Translate Anestesi

25
BAGIAN ANESTESIOLOGI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN TEXTBOOK READING UNIVERSITAS HASANUDDIN JUNI 2012 HOW TO IMPROVE OXYGENATION BEFORE INTUBATION IN PATIENT WITH RISK (Jung B, Azueloz I, Jaber S. How to improve oxygenation before intubation in patient with risk. Vincent JL. In : Annual update in intensive care and emergency medicine 2012. Brussels : Springer, 2012 ; 228-37) OLEH : Vandi Dwi Putra A. C 111 07 209 PEMBIMBING : dr. Kartika Handayani SUPERVISOR :

Transcript of Translate Anestesi

Page 1: Translate Anestesi

BAGIAN ANESTESIOLOGI, PERAWATAN INTENSIF

DAN MANAJEMEN NYERI

FAKULTAS KEDOKTERAN TEXTBOOK READING

UNIVERSITAS HASANUDDIN JUNI 2012

HOW TO IMPROVE OXYGENATION BEFORE INTUBATION IN

PATIENT WITH RISK

(Jung B, Azueloz I, Jaber S. How to improve oxygenation before intubation in patient

with risk. Vincent JL. In : Annual update in intensive care and emergency medicine

2012. Brussels : Springer, 2012 ; 228-37)

OLEH :

Vandi Dwi Putra A.

C 111 07 209

PEMBIMBING :

dr. Kartika Handayani

SUPERVISOR :

dr. Fransiscus J. Manibuy, Sp.An. KIC.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ANESTESIOLOGI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 2: Translate Anestesi

Bagaimana Cara Meningkatkan Oksigenasi sebelum

Melakukan Intubasi pada Pasien-pasien yang Beresiko

Pendahuluan

Penanganan airway adalah satu dari beberapa prosedur yang biasanya dilakukan di

ruangan operasi (OR), intensive care units (ICU), dan unit gawat darurat (IGD).

Hipoksemia dan kolaps kardiovaskuler merupakan pertanda awal dan paling sering

menyebabkan komplikasi yang dapat membahayakan kehidupan akibat sulitnya akses

airway baik pada intubasi yang direncanakan maupun intubasi saat keadaan

emergency pada pasien dengan penyakit yang kritis. Untuk mencegah dan

menghalangi kejadian hipoksemia setelah intubasi, beberapa teknik pre-oksigenasi

telah diusulkan. Meskipun demikian, teknik ini, biasanya megkokombinasikan

maneuver pernafasan dengan inspirasi fraksi oksigen (FiO2) tinggi, mungkin saja

berkaitan dengan efek yang buruk dan mengakibatkan komplikasi atelektasis setelah

intubasi. Beberapa hal tersebut dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien

dan memakan banyak waktu dalam praktek sehari-hari. Tujuan objektif dari ulasan

ini adalah untuk mendeskripsikan secara rasional optimalisasi pre-oksigenasi dan

manuver-manuver yang berkaitan, untuk mendiskusikan bukti adanya manuver-

manuver ini dan pada akhirnya algoritma yang diusulkan bisa digunakan pada

penanganan airway yang aman pada pasien dengan mempertimbangkan resiko

komplikasi yang mengancam hidup.

Pre-oksigenasi: Apa yang menjadi dasar pemikirannya?

Oksigenasi Seluler

Tujuan dari pre-oksigenasi adalah ujung-ujungnya untuk mencegah dan

meminimalkan terjadinya hipoksia selama proses intubasi dengan meningkatkan

penyimpanan oksigen. Oksigenasi seluler tergantung secara langsung pada transpor

Page 3: Translate Anestesi

oksigen (DO2) melalui arteri hingga ke sel-sel dan dikalkulasikan sebagai berikut

(Eq1) :

DO2 = 10 x CO x 1,33 x [Hb] x SaO2 + (0,003 x PaO2)

Dimana DO2 dalam ml O2/menit, CO adalah cardiac output dalam l/menit, [Hb]

adalah konsentrasi hemoglobin plasma dalam g/l, SaO2 adalah persentase saturasi

oksigen arterial dan PaO2 adalah tekanan arteri parsial O2 dalam mmHg.

Meskipun transfusi berbagai komponen darah dan obat dapat meningkatkan

cardiac output sehingga dapat pula meningkatkan DO2 pada sel, namun terapi ini

tidak dapat dipertimbangkan sebagai ‘manuver pre-oksigenasi’. Penyimpanan

oksigen terbatas hanya pada darah dan paru-paru. Saat oksigen terurai (tidak

berhubungan dengan hemoglobin) menunjukkan oksigen dalam jumlah yang sedikit

di arterial (Eq 1), penyimpanan oksigen darah yang utama bervariasi sebagai

konsentrasi hemoglobin dan afinitas terhadap oksigen (variabel yang tidak dapat

dimodifikasi secara sederhana). Walaupun telah diberikan oksigenasi dengan oksigen

100%, oksigen yang tersimpan dalam darah hanya akan meningkat sedikit yaitu dari

850 ml menjadi 950 ml. Bagaimanapun, paru-paru dapat menyimpan oksigen dalam

jumlah yang lebih banyak lagi. Jumlah ini tergantung dari functional residual

capacity (FRC) dan tekanan oksigen alveolar (PAO2) maksimal pada pasien.

Functional Residual Capacity

FRC adalah volume udara ( kira-kira 3 – 4 l pada orang dewasa sehat, lebih sedikit

pada wanita) yang terdapat dalam paru-paru setelah ekspirasi pasif yaitu saat udara

masuk ke recoil elastis paru sehingga mengimbangi recoil yang keluar pada rongga

dada dan diafragma. Sebagai tambahan, jika elastisitas recoil paru menurun

(disebabkan oleh umur, penyakit paru obstruktif akut atau kronik), FRC akan

meningkat. Jika elastisitas recoil paru meningkat (seperti pada pulmonary fibrosis),

FRC akan menurun..

Page 4: Translate Anestesi

Prosedur operasi, anestesia, intubasi, dan ventilasi mekanis berhubungan

dengan beberapa faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi FRC, seperti posisi

supine dan obat-obatan anestesi. Posisi supine menurunkan FRC (rata-rata 0,8 – 1,0 l)

melalui berbagai macam mekanisme, termasuk posisi paru-paru dan jantung yang

seimbang pada rongga dada yang kaku, dan rongga dada yang seimbang menurunkan

diameter torasik transversal. Pada bagian abdomen juga akan bergerak ke atas,

menyebabkan pergeseran diafragma ke atas, dengan demikian volume paru akan

terganggu. Obesitas juga berhubungan dengan reduksi FRC. Obat-obatan induksi

anaestesi mempengaruhi penurunan tonus muskular antara kekuatan elastisitas recoil

yang masuk ke dalam paru (tidak berubah) dan recoil yang keluar dari rongga dada

(berkurang) ke arah volume paru yang lebih kecil.

Closing Volume

Meskipun upaya ekspiratori maksimal, paru-paru tidak akan kosong secara sempurna.

Sisa dari volume paru tersebut disebut volume residu. Ada dua mekanisme utama

yang menjelaskan mengapa paru-paru tidak kolaps saat akhir ekspirasi. Pertama,

rongga dada harus benar-benar rusak, yang mana secara mekanis hal ini tidak

mungkin. Kedua, pada orang dewasa, pada akhir ekspirasi dengan kekuatan penuh,

jalan nafas bagian distal tertutup sebelum alveolar kolaps sempurna.

Page 5: Translate Anestesi

Gambar 1 : Gambar ini mendeskripsikan perubahan yang diharapkan closing capacity

dan functional residual capacity (FRC) dengan usia. Perhatikan bagaimana FRC

lebih rendah dalam posisi supine. FRC mendekati closing capacity sekitar usia 65 pada

pasien upright.

Gambar 2 : Gambar ini mendeskripsikan spirometrik nomenklatur. Perhatikan bahwa

closing capacity adalah jumlah volume residu dan closing volume. Menurut definisi,

pada closing capacity, saluran udara distal di daerah tertentu mulai menutup yang

mengganggu ventilasi, mungkin mengakibatkan hipoksemia.

Page 6: Translate Anestesi

Volume dimana jalan nafas mulai tertutup saat ekspirasi disebut closing capacity.

Volume udara antara closing capacity dan volume residu disebut dengan closing

volume. Hal ini penting sebagai catatan bahwa saluran napas bagian bawah tidak

tertutup seluruhnya disaat yang sama ketika paru melakukan manuver ekspirasi

dengan kekuatan penuh. Airway pada lokasi – lokasi tertentu tertutup lebih dulu

(berlokasi di lobus paling bawah saat tubuh tegak lurus dan pada lobus

bawah/posterior saat posisi supine). Konsep ini dapat dengan mudah dipahami ketika

perubahan tekanan pleura dalam dada diperhitungkan. Pada volume paru orang yang

normal, tekanan pleural sedikit lebih positif tergantung posisi toraks terhadap

gravitasi. Misalnya, pada orang dewasa sehat yang sedang berdiri, saat akhir ekspirasi

(FRC), tekanan pleural sekitar -10 cmH2O di kavitas torasik bagian atas dan sekitar -2

cmH2O di bagian bawah. Saat ekspirasi penuh, tekanan pleural akan meningkat

dengan sendirinya dan menjadi positif ( terlebih juga pada bagian bawah rongga

dada). Tekanan ini ditransmisikan hingga ke alveoli dan membiarkan udara

pernafasan keluar melalui tekanan yang turun sepanjang jalan nafas yang lebih besar.

Pada volume paru yang rendah, tekanan pleural yang lebih tinggi di bagian lebih

bawah dada akan dipadatkan terutama pada bagian lebih bawah dari jalan nafas

bagian bawah, menyebabkan jalan nafas yang lebih rendah tertutup/berakhir. Jalan

nafas akan tetap terjaga bila kartilago yang sampai ke dinding dada (jalan nafas yang

lebih besar) atau berkaitan dengan traksi yang dilakukan oleh parenkim yang saling

berdekatan. Dengan demikian, beberapa proses dapat menurunkan recoil paru dan

traksi parenkim (seperti empisema, umur, edema), melemahkan jalan nafas yang

sempit (asthma, bronchitis), atau membesarkan perbedaan tekanan pleural yang

melebihi dada (obesitas, kehamilan saat posisi supine) akan memajukan penutupan

lebih awal pada jalan nafas yang lebih rendah dan dengan demikian meningkatkan

closing capacity. Pada kasus yang tersebut diatas, maka work of breathing (WOB)

sangat penting termasuk kerja yang diperlukan untuk membuka airway di bagian

distal yang tertutup.

Page 7: Translate Anestesi

Tekanan Oksigen Alveolar

PaO2 tergantung pada tekanan oksigen saat inspiratorik, tekanan karbon dioksida

(CO2) di alveolar dan hasil bagi terhadap respiratorik yang direpresentasikan dari

rasio produksi CO2 per konsumsi oksigen :

PAO2 = PiO2 – PACO2/R

Dimana PAO2 dalam mmHg, PiO2 adalah tekanan oksigen saat inspirasi dalam

mmHg, PACO2 adalah tekanan CO2 di alveolar dalam mmHg dan R adalah hasil bagi

rspirasi dimana paling banyak pada pasien 0,8.

Persamaan ini menunjukkan bagaimana hipoventilasi, yang dapat terjadi selama

anastesia disebabkan oleh sulitnya akses pada jalan nafas dan melalui efek dari obat-

obat anestetik yang menurunkan PAO2. Satu manuver pre-oksigenasi yang efektif

dapat meningkatkan menit ventilasi untuk menghindari terjadinya hiperkapnia.

Selanjutnya, pre-oksigenasi dibutuhkan untuk dikerjakan pada FiO2 dengan

memberikan oksigen 100% (PiO2 maksimal) untuk meningkatkan PAO2 sebanyak

mungkin (biasanya dibutuhkan oksigen 100 – 150 ml). Bagaimanapun, jika oksigen

murni diberikan tanpa aplikasi tekanan positif, dokter harus memperhatikan

peningkatan resiko terjadinya atelektasis di paru-paru, sebagai kondisi terjadinya

denitrogenasi yang berkaitan dengan atelektasis. Faktanya, pemberian oksigen secara

difus dengan cepat dari alveoli ke darah menyebabkan kolaps alveolar. Perbedaannya,

bila tekanan positif diaplikasikan dan/atau udara juga diberikan oksigen, maka

nitrogen yang terbawa (dimana difusinya lebih pelan daripada oksigen) akan menjaga

alveoli dari kolaps yang mungkin terjadi.

Sebagai kesimpulan, selama induksi anestesia pada intubasi, ada beberapa

faktor yang berkontribusi sebagai penyebab hipoksia: hipoventilasi, volume paru

berkurang dan resistensi pada jalan nafas meningkat. Memaksimalkan penyimpanan

oksigen sebelum induksi dapat memperlambat awal mulainya hipoksemia,

merupakan satu konsep yang masuk akal.

Page 8: Translate Anestesi

Siapa saja Pasien yang Beresiko?

Indikasi utama melakukan intubasi di ICU adalah kegagalan respirasi yang akut. Pada

kasus ini, resiko terjadinya hipoksemia dan terutama kolaps kardiovaskuler selama

proses intubasi (sering krusial) akan meningkat. Otot-otot respirasi melemah

(insufisiensi ventilator) dan pertukaran gas memburuk (insufisiensi respiratorik)

sering terjadi. Hal ini akan berguna sebagai antisipasi terhadap komplikasi yang dapat

membahayakan kehidupan selama intubasi.

Di awal penjelasan bab ini beberapa pasien dengan penyakit yang tidak kritis

(dengan operasi yang direncanakan) dapat juga dipertimbangkan sebagai resiko, yaitu

obesitas dan kehamilan adalah dua keadaan utama dimana FRC menurun dan

beresiko terhadap meningkatnya kejadian atelektasis. Pasien yang beresiko lainnya

adalah pasien yang tidak dapat mentoleransi terjadinya hipoksemia meskipun dengan

derajat ringan (seperti epilepsi, penyakit kardiovaskuler, penyakit arteri koroner,

penyakit sickle cell dll). Sehingga pasien yang dipertimbangkan sulit untuk dilakukan

intubasi juga memerlukan pre-oksigenasi yang adekuat.

Pre-Oksigenasi: Bagaimana Melakukannya?

Ventilasi Spontan

Beberapa manuver dalam melakukan ventilasi spontan (misalnya, kapasitas vital 3 –

8 dengan 3 menit volume tidal saat bernafas) ada dan terlihat semuanya hampir sama

efektifnya. Beberapa teknik yang detail, bagaimanapun, dapat membuat perbedaan

yang signifikan. Pertama, klinisi membutuhkan untuk membuat masker yang sesuai

dengan morfologi wajah pasien. Kedua, udara segar dibutuhkan untuk mengatur jarak

yang cukup lebar untuk ventilasi yang homogen yang melalui paru-paru dan

menurunkan dampak kebocoran oksigen itu. Ketiga, kebocoran itu harus segera

dihindari dan didiagnosa dengan reservoir bag yang lembut atau meniadakan bentuk

gelombang capnograph karena kebocoran mengganggu efikasi saat pre-oksigenasi.

Page 9: Translate Anestesi

Teknologi terbaru dapat juga dipergunakan. Pada RS dengan peralatan

anestesia yang modern, konsentrasi oksigen pada akhir tidal sebagai pengganti PAO2

dapat dicapai. Secara umum target yang diadopsi sebanyak 90%. Target ini dicapai

lebih cepat bila oksigen murni diberikan. Meskipun klinisi harus lebih

memperhatikan komplikasi potensial yaitu denitrogenasi dapat menyebabkan

atelektasis, keuntungan yang diperoleh dari fraksi oksigen pada inspirasi akhir

mencapai 90% sebelum intubasi dilakukan mengalahkan resiko terjadinya atelektasis

akibat hipoksia pada pasien-pasien yang beresiko.

Pada pasien-pasien dengan penyakit yang kritis, keuntungan dari lamanya

periode pre-oksigenasi tidak dapat diperlihatkan dengan jelas. Paling banyak pada

pasien ini memperlihatkan kegagalan pernafasan akut yang disertai dengan beberapa

gejala penyerta, yaitu menurunkan FRC, dan tidak memberikan respon terhadap

pemberian oksigen sebagaimana halnya pada pasien dengan operasi yang

direncanakan. Mort dkk. telah mendemonstrasikan peningkatan dalam jumlah sedang

PaO2 setelah periode 4 menit terapi oksigen sebelum intubasi (dari 62 menjadi 88

mmHg sebelum dan setelah terapi oksigen); meskipun telah dilakukan pre-oksigenasi,

setengah dari 34 pasien yang termasuk pada penelitian ini mengalami hipoksia yang

berat saat intubasi.

Posisi

Posisi pasien juga sebagai faktor penting dan membatasi penurunan FRC. Beberapa

penelitian telah melaporkan bahwa pre-oksigenasi dengan posisi setengah duduk atau

posisi dengan menegakkan kepala 25o dapat mencapai tekanan oksigen yang lebih

tinggi; hal ini juga dapat memperlama waktu terjadinya hipoksemia pada pasien yang

obesitas dengan operasi yang direncanakan. Sebagaimana yang kita ketahui bersama,

hanya satu penelitian yang menunjukkan bahwa pasien non-obes dengan operasi yang

telah direncanakan dilaporkan memberikan pengaruh keuntungan yang kuat pada

posisi inklinasi (kepala ditinggikan 20o) selama pre-oksigenasi dalam masa waktu

Page 10: Translate Anestesi

menjadi desaturisasi. Pada posisi inklinasi itu tidak nampak adanya keuntungan pada

pasien yang sedang hamil kemungkinan disebabkan uterus yang gravid mendesak

diafragma ke atas dan mengakibatkan efek yang mengganggu aliran vena cava yang

kembali pada posisi duduk. Tidak ada kaitan antara posisi inklinasi pasien dengan

penyakit yang kritis.

Tekanan Positif

Positive end-expiratory pressure (PEEP) dengan aliran oksigen yang tinggi telah

dievaluasi sebagai metode pre-oksigenasi pada pasien dengan obes. Tujuan dari

penggunaan metode pre-oksigenasi ini adalah untuk meningkatkan proporsi dari

aerasi paru, dengan demikian meningkatkan FRC. Pada peningkatan FRC ini akan

menyebabkan penyimpanan oksigen paru dan juga dapat menolong terjaganya

closing capacity tetap di bawah FRC.

Penelitian pertama ditunjukkan pada awal tahun 2000-an dan

mengaplikasikan temuan ini dengan menjaga tekanan jalan nafas tetap positif secara

kontinu (CPAP) senilai 7 cmH2O selama 3 menit tidak berakibat memanjangnya

waktu desaturasi pada wanita obes. Pentingnya untuk membatasi tekanan di airway

pada penelitian ini adalah karena tidak adanya usaha ventilasi yang dilakukan saat

mulai terjadi apnea dan intubasi; bagaimanapun hal ini menunjukkan keuntungan dari

pengaplikasian CPAP dengan

oksigen selama pre-oksigenasi pada pasien yang obes. Perbandingannya dengan

hanya oksigen saja, CPAP 10 cmH2O ditambah oksigen selama 5 menit

meningkatkan waktu terjadinya desaturasi dan mengurangi kejadian atelektasis

setelah intubasi. Segera setelah intubasi, jumlah atelektasis yang terpantau dengan

computed tomography (CT) adalah 10% pada grup oksigen sedangkan dengan CPAP

10 cm H2O pada grup PEEP hanya 2%..

Peristiwa penting pada penelitian pasien dengan obes yang tidak terkontrol,

Delay dkk. telah memperlihatkan bahwa pre-oksigenasi dengan menggunakan

Page 11: Translate Anestesi

ventilasi yang non-invasive (NIV) dengan pressure support ventilation (PSV, 8

cmH2O) dan PEEP (6 cmH2O) selama 5 menit terbukti aman, mudah dilakukan dan

efektif. Mereka juga melaporkan bahwa 95% pasien mencapai target pada fraksi

oksigen akhir respirasi yaitu 90% dengan NIV dibandingkan hanya 50% pasien pre-

oksigenasi dengan pernafasan oksigen secara spontan. Analisa gas darah arterial pada

akhir periode pre-oksigenasi dan 5 menit setelah intubasi tidak berbeda secara

signifikan di antara grup yang diperbandingkan. Pengaruh yang kuat pada posisi

inklinasi dan NIV pada pasien yang akan dioperasi memerlukan evaluasi. Pre-

oksigenasi dengan NIV pada pasien yang sedang hamil telah dievaluasi secara

formal, hasilnya hal itu dapat membahayakan dan memperlihatkan resiko terjadinya

aspirasi pada populasi pasien ini.

NIV sebagai manuver pre-oksigenasi juga telah dilakukan evaluasi pada

pasien-pasien dengan penyakit yang kritis. Tim tersebut melaporkan keunggulan

manuver di atas dibandingkan bila hanya memberikan oksigen saja. Sebagai

tambahan, pada percobaan kontrol secara random, kejadian hipoksemia yang berat

(SpO2 dibawah 80%) dalam waktu 30 menit setelah intubasi ditemukan sebanyak 7%

pada grup NIV (PSV 5 – 15 cmH2O, PEEP 5 – 10 cmH2O, FiO2 100%) berbanding

dengan 42% pada grup oksigen. Meskipun NIV tampaknya memberikan keuntungan

dibandingkan dengan pernafasan secara spontan pada pasien dengan penyakit yang

kritis, hal ini berpengaruh kuat sehingga hasilnya baru-baru ini telah dievaluasi pada

beberapa center dengan melakukan randomized controlled trial (RCT) (pre-

oksigenasi dengan menggunakan NIV pada pasien yang hipoksemia, Clinical

Trials.gov identifier NCT00472160) dan hasilnya dapat dipresentasikan beberapa

bulan ke depan. Untuk menunjukkan NIV pada pasien dengan penyakit yang kritis,

facial mask yang cukup dapat diperoleh di setiap ruang ICU. Pasien harus dalam

posisi inklinasi, dimana FiO2 diatur pada 100%, tekanan inspirasi diatur untuk

menjaga volume tidal 6 – 10 ml/kg dan kecepatan respirasi 10 – 25 kali/menit.

Lamanya prosedur ini biasanya berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk

Page 12: Translate Anestesi

menyiapkan obat-obatan dan peralatan intubasi. Pada beberapa penelitian yang

dilakukan oleh multicenter, pre-oksigenasi dengan NIV termasuk sebagai intervensi

yang berkaitan, penggunaanya harus berhubungan dengan menurunnya kejadian

hipoksemia yang mengancam hidup setelah intubasi.

Kotak 1. Penanganan perawatan cara intubasi

PRE- Intubasi

1. Kehadiran 2 operator

2. Memasukkan cairan ( isotonic saline 500 ml atau starch 250 ml) dalam tidak

adanya kardiogenic edema

3. Persiapan sedasi jangka panjang

4. Pre-oksigenasi selama 3 menit dengan NIV jika terjadi kegagalan pernapasan

akut ( FiO2 100%, level tekanan ventilasi antara 5 dan 15 cmH2O untuk

mendapatkan volume tidal ekspirasi antara 6 dan 8 ml/kg dan PEEP 5

cmH2O)

PER-Intubasi

5. Urutan induksi cepat :

- Etomidate 0.2 – 0.3 mg/kg atau ketamine 1.5 – 3 mg/kg

- Succinylcholine 1 – 1.5 mg/kg ( dalam tidak adanya alergi, hipekalemia,

asidosis berat, akut atau kronik dari penyakit neuromuscular, pasien luka

bakar yang lebih dari 48 jam dan trauma medular)

- Rucoronium : 0.6 mg/kg i.v. jika terdapat kontraindikasi terhadap

succinylcholine atau lama tinggal di ICU atau faktor resiko untuk

meuromyopathy

6. Maneuver Sellick

Page 13: Translate Anestesi

POST-Intubasi

7. Segera konfirmasi penempatan tabung oleh kapnografi

8. Norepinephrine jika tekanan diastolic menetap < 35 mmHg

9. Memulai sedasi jangka panjang

10. “Ventilasi pelindung” awal : Volume tidal 6 -8 ml/kg, PEEP < 5 cmH2O dan

frekuensi pernapasan antara 10 dan 20 kali/menit, FiO2 100% untuk tekanan

< 30 cmH2O

11. Maneuver rekruitmen : CPAP 40 cmH2O selama 40 detik, FiO2 100% ( jika

tidak ada kolaps kardiovaskular)

12. Pertahankan tekanan manset intubasi 25 – 30 cmH2O

NIV : non-invasive ventilation; PEEP : positive end-expiratory pressure

Manuver Recruitment

Sebagaimana halnya yang telah didiskusikan di awal pembahasan ini, tujuan

penggunaan NIV selama pre-oksigenasi adalah untuk merekrut jaringan paru yang

ada sehingga dapat berfungsi dalam pertukaran gas (‘paru-paru terbuka’). Dan

sebaliknya, kombinasi dari denitrogenasi (dengan O2 100%) dan periode apneu

berhubungan dengan prosedur intubasi dan secara dramatis menurunkan rasio aerasi

volume paru-paru, sehingga menyebabkan atelektasis. Pada pasien yang obesitas, pre-

oksigenasi tanpa tekanan positif, proporsi kejadian atelektasis setelah intubasi dapat

direpresentasikan sebanyak 10% dari volume total paru-paru. Salah satu opsi untuk

membatasi derekruit setelah intubasi adalah melakukan ventilasi pada pasien

menggunakan bag-valve ballon. Bagaimanapun, hal ini tidak mungkin dilakukan

untuk mengukur tekanan yang telah diberikan jika ventilasi dilakukan pada pasien

dengan metode ini.

Manuver recruitment ini terdiri dari peningkatan sementara tekanan inspirasi.

Beberapa manuver yang ada, tetapi satu yang terbaik untuk menggambarkan situasi

ini yaitu mengaplikasikan CPAP 40 cmH2O selama 30 – 40 detik. Di ICU, RCT

Page 14: Translate Anestesi

dikonduksikan pada 40 pasien dengan penyakit kritis yang membutuhkan intubasi

dengan hipoksemia akut akibat dari kegagalan pernafasan. Daripada tidak melakukan

manuver recruitment, dengan melakukan manuver recruitment menunjukkan dengan

seketika setelah intubasi adalah tingginya PaO2 (FiO2 dibawah 100%) 5 menit setelah

intubasi (93 ± 36 dengan 236 ± 117 mmHg) dan 30 menit setelah intubasi (110 ± 39

dan 180 ± 79 mmHg).

Di dalam ruang operasi, penelitian pertama diperkirakan memiliki pengaruh

yang besar untuk diaplikasikan dengan beberapa PEEP (0,5,10 cmH2O) yang dinilai

setelah melakukan intubasi pada pasien obes maupun non obes dengan operasi yang

direncanakan. Pada masing-masing tahapan, volume paru akhir inspirasi, elastisitas

statis, pertukaran gas, dan ruang kosong/mati semuanya dilakukan pengukuran. Pada

pasien obes dan non obes, PEEP 10 cmH2O dibandingkan dengan zero end-

expiratory pressure (ZEEP) volume paru ekspirasi akhir dan elastisitas meskipun

tanpa efek dari oksigenasi mengalami perbaikan. Pada kelompok yang sama maka 66

pasien obes yang tidak terkontrol (body mass index 46 ± 6 kg/m2) dengan jadwal

operasi yang telah direncanakan dibagi ke dalam 3 grup: pre-oksigenasi

konvensional, pre-oksigenasi dengan NIV dan pre-oksigenasi dengan NIV + manuver

recruitment setelah intubasi. Penulis ini dengan sangat baik mendemonstrasikan

kombinasi dari preoksigenasi dengan NIV + manuver recruitment setelah intubasi

menolong mempertahankan volume paru dan oksigenasi selama induksi anestesia

yang lebih bisa diperbandingkan dengan pre-oksigenasi dengan hanya oksigen murni

atau dengan NIV. Satu pesan utama yang dapat diambil bahwa pada penelitian ini

untuk memperbaiki PaO2 5 menit setelah intubasi, perlu manuver recruitment

tambahan yaitu NIV. Pada keadaan oksigenasi (PaO2 234 ± 73 mmHg dengan 128 ±

54 mmHg) dan kapnia (PaCO2 42 ± 3 dengan 40 ± 3 mmHg) pada grup manuver

recruitment + NIV lebih baik daripada hanya dengan NIV saja.

Page 15: Translate Anestesi

Ikatan dengan Oksigen

Pre-oksigenasi merupakan satu-satunta prosedur yang dapat memperbaiki jalan nafas

agar tetap aman. Pengaturan jalan nafas pada pasien yang beresiko merupakan

tantangan yang unik bagi seorang anestesiologis/intesifis. Kombinasi dari pembatasan

cadangan fisiologis oksigen dan potensi yang menyebabkan kesulitan pemasangan

mask ventilation serta perintah untuk melakukan intubasi pada pasien ini harus

direncanakan secara hati-hati berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan sebagai

alternatif dan strategi konvensional harus dilakukan untuk menghindari kegagalan

pada jalan nafas. Teknik pre-oksigenasi dapat dikombinasikan dengan membatasi

risiko terjadinya hipoksia selama intubasi.

Gambar 3 : Pasien “beresiko” memiliki beberapa faktor, seperti obesitas, kehamilan,

penyakit pernapasan kronik, yang meingkatkan volume penutupan, mengganggu FRC

dan menurunkan menit ventilasi menuju hipoksia. Teknik pre-oksigenasi harus

dikombinasi pada pasien-pasien ini untuk meminimalkan resiko hipoksia yang

mengancam jiwa selama intubasi. COPD : chronic obstructive pulmonary disease;

NIV : non-invasive ventilation; CPAP : continuous positive airway pressure. Panah

Page 16: Translate Anestesi

tebal : faktor-faktor yang meningkatkan resiko hipoksia; panah terputus-putus: teknik

pre-oksigenasi yang mampu meningkatkan parameter pernapasan dan menurnkan

resiko hipoksia yang mengancam jiwa selama intubasi.

Untuk membatasi timbulnya komplikasi berat yang dapat terjadi setelah

prosedur yang secara potensial dapat beresiko, kami percaya bahwa pada keseluruhan

proses (pre-, per- dan post-intubasi) harus berjalan sesuai dengan protokol yang

disesuaikan dengan keamanan pada pasien. Di ICU, kami mendesain penelitian dari

berbagai multicenter dan mendeskripsikan bagaimana mengimplementasikan

beberapa protokol yang berkaitan untuk memperbaiki Penanganan airway.

Kesimpulan

Pre-oksigenasi adalah hal standar yang harus diperhatikan sebelum melakukan

intubasi di dalam ruang operasi dan di ICU, yang bertujuan untuk meningkatkan

penyimpanan oksigen paru. Denitrogenasi dapat dihubungkan dengan resopsi yang

berkaitan dengan atelektasis tapi keuntungannya dalam meningkatkan penyimpanan

oksigen yang lebih besar dibandingkan dengan resiko terjadinya atelektasis pada

pasien-pasien yang beresiko. Pasien yang beresiko bukan hanya pasien dengan

penyakit kritis tetapi juga pada keadaan obesitas, kehamilan, dan pasien dengan

hipoksemia sedikit saja dapat membahayakan hidup (utamanya pasien dengan

penyakit jantung atau otak). Pada pasien ini, kombinasi oksigen murni, NIV,

denitrogenasi dan manuver recruitment post intubasi melampaui resiko potensial

atelektasis setelah intubasi.