UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN...

92
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA (The Correlation between Emotional Intelligence and Psychological Well-Being of College Students in Universitas Indonesia) SKRIPSI ALVIA RAHMAH 0806462400 FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI SARJANA REGULER DEPOK JUNI 2012

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN...

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN

    PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

    PADA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

    (The Correlation between Emotional Intelligence and Psychological

    Well-Being of College Students in Universitas Indonesia)

    SKRIPSI

    ALVIA RAHMAH

    0806462400

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    PROGRAM STUDI SARJANA REGULER

    DEPOK

    JUNI 2012

  • ii

    UNIVERSITAS INDONESIA

    HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN

    PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

    PADA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

    (The Correlation between Emotional Intelligence and Psychological

    Well-Being of College Students in Universitas Indonesia)

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

    ALVIA RAHMAH

    0806462400

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    PROGRAM STUDI SARJANA REGULER

    DEPOK

    JUNII 2012

  • iii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang

    dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Alvia Rahmah

    NPM : 0806462400

    Tanda Tangan :

    Tanggal : Juni 2012

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • iv

    HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi ini diajukan oleh :

    Nama : Alvia Rahmah

    NPM : 0806462400

    Program Studi : Psikologi

    Judul Skripsi : Hubungan antara kecerdasan emosi dan

    psychological well-being pada mahasiswa

    Universitas Indonesia

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

    sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana

    Psikologi pada Program Studi Reguler, Fakultas Psikologi, Universitas

    Indonesia

    DEWAN PENGUJI

    Ditetapkan di : Depok

    Tanggal : Juni 2012

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur tiada akhir kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan

    karuniaNya kepada saya, sehingga saya mampu menjalani proses penyusunan skripsi ini. Saya

    menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari

    berbagai pihak, yaitu :

    1. Dra. Dharmayati Utoyo Lubis, M.A., Ph.D selaku pembimbing skripsi. Terimakasih atas

    bimbingan, masukan, dukungan dan kesediaannya dalam meluangkan waktu kepada saya

    selama proses penyusunan skripsi ini.

    2. Dra. Evita E. Singgih, M. Psi dan Dra. Sri Redatin Retno Pudjiati, M.Si selaku dewan

    penguji.

    3. Dra. Ike Anggraika, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah membimbing saya

    selama 4 tahun ini.

    4. Ayah dan Ibu, orang tua hebat. Terimakasih atas kasih sayang, dukungan, dan didikan

    yang tak pernah henti-hentinya diberikan kepada saya sehingga saya mampu mencapai

    tahap ini. Via sayang Ayah dan Ibu.

    5. Sari Zakiah Akmal, kakak yang selalu memberikan bantuan, dukungan, serta pertanyaan

    yang membuat saya berfikir dan mencari jawaban. Nur Khairat, adik yang juga selalu

    memberikan bantuan dan dukungan kepada saya. Love you, my best sister ever.

    6. Alfariko Adma yang selalu dapat diandalkan, memberikan dukungan, serta semangat

    selama perkuliahan dan proses penyusunan skripsi. Terimakasih telah menempuh jarak

    Bandung-Depok dan berpetualang dengan saya untuk mendapatkan alat ukur kecerdasan

    emosi. It’s great to walk with you.

    7. Ibu Lanawati dan Kak Hapsari serta rekan-rekan yang tergabung dalam payung

    Psychological Well-Being tahun 2011 telah mengizinkan saya menggunakan alat ukur yang

    telah mereka susun.

    8. Yorikedesvita, Rizki Mustika, Anisa Prima, dan Sekar Arum Savitri, sahabat saya yang

    selalu memberikan dukungan selama perkuliahan dan juga penyusunan skripsi. I’ll miss

    you guys.

    9. Teman – teman payung Psychological Well-Being, Yori, Ira, Sapto, Pipit, Bianca, Anil,

    Putu, Mala, Dara, Laras, Indah, Nendra, dan Nanuk yang memberikan dukungan kepada

    saya.

    10. Serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apa pun.

    [email protected]

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

    mailto:[email protected]

  • vi

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

    bawah ini:

    Nama : Alvia Rahmah

    NPM : 0806462400

    Program Studi : Reguler

    Fakultas : Psikologi

    Jenis Karya : Skripsi

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive

    Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

    “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being

    pada Mahasiswa Universitas Indonesia”

    beserta perangkat yang ada (jika dibutuhkan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-

    Eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan bentuk,

    mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

    merawat, serta mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

    nama saya sebagai penulis atau pencipta dan juga sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok

    Pada tanggal : Juni 2012

    Yang menyatakan

    (Alvia Rahmah)

    NPM : 0806462400

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • vii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Alvia Rahmah

    Program Studi : Psikologi

    Judul : Hubungan Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-

    Being Pada Mahasiswa Universitas Indonesia.

    Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan kecerdasan emosi dan

    psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia. Penelitian ini

    menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran kecerdasan emosi

    menggunakan alat ukur Emotional Intelligence Inventory (EII) yang disusun oleh

    Lanawati (1999) dan pengukuran psychological well-being menggunakan Ryff’s

    Scales of Psychological Well-Being (RPWB) yang telah diadaptasi oleh Hapsari

    dan rekan-rekan (2011). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 207 orang

    mahasiswa Universitas Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

    terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dengan psychological

    well-being (r = 0,719, p = 0,000 signifikan pada L.o.S 0,01). Artinya, semakin

    tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang, semakin tinggi psychological

    well-being yang ia miliki. Dimensi kecerdasan emosi yang memberikan

    sumbangan paling besar dan signifikan terhadap psychological well-being adalah

    self motivation. Berdasarkan hasil tersebut, psychological well-being seseorang

    dapat diintervensi dengan meningkatkan kecerdasan emosi terutama self

    motivation yang ia miliki.

    Kata Kunci:

    Kecerdasan Emosi, Psychological Well-Being, Mahasiswa

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Alvia Rahmah

    Program of Study : Psychology

    Title : The Correlation between Emotional Intelligence and

    Psychological Well-Being of College Students in

    Universitas Indonesia

    The research was conducted to find the correlation between emotional intelligence

    and psychological well-being of college students in Universitas Indonesia. This

    reserach used quantitative approach. The emotional intelligence was measured

    using Emotional Intelligence Inventory (EII) and psychological well-being was

    measured using Ryff‟s Scales of Psychological Well-Being (RPWB). Partisipant

    of this research were 207 of college student in University of Indonesia. The result

    showed that there is significant and positive correlation between emotional

    intelligence and psychological well-being (r = 0,719, p = 0,000 significant at

    L.o.S 0,01). That is, the higher one‟s emotional intelligence, the higher one‟s

    psychological well-being. Dimension of emotional intteligence given the biggest

    and significant contribution toward psychological well-being is self motivation.

    Based on the result, psychological well-being can be intervened by improving

    emotional intelligence, especially self motivation.

    Keyword:

    Emotional Intelligence, Psychological Well-Being, College Students

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • ix Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii

    HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

    AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................... vii

    ABSTRAK ....................................................................................................... viii

    ABSTRACT ...................................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv

    BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

    1.2 Masalah Penelitian..................................................................................... 6

    1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

    1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6

    1.5 Sistematika penulisan ................................................................................ 7

    BAB 2 LANDASAN TEORI .............................................................................. 8

    2.1 Kecerdasan Emosi ..................................................................................... 8

    2.1.1 Pengertian Emosi ............................................................................. 8

    2.1.2 Pengertian Kecerdasan Emosi .......................................................... 8

    2.1.3 Aspek Kecerdasan Emosi ................................................................. 9

    2.1.4 Faktor yang Memengaruhi Kecerdasan Emosi ............................... 10

    2.1.5 Pengukuran Kecerdasan Emosi ...................................................... 11

    2.2 Hubungan Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being ................... 12

    2.3 Psychological Well-Being ........................................................................ 12

    2.3.1 Pengertian Psychological Well-Being ............................................ 12

    2.3.2 Dimensi Psychological Well-Being ................................................ 14

    2.3.3 Faktor yang Memengaruhi Psychological Well-Being .................... 17

    2.3.4 Pengukuran Psychological Well-Being ........................................... 17

    2.4 Mahasiswa

    2.4.1 Pengertian Mahasiswa ................................................................... 18

    2.4.2 Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being pada

    Mahasiswa .................................................................................... 19

    BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 21

    3.1 Masalah Penelitian................................................................................... 21

    3.1.1 Masalah Konseptual ....................................................................... 21

    3.1.2 Masalah Operasional ...................................................................... 21

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • x Universitas Indonesia

    3.2 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 22

    3.2.1 Hipotesis Alternatif (Ha) ................................................................ 22

    3.2.2 Hipotesis Nol (Ho) ......................................................................... 22

    3.3 Variabel Penelitian .................................................................................. 22

    3.3.1 Variabel Pertama:Kecerdasan Emosi .............................................. 22

    a. Definisi Konseptual Kecerdasan Emosi ............................................... 22

    b. Definisi Operasional Kecerdasan Emosi ............................................. 22

    3.3.2 Variabel Kedua: Psychological Well-Being .................................... 22

    a. Definisi Konseptual Psychological Well-Being ................................... 22

    b. Definisi Operasional Psychological Well-Being .................................. 23

    3.4 Tipe dan Desain Penelitian ...................................................................... 23

    3.5 Partisipan Penelitian ................................................................................ 23

    3.5.1 Karakteristik Partisipan Penelitian ................................................. 24

    3.5.2 Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 24

    3.5.3 Jumlah Partisipan ........................................................................... 25

    3.6 Alat Pengumpulan Data ........................................................................... 25

    3.6.1 Alat Ukur Kecerdasan Emosi ......................................................... 25

    3.6.2 Alat Ukur Psychological Well-Being .............................................. 27

    3.6.2 Data Partisipan ............................................................................... 29

    3.7 Prosedur Penelitian .................................................................................. 29

    3.7.1 Pilot Study .................................................................................... 29

    3.7.1.1 Emotional Intelligence Inventory (EII) ................................. 30

    3.7.1.2 Alat Ukur Psychological Well-Being .................................... 33

    3.7.2 Tahap Pelaksanaan ......................................................................... 34

    3.7.3 Tahap Pengolahan Data ................................................................. 35

    BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA .......................................................... 37

    4.1 Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian ......................... 37

    4.2 Hasil Utama Penelitian ............................................................................ 38

    4.2.1 Gambaran Kecerdasan Emosi Mahasiswa Universitas

    Indonesia ....................................................................................... 38

    4.2.2 Gambaran Psychological Well-Being Mahasiswa Universitas

    Indonesia ....................................................................................... 40

    4.2.3 Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Psychological Well-

    Being ............................................................................................ 41

    4.2.5 Dimensi Kecerdasan Emosi yang Menyumbang terhadap

    Psychological Well-Being ............................................................. 41

    4.3 Hasil Tambahan Penelitian ...................................................................... 42

    4.3.1 Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Data Demografis

    Partisipan ...................................................................................... 42

    a. Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin ............ 42

    b. Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Usia .......................... 43

    c. Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Semester.................... 44

    4.3.2 Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Data

    Demografis Partisipan ................................................................... 45

    a. Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Jenis

    Kelamin......................................................................................... 45

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • xi Universitas Indonesia

    b. Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Usia ............... 46

    c. Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Semester ........ 47

    BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN .......................................... 48

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 48

    5.2 Diskusi .................................................................................................... 49

    5.2.1 Diskusi Hasil Utama Penelitian ...................................................... 49

    5.2.2 Diskusi Hasil Tambahan Penelitian ................................................ 51

    5.2.3 Diskusi Metodologis ...................................................................... 53

    5.3 Saran ....................................................................................................... 54

    5.3.1 Saran Metodologis ......................................................................... 54

    5.3.2 Saran Praktis .................................................................................. 54

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 56

    LAMPIRAN ..................................................................................................... 61

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Contoh Item Emotional Intelligence Inventory (EII) ......................... 25

    Tabel 3.2 Cara Skoring Emotional Intelligence Inventory (EII) ....................... 26

    Tabel 3.3 Contoh Item Psychological Well-Being ............................................ 27

    Tabel 3.4 Cara Skoring Psychological Well-Being ........................................... 28

    Tabel 3.5 Reliabilitas dimensi Emotional Intelligence Inventory (EII) ............. 31

    Tabel 3.6 Tabel Analisis item Emotional Intelligence Inventory (EII) .............. 31

    Tabel 3.7 Item Emotional Intelligence Inventory (EII) yang direvisi ................ 32

    Tabel 3.8 Item Psychological Well-Being yang direvisi ................................... 34

    Tabel 3.9 Kategori Skor .................................................................................. 35

    Tabel 4.1 Tabel Demografis Partisipan Penelitian............................................ 37

    Tabel 4.2 Perbedaan Mean Dimensi Kecerdasan Emosi ................................... 39

    Tabel 4.3 Kategori Tingkat Kecerdasan Emosi Mahasiswa Universitas

    Indonesia Berdasarkan Norma Kelompok ........................................ 39

    Tabel 4.4 Kategori Tingkat Kecerdasan Emosi Mahasiswa Universitas

    Indonesia Berdasarkan Norma Alat Ukur ......................................... 40

    Tabel 4.5 Kategori Tingkat Psychological Well-Being Mahasiswa

    Universitas Indonesia Berdasarkan Norma Kelompok ...................... 40

    Tabel 4.6 Kategori Tingkat Psychological Well-Being Mahasiswa

    Universitas Indonesia Berdasarkan Norma Alat Ukur ...................... 41

    Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Regresi Ganda Dimensi Kecerdasan Emosi

    Terhadap Psychological Well-Being................................................. 42

    Tabel 4.8 Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin ............... 43

    Tabel 4.9 Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Usia .............................. 44

    Tabel 4.10 Gambaran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Semester ....................... 44

    Tabel 4.11 Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Jenis

    Kelamin ........................................................................................... 45

    Tabel 4.12 Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Usia ................... 46

    Tabel 4.13 Gambaran Psychological Well-Being Berdasarkan Semester ............ 47

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • xiii Universitas Indonesia

    DAFTAR LAMPIRAN

    LAMPIRAN A (Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Emotional

    Intelligence Inventory (EII) dan Ryff’s Scales of

    Psychological Well-Being (RPWB) pada Try Out) ............. 61

    A.1 Emotional Inteeligence Inventory (EII) ................................................. 61

    A.1.1 Reliabilitas Emotional Intelligence Inventory (EII) secara

    keseluruhan .......................................................................................... 61

    A.1.2 Reliabilitas dan validitas Emotional Intelligence Inventory

    (EII) per sub skala ................................................................................ 61

    A.1.2.1 Sub skala Empathy ........................................................ 61

    A.1.2.2 Sub skalaSelf Awareness ................................................ 62

    A.1.2.3 Sub skala Self Control ................................................... 62

    A.1.2.4 Sub skala Self Motivation............................................... 63

    A.1.2.5 Sub skala Social Skill ..................................................... 63

    A.1.2.6 Sub skala yang tidak diskor ........................................... 64

    A.2 Uji Reliabilitas dan Validitas Ryff’s Scales of Psychological Well-

    Being (RPWB) ...................................................................................... 64

    LAMPIRAN B (HasilUtama Penelitian) ......................................................... 66

    B.1 Gambaran Deskriptif Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-

    Being .................................................................................................... 66

    B.2 Uji Normalitas Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being ........ 66

    B.3 Korelasi Skor Total Kecerdasan Emosi dengan Skor Total

    Psychological Well-Being..................................................................... 66

    B.4 Hasil Analisis Regresi Ganda Dimensi Kecerdasan Emosi terhadap

    Psychological Well-Being..................................................................... 66

    LAMPIRAN C (Hasil Tambahan Penelitian) ................................................. 68

    C.1 Gambaran Kecerdasan Emosi berdasarkan data demografis .................. 68

    C.1.1 Gambaran Kecerdasan Emosi berdasarkan Jenis Kelamin ........... 68

    C.1.2 Gambaran Kecerdasan Emosi berdasarkan Usia .......................... 69

    C.1.3 Gambaran Kecerdasan Emosi berdasarkan Semester ................... 71

    C.2 Gambaran Psychological Well-Being berdasarkan data demografis ...... 73

    C.2.1 Gambaran Psychological Well-Being berdasarkan Jenis

    Kelamin ............................................................................................... 73

    C.2.2 Gambaran Psychological Well-Being berdasarkan Usia ............... 76

    C.3.3 Gambaran Psychological Well-Being berdasarkan Semester ........ 77

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 1

    Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Tercatat pada tahun 2010 Indonesia memiliki 3070 buah perguruan tinggi

    (http://dp2m.dikti.go.id/) dengan jumlah mahasiswa kurang lebih 4,8 juta orang

    (Harijono, 2011). Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan yang paling

    tinggi. Mahasiswa sebagai pelajar pada jenjang pendidikan tersebut diharapkan

    sebagai pemimpin masa depan. Mereka diharapkan dapat berhasil menjalani

    pendidikan dan menerapkan ilmu yang mereka peroleh dalam masyarakat.

    Menurut Salami (2010) mahasiswa perlu memiliki dedikasi, disiplin diri, dan

    motivasi untuk dapat berhasil dalam pendidikannya. Selama menjalani tugasnya

    sebagai mahasiswa, mereka berhadapan dengan tanggung jawab dan tantangan

    yang dapat menyebabkan stres (Imonikebe dalam Salami, 2010). Stres yang

    dirasakan oleh seorang mahasiswa dapat memengaruhi prestasi dan proses

    belajarnya sehingga mereka perlu memiliki kemampuan untuk mengatasinya

    (Lazzari,2000).

    Tidak semua mahasiswa dapat mengatasi stres yang mereka alami dengan

    baik, seperti yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa pada bulan Februari 2011

    lalu. Seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung membuat gempar

    kota Bandung. Ia tewas setelah terjun dari kos-kosan berlantai tiga. Diduga ia

    bunuh diri karena stres (Hidayat, 2012). Di kota lain, Palembang, dua orang

    mahasiswa perguruan tinggi swasta ditangkap polisi ketika menggunakan sabu

    dan ganja. Berdasarkan pengakuan kedua mahasiswa semester akhir tersebut,

    mereka menggunakan narkoba lantaran pusing mengerjakan skripsi yang tidak

    kunjung selesai. Sebelum mengerjakan skripsi, keduanya terlebih dahulu

    mengadakan pesta sabu di dalam rumah (Pranata, 2012).

    Mahasiswa perguruan tinggi dari Bandung dan Palembang di atas hanya

    beberapa contoh mahasiswa yang memilih jalan singkat dalam mengatasi stres.

    Kemungkinan masih banyak mahasiswa di Indonesia yang melakukan cara yang

    sama. Kemampuan seseorang dalam mengatasi stres berhubungan dengan

    bagaimana seseorang mengelola emosinya dalam menghadapi penyebab stres

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

    http://dp2m.dikti.go.id/http://edukasi.kompas.com/http://berita.liputan6.com/

  • 2

    Universitas Indonesia

    (Campbell & Ntobedzi, 2007). Ketika ia mampu mengelola emosinya dengan baik

    maka ia juga mampu mengatasi stres. Kemampuan mengelola emosi dijelaskan

    dalam konsep Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosi) yang dipopulerkan oleh

    Goleman (1995). Untuk selanjutnya peneliti akan menggunakan istilah kecerdasan

    emosi. Goleman (1998) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan

    mengenali perasaan pribadi dan orang lain, kemampuan memotivasi diri,

    kemampuan mengelola emosi baik pada diri sendiri maupun dalam hubungan

    dengan orang lain. Ada lima aspek kecerdasan emosi yang dikemukakan oleh

    Goleman (1995), yaitu : knowing one’s emotions (mengenali emosi pribadi),

    managing emotions (mengelola emosi), motivating oneself (motivasi diri sendiri),

    recognizing emotions in others (mengenali emosi orang lain),dan handling

    relationships (membina hubungan). Seseorang dikatakan memiliki kecerdasan

    emosi yang baik jika memiliki kelima aspek di atas.

    Goleman (1995) mengatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan

    emosi yang baik akan memperoleh dampak positif dalam berbagai aspek

    kehidupannya. Banyak penelitian yang menunjukkan kecerdasan emosi

    memberikan dampak positif bagi individu. Chiarrochi, Chan, Caputi dan Robert

    (2001) menemukan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi

    dapat beradaptasi dengan stresor sementara individu yang memiliki kecerdasan

    emosi yang rendah sulit beradaptasi dengan stresor, akibatnya ia cenderung

    depresi, putus asa, dan perilaku negatif lainnya. Wong, Wong, dan Chau (2001)

    menyimpulkan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi akan merasakan

    hubungan yang lebih baik dengan orang lain, memiliki kontrol yang lebih baik

    dalam hidupnya, dan mampu menjauhkan diri dari emosi negatif. Berbeda dengan

    individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, seseorang yang memiliki

    kecerdasan emosi rendah kesulitan dalam menjalani fungsi sosial dan

    emosionalnya (Salovey & Mayer, 1990). Hasil penelitian lain menunjukkan

    bahwa, kecerdasan emosi yang rendah berhubungan dengan mengkonsumsi

    alkohol dalam jumlah banyak, obat-obat terlarang dan terlibat dengan perilaku

    merusak lainnya (Brakckett, Mayer, & Warner, 2004).

    Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memberi

    dampak positif sehingga penting dimiliki oleh setiap orang, termasuk seorang

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 3

    Universitas Indonesia

    mahasiswa. Berdasarkan tahap perkembangannya, mahasiswa di Indonesia masih

    termasuk golongan remaja (17-20) dan emerging adulthood (21-40). Pada tahap

    perkembangan remaja, seseorang lebih banyak menghadapi tantangan dan

    kekacauan dibandingkan dengan masa kanak-kanak. Pada tahap perkembangan

    emerging adulthood, seseorang mempunyai kesempatan untuk mencoba cara

    hidup baru, mereka bukan lagi seorang remaja tapi belum berperan sebagai

    seorang dewasa (Papalia, 2009). Pada kedua tahapan ini, mereka harus

    mempersiapkan diri untuk tahap perkembangan selanjutnya yaitu masa dewasa.

    Agar dapat melalui masa transisi menuju masa dewasa dengan baik, memahami

    emosi dengan baik merupakan hal penting (Lazzari, 2000). Selain penting bagi

    perkembangan mahasiswa, kecerdasan emosi yang tinggi juga memberikan

    dampak positif lainnya yaitu menunjukkan hasil yang baik dalam bidang

    akademik dan lebih positif dalam pembelajaran (Salami, 2010), mampu

    memotivasi diri sendiri, berkosentrasi terhadap pendidikan, dan memiliki

    hubungan yang baik dengan orang lain (Wong, Wong, & Chau, 2001). Pentingnya

    kecerdasan emosi bagi mahasiswa membuat peneliti bertanya bagaimana dengan

    kecerdasan emosi mahasiswa di Indonesia?

    Ada banyak universitas di Indonesia. Universitas Indonesia merupakan

    universitas terbaik di Indonesia berdasarkan Quacquarelli Symonds World Class

    University Ranking (QS WCUR) 2011/2012. Universitas Indonesia merupakan

    satu-satunya universitas dari Indonesia yang berhasil meraih rangking 300 besar

    berdasarkan QS WCUR. QS WCUR menilai pada lima disiplin ilmu, yaitu Arts

    and Humanities, Engineering and Technology, Life Sciences and

    Medicine, Natural Science dan Social Sciences and Management (Lestari, 2011).

    Prestasi tersebut tidak lepas dari peran mahasiswa dalam menghasilkan prestasi-

    prestasi yang membanggakan. Jika mahasiswa Universitas Indonesia memiliki

    kecerdasan emosi yang baik mereka akan lebih baik dalam akademik, mampu

    memotivasi diri, dan berkosentrasi terhadap pendidikannya. Sehingga sejarah dan

    prestasi yang membanggakan ini dapat tetap dipertahankan.

    Ketika seseorang memiliki kecerdasan emosi yang baik, maka mereka

    akan cenderung merasakan emosi positif dan terhindar dari emosi negatif. Gohm,

    Corser, dan Dalsky (2005) mengatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 4

    Universitas Indonesia

    emosi sedikit mengalami tekanan emosi ketika mereka berhadapan dengan stres,

    sehingga mereka lebih sering merasakan emosi positif. Individu dengan

    kecerdasan emosi mampu mengontrol emosi yang membuat mereka lebih mampu

    menguasai lingkungan. Kecerdasan emosi juga membuat mereka lebih

    berkembang secara emosional (Mayer dan Salovey, 1997). Emosi positif,

    menguasai lingkungan dan berkembang secara emosional merupakan beberapa

    ciri individu yang memiliki psychological well-being yang baik.

    Apa itu psychological well-being? Psychological well-being merupakan

    konsep mengenai well-being yang dikemukakan oleh Ryff (1989). Ryff (1995)

    menjelaskan bahwa psychological well-being adalah suatu kondisi seseorang yang

    memiliki kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu

    (self-acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth),

    keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life),

    memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with

    others), kapasitas untuk mengatur kehidupan dan lingkungan secara efektif

    (environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri

    (autonomy). Dalam pengertian yang dikemukakan oleh Ryff (1995), individu

    dikatakan memiliki psychological well-being yang baik ketika ia memiliki enam

    dimensi tersebut. Remaja yang memiliki keenam dimensi tersebut akan memiliki

    psychological well-being yang baik, sedangkan remaja yang bermasalah dalam

    dimensi tersebut akan memiliki psychological well-being yang rendah (Lazzari,

    2000).

    Psychological well-being memiliki multi dimensi sehingga berbagai

    komponen kehidupan yang dihadapi remaja dapat mempengaruhi psychological

    well-being mereka (Lazzari, 2000). Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa

    terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi tingkat psychological well-

    being seorang remaja. Sastre dan Ferriere (2000) menemukan bahwa kualitas

    hubungan remaja dengan keluarga, terutama dengan orang tua merupakan faktor

    yang menentukan psychological well-being seorang remaja. Beberapa faktor lain

    yang dapat memengaruhi psychological well-being seorang remaja adalah stress

    (Siddique & D‟Arcy, 1984), kesehatan fisik (Mechanic & Hansell, 1987),

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 5

    Universitas Indonesia

    popularitas serta kedekatan dengan peer (Townsend, McCracken & Wilton,

    1988).

    Sama halnya dengan kecerdasan emosi, psychological well-being juga

    penting dimiliki oleh mahasiswa karena dapat memprediksi perilaku akademis,

    sikap, motivasi, disiplin diri yang membantu seseorang meraih prestasi akademik

    Salami (2010). Kecerdasan emosi dan psychological well-being telah banyak

    menarik peneliti di luar negeri. Berbagai penelitian mengenai kecerdasan emosi

    dan psycholgical well-being yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kecerdasan

    emosi berhubungan secara positif dengan psychological well-being. Carmeli,

    Yitzhak-Halevy, dan Weisberg (2009) menemukan bahwa kecerdasan emosi

    memiliki hubungan positif dengan komponen psychological well-being. Hasil

    yang serupa juga ditemukan oleh Landa dan Martos (2010) bahwa kecerdasan

    emosi dan psychological-well being berhubungan secara positif. Ketika seseorang

    memiliki tingkat kecerdasan emosi yang lebih tinggi, ia akan memiliki nilai yang

    juga tinggi dalam enam dimensi psychological well-being (Salami, 2010).

    Penelitian tersebut dilakukan di negara barat, negara yang budayanya

    berbeda dengan Indonesia. Di Indonesia, masyarakat cenderung untuk berekpresi

    netral atau cenderung kembali ke suasana emosi netral sebelum emosi tertentu

    terjadi ( Prawitasari, 2000 ). Berbeda dengan masyarakat di Indonesia, masyarakat

    di Amerika lebih terbuka dan bebas dalam berekspresi (Wierzbicka, dalam

    Chentsova-Dutton, Chu, Tsai, Rottenberg, Gross, & Gotlib, 2007). Hal tersebut

    mungkin akan membuat skor kecerdasan emosi masyarakat Indonesia dalam

    aspek managing emotions lebih tinggi dibandingkan masyarakat di negara barat

    sehingga mungkin akan mempengaruhi hasil hubungan kecerdasan emosi dengan

    psychological well-being di Indonesia. Hal ini menarik perhatian peneliti,

    sehingga dalam penelitian ini peneliti akan menelusuri hubungan kecerdasan

    emosi dan psychological well-being pada masyarakat Indonesia, khususnya

    mahasiswa Universitas Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan pada mahasiswa

    Universitas Indonesia dengan menggunakan alat ukur Emotional Intelligence

    Inventory (EII) (Lanawati, 1999) untuk mengukur kecerdasan emosi dan Ryff’s

    Scale Psychological Well-Being yang telah diadaptasi oleh Hapsari beserta rekan-

    rekan yang tergabung dalam payung Psychological Well-Being tahun 2011.

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 6

    Universitas Indonesia

    1.2. Permasalahan Penelitian

    Permasalahan dalam penelitian ini adalah :

    1. Apakah terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dan

    psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia?

    2. Bagaimana kontribusi kecerdasan emosi terhadap psychological well-

    being pada mahasiswa Universitas Indonesia?

    3. Bagaimana gambaran kecerdasan emosi mahasiswa Universitas Indonesia?

    4. Bagaimana gambaran psychological well-being mahasiswa Universitas

    Indonesia?

    1.3. Tujuan

    Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menjawab permasalahan

    penelitian, yaitu:

    1. Mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan

    emosi dan psychological well-being pada mahasiswa Universitas

    Indonesia.

    2. Mengetahui bagaimana kontribusi kecerdasan emosi terhadap

    psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia.

    3. Mengetahui gambaran kecerdasan emosi mahasiswa Universitas

    Indonesia.

    4. Mengetahui gambaran psychological well-being mahasiswa Universitas

    Indonesia.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat atau signifikansi dari penelitian ini adalah untuk menambah

    literatur mengenai kecerdasan emosi dan psychological well-being terutama pada

    mahasiswa Universitas Indonesia dan memberikan masukan kongkret bagi upaya

    prevensi dan intervensi untuk meningkatkan psychological well-being pada

    mahasiswa Universitas Indonesia. Secara terperinci, penelitian ini bermanfaat

    untuk:

    1. Penelitian ini dapat menambah literatur mengenai kecerdasan emosi dan

    psychological well-being pada mahasiswa Indonesia.

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 7

    Universitas Indonesia

    2. Jika hipotestis dan hasil penelitian ini signifikan maka penelitian ini dapat

    memberikan masukan untuk penyusunan langkah-langkah prevensi dan

    intervensi untuk psychological well-being pada mahasiswa dengan

    menfokuskan pada peningkatan kecerdasan emosi yang dimiliki oleh

    mahasiswa.

    1.5. Sistematika Penelitian

    Sistematika penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Bab 1 : Pengelasan mengenai latar belakang peneliti melakukan penelitian

    mengenai hubungan kecerdasan emosi dengan psychological well-being

    pada mahasiswa Universitas Indonesia, permasalahan penelitian, tujuan

    penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

    Bab 2 : Uraian mengenai teori-teori yang berhubungan dengan topik

    penelitian untuk membahas permasalahan penelitian ini. Adapun teori-

    teori yang akan diuraikan antara lain mengenai kecerdasan emosi dan

    psychological well-being.

    Bab 3 : Pada bab ini akan dipaparkan masalah penelitian, hipotesis dan

    variabel penelitian. Dan dalam bab ini akan peneliti akan menjelaskan

    mengenai pendekatan penelitian yang akan digunakan beserta

    alasannya, metode pengumpulan data, pemilihan dan cara pengambilan

    subjek, serta urutan pelaksanaan penelitian.

    Bab 4 : Pada bagian ini dipaparkan hasil dan analisis hasil penelitian.

    Bab 5 : Uraian kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi mengenai hasil yang

    didapatkan dari penelitian termasuk kekurangan dan kelebihan dari

    penelitian ini, serta saran metodologis untuk penelitian di masa yang

    akan datang.

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 8

    Universitas Indonesia

    BAB 2

    LANDASAN TEORI

    Pada bagian ini penulis akan memaparkan penjelasan mengenai pengertian

    kecerdasan emosi, aspek-aspek kecerdasan emosi, alat ukur kecerdasan emosi,

    hubungan kecerdasan emosi dan psychological well-being, pengertian

    psychological well-being, dimensi psychological well-being, faktor yang

    memengaruhi psychological well-being, alat ukur psychological well being, dan

    mahasiswa.

    2.1 Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence)

    2.1.1 Pengertian Emosi

    Emosi merupakan sesuatu yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.

    “Emosi” berasal dari kata kerja bahasa Latin yaitu movere, yang artinya :

    “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti “bergerak

    menjauh”. Berdasarkan pengertian secara harfiah tersebut dapat disimpulkan

    bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal yang mutlak dalam emosi

    (Goleman, 1995). Golemen (1995) mendefisinikan emosi sebagai perasaan dan

    pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis serta

    serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

    2.1.2 Pengertian Kecerdasan Emosi

    Dewasa ini kecerdasan emosi sering dipertimbangkan sebagai sesuatu

    yang memengaruhi seseorang dalam meraih kesuksesan hidup (Goleman, 1995).

    Goleman (1998, hal 373) mengemukakan pengertian kecerdasan emosi sebagai

    “the capacity for recognizing our own feelings and those of others, for motivating

    our selves, and for managing emotions well in our selves and in our

    relationships” yaitu kemampuan mengenali perasaan pribadi dan orang lain,

    kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengelola emosi baik pada diri sendiri

    maupun dalam hubungan dengan orang lain.

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 9

    Universitas Indonesia

    2.1.3 Aspek Kecerdasan Emosi

    Goleman (2005) menyatakan bahwa konsep kecerdasan emosi meliputi

    lima aspek, yaitu :

    1. Knowing one’s emotions

    Mengenali emosi saat emosi terjadi merupakan kunci penting dalam

    kecerdasan emosi. Kemampuan ini berupa kesadaran diri (Self-Awareness)

    (Goleman, 2005). Individu yang mempunyai kesadaran diri mengetahui apa yang

    ia rasakan dan menggunakannya untuk mengambil keputusan, memiliki tolak ukur

    yang realistis atas kemampuan yang ia miliki, dan kepercayaan diri yang kuat

    (Goleman, 1998). Kemampuan memonitor perubahan emosi yang dimiliki oleh

    seseorang sangat membantu dalam pengenalan diri. Selanjutnya, aspek ini disebut

    self awareness.

    2. Managing emotions

    Individu yang tidak dapat mengelola emosinya dengan baik lebih

    cenderung merasa tertekan karena ia sulit bangkit dari kegagalan. Ciri berbeda

    dimiliki oleh individu yang dapat mengelola emosinya yaitu ia dapat segera

    bangkit dari kegagalan yang ia rasakan (Goleman, 2005). Aspek ini selanjutnya

    disebut sebagai self control.

    3. Motivating oneself

    Motivasi diri adalah kemampuan untuk bertahan dan terus berusaha

    menemukan cara untuk mencapai tujuan. Ciri individu yang memiliki kemampuan

    ini adalah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis dalam menghadapi

    keadaan yang sulit, cukup terampil dan fleksibel dalam menemukan cara agar

    sasaran tercapai dan mampu memecahkan masalah berat menjadi masalah kecil

    yang mudah dijalankan. Individu yang dapat memotivasi dirinya sendiri

    cenderung akan lebih produktif dan efektif dalam apa yang ia lakukan (Goleman,

    2005). Dalam penelitian ini, aspek motivations oneself disebut sebagai self-

    motivations.

    4. Recognizing emotions in others

    Mengenali emosi orang lain juga dikenal dengan istilah empati dan

    selanjutnya aspek ini disebut sebagai Empathy. Individu dengan empati yang

    tinggi akan lebih sensitif terhadap sinyal sosial yang mengindikasikan apa yang

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 10

    Universitas Indonesia

    diinginkan atau dibutuhkan seseorang. Mampu memahami perspektif mereka,

    menumbuhkan hubungan saling percaya dengan orang lain, dan mampu bergaul

    dengan beragam orang (Goleman, 1998). Agar dapat memahami perasaan orang

    lain, seseorang perlu membaca pesan nonverbal seperti nada bicara, ekspresi

    wajah, dan sikap yang ditampilkan.

    5. Handling relationships

    Mampu mengelola emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang

    lain, mampu membaca situasi dengan cermat, dan dapat berinteraksi dengan

    lancar merupakan ciri seseorang yang memiliki kemampuan ini. Dengan

    kemampuan-kemampuan tersebut, seseorang dapat mempengaruhi orang lain,

    memimpin dengan baik, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, dan mudah

    bekerja sama dengan orang lain. Aspek ini disebut social skill.

    2.1.4 Faktor yang Memengaruhi Kecerdasan Emosi

    Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang berbeda dengan yang lainnya.

    Menurut Goleman (2005) ada dua faktor yang memengaruhi kecerdasan emosi

    seseorang yaitu faktor yang bersifat genetik seperti temperamen dan faktor yang

    berasal dari lingkungan seperti pola asuh orang tua, pergaulan dengan teman-

    teman.

    Bar-On (2002) menemukan bahwa jenis kelamin dan usia memengaruhi

    kecerdasan emosi. Fariselli, Ghini, Freedman (2006) menemukan bahwa

    kecerdasan emosi meningkat seiring dengan penambahan usia. Ia menemukan

    bahwa usia memberikan sumbangan yang signifikan terhadap kecerdasan emosi.

    Goleman (1995) mengatakan bahwa kecerdasan emosi dapat dikembangkan dan

    dilatih. Semakin bertambahnya usia, seseorang menghadapi situasi beragam yang

    dapat melatih dan mengembangkan kecerdasan emosinya.

    Selain usia, jenis kelamin juga merupakan faktor yang memengaruhi

    kecerdasan emosi. Petrides dan Furnham (2000) menemukan bahwa perempuan

    lebih tinggi dalam keterampilan sosial, namun secara umum kecerdasan emosi

    laki-laki dan perempuan tidak berbeda secara signifikan. Hasil yang sedikit

    berbeda ditemukan oleh Brackett, Mayer, dan Warner (2004) bahwa perempuan

    mempunyai kecerdasan emosi yang lebih tinggi secara signifikan dari laki-laki.

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 11

    Universitas Indonesia

    Perempuan lebih dapat merasakan dan mengutarakan perasaan dan

    permasalahannya dan lebih dapat mengenali emosi orang lain daripada laki-laki.

    Hal ini dikarenakan laki-laki memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap

    dirinya sehingga kurang mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan

    oleh perempuan (Santrock, 2003). Hal tersebut perempuan memiliki kecerdasan

    emosi yang lebih tinggi dari pada laki-laki.

    2.1.5 Pengukuran Kecerdasan Emosi

    Ada dua jenis pengukuran kecerdasan emosi yaitu performance test dan

    self-report questionares (Ciarrocchi, Forgas & Mayer, 2001). Keduanya memiliki

    kelebihan dan kekurangan. Pengukuran kecerdasan emosi dengan menggunakan

    performance test dapat mengukur kecerdasan emosi itu (aktual) namun

    membutuhkan waktu yang lama dalam pengadministrasiannya karena menuntut

    observasi selama beberapa kali dan mirip pengukuran IQ tradisional. Pengukuran

    kecerdasan emosi menggunakan self report tidak membutuhkan waktu yang lama

    dalam pengerjaannya, tetapi menuntut kemampuan insight karena kecerdasan

    emosi merupakan hasil persepsi, sehingga jawaban bisa lebih baik atau lebih

    buruk dari kemampuan yang sebenarnya (Ciarrocchi, Forgas & Mayer, 2001).

    Terdapat beberapa pengukuran self report di antaranya Trait Meta-Mood

    Scale (TMMS) yang disusun oleh Salovey, Mayer, Goldman, Turvey, dan Palfai

    (1995) dan Emotional Quotient Inventory (EQi) yang disusun oleh Bar-On (1997).

    Trait Meta-Mood Scale (TMMS) yang disusun oleh Salovey, Mayer, Goldman,

    Turvey dan Palfai (1995) mengukur pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang

    mengenai emotional skills yang ia miliki dan tidak selalu sesuai dengan

    kemampuannya yang sesungguhnya (dalam Landa & Martos, 2010). Emotional

    Quotient Inventory (EQi) yang disusun oleh Bar-On (1997) mengukur atribut

    individu yaitu intrapersonal skills, interpersonal skills, adaptability, stress-

    management, dan general mood.

    Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur Emotional Intelligence

    Inventory (EII) yang telah disusun oleh Lanawati (1999). Lanawati (1999)

    menyusun alat ukur ini berdasarkan teori yang dikemukakan Goleman (1995).

    Dalam penyusunan alat ini, Lanawati (1999) menggabungkan 62 item dari

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 12

    Universitas Indonesia

    Emotional Quotient Inventory (EQi) yang disusun oleh Bar-On (1997), 27 item

    dari Trait Meta-Mood Scale (TMMS) yang disusun oleh Salovey, Mayer,

    Goldman, Turvey dan Palfai (1995), 18 item disumbangkan oleh Rudy Salan, dan

    32 item disusun oleh Lanawati sendiri. Alat ukur Kecerdasan Emosi ini

    dinamakan Lanawati (1999) dengan Emotional Intelligence Inventory (EII).

    2.2 Hubungan Kecerdasan Emosi dan Pychological Well Being

    Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi lebih sedikit

    mengalami tekanan emosi ketika berhadapan dengan keadaan yang membuat

    stres. Dengan kata lain mereka lebih sering mengalami perasaan positif (Gohm,

    Corser, & Dalsky, 2005). Mereka juga akan merasakan bahwa mereka lebih

    mampu mengontrol lingkungan mereka karena mereka mampu mengontrol emosi

    negatif yang mereka rasakan (Hemenover, 2006). Lebih sering mengalami emosi

    positif dan mampu mengontrol lingkungan membuat mereka memiliki

    psychological well-being yang lebih baik.

    Banyak penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan diantara

    kecerdasan emosi dengan psychological well-being. Carmeli, Yitzhak-Halevy,

    dan Weisberg (2009) juga menemukan adanya hubungan positif antara kecerdasan

    emosi dengan komponen psychological well-being yaitu self-esteem, life

    satisfaction, dan self-acceptance. Diener dan Suh (dalam Landa & Martos, 2010)

    mengatakan bahwa emosi adalah prediktor yang baik bagi psychogical well being.

    Seseorang dengan skor kecerdasan emosi yang tinggi menyadari emosi dan

    mampu meregulasi emosi mereka sebagai cara untuk meningkatkan psychological

    well-being mereka (Bar-On, 2005). Hasil penelitian yang ditemukan Fierro (2006)

    mendukung pernyataan Bar-On sebelumnya bahwa seseorang berada pada

    psychological well-being yang baik jika mereka memiliki tingkat kepuasan yang

    tinggi terhadap diri mereka sendiri, jika perasaan mereka positif, dan jika hanya

    sesekali mengalami emosi negatif. Adeyemo dan Adeleye (2008) menemukan

    bahwa seseorang yang memiliki level kecerdasan emosi yang tinggi akan

    memiliki nilai yang tinggi dalam enam dimensi psychological well being.

    Hasil penelitian yang sama juga ditemukan pada remaja. Lazzari (2000)

    menemukan bahwa kecerdasan emosi merupakan faktor yang memengaruhi

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 13

    Universitas Indonesia

    psychological well-being pada remaja. Salami (2011) menemukan bahwa remaja

    yang cerdas secara emosi memiliki psychological well being yang juga baik.

    Lazzari (2000) memberikan beberapa penjelasan mengapa seorang remaja yang

    memiliki kecerdasan emosi yang tinggi juga memiliki psychological well-being

    yang tinggi. Pertama, remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dapat

    mengerti emosi diri sendiri dan juga emosi orang lain. Hal ini memudahkan

    meraka memiliki hubungan positif dengan orang lain. Akibatnya, mereka menilai

    diri mereka secara positif dan baik secara psikologis. Kedua, berdasarkan ide

    timbal balik dalam interaksi sosial atau social reciprocity, remaja yang memiliki

    kecerdasan emosi yang tinggi lebih baik dalam membina persahabatan dengan

    berbagai macam orang. Ia memberi kepada dan menerima kembali dari orang lain

    dengan berbagai cara yang berbeda. Social reciprocity membantu mereka

    memenuhi kebutuhan mereka dari aspek hubungan dengan orang lain yang

    membuat mereka menjadi lebih baik secara psikologis. Terakhir, Lazzari (2000)

    menjelaskan bahwa seorang remaja dengan kecerdasan emosi yang tinggi

    memahami diri mereka dan emosi mereka, sehingga mereka lebih siap

    menghadapi tantangan dalam hidup mereka. Mereka akan memilih apa yang

    mampu mereka lakukan dan tidak memilih apa yang tidak mampu mereka

    lakukan. Akibatnya, mereka cenderung memiliki tingkat stres yang rendah dan

    membuat mereka lebih baik secara psikologis.

    2.3 Psychological Well Being

    2.3.1 Pengertian Psychological Well Being

    Dalam satu dekade terakhir, banyak peneliti yang tertarik meneliti

    mengenai faktor pribadi dan demografis yang mempengaruhi well-being (Keyes,

    Shmotkin, & Ryff, 2002). Berbagai penelitian tersebut menunjukkan hasil yang

    berbeda sesuai dengan konsep yang mereka gunakan. Ryan dan Deci (2001)

    membedakan dua pendekatan terhadap well-being yaitu hedonism dan

    eudaimonism. Pendekatan pertama, hedonism well-being lebih melibatkan

    pengalaman yang membahagiakan dari pada pengalaman yang mengecewakan

    dan kepuasan hidup yang lebih besar, dan berhubungan dengan konsep subjective

    well-being (SWB) (Diener, dalam Extremera, Ruiz-Aranda, Pineda-Galan, &

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 14

    Universitas Indonesia

    Salguero, 2011). Menurut pendekatan ini, well-being terdiri dari kebahagiaan

    subjektif dan fokus kepada semua penilaian mengenai baik atau buruk komponen

    kehidupan.

    Pendekatan kedua, eudaimonic well-being melibatkan sense of fulfilment

    dan meaning in life (Ryan & Deci, 2001). Dalam pendekatan eudaimonic,

    seseorang dikatakan telah mencapai well-being ketika ia telah mengembangkan

    potensi diri yang sebenarnya atau merealisasikan atau mewujudkan daimon (true

    self) (Ryan & Deci, 2001). Ryff mengemukakan psychological well-being sebagai

    well-being. Setiap dimensi psychological well-being menekankan berbagai

    tantangan yang dihadapi setiap individu dalam usaha mereka untuk mewujudkan

    fungsi yang positif (Ryff, 1989a; Ryff & Keyes, 1995 dalam Keyes, Shmotkin,

    dan Ryff, 2002).

    Ryff dan koleganya mengajukan sebuah konsep yang bersifat

    multidimensional untuk mengukur kesejahteraan psikologis manusia yang disebut

    psychological well-being. Penjelasan konsep ini mencakup berbagai ranah teori

    aktualisasi diri Maslow (1968), pandangan Roger (1961) mengenai fully

    functioning person, konsep individuasi Jung (1933; Von Franz, 1964), dan konsep

    kematangan yang dipaparkan oleh Allport (1961). Ryff (1995) menjelaskan

    bahwa Psychological Well-Being adalah suatu kondisi seseorang yang memiliki

    kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-

    acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan

    bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki

    kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others),

    kapasitas untuk mengatur kehidupan dan lingkungan secara efektif (environmental

    mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy).

    2.3.2 Dimensi Psychological Well-Being

    Ryff (1989) mengemukakan enam dimensi dari psychological well-being

    yaitu :

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 15

    Universitas Indonesia

    1. Penerimaan diri (self acceptance)

    Penerimaan diri ini merupakan ciri self-actualization, berfungsi dengan

    optimal, dan kematangan (maturity). Dalam teori perkembangan manusia, self

    acceptance berkaitan dengan penerimaan individu pada masa kini dan masa

    lalunya (Ryff, 1989). Seseorang yang memiliki self acceptance yang tinggi

    memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri, menghargai dan menerima

    berbagai aspek yang ada pada dirinya baik kualitas yang baik maupun buruk, dan

    merasa positif terhadap kehidupan masa lalunya. Seorang yang memiliki self

    acceptance yang rendah yaitu orang yang merasa kecewa dengan apa yang telah

    terjadi pada kehidupannya dimasa lalu, memiliki masalah dengan kualitas tertentu

    dari dirinya, dan berharap untuk menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri

    (Ryff, 1995).

    2. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

    Membina hubungan yang hangat dengan orang lain merupakan salah satu

    kriteria dari kematangan (maturity). Ryff (1985) mengatakan bahwa seorang yang

    memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu membina hubungan yang

    hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain, memiliki kepedulian terhadap

    kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, dan keintiman, serta

    memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi.

    Seseorang yang tidak mampu membangun hubungan positif dengan orang lain

    menunjukkan tingkah laku yang tertutup dalam berhubungan dengan orang lain,

    sulit untuk bersikap hangat, peduli, dan terbuka dengan orang lain, terisolasi dan

    merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk

    berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain.

    3. Otonomi (autonomy)

    Seseorang yang memiliki otonomi yang baik biasanya dapat menentukan

    segala sesuatu seorang diri dan mandiri, ia mampu mengambil keputusan tanpa

    tekanan dan campur tangan orang lain, memiliki ketahanan dalam menghadapi

    tekanan sosial, dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri, serta dapat

    mengevaluasi diri dengan standar personal. Berbeda dengan seseorang yang

    memiliki otonomi yang baik, seseorang yang tidak memiliki otonomi yang baik

    biasanya akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 16

    Universitas Indonesia

    evaluasi dari orang lain, berpegang pada penilaian orang lain untuk membuat

    keputusan penting, serta bersikap konformis terhadap tekanan sosial (Ryff, 1995).

    4. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

    Kemampuan seseorang untuk memilih atau membuat lingkungan sesuai

    dengan kondisi psikologisnya merupakan ciri kesehatan mental (Ryff, 1989).

    Seseorang yang baik dalam penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan

    kompetensi dalam mengatur lingkungan, dapat mengendalikan berbagai aktivitas

    eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan

    situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di

    lingkungannya, serta mampu memiliki dan menciptakan lingkungan yang sesuai

    dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi (Ryff, 1995). Karakteristik tersebut tidak

    dimiliki oleh seseorang yang kurang mampu menguasai lingkungan. Ia biasanya

    akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak

    mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya,

    kurang peka terhadap kesempatan yang ada di lingkungannya, dan kurang

    memiliki kontrol terhadap lingkungannya (Ryff, 1995).

    5. Tujuan hidup (purpose in life)

    Ryff (1995) mendeskripsikan seseorang yang memiliki nilai tinggi dalam

    dimensi tujuan hidup sebagai seseorang yang memiliki rasa keterarahan dalam

    hidup, mampu merasakan arti dari masa lalu dan masa kini, memiliki keyakinan

    yang memberikan tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan target yang ingin

    dicapai dalam hidup. Seseorang yang kehilangan makna hidup, memiliki sedikit

    tujuan hidup, kehilangan rasa keterarahan dalam hidup, kehilangan keyakinan

    yang memberikan tujuan hidup, serta melihat makna yang terkandung untuk

    hidupnya dari kejadian masa lalu merupakan deskripsi seseorang yang memiliki

    tujuan hidup yang rendah menurut Ryff (1995) .

    6. Pertumbuhanan pribadi (personal growth)

    Seseorang dikatakan memilki pertumbuhan pribadi yang kurang baik jika

    ia merasa dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan

    pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya,

    serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang

    lebih baik. Bagaimana dengan orang yang memiliki pertumbuhan yang baik? Ia

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 17

    Universitas Indonesia

    memiliki perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya,

    memandang diri sendiri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang,

    terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam

    menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi

    pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta dapat berubah menjadi pribadi

    yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah (Ryff, 1995).

    2.3.3 Faktor Yang Memengaruhi Psychological Well-Being

    Tingkat psychological well-being seseorang berbeda dengan orang

    lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

    psychological well-being seseorang adalah usia, jenis kelamin, budaya, dan

    tingkat sosial ekonomi. Dalam penelitian ini, dua faktor yang mempengaruhi

    psychological well-being yang akan dibahas adalah jenis kelamin dan usia.

    Penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989) menunjukkan bahwa beberapa

    dimensi dari well being seperti environmental mastery dan autonomy meningkat

    seiring bertambahnya usia, terutama sejak dewasa muda hingga dewasa madya.

    Berbeda dengan dimensi environmental mastery dan autonomy, dimensi personal

    growth dan purpose in life menurun seiring bertambahnya usia terutama pada

    masa dewasa madya hingga tua. Dimensi positive relation with other dan self

    acceptance menunjukkan tidak adanya perbedaan antara periode umur. Wanita

    memiliki skor yang lebih tinggi dalam dimensi positive relation with other dan

    personal growth dari pada pria, sedangkan pada dimensi psychological well being

    lainnya, tidak ada perbedaan skor yang signifikan antara wanita dan pria (Ryff,

    1995).

    2.3.4 Pengukuran Psychological Well-Being

    Instrumen yang paling populer untuk mengukur psychological well-being

    adalah Ryff’s Psychological Well-Being Scale yang mengukur 6 dimensi yaitu

    self-acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery,

    purpose in life, dan personal growth (Landa & Martos, 2010). Jumlah item Ryff’s

    Psychological Well Being yang digunakan bervariasi, antara 120 sampai 18 item.

    Ryff’s Psychological Well-Being Scale awalnya divalidasi pada 321 sampel pria

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 18

    Universitas Indonesia

    dan wanita lulusan perguruan tinggi, terhubung secara sosial (suami-istri, atau

    saudara), memiliki kemampuan finansial yang baik, dan sehat secara fisik (Ryff,

    1989). Dalam studi tersebut, terdapat 20 item yang digunakan dalam setiap

    dimensi (item keseluruhan berjumlah 120), dengan jumlah item favourable dan

    unfavourable yang kurang lebih sama. Koefisien internal consistency tergolong

    cukup tinggi (antara 0.86 dan 0.93) dan koefisien reliabilitas dengan metode test-

    retest untuk subsampel partisipan selama periode enam minggu juga tergolong

    tinggi (0.81-0.88).

    Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur Ryff’s Psychological

    Well-Being yang telah diadaptasi oleh Hapsari dan rekan-rekan yang tergabung

    dalam payung penelitian psychological well-being (2011). Hapsari dan rekan-

    rekan (2011) mengadaptasi Ryff’s Psychological Well-Being versi 18 item. Ryff

    dan Keyes (1995) menggunakan Ryff’s Psychological Well-Being versi 18 item

    pada Midlife in the United States (MIDUS), yaitu sebuah sampel probabilitas

    berskala nasional dengan total 1108 sampel pria dan wanita. Ryff dan Keyes

    memilih tiga dari 20 item asli dalam setiap subskala untuk memaksimalkan

    konsep yang luas dari skala yang lebih pendek. Skala yang lebih pendek memiliki

    korelasi 0.70 sampai 0.89 dengan skala awal yang memiliki 20 item dalam setiap

    dimensinya. Setiap skala mengandung item-item favourable dan unfavourable.

    2.4 Mahasiswa

    2.4.1 Pengertian Mahasiswa

    Pengertian mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990

    adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.

    Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah suatu kelompok dalam masyarakat

    yang memperoleh statusnya dalam kaitannya dengan perguruan tinggi. Mahasiswa

    program di Indonesia berusia antara 17-24 tahun. Berdasarkan tahap

    perkembangannya, usia ini tergolong remaja akhir (17 - 20) dan emerging

    adulthood (20-40).

    Santrock (2003 hal 17) mendefinisikan remaja adalah suatu periode

    transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana terjadi perubahan

    secara biologis, kognitif dan emosi. Menurut Santrock (2002), remaja dimulai

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 19

    Universitas Indonesia

    pada usia antara 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-20 tahun. Masa ini dibagi

    menjadi „early adolescence‟ dan „late adolescence’. Masa remaja merupakan

    masa yang penuh tantangan dibandingkan masa kanak-kanak. Pada masa

    perkembangan ini mereka berjuang menemukan identitas diri mereka sebagai cara

    untuk menjadi seseorang yang mandiri. Ia juga mempersiapkan diri untuk menjadi

    individu dewasa, dihadapkan pada pilihan karir, dan menanamkan nilai diri

    sendiri pada masa ini (Lazzari, 2000). Remaja juga mengalami periode

    pergolakan dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan

    fisik dan hormon. Pada masa ini emosi sering tidak terkendali, menggebu-gebu,

    dan terkesan irasional. Namun emosi remaja semakin stabil seiring bertambahnya

    usia. Dengan kata lain remaja akhir memiliki emosi yang lebih stabil dan lebih

    mampu mengendalikan emosinya (Hall, dalam Santrock, 2003).

    Emerging adulthood merupakan masa transisi dari masa remaja menuju

    masa dewasa. Masa ini merupakan masa eksplorasi, masa untuk mencoba cara

    hidup baru dan berbeda dari sebelumnya. Mayoritas emerging adulthood memilih

    untuk kuliah di perguruan tinggi. Pemikiran mereka sudah lebih fleksibel.

    Kecerdasan emosi merupakan hal yang penting dimiliki oleh seseorang ditahap ini

    karena kecerdasan emosi dapat berperan dalam kesuksesan hidup pada tahap

    selanjutnya (Papalia, 2009).

    Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa. Mahasiswa yang tergolong

    remaja akhir maupun emerging adulthood memiliki emosi yang sudah lebih stabil

    sehingga ketika peneliti meminta mereka berpartisipasi dalam penelitian mereka

    benar-benar memberikan respon sesuai keadaan diri mereka yang sebenarnya dan

    tidak dipengaruhi oleh emosi yang sedang mereka rasakan saat merepon.

    2.4.2 Kecerdasan Emosi dan Psychological Well-Being pada Mahasiswa

    Mahasiswa perlu memiliki kecerdasan emosi dan psychological well-being

    yang baik. Kecerdasan emosi dan psychological well-being telah terbukti dapat

    mempengaruhi prestasi akademik mereka. Salami (2010) mengatakan bahwa

    mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu menerima dan

    memahami emosinya dan emosi orang lain serta mampu mengelola emosinya

    menunjukkan performa akademik yang baik dan memiliki sikap yang positif

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 20

    Universitas Indonesia

    terhadap pembelajaran. Berrollo (2003) mengatakan bahwa psychological well-

    being memprediksi perilaku akademik, disiplin diri, sikap, dan motivasi

    mahasiswa. Ketika ia memiliki psychological well-being yang baik maka ia akan

    memiliki perilaku akademik, disipin diri, sikap dan motivasi yang baik dalam

    akademis sehingga ia akan meraih prestasi akademik yang baik.

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 21

    Universitas Indonesia

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    Dalam bagian ini, peneliti akan menjelaskan mengenai masalah penelitian,

    hipotesis penelitian, variabel-variabel yang akan diteliti, tipe dan desain

    penelitian, partisipan penelitian, karakteristik partisipan, metode pemilihan

    sampel, jumlah partisipan, alat pengumpulan data, dan prosedur penelitian.

    3.1 Masalah Penelitian

    3.1.1 Masalah Konseptual

    Masalah yang ingin dilihat dari penelitian ini adalah :

    1. Apakah terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dan

    psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia?

    2. Bagaimana kontribusi kecerdasan emosi terhadap psychological well-

    being pada mahasiswa Universitas Indonesia?

    3. Bagaimana gambaran kecerdasan emosi mahasiswa Universitas Indonesia?

    4. Bagaimana gambaran psychological well-being mahasiswa Universitas

    Indonesia?

    3.1.2 Masalah Operasional

    Masalah operasional dari penelitian ini adalah :

    1. Apakah terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor total pada alat

    ukur kecerdasan emosi dan skor total pada alat ukur psychological well-

    being yang diperoleh dari mahasiswa Universitas Indonesia?

    2. Berapa besar nilai β dan signifikansi masing-masing dimensi kecerdasan emosi pada perhitungan regresi ganda?

    3. Bagaimana skor total alat ukur kecerdasan emosi mahasiswa Universitas

    Indonesia?

    4. Bagaimana skor total alat ukur psychological well-being mahasiswa

    Universitas Indonesia?

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 22

    Universitas Indonesia

    3.2 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis Alternatif 1 (Ha): terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor

    total pada alat ukur kecerdasan emosi dan skor total pada alat ukur psychological

    wellbeing yang diperoleh dari mahasiswa Universitas Indonesia.

    Hipotesis Null 1 (Ho): tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor

    total pada alat ukur kecerdasan emosi dan skor total pada alat ukur psychological

    well-being yang diperoleh dari mahasiswa Universitas Indonesia.

    3.3 Variabel Penelitian

    Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah kecerdasan

    emosi dan psychological well-being. Berikut ini adalah penjelasan singkat

    mengenai variabel penelitian tersebut:

    3.3.1 Variabel pertama: kecerdasan emosi

    a. Definisi konseptual kecerdasan emosi

    Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan pribadi dan

    orang lain, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengelola emosi baik pada

    diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 1998).

    b. Definisi operasional kecerdasan emosi

    Definisi operasional dari kecerdasan emosi adalah skor total Emotional

    Intelligence Inventory (EII) yang telah dibuat oleh Lanawati (1999). Setiap item

    dalam alat ukur ini memiliki lima alternatif pilihan jawaban mulai dari sangat

    tidak sesuai hingga sangat sesuai. Penilaian didasarkan pada jawaban partisipan

    yang disesuaikan dengan skor tiap pilihan jawaban. Seluruh nilai dari item alat

    ukur kecerdasan emosi ini kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan skor total

    kecerdasan emosi.

    3.3.2 Variabel Kedua: psychological well-being

    a. Definisi Konseptual psychological well-being

    Psychological Well-Being adalah suatu kondisi seseorang yang memiliki

    kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-

    acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan

    bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 23

    Universitas Indonesia

    kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others),

    kapasitas untuk mengatur kehidupan dan lingkungan secara efektif (environmental

    mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy) (Ryff,

    1995).

    b. Definisi Operasional psychological well-being

    Definisi operasional dari psychological well-being adalah skor total alat

    ukur Ryff’s scale of psychological well-being yang telah dimodifikasi oleh Hapsari

    dan rekan-rekan yang tergabung dalam payung psychological well-being (2011).

    Setiap item dalam alat ukur ini memiliki enam alternatif pilihan jawaban mulai

    dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Penilaian didasarkan pada jawaban

    partisipan yang disesuaikan dengan skor tiap pilihan jawaban. Seluruh nilai dari

    item alat ukur psychological well-being ini kemudian dijumlahkan untuk

    mendapatkan skor total psychological well-being.

    3.4 Tipe dan Desain Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tipe penelitian kuantitatif

    karena banyak individu di Universitas Indonesia sesuai dengan kriteria partisipan

    sehingga dapat berpartisipasi dalam penelitian ini. Variabel yang diukur dalam

    penelitian ini yaitu kecerdasan emosi dan psychological well-being telah memiliki

    alat ukur berupa kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Penelitian

    ini menggunakan desain penelitian non-experimental, variabel bebas tidak

    dimanipulasi karena merupakan sesuatu yang sudah terjadi dan tidak dilakukan

    kontrol terhadap variabel penelitian (Kerlinger & Lee, 2000). Tipe dan desain

    penelitian ini dipilih karena peneliti tidak melakukan manipulasi terhadap variabel

    penelitia. Peneliti ingin mengetahui munculnya variabel-variabel penelitian dalam

    situasi alamiah tanpa kontrol dan manipulasi dari peneliti. Dengan menggunakan

    tipe penelitian kuantitatif dan disain non-experimental, penelitian ini diharapkan

    dapat memperoleh informasi yang diperlukan dan dapat mencapai tujuan

    penelitian.

    3.5 Partisipan Penelitian

    Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia sesuai

    dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan positif antara

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 24

    Universitas Indonesia

    kecerdasan emosi dan psychological well-being pada mahasiswa. Populasi

    mahasiswa Universitas Indonesia sangat besar sehingga peneliti tidak mungkin

    melakukan penelitian pada seluruh populasi. Untuk itu peneliti perlu melakukan

    pemilihan sampel dari populasi mahasiswa Universitas Indonesia.

    3.5.1 Karakteristik Partisipan

    Karakteristik partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas

    Indonesia yang berusia 17-23 tahun. Batas usia tersebut sesuai dengan batas usia

    remaja akhir yang dikemukakan oleh Hurlock (1993) dan rentang usia tersebut

    masih tergolong usia remaja di Indonesia menurut Sarwono (2003). Mahasiswa

    sebagai remaja akhir memiliki emosi yang lebih stabil dan lebih mampu

    mengendalikan emosinya (Hall, dalam Santrock 2003). Selain itu, sesuai dengan

    tingkat pendidikan yang mereka miliki diharapkan mereka dapat memahami

    dengan baik setiap pernyataan dalam kedua alat ukur, baik alat ukur kecerdasan

    emosi maupun psychological well-being. Berdasarkan hal tersebut diharapkan

    mahasiswa dapat menunjukkan kecerdasan emosi serta psychological well-being

    yang aktual. Peneliti memilih mahasiswa Universitas Indonesia karena menurut

    peneliti sebagai salah satu universitas ternama di Indonesia dan terkenal dengan

    prestasi akademiknya seharusnya mahasiswa Universitas Indonesia memiliki

    kecerdasan emosi dan psychological well-being yang baik.

    3.5.2 Teknik Pengambilan Sampel

    Subjek dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode non-

    random sampling yaitu teknik pengambilan subjek yang tidak mengikuti teori

    probabilitas dalam memilih sampel dari sampel populasi (Kumar, 1999). Metode

    non-random sampling digunakan karena peneliti tidak bisa menjangkau semua

    mahasiswa Universitas Indonesia, sehingga tidak semua mahasiswa Universitas

    Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian.

    Jenis non-random sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    accidental sampling yaitu sampel penelitian yang diperoleh karena mereka yang

    paling tersedia (Kumar, 1999).

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 25

    Universitas Indonesia

    3.5.3 Jumlah Partisipan

    Peneliti akan menyebarkan kuesioner pada kurang lebih 200 orang

    mahasiswa dari berbagai fakultas di Universitas Indonesia. Jumlah ini dipilih agar

    distribusi frekuensi mendekati normal dan tidak condong (skewed) seperti yang

    dikemukakan oleh Guildford dan Fruchter (1978) bahwa agar hasil penelitian

    menunjukkan distribusi frekuensi mendekati normal dan tidak condong, jumlah

    sampel penelitian dalam sebuah penelitian kuantitatif harus lebih dari 30 orang.

    3.6 Alat Pengumpulan Data

    Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan dua alat ukur yaitu

    Emotional Intelligence Inventory (EII) yang disusun oleh Lanawati (1999) dan

    Ryff’s Scales of Psychological Well-Being (RPWB) yang disusun oleh Ryff tahun

    (1995) dan telah diadaptasi oleh Hapsari bersama rekan-rekan yang tergabung

    dalam payung Psychological Well-Being (2011). Berikut ini akan dijelaskan

    mengenai kedua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.

    3.6.1 Alat Ukur Kecerdasan Emosi

    Penelitian ini menggunakan alat ukur kecerdasan emosi yang merupakan

    hasil adaptasi terhadap Emotional Intelligence Inventory (EII) oleh Sri Lanawati

    (1999). Alat ini disusun berdasarkan kecerdasan emosi dari Goleman (1995). Alat

    ukur ini terdiri dari 92 item yang disusun menjadi lima dimensi kecerdasan

    emosional yaitu : kesadaran diri, kontrol diri, motivasi diri, empati, keterampilan

    sosial, serta 12 item yang tidak diskor dan tidak menggambarkan dimensi apapun.

    Tabel 3.1

    Contoh item Emotional Intelligence Inventory (EII)

    Dimensi Contoh Item Nomor Keterangan

    Kesadaran

    Diri

    Aku memahami perasaan-perasaanku 5 Favorable

    Sulit bagiku memahami perasaan-

    perasaanku sendiri 7 Unfavorable

    Kontrol Diri

    Aku tidak ragu-ragu untuk menyakiti

    perasaan orang lain 22 Unfavorable

    Aku cenderung melanggar peraturan

    bila tidak ada sanksinya 23 Unfavorable

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 26

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.1 (Lanjutan)

    Contoh item Emotional Intelligence Inventory (EII)

    Motivasi Diri

    Sebelum mulai sesuatu yang baru,

    biasanya aku sudah merasa akan gagal 39 Unfavorable

    Walaupun kadang aku sedih, aku selalu

    dapat tampak optimis 2 Favorable

    Empati

    Aku akan berhenti berjalan untuk

    menolong seorang anak yang menangis

    mencari orang tuanya, walaupun

    sebetulnya pada saat itu aku

    mempunyai tugas lain.

    9 Favorable

    Aku kurang mempedulikan perasaan

    orang lain. 26 Unfavorable

    Keterampilan

    Sosial

    Adalah mudah bagiku untuk

    mengutarakan perasaanku 1 Favorable

    Sukar bagiku untuk memahami

    perasaan orang lain 3 Unfavorable

    Sumber : Lanawati (1999)

    Terdapat item-item yang positif (favorable) dan negatif (unfavorable)

    dalam alat ukur ini. Alat ukur ini menggunakan skala Likert dengan empat

    elternatif pilihan jawaban mulai Sangat Tidak Sesuai (STS) hingga Sangat sesuai

    (SS). Berikut ini keterangan cara skoring Emotional Intelligence Inventory (EII) :

    Tabel 3.2

    Cara Skoring Emotional Intelligence Inventory (EII)

    Skala Skor Item Positif

    (Favorable)

    Skor Item Negatif

    (Unfavorable)

    STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4

    TS (Tidak Sesuai) 2 3

    S (Sesuai) 3 2

    SS (Sangat Sesuai) 4 1

    Lanawati (1999) melakukan pengujian reliabilitas Emotional Intelligence

    Inventory (EII) dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, sedangkan

    proses validasi dilakukan dengan menggunakan construct validity dengan analisis

    faktorial melalui metode rotasi varimaks. Hasil uji reliabilitas dari alat ukur yang

    dilakukan oleh Lanawati (1999) menunjukkan tingginya konsistensi antar item

    pada alat ukur tersebut dengan alpha sebesar 0.9308 untuk 92 item. Untuk uji

    validitas, perhitungan analisa faktorial ditemukan lima faktor yang selanjutnya

    menjadi dimensi-dimensi dalam kecerdasan emosional.

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 27

    Universitas Indonesia

    Emotional Intelligence Inventory (EII) yang disusun Lanawati pada tahun

    1999 hingga saat ini telah berusia kurang lebih 12 tahun. Oleh karena itu, peneliti

    merasa perlu menguji kembali validitas dan reliabilitas dari alat ukur ini.

    3.6.2 Alat Ukur Psychological Well Being

    Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur

    psychological well-being yaitu Ryff’s Scales of Psychological Well-Being

    (RPWB) yang dikembangkan oleh Ryff pada tahun 1995 yang sudah diadaptasi

    dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia oleh Hapsari dan rekan-rekan yang

    tergabung di dalam payung penelitian Psychological well-being 2011. Alat ukur

    RPWB yang digunakan terdiri dari 18 item dengan enam kemungkinan jawaban

    mulai dari skala Sangat Tidak Setuju (STS) sampai dengan skala Sangat Setuju

    (SS). Pada alat ukur ini terdapat enam dimensi, yaitu self-acceptance, positive

    relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan

    personal growth. Berikut ini tabel kisi-kisi item dalam alat ukur psychological

    well-being:

    Tabel 3.3

    Contoh Item Psychological Well Being

    Dimensi Contoh Item Nomor Keterangan

    Self-acceptance

    Saya menyukai sebagian besar

    aspek diri saya 12 Favourable

    Dalam banyak hal, saya merasa

    kecewa dengan apa yang telah

    saya capai dalam hidup.

    18 Unfavorable

    Positive relation

    with others

    Selama ini saya merasa kesulitan

    dalam membina hubungan dekat

    dengan orang lain

    4 Unfavorable

    Saya dianggap sebagai orang yang

    murah hati dan mau meluangkan

    waktu untuk orang lain

    10 Favorable

    Autonomy

    Saya cenderung terpengaruh oleh

    orang yang memiliki pendapat

    yang lebih meyakinkan

    1 Unfavorable

    Saya menilai diri berdasarkan

    dengan prinsip hidup yang saya

    anggap penting, bukan

    berdasarkan prinsip hidup yang

    penting bagi orang lain

    13 Favorable

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 28

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.3 (Lanjutan)

    Contoh Item Psychological Well Being

    Environmental

    Mastery

    Secara umum, saya merasa saya

    menguasai situasi di lingkungan

    hidup saya.

    2 Favorable

    Tuntutan hidup sehari-hari sering

    membuat saya tertekan. 8 Unfavorable

    Purpose in life

    Saya hidup untuk saat ini dan

    memikirkan masa depan 5 Unvaforable

    Saya memiliki tujuan hidup 11 Favorable

    Personal growth

    Menurut saya, penting memiliki

    pengalaman baru yang menantang

    pandangan saya tentang diri

    sendiri dan dunia selama ini.

    3 Favorable

    Sedari dulu saya sudah menyerah

    dan tidak mencoba lagi untuk

    membuat perbaikan atau

    perubahan besar dalam hidup saya.

    15 Unfavorable

    Setiap dimensi terdiri dari tiga item dan terdiri dari item yang favorable

    dan unfavorable. Berikut ini keterangan cara scoring yang digunakan dalam alat

    ukur ini :

    Tabel 3.4

    Cara Scoring Alat Ukur Psychological Well Being Hapsari (2011)

    Skala Skor Item Positif

    (Favorable)

    Skor Item Negatif

    (Unfavorable)

    STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 6

    TS (Tidak Sesuai) 2 5

    ATS (Agak Tidak Sesuai) 3 4

    AS (Agak Sesuai) 4 3

    S (Sesuai) 5 2

    SS (Sangat Sesuai) 6 1

    Hapsari dan rekan-rekan (2011) melakukan pengujian reliabilitas terhadap

    alat ukur ini dengan menggunakan metode coefficient alpha dan memperoleh nilai

    reliabilitas dari alat ukur ini sebesar 0.686. Alat ukur yang disusun oleh Hapsari

    dan rekan-rekan (2011) ini reliabel sesuai dengan pernyataan Kerlinger dan Lee

    (2000) bahwa nilai reliabilitas 0.5 atau 0.6 masih dapat diterima. Untuk pengujian

    validitas alat ukur ini, Hapsari dan rekan-rekan (2011) mengunakan metode

    internal consistency. Menurut Aiken dan Groth-Marnat (2006), nilai validitas

    yang dianggap baik untuk penelitian adalah lebih besar dari 0.2, sedangkan nilai

    Hubungan antara..., Alvia Rahmah, FPSI UI, 2012

  • 29

    Universitas Indonesia

    validitas kurang dari 0.2 dinyatakan kurang memuaskan. Dari pengujian validitas

    alat ukur yang dilakukan oleh Hapsari dan rekan-rekan (2011) didapatkan hasil

    bahwa terdapat 6 item yang memiliki koefisien validitas kurang dari 0.2. Untuk

    meningkatkan validitas alat ukur ini Hapsari dan rekan-rekan (2011) melakukan

    revisi terhadap item-item tersebut.

    Pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur psychological well-being

    dilakukan oleh Hapsari dan rekan- rekan (2011) pada lansia. Agar hasil penelitian

    psychological well-being pada mahasiswa yang akan peneliti lakukan benar-benar

    menggambarkan keadaan aktual psychological well-being mahasiswa, peneliti

    perlu melakukan uji validitas dan reliabilitas tersebut pada mahasiswa.

    3.6.3 Data Partisipan

    Kuesioner yang diberikan dilengkapi dengan data yang harus diisi oleh

    partisipan, yaitu: usia, jenis kelamin, dan fakultas. Data ini digunakan untuk

    melihat apakah kriteria partisipan yang mengisi kuesioner memang sesuai dengan

    karakteristik partisipan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Usia, diperlu