Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara ...
Transcript of Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara ...
Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas
Devi Roswita
Departemen Antropologi, Universitas Indonesia
This undergraduate thesis examines the re-invention and co-modification of Buka Palang Pintu tradition as the original tradition of Betawi. There are two elements of Betawi's art that have to be presented in every implementation of this tradition, they are Pencak Silat and Sike. Buka Palang Pintu tradition originally is a ritual tradition that is rich of religious elements, which used to only be implemented at wedding ceremonies of Betawi people. The Jawara as the guardian of the village has important role as the actor in this tradition.
As the time goes by, the Buka Palang Pintu tradition now has transformed into commodities of tradition which is also be presented in any events beside the wedding ceremony. The actor of the tradition is not the warrior of the village anymore, but the artist of Palang Pintu that are the members of Betawi's art studio. This change is also related to the role of the government of Jakarta, LKB, and Betawi's art studio as the agents of re-invention. The co-modification of Buka Palang Pintu tradition that is presented by the agents has a 'selling-value' that will be able to attain the economic goal. That goal also makes the existence of Buka Palang Pintu tradition last, because it can gain the financial income to several agents with a more entertaining package. Keywords: Buka Palang Pintu tradition, Betawi, wedding, jawara, re-invention, co-modification, commodity, agent, economy.
Pendahuluan
Jakarta merupakan ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
telah banyak mengalami berbagai perubahan, baik perubahan fisik, ekonomi, sosial,
maupun budaya. Perubahan-perubahan ini tentunya tidak terlepas dari pengaruh arus
modernisasi yang masuk ke berbagai sisi kehidupan kota Jakarta. Berbicara mengenai
masyarakat kota Jakarta, tidak terlepas kaitannya dari etnis asli Jakarta, yang dikenal
sebagai etnis Betawi.
Etnis Betawi di Jakarta sangat bervariasi. Perbedaan laju perkembangan kota
Jakarta telah menyebabkan orang-orang Betawi di lokasi yang berbeda terkena
pengaruh sosial ekonomi yang berbeda, sehingga memiliki ciri-ciri yang berbeda
dalam arti tingkat dan bentuk pendidikan, jenis pekerjaan, gaya hidup, dan sebagainya
(Shahab, 2004:6). Orang Betawi yang tinggal di sekitar pusat kota cenderung lekat
dengan perkembangan dan pembangunan kota dibandingkan dengan orang-orang
Betawi yang bermukim di pinggir kota. Orang Betawi yang berdomisili di pusat kota
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
dikenal dengan sebutan Betawi Kota (Shahab, 2004:6). Mereka adalah kelompok elit
Betawi dan berpendidikan tinggi. Selain di pusat kota, ada kelompok Betawi yang
berdomisili di antara kawasan pusat dan pinggir kota. Kelompok ini disebut sebagai
orang Betawi Tengah. Mereka dikenal sebagai kelompok Betawi yang paling religius
karena ajaran Islam sangat kuat tertanam dalam kehidupan sehari-hari. Banyak ulama
Betawi yang berasal dari kelompok ini.
Adanya variasi etnis Betawi, seperti yang peneliti sebutkan di atas, kemudian
memunculkan sejumlah variasi kebudayaan lokal. Variasi tersebut antara lain berupa
kesenian, dialek, bahasa, upacara lingkar hidup, dan sebagainya. Meskipun terdapat
variasi lokal dalam etnis Betawi, akan tetapi terdapat pula kesamaan yang melandasi
tiap-tiap kebudayaan Betawi. Kesamaan yang melandasinya adalah agama, yaitu
Islam. Agama Islam dengan segala sistem keyakinan, nilai-nilai, dan kaidah-
kaidahnya telah memberi pengaruh yang amat kuat pada budaya Betawi (Saputra,
Ardan, Sjafi’ie, 2000:5).
Pernikahan merupakan salah satu upacara lingkar hidup manusia yang sifatnya
sakral. Pernikahan menurut ajaran Islam juga merupakan suatu ibadah yang
dianjurkan, khususnya untuk mencegah manusia dari perbuatan zinah. Dalam upacara
pernikahan orang Betawi, terdapat satu tradisi yang dikenal dengan istilah Buka
Palang Pintu.1 Pada zaman dahulu, Buka Palang Pintu merupakan sebuah tradisi yang
maknanya lebih pada proses menguji ilmu pengantin laki-laki. Tujuan dari tradisi ini
ialah untuk menguji seberapa tinggi ilmu silat dan ilmu agama Islam yang dikuasai si
pengantin laki-laki.
Sebelum tahun 1970-an, tradisi Buka Palang Pintu dilaksanakan pada saat
acara resepsi yang dilaksanakan di rumah orang tua pengantin perempuan, tepatnya
satu minggu setelah akad nikah. Sebagaimana informasi dari informan peneliti,
bahwasanya orang Betawi zaman dahulu tidak melaksanakan akad nikah dan resepsi
pada hari yang sama.2 Prosesi Buka Palang Pintu dimulai ketika pengantin laki-laki
1 Istilah Buka Palang Pintu (selanjutnya akan ditulis tegak) diadopsi dari benda berupa balok kayu yang dipasang melintang pada pintu rumah orang Betawi zaman dahulu. Palang Pintu digunakan sebagai palang atau pengaman ganda agar orang luar tidak dapat masuk tanpa seizin si pemilik rumah (lihat gambar di halaman 21). Istilah tersebut dijadikan sebagai kiasan pada salah satu tradisi Betawi, yaitu tradisi Buka Palang Pintu. 2 Informasi tersebut diperoleh ketika peneliti mewawancarai Bapak H. Irwan di rumahnya yang terletak di Karet Tengsin, Setiabudi, Jakarta Selatan. Beliau berusia 81 tahun, orang asli Betawi Setiabudi, pengurus sekaligus anggota Badan Pendiri LKB yang sampai saat ini masih aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan kebetawian. Semasa aktif di LKB, beliau adalah salah satu tokoh pemrakarsa rekacipta tradisi yang marak dilakukan pada tahun 1980-an.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
dan para kerabatnya mendatangi rumah pengantin perempuan dengan iringan rebana
ketimpring. Ketika sampai di depan rumah pengantin perempuan, rombongan
pengantin laki-laki dihadang oleh beberapa jawara dari pengantin perempuan. Ada
dua syarat yang harus dipenuhi oleh jawara pengantin laki-laki sebelum dia diizinkan
masuk. Syarat pertama, jawara pengantin laki-laki diminta untuk menjatuhkan ‘palang
pintu’ dengan cara mengalahkan jawara pengantin perempuan dalam pertarungan
silat. Syarat kedua, jawara pengantin laki-laki diminta untuk melantunkan sike3. Jika
kedua syarat tersebut berhasil dipenuhi, maka pengantin laki-laki dipersilahkan masuk
untuk bertemu pengantin perempuan yang sudah menunggunya di kursi pelaminan.
Kegiatan “Pralokakarya Pelestarian Kebudayaan Betawi” yang diadakan pada
tahun 1976 merupakan titik balik kebetawian di Jakarta (Shahab, 2004:22).
Pembentukan Lembaga Kebudayaan Betawi (selanjutnya disebut LKB) merupakan
salah satu hasil dari pralokakarya tersebut. LKB menjadi lembaga yang berupaya
mengangkat tradisi Betawi agar lebih nyata eksistensinya. Dengan melihat perubahan
zaman dan situasi kota Jakarta, kemudian muncul rekacipta tradisi Betawi yang
dilakukan baik oleh perorangan, organisasi, maupun pemerintah (Shahab, 2004:24).
LKB bekerjasama dengan sanggar-sanggar Betawi dan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta (selanjutnya disebut Pemprov DKI) melalui Dinas Kebudayaan dalam
merekacipta tradisi Betawi. Tradisi Buka Palang Pintu merupakan salah satu tradisi
yang direkacipta. Bentuk tradisi tidak banyak berubah, namun pemain silatnya bukan
lagi jawara kampung, melainkan para seniman Palang Pintu dari sanggar-sanggar
Betawi.
Rekacipta tradisi merupakan proses yang di dalamnya terdapat usaha untuk
menciptakan kembali sebuah tradisi. Hal ini sejalan dengan Shahab (2004: 130)
bahwa rekacipta tradisi dapat dimaknai sebagai strategi adaptasi menghadapi modern
dan nation, sebagai strategi keragaman menghadapi keseragaman. Rekacipta tradisi
Buka Palang Pintu diprakarsai oleh sejumlah pihak yang mendorong penciptaan
kembali tradisi Betawi. Tujuan dari rekacipta tersebut adalah melestarikan tradisi
Betawi dengan menyesuaikannya pada situasi dan kondisi kota Jakarta. Akan tetapi
rekacipta yang kuat seringkali mengarah pada tujuan lain selain tujuan budaya, yaitu
komodifikasi tradisi. Di satu sisi, komodifikasi memiliki tujuan dalam upaya
pelestarian tradisi. Di sisi lain, komodifikasi juga memiliki kepentingan tertentu. Hal 3 Sike (selanjutnya akan ditulis tegak) merupakan nada dalam ilmu tilawatil Qur’an yang biasa dipakai ketika melantunkan sholawat pada acara pernikahan, tepatnya saat sedang mengarak pengantin.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
itu dapat dilihat dari adanya perubahan pada tradisi Buka Palang Pintu, seperti
perubahan bentuk, makna, fungsi, pelakon, waktu pelaksanaan, dan ragam seni
Betawi. Maksud komoditas dalam hal ini dapat dilihat dari adanya nilai ekonomi,
kepentingan, dan relasi ekonomi pada acara-acara yang melibatkan tradisi Buka
Palang Pintu, seperti acara pernikahan, festival budaya Betawi, dan acara maulid.
Adanya legitimasi dan relasi ekonomi antara Pemprov DKI Jakarta, LKB, dan
sanggar Betawi membuat tradisi Buka Palang Pintu tidak hanya menonjolkan sisi
tradisional, tetapi juga menonjolkan sisi pertunjukan dan hiburan sehingga
menghasilkan sesuatu yang berupa keuntungan dari sisi ekonomi.
Penjabaran di atas kemudian memunculkan pertanyaan-pertanyaan penelitian:
• Bagaimana perubahan kemasan dan fungsi tradisi Buka Palang Pintu dari
tradisi upacara menjadi komoditas?
• Bagaimana peran dan relasi ekonomi antara Pemprov DKI Jakarta, LKB,
dan sanggar Betawi dalam memberikan otoritas terhadap rekacipta tradisi
Buka Palang Pintu?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan penelitian ini didapat dengan cara observasi dan
wawancara mendalam. Peneliti melakukan observasi di sebuah sanggar spesialis Buka
Palang Pintu yang bernama “Sanggar Si Pitung” yang berlokasi di Rawa Belong.
Observasi yang peneliti lakukan antara lain dengan menyaksikan anggota sanggar
tampil di acara-acara yang melibatkan tradisi Buka Palang Pintu, seperti di acara
festival Betawi dan acara pernikahan, baik pernikahan di rumah maupun di gedung.
Acara festival Betawi yang peneliti kunjungi antara lain Festival Palang Pintu
Kemang, Festival Pasar Kembang Rawa Belong, dan Festival Jalan Jaksa. Peneliti
juga beberapa kali mengunjungi sanggar untuk melihat mereka latihan pencak silat.
Peneliti juga menggali informasi dari mewawancara para informan yang berjumlah
delapan orang, terdiri dari empat seniman Palang Pintu dan empat praktisi Betawi dari
LKB. Berasarkan teknik purposive sampling yang peneliti gunakan, untuk seniman
Palang Pintu peneliti memilih Bang Bachtiar selaku ketua sanggar dan Bang Agus
selaku koordinator pencak silat sebagai informan kunci peneliti. Kedua orang itu
peneliti tetapkan berdasarkan kriteria, yaitu informan yang merupakan pendiri sanggar
dan tentunya aktif terlibat dalam kegiatan sanggar. Sementara itu, untuk anggota LKB
peneliti menetapkan empat informan yang terdiri dari Bapak H. Tatang Hidayat
selaku ketua umum LKB, Bang Yahya Andi Saputra sebagai aktivis Betawi sekaligus
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
selaku wakil ketua LKB, Bang Rudy selaku anggota Departemen Pelestarian, dan
Bapak H. Irwan Syafi’ie selaku tokoh Betawi dan anggota badan pendiri LKB. Secara
keseluruhan, observasi dan wawancara di kedua tempat tersebut dilakukan dari April
2012 sampai Februari 2013.
Tradisi Buka Palang Pintu
Buka Palang Pintu merupakan sebuah tradisi asli Betawi yang sering dijumpai
di acara pernikahan. Secara terminologi, Palang Pintu berasal dari dua kata, yaitu
‘palang’ dan ‘pintu’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), ‘palang’
memiliki arti kayu atau balok yang dipasang melintang pada pintu atau jalan;
sedangkan ‘pintu’ memiliki arti lubang atau papan untuk berjalan masuk dan keluar.
Terminologi itu sesungguhnya diadopsi dari balok kayu yang dipasang melintang
pada pintu rumah orang Betawi zaman dahulu. Hal tersebut kemudian dijadikan
sebagai kiasan atau perumpamaan pada istilah Buka Palang Pintu yang merupakan
salah satu tradisi Betawi.
Dalam tradisi Buka Palang Pintu, palang pintu yang dimaksud merupakan
sebuah persyaratan untuk pengantin laki-laki sebelum dia menemui pengantin
perempuan. Persyaratan itu diajukan oleh keluarga pengantin perempuan ketika si
pengantin laki-laki dan kerabatnya sudah sampai di depan rumahnya. Jika si
pengantin laki-laki ingin masuk, maka dia harus memenuhi persyaratan yang
diajukan.
“Dinamain Palang Pintu karena sifatnye menghalangi, artinye menghalangi niat orang. Biar tu orang nggak sembarangan asal masuk ke rumah orang, istilahnye kan gitu. Gimane caranye biar die nggak asal nyelonong? Nah dihalangin sama yang namanye palang. Gimane caranye die lewat kalo pintunye ada palang? Pasti kan kudu dibuka, yang bisa buka ye si yang punya rumah. Makanye itu si tamu kudu menuhin ape yang diminta si tuan rumah, biar ntar dibolehin masuk. Gitu deh istilahnye.” (Wawancara dengan Bang Agus, seniman Palang Pintu dan koordinator silat cingkrik Sanggar Si Pitung).
Prosesi Buka Palang Pintu diawali dengan kedatangan rombongan pengantin
laki-laki ke rumah pengantin perempuan. Kedatangannya itu disambut baik oleh
keluarga si perempuan. Sebelum rombongan pengantin laki-laki datang, keluarga
pengantin perempuan sudah menyiapkan jawara yang akan menguji dan menantang
jawara pihak pengantin laki-laki untuk bertarung silat dan membaca sike, yang mana
dua hal tersebut merupakan syarat utama dalam sebuh ritual Buka Palang Pintu.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
Jawara dalam Tradisi Buka Palang Pintu
Dahulu di tanah Betawi ada banyak jawara yang menguasai tiap-tiap
kampung. Jawara merupakan orang yang disegani, gagah perkasa, dan menguasai
ilmu silat. Oleh karena itu, jawara juga sering disebut sebagai ‘macan kampung’.
Jawara berperan sebagai wakil dari pengantin laki-laki dan pengantin perempuan.
Baik pengantin laki-laki maupun pengantin perempuan, keduanya melibatkan para
jawara dari kampung mereka masing-masing. Pencak silat dan sike menjadi pemicu
utama pertarungan jawara kedua belah pihak. Jawara pengantin perempuan meminta
jawara pengantin lak-laki menerima tantangannya dalam dua persyaratan. Syarat
pertama yang harus dilalui oleh jawara pengantin laki-laki adalah dia harus
mengalahkan jawara pengantin perempuan melalui pertarungan silat. Syarat kedua
yang harus dilalui jawara pengantin laki-laki adalah dia harus mampu melantunkan
lagu sike. Syarat ini berlaku apabila syarat utama yang berupa pertarungan silat
berhasil dimenangkan oleh jawara pengantin laki-laki. Dalam ujian ini, jawara
pengantin laki-laki harus khusyuk. Lagu yang dilantunkan harus terdengar merdu dan
kalimatnya juga harus benar. Jika jawara pengantin laki-laki tidak mampu
melantunkan lagu sike sesuai dengan ketentuan, maka dia dianggap gagal dan
rombongan pengantin laki-laki tidak diizinkan masuk ke rumah pengantin perempuan.
Sebaliknya, jika jawara pengantin laki-laki dapat melalui tantangan tersebut, itu
berarti kedua syarat yang diajukan oleh pihak pengantin perempuan sudah mereka
penuhi. Dengan demikian, pengantin laki-laki dan rombongannya dipersilahkan
masuk ke rumah pengantin perempuan.
Keterlibatan para jawara mampu menghidupkan suasana dan menarik
perhatian orang-orang di sekitarnya dengan memperagakan gerakan dan jurus silat
yang mereka kuasai. Ketika sedang bertarung, jawara pengantin perempuan pasti
dikalahkan oleh jawara pengantin laki-laki. Hal ini sengaja dilakukan agar ritual
segera usai dan pengantin laki-laki dapat bertemu dengan pengantin perempuan.
Makna Buka Palang Pintu dalam Pernikahan
Tradisi Buka Palang Pintu memiliki makna yang terkait dengan status dan
posisi perempuan Betawi yang dianggap berharga dalam keluarga. Mereka
berpedoman bahwa sebagai calon ibu yang akan melahirkan anak-anak soleh dan
solehah, seorang perempuan Betawi wajib mendapatkan pendamping hidup yang
dapat menjadi imam baginya, baik imam untuk bekal dunia maupun akhirat.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
Pendamping hidup yang dimaksud harus sesuai dengan kriteria ideal laki-laki Betawi
yang pantas djadikan suami, yaitu pandai mengaji dan menguasai ilmu silat. Seorang
laki-laki yang pandai mengaji merupakan tanda kesolehan laki-laki yang
merefleksikan bahwa dia menguasai ilmu agama yang berguna untuk bekal di akhirat
kelak; sedangkan ilmu silat identik dengan keperkasaan yang merefleksikan bahwa
dia adalah laki-laki yang mampu dan siap lahir batin menjaga dan melindungi istri
dan anak-anaknya. Pandangan itulah yang kemudian menjadikan orang tua Betawi
zaman dahulu dikenal sangat teliti dalam menentukan calon suami untuk anak
perempuannya. Dia harus mencerminkan seorang pemuda Betawi yang taat pada
ajaran Islam dan memiliki kemampuan beladiri.
Ragam Seni Betawi dalam Tradisi Buka Palang Pintu
• Pantun
Pantun dalam tradisi Buka Palang Pintu menjadi pengantar dialog yang
digunakan untuk menghidupkan dan merilekskan suasana. Dengan adanya pantun
sebagai pengantar dialog, maka tradisi Buka Palang Pintu sering juga disebut dengan
tradisi nyapun, yaitu silaturahmi kedua belah pihak dengan menggunakan pantun
sebagai pengantar berkomunikasi.4 Terlebih lagi pantun Betawi mengandung banyak
humor. Menurut Bang Yahya, dalam tradisi Buka Palang Pintu pantun memiliki dua
fungsi, yaitu fungsi estetika komunikasi dan fungsi hiburan.
• Pencak Silat
Pencak silat menjadi komponen penting dalam tradisi Buka Palang Pintu.
Sebagaimana yang telah dibahas oleh peneliti, pencak silat menjadi syarat pertama
yang diajukan pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki. Pencak silat dalam
tradisi Buka Palang Pintu melambangkan keperkasaan yang berarti bahwa laki-laki
Betawi harus kuat, gagah, dan secara lahir batin siap melindungi istri, anak, dan
keluarganya.
• Sike
Sike berasal dari kata berbahasa Arab ‘sikkah’. Sike merupakan nada dalam
ilmu tilawatil Qur’an yang di dalamnya ada bacaan sholawat yang dilantunkan.5
Dalam tradisi Buka Palang Pintu, lantunan sike yang dibacakan menjadi simbol
4 Istilah nyapun dikemukakan oleh Bang Yahya Andi Saputra, saat peneliti mewawancarainya di kantor LKB. 5 Hasil catatan lapangan ketika peneliti mewawancarai Bang Rifki, seorang pembaca sike di Sanggar Si Pitung, 29 September 2012.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
seorang laki-laki muslim yang taat pada ajaran Islam. Sike biasa dilantunkan oleh
seorang tukang sike yang berperan sebagai wakil dari pengantin laki-laki. Sike dibaca
dengan cara dilagukan, seperti ayat-ayat yang dibacakan qori’ dalam Musabaqah
Tilawatil Quran (MTQ). Dalam tradisi Buka Palang Pintu, sikkah dipilih karena notasi
nadanya lembut dan paling mendayu-dayu.
• Rebana Ketimpring
Rebana ketimpring digunakan saat acara pernikahan, tepatnya dalam tradisi
Buka Palang Pintu yang berfungsi untuk mengarak pengantin laki-laki yang sedang
menuju rumah pengantin perempuan. Dalam iring-iringan tersebut, pemain rebana
ngarak berada di depan pengantin laki-laki beserta sanak keluarganya. Hal ini sebagai
tanda bahwa ada rombongan pengantin laki-laki yang sedang menuju rumah
pengantin perempuan.
• Ondel-ondel
Ondel-ondel adalah boneka khas Betawi yang ukurannya besar, berbentuk
manusia, dan terbuat dari bambu. Orang Betawi Kota dan Betawi yang awalnya
sempat menolak, kini telah mengakui ondel-ondel termasuk salah satu ragam seni
Betawi. Seiring dengan perkembangannya, ondel-ondel semata-mata digunakan untuk
hiburan atau sekedar meramaikan suasana. Ondel-ondel hanya sebagai lambang
sepasang pengantin Betawi. Banyak acara kebetawian yang menggunakan ondel-
ondel sebagai penyemarak acara, salah satunya adalah tradisi Buka Palang Pintu.
Karena melambangkan sepasang pengantin, ondel-ondel pun juga dihias selayaknya
pengantin, seperti dipakaikan busana kebaya Betawi dan kain yang diselempangkan.
• Kembang Kelape
Kembang kelape atau orang Betawi biasa menyebutnya manggar kelape,
merupakan benda yang bentuknya menyerupai kembang kelapa. Daun-daunannya
terbuat dari kertas kraft atau bisa juga dari kertas minyak. Kembang kelape dibawa
oleh iringan pengantin laki-laki, biasanya terdapat dua buah atau sepasang. Makna
kembang kelape dalam tradisi Buka Palang Pintu mengacu pada pohon kelapa yang
mana kesemua bagiannya memiliki kegunaan. Itu artinya kelapa adalah tanaman yang
penuh dengan keberkahan. Dengan membawa kembang kelape, pasangan pengantin
diibaratkan seperti pohon kelapa yang rumah tangganya diharapkan penuh dengan
keberkahan.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
• Musik Marawis
Musik Marawis lekat dengan nuansa Timur Tengah karena biasa digunakan
untuk mengiringi lagu bernuansa Islami. Pemain musik marawis terdiri dari 10 orang
dan sering juga ditampilkan pada acara hajatan, seperti sunatan dan pesta pernikahan.
Musik marawis dalam tradisi Buka Palang Pintu sering digunakan sebagai pengganti
rebana ketimpring, yaitu sebagai pengiring dan penyemarak arak-arakan pengantin.
Tradisi Buka Palang Pintu Sebagai Recreated Tradition
Shahab (2004:24) mengkategorikan rekacipta tradisi atas tiga kelompok besar,
yaitu revived tradition, recreated tradition, dan invented tradition. Pertama, revived
tradition adalah tradisi yang dihidupkan kembali tanpa mengubah bentuk dan fungsi
aslinya. Kedua, recreated tradition merupakan tradisi lama yang dihidupkan kembali
dengan mengkreasikan tradisi tersebut, sehingga memunculkan fungsi baru yang
sesuai dengan tuntutan waktu dan keadaan. Ketiga, invented tradition sebagai tradisi
baru yang dibentuk dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu, namun
tradisi tersebut tidak bersumber dari tradisi asli karena memang tidak pernah dikenal
oleh masyarakat.
Berdasarkan pengelompokkan yang dikemukakan oleh Shahab, rekacipta
tradisi Buka Palang Pintu dapat dikategorikan sebagai recreated tradition. Hal itu
didasari oleh keberadaan tradisi Buka Palang Pintu sebagai tradisi yang sudah lama
dilaksanakan dalam acara pernikahan orang Betawi. Kemasan tradisi Buka Palang
Pintu juga mengalami perbedaan. Jika pada masa lampau tradisi dikemas lebih
menonjolkan unsur religi, maka kini lebih menonjolkan unsur hiburan dengan
mengkreasikan sejumlah ragam seni Betawi. Ada beberapa ragam seni yang baru
digunakan sebagai komponen tradisi Buka Palang Pintu, seperti ondel-ondel, musik
marawis, dan kembang kelape. Selain itu, porsi pantun juga ditambahkan dalam setiap
dialognya. Penambahan ragam seni ini membuat tradisi Buka Palang Pintu menjadi
semarak dan lebih menarik perhatian orang, sehingga pengkreasian tradisi atau
recreated tradition dianggap berhasil karena memunculkan fungsi baru sebagai
penyemarak acara.
Hobsbawm (1989) menjelaskan bahwa rekacipta tradisi sesungguhnya bukan
hanya sekedar penciptaan kembali tradisi, melainkan juga terdapat nilai dan norma
yang berkesinambungan dengan tradisi masa lampau. Tradisi Buka Palang Pintu
sebagai recreated tradition memiliki beberapa perbedaan dari segi kemasan, jenis
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
acara, fungsi, dan pelakonnya. Meski terdapat beberapa perbedaan dari segi kemasan,
namun ada nilai dan norma yang masih berkesinambungan dengan tradisi masa
lampau. Sike sebagai salah satu komponen utama masih memelihara nilai religiusitas
yang termasuk dalam norma agama. Begitu pula dengan pencak silat sebagai nilai
tanggung jawab laki-laki Betawi untuk melindungi istri dan keluarganya. Nilai
tanggung jawab yang terkandung pada pencak silat termasuk dalam norma kesopanan.
Dua hal inilah yang masih terkait dan berkesinambungan dengan tradisi masa lampau.
Komodifikasi Tradisi Upacara Menjadi Komoditas
Tradisi yang direkacipta terkadang tidak hanya berhasil mencapai tujuan
budaya sebagai upaya pelestarian tradisi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan
Shahab (2004:130):
“Rekacipta tradisi seringkali tidak hanya berhasil mencapai tujuan yang ditargetkan, tetapi terkadang proses ini membawa kepada dampak sampingan yang bahkan lebih bertahan dan mewarnai peran dari hasil rekacipta”.
Tradisi yang direkacipta terkadang tidak hanya berhasil mencapai tujuan budaya
sebagai upaya pelestarian tradisi. Eksistensi sebuah tradisi akan lebih kuat apabila
tradisi tersebut dapat mencapai tujuan lain yang membawanya lebih bertahan. Dalam
hal ini, rekacipta tradisi Buka Palang Pintu ternyata mampu menghadirkan tujuan lain
di luar tujuan budaya. Ketika tujuan budaya berhasil dicapai, ada ‘peluang’ dalam
tradisi Buka Palang Pintu yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih
luas, dalam artian tidak sekedar untuk pelestarian budaya. Peluang yang ada dalam
tradisi Buka Palang Pintu muncul karena tradisi tersebut memiliki nilai, salah satunya
adalah nilai ekonomi. Nilai ekonomi melekat pada sebuah objek yang bernilai
ekonomi. Dalam hal ini, tradisi Buka Palang Pintu dapat dikatakan sebagai objek
bernilai ekonomi yang disebut dengan komoditas, sebagaimana yang didefinisikan
Appadurai (1986:3) “…as objects of economic value”. Sebagai komoditas, tradisi
Buka Palang Pintu juga berpotensi untuk mencapai tujuan ekonomi yang merupakan
salah satu dampak sampingan dari hasil rekacipta. Tujuan ekonomi ini mendorong
maraknya komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu yang kini sering dilaksanakan pada
dua jenis acara, yaitu acara pernikahan dan acara di luar pernikahan.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
• Komodifikasi Buka Palang Pintu Dalam Acara Pernikahan
Penjabaran mengenai komodifikasi tradisi Buka Palang peneliti tuangkan ke
dalam tabel 4.1 yang memuat perbedaan-perbedaan sebagai tradisi upacara dan
sebagai tradisi komoditas.
Tabel 4.1
Perbedaan Tradisi Buka Palang Pintu sebagai Tradisi Upacara dan
Tradisi Komoditas dalam Acara Pernikahan
No. Tradisi Upacara
(sebelum lokakarya)
Tradisi Komoditas
(setelah lokakarya)
1. Waktu
Pelaksanaan
Pada hari resepsi pernikahan
yang dilaksanakan satu
minggu setelah hari akad
nikah.
Pada hari akad nikah yang
dilaksanakan bersamaan
dengan acara resepsi.
Pelaksanaannya dilakukan
sebelum akad nikah atau
setelah akad nikah yang
langsung dilanjutkan ke
acara resepsi.
2. Pelakon • Jawara di kampung
pengantin masing-masing.
• Jawara tidak menjual jasa
dan tidak menawarkan
harga.
• Para seniman Palang
Pintu yang umumnya
adalah para anggota
sanggar.
• Seniman Palang Pintu
menjual jasa dan
menawarkan harga.
3. Kemasan Unsur religi Islam lebih
ditonjolkan. Selain sike, ada
lantunan sholawat dustur dan
suara adzan.
Unsur hiburan lebih
ditonjolkan. Porsi pantun
diperbanyak dalam dialog
dan diselingi dengan
gurauan yang diimprovisasi
sendiri oleh para seniman
Palang Pintu.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
4. Ragam Seni - Pencak silat
- Sike
- Pantun
- Rebana Ketimpring
- Pencak Silat
- Sike
- Pantun
- Rebana Ketimpring
- Musik Marawis
- Ondel-Ondel
- Kembang Kelape
55.
Fungsi Penyambutan - Penyambutan
- Penyemarak
(Sumber: Hasil Penelitian Lapangan Devi Roswita, 2012)
• Komodifikasi Buka Palang Pintu Di Luar Acara Pernikahan
Penjabaran mengenai komodifikasi tradisi Buka Palang peneliti tuangkan ke
dalam tabel 4.2 yang memuat perbedaan-perbedaan sebagai tradisi upacara dan
sebagai tradisi komoditas
Tabel 4.2
Perbedaan Tradisi Buka Palang Pintu sebagai Tradisi Upacara dan
Tradisi Komoditas di Luar Acara Pernikahan
No. Tradisi Upacara
(sebelum lokakarya)
Tradisi Komoditas
(setelah lokakarya)
1. Jenis Acara Resepsi Pernikahan. • Festival Buka Palang
Pintu:
- Festival Buka Palang
Pintu Kemang
- Festival Kibar Budaya
“Cinte Betawi”
• Maulid
2. Pelakon • Jawara di kampung
pengantin masing-masing.
• Jawara tidak menjual jasa
dan tidak menawarkan
• Seniman Palang Pintu
yang merupakan para
anggota sanggar.
• Seniman Palang Pintu
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
harga. menjual jasa dan
menawarkan harga.
3. Kemasan Unsur religi Islam lebih
ditonjolkan. Selain sike, ada
lantunan sholawat dustur dan
suara adzan.
Unsur hiburan lebih
ditonjolkan. Porsi pantun
diperbanyak dalam dialog
dan diselingi dengan
gurauan yang diimprovisasi
sendiri oleh para seniman
Palang Pintu. Aliran pencak
silat yang ditampilkan juga
beragam, seperti aliran silat
cingkrik dan beksi yang
dijadikan satu tampilan.
4. Ragam Seni - Pencak silat
- Sike
- Pantun
- Rebana Ketimpring
- Pencak Silat
- Sike
- Pantun
- Rebana Ketimpring
- Musik Marawis
- Ondel-Ondel
- Kembang Kelape
55.
Fungsi Penyambutan - Penyambutan
- Penyemarak
- Kompetisi Tradisi
(Sumber: Hasil Penelitian Lapangan Devi Roswita, 2012)
Keterkaitan Peran dan Relasi Ekonomi Antara Pemprov DKI Jakarta, LKB dan
Sanggar Betawi dalam Komodifikasi Tradisi Buka Palang Pintu.
• Peran dan Relasi Ekonomi dalam Lingkup Internal
Pemprov DKI, LKB, dan sanggar Betawi memiliki peran vital dalam
komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu. Tanpa peran mereka, tradisi Buka Palang
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
Pintu tidak akan menjadi sebuah produk budaya yang dikenal dan dinikmati oleh
masyarakat luas. Dalam lingkup internal, keterkaitan peran ketiganya dapat dilihat
dari bagaimana mereka ‘membentuk’ tradisi Buka Palang Pintu sampai pada akhirnya
menjadi sebuah tradisi komoditas.
Komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu bukan sesuatu yang dapat dilakukan
tanpa modal. Seniman-seniman Palang Pintu sebagai pelaku seni memerlukan
pembinaan dan pemberdayaan dari LKB dan Pemprov DKI secara intensif dan
profesional. Setiap tahun LKB diberikan dana subsidi oleh Pemprov DKI yang
sifatnya berkala. Dana subsidi yang diberikan itu digunakan untuk biaya operasional
kantor, kegiatan seminar, dan lokakarya. Dana subsidi itu tidak dinikmati sendiri
untuk operasional LKB, tetapi disalurkan juga kepada sanggar-sanggar Betawi binaan
LKB, yaitu sanggar yang terdaftar di LKB. Penyalurannya dilakukan dalam suatu
pertemuan seperti rapat kerja yang dihadiri oleh perwakilan tiap-tiap sanggar dan juga
pihak Dinas Kebudayaan. Pertemuan itu diselenggarakan untuk membahas pembagian
anggaran yang diperoleh dari subsidi Pemprov DKI. Pembagiannya sama rata untuk
tiap-tiap sanggar dan digunakan untuk operasional kegiatan-kegiatan di sanggar
masing-masing. Akan tetapi, seringkali subsidi yang diberikan tidak dapat menutup
semua kebutuhan sanggar, karena LKB tidak hanya menyalurkan dana subsidi kepada
sanggar-sanggar Betawi di Jakarta, tetapi juga kepada sanggar-sanggar Betawi di luar
Jakarta.
• Peran dan Relasi Ekonomi dalam Lingkup Eksternal
Relasi ekonomi dalam lingkup eksternal dapat dilihat dari peran Pemprov
DKI, LKB, dan sanggar Betawi dalam penyelenggaraan acara-acara yang terkait
dengan pengembangan dan pemasaran tradisi. Dalam lingkup eksternal, relasi
ekonomi yang mereka ciptakan bertujuan mampu menarik massa dan peminat yang
lebih banyak, karena hal itu merupakan destinasi suatu komodifikasi tradisi. Acara
yang menunjukkan relasi ekonomi mereka dalam lingkup eksternal adalah festival-
festival kebetawian. Festival seni budaya Betawi yang tergolong sangat meriah dan
melibatkan tradisi Buka Palang Pintu sebagai kesenian utama ialah Festival Palang
Pintu Kemang dan Festival Kibar Budaya “Cinte Betawi”.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
Kesimpulan
Perubahan dan perkembangan zaman seringkali menjadi ‘ancaman’ bagi
eksistensi tradisi. Nuansa tradisional sangat lekat pada sebuah tradisi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa hal itu dapat berbenturan dengan modernisasi yang semakin marak,
khususnya di Jakarta sebagai kota metropolitan. Kaum pendatang pun semakin
banyak yang bermukim di Jakarta. Hal itu menandakan bahwa penghuni kota Jakarta
bukan hanya orang Betawi. Lingkungan sosial juga turut mempengaruhi eksistensi
tradisi dimana tradisi akan lebih bertahan apabila didukung dan diminati oleh
masyarakat luas, baik orang Betawi maupun non-Betawi.
Perubahan zaman membuat orang Betawi sebagai pemilik kebudayaan sadar
bahwa tak mudah mempertahankan eksistensi tradisi tanpa modifikasi di tengah
derasnya arus modernisasi. Hal inilah yang mendasari adanya rekacipta sejumlah
tradisi Betawi dengan tujuan pelestarian tradisi, salah satunya adalah tradisi Buka
Palang Pintu yang nyatanya sampai saat ini tetap mampu menunjukkan eksistensinya
melalui acara pernikahan dan festival kebetawian. Festival Palang Pintu Kemang
menjadi salah satu festival Betawi yang setiap tahunnya berhasil menarik minat
masyarakat Kota Jakarta dan menjadikan tradisi Buka Palang Pintu sebagai kesenian
utama yang ditampilkan, mulai dari sesi pembukaan, sesi perlombaan, sampai sesi
penutupan. Hal ini membuktikan bahwa meskipun modernisasi kian menggempur
Kota Jakarta, namun keberadaan tradisi Buka Palang Pintu sebagai tradisi asli Betawi
tidaklah punah.
Rekacipta tradisi tak lepas dari peran agen-agen rekacipta yang mengkreasikan
sejumlah unsur tradisi dengan menyesuaikannya pada tuntutan zaman. Pemprov DKI,
Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), dan sanggar Betawi sebagai agen rekacipta,
memiliki tujuan yang sama yaitu melestarikan tradisi dan memperkokoh eksistensinya
di tengah himpitan modernitas Jakarta. Akan tetapi, rekacipta yang kuat seringkali
mengarah pada tujuan lain selain tujuan budaya. Begitu pula pada rekacipta tradisi
Buka Palang Pintu yang kini tidak hanya mampu mencapai tujuan budaya, tetapi juga
tujuan ekonomi yang memberikan peluang penciptaan sebuah komodifikasi tradisi.
Pemprov DKI sebagai institusi pemerintah sekaligus pemilik modal, LKB sebagai
mitra Pemprov DKI sekaligus wadah penghimpun sanggar, dan Sanggar Si Pitung
sebagai contoh sanggar spesialis Buka Palang Pintu yang menghimpun para pekerja
seni, ketiganya saling berkorelasi dalam rangka mengkreasikan kemasan tradisi Buka
Palang Pintu. Kini kita dapat melihat bahwa pelaksanaan tradisi tersebut tidak sekedar
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
tradisi upacara yang dilaksanakan pada acara pernikahan, tetapi sebagai komoditas
yang juga ditampilkan pada festival-festival kebetawian, seperti Festival Palang Pintu
Kemang dan Festival Kibar Budaya “Cinte Betawi”.
Komodifikasi tradisi yang dilakukan oleh para agen rekacipta telah
menghasilkan sebuah komoditas yang lekat dengan aspek ekonomi, seperti nilai jual
dan keuntungan-keuntungan finansial. Dalam hal ini, perspektif komoditas mengacu
pada benda-benda berharga yang dihidupkan kembali dan berorientasi pada budaya
material (Appadurai 1986). Ada relasi ekonomi yang mereka ciptakan dalam
komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu, baik dalam ruang lingkup internal maupun
eksternal. Hal ini dapat dianalisis bahwa secara internal, relasi ekonomi dilihat dari
bagaimana para agen rekacipta membentuk tradisi dengan berbagai pemberdayaan;
sedangkan secara eksternal, relasi ekonomi dilihat dari bagaimana para agen rekacipta
menyelenggarakan acara-acara yang terkait dengan pengembangan dan pemasaran
tradisi. Pelaksanaan tradisi tidak lagi secara cuma-cuma, dalam artian peran seniman-
seniman Palang Pintu bukan hanya sebagai pelaku seni, melainkan juga sebagai
pekerja seni. Mereka menerima bayaran dari pekerjaan mereka sebagai produsen jasa.
Komodifikasi memang cukup riskan bagi sebuah tradisi. Di satu sisi,
pelestarian tradisi Buka Palang Pintu dengan nuansa tradisional penting
dikembangkan sebagai warisan budaya. Di sisi lain, komodifikasi juga merupakan
bagian dari pelestarian tradisi, namun dapat dikatakan lekat dengan aspek-aspek
ekonomi yang menjadikan tradisi sebagai komoditas. Keuntungan finansial menjadi
tujuan lain dari sebuah pertunjukkan tradisi Buka Palang Pintu. Sisi hiburan kini lebih
ditonjolkan demi menarik selera ‘pasar’, seperti porsi pantun yang ditambahkan
dalam dialog. Modifikasi ini sengaja dilakukan demi menarik penonton agar prosesi
terkesan lebih semarak dengan banyaknya pemain yang ikut berpantun.
Dari penelitian ini, peneliti melihat bahwa fenomena komodifikasi tradisi
Buka Palang Pintu memperlihatkan suatu perubahan tradisi yang awalnya murni
sebagai tradisi upacara kini bertransformasi sebagai komoditas. Adanya perubahan
kemasan dan fungsi tradisi Buka Palang Pintu adalah hal yang tak dapat dipungkiri.
Akan tetapi, makna tradisi tidaklah berubah, karena tetap melambangkan kesiapan
laki-laki Betawi secara lahir batin untuk membina sebuah rumah tangga sesuai ajaran
Islam. Jika pada awalnya tradisi ini hanya dilaksanakan pada acara resepsi
pernikahan, maka hal itu tidak demikian pada masa kini yang juga menampilkannya
pada festival-festival yang sifatnya hiburan, seperti Festival Palang Pintu Kemang dan
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
Festival Kibar Budaya “Cinte Betawi”. Penyelenggaraan kedua festival tersebut tak
lepas dari peran dan relasi ekonomi yang membuktikan bahwa tradisi Buka Palang
Pintu sebagai produk rekacipta terus berekspansi menjangkau masyarakat yang lebih
luas. Pengkreasian beberapa ragam seni Betawi menjadikan tradisi tersebut semakin
meriah sehingga mampu menarik perhatian banyak orang, bukan hanya orang Betawi
sebagai pemilik kebudayaan, melainkan juga orang beretnis non-Betawi.
Referensi Appadurai, Arjun.
1986 The Social Life of Things: Commodities in Cultural Perspective. Cambridge: Cambridge University Press.
Barth, Fredrik
1988 Kelompok Etnik dan Batasannya: penerjemah Nining I. Soesilo. Jakarta: UI-Press.
Batawi, Zahrudin Al. 2011 999 Pantun Betawi. Jakara: Nur Fiqi. Black, James A; Dean J. Champion 1999 Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Budiman, Drs.
2000 Folklor Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Comaroff, John L. dan Jean Comaroff 2009 Ethnicity Inc. Chicago: University of Chicago Press. Creswell, John W.
2003 Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Thousand Oaks: Sage Publication.
Geertz, Clifford.
1983 Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hendrowinoto, Nirwanto; H.S Djurtatap; Susianna D. Soeratman; H. Anwar Tandjung.
1998 Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Hobsbawm, Eric dan Terrence Ranger.
1989 The Invention of Tradition. Cambridge: Cambridge University Press. Kebudayaan, Dinas.
1985 Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Muhadjir.
2000 Bahasa Betawi, Sejarah, dan Perkembangannya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nasution, Prof. Dr. S. 1996 Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Power, Dominic dan Allen J. Scott (ed.)
2004 Cultural Industries and The Production of Culture. New York: Routledge.
Ruchiat, H. Rahmat; Drs. Singgih Wibisono; Drs. H. Rachmat Syamsudin. 2000 Ikhtisar Kesenian Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Saidi, Ridwan.
1994 Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta. Jakarta: Lembaga Studi Informasi Pembangunan.
1997 Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya. Jakarta: Gunakarta.
2000 Warisan Budaya Betawi. Jakarta: Lembaga Studi Informasi Pembangunan bekerjasama dengan Pemda DKI Jakarta.
Saputra, Yahya Andi; M. Guntur; Rully.
2000 Pantun Betawi: Refleksi Dinamika Sosial Budaya dan Sejarah Masyarakat Betawi dalam Pantun. Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Saputra, Yahya Andi; S.M Ardan; H. Irwan Sjafi’ie.
2000 Siklus Betawi: Upacara dan Adat Istiadat. Jakarta: Lembaga Kebudayaan Betawi bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Shahab, Alwi. 2001 Robin Hood Betawi. Jakarta: Republika. Shahab, Yasmine Zaki.
2004 Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi. Jakarta: Laboratorium Antropologi FISIP UI.
2004 ‘Seni sebagai Ekspresi Eksistensi Tantangan Kebijakan Multikulturalisme’, Antropologi Indonesia 28(75):6-12.
Shahab, Yasmine Zaki (ed.)
1997 Betawi dalam Perspektif Kontemporer: Perkembangan, Potensi, dan Tantangannya. Jakarta: Lembaga Kebudayaan Betawi.
Shahab, Yasmine Zaki; Heriyanti; Agus Darmawan.
2000 Busana Betawi: Sejarah dan Prospek Pengembangan. Jakarta: Pemda DKI Jakarta Dinas Museum dan Pemugaran.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
Statistik, Badan Pusat. 2010 Penduduk DKI Jakarta: Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010. Jakarta:
Dharma Citra Putra.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi IV. Jakarta: Balai Pustaka. Skripsi Adityasari, Hanantiwi.
2002 Rekacipta dalam Dinamika: Produksi Motif Buketan dalam Sarung Batik Encim di Pekalongan. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
Hidayat, Fahri
2009 Ente Jual Ane Beli: Pencak Silat Betawi sebagai Representasi Identitas dan Pergeserannya. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
Artikel Lain Buka Palang Pintu. Diakses dari: http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1035/Buka-Palang-Pintu pada tanggal 20 November 2011. DKI Gelar Kibar Budaya Cinte Betawi 2. Diakses dari: http://travel.okezone.com/read/2011/06/14/407/468313/dki-gelar-kibar-budaya-cinte-betawi-2 pada tanggal 31 Oktober 2012. Festival Palang Pintu di Kemang Laris Manis. Diakses dari: http://travel.detik.com/read/2012/06/10/150848/1937394/1025/festival-palang-pintu-di-kemang-laris-manis pada tanggal 14 Juni 2012. Gambar Bapak Fauzi Bowo Disambut dengan Prosesi Buka Palang Pintu pada Pembukaan Festival Palang Pintu Kemang 2011. Diakses dari: http://www.inilah.com/read/detail/1572462/festival-palang-pintu-jalan-kemang-ditutup pada tanggal 14 Juni 2012. Gambar Ondel-Ondel Gigi Taring. Diakses dari: www.beritajakarta.com/2008/en/newsview.aspx?id=19728 pada tanggal 18 Oktober 2012. Gambar Pementasan Buka Palang Pintu di Soka Univesity, Tokyo. Diakses dari: http://lembagakebudayaanbetawi.com/headline/rasa-persaudaraan-dalam-musik.html pada tanggal 27 November 2012.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
Gambar Seperangkat Musik Marawis. Diakses dari: http://sentra-rebana.com/daftar-harga-alat-musik-marawis-polos/ pada tanggal 6 Januari 2013. Pitung dan Pantun. Diakses dari: http://lembagakebudayaanbetawi.com/artikel/pitung-pantun.html pada tanggal 16 Desember 2012.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.
Tradisi buka..., Devi Roswita, FISIP UI, 2013.