TEKNIK PENGHILANGAN GAS KARBON DIOKSIDA DAN · PDF filedihilangkan dengan cara menurunkan...

16
1 Irsyaduzzaqi 12206058 TEKNIK PENGHILANGAN GAS KARBON DIOKSIDA DAN PENANGANAN LIMBAH KARBON DIOKSIDA DI LAPANGAN GAS Irsyaduzzaqi* Tutuka Ariadji** Abstract Along with the production of natural gas to the surface, impurity components or so-called associated gas are also produced. The production of associated gas is something that is not desirable, because of the negative effects it has on surface facilities and also decreases the quality of the produced natural gas. Therefore many methods are developed to reduce and maintain the amount associated gas produced on production. This study will discuss on how to eliminate the associated gas primarily carbon dioxide (CO2). There are different kinds of CO 2 handling techniques, the selection process based on flow rate and CO2 concentration on natural gas 1 . This study discusses on ways of handling produced associated gas by combining absorption techniques using MDEA with the hollow fiber membrane module. By using the absorption technique we are then able to determine the correlation between the flow rate of MDEA with the flow rate of CO2. Key words: carbon dioxide, absorption technique, MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine), membrane technique Sari Seiring dengan diproduksikannya gas alam ke permukaan, komponen pengotor atau yang biasa disebut gas ikutan pun turut terproduksikan. Turut terproduksinya gas ikutan ini merupakan sesuatu yang tidak diinginkan, karena gas ikutan tersebut akan memberikan efek buruk bagi peralatan maupun pada kualitas gas yang diproduksikan. Oleh karenanya, berbagai macam cara dilakukan untuk menghilangkan gas ikutan tersebut dari gas alam. Studi kali ini akan membahas bagaimana cara menghilangkan gas ikutan yang berupa gas karbon dioksida (CO 2 ). Ada berbagai macam teknik penanganan CO 2 , proses pemilihannya berdasarkan pada laju alir dan konsentrasi CO 2 pada gas alam 1 . Studi kali ini membahas teknik penangan dengan cara kombinasi antara teknik absorpsi menggunakan MDEA dengan teknik membrane dengan modul hollow fiber. Dengan menggunakan teknik absorpsi, ditentukan hubungan antara laju alir MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine) dengan laju alir CO 2 . Kata kunci : karbon dioksida, teknik absorpsi, MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine), teknik membran *) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung **)Dosen Pembimbing, Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung

Transcript of TEKNIK PENGHILANGAN GAS KARBON DIOKSIDA DAN · PDF filedihilangkan dengan cara menurunkan...

1 Irsyaduzzaqi – 12206058

TEKNIK PENGHILANGAN GAS KARBON DIOKSIDA DAN PENANGANAN LIMBAH KARBON

DIOKSIDA DI LAPANGAN GAS

Irsyaduzzaqi*

Tutuka Ariadji**

Abstract

Along with the production of natural gas to the surface, impurity components or so-called associated gas are also

produced. The production of associated gas is something that is not desirable, because of the negative effects it has

on surface facilities and also decreases the quality of the produced natural gas. Therefore many methods are

developed to reduce and maintain the amount associated gas produced on production. This study will discuss on

how to eliminate the associated gas primarily carbon dioxide (CO2).

There are different kinds of CO2 handling techniques, the selection process based on flow rate and CO2

concentration on natural gas1. This study discusses on ways of handling produced associated gas by combining

absorption techniques using MDEA with the hollow fiber membrane module. By using the absorption technique we

are then able to determine the correlation between the flow rate of MDEA with the flow rate of CO2.

Key words: carbon dioxide, absorption technique, MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine), membrane technique

Sari

Seiring dengan diproduksikannya gas alam ke permukaan, komponen pengotor atau yang biasa disebut gas ikutan

pun turut terproduksikan. Turut terproduksinya gas ikutan ini merupakan sesuatu yang tidak diinginkan, karena gas

ikutan tersebut akan memberikan efek buruk bagi peralatan maupun pada kualitas gas yang diproduksikan. Oleh

karenanya, berbagai macam cara dilakukan untuk menghilangkan gas ikutan tersebut dari gas alam. Studi kali ini

akan membahas bagaimana cara menghilangkan gas ikutan yang berupa gas karbon dioksida (CO2).

Ada berbagai macam teknik penanganan CO2, proses pemilihannya berdasarkan pada laju alir dan konsentrasi CO2

pada gas alam1. Studi kali ini membahas teknik penangan dengan cara kombinasi antara teknik absorpsi

menggunakan MDEA dengan teknik membrane dengan modul hollow fiber. Dengan menggunakan teknik absorpsi,

ditentukan hubungan antara laju alir MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine) dengan laju alir CO2.

Kata kunci : karbon dioksida, teknik absorpsi, MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine), teknik membran

*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung

**)Dosen Pembimbing, Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung

2 Irsyaduzzaqi – 12206058

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gas alam yang diproduksikan dari suatu reservoir gas

mengandung berbagai macam komponen

hidrokarbon dan komponen non-hidrokarbon.

Komponen non-hidrokarbon atau bisa disebut

komponen gas ikutan dari gas alam seperti karbon

dioksida (CO2) dan hidrogen sulfida (H2S) harus

dihilangkan dengan cara menurunkan konsentrasinya

agar dapat diterima oleh pihak pembeli gas.

Spesifikasi produk jual gas yang berlaku yakni < 4

ppm-mol H2S dan 5%-mol CO2. Komponen gas

ikutan ini dikenal dengan istilah gas asam atau acid

gas.

Gas alam yang masih mengandung H2S, CO2, dan

senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan

gas alam yang sudah dihilangkan kandungan

asamnya disebut sweet gas. Proses penghilangan

komponen – komponen asam dari gas alam disebut

proses gas sweetening. Baik H2S maupun CO2

merupakan senyawa yang tidak diinginkan berada di

dalam gas alam. Hal tersebut disebabkan karena

komponen gas asam tersebut bersifat korosif, dapat

menurunkan kandungan panas sehingga menurunkan

harga jual gas dan berdampak buruk bagi lingkungan.

Sehingga, perlu pengolahan gas lebih lanjut untuk

memenuhi spesifikasi produk jual gas.

Dalam studi kali ini, proses gas sweetening yang

digunakan adalah proses absorpsi kimiawi dengan

menggunakan larutan MDEA (Methyl Di-Ethanol

Amine) sebagai absorbannya yang dikombinasikan

dengan teknik membrane yang menggunakan modul

hollow fiber.

Setelah melakukan proses gas sweetening, hal yang

tidak bisa kita lupakan adalah, bagaimana proses

penanganan limbah dari hasil proses gas sweetening,

dalam kasus ini limbah tersebut berbentuk CO2.

Beberapa metode telah dilakukan di lapangan untuk

mengatasi masalah pembuangan limbah CO2.

Namun, studi kali ini hanya akan membahas dua

metode diantaranya, yaitu metode Carbon Capture

and Storage dan metode Forestry.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari studi ini adalah :

1. Memahami teknik penanganan CO2 yang

direkomendasikan1 yang tertera pada Gambar-1.

2. Memahami pengaruh perubahan jumlah CO2

terhadap perubahan jumlah MDEA yang

diperlukan, agar konsentrasi CO2 pada akhir

proses gas sweetening sesuai dengan spesifikasi

produk jual gas.

3. Memahami efisiensi penggunaan absorber

dengan solvent MDEA dan penggunaan

membran dengan modul hollow fiber.

4. Memahami metode pembuangan dan

pemanfaatan limbah CO2 yang dihasilkan dari

proses gas sweetening.

II. TEORI DASAR

Pada saat ini ada lebih dari 30 jenis proses gas

sweetening4. Namun, pada studi ini hanya dua proses

yang digunakan, yaitu proses yang menggunakan

teknik absorpsi dan proses yang menggunakan teknik

membran. Metode pembuangan dan pemanfaatan

limbah CO2 yang akan dibahas pada studi kali ini

juga hanya dua metode, yaitu metode Carbon

Capture and Storage dan metode Forestry.

2.1 Teknik Absorpsi

Teknik absorpsi adalah proses penghilangan gas

ikutan yang dapat memurnikan gas dengan tingkat

kemurnian mencapai 94 – 99%. Solvent atau pelarut

kimia atau fisika digunakan untuk menangkap

kandungan gas ikutan di dalam aliran gas. Oleh

karena itu, diperlukan sejumlah energi untuk

melucuti gas ikutan dan meregenerasi solvent.

Pemilihan solvent merupakan optimasi antara

kapasitas absorpsi dengan energi yang dibutuhkan

untuk regenerasi. Dan pada penelitian ini solvent

yang digunakan adalah MDEA.

Pelarut MDEA sering digunakan untuk

menyingkirkan CO2, H2S, COS, dan RSH dari gas

sintetik, gas alam atau gas lainnya, dengan rasio CO2

terhadap H2S yang sangat besar. Produk dari proses

ini adalah gas dengan kandungan gas inert yang

sangat kecil (memisahkan H2S sampai kurang dari 4

ppmv dan konsentrasi CO2 sampai 2%). Proses ini

dapat menghasilkan food-grade CO2 dengan

kemurnian CO2 minimal 99.9 %-v dan maksimal H2S

1 ppm v/v.

Reaksi H2S dengan MDEA melibatkan perpindahan

proton seperti yang terjadi pada amina lainnya.

Reaksi kimia H2S dengan MDEA adalah sebagai

berikut:

H2S + R2NCH3 R2NCH4 + + HS- (1)

Karena MDEA merupakan amina tersier dan tidak

memiliki atom hidrogen, maka reaksi CO2 hanya

3 Irsyaduzzaqi – 12206058

dapat terjadi setelah terbentuknya ion bikarbonat.

Reaksi kimia CO2 dengan air adalah sebagai berikut:

CO2 + H2O HCO3-+ H+ (2)

Reaksi pembentukan bikarbonat berjalan lambat.

Bikarbonat merupakan bagian dari reaksi gas asam

dengan amina untuk menghasilkan reaksi CO2

keseluruhan.

H2O + CO2 + R2NCH3 R2NCH4 + + HCO3

- (3)

Informasi detil mengenail MDEA dapat dilihat pada

Tabel-1.

2.2 Teknik Membran

Teknologi membran relatif baru digunakan dalam

industri gas alam untuk menghilangkan gas CO2,

sejak diketemukannya polimer sebagai bahan dasar

pembuatan membran sekitar dua puluh lima tahun

yang lalu. Prinsip pemisahan antar senyawa didalam

gas dengan membran tidak sama prosesnya dengan

teknologi penyaringan yang berupa lubang atau pori-

pori yang ditentukan oleh ukuran (size) molekul,

dimana molekul yang besar tidak dapat lolos dalam

saringan dan akan tertinggal. Sedangkan, pada proses

membran adalah berdasarkan kelarutan secara

selektif dari senyawa gas pada bahan membran

kemudian merembes atau meresap menyebar (difusi)

sepanjang bahan membran dan keluar mengalir

sebagai rembesan (permeat). Produktifitas membran

dan daya meresap dari suatu senyawa dipengaruhi

oleh faktor dari perbedaan tekanan parsial pada bahan

baku gas, temperatur dan konsentrasi senyawa dalam

bahan baku gas, jenis bahan (material) membran,

ketebalan membran, permukaan (morphology)

membran. Oleh karena itu, pemilihan membran

sebaiknya disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas

awal dari bahan baku gasnya serta kualitas produk

gas yang diharapkan, agar tidak salah dalam memilih

membran yang akan digunakan.

Pada proses membran feed gas yang bertekanan

dimasukkan ke dalam unit yang berisi membran,

karena adanya perbedaan tekanan dari dua sisi

membran dan sifat kelarutannya, maka CO2 akan

melarut dan meresap melewati membran dan

mengalir keluar (permeate) dengan tekanan lebih

rendah terpisah dari hydrocarbon yang bertekanan

lebih tinggi. Gas yang memiliki permeabilitas tinggi

adalah CO2, H2, He, H2S, uap air dan gas yang lebih

lambat/rendah adalah CO, N2, CH4 (metan), C2H6.

Ketidakberhasilan dalam proses teknologi membran,

dapat disebabkan karena tidak cermatnya dalam

pemilihan jenis membran itu sendiri terhadap feed

gas yang akan diproses, karena setiap lapangan gas

memiliki karakteristik gasnya masing-masing.

Studi kali ini menggunakan teknik membran

menggunakan modul hollow fiber. Hollow fiber

dapat diartikan sebagai membran kapiler yang terdiri

dari bagian tube dan shell, persis seperti heat

exchanger. Pada membran kontaktor, absorben

mengalir didalam tube sedangkan aliran gas akan

mengalir di bagian shell atau bisa juga sebaliknya.

Gambar-2 menunjukan bentuk dari membrane hollow

fiber.

Jenis membran yang digunakan bisa berupa membran

porous maupun membran non-porous. Pada

membran non-porous, membran berfungsi sebagai

batas antara fasa gas dan fasa cairan. Sedangkan pada

membran porous, terjadi proses selektif dan

perpindahan partikel yang terkontrol dari fasa gas ke

fasa cairan. Akan tetapi, membran porous

menyebabkan transfer perpindahan massa dari gas ke

cairan menjadi kecil akibat tahanan dari membran.

Sehingga, membran porous lebih disukai pada

aplikasi membran kontaktor.

Seperti yang dijelaskan di atas, pada membran

kontaktor terjadi kontak non-dispersif, yang artinya

tidak terjadi kontak secara langsung antara absorben

dan gas. Permukaan (interface) fluida/fluida

terbentuk pada mulut pori membran, dan perpindahan

massa akan terjadi melalui difusi pada permukaan

fluida di dalam pori membran. Berbeda dengan jenis

membran reverse osmosis ataupun nanofiltrasi yang

menggunakan tekanan sebagai gaya dorong karena

pada membran kontaktor gaya dorong yang

digunakan adalah perbedaan konsentrasi. CO2 akan

berpindah dari gas yang memiliki konsentrasi CO2

tinggi menuju cairan absorben yang memiliki

konsentrasi CO2 rendah. Perpindahan massa suatu

komponen dari fasa gas ke dalam cairan yang

mengalir di dalam membran hollow fiber terdiri dari

tiga tahap, yaitu difusi solute dari fasa bulk gas ke

permukaan membran, difusi melalui pori membran ke

permukaan cairan, dan difusi dari permukaan cairan

ke fasa bulk cairan. Gambar-3 menunjukan cara kerja

dari membran hollow fiber.

Keunggulan dari menggunakan teknik membran

diantaranya adalah: biaya investasi rendah, mudah

dalam pengoperasian, mudah dalam scale-up, mudah

dalam pemasangan, ramah lingkungan, dan mudah

dalam pergantian membran baru.

4 Irsyaduzzaqi – 12206058

2.3 Metode Carbon capture and Storage (CCS)

Ketika proses gas sweetening telah mencapai tahap

akhir akan dihasilkan karbon dioksida (CO2) sebagai

produk sampingan. Saat ini, emisi CO2 yang lepas ke

atmosfer akan membentuk Gas Rumah kaca (Green

House Gases/GHG). Carbon Capture and Storage

atau CCS merupakan strategi penanganan limbah

untuk karbon dioksida. Teknologi ini tidak

mengurangi produksi CO2, namun dapat mengurangi

dampak meningkatnya jumlah emisi CO2 di atmosfer.

Proses CCS memiliki tiga element utama. Pertama,

gas CO2 yang dihasilkan ditangkap dan ditekan

dalam bentuk superkritis atau dalam bentuk sub-

cooled liquid untuk penyimpanan didalam lapisan

bumi. CO2 yang ditangkap ditransportasikan melalui

pipeline atau kapal ke daerah penyimpangan dan

diinjeksi kedalam lapisan aquifer dan reservoir

minyak atau gas atau melalui proses industri yang

secara permanen mengubah CO2 menjadi karbon

inorganik menggunakan reaksi kimia atau industri

menggunakan CO2 untuk memproduksi senyawa

karbon atau kimia.

2.4 Metode Forestry

Metode Forestery metode yang menggunakan

tanaman untuk menyerap limbah CO2 yang

merupakan hasil samping dari proses gas sweetening.

Prinsip dari metode ini adalah menciptakan

keseimbangan antara CO2 yang dibuang dengan CO2

yang dikurangi dengan cara penyerapan CO2 oleh

tanaman hijau. Pemilihan jenis tanaman dengan

kemampuan penyerapan CO2 yang tinggi merupakan

kunci dari kesuksesan metode ini. Karena

kemampuan pohon untuk menyerap karbon berbeda-

beda tergantung jenis pohon (Tabel-2). Umumnya

pohon tropis di Indonesia mempunyai daya serap 125

s/d 250 kg karbon/tahun.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Studi kali ini menggunakan metodologi penelitian

berupa simulasi menggunakan peranti lunak

komersial. Data – data yang digunakan pada simulasi

ini adalah data lapangan yang disempurnakan oleh

data hipotetik.

Data lapangan yang berupa komposisi fluida

merupakan data komposisi hidrokarbon yang

diperoleh dari Sumur X disajikan pada Tabel-2. Dari

data komposisi fluida tersebut kita bisa menentukan

teknik penanganan untuk menghilangkan CO2 dari

gas alam. Setelah mengetahui teknik yang akan

digunakan, tahap selanjutnya adalah mendesain

process flow diagram (PFD) pada surface facilities

yang akan kita gunakan untuk melakukan studi

sensitivitas. Desain PFD untuk surface facilities bisa

dilihat pada Gambar-4. Sebagai batasan, perancangan

surface facilities yang dilakukan hanya merupakan

perancangan pada kondisi statis atau steady state.

Simulasi surface facilities pada kondisi steady state

dilakukan guna mengetahui tingkat keoptimalan

produksi berdasarkan karakteristik hidrokarbon.

Model ini dibentuk berdasarkan hukum

kesetimbangan massa dan energi, serta dapat

menghitung untuk skenario yang berbeda-beda.

Pada studi kali ini model base case yang digunakan

merupakan data lapangan dari Sumur X. Kemudian

dari data base case tersebut dilakukan studi

sensitivitas dengan merubah konsentrasi CO2 pada

kondisi konsentrasi H2S yang dibiarkan stabil pada

kondisi 4 ppm-mol. Konsentrasi H2S ditetapkan

sebesar 4 ppm-mol karena sesuai dengan spesifikasi

produk jual gas. Konsentrasi CO2 tersebut

divariasikan antara 25 – 45%-mol, dengan kelipatan

0.5%-mol CO2. Pada akhir proses konsentrasi CO2

pada sweet gas ditetapkan sebesar 4.8%-mol. Dari

grafik hasil sensitivitas bisa dibuat sebuah persamaan

korelasi usulan untuk meramalkan laju alir MDEA

yang bisa menangani laju alir CO2 pada keadaan

tertentu.

Setelah mendapatkan data akhir berupa banyaknya

limbah CO2 yang dihasilkan pada setiap konsentrasi

kita bisa menentukan proses pembuangan dan

pemanfaatan yang tepat. Untuk metode CCS

penentuan lokasi penginjeksian dan sarana

transportasi bisa dilakukan setelah mendapatkan

volume limbah CO2 yang dihasilkan. Dan untuk

metode Forestry, penentuan jumlah dan jenis pohon

yang akan ditanam menjadi kunci sukses dalam

menyeimbangkan volume limbah CO2 yang

dihasilkan dari proses gas sweetening dengan volume

CO2 yang akan dikurangi dari proses penyerapan CO2

oleh pohon yang akan kita tanam.

IV. DATA PENELITIAN

Data yang digunakan pada studi kali ini meliputi data

komposisi dan laju alir fluida serta data tekanan dan

temperature pada absorber dan membran.

Laju alir fluida = 30 MMSCFD

5 Irsyaduzzaqi – 12206058

Data Komposisi Fluida base case

H2S 13000 ppm

CO2 30 % mol

N2 0.94 % mol

Methane 63.5 % mol

Ethane 2 % mol

Propane 0.6 % mol

i-Butane 0.16 % mol

n-Butane 0.18 % mol

i-Pentane 0.08 % mol

n-Pentane 0.07 % mol

n-Hexane 0.1 % mol

C7+ 0.96%

H2O 0

M-Mercaptan 60 ppm

O2 0

S_Rhombic 0

Data Kondisi di Absorber

T inlet sour gas

119.8 F

48.77 C

P inlet sour gas 710 psia

T inlet MDEA

127 F

52.78 C

P inlet MDEA 700 psia

T absorber

122 F

50 C

P absorber 700 psia

T out sweet gas

127.7 F

53.16 C

P out sweet gas 698.7 psia

T out rich amine

186.6 F

85.87 C

P out rich amine 710 psia

Data Kondisi di Membran

P inlet 690 psia

P out sweet gas 680 psia

P out acid gas 19.7 psia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi kali ini dibagi menjadi dua jenis pemrosesan.

Proses pertama adalah proses pemurnian gas alam

dari gas ikutannya, atau yang biasa disebut gas

sweetening. Proses kedua adalah proses pembuangan

dan pemanfaatan limbah CO2 hasil dari gas

sweetening tersebut.

5.1 Proses Gas Sweetening

Proses pemilihan jenis gas sweetening yang akan

digunakan pada studi kali ini berdasarkan pada

Gambar-2. Baker menjelaskan bahwa pemilihan

teknik penanganan CO2 bisa ditentukan berdasarkan

hubungan antara laju alir dari CO2 dengan

konsentrasi CO2 pada gas alam1. Berdasarkan data

yang digunakan, yaitu pada laju alir gas alam sebesar

30 MMSCFD dan konsentrasi CO2 berada pada

rentang 25-45%-mol, teknik penanganan yang akan

digunakan adalah kombinasi dari teknik absorpsi

yang menggunakan absorber berupa MDEA dan

teknik membrane menggunakan modul hollow fiber.

Setelah menentukan teknik penanganan yang akan

digunakan, tahap selanjutnya adalah membuat

process flow diagram (PFD). Dari desain PFD yang

kita miliki seperti yang ditunjukan pada Gambar-4,

bisa dilakukan sensitivitas antara laju alir CO2 dengan

laju alir MDEA. Dari hasil sensitivitas bisa dilihat

hubungan antara perubahan laju alir CO2 terhadap

perubahan laju alir MDEA yang dibutuhkan untuk

mereduksi CO2 yang terdapat pada sour gas. Laju alir

yang dibandingkan adalah besarnya laju alir CO2

yang masuk dari bottom stage inlet di absorber

dengan laju alir MDEA yang masuk dari top stage

inlet di absorber pada tekanan absorber sebesar 700

psia.

Gambar-3 menunjukan bahwa penambahan laju alir

CO2 yang masuk ke bottom stage inlet membuat

kebutuhan MDEA yang masuk dari top stage inlet

pun meningkat. Hal tersebut diakibatkan

meningkatnya laju alir CO2 maka dibutuhkan MDEA

yang lebih banyak untuk mengikat CO2 tersebut agar

konsentrasi CO2 diakhir proses gas sweetening sesuai

dengan spesifikasi jual gas. Dari grafik yang

dihasilkan pada Gambar-3, bisa dilihat pada beberapa

titik terjadi ketidaksinambungan data yang dihasilkan

dari studi kali ini, hal tersebut dikarenakan terjadinya

perubahan temperature saat laju alir MDEA

ditingkatkan.

6 Irsyaduzzaqi – 12206058

Dari hubungan antara laju alir MDEA dengan laju

alir CO2, dapat dibuat suatu korelasi, yaitu :

Q1 = 12100.16240312 - 1.46814820947243 (Q2)

+ 6.66023000636483 x 105 x (Q2)2

dimana Q1 = laju alir MDEA (10^3 bbl/d)

Q2 = laju alir CO2 (mscfd)

Gambar-5 memberikan gambaran mengenai

hubungan pengaruh penambahan laju alir MDEA

terhadap persentase pengurangan laju alir CO2 setelah

melewati proses absorpsi. Hasil yang dihasilkan

adalah,semakin bertambahnya laju alir dari MDEA

mengakibatkan proses penghilangan CO2 pada tahap

ini mengalami peningkatan. Faktor tersebut

diakibatkan karena MDEA pada jumlah yang lebih

banyak cenderung mengikat CO2 terlebih dahulu

dibandingkan dengan gas ikutan lain. Oleh karena itu,

CO2 yang direduksi pun lebih banyak, sehingga

terlihat bahwa persentase pengurangan CO2 semakin

tinggi walaupun jumlah CO2 yang masuk pun turut

meningkat.

Pengaruh membran dalam proses ini bisa dilihat pada

Gambar-6. Gambar tersebut menunjukan bahwa

selisih dari laju alir CO2 sebelum masuk membran

dan setelah melewati membran jika dibandingkan

dengan laju alir CO2 masuk kedalam membran relatif

stabil. Persentase tersebut bisa ditingkatkan dengan

cara memperluas area difusi dari membran yang

dimiliki pada desain kali ini, secara desain hal

tersebut bisa dilakukan dengan cara menambah

ketebalan membran ataupun dengan penambahan luas

permukaan membran tersebut.

5.2 Proses Pembuangan dan Pemanfaatan

Limbah CO2

Studi kali ini membahas dua metode dalam proses

pembuangan dan pemanfaatan limbah CO2 yang

menjadi produk buangan dari proses gas sweetening.

Metode pertama adalah metode Carbon Capture and

Storage. Metode ini memiliki tiga element utama.

Pertama, gas CO2 yang dihasilkan ditangkap dan

ditekan dalam bentuk superkritis atau dalam bentuk

sub-cooled liquid untuk penyimpanan didalam

lapisan bumi. CO2 yang ditangkap ditransportasikan

melalui pipeline atau kapal ke daerah penyimpangan

dan diinjeksi kedalam lapisan aquifer dan reservoir

minyak atau gas atau melalui proses industri yang

secara permanen mengubah CO2 menjadi karbon

inorganik menggunakan reaksi kimia atau industri

menggunakan CO2 untuk memproduksi senyawa

karbon atau kimia.

Proses pertama adalah proses penangkapan CO2.

Teknologi penangkapan CO2 adalah post-combustion

dan pre-combustion processes. Cara konvensional

dalam post-combustion, CO2 yang dihasilkan dari gas

alam ditangkap. Sedangkan cara pre-combustion

digunakan pada saat hidrogen dan CO2 masih dalam

kandungan gas alam. Hidrogen digunakan untuk

memproduksi listrik (dengan produk sampingan

berupa air) atau pada proses industri lain seperti

bitumen refining. CO2 yang dihasilkan dari proses

Pre & Post combustion process dapat ditangkap dan

dikompres untuk dikirim ke lokasi. Teknik

penangkapan ketiga adalah oxyfuel combustion.

Seperti post-combustion, minyak dibakar dengan

oksigen murni sehingga menghasilkan CO2 murni

daripada dibakar dengan udara. Setelah CO2

ditangkap dan dikompres, CO2 dikirim ke lokasi

penyimpanan melalui perpipaan atau fasilitas

transportasi lain (truk, kapal, kereta). Menggunakan

pipeline merupakan cara yang paling feasibel.

Transportasi CO2 menggunakan kapal sama dengan

transportasi LNG.

Tahap akhir proses CCS adalah penyimpanan CO2.

Penyimpanan ini bersifat permanen. Artinya, CO2

tidak boleh bocor atau kembali ke permukaan bumi

dalam kurun waktu ratusan tahun. Agar hal ini

terjadi, injeksi CO2 harus dilakukan pada kedalaman

lebih dari 800 meter sehingga geological cap-rock

dan segala mekanisme perangkap geochemical dapat

mengatasi kembalinya gas ke permukaan. Formasi

geologi dapat berupa onshore atau offshore di

berbagai lokasi di dunia. Lapisan dalam aquifer, atau

reservoir minyak dan gas umumnya paling cocok

untuk penyimpanan CO2 dalam waktu yang lama.

CO2 dapat diinjeksi kedalam kolom air agar larut atau

diinjeksi melalui pipa ke permukaan bawah laut. CO2

di bawah laut akan membentuk 'danau" cairan CO2

karena densitasnya lebih berat dari pada air laut5.

Pilihan penyimpanan lainnya adalah dengan

memanfaatkan CO2 sebagai bagian dari upaya

peningkatan produksi sumber energi fosil. Gambar-7

menunjukan berbagai macam cara penyimpanan CO2

yang bisa berguna untuk peningkatan produksi

minyak, gas, dan Coal Bed Methane.

Metode kedua dalam proses pembuangan dan

pemanfaatan limbah CO2 adalah metode Forestry.

Penanaman tumbuhan menjadi solusi alternatif bagi

proses ini jika lahan yang dimiliki sangat luas, karena

biaya untuk penanaman pohon relatif lebih murah

jika dibandingkan dengan biaya pengendalian CO2

dengan metode lain. Namun prosesnya harus dimulai

dalam waktu yang cukup lama, yaitu saat mulai

membuka lapangan baru maka kita harus menyiapkan

7 Irsyaduzzaqi – 12206058

lahan khusus untuk penanaman pohon tersebut

dengan mempertimbangkan berapa besar limbah CO2

yang dihasilkan dengan membandingkannya dengan

jumlah pohon yang harus ditanam dengan

kemampuan penyerapan yang maksimum untuk

menyerap CO2 yang nantinya akan dilepaskan.

Saat ini pohon yang sedang menjadi primadona

dalam kemampuannya menyerap karbon adalah

pohon Trembesi (Samanea saman). Pohon Trembesi

yang ditunjukan pada Gambar-8 merupakan pohon

yang dicanangkan oleh Presiden Indonesia untuk

gerakan 100 juta pohon setiap tahun dimana 10 juta

pohon diantaranya adalah pohon Trembesi. Pohon

Trembesi menimbulkan pro dan kontra. Menurut

Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Mochammad

Na'im, pohon Trembesi merupakan pohon dengan

evaporasi atau penguapan tinggi sehingga berpotensi

mengeringkan sumber air. Sedangkan menurut dosen

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB),

Endes N dahlan, pohon Trembesi tumbuh di daerah

yang sedikit air seperti di Gurun Pasir Peru, Brasil,

dan Meksiko.

Hasil penelitian menunjukkan pohon Trembesi

dengan diameter tajuk 10-15 meter menunjukkan,

pohon Trembesi menyerap karbon dioksida 28, 5

ton/tahun. Diketahui pula, Trembesi memiliki sistem

perakaran yang mampu bersimbiosis dengan bakteri

Rhizobium untuk mengikat nitrogen dari udara.

Kandungan 78 % nitrogen di udara memungkinkan

Trembesi bisa hidup di lahan-lahan marginal, juga

lahan-lahan kritis seperti bekas tambang, bahkan

mampu bertahan pada keasaman tanah yang tinggi.

Selain tahan kekeringan, juga tahan terhadap

genangan.

Studi ini juga memperkirakan jumlah pohon yang

harus ditanam untuk mengatasi limbah CO2.

Banyaknya jumlah pohon akan berbeda disetiap

konsentrasi CO2 dan pada jenis pohon yang berbeda.

Tabel-3 akan menyajikan tabel hasil perhitungan

jumlah pohon yang harus ditanam pada contoh kasus

konsentrasi CO2 pada gas alam sebesar 45%, 35%,

dan 25%. Kemudian jenis pohon yang ditanam

adalah pohon Trembesi, pohon Jati, dan pohon

Angsana. Hasilnya terbukti bahwa pohon dengan

nilai penyerapan tinggi akan membutuhkan jumlah

pohon yang harus ditanam untuk menangani jumlah

limbah CO2 yang jumlahnya sama.

VI. KESIMPULAN

1. Teknik penanggulangan CO2 yang cocok pada

laju alir 30 MMSCFD dan konsentrsi CO2

berkisar antara 25 – 45%-mol adalah teknik

absorpsi yang dikombinasikan dengan teknik

membran.

2. Hubungan antara laju alir MDEA dengan laju

alir CO2 berbanding lurus, dimana semakin

tinggi laju alir CO2 maka laju alir MDEA yang

dibutuhkan pun semakin banyak.

3. Persamaan korelasi usulan untuk meramalkan

laju alir MDEA yang dibutuhkan untuk

mengurangi laju alir CO2 pada Lapangan X

adalah sebagai berikut :

Q1 = 12100.16240312 - 1.46814820947243 (Q2)

+ 6.66023000636483 x 105 x (Q2)2

dimana Q1 = laju alir MDEA (10^3 bbl/d)

Q2 = laju alir CO2 (mscfd)

4. Efisiensi absorpsi menggunakan MDEA akan

terus meningkat seiring dengan meningkatnya

laju alir CO2.

5. Efisiensi membran relatif stabil pada laju alir

CO2 berapapun. Besarnya nilai efisiensi tersebut

berada dikisaran 35%.

6. Dengan menggunakan Metode CCS kita bisa

memanfaatkan limbah CO2 untuk hal yang

bermanfaat di dunia perminyakan.

7. Metode Forestry akan berlangsung baik apabila

pemilihan jumlah pohon sesuai dengan keadaan

di lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baker, W. Richard and Kaaeid Lokhandwala.,

2008. Natural Gas Processing with Membranes :

An Overview. Membrane Technology and

Research, Inc., : California.

2. Kunal, Mehta: “Impact of Changing MDEA

Parameters on Absorption of H2S and CO2 and

its Implication”, SPE 129101, Presented at the

SPE Oil and Gas India Conference and

Exhibition held in Mumbai, India, 20-22 January

2010

3. Sudarwoto, Rinaldi: Kajian Terpadu Kinerja

Reservoir, Perancangan Fasilitas Permukaan,

dan Keekonomian Lapangan Gas X yang

Memproduksikan Gas Ikutan CO2 dan H2S,

Tesis, 2009

4. Buku dari mas adji

5. www.wikipedia.com

6. www.kompas.com

8 Irsyaduzzaqi – 12206058

LAMPIRAN

Tabel 1. Sistem MDEA

Informasi Detil

Aplikasi Pelarut MDEA sering digunakan untuk menyingkirkan CO2, H2S, COS, dan RSH dari

gas sintetik, gas alam atau gas lainnya, dengan rasio CO2 terhadap H2S yang sangat

besar.

Produk Produk dari proses ini adalah gas dengan kandungan gas inert yang sangat kecil

(memisahkan H2S sampai kurang dari 4 ppmv dan konsentrasi CO2 sampai 2%). Proses

ini dapat menghasilkan food-grade CO2 dengan kemurnian CO2 minimal 99.9 %-v dan

maksimal H2S 1 ppm v/v.

Ilmu Kimia Proses Reaksi H2S dengan MDEA melibatkan perpindahan proton seperti yang terjadi pada

amina lainnya. Reaksi kimia H2S dengan MDEA adalah sebagai berikut:

H2S + R2NCH3 R2NCH4 + + HS- (1)

Karena MDEA merupakan amina tersier dan tidak memiliki atom hidrogen, maka reaksi

CO2 hanya dapat terjadi setelah terbentuknya ion bikarbonat. Reaksi kimia CO2 dengan

air adalah sebagai berikut:

CO2 + H2O HCO3-+ H+ (2)

Reaksi pembentukan bikarbonat berjalan lambat. Bikarbonat merupakan bagian dari

reaksi gas asam dengan amina untuk menghasilkan reaksi CO2 keseluruhan.

H2O + CO2 + R2NCH3 R2NCH4 + +HCO3

- (3)

Akselerator Laju absorpsi CO2 oleh MDEA dapat meningkat secara signifikan dengan menambahkan

amina primer atau sekunder pada konsentrasi yang kecil sebagai sebuah aktivator.

Akselator umum yang digunakan adalah DEDA (Di-Ethylene-Di-Amine) atau piperazin,

senyawa diamine yang berbentuk cincin.

Reaksi akselerasi proses MDEA menggunakan piperazin adalah sebagai berikut:

CO2 + Acc veryfast

AccCOO-H+ + MDEA fast

AccCOO- + MDEAH+

(4)

AccCOO- + H2O fast

Acc + HCO3- (5)

Akselerator hanya berpengaruh sebagian pada beban yang lebih besar. Reaksi yang

sangat cepat pada beban yang rendah di bagian atas kolom dapat lebih membagi untuk

reaksi yang lebih lambat pada bagian bawah kolom dengan beban yang besar.

Akselerator dapat mengurangi kebutuhan jumlah tahap kesetimbangan pada beban

pelarut yang sama.

Selain DEDA, akselerator lain yang digunakan adalah MEA, MMEA, dan sebagainya.

Dari hasil simulasi, akselerator MEA adalah yang terbaik dan dapat mengurangi jumlah

tray sampai dua kalinya. Kinerja MMEA dan DGA relatif baik, sedangkan kinerja AMP

tidak berpengaruh pada kebutuhan kolom. Akselerator dibutuhkan dalam jumlah yang

kecil. Penambahan 1 %-mol MEA ke dalam larutan MDEA dapat mengurangi kebutuhan

tray dari 40 sampai 29 tray, sedangkan 2.5 %-mol MEA dapat mengurangi kebutuhan

tray dari 40 sampai 25 tray.

Proses akselerasi hanya dapat tercapai pada tekanan parsial CO2 sekitar 4-5 bar.

Temperatur hanya akan berpengaruh pada tray dimana reaksi kimia dan absorpsi terjadi.

Peningkatan temperatur terjadi karena adanya entalpi dari reaksi eksotermik dan

endotermik.

9 Irsyaduzzaqi – 12206058

Penambahan sejumlah kecil akselerator dapat berpengaruh besar pada peningkatan

transfer massa akibat reaksi kimia. Faktor peningkatan ini didefinisikan sebagai

perbandingan antara molar fluks dengan reaksi kimia dan molar fluks tanpa reaksi kimia

(hanya difusi). Pada bagian bawah kolom, faktor peningkatan sama untuk semua kasus

(keseluruhan jumlah akselerator yang bereaksi). Pada bagian atas kolom, hanya sejumlah

kecil CO2 yang terpisahkan.

Deskripsi Proses Rich amine yang keluar dari absorber diregenerasi secara flash dan/atau strip melalui satu

atau lebih tahap regenerasi. Lean amine dari bagian bawah kolom stripper dipompakan

melalui amine-amine heat exchanger dan water/air-cooled exchanger, sebelum

dimasukkan ke bagian atas kontaktor. Amine dan sour gas di dalam kontaktor bergerak

secara berlawanan arah. Sebagian gas asam akan di keluarkan dari rich amine pada tray

bagian atas stripper. Rich amine mengalir berlawanan arah dengan vapor (kukus) di

dalam stripper. Kukus ini mengambil gas asam yang terdapat di dalam rich amine dan

kemudian keluar dari bagian atas stripper dan masuk ke dalam kondensor, dimana

sebagian kukus terkondensasi. Gas asam dipisahkan di dalam separator dan kemudian

dikirimkan ke bagian flare atau proses selanjutnya. Kukus yang terkondensasi

dimasukkan kembali ke bagian atas stripper sebagai refluks.

Peralatan Peralatan utama yang digunakan dalam proses ini adalah:

- kontaktor

- kolom stripper

- associated piping

- penukar panas

- peralatan pemisahan

Kondisi Operasi Kapasitas gas umpan :

3,000 - 810,000 Nm3/hr (2.7 MMscfd-725.6 MMscfd)

Temperatur Absorber :

30°C to 90°C,

Tekanan absorber :

Tekanan atmosfer sampai 120 bar

Komposisi gas umpan:

0.5 - 25 vol.% CO2 and 0 to 15 vol.% H2S

Rumus Struktur dari

Pelarut HOH2C

H2C

N

HOH2C CH2

CH3

Rumus Struktur dari

Akselerator

1. (DEDA)

NH

HN

1,4-Diazacyclohexane 2. Monomethylethanolamine (MMEA)

10 Irsyaduzzaqi – 12206058

Sifat-Sifat Fisik dari

MDEA

Formula Molecular Wt 119.16

Titik didih @ 760 mm Hg, °C 247

Titik beku, °C -23

Massa jenis, kg/m3 1040

Densitas relatif 20°C/20°C 1.0418

Kalor jenis @ 15.6°C, kJ/(kg · °C) 2.24

Panas laten penguapan, kJ/kg 476

Konduktivitas panas W/(m · °C) @

20°C

0.275

Viscositas, mPa · 1.3 x 10-6 m2/s @ 10°C, 0.68 10-6

m2/s @ 38°C

0.28 x 10-6 m2/s @ 100°C

Titik api, COC, °C 129.4

Sifat-Sifat Fisik dari

Akselerator

Accelerator : Piperazine Anhydrous (PIP-A)

Sinonim : 1,4-Diazacyclohexane, Diethylenediamine (DEDA) Hexahydropyrazine

M.F. : C4H10N2

M.W. : 86.1

Struktur kimia CH2-CH2HN NH CH2-CH2

Properti Fisik :

Titik lebur oC : 108 - 112

Ttitik didih oC : 146 - 148

Titik api oC : 66 ( PMCC )

Densitas saat 20 oC : 1.11 g / cc

Densitas saat 120 oC : 0.88 g / cc

Kelarutan : larut dalam air , Methanol dan Ethanol. Sedikit larut dalam Diethylether.

Keuntungan

Dibandingkan dengan

Proses Alkanolamina

yang lain

Terdapat beberapa keuntungan penggunaan MDEA sebagai pelarut dalam proses

alkanolamine dibandingkan pelarut alkanolamine yang lain (MEA dan DEA), di

antaranya:

- MDEA dapat digunakan dalam konsentrasi hingga 60%-massa dalam larutan air

tanpa kehilangan akibat evaporasi yang berarti karena MDEA mempunyai tekanan

uap yang rendah

- Laju alir larutan dapat dikurangi karena memiliki loading terhadap gas asam

yang lebih tinggi

- Karena konsentrasi larutan MDEA lebih tinggi daripada MEA, maka larutan ini

dapat digunakan pada unit regenerasi amine yang lebih kecil

- Konsentrasi H2S yang lebih tinggi dalam gas asam menghasilkan pengurangan

permasalahan dalam unit sulfur recovery, dengan demikian menurunkan investasi

untuk pabrik sulfur dan memperbaiki operabilitas pabrik sulfur

- Karena MDEA tidak membentuk produk degradasi yang tidak dapat

diregenerasi dalam jumlah yang signifikan, reclaimer tidak diperlukan

- Co-absorpsi hidrokarbon sangat rendah

- Tidak korosif (peralatan yang bermaterial utama carbon steel dapat digunakan)

- Kecenderungan foaming rendah

- Pelarut ini tidak beracun dan biodegradable.

11 Irsyaduzzaqi – 12206058

Ekonomi Proses ini memiliki efisiensi energi yang tinggi karena pelarut dapat menangani

peningkatan beban gas asam; hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan laju sirkulasi

yang kecil dan mengurangi konsumsi energi, atau dengan mengurangi ukuran peralatan.

Konsumsi energi listrik untuk penyingkiran CO2 dari gas amonia sintetik : 1 kWh/kmol

CO2 dan 32 MJ/kmol CO2.

Konsumsi energi panas untuk pengolahan gas alam: 15–20 MJ/kmol CO2 dan H2S yang

tersingkirkan (flash regeneration).

Perbaikan-perbaikan

Untuk meningkatkan selektivitas MDEA terhadap H2S dapat dilakukan dengan

menurunkan temperatur absorber sehingga akan mengurangi absorpsi CO2 dan

meningkatkan absorpsi H2S.

Pertimbangan Utama - Akselerator proses MDEA tidak selalu lebih efisien ketika temperatur gas umpan

rendah dan jumlah CO2 yang harus dipisahkan kecil. Hal ini dikarenakan

akselerator membutuhkan temperatur yang lebih tinggi agar lebih efektif bila

dibandingkan dengan akselerasi oleh physical solvent, Sulfolane dalam Sulfinol-D

- MDEA dapat terdegradasi menjadi beberapa produk yang dapat menyebabkan

korosi dan pembusaan, yaitu :

ethylene glycol EG

hydroxymethyl piperzine HMP

diethanolamine DEA

triethanolamine TEA

bis hydroxyethyl piperzine BHEP

Permasalahan Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi pada proses ini antara lain :

1. Pembusaan (foaming) pada kontaktor, dapat dikarekan :

- Terbawanya hidrokarbon cair ke dalam kontaktor

- Terdapatnya partikel padatan dalam Lean solution

- Lean solution mengandung produk degradasi

2. Pembusaan (foaming) di dalam stripper, dapat dikarenakan oleh peningkatan level

pada refluks akumulator.

3. Kandungan gas asam yang tinggi dalam treated gas, dapat dikarenakan :

- Pembusaan di dalam kontaktor

- Laju sirkulasi amine yang rendah

- Tingginya kandungan gas asam sisa di dalam lean amine

- Konsentrasi amine yang rendah di dalam larutan lean amine akibat laju make up

air yang besar

4. Tingginya input panas ke dalam reboiler stripper, dapat dikarenakan :

- Reboiler dilapisi oleh dengan endapan atau produk korosi

- Level lean amine di bawah tubing di dalam reboiler

Instalasi Lebih dari 200 pabrik yang sedang beroperasi dan lebih dari 30 unit yang sedang dalam

perencanaan, untuk mengolah gas sintesis, gas alam, dan aliran hidrogen.

Lisensi BASF AG

12 Irsyaduzzaqi – 12206058

Tabel 2. Daftar Pohon dan Potensi Daya Serap Karbon Dioksida

No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya serap CO2

(kg/pohon/tahun)

1 Trembesi Samanea saman 28.488,39

2 Cassia Cassia sp. 5.295,47

3 Kenanga Canagium odoratum 756,59

4 Pingku Dysoxylum excelsum 720,49

5 Beringin Ficus benyamina 535,90

6 Kirai payung Fellicum decipiens 404,83

7 Matoa Pometia pinnata 329,76

8 Mahoni Swettiana mahagoni 295,73

9 Saga Adenanthera pavoniana 221,18

10 Bungur Lagerstroemia speciosa 160,14

11 Jati Tectona grandis 135,27

12 Nangka Arthocarpus heterophyllus 126,51

13 Johar Cassia grandis 116,25

14 Sirsak Annona muricata 75,29

15 Puspa Schima wallichi 63,31

16 Akasia Acacia aunculiformis 48,68

17 Flaboyan Delonix regia 42,20

18 Sawo keok Manilkara kauki 36,19

19 Tanjung Mimusops elengi 34,29

20 Bunga merak Caesalpinia pulcherrina 30,95

21 Sempur Dilenia retusa 24,24

22 Khaya Khaya anthotheca 21,90

23 Merbau pantai Intsia bijuga 19,25

24 Akasia Acacia mangium 15,19

25 Angsana Pterocarpus indicus 11,12

26 Asam kranji Pithecelobirum dulce 8,48

13 Irsyaduzzaqi – 12206058

27 Saputangan Manitoa grandiflora 8,26

28 Dadap merah Erythrina cristagalli 4,55

29 Rambutan Npehelium lappaceum 2,19

30 Asam Tamarindus indica 1,49

31 Kempas Coompasia excelsa 0,2

Tabel 3. Banyaknya jumlah pohon yang harus ditanam pada contoh kasus tertentu

Konsentrasi CO2

(%-mol)

Limbah CO2 (kg/h) Jenis Pohon Daya serap CO2

(kg/pohon/tahun)

Banyaknya Pohon

yang Harus Ditanam

0,45 27815,01245 trembesi 28.488,39 8553

0,35 20933,84028 28.488,39 6438

0,25 14779,72548 28.488,39 4545

0,45 27815,01245 jati 135,27 1801283

0,35 20933,84028 135,27 1355663

0,25 14779,72548 135,27 957126

0,45 27815,01245 angsana 11,12 21911827

0,35 20933,84028 11,12 16491047

0,25 14779,72548 11,12 11643022

Gambar 1. . Grafik hubungan konsentrasi CO2, laju alir gas dan teknik penanganan yang direkomendasikan

(Baker. 2008)

14 Irsyaduzzaqi – 12206058

Gambar 2. Membran Hollow Fiber Gambar 3. Kontak Non-Dispersif

pada Membran Kontaktor

Gambar 4. Process Flow Diagram Acid Gas Removal Unit

15 Irsyaduzzaqi – 12206058

Gambar 5. Grafik hubungan antara laju alir MDEA dengan laju alir CO2

Gambar 6. Grafik hubungan antara efisiensi absorber dengan laju alir MDEA

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000 26000

Laju

Alir

MD

EA (

BB

L/D

)

Laju Alir CO2 (MSCFD)

76

78

80

82

84

86

88

90

92

94

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000

Pe

rse

nta

se p

en

gura

nga

n C

O2

di

abso

rbe

r (%

)

Laju Alir MDEA (kg/h)

16 Irsyaduzzaqi – 12206058

Gambar 7. Berbagai pilihan untuk proses penyimpanan CO2

Gambar 8. Pohon Trembesi