UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN...
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN...
-
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
PADA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA
(The Correlation between Emotional Intelligence and Psychological
Well-Being of College Students in Universitas Indonesia)
SKRIPSI
ALVIA RAHMAH
0806462400
FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI SARJANA REGULER
DEPOK
JUNI 2012
-
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
PADA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA
(The Correlation between Emotional Intelligence and Psychological
Well-Being of College Students in Universitas Indonesia)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
ALVIA RAHMAH
0806462400
FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI SARJANA REGULER
DEPOK
JUNII 2012
-
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Alvia Rahmah
NPM : 0806462400
Tanda Tangan :
Tanggal : Juni 2012
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Alvia Rahmah
NPM : 0806462400
Program Studi : Psikologi
Judul Skripsi : Hubungan antara kecerdasan emosi dan
psychological well-being pada mahasiswa
Universitas Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Psikologi pada Program Studi Reguler, Fakultas Psikologi, Universitas
Indonesia
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : Juni 2012
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur tiada akhir kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan
karuniaNya kepada saya, sehingga saya mampu menjalani proses penyusunan skripsi ini. Saya
menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari
berbagai pihak, yaitu :
1. Dra. Dharmayati Utoyo Lubis, M.A., Ph.D selaku pembimbing skripsi. Terimakasih atas
bimbingan, masukan, dukungan dan kesediaannya dalam meluangkan waktu kepada saya
selama proses penyusunan skripsi ini.
2. Dra. Evita E. Singgih, M. Psi dan Dra. Sri Redatin Retno Pudjiati, M.Si selaku dewan
penguji.
3. Dra. Ike Anggraika, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah membimbing saya
selama 4 tahun ini.
4. Ayah dan Ibu, orang tua hebat. Terimakasih atas kasih sayang, dukungan, dan didikan
yang tak pernah henti-hentinya diberikan kepada saya sehingga saya mampu mencapai
tahap ini. Via sayang Ayah dan Ibu.
5. Sari Zakiah Akmal, kakak yang selalu memberikan bantuan, dukungan, serta pertanyaan
yang membuat saya berfikir dan mencari jawaban. Nur Khairat, adik yang juga selalu
memberikan bantuan dan dukungan kepada saya. Love you, my best sister ever.
6. Alfariko Adma yang selalu dapat diandalkan, memberikan dukungan, serta semangat
selama perkuliahan dan proses penyusunan skripsi. Terimakasih telah menempuh jarak
Bandung-Depok dan berpetualang dengan saya untuk mendapatkan alat ukur kecerdasan
emosi. It’s great to walk with you.
7. Ibu Lanawati dan Kak Hapsari serta rekan-rekan yang tergabung dalam payung
Psychological Well-Being tahun 2011 telah mengizinkan saya menggunakan alat ukur yang
telah mereka susun.
8. Yorikedesvita, Rizki Mustika, Anisa Prima, dan Sekar Arum Savitri, sahabat saya yang
selalu memberikan dukungan selama perkuliahan dan juga penyusunan skripsi. I’ll miss
you guys.
9. Teman – teman payung Psychological Well-Being, Yori, Ira, Sapto, Pipit, Bianca, Anil,
Putu, Mala, Dara, Laras, Indah, Nendra, dan Nanuk yang memberikan dukungan kepada
saya.
10. Serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apa pun.
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
mailto:[email protected]
-
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Alvia Rahmah
NPM : 0806462400
Program Studi : Reguler
Fakultas : Psikologi
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being
pada Mahasiswa Universitas Indonesia”
beserta perangkat yang ada (jika dibutuhkan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan bentuk,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, serta mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis atau pencipta dan juga sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : Juni 2012
Yang menyatakan
(Alvia Rahmah)
NPM : 0806462400
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Alvia Rahmah
Program Studi : Psikologi
Judul : Hubungan Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-
Being Pada Mahasiswa Universitas Indonesia.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan kecerdasan emosi dan
psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran kecerdasan emosi
menggunakan alat ukur Emotional Intelligence Inventory (EII) yang disusun oleh
Lanawati (1999) dan pengukuran psychological well-being menggunakan Ryff’s
Scales of Psychological Well-Being (RPWB) yang telah diadaptasi oleh Hapsari
dan rekan-rekan (2011). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 207 orang
mahasiswa Universitas Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dengan psychological
well-being (r = 0,719, p = 0,000 signifikan pada L.o.S 0,01). Artinya, semakin
tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang, semakin tinggi psychological
well-being yang ia miliki. Dimensi kecerdasan emosi yang memberikan
sumbangan paling besar dan signifikan terhadap psychological well-being adalah
self motivation. Berdasarkan hasil tersebut, psychological well-being seseorang
dapat diintervensi dengan meningkatkan kecerdasan emosi terutama self
motivation yang ia miliki.
Kata Kunci:
Kecerdasan Emosi, Psychological Well-Being, Mahasiswa
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Alvia Rahmah
Program of Study : Psychology
Title : The Correlation between Emotional Intelligence and
Psychological Well-Being of College Students in
Universitas Indonesia
The research was conducted to find the correlation between emotional intelligence
and psychological well-being of college students in Universitas Indonesia. This
reserach used quantitative approach. The emotional intelligence was measured
using Emotional Intelligence Inventory (EII) and psychological well-being was
measured using Ryff‟s Scales of Psychological Well-Being (RPWB). Partisipant
of this research were 207 of college student in University of Indonesia. The result
showed that there is significant and positive correlation between emotional
intelligence and psychological well-being (r = 0,719, p = 0,000 significant at
L.o.S 0,01). That is, the higher one‟s emotional intelligence, the higher one‟s
psychological well-being. Dimension of emotional intteligence given the biggest
and significant contribution toward psychological well-being is self motivation.
Based on the result, psychological well-being can be intervened by improving
emotional intelligence, especially self motivation.
Keyword:
Emotional Intelligence, Psychological Well-Being, College Students
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Masalah Penelitian..................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
1.5 Sistematika penulisan ................................................................................ 7
BAB 2 LANDASAN TEORI .............................................................................. 8
2.1 Kecerdasan Emosi ..................................................................................... 8
2.1.1 Pengertian Emosi ............................................................................. 8
2.1.2 Pengertian Kecerdasan Emosi .......................................................... 8
2.1.3 Aspek Kecerdasan Emosi ................................................................. 9
2.1.4 Faktor yang Memengaruhi Kecerdasan Emosi ............................... 10
2.1.5 Pengukuran Kecerdasan Emosi ...................................................... 11
2.2 Hubungan Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being ................... 12
2.3 Psychological Well-Being ........................................................................ 12
2.3.1 Pengertian Psychological Well-Being ............................................ 12
2.3.2 Dimensi Psychological Well-Being ................................................ 14
2.3.3 Faktor yang Memengaruhi Psychological Well-Being .................... 17
2.3.4 Pengukuran Psychological Well-Being ........................................... 17
2.4 Mahasiswa
2.4.1 Pengertian Mahasiswa ................................................................... 18
2.4.2 Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being pada
Mahasiswa .................................................................................... 19
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 21
3.1 Masalah Penelitian................................................................................... 21
3.1.1 Masalah Konseptual ....................................................................... 21
3.1.2 Masalah Operasional ...................................................................... 21
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
x Universitas Indonesia
3.2 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 22
3.2.1 Hipotesis Alternatif (Ha) ................................................................ 22
3.2.2 Hipotesis Nol (Ho) ......................................................................... 22
3.3 Variabel Penelitian .................................................................................. 22
3.3.1 Variabel Pertama:Kecerdasan Emosi .............................................. 22
a. Definisi Konseptual Kecerdasan Emosi ............................................... 22
b. Definisi Operasional Kecerdasan Emosi ............................................. 22
3.3.2 Variabel Kedua: Psychological Well-Being .................................... 22
a. Definisi Konseptual Psychological Well-Being ................................... 22
b. Definisi Operasional Psychological Well-Being .................................. 23
3.4 Tipe dan Desain Penelitian ...................................................................... 23
3.5 Partisipan Penelitian ................................................................................ 23
3.5.1 Karakteristik Partisipan Penelitian ................................................. 24
3.5.2 Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 24
3.5.3 Jumlah Partisipan ........................................................................... 25
3.6 Alat Pengumpulan Data ........................................................................... 25
3.6.1 Alat Ukur Kecerdasan Emosi ......................................................... 25
3.6.2 Alat Ukur Psychological Well-Being .............................................. 27
3.6.2 Data Partisipan ............................................................................... 29
3.7 Prosedur Penelitian .................................................................................. 29
3.7.1 Pilot Study .................................................................................... 29
3.7.1.1 Emotional Intelligence Inventory (EII) ................................. 30
3.7.1.2 Alat Ukur Psychological Well-Being .................................... 33
3.7.2 Tahap Pelaksanaan ......................................................................... 34
3.7.3 Tahap Pengolahan Data ................................................................. 35
BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA .......................................................... 37
4.1 Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian ......................... 37
4.2 Hasil Utama Penelitian ............................................................................ 38
4.2.1 Gambaran Kecerdasan Emosi Mahasiswa Universitas
Indonesia ....................................................................................... 38
4.2.2 Gambaran Psychological Well-Being Mahasiswa Universitas
Indonesia ....................................................................................... 40
4.2.3 Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Psychological Well-
Being ............................................................................................ 41
4.2.5 Dimensi Kecerdasan Emosi yang Menyumbang terhadap
Psychological Well-Being ............................................................. 41
4.3 Hasil Tambahan Penelitian ...................................................................... 42
4.3.1 Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Data Demografis
Partisipan ...................................................................................... 42
a. Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin ............ 42
b. Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Usia .......................... 43
c. Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Semester.................... 44
4.3.2 Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Data
Demografis Partisipan ................................................................... 45
a. Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Jenis
Kelamin......................................................................................... 45
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
xi Universitas Indonesia
b. Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Usia ............... 46
c. Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Semester ........ 47
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN .......................................... 48
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 48
5.2 Diskusi .................................................................................................... 49
5.2.1 Diskusi Hasil Utama Penelitian ...................................................... 49
5.2.2 Diskusi Hasil Tambahan Penelitian ................................................ 51
5.2.3 Diskusi Metodologis ...................................................................... 53
5.3 Saran ....................................................................................................... 54
5.3.1 Saran Metodologis ......................................................................... 54
5.3.2 Saran Praktis .................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 56
LAMPIRAN ..................................................................................................... 61
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Contoh Item Emotional Intelligence Inventory (EII) ......................... 25
Tabel 3.2 Cara Skoring Emotional Intelligence Inventory (EII) ....................... 26
Tabel 3.3 Contoh Item Psychological Well-Being ............................................ 27
Tabel 3.4 Cara Skoring Psychological Well-Being ........................................... 28
Tabel 3.5 Reliabilitas dimensi Emotional Intelligence Inventory (EII) ............. 31
Tabel 3.6 Tabel Analisis item Emotional Intelligence Inventory (EII) .............. 31
Tabel 3.7 Item Emotional Intelligence Inventory (EII) yang direvisi ................ 32
Tabel 3.8 Item Psychological Well-Being yang direvisi ................................... 34
Tabel 3.9 Kategori Skor .................................................................................. 35
Tabel 4.1 Tabel Demografis Partisipan Penelitian............................................ 37
Tabel 4.2 Perbedaan Mean Dimensi Kecerdasan Emosi ................................... 39
Tabel 4.3 Kategori Tingkat Kecerdasan Emosi Mahasiswa Universitas
Indonesia Berdasarkan Norma Kelompok ........................................ 39
Tabel 4.4 Kategori Tingkat Kecerdasan Emosi Mahasiswa Universitas
Indonesia Berdasarkan Norma Alat Ukur ......................................... 40
Tabel 4.5 Kategori Tingkat Psychological Well-Being Mahasiswa
Universitas Indonesia Berdasarkan Norma Kelompok ...................... 40
Tabel 4.6 Kategori Tingkat Psychological Well-Being Mahasiswa
Universitas Indonesia Berdasarkan Norma Alat Ukur ...................... 41
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Regresi Ganda Dimensi Kecerdasan Emosi
Terhadap Psychological Well-Being................................................. 42
Tabel 4.8 Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin ............... 43
Tabel 4.9 Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Usia .............................. 44
Tabel 4.10 Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Semester ....................... 44
Tabel 4.11 Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Jenis
Kelamin ........................................................................................... 45
Tabel 4.12 Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Usia ................... 46
Tabel 4.13 Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Semester ............ 47
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A (Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Emotional
Intelligence Inventory (EII) dan Ryff’s Scales of
Psychological Well-Being (RPWB) pada Try Out) ............. 61
A.1 Emotional Inteeligence Inventory (EII) ................................................. 61
A.1.1 Reliabilitas Emotional Intelligence Inventory (EII) secara
keseluruhan .......................................................................................... 61
A.1.2 Reliabilitas dan validitas Emotional Intelligence Inventory
(EII) per sub skala ................................................................................ 61
A.1.2.1 Sub skala Empathy ........................................................ 61
A.1.2.2 Sub skalaSelf Awareness ................................................ 62
A.1.2.3 Sub skala Self Control ................................................... 62
A.1.2.4 Sub skala Self Motivation............................................... 63
A.1.2.5 Sub skala Social Skill ..................................................... 63
A.1.2.6 Sub skala yang tidak diskor ........................................... 64
A.2 Uji Reliabilitas dan Validitas Ryff’s Scales of Psychological Well-
Being (RPWB) ...................................................................................... 64
LAMPIRAN B (HasilUtama Penelitian) ......................................................... 66
B.1 Gambaran Deskriptif Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-
Being .................................................................................................... 66
B.2 Uji Normalitas Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being ........ 66
B.3 Korelasi Skor Total Kecerdasan Emosi dengan Skor Total
Psychological Well-Being..................................................................... 66
B.4 Hasil Analisis Regresi Ganda Dimensi Kecerdasan Emosi terhadap
Psychological Well-Being..................................................................... 66
LAMPIRAN C (Hasil Tambahan Penelitian) ................................................. 68
C.1 Gambaran Kecerdasan Emosi berdasarkan data demografis .................. 68
C.1.1 Gambaran Kecerdasan Emosi berdasarkan Jenis Kelamin ........... 68
C.1.2 Gambaran Kecerdasan Emosi berdasarkan Usia .......................... 69
C.1.3 Gambaran Kecerdasan Emosi berdasarkan Semester ................... 71
C.2 Gambaran Psychological Well-Being berdasarkan data demografis ...... 73
C.2.1 Gambaran Psychological Well-Being berdasarkan Jenis
Kelamin ............................................................................................... 73
C.2.2 Gambaran Psychological Well-Being berdasarkan Usia ............... 76
C.3.3 Gambaran Psychological Well-Being berdasarkan Semester ........ 77
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tercatat pada tahun 2010 Indonesia memiliki 3070 buah perguruan tinggi
(http://dp2m.dikti.go.id/) dengan jumlah mahasiswa kurang lebih 4,8 juta orang
(Harijono, 2011). Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan yang paling
tinggi. Mahasiswa sebagai pelajar pada jenjang pendidikan tersebut diharapkan
sebagai pemimpin masa depan. Mereka diharapkan dapat berhasil menjalani
pendidikan dan menerapkan ilmu yang mereka peroleh dalam masyarakat.
Menurut Salami (2010) mahasiswa perlu memiliki dedikasi, disiplin diri, dan
motivasi untuk dapat berhasil dalam pendidikannya. Selama menjalani tugasnya
sebagai mahasiswa, mereka berhadapan dengan tanggung jawab dan tantangan
yang dapat menyebabkan stres (Imonikebe dalam Salami, 2010). Stres yang
dirasakan oleh seorang mahasiswa dapat memengaruhi prestasi dan proses
belajarnya sehingga mereka perlu memiliki kemampuan untuk mengatasinya
(Lazzari,2000).
Tidak semua mahasiswa dapat mengatasi stres yang mereka alami dengan
baik, seperti yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa pada bulan Februari 2011
lalu. Seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung membuat gempar
kota Bandung. Ia tewas setelah terjun dari kos-kosan berlantai tiga. Diduga ia
bunuh diri karena stres (Hidayat, 2012). Di kota lain, Palembang, dua orang
mahasiswa perguruan tinggi swasta ditangkap polisi ketika menggunakan sabu
dan ganja. Berdasarkan pengakuan kedua mahasiswa semester akhir tersebut,
mereka menggunakan narkoba lantaran pusing mengerjakan skripsi yang tidak
kunjung selesai. Sebelum mengerjakan skripsi, keduanya terlebih dahulu
mengadakan pesta sabu di dalam rumah (Pranata, 2012).
Mahasiswa perguruan tinggi dari Bandung dan Palembang di atas hanya
beberapa contoh mahasiswa yang memilih jalan singkat dalam mengatasi stres.
Kemungkinan masih banyak mahasiswa di Indonesia yang melakukan cara yang
sama. Kemampuan seseorang dalam mengatasi stres berhubungan dengan
bagaimana seseorang mengelola emosinya dalam menghadapi penyebab stres
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
http://dp2m.dikti.go.id/http://edukasi.kompas.com/http://berita.liputan6.com/
-
2
Universitas Indonesia
(Campbell & Ntobedzi, 2007). Ketika ia mampu mengelola emosinya dengan baik
maka ia juga mampu mengatasi stres. Kemampuan mengelola emosi dijelaskan
dalam konsep Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosi) yang dipopulerkan oleh
Goleman (1995). Untuk selanjutnya peneliti akan menggunakan istilah kecerdasan
emosi. Goleman (1998) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan
mengenali perasaan pribadi dan orang lain, kemampuan memotivasi diri,
kemampuan mengelola emosi baik pada diri sendiri maupun dalam hubungan
dengan orang lain. Ada lima aspek kecerdasan emosi yang dikemukakan oleh
Goleman (1995), yaitu : knowing one’s emotions (mengenali emosi pribadi),
managing emotions (mengelola emosi), motivating oneself (motivasi diri sendiri),
recognizing emotions in others (mengenali emosi orang lain),dan handling
relationships (membina hubungan). Seseorang dikatakan memiliki kecerdasan
emosi yang baik jika memiliki kelima aspek di atas.
Goleman (1995) mengatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan
emosi yang baik akan memperoleh dampak positif dalam berbagai aspek
kehidupannya. Banyak penelitian yang menunjukkan kecerdasan emosi
memberikan dampak positif bagi individu. Chiarrochi, Chan, Caputi dan Robert
(2001) menemukan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi
dapat beradaptasi dengan stresor sementara individu yang memiliki kecerdasan
emosi yang rendah sulit beradaptasi dengan stresor, akibatnya ia cenderung
depresi, putus asa, dan perilaku negatif lainnya. Wong, Wong, dan Chau (2001)
menyimpulkan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi akan merasakan
hubungan yang lebih baik dengan orang lain, memiliki kontrol yang lebih baik
dalam hidupnya, dan mampu menjauhkan diri dari emosi negatif. Berbeda dengan
individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, seseorang yang memiliki
kecerdasan emosi rendah kesulitan dalam menjalani fungsi sosial dan
emosionalnya (Salovey & Mayer, 1990). Hasil penelitian lain menunjukkan
bahwa, kecerdasan emosi yang rendah berhubungan dengan mengkonsumsi
alkohol dalam jumlah banyak, obat-obat terlarang dan terlibat dengan perilaku
merusak lainnya (Brakckett, Mayer, & Warner, 2004).
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memberi
dampak positif sehingga penting dimiliki oleh setiap orang, termasuk seorang
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
3
Universitas Indonesia
mahasiswa. Berdasarkan tahap perkembangannya, mahasiswa di Indonesia masih
termasuk golongan remaja (17-20) dan emerging adulthood (21-40). Pada tahap
perkembangan remaja, seseorang lebih banyak menghadapi tantangan dan
kekacauan dibandingkan dengan masa kanak-kanak. Pada tahap perkembangan
emerging adulthood, seseorang mempunyai kesempatan untuk mencoba cara
hidup baru, mereka bukan lagi seorang remaja tapi belum berperan sebagai
seorang dewasa (Papalia, 2009). Pada kedua tahapan ini, mereka harus
mempersiapkan diri untuk tahap perkembangan selanjutnya yaitu masa dewasa.
Agar dapat melalui masa transisi menuju masa dewasa dengan baik, memahami
emosi dengan baik merupakan hal penting (Lazzari, 2000). Selain penting bagi
perkembangan mahasiswa, kecerdasan emosi yang tinggi juga memberikan
dampak positif lainnya yaitu menunjukkan hasil yang baik dalam bidang
akademik dan lebih positif dalam pembelajaran (Salami, 2010), mampu
memotivasi diri sendiri, berkosentrasi terhadap pendidikan, dan memiliki
hubungan yang baik dengan orang lain (Wong, Wong, & Chau, 2001). Pentingnya
kecerdasan emosi bagi mahasiswa membuat peneliti bertanya bagaimana dengan
kecerdasan emosi mahasiswa di Indonesia?
Ada banyak universitas di Indonesia. Universitas Indonesia merupakan
universitas terbaik di Indonesia berdasarkan Quacquarelli Symonds World Class
University Ranking (QS WCUR) 2011/2012. Universitas Indonesia merupakan
satu-satunya universitas dari Indonesia yang berhasil meraih rangking 300 besar
berdasarkan QS WCUR. QS WCUR menilai pada lima disiplin ilmu, yaitu Arts
and Humanities, Engineering and Technology, Life Sciences and
Medicine, Natural Science dan Social Sciences and Management (Lestari, 2011).
Prestasi tersebut tidak lepas dari peran mahasiswa dalam menghasilkan prestasi-
prestasi yang membanggakan. Jika mahasiswa Universitas Indonesia memiliki
kecerdasan emosi yang baik mereka akan lebih baik dalam akademik, mampu
memotivasi diri, dan berkosentrasi terhadap pendidikannya. Sehingga sejarah dan
prestasi yang membanggakan ini dapat tetap dipertahankan.
Ketika seseorang memiliki kecerdasan emosi yang baik, maka mereka
akan cenderung merasakan emosi positif dan terhindar dari emosi negatif. Gohm,
Corser, dan Dalsky (2005) mengatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
4
Universitas Indonesia
emosi sedikit mengalami tekanan emosi ketika mereka berhadapan dengan stres,
sehingga mereka lebih sering merasakan emosi positif. Individu dengan
kecerdasan emosi mampu mengontrol emosi yang membuat mereka lebih mampu
menguasai lingkungan. Kecerdasan emosi juga membuat mereka lebih
berkembang secara emosional (Mayer dan Salovey, 1997). Emosi positif,
menguasai lingkungan dan berkembang secara emosional merupakan beberapa
ciri individu yang memiliki psychological well-being yang baik.
Apa itu psychological well-being? Psychological well-being merupakan
konsep mengenai well-being yang dikemukakan oleh Ryff (1989). Ryff (1995)
menjelaskan bahwa psychological well-being adalah suatu kondisi seseorang yang
memiliki kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu
(self-acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth),
keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life),
memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with
others), kapasitas untuk mengatur kehidupan dan lingkungan secara efektif
(environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri
(autonomy). Dalam pengertian yang dikemukakan oleh Ryff (1995), individu
dikatakan memiliki psychological well-being yang baik ketika ia memiliki enam
dimensi tersebut. Remaja yang memiliki keenam dimensi tersebut akan memiliki
psychological well-being yang baik, sedangkan remaja yang bermasalah dalam
dimensi tersebut akan memiliki psychological well-being yang rendah (Lazzari,
2000).
Psychological well-being memiliki multi dimensi sehingga berbagai
komponen kehidupan yang dihadapi remaja dapat mempengaruhi psychological
well-being mereka (Lazzari, 2000). Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa
terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi tingkat psychological well-
being seorang remaja. Sastre dan Ferriere (2000) menemukan bahwa kualitas
hubungan remaja dengan keluarga, terutama dengan orang tua merupakan faktor
yang menentukan psychological well-being seorang remaja. Beberapa faktor lain
yang dapat memengaruhi psychological well-being seorang remaja adalah stress
(Siddique & D‟Arcy, 1984), kesehatan fisik (Mechanic & Hansell, 1987),
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
5
Universitas Indonesia
popularitas serta kedekatan dengan peer (Townsend, McCracken & Wilton,
1988).
Sama halnya dengan kecerdasan emosi, psychological well-being juga
penting dimiliki oleh mahasiswa karena dapat memprediksi perilaku akademis,
sikap, motivasi, disiplin diri yang membantu seseorang meraih prestasi akademik
Salami (2010). Kecerdasan emosi dan psychological well-being telah banyak
menarik peneliti di luar negeri. Berbagai penelitian mengenai kecerdasan emosi
dan psycholgical well-being yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kecerdasan
emosi berhubungan secara positif dengan psychological well-being. Carmeli,
Yitzhak-Halevy, dan Weisberg (2009) menemukan bahwa kecerdasan emosi
memiliki hubungan positif dengan komponen psychological well-being. Hasil
yang serupa juga ditemukan oleh Landa dan Martos (2010) bahwa kecerdasan
emosi dan psychological-well being berhubungan secara positif. Ketika seseorang
memiliki tingkat kecerdasan emosi yang lebih tinggi, ia akan memiliki nilai yang
juga tinggi dalam enam dimensi psychological well-being (Salami, 2010).
Penelitian tersebut dilakukan di negara barat, negara yang budayanya
berbeda dengan Indonesia. Di Indonesia, masyarakat cenderung untuk berekpresi
netral atau cenderung kembali ke suasana emosi netral sebelum emosi tertentu
terjadi ( Prawitasari, 2000 ). Berbeda dengan masyarakat di Indonesia, masyarakat
di Amerika lebih terbuka dan bebas dalam berekspresi (Wierzbicka, dalam
Chentsova-Dutton, Chu, Tsai, Rottenberg, Gross, & Gotlib, 2007). Hal tersebut
mungkin akan membuat skor kecerdasan emosi masyarakat Indonesia dalam
aspek managing emotions lebih tinggi dibandingkan masyarakat di negara barat
sehingga mungkin akan mempengaruhi hasil hubungan kecerdasan emosi dengan
psychological well-being di Indonesia. Hal ini menarik perhatian peneliti,
sehingga dalam penelitian ini peneliti akan menelusuri hubungan kecerdasan
emosi dan psychological well-being pada masyarakat Indonesia, khususnya
mahasiswa Universitas Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan pada mahasiswa
Universitas Indonesia dengan menggunakan alat ukur Emotional Intelligence
Inventory (EII) (Lanawati, 1999) untuk mengukur kecerdasan emosi dan Ryff’s
Scale Psychological Well-Being yang telah diadaptasi oleh Hapsari beserta rekan-
rekan yang tergabung dalam payung Psychological Well-Being tahun 2011.
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
6
Universitas Indonesia
1.2. Permasalahan Penelitian
Permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dan
psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia?
2. Bagaimana kontribusi kecerdasan emosi terhadap psychological well-
being pada mahasiswa Universitas Indonesia?
3. Bagaimana gambaran kecerdasan emosi mahasiswa Universitas Indonesia?
4. Bagaimana gambaran psychological well-being mahasiswa Universitas
Indonesia?
1.3. Tujuan
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menjawab permasalahan
penelitian, yaitu:
1. Mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan
emosi dan psychological well-being pada mahasiswa Universitas
Indonesia.
2. Mengetahui bagaimana kontribusi kecerdasan emosi terhadap
psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia.
3. Mengetahui gambaran kecerdasan emosi mahasiswa Universitas
Indonesia.
4. Mengetahui gambaran psychological well-being mahasiswa Universitas
Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat atau signifikansi dari penelitian ini adalah untuk menambah
literatur mengenai kecerdasan emosi dan psychological well-being terutama pada
mahasiswa Universitas Indonesia dan memberikan masukan kongkret bagi upaya
prevensi dan intervensi untuk meningkatkan psychological well-being pada
mahasiswa Universitas Indonesia. Secara terperinci, penelitian ini bermanfaat
untuk:
1. Penelitian ini dapat menambah literatur mengenai kecerdasan emosi dan
psychological well-being pada mahasiswa Indonesia.
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
7
Universitas Indonesia
2. Jika hipotestis dan hasil penelitian ini signifikan maka penelitian ini dapat
memberikan masukan untuk penyusunan langkah-langkah prevensi dan
intervensi untuk psychological well-being pada mahasiswa dengan
menfokuskan pada peningkatan kecerdasan emosi yang dimiliki oleh
mahasiswa.
1.5. Sistematika Penelitian
Sistematika penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab 1 : Pengelasan mengenai latar belakang peneliti melakukan penelitian
mengenai hubungan kecerdasan emosi dengan psychological well-being
pada mahasiswa Universitas Indonesia, permasalahan penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
Bab 2 : Uraian mengenai teori-teori yang berhubungan dengan topik
penelitian untuk membahas permasalahan penelitian ini. Adapun teori-
teori yang akan diuraikan antara lain mengenai kecerdasan emosi dan
psychological well-being.
Bab 3 : Pada bab ini akan dipaparkan masalah penelitian, hipotesis dan
variabel penelitian. Dan dalam bab ini akan peneliti akan menjelaskan
mengenai pendekatan penelitian yang akan digunakan beserta
alasannya, metode pengumpulan data, pemilihan dan cara pengambilan
subjek, serta urutan pelaksanaan penelitian.
Bab 4 : Pada bagian ini dipaparkan hasil dan analisis hasil penelitian.
Bab 5 : Uraian kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi mengenai hasil yang
didapatkan dari penelitian termasuk kekurangan dan kelebihan dari
penelitian ini, serta saran metodologis untuk penelitian di masa yang
akan datang.
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
8
Universitas Indonesia
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bagian ini penulis akan memaparkan penjelasan mengenai pengertian
kecerdasan emosi, aspek-aspek kecerdasan emosi, alat ukur kecerdasan emosi,
hubungan kecerdasan emosi dan psychological well-being, pengertian
psychological well-being, dimensi psychological well-being, faktor yang
memengaruhi psychological well-being, alat ukur psychological well being, dan
mahasiswa.
2.1 Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence)
2.1.1 Pengertian Emosi
Emosi merupakan sesuatu yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.
“Emosi” berasal dari kata kerja bahasa Latin yaitu movere, yang artinya :
“menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti “bergerak
menjauh”. Berdasarkan pengertian secara harfiah tersebut dapat disimpulkan
bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal yang mutlak dalam emosi
(Goleman, 1995). Golemen (1995) mendefisinikan emosi sebagai perasaan dan
pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis serta
serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
2.1.2 Pengertian Kecerdasan Emosi
Dewasa ini kecerdasan emosi sering dipertimbangkan sebagai sesuatu
yang memengaruhi seseorang dalam meraih kesuksesan hidup (Goleman, 1995).
Goleman (1998, hal 373) mengemukakan pengertian kecerdasan emosi sebagai
“the capacity for recognizing our own feelings and those of others, for motivating
our selves, and for managing emotions well in our selves and in our
relationships” yaitu kemampuan mengenali perasaan pribadi dan orang lain,
kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengelola emosi baik pada diri sendiri
maupun dalam hubungan dengan orang lain.
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
9
Universitas Indonesia
2.1.3 Aspek Kecerdasan Emosi
Goleman (2005) menyatakan bahwa konsep kecerdasan emosi meliputi
lima aspek, yaitu :
1. Knowing one’s emotions
Mengenali emosi saat emosi terjadi merupakan kunci penting dalam
kecerdasan emosi. Kemampuan ini berupa kesadaran diri (Self-Awareness)
(Goleman, 2005). Individu yang mempunyai kesadaran diri mengetahui apa yang
ia rasakan dan menggunakannya untuk mengambil keputusan, memiliki tolak ukur
yang realistis atas kemampuan yang ia miliki, dan kepercayaan diri yang kuat
(Goleman, 1998). Kemampuan memonitor perubahan emosi yang dimiliki oleh
seseorang sangat membantu dalam pengenalan diri. Selanjutnya, aspek ini disebut
self awareness.
2. Managing emotions
Individu yang tidak dapat mengelola emosinya dengan baik lebih
cenderung merasa tertekan karena ia sulit bangkit dari kegagalan. Ciri berbeda
dimiliki oleh individu yang dapat mengelola emosinya yaitu ia dapat segera
bangkit dari kegagalan yang ia rasakan (Goleman, 2005). Aspek ini selanjutnya
disebut sebagai self control.
3. Motivating oneself
Motivasi diri adalah kemampuan untuk bertahan dan terus berusaha
menemukan cara untuk mencapai tujuan. Ciri individu yang memiliki kemampuan
ini adalah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis dalam menghadapi
keadaan yang sulit, cukup terampil dan fleksibel dalam menemukan cara agar
sasaran tercapai dan mampu memecahkan masalah berat menjadi masalah kecil
yang mudah dijalankan. Individu yang dapat memotivasi dirinya sendiri
cenderung akan lebih produktif dan efektif dalam apa yang ia lakukan (Goleman,
2005). Dalam penelitian ini, aspek motivations oneself disebut sebagai self-
motivations.
4. Recognizing emotions in others
Mengenali emosi orang lain juga dikenal dengan istilah empati dan
selanjutnya aspek ini disebut sebagai Empathy. Individu dengan empati yang
tinggi akan lebih sensitif terhadap sinyal sosial yang mengindikasikan apa yang
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
10
Universitas Indonesia
diinginkan atau dibutuhkan seseorang. Mampu memahami perspektif mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dengan orang lain, dan mampu bergaul
dengan beragam orang (Goleman, 1998). Agar dapat memahami perasaan orang
lain, seseorang perlu membaca pesan nonverbal seperti nada bicara, ekspresi
wajah, dan sikap yang ditampilkan.
5. Handling relationships
Mampu mengelola emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang
lain, mampu membaca situasi dengan cermat, dan dapat berinteraksi dengan
lancar merupakan ciri seseorang yang memiliki kemampuan ini. Dengan
kemampuan-kemampuan tersebut, seseorang dapat mempengaruhi orang lain,
memimpin dengan baik, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, dan mudah
bekerja sama dengan orang lain. Aspek ini disebut social skill.
2.1.4 Faktor yang Memengaruhi Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang berbeda dengan yang lainnya.
Menurut Goleman (2005) ada dua faktor yang memengaruhi kecerdasan emosi
seseorang yaitu faktor yang bersifat genetik seperti temperamen dan faktor yang
berasal dari lingkungan seperti pola asuh orang tua, pergaulan dengan teman-
teman.
Bar-On (2002) menemukan bahwa jenis kelamin dan usia memengaruhi
kecerdasan emosi. Fariselli, Ghini, Freedman (2006) menemukan bahwa
kecerdasan emosi meningkat seiring dengan penambahan usia. Ia menemukan
bahwa usia memberikan sumbangan yang signifikan terhadap kecerdasan emosi.
Goleman (1995) mengatakan bahwa kecerdasan emosi dapat dikembangkan dan
dilatih. Semakin bertambahnya usia, seseorang menghadapi situasi beragam yang
dapat melatih dan mengembangkan kecerdasan emosinya.
Selain usia, jenis kelamin juga merupakan faktor yang memengaruhi
kecerdasan emosi. Petrides dan Furnham (2000) menemukan bahwa perempuan
lebih tinggi dalam keterampilan sosial, namun secara umum kecerdasan emosi
laki-laki dan perempuan tidak berbeda secara signifikan. Hasil yang sedikit
berbeda ditemukan oleh Brackett, Mayer, dan Warner (2004) bahwa perempuan
mempunyai kecerdasan emosi yang lebih tinggi secara signifikan dari laki-laki.
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
11
Universitas Indonesia
Perempuan lebih dapat merasakan dan mengutarakan perasaan dan
permasalahannya dan lebih dapat mengenali emosi orang lain daripada laki-laki.
Hal ini dikarenakan laki-laki memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap
dirinya sehingga kurang mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan
oleh perempuan (Santrock, 2003). Hal tersebut perempuan memiliki kecerdasan
emosi yang lebih tinggi dari pada laki-laki.
2.1.5 Pengukuran Kecerdasan Emosi
Ada dua jenis pengukuran kecerdasan emosi yaitu performance test dan
self-report questionares (Ciarrocchi, Forgas & Mayer, 2001). Keduanya memiliki
kelebihan dan kekurangan. Pengukuran kecerdasan emosi dengan menggunakan
performance test dapat mengukur kecerdasan emosi itu (aktual) namun
membutuhkan waktu yang lama dalam pengadministrasiannya karena menuntut
observasi selama beberapa kali dan mirip pengukuran IQ tradisional. Pengukuran
kecerdasan emosi menggunakan self report tidak membutuhkan waktu yang lama
dalam pengerjaannya, tetapi menuntut kemampuan insight karena kecerdasan
emosi merupakan hasil persepsi, sehingga jawaban bisa lebih baik atau lebih
buruk dari kemampuan yang sebenarnya (Ciarrocchi, Forgas & Mayer, 2001).
Terdapat beberapa pengukuran self report di antaranya Trait Meta-Mood
Scale (TMMS) yang disusun oleh Salovey, Mayer, Goldman, Turvey, dan Palfai
(1995) dan Emotional Quotient Inventory (EQi) yang disusun oleh Bar-On (1997).
Trait Meta-Mood Scale (TMMS) yang disusun oleh Salovey, Mayer, Goldman,
Turvey dan Palfai (1995) mengukur pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
mengenai emotional skills yang ia miliki dan tidak selalu sesuai dengan
kemampuannya yang sesungguhnya (dalam Landa & Martos, 2010). Emotional
Quotient Inventory (EQi) yang disusun oleh Bar-On (1997) mengukur atribut
individu yaitu intrapersonal skills, interpersonal skills, adaptability, stress-
management, dan general mood.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur Emotional Intelligence
Inventory (EII) yang telah disusun oleh Lanawati (1999). Lanawati (1999)
menyusun alat ukur ini berdasarkan teori yang dikemukakan Goleman (1995).
Dalam penyusunan alat ini, Lanawati (1999) menggabungkan 62 item dari
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
12
Universitas Indonesia
Emotional Quotient Inventory (EQi) yang disusun oleh Bar-On (1997), 27 item
dari Trait Meta-Mood Scale (TMMS) yang disusun oleh Salovey, Mayer,
Goldman, Turvey dan Palfai (1995), 18 item disumbangkan oleh Rudy Salan, dan
32 item disusun oleh Lanawati sendiri. Alat ukur Kecerdasan Emosi ini
dinamakan Lanawati (1999) dengan Emotional Intelligence Inventory (EII).
2.2 Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pychological Well Being
Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi lebih sedikit
mengalami tekanan emosi ketika berhadapan dengan keadaan yang membuat
stres. Dengan kata lain mereka lebih sering mengalami perasaan positif (Gohm,
Corser, & Dalsky, 2005). Mereka juga akan merasakan bahwa mereka lebih
mampu mengontrol lingkungan mereka karena mereka mampu mengontrol emosi
negatif yang mereka rasakan (Hemenover, 2006). Lebih sering mengalami emosi
positif dan mampu mengontrol lingkungan membuat mereka memiliki
psychological well-being yang lebih baik.
Banyak penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan diantara
kecerdasan emosi dengan psychological well-being. Carmeli, Yitzhak-Halevy,
dan Weisberg (2009) juga menemukan adanya hubungan positif antara kecerdasan
emosi dengan komponen psychological well-being yaitu self-esteem, life
satisfaction, dan self-acceptance. Diener dan Suh (dalam Landa & Martos, 2010)
mengatakan bahwa emosi adalah prediktor yang baik bagi psychogical well being.
Seseorang dengan skor kecerdasan emosi yang tinggi menyadari emosi dan
mampu meregulasi emosi mereka sebagai cara untuk meningkatkan psychological
well-being mereka (Bar-On, 2005). Hasil penelitian yang ditemukan Fierro (2006)
mendukung pernyataan Bar-On sebelumnya bahwa seseorang berada pada
psychological well-being yang baik jika mereka memiliki tingkat kepuasan yang
tinggi terhadap diri mereka sendiri, jika perasaan mereka positif, dan jika hanya
sesekali mengalami emosi negatif. Adeyemo dan Adeleye (2008) menemukan
bahwa seseorang yang memiliki level kecerdasan emosi yang tinggi akan
memiliki nilai yang tinggi dalam enam dimensi psychological well being.
Hasil penelitian yang sama juga ditemukan pada remaja. Lazzari (2000)
menemukan bahwa kecerdasan emosi merupakan faktor yang memengaruhi
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
13
Universitas Indonesia
psychological well-being pada remaja. Salami (2011) menemukan bahwa remaja
yang cerdas secara emosi memiliki psychological well being yang juga baik.
Lazzari (2000) memberikan beberapa penjelasan mengapa seorang remaja yang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi juga memiliki psychological well-being
yang tinggi. Pertama, remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dapat
mengerti emosi diri sendiri dan juga emosi orang lain. Hal ini memudahkan
meraka memiliki hubungan positif dengan orang lain. Akibatnya, mereka menilai
diri mereka secara positif dan baik secara psikologis. Kedua, berdasarkan ide
timbal balik dalam interaksi sosial atau social reciprocity, remaja yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi lebih baik dalam membina persahabatan dengan
berbagai macam orang. Ia memberi kepada dan menerima kembali dari orang lain
dengan berbagai cara yang berbeda. Social reciprocity membantu mereka
memenuhi kebutuhan mereka dari aspek hubungan dengan orang lain yang
membuat mereka menjadi lebih baik secara psikologis. Terakhir, Lazzari (2000)
menjelaskan bahwa seorang remaja dengan kecerdasan emosi yang tinggi
memahami diri mereka dan emosi mereka, sehingga mereka lebih siap
menghadapi tantangan dalam hidup mereka. Mereka akan memilih apa yang
mampu mereka lakukan dan tidak memilih apa yang tidak mampu mereka
lakukan. Akibatnya, mereka cenderung memiliki tingkat stres yang rendah dan
membuat mereka lebih baik secara psikologis.
2.3 Psychological Well Being
2.3.1 Pengertian Psychological Well Being
Dalam satu dekade terakhir, banyak peneliti yang tertarik meneliti
mengenai faktor pribadi dan demografis yang mempengaruhi well-being (Keyes,
Shmotkin, & Ryff, 2002). Berbagai penelitian tersebut menunjukkan hasil yang
berbeda sesuai dengan konsep yang mereka gunakan. Ryan dan Deci (2001)
membedakan dua pendekatan terhadap well-being yaitu hedonism dan
eudaimonism. Pendekatan pertama, hedonism well-being lebih melibatkan
pengalaman yang membahagiakan dari pada pengalaman yang mengecewakan
dan kepuasan hidup yang lebih besar, dan berhubungan dengan konsep subjective
well-being (SWB) (Diener, dalam Extremera, Ruiz-Aranda, Pineda-Galan, &
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
14
Universitas Indonesia
Salguero, 2011). Menurut pendekatan ini, well-being terdiri dari kebahagiaan
subjektif dan fokus kepada semua penilaian mengenai baik atau buruk komponen
kehidupan.
Pendekatan kedua, eudaimonic well-being melibatkan sense of fulfilment
dan meaning in life (Ryan & Deci, 2001). Dalam pendekatan eudaimonic,
seseorang dikatakan telah mencapai well-being ketika ia telah mengembangkan
potensi diri yang sebenarnya atau merealisasikan atau mewujudkan daimon (true
self) (Ryan & Deci, 2001). Ryff mengemukakan psychological well-being sebagai
well-being. Setiap dimensi psychological well-being menekankan berbagai
tantangan yang dihadapi setiap individu dalam usaha mereka untuk mewujudkan
fungsi yang positif (Ryff, 1989a; Ryff & Keyes, 1995 dalam Keyes, Shmotkin,
dan Ryff, 2002).
Ryff dan koleganya mengajukan sebuah konsep yang bersifat
multidimensional untuk mengukur kesejahteraan psikologis manusia yang disebut
psychological well-being. Penjelasan konsep ini mencakup berbagai ranah teori
aktualisasi diri Maslow (1968), pandangan Roger (1961) mengenai fully
functioning person, konsep individuasi Jung (1933; Von Franz, 1964), dan konsep
kematangan yang dipaparkan oleh Allport (1961). Ryff (1995) menjelaskan
bahwa Psychological Well-Being adalah suatu kondisi seseorang yang memiliki
kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-
acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan
bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki
kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others),
kapasitas untuk mengatur kehidupan dan lingkungan secara efektif (environmental
mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy).
2.3.2 Dimensi Psychological Well-Being
Ryff (1989) mengemukakan enam dimensi dari psychological well-being
yaitu :
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
15
Universitas Indonesia
1. Penerimaan diri (self acceptance)
Penerimaan diri ini merupakan ciri self-actualization, berfungsi dengan
optimal, dan kematangan (maturity). Dalam teori perkembangan manusia, self
acceptance berkaitan dengan penerimaan individu pada masa kini dan masa
lalunya (Ryff, 1989). Seseorang yang memiliki self acceptance yang tinggi
memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri, menghargai dan menerima
berbagai aspek yang ada pada dirinya baik kualitas yang baik maupun buruk, dan
merasa positif terhadap kehidupan masa lalunya. Seorang yang memiliki self
acceptance yang rendah yaitu orang yang merasa kecewa dengan apa yang telah
terjadi pada kehidupannya dimasa lalu, memiliki masalah dengan kualitas tertentu
dari dirinya, dan berharap untuk menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri
(Ryff, 1995).
2. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)
Membina hubungan yang hangat dengan orang lain merupakan salah satu
kriteria dari kematangan (maturity). Ryff (1985) mengatakan bahwa seorang yang
memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu membina hubungan yang
hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain, memiliki kepedulian terhadap
kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, dan keintiman, serta
memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi.
Seseorang yang tidak mampu membangun hubungan positif dengan orang lain
menunjukkan tingkah laku yang tertutup dalam berhubungan dengan orang lain,
sulit untuk bersikap hangat, peduli, dan terbuka dengan orang lain, terisolasi dan
merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk
berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain.
3. Otonomi (autonomy)
Seseorang yang memiliki otonomi yang baik biasanya dapat menentukan
segala sesuatu seorang diri dan mandiri, ia mampu mengambil keputusan tanpa
tekanan dan campur tangan orang lain, memiliki ketahanan dalam menghadapi
tekanan sosial, dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri, serta dapat
mengevaluasi diri dengan standar personal. Berbeda dengan seseorang yang
memiliki otonomi yang baik, seseorang yang tidak memiliki otonomi yang baik
biasanya akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
16
Universitas Indonesia
evaluasi dari orang lain, berpegang pada penilaian orang lain untuk membuat
keputusan penting, serta bersikap konformis terhadap tekanan sosial (Ryff, 1995).
4. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)
Kemampuan seseorang untuk memilih atau membuat lingkungan sesuai
dengan kondisi psikologisnya merupakan ciri kesehatan mental (Ryff, 1989).
Seseorang yang baik dalam penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan
kompetensi dalam mengatur lingkungan, dapat mengendalikan berbagai aktivitas
eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan
situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di
lingkungannya, serta mampu memiliki dan menciptakan lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi (Ryff, 1995). Karakteristik tersebut tidak
dimiliki oleh seseorang yang kurang mampu menguasai lingkungan. Ia biasanya
akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak
mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya,
kurang peka terhadap kesempatan yang ada di lingkungannya, dan kurang
memiliki kontrol terhadap lingkungannya (Ryff, 1995).
5. Tujuan hidup (purpose in life)
Ryff (1995) mendeskripsikan seseorang yang memiliki nilai tinggi dalam
dimensi tujuan hidup sebagai seseorang yang memiliki rasa keterarahan dalam
hidup, mampu merasakan arti dari masa lalu dan masa kini, memiliki keyakinan
yang memberikan tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan target yang ingin
dicapai dalam hidup. Seseorang yang kehilangan makna hidup, memiliki sedikit
tujuan hidup, kehilangan rasa keterarahan dalam hidup, kehilangan keyakinan
yang memberikan tujuan hidup, serta melihat makna yang terkandung untuk
hidupnya dari kejadian masa lalu merupakan deskripsi seseorang yang memiliki
tujuan hidup yang rendah menurut Ryff (1995) .
6. Pertumbuhanan pribadi (personal growth)
Seseorang dikatakan memilki pertumbuhan pribadi yang kurang baik jika
ia merasa dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan
pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya,
serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang
lebih baik. Bagaimana dengan orang yang memiliki pertumbuhan yang baik? Ia
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
17
Universitas Indonesia
memiliki perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya,
memandang diri sendiri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang,
terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam
menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi
pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta dapat berubah menjadi pribadi
yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah (Ryff, 1995).
2.3.3 Faktor Yang Memengaruhi Psychological Well-Being
Tingkat psychological well-being seseorang berbeda dengan orang
lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
psychological well-being seseorang adalah usia, jenis kelamin, budaya, dan
tingkat sosial ekonomi. Dalam penelitian ini, dua faktor yang mempengaruhi
psychological well-being yang akan dibahas adalah jenis kelamin dan usia.
Penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989) menunjukkan bahwa beberapa
dimensi dari well being seperti environmental mastery dan autonomy meningkat
seiring bertambahnya usia, terutama sejak dewasa muda hingga dewasa madya.
Berbeda dengan dimensi environmental mastery dan autonomy, dimensi personal
growth dan purpose in life menurun seiring bertambahnya usia terutama pada
masa dewasa madya hingga tua. Dimensi positive relation with other dan self
acceptance menunjukkan tidak adanya perbedaan antara periode umur. Wanita
memiliki skor yang lebih tinggi dalam dimensi positive relation with other dan
personal growth dari pada pria, sedangkan pada dimensi psychological well being
lainnya, tidak ada perbedaan skor yang signifikan antara wanita dan pria (Ryff,
1995).
2.3.4 Pengukuran Psychological Well-Being
Instrumen yang paling populer untuk mengukur psychological well-being
adalah Ryff’s Psychological Well-Being Scale yang mengukur 6 dimensi yaitu
self-acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery,
purpose in life, dan personal growth (Landa & Martos, 2010). Jumlah item Ryff’s
Psychological Well Being yang digunakan bervariasi, antara 120 sampai 18 item.
Ryff’s Psychological Well-Being Scale awalnya divalidasi pada 321 sampel pria
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
18
Universitas Indonesia
dan wanita lulusan perguruan tinggi, terhubung secara sosial (suami-istri, atau
saudara), memiliki kemampuan finansial yang baik, dan sehat secara fisik (Ryff,
1989). Dalam studi tersebut, terdapat 20 item yang digunakan dalam setiap
dimensi (item keseluruhan berjumlah 120), dengan jumlah item favourable dan
unfavourable yang kurang lebih sama. Koefisien internal consistency tergolong
cukup tinggi (antara 0.86 dan 0.93) dan koefisien reliabilitas dengan metode test-
retest untuk subsampel partisipan selama periode enam minggu juga tergolong
tinggi (0.81-0.88).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur Ryff’s Psychological
Well-Being yang telah diadaptasi oleh Hapsari dan rekan-rekan yang tergabung
dalam payung penelitian psychological well-being (2011). Hapsari dan rekan-
rekan (2011) mengadaptasi Ryff’s Psychological Well-Being versi 18 item. Ryff
dan Keyes (1995) menggunakan Ryff’s Psychological Well-Being versi 18 item
pada Midlife in the United States (MIDUS), yaitu sebuah sampel probabilitas
berskala nasional dengan total 1108 sampel pria dan wanita. Ryff dan Keyes
memilih tiga dari 20 item asli dalam setiap subskala untuk memaksimalkan
konsep yang luas dari skala yang lebih pendek. Skala yang lebih pendek memiliki
korelasi 0.70 sampai 0.89 dengan skala awal yang memiliki 20 item dalam setiap
dimensinya. Setiap skala mengandung item-item favourable dan unfavourable.
2.4 Mahasiswa
2.4.1 Pengertian Mahasiswa
Pengertian mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990
adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.
Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah suatu kelompok dalam masyarakat
yang memperoleh statusnya dalam kaitannya dengan perguruan tinggi. Mahasiswa
program di Indonesia berusia antara 17-24 tahun. Berdasarkan tahap
perkembangannya, usia ini tergolong remaja akhir (17 - 20) dan emerging
adulthood (20-40).
Santrock (2003 hal 17) mendefinisikan remaja adalah suatu periode
transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana terjadi perubahan
secara biologis, kognitif dan emosi. Menurut Santrock (2002), remaja dimulai
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
19
Universitas Indonesia
pada usia antara 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-20 tahun. Masa ini dibagi
menjadi „early adolescence‟ dan „late adolescence’. Masa remaja merupakan
masa yang penuh tantangan dibandingkan masa kanak-kanak. Pada masa
perkembangan ini mereka berjuang menemukan identitas diri mereka sebagai cara
untuk menjadi seseorang yang mandiri. Ia juga mempersiapkan diri untuk menjadi
individu dewasa, dihadapkan pada pilihan karir, dan menanamkan nilai diri
sendiri pada masa ini (Lazzari, 2000). Remaja juga mengalami periode
pergolakan dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan
fisik dan hormon. Pada masa ini emosi sering tidak terkendali, menggebu-gebu,
dan terkesan irasional. Namun emosi remaja semakin stabil seiring bertambahnya
usia. Dengan kata lain remaja akhir memiliki emosi yang lebih stabil dan lebih
mampu mengendalikan emosinya (Hall, dalam Santrock, 2003).
Emerging adulthood merupakan masa transisi dari masa remaja menuju
masa dewasa. Masa ini merupakan masa eksplorasi, masa untuk mencoba cara
hidup baru dan berbeda dari sebelumnya. Mayoritas emerging adulthood memilih
untuk kuliah di perguruan tinggi. Pemikiran mereka sudah lebih fleksibel.
Kecerdasan emosi merupakan hal yang penting dimiliki oleh seseorang ditahap ini
karena kecerdasan emosi dapat berperan dalam kesuksesan hidup pada tahap
selanjutnya (Papalia, 2009).
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa. Mahasiswa yang tergolong
remaja akhir maupun emerging adulthood memiliki emosi yang sudah lebih stabil
sehingga ketika peneliti meminta mereka berpartisipasi dalam penelitian mereka
benar-benar memberikan respon sesuai keadaan diri mereka yang sebenarnya dan
tidak dipengaruhi oleh emosi yang sedang mereka rasakan saat merepon.
2.4.2 Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being pada Mahasiswa
Mahasiswa perlu memiliki kecerdasan emosi dan psychological well-being
yang baik. Kecerdasan emosi dan psychological well-being telah terbukti dapat
mempengaruhi prestasi akademik mereka. Salami (2010) mengatakan bahwa
mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu menerima dan
memahami emosinya dan emosi orang lain serta mampu mengelola emosinya
menunjukkan performa akademik yang baik dan memiliki sikap yang positif
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
20
Universitas Indonesia
terhadap pembelajaran. Berrollo (2003) mengatakan bahwa psychological well-
being memprediksi perilaku akademik, disiplin diri, sikap, dan motivasi
mahasiswa. Ketika ia memiliki psychological well-being yang baik maka ia akan
memiliki perilaku akademik, disipin diri, sikap dan motivasi yang baik dalam
akademis sehingga ia akan meraih prestasi akademik yang baik.
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
21
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam bagian ini, peneliti akan menjelaskan mengenai masalah penelitian,
hipotesis penelitian, variabel-variabel yang akan diteliti, tipe dan desain
penelitian, partisipan penelitian, karakteristik partisipan, metode pemilihan
sampel, jumlah partisipan, alat pengumpulan data, dan prosedur penelitian.
3.1 Masalah Penelitian
3.1.1 Masalah Konseptual
Masalah yang ingin dilihat dari penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dan
psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia?
2. Bagaimana kontribusi kecerdasan emosi terhadap psychological well-
being pada mahasiswa Universitas Indonesia?
3. Bagaimana gambaran kecerdasan emosi mahasiswa Universitas Indonesia?
4. Bagaimana gambaran psychological well-being mahasiswa Universitas
Indonesia?
3.1.2 Masalah Operasional
Masalah operasional dari penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor total pada alat
ukur kecerdasan emosi dan skor total pada alat ukur psychological well-
being yang diperoleh dari mahasiswa Universitas Indonesia?
2. Berapa besar nilai β dan signifikansi masing-masing dimensi kecerdasan emosi pada perhitungan regresi ganda?
3. Bagaimana skor total alat ukur kecerdasan emosi mahasiswa Universitas
Indonesia?
4. Bagaimana skor total alat ukur psychological well-being mahasiswa
Universitas Indonesia?
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
22
Universitas Indonesia
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Alternatif 1 (Ha): terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor
total pada alat ukur kecerdasan emosi dan skor total pada alat ukur psychological
wellbeing yang diperoleh dari mahasiswa Universitas Indonesia.
Hipotesis Null 1 (Ho): tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor
total pada alat ukur kecerdasan emosi dan skor total pada alat ukur psychological
well-being yang diperoleh dari mahasiswa Universitas Indonesia.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah kecerdasan
emosi dan psychological well-being. Berikut ini adalah penjelasan singkat
mengenai variabel penelitian tersebut:
3.3.1 Variabel pertama: kecerdasan emosi
a. Definisi konseptual kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan pribadi dan
orang lain, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengelola emosi baik pada
diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 1998).
b. Definisi operasional kecerdasan emosi
Definisi operasional dari kecerdasan emosi adalah skor total Emotional
Intelligence Inventory (EII) yang telah dibuat oleh Lanawati (1999). Setiap item
dalam alat ukur ini memiliki lima alternatif pilihan jawaban mulai dari sangat
tidak sesuai hingga sangat sesuai. Penilaian didasarkan pada jawaban partisipan
yang disesuaikan dengan skor tiap pilihan jawaban. Seluruh nilai dari item alat
ukur kecerdasan emosi ini kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan skor total
kecerdasan emosi.
3.3.2 Variabel Kedua: psychological well-being
a. Definisi Konseptual psychological well-being
Psychological Well-Being adalah suatu kondisi seseorang yang memiliki
kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-
acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan
bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
23
Universitas Indonesia
kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others),
kapasitas untuk mengatur kehidupan dan lingkungan secara efektif (environmental
mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy) (Ryff,
1995).
b. Definisi Operasional psychological well-being
Definisi operasional dari psychological well-being adalah skor total alat
ukur Ryff’s scale of psychological well-being yang telah dimodifikasi oleh Hapsari
dan rekan-rekan yang tergabung dalam payung psychological well-being (2011).
Setiap item dalam alat ukur ini memiliki enam alternatif pilihan jawaban mulai
dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Penilaian didasarkan pada jawaban
partisipan yang disesuaikan dengan skor tiap pilihan jawaban. Seluruh nilai dari
item alat ukur psychological well-being ini kemudian dijumlahkan untuk
mendapatkan skor total psychological well-being.
3.4 Tipe dan Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tipe penelitian kuantitatif
karena banyak individu di Universitas Indonesia sesuai dengan kriteria partisipan
sehingga dapat berpartisipasi dalam penelitian ini. Variabel yang diukur dalam
penelitian ini yaitu kecerdasan emosi dan psychological well-being telah memiliki
alat ukur berupa kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Penelitian
ini menggunakan desain penelitian non-experimental, variabel bebas tidak
dimanipulasi karena merupakan sesuatu yang sudah terjadi dan tidak dilakukan
kontrol terhadap variabel penelitian (Kerlinger & Lee, 2000). Tipe dan desain
penelitian ini dipilih karena peneliti tidak melakukan manipulasi terhadap variabel
penelitia. Peneliti ingin mengetahui munculnya variabel-variabel penelitian dalam
situasi alamiah tanpa kontrol dan manipulasi dari peneliti. Dengan menggunakan
tipe penelitian kuantitatif dan disain non-experimental, penelitian ini diharapkan
dapat memperoleh informasi yang diperlukan dan dapat mencapai tujuan
penelitian.
3.5 Partisipan Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan positif antara
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
24
Universitas Indonesia
kecerdasan emosi dan psychological well-being pada mahasiswa. Populasi
mahasiswa Universitas Indonesia sangat besar sehingga peneliti tidak mungkin
melakukan penelitian pada seluruh populasi. Untuk itu peneliti perlu melakukan
pemilihan sampel dari populasi mahasiswa Universitas Indonesia.
3.5.1 Karakteristik Partisipan
Karakteristik partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas
Indonesia yang berusia 17-23 tahun. Batas usia tersebut sesuai dengan batas usia
remaja akhir yang dikemukakan oleh Hurlock (1993) dan rentang usia tersebut
masih tergolong usia remaja di Indonesia menurut Sarwono (2003). Mahasiswa
sebagai remaja akhir memiliki emosi yang lebih stabil dan lebih mampu
mengendalikan emosinya (Hall, dalam Santrock 2003). Selain itu, sesuai dengan
tingkat pendidikan yang mereka miliki diharapkan mereka dapat memahami
dengan baik setiap pernyataan dalam kedua alat ukur, baik alat ukur kecerdasan
emosi maupun psychological well-being. Berdasarkan hal tersebut diharapkan
mahasiswa dapat menunjukkan kecerdasan emosi serta psychological well-being
yang aktual. Peneliti memilih mahasiswa Universitas Indonesia karena menurut
peneliti sebagai salah satu universitas ternama di Indonesia dan terkenal dengan
prestasi akademiknya seharusnya mahasiswa Universitas Indonesia memiliki
kecerdasan emosi dan psychological well-being yang baik.
3.5.2 Teknik Pengambilan Sampel
Subjek dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode non-
random sampling yaitu teknik pengambilan subjek yang tidak mengikuti teori
probabilitas dalam memilih sampel dari sampel populasi (Kumar, 1999). Metode
non-random sampling digunakan karena peneliti tidak bisa menjangkau semua
mahasiswa Universitas Indonesia, sehingga tidak semua mahasiswa Universitas
Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian.
Jenis non-random sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
accidental sampling yaitu sampel penelitian yang diperoleh karena mereka yang
paling tersedia (Kumar, 1999).
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
25
Universitas Indonesia
3.5.3 Jumlah Partisipan
Peneliti akan menyebarkan kuesioner pada kurang lebih 200 orang
mahasiswa dari berbagai fakultas di Universitas Indonesia. Jumlah ini dipilih agar
distribusi frekuensi mendekati normal dan tidak condong (skewed) seperti yang
dikemukakan oleh Guildford dan Fruchter (1978) bahwa agar hasil penelitian
menunjukkan distribusi frekuensi mendekati normal dan tidak condong, jumlah
sampel penelitian dalam sebuah penelitian kuantitatif harus lebih dari 30 orang.
3.6 Alat Pengumpulan Data
Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan dua alat ukur yaitu
Emotional Intelligence Inventory (EII) yang disusun oleh Lanawati (1999) dan
Ryff’s Scales of Psychological Well-Being (RPWB) yang disusun oleh Ryff tahun
(1995) dan telah diadaptasi oleh Hapsari bersama rekan-rekan yang tergabung
dalam payung Psychological Well-Being (2011). Berikut ini akan dijelaskan
mengenai kedua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.
3.6.1 Alat Ukur Kecerdasan Emosi
Penelitian ini menggunakan alat ukur kecerdasan emosi yang merupakan
hasil adaptasi terhadap Emotional Intelligence Inventory (EII) oleh Sri Lanawati
(1999). Alat ini disusun berdasarkan kecerdasan emosi dari Goleman (1995). Alat
ukur ini terdiri dari 92 item yang disusun menjadi lima dimensi kecerdasan
emosional yaitu : kesadaran diri, kontrol diri, motivasi diri, empati, keterampilan
sosial, serta 12 item yang tidak diskor dan tidak menggambarkan dimensi apapun.
Tabel 3.1
Contoh item Emotional Intelligence Inventory (EII)
Dimensi Contoh Item Nomor Keterangan
Kesadaran
Diri
Aku memahami perasaan-perasaanku 5 Favorable
Sulit bagiku memahami perasaan-
perasaanku sendiri 7 Unfavorable
Kontrol Diri
Aku tidak ragu-ragu untuk menyakiti
perasaan orang lain 22 Unfavorable
Aku cenderung melanggar peraturan
bila tidak ada sanksinya 23 Unfavorable
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
26
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 (Lanjutan)
Contoh item Emotional Intelligence Inventory (EII)
Motivasi Diri
Sebelum mulai sesuatu yang baru,
biasanya aku sudah merasa akan gagal 39 Unfavorable
Walaupun kadang aku sedih, aku selalu
dapat tampak optimis 2 Favorable
Empati
Aku akan berhenti berjalan untuk
menolong seorang anak yang menangis
mencari orang tuanya, walaupun
sebetulnya pada saat itu aku
mempunyai tugas lain.
9 Favorable
Aku kurang mempedulikan perasaan
orang lain. 26 Unfavorable
Keterampilan
Sosial
Adalah mudah bagiku untuk
mengutarakan perasaanku 1 Favorable
Sukar bagiku untuk memahami
perasaan orang lain 3 Unfavorable
Sumber : Lanawati (1999)
Terdapat item-item yang positif (favorable) dan negatif (unfavorable)
dalam alat ukur ini. Alat ukur ini menggunakan skala Likert dengan empat
elternatif pilihan jawaban mulai Sangat Tidak Sesuai (STS) hingga Sangat sesuai
(SS). Berikut ini keterangan cara skoring Emotional Intelligence Inventory (EII) :
Tabel 3.2
Cara Skoring Emotional Intelligence Inventory (EII)
Skala Skor Item Positif
(Favorable)
Skor Item Negatif
(Unfavorable)
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
TS (Tidak Sesuai) 2 3
S (Sesuai) 3 2
SS (Sangat Sesuai) 4 1
Lanawati (1999) melakukan pengujian reliabilitas Emotional Intelligence
Inventory (EII) dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, sedangkan
proses validasi dilakukan dengan menggunakan construct validity dengan analisis
faktorial melalui metode rotasi varimaks. Hasil uji reliabilitas dari alat ukur yang
dilakukan oleh Lanawati (1999) menunjukkan tingginya konsistensi antar item
pada alat ukur tersebut dengan alpha sebesar 0.9308 untuk 92 item. Untuk uji
validitas, perhitungan analisa faktorial ditemukan lima faktor yang selanjutnya
menjadi dimensi-dimensi dalam kecerdasan emosional.
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
27
Universitas Indonesia
Emotional Intelligence Inventory (EII) yang disusun Lanawati pada tahun
1999 hingga saat ini telah berusia kurang lebih 12 tahun. Oleh karena itu, peneliti
merasa perlu menguji kembali validitas dan reliabilitas dari alat ukur ini.
3.6.2 Alat Ukur Psychological Well Being
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur
psychological well-being yaitu Ryff’s Scales of Psychological Well-Being
(RPWB) yang dikembangkan oleh Ryff pada tahun 1995 yang sudah diadaptasi
dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia oleh Hapsari dan rekan-rekan yang
tergabung di dalam payung penelitian Psychological well-being 2011. Alat ukur
RPWB yang digunakan terdiri dari 18 item dengan enam kemungkinan jawaban
mulai dari skala Sangat Tidak Setuju (STS) sampai dengan skala Sangat Setuju
(SS). Pada alat ukur ini terdapat enam dimensi, yaitu self-acceptance, positive
relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan
personal growth. Berikut ini tabel kisi-kisi item dalam alat ukur psychological
well-being:
Tabel 3.3
Contoh Item Psychological Well Being
Dimensi Contoh Item Nomor Keterangan
Self-acceptance
Saya menyukai sebagian besar
aspek diri saya 12 Favourable
Dalam banyak hal, saya merasa
kecewa dengan apa yang telah
saya capai dalam hidup.
18 Unfavorable
Positive relation
with others
Selama ini saya merasa kesulitan
dalam membina hubungan dekat
dengan orang lain
4 Unfavorable
Saya dianggap sebagai orang yang
murah hati dan mau meluangkan
waktu untuk orang lain
10 Favorable
Autonomy
Saya cenderung terpengaruh oleh
orang yang memiliki pendapat
yang lebih meyakinkan
1 Unfavorable
Saya menilai diri berdasarkan
dengan prinsip hidup yang saya
anggap penting, bukan
berdasarkan prinsip hidup yang
penting bagi orang lain
13 Favorable
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
28
Universitas Indonesia
Tabel 3.3 (Lanjutan)
Contoh Item Psychological Well Being
Environmental
Mastery
Secara umum, saya merasa saya
menguasai situasi di lingkungan
hidup saya.
2 Favorable
Tuntutan hidup sehari-hari sering
membuat saya tertekan. 8 Unfavorable
Purpose in life
Saya hidup untuk saat ini dan
memikirkan masa depan 5 Unvaforable
Saya memiliki tujuan hidup 11 Favorable
Personal growth
Menurut saya, penting memiliki
pengalaman baru yang menantang
pandangan saya tentang diri
sendiri dan dunia selama ini.
3 Favorable
Sedari dulu saya sudah menyerah
dan tidak mencoba lagi untuk
membuat perbaikan atau
perubahan besar dalam hidup saya.
15 Unfavorable
Setiap dimensi terdiri dari tiga item dan terdiri dari item yang favorable
dan unfavorable. Berikut ini keterangan cara scoring yang digunakan dalam alat
ukur ini :
Tabel 3.4
Cara Scoring Alat Ukur Psychological Well Being Hapsari (2011)
Skala Skor Item Positif
(Favorable)
Skor Item Negatif
(Unfavorable)
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 6
TS (Tidak Sesuai) 2 5
ATS (Agak Tidak Sesuai) 3 4
AS (Agak Sesuai) 4 3
S (Sesuai) 5 2
SS (Sangat Sesuai) 6 1
Hapsari dan rekan-rekan (2011) melakukan pengujian reliabilitas terhadap
alat ukur ini dengan menggunakan metode coefficient alpha dan memperoleh nilai
reliabilitas dari alat ukur ini sebesar 0.686. Alat ukur yang disusun oleh Hapsari
dan rekan-rekan (2011) ini reliabel sesuai dengan pernyataan Kerlinger dan Lee
(2000) bahwa nilai reliabilitas 0.5 atau 0.6 masih dapat diterima. Untuk pengujian
validitas alat ukur ini, Hapsari dan rekan-rekan (2011) mengunakan metode
internal consistency. Menurut Aiken dan Groth-Marnat (2006), nilai validitas
yang dianggap baik untuk penelitian adalah lebih besar dari 0.2, sedangkan nilai
Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012
-
29
Universitas Indonesia
validitas kurang dari 0.2 dinyatakan kurang memuaskan. Dari pengujian validitas
alat ukur yang dilakukan oleh Hapsari dan rekan-rekan (2011) didapatkan hasil
bahwa terdapat 6 item yang memiliki koefisien validitas kurang dari 0.2. Untuk
meningkatkan validitas alat ukur ini Hapsari dan rekan-rekan (2011) melakukan
revisi terhadap item-item tersebut.
Pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur psychological well-being
dilakukan oleh Hapsari dan rekan- rekan (2011) pada lansia. Agar hasil penelitian
psychological well-being pada mahasiswa yang akan peneliti lakukan benar-benar
menggambarkan keadaan aktual psychological well-being mahasiswa, peneliti
perlu melakukan uji validitas dan reliabilitas tersebut pada mahasiswa.
3.6.3 Data Partisipan
Kuesioner yang diberikan dilengkapi dengan data yang harus diisi oleh
partisipan, yaitu: usia, jenis kelamin, dan fakultas. Data ini digunakan untuk
melihat apakah kriteria partisipan yang mengisi kuesioner memang sesuai dengan
karakteristik partisipan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Usia, diperlu