Submarine Pipeline Design at Tanjung Sekong Project
-
Upload
lauren-bowen -
Category
Documents
-
view
216 -
download
20
Transcript of Submarine Pipeline Design at Tanjung Sekong Project
SUBMARINE PIPELINE DESIGN AT TANJUNG
SEKONG PROJECT
RANCANGAN JARINGAN PIPA DI DASAR LAUT PADA PROYEK
TANJUNG SEKONG
Oleh :
Mohammad Fadly
ET 112695
STAFF BIDANG ENGINEERING
PT. WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk.
DEPARTEMENT INDUSTRIAL PLANT
JAKARTA
2011
i
Abstrak
Sistem perpipaan bawah laut (Submarine pipeline system), merupakan salah satu
bangunan laut yang berfungsi sebagai media transportasi minyak dan gas atau fluida
lainnya dari sumur-sumur pengeboran atau dari loading arm kapal tanker ke tempat
penyimpanan atau pengolahan. Sebagai media transportasi, sistem perpipaan bawah laut
merupakan sarana yang sangat vital dalam kegiatan produksi di industri minyak dan gas.
Kerusakan ataupun kegagalan yang terjadi pada sistem perpipaan dapat menimbulkan
dampak yang serius seperti berhentinya kegiatan distribusi/transportasi, ancaman
keselamatan dan kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu, dalam merancang suatu
sistem perpipaan bawah laut diperlukan analisis yang menyeluruh dari berbagai aspek.
Perhitungan tebal dinding pipa dan kestabilan bawah laut dilakukan dengan
menggunakan pengaruh parameter-parameter didalamnya. Perhitungan tebal dinding pipa
bertujuan agar mendapat tebal pipa yang aman dari pengaruh tekanan internal dan
eksternal. Analisis on-bottom stability bertujuan untuk mengetahui kestabilan pipeline
dibawah laut terhadap gaya-gaya luar yang bekerja, yaitu gaya-gaya hidrodinamika
berupa gaya angkat, gaya tahan dan gaya inersia dan mengetahui kestabilan pipeline
terhadap daya dukung tanah di dasar laut.
Kata Kunci : Submarine Pipeline System, Tebal Dinding Pipa, On-Bottom Stability
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Abstrak i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iv
Daftar Tabel v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Ruang Lingkup 3
1.5 Sistematika Penulisan 3
BAB II DASAR TEORI
2.1 Umun 5
2.2 Ketebalan Pipa 5
2.2.1. Kriteria Internal Pressure Containment 6
2.2.2. Kriteria Hidrostatik Collapse 7
2.2.3. Kriteria Kombinasi Pembebanan (Local Buckling) 8
2.2.4. Kriteria Propagation Buckling 9
2.3 Analisis dan Desain On Bottom Stability 10
2.3.1. Pemilihan Metode Analisis 10
2.3.2. Analisis Kestabilan Sederhana 11
2.3.3. Berat Terendam Pipa (Submerged Weight) 14
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Deskripsi 15
3.2 Data Desain & Parameter Pipa 16
3.2.1. Umur Desain 16
3.2.2. Data Pipa 16
3.2.3. Data Lingkungan 17
iii
3.2.4. Data Tanah 18
3.3 Perhitungan Desain Pipa 19
3.3.1. Ketebalan Pipa 19
3.3.2. On Bottom Stability 21
3.3.2.1. Analisis Kestabilan Lateral 21
3.3.2.2. Analisis Kestabilan Vertikal 22
3.4 Instalasi Submarine Pipeline 25
BAB IV KESIMPULAN & SARAN
5.1 Kesimpulan 28
5.2 Saran 29
Daftar Pustaka
Lampiran
Lampiran A - Ringkasan Hasil Perhitungan Wall Thickness
Lampiran B - Ringkasan Hasil Analisis On-Bottom Stability
Lampiran C - Perhitungan Wall Thickness Pipa 12 inch LPG liquid
Lampiran D -Analisis On – Bottom Stability Pipa 12 inch LPG liquid kondisiinstalasi
Lampiran E -Analisis On – Bottom Stability Pipa 12 inch LPG liquid kondisioperasi
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Flowchart Design Engineering pipa bawah laut 5
Gambar 2.2 Diagram Bebas Pipa Pada Analisis On-Bottom Stability 12
Gambar 2.3 Cross section pipe 14
Gambar 3.1 Lokasi Tanjung Sekong 15
Gambar 3.2 Diagram Alir Perhitungan Tebal Dinding Pipa 20
Gambar 3.3 Diagram Alir Analisis Kestabilan Lateral 22
Gambar 3.4 Diagram Alir Analisis Kestabilan Vertikal 23
Gambar 3.5 S-Lay Methode 25
Gambar 3.6 J-Lay Methode 26
Gambar 3.7 Rentis Methode 27
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pipeline Data 16
Tabel 3.2 Coating Material 17
Tabel 3.3 Data Lingkungan 17
Tabel 3.4 Data Tanah 18
Tabel 3.5 Kebutuhan Operasi Flowline 18
Tabel 3.6 LPG Properti 19
Tabel 3.7 Kondisi Aliran LPG 19
Tabel 3.8 Ketebalan Pipa Nominal 21
Tabel 3.9 On Bottom Stability 24
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan pendistribusian berbagai macam fluida melalui jaringan pipa baik fluida
berupa liquid maupun vapor semakin meningkat secara signifikan. Sebagai contoh nyata
yaitu pada proyek Tanjung Sekong dimana akan dibangun terminal LPG oleh PT
WIJAYA KARYA (persero) Tbk yang terdapat pendistribusian LPG dari jetty lepas
pantai ke terminal LPG on shore melalui jaringan pipa lepas pantai.
Jaringan pipa lepas pantai yang dikonstruksi di kedalaman tertentu harus didesain
sedemikian rupa sehingga jaringan tersebut terjaga keutuhannya baik selama masa
instalasi maupun masa operasi. Selama instalasi, jaringan pipa akan mengalami variasi
tegangan tekuk (buckling) ketika diturunkan dari tongkang ke dasar laut yang disebabkan
oleh arus lateral dan berbagai kondisi dinamik. Setelah jaringan pipa selesai dikonstruksi
di dasar laut, jaringan pipa tersebut masih terbuka akan resiko-resiko kerusakan akibat
kondisi internal, yaitu kekuatan material pipa itu sendiri dan tekanan yang bekerja di
dalam pipa, serta kondisi eksternal seperti gelombang, pasang surut dan arus dilokasi,
ketidakstabilan tanah, temperatur, jangkar kapal, jaring ikan dan sebagainya.
Pada makalah ini akan dilakukan perancangan awal sistem perpipaan offshore baru
untuk mengalirkan LPG dari Jetty lepas pantai ke Terminal LPG milik PT PERTAMINA
(persero) Tbk. Perancangan awal tersebut akan mengacu pada code yang mengatur sistem
perpipaan untuk penyaluran LPG, yaitu DNV OS F101. Selain itu, perancangan ini
menggunakan code ASME B31.4 dan API yang cocok untuk sistem perpipaan offshore,
dan standard serta spesifikasi yang lain.
2
1.2. Perumusan Masalah
Perancangan awal (Front End Engineering Design) aspek mekanikal untuk system
perpipaan offshore dilakukan agar tidak terjadi kegagalan pada saat kondisi
pemasangan(instalasi), kondisi operasi, dan kondisi hidrotest. Kegagalan-kegagalan yang
dapat terjadi antara lain tegangan akibat tekanan internal dan eksternal yang melebihi
batas tegangan yang diijinkan, perpindahan pipa akibat ekspansi termal yang terlalu
besar, kegagalan akibat buckling, terjadi korosi yang menyebabkan pipa bocor, kegagalan
akibat beban dinamik, dan lain-lain. Kegagalan tersebut dapat menyebabkan distribusi
fluida terhambat atau bahkan berhenti sehingga tidak dapat melakukan proses selanjutnya
Kegagalan-kegagalan tersebut dapat dihindari, caranya adalah dengan melakukan
analisis dan perhitungan-perhitungan yang matang pada tahap perancangan sistem
perpipaan offshore terhadap berbagai aspek sesuai code dan standard yang mengatur
perancangan awal sistem perpipaan offshore tersebut. Dalam code ini ditetapkan
persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu untuk mendapatkan hasil rancangan dan
konstruksi sistem perpipaan yang aman. Oleh karena itu, setiap tahap perancangan,
misalnya pemilihan material, penentuan dimensi, perhitungan beban dan tegangan, dan
lain-lain harus selalu mengacu pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh code tersebut.
1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin didapatkan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1. Mempelajari dan memperdalam studi mengenai perancangan jaringan pipa dasar laut
yang meliputi perhitungan tebal dinding pipa dan on-bottom stability pada sistem
perpipaan bawah laut pada sistem perpipaan offshore untuk transmisi LPG yang
optimum dan mengacu pada kriteria code dan standard.
2. Memperoleh metode instalasi jaringan pipa dasar laut yang optimum.
3
1.4. Ruang Lingkup
Lingkup pembahasan dalam laporan ini berupa proses perhitungan ketebalan
pipa(wall thickness), analisis kestabilan pipa bawah laut (on-bottom stability) serta
metode instalasi yang dipilih.
Proses desain dimulai dengan persyaratan dan parameter input, antara lain berupa,
diameter pipa yang akan digunakan, kemudian memilih standard dan peraturan yang akan
digunakan, menentukan jalur yang akan dilalui oleh pipa tersebut. Dilanjutkan dengan
pemilihan grade material yang akan digunakan, baru menentukan nominal ketebalan pipa
(wall thickness) yang dihitung berdasarkan beban dan kekuatan material pipa, dan
diakhiri dengan analisis kestabilan di bawah laut.
1.5. Sistematika Penulisan
Sedangkan sistematika penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I :PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, perumusan
masalah, tujuan, dan juga akan di bahas mengenai ruang lingkup, dan
sistematika penulisan laporan penelitian yang dilakukan
BAB II :DASAR TEORI
Pada bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan pembahasan,
dimana teori-teori tersebut dijadikan acuan dalam melaksanakan
langkah-langkah analisa. Sehingga tujuan dari penelitian ini dapat
tercapai.
BAB III :PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mulai dari data lapangan, yang kemudian data
rancangan apa saja diperlukan dalam melakukan perhitungan dan
4
analisis beserta pengaruh parameter-paremeter yang terjadi serta metode
instalasi yang digunakan.
BAB IV :KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil yang didapatkan pada
perhitungan dan analisis yang telah dilakukan, dimana untuk selanjutnya
dari kesimpulan tersebut dapat diberikan suatu saran yang dapat
bermanfaat kedepannya.
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Umum
Desain engineering pipa adalah proses yang harus dijalankan secara sistematis.
Merancang pipa memiliki proses tahap demi tahap dengan mengacu pada aturan yang
berlaku yaitu standard dan kode Internasional yang kemudian dapat digunakan sebagai
wadah untuk verifikasi. Proses desain ini memiliki parameter dan data input yang cukup
kompleks seperti tergambar dalam Gambar berikut.
Gambar 2.1 Flowchart Design Engineering pipa bawah laut
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Umum
Desain engineering pipa adalah proses yang harus dijalankan secara sistematis.
Merancang pipa memiliki proses tahap demi tahap dengan mengacu pada aturan yang
berlaku yaitu standard dan kode Internasional yang kemudian dapat digunakan sebagai
wadah untuk verifikasi. Proses desain ini memiliki parameter dan data input yang cukup
kompleks seperti tergambar dalam Gambar berikut.
Gambar 2.1 Flowchart Design Engineering pipa bawah laut
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Umum
Desain engineering pipa adalah proses yang harus dijalankan secara sistematis.
Merancang pipa memiliki proses tahap demi tahap dengan mengacu pada aturan yang
berlaku yaitu standard dan kode Internasional yang kemudian dapat digunakan sebagai
wadah untuk verifikasi. Proses desain ini memiliki parameter dan data input yang cukup
kompleks seperti tergambar dalam Gambar berikut.
Gambar 2.1 Flowchart Design Engineering pipa bawah laut
6
2.2. Ketebalan Pipa
Dalam hal ini ketebalan pipa ditentukan sesuai dengan standard ( digunakan API
5L) dan akan diverifikasi menggunakan standar DNV OS F101, Submarine Pipeline
System. Perhitungan ketebalan pipa (wall thickness) ini berdasarkan pada standar DNV
OS F101,dimana ketebalan pipa yang ditentukan harus dapat memenuhi kriteria-kriteria
berikut:
Internal Pressure Containment
Hydrostatic Collapse
Combine Loading
Buckle Propagation
Dimana kriteria ketebalan yang digunakan untuk masing-masing kondisi
pembebanan adalah seperti dalam table berikut
Dimana,
t : ketebalan nominal pipa
tfab : toleransi fabrikasi
tcorr : corrosion allowance
2.2.1. Kriteria Internal Pressure Containment
Dalam konsep load dan resistance factor design (LFRD) kriteria pressure
containment dituliskan sebagai berikut,
− ≤ ( ).6
2.2. Ketebalan Pipa
Dalam hal ini ketebalan pipa ditentukan sesuai dengan standard ( digunakan API
5L) dan akan diverifikasi menggunakan standar DNV OS F101, Submarine Pipeline
System. Perhitungan ketebalan pipa (wall thickness) ini berdasarkan pada standar DNV
OS F101,dimana ketebalan pipa yang ditentukan harus dapat memenuhi kriteria-kriteria
berikut:
Internal Pressure Containment
Hydrostatic Collapse
Combine Loading
Buckle Propagation
Dimana kriteria ketebalan yang digunakan untuk masing-masing kondisi
pembebanan adalah seperti dalam table berikut
Dimana,
t : ketebalan nominal pipa
tfab : toleransi fabrikasi
tcorr : corrosion allowance
2.2.1. Kriteria Internal Pressure Containment
Dalam konsep load dan resistance factor design (LFRD) kriteria pressure
containment dituliskan sebagai berikut,
− ≤ ( ).6
2.2. Ketebalan Pipa
Dalam hal ini ketebalan pipa ditentukan sesuai dengan standard ( digunakan API
5L) dan akan diverifikasi menggunakan standar DNV OS F101, Submarine Pipeline
System. Perhitungan ketebalan pipa (wall thickness) ini berdasarkan pada standar DNV
OS F101,dimana ketebalan pipa yang ditentukan harus dapat memenuhi kriteria-kriteria
berikut:
Internal Pressure Containment
Hydrostatic Collapse
Combine Loading
Buckle Propagation
Dimana kriteria ketebalan yang digunakan untuk masing-masing kondisi
pembebanan adalah seperti dalam table berikut
Dimana,
t : ketebalan nominal pipa
tfab : toleransi fabrikasi
tcorr : corrosion allowance
2.2.1. Kriteria Internal Pressure Containment
Dalam konsep load dan resistance factor design (LFRD) kriteria pressure
containment dituliskan sebagai berikut,
− ≤ ( ).
7
= 2.− 2√3= , 1.15= . .Dimana
Pi : tekanan lokal internal untuk kondisi operasional
Pb : Tahanan terhadap tekanan internal (containment)
Pe : Tekanan luar pipa
fy : Karakteristik yield stress
fu : Karakteristik tensile stress
Ρsw: Densitas air laut
g : Percepatan gravitasi
d : Kedalaman perairan
t : Ketebalan pipa
γm: Faktor tahanan material (material resistence)
γsc: Faktor safety class
2.2.2. Kriteria Hidrostatik Collapse
Kriteria ini menunjukkan bahwa pipa akan mampu bertahan dari deformasi bentuk
pipa selama masa layannya. Kriteria ini sangat dipengaruhi oleh kapasitas plastis,
kapasitas elastis, dan ovalitas dari baja. Nilai dari tekanan collapse dalam dirumuskan
sebagai berikut:
( ) − ( ) . ( ) − ( ) = ( ). ( ). ( ). .= 2. .1 − ʋ( ). = . 2.
7
= 2.− 2√3= , 1.15= . .Dimana
Pi : tekanan lokal internal untuk kondisi operasional
Pb : Tahanan terhadap tekanan internal (containment)
Pe : Tekanan luar pipa
fy : Karakteristik yield stress
fu : Karakteristik tensile stress
Ρsw: Densitas air laut
g : Percepatan gravitasi
d : Kedalaman perairan
t : Ketebalan pipa
γm: Faktor tahanan material (material resistence)
γsc: Faktor safety class
2.2.2. Kriteria Hidrostatik Collapse
Kriteria ini menunjukkan bahwa pipa akan mampu bertahan dari deformasi bentuk
pipa selama masa layannya. Kriteria ini sangat dipengaruhi oleh kapasitas plastis,
kapasitas elastis, dan ovalitas dari baja. Nilai dari tekanan collapse dalam dirumuskan
sebagai berikut:
( ) − ( ) . ( ) − ( ) = ( ). ( ). ( ). .= 2. .1 − ʋ( ). = . 2.
7
= 2.− 2√3= , 1.15= . .Dimana
Pi : tekanan lokal internal untuk kondisi operasional
Pb : Tahanan terhadap tekanan internal (containment)
Pe : Tekanan luar pipa
fy : Karakteristik yield stress
fu : Karakteristik tensile stress
Ρsw: Densitas air laut
g : Percepatan gravitasi
d : Kedalaman perairan
t : Ketebalan pipa
γm: Faktor tahanan material (material resistence)
γsc: Faktor safety class
2.2.2. Kriteria Hidrostatik Collapse
Kriteria ini menunjukkan bahwa pipa akan mampu bertahan dari deformasi bentuk
pipa selama masa layannya. Kriteria ini sangat dipengaruhi oleh kapasitas plastis,
kapasitas elastis, dan ovalitas dari baja. Nilai dari tekanan collapse dalam dirumuskan
sebagai berikut:
( ) − ( ) . ( ) − ( ) = ( ). ( ). ( ). .= 2. .1 − ʋ( ). = . 2.
8
= −Dimana:
Pel : Tekanan elastis
Pp : Tekanan plastis
fo : Ovalitas
: Faktor fabrikasi (DNV OS F101 table 5-7)
Kriteria collapse mensyaratkan agar tekanan collapse dapat menahan tekanan
eksternal yang bekerja pada pipa, atau dengan kata lain nilai eksternal tidak boleh
melebihi nilai tekanan collapse (Pc), criteria collapse dapat dituliskan sebagai berikut:
− ≤ ( ).Dimana,
Pc : Tekanan collapse
Pe : Tekanan eksternal
2.2.3. Kriterian kombinasi pembebanan (local buckling)
Kriteria ini adalah menunjukkan kekuatan dari pipa baja yang akan diletakan
didasar laut terhadap semua gaya dan tekanan yang akan terjadi pada pipa. Dalam kriteria
ini pipa dikenai beberapa pembebanan secara langsung yaitu kombinasi pembebanan
terhadap momen tekuk (bending moment), gaya aksial efektif, tekanan internal berlebih
(internal over pressure). Kriteria ini dirumuskan dalam DNV OS F101 sebagai berikut:
1. Untuk kondisi tekanan internal berlebih (Pi>Pe)
. . | |. ( ) + . . ( ). ( ) + . −. ( ) ≤ 12. Untuk kondisi eksternal berlebih (Pi<Pe)
. . | ( )| + . . ′( , ) + . ( ) ≤ 18
= −Dimana:
Pel : Tekanan elastis
Pp : Tekanan plastis
fo : Ovalitas
: Faktor fabrikasi (DNV OS F101 table 5-7)
Kriteria collapse mensyaratkan agar tekanan collapse dapat menahan tekanan
eksternal yang bekerja pada pipa, atau dengan kata lain nilai eksternal tidak boleh
melebihi nilai tekanan collapse (Pc), criteria collapse dapat dituliskan sebagai berikut:
− ≤ ( ).Dimana,
Pc : Tekanan collapse
Pe : Tekanan eksternal
2.2.3. Kriterian kombinasi pembebanan (local buckling)
Kriteria ini adalah menunjukkan kekuatan dari pipa baja yang akan diletakan
didasar laut terhadap semua gaya dan tekanan yang akan terjadi pada pipa. Dalam kriteria
ini pipa dikenai beberapa pembebanan secara langsung yaitu kombinasi pembebanan
terhadap momen tekuk (bending moment), gaya aksial efektif, tekanan internal berlebih
(internal over pressure). Kriteria ini dirumuskan dalam DNV OS F101 sebagai berikut:
1. Untuk kondisi tekanan internal berlebih (Pi>Pe)
. . | |. ( ) + . . ( ). ( ) + . −. ( ) ≤ 12. Untuk kondisi eksternal berlebih (Pi<Pe)
. . | ( )| + . . ′( , ) + . ( ) ≤ 18
= −Dimana:
Pel : Tekanan elastis
Pp : Tekanan plastis
fo : Ovalitas
: Faktor fabrikasi (DNV OS F101 table 5-7)
Kriteria collapse mensyaratkan agar tekanan collapse dapat menahan tekanan
eksternal yang bekerja pada pipa, atau dengan kata lain nilai eksternal tidak boleh
melebihi nilai tekanan collapse (Pc), criteria collapse dapat dituliskan sebagai berikut:
− ≤ ( ).Dimana,
Pc : Tekanan collapse
Pe : Tekanan eksternal
2.2.3. Kriterian kombinasi pembebanan (local buckling)
Kriteria ini adalah menunjukkan kekuatan dari pipa baja yang akan diletakan
didasar laut terhadap semua gaya dan tekanan yang akan terjadi pada pipa. Dalam kriteria
ini pipa dikenai beberapa pembebanan secara langsung yaitu kombinasi pembebanan
terhadap momen tekuk (bending moment), gaya aksial efektif, tekanan internal berlebih
(internal over pressure). Kriteria ini dirumuskan dalam DNV OS F101 sebagai berikut:
1. Untuk kondisi tekanan internal berlebih (Pi>Pe)
. . | |. ( ) + . . ( ). ( ) + . −. ( ) ≤ 12. Untuk kondisi eksternal berlebih (Pi<Pe)
. . | ( )| + . . ′( , ) + . ( ) ≤ 1
9
Dimana,
Msd = MFγFγC + MEγE + MAγAγC
Ssd = SFγFγC + SEγE + SAγAγC
MP = fy ( D – t2 )2 t2
Sp = fy π ( D – t2 )t2= ( − )= (1 − ) + (nilai maksimum 1.20)
= 0.4 + < 15⁄(0.4 + )(60 − ⁄ ) 45⁄ 15 ≤ ≤ 60⁄0 ≥ 60⁄= ( − )2( )√3 >0 ≤
Keterangan;
Md : momen tekuk disain
Sd : gaya aksial efektif disain
Mp : statis momen
ΔPd : perbedaan tekanan disain
Sp : gaya aksial statis
Pb : burst pressure
αc : parameter flow stress
2.2.4. Kriteria Propagation Buckling
Propagation buckling dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana buckle yang
terjadi pada pipa berubah menjadi buckle yang memanjang sepanjang pipa. Perambatan
ini tidak bias mulai atau menjalar kebagian lain jika tekanan eksternal masih dibawah
tekanan propagasi ( Ppr ). Propagating Buckling pada pipa akan terjadi jika memenuhi
syarat tekanan sebagai berikut:
Pc > Pinit > Ppr
9
Dimana,
Msd = MFγFγC + MEγE + MAγAγC
Ssd = SFγFγC + SEγE + SAγAγC
MP = fy ( D – t2 )2 t2
Sp = fy π ( D – t2 )t2= ( − )= (1 − ) + (nilai maksimum 1.20)
= 0.4 + < 15⁄(0.4 + )(60 − ⁄ ) 45⁄ 15 ≤ ≤ 60⁄0 ≥ 60⁄= ( − )2( )√3 >0 ≤
Keterangan;
Md : momen tekuk disain
Sd : gaya aksial efektif disain
Mp : statis momen
ΔPd : perbedaan tekanan disain
Sp : gaya aksial statis
Pb : burst pressure
αc : parameter flow stress
2.2.4. Kriteria Propagation Buckling
Propagation buckling dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana buckle yang
terjadi pada pipa berubah menjadi buckle yang memanjang sepanjang pipa. Perambatan
ini tidak bias mulai atau menjalar kebagian lain jika tekanan eksternal masih dibawah
tekanan propagasi ( Ppr ). Propagating Buckling pada pipa akan terjadi jika memenuhi
syarat tekanan sebagai berikut:
Pc > Pinit > Ppr
9
Dimana,
Msd = MFγFγC + MEγE + MAγAγC
Ssd = SFγFγC + SEγE + SAγAγC
MP = fy ( D – t2 )2 t2
Sp = fy π ( D – t2 )t2= ( − )= (1 − ) + (nilai maksimum 1.20)
= 0.4 + < 15⁄(0.4 + )(60 − ⁄ ) 45⁄ 15 ≤ ≤ 60⁄0 ≥ 60⁄= ( − )2( )√3 >0 ≤
Keterangan;
Md : momen tekuk disain
Sd : gaya aksial efektif disain
Mp : statis momen
ΔPd : perbedaan tekanan disain
Sp : gaya aksial statis
Pb : burst pressure
αc : parameter flow stress
2.2.4. Kriteria Propagation Buckling
Propagation buckling dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana buckle yang
terjadi pada pipa berubah menjadi buckle yang memanjang sepanjang pipa. Perambatan
ini tidak bias mulai atau menjalar kebagian lain jika tekanan eksternal masih dibawah
tekanan propagasi ( Ppr ). Propagating Buckling pada pipa akan terjadi jika memenuhi
syarat tekanan sebagai berikut:
Pc > Pinit > Ppr
10
Untuk memeriksa terjadinya propagation buckling digunakan persamaan,
< .= 35. .
Dimana :
Pinit : tekanan inisiasi (merupakan tekanan yang dibutuhkan untuk memulai proses
propagation buckling)
Ppr : tekanan propagasi (adalah tekanan untuk melanjutkan proses propagation
buckling)
2.3. Analisis dan Desain On Bottom Stability
Jaringan pipa bawah laut yang di letakkan pada dasar laut atau di pendam rentan
terhadap ketidakstabilan akibat adanya pengaruh beban yang ditimbulkan gelombang dan
arus. Analisis on bottom stability memiliki tiga parameter disain yaitu kestabilan lateral,
kestabilan vertikal, dan berat pipa minimum (submerged weight) dimana berat minimum
ini yang menentukan seberapa tebal selimut beton/concrete yang diperlukan.
2.3.1. Pemilihan metode analisis
Berdasarkan DNV RP E305 metode analisis dapat dilakukan dengan tiga metode
untuk memeriksa kestabilan pipa, yaitu
a) Metode analisis kestabilan dinamik
b) Metode kestabilan umum
c) Metode kestabilan sederhana
Pemilihan jenis analisis yang dipakai tergantung pada derajat ketelitian dari detail
hasil analisis desain.
Analisis dinamik melibatkan simulasi dinamik secara menyeluruh terhadap pipa di
permukaan dasar laut, meliputi permodelan soil resistence, gaya-gaya hidrodinamik,
10
Untuk memeriksa terjadinya propagation buckling digunakan persamaan,
< .= 35. .
Dimana :
Pinit : tekanan inisiasi (merupakan tekanan yang dibutuhkan untuk memulai proses
propagation buckling)
Ppr : tekanan propagasi (adalah tekanan untuk melanjutkan proses propagation
buckling)
2.3. Analisis dan Desain On Bottom Stability
Jaringan pipa bawah laut yang di letakkan pada dasar laut atau di pendam rentan
terhadap ketidakstabilan akibat adanya pengaruh beban yang ditimbulkan gelombang dan
arus. Analisis on bottom stability memiliki tiga parameter disain yaitu kestabilan lateral,
kestabilan vertikal, dan berat pipa minimum (submerged weight) dimana berat minimum
ini yang menentukan seberapa tebal selimut beton/concrete yang diperlukan.
2.3.1. Pemilihan metode analisis
Berdasarkan DNV RP E305 metode analisis dapat dilakukan dengan tiga metode
untuk memeriksa kestabilan pipa, yaitu
a) Metode analisis kestabilan dinamik
b) Metode kestabilan umum
c) Metode kestabilan sederhana
Pemilihan jenis analisis yang dipakai tergantung pada derajat ketelitian dari detail
hasil analisis desain.
Analisis dinamik melibatkan simulasi dinamik secara menyeluruh terhadap pipa di
permukaan dasar laut, meliputi permodelan soil resistence, gaya-gaya hidrodinamik,
10
Untuk memeriksa terjadinya propagation buckling digunakan persamaan,
< .= 35. .
Dimana :
Pinit : tekanan inisiasi (merupakan tekanan yang dibutuhkan untuk memulai proses
propagation buckling)
Ppr : tekanan propagasi (adalah tekanan untuk melanjutkan proses propagation
buckling)
2.3. Analisis dan Desain On Bottom Stability
Jaringan pipa bawah laut yang di letakkan pada dasar laut atau di pendam rentan
terhadap ketidakstabilan akibat adanya pengaruh beban yang ditimbulkan gelombang dan
arus. Analisis on bottom stability memiliki tiga parameter disain yaitu kestabilan lateral,
kestabilan vertikal, dan berat pipa minimum (submerged weight) dimana berat minimum
ini yang menentukan seberapa tebal selimut beton/concrete yang diperlukan.
2.3.1. Pemilihan metode analisis
Berdasarkan DNV RP E305 metode analisis dapat dilakukan dengan tiga metode
untuk memeriksa kestabilan pipa, yaitu
a) Metode analisis kestabilan dinamik
b) Metode kestabilan umum
c) Metode kestabilan sederhana
Pemilihan jenis analisis yang dipakai tergantung pada derajat ketelitian dari detail
hasil analisis desain.
Analisis dinamik melibatkan simulasi dinamik secara menyeluruh terhadap pipa di
permukaan dasar laut, meliputi permodelan soil resistence, gaya-gaya hidrodinamik,
11
boundary condition, dan respon dinamik. Analisis dinamik dapat dipakai untuk analisis
detail dari daerah-daerah kritis sepanjang jalur pipa, seperti perlintasan pipa,
penyambungan riser, dsb, dimana diperlukan detail desain dengan level tinggi diperlukan
pada respon pipa atau untuk pengkajian ulang jalur kritis yang sudah ada.
Analisi kestabilan umum didasarkan pada suatu set kurva kestabilan non–
dimensional yang telah diturunkan dari suatu deret hasil model respon dinamis. Metode
ini dapat digunakan dalam perhitungan detail desain maupun dalam perhitungan
preliminary desain. Metode analisis kestabilan umum dapat dipakai pada bagian pipa
dimana potensial pergerakan pipa dan regangan cukup penting.
Analisis kestabilan statik sederhana didasarkan pada keseimbangan menyerupai
statik dari gaya-gaya yang berkerja pada pipa, namun telah dikalibrasi dengan hasil dari
analisis kestabilan sederhana. Metode ini dapat dipakai dalam mayoritas perhitungan
kestabilan, dimana berat terendam adalah parameter perhatian satu-satunya. Metode ini
didasarkan pada model yang disederhanakan, sehingga sebagai konsekuensinya dalam
metode dianjurkan untuk tidak melakukan modifikasi apapun tanpa pertimbangan
menyeluruh dalam keseluruhan faktor, misalnya dengan melakukan pengecekan dengan
satu dari dua analisis kestabilan yang lain.
Untuk tujuan desain teknik rinci, maka Metode stabilitas sederhana akan
digunakan untuk menghitung faktor keamanan. Sebuah rinci keterangan untuk metode
perancangan diberikan dalam bagian berikut.
2.3.2. Analisis kestabilan sederhana
Metode ini didasarkan pada pendekatan stabilitas statis, yang mengikat desain statis
klasik pendekatan dengan metode stabilitas umum melalui kalibrasi dari metode klasik
dengan hasil stabilitas umum.
11
boundary condition, dan respon dinamik. Analisis dinamik dapat dipakai untuk analisis
detail dari daerah-daerah kritis sepanjang jalur pipa, seperti perlintasan pipa,
penyambungan riser, dsb, dimana diperlukan detail desain dengan level tinggi diperlukan
pada respon pipa atau untuk pengkajian ulang jalur kritis yang sudah ada.
Analisi kestabilan umum didasarkan pada suatu set kurva kestabilan non–
dimensional yang telah diturunkan dari suatu deret hasil model respon dinamis. Metode
ini dapat digunakan dalam perhitungan detail desain maupun dalam perhitungan
preliminary desain. Metode analisis kestabilan umum dapat dipakai pada bagian pipa
dimana potensial pergerakan pipa dan regangan cukup penting.
Analisis kestabilan statik sederhana didasarkan pada keseimbangan menyerupai
statik dari gaya-gaya yang berkerja pada pipa, namun telah dikalibrasi dengan hasil dari
analisis kestabilan sederhana. Metode ini dapat dipakai dalam mayoritas perhitungan
kestabilan, dimana berat terendam adalah parameter perhatian satu-satunya. Metode ini
didasarkan pada model yang disederhanakan, sehingga sebagai konsekuensinya dalam
metode dianjurkan untuk tidak melakukan modifikasi apapun tanpa pertimbangan
menyeluruh dalam keseluruhan faktor, misalnya dengan melakukan pengecekan dengan
satu dari dua analisis kestabilan yang lain.
Untuk tujuan desain teknik rinci, maka Metode stabilitas sederhana akan
digunakan untuk menghitung faktor keamanan. Sebuah rinci keterangan untuk metode
perancangan diberikan dalam bagian berikut.
2.3.2. Analisis kestabilan sederhana
Metode ini didasarkan pada pendekatan stabilitas statis, yang mengikat desain statis
klasik pendekatan dengan metode stabilitas umum melalui kalibrasi dari metode klasik
dengan hasil stabilitas umum.
11
boundary condition, dan respon dinamik. Analisis dinamik dapat dipakai untuk analisis
detail dari daerah-daerah kritis sepanjang jalur pipa, seperti perlintasan pipa,
penyambungan riser, dsb, dimana diperlukan detail desain dengan level tinggi diperlukan
pada respon pipa atau untuk pengkajian ulang jalur kritis yang sudah ada.
Analisi kestabilan umum didasarkan pada suatu set kurva kestabilan non–
dimensional yang telah diturunkan dari suatu deret hasil model respon dinamis. Metode
ini dapat digunakan dalam perhitungan detail desain maupun dalam perhitungan
preliminary desain. Metode analisis kestabilan umum dapat dipakai pada bagian pipa
dimana potensial pergerakan pipa dan regangan cukup penting.
Analisis kestabilan statik sederhana didasarkan pada keseimbangan menyerupai
statik dari gaya-gaya yang berkerja pada pipa, namun telah dikalibrasi dengan hasil dari
analisis kestabilan sederhana. Metode ini dapat dipakai dalam mayoritas perhitungan
kestabilan, dimana berat terendam adalah parameter perhatian satu-satunya. Metode ini
didasarkan pada model yang disederhanakan, sehingga sebagai konsekuensinya dalam
metode dianjurkan untuk tidak melakukan modifikasi apapun tanpa pertimbangan
menyeluruh dalam keseluruhan faktor, misalnya dengan melakukan pengecekan dengan
satu dari dua analisis kestabilan yang lain.
Untuk tujuan desain teknik rinci, maka Metode stabilitas sederhana akan
digunakan untuk menghitung faktor keamanan. Sebuah rinci keterangan untuk metode
perancangan diberikan dalam bagian berikut.
2.3.2. Analisis kestabilan sederhana
Metode ini didasarkan pada pendekatan stabilitas statis, yang mengikat desain statis
klasik pendekatan dengan metode stabilitas umum melalui kalibrasi dari metode klasik
dengan hasil stabilitas umum.
12
Gambar 2-2 Diagram Bebas Pipa Pada Analisis On Bottom Stability
Persamaan dengan parameter kestabilan lateral adalah sebagai berikut,WF − F µ = F + FDimana,
Wsub : Minimum submerge weight
Fw : Faktor kalibrasi
FL : Gaya angkat
FI : Gaya Inersia
FD : Gaya seret
µ : koefisien gesek
Gaya-gaya hidrodinamika yang bekerja pada pipa (FL, FD dan FI), yang digunakan
dalam metode stabilitas sederhana harus dievaluasi dari persamaan Morison dua dimensi
= 12 . . ( cos + )= 12 . . | cos + |( cos + )
12
Gambar 2-2 Diagram Bebas Pipa Pada Analisis On Bottom Stability
Persamaan dengan parameter kestabilan lateral adalah sebagai berikut,WF − F µ = F + FDimana,
Wsub : Minimum submerge weight
Fw : Faktor kalibrasi
FL : Gaya angkat
FI : Gaya Inersia
FD : Gaya seret
µ : koefisien gesek
Gaya-gaya hidrodinamika yang bekerja pada pipa (FL, FD dan FI), yang digunakan
dalam metode stabilitas sederhana harus dievaluasi dari persamaan Morison dua dimensi
= 12 . . ( cos + )= 12 . . | cos + |( cos + )
12
Gambar 2-2 Diagram Bebas Pipa Pada Analisis On Bottom Stability
Persamaan dengan parameter kestabilan lateral adalah sebagai berikut,WF − F µ = F + FDimana,
Wsub : Minimum submerge weight
Fw : Faktor kalibrasi
FL : Gaya angkat
FI : Gaya Inersia
FD : Gaya seret
µ : koefisien gesek
Gaya-gaya hidrodinamika yang bekerja pada pipa (FL, FD dan FI), yang digunakan
dalam metode stabilitas sederhana harus dievaluasi dari persamaan Morison dua dimensi
= 12 . . ( cos + )= 12 . . | cos + |( cos + )
13
= .4 . . . . sinDimana,
ρsw : kerapatan massa fluida
D : diameter luar pipa, termasuk ketebalan coating
CL : koefisien angkat
CD : koefisien seret
CI : koefisien inersia
Us : kecepatan partikel air tegak lurus terhadap pipa
Uc : kecepatan arus tegak lurus terhadap pipa
As : Percepatan partikel air
θ : Sudut phase gaya hidrodinamika dalam siklus gelombang
Persamaan dengan parameter kestabilan vertikal,W + BB ≥ 1.1Dimana,
Ws : actual pipeline submerge weight
B : berat apung
13
= .4 . . . . sinDimana,
ρsw : kerapatan massa fluida
D : diameter luar pipa, termasuk ketebalan coating
CL : koefisien angkat
CD : koefisien seret
CI : koefisien inersia
Us : kecepatan partikel air tegak lurus terhadap pipa
Uc : kecepatan arus tegak lurus terhadap pipa
As : Percepatan partikel air
θ : Sudut phase gaya hidrodinamika dalam siklus gelombang
Persamaan dengan parameter kestabilan vertikal,W + BB ≥ 1.1Dimana,
Ws : actual pipeline submerge weight
B : berat apung
13
= .4 . . . . sinDimana,
ρsw : kerapatan massa fluida
D : diameter luar pipa, termasuk ketebalan coating
CL : koefisien angkat
CD : koefisien seret
CI : koefisien inersia
Us : kecepatan partikel air tegak lurus terhadap pipa
Uc : kecepatan arus tegak lurus terhadap pipa
As : Percepatan partikel air
θ : Sudut phase gaya hidrodinamika dalam siklus gelombang
Persamaan dengan parameter kestabilan vertikal,W + BB ≥ 1.1Dimana,
Ws : actual pipeline submerge weight
B : berat apung
14
2.3.3. Berat terendam pipa (Submerged weight)
Gambar 2-3 Cross section pipe
Formula yang digunakan dalam menentukan berat terendam pipa/pipeline
submerged weight adalah sebagai berikut,
a) Berat baja di udara := 4 −b) Berat selimut korosi di udara := 4 ( + 2. ) −c) Berat selimut beton di udara := 4 [( + 2. + 2. ) − ( + 2. ) ]d) Berat pengisi := 4 .e) Gaya apung := 4 ( + 2. + 2. )f) Berat terendam pipa:= + + + −
14
2.3.3. Berat terendam pipa (Submerged weight)
Gambar 2-3 Cross section pipe
Formula yang digunakan dalam menentukan berat terendam pipa/pipeline
submerged weight adalah sebagai berikut,
a) Berat baja di udara := 4 −b) Berat selimut korosi di udara := 4 ( + 2. ) −c) Berat selimut beton di udara := 4 [( + 2. + 2. ) − ( + 2. ) ]d) Berat pengisi := 4 .e) Gaya apung := 4 ( + 2. + 2. )f) Berat terendam pipa:= + + + −
14
2.3.3. Berat terendam pipa (Submerged weight)
Gambar 2-3 Cross section pipe
Formula yang digunakan dalam menentukan berat terendam pipa/pipeline
submerged weight adalah sebagai berikut,
a) Berat baja di udara := 4 −b) Berat selimut korosi di udara := 4 ( + 2. ) −c) Berat selimut beton di udara := 4 [( + 2. + 2. ) − ( + 2. ) ]d) Berat pengisi := 4 .e) Gaya apung := 4 ( + 2. + 2. )f) Berat terendam pipa:= + + + −
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Deskripsi
Terminal LPG Pressurized Tanjung Sekong adalah terminal LPG yang akan
dibangun yang berlokasi di Serang, Propinsi Banten, Indonesia. LPG yang akan
disimpan dalam terminal ini adalah LPG jenis pressurized yang memiliki tekanan tinggi.
Terminal LPG Pressurized Tanjung di rencanakan
Memiliki kemampuan melayani bongkar muatan LPG dari tanker PERTAMINA
ukuran 3.500 s/d 25.000 DWT (Kargo 1.800 s/d 10.000 MT) ke fasilitas
penimbunan LPG.
Memiliki kemampuan back loading LPG dari Tanki LPG ke tanker ukuran 3.500
DWT (Kargo 1.800 MT).
Memiliki kemampuan distribusi penyaluran kapasitas 800 s/d 1500 MT/day untuk
pengisian LPG dari fasilitas penimbunan LPG ke mobil pengangkut LPG
Memiliki kapasitas penimbunan sebesar 10.000 MT dengan rincian sebesar 4 x 2.500
MT.
Lokasi Dermaga atau Jetty di rancang pada kedalaman atau draft sedalam - 16 mtr
LWS (Low Water Spring) berada pada jarak ± 800 dari daratan
Gambar 3-1. Lokasi Tanjung Sekong
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Deskripsi
Terminal LPG Pressurized Tanjung Sekong adalah terminal LPG yang akan
dibangun yang berlokasi di Serang, Propinsi Banten, Indonesia. LPG yang akan
disimpan dalam terminal ini adalah LPG jenis pressurized yang memiliki tekanan tinggi.
Terminal LPG Pressurized Tanjung di rencanakan
Memiliki kemampuan melayani bongkar muatan LPG dari tanker PERTAMINA
ukuran 3.500 s/d 25.000 DWT (Kargo 1.800 s/d 10.000 MT) ke fasilitas
penimbunan LPG.
Memiliki kemampuan back loading LPG dari Tanki LPG ke tanker ukuran 3.500
DWT (Kargo 1.800 MT).
Memiliki kemampuan distribusi penyaluran kapasitas 800 s/d 1500 MT/day untuk
pengisian LPG dari fasilitas penimbunan LPG ke mobil pengangkut LPG
Memiliki kapasitas penimbunan sebesar 10.000 MT dengan rincian sebesar 4 x 2.500
MT.
Lokasi Dermaga atau Jetty di rancang pada kedalaman atau draft sedalam - 16 mtr
LWS (Low Water Spring) berada pada jarak ± 800 dari daratan
Gambar 3-1. Lokasi Tanjung Sekong
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Deskripsi
Terminal LPG Pressurized Tanjung Sekong adalah terminal LPG yang akan
dibangun yang berlokasi di Serang, Propinsi Banten, Indonesia. LPG yang akan
disimpan dalam terminal ini adalah LPG jenis pressurized yang memiliki tekanan tinggi.
Terminal LPG Pressurized Tanjung di rencanakan
Memiliki kemampuan melayani bongkar muatan LPG dari tanker PERTAMINA
ukuran 3.500 s/d 25.000 DWT (Kargo 1.800 s/d 10.000 MT) ke fasilitas
penimbunan LPG.
Memiliki kemampuan back loading LPG dari Tanki LPG ke tanker ukuran 3.500
DWT (Kargo 1.800 MT).
Memiliki kemampuan distribusi penyaluran kapasitas 800 s/d 1500 MT/day untuk
pengisian LPG dari fasilitas penimbunan LPG ke mobil pengangkut LPG
Memiliki kapasitas penimbunan sebesar 10.000 MT dengan rincian sebesar 4 x 2.500
MT.
Lokasi Dermaga atau Jetty di rancang pada kedalaman atau draft sedalam - 16 mtr
LWS (Low Water Spring) berada pada jarak ± 800 dari daratan
Gambar 3-1. Lokasi Tanjung Sekong
16
Secara umum, pekerjaan submarine pipeline di proyek ini meliputi :
a. Pipeline penyaluran LPG liquid.
b. Pipeline penyaluran LPG vapour.
c. Pipeline penyaluran fire fighting
Perancangan jaringan pipa dasar laut sepanjang kurang lebih 800m. Dimensi pipa
dalam penyaluran ini telah ditentukan yaitu untuk penyaluran LPG liquid mengunakan
pipa berukuran 12”, pipa penyaluran firefighting menggunakan pipa berukuran 8” dan
penyaluran LPG vapour menggunakan pipa 6”.
3.2. Data Desain & Parameter Pipa
3.2.1. Umur Desain
Dalam desain pipa ini ditetapkan umur desainnya selama 20 tahun, dan
diasumsikan corrosion rate sebesar 0.15 cm/tahun sehingga corrosion allowancenya
bernilai 3 mm.
3.2.2. Data Pipa
Material pipa yang digunakan pada pipeline adalah API 5L. Seluruh pipa termasuk
dalam jenis pipa carbon steel yang mengikuti standar API 5L dengan tipe ERW. Untuk
pipa LPG liquid dan pipa firewater memakai pipa API 5L Gr. X52 dengan schedule STD.
Sedangkan pipa LPG vapour memakai pipa API 5L Gr. X42 dengan schedule STD.
Table 3-1 Pipeline Data
Parameter Unit Nilai
Diameter Pipa NPS 6” 8” dan 12”
Aktual Diameter Pipa inch 6.625 8.625 dan 12.75
Material Pipa API Gr.X42 API X52
SMYS psi 42000 (289 MPa) 52000 (358MPa)
SMTS psi 60000 (413 MPa) 66000 (455 MPa)
Jenis Pipa ERW
16
Secara umum, pekerjaan submarine pipeline di proyek ini meliputi :
a. Pipeline penyaluran LPG liquid.
b. Pipeline penyaluran LPG vapour.
c. Pipeline penyaluran fire fighting
Perancangan jaringan pipa dasar laut sepanjang kurang lebih 800m. Dimensi pipa
dalam penyaluran ini telah ditentukan yaitu untuk penyaluran LPG liquid mengunakan
pipa berukuran 12”, pipa penyaluran firefighting menggunakan pipa berukuran 8” dan
penyaluran LPG vapour menggunakan pipa 6”.
3.2. Data Desain & Parameter Pipa
3.2.1. Umur Desain
Dalam desain pipa ini ditetapkan umur desainnya selama 20 tahun, dan
diasumsikan corrosion rate sebesar 0.15 cm/tahun sehingga corrosion allowancenya
bernilai 3 mm.
3.2.2. Data Pipa
Material pipa yang digunakan pada pipeline adalah API 5L. Seluruh pipa termasuk
dalam jenis pipa carbon steel yang mengikuti standar API 5L dengan tipe ERW. Untuk
pipa LPG liquid dan pipa firewater memakai pipa API 5L Gr. X52 dengan schedule STD.
Sedangkan pipa LPG vapour memakai pipa API 5L Gr. X42 dengan schedule STD.
Table 3-1 Pipeline Data
Parameter Unit Nilai
Diameter Pipa NPS 6” 8” dan 12”
Aktual Diameter Pipa inch 6.625 8.625 dan 12.75
Material Pipa API Gr.X42 API X52
SMYS psi 42000 (289 MPa) 52000 (358MPa)
SMTS psi 60000 (413 MPa) 66000 (455 MPa)
Jenis Pipa ERW
16
Secara umum, pekerjaan submarine pipeline di proyek ini meliputi :
a. Pipeline penyaluran LPG liquid.
b. Pipeline penyaluran LPG vapour.
c. Pipeline penyaluran fire fighting
Perancangan jaringan pipa dasar laut sepanjang kurang lebih 800m. Dimensi pipa
dalam penyaluran ini telah ditentukan yaitu untuk penyaluran LPG liquid mengunakan
pipa berukuran 12”, pipa penyaluran firefighting menggunakan pipa berukuran 8” dan
penyaluran LPG vapour menggunakan pipa 6”.
3.2. Data Desain & Parameter Pipa
3.2.1. Umur Desain
Dalam desain pipa ini ditetapkan umur desainnya selama 20 tahun, dan
diasumsikan corrosion rate sebesar 0.15 cm/tahun sehingga corrosion allowancenya
bernilai 3 mm.
3.2.2. Data Pipa
Material pipa yang digunakan pada pipeline adalah API 5L. Seluruh pipa termasuk
dalam jenis pipa carbon steel yang mengikuti standar API 5L dengan tipe ERW. Untuk
pipa LPG liquid dan pipa firewater memakai pipa API 5L Gr. X52 dengan schedule STD.
Sedangkan pipa LPG vapour memakai pipa API 5L Gr. X42 dengan schedule STD.
Table 3-1 Pipeline Data
Parameter Unit Nilai
Diameter Pipa NPS 6” 8” dan 12”
Aktual Diameter Pipa inch 6.625 8.625 dan 12.75
Material Pipa API Gr.X42 API X52
SMYS psi 42000 (289 MPa) 52000 (358MPa)
SMTS psi 60000 (413 MPa) 66000 (455 MPa)
Jenis Pipa ERW
17
Modulus Elastisitas psi 29.6x106
Poisson Ratio 0.3
Tekanan disain barg 18
Temperatur disain oC 50
Pelapisan pipeline umumnya digunakan untuk menghindari korosi dan sebagai
penyekat panas (insulasi termal). Disamping itu , material pelapis juga berfungsi untuk
menjaga kestabilan pipeline dibawah laut, yang dalam hal ini umumnya pipeline dilapisi
dengan pelapis concrete. Sifat pelapis ditunjukkan pada table berikut,
Tabel 3.2 Coating Material
Coating Material Densitas (lb/ft) Tebal
Internal coating FBE 150 micron
Eksternal coating 3LPE+primer 90 3.1 mm
Concrete concrete 190.031
3.2.3. Data Lingkungan
Data lingkungan untuk perhitungan ini diambil dari dokumen disain basis.
Table 3-3 Data Lingkungan
Parameter Unit Nilai
Kedalaman maximum m 8
Pasang tunggang m 0.98
Muka air tertinggi m 3.07
Tinggi gelombang maximum m 1.6
Suhu udara (min/max) oC 24.1/33.2
17
Modulus Elastisitas psi 29.6x106
Poisson Ratio 0.3
Tekanan disain barg 18
Temperatur disain oC 50
Pelapisan pipeline umumnya digunakan untuk menghindari korosi dan sebagai
penyekat panas (insulasi termal). Disamping itu , material pelapis juga berfungsi untuk
menjaga kestabilan pipeline dibawah laut, yang dalam hal ini umumnya pipeline dilapisi
dengan pelapis concrete. Sifat pelapis ditunjukkan pada table berikut,
Tabel 3.2 Coating Material
Coating Material Densitas (lb/ft) Tebal
Internal coating FBE 150 micron
Eksternal coating 3LPE+primer 90 3.1 mm
Concrete concrete 190.031
3.2.3. Data Lingkungan
Data lingkungan untuk perhitungan ini diambil dari dokumen disain basis.
Table 3-3 Data Lingkungan
Parameter Unit Nilai
Kedalaman maximum m 8
Pasang tunggang m 0.98
Muka air tertinggi m 3.07
Tinggi gelombang maximum m 1.6
Suhu udara (min/max) oC 24.1/33.2
17
Modulus Elastisitas psi 29.6x106
Poisson Ratio 0.3
Tekanan disain barg 18
Temperatur disain oC 50
Pelapisan pipeline umumnya digunakan untuk menghindari korosi dan sebagai
penyekat panas (insulasi termal). Disamping itu , material pelapis juga berfungsi untuk
menjaga kestabilan pipeline dibawah laut, yang dalam hal ini umumnya pipeline dilapisi
dengan pelapis concrete. Sifat pelapis ditunjukkan pada table berikut,
Tabel 3.2 Coating Material
Coating Material Densitas (lb/ft) Tebal
Internal coating FBE 150 micron
Eksternal coating 3LPE+primer 90 3.1 mm
Concrete concrete 190.031
3.2.3. Data Lingkungan
Data lingkungan untuk perhitungan ini diambil dari dokumen disain basis.
Table 3-3 Data Lingkungan
Parameter Unit Nilai
Kedalaman maximum m 8
Pasang tunggang m 0.98
Muka air tertinggi m 3.07
Tinggi gelombang maximum m 1.6
Suhu udara (min/max) oC 24.1/33.2
18
Kecepatan. Arus max m/s 0.47
Peak Periode s 4.094
Tekanan udara rata-rata mb 1010.6-1012.2
3.2.4. Data Tanah
Data tanah yang akan digunakan pada analisis instalasi adalah sebagai berikut.
Table 3-4 Data Tanah
Description Unit Value
Soil Type - Clay
Koefisien Gesek Tanah - 0.3
3.2.5. Data Desain & Operasional
Aspek yang sangat penting dalam merancang ataupun menganalisis suatu pipeline
adalah parameter operasi berupa tekananan dan temperatur. Data tekanan dan temperatur
pipeline ditunjukkan pada table 3-5 di bawah ini.
Table 3-5 Kebutuhan Operasi Flowline
Kebutuhan Reference
Design Life 20 th
Design Pressure 18 Kg/Cm2
Operating Pressure 7 – 14 kg/cm2
Design Temperature 50 oC
Operating Temperature 0- 38 oC
18
Kecepatan. Arus max m/s 0.47
Peak Periode s 4.094
Tekanan udara rata-rata mb 1010.6-1012.2
3.2.4. Data Tanah
Data tanah yang akan digunakan pada analisis instalasi adalah sebagai berikut.
Table 3-4 Data Tanah
Description Unit Value
Soil Type - Clay
Koefisien Gesek Tanah - 0.3
3.2.5. Data Desain & Operasional
Aspek yang sangat penting dalam merancang ataupun menganalisis suatu pipeline
adalah parameter operasi berupa tekananan dan temperatur. Data tekanan dan temperatur
pipeline ditunjukkan pada table 3-5 di bawah ini.
Table 3-5 Kebutuhan Operasi Flowline
Kebutuhan Reference
Design Life 20 th
Design Pressure 18 Kg/Cm2
Operating Pressure 7 – 14 kg/cm2
Design Temperature 50 oC
Operating Temperature 0- 38 oC
18
Kecepatan. Arus max m/s 0.47
Peak Periode s 4.094
Tekanan udara rata-rata mb 1010.6-1012.2
3.2.4. Data Tanah
Data tanah yang akan digunakan pada analisis instalasi adalah sebagai berikut.
Table 3-4 Data Tanah
Description Unit Value
Soil Type - Clay
Koefisien Gesek Tanah - 0.3
3.2.5. Data Desain & Operasional
Aspek yang sangat penting dalam merancang ataupun menganalisis suatu pipeline
adalah parameter operasi berupa tekananan dan temperatur. Data tekanan dan temperatur
pipeline ditunjukkan pada table 3-5 di bawah ini.
Table 3-5 Kebutuhan Operasi Flowline
Kebutuhan Reference
Design Life 20 th
Design Pressure 18 Kg/Cm2
Operating Pressure 7 – 14 kg/cm2
Design Temperature 50 oC
Operating Temperature 0- 38 oC
19
LPG yang ada di Terminal LPG Pressurized Tanjung Sekong ini adalah LPG Mix
dengan komposisi Propane : Butane = 50 : 50.
Physical properties dari LPG Mix adalah :
Tabel 3-6 LPG Properti
Besaran Satuan Nilai
Density @ 15 oC kg/m3 535.33
Vapor Pressure @ 15 oC kg/cm2 5.2846
Viscosity @ 15 oC cP 0.1412
Kondisi-kondisi Aliran Masuk ke Tanki timbun Elpiji/Spherical dalam kondisi semi
refrigerated atau pressurized
Tabel 3-7 Kondisi Aliran LPG
Besaran Normal
Laju aliran
(bpd)Kepadatan
(Ib/ft3)33.8 - 34.3
Berat jenis 0.50 - 0.56
Tekanan
(psig)150
Temperatur
(°F )120
3.3. Perhitungan Desain Pipa
3.3.1. Ketebalan Pipa
Pipeline akan mempergunakan diameter 12”, 8”,dan 6” yang masing-masing
digunakan sebagai penyaluran LPG liquid, firewater, dan LPG vapour. Hasil ini
19
LPG yang ada di Terminal LPG Pressurized Tanjung Sekong ini adalah LPG Mix
dengan komposisi Propane : Butane = 50 : 50.
Physical properties dari LPG Mix adalah :
Tabel 3-6 LPG Properti
Besaran Satuan Nilai
Density @ 15 oC kg/m3 535.33
Vapor Pressure @ 15 oC kg/cm2 5.2846
Viscosity @ 15 oC cP 0.1412
Kondisi-kondisi Aliran Masuk ke Tanki timbun Elpiji/Spherical dalam kondisi semi
refrigerated atau pressurized
Tabel 3-7 Kondisi Aliran LPG
Besaran Normal
Laju aliran
(bpd)Kepadatan
(Ib/ft3)33.8 - 34.3
Berat jenis 0.50 - 0.56
Tekanan
(psig)150
Temperatur
(°F )120
3.3. Perhitungan Desain Pipa
3.3.1. Ketebalan Pipa
Pipeline akan mempergunakan diameter 12”, 8”,dan 6” yang masing-masing
digunakan sebagai penyaluran LPG liquid, firewater, dan LPG vapour. Hasil ini
19
LPG yang ada di Terminal LPG Pressurized Tanjung Sekong ini adalah LPG Mix
dengan komposisi Propane : Butane = 50 : 50.
Physical properties dari LPG Mix adalah :
Tabel 3-6 LPG Properti
Besaran Satuan Nilai
Density @ 15 oC kg/m3 535.33
Vapor Pressure @ 15 oC kg/cm2 5.2846
Viscosity @ 15 oC cP 0.1412
Kondisi-kondisi Aliran Masuk ke Tanki timbun Elpiji/Spherical dalam kondisi semi
refrigerated atau pressurized
Tabel 3-7 Kondisi Aliran LPG
Besaran Normal
Laju aliran
(bpd)Kepadatan
(Ib/ft3)33.8 - 34.3
Berat jenis 0.50 - 0.56
Tekanan
(psig)150
Temperatur
(°F )120
3.3. Perhitungan Desain Pipa
3.3.1. Ketebalan Pipa
Pipeline akan mempergunakan diameter 12”, 8”,dan 6” yang masing-masing
digunakan sebagai penyaluran LPG liquid, firewater, dan LPG vapour. Hasil ini
20
merupakan perhitungan pressure drop yang didapat dari process engineer. Dengan
memperoleh dimensi pipa ini maka dapat memulai perhitungan desain ketebalan pipa
Dalam mendesain ketebalan pipa digunakan standard DNV OS F101 (Submarine
Pipeline system) dengan membandingkan dengan standard ASME B31.4 (Pipeline
Transportation System for Liquid Hidrocarbon and Other Liquids,1999). Adapun
prosedur desain untuk perhitungan pipa ditunjukkan oleh flowchart berikut ini.
Gambar 3-2 Diagram Alir Perhitungan Tebal Dinding Pipa
Dengan input data yang ada pada bagian 3.2 maka akan dihitung ketebalan pipa
akibat pressure containment, system collapse, kombinasi pembebanan dan propagation
buckling. Dari perhitungan didapat bahwa ketebalan pipa nominal yang dibutuhkan
adalah
20
merupakan perhitungan pressure drop yang didapat dari process engineer. Dengan
memperoleh dimensi pipa ini maka dapat memulai perhitungan desain ketebalan pipa
Dalam mendesain ketebalan pipa digunakan standard DNV OS F101 (Submarine
Pipeline system) dengan membandingkan dengan standard ASME B31.4 (Pipeline
Transportation System for Liquid Hidrocarbon and Other Liquids,1999). Adapun
prosedur desain untuk perhitungan pipa ditunjukkan oleh flowchart berikut ini.
Gambar 3-2 Diagram Alir Perhitungan Tebal Dinding Pipa
Dengan input data yang ada pada bagian 3.2 maka akan dihitung ketebalan pipa
akibat pressure containment, system collapse, kombinasi pembebanan dan propagation
buckling. Dari perhitungan didapat bahwa ketebalan pipa nominal yang dibutuhkan
adalah
20
merupakan perhitungan pressure drop yang didapat dari process engineer. Dengan
memperoleh dimensi pipa ini maka dapat memulai perhitungan desain ketebalan pipa
Dalam mendesain ketebalan pipa digunakan standard DNV OS F101 (Submarine
Pipeline system) dengan membandingkan dengan standard ASME B31.4 (Pipeline
Transportation System for Liquid Hidrocarbon and Other Liquids,1999). Adapun
prosedur desain untuk perhitungan pipa ditunjukkan oleh flowchart berikut ini.
Gambar 3-2 Diagram Alir Perhitungan Tebal Dinding Pipa
Dengan input data yang ada pada bagian 3.2 maka akan dihitung ketebalan pipa
akibat pressure containment, system collapse, kombinasi pembebanan dan propagation
buckling. Dari perhitungan didapat bahwa ketebalan pipa nominal yang dibutuhkan
adalah
21
Tabel 3.8 Ketebalan Pipa Nominal
Ketebalan nominal pipa ini dinyatakan aman karena telah memenuhi kriteria-
kriteria yaitu pressure containment, system collapse, kombinasi pembebanan dan
propagation buckling yang tercantum dalam DNV OS F101 Submarine Pipeline System
3.3.2. On Bottom Stability
3.3.2.1. Analisis Kestabilan Lateral
Kesabilan lateral mengacu kepada kestabilan horizontal pipeline diatas dasar laut
terhadap berat pipeline dan beban lingkungan. Untuk itu pipeline yang terkubur didasar
laut, pipeline tersebut tidak akan menerima beban lingkungan seperti ombak dan arus
selama beroperasi. Sebaliknya, pipeline yang berada diatas dasar laut akan menerima
beban lingkungan tersebut. Kestabilan lateral pipeline dianalisis untuk bagian pipa yang
berada diatas dasar laut.
Untuk mengetahui kestabilan lateral pipeline di dasar laut, metode yang digunakan
yaitu analisis kestabilan sederhana DNV RP E305. Dalam analisis ini, parameter-
paremeter yang diperhitungkan meliputi parameter akibat beban lingkungan (seperti
ombak dan arus) dan kondisi geoteknik (sifat-sifat tanah). Alur berfikir untuk
menganalisis kestabilan lateral disistimasikan kedalam diagram alir analisis, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.3
OD
(in) Material
Kedalaman(1)
(m)
CA
(mm)
tfab(2)
(mm)
Tekanandisain
(MPa)
Tekananeksternal
(MPa)
Max. BendingMomentDisain (4)
(kN.m)
NominalWT API 5L
(3)
Max. Min. Max. Min. (mm)
6.63API X42
PSL28 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -28.4 7.1
8.63API X52
PSL2
8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -71.5 8.2
12.75 8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -208.2 9.5
21
Tabel 3.8 Ketebalan Pipa Nominal
Ketebalan nominal pipa ini dinyatakan aman karena telah memenuhi kriteria-
kriteria yaitu pressure containment, system collapse, kombinasi pembebanan dan
propagation buckling yang tercantum dalam DNV OS F101 Submarine Pipeline System
3.3.2. On Bottom Stability
3.3.2.1. Analisis Kestabilan Lateral
Kesabilan lateral mengacu kepada kestabilan horizontal pipeline diatas dasar laut
terhadap berat pipeline dan beban lingkungan. Untuk itu pipeline yang terkubur didasar
laut, pipeline tersebut tidak akan menerima beban lingkungan seperti ombak dan arus
selama beroperasi. Sebaliknya, pipeline yang berada diatas dasar laut akan menerima
beban lingkungan tersebut. Kestabilan lateral pipeline dianalisis untuk bagian pipa yang
berada diatas dasar laut.
Untuk mengetahui kestabilan lateral pipeline di dasar laut, metode yang digunakan
yaitu analisis kestabilan sederhana DNV RP E305. Dalam analisis ini, parameter-
paremeter yang diperhitungkan meliputi parameter akibat beban lingkungan (seperti
ombak dan arus) dan kondisi geoteknik (sifat-sifat tanah). Alur berfikir untuk
menganalisis kestabilan lateral disistimasikan kedalam diagram alir analisis, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.3
OD
(in) Material
Kedalaman(1)
(m)
CA
(mm)
tfab(2)
(mm)
Tekanandisain
(MPa)
Tekananeksternal
(MPa)
Max. BendingMomentDisain (4)
(kN.m)
NominalWT API 5L
(3)
Max. Min. Max. Min. (mm)
6.63API X42
PSL28 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -28.4 7.1
8.63API X52
PSL2
8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -71.5 8.2
12.75 8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -208.2 9.5
21
Tabel 3.8 Ketebalan Pipa Nominal
Ketebalan nominal pipa ini dinyatakan aman karena telah memenuhi kriteria-
kriteria yaitu pressure containment, system collapse, kombinasi pembebanan dan
propagation buckling yang tercantum dalam DNV OS F101 Submarine Pipeline System
3.3.2. On Bottom Stability
3.3.2.1. Analisis Kestabilan Lateral
Kesabilan lateral mengacu kepada kestabilan horizontal pipeline diatas dasar laut
terhadap berat pipeline dan beban lingkungan. Untuk itu pipeline yang terkubur didasar
laut, pipeline tersebut tidak akan menerima beban lingkungan seperti ombak dan arus
selama beroperasi. Sebaliknya, pipeline yang berada diatas dasar laut akan menerima
beban lingkungan tersebut. Kestabilan lateral pipeline dianalisis untuk bagian pipa yang
berada diatas dasar laut.
Untuk mengetahui kestabilan lateral pipeline di dasar laut, metode yang digunakan
yaitu analisis kestabilan sederhana DNV RP E305. Dalam analisis ini, parameter-
paremeter yang diperhitungkan meliputi parameter akibat beban lingkungan (seperti
ombak dan arus) dan kondisi geoteknik (sifat-sifat tanah). Alur berfikir untuk
menganalisis kestabilan lateral disistimasikan kedalam diagram alir analisis, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.3
OD
(in) Material
Kedalaman(1)
(m)
CA
(mm)
tfab(2)
(mm)
Tekanandisain
(MPa)
Tekananeksternal
(MPa)
Max. BendingMomentDisain (4)
(kN.m)
NominalWT API 5L
(3)
Max. Min. Max. Min. (mm)
6.63API X42
PSL28 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -28.4 7.1
8.63API X52
PSL2
8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -71.5 8.2
12.75 8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -208.2 9.5
22
Gambar 3-3 Diagram Alir Analisis Kestabilan Lateral
3.3.2.2. Analisis Kestabilan Vertikal
Suatu sistem perpipaan bawah laut dikatakan stabil dalam arah vertikal jika:
Total gaya apung (buoyancy) pipeline ditambah gaya angkat (lift force) lebih besar
dari total berat pipeline ditambah dengan berat komponen.
Berat total pipa dibawah permukaan air lebih besar dari kapasitas daya dukung tanah,
dimana pipeline akan terbenam kedalam tanah sampai mencapai kedalaman
setimbangnya.
Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu dalam analisis kestabilan
vertikal dilakukan analisis untuk mengetahui berat minimum dan berat maksimum
pipeline. Berat minimum pipeline diperlukan untuk mendapatkan kestabilan dalam arah
vertikal terhadap gaya apung (buonyancy) dan gaya angkat (lift force). Sedangkan berat
22
Gambar 3-3 Diagram Alir Analisis Kestabilan Lateral
3.3.2.2. Analisis Kestabilan Vertikal
Suatu sistem perpipaan bawah laut dikatakan stabil dalam arah vertikal jika:
Total gaya apung (buoyancy) pipeline ditambah gaya angkat (lift force) lebih besar
dari total berat pipeline ditambah dengan berat komponen.
Berat total pipa dibawah permukaan air lebih besar dari kapasitas daya dukung tanah,
dimana pipeline akan terbenam kedalam tanah sampai mencapai kedalaman
setimbangnya.
Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu dalam analisis kestabilan
vertikal dilakukan analisis untuk mengetahui berat minimum dan berat maksimum
pipeline. Berat minimum pipeline diperlukan untuk mendapatkan kestabilan dalam arah
vertikal terhadap gaya apung (buonyancy) dan gaya angkat (lift force). Sedangkan berat
22
Gambar 3-3 Diagram Alir Analisis Kestabilan Lateral
3.3.2.2. Analisis Kestabilan Vertikal
Suatu sistem perpipaan bawah laut dikatakan stabil dalam arah vertikal jika:
Total gaya apung (buoyancy) pipeline ditambah gaya angkat (lift force) lebih besar
dari total berat pipeline ditambah dengan berat komponen.
Berat total pipa dibawah permukaan air lebih besar dari kapasitas daya dukung tanah,
dimana pipeline akan terbenam kedalam tanah sampai mencapai kedalaman
setimbangnya.
Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu dalam analisis kestabilan
vertikal dilakukan analisis untuk mengetahui berat minimum dan berat maksimum
pipeline. Berat minimum pipeline diperlukan untuk mendapatkan kestabilan dalam arah
vertikal terhadap gaya apung (buonyancy) dan gaya angkat (lift force). Sedangkan berat
23
maksimum pipeline, diperlukan untuk mengetahui kemampuan daya dukung tanah
terhadap berat pipeline dibawah permukaan air ketika pipeline berada diatas tanah.
Seluruh perhitungan berat pipeline minimum dan maksimum dilakukan baik pada kondisi
instalasi maupun operasi. Perhitungan dari semua kondisi ini memberikan hasil yang
menyeluruh untuk diinterpretasikan satu sama lainnya.
Sebelum melakukan analisis kestabilan vertikal pipeline, terlebih dahulu dibuat
diagram alir analisis seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4
Gambar 3-4 Diagram Alir Analisis Kestabilan Vertikal
Dari gambar 3.7 terlihat bahwa analisis lateral dan vertikal merupakan analisis yang
terintegrasi, dimana hasil analisis kestabilan lateral, yang dalam hal ini berupa penentuan
ketebalan concrete, menjadi parameter yang akan dihitung pada kestabilan vertikal.
Berikut adalah hasil perhitungan On-Bottom Stability menurut data dan prosedur diatas.
23
maksimum pipeline, diperlukan untuk mengetahui kemampuan daya dukung tanah
terhadap berat pipeline dibawah permukaan air ketika pipeline berada diatas tanah.
Seluruh perhitungan berat pipeline minimum dan maksimum dilakukan baik pada kondisi
instalasi maupun operasi. Perhitungan dari semua kondisi ini memberikan hasil yang
menyeluruh untuk diinterpretasikan satu sama lainnya.
Sebelum melakukan analisis kestabilan vertikal pipeline, terlebih dahulu dibuat
diagram alir analisis seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4
Gambar 3-4 Diagram Alir Analisis Kestabilan Vertikal
Dari gambar 3.7 terlihat bahwa analisis lateral dan vertikal merupakan analisis yang
terintegrasi, dimana hasil analisis kestabilan lateral, yang dalam hal ini berupa penentuan
ketebalan concrete, menjadi parameter yang akan dihitung pada kestabilan vertikal.
Berikut adalah hasil perhitungan On-Bottom Stability menurut data dan prosedur diatas.
23
maksimum pipeline, diperlukan untuk mengetahui kemampuan daya dukung tanah
terhadap berat pipeline dibawah permukaan air ketika pipeline berada diatas tanah.
Seluruh perhitungan berat pipeline minimum dan maksimum dilakukan baik pada kondisi
instalasi maupun operasi. Perhitungan dari semua kondisi ini memberikan hasil yang
menyeluruh untuk diinterpretasikan satu sama lainnya.
Sebelum melakukan analisis kestabilan vertikal pipeline, terlebih dahulu dibuat
diagram alir analisis seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4
Gambar 3-4 Diagram Alir Analisis Kestabilan Vertikal
Dari gambar 3.7 terlihat bahwa analisis lateral dan vertikal merupakan analisis yang
terintegrasi, dimana hasil analisis kestabilan lateral, yang dalam hal ini berupa penentuan
ketebalan concrete, menjadi parameter yang akan dihitung pada kestabilan vertikal.
Berikut adalah hasil perhitungan On-Bottom Stability menurut data dan prosedur diatas.
24
Tabel 3-9 On Bottom Stability
Kondisi
Pembebanan
OD
(in)
Kedalaman
(m)
Tebal
minimum
concrete
(mm)
Min.
Submerged
weight
(kgf/m)
Actual
Submergerd
weight
(kgf/m)
Faktor
KeamananStabilitas
Instalasi
6.625 8 16.7 14.779 14.856 1.428 OK
8.625 8 20.4 21.575 21.535 1.379 OK
12.75 8 31.5 40.036 40.1 1.323 OK
Operasi
6.625 8 6.4 12.651 12.713 1.451 OK
8.625 8 7 18.288 18.4 1.4 OK
12.75 8 11.7 33.715 33.843 1.337 OK
Analisa On-Bottom Stability ini sangat penting dilakukan melihat kestabilan pipa di
bawah laut, apakah beratnya cukup untuk di lay (diletakkan) di bawah laut ataukah akan
mengapung karena beratnya sendiri di bawah laut kurang terhadap buoyancy dan gaya
luar. Bila Requirement Weight melebihi Submerged Weight maka perlu ditambahkan
concrete coating (selimut beton), untuk pertama kali bila kita menghitung On-Bottom
Stability ketebalan concrete coating kita kosongkan (nilai 0) agar dapat diketahui apakah
dengan berat keseluruhan itu telah stabil dapat tenggelam dan lay di dasar laut. Bila tidak
maka harus dicoba-coba untuk menambahkan nilai concrete coating secara gradual
hingga submerged weight dapat memenuhi kriteria syarat weight (lebih besar submerged
weight).
24
Tabel 3-9 On Bottom Stability
Kondisi
Pembebanan
OD
(in)
Kedalaman
(m)
Tebal
minimum
concrete
(mm)
Min.
Submerged
weight
(kgf/m)
Actual
Submergerd
weight
(kgf/m)
Faktor
KeamananStabilitas
Instalasi
6.625 8 16.7 14.779 14.856 1.428 OK
8.625 8 20.4 21.575 21.535 1.379 OK
12.75 8 31.5 40.036 40.1 1.323 OK
Operasi
6.625 8 6.4 12.651 12.713 1.451 OK
8.625 8 7 18.288 18.4 1.4 OK
12.75 8 11.7 33.715 33.843 1.337 OK
Analisa On-Bottom Stability ini sangat penting dilakukan melihat kestabilan pipa di
bawah laut, apakah beratnya cukup untuk di lay (diletakkan) di bawah laut ataukah akan
mengapung karena beratnya sendiri di bawah laut kurang terhadap buoyancy dan gaya
luar. Bila Requirement Weight melebihi Submerged Weight maka perlu ditambahkan
concrete coating (selimut beton), untuk pertama kali bila kita menghitung On-Bottom
Stability ketebalan concrete coating kita kosongkan (nilai 0) agar dapat diketahui apakah
dengan berat keseluruhan itu telah stabil dapat tenggelam dan lay di dasar laut. Bila tidak
maka harus dicoba-coba untuk menambahkan nilai concrete coating secara gradual
hingga submerged weight dapat memenuhi kriteria syarat weight (lebih besar submerged
weight).
24
Tabel 3-9 On Bottom Stability
Kondisi
Pembebanan
OD
(in)
Kedalaman
(m)
Tebal
minimum
concrete
(mm)
Min.
Submerged
weight
(kgf/m)
Actual
Submergerd
weight
(kgf/m)
Faktor
KeamananStabilitas
Instalasi
6.625 8 16.7 14.779 14.856 1.428 OK
8.625 8 20.4 21.575 21.535 1.379 OK
12.75 8 31.5 40.036 40.1 1.323 OK
Operasi
6.625 8 6.4 12.651 12.713 1.451 OK
8.625 8 7 18.288 18.4 1.4 OK
12.75 8 11.7 33.715 33.843 1.337 OK
Analisa On-Bottom Stability ini sangat penting dilakukan melihat kestabilan pipa di
bawah laut, apakah beratnya cukup untuk di lay (diletakkan) di bawah laut ataukah akan
mengapung karena beratnya sendiri di bawah laut kurang terhadap buoyancy dan gaya
luar. Bila Requirement Weight melebihi Submerged Weight maka perlu ditambahkan
concrete coating (selimut beton), untuk pertama kali bila kita menghitung On-Bottom
Stability ketebalan concrete coating kita kosongkan (nilai 0) agar dapat diketahui apakah
dengan berat keseluruhan itu telah stabil dapat tenggelam dan lay di dasar laut. Bila tidak
maka harus dicoba-coba untuk menambahkan nilai concrete coating secara gradual
hingga submerged weight dapat memenuhi kriteria syarat weight (lebih besar submerged
weight).
25
3.4. INSTALASI SUBMARINE PIPELINE
Methode instalasi submarine pipeline yang umum ada 4, yaitu:
S-Lay methode (laut dangkal sampai dalam)
J-Lay methode (Laut cukup dalam sampai dalam)
Reel Lay (Laut cukup dalam sampai dalam)
Renthis (Laut dangkal dekat pantai)
S-Lay Method
Pada metode ini, pipa yang tersambung di lewatkan support roller dan stringer
sebelum masuk ke air. Sebelum pipa menyentuh air pipa membentuk overbend dan
sagbend. Konsep S-Lay tersaji pada gambar berikut
Gambar 3.5 S-Lay Method
25
3.4. INSTALASI SUBMARINE PIPELINE
Methode instalasi submarine pipeline yang umum ada 4, yaitu:
S-Lay methode (laut dangkal sampai dalam)
J-Lay methode (Laut cukup dalam sampai dalam)
Reel Lay (Laut cukup dalam sampai dalam)
Renthis (Laut dangkal dekat pantai)
S-Lay Method
Pada metode ini, pipa yang tersambung di lewatkan support roller dan stringer
sebelum masuk ke air. Sebelum pipa menyentuh air pipa membentuk overbend dan
sagbend. Konsep S-Lay tersaji pada gambar berikut
Gambar 3.5 S-Lay Method
25
3.4. INSTALASI SUBMARINE PIPELINE
Methode instalasi submarine pipeline yang umum ada 4, yaitu:
S-Lay methode (laut dangkal sampai dalam)
J-Lay methode (Laut cukup dalam sampai dalam)
Reel Lay (Laut cukup dalam sampai dalam)
Renthis (Laut dangkal dekat pantai)
S-Lay Method
Pada metode ini, pipa yang tersambung di lewatkan support roller dan stringer
sebelum masuk ke air. Sebelum pipa menyentuh air pipa membentuk overbend dan
sagbend. Konsep S-Lay tersaji pada gambar berikut
Gambar 3.5 S-Lay Method
26
J-Lay Method
Pada metode ini, pipa di las secara vertical atau hampir vertical dan kemudian
diturunkan ke dasar laut. Metode ini digunakan pada laut dalam menghasilkan stress
yang lebih kecil daripada metode S-Lay. Hal ini karena pada metode J-Lay, hanya
terbentuk satu radius bend. Secara skematis metode J-Lay ditunjukan oleh gambar
berikut:
Gambar 3.6 J-Lay Method
26
J-Lay Method
Pada metode ini, pipa di las secara vertical atau hampir vertical dan kemudian
diturunkan ke dasar laut. Metode ini digunakan pada laut dalam menghasilkan stress
yang lebih kecil daripada metode S-Lay. Hal ini karena pada metode J-Lay, hanya
terbentuk satu radius bend. Secara skematis metode J-Lay ditunjukan oleh gambar
berikut:
Gambar 3.6 J-Lay Method
26
J-Lay Method
Pada metode ini, pipa di las secara vertical atau hampir vertical dan kemudian
diturunkan ke dasar laut. Metode ini digunakan pada laut dalam menghasilkan stress
yang lebih kecil daripada metode S-Lay. Hal ini karena pada metode J-Lay, hanya
terbentuk satu radius bend. Secara skematis metode J-Lay ditunjukan oleh gambar
berikut:
Gambar 3.6 J-Lay Method
27
Rentis Method
Pada metode ini, pipa di sambung di darat, kemudian sambungan pipeline ditarik ke
laut menggunakan winch atau kapal. Biasanya pada metode rentis, pada punggung pipa
dipasang floating drum agar pipa mengapung dan tidak bergesekan dengan sea-bed.
Gambar 3.7 Rentis Method
Dari berbagai metode instalasi untuk submarine pipeline, metode yang digunakan adalah
metode S-Lay. Hal ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu
Kedalaman laut termasuk dalam kategori LWS (Low water Spring) yaitu ± 8sehingga tidak menggunakan metode J-Lay yang cocok untuk laut dalam
Dari data survey lapangan, kecepatan angin,arus dan tinggi gelombang yang
besar sehingga untuk mengurangi resiko tidak dipilih metode rentis dimana
metode instalasi ini menarik dan mengapungkan pipa yang kemungkinan resiko
menimbulkan propagation buckling cukup tinggi.
27
Rentis Method
Pada metode ini, pipa di sambung di darat, kemudian sambungan pipeline ditarik ke
laut menggunakan winch atau kapal. Biasanya pada metode rentis, pada punggung pipa
dipasang floating drum agar pipa mengapung dan tidak bergesekan dengan sea-bed.
Gambar 3.7 Rentis Method
Dari berbagai metode instalasi untuk submarine pipeline, metode yang digunakan adalah
metode S-Lay. Hal ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu
Kedalaman laut termasuk dalam kategori LWS (Low water Spring) yaitu ± 8sehingga tidak menggunakan metode J-Lay yang cocok untuk laut dalam
Dari data survey lapangan, kecepatan angin,arus dan tinggi gelombang yang
besar sehingga untuk mengurangi resiko tidak dipilih metode rentis dimana
metode instalasi ini menarik dan mengapungkan pipa yang kemungkinan resiko
menimbulkan propagation buckling cukup tinggi.
27
Rentis Method
Pada metode ini, pipa di sambung di darat, kemudian sambungan pipeline ditarik ke
laut menggunakan winch atau kapal. Biasanya pada metode rentis, pada punggung pipa
dipasang floating drum agar pipa mengapung dan tidak bergesekan dengan sea-bed.
Gambar 3.7 Rentis Method
Dari berbagai metode instalasi untuk submarine pipeline, metode yang digunakan adalah
metode S-Lay. Hal ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu
Kedalaman laut termasuk dalam kategori LWS (Low water Spring) yaitu ± 8sehingga tidak menggunakan metode J-Lay yang cocok untuk laut dalam
Dari data survey lapangan, kecepatan angin,arus dan tinggi gelombang yang
besar sehingga untuk mengurangi resiko tidak dipilih metode rentis dimana
metode instalasi ini menarik dan mengapungkan pipa yang kemungkinan resiko
menimbulkan propagation buckling cukup tinggi.
28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan & Saran
Dari analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan
Tebal pipa yang optimum untuk studi kasus yang dipilih adalah
Ketebalan dinding pipa dirancang dengan memenuhi kriteria-kriteria yaitu kriteria
internal containment pressure, kriteria hydrostatic collapse, kriteria combine
loading, dan kriteria propagation buckling.
Tebal concrete minimum yang dibutuhkan untuk studi kasus yang dipilih menurut
DNV RP E305 adalah
OD
(in) Material
Kedalaman(1)
(m)
CA
(mm)
tfab(2)
(mm)
Tekanandisain
(MPa)
Tekananeksternal
(MPa)
Max. BendingMomentDisain (4)
(kN.m)
NominalWT API 5L
(3)
Max. Min. Max. Min. (mm)
6.63API X42
PSL28 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -28.4 7.1
8.63API X52
PSL2
8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -71.5 8.2
12.75 8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -208.2 9.5
Kondisi
Pembebanan
OD
(in)
Kedalaman
(m)
Tebal
minimum
concrete
(mm)
Min.
Submerged
weight
(kgf/m)
Actual
Submergerd
weight
(kgf/m)
Faktor
KeamananStabilitas
Instalasi
6.625 8 16.7 14.779 14.856 1.428 OK
8.625 8 20.4 21.575 21.535 1.379 OK
12.75 8 31.5 40.036 40.1 1.323 OK
Operasi
6.625 8 6.4 12.651 12.713 1.451 OK
8.625 8 7 18.288 18.4 1.4 OK
12.75 8 11.7 33.715 33.843 1.337 OK
28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan & Saran
Dari analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan
Tebal pipa yang optimum untuk studi kasus yang dipilih adalah
Ketebalan dinding pipa dirancang dengan memenuhi kriteria-kriteria yaitu kriteria
internal containment pressure, kriteria hydrostatic collapse, kriteria combine
loading, dan kriteria propagation buckling.
Tebal concrete minimum yang dibutuhkan untuk studi kasus yang dipilih menurut
DNV RP E305 adalah
OD
(in) Material
Kedalaman(1)
(m)
CA
(mm)
tfab(2)
(mm)
Tekanandisain
(MPa)
Tekananeksternal
(MPa)
Max. BendingMomentDisain (4)
(kN.m)
NominalWT API 5L
(3)
Max. Min. Max. Min. (mm)
6.63API X42
PSL28 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -28.4 7.1
8.63API X52
PSL2
8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -71.5 8.2
12.75 8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -208.2 9.5
Kondisi
Pembebanan
OD
(in)
Kedalaman
(m)
Tebal
minimum
concrete
(mm)
Min.
Submerged
weight
(kgf/m)
Actual
Submergerd
weight
(kgf/m)
Faktor
KeamananStabilitas
Instalasi
6.625 8 16.7 14.779 14.856 1.428 OK
8.625 8 20.4 21.575 21.535 1.379 OK
12.75 8 31.5 40.036 40.1 1.323 OK
Operasi
6.625 8 6.4 12.651 12.713 1.451 OK
8.625 8 7 18.288 18.4 1.4 OK
12.75 8 11.7 33.715 33.843 1.337 OK
28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan & Saran
Dari analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan
Tebal pipa yang optimum untuk studi kasus yang dipilih adalah
Ketebalan dinding pipa dirancang dengan memenuhi kriteria-kriteria yaitu kriteria
internal containment pressure, kriteria hydrostatic collapse, kriteria combine
loading, dan kriteria propagation buckling.
Tebal concrete minimum yang dibutuhkan untuk studi kasus yang dipilih menurut
DNV RP E305 adalah
OD
(in) Material
Kedalaman(1)
(m)
CA
(mm)
tfab(2)
(mm)
Tekanandisain
(MPa)
Tekananeksternal
(MPa)
Max. BendingMomentDisain (4)
(kN.m)
NominalWT API 5L
(3)
Max. Min. Max. Min. (mm)
6.63API X42
PSL28 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -28.4 7.1
8.63API X52
PSL2
8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -71.5 8.2
12.75 8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -208.2 9.5
Kondisi
Pembebanan
OD
(in)
Kedalaman
(m)
Tebal
minimum
concrete
(mm)
Min.
Submerged
weight
(kgf/m)
Actual
Submergerd
weight
(kgf/m)
Faktor
KeamananStabilitas
Instalasi
6.625 8 16.7 14.779 14.856 1.428 OK
8.625 8 20.4 21.575 21.535 1.379 OK
12.75 8 31.5 40.036 40.1 1.323 OK
Operasi
6.625 8 6.4 12.651 12.713 1.451 OK
8.625 8 7 18.288 18.4 1.4 OK
12.75 8 11.7 33.715 33.843 1.337 OK
29
Metode Instalasi dipilih berdasarkan kondisi lapangan dengan melakukan survey
terlebih dahulu, metode yang dipilih yaitu Metode S-Lay karena pipeline dirancang
pada kedalaman kurang lebih 8m (LWS).
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki hasil
perhitungan sehingga desain bisa dipakai untuk referensi untuk dikonstruksi yaitu
diperlukannya penggunaan perangkat lunak untuk OFFPIPE simulasi instalasi dan AWTI
( Above Water Tie In) sehingga dapat memaksimalkan hasil parameter desain pipa.
29
Metode Instalasi dipilih berdasarkan kondisi lapangan dengan melakukan survey
terlebih dahulu, metode yang dipilih yaitu Metode S-Lay karena pipeline dirancang
pada kedalaman kurang lebih 8m (LWS).
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki hasil
perhitungan sehingga desain bisa dipakai untuk referensi untuk dikonstruksi yaitu
diperlukannya penggunaan perangkat lunak untuk OFFPIPE simulasi instalasi dan AWTI
( Above Water Tie In) sehingga dapat memaksimalkan hasil parameter desain pipa.
29
Metode Instalasi dipilih berdasarkan kondisi lapangan dengan melakukan survey
terlebih dahulu, metode yang dipilih yaitu Metode S-Lay karena pipeline dirancang
pada kedalaman kurang lebih 8m (LWS).
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki hasil
perhitungan sehingga desain bisa dipakai untuk referensi untuk dikonstruksi yaitu
diperlukannya penggunaan perangkat lunak untuk OFFPIPE simulasi instalasi dan AWTI
( Above Water Tie In) sehingga dapat memaksimalkan hasil parameter desain pipa.
DAFTAR PUSTAKA
DNV OS F101 Submarine Pipeline System
DNV RP E305 On Bottom Stability of Submarine Pipeline
ASME B31.4 Pipeline Transportation System for Liquid Hydrocarbons and Other
Liquid
TSG-GD-90-001-A4, Basis of Design Submarine Pipeline
API 5L Specification for Pipeline
CALCULATION
Nomor DokumenWALL THICKNESS
(SUBMARINE)
Rev. : 1
TSG-CAL-40-002-A4Nomor Halaman
Lampiran A
LAMPIRAN - ARingkasan Hasil Perhitungan Wall Thickness
Bagian MaterialOD(in)
Kedalaman(1)
(m)CA
(mm)tfab
(2)
(mm)Tekanan
disain(MPa)
Tekananeksternal
(MPa)
Max.BendingMomentDisain
(4)
(kN.m)
NominalWT API
5L (3)Verifikasi (5)
Max. Min. Max. Min. (mm) PressureContainment
SystemCollapse
KombinasiPembebanan
Propagatingbuckling
Pipeline
API X42PSL2 6.63 8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -28.4 7.1 OK OK OK OK
API X52PSL2
8.63 8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -71.5 8.2 OK OK OK OK12.75 8 0 3 0.7 1.765 0.169 0 -208.2 9.5 OK OK OK OK
Catatan:
1 Kedalam maximum diambil dari bathimetry terdalam yang tertera pada Gambar Aligmentsheet dan kedalaman minimum 0 meter.
2 Toleransi wall thickness dari farikasi pipa diambil dari Table 7-18 DNV OS F101.
3 Nilai nominal wall thickness diambil dari standard API 5L Table E-6B.
4 Maksimum bending momen adalah bending momen maksimum yang digunakan untuk mengakomodasi bending pada saat kondisi instalasi, didapat dari analisis
instalasi untuk kedalaman 8m-3m.
5 Verifikasi dilakukan terhadap Nominal wall thickness yang ditentukan, dilakukan verifikasi terhadap kritria yang tercantum dalam DNV OS F101.
KALKULASI
Nomor DokumenON-BOTTOM STABILITY
Rev. : 0
TSG-CAL-40-001-A4Nomor Halaman
LAMPIRAN - BRingkasan Hasil Analisis On-Bottom Stability
Kondisi
Pembebanan
OD
(in)
Kedalaman
(m)
Tebal
concrete
(mm)
Min.
Submerged
weight (kgf/m)
Actual
Submergerd
weight (kgf/m)
Faktor
KeamananStabilitas
Instalasi
6.625 8 16.7 14.779 14.856 1.428 OK
8.625 8 20.4 21.575 21.535 1.379 OK
12.75 8 31.5 40.036 40.1 1.323 OK
Operasi
6.625 8 6.4 12.651 12.713 1.451 OK
8.625 8 7 18.288 18.4 1.4 OK
12.75 8 11.7 33.715 33.843 1.337 OK
PIPELINE KALKULASI
SUBMARINE WALL THICKNESS
No. Dokumen: TGS-CAL-40-002-A4 Dibuat oleh: FDY
Project : LPG Pressurized Tanjung Sekong, Banten. Diperiksa oleh: TOP
Rev : 02 Disetujui oleh: APM
1.0 PENDAHULUAN
Kalkulasi ini adalah untuk menghitung ketebalan pipa (pipe wall thickness) submarine pipeline diameter NPS 12"untuk project LPG Pressurized Tanjung Sekong, Banten, berdasarkan ASME B31.4 dan DNV OS F101.
2.0 REFERENSIDokumen referensi yang digunakan adalah:
Specification for Line Pipe, API 5L, 20041.ASME 31.4, Transportation Systems for Liquid Hydrocarbonand Other Liquid2.DNV OS F 101, "Submarine Pipeline System"3.TSG-GD-90-001-A4, Basis of Design Submarine Pipeline4.
3.0 DATA PARAMETER DISAIN
Limit State Category 1 FLS= Fatigue Limit State
2 ULS= Ultimate Limit State
Safety Class Design SCD "Normal"=
Fabrikasi pipa Pf "ERW"=
Data pipa:
Diameter luar pipa OD 12.75in:= OD 323.85 mm⋅=
Tebal lapisan anti korosi luar tcoat 3.1mm:=
Tebal Lapisan Beton tcon 0in:=
Corrosion Allowance tcorr 3mm:=
Thermal Insulation Thickness ttherm 0in:=
Poisson Ratio ν 0.3:=
Diameter dalam pipa Di OD 2ts−:= Di 12.002 in⋅=
Diameter Luar total pipa Dtot OD 2 tcoat tcon+ ttherm+( )⋅+:= Dtot 12.994 in⋅=
Wall Thickness Verification 1 of 14
Input Factor
Faktor kekuatan Material (α U)
Normally = 1; Supplementary Req. αu = 2;
su 1:=
αU 0.96 su 1=if
1 otherwise
:=αU 0.96=
Maximum Faktor Fabrikasi (α fab )
Proses manufaktur pipa 1. Seamless 2. UO /TRB / ERW 3. UOE
fm 2:=
αfab 1 fm 1=if
0.93 fm 2=if
0.85 otherwise
:= αfab 0.93=
Faktor Material Resistance (γ m)
FLS = 1; SLS/ULS/ALS = 2 LSC 2:=
γm 1 LSC 1=if
1.15 otherwise
:= γm 1.15=
Factor Tekanan Disain γp 1.05:=
Faktor Resistance Strain γe 2.5:= (Normal safety class)
Disain Temperatur Top 50C:=
Ambient Temperatur Tamb 25C:=
Klasifikasi berdasarkan isi/content dari pipa
cf "B":= Tipe mudah terbakar dan atau bersifat racun dimana bersifat cair pada suhulingkungan dan tekanan atmosfer. Sebagai contoh adalah produk-produk dariminyak bumi, contohnya adalah metanol.
Klas berdasarkan lokasi
cl 2:= Bagian dari pipeline/riser dekat dengan platform dimana banyak aktifitasmanusia. Penentuan lokasi kelas 2 harus berdasarkan resiko analysis yangtepat.
Safety Class
sc "Normal":=
Faktor Safety Class Resistance γsc1 1.046 sc "Rendah"=if
1.138 sc "Normal"=if
1.308 otherwise
:=γsc1 1.138=
Pressure Containtment-->
γsc2 1.04 sc "Rendah"=if
1.14 sc "Normal"=if
1.26 otherwise
:= γsc2 1.14=Lain-->
Wall Thickness Verification 2 of 14
Material pipa (API 5L X52)
Specified Minimum Yield Stress SMYS 52000psi:=
Specified Mnimum Tensile Stress SMTS 66000psi:=
DSS = Duplex Stainless SteelC-Mn = Carbon ManganeseC-Mn conform to PSL 2
Derating value due to the Temperature of the Yield Stress (50C, CMn material) fytemp 0MPa:=
Derating value due to the Temperature of the Tensile Stress (50C, CMn material) futemp 0MPa:=
Modulus of Elasticity (Modulus Young) E 29.6 106psi⋅:=
E 204084.82 MPa⋅= Characteristic Material Properties
Characteristic Yield Stress fy SMYS fytemp−( ) αU⋅:= fy 49920 psi⋅=
Characteristic Tensile Stress fu SMTS futemp−( ) αU⋅:= fu 63360 psi⋅=
Densitas
Densitas isi/konten ρcont1 0kg m 3−⋅:= (Kondisi Istalasi)
ρcont2 1025kg m 3−⋅:= (Kondisi hydrotest)
ρcont3 535.33kg m 3−⋅:= (Kondisi Operasional)
Densitas Air laut ρsw 1025kg m 3−⋅:=
Wall Thickness Verification 3 of 14
Toleransi Untuk Diameter dan Ovalitas
Diameter Pipe Body Maximum
SMLS = 1Welded = 2
dpb 2:= OD 323.85 mm⋅=
Dbodmax 0.75% OD⋅( ) dpb 1= OD 60.3mm<∧if
0.75% OD⋅( ) dpb 2= OD 60.3mm<∧if
0.75% OD⋅( ) dpb 1= 60.3mm OD≤ 610mm≤∧if
0.75% OD⋅( ) dpb 2= 60.3mm OD≤ 610mm≤∧if
1% OD⋅( ) dpb 1= 610mm OD< 1422mm≤∧if
0.5% OD⋅( ) dpb 2= 610mm OD< 1422mm≤∧if
:=
Dbodmax 2.429 mm⋅=
Dbodmax max Dbodmax 0.5mm, ( ):=
maxbod 3.2mm( ) 60.3mm OD≤ 610mm≤if
4mm( ) 610mm OD< 1422mm≤if
:=
Dbodmax min Dbodmax maxbod, ( ):= max 3.2mm for 60.3mm<OD<610mmmax 4mm for 610mm<OD<1422mm
Dbodmax 2.429 mm⋅=
Diameter Pipe Body Mimimum
SMLS = 1Welded = 2
dpb 2:= OD 323.85 mm⋅=
Dbodmin 0.75− % OD⋅( ) dpb 1= OD 60.3mm<∧if
0.75− % OD⋅( ) dpb 2= OD 60.3mm<∧if
0.75− % OD⋅( ) dpb 1= 60.3mm OD≤ 610mm≤∧if
0.75− % OD⋅( ) dpb 2= 60.3mm OD≤ 610mm≤∧if
1− % OD⋅( ) dpb 1= 610mm OD< 1422mm≤∧if
0.5− % OD⋅( ) dpb 2= 610mm OD< 1422mm≤∧if
:=
Dbodmin 2.429− mm⋅=
Dbodmin min Dbodmax 0.5− mm, ( ):=
minbod 3.2− mm( ) 60.3mm OD≤ 610mm≤if
4− mm( ) 610mm OD< 1422mm≤if
:=
Dbodmin min Dbodmin minbod, ( ):= min -3.2mm for 60.3mm<OD<610mmmin -4mm for 610mm<OD<1422mm
Dbodmin 3.2− mm⋅=
Wall Thickness Verification 4 of 14
Diameter Pipe End Maximum
SMLS = 1Welded = 2
dpe 2:=
Dendmax 0.5% OD⋅( ) dpe 1= OD 60.3mm<∧if
0.5% OD⋅( ) dpe 2= OD 60.3mm<∧if
0.5% OD⋅( ) dpe 1= 60.3mm OD≤ 610mm≤∧if
0.5% OD⋅( ) dpe 2= 60.3mm OD≤ 610mm≤∧if
2mm( ) dpe 1= 610mm OD< 1422mm≤∧if
1.6mm( ) dpe 2= 610mm OD< 1422mm≤∧if
:=
Dendmax 1.619 mm⋅=
Dendmax max Dendmax 0.5mm, ( ):=
maxend 1.6mm( ) OD 60.3mm< 60.3mm OD≤ 610mm≤∨if
Dendmax otherwise
:=
Dendmax min Dendmax maxend, ( ):=
Dendmax 1.6 mm⋅=
Diameter Pipe End Minimum
SMLS = 1Welded = 2
dpe 2:=
Dendmin 0.5− % OD⋅( ) dpe 1= OD 60.3mm<∧if
0.5− % OD⋅( ) dpe 2= OD 60.3mm<∧if
0.5− % OD⋅( ) dpe 1= 60.3mm OD≤ 610mm≤∧if
0.5− % OD⋅( ) dpe 2= 60.3mm OD≤ 610mm≤∧if
2− mm( ) dpe 1= 610mm OD< 1422mm≤∧if
1.6− mm( ) dpe 2= 610mm OD< 1422mm≤∧if
:=
Dendmin 1.619− mm⋅=
Dendmin min Dendmin 0.5− mm, ( ):=
minend 1.6− mm( ) OD 60.3mm< 60.3mm OD≤ 610mm≤∨if
Dendmin otherwise
:=
Dendmin min Dendmin minend, ( ):=
Dendmin 1.619− mm⋅=
Diameter Maksimum Dmax OD max Dendmax Dbodmax, ( )+:= Dmax 12.846 in⋅=
Diameter Minimum Dmin OD min Dendmin Dbodmin, ( )+:= Dmin 12.624 in⋅=
Toleransi Fabrikasi tfab 1.19mm:=
Wall Thickness Verification 5 of 14
Current and Wave Data
Tinggi Gelombang maksimum Hm 1.6m:= Dari data pengukuran di pelabuhan merak
Kedalaman maksimum perairan d 8m:= d 26.247 ft⋅=
Highest Astronomical Tide (HAT) HAT 98cm:=
Kedalaman Air referensidmax d HAT+
Hm2
+:= dmax 9.78 m⋅=
Pressure Data
Tekanan DisainPd 18kg cm 2−
⋅ g⋅:= Pd 1.765 MPa⋅=
Tekanan Insidental Pinc γp Pd⋅:= Pinc 1.853 MPa⋅=
Tekanan Lokal pada pipa
1. Tekanan Disain Pldi Pd ρcont1 g⋅ dmax( )⋅⎡⎣ ⎤⎦+:= Pldi 1.765 MPa⋅= (kondisi instalasi)
Pldo Pd ρcont3 g⋅ dmax( )⋅⎡⎣ ⎤⎦+:= Pldo 1.817 MPa⋅= (Kondisi Operasional)
2. Tekanan Insidental Plii Pinc ρcont1 g⋅ dmax( )⋅⎡⎣ ⎤⎦+:= Plii 1.853 MPa⋅= (kondisi instalasi)
Plio Pinc ρcont3 g⋅ dmax( )⋅⎡⎣ ⎤⎦+:= Plio 1.905 MPa⋅= (Kondisi Operasional)
3. Tekanan Hidrotest Plt 1.05Pinc ρcont2 g⋅ dmax( )⋅⎡⎣ ⎤⎦+:= Plt 2.044 MPa⋅= (Kondisi Hidrotest)
Pemax ρsw g⋅ dmax( )⋅:= Pemax 14.258 psi⋅= Pemax 0.098 MPa⋅=Tekanan Ekternal (hidrostatic)
4.0 KALKULASI
4.1 Kriteria Pressure Containment (Akibat tekanan internal/disain pipa)
Pipa harus memenuhi keriteria berikut ini:
dimana : Pb= tekanan akibat adanya tekanan internal Pl = tekanan lokal
Pbγsc1 γm⋅
Pl≥
Kondisi Mill Pressure (Hydrotest)
Minimum of Yield Stress & Tensile Stress fcb1 min fyfu
1.15,
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
:= fcb1 344.186 MPa⋅=
Yielding Limit Stress Pby12 t1⋅
OD t1−fy⋅
2
3⋅=
Pby1 Plt γsc1⋅ γm⋅=
Wall Thickness Verification 6 of 14
t1aPlt γsc1⋅ γm⋅ 3⋅ OD⋅
Plt γsc1⋅ γm⋅ 3⋅ 4 fcb1⋅+:= t1a 1.086 mm⋅=
tn t1a tfab+ tcorr+:= tn 5.276 mm⋅= tn 0.208 in⋅=
Kondisi Operational
Yielding Limit Stress Pby22 t1_2⋅
OD t1_2−fy⋅
2
3⋅=
Pby2 Plio γsc1⋅ γm⋅=
t1bPlio γsc1⋅ γm⋅ 3⋅ OD⋅
Plio γsc1⋅ γm⋅ 3⋅ 4 fcb1⋅+:= t1b 1.012 mm⋅=
tn t1b tfab+ tcorr+:= tn 5.202 mm⋅= tn 0.205 in⋅=
Dari perhitungan kebutuhan ketebalan dinding pipa pada kondisi instalasi dan kondisi operasi akibat tekananinternal yaitu 5.276 mm dan 5.202 mm, oleh karena itu penentuan ketebalan dinding pipa berdasarkan API 5Ltabel E-6C diperoleh schedule standard 9.53 mm (ts)
Sehingga hasil ini dijadikan acuan untuk kriteria-kriteria selanjutnya,yaitu
Untuk perhitungan akibat tekanan
Untuk kondisi istalasi dan hydrotest t1 ts tfab−:= t1 8.31 mm⋅=
Kondisi operasional (corroded) t1_2 ts tfab− tcorr−:= t1_2 5.31 mm⋅=
Untuk perhitungan akibat beban selain tekanan
Tebal pipa pada kondisi instalasi t2 ts:= t2 9.5 mm⋅=
t2_2 ts tcorr−:=Tebal pipa pada kondisi operasi t2_2 6.5 mm⋅=
Wall Thickness Verification 7 of 14
4.2. Kriteria System Collapse (akibat Tekanan external)
Pada kriteria ini pipa harus memenuhi kondisi sebagai berikut
PemaxPc1
γm γsc1⋅≤ Dimana : Pcl = Tekanan collapse
Pemax = tekanan ektenal maksimum
Kondisi konstruksi/instalasi and hydrotest
Tekanan Elastic Collapse Pel_1
2 E⋅t2
OD
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
3
⋅
1 ν2
−:= Pel_1 11.322 MPa⋅=
Tekanan Plastic Collapse Pp1 2 fy⋅ αfab⋅t2
OD⋅:= Pp1 18.78 MPa⋅=
Ovalisasi f0Dmax Dmin−
OD:= f0 1.738 %⋅=
Karakteristik tahanan terhadap tekanan eksternal (rumus2 pemecahan persamaan)
b1 Pel_1−:= b1 11.322− MPa⋅=
c1 Pp12 Pp1 Pel_1⋅ f0⋅
ODt2
⋅+⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
−:= c1 478.659− MPa2⋅=
ddd1 Pel_1 Pp12
⋅:= ddd1 3993.106 MPa3⋅=
u113
1−
3b12
⋅ c1+⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅:= u1 173.797− MPa2⋅=
v112
227
b13 13
b1⋅ c1⋅− ddd1+⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅:= v1 1039.532 MPa3⋅=
Σ1v1−
u13−
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
:= Σ1 0.454−=
Φ1 acos Σ1( ):= Φ1 2.042 rad⋅=
y1 2− u1−⋅ cosΦ13
60π
180+⎛
⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅:= y1 4.122 MPa⋅=
Pc11 y113
b1−:= Pc11 7.896 MPa⋅=
Pc11γm γsc2⋅
6.023 MPa⋅=
System Collapse Check Sys_Coll_Check1 "OK" PemaxPc11
γm γsc2⋅≤if
"NOT OK" otherwise
:=
Sys_Coll_Check1 "OK"= dengan Rasio3PemaxPc11
γm γsc2⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
:= Rasio3 1.632 %⋅=
(JIka Rasio 100% = Gagal)
Wall Thickness Verification 8 of 14
Kondisi Operational
Tekanan Elastic Collapse Pel_2
2 E⋅t2_2OD
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
3
⋅
1 ν2
−:= Pel_2 3.627 MPa⋅=
Pp2 2 fy⋅ αfab⋅t2_2OD
⋅:= Pp2 12.849 MPa⋅=Tekanan Plastic Collapse
Ovalisasi f0Dmax Dmin−
OD:= f0 1.738 %⋅=
Karakteristik tahanan terhadap tekanan eksternal (rumus2 pemecahan persamaan)
b2 Pel_2−:= b2 3.627− MPa⋅=
c2 Pp22 Pp2 Pel_2⋅ f0⋅
ODt2_2
⋅+⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
−:= c2 205.456− MPa2⋅=
ddd2 Pel_2 Pp22
⋅:= ddd2 598.769 MPa3⋅=
u213
1−
3b22
⋅ c2+⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅:= u2 69.947− MPa2⋅=
v212
227
b23 13
b2⋅ c2⋅− ddd2+⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅:= v2 173.431 MPa3⋅=
Σ2v2−
u23−
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
:= Σ2 0.296−=
Φ2 acos Σ2( ):= Φ2 1.872 rad⋅=
y2 2− u2−⋅ cosΦ23
60π
180+⎛
⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅:= y2 1.675 MPa⋅=
Pc2 y213
b2−:= Pc2 2.884 MPa⋅=
Pc2γm γsc2⋅
2.2 MPa⋅=
System Collapse Check Sys_Coll_Check2 "OK" PemaxPc2
γm γsc2⋅≤if
"NOT OK" otherwise
:=
Sys_Coll_Check2 "OK"= dengan Rasio4Pemax
Pc2γm γsc2⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
:= Rasio4 4.468 %⋅=
(JIka Rasio 100% = Gagal)
Wall Thickness Verification 9 of 14
4.3. Kriteria Kombinasi Pembebanan
1. Combined Loading-Load Controlled Condition
Kondisi Instalasi
Plastic moment resistance Mp3 fy OD t2−( )2⋅ t2⋅:= Mp3 323.105 kN m⋅⋅=
Characteristic plastic axial forceresistance
Sp3 fy π⋅ OD t2−( )⋅ t2⋅:= Sp3 3229.093 kN⋅=
Pressure Containment Pby32 t2⋅
OD t2−fy⋅
2
3⋅:= Pby3 24.022 MPa⋅=
Pbb32 t2⋅
OD t2−
fu1.15
⋅2
3⋅:= Pbb3 26.512 MPa⋅=
Pb3 min Pby3 Pbb3, ( ):= Pb3 24.022 MPa⋅=
Flow stress parameter accountingfor strain hardening β3 0.5
ODt2
15<if
60ODt2
−⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
9015
ODt2
≤ 60≤if
0ODt2
60>if
:=
β3 0.288=
αC3 1 β3−( ) β3fufy
⋅+:= αC3 1.078=
Gaya Aksial Nf3 0kN:= (dari analysis instalasi)
Gaya aksial efektif Sf3 Nf3π
4Plt OD 2t1_2−( )2⋅⎡
⎣⎤⎦⋅ Pemax OD2
⋅⎛⎝
⎞⎠−⎡⎢
⎣⎤⎥⎦
−:=
Sf3 147.229− kN⋅=
Designed effective axial forces γF 1.2:= (Functional load factor-->system check)
γc 1.00:= (Condition load effect factor-->installation condition)
Sd3 γF γc⋅ Sf3⋅:= Sd3 176.675− kN⋅=
Moment Designed Mf 208.2− kN m⋅:= (dari analysis instalasi)
Md3 γF γc⋅ Mf⋅:= Md3 249.84− kN m⋅⋅=
Wall Thickness Verification 10 of 14
Effective axial forces and internal/external overpressure check
Parameter cek Par1 γsc2 γm⋅Md3
αC3 Mp3⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅ γsc2 γm⋅Sd3
αC3 Sp3⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅⎡⎢⎣
⎤⎥⎦
2
+⎡⎢⎢⎣
⎤⎥⎥⎦
2
γsc2 γm⋅PemaxPc11
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅⎡⎢⎣
⎤⎥⎦
2
+
...:=
Eff_Ax_Frc_Check_ext "OK" Par1 1≤if
"NOT OK" otherwise
:=
Eff_Ax_Frc_Check_ext "OK"= dengan Rasio5 Par1:= Rasio5 87.706 %⋅=
(JIka Rasio 100% = Gagal)
Kondisi Operational
Perbedaan tekanan disain ΔPd γp Pd Pemax−( )⋅:=ΔPd 1.75 MPa⋅=
Plastic moment resistance Mp4 fy OD t2_2−( )2⋅ t2_2⋅:= Mp4 225.312 kN m⋅⋅=
Characteristic plastic axial forceresistance
Sp4 fy π⋅ OD t2_2−( )⋅ t2_2⋅:= Sp4 2230.464 kN⋅=
Pressure Containment at OperationalCondition
Pby42 t2_2⋅
OD t2_2−fy⋅
2
3⋅:= Pby4 16.281 MPa⋅=
Pbb42 t2_2⋅
OD t2_2−
fu1.15
⋅2
3⋅:= Pbb4 17.968 MPa⋅=
Pb4 min Pby4 Pbb4, ( ):= Pb4 16.281 MPa⋅=
Flow stress parameter accountingfor strain hardening
β4 0.5ODt2_2
15<if
60ODt2_2
−⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
9015
ODt2_2
≤ 60≤if
0ODt2_2
60>if
:=
β4 0.113=
αC4 1 β4−( ) β4fufy
⋅+:= αC4 1.03=
Gaya aksial pd pipa H 90.390kN:= (residual lay tension -->from instalation analysis)
Koefisien Thermal expansion αTh 1.17 105−
⋅ C 1−:=
gaya Aksial efektif Sf4 H Plii Pldi−( ) π
4OD 2 t2_2⋅−( )2
⋅⎡⎢⎣
⎤⎥⎦
⋅ 1 2 ν⋅−( )⋅−
π OD t2_2−( )⋅ t2_2⋅⎡⎣ ⎤⎦ E⋅ αTh⋅ Top Tamb−( )⋅⎡⎣ ⎤⎦−⎡⎣ ⎤⎦+
...:=
Wall Thickness Verification 11 of 14
Sf4 299.135− kN⋅=
Designed effective axial force γF2 1.1:= (Functional load factor--> check)
γc2 1.07:= (Condition load effect factor-->uneven seabed condition)
Sd4 γF2 γc2⋅ Sf4⋅:= Sd4 352.082− kN⋅=
Moment Designed Mf4 0kN m⋅:=
Md4 γF2 γc2⋅ Mf4⋅:= Md4 0 kN⋅=
Effective axial forces and internal/external overpressure check
Parameter cekPar2 γsc2 γm⋅
Md4αC4 Mp4⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
2
⋅ γsc2 γm⋅Md4
Mp4 αC4⋅⋅ 1
ΔPdαC4 Pb4⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
2
−⋅+
ΔPdαC4 Pb4⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
2
+
... Pd Pemax>if
γsc2 γm⋅Md4
αC4 Mp4⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅ γsc2 γm⋅Sd4
αC4 Sp4⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅⎡⎢⎣
⎤⎥⎦
2
+⎡⎢⎢⎣
⎤⎥⎥⎦
2
γsc2 γm⋅Pemax
Pc2
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
⋅⎡⎢⎣
⎤⎥⎦
2
+
... otherwise
:=
Eff_Ax_Frc_Check_int "OK" Par2 1≤if
"NOT OK" otherwise
:=
Eff_Ax_Frc_Check_int "OK"= dengan Rasio6 Par2:= Rasio6 1.088 %⋅=
(JIka Rasio 100% = Gagal)
4.4. Proagation Buckling Check
Kondisi Instalasi/konstruksi & Hidrotest
Propagating Buckling Criterion Ppr1 35 fy⋅ αfab⋅t2
OD
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
2.5
⋅:=
Ppr1 239.483 psi⋅=
Propagating Buckling Check Prop_Check1 "OK" PemaxPpr1
γm γsc2⋅≤if
"NOT OK" otherwise
:=
Wall Thickness Verification 12 of 14
Prop_Check1 "OK"= dengan Rasio7PemaxPpr1
γm γsc2⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
:= Rasio7 7.805 %⋅=
(JIka Rasio 100% = Gagal)
Kondisi Operational
Propagating Buckling Criterion Ppr2 35 fy⋅ αfab⋅t2_2OD
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
2.5
⋅:=
Ppr2 0.639 MPa⋅=
Propagating Buckling Check Prop_Check2 "OK" PemaxPpr2
γm γsc2⋅≤if
"NOT OK" otherwise
:=
Prop_Check2 "OK"= dengan Rasio8PemaxPpr2
γm γsc2⋅
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
:= Rasio8 20.157 %⋅=
(JIka Rasio 100% = Gagal)
Wall Thickness Verification 13 of 14
5. RINGKASAN HASIL PERHITUNGAN
Tebal lapisan pipa Nominal minimum(Standard Tebal pipa diambil dari API 5L-Table E-6C)
4.1 Kriteria Pressure Containment (Akibat tekanan internal/disain pipa)
Thickness untuk menahan tekanan internal ts 9.5mm ts 0.374 in=
4.2. Kriteria System Collapse (akibat Tekanan external)
Resistance(Mpa)
Pressure(Mpa)
Remark Resistance(Mpa)
Pressure(Mpa)
Remark
9.5 6.03 0.10 OK 2.20 0.10 OK
Kondisi Instalasi&Hydrotest Kondisi OperasionalTebalPipa(mm)
4.3. Kriteria Kombinasi Pembebanan
ParameterCek
Allowable Remark ParameterCek
Allowable Remark
9.5 8.77E-01 1.00 OK 1.09E-02 1.00 OK
Kondisi Instalasi&Hydrotest Kondisi OperasionalTebalPipa(mm)
4.4. Proagation Buckling Check
Resistance(Mpa)
Pressure(Mpa)
Remark Resistance(Mpa)
Pressure(Mpa)
Remark
9.5 1.26 0.10 OK 0.49 0.10 OK
Kondisi Instalasi&Hydrotest Kondisi OperasionalTebalPipa(mm)
Wall Thickness Verification 14 of 14
PIPELINE KALKULASI
ON BOTTOM STABILITY
No. Dokumen: Dibuat oleh:
Project : Diperiksa oleh:
Rev : Disetujui oleh:
1.0 PENDAHULUAN
Kalkulasi ini adalah untuk menghitung on bottom stability submarine pipeline kondisi instalasi diameter NPS12" untuk project LPG Pressurized Tanjung Sekong, Banten, berdasarkan DNV RP E305.
2.0 REFERENSIDokumen referensi yang digunakan adalah:
Specification for Line Pipe, API 5L, 20041.DNV RP E305, "On Bottom Stability Design of Submarine Pipelines"2.DNV OS F101, "Submarine Pipeline System"3.TSG-GD-90-001-A4, Basis of Design Submarine Pipeline4.
3.0 DATA PARAMETER DISAIN
INPUT DATA
Data pipa:
Diameter luar pipa OD 12.75in:= OD 323.85 mm=
Tebal nominal pipa t 0.374in:= t 9.5 mm=
Poisson Ratio ν 0.3:=
content density ρcon 0lb ft3−
:=
ρcs 490lb ft3−
:=Density of Carbon steel
Density of concrete ρcc 190.031lb ft3−
:=
Density of coating ρcoat 90lb ft3−
:=
Young's modulus E 3 107psi:=
Thermal Insulation Thickness ttherm 0in:=
Tebal lapisan anti korosi luar tcoat 3.1mm:=
Tebal lapisan beton tcon 31.5mm:= tcon 1.24 in=
Corrosion Allowance tcorr 3mm:=
Diameter dalam pipa Di OD 2t−:= Di 12.002 in=
Diameter Luar total pipa Dtot OD 2 tcoat tcon+ ttherm+( )+:= Dtot 15.474 in=
Environmental Data:
Water Depth h 26.247 ft:= h 8 m=
Significant Wave Height Hs 1.6m:= (1 year return period) Hs 5.249 ft=
Seawater density ρsea 64lb ft3−
:=
Sprectral peak periode Tp
250 Hs
g:= Tp 6.387s=
Current Velocity Ur 0.27m s1−
:= (At Zr or 10% of depth - 1 year return period)
Bottom roughness Zo 5.21 106−m:= From Table A1 d50 0.0625mm:=
Angel Current Direction ϕ
curr
0 deg:=
Steady Current Height Zr 3 m:= assumed
OUTPUT DATA
Pipeline Parameters
Wall thickness ts t tcorr−:= ts 0.256 in=
Internal Diameter ID OD 2 ts−:= ID 12.238 in=
Coating Diameter ODcoat OD 2 tcoat+:= ODcoat 12.994 in=
Concrete Diameter ODcon ODcoat 2 tcon+:= ODcon 15.474 in=
Pipeline self unit weight w1π OD
2ID
2−( ) ρcs g
4:= w1 50.862 kgf m
1−=
Content weight w2π ID
2 ρcon g
4:= w2 0 kgf m
1−=
Coating weight w3π ODcoat
2OD
2−
ρcoat g
4:= w3 4.59 kgf m
1−=
Concrete weight w4π ODcon
2ODcoat
2−
ρcc g
4:= w4 108.912 kgf m
1−=
Buoyancy weight waπ4
ρsea g OD 2 tcorr+ 2.tcon+( )2:= wa 124.264 kgf m
1−=
Total weight w w1 w2+ w3+ w4+( ):= w 164.364 kgf m1−
=
Pipeline Submarge weight Ws w wa−:= Ws 40.1 kgf m1−
=
Water particel velocity
parameter period (Ts)
Tnh
g:= Tn 0.903s=
Tn
Tp0.141=
Significant velocity (Us) From Fig. 2.1 (Pierson Moskovitz,PM) DNV RP E305
Us Tn
Hs0.13= Us
0.13 Hs
Tn:= Us 0.23
m
s=
Zero up crossing period, Tu from Fig. 2.2
Tu
Tp1.08= Tu Tp 1.08:= Tu 6.898s=
Current velocity/avarage velocity across over pipe (Ud)
Ud
Ur
lnZr
Zo1+
1Zo
Dtot+
lnDtot
Zo1+
1−
:=Ud 0.208
m
s=
Drag Coeficient Cd 1.3:=
Lift Coeficient CL 0.9:=
Inertia Coeficient Ci 3.29:=
Acc2 πTp
Us:=Water Particle Acceleration
Current to wave velocity ratio MUd
Us:= M 0.904=
Load Parameter Keu
Us Tp
Dtot:= Keu 3.742=
calibration factor Fw 1:= From Fig.5.12 DNV RP 305
Reynold's Number ReyUs Ud+( ) ODcon
ν:= Rey 0.575m
2
s=
Inertia Force FI π 0.25 ρsea ODcon2
Ci Acc:=
Lift Force FL 0.5 ρsea ODcon CL Ud Us+( )2:=
Drag Force FD 0.5 ρsea ODcon Cd Ud Us+( ) Ud Us+:=
on Bottom Stability Analysis Design of Submarine Pipeline Summary
friction coeficient μ 0.4:= (Silt and Clay)
Minimum Pipeline Submarge weight WsubFD FI+( ) μ FL+
μ
Fw:= Wsub 40.036 kgf m1−
=
lateral stability check_lateral_stability "OK" Ws Wsubif
"NOT OK" otherwise
:=
check_lateral_stability "OK"=
SFWs wa+
wa:= Safety Factor SF 1.323=
vertical stability check check_vertical_stability "OK" SF 1.1if
"NOT OK" otherwise
:=
check_vertical_stability "OK"=
PIPELINE KALKULASI
ON BOTTOM STABILITY
No. Dokumen: Dibuat oleh:
Project : Diperiksa oleh:
Rev : Disetujui oleh:
1.0 PENDAHULUAN
Kalkulasi ini adalah untuk menghitung on bottom stability submarine pipeline kondisi operasi diameter NPS 12"untuk project LPG Pressurized Tanjung Sekong, Banten, berdasarkan DNV RP E305.
2.0 REFERENSIDokumen referensi yang digunakan adalah:
Specification for Line Pipe, API 5L, 20041.DNV RP E305, "On Bottom Stability Design of Submarine Pipelines"2.DNV OS F101, "Submarine Pipeline System"3.TSG-GD-90-001-A4, Basis of Design Submarine Pipeline4.
3.0 DATA PARAMETER DISAIN
INPUT DATA
Data pipa:
Diameter luar pipa OD 12.75in:= OD 323.85 mm=
Tebal nominal pipa t 0.374in:= t 9.5 mm=
Poisson Ratio ν 0.3:=
content density ρcon 33.42lb ft3−
:= (densitas LPG)
ρcs 490lb ft3−
:=Density of Carbon steel
Density of concrete ρcc 190.031lb ft3−
:=
Density of coating ρcoat 90lb ft3−
:=
Young's modulus E 3 107psi:=
Thermal Insulation Thickness ttherm 0in:=
Tebal lapisan anti korosi luar tcoat 3.1mm:=
Tebal lapisan beton tcon 11.7mm:= tcon 0.461 in=
Corrosion Allowance tcorr 3mm:=
Diameter dalam pipa Di OD 2t−:= Di 12.002 in=
Diameter Luar total pipa Dtot OD 2 tcoat tcon+ ttherm+( )+:= Dtot 13.915 in=
Environmental Data:
Water Depth h 26.247 ft:= h 8 m=
Significant Wave Height Hs 1.6m:= (1 year return period) Hs 5.249 ft=
Seawater density ρsea 64lb ft3−
:=
Sprectral peak periode Tp
250 Hs
g:= Tp 6.387s=
Current Velocity Ur 0.27m s1−
:= (At Zr or 10% of depth - 1 year return period)
Bottom roughness Zo 5.21 106−m:= From Table A1 d50 0.0625mm:=
Angel Current Direction ϕ
curr
0 deg:=
Steady Current Height Zr 3 m:= assumed
OUTPUT DATA
Pipeline Parameters
Wall thickness ts t tcorr−:= ts 0.256 in=
Internal Diameter ID OD 2 ts−:= ID 12.238 in=
Coating Diameter ODcoat OD 2 tcoat+:= ODcoat 12.994 in=
Concrete Diameter ODcon ODcoat 2 tcon+:= ODcon 13.915 in=
Pipeline self unit weight w1π OD
2ID
2−( ) ρcs g
4:= w1 50.862 kgf m
1−=
Content weight w2π ID
2 ρcon g
4:= w2 40.628 kgf m
1−=
Coating weight w3π ODcoat
2OD
2−
ρcoat g
4:= w3 4.59 kgf m
1−=
Concrete weight w4π ODcon
2ODcoat
2−
ρcc g
4:= w4 38.238 kgf m
1−=
Buoyancy weight waπ4
ρsea g OD 2 tcorr+ 2.tcon+( )2:= wa 100.474 kgf m
1−=
Total weight w w1 w2+ w3+ w4+( ):= w 134.317 kgf m1−
=
Pipeline Submarge weight Ws w wa−:= Ws 33.843 kgf m1−
=
Water particel velocity
parameter period (Ts)
Tnh
g:= Tn 0.903s=
Tn
Tp0.141=
Significant velocity (Us) From Fig. 2.1 (Pierson Moskovitz,PM) DNV RP E305
Us Tn
Hs0.13= Us
0.13 Hs
Tn:= Us 0.23
m
s=
Zero up crossing period, Tu from Fig. 2.2
Tu
Tp1.08= Tu Tp 1.08:= Tu 6.898s=
Current velocity/avarage velocity across over pipe (Ud)
Ud
Ur
lnZr
Zo1+
1Zo
ODcon+
lnODcon
Zo1+
1−
:=Ud 0.206
m
s=
Drag Coeficient Cd 1.3:=
Lift Coeficient CL 0.9:=
Inertia Coeficient Ci 3.29:=
Acc2 πTp
Us:=Water Particle Acceleration
Current to wave velocity ratio MUd
Us:= M 0.895=
Load Parameter Keu
Us Tp
Dtot:= Keu 4.161=
calibration factor Fw 1:= From Fig.5.12 DNV RP 305
Reynold's Number ReyUs Ud+( ) ODcon
ν:= Rey 0.514m
2
s=
Inertia Force FI π 0.25 ρsea ODcon2
Ci Acc:=
Lift Force FL 0.5 ρsea ODcon CL Ud Us+( )2:=
Drag Force FD 0.5 ρsea ODcon Cd Ud Us+( ) Ud Us+:=
on Bottom Stability Analysis Design of Submarine Pipeline Summary
friction coeficient μ 0.4:= (Clay)
Minimum Pipeline Submarge weight WsubFD FI+( ) μ FL+
μ
Fw:= Wsub 33.715 kgf m1−
=
lateral stability check_lateral_stability "OK" Ws Wsubif
"NOT OK" otherwise
:=
check_lateral_stability "OK"=
SFWs wa+
wa:= Safety Factor SF 1.337=
vertical stability check check_vertical_stability "OK" SF 1.1if
"NOT OK" otherwise
:=
check_vertical_stability "OK"=