TINJAUAN PASAL 42 ATAT (l) CONVENTION ON THJS …repository.unair.ac.id/11381/2/KKB KK-2 Tat 78-85...

78
TINJAUAN PASAL 42 ATAT (l) CONVENTION ON THJS SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTE BETWKKN STATES AUD NATIONALS OF OTHER STATES. DALAM KAITANNXA DENGAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA SKRIPSI oleh SOESILO HADI RIJANTO FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AlfiLANGGA SURABAIA 1985 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

Transcript of TINJAUAN PASAL 42 ATAT (l) CONVENTION ON THJS …repository.unair.ac.id/11381/2/KKB KK-2 Tat 78-85...

TINJAUAN PASAL 42 ATAT (l) CONVENTION ON THJS SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTE BETWKKN STATES AUD NATIONALS OF

OTHER STATES. DALAM KAITANNXA DENGAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

SKRIPSI

oleh

SOESILO HADI RIJANTO

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AlfiLANGGA

S U R A B A I A

1985

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

m - yTrt ,^8/K

_ *■’ i

ICL^

TINJAUAN PASAL 42 AlAT. (l> CONVENTION ON THE SETTLEMENT OF

INVESTMENT DISPUTES BETWEEN STATES AND NATIONALS OF

OTHER STATES DALAM KAITANNXA DJKNOAN

PENANAMAN MODAL ASINd DI. INDONESIA

DIAJUKAN UNTUK HKLKNQKAPI TUGAS

DAN MBMENUHI STARAT-STARAT UNTUK

MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM

OLESi

SOESILO HADI, RIJANTO

038111167

. 7

MOCH« ISNAENI, S.H., M.S.

FAKULTAS. HUKUM UNIVERSITAS AIRLANOQA

S U R A B . A I A

1985

SKRIPSI

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

I am oontent to think of law as a social institution to satisfy social wants — the olaims and demands and expectations involved in the existence of civilised sooiety — by giving effeot to as much as we may with the least saorifioe so far as suoh wants may be satisfied or such olaims given effeot by ordering of human oonduot through politically organised sooiety.

ROSCOE POUHD.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

&ATA Pi^C^mE

Saya memanjatkan puji-syukur kepada Allah, Tuhan pemelihara

arasi yang maha agung, atas kesempatan daa kekuatan yang diberi- Uya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis

ini.

Dalam hal ini, saya menguoapkaa terima kasih daa penghargaan

kepada Bapak Mooh. Isnaeni, S..H*, tt«S. — seorang pembimbing

humanis —- atas bimbingan beliau kepada saya* Di samping itu,

saya pun menguoapkan terima kasih kepada Bapak Haraono Tjokroeoe- warno, S.H. dan Bapak Djasadin flaragih, S.H. , LL.M yang telah

memberikan saran-saran berharga kepada saya, dan Adil Paramarta,

rekan. saya sefakultas, yang telah meminjamkan literatur*

Pembahasan Convention on the Settlement of Investment

Disputes between States and Nationals of Other States dalam

kaitannya dengan penanaman modal asing di Indonesia menoakup

materi amat luas* Dalam arti, pemhahasannya menoakup aspek-aepek

hukum perdata Internasional Indonesia, hukum internasional, hukum perdata, hukum dagang, hukum administrasi negara dan ekonomi* Meayadari hal itu dan kemampuan saya sebagai manusia, tentu, skripsi ini tidak luput dari oacat-oela. Kekhilafan dan kekurangan dalam skripsi ini| bila ada, merupakan tanggung jawab aaya*

Semoga akripsi ini bermanfaat, bagi kalangan akademisi khususnya, dan easyarakat umumnya.

Surabaya, awal (October 1985*

SOESILO HADI RIJANTO

iv.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

daftaa isi

HalamanKATa PENOANTAR ...................................... ir

DAFTAR 131 .......................................... v

BAB I PENDAHULUAN ...................1

1« Permaaalahant Latar Belafcang. dan Rumusannya 1

2* Penjelaaaa Judul .............. *......... . 7

3. Alas cm pemilihan Judul *♦**.... *......... . 7

4« Tuj)ian Penulisam... ......... ............. 8

5« Metodologi ................................ 6

6* Pertanggungjawabaa Sisteoatika 9

BAB II PENAN AMAH MODAL ASIN& DX INDONESIA............. 11

1« Latar Belakang Kebijaka» Penanaman Modal Asing** 11

2. Pengertian Penanaman Modal Asing *..... ...... 14

3* Pengaturan Penanaman Modal Asing........ ..... 21BAB III INTERNATIONAL CENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT.

DISPUTES (ICSID) ..................... ....... . 27

X. Turisdiksi ICSID ......... *................ 28

2. Dewan Arbitrase. ICSID....... ............. . 38

BAB IV. HUKUM IANG DIPAKAT DEWAN ARBITRASE INTERNATIONALCENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES .... 42

1* Ketentuan Pertama Pasal 42 ayat. (l) ........ 43

2. Ketentuan Kedua Pasal 42 ayat, (l) ............ 46

BAB V P E N U TU P ................................ ^

1. Kesimpulan ................... ........... ....... 58

2. S a r a .................................. 61

DAFTAR BACAAN..... .................................. &

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

BAB X

PENDAHULUAN

1. Permasalahans Latar Belakang dan Humuaannya

Dalaa rangka mewujudkaa oita-oita politik, mentis!

kemerdekaaa dan menjalankaa kedaulatannya, Republlk Indonesia

melakflaaakaa pembangunaa multidimensional. Pembangunan teraebut

dilakukan seoara bertahap melalui peaiagkataa raaafaat s\finber-

euraber alsuu di Indonesia* Oleh. karena itur Republik Indonesia

memerlukaa modal saagat besar, teknologi caaggih, skill, dan

maaajemea modern* Hal-hal terakhir ini belum dapat dipenuhi

sepenuhnya oleh sumber-sumber dalam negeri, maka Indonesia

menguadaag, penanam modal asing untuk ikut-serta menggali daa

memaafaatkaa sumber-sumber daa kekayaaa alam di Indonesia*

Orientaei daa atrategi Indonesia nenitikberatkaa pada peaaafaataa

penanaman nodal asing seoara selektif meaurut relevaasi kepentingan peabaaguaaa nasional dan peraturan peruadaag-uadaagaa*

Kegiatan operasional penanaman modal asing harus memenuhi pelbagai persyarataa daa prosedur yang ditetapkaa Pemerintah

Indonesia* Persyarataa daa prosedur tersebut dibedakaa antara

penanaman modal asing dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun

19^7 dengaa peaaaamaa modal asing di luar Uadaag-uadang nomor 1 tahua 1967* Penanaman modal asing di luar Undang-undang nomor 1

tahun 1967i dirlnci eebagai berikut t bidaag, miayak daa gas buui

diatur oleh Uadaag-undaag aomor 44 P?P« tahun 19 0| bidaag

X

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

2

perbankan asing dan lembaga keuaagan bukan bank diatur oleh

Undang-undang nomor 14 tahun 1967 serta beberapa peraturan.

pelakeanaannya* bidang perasuransian diatur oleh Keputusan Presiden

nomor 65 tahun 19&9 serta beberapa peraturan perundang-undanganIlainnya. Masing-masing bidang penanaman nodal asing tersebut

mempunyai ruang-lingkup amat luas* Oleh sebab itu, saya hanya

membahas penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun

1967i yang aplikasinya tertuang dalam formulir eebagaimana

ditetapkan Surat, Keputusan ketua Badan. Koordinasi Penanaman Modal

nomor 15 tahun 1984*Sal ah satu persyarataa terpenting, bagi calon. penanam modal

yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 196 7

adalah kebijakan Pemerintah 22 Januari 1974* Kebijakan pemerintah

22 Januari 1974 tidak tertuang; dalam peraturan perundang-undangan.

Kebijakan tersebut mensyaratkaa pembentukaa pamitcan patungan,dalam arti joint, venture, bagi penanaman modal dalam rangka

2Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Joiint venture dalam hal ini merupakan ker ja-sama antara pemilik modal asinf dan petailik modal

dalam negeri. Li segi lain, penanaman modal dalao rangka Undang-

undang nomor 1 tahun 1967 harus. tertuang ke dalaa wadah perseroan

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Inventarieagj Peraturan Perundang-undangan Dalam Rangka Pengolahan Bahan Rencana Xlmiah Bidang enanaaaa Modal, tanpa penerbit« 1981, passim.

2Tbid., h. 85.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

3

terbatas*^ Oleh karena itu, joint venture tersebut barua tertuang

dalam wadah pereeroan terbatas. Dapat disimpulkan, joint venture

yang dimaksud oleh kebijakan Pemerintah 22 Januari lt974 adalah. joint venture company.

Prosedur aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-

undang nomor 1 tahun 19^7 diatur oleh Keputusan Presiden nomor 34

tahun 1977 tentang Ketentuan Pokok Tatacara Penanaman Nodal.

Menurut pasal 2 ayat (l) dan ayat. (2) Keputusan Presiden nomor 34

tahun 1977, oalon penanam modal yang, aengadak&n us aha dalam rangka

Undang-undang nomor 1 tahun 19^7 jo* Undang-undang nomor 11 tahun

1970 mengajukan permohonan penanaman modal kepada ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (selanjutnya disingkat BKPM). Permohonan

tersebut mempergunakan formulir aplikasi yang ditetapkao, BKPM.

Pasal 2 Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977i adalah. sebagai. berikuts

(1) Calon penanam modal yang akan. mengadakan usaha dalam. rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 19 7 jo* Undang^ undang nomor 11 tahun 1970 mempelajari lebih dulu Daftar Skala prioritas Penanaman Modal (DSE) yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat. (l), dan apabila diperlukaa penjelasan lebih laajut dapat menghubungi BKPM.

(2) Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka, lokasi proyek, tingkat prioritas, dan. ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan, calon penanam modal mengajukan permohonan penanaman modal kepada Ketua BKPM dengan mempergunakan formulir permohonan yang ditetapkan BKPM.

Rudhi Praeetya, "Kedudukan Mandiri dan P©rtanggungjawabaa Terbatas dari Perseroaa Terbatas” Disertasi Fakultas Hukum Univereitaa Airlanggay 1983* h. 53.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

4

Aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1

tahun 1967 tertuang dalam formulir model I/PMA dan model XX/PMA,

berdasarkan Surat, Keputusan ketua BKPM nomor 15 tahun 19 4: tentang

Penyederhanaan Tataoara Permohonan Persetujuan dan Fasilitas

Penanaman Ro&al Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing,. Dalam formulir aplikasi penanaman. modal dalam rangka Undang-undang nomor 1

tahun 1967 terdapat klausula arbitrase International Centre for

Settlement of Investment Disputes (selanjutnya disingkat ICSID)«

Part VIIf sub D, pada formulir model i/PttA dan part VIII, sub D,

pada formulir' model Il/PKA menyatakant

ARBITRATION.With the explicit preclusion of disputes concerning tax matters, it is requested that in all disputes arising between the Joint Venture Company and Government of the Republic of Indonesia regarding the interpretation of the implementation of this investment application (projeot proposal) approved by the Government, of the Republic of Indonesia, which oan not be settled amicably, shall be settled under the Rule of the Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States, to which the Republic of Indonesia is a member.

Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States (selanjutnya disingkat Konvensi

Washington) terbuka untuk ditandatangani pada tanggal 18 Karet

1965* Dalaci rangka memnciptakan iklim kondusif bagi penanaman modal asing. Indonesia menandatangani Konvensi Washington pada

tanggal 16 Pebruari 1968. Selanjutnya, ratifikasi Konvensi itu

melalui Undang-undang nomor 5 tahun 1968 tentang Persetujuan

atas Konvensi tentang Peoyelesaian Perselisihan antara negara

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

5

dan warga negara asing* penyimpanan 'instrument of ratification1'

yang ditandatangani Presiden Soeharto kepada International Bank

for fteoonstruotion and Development (World Bank) dilakukan pada

tanggal 18 September 1968*

Pasal 1 Konvensi Washington menentukan:(1) There is hereby established the International Centre

for Settlement of Investment disputes (hereinafter called the Centre)

(2) The purpose of the Centre shall be to provide facilities for conciliation and arbitration of invettment disputes between Contracting States and nationals of other Contracting States in accordance with the provisions of the Convention.

Dari ketentuan pasal 1 ayat (l) Konvensi Washington dapat

disimpulkan bahwa Konvensi tersebut bermaksud raendirikan. ICSID*

Menurut pasal 1 ayat. (£) Konvensi Washington, ICSID menyediakan.

sarana arbitrase dan konsiliasi bagi penyelesaian sengketa

penanaman modal antara negara peserta Konvensi. Washington dan

warga negara peserta lain Konvensi. Washington*

Timbulnya sengketa penanaman modal di negara pesertaKonvensi Washington, khususnya di Indonesia, bukanlah hal yang

tidak mungkin* Hal ini disebabkam masing-masing pihak mempunyaiorientasi dan strategi berbeda. Indonesia mempunyai orientasi

dan strategi pemanfaatan penanaman modal asing sesuai relevansikepentingan pembangunan nasional dan peraturan. perundang-undangan*

Penanam modal mempunyai orientasi dan strategi pada poncapaian

kepntungan sebesar-besarnya.Di segi lain, sampai saat ini Indonesia masih s an gat

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

6

memerlukan modal asing untuk menunjang daa mengakselerasi

pembangunan nasional* Sedangkaa bagi penanam modal asing, penanaman

modal di luar aegaraaya merupakan earana memperluas bidang usaha,

produksi, dan pemasaraanya serta menembus larangan. irapor barangr

barang tertentu di Indonesia.

Oleh karena itu, manakala ter jadi sengketa, altematif

pemeoahaanya' diupayakan agar dapat diterima Indonesia daa penanam

modal asing* Hal tersebut mempunyai kaitaa, antara lain, dengan

hukum yang, dipak&i dewaa arbitrase ICSID untuk menyelesaikan

sengketa para pihak, Pasal 42 Konvensi Washington menentukan:

(l) The tribunal shall decide g, dispute in accordance with 8uoh rules of law as may be agreed by tfee parties. In the absenoe of such agreement, the Tribunal shall apply; the law of the Contracting State party to the dispute (including its rules on .the oonfliot of laws) and suoh rules of international law as may be applicable.

Dari uraian-uraian di atas timbul pertaayaan-pertanyaani1. apakah pengertian penanaman modal asing dalam konteks Undaag-

uadaag nomor 1 tahun 19 7* Uadaa^-uadaag nomor 6 tahua 196&, daa beberapa perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia

daa negara lain;2. seberapa jauh yuriediksi ICSID terhadap sengketa peaaaamaa

modal dalam raagka Undang-undang nomor 1 tahua 19 7}

3* bagaimaaa penerapan hukum 'applicable* terhadap sengketa

penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7*

Pertanyaaa-pertanya*a; di atas merupakan rumusaa permasalahaa* dalaa

skripsi ini.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

7

2* Penjelasan Judul

Pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington menyatakan, hukum

yang dipakai dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman

nodal antara negara peserta Konvensi Washington dan warga negara *

peserta lain Konvensi itu adalah hukum yang dipilih para pihak.

Dalam hal tiada pilihan hukum| dewan arbitrase ICSID memakai hukum

negara tempat penanaman modal dilakukan, termasuk kaidah-kaidah

hukum perdata internasionalnya, dan hukum intemasional yang

sewajaraya diterapkan*

Jadi, hukum yang diterapkan dewan arbitrase ICSID untuk

memutus sengketa penanaman modal asing mempunyai kaitan dengan ada

tidakaya pilihan hukum para pihak yang bersengketa* Dalam hal

sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun

1967* ada tidaknya pilihan hukum dapat dilihat pada formulir

aplikasi yang ditetapkan oleh Surat Keputusan ketua BKPH nomor 1

tahun 1984*3* Alasan Pemillhan Judul

iSksistensi dan esensi penanaman modal dalam rangka Undang- undang nomor 1 tahun 1967 tidak dapat dielakkan lagi* Di segi lainf pemanfaatan penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1

tahun 1967 tidaklah begitu mudah dan sederhana* Hal ini disebabkan oleh perbedaan orientasi dan strategi antara Indonesia dan penanam

modal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang nomor 1

tahun 1967* sehingga perbedaan kepentingan di antara mereka dapat

muncul* Oleh sebab itu, sengheta dapat munoul di antara mereka*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

8

Manakala timbul sengketa, yang menjadi permasalahan adalah

bagaimana dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum yang, 'applicable'.

Hal itu disebabkan penanaman modal dalam rangka Undang-undang

nomor 1 tahun. 1967/ mempunyai kaitan dengan hukum Indonesia dan

hukum dari penanam modal asing* Terlebih-lebih, sarana penyelesai

sengketanya adalah dewan arbitrase ICSID*

Pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington, menentukan hukum. yang

dipakai oleh dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman

modal antara negara peserta Konvensi Washington dan warga negara peserta lain Konvensi tersebut* Kenghadapi sengketa penanaman modal

dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967, hukumi yang, dipakai,

dewan arbitrase ICSID didasarkan pada pasal 42 ayat (l), Konvensi

Washington, dalam kaitannya dengan ketentuan-ketentuan pada formulir

aplikasi penanaman modal dalam rangjca Undang-undang, nomor 1 tahun

1967.4« Tujuan. Pennlisaa

Sesuai Judul skripsi, tujuan penulisan adalah. menguraikan

dan mengkaji hukum yang, dipakai dewaa arbitrase ICSID dan bagaimana

penerapannya untuk memutus sengketa penanaman modal dalam rangka

Undangrundang, nomor 1 tahun 19 7* Di eamping, itu, karya tulis ini

dibuA*t untuk memenuhi persyarataa akademik sebelum mengakhiri. studi di Fakultas. Hukum Universitas Airlangga*5* Metodologi

a* Pendekatan Masalah.

Sesuai judul daa. materi skripsi ini, sa®a memakal metode

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

9

deekriptif analitis* pendekatan ini menitikberatkan pada masalah

aktual* Di samping itu, data yang ada dieusun, dijelaskan, dan

dianalisa* b* Sumber Data*

Bah&n peayusunan tulisan ini terdiri dari buku-buku, jurnal

hukum, surat kabar, dan peraturan: perundang-undangan berkaitan

dengan masalah yang, dibahas •

c« Prosedur pengumpulan dan pengolahani data*

Data dikumpulkan sebagai hasil pendalaman buku-buku, jurnal

hukujn, surat kabar dan peraturan perundang-undangan. yang, berkaitan

dengan masalah yang dibahas, Data yang telah dikumpulkan. tersebut.

dioleh untuk dikelompok-kelompokkan* sesuai. bidang, pembahasaanjja*

d* Analists Data*

Semua data yang ada diuraikan, disusun, dan. dijelaskan

seoara eietematis serta menganalisanya secara cermat, sehingga diperoleh data selektif seBuai masalah yang, dibahas*

6* Pertaaggung.iawaban Sistematika

Sebagai pengantar. sebelum memasuki bab-bab. pembahasaa

materi, dalam bab pertama diberikan gambaran umum dan sedikit

tinjauan tentang. hal-hal di aeputan pokok. masalah yang menjadi

pembahasan*Guna memberikan gambaran seberapa jauh esensi dan ruang-

linkup penanaman modal asing, bah kedua membahas landasan

fundamental kebijakan Pemerintah dan pengertian penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19 7* Pemanfaatan

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

10

peaaaamaa modal d&lam rangka Undang-undaag nomor 1 tahua 19 7

diaesuaikan deagaa kepentiagaa pembangunan aasioaal dan peraturaa

peruadaag-undangan. Oleh kareaa itu, bab kodua membahas pula

persyarataa yang ditetapkan Pemeriatah untuk meaaagaai peaaaamaa

modal dalam rangka Undaag-uadaag nomor 1 tahua 19 7. Salah satu

persyarataa tersebut adalah penyelesaian seagketa peaaaamaa modal

dalam rangka Uadaag-undang nomor 1 tahua 1967, melalui arbitrase

ICSID.

Koaveasi Washiagtoa menentukan haaya Bengketa terteatu yang dapat dibawa ke ICSID. Demikiaa pula tldak semua oraag atau. badaa

hukum dapat meagajukan. seagketa peaaaamaa modal ke ICSID, ICSID

seadiri tidak oelakukan aktiritas arbitrase* Sebab itu, weweaang

ICSID, pembeatukaa. dan tempat kedudukan dewaa arbitrase ICSID

dibahas. Pembahasaa hal-hal tersebut saya letakkaa pada bab ketiga.

Peaaaamaa modal dal am raagka Uadaag-uadang nomor 1 tahua

19^7 nelibatkan warga negara asiag, maka terdapat titik pertalian aatara hukum Indonesia dan hukum aaiag. Sebab itu, timbul pertaayaan

bagaimana dewaa arbitrase ICSID menerapkaa hukum *applicable*

untuk memutus eengketa peaaaamaa modal dalam raagka Uadaag-uadang

nomor 1 tahua 19&7* Untuk itu, pasal-42 ayat (1) Konrftnei Washington

dibahaa dal am kaitaanya deagaa formulir aplikasi peaaaamaa modal

dal cub raagka Undang-undang no, 1 th. 19 7* Hal tersebut dibahas

pada bab keempat* Akhiraya, dari pcmbahasan bab-bab terdahulu

ditar ik kesimpulan, sebagai analisa permaealahan, dan ear an pada

bab kelima.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

BaB II

PijNAUAMAA MODAL ASING Cl INDONESIA

I. Latar Belakang Kebijakan Penanaman Modal Asing

Indonesia dalaa rangka mewujudkan cita-cita politiknyamelaksanakan pemb&agunan multi dimensional* pembangunan multidimensional

mempunyai Bifat kompleks, Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan

eeoara bertahap eesuai prioritas pembangunan. dan sumber dana yang

ada. Sumber dana digali dari dal am dan luar negeri* Sumber dana

luar negeri berupa, antara lain, penanaman modal asing*

Landasan fundamental daa konsepsional kebijakan Pemerintah

mengundang penanaman modal asing adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan

Landasan Kkonomi, Keuangan dan Pembangunan. Ketentuan-ketentuan di

dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara NomorXXIlX/ttPRS/1966 mempunyai kaitan dengan kebijakan penanaman modal

asing* antara lain, dalam pasal 9 ditetapkani

Pembangunan ekonomi terutama berarti mengolah kekuatan ekonomi potensiil menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peniagkatan ketrampilan, penambahan kemaapuan dan manajemen,4

Pasal 10 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor

XUII/MPR3/I966 menyatakan:

Penanggulangan kemerosotan ekonomi eerta pembangunan lebih

\etetapan-ketetapan Majelia Permuayawaratan Rakyat Sementara, Pradnya Paramita, Jakarta, iy8o# h. I4 1.

11

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

12

lanjut dari potensi ekonomi harus didaaarkan kepada kemampuan serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri. Akan tetapi azae Ini tidak boleh menimbulka»i keaeganan untuk memanfaatkan potensi-potensi modal, teknologi dan skill yang tersedia di luar negeri, selama segala bantuan itu benar-benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri.5

Landaaan fundamental dan konsepsional kebijakan Pemerintah

mengundang penanaman modal asing di dalam Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Seraeatara Nomor XXlIl/ttPRS/1966, dijabarkan

oleh landaaan operasional. Landaaan operasional dalam hal ini

adalah Undang-undang no. 1 th. I967 tentang Penanaman KocLal Aeing.

Konsideran Undang-undang no. 1 th. 1967 menyebutkan bahwa kebijakan

penanaman modal aging dibarengi aaaa penyelenggaraan pembangunan berdasarkan kemampuan sendiri. Meski demikian, aaas tersebut tidak

boleh sampai melahirkan keseganan mengundang penanaman modal,

teknologi, dan skill dari luar negeri. pun penggunaanya harus

ditujukan untuk mengabdi kepentingan nasional dan tidak mengakibatkan

ketergaatuagan kepada luar negeri.Kebijakan dan strategi Pemerintah mengundang penanaman modal

asing dapat .pula dilihat pada pidato pejabat preslden Soeharto.

Pidato itu diuoapkan pada konferensi investasi Indonesia di Jenewa,

pada tahun 1967, menyatakan antara laintThe Government of Indonesia sees the solution to its present eoonomio problems . . . But first of all we have to rebuild our society . . . We realize that this effort will require time, years of time, the willpower and determination of the

Xbld.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

13

politioal leadership, the support of the publio, and the goodwill and assistanoe of the outside world • . .We realize that foreign aid, foreign teohnioal assistanoe and foreign private investment by themselves can never make a country a viable economy, but their role in a reoovery period can be oruioial • . • He are enoouraged indeed by the serious interest private international capital has shown in Indonesia, as demoaatrated again by this illustrious conference • • • From our part we are working hard to oreate neoessary climate of eoonomio and politioal stability.**

Pada tahap selanjutnya, penanaman modal asing merupakan

bagian pentlng pada pembangunan lima tahun (selanjutnya disingkat

Pelita) tahap pertatna, kedua, ketiga dan renoana pembangunan lima

tahun (selanjutnya disingkat Repelita) tahap keempat. Hal ituteroyata pada landasan tiap Pelita. Landasan tersebut memberikan

pengarahan kepada peranan penanaman modal asing. Adapun landasan

pelita tahap pertama adalah Ketetapan Hajelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara Nomor XJCIIl/HPRS/1966. Landasan Pelita tahap

kedua dan ketiga adalah Ketetapan Kajelis Permusyawaratan Rakyat

Honor IV/MPR/1973 dan Ketetapan Majelie Permusyawaratan Rakyat

Nomor IV/MPR/1978-Repelita tahap keempat merupakan penjabaran Ketatapan Kajelis

Permuayawaratan Rakyat Nomor II/MPR/19&3* Dalam hal ini, pengarahanperanan penanaman modal asing disesuaikan dengan perkembangan dan

prioritas pembangunan dalam Repelita tahap keempat. Ketatapan

Majelia permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/I983 menyatakant

penanaman modal asing dimungklnkan di sektor-sektor tertentu yang menghaeilkan barang-baraag yang sangat kita perlukan

^Badan Pembinaan Uukum Nasional, op. oit.« h. 143-

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

14

dapat memperluas ekspor, memerlukan modal investasi yang besar dan teknologi yang oukup tinggi, Berta tidak akan metnbahayakan kepentingan ekonomi dan keamanan nasional dan tidak akan meaghambat perkembangan perusahaan nasional* penanaman modal asing dilaksanakan dalam; bentuk usaha patungan <ian disertai dengan syarat-syarat untuk membuka kesempatan kerja yang oukup beaar, memungkinkan pengalihan ketrampilan dan teknologi kepada bangsa Indonesia dalam waktu seoepatnya dan memelihara keseimbangan mutu dan tata lingkungan* Penanaman modal asing juga diarabkan untuk memperkuat tumbuhnya ekonomi nasional dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pembangunan*‘

Kebijakan penanaman modal asing dalam fiepelita tahap keempat

mempunyai kaitan dengan keadaan yang hondak diwujudkan dalam pola

pembangunan jangka panjang dan pola Repelita tahap keempat, Keadaan

yang hendak diwujudkan adalah tercapainya landasan kuat untuk tumbuh

dan berkembang di atae kekuatan sendiri* Dengan demikian, kebijakan

Pemerintah mengundang penanaman modal asing tidak berubah* Kebijakan

tersebut, seperti disebut di ataa, menfchendaki kegiatan operasional

penananan modal asing ditujukan untuk mengabdi kepada kepentingan

nasional* Di samping itu, dihindarkan ketergantungan kepada luar

negeri *

2* pengertian Penanaman Modal AsingKebijakan Pemerintah. mengundang calon penanam modal asing

yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19^7 >

oenjadikaa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 sebagai salah satu sumber pembangunan nasional* Oleh karena itu,, pengertian penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19^7

'Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Apollo, Surabaya, 1983, h. 71• '

7

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

15

perlu diketahui. pengertian penanaman modal dalam rangka Undang-

undang no* 1 th. 1967 dari segi yuridis mempunyai kaitan dengan

ruang-lingkup dan pengaturannya. Ini dapat diamati dari pasal 1

Undang-undang no* 1 th* 19*>7 yang menetapkan:Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal aeing seoara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuaa Undang- undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Xndone8iaf dalam arti bahwa pemilik modal secara langaung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.

Berdasarkan pasal 1 Undang-undang no* 1 th* 19 7f pengertian

penanaman modal aeing dibatasi hanya pada penanaman modal secara

langsung* Penjelaean resmi pasal 1 Undang-undang no* 1 th. 1967

menentukan bahwa penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka

Undang-undang no. 1 th. 19^7 hanya diperbolehkan mamakai modal saja.

Pasal 2 Undang-undang no. 1 th. 1967 acnentukaa pengertian

modal asing sebagai berikuts

Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini ialahsa. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian

dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia*

b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, sel&ma alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia*

o* bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang- undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.

Sesuai memori penjelaean pasal 2 Undang-undang no* 1 th. 1967,

modal asing di atas harus diartikan sebagai modal asing milik

orang / badan asing dan berasal dari luar negeri.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

16

Undang-undang nomor 1 tahun 1967 menghendaki hanya modal

saja yang dipakai pada penanaman modal dalam rangka Undang-undang

nomor 1 tahun 1967* Di lain pihak, pemerintah mengizinkan kredit

luar negeri sebagai bagian penanaman modal dalam rangka Undang-

undang nomor 1 tahun 19 7i* Hal itu. ditentukan oleh Keputusan

presiden nomor 59 tahun 1972# Paeal 6 Kepwtusan Presiden nomor 59

tahun 1972 menyatakan:

(l) Jika dalam rangka pelaksanaan penanaman modal, balk asin& maupun. dalam negeri, sebagaimana mas ing-m asing diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 196X j°- Undang-undang Nomor 11 Tahun 197P dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1966 jo. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970, direnoanakan. juga menggunakan kredlt luar negeri tersebut harus dicantumkan dalam dokumen yang, berhuhungan dengan permohonani persetujuan atas rencana penanaman modal termaksud.

Diizinkannya kredit luar negeri sebagai bagian penanaman modal

dalam rangka Undang-undang. nomor 1 tahun 1967. telah mengubah.

pengertian modal asing yang tercantum pada pasal 2 Undang-undang

nomor 1 tahun 19&7* Jadi, Keputusan Presiden nomor 59 tahun 1972,

seoara tidak langsung, telah. menguhah pasal 2 Undang-undang nomor 1

tahun 1967•Di samping itu, penanaman modal seoara langsung — sebagainana

dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 1967

dimodifikasi oleh beberapa perjanjian jaminan penanaman modal

antara Indonesia dan beberapa negara lain. Hal itu terbukti,

nisalnya, dalaa perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia

dan Belgia, Jernan Barat, Korea Selatan, Swiss.

Pasal 1 Agreement between the Federal Republio of Germany

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

17

and the Republio of Indonesia concerning the finoouragoment and

Reoiprooal Protection of Investment, dapat diaoati beberapa aspek cukup penting ant ora lains

For the purpose of this Agreementt(1) The term "investment" shall comprise every kind of

assets and acre particularly, though not exclusively!a) movable and immovable property as well as any;

other rights in rem, such as mortgage, lien, pledge, uaufrucht and similar rights;

b) shares of oompaaies or other kinds of interest;c) olaims to money or to any performance having an

eoonomio value;d) oopyrights, industrial property rights, technical

prooesses, trade-names, and goodwill; ande) business concessions under public law, including

concessions regarding the prospecting for, or the extraction or winning of, natural resources*

Pengertian penanaman modal pada perjanjian jaainan penanaman modal

antara Indonesia dan Jeroan Barat tersebut teroantum pula pada

perjanjiaa j ami nan penanaman modal antara Indonesia daa Swias,

Korea Selatan* Pasal 3 Agreement between the Republio of Indonesia

and the Kingdom of Belgium on the Encouragement and Reciprocal

Protection of Investment, maksud serupa tercermin dalam sal ahsatu bagiannya yang menyatakaa*

The term "investment" shall comprise every direct or indirect contribution of capital and any other kind of assets, invested or reinvested in enterprises in in the field of agriculture, industry, mining, fprestry, communications and tourism* • • •

Pasal 3 perjanjian, jaminan penanaman modal antara Indonesia daa

Belgia meliputi kategori yang tercaatum pada paeal 1 perjaajian

jamlnan penanaman modal antara Indonesia daa Jerqyaa Barat*

Tak pelak lagi, Keputusaa Preaiden nomor 59 tahun 1972

daa beberapa perjanjian j ami nan penanaman modal di at as —

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

18

kesemuanya disahkan melalui keputusan presiden — memodifikasi

pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 19 7« Hal Itu mengundang

permasalahan manakala ditinjau dari hirarki peraturan perundang-

undangan sesuai Ketetapan Hajelis Permusyawaratan Rakyat Sementara

Nomor XX/kPRS/1966» Bukankah suatu peraturan perundang-undangan

hanya dapat diubah oleh peraturan perundang-undangan sederajad•

Perubahan pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 19$7 seharusnya dituangkan dalam; undang-undang* Atau, meningkatkan keputusan

presiden tersebut menjadi undangrtmdang*

Kemang, pada asaanya Undang-undang nomor 1 tahun 19 7 hanya

mengizinkan penanaman modal secara langsung* Namun, pasal 23 dan

27 Undang-undang nomor 1 tahun 1967 memungkinkan pamitran patungan

antara modal dalam negeri dan modal asing* Pada tahap selanjutnya,

kebijakan Pemerintah 22 Januari 1974 — tanpa tertuang dalam peraturan perundang-undangan — mensyaratkan joint venture pada

penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967f«

Joint venture merupakan bentuk pamitran patungan dua pihak

atau lebih melalui pembentukan perusahaan baru* Perusahaan tersebut merupakan milik para £ihak melalui penggabungan modal, skill, dan

hak milik lainnya* Pamitran patungan para pihak ini mempunyai sifat permanen* Perusahaan para pihak yang semula ada, tidak

dibubarkan*

QHardjo Cunawan, "Apa itu Joint Venture-Csaha Patungan",

Surabaya Post* 6 Januari 1979* k. 6*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

19

Sesuai pasal 23 dan 27 Undang-undang nomor 1 tahua 19 7» joint venture sebagai syarat terhadap penanaman modal dal<un

rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 dilakukan oleh pemilik

modal dalam negeri dan pemilik modal asing* Pengortian modal asing

daa pocailik modal asing telah diuraikan di atas* Pengertian modal

dalam negeri dan pemilik modal dalam negeri dirumuskan oleh pasal

1 Undang-undang nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Kodal Dalam

Negeri yaag menyatakan;(1) Tang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan "modal

dalam negeri" ialah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan bedan-benda baik yang dimiliki oleh Negara, maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang dieisihkan / disediskan, guna menjalankan sesuatu usaha sepaajang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Sahun 19*7 tentang Penanaman Kodal Asing*

(2) Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat terdiri atas perorangan dan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia*

Dalam memori penjelasan pasal 1 Undang-undang nomor 6 tahun 1968 ,

yang dimaksud swasta nasional adalah warga negara Indonesia yang

aeliputi perorangan dan badan hukum* Swasta asing adalah warganegara asing yang meliputi perorangan dan badan hukum*

Sementara itu, memori penjelasan Undang-undang nomor 6tahun 1968 nenyatakan, modal yang tidak memenuhi pasal 2 Undang-

undang nomor 1 tahun 1967 adalah modal dalam negeri* Dari pasal 2

Undang-undang nomor 1 tahun 1967 dapat ditarik kesimpulaa, unsur

modal asing dalam struktur modal merupakan karakteristik modal

asing* Jadif yang tidak termasuk pengertian modal asing adalah

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

20

modal dalam negeri. Di segi lain, Undang-undang nomor 6 tahun 1968

memuaglcinkan eksistensi unsur modal asing, sebesar 49 dari seluruh saham, dalam struktur modal perusahaan dalam rangka Undang-

undang nomor 6 tahun 1968* l>i samping itu, pasal 6 Keputusan

Presiden nomor 59 tahun 1972 memberi izin penggunaan kredit luar

negeri sebagai bagian penanaman modal dalam rangka Undang-undang

nomor 6 tahun 1968* Dari uraian-uraian tersebut dapat ditarik

kesimpulan, terdapat kekaburaa pembedaan pengertian modal asing9dan modal dalam negeri.

Dilihat dari Undang-undang nomor 1 tahun 19^71 suatu modal

dianggap sebagai modal asing manakala modal tercebut berasal dari

luar negeri, dieertai anggapan, dimiliki oleh orang / badan hukum

asing. Namun, manakala dilihat dari perumusaa pasal 1 Undang-undang nomor 6 tahun 1968, semua modal untuk produksi dalam negeri

merupakan modal dalam negeri, kecuali yang dianggap Undang-undang

nomor 1 tahun 19^7 sebagai modal asing* Konsekuensinya, suatu modal dianggap sebagai modal asing atan modal dalam negeri eemata-mata tirletak pada "cap" modal asing menurut Undang-undang nomor 1

tahun 1967 atau modal dalam negeri menurut Undang-undang nomor 6

tahun 19<8 . 10

"*Cf. Badaa Pembinaan Hokum Haaional, op. oit., b. 83 dan 84*

10IblA.. h. 75.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

21

3. pengaturaa penanaman Modal AeinfKegiatan penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1

tahun 1967 mengundang penanganan interdepartemen* Oleh sebab itu, Pemerintah telah raenunjuk suatu lembaga koordinatif, yaitu BKPK.

BKPK dibentuk oleh Keputusan President nomor 53 tahun 1977 junoties

Keputusan Presiden nomor 33 tahun 1961 dan Keputusan Presiden

nomor 7& tahun 1982. Henurut pasal 3 sub 0 Keputusan Presiden

nomor 54 tahun 1977 juncto pasal 3 sub i Keputusan Presiden nomor 33 tahun 1931? BKPK mengajukan hasil penelitian dan penilaian

atas penanaman modal asing kepada Presiden untuk meraperoleh

keputusan. Kontrak antara Pemerintah dan penanam modal yang

raengadakan us aha dalam rangka Undang-undang, nomor 1 tahun 19&7

terbentuk pada saat Presiden memberi keputusannya*

Lahircya Keputusan Presiden nomor 53 tahun 1977 dibarengi

oleh Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977* Menurut pasal 2 ayat

(1) dan ayat (2) Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977» calon penanam modal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang

nomor 1 tahun 1967 mengajukan aplikasi kepada ketua BKPM. dengan mempergunakan formulir yang ditetapkan BKPK. Kebijakan Pemerintah

22 Januari I974 measyara&kan joint venture bagi penanaman modal

dalam> rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Sesuai pasal 23

dan 27 Undang-undang nomor 1 tahun 19 7» joint venture dilakukan antara pemilik modal asing dan pemilik modal dalam negeri* Oleh

sebab itu, calon penanam modal dalam hal ini adalah pemilik modal

dalaa negeri dan pemilik modal asing. Sedangkaa formulir yang

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

22

dimaksud adalah formulir model i/PKA dan model Il/pMA, sebagaimana

ditetapkan oleh Surat Keputusan ketua BKPM nomor 15 tahua 19&4*

Sebagaimana telah diuraikan di muka, joint venture antara

pemilik modal dalam negeri dan pemilik modal asing harus tertuang

dalam wadah perseroan terbatas* Dengan demikian, joint venture yang

dimaksud oleh pasal 23 dan 27 Undang-undang nomor 1 tahun 19*>7

aorta kebijakan Pemerintah 22 Januari. 1974? adalah joint venture

company - Pada joint venture company tersebut, mitra-usaha pemilik

modal asing adalah pemilik modal dalam. negeri yang berwujud badan

hukum9 perseroan terbatas dan kop.orasi, dan perorangan* Pemilik

modal dalam negeri dan pemilik modal asing mendirikan perusahaan

baru melalui penggabungan modal? know-how, dan pemilikan saham

bereajna. Kelalui joint venture companyv Pemerintah, eecara implisit,

oemberi kesempatan kepada pemilik modal dalam negeri untuk memanfaatkan teknologi, manajemen, dan good-will pemilik modal

asing*

Kontrak paoitran patungan antara pemilik modal asing dan

pemilik modal dal an negeri tertuang di dalam 'master agreement

on joint venture*• 'Master agreement on joint venture* mencakup,

antara lain? struktur peroodalan? manajeaen, penggunaan tenaga ahli? pembagian laba, penyediaan peralatan dan bahan baku. 'Master agreement On joint venture' dirinci oleh berbagai kontrak, * 'patent licensing', ftechnical service agreement', 'management contract'*^

**5umantorot Kerjasama Patungan dengan Modal Asing* Alumni? Bandung, 1984? h. 25*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

23

Para mitra-uaaha mengikutsertftkaa faster agreement onjoint venture' manakala mereka mengajukan aplikasi penanaman

oodal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Sampai kini,12belum terdapat standardisasi 'master agreement on joint venture*•

pembuatan dan pelaksanaan 'master agreement on joint venture'

bertumpu pada hukum perdata intemasional Indonesia*

Pada asasnya, orientasi dan strategi kebijakaa Pemerintah

mengundang penanaman modal asing, didasarkan pada kepentingan

pembangunan nasional* Sarana menoobawujudkan hal itu adalah

peraturan perundang-undaagaa* Berlandaskan pada pasal 3 Undang-

undang nomor 1 tahun 19 7* kegiatan operasional penanaman modal

asing harua dituangkan dalam wadah badaa hukum yang didirikaa

nenurut hukum Indonesia dan berkedudukaa di Indonesia* Dalam

kaita&nya dengan ketentuan tersebut, Moch* Isnaeni mengemukakan,

ketentuan itu dimakaudkaa untuk menjaga akselerasi pembangunan

nasional. Dalam arti, dihindarkan pemanfaatan hukum Indonesia

eemata-mata hanya untuk mendirikan badan hukum, terlebih-lebih bermodal asing* Unsur asing, unsur modal penanam modal, sengaja

didomestikkaa. Tanpa mendomost ikkannya, hubungan hukum dengan

pihak Indonesia tetap merupakan peristiwa perdata intemasionalr sehingga perlu oar a penyelesaian yang panjang*^ Ketentuan

*?Hooh. Isnaeni, "Haeionalitas Badaa Hukum Dalam Kerangka pe&aaamaa Modal Asing di Indonesia", Tesis Fakultas Hukum Universitas Airlaagga, 1981, h. 62*

I2Ibld.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

24

pasal 3 Undang-undang no,. 1 th* 1967 wajar dan dlperlukan oleh

Indonesia yang berupaya melaksanakan pembangunan multidimensional*

Tanpa ketentuan pasal 3 Undang-undang no* 1 th* 1967 akan lahir

beberapa kondala terhadap upaya Pemerintah memanfaatkan seoara

optimal dan maksimal penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 bagi kepentingan pembangunan national.

Formulir model i/PMA dan model Il/pMA tidak mencantumkan

ketentuan-ketentuan yang merupakan persyaratan berdasarkan peraturan

perundang-undangan* Hal itu mengundang pertanyaan mengenai peraturan

perundang-undangan yang mengikat kegiatan operasional penanaman

modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th. 1967* Part X pada

formulir model i/PHA d&n -part XI pada formulir model Il/PHA:

2. It is understood that the applicants will fulfill all laws and regulations concerning the foreign investment in appropriate way, including company's obligation to take preventive measures against pollution caused by the operation of the joint venture company at its own expenses9 in conformity with the applicable rules and regulations.

Dalam Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977 pun tidakdioantumkan peraturan perundang-undangan yang mengikat kegiatan

operasional penanaman modali dalam rangka Undang-undang no* 1 th*1967« Pada asasnya, penanam modal yan£ mengadakan us aha dalam.

rangka Undang-undang no* 1 th. 1967 wajib raemenuhi semua peraturanperundang-undangan. Pasal 6 K-eputusan Presiden no. 54 th* 1977

menyatakant.

(l) Dalam hal pelakaanaan sesuatu penanaman modal tidak sesuai dengan persetujuan dan ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah dan atau penanam nodal tidak

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

25

memenuhi kewajiban menyampadkan laporan pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4i maka kepada penanam modal dapat dikenakan Banks! sesoai dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk dioabutnya lain us aha dan atau fasilitas / keringanan fiskal yang telah diberikan.

Peraturan perundang-undangan merupakan manifestasi kebijakanpemerintah mengarahkan kegiatan operational penanaman modal dalam

rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* agar sesuai dengan

kepentingan pembangunan nasional* tiengan kalimat lain, peraturan

perundang-undangan tersebut merupakan landasan. yuridis Pemerintah

mengatur kegiatan operational penanaman modal dalam< rangka Undang-

undang nomor 1 tahun 19$7 * Di segi lain, peraturan perundang-undangan

member! kepastian hukum bag! penanam modal yang mengadakan us aha

dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967*

Penelitian peraturan perundang-undangan penanaman modal

asing yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional,

menunjukkan terdapat pengaturan duplikatif hingga timbul peraturan-peraturan kontradiktif* Di samping itu, efektiritas suatu peraturan

dioabut oleh perubahan kebijakan yang belum tertuang dalam

peraturan, dan suatu kebijakan efektif meski tanpa landasan 14yuridis* Situasi tersebut dapat melahirkan ketidakpastian hukum

bag! penanam mi) dal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang

nomor 1 tahun 1967* Dengan kalimat lain, situasi tersebut kurang memberikan iklim kondusif bag! penanam modal yang mengadakan us aha

^^Badan Pembinaan Hukum Nasional, op, oit*f passim*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

26

dal an rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19$7* Di samping itu,

dapat melahirkan silang-sengketa antara Indonesia dan penanam

modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19 7* Silang-sengketa tersebut dapat diiajukan ke pentas

ICSID untuk mendapat penyelesaian*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

INTJilRffATIQNAL CENTRE FOR smuailiWT OF

INVESTMENT DISPUTES (ICSID)

Dalam rangka menciptakan ikllm kondusif bag! penanaman

modal asing, Indonesia menadatangani Konvensi Washington pada

tanggal 16 Pebruari 1968, Ratifikasi Konvensi tersebut melalui

Undang-undang nomor 5 tahun 1968 tentang Persetujuan atas

Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara negara dan

warganegara asing* Pasal 1 Undang-undang nomor 5 tahun 1968

monyatakan: "Henyetujui Konvensi tentang Penyelesaian antara

Negara dan Warganegara Asing mengenai Penanaman Modal* • • •” Lebih lanjut pasal 2 Undang-undang tersebut memberikan kepada

Pemerintah:

• • • wewenang untuk memberikan persetujuan bahwa sesuatu perselisihan tentang penanaman modal antara Republik Indonesia dan Warganegara Asing diputuskan menurut Konvensi termaksud dan untuk mewakili Republik Indonesia dalam perselisihan tersebut dengan hak subtitusi*

penyimpanan piagam ratifikasl 'instrument of ratification1 yang

dltandatftngani Presiden Soeharto ke ICSID dilakukan pada tanggal

16 September 1968.pasal 1 Konvensi Washington menyatakani

(1) There is hereby established the International Centre for Settlement of Investment Disputes (hereinafter oalled the Centre)*

(2) The purpose of the Centre shall be to provide facilities for conciliation and arbitration of Investment disputes between Contracting States and nationals of other Contracting States in accordance with the provision of the Convention* *

BAB III

27

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

26

Dari ketentuan pasal 1 ayat (l) Konvensi Washington dapatdisimpulkan, Konvensi tersebut bermaksud mendirikan ICSID. Sesuai

pasal 1 ayat (l) Konvensi Washington, ICSID menyediakaa saranaarbitrase dan konsiliasi bagi penyelesaian sengketa penanaman

modal antara negara peserta Konvensi Washington dan warga negara

peserta lain Konvensi itu. Dengan demikian, ICSID sendiri tidakmelakukan aktivitas arbitrase, atau konsiliasi.

1. Yurisdiksl ICSID

Jieratifikasi Konvensi Washington tidak berarti serta-merta

Indonesia menundukkan diri ke yurisdiksi ICSID. Dengan kalimat lain,

ratifikasi Konvensi Washington tidak menelurkan kewajiban bagiIndonesia untuk aemakai arbitrase, atau konsiliasi, ICSID.

Kukadimah Konvensi Washington, antara lain, menyatakan*

Declaring that no Contracting State shall by the mere faot of its ratification, acceptance or approval of this Convention and without its consent be deemed to be under any obligation to submit any particular dispute to conciliation or arbitration.

Xurisdiksi ICSID berlaku, manakala pasal 25 ayat (l)

Konvensi Washington dipenuhi. Pasal 25 Konvensi Washington

menyatakan*(1) The jurisdiction of the Centre shall extend to any

legal dispute arising directly out of an investment, between a Contracting State (or any constituent subdivision or agenoy of a Contracting State designated to the Centre by the State) and a national of another Contracting State, which the parties to the dispute oonsent in writing to submit to the Centre. When the parties have given their consent, no party may withdraw its consent unilaterally.

Herujuk kepada pasal 25 ayat (1) Konvensi Washington, terdapat

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

29

tiga syarat berlakunya yuriediksi ICSID terhadap sengketa penanaman

modal dalam rangka Undang-uadang no* 1 th. i9 7-

1* adanya persetujuan arbitrase ICSID seoara tertulis antara

Indonesia, peserta Konvensi Washington, dan penanam modal

asing, warga negara peserta lain Konvensi tersebut;2. eengketa terjadi antara Indonesia, peserta Konvensi Washington,

dan penanam modal asing, warga negara peserta lain Konvensi itu|

3. perkara yang diajukan ke ICSID merupakan sengketa hukum langsung

timbul dari penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1

tahun 1967*

Manakala ketiga syarat tersebut dipenuhi, ICSID mempunyai yurisdiksi

terhadap sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1

th. 1967.Ad. I Beranjak dari Surat Keputusan ketua BKPM no. 15 th. 1984*

aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19 7

tartuang dalam formulir model i/PMA dan model Il/PMA. Merujuk ke

pasal 3 sub d Keputusan Presiden no. 54 th. 1977 jo« pasal 3 eub; j

Keputusan Presiden no. 33 th. 19 1, BKPH mengajukan hasil penelitian dan penilaian atas penanaman modal asing kepada Presiden untuk memperoleh keputusan. Manakala telah terbit keputusan Presiden ataa aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th.

1967> berarti Presiden telah menyetujui ketentuan-ketentuan dalam

formulir aplikasinya. Salah satu ketentuan dalam formulir aplikasi

penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 adalah klausula arbitrase ICSID. Part VII, sub D, formulir model

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

30

i/PMA dan part VIII, sub D, formulir model Il/PKAi

ARBITRATION.With the explioit preclusion of disputes oonoeming tax matters, it iB requested that in all disputes arising between the Joint Venture Company and the Government of the Hepublio of Indonesia regarding the interpretation or the implementation of this investment application (projeot proposal) approved by the Government of the Republic of Indonesia, which oan not be settled amicably, shall be settled under the Rule of the Convention- on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States, to which the Republic of Indonesia is a member*

Jadi, Presiden secara langsung menyetujui, penyelesaian sengketa

penanaman modal dalam raagka Undang-undang nomor 1 tahua 19 7melalui arbitrase ICSID. Dapat saya tegaskan, BKPH.tidak memberi

persetujuaa atas penyelesaian sengketa penanaman modal dalamraagka Undang-undang, no. 1 th. 19 7 melalui arbitrase ICSID

Konsekuensinya, pasal 25 ayat (3) Konvensi Washington tidak

berlaku. Pasal 25 ayat (3) Konvensi Washington menyatakaa: "Consentby a constituent subdivision or agency of a Contracting State shall

require the approval of that State unless that State notifies the

Centre that no such approval is required,nDi eamping itu, penerimaan yurisdiksi ICSID terdapat pada

perjanjian international bilateral antara Indonesia dan Belgia,

Peraaois, Korea Selataa. Pasal 10 Agreement Regarding Eoonomio

and Technical Cooperation and Trade Promotion between the Republic

Cf. Sudargo Gautama, Soal-aoal Aktual Hukum Perdata Internaslonal. Alumni, Bandung, 19 1, k*

15

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

31

of Indonesia and the Republio of Korea menyatakani

The Contracting party in the territory of which a national or a company of the other oountry made or is in the prosess of making an investment , shall assent to any demand on the part of suoh national or company and any such national or company shall comply with any request of the former Contracting Party, to submit, for conciliatipn or arbitration, to the Centre established by the Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and National of other States of March 16th 1965, any dispute that may arise in connection with the investment*

Ketentuan senada juga dituangkan dalam pasal 10 Agreement between

the Republic of Indonesia and the Kingdom of Belgium on the

Encouragement and Reciprocal Protection of Investments dan pasal 3

Agreement between the Republic of Indonesia and the Frenoh Republio

on the i&couragement and proteotion of French Capital in Indonesia*

Sebagairaana diuraikan di muka, meratifikasi Konvensi

Washington tidak berarti serta-merta Indonesia menundukkan diri ke

yuriediksi ICSID* Di segi lain, ketentuan-ketentuan dalam perjanjianr*

perjanjian jaminan penanaman modal di atae menclurkan kewajiban

bagi Indonesia memakai arbitrase, atau konsiliasi, ICSID* Ditlllk

dari perj&njian-perjanjian jaminan penanaman modal di atas, manakalaIndonesia tidak memakai arbitrase, atau konsiliasi, ICSID, raaka

Indonesia dianggap melakukan wanprestasi dalam pentafi hukum

intemasional*Ad. 2 pengertian warga negara peserta lain Konvensi Washington,

dalam hal ini natuurlijk persoon, dijabarkan oleh. pasal 25 ayat (2)

Konvensi tersebutt

(a) any natural person who had the nationality of a Contracting..State other than State party to the dispute on the date

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

M 1 L I Kp e r f u s t a k a a n _

XJM1VERSITAS A l R L A N -

| S U R A B A Y A ____

on whioh the parties consented to submit such dispute to* * • arbitration as well as on the date on whioh the request was registered pursuant to paragraph • • . (3) of Artiole 36, but does not inolude any person who on* either date also had the nationality, of the Contracting State party to the dispute; and . * * *

Hanakala ketentuan itu dikaitkan dengan penan a/nan. nodal d&latn rangka

Undang-undang no. 1 th. 1967, aatuurlijk persoon warga Indonesia,

mitra-usaha pada joint venture oompany dalam. rangka Undang-undang

no* 1 th* 1967* tidak dapat tampil di pentaa ICSID, meski Indonesia

menyetttjuinya* Sedangkan pengertian warga aegara peserta lainKonvensi Washington, dal an hal ini recht persoon, dijabarkan oleh

pasal 25 ayat (2) Konvensi Washingtons

(b) any juridioal person which had the' nationality of a Contracting State other than the State party to the dispute oa the date on which ..the parties oonseated to submit such dispute to conciliation or arbitratioa and any juridical person which had the nationality of the Contracting State party to the dispute oa that date and .which, because of foreign control, the parties have agreed. should be treated aa a national of another Contracting States for the purposes of this Convention*Telah diuraikan pada bab sebelumnya, kegiatan operasional

penananaa nodal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 harus

dituangkan dalam wadah perseroan terbatas* Timbul pertanyaant apakah naaionalitas perseroan terbatas dalam rangka Undang-undang no* 1 th. I967 ? Selanjutnya, apakah perseroan terbatas tersebut

memenuhi ketentuan pasal 25 ayat (2) sub b Konvensi Washington* perluaya penetapaa nasionalitas badan hukum dinyatakaa J.G. stark#:

"It is necessary to determine the nationality of such corporations,

for the purpose of applying the 'nationality of olaims' principle

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

33

in a oase before an international tribunal, or for giving effeot16to a treaty applying to nationals of a State * . . ."

Undang-undang. no. 62 th. I958 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia, hanya mengatur nasionalitas natuurlljk persoon.

Ditopang penafsiran historis terhadap Undang-undang no. 62 th. 1958,

te ray at a Undang-undang no. 3 th. 194$ tentang Kewarganegaraandan Fenduduk Republik Indonesia junoto Undang-undang no. 6 th. 1947

diberlakukan terhadap nasionalitas badan hukum. Pasal 1 sub j

Undang-undang no. 3 th. 194<», pasal tersebut ditambahkan oleh

Undang-undang no. 6 th. 1947# menentukan, badan hukum yang didirikan

menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia mempunyai17nasionalitas Indonesia.

Perseroan terbatas, badan hukum yang dimaksud oleh pasal 3

Undang-undang no. 1 th. 19 7i harus didirikan menurut hukum Indonesia, dan berkedudukan di Indonesia. Oleh karena itu, perseroan

terbatas dalaai rangka Undang-undang no. 1 th. 1967 meraentihi ketentuan

pasal 1 sub j Undang-undang no. 3 th. 1946 jo* Undang-undang no* 6 th. 1947* Dengan kalimat lain, perseroan terbatas dalam rangka

18Undang-undang no. 1 th. 19^7 mempunyai nasionalitas Indonesia.

16J.G. Starke, An Introduction to International Law. Butterworths, London, 1972, h. 345*

17Koch. Ienaeni, op. oit.. h. 5 .lQIbid., h. 57 dan 64*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

34

Dengan demikian, perseroan terbatas dalam rangka Undang-

undang no* X th* 1967 tidak memenuhi ketentuaa pasal 25 ayat (2)

sub b Konvensi Washington* Konsekuensinya, perseroan terbatas

dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19&7 tidak dapat tampil di

pentad ICSID* {Sal tersebut memungkinkan penanam modal aBing, warga

negara peserta lain Konvensi Washington, untuk tampil di pentae

ICSID* Penanam modal asing tersebut bertindak untuk dan atas nama

dirftnya, bukan untuk dan atas nama perseroan terbatas dalam rangka

Undang-undang no* 1 th* 1967*

Tampilnya penanam modal asing untuk dan atas nama dirinya

di pentaa ICSID mengundang permasalahan, manakala ditinjau semata-

mata dari kedudukaa perseroan terbatas aebagai badaa hukum* Ketboek vaa Koophaadel memberi status'badaa hukum kepada perseroan terbatas*

Dengaa demikian, tampilaya penanam modal asing di ICSID memang oenerobos status perseroan terbatas sebagai badaa hukum* Hamun,

hal itu merupakaa konsekuensi dari eksietensi daa eseasi pasal 3

Undang-undang no* 1 th* 1967 jo* pasal 1 sub j Undang-undang

no. 3 th* 1946, dalam kaitannya dengan formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967*

Mitra-usaha pada joint venture company dalam raagka Undang- undang ao* 1 th* 19 7/, di antaranya, adalah perseroaa terbatas dalam rangka Undang-undang no* 6 th* 1968* Herujuk ke pasal 1 eub

j Undang-undang no. 3 th* 194$, perseroan terbatas tersebut

bornasionalitas Indonesia* Koasekuensinya, perseroaa terbatas

dalam rangka Undang-undang no* 6 th* 1968 tidak memenuhi paaal 25

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

35

ayat (2} sub b Konvensi Washington* Dengan kalimat lain, perseroan

terbatas dalam rangka Undang-undang no. 6 th* 1?68 tidak d&pat

tampil di pentas ICSID*

Dari urai&n-uraian di atas, dapat dieimpulkan, klausula

arbitrase ICSID pada formulir aplikasi model i/PMA dan model Il/PMA

hanya memberi persetujuan kep&da pemilik modal asing, warga negara

peserta lain Konvensi Washington, tampil di pentas ICSID*

Ad. 3 Paragraf 26 Report of the Executive Direotors mengenai

Konvensi Washington menyatakanj "The dispute must conoem the

existence or soope of a legal right or obligation, or the nature

or extent of the reparation to be made for a breach of a legal obligation." Menurut ketentuan klausula arbitrase ICSID pada

formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1

th. 1967* perkara yang dapat diajukan ke ICSID adalah "With the

explicit preclusion of disputes oonoeming tax matters, « . . all

disputes . * . regarding the interpretation or the implementation

of this investment application. • . ." Dari uraian di atasy dapat

disiopulkan, perkara yang dapat diajukan ke ICSID adalah sengketa

hak dan kewajiban penanam modal ataupun Pemerintah Indonesia, yang teroantum pada formulir aplikaeiaya dan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, pasal 26 Konvensi Washington menentukanj

• .A Contracting State may require the exhaustion of looal

administrative or judioial remedies as oondition of its consent to

arbitration under this Convention.* Menurut J.G. Starke, beberapa

asas *looal remedies rule1 dalam pentas hukum intemasional adalahs

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

36

- a local remedy is not to be regarded as adequate and need not be resorted to if the municipal Courts are not. in a position to award compensation or damages;

- a claimant is not required to exhaust justice if there is no justioe to exhaust; for example, where the supremo judicial tribunal is under the control of the executive organ responsible for the illegal act, or where an act of the legislative organ has caused tho injury suffered;

- where the injury is due to an executive act of the government as suoh, which is clearly not subjectto the jurisdiction, of the municipal Courts, semble the injured foreign citizens are not required to exhaust local remedies.19

Pada bagian lain J«G. Starke, merujuk ke the Ambatielos Arbitration,

meuyimpulkantlocal remedies are not exhausted if an appeal to a higher Court is not definitely pressed or proceed with, or if essential evidenoe has not been adduced, or if there has been a significant failure to take some step necessary to succeed in the action.

Di segi lain, dari the Ambatielos Arbitration, dapat disimpulkan,

negara yang menuntut pemakaian upaya-upaya setempat harus dapat

membuktikaa eksietensi dan kemampuan hukumnjia untuk menyelesaikan 21sengketa. Dalam kasus Panevesys-Saldutiskis Railway, mahkamah

permanen menyatakan bahwa pengadilan negara yang menuntut pemakaian

upaya setempat berwenang menentukan yurisdiksinya aebelum yurisdiksi

19J.G. Starke, op. oit.« h. 308.20Ibid., h. 309.

2Vr. O'Connell, International Law, Y<ol* XL, Stevens & Some, London, 1970, h. 1054*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

s

37.

intemasional muncul*

Dengan demikian, penanam modal a s i n g , warga negara peserta

lain Konvensi Washington, tidak dapat sertar-merta mengajukan

sengketanya ke ICSID, manakala ia merasa dirugikan Pemerintah

Indonesia* Sebagaimana d ik e m u k a k a n d i muka, penelitian peraturan

perundang-undangan penanaman modal a B i n g yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum ifasional menunjukkan, terdapat, banyak

pengaturan duplikatif* Hal tersebut monimbulkan peraturan-peraturan

k o n t r a d i k t i f• Bahkan, e f e k t i v i t a a suatu p e r a t u r a n dicabut oleh

perubahan kebijakan yang belum tertuang dalam p e r a t u r a n * Di

s a m p in g itu, suatu kebijakan e f e k t i f meski t a n p a landasan yuridis*

Situasi tersebut, tentu, kurang memberikan iklim kondusif bagi

penanam modal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang

nomor 1 tahun 1?67/* Bahkan, hal tersebut d a p a t melahirkan s e n g k e t a

a n t a r a Indonesia dan penanam modal yang, mengadakan usaha dalam

rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19 7«Paragraf 32 Report, of the Executive Directors mengenai

Konvenai Washington mempertegas, Konvensi itu tidak memodifikasiketentuan hukum intemasional mengenai * exhaustion of looal remedies*Di segi lain, pasal 3 perjanjian jaminan penanaman modal antaraIndonesia dan Belgia men^takant "This oonsent, implies renunciation

of the requirement that the Internal administrative or judicial

resorts should be exhausted*"

22

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

38

2* Dewan Arbitrase ICSID

Dalam sub bab pertama dari bab ketiga, telah diuraikan

bahwa ICSID sendiri tidak melakukan aktivitas arbitrase, atau

konsiliasi. Sesuai ketentuan pada Konvensi Washington, arbitrase

dilakukan oleh dewan arbitrase* Pasal 3 Konvensi Washington

raenghendaki ICSID menyediakan panel arbitrator* Salah satu syarat

menjadi anggota panel arbitrator, atau konsiliator, adalah sebagaimana

ditentukan pasal 14 Konvensi Washingtons

(1) Persons designated to serve on the Panels shall be persons of high moral character and recognized competence in the field of law, commerce, industry or finance, who may be relied upon the exercise independent judgement* Competence in the field of law shall be of particular importance in the oase of persons on the Panel of Arbitrators*

Merujuk kepada gasal 14 ayat (l) Konvensi Washington, syarat-syarat

menjadi anggota panel arbitrator, atau konsiliator, adalah:

1* mempunyai watak moral luhur;

2* berkompeten di bidang hukum, perdagangan, industri dan keuangan;

3* dapat member! keputusan tidak memihak*

Dewan arbitrase dibentuk sesegera mungkin, setelah pendaftaran

permohon&n arbitrase* Dewan arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau lebih, asalkan ganjil, yang do.tunjuk sesuai persetujuan para

pihak* Hal. itu ditentukan pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) sub a Konvensi Washington* Manakala tidak ada persetujuan pihak-pihak yang bersengketa,

mengenai jumlah dan cara pengangkatan arbitrator-arbitrator, dewan

arbitrase terdiri dari tiga orang, Masing-masing pihak yang bersen^ceta

memilih seorang arbitrator* Ketua dewan arbitrage ditunjuk berdasar

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

39

persetujuan para pihak yang bersengketa. Hal tersebut dapat diamati

dari pasal 37 ayat (2) sub b Konvensi Washington.

Manakala dewan arbitrase belum terbentuk daliam waktu sembilan

puluh hari setelah pemberitahuan pendaftaran permohonan arbitrase,

atau setelah lampau waktu yang ditetapkan para pihak, ketua dewan

administratif ICSID mengangkat arbitrator yang belum diangkat.

Pengangkatan itu dilakukan, 8 e dap at mungkin, setelah rembukan dengan

para pihak yang bersengketa. Hal tersebut dinyatakan oleh pasal

38 Konvensi Washington. Merujuk kepada paragraf 35 Report of the

Executive Directors mengenai Konvensi Washington, pengangkatan tersebut

dimaksudkan untuk menghilangkan kemacetan pembentukan dewan arbitrase

ICSID, manakala para pihak tidak sepakat mengenai pengangkatan para

arbitrator atau salah satu pihak tidak bersedia mengangkat arbitratornya

Henurut pasal 38 Konvensi Washington, arbitrator-arbitrator.yang..

ditunjuk oleh ketua dewan adrainistratif ICSID, bukan warga negara

peserta Konvensi Washington yang bersengketa di. ICSID, dan bukan

warga negara peserta lain Konvensi ■ Washington yang, warganya bersehgketa di ICSID.

hayoritas arbitrator haruslah warga negara-negara lain daripada

negara peserta Konvensi Washington yang bersengketa di ICSID dan

negara peserta Konvensi Washington yang warganya bersengketa di

ICSID. Naarnn, syarat. kewarganegaraan tersebut tidak berlaku, jika

arbitrator tunggal atau anggota dewan arbitrase ICSID telah

ditunjuk melalui persetujuan para pihak yang bersengketa. Hal

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

40

tersebut diatur oleh pasal 39 Konvensi Washington*

Dewaa arbitrase ICSID mempunyai wewenang menetapkan kompetensinya

atas sengketa yang diajukan kepadanya. Hal tersebut diatur pasal

41 ayat (l) Konvensi Washington t "The tribunal shall be the judge

of its own competence." Merujuk kepada pasal 41 ayat (2), manakala

salah satu yang bersengketa mengajukan keberataa atas koepeteasi

ICSID, dewan arbitrase ICSID menentukan kompetensinya sebelum

memeriksa pokok perkara, atau pada saa& memberi keputusan atas pokok perkara* Turisdiksi arbitrase ICSID hanya meliputi perkara-

perkara tertentu* perkara tersebut harus merupakan sengketa hukun,

sebagaimana ditentukan pasal 25 ayat (l) Konvensi Washington* Di

samping itu, perkara tersebut diajukaa oleh pihak-pihak yang

memenuhi pasal 25 eyat (l) dan ayat (2) Konvensi Washington,berdasarkan persetujuan pihak-pihak mengenai arbitrase ICSID sebagaimana

ditentukaa pasal 25 ayat (1) dan ayat (3) Konvensi Washington*

Sebagaimana diuraikan pada sub bab pertama dari bab ketiga, sengketa

penanaman modal dalaa rangka Undang-undang no* 1 th. 1967 dapat diajukaa ke pentas ICSID, manakala terpenuhi tiga syarat yang

ditetapkan pasal 25 ayat (l) Konvensi Washington* Oleh sebab itu,

dewan arbitrase ICSID akan menetapkan kompetensinya, manakala sengketa penaaaaaa modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 diajukan kepadanya*

Sesuai pasal 62 Konvensi Washington, arbitrase dilakukan

di tempat kedudukan ICSID, di Washington* Selanjutnya, menurut pasal 63 sub a Konvensi Washington, pihak-pihak yang bersengketa

dapat pula menentukan tempat lain, misalnya tempat kedudukan

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

41

permanen Court of Arbitration, atau lembaga-lembaga arbitrase Iain yang telah nembuat persetujuan dengan ICSID untuk itu.

Dalam kaitannya dengan pasal 63 sub a Konvensi Washington, ICSID

telah mengadakan persetujuan dengan Asian-African. Legal Consultative

Committee, yaitu s agreement•among the Asian-Afrioan Legal

Consultative Committeef the regional centre for commercial

arbitration (Kuala Lumpur) and the International Cantre for

Settlement of Investment Disputes. Persetujuan tersebut memungkinkan

arbitrase di bawah arahan ICSID diadakan di pusat arbitrase Asian- Afrioan Legal Consultative Committee, di Kuala Lumpur atau di

Kairo.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

HUKUM IaWG DIPAKAl DKWAK ARBITRaSK INTitflNATIGNAL

CJfiNTftK FOR SE!EPLJ!lU!)llT OP INVESTMENT DISPUTES Dalam rangka menciptakan iklim kondusif bag! penanaman modal

asing, Indonesia meratifikaei Konvensi Washington. Di samping itu,V

klausula arbitrase ICSID dicantumkan pula pada part VII, sub D,

formulir model I/PMA dan part VIII, sub D, formulir model Il/PMA.

Eksistensi d&n esensi klausula arbitrase ICSID tersebut,

menegaskan pengakuan Indonesia dan pihak penanam modal asing mengenai

yurisdiksi ICSID. Tang menjadi masalah adalah hukum apakah yang

dipakai oleh dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman

modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7* Untuk memutus

6engketa penanaman modal asing, menurut Joy Cherian, dewan arbitrase

akan memilih seoara sfclektif hukum yang diterapkannya. Hal inidisebabkan oleh karakteristik transnational kontrak penanaman modal

21asing dan pihak-pihak yang mengadakan kontrak. 1

Pasal 42 Konvensi Washington menentukans(1) The Tribunal shall decide a dispute in accordance with such

rules of law as may be agreed by the parties. In the absence of such agreement, the Tribunal shall apply the law of the Contracting States party to. the dispute (including its rules on the conflict of laws) and such rules of international law as may be applioable.

Ada dua ketentuan yang dapat dipetik dari pasal 42 ayat (1) KonvensiWashington. Ketentuan pertama pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington

menentukan, dewan arbitrase ICSID memutus sengketa berdasarkan hukum

23Joy Cherian, Investment Contracts and Arbitration— The World Bank Convention on the Settlement'of Investment Disputes, A.W. Si$thoff, Leyden, 1975i h. 19*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

43

yang dipilih para pihak. Ketentuan kedua pasal 42 ayat (1) Konvensi

Washington menentukan, dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum negara

peserta Konvensi Washington yang menjadi pihak dalam sengketa,

termasuk kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasionalnya, dan Hukum

Internasional yang sew&jarnya diterapkan, manakala para pihak tidak

melakukan pilihan hukum*

1, Ketentuan Pertama Pasal 42 ayat (l)

Ketentuan pertama pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington

menentukan : "The Tribunal shall deoide a dispute in accordance wi1h euoh rules of law as may be agreed by the parties • " Dari ketentuan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa Konvensi Washington mengakui eksistensi

dan esensi salah satu ajaran pada teori umum Hukum Perdata Internasional,' i. -

yakni pilihan hukum* Di segi lain, ketentuan tersebut secara implicit

menolak pandangan, kontrak penanaman modal asing antara negara dan

penanam modal serta-merta hanya dikuasai hukum negara pengimpor modal (host state)*

Konvensi Washington tidak mengatur hukum yang dapat dipilih

negara peserta Konvensi Washington dan warga negara peserta lain

Konvensi tersebut* Menurut Ssass, negara peserta Konvensi Washington daji warga negara peserta lain Konvensi itu dapat memilih hukum negara

pengimpor modal, hukum negara ketiga, hukum negara pengekspor modal

(home state), dan Hukum Internasional.^

24Ibid., h. 75

^Ibid.. dikutip dari Szasss, "The Investment Disputes Convention Opportunities and Pitfalls", The Journal of Law and floonomio Development Vol. I, 1970, h* 39.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

44

i/a was a ini, iuynpir eemua negara berupaya mewujudkaa dirinya

sebagai negara kesejahteraan (welfare state)* Konsekuensinya,

rentangan kendali negara seoara global telah coerasuki kehldupan

ekonomi* Sal ah satu aspek kehidupan ekonomi di bawah rentangan

kendali negara adalah penanaman modal asing* "Modem States exercise

wide control over the economy, including such aspects of privateZieconomic enterprise as * * * internal and external investment * » * *n,

demikionlah Starke mengulas rentangan kendali negara di bidang

kehidupan ekonomi, khususnya penanaman modal asing* Hal senada

mengenai wewenang negara mengendalikan kehidupan ekonomi, khususnya

penanaman modal asing juga ditekankan oleh Charter of Economic Rights

and irnties of states. Menurut pasal 2 sub a Charter tersebut, setiap

negara mempunyai hak mengatur dan menjalankan kekuasaannya mengenai

penanaman modal asing, sesuai dengan hukum dan kepentingan nasionalnya*

Di samping itu, tidak ada negara yang dapat dipaksa memberi perlaku&n

preferensial kepada penanaman modal asing. 7

Negarar-negara pengimpor modal yang berupaya melakukan pembangunan

nasional, tentu amat mengharapkan penanam modal asing berkiprah dalam

rangka menunjang dan mengakselerasi pembangunan nasionalnya*

Indonesia misalnya, mengundang penanaman modal asing secara selektif

sesuai relevansi kepentingan pembangunan nasional dan peraturan

'Starke, op* oit*« h* 365*

^Tfeume H* Weston, "The Charter of Koonomic Rights and Duties of States, and .the Deprivation of Foreign - Qwaed Wealth", Aaerioam Journal of International-Law, No* 3f Juli I98I, h. 436*

26

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

MILIK. IPERPUSTAKAAN '

•UN1VERS1TAS AIRLANOO*'___ S U R A B A Y A

perundang-undangan. Oleh sebab itu, Indonesia tidak mungkin memilih

hukum negara-negara pengekspor modal, sebagai sarana penyelesai

sengketa antara Indonesia dan penanam-penaaam modal asing. rtealitanya,Indonesia tidak mencantumkan pilihan hukum negara pengekspor modal,

pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang

no. 1 th. 1967*Di segi lain, Indonesia dapat mencantumkan pilihan Hukum

Intemasional, pada formulir aplikasi penanaman modal rangka Undang-

undang no. 1 th. 1967* Di dalam kontrak yang mengandung unsur publik

dan perdataf eeperti halnya kontrak penanaman modal asing, negara

dan wargazi&siog dapat.memilih Hukum.Intemasional. O'Connell

mengemukahan antara lain : "When a state contract with foreign

national . . . The parties to a contract of mixed public and private

elements are as much at liberty to select the proper law as are28private contractors, and they may choose international law."

Meskipun negara dan warga asing dapat memilih hukum Intemasional

di dalam kontrak mereka, namun realitanya jarang terjadi mereka

memilih Hukum Intemasional itu. "Altough it is theoritically possible, therefore, for a State to agree to subject its contracts with

foreign national to the regime of international law* this has rarely if ever occured.", aemikianlah O'Connell mengulas realita kejarangan

negara dan warga asing memilih Hukum Intemasional di dalam kontrak

pQDJP. O'Connell, op. oit.. h. 979*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

mereka. Indonesia misalnya, secara tegas tidak mencantumkan

pilihan Hukum Internasional, pada formulir aplikasi penanaman

modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967* 'i'iadanya ketentuan

pilihan Hukum Internasional, pada formulir aplikasi penanaman

modal dalam tangka Ondang-undang no. 1 th. 1967, tidak menutup

kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Internasional.

penerapan hukum Internasional diuraikan lebih lanjut pada sub bab

kedua dari bab ini.

Jika kita telusuri ketentuan-ketentuan di dalam formulir

aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19 7,

tidak terdapat ketentuan mengenai pilihan hukum. Artinya tidak

terdapat. ketentuan di dalam formulir tersebut yang menunjuk

hukum tertentu, termasuk Hukum Indonesia, untuk diterapkan manakala

timbul sengketa antara Indonesia dan penanam modal asing*

Pemilihan hukum negara pengimpor modal, dalam hal ini hukum

Indonesia, mempunyai dampak tertentu* Sebagai konsekuensi ketentuan

pertama pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington, dewan arbitrase ICSID

akan menerapkan hukum intern Indonesia, tidak termasuk kaidah-kaidah

Hukum perdata nternasional Indonesia. Hal ini berarti menutup kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum negara ketiga*

2. Ketentuan Keaua Pasal 42 ayat (1)'findak Indonesia .tidak mencantumkan pilihan Hukum Indonesia,

pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang

no* 1 th* 1967, mempunyai motivaei tertentu. Pilihan Hukum Indonesia

dapat melahirkan kendala terhadap upaya pemerintah mengundang modal

asing ke Indonesia* Terlebih-lebih kini tidakl&h mudah mengundang

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

47

modal asing ke Indonesia* Hal ini disebabkan oleh adanya suaeana

kompetitif di antara negara-negara, baik negara maju maupua negara

sedang berkembang, untuk mengundang modal asing ke dalam wilayahnya.

Sebagairaana telah diuraikan, di dalam formulir aplikasi

penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th. 19^7 tidak

terdapat ketentuan mengenai pilihan hukum. Ketentuan kedua pasal

42 ayat (l) Konvensi Washington menentukan : 11 . . . In the absence of euch agreement, the Tribunal shall apply the law of the Contracting

State party to the dispute (including its rules on the conflict of

laws) and such rules of international law as may be applicable."

Beranjak dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum Indonesia, kaidah-kaidah Hukum

perdata Intemasional Indonesia, dan Hukum Intemasional yang sewajarnya

diterapkan, manakala terjadi sengketa penanaman modal dalam rangka

Undang-undang no. 1 th. 19 7* Dewan arbitrase ICSID pertama-tama

menerapkan Hukum Indonesia, meskipun tidak terdapat ketentuan pilihan

hukum di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-

undang no. 1 th. 1967.*Sementara itu, penerapan Hukum Indonesia sebagai negara pengimpor

modal, ditopang oleh dua alasan:

1) teori the most substantial connection dan lex loci solutionis;

2) pendapat para pakar &ukum negara sedang berkembang.

Ad. 1 Bertopang pada teori the most substantial connection,

kaitan paling substansial antara kontrak penanaman modal asing dan

negara pengimpor modal, didasarkan pada dua alasan. hertwna, penanaman

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

modal asing dilakukan di wilayah territorial negara pengimpor modal.

Kedua, penanaman modal asing mempunyai kaitan dengan proses pembangunan

ekonomi negara pengimpor modal1 0 Hal tersebut juga tarjadi di Indonesia,

penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967 dilakukan

di wilayah Indonesia* Di samping itu, penanaman modal dalam rangka

Undang-undang no* 1 th* 1967 berkaitan dengan proses pembangunan nasional.Sesuai lex looi solutionis, hukum tempat kontrak dilakukan

merupakan hukum yang sewajarnya diterapkan. Wilayah teritorial Indonesia

merupakan tempat kontrak penanaman modal dalam rangka Undang-undang

no* 1 th* 1967 dilaksanakan* Dengan demikian, Hukum Indonesia merupakan

hukum yang sewajarnya diterapkan untuk memutus sengketa penanaman

modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19&7*

Ad. 2 Menurut beberapa pakar hukum negara sedang berkembang, kegiatan operasional penanam modal asing di negara pengimpor modal,

mempunyai maJcna bahwa penanam modal menyetujui yurisdiksi dan hukum

negara pengimpor modal* Di dalam pertemuan konsultatif para pakar hukum, disponsori oleh World Bank, seorang wakil suatu negara

menyatakani

When a foreign investor made an investment it seemed obvious to assume that the act of making, ah investment in the host country would imply that the investors had consented to the jurisdiction and application of the law of the host state in all respects, unless there was a written and explicit declaration to the contrary.

Senada dengan pernyataan itu, O’Connell mengungkapkan antara lain:

^°Joy Cherian, op* oit., h, 22-1 *5LIbid., h. 132 dikutip dari International Centre for Settlement

of Investment Disputes, History of the Convention, Vol. II, ICSID, Washington, 1 68, h, 5*3*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

"When a State oontraot with foreign national it ordinarily eaters

a relationship governed by its own municipal law .♦ • * .«32 pend.apa't

para pakar hukum tersebut memberi keabsahan mengenai penerapan

Hukum Indonesia sebagai negara pengimpor modal, meskipun tidak terdapat

pilihan hukum pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka

Undang-u&dang no* 1 th* 1967*Selain menerapkan Hukum Indonesia, dewan arbitrase ICSID juga

menerapkan kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia*

Penerapan kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia, ditopang

oleh ketentuan kedua pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington* Penerapan

kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia membuka kemungkinan

kepada dewan arbitrase ICSID menerapkan hukug negara ketiga*

Di samping menerapkan Hukum Indonesia dan kaidah-kaidah Hukum

Perdata Intemasional Indonesia, dewan arbitrase ICSID juga berwenang

menerapkan Hukum Intemasional yang sewajarnya diterapkan* Sesu&i paragraf 40 Report of the Executive Directors, istilah Hukum Intemasional

harus diartikan seperti ketentuan pasal 36 ayat (1) Statute of

International Court of Justioe*Penyelesaian sengketa antara penanam modal asing dan pemerintah

suatu negara melalui penerapan Hukum Intemasional, bukan merupakan persoalan. Hal ini dimungkinkan setelah ditolaknya pandangan bahwa Uukum Intemasional tidak dapat diterapkan terhadap. hubungan kontraktual antara pemerintah dan orang-perorangan.^ Berkenaan dengan

49

O 'C o n a e l l f QP* o i t . , h * 9 7 8

^Jjoy Cherian, op* oit*, h* 31«

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

50

kewenangan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Intemasional,

Aron Brpohes mengemukahani

The History of the provision leaves no doubt, in my opinion, that the tribunal may apply international law (i) where national law calls for its application, (ii) where the subject matter is directly regulated by international law ( a case which may not be easily distinguishable in practioe from (i)j, and (iii) where national law or action taken thereunder violates international law.^4

Beranjak dari pendapat Aron Broches, dapat disimpulkan ada tiga

kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Intemasional

bilamana:

1). hukum negara peserta Konvensi Washington, yang menjadi pihak

dalam sengketa, mengundang penerapan Hukum Intemasional;

2). masalah yang disengketakan, seoara langsung diatur oleh Hukum Intemasional)

3) • hukum negara peserta Konvensi Washington, yang menjadi pihak

dalam sengketa, melanggar Hukum Intemasional.

Uraian berikut ini meraaparkan terjadinya tiga kemungkinan dewan arbitrase

ICSID menerapkan Hukum Intemasional, untuk memutus sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7*

Ad. 1 Jika ketentuan-ketentuan di dalam Undang-undang no. 1 th. 1967 ditelusuri, ternyata terdapat ketentuan yang menyangkut

Hukum Intemasional. Merujuk kepada pasal 21 Undang-undang no. 1

th. 19<>7» pemerintah tidak akan aelakukan naeionalisasi perusahaan

h. 84 dikutip dari Aron Broohes, "The Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States 1 Applicable Law and Default-yrocedure",. dalam , Pieter Sanders (ed.), International Arbitration Liber Amioorum for Hartin Domke, Martinus ITijhoff, Hague, 1967, h.-15*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

51

perusahaan modal asing, kecuali Undang-undang menyatakan bahwa

kepentingan negara menghendaki demikian* Manakala nasionalieasi

dilakukan| Pemerintah wajib memberi ganti rugi sesuai dengan asas-asas hukum internasional* Hal tersebut dapat diamati dari pasal 22

ayat (l) Undang-undang no* 1 th. 19*>7*

Setelah perang-dunia kedua, bermunculan negara -negara baru,

terutaaa di kawasan Asia-Afrika. Kemerdekaan politik. negara-negara

tersebut temyata tidak sertar-merta meningcatkan harkat kehidupan

eosial-ekonomi mereka* Salah satu upaya memperbaiki kehidupan

sosial-ekonomi adalah nasionalisasi, atau ekspropriasi* Nasionalieasi

merupakan maaifestasi dari eksistensi dan esensi kedaulatan negara*

Di segi lain| dalaa pentas hukum internasional, negara wajibmemberi ganti-rugi secara ‘proapt, adequate, dan effektive1, jika

ia melakukan nasionalieasi, atau ekspropriasi* Ketentuan tersebut

tentu amat memberatkan perekonomian negara-negara baru merdeka.

Apakah ketentuan itu tetap mempunyai eksistensi dan implementasi ?Oliver J« Lisaitzyn mengemukakan bahwat

In traditional international law there has been an "international standard11 governing state responsibility for the treatment of aliens both as regards their person and their property. Thus, in case of expropriation or nationalization) the "international standard" has sequired the payment of what has often been described as "pronpt, adequate and. effective" compensation*Adequate compensation has been generally defined as payment of the full value of the property, whioh is normally determined by the market priced?

^Oliver J. Lisaitzyn, International Law Today and Tomnprowt Ooeana Publications, New Torkt.1965, h, 76 dan 71*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

52

Di segi lain, Oliver J. Lissitzyn akhirnya menyimpulkan bahwa"The norm of 'prompt, adequate and effective* compensation has been

further weakened since World War II by expropriations without

payment of what was considered adequate compensation in countries36of Eastern Europe; in Iran, Egypt, Cuba, and elsewhere."

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, kini telah tiba

lonceng kematian bagi aturan hukum intemasional yang mewajibkan

negara pengekspropriasi, atau penasionalisasi, memberi ganti-rugi

seoara "prompt, adequate dan effective1• Meski demikian, pemberian

ganti-rugi, sebagai kotnpea*asi, tetap harus dilakukaa. Hal tersebut,

menurut Oliver J. Lissitzyn, dapat diamati dari tindak Mexico,

pada 1917 Mexico mengekspropriasi milik orang-orang asing. Mexico

menyatakaa, tidak ada aturan hukum intemasional yang mewajibkan

negara pengekspropriasi untuk memberi ganti-rugi, Namun, Mexico17tetap memberi ganti-rugi, 1 Jadi, dalam pentas hukum intemasional,

negara wajib memberi ganti-rugi — meski tidak harus 'prompt, adequate

dan effective* — manakala ia melakukan ekspropriasi, atau

nasionalisasi•Dengan demikian* dapat disimpulkan, pasal 22 ayat (1) Undang-

undang no. 1 th. 1967 mewajibkan Pemerintah memberi kompensasi, sesuai ketentuan hukum intemasional, manakala ia melakukan

36Ibid., h. 78.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

53

nasionalieasi, atau ekspropriasi*

Ad* 2 Adanya perjanjian internasional bilateral mengenai

penanaman modal asing yang dibuat antara Indonesia daa beberapa

negara lainnya* Tang tergolong dalam perjanjian internasional tersebut adalah perjanjian mengenai jaminan penanaman modal

investment guarantee agreement** 'Investment guarantee agreement* merupakan perjanjian internasional mengandung, anitara lain,

ketentuaa-ketentuan mengenai hak dan kewajiban. para penanam, modal

asing dalam melakukan kegiatan operasionalnya di Indonesia* Dalam

artiy perjanjian internasional tersebut memberi jaminan kepada

penanam modal asing mengen&i hal-hal seperti misalnya:

1* kebebasan memindahkan hasil laba dari kegiatan operasionalnya

di Indonesia;2* terjaminnya kegiatan operasional penanaman modalnya dari

nasionalisasi^ ekspropriasi, dan konfiskasi* Dalam arti, nasionalisasif ekspropriasi) dan konfiskasi harus diimbangi pembayaran ganti-rugi secara ’just, prompt, adequate, effective*|

3* terjaminnya kegiatan operasional penanaman modalnya dari perang, revolusi, keadaan darurat, dan pemberontakani di Indonesia*

Jadi) Indonesia memberi ganti-rugi jika penanam modal asing rugi

akibat perang, revolusi) keadaan darurat) dan pemberontakan*

Sampai saat ini, Indonesia telah mengadakan * investment

guarantee agreement* dengan Axnerika Serikat, Nederland, German,

Norway) Belgium) Korea Selatan, Canada) Switzerland) Franoe, United

Kingdom. Menurut laporaa tahunaa ICSID, negars^negara terakhir itu

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

54

merupakan negara peserta Konvensi Washington* Dengan demikian,

dewan arbitrase ICSID akan menerapkan perjanjian jaminan penanaman

modal antara Indonesia dan negara peserta lain Konvensi Washington

yang warganya bersengketa di ICSID.

iInvestment guarantee agreement' antara Indonesia dan negara

lain tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Hal tersebut merupakan

konsekuensi as as umum dalam pentas hukum intemasional , yaitu:

'pacta tertiis nec nocent neo prosunt'. Meski demikian, dapat pula

dewan arbitrase ICSID menerapkan. ketentuan* mengenai hak, dalam

perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara

ketiga. Jadi, dewan arbitrase ICSID tidak hanya menerapkan perjanjian

jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara yang warganya

bersengketa di ICSID. Hal itu dimungkinkan jika ketentuan yang

mengandung. 'most favoured nation clause* dicantumkan pada perjanjianjaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara yang warganya

bersengketa di ICSID. Ketentuan 'most favoured nation olause'mempunyai makna bahwa "according to the most favoured nation clause

ia its general form, all favours, whioh either Contracting Partyhas granted in the pastf or will grant in the future, to any third

39state must be granted to the other party." Ketentuan yang mengandung 'most favoured nation clause* teroantum, antara lain, pada

^®Joy Cherian, op. oit., h. 121 - 123 dikutip dari ICSID, Kight Annual Report 1973/l974. ICSID, Washington, 1974* h. 9»

^L. Gppenheim, International Law. Vol. I, Longmans Green, London, 1966, h. 972.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

55

perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan Belgium, Denmark, German, Korea Selatan, Nederland, Perancis.

Ponerapan ketentuan hukum internasional, dalam hal ini

perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara lain,

sulit dibedakan dengan penerapan ketentuan dalam Undang-undang

nomor 1 tahun 19^7 yang menunjuk berlakunya hukum internasional.

Hal tersebut disebabkan kedua-duaaya, yaitu perjanjian jaminan

penanaman: modal dan Undang-undang nomor 1 tahun 1967, merupakan

hukum positif Indonesia. Perjanjian jaminan penanaman modal

mengikat Indonesia, setelah disahkaa oleh peraturan perundang-

undangan, yaitu: Keputusan Presiden. Undang-undang nomor 1 tahun

1967 pun merupakan peraturan perundang-undangan.

Ad. 3 Manakala terjadi pertentangan antara hukum negara

pengimpor modal dan hukum internasional, dewan arbitrase ICSID

mempunyai wewenang menyingkirkan hukum negara pengimpor modal.Dengan kalimat lain, dewan arbitrase ICSID mempunyai wewenang

menerapkan hukum internasional, manakala terjadi pertentanganantara hukum negara pengimpor modal dan hukum internasional. Hal

40tersebut disimpulkan dari pendapat pejabat-pejabat ICSID. Di

samping itu, kewenangan dewan arbitrase ICSID tersebut dilandasi oleh pendapat Schwarzenberger. la menyatakan bahwa "If the

arbitration under the Convention were international tribunal,

Joy Cherian, op. oit., h. 6940

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

56

they would have to apply their own lex fori which is international

law."41Dari uraian-uraian di atas, terdapat beberapa kemungkinan

dewan arbitrase ICSID menyingkirkan hukum Indonesia, pada waktu

memutus aengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1

tahun 1967, bilamanai1. hukum Indonesia temyata bertentangan dengan hukum intemasional,

khususnya perjanjian jaminan penanaman: modal antara Indonesia dan

negara yang warganya bersengketa di ICSID*. Pada hakikatnya,

peraturan perundang-undangan. mengenai penanaman. nodal asing adalah

manifestasi kebijakan Pemerintah. mengatur kegiatan operasional

penanam modal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang

nomor 1 tahun 196?* Oleh k&rena itu, peraturan perundang-undangan

tersebut diubah, atau dicabut, seirama dengan perubahan kebijakan

Pemerintah, yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, di bidang penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun

1967* Di segi lain, dewan arbitrase mempunyai wewenang menyingkirkan

peraturan perundang-undangan tersebut manakala bertentangan dengan perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara

yang warganya bersengceta di ICSID*2* Indonesia mengubah, atau mencabut, hak-hak penanam modal asing,

yang teroantum dalam, formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka

Undang-undang no* 1 th* 19 7* Salah satu hak penanam modal asing

Ibid*, dikutip dari sohwarzenberger, Foreign Investments and International Law, Frederick A. Praeger, London, 19 9, h* 221*

41

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

57

teroantum pada part VII, sub C, formulir model i/pM dan part

VIII, sub C, formulir model Il/PMA. Sesuai dengan ketentuan

tersebut, penanam modal asing mempunyai hak mentransfer, ancara

lain, basil labanya dalam valuta asing, ke luar Indonesia*

pemerintah tidak dapat mencabut, atau mengubah, hak penanam modal

asing itu, meski pencabutan, atau perubahan, tersebut dilakukan

melalui peraturan perundang-undangan. Pengundangan peraturan

perundang-undangan yang mencabut, atau mengubah, hak penanam modal

asing tersebut merupakan pelanggaran terhadap aeas hukum internasional,

yaitu: fpacta sunt servanda* • *Pacta sunt servanda* merupakan

suatu dcktria yang dikenal pada asae-asas hukum internasional

tradisional. Dengan kalimat lain, pengundangan peraturan perundang-

undangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional,

sehingga dewan arbitrase ICSID mempunyai wewenang menyingkirkan

peraturan perundang-undangan tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkaa, dewan arbitrase ICSID,

seoara tidak langsung, ikut-serta mengawasi pelaksanaan perjanjian

jaminan penanaman modal antara Indonesia dan beberapa negara,,. yang warganya bereengketa di ICSID. Di samping itu, hak penanam modal asing, tertuang dalam formulir aplikasiixya maupun perjanjian

jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negaranya, tidak

dapat dioabut, atau diubah, oleh Indonesia seoara sepihak, melalui peraturan perundang-undangan.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

P U U T U P

1, KesimpulanDaleui raagka mewujudkan cita-cita politik, mengisi kemerdekaan

tLan menjalankan kedaulatannya, Indonesia melakukan pembangunan

multidimensional. Pembangunan itu dilakukan bertahap melalui

peniagkatan manfaat sumber-sumber alam di Indonesia. Oleh karenanya, Indonesia memerlukan modal sangat beear, teknologi canggih, skill,

dan manajemen modern* Hal-hal terakhir ini belum dapat dipenuhi

oleh sumber-sumber dalam negeri, sehingga Indonesia mengundang

penanaman modal asing.

Dalam rangka menciptakan iklim kondusif bagi penanaman modal

asing, Indonesia aeratifikasi Konvensi Washington. Keratifikasi

Konvensi Washington tidak berarti Indonesia.serta-merta tunduk kepada yurisdiksi ICSID. Yuriadiksi ICSID berlaku, jika pasal 25

ayat (1J Konvensi Washington dipenuhi. Merujuk kepada ketentuan

pas&l 25 ayat (1) Konvensi Washington, Indonesia mencantumkan klausula arbitrase ICSID di dalam formulir aplikasi penanaman

modal dalaa rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7* Klausula tersebut memungkinkan penanam modal asing, warga negara peserta lain Konvensi Washington, mengajukan sengketa timbul dari Kegiatan operasionalnya

ke ICSID.

Part Jt, sub D, formulir model I/FHA dan part IX., sub D,

formulir model Il/PMA mewajibkan penanam modal yang mengadak&n us aha dalaa rangka Undang-undang no* 1 th* 19&7 menaati semua

BAB V

58

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

peraturan perundang-undangan* Ketentuan senada juga tercantum

pada pasal 6 Keputusan Presiden no. 54 th* 1977* Ei segi lain, penelitian Badan Pembinaan Hukum Nasional menunjukkan kurangnya

koordinasi dan sinkronisasi pongaturan penanaman modal dalaa

rangka Undang-undang no, 1 th*. 1967* Hal tersebut melahirkan

baayak pengaturan duplikatif hingga timbul peraturan-peraturan

kontradiktif, bahkan efektivitas suatu peraturan dioabnt oleh

perubahan kebijakan yang belum tertuang dalaa peraturan* Di

samping, itu, suatu kebijakan efektif meski tanpa landasan yuridis

dan juga terdapat aspek-aspek pengaturan yang belum atau kurang

jelas dicakup dalam peraturan perundang-undangan* Situasi itu

kurang member! ikli/n koadusif bagi penanam modal yang, mengadakan

us aha dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19<>7« Bahk&n situasi

tersebut dagat melahirkan sengketa antara Indonesia dan penanam

modal yang mengadakan us aha dalam. rangka Undang-undang, no* L

th. 1967*Penanam m«dal asing dapat mengajukan sengketa hukum yang

timbul dari kegiatan operasionalnya ke ICSID* Di segi lain, di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undangrund ang,

no. 1 th. 1967. tidak terdapat. ketentuan men&eaai pilihan hukum*

Oleh sebab itu, berlakulah ketentuan kedua pasal 42 ayat (l) Konvensi Washingtons . . In the absenoe of auoh agreement,

the Tribunal shall, apply the law of the Contracting State party;

to the dispute (including its rules on the conflict, of laws)

and such rules of international as may be applicable *0 Jadi,

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

60

devan arbitrase ICSID akan menerapkan Hukum Indonesia, kaidah-

icaidah Hukum Perdata Internasional Indonesia, dan Hukum Internasional

yang sewajarnya diterapkan*

Dengan demikian, dewan arbitrase ICSID tidak hanya menerapkan

Hukum Indonesia, melainkan juga hukum negara ketiga dan Hukum

Internasional yang sewajarnya diterapkan. Hukum negara ketiga

dipakai oleh dewan arbitrase ICSID, melalui penerapan kaidah-kaidah

Hukum Perdata Internasional Indonesia* Penerapan Hukum Internasional

dlmungklnkan dalam tiga hal* Pertama, Hukum Indonesia mengundang

penerapan Hukum Internasional* Kedua, permasalahan yang disengketakan diatur oleh Hukum Internasional seoara langsung. Hal itu memungkinkan

dewan arbitrase ICSID menerapkan Investment Guarantee Agreement

Indonesia dan negara yang-warganya bereengketa .di ICSID*Ketiga, Hukum Indonesia bertentangan dengan Hukum Internasional.

Tidak ad&nya ketentuan pilihan Hukum Indonesia di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang

no* 1 th. 1967, mempunyai motivasi tertentu* Pertama, hal itu memungkinkan dewaa arbitrase ICSID menerapkan Hukum Internasional, khususnya Investment Guarantee Agreement antara Indonesia dan negara yang warganya berperkara di ICSID. Hal tersebut tentu

member! jaminan perlindungan kepentingan penanam modal asing di

Indonesia. Kedua, pencantuman pilihan hukum Indonesia dapat

melahirk&n kendala terhadap upaya Pemerintah mengundang modal

asing. Terlebih-lebih kini tidaklah mudah mengundang modal asing

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

61

ke Indonesia* Hal ini disebabkan suasana kompetitif di antara aegara-negara untuk mengundaag modal asing ke wilayahnya* i)i

segi lain, Indonesia masih amat membutuhkan modal asing untuk

menunjang dan mengakselerasi pembangunan nasional* Oleh sebab

itu, kiranya wajar ketua BKPM, melalui Surat Keputusan ketua

BKPM No: 15/1984, memformulasikan formulir aplikasi penanaman

modal dalam rangka Undaag-undang no. 1 th* I967 tanpa meacantumkan

pilihan Hukum Indonesia*

2* Saran

Kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undang-

undang no, 1 th* 1967 memerlukan penangan interdepartemen* Oleh

sebab itu, Pemerintah menunjuk suatu lembaga koordinatif, yakai

BKPM* Di segi lain9 terdapat kurangnya sinkronisasi dan koordinasi pengaturaa penanaman aodal dalam rangka Uhdang-undang no* 1 th* 1967.

BKPM, lembaga terdepan yang berkaitan dengan kegiatan operasional

penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967# t«atu

lebih mengetahui hal-hal yang perlu diatur* Oleh sebab itu, perlu

koordinasi antar departemen pemerintahan dan departemen pemerintahan

dengan BKPM, untuk mengatur kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th, 1967* Dengan demikian, dapat dihindarkan pengaturan duplikatif dan peraturan-peraturan . kontradiktif Berta pencabutan efektivitas peraturan oleh kebijakan

yang tidak oempunyai landasan yuridis* Dengan kalimat lainf ketidakpastian hukum yang dapat melahirkan silang-sengketa antara

Indonesia dan >penanam modal asing, dapat dihindarkan*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

62

Memang, klausula arbitrase ICSID di dalam formulir aplikasi

penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967 memberi

iklim kondusif bagi kegiatan operasional penanaman modal dalaa

rangka Undang-undang no. 1 th, 1 67* Namun, sesungguhnya iklim

kondusif tersebut lebih tercipta, antara lain, melalui kepastian hukum bagi kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undang-

undang no* 1 th* 1967*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

63

DAFTAR BACAAN

Badaa Pembinaan Hukum Nasional, InventariBaai Peraturan Perundang- undangan Dalam Rangka Pengolahan Bahan Renoana XImiah Bidang Penanaman Modal, tanpa penorbit* 1930*

Cherian, Joy, Investment Contracts and Arbitration — The World Bank Convention on. the Settlement of Investment Disputes»A*W* Sitjhoff, Leyden, 1975*

Lissitzyn, Oliver J*, International Law Today and Tommorow,Ooeana Publications, New York, 19 5*

Mooh. Isnaeni, "Nasionalitas Badan Hokum Dalam Kerangka Penanaman Modal Asing di Indonesia”, Tesis Pakultao Hukum Universitas Airlangga, 1981*

O'Connell, D*P«, International Law, Vol. II, Stevens & Sons, London, 1970.

Oppenheim, L*, International Law* Vol. I, Longmans Green, London, 1966.

Rudhi Prasetya, "Kedudukan Handiri dan Pertanggungjawaban Terbutan dari Perseroan Terbatas'*, Bisertasi Fakultaa Hukum Univeraitas Airlangga, 1983*

Starke, J.G*, An Introduction to International Law, Buttherworths, London, 1972*

Sudargo Gautama, Soal-soal Aktual Hukum Perdata Internasional, Alumni, Bandung, 1931*

Sumantoro, Kerjasama Patungan dengan Modal Asing, Alumni,Bandung, 1984*

Ma.jalahAaerloan Journal of International Law, No* 3, Juli 1981*

Surat Kabar

Surabaya post, 6 Januari 1981*

Peraturan perundang-undangan

Undang-undang no* 1 th* 1967*

Undang-undang no, 6 th* 1968*

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

6.4

Undang-undang no, 6 th. 1968.

Keputusan Presiden no* 59 th. 1972.

Keputusan Presiden no. 53 th. 1977*

Keputusan Presiden no. 54 th* 1977* Keputusan Presiden no. 33 th, I98I.

Keputusan Presiden ao. 78 th. 1982*

Surat Keputusan ketua BKPM no. 15 th. 1984*

Peraturan pelaksaaaan lainnya.

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

V -J §1 £

r-

cJ>..£>*o4J

■3C?3DC.P

cj cL> C C

nf

c

-

•id 5- 2 .

.

° Au

~u£

qo tT-juJ £

U uj Z .

uJ >>!/)§ IjfiSca

t/3HZCJh-C'

<C.

>>«oou.oUJE03Z

.JozUJ

>%rj

>. t-*° «(Li

O t-icO

C/D Uz oQ2 —

fi n

y.o£tj•Cc3O

CJ o

5 •£»O

Z

o

?G ^ ?■ =o

W >> 7

c. o£ ca 6aa.

_ Z—

-c

'■? o

2

Z

o-iuLU

an

T3

c.o= Q X “

^ J2EL

3 Oz £, pb s no —

Si c — - ~ Z *£ ~ xt* rt" o *•o -“ w

rt c

on

C_

^(/> •- 3 > y

oc.

<uS: 0

oZ

L* O Z Cj CJ

QUJc/3OtxOaa.>-Z-fouUJc*IDHZUJ>h-

>%cIS)

rta<s>Vc*

• o—

oS

i&>

1_ow

VCJ*0

o■4)

o</> • «O

0a

3c.

aZ2 3CX ■*£. Oi_CL

.jOzUJ

£ ca ei c. E3 a so B 5o so«* < C■5 y « a>

O w 'X ..Co

— So

00r><

R o s

U

UJ>OCC£LUJQOo7,oz

C£UJQ >Z<

ID_}

ZoL.zUJ

<H<

pCL.

CJ00

«■«J

UJ-1

a.>

UJ<

ZQ

zZo

OrZUJ

UJp

a:00

oUJ

u.>Z

e °5 t-Cv6"up rtO " u.(U — T3 C 3 >-OZ•a $ trt

i O _5 n. -

1 o

^rr

a2 ^ s& o>.1 * «-<

cjf3 S_0 ^c. '"' a .C3 o^ z S iS J3in0J1 ȣMU54J>

auo

&o

cou

■accWE

o«->(O

*DCJ

u>

C3

ctoe

o.o0"73

t)•ors0

c3o

2o

f"•—Ic

•5CO

(_j;

o£3cffl

Cnc

ca>

a)P

£_E

‘QQJ

a>

c.

o•*

OwUO

.o

o<•

JSX

oS

yVT3o

Cy•o«->

C3«

oT3

caCO

H) «—1

r“on

cbc

C3

*<3c

on

haC

J=W•3

T3<y*oca•a o <—i i/i o 3 C- o■oc0c ■*=I®S JS > c5 o •—

t/i - QJ■3 8 aa,

«O

infc-

-*-* a cQJ

*- c1o*

t-.

oC- -OC3■a

QUJCOOcuO02&L.H 5 < ?2s oa SH uj a &

<Cu UJ £ZUJ>HZz o o -> p a.5uor?UJD

V)h-Z<O.

J •

uzu>>

xo"SHo3caCJ

o !>. p ei P5 “S<- u ^

r> iJ TD l. O O O

*3 </>

S _

o

_)0_ a.<

h

os <0m

0m1

I I£ * *O

roU. — ri

a; rr

> o> .o o

pJ

5ca 5

>,cnar“noUfO

Z

ou-O•J■j= -oZ

sOO'

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

toCW Js

yS wu-O

• •>, c-9

£

g

/CoS

o oj <u

QJ I-

r- GO

w

C3^

o

*(3

"

J5 S

>

3

'5

<• o

^

—> a

1> /—

vy

o

— ■*

5

2“D

C

C 4J

-* “3

f

«

5

«-O

*->0)

o

3•oo

rt >-

aC—

w

Uzw

<UsC ly O

:>CJ>CDUa

c■G

cz <»e.

~ Si

§ ! iw

c

a>Q

o Pl—11

o G•/“>

U3•oo•c«J

OzpUJC£

a£ouo.£>

ocCos

S

«3a'd 4>

•=: .ii

© E£ a

oa

Zop<esLl)0.Ozopu3QOcscl-uj

o*2<ua.eDHZu)«■«£So<z<'J_o

aUJ C£o t

so

§

H

°

H5 5 1/5<

UJ

• a. cu

<

c.flK

c

W 6

> .Ec.3*a

*•5< a

w

c>

-uu.c.a_

13 ~1 C CJ ~

> -c u_

e.i>Q.

3COu

o

■2 S

a Q

o(-

UJcuZOP<OSU)a.Ozo«dMHu3QOc*0.LUXHZHZUJ✓£,

>-O_JC.

c

«

u—

C

3

o

Fk =

w tft 1) l

l"

II

Ia

£

u

M w 73.S « r—

CO

Kg

■o JS -a S ‘c srt

<j

w

t> v —

C

*a L_

ONOv

a«/> ^3Oa

QOu3 ci

o -S5 ^

CL u-

d -3 o

S3 c rt

c § '?3 t2 iS «

«

'5^

3)

a

I

=w w o

V

[—§

=•O

ri

Ha•-iOOmCU-

UJC/)Ofi.oo'dm

U,ozopcuMM&UJQCQ

<CS8e£a.OSHUJC£<3?QZZouDQOQ£a.

H<a.

a>GZ S 2 8u

«

x

a*

2Q

fc"O

G*

«:

. CL.

>.Oaunarsoco•3o313OfN

y)OCsS>,

‘uC3C5

"T3Ow ■S

5)o «

r 19

c o

3

c

u3*uea.

ocCJ

*>OTJ0ac

^0

W

a

5

c> .. i

Q

w

T3

-ao

3 w

=

e•“

o

>' 5

§. Si

o

cyU

o

0

5>•“«

t-T3a »O

1_

a

«O

T3

u C

D. 3

*

-o

o

t; td

a «

5 §

ut- C

a. £

*eb•cW

)ccEOJ

(J3*oo

•uowCL

CO_ccE00co00

<U n

<u O'

Idguu

c* "q. a>

8 a

2u

3 O

a. co ^

c -J E

zU rn £J w

tt) *-

sb■c . 1/5

CH

cj —

1> L>50o

5 - t»3;

t-’O

c. Cl ux

w

UJ

«-

gPaouo•a

c *

._

CJ

in c

3 0 t3

C C

O —

ca> g S3<L> u.

CO

n

“3u

o X

)

<D>c'o■oo-3_3CCJJ

D

w n ? UJ CQ O

32 Si/s On

i—•2

0tn*-*

ac

<-■u

o■3E*->uaa

a>*-■&CJ73 ■•a <—OJ

O

.. C3

Cu

' o

.2m cr n

a

^3 Cl, C

.£ x

w

00 w =c

P *S

to -0

o -C

oot-&•o <S>

C o*o w «S1 5

ooe JZ O'

S 4- 03

ou-

a C

«M

W

O V)

’2 K

« o a u.

■o0>x>©50Cv■oCJD

Oo■aO

u£3

no3*- ^

^ c-

o CQ

UD- ^—

Cn

o

S *a4_,

QJ

3 ^

O <—

•c Or.

.* §

8 Ic UPJ w_n Q& scu

Cl

c

a

§■ 2to is

00ON

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

i—

<s,yO

UJJ3UJIu</}

zopu£HGOZoo>f-C£

«<?•

coOCJucrt I-f—C

_

'J*

H

-7, 'r

eu c-

t/l £ W - 00=

0*

0

=

cjaocou3Oi—a72•cH

r- re

Uyaor“oaoi_C-

oO

oo

I/OO

'-,CO

oo

CO

1

D.

co

COC

O00

COo

o

10

0

1!Z

333

33

!3

1u

=3

£_

__

r |

r-<

or*

ca0o

Cj>_CJ

oCJ£

.

Jv_l

C2u.

n.

•ylCj

CO

P“O

■s>IL>d

clo

•c00

Z3

0/vu

3U

C3.3

“1)

U_

/“•s*3

■3i—

i/i■-

>uX

3ra-J

3cacjrt

sL_reC. o

H££

—n

rO

CL,

OH

«£nHS<

o

o2 .§ 3 HZUJh“c/}LU>zCtUJazUJ(

-Z

*CiS *-

o

a

ca

ca

O f-u H

+ O

<

_)

ozooSJ>"3aOCL

\

fc § 1 4^

2

*-O «iXi «03

~

£

O

P

cr-

S 2 c

_ —

cac-aS

> .

-7t

Cm

>.s>,Ja

-to■ GJ

"O

F-

|

■=

£■o>, c a

cl

£

3

o•£3o3a

o‘55o

ar~

po

k-

,or—

C—3U

-

U-

0

OC

j

t_2

oa

oc

j■V*

CJ/—CJ

*-

•3

oC

^.O

Cjw

u2

c:O

ra5"3'5

iV5CJ

C-

r~QJ

uQJ

£0

C3“

</)>

i—ou

ca

oa

£<

QUJ5O'UJas<LUC£<Clz<ii

z t

gd

P

o

< -1

u

1_

q G

-J w> 3H 05S

a-

Cwre

f£>•.

MM•3

3re

aE

UJC3

aso

<UJ3CJ

CJcs<

nu

ac

o3X)

’>z

reo

<a.

-J

•3OCJ

CJ

rt3•oc«-J

UZ

8 ’oa *

°CJCJ

t/l

ocUJ

£ y—

1/1

« o

f- —

“ uc

co

a>u

o

CJ *-•

i_3QJ<s>QJC

'CJua>i_re

*“

3csu

C

l

© u o

w

r* w

£ §

^ £

o>o —ui *3 QJ

3o

<3C

L.

CJ>cj•oCj:■c«mic

cCJE38-D*3Cj-

r3

•O Jr d,

Oi "g«

2

g

a cxQJ

■a "S

c 5

■£

D

cjo

e-*

- ^

"

ca

>> c

X)

•-

fc ’•= 3

o "

2t£

a -S•5

^4>>O■oeo

.5

■•ui *- 3

C

O

CJx E

S C£

>

>,

X)■ao

-0 3 “3

i

zc. LJo

>.

Oo

3

5 <3 tX/a c

t, ^ .S

cc

-

■a

>>

"J

—j jj j! t.

fa.CJ

•ponuf35fN

O■a3X)

*3QJ

J=Cij•cS -sO r I

_

O 01 d

=■ 2■2 swsi

x

*.Hu- '•“o

{5

S- *=O

2

Ora

■3CJCna

•cUj

CEo■aT3rjo

•-

-J1/5

f QJ

L/

IS

Cj

O

3•*-

?5

a

^

«.

>TZ

5

c

ca -<s>

u— •“ O

^

c C«

x

S s■a

-

_c

<—

O

o

oCJ

i/)

*-

o

Oo

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

*3rj>Oas

ra ~

^

S

1

5

-IS) C3®

‘5

Q.

CJo

C

U.

QC

L -5~

c

CJSio

ouaoxi

I C

.£3

yra o' <J

uCX

^C

l. ~

«

u.

~

o

cw E

E o

c u

« 8

2 o

*■’ <

j

Oj

e >.

o x>

cCJCJ5OJXi

CC £O

3

a a *->

E

a

ou53C.

<yCi£&>

a

x.

<u (75 >~

<■> C■ *.

m*3

O—

4--

1

5</>

£

r. OJ

>.

73

5 «

ra COCJ

C o ■o

g I- c O oc U

J=>CJ«■*ra+•<COou

-oin■go•araZ3 S

</> c

£

o

ra T3*■>

c0

0

x>ra

UJUJHZ<C4<DUHZUJ*■

HooUJ>zUJ

pTJ

cCJ

UJin

+-’

^ «s ^C

L ..

’Coeg1ET3g

T34J

*->V)CDacr

aH>%craa >»S

3-acje?o>. w a

Q.

<•“COCJL_oZll

oi_Cl.

"Ocj

■ou.ocjcjra

COJQJ£wT3 —CJ•a “

.

CDco *

o5 5

P .5 • De

2

w» o<

-O

2 ^

ouCJ>

a ^

U U

r: ^

3O =

tr 5*CJ

-t-3

1)w 5O _>

^

COc: ■= U

J "3

5 e

h- f3 x:■o01 •u «E >»3■oqQJ

J5 nc o •a « o*r

“a aIAn

oXu a -a

H ~

C£ “•<

.a. —

CJd.

r~3OOO

T>5

C(D

a-c

>, ■00J=

v-<CJv-

•JCJra

Orara

<A3CJ

L.r-0

3<

_3/ »

08

jOT

3

viT3

r*r—

Orara

(/)CJ

raL

-T

J

e"rato

t/ig•3ra

3y

—•

u<~

c

ra8CJ

0cCD«-•

5ra

5

U y O

.2 I 5c. 5

^£ >

0S. e

cc. c. o«

-35 s

2d «

w_ C3C

2 «E c s!^

=- •- o C -3 5£P O oo

5 J2 ° 3C/I

CJ

(/I£

>

g<

J = '3

5 =■ =

M» = Oi“

o c..=

U■aoo«-•CJ“

O c

° .= -aCO

3

-S C —o

iCJ

^^

Uc

-O ■“ 3 ra

- tora

>,

ra•= ra ua

£

•* rat/5 —

S =L-

3"c -o0 s e 3.3

^ *X-

f3 y

CJ

> sz

o >

O'

vn r 1c,Otf•aoCJ

ZOPNa<Hcu<U

UJtd; H 00_J< tzm

fib>

<s

n U

< •

a <

cr c3J

Oc c 0 .2° I•ja .rra u a • J* p“

lmu ra w

a.| Sc ,p5 cpV

O •o c a

.S' c

— rj

cj t

c JD

O

. C'l*ra +a _ra ra u

O —w g> ?s O -

^ 3

£

cr

asH3(8 uj o<Ti

QJ>C■3CJ•ocCJoH

=

a

ra ^ §■■§ o r

u

oG

ObO

00

G

OCO

a.CO

00

CO

00

CO 1

QJ3

DD

D

D

1uw

.3u.

.». •.

c0

0>CO

*w

&’

CJ3

>v4->

3G*

w-1

•uQJL.•3

CJo—

*o

ra §

•c' QJraES .

ra v>>-

c0” \D5 JSH-1

«-< QJk-

ra —.

c. ^ra ow

S

- to «i|

0 g > a K c-

xi3CJ

3ah-C£Ocu

cr c o

*• QJ o

5U*

l_ >-5

CJ 4>

“ -a r ii

aj o a .- pM.

«

oQJ

oX *-

CJ4)

-i C3

XUJzuUJccOU_U.OC£UJLucoZ<OSf-CioLuCOUJUJh-z<ci<3

LUoz<X

sjjo J ra>* -J§aP ^ o .yU rLrt J-3 ,tS c ?•2 w > o c^

ra

.E

"S o o

—\ u o

CJ “

ra £«-

1/5— cre•o isow".

—wi

tsCJ

t/1 «—

u.—

»

- ra

cj

r ^ >»

X «

ra j=

o uu

zop<p«EsQ£<d

tocu

.3

QJ

C 58o fcb«

.S

w* .2

o C

*- rac.IA

<SlCJ

*> ra

C.

wX

2

,

■J

3c

.oCC

o.!_O

‘-6G =O « a>

e

>'j

w

■3ra

O

CJ

!?cCJ>ooo

rak.&OJ

n o >. —s 2*c

. -araPo~o

Minisicr of Finances approval is needed for a state own*company participation on I F o rc ic n a o n lic a n t (S ) In d o n e s ia n a p p lic a n t (b ) .Ifiint Venture Company. I

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

Xtj

t—&Uifljsc

j

(U(/)

XIrt

ri

<<

_rtc3

<ut-

t-0

u0

oa

rta

rtrt

Cl.—

i>

-J

OJoCoCl.

.igUO.2

op

~3

m

3

oto

c.

zop<yEl5oSz

cn OC/5z

<

a.,

xL

l u

j

OZopc.SuooUJQ

ZoPU3QOCtfCLLl.O ^

Z <o e*PB

22X O

w

zZ PO U4 r<

5u

t

x u-

s °2

wz.<

Pes<Cl.

zoD-« LJu

£O

0-

§ <

T30)Eki/)oT3■w'

£urta«uc.2o373Oi—a

u.o

occ

oo

‘trtCrt

<—r-

rtrt

o.a.

XX

uCJ

CJ£

r"c

o5

ow

3rt

Ort

oo

Oc:

’■5CJ•“>

'•6o

oo

ksC-2

—<N

o>a

«»-c<ya; i2«wuc'*6o(n

-

wtfjc<Jrta.C3u

rts a0 rt& -S1 s« .£P „• c. «

&

x ii •«iy 'O (j

O-ooo■acm

«d

z

0

UJ

73 «

lirt jz

i-

.—C

* £.9

wrtO

.r‘>o

*9 a

o

-aT3o

•C

5&

cCj oQ

-a

m

jxu>*

a.oTiOwOEoz

zo

gUJ

°

g

oU. P

C2 <

UJ u

§l

D Q

HzUJ£UJZ ^ >

cl O

Z C£O

u.

H<Ou.O

5?CL

.J

<

L_

H ZZ LU

f— COC/5 UJUJ >> Zz

zo55z<d.XUJ

.& So > ou- ~c

j o

5 Z>>XJ

5 «

£ n

o w

L.

S^

3

4—> |/1

O *

u ^

o*£

*“*> w' •—

C.c.rt

c oc

j

E .yi/i

^w -% o.0>•e ^? «o j=u

*-"

C- ,•a ““73l/l

—3 CO o'> £S Eo. *>o O O

_iJ “ o c

rto>oZ*rt-JCa>U5 O

> ^

> O .9

oin

*»C

raO. O

X

—<uo

S

ll■O </)o

CJo

F~>>r*

*?3T3O

C\

Crtrtrto>oi—a

00rt£Zart

■ 3c

CJ*0

or-i -

0o'/I

L.rt•r.O

or*

CQCT

c3CJ

■oC

i-rt23

.2>.

rtwc

■Si'•5

Ok.O

fOCJ*—

Oci>

*0r-

CJ'5

.25

5)

</>"O

a>B

e

s

«co•o

3a>C

r- r

-=

JP

V)*_

o>

|oZ<

VJS

iC

-7

OuS-S

UJes30

HZ—

UJ“

>9

Hu

Z&{

OUJrt

I00

HH

CJU

.O

Z

3z

<fc

ou

w•mm

*0rtHc.

Jc_rt*o

e:

r >c

."O

<CJ

UJo

o*o1_c*

<H

p<a.

>»crta.

r“oO(—oyHZ

-Joz

■L-

C/l

>.CJuO'5/

>»"

CJx»

rtca

.■ax

CJO

rt*r“

u.W

CJ3'Si

«J

oCJ

OU

I—CLC_

c9J

>>Z

0Qi

X)nC 1

rt"3V)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

z0p<OSUJCuOz0z

H0

CJQz

O<cu

OScuXUJ

UJXz

H0

5H<

HZUJ

UJH

•fi; _J>

<O

csJ-J

UJCl.Hs

Luu3

<»—

dt-

0OS

5<

UJC

uc.

h-2UEdo<2<MLl.Ouci3HcjDDiK(S)

^ a

r*% y •—

I c©0

CJa>y c

y o

O d

Uh £

<N 53 .2k .& 2 DUO

* Ou- 5

§1 & £

C3y>-2 £r° c U- -s

3LOoTJurtO32fc(Ua

oOJ

Q

UJCUZOP<OSUJcuOZopu3Q0asCUUJ1 HZMHZwMo .

j Q£2 oca 2

y

4)

CU

cQyj:2 a•oy

y

EX)3 t/i C3

i<SHcuOSsycy>oX)rt

y q,

w

X

£ £

y"eOT3

C

'3— o

«S

*= .ar«*i '*3ort>OuaQ.cu2

<UJos<QZ<JLUOzotoz<cuXUJoz<zoP<CJo-1< u

£ Cs;

< z<cuXUJc£0u.z0p<u0-1■>UJz02Oz0p<u0J,0

0UJz

£> 2

5O O

r*-ocrau*yZ

rt5s*on5=3o*c °

W en

•—

a. >5 ora

•- id

CU

■3 1/5

<-> O

2 5

a o

.- *oc* 2

c

w 13

y-o

3 C

O

’a B

X

<* y

••*

'o&

y

C

*o

i = ^ e

O £E

-a

& = s .2d

e u ciny

"D

u3•uo

U3•oococcf—cO 'ny

ro

~

J

te £cu£ 38

5

15 -a

g* c c> £ «

-

c 2

c •-y

O —

—i O

XJ y

y

• O d rt

§ H

k- urt^ a

1 §r3 40mW

tA

O ca. Ox ^

^UJ c

b y o

1 c ^

CO

<s>

C

3*sC

Lirt■ocrt

C. « u3 oo go

0

5

c u

u u■s

2 -

£ & ■§ ‘

t- 3

o w -CO c} Tb.S

c 'Cg-s g5 ^

'22 3

'?

a. < E

-oyco

O

C

-a

E Sa —

-s

y 3

Oo

*-* CJ2 -g =3 2

u2 £ -g S

o y

T— *“

~ 3

>, I—■O

o*0<uc5o

*- cb

g -C T3

do•art*0ny£po

.oy

uU prjy

.t o

.5 o

§ 2

“O

t/5O

^o

o^

**-*0

*H c

« 2y

T3

t: -a

£ < d a

_1

d UJ rt '—'

a

r°’Z2 u.So

o3*0OV-.a•a

.. 3y

b 'c

i3 eo «rt

n 3"U c—e

0

& £>

■oyMrt£>Ok.O0n*Dyrt&)y

«3GO_>.CXcx3

QScua

c c

CO 4

>

■g g

I s.I

s -

= d o c*3c

o

60 :

C -1o yc Z

LU

O w

oZ>>cxooyJ5

dyEyKton

> s I

y JS -»

>» y c

2•- u

< 2

yS ^y

y

oj: ^•ajCU >.

O ’O '& T3

=3 §

•a 2

< .2

yTDd3dO•CJa3TDO

«Ey"O«dyrta

_]UzUJ

^ Ic

05

gE

£

c o

o >’>

c d

«^ S1-O

D.d T5 O

d •—

rta

O

•c

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

<VLOOnS

U-h& <

xXco'iacrtaxLUu4-J5

<HEco O Z

3 ^Lu

L>-

O■> UJ X

l/l (/) W OT CO

CO CO

CO3

3 3

3

c o £ - a o>o*T3Crt*

cClEa5*CJ1/1OJ’C<J

K2CJ(J

«—rt

oro

ooCO3<f-V O H

toCO3d

5< -a 2a! <u5!

O ss

i U 2a

1/5 o33

O

00CO3HZLU?-COUJ>s

>

as

00<a.

UJ00<UJc*uUJa<HOo

co■ortuc'■5o*oooC£)a.rturjc*I—

r-

cU_

r-'i/)

OJ

CJ60CJ t 1U

rtU

z(Ao

o>cLU

crt

c_o>»

QJ'tA

t_IAo

oc

ou_

vyCJa

oc0u

Cl

XCO

UJC

LLU

co•art

z2 JooCO3

NJQ.<

< u£ u- s o< UJU SM>f—<a. 3Oco

3c?UJ </> (/} CO CO3

3

ISoU. £

CX a■a oO o > r.S SO U-OS O

— C-4 r*“j IACO3ca)s4->1/1UJ>£*a4->oH

Eo«-*a>6oilln8•a4-*XioJ5 •<3o>ox»rt

OnO

2 ^■3

C.2"O 'CoCJ

CJ

rt C

-2 oo ~oO c•o —<A

C•- o

V)kaa■fc ■o __ u

0 -

$ 5S S

5 Ic

8• —

C/5

a r

a:az<_j

coaxoco■a(3OO*oe

VOJOZUJ

•acj

u,3• cr

2U *“

ci —

5

|

O'

5

W % «

crsQ.X U O3e *2c. 13 o c E a4) * C U

rt 2 < H §■UJ rt vj

*3Prtu

c CO

LU

O 8 a

©«« « ocp £.= -oT3 O £ i/) o 3

C7 (U

a. x oc*>» £ 0)t "OT3 ep

2—

(U

>* “C

-a

rt cj

e. cE .2 oUacCJ>c'5

cc>EV)2<u■O

CJ>0>T3c Q

cocooC

&

r-fij•v

V)r-

C4-

crt

cC

lV

O*a1—

ECJ

3>ClTD

o

•a*3

■6on

■+*c•o

ow,2

4J<

rtIA3

CtL

OSuo

o5

II

^ *o ca

OJ>'ao ^•o -art

*o s:

= ‘5

x >c

oE o

x:UoED>oO

s ^.5 « E ^

fd

°* zO

UJ

c oc ool

o

■ocrt — >, rt <-<o Gaex t: rt

>, XCJ

*3Crt T3o3

•ooOto

CO»—3<&0r—‘ccrt

O*5C ■oO cu

=

W

.310UJn

rt X.ts VOoJCJ

cxxLUz

W'UJ

34_l

O_uD.

VmOu

_u.

oCoraac

.s.2

T3'55X5

CJrt

cu-

0o■3

>vC

aoCJ

rtCL.

C w5 c 3 o?! ^ o3

w

■C Q5Pg

coEo•a

o3rt>rt*->Oc3OX*53co-o*ort

J= o

•a u

ra u1 *O «°« -o=5

«■a

S< .£x

u.5

£

-r Jc U ra 7

.9* LUO w

Zo p ** u u-5

o sCSSOLuUJ~J3OUJXuco§ rmm Hy G3

wX r+H Oco otZ &R 2U o> to. zb

02

CL< Xa. uj

uocrt3a>5CJo.5Ha.oo

u.

uo

oO

a)o

CJo

oo

cc

rtrt3

rtato

rtIA**“

‘ ~-CJ

QJU

r-♦3«-■*3

■So

a>o

oo

oC

c.s

'55r-

•SJ34—1

cc

co

oO

CE

EZ

Hr- |-

^ H

*“* CL•£ ft-

5 o-

~ CO

coCO

u3•DO.

<u aO

v)—- wc

a

o c'a

w y £ « »-«> « P -2 rt^ o o

”w "r °E

a o T8 '■O

cm

ro

<uj=- OS M g -.

w q, u w „E o

E c. w

E^EE*

..

--

oo

oo

c

oHG

u’o

uuo.

P T3 .2 o ’C 3

Itsti>fX“Wooo

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

cra.a

— o25-joXUJos<XW

aaeopwOUn

OH

>*&

1

t>»

3cr3cr

'i

1cr

5cr*3cr

o0>

CJo>

CJCJ

QJ0)

CJ 1

CJCJ

CJX

XX

XX

Xw

«-l 1

*->Va

u

;V

-O

O0

oO

.O

^

1 1&

L.Ln

11-

1u

u.u

oo

0

I1O

OO

y~iw

ww

wto

00oo

0000

COCO

DD

3W)

DD

DCraC

l

raastg<ueo■v ■cfN

u.oLU to <UJ 0&U

2

>*J

J

<

a

<

os O cz O

u.<OSo

o os w2 a2Q-JoXUJOS<X

a2HCOUJ>Q

=

coo3OacjEEoofljxraOJ>%c

jx

3crCJ3a*o

CJ CJ

Cl4=

x x

o

o

otfco

o

o

n

n

n

X x

xt/)

V) t/1

o o

o

2

«

ts =>

oo UJ 2

Oa 2

WW

W

CO

CO

00

D 3—k.

|_ u

«

ra ra

O

cj

<u >

->•>

QUJH</>UJDaUJOSonUJ£H2UJu2OSUJXHOo2<-JUoo

CJX>>craQ.£Oucju3•*»>ca>>CJX

CJ

<-< c o

j • o

c

ra- 3

•o to

CJ C

3

£

?.-5

tnobcj

■ocjcj•Ocj

^6

3

C

TJ O

CX

>1

■I

*2

-o

£.

<yO

<* X

C C

o

o

ax(/)no&Qc3crucCJstoo>cCJJZ

O li, U ,V1 r

I s

t

I “

<

QJX

>HOS<C-

<H

a

a

a f

E E 2 —CJ

CJ trt

c X

X

C- o

UJ LU O w

cra60 —' <N

>■HQHOSocu

* fc X O>

, «/>

c

“a 3E 13 o

t:

u

O

a

t EI

-c

o

OJ > § 4-^

+*»C

o

o -g

—>

1)u<X 13~ CJ «-

C

s

cx

60

4—1CJT3 X (J2

o

§• E«J o*o«JaE4JXOJ

ca

oo w

oo

to oo

onD

D

D

-J<H

13C

l.

<u£<CO

a

—.

ra —

rtu

n■D «

O

.ci a

«

n ra y

u «

a

O -O

3

X

CJ ^

3 K 'J

< ^

CX

2

<N rrj

">»/^N>>

>>

**

4->

*33

O*cr

crO

i>CJ

Oo

CJX

-C•

Ju

-U

mo

oo

s

CO

O25joXUJOS<Xtrta.o2OP<OSUJ<u

tow

w* *

oow

cosU)

aD

Dwwcra.9*o«—1k.raac

».£?

•ou.OU-

>. x

*-1

’5

s

cr cro>

CJ CJ

CJx

x

«—•

*-lu_

O

O

(AW

'—'CO

cD

raaowuraacra'wCJcoT3c—<

N

crCJCJXo£y

iCOD3crUJoH

Q

UJk UJ DaUJos 00 UJ >

p 2

UJ V

2OSUJXHOo2<-J<O

. ^ 2E 2X

H

>g

OS ^£

<

ux>xcraaEouou.34-1cCJ

>rax•oCJto >

OJ ?

3 £

? «oOJVI

X

•“

w-

-O

M

QJcrabb

toQJ*otuIUT3

•3 §

aE 3

n

"3bO

k.—

tSi

2 wa

ra

3

J= £

E

o

o

c c

o

o4—>

Wa

a

E

ECJ

VX

X

UJ

UJ

— (N

aXV)czotoCcroc

vi on

u

us_ ra ra^

CJ • CJ

2 >>

<•oo

CJ u

a a

a a

3

3

^ *o

UJosH S

S

^ ra raS o. O,.>H2O

i/) tn

w

Mw

ww

Sd

dd

H..........

U> —O

"<3ra uol -g< .H°

5

UJ £

5 3- —< c X

. .

.W - N ria

arao■oCJ

5

o

c e

o

X

3.ts

*o?

e

a

a3

_2

-3

w !n

S

E=

E

a

8

J8 ^5

cCJ

■a £.ti fc a

o

ra cc

j

E

ra‘araoa?IDnc.

•OCJ.S'CoX3raQ>>oXra

E 8

a

crax

CJXra

o

«J c

jx

*-

ah ” C,

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO

Os

fNCX

oi

c«oD.a<cca ,535r>

v>z:4>

C5?

o *0c

c-l

crtoacx<c60o(x-

«

o<1E5 .

n <£

u. c O■oc«

3Uj </>

a>•mi

urs "O C

. C

«j a

is

ia -t

jJ c c =

w ■« £

> &

« ■= a^ J5 w t:<vuc«■auOaa«

uc!cuC8

zoUJosoua.Oa:UJa,</Jz<osh*e*olu00wUJ UJZ<suXo uj 'U

5 2

>• £c

oQ.

u.£

"o

«-U

5U

tip

<U■C

ua

c

H> rt>

*HS 8,E

<■>n

«

2 n

•O O j*;aj

w *

*- \Q

S £ £

=

«> .

O *"

fc- «•>

O >,(/}•£

_- "o £—

4) ze

££ ra 00 —1

^

U

O

.J..0

bfi — -2

c

o

cx -

00

E<x> t)

a>U

-S.fi

C

+-<o to .

.= o

5c- OCX

§»

o ~

cx

z

wOp £ 2

*=

t

£

ca OS <

d.

r o_

Ort jjc - i: «~ "Ort —

0

5

w >»T3

C«J

rt

£ ft.5J £5r 0O' U<y

O)

)w•oGJ

1cajJS

«>

C3f—

O0

c-

wU,L>C

lJC

O»—n

au

0)_CJ

«SI

3c

.$

oi

a>

*rtV)

0CX

fsV0£4-*

f-*O

c|—•1)

u0L-a

0*D•ac

+-ic

3c

u*■■■

0w<u'o

’tk.0

•aCJrt

u. .u

4—>(U

CL

4-*CJL>

3to

ac

3a>

i_OJ.2

cxX

iOJ

crtu

os"ra

4)

£acx

CJ

«-*■s

&0.£

rtcu

-0X

)rt*5t-rt

(U£c0)

upto

(/iE

krtCJu

a>>cu

T3rt

ca;

Cliou

to>0

«-jc

lc0

4>to0

wa>

JZ

•0cuO

UX>c

>.0

00

X)

c

c u-o o% “" 310 a<St

4>

£ os

3 cj cx

£#1*1

■*-<

a

j=*-

.yc

s:

I o

in

mi/>

•- C

* W

2 >

w w w

c

I

ol-M,

C30

wc

oO

X16W

t—

u

J

S;00

£>" S £5

o

"c

EO

7

ca

c ^

.52•2 ?

«C

” a)

O (/)

r->

<u 5

a n 'a

O w

£

>>c«a£oo>>

v> ej

s ss ICL> >

+-• c o

c «

O Qi

L>

J3 *

<0S3 >»•OCJ<SiOcxo

■a« X3 0e

c 5

.5 > w—

>

ort

u

-C-

>> *-.ti

C

UJUJHZ<£<3OHZUJ7)aJ>ZU2

•o*-.

c rt

« J=•o<u co <D 3 O

' a>

•Oc«cCJ

<i>?4-<Vx>On

O *o

'** <U

O T3

O 3

=r o

PScx

.1a>k.O

o-

e

o- o

•o u(U•o

F:cort 'K o>

Sj

o

v» *ac

QU V

i <

?A*k

■■

0>J8•5b -gs 5

■0cC3at•artE>*3•aqooX)

£o0 2•c Zr-

*-•« ^

>>T3u

<yrt

~ t;S 2g

-1/1c“

<u ^ £

«03

C «— oc

0 o

« ^3 X> T5 fl “ C rt

CX

cxC3.203•C

. <u

>% (U

c «->

oS, S

<J£

« 3

o 3 p

U O

a

C/3OS UJas •©Ho

(U k.-28

X *° >— .52 H

*-

•<

. Cu —

c o «-3o> 75 u

. C

Ort c

n 0s .5a

S? cx v rt c «/

w£ O

ts

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO