UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL...

109
UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI PALABUHANRATU SKRIPSI SIWI AYUNING ATMAJI 0706269451 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN ARSITEKTUR DEPOK JANUARI 2012 Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

UNIVERSITAS INDONESIA

KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN

MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP

DI PALABUHANRATU

SKRIPSI

SIWI AYUNING ATMAJI

0706269451

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

DEPOK

JANUARI 2012

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

UNIVERSITAS INDONESIA

KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN

MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP

DI PALABUHANRATU

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Arsitektur

SIWI AYUNING ATMAJI

0706269451

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

DEPOK

JANUARI 2012

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : SIWI AYUNING ATMAJI

NPM : 0706269451

Tanda Tangan :

Tanggal : 25 Januari 2012

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Siwi Ayuning Atmaji

NPM : 0706269451

Program Studi : Arsitektur

Judul Skripsi : Kajian Elemen Spasial Pada Gagasan Minapolitan

Perikanan Tangkap di Palabuhanratu

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Arsitektur pada Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik

Universitas Indonesia.

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 25 Januari 2012

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur yang tidak dapat tergambarkan dalam kata-kata

akan segala berkah dan izin Alloh SWT selama penyelesaian skripsi satu tahun

lamanya, meski selama proses dan hasil tidak sempurna namun penulis telah

berusaha memberikan yang terbaik.

Penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan

berupa saran dan masukan, arahan, serta motivasi dari orang-orang yang sangat

berjasa. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada;

1. Keluarga penulis (Bapak, Mama, dan Mas) yang selalu mendukung

dengan doa yang tak pernah putus, diskusi-diskusi yang membuka

mata dan memotivasi agar segera menyelesaikan skripsi sehingga

penulis dapat meraih gelar sarjana.

2. Bapak Dita Trisnawan S.T., M.Arch., STD selaku dosen

pembimbing skripsi selama dua semester yang telah banyak membantu

dengan saran, masukan, kritikan, dan nasihat-nasihat membangun

selama pengerjaan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Abimanyu Takdir Alamsyah, M.S sebagai dosen

yang senantiasa merelakan waktunya dalam diskusi-diskusi kecil

selama pengerjaan dan pinjaman buku-buku yang sangat membantu,

sekaligus dosen penguji yang memberikan masukan, saran dan

evaluasi hasil pengerjaan skripsi ini

4. Bapak Ir. Azrar Hadi Ph.D dosen penguji yang telah memberikan

masukan dan saran yang membangun sehingga dapat membuka

wawasan baru untuk penulis dalam memperbaiki skripsi ini.

5. Sahabat, teman, motivator sekaligus musuh. Terima kasih untuk semua

diskusi, saran, kritik, hujatan, dan buku-buku yang membantu dalam

penyelesaian skripsi ini. Semoga kita menunggu hari itu sebagai awal

kehidupan baru dengan usaha, kerja keras, dan doa yang tak putus.

Ketika jarak ratusan kilometer tidak jarang menjadi halangan.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

v

6. Keluarga Bapak Edi dan Ibu Dian, staff Dinas Pelabuhan Perikanan

Nusantara Palabuhanratu yang telah menerima dan menampung saya

selama lima hari di Palabuhanratu layaknya anggota keluarga sendiri.

Seluruh staff Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu yang

sangat membantu. Dan segenap staff Kelurahan Palabuhanratu, Dinas

Pekerjaan Umum Palabuhanratu.

7. Bapak Dr. Ir. Soebandono Diposaptono, M.Eng, selaku Direktur

Pesisir dan Lautan Direktorat Jendral KP3K Kementrian Kelautan dan

Perikanan yang telah memberikan buku serta masukan mengenai

Minapolitan. Dan Staff-staff Direktorat Pesisir dan Lautan yang telah

membantu dalam pengumpulan data.

8. Medina Azzahra Hadar, S.Ars dan Novi Dwi Aryani, S.Ars teman

seperjuangan dan diskusi paling cerdas yang pernah saya kenal.

9. Seluruh teman Arsitektur 2007 untuk semua motivasi, dukungan,

gurauan, ilmu-ilmu yang selalu mengucur dalam tiap pertemuan.

Semoga ikatan keluarga 2007 selama empat tahun tidak sirna termakan

waktu. Tuti Anshorsy dan Adhifah Rahayu, ditunggu wisuda bulan

September 2012!

10. Teman-teman Arsitektur 2006, 2008, 2009, dan 2010 yang telah

mewarnai kehidupan mahasiswa arsitektur saya. Dan teman-teman

SOSMA FTUI 2008, MPM 2009,dan PPAM 2010. Terima kasih telah

mengenalkan dunia teknik yang dinamis dan penuh huruhara.

11. Narasumber-narasumber yang telah menyediakan waktu untuk

memberikan informasi yang dibutuhkan.

12. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Mohon maaf atas segala

kekurangan. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Januari 2012

Penulis

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Siwi Ayuning Atmaji

NPM : 0706269451

Program Studi : Arsitektur

Departemen : Arsitektur

Fakultas : Teknik

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive

Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

―Kajian Elemen Spasial Pada Gagasan Minapolitan Perikanan Tangkap

di Palabuhanratu‖

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-

eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 25 Januari 2012

Yang menyatakan

(Siwi Ayuning Atmaji)

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

vii Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Siwi Ayuning Atmaji

Program Studi : Arsitektur

Judul : Kajian Elemen Spasial Pada Gagasan Minapolitan Perikanan

Tangkap di Palabuhanratu

Minapolitan atau kota berbasis sektor perikanan merupakan salah satu

program utama Kementerian Kelautan dan Perikanan bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup nelayan dan produktivitas kawasan pesisir. Saat ini

pemerintah sebatas menentukan definisi dan kriteria secara umum kawasan

Minapolitan. Bagaimana elemen-elemen spasial pembentuk Minapolitan dapat

terimplementasikan di Palabuhanratu sebagai pilot project. Pengamatan terhadap

Palabuhanratu perlu dilakukan untuk mengetahui elemen-elemen spasial kota dan

Minapolitan perikanan tangkap. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan

data adalah pengamatan langsung di wilayah studi guna mengetahui kegiatan

perikanan masyarakat Palabuhanratu. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui

bahwa pola spasial Minapolitan kawasan Palabuhanratu sangat tergantung dengan

kondisi geografis serta eksisting wilayah dan perbedaan kondisi terbangun di

bagian Selatan dan Utara di Palabuhanratu. Keberadaan laut dan kegiatan

perikanan tradisional masyarakat nelayan maupun kegiatan perikanan skala besar

dipengaruhi oleh Pelabuhan Perikanan Nusantara sebagai kawasan inti

Minapolitan. Perbedaan kondisi terbangun bagian utara dan selatan Palabuhanratu

dapat menciptakan kesenjangan pengembangan kawasan dan menghambat

berkembangnya Minapolitan. Hal ini memunculkan kebutuhan akan sinergitas

pembangunan dibagian utara dan selatan Palabuhanratu.

Kata kunci : minapolitan, elemen spasial, pesisir, nelayan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

viii Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Siwi Ayuning Atmaji

Study Program : Architecture

Title : Spatial Elements' Study of Minapolitan Idea's of Fisheries

Based Palabuhanratu

Minapolitan or fisheries-based city sector is one of the main program of the

Ministry of Maritime Affairs and Fisheries aimed to improve the quality of

fishermen life and productivity of coastal zone. The government is currently

determining the definition and criteria of Minapolitan in larger scope. This

research tend to find how the spatial elements of Minapolitan can be implemented

in Palabuhanratu as pilot projects. Observation of Palabuhanratu, Sukabumi needs

to be done to determine the spatial elements of Minapolitan Palabuhanratu capture

fisheries. The methods are direct observation in the study area to determine

Palabuhanratu community fisheries activities. Based on observation, it is known

that the spatial pattern of Minapolitan Palabuhanratu region depends on the

geographic conditions and existing territories. The existence of ocean, traditional

fishing activities of fishermen and large-scale fishing activity is influenced by the

Pelabuhan Perikanan Nusantara as the core area of Minapolitan. Differences of

northern and southern in Palabuhanratu can create gaps inhibit the development of

the region and the development of Minapolitan. This condition raises the need for

synergy development in the north and south Palabuhanratu.

Keyword : coastal, minapolitan, spatial elements, fishermen

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

ix Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………..iii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……………………………vi

ABSTRAK …………………………………………………………………….vii

ABSTRACT ……………………………………………………………………viii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………ix

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xii

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ……………………………………………xv

DAFTAR DIAGRAM ………………………………………………………….xvi

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 3

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 4

1.5 Metode Penulisan .............................................................................. 4

1.6 Ruang Lingkup ................................................................................. 5

1.7 Urutan Penulisan ............................................................................... 5

1.8 Kerangka Penulisan ........................................................................... 7

BAB 2 KAWASAN PESISIR KOTA DAN MINAPOLITAN ......................... 8

2.1 Definisi Pesisir ................................................................................. 8

2.2 Kota Pesisir ................................................................................... 10

2.2.1 Perkembangan Kawasan Pesisir Kota ...................................... 10

2.2.2 Permukiman Pesisir dan Pola Permukiman .............................. 15

2.3 Minapolitan .................................................................................... 19

2.3.1 Definisi Minapolitan .............................................................. 19

2.3.2 Kriteria Kawasan Minapolitan ................................................ 20

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

x Universitas Indonesia

2.3.3 Gambaran Umum Tata Ruang Kawasan Minapolitan ............. 23

2.3.4 Kebijakan Minapolitan ........................................................... 24

2.4 Ruang Kegiatan Masyarakat Pesisir Nelayan Tangkap .................... 25

2.4.1 Definisi Nelayan ..................................................................... 25

2.4.2 Kebudayaan Masyarakat Nelayan ........................................... 26

2.4.3 Karakteristik Nelayan Tangkap ............................................... 27

2.4.4 Kegiatan Masyarakat Pesisir Nelayan Tangkap Berdasar

Aspek Ruang-Waktu ............................................................... 28

BAB 3 STUDI KASUS KAWASAN PALABUHANRATU ........................... 30

3.1 Perkembangan Kawasan Palabuhanratu .......................................... 30

3.2 Gambaran Umum Palabuhanratu .................................................... 31

3.2.1 Kondisi Geografis .................................................................. 32

3.2.2 Penggunaan Lahan ................................................................. 33

3.2.3 Kependudukan ....................................................................... 36

3.3 Permukiman Nelayan Cipatuguran .................................................. 38

3.3.1 Nelayan Cipatuguran.............................................................. 38

3.3.2 Kondisi Sosial-Masyarakat Nelayan Cipatuguran .................. 40

3.3.3 Rona Ruang Kegiatan Masyarakat Nelayan Cipatuguran ........ 41

3.3.4 Kondisi Fisik Permukiman Nelayan Cipatuguran ................... 44

3.4 Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu (Pelabuhan Perikanan

Nusantara) ...................................................................................... 49

3.4.1 Kondisi Umum Kawasan Inti Minapolitan ............................. 49

3.4.2 Pengembangan Rencana Induk Kawasan Inti Minapolitan

Palabuhanratu ........................................................................ 52

3.4.3 Sistem Operasional dan Jaringan ............................................ 53

BAB 4 MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP PADA KAWASAN

PESISIR KOTA PALABUHANRATU ............................................. 54

4.1 Kondisi Fisik Kawasan Pesisir Palabuhan Ratu Kaitannya Pada

Gagasan Minapolitan ....................................................................... 54

4.1.1 Kondisi Fisik Terbangun Palabuhanratu ................................. 56

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

xi Universitas Indonesia

4.1.2 Kondisi Prmukina di Kawasan Pesisir Palabuhanratu,

Cipatuguran ........................................................................... 62

4.2 Kegiatan Perikanan Palabuhanratu ................................................... 68

4.2.1 Nelayan Tangkap Harian ........................................................ 69

4.2.2 Nelayan Buruh Palabuhanratu ................................................ 79

4.2.3 Infrastruktur sebagai Penunjang Kegiatan Perikanan Bagi

Minapolitan ........................................................................... 83

4.3 Kesimpulan Pembahasan .................................................................. 85

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 87

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 87

5.2 Saran ................................................................................................ 88

Daftar Pustaka ................................................................................................. 90

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

xii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lima Elemen Ekistics: pengoptimalan kualitas hubungan antara

manusia dengan lingkungannya …………………………………………………11

Gambar 2.2 Pola Kawasan Tepi Air. A. Pola Linier; B. Pola Radial; C. Pola

Konsentrik; D. Pola Bercabang (Branch) ……………………………………….14

Gambar 2.3 Pola Permukiman Nelayan. 1. Sub Kelompok Komunitas; 2. Saling

Berhadapan (face to face) ……………………………………………………….16

Gambar 2.4 Struktur Ruang Permukiman Nelayan. 1. Linier; 2. Mengelompok;

3. Kombinasi …………………………………………………………………….16

Gambar 2.5 Pola Perkembangan Daerah Pesisir ………………………………18

Gambar 2.6 Pola Perkembangan Daerah Terbangun Di Kawasan Pesisir ………18

Gambar 2.7 Master Plan Pemanfaatan Ruang Dan Pengembangan Kawasan

Minapolitan - Bagian RTRW Kabupaten ………………………………………..23

Gambar 2.8 Contoh Draft Zonasi Ruang Kawasan Minapolitan Berbasis

Perikanan Tangkap ………………………………………………………………24

Gambar 3.1 Peta Administratif Kelurahan Palabuhanratu ………………………32

Gambar 3.2 Visualisasi Foto Udara Palabuhanratu ……………………………..33

Gambar 3.3 Peruntukan Fungsi Bangunan ………………………………………34

Gambar 3.4 Atas: Panorama Jalan Siliwangi, Deretan Ruko. Bawah:

Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pasar Palabuhanratu..…………………………35

Gambar 3.5 Kantor Polres Sukabumi ……………………………………………35

Gambar 3.6 Struktur Kawasan Palabuhanratu …………………………………36

Gambar 3.7 Tapak yang diamati meliputi kawasan PPNP hingga Kampung

Cipatuguran ……………………………………………………………………38

Gambar 3.8 Struktur Kawasan Cipatuguran ……………………………………40

Gambar 3.9 Kegiatan Masyarakat Nelayan Cipatuguran. Kiri: Aktivitas

Masyarakat di TPI; Kanan: Tempat Melabuhkan Perahu-Perahu Nelayan ……..42

Gambar 3.10 Pelataran rumah sebagai tempat menyimpan dan memperbaiki

peralatan melaut …………………………………………………………………43

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

xiii Universitas Indonesia

Gambar 3.11 Tempat Pendaratan Ikan sekaligus terjadi jual-beli hasil

tangkapan ikan …………………………………………………………………..43

Gambar 3.12 Permukiman Nelayan Cipatuguran ……………………………….44

Gambar 3.13 Figure Ground Kampung Cipatuguran ……………………………45

Gambar 3.14 Tata letak rumah permukiman Kampung Cipatuguran sebelum

berubah …………………………………………………………………………..46

Gambar 3.15 Foto sebelah kiri rumah salah satu warga yang belum direnovasi.

Foto sebelah kanan rumah warga telah direnovasi ……………………………46

Gambar 3.16 Denah rumah salah satu penduduk yang telah direnovasi

sebagian (menggabungkan dua rumah asli) ……………………………………..47

Gambar 3.17 Foto kiri: Kondisi eksisting permukiman dan orientasi rumah.

Foto kanan: Rumah sekaligus tempat usaha …………………………………….47

Gambar 3.18 Kondisi Jalan Lingkungan Permukiman Nelayan Cipatuguran ….48

Gambar 3.19 Fasilitas Umum dan Sosial serta Ruang Terbuka berkegiatan

masyarakat setempat. Kiri-Kanan: Toilet Umum, Masjid, Bale-bale …………..48

Gambar 3.20 Lokasi Kawasan Inti Minapolitan ………………………………...49

Gambar 3.21 Zonasi Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu ………………...50

Gambar 3.22 Kegiatan pendaratan ikan hasil tangakapan (kiri),

dan kegiatan dalam pasar ikan (kanan) ………………………………………….51

Gambar 3.23 Rencana Pengembangan Kawasan Inti Minapolitan

Palabuhanratu ……………………………………………………………………52

Gambar 3.24 Peta Wilayah Kerja Darat dan Laut Pelabuhan

Perikanan Nusantara Palabuhanratu ……………………………………………..53

Gambar 4.1 Kawasan Observasi Penulisan Skripsi, Palabuhanratu …………….58

Gambar 4.2 Aktivitas kegiatan Kawasan Palabuhanratu ………………………..59

Gambar 4.3 Marka jalan lokasi evakuasi bencana dan plang

peringatan bencana ………………………………………………………………62

Gambar 4.4 Kawasan Cipatuguran ……………………………………………...62

Gambar 4.5 Perubahan Fungsi Lahan Kawasan Pesisir …………………………64

Gambar 4.6 Pola Permukiman Cipatuguran …………………………………….66

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

xiv Universitas Indonesia

Gambar 4.7 Spasial Permukiman Cipatuguran ………………………………….67

Gambar 4.8 Suasana ruang pantai Cipatuguran ………………………………71

Gambar 4.9 Garis Pantai sepanjang Cipatuguran hingga PPN Palabuhanratu ….75

Gambar 4.10 Zoom out A Rute Penangkapan Ikan dan Distribusi Hasil

Tangkapan dari Cipatuguran ……………………………………………………76

Gambar 4.11 Zoom out B. Rute Penangkapan Ikan dari Cipatuguran menuju

PPN Palabuhanratu dan Distribusi Hasil Tangkapan. …………………………...77

Gambar 4.12 Rute Rangkaian Kerja Unit Usaha Rumahan Pengolahan Ikan

Nelayan Cipatuguran …………………………………………………………….78

Gambar 4.13 Rute Rangkaian Kerja kelompok nelayan PPN Palabuhanratu

dan Distribusi hasil tangkapan …………………………………………………81

Gambar 4.14 Perkembangan Infrastruktur Kawasan Palabuhanratu ……………83

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

xv Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

Tabel 2.1 Peraturan Mengenai Garis Sempadan Pantai dan Sungai …………….10

Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Kelurahan Palabuhanratu ………………………...33

Grafik 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ………………………..37

Grafik 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ………………………37

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

xvi Universitas Indonesia

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Analisis Minapolitan ………………………………………………55

Diagram 4.2 Analisis Minapolitan dilihat dari kebutuhan tempat bernaung ……61

Diagram 4.3 Analisis Minapolitan berdasarkan dari kegiatan perikanan

nelayan …………………………………………………………………………68

Diagram 4.4 Nelayan Harian Cipatuguran ………………………………………69

Diagram 4.5 Analisis Rute Rangkaian Kerja Nelayan Cipatuguran …………….74

Diagram 4.6 Analisis Rute Rangkaian Kerja Nelayan Tangkap ………………75

Diagram 4.7Analisis Rute Rangkaian Kerja Unit Rumahan Usaha

Pengasinan Ikan Nelayan Cipatuguran …………………………………………78

Diagram 4.8 Nelayan Buruh Palabuhanratu …………………………………….79

Diagram 4.9 Analisis Rute Rangkaian Kerja kelompok nelayan PPN

Palabuhanratu ……………………………………………………………………81

Diagram 4.10 Kegiatan perikanan nelayan harian Palabuhanratu

dan kaitannya dengan elemen masyarakat pendukung kegiatan perikanan ……86

Diagram 4.11 Kegiatan perikanan nelayan buruh Palabuhanratu dan

kaitannya dengan elemen masyarakat yang mendukung kegiatan

perikanan didalamnya …………………………………………………………..86

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara bahari yang terdiri dari laut dan wilayah pesisir

memiliki nilai strategis dan berpotensi sebagai penggerak utama pengembangan

wilayah dalam skala nasional. Garis pantai Indonesia yang lebih dari 81.000 km

mendukung wilayah pesisir berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena

berbagai keunggulan fisik dan geografis yang dimilikinya. Kondisi ini

seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk mengintervensi dalam bentuk

kebijakan dan penanganan khusus pengelolaan wilayah laut dan pesisir untuk

mengoptimalkan nilai manfaat sumberdaya laut dan pesisir bagi pengembangan

wilayah secara berkelanjutan dan menjamin kepentingan umum secara luas.

440 kabupaten/kota dari total 495 kabupaten/kota di Indonesia berada di

kawasan pesisir dan dari 67.439 desa di Indonesia, 9.261 desa dikategorikan

sebagai desa pesisir1. Namun kerap kali potensi wilayah pesisir dan lautan tidak

digali dengan optimal, hingga kini stereotype wilayah pesisir sebagai kawasan

tertinggal dan kumuh masih terjadi. Kondisi tersebut diperkuat dengan data

14,58 juta jiwa atau 90% dari 16,2 juta jiwa nelayan berada dalam kemiskinan2.

Keberadaan permukiman nelayan sangat berkaitan erat dengan sumber

penangkapan ikan, daerah distribusi hasil tangkapan dan daerah pantai. Daerah

pantai harus mudah diakses oleh masyarakat umum dengan sistem transportasi

dan infrastruktur yang memadai, didukung dengan kegiatan sosial, ekonomi,

dan budaya yang menarik tanpa merusak tatanan ekologi dan keserasian

lingkungannya (Eko Budihardjo, 1997). Pengelolaan serta pengendalian

kawasan ini guna menciptakan keseimbangan alam dan keberlanjutan kawasan

pesisir. Untuk mengembangkan kawasan pesisir perlu pembangunan dan

perbaikan infrastruktur utama dan pendukung di permukiman nelayan (Dahuri,

2001).

1 Disampaikan oleh Ditjen KP3K KKP pada saat Workshop Nasional Mitigasi Bencana Tsunami

April 2011 2 Harian Antara dalam Burhanuddin, 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

2

Universitas Indonesia

Minapolitan merupakan salah satu intervensi kebijakan yang dilakukan

Pemerintah dalam program utama Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP)

yang dimulai pada tahun 2009 sebagai strategi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat (khususnya nelayan) dan produktivitas kawasan

pesisir. Program Minapolitan bertujuan untuk mendorong percepatan

pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama,

meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat pedesaan (hinterland)

yang dikembangkan tidak saja budidaya (on farm) tetapi juga pengolahan dan

pemasaran (off farm) seperti sarana perikanan dan jasa penunjang lainnya.

Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan

berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan

prinsip-prinsip, integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi3. Minapolitan

merupakan suatu gambaran kawasan kota dengan aktivitas ekonomi utama dari

usaha perikanan, dari hulu sampai hilir. Pengembangan kawasan Minapolitan

akan mencakup kegiatan produksi, pengolahan, serta pemasaran produk

perikanan dan kelautan.

Kegiatan perikanan yang terintegrasi akan mendukung berjalannya

gagasan Minapolitan di Palabuhanratu, namun kini kebijakan yang ada apakah

dapat direalisasikan dengan baik bila pengkajian mengenai struktur kota pesisir

yang didominasi kegiatan perikanan tidak dilakukan dengan baik sebelum

pembentukan sebuah Kota Perikanan. Palabuhanratu sebagai salah satu wilayah

yang ditetapkan menjadi pilot project Minapolitan khususnya Perikanan

Tangkap memang memiliki potensi yang sangat besar dalam kegiatan perikanan

dalam kehidupan masyarakat nelayan. Daya dukung infrastruktur yang cukup

memadai dengan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara yang menyumbangkan

komoditas eksport ikan tuna di Indonesia. Kembali pada tujuan utama

Minapolitan diadakan adalah untuk menyejahterakan masyarakat perikanan,

bertolak pada tujuan itulah penulis berusaha mengkaji kegiatan perikanan

Minapolitan yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dengan

3 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2009

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

3

Universitas Indonesia

pendekatan melalui elemen-elemen spasial dan penataan Minapolitan yang

mampu menjawab tujuan utama sebuah Minapolitan.

1.2 Rumusan Masalah

Kementrian Kelautan dan Perikanan yang telah menggagas Minapolitan

sebagai sebuah kota yang menunjang kegiatan perikanan telah menentukan

kebijakan mengenai kriteria-kriteria kawasan yang layak dikembangkan menjadi

kawasan Minapolitan, namun hingga kini belum ada kejelasan mengenai pola

spasial dan elemen-elemennya dalam Minapolitan untuk menunjang kegiatan

perikanan. Dari hal tersebut maka timbul pertanyaan-pertanyaan dalam

penulisan skripsi ini;

1. Bagaimana interaksi ruang yang terjadi dalam kegiatan perikanan di

kawasan Palabuhanratu termasuk pada permukiman nelayan ?

2. Bagaimana keterkaitan hasil temuan elemen-elemen spasial kegiatan

perikanan pada Palabuhanratu dengan kriteria Minapolitan yang telah

ditetapkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan ?

3. Apa saja elemen-elemen spasial yang membentuk Minapolitan perikanan

tangkap Palabuhanratu ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah;

1. Untuk mengetahui kegiatan perikanan yang saling mempengaruhi ruang-

ruang interaksi hingga tercipta pola spasial Minapolitan perikanan tangkap

2. Menemukan keselarasan antara kondisi nyata di Palabuhanratu dengan

kriteria kawasan yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kelautan dan

Perikanan

3. Dapat mengetahui elemen-elemen spasial apa saja yang sebaiknya ada di

Minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

4

Universitas Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil penulisan ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi bagi;

1. Kepentingan ilmu pengetahuan sebagai upaya pengkayaan terhadap ilmu

arsitektur, khususnya menyangkut konsep pembentukan pola ruang kawasan

dan kota pesisir, terutama suatu lingkungan kawasan Minapolitan Berbasis

Perikanan Tangkap khususnya Kota Palabuhanratu sebagai kawasan

Minapolitan pertama.

2. Pemerintah dan masyarakat umum sebagai masukan bagi penentu kebijakan

dalam pengelolaan lingkungan perkotaan pesisir berdasarkan karakteristik

kawasan Minapolitan yang bersangkutan. Selain itu, hasil penulisan sangat

bermanfaat bagi perumusan konsep dan pendekatan yang akan diterapkan

pada perencanaan dan perancangan suatu lingkungan kota pesisir.

3. Kepentingan hasil penulisan ini berpotensi untuk dijadikan penelitian

lanjutan karena hingga penulisan ini selesai gagasan Minapolitan masih

dimatangkan dalam tataran konseptual.

1.6 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan berupa analisis deskriptif dengan

pendekatan kualitatif dari data primer dan data sekunder yang didapatkan.

1 Pengumpulan Data Wilayah Studi (data primer)

Proses pengambilan data secara langsung di lapangan guna mengetahui

kondisi yang terjadi di wilayah tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan

cara:

Observasi

Pengamatan langsung di wilayah studi melalui observasi wilayah serta

mengumpulkan pendapat penduduk untuk mengetahui fenomena-

fenomena yang ada, kegiatan penduduk dan pemanfaatan ruang wilayah

pesisir serta pengembangan gagasan Minapolitan di Palabuhanratu.

Rekaman visual wilayah studi

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

5

Universitas Indonesia

Menampilkan foto, video, maupun pencitraan peta untuk memperkuat

fakta yang ada mengenai karakteristik Wilayah Pesisir Palabuhanratu.

2 Pengumpulan Penelusuran Literatur (data sekunder)

Menggunakan sebagian atau seluruh data yang telah ada atau laporan data

dari penelitian sebelumnya. Literatur yang digunakan, yaitu diantaranya: laporan

penelitian, skripsi, tesis, makalah, media internet, media edukasi, berbagai

literatur yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terkait dengan topik

pembahasan. Kunjungan ke institusi pemerintahab terkait guna mendapatkan

data-data yang dibutuhkan.

1.7 Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah studi ini mengambil kawasan Palabuhanratu,

Sukabumi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai salah satu lokasi

pengembangan kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap melalui Keputusan

Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.32/MEN/2010 yang menetapkan 197

Kabupaten/Kota pada 33 Provinsi sebagai daerah pengembangan kawasan

Minapolitan.

1.8 Urutan Penulisan

Pembahasan penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab, yang secara

garis besar diuraikan sebagai berikut:

Bab pertama merupakan Pendahuluan yang menguraikan Latar Belakang

Studi, Perumusan Masalah, Batasan Masalah Kajian, Tujuan penulisan, Manfaat

penulisan, Metodologi Penulisan, dan Ruang Lingkup Kajian.

Bab kedua merupakan Landasan Teori yang berisi kajian literatur dan

tinjauan teoritis yang terkait dalam kajian dan akan dijadikan sebagai dasar

acuan dalam pembahasan penataan ruang wilayah pesisir dengan pendekatan

dari definisi tentang kota, ruang kota, perkotaan pesisir, dan kehidupan nelayan

dalam kawasan pesisir. Membahas Minapolitan yang terdiri dari definisi umum

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

6

Universitas Indonesia

Minapolitan, karakteristik serta kriteria kawasan Minapolitan, dan Minapolitan

berdasarkan pemanfaatan ruang.

Bab ketiga Tinjauan Wilayah Studi berisi uraian singkat mengenai kondisi

wilayah studi, mencakup karakteristik fisik wilayah, aspek sosial budaya dan

ekonomi masyarakat setempat dengan lebih mengarah pada aspek keruangan

permukiman dan rencana tata ruang yang saat ini berlaku di wilayah studi.

Bab keempat berisi pembahasan terhadap kondisi eksisting wilayah studi

dan analisis pemanfaatan ruang wilayah pesisir, pola ruang permukiman

wilayah berlandaskan dari teori-teori yang telah dibahas pada bab sebelumnya

Bab kelima Penutup berisi kesimpulan dan rekomendasi untuk penelitian

selanjutnya yang berawal dari temuan studi yang telah dilakukan.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

7

Universitas Indonesia

1.9 Kerangka Penulisan

Kawasan Pesisir

Tidak berkembang optimal menyebabkan produktivitas kawasan menurun

Kesejahteraan masyarakat pesisir (nelayan) yang tidak baik karena tidak didukung

dengan penataan ruang yang mendukung kegiatan perikanan

MINAPOLITAN sebuah gagasan untuk meningkatkan

kesejahteraan NELAYAN dan produktivitas KAWASAN PESISIR

MINAPOLITAN

Defisini Minapolitan

Kriteria kawasan Minapolitan

Gambaran umum rencana tata ruang kawasan

Minapolitan perikanan tangkap

Kebijakan Minapolitan

Studi Kasus Palabuhanratu

ANALISIS GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

TANGKAP PADA KAWASAN PESISIR KOTA

PALABUHANRATU

Kawasan Pesisir Kota

Definisi Pesisir

Perkembangan kawasan pesisir kota

Permukiman pesisir dan pola permukiman yang

terjadi

Ruang kegiatan masyarakat pesisir (nelayan

tangkap)

Kebudayaan dan karakteristik masyarakat pesisir

nelayan tangkap

Kesimpulan

Elemen-elemen spasial yang mampu

mendukung keberhasilan Minapolitan

Perikanan Tangkap Palabuhanratu

Rekomendasi gagasan perancangan ruang dan

pemanfaatan ruang wilayah pesisir

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

8 Universitas Indonesia

BAB 2

KAWASAN PESISIR KOTA DAN MINAPOLITAN

2.1 Definisi Pesisir

Soegiarto (dalam Dahuri, 2001) menjabarkan wilayah pesisir sebagai daerah

bertemunya darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering

maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat laut seperti pasang surut,

angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut

yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti

sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia

di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Sorenson dan Mc. Creary dalam Clark (1996: 1) ―The part of the land

affected by it’s proximity to the land…any area in which processes depending on

the interaction between land and sea are most intense‖. Daerah pesisir atau

coastal zone merupakan daerah transisi yang dalam prosesnya bergantung pada

interaksi antara daratan dan lautan karena kedekatannya dengan kedua area

tersebut.

Wilayah pesisir, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir

Terpadu, merupakan wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling

mempengaruhi dimana kearah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan

sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan kearah darat batas

administrasi kabupaten/kota.

Dalam Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mendeskripsikan bahwa wilayah pesisir meliputi

ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan ruang daratan

yang masih terasa pengaruh lautnya.

Penjelasan kawasan pesisir diatas memberikan suatu pengertian bahwa

wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena berada dalam dua ruang

yang saling mempengaruhi. Ruang daratan yang tidak lepas dari pengaruh

lautan dan daratan yang mempengaruhi ruang lautan. Wilayah ini sangat rentan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

9

Universitas Indonesia

terhadap perubahan, baik karena diakibatkan oleh aktivitas daerah hulu maupun

karena aktivitas yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri. Sehingga pesisir

memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan daratan ataupun lautan pada

umumnya.

Secara garis besar wilayah pesisir dipilah berdasarkan pembagian zona-

zona perlindungan karena karakter wilayah pesisir yang sangat dinamis.

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :

Kep.34/Men/2002 Tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir Dan Pulau-

Pulau Kecil (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002) terdapat tiga

pembagian zona wilayah pesisir, yaitu:

1. Zona konservasi merupakan zona perlindungan yang didalamnya terdapat

zona preservasi dan penyangga dapat dimanfaatkan secara terbatas yang

didasarkan atas pangaturan yang ketat bagi pemanfaatan ruang.

2. Zona pemanfaatan (kawasan budidaya) merupakan zona pemanfaatan yang

dapat dilakukan secara intensif namun pertimbangan daya dukung lingkungan

tetap merupakan syarat utama, pada zona ini terdapat area-area yang merupakan

zona perlindungan setempat seperti sempadan sungai dan pantai.

3. Zona tertentu merupakan kawasan khusus untuk kegiatan pertahanan dan

militer, kawasan cepat berkembang.

Garis Sempadan Pantai digunakan untuk perlindungan kawasan pantai dari

aktivitas yang dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai dan ekosistem pantai.

Dalam Keputusan Presiden RI No.32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan

lindung garis sempadan pantai minimal 100 meter dari pasang tertinggi ke arah

darat, sehingga pembangunan yang memanfaatkan wilayah pantai harus

dilakukan lebih di luar garis sempadan pantai.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

10

Universitas Indonesia

Berikut tabel mengenai Garis Sempadan kawasan tepi pantai dan sungai:

2.2 Kota Pesisir

2.2.1 Perkembangan Kawasan Pesisir Kota

Kota merupakan tempat kehidupan manusia yang dipandang dan dirasakan

dari berbagai sudut pandang, yang menggambarkan keaktifan, keberagaman dan

kompleksitasnya, serta bentuk fisik dari cerminan ekspresi masyarakat dan

kebudayaan didalamnya yang perkembangannya dipengaruhi oleh kegiatan

penggunaan perkotaan yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman

(waktu) dan kebutuhan atau tuntutan hidup baik secara individual maupun

komunal dalam lingkungan.

Dengan kata lain kota merupakan wadah bermukimnya manusia (human

settlement) dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan hidup dan aktualisasi

diri. Doxiadis (1968) menjelaskan bahwa ―Human Settlement are, by definition,

settlements inhabited by man‖. Segala rupa shelter yang mampu menjadi

naungan untuk kehidupan manusia didalamnya baik skala kecil lingkungan

terbangun hingga tingkat makro kota dan wilayah. Doxiadis membagi human

settlement dalam dua elemen besar yakni fisik wadah/tempat (the container)

Tabel 2.1 Peraturan Mengenai Garis Sempadan Pantai dan Sungai

Sumber: Wati Masrul, 2007

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

11

Universitas Indonesia

merupakan ruang fisik buatan dan ruang alam, dan isi (the content) atau manusia

dan masyarakat yang menghuni didalamnya. Kemudian kedua elemen besar

tersebut diurai kembali menjadi lima elemen kecil yang saling berkaitan satu

dengan lainnya yang perlu diperhatikan dalam human settlement, yaitu shell,

network, nature, man and society (human resources).

Shell, sebagai ruang terbangun yang kasat mata dari satu bangunan,

kelompok bangunan hingga skala lingkungan dan kota. Network atau jaringan

sarana dan prasarana dalam menghubungkan shell dengan shell dan mendukung

kegiatan bermukim manusia. Nature atau ruang alam yang membentuk atau

mempengaruhi human settlement berupa keseluruhan ekosistemnya berserta

unsure-unsur biotik abiotik hingga kondisi klimatologis—pencahayaan,

kelembaban, thermal, pergerakan udara dan lainnya-. Man and society,

Mulyandari (2011) menggabungkannya menjadi human resources, merupakan

penghuni atau yang bermukim didalamnya –manusia individu maupun kolektif-.

(Mulyandari, 2011)

Begitu pula dengan kota pesisir—kota tepian air- yang sejak dahulu telah

memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, tidak banyak hal-hal

yang berbeda yang perlu diperhatikan dalam human settlement (kota) yang

berada di darat. Hanya saja, seperti yang telah dijelaskan pada awal, kondisi

geografis dan tapak wilayah pesisir/pantai yang lebih unik dan rentan menjadi

fokus utama dan sudut pandang yang berkebalikan dalam berkembangnya

wilayah pesisir kota.

Gambar 2.1 Lima Elemen Ekistics: pengoptimalan kualitas hubungan antara manusia

dengan lingkungannya

Sumber: Science, v.170, no.3956, October 1970, p. 393-404

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

12

Universitas Indonesia

Great many towns are built on water—along rivers or on their delta, or at

the meeting of two or more rivers, or on the edge of lakes and seas.

(Kostof, 1991, p. 39)

Cities have been sorted out by country, by epoch, and by geographic

location. Cities designed themselves as reflection of forms of government

and ideals of order. (Kostof, 1991, p. 15)

Spiro Kostof membuka awal paragraf bagian Meeting The Water pada The

City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History dengan

mengatakan bahwa banyak kota-kota besar berada dekat/berbatasan dengan air.

Kondisi tapak yang berbeda dan bagaimana cara permukiman beradaptasi

dengan air, memberikan karakter pada bentuk kota dan respon yang umum

terjadi dengan menyelaraskan pertumbuhannya dengan tapak.

Kondisi geografis juga akan mempengaruhi fungsi sebuah kota. Bila kota

dalam perkembangannya ditujukan untuk mengembangkan kegiatan niaga

kelautan didalam permukimannya, yakni sebagai tempat pertukaran barang

antara daratan dan lautan, maka kota selayaknya memiliki akses yang mampu

menghubungkan daratan dan lautan. (Branch, 1996)

Selain dipengaruhi oleh waktu dan kondisi geografis, proses pembentukan

sebuah kota tidak lepas dari peran dan perkembangan masyarakat sehingga

terbentuk berbagai pola kota yang terus berkembang dengan proses yang

dinamis dan berkesinambungan tanpa suatu awal dan akhir yang jelas.

Jenis-jenis sumber air—sungai, laut, danau atau kanal- akan membentuk

permukiman. Selain didominasi kegiatan bermukim, air juga menjadi faktor

yang menentukan perkembangan bentuk dan pola kota, sebagaimana disebutkan

oleh Jacobs (1993) At some point, topography and natural features such as

rivers show in street patterns…The street and block patterns of early European

hill cities reflect topography. Similarly the impact of rivers shows, not only as

undulating linear bands of public space between areas of streets and

development blocks, but as determinants of the development patterns

themselves. (p.256)

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

13

Universitas Indonesia

Pada zaman dahulu, berdekatan atau berbatasan dengan air adalah salah

satu kriteria penting dalam memilih tapak untuk sebagai tempat bermukim.

Selain memberikan keuntungan untuk kegiatan-kegiatan dasar manusia, air juga

berperan penting dalam perkembangan perdagangan, dengan kemajuan

perdagangan maka dibangunlah pelabuhan-pelabuhan kecil ditepi air untuk

memberikan kemudahan akses menuju kota lainnya, dan permukiman setempat

mulai menjadi kota pelabuhan. Kawasan tersebut menjadi pusat ekonomi kota

karena perubahan spasial yang terjadi di garis pantai atau tepian air. Pada saat

yang sama kawasan tepi air juga menjadi kawasan untuk masyarakat

berinteraksi. (Butuner, 2006)

Perkembangan kota-kota pesisir—kota-kota pantai- di Indonesia pada

awalnya berangkat dari kesamaan fungsi dan kemudian bergerak menuju

keragaman fungsi kota, sebagai kota administratif, budaya, perdagangan,

pendidikan (Mulyandari, 2011). Kawasan perkotaan pesisir menurut Emirhadi

Suganda (2007), dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Pantai dan

Pembangunan Berkelanjutan4, melalui pendekatan ekologis berupa perkotaan

yang terletak di wilayah pesisir yang merupakan pertemuan antara daratan dan

lautan, termasuk kawasan pengaruhnya, yaitu daerah daratan, pantai, dan laut.

Kawasan ini berfungsi sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi

pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan ini

terdiri dari habitat dan ekosistem yang menyediakan barang dan jasa bagi

komunitas perkotaan pantai dan pemanfaatan lainnya yang saling mempengaruhi

satu sama lainnya, baik secara geofisik maupun sosial ekonomi.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 menganai Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional terdapat 516 kota andalan di Indonesia dengan 216

kota diantaranya merupakan kota tepi air yang berada di tepi laut (pantai),

sungai atau danau.

4 Diambil dari buku Pembangunan Perdesaan dan Daerah Pesisir Pada Era Millenium III, 2007

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

14

Universitas Indonesia

Menurut Iwan Suprijanto5, Kawasan pesisir kota atau kota tepi laut

memiliki banyak potensi untuk dikembangkan, terutama berkaitan dengan

fungsi kota dan aksesibilitas. Kota pantai/tepi laut sebagai salah satu bentuk

kota tepi air pada dasarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah

nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi bagian dari jalur

perdagangan internasional. Pada perkembangan selanjutnya kawasan ini

menjadi tempat yang menarik untuk permukiman. Gejala tersebut dapat terjadi

karena berbagai alasan, antara lain :

merupakan kawasan alternatif permukiman kota bagi pendatang (contoh

kasus pada sepanjang pantai utara DKI Jakarta)

merupakan peluang bagi kemudahan transportasi.

menjadi pintu gerbang alami untuk perdagangan antar tempat yang

terpisahkan oleh laut.

Hingga kini terdapat empat bentuk pola pada kawasan tepi air yaitu linear,

radial, konsentrik dan bercabang. Pola linear biasanya menyebar dan

memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan sungai. Pola radial adalah

pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan seperti

danau dan teluk. Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial

yang menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial. Pola bercabang

terbentuk jika ada anak-anak sungai dan kanal-kanal. Pada intinya bentuk-

bentuk pola kawasan tersebut memiliki muka bangunan yang berorientasi ke

arah air (Soesanti et.al, 2006).

5 Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia

dan Lingkungan Global

A B C D

Gambar 2.2 Pola Kawasan Tepi Air

A. Pola Linier; B. Pola Radial; C. Pola Konsentrik; D. Pola Bercabang (Branch)

Sumber: Siska Soesanti, et.al, 2006

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

15

Universitas Indonesia

Perkembangan kota-kota di daerah pesisir dilandasi oleh tiga alasan

mendasar (Mulyadi, 2005), yaitu :

1. Dapat memberikan fungsi yang efektif sebagai suatu pemusatan masyarakat

dengan berbagai tingkat kebudayaan

2. Dapat memberikan fungsi kepada kota tersebut sebagai pusat pemerintahan

dan kekuasaan di mana penguasaan, pengendalian serta pengawasan terhadap

suatu wilayah dapat dilakukan secara efektif

3. Dapat memberikan peranan dan fungsi terhadap kota tersebut sebagai suatu

pusat pertukaran barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan

meningkatkan peranan perekonomian ke dalam maupun keluar.

Dengan demikian, faktor-faktor perkembangan dan pertumbuhan yang

diharapkan dari potensi fisiografis adalah :

1. Keadaan fisik yang dapat memenuhi kebutuhan proses penempatan berbagai

kegiatan serta perkembangannya.

2. Ketersediaan potensi fisik yang dapat membantu kelancaran dan aktivitas

pergerakan.

3. Dapat menguasai potensi-potensi fisik yang dapat memenuhi kebutuhan

strategi keamanan dan pertahanan.

Perkembangan daerah-daerah pantai yang dilandasi oleh berbagai macam

bentuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan sosial budaya, ekonomi dan

politik jelas akan termanifestasikan pada perkembangan fisiknya.

2.2.2 Permukiman Pesisir dan Pola Permukiman

Berkembangnya suatu kawasan merupakan hal yang pasti terjadi karena

adanya tuntutan untuk membentuk kawasan yang terencana agar dapat

mengatur kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Namun

perkembangan kawasan tidak bisa terlepas dari budaya masyarakat setempat.

Bentuk-bentuk tipe dan pola permukiman pada suatu kawasan merupakan

bagian dari pola penggunaan tanah yang akan menggambarkan struktur serta

faktor yang mempengaruhinya. Lee Taylor (1984) membagi bentuk atau ciri-

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

16

Universitas Indonesia

ciri permukiman pada kawasan yang berbatasan dengan peraiaran berdasarkan

dari pola permukiman dan struktur ruang.

Pola Permukiman nelayan;

1. Sub Kelompok Komunitas

Pola permukiman tipe ini berbentuk cluster, terdiri dari beberapa unit atau

kelompok unit hunian, memusat pada ruang-ruang penting, seperti penjemuran,

ruang terbuka umum, masjid dan sebagainya.

2. Face to face

Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian sepanjang

permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan

perahu atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya.

Gambar 2.3 Pola Permukiman Nelayan. 1. Sub Kelompok Komunitas; 2. Saling Berhadapan (face to face)

Sumber: Panggardjito, 1999

1 2

Gambar 2.4 Struktur Ruang Permukiman Nelayan. 1. Linier; 2. Mengelompok; 3. Kombinasi

Sumber: Panggardjito, 1999

1 2 3

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

17

Universitas Indonesia

Struktur Ruang Permukiman nelayan

1. Linier

Pola permukiman bentuk ini adalah suatu pola sederhana dengan peletakan unit-

unit permukiman (rumah, fasum, fasos dan sebagainya) secara terus menerus

pada tepi sungai dan jalan. Pola ini memiliki kepadatan tinggi, kecenderungan

permukiman dapat berekspansi dan mixed use function penggunaan lahan

beragam.

2. Mengelompok

Pada pola ini berkembang dengan adanya kebutuhan lahan dan penyebaran unit-

unit permukiman telah mulai timbul. Kecenderungan pola ini mengarah pada

pengelompokan unit permukiman terhadap suatu yang dianggap memiliki nilai

atau pengikat kelompok seperti ruang terbuka komunal dalam melakukan

aktivitas bersama.

3. Kombinasi

Pola ini merupakan suatu kombinasi antara kedua pola di atas menunjukkan

bahwa selain ada pertumbuhan juga menggambarkan adanya ekspansi ruang

untuk kepentingan lain (pengembangan usaha dan sebagainya). Pola ini

menunjukkan adanya gradasi dari intensitas lahan dan hirarki ruang mikro

secara umum.

Perkembangan daerah pesisir menurut Sujarto (dalam Mulyadi, 2005)

terbagi menjadi dua macam. Pertama, perkembangan daerah pesisir yang

intensif maupun ekstensif secara berkesinambungan di sepanjang daerah pesisir.

Pola perkembangan tersebut terjadi karena telah berkembanganya jaringan

sarana perhubungan darat yang menghubungkan daerah-daerah sepanjang pantai

atau pesisir. Kedua, perkembangan intensif yang terjadi karena terpencar di

lokasi-lokasi tertentu karena adanya potensi perkembangan yang secara historis

memiliki potensi perekonomian. Dalam pola yang kedua ini pertumbuhan dan

perkembangan hanya terjadi intensif pada lokai-lokasi tertentu saja dengan

orientasi kepedalaman. Kondisi ini bertolak-belakang dengan pertumbuhan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

18

Universitas Indonesia

pertama, hal ini disebabkan karena sarana transportasi yang menghubungkan

daerah-daerah pesisir masih sangat kurang.

Dari segi fungsinya, daerah pantai dapat berkembang sebagai suatu kota,

suatu desa, suatu pusat kegiatan rekreasi dan sebagai suatu kegiatan fungsional

khusus seperti industri, stasiun angkutan laut, pusat pengolahan atau kegiatan

khusus lainnya.

Menurut Stuart Chapin (dalam Yunus, 2001) unsur-unsur utama perilaku

manusia serta dinamika perilaku manusia dalam proses imbal-baliknya telah

mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan tertentu dalam suatu wilayah

/kota. Sujarto menyebutkan empat pola perkembangan daerah terbangun (built

up areas) di daerah pantai (Mulyadi, 2005), yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.6 Pola Perkembangan Daerah Terbangun Di Kawasan Pesisir

Sumber: Mulyadi, 2005

Gambar 2.5 Pola Perkembangan Daerah Pesisir

Sumber: Mulyadi, 2005

(1). Perkembangan pesisir yang ekstensif

maupun intensif dan kontinu karena telah

majunya sarana perhubungan sepanjang pantai pesisir

(2). Perkembangan pesisir yang intensif namun

tersebar karena sarana perhubungan sepanjang

pantai pesisir yang belum maju

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

19

Universitas Indonesia

1. Daerah Kota Pantai, kota pantai umumnya berkembang karena adanya

potensi ekonomi, strategi pertahanan dan sebagai pusat pemerintahan.

Daerah terbangun berkembang secara intensif sepanjang pantai. Penggunaan

lahan daerah pantai lebih berorientasi ekonomis seperti untuk pelabuhan,

pergudangan, dan industri. Adakalanya juga untuk kegiatan rekreasi yang

produktif. Daerah pesisir umumnya merupakan ‖gerbang‖ kegiatan sosial

ekonomi, politik dan budaya bagi daerah sekitarnya (hinterland).

2. Daerah Desa Pantai, perkembangan dan pertumbuhan dimulai oleh

terbentuknya kelompok masyarakat yang mata pencahariannya nelayan.

Pemukiman umumnya berorientasi ke arah laut karena usaha utama dari asil

laut. Biasanya daerah terbangun terpencar-pencar di tepi pantai sesuai

dengan potensi kebutuhan masyarakat. Jadi, sifat perkembangan fisik adalah

ekstensif.

3. Pantai Pusat Kegiatan Rekreasi, yaitu suatu kawasan rekreasi yang

memanfaatkan potensi alam kawasan pesisir. Orientasi kegiatannya adalah

ke arah pantai dan sepanjang pantai serta memberikan pelayanan bagi

kebutuhan rekreasi regional di pedalaman. Dalam hubungan ini, peranan

jaringan perhubungan darat dengan daerah dan kota-kota lainnya di

pedalaman merupakan faktor yang sangat penting.

4. Pantai untuk Kegiatan Khusus, yaitu suatu penggunaan fungsi daerah pantai

untuk kepentingan kegiatan-kegiatan khusus bagi yang berorientasi kepada

ekonomi dan ataupun pemerintah.

2.3 Minapolitan

2.3.1 Definisi Minapolitan

Kawasan kota pesisir merupakan salah satu kawasan yang ditetapkan

sebagai Minapolitan, salah satunya yang berbasis pada perikanan tangkap.

Minapolitan merupakan salah satu intervensi kebijakan yang dilakukan

Pemerintah dalam program utama Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP)

yang dimulai pada tahun 2009 sebagai startegi untuk meningkatkan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

20

Universitas Indonesia

kesejahteraan masyarakat (khusunya nelayan) dan produktivitas kawasan

pesisir. Program Minapolitan bertujuan untuk mendorong percepatan

pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama,

meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat pedesaan (hinterland)

yang dikembangkan tidak saja budidaya (on farm) tetapi juga pengolahan dan

pemasaran (off farm) seperti sarana perikanan dan jasa penunjang lainnya.

Istilah Minapolitan serupa dengan istilah Agropolitan yang telah lama

dikenal. Agropolitan dikenalkan oleh Friedman dan Douglass pada tahun 1967

melalui konsep agropolitan distrik (Adriyani, 2004). Hanya saja berbeda dalam

segi komoditas yang diunggulkan. Secara definisi Agropolitan dapat diartikan

sebagai kota pertanian atau kota di daerah lahan pertanian. Menurut Departemen

Pertanian (2003) Agropolitan merupakan kota yang tumbuh dan berkembang

karena berjalannnya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani,

mendorong, dan menarik kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di

wilayah-wilayahnya.

Minapolitan, bila dilihat dari definisi yang serupa dengan Agropolitan,

dalam Bahasa Sansakerta Mina berarti ikan, sehingga Minapolitan bisa diartikan

sebagai Kota Perikanan yang konsep pengembangan dan pembangunan kelautan

dan perikanannya berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen

kawasan meliputi prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi

agar wilayah tersebut cepat tumbuh layaknya sebuah kota6. Minapolitan,

merupakan gambaran suatu kawasan kota yang berbasiskan komoditas

perikanan dengan aktivitas ekonomi utama dari usaha perikanan, dari hulu

hingga hilir. Pengembangan kawasan Minapolitan mencakup kegiatan produksi,

pengolahan, serta pemasaran produk perikanan dan kelautan.

2.3.2 Kriteria Kawasan Minapolitan

Pengembangan kawasan Minapolitan menjadikan kegiatan perikanan

sebagai core business dalam suatu pengembangan wilayah dengan dukungan

berbagai sektor, mendorong pengembangan kawasan perikanan tangkap yang

6 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2009

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

21

Universitas Indonesia

telah tumbuh secara alamiah melalui dukungan pengembangan kawasan

Minapolitan, pengembangan infrastruktur kawasan Minapolitan diutamakan di

daerah-daerah yang telah ada kegiatan usaha perikanan, sehingga infrastruktur

yang dibangun akan dapat menjadi pendorong bagi kegiatan budidaya yang

sudah ada (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009).

Karakteristik kawasan Minapolitan memiliki sentra-sentra produksi dan

pemasaran berbasis perikanan dan mempunyai multiplier effect tinggi terhadap

perekonomian di sekitarnya, keanekaragaman kegiatan ekonomi, produksi,

perdagangan, jasa pelayanan, kesehatan, dan sosial yang saling terkait serta

sarana dan prasarana memadai sebagai pendukung keanekaragaman aktivitas

ekonomi sebagaimana layaknya sebuah kota pesisir.

Berikut beberapa kriteria untuk kawasan Minapolitan menurut Kementrian

Kelautan dan Perikanan;

Memiliki potensi untuk mengembangkan komoditi unggulan.

Tersedia infrastruktur awal (pelabuhan perikanan).

Telah ditetapkan melalui Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) menjadi zona

pengembangan perikanan.

Terdapat unit-unit usaha yang telah berjalan dengan baik serta berpotensi

untuk pengembangan usaha baru.

Tersedia lahan yang dapat dikembangkan di sekitar daerah pelabuhan

perikanan maupun sentra kegiatan nelayan.

Tersedia suplai BBM, listrik, dan air bersih yang memadai

Terdapat lembaga ekonomi berbasis kerakyatan seperti Tempat Pelelangan

Ikan, koperasi perikanan, Pusat Pendaratan Ikan.

Diusulkan oleh Dinas KP Kabupaten/Kota dengan rekomendasi pemda

kabupaten/kota/propinsi serta lolos seleksi dari tim seleksi.

Minapolitan terbagi menjadi dua jenis, terkait dengan pemanfaatan ruang

pada kawasan, yakni Minapolitan berbasis perikanan tangkap berkegiatan di

dekat dengan sumber-sumber penangkapan ikan dan kegiatan membudidayakan

jenis ikan tidak dominan, khusus pada hasil tangkap ikan. Minapolitan berbasis

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

22

Universitas Indonesia

Perikanan Budidaya tidak bergantung dengan hasil tangkapan ikan baik dari laut

maupun danau atau sungai, lebih pada kegiatan mandiri membudidayakan

komoditas ikan unggulan kawasan yang dituju.

1. Minapolitan Perikanan Tangkap

Strategi pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap, antara lain :

Penyediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan usaha

Consumer oriented melalui sistem keterkaitan produsen dan konsumen

Berorientasi pada kekuatan pasar (Market Driven) melalui pemberdayaan

masyarakat

Komoditi yang akan dikembangkan bersifat export base bukan raw base

2. Minapolitan Perikanan Budidaya

Jenis usaha pada perikanan budidaya, antara lain :

budidaya kolam,

budidaya keramba,

budidaya tambak

mina padi

Direktur Prasarana dan Sarana Budidaya, Kementrian Kelautan dan

Perikanan (2010), menyebutkan persyaratan Kawasan Minapolitan adalah

sebagai berikut:

Memiliki sumberdaya lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas

perikanan yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (komoditas

unggulan).

Memiliki berbagai sarana dan prasarana Minabisnis yang memadai untuk

mendukung pengembangan sistem dan usaha Minabisnis yaitu: pasar;

lembaga keuangan; memiliki kelembagaan pembudidaya ikan (kelompok,

UPP); Balai Penyuluhan Perikanan (BPP) yang berfungsi sebagai klinik;

Jaringan jalan yang memadai dan aksesibilitas dengan daerah lainnya serta

sarana irigasi, yang kesemuanya untuk mendukung usaha perikanan yang

efisien.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

23

Universitas Indonesia

Memiliki sarana dan prasarana umum yang memadai seperti transportasi,

jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih dan lain-lain.

Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial atau masyarakat yang

memadai seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpustakaan,

swalayan dan lain-lain;

Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumberdaya alam,

kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota dan desa

terjamin.

2.3.3 Gambaran Umum Tata Ruang Kawasan Minapolitan

Berdasarkan dari masterplan yang disusun oleh pemerintah setidaknya ada

beberapa zona yang diperhatikan dalam kawasan Minapolitan khususnya

Minapolitan berbasis Perikanan Tangkap, yakni zona kolam untuk melabuh

kapal-kapal, biasanya kawasan Minapolitan berbasis Perikanan Tangkap harus

memiliki fasilitas penunjang seperti pelabuhan perikanan, permukiman

masyarakat setempat, rawa untuk melindungi kawasan dari pasang laut.

Gambar 2.7 Master Plan Pemanfaatan Ruang Dan Pengembangan Kawasan Minapolitan -

Bagian RTRW Kabupaten

Sumber: Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, KKP, 2011

Persawanan

Hutan galam

Rawa dalam

Tanah Tinggi

Area Kolam

Permukiman

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

24

Universitas Indonesia

2.3.4 Kebijakan Minapolitan

Pengembangan Kawasan Minapolitan berlandaskan pada:

UU Penataan Ruang No 26/2007, yang juga mengatur tentang Kawasan

Agropolitan, Bab I Ketentuan Umum Nomor 24, Pasal 51 ayat 1 dan 2

Sembilan Butir Kesepakatan Temu Koordinasi Agropolitan/Minapolitan di

Kaliurang, 14 Desember 2007

Sarasehan Nasional Agropolitan/ Minapolitan dihadapan 5 Menteri di

Magelang 15 Desember 2007

SK Pembentukan Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan

Keputusan Mentan Nomor : 467/Kpts/OT.160/8/2006

Audiensi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Se-Indonesia dengan

Deputi Bidang Koordinasi Pertanian Dan Kelautan Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian tentang Kebijakan Pembangunan

Infrastruktur Perikanan di Ruang Rapat Graha Sawala Jakarta 19 Maret

2008

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/MEN/2009 tentang

Penetapan Lokasi Minapolitan

Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No. KEP 45/DJ-

PB/2009 tentang Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Minapolitan.

PP Nomor 64 Tahun 2010 Tentang Mitigasi Bencana di Wilayan Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil

Gambar 2.8 Contoh Draft Zonasi Ruang Kawasan Minapolitan Berbasis Perikanan

Tangkap

Sumber: Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, KKP, 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

25

Universitas Indonesia

2.4 Ruang Kegiatan Masyarakat Pesisir Nelayan Tangkap

2.4.1 Definisi Nelayan

Ensiklopedi Indonesia mendefinisikan nelayan sebagai individu atau

kelompok yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara

langsung (seperti penebar dan pemakai jaring) maupun tidak langsung (seperti

juru mudi kapal, nahkoda kapal bermotor, ahli mesin kapal), sebagai mata

pencaharian.

Imron dalam Mulyadi (2007) juga menjabarkan nelayan sebagai suatu

kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut,

baik dengan cara penangkapan langsung maupun budidaya. Kelompok ini pada

umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan permukiman yang dekat

dengan lokasi kegiatannya.

Merujuk pada dua penjabaran diatas membagi nelayan berdasarkan cara

mendapatkan hasil ikan serta wilayah kerja dan pembagian kerja. Dalam

penjabaran teori kedua nelayan terbagi atas nelayan tangkap dan nelayan

budidaya. Yang membedakan kedua nelayan tersebut adalah pemanfaatan

wilayah dan cakupan kerja. Nelayan tangkap memanfaatkan wilayah pesisir

hingga laut lepas sebagai tempat kerja. Sedangkan nelayan budidaya, yang

sering disebut petani tambak, mengelola daerah rawa, sungai, sawah dan

sejenisnya untuk mengelola produk perikanan dan biasanya nelayan budidaya

ini hanya mengembangbiakan benih ikan yang ditebar diwilayah

pengelolaannya.

Penjabaran diatas juga menunjukkan bahwa sebuah rumah tangga yang

kegiatan utamanya bukan menangkap ikan, tetapi menggunakan ikan sebagai

bahan proses produksi bukan dikategorikan rumah tangga nelayan. Dengan

demikian pedagang ikan yang hidup di tepi pantai juga tidak termasuk dalam

kategori nelayan (Elfrindi dalam Mulyadi, 2007).

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

26

Universitas Indonesia

2.4.2 Kebudayaan Masyarakat Nelayan

Hildred Geertz (1981) berpendapat ketergantungan masyarakat terhadap

sektor kelautan memberikan identitas tersendiri sebagai masyarakat pesisir

dengan pola hidupnya yang dikenal sebagai kebudayaan pesisir. Identitas

kehidupan masyarakat pesisir terbentuk dari kebudayaan nelayan baik nelayan,

petambak, pembudidayaan peraiaran, atau kelompok-kelompok yang

menggantungkan kehidupannya dari sumber daya pesisir dan lautan.

Kusnadi (2002) menerangkan kebudayaan merupakan sistem gagasan yang

menjadi fungsi dalam pedoman kehidupan, referensi pola-pola kelakuan sosial,

serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa

yang terjadi di lingkungannya. Dalam kehidupan nelayan setiap gagasan dan

praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dan mampu membantu

kemampuan bertahan masyarakat pesisir, khususnya masyarakat nelayan.

Pola interaksi yang terjadi dalam kehidupan nelayan menjadi kompleks

karena terjadi di dua wilayah yakni lautan dan daratan. Wilayah lautan sebagai

lapangan pekerjaan utama dan wilayah daratan sebagai tempat bertinggal (dalam

hal ini wilayah daratan termasuk wilayah pesisir) dan memproses hasil dari

kegiatan utama nelayan. Dalam kondisi ini masyarakat nelayan memiliki kondisi

sosial budaya yang berbeda dan mempengaruhi kondisi permukiman tempat

tinggal.

Henry Lefebvre (dalam Panggardjito, 1999) mengemukakan bahwa setiap

lingkungan sosial dalam sejarahnya memiliki bentuk spasial, yakni ruang sosial

tersendiri yang merupakan jalinan antara kegiatan sosial dan ekonomi. Ruang-

ruang sosial tersebut memiliki skala yang berbeda mulai dari skala terkecil

berupa ruang perumahan (pribadi) dan ruang umum atau public space (umum).

Bagian yang menarik dari pernyataan Lefebvre ketika ia menggunakan kata

sosial untuk memberikan penjelasan akan sebuah ruang untuk kegiatan bersama.

Bagi Lefebvre inti dari ruang sosial tersebut adalah bagaimana ruang diciptakan

didalam masyarakat dan menjadi proses penggerak kegiatan dalam masyarakat.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

27

Universitas Indonesia

2.4.3 Karakteristik Masyarakat Nelayan Tangkap

Secara ekologis, maasyarakat pesisir mempunyai cara kehidupan yang

bervariasi, sekurangnya mereka mempunyai alternatif pemanfaatan dua

lingkungan hidup : dataran (tanah) dan lautan (air); pada bentuk masyarakat ini,

komoditi ekonomi lain selain dari aspek kelautan (mencari ikan dan sumber-

sumber alam pantai) merupakan matapencaharian tambahan, sedangkan pada

masyarakat petani darat keadaan ini berlaku sebaliknya, yaitu sektor perikanan

adalah sebagai bnetuk matapencaharian tambahan (Koentjaraningrat, 1990: 32).

Laut dan nelayan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Nelayan

merupakan profesi seseorang yang begitu terkait erat dengan keberadaan laut

dalam melangsungkan eksistensi hidupnya. Panggardjito (1999) menjelaskan

dalam tesisnya masyarakat nelayan tangkap memiliki karakter khusus yang

tidak dimiliki oleh petani maupun nelayan budidaya yang ditunjukkan pada pola

sosial budayanya.

Pertama, intensitas interaksi dalam berkelompok yang tinggi, berlangsung

antara 8 jam sehari hingga 30 hari ditengah laut dengan kondisi cuaca yang

tidak menentu membuat tantangan hidup di perahu sangat besar, sehingga

ketergantungan dan keterikatan dalam komunitas tinggi.

Kedua, konvensi yang terjadi dalam masyarakat nelayan sering terjadi

dalam hal jual-beli ikan, daerah tangkapan ikan, penggunaan perahu, hingga

hadir keterikatan dengan jenjang kepemimpinan dalam komunitas.

Pengelompokan-pengelompokan dalam lingkungan nelayan terjadi sangat kuat

karena didasari oleh adanya bentuk-bentuk kesepakatan tersebut.

Ketiga, ikatan kekerabatan yang terbentuk memberikan ciri khas pada

penataan permukiman nelayan. Kekerabatan-kekerabatan yang terjadi

cenderung mengarah pada pengelompokan antar unit permukiman dan

kebutuhan akan ruang kegiatan. Ikatan kekerabatan dalam pola penataan ruang

permukiman tersebut tidak didasari oleh kesamaan (homogenitas) namun lebih

kearah pola hubungan kegiatan nelayan.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

28

Universitas Indonesia

Nelayan bukanlah satu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa

kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan

menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan

perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap

milik orang lain. Sebaliknya dengan nelayan juragan ialah yang memiliki alat

tangkap yang kemudian dioperasikan oleh orang lain (nelayan buruh). Dan

nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan

pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain (Mulyadi, 2007; 7).

2.4.4 Kegiatan Masyarakat Pesisir (Nelayan Tangkap) Berdasar Aspek

Ruang-Waktu

Menurut Syarif Moeis (2008) dalam penelitiannya menjelaskan kegiatan

melaut membutuhkan wawasan seputar mekanisme penangkapan ikan, cuaca

dan iklim, serta melibatkan unsur-unsur yang berhubungan dengan :

a. Jenis dan sifat ikan. Dengan pertimbangan tertentu nelayan menentukan

jenis ikan apa yang akan ditangkap dan bagaimana sifat dari ikan tersebut,

karena ini tentu disesuaikan dengan kemampuan, peralatan yang ada, tenaga

kerja, prospek jual, konsumsi serta berbagai pantangan tentangnya.

b. Waktu dan masa (musim) penangkapan ini berkaitan dengan penentuan

saat-saat yang tepat untuk mendapatkan ikan. Waktu dan masa ini berhubungan

dengan kondisi lingkungan alam, iklim, cuaca, angin, keadaan air. Selain

pengaruh kondisi alam dan musim ikan, kegiatan melaut juga tergantung dengan

kapasitas perahu yang digunakan oleh para nelayan.

c. Laut, tanda-tanda keberadaan ikan serta tumbuhan tertentu; tidak

sembarang waktu nelayan dapat menangkap ikan, karena pengalaman yang

mengajarkan mereka untuk tahu keberadaan ikan itu dalam lingkup ekosistem

yang berlaku di sana.

d. Lokasi penangkapan; dari sistem pengetahuan yang berkembang, nelayan

dapat menduga di tempat mana sebaiknya mereka menangkap ikan serta unsur

peralatan juga amat menentukan smapai batas kejauhan mana mereka dapat

melakukan aktivitasnya.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

29

Universitas Indonesia

Pola kerja yang dikembangkan masyarakat pesisir menunjukkan bahwa

faktor ketergantungan manusia terhadap alam sangat besar, kehidupan manusia

relatif mengikuti ritme alam. Perputaran alam yang lambat diterapkan dalam

kehidupan manusia, waktu yang mulur bukan merupakan masalah untuk bentuk

masyarakat nelayan. Ketergantungan terhadap alam, keterbatasan kemampuan

fisik manusia dan rumitnya proses kerja menyebabkan keterlibatan invidu lain

dalam suatu aktivitas sangat diperlukan, baik sebagai pengendali kegiatan,

tenaga pembantu, mitra kerja, lembaga penampung hasil tangkapan.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

30 Universitas Indonesia

BAB 3

STUDI KASUS KAWASAN PALABUHANRATU

3.1 Perkembangan Kawasan Palabuhanratu

Palabuhanratu, kota kecamatan terletak di bagian selatan Kabupaten

Sukabumi menjadi salah satu kawasan pertama terpilih untuk dikembangkan

menjadi kawasan Minapolitan, khususnya Minapolitan berbasis perikanan

tangkap. Perkembangan Kota Palabuhanratu berdasarkan waktu terbagi menjadi

dua momentum;

1. Peresmian Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu pada tahun 1993

memberikan dampak yang signifikan dalam perkembangan wilayah

Palabuhanratu. Sebelum tahun 1990 kawasan ini merupakan desa nelayan

dengan produktivitas kawasan yang rendah, serta memiliki tingkat

kerawanan sosial yang cukup tinggi. Kondisi nelayan yang pada saat itu

mengalami kesulitan dalam tempat pembongkaran dan pendaratan ikan,

tempat pemasaran ikan yang layak dan keamaan perahu yang terjamin,

maka dibangunlah Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.

2. Pemindahan Ibukota Kabupaten Sukabumi menuju Palabuhanratu. Ibukota

Kabupaten Sukabumi yang pada mulanya berada di Kota Sukabumi

dipindahkan pada tahun 1998 ke Kota Palabuhanratu berdasarkan

Penjelasan Umum PP nomor 66 tahun 1998 mengenai pemindahan

Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Sukabumi dari wilayah Kotamadya

Daerah Tingkat II Sukabumi ke Kota Palabuhanratu di wilayah Kecamatan

Palabuhanratu menjelaskan bahwa pembangunan Kabupaten Dati II

Sukabumi sudah tumbuh dan berkembangan secara fisik wilayah,

perekonomian, sosial, budaya dan jumlah penduduk. Pemindahan Ibukota

Kabupaten memberikan dampak yang signifikan atas berkembangnya

wilayah Palabuhanratu.

Palabuhanratu di Kecamatan Palabuhanratu dipilih sebagai ibukota

Kabupaten karena dianggap dapat dikembangkan sebagai wilayah perkotaan di

Kabupaten Dati II Sukabumi dan dipandang memenuhi syarat. Pembangunan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

31

Universitas Indonesia

Kota Palabuhanratu menjadi lokasi Ibukota yang baru diharapkan dapat

mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah bagian selatan secara

keseluruhan. Dengan demikian diharapkan secara bertahap akan dapat

diwujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah.

Aspek aksesibilitas sebagai salah satu struktur fisik yang paling pertama

dilihat dalam perkembangan sebuah kota, kemudahan masyarakat mengakses

Ibukota Pemerintahan serta konektifitas terhadap Kota/Daerah lain sangat perlu

diperhatikan dalam menentukan lokasi Ibukota Kabupaten karena pada

umumnya Ibukota Kabupaten sebagai pusat pemerintahan yang memiliki fungsi

melayani masyarakat dan kedudukan secara administratif membawahi beberapa

wilayah lainnya. Selain itu kemudahan akses akan menunjang kegiatan

perekonomian. Aksesibilitas tidak dapat dilepaskan dari infrastruktur yang

disediakan untuk menunjang kegiatan kota tersebut.

Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau

struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan

yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi

masyarakat. Infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem,

sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. Infrastruktur merujuk

pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase,

bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lain yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.

3.2 Gambaran Umum Palabuhanratu

3.2.1 Kondisi Geografis

Palabuhanratu yang terletak sekitar 61 KM dari Kabupaten Sukabumi

termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan atau disebut Kota

Palabuhanratu kini telah menjadi Ibukota Kabupaten Sukabumi yang memiliki

satu kelurahan dan dua desa, yakni Kelurahan Palabuhanratu, Desa Citarik, dan

Desa Citepus. Luas Kota Palabuhanratu sebesar 3.386,21 Ha dengan luas

wilayah Kelurahan Palabuhanratu sebesar 1.023,22 Ha terbagi menjadi 31 RW

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

32

Universitas Indonesia

dan 128 RT. Secara administratif Kota Palabuhanratu berbatasan dengan

wilayah-wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikidang dan Kecamatan

Cikakak

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpenan

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan BT.Gadung

4. Sebalah Barat berbatasan dengan Teluk Palabuhanratu atau Samudera

Indonesia

Rentang suhu maksimum dan minimum Kelurahan Palabuhanratu

mencapai 18oC hingga 36

oC dengan curah hujan 3000 mm/tahun dengan

lamanya hari hingga 100 hari. 60% wilayah merupakan bentuk wilayah datar

hingga berombak, 30% berombak hingga berbukit, 10% berbukit sampai

bergunung. Palabuhanratu termasuk kedalam kategori pantai curam atau terjal

karena berbatasan langsung dengan pegunungan.

Secara umum Kelurahan Palabuhanratu memiliki topografi yang sama

seperti kawasan lainnya di Kabupaten Sukabumi. Topografi beragam dengan

perpaduan antara daratan landai menuju pantai dan perbukitan rendah yang

menggaris kearah selatan dan timur yng merupakan kawasan perhutanan dan

perkebunan.

Gambar 3.1 Peta Administratif Kelurahan Palabuhanratu

Sumber: Dinas Tata ruang PU Kab. Sukabumi

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

33

Universitas Indonesia

Menurut hasil pengamatan lapangan Mahasiswa Geografi UI (2010)

ketinggian dari permukaan laut Wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi antara

0 - 2.958 m. Daerah datar umumnya terdapat pada daerah pantai dan daerah kaki

gunung yang sebagian besar merupakan daerah pesawahan. Sedangkan daerah

bagian selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar

antara 300 - 1.000 m dari permukaan laut.

3.2.2 Penggunaan Lahan

Luas lahan keseluruhan Kelurahan Palabuhanratu sebesar 1.023,22 Ha

dengan dominasi lahan persawahan dan ladang. Luas lahan yang terbangun

mencapai 527,45 Ha. Jika melihat hasil perbandingan luas wilayah yang

terbangun maka Kelurahan Palabuhanratu belum sepenuhnya terbangun, hal ini

karena dari kondisi topografi wilayah yang berbukit-bukit menyebabkan lahan

yang dapat dibangun menjadi terbatas.

Penggunaan Lahan Luas Lahan

Persawahan 139 Ha

Perkarangan/Bangunan 47 Ha

Ladang 159 Ha

Tambak 5 Ha

Hutan 24 Ha

Fasilitas Umum 53,45 Ha

Perkebunan 100 Ha

Total 527,45 Ha

Sumber: Kecamatan Palabuhanratu, Kelurahan Palabuhanratu, 2010

Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Kelurahan Palabuhanratu

Gambar 3.2 Visualisasi Foto Udara Palabuhanratu

Sumber : Dinas Tata ruang PU, 2003

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

34

Universitas Indonesia

Kawasan terbangun pada Kelurahan Palabuhanratu terpusat pada Jalan

Siliwangi yang disebut oleh penduduk setempat sebagai pusat kota

Palabuhanratu. Fungsi bangunan yang mendominasi Jalan Siliwangi memiliki

fungsi komersial berupa pertokoan. Kabupaten Sukabumi memiliki Pelabuhan

Perikanan Nasional sebagai pusat kegiatan sektor perikanan yang juga terletak

di Jalan Siliwangi. Begitu pula letak Pasar Palabuhanratu dan Terminal

Palabuhanratu.

Sepanjang Jalan Jendral Soedirman dan Jalan Jendral Ahmad Yani

merupakan kawasan pusat pemerintah Palabuhanratu dan Kabupaten Sukabumi.

Jalan Bhayangkara didominasi oleh kawasan Pendidikan, SMP Negeri 1

Keterangan:

Jalan Siliwangi, Pertokoan

Jalan Bhayangkara, Pendididkan

Jalan Jendral Soedirman dan Jalan Jendral Ahmad Yani, Pusat Pemerintahan

Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

Pasar Palabuhanratu dan Terminal

Permukiman

Gambar 3.3 Peruntukan Fungsi Bangunan

Sumber : Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

35

Universitas Indonesia

Palabuhanratu dan SMA Negeri 1 Palabuhanratu sebagai sekolah menengah

yang pertama ada di Palabuhanratu. Palabuhanratu direncanakan menjadi pusat

kawasan perdagangan-jasa dan permukiman di Kabupaten Sukabumi yang

terbangun sebagian besar di Kecamatan Palabuhanratu khususnya Kelurahan

Palabuhanratu.

Palabuanratu berfungsi sebagai pusat penampungan serta pendistribusian

hasil laut untuk kawasan penangkapan ikan di sepanjang pesisir selatan Jawa

Barat selain dari Pameungpeuk di Kabupaten Garut dan Pangandaran di

Kabupaten Ciamis.

Palabuanratu termasuk pelabuhan yang cukup besar bila dibandingkan

dengan dua pelabuhan diatas. Bila dilihat dari banyaknya jumlah perahu yang

ada, tercatat hingga 1000 buah perahu bermesin besar dengan 4000 buah perahu

Gambar 3.4 Atas: Panorama Jalan Siliwangi, Deretan Ruko.

Bawah: Pelabuhan Perikanan Nusantara,

Pasar Palabuhanratu

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Mei 2011

Gambar 3.5 Kantor Polres Sukabumi,

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Mei 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

36

Universitas Indonesia

bermesin kecil (Syarif Moeis, 2008). Selain keberadaan perahu-perahu ini

terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara yang memfasilitasi fungsi

Palabuhanratu sebagai wilayah dengan produktivitas hasil tangkapan ikan yang

cukup tinggi diwilayah ini.

3.2.3 Kependudukan

Jumlah penduduk Kelurahan Palabuhanratu pada tahun 2010 sebesar

31.308 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebesar 15.923 jiwa dan perempuan

sebesar 15.385 jiwa dan jumlah kepala keluarga mencapai 8.545 KK yang

tersebar di 35 RW dan 128 RT. Penduduk kota atau wilayah merupakan salah

satu faktor penting dalam perkembangan kota karena hal ini disebabkan oleh

faktor yang mempengaruhi seperti ekonomi, sosial, dan budaya kota setempat.

Gambar 3.6 Struktur Kawasan Palabuhanratu

Sumber : Ilustrasi pribadi, November 2011

Teluk Palabuhanratu

Sungai

Pantai

Kawasan wisata

Pepohonan rimbun

Lawan terbuka

Permukiman

Kawasan perdagangan/komersil

Terminal bis

Fasilitas pemerintahan

Tambak garam

Kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara

Jalan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

37

Universitas Indonesia

Jumlah penduduk menurut kelompok umur berdasar dari grafik tersebut

Kelurahan Palabuhanratu memiliki jumlah penduduk dengan usia produktif (22-

59 tahun) yang tinggi, yakni 10.110 jiwa dari 31.308 jiwa penduduk Kelurahan

Palabuhanratu. Kondisi ini mendukung perkembangan kawasan Palabuhanratu

sebagai kawasan perdaganga-jasa dan Minapolitan dengan implikasinya

peningkatan dalam bidang sosial-ekonomi masyarakat dan lapangan pekerjaan.

Mata pencaharian penduduk kawasan ini didominasi dari sektor

perdagangan, mencapai 8.673 jiwa penduduk berprofesi sebagai pedagang. Hal

ini juga sebagai pendukung untuk peningkatan kawasan perdagangan-jasa.

Namun wilayah Palabuhanratu lebih berpotensi dalam sektor perikanan,

didukung dengan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara sebagai penggerak

utama dalam kegiatan eksport-import hasil perikanan tangkap. Kegiatan

perdagangan juga tidak lepas dari kegiatan di sektor perikanan.

Grafik 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Palabuhanratu, 2010

Grafik 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Palabuhanratu, 2010

02000400060008000

10000

Mata Pencaharian

Jumlah Jiwa

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

1 s/d 6 tahun 7 s/d 12

tahun

13 s/d 15

tahun

16 s/d 21

tahun

22 s/d 59

tahun

> 60 tahun

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

38

Universitas Indonesia

3.3 Permukiman Nelayan Cipatuguran

3.3.1 Nelayan Cipatuguran

Kampung Cipatuguran terletak 3 Km di sebelah Utara ibukota kecamatan,

sebagai suatu pemukiman yang mencirikan pola perkampungan yang

mengelompok. Cipatuguran disebut sebagai permukiman nelayan karena hampir

80% masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan bilapun menjadi pedagang

biasanya komoditas yang dijual merupakan komoditas perikanan.

Berdasarkan sejarah terbentuknya, Kampung Cipatuguran merupakan

permukiman yang penduduknya berasal dari daerah kawasan yang kini menjadi

Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPNP) kemudian dipindahkan

karena rencana perluasan daerah dermaga PPNP pada tahun 1976 dan relokasi

kedua dilakukan pada tahun 1993 saat peresmian PPNP. Permukiman tersebut

diadakan oleh pemerintah termasuk bentuk fisik bangunan, sehingga pada saat

relokasi penduduk langsung menempati rumah tersebut. Status kepemilikan

tanah yang ditempati oleh penduduk tersebut masih milik pemerintah, begitu

pula dengan fisik bangunan. Selain statusnya sebagai penduduk pindahan,

sebelumnya Kampung Cipatuguran telah ada pemukiman namun dengan

populasi yang relatif kecil, 25 Kepala Keluarga.

Penduduk Kampung Cipatuguran terdiri dari berbagai etnis, dengan etnis

Sunda sebagai mayoritas (65%), Cirebon dan Indramayu (12%), Bugis (8%),

dan etnis lainnya seperti Jawa, Madura, Banten, Batak, Padang, dan Ambon

(15%) (Syarif Moeis, 2008).

Sebelum pemindahan pada tahun 1976, kampung nelayan terletak di kawasan

Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu saat ini.

Pemindahan kampung nelayan menjadi Kampung Cipatuguran yang terletak kurang lebih 2 km dari tapak

awal.

Gambar 3.7 Tapak yang diamati meliputi kawasan PPNP hingga Kampung Cipatuguran

Sumber : Google Earth, 20006 (Telah diolah kembali)

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

39

Universitas Indonesia

Masyarakat Cipatuguran berasal dari berbagai golongan etnis di Indonesia

memiliki latar belakang yang berbeda tidak menghalangi mereka untuk

membentuk satu unsur kekerabatan yang menjadi dasar pola pengaturan

kehidupan antar warga dalam masyarakat. Sistem kekerabatan yang terjadi di

Kampung Cipatuguran menetapkan kedudukan individu dalam susunan

kekerabatan yang lebih luas, setiap individu kampung Cipatuguran bisa

menyebut kerabat kepada seseorang yang dianggap mempunyai hubungan

darah, baik laki-laki maupun perempuan. Koentjoroningrat (1990) dalam kajian

Antropologi, bentuk kekerabatan seperti ini dikenal sebagai prinsip kekerabatan

bilateral. Prinsip kekerabatan bilateral yang terjadi memiliki prinsip tidak

memilah-milah seperangkat tugas dan fasilitas khusus bagi warga masyarakat

secara sepihak baik dari pihak bapak maunpun dari pihak ibu.

Etnis pendatang hidup tidak megelompok secara eksklusif tetapi hidup

berbaur dengan masyarakat lainnya, baik dalam hal permukiman maupun aspek

sosial budaya. Pertama kali hanya sembilan orang Etnis Bugis datang pada

tahun 1960 yang berprofesi sebagai nelayan, kemudian disusul etnis-etnis

lainnya memiliki profesi yang sama. Kecenderungan untuk membentuk

kelompok etnis sendiri tidak timbul karena masing-masing etnis mampu

beradaptasi dan membaur dilingkungan, kondisi ini didukung juga dengan

terjadinya pola perkawinan campuran antar etnis.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

40

Universitas Indonesia

3.3.2 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan Cipatuguran

Dalam kehidupan masyarakat pesisir faktor sumber daya laut sangat

berperan besar. Keterlibatan masyarakat didalamnya tidak dapat lepas dari aspek

lingkungan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat pesisir. Kegiatan utama

masyarakat pesisir Cipatugaran adalah mencari dan mendapatkan ikan dari laut

untuk dikonsumsi pribadi dan dijual kembali pada tengkulak maupun dijual

langsung di pasar ikan PPNP.

Sebagian besar nelayan Cipatuguran menggunakan perahu congkrang7

untuk aktivitas kesehariannya karena keterbatasan modal untuk memiliki perahu

diesel atau rumpon. Selain keterbatasan modal, kebiasaan nelayan Cipatuguran

sebagai nelayan harian tidak berani mengambil resiko untuk melaut

7 Perahu Congkrang adalah perahu kecil dengan kapasitas muatan 2 -3 orang dilengkapi dengan motor tempel sebesar 40PK . Lamanya waktu melaut biasanya sekitar 8-12 jam dikarenakan

keterbatasan daya tampung bahan bakar mesin.

Gambar 3.8 Struktur Kawasan Cipatuguran

Sumber : Ilustrasi pribadi, November 2011

Laut

Pesisir pantai

Ruang terbuka

Pepohonan

Permukiman

Temat pendaratan ikan

Fasilitas sosial/umum

Jalan utama

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

41

Universitas Indonesia

menggunakan perahu diesel atau rumpon yang memakan waktu di lautan cukup

lama. Namun ada kelompok-kelompok nelayan yang menjadi nelayan buruh

bagi pemilik perahu diesel atau rumpon8.

Mata pencaharian nelayan Cipatuguran membentuk mereka pada satu pola

ketergantungan pada alam, disebabkan karena pengetahuan dan teknologi yang

dikuasai masih terbatas. Nelayan Ciaptuguran memandang alam sebagai bentuk

klasifikasi dari alam bawah dan alam atas. Struktur alam semesta yang berada

diseputar kehidupan secara sederhana terbagi mejadi dua, yaitu dunya badag

atau dunia besar dan dunya lembut atau dunia kecil. Kedua tempat tersebut

masing-masing memiliki karakter tersendiri, terutama berkenaan dengan

penghuni yang ada di dalamnya, tentu saja karakter itu menjadi pembeda

diantara keduanya. (Syarif Moeis, 2008)

Jika cuaca dan ombak sedang tidak baik untuk melaut maka nelayan-

nelayan Cipatuguran akan memeriksa perlengkapan melautnya, dan

memperbaiki jaring-jaring yang sobek dipekarangan atau dipinggir-pinggir

rumah. Tak jarang kondisi tidak melaut ini membuat kondisi perekonomian

nelayan menjadi tidak baik pula karena tidak adanya pemasukan dari melaut.

Kondisi ini kadang membuat nelayan menjual atau menggadaikan mesin perahu

bahkan perahunya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

3.3.3 Rona Ruang Kegiatan Masyarakat Nelayan Cipatuguran

Hubungan saling mempengaruhi antara perilaku-kegiatan terhadap ruang

menunjukkan adanya sinergisitas sebagai kepentingan dan kinerja terhadap

kebutuhan ruang. Penyediaan ruang sangat berkaitan erat dengan kegiatan utama

komunitas sebagai nelayan dan kegiatan turunannya seperti kegiatan pengasinan

hasil tangkapan dan sebagainya. Sehingga pembentukan lingkungan dari

permukiman nelayan bertolak dari perilaku dan kegiatan masyarakat nelayan

baik secara komunal maupun individual.

Pantai digunakan sebagai tempat penambatan perahu sebelum dan setelah

melaut bagi nelayan Cipatuguran. Sehingga akses dari rumah menuju pantai

8 Rumpon merupakan salah satu jenis umpan dari seresah daun atau batang kelapa yang diikatkan

pada pemberat diletakkan ditengah laut dengan kedalaman hingga 3000m.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

42

Universitas Indonesia

menjadi penting. Tempat pendaratan ikan (TPI) yang biasanya menyatu dengan

pelelangan ikan juga menjadi tempat yang berperan besar dalam kegiatan melaut

bagi nelayan. Di tempat pendaratan ikan terjadi aktivitas pelelangan ikan

sebelum ikan dipasarkan di pasar ikan Palabuhanratu. Namun karena hasil

tangkapan yang tidak banyak maka hasil penjualan akan habis di TPI dan tidak

dipasarkan di pasar ikan. Cipatuguran memiliki 3 tempat pendaratan ikan

sekaligus pusat pelelangan ikan yang letaknya berada dekat pantai dan tempat

nelayan melabuhkan perahunya.

Proses pendistribusian hasil tangkap setelah melaut maka nelayan akan

menambatkan perahunya dekat dengan lokasi pendaratan ikan dan berlangsung

proses pelelangan ikan antara nelayan dan pemasok ikan untuk dijual kembali di

pasar ikan Palabuhanratu. Untuk ikan yang tidak laku dibeli oleh pemasok

sebagaian akan dijual oleh istri nelayan keliling desa dengan alat pemanggul

ikan dan sebagian lainnya akan dimanfaatkan oleh nelayan sebagai konsumsi

pribadi keluarga mereka. Hal ini dilakukan agar tidak ada ikan yang terbuang.

Rumah juga menjadi tempat yang penting dalam kehidupan nelayan.

Pekarangan rumah kerap kali dijadikan sebagai tempat memperbaiki jaring dan

peralatan melaut lainnya, tempat bermusyawarah nelayan dan kelompoknya

sebelum melaut dan menyimpan berbagai peralatan melaut.

Gambar 3.9 Kegiatan Masyarakat Nelayan Cipatuguran. Kiri: Aktivitas Masyarakat di TPI; Kanan: Tempat Melabuhkan Perahu-Perahu Nelayan

Sumber: Dokumentasi Pribadi, Mei 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

43

Universitas Indonesia

Nelayan yang tidak memiliki perahu akan bekerja dengan orang lain yang

memiliki kapal. Nelayan ini disebut sebagai nelayan buruh. Nelayan buruh

Cipatuguran akan melaut bersama 5-7 orang lainnya menggunakan perahu jenis

diesel atau rumpon dengan masa melaut hingga 3 minggu. Persiapan yang

dilakukannya jauh lebih rumit bila dibandingkan dengan nelayan congkrang.

Persiapan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu yang

jaraknya sekitar 3 km dari Kampung Cipatuguran. Pertama anggota perahu akan

mengecek kondisi perahu dan perlengkapan lainnya, kemudian menyiapkan

bahan untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan (box berisi es dan garam) dan

bahan perbekalan hidup selama di laut.

Ketika hasil tangkapan dinilai cukup maka perahu akan kembali ke tempat

penambatan sebelumnya (pelabuhan perikanan nusantara), penurunan ikan akan

dilakukan oleh anggota perahu dan dibantu dengan buruh angkut yang sudah

berada di lokasi pendaratan. Pencatatan hasil tangkapan dihitung oleh pemilik

Gambar 3.10 Pelataran rumah sebagai tempat menyimpan dan memperbaiki peralatan melaut

Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2011

Gambar 3.11 Tempat Pendaratan Ikan sekaligus terjadi jual-beli hasil tangkapan ikan

Sumber: Dokumentasi Pribadi, Mei 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

44

Universitas Indonesia

kapal. Pemilik kapal ini biasanya tidak ikut melaut. Hasil tangkapan tersebut ada

yang langsung dibawa ke tempat eksport ikan, biasanya komoditas tuna dan

tongkol yang dieksport, dan ada sebagian yang dilelang untuk kemudian dijual

di pasar ikan Palabuhanratu maupun ke sekitar Sukabumi dan Jakarta.

3.3.4 Kondisi Fisik Permukiman Nelayan Cipatuguran

Salah satu wilayah di Kampung Cipatuguran yang diobservasi ialah RW

21 yang terdiri dari 4 RT dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 332 KK,

dengan distribusi KK per RT nya yakni RT 01 92 KK, RT 02 97 KK, RT 03 75

KK, dan RT 04 68 KK.

Gambar 3.12 Permukiman Nelayan Cipatuguran

Sumber : Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

45

Universitas Indonesia

Kondisi fisik permukiman nelayan Cipatuguran yang dikembangkan oleh

pemerintah sejak tahun 1976 cukup baik dan tertata dengan pola grid yang

terbagi oleh jalan-jalan lingkungan. Namun terdapat perluasan wilayah

permukiman yang saat dibangun oleh pemerintah jarak antara garis pantai saat

pasang tertinggi normal dengan permukiman sekitar 150 meter dari garis pantai

kini menjadi sekitar 100 meter. Pertambahan penduduk menyebabkan

bertambahnya kebutuhan masyarakat akan sebuah hunian, maka masyarakat

dengan swadaya membangun sendiri rumahnya diluar dari batas permukiman

yang telah dibangun oleh pemerintah kala itu. Radius terjauh saat pasang terjadi

dapat mencapai 180 meter dari garis pantai.

Gambar 3.13 Figure Ground Kampung Cipatuguran

Sumber : Ilustrasi Pribadi, Mei 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

46

Universitas Indonesia

Pada tahun 1976 pemerintah kala itu menyiapkan 1 unit rumah untuk satu

kepala keluarga. Per unit rumah tersebut memiliki luas 50m2 dengan satu sumur

untuk dua atau empat unit rumah dengan peletakan sumur berada diantara

rumah yang saling membelakangi. Kondisi rumah asli yang dibangun oleh

pemerintah dinding permanen dengan material bata sekitar 40% dari

keseluruhan dinding rumah dan sisanya berupa bilik anyaman bambu. Namun

kini hampir 90% penduduk merenovasi rumah secara keseluruhan.

Gambar 3.14 Tata letak rumah permukiman Kampung Cipatuguran sebelum berubah

Sumber : Ilustrasi pribadi, Mei 2011

Gambar 3.15 Foto sebelah kiri rumah salah satu warga yang belum direnovasi. Foto sebelah kanan rumah

warga telah direnovasi

Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

47

Universitas Indonesia

Seiring dengan berjalannya waktu perubahan terjadi di permukiman

nelayan Cipatuguran. Kondisi permukimannya maupun rumah-rumah penduduk

tersebut. Renovasi besar dilakukan oleh masyarakat setempat. Setidaknya

renovasi yang dilakukan pada rumah keluarga Ibu Nunung yang telah tinggal di

Kampung Cipatuguran sejak tahun 1990. Ia menempati rumah tersebut dengan

kondisi yang telah diubah oleh pemilik sebelumnya. Pemilik sebelumnya

menggabungkan dua rumah menjadi satu dan mengubah sebagian fungsi ruang.

Bersatunya fasilitas usaha dengan rumah merupakan hal yang umum

terjadi karena masyarakat menggunakan pelataran rumah dan gang-gang untuk

memperbaiki dan menyimpan peralatan melaut. Ada beberapa keluaraga yang

membuka usaha seperti warung sembako untuk mendapatkan penghasilan

tambahan, karena penghasilan sebagai nelayan yang tidak tentu. Warung

tersebut akan dikelola oleh seorang istri.

Gambar 3.16 Denah rumah salah satu penduduk yang telah direnovasi sebagian

(menggabungkan dua rumah asli)

Sumber : Ilustrasi pribadi, Mei 2011

Gambar 3.17 Foto kiri: Kondisi eksisting permukiman dan orientasi rumah.

Foto kanan: Rumah sekaligus tempat usaha

Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

48

Universitas Indonesia

Jaringan jalan permukiman Cipatuguran terdiri dari tiga yaitu jalan utama,

jalan lingkungan, dan jalan setapak. Jalan utama menuju permukiman

Cipatuguran digunakan sebagai akses utama menuju pusat kota Palabuhanratu

dan tempat lain disekitar kawasan tersebut memiliki lebar jalan sekitar 6-8 m.

Kondisi jalan lingkungan permukiman nelayan Cipatuguran bukan berupa

perkerasan aspal namun berupa tanah berpasir.

Fasilitas sosial dan fasilitas umum terdiri dari dua masjid, satu puskesmas,

satu sekolah taman kanak-kanak, satu sekolah menengah perikanan, lima toilet

umum, tiga tempat pendaratan ikan. Toilet umum yang disediakan di kawasan

ini sebagian besar sudah tidak terpakai karena masing-masing warga telah

memiliki toilet pribadi di rumah mereka. Ruang terbuka berupa pantai dan ruang

terbuka (lapangan masjid) digunakan sebagai tempat penjemuran atau tempat

bermain anak. Pada permukiman nelayan ini juga terdapat ruang berkumpul

warga berupa bale-bale non permanen.

Gambar 3.19 Fasilitas Umum dan Sosial serta Ruang Terbuka berkegiatan masyarakat setempat.

Kiri-Kanan: Toilet Umum, Masjid, Bale-bale

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

Gambar 3.18 Kondisi Jalan Lingkungan Permukiman Nelayan Cipatuguran

Sumber: Dokumentasi Pribadi, Mei 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

49

Universitas Indonesia

3.4 Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu (Pelabuhan Perikanan

Nusantara)

Lingkup Kawasan Inti Minapolitan adalah satu area Pelabuhan Perikanan

Nusantara yang berfungsi sebagai tempat berkegiatan di sektor perikanan yang

terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas – batas tertentu, serta

sebagai tempat kegiatan pemerintahan (kantor dinas pelabuhan perikanan) dan

kegiatan perikanan untuk tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan

bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan

kegiatan penunjang perikanan.

3.4.1 Kondisi Umum Kawasan Inti Minapolitan

Kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu adalah

kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang

dikembangan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.

Pengembangan wilayah Minapolitan Perikanan Tangkap secara garis besar

terdiri dari Zona Inti di Kawasan Pelabuhan Perikanan, Zona Pengembangan

dan Pendukung. Wilayah Minapolitan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu

memiliki Zona Inti di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Pasar ikan

Gambar 3.20 Lokasi Kawasan Inti Minapolitan

Sumber: Google Earth, 2006

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

50

Universitas Indonesia

masuk kedalam kawasan zona inti Minapolitan meskipun penanganan dan

manajemen pasar tidak dikelola oleh Dinas Pelabuhan Perikanan.

Fasilitas-fasilitas pokok yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara

Palabuhanratu meliputi (PPN Palabuhanratu, 2011) :

1. Dermaga pelabuhan terbagi dalam dermaga tambat dan dermaga bongkar

dengan kapasitas areal tambat labuh seluas 310 m² dan perbekalan seluas

106 M², sedangkan tempat pendaratan perahu seluas 3.953 m².

2. Kolam I mempunyai luas 3 Ha dengan kedalaman 3 meter sedangkan kolam

II mempunyai luas 2 Ha dengan kedalaman 4 meter. Pemecah gelombang

adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk

melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap gelombang laut.

3. Tempat Pelelangan Ikan memiliki luas 920 m2 dan berfungsi sebagai tempat

pertemuan antara penjual (nelayan) dengan pembeli (pedagang atau agen

perusahaan) untuk melakukan jual beli / transaksi lelang ikan.

4. Kantor Adiministrasi pelabuhan

5. Laboratorium Bina Mutu

Gambar 3.21 Zonasi Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu

Sumber: Dinas Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Maret 2011 (telah diolah

kembali)

2

2

1 3

4

5

6

7

8

9

1

0

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

51

Universitas Indonesia

6. Bangunan Bengkel Perikanan berfungsi sebagai tempat perbaikan mesin-

mesin kapal perikanan yang mengalami kerusakan.

7. Restoran Ikan

8. Pasar Ikan

9. Depo Pengisian Bahan Bakar

10. Perusahaan-perusahaan eksportir ikan

Kapal yang telah melaut akan menyandarkan perahunya di dermaga

Pelabuhan Perikanan. Di Tempat Pendaratan Ikan telah menunggu buruh-buruh

angkut ikan untuk menurukan ikan dari kapal kemudian akan dibawa ke

perusahaan ekportir ikan yang berada di Pelabuhan Perikanan juga. Namun ada

sebagian komoditas ikan yang dijual di Pasar Ikan Palabuhanratu. Komoditas

ikan yang dijual di pasar tersebut tidak hanya berasal dari tangkapan kapal yang

melaut di Teluk Palabuhanratu, tetapi ada juga komoditas dari luar

Palabuhanratu seperti dari Jakarta.

Komoditas terbesar dari hasil tangkapan ikan para nelayan Palabuhanratu

adalah ikan tuna dan ikan layur. Untuk ikan tuna setelah penurunan langsung

dibawa ke perusahaan eksportir ikan tuna di kawasan Pelabuhan Perikanan

Nusantara (PPN) Palabuhanratu untuk diolah atau langsung diekspor. Terkadang

distribusi hasil tangkap ikan dapat langsung dilakukan di laut. Penjualan hasil

tangkapan biasa dijual di pasar tradisional Palabuhanratu dan pasar ikan modern

yang menyatu dengan restoran ikan milik PPN Palabuhanratu.

Gambar 3.22 Kegiatan pendaratan ikan hasil tangakapan (kiri), dan kegiatan dalam pasar ikan (kanan)

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

52

Universitas Indonesia

3.4.2 Pengembangan Rencana Induk Kawasan Inti Minapolitan

Palabuhanratu

Dinas Pelabuhan Perikanan berencana untuk mengembangkan kawasan

inti Minapolitan guna mendukung kegiatan perikanan yang jauh lebih produktif

dengan mengupayakan perubahan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

menuju Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS). Dengan perubahan status

Pelabuhan Perikanan Palabuhanratu menjadi PPS diharapkan hasil produksi

tangkap meningkat dan daya tampung kapal yang masuk menjadi lebih besar

serta fasilitas pendukung usaha perikanan dapat terpenuhi. Pengembangan

tersebut diarah ke bagian selatan Kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara.

Gambar 3.23 Rencana Pengembangan Kawasan Inti Minapolitan Palabuhanratu

Sumber: Dinas Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Maret 2011

(telah diolah kembali)

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

53

Universitas Indonesia

3.4.3 Sistem Operasional dan Jaringan

Wilayah kerja operasional di PPN Palabuhanratu terbagi menjadi dua,

yakni wilayah kerja operasional darat mencakup beberapa kecamatan di

Sukabumi dalam kegiatan perikanan yang dikelola atau ditangani langsung oleh

PPN Palabuhanratu. Kedua, wilayah kerja operasional laut, sesuai dengan status

pelabuhan perikanan di Palabuhanratu yang merupakan Pelabuhan Perikanan

Nusantara hanya mencapai zona ekonomi eksklusif Indonesia dan laut

territorial. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), dikenal juga sebagai

pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang terutama

untuk melayani kapal perikanan berukuran 15 – 16 ton GT sekaligus. Pelabuhan

ini juga melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan ZEE Indonesia dan

perairan nasional. Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40 – 50 ton / hari atau

sekitar 8.000 – 15.000 ton / tahun.

Gambar 3.24 Peta Wilayah Kerja Darat dan Laut

Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

Sumber: Dinas Pelabuhan Perikanan Nusantara, 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

54 Universitas Indonesia

BAB 4

MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP PADA

KAWASAN PESISIR KOTA PALABUHANRATU

Kawasan pesisir Palabuhanratu tumbuh dan berkembang menjadi kawasan

dengan kegiatan perikanan yang tinggi karena keberadaan Pelabuhan Perikanan

Nusantara (PPN) yang berfungsi sebagai denyut nadi perdagangan sektor

perikanan dalam skala nasional maupun internasional. Penetapan Palabuhanratu

menjadi kawasan Minapolitan atau kota perikanan yang berbasis perikanan

tangkap bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kawasan dan kesejateraan

masyarakat perikanan9 terutama nelayan yang memiliki ketergantungan akan

kemudahan akses menuju laut dari daratan maupun sebaliknya.

Kegiatan perikanan yang bermula pada lautan sebagai proses awal seperti

aktivitas penangkapan sumberdaya laut, penurunan dan penyimpanan hasil

tangkapan, pengolahan hingga pendistribusian hasil laut di daratan. Kegiatan

perikanan dan keseharian aktor-aktor, baik nelayan hingga wisatawan yang

datang untuk menikmati kegiatan perikanan di Palabuhnratu, yang berperan

dalam kegiatan tersebut mempengaruhi ruang-ruang yang akan membentuk

kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap. Infrastruktur memiliki posisi yang

sangat penting dalam pertumbuhan sebuah kota. Tanpa didukung oleh

infrastruktur yang baik, kota tersebut tidak mampu mewujudkan tujuan dan cita-

cita yang telah ditentukan. Pada bab ini juga akan dikaji mengenai infrasturktur

kota yang akan mendukung perkembangan Minapolitan Palabuhanratu.

Tapak wilayah Palabuhanratu yang diamati dan dibahas dalam penulisan

ini meliputi wilayah yang disebut pusat kota oleh masyarakat Palabuhanratu,

permukiman nelayan (Cipatuguran) hingga sepanjang pantai Citepus disebelah

barat pusat kota Palabuhanratu, karena wilayah tersebut merupakan pusat dari

kegiatan perikanan di Palabuhanratu.

Minapolitan sebagai sebuah kota merupakan wadah bagi manusia untuk

bermukim didalamnya. Dalam kehidupannya manusia—masyarakat- butuh hal-

hal yang dapat mendukung kelangsungan hidup mereka seperti tempat

9 Bab 1 Latar Belakang tujuan Minapolitan pada halaman 2

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

55

Universitas Indonesia

bernaung, makan, dan aktualisasi diri. Minapolitan sebagai kota yang berbasis

pada kegiatan perikanan dan masyarakat didalamnya yang didominasi oleh

nelayan serta terlibat dalam kegiatan tersebut tidak dapat meniadakan

kebergantungannya dengan ketersediaan hasil tangkapan laut, seperti

produksi/tangkapan laut yang memadai, kualitas yang terjaga, dan jaminan pasar

untuk distribusi hasil tangkapan. Namun semua itu memiliki tantangan-

tantangan yang akan dihadapi oleh Minapolitan.

Diagram 4.1 Analisis Minapolitan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

56

Universitas Indonesia

4.1 Kondisi Fisik Kawasan Pesisir Palabuhanratu Kaitannya Pada Gagasan

Minapolitan

4.1.1 Kondisi Fisik Terbangun Palabuhanratu

Konstruksi bangunan pada kawasan pesisir mempengaruhi kondisi

lingkungan kawasan pesisir. Pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir

harus ada suatu aturan yang mengikat bagi yang akan membangun,

mengembangkan dan menempati bangunan di kawasan pesisir antara lain

ukuran suatu bangunan harus disesuaikan dengan daya dukung dari wilayah

yang akan di bangun. Konstruksi bangunan sedapatnya dapat menekan atau

menghambat laju abrasi pantai, penanganan sampah domestik harus baik dan

tepat, serta penanaman pohon-pohon yang cocok dengan kondisi di kawasan

pesisir sehingga membantu kestabilan pantai. Penataan lingkungan dan

pemukiman masyarakat pesisir juga akan membantu masyarakat untuk hidup

sehat di lingkungannya sendiri.

Pengembangan dan pembangunan Minapolitan memiliki prinsip-prinsip

integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi. Prinsip-prinsip dapat mempercepat

pertumbuhan kawasan pesisir. Dalam sudut pandang spasial, prinsip integrasi

merujuk pada satu kesatuan dalam satu kota yang dapat menampung kegiatan-

kegiatan perikanan dan tidak ada dikotomi-dikotomi antara kegiatan pariwisata,

pelabuhan, maupun kegiatan nelayan. Gagasan Minapolitan bertujuan agar

semua kegiatan-kegiatan perekonomian dapat saling bersinergi satu sama lain

untuk memberikan keuntungan bagi kawasan Palabuhanratu. Efisiensi

diterapkan untuk mendorong agar sistem produksi dapat berjalan dengan biaya

murah, seperti memperpendek mata rantai produksi, dan didukung keberadaan

faktor-faktor produksi sesuai kebutuhan, sehingga menghasilkan produk-produk

ekonomi kompetitif, kondisi ini dapat terjadi di kawasan Minapolitan yang

terintegrasi memudahkan masyarakatnya untuk mengakses Palabuhanratu.

Pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan berorientasi pada

kualitas, baik sistem produksi secara keseluruhan, hasil produksi, teknologi

maupun sumberdaya manusia maupun dalam pengembangan infratruktur kota.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

57

Universitas Indonesia

Kawasan pesisir Palabuhanratu yang ingin mampu bersaing dengan kawasan

pesisir lainnya harus melakukan percepatan dalam segala bidang. Infrastruktur

yang terbangun dan terkelola dengan baik akan memberikan dampak yang

signifikan bagi Palabuhanratu.

Sunoto10

menyatakan Program Nasional Minapolitan mengangkat konsep

pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan struktur:

1. Ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah: Indonesia dibagi

menjadi sub – sub wilayah pengembangan ekonomi berdasarkan potensi

sumber daya alam, prasarana dan geografi

2. Kawasan ekonomi unggulan-minapolitan: setiap propinsi dan

kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa kawasan ekonomi unggulan

bernama minapolitan

3. Sentra produksi: setiap kawasan minapolitan terdiri dari sentra-sentra

produksi dan perdagangan komoditas kelautan dan perikanan dan kegiatan

lainnya yang saling terkait

4. Unit produksi/usaha: setiap sentra produksi terdiri dari unit-unit produksi

atau pelaku-pelaku usaha.

Tujuan pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan konsep

minapolitan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan Produksi, Produktivitas, dan Kualitas

2. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan yang

adil dan merata

3. Mengembangkan Kawasan Minapolitan sebagai pusat pertumbuhan

ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi perikanan sebagai

penggerak ekonomi rakyat.

Karakteristik Minapolitan menurut KKP adalah wilayah tersebut telah

memiliki sentra-sentra produksi dan pemasaran berbasis perikanan yang

memiliki multiplier effect terhadap perekonomian di sekitarnya. Palabuhanratu

didukung oleh keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara sebagai sentra

10 Arah kebijakan pengembangan konsep minapolitan di Indonesia

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

58

Universitas Indonesia

produksi sekaligus pemasaran hasil tangkapan, namun kendalanya adalah ada

beberapa titik infrastruktur yang belum mendukung dan sarana transportasi darat

yang tidak menjangkau semua wilayah Palabuhanratu.

A adalah kawasan perkantoran pemerintah Kabupaten Sukabumi dan

Kecamatan Palabuhanratu. Kawasan B dan C didominasi oleh permukiman dan

ruko-ruko juga terdapat terminal dan pasar tradisional Palabuhanratu, kawasan

ini lah yang disebut ‗kota‘ oleh masyarakat setempat, karena kegiatan ekonomi

berpusat di wilayah ini. Kawasan D merupakan kawasan wisata untuk

wisatawan, daerah tersebut banyak didominasi oleh resor maupun hotel-hotel.

Kawasan D disebut kawasan inti Minapolitan, keberadaan PPN Palabuhanratu

meningkatkan kegiatan perikanan didalamnya. Kawasan F dan G merupakan

permukiman nelayan, F adalah perkampungan Majelis dan G adalah

Perkampungan Cipatuguran.

Perkembangan Palabuhanratu terjadi dari bagian timur hingga barat,

sehingga perkembangan ini dapat dikatakan perkembangan yang ekstensif

maupun intensif karena telah berkembangnya jaringan sarana transportasi darat,

namun disisi lain dari jaringan sarana transportasi darat yang masih belum

memadai pada bagian selatan Palabuhanratu (sepanjang Jalan Cipatuguran,

G

F

B

E

A

C

D

Gambar 4.1 Kawasan Observasi Penulisan Skripsi, Palabuhanratu

Sumber : Google Earth, 2006

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

59

Universitas Indonesia

termasuk permukiman nelayan) perkembangannya masih perkembangan

intensif.

Stuart Chapin11

menyebutkan prilaku kehidupan manusia dan proses imbal

balik nya membentuk pola-pola keruangan dalam suatu wilayah dan

berdasarkan empat pola perkembangan built up areas yang dijelaskan oleh

Sujarto(1980)12

, Palabuhanratu termasuk dalam daerah kota Pantai. Namun

keberadaan perkampungan nelayan sebagai entitas utama bagi kawasan pesisir

ini masih tetap memberikan kontribusi bagi bergeraknya kegiatan ekonomi

perikanan di Palabuhanratu. Perbedaan perkembangan ini dapat menyebabkan

11 Bab 2 pada subbab Permukiman Pesisir dan Pola Permukiman halaman 18 12 Ibid

Gambar 4.2 Aktivitas kegiatan Kawasan Palabuhanratu

Sumber : Ilustrasi pribadi, November 2011

Teluk Palabuhanratu

Sungai

Pantai

Kawasan wisata

Pepohonan rimbun

Lawan terbuka

Permukiman

Kawasan perdagangan/komersil

Terminal bis

Fasilitas pemerintahan

Tambak garam

Kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara

Jalan/ Akses Utama

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

60

Universitas Indonesia

pertumbuhan dan perkembangan Palabuhanratu sebagai Minapolitan Perikanan

Tangkap tidak sesuai dengan prinsip integrasi dan dapat meghambat laju

percepatan pertumbuhan kawasan.

Palabuhanratu yang terkenal dengan wisata bahari dan pantainya

memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun manca negara.

Wilayah pariwisata ini terletak sekitar 3-5 km dari pusat kota Palabuhanratu,

sepanjang jalur utama yang menghubungkan pusat kota Palabuhanratu. Namun

patut disayangkan kawasan wisata, terutama Pantai Citepus sebagai salah satu

public space yang sering dikunjungi oleh masyarakat Palabuhanratu tidak

terkelola dengan baik. Fasilitas umum seperti toilet umum yang berada di

pinggir Pantai Citepus konstruksinya tidak dalam kondisi yang baik dan

cenderung terbengkalai, tidak diberikan area khusus bagi pedagang-pedagang

kaki lima dan area parkir bagi pengunjung. Sepanjang pantai di bagian utara

telah berdiri bangunan-bangunan resor atau hotel untuk mengakomodasi turis-

turis dan restoran-restoran olahan laut yang cukup terkenal di Palabuhanratu.

Keberadaan PPN Palabuhanratu juga telah menjadi salah satu tempat yang

harus dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan yang hanya ingin melihat kegiatan

nelayan saat menurunkan ikan dan proses lelang ikan di TPI. Hal ini

menunjukan bahwa selain berselancar di laut atau pun menikmati keindahan

alam, wisatawan juga menikmati kegiatan perikanan nelayan yang tersaji di

kawasan tersebut.

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat serta peningkatan dalam

sektor pariwisata (wisatawan banyak yang mengunjungi Palabuhanratu)

menimbulkan dampak pembangunan di wilayah pesisir akan meningkat,

sedangkan salah satu ancaman Palabuhanratu yang terletak di bagian selatan

Pulau Jawa adalah gempa bumi di bawah laut yang dapat mengakibatkan

gelombang Tsunami karena lempeng tektonik yang melewati Palabuhanratu.

Minapolitan sebagai kota yang terletak di tepi pantai harus dapat melihat

tantangan bencana alam tersebut. Manusia dengan ilmunya tidak akan mampu

mengalahkan kekuatan alam, namun dengan kerendahan hati manusia mampu

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

61

Universitas Indonesia

beradaptasi dengan kondisi alam di pesisir yang fluktuatif. Kondisi topografi

Pelabuhanratu yang berbukit memberikan keuntungan tersendiri karena dapat

digunakan sebagai lokasi evakuasi, pemerintah setempat telah memasang

penanda jalan yang menunjukan arah lokasi evakuasi dan telah memasang early

warning system, sehingga masyarakat dapat waspada dan bersiaga ketika early

warning system berbunyi. Namun jarak yang harus ditempuh dari pusat kota

Palabuhanratu menuju perbukitan mencapai 700 meter, hal ini sangat tidak

mungkin bagi manusia dapat menempuh jarak 700 meter dalam waktu singkat,

mengingat kecepatan gelombang tsunami dapat mencapai 700 km/jam dengan

ketinggian ombak mencapai 10 meter.

Diagram 4.2 Analisis Minapolitan dilihat dari kebutuhan tempat bernaung

Nelayan dan

Masyarakat

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

62

Universitas Indonesia

4.1.2 Kondisi Permukiman di Kawasan Pesisir Palabuhanratu,

Cipatuguran

Kampung Cipatuguran terletak 3 Km di sebelah Utara ibukota kecamatan,

sebagai suatu pemukiman yang mencirikan pola perkampungan yang

Gambar 4.4 Kawasan Cipatuguran

Sumber : Ilustrasi pribadi, November 2011

Gambar 4.3 Marka jalan lokasi evakuasi bencana dan plang peringatan bencana

Sumber : Dokumentasi pribadi, November 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

63

Universitas Indonesia

mengelompok. Struktur kawasan permukiman nelayan Cipatuguran memiliki

ciri khas dan pola ditunjukan seperti adanya ruang-ruang terbuka yang

kedekatannya dengan akses terlihat di sturktur kawasan tersebut untuk

mendukung kegiatan permukiman ini. Ruang terbuka, fasilitas umum dan sosial

menjadi pusat bagi kegiatan masyarakat. Sungai tidak berperan penting bagi

kegiatan nelayan karena sungai yang berada di kawasan ini kecil dan tidak dapat

dimanfaatkan sebagai kanal untuk melabuhkan perahu-perahu mereka.

Permukiman nelayan Cipatuguran itu sendiri terletak lebih kedalam dari akses

utama (jalan utama) sehingga bila dilihat dari luar yang pertama terlihat adalah

ruang-ruang terbuka yang berfungsi sebagai tempat penjemuran. Pembangunan

rumah oleh masyarakat dilakukan kearah pantai, hal ini menyalahi aturan garis

sempadan pantai dan dapat mengakibatkan resiko dampak bencana alam lebih

besar di Permukiman nelayan tersebut. Akses utama lebih didominasi oleh

keberadaan fasilitas pemerintah seperti pos angkatan laut, pusat kesehatan

masyarakat dan keberadaan stasiun penelitian kelautan IPB, sekolah perikanan,

juga laboratorium perikanan dan kelautan dinas Provinsi Jawa Barat.

Pola permukiman makro Cipatuguran secara umum dapat digambarkan

seperti dibawah ini. Dari pola dibawah terlihat bangunan yang dekat dengan

sungai, muka bangunan menghadap ke arah sungai dan untuk bangunan yang

jauh dari sungai muka bangunannya menghadap jalan. Namun seluruh rumah

yang berada pada bagian terluar permukiman Cipatuguran tidak menghadap

kearah pantai (laut) karena paparan angin barat yang cukup kencang di Pantai

tersebut. Tidak ada batas jelas yang memisahkan bagian mana yang dapat

dibangun dan bagian mana yang seharusnya tidak dibangun. Hanya bangunan-

bangunan fasilitas umum dan sosial saja yang menghadap kearah pantai, seperti

bale-bale dan tempat penurunan ikan.

Kondisi fisik kawasan yang dibangun oleh pihak pemerintah secara

terencana namun tanpa mempertimbangkan historis keberadaan nelayan dan

kegiatannya. Secara historis perkembangan permukiman atau desa nelayan

bertolak dari kegiatan nelayan yang sudah turun temurun baik nelayan dengan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

64

Universitas Indonesia

alat tradisional hingga modern. Bentuk desa nelayan didorong oleh persamaan

kepentingan dan corak kehidupan mereka yang berkelompok serta sifat

pekerjaan dan kehidupan mereka yang cenderung terikat pada tempat-tempat

yang dapat mendukung kegiatan mereka, dan berkembang dengan perkawinan

diantara kelompok mereka dan tumbuh dengan sendirinya hingga terbentuk

masyarakat sendiri.

Permukiman nelayan cenderung tumbuh dan berkembang di daerah-daerah

yang menguntungkan untuk kegiatan nelayan dan pendaratannya. Hingga timbul

permukiman yang berkembangnya bergantung dengan kondisi setempat. Hal

tersebut yang menyebabkan nelayan Cipatuguran menempatkan TPI di daerah

pinggir pantai sebagai tempat strategis untuk pendaratan mereka karena pada

awal mulanya pemerintah tidak menyediakan TPI untuk menunjang kegiatan

nelayan. Dengan keberadaan TPI sebagai bangunan penting dalam kegiatan

mereka maka tumbuh lah rumah-rumah yang dibangun oleh masyarakat nelayan

setempat dekat dengan fasilitas tersebut selain untuk memudahkan mereka

memantau perahu-perahu mereka.

Gambar 4.5 Perubahan Fungsi Lahan Kawasan Pesisir

Sumber: Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

65

Universitas Indonesia

Hal ini menyebabkan batas permukiman Cipatuguran berubah dan

semakin mendekati pantai karena zona konservasi yang seharusnya merupakan

daerah penyangga (vegetasi) berubah fungsi dengan dibangunnya rumah-rumah

oleh masyarakat setempat. Hal ini dapat menyebabkan abrasi karena tidak ada

vegetasi yg menahan gerusan air laut. Selain itu bergesernya garis pantai

disebabkan juga oleh aktivitas pembangunan PLTU di selatan Cipatuguran. Air

pasang juga dapat mengancam kawasan ini, menurut warga setempat sesaat

setelah bencana alam tsunami di Pangandaran, kawasan ini mengalami pasang

laut yang cukup tinggi mencapai satu meter dan hingga 500 meter dari garis

pantai ke arah permukiman. Vegetasi yang seharusnya bisa berfungsi untuk

melindungi daerah permukiman dari pasang laut dan gelombang ombak besar

(seperti tsunami).

Dilihat dari lamanya masyarakat tinggal di kawasan ini, hampir seluruh

masyarakat sudah menempatinya lebih dari lima tahun, bahkan ada beberapa

masyarakat yang telah tinggal sejak pertama kali relokasi kawasan permukiman

nelayan Cipatuguran. Kondisi ini terjadi disebabkan masyarakat sudah turun

temurun tinggal di kawasan pesisir. Ini menunjukkan bahwa masyarakat pesisir

telah menyatu dengan lingkungan tempat tinggalnya sehingga sulit untuk pindah

dari lokasi tersebut apalagi bila dipindah jauh dari akses mereka menuju laut.

Karena letak permukiman nelayan sangat terikat dengan temapt-tempat yang

dianggap strategis bagi kegiatan mereka, laut dan kanal-kanal sungai, sehingga

dalam memasarkan hasil tangkapan atau olahan mereka kerap kali harus

menempuh jarak yang cukup jauh.

Keterkaitan kegiatan nelayan dengan ruang-ruang pada permukiman

nelayan Cipatuguran dapat dilihat pada pola spasial yang terbentuk. Beberapa

titik yang penting diambil untuk melihat ruang-ruang yang terbentuk.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

66

Universitas Indonesia

Gambar 4.6 Pola Permukiman Cipatuguran

Sumber : Ilustrasi pribadi, Desember 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

67

Universitas Indonesia

Gambar 4.7 Spasial Permukiman Cipatuguran

Sumber : Ilustrasi pribadi, Desember 2011

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

68

Universitas Indonesia

4.2 Kegiatan Perikanan Palabuhanratu

Pada umumnya para nelayan masih mengalami keterbatasan teknologi

penangkapan sehingga wilayah operasipun jadi terbatas, hanya sekitar perairan

pantai. Untuk meningkatkan pendapatan nelayan, maka permasalahan para

nelayan di kawasan pesisir dalam upaya meningkatkan produksi perikanan perlu

ditunjang dengan peningkatan kualitas armada kapal, baik secara kelompok

maupun individu, sehingga dapat mencapai area tangkap yang lebih jauh dan

luas. Hal yang dapat dilakukan antara lain dengan pemberian kemudahan

pendanaan (dengan perkreditan/koperasi) dan pengadaan barang (peralatan

tangkap, bahan bakar, dan kebutuhan sehari-hari lainnya). Pendapatan

masyarakat di kawasan pesisir, akan berpengaruh terhadap kualitas pemukiman

dan lingkungan kawasan pesisir.

Selayaknya telah diketahui Minapolitan yang khususnya berbasis

perikanan tangkap tidak bisa lepas dari tapak yang membentuknya. Seluruh kota

yang ditetapkan sebagai Minapolitan Berbasis Perikanan Tangkap oleh KKP

Diagram 4.3 Analisis Minapolitan berdasarkan dari kegiatan

perikanan nelayan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

69

Universitas Indonesia

merupakan kota yang terletak dipesisir laut. Pada Bab 2 telah dijabarkan

karakteristik kawasan pesisir yang sangat khas karena dipengaruhi oleh daratan

dan lautan, hal ini menyebabkan pesisir menjadi daerah yang rawan dan

fluktuatif. Kondisi iklim dan cuaca yang tidak baik bisa menyebabkan hasil

tangkapan tidak memadai.

Berdasarkan dari kepemilikan alat tangkap nelayan di Palabuhanratu

dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan

nelayan perorangan13

. Ketiga nelayan tersebut memiliki jam kerja di laut dan

menggunakan jenis perahu/ kapal dan sistem penangkapan yang berbeda satu

sama lainnya. Nelayan buruh di Palabuhanratu merupaka nelayan yang melaut

dengan jenis perahu-perahu besar seperti rumpon, diesel, dan payang dengan

daya jelajah yang jauh dan waktu melaut hingga satu bulan lamanya. Nelayan

juragan yakni pemilik kapal yang biasanya tidak ikut melaut, mereka hanya

melakukan pembagian tugas untuk nelayan buruh di darat sebelum melaut dan

menyediakan perbekalan bagi nelayan buruh. Nelayan perorangan merupakan

nelayan yang paling mendominasi di perkampungan-perkampungan nelayan di

Palabuhanratu, khususnya di perkampungan nelayan Cipatuguran.

4.2.1 Nelayan Tangkap Harian

13 Pada Bab 2 sub bab Karakteristik Masyarakat Nelayan Tangkap halaman 28

Diagram 4.4 Nelayan Harian Cipatuguran

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

70

Universitas Indonesia

Telah dijelaskan pada Bab 2 mengenai perkembangan kawasan pesisir,

Spiro Kostof menyatakan bahwa kondisi tapak yang berbeda dan bagaimana

cara permukiman beradaptasi dengan air akan memberikan karakter pada bentuk

kota dan respon yang terjadi dengan menyelaraskan pertumbuhannya dengan

tapak. Ternyata tidak hanya membentuk karakter kota namun juga

mempengaruhi kultur, corak, dan struktur ekonomi masyrakat setempat.

Palabuhanratu yang merupakan daerah pantai memiliki masyarakat yang

sebagian besar sumber pendapatannya berasal dari usaha penangkapan ikan dan

pengolahan ikan. Mereka lebih dikenal dengan sebutan masyarakat nelayan14

.

Ciri khas masyarakat nelayan khususnya nelayan Cipatuguran dalam kehidupan

sehari-harinya terlihat dari kondisi nyata pada kawasan tersebut. Ciri khas yang

tampak pada kawasan ini antara lain:

1. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan maupun pedagang

dan memiliki industri rumah tangga maupun menengah yang bergerak

pada sektor perikanan dan memiliki keterampilan khusus seperti

memperbaiki jaring, menebar jaring, mengolah ikan dan membaca kondisi

alam.

2. Pada bagian luar rumah digunakan sebagai tempat menyimpan atau

menaruh peralatan melaut (jaring, mesin perahu, alat pancing dan lainnya).

3. Terdapat ruang-ruang bersama untuk menjemur ikan dan mengolah ikan,

serta terdapat tempat penurunan ikan yang selain berfungsi untuk

menurunkan hasil tangkapan juga sekaligus menjual hasil tangkapan dan

sebagai tempat berkumpul warga.

14 Bab 2 Kawasan Pesisir Kota Dan Minapolitan pada halaman 25 mengenai definisi nelayan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

71

Universitas Indonesia

Berdasarkan dari durasi kerja melaut, daya jelajah dan jenis perahu15

yang

digunakan nelayan Cipatuguran termasuk kedalam nelayan harian, dengan rata-

rata kerja mencapai 10-12 jam dengan di laut untuk kemudian kembali lagi ke

daratan dengan membawa atau tidak membawa hasil ikan jika musim tangkap

atau cuaca alam sedang tidak baik. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa pola

kerja nelayan seperti itu membuat mereka sangat bergantung dengan alam.

Berdasarkan waktu melaut nelayan Cipatuguran melaut terbagi menjadi tiga; 1.

Nelayan yang berangkat melaut pada dini hari kemudian kembali ke daratan

pada siang hari, 2. Nelayan yang berangkat melaut selepas isya kemudian

kembali ke daratan saat subuh, 3. Nelayan yang melaut pada siang hari dan

kemudian kembali ke daratan pada tengah malam. Ini terjadi karena bergantung

kondisi laut, ombak dan angin atau komoditas yang dibutuhkan.

Berdasarkan dari relasi keluarga nelayan Cipatuguran didominasi oleh

nelayan perorangan dan nelayan kelompok. Nelayan perorangan disini adalah

nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan pengoperasiannya

dilakukan oleh beberapa anggota laki-laki di keluarga tersebut. Nelayan

15 Jenis perahu yang digunakan adalah perahu congkrang. Telah dijelaskan pada Bab Studi Kasus

Kawasan Palabuhanratu halaman 45

Gambar 4.8 Suasana ruang pantai Cipatuguran

Sumber: Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

72

Universitas Indonesia

kelompok merupakan gabungan dua hingga tiga nelayan namun anggota

nelayan lainnya sifatnya hanya membantu pemilik perahu. Sebelum melaut

anggota nelayan akan mempersiapkan segala kebutuhan seperti perbekalan.

Anggota nelayan dari perahu congkrang terdiri dari tiga orang, pemilik perahu

akan menjadi pemimpin selama melaut karena dianggap lebih berpengalaman

dan berpengetahuan dari anggota yang lain. Dua anggota yang lain berperan

sebagai pembantu penangkap ikan dan pemegang kemudi. Walaupun pola

pembagian kerjanya tegas, tetapi setelah ada di tengah laut biasanya masing-

masing orang saling membantu, namun dari semua itu tetap saja peranan

pimpinan yang paling menentukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai

dengan evaluasi.

Masyarakat nelayan Cipatuguran setidaknya telah mengembangkan dua

cara dalam menangkap ikan; 1. Penangkapan di tengah laut, dan 2. Penangkapan

di pinggir pantai. Masing-masing cara memerlukan mekanisme dan perangkat

kerja yang berbeda, tergantung dari lokasi penangkapan dan jenis ikan.

Teknik pengangkapan ikan di daerah pinggiran pantai adalah dengan

menggunakan jaring. Teknik penangkapan ini disebut ngarad. Jaring ditebar

didaerah pinggir pantai dengan menggunakan perahu, kemudian di tarik dari

arah pantai. Pertama setiap ujung jaring diikat dengan tali sepanjang 200 meter.

Untuk menggunakan teknik ini diperlukan 5-10 orang nelayan. Mula-mula

mereka pergi ke daerah pantai yang diperkirakan banyak ikannya, sebagian

nelayan berdiri dipantai memegang salah satu ujung tali jaring, sementara itu

mereka memperhatikan dua nelayan lainnya yang membawa jaring ke laut

dengan mempergunakan perahu, satu orang bertugas mendayung perahu dan

seorang lagi menebar jaring sedikit demi sedikit dengan cara memutar dari arah

kiri ke kanan hingga jaring mengembang di laut. Setelah selesai, perahu kembali

lagi ke pantai dengan membawa ujung tali yang sebelah kanan.

Nelayan lainnya bersiap untuk menarik jaring, tiga hingga lima orang

nelayan berada pada kedua ujung tali dan satu orang yang bertugas menggulung

tali, aktivitas ini juga melibatkan perempuan, umumnya adalah anggota keluarga

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

73

Universitas Indonesia

dari nelayan yang bersangkutan. Setelah seluruh jaring ditarik, mulai diperiksa

seberapa banyak ikan yang didapat, bila beruntung kelompok nelayan ini bisa

mendapatkan sampai 20 kg macam-macam ikan kecil, bila kurang beruntung

bahkan hanya 1-2 ekor ikan saja yang terjaring. Hasil tangkapan ini kemudian

dibagi menurut berapa orang nelayan yang berperan dalam kegiatan itu. Tidak

ada waktu khusus untuk melakukan kegiatan ini, yang jelas tidak dilakukan pada

saat laut sedang pasang.

Tidak sembarang nelayan dapat mencari ikan di tengah lautan, ini tentunya

tergantung dari perangkat yang dimiliki dan jenis ikan yang akan ditangkap.

Ada tiga daerah penangkapan yaitu; 1. Lintas satu, yaitu jenis laut dangkal dekat

daerah pantai, pada areal pengkapan ini tidak ada kapal-kapal besar yang

melintas, 2. Lintas dua, yaitu jenis laut dalam namun tidak terlalu jauh dari

pantai, bukan areal lintasan kapal besar, juga semacam pembatas areal

penangkapan lokal dalam arti nelayan dari daerah lain tidak boleh melakukan

aktivitas penangkapan ikan disini, 3. Lintas tiga, jenis laut dalam dan merupakan

areal lintas laut internasional atau disebut sebagai laut bebas dalam pengertian

sebagai daerah penangkapan ikan umum, siapa dan dari mana saja nelayan itu

berasal boleh melakukan aktivitas penangkapan ikan (Moeis, 2008).

Berdasarkan hasil wawancara dengan warga, jarak terjauh yang mungkin

mereka tempuh adalah sepanjang ciri-ciri daratan masih terlihat. Ciri-ciri

tersebut berperan sebagai pembatas penangkapan ikan dan juga petunjuk untuk

kembali ke darat. Bila ciri daratan sudah tidak terlihat, nelayan merasa kesulitan

tentang arah mana yang dituju untuk kembali. Ciri alam yang dipakai sebagai

pedoman nelayan Cipatuguran adalah gunung Jayanti disekitar Palabuanratu.

Saat musim paceklik (karena kondisi cuaca dan keberadaan ikan) atau

masa istirahat nelayan akan libur dari kegiatan melaut. Kegiatan nelayan diisi

dengan memperbaiki peralatan penangkapan ikan yang rusak. Mereka akan

memperbaiki jaring hingga mesin/motor tempel perahu yang rusak. Kegiatan ini

dilakukan dipekarangan rumah maupun ruang-ruang terbuka dekat dengan

rumah ataupun tempat penyimpanan peralatan tangkap mereka.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

74

Universitas Indonesia

Kondisi ketidakpastian hasil tangkapan ini membuat rumah tangga nelayan

terancam. Disinilah peran keluarga terutama istri dan anak-anak nelayan

menjadi sangat penting karena harus ikut mencari nafkah untuk kelanjutan hidup

mereka hingga sang suami dapat melaut kembali dan mendapatkan tangkapan

yang bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka. Begitu juga dengan kondisi

nelayan buruh bila sedang tidak melaut, nelayan buruh akan bekerja apapun di

darat untuk memperoleh penghasilan sehingga kehidupan rumah tangga nelayan

tersebut akan terus berlangsung.

Namun kini nelayan Cipatuguran telah berkembang, ada beberapa istri di

keluarga nelayan membuka usaha warung kecil-kecilan di rumah untuk

membantu keuangan keluarga sehingga saat paceklik mereka masih

mendapatkan penghasilan. Ada pula yang memiliki keterampilan untuk

memperbaiki barang elektronik serta memiliki kendaraan pribadi yang

digunakan untuk mencari nafkah.

Ada dua rute yang dilakukan oleh nelayan harian Cipatuguran dalam

kegiatan harian melaut menangkap ikan dengan urutan rangkaian kerja.

Pertama sebagai berikut;

Penambatan perahu dilakukan dipesisir pantai karena kampung ini tidak

memiliki dermaga atau tempat yang dapat dijadikan lokasi penambatan.

Sebenarnya kawasan PPN Palabuhanratu menyediakan dermaga untuk

menambatkan perahu-perahu nelayan namun lebih didominasi oleh perahu/kapal

dengan mesin dan muatan lebih besar seperti jenis kapal Longland, Diesel,

Rumpon, dan Payang. Sebagian besar nelayan Cipatuguran tidak menambatkan

rumah Penambatan

perahu Laut

Tempat Pelelangan Ikan

atau Pusat Pendaratan Ikan

Penambatan perahu

Diagram 4.5 Analisis Rute Rangkaian Kerja Nelayan Cipatuguran

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

75

Universitas Indonesia

perahunya di PPN Palabuhanratu karena jarak antara PPN Palabuhanratu dan

kampung mereka cukup jauh, sehingga nelayan tidak dapat memantau kondisi

perahu mereka. Disini pesisir laut memiliki peran yang signifikan karena

fungsinya sebagai penambatan perahu. Kedua, nelayan harian ini menambatkan

perahu mereka setelah melaut di PPN Palabuhanratu;

Nelayan cipatuguran tidak berani jika melaut dengan kapal dengan muatan

dan daya jelajah lebih jauh, dan waktu dilaut yang lebih lama karena resiko yang

cukup besar. Oleh karena itu mereka terbiasa menjadi nelayan harian. Meski

pun ada yang menjadi nelayan rumpon atau longland biasanya mereka adalah

nelayan buruh. Komoditas tangkapan utama nelayan cipatuguran adalah ikan

layur. Bila musim ikan, tangkapan dapat mencapai 20 kg dalam sehari.

Ada dua pilihan bagi nelayan Cipatuguran untuk menjual hasil tangkapan

ikan yang didapat (jumlah tangkapan tergantung dari kondisi alam, lama

penangkapan, dan musim ikan). Jika hasil tangkapan ikan melimpah nelayan

harian Cipatuguran akan melabuhkan perahu dan menjual langsung hasil

tangkapan ikan di TPI PPN Palabuhanratu sebagai pusat penjualan komoditas

ikan di wilayah Palabuhanratu dan sekitarnya. Namun bila hasil tangkapan tidak

rumah Penambatan

perahu PPN Laut

Tempat Pelelangan Ikan

atau

Pusat Pendaratan Ikan PPN

Penambatan

perahu PPN

Diagram 4.6 Analisis Rute Rangkaian Kerja Nelayan Tangkap

Gambar 4.9 Garis Pantai sepanjang Cipatuguran hingga PPN Palabuhanratu

Sumber: Google Earth, 2006 (telah diolah kembali)

A B

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

76

Universitas Indonesia

sebanyak masa panen ikan, nelayan akan menjual hasil tangkapannya di TPI

sekitar Cipatuguran. Ikan segar hasil akan dibeli langsung oleh pedagang,

pengolah, sampai konsumen akhir.

Telah disebutkan bahwa penjualan hasil tangkapan nelayan dapat

menjualnya di pasar ikan PPN Palabuhanratu maupun langsung di TPI

Cipatuguran. Semua tergantung dari jumlah hasil tangkapan yang didapat oleh

nelayan. wilayah distribusi hasil tangkapan dari TPI di sekitar Cipatuguran

tidak seluas distribusi ikan melalui pasar ikan PPN Palabuhanratu karena

keterbatasan hasil dan jaringan distribusi. Hasil tangkapan nelayan harian

Cipatuguran kalah bersaing dengan nelayan-nelayan besar karena itu target

penjualan hasil tangkapannya pun berbeda. Nelayan-nelayan besar hasil

tangkapannya didominasi oleh ikan tuna yang merupakan komoditas ekspor di

Gambar 4.10 Zoom out A Rute Penangkapan Ikan dan

Distribusi Hasil Tangkapan dari Cipatuguran

Sumber: Ilustrasi Pribadi, Desember 2011

Keterangan: Perahu nelayan berlayar

Distribusi hasil tangkapan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

77

Universitas Indonesia

Indonesia, berbeda dengan nelayan harian Cipatuguran yang tangkapannya

didominasi oleh ikan layur.

Hasil laut (ikan) merupakan komoditas yang tidak tahan lama. Perlu

penanganan khusus dalam penyimpanan selama penangkapan. Nelayan harian

cipatuguran hanya berbekal box berisi es batu dan garam untuk pengawetan ikan

selama di laut hingga kembali ke daratan. PPN Palabuhanratu menyediakan

pabrik es untuk kebutuhan para nelayan, namun keberadaan PPN Palabuhanratu

yang cukup jauh dari Cipatuguran harus ditempuh oleh kendaraan bermotor atau

menggunakan ojek karena transportasi umum tidak melewati Cipatuguran, hal

ini dapat menambahkan biaya operasional yang dikeluarkan nelayan.

Penjualan hasil tangkapan setelah pendaratan harus segera habis atau

kemudian dipilah-pilah berapa bagian dari tangkapan yang akan diasinkan atau

diolah. Biasanya yang akan diolah adalah ikan dengan kualitas nomor dua.

Gambar 4.11 Zoom out B. Rute Penangkapan Ikan dari Cipatuguran menuju PPN

Palabuhanratu dan Distribusi Hasil Tangkapan.

Sumber: Ilustrasi Pribadi, Desember 2011

Keterangan: Perahu nelayan berlayar

Distribusi hasil tangkapan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

78

Universitas Indonesia

Sebagian besar nelayan Cipatuguran mengolah kembali hasil tangkapan seperti

pengasapan, pengeringan ikan, atau pembuatan terasi yang biasa mereka

lakukan di ruang-ruang terbuka seperti lapangan atau pekarangan karena sistem

yang digunakan masih manual dengan memanfaatkan sinar matahari dalam

prosesnya (khusus untuk pengeringan ikan) dan kemudian dijual di pasar-pasar

Palabuhanratu dan sekitarnya.

Diagram 4.7Analisis Rute Rangkaian Kerja Unit Rumahan Usaha

Pengasinan Ikan Nelayan Cipatuguran

rumah TPI / PPI

Rumah/ Ruang terbuka (lapangan/pekara

ngan) -Pembersihan ikan -Penggaraman ikan -Pengeringan -Penyimpanan

-Pasar tradisional Palabuhanratu -Pasar Ikan Palabuhanratu

-Luarkota

Gambar 4.12 Rute Rangkaian Kerja Unit Usaha Rumahan

Pengolahan Ikan Nelayan Cipatuguran

Sumber : Ilustrasi pribadi, Desember 2011

Keterangan: Penjualan hasil pengolahan

ikan Dari tempat penurunan menuju

penyimpanan hasil olahan

Tempat pengolahan atau penjemuran hasil

tangkapan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

79

Universitas Indonesia

4.2.2 Nelayan Buruh Palabuhanratu

Nelayan buruh memiliki waktu bekerja yang berbeda dengan nelayan

harian di Cipatuguran. Sangat sedikit masyarakat lokal dari Palabuhanratu

menjadi nelayan buruh untuk kapal-kapal besar. Sebagian besar nelayan buruh

berasal dari luar Palabuhanratu, seperti berasal dari Banten, Bugis, Cirebon dan

Indramayu.

Sebagian besar nelayan tangkap di PPN Palabuhanratu adalah nelayan

buruh yang bekerja untuk nelayan juragan. Kapal yang digunakan oleh nelayan

buruh merupaka kapal dengan muatan besar seperti kapal longline, rumpon, dan

diesel dengan daya jelajah hingga tengah laut sehingga membutuhkan bahan

bakar yang lebih banyak dari nelayan harian karena durasi kerja berada di lautan

hingga dua bulan lamanya. Komoditas ikan yang didapatkan juga merupakan

ikan-ikan laut dalam seperti tuna atau tongkol yang memiliki teknik tersendiri

dalam penangkapannya. Mayoritas nelayan buruh di Palabuhanratu hidup di

kapal atau mengontrak rumah dekat lokasi PPN Palabuhanratu bagi nelayan

buruh diluar wilayah Palabuhanratu, dan untuk nelayan buruh dari sekitar

Diagram 4.8 Nelayan Buruh Palabuhanratu

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

80

Universitas Indonesia

Palabuhanratu akan memilih kembali ke rumahnya selepas dari laut hingga

datang panggilan untuk melaut kembali dari nelayan juragan.

Sebelum melakukan penangkapan di laut anggota kelompok nelayan

memiliki pembagian kerja yang berbeda-beda sesuai instruksi yang diberikan

oleh nelayan juragan (pemilik kapal) atau kesepakatan bersama antar kelompok.

Pembagian kerja nelayan yang melaut menggunakan perahu besar cukup

kompleks. Anggota perahu besar berkisar antara 5-8 orang dengan sistem

pembagian tugas sebagai berikut :

1. Pemilik perahu, tugasnya mempersiapkan dan mengatur segala keperluan

di laut, biasanya pemilik perahu tidak ikut melaut.

2. Juru mudi merupakan sosok yang memiliki tanggung jawab paling besar.

Ia sosok yang memerankan pimpinan di laut karena paling menguasai

segala hal tentang laut termasuk menentukan dimana, kapan, dan

bagaimana melakukan aktivitas penangkapan. Juru mudi adalah orang

yang paling berkuasa di atas perahu, termasuk pemilik perahu jika turut

melaut adalah dibawah perintahnya.

3. Petawuran bekerja menebar jaring.

4. Pengawas adalah orang yang mengawasi keberadaan ikan, sehingga ia

harus berdiri di tempat yang tinggi.

5. Juru batu adalah orang yang khusus membersihkan perahu dan menarik

jaring ikan.

Hubungan sesama nelayan, kerja sama di lingkungan kelompok ini terjalin

sangat erat, disamping didorong oleh faktor saling membutuhkan juga

melibatkan aspek kepercayaan dan aspek emosional. Namun diluar lingkungan

ini, pola hubungan antar manusia tidak sekaku gambaran di atas, karena ketika

berada di laut meski tiap individu memiliki tugas utama, mereka tetap saling

membantu satu sama lainnya.

Ada dua konsep yang menerangkan mobilitas geografis masyarakat

pesisir. Pertama, gerakan penyebaran dari pusat yang menjadikan para

anggotanya tersebar, memisahkan diri dari lembah atau pulau mereka, untuk

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

81

Universitas Indonesia

sementara waktu atau untuk selama-lamanya, dimana mereka berjuang tanpa

lelah mencari kepandaian atau kekayaan baru. Kedua, selalu memusatkan diri

atau berorientasi ke pusat, karena mereka selalu berusaha merangkul para

anggotanya dan tidak dibiarkan pergi keluar (Geertz, 1981: 58-59).

4.2.3

4.2.4

Diagram 4.9 Analisis Rute Rangkaian Kerja kelompok nelayan PPN

Palabuhanratu

Dermaga penambatan

perahu

Fishing

ground

TPI/PPI PPN

Palabuhanratu

-Pasar tradisional Palabuhanratu -Pasar Ikan Palabuhanratu

-Luarkota -Restoran

-Eksportir

Industri pengolahan ikan -fillet -pengalengan

-pemindangan -nugget

-bakso ikan

Gambar 4.13 Rute Rangkaian Kerja kelompok nelayan PPN Palabuhanratu dan Distribusi hasil tangkapan

Sumber: Ilustrasi Pribadi, Desember 2011

Arah datang dan pergi kapal nelayan berlayar

Distribusi hasil tangkapan laut

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

82

Universitas Indonesia

Kelompok nelayan buruh bekerja di laut hingga dua bulan lamanya, hal ini

dipastikan kapal harus bisa menampung kebutuhan hidup nelayan, biasanya

ditengah laut telah ada bagan untuk nelayan tinggal selama di laut selain sebagai

tempat penanda rumpon ditanam (khusus bagi perahu rumpon). Kapal pun

dilengkapi oleh sistem pendingin untuk membekukan hasil tangkapan agar tetap

segar dan awet hingga diturunkan di tempat penurunan ikan PPN Palabuhanratu.

PPN Palabuhanratu telah menyediakan es curah dan coolbox untuk kebutuhan

nelayan melaut, bengkel perahu bagi nelayan untuk melakukan perawatan

perahu mereka, serta SPBN untuk menyediakan bahan bakar bagi perahu.

Pelelangan ikan dilakukan di kawasan PPN Palabuhanratu agar

memudahkan dalam menghitung jumlah ikan masuk perharinya,

mengkoordinasikan antara pihak nelayan dan pembeli/pedagang, dan

meminimalisasikan dominasi perlele yang kerap kali merugikan nelayan-

nelayan kecil. Distribusi hasil tangkapan di PPN mencakup luar wilayah

Palabuhanratu bahkan terdapat perusahaan eksportir untuk mengkespor ikan

tuna ke Jepang dan USA. Pihak PPN Pelabuhanratu juga menyediakan tempat

bagi pabrik industri pengolahan fillet dan pemindangan hasil tangkapan agar

jarak tempuh dari TPI menuju letak industri lebih dapat dijangkau.

Pengangkutan hasil tangkapan ikan akan melibatkan buruh angkut di

Palabuhanratu. Sebelum pukul 08.00 pagi para buruh angkut yang datang dari

sekitar bahkan luar Palabuhanratu telah siap di PPN Palabuhanratu. Mereka

bertugas mengangkut hasil tangkapan yang telah diturunkan dari kapal menuju

tempat pelelangan ikan, tempat industri pengolahan, pasar hingga truk-truk yang

telah siap mengangkut hasil tangkapan untuk didistribusikan. Disinilah jaringan

jalan dan moda transportasi sangat penting bagi keberlangsungan distribusi hasil

tangkapan dan kegiatan perikanan di Palabuhanratu.

Sesuai dengan kriteria kawasan Minapolitan yang telah diberikan oleh

Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwa untuk kawasan yang ditetapkan

sebagai kawasan Minapolitan telah tersedian infrastruktur awal yakni pelabuhan

perikanan dan tersedia infrastruktur kota yang memadai (jaringan listrik, BBM,

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

83

Universitas Indonesia

air bersih, jalan utama). Namun bila seluruh elemen yang menunjang kegiatan

perikanan tidak terintegrasi maka yang ada hanyalah kota pesisir pada

umumnya.

4.2.3 Infrastruktur Sebagai Penunjang Kegiatan Perikanan Bagi

Minapolitan

Prasarana atau infrastruktur menurut Jayadinata (1999: 31) adalah alat

(mungkin tempat) yang paling utama dalam kegiatan sosial atau kegiatan

ekonomi. Sedangkan sarana merupakan alat pembantu dalam prasarana itu. Baik

prasarana maupun sarana tidak bisa terlepas satu dengan yang lain, sehingga

keduanya mesti dipahami sebagai satu kesatuan.

Sarana dan prasarana (jaringan jalan, tempat pembuangan sampah

sementara, toilet umum di kawasan wisata, pasar dan terminal) yang mendukung

aktivitas pesisir belum sepenuhnya baik. Sehingga mempengaruhi kegiatan

perikanan dan perekonomian yang dilakukan masyarakat pesisir. Masalah

tersebut mengindikasikan perlu adanya perbaikan dan peningkatan kualitas

sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan produktivitas sumber daya

pesisir. Dan penambahan sarana prasarana yang sesuai dengan daya dukung

lingkungan pesisir.

Gambar 4.14 Perkembangan Infrastruktur Kawasan Palabuhanratu

Sumber : Google Earth, 2006

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

84

Universitas Indonesia

Jaringan jalan sebagai modal penting untuk menghungkan Palabuhanratu

dengan kawasan sekitar memang telah berkembang dengan baik namun

pengadaan transportasi umum dikawasan ini masih sangat rendah. Dari gambar

di atas dapat terlihat jelas infrastruktur hanya berkembang di kawasan utara

Palabuhanratu, di kawasan selatan hanya terdapat satu akses utama yang

menghubungkan bagian selatan ke pusat kota Palabuhanratu (bagian utara) akan

tetapi sarana transportasi darat tidak melewati jalan tersebut karena sepanjang

Jalan Cipatuguran belum berkembang seperti bagian utara. Terlihat jelas kondisi

nyata di lapangan bahwa terjadi ketimpangan pembangunan antara bagian

selatan dan utara, sedangkan di bagian selatan didominasi oleh nelayan-nelayan

harian Palabuhanratu. Ketimpangan ini dapat menghambat kegiatan perikanan

di Palabuhanratu, masyarakat dan nelayan di bagian selatan Palabuhanratu

kesulitan mengakses bagian utara (pusat kegiatan perikanan) karena sarana

transportasi yang terbatas. Hakikat Minapolitan adalah adanya keterpaduan

antar wilayah yang memiliki kegiatan perikanan yang saling mendukung,

sehingga kawasan pesisir lebih produktif dan memiliki keunggulan ekonomi

dalam kegiatan perikanannya.

Supply air bersih bagi kawasan ini mencukupi karena topografi yang

berbukit dan tidak adanya daerah payau menyebabkan air tanah pada kawasan

ini dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari termasuk di kawasan pesisir

pantai (tidak termasuk untuk masak dan minum). Keberadaan fasilitas

pendidikan belum mampu mencakup seluruh masyarakat Palabuhanratu.

Terutama fasilitas pendidikan bagi anak usia dini. Banyak orang tua yang

menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah yang berada di

Kabupaten Sukabumi hal itu karena, diakui oleh masyarakat sekitar, fasilitas

pendidikan masih belum sebaik yang ada di Kabupaten.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

85

Universitas Indonesia

4.3 Kesimpulan Pembahasan

Pola spasial kawasan pesisir di Palabuhanratu sangat tergantung dengan

kondisi geografis dan kegiatan masyarakat didalamnya. Interaksi masyarakat

terhadap ruang menciptakan pola spasial yang khas bagi kawasan pesisir.

Kegiatan masyarakat yang berorientasi pada ruang-ruang terbuka dan pantai

dikarenakan kegiatan mereka yang cenderung selalu ingin dekat dengan pantai,

hal ini lah yang menyebabkan pertumbuhan kawasan permukiman nelayan

mengarah ke pesisir/pantai dan mengambil area konservasi dan greenbelt bagi

kawasan pesisir. Hilangnya greenbelt di pesisir pantai permukiman Cipatuguran

menyebabkan permukiman ini rentan terkena dampak bencana alam dan air

pasang laut yang bisa mengakibatkan abrasi pantai. Palabuhanratu belum ada

perangkat-perangkat keras untuk mengantisipasi bencana gempa dan tsunami

yang mengancam kawasan Palabuahratu.

Pola spasial gagasan Minapolitan dapat dilihat dari kegiatan perikanan

yang terjadi di Palabuhanratu terutama kegiatan nelayan. Kegiatan nelayan

perorangan sebagai nelayan harian membentuk spasial yang memiliki

keterkaitan dengan elemen masyarakat lainnya yang mendukung kegiatan

perikanan seperti pedagang hingga wisatawan.

Keterkaitan antara satu elemen masyarakat dengan lainnya saling

menunjang yang masing-masing membutuhkan akses menuju ruang-ruang

kegiatan perikanan yang dialami oleh tiap elemen masyarakat. Bagaimana

nelayan dapat mengakses laut sebagai daerah kerja dari tempat penambatan

perahu menuju tempat penurunan ikan dan permukiman. Tempat pendaratan

dan pelelangan ikan yang dapat diakses oleh pedagang, nelayan, dan pengolah

hasil tangkapan. Begitu juga dengan kegiatan nelayan buruh atau nelayan

kelompok besar sebagai nelayan yang berdasrkan wilayah kerja lebih lama

hidup di laut daripada hidup di daratan membentuk spasial yang memiliki

keterkaitan dengan elemen masyarakat lainnya yang mendukung kegiatan

perikanan seperti pedagang hingga wisatawan.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

86

Universitas Indonesia

Diagram 4.10 Kegiatan perikanan nelayan harian Palabuhanratu dan kaitannya

dengan elemen masyarakat pendukung kegiatan perikanan

Wisatawan

Di luar Palabuhanratu

Palabuhanratu

Nelayan

Pedagang

Pengolah hasil tangkapan

Fishing ground

Penambatan perahu

Tempat pendaratan ikan

Industri pengolahan ikan rumahan

Pasar ikan/tradisional

Restoran

Diagram 4.11 Kegiatan perikanan nelayan buruh Palabuhanratu dan

kaitannya dengan elemen masyarakat yang mendukung kegiatan perikanan

didalamnya

Fishing ground

Penambatan perahu Tempat pendaratan ikan

Industri pengolahan ikan

rumahan

Pasar ikan/tradisional

Restoran

Perusahaan Eksportir

Penginapan bagi wisatawan

Pedagang

Nelayan

Wisatawan

Buruh Angkut

Di luar Palabuhanratu Palabuhanratu

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

87 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Palabuhanratu sebagai pilot project gagasan Minapolitan memiliki ruang

interaksi kegiatan yang saling mempengaruhi. Ruang interkasi yang terjadi

timbul karena kegiatan utama masyarakat pesisir. Pola interaksi ruang yang kuat

dapat dilihat dari kondisi eksisting seperti ruang terbuka di bagian selatan yang

tetap dipertahankan sebagai tempat aktivitas perikanan tradisional skala kecil,

seperti penambatan perahu, penurunan ikan, pengolahan hasil tangkap hingga

sebagai tempat menyimpan peralatan tangkap. Pola perilaku hidup masyarakat

cenderung memilih tinggal di dekat pantai dengan tujuan mempermudah akses

menuju laut. Kondisi alam seperti angin barat yang bertiup kencang sepanjang

tahun menumbuhkan kearifan lokal masyarakat berupa tata bangunan yang tidak

langsung menghadap ke arah laut. Aktivitas perikanan dalam skala besar

terpusat di Utara sebagai kawasan inti minapolitan. Kondisi geografis di utara

yang jauh dari pantai dan tidak memiliki ketergantungan akses menuju pantai,

pola interaksi ruang yang terlihat dari kondisi eksisting adalah terbentuknya

permukiman yang mengikuti akses/jalan utama. Tepat pada barisan utama

sepanjang akses utama bermunculan ruko-ruko sebagai kawasan perekonomian

yang mendukung kegiatan perikanan. Interaksi kegiatan yang berbeda di bagian

utara dan bagian selatan dapat saling mendukung dalam membentuk kawasan

Minapolitan.

Program kebijakan pengembangan Palabuhanratu sebagai kawasan

Minapolitan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Kementrian Kelautan

Perikanan khususnya di kawasan inti minapolitan. Elemen spasial kegiatan

perikanan yang sudah ada di Palabuhanratu yang masih terpusat di bagian utara.

Elemen-elemen ini terdiri dari infrastruktur awal Pelabuhan Perikanan

Nusantara yang didalamnya didukung oleh persediaan BBM melaui SPBN, air

bersih, jaringan listrik dan bengkel kapal. Unit pengembangan ekonomi kegiatan

perikanan didukung oleh tempat pendaratan dan pelelangan ikan, pasar ikan

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

88

Universitas Indonesia

modern dan restoran ikan,industri pengolahan skala kecil, pranata sosial seperti

balai-balai penyuluhan perikanan dan kelompok usaha bersama nelayan.

Kondisi berbeda terlihat di bagian selatan seperti masih banyaknya area terbuka

yang dapat dikembangkan untuk perikanan darat berupa tambak ikan untuk

mengantisipasi musim paceklik. Selain itu, pengembangan menjadi kawasan

wisata bahari dengan mengoptimalkan akses utama yang telah ada dan

menambahkan fasilitas yang menunjang kegiatan wisata dapat melengkapi dan

mendukung kawasan Palabuhanratu sebagai kawasan minapolitan. Sehingga

bagian utara dan selatan Palabuhanratu dapat saling terintegrasi dan mendukung

kegiatan perikanan dengan optimal.

Palabuhanratu sebagai kawasan minapolitan berkembang membutuhkan

beberapa elemen spasial yang akan saling mempengaruhi. Pertama adalah

kondisi geografis dan eksisting seperti keberadaan laut dan pesisir sebagai akses

utama menuju ke laut dan kembali dari laut. Kedua, infrastruktur seperti akses

jalan, transportasi udara, darat, dan laut yang memadai untuk mempermudah

distribusi komoditas eksport maupun lokal. Pelabuhan perikanan sebagai sentra

kegiatan perikanan, dermaga berlabuh kapal yang dapat dijangkau oleh

masyarakat nelayan tradisional maupun nelayan besar. Tempat pelelangan ikan

dan pendaratan ikan, unit usaha industri pengolahan, jaringan listrik, air bersih,

pengelolaan sampah, dan suplai BBM yang mencukupi kebutuhan kota. Ketiga,

sistem dan penyediaan evakuasi bencana kawasan pesisir pantai di

Palabuhanratu dan penunjang kegiatan perikanan inti seperti pengembangan

kawasan wisata bahari.

5.2 Saran

Menentukan building code, dengan menggunakan struktur rumah

panggung bagi bangunan di pesisir pantai sebagai bentuk antisipasi terhadap

ancaman air rob/pasang air laut dan gelombang tsunami.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

89

Universitas Indonesia

Membangun dan menentukan bangunan yang dapat digunakan sebagai

escape building dengan ketentuan-ketentuan sesuai dengan kondisi gelombang

tsunami yang pernah menghantam wilayah-wilayah di Indonesia.

Mengembangkan wisata mina bahari untuk meningkatkan perekonomian

masyarakat setempat dan dapat sebagai lahan pekerjaan bagi nelayan jika terjadi

masa-masa paceklik ikan.

Kesinambungan pembangunan antara bagian selatan dan utara

Palabuhanratu sehingga menciptakan kawasan Minapolitan yang terintegrasi

dari hulu hingga hilir.

Minapolitan perikanan tangkap cukup dikembangkan dalam skala

Kecamatan, karena memudahkan rumah tangga atau masyarakat nelayan untuk

mengakses kota.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

90

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

Adriyani, F. (2004). Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan : Studi Kasus

Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Skripsi (tidak diterbitkan). Bogor:

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Branch, Melville C. (1996). Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan

Penjelasan. (Penerjemah Wibisono, Bambang P. & Djunaedi, Achmad).

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Burhanuddin, Andi Iqbal. (2011). The Sleeping Giant: Potensi dan Permasalahan

Kelautan. Yogyakarta: Brilian Internasional

Budihardjo, Eko. (1997). Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Alumni

Butuner, Bas. (2006). Waterfront Revitalization as a Challenging Urban Issue,

42nd ISoCaRP Congress. http://www.isocarp.net/Data/case_studies/792.pdf

diakses pada 20 Mei 2011 pukul 22.45

Clark, Jhon R. (1996). Coastal Zone Management Handbook. New York : Lewis Publisher

Dahuri. et al. (2001). Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta:

Pt Pradnya Paramita.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. (2010). Pengembangan

Kawasan Minapolitan Palabuhanratu Berbasis Perikanan Tangkap.

Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Keci, Kementrian Kelautan

dan Perikanan. Rencanca Strategis Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil 2010-2014

Direktorat Jendral Perikanan tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan.

(2010). Program Minapolitan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi.

Doxiadis, C., (1967), Ekistics: An Introduction to the Science of Human

Settlements. London: Hutchinson

Doxiadis, C. (1970). Ekistics, the Science of Human Settlements. From Science,

v.170, no.3956, October 1970, p. 393-404: 21 fig.

http://www.doxiadis.org/files/pdf/ecistics_the_science_of_human_settlemen

ts.pdf diakses pada 8 November 2011 pukul 20:07

Geertz, Hildred. (1981). Aneka Budaya Dan Komunitas Di Indonesia (terj.),

Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FS UI.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

91

Universitas Indonesia

Jacobs, Allan B. (1993). Great Streets. Massachusetts: MIT Press

Jayadinata, Johara T. (1999). Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan

Perkotaan dan Wilayah. Bandung: ITB Bandung.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Kep.10/Men/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir

Terpadu

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep

34/Men/2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung

Koentjaraningrat. (1990). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian

Rakyat

Kostof, Spiro. (1991). The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through

History. London: Bulfinch Press

Kusnadi. (2002). Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber

Daya Perikanan. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta

Moeis, Syarif. (2008). Adaptasi Ekologi Masyarakat Pesisir Selatan Jawa Barat

Suatu Analisa Kebudayaan. Makalah Disajikan dalam diskusi Jurusan

Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung.

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989

011-SYARIF_MOEIS/MAKALAH__8.pdf diakses pada 20 Mei 2011 pukul

22:45

Mulyandari, Hestin. (2011). Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Penerbit

Andi Yogyakarta

Panggardjito. (1999). Pola Tata Ruang Permukiman Nelayan Tambak Lorok

Semarang dan Bendar-Bajomulyo Juwana. Tesis (tidak diterbitkan).

Semarang: Universitas Dipenogoro

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 menganai Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292478-S1365-Siwi...UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN ELEMEN SPASIAL PADA GAGASAN MINAPOLITAN PERIKANAN

92

Universitas Indonesia

Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Profil Kelurahan Palabuhanratu, Kecamatan

Palabuhanratu Tahun 2010

Riskayanti, Gita, Miftah Farid, Nadya Putri Utami. (2010). Penggunaan Lahan

Geomer 4 Desa Citepus. Laporan Kerja Lapangan (tidak diterbitkan).

Departemen Geografi Fakultas MIPA, Universitas Indonesia

S, Mulyadi. (2005). Ekonomi Kelautan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Soesanti, et al. (2006). Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 34, No. 2, Desember 2006:

115 – 121. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=

ARS diakses pada 20 Mei 2011 pukul 22:45

Sunoto. Arah Kebijakan Pengembangan Konsep Minapolitan Di Indonesia.

http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/edisi2%20pdf2c.pdf

diakses pada 27 Desember 2011 pukul 20.00

Suprijanto, Iwan. ( Karakteristik Spesifik, Permasalahan Dan Potensi

Pengembangan Kawasan Kota Tepi Laut/Pantai (Coastal City) Di

Indonesia. Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan

Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI2/Proceedings/Makalah%2016.doc. diakses

pada 20 Mei 2011 pukul 22:45

Taylor, Lee. (1980). Urbanized Society. California: Good Year Company inc.

Toha-Sarumpaet, R.K dkk. (2007). Pembangunan Perdesaan dan Daerah Pesisir

Pada Era Millenium III. Jakarta: UI Press

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Wati, Masrul. (2007). Perancangan Kawasan Waterfront Dumai sebagai

Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Wisata (Studi Kasus Kawasan

Pelindo, Jl. Datuk Laksmana Dumai-Riau). Tesis (tidak diterbitkan).

Bandung: Institut Teknologi Bandung

Yunus, Hadi Sabari. (2001). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Pelajar.

Kajian elemen..., Siwi Ayuning Atmaji, FT UI, 2012