UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN...

105
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR EKSPERIMEN UNTUK ALIRAN EVAPORASI DUA FASA PADA KANAL MINI HORIZONTAL DENGAN REFRIGERAN R-22 SKRIPSI SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JULI 2011 Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOREKSPERIMEN UNTUK ALIRAN EVAPORASI DUA FASA

PADA KANAL MINI HORIZONTAL DENGAN REFRIGERANR-22

SKRIPSI

SAMBAS PRASETYA0806368856

FAKULTAS TEKNIKPROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

DEPOKJULI 2011

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOREKSPERIMEN UNTUK ALIRAN EVAPORASI DUA FASA

PADA KANAL MINI HORIZONTAL DENGAN REFRIGERANR-22

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Teknik

SAMBAS PRASETYA0806368856

FAKULTAS TEKNIKPROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

DEPOKJULI 2011

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Sambas Prasetya

NPM : 0806368856

Tanda Tangan :

Tanggal : 1 Juli 2011

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan olehNama : Sambas PrasetyaNPM : 0806368856Program Studi : Teknik MesinJudul Skripsi : Analisis Koefisien Perpindahan Kalor Eksperimen

Untuk Aliran Evaporasi Dua Fasa Pada KanalMini Horizontal Dengan Refrigran R -22

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterimasebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelarSarjana Teknik pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Agus Pamitran, ST.,MSc. ( )

Penguji : Dr. Ir. Engkos A. Kosasih, MT ( )

Penguji : Dr.-Ing. Ir. Nasrudin MEng ( )

Penguji : Ardiyansyah ST., MEng ( )

Ditetapkan di : Universitas Indonesia, Depok

Tanggal : 1 Juli 2011

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan

rahmat serta karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi

ini dilakukan dalam rangka memenuhi satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Teknik Jurusan Teknik Mesin pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya

menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa

perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

kepada :

1) Dr. Agus S. Pamitran ST. M-Eng. Selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan fiki ran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan skripsi ini.

2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dan

dukungan yang tak terhingga.

3) Rekan-rekan seperjuangan satu bimbingan skripsi Fiska Suhenda dan

Yudha Syafei Agustian yang telah sama -sama bekerjasama dan

memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.

4) Rekan-rekan sesama penelitian laboratorium teknik pendingin lainnya

atas bantuan dan kerjasamanya selama pengerjaan skripsi ini.

5) Dan seluruh pihak yang terkait sehingga membantu kelancaran dalam

penyelesaian skripsi dalam pengambilan data dan hal yang lainnya.

Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 1 Juli 2011

Penulis

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGASAKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan

dibawah ini :

Nama : Sambas Prasetya

NPM : 0806368856

Program Studi : Teknik Mesin

Departemen : Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan , menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR EKSPERIMEN UNTUK

ALIRAN EVAPORASI DUA FASA PADA KANAL MINI HORIZONTAL

DENGAN REFRIGERAN R-22

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Ind onesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data ( database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 1 Juli 2011

Yang menyatakan

Sambas Prasetya

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

vi

ABSTRAK

Nama : Sambas PrasetyaProgram studi : Teknik mesinJudul : Analisa Koefisien Perpindahan Kalor Eksperimen Untuk

Aliran Evaporasi Dua Fasa Pada Kanal Mini HorizontalDengan Refrigeran R22

Skripsi ini membahas mengenai koefisien perpindahan kalor aliran evaporasi duafasa refrigrant R-22 pada kanal mini horizontal. Dimana flux kalor yang diberikanpada test section besarnya dapat divariasikan mulai dari 5 kW/m 2 s/d 15 kW/m2.Untuk bagian test section terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter dalam 3mm, diameter luar 5 mm dan panjang 1000 mm yang diberikan flux kalor yangseragam disepanjang pipa tersebut dengan mengalirkan arus listirk danmemberikan insulasi pada bagian luar test section untuk meminimalisasi kaloryang terbuang kelingkungan. Begitu pula dengan t emperatur saturasi divariasikan-5°C,0°C,5°C dan 10°C. Untuk memperoleh besarnya nilai koefisien perpindahankalor aliran dua fasa dilakukan dengan melakukan percobaan danmembandingkan hasilnya dengan menggunakan simulasi perh itungan denganprogram MATLAB, dimana nantinya diperoleh nilai koefisien perpindahan kalorhasil pengukuran, perhitungan dengan menggunakan korelasi Chen. Pada alirandua fasa, kualitas massa uap memiliki pengaruh yang tidak signifikan padakoefisien perpindahan kalor pada daerah kualitas rendah akan tetapi memilikipengaruh yang signifikan pada daerah kualitas yang tinggi. Kenaikan koefisienperpindahan kalor dipengaruhi oleh heat flux yang diberikan. Dimana semakinbesar heat flux yang diberikan maka koef isien perpindahan kalornya akan semakinbesar pula.

Kata kunci:Refrigran, R-22, kanal mini, Horizontal, koefisien perpindahan kalor,

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

vii

ABSTRACT

Name : Sambas PrasetyaStudy program : Mechanical EngineeringTitle : Analysis of Experimental Two-Phase Flow Boiling Heat

Transfer Coefficient in Horizontal Minichannel withRefrigerant R-22

This minithesis discuss about heat transfer coefficient of evaporation two phaseflow in horizontal minichannel with refrigerant R -22. Heat flux given to the testsection can be varied from 5 kW/m2 up to 15 kW/m2. The test section was made ofstainless steel tuve with inner diameter of 3 mm, outer diameter of 5 mm andlength 1000 mm which was heated uniformly along the tuve by applying anelectric current and outside of the test section was insulated well to prevent heatloss to surrounding environment. And also with saturation temperature from0°C,5°C dan 10°C. To obtain two phase flow heat transfer coefficients were usedsimulation of calculation using MATLAB, which later, the value of heat transfercoefficient obtained were measurent and calculation were used Chen correlation.In Two-phase flow, mass vapour quality had insignificant effect in the lowerquality región, but had significant effect in the higher quality región to heattransfer coefficient.. Increasing of heat transfer coefficient ere effected byaddition of heat flux given in certain value. Higher heat flux given will result inhigher value of heat transfer coefficient. .

Keywords:Refrigrant, R-22, minichannel, Horizontal, heat transfer coefficient, MATLAB

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................ ................................ ................................ ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................ ...................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................ ................................ ..................... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ................................ ................................ ...................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGASAKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................ .................... v

ABSTRAK ................................ ................................ ................................ ................... vi

DAFTAR ISI ................................ ................................ ................................ ................ viii

DAFTAR GAMBAR ................................ ................................ ................................ ... xi

DAFTAR TABEL ................................ ................................ ................................ ........ xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ................................ ................................ .......................... 1

1.1 Latar Belakang ................................ ................................ ......................... 11.2 Tujuan Penulisan ................................ ................................ ..................... 21.3 Ruang Lingkup Penulisan ................................ ................................ ........ 21.4 Sistematika Penulisan ................................ ................................ .............. 2

BAB 2. DASAR TEORI ................................ ................................ .............................. 4

2.1 Perpindahan Kalor ................................ ................................ ................... 42.1.1 Konduksi ................................ ................................ ........................... 42.1.2 Konveksi ................................ ................................ ........................... 8

2.1.2.1 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi ................................ .... 112.1.2.2 Konveksi Paksa Aliran Dalam Pipa ................................ ........... 13

2.2 Perpindahan Kalor Pada Kondisi Pendidihan ( Boiling Heat Transfer)................................ ................................ ................................ .................. 15

2.2.1 Pool Boiling ................................ ................................ ...................... 172.2.1.1 Natural Convection boiling ................................ ....................... 182.2.1.2 Nucleat Boiling ................................ ................................ .......... 192.2.1.3 Transition Boliling ................................ ................................ ..... 222.2.1.4 Film Booling ................................ ................................ .............. 23

2.3 Aliran Dua Fasa (Two Phase Flow) ................................ ......................... 24

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

ix

BAB 3. PERANGKAT DAN ASPEK PENGUJIAN ................................ ............... 44

3.1 Diagram Alir Penelitian ................................ ................................ ........... 443.2 Skematik alat uji ................................ ................................ ...................... 45

3.2.1 Prinsip Kerja Alat Uji ................................ ................................ ....... 463.3 Kondisi Pengujian ................................ ................................ .................... 473.4 Komponen Alat Uji dan Dasar Pemilihan ................................ ............... 49

3.4.1 Pipa Tembaga ................................ ................................ ................... 493.4.2 Refrigeran R-22 ................................ ................................ ................ 493.4.3 Heater Tabung Refrigeran ................................ ................................ 503.4.4 Condensing Unit 3 PK ................................ ................................ ...... 513.4.5 Heat Exchanger ................................ ................................ ................ 513.4.6 Needle Valve ................................ ................................ ..................... 523.4.7 Sight Glass ................................ ................................ ........................ 523.4.8 Pressure Gauge ................................ ................................ ................ 533.4.9 Test Section ................................ ................................ ....................... 533.4.10 Thermocouple ................................ ................................ ................... 543.4.11 Heater Pipa ................................ ................................ ....................... 553.4.12 Check Valve ................................ ................................ ...................... 563.4.13 Reciever Tank ................................ ................................ ................... 563.4.14 Coolbox ................................ ................................ ............................. 573.4.15 Timbangan Digital ................................ ................................ ............ 583.4.16 Condensing Unit 1 PK ................................ ................................ ...... 583.4.17 Data Aquitition (DAQ) ................................ ................................ ..... 583.4.18 Computer Unit ................................ ................................ .................. 59

3.5 Tes Kebocoran ................................ ................................ ......................... 603.6 Vacuum System ................................ ................................ ........................ 61

BAB 4. HASIL DAN ANALISA DATA ................................ ................................ ..... 62

4.1 Perhitungan Koefisien Perpindahan Kalor ................................ ............... 624.2 Perhitungan Koefisien Perpindahan Kalor Aliran Dua Fasa R -22

Dengan Menggunakan Korelasi Chen ................................ ..................... 654.2.1. Menentukan Panjang Subcooled ................................ ....................... 664.2.2. Menentukan Tekanan Saturas i Pada Tiap Lokasi Pengujian ............ 664.2.3. Menentukan Kualitas Massa Uap Pada Tiap Lokasi Pengujian ........ 664.2.4. Menentukan Besarnya Bilangan Reynolds Fasa Liquid Dan Gas .... 664.2.5. Menentukan Besarnya Faktor Gesekan ................................ ............. 674.2.6. Menentukan Besarnya Parameter Martinelli (X) ............................... 674.2.7. Menentukan Besarnya Faktor Pengali Gesekan Aliran Dua Fasa

( 2 )................................ ................................ ................................ .... 684.2.8. Menentukan besarnya faktor pengali konveksi aliran dua fasa

(F) ................................ ................................ ................................ ...... 694.2.9. Menentukan Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fasa

Liquid................................ ................................ ................................ . 69

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

x

4.2.10. Menentukan Besarnya Faktor Penekanan Pada Nucleat Boiling(S) ................................ ................................ ................................ ...... 70

4.2.11. Menentukan Besarnya Koefisien Perpindahan Kalor Pada PoolBoiling ................................ ................................ .............................. 70

4.2.12. Menentukan Besarnya Koefisien Perpindahan Kalor Aliran DuaFasa R-22 Pada Tiap Titik Pengujian ................................ ................ 70

4.3 Simulasi perhitungan dengan menggunakan MATLAB .......................... 714.4 Perhitungan Deviasi Standar Dan Mean Deviasi................................ ...... 74

4.4.1 Perhitungan Mean Dan Average Deviasi Koefisien PerpindahanKalor Dua Fasa ................................ ................................ ................. 74

4.5 Analisa Data ................................ ................................ ............................. 77

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................ ................................ ....... 84

5.1 Kesimpulan ................................ ................................ .............................. 845.2 Saran ................................ ................................ ................................ ........ 85

DAFTAR REFERENSI ................................ ................................ .............................. 86

DAFTAR LAMPIRAN ................................ ................................ ................................ 87

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Aliran kalor secara konduksi ................................ ................................ . 5Gambar 2.2 Konduksi pada silinder berongga ................................ ........................... 7Gambar 2.3 Perkembangan Boundary Layer pada perpindahan kalor konveksi ....... 9Gambar 2.4 Aliran dalam pipa dengan fluks kalor permukaan konstan .................... 13Gambar 2.5 Proses didih ................................ ................................ ............................ 16Gambar 2.6 Evaporasi ................................ ................................ ................................ 16Gambar 2.7 Pool Boiling (a) Flow Boiling (b)................................ ........................... 17Gambar 2.8 Subcooled Boiling (a) Saturated Boiling (b) ................................ .......... 17Gambar 2.9 Kurva Pendidihan Air Pada Tekanan 1 Atm ................................ .......... 18Gambar 2.10 Rezim Natural Convection Boiling ................................ ........................ 19Gambar 2.11 Rezim Nucleat Boiling ................................ ................................ ........... 19Gambar 2.12 Pembentukan Gelembung Pertama Pada Titik Onset Of Boiling ........... 20Gambar 2.13 Nucleat Boiling Dengan Flux Kalor Rendah................................ .......... 20Gambar 2.14 Nucleat Boiling Dengan Flux Kalor Tinggi ................................ ........... 21Gambar 2.15 Nucleat Boiling Dengan Flux Kalor Maksimum (Kritikal) .................... 21Gambar 2.16 Rezim Transition Boiling ................................ ................................ ....... 22Gambar 2.17 Rezim Film Boiling ................................ ................................ ................ 23Gambar 2.18 Proses Burnout Pada Elemen Pemanas ................................ .................. 24Gambar 2.19 Pola Aliran Dua Fasa Yang Terjadi Pada Pipa Horizontal .................... 26Gambar 2.20 Pola Aliran Dua Fasa Pada Pipa Horizontal ;(a) Pendidihan;(b

)Kondensasi dengan flux massa tinggi ;(c) Kondensasi Dengan fluxmassa rendah ................................ ................................ .......................... 28

Gambar 2.21 Peta Pola Aliran Dua Fasa Pada Aliran Horizontal ................................ 30Gambar 2.22 Fraksi Gas Dan Liquid Pada Aliran Dua Fasa ................................ ....... 30Gambar 2.23 P-h Diagram Untuk Bahan Murni ................................ .......................... 31Gambar 2.24 Pendidihan Fluida Yang Mengalir Di Dalam Pipa Yang

Dipanaskan ................................ ................................ ............................. 34Gambar 2.25 Grafik Faktor Bilangan Reynold ,F ................................ ........................ 38Gambar 2.26 Profil Temperatur pada Pool Boiling dan Convective Boiling pada

superheat yang sama ................................ ................................ .............. 43Gambar 2.27 Faktor penekanan (suppression factor),S................................ ............... 43Gambar 3.1 Diagram Alir penelitian ................................ ................................ .......... 44Gambar 3.2 Skematik alat uji ................................ ................................ ..................... 45Gambar 3.3 Pemberian flux kalor yang seragam di sepanjang test section ............... 48Gambar 3.4 Pengukuran temperatur permukaan disepanjang test section ................ 48Gambar 3.5 Pipa Tembaga ................................ ................................ ......................... 49Gambar 3.6 Refrigeran R-22................................ ................................ ...................... 50Gambar 3.7 Heater tabung refrigerant ................................ ................................ ....... 50Gambar 3.8 Condensing unit 3 PK................................ ................................ ............. 51Gambar 3.9 Heat exchanger................................ ................................ ....................... 51Gambar 3.10 Needle valve ................................ ................................ ........................... 52Gambar 3.11 Sight glass................................ ................................ ............................... 53Gambar 3.12 Pressure gauge ................................ ................................ ....................... 53Gambar 3.13 Test section ................................ ................................ ............................. 54

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

xii

Gambar 3.14 Test section di insulasi................................ ................................ ............ 54Gambar 3.15 Thermocouple type-K ................................ ................................ ............. 55Gambar 3.16 Kawat nikelin ................................ ................................ ......................... 55Gambar 3.17 Variable transformer ................................ ................................ .............. 56Gambar 3.18 Check valve................................ ................................ ............................. 56Gambar 3.19 Reciever tank ................................ ................................ .......................... 57Gambar 3.20 Cool box ................................ ................................ ................................ . 57Gambar 3.21 Timbangan digital ................................ ................................ .................. 58Gambar 3.22 Condensing unit 1 PK................................ ................................ ............. 58Gambar 3.23 Data aquitition ................................ ................................ ....................... 59Gambar 3.24 Komputer ................................ ................................ ................................ 59Gambar 3.25 Software LabVIEW 8.5 ................................ ................................ .......... 60Gambar 3.26 Vacuum system ................................ ................................ ....................... 61Gambar 4.1 Penampang Test Section ................................ ................................ ......... 62Gambar 4.2 Screenshot perhitungan koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa

R-22 kondisi 3 menggunakan program MATLAB ................................ 71Gambar 4.3 Hasil perhitungan pada workspace MATLAB dengan data pada

kondisi 3 ................................ ................................ ................................ . 72Gambar 4.4 Grafik hTP pengukuran dan perhitungan dengan kualitas massa uap

(x) pada heat flux 5 kW/m2 dan mass flux 52,4 kg/m2s.......................... 77Gambar 4.5 Grafik hTP pengukuran dan perhitungan dengan kualitas massa uap

(x) pada heat flux 10 kW/m2 dan mass flux 289 kg/m2s......................... 78Gambar 4.6 Grafik hTP pengukuran dan perhitungan dengan kualitas massa uap

(x) pada heat flux 15 kW/m2 dan mass flux 162 kg/m2s......................... 78Gambar 4.7 Deviasi hTP hasil perhitungan korelasi Chen terhadap kualitas

massa uap (x) pada heat flux 5 kW/m 2................................ ................... 79Gambar 4.8 Deviasi hTP hasil perhitungan korelasi Chen terhadap kualitas

massa uap (x) pada heat flux 10 kW/m 2................................ ................. 79Gambar 4.9 Deviasi hTP hasil perhitungan korelasi Chen terhadap kualitas

massa uap (x) pada heat flux 15 kW/m 2................................ ................. 80Gambar 4.10 Pengaruh heat flux terhadap koefisien perpindahan kalor aliran dua

fasa hasil pengukuran ................................ ................................ ............. 81Gambar 4.11 Pengaruh heat flux terhadap koefisien perpindahan kalor aliran dua

fasa hasil korelasi Chen ................................ ................................ .......... 82Gambar 4.12 Deviasi koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa hasil korelasi

Chen dengan pengukuran ................................ ................................ ....... 83

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas termal ................................ ................................ ..... 6Tabel 2.2 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Untuk Beberapa Jenis

Fluida................................ ................................ ................................ ...... 10Tabel 2.3 Parameter Chisolm Pada Beberapa kondisi Aliran Fasa Liquid Dan

Gas................................ ................................ ................................ .......... 39Tabel 4.1 Data Input Kondisi 1 ................................ ................................ .............. 63Tabel 4.2 Data Input Kondisi 2 ................................ ................................ .............. 63Tabel 4.3 Data input kondisi 3 ................................ ................................ ............... 64Tabel 4.4 Parameter Chisolm Pada Beberapa Kombinasi Aliran Lainnya ............ 69Tabel 4.5 Koefisien perpindahan kalor dua fasa R -22 pada kondisi 1 ................... 73Tabel 4.6 Koefisien perpindahan kalor dua fasa R-22 pada kondisi 2 ................... 73Tabel 4.7 Koefisien perpindahan kalor dua fasa R -22 pada kondisi 3 ................... 74Tabel 4.8 Deviasi koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R -22 pada

kondisi 1 ................................ ................................ ................................ . 75Tabel 4.9 Deviasi koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R -22 pada

kondisi 2 ................................ ................................ ................................ . 76Tabel 4.10 Deviasi koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R -22 pada

kondisi 3 ................................ ................................ ................................ . 76

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HCFC (Hydro-Chloro-Fluoro-Carbon) atau biasa disebut R-22 merupakan

refrigeran yang memegang peranan penting dalam sistem refrigerasi . Hal ini

dikarenakan R-22 memiliki properti fisika dan termal yang baik sebagai

refrigeran, stabil, tidak mudah terbakar, tidak beracun dan kompatibel terhadap

sebagian besar bahan komponen dalam sistem refrigerasi. Akan tetapi setelah

masyarakat mengetahui hipotesa bahwa R-22 termasuk Ozone Depleting

Substance (ODS), yaitu zat yang dapat menyebabkan kerusakan ozon . Dimana

ikatan C-Cl pada R-22 akan terputus menghasilkan radikal -radikal bebas klorin.

Radikal-radikal inilah yang merusak ozon . Oleh karena itu dalam pemilihan

refrigeran alternatif ramah lingkungan pengganti R-22 seperti R-134, propane,

CO2 harus memperhatikan properti dari R-22.

Selain itu kesadaran baru tentang manfaat dari proses intensifikasi telah

mendorong permintaan akan ukuran desain alat – alat proses industri yang lebih

kecil. Begitu pula pada komponen - komponen seperti evaporator, kondenser pada

sistem refrigerasi dan air conditioning. Komponen tersebut memerlukan desain

yang lebih kecil, salah satu nya adalah pipa kanal mini yang telah banyak

digunakan dalam proses industri. Namun , perpindahan kalor pada aliran dua fasa

pada pipa kanal mini tidak dapat begitu saja langsung di prediksi dari pipa

konvensional dengan menggunakan prosedur – prosedur yang sudah ada

sebelumnya (Choi et al, 2007). Choi (2007) juga mengungkapkan bahwa data

yang tersedia untuk perpindahan kalor pada pipa kanal mini sangat terbatas. Oleh

karena itu diperlukan pengujian langsung pada pipa kanal mini untuk

memperoleh data – data yang lebih akurat.

Dalam studi ini akan dilakukan perhitungan dengan beberapa metode yang

di gunakan untuk mempredikisi koefisien perpindahan kalor pada refrigeran R-22

pada pipa kanal mini. Sehingga diharapkan dapat dijadikan dasar pembanding

dalam pemilihan refrigerant alternatif.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

2

Univerrsitas Indonesia

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dan manfaat dari pengujian ini adalah :

1. Mencari deviasi antara nilai koefisien perpindahan kalor eksperimen

terhadap penggunaan korelasi Chen dan perhitungan menggunakan

MATLAB.

2. Mengetahui pengaruh mass flux dan heat flux pada koefisien

perpindahan kalor

1.3 Ruang Lingkup Penulisan

Pembatasan masalah dalam penulisan ini adalah :

1. Perpindahan panas pada pipa kanal mini horisontal.

2. Aliran dua fase dalam pipa horisontal .

3. Perangkat lunak yang di gunakan adalah MATLAB.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematikan penulisan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan

diadakannya penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB 2. DASAR TEORI

Bab tinjauan pustaka, berisikan teori – teori, literatur dan informasi

yang digunakan dalam mendukung penelitian ini.

BAB 3. PERANGKAT DAN ASPEK PENGUJIAN

Bab ini berisikan perangkat -perangkat yang di gunakan dalam

penelitian dan aspek – aspek yang menunjang dalam pengujian.

BAB 4. HASIL DAN ANALISA

Bab ini berisi tentang hasil yang diperoleh dari proses pengujian dan

verifikasi dari hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi dalam

pengujian.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

3

Univerrsitas Indonesia

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan berisi kesimpulan yang diambil dari analisa Tugas akhir

dan saran – saran untuk tahap pengembangan selanj utnya yang

mungkin dilakukan.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

4 Universitas Indonesia

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda

atau material. Dimana energi yg dipindah itu dinamakan kalor atau kalor (heat).

Kalor telah diketahui dapat berpindah dari tempat dengan temperatur lebih tinggi

ke tempat dengan temperatur lebih rendah. Terdapat beberapa macam proses atau

mekanisme dari perpindahan kalor yang terjadi yaitu diantaranya konduksi dan

konveksi.

2.1.1 Konduksi

Konduksi dapat didefinisikan sebgai proses perpindahan kalor atau panas

dari satu daerah yang bertemperatur lebih tinggi ke daerah yang bertemperatur

lebih rendah didalam satu medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium yang

berlainan yang berkontak fisik secara langsung. Pada aliran kalor secara konduksi,

energi dipindihakan dengan hubungan molekul secara langsung tanpa perpindahan

yang berarti pada molekul-molekul tersebut. Molekul-molekul yang berada pada

daerah yang bertemperatur tinggi akan memindahkan bagian dari energi yang

dimilikinya pada molekul-molekul yang berada pada daerah yang bertemperatur

lebih rendah. Perpindahan energi tersebut dapat berlangsung dengan tumbukan

elastis (elastic impact), misalnya dalam fluida, atau dengan difusi dengan

elektron-elektron yang bergerak lebih cepat, dari daerah yang bertemperatur yang

lebih tinggi ke daerah yang bertemperatur yang lebih rendah, misalnya pada

logam-logam.

Perpindahan kalor konduksi pada akhirnya akan menuju kesetimbangan

temperatur. Hubungan dasar perpindahan kalor secara konduksi diusulkan oleh

seorang ilmuwan fisika yang bernama Joseph Fourier (Holman, 2002). Hubungan

ini menyatakan bahwa laju aliran kalor dengan cara konduksi dalam suatu

material, merupakan hasil perkalian dari tiga buah besaran :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

5

Universitas Indonesia

1. k = Konduktivitas termal bahan

2. A = Luas penampang yang dialiri kalor secara konduksi yang

diukur tegak lurus dengan arah aliran.

3. = Gradien temperature pada arah x

Menurut Dewitt dan Incropera, (2002), secara sistematis persamaan

konduksi dalam arah satu dimensi dengan kondisi steady state dapat ditulis :

. . (2.1)

Untuk satuan persamaan (2.1) maka, dinyatakan dalam watt, luas A

dalam m2 dan gradient suhu dalam oC. Konduktivitas termal K adalah sifat

material yang menunjukan jumlah kalor yang dapat mengalir melalui satu satuan

K dinyatakan dalam W/m . oK.

Gambar 2.1. Aliran kalor secara konduksi (Frank P. Incropera and David P.Dewitt, 2002)

Persamaan (2.1) dapat ditulis sebagai :. . , , (2.2)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

6

Universitas Indonesia

. (2.3)

Dimana :

, . (2.4)

, Tahanan termal konduksi (Thermal resistance for conduction)

Sedangkan untuk nilai konduktivias termal nilainya berbeda-beda

tergantung dari material benda tersebut, berikut ini konduktivitas beberapa bahan/

material yang dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas termal

MaterialThermal conductivity

(W/m.K)

Cooper (Pure) 399

Gold (Pure) 317

Aluminium (Pure) 237

Iron (Pure) 80.2

Carbon steel (1%) 43

Stainless steel (18/8) 15.1

Glass 0.81

Plastics 0.2 – 0.3

Wood (shredded/ cemented) 0.087

Cork 0.039

Water (liquid) 0.6

Ethylene glycol (liquid) 0.26

Hydrogen (gas) 0.18

Benzene (liquid) 0.159

Air 0.026

(Kharagpur 2008)

Apabila sistem bekerja pada sistem kordinat silinder seperti pada gambar

2.2, dengan jari-jari dalam (r1), jari-jari luar (r2) dan panjang (L) dialiri kalor

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

7

Universitas Indonesia

sebesar q. Temperatur permukaan dalam (T1) dan temperatur permukaan luar (T2),

konduktivitas termal silinder (k). Aliran kalor hanya berlangsung ke arah radial

(arah r) saja. Luas bidang aliran kalor dalam system silinder ini adalah laju

perpindahan kalor konduksi dapat dinyatakan sebagai berikut (Dewitt dan

Incropera, 2002) :2 (2.5)

Gambar 2.2 Konduksi pada silinder berongga (Frank P. Incropera and David P.Dewitt, 2002)

Sehingga hukum Fourier konduksi kalor untuk silinder berongga menjadi :2 (2.6)

Kondisi batas (Boundary Condition, BC) :

(i) r = r1 T = T1

(ii) r = r2 T = T2

Dengan kondisi batas di atas, persamaan aliran kalor untuk koordinat silinder

adalah :1 22 , , (2.7)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

8

Universitas Indonesia

2.1.2 Konveksi

Perpindahan kalor konveksi merupakan kombinasi dari perpindahan kalor

konduksi (Heat conduction), penyimpanan energi (Energy storage) dan

percampuran gerakan (Mixing motion).

Perpindahan kalor konveksi merupakan mekanisme perpindahan energi

antara medium yang satu (misalnya, padat) dengan medium yang lain (misalnya,

cair atau gas). Berikut ini dua langkah perpindahan energi secara konveksi pada

aliran fluida dalam pipa dimana temperatur permukaan pipa lebih tinggi daripada

temperatur fluida. Pertama, energi kalor mengalir secara konduksi dari permukaan

ke partikel-partikel fluida yang berbatasan dengan permukaan pipa. Perpindahan

kalor secara konduksi ini terjadi pada daerah dekat permukaan dimana kecepatan

fluida sangat rendah yaitu pada batas lapisan antara permukaan dengan fluida

dimana kecepatan aliran fluida sama dengan nol. Energi kalor yang dipindahkan

tersebut akan menaikan temperatur dan energi dalam partikel-partikel fluida.

Kedua, partikel-partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang

bertemperatur lebih rendah dalam fluida tersebut. Pergerakan fluida tersebut

disebabkan karena perbedaan massa jenis sebagai akibat kenaikan temperatur

(Dewitt dan Incroperra, 2002).

Pada partikel yang mempunyai energi dalam lebih tinggi daripada partikel-

partikel fluida yang lain akan terjadi percampuran dan perpindahan energi.

Percampuran dan perpindahan energi yang dimaksud adalah percampuran dan

perpindahan energi antara partikel yang mempunyai energi dalam yang lebih

tinggi kepada partikel-partikel fluida yang lain.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

9

Universitas Indonesia

Gambar 2.3. Perkembangan Boundary Layer pada perpindahan kalor konveksi(Frank P. Incropera and David P. Dewitt, 2002)

Pada umumnya, energi yang dipindahkan berupa kalor sensibel atau energi

dalam (Internal energy), energi fluida (energy of the fluid). Walaupun demikian

pada proses perpindahan kalor konveksi ada tambahan yaitu, perubahan kalor

laten. Perubahan kalor laten ini biasanya dihubungkan dengan perubahan fase

antara cair dan uap dari suatu fluida. Perubahan fase dalam hal ini adalah

pendidihan (boiling) dan kondensasi (condensation).

Menurut cara beregeraknya aliran fluida maka perpindahan kalor konveksi

diklasifikasikan menjadi 2 cara :

a. Konveksi bebas (Free / natural convection)

b. Konveksi paksa (Forced convection)

Bila pencampurannya semata-mata akibat dari perbedaan massa jenis

fluida yang disebakan oleh gradien temperatur, maka proses ini disebut konveksi

bebas atau free / natural convection sedangkan bila pergerakan percampuran

disebabkan oleh suatu alat dari luar seperti pompa atau kipas, maka prosesnya

disebut konveksi paksa atau forced convection.

Menurut Dewitt dan Incropera, (2002), persamaan dasar laju perpindahan

kalor secara konveksi antara suatu permukaan dengan fluida disekelilingnya

dinyatakan dengan hukum pendinginan Newton (Newton’s law of cooling)

sebagai berikut :

Jika Ts>T∞:

(2.8)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

10

Universitas Indonesia

Dimana :

qKonv

= Laju perpindahan kalor konveksi (Watt)

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2

.K)

A = Luas permukaan perpindahan kalor (m2)

Ts

= Temperatur permukaan (K)

T∞ = Temperatur fluida (K)

Pada perpindahan kalor yang terjadi secara konveksi temperatur fluida

yang berdekatan dengan permukaan benda padat akan sama. Sedangkan koefisien

laju perpindahan kalor konveksi bukanlah merupakan sifat atau karakteristik dari

fluida. Koefisien laju perpindahan kalor konveksi merupakan parameter yang

ditentukan dengan percobaan yang besar nilainya tergantung dari semua variabel

yang mempengaruhi proses konveksi seperti geometri permukaan, gerakan alami

dari fluida, karakteristik dari fluida, dan kecepatan fluida. Berikut ini diberikan

beberapa nilai dari koefisien perpindahan kalor konveksi untuk beberapa jenis

fluida pada tabel di bawah ini

Tabel 2. 2 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Untuk Beberapa Jenis Fluida

(Kharagpur 2008)

Dilihat dari satuannya, koefisien perpindahan kalor konveksi dapat

didefinisikan sebagai besarnya laju perpindahan kalor yang terjadi antara

permukaan zat padat dengan fluida per satuan luas permukaan per satuan

perbedaan tempertur. Penentuan besarnya koefisien perpindahan kalor konveksi

dapat dihitung dengan menggunakan beberapa persamaan dimana setiap

Type of fluid and flow Convective heat transfer coefficient (W/m2K)Air, free convection 6-30

Water, free convection 20-100

Air or superheated steam, forced convection 30-300

Oil, forced convection 60-1800

Water, forced convection 300-18000

Synthetic refrigrants, boiling 500-3000

Water, boiling 3000-60000

Synthetic refrigrants, condensing 1500-5000

Steam, condensing 6000-120000

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

11

Universitas Indonesia

persamaan tersebut hanya cocok digunakan untuk kondisi tertentu, seperti aliran

terbuka pada plat datar atau aliran di dalam pipa.

2.1.2.1 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi

Pada hukum Newton pendinginan, koefisien h adalah koefisien

perpindahan kalor konveksi dimana merupakan konstanta proporsionalitas pada

persamaan pada hukum Newton pendinginan. Pada persamaan 2.5 yang mungkin

serupa dengan Hukum Fourier tentang konduksi kalor. Namun, koefisien “h”

merupakan koefisien yang sama sekali berbeda dengan konduktivitas termal “k”

yang muncul sebagai konstanta proporsionalitas dalam hukum Fourier. Secara

khusus, h bukanlah merupakan properties dari material. Melainkan nilai koefisien

h bergantung pada geometri, properties fluida, gerak, dan dalam beberapa kasus

perbedaan suhu, ∆T=(Ts -- T∞), dimana

h = f (geometri, gerakan fluida, sifat fluida, ∆T)

Dalam menentukan nilai dari koefisien perpindahan kalor konveksi perlu

diperhatikan beberapa parameter tak berdimensi (dimensionless parameter)

dimana:

- Sejumlah besar parameter dibutuhkan untuk menjelaskan perpindahan kalor.

- Parameter tersebut dapat dikelompokkan bersama untuk membentuk suatu

nilai kecil parameter tak berdimensi.

Dalam hal ini, memberikan persamaan umum menjadi lebih sederhana

dimana koefisien perpindahan kalor dapat dihitung. Adapun parameter tak

berdimensi seperti bilangan Reynolds, bilangan Nusselt, dan bilangan Prandtl

biasa digunakan dalam menentukan nilai dari koefisien perpindahan kalor.

a) Bilangan Reynolds

Bilangan Reynolds merupakan rasio inersia dan viskositas dalam aliran.

Bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan aliran fluida apakah laminar,

turbulen, dan transisi. Untuk menentukan nilai dari Reynolds number (Re)

untuk aliran dalam pipa digunakan :

(2.9)

Dimana :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

12

Universitas Indonesia

Re : Bilangan Reynolds

G : kecepatan aliran massa (kg/m2s)

D : diameter pipa (m)

µ : viskositas dinamik fluida (Ns/m2)

b) Bilangan Nusselt

Bilangan Nusselt (Nu) yang dapat didefinisikan sebagai rasio perpindahan

kalor konveksi fluuida dengan perpindahan kalor konduksi fluida dalam

kondisi yang sama. Sehingga bilangan Nusselt :∆∆ (2.10)

Bilangan Nusselt untuk alran dalam pipa dapat di tuliskan :

(2.11)

Dimana :

Nu : Bilangan Nusselt

h : Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2

.K)

L : panjang (m)

D : diameter pipa (m)

kf : konduktifitas kalor fluida (W/m.K)

Dengan bilangan Nusselt, koefisien perpindahan kalor dengan mudah dapat

dihitung.

c) Bilangan Prandtl

Bilangan Prandtl merupakan rasio kinematik viskositas (v) fluida dengan

difusivitas kalor (α), dimana bilangan Prandtl merupakan properties

thermodinamika dari fluida.

(2.12)

Dimana :

Pr : Bilangan Prandtl

ν : viskositas kinematik fluida (m2/s)

α : thermal diffusivity (m2/s)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

13

Universitas Indonesia

cp : kalor spesifik (J/kg⋅ °K)

μ : viskositas dinamik fluida (N⋅ s/m2)

kf : konduktifitas kalor fluida (W/m.K)

2.1.2.2 Konveksi Paksa Aliran dalam Pipa

Perpindahan kalor aliran dalam pipa menjadi subyek penting akibat

aplikasinya di bidang industri. Sehingga, banyak korelasi-korelasi yang digunakan

untuk menghitung koefisien perpindahan kalor untuk aliran dalam pipa. Korelasi

diberikan untuk masing-masing bergantung pada rezim aliran; turbulen, transisi,

dan laminar.

Situasi fisik yang diuraikan oleh korelasi digambarkan dalam

Gambar 2.4 fluida memasuki pipa pada temperatur (Ti) dan keluar pada pada

temperature (Te). Dimana fluks kalor permukaan pipa ( ) adalah konstan.

Berdasar rezim alirannya ada beberapa korelasi yang digunakan untuk menetukan

nilai koefisien perpindahan kalor konveksi.

Gambar 2.4 Aliran dalam pipa dengan fluks kalor permukaan konstan

(Cengel, Y. A., 2003)

Adapun korelasi – korelasi adalah sebagai berikut :

Aliran laminar (Re<2300)

Untuk rezim aliran ini menurut Incropera dan De Witt, 2002 dimana aliran

fluida adalah laminar sehingga efek dari kekasaran permukaan dan factor

gesekan dapat diabaikan. Bilangan Nusselt pada rezim ini adalah :4.36 (2.13)

Dari persamaan 2.11 dan persamaan 2.13 didapat untuk persamaan koefisien

perpindahan konveksi (hf) :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

14

Universitas Indonesia

4.36 (2.14)

Aliran transisi (2300 < Re < 104)

Untuk rezim aliran ini korelasi yang sering digunakan untuk menentukan nilai

koefisien perpindahan konveksi adalah korelasi Gnielinski (1976) dimana

range bilangan Prandtl adalah 0.5 ≤ Pr ≤ 2000. Bilangan Nusselt pada rezim

ini dimana faktor gesekan fluida (ff) adalah :⁄. ⁄ / . (2.15)

Untuk nilai dari factor gesek dimana factor gesek pada likuid (ff ) dan factor

gesek pada gas ( fg). Dimana nilai dari factor gesek dilihat berdasarkan

bilangan Reynolds dari fluida. Dimana

Re < 2300 f =16 / Re (2.16)

Re > 3000 f =0.079 Re -0.25 (2.17)

Dari persamaan 2.11 dan persamaan 2.15 didapat untuk persamaan koefisien

perpindahan konveksi (hf) :⁄. ⁄ / . (2.18)

Aliran turbulen (104 < Re < 5 x106)

Untuk rezim aliran ini korelasi yang sering digunakan untuk menentukan nilai

koefisien perpindahan konveksi adalah korelasi Petukhov dan Popov (1963)

dimana range bilangan Prandtl adalah 0.5 ≤ Pr ≤ 2000. Bilangan Nusselt pada

rezim ini dimana adalah :⁄. . ⁄ / . (2.19)

Dari persamaan 2.11 dan persamaan 2.16 didapat untuk persamaan koefisien

perpindahan konveksi (hf) :⁄. . ⁄ / . (2.20)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

15

Universitas Indonesia

Aliran turbulen (Re > 5 x106)

Untuk aliran turbulen dengan nilai bilangan Reynolds yang tinggi digunakan

persamaan Dittus Bolter dimana range bilangan Prandtl adalah 0.7 ≤ Pr ≤

160. Bilangan Nusselt pada rezim ini dimana adalah :0.023 . (2.21)

Dimana untuk nilai n = 0.4 adalah untuk proses pemanasan (heating) dan

untuk nilai n=0.3 adalah untuk proses pendingan (cooling). Dari persamaan

2.11 dan persamaan 2.18 didapat untuk persamaan koefisien perpindahan

konveksi (hf) :0.023 . . (2.22)

2.2 Perpindahan Kalor Pada Kondisi Pendidihan (Boiling Heat Transfer)

Banyak dari aplikasi-aplikasi teknik berhubungan dengan perpindahan

kalor kondensasi dan evaporasi. Dalam sistem pendingin, refrigeran menyerap

kalor pada proses didih (boiling) di evaporator, dan melepas kalor pada proses

kondensasi di condenser. Dan juga uap pada pembangkit (power plant), kalor

ditransfer ke uap di boiler dimana air menguap, dan sisa kalor dibuang dari uap di

dalam condenser, dimana uap terkondensasi.

Proses didih adalah perubahan fasa dari cair menjadi gas sama halnya

proses evaporasi, akan tetapi memiliki perbedaan yg sangat signifikan. Dimana

proses evaporasi terjadi pada interface cair-gas saat tekanan gas (vapor pressure)

lebih kecil dari tekanan saturasi (saturation pressure) cairan pada temperature

tertentu. Sedangkan proses didih terjadi pada interface padat-cair dimana cairan

disentuhkan atau kontak langsung dengan permukaan zat padat (solid) yang dijaga

temperaturnya, dimana temperature permukaan lebih tinggi dari temperatur

saturasi cairan. Seperti pada Gambar 2.5 pada proses evaporasi tidak terjadi

gelembung (bubble) sedangkan pada proses pendidihan terjadi gelembung.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

16

Universitas Indonesia

Gambar 2.5 Proses didih (Cengel, Y. A., 2003)

Sebagai contoh air danau dengan temperatur 20°C akan berevaporasi di

udara yang memiliki temperatur 20°C dengan kelembaban udara 60 %,

dikarenakan tekanan saturasi air danau pada temperatur 20°C sebesar 2.3 kPa dan

tekanan uap udara pada temperatur 20°C dengan kelembaban udara 60 % sebesar

1.4 kPa seperti yang diilustrasikan oleh gambar di bawah ini.

Gambar 2.6 Evaporasi

(Yunus A. Cenge 2003)

Pendidihan dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pool boiling dan flow

boiling. Pendidiahan dikatakan sebagai pool boiling jika fluida liquidnya tidak

mengalir atau dalam keadaan diam,sedangkan dikatakan flow boiling jika fluida

liquidnya mengalir pada proses pendidihan seperti yang diilustrasikan oleh

gambar berikut :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

17

Universitas Indonesia

Gambar 2.7 Pool Boiling (a) Flow Boiling (b)

(Yunus A. Cenge 2003)

Lebih lanjut pendidihan pool boiling dan flow boiling diklasifikasikan lagi

menjadi subcooled boiling dan saturated boiling. Dikatakan subcooled boiling

jika bulk temperatur dari fluida liquid masih berada di bawah temperatur

saturasinya dan dikatakan saturated boiling jika bulk temperature dari fluida

liquid berada pada temperature saturasinya seperti yang diilustrasikan oleh

gambar di bawah ini :

Gambar 2.8 Subcooled Boiling (a) Saturated Boiling (b)

(Yunus A. Cenge 2003)

2.2.1 Pool Boiling

Seperti yang telah diketahui sebelumnya yaitu pendidihan dikatakan pool

boiling jika fluida liquid pada proses pendidihan dalam keadaan diam (stationary)

atau tanpa adanya aliran. Pada kondisi pool boiling pergerakan fluida dikarenakan

oleh arus dari konveksi alami dan pergerakan gelembung dipengaruhi oleh gaya

buoyancy. Kondisi pool boiling yang paling mudah ditemukan yaitu ketika kita

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

18

Universitas Indonesia

memanaskan air di panci di atas kompor. Ternyata pada pendidihan terdapat

beberapa rezim hal tersebut diperkenalkan Oleh Nukiyama pada tahun 1934. Pada

percobaanya Nukiyama menggunakan pemanas elektirk dengan kawat nikrom dan

platina yang dicelupkan kedalam air.

Nukiyama menyadari bahwa bentuk dari pendidihan yang terjadi berbeda-

beda, yang tergantung pada besarnya nilai excess temperature (∆Te) dimana

besarnya adalah temperatur permukaan solid yang dipanaskan (Ts) dikurangi

dengan termperatur saturasi air (Tsat) atau ∆Te = Ts-Tsat . Kemudian nukiyama

membagi rezim dari pendidihan tersebut kedalam 4 rezim yang berbeda, yaitu

natural convection boiling, nucleat boiling,transition boiling dan film boiling.

Rezim-rezim pendidihan tersebut diilustrasikan pada kurva pendidihan seperti

yang terlihat pada gambar kurva berikut ini :

Gambar 2.9 Kurva Pendidihan Air Pada Tekanan 1 Atm

(Yunus A. Cenge 2003)

2.2.1.1 Natural Convection boiling (Sampai Dengan Titik A Pada Kurva)

Natural convection boiling atau free convection boiling terjadi ketika ∆Te

≤ 5 ºC.Pada kondisi ini temperature permukaan atau heating element akan berada

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

19

Universitas Indonesia

di atas sedikit dari temperatur saturasi liquid untuk mendukung pembentukan

gelembung.pada kondisi ini pergerakan fluida dipengaruhi oleh arus natural

konveksi dan perpindahan kalor yang terjadi ialah secara konveksi dari permukaan

yang dipanaskan ke fluida liquid yang bergerak naik turun. Di bawah ini ialah

ilustrasi dari rezim natural convection boiling :

Gambar 2.10 Rezim Natural Convection Boiling

(Yunus A. Cenge 2003 , John G. Collier 1994)

2.2.1.2 Nucleat Boiling (Antara Titik B dan C)

Kondisi ini terjadi ketika temperature excess pada range 5 ºC ≤ ∆Te ≤ 30

ºC.seperti yang diilustrasikan oleh gambar dibawah ini :

Gambar 2.11 Rezim Nucleat Boiling

(Yunus A. Cenge 2003)

Pada titik onset of boiling / ONB (pada titik A di kurva) gelembung

pertama kali mulai terbentuk pada tempat-tempat tertentu pada permukaan yang

dipanaskan seperti yang diilustrasikan oleh gambar dibawah ini :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

20

Universitas Indonesia

Gambar 2.12 Pembentukan Gelembung Pertama Pada Titik Onset Of Boiling

(John G. Collier 1994)

Pada rezim nucleat boiling ini dapat dibagi menjadi dua daerah yang

berbeda, yaitu daerah A – B dengan flux kalor rendah, dimana pada daerah ini

terbentuk gelembung yang disebut dengan isolated bubble pada berbagai daerah

inti (nucleation) tertentu pada permukaan yang dipanaskan, akan tetapi gelembung

ini bergerak tidak sampai ke permukaan karena akan dihilangkan pada liquid

segera setelah terpisah dari permukaan. Hal ini dikarenakan gelembung

terkondensasi oleh liquid yang berada disekitarnya dikarenakan temperatur liquid

disekitar gelembung lebih rendah dari pada temperatur gelembung tersebut.

Berikut ini adalah ilustrasi gambar pada rezim nucleat boiling pada flux kalor

rendah.

Gambar 2.13 Nucleat Boiling Dengan Flux Kalor Rendah

(John G. Collier 1994)

Sedangkan ruang kosong yang ditinggalkan oleh gelembung yang

bergerak keatas nantinya akan diisi oleh liquid,proses ini akan terus berulang.

Pada daerah ini sebagian besar pertukaran kalor terjadi secara konveksi langsung

yaitu dari permukaan yang dipanaskan ke liquid yang bergerak pada permukaan,

bukan melalui vapour bubble yang bergerak naik keatas dari permukaan.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

21

Universitas Indonesia

Pada daerah B – C dengan flux kalor tinggi, dimana temperatur permukaan

yang dipanaskan akan mengalami kenaikan lebih lanjut, dan gelembung terbentuk

dengan laju yang besar pada banyak daerah inti (nucleation), dan membentuk

kolom uap yang kontinyu pada liquid. Dimana gelembung tersebut nantinya

bergerak keatas menuju permukaan dan pecah, yang kemudian akan

mengeluarkan uap yang ada didalamnya. Berikut ini adalah ilustrasi gambar pada

rezim nucleat boiling dengan flux kalor tinggi.

Gambar 2.14 Nucleat Boiling Dengan Flux Kalor Tinggi

(John G. Collier 1994)

Pada nilai ∆Te yang besar, laju evaporasi yang terjadi pada permukaan

yang dipanakan menjadi tinggi, sehingga menyebabkan sebagian besar permukaan

yang dipanaskan akan diselimuti oleh gelembung. Hal ini membuat liquid sulit

untuk mencapai dan membasahi permukaan yang dipanaskan. Akibatnya, flux

kalor akan mengalami kenaikan dengan laju yang rendah yang diikuti dengan

kenaikan ∆Te,dan flux kalor akan mencapai maximum pada titik C. Dimana pada

titik ini flux kalor disebut dengan flux kalor kritikal, dimana untuk air flux kalor

kritikalnya melebihi 1 MW / m2 . Berikut di bawah ini adalah ilustrasi gambar dari

rezim nucleat boiling dengan flux kalor kritikal atau maksimum.

Gambar 2.15 Nucleat Boiling Dengan Flux Kalor Maksimum (Kritikal)

(Yunus A. Cenge 2003 , John G. Collier 1994)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

22

Universitas Indonesia

Pada rezim ini untuk menghitung besarnya koefisien perpindahan kalor

yang terjadi, oleh cooper (1984) diberikan persamaan sebagai berikut :

67.05.055.012.0 ln4343.055 qMPPh rrNCB (2.23)

Dimana : rP =crit

sat

P

P(penurunan tekanan dengan range 0.001 s/d 0.9)

M = Berat molekul (kg/kmol)q = heat flux (w/m2)

2.2.1.3 Transition Boiling (antara titik C dan D)

Kondisi ini terjadi pada range 30 ºC ≤ ∆Te ≤ 120 ºC, yang biasa disebut

juga dengan film boiling yang tidak stabil atau partial film boiling. Ketika

temperatur permukaan yang dipanaskan dan ∆Te dinaikan melebihi titik C maka

heat flux akan mengalami penurunan, seperti yang dapat dilihat pada kurva

pemanasan. Hal ini terjadi karena sebagaian besar fraksi permukaan heater

diselimuti oleh lapisan gelembung (vapour film), yang berperan sebagai insulasi

dengan konduktivitas termal yang lebih rendah dibandingkan liquid. Pada rezim

transisi ini baik nucleat maupun film boiling terjadi secara parsial (sebagian).

Dimana nantinya nucleat boiling pada titik C akan digantikan seluruhnya dengan

film boiling pada titik D. Berikut di bawah ini adalah ilustrasi gambar dari rezim

transition boiling.

Gambar 2.16 Rezim Transition Boiling

(Yunus A. Cenge 2003 , John G. Collier 1994)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

23

Universitas Indonesia

2.2.1.4 Film Boiling (Melewati titik D pada kurva)

Kondisi ini terjadi ketika 120 ºC ≤ ∆Te. Pada kondisi ini permukaan

heater seluruhnya diselimuti oleh film vapor yang stabil dan kontinyu. Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.17 Rezim Film Boiling

(Yunus A. Cenge 2003 , John G. Collier 1994)

Pada point D inilah nilai minimum flux kalor dicapai, yang dikenal dengan

titik Leidenfrost. Pada rezim ini perpindahan kalor yang terjadi dari permukaan

yang dipanaskan ke liquid yaitu secara konduksi dan radiasi melalui lapisan

gelembung uap (film vapour).

Jenis proses boiling tidak akan selalu sama mengikuti kurva boiling

setelah melewati point C pada kurva. Nukiyama menyadarinya, ketika dia

menggunakan kawat nikrom pada percobaannya yang pertama sebagai elemen

pemanas ternyata mengalami burnout ketika dia memberikan daya yang besarnya

sedikit diatas kritikal flux kalornya. Fenomena burnout tersebut dapat terjadi

karena pada point C ini fluida sudah tidak dapat menyerap energi lagi ketika ∆Te

dinaikan. Oleh karena itu energi tersebut diserap oleh heater sehingga

mengakibatkan terjadinya kenaikan temperatur pada heater (Ts). Hal ini akan

terus beranjut sampai pada akhirnya terjadi loncatan temperature yang mencapai

titik leleh material heater tersebut yang nantinya akan terjadi burnout. Perhatikan

kurva dibawah ini.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

24

Universitas Indonesia

Gambar 2.18 Proses Burnout Pada Elemen Pemanas

(Yunus A. Cengel 2003)

Oleh sebab itu point C pada kurva pemanasan sering disebut dengan burnout

point, sedangkan flux kalornya ialah burnout heat flux.

2.3 Aliran Dua Fasa (Two Phase Flow)

Aliran dua fasa yaitu aliran fluida dimana terdiri dari fasa liquid dan fasa

gas yang biasanya terjadi pada proses pendidihan atau kondensasi. Untuk

mempelajari dan menganalisa aliran dua fasa dilakukan beberapa macam asumsi

yang umumnya digunakan diantaranya ;

a) Model aliran homogen (homogeneous flow model)

Pada metode analisa ini mengasumsikan, bahwa aliran dua fasa sebagai

aliran satu fasa.

b) Model aliran terpisah (the separated flow model)

Pada pendekatan ini, aliran dua fasa dianggap sebagai aliran yang terpisah

yaitu aliran dengan fasa liquid dan fasa gas dimana masing-masing fasa

memiliki persamaannya masing-masing.

c) Model pola aliran (flow pattern model)

Pada pendekatan ini aliran dua fasa dinggap tersusun oleh satu dari tiga

atau empat geometri yang telah ditentukan. Geometeri tersebut

berdasarkan pada variasi konfigurasi dari pola aliran yang ditemukan

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

25

Universitas Indonesia

ketika fasa gas dan fasa liquid secara bersamaan mengalir pada suatu

kanal.

Pada aliran dua fasa, konfigurasi yang dibentuk oleh fasa gas dan fasa

liquid mempunyai bentuk-bentuk tertentu, konfigurasi - konfigurasi yang

disusun oleh fasa gas dan fasa liquid disebut dengan pola aliran (flow

pattern).

Berbagai macam teknik dan cara telah dilakukan untuk mempelajari pola

aliran dua fasa pada kanal / pipa yang dipanaskan maupun tidak dipanaskan,

seperti yang dilakukan oleh Hewitt (1978), dengan menggunakan kanal transparan

dan juga oleh Derbyshire (1964) dan Hewit (1978) dengan menggunakan X-

radiography. Kemudian, oleh Alves (1954) diperkenalkan pola aliran dua fasa

yang terjadi pada kanal horizontal seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.19,

yaitu antara lain :

a) Bubbly flow

Pada pola aliran ini,fasa gas atau uap tersebar sebagai gelembung diskrit

(terputus-putus) pada fasa liquid dengan ukuran kecil dimana gelembung

uap tersebut bergerak menuju ke setengah bagian atas pipa.

b) Plug flow

Pada pola aliran ini gelembung gas atau uap besarnya kurang lebih

mendekati besarnya diameter pipa. Ujung dari gelembungnya mempunyai

karakteristik bentuk seperti tutup yang berbentuk bola dan gas didalam

gelembung dipisahkan dari dinding pipa dengan adanya penurunan lapisan

liquid secara perlahan-lahan

c) Strarified flow

Pola aliran ini terjadi ketika kecepatan fasa liquid dan gas rendah sekali.

d) Wavy flow

Pola aliran ini terjadi ketika kecepatan uap naik, dimana nantinya

permukaan pemisah (interface) akan terganggu oleh gelombang yang

bergerak pada arah alirannya.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

26

Universitas Indonesia

e) Slug flow

Pola aliran ini terjadi ketika adanya kenaikan lebih lanjut kecepatan uap

yang menyebabkan gelombang pada permukaan pemisah (interface) akan

terbawa dalam bentuk busa yang disebarkan disepanjang kanal dengan

kecepatan tinggi.

f) Annular flow

Pola aliran ini terjadi ketika kecepatan uap tinggi yang akan menyebabkan

pembentukan inti gas dengan lapisan liquid disekeliling selimut pipa.

Lapisan liquid tersebut mungkin tidak kontinyu disekeliling pipa tapi pada

akhirnya akan kontinyu mengelilingi pipa dimana lapisan liquid pada

bagian bawah pipa akan lebih tebal.

Gambar 2.19 Pola Aliran Dua Fasa Yang Terjadi Pada Pipa Horizontal(John G. Collier 1994)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

27

Universitas Indonesia

Klasifikasi ukuran diameter pipa kanal yang digunakan dibagi menjadi 3,

yaitu:

a) Pipa kanal mikro. Pipa dengan diameter kanal 10 µm ≤ ID ≤ 200 µm.

b) Pipa kanal mini. Pipa dengan diameter kanal 200 µm < ID ≤ 3 mm.

c) Pipa kanal konvensional. Pipa dengan diameter kanal ID > 3 mm.

Pada pipa kanal mini dengan ukuran diameter yang kecil memiliki

beberapa keuntungan, antara lain:

a) Rasio kontak antara permukaan fluida dengan volume fluida yang lebih

besar dibanding dengan pipa kanal konvensional.

b) Pembuatan alat penukar kalor yang lebih kompak karena ukuran pipa

yang kecil.

Pola aliran yang terbentuk pada kanal horizontal selama pembentukan uap

dipengaruhi oleh sifa baik secara termodinamik maupun hidrodinamik. Pola aliran

dua fasa pada proses pendidihan dan kondensasi dapat dilihat pada ilustrasi

Gambar 2.20 di bawah ini :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

28

Universitas Indonesia

Gambar 2.20 Pola Aliran Dua Fasa Pada Pipa Horizontal ;(a) Pendidihan;(b)

Kondensasi dengan flux massa tinggi ;(c) Kondensasi Dengan flux massa rendah

(John G. Collier 1994)

Dimana pada gambar 2.20 (a) merupakan pola aliran dua fasa yang terjadi

pada saat proses pendidihan dengan kecepatan aliran yang rendah ( < 1 m/s).

Dimana perpindahan kalor yang terjadi pada proses ini menjadi salah satu hal

penting karena jika dilihat pada pola aliran slug dan wavy pada bagian dinding

atas pipa terkadang kering dan terkadang basah, hal tersebut yang nantinya akan

mempengaruhi perpindahan kalor yang terjadi. Sedangkan pada pola aliran anular

bagian atas pipanya dalam keadaan kering.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

29

Universitas Indonesia

Sedangkan pada Gambar 2.20 (b) dan (c) merupakan pola liran 2 fasa yang

terjadi pada proses kondensasi baik dengan flux massa yang tinggi maupun flux

massa yang rendah (schlunder ; 1983)

Pada proses kondensasi, kareana adanya lapisan kondensasi disekeliling

permukaan pipa pada bagaian inlet (masuk) maka akan membentuk pola aliran

anular dengan beberapa kumpulan titik-titk air pada inti uap berkecepatan tinggi.

Ketika proses kondensasi terus berlangsung akan mengakibatkan turunnya

kecepatan uap dan akan mengurangi pengaruh tegangan geser uap terhadap

kondensat dan menyebabkan pengaruh gaya gravitasi terhadap aliran tersebut

menjadi tinggi. Pada proses kondensasi dengan flux massa yang tinggi pola aliran

slug dan bubble akan terbentuk, sedangkan pada flux massa yang rendah maka

akan terbentuk pola aliran wavy dan stratified.

Peta pola aliran dua fasa pada aliran horizontal yang digunakan secara luas

yaitu peta pola aliran yang diberikan oleh Baker (1954) seperti yang ditunjukan

pada Gambar 2.21, dimana faktor baker λ dan ψ dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan di bawah ini.

2

1

w

f

A

g

(2.24)

3

12

f

w

w

fw

(2.25)

Dimana : μf = viskositas dinamik liquid ( N s/m2)μw = viskositas air pada tekanan 1 atm dan temperatur 20 °C ( N s/m2)ρf = massa jenis fasa liquid (kg/m3)ρg = massa jenis fasa gas (kg/m3)ρw = massa jenis air pada tekanan 1 atm dan temperatur 20 °C (kg/m3)ρA = massa jenis udara pada tekanan 1 atm, temperatur 20 °C (kg/m3)

σw = tegangan permukaan air pada tekanan 1 atm, temperatur 20 °C(N/m)

σ = tegangan permukaan (N/m)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

30

Universitas Indonesia

Gambar 2.21 Peta Pola Aliran Dua Fasa Pada Aliran Horizontal (Baker 1954)

(John G. Collier 1994)

Dimana Gg serta Gf berturut turut adalah flux massa gas dan flux massa

liquid, seperti yang terlihat pada Gambar 2.21

Pada aliran dua fasa, terdapat daerah dari kanal/pipa yang ditempati oleh

fase gas dimana perbandingan dari luas daerah yang ditempati oleh fase gas pada

pipa tersebut dengan luas penampang kanal total dikenal sebagai fraksi gas/ void

fraction (area-average gas fraction) seperti yang diilustrasikan pada Gambar

2.22, yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.26 (Hewit 1978) :

Gambar 2.22 Fraksi Gas Dan Liquid Pada Aliran Dua Fasa

Fraksi gas (α)

Fraksi liquid(1- α) )

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

31

Universitas Indonesia

A

Ag , A

Af1 (2.26)

Dimana ; α = fraksi gas / void fraction

Ag = luas penampang yang ditempati oleh fasa gas (m2)

Af = luas penampang yang ditempati oleh fasa liquid (m2)

A = luas penampang total (m2)

Persamaan lain yang berkaitan dengan aliran dua fasa juga diperkenalakan

oleh Delhaye et al, dimana laju aliran massa aliran dua fasa (W) merupakan

penjumlahan dari laju aliran massa pada masing-masing fasa baik liquid (Wf) dan

gas (Wg) begitu juga dengan laju aliran volumetrik (Q) yang merupakan

penjumlahan dari laju aliran volumetrik pada fasa liquid (Qf) dan fasa gas (Qg).

Pada aliran dua fasa terdiri dari aliran fasa liquid dan fasa gas dan untuk

mengetahui kualitas massa uap pada aliran dua fasa tersebut dapat menggunakan

persamaan 2.28 atau 2.29, dimana posisi kualitas massa uap dapat dilihat pada P-h

diagram (diagram tekanan dengan entalpi) seperti di bawah ini :

Gambar 2.23 P-h Diagram Untuk Bahan Murni

(Kharagpur 2008)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

32

Universitas Indonesia

fg

g

WW

Wx

,

fg

f

WW

Wx

1 (2.27)

fg

f

i

iix

(2.28)

Dimana : x = Kualitas massa uap

Wg = laju aliran massa fasa uap (kg/s)

Wf = laju aliran massa fasa liquid (kg/s)

if = entalpi pada saturasi liquid (J/kg)

ig = entalpi pada saturasi uap (J/kg)

i = entalpi fluida (J/kg)

ifg = Kalor laten penguapan (J/kg)

Untuk laju aliran massa fluida yang mengalir per satuan luas penampang

pada suatu pipa/kanal disebut dengan mass velocity (mass flux) dengan persamaan

sebagai berikut ;

uu

A

WG (2.29)

Dimana : G = flux massa (kg/m2.s)

W = laju aliran massa fluida (kg/s)

A = luas penampang kanal/pipa (m2)

u = Kecepatan aliran (m/s)

ρ = massa jenis fluida ( kg/m3)

= spesifik volume (m3/kg)

Untuk mencari laju aliran massa pada masing-masing fasa, baik liquid

maupun gas pada aliran dua fasa dapat menggunakan persamaan di bawah ini

GAxWg , xGAW f 1 (2.30)

Dimana : x = Kualitas massa uap

Wg= laju aliran massa fasa uap (kg/s)

Wf= laju aliran massa fasa liquid (kg/s)

A = luas penampang kanal/pipa (m2)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

33

Universitas Indonesia

Sedangkan untuk mencari besarnya kecepatan aliran pada masing-masing

fasa, dapat menggunakan persamaan 2.31, 2.32 atau 2.33.

gg

gg A

Wu

,

ff

ff A

Wu

(2.31)

Dimana : ug = Kecepatan aliran fasa gas ( m/s)

uf = Kecepatan aliran fasa liquid (m/s)

ρg = massa jenis gas ( kg/m3)

ρf = massa jenis liquid (kg/m3)

Ag = luas penampang yang ditempati oleh fasa gas (m2)

Af = luas penampang yang ditempati oleh fasa liquid (m2)

KarenaW

Q , maka persamaan 2.32 dapat ditulis sebagai berikut

g

gg A

Qu ,

f

ff A

Qu (2.32)

Dimana : α = fraksi gas / void fraction

Qg = laju aliran volumetric pada fasa gas (m3/s)

Qf = laju aliran volumetric pada fasa liquid (m3/s)

Dimana GAxWg dan xGAW f 1 , maka persamaan 2.32 menjadi

gg

Gxu

)1(

)1(

f

f

xGu (2.33)

Sedangkan untuk menghitung kualitas volumetrik dapat diguanakan

persamaan sebagai berikut Dimana β ialah Kualitas volumetrik.

fB

B

QQ

Q

,

fB

f

QQ

Q

1 (2.34)

Aliran dua fasa sering terjadi pada saat proses pendidihan dan kondensasi,

dimana pada kedua proses tersebut biasanya menggunakan temperatur saturasi

sebagai temperatur acuan. Material yang memiliki temperatur di atas temperatur

saturasinya disebut dengan kondisi superheated (panas lanjut) dimana selisih

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

34

Universitas Indonesia

temperaturnya dengan temperatur saturasinya diberi simbol ΔTsat yang dapat

dihitung dengan persamaan 2.35. Sedangkan material yang memiliki temperatur di

bawah termperatur saturasinya disebut dengan kondisi subcooled yang diberi

simbol ΔTsub yang dapat dihitung dengan persamaan 2.36.

SATSAT TTT (2.35)

SUBSAT TTT (2.36)

Pada kasus fluida yang melewati suatu kanal atau pipa yang dipanaskan

dengan memberikan flux kalor pada pipa tersebut seperti yang diilustrasikan oleh

gambar di bawah ini

Gambar 2.24 Pendidihan Fluida Yang Mengalir Di Dalam Pipa Yang

Dipanaskan

Maka perlu juga mempertimbangkan pada titik mana fluida tersebut mulai

dalam keadaan saturasi. Oleh karena itu perlu diperhitungkan untuk panjang

subcooled-nya. Untuk mengetahui pada jarak berapa fluida tersebut dalam

keadaan saturasi dapat dinggunakan persamaan berikut :

WQ

iiL

i

iiLz inffinff

sc,,

(2.37)

Dimana : if = Entalpi saturasi liquid (J/kg)

if,in = Entalpi liquid pada temperatur inlet (J/kg)

∆i = kenaikan entalpi fluida melewati pipa yang dipanaskan ( J/kg)

L = Panjang kanal/ pipa (m)

Zsc = Panjang subcooled (m)

Q = Daya yang diberikan pada pipa (W)

Flux kalor (q)

W

L

if,in

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

35

Universitas Indonesia

W = Laju aliran massa fluida (kg/s)

Sedangkan untuk menghitung besarnya kualitas massa uap yang keluar

dari dari pipa tersebut dapat digunakan persamaan sebagai berikut

fg

finfout i

iiix

, (2.38)

Untuk mengetahui kualitas uap pada tiap titik di sepanjang pipa dapat digunakan

interpolasi yaitu dengan persamaan

sc

scoutz zL

zzxx (2.39)

Dimana : xout = Kualitas massa uap pada sisi keluaran

Z = Jarak titik dari sisi masuk ujung pipa (m)

xz = Kualitas uap pada titik yang berjarak z dari sisi masuk ujung pipa

ifg = kalor laten penguapan (J/kg)

zsc = Panjang subcooled (m)

L = Panjang Pipa (m)

Dan untuk koefisien perpindahan kalor lokal di tiap titik pada pipa yang

dipanaskan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut

satwi TT

qh

(2.40)

Dimana : h = koefisien perpindahan kalor (W/m2K)

q = flux kalor (W/m2)

Twi = Temperatur dinding dalam pipa (K)

Tsat = Temperatur saturasi fluida (K)

Pada aliran yang dipanaskan (flow boiling), perpindahan kalor yang terjadi

utamanya dipengaruhi oleh dua mekanisme yaitu nucleate boiling (pendidihan

inti) dan force convective evaporation (penguapan konveksi paksa). Pada daerah

konveksi paksa aliran dua fasa, Martinelli memberikan suatu persamaan yang

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

36

Universitas Indonesia

digunakan untuk menghitung besarnya koefisien perpindahan kalor yaitu dengan

persamaan sebagai berikut

ttfo

TP

Xfn

h

h 1(2.41)

Dimana : TPh = Koefisien perpindahan kalor konveksi dua fasa (W/m2.K)

foh = Koefisien perpindahan kalor konveksi satu fasa (liquid) (W/m2.K)

Kemudian oleh Chen (1963) diperkenalkan korelasi / suatu persamaan

yang dapat digunakan pada daerah saturated nucleat boiling (pendidihan inti

saturasi) dan daerah two phase forced convection (konveksi paksa dua fasa)

dengan persamaan sebagai berikut

FhShh fNCBTP (2.42)

Dimana : TPh = Koefisien perpindahan kalor konveksi dua fasa (W/m2.K)

NCBh = Koefisien perpindahan kalor nucleat boiling (W/m2.K)

fh = Koefisien perpindahan kalor konveksi fasa liquid (W/m2.K)

Sedangkan besarnya hf (komponen konveksi) pada persamaan chen didapat dari

persamaan Dittus-Boelter dengan persamaan sebagai berikut

D

kh f

fff4.08.0 PrRe023.0 (2.43)

Dimana bilangan Reynolds fasa liquid dapat dihitung dengan persamaan berikut :

ff

xGD

)1(

Re

, (2.44)

Dimana besarnya bilangan Prandtl fasa liquid diperoleh dari persamaan di bawah

ini :

f

pf

f k

Cf

Pr (2.45)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

37

Universitas Indonesia

Dimana : fRe = Bilangan Reynolds fasa liquid

fPr = Bilangan Prandtl fasa liquid

fk = Konduktivitas termal fluida fasa liquid (W/m)

D = Diameter dalam pipa/kanal (m)

f = viskositas dinamik fasa liquid (Pa.s)

Chen juga memperkenalkan faktor pengali (F) /faktor pengali bilangan

Reynolds yang dipertimbangkan mempengaruhi kenaikan tubulensi konveksi

karena adanya fasa uap. Faktor pengali F diberikan dengan persamaan sebagai

berikut :

8.08.0

1

Re

ReRe

DxGF fTP

f

TP

(2.46)

Dimana : TPRe = Bilangan Reynolds dua fasa

F = faktor pengali konveksi aliran dua fasa

Chen juga memperkenalkan bahwa faktor pengali F merupakan fungsi dari

martinelli parameter dimana F = fn(Xtt). Dimana Xtt adalah parameter martinelli

pada kondisi aliran turbulen-turbulen pada fasa liquid dan fasa gas.

1.05.09.0

tt

1X

g

f

f

g

x

x

(2.47)

Chen membuat suatu plot yang menyatakan hubungan antara faktor

bilangan Reynolds (F) dengan parameter martinelli dimana kondisi aliran fasa

liquid dan fasa gasnya ialah turbulen-turbulen seperti yang diperlihatkan pada

grafik di bawah ini.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

38

Universitas Indonesia

Gambar 2.25 Grafik Faktor Bilangan Reynold ,F (Chen 1963)

(John G. Collier 1994)

Akan tetapi fungsi ini masih harus dievaluasi lagi secara fisik karena

kondisi aliran yang terjadi tidak hanya turbulen saja akan tetapi ada kondisi aliran

laminar dan transisi. Dengan mempertimbangkan kondisi aliran yang terjadi

(laminar, transisi dan turbulen), kemudian chen memberikan persamaan dimana

faktor F sebagai fungsi dari faktor pengali friksi aliran dua fasa dengan dasar

gradien tekanan pada fasa liquid 2f yaitu dengan persamaan sebagai berikut :

444.02fF (2.48)

Selanjutnya Zhang et al (2004) memberikan hubungan antara faktor F

dengan pengali friksi aliran dua fasa yang berdasarkan pada gradien tekanan yang

terjadi pada fasa liquid ( 2f ), dengan 2

ffnF , dimana faktor pengali friksi

aliran dua fasa yang didasarkan pada gradien tekanan pada aliran fasa liquid ( 2f

), dimana besarnya dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

39

Universitas Indonesia

f

g

f

fg

f

f

f

tpf

Fdz

dp

Fdz

dp

Fdz

dp

Fdz

dpF

dz

dp

CF

dz

dp

Fdz

dp

Fdz

dp

Fdz

dp

5.0

2

f

g

f

gf

Fdz

dp

Fdz

dp

Fdz

dp

Fdz

dp

C

5.0

2 1

22 1

1XX

Cf , (2.49)

Sedangkan faktor pengali friksi aliran dua fasa yang didasarkan pada

gradien tekanan pada aliran fasa gas ( 2g ) besarnya dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut ini ;

22 1 CXCXg (2.50)

Dimana besarnya parameter chisolm (C) ditentukan oleh kondisi aliran

yang terjadi pada fasa liquid dan fasa gas,berikut di bawah ini adalah tabel untuk

beberapa nilai parameter chisolm pada beberapa kondisi aliran fasa liquid dan fasa

gas.

Tabel 2.3 Parameter Chisolm Pada Beberapa kondisi Aliran Fasa Liquid Dan Gas

Kondisi aliran simbol parameter

chisolm (C)Fasa liquid Fasa gasTurbulen Turbulen tt 20Laminar Turbulen vt 12Turbulen Laminar tv 10Laminar Laminar vv 5

(John G. Collier 1994)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

40

Universitas Indonesia

Sedangkan X ialah parameter martinelli dengan persamaan dasar sebagai berikut

g

f

g

f

gg

ff

g

f

v

v

x

x

f

f

D

vxGf

D

vxGf

dz

dp

dz

dp

X2

2

22

22

2 1

2

12

2

1

2

1

1

f

g

g

f

x

x

f

fX

(2.51)

Faktor friksi (gesek) ff dan gf besarnya tergantung dari bilangan

Reynolds-nya dimana besar dari bilangan Reynolds untuk masing- masing fasa

dapat dihitung dengan persamaan berikut ini;

Bilangan Reynolds untuk fasa gas :g

g

GDx

Re (2.52)

Dan untuk menghitung Bilangan Reynolds fasa liquid menggunakan

persamaan 2.53. Sedangkan untuk menghitung besarnya nilai gesekan/frikisi (f)

menggunakan persamaan di bawah ini dimana persamaan yang digunakan untuk

menghitung nilai friksi tergantung dari besarnya bilangan Reynolds ;

Re < 2300 f =16 / Re (2.53)

Re > 3000 f =0.079 Re -0.25 (2.54)

2300 ≥ Re ≥ 3000, nilai f didapatkan dengan interpolasi dengan persamaan

0069.00037.0700

2300Re

f (2.55)

maka untuk kondisi aliran turbulen-turbulen persamaan martinellinya seperti yang

dapat dilihat pada persamaan 2.47 dengan penjabaran sebagai berikut

2

1

2

1

1

g

f

g

f

x

x

f

fX

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

41

Universitas Indonesia

5.05.0

25.0

25.0

tt

1

Re079.0

Re079.0X

f

g

f

f

x

x

5.05.0

25.0

25.0

tt

1

Re

ReX

f

g

f

f

x

x

5.05.025.025.0

tt

11X

f

g

f

g

x

x

x

x

125.05.0875.0

tt

1X

g

f

f

g

x

x

1.05.09.0

tt

1X

g

f

f

g

x

x

Pada aliran dua fasa perpindahan kalor yang terjadi juga dipengaruhi oleh

adanya pendidihan inti (nucleat boiling). Flux massa merupakan salah satu

variabel yang mempunyai pengaruh signifikan pada penekanan/penahanan

(supression) kondisi nucleat boiling. Semakin tinggi flux massanya semakin besar

penekanan yang terjadi pada nucleat boiling. Untuk proses evaporasi (penguapan).

Pada kanal kecil, penekanan (supression) akan lebih kecil dibandingkan pada

kanal konvensional. Untuk menentukan besarnya koefisien perpindahan kalor

yang terjadi pada kondisi nucleat boiling dapat menggunakan persamaan Cooper.

Selanjutnya chen juga memperkenalkan faktor penekanan (supression

factor), S, yang merupakan perbandingan perbedaan temperatur bulk fluida (Tb)

dengan temperatur saturasinya ( SATbe TTT ) dan perbedaan temperatur antara

temperatur dinding dengan temperatur saturasi fluida ( SATwiSAT TTT ) seperti

yang diilustrasikan oleh Gambar 2.25 dengan persamaan sebagai berikut

75.024.099.0

SAT

e

SAT

e

SAT

e

p

p

T

T

T

TS (2.56)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

42

Universitas Indonesia

Atau

17.16 Re1053.21

1

TP

S

(2.57)

Dimana ; SATT = Beda temperatur antara dinding dalam pipa dengan

temperatur saturasi fluida (K)

SATp = Perubahan tekanan uap karena perubahan SATT ( Pa )

besarnya )()( SATSATwSATSAT TPTPp

S = Faktor penekanan (supression factor)

eT = Beda temperatur antara temperatur bulk fluida dengan

Temperatur saturasinya (K)

ep = Perubahan tekanan uap karena perubahan eT (Pa)

Sedangkan besarnya nilai bilangan Reynolds dua fasa (ReTP) yaitu dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

GD

TP Re (2.58)

Dimana besarnya nilai viskositas rata-rata ( ) diperoleh dengan

menggunakan persamaan yang diberikan oleh Mc Adaam et.al (1942) seperti di

bawah ini

fg xx 1 (2.59)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

43

Universitas Indonesia

Gambar 2.26 Profil Temperatur pada Pool Boiling dan Convective Boiling pada

superheat yang sama (Chen 1963)

(John G kollier 1994)

Chen juga memperkenalkan bahwa faktor penekanan (supression factor)

merupakan fungsi dari bilangan Reynolds dua fasa (ReTP) seperti yang

diperlihatkan oleh grafik di bawah ini, dimana aliran yang terjadi turbulen-

turbulen baik pada fasa liquid maupun gas.

Gambar 2.27 Faktor penekanan (suppression factor),S (Chen 1963)

(John G kollier 1994)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

44 Universitas Indonesia

BAB 3

PERANGKAT DAN ASPEK PENGUJIAN

Penelitian koefisien perpindahan kalor untuk R22 pada kanal mini

horizontal ini dilakukan dengan beberapa tahapan prosedur yaitu seperti yang

dapat dilihat pada diagram alir dari penelitian ini pada Gambar 3.1.

3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3. 1.Diagram Alir penelitian

Studi literatur danpengumpulan bahan

Kondisi pengujian dan alatuji yang digunakan

Simulasi sesuai dengan data inputdari hasil percobaanDengan MATLAB

Menghitung mean dan averagedeviasi yang terjadi antara datahasil pengukuran

Kesimpulan

Data input untuk menghitungkoefisien perpindahan kalor R22pada pipa mini horizontal darihasil percobaan

MULAI

SELESAI

Data :a) Koefisien perpindahan kalor

hasil korelasi chenb) Koefisien perpindahan kalor

hasil pengukuran

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

45

Universitas Indonesia

3.2 Skematik Alat Uji

Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam perhitungan

koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 pada kanal mini horizontal maka

perlu dilakukan pengujian pada perangkat alat uji yang berada di laboratorium

pendingin lantai 3 (tiga) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Indonesia (DTM FTUI). Dimana nantinya data-data yang diperoleh dari

pengujian, selanjutnya akan diolah lagi guna untuk menghitung besarnya

koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R-22. Adapun skematik alat uji yang

digunakan yaitu seperti yang terlihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.

Gambar 3.2 Skematik alat uji

Keterangan :

1. Condensing Unit 3 PK

2. Needle Valve

3. Sight Glass

4. Test Section

5. Check Valve

6. Reciever Tank

2

3

7

8

45

6

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

46

Universitas Indonesia

7. Condensing Unit 1 PK

8. Tabung Refrigeran R-22

3.2.1 Prinsip Kerja Alat Uji

Seperti yang digambarkan dalam gambar 3.2, sistem sirkulasi untuk

pengujian Heat Transfer Coeficient ini menggunakan sistem sirkulasi terbuka.

Dimana setelah receiver tank berada pada kapasitas maksimumnya, maka R-22

yang berada didalamnya akan dibuang ke udara sekitar. Kelemahan sistem

terbuka dan sistem tertutup yaitu tidak adanya sirkulasi R-22, maka pembuangan

R-22 dari receiver tank sedikitnya akan merusak lingkungan. R-22 akan dialirkan

dari tabung ke sistem dengan cara memanaskan tabung R-22 menggunakan

heater. Penggunaan heater pada tabung berfungsi untuk menaikan tekanan dalam

tabung R-22 sehingga akan mengalir ke sistem.

R-22 yang mengalir keluar dari tabung akan masuk kedalam evaporator

dari condensing unit 3 PK. Ini bertujuan agar R-22 yang berasal dari tabung

memiliki temperatur yang diharapkan yaitu antara -5 °C sampai 10 °C. dalam

evaporator itu sendiri, fluida yang digunakan untuk menukar panas dari R-22 itu

sendiri yaitu dengan menggunakan campuran air dan etilen-glikol dengan

komposisi campuran sebesar 30 %. Dengan campuran sebesar 30 % suhu yang

bisa dihasilkan oleh condensing unit 3 PK mencapai -15 °C. Air campuran etilen-

glikol tersebut di tampung didalam sebuah toren untuk selanjutnya di sirkulasikan

ke sistem condensing unit 3 PK.

Refrigeran yang keluar dari evaporator condensing unit 3 PK

dikondisikan, agar ketika mencapai inlet pada test section sudah dalam kondisi

saturasinya. Tetapi sebelum R-22 mencapai test section, terlebih dahulu melewati

needle valve, yang berfungsi untuk mengatur rate atau debit dari R-22 yang

mengalir. Needle valve juga berfungsi sebagai pengatur tekanan saturasi R-22

yang diinginkan sebelum masuk ke test section. Sebelum R-22 mencapai inlet test

section, R-22 mengalir melewati sight glass yang berguna untuk mengamati

perubahan fasa yang terjadi pada R-22.

Setelah R-22 mencapai temperature dan tekanan sesuai dengan kondisi

pengujian, R-22 masuk ke test section. Pada test section itu sendiri R-22

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

47

Universitas Indonesia

dipanaskan dengan cara memberikan flux kalor yang merata disepanjang test

section dengan mengalirkan panas yang dihasilkan dari lilitan kawat nikelin

disepanjang test section dimana besarnya dapat diatur sesuai dengan besarnya flux

kalor yang dibutuhkan pada kondisi pengujian. Untuk mencegah terbuangnya

kalor yang dihasilkan ke lingkungan sekitar, maka pada test section diberikan

insulasi agar kalor yang terbuang bisa dikurangi.

Untuk mengetahui temperatur pada dinding luar test section, maka

dipasang termokopel pada tiga sisi yaitu sisi bagian atas, sisi bagian samping, dan

sisi bagian bawah disepanjang pipa test section dengan interval jarak 0.1 m. dan

untuk mengetahui tekanan inlet dan outlet R-22, maka pada sisi inlet dan outlet

pipa test section dipasang pressure gauge. Dan untuk mengamati perubahan fasa

yang terjadi pada R-22 maka dipasang sight glass pada sisi inlet dan outlet pada

test section.

R-22 yang mengalir keluar dari test section akan mengalir menuju receiver

tank untuk ditampung dan diukur berat per satuan waktu dari R-22 untuk

mendapatkan mass flow dari R-22. Receiver tank ditempatkan didalam cool box

yang juga berfungsi sebagai evaporator dari condensing unit 1 PK. Fungsi dari

penempatan receiver tank didalam cool box sendiri bertujuan agar tekanan

didalam receiver tank lebih rendah dari tekanan R-22 yang keluar dari test

section. Dan untuk mencegah R-22 mengalir kembali ke sistem, maka dipasang

check valve untuk mencegah R-22 mengalir kembali ke sistem. Dikondisi ini pula

R-22 dirubah dari fasa gas menjadi fasa cair.

3.3 Kondisi Pengujian

Percobaan yang dilakukan pada perangkat alat uji unutk mengetahui

karakteristik koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 pada kanal mini

horizontal yaitu dengan kondisi pengujian sebagai berikut :

a) Test section terbuat dari bahan stainless steel 316 dengan diameter

dalam (ID) 3 mm, dan diameter luar (DO) 5 mm, dengan

konduktivitas termal sebesar 13.4 W/m.K dan panjang pipa 1 m. pipa

tersebut di insulasi pada bagian luar untuk mengurangi kalor yang

keluar pada saat pengujian.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

48

Universitas Indonesia

b) Memberikan flux kalor yang merata disepanjang test section, seperti

pada gambar 3.3. flux kalor divariasikan antara 5 kw/m2 s/d 15 kw/m2

dengan interval 5 kw/m2. Untuk mengurangi kalor yang diberikan

heater, maka pada bagian dinding luar test section diberi insulasi.

Gambar 3.3 Pemberian flux kalor yang seragam di sepanjang test section

c) Temperature R-22 yang masuk ke test section divariasikan yaitu -5

°C, 0 °C, 5 °C, dan 10 °C. dengan variasi kualitas massa uap sampai

dengan satu.

d) Untuk mengukur temperature pada dinding luar test section, maka

dipasang Thermocouple pada bagian atas, bawah, dan samping.

Dengan mengasumsikan bahwa temperature pada samping kanan dan

samping kri adalah sama. Thermocouple dipasang pada 9 (sembilan)

titik di sepanjang test section dengan jarak antar titik 0,1 m seperti

pada gambar 3.4

Gambar 3.4 Pengukuran temperatur permukaan disepanjang test section.

e) Untuk pengukuran tekanan pada sisi inlet dan outlet pada test section,

maka dipasang pressure gauge pada sisi-sisi tersebut

f) Untuk mengukur flux massa dari refrigeran menggunakan sebuah

timbangan digital yang berguna untuk mengukur berat R-22 per-

Flux kalor (q) kW/m2

Flow

Test section

denngan

panjang L

Inlet ( T,P ) Outlet ( T,P )

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

49

Universitas Indonesia

satuan waktu sehingga akan dipeoleh flux massa dari refrigeran

tersebut.

3.4 Komponen Alat Uji dan Dasar Pemilihan

Dalam membuat suatu perangkat pengujian, komponen- komponen yang

digunakan harus disesuaikan dengan kondisi pengujian yang akan dilakukan. Oleh

karena itu, perlu dilakukan analisa terhadap beberapa parameter agar spesifikasi

komponen yang digunakan dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan pada saat

pengujian.

3.4.1 Pipa Tembaga

Pipa tembaga yang digunakan dalam alat pengujian ini digunakan 2

(dua) macam diameter pipa tembaga yaitu diameter 3/8 inch dan

1/4 inch

Gambar 3.5 Pipa Tembaga

3.4.2 Refrigeran R-22

Refrigeran R-22 merupakan fluida kerja yang kita gunkan untuk

dianalisis karakteristik aliran 2 (dua) fasa nya.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

50

Universitas Indonesia

Gambar 3.6 Refrigeran R-22

3.4.3 Heater Tabung Refrigeran

Heater ini berfungsi untuk menaikan tekanan dalam tabung

refrigeran sehingga fluida yang ada di dalam tabung dapat mengalir

ke luar tabung untuk selanjutnya dialirkan ke sistem.

Gambar 3.7 Heater tabung refrigeran

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

51

Universitas Indonesia

3.4.4 Condensing Unit 3 PK

Condensing unit 3 PK digunakan untuk mendinginkan fluida kerja

yang akan digunkan untuk menukar panas dari refrigeran yang

berasal dari tabung. Fluida yang digunakan dalam sistem

condensing ini yaitu campuran air dan etylen glycol dengan

persentasi campuran sebanyak 30 %.

Gambar 3.8 Condensing unit 3 PK

3.4.5 Heat Exchanger

Heat exchanger berfungsi untuk menukar panas dari refrigeran

yang keluar dari tabung refrigeran.

Gambar 3.9 Heat exchanger

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

52

Universitas Indonesia

3.4.6 Needle Valve

Needle valve yang digunakan dalam percobaan berfungsi untuk

mengatur aliran refrigeran yang masuk ke test section. Needle valve

juga digunakan untuk mengatur tekanan refrigeran yang masuk ke

test section.

Gambar3.10 Needle valve

3.4.7 Sight Glass

Sight glass yang digunakan pada perangkat alat uji ini yaitu dengan

spesifiskasi mampu bekerja pada tekanan 6.36 bar dan Temperatur

kerja sampai dengan -5°C. Pemasangan sight glass dengan

pertimbangan untuk dapat melihat secara visual aliran R-22 yang

terjadi pada sisi masukan dan keluaran dari test section.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

53

Universitas Indonesia

Gambar 3.11 Sight glass

3.4.8 Pressure Gauge

Untuk pemilihan Pressure gauge pada perangkat alat uji ini

didasarkan pada tekanan saturasi yang terjadi pada R-290 yang

dipengaruhi oleh temperaturnya.

Gambar 3.12 Pressure gauge

3.4.9 Test Section

Test section dengan material Stainless steel 316 (SS 316) dengan

diameter dalam 3 mm , diameter luar 5 mm dan panjang 1 m dan

diberikan insulasi agar kalor yang diberikan pada test section tidak

terbuang ke lingkungan sekitar.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

54

Universitas Indonesia

Gambar 3.13 Test section

Gambar 3.14 Test section di insulasi

3.4.10 Thermocouple

Termokopel digunakan dengan pertimbangan untuk mengukur

temperatur permukaan disepanjang test section. Termokopel yang

digunakan yaitu tipe-K dengan range temperatur -200 °C sampai

1200 °C.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

55

Universitas Indonesia

Gambar 3.15 Thermocouple type-K

3.4.11 Heater Pipa

Heater pipa menggunakan kawat nikelin sepanjang 6 (enam) meter

dan dililit melingkar di sepanjang test section dengan kapasitas

sampai dengan 1500 W dan volt yang mengalir diatur oleh sebuah

variable transformer.

Gambar 3.16 Kawat nikelin

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

56

Universitas Indonesia

Gambar 3.17 Variable transformer

3.4.12 Check Valve

Check valve dengan spesifikasi,mampu bekerja pada tekanan 6.36

bar atau lebih dan temperatur kerja sampai dengan -5°C. Check

valve digunakan dengan pertimbangan agar aliran yang terjadi

searah dan tidak terjadi aliran balik.

Gambar 3.18 Check valve

3.4.13 Reciever Tank

Receiver tank atau tangki penampung refrigeran dengan spesifikasi,

tekanan kerja 6.36 bar dan dapat bekerja pada temperatur di bawah

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

57

Universitas Indonesia

-5°C. Reciever tank diletakan didalam coolbox yang difungsikan

menjadi evaporator dari condensing unit 1 PK.

Gambar 3.19 Reciever tank

3.4.14 Coolbox

Coolbox berfungsi sebagai evaporator yang didalamnya terdapat

receiver tank. Coolbox itu sendiri didinginkan oleh condensing unit

1 PK yang bertujuan untuk menurunkan tekanan didalam receiver

tank sehingga fulida dapat mengalir dan di tampung dalam receiver

tank itu sendiri.

Gambar 3.20 Cool box

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

58

Universitas Indonesia

3.4.15 Timbangan Digital

Timbangan disini berfungsi untuk mengukur massa fluida yang

ditampung oleh receiver tank selama pengujian dilakukan.

Gambar 3.21 Timbangan digital

3.4.16 Condensing Unit 1 PK

Condensing unit 1 PK digunakan untuk mendinginkan coolbox.

Gambar 3.22 Condensing unit 1 PK

3.4.17 Data Aquitition (DAQ)

Alat ini berfungsi untuk mengkonversi arus yang dihasilkan

termokopel dari perbedaan tahanan yang terjadi akibat dari beda

suhu dari test section yang selanjutnya ditampilkan di komputer.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

59

Universitas Indonesia

Data aquitition yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan

modul termokopel 16 channel dari pabrikan National Instrument.

Gambar 3.23 Data aquitition

3.4.18 Computer Unit

Komputer merupakan alat penunjang dalam pengujian. Komputer

digunakan sebgai alat penerima sinyal dari data akuisisi dan

menyimpan data pengujian. Komputer yang digunakan ter-install

perangkat lunak konversi tegangan dan arus yaitu Labview.

Gambar 3.24 Komputer

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

60

Universitas Indonesia

Gambar 3.25 Software LabVIEW 8.5

3.5 Tes Kebocoran

Setelah semua sistem pemipaan serta komponennya terpasang, maka

terlebih dahulu dilakukan tes kebocoran dengan tujuan agar pada saat dijalankan

sistem berjalan dengan baik tanpa adanya kebocoran. Adapun prosedurnya adalah

sebagai berikut :

1) Pastikan unit dalam keadaan mati, kecuali pressure gauge untuk

mengukur tekanan yang terjadi.

2) Sistem diisi dengan udara yang berasal dari kompresor hingga

terdapat tekanan didalam sistem.

3) Seluruh sistem pemipaan dan sambungan di tes kebocoran dengan

menggunakan busa sabun.

4) Tandai setiap tempat yang menjadi indikasi kebocoran agar dapat

diperbaiki.

5) Perbaiki kebocoran yang terjadi pada sistem.

6) Setelah kebocoran diperbaiki, isi kembali sistem dengan udara hingga

terdapat tekanan didalam sistem. Tandai tekanan yang ada, kemudian

tunggu beberapa jam, jika tekanan tersebut berkurang maka masih

terdapat kebocoran. Ulangi langkah nomor 3 (tiga) hingga tekanan

dipastikan tidak ada penurunan lagi.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

61

Universitas Indonesia

3.6 Vaccum System

Setelah dipastikan tidak ada kebocoran dalam sistem maka proses

selanjutnya adalah melakukan evakuasi sistem menggunakan pompa vakum,

langkah ini bertujuan unutk memastikan tidak ada uap air didalam sistem.

Langkah – langkah unutk melakukan vacuum system adalah sebagai berikut :

1) Pastikan unit dalam keadaan mati seluruhnya.

2) Hubungkan selang manifold gauge pada lubang pembuangan yang ada

pada receiver tank.

3) Nyalakan pompa vakum hingga pada pressure gauge menunjukan

angka dibawah 0 bar.

4) Tutup katup manifold gauge dan pompa vakum.

5) Matikan pompa vakum.

Gambar 3.26 Vacuum system

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

62 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN ANALISA DATA

Pada bab ini akan dibahas perhitungan koefisien perpindahan kalor untuk

aliran evaporasi kanal mini dengan refrigerant R-22. Pada perhitungan ini akan

didapat 2 (dua) nilai koefisien perpindahan kalor. Dimana untuk perhitungan

pertama yaitu nilai koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa dari hasil

eksperimen. Sedangkan untuk metode perhitungan kedua yaitu nilai koefisien

perpindahan kalor aliran dua fasa didapat menggunakan korelasi Chen.

Setelah mendapat nilai koefisien perpindahan kalor langkah selanjutnya

adalah menghitung deviasi dari hasil perhitungan ekperimen terhadap hasil

perhitungan korelasi Chen. Perhitungan yang dilakukan adalah menggunakan

program MATLAB 2010.

4.1 Perhitungan Koefisien Perpindahan Kalor

Pada perhitungan ini input dari hasil eksperimen adalah temperatur

dinding luar atas pipa Tuo (atas), temperatur dinding luar samping pipa Tso

(samping), temperatur dinding luar bawah pipa Tbo (bawah), tekanan masuk test

section (Pin) dan tekanan keluar test section (Pout). Dan untuk tekanan masuk dan

keluar test section di asumsikan besarnya sama yang artinya tidak ada perubahan

tekanan disepanjang test section. Untuk temperatur dinding luar pipa diambil 27

titik uji untuk setiap jarak (x) adalah penambahan 0.1 m pada kanal test section

dengan panjang 1 m seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Penampang test section

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

63

Universitas Indonesia

Data input untuk menghitung koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa

pada R-22 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Data Input Kondisi 1

Kondisi 1

parameter nilai lokasitemperatur dinding luar (K)atas bawah samping

Diameter dalam (ID) 3 (mm) titik 1 284,080 284,674 285,369Diameter luar (OD) 5 (mm) titik 2 285,072 284,632 287,441

Panjang (L) 1 (m) titik 3 284,579 286,829 285,251Debit 2,21 (g/s) titik 4 284,641 288,255 285,466Daya 46 (W) titik 5 285,180 285,228 284,747

Tegangan listrik 23 (V) titik 6 284,970 285,934 284,835Arus listrik 2 (A) titik 7 284,708 286,793 284,781

Tekanan masuk 681 (kPa) titik 8 284,694 286,948 284,724Tekanan keluar 681 (kPa) titik 9 284,779 285,483 284,572

Temperatur masuk 284,487 (K)

Tabel 4.2 Data Input Kondisi 2

Kondisi 2

parameter nilai lokasitemperatur dinding luar (K)atas bawah samping

Diameter dalam(ID) 3 (mm) titik 1 284,144 284,880 286,370

Diameter luar (OD) 5 (mm) titik 2 285,100 284,309 288,183Panjang (L) 1 (m) titik 3 284,350 288,004 285,355

Debit 122,4 (g/min) titik 4 284,331 290,474 285,637Daya 94,3 (W) titik 5 285,153 285,303 284,425

Tegangan listrik 34 (V) titik 6 284,714 286,244 284,496Arus listrik 2,8 (A) titik 7 284,320 287,763 284,453

Tekanan masuk 681 (kPa) titik 8 284,727 288,856 284,918Tekanan keluar 681 (kPa) titik 9 284,555 285,815 284,304

Temperatur masuk 283,585 (K)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

64

Universitas Indonesia

Tabel 4.3 Data input kondisi 3

Kondisi 3

parameter nilai lokasi

temperatur dinding luar (K)

atas bawah samping

Diameter dalam (ID) 3 (mm) titik 1 284,932 285,886 288,051

Diameter luar (OD) 5 (mm) titik 2 285,840 284,730 289,955

Panjang (L) 1 (m) titik 3 284,527 289,752 285,988

Debit 68,7 (g/min) titik 4 284,382 293,123 286,218

Daya 144 (W) titik 5 285,597 285,950 284,675

Tegangan listrik 45 (V) titik 6 284,861 287,060 284,617

Arus listrik 3,2 (A) titik 7 284,282 289,076 284,476

Tekanan masuk 681 (kPa) titik 8 284,391 289,664 284,486

Tekanan keluar 681 (kPa) titik 9 284,581 286,113 284,164

Temperatur masuk 283,474 (K)

Perhitungan koefisien perpindahan kalor dilakukan dengan tahapan

sebagai berikut :

a) Menghitung temperatur dinding dalam sisi atas, samping, dan bawah

dengan menggunakan persamaan berikut :

Lk

r

rQ

TT wowi 2

ln1

2

Dimana LDqAqQ SELIMUT 1 , maka persamaan di atas dapat

ditulis sebagai berikut :

Lk

D

DLDq

TT wowi

2

ln1

21

Sehingga untuk mencari besarnya temperatur dinding dalam silinder

digunakan persamaan 4.1 sebagai berikut :

k

D

DqD

TT wowi 2

ln1

21

(4.1)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

65

Universitas Indonesia

b) Untuk mencari tekanan saturasi pada 9 (Sembilan) lokasi pengujian,

diasumsikan tekanan pada setiap lokasi pengujian adalah sama.

Sehingga tidak ada pressure drop yang terjadi pada test section.

c) Mencari temperatur saturasi pada tiap lokasi dari tekanan saturasi

pada setiap titik dengan menggunakan program refprop atau table

saturasi R-22. Karena tekanan saturasi pada setiap titik diasumsikan

sama, maka temperatur saturasi nya juga diasumsikan sama.

d) Mencari besarnya nilai koefisien perpindahan kalor lokal aliran dua

fasa R-22 pada tiap titik dengan jarak interval 0,1 m pada bagian atas,

samping, dan bawah test section dengan menggunakan persamaan 4.2

yaitu sebagai berikut :

satwi TT

qh

(4.2)

Dan nantinya akan didapatkan 27 (dua puluh tujuh) nilai koefisien

perpindahan kalor aliran dua fasa lokal dari 9 (sembilan) lokasi

pengujian tersebut.

e) Mencari besarnya nilai koefisien perpindahan kalor lokal rata-rata

aliran dua fasa R-22 pada tiap lokasi disepanjang test section dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

4

2 zbzszuz

hhhh

(4.3)

Dimana hz adalah koefisien perpindahan kalor lokal rata-rata aliran

dua fasa R-22 pada tiap lokasi disepanjang test section yang terdiri

dari 9 (sembilan) lokasi, sedangkan hzu, hzs, dan hzb berturut-turut

adalah koefisien perpindahan kalor lokal aliran dua fasa R-22 pada sisi

bagian atas, bagian samping, dan bagian bawah dari test section.

4.2 Perhitungan Koefisien Perpindahan Kalor Aliran Dua Fasa R-22

Dengan Menggunakan Korelasi Chen

Pada perhitungan ini untuk memperoleh besarnya nilai koefisien

perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 dengan input data dari tabel 4.1. dan

tahapan yang dilakukan adalah seagai berikut :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

66

Universitas Indonesia

4.2.1 Menentukan Panjang Subcooled

Penentuan panjang subcooled ini bertujuan unutk mengetahui posisi

terjadinya kondisi saturasi R-22 yang besarnya bisa dihitung dengan

menggunakan persamaan 2.37 yaitu :

WQ

iiL

i

iiLz inffinff

sc,,

(2.37)

4.2.2 Menentukan Tekanan Saturasi Pada Tiap Lokasi Pengujian

Penentuan tekanan saturasi pada tiap lokasi pengujian ini yaitu tekanan

pada setiap titik pengujian diasumsikan sama. Sehingga tidak terjadi pressure

drop di sepanjang pipa test section.

4.2.3 Menentukan Kualitas Massa Uap Pada Tiap Lokasi Pengujian

Untuk menentukan kualitas massa uap pada tiap lokasi pengujian ini

sebelumnya harus mencari besarnya nilai kualitas massa uap yang keluar (Xout)

dari test section yaitu dengan menggunakan persamaan 2.38 sebagai berikut :

fg

finfout i

iiix

,

(2.38)

Setelah didapat besarnya nilai kualitas massa uap yang keluar dari test

section, penentuan besarnya nilai kualitas uap di tiap lokasi didapt dengan cara

interpolasi yang diberikan pada persamaan 2.39 sebagai berikut :

sc

scoutz zL

zzxx

(2.39)

Karena tekanan saturasi pada setiap titik pengujian sama, maka kualitas

massa uap di setiap titik pengujian bias dikatakan sama.

4.2.4 Menentukan Besarnya Bilangan Reynols Fasa Liquid Dan Gas

Pada saat refrigerant R-22 masuk ke test section, R-22 tersebut akan

menerima panas dari test section yang dialiri kalor dari pemanas elektrik hingga

mencapai temperatur saturasinya. Maka akan terjadi proses perubahan fasa liquid

ke fasa gas. Maka akan ada R-22 dalam fasa gas dan R-22 dalam fasa liquid. Oleh

karena itu bilangan Reynolds dihitung berdasarkan fasa masing-masing dari R-22

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

67

Universitas Indonesia

yaitu fasa liquid dan fasa gas. Untuk mendapatkan bilangan Reynolds R-22 pada

fasa liquid, digunakan persamaan 2.44 sebagai berikut :

ff

xGD

)1(

Re

(2.44)

Dan untuk mendapatkan bilangan Reynolds R-22 pada fasa liquid dihitung

menggunakan persamaan 2.52 sebagai berikut :

gg

GDx

Re

(2.52)

4.2.5 Menentukan Besarnya Faktor Gesekan

Besarnya faktor gesekan yang terjadi pada masing-masing fasa baik liquid

maupun gas tergantung dari kondisi aliran yang terjadi pada R-22 apakah aliran

tersebut turbulen, transisi, atau laminar. Kondisi aliran tersebut dipengaruhi oleh

besarnya bilangan Reynolds. Untuk menentukan factor gesekan pada aliran

laminar baik fasa liquid maupun gas dapat diketahui dengan menggunakan

persamaan 2.53 sebagai berikut :

Re < 2300 maka f =16 / Re (2.53)

Dan untuk aliran turbulen digunakan persamaan 2.54 sebagai berikut :

Re > 3000 maka f =0.079 Re -0.25 (2.54)

Sedangkan untuk aliran transisi dicari dengan cara interpolasi yang diberikan pada

persamaan 2.55 sebagai berikut :

2300 ≥ Re ≥ 3000 maka 0069.00037.0700

2300Re

f(2.55)

4.2.6 Menentukan Besarnya Parameter Martinelli (X)

Setelah mendapatkan faktor gesekan yang terjadi pada masing-masing fasa

baik fasa liquid maupun fasa gas maka selanjutnya mencari besarnya parameter

martinelli. Dimana bilangan martinelli ini merupakan perbandingan nilai dari

penerunan tekanan fasa liquid akibat gesekan dengan penurunan tekanan fasa gas

akibat gesekan. Dimana besarnya parameter martinelli dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 2.51 sebagai berikut :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

68

Universitas Indonesia

2

1

2

1

1

f

g

g

f

x

x

f

fX

(2.51)

Dengan mempertimbangkan kondisi aliran yang terjadi pada masing-masing fasa

apakah laminar, transisi, atau turbulen.

4.2.7 Menentukan Besarnya Faktor Pengali Gesekan Aliran Dua Fasa ( 2 )

Setelah mengetahui besarnya nilai parameter martinelli, maka selanjutnya

yaitu penentuan besarnya nilai faktor pengali aliran dua fasa yang besarnya dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan 2.49 sebagai berikut :

22 1

1XX

Cf

(2.49)

Dimana besarnya faktor pengali aliran dua fasa ini dipengaruhi oleh

kondisi aliran diman kondisi aliran ini akan mempengaruhi nilai C (parameter

Chisolm) seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.3 seperti yang terlihat di bawah

ini.

Kondisi aliransimbol

parameter

chisolm (C)Fasa liquid Fasa gas

Turbulen Turbulen tt 20

Laminar Turbulen vt 12

Turbulen Laminar tv 10

Laminar Laminar vv 5

Selain keempat kombinasi aliran yang terlihat pada tabel di atas, masih

terdapat beberapa kombinasi aliran yang dapat terjadi yang diberikan pada tabel di

bawah ini dimana dalam menentukan nilai parameter chisolm (C) digunakan

interpolasi.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

69

Universitas Indonesia

Tabel 4.4 Parameter Chisolm Pada Beberapa Kombinasi Aliran Lainnya

Kondisi aliransimbol Parameter Chisolm (C)

Liquid Gas

Turbulen Transisi ttr

1010

700

2300Re

g

Transisi Turbulen trt

128700

2300Re

f

Laminar Transisi vtr

57

700

2300Re

g

Transisi Laminar trv

55700

2300Re

f

Transisi Transisi trtr

55.7

700

2300Re5.7

700

2300Re

gf

4.2.8 Menentukan Besarnya Faktor Pengali Konveksi Aliran Dua Fasa (F)

Untuk menentukan besarnya faktor pengali konveksi aliran dua fasa F

dapat menggunakan persamaan 2.48 sebagai berikut :

444.02fF

(2.48)

Dimana besarnya nilai F dipengaruhi oleh parameter martinelli.

4.2.9 Menentukan Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fasa Liquid

Untuk menentukan besarnya nilai koefisien perpindahan kalor konveksi

pada aliran fasa liquid tergantung dari besarnya bilangan Reynolds. Jika bilangan

Reynolds fasa liquidnya di bawah 2300 (Ref < 2300 ) maka digunakan persamaan

2.14 sebagai berikut :

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

70

Universitas Indonesia

4.36(2.14)

Jika sama dengan atau lebih besar dari 3000 dan kurang dari 10000 (3000 ≤ Ref <

10000) maka digunakan persamaan 2.15 sebagai berikut :⁄. ⁄ / .(2.15)

Jika sama dengan atau lebih besar dari 10000 dan kurang dari 5 x 106 (104 ≤ Ref ≤

5 x 106 ) maka digunakan persamaan 2.20 sebagai berikut :⁄. . ⁄ / . (2.20)

4.2.10 Menentukan Besarnya Faktor Penekanan Pada Nucleat Boiling (S)

Untuk menentukan besarnya faktor penekanan chen (Chen Supression

Factor) digunakan persamaan 2.57 sebagai berikut :

17.16 Re1053.21

1

TP

S

(2.57)

4.2.11 Menentukan Besarnya Koefisien Perpindahan Kalor Pada Pool

Boiling

Untuk menentukan besarnya koefisien perpindahan kalor pool boiling pada

rezim nucleat boiling (hNCB) dapat menggunakan persamaan Cooper (1984) yaitu

dengan menggunakan persamaan 2.23 sebagai berikut :

67.05.055.012.0 ln4343.055 qMPPh rrNCB (2.23)

4.2.12 Menentukan besarnya koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R-

22 pada tiap titik pengujian

untuk mencari besarnya nilai koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa

pada R-22 di tiap lokasi pengujian disepanjang test section dengan jarak interval

0,1 m bias didapat dengan menggunakan persamaan 2.42 sebagai berikut :

FhShh fNCBTP (2.42)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

71

Universitas Indonesia

4.3 Simulasi Perhitungan Dengan Menggunakan Matlab

Untuk mengetahui besarnya nilai koefisien perpindahan kalor aliran dua

fasa R-22 dengan menggunakan program simulasi perhitungan MATLAB, maka

data yang ada pada tabel 4.1, tabel 4.2, dan tabel 4.3 digunakan sebagai data

masukan untuk mengerahui nilai perpindahan kalor tersebut. Sebelumnya data-

data tersebut harus dikonversi sebelum data-data tersebut dimasukan pada

program MATLAB diantaranya tekanan harus dirubah dari satuan Psi ke Kpa

(absolut), dan merubah satuan dari temperatur yaitu dari satuan °C ke satuan K

(Kelvin).

Setelah semua data dikonversi, kemudian data tersebut dimasukan pada

program MATLAB untuk dilakukan perhitungan.

Gambar 4.2 Screenshot perhitungan koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa

R-22 kondisi 3 menggunakan program MATLAB

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

72

Universitas Indonesia

Gambar 4.3 Hasil perhitungan pada workspace MATLAB dengan data pada

kondisi 3

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

73

Universitas Indonesia

Seperti yang ditunjukan pada gambar 4.2 dan 4.3 yang merupakan hasil

simulasi perhitungan koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 pada

program MATLAB untuk kondisi 1. Didapatkan nilai koefisien perpindahan kalor

aliran dua fasa R-22 hasil penggunaan korelasi Chen (hTPchen) dan koefisien

perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 hasil pengukuran (hTPcb). Tabel 4.5, tabel

4.6, dan tabel 4.7 memberikan hasil dari perhitungan MATLAB untuk kedua

kondisi data input yaitu :

Tabel 4.5 Koefisien perpindahan kalor dua fasa R-22 pada kondisi 1

kondisi 1Lokasi Kualitas massa uap (x) hTPcb hTPchen

Titik 1 (0,1 m) 0,072 4123,640 1710,351Titik 2 (0,2 m) 0,135 2369,004 1740,761Titik 3 (0,3 m) 0,199 2763,923 1844,918Titik 4 (0,4 m) 0,262 2461,469 1980,775Titik 5 (0,5 m) 0,326 3232,394 2038,621Titik 6 (0,6 m) 0,389 3019,690 2096,425Titik 7 (0,7 m) 0,453 3127,480 2155,949Titik 8 (0,8 m) 0,516 3201,844 2218,994Titik 9 (0,9 m) 0,580 3640,363 2287,761

Tabel 4.6 Koefisien perpindahan kalor dua fasa R-22 pada kondisi 2

kondisi 2

Lokasi Kualitas massa uap (x) hTPcb hTPchen

Titik 1 (0,1 m) 0,026 10021,270 4152,999Titik 2 (0,2 m) 0,050 7221,551 5258,712Titik 3 (0,3 m) 0,073 7653,105 5631,165Titik 4 (0,4 m) 0,097 7112,037 5920,499Titik 5 (0,5 m) 0,120 10479,411 6153,343Titik 6 (0,6 m) 0,144 10007,021 6343,772Titik 7 (0,7 m) 0,167 11689,736 6500,215Titik 8 (0,8 m) 0,191 7175,256 6628,117Titik 9 (0,9 m) 0,214 12844,404 6731,174

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

74

Universitas Indonesia

Tabel 4.7 Koefisien perpindahan kalor dua fasa R-22 pada kondisi 3

kondisi 3

Lokasi Kualitas massa uap (x) hTPcb hTPchen

Titik 1 (0,1 m) 0,066 8168,874 3929,826

Titik 2 (0,2 m) 0,130 8821,720 3562,952

Titik 3 (0,3 m) 0,195 16784,075 3642,871

Titik 4 (0,4 m) 0,259 14640,906 3714,780

Titik 5 (0,5 m) 0,323 16191,907 3783,085

Titik 6 (0,6 m) 0,387 18765,301 3850,348

Titik 7 (0,7 m) 0,452 32672,831 3918,486

Titik 8 (0,8 m) 0,516 27762,870 3989,290

Titik 9 (0,9 m) 0,580 64153,446 4064,798

4.4 Perhitungan Deviasi Standar dan Mean Deviasi

Untuk mengetahui penyimpangan / deviasi yang terjadi pada koefisien

perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 dengan menggunakan korelasi Chen,

dengan hasil pengukuran.

4.4.1 Perhitungan Mean dan Average Deviasi Koefisien Perpindahan Kalor

Dua Fasa

Perhitungan deviasi dari hasil koefisien perpindahan kalor dua fasa R-22

antara perhitungan dengan menggunakan korelasi Chen dengan hasil pengukuran,

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Deviasi %100

anTPpengukur

anTPpengukurganTPperhitun

h

hh

Selanjutnya adalah menghitung besarnya mean dan average deviation dari

koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 antara nilai pengukuran dengan

perhitungan korelasi Chen dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :

Average Deviasi (AD)9

.......... 921 DDD

8

448,558.......473,110)321,17(

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

75

Universitas Indonesia

%945,291

Mean Deviasi (MD)9

....... 921 DDD

8

448.558.......473.110321.17

%356.263

Maka didapat nilai deviasi dari setiap titik pada setiap kondisi, yaituseperti pada tabel 4.8, tabel 4.9, dan tabel 4.10 dibawah ini

Tabel 4.8 Deviasi koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 pada kondisi 1

Lokasikualitas massa uap

(x)Deviasi Chen

(%)

Titik 1 (0,1 m) 0,072 -58,523Titik 2 (0,2 m) 0,135 -26,519Titik 3 (0,3 m) 0,199 -33,250Titik 4 (0,4 m) 0,262 -19,529Titik 5 (0,5 m) 0,326 -36,932Titik 6 (0,6 m) 0,389 -30,575Titik 7 (0,7 m) 0,453 -31,064Titik 8 (0,8 m) 0,516 -30,696Titik 9 (0,9 m) 0,580 -37,156

Mean Deviation 33,805Average deviation -33,805

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

76

Universitas Indonesia

Tabel 4.9 Deviasi koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 pada kondisi 2

Lokasikualitas massa uap

(x)Deviasi Chen

(%)

Titik 1 (0,1 m) 0,026 -58,558

Titik 2 (0,2 m) 0,050 -27,180

Titik 3 (0,3 m) 0,073 -26,420

Titik 4 (0,4 m) 0,097 -16,754

Titik 5 (0,5 m) 0,120 -41,282

Titik 6 (0,6 m) 0,144 -36,607

Titik 7 (0,7 m) 0,167 -44,394

Titik 8 (0,8 m) 0,191 -7,625

Titik 9 (0,9 m) 0,214 -47,595

Mean Deviation 34,046

Average deviation -34,046

Tabel 4.10 Deviasi koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa R-22 pada kondisi3

Lokasikualitas massa uap

(x)Deviasi Chen

(%)

Titik 1 (0,1 m) 0,066 -51,893

Titik 2 (0,2 m) 0,130 -59,612

Titik 3 (0,3 m) 0,195 -78,296

Titik 4 (0,4 m) 0,259 -74,627

Titik 5 (0,5 m) 0,323 -76,636

Titik 6 (0,6 m) 0,387 -79,482

Titik 7 (0,7 m) 0,452 -88,007

Titik 8 (0,8 m) 0,516 -85,631

Titik 9 (0,9 m) 0,580 -93,664

Mean Deviation 76,427

Average deviation -76,427

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

77

Universitas Indonesia

4.5 Analisa Data

Berdasarkan hasil perhitungan data diatas maka dapat dilihat pada grafik

dibawah perbandingan besarnya koefisien perpindahan kalor hasil pengukuran

dan hasil korelasi Chen (1963) pada setiap kondisi dengan heat flux 5 kW/m2, 10

kW/m2 dan 15 kW/m2 yaitu sebagai berikut :

Gambar 4.4 Grafik hTP pengukuran dan perhitungan dengan kualitas massa uap(x) pada heat flux 5 kW/m2 dan mass flux 52,4 kg/m2s

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70

Heat Transfer W/m2.K

Kualitas massa uap (x)

HT percobaan

HT chen

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

78

Universitas Indonesia

Gambar 4.5 Grafik hTP pengukuran dan perhitungan dengan kualitas massa uap

(x) pada heat flux 10 kW/m2 dan mass flux 289 kg/m2s

Gambar 4.6 Grafik hTP pengukuran dan perhitungan dengan kualitas massa uap

(x) pada heat flux 15 kW/m2 dan mass flux 162 kg/m2s

0,000

2000,000

4000,000

6000,000

8000,000

10000,000

12000,000

14000,000

0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250

Heat Transfer W/m2.K

Kualitas Massa Uap (x)

HT percobaan

HT chen

0,000

10000,000

20000,000

30000,000

40000,000

50000,000

60000,000

70000,000

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700

Heat Transfer (w/m2.K)

Kualitas Massa Uap (x)

HT percobaan

HT chen

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

79

Universitas Indonesia

Berikut ini diberikan pula perbandingan deviasi koefisien perpindahan

kalor yang terjadi pada setiap kondisi antara hasil pengukuran terhadap hasil

perhitungan dengan korelasi Chen.

Gambar 4.7 Deviasi hTP hasil perhitungan korelasi Chen terhadap kualitas massa

uap (x) pada heat flux 5 kW/m2

Gambar 4.8 Deviasi hTP hasil perhitungan korelasi Chen terhadap kualitas massa

uap (x) pada heat flux 10 kW/m2

-70,000

-60,000

-50,000

-40,000

-30,000

-20,000

-10,000

0,000

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700

Deviasi (%)

Kualitas massa uap (x)

HT chen

-70,000

-60,000

-50,000

-40,000

-30,000

-20,000

-10,000

0,000

0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250

Deviasi (%)

Kualitas Massa Uap (x)

HT chen

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

80

Universitas Indonesia

Gambar 4.9 Deviasi hTP hasil perhitungan korelasi Chen terhadap kualitas massa

uap (x) pada heat flux 15 kW/m2

Pada gambar 4.4, gambar 4.5, dan gambar 4.6 dapat dilihat bahwa

besarnya koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa hasil perhitungan dengan

menggunakan korelasi Chen kenaikannya relatif stabil. Namun pada gambar 4.5

nilai koefisien perpindahan kalor hasil korelasi Chen mengalami penurunan pada

titik pertama, ini dikarenakan keadaan fluida pada saat masuk test section masih

dalam keadaan turbulen untuk fasa cair dan laminar untuk fasa gas. Tapi pada titik

selanjutnya fluida sudah berada dalam aliran turbulen baik untuk fasa gas maupun

fasa cair, sehingga nilai koefisien perpindahan kalornya cenderung naik dengan

stabil. Chen meggunakan faktor pengali F yang merupakan fungsi dari faktor

pengali friksi aliran dua fasa yang nilainya dipengaruhi oleh nilai bilangan

Chisolm dan nilai parameter Martinelli. Pada titik awal, karena kondisi aliran

yang terjadi adalah turbulen untuk fasa cair dan laminar untuk fasa gas maka nilai

bilangan Chisolm nya lebih kecil dibandingkan dengan nilai bilangan Chisolm

untuk titik selanjutnya yang kondisi alirannya adalah turbulen-turbulen untuk fasa

cair dan fasa gas. Untuk nilai parameter Martinelli pada kondisi pengujian 2 ini

mengalami penurunan.

Hal tersebut disebabkan karena nilia kualitas massa uap meningkat, nilai

faktor friksi fasa cair meningkat dan nilai dari faktor friksi fasa gas meningkat

sejenak dan selanjutnya menurun. Karena peningkatan nilai bilangan Chisolm dan

-100,000

-90,000

-80,000

-70,000

-60,000

-50,000

-40,000

-30,000

-20,000

-10,000

0,000

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700

Deviasi (%)

Kualitas Massa Uap (x)

HT chen

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

81

Universitas Indonesia

penurunan nilai parameter Martinelli itulah maka nilai faktor pengali F juga

meningkat dan mengakibatkan peningkatan nilai koefisien perpindahan kalor

aliran dua fasa. Sama halnya dengan korelasi Chen, Zhang et al. juga

menggunakan faktor pengali F dalam korelasinya. Hanya saja karena bentuk

fungsinya yang berbeda, sehingga nilai yang dihasilkan nya pun berbeda yaitu

lebih kecil daripada nila faktor pengali F korelasi Chen.

Pada gambar 4.7, gambar 4.8, dan gambar 4.9 memperlihatkan deviasi

yang terjadi pada koefisien perpindahan kalor dua fasa prediksi Chen terhadap

hasil perhitungan dimana deviasi terkecil terjadi pada kondisi 1 dengan heat flux 5

kW/m2 yaitu sebesar MD (mean deviation) = 33,805 % dan AD (average

deviation) = - 33,805 %. Sedangkan deviasi terbesar terjadi pada kondisi 3 dengan

heat flux 15 kW/m2 yaitu sebesar MD (mean deviation) = 76,427 % dan AD

(average deviation) = -76,427 %. Dapat dilihat pula bahwa pada daerah kualitas

massa tertentu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap koefisien

perpindahan kalor aliran dua fasa.

Selanjutnya seperti yang terlihat pada gambar 4.10 dan gambar 4.11 bahwa

besarnya koefisien perpindahan kalor dipengaruhi oleh besarnya heat flux yang

diberikan dan mass flux yang diberikan.

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

0,000 0,200 0,400 0,600 0,800

htp (kW/m2.K)

Kualitas massa uap (x)

htp pengukuran dengan variasi heat flux 5, 10 dan 15 kW/m2

HT pcb (q = 5 kW/m2)

HT pcb (q = 10 kW/m2)

HT pcb (q = 15 kW/m2)

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

82

Universitas Indonesia

Gambar 4.10 Pengaruh heat flux terhadap koefisien perpindahan kalor aliran duafasa hasil pengukuran

Gambar 4.11 Pengaruh heat flux terhadap koefisien perpindahan kalor aliran duafasa hasil korelasi Chen

Pada gambar 4.11 dan gambar 4.12, kita dapat melihat pengaruh heat flux

yang diberikan terhadap nilai koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa, dimana

semakin besar heat flux yang diberikan maka semakin besar pula nilai koefisien

perpindahan kalor aliran dua fasa nya. Selain itu, gambar-gambar diatas pula

menunjukan pengaruh dari mass flux terhadap nilai koefisien perpindahan kalor

aliran dua fasa yang terjadi, dimana semakin besar nilai mass flux maka akan

semakin besar pula nilai koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa nya.

Besarnya kualitas massa uap yang terjadi pada aliran dengan mass flux yang besar

memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap besarnya nilai koefisien

perpindahan kalor aliran dua fasa, dimana semakin besar kualitas massa uapnya

maka terjadi kenaikan yang cukup besar pada nilai koefisien perpindahan kalor

aliran dua fasa nya. Hal tersebut terjadi karena semakin besar kualitas massa uap

nya maka fluida yang dominan adalah fasa gas, sehingga kecepatan fluida tersebut

akan meningkat dan mengakibatkan pergantian dari fluida akan semakin cepat

pula. Oleh sebab itu, kalor yang dilepas oleh sumber panas akan diserap dengan

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700

htp (kW/m2.K)

Kualitas massa uap (x)

htp perhitungan korelasi Chen dengan variasi heat flux 5, 10 dan 15kW/m2

q = 5 kW/m2

q = 10 kW/m2

q = 15 kW/m2

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

83

Universitas Indonesia

cepat sehingga nilai koefisien perpindahan kalornya pun akan terjadi peningkatan

yang besar. Sedangkan untuk kondisi mass flux yang lebih kecil, pergantian fluida

yang terjadi tidak begitu cepat sehingga mengakibatkan penyerapan kalor yang

terjadi tidak sebesar kondisi mass flux yang tinggi dan peningkatan nilai koefisien

perpindahan kalornya pun relatif stabil.

Pada gambar 4.12 dapat dilihat bahwa deviasi terbesar terjadi pada nilaikoefisien perpindahan kalor dengan heat flux maksimum (q = 15 kW/m2)

Gambar 4.12 deviasi koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa hasil korelasiChen dengan pengukuran

-100

-90

-80

-70

-60

-50

-40

-30

-20

-10

0

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700

htp (kW/m2.K)

Kualitas massa uap (x)

Deviasi htp perhitungan korelasi Chen dengan variasi heat flux 5, 10dan 15 kW/m2

q = 5 kW/m2

q = 10 kW/m2

q = 15 kW/m2

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

84 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data koefisien perpindahan kalor untuk

aliran evaporasi dua fasa dengan refrigeran R-22 yang merupakan hasil simulasi

perhitungan dengan program MATLAB maka dapat ditarik suatu kesimpulan

yaitu sebagai berikut :

a) Kenaikan koefisien perpindahan kalor dua fasa refrigeran R-22 pada

heat flux yang tinggi pada daerah kualitas uap yang sama nilainya

akan lebih besar dibandingkan dengan koefisien perpindahan kalor

pada heat flux yang lebih rendah.

b) Kualitas massa uap memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada

koefisien perpindahan kalor dua fasa refrigeran R-22 pada daerah

kualitas uap yang tinggi.

c) Besarnya koefisien perpindahan kalor dua fasa refrigeran R-22

dipengaruhi oleh heat flux yang diberikan, semakin besar heat flux

yang diberikan maka nilai koefisien perpindahan kalor dua fasa

refrigeran R-22 akan semakin besar pula.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

85

Universitas Indonesia

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang mungkin akan bermanfaat untuk

pengembangan yang lebih lanjut, yaitu sebagai berikut :

a) Akan lebih baik jika alat ukur yang terdapat pada sistem memiliki

keakuratan yang bagus, dan memiliki range nilai yang sangat kecil.

Khususnya untuk pressure gauge, disarankan menggunakan pressure

transmitter agar pembacaan tekanan di titik masuk dan keluar test

section bisa lebih akurat.

b) Usahakan untuk tidak mengasumsikan bahwa tekanan di sepanjang

pipa test section adalah sama. Karena akan mempengaruhi eror data

yang didapat pada saat pengujian.

c) Akan lebih baik jika titik pengujian diperbanyak guna untuk

mendapatkan informasi yang lebih baik sehingga dapat memperkecil

kesalahan yang terjadi pada perhitungan misalnya titik tempat

pengambilan data temperatur atau tekanan.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

86 Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

A.S. Pamitran, Kwang-Il Choi, Jong-Taek Oh, Pega Hrnjak, “Characteristics of

two-phase flow pattern transitions and pressure drop of five refrigerants in

horizontal circular small tubes“, International Journal of Refrigeration,

2010;33(3);pp.578-588.

A.S. Pamitran, Kwang-Il Choi, Jong-Taek Oh, Ki-Won Park, “Two-phase Flow

Heat Transfer of Propane Vaporization in Horizontal Minichannels“, Journal of

Mechanical Science and Technology, 2009;23;pp.599-606.

Cengel, Y. A.(2003) Heat Transfer: A Practical Approach (2nd ed).United States

of America : McGraw-Hill.

Fox, Robert W., McDonald, Alan T. & Pritchard, Philip J., (2003) Introduction to

Fluid Mechanics, 6th ed., John Wiley & Sons, Inc., United States of America.

G. Collier, John dan R. Thome, John. (1994). Convective Boiling and

Condensation, 3rd Ed. United Kingdom: Oxford University Press.

Incropera, F.P., DeWitt, D.P., Bergman, T.L., Lavine, A.S. (2007). Fundamentals

of Heat and Mass Transfer,6th Ed, John Wiley & Sons, United States of America.

Kharagpur.( 2008 ). Refrigeration and Air Conditioning, Version I ME, India.

Kwang-Il Choi, A.S. Pamitran, Jong-Taek Oh, Kiyoshi Saito, “Pressure Drop and

Heat Transfer during Two-phase Flow Vaporization of Propane in Horizontal

Smooth Minichannels“, International Journal of Refrigeration,

2009;32(5);pp.837-845.

Lemmon, Eric W, Huber, Marcia L (2007). Refprop (version 8.0) [computer

software]. National Institute of Standards and Technology Gaithersburg.

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

87 Universitas Indonesia

LAMPIRAN

clear allclc

%SIMBOL%Do = diameter luar (m)%Di = diameter dalam (m)%Zsc = panjang subcooled (m)%Tin = temperatur masuk test section (K)%Tsat = temperatur saturasi (K)%Pin = tekanan masuk test section (kpa)%Psat = tekanan saturasi (kpa)%Pout = tekanan keluar (kpa)%Pcrt = tekanan critical fluid(kpa)%Tuo = temperatur atas dinding luar test section (K)%Tso = temperatur samping dinding luar test section (K)%Tbo = temperatur bawah dinding luar test section (K)%Tui = temperatur atas dinding dalam test section (K)%Tsi = temperatur samping dinding dalam test section (K)%Tbi = temperatur bawah dinding dalam test section (K)%Tmi = temperatur rata-rata dinding dalam test section (K)%xIn = kualitas massa uap masuk test section%xOut = kualitas massa uap keluar test section%xZ = kualitas massa uap pada titik Z%L = panjang pipa test section (m)%iF = entalpi fluida pada saturasi liquid (kj/kg)%iG = entalpi pada saturasi gas (kj/kg)%iFG = entalpi saturssi liquid dikurang entalpi saturasi gas(kj/kg)%iFin = entalpi fluida pada temperatur inlet dan tekananinlet(kj/kg)%iDelta = heat flux dibagi dengan laju aliran massa (kj/kg)%G = flux massa (kg/m2s)%Mr = massa molekul relatif (kg/kmol)%q = heat flux (W/m2)%h = heat transfer koefisien (W/m2.K)%Re = Bilangan reynold%K = konduktivitas termal solid(stainless steel 316) (W/m.K)%MiuF = viskositas dinamik liquid (Pa.s)%MiuG = viskositas dinamik gas (Pa.s)%Ai = Luas melintang bagian dalam test section(m2)%As = Luas selimut bagian dalam test section(m2)%z = jarak titik dari sisi masukan test section (m)%vF = volume spesifik liquid (m3/kg)%vG = volume spesifik gas(m3/kg)%W = mass flow (kg/s)%MFf = Multiplier two phase friction factor fasa liquid%MFg = Multiplier two phase friction factor fasa gas

%KONDISIfluid='R22';Pdaya=input('Daya=');Tin=input('Temperatur Masuk=');Pin=input('Tekanan Masuk=');Pout=input('Tekanan Keluar=');W=input('mass flow=');

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

88

Universitas Indonesia

Tuo=input('Temperatur Atas Luar=');Tso=input('Temperatur Samping Luar=');Tbo=input('Temperatur Bawah Luar=');Di=0.003;Do=0.005;L=1;K=13.4;Mr=86.468;Pcrt=4990;Ai=0.25*pi*Di^2;As=pi*Di*L;q=Pdaya/As;G=W/Ai;

for n=1:9;Tui(n)=Tuo(n)-(q*Di*log(Do/Di)/(2*K));Tsi(n)=Tso(n)-(q*Di*log(Do/Di)/(2*K));Tbi(n)=Tbo(n)-(q*Di*log(Do/Di)/(2*K));

Tmi(n)=(Tui(n)+2*Tsi(n)+Tbi(n))/4;Psatwall(n)=refpropm('P','T',Tmi(n),'Q',1,fluid);

end

z=0.1:0.1:0.9;Pz=1:9;for n=1:9;

Pz(n)=(z(n)*(Pout-Pin))+Pin;

Tsat(n)=refpropm('T','P',Pz(n),'Q',0,fluid);deltaPsat(n)=Psatwall(n)-Pz(n);deltaT(n)=Tmi(n)-Tsat(n);

Sigma(n)=refpropm('I','P',Pz(n),'Q',0,fluid);MiuF(n)=refpropm('V','P',Pz(n),'Q',0,fluid);MiuG(n)=refpropm('V','P',Pz(n),'Q',1,fluid);kF(n)=refpropm('L','P',Pz(n),'Q',0,fluid);Cpf(n)=refpropm('C','P',Pz(n),'Q',0,fluid);

iFttk(n)=refpropm('H','P',Pz(n),'Q', 0,fluid);iGttk(n)=refpropm('H','P',Pz(n),'Q', 1,fluid);iFGttk(n)=iGttk(n)-iFttk(n);rhof(n)=refpropm('D','P',Pz(n),'Q', 0,fluid);rhog(n)=refpropm('D','P',Pz(n),'Q', 1,fluid);

PrndltF(n)=(MiuF(n)*Cpf(n))/kF(n);

hu(n)=q/(Tui(n)-Tsat(n));hs(n)=q/(Tsi(n)-Tsat(n));hb(n)=q/(Tbi(n)-Tsat(n));

hTPcb(n)=(hu(n)+ (2*hs(n))+hb(n))/4;

hNB(n)=55*(Pz(n)/Pcrt)^0.12*(-0.4343*log(Pz(n)/Pcrt))^(-0.55)*...;

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

89

Universitas Indonesia

Mr^(-0.5)*q^0.67;

end

iFin=refpropm('H','T',Tin,'Q',0,fluid);iF=refpropm('H','P', Pin,'Q', 0,fluid);iG=refpropm('H','P', Pin,'Q', 1,fluid);iFG=iG-iF;iDelta=Pdaya/W;Zsc=L*(iF-iFin)/iDelta;xKel=(iDelta+iFin-iF)/iFG;

if xKel > 1;xOut=1

elseif xKel<0xOut=0

else xOut=xKelend

z=0.1:0.1:0.9;xZ=1:9;for n=1:9

if z(n)<Zsc;xZ(n)=-1;fprintf('Pada z= %.3f m, masih kondisi subcooled.\n',z(n))

elsexZ(n)=xOut*((z(n)-Zsc)/(L-Zsc));fprintf('Pada z= %.3f m, x= %.3f\n', z(n), xZ(n))

endReF(n)=G*Di*(1-xZ(n))/MiuF(n);ReG(n)=G*Di*xZ(n)/MiuG(n);

Miurata(n)=(xZ(n)*MiuG(n))+(1-xZ(n))*MiuF(n);

ReTP(n)=G*Di/Miurata(n);

cHi(n)=Chisolm(ReF(n),ReG(n));

fF(n)=FricF(ReF(n));fG(n)=FricF(ReG(n));

vF(n)=1/refpropm('D','P',Pz(n),'Q',0,fluid);vG(n)=1/refpropm('D','P',Pz(n),'Q',1,fluid);

xMarti(n)=((fF(n)/fG(n))*((1-xZ(n))/xZ(n))^2*(vF(n)/vG(n)))^0.5;

MFf(n)=1+(cHi(n)/xMarti(n))+(1/xMarti(n)^2);MFg(n)=1+(cHi(n)*xMarti(n))+xMarti(n)^2;

faktorF(n)=MFf(n)^0.444;S(n)=1/(1+(0.00000253*ReTP(n)^1.17));

end

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

90

Universitas Indonesia

hLo=1:9;for n=1:9

if ReF(n)<2300hLo(n)=4.36*kF(n)/Di;

elseif 3000<=ReF(n)<10000hLo(n)=((ReF(n)-

1000)*PrndltF(n)*(fF(n)/2)*(kF(n)/Di))/(1+...;(12.7*(PrndltF(n)^(2/3)-1)*(fF(n)/2)));

elseif 10000<=ReF(n)<=5000000hLo(n)=(ReF(n)*PrndltF(n)*(fF(n)/2)*(kF(n)/Di))/(1+...;(12.7*(PrndltF(n)^(2/3)-1)*(fF(n)/2)));

elseif ReF(n)>5000000hLo(n)=0.023*Ref(n)^0.8*PrndltF(n)^0.4*(kF(n)/Di);

elsehLo(n)=((ReF(n)-2300)*(((ReF(n)-

1000)*PrndltF(n)*(fF(n)/2)*(kF(n)/Di))/...;(1+(12.7*(PrndltF(n)^(2/3)-1)*(fF(n)/2)))-

(4.36*kF(n)/Di))/700);end

end

for n=1:9if faktorF(n)<1

F(n)=1;elseF(n)=faktorF(n);endhTPchen(n)=(F(n)*hLo(n))+(S(n)*hNB(n));

end

CHISOLM

function value=Chisolm(reF,reG)

if reF > 3000 && reG > 3000value=20;

elseif reF < 2300 && reG > 3000value=12;

elseif reF > 3000 && reG < 2300value=10;

elseif reF < 2300 && reG < 2300value=5;

elseif (reF > 3000) && (2300 <= reG <= 3000)value=((reG-2300)/700)*10+10;

elseif (2300 <= reF <= 3000) && (reG > 3000)value=((reF-2300)/700)*8+12;

elseif (reF < 2300) && (2300 <= reG <= 3000)value=((reG-2300)/700)*7+5;

elseif (2300 <= reF <= 3000) && (reG < 2300)value=((reF-2300)/700)*5+5;

elsevalue=(((reF-2300)/700)*7.5)+(((reG-2300)/700)*7.5)+5;end

end

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOEFISIEN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295510-S1789-Analisis koefisien... · SAMBAS PRASETYA 0806368856 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

91

Universitas Indonesia

FAKTOR FRIKSI

function value=FricF(re)% mencari nilai friction dari Reynold's number% friction(re)if re < 2300

value=16/re;elseif re > 3000

value=0.079/(re^0.25);else

value=(((re-2300)/700)*0.0037)+0.0069;end

Analisis koefisien..., Sambas Prasetya, FT UI, 2011