the effect of education and occupation on cataract in patient seeking ...
-
Upload
nguyenthuy -
Category
Documents
-
view
217 -
download
3
Transcript of the effect of education and occupation on cataract in patient seeking ...
TESIS
PENGARUH PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP TERJADINYA KATARAK
PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT
NUSA TENGGARA BARAT
NI NYOMAN SANTI TRI ULANDARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
TESIS
PENGARUH PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP TERJADINYA KATARAK
PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT
NUSA TENGGARA BARAT
NI NYOMAN SANTI TRI ULANDARI NIM. 1292161015
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
ii
PENGARUH PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP TERJADINYA KATARAK
PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT
NUSA TENGGARA BARAT
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI NYOMAN SANTI TRI ULANDARI NIM 1292161015
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 03 JULI 2014
Pembimbing I,
Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH NIP. 194712111976021001
Pembimbing II,
dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH NIP. 197608182003122003
Mengetahui
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH NIP. 194810101977021001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001
iv
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 03 Juli 2014
Paniti Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No: 2060/UN14/4/HK/2014, Tanggal 03 Juli 2014
Ketua : Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH
Anggota :
1. dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH
2. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS
3. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
4. dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App Bsc., Ph.D
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : Ni Nyoman Santi Tri Ulandari
NIM : 1292161015
Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis :PENGARUH PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN
TERHADAP TERJADINYA KATARAK PADA PASIEN
YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA
MASYARAKAT NUSA TENGGARA BARAT
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor: 17
tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 03 Juli 2014
Ni Nyoman Santi Tri Ulandari
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asungkerta
wara nugraha-Nya/karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. N. AdiPutra, MOH, selaku pembimbing I yang
telah dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan
saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan
tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada dr. Ayu
Swandewi Astuti, MPH selaku pembimbing II yang penuh perhatian dan kesabaran
telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas udayana Prof.
Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih
ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana yang
dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswi Pogram Magister pada Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih
kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku Ketua Program Studi
vii
Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana. Pada kesempatan ini juga penulis
menyampaikan terima kasih kepada Koordinator Peminatan Konsetrasi Umum
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udaya dan semua
dosen serta staf di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ungkapan terima
kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr. Wimpie
Pangkahila, Sp.And, FAACS, Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si, dr. Ni Wayan
Arya Utami, M.App Bsc., Ph.D yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan,
dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kepala Balai Kesehatan Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara
Barat dr. Bagio Ariyono Murdjani, beserta staf yang telah memberikan ijin dan
bantuan untuk melakukan penelitian.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Pemerintah Indonesia c.q Bapak Koordinator KOPERTIS Wilayah VIII dan Bapak
Sekretaris Pelaksana KOPERTIS Wilayah VIII yang telah memberikan ijin tugas
belajar dan membantu dalam bentuk finansial kepada penulis. Demikian juga kepada
Drs. H. Sutiman A.A. (Alm), selaku pendiri STIKES MATARAM yang memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi kejenjang Magister. Penulis juga
mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan arahan dari dr. I Wayan Gede
Artawan Eka Putra, M.Epid. Akhirnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada kedua orang tua penulis serta mertua yang telah memberikan semangat dan
ijin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada suami tercinta Brigadir I Nyoman Budi Rastika serta anak Putu Nanda
viii
Sena Yogiswara, yang telah memberikan segala pengorbanan, semangat, dan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan, serta kakak-adik dan
semua keluarga yang telah memberikan semangat dan dukungan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman angkatan IV MIKM Universitas
Udayana dan teman-teman STIKES MATARAM atas dukungan dan doa-nya,
sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Denpasar, 03 Juli 2014
Penulis
ix
PENGARUH PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP TERJADINYA KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT
DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT NUSA TENGGARA BARAT
ABSTRAK
Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang jika berlangsung lama dapat menyebabkan kebutaan. Menurut hasil survei Kebutaan Nasional 2007, angka kebutaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 1,2%, sedangkan angka kebutaan Nasional sebesar 0,4%. Katarak adalah penyebab kebutaan yang paling tinggi dengan angka kejadian sebesar 0,1 %. Angka kejaadian katarak ini apabila dikaitkan dengan jumlah penduduk NTB (4.363.756 jiwa), maka diperkirakan akan terjadi penumpukan penderita katarak. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Nusa Tenggara Barat.
Disain penelitian ini adalah kasus-kontrol, dengan terlebih dahulu memasangkan variabel umur dan jenis kelamin. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 pasang kasus-kontrol. Data dikumpulkan dengan penelusuran dokumen, observasi, dan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan STATA SE 12.1 dan secara bertahap meliputi analisis univariat, bivariat (McNemar) dan multivariat (Conditional Logistic Regression).
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa 92,5% subjek berumur ≥ 40 tahun, 85,0 % tidak diabetes melitus, 80,0% tidak merokok, 63,8% berpendidikan rendah, 53,8% berpendapatan rendah, 60,0% pekerjaannya berisiko, 57,5% berjenis kelamin perempuan, 83,8% terpapar asap setiap hari, dan 53,7% terpapar sinar matahari ≥ 4 jam. Sebagian besar responden masih ada yang tidak menggunakan alat pelindung diri saat melakukan pekerjaan di luar gedung, sehingga kemungkinan terpapar langsung dengan sinar matahari cukup besar. Hasil uji bivariat terdapat empat variabel yang meningkatkan odds katarak yaitu pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan paparan sinar matahari. Pada analisis multivariat di dapatkan variabel yang paling berperan meningkatkan faktor risiko adalah pendidikan OR=25 (95%CI=1,96-336,61) dan pekerjaan OR=13 (95%CI=1,71-113,25). Pendidikan rendah dapat meningkatkan terjadinya katarak 25 kali dibandingkan dengan yang memiliki pendidikan tinggi, sedangkan untuk pekerjaan yang berisiko dapat meningkatkan kejadian katarak 13 kali dibandingkan yang tidak berisiko.
Disarankan perlu adanya promosi dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang penggunaan alat pelindung diri (APD) berupa topi. Hal ini berkaitan dengan banyaknya masyarakat NTB yang memiliki pekerjaan di luar gedung, dan sebagain besar memiliki pendidikan rendah. Kata kunci : katarak, kasus-kontrol, BKMM-NTB.
x
THE EFFECT OF EDUCATION AND OCCUPATION ON
CATARACT IN PATIENT SEEKING TREATMENT AT THE EYE HEALTH CENTER OF WEST NUSA TENGGARA
ABSTRACT
Cataract is a vision disorder that can cause blindness. According to Regional Health Survey 2007, the rate of blindness was as high as 1.2%, while the national level was 0.4%. The incidence rate of cataract was 0.1%, and in NTB with the population of 4,363,756, this means that people who are blind because of cataracts recently in NTB amount to 4,363 people per year, each year the number continues to increase so that it undergoes a backlog. The aim of this study was to obtain a dominant risk factors on the incidence of cataracts in patients seeking treatment at the Eye Center in NTB.
The design of the study was case-control, by matching variable of age and sex. The number of counted being 40 pairs of samples. Data were collected by tracking document and interviews by means of a questionnaire. Data analysis was stata se 12,1 and conducted in stages covering univariate, bivariate (McNemar) and multivariate (Conditional Logistic Regression).
The results obtained were as follows; the subject of the study was 92.5% aged ≥ 40 years, 85.0% did not have diabetes mellitus, 80.0% did not smoke, 63.8% had low education , 53.8% had low income, 60.0% had risky jobs, 57.5 were female, 83.8% were exposed to smoke every day, and 53.7% had exposure to sunlight ≥ 4 hours / risky. In bivariate test results, there were four variables that increased risks, namely, education, income, employment, and exposure to sunlight. In multivariate analysis, it was found that the most dominant variables served to increase the risk factor was education OR=25 (95% CI 1.96 to 336.61) and occupation OR=13 (95% CI 1.71 to 113.25). The suggestion was that there was a need for promotion and health education related to the use of personal protective equipment (PPE) when working outdoors, and an increase in the ability to minimize the number of cataract surgeries buildup. Keywords: cataract, case-control, BKMM-NTB.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM………… ………………………………….. i
PERSYARATAN GELAR……………………………………………………. ii
LEMBAR PENGESAHAN……….. …………………………………………. iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………………………………… v
UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………………... vi
ABSTRAK…………………………………………………………………….. ix
ABSTRACT…………………………………………………………………… x
DAFTAR ISI…..……………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL………..…………………………………………………… xv
DAFTAR GAMBAR…….. …………………………………………………... xvi
DAFTA SINGKATAN……………………………………………………….. xvii
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ……….……….……….……….……….……….…… 1
1.2 Rumusan masalah ……….……….……….……….……….……….. 5
1.3 Tujuan penelitian……….……….……….……….……….……….… 6
1.3.1 Tujuan umum……….……….……….……….……….………. 6
1.3.2 Tujuan khusus….……….……….……….……….……….…… 6
1.4 Manfaat penelitian……….……….……….……….……….………… 7
Halaman
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian katarak……….……….……….……….……….……….…. 9
2.2 Gejala dan tanda katarak……….……….……….……….……….…… 9
2.3 Jenis-jenis katarak……….……….……….……….……….……….…. 11
2.4 Faktor risiko katarak……….……….……….……….……….……….. 12
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka berpikir……….……….……….……….……….………….. 19
3.2 Konsep……….……….……….……….……….……….…………….. 21
3.3 Hipotesis……….……….……….……….……….……….…………… 22
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan penelitian……….……….……….……….……….………. 24
4.2 Lokasi dan waktu penelitian……….……….……….……….………… 25
4.2.1 Lokasi penelitian……….……….……….……….……….……… 25
4.2.2 Waktu penelitian……….……….……….……….……….……… 25
4.3 Penentuan sumber data……….……….……….……….……….…….. 25
4.3.1 Populasi………….……….……….……….……….……….….. … 25
4.3.2 Besar sampel……….……….……….……….……….………….. 26
4.3.4 Definisi kasus-kontrol……….……….……….……….………….. 27
4.3.5 Kriteria inklusi……….……….……….……….……….………… 27
xiii
4.3.6 Teknik pengambilan sampel……….……….……….…………. 28
4.4 Variabel penelitian……….……….……….……….……….………. 28
4.5 Instrumen penelitian…………………………………………………. 28
4.6 Definisi operasional penelitian……….……….……….……….…… 29
4.7 Alur penelitian……….……….……….……….……….……….…… 32
4.8 Pengolahan dan analisis data……….……….……….……….…….. 33
4.8.1 Pengolahan data……….……….……….……….……….…….. 33
4.8.2 Analisis data……….……….……….……….……….…………. 33
4.9 Etika penelitian………………………………………………………. 35
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran umum BKMM……………………………………………. 37
5.1.1 Pengorganisasian……………………………………………….. 38
5.1.2 Jumlah kunjungan………………………………………………. 39
5.2 Distribusi karakteristik responden…………………………………… 40
5.3 Analisis bivariat………………………………………………………. 43
5.4 Analisis Multivariat…………………………………………………… 47
BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………………. 48
xiv
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan…………………………………………………………….. 62
7.2 Saran…………………………………………………………………. 64
DAFTAR PUSTAKA……….……….……….……….……….……….……… 65
LAMPIRAN……………………………………………………………………. 69
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel perhitungan besar sampel…………………………………….. 26
Tabel 4.2 Definisi operasional variabel………………………………………… 29
Tabel 4.3 Tabel 2x2 perhitungan odds ratio…………………………………… 34
Tabel 5.1 Tabel jumlah dan jenis ketenagaan…………………………………. 39
Tabel 5.2 Jumlah kunjungan pasien……………………………………………. 40
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden……………………………………… 41
Tabel 5.4 Tabel distribusi faktor risiko katarak……………………………… .. 43
Tabel 5.5 Tabel analisis multivariat.…………………………………………… 47
Halaman
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Modifikasi bagan segitiga epidemiologi………………………….. 20
Gamar 3.2 Konsep………….………………………………………………….. 21
Gambar 4.1 Rancangan kasus-kontrol…………………………………………. 24
Gambar 4.2 Alur penelitian……………………………………………………. 32
Gambar 5.1 Bagan struktur organisasi UPTD BKMM………………………… 38
Halaman
xvii
DAFTAR SINGKATAN
APD : Alat Pelindung Diri
BKMM : Balai Kesehatan Mata Masyarakat
CI : Confidence Interval
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DM : Diabetes Mellitus
NTB : Nusa Tenggara Barat
OR : Odds Ratio
PNS : Pegawai Negri Sipil
SD : Sekolah Dasar
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
THT : Telinga Hidung Tenggorokan
UPT : Unit Pelayanan Teknis
UPTD : Unit Pelayanan Teknis Daerah
UPTB : Unit Pelayanan Teknis Badan
UV : Ultraviolet
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah sosial yang cukup
besar di Indonesia. WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat 45 juta penderita
kebutaan di dunia, di mana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Dengan
pertambahan jumlah penduduk dunia dan peningkatan umur harapan hidup maka
jumlah kebutaan akan meningkat paling sedikit 1 juta orang pertahun (Depkes RI ,
2006).
Indonesia menjadi salah satu negara dengan risiko kebutaan tinggi di dunia.
Namun, sampai saat ini penanggulangan masalah kebutaan belum menjadi prioritas
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Berdasarkan hasil Survei
Penglihatan dan Kebutaan Depkes RI tahun 1993 -1996, angka kebutaan di Indonesia
mencapai 1,47%. angka kebutaan di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
angka kebutaan di Negara lain (Bangladesh 1,0%, India 0,7%, Thailand 0,3%, Afrika
Sub-sahara 1,40%). Angka kebutaan ini menurun menjadi 1,2% berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 (Depkes RI, 2003).
Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78 %), glaukoma (0,20%), kelainan
refraksi (0,14 %), dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut usia
(0,38 %) (Depkes RI, 2006). Katarak adalah penyebab kebutaan yang paling banyak
ditemui, katarak terjadi akibat kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan
2
terganggunya cahaya masuk ke dalam bola mata sehingga menyebabkan bayangan
pada retina menjadi kabur. Bila lensa mata kehilangan sifat beningnya atau
kejernihannya maka penglihatan akan berkabut atau tidak dapat melihat sama sekali
(Ilyas, 2003).
Proses terjadinya katarak membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak
disertai dengan rasa sakit pada mata, namun secara perlahan-lahan akan mulai
mengganggu pandangan mata, jika dibiarkan maka lama-kelamaan selaput putih
tersebut akan menutupi lensa mata sehingga mengganggu masuknya cahaya ke dalam
mata.
Insiden katarak di Indonesia sebesar 0,1% (210.000 orang) per tahun, namun
baru sekitar 80.000 orang per tahun yang menjalani operasi. Keadaan ini
menimbulkan penumpukan penderita katarak yang cukup tinggi (backlog) (Depkes
RI, 2003). Apabila ingin mengurangi backlog, maka jumlah operasi katarak harus
sama dengan jumlah penderita katarak. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi
backlog penderita katarak adalah jarak jangkau antara rumah penderita katarak
dengan pelayanan kesehatan.
Seperti yang telah diketahui, kesehatan mata mendapatkan perhatian yang besar
dari dunia internasional maupun tingkat nasional, hal ini dapat dilihat pada tahun
1999 WHO telah mencanangkan program Vision 2020 The Right to Sight. Di
Indonesia sendiri program ini mulai dilaksanakan pada tahun 2000, dengan
diadakannya program ini berarti pemerintah telah memberikan hak bagi setiap
3
warganegara Indonesia untuk mendapatkan penglihatan yang optimal (Depkes RI,
2006).
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi yang ada
di Indonesia dengan tingkat kejadian katarak yang masih tinggi. Menurut hasil Survei
Kebutaan Nasional angka kebutaan di NTB sebanyak 1,2 %, sedangkan tingkat
Nasional sebesar 0,4 % (Riskesdas, 2013). Penyebab utama kebutaan adalah katarak,
kelainan refraksi, pterigium dan glaukoma. Dari ke empat penyebab kebutaan
tersebut, katarak adalah penyebab kebutaan yang paling besar dengan incidence rate
(angka kejadian) adalah 0,1 %, dan dengan jumlah penduduk NTB sebesar
4.363.756 jiwa, ini berarti penduduk yang mengalami kebutaan baru karena katarak
pertahun mencapai 4.363 orang (BKMM Prov. NTB, 2012).
Riskesdas (2007) melaporkan prevalensi katarak cukup tinggi pada jenis
pekerjaan tertentu, yaitu petani/nelayan/buruh sebesar 17,8% dan ibu rumah tangga
(IRT) sebesar 16,1%. Penduduk NTB sebagian besar memiliki pekerjaan dibidang
informal seperti buruh dan petani, Saat ini jumlah buruh yang bekerja di oven
tembakau di wilayah NTB khususnya di pulau Lombok sangat besar, yaitu sekitar,
119.710 jiwa. perusahaan tembakau yang beroperasi di Pulau Lombok telah mencapai
18 unit dengan oven tembakau sebanyak 11.971 unit tungku (Pemprov. NTB, 2012).
Selain itu, jumlah warga NTB yang memiliki pekerjaan sebagai petani dan
nelayan adalah sekitar 1.005.240 jiwa, sedangkan yang bekerja sebagai buruh
bangunan sebanyak 85.007 jiwa Pada tahun 2011 penduduk NTB berjumlah
4
2.132.933, maka dapat diketahui bahwa penduduk NTB yang berisiko untuk
terjadinya katarak adalah sekitar 56,73% (Kemenaker RI, 2013).
Hasil observasi awal yang dilakukan terhadap 10 orang pasien katarak di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Provinsi NTB yang diwawancarai yang
berusia antara 30-45 tahun, di mana 4 orang adalah nelayan, 3 orang sebagai pekerja
oven tembakau, 1 orang buruh bangunan, dan 2 orang ibu rumah tangga.
Proporsi penduduk usia 30 tahun ke atas pada yang mengaku memiliki gejala
katarak (penglihatan berkabut dan silau) memiliki pendidikan ≤ 6 tahun sekitar
28,7%, dan bertempat tinggal tinggal di desa 25,5%. Di Provinsi NTB setengah
penduduknya tidak merokok, yang terdiri dari mantan perokok 1,9% dan bukan
perokok 68% (RISKESDAS NTB, 2007).
Pada tahun 2000 pemerintah daerah NTB mendirikan sebuah Balai Kesehatan
Mata Masyarakat (BKMM) di Provinsi Nusa Tenggara Barat, untuk mengatasi
masalah kesehatan mata termasuk katarak. BKMM ini merupakan unit pelayanan
teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggar Barat yang bertanggung
jawab terhadap peningkatan kesehatan mata masyarakat melalui pelayanan,
pendidikan dan penelitian. BKMM NTB telah melakukan pengobatan katarak dengan
cara operasi mata, di mana jumlah operasi katarak yang telah dilakukan selama tahun
2011 oleh Tim Balai Kesehatan Mata Masyarakat mencapai 556 orang (rata-rata 46
orang/bulan) dengan rincian sebanyak 478 orang dilaksanakan di dalam gedung
5
Balai Kesehatan Mata Masyarakat dan 78 orang lainnya di laksanakan di luar gedung
Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM Prov. NTB, 2012).
Banyak faktor dikaitkan dengan terjadinya katarak antara lain umur, jenis
kelamin, penyakit diabetes melitus (DM), pajanan terhadap sinar ultraviolet (sinar
matahari), merokok, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, paparan asap,
riwayat penyakit katarak, dan pekerjaan. Melihat dari latar belakang tersebut dan
dikaitkan dengan penyebab terjadinya katarak yang bersifat multifaktorial dan belum
diketahui secara pasti, maka perlu di cari beberapa faktor risiko yang dianggap
berhubungan dengan terjadinya katarak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pekerjaan di luar gedung merupakan faktor risiko terhadap
terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat NTB?
2. Apakah paparan asap merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak
pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB?
3. Apakah pendidikan merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak pada
pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB?
4. Apakah diabetes melitus merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak
pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB?
6
5. Apakah riwayat penyakit katarak merupakan faktor risiko terhadap
terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat NTB?
6. Apakah pendapatan merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak
pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB?
7. Apakah merokok merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak pada
pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB?
8. Apakah paparan sinar matahari merupakan faktor risiko terhadap terjadinya
katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
NTB?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor risiko terhadap terjadinya katarak pada pasien yang berobat
di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Nusa Tenggara Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko:
1. Pekerjaan di luar gedung terhadap terjadinya katarak pada pasien yang
berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
2. Pengaruh paparan asap terhadap terjadinya katarak pada pasien yang
berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
7
3. Pendidikan terhadap terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
4. Diabetes melitus terhadap terjadinya katarak pada pasien yang berobat di
Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
5. Riwayat penyakit katarak terhadap terjadinya katarak pada pasien yang
berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
6. Pendapatan terhadap terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
7. Perilaku merokok terhadap terjadinya katarak pada pasien yang berobat di
Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
8. paparan sinar matahari terhadap terjadinya katarak pada pasien yang
berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui berbagai faktor risiko
sebagai penyebab terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat Nusa Tenggara Barat, serta dapat dijadikan
sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
8
1.4.2 Manfaat praktis
1. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan
peneliti serta menjadi media untuk menerapkan ilmu kesehatan
masyarakat, khususnya faktor risiko sebagai penyebab terjadinya katarak.
2. Bagi tenaga kesehatan
Sebagai bahan masukan untuk membuat program kesehatan, sebagai
bahan penyuluhan, sebagai promosi kesehatan yang disampaikan oleh
tenaga kesehatan kepada masyarakat luas mengenai berbagai faktor risiko
katarak.
3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja di luar gedung,
dan menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang pengaruh berbagai
faktor risiko terhadap katarak.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Katarak
Katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata.
Kekeruhan lensa atau katarak akan mengakibatkan sinar terhalang masuk ke dalam
mata sehingga penglihatan menjadi menurun. Katarak menyebabkan penderita tidak
bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai
retina sehingga menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk
kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi. Katarak berasal dari kata Yunani
”Cataracta” yang berarti ”Air terjun”, hal ini disebabkan karena penderita katarak
seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun di depan matanya (Ilyas,
2003).
2.2 Gejala dan Tanda Tatarak
Katarak biasanya tumbuh secara perlahan dan tidak menyebabkan rasa sakit.
Pada tahap awal kondisi ini hanya akan mempengaruhi sebagian kecil bagian dari
lensa mata dan mungkin saja tidak akan mempengaruhi pandangan mata. Saat katarak
tumbuh lebih besar maka noda putih akan mulai menutupi lensa mata dan
mengganggu masuknya cahaya ke mata, pada akhirnya pandangan mata akan kabur.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya
usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun ke atas.
Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada
10
saat hamil muda. Delapan gejala yang biasanya terjadi pada seseorang yang
mengalami katarak.
1. Terjadi pada usia lanjut sekitar usia 50 tahun ke atas
2. Gatal-gatal pada mata
3. Sering keluar air mata
4. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
5. Penglihatan kabur pada malam hari
6. Tidak dapat menahan sinar lampu atau kilau cahaya yang langsung
menembus mata
7. Penderita akan merasa seperti melihat awan di depan penglihatannya,
menutupi lensa mata
8. Bila sudah mencapai tahap akhir atau stadium lanjut penderita katarak akan
kehilangan penglihatannya
Kecepatan terjadinya gangguan penglihatan akibat katarak pada seseorang tidak
dapat diprediksi, karena katarak pada setiap individu berbeda. Tanda yang jelas
terlihat pada katarak yang telah lanjut adalah adanya kekeruhan atau warna keputih-
putihan pada pupil. Pemeriksaan mata bagian dalam dilakukan dengan menggunakan
oftalmoskop (Ilyas, 2006).
Hingga saat ini belum ada obat-obatan, makanan, atau kegiatan olah raga yang
dapat menghindari atau menyembuhkan seseorang dari katarak. Pengobatan katarak
adalah dengan pembedahan yang ditentukan berdasarkan tajam penglihatan yang
11
sudah menurun sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari, apabila tidak dioperasi
maka akan terjadi kebutaan total (Ilyas dkk., 2008).
2.3 Jenis-jenis Katarak
Menurut Ilyas, dkk (2002), katarak dapat dibagi menjadi beberapa jenis.
1. Katarak kongenital adalah katarak yang telah timbul sejak lahir. Katarak
kongenital dianggap sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-
ibu yang terinfeksi virus atau menderita penyakit tertentu.
2. Katarak sekunder adalah katarak yang terjadi setelah dilakukan operasi
katarak sebelumnya.
3. Katarak senil adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Pada
umumnya terjadi pada usia lanjut, gejala yang biasa dirasakan adalah
penglihatan yang semakin menurun atau kabur. Secara klinik proses ketuaan
lensa sudah tampak sejak terjadinya pengurangan kekuatan akomodasi lensa
akibat mulai terjadinya sklerosis lensa.
4. Katarak traumatika adalah katarak yang disebabkan oleh trauma pada lensa
mata, dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam.
5. Katarak juvenile merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah
lahir. Kekeruhan lensa terjadi pada saat serat-serat lensa masih berkembang.
Biasanya katarak juvenile merupakan bagian dari suatu gejala penyakit
keturunan.
12
6. Katarak komplikata adalah katarak yang terjadi akibat gangguan sistemik
seperti diabetes mellitus, hipoparatiroid, miotonia distrofia, tetani infantil,
dan lain-lain.
2.4 Faktor Risiko Katarak
Etiologi katarak masih tidak jelas dan mekanisme terjadinya masih belum
sepenuhnya dimengerti. Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut, namun
katarak juga dapat diakibatkan oleh kelainan kongenital (Tamsuri, 2004). Faktor
yang dikaitkan dengan katarak cukup banyak. Berdasarkan teori segitiga
epidemiologi, timbulnya suatu penyakit disebabkan oleh faktor lingkungan
(Enviromment), faktor penjamu (host), dan faktor penyebab (agent). Banyak faktor
dikaitkan dengan katarak, yaitu umur sebagai faktor utama, dan faktor lainnya antara
lain penyakit diabetes melitus (DM), pajanan kronis terhadap sinar ultraviolet (sinar
matahari), konsumsi alkohol, nutrisi, merokok, tingkat sosial ekonomi, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan (Tana dkk., 2009).
Walaupun teknologi yang aman dan efektif telah tersedia untuk memperbaiki
penglihatan pada sejumlah besar penderita katarak, namun katarak yang belum
dioperasi masih merupakan beban yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah
kasus katarak meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup,
sedangkan jumlah dokter spesialis mata tidak sebanding dengan jumlah katarak yang
akan dioperasi di samping biaya operasi yang relatif tinggi. Hal ini menimbulkan
backlog (penumpukan) penderita katarak yang akan dioperasi.
13
Meskipun tindakan operasi merupakan satu-satunya pilihan pengobatan efektif
yang ada, namun mengidentifikasi faktor risiko katarak akan membantu untuk
menentukan langkah-langkah pencegahan dan strategi yang tepat, dan untuk
memperlambat terjadinya katarak dapat dilakukan sesuai dengan faktor risiko. Faktor
risiko katarak antara lain.
1. Umur
Bertambahnya umur harapan hidup di seluruh dunia, khususnya di
negara berkembang, menyebabkan bertambah banyaknya jumlah orang tua
secara cepat. Hal ini dapat menimbulkan fenomena pertambahan kasus
katarak, karena dengan sendirinya jumlah kebutaan karena katarak akan
bertambah banyak. Katarak senilis (lebih dari 40 tahun) merupakan penyebab
yang terbanyak penurunan penglihatan pada orang usia lanjut. Pada penelitian
cross sectional dikatakan bahwa prevalensi katarak sekitar 50 % pada usia
antara 65 smpai 74 tahun dan meningkat 70 % pada usia di atas 75 tahun.
(Wisnujono, 2004). Survei yang dilakukan oleh Tana, dkk (2006), dari 382
total responden yang diteliti, 125 responden menderita katarak pada usia 60-
65 tahun.
2. Jenis kelamin
Menurut Rasyid, dkk (2010) kejadian katarak lebih banyak terjadi
pada perempuan dari pada laki-laki, ditujukan dengan hasil penelitian yang
menemukan 114 orang (71,7%) penderita katarak berjenis kelamin
14
perempuan, sedangkan 57 orang (63,4%) penderita katarak berjenis kelamin
laki-laki.
3. Riwayat penyakit keturunan
Katarak kongenital terjadi akibat penyakit keturunan, atau infeksi ibu
hamil akibat rubella, virus sitomegali, varisela, sifilis, dan toksoplasmosis
pada usia kehamilan 1-2 bulan. Sebagaian besar katarak kongenital terjadi
pada kedua mata dan berhubungan dengan keturunaan atau sifat genetik (Tana
dkk., 2006).
4. Pekerjaan
Katarak erat kaitannya juga dengan pekerjaan yang berada di luar
gedung, dimana sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor risiko terjadinya
katarak. Sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari akan diserap oleh
protein lensa dan kemudian akan menimbulkan reaksi fotokimia sehingga
terbentuk radikal bebas atau spesies oksigen yang bersifat sangat reaktif.
Reaksi tersebut akan mempengaruhi struktur protein lensa, selanjutnya
menyebabkan kekeruhan lensa yang disebut katarak.
Menurut Sinha, dkk (2009) menyatakan ada hubungan yang bermakna
antara tingkat kematangan katarak senilis dengan pekerjaan. Dalam
penelitiannya, Sinha menyebutkan bahwa, pekerjaan responden yang
berada di luar ruangan (lapangan) tingkat kematangan kataraknya terlihat
meningkat. Responden pada kelompok pekerja lapangan dengan tingkat
15
kematangan katarak lebih tinggi (62%) dibanding dengan responden pada
kelompok pekerja di dalam ruangan (41.9%).
5. Pendapatan
Katarak dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang rendah.
Seseorang dengan tingkat ekonomi yang rendah dalam hal penghasilan
memiliki ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi setiap
harinya. Status ekonomi juga dihubungkan dengan rendahnya tingkat
pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan kemauan untuk mencari
informasi mengenai pengobatan katarak, sehingga munculnya tanda-tanda
akan terjadinya katarak tidak disadari oleh seseorang karena dirasakan masih
belum menganggu.
Pada umumnya seseorang akan mengunjungi tempat pelayanan
kesehatan mata setelah merasa terganggu pada matanya. Selain itu juga
penderita katarak yang berasal dari golongan ekonomi rendah tidak akan
mampu mengobati penyakitnya ke rumah sakit atau klinik swasta yang mahal,
sehingga pengobatan katarak tidak menjadi prioritas bagi mereka. Jarak yang
jauh dari sarana pelayanan menyebabkan ongkos transportasi dan biaya untuk
keluarga yang mengantar menjadi mahal (Pujiyanto, 2004).
6. Pendidikan
Dari beberapa suvei di masyarakat diperoleh prevalensi katarak lebih
tinggi pada kelompok yang berpendidikan lebih rendah. Dalam penelitian
16
yang dilakukan oleh Pujiyanto (2004) menyimpulkan pendidikan rendah
berpengaruh terhadap kejadian katarak 4 kali dibandingkan dengan yang
berpendidikan tinggi.
7. Paparan Asap
Sseperti yang telah diketahui bahwa polusi udara dapat menyebabkana
terjadinya gangguan kesehatan, beberepa contoh dari polusi udara tersebut
adalah asap yang berasal dari hasil pembakaran kayu bakar oleh ibu-ibu yang
memasak, serta asap kendaraan bermotor. Asap kayu bakar menghasilkan zat
kimia seperti karsinigen, karbon monoksida, dan hydrogen yang dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan (United For Sigth, 2003)
Penelitian yang dilakukan oleh Suparlan (2009) menyebutkan bahwa
intensitas paparan asap dapur dapat meningkatkan kejadian katarak 3,5 kali
pada perempuan yang memasak di dalam ruangan di Kabupaten Lombok
Tengah.
8. Diabetes Melitus
Diabetes melitus dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi,
salah satunya adalah katarak. peningkatan enzim aldose reduktase dapat
mereduksi gula menjadi sorbitol, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan
osmotik sehingga serat lensa lama-kelamaan akan menjadi keruh dan
menimbulkan katarak (Pollreisz dan Erfurth, 2010).
17
9. Merokok
Dari beberapa faktor risiko terjadinya katarak, salah satunya adalah
merokok. Rokok berperan dalam pembentukan katarak melalui dua cara yaitu,
pertama paparan asap rokok yang berasal dari tembakau dapat merusak
membrane sel dan serat-serat yang ada pada mata. Ke dua yaitu, merokok
dapat menyebabkan antioksidan dan enzim-enzim di dalam tubuh mengalami
gangguan sehingga dapat merusak mata (United For Sigth, 2003 )
Pada penelitian dengan menggunakan kasus-kontrol, di mana kasus
sebanyak 54 orang dan kontrol 35 orang, hasil uji multivariat (OR=2,287)
menunjukkan hubungan merokok dapat meningkatkan kejadian katarak 2 kali
dibandingkan dengan yang tidak merokok.
10. Paparan Sinar Ultraviolet (UV)
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dkk. (2013) mengatakan
bahwa responden pada kelompok yang bertempat tinggal di daerah pantai
dengan tingkat kejadian katarak persentasenya lebih tinggi (61%) dibanding
yang bertempat tinggal di daerah pegunungan yaitu sekitar (36%).
Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15
tahun lebih cepat dibandingkan dengan penderita di daerah subtropik
(Suharjo, 2004). Penyelidikan epidemiologi menunjukkan bahwa di daerah-
daerah yang sepanjang tahun selalu ada sinar matahari yang kuat, insiden
18
katarak akan meningkat. Radiasi sinar ultraviolet dari matahari akan diserap
oleh lensa, sehingga lensa menjadi keruh (Tamsuri, 2004).
19
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Katarak adalah suatu jenis penyakit pada mata karena lensa mata menjadi keruh
sehingga menghalangi cahaya yang masuk. Penglihatan penderita katarak menjadi
terganggu dan bahkan bisa menjadi buta bila semakin parah dan tidak ditangani
secara baik. Penyebab kekeruhan yang terjadi pada lensa mata bisa bermacam-
macam, bisa terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein
lensa, atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya menyerang kedua mata dan
berjalan progresif.
Katarak biasanya dikaitkan dengan penyakit degeneratif yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik faktor lingkungan (enviromment), faktor penjamu (host)
dan faktor penyebab penyakit (agent). Faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang
berada di sekitar manusia serta pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan manusia, faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap katarak adalah
paparan sinar matahari dan paparan asap. Faktor penjamu seperti umur, jenis kelamin,
pendidikan, pendapatan, pekerjaan, perilaku merokok, riwayat penyakit katarak,
diabetes melitus. Sedangkan faktor penyebab penyakit belum diketahui.
Upaya pencegahan dan penundaan terjadinya katarak dapat dilakukan dengan
mengubah berbagai faktor tersebut. Pengaruh faktor umur dan keturunan tidak dapat
20
di ubah, maka pengaruh faktor lainnya masih dapat di ubah ataupun diupayakan
untuk dikurangi.
Penelitian ini disusun berdasarkan rangkuman tinjauan teori tentang
timbulnya penyakit, khususnya mengenai hubungan berbagai faktor risiko dengan
terjadinya katarak. Teori segitiga epidemiologi menjelaskan hubungan antar host,
agent, dan enviromment, s ke m a n ya a d a l a h sebagai berikut.
Gambar 3.1 Modifikasi bagan segitiga epidemiologi
Agent Penyebabnya masih belum jelas karena banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya katarak
Enviromment a. Paparan sinar matahari b. Paparan asap
Host a. Umur b. Jenis kelamin c. Tingkat pendidikan d. Tingkat pendapatan e. Pekerjaan f. Perilaku merokok g. Riwayat penyakit
katarak h. Diebetes melitus
KATARAK
21
7. keturunan
3.2 Konsep
Konsep penelitian merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang
dirumuskan dari fakta – fakta, observasi, dan tinjauan pustaka. Konsep menerangkan
hubungan antara faktor risiko dengan terjadinya katarak.
Faktor Lingkungan (Enviromment)
Faktor Penjamu (Host)
Faktor penyebab (Agent)
Gambar 3.2 Konsep faktor-faktor risiko katarak
1. Paparan Sinar Matahari
2. Paparan Asap
1. Umur 2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan
4. Tingkat pendapatan
5. Pekerjaan
6. Perilaku merokok
8. Diabetes militus
Belum diketahui
9. Penggunaan streroid
Katarak
10. Alkohol
7. Riwayat penyakit katarak
11. Operasi mata sebelumnya
12. Asupan nutrisi
22
Keterangan :
: Variabel diteliti
: Variabel tidak diteliti
3.3 Hipotesis
Sesuai dengan kerangka berpikir dan konsep, maka hipotesis yang diajukan
sebagaimana yang diuraikan di bawah ini:
1. Pekerjaan di luar gedung merupakan faktor risiko terhadap terjadinya
katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
NTB.
2. Paparan asap merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak pada
pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
3. Pendidikan merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak pada
pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
4. Diabetes melitus merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak pada
pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
5. Riwayat penyakit katarak merupakan faktor risiko terhadap terjadinya
katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
NTB.
6. Pendapatan merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak pada
pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
23
7. Perilaku merokok merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak
pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
8. Paparan sinar matahari merupakan faktor risiko terhadap terjadinya
katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
NTB.
24
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi analitik observasional, yaitu suatu penelitian
yang akan melaksanakan pengamatan saja, tanpa intervensi dalam upaya mencari
hubungan antar variabel yang satu dengan variabel lainnya. Studi observasional
analitik ini dilakukan dengan studi kasus-kontrol dengan matching, yaitu suatu
penelitian epidemiologis analitik observasional yang menelaah hubungan antara efek
(penyakit atau kondisi kesehatan) dalam hal ini katarak dengan faktor risiko tertentu.
Skemanya adalah sebagai berikut.
Gambar 4.1 Bagan penelitian kasus-kontrol
Faktor Risiko (+)
Faktor Risiko (-)
Faktor Risiko (+)
Faktor Risiko (-)
Kasus ( Kelompok Subjek dengan efek)
Kontrol ( Kelompok Subjek tanpa efek)
25
Beberapa alasan memilih kasus-kontrol menurut Sastroasmoro dan Ismael, (2011).
1. Lebih cepat memberikan hasil
2. Lebih murah
3. Tidak memerlukan jumlah subjek yang banyak
4. Dapat mengidentifikasikan beberap faktor risiko dalam waktu yang
bersamaan
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)
Provinsi Nusa Tenggara Barat. BKMM dipilih sebagai tempat penelitian
karena, tempat ini merupakan satu-satunya Balai Kesehatan Mata
Masyarakat yang ada di Nusa Tenggara Barat.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan selama 2 bulan, yaitu dari bulan Maret sampai dengan
April 2014.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi
1. Populasi target yakni semua pasien yang berobat mata.
2. Populasi terjangkau yakni semua pasien katarak dan tidak katarak yang
berobat mata di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Provinsi Nusa
Tenggara Barat saat penelitian dilakukan.
26
4.3.2 Besar Sampel
Besar sampel kasus-kontrol ditentukan berdasarkan tingkat akurasi dengan
rumus Lwanga dan Lemeshow (1997).
2
21
2
2211
)(2
PPQPQPZPQZ
n
Keterangan:
P1=proporsi ekspose pada kasus
Q1= (1-P1)
P2= proporsi ekspose pada kontrol
Q2= (1-P2)
P = (P1+P2)/2
Q = (1 – P)
Z = koefisien reliabilitas =95%
Z = koefisien power = 90%
Untuk mendapatkan jumlah sampel yang representatif, dilihat dari OR hasil
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pujiyanto pada tahun 2004. Tabel
dapat dilihat seperti di bawah ini.
Tabel 4.1. Perhitungan besar sampel berdasarkan beberapa faktor risiko.
Faktor risiko OR P2 n
Umur 9,0 0,40 22
Merokok 5,8 0,29 26
Pendidikan rendah
4,2 0,29 38
Pekerjaan di luar ruangan
6,7 0,41 28
27
Setelah mendapatkan nilai OR dan P2 pada penelitian terdahulu, kemudian
nilai tersebut dimasukkan ke dalam software rumus Lwanga dan Lemwshow
(1997), dan nilainya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Jumlah sampel pada Tabel
4.1 terbanyak adalah 38 sampel. Dalam penelitian ini jumlah sampel
dibulatkan menjadi 40 pasang kasus-kontrol.
4.3.3 Definisi Kasus dan Kontrol
1. Kasus dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berobat mata di
Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Provinsi Nusa Tenggara
Barat yang dinyatakan menderita penyakit katarak selama 2 bulan pada saat
penelitian dilakukan, kasus diperoleh dari data sekunder dan wawancara.
2. Kontrol adalah semua pasien yang berobat mata di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat (BKMM) Provinsi Nusa Tenggara Barat yang tidak menderita
penyakit katarak. kontrol diperoleh dari data sekunder dan wawancara
4.3.4 Kriteria Inklusi
1. Semua pasien katarak dan tidak katarak yang berobat mata di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Provinsi Nusa Tenggara Barat
selama 2 bulan terakhir pada saat penelitian di lakukan
2. Berusia > 30 tahun
4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel kasus ataupun sampel kontrol dilakukan secara
consecutive sampling sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan
28
sampai jumlah sampel terpenuhi dengan terlebih dahulu melihat data
sekunder di BKMM Provinsi NTB tentang penderita katarak dan tidak
katarak. Responden yang dijadikan sampel terlebih dahulu telah setuju
menjadi responden sukarela dan mau berpartisipasi. Sampel diambil dengan
cara memasangkan (matching) variabel umur dan jenis kelamin pada
responden. Sampel diambil dengan menggunakan interval antara sampel
pertama dengan berikutnya, hal ini dilakukan agar lebih sistematis dan
mengetahui variasi dari responden yang berkunjung ke BKMM Provinsi
NTB.
4.4 Variabel Penelitian
1. Variabel terikat : Katarak
2. Variabel bebas : paparan sinar matahari, paparan asap, diabetes melitus,
pendapatan, pekerjaan, perilaku merokok, riwayat penyakit katarak,
pendidikan.
3. Variabel kendali : umur, dan jenis kelamin.
4.5 Instrumen Penelitian
1. Data sekunder : untuk memperoleh data mengenai pasien katarak dan tidak
katarak yang berobat di BKMM Provinsi NTB.
2. Wawancara: dilakukan terhadap pasien yang menderita katarak di BKMM
Provinsi NTB, dengan terlebih dahulu melihat data sekunder yang ada, dan
dijadikan sebagai kasus. Wawancara juga dilakukan terhadap pasien yang
29
tidak menderita katarak di BKMM Provinsi NTB, kemudian dijadikan
sebagai kontrol. Kasus dan kontrol diambil pada saat yang bersamaan,
wawancara menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya. Wawancara akan dibantu oleh seorang enumerator yang
sudah dilatih dalam melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner.
3. Observasi: melihat secara langsung di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
NTB, terkait dengan karakteristik jenis kelamin responden.
4. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner pendahuluan kepada 14 responden (survei pendahuluan), yaitu di
BKMM Provinsi NTB yang tidak akan dipergunakan sebagai sampel
penelitian. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk menguji konsistensi data yang
dikumpulkan.
4.6 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi operasional Cara pengukuran dan hasil ukur
Skala data
1. Umur Usia responden Dengan melihat data sekunder dari catatan medis pasien di BKMM Prov.NTB. kemudian di cross-check dengan melihat KTP pasien Dikategorikan menjadi : Umur ≥40 tahun (kode 1) Umur < 40 tahun (kode 2)
Nominal
2. Status DM Meningkatnya kadar gula darah seseorang dalam tubuhnya, riwayat keluarga dan diagnosa dokter
Dengan cara wawancara dengan berpedoman pada kuisioner, dengan skala Guttman. Dikategorikan menjadi :
Nominal
30
Penderita diabetes mellitus (kode 1)
Tidak penderita diabetes
mellitus (kode 2)
3.Riwayat penyakit katarak
Dalam satu keluarga memiliki anggota keluarga yang menderita katarak.
Dengan cara wawancara dengan berpedoman pada kuisioner, dengan skala Guttman. Dikategorikan menjadi : Ada riwayat menderita
katarak (kode 1) Tidak ada riwayat
menderita katarak (kode 2)
Nominal
4. Perilaku merokok
Perilaku merokok atau riwayat pernah merokok dari responden
Dengan cara wawancara dengan berpedoman pada kuisioner, dengan skala Guttman. Dikategorikan menjadi : Merokok, pernah merokok
(kode 1) Tidak merokok (kode 2)
Nominal
5. Tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan formal yang ditamatkan oleh responden
Wawancara,dikategorikan atas : Tingkat pendidikan
Rendah/TTSD/SD/SMP (kode 1)
Tingkat pendidikan Tinggi/ > SMA (kode 2)
Nominal
6. Tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan atau penghasilan rata-rata responden per bulan. Dilihat dari Upah Minimum Regional di daerah NTB sebesar Rp. 1.200.000
Wawancara dikategorikan atas : Pendapatan rendah < Rp.1.200.00 ,-/bulan (kode 1) Pendapatan tinggi ≥
Rp.1.200.000,-/bulan (kode 2)
Nominal
7. Pekerjaan Jenis pekerjaan responden yang berisiko untuk terjadinya katarak, dimana pekerjaan sebagian besar waktunya dilakukan di luar gedung (outdoor)
Wawancara, dikategorikan atas : Pekerjaan berisiko bila ≥
4 jam dilakukan di luar gedung (kode 1)
Pekerjaan tidak berisiko bila < 4 jam dilakukan di luar gedung (kode 2)
Nominal
31
8. Jenis kelamin
Jenis kelamin dari responden, yaitu laki-laki dan perempuan
Wawancara, catatan medis dan observasi. Dikategorikan atas : Laki-laki (kode 1) Perempuan (kode 2)
Nominal
9. Paparan asap
Paparan asap yang dialami oleh responden
Wawancara. Dikategorikan atas : Setiap hari terpapar asap
(kode 1) Tidak Setiap hari terpapar
asap (kode 2)
Nominal
10. Paparan sinar matahari
Intensitas paparan sinar matahari yang dialami oleh responden
Wawancara. Dikategorikan atas : Berisiko bila ≥ 4 jam
terpapar sinar matahari (kode 1)
Tidak berisiko bila < 4 jam terpapar sinar matahari (kode 2)
Nominal
11. Katarak
Kekeruhan pada lensa mata yang ditentukan berdasarkan diagnosa dokter mata di BKMM Provinsi NTB. Diagnosis katarak: pemeriksaan visus, pemeriksaan slit lamp, mengukur intraocular.
Dengan cara melihat data sekunder dari catatan medis pasien di BKMM Provinsi NTB. Dikategorikan menjadi : Katarak (kode 1) Tidak Katarak ( kode 2)
Nominal
32
4.7 Alur Penelitian
Data awal
Gambar 4.2 Alur Penelitian
populasi : Semua Pasien BKMM Provinsi NTB
Semua pasien BKMM Provinsi NTB selama penelitian berlangsung
Kriteria inklusi
Sampling
Kelompok Kasus (Pasien Penderita Katarak)
Kelompok Kontrol (Pasien Tidak Penderita Katarak)
Register Pasien Daftar Pasien
Penderita Katarak
Faktor Risiko Terjadinya Katarak
Register Pasien Daftar Pasien
Tidak Penderita Katarak
Analisis Data
Kesimpulan
33
4.8 Pengolahan dan Analisis Data
4.8.1 Pengolahan Data
Langkah-langkah yang dilakukan setelah data terkumpul, meliputi tahap:
1. Editing : untuk memeriksa kelengkapan data yang dikumpulkan
2. Koding : memberikan kode terhadap data untuk dikelompokkan
3. Data entry: memasukkan data ke perangkat komputer untuk analisis data
4. Cleaning : melakukan validasi data sehingga bebas dari kesalahan
4.8.2 Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis secara univariat bertujuan untuk mendiskripsikan masing-
masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat.
2. Analisis Bivariat
Analisis secara bivariat bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa
faktor risiko terhadap kejadian katarak, dan untuk menguji apakah faktor
risiko tersebut bermakna secara statistik atau tidak. analisis bivariat
menggunakan STATA SE 12.1 dengan terlebih dahulu membuat Tabel
distribusi faktor risiko katarak berdasarkan pasangan kasus-kontrol.
Untuk studi kasus kontrol, estimasi risiko dinyatakan dengan
kecenderungan/ Odds ratio (OR). Tabelnya adalah sebagai berikut.
34
Table 4.3 Tabel 2x2 untuk perhitungan odds ratio (OR) dengan matching.
Kasus Kontrol Total
Risiko + Risiko -
Risiko + a b a+b
Risiko - c d c+d
Total a+c b+d
(Sastroasmoro dan Ismael, 2011).
Keterangan:
Tabel 2x2 menunjukkan hasil pengamatan pada stusi kasus-kontrol
Sel a : kasus dan kontrol mengalami pajanan
Sel b : kasus mengalami pajanan, kontrol tidak
Sel c : kasus tidak mengalami pajanan, kontrol mengalami pajanan
Sel d : kasus dan kontrol tidak mengalami pajanan
Faktor risiko dinyatakan dalam odds ratio (OR)= b/c
Interpretasinya :
1. Bila nilai Odds ratio = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko
tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya penyakit (katarak).
2. Bila nilai Odds ratio >1 berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko
untuk timbulnya penyakit (katarak).
3. Bila nilai Odds ratio < 1 berarti variabel tersebut merupakan faktor
protektif (Sastroasmoro dan Ismael, 2011 ).
35
Uji statistik yang digunakan untuk menilai apakah pengaruh suatu
variabel bebas bermakna terhadap terjadinya katarak dengan
menggunakan uji Mcnemar dengan melihat 95%CI dan nilai P, apabila
nilai P ≤ 0,05 maka faktor risiko tersebut dikatakan berpengaruh dan
bermakna secara statistik, sebaliknya bila > 0,05 maka tidak bermakna
secara statistik.
3. Analisis Multivariat
Analisis secara multivariat bertujuan untuk melihat besarnya pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan analisis
Conditional Logistic Regression.
4.9 Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti telah mendapatkan rekomendasi dari Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram. Penelitian ini juga telah mendapatkan ijin
penelitian dari Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) yang
tembusannya ditujukan kepada Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat
dan Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Setelah mendapatkan ijin penelitian, masalah etika yang ditekankan
meliputi.
1. Informed consent (lembar persetujuan partisipasi)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden, peneliti menjelaskan
manfaat dalam penelitian. Tidak ada risiko yang ditimbulkan dalam
36
penelitian ini, karena hanya menggali informasi mengenai faktor risiko
katarak dengan cara wawancara. setelah responden menyetujui dan mau
berpartisipasi secara sukarela, barulah responden akan diberikan lembar
informed consent dan menandatangainya. Apabila responden tidak bersedia,
maka peneliti tidak akan memaksanya.
2. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan identitas responden dan segala macam informasi yang
diberikan oleh responden akan dijaga oleh peneliti, karena hasil penelitian
nantinya hanya berupa data-data.
3. Hasil penelitian akan diserahkan pada tempat penelitian dan dipublikasikan
pada jurnal ilmiah.
37
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)
Sesuai dengan surat keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 9 tahun
2001 dan peraturan Gubernur Nomor 23 tahun 2008, wilayah kerja Balai Kesehatan
Mata Masyarakat (BKMM) adalah seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
yang terdiri dari 2 (dua) Pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa yang
terbagi menjadi 10 (sepuluh) wilayah Kabupaten/Kota, 116 Kecamatan, dan 911
Desa/Kelurahan.
Pelaksanaan program di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) yang
merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
Barat dalam memberikan jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. BKMM
dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
publik yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat di bentuk
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 823/Menkes/SK/V/2000
tanggal 13 Mei 2000, tentang Pembentukan Balai. Keputusan Gubernur Nusa
Tenggara Barat Nomor 9, Tahun 2001 tentang Pelayanan Kesehatan pada Rumah
Sakit Jiwa, Balai laboratorium Kesehatan dan Balai Kesehatan Mata Masyarakat.
Surat Keputusan ini diperbaharui dengan Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat
38
Nomor 23 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Daerah ( UPTD ) pada Dinas Daerah dan Unit Pelaksana Teknis Badan
( UPTB ) pada Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Sejak tahun 2005, Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi NTB
juga menyediakan pelayanan kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT).
5.1.1 Pengorganisasian dan jumlah ketenagaan
1. Organisasi Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara
Barat ditetapkan oleh peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat
Nomor: 23 tahun 2008. Struktur Organisasi UPTD Balai Kesehatan
Mata Masyarakat dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Gambar. 1
Bagan struktur organisasi UPTD Balai Kesehatan Mata Masyarakat
KEPALA
UPTD
SEKSI PENUNJANG
SEKSI PELAYANAN
Kelompok
Jab. Fungsional
SUB BAG TATA USAHA
39
2. Jumlah dan jenis ketenagaan Balai Kesehatan Mata Masyarakat
Jumlah dan jenis tenaga yang bekerja di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
tidak mengalami banyak perubahan dari tahun ke tahun. Adapun rincian
jenis dan jumlah tenaga yang ada di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
adalah sebagaimana yang terdapat dalam tabel berikut di bawah ini.
Tabel 5.1 Jumlah dan Jenis Ketenagaan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat tahun 2012.
Jenis Tenaga Jumlah Keterangan Dokter Spesialis Mata Dokter Spesialis THT Dokter Umum Dokter Gigi SKM Perawat Analis Refraksionis SLTA SLTP Residen Dokter
2 1 4 1 2 21 1 1 12 4 1
1 PNS, 1 kontrak dari RSU Kota kontrak PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS
J U M L A H 50
5.1.2 Jumlah Kunjungan Pasien Balai Kesehatan Mata Masyarakat
Banyaknya pasien yang berkunjung untuk mendapat pelayanan kesehatan
mata di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi NTB terus meningkat,
pada tahun 2011 jumlah kunjungan sebanyak 17.525 sedangkan tahun
2012 meningkat menjadi 19.031, rata-rata setiap bulannya meningkat
40
sebanyak 1.460 orang pasien dan 740 orang di antaranya merupakan
pasien baru (BKMM NTB, 2013).
Tabel 5.2 Jumlah Kunjungan Pasien Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat tahun 2012
Jenis Penyakit Jumlah per Tahun Rata-rata Perbulan
2011 2012 2011 2012
Katarak 1. 323 1.446 110 120,5
Kelainan Refraksi 3. 863 4.051 321 337,6
Glaukoma 89 116 7 9,7
Trakhoma 32 29 2 2,4
Xerophthalmia 0 0 0 0,0
Infeksi Kornea 194 201 16 16,8
Cacat Kornea 305 364 25 30,3
Infeksi Konjungtiva 786 764 65 63,7
Pterygium dan Pinguecula 418 491 34 40.9
Kelainan Retina 148 218 12 18,2
Kalazion dan Hordeolum 183 218 15 18.2
Lain – lain 1, 462 - 121 -
5.2 Distribusi Karakteristik Responden (Analisis Univariat)
Penelitian pengaruh pekerjaan dan pendidikan pada pasien yang berobat di
Balai Kesehatan Mata Masyarakat Nusa Tenggara Barat melibatkan 40 pasang
41
sampel kasus-kontrol. Distribusi frekuensi responden kasus dan kontrol dapat dilihat
pada Tabel di bawah ini.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden di BKMM NTB.
Karakteristik Responden Jumlah (n=80)
Persentase
Umur Umur ≥ 40 tahun Umur < 40 tahun
74 6
92,5 7,5
Status diabetes melitus Diabetes melitus Tidak diabetes melitus
12 68
15,0 85,0
Riwayat penyakit katarak Ada riwayat penyakit katarak Tidak ada riwayat penyakit katarak
16 64
20,0 80,0
Perilaku merokok Merokok Tidak merokok
33 47
41,3 58,8
Pendidikan Pendidikan rendah Pendidikan tinggi
51 29
63,8 36,2
Pendapatan Pendapatan rendah Pendapatan tinggi
43 37
53,8 46,2
Pekerjaan Berisiko ≥ 4 jam di luar gedung Tidak berisiko < 4 jam di luar gedung
48 32
60,0 40,0
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
34 46
42,5 57,5
Terpapar asap Terpapar setiap hari Tidak terpapar setiap hari
67 13
83,8 16,2
Terpapar sinar matahari Berisiko terpapar ≥ 4 jam Tidak berisiko < 4 jam
37 43
46,3 53,7
42
Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa, kelompok umur tertinggi responden ada
pada kelompok umur ≥ 40 tahun yaitu 92,5 %, dan hanya 7,5 % yang berumur < 40
tahun. Sebanyak 85,0% tidak menderita diabetes melitus, dan dapat dilihat dari
distribusi riwayat penyakit katarak, 80% responden tidak memiliki riwayat penyakit
katarak.
Pada karakteristik responden yang merokok, 41,3% yang merokok dan yang
tidak merokok memiliki presentase yang lebih tinggi, yaitu sebanyak 58,8%.
Sebagian besar responden memiliki pendidikan yang rendah (SD-SMP) 63,8%.
Dengan pendidikan yang rendah, biasanya responden memilih pekerjaan yang tidak
formal, antara lain adalah sebagai petani, buruh, dan pedagang. Pada Tabel 5.3 60%
responden bekerja di luar gedung, di mana bekerja di luar gedung ≥ 4 jam memiliki
resiko untuk terjadinya katarak. Pendidikan yang rendah berbanding lurus dengan
penghasilan yang diperoleh setiap bulannya, sehingga dapat diketahui bahwa
kebanyak responden memiliki penghasilan yang rendah sebanyak 53,8%.
Dilihat dari presentase jenis kelamin, 57,5% responden memiliki jenis
kelamin perempuan, dan laki-laki 42,5%. Responden yang setiap hari terpapar dengan
asap memiliki presentasi yang sangat tinggi yaitu 83,8 %, sedangkan yang tidak
setiap hari terpapar asap sebanyak 16,2 %. Paparan asap yang dialami oleh responden
berbeda-beda antara responden satu dengan yang lain, intensitas paparan juga
berbeda.
43
Paparan sinar matahari yang dialami oleh responden, di mana responden yang
berisiko ≥ 4 jam terpapar sinar matarahari adalah 46,3 %, sedangkan yang tidak
berisiko < 4 jam terpapar sinar matahari sebanyak 53,7 %.
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan masing-masing
variabel bebas (faktor risiko) terhadap variabel terikat (kejadian katarak).
Tabel 5.4 Tabel distribusi faktor risiko katarak berdasarkan pasangan kasus- kontrol pada pasien yang berobat di BKMM NTB.
Faktor risiko Jumlah pasangan OR (95%CI)
P Kasus +
Kontrol + Kasus +
Kontrol − Kasus −
Kontrol + Kasus −
Kontrol − Status diabetes militus
1 7 3 29 2,33 (0,53-13,98)
0,3438
Riwayat penyakit katarak
4 5 3 28 1,66 (0,32-10,73)
0,7266
Perilaku merokok
13 3 4 20 0,75 (0,10-4,43)
1,0000
Pendidikan 15 20 1 4 20 (3,19-828,95)
<0,0001
Pendapatan 12 18 1 9 18 (2,84-749,96)
<0,0001
Pekerjaan 12 22 2 4 11 (2,70-96,50)
<0,0001
Paparan asap 28 8 3 1 2,66 (0,64-15-60)
0,2266
Sinar matahari 12 12 1 15 12 (1,77-512,97)
0,0034
44
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan masing-masing
variabel bebas (faktor risiko) terhadap variabel terikat (kejadian katarak) pada pasien
yang berobat di BKMM NTB. Tabel 5.4 menunjukkan bahwa ada 7 pasangan di
mana kasus positif (+) diabetes melitus dan kontrol negatif (–) diabetes melitus,
sedangkan 3 pasang kasus yang negatif (–) diabetes melitus dan kontrol (+) diabetes
melitus. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,34 OR=2,33; 95%CI=0,53-13,98,
maka dapat disimpulkan bahwa faktor risiko diabetes melitus tidak terbukti secara
statistik terhadap kejadian katarak.
Hubungan antara riwayat penyakit katarak dengan terjadinya katarak adalah
ada 5 pasang kasus yang memiliki riwayat penyakit katarak sedangkan kontrolnya
tidak memiliki riwayat penyakit katarak, sebaliknya ada 3 pasang kasus tidak
memiliki riwayat penyakit katarak, dan kontrolnya memiliki riwayat penyakit
katarak. Uji statistik menunjukkan nilai p=0,72, OR=1,66; 95%CI=0,32-10,73,
riwayat penyakit keturunan tidak terbukti secara statistik menjadi faktor risiko
terhadap terjadinya katarak.
Dapat dilihat pada Tabel 5.4 bahwa 3 pasang kasus yang merokok dan
kontrolnya tidak merokok, sedangkan ada 4 pasang kasus tidak merokok dan
kontrolnya merokok. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=1,0000, OR=0,75;
95%CI=0,10-4,43. Secara statistik merokok tidak terbukti menjadi faktor risiko
terhadap terjadinya katarak.
45
Variabel yang memiliki nilai OR tinggi adalah pendidikan (OR=20), terdapat
20 pasang kasus yang memiliki pendidikan rendah dan kontrolnya memiliki
pendidikan yang tinggi, sebaliknya ada 1 pasang kasus berpendidikan tinggi dan
kontrolnya berpendidikan rendah. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p<0,0001,
OR=20; 95%CI=3,19-828,95 (signifikan) atau ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan rendah dengan kejadian katarak. Secara statistik, pendidikan yang rendah
merupakan faktor risiko untuk terjadinya katarak 20 kali lebih besar dari pada yang
berpendidikan tinggi.
Pengaruh pendapatan dengan kejadian katarak, dapat dilihat bahwa ada 18
pasang kasus yang memiliki pendapatan yang rendah, dan kontrolnya memiliki
pendapatan yang tinggi sedangkan 1 pasang kasus memiliki pendapatan yang tinggi,
dan kontrolnya memiliki pendapatan yang rendah. Hasil uji statistik menunjukkan
nilai p<0,0001, OR=18; 95%CI=2,84-749,96, ada hubungan yang bermakna antara
pendapatan rendah pada responden dengan kejadian katarak. maka dapat
disimpulkan bahwa pendapatan rendah merupakan faktor risiko untuk terjadinya
katarak. Responden yang mempunyai pendapatan rendah mempunyai risiko 18 kali
untuk menderita atarak dibandingkan dengan responden berpendapatan tinggi.
Pekerjaan di luar gedung ≥ 4 jam berisiko katarak dan < 4 jam di luar gedung
tidak berisiko, ada 22 pasang kasus memiliki pekerjaan yang berisiko, dan kontrolnya
tidak berisiko, sedangkan ada 2 pasang kasus yang tidak berisiko, kontrolnya
berisiko. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p<0,0001, OR=11; 95%CI= 2,70-96,50
46
(signifikan) atau ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ≥ 4 jam di luar
ruangan dengan kejadian katarak. Maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik
pekerjaan ≥ 4 jam di luar ruangan merupakan faktor risiko untuk terjadinya katarak.
Responden yang pekerjaannya ≥ 4 jam di luar gedung mempunyai risiko 11 kali
untuk terjadi katarak dibandingkan dengan responden yang pekerjaannya < 4 jam di
luar gedung.
Dilihat dari paparan asap, ada 8 pasang kasus yang setiap hari terpapar asap,
sedangkan kontrolnya tidak setiap hari terpapar asap, sebaliknya ada 3 pasang kasus
yang tidak terpapar asap setiap hari tetapi kontrolnya terpapar asap setiap hari. Hasil
uji statistik dengan menunjukkan nilai p=0,2266, OR=2,66; 95%CI=0,64-15,60.
Secara statistik paparan asap tidak terbukti menjadi faktor risiko terhadap terjadinya
katarak.
Apabila terpapar sinar matahari ≥ 4 jam maka dikatakan berisiko dan < 4 jam
tidak berisiko, pada Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa ada 12 pasang kasus yang berisiko
(≥ 4 jam) dan kontrolnya tidak berisiko, dan sebaliknya 1 pasang kasus tidak berisiko,
kontrolnya berisiko. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p= 0,0034, OR=12;
95%CI=1,77-512,97, ada hubungan yang bermakna secara statistik antara paparan
sinar matahari ≥ 4 jam dengan kejadian katarak. Responden yang ≥ 4 jam terpapar
sinar matahari mempunyai risiko 12 kali untuk terjadi katarak dibandingkan dengan
responden < 4 jam terpapar sinar matahari.
47
5.4 Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui faktor risiko setelah
dikendalikan efek variabel lainnya dengan melihat nilai Odds-Ratio yang tertinggi
dan besarnya pengaruh seluruh faktor risiko penyebab terjadinya katarak pasien yang
berobat di BKMM Nusa Tenggara Barat.
Tabel 5.5 Hasil analisis multivariat faktor risiko terjadinya katarak pada pasien yang berobat di BKMM NTB.
Variabel OR 95%CI P Lower Upper
pendidikan 25 1,96 336,61 0,013
pekerjaan 13 1,71 113,25 0,014
Tabel di atas diketahui bahwa ada dua variabel yang berperan terhadap
terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
Nusa Tenggara Barat, yakitu: faktor risiko pendidikan, dan faktor risiko pekerjaan.
Dari ke dua faktor risiko tersebut, secara statistik pendidikan rendah dapat
meningkatkan terjadinya katarak sebesar 25 kali dibandingkan dengan yang memiliki
pendidikan tinggi. Sementara pekerjaan di luar gedung ≥ 4 jam secara statistik dapat
meningkatkan terjadinya katarak 13 kali dibandingkan dengan pekerjaan < 4 jam di
luar gedung.
48
BAB VI
PEMBAHASAN
Kejadian katarak di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Nusa
Tenggara Barat setiap tahunnya mengalami peningkat, dari daftar kunjungan yang
tercatat pada register, kejadian katarak pada tahun 2012 sebanyak 19.031, sedangkan
pada tahun 2011 kejadian katarak sebanyak 17.525, rata-rata setiap bulannya
meningkat sebanyak 1.460 orang pasien dan 740 merupakan pasien baru. Ada
beberapa faktor risiko yang dicurigai sebagai faktor penyebab terjadinya katarak
antara lain, paparan sinar matahari, paparan asap, status diabetes melitus, riwayat
penyakit katarak, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan perilaku merokok. Untuk
variabel umur dan jenis kelamin tidak merupakan faktor risiko karena sebelumnya
kedua variabel tersebut sudah dipasangkan (matching) antara kasus (katarak) dan
kontrol (tidak katarak). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
wawancara kuesioner, yang terlebih dahulu sudah dicocokkan dengan data register.
6.1 Faktor risiko pendidikan terhadap terjadinya katarak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 20 pasang kasus berpendidikan
rendah dan kontrolnya berpendidikan tinggi, hanya ada 1 pasang kasus yang memiliki
pendidikan yang tinggi dan kontrolnya berpendidikan rendah. Hasil uji statistik pada
analisis multivariat, menunjukkan nilai p=0,013, OR=25; 95%CI=1,96-336,61,
(signifikan) atau ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian
katarak, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan rendah merupakan faktor risiko
49
untuk terjadinya katarak. Responden yang berpendidikan rendah mempunyai risiko
25 kali untuk terjadi katarak dibandingkan dengan responden perpendidikan tinggi.
Responden dengan pendidikan rendah dikelompokkan mulai dari responden
yang tidak sekolah sampai lulusan SMP, sedangkan responden yang berpendidikan
tinggi dikelompokan dari lulusan SMA sampai perguruan tinggi.
Dengan menggunakan metode yang sama, hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Pujiyanto (2004) yang mengatakan bahwa dari beberapa
pengamatan survei di masyarakat diperoleh prevalensi katarak lebih tinggi pada
kelompok yang berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
status sosial ekonomi termasuk pekerjaan dan status gizi, pada penelitian ini
responden yang memiliki pendidikan rendah sebagian besar bekerja sebagai petani.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Echebiri, dkk (2010) menyebutkan bahwa risiko
katarak sangat terkait pada responden dengan pendidikan yang rendah, di mana
responden yang berpendidikan mempunya risiko 2,42 kali menderita katarak.
Pendidikan yang rendah pada masyarakat juga akan berdampak pada tidak
adanya pemahaman dan kesadaran akan penyakit katarak tersebut, ditambah lagi
dengan sangat kurangnya informasi atau penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan. Dari beberapa wawancara dengan responden, rata-rata responden
mengatakan tidak pernah ada penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan,
sehingga masyarakat yang memiliki pendidikan yang rendah tidak bisa memahami
secara dini munculnya tanda-tanda penyakit katarak tersebut.
50
6.2 Faktor risiko pekerjaan terhadap terjadinya katarak
Variabel ke dua yang berperan dalam dalam penelitian ini adalah pekerjaan.
Dari hasi penelitian diperoleh hasil bahwa ada 22 pasang kasus yang pekerjaannya
berisiko ≥ 4 jam di luar gedung dan kontrolnya tidak berisiko, sedangkan ada 2
pasang kasus yang pekerjaannya tidak berisiko < 4 jam di luar gedung kontrolnya
berisiko. Hasil uji statistik pada analisis multivariat menunjukkan nilai p=0,014,
OR=13; 95%CI=1,71-113,25, ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan di luar
gedung dengan kejadian katarak, maka dapat disimpulkan bahwa pekerjaan di luar
gedung merupakan faktor risiko untuk terjadinya katarak. Responden yang
pekerjaannya berisiko ≥ 4 jam di luar gedung mempunyai risiko 13 kali untuk terjadi
katarak dibandingkan dengan responden pekerjaannya tidak berisiko < 4 jam di luar
gedung.
Penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Sinha, dkk (2009) yang
menyebutkan ada pengaruh yang bermakna antara tingkat kematangan katarak senilis
dengan pekerjaan. Dalam penelitiannya, Sinha menyebutkan bahwa, pekerjaan
responden yang berada di luar gedung memiliki tingkat kematangan katarak
sekitar 62% dibanding dengan responden pada kelompok pekerja di dalam gedung
yaitu sekitar 41.9%.
51
Berdasarkan hasil Riakesdas (2007) beberapa pekerjaan yang cukup berisiko
untuk terjadinya katarak di antaranya adalah petani, buruh dan nelayan. Hal ini
sejalan dengan pekerjaan responden pada saat penelitian, responden kebanyakan
memiliki pekerjaan sabagai petani, buruh, dan pedagang keliling, jenis pekerjaan
yang berada di luar gedung dikaitkan dengan paparan sinar ultraviolet langsung.
Apabila dalam waktu yang lama bekerja di luar gedung dan terpapar sinar matahari,
akan sangat berbahaya karena radiasi sinar ultraviolet dari matahari akan diserap oleh
lensa, sehingga akan menyebabkan lensa menjadi keruh (Tamsuri, 2004). Masuknya
radiasi sinar ultraviolet secara langsung ke dalam mata dapat dikurangi dengan
menggunakan alat pelindung diri seperti topi saat bekerja di luar gedung. Bahaya
akan sinar ultaviolet ini belum banyak diketahui oleh responden yang, sehingga perlu
diadakannya penyuluhan atau promosi kesehatan untuk menggunakan alat pelindung
diri saat berada di luar gedung
6.3 Faktor risiko pendapatan terhadap terjadinya katarak
Dilihat dari pendapatan responden, hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 18 pasang kasus yang memiliki pendapatan rendah dan kontrolnya
berpendapatan tinggi, sebaliknya hanya 1 pasang kasus yang memiliki pendapatan
yang tinggi dan kontrolnya berpendapatan rendah . Hasil uji statistik pada analisis
bivariat menunjukkan nilai p<0,0001, OR=18; 95%CI=2,84-749,96, ada hubungan
yang bermakna antara pendapatan yang rendah pada responden dengan kejadian
katarak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan rendah merupakan faktor
52
risiko untuk terjadinya katarak. Responden yang mempunyai pendapatan rendah
berisiko 18 kali untuk terjadi katarak dibandingkan dengan responden berpendapatan
tinggi.
Pendapatan masyarakat yang rendah tidak terlepas dari pendidikan yang rendah
pula, pada umumnya dengan pendidikan yang rendah responden memiliki pekerjaan
dibidang informal yaitu sebagai petani dan buruh, di mana ke dua jenis pekerjaan ini
pengasilan yang didapatkan kadang tidak tentu, sehingga dengan pendapatan yang
rendah responden tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan asupan nutrisi sehingga
rentan mengalami berbagai penyakit, salah satunya adalah terkena katarak.
Pada saat pengambilan sampel, 53,8% yang berkunjung ke Balai Kesehatan
Mata Masayarakat NTB adalah dari golongan ekonomi rendah, sedangkan
masyarakat yang berasal dari golongan ekonomi tinggi lebih memilih untuk
berkunjung ke rumah sakit atau klinik swasta yang memiliki sarana dan prasarananya
lebih lengkap, karena masyarakat dari golongan ekomoni tinggi lebih mampu untuk
membiayai kesehatannya.
Dengan menggunakan metode yang sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Pujiyanto (2004) juga menerangkan bahwa tingkat pendapatan rendah (< 500
ribu tiap bulan) memberikan pengaruh yang bermakna, dengan nilai p=0,03 dengan
tingkat risiko 2 kali lipat dibandigkan dengan subjek yang berpenghasilan tinggi (>
500 ribu tiap bulan). Setelah menderita katarak, responden dengan pendapatan yang
rendah tidak dapat menjangkau biaya operasi yang mahal, selain itu juga jarak ke
53
tempat pelayanan kesehatan menjadi penghalang bagi masyarakat dengan pendapatan
rendah sehingga pengobatan katarak tidak menjadi kebutuhan yang utama.
6.4 Faktor risiko paparan sinar matahari terhadap terjadinya katarak
Efek dari terpapar sinar matahari secara terus menerus dalam waktu yang
lama akan menyebabkan keruhnya lensa mata, hal ini dapat menyebabkan katarak
jenis kortikal (Tana dkk., 2006). Sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari
akan diserap oleh protein lensa sehingga dapat menimbulkan reaksi fotokimia, reaksi
ini akan mempengaruhi struktur protein yang ada pada lensa mata, keadaan inilah
yang kemudian menyebabkan terjadinya katarak (Pujiyanto, 2004).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan sinar matahari mempunyai
hubungan yang bermakna dengan kejadian katarak, ada 12 pasang responden kasus
yang ≥ 4 jam terpapar sinar matahahari (berisiko) dan kontrolnya tidak berisiko,
sedangkan hanya 1 pasang kasus responden yang < 4 jam terpapar sinar matahari
(tidak berisiko) dan kontrolnya berisiko. Hasil uji statistik pada analisis bivariat
menunjukkan nilai p=0,0034, OR=12; 95%CI=1,77-512,97, ada hubungan yang
bermakna antara paparan sinar matahari dengan kejadian katarak. maka dapat
disimpulkan bahwa paparan sinar matahari merupakan faktor risiko untuk terjadinya
katarak. Responden yang ≥ 4 jam terpapar sinar matahari mempunyai risiko 12 kali
untuk terjadi katarak dibandingkan dengan responden < 4 jam terpapar sinar
matahari. Hasil penelitian ini diperkuat dengan Riskesdas (2007) yang
memperlihatkan hasil bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki kejadian tinggi
54
menderita katarak (28,1%). Seperti yang telah diketahui bahwa Provinsi Nusa
Tenggara Timur adalah daerah yang intensitas paparan sinar mataharinya yang tinggi.
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wahyudi, dkk (2013) yang mengatakan bahwa responden pada kelompok yang
bertempat tinggal di daerah pantai dengan tingkat kejadian katarak persentasenya
lebih tinggi (61%) dibanding yang bertempat tinggal di daerah pegunungan yaitu
sekitar (36%).
6.5 Faktor risiko paparan asap terhadap terjadinya katarak
Pada variabel paparan asap terdapat 8 pasang kasus yang setiap hari terpapar
asap sedangkan kontrolnya tidak setiap hari terpapar, dan 3 pasang kasus yang tidak
setiap hari terpapar asap tetapi kontrolnya terpapar asap, hasil uji statistik
menunjukkan nilai P=0,2266, OR=2,66; 95%CI=0,64-15,60. Secara statistik paparan
asap tidak terbukti menjadi faktor risiko terjadinya katarak.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suparlan (2009) menyebutkan bahwa
intensitas paparan asap dapur dapat menyebabkan kejadian katarak 3 kali lipat. Pada
penelitianya Suparlan menggunakan responden ibu-ibu yang memasak di dalam
ruangan, dengan jumlah sampel sebanyak 248, dan matching umur, penelitian
difokuskan melihat variabel intensitas paparan asap dapur, bahan bakar memasak,
dan ventilasi memasak. Hasil penelitian tersebut menerangkan bahwa faktor risiko
untuk terjadinya katarak pada perempuan yang memasak dalam ruangan adalah
intensitas paparan asap dapur dengan lama memasak sekitar 4 jam.
55
Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh peneliti terdahulu adalah,
dalam penelitian ini jenis paparan asap lebih beragam yaitu asap kayu bakar dari ibu
yang memasak, asap rokok dan asap kendaraan. Sampel tidak hanya dari ibu-ibu saja,
tetapi dari semua jenis kelamin. Jumlah sampel sebanyak 40 pasang sampel yang
dipasangkan (matching) berdasarkan umur dan jenis kelamin. Pada penelitian ini
intensitas paparan asap lebih rendah apabila dibandingkan dengan penelitian
terdahulu, yaitu sekitar 1-2 jam, walaupun rata-rata dapur responden berada di dalam
rumah, tetapi sudah memiliki ventilasi yag cukup bagus. Selain itu juga sudah banyak
ibu-ibu yang menggunakan kompor gas untuk memasak, begitu juga dengan asap
rokok, kebanyakan responden terpapar asap rokok pada saat merokok saja, sedangkan
untuk asap kendaraan bermotor, pada saat di jalan responden sudah memakai helm
dengan kaca pelindung. Sehingga dapat dikaitkan bahwa dengan durasi terpapar asap
yang waktunya pendek dapat mengurangi risiko terjadinya katarak.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tana, dkk (2009)
mengungkapkan bahwa berdasarkan jenis bahan bakar yang dipakai, diperoleh bahwa
proporsi katarak paling rendah pada responden yang menggunakan gas. Hal ini
dijelaskan bahwa, berdasarkan etiologi katarak, asap yang dihasilkan pada saat
memasak merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya katarak. penggunaan
bahan bakar gas menghasilkan asap yang relatif rendah dibandingkan dengan
menggunakan kayu bakar, sehingga jumlah asap yang relatif rendah juga dapat
mengurangi risiko terjadinya katarak.
56
6.6 Faktor risiko diabetes melitus terhadap terjadinya katarak
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya terus
mengalami peningkatan di dunia, seseorang yang menderita diabetes melitus tidak
dapat menghasilkan insulin yang cukup di dalam tubuhnya, sehingga dapat
menyebabkan gula darah yang meningkat secara terus menerus, hal ini terjadi pada
seseorang yang memiliki diabetes tidak terkontrol (Suiraoka, 2012).
Diagnosis klinis diabetes melitus dapat dilihat dari beberapa tanda-tanda, di
antaranya adalah sering kencing, cepat lapar, sering haus, lemas, berat badan
menurun, gatal-gatal, mata kabur, impotensia pada laki-laki, dan sering kesemutan.
Gejala ini dikuatkan dengan pemeriksaan laboratorium yang menunjukan hasil gula
darah sewaktu >200mg/dl dan gula darah puasa (tidak ada masukan makanan atau
kalori sejak 10 jam terakhir) adalah >126mg/dl (Bustam, 2007).
Diabetes melitus dapat menyebabkan berbagai macam penyakit komplikasi,
salah satunya adalah katarak, hal ini terjadi karena adanya peningkatan enzim aldose
reduktase, lama-kelamaan peningkatan enzim ini dapat menyebabkan kekeruhan
terhadap lensa dan menimbulkan katarak (Pollreisz dan Erfurth, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Kim (2006) menyebutkan bahwa
lamanya mengalami diabetes melitus adalah faktor risiko terpenting untuk terjadinya
katarak, seseorang yang telah mengalami diabetes melitus selama 5 tahun dapat
meningkatkan terjadinya katarak. selain lama waktu mengalami diabetes melitus,
kontrol gula darah yang kurang baik juga sangat berperan.
57
Rizkawati, dkk (2006), dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa dengan
menggunakan korelasi lamda dan jumlah sampel 70 sampel menerangkan bahwa ada
hubungan antara diabetes militus dengan kejadian katarak (p=0,033) dengan kekuatan
korelasi sedang (r=0,400) dan nilai ini OR adalah 7,125 (95%CI= 2,240-22,660).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Yulianti (2008), dengan menggunakan metode
cross sectional menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara riwayat
diabetes melitus degan diagnosis katarak jenis senil dengan nilai p<0,0001.
Pada penelitian ini hasil uji statistik antara faktor risiko diabetes melitus
dengan katarak menunjukkan nilai OR=2, 33; 95%CI 0,53-13,98, 33p=0,3438.
Seseorang yang menderita diabetes cenderung memiliki risiko 2,33 kali untuk katarak
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes melitus, tetapi dalam penelitian
ini diabetes melitus tidak terbukti secara statistik.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizkawati,
dkk (2006) adalah, pada penelitian ini menggunakan metode kasus-kontrol
berpasangan dengan jumlah sampel yang sedikit (40 pasang sampel). Disamping itu
juga status diabetes melitus didapatkan hanya pada wawancara, sehingga
kemungkinan terjadinya recall bisa pada responden. Pada penelitian ini, lamanya
responden menderita diabetes melitus baru satu tahun, dan rutin mengonsumi obat
untuk mengontrol kadar gula darahnya. Sehingga apabila dikaitkan dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Kim dan Kim (2006), dengan melihat lamanya
menderita diabetes melitus dan mengunsumsi obat, maka dalam penelitian ini dapat
58
dijelaskan bahwa diabetes melitus tidak terbukti menjadi faktor risiko katarak.
Kelemahan lain dalam penelitian ini adalah tidak terlalu menggali informasi tentang
diabetes melitus yang diderita responden, wawancara hanya menekankan pada berapa
lama responden menderita diabetes melitus tanpa melihat hasil pemeriksaan
laboratorium.
6.7 Faktor risiko riwayat penyakit katarak terhadap terjadinya katarak
Katarak yang berhubungan dengan kelainan genetik, etiologinya masih belum
jelas, karena sampai saat ini masih diteliti untuk menemukan gen mana yang paling
berperan dalam terjadinya katarak yang berkaitan dengan riwayat keturunan. Katarak
yang disebabkan karena riwayat keturunan dikaitkan juga dengan pengaruh
lingkungan luar yang dapat menyebabkan perubahan genetik dalam tubuh seseorang
(National Institutes Of Health, 2003).
Hasil uji statistik antara faktor riwayat prnyakit dengan katarak menunjukkan
nilai p=0,7266, OR=1,66 ; 95%CI=0,32-10,73, secara statistik tidak terbukti riwayat
keturunan dapat meningkatkan katarak.. Penelitian ini berbeda dengan pernyataan
yang diungkapkan oleh Tana, dkk (2006) mengatakan bahwa katarak yang
disebabkan oleh keturunan sering terjadi, kadang-kadang terjadi sebagai akibat dari
infeksi rubella pada ibu di masa kehamilan trimester pertama.
Pada penelitian ini jumlah responden yang menjadi sampel penelitian hanya ada
20% yang memiliki riwayat penyakit katarak, sedangkan 80% tidak ada memiliki
riwayat penyakit katarak. Dengan jumlah sampel yang sedikit, dan menggunakan
59
teknik pangambilan sampel dengan cara consecutive sampling menyebabkan
gambaran faktor risiko riwayat penyakit katarak terhadap terjadinya katarak tidak
dapat diketahui dengan pasti. Selain itu juga, pada penelitian ini tidak melakukan
pemeriksaan genetik, karena katarak yang berkaitan dengan riwayat penyakit katarak,
memerlukan pemeriksaan genetik.
Seperti yang diketahui bahwa gen dalam diri seseorang ada yang bersifat
dominan dan resesif, apabila gen katarak yang lebih dominan maka seseorang
tersebut bisa menderita katarak, tetapi apabila gen katarak bersifat resesif pada
seseorang, maka orang tersebut memang menderita katarak tetapi tidak muncul.
Selain itu, untuk menyelidiki antara riwayat penyakit katarak dengan terjadinya
katarak juga harus melihat hubungan Pedegree (penelurusan dilihat dari generasi),
sehingga katarak yang disebabkan oleh riwayat keturunan memang sangat sulit untuk
diketahui dengan pasti. Pemeriksaan genetik secara pasti, biasanya juga berkaitan
dengan usia dan dipicu oleh penyakit penyerta yang lainnya. Sehingga dengan
menggali informasi dari wawancara saja sulit untuk memastikan apakah responden
yang menjadi sampel memang benar menderita katarak yang disebabkan oleh riwayat
keturunan katarak.
6.8 Faktor risiko perilaku merokok terhadap terjadinya katarak
Selain diabetes melitus dan keturunan, merokok juga termasuk faktor risiko
yang berpengaruh terhadap terjadinya katarak. Merokok merupakan salah satu
kebiasaan yang akan memberikan banyak dampak negatif terhadap kesehatan, asap
60
rokok yang mengandung radikal bebas dapat menyebabkan perubahan molekul
protein sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ada 3 pasang kasus merokok dan
kontrolnya tidak merokok, sedangkan 4 pasang kasus tidak merokok kontrolnya
merokok. Hasil uji statistik dengan menunjukkan nilai p=1,0000, OR=0,75 ; 95%CI=
0,10-4,43, merokok mempunyai risiko sebesar 0,75 untuk terjadinya katarak, tetapi
secara statistik dalam penelitian ini merokok tidak terbukti menjadi faktor risiko
terjadinya katarak.
Penelitian dengan menggunakan metode yang berbeda (cross-sectional) yang
dilakukan oleh Wahyudi dan Rinayati (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara tingkat kematangan katarak dengan perilaku merokok
responden. Responden pada kelompok merokok memiliki persentase lebih tinggi
(61%) dibandingkan dengan responden pada kelompok yang tidak merokok (36%).
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Darmadi (2007) dengan menggunakan
metode kasus-kontrol menjelaskan bahwa merokok dapat meningkatkan terjadinya
katarak sebesar 2,28 kali dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan
Rinayati (2013) adalah, pada penelitian ini distribusi responden yang merokok dan
yang tidak merokok tersebar merata antara kasus dan kontrol, sehingga tidak terlihat
perbedaan mengenai faktor risikonya.. Teknik pengambilan sampel dan tempat
pengambilan sampel juga berperan dalam menentukan hasil penelitian, dengan
61
menggunakan teknik consecutive sampling ternyata memberikan hasil yang tidak
terbukti secara statistik antara merokok dengan kejadian katarak. dilihat dari tempat
pengambilan sampel, sesuai dengan hasil Riskesdas NTB (2007) mengutarakan
bahwa di Provinsi NTB setengah penduduknya tidak merokok, yang terdiri dari
mantan perokok 1,9% dan bukan perokok 68% (Riskesdas NTB, 2007). Jadi untuk
daerah NTB perilaku merokok tidak terbukti secara statistik meningkatkan kejadian
katarak.
6.9 Keterbatasan penelitian
Pada beberapa variabel terdapat perbedaan dengan penelitian terdahulu,
sehingga beberapa variabel yang berdasarkan teori seharusnya terbukti menjadi
faktor risiko, tetapi dalam penelitian ini variabel tersebut tidak terbukti secara statistik
menjadi faktor risiko katarak. Diabetes melitus adalah salah satu faktor risiko untuk
terjadinya katarak, tetapi dalam penelitian ini tidak terbukti secara statistik terhadap
terjadinya katarak, hal ini disebabkan karena pada saat pengambilan sampel
responden yang diabetes melitus tidak melihat hasil laboratorium, proses
pengambilan sampel dengan wawancara hanya berdasarkan pada berapa lama
terkena diabetes melitus dan apakah mengonsumsi obat-obatan untuk mengontrol
kadar gula darahnya. Sehingga tidak dapat di tetapkan secara pasti apakah sampel
yang diambil benar diabetes melitus apa tidak.
Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah menggunakan sampel yang kecil
yaitu, 40 pasang kasus-kontrol. Pada penelitian dapat dilihat ada beberapa variabel
62
yang memiliki nilai OR yang sangat tinggi dan rentang CI yang terlalu besar, hal ini
dipengaruhi oleh penggunaan sampel penelitian yang kecil. terdapat recall bias
pertanyaan pada saat melakukan wawancara dengan responden. Pengambilan sampel
secara consecutive sampling dan penelitian hanya dilakukan di Balai Kesehatan
Masyarakat, tidak di populasi masyarakat, hal ini dirasakan kurang mewakili
gambaran kejadian katarak secara keseluruhan. Selain itu kemungkinan Adanya
seleksi bias di mana orang-orang yang berkunjung ke BKMM sebagian besar secara
alami sudah terseleksi, rata-rata yang berkunjung dari masyarakat tingkat ekomoni
rendah, sedangkan yang memiliki tingkat ekomomi tinggi lebih memilih fasilitas
yang lebih lengkap..
62
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan penelitian ini, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
1. Pendidikan responden yang rendah merupakan faktor risiko terhadap
terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat NTB. Pada analisis multivariat, responden yang berpendidikan
rendah mempunyaai risiko 25 kali untuk terjadi katarak dibandingkan
dengan responden yang berpendidikan tinggi.
2. Pekerjaan di luar gedung merupakan faktor risiko terhadap terjadinya
katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
NTB. Pada analisis multivariat, faktor pekerjaan di luar gedung ≥ 4 jam
mempunyai risiko 13 kali untuk terjadi katarak dibandingkan dengan
responden yang pekerjaannya tidak berisiko < 4 jam di luar.
3. Pendapatan rendah merupakan faktor risiko terhadap terjadinya katarak
pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB. Pada
analisis bivariat, faktor pendapatan responden yang rendah mempunyai
risiko 18 kali untuk terjadinya katarak dibandingkan dengan responden
berpendapatan tinggi.
63
4. Paparan sinar matahari ≥ 4 jam merupakan faktor risiko terhadap terjadinya
katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
NTB. Pada analisis bivariat, responden yang ≥ 4 jam terpapar sinar
matahari mempunyai risiko 12 kali untuk terjadi katarak dibandingkan
dengan responden yang < 4 jam terpapar sinar matahari.
5. Paparan asap tidak terbukti secara statistik menjadi faktor risiko terhadap
terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat NTB.
6. Diabetes melitus tidak terbukti secara statistik menjadi faktor risiko
terhadap terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat NTB.
7. Riwayat penyakit katarak tidak terbukti secara statistik menjadi faktor
risiko terhadap terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat NTB.
8. Perilaku merokok tidak terbukti secara statistik menjadi faktor risiko
terhadap terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat NTB.
64
7.2 Saran
Mengacu pada hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat
disarankan beberapa hal seperti di bawah ini.
1. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang
katarak, maka penyuluhan dapat berupa promosi kesehatan. Sehingga
penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan tanda dan gejala katarak,
upaya-upaya pencegahan terjadinya katarak, serta pentingnya menggunakan
alat pelindung diri (APD) pada saat bekerja di luar gedung dapat diketahui
oleh masyarakat.
2. Untuk penelitian selanjutnya, mencoba menggunakan sampel yang lebih
besar dan dengan menggunakan teknik pengambilan random sampling, dan
dilakukan di popolasi umum (masyarakat).
65
DAFTAR PUSTAKA
BKMM NTB. 2012. Laporan Tahunan BKMM Provinsi NTB Tahun 2011. Mataram: Balai Kesehatan Mata Masyarakat. BKMM NTB. 2013. Laporan Tahunan BKMM Provinsi NTB Tahun 2012. Mataram: Balai Kesehatan Mata Masyarakat. Bustam, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta. Jakarta. Darmadi. 2007. Hubungan kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan paparan sinar matahari dengan kejadian katarak di Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail &sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=35855&obyek_id=4. Universitas Gajah Mada. Diakses pada tanggal 13 September 2013 jam 22.00 Wita. Depkes RI. 2003. Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK) Untuk mencapai Vision 2020. Jakarta. Depkes RI. 2006. Hasil survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran 1993-1996. Jakarta: DitJen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas. Echebiri, S.I., Odeigh, P., Myers, S. 2010. Case-Control Studies and Risk Factor For Cataract in Two Population Studies in Nigeria. Journal Of Ophthalmology, 17(4):303-309. Ilyas, S., Mailangkay., Taim, H., Saman, R.R., Simarmata, M., Widodo, P, S. 2002. Ilmu penyakit mata. Jakarta. Sagung Seto.
Ilyas, S. 2003. Katarak (lensa mata keruh). Jakarta : FKUI.
Ilyas, S. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI.
Ilyas, S., tanzil, M., Azhar, Z., Salamun. 2008. Sari Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. FKUI.
Kemenaker RI. 2013. Pusat Perencanaan Tenaga Kerja Sekretariat Jenderal-Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011 – 2013. Kerjasama Kementrian
66
Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011.
Lwanga, S.K., Lemeshow, S. 1997. Sample size determination in health studies A practical manual. World Health Organization. Genewa.
National Institutes Of Health. 2003. Studies Of Familles With Heredity Cataracts. U.S National Institutes Of Health.
United for sight. 2003. US National Library Of Medicine National Institutes
of health. www. Unute.forsight.org/community. Pujiyanto, I.T. 2004.“Faktor-faktor Resiko Yang Mempengaruhi Terhadap
Kejadian Katarak Senilis Di Kota Semarang tahun 2001” (tesis). Pasca Sarjana Departemen Epidemiologi Universitas Diponegoro: Semarang.
Pemprov NTB, 2012. Pemprov Pastikan Konversi Oven Tembakau Segera Rampung. http://www.antarantb.com/print/9343/pemprov-pastikan-konversi-oven-tembakau-segera-rampung. Diakses tanggal 10 Februari 2014.
Pollreisz, A., Erfurth, U. 2010. Diabetic Cataract-Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Journal Of Ophthalmology, 60:8751.
Rasyid, R., Nawi, R., Zulkifli, A. A . 2010. Faktor yang Berhubungan Kejadian Katarak di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makasar (BKMM) Tahun 2010.http://repository.unhas.ac.id/hendle/123456789/5672.
Riskesdas. 2007. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Riskesdas-NTB. 2007. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nusa Tenggara Barat. Mataram: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Riskesdas. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan kesehatan Departermen Kesehatan Republik Indonesia.
Rizkawati., Iqbal, M., Andriani. 2006. Laporan Penelitian: Hubungan antara kejadian katarak dengan diabetes mellitus di poli mata RSUD DR. Soedarso Pontianak.
67
Sinha, R., Kumar, C., Titiyal, J. S., 2009. Etiopathogenesis of cataract: Journal Review. Indian Journal of Ophthalmology, 57(3): 245-249.
Suparlan. 2009. “Asap Dapur Sebagai Faktor Risiko Kejadian Katarak Pada
Perempuan yang Memasak dalam Ruangan di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009” (tesis). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Suhardjo. 2004. Kebutaan Katarak: Faktor-Faktor Risiko, Penanganan Klinis, Dan Pengendalian, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 5 Juni 2004 di Yogyakarta.
Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2011. Dasar-dasar metodologi Penelitian Klinis edisi ke-4. Jakarta. Sagung Seto.
Suriaoka, IP. 2012. Penyakit Degeneratif. Nuha Medika. Yogyakarta
Kim, S., Kim, J. 2006. Prevalence and risk factor for cataracts in person with type 2 Diabetic mellitus. Korean Journal of Ophtalmology, 20 (4): 201-204.
Tamsuri, A. 2004. Klien gangguan mata dan penglihatan. Buku kedokteran EGC. Jakarta
Tana, L., Delima, Antonius, K.Y. 2009. Peranan Penggunaan Bahan Bakar terhadap Katarak pada Ibu Rumah Tangga di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Majalah Kedokteran Indonesia, 59(8): 363-369.
Tana, L., Delima., Enny, H., Gondhowiarjo, T. 2006. Katarak Pada Petani dan Keluarganya di Kecamatan Teluk Jambe Barat. Media Litbang kesehatan, XIV(4):124-130.
United For Sight. 2003. Smoke exposure. US. National Library Of
Medicine National Institute Of Health. www. Unitedforsight.org/community. Diakses pada tanggal 4 Juli 2014.
Wisnujono, S., Ernawati, Titiek. 2004. Laporan Penelitian : Perbandingan hasil pengukuran Heine Retinometer Preoperasi dengan ketajaman penglihatan koreksi terbaik pasca operasi katarak senilis.
68
Wahyudi, D., Rinayati, Ambar, E.D. 2013. Hubungan Pekerjaan Tempat Tinggal dengan Tingkat Kematangan Katarak. Prosiding SNST ke-4 Tahun 2013. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim.
Wahyudi, D., Rinayati. 2013. Hubungan Kebiasaan Merokok konsumsi vitamin E Dengan Tingkat Kematangan Katarak Senilis (Studi di Rumah Sakit Willia Booth Semarang). Prosiding Seminr Nasional Ilmiah Nasional Kesehatan, ISSN:2338-2694.
Yulianti. 2008. ”Faktor-faktor yang berhubungan dengan umur saat pertama kali didiagnosis katarak senil di Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) Semarang Tahun 2006” (tesis). Universitas Muhamadiyah: Semarang.
69
Lampiran 1 : Formulir Persetujuan Partisipasi dalam Penelitian
(Informed Consent)
FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN
(Informed Consent)
Yang bertandatangan di bawah ini adalah :
Nama : Ni Nyoman Santi Tri Ulandari
NIM : 1292161015
Status : Mahasiswa Program Magister Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana
Universitas Udayana Denpasar
Maksud : Mengadakan Penelitian di BKMM Prov. NTB
Judul Penelitian : Pengaruh Pekerjaan dan Pendidikan Terhadap
Terjadinya Katarak Pada Pasien Yang Berobat Di
Balai Kesehatan Mata Masyarakat Nusa Tenggara
Barat.
70
Penelitian ini sebagai salah satu syarat wajib untuk menyelesaikan studi di
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana
Denpasar. Penelitian tesis ini merupakan penelitian individu yang berkonsentrasi
mencari hubungan berbagai faktor risiko terutama faktor pekerjaan dan pendidikan
untuk terjadinya katarak pada pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Nusa Tenggara Barat. Adapun sasaran (pupolasi dan sampel) dari
penelitian ini adalah Pasien yang berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2014.
Waktu yang tersedia untuk wawancara diperkirakan sekitar 10-20 menit untuk
masing-masing responden, tergantung dari kesiapan, kelancaran komunikasi, dan
pemahaman terhadap pertanyaan pada kuesioner.
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah diketahuinya faktor-faktor
risiko terutama dalam kaitannya dengan pekerjaan dan pendidikan terhadap terjadinya
katarak di Provinsi Nusa Tenggara Barat, sehingga para pihak pengambil kebijakan
dapat lebih dini bertindak dan lebih tepat dalam penanggulangannya sehingga tidak
terjadi penumpukan penderita katarak.
Partisipasi responden sangat diharapkan untuk valid dan reliabelnya data yang
diperoleh sehingga kesimpulan yang diperoleh tidak jauh menyimpang. Partisipasi
bersifat sukarela tanpa paksaan dan bila tidak berkenan dapat menolak, atau sewaktu-
waktu dapat mengundurkan diri tanpa sangsi apapun. Semua informasi dan hasil
penelitian yang peneliti dapatkan akan dijaga kerahasiannya dan akan
71
disampaikan/dituangkan dalam hasil penelitian tesis sebagai penerapan
pengembangan ilmu pengetahuan semata.
Apabila Bpk/Ibu/Sdr memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai penelitian ini
dapat menghubungi saya :
Ni Nyoman Santi Tri UlanDari
No Tlp. 087860036384
Peneliti berharap Bpk/Ibu/Sdr bersedia untuk ikut ambil bagian dalam
penelitian untuk perbaikan derajat kesehatan generasi mendatang, khususnya yang
berkaitan dengan masalah penyakit katarak. Dalam kesempatan ini juga peneliti
menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya pada Bpk/Ibu/Sdr yang ikut
berperan serta dalam penelitian ini dan permohonan maaf bila ada yang kurang
berkenan.
Denpasar, 2014
Peneliti
Ni Nyoman Santi Tri Ulandari
72
Lampiran 2 : Formulir Persetujuan Menjadi Responden
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (Informed Consent)
Penelitian Pengaruh Pekerjaan dan PendidikanTerhadap Terjadinya Katarak
Pada Pasien Yang Berobat Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
Nusa Tenggara Barat.
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ....................................................................
Umur : ....................................................................
Alamat : ....................................................................
....................................................................
Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian ini, maka saya
Bersedia / Tidak Bersedia *) Untuk berperan serta sebagai responden.
Apabila sesuatu hal yang merugikan diri saya akibat penelitian ini, maka saya akan
bertanggung jawab atas pilihan saya dan tidak akan menuntut dikemudian hari.
Mataram , 2014
Responden
Keterangan :
*) Coret yang tidak dipilih.
73
Lampiran 3 : Kuesioner
KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh Pekerjaan dan Pendidikan Terhadap Terjadinya Katarak
Pada Pasien Yang Berobat Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
Nusa Tenggara Barat.
PENDAHULUAN:
1. Ucapkan salam (misalnya: selamat pagi, selamat siang)
2. Perkenalkan diri
3. Jelaskan tujuan dari penelitian ini
4. Tekankan mengenai kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh responden.
5. Tanyakan keinginan mereka untuk menjadi responden dan bersedia menjawab
pertanyaan dengan jujur/apa adanya
6. Ucapkan terimakasih pada responden atas kesediaannya menjawab pertanyaan.
74
Lembar pengecekan/pemeriksaan hasil wawancara
1. Nama pewawancara
2. Tgl/bln/thn diperiksa oleh pewawancara
3. Tanda tangan pewawancara
4. Nama pemeriksa
5. Tgl/bln/thn diperiksa
6. Tanda tangan pemeriksa
Catatan pewawancara:
A. Identifikasi
1. Kelurahan/Desa
2. Kecamatan/kabupaten
3. Tanggal wawancara Tanggal/bulan/tahun:
4. Pewawancara
75
No Register
B. Demografi
1. Nama Bpk/Ibu/Sdr 2. Berapa umur Bpk/Ibu/Sdr tahun 3. Tempat/tanggal/bulan/tahun
lahir
4. Jenis kelamin L / P 5. Apa pendidikan terakhir
Bpk/Ibu/Sdr? 1. Tidak sekolah 2. SD 3. SMP/Sederajat 4. SMA/Sederajat 5. Akademi/Universitas
6. Apa status pernikahan Bpk/Ibu/Sdr saat ini?
1. Belum menikah 2. Menikah 3. Janda/duda 4. bercerai
C. Status Diabetes Melitus
1. Apakah Bpk/Ibu/Sdr sekarang ini menderita diabetes melitus (DM)/kencing manis (Dari hasil pemeriksaan dokter)?
a. Iya b. Tidak (lanjut kepertanyaan
D.1)
2. Kalau Bpk/Ibu/Sdr sekarang ini menderita diabetes melitus (DM)/kencing manis, sudah berapa lama ?
3. Kalau Bpk/Ibu/Sdr sekarang ini menderita diabetes melitus (DM)/kencing manis, apakah selalu kadar gula darahnya tinggi?
a. Selalu tinggi b. Tidak tentu (kadang tinggi,
kadang rendah)
4. Apakah Bpk/Ibu/Sdr sedang mengonsumsi obat-obatan untuk menurunkan gula darah?
a. Iya b. Tidak
76
5. Apakah Bpk/Ibu/Sdr meminum obat-obatan tersebut secara rutin?
a. Iya b. Tidak
6. Apakah Bpk/Ibu/Sdr menggunakan insulin secara rutin?
a. Iya b. Tidak
D. Riwayat penyakit katarak
1. Apakah ada keluarga Bpk/Ibu/Sdr dari pihak ayah yang menderita Katarak ?
a. Iya ada, (Ayah, Kakek/Nenek, atau keluarga lain dari pihak ayah)
b. Tidak ada 2. Apakah ada keluarga Bpk/Ibu/Sdr
dari pihak ibu yang menderita Katarak ?
a. Iya ada, (Ibu , Kakek/Nenek, atau keluarga lain dari pihak ibu)
b. Tidak ada
E. Operasi Mata 1. Apakah Bpk/Ibu/Sdr pernah
menjalani operasi mata sebelumnya ? a. Iya b. Tidak (lanjut kepertanyaan
F. 1) 2. Kalau Bpk/Ibu/Sdr pernah menjalani
operasi mata karena apa ? a. Kecelakaan/trauma b. Sebab lainnya
3. Kapan Bpk/Ibu/Sdr menjalani
operasi mata?
4. Apakah fungsi penglihatan Bpk/Ibu/Sdr sekarang telah normal kembali seperti semula?
a. Iya b. Tidak
77
F. Perilaku Merokok
1. Apakah Bpk/Ibu/Sdr pernah merokok?
a. saat ini masih aktif merokok (lanjut kepertanyaan no. 2, 3, dan 4)
b. pernah merokok tapi saat ini sudah berhenti (lanjut kepertanyaan no. 2, 3, 4 dan 5)
c. tidak pernah merokok (lanjut kepertanyaan G. 1)
2. Umur berapa Bpk/Ibu/Sdr mulai merokok?
3. Berapa rata-rata jumlah batang rokok yang Bpk/Ibu/Sdr dikonsumsi per hari?
4. Apa jenis rokok Bpk/Ibu/Sdr? a. Filter
b. Kretek
5. Sudah berapa lama berhenti merokok?
78
G. Pekerjaan
Apakah pekerjaan Bpk/Ibu/Sdr saat ini?
1. PNS 1. Apakah pekerjaan Bpk/Ibu/Sdr berada di luar ruangan?
a. Iya, lama di luar ruangan jam/hari
b. Tidak
2. Apakah pekerjaan Bpk/Ibu/Sdr berada di dalam ruangan?
a. Iya, lama di dalam ruangan jam/hari
b. Tidak
2. Petani 1. Apakah Bpk/Ibu/Sdr, pada saat di sawah menggunakan alat pelindung diri (topi atau kaca mata)?
a. Iya memakai, sebutkan
b. Tidak memakai
2. Jam berapa biasanya Bpk/Ibu/Sdr pergi ke sawah?
3. Berapa lama waktu Bpk/Ibu/Sdr habiskan untuk bekerja di sawah jam/hari
3. Nelayan 1. Apakah Bpk/Ibu/Sdr, pada saat bekerja di laut menggunakan alat pelindung diri (topi atau kaca mata)?
a. Iya memakai, sebutkan
b. Tidak memakai
79
2. Jam berapa biasanya Bpk/Ibu/Sdr berangkat melaut?
3. Berapa lama waktu yang Bpk/Ibu/Sdr habiskan untuk mencari ikan? Jam/hari
4. Buruh 1. Jenis pekerjaan sebagai buruh yang Bpk/Ibu/Sdr kerjakan?
2. Apakah selalu berada di luar ruangan?
a. Iya
b. Tidak
3. Berapa waktu yang Bpk/Ibu/Sdr habiskan untuk bekerja di luar ruangan? Jam/hari
5. Jenis pekerjaan lainnya
1. Apakah jenis pekerjaan Bpk/Ibu/Sdr saat ini?
2. Apakah pekerjaan Bpk/Ibu/Sdr selalu berada di luar ruangan?
a. Iya, lama di luar ruangan jam/hari
b. Tidak
H. Tingkat Pendapatan
Berapa penghasilan Bpk/Ibu/Sdr dalam sebulan?
a. < Rp. 1.200.000
b. ≥ Rp. 1.200.000
80
I. Paparan Asap 1. Apakah Bpk/Ibu/Sdr selalu terpapar
oleh asap? a. Iya b. Tidak (lanjut kepertanyaa
J. 1) 2. Apakah jenis asap yang selalu terpapar
dengan Bpk/Ibu/Sdr? (Asap rokok, asap pembakaran batu bata, asap kayu bakar, asap oven tembakau, asap kendaraan sepeda motor/mobil, dll)
3. Berapa lama Bpk/Ibu/Sdr terpapar dengan asap tersebut?
4. Untuk ibu yang memasak dengan kayu bakar: A. Apakah dapur Ibu berada di
dalam rumah? a. Iya (lanjut kepertanyaan 4.
B, C, dan D) b. Tidak (lanjut kepertanyaan
4. C, D, dan E) B. Apakah ventilasi dapur Ibu
sudah bagus? a. Iya bagus b. Tidak bagus
C. Berapa lama waktu yang Ibu
gunakan untuk memasak? Jam/hari
D. Apakah Ibu setiap hari selalu melakukan aktifitas memasak?
a. Iya b. Tidak
E. Berapa jarak dapur Ibu dengan
bangunan utama? Meter
81
J. Paparan Sinar Matahari 1. Apakah Bpk/Ibu/Sdr selalu terpapar
dengan sinar matahari? a. Iya b. Tidak
2. Secara rata-rata berapa lama Bpk/Ibu/Sdr terpapar dengan sinar matahari dalam sehari?
Jam/hari
3. Secara rata-rata berapa hari Bpk/Ibu/Sdr terpapar dengan sinar matahari dalam seminggu?
hari
K. Terkait Promosi Kesehatan
1 Apakah pernah di daerah Bpk/Ibu/Sdr kegiatan penyuluhan promosi kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan?
a. Iya (lanjutkan kepertanyaa 2) b. Tidak pernah
2 Promosi kesehatan dalam bentuk apa yang sudah pernah dilakukan oleh petugas kesehatan?
sebutkan
3 Berapa kali diadakan penyuluhan tersebut?
sebutkan
Mataram, 2014 Enumerator
82
Lampiran 4 JADWAL PENELITIAN TESIS
No KEGIATAN TAHUN 2013 TAHUN 2014
sept okt nov des jan feb maret april mei juni A PROPOSAL 1 Penyusunan
proposal √ √
2 Konsultasi proposal √ √ √ 3 Seminar proposal √ 4 Revisi seminar
proposal √
B PENELITIAN 1 Mengurus surat
ethical clearance √
2 Mengurus surat ijin penelitian
√
3 Uji validitas kuesioner
√
4 Pengambilan data √ √ C LAPORAN
HASIL PENELITIAN
1 Analisis data √ 2 Penulisan hasil
penelitian √
3 Konsultasi hasil √ 4 Seminar hasil √
83
Lampiran 5 OUTPUT ANALISIS DATA
ANALISIS UNIVARIAT ___ ____ ____ ____ ____ (R) /__ / ____/ / ____/ ___/ / /___/ / /___/ 12.0 Copyright 1985-2011 StataCorp LP Statistics/Data Analysis StataCorp 4905 Lakeway Drive Special Edition College Station, Texas 77845 USA 800-STATA-PC http://www.stata.com 979-696-4600 [email protected] 979-696-4601 (fax) Single-user Stata network perpetual license: Serial number: 93611859953 Licensed to: Made Kertaduana, SKM., MPH PS IKM Udayana Notes: 1. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables . *(12 variables, 80 observations pasted into data editor) . clear . *(12 variables, 80 observations pasted into data editor) . save "D:\FOLDER TESIS\data stata.dta" file D:\FOLDER TESIS\data stata.dta saved . save "D:\FOLDER TESIS\data stata.dta", replace file D:\FOLDER TESIS\data stata.dta saved . resave unrecognized command: resave r(199);
84
KATARAK lab def katarak 1 "ya" 0 "Tidak" lab val katarak tab katarak katarak | Freq. Percent Cum. ------------+-------------------------------------- Tidak | 40 50.00 50.00 Ya | 40 50.00 100.00 ------------+-------------------------------------- Total | 80 100.00 UMUR . lab def umur 1 ">=40" 0 "<40" . lab val umur umur . tab umur umur | Freq. Percent Cum. ------------+------------------------------------- <40 | 6 7.50 7.50 >=40 | 74 92.50 100.00 ------------+-------------------------------------- Total | 80 100.00 DIABETES MELITUS . lab def dm 1 "ya" 0 "tidak" . lab val dm . tab dm DM | Freq. Percent Cum. ------------+-------------------------------------- tidak | 68 85.00 85.00 ya | 12 15.00 100.00 ------------+-------------------------------------- Total | 80 100.00
85
RIWAYAT PENYAKIT KATARAK . lab def riwayat penyakit 1 "ya" 0 "tidak" . lab val riwayat penyakit . tab riwayat penyakit Riwayat penyakit katarak | Freq. Percent Cum. ------------------------ +---------------------------------- tidak | 64 80.00 80.00 ya | 16 20.00 100.00 ------------+----------------------------------------------- Total | 80 100.00 PERILAKU MEROKOK . lab def merokok 1 "ya" 0 "tidak" . lab val merokok merokok . tab merokok merokok | merokok | Freq. percent Cum. -----------+---------------------------------------- tidak | 47 58.75 58.75 ya | 33 41.25 100.00 -----------+---------------------------------------- Total | 80 100.00
86
PENDIDIKAN . lab def pddkn 1 "Rendah" 0 "Tinggi" . lab val pendidikan pddkn . tab pendidikan pendidikan | Freq. Percent Cum. ------------+------------------------------------ Tinggi | 29 36.25 36.25 Rendah | 51 63.75 100.00 ------------+------------------------------------ Total | 80 100.00 PENDAPATAN . lab def pendapatan 1" rendah" 0 "tinggi" . lab val pendapatan pendapatan . tab pendapatan pendapatan pendapatan | Freq. Percent Cum. ------------+------------------------------------- tinggi | 37 46.25 46.25 rendah | 43 53.75 100.00 ------------+------------------------------------- Total | 80 100.00 PEKERJAAN . lab def pekerjaan 1 "risiko" 0 "tidak berisiko" . lab val pekerjaan pekerjaan . tab pekerjaan pekerjaan pekerjaan | Freq. Percent Cum. ------------+------------------------------------ tidak | 32 40.00 40.00 berisiko | 48 60.00 100.00 ------------+------------------------------------ Total | 80 100.00
87
JENIS KELAMIN . lab def jenis kelamin 1 "laki-laki" 0 "perempuan" . lab val jeniskelamin jeniskelamin . tab jeniskelamin jenis | kelamin | Freq. Percent Cum. ------------+------------------------------------- perempuan | 46 57.50 57.50 laki-laki | 34 42.50 100.00 ------------+------------------------------------- Total | 80 100.00 PAPARAN ASAP . lab def paparanasap 1 " terpapar" 0 "tidak terpapar" . lab val paparanasap paparanasap . tab paparanasap paparanasap paparan | asap | Freq. Percent Cum. ---------------+----------------------------------- Tidak terpapar| 13 16.25 16.25 terpapar| 67 83.75 100.00 ------------+-------------------------------------- Total | 80 100.00 PAPARAN SINARMATAHARI . lab def sinarmatahari 1 "berisiko" 0" tidakberisiko" . lab val sinarmatahari sinarmatahari . tab sinarmatahari sinarmatahari matahari | Freq. Percent Cum. --------------+----------------------------------- tidakberisiko | 43 53.75 53.75 berisiko| 37 46.25 100.00 --------------+----------------------------------- Total | 80 100.00
88
ANALISIS BIVARIAT . reshape groups katarak 1 0 . reshape vars umur dm keturunan merokok pendidikan pendapatan pekerjaan jeniskelamin papara > nasap sinarmatahari . reshape cons no . reshape wide . save "D:\FOLDER TESIS\data tesis baru mcc.dta" file D:\FOLDER TESIS\data tesis baru mcc.dta saved JENIS KELAMIN . mcc jeniskelamin1 jeniskelamin0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 17 0 | 17 Unexposed | 0 23 | 23 -----------------+------------------------+------------ Total | 17 23 | 40 McNemar's chi2(1) = . Prob > chi2 = . Exact McNemar significance probability = 1.0000 Proportion with factor Cases .425 Controls .425 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference 0 -.025 .025 ratio 1 1 1 rel. diff. 0 0 0 odds ratio . . . (exact)
89
UMUR . mcc umur1 umur0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 37 0 | 37 Unexposed | 0 3 | 3 -----------------+------------------------+------------ Total | 37 3 | 40 McNemar's chi2(1) = . Prob > chi2 = . Exact McNemar significance probability = 1.0000 Proportion with factor Cases .925 Controls .925 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference 0 -.025 .025 ratio 1 1 1 rel. diff. 0 0 0 odds ratio . . . (exact) DIABETES MELITUS . mcc dm1 dm0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 1 7 | 8 Unexposed | 3 29 | 32 -----------------+------------------------+------------ Total | 4 36 | 40 McNemar's chi2(1) = 1.60 Prob > chi2 = 0.2059 Exact McNemar significance probability = 0.3438
90
Proportion with factor Cases .2 Controls .1 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference .1 -.0768182 .2768182 ratio 2 .6686423 5.982272 rel. diff. .1111111 -.0512079 .2734301 odds ratio 2.333333 .5326778 13.98363 (exact) RIWAYAT PENYAKIT KATARAK . mcc riwayat penyakit 1 riwayat penyakit 0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 4 5 | 9 Unexposed | 3 28 | 31 -----------------+------------------------+------------ Total | 7 33 | 40 McNemar's chi2(1) = 0.50 Prob > chi2 = 0.4795 Exact McNemar significance probability = 0.7266 Proportion with factor Cases .225 Controls .175 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference .05 -.1127215 .2127215 ratio 1.285714 .6394701 2.585049 rel. diff. .0606061 -.1022122 .2234243 odds ratio 1.666667 .3242634 10.73249 (exact)
91
MEROKOK . mcc merokok1 merokok0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 13 3 | 16 Unexposed | 4 20 | 24 -----------------+------------------------+------------ Total | 17 23 | 40 McNemar's chi2(1) = 0.14 Prob > chi2 = 0.7055 Exact McNemar significance probability = 1.0000 Proportion with factor Cases .4 Controls .425 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference -.025 -.1794077 .1294077 ratio .9411765 .6872574 1.28891 rel. diff. -.0434783 -.2737873 .1868308 odds ratio .75 .1098635 4.43326 (exact) PENDIDIKAN . mcc pendidikan1 pendidikan0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 15 20 | 35 Unexposed | 1 4 | 5 -----------------+------------------------+------------ Total | 16 24 | 40 McNemar's chi2(1) = 17.19 Prob > chi2 = 0.0000 Exact McNemar significance probability = 0.0000 Proportion with factor Cases .875 Controls .4 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference .475 .280439 .669561 ratio 2.1875 1.496627 3.197294
92
rel. diff. .7916667 .6208517 .9624816 odds ratio 20 3.198859 828.9558 (exact) PENDAPATAN . mcc pendapatan1 pendapatan0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 12 18 | 30 Unexposed | 1 9 | 10 -----------------+------------------------+------------ Total | 13 27 | 40 McNemar's chi2(1) = 15.21 Prob > chi2 = 0.0001 Exact McNemar significance probability = 0.0001 Proportion with factor Cases .75 Controls .325 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference .425 .231861 .618139 ratio 2.307692 1.497268 3.556774 rel. diff. .6296296 .4370638 .8221955 odds ratio 18 2.842007 749.96 (exact) PEKERJAAN . mcc pekerjaan1 pekerjaan0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 12 22 | 34 Unexposed | 2 4 | 6 -----------------+------------------------+------------ Total | 14 26 | 40
93
McNemar's chi2(1) = 16.67 Prob > chi2 = 0.0000 Exact McNemar significance probability = 0.0000 Proportion with factor Cases .85 Controls .35 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference .5 .2916622 .7083378 ratio 2.428571 1.563934 3.771233 rel. diff. .7692308 .5918244 .9466372 odds ratio 11 2.704077 96.50066 (exact) PAPARAN ASAP . mcc paparanasap1 paparanasap0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 28 8 | 36 Unexposed | 3 1 | 4 -----------------+------------------------+------------ Total | 31 9 | 40 McNemar's chi2(1) = 2.27 Prob > chi2 = 0.1317 Exact McNemar significance probability = 0.2266 Proportion with factor Cases .9 Controls .775 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference .125 -.0578273 .3078273 ratio 1.16129 .9559453 1.410745 rel. diff. .5555556 .0740396 1.037071 odds ratio 2.666667 .6400364 15.6064 (exact)
94
SINAR MATAHARI . mcc sinarmatahari1 sinarmatahari0 | Controls | Cases | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------ Exposed | 12 12 | 24 Unexposed | 1 15 | 16 -----------------+------------------------+------------ Total | 13 27 | 40 McNemar's chi2(1) = 9.31 Prob > chi2 = 0.0023 Exact McNemar significance probability = 0.0034 Proportion with factor Cases .6 Controls .325 [95% Conf. Interval] --------- -------------------- difference .275 .095245 .454755 ratio 1.846154 1.23742 2.754347 rel. diff. .4074074 .2059264 .6088884 odds ratio 12 1.775485 512.9727 (exact)
95
ANALISIS MULTIVARIAT clogit katarak pendidikan pekerjaan, gr(no) or Iteration 0: log likelihood = -11.880718 Iteration 1: log likelihood = -11.350232 Iteration 2: log likelihood = -11.344976 Iteration 3: log likelihood = -11.344964 Iteration 4: log likelihood = -11.344964 Conditional (fixed-effects) logistic regression Number of obs = 80 LR chi2(2) = 32.76 Prob > chi2 = 0.0000 Log likelihood = -11.344964 Pseudo R2 = 0.5908 ------------------------------------------------------------ katarak | Odds Ratio Std. Err. P>|z| [95%CI ------------------------------------------------------------ pendidikan | 25.64188 33.60671 0.013 1.96-334.61 pekerjaan | 13.92074 14.8888 0.014 1.71-113.25 ------------------------------------------------------------