegiatan perikanan dan tidak ada dikotomi-dikotomi antara kegiatan pariwisata,
pelabuhan, maupun kegiatan nelayan. Gagasan Minapolitan bertujuan agar
semua kegiatan-kegiatan perekonomian dapat saling bersinergi satu sama lain
untuk memberikan keuntungan bagi kawasan Palabuhanratu. Efisiensi
diterapkan untuk mendorong agar sistem produksi dapat berjalan dengan biaya
murah, seperti memperpendek mata rantai produksi, dan didukung keberadaan
faktor-faktor produksi sesuai kebutuhan, sehingga menghasilkan produk-produk
ekonomi kompetitif, kondisi ini dapat terjadi di kawasan Minapolitan yang
terintegrasi memudahkan masyarakatnya untuk mengakses Palabuhanratu.
Pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan berorientasi pada
kualitas, baik sistem produksi secara keseluruhan, hasil produksi, teknologi
maupun sumberdaya manusia maupun dalam pengembangan infratruktur kota.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
57
Universitas Indonesia
Kawasan pesisir Palabuhanratu yang ingin mampu bersaing dengan kawasan
pesisir lainnya harus melakukan percepatan dalam segala bidang. Infrastruktur
yang terbangun dan terkelola dengan baik akan memberikan dampak yang
signifikan bagi Palabuhanratu.
Sunoto10
menyatakan Program Nasional Minapolitan mengangkat konsep
pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan struktur:
1. Ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah: Indonesia dibagi
menjadi sub – sub wilayah pengembangan ekonomi berdasarkan potensi
sumber daya alam, prasarana dan geografi
2. Kawasan ekonomi unggulan-minapolitan: setiap propinsi dan
kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa kawasan ekonomi unggulan
bernama minapolitan
3. Sentra produksi: setiap kawasan minapolitan terdiri dari sentra-sentra
produksi dan perdagangan komoditas kelautan dan perikanan dan kegiatan
lainnya yang saling terkait
4. Unit produksi/usaha: setiap sentra produksi terdiri dari unit-unit produksi
atau pelaku-pelaku usaha.
Tujuan pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan konsep
minapolitan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan Produksi, Produktivitas, dan Kualitas
2. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan yang
adil dan merata
3. Mengembangkan Kawasan Minapolitan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi perikanan sebagai
penggerak ekonomi rakyat.
Karakteristik Minapolitan menurut KKP adalah wilayah tersebut telah
memiliki sentra-sentra produksi dan pemasaran berbasis perikanan yang
memiliki multiplier effect terhadap perekonomian di sekitarnya. Palabuhanratu
didukung oleh keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara sebagai sentra
10 Arah kebijakan pengembangan konsep minapolitan di Indonesia
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
58
Universitas Indonesia
produksi sekaligus pemasaran hasil tangkapan, namun kendalanya adalah ada
beberapa titik infrastruktur yang belum mendukung dan sarana transportasi darat
yang tidak menjangkau semua wilayah Palabuhanratu.
A adalah kawasan perkantoran pemerintah Kabupaten Sukabumi dan
Kecamatan Palabuhanratu. Kawasan B dan C didominasi oleh permukiman dan
ruko-ruko juga terdapat terminal dan pasar tradisional Palabuhanratu, kawasan
ini lah yang disebut ‗kota‘ oleh masyarakat setempat, karena kegiatan ekonomi
berpusat di wilayah ini. Kawasan D merupakan kawasan wisata untuk
wisatawan, daerah tersebut banyak didominasi oleh resor maupun hotel-hotel.
Kawasan D disebut kawasan inti Minapolitan, keberadaan PPN Palabuhanratu
meningkatkan kegiatan perikanan didalamnya. Kawasan F dan G merupakan
permukiman nelayan, F adalah perkampungan Majelis dan G adalah
Perkampungan Cipatuguran.
Perkembangan Palabuhanratu terjadi dari bagian timur hingga barat,
sehingga perkembangan ini dapat dikatakan perkembangan yang ekstensif
maupun intensif karena telah berkembangnya jaringan sarana transportasi darat,
namun disisi lain dari jaringan sarana transportasi darat yang masih belum
memadai pada bagian selatan Palabuhanratu (sepanjang Jalan Cipatuguran,
G
F
B
E
A
C
D
Gambar 4.1 Kawasan Observasi Penulisan Skripsi, Palabuhanratu
Sumber : Google Earth, 2006
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
59
Universitas Indonesia
termasuk permukiman nelayan) perkembangannya masih perkembangan
intensif.
Stuart Chapin11
menyebutkan prilaku kehidupan manusia dan proses imbal
balik nya membentuk pola-pola keruangan dalam suatu wilayah dan
berdasarkan empat pola perkembangan built up areas yang dijelaskan oleh
Sujarto(1980)12
, Palabuhanratu termasuk dalam daerah kota Pantai. Namun
keberadaan perkampungan nelayan sebagai entitas utama bagi kawasan pesisir
ini masih tetap memberikan kontribusi bagi bergeraknya kegiatan ekonomi
perikanan di Palabuhanratu. Perbedaan perkembangan ini dapat menyebabkan
11 Bab 2 pada subbab Permukiman Pesisir dan Pola Permukiman halaman 18 12 Ibid
Gambar 4.2 Aktivitas kegiatan Kawasan Palabuhanratu
Sumber : Ilustrasi pribadi, November 2011
Teluk Palabuhanratu
Sungai
Pantai
Kawasan wisata
Pepohonan rimbun
Lawan terbuka
Permukiman
Kawasan perdagangan/komersil
Terminal bis
Fasilitas pemerintahan
Tambak garam
Kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara
Jalan/ Akses Utama
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
60
Universitas Indonesia
pertumbuhan dan perkembangan Palabuhanratu sebagai Minapolitan Perikanan
Tangkap tidak sesuai dengan prinsip integrasi dan dapat meghambat laju
percepatan pertumbuhan kawasan.
Palabuhanratu yang terkenal dengan wisata bahari dan pantainya
memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun manca negara.
Wilayah pariwisata ini terletak sekitar 3-5 km dari pusat kota Palabuhanratu,
sepanjang jalur utama yang menghubungkan pusat kota Palabuhanratu. Namun
patut disayangkan kawasan wisata, terutama Pantai Citepus sebagai salah satu
public space yang sering dikunjungi oleh masyarakat Palabuhanratu tidak
terkelola dengan baik. Fasilitas umum seperti toilet umum yang berada di
pinggir Pantai Citepus konstruksinya tidak dalam kondisi yang baik dan
cenderung terbengkalai, tidak diberikan area khusus bagi pedagang-pedagang
kaki lima dan area parkir bagi pengunjung. Sepanjang pantai di bagian utara
telah berdiri bangunan-bangunan resor atau hotel untuk mengakomodasi turis-
turis dan restoran-restoran olahan laut yang cukup terkenal di Palabuhanratu.
Keberadaan PPN Palabuhanratu juga telah menjadi salah satu tempat yang
harus dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan yang hanya ingin melihat kegiatan
nelayan saat menurunkan ikan dan proses lelang ikan di TPI. Hal ini
menunjukan bahwa selain berselancar di laut atau pun menikmati keindahan
alam, wisatawan juga menikmati kegiatan perikanan nelayan yang tersaji di
kawasan tersebut.
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat serta peningkatan dalam
sektor pariwisata (wisatawan banyak yang mengunjungi Palabuhanratu)
menimbulkan dampak pembangunan di wilayah pesisir akan meningkat,
sedangkan salah satu ancaman Palabuhanratu yang terletak di bagian selatan
Pulau Jawa adalah gempa bumi di bawah laut yang dapat mengakibatkan
gelombang Tsunami karena lempeng tektonik yang melewati Palabuhanratu.
Minapolitan sebagai kota yang terletak di tepi pantai harus dapat melihat
tantangan bencana alam tersebut. Manusia dengan ilmunya tidak akan mampu
mengalahkan kekuatan alam, namun dengan kerendahan hati manusia mampu
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
61
Universitas Indonesia
beradaptasi dengan kondisi alam di pesisir yang fluktuatif. Kondisi topografi
Pelabuhanratu yang berbukit memberikan keuntungan tersendiri karena dapat
digunakan sebagai lokasi evakuasi, pemerintah setempat telah memasang
penanda jalan yang menunjukan arah lokasi evakuasi dan telah memasang early
warning system, sehingga masyarakat dapat waspada dan bersiaga ketika early
warning system berbunyi. Namun jarak yang harus ditempuh dari pusat kota
Palabuhanratu menuju perbukitan mencapai 700 meter, hal ini sangat tidak
mungkin bagi manusia dapat menempuh jarak 700 meter dalam waktu singkat,
mengingat kecepatan gelombang tsunami dapat mencapai 700 km/jam dengan
ketinggian ombak mencapai 10 meter.
Diagram 4.2 Analisis Minapolitan dilihat dari kebutuhan tempat bernaung
Nelayan dan
Masyarakat
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
62
Universitas Indonesia
4.1.2 Kondisi Permukiman di Kawasan Pesisir Palabuhanratu,
Cipatuguran
Kampung Cipatuguran terletak 3 Km di sebelah Utara ibukota kecamatan,
sebagai suatu pemukiman yang mencirikan pola perkampungan yang
Gambar 4.4 Kawasan Cipatuguran
Sumber : Ilustrasi pribadi, November 2011
Gambar 4.3 Marka jalan lokasi evakuasi bencana dan plang peringatan bencana
Sumber : Dokumentasi pribadi, November 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
63
Universitas Indonesia
mengelompok. Struktur kawasan permukiman nelayan Cipatuguran memiliki
ciri khas dan pola ditunjukan seperti adanya ruang-ruang terbuka yang
kedekatannya dengan akses terlihat di sturktur kawasan tersebut untuk
mendukung kegiatan permukiman ini. Ruang terbuka, fasilitas umum dan sosial
menjadi pusat bagi kegiatan masyarakat. Sungai tidak berperan penting bagi
kegiatan nelayan karena sungai yang berada di kawasan ini kecil dan tidak dapat
dimanfaatkan sebagai kanal untuk melabuhkan perahu-perahu mereka.
Permukiman nelayan Cipatuguran itu sendiri terletak lebih kedalam dari akses
utama (jalan utama) sehingga bila dilihat dari luar yang pertama terlihat adalah
ruang-ruang terbuka yang berfungsi sebagai tempat penjemuran. Pembangunan
rumah oleh masyarakat dilakukan kearah pantai, hal ini menyalahi aturan garis
sempadan pantai dan dapat mengakibatkan resiko dampak bencana alam lebih
besar di Permukiman nelayan tersebut. Akses utama lebih didominasi oleh
keberadaan fasilitas pemerintah seperti pos angkatan laut, pusat kesehatan
masyarakat dan keberadaan stasiun penelitian kelautan IPB, sekolah perikanan,
juga laboratorium perikanan dan kelautan dinas Provinsi Jawa Barat.
Pola permukiman makro Cipatuguran secara umum dapat digambarkan
seperti dibawah ini. Dari pola dibawah terlihat bangunan yang dekat dengan
sungai, muka bangunan menghadap ke arah sungai dan untuk bangunan yang
jauh dari sungai muka bangunannya menghadap jalan. Namun seluruh rumah
yang berada pada bagian terluar permukiman Cipatuguran tidak menghadap
kearah pantai (laut) karena paparan angin barat yang cukup kencang di Pantai
tersebut. Tidak ada batas jelas yang memisahkan bagian mana yang dapat
dibangun dan bagian mana yang seharusnya tidak dibangun. Hanya bangunan-
bangunan fasilitas umum dan sosial saja yang menghadap kearah pantai, seperti
bale-bale dan tempat penurunan ikan.
Kondisi fisik kawasan yang dibangun oleh pihak pemerintah secara
terencana namun tanpa mempertimbangkan historis keberadaan nelayan dan
kegiatannya. Secara historis perkembangan permukiman atau desa nelayan
bertolak dari kegiatan nelayan yang sudah turun temurun baik nelayan dengan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
64
Universitas Indonesia
alat tradisional hingga modern. Bentuk desa nelayan didorong oleh persamaan
kepentingan dan corak kehidupan mereka yang berkelompok serta sifat
pekerjaan dan kehidupan mereka yang cenderung terikat pada tempat-tempat
yang dapat mendukung kegiatan mereka, dan berkembang dengan perkawinan
diantara kelompok mereka dan tumbuh dengan sendirinya hingga terbentuk
masyarakat sendiri.
Permukiman nelayan cenderung tumbuh dan berkembang di daerah-daerah
yang menguntungkan untuk kegiatan nelayan dan pendaratannya. Hingga timbul
permukiman yang berkembangnya bergantung dengan kondisi setempat. Hal
tersebut yang menyebabkan nelayan Cipatuguran menempatkan TPI di daerah
pinggir pantai sebagai tempat strategis untuk pendaratan mereka karena pada
awal mulanya pemerintah tidak menyediakan TPI untuk menunjang kegiatan
nelayan. Dengan keberadaan TPI sebagai bangunan penting dalam kegiatan
mereka maka tumbuh lah rumah-rumah yang dibangun oleh masyarakat nelayan
setempat dekat dengan fasilitas tersebut selain untuk memudahkan mereka
memantau perahu-perahu mereka.
Gambar 4.5 Perubahan Fungsi Lahan Kawasan Pesisir
Sumber: Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
65
Universitas Indonesia
Hal ini menyebabkan batas permukiman Cipatuguran berubah dan
semakin mendekati pantai karena zona konservasi yang seharusnya merupakan
daerah penyangga (vegetasi) berubah fungsi dengan dibangunnya rumah-rumah
oleh masyarakat setempat. Hal ini dapat menyebabkan abrasi karena tidak ada
vegetasi yg menahan gerusan air laut. Selain itu bergesernya garis pantai
disebabkan juga oleh aktivitas pembangunan PLTU di selatan Cipatuguran. Air
pasang juga dapat mengancam kawasan ini, menurut warga setempat sesaat
setelah bencana alam tsunami di Pangandaran, kawasan ini mengalami pasang
laut yang cukup tinggi mencapai satu meter dan hingga 500 meter dari garis
pantai ke arah permukiman. Vegetasi yang seharusnya bisa berfungsi untuk
melindungi daerah permukiman dari pasang laut dan gelombang ombak besar
(seperti tsunami).
Dilihat dari lamanya masyarakat tinggal di kawasan ini, hampir seluruh
masyarakat sudah menempatinya lebih dari lima tahun, bahkan ada beberapa
masyarakat yang telah tinggal sejak pertama kali relokasi kawasan permukiman
nelayan Cipatuguran. Kondisi ini terjadi disebabkan masyarakat sudah turun
temurun tinggal di kawasan pesisir. Ini menunjukkan bahwa masyarakat pesisir
telah menyatu dengan lingkungan tempat tinggalnya sehingga sulit untuk pindah
dari lokasi tersebut apalagi bila dipindah jauh dari akses mereka menuju laut.
Karena letak permukiman nelayan sangat terikat dengan temapt-tempat yang
dianggap strategis bagi kegiatan mereka, laut dan kanal-kanal sungai, sehingga
dalam memasarkan hasil tangkapan atau olahan mereka kerap kali harus
menempuh jarak yang cukup jauh.
Keterkaitan kegiatan nelayan dengan ruang-ruang pada permukiman
nelayan Cipatuguran dapat dilihat pada pola spasial yang terbentuk. Beberapa
titik yang penting diambil untuk melihat ruang-ruang yang terbentuk.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
66
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 Pola Permukiman Cipatuguran
Sumber : Ilustrasi pribadi, Desember 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Gambar 4.7 Spasial Permukiman Cipatuguran
Sumber : Ilustrasi pribadi, Desember 2011
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
68
Universitas Indonesia
4.2 Kegiatan Perikanan Palabuhanratu
Pada umumnya para nelayan masih mengalami keterbatasan teknologi
penangkapan sehingga wilayah operasipun jadi terbatas, hanya sekitar perairan
pantai. Untuk meningkatkan pendapatan nelayan, maka permasalahan para
nelayan di kawasan pesisir dalam upaya meningkatkan produksi perikanan perlu
ditunjang dengan peningkatan kualitas armada kapal, baik secara kelompok
maupun individu, sehingga dapat mencapai area tangkap yang lebih jauh dan
luas. Hal yang dapat dilakukan antara lain dengan pemberian kemudahan
pendanaan (dengan perkreditan/koperasi) dan pengadaan barang (peralatan
tangkap, bahan bakar, dan kebutuhan sehari-hari lainnya). Pendapatan
masyarakat di kawasan pesisir, akan berpengaruh terhadap kualitas pemukiman
dan lingkungan kawasan pesisir.
Selayaknya telah diketahui Minapolitan yang khususnya berbasis
perikanan tangkap tidak bisa lepas dari tapak yang membentuknya. Seluruh kota
yang ditetapkan sebagai Minapolitan Berbasis Perikanan Tangkap oleh KKP
Diagram 4.3 Analisis Minapolitan berdasarkan dari kegiatan
perikanan nelayan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
69
Universitas Indonesia
merupakan kota yang terletak dipesisir laut. Pada Bab 2 telah dijabarkan
karakteristik kawasan pesisir yang sangat khas karena dipengaruhi oleh daratan
dan lautan, hal ini menyebabkan pesisir menjadi daerah yang rawan dan
fluktuatif. Kondisi iklim dan cuaca yang tidak baik bisa menyebabkan hasil
tangkapan tidak memadai.
Berdasarkan dari kepemilikan alat tangkap nelayan di Palabuhanratu
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan
nelayan perorangan13
. Ketiga nelayan tersebut memiliki jam kerja di laut dan
menggunakan jenis perahu/ kapal dan sistem penangkapan yang berbeda satu
sama lainnya. Nelayan buruh di Palabuhanratu merupaka nelayan yang melaut
dengan jenis perahu-perahu besar seperti rumpon, diesel, dan payang dengan
daya jelajah yang jauh dan waktu melaut hingga satu bulan lamanya. Nelayan
juragan yakni pemilik kapal yang biasanya tidak ikut melaut, mereka hanya
melakukan pembagian tugas untuk nelayan buruh di darat sebelum melaut dan
menyediakan perbekalan bagi nelayan buruh. Nelayan perorangan merupakan
nelayan yang paling mendominasi di perkampungan-perkampungan nelayan di
Palabuhanratu, khususnya di perkampungan nelayan Cipatuguran.
4.2.1 Nelayan Tangkap Harian
13 Pada Bab 2 sub bab Karakteristik Masyarakat Nelayan Tangkap halaman 28
Diagram 4.4 Nelayan Harian Cipatuguran
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
70
Universitas Indonesia
Telah dijelaskan pada Bab 2 mengenai perkembangan kawasan pesisir,
Spiro Kostof menyatakan bahwa kondisi tapak yang berbeda dan bagaimana
cara permukiman beradaptasi dengan air akan memberikan karakter pada bentuk
kota dan respon yang terjadi dengan menyelaraskan pertumbuhannya dengan
tapak. Ternyata tidak hanya membentuk karakter kota namun juga
mempengaruhi kultur, corak, dan struktur ekonomi masyrakat setempat.
Palabuhanratu yang merupakan daerah pantai memiliki masyarakat yang
sebagian besar sumber pendapatannya berasal dari usaha penangkapan ikan dan
pengolahan ikan. Mereka lebih dikenal dengan sebutan masyarakat nelayan14
.
Ciri khas masyarakat nelayan khususnya nelayan Cipatuguran dalam kehidupan
sehari-harinya terlihat dari kondisi nyata pada kawasan tersebut. Ciri khas yang
tampak pada kawasan ini antara lain:
1. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan maupun pedagang
dan memiliki industri rumah tangga maupun menengah yang bergerak
pada sektor perikanan dan memiliki keterampilan khusus seperti
memperbaiki jaring, menebar jaring, mengolah ikan dan membaca kondisi
alam.
2. Pada bagian luar rumah digunakan sebagai tempat menyimpan atau
menaruh peralatan melaut (jaring, mesin perahu, alat pancing dan lainnya).
3. Terdapat ruang-ruang bersama untuk menjemur ikan dan mengolah ikan,
serta terdapat tempat penurunan ikan yang selain berfungsi untuk
menurunkan hasil tangkapan juga sekaligus menjual hasil tangkapan dan
sebagai tempat berkumpul warga.
14 Bab 2 Kawasan Pesisir Kota Dan Minapolitan pada halaman 25 mengenai definisi nelayan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
71
Universitas Indonesia
Berdasarkan dari durasi kerja melaut, daya jelajah dan jenis perahu15
yang
digunakan nelayan Cipatuguran termasuk kedalam nelayan harian, dengan rata-
rata kerja mencapai 10-12 jam dengan di laut untuk kemudian kembali lagi ke
daratan dengan membawa atau tidak membawa hasil ikan jika musim tangkap
atau cuaca alam sedang tidak baik. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa pola
kerja nelayan seperti itu membuat mereka sangat bergantung dengan alam.
Berdasarkan waktu melaut nelayan Cipatuguran melaut terbagi menjadi tiga; 1.
Nelayan yang berangkat melaut pada dini hari kemudian kembali ke daratan
pada siang hari, 2. Nelayan yang berangkat melaut selepas isya kemudian
kembali ke daratan saat subuh, 3. Nelayan yang melaut pada siang hari dan
kemudian kembali ke daratan pada tengah malam. Ini terjadi karena bergantung
kondisi laut, ombak dan angin atau komoditas yang dibutuhkan.
Berdasarkan dari relasi keluarga nelayan Cipatuguran didominasi oleh
nelayan perorangan dan nelayan kelompok. Nelayan perorangan disini adalah
nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan pengoperasiannya
dilakukan oleh beberapa anggota laki-laki di keluarga tersebut. Nelayan
15 Jenis perahu yang digunakan adalah perahu congkrang. Telah dijelaskan pada Bab Studi Kasus
Kawasan Palabuhanratu halaman 45
Gambar 4.8 Suasana ruang pantai Cipatuguran
Sumber: Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
72
Universitas Indonesia
kelompok merupakan gabungan dua hingga tiga nelayan namun anggota
nelayan lainnya sifatnya hanya membantu pemilik perahu. Sebelum melaut
anggota nelayan akan mempersiapkan segala kebutuhan seperti perbekalan.
Anggota nelayan dari perahu congkrang terdiri dari tiga orang, pemilik perahu
akan menjadi pemimpin selama melaut karena dianggap lebih berpengalaman
dan berpengetahuan dari anggota yang lain. Dua anggota yang lain berperan
sebagai pembantu penangkap ikan dan pemegang kemudi. Walaupun pola
pembagian kerjanya tegas, tetapi setelah ada di tengah laut biasanya masing-
masing orang saling membantu, namun dari semua itu tetap saja peranan
pimpinan yang paling menentukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai
dengan evaluasi.
Masyarakat nelayan Cipatuguran setidaknya telah mengembangkan dua
cara dalam menangkap ikan; 1. Penangkapan di tengah laut, dan 2. Penangkapan
di pinggir pantai. Masing-masing cara memerlukan mekanisme dan perangkat
kerja yang berbeda, tergantung dari lokasi penangkapan dan jenis ikan.
Teknik pengangkapan ikan di daerah pinggiran pantai adalah dengan
menggunakan jaring. Teknik penangkapan ini disebut ngarad. Jaring ditebar
didaerah pinggir pantai dengan menggunakan perahu, kemudian di tarik dari
arah pantai. Pertama setiap ujung jaring diikat dengan tali sepanjang 200 meter.
Untuk menggunakan teknik ini diperlukan 5-10 orang nelayan. Mula-mula
mereka pergi ke daerah pantai yang diperkirakan banyak ikannya, sebagian
nelayan berdiri dipantai memegang salah satu ujung tali jaring, sementara itu
mereka memperhatikan dua nelayan lainnya yang membawa jaring ke laut
dengan mempergunakan perahu, satu orang bertugas mendayung perahu dan
seorang lagi menebar jaring sedikit demi sedikit dengan cara memutar dari arah
kiri ke kanan hingga jaring mengembang di laut. Setelah selesai, perahu kembali
lagi ke pantai dengan membawa ujung tali yang sebelah kanan.
Nelayan lainnya bersiap untuk menarik jaring, tiga hingga lima orang
nelayan berada pada kedua ujung tali dan satu orang yang bertugas menggulung
tali, aktivitas ini juga melibatkan perempuan, umumnya adalah anggota keluarga
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
73
Universitas Indonesia
dari nelayan yang bersangkutan. Setelah seluruh jaring ditarik, mulai diperiksa
seberapa banyak ikan yang didapat, bila beruntung kelompok nelayan ini bisa
mendapatkan sampai 20 kg macam-macam ikan kecil, bila kurang beruntung
bahkan hanya 1-2 ekor ikan saja yang terjaring. Hasil tangkapan ini kemudian
dibagi menurut berapa orang nelayan yang berperan dalam kegiatan itu. Tidak
ada waktu khusus untuk melakukan kegiatan ini, yang jelas tidak dilakukan pada
saat laut sedang pasang.
Tidak sembarang nelayan dapat mencari ikan di tengah lautan, ini tentunya
tergantung dari perangkat yang dimiliki dan jenis ikan yang akan ditangkap.
Ada tiga daerah penangkapan yaitu; 1. Lintas satu, yaitu jenis laut dangkal dekat
daerah pantai, pada areal pengkapan ini tidak ada kapal-kapal besar yang
melintas, 2. Lintas dua, yaitu jenis laut dalam namun tidak terlalu jauh dari
pantai, bukan areal lintasan kapal besar, juga semacam pembatas areal
penangkapan lokal dalam arti nelayan dari daerah lain tidak boleh melakukan
aktivitas penangkapan ikan disini, 3. Lintas tiga, jenis laut dalam dan merupakan
areal lintas laut internasional atau disebut sebagai laut bebas dalam pengertian
sebagai daerah penangkapan ikan umum, siapa dan dari mana saja nelayan itu
berasal boleh melakukan aktivitas penangkapan ikan (Moeis, 2008).
Berdasarkan hasil wawancara dengan warga, jarak terjauh yang mungkin
mereka tempuh adalah sepanjang ciri-ciri daratan masih terlihat. Ciri-ciri
tersebut berperan sebagai pembatas penangkapan ikan dan juga petunjuk untuk
kembali ke darat. Bila ciri daratan sudah tidak terlihat, nelayan merasa kesulitan
tentang arah mana yang dituju untuk kembali. Ciri alam yang dipakai sebagai
pedoman nelayan Cipatuguran adalah gunung Jayanti disekitar Palabuanratu.
Saat musim paceklik (karena kondisi cuaca dan keberadaan ikan) atau
masa istirahat nelayan akan libur dari kegiatan melaut. Kegiatan nelayan diisi
dengan memperbaiki peralatan penangkapan ikan yang rusak. Mereka akan
memperbaiki jaring hingga mesin/motor tempel perahu yang rusak. Kegiatan ini
dilakukan dipekarangan rumah maupun ruang-ruang terbuka dekat dengan
rumah ataupun tempat penyimpanan peralatan tangkap mereka.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
74
Universitas Indonesia
Kondisi ketidakpastian hasil tangkapan ini membuat rumah tangga nelayan
terancam. Disinilah peran keluarga terutama istri dan anak-anak nelayan
menjadi sangat penting karena harus ikut mencari nafkah untuk kelanjutan hidup
mereka hingga sang suami dapat melaut kembali dan mendapatkan tangkapan
yang bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka. Begitu juga dengan kondisi
nelayan buruh bila sedang tidak melaut, nelayan buruh akan bekerja apapun di
darat untuk memperoleh penghasilan sehingga kehidupan rumah tangga nelayan
tersebut akan terus berlangsung.
Namun kini nelayan Cipatuguran telah berkembang, ada beberapa istri di
keluarga nelayan membuka usaha warung kecil-kecilan di rumah untuk
membantu keuangan keluarga sehingga saat paceklik mereka masih
mendapatkan penghasilan. Ada pula yang memiliki keterampilan untuk
memperbaiki barang elektronik serta memiliki kendaraan pribadi yang
digunakan untuk mencari nafkah.
Ada dua rute yang dilakukan oleh nelayan harian Cipatuguran dalam
kegiatan harian melaut menangkap ikan dengan urutan rangkaian kerja.
Pertama sebagai berikut;
Penambatan perahu dilakukan dipesisir pantai karena kampung ini tidak
memiliki dermaga atau tempat yang dapat dijadikan lokasi penambatan.
Sebenarnya kawasan PPN Palabuhanratu menyediakan dermaga untuk
menambatkan perahu-perahu nelayan namun lebih didominasi oleh perahu/kapal
dengan mesin dan muatan lebih besar seperti jenis kapal Longland, Diesel,
Rumpon, dan Payang. Sebagian besar nelayan Cipatuguran tidak menambatkan
rumah Penambatan
perahu Laut
Tempat Pelelangan Ikan
atau Pusat Pendaratan Ikan
Penambatan perahu
Diagram 4.5 Analisis Rute Rangkaian Kerja Nelayan Cipatuguran
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
75
Universitas Indonesia
perahunya di PPN Palabuhanratu karena jarak antara PPN Palabuhanratu dan
kampung mereka cukup jauh, sehingga nelayan tidak dapat memantau kondisi
perahu mereka. Disini pesisir laut memiliki peran yang signifikan karena
fungsinya sebagai penambatan perahu. Kedua, nelayan harian ini menambatkan
perahu mereka setelah melaut di PPN Palabuhanratu;
Nelayan cipatuguran tidak berani jika melaut dengan kapal dengan muatan
dan daya jelajah lebih jauh, dan waktu dilaut yang lebih lama karena resiko yang
cukup besar. Oleh karena itu mereka terbiasa menjadi nelayan harian. Meski
pun ada yang menjadi nelayan rumpon atau longland biasanya mereka adalah
nelayan buruh. Komoditas tangkapan utama nelayan cipatuguran adalah ikan
layur. Bila musim ikan, tangkapan dapat mencapai 20 kg dalam sehari.
Ada dua pilihan bagi nelayan Cipatuguran untuk menjual hasil tangkapan
ikan yang didapat (jumlah tangkapan tergantung dari kondisi alam, lama
penangkapan, dan musim ikan). Jika hasil tangkapan ikan melimpah nelayan
harian Cipatuguran akan melabuhkan perahu dan menjual langsung hasil
tangkapan ikan di TPI PPN Palabuhanratu sebagai pusat penjualan komoditas
ikan di wilayah Palabuhanratu dan sekitarnya. Namun bila hasil tangkapan tidak
rumah Penambatan
perahu PPN Laut
Tempat Pelelangan Ikan
atau
Pusat Pendaratan Ikan PPN
Penambatan
perahu PPN
Diagram 4.6 Analisis Rute Rangkaian Kerja Nelayan Tangkap
Gambar 4.9 Garis Pantai sepanjang Cipatuguran hingga PPN Palabuhanratu
Sumber: Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)
A B
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
76
Universitas Indonesia
sebanyak masa panen ikan, nelayan akan menjual hasil tangkapannya di TPI
sekitar Cipatuguran. Ikan segar hasil akan dibeli langsung oleh pedagang,
pengolah, sampai konsumen akhir.
Telah disebutkan bahwa penjualan hasil tangkapan nelayan dapat
menjualnya di pasar ikan PPN Palabuhanratu maupun langsung di TPI
Cipatuguran. Semua tergantung dari jumlah hasil tangkapan yang didapat oleh
nelayan. wilayah distribusi hasil tangkapan dari TPI di sekitar Cipatuguran
tidak seluas distribusi ikan melalui pasar ikan PPN Palabuhanratu karena
keterbatasan hasil dan jaringan distribusi. Hasil tangkapan nelayan harian
Cipatuguran kalah bersaing dengan nelayan-nelayan besar karena itu target
penjualan hasil tangkapannya pun berbeda. Nelayan-nelayan besar hasil
tangkapannya didominasi oleh ikan tuna yang merupakan komoditas ekspor di
Gambar 4.10 Zoom out A Rute Penangkapan Ikan dan
Distribusi Hasil Tangkapan dari Cipatuguran
Sumber: Ilustrasi Pribadi, Desember 2011
Keterangan: Perahu nelayan berlayar
Distribusi hasil tangkapan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Indonesia, berbeda dengan nelayan harian Cipatuguran yang tangkapannya
didominasi oleh ikan layur.
Hasil laut (ikan) merupakan komoditas yang tidak tahan lama. Perlu
penanganan khusus dalam penyimpanan selama penangkapan. Nelayan harian
cipatuguran hanya berbekal box berisi es batu dan garam untuk pengawetan ikan
selama di laut hingga kembali ke daratan. PPN Palabuhanratu menyediakan
pabrik es untuk kebutuhan para nelayan, namun keberadaan PPN Palabuhanratu
yang cukup jauh dari Cipatuguran harus ditempuh oleh kendaraan bermotor atau
menggunakan ojek karena transportasi umum tidak melewati Cipatuguran, hal
ini dapat menambahkan biaya operasional yang dikeluarkan nelayan.
Penjualan hasil tangkapan setelah pendaratan harus segera habis atau
kemudian dipilah-pilah berapa bagian dari tangkapan yang akan diasinkan atau
diolah. Biasanya yang akan diolah adalah ikan dengan kualitas nomor dua.
Gambar 4.11 Zoom out B. Rute Penangkapan Ikan dari Cipatuguran menuju PPN
Palabuhanratu dan Distribusi Hasil Tangkapan.
Sumber: Ilustrasi Pribadi, Desember 2011
Keterangan: Perahu nelayan berlayar
Distribusi hasil tangkapan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
78
Universitas Indonesia
Sebagian besar nelayan Cipatuguran mengolah kembali hasil tangkapan seperti
pengasapan, pengeringan ikan, atau pembuatan terasi yang biasa mereka
lakukan di ruang-ruang terbuka seperti lapangan atau pekarangan karena sistem
yang digunakan masih manual dengan memanfaatkan sinar matahari dalam
prosesnya (khusus untuk pengeringan ikan) dan kemudian dijual di pasar-pasar
Palabuhanratu dan sekitarnya.
Diagram 4.7Analisis Rute Rangkaian Kerja Unit Rumahan Usaha
Pengasinan Ikan Nelayan Cipatuguran
rumah TPI / PPI
Rumah/ Ruang terbuka (lapangan/pekara
ngan) -Pembersihan ikan -Penggaraman ikan -Pengeringan -Penyimpanan
-Pasar tradisional Palabuhanratu -Pasar Ikan Palabuhanratu
-Luarkota
Gambar 4.12 Rute Rangkaian Kerja Unit Usaha Rumahan
Pengolahan Ikan Nelayan Cipatuguran
Sumber : Ilustrasi pribadi, Desember 2011
Keterangan: Penjualan hasil pengolahan
ikan Dari tempat penurunan menuju
penyimpanan hasil olahan
Tempat pengolahan atau penjemuran hasil
tangkapan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
79
Universitas Indonesia
4.2.2 Nelayan Buruh Palabuhanratu
Nelayan buruh memiliki waktu bekerja yang berbeda dengan nelayan
harian di Cipatuguran. Sangat sedikit masyarakat lokal dari Palabuhanratu
menjadi nelayan buruh untuk kapal-kapal besar. Sebagian besar nelayan buruh
berasal dari luar Palabuhanratu, seperti berasal dari Banten, Bugis, Cirebon dan
Indramayu.
Sebagian besar nelayan tangkap di PPN Palabuhanratu adalah nelayan
buruh yang bekerja untuk nelayan juragan. Kapal yang digunakan oleh nelayan
buruh merupaka kapal dengan muatan besar seperti kapal longline, rumpon, dan
diesel dengan daya jelajah hingga tengah laut sehingga membutuhkan bahan
bakar yang lebih banyak dari nelayan harian karena durasi kerja berada di lautan
hingga dua bulan lamanya. Komoditas ikan yang didapatkan juga merupakan
ikan-ikan laut dalam seperti tuna atau tongkol yang memiliki teknik tersendiri
dalam penangkapannya. Mayoritas nelayan buruh di Palabuhanratu hidup di
kapal atau mengontrak rumah dekat lokasi PPN Palabuhanratu bagi nelayan
buruh diluar wilayah Palabuhanratu, dan untuk nelayan buruh dari sekitar
Diagram 4.8 Nelayan Buruh Palabuhanratu
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
80
Universitas Indonesia
Palabuhanratu akan memilih kembali ke rumahnya selepas dari laut hingga
datang panggilan untuk melaut kembali dari nelayan juragan.
Sebelum melakukan penangkapan di laut anggota kelompok nelayan
memiliki pembagian kerja yang berbeda-beda sesuai instruksi yang diberikan
oleh nelayan juragan (pemilik kapal) atau kesepakatan bersama antar kelompok.
Pembagian kerja nelayan yang melaut menggunakan perahu besar cukup
kompleks. Anggota perahu besar berkisar antara 5-8 orang dengan sistem
pembagian tugas sebagai berikut :
1. Pemilik perahu, tugasnya mempersiapkan dan mengatur segala keperluan
di laut, biasanya pemilik perahu tidak ikut melaut.
2. Juru mudi merupakan sosok yang memiliki tanggung jawab paling besar.
Ia sosok yang memerankan pimpinan di laut karena paling menguasai
segala hal tentang laut termasuk menentukan dimana, kapan, dan
bagaimana melakukan aktivitas penangkapan. Juru mudi adalah orang
yang paling berkuasa di atas perahu, termasuk pemilik perahu jika turut
melaut adalah dibawah perintahnya.
3. Petawuran bekerja menebar jaring.
4. Pengawas adalah orang yang mengawasi keberadaan ikan, sehingga ia
harus berdiri di tempat yang tinggi.
5. Juru batu adalah orang yang khusus membersihkan perahu dan menarik
jaring ikan.
Hubungan sesama nelayan, kerja sama di lingkungan kelompok ini terjalin
sangat erat, disamping didorong oleh faktor saling membutuhkan juga
melibatkan aspek kepercayaan dan aspek emosional. Namun diluar lingkungan
ini, pola hubungan antar manusia tidak sekaku gambaran di atas, karena ketika
berada di laut meski tiap individu memiliki tugas utama, mereka tetap saling
membantu satu sama lainnya.
Ada dua konsep yang menerangkan mobilitas geografis masyarakat
pesisir. Pertama, gerakan penyebaran dari pusat yang menjadikan para
anggotanya tersebar, memisahkan diri dari lembah atau pulau mereka, untuk
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
81
Universitas Indonesia
sementara waktu atau untuk selama-lamanya, dimana mereka berjuang tanpa
lelah mencari kepandaian atau kekayaan baru. Kedua, selalu memusatkan diri
atau berorientasi ke pusat, karena mereka selalu berusaha merangkul para
anggotanya dan tidak dibiarkan pergi keluar (Geertz, 1981: 58-59).
4.2.3
4.2.4
Diagram 4.9 Analisis Rute Rangkaian Kerja kelompok nelayan PPN
Palabuhanratu
Dermaga penambatan
perahu
Fishing
ground
TPI/PPI PPN
Palabuhanratu
-Pasar tradisional Palabuhanratu -Pasar Ikan Palabuhanratu
-Luarkota -Restoran
-Eksportir
Industri pengolahan ikan -fillet -pengalengan
-pemindangan -nugget
-bakso ikan
Gambar 4.13 Rute Rangkaian Kerja kelompok nelayan PPN Palabuhanratu dan Distribusi hasil tangkapan
Sumber: Ilustrasi Pribadi, Desember 2011
Arah datang dan pergi kapal nelayan berlayar
Distribusi hasil tangkapan laut
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Kelompok nelayan buruh bekerja di laut hingga dua bulan lamanya, hal ini
dipastikan kapal harus bisa menampung kebutuhan hidup nelayan, biasanya
ditengah laut telah ada bagan untuk nelayan tinggal selama di laut selain sebagai
tempat penanda rumpon ditanam (khusus bagi perahu rumpon). Kapal pun
dilengkapi oleh sistem pendingin untuk membekukan hasil tangkapan agar tetap
segar dan awet hingga diturunkan di tempat penurunan ikan PPN Palabuhanratu.
PPN Palabuhanratu telah menyediakan es curah dan coolbox untuk kebutuhan
nelayan melaut, bengkel perahu bagi nelayan untuk melakukan perawatan
perahu mereka, serta SPBN untuk menyediakan bahan bakar bagi perahu.
Pelelangan ikan dilakukan di kawasan PPN Palabuhanratu agar
memudahkan dalam menghitung jumlah ikan masuk perharinya,
mengkoordinasikan antara pihak nelayan dan pembeli/pedagang, dan
meminimalisasikan dominasi perlele yang kerap kali merugikan nelayan-
nelayan kecil. Distribusi hasil tangkapan di PPN mencakup luar wilayah
Palabuhanratu bahkan terdapat perusahaan eksportir untuk mengkespor ikan
tuna ke Jepang dan USA. Pihak PPN Pelabuhanratu juga menyediakan tempat
bagi pabrik industri pengolahan fillet dan pemindangan hasil tangkapan agar
jarak tempuh dari TPI menuju letak industri lebih dapat dijangkau.
Pengangkutan hasil tangkapan ikan akan melibatkan buruh angkut di
Palabuhanratu. Sebelum pukul 08.00 pagi para buruh angkut yang datang dari
sekitar bahkan luar Palabuhanratu telah siap di PPN Palabuhanratu. Mereka
bertugas mengangkut hasil tangkapan yang telah diturunkan dari kapal menuju
tempat pelelangan ikan, tempat industri pengolahan, pasar hingga truk-truk yang
telah siap mengangkut hasil tangkapan untuk didistribusikan. Disinilah jaringan
jalan dan moda transportasi sangat penting bagi keberlangsungan distribusi hasil
tangkapan dan kegiatan perikanan di Palabuhanratu.
Sesuai dengan kriteria kawasan Minapolitan yang telah diberikan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwa untuk kawasan yang ditetapkan
sebagai kawasan Minapolitan telah tersedian infrastruktur awal yakni pelabuhan
perikanan dan tersedia infrastruktur kota yang memadai (jaringan listrik, BBM,
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
83
Universitas Indonesia
air bersih, jalan utama). Namun bila seluruh elemen yang menunjang kegiatan
perikanan tidak terintegrasi maka yang ada hanyalah kota pesisir pada
umumnya.
4.2.3 Infrastruktur Sebagai Penunjang Kegiatan Perikanan Bagi
Minapolitan
Prasarana atau infrastruktur menurut Jayadinata (1999: 31) adalah alat
(mungkin tempat) yang paling utama dalam kegiatan sosial atau kegiatan
ekonomi. Sedangkan sarana merupakan alat pembantu dalam prasarana itu. Baik
prasarana maupun sarana tidak bisa terlepas satu dengan yang lain, sehingga
keduanya mesti dipahami sebagai satu kesatuan.
Sarana dan prasarana (jaringan jalan, tempat pembuangan sampah
sementara, toilet umum di kawasan wisata, pasar dan terminal) yang mendukung
aktivitas pesisir belum sepenuhnya baik. Sehingga mempengaruhi kegiatan
perikanan dan perekonomian yang dilakukan masyarakat pesisir. Masalah
tersebut mengindikasikan perlu adanya perbaikan dan peningkatan kualitas
sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan produktivitas sumber daya
pesisir. Dan penambahan sarana prasarana yang sesuai dengan daya dukung
lingkungan pesisir.
Gambar 4.14 Perkembangan Infrastruktur Kawasan Palabuhanratu
Sumber : Google Earth, 2006
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Jaringan jalan sebagai modal penting untuk menghungkan Palabuhanratu
dengan kawasan sekitar memang telah berkembang dengan baik namun
pengadaan transportasi umum dikawasan ini masih sangat rendah. Dari gambar
di atas dapat terlihat jelas infrastruktur hanya berkembang di kawasan utara
Palabuhanratu, di kawasan selatan hanya terdapat satu akses utama yang
menghubungkan bagian selatan ke pusat kota Palabuhanratu (bagian utara) akan
tetapi sarana transportasi darat tidak melewati jalan tersebut karena sepanjang
Jalan Cipatuguran belum berkembang seperti bagian utara. Terlihat jelas kondisi
nyata di lapangan bahwa terjadi ketimpangan pembangunan antara bagian
selatan dan utara, sedangkan di bagian selatan didominasi oleh nelayan-nelayan
harian Palabuhanratu. Ketimpangan ini dapat menghambat kegiatan perikanan
di Palabuhanratu, masyarakat dan nelayan di bagian selatan Palabuhanratu
kesulitan mengakses bagian utara (pusat kegiatan perikanan) karena sarana
transportasi yang terbatas. Hakikat Minapolitan adalah adanya keterpaduan
antar wilayah yang memiliki kegiatan perikanan yang saling mendukung,
sehingga kawasan pesisir lebih produktif dan memiliki keunggulan ekonomi
dalam kegiatan perikanannya.
Supply air bersih bagi kawasan ini mencukupi karena topografi yang
berbukit dan tidak adanya daerah payau menyebabkan air tanah pada kawasan
ini dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari termasuk di kawasan pesisir
pantai (tidak termasuk untuk masak dan minum). Keberadaan fasilitas
pendidikan belum mampu mencakup seluruh masyarakat Palabuhanratu.
Terutama fasilitas pendidikan bagi anak usia dini. Banyak orang tua yang
menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah yang berada di
Kabupaten Sukabumi hal itu karena, diakui oleh masyarakat sekitar, fasilitas
pendidikan masih belum sebaik yang ada di Kabupaten.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
85
Universitas Indonesia
4.3 Kesimpulan Pembahasan
Pola spasial kawasan pesisir di Palabuhanratu sangat tergantung dengan
kondisi geografis dan kegiatan masyarakat didalamnya. Interaksi masyarakat
terhadap ruang menciptakan pola spasial yang khas bagi kawasan pesisir.
Kegiatan masyarakat yang berorientasi pada ruang-ruang terbuka dan pantai
dikarenakan kegiatan mereka yang cenderung selalu ingin dekat dengan pantai,
hal ini lah yang menyebabkan pertumbuhan kawasan permukiman nelayan
mengarah ke pesisir/pantai dan mengambil area konservasi dan greenbelt bagi
kawasan pesisir. Hilangnya greenbelt di pesisir pantai permukiman Cipatuguran
menyebabkan permukiman ini rentan terkena dampak bencana alam dan air
pasang laut yang bisa mengakibatkan abrasi pantai. Palabuhanratu belum ada
perangkat-perangkat keras untuk mengantisipasi bencana gempa dan tsunami
yang mengancam kawasan Palabuahratu.
Pola spasial gagasan Minapolitan dapat dilihat dari kegiatan perikanan
yang terjadi di Palabuhanratu terutama kegiatan nelayan. Kegiatan nelayan
perorangan sebagai nelayan harian membentuk spasial yang memiliki
keterkaitan dengan elemen masyarakat lainnya yang mendukung kegiatan
perikanan seperti pedagang hingga wisatawan.
Keterkaitan antara satu elemen masyarakat dengan lainnya saling
menunjang yang masing-masing membutuhkan akses menuju ruang-ruang
kegiatan perikanan yang dialami oleh tiap elemen masyarakat. Bagaimana
nelayan dapat mengakses laut sebagai daerah kerja dari tempat penambatan
perahu menuju tempat penurunan ikan dan permukiman. Tempat pendaratan
dan pelelangan ikan yang dapat diakses oleh pedagang, nelayan, dan pengolah
hasil tangkapan. Begitu juga dengan kegiatan nelayan buruh atau nelayan
kelompok besar sebagai nelayan yang berdasrkan wilayah kerja lebih lama
hidup di laut daripada hidup di daratan membentuk spasial yang memiliki
keterkaitan dengan elemen masyarakat lainnya yang mendukung kegiatan
perikanan seperti pedagang hingga wisatawan.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Diagram 4.10 Kegiatan perikanan nelayan harian Palabuhanratu dan kaitannya
dengan elemen masyarakat pendukung kegiatan perikanan
Wisatawan
Di luar Palabuhanratu
Palabuhanratu
Nelayan
Pedagang
Pengolah hasil tangkapan
Fishing ground
Penambatan perahu
Tempat pendaratan ikan
Industri pengolahan ikan rumahan
Pasar ikan/tradisional
Restoran
Diagram 4.11 Kegiatan perikanan nelayan buruh Palabuhanratu dan
kaitannya dengan elemen masyarakat yang mendukung kegiatan perikanan
didalamnya
Fishing ground
Penambatan perahu Tempat pendaratan ikan
Industri pengolahan ikan
rumahan
Pasar ikan/tradisional
Restoran
Perusahaan Eksportir
Penginapan bagi wisatawan
Pedagang
Nelayan
Wisatawan
Buruh Angkut
Di luar Palabuhanratu Palabuhanratu
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
87 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Palabuhanratu sebagai pilot project gagasan Minapolitan memiliki ruang
interaksi kegiatan yang saling mempengaruhi. Ruang interkasi yang terjadi
timbul karena kegiatan utama masyarakat pesisir. Pola interaksi ruang yang kuat
dapat dilihat dari kondisi eksisting seperti ruang terbuka di bagian selatan yang
tetap dipertahankan sebagai tempat aktivitas perikanan tradisional skala kecil,
seperti penambatan perahu, penurunan ikan, pengolahan hasil tangkap hingga
sebagai tempat menyimpan peralatan tangkap. Pola perilaku hidup masyarakat
cenderung memilih tinggal di dekat pantai dengan tujuan mempermudah akses
menuju laut. Kondisi alam seperti angin barat yang bertiup kencang sepanjang
tahun menumbuhkan kearifan lokal masyarakat berupa tata bangunan yang tidak
langsung menghadap ke arah laut. Aktivitas perikanan dalam skala besar
terpusat di Utara sebagai kawasan inti minapolitan. Kondisi geografis di utara
yang jauh dari pantai dan tidak memiliki ketergantungan akses menuju pantai,
pola interaksi ruang yang terlihat dari kondisi eksisting adalah terbentuknya
permukiman yang mengikuti akses/jalan utama. Tepat pada barisan utama
sepanjang akses utama bermunculan ruko-ruko sebagai kawasan perekonomian
yang mendukung kegiatan perikanan. Interaksi kegiatan yang berbeda di bagian
utara dan bagian selatan dapat saling mendukung dalam membentuk kawasan
Minapolitan.
Program kebijakan pengembangan Palabuhanratu sebagai kawasan
Minapolitan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Kementrian Kelautan
Perikanan khususnya di kawasan inti minapolitan. Elemen spasial kegiatan
perikanan yang sudah ada di Palabuhanratu yang masih terpusat di bagian utara.
Elemen-elemen ini terdiri dari infrastruktur awal Pelabuhan Perikanan
Nusantara yang didalamnya didukung oleh persediaan BBM melaui SPBN, air
bersih, jaringan listrik dan bengkel kapal. Unit pengembangan ekonomi kegiatan
perikanan didukung oleh tempat pendaratan dan pelelangan ikan, pasar ikan
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
88
Universitas Indonesia
modern dan restoran ikan,industri pengolahan skala kecil, pranata sosial seperti
balai-balai penyuluhan perikanan dan kelompok usaha bersama nelayan.
Kondisi berbeda terlihat di bagian selatan seperti masih banyaknya area terbuka
yang dapat dikembangkan untuk perikanan darat berupa tambak ikan untuk
mengantisipasi musim paceklik. Selain itu, pengembangan menjadi kawasan
wisata bahari dengan mengoptimalkan akses utama yang telah ada dan
menambahkan fasilitas yang menunjang kegiatan wisata dapat melengkapi dan
mendukung kawasan Palabuhanratu sebagai kawasan minapolitan. Sehingga
bagian utara dan selatan Palabuhanratu dapat saling terintegrasi dan mendukung
kegiatan perikanan dengan optimal.
Palabuhanratu sebagai kawasan minapolitan berkembang membutuhkan
beberapa elemen spasial yang akan saling mempengaruhi. Pertama adalah
kondisi geografis dan eksisting seperti keberadaan laut dan pesisir sebagai akses
utama menuju ke laut dan kembali dari laut. Kedua, infrastruktur seperti akses
jalan, transportasi udara, darat, dan laut yang memadai untuk mempermudah
distribusi komoditas eksport maupun lokal. Pelabuhan perikanan sebagai sentra
kegiatan perikanan, dermaga berlabuh kapal yang dapat dijangkau oleh
masyarakat nelayan tradisional maupun nelayan besar. Tempat pelelangan ikan
dan pendaratan ikan, unit usaha industri pengolahan, jaringan listrik, air bersih,
pengelolaan sampah, dan suplai BBM yang mencukupi kebutuhan kota. Ketiga,
sistem dan penyediaan evakuasi bencana kawasan pesisir pantai di
Palabuhanratu dan penunjang kegiatan perikanan inti seperti pengembangan
kawasan wisata bahari.
5.2 Saran
Menentukan building code, dengan menggunakan struktur rumah
panggung bagi bangunan di pesisir pantai sebagai bentuk antisipasi terhadap
ancaman air rob/pasang air laut dan gelombang tsunami.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
89
Universitas Indonesia
Membangun dan menentukan bangunan yang dapat digunakan sebagai
escape building dengan ketentuan-ketentuan sesuai dengan kondisi gelombang
tsunami yang pernah menghantam wilayah-wilayah di Indonesia.
Mengembangkan wisata mina bahari untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat dan dapat sebagai lahan pekerjaan bagi nelayan jika terjadi
masa-masa paceklik ikan.
Kesinambungan pembangunan antara bagian selatan dan utara
Palabuhanratu sehingga menciptakan kawasan Minapolitan yang terintegrasi
dari hulu hingga hilir.
Minapolitan perikanan tangkap cukup dikembangkan dalam skala
Kecamatan, karena memudahkan rumah tangga atau masyarakat nelayan untuk
mengakses kota.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
90
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Adriyani, F. (2004). Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan : Studi Kasus
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Skripsi (tidak diterbitkan). Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Branch, Melville C. (1996). Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan
Penjelasan. (Penerjemah Wibisono, Bambang P. & Djunaedi, Achmad).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Burhanuddin, Andi Iqbal. (2011). The Sleeping Giant: Potensi dan Permasalahan
Kelautan. Yogyakarta: Brilian Internasional
Budihardjo, Eko. (1997). Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Alumni
Butuner, Bas. (2006). Waterfront Revitalization as a Challenging Urban Issue,
42nd ISoCaRP Congress. http://www.isocarp.net/Data/case_studies/792.pdf
diakses pada 20 Mei 2011 pukul 22.45
Clark, Jhon R. (1996). Coastal Zone Management Handbook. New York : Lewis Publisher
Dahuri. et al. (2001). Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta:
Pt Pradnya Paramita.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. (2010). Pengembangan
Kawasan Minapolitan Palabuhanratu Berbasis Perikanan Tangkap.
Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Keci, Kementrian Kelautan
dan Perikanan. Rencanca Strategis Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil 2010-2014
Direktorat Jendral Perikanan tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan.
(2010). Program Minapolitan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi.
Doxiadis, C., (1967), Ekistics: An Introduction to the Science of Human
Settlements. London: Hutchinson
Doxiadis, C. (1970). Ekistics, the Science of Human Settlements. From Science,
v.170, no.3956, October 1970, p. 393-404: 21 fig.
http://www.doxiadis.org/files/pdf/ecistics_the_science_of_human_settlemen
ts.pdf diakses pada 8 November 2011 pukul 20:07
Geertz, Hildred. (1981). Aneka Budaya Dan Komunitas Di Indonesia (terj.),
Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FS UI.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
91
Universitas Indonesia
Jacobs, Allan B. (1993). Great Streets. Massachusetts: MIT Press
Jayadinata, Johara T. (1999). Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan
Perkotaan dan Wilayah. Bandung: ITB Bandung.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Kep.10/Men/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir
Terpadu
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep
34/Men/2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung
Koentjaraningrat. (1990). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian
Rakyat
Kostof, Spiro. (1991). The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through
History. London: Bulfinch Press
Kusnadi. (2002). Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber
Daya Perikanan. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta
Moeis, Syarif. (2008). Adaptasi Ekologi Masyarakat Pesisir Selatan Jawa Barat
Suatu Analisa Kebudayaan. Makalah Disajikan dalam diskusi Jurusan
Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989
011-SYARIF_MOEIS/MAKALAH__8.pdf diakses pada 20 Mei 2011 pukul
22:45
Mulyandari, Hestin. (2011). Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Penerbit
Andi Yogyakarta
Panggardjito. (1999). Pola Tata Ruang Permukiman Nelayan Tambak Lorok
Semarang dan Bendar-Bajomulyo Juwana. Tesis (tidak diterbitkan).
Semarang: Universitas Dipenogoro
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 menganai Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012
92
Universitas Indonesia
Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Profil Kelurahan Palabuhanratu, Kecamatan
Palabuhanratu Tahun 2010
Riskayanti, Gita, Miftah Farid, Nadya Putri Utami. (2010). Penggunaan Lahan
Geomer 4 Desa Citepus. Laporan Kerja Lapangan (tidak diterbitkan).
Departemen Geografi Fakultas MIPA, Universitas Indonesia
S, Mulyadi. (2005). Ekonomi Kelautan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Soesanti, et al. (2006). Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 34, No. 2, Desember 2006:
115 – 121. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=
ARS diakses pada 20 Mei 2011 pukul 22:45
Sunoto. Arah Kebijakan Pengembangan Konsep Minapolitan Di Indonesia.
http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/edisi2%20pdf2c.pdf
diakses pada 27 Desember 2011 pukul 20.00
Suprijanto, Iwan. ( Karakteristik Spesifik, Permasalahan Dan Potensi
Pengembangan Kawasan Kota Tepi Laut/Pantai (Coastal City) Di
Indonesia. Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan
Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI2/Proceedings/Makalah%2016.doc. diakses
pada 20 Mei 2011 pukul 22:45
Taylor, Lee. (1980). Urbanized Society. California: Good Year Company inc.
Toha-Sarumpaet, R.K dkk. (2007). Pembangunan Perdesaan dan Daerah Pesisir
Pada Era Millenium III. Jakarta: UI Press
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Wati, Masrul. (2007). Perancangan Kawasan Waterfront Dumai sebagai
Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Wisata (Studi Kasus Kawasan
Pelindo, Jl. Datuk Laksmana Dumai-Riau). Tesis (tidak diterbitkan).
Bandung: Institut Teknologi Bandung
Yunus, Hadi Sabari. (2001). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Pelajar.
Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012