STUDI PENGARUH DEFORMASI TERHADAP DATA ADMINISTRASI ...
Transcript of STUDI PENGARUH DEFORMASI TERHADAP DATA ADMINISTRASI ...
184
JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2
STUDI PENGARUH DEFORMASI TERHADAP DATA ADMINISTRASI PERTANAHAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI
STUDY OF DEFORMATION EFFECT ON LAND ADMINISTRATION DATA
IN BADUNG DISTRICT, BALI
Rudi Herlianto Hapsoro dan Putra MaulidaKantor Pertanahan Kabupaten Badung, Bali
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jawa TimurE-mail : [email protected] dan [email protected]
ABSTRAKIndonesia tersusun di atas empat lempeng tektonik besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Australia, Lempeng Pasifik, dan
Lempeng Filipina. Lempeng-lempeng tektonik tersebut saling bergerak secara aktif dan dinamis sehingga mengakibatkan
terjadinya deformasi pada kerak bumi. Deformasi menyebabkan terjadinya perubahan bentuk, posisi, maupun dimensi pada
objek-objek di atas permukaan tanah, termasuk objek-objek pengukuran dan pemetaan yang dilakukan oleh Kementerian
ATR/BPN. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada objek-objek pengukuran dan pemetaan (data
administrasi pertanahan) akibat adanya deformasi pada kerak bumi. Data pertanahan yang digunakan dalam penelitian ini
berbentuk data grid dan data hasil pengukuran di lapangan. Data pertanahan tersebut kemudian dimodelkan perubahannya
akibat adanya deformasi. Model deformasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model deformasi yang dibuat oleh
Badan Informasi Geospasial (BIG). Selain itu, digunakan pula model potensi gempa bumi di selatan jawa untuk menghitung
pergeseran teoritis akibat deformasi koseismik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi selama
14 tahun mengakibatkan pergerakan sejauh 40 cm. Selain model linear yang diakomodasi oleh model deformasi yang dibuat
oleh BIG, pergerakan tiba-tiba akibat gempa bumi juga berpotensi mengakibatkan pergerakan yang bersifat lokal maupun
regional. Tentunya pergerakan ini secara eksplisit berdampak kepada perubahan posisi data pertanahan. Perubahan posisi
tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya perubahan luas maupun terjadinya overlap dan gap yang akan menjadi
permasalahan tersendiri pada kegiatan pemetaan di BPN.
Kata kunci : Data Pertanahan, Model Deformasi, Pergerakan, Gempa Bumi
ABSTRACTIndonesia is composed of four large tectonic plates, namely the Eurasian, Australian, Pacific, and Philippine Plate. These
tectonic plates move actively and dynamically, causing crustal deformation on the earth. Deformation causes changes in the
shape, position, and dimensions of objects above the ground, including the objects of measurement and mapping carried out
by the Ministry of ATR / BPN. This research was conducted to study the changes that occur in measuring and mapping objects
(land administration data) due to crustal deformations on the earth. The land data which is employed in this study is gridding
data and field measurement data. The above mentioned land administration data shape is modelled using the deformation
model to characterize its change. The deformation model used in this study is a deformation model established by the
Geospatial Information Agency (BIG). In addition, a model of earthquake potential in southern Java is also used to calculate
the theoretical displacement due to coseismic deformation. The results of this study indicate that the deformation that occurred
during 14 years caused displacement up to 40 cm. In addition to the linear model accommodated by the deformation model
made by BIG, sudden movements due to earthquakes also have potential to cause local and regional displacements. Of
Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali
Rudi Herlianto
185
course, this displacement has an explicit impact on the changes of the position of land data. This change in position has the
potential to cause area changes, overlaps, and gaps which will become a separate problem in mapping activities at BPN.
Keywords : Land Data, Deformation Model, Displacement, Earthquake
I. PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang tersusun diatas lempeng-lempeng tektonik
besar. Lempeng-lempeng tektonik tersebut saling
bergerak secara aktif dan dinamis akibat adanya
aliran konveksi pada bagian mantel bumi. Bentuk
pergerakan antar lempeng sendiri dapat berupa
pergerakan secara spreading atau saling menjauh,
collision atau saling mendekat, dan transform atau
saling geser. Pergerakan antar lempeng akan
mengakibatkan munculnya aktifitas tektonik seperti
gempa bumi, terutama di daerah interaksi antar
lempeng tektonik (http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/
tentang-gempa).
Sumber : (https://srgi.big.go.id/page/model-deformasi)
Gambar 1 : Gambar 1 Lempeng Tektonik Penyusun Indonesia
Sumber : (https://srgi.big.go.id/page/model-deformasi)
Gambar 2 : Peta Seismisitas Indonesia Periode 2009-2019
Pada Gambar 1 terlihat bahwa Indonesia
tersusun atas empat lempeng tektonik besar
yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Australia,
Lempeng Pasifik, dan Lempeng Filipina. Kemudian
berdasarkan pada Gambar 2 terlihat bahwa aktifitas
kegempaan sebagian besar terjadi pada daerah
interaksi antar lempeng.
Pergerakan lempeng-lempeng beserta
aktifitas tektoniknya menyebabkan objek-objek
di permukaannya juga ikut bergerak. Peristiwa
bergeraknya objek-objek tersebut dikenal dengan
istilah deformasi. Menurut Kuang (1996), deformasi
adalah adanya perubahan baik secara bentuk,
posisi, maupun dimensi dari suatu objek dalam
skala ruang dan waktu. Perubahan akibat adanya
deformasi pada suatu objek sendiri dapat berupa
perubahan posisi atau pergeseran tanpa mengalami
perubahan bentuk atau disebut translasi, perubahan
posisi dengan membentuk suatu sudut tertentu atau
disebut rotasi, serta perubahan yang mempengaruhi
panjang suatu objek atau disebut regangan (Rino,
2010). Besarnya pergeseran beserta bentuk dari
perubahan yang dialami oleh suatu objek kemudian
oleh ilmuan dapat dimodelkan dalam model
deformasi.
Pemerintah Indonesia melalui Badan Informasi
Geospasial (BIG) telah membuat model deformasi
untuk wilayah Indonesia. Model deformasi ini dibuat
dalam rangka mendefinisikan Sistem Referensi
Geospasial Nasional (SRGI 2013) yang bersifat
semi-dinamis sebagai sistem referensi tunggal yang
berlaku secara nasional. Pemodelan deformasi oleh
BIG dibuat dengan melakukan gridding dengan
interval 0,1 derajat dengan interpolasi data deformasi
menggunakan metode Kriging (https://srgi.big.go.id/
page/model-deformasi). Hasil dari pemodelan ini
diharapkan mampu merepresentasikan bagaimana
deformasi terjadi di wilayah Indonesia sehingga
dapat memberikan informasi perubahan posisi
suatu objek terhadap waktu. Hasil pemodelan
186
JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2
deformasi oleh BIG dapat dilihat pada Gambar 3.
Dalam gambar tersebut, besar dan arah pergeseran
secara horizontal ditampilkan dalam vektor anak
panah. Sedangkan untuk perubahan nilai ketinggian
ditampilkan dalam gradasi warna.
Sumber : (https://srgi.big.go.id/page/model-deformasi)
Gambar 3 : Model Deformasi Linier Wilayah Indonesia
Kegiatan pengukuran dan pemetaan di
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah lama
dilakukan jauh sebelum Sistem Referensi
Geospasial Nasional dibuat. Peraturan mengenai
pengukuran dan pemetaan dengan mengikat ke
sistem referensi nasional di Kementerian ATR/BPN
sendiri telah ada sejak tahun 1997 melalui Permen
Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa dalam
pengukuran dan pemetaan di BPN, sistem koordinat
yang digunakan adalah sistem proyeksi Transverse
Mercator Nasional / TM-3° dengan datum WGS-
1984. Kemudian disebutkan pula bahwa jika tidak
dimungkinkan menggunakan sistem koordinat
nasional, maka dapat menggunakan sistem
koordinat lokal.
Seiring dengan berjalannya waktu, objek-
objek pengukuran dan pemetaan yang telah
dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN tentunya
mengalami perubahan karena adanya deformasi.
Perubahan tersebut tentunya mengakibatkan
terjadinya perubahan nilai koordinat pada objek-
objek pengukuran dan pemetaan. Berangkat dari
hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana perubahan yang terjadi pada
data pertanahan akibat adanya deformasi.
B. TUJUAN PENELITIANTujuan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Menghitung perubahan pada data pertanahan
akibat adanya deformasi.
2) Mengkaji perubahan pada data pertanahan
akibat adanya deformasi.
II. METODE PENELITIANA. DESKRIPSI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
yang bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini
berbentuk angka yang diolah secara matematis.
Hasil pengolahan data dalam penelitian ini kemudian
ditampilkan secara visual dan kemudian dilakukan
analisis.
Studi kasus dalam penelitian ini adalah data
pertanahan di Kabupaten Badung, Propinsi Bali.
Secara administratif, Kabupaten Badung terletak di
bagian tengah Pulau Bali dengan batas administrasi
memanjang dari selatan ke utara. Luas wilayah
Kabupaten Badung kurang lebih 418 km2.
B. DATAData dalam penelitian ini adalah data
pertanahan di Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Data yang digunakan berupa data primer dan data
sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa
data titik-titik gridding berjumlah 150 titik dengan
interval 2 km yang tersebar pada seluruh wilayah
Kabupaten Badung. Titik-titik tersebut dibuat sebagai
generalisasi dari data pertanahan di Kabupaten
Badung. Adapun data sekunder dalam penelitian
ini berupa data hasil pengukuran beberapa bidang
tanah yang ada dalam gambar ukur. Data ini
digunakan sebagai contoh kasus nyata pada data
pertanahan. Model deformasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model deformasi yang dibuat
oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Model
Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali
Rudi Herlianto
187
deformasi tersebut diakses melalui situs https://srgi.
big.go.id/deformasi-active.
Sumber : https://srgi.big.go.id/deformasi-active
Gambar 4 : Persebaran Titik-Titik Gridding
Sumber: https://srgi.big.go.id/deformasi-active
Gambar 5 : Persebaran Bidang GU
Selain menggunakan model deformasi BIG yang
hanya mencakup model linear akibat pergerakan
blok, dalam penelitian ini juga digunakan data
potensi gempa di selatan Pulau Jawa bagian timur
sebagaimana hasil penelitian dari Widiyantoro dkk.,
(2020). Data ini digunakan karena sumber terjadinya
deformasi juga dapat berupa kejadian-kejadian
yang cakupannya bersifat lokal maupun regional
seperti gempa bumi. Data ini dipilih karena potensi
gempanya yang cukup besar serta tidak adanya
gempa yang terjadi di sekitar Pulau Bali yang akibat
dari pergerakannya dapat ditangkap oleh perangkat
geodetik dalam 20 tahun belakangan ini.
C. PENGUMPULAN DATAPengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
melalui dua cara, yaitu pengumpulan data primer dan
pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data
primer merupakan pengumpulan data yang dilakukan
langsung oleh peneliti. Adapun pengumpulan data
sekunder merupakan pengumpulan data dengan
data yang sudah tersedia. Pengumpulan data primer
dilakukan dengan membuat titik-titik gridding sebagai
generalisasi data pertanahan. Adapun pengumpulan
data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan
data pertanahan dan data model deformasi di
Indonesia serta model geometri subduksi di selatan
Pulau Jawa bagian timur.
D. PENGOLAHAN DATAPengolahan data dalam penelitian ini diawali
dengan tahap pra-pengolahan. Dalam tahap ini, data
pertanahan baik yang berupa data titik-titik gridding
maupun titik-titik batas bidang dalam Gambar
Ukur disajikan dalam dua bentuk koordinat terlebih
dahulu. Koordinat pertama dalam bentuk TM-3°
yang merupakan bentuk sistem koordinat yang
dipakai di BPN. Sedangkan koordinat yang kedua
dalam bentuk koordinat Geodetik yang digunakan
untuk mengecek nilai pergeseran dalam model
deformasi milik BIG. Transformasi koordinat dalam
penelitian ini, yaitu dari koordinat toposentrik (TM-
3°) ke koordinat Geodetik dilakukan menggunakan
software ArcGIS. Nilai tinggi beserta pergeseran
ketinggian dalam penelitian ini tidak diperhitungkan
mengingat pengukuran di BPN dilakukan dalam dua
dimensi (horizontal).
Data pertanahan yang telah disajikan dalam
dua bentuk koordinat kemudian ditentukan nilai
pergeserannya berdasarkan model deformasi
milik BIG. Penentuan nilai pergeseran dilakukan
dengan cara memasukkan nilai koordinat pada situs
https://srgi.big.go.id/deformasi-active kemudian
mencatat nilai pergeserannya. Setelah diperoleh
nilai pergeseran pada seluruh data yang digunakan,
188
JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2
kemudian dilakukan perhitungan besarnya
pergeseran yang terjadi. Besarnya pergeseran
dihitung dari epoch pengamatan ke epoch SRGI
2013. Proses perhitungan sendiri dilakukan
dalam dua tahap dengan menggunakan software
Microsoft Excel. Berikut persamaan matematis yang
digunakan dalam perhitungan dengan mengacu pada
persamaan matematis metode model deformasi.
Nilai vektor pergeseran dihitung dengan rumus:
Keterangan:
Tahap pertama, perhitungan dilakukan pada
data titik-titik gridding yang merupakan generalisasi
data pertanahan. Epoch pengukuran yang digunakan
dalam data ini adalah 1 Januari 1998. Epoch
tersebut ditetapkan karena peraturan mengenai
pengukuran dan pemetaan dengan mengikat ke
sistem referensi nasional di Kementerian ATR/BPN
berlaku sejak Permen Agraria/Kepala BPN No. 3
Tahun 1997 ditetapkan, yaitu tanggal 8 Oktober
1997. Jika pengukuran dan pemetaan dilakukan
pada tanggal 1 Januari 1998, maka data pengukuran
dan pemetaan seharusnya telah mengikat ke sistem
referensi nasional. Selain itu, tanggal 1 Januari 1998
ditetapkan sebagai epoch pengukuran agar didapat
nilai yang bulat dari selisih antar epoch.
Tahap kedua, perhitungan dilakukan pada data
titik-titik batas bidang dalam Gambar Ukur. Gambar
Ukur yang dipilih yaitu Gambar Ukur yang terbit
setelah tanggal 8 Oktober 1997. Epoch pengukuran
yang digunakan dalam data ini adalah tanggal
dilakukannya pengukuran. Daftar Gambar Ukur
yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 : Daftar Gambar Ukur
No Nomor GU Luas Bidang
Tanggal Pengukuran Desa
1 GU. 00019/1998 2450 m2 26-03-1998 Canggu2 GU. 00041/1998 11600 m2 10-07-1998 Ungasan3 GU. 00023/1998 10000 m2 18-08-1998 Ungasan4 GU.03608/1999 2800 m2 03-07-1999 Penarungan5 GU.00002/1999 500 m2 31-12-1998 Buduk
6 GU.01806/1999 5950 m2 14-07-1999 Kerobokan Kaja
7 GU.02504/1999 182 m2 25-05-1999 Darmasaba
8 GU.01163/1999 130 m2 26-04-1999 Sembung
9 GU.06683/1999 550 m2 13-10-1999 Tanjung Benoa
10 GU.02069/1999 3920 m2 03-05-1999 Taman
Sumber : (Data Pertanahan Kabupaten Badung)
Tahap ketiga, untuk mengetahui pergerakan
akibat potensi sumber gempa di selatan Pulau
Jawa, maka dilakukan perhitungan dengan forward
calculation (perhitungan ke depan) pada titik-titik
gridding. Perhitungan ke depan dapat dilakukan
dengan menggunakan fungsi Green yang dapat
menghubungan pergeseran pada bidang gempa
dengan pergerakan pada titik-titik gridding.
Pembuatan fungsi Green menggunakan asumsi
model Half-space, dengan geometri bidang gempa
sesuai dengan model subduksi selatan Pulau Jawa
pada Widiyantoro dkk., (2020). Untuk parameter
dari pergeseran, Panjang dan lebar bidang gempa
digunakan model empiris sebagai berikut:
Keterangan:
Mw : Magnitudo gempa
D : Luas bidang gempa
Mo : Magnitudo momen
S : Pergeseran pada bidang gempa
L : Panjang bidang gempa
Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali
Rudi Herlianto
189
E. METODE ANALISIS DATAAnalisis data dalam penelitian ini dilakukan
melalui dua metode yaitu analisis secara statistik dan
analisis secara deskriptif kuantitatif. Analisis secara
statistik merupakan analisis yang dilakukan pada
data yang berupa angka. Adapun analisis secara
deskriptif kuantitatif menurut Arikunto dalam Dewa
(2016) merupakan suatu prosedur penelitian dengan
menganalisis suatu data yang diamati menjadi
data deskriptif yang disajikan dalam bentuk tulisan.
Pendekatan yang dilakukan dalam tahap analisis
yaitu dengan pendekatan induktif. Pendekatan
induktif merupakan pendekatan pengambilan
kesimpulan dari khusus menjadi umum (Dewa,
2016).
Analisis statistik dalam penelitian ini dilakukan
pada data primer dan data sekunder penelitian yang
telah dilakukan perhitungan dengan menggunakan
software Microsoft Excel. Analisis statistik dilakukan
untuk melihat variasi besaran perubahan posisi pada
data pertanahan. Variasi besaran perubahan posisi
kemudian ditampilkan dalam bentuk diagram atau
gambar.
Analisis deskriptif kuantitatif dalam penelitian
ini dilakukan pada data sekunder penelitian.
Agar analisis dapat dilakukan dengan baik, data
pertanahan sebelum dan setelah perhitungan di plot
secara bersamaan dengan software ArcGIS dan GMT
(Generic Mapping Tool) untuk memvisualisasikan
perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi pada
data pertanahan serta pengaruh dari perubahan
tersebutlah yang kemudian dianalisis.
III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Pengaruh Deformasi Pada
Titik Gridding dengan Model Deformasi BIGTitik-titik gridding pada penelitian ini digunakan
untuk menggambarkan data pertanahan secara
keseluruhan. Secara pendekatan induktif, hal yang
terjadi pada titik-titik gridding ini juga terjadi pada
data-data pertanahan. Titik-titik gridding yang
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 150 titik
dengan epoch pengukuran pada tanggal 1 Januari
1998 dan epoch acuan 1 Januari 2012 (selisih antar
epoch adalah 14 tahun). Perhitungan pengaruh
deformasi pada titik-titik gridding dengan model
deformasi BIG ditampilkan pada (Lampiran 1).
Secara statistik hasil perhitungan ditampilkan dalam
Tabel 2 dan Grafik 1.
Tabel 2 : Informasi Statistik Pergeseran Titik Gridding Akibat Deformasi
No
Informasi Statistik
Pergeseran Akibat
Deformasi
Nilai Pergeseran (m)
Pergeseran X
Pergeseran Y
Total Pergeseran
1 Nilai Minimum 0,335 -0,224 0,394
2 Nilai Maksimum 0,354 -0,175 0,405
3 Nilai Rata-rata 0,342 -0,200 0,397
4 Standar Deviasi 0,007 0,016 0,003
Grafik 1 : Statistik Nilai Pergeseran Titik Gridding
Berdasarkan Tabel 2, deformasi yang terjadi
selama 14 tahun mengakibatkan pergeseran pada
titik-titik gridding. Titik-titik gridding tersebut rata-
rata bergerak sejauh 40 cm dari posisi sebelumnya.
Standar deviasi yang ditunjukkan pada Tabel 2
terlihat sangat kecil. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pergeseran yang terjadi antar titik cukup
seragam. Berdasarkan Grafik 1 terlihat bahwa
rentang nilai pergeserannya juga sangat kecil. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa pergeseran
yang terjadi akibat deformasi dari model deformasi
BIG cukup linear.
Pergeseran pada titik-titik gridding akibat
190
JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2
deformasi dari model deformasi BIG divisualisasikan
pada Gambar 6. Mengingat nilai pergeseran yang
terjadi pada titik-titik gridding sangat kecil, maka
dalam memvisualisasi, nilai pergeseran diperbesar
1000 kali agar terlihat jelas pergeserannya.
Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa pergeseran
titik-titik gridding terjadi ke arah tenggara.
Gambar 6 : Visualisasi Pergeseran pada Titik-titik Gridding Akibat Deformasi
B. Pengaruh Deformasi Pada Data Gambar Ukur (GU) dengan Model Deformasi BIGData Gambar Ukur (GU) dalam penelitian ini
digunakan sebagai contoh kasus untuk mengetahui
pengaruh deformasi pada data pertanahan
khususnya bidang tanah. Data gambar ukur yang
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 10
data. Jumlah tersebut tentunya sangat sedikit jika
dibandingkan dengan jumlah bidang tanah yang ada
di Kabupaten Badung. Namun hal tersebut dirasa
cukup untuk digunakan sebagai studi awal pengaruh
deformasi pada data pertanahan khususnya bidang
tanah.
Perhitungan pengaruh deformasi pada
data gambar ukur dengan model deformasi BIG
ditampilkan pada (Lampiran 2). Secara statistik
hasil perhitungan ditampilkan dalam Tabel 3 dan
beberapa diantaranya divisualisasikan pada Gambar
7-9. Mengingat nilai pergeseran yang terjadi
pada data gambar ukur sangat kecil, maka dalam
memvisualisasi, nilai pergeseran diperbesar 10 kali
agar terlihat jelas pergeserannya.
Tabel 3 : Informasi Statistik Pergeseran Data Gambar Ukur Akibat Deformasi
No No GU Selisih Epoch
(Tahun)
Nilai Pergeseran (m) Perubahan Luas (m2)Min Mak Rata-
rataStandar Deviasi
Luas Awal
Luas Akhir
Selisih Luas
1 GU.19/1998 CANGGU 13,8 0,3878 0,3885 0,3879 0,0002 2450,0 2449,9 0,1
2 GU.41/1998 UNGASAN 13,5 0,3808 0,3815 0,3813 0,0003 11600,0 11599,8 0,2
3 GU.23/1998 UNGASAN 13,4 0,3778 0,3785 0,3782 0,0003 10000,0 10000,0 0,0
4 GU.3608/1999 PENARUNGAN 12,5 0.3526 0.3526 0.3526 0 2800,0 2800,0 0
5 GU.2/1999 BUDUK 13,0 0.3662 0.3662 0.3662 0 500,0 500,0 0
6 GU.1806/1999 KEROBOKAN KAJA 12,5 0.3518 0.3518 0.3518 0 5950.0 5950.0 0
7 GU.2504/1999 DARMASABA 12,6 0.3557 0.3557 0.3557 0 182,0 182,0 0
8 GU.1163/1999 SEMBUNG 12,7 0.3591 0.3591 0.3591 0 130,0 130,0 0
9 GU.6683/1999 TANJUNG BENOA 12,2 0.3459 0.3459 0.3459 0 550,0 550,0 0
10 GU.2069/1999 TAMAN 12,7 0.3586 0.3586 0.3586 0 3920,0 3920,0 0
Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali
Rudi Herlianto
191
Gambar 7 : Pergeseran Data GU.19/1998
Gambar 8 : Pergeseran Data GU.41/1998
Gambar 9 : Pergeseran Data GU.23/1998
Berdasarkan Tabel 3, data gambar ukur rata-rata
bergerak sejauh 36 cm dengan standar deviasi yang
sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pergeseran
yang terjadi cukup linear. Disamping itu, berdasarkan
Tabel 3 juga terlihat bahwa terjadi perubahan luas
pada beberapa bidang gambar ukur. Perubahan luas
yang terjadi pada bidang gambar ukur sangat kecil
yaitu pada level dm2. Nilai perubahan luas akibat
deformasi tersebut dapat diabaikan karena satuan
luas bidang terkecil yang digunakan di BPN adalah
m2.
C. Pergerakan dengan Potensi Gempa di Selatan Jawa Bagian Timur dan TengahTerjadinya gempa bumi tidak dapat diprediksi
secara pasti kapan dan berapa akumulasi energi
yang dilepaskan. Akumulasi energi yang terjadi
selama fase interseismic dapat dilepaskan dalam
beberapa mekanisme dalam suatu gempa besar atau
rentetan gempa-gempa yang lebih kecil (Hanifa dkk.,
2014). Gempa bumi juga dapat dilepaskan dalam
mekanisme lainnya seperti slow slip yang ditemukan
di wilayah Chili, Jepang, dan New Zealand (Kano
dkk., 2018; Klein dkk., 2018).
Besarnya akumulasi gempa dapat dihitung
dengan menggunakan slip deficit yang terdeteksi
dengan pengamatan GPS di daratan ataupun
penggunaan insturmen lepas pantai seperti
OBP (Ocean Botton Pressure) (Itoh dkk, 2019).
Perhitungan kekurangan slip ini dilakukan oleh Hanifa
ddk, (2014) menggunakan data pengamatan GPS
di selatan Pulau Jawa bagian barat dan berpotensi
menghasilkan gempa hingga magnitudo 8.8. Data
pengamatan GPS yang terletak di Pulau Jawa
bagian timur juga telah digunakan untuk menghitung
besarnya potensi gempa di selatan Pulau Jawa
bagian timur dan tengah yang mencapai Mw8.8 jika
terjadi gempa sekaligus di Pulau Jawa bagian timur
atau mencapai Mw9.1 jika terjadi gempa dengan
sumber di seluruh selatan Pulau Jawa meliputi
Pulau Jawa bagian barat hingga timur dengan waktu
perulangan gempa 400 tahun (Widiyantoro dkk.,
2020).
Meskipun potensi gempa ini dapat dihasilkan
dalam bentuk gempa dengan magnitudo yang lebih
kecil, pada penelitian ini dilakukan perhitungan
pergeseran pada titik-titik gridding di Kabupaten
Badung dengan potensi gempa yang memiliki
192
JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2
magnitude paling besar yaitu Mw8.8. Dalam
melakukan simulasi ini kami menggunakan model
empiris bidang gempa terhadap besarnya magnitudo
gempa dengan magnitudo gempa sebesar Mw8.8
dan diperoleh bidang gempa dengan ukuran sesuai
pada Tabel 4. Besarnya pergeseran gempa di
selatan Pulau Jawa bagian timur dan tengah juga
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 : Pergeseran Gempa di Selatan Pulau Jawa Bagian Timur dan Tengah
Panjang (km)
Lebar (km)
Slip (m) Strike Dip Rake
346.796 193.433 10.031 278o 16o 90o
Dengan melakukan forward calculation
(perhitungan ke depan), kami melakukan perhitungan
besarnya pergeseran akibat potensi gempa pada titik-
titik gridding yang kami buat di wilayah Kabupaten
Badung. Persamaan matematis yang digunakan
dalam perhitungan dapat dilihat pada persamaan di
bawah ini:d (i) = G(i,j) * m(j) (7)
Keterangan:
d = Pergeseran pada titik pengamatan (i)
G = Green’s function yang menghubungkan S dan m
M = Slip pergerakan pada sumber gempa (j)
Dengan menggunakan persamaan di atas, kami
dapat menghasilkan pergeseran teoritis (model)
pada seluruh titik yang berada cukup dekat dengan
potensi gempa di selatan Pulau Jawa.
Selanjutnya kami melakukan perhitungan ke
depan dengan menggunakan gempa di atas. Besar
pergeseran yang diperoleh mencapai 3 meter di
selatan Pulau Jawa dan besarnya semakin mengecil
sepanjang utara Pulau Jawa. Arah pergeseran ke
arah utara dengan pergeseran ke arah selatan
konsisten dengan pergerakan model bidang gampa
yang memiliki mekanisme murni thrust.
Gambar 10 : Gerakan pada Gridding di Pulau Jawa Akibat Potensi Gempa di Selatan Jawa
Pergeseran juga ditemukan pada titik-titik
gridding yang kami digunakan sebagai gambaran
data pertanahan di Kabupaten Badung. Semua titik
tersebut menunjukkan pergerakan ke arah barat
daya dengan besar pergerakan mencapai 28 cm.
Pergerakan ini terlihat memiliki kecenderungan yang
sama dengan arah gerakan sumber gempa.
Gambar 11 : Gerakan pada Titik-Titik Gridding di Kabupaten Badung Akibat Potensi Gempa di Selatan
Pulau Jawa
D. Pengaruh Deformasi Pada Data PertanahanPergeseran data pertanahan akibat adanya
deformasi dapat menyebabkan beberapa akibat
diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, pergeseran yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan posisi pada data-data pertanahan. Dalam kasus data pada gambar ukur, perubahan posisi tersebut akan berpengaruh pada perbedaan koordinat yang ada di lapangan dengan koordinat yang tertera di gambar ukur. Sebagai contoh pada titik 1A dalam GU.19/1998 CANGGU. Titik tersebut saat diukur memiliki koordinat TM3 sebesar X: 161419.671 dan Y: 544116.109. Namun setelah 13,8 tahun titik tersebut mengalami deformasi sebesar 0.336 di sumbu X dan -0.193 di sumbu Y sehingga koordinatnya menjadi X: 161420.007 dan Y: 544115.915. Adanya perbedaan
Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali
Rudi Herlianto
193
koordinat tersebut mengakibatkan koordinat yang ada dalam gambar ukur tidak lagi dapat digunakan secara langsung sebagai data untuk proses stake-out di lapangan. Koordinat yang ada di gambar ukur harus ditransformasikan terlebih dahulu dengan memperhitungkan deformasi yang terjadi jika akan digunakan untuk proses stake-out di lapangan.
Kedua, pergeseran yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan luas pada bidang tanah. Bidang tanah yang mengalami pergeseran akibat deformasi akan sedikit mengalami perubahan bentuk sehingga berpengaruh pada luasannya. Namun karena pergeseran yang terjadi pada suatu area umumnya cenderung linear, maka perubahan luas yang terjadi sangatlah kecil sehingga dapat diabaikan. Sebagai contoh luas bidang dalam GU.19/1998 CANGGU. Luas bidang hasil pengukuran dalam GU.19/1998 CANGGU sebesar 2450,0 m2, namun setelah 13,8 tahun, luas bidang tersebut menjadi 2449,9 m2 atau berubah sebesar 0,1 m2. Perubahan luas sebesar 0,1 m2 ini tentunya sangat kecil dan dapat diabaikan, mengingat satuan terkecil luas yang di BPN adalah 1 m2.
Ketiga, pergeseran yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinya overlap (tumpang tindih) dan gap (celah) antar bidang tanah pada saat pemetaan. Jika suatu bidang diukur kemudian hasil ukurannya tidak ditransformasi terlebih dahulu, maka akan terjadi overlap dan gap saat melakukan plotting bidang tanah. Contoh overlap dan gap yang terjadi pada GU.19/1998 CANGGU dapat dilihat pada Gambar 12-13. Pada gambar tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah terjadinya pergeseran akibat adanya deformasi yang terjadi selama 13,8 tahun. Akibat dari adanya pergeseran tersebut menimbulkan overlap dan gap sebesar sebesar 17 m2. Berdasarkan data tersebut, nilai overlap
dan gap yang terjadi pada gambar ukur tersebut cukuplah besar. Hal ini tentunya akan menjadi permasalahan tersendiri pada kegiatan pemetaan di BPN.
Gambar 12 : Bidang pada GU.19/1998 Sebelum Mengalami Deformasi
Gambar 13 : Bidang pada GU.19/1998 Setelah Mengalami Deformasi
Keempat, model deformasi BIG pada
dasarnya dibuat untuk mengakomodasi pergerakan
akibat aktifitas tektonik pada kerak bumi. Dalam
realisasinya, model ini terikat pada epoch 1 januari
2012.0 sehingga diperoleh nilai koordinat yang
tetap. Secara lengkap model deformasi termasuk di
dalamnya pergerakan linear dan deformasi dari blok,
pergerakan akibat gempa bumi, pergerakan akibat
194
JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2
paska gempa bumi, dan pergerakan akibat aktifitas
sesar lokal. Sampai saat ini, model deformasi BIG
hanya mengakomodasi model linear. Meskipun
secara umum model deformasi BIG masih belum
mengakomodasi pergerakan non linear, namun
secara praktis model ini sudah dapat digunakan
dalam kegiatan pemetaan.
Penerapan model deformasi BIG hanya dapat
digunakan jika koordinat pengukuran telah diikatkan
pada suatu referensi global. Masalah yang terjadi
di lapangan, masih dilakukan pengukuran dengan
mengikat ke koordinat lokal. Oleh karena itu, perlu
dilakukan transformasi dari koordinat lokal ke
koordinat global agar dapat mengakomodasi model
deformasi BIG.
IV. KESIMPULANKesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Deformasi yang terjadi pada kerak bumi
mengakibatkan pergerakan pada data
pertanahan. Pergerakan pada data pertanahan
menyebabkan terjadinya perubahan koordinat.
Deformasi yang terjadi selama 14 tahun
dengan menggunakan model deformasi BIG
mengakibatkan pergeseran data pertanahan
di Kabupaten Badung hingga sejauh 40 cm ke
arah tenggara. Selain itu, efek dari pergerakan
tiba-tiba akibat gempa bumi menyebabkan
terjadinya pergeseran yang arahnya konsisten
dengan arah gerakan gempa. Pergerakan ini
sangat tergantung pada besarnya pergeseran
pada sumber gempa dan posisi relatifnya
terhadap data pengamatan.
2) Pergeseran karena deformasi akan
mengakibatkan terjadinya perubahan nilai
koordinat yang mengakibatkan perubahan
luasan suatu bidang tanah serta adanya
overlap dan gap pada saat melakukan plotting
bidang pertanahan. Perubahan luasan bidang
tanah akibat deformasi dapat diabaikan karena
perubahannya sangat kecil. Adapun overlap
dan gap memiliki perubahan yang cukup besar
sehingga akan menjadi permasalahan tersendiri
pada kegiatan pemetaan di BPN.
A. SARANSaran dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
pengaruh deformasi terhadap data administasi
pertanahan, khususnya akibat pergerakan non
linear seperti gempa bumi yang terjadi di sekitar
Pulau Bali.
2) Dengan adanya perubahan pada data
pertanahan akibat deformasi, maka seseorang
yang melakukan pengukuran dan pemetaan
bidang tanah perlu memahami hal tersebut agar
nantinya tidak terjadi overlap dan gap pada
hasil pengukuran dan pemetaan bidang tanah.
3) Kementerian ATR/BPN perlu merancang
suatu model administrasi pertanahan baru
yang bersifat semi dinamis yang mampu
mengakomodir adanya deformasi di permukaan
bumi.
DAFTAR PUSTAKABIG. Model Deformasi. Diperoleh pada
21 Agustus 2020 daripada h t t ps : / / s rg i . b i g .go . i d /page /mode l -deformasi.
BMKG Wilayah III Denpasar. Gempa Bumi. Diperoleh pada 30 Agustus 2020 daripada http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/tentang-gempa.
BPN Kantah Badung. GU.00019/1998 Canggu, GU.00041/1998 Ungasan, GU.00023/1998 Ungasan, GU.03608/1999 Penarungan, GU.00002/1999 Buduk, GU.01806/1999 Kerobokan Kaja, GU.02504/1999 Darmasaba, GU.01163/1999 Sembung, GU.06683/1999 Tanjung Benoa, GU.02069/1999 Taman.
Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali
Rudi Herlianto
195
Dewa, C.D, Silviana, A., Triyono. (2016). Jaminan Kebenaran Data Fisik dan Data Yuridis dalam Sertipikat Hak Atas Tanah (Studi Kasus Terhadap Sertipikat Hak Milik yang Objek Fisiknya “Tidak Ada”). Diponegoro
Law Journal, Volume 5 (3).
Hanifa, N. R., Sagiya, T., Kimata, F., Efendi, J., Abidin, H. Z., & Meilano, I. (2014). Interplate coupling model off the southwestern coast of Java, Indonesia, based on continuous GPS data in 2008–2010. Earth and
Planetary Science Letters, 401, 159-171.
Itoh, Y., Nishimura, T., Ariyoshi, K., & Matsumoto, H. (2019). Interplate slip following the 2003 Tokachi‐oki earthquake from ocean bottom pressure gauge and land GNSS data. Journal of Geophysical Research: Solid Earth, 124(4), 4205-4230.
Kano, M., Fukuda, J. I., Miyazaki, S. I., & Nakamura, M. (2018). Spatiotemporal evolution of recurrent slow slip events along the southern Ryukyu subduction zone, Japan, from 2010 to 2013. Journal of Geophysical
Research: Solid Earth, 123(8), 7090-7107.
Klein, E., Duputel, Z., Zigone, D., Vigny, C., Boy, J. P., Doubre, C., & Meneses, G. (2018). Deep transient slow slip detected by survey GPS in the region of Atacama, Chile. Geophysical research letters, 45(22), 12-263.
Kuang, S. (1996). Geodetic Network Analysis and
Optimal Design. Ann Arbor Press, Chelsea, Michigan.
Papazachos, B. C., Scordilis, E. M., Panagiotopoulos, D. G., Papazachos, C. B., & Karakaisis, G. F. (2004). Global relations between seismic fault parameters and moment magnitude of earthquakes. Bulletin of the Geological
Society of Greece, 36(3), 1482-1489.
Rino. 2010. Regangan Tektonik di Sumatera
berdasarkan Pengamatan Kontinu
Sumatran GPS Array (SUGAR) Tahun
2007-2008. Tugas Akhir Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Institut Teknologi Bandung.
Wells, D. L., & Coppersmith, K. J. (1994). New empirical relationships among magnitude, rupture length, rupture width, rupture area, and surface displacement. Bulletin of the
seismological Society of America, 84(4), 974-1002.
Widiyantoro, S., Gunawan, E., Muhari, A., Rawlinson, N., Mori, J., Hanifa, N. R., ... & Putra, H. E. (2020). Implications for megathrust earthquakes and tsunamis from seismic gaps south of Java Indonesia. Scientific
Reports, 10(1), 1-11
196
JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2
Lampiran 1. Perhitungan Pengaruh Deformasi pada Data Gridding
Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali
Rudi Herlianto
197
198
JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2
Lampiran 2. Perhitungan Pengaruh Deformasi Pada Data Gambar Ukur