Tafsir Ayat Ayat Al-Qur’an tentang Kalender...

24
Tafsir Ayat Ayat Al-Qur’an tentang Kalender Qamariyah M. Syaoqi Nahwandi Pascasarjana UIN Walisongo Semarang [email protected] Abstract. Holly Qur'an contains of kauniyah verses about the movement of the Sun and the Moon which can be used as the determination of the daily activities in human life as well as the time of ‘iba>dah. In this paper there are 7 groups of verses which are selected as the discussion: al-Baqarah verse 185 which contains the problem of determining the beginning of Ramadan, al-Baqarah verse 189 which explains the position of hilal as the determination in beginning of Qamariyah months, al-taubah verse 36-37 which explains the correction from Allah to the calendar system of the Arabian in heathen era and the prohibition of al-Nasi<’, Yu< nus verse 5 which explains the advantage of Moon’s phases as a reference of the calendar, al-Isra> ' verse which explains the functions of the Sun's movement, al-Kahf verse 25 which is often interpreted as a comparison of the Syamsiyah and Qamariyah years in the calculation of the time of As}h}a<b al-Kahf in the cave, Ya> si> n verse 38-40 which describe comparison of the Sun and Moon movement. In this paper, the author also analyse mufassir’s interpretation in several verses using astronomical formulas and historical analysis. A. Pendahuluan Al-Qur’a> n sering mengajak manusia melihat, berfikir, merenungi, mengkaji serta memahami makna di balik setiap fenomena yang ada terlebih lagi terhadap fenomena alam. Karena semua yang diciptakan Allah ada hikmah di balik itu semua dan dengan memahami fenomena alam tersebut kehidupan manusia dapat berkembang. Telah banyak kitab yang ditulis ulama masyhur untuk menafsirkan ayat – ayat suci al-Qur'a> n dengan menggunakan ayat – ayat lain di dalam kitab suci tersebut, sebagai bandingan, dan dengan Sunnah Rasul sebagai penjelasan.

Transcript of Tafsir Ayat Ayat Al-Qur’an tentang Kalender...

Tafsir Ayat – Ayat Al-Qur’an tentang Kalender Qamariyah

M. Syaoqi Nahwandi

Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

[email protected]

Abstract. Holly Qur'an contains of kauniyah verses about the movement of the

Sun and the Moon which can be used as the determination of the daily activities

in human life as well as the time of ‘iba>dah. In this paper there are 7 groups of

verses which are selected as the discussion: al-Baqarah verse 185 which contains

the problem of determining the beginning of Ramadan, al-Baqarah verse 189

which explains the position of hilal as the determination in beginning of

Qamariyah months, al-taubah verse 36-37 which explains the correction from

Allah to the calendar system of the Arabian in heathen era and the prohibition of

al-Nasi<’, Yu<nus verse 5 which explains the advantage of Moon’s phases as a

reference of the calendar, al-Isra>' verse which explains the functions of the Sun's

movement, al-Kahf verse 25 which is often interpreted as a comparison of the

Syamsiyah and Qamariyah years in the calculation of the time of As}h}a<b al-Kahf

in the cave, Ya>si>n verse 38-40 which describe comparison of the Sun and Moon

movement. In this paper, the author also analyse mufassir’s interpretation in

several verses using astronomical formulas and historical analysis.

A. Pendahuluan

Al-Qur’a>n sering mengajak manusia melihat, berfikir, merenungi,

mengkaji serta memahami makna di balik setiap fenomena yang ada terlebih

lagi terhadap fenomena alam. Karena semua yang diciptakan Allah ada

hikmah di balik itu semua dan dengan memahami fenomena alam tersebut

kehidupan manusia dapat berkembang.

Telah banyak kitab yang ditulis ulama masyhur untuk menafsirkan ayat

– ayat suci al-Qur'a>n dengan menggunakan ayat – ayat lain di dalam kitab suci

tersebut, sebagai bandingan, dan dengan Sunnah Rasul sebagai penjelasan.

1

Namun, al-Qur'a>n juga menyebutkan bahwa ciptaan Tuhan di seluruh jagad

raya ini adalah "ayat-ayat Allah". Penafsiran ayat – ayat al-Qur'a>n yang berisi

konsep – konsep kauniyah sangat bervariasi, tergantung pada pengetahuan

mufassir tentang alam semesta itu sendiri.

Salah satu ciptaan Allah yang seyogyanya dijadikan bahan kajian adalah

Matahari dan Bulan. Bahkan lewat Al-Qur’a>n, Allah menjelaskan bahwa

pergerakan Matahari dan Bulan dapat dijadikan penentuan bilangan tahun

oleh manusia. Tahun yang masanya didasarkan dengan pergerakan Matahari

disebut tahun Syamsiyah. sedangkan tahun yang masanya didasarkan pada

pergerakan Bulan disebut tahun Qamariyah.

Berangkat dari pendahuluan ini, penulis tertarik untuk memaparkan

makalah singkat yang berjudul: ‚Tafsir Ayat – Ayat Al-Qur’an tentang

Kalender Qamariyah‛.

B. Tafsir Ayat – Ayat Al-Qur’an tentang Hisab dan Rukyah

1. Surat al-Baqarah ayat 185

“ (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di

dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan

penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan

2

yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat

tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan

Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya

berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah

menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan

hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan

Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.1

Bulan Ramad}an adalah bulan diturunkannya al-Qur’an yang menjadi

petunjuk bagi manusia ke jalan kebenaran, dan sebagai pembeda yang h|aq dari

yang bat}il. Al-Qur’an diturunkan berangsur – angsur selama 23 tahun. Di

bulan Ramad}an pula disyariatkan ibadah yang tidak dilaksakan pada bulan –

bulan lainnya yaitu ibadah puasa. Barang siapa yang menyaksikan masuknya

bulan Ramadan tidak dalam kondisi musa<fir, maka hendaknya ia berpuasa.

Yang dimaksud dengan menyaksikan masuknya bulan Ramadan adalah ru’yah

al-hila<l (melihat hilal). Bagi yang dapat melihat hilal atau mendapatkan

keputusan terlihatnya hilal dari orang lain, maka ia harus berpuasa.2

Barang siapa tidak dapat menyaksikan bulan Ramad}an seperti orang –

orang yang tinggal di kutub, yang memiliki durasi malam hari 6 bulan dan

siang hari 6 bulan, hendaknya memperkirakan durasi bulan Ramadan.

Perkiraan tersebut berdasarkan Mekah dan Madinah atau tempat paling dekat

dengan mereka, yang memiliki iklim subtropis.3

Para mufassir berbeda pendapat mengenai makna فمن شهد منكم انشهر فهيصمو

. sebagian mufassir memaknai kata شهد pada potongna ayat tersebut dengan

h}a<d}ir, bukan dalam kondisi musa<fir.4 Sedangkan sebagian mufassir lainnya

memaknainya dengan ru’yah al-hila<l sebagaimana kebiasaan orang Arab

dalam menyaksikan awal bulan. Sehingga orang yang melihat hilal atau

1 Kementrian Agama RI Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Disempurnakan), Jakarta: PT

Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, Jilid, 1, hal. 98 2 Ahmad Must}afa< al-Mara<gi<, Tafsi<r al-Mara<gi<, Kairo: Maktabah Mustafa< al-Ba<bi< al-

Halbi<, tt., Jilid 2, hal. 73 3 Ahmad Must}afa< al-Mara<gi<, Tafsi<r…, hal. 74

4 Na<siruddin Abu Sa’id Abdullah bin ‘Umar bin Muhammad Al-Syairazi> Al-Baid}a>wi,

Anwa<r al-Tanzi<l wa Asra<r al-Ta’wi<l, Jilid 1, hal. 220, diambil dari Maktabah Syamilah

3

meyakini terlihatnya hilal dengan cara apapun wajib berpuasa.5 Ada pula yang

memaknainya menetapkan masuknya bulan Ramadan dengan ilmu hisab dan

meyakininya.6

Penulis tertarik dengan pemaparan al-Mara>gi> tentang fenomena 6 bulan

malam dan 6 bulan siang di kutub. Kutub Utara dan Selatan yang menjadi

lokasi paling Utara dan Selatan Bumi sepanjang tahun hanya terbagi menjadi

2 masa, yaitu masa malam yang berdurasi 6 bulan dan masa siang yang

memiliki durasi 6 bulan. Sehingga dapat disimpullkan pula bahwa lokasi yang

mendekati kutub, juga akan mengalami fenomena durasi siang atau yang lebih

dari 24 jam. Fenomena ini sering disebut sebagai polar day dan polar night

yang terjadinya sesuai dengan kaidah:

a. Saat kulminasi bawah, Matahari dan benda langit lainnya akan berada di

atas horizon jika |deklinasi + lintang tempat| lebih besar dari 90o.

b. Saat kulminasi atas, Matahari dan benda langit lainnya akan berada di

bawah horizon jika |deklinasi - lintang tempat| lebih besar dari 90o.7

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tempat yang mengalami

fenomena ini adalah yang memiliki lintang tempat lebih besar dari 66o33’53‛

LU atau LS (90 – obliquity8). Jika bulan Ramad}a<n jatuh mendekati musim

panas, maka lintang tempat yang lebih besar dari 66o33’53‛ LU akan

mengalami siang hari lebih dari 24 jam dan besar kemungkinan dapat melihat

Bulan atau hilal. Berbeda dengan lintang tempat yang lebih besar dari

66o33’53‛ LS yang akan mengalami malam hari lebih dari 24 jam dan besar

kemungkinan tidak dapat melihat Bulan atau hilal. Dan hal sebaliknya terjadi

jika bulan Ramad}a<n jatuh mendekati musim dingin.

5 ‘Alauddin Ali bin Ahmad bin Ibrahim bin ‘Umar Al-Khazin, Luba<b al-Ta’wi<l fi< Ma’na

al-Tanzi<l, Jilid 1, hal. 151, diambil dari Maktabah Syamilah. Lihat pula Sayyid Qutb Ibrahim

Husainal-Sya<z|ili, fi Z}ila<l al-Qur’a<n, Jilid 1, hal. 145 diambil dari Maktabah Syamilah. 6 Abu< Baqa<’ Ayyu<b bin Mu<sa< al-Husaini< al-Kaffawi<, Kita<b al-Kulliya<t, Beirut:

Mu’assasah al-Risa<lah, 1998, Jilid 1, hal. 157 7 John Daintith, Dictionary of Astronomy, New York: Market House Book Ltd., 2006,

hal. 81 8 Obliquity adalah sudut kemiringan bidang ekliptika dari equator Bumi yang saat ini

bernilai 23o26’7’’ yang setiap tahunnya berkurang 0,47’’ karena nutasi dan presesi. Lihat John

Daintith, Dictionary…., hal. 330

4

Pembuktian untuk hal ini adalah dengan menghitung tinggi Matahari

saat kulminasi atas (upper culmination) dan kulminasi bawah (lower

culmination) dengan rumus:

Upper Culmination : 90 – [δ - φ]

Lower Culmination : -90 + [δ + φ]9

δ = deklinasi Matahari

φ = lintang tempat

Jika rumus di atas diterapkan untuk φ = 68o dan δ saat summer solstice

maka hasilnya adalah sebagai berikut:

δ = 23o26’7’’

Φ Upper Culmination Lower Culmination

68o LU 45

o26’7‛ 1

o26’7‛

68o LS -1

o26’7‛ -45

o26’7‛

Tabel 1. Tinggi Matahari saat kulminasi di lintang 68o pada summer solstice

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pada permulaan musim

panas daerah dengan nilai lintang 68o LU tidak mengalami malam hari.

Dibuktikan dengan nilai tinggi Matahari saat kulminasi bawah bernilai positif

yaitu 1o26’7‛. Di saat yang sama, daerah dengan nilai lintang 68

o LS tidak

mengalami siang hari. Dibuktikan dengan nilai tinggi Matahari saat kulminasi

atas masih bernilai negatif, yaitu -1o26’7‛. Dan hal sebaliknya terjadi di dua

lintang tersebut saat winter solstice.

δ = -23o26’7’’

Φ Upper Culmination Lower Culmination

68o LU -1

o26’7‛ -45

o26’7‛

68o LS 45

o26’7‛ 1

o26’7‛

Tabel 2. Tinggi Matahari saat kulminasi di lintang 68o pada winter solstice

Sesuai dengan pendapat al-Mara>gi>, tempat – tempat di lintang tersebut

tidak bisa mengetahui kemunculan hilal karena Bulan tidak dapat terbit di

lokasi itu. Sehingga perlu mengikuti tempat yang memiliki bujur yang sama

9 John Daintith, Dictionary…, hal. 82

5

dan beriklim subtropis dalam penentuan awal bulan Qamariyah dan durasi

waktu berpuasa.

Adapun pembuktian fenomena 6 bulan siang hari dan 6 bulan malam

hari di kutub adalah sebagai berikut:

Φ = 90o

δ Upper Culmination Lower Culmination Tanggal

0 0 0

21 Maret –

22 September

10o 10

o 10

o

23o26’7‛ 23

o26’7‛ 23

o26’7‛

10o 10

o 10

o

0 0 0

-0o9’38’’ -0

o9’38’’ -0

o9’38’’

23 September –

21 Maret

-10o

-10o -10

o

-23o26’7‛ -23

o26’7‛ -23

o26’7‛

-10o

-10o -10

o

0 0 0

Tabel 3. Tinggi Matahari saat kulminasi di lintang 90o selama satu tahun

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah kutub dengan

lintang 90o LU nilai tinggi Matahari saat kulminasi atas dan bawah bernilai

sama dengan nilai deklinasi. Selama deklinasi bernilai positif, maka selama itu

pula Matahari akan berada di atas ufuk. Dan selama deklinasi bernilai negatif,

maka selama itu pula Matahari akan berada di bawah ufuk. Hal sebaliknya

berlaku untuk kutub selatan dengan nilai lintang-90o LS.

Daerah kutub juga menjadi pusat pertemuan lingkaran – lingkaran bujur

yang digunakan sebagai standar penentuan waktu dengan acuan Greenwich

(UT). Sehingga menyulitkan dalam penentuan waktu harian. Sesuai dengan

pemaparan al-Mara>gi bahwa penduduk di daerah kutub dapat mengikuti

penentuan awal bulan Qamariyah dan waktu berpuasa di Mekkah atau

Madinah. Maka hal itu juga berlaku untuk penentuan waktu harian yang erat

kaitannya dengan ibadah s}alat.

6

2. Surat Al-Baqarah ayat 189

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu

adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah

kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu

ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-

pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”10

Ulama ilmu Bala<gah berbeda pendapat mengenai jenis pertanyaan

kepada Nabi tentang al-ahillah, apakah pertanyaan tersebut mengenai sebab

atau hikmah adanya al-ahillah. Al-Zamakhsyari<, al-Ra<gib, al-Qa<d}i<, dan al-

Baid}a<wi< berpendapat bahwa pertanyaan pada ayat tersebut adalah mengenai

hikmah adanya al-ahillah. Sedangkan al-Sukka<ki< berpendapat bahwa

pertanyaan tersebut adalah mengenai sebab.11

Ayat ini turun sebab pertanyaan Mu’a >z\ bin Jabal dan S|a’labah bin

Ganamah yang menanyakan tentang sebab perubahan Bulan dari hilal yang

muncul tipis seperti benang dan kemudian bertambah hingga terlihat bulat

sempurna kemudian semakin berkurang dan menipis hingga seperti kondisi

awalnya sedangkan perubahan tersebut tidaklah terjadi dalam satu waktu.

Maka kemudian Allah menurunkan ayat ini tentang orang – orang yang

10

Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, hal. 116 11

Muh}yiddin al-Darwi<sy, I’ra<b al-Qur’a<n al-Kari<m wa Baya<nuhu, Beirut: Da<r Ibn Kas}i<r,

tt., Jilid 1, hal. 279

7

bertanya tentang al-ahillah. Kata al-ahillah adalah jama’ dari kata al-hila<l

yang bermakna fase pertama Bulan dapat diamati. 12

Pada ayat ini dijelaskan bahwa hilal adalah pertanda waktu untuk

masuknya bulan yang erat kaitannya dengan perhitungan tahun. Dan Allah

Maha Mengetahui hikmah dibalik penetapan waktu ibadah puasa dan haji

menggunakan kalender hila<liyah bukan dengan Syamsiyah. Namun perlu

diketahui bahwa bulan dan tahun terbagi menjadi dua yaitu: ‘adadi> dan t}abi<’i <.

Bulan hila<liyah tergolong t}abi<’i < sedangkan tahun hila<liyah adalah ‘adadi.

Sedangkan bulan Syamsiyah adalah ‘adadi dan tahun Syamsiyah t}abi<’i <.13

Menurut penulis, yang dimaksudkan dengan t}abi<’i < adalah astronomik

sedangkan ‘adadi adalah aritmatik. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa bulan

Qamariyah adalah astronomik karena jumlah hari dalam bulan Qamariyah

disesuaikan dengan pengamatan astronomis fase – fase Bulan. Sedangkan

jumlah bulan dalam tahun Qamariyah adalah aritmatik karena penentuan

jumlah bulan pada tahun Qamariyah adalah berdasarkan perhitungan.

Sebaliknya, bulan Syamsiyah adalah aritmatik karena jumlah hari dalam bulan

Syamsiyah adalah hasil hitungan. Sedangkan jumlah bulan dalam tahun

Syamsiyah adalah astronomik karena penentuan jumlah bulan pada tahun

Qamariyah adalah berdasarkan pengamatan astronomis pergerakan Matahari

melintasi 12 buru<j.

3. Surat al-Taubah ayat 36 -37

12

Abu Isha<q Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim Al-S|a’labi Al-Naisabu<ri<, Al-Kasyf wa al-Baya<n, Jilid 2, hal. 85, diambil dari Maktabah Syamilah

13 Ahmad bin Abdul Hali<m bin Taimiyah, Daqa<iq al-tafa<si<r, Jilid 2, hal. 218, diambil dari

Maktabah Syamilah

8

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam

ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat

bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu

Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum

musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan

ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” 14

“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah

kekafiran. disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu,

mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun

yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah

mengharamkannya, Maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah.

(syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. dan

Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”15

Para mufassir mengatakan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah karena

kebiasan orang – orang Arab pada masa Jahiliyah dalam mengundur –

undurkan bulan H{aram. Terkadang mereka beribadah haji pada waktunya,

terkadang beribadah haji di bulan Muh}arram, terkadang di bulan S}afar, dan di

bulan – bulan lain. Maka lewat ayat ini, Allah memberitahu manusia bahwa

jumlah bilangan bulan dalam satu tahun bagi umat Islam adalah 12 bulan

sesuai dengan masa peredaran Bulan pada manzilah – manzilahnya. Hal itu

sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah pada lauh mahfu<z{.16

Sebagian mufassir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fi< kita<b

Alla<h pada ayat ini adalah al-Qur’an karena di dalam al-Qur’an terdapat ayat

14

Kementrian Agama RI Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Disempurnakan), Jakarta: PT

Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, Jilid, 4, hal. 110 15

Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, hal. 110 16

‘Alauddin Ali bin Ahmad bin Ibrahim bin ‘Umar Al-Khazin, Luba<b al-Ta’wi<l fi< Ma’na al-Tanzi<l, Jilid 2, hal. 264, diambil dari Maktabah Syamilah

9

– ayat mengenai hisab dan manzilah – manzilah Bulan. Di antara 12 bulan,

terdapat 4 bulan H{aram, yaitu: Rajab, Z|ulqo’dah, Z|ulhijjah, dan Muh}arram.

Disebut bulan H}aram (mulia) adalah karena orang Arab pada masa jahiliyah

memuliakan empat bulan tersebut dan mengharamkan perang pada bulan –

bulan tersebut. Yang dimaksud dengan al-Di<n al-Qoyyim adalah hisab yang

benar atau bilangan yang benar. 17

Kata al-Nasi<’ adalah mengakhirkan Keh}araman bulan H}aram ke bulan

yang lain. Sebuah riwayat mengatakan bahwa orang – orang Arab pada zaman

Jahiliyah terkadang menambahkan jumlah bulan dalam satu tahun menjadi 13

bulan agar mereka memiliki lebih banyak waktu untuk berperang. Sehingga

pada suatu tahun mereka menghalalkan bulan Haram dan pada tahun

berikutnya mereka mengh{aramkan bulan H}aram.18

Sehingga menurut

pendapat ini, adanya al-Nasi<’ adalah sebab adanya sistem kabisat berupa

penambahan 1 bulan pada kalender orang – orang Arab Jahiliyah.

Pada masa Jahiliyah, orang – orang Arab tidak hanya membuat konsep

al-Nasi<’ saja namun juga merubah waktu pelaksanaan ibadah haji.

Diriwayatkan dari Mu’ammar dari Ibn Abi< Nujaih dari Muja<hid bahwa orang

– orang Arab melaksanakan haji di suatu bulan setiap dua tahun. Mereka

berhaji di bulan Z|ulhijjah pada dua tahun, selama dua tahun kemudian mereka

berhaji di bulan Muh}arram, dua tahun kemudian mereka berhaji di bulan

S}afar. Sehingga pada tahun kesembilan setelah hijrah, Abu< Bakar berhaji pada

bulan Z|ulqa’dah pada putaran tahun kedua. Nabi memerintahkan Abu Bakar

untuk memimpin pelaksanaan haji pada tahun tersebut dan memerintahkan Ali

bin Abi< T{a<lib menyertainya untuk menyerukan kepada orang – orang agar

tidak ada lagi pelaksanaan haji bagi orang – orang musyrik dan t}awa<f dengan

telanjang. Dan di tahun depannya, Nabi berhaji pada bulan Z|ulhijjah dan

17

‘Alauddin Ali bin Ahmad bin Ibrahim bin ‘Umar Al-Khazin, Luba<b …, hal. 264 18

Abu al-Qasim bin ‘Amr bin Ahmad Al-Zamakhsyari, Al-Kasya<f, Maktabah Syamilah,

jilid 2 hal. 420

10

memerintahkan bahwa pelaksanaan ibadah haji pada setiap tahun harus

dilaksanakan di bulan Z|ulhijjah.19

Orang – orang Arab menggunakan kalender Qamariyah sejak zaman

Nabi Ibra<hi<m. Dan sejak itu pula mereka mendapatkan larangan melakukan

perang di empat bulan H{aram. Setelah beberapa masa Sepeninggal Nabi

Ibra<hi<m dan Nabi Isma’i <l, mereka merasa keberatan dengan adanya tiga bulan

berturut – turut diharamkannya perang. Karena kebanyakan penghasilan

mereka didapatkan dari harta rampasan perang. Maka kemudian mereka

mengakhirkan keharaman bulan Muh}arram pada bulan S}afar dan berperang di

bulan Muh}arram. 20

Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa pada awalnya orang – orang Arab

menggunakan kalender Qamariyah dengan penentuan awal bulan dengan

ru’yah al-hila<l. Namun kemudian menyadari bahwa penggunaan kalender

Qamariyah menyebabkan waktu ibadah haji mereka berubah – ubah.

Terkadang di musim panas dan terkadang di musim dingin. Hal yang

memberatkan mereka adalah saat waktu pelaksanaan ibadah haji jatuh di

musim biasanya mereka mendapatkan rampasan yang banyak. Dan mereka

menyadari pula bahwa kalender yang sesuai dengan musim adalah kalender

Syamsiyah yang masa satu tahunnya lebih panjang dari kalender Qamariyah.

Maka kemudian mereka membuat penyesuaian kalender Qamariyah dengan

kalender Syamsiyah dengan sistem kabisat.21

Sistem kabisat yang orang – orang Arab gunakan mencontoh sistem

kalender Yahudi yaitu dengan adanya penambahan satu bulan pada tahun –

tahun tertentu. Sehingga pada tahun kabisat jumlah bulan menjadi 13 bulan

yang kemudian disebut sebagai al-Nasi<’. Hal itu yang menyebabkan

perubahan waktu haji orang – orang Arab pada kalender Qamariyah.

19

Abu ‘Umar Yu<suf bin Abdullah bin Abdul Barr, Al-Durar fi< Ikhti<s}ar al-Maga<zi< wa al-Siyar, Kairo: Dar al-Kutub al-Mis}riyah, hal. 250 - 252

20 Abu ‘Abdullah bin Umar bin al-Hasan bin al-Husain al-Taimi al-Razi, Tafsir Al-Razi,

Jilid 4, hal. 446 – 447, diambil dari Maktabah Syamilah 21

Carlo Nalino, ‘Ilm al-Falak wa Ta<ri<khuhu’inda al-‘Arab fi al-Qarn al-Wustha<, Beirut:

Auraq Syarqiyah, 1993, hal. 87- 88.

11

Terkadang mereka haji di bulan Z|ulhijjah, Muh{arram, S}afar dan bulan – bulan

lainnya. Namun ada perbedaan sistem kabisat yang dibuat oleh orang – orang

Arab dengan kalender Yahudi. Konsep kabisat pada kalender Yahudi adalah

dalam 19 tahun Qamariyah ada 7 tahun kabisat. Sedangkan konsep kabisat

orang – orang Arab adalah dalam 24 tahun Qamariyah terdapat 12 tahun

kabisat.22

Ada pula riwayat lain yang mengatakan bahwa sistem kabisat yang

digunakan oleh bangsa Arab sama dengan sistem kabisat yang digunakan oleh

orang – orang Yahudi. Sehingga kalender Arab memiliki siklus 19 tahun

dengan 7 tahun kabisat. Pada tahun kabisat, kalender Arab memiliki 13 bulan

dengan nama bulan ke-13 adalah al-Nasi<’. Dan ketidak ikut sertaan Nabi

dalam haji pada tahun 9 dari hijrah adalah karena Nabi mengetahui bahwa

bulan Z|ulhijjah kalender Arab saat itu tidak bertepatan dengan bulan Z|ulhijjah

kalender Bulan yang ditetapkan oleh Nabi Ibrahim melainkan jatuh di bulan

Z|ulqo’dah. Nabi mengetahui bahwa tahun ke-9 dari hijrah adalah akhir siklus.

Dengan kata lain pada tahun ke-10 dari hijrah bulan Z|ulhijjah kalender bangsa

Arab akan bertepatan dengan bulan Z|ulhijjah kalender Bulan yang ditetapkan

Nabi Ibrahim.23

Berikut ini tabel perbandingan kalender bangsa Arab lunisolar dengan

kalender lunar:

Arab Lunisolar Siklus Arab Lunar Tahun dari hijrah

Muh}arram

11

Ramad{a<n -1

Juma<dal U<la Muh}arram

1 Z|ulhijjah Sya’ba<n

Al-Nasi<’ Ramad{a<n

Muh}arram

12

Syawwa<l

Rabiul Akhir Muh}arram

2 Z|ulhijjah Ramad{a<n

Muh}arram

13

Syawwa<l

Rabiul Akhir Muh}arram 3

Z|ulhijjah Ramad{a<n

22

Carlo Nalino, ‘Ilm al-Falak…, hal 88 23

Abu ‘Umar Yu<suf bin Abdullah bin Abdul Barr, Al-Durar…, hal. 250-252

12

Muh}arram

14

Syawwa<l

Rabiul Akhir Muh}arram

4 Z|ulhijjah Ramad{a<n

Al-Nasi<’ Syawwa<l

Muh}arram

15

Zulqo'dah

Rabi<’ul Awwal Muh}arram

5 Z|ulhijjah Syawwa<l

Muh}arram

16

Zulqo'dah

Rabi<’ul Awwal Muh}arram

6 Z|ulhijjah Syawwa<l

Muh}arram

17

Zulqo'dah

Rabi<’ul Awwal Muh}arram

7 Z|ulhijjah Syawwa<l

Al-Nasi<’ Zulqo'dah

Muh}arram

18

Z|ulhijjah

Safar Muh}arram

8 Z|ulhijjah Zulqo'dah

Muh}arram

19

Z|ulhijjah

Safar Muh}arram

9 Z|ulhijjah Zulqo'dah

Al-Nasi<’ Z|ulhijjah

Muh}arram Muh}arram 10

Z|ulhijjah Z|ulhijjah Tabel 4. Perbandingan antara kalender Arab dengan sistem lunisolar dan lunar

Pada masa Jahiliyah, nama – nama bulan yang digunakan adalah: al-

Mu’tamir (Muh}arram), Na<jir (S}afar), Khawwa<n (Rabi<’ul Awwal), Bas}a<n

(Rabi<’ul Akhi <r), Al-Hani<n (Juma<dal U<la), Rinah atau Rabba< (Juma<dal

Akhi<rah), al-As}amm (Rajab), ‘A<dil (Sya’ba <n), Na<thiq (Ramad{a<n), Wa’il

(Syawwa<l), Huwa<’ atau Warnah (Z|ulqo’dah), Bura<k (Z|ulhijjah).24

Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa nama – nama bulan pada

kalender Qamariyah yang digunakan saat ini telah ditetapkan oleh Kila<b bin

24

Abdurrahman Jala<luddin Al-Suyu<t}i<, Al-Mazhar fi< ‘Ulu<m al-Lughoh wa Anwa<’iha<, Jilid

1, hal. 158-159

13

Murrah.25

Penetapan nama – nama bulan tersebut disesuaikan dengan kondisi

atau yang ada pada bulan tersebut.

a. Muh}arram, disebut Muh}arram karena pada bulan tersebut orang –orang

Arab jahiliyah mengharamkan perang.

b. S}afar, disebut S}afar karena pada bulan tersebut rumah orang – orang Arab

kosong. Mereka meninggalkan rumah mereka untuk berperang, mencari

makanan, atau bepergian untuk menghindari panasnya musim panas.

c. Rabi<’ul Awwal, disebut Rabi<’ul Awwal karena bulan tersebut jatuh pada

musim semi.

d. Rabi<’ul Akhi<r, disebut Rabi<’ul Akhi<r karena bulan tersebut jatuh pula pada

musim semi.26

e. Jumadal U<la, disebut Juma<dal U<la karena bulan tersebut jatuh pada musim

dingin saat air mulai membeku.

f. Juma<da<l Akhi<rah, disebut Juma<dal Akhi<rah karena bulan tersebut jatuh pula

pada musim dingin saat air mulai membeku.

g. Rajab, disebut Rajab karena orang – orang Arab memuliakan bulan tersebut

dengan tidak melakukan perang.

h. Sya’ba<n, disebut Sya’ba <n karena pada bulan tersebut orang – orang Arab

terpisah – pisah, terbagi – bagi untuk berperang dan merampok setelah

pada bulan sebelumnya beristirahat.

i. Ramad}a<n, disebut Ramad}a<n karena panasnya pada bulan tersebut.

j. Syawwa<l, disebut Syawwa<l karena pada bulan tersebut ekor – ekor unta naik

karena kepanasan. Dan terbitnya bintang Syaulah pada bulan tersebut di

hari – hari musim panas.

k. Z|ulqo’dah, disebut Z|ulqo’dah karena pada bulan tersebut orang – orang

Arab duduk – duduk, beristirahat dari perang untuk menghormati bulan

tersebut. Dikatakan juga sebab penamaan Z|ulqo’dah adalah karena pada

25

Jawa<d Ali, Al-Mufashshal fi< Ta<ri<kh al-‘Arab Qabl al-Isla<m, Beirut: Dar el-Fikr, 1380,

Jilid 8, hal. 487. Lihat juga Abu Raiyhan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni,The Chronology of Ancient Nations, terj. Edward Sachau, London: W. H. Allen & Co, 1879, hal. 73

26 Jawa<d Ali, Al-Mufashshal…, Jilid 8, hal. 291

14

bulan tersebut para saudagar beristirahat di kediaman mereka setelah

perjalanan.

l. Z|ulhijjah, disebut Z|ulhijjah karena orang – orang Arab melakukan haji pada

bulan ini. 27

Merujuk pada pendapat Ibnu Taimiyah28

di atas bahwa tahun Qamariyah

adalah ‘adadi (aritmatik), penulis tertarik untuk membahas kemunculan

jumlah 12 bulan pada tahun Qamariyah. Meskipun jumlah bulan pada tahun

Qamariyah adalah aritmatik, tetapi kalender Qamariyah yang digunakan oleh

bangsa – bangsa terdahulu juga menggunakan 12 bulan. Menurut penulis,

kemunculan jumlah 12 bulan pada kalender Qamariyah adalah sebuah

pendekatan awal untuk menyelaraskan kalender Qamariyah dengan kalender

Syamsiyah atau dengan satu putaran revolusi Bumi sebesar 360o.

360 : 29,53058449 = 12,19075092

Hasil pembagian tersebut adalah 12,19075092 yang dibulatkan menjadi

12 bulan.

4. Surat Yu<nus ayat 5

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan

ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,

supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak

menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-

tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”29

27

Muhammad Sayyid T{ant{awi al-Jauhari, Al-Jauhar fi< Tafsi<r al-Qur’a<n al-Kari<m, Beirut:

Dar al-Fikr, tt., Jilid 2, hal. 109 28

Ahmad bin Abdul Hali<m bin Taimiyah, Daqa<iq …, hal. 218 29

Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, hal. 257

15

Dlau’ lebih kuat dari nu<r. Karena sinar Matahari berasal dari Matahari

sedangkan cahaya cahaya Bulan merupakan pantulan dari sinar Matahari.

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah menetapkan mana<zil al-Qamar yang

berjumlah 28 manzilah dan bulan beredar padanya. Perubahan bentuk Bulan

disebabkan perpindahan Bulan pada manzilahnya agar manusia dapat

menentukan waktu dengan bantuan pergerakan Bulan pada manzilah dan agar

manusia dapat mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Sehingga

manusia dapat menghitung bulan dan tahun dalam penentuan waktu ibadah

dan urusan – urusan dunia. Dan semua itu yang telah diciptakan oleh Allah

terdapat hikmah bagi orang yang mengetahuinya.30

Dlamir ه pada potongan ayat نحسابوقدره منازل نتعهمىا عدد انسنين وا merujuk

kepada كم منهما karena baik Matahari maupun Bulan memiliki pergerakan

manzilah masing – masing. Adapun manzilah Matahari adalah buru<j. Yang

keduanya dapat digunakan untuk penentuan tahun dan hisab. Namun dapat

pula dikatakan dlamir ه dikhususkan kepada lafadz انقمر karena cepatnya

pergerakan Bulan pada manzilahnya dan dapat dilihat dengan jelas serta

banyaknya waktu – waktu ibadah yang ditentukan dengan peredaran Bulan.31

Penyebutan mana<zil pada ayat ini adalah karena adanya kekhususan

pergerakan Bulan pada mana<zil. Karena penentuan hisab dengan Bulan lebih

teliti dari pada hisab dengan Matahari. Hisab dengan Matahari itu tidak

teratur dan memiliki selisih satu hari pada bilangan tahunnya. Dan juga agar

manusia dapat membedakan antara mana<zil al-Qamar dengan buru<j al-Syams.

Buruj al-Syams berjumlah 12 dan nama – namanya disadur dari bahasa

Suryani. 32

Perlu manusia ketahui bahwa pada penetapan buru<j al-Syams oleh Allah

memiliki rahasia – rahasia dengan bukti Allah telah menjadikannya sumpah

30

Ibrahim Al-Qat}a<n, Taisi<r al-Tafsi<r li Al-Qat}a<n, Jilid III, hal. 181 diambil dari

Maktabah Syamilah 31

Muhammad bin Ahmad Al-Khathi<b Al-Syarbini, Al-Sira<j al-Muni<r fi< al-I’a<nah ‘ala< Ma’rifah Ba’d} Ma’a<ni Kala<m Rabbina< Al-Haki<m Al-Khabi<r, Jilid I, hal. 1442, diambil dari

Maktabah Syamilah, 32

Muhammad Mutawalli Al-Sya’rawi, Tafsi<r .., hal. 495 - 496

16

pada ayat وانسماء ذات انبروج Kita ketahui pula bahwa penetapan waktu dengan

acuan Matahari tidak berubah – ubah. Bulan – bulan yang bertepatan dengan

musim dingin maka seterusnya akan bertepatan dengan musim dingin. Dan

bulan – bulan yang bertepatan dengan musim panas maka seterusnya akan

bertepatan dengan musim panas. Di antara lama tahun Syamsiyah dengan

tahun Qamariyah terdapat selisih 11 hari. Meski demikian, tahun

Qamariyahlah yang dijadikan acuan dalam kalender bulan bangsa Arab yang

permulaan bulannya ditentukan dengan hilal.33

5. Surat al-Isra<’ ayat 12

“dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan

tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia

dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan

perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”34

Malam dan siang adalah dua tanda kebesaran Allah. Atau dapat pula

dikatakan bahwa malam dan siang Allah jadikan memiliki dua tanda. Tanda

untuk malam adalah Bulan yang diciptakan oleh Allah berwujud gelap namun

dapat memantulkan sinar Matahari dan cahayanya berangsur – angsur

berkurang hingga hilang (al-Muha<q). Sedangkan tanda untuk siang adalah

Matahari yang diciptakan Allah bersinar dengan sinarnya sendiri dan

menyinari segala sesuatu. Sehingga manusia dapat mencari rizki di terangnya

siang hari. Dengan tanda – tanda tersebut pula manusia dapat mengetahui

bilangan tahun – tahun dan jenis hisab yang dapat digunakan untuk urusan

33

Muhammad Mutawalli Al-Sya’rawi, Tafsi<r .., hal. 495 - 496 34

Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, Jilid 5, hal. 442

17

agama dan dunia. Segala hal tersebut telah Allah terangkan dengan jelas

kepada manusia. 35

Pada ayat ini Allah mengajak manusia memahami pentingnya

pergerakan Matahari dan Bulan sebagai penentuan waktu. Dengan mengetahui

hitungan waktu dengan acuan pergerakan Matahari, manusia dapat mengerti

waktu shalat, batas waktu bercocok tanam, waktu musim hujan dan lainnya.

Karena bulan Syamsiyah yang jatuh pada musim semi maka seterusnya akan

jatuh pada musim semi. Dan bulan Syamsiyah yang jatuh pada musim gugur

maka seterusnya akan jatuh pada musim gugur. Sedangkan dengan

mengetahui pergerakan Bulan, umat Islam dapat mengetahui masuknya bulan

puasa, hari – hari haji dan lain – lain.36

6. Surat al-Kahf ayat 25

“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah

sembilan tahun (lagi).”37

Ibnu Kas\i<r mengatakan bahwa lewat ayat ini Allah mengabarkan kepada

Nabi Muhammad saw. lamanya As}h}a<b al-Kahf tinggal di dalam gua adalah

300 tahun Syamsiyah dan 309 tahun Qamariyah karena interval setiap 100

tahun Syamsiyah dengan tahun Qamariyah adalah 3 tahun. Sedangkan adanya

penyebutan lamanya As}h}a<b al-Kahf tinggal di dalam gua dengan hitungan

tahun Syamsiyah dan Qamariyah adalah karena ahl al-kita<b pada masa

tersebut menggunakan kalender Syamsiyah sedangkan umat Islam

menggunakan kalender Qamariyah. 38

35

Na<siruddin Abu Sa’id Abdullah bin ‘Umar bin Muhammad Al-Syairazi Al-Baid}awi,

Anwa<r al-Tanzi<l wa Asra<r al-Ta’wi<l, Jilid III, hal. 408, diambil dari Maktabah Syamilah 36

Muhammad Mutawalli Al-Sya’rawi, Tafsir Al-Sya’rawi, hal. 495, diambil dari

Maktabah Syamilah 37

Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, hal. 589 38

Muhammad Sayyid T}ant}awi, Al-Tafsi<r al-Wasi<t}, Jilid I, hal. 2707, diambil dari

Maktabah Syamilah. Lihat Pula Abu al-Fada’ Isma’i<l bin Umar bin Kas \i<r, Tafsir al-Qur’an al-‘Az}im, Jilid II, hal. 70, diambil dari Maktabah Syamilah

18

Dalam kitab Tafsir al-Ra<zi<, Al-Ra<zi< menyatakan bahwa ia tidak

sependapat dengan penafsiran sebagian mufassir terkait ayat tersebut adalah

mengenai lama As}h}a<b al-Kahf tinggal di dalam gua adalah 300 tahun

Syamsiyah atau 309 tahun Qamariyah. Menurutnya, secara hisab hal tersebut

tidaklah benar. Menurutnya, yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah

adanya perbedaan pendapat mengenai lamanya As}h}a<b al-Kahf tinggal di

dalam gua. Ada yang mengatakan selama 300 tahun namun kemudian mereka

menyepakati bahwa lamanya As}h}a<b al-Kahf tertidur di dalam gua adalah 309

tahun.39

Penulis tertarik untuk dapat melihat selisih tahun Syamsiyah dan

Qamariyah pada kurun waktu 300 tahun. Berikut ini penulis tuliskan cara

melihat perbandingan tersebut:

Lama 1 tahun Syamsiyah = 365,2422 hari

Lama 1 tahun Qamariyah = 354,3670139 hari

300 tahun Syamsiyah = 300 x 365,2422 hari

= 109572,66 hari

= 109572,66 hari / 354,3670139 hari

= 309,2067142 tahun Qamariyah

= 309 tahun Qamariyah lebih 73 hari lebih 6 jam 54

menit.

Berdasarkan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa selisih tahun

Syamsiyah dan Qamariyah dalam kurun waktu 300 tahun Syamsiyah tidaklah

tepat 9 tahun dan mungkin inilah yang menjadi landasan penolakan penafsiran

surat al-Kahf ayat 25 ini mengenai lama As}h}a<b al-Kahf tinggal di dalam gua

menurut hitungan tahun Syamsiyah dan Qamariyah.

7. Surat Ya<si<n ayat 38 - 40

39

Abu ‘Abdullah bin Umar bin al-Hasan bin al-Husain al-Taimi al-Ra<zi<, Tafsir Al-Ra<zi<, Jilid 10, hal. 193, diambil dari Maktabah Syamilah

19

“Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang

Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan

manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir)

Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua Tidaklah mungkin bagi matahari

mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-

masing beredar pada garis edarnya.”40

Matahari, Bulan, malam dan siang semuanya memiliki masa tertentu

dalam peredarannya dan pergantiannya. Masa yang telah ditentukan adalah

idra<k dan sabq. Masa yang dibutuhkan Matahari untuk beredar di falaknya,

lingkaran buruj adalah 1 tahun Syamsiyah sedangkan masa yang dibutuhkan

Bulan untuk beredar di falaknya, adalah selama 1 bulan Qamariyah. Sehingga

tidak mungkin bagi Matahari mendapati (idra<k) atau mendahului (sabq) Bulan

karena lambatnya pergerakan Matahari pada falaknya. Sedangkan yang

dimaksud dengan potongan ayat وال انهيم سابق اننهار adalah tanda malam

mendahului tanda siang. Walaupun Bulan yang menjadi tanda malam hari

pergerakannya lebih cepat dari Matahari yang menjadi tanda siang hari,

pergantian malam dan siang tetap teratur. Dalam pergerakan hariannya,

kemunculan Bulan akan semakin cepat dari terbitnya Matahari. Namun lebih

cepatnya terbitnya Bulan dari Matahari tidak membuat kemunculan malam

akan mendahului (sabq) siang hari. 41

C. Kesimpulan

40

Kementrian Agama RI Al-Qur’an…, Jilid 8, hal. 224 41

Syihabuddin Mahmu<d bin Abdillah Al-Husaini Al-Alu<si<, Tafsir Al-Alu<si<, Jilid 16, hal.

481, diambil dari Maktabah Syamilah

20

Pada surat al-Taubah ayat 36 – 37, Allah menetapkan jumlah bulan

dalam 1 tahun Qomariyah dan melarang adanya al-Nasi’ yang dilakukan orang

– orang Arab jahiliyah. Hal tersebut menjadikan bakunya penetapan empat

bulan Haram dan pelaksanaan ibadah tahunan umat Islam. Meskipun dengan

pelarangan al-Nasi’ menyebabkan kalender Qomariyah yang digunakan umat

Islam tidak sesuai dengan musim, ada hikmah di balik itu, diantaranya adalah

pergeseran pelaksanaan waktu ibadah puasa dan haji dari musim ke musim.

Pada suatu waktu, ibadah puasa dilakukan di musim panas yang pada

saat itu Bumi bagian utara mengalami siang hari lebih dari 12 jam sedangkan

Bumi bagian selatan berada di musim dingin dan mengalami siang hari kurang

dari 12 jam. Dan pada suatu waktu, ibadah puasa dilakukan di musim dingin

yang pada saat itu Bumi bagian utara mengalami siang hari kurang dari 12 jam

sedangkan Bumi bagian selatan berada di musim panas dan mengalami siang

hari lebih dari 12 jam. Ada keadilan di balik itu.

Pelarangan al-Nasi’ juga mempengaruhi waktu pelaksanaan ibadah haji.

Pada suatu waktu, ibadah haji dilaksanakan di musim panas dimana saat

melaksanakannya umat Islam merasakan kepayahan karena terik yang luar

biasa. Namun suatu waktu, ibadah haji dilaksanakan di musim dingin dimana

saat melaksanakannya umat Islam tidak merasakan teriknya tanah Arab.

Cara penetapan bulan dan tahun Qomariyah lebih dijelaskan terperinci

dibandingkan dengan bulan dan tahun Syamsiyah, karena bulan Qomariyah

berkaitan langsung dengan ibadah. Sedangkan bulan dan tahun Syamsiyah

tidak. Namun al-Qur’an tidak menafikan pentingnya penentuan waktu

menggunakan Matahari. Al-Qur’an justru menyebutkan pentingnya

mengetahui peredaran Matahari sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-

Isra’ ayat 12.

D. Penutup

Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberikan

wawasan yang bermanfaat kepada pembaca sekalian, khususnya bagi penulis.

21

Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan, penulis menerima kritik dan saran

dari pembaca sekalian, guna memperbaiki makalah ini.

22

DAFTAR PUSTAKA

Al-Biruni, Abu Raiyhan Muhammad bin Ahmad, The Chronology of Ancient Nations, terj. Edward Sachau, London: W. H. Allen & Co, 1879

al-Darwi<sy, Muh}yiddin, I’ra<b al-Qur’a<n al-Kari<m wa Baya<nuhu, Beirut: Da<r Ibn

Kas}i<r, tt.,

al-Jauhari, Muhammad Sayyid T{ant{awi, Al-Jauhar fi< Tafsi<r al-Qur’a <n al-Kari<m, Beirut: Dar al-Fikr, tt.

al-Kaffawi<, Abu< Baqa<’ Ayyu<b bin Mu<sa< al-Husaini<, Kita<b al-Kulliya<t, Beirut:

Mu’assasah al-Risa<lah, 1998

al-Mara<gi<, Ahmad Must}afa<, Tafsi<r al-Mara<gi<, Kairo: Maktabah Mustafa< al-Ba<bi<

al-Halbi<, tt.

Ali, Jawa<d, Al-Mufashshal fi< Ta<ri<kh al-‘Arab Qabl al-Isla<m, Beirut: Dar el-Fikr,

1380, Jilid 8

Daintith, John, Dictionary of Astronomy, New York: Market House Book Ltd.,

2006

Ibn Abdul Barr, Abu ‘Umar Yu<suf bin Abdullah, Al-Durar fi< Ikhti<s}ar al-Maga<zi< wa al-Siyar, Kairo: Dar al-Kutub al-Mis}riyah.

Kementrian Agama RI Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Disempurnakan), Jakarta:

PT Sinergi Pustaka Indonesia, 2012

Nalino, Carlo, ‘Ilm al-Falak wa Ta<ri<khuhu ’inda al-‘Arab fi al-Qarn al-Wust}a<, Beirut: Auraq Syarqiyah, 1993

Dari Maktabah Syamilah:

Al-Alu<si<, Syihabuddin Mahmu<d bin Abdillah Al-Husaini, Tafsir Al-Alu<si<, diambil dari Maktabah Syamilah

Al-Baid}a>wi, Na<siruddin Abu Sa’id Abdullah bin ‘Umar bin Muhammad Al-

Syairazi>, Anwa<r al-Tanzi<l wa Asra<r al-Ta’wi<l, diambil dari Maktabah

Syamilah

Al-Khazin, ‘Alauddin Ali bin Ahmad bin Ibrahim bin ‘Umar, Luba<b al-Ta’wi<l fi< Ma’na al-Tanzi<l, diambil dari Maktabah Syamilah.

23

Al-Naisabu<ri<, Abu Isha<q Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim Al-S|a’labi, Al-Kasyf wa al-Baya<n, diambil dari Maktabah Syamilah

Al-Qat}a<n, Ibrahim, Taisi<r al-Tafsi<r li Al-Qat}a<n, diambil dari Maktabah Syamilah

al-Ra<zi<, Abu ‘Abdullah bin Umar bin al-Hasan bin al-Husain al-Taimi, Tafsir al-Ra<zi<, diambil dari Maktabah Syamilah

Al-Suyu<t}i<, Abdurrahman Jala<luddin, Al-Mazhar fi< ‘Ulu<m al-Lughoh wa Anwa<’iha<, diambil dari Maktabah Syamilah

Al-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli, Tafsir Al-Sya’rawi, diambil dari Maktabah

Syamilah

al-Sya<z|ili, Sayyid Qutb Ibrahim Husain, fi Z}ila<l al-Qur’a<n, diambil dari

Maktabah Syamilah.

Al-Syarbini, Muhammad bin Ahmad Al-Khathi<b, Al-Sira<j al-Muni<r fi< al-I’a<nah ‘ala< Ma’rifah Ba’d} Ma’a<ni Kala<m Rabbina< Al-Haki<m Al-Khabi<r, diambil dari Maktabah Syamilah

Al-T}ant}awi, Muhammad Sayyid, Al-Tafsi<r al-Wasi<t}, diambil dari Maktabah

Syamilah.

Al-Zamakhsyari, Abu al-Qasim bin ‘Amr bin Ahmad, Al-Kasya<f, Maktabah

Syamilah

Ibn Kas\i<r, Abu al-Fada’ Isma’i<l bin Umar, Tafsir al-Qur’an al-‘Az}im, diambil

dari Maktabah Syamilah

Ibn Taimiyah, Ahmad bin Abdul Hali<m, Daqa<iq al-tafa<si<r, diambil dari Maktabah

Syamilah