Tafsir Ayat Ayat Al-Qur’an tentang Kalender...
Transcript of Tafsir Ayat Ayat Al-Qur’an tentang Kalender...
Tafsir Ayat – Ayat Al-Qur’an tentang Kalender Qamariyah
M. Syaoqi Nahwandi
Pascasarjana UIN Walisongo Semarang
Abstract. Holly Qur'an contains of kauniyah verses about the movement of the
Sun and the Moon which can be used as the determination of the daily activities
in human life as well as the time of ‘iba>dah. In this paper there are 7 groups of
verses which are selected as the discussion: al-Baqarah verse 185 which contains
the problem of determining the beginning of Ramadan, al-Baqarah verse 189
which explains the position of hilal as the determination in beginning of
Qamariyah months, al-taubah verse 36-37 which explains the correction from
Allah to the calendar system of the Arabian in heathen era and the prohibition of
al-Nasi<’, Yu<nus verse 5 which explains the advantage of Moon’s phases as a
reference of the calendar, al-Isra>' verse which explains the functions of the Sun's
movement, al-Kahf verse 25 which is often interpreted as a comparison of the
Syamsiyah and Qamariyah years in the calculation of the time of As}h}a<b al-Kahf
in the cave, Ya>si>n verse 38-40 which describe comparison of the Sun and Moon
movement. In this paper, the author also analyse mufassir’s interpretation in
several verses using astronomical formulas and historical analysis.
A. Pendahuluan
Al-Qur’a>n sering mengajak manusia melihat, berfikir, merenungi,
mengkaji serta memahami makna di balik setiap fenomena yang ada terlebih
lagi terhadap fenomena alam. Karena semua yang diciptakan Allah ada
hikmah di balik itu semua dan dengan memahami fenomena alam tersebut
kehidupan manusia dapat berkembang.
Telah banyak kitab yang ditulis ulama masyhur untuk menafsirkan ayat
– ayat suci al-Qur'a>n dengan menggunakan ayat – ayat lain di dalam kitab suci
tersebut, sebagai bandingan, dan dengan Sunnah Rasul sebagai penjelasan.
1
Namun, al-Qur'a>n juga menyebutkan bahwa ciptaan Tuhan di seluruh jagad
raya ini adalah "ayat-ayat Allah". Penafsiran ayat – ayat al-Qur'a>n yang berisi
konsep – konsep kauniyah sangat bervariasi, tergantung pada pengetahuan
mufassir tentang alam semesta itu sendiri.
Salah satu ciptaan Allah yang seyogyanya dijadikan bahan kajian adalah
Matahari dan Bulan. Bahkan lewat Al-Qur’a>n, Allah menjelaskan bahwa
pergerakan Matahari dan Bulan dapat dijadikan penentuan bilangan tahun
oleh manusia. Tahun yang masanya didasarkan dengan pergerakan Matahari
disebut tahun Syamsiyah. sedangkan tahun yang masanya didasarkan pada
pergerakan Bulan disebut tahun Qamariyah.
Berangkat dari pendahuluan ini, penulis tertarik untuk memaparkan
makalah singkat yang berjudul: ‚Tafsir Ayat – Ayat Al-Qur’an tentang
Kalender Qamariyah‛.
B. Tafsir Ayat – Ayat Al-Qur’an tentang Hisab dan Rukyah
1. Surat al-Baqarah ayat 185
“ (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
2
yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.1
Bulan Ramad}an adalah bulan diturunkannya al-Qur’an yang menjadi
petunjuk bagi manusia ke jalan kebenaran, dan sebagai pembeda yang h|aq dari
yang bat}il. Al-Qur’an diturunkan berangsur – angsur selama 23 tahun. Di
bulan Ramad}an pula disyariatkan ibadah yang tidak dilaksakan pada bulan –
bulan lainnya yaitu ibadah puasa. Barang siapa yang menyaksikan masuknya
bulan Ramadan tidak dalam kondisi musa<fir, maka hendaknya ia berpuasa.
Yang dimaksud dengan menyaksikan masuknya bulan Ramadan adalah ru’yah
al-hila<l (melihat hilal). Bagi yang dapat melihat hilal atau mendapatkan
keputusan terlihatnya hilal dari orang lain, maka ia harus berpuasa.2
Barang siapa tidak dapat menyaksikan bulan Ramad}an seperti orang –
orang yang tinggal di kutub, yang memiliki durasi malam hari 6 bulan dan
siang hari 6 bulan, hendaknya memperkirakan durasi bulan Ramadan.
Perkiraan tersebut berdasarkan Mekah dan Madinah atau tempat paling dekat
dengan mereka, yang memiliki iklim subtropis.3
Para mufassir berbeda pendapat mengenai makna فمن شهد منكم انشهر فهيصمو
. sebagian mufassir memaknai kata شهد pada potongna ayat tersebut dengan
h}a<d}ir, bukan dalam kondisi musa<fir.4 Sedangkan sebagian mufassir lainnya
memaknainya dengan ru’yah al-hila<l sebagaimana kebiasaan orang Arab
dalam menyaksikan awal bulan. Sehingga orang yang melihat hilal atau
1 Kementrian Agama RI Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Disempurnakan), Jakarta: PT
Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, Jilid, 1, hal. 98 2 Ahmad Must}afa< al-Mara<gi<, Tafsi<r al-Mara<gi<, Kairo: Maktabah Mustafa< al-Ba<bi< al-
Halbi<, tt., Jilid 2, hal. 73 3 Ahmad Must}afa< al-Mara<gi<, Tafsi<r…, hal. 74
4 Na<siruddin Abu Sa’id Abdullah bin ‘Umar bin Muhammad Al-Syairazi> Al-Baid}a>wi,
Anwa<r al-Tanzi<l wa Asra<r al-Ta’wi<l, Jilid 1, hal. 220, diambil dari Maktabah Syamilah
3
meyakini terlihatnya hilal dengan cara apapun wajib berpuasa.5 Ada pula yang
memaknainya menetapkan masuknya bulan Ramadan dengan ilmu hisab dan
meyakininya.6
Penulis tertarik dengan pemaparan al-Mara>gi> tentang fenomena 6 bulan
malam dan 6 bulan siang di kutub. Kutub Utara dan Selatan yang menjadi
lokasi paling Utara dan Selatan Bumi sepanjang tahun hanya terbagi menjadi
2 masa, yaitu masa malam yang berdurasi 6 bulan dan masa siang yang
memiliki durasi 6 bulan. Sehingga dapat disimpullkan pula bahwa lokasi yang
mendekati kutub, juga akan mengalami fenomena durasi siang atau yang lebih
dari 24 jam. Fenomena ini sering disebut sebagai polar day dan polar night
yang terjadinya sesuai dengan kaidah:
a. Saat kulminasi bawah, Matahari dan benda langit lainnya akan berada di
atas horizon jika |deklinasi + lintang tempat| lebih besar dari 90o.
b. Saat kulminasi atas, Matahari dan benda langit lainnya akan berada di
bawah horizon jika |deklinasi - lintang tempat| lebih besar dari 90o.7
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tempat yang mengalami
fenomena ini adalah yang memiliki lintang tempat lebih besar dari 66o33’53‛
LU atau LS (90 – obliquity8). Jika bulan Ramad}a<n jatuh mendekati musim
panas, maka lintang tempat yang lebih besar dari 66o33’53‛ LU akan
mengalami siang hari lebih dari 24 jam dan besar kemungkinan dapat melihat
Bulan atau hilal. Berbeda dengan lintang tempat yang lebih besar dari
66o33’53‛ LS yang akan mengalami malam hari lebih dari 24 jam dan besar
kemungkinan tidak dapat melihat Bulan atau hilal. Dan hal sebaliknya terjadi
jika bulan Ramad}a<n jatuh mendekati musim dingin.
5 ‘Alauddin Ali bin Ahmad bin Ibrahim bin ‘Umar Al-Khazin, Luba<b al-Ta’wi<l fi< Ma’na
al-Tanzi<l, Jilid 1, hal. 151, diambil dari Maktabah Syamilah. Lihat pula Sayyid Qutb Ibrahim
Husainal-Sya<z|ili, fi Z}ila<l al-Qur’a<n, Jilid 1, hal. 145 diambil dari Maktabah Syamilah. 6 Abu< Baqa<’ Ayyu<b bin Mu<sa< al-Husaini< al-Kaffawi<, Kita<b al-Kulliya<t, Beirut:
Mu’assasah al-Risa<lah, 1998, Jilid 1, hal. 157 7 John Daintith, Dictionary of Astronomy, New York: Market House Book Ltd., 2006,
hal. 81 8 Obliquity adalah sudut kemiringan bidang ekliptika dari equator Bumi yang saat ini
bernilai 23o26’7’’ yang setiap tahunnya berkurang 0,47’’ karena nutasi dan presesi. Lihat John
Daintith, Dictionary…., hal. 330
4
Pembuktian untuk hal ini adalah dengan menghitung tinggi Matahari
saat kulminasi atas (upper culmination) dan kulminasi bawah (lower
culmination) dengan rumus:
Upper Culmination : 90 – [δ - φ]
Lower Culmination : -90 + [δ + φ]9
δ = deklinasi Matahari
φ = lintang tempat
Jika rumus di atas diterapkan untuk φ = 68o dan δ saat summer solstice
maka hasilnya adalah sebagai berikut:
δ = 23o26’7’’
Φ Upper Culmination Lower Culmination
68o LU 45
o26’7‛ 1
o26’7‛
68o LS -1
o26’7‛ -45
o26’7‛
Tabel 1. Tinggi Matahari saat kulminasi di lintang 68o pada summer solstice
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pada permulaan musim
panas daerah dengan nilai lintang 68o LU tidak mengalami malam hari.
Dibuktikan dengan nilai tinggi Matahari saat kulminasi bawah bernilai positif
yaitu 1o26’7‛. Di saat yang sama, daerah dengan nilai lintang 68
o LS tidak
mengalami siang hari. Dibuktikan dengan nilai tinggi Matahari saat kulminasi
atas masih bernilai negatif, yaitu -1o26’7‛. Dan hal sebaliknya terjadi di dua
lintang tersebut saat winter solstice.
δ = -23o26’7’’
Φ Upper Culmination Lower Culmination
68o LU -1
o26’7‛ -45
o26’7‛
68o LS 45
o26’7‛ 1
o26’7‛
Tabel 2. Tinggi Matahari saat kulminasi di lintang 68o pada winter solstice
Sesuai dengan pendapat al-Mara>gi>, tempat – tempat di lintang tersebut
tidak bisa mengetahui kemunculan hilal karena Bulan tidak dapat terbit di
lokasi itu. Sehingga perlu mengikuti tempat yang memiliki bujur yang sama
9 John Daintith, Dictionary…, hal. 82
5
dan beriklim subtropis dalam penentuan awal bulan Qamariyah dan durasi
waktu berpuasa.
Adapun pembuktian fenomena 6 bulan siang hari dan 6 bulan malam
hari di kutub adalah sebagai berikut:
Φ = 90o
δ Upper Culmination Lower Culmination Tanggal
0 0 0
21 Maret –
22 September
10o 10
o 10
o
23o26’7‛ 23
o26’7‛ 23
o26’7‛
10o 10
o 10
o
0 0 0
-0o9’38’’ -0
o9’38’’ -0
o9’38’’
23 September –
21 Maret
-10o
-10o -10
o
-23o26’7‛ -23
o26’7‛ -23
o26’7‛
-10o
-10o -10
o
0 0 0
Tabel 3. Tinggi Matahari saat kulminasi di lintang 90o selama satu tahun
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah kutub dengan
lintang 90o LU nilai tinggi Matahari saat kulminasi atas dan bawah bernilai
sama dengan nilai deklinasi. Selama deklinasi bernilai positif, maka selama itu
pula Matahari akan berada di atas ufuk. Dan selama deklinasi bernilai negatif,
maka selama itu pula Matahari akan berada di bawah ufuk. Hal sebaliknya
berlaku untuk kutub selatan dengan nilai lintang-90o LS.
Daerah kutub juga menjadi pusat pertemuan lingkaran – lingkaran bujur
yang digunakan sebagai standar penentuan waktu dengan acuan Greenwich
(UT). Sehingga menyulitkan dalam penentuan waktu harian. Sesuai dengan
pemaparan al-Mara>gi bahwa penduduk di daerah kutub dapat mengikuti
penentuan awal bulan Qamariyah dan waktu berpuasa di Mekkah atau
Madinah. Maka hal itu juga berlaku untuk penentuan waktu harian yang erat
kaitannya dengan ibadah s}alat.
6
2. Surat Al-Baqarah ayat 189
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah
kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu
ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-
pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”10
Ulama ilmu Bala<gah berbeda pendapat mengenai jenis pertanyaan
kepada Nabi tentang al-ahillah, apakah pertanyaan tersebut mengenai sebab
atau hikmah adanya al-ahillah. Al-Zamakhsyari<, al-Ra<gib, al-Qa<d}i<, dan al-
Baid}a<wi< berpendapat bahwa pertanyaan pada ayat tersebut adalah mengenai
hikmah adanya al-ahillah. Sedangkan al-Sukka<ki< berpendapat bahwa
pertanyaan tersebut adalah mengenai sebab.11
Ayat ini turun sebab pertanyaan Mu’a >z\ bin Jabal dan S|a’labah bin
Ganamah yang menanyakan tentang sebab perubahan Bulan dari hilal yang
muncul tipis seperti benang dan kemudian bertambah hingga terlihat bulat
sempurna kemudian semakin berkurang dan menipis hingga seperti kondisi
awalnya sedangkan perubahan tersebut tidaklah terjadi dalam satu waktu.
Maka kemudian Allah menurunkan ayat ini tentang orang – orang yang
10
Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, hal. 116 11
Muh}yiddin al-Darwi<sy, I’ra<b al-Qur’a<n al-Kari<m wa Baya<nuhu, Beirut: Da<r Ibn Kas}i<r,
tt., Jilid 1, hal. 279
7
bertanya tentang al-ahillah. Kata al-ahillah adalah jama’ dari kata al-hila<l
yang bermakna fase pertama Bulan dapat diamati. 12
Pada ayat ini dijelaskan bahwa hilal adalah pertanda waktu untuk
masuknya bulan yang erat kaitannya dengan perhitungan tahun. Dan Allah
Maha Mengetahui hikmah dibalik penetapan waktu ibadah puasa dan haji
menggunakan kalender hila<liyah bukan dengan Syamsiyah. Namun perlu
diketahui bahwa bulan dan tahun terbagi menjadi dua yaitu: ‘adadi> dan t}abi<’i <.
Bulan hila<liyah tergolong t}abi<’i < sedangkan tahun hila<liyah adalah ‘adadi.
Sedangkan bulan Syamsiyah adalah ‘adadi dan tahun Syamsiyah t}abi<’i <.13
Menurut penulis, yang dimaksudkan dengan t}abi<’i < adalah astronomik
sedangkan ‘adadi adalah aritmatik. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa bulan
Qamariyah adalah astronomik karena jumlah hari dalam bulan Qamariyah
disesuaikan dengan pengamatan astronomis fase – fase Bulan. Sedangkan
jumlah bulan dalam tahun Qamariyah adalah aritmatik karena penentuan
jumlah bulan pada tahun Qamariyah adalah berdasarkan perhitungan.
Sebaliknya, bulan Syamsiyah adalah aritmatik karena jumlah hari dalam bulan
Syamsiyah adalah hasil hitungan. Sedangkan jumlah bulan dalam tahun
Syamsiyah adalah astronomik karena penentuan jumlah bulan pada tahun
Qamariyah adalah berdasarkan pengamatan astronomis pergerakan Matahari
melintasi 12 buru<j.
3. Surat al-Taubah ayat 36 -37
12
Abu Isha<q Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim Al-S|a’labi Al-Naisabu<ri<, Al-Kasyf wa al-Baya<n, Jilid 2, hal. 85, diambil dari Maktabah Syamilah
13 Ahmad bin Abdul Hali<m bin Taimiyah, Daqa<iq al-tafa<si<r, Jilid 2, hal. 218, diambil dari
Maktabah Syamilah
8
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat
bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu
Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum
musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” 14
“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah
kekafiran. disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu,
mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun
yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah
mengharamkannya, Maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah.
(syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”15
Para mufassir mengatakan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah karena
kebiasan orang – orang Arab pada masa Jahiliyah dalam mengundur –
undurkan bulan H{aram. Terkadang mereka beribadah haji pada waktunya,
terkadang beribadah haji di bulan Muh}arram, terkadang di bulan S}afar, dan di
bulan – bulan lain. Maka lewat ayat ini, Allah memberitahu manusia bahwa
jumlah bilangan bulan dalam satu tahun bagi umat Islam adalah 12 bulan
sesuai dengan masa peredaran Bulan pada manzilah – manzilahnya. Hal itu
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah pada lauh mahfu<z{.16
Sebagian mufassir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fi< kita<b
Alla<h pada ayat ini adalah al-Qur’an karena di dalam al-Qur’an terdapat ayat
14
Kementrian Agama RI Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Disempurnakan), Jakarta: PT
Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, Jilid, 4, hal. 110 15
Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, hal. 110 16
‘Alauddin Ali bin Ahmad bin Ibrahim bin ‘Umar Al-Khazin, Luba<b al-Ta’wi<l fi< Ma’na al-Tanzi<l, Jilid 2, hal. 264, diambil dari Maktabah Syamilah
9
– ayat mengenai hisab dan manzilah – manzilah Bulan. Di antara 12 bulan,
terdapat 4 bulan H{aram, yaitu: Rajab, Z|ulqo’dah, Z|ulhijjah, dan Muh}arram.
Disebut bulan H}aram (mulia) adalah karena orang Arab pada masa jahiliyah
memuliakan empat bulan tersebut dan mengharamkan perang pada bulan –
bulan tersebut. Yang dimaksud dengan al-Di<n al-Qoyyim adalah hisab yang
benar atau bilangan yang benar. 17
Kata al-Nasi<’ adalah mengakhirkan Keh}araman bulan H}aram ke bulan
yang lain. Sebuah riwayat mengatakan bahwa orang – orang Arab pada zaman
Jahiliyah terkadang menambahkan jumlah bulan dalam satu tahun menjadi 13
bulan agar mereka memiliki lebih banyak waktu untuk berperang. Sehingga
pada suatu tahun mereka menghalalkan bulan Haram dan pada tahun
berikutnya mereka mengh{aramkan bulan H}aram.18
Sehingga menurut
pendapat ini, adanya al-Nasi<’ adalah sebab adanya sistem kabisat berupa
penambahan 1 bulan pada kalender orang – orang Arab Jahiliyah.
Pada masa Jahiliyah, orang – orang Arab tidak hanya membuat konsep
al-Nasi<’ saja namun juga merubah waktu pelaksanaan ibadah haji.
Diriwayatkan dari Mu’ammar dari Ibn Abi< Nujaih dari Muja<hid bahwa orang
– orang Arab melaksanakan haji di suatu bulan setiap dua tahun. Mereka
berhaji di bulan Z|ulhijjah pada dua tahun, selama dua tahun kemudian mereka
berhaji di bulan Muh}arram, dua tahun kemudian mereka berhaji di bulan
S}afar. Sehingga pada tahun kesembilan setelah hijrah, Abu< Bakar berhaji pada
bulan Z|ulqa’dah pada putaran tahun kedua. Nabi memerintahkan Abu Bakar
untuk memimpin pelaksanaan haji pada tahun tersebut dan memerintahkan Ali
bin Abi< T{a<lib menyertainya untuk menyerukan kepada orang – orang agar
tidak ada lagi pelaksanaan haji bagi orang – orang musyrik dan t}awa<f dengan
telanjang. Dan di tahun depannya, Nabi berhaji pada bulan Z|ulhijjah dan
17
‘Alauddin Ali bin Ahmad bin Ibrahim bin ‘Umar Al-Khazin, Luba<b …, hal. 264 18
Abu al-Qasim bin ‘Amr bin Ahmad Al-Zamakhsyari, Al-Kasya<f, Maktabah Syamilah,
jilid 2 hal. 420
10
memerintahkan bahwa pelaksanaan ibadah haji pada setiap tahun harus
dilaksanakan di bulan Z|ulhijjah.19
Orang – orang Arab menggunakan kalender Qamariyah sejak zaman
Nabi Ibra<hi<m. Dan sejak itu pula mereka mendapatkan larangan melakukan
perang di empat bulan H{aram. Setelah beberapa masa Sepeninggal Nabi
Ibra<hi<m dan Nabi Isma’i <l, mereka merasa keberatan dengan adanya tiga bulan
berturut – turut diharamkannya perang. Karena kebanyakan penghasilan
mereka didapatkan dari harta rampasan perang. Maka kemudian mereka
mengakhirkan keharaman bulan Muh}arram pada bulan S}afar dan berperang di
bulan Muh}arram. 20
Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa pada awalnya orang – orang Arab
menggunakan kalender Qamariyah dengan penentuan awal bulan dengan
ru’yah al-hila<l. Namun kemudian menyadari bahwa penggunaan kalender
Qamariyah menyebabkan waktu ibadah haji mereka berubah – ubah.
Terkadang di musim panas dan terkadang di musim dingin. Hal yang
memberatkan mereka adalah saat waktu pelaksanaan ibadah haji jatuh di
musim biasanya mereka mendapatkan rampasan yang banyak. Dan mereka
menyadari pula bahwa kalender yang sesuai dengan musim adalah kalender
Syamsiyah yang masa satu tahunnya lebih panjang dari kalender Qamariyah.
Maka kemudian mereka membuat penyesuaian kalender Qamariyah dengan
kalender Syamsiyah dengan sistem kabisat.21
Sistem kabisat yang orang – orang Arab gunakan mencontoh sistem
kalender Yahudi yaitu dengan adanya penambahan satu bulan pada tahun –
tahun tertentu. Sehingga pada tahun kabisat jumlah bulan menjadi 13 bulan
yang kemudian disebut sebagai al-Nasi<’. Hal itu yang menyebabkan
perubahan waktu haji orang – orang Arab pada kalender Qamariyah.
19
Abu ‘Umar Yu<suf bin Abdullah bin Abdul Barr, Al-Durar fi< Ikhti<s}ar al-Maga<zi< wa al-Siyar, Kairo: Dar al-Kutub al-Mis}riyah, hal. 250 - 252
20 Abu ‘Abdullah bin Umar bin al-Hasan bin al-Husain al-Taimi al-Razi, Tafsir Al-Razi,
Jilid 4, hal. 446 – 447, diambil dari Maktabah Syamilah 21
Carlo Nalino, ‘Ilm al-Falak wa Ta<ri<khuhu’inda al-‘Arab fi al-Qarn al-Wustha<, Beirut:
Auraq Syarqiyah, 1993, hal. 87- 88.
11
Terkadang mereka haji di bulan Z|ulhijjah, Muh{arram, S}afar dan bulan – bulan
lainnya. Namun ada perbedaan sistem kabisat yang dibuat oleh orang – orang
Arab dengan kalender Yahudi. Konsep kabisat pada kalender Yahudi adalah
dalam 19 tahun Qamariyah ada 7 tahun kabisat. Sedangkan konsep kabisat
orang – orang Arab adalah dalam 24 tahun Qamariyah terdapat 12 tahun
kabisat.22
Ada pula riwayat lain yang mengatakan bahwa sistem kabisat yang
digunakan oleh bangsa Arab sama dengan sistem kabisat yang digunakan oleh
orang – orang Yahudi. Sehingga kalender Arab memiliki siklus 19 tahun
dengan 7 tahun kabisat. Pada tahun kabisat, kalender Arab memiliki 13 bulan
dengan nama bulan ke-13 adalah al-Nasi<’. Dan ketidak ikut sertaan Nabi
dalam haji pada tahun 9 dari hijrah adalah karena Nabi mengetahui bahwa
bulan Z|ulhijjah kalender Arab saat itu tidak bertepatan dengan bulan Z|ulhijjah
kalender Bulan yang ditetapkan oleh Nabi Ibrahim melainkan jatuh di bulan
Z|ulqo’dah. Nabi mengetahui bahwa tahun ke-9 dari hijrah adalah akhir siklus.
Dengan kata lain pada tahun ke-10 dari hijrah bulan Z|ulhijjah kalender bangsa
Arab akan bertepatan dengan bulan Z|ulhijjah kalender Bulan yang ditetapkan
Nabi Ibrahim.23
Berikut ini tabel perbandingan kalender bangsa Arab lunisolar dengan
kalender lunar:
Arab Lunisolar Siklus Arab Lunar Tahun dari hijrah
Muh}arram
11
Ramad{a<n -1
Juma<dal U<la Muh}arram
1 Z|ulhijjah Sya’ba<n
Al-Nasi<’ Ramad{a<n
Muh}arram
12
Syawwa<l
Rabiul Akhir Muh}arram
2 Z|ulhijjah Ramad{a<n
Muh}arram
13
Syawwa<l
Rabiul Akhir Muh}arram 3
Z|ulhijjah Ramad{a<n
22
Carlo Nalino, ‘Ilm al-Falak…, hal 88 23
Abu ‘Umar Yu<suf bin Abdullah bin Abdul Barr, Al-Durar…, hal. 250-252
12
Muh}arram
14
Syawwa<l
Rabiul Akhir Muh}arram
4 Z|ulhijjah Ramad{a<n
Al-Nasi<’ Syawwa<l
Muh}arram
15
Zulqo'dah
Rabi<’ul Awwal Muh}arram
5 Z|ulhijjah Syawwa<l
Muh}arram
16
Zulqo'dah
Rabi<’ul Awwal Muh}arram
6 Z|ulhijjah Syawwa<l
Muh}arram
17
Zulqo'dah
Rabi<’ul Awwal Muh}arram
7 Z|ulhijjah Syawwa<l
Al-Nasi<’ Zulqo'dah
Muh}arram
18
Z|ulhijjah
Safar Muh}arram
8 Z|ulhijjah Zulqo'dah
Muh}arram
19
Z|ulhijjah
Safar Muh}arram
9 Z|ulhijjah Zulqo'dah
Al-Nasi<’ Z|ulhijjah
Muh}arram Muh}arram 10
Z|ulhijjah Z|ulhijjah Tabel 4. Perbandingan antara kalender Arab dengan sistem lunisolar dan lunar
Pada masa Jahiliyah, nama – nama bulan yang digunakan adalah: al-
Mu’tamir (Muh}arram), Na<jir (S}afar), Khawwa<n (Rabi<’ul Awwal), Bas}a<n
(Rabi<’ul Akhi <r), Al-Hani<n (Juma<dal U<la), Rinah atau Rabba< (Juma<dal
Akhi<rah), al-As}amm (Rajab), ‘A<dil (Sya’ba <n), Na<thiq (Ramad{a<n), Wa’il
(Syawwa<l), Huwa<’ atau Warnah (Z|ulqo’dah), Bura<k (Z|ulhijjah).24
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa nama – nama bulan pada
kalender Qamariyah yang digunakan saat ini telah ditetapkan oleh Kila<b bin
24
Abdurrahman Jala<luddin Al-Suyu<t}i<, Al-Mazhar fi< ‘Ulu<m al-Lughoh wa Anwa<’iha<, Jilid
1, hal. 158-159
13
Murrah.25
Penetapan nama – nama bulan tersebut disesuaikan dengan kondisi
atau yang ada pada bulan tersebut.
a. Muh}arram, disebut Muh}arram karena pada bulan tersebut orang –orang
Arab jahiliyah mengharamkan perang.
b. S}afar, disebut S}afar karena pada bulan tersebut rumah orang – orang Arab
kosong. Mereka meninggalkan rumah mereka untuk berperang, mencari
makanan, atau bepergian untuk menghindari panasnya musim panas.
c. Rabi<’ul Awwal, disebut Rabi<’ul Awwal karena bulan tersebut jatuh pada
musim semi.
d. Rabi<’ul Akhi<r, disebut Rabi<’ul Akhi<r karena bulan tersebut jatuh pula pada
musim semi.26
e. Jumadal U<la, disebut Juma<dal U<la karena bulan tersebut jatuh pada musim
dingin saat air mulai membeku.
f. Juma<da<l Akhi<rah, disebut Juma<dal Akhi<rah karena bulan tersebut jatuh pula
pada musim dingin saat air mulai membeku.
g. Rajab, disebut Rajab karena orang – orang Arab memuliakan bulan tersebut
dengan tidak melakukan perang.
h. Sya’ba<n, disebut Sya’ba <n karena pada bulan tersebut orang – orang Arab
terpisah – pisah, terbagi – bagi untuk berperang dan merampok setelah
pada bulan sebelumnya beristirahat.
i. Ramad}a<n, disebut Ramad}a<n karena panasnya pada bulan tersebut.
j. Syawwa<l, disebut Syawwa<l karena pada bulan tersebut ekor – ekor unta naik
karena kepanasan. Dan terbitnya bintang Syaulah pada bulan tersebut di
hari – hari musim panas.
k. Z|ulqo’dah, disebut Z|ulqo’dah karena pada bulan tersebut orang – orang
Arab duduk – duduk, beristirahat dari perang untuk menghormati bulan
tersebut. Dikatakan juga sebab penamaan Z|ulqo’dah adalah karena pada
25
Jawa<d Ali, Al-Mufashshal fi< Ta<ri<kh al-‘Arab Qabl al-Isla<m, Beirut: Dar el-Fikr, 1380,
Jilid 8, hal. 487. Lihat juga Abu Raiyhan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni,The Chronology of Ancient Nations, terj. Edward Sachau, London: W. H. Allen & Co, 1879, hal. 73
26 Jawa<d Ali, Al-Mufashshal…, Jilid 8, hal. 291
14
bulan tersebut para saudagar beristirahat di kediaman mereka setelah
perjalanan.
l. Z|ulhijjah, disebut Z|ulhijjah karena orang – orang Arab melakukan haji pada
bulan ini. 27
Merujuk pada pendapat Ibnu Taimiyah28
di atas bahwa tahun Qamariyah
adalah ‘adadi (aritmatik), penulis tertarik untuk membahas kemunculan
jumlah 12 bulan pada tahun Qamariyah. Meskipun jumlah bulan pada tahun
Qamariyah adalah aritmatik, tetapi kalender Qamariyah yang digunakan oleh
bangsa – bangsa terdahulu juga menggunakan 12 bulan. Menurut penulis,
kemunculan jumlah 12 bulan pada kalender Qamariyah adalah sebuah
pendekatan awal untuk menyelaraskan kalender Qamariyah dengan kalender
Syamsiyah atau dengan satu putaran revolusi Bumi sebesar 360o.
360 : 29,53058449 = 12,19075092
Hasil pembagian tersebut adalah 12,19075092 yang dibulatkan menjadi
12 bulan.
4. Surat Yu<nus ayat 5
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-
tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”29
27
Muhammad Sayyid T{ant{awi al-Jauhari, Al-Jauhar fi< Tafsi<r al-Qur’a<n al-Kari<m, Beirut:
Dar al-Fikr, tt., Jilid 2, hal. 109 28
Ahmad bin Abdul Hali<m bin Taimiyah, Daqa<iq …, hal. 218 29
Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, hal. 257
15
Dlau’ lebih kuat dari nu<r. Karena sinar Matahari berasal dari Matahari
sedangkan cahaya cahaya Bulan merupakan pantulan dari sinar Matahari.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah menetapkan mana<zil al-Qamar yang
berjumlah 28 manzilah dan bulan beredar padanya. Perubahan bentuk Bulan
disebabkan perpindahan Bulan pada manzilahnya agar manusia dapat
menentukan waktu dengan bantuan pergerakan Bulan pada manzilah dan agar
manusia dapat mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Sehingga
manusia dapat menghitung bulan dan tahun dalam penentuan waktu ibadah
dan urusan – urusan dunia. Dan semua itu yang telah diciptakan oleh Allah
terdapat hikmah bagi orang yang mengetahuinya.30
Dlamir ه pada potongan ayat نحسابوقدره منازل نتعهمىا عدد انسنين وا merujuk
kepada كم منهما karena baik Matahari maupun Bulan memiliki pergerakan
manzilah masing – masing. Adapun manzilah Matahari adalah buru<j. Yang
keduanya dapat digunakan untuk penentuan tahun dan hisab. Namun dapat
pula dikatakan dlamir ه dikhususkan kepada lafadz انقمر karena cepatnya
pergerakan Bulan pada manzilahnya dan dapat dilihat dengan jelas serta
banyaknya waktu – waktu ibadah yang ditentukan dengan peredaran Bulan.31
Penyebutan mana<zil pada ayat ini adalah karena adanya kekhususan
pergerakan Bulan pada mana<zil. Karena penentuan hisab dengan Bulan lebih
teliti dari pada hisab dengan Matahari. Hisab dengan Matahari itu tidak
teratur dan memiliki selisih satu hari pada bilangan tahunnya. Dan juga agar
manusia dapat membedakan antara mana<zil al-Qamar dengan buru<j al-Syams.
Buruj al-Syams berjumlah 12 dan nama – namanya disadur dari bahasa
Suryani. 32
Perlu manusia ketahui bahwa pada penetapan buru<j al-Syams oleh Allah
memiliki rahasia – rahasia dengan bukti Allah telah menjadikannya sumpah
30
Ibrahim Al-Qat}a<n, Taisi<r al-Tafsi<r li Al-Qat}a<n, Jilid III, hal. 181 diambil dari
Maktabah Syamilah 31
Muhammad bin Ahmad Al-Khathi<b Al-Syarbini, Al-Sira<j al-Muni<r fi< al-I’a<nah ‘ala< Ma’rifah Ba’d} Ma’a<ni Kala<m Rabbina< Al-Haki<m Al-Khabi<r, Jilid I, hal. 1442, diambil dari
Maktabah Syamilah, 32
Muhammad Mutawalli Al-Sya’rawi, Tafsi<r .., hal. 495 - 496
16
pada ayat وانسماء ذات انبروج Kita ketahui pula bahwa penetapan waktu dengan
acuan Matahari tidak berubah – ubah. Bulan – bulan yang bertepatan dengan
musim dingin maka seterusnya akan bertepatan dengan musim dingin. Dan
bulan – bulan yang bertepatan dengan musim panas maka seterusnya akan
bertepatan dengan musim panas. Di antara lama tahun Syamsiyah dengan
tahun Qamariyah terdapat selisih 11 hari. Meski demikian, tahun
Qamariyahlah yang dijadikan acuan dalam kalender bulan bangsa Arab yang
permulaan bulannya ditentukan dengan hilal.33
5. Surat al-Isra<’ ayat 12
“dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan
tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia
dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan
perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”34
Malam dan siang adalah dua tanda kebesaran Allah. Atau dapat pula
dikatakan bahwa malam dan siang Allah jadikan memiliki dua tanda. Tanda
untuk malam adalah Bulan yang diciptakan oleh Allah berwujud gelap namun
dapat memantulkan sinar Matahari dan cahayanya berangsur – angsur
berkurang hingga hilang (al-Muha<q). Sedangkan tanda untuk siang adalah
Matahari yang diciptakan Allah bersinar dengan sinarnya sendiri dan
menyinari segala sesuatu. Sehingga manusia dapat mencari rizki di terangnya
siang hari. Dengan tanda – tanda tersebut pula manusia dapat mengetahui
bilangan tahun – tahun dan jenis hisab yang dapat digunakan untuk urusan
33
Muhammad Mutawalli Al-Sya’rawi, Tafsi<r .., hal. 495 - 496 34
Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, Jilid 5, hal. 442
17
agama dan dunia. Segala hal tersebut telah Allah terangkan dengan jelas
kepada manusia. 35
Pada ayat ini Allah mengajak manusia memahami pentingnya
pergerakan Matahari dan Bulan sebagai penentuan waktu. Dengan mengetahui
hitungan waktu dengan acuan pergerakan Matahari, manusia dapat mengerti
waktu shalat, batas waktu bercocok tanam, waktu musim hujan dan lainnya.
Karena bulan Syamsiyah yang jatuh pada musim semi maka seterusnya akan
jatuh pada musim semi. Dan bulan Syamsiyah yang jatuh pada musim gugur
maka seterusnya akan jatuh pada musim gugur. Sedangkan dengan
mengetahui pergerakan Bulan, umat Islam dapat mengetahui masuknya bulan
puasa, hari – hari haji dan lain – lain.36
6. Surat al-Kahf ayat 25
“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah
sembilan tahun (lagi).”37
Ibnu Kas\i<r mengatakan bahwa lewat ayat ini Allah mengabarkan kepada
Nabi Muhammad saw. lamanya As}h}a<b al-Kahf tinggal di dalam gua adalah
300 tahun Syamsiyah dan 309 tahun Qamariyah karena interval setiap 100
tahun Syamsiyah dengan tahun Qamariyah adalah 3 tahun. Sedangkan adanya
penyebutan lamanya As}h}a<b al-Kahf tinggal di dalam gua dengan hitungan
tahun Syamsiyah dan Qamariyah adalah karena ahl al-kita<b pada masa
tersebut menggunakan kalender Syamsiyah sedangkan umat Islam
menggunakan kalender Qamariyah. 38
35
Na<siruddin Abu Sa’id Abdullah bin ‘Umar bin Muhammad Al-Syairazi Al-Baid}awi,
Anwa<r al-Tanzi<l wa Asra<r al-Ta’wi<l, Jilid III, hal. 408, diambil dari Maktabah Syamilah 36
Muhammad Mutawalli Al-Sya’rawi, Tafsir Al-Sya’rawi, hal. 495, diambil dari
Maktabah Syamilah 37
Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, hal. 589 38
Muhammad Sayyid T}ant}awi, Al-Tafsi<r al-Wasi<t}, Jilid I, hal. 2707, diambil dari
Maktabah Syamilah. Lihat Pula Abu al-Fada’ Isma’i<l bin Umar bin Kas \i<r, Tafsir al-Qur’an al-‘Az}im, Jilid II, hal. 70, diambil dari Maktabah Syamilah
18
Dalam kitab Tafsir al-Ra<zi<, Al-Ra<zi< menyatakan bahwa ia tidak
sependapat dengan penafsiran sebagian mufassir terkait ayat tersebut adalah
mengenai lama As}h}a<b al-Kahf tinggal di dalam gua adalah 300 tahun
Syamsiyah atau 309 tahun Qamariyah. Menurutnya, secara hisab hal tersebut
tidaklah benar. Menurutnya, yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah
adanya perbedaan pendapat mengenai lamanya As}h}a<b al-Kahf tinggal di
dalam gua. Ada yang mengatakan selama 300 tahun namun kemudian mereka
menyepakati bahwa lamanya As}h}a<b al-Kahf tertidur di dalam gua adalah 309
tahun.39
Penulis tertarik untuk dapat melihat selisih tahun Syamsiyah dan
Qamariyah pada kurun waktu 300 tahun. Berikut ini penulis tuliskan cara
melihat perbandingan tersebut:
Lama 1 tahun Syamsiyah = 365,2422 hari
Lama 1 tahun Qamariyah = 354,3670139 hari
300 tahun Syamsiyah = 300 x 365,2422 hari
= 109572,66 hari
= 109572,66 hari / 354,3670139 hari
= 309,2067142 tahun Qamariyah
= 309 tahun Qamariyah lebih 73 hari lebih 6 jam 54
menit.
Berdasarkan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa selisih tahun
Syamsiyah dan Qamariyah dalam kurun waktu 300 tahun Syamsiyah tidaklah
tepat 9 tahun dan mungkin inilah yang menjadi landasan penolakan penafsiran
surat al-Kahf ayat 25 ini mengenai lama As}h}a<b al-Kahf tinggal di dalam gua
menurut hitungan tahun Syamsiyah dan Qamariyah.
7. Surat Ya<si<n ayat 38 - 40
39
Abu ‘Abdullah bin Umar bin al-Hasan bin al-Husain al-Taimi al-Ra<zi<, Tafsir Al-Ra<zi<, Jilid 10, hal. 193, diambil dari Maktabah Syamilah
19
“Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang
Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan
manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir)
Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua Tidaklah mungkin bagi matahari
mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-
masing beredar pada garis edarnya.”40
Matahari, Bulan, malam dan siang semuanya memiliki masa tertentu
dalam peredarannya dan pergantiannya. Masa yang telah ditentukan adalah
idra<k dan sabq. Masa yang dibutuhkan Matahari untuk beredar di falaknya,
lingkaran buruj adalah 1 tahun Syamsiyah sedangkan masa yang dibutuhkan
Bulan untuk beredar di falaknya, adalah selama 1 bulan Qamariyah. Sehingga
tidak mungkin bagi Matahari mendapati (idra<k) atau mendahului (sabq) Bulan
karena lambatnya pergerakan Matahari pada falaknya. Sedangkan yang
dimaksud dengan potongan ayat وال انهيم سابق اننهار adalah tanda malam
mendahului tanda siang. Walaupun Bulan yang menjadi tanda malam hari
pergerakannya lebih cepat dari Matahari yang menjadi tanda siang hari,
pergantian malam dan siang tetap teratur. Dalam pergerakan hariannya,
kemunculan Bulan akan semakin cepat dari terbitnya Matahari. Namun lebih
cepatnya terbitnya Bulan dari Matahari tidak membuat kemunculan malam
akan mendahului (sabq) siang hari. 41
C. Kesimpulan
40
Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, Jilid 8, hal. 224 41
Syihabuddin Mahmu<d bin Abdillah Al-Husaini Al-Alu<si<, Tafsir Al-Alu<si<, Jilid 16, hal.
481, diambil dari Maktabah Syamilah
20
Pada surat al-Taubah ayat 36 – 37, Allah menetapkan jumlah bulan
dalam 1 tahun Qomariyah dan melarang adanya al-Nasi’ yang dilakukan orang
– orang Arab jahiliyah. Hal tersebut menjadikan bakunya penetapan empat
bulan Haram dan pelaksanaan ibadah tahunan umat Islam. Meskipun dengan
pelarangan al-Nasi’ menyebabkan kalender Qomariyah yang digunakan umat
Islam tidak sesuai dengan musim, ada hikmah di balik itu, diantaranya adalah
pergeseran pelaksanaan waktu ibadah puasa dan haji dari musim ke musim.
Pada suatu waktu, ibadah puasa dilakukan di musim panas yang pada
saat itu Bumi bagian utara mengalami siang hari lebih dari 12 jam sedangkan
Bumi bagian selatan berada di musim dingin dan mengalami siang hari kurang
dari 12 jam. Dan pada suatu waktu, ibadah puasa dilakukan di musim dingin
yang pada saat itu Bumi bagian utara mengalami siang hari kurang dari 12 jam
sedangkan Bumi bagian selatan berada di musim panas dan mengalami siang
hari lebih dari 12 jam. Ada keadilan di balik itu.
Pelarangan al-Nasi’ juga mempengaruhi waktu pelaksanaan ibadah haji.
Pada suatu waktu, ibadah haji dilaksanakan di musim panas dimana saat
melaksanakannya umat Islam merasakan kepayahan karena terik yang luar
biasa. Namun suatu waktu, ibadah haji dilaksanakan di musim dingin dimana
saat melaksanakannya umat Islam tidak merasakan teriknya tanah Arab.
Cara penetapan bulan dan tahun Qomariyah lebih dijelaskan terperinci
dibandingkan dengan bulan dan tahun Syamsiyah, karena bulan Qomariyah
berkaitan langsung dengan ibadah. Sedangkan bulan dan tahun Syamsiyah
tidak. Namun al-Qur’an tidak menafikan pentingnya penentuan waktu
menggunakan Matahari. Al-Qur’an justru menyebutkan pentingnya
mengetahui peredaran Matahari sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-
Isra’ ayat 12.
D. Penutup
Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberikan
wawasan yang bermanfaat kepada pembaca sekalian, khususnya bagi penulis.
21
Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan, penulis menerima kritik dan saran
dari pembaca sekalian, guna memperbaiki makalah ini.
22
DAFTAR PUSTAKA
Al-Biruni, Abu Raiyhan Muhammad bin Ahmad, The Chronology of Ancient Nations, terj. Edward Sachau, London: W. H. Allen & Co, 1879
al-Darwi<sy, Muh}yiddin, I’ra<b al-Qur’a<n al-Kari<m wa Baya<nuhu, Beirut: Da<r Ibn
Kas}i<r, tt.,
al-Jauhari, Muhammad Sayyid T{ant{awi, Al-Jauhar fi< Tafsi<r al-Qur’a <n al-Kari<m, Beirut: Dar al-Fikr, tt.
al-Kaffawi<, Abu< Baqa<’ Ayyu<b bin Mu<sa< al-Husaini<, Kita<b al-Kulliya<t, Beirut:
Mu’assasah al-Risa<lah, 1998
al-Mara<gi<, Ahmad Must}afa<, Tafsi<r al-Mara<gi<, Kairo: Maktabah Mustafa< al-Ba<bi<
al-Halbi<, tt.
Ali, Jawa<d, Al-Mufashshal fi< Ta<ri<kh al-‘Arab Qabl al-Isla<m, Beirut: Dar el-Fikr,
1380, Jilid 8
Daintith, John, Dictionary of Astronomy, New York: Market House Book Ltd.,
2006
Ibn Abdul Barr, Abu ‘Umar Yu<suf bin Abdullah, Al-Durar fi< Ikhti<s}ar al-Maga<zi< wa al-Siyar, Kairo: Dar al-Kutub al-Mis}riyah.
Kementrian Agama RI Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Disempurnakan), Jakarta:
PT Sinergi Pustaka Indonesia, 2012
Nalino, Carlo, ‘Ilm al-Falak wa Ta<ri<khuhu ’inda al-‘Arab fi al-Qarn al-Wust}a<, Beirut: Auraq Syarqiyah, 1993
Dari Maktabah Syamilah:
Al-Alu<si<, Syihabuddin Mahmu<d bin Abdillah Al-Husaini, Tafsir Al-Alu<si<, diambil dari Maktabah Syamilah
Al-Baid}a>wi, Na<siruddin Abu Sa’id Abdullah bin ‘Umar bin Muhammad Al-
Syairazi>, Anwa<r al-Tanzi<l wa Asra<r al-Ta’wi<l, diambil dari Maktabah
Syamilah
Al-Khazin, ‘Alauddin Ali bin Ahmad bin Ibrahim bin ‘Umar, Luba<b al-Ta’wi<l fi< Ma’na al-Tanzi<l, diambil dari Maktabah Syamilah.
23
Al-Naisabu<ri<, Abu Isha<q Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim Al-S|a’labi, Al-Kasyf wa al-Baya<n, diambil dari Maktabah Syamilah
Al-Qat}a<n, Ibrahim, Taisi<r al-Tafsi<r li Al-Qat}a<n, diambil dari Maktabah Syamilah
al-Ra<zi<, Abu ‘Abdullah bin Umar bin al-Hasan bin al-Husain al-Taimi, Tafsir al-Ra<zi<, diambil dari Maktabah Syamilah
Al-Suyu<t}i<, Abdurrahman Jala<luddin, Al-Mazhar fi< ‘Ulu<m al-Lughoh wa Anwa<’iha<, diambil dari Maktabah Syamilah
Al-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli, Tafsir Al-Sya’rawi, diambil dari Maktabah
Syamilah
al-Sya<z|ili, Sayyid Qutb Ibrahim Husain, fi Z}ila<l al-Qur’a<n, diambil dari
Maktabah Syamilah.
Al-Syarbini, Muhammad bin Ahmad Al-Khathi<b, Al-Sira<j al-Muni<r fi< al-I’a<nah ‘ala< Ma’rifah Ba’d} Ma’a<ni Kala<m Rabbina< Al-Haki<m Al-Khabi<r, diambil dari Maktabah Syamilah
Al-T}ant}awi, Muhammad Sayyid, Al-Tafsi<r al-Wasi<t}, diambil dari Maktabah
Syamilah.
Al-Zamakhsyari, Abu al-Qasim bin ‘Amr bin Ahmad, Al-Kasya<f, Maktabah
Syamilah
Ibn Kas\i<r, Abu al-Fada’ Isma’i<l bin Umar, Tafsir al-Qur’an al-‘Az}im, diambil
dari Maktabah Syamilah
Ibn Taimiyah, Ahmad bin Abdul Hali<m, Daqa<iq al-tafa<si<r, diambil dari Maktabah
Syamilah