Uji Biokimia

55
I. PENDAHULUAN A. Judul Pengujian Sifat Biokimia B. Latar Belakang Mikrobia dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu faktor fisik, kimia, maupun biologi. Dalam mengatur dan mengendalikan mikrobia maka harus mengetahui faktor yang mempengaruhinya. Hal ini terutama faktor dari luar, atau faktor lingkungan. Faktor ini mempengaruhi mikrobia, baik fisiologi maupun morfologi. Menurut Waluyo (2007), ada beberapa mikrobia yang sanggup beradaptasi pada kondisi lingkungan yang ekstrim. Ada pula mikrobia yang tidak dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan yang ekstrim. Secara morfologis, biakan sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa. Karena itu ciri fisiologis atau biokimiawi merupakan kriteria yang amat penting di dalam identifikasi bakteri yang tidak dikenal. Tanpa hasil pengamatan fisiologis yang memadai mengenai organisme yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidaklah mungkin dilakukan. Oleh karena itu percobaan ini penting dilakukan, karena dengan melakukan uji biokimia kita dapat mengidentifikasi organisme tak dikenal dengan melihat reaksi yang ditimbulkan dari

description

laporan

Transcript of Uji Biokimia

I. PENDAHULUAN

A. Judul

Pengujian Sifat Biokimia

B. Latar Belakang

Mikrobia dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu faktor fisik, kimia, maupun biologi. Dalam mengatur dan mengendalikan mikrobia maka harus mengetahui faktor yang mempengaruhinya. Hal ini terutama faktor dari luar, atau faktor lingkungan. Faktor ini mempengaruhi mikrobia, baik fisiologi maupun morfologi. Menurut Waluyo (2007), ada beberapa mikrobia yang sanggup beradaptasi pada kondisi lingkungan yang ekstrim. Ada pula mikrobia yang tidak dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan yang ekstrim.

Secara morfologis, biakan sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa. Karena itu ciri fisiologis atau biokimiawi merupakan kriteria yang amat penting didalam identifikasi bakteri yang tidak dikenal. Tanpa hasil pengamatan fisiologis yang memadai mengenai organisme yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidaklah mungkin dilakukan. Oleh karena itu percobaan ini penting dilakukan, karena dengan melakukan uji biokimia kita dapat mengidentifikasi organisme tak dikenal dengan melihat reaksi yang ditimbulkan dari berbagai senyawa berbeda yang terdapat pada beberapa medium kultur bakteri.

Faktor luar yang dipelajari dalam percobaan ini adalah suhu, pengaruh disinfektan, pengaruh logam berat, dan pengaruh antibiotik. Suhu dipelajari karena bakteri mampu hidup pada kondisi suhu tertentu. Mikrobia memiliki batas toleransi masing-masing terhadap suhu. Efek dari suhu yang ekstrim pada mikrobia adalah enzim menjadi inaktif dan kemungkinan hal yang sama terjadi pada beberapa struktur sell lainnya. Tetapi pada kondisi optimumnya mikrobia akan memiliki produktivitas yang optimal. Ada 3 jenis mikrobia berdasarkan kisaran suhunya yaitu, psikrofilik dengan suhu minimum -5-0oC, optimum 5-15oC, dan maksimum15-20oC, mikrobia mesofilik dengan suhu minimum10-20oC, optimum 20-40oC, maksimum 40-45oC, dan mikrobia termofilik dengan suhu minimum 25-45oC, optimim 45-60oC, maksimum 60-50oC (Moat, 1979).

Mempelajari pengaruh desinfektan terhadap pertumbuhan bakteri penting karena, hampir semua senyawa kimia mampu merusak atau menghambat pertumbuhan bakteri. Hambatan yang ditimbulkan oleh desinfektan adalah menyebabkan presipitasi protein sel, koagulasi protein sel dan oksidasi senyawa-senyawa penyusun protoplasma dan beberapa zat lain. Desinfektan dapat berupa deterjen, alkali, alkohol, aldehid, asam, fenol dan kresol, klorin arsenik, sulfonamide, cat, dan iodin (Pelczar dan Chan, 1986). Mempelajari pengaruh antibiotik terhadap pertumbuhan bakteri penting karena, antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan atau dapat disebut juga suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya (Moat, 1979).

Mempelajari pengaruh logam berat terhadap pertumbuhan bakteri penting karena, logam berat mampu merusak pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik terhadap mikrobia. Logam juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia. Hal ini karena logam mempunyai daya oligodinamik. Daya ini timbul karena logam dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein esensial dalam sel. Logam berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As, Zn, dan Cu (Pelczar dan Chan, 1986).

Pada percobaan ini faktor luar berupa suhu yang digunakan untuk mempengaruhi pertumbuhan mikrobia yaitu 40C, 370C, dan 550C. Faktor luar berupa desinfektan yang digunakan untuk mempengaruhi pertumbuhan mikrobia yaitu Iod, NaClO, HNO3, dan Alkohol 60%. Faktor luar berupa antibiotik yang digunakan untuk mempengaruhi pertumbuhan mikrobia yaitu Ampicillin 10. Faktor luar berupa logam berat yang digunakan untuk mempengaruhi pertumbuhan mikrobia yaitu logam Cu dan HgCl2. Biakan bakteri yang digunakan adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus.

C. Tujuan

1. Mengetahui suhu optimum pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus

2. Mengetahui perbandingan daya tahan hidup bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus terhadap pengaruh antibiotik Ampicillin 10

3. Mengetahui perbandingan daya tahan hidup bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus terhadap pengaruh logam Cu dan HgCl2

4. Mengetahui perbandingan daya tahan hidup bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus terhadap pengaruh desinfektan Iod, NaClO, HNO3, dan Alkohol 60%.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam pertumbuhannya mikrobia membutuhkan nutrisi yang mencukupi serta kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan tersebut agar berlangsung secara optimum. Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Pengaruh faktor luar akan memberikan gambaran yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan pada akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya(Waluyo, 2007). Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi menunjukkan respon yang menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrien serta faktor lingkungan yang sesuai (Pelczar dan Chan, 1986).

Reaksi dari tiap mikroorganisme dalam menghadapi kondisi lingkungannya akan berbeda satu dengan yang lain, hal ini karena mikroorganisme mempunyai sifat dan karakter yang berbeda. Tidak semua mikroorganisme dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, untuk bertahan hidup mikroorganisme harus menyesuaikan diri dengan lingkungan. Penyesuaian diri ada yang bersifat sementara waktu saja ada juga yang bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi dan sifat-sifat fisiologi dan keturunannya (Melliawati, 2009). Kehidupan mikroorganisme pada umumnya sangat tergantung pada faktor lingkungan. Faktor lingkungan itu meliputi faktor abiotik dan faktor biotik (Natsir Djide dan Sartini. 2006).

Menurut Natsir Djide dan Sartini (2006), kehidupan mikroorganisme pada umumnya sangat tergantung pada faktor lingkungan. Faktor lingkungan itu meliputi faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik adalah faktor luar seperti suhu, pH, tekanan osmose dan lain-lain. Sedangkan faktor biotik adalah dari mikroorganisme itu sendiri.Faktor luar abiotik antara lain:

1. Cahaya

Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan bahan makanan. Jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan seperti suhu tinggi, kekeringan atau zat-zat kimia tertentu, beberapa spesies dari Bacillus yang aerob dan beberapa spesies dari Clostridium yang anaerob dapat mempertahankan diri dengan spora.

Spora tersebut dibentuk dalam sel yang disebut endospora. Endospora dibentuk oleh penggumpalan protoplasma yang sedikit sekali mengandung air. Oleh karena itu endospora lebih tahan terhadap keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan bakteri aktif. Apabila keadaan lingkungan membaik kembali, endospora dapat tumbuh menjadi satu sel bakteri biasa. Letak endospora di tengah-tengah sel bakteri atau pada salah satu ujungnya

2. Suhu

Pertumbuhan mikroba memerlukan kisaran suhu tertentu. Kisaran suhu pertumbuhan dibagi menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Pengaruh suhu pada pertumbuhan bakteri akan tampak jelas pada siklus pertumbuhannya. Terutama perpanjangan atau perpendekan fase adaptasinya tergantung pada tinggi rendahnya suhu. Suhu yang tinggi menyebabkan fase adaptasi menjadi lebih pendek sebaliknya suhu rendah akan menyebabkan fase adaptasi lebih panjang. Suhu tinggi dapat mematikan bakteri sedangkan suhu rendah bersifat menghambat pertumbuhan saja.

3. pH

Mikroba umumnya menyukai pH netral. Beberapa bakteri dapat hidup pada pH tinggi ,contohnya adalah bakteri nitrat, rhizobia, actinomycetes, dan bakteri pengguna urea. Beberapa bakteri yang hidup dalam ph asam, contohnya Lactobacilli, Acetobacter,danSarcina ventriculi. Atas dasar daerah-daerah pH bagi kehidupan mikroorganisme dibedakan menjadi 3 golongan besar yaitu:

a.Mikroorganisme yang asidofilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0

b. Mikroorganisme yang mesofilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 5,5-8,0

c.Mikroorganisme yang alkalifilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 8,4-9,5

5.Kelembaban

Tiap jenis mikrobia membutuhkan kelembaban optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Faktor kelembaban sangat memegang peranan pada pertumbuhan bakteri. Faktor kelembaban diakibatkan oleh besarnya aktivitas air karena besarnya kelembaban nilainya sama dengan 100 kali nilai aw bahan. Besarnya kelembaban atau aktivitas air dikaitkan dengan besarnya kadar air bahan.

7.Radiasi

Radiasi menyebabkan ionisasi molekul-molekul di dalam protoplasma. Cahaya umumnya dapat merusak mikroba yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis. Cahaya mempunyai pengaruh germisida, terutama cahaya bergelombang pendek dan bergelombang panjang. Apabila tingkat iradiasi yang diterima sel mikroba rendah, maka dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada mikroba.

8. Faktor kimia

Mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga lalu lintas zat-zat yang keluar masuk sel mikroorganisme menjadi kacau. Oksidasi, beberapa oksidator kuat dapat mengoksidasi unsur sel tertentu sehingga fungsi unsur terganggu. Misal, mengoksidasi suatu enzim.Terjadinya ikatan kimia, ion-ion logam tertentu dapat megikatkan diri pada beberapa enzim. Sehigga fungsi enzim terganggu.Memblokir beberapa reaksi kimia,misal preparat zulfat memblokir sintesa folic acid di dalam sel mikroorganisme. Hidrolisa, asam atau basa kuat dapat menghidrolisakan struktur sel hingga hancur. Mengubah sifat koloidal protoplasma sehingga menggumpal dan selnya mati. Faktor zat kimia yang mempengaruhi pertumbuhan:

a. Logam-logam berat

b.Klor dan senyawa klor

c.Fenol dan senyawa-senyawa sejenis

d. Zulfonomida

e. Alkohol

f.Detergen

g. Aldehit

h. Peroksida

Menurut Natsir Djide dan Sartini (2006), faktor biotik yang disebabkan oleh kegiatan pertumbuhan mikrobia dan dibedakan dalam kehidupan aksenik dan kehidupan bersama (asosiasi). Faktor tersebut antara lain :

1. Hewan aksenik

Hewan aksenik adalah hewan percobaan yang sejak lahir, bebas dari kehidupan mikrobia atau disebut mengalami kehidupan aksenik (germ free animal). Gnotobiosis adalah hewan aksenik yang telah diinfeksi oleh suatu mikrobia tertentu.

1. Sinergisme

Sinergisme adalah kehidupan bersama yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan untuk melakukan perubahan kimia tertentu dalam substrat atau medium. Sintropisme merupakan nutrisi bersama pada peruraian bahan organik tanah dan pada pembersihan air selokan.

3. Simbiose

Asosiasi antara dua atau lebih organisme dimana organisme satu mendapat keuntungan, sedangkan yang lain mendapat kerugian.

4. Antibiose

Suatu bentuk asosiasi antara mikrobia yang dapat menyebabkan salah satu pihak terbunuh, terhambat pertumbuhannya, atau mengalami gangguan yang lainnya.

5. Sintropisme

Asosiasi yang lebih kompleks, seperti biasanya yang terdiri atas berjenis- jenis mikrobia yang satu dengan yang lainnya akan saling menstimulasi kegiatan pertumbuhannya.

Menurut Irianto (2006), suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan pertumbuhan mikroorganisme. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikrobia menunjukkan pengaruh suhu terhadap enzim yang dimiliki sel bakteri atau mikrobia. Bila suhu rendah atau dibawah optimum, aktifitas enzim juga rendah, dengan demikian pertumbuhan mikrobia menjadi lambat dan metabolisme di dalam sel terhenti. Selain itu, sel bakteri dapat kehilangan air yang sangat penting untuk pertumbuhan pada suhu yang sangat rendah. Bila suhu dinaikkan sampai di atas suhu optimum, aktifitas metabolisme naik dengan cepat, tetapi pada waktu yang sama kecepatan pemecahan enzim dan protein meningkat sehingga dapat terjadi denaturasi yang dapat menyebabkan sel rusak dan mati. Berdasarkan hal di atas, maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu :

a. Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan terhenti

b. Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan optimum

c. Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya maka pertumbuhan tidak terjadi

Menurut Irianto (2006) berdasarkan kisaran suhunya, mikroba dibagi menjadi tiga kelompok:

a.Psikofilik adalah kelompok mikroba yang dapat hidup dan tumbuh pada daerah dengan suhu 00C sampai 300C dengan temperature optimumnya 150C.

b.Mesofilik adalah kelompok mikroba yang dapat tumbuh dan bertahan hidup pada keadaan dengan suhu optimum antara 250C-370C, minimum 150C, dan maksimum di sekitar 550C.

c. Termofilik adalah kelompok mikroba yang hidup pada suhu yang tinggi. Suhu optimum untuk mikroba kelompok ini adalah 550C-600C. minimum 400C, dan maksimum 750C. bakteri ini biasanya terdapat pada sumber air panas dan tempat-tempat denga keadaan suhu tinggi.

Logam juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia. Hal ini karena Ion-ion logam berat pada kadar yang sangat rendah bersifat toksik terhadap mikrobia, karena ion-ion dapat bereaksi dengan bagian-bagian penting dalam sel. Daya bunuh logam-logam berat pada kadar yang sangat rendah ini disebut daya oligodinamik, daya ini timbul karena logam dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein esensial dalam sel (Yazid dan Arifin, 2006). Zat kimia yang mengandung logam berat biasanya mempunyai daya hambat yang lebih baik terhadap pertumbuhan mikroorganime. Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au dan Pb pada kadar yang sangat rendah dapat bersifat toksik (Pelczar dan Chan, 1986).

Logam berat terbagi atas 2 kelompok yaitu logam berat yang bersifat sangatberacun (toksik) seperti: Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Cadmium (Cd) danChromium (Cr) dan logam esensial yang juga dapat menjadi racun apabiladikonsumsi secara berlebihan, antara lain: Tembaga (Cu), Besi (Fe), Zink (Zn) dan Selenium (Se). Logam berat seperti tembaga bersifat korosif dan akan berikatan dengan enzim sulfihidril. Enzim sulfhidril berperan dalam proses metabolisme mikrobia. Pengikatan gugus sulfhidril oleh tembaga akan menyebabkan enzim yang mengandung gugus sulfhidril inaktif dan proses metabolisme menjadi terganggu yang dapat menyebabkan kematian mikrobia (Pelczar dan Chan, 1986).

Menurut Fatmawati dan Yusuf (2011), HgCl2 jika teroksidasi menjadi bentuk merkurik (Hg++ ) ion merkurik ini akan berikatan dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein seluler sehingga menggangu fungsi enzim dan transport sel, dan kelarutannya dengan lemak membuat HgCl2 mudah masuk kedalam sel, dimana membran sel salah satunya terdiri dari lemak. HgCl2 terdiri dari ion Hg dan Cl, dimana Hg (raksa) dapat digunakan sebagai desinfektan karena raksa dapat bereaksi dengan gugus sulfihidril (SH) yang terdapat pada enzim tertentu di dalam sel. Bila air raksa bereaksi dengan gugus sulfihidril, enzim-enzim akan inaktif dan membuat sel akan mati. Mekanisme penghambatan enzim oleh HgCl2 adalah sebagai berikut:

SHS

Enzim + HgCl2 enzim Hg+ 2 HCl

SHS

Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba. Zona hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar oleh antibiotik. Contohnya: tetracycline, erytromycin, dan streptomycin. Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Simarmata dkk, 2014).

Desinfektan adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat atau mematikan mikroorganisme, yang digunakan pada benda mati dan dengan cepat menghasilkan efek letal yang tidak terpulihkan. Desinfektansia dapat merusak sel dengan cara koagulasi atau denaturasi protein sel atau menyebabkan sel mengalami lisis, yaitu dengan mengubah struktur membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran sel (Rahayu, 2010).

Menurut Rahayu (2010), mekanisme kerja desinfektan berdasarkan proses-prosesnya adalah:

1. Denaturasi protein mikroorganisme, yakni perubahan strukturnya sehingga sifat-sifat khasnya hilang.

2. Pengendapan protein dalam protoplasma (Zat-zat halogen, fenol, alkohol dan garam logam).

3. Oksidasi protein (oksidansia)

4. Mengganggu sistem dan proses enzim (za-zat halogen, alkohol dan garam-garam logam)

5. Modifikasi dinding sel dan / atau membrane sitoplasma (desinfektansia dengan aktivitas permukaan).

Mekanisme kerja alkohol 60% yaitu dengan cara melarutkan lipid dan mendenaturasi protein. Kemampuan melarutkan lipid dapat terjadi karena lipid memiliki gugus polar dan non polar, sedangkan alkohol merupakan pelarut polar sehingga dapat melarutkan gugus polar lipid. Lipid merupakan komponen utama pada membran sel sehingga jika lipid larut atau rusak, maka membran sel juga akan rusak, dimana akan menyebabkan kematian pada bakteri karena dengan rusaknya membran sel, maka sitoplasma tidak akan terlindungi dan mengalami kerusakan. Kerja germisida pada alkohol adalah dengan mendenaturasi protein pada membran proteinnya. Bobot molekul alkohol mempengaruhi hubungan kerja dengan germisida. Apabila bobot molekul meningkat maka kerja dari germisida juga akan meningkat (Natsir Djide dan Sartini. 2006).

Natrium hipoklorit ialah suatu senyawa kimia dengan rumus NaClO. Larutan natrium hipoklorit, umumnya dikenal sebagai pemutih atauclorox, adalah seringkali digunakan sebagai penawar infeksi (desinfektan) atau bahan pemutih. Mekanisme kerjanya menghambat oksidasi glukosa dalam sel organisme dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat. Kelebihan dari desinfektan ini adalah dapat membunuh bakteri gram positi dan bakteri gram negatif. Kelemahan dari disinfektan in adalah dapat menyebabkankorosipada pH rendah (suasana asam), meskipun sebenarnya pH rendah diperlukan untuk mencapai efektivitas optimum disinfektan ini.Senyawa ini juga cepat terinaktivasi jika terpapar senyawa organik tertentu (Natsir Djide dan Sartini. 2006).

Iodin sering digunakan untuk desinfeksi kulit dan bersifat germisida terhadap bakteri, fungi, spora, dan virus. Iodin biasa digunakan dengan melarutkannya dalam alkohol. Iodin dapat menyebabkan kulit terbakar sehingga luka-luka besar tidak menggunakan iodin. Efek germisida iodin disebabkan karena adanya reaksi dengan asam amino tiroksin yang menghalangi fungsi normal enzim yang mengandung tiroksin (Waluyo, 2007).

Mekanisme kerja HNO3 yaitu dengan cara menyebabkan lisis pada sel karena senyawa kimia ini bereaksi dengan bagian-bagian intraseluler sel sehingga dapat mendenaturasi protein dan sel. HNO3 merupakan pengoksidasi kuat yang bersifat stabil, bereaksi dengan hampir semua logam dan memiliki sifat korosif. Karena HNO3 merupakan asam kuat, ada beberapa jenis mikrobia yang tidak tahan terhadap kondisi asam tersebut (Waluyo, 2007).

Antibiotik adalah senyawa yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Craig, 1998). Berdasarkan sifatnya antibiotik dapat digolongkan menjadi dua, yaitu antibiotik yang bersifat bakterisidal dan bakteriostatik. Antibiotik yang bersifat bakterisidal yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri yaitu membunuh bakteri target. Sedangkan antibiotik yang bersifat bakteriostatik yaitu antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri (Jawetz, 2005).

Menurut Rahardja (2008), secara umum antibiotika terbagi atas::

1. Penisilin

Penisilin-G dan turunannya bersifat bakterisid terhadap terutama kuman Gram-positif (khususnya Cocci) dan hanya beberapa kuman Gram-negatif. Contohnya : Benzilpenisilin, Fenoksimetilpenisilin Kloksasilin, Asam Klavulanat, Ampicilin.

2. Sefalosporin

Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak kuman Gram-positif dan Gram-negatif termasukEscherichia coli. Berkhasiat bakterisid dalam fase pembunuhan kuman, berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. Contohnya : Sefaleksin, Sefamandol, Sefouroksin, Sefotaksim, Seftazidim, Aztreonam.

3.Aminoglikosida

Aktivitasnya bakterisid, berdasarkan dayanya untuk mempenetrasi dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesa proteinnya dikacaukan. Efek ini tidak saja terjadi pada fase pertumbuhan juga bila kuman tidak membelah diri. Contohnya : Streptomisin, Gentamisin, Amiksin, Neomisin Paromomisin.

4. Tetrasiklin

Mekanisme kerja berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spectrum kerjanya luas dan meliputi banyak cocci Gram-positif dan Gram-negatif serta kebanyakan bacilli, kecuali pseudomonas dan proteus. Contohnya : Tetrasiklin, Doksisiklin,

5. Makrolida dan linkomisin

Eritromisin bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri Gram-positif, dan spectrum kerjanya mirip penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversible pada ribosom kuman, sehingga sintesis proteinnya dirintangi. Contohnya : Eritromisin, Azitromisin, Spiramisin, Linkomisin.

6. Polipeptida

Khasiatnya adalah bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya dan kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga permeabilitas sel meningkat dan akhirnya sel meletus. Contohnya : Polimiksin B, Basitrasin, Gramsidin.

7. Antibiotika lainnya

Khasiatnya bersifat bakteriostatis terhadapenterobacterdanStaphylococcus aureusberdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya : Kloramfenikol, Vankomisin, Asam fusidat, Mupirosin, Spektinomisin.

Menurut Jawetz (2005), berdasarkan sasaran tindakan antibiotik terhadap mikroba maka antibiotik dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu

1. Antibiotik penghambat sintesis dinding sel mikroba

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin, dan vankomisin.

2. Antibiotik penghambat sintesis protein sel mikroba

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasilin.

3. Antibiotik penghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan kuinolon.

4. Antibiotik pengganggu fungsi membran sel mikroba

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan polien.

5. Antibiotik penghambat metabolisme mikroba

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprin dan asam p-amino salisilat

Menurut Siswandono dan Soekarjo (2000), ampicilin berupa serbuk hablur, putih dan tak berbau. Dalam air kelarutannya 1 g/ml, dalam etanol absolut 1 g/250ml dan tidak larut dalam eter maupun kloroform. Ampicilin merupakan derivat penisilin yang merupakan kelompok antibiotik laktam yang memiliki spektrum antimikroba yang luas. Ampicilin dapat menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara mengikat enzim melalui ikatan kovalen sehingga mencegah pembentukan dinding sel bakteri.

Ampicillin mampu menempel dan penetrasi pada bakteri gram-positif dan beberapa bakteri gram-negatif. Hal ini dipengaruhi dari gugus aminonya. Gugus amino membantu penetrasi ke dalam membran bakteri. Gugus amino ini akan menghambat sintesis peptidoglikan pada dinding sel dan akhirnya menyebabkan lisis sel. Mekanisme kerja dari Ampicilin sama seperti pada Amoxicilin yaitu menghambat sintesis dinding sel sehingga dinding sel bakteri menjadi rapuh dan lisis (Rahardja,2008).

Menurut Waluyo (200), Metode difusi (pembesaran) terdiri dari :

a.Kirby-Baver

Menggunakan paper disk yang mengandung antibiotik buatan pabrikan ditempelkan pada permukaan kultur media padat. Indikator sensitivitas = pembentukan zona jernih disekitar paper disk.

b. Pour-plate

Menggunakan paper disk dengan kandungan antibiotik yang dibuat sendiri. Cara uji sama dengan Kirby-Baver.

c. Sumuran

Dengan membuat lubang kecil pada kultur mikrobia kemudian mengisinya dengan antibiotik uji.

Staphylococcus aureus adalah jenis bakteri gram-positif, non motil, berbentuk kokus yang anaerob-fakultatif dan tidak membentuk spora. Staphylococcus aureus memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 370C, dengan suhu minimum 70C dan suhu maksimum 480C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0-7,5 (Waluyo, 2007).

Menurut Pelczar dan Chan (1986), mempunyai struktur dinding sel yang tebal yaitu 15-80 nm dan berlapis tunggal (mono), sedangkan kandungan lipidnya rendah yaitu 1-4%. Lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram positif ada sebagai lapisan tunggal dengan jumlah lebih dari 50% berat kering.Staphylococcus aureus memiliki kisaran nilai pH untuk pembentukan enterotoksin lebih sempit dan toksin yang akan diproduksi lebih sedikit pada pH di bawah 6,0. Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus akan tetap terjadi pada nilai aw 0,83, tetapi pembentukan toksinnya tidak terjadi pada nilai di bawah 0,86.

Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif terlihat sebagai bentuk tunggal, ganda dan kadang-kadang dalam rantai pendek dan lebih resisten terhadap disinfektan. Pseudomonas aeruginosa. Pseudomonas aeruginosadapat tumbuh baik pada suhu 37-420C. Pertumbuhannya pada suhu42oC membantu membedakannya dari spesiesPseudomonaslain dalam kelompok flouresen.Pseudomonas mampu membentuk pigmen pada suhu 20-42C pada media padat.Bakteri Pseudomonas aeruginosa oksidase positif, nonfermenter, tetapi banyak starin mengoksidasi glukosa (Irianto, 2006).

Pseudomonas aeruginosa multiresisten dikenal karena kemampuannya bertahan terhadap beberapa jenis antibiotika. Oleh karena itu P. aeruginosa dipandang sebagai patogen yang berbahaya dan mematikan. Bakteri tersebut secara alami resisten terhadap berbagai jenis antibiotika karena memiliki membran luar yang membatasi pemasukan antibiotika ke dalam membran sitoplasma, karena antibiotik harus berdifusi terlebih dahulu melalui pori-pori yang terdapat pada membran luar (Irianto, 2006).

III. METODE PERCOBAAN

1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan bakteri adalah bunsen, korek, cawan petri, inkubator, kapas, kulkas, laminair air flow, gelas beker, label, erlenmeyer, mikropipet, oven, perforator ukuran 3 dan 4, pinset, mikrotip, karet gelang, kertas payung, dan trigalski.

Bahan yang digunakan pada praktikum pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan bakteri adalah nutrien agar, akuades, alkohol 60%, antibiotik ampicillin 10, biakan bakteri Staphylococcus aureus, biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa, betadine (Iod), logam Cu, larutan HgCl2, larutan HNO3, nutrien agar, dan proklin (NaClO).

1. Cara Kerja

1. Uji pengaruh suhu terhadap perkembangan bakteri

Biakan bakteri Staphylococcus aureus dan biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa masing-masing diambil sebanyak 100 mikroliter dan diisolasi ke enam cawan petri yang berisi nutrien agar secara spread plate. Cawan petri yang berisi biakan Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus sebanyak 2 cawan masing-masing dimasukkan selama 48 jam ke dalam kulkas dengan suhu 4oC, inkubator dengan suhu 37oC pada cawan petri kedua, dan oven dengan suhu 55oC. Setelah 48 jam, biakan pada cawan petri yang ada di kulkas, inkubator, dan oven dikeluarkan dan diamati pertumbuhan bakteri yang ada.

1. Uji pengaruh logam terhadap perkembangan bakteri

Biakan bakteri Staphylococcus aureus dan biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa masing-masing diambil sebanyak 100 mikroliter dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi nutrien agar, kemudian diratakan dengan menggunakan metode spread plate. Logam Cu diletakkan ke dalam cawan petri, kemudian pada bagian lain dibuat sumuran dengan perforator nomor 4 lalu diisi HgCl2 menggunakan mikropipet. Tiap cawan petri yang ditambahkan logam diinkubasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, bakteri yang tumbuh pada tiap cawan petri diamati dan diameter zona hambat yang muncul diukur.

1. Uji pengaruh desinfektan terhadap perkembangan bakteri

Biakan bakteri Staphylococcus aureus dan biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa diambil sebanyak 100 mikroliter dan dimasukkan pada cawan petri, kemudian diisolasi secara spread plate diambil 2 cawan masing-masing. Pada nutrien agar masing-masing cawan petri 4 buah sumuran dibuat dengan perforator nomor 3. Sumuran pertama diberi alkohol 60% sebanyak 50 mikroliter, sumuran kedua diberi betadin (iod) sebanyak 1 tetes, sumuran ketiga diberi proklin (NaClO) sebanyak 50 mikroliter, dan sumuran keempat diberi larutan HNO3 sebanyak 50 mikroliter. Tiap cawan petri diinkubasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, bakteri yang tumbuh pada tiap cawan petri diamati dan diameter zona hambat yang muncul diukur.

1. Uji pengaruh antibiotik terhadap perkembangan bakteri

Biakan bakteri Staphylococcus aureus dan biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa diambil sebanyak 100 mikroliter dan dimasukkan pada cawan petri, kemudian diisolasi secara spread plate diambil 2 cawan masing-masing. Cakram antibiotik ampicillin 10 diambil menggunakan pinset dan diletakkan ditengah cawan petri.Tiap cawan petri diinkubasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, bakteri yang tumbuh pada tiap cawan petri diamati dan diameter zona hambat yang muncul diukur.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu untuk pertumbuhan mikrobia dibedakan menjadi suhu maksimum, minimum, dan optimum. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikrobia menunjukkan pengaruh suhu terhadap enzim yang dimiliki sel bakteri atau mikrobia. Bila suhu rendah atau dibawah optimum, aktifitas enzim juga rendah, dengan demikian pertumbuhan mikrobia menjadi lambat dan metabolisme di dalam sel terhenti. Selain itu, sel bakteri dapat kehilangan air yang sangat penting untuk pertumbuhan pada suhu yang sangat rendah. Bila suhu dinaikkan sampai di atas suhu optimum, aktifitas metabolisme naik dengan cepat, tetapi pada waktu yang sama kecepatan pemecahan enzim dan protein meningkat sehingga dapat terjadi denaturasi yang dapat menyebabkan sel rusak dan mati.

Pada percobaan faktor luar pengaruh suhu, suhu yang digunakan untuk menguji daya tahan hidup bakteri adalah 4oC, 37oC, dan 55oC. Suhu 4oC didapat dengan menggunakan kulkas, suhu 37oC didapat dengan menggunakan inkubator, sedangkan suhu 55oC didapat dengan menggunakan oven. Percobaan pengaruh luar suhu bertujuan untuk mengetahui pada suhu berapa bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat tumbuh optimal. Hasil pengaruh faktor suhu terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengamatan uji pengaruh suhu

Suhu

Bakteri

Kelompok

4 C

PA

-

SA

-

37 C

PA

++

SA

+++

55 C

PA

-

SA

-

Keterangan

- : tidak ada

+: sedikit lebat

++: cukup lebat

+++: sangat lebat

Berdasarkan hasil pengamatan uji pengaruh suhu, diperoleh bahwa bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh cukup lebat pada suhu 370C, sedangkan bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat tumbuh sangat lebat pada suhu 370C. Pada suhu 40C dan 550C bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Pseudomonas aeruginosa tidak dapat tumbuh. Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa optimal pada suhu 37oC karena kedua bakteri tersebut dapat tumbuh dalam jumlah banyak pada suhu tersebut berdasarkan hasil percobaan. Maka, kedua jenis bakteri tersebut termasuk jenis mikrobia psikofil.

Berdasarkan hasil pengamatan uji pengaruh suhu. Uji pengaruh suhu telah sesuai dengan teori menurut Waluyo (2007), suhu optimum pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah 37 oC, sedangkan S. aureus memiliki suhu minimum 70C dan suhu maksimum 480C sehingga pada suhu 55oC dan 40C bakteri S. aureus . Uji pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri P. Aeruginosa telah sesuai dengan teori menurut Irianto (2006), bahwa suhu optimum bakteri P. Aeruginosa adalah 370C, sedangkan P. Aeruginosa memiliki suhu minimum suhu minimum 90C dan suhu maksimum 460C.

Desinfektan merupakan suatu zat kimia yang dapat digunakan untuk menghambat atau membunuh bakteri. Konsentrasi desinfektan, lama kontak, dan jenis desinfektan akan mempengaruhi zona hambat (zona jernih) yaitu suatu zona yang tidak dapat ditumbuhi mikroorganisme. Pada Percobaan ini digunakan 4 jenis desinfektan yang berbeda yaitu alkohol 60%, betadine (Iod), proklin (NaClO), dan HNO3.

Antibiotik merupakan suatu yang memiliki efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organism. Pada percobaan ini, antibiotik yang digunakan adalah ampicilin 10. Logam berat memiliki daya oligodinamik yang dapat membunuh mikrobia. Pada percobaan ini, logam yang digunakan adalah logam Cu dan HgCl2. Hasil pengaruh faktor desinfektan, antibiotik, dan logam berat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengamatan uji pengaruh desinfektan, antibiotik, dan logam berat

Faktor luar

Bakteri

d1 (cm)

d2 (cm)

Luas ZH (cm2)

% ZH

Ampicilin

P.aeruginosa

0,725

0,6

0,130

0,204

S. auerus

1,9

0,6

2,551

4,012

Logam Cu

P.aeruginosa

-

-

-

-

S. auerus

3,5

2,3

5,464

8,593

HgCl2

P.aeruginosa

1,15

0,7

0,653

1,027

S. auerus

2,65

0,7

5,219

8,067

Proclin

P.aeruginosa

4

0,6

12,277

19,308

S. auerus

3,75

0,6

10,756

16,917

Iod (betadine)

P.aeruginosa

3,2

0,6

7,756

12,198

S. auerus

3,05

0,6

7,021

11,04

HNO3

P.aeruginosa

4,2

0,6

13,565

21,333

S. auerus

3,6

0,6

9,89

15,556

Alkohol

P.aeruginosa

-

-

-

-

S. auerus

-

-

-

-

. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh bahwa zona hambat yang terbentuk pada pengaruh ampicillin adalah 0,204% terhadap pertumbuhan P.aeruginosa dan 4,012 % terhadap pertumbuhan S. Auerus. Data % zona hambat tersebut menunjukkan bahwa % zona hambat pertumbuhan bakteri S. Auerus lebih besar dibandingkan dengan % zona hambat pertumbuhan P.aeruginosa yang berarti ampicillin 10 bekerja lebih efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri S. Auerus daripada P.aeruginosa dan bakteri P.aeruginosa lebih resisten terhadap ampicillin daripada bakteri S. Auerus.

Hasil tersebut telah sesuai dengan teori menurut Irianto (2006), bahwa bakteri gram negatif umumnya lebih resisten terhadap antibiotik dibandingkan dengan bakteri gram positif. P.aeruginosa memiliki kemampuan multiresisten terhadap beberapa jenis antibiotik, hal ini dikarenakan membran bagian luarnya membatasi masuknya antibiotik ke dalam membran sitoplasma, karena antibiotik harus berdifusi terbih dahulu melalui pori-pori yang terdapat pada membran luar.

Ampicilin dapat menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara mengikat enzim melalui ikatan kovalen sehingga mencegah pembentukan dinding sel bakteri. Pada tingkat molekul, mekanisme kerjanya ditunjukkan oleh serangan mukelofil dari gugus hidroksil serin enzim transpeptidase pada karbonil karbon cincin -laktam yang bermuatan positif, sehingga terjadi hambatan biosintesis peptidoglikan. Akibatnya dinding sel menjadi lemah dan karena adanya tekanan turgor dari dalam, dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri mati. Ampicilin termasuk Antibiotik spektrum diperluas (extended spectrum) yaitu antibiotik yang efektif untuk bakteri gram positif, namun juga efektif terhadap beberapa bakteri gram negatif. Berdasarkan hasil percobaan pengaruh antibiotik, bahwa ampicilin ampuh menghambat pertumbuhan bakteri S. Auerus , sedangkan tidak efektif menghambat pertumbuhan bakteri P.aeruginosa.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh bahwa zona hambat yang terbentuk pada pengaruh logam Cu adalah 0% terhadap pertumbuhan P.aeruginosa dan 8,593% terhadap pertumbuhan S. Auerus, sedangkan % zona hambat pengaruh logam HgCl2 adalah 1,027% terhadap pertumbuhan P.aeruginosa dan 8,067% terhadap pertumbuhan S. Auerus. Data % zona hambat tersebut menunjukkan bahwa logam HgCl2 bekerja lebih efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri dibandingkan dengan logam Cu dan bakteri P.aeruginosa memiliki daya tahan hidup lebih rentan terhadap kedua jenis logam tersebut daripada bakteri S. Auerus.

Mekanisme kerja logam Cu sebagai penghambat pertumbuhan bakteri yaitu Logam berat seperti tembaga bersifat korosif dan akan berikatan dengan enzim sulfihidril. Enzim sulfhidril berperan dalam proses metabolisme mikrobia. Pengikatan gugus sulfhidril oleh tembaga akan menyebabkan enzim yang mengandung gugus sulfhidril inaktif dan proses metabolisme menjadi terganggu yang dapat menyebabkan kematian mikrobia.

Mekanisme kerja logam HgCl2 sebagai penghambat pertumbuhan bakteri yaitu HgCl2 terdiri dari ion Hg dan Cl, dimana Hg (raksa) dapat bereaksi dengan gugus sulfihidril (SH) yang terdapat pada enzim tertentu di dalam sel. Bila air raksa bereaksi dengan gugus sulfihidril, enzim-enzim akan inaktif dan membuat sel akan mati atau pertumbuhan pada bakteri menjadi terhambat. Mekanisme penghambatan enzim oleh HgCl2 adalah sebagai berikut:

SHS

Enzim + HgCl2 enzim Hg+ 2 HCl

SHS

Gambar 1. Reaksi penghambatan enzim HgCl2 (Fatmawati dan Yusuf,2011).

Hasil tersebut telah sesuai dengan teori, bakteri S. Auerus memiliki daya tahan hidup lebih kuat terhadap logam daripada bakteri P.aeruginosa. Hal ini dikarenakan bakteri S. Auerus merupakan bakteri gram positif memiliki dinding sel lebih tebal daripada P.aeruginosa yang memiliki dinding sel lebih tipis sebagaimana bakteri gram negatif lainnya. Logam HgCl2 memiliki daya hambat yang lebih tinggi dibandingkan logam Cu karena logam Hg sangat bersifat toksik dibandingkan logam Cu sehingga memang seharusnya HgCl2 memiliki daya hambat yang lebih tinggi dibandingkan logam Cu.

Berdasarkan hasil % zona hambat pengaruh desinfektan terhadap pertumbuhan bakteri, dapat dilihat bahwa zona hambat pengaruh proklin adalah 19,308% terhadap pertumbuhan P.aeruginosa dan 16,917% terhadap pertumbuhan S. Auerus, % zona hambat pengaruh HNO3 adalah 21,333% terhadap pertumbuhan P.aeruginosa dan 15,556% terhadap pertumbuhan S. Auerus, % zona hambat pengaruh Iod adalah 12,198% terhadap pertumbuhan P.aeruginosa dan 11,04% terhadap pertumbuhan S. Auerus, sedangkan %zona hambat pengaruh alkohol 60% adalah 0% terhadap pertumbuhan P.aeruginosa dan 0% terhadap pertumbuhan S. Auerus.

Data % zona hambat tersebut menunjukkan bahwa desinfektan yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri S. Auerus paling efektif adalah proklin, sedangkan desinfektan yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri P.aeruginosa paling efektif adalah HNO3. Desinfektan yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan P.aeruginosa paling tidak efektif dan S. Auerus adalah alkohol 60%. Bakteri S. Auerus memiliki daya tahan hidup lebih rentan terhadap desinfektan daripada bakteri P.aeruginosa. Alkohol 60% tidak dapat menghambat pertumbuhan P.aeruginosa dan S. Auerus.

Mekanisme kerja alkohol sebagai desinfektan yaitu dengan cara melarutkan lipid dan mendenaturasi protein, tetapi alkohol tidak dapat menghambat pertumbuhan P.aeruginosa dan S. Auerus karena tidak melarutkan lipid dan mendenaturasi protein. Mekanisme kerja HNO3 sebagai desinfektan yaitu dengan cara menyebabkan lisis pada sel karena senyawa kimia ini bereaksi dengan bagian-bagian intraseluler sel sehingga dapat mendenaturasi protein, sehingga HNO3 paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri P.aeruginosa.

Iod merupakan unsur kimia golongan VIIa dalam konfigurasi elektron, sehingga iod memiliki efek membunuh lewat dinding selnya. Efek germisida iodium disebabkan karena reaksinya dengan asam amino tiroksin yang menghalangi fungsi normal enzim yang mengandung tiroksin. Mekanisme kerja proklin sebagai desinfektan yaitu dengan cara membunuh bakteri melalui dinding sel. Proklin mengandung hipoklorin yang jika terkena air akan mengeluarkan klorin yang merupakan unsur kimia golongan VIIa. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh bahwa bakteri P.aeruginosa memiliki daya tahan hidup lebih rentan terhadap desinfektan daripada S. Auerus, hal ini dikarenakan P.aeruginosa memiliki dinding sel lebih tipis sebagaimana struktur dinding sel dari bakteri gram negatif daripada S. Auerus yang merupakan bakteri gram positif, dimana dinding selnya lebih tebal.

Proklin merupakan pengaruh faktor luar yang memiliki daya hambat yang paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri P.aeruginosa dan S. Auerus dibandingkan dengan faktor luar lain. Proklin termasuk larutan natrium hipoklorit yang mempunyai mekanisme kerja menghambat oksidasi glukosa dalam sel organisme dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat, sehingga mikrobia akan mati karena tidak ada energi untuk melakukan metabolisme. Proklin memiliki kemampuan untuk membunuh bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.

Pada percobaan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan bakteri, terdapat beberapa alat yang digunakan antara lain trigalski, perforator, kulkas, inkubator, dan oven. Trigalski berfungsi untuk meratakan biakan murni bakteri yang telah diisolasi dalam medium nutrien agar dalam petridish dengan cara spread plate sehingga pertumbuhan bakteri dapat merata di seluruh bagian medium dan hasil pengamatan zona hambat diperoleh dengan akurat. Perforator digunakan untuk membuat sumuran berbentuk lubang lingkaran kecil, dimana sumuran tersebut akan diisi oleh larutan dalam jumlah kecil yang akan diuji pengaruhnya terhadap pertumbuhan bakteri. Pada percobaan ini, sumuran ini akan diisi oleh proklin, HNO3, Iod, dan alkohol 60% sebagai desinfektan. Kulkas, inkubator, dan oven berfungsi untuk memberikan tiga jenis pengaruh suhu yang berbeda terhadap pertumbuhan bakteri. Inkubator juga berfungsi untuk inkubasi bakteri yang telah diisolasi pada suhu 37oC selama 48 jam yang dilakukan sebelum pengamatan agar diperoleh pertumbuhan bakteri yang optimal.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan bakteri P.aeruginosa dan S. Auerus dapat disimpulkan bahwa suhu optimum bakteri P.aeruginosa dan S. Auerus adalah 370C. Bakteri S. Auerus memiliki daya tahan hidup rentan dibandingkan dengan P.aeruginosa yang lebih resisten terhadap pengaruh antibiotik ampicillin 10. Bakteri P.aeruginosa memiliki daya tahan hidup rentan dibandingkan dengan S. Auerus terhadap pengaruh logam Cu dan HgCl2. Bakteri S. Auerus memiliki daya tahan hidup rentan dibandingkan dengan P.aeruginosa terhadap pengaruh desinfektan.

DAFTAR PUSTAKA

Craig, W.A. 1998. Choosing An Antibiotic On The Basis of Pharmacodynamics. Ear NoseThroat J, New England.

Fatimawali, F., Badaruddin, F., dan Yusuf, I. 2011. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Resisten Merkuri dari Muara Sungai Sario yang Dapat Digunakan Untuk Detoksifikasi Limbah Merkuri.Jurnal Ilmiah Sains11(2):282-288.

Irianto, K. 2006.Mikrobiologi. Yrama Widya, Bandung.

Jawetz, Melnick, Adelbergs. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika, Jakarta.

Melliawati, R. 2009. Escherichia coli dalam Kehidupan Manusia. BioTrends 4 (1): 10-14.

Moat, A.G. 1979.Microbial Physiology. John Wiley dan Sons, Inc, Canada.

Natsir Djide dan Sartini. 2006.Mikrobiologi farmasi Dasar. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta.

Rahayu, I. D. 2010. The sensitivity of Staphylococcus aureus as Mastitis Pathogen Bacteria Into Teat Dipping Antiseptic in Dairy Cows.Jurnal Protein 14(1):11-18

Simarmata, R., Lekatompessy, S., dan Sukiman, H. 2014. Isolasi Mikroba Endofitik dari Tanaman Obat Sambung Nyawa Gynura Procumbens) dan Analisis Potensinya sebagai Antimikroba.Journal of Biological Researches 13(1):20-29

Siswandono dan Soekardjo. 2000. Kimia Medisinal 2. Airlangga University Press, Surabaya.

Tjay, Tann Hoan., Rahardja, Kirana. 2008. Obat-Obat Penting. Penerbit Elexmedia Komputindo, Jakarta

Waluyo, L. 2007.Mikrobiologi Umum. UMM Press, Malang.

Yazid, M., & Arifin, Z. 2006. Isolasi dan Identifikasi Bakteria Untuk Remediasi Radionuklida Uranium di dalam Lingkungan.Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. Batan Yogyakarta 9(11):41-47.

LAMPIRAN

A. Perhitungan

Antibiotik SA

d1 = 1,9 cm

d2 = 0,6 cm

cm2

%

Antibiotik PA

d1 = 0,725 cm

d2 = 0,6 cm

cm2

%

HgCl SA

d1 = 2,65 cm

d2 = 0,7 cm

cm2

%

HgCl PA

d1 = 1,15 cm

d2 = 0,7 cm

cm2

%

Logam Cu SA

d1 = 3,5 cm

d2 = 2,3 cm

cm2

%

Iod (Betadine) SA

d1 = 3,05 cm

d2 = 0,6 cm

cm2

%

Iod (Betadine) PA

d1 = 3,2 cm

d2 = 0,6 cm

cm2

%

HNO3 SA

d1 = 3,6 cm

d2 = 0,6 cm

cm2

%

HNO3 PA

d1 = 4,2 cm

d2 = 0,6 cm

cm2

%

Proklin SA

d1 = 3,75 cm

d2 = 0,6 cm

cm2

%

Proklin PA

d1 = 4 cm

d2 = 0,6 cm

cm2

%

B. Gambar

Gambar 1. Logam Pseudomonas aeruginosa (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 2. Logam Staphylococcus aureus (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 3. Pseudomonas aeruginosa Suhu 55oC (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 4. Staphylococcus aureus Suhu 55oC (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 5. Pseudomonas aeruginosa Suhu 37oC (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 6. Staphylococcus aureus Suhu 37oC (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 7. Pseudomonas aeruginosa Suhu 4oC (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 8. Staphylococcus aureus Suhu 4oC (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 9. Antibiotik Staphylococcus aureus (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 10. Antibiotik Pseudomonas aeruginosa (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 11. Desinfektan Staphylococcus aureus (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)

Gambar 12. Desinfektan Pseudomonas aeruginosa (Dokumentasi Pribadi Praktikum Mikrobiologi, 2015)