STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR SUDARTO DI …/Studi... · STUDI KERAJINAN TENUN IKAT...
Transcript of STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR SUDARTO DI …/Studi... · STUDI KERAJINAN TENUN IKAT...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR
SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK
KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO
SKRIPSI
Disusun oleh:
Maylinda Ambarwati
K 32068041
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Januari 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Maylinda Ambarwati
NIM : K3208041
Jurusan/ Program Studi : PBS/ Pendidikan Seni Rupa
Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “STUDI KERAJINAN TENUN IKAT
SARUNG GOYOR BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG
KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO” ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi
yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 02 Januari 2013
Yang membuat pernyataan
Maylinda Ambarwati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR
BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN
POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO
Oleh:
Maylinda Ambarwati
K3208041
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa, jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 28 November 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I, Pembibing II,
Drs. Margana M.Sn Dr. Slamet Supriyadi, M.Si
19600612 199103 1 001 19621110 198903 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan.
Hari : Rabu
Tanggal : 09 Januari 2013
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dr. H. Edy Tri Sulistyo, M.Pd
Sekretaris : Nanang Yulianto, S.Pd., M.Ds
Anggota I : Drs. Margana, M.Sn
Anggota II : Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 196007271987021001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
MAYLINDA AMBARWATI. STUDI KERAJINAN TENUN IKAT
SARUNG GOYOR BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG
KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN
SUKOHARJO TAHUN 2011/2012. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Sejarah berdirinya usaha
kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor. (2) Proses
pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor. (3)
Mengetahui bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada sarung goyor bapak
Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
Penelitian ini dilaksanakan di Perusahaan Maju yaitu kerajinan tenun ikat
ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) pada bulan Juli sampai November 2012.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian adalah informan yang dipilih yaitu Sudarto
pemilik usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin), Joko pewaris tunggal usaha kerajinan, Tempat, Arsip atau dokumen.
Teknik pengumpulan data menggunakan observasi secara langsung, wawancara
dan dokumentasi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling.
Untuk teknik validitas data menggunakan triangulasi data dan review informan.
Teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Latar belakang berdirinya
usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor milik
bapak Sudarto yaitu merupakan kerajinan tenun ikat warisan nenek moyang yang
perlu dilestarikan. (2) Proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin) sarung goyor meliputi tahap : memutihkan benang, pengekelosan,
penyekiran, pembuatan desain benang pada plangkan, proses mengikat benang,
pencelupan warna, membatil (membuka ikatan), proses bongkaran, pengekelosan
kembali dan menenun benang. (3) Bentuk motif tenun ikat ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto yaitu: motif buketan (rangkaian yang
terdiri dari berbagai macam bunga), motif kepiting (ceplok yuyu), motif tirto (air),
dan motif ceplok tirto (perpaduan antara motif buketan, ceplokan (bunga) dan
tirto (air).
Kata Kunci: Kerajinan, tenun ikat, kriya tekstil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
MAYLINDA AMBARWATI. STUDY OF GOYOR SHEATH
BINDING WOVEN CRAFTS OF MR. SUDARTO KENTENG VILAGE
POJOK TAWANGSARI DISTRICT OF SUKOHARJO REGENCY. Thesis,
Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret
University of Surakarta, January 2013.
The purposes of this study are to determine about: (1) History of Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath business establishment. (2) Process of
making Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath. (3) Knowing the form
of decorative motifs contained in the goyor sheath in Mr. Sudarto, Kenteng
Village, Tawangsari District, Sukoharjo Regency.
This research has conducted at the Perusahaan Maju that is binding
weaving craft of Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) from July to November
2012. Desing of this research is qualitative with descriptive approach. Reasearch
strategy is stuck single case study. Data sources used in the study are selected
informants, Mr. Sudarto, Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath craft
business owner, Joko, sole heir craft business. Site, archive or document.
Techniques of data collection using direct observation, interview and
documentation. The sampling technique used is purposive sampling. For data
validation techniques using triangulation of data and review of informants. Data
analysis techniques, namely data reduction, data presentation and conclusion or
verification.
From this study it can be concluded that: (1) Background of binding
woven craft business establishment ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) goyor
sheats of Mr. Sudarto is a heritage weaving craft from the ancestor that needs to
be preserved. (2) Process of making binding woven goyor sheath ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin) includes the steps: yarn bleaching, clossing and scouring
process, making yarn designs on frame, tie the yarn, color dyeing, untied,
demolition process, closing back and yarn weaving. (3) Motifs design of binding
woven ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) goyor sheaths of Mr. Sudarto namely:
buketan motif (series consisting of various kinds of flowers), crab motif (celok
yuyu), Tirto motif (water), and ceplok Tirto (combination of buketan, ceplokan
(flowers) and Tirto (water) motifs.
Key words: Crafts, binding woven, textile crafts
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
Jangan pernah merasa kalah apabila kita belum mencobanya. Kegagalan adalah
salah satu proses menuju kesuksesan. Selalu belajar dari kesalahan dan jangan
pernah merasa puas dengan apa yang telah kita dapatkan. Selalu jadilah manusia
yang selalu ingin tahu akan ilmu apapun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada :
Allah SWT, atas segala karuni-Nya
Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa yang tiada terputus,
kerja keras tiada henti, dan pengorbanan yang tiada batas. Tiada kasih
sayang yang seindah dan seabadi sayangmu.
Adikku Dimas Kurniawan dan Denis Pandu Pamungkas tersayang
Mas Rhajid terimakasih karena senantiasa mendorong langkahku dengan
perhatian, semangat, dan kasih sayang yang tak pernah putus dan
senantiasa selalu menemaniku selama empat tahun ini baik suka maupun
duka.
Sahabat baikku Khopsah, Devi, Nigi aku akan selalu merindukan kalian
Teman-teman angkatan 2008 yang paling kocak
Keluarga besar Bapak Sudarto (Kerajinan Tenun Ikat ATBM)
Almamater tercinta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Kerajinan Tenun Ikat Sarung
Goyor Sudarto Di Desa Kenteng Kelurahan Pojok Kecamatan Tawangari
Sukoharjo”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya
skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni.
3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni
Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Margana, M.Sn., selaku pembimbing I, dan Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd
selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
pengarahan dalam menempuh dan menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Seni Rupa yang tulus dan
tidak henti-hentinya memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Bapak Sudarto selaku pemilik usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin) sarung goyor yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
7. Mas Joko selaku pewaris tunggal kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin) sarung goyor yang setia mendampingi penulis selama
penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
8. Para pengrajin kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung
goyor yang bersedia untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.
9. Teman-teman Pagardipan angkatan 2008 dan keluarga besar Pendidikan Seni
Rupa.
10. Sahabat sahabatku Irma, Hanggita, Wahyu, Mas Rhajid, Mbak Een, Mas Heri,
Mas Wijang dan teman-teman seperjuangan Encus, Amel, Dese, Mbak Tia,
Eyah, Yani, Aslam, Sandi, Beni, Intan, dan Riko.
11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, 02 Januari 2013
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAN .......................................................................... ii
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. vi
HALAMAN MOTO.. ...................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
1. Manfaat Teoritis .................................................................... 5
2. Manfaat Praktis ..................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 6
A. Pengertian Seni Kriya ................................................................ 6
B. Pengertian Tenun ...................................................................... 8
1. Fungsi Kain Tenun Di Dalam Aspek Kehidupan ............... 9
a. Aspek Sosial ................................................................. 9
b. Aspek Ekonomi ............................................................ 9
c. Aspek Religi ................................................................. 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
d. Aspek Estetika .............................................................. 10
C. Pengertian Tenun Ikat ............................................................... 10
1. Macam-macam Tenun Ikat ................................................. 13
a. Tenun Ikat Lungsi ......................................................... 13
b. Tenun Ikat Pakan .......................................................... 14
c. Tenun Dobel Ikat .......................................................... 15
d. Tenun Khusus ............................................................... 15
D. Motif Kain Tenun Ikat Indonesia ............................................. 17
1. Pengertian Motif ................................................................. 17
1) Motif Pohon Hayat ....................................................... 18
2) Motif Fauna .................................................................. 28
a. Motif Kuda ............................................................. 18
b. Motif Naga .............................................................. 19
c. Motif Rusa .............................................................. 19
d. Motif Singa ............................................................. 20
e. Motif Udang ........................................................... 20
f. Motif Ular ............................................................... 20
g. Motif Bebek ............................................................ 21
3) Motif Flora .................................................................... 21
4) Motif Perahu ................................................................. 22
5) Motif Hias Belah Ketupat ............................................. 23
6) Motif Manusia .............................................................. 23
7) Motif Pohon Tengkorak ................................................ 24
8) Motif Pilin atau Spiral .................................................. 24
9) Motif Meander atau Swastika ....................................... 24
10) Motif Kait ..................................................................... 25
11) Motif Geometris ........................................................... 25
E. Pengertian Ragam Hias ............................................................ 26
F. Pengertian Sarung Goyor .......................................................... 26
1. Bahan .................................................................................. 27
2. Alat ..................................................................................... 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
G. Kerangka Berfikir ..................................................................... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 37
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 37
B. Bentuk dan Strategi Penelitian .................................................. 37
C. Sumber Data ............................................................................. 38
1. Informan ............................................................................. 38
2. Tempat dan Peristiwa ......................................................... 38
3. Arsip atau Dokumen ........................................................... 39
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 39
1. Observasi Langsung ............................................................ 39
2. Wawancara ......................................................................... 40
3. Analisis Dokumen atau Arsip .............................................. 40
E. Teknik Sampling ....................................................................... 41
F. Validitas Data ........................................................................... 41
1. Trianggulasi ........................................................................ 42
2. Review Informan ................................................................ 42
G. Teknik Analisis Data ................................................................ 43
1. Reduksi Data ....................................................................... 43
2. Penyajian Data .................................................................... 43
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ................................ 44
H. Prosedur Penelitian ................................................................... 45
1. Tahap Persiapan .................................................................. 45
2. Tahap Kerja Lapangan ........................................................ 46
3. Tahap Analisa Data ............................................................. 46
4. Tahap Penyusunan Laporan ................................................ 46
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 47
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...................................................... 47
B. Latar Belakang Awal Berdirinya Kerajinan Tenun Ikat
ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Bapak Sudarto .................. 50
C. Proses Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Mesin) Sarung Goyor Milik Bapak Sudarto ............................. 55
1. Bahan-bahan yang Digunakan untuk Membuat Tenun
Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor ....... 55
2. Alat-alat yang Digunakan untuk Membuat Tenun
Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor ....... 55
3. Proses-proses Dalam Pembuatan Tenun Ikat ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin) .................................................. 66
a. Proses Pembuatan Benang Lungsi ................................ 74
b. Proses Pembuatan Benang Pakan ................................. 74
c. Proses Finishing ............................................................ 98
D. Macam-macam Motif Tenun Ikat Sarung Goyor Produksi
Bapak Sudarto ........................................................................... 104
1. Motif Buketan ..................................................................... 104
2. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu) ............................................ 106
3. Motif Air (Tirto) ................................................................. 107
4. Motif Ceplok Tirto .............................................................. 107
5. Motif Ceplokan ................................................................... 108
BAB V SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI ..................................... 110
A. Simpulan .................................................................................. 110
B. Implikasi .................................................................................. 112
C. Saran ........................................................................................ 112
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 114
LAMPIRAN .................................................................................................... 116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Teknik Mengikat Benang 12
Gambar 2.2. Proses atau Teknik mengikat benang sebelum proses pemberian
warna baik pada benang lungsi ataupun benang pakan 13
Gambar 2.3. Alat Tenun Ikat Tradisional 16
Gambar 2.4. Kain Tenun Ikat Motif Pohon Hayat 18
Gambar 2.5. Kain Tenun Ikat Motif Kuda 19
Gambar 2.6. Kain Tenun Ikat Motif Naga 19
Gambar 2.7. Kain Tenun Ikat Motif Rusa 19
Gambar 2.8. Kain Tenun Ikat Motif Singa 20
Gambar 2.9. Kain Tenun Ikat Motif Udang 20
Gambar 2.10. Kain Tenun Ikat Motif Ular 20
Gambar 2.11. Kain Tenun Ikat Motif Bebek 21
Gambar 2.12. Kain Tenun Ikat Motif Flora 22
Gambar 2.13. Kain Tenun Ikat Motif Perahu 22
Gambar 2.14. Kain Tenun Ikat Motif Perahu 22
Gambar 2.15. Kain Tenun Ikat Hias Belah Ketupan 23
Gambar 2.16. Kain Tenun Ikat Motif Manusia 23
Gambar 2.17. Kain Tenun Ikat Motif Pohon Tengkorak 24
Gambar 2.18. Kain Tenun Ikat Motif Pilin atau Spiral 24
Gambar 2.19. Kain Tenun Ikat Motif Meander atau Swastika 24
Gambar 2.20. Kain Tenun Ikat Motif Kait 25
Gambar 2.21. Kain Tenun Ikat Motif Geometris 25
Gambar 2.22. Naptol 28
Gambar 2.23. Kostik 28
Gambar 2.24. Benang 29
Gambar 2.25. Mesin Hang 29
Gambar 2.26. Kelos (klos) 30
Gambar 2.27. Kletek 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Gambar 2.28. Malet 30
Gambar 2.29. Teropong (Tropong) 31
Gambar 2.30. Timbangan 32
Gambar 2.31. Sekir Bom 32
Gambar 2.32. Sekir Plangkan 33
Gambar 2.33. Mesin Tenun 34
Gambar Bagan 2 Kerangka Berfikir 35
Gambar Bagan 3 Model Analisis Interaktif 45
Gambar 4.1. Tugu Masuk Dukuh Kenteng 47
Gambar 4.2. Peta Desa Pojok 48
Gambar 4.3. Tempat Produksi Tenun Ikat Perusahaan Maju 54
Gambar 4.4. Benang dalam Hitungan Cones 55
Gambar 4.5. Benang dalam Hitungan Streng 56
Gambar 4.6. Bahan AS 57
Gambar 4.7. Bahan BS 57
Gambar 4.8. Kostik 58
Gambar 4.9. Bahan ASG 58
Gambar 4.10. Bahan AS 59
Gambar 4.11. Bahan Mr. B 59
Gambar 4.12. Bahan GP 60
Gambar 4.13. Bahan Br B 60
Gambar 4.14. Bahan Hidro 61
Gambar 4.15. Bahan Hijau Green 61
Gambar 4.16. Bahan SN 62
Gambar 4.17. BAhan Sliper 62
Gambar 4.18. Bahan Hacol 63
Gambar 4.19. Bahan Ramasit 63
Gambar 4.20. Bahan Tinta 64
Gambar 4.21. Bahan Tawas 65
Gambar 4.22. Minyak Goreng 65
Gambar 4.23. Minyak Tanah 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Gambar 4.24. Mesin Hang 66
Gambar 4.25. Mesin Kelos atau Erek 67
Gambar 4.26. Kletek 67
Gambar 4.27. Malet 68
Gambar 4.28. Teropong 68
Gambar 4.29. Timbangan 69
Gambar 4.30. Sekir Plangkan 70
Gambar 4.31. Sekir Bom 70
Gambar 4.32. Penggaris (blak) ...................................................................... 71
Gambar 4.33. Plangkan ................................................................................. 71
Gambar 4.34. Mesin Cuci ............................................................................. 72
Gambar 4.35. Tali Rafia ................................................................................ 72
Gambar 4.36. Gawangan ............................................................................... 73
Gambar 4.37. Gunting untuk Merapihkan Benang ....................................... 73
Gambar 4.38. Mesin Tenun ............................................................................ 74
Gambar 4.39. Proses Pemintalan Benang ..................................................... 75
Gambar 4.40. Proses Pemutihkan Benang .................................................... 75
Gambar 4.41. Proses Penjemur Benang ........................................................ 76
Gambar 4.42. Proses Penimbangan Benang ................................................. 76
Gambar 4.43. Proses Pencelupan Warna Pada Benang Lungsi .................... 77
Gambar 4.44. Proses Penyekiran Mesin Bom ............................................... 79
Gambar 4.45. Pemintalan dengan Mesin Hang ............................................ 80
Gambar 4.46. Proses Penyekiran dengan Skir Plangkan .............................. 81
Gambar 4.47. Proses Pengekresan ................................................................ 82
Gambar 4.48. Desain Motif Ceplok Yuyu ..................................................... 83
Gambar 4.49. Desain Motif Buketan ............................................................. 83
Gambar 4.50. Desain Motif Ceplok Tirto ..................................................... 84
Gambar 4.51. Proses Pendesainan ................................................................ 84
Gambar 4.52. Proses Pencoletan ................................................................... 85
Gambar 4.53. Hasil Pencoletan Warna ......................................................... 86
Gambar 4.54. Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan ......................... 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
Gambar 4.55. Hasil Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan ............... 87
Gambar 4.56. Penimbangan Zat Pewarna ..................................................... 88
Gambar 4.57. Proses Pencampuran Warna ................................................... 89
Gambar 4.58. Proses Pencelupan Warna ...................................................... 90
Gambar 4.59. Hasil Pencelupan Warna ........................................................ 90
Gambar 4.60. Proses Proses Pemberian Zat Pengunci Warna ...................... 91
Gambar 4.61. Proses Pencelupan Zat Pembangkit Warna ............................ 92
Gambar 4.62. Proses Memilah-milah Benang Pakan ................................... 92
Gambar 4.63. Proses Pencelupan Naptol yang Berwarna Merah ................. 93
Gambar 4.64. Proses Pembilasan Benang ..................................................... 94
Gambar 4.65. Proses Pengeringan dengan Menggunakan Mesin Cuci ........ 95
Gambar 4.66. Proses Pengeringan Benang dengan Sinar Matahari .............. 95
Gambar 4.67. Pengoncean atau Oncean ........................................................ 96
Gambar 4.68. Proses Pembongkaran ............................................................ 97
Gambar 4.69. Pemaltan ................................................................................. 97
Gambar 4.70. Tahap Menenun Kain ............................................................ 98
Gambar 4.71. Penjahitan Kain ..................................................................... 98
Gambar 4.72. Label Sarung Goyor ............................................................... 99
Gambar 4.73. Pemasangan Label Sarung Goyor ......................................... 99
Gambar 4.74. Label Pada Sarung Goyor ..................................................... 100
Gambar 4.75. Proses Pembilasan atau Pencucian Sarung Goyor ................ 101
Gambar 4.76. Proses Pemerasan Sarung Goyor ........................................... 101
Gambar 4.77. Pengeringan Dibawah Sinar Matahari .................................... 102
Gambar 4.78. Pelipatan Sarung Goyor ......................................................... 102
Gambar 4.79. Pelipatan Sarung Goyor dengan Penggaris ............................ 103
Gambar 4.80. Pengepakan ............................................................................. 104
Gambar 4.81. Motif Buketan ........................................................................ 105
Gambar 4.82. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu) ................................................ 106
Gambar 4.81. Motif Air (Tirto) ..................................................................... 107
Gambar 4.81. Motif Ceplok Tirto ................................................................. 108
Gambar 4.81. Motif Ceplokan ...................................................................... 108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Tahun 2011............. 49
Tabel 4.2 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Menurut
Mata Pencarian 2011 ..................................................................... ...... 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Foto Wawancara Bersama Bapak Sudarto dan Bapak Tukiman......... 116
Foto Wawancara Bersama Bapak Sunarno dan Mas Suranto.............. 117
Foto Wawancara Bersama Mas Joko dan Ibu Prapti........................... 118
Hasil Wawancara dengan Bapak Sudarto ........................................... 119
Hasil Wawancara dengan Mas Joko.................................................... 123
Hasil Wawancara dengan Mas Suranto................................................ 126
Hasil Wawancara dengan Ibu Prapti.................................................... 127
Surat Bukti Penelitian dari Kelurahan Desa Pojok............................... 129
Surat Bukti Penelitian dari Bapak Sudarto........................................... 130
Surat Ijin Penelitian Kepada Bapak Sudarto......................................... 131
Surat Ijin Penelitian Kepada Kepala Desa Pojok.................................. 132
Surat Permohonan Perijinan Penelitian Kepada Rektor....................... 133
Surat Permohonan Perijinan Menyusun Skripsi Kepada PD I FKIP
UNS......................................................................................................
134
Surat Keputusan Ijin Penyusunan Skripsi ........................................... 135
Peta Desa Pojok.................................................................................... 136
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai warga Negara Indonesia kita harus bangga akan warisan budaya masa
lampau karena banyak sekali nilai-nilai tinggi yang terkandung didalamnya. Salah
satu warisan budaya itu sendiri adalah dengan adanya keberagaman kain tradisional
khususnya yaitu kain tenun ikat Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa tenun
ikat sebagai salah satu karya bangsa Indonesia yang tersebar luas di seluruh
kepulauan Indonesia.
Melalui kain tenun ikat tradisional kita dapat melihat keberagaman budaya
Nusantara. Kain tidak saja hanya dilihat dari ragam motifnya namun kita juga dapat
melihat jenis benang yang dipakai, teknik pembuatannya yang tradisional tetapi kita
juga dapat mengenal berbagai fungsi kegunaan dan arti kain tenun ikat dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari yang dimana semua itu mencerminkan adat istiadat
dan kebudayaan masing-masing daerah. Hal ini seperti dinyatakan oleh Suwati
Kartiwa (2007) sebagai berikut:
“Kreativitas bangsa Indonesia dalam membuat kain terjelma, melalui suatu
perjalanan panjang. Selama kurun waktu kurang lebih 1500 tahun, melalui
berbagai kegiatan tradisi budaya, suku-suku bangsa di Nusantara menciptakan
berbagai teknik pembuatan kain dan ragam hiasnya. Keunggulan didalam cita
rasa didalam membuat kain yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dikawasan
Nusantara ini, berkembang dalam berbagai wujud, sifat, bentuk, kegunaan,
ragam hias, serta mutu kain tradisional”
(h. 9)
Dari pernyataan diatas dapat kita ketahui bahwa seni kerajinan kain tenun
merupakan salah satu hasil karya nenek moyang yang sudah ada sejak lampau,
dimana kebudayaan tumbuh didalam masyarakat sesuai dengan daerah masing-
masing.
Persebaran kain tenun tradisional sendiri hampir tersebar luas di seluruh
kepulauan Indonesia dengan beranekaragam pembuatannya, motif serta fungsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Kegiatan menenun dikerjakan secara turun menurun dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya dan berkembang dari kebiasaan masyarakat.
Masa lampau telah banyak memberikan gambaran yang jelas tentang apa dan
dimana karya-karya kain tenun tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk visual yang
proses penciptaannya tidak lepas dari pengaruh lingkungan seperti perbedaan
geografis yang mempengaruhi hasil akhir sehelai kain tenun. Keragaman kain-kain
tradisional dihasilkan oleh perbedaan geografis yang mempengaruhi corak hidup
setiap suku bangsa di Nusantara (Suwati Kartiwa, 2007: 9).
Banyak sebagian warga Negara Indonesia yang mengetahui bahwa kerajinan
kain tenun ikat tradisional ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) hanya terdapat di
daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Bali. Kerajinan tenun
ikat tradisional juga dapat kita jumpai dipulau Jawa khususnya daerah Jawa Tengah.
Seperti kerajinan tenun troso di Jepara namun selain kain tenun troso tenun ikat
tradisional juga dapat kita jumpai di Sukoharjo.
Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki karya tenun ikat tradisional
khas daerah adalah Sukoharjo, tepatnya di Kecamatan Tawangsari. Kecamatan
Tawangsari Kabupaten Sukoharjo ini sangat terkenal sekali akan kerajinan tenun
ikatnya, yang dimana kerajinan tenun ikat ini divisualisasikan tidak hanya berupa
kain tetapi dibuat dalam bentuk sarung yang disebut dengan sarung goyor.
Kerajinan tenun ikat tradisional desa Kenteng kecamatan Tawangsari
kabupaten Sukoharjo ini telah berkembang secara turun temurun. Hampir seluruh
penduduk desa bekerja sebagai pengrajin kain tenun ikat tradisional sarung goyor.
Hingga sekarang kerajinan tenun ikat tradisional atau ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin) tetap dipertahankan dan dicari banyak pembeli baik dari dalam Negeri
maupun luar Negeri. Para pembeli sendiri justru banyak yang berasal dari luar Negeri
diantaranya yaitu daratan Timur Tengah, India dan Pakistan. Sedangkan pembeli
dalam Negeri sendiri yaitu Surakarta dan sekitarnya. Meskipun sarung goyor
merupakan sarung yang dibuat secara manual dan dengan menggunakan alat tenun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
bukan mesin (ATBM), sarung ini sangat nyaman digunakan, hangat dikala cuaca
dingin dan dingin disaat cuaca sedang panas.
Salah satu tempat usaha yang mengenalkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin) sarung goyor kepada masyarakat luas adalah milik Bapak
Sudarto yaitu yang terletak di Desa Kenteng. Dari sekian banyak pengrajin di Desa
Kenteng, bapak Sudarto merupakan salah satu pemilik usaha kerajinan tenun ikat
tradisional yang masih tetap bertahan hingga sekarang. Beliau merupakan seorang
pengrajin yang memiliki kelebihan di bidang produksi dan desain tenun ikat sarung
goyor. Usaha kerajinan tenun ini merupakan usaha industri rumahan.
Perkembangan kerajinan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin) bapak Sudarto di desa Kenteng Kecamatan Tawangsari ini sangat
berpengaruh besar terhadap masyarakat desa itu sendiri dan daerah sekitar Sukoharjo.
Karena hampir semua masyarakat desa berpenghasilan dari usaha kerajinan tenun ikat
sarung goyor tersebut. Dengan keadaan seperti itu industri kecil kerajinan tenun ikat
desa Kenteng Kecamatan Tawangsari membantu pemerintah dalam mengurangi
pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa khususnya.
Hasil kerajinan tenun ikat tradisional yang dihasilkan diamati maka akan terlihat
memiliki ciri khas yang dapat kita lihat dari jenis motif yang terdapat pada sarung
goyor.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan terdorong
untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penulisan ilmiah yang
berbentuk skripsi dengan judul “Studi Tentang Kerajinan Tenun Ikat Sarung Goyor
Bapak Sudarto Di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupatenn Sukoharjo”.
Dimana peneliti dapat mengetahui sejarah berdirinya kerajinan tenun ikat ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor di Desa Kenteng, Kecamatam Tawangsari,
mengetahui bagaimana proses atau teknik pembuatan tenun ikat tradisional dan
mengetahui berbagai macam motif yang terdapat di sarung goyor, dan
memberitahukan kepada khalayak luas bahwa kerajinan tenun ikat tradisional tidak
hanya dijumpai di daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Bali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Namun dapat juga kita jumpai di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten
Sukoharjo, Jawa Tengah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang akan dikaji
dapat dirumuskan ke dalam berbagai pertanyaan penelitian seperti berikut ini:
1. Bagaimana latar belakang awal berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng,
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?
2. Bagaimana proses pembuatan tenun ikat ATBM
3. (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng,
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?
4. Apa saja bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada tenun ikat ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng,
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui awal berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATB (Alat
Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng,
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
2. Untuk mengetahui proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng kecmatan Tawangsari
Kabupaten Sukoharjo.
3. Untuk mengetahui bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada sarung
goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten
Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritik :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan keterangan atau informasi
yang jelas mengenai proses pembuatan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin) sarung goyor kepada masyarakat luas.
b. Dapat dijadikan informasi atau bahan studi perbandingan bagi penelitian yang
mengkaji tentang kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)
sarung goyor.
2. Manfaat Praktis :
a. Menambah referensi akan studi tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
b. Menjadi bahan evaluasi terhadap karya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Seni Kriya
Pada tahun sekitar 1930-an, ketika masa malaise melanda dunia kata kerajinan
memiliki makna yang berbeda yaitu, pada masa kolonial beranggapan apabila ada
kerajinan pasti ada kemalasan. Begitulah makna kerajinan pada masa penjanjahan
karena pada masa itu kata kerajinan diberikan agar “rajin kerja” karena pemerintahan
kolonial belanda tidak dapat lagi membiayai pemerintahan jajahannya. Kini kata
kerajinan itu sudah tidak digunakan lagi karena Indonesia telah terbebas dari masa
penjajahan. Kini kata kerajinan sudah diganti dan menjadi kata “kriya”, yang berakar
dari kata karya, kerja, yang dimana memiliki makna lebih luas.
Di seni rupa Barat, kriya lebih banyak dicirikan oleh ekspresi individu
senimannya. Sedangkan seni rupa di Timur banyak dicirikan oleh kelompok seniman
atau pekriya. Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan pada keadaan dilapangan
dari hasil suatu pengamatan bahwa, kriya sekarang lebih berkembang kearah industri.
Menurut Tallcot Parsons, Kriya sebagai artefak adalah produk budaya, karena
kriya adalah terjemahan dalam bentuk fisikal dari ide-ide budaya dan aktifitas budaya
(Widagdo, 1999: 1). Pada dasarnya kria dan seni merupakan dua hal yang berbeda
karena kriya sendiri selalu diartikan dengan tujuan yang pragmatis, yaitu membuat
benda yang mempunyai manfaat praktis. Sedangkan seni sendiri diciptakan karena
keinginan mengekspresikan ide dengan tujuan yang non praktis.
Menurut Soedarso (2006: 102-113) dapat disimpulkan bahwa, pengertian
kriya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa kriya adalah
pekerjaan atau kerajinan tangan, sedangkan Menurut Ralp Mayer menyatakan bahwa
crafts adalah “... the art of forming handmade articles which are usually decoratively
designed and often useful or purposeful”. Selanjutnya, Encylopedia of World Art
yang mendefinisikan, “The Word ‘handicrafts’ refers to usefulor decorative objects
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
made by hand or with tools by a workman who has direct control over the product
during all stager of production”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
‘kriya’ atau ‘crafts’ atau ‘handicrafts’ adalah:
(1.) Sesuatu yang dibuat dengan tangan, dengan kekriyaan yang tinggi,
(2.) Dibuat dengan sangat dekoratif atau secara visual sangat indah,
(3.) Dijadikan barang guna.
Sedangkan menurut pendapat Susan K. Langer kriya adalah “The arts
objectify subjective reality”. Karya kriya dapat menjadi karya seni, namun tidak
untuk sebaliknya, karya seni tidak dapat menjadi karya kriya apabila ini terjadi maka
ini merupakan devaluasi karya seni (Widagdo, 1999: 1).
Maka dapat dikatakan pemahaman tentang kriya secara konvensional adalah
kriya merupakan produk hasil kreativitas yang ditunjang kemampuan tangan manusia
tumbuh dari lingkungan budaya tertentu dan biasanya bertumpu pada sebuah tradisi,
yang mempunyai sifat etnis. Sehingga dalam kriya selalu melibatkan unsur mulai dari
tempat asal, keterampilan tangan yang tinggi. lingkungan, tradisi dan kreatifitas
sehingga karya satu dengan karya yang lainnya memiliki perbedaan sehingga karya-
karya tidak mungkin sama dan akan selalu berbeda dalam bentuk garis, tekstur, dan
keunikannya.
Sebuah karya kriya memiliki daya tarik tersendiri, seperti pendapat Upjohn
dan Wengert (1969) (dalam J. Pamudji Suptandar, 1999: 6 ):
“Seni kerajinan memiliki daya tarik yang kuat kaerena berhasil memancarkan
kekaguman dari gambaran yang bersifat tradisional dengan sifat-sifat yang
fungsional sampai pada simbolosasi bentuk-bentuk yang abstrak. Proses
pembentukaannya ditentukan oleh daya imajinasinya yang kuat, diwujudkan
melalui keterampilan tangan dengan penggunaan alat yang terkendali dan sifat
bahan sebagai sesuatu yang tidak mungkin ditranformasikan dalam bentuk
mekanis” (h.6)
Maka setiap karya kriya memiliki sebuah nilai tersendiri yang dimana
merupakan hasil dari kerajinan tangan, keterampilan atau kreativitasan seseorang
dalam membuat suatu karya dan memiliki nilai fungsional dari sebuah pikirannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
yang panjang. Seorang pengrajin atau pencipta sebuah karya kriya akan merasa
terpuaskan pikiran dan perasaannya karena fungsi yang dicapai mampu melahirkan
bentuk-bentuk karya yang sensasional dan impresif.
B. Pengertian Tenun
Tenun merupakan salah satu jenis seni kriya Nusantara yaitu kriya tekstil.
Tenun merupakan salah satu kerajinan seni yang patut dilestarikan. Seperti yang
dikatakan Joseph Fisher (dalam Suwati Kartiwa, 1986: 1) Indonesia adalah salah satu
Negara yang menghasilkan seni tenun yang terbesar terutama dalam hal
keanekaragaman hiasannya. Tenun sendiri dapat diartikan sebgai suatu hasil karya
berupa kain yang dibuat dengan benang dan dimasukan kedalam alat menenun.
Teknik menenun pada dasarnya hampir sama dengan teknik menganyam,
perbedaannya hanya pada alat yang digunakan. Untuk anyaman kita cukup
melakukannya dengan tangan (manual) dan hampir tanpa menggunakan alat bantu,
sedangkan pada kerajinan menenun kita menggunakan alat yang disebut lungsi dan
pakan.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia tenun adalah kerajinan yang berupa
bahan (kain) yang dibuat dari benang (kapas dan sutera) dengan cara memasuk-
masukan pakan secara melintang pada lungsi.
Dalam Bahasa Prancis sendiri tenun adalah Textere, dalam bahasa Inggris
Textile, sedangkan dalam bahasa latin tekstil berasal dari kata Texele yang berarti
menenun atau kain tenun. Hal ini seperti dinyatakan Djumaeri (1974 ; 7) dijelaskan
bahwa :
“Suatu proses penganyaman antara benang lungsi dan pakan yang letaknya
tegak lurus satu sama lain yang kedua benang ini umumnya mengarah vertical
kearah horizontal, benang yang arahnya horizontal disebut benang pakan”.
Dari pengertian tersebut diatas dapatlah dikatakan bahwa tenun adalah teknik
pembuatan kain yang dibuat dengan cara yang sederhana yaitu dimana dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
menggabungkan benang secara memanjang dan melintang. Dengan kata lain
bersilangnya antara benang lungsi dan pakan secara bergantian. Proses tenun yang
demikian merupakan struktur dari dua benang yang saling menyilang.
Tenun merupakan karya tekstil. Karya tekstil adalah barang-barang yang
dihasilkan dari proses menenun. Seni kerajinan yang dibuat dengan bahan dasar kain.
Barang-barang tekstil meliputi segala hal yang dibuat dengan cara ditenun dan dirajut
seperti kain, pakaian, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain.
1. Fungsi Kain Tenun Di Dalam Aspek Kehidupan
Kain tenun merupakan salah satu kain yang menjadi perlengkapan hidup
manusia sehari-hari yang sudah dikenal sejak jaman prasejarah. Kain tenun ini
digunakan sebagai pakaian penutup badan setelah pakaian yang terbuat dari
rumput-rumputan dan kulit kayu.
Sebagai salah satu perlengkapan hidup manusia kain tenun juga
mempunyai fungsi di setiap aspek kehidupan. Baik dari segi sosial, ekonomi,
religi, estetika dan lain sebagainya. Maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek Sosial
Dalam aspek sosial kain tenun banyak digunakan untuk upacara-upacara
adat seperti kelahiran, perkawinan, ataupun kematian. Bahkan lambang dan
warnanya pun telah disesuaikan. Seperti untuk upacara kematian warna kainnya
hitam atau biru tua, sedangkan untuk upacara perkawinan atau upacara yang
menunjukan suatu kemeriahan dipakai warna-warna yang cerah antara lain
warna merah, cokelat merah, dan lain sebagainya.
b. Aspek Ekonomi
Kain tenun dalam aspek ekonomi dipakai sebagai alat pertukaran.
Pertukaran dalam arti barang yang dipertukarkan dengan barang lainnya.
Contohnya di daerah Tenganan kain gringsing tidak langsung dipertukarkan
dengan benda lain atau dibeli dengan mata uang, melainkan yaitu setiap
pemesan membawa benang yang akan menghasilkan dua helai kain gringsing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dimana nantinya salah satu kain gringsing akan menjadi pemilik si penenun
sebagai upahnya.
c. Aspek Religi
Pada aspek religi terlihat bahwa ragam hias yang diterapkan
mengandung unsur perlambangan yang berhubungan dengan kepercayaan atau
agama tertentu. Dalam upacara keagamaan kain tenun khusus digunakan oleh
pemuka agama atau dukun.
d. Aspek Estetika
Aspek estetika terlihat pada keterampilan, ketekunan didalam
menciptakan suatu karya. Untuk membuat sebuah kain tenun dibutuhkan
kesabaran yang tinggi karena melihat proses pembuatannya yang lama dan
rumit. Proses pengerjaannya sendiri memakan waktu hingga berminggu-
minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, sehingga menghasilkan kain
tenun yang indah dan mempesona. Baik dari segi garis, motif dan warnanya dan
menghasilkan suatu nilai estetika.
C. Pengertian Tenun Ikat
Tenun ikat atau kain tenun merupakan kriya tenun berupa kain yang ditenun
dari helaian benang pakan dan lungsi yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke
dalam pewarna . Yang dimaksud dengan pewarnaan ikat sendiri yaitu mewarnai
benang lungsi yang arahnya vertikal dan benang pakan yang arahnya horizontal dan
dalam proses ini bagian dari benang-benang yang diikat tersebut tidak akan terkena
oleh warna, sedangkan bagian benang yang tidak diikat akan terkena oleh celupan
warna.
Istilah ikat didalam menenun ini menurut Loeber dan Haddon (1936)
diperkenalkan di Eropa oleh A.R Hein pada tahun 1880 dan menjadi istilah dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
bahasa Belanda yang disebut ikatten dan dalam bahasa Inggris kata ikat berarti hasil
selesai dari kain dengan tehnik ikat dan to ikat untuk arti proses dari tehniknya .
Menurut Warming dan Gaworski (1978: 114) tenunan dengan desain ikat
pakan dari kain dasar tenunannya sutera diterapkan di Indonesia khususnya oleh
mereka yang mendapat pengaruh Islam. Terutama daerah-daerah pantai yang ramai
disinggahi pendatang dan sering mengadakan kontak atau hubungan ke luar (dalam
Suwati Kartiwa, 1989: 5).
Banyak para ahli yang mengatakan bahwa tehnik menenun yang relatip baru,
dimana telah berpengaruh besar terhadap Kepuluan di Indonesia adalah tehnik ikat
pakan. Masuknya kain tenun dengan tehnik ikat pakan ini bersamaan dengan
dikenalkannya benang sutera dalam perdagangan pada abad sekitar empat belas dan
lima belas. Kemudian barang-barang import tersebut dibawa oleh para pedagang
Islam India dan Arab ke pulau Sumatera dan Jawa.
Tehnik tenun ikat ini terdapat diberbagai daerah di Kepulauan Indonesia.
Daerah-daerah di Indonesia yang terkenal dengan kain ikat diantaranya; Toraja,
Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores dan Timor. Salah satu kain
yang menggunakan tehnik ikat yaitu kain gringsing dari Tenganan, Karangasem, Bali.
Sedangkan pendapat Gittinger (1980: 114) dapat disimpulkan bahwa daerah yang
menghasilkan tenunan dengan desain benang emas ataupun benang perak terdapat
didaerah yang sama dengan daerah pembuat desain atau motif ikat pakan. Daerah itu
adalah Sumatera, termasuk Kepulauan Riau, Jawa dan Bali yang berada di wilayah
Indonesia bagian Barat. Dalam sejarah pertenunan di Indonesia telah dicatat bahwa
tenunan Negara kita diproduksi dengan menggunakan benang sutera (dalam Suwati
Kartiwa, 1989: 6).
Kemahiran masyarakat bangsa Indonesia dalam pembuatan kain tenun terlihat
pada keterampilan membuat ragam hias atau motif secara tradisional, yaitu
mengandalkan keterampilan tangan saat proses pembuatannya. Semua proses
pengerjaannya dilakukan secara tradisional. Tehnik ini dapat dikatakan tehnik yang
cukup rumit. Karena dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengikat bagian-bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
benang yang dimana nantinya bagian benang yang dikat nantinya tidak akan terkena
pewarna dalam proses pencelupan warna. Dan kemahiran ini telah diturunkan dan
diwariskan sejak jaman nenek moyang kita.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa tenun ikat merupakan suatu
tehnik pengikatan bagian benang yang dimana tahap ini dilakukan sebelum sampai
pada tahap pencelupan warna secara tradisional. Dan tehnik ini dilakukan dengan
mengikat bagian benang dengan menggunakan tali atau rafia. Proses ini dilakukan
sebelum sampai pada tahap penenunan benang dan yang pada akhirnya akan menjadi
sebuah kain tenun .
Di bawah ini merupakan proses mengikat benang pada bagian yang diikat
benang lungsinya atau pakannya dalam bentuk ragam hias tertentu:
Gambar 2.1 Teknik Mengikat Benang
(Sumber: Suwati Kartiwa, 1989; 10)
Sedangkan gambar dibawah ini merupakan proses atau teknik mengikat
benang sebelum proses pemberian warna baik pada benang lungsi ataupun benang
pakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Gambar 2.2 Proses atau teknik mengikat benang sebelum proses pemberian warna
baik pada benang lungsi ataupun benang pakan.
(Sumber: Suwati Kartiwa, 1989; 10)
1. Macam-macam Tenun Ikat
Ada tiga jenis tenun ikat di Indonesia yaitu dapat dibagi menjadi beberapa
bagian, diantaranya:
a. Tenun Ikat Lungsi
Tenun ikat lungsi merupakan dimana bentuk ragam hias ikat pada kain
tenunnya terdapat pada bagian benang lungsinya. Tenun ikat lungsi ini
termasuk tenunan yang paling umum maka disebut teknik ikat lungsi. Sesusai
dengan namanya, teknik ini menciptakan ragam hias dengan menggunakan
teknik ikat dan pencelupan hanya pada benang lungsi atau benang vertikal.
Menurut pendapat R. Van Heine Geldern dapat disimpulkan bahwa,
teknik membuat corak ragam hias yang dibuat dengan cara diikat yang disebut
ikat lungsi telah dikenal sejak jaman kebudayaan Dongson prasejarah.
Sedangkan motif yang dibuat pada jaman itu terdapat penggambaran yang
berasal dari jaman Neolitikum yang diterapkan pada kain pakaian tersebut
sebagai corak. Corak tersebut diantaranya seperti; nenek moyang, pohon hayat,
perahu arwah dan sebagainya (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 7-8).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Sedangkan Suwati Kartiwa (2007: 15) menyatakan bahwa, sejarah
panjang tenun ikat lungsi sudah ada sejak jaman perunggu sekitar abad 8
sampai abad 2 sebelum Masehi. Tenun ikat lungsi sudah dikenal di daerah
pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. Derah-
daerah tersebut tercatat sebagai daerah yang paling awal mengembangkan tenun
ikat lungsi.
b. Tenun Ikat Pakan
Tenun ikat pakan adalah tenun ikat yang ragam hias ikatnya dibuat pada
benang pakan atau benang horizontal. Menurut para ahli tenun ikat pakan relatif
baru apabila dibandingkan dengan tenun ikat lungsi. Beberapa ciri tenun ikat
pakan ini dikenal sesudah periode jaman prasejarah, diantaranya dalam hal
penggunaan benang. Pada awalnya tenun ikat menggunakan bahan benang yang
pertama kali dikenal yaitu benang yang terbuat dari kapas. Sebab kapas sudah
lama ada di Indonesia, selain kapas juga menggunakan sutera alam.
Menurut Langewis (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 10) kain tenun ikat
lungsi terdapat didaerah-daerah yang kurang atau sedikit mendapat pengaruh
Hindu, Budha dan Islam. Sedangkan daerah tenun ikat pakan terdapat didaerah-
daerah yang mendapat pengaruh Hindu, Budha dan Islam. Daerah persebaran
tenun ikat pakan antara lain Palembang, Pasemah, Bangka, Kepulauan Riau,
Sumatera, Pulau Jawa dan Bali.
Ciri yang didapati pada tenun ikat pakan ialah dilihat dari warna-
warnanya yang terang, mencolok dan meriah. Sedangkan didalam teknik
terdapat kombinasi dengan benang emas atau perak yang merupakan benang
impor. Karena tenun ikat pakan ini mendapat pengaruh dari pedagang-pedangan
dari India dan Cina yang singgah didaerah Aceh, Sumatera, Sulawesi, Jawa,
Nusa Tenggara Barat dan Bali. Pada kain tenun ikat pakan Donggala dan Bali
ada cara pemberian warna yang disebut dengan coletan atau coretan yaitu
dengan menggunakan alat yang berfungsi sebagai kuas dalam melukis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
c. Tenun Dobel Ikat
Tenun dobel ikat atau tenun ikat berganda untuk pola ragam hiasnya
dibuat pada kedua jenis benangnya yaitu benang lungsi dan benang pakan.
Keduanya membentuk sebuah pola ragam hias yang simetris. Kain tenun dobel
ikat yang berasal dari India disebut kain patola , kain impor ini dibawa oleh
pedagang-pedagang Gujarat. Yang menjadi ciri khas dari sebuah kain tenun
dobel ikat ini sendiri yaitu kombinasi dari beberapa bentuk garis geometris
belah ketupat, segitiga dan bunga bersudut delapan.
Menurut G.P Rouffaer dalam bukunya “Over Ikat’s. Tjinde’s Patola’s
en Chinde’s” menyatakan bahwa pengaruh patola dari Gujarat mudah diterima
karena di Indonesia sendiri telah mempunyai bentuk yang hampir sama dengan
garis-garis geometris dan warna yang ditiru dari bentuk serta warna kulit ular
patola yang telah ada di Indonesia. Corak ini sama dengan corak kain patola
(Suwati Kartiwa, 1989: 10). Bentuk motif patola ini terdapat juga pada kain
tenun dari Jawa dan motif ini terdapat pada kain batik yang disebut
jelamprang.
Menurut pendapat Suwati Kartiwa (2007: 21) Satu-satunya daerah di
Indonesia yang mengenal pembuatan tenun dobel ikat adalah Tenganan,
Karangasem dan Bali.
d. Tenun Ikat Khusus
Tenun ikat khusus yaitu merupakan tenun yang sudah punah
keberaadaanya. Seperti kain Kasang. Kain khusus ini biasanya dipakai sebagai
hiasan dinding yang panjangnya mencapai 20 meter. Di Jawa Tengah kain
kasang ini dibentangkan sebagai hiasan dinding dalam upacara-upacara di
Keraton. Selain itu juga ada kain Bentenan, disebut kain Bentenan karena kain
ini terdapat dipulau Bentenan, yaitu Minahasa.
Menurut Hetty Nooy Palm, dalam penelitiannya mengatakan bahwa di
Bentenan ada tenun ikat lungsi yang sudah punah. Sejak tahun 1880 kain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Bentenan ini sudah tidak dibuat lagi. (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 13).
Sedangkan untuk motifnya didapati motif geometris yang menggambarkan
bentuk manusia dengan kedua tangan diangkat ke atas.
Dibawah ini merupakan alat tenun tradisional yang digunakan di wilayah
kalimantan sejak jaman nenek moyang hingga sekarang. Namun tidak semua daerah
penghasil tenun ikat sekarang menggunakan alat ini, banyak sebagian pengrajin yang
sudah menggunakan alat tenun yang dilengkapi dengan injakan kaki dan mereka tidak
perlu duduk dibawah lagi tanpa menggunakan kursi. Alat tenun ikat ini memang
sudah jarang sekali ditemukan.
Gambar 2.3 Alat Tenun Ikat Tradisional
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 2007; 45)
D. Motif Kain Tenun Ikat Indonesia
1. Pengertian Motif
Menurut W.J.S Poerwadarminta (1983: 655) dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia mengartikan motif adalah “suatu yang menjadi pokok”. Sedangkan
menurut Soedarso (1971: 3) motif atau pola secara umum adalah penyebaran garis
atau warna dalam bentuk ulangan tertentu, lebih lanjut pengertian pola menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
sedikit komplek, antara lain dalam hubungannya dengan pengertian simetris. Dalam
hal ini desain tidak hanya diulang menurut garis pararel, melainkan dibalik sehingga
berhadap-hadapan.
Motif adalah desain yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam
garis atau elemen-elemen, yang terkadang begitu kuat dipengaruhi oleh bentuk-
bentuk stilasi alam benda, dengan gaya dan ciri khas tersendiri (Hery Suhersono,
2005: 13).
Yang dimaksud dengan desain tekstil sendiri ialah suatu kegiatan dari
perencanaan pembuatan kain-kain tekstil, oleh karenanya desain tekstil merupakan
faktor yang sangat penting didalam industri kecil (Gunadi, 1985: 8). Desain dalam
tekstil tidak hanya berarti gambar atau pola saja, tetapi dibidang tekstil memiliki arti
yang luas yaitu desain merupakan suatu petunjuk proses pembuatan kain-kain tekstil
dari mulai benang sam[pai terakhir menjadi pakaian atau barang jadi tekstil.
Di Indonesia khususnya Jawa, Madura dan Bali, pada bagian-bagian bentuk
dasar motif tersebut, masing-masing diberi nama ataupun ciri yang di ambil dai
istilah bahasa daerah (terutama dari Jawa) seperti istilah ikal (ulir, ukel,dan relung),
trubusan, angkup, cawen, benangan dan lain sebagainya.
Ada pula yang menggunakan motif yang biasa disebut dengan motif tumpal.
Pemakaian tumpal yang paling terkenal adalah terdapat pada tenun dan batik, maupun
pada sarong tenunan ataupun pada sarong batikan terdapat ladjur yang melintang kain
itu.
Menurut sejarah sendiri ragam hias atau motif tenunan jaman Neolitikum dan
Dongson mengandung unsur-unsur alam yang mempunyai kekuatan magis yaitu
konsepsi dari agama atau kepercayaan tradisional masyarakatnya. Unsur alam yang
mempunyai kekuatan magis itu antara lain beberapa jenis fauna dan flora tertentu,
gunung sungai matahari, bintang dan lain-lain. Dalam ragam hias unsur-unsur tadi
diwujudkan dalam bentuk-bentuk garis geometris yang berbentuk bintang-bintang.
Setiap motif dibuat dengan berbagai bentuk macam garis, misalnya garis
melingkar, berkelok-kelok, garis yang berpilin-pilin dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Maka motif dapat dikatakan sebuah disain atau rancangan yang dibuat dari
bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis yang dipengaruhi dalam bentuk stilasi
atau penggayaan dan memiliki ciri tersendiri.
Di bawah ini merupakan beberapa jenis motif kain tenun ikat Nusantara di
antaranya:
1.) Motif Pohon Hayat
Gambar 2.4 Kain Tenun Ikat Motif Pohon Hayat
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73)
2.) Motif Fauna
a. Motif Kuda
Gambar 2.5 Kain Tenun Ikat Motif Kuda
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
b. Motif Naga
Gambar 2.6 Kain Tenun Ikat Motif Naga
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 7)
c. Motif Rusa
Gambar 2.7 Kain Tenun Ikat Motif Singa
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
d. Motif Singa
Gambar 2.8 Kain Tenun Ikat Motif Singa
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73)
e. Motif Udang
Gambar 2.9 Kain Tenun Ikat Motif Udang
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
f. Motif Ular
Gambar 2.10 Kain Tenun Ikat Motif Ular
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 71)
g. Motif Bebek
Gambar 2.11 Kain Tenun Ikat Motif Bebek
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 71)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
3.) Motif Flora
Gambar 2.12 Kain Tenun Ikat Motif Flora
Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 65)
4.) Motif Perahu
Gambar 2.13 Kain Tenun Ikat Motif Perahu
(Dokumentasi: Skripsi Wiwik Palupi Sari, 2003; 15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 2.14 Kain Tenun Ikat Motif Perahu
(Dokumentasi: Suwati Kartiwa, 1989: 21)
5.) Motif Hias Belah Ketupat
Gambar 2.15 Kain Tenun Ikat Motif Belah Ketupat
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 71)
6.) Motif Manusia
Gambar 2.16 Kain Tenun Ikat Motif Manusia
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 53)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
7.) Motif Pohon Tengkorak
Gambar 2.17 Kain Tenun Ikat Motif Pohon Tengkorak
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 69)
8.) Motif Pilin atau Spiral
Gambar 2.18 Kain Tenun Ikat Motif Pilin atau Spiral
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 57)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
9.) Motif Meander atau Swastika
Gambar 2.19 Kain Tenun Ikat Motif Meander atau Swastika
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 43)
10.) Motif Kait
Gambar 2.20 Kain Tenun Ikat Motif Kait
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 65)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
11.) Motif Geometris
Gambar 2.21 Kain Tenun Ikat Motif Geometris
(Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 69)
E. Pengertian Ragam Hias
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ragam adalah “macam” (1989:
719), sedangkan pengertian Hias adalah “berhias dengan, diperindah dengan”.Ragam
Hias adalah bermacam-macam hiasan, seperti yang dijelaskan oleh W.J.S
Poerwadarminta (1983: 1052) ragam hias adalah menurut arti katanya “ragam” dapat
berarti bermacam-macam. Maka dapat diartikan bahwa ragam hias adalah berbagai
macam kumpulan motif-motif dimana memiliki fungsi sebagai penghias sebuah kain
sebagai corak tertentu.
F. Pengertian Sarung Goyor
Sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya
sehingga berbentuk seperti pipa atau tabung. Ini adalah arti dasar dari sarung yang
berlaku di Indonesia atau tempat-tempat sekawasan. Dalam pengertian busana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
internasional, sarung (sarong) berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya
dibebatkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah)
(id.wikipedia.org/wiki/Sarung).
Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan mulai dari katun, poliester,
atau sutera. Penggunaan sarung sangat luas, untuk santai di rumah hingga pada
penggunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan. Pada umumnya
penggunaan kain sarung pada acara resmi terkait sebagai pelengkap baju daerah
tertentu. Sedangkan motif kain sarung sendiri pada umum adalah garis-garis yang
saling melintang. Namun demikian, sarung untuk pakaian daerah dapat pula dibuat
dari bahan tenun ikat, songket, serta tapis.
Jenis kain ini tentu sudah lekat dengan masyarakat di Indonesia. Kain panjang
yang dijahit sisi-sisinya sehingga membentuk tabung ini digunakan sebagai penutup
bagian perut sampai mata kaki, dengancara dililitkan. Sarung bisa digunakan baik
laki-laki maupun perempuan untuk kepentingan adat maupun keseharian. Pembuatan
kain sarung biasanya menggunakan mesin maupun alat tenun bukan mesin (ATBM).
Sarung Goyor adalah salah satu kain sarung yang dibuat menggunakan alat tenun
bukan mesin.
Sarung goyor sendiri dapat diartikan sebagai sarung yang lembek. Goyor
dalam bahasa Jawa artinya lembek karena jika digunakan kainnya jatuh, lembek tidak
kaku maka disebut Sarung Goyor. Adapula yang menyebut kain byur artinya pun
sama. Jenis kain yang adem ini tentu cocok untuk masyarakat Indonesia yang berada
di kawasan tropis yang bersuhu panas (http://sarung.net/tag/sarung-goyor/).
Pada setiap proses menenun perlu mempersiapkan alat dan bahan atau
perlengkapan untuk menenun khususnya tenun ikat tradisional. Pada umumnya setiap
daerah di Indonesia memiliki perlengkapan tenun yang sama. Diantaranya yaitu:
1. Bahan
a. Pewarna Naptol
Bahan pewarna yang digunakan untuk memberi warna pada kain tenun
ikat sarung goyor. Zat pewarna yang dipakai pada tenun ikat sarung goyor ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
merupakan zat pewarna sintetis atau buatan. Naftol tergolong kedalam zat
pewarna reaktif yang banyak kita jumpai di pasaran. Penggunaan pewarnaan
naptol ini di pakai bapak Sudarto karena penggunaannya yang mudah dan
praktis tidak memakan banyak waktu. Selain itu juga daya tahan zat pewarna
ini cukup kuat.
Gambar 2.22 Naptol
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
b. Kostik
Kostik merupakan kristal campuran pewarna naptol
Gambar 2.23 Kostik
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
c. Benang
Benang merupakan bahan dasar dalam membuat kain tenun ikat. Seperti
yang dikatakan oleh Dahlan, 1982:
“Bahan baku dalam pembuatan kain adalah benang. Sesuai dengan maksud
proses dan tujuan akhirnya benang tersebut dapat dibedakan dalam benang
lungsi, pakan dan benang rajut. Sedangkan sesuai penggunaannya benang itu
masih dibedakan pula dalam jenis seratnya seperti kapas, sutera, dan benang
serap campuran, disamping macamnya yaitu benang-benang tunggal, rangkap
dan gintir”(h.9).
Gambar 2.24 Benang
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
2. Alat
a. Mesin Hang
Yaitu mesin atau alat yang digunakan untuk memintal benang sebelum
melakukan proses pewarnaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 2.25 Mesin Hang
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
b. Mesin Kelos (Klos)
Masyarakat Sukoharjo menyebut mesin ini dengan sebutan mesin klos-
klosan. Mesin ini digunakan untuk memintal benang ke sebuah benda yang
disebut kletek.
Gambar 2.26 Kelos (Klos)
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
c. Kletek
Alat yang terbuat dari bahan dasar kayu ini merupakan alat yang
digunakan untuk meletekan benang pakan maupun benang lungsi sehingga
menjadi sebuah gulungan-gulungan kecil.
Gambar 2.27 Kletek
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
d. Malet
Alat yang disebut malet ini digunakan untuk meletakan benang pakan
yang dimana nantinya akan diletakan didalam (tropong) atau Tereopong.
Gambar 2.28 Malet
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
e. Teropong (Tropong)
Masyarakat desa biasanya menyebut alat ini dengan sebutan tropong.
Alat yang digunakan untuk meletakan benang pakan.
Gambar 2.29 Teropong
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
f. Timbangan
Digunakan untuk menimbang bahan pewarna dengan bahan campuran
seperti naptol dan kostik.
Gambar 2.30 Timbangan
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
g. Mesin Sekir
Mesin ini dibagi menjadi dua macam yaitu mesin sekir Bom (untuk
benang lungsi) dan sekir plangkan (untuk proses benang pakan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 2.31 Skir Bom
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
Gambar 2.32 Skir Plangkan
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
h. Mesin Tenun
Mesin tenun merupakan alat yang terdiri dari bagian-bagian pokok yaitu
seperti, rangka mesin, poros utama (berfungsi untuk menggerakan lade maju
atau mundur, dengan kata lain sebagai penggerak proses pengetekan dari pada
terjadinya pertenunan), poros pukulan (berfungsi untuk memukul teropong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
didalam laci sehingga teropong dapat meluncur dari laci kiri ke laci kanan),
lade (untuk tempat penyimpanan dan meluncurnya teropong dan merapatkan
benang pakan setiap proses pertenunan), gun dengan bagian-bagian pembentuk
mulut lungsi (untuk mengatur benang-benang lungsi helai per helai sesuai
dengan jumlah lungsi dan rencana tenunnya), rol penggulung lungsi dan
penggulung kain(berfungsi untuk menggulung lungsi dibuat dari kayu atau
logam (pipa) (Liek Soeparli,dkk., 1973: 5-9). Di bawah ini merupakan bagian-
bagian mesin tenun tradisional:
1. Bom lungsi
2. Bom Kain
3. Poros Utama
4. Rangka Gun
5. Rol Kerekan
6. Rol Injakan
7. Lade
8. Poros Lade
9. Benang Lungsi
10. Kain Tenunan
Gambar 2.33 Bagian-bagian Mesin Tenun
(Sumber: Liek Soeparli,dkk., 1973: 12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Seni Kerajinan
H. Kerangka Berfikir
Dalam penelitian ini kerangka pemikiran ditulis untuk mempermudah
dalam penalaran dan masalah yang didasarkan pada tema, yang digambarkan
sebagai berikut :
Gambar Bagan 2 Kerangka Berfikir
Keterangan :
Kerajinan terdiri dari beberapa macam, salah satunya adalah kerajinan kain
tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) atau yang biasa di sebut dengan kain
tenun ikat tradisional. Kerajinan tenun ikat ini termasuk ke dalam seni kriya tekstil.
Seni kerajinan tenun ikat ini sangatlah penting karena disamping sebagai salah satu
warisan budaya bangsa, tenun ikat juga mempunyai peran yang sangat penting dalam
Seni Kerajinan Tenun Ikat ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung
Goyor Bapak Sudarto
Latar Belakang Kerajinan Tenun Ikat
ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin)
Bapak Sudarto
Bentuk Motif Kerajinan Tenun Ikat ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin)
Bapak Sudarto
Proses Pembuatan
Kain Tenun
Visualisasi Kerajinan Tenun Ikat ATBM
( Alat Tenun Bukan Mesin ) Bapak
Sudarto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
perekonomian bangsa. Untuk itu kita sebagai masyarakat bangsa perlu melestarikan
dan mengembangkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
Kerajinan tenun ikat bapak Sudarto merupakan salah satu tempat yang ikut
serta dalam melestarikan dan mengembangkan kerajinan tenun ikat ATBM Alat
Tenun Bukan Mesin) yang dapat dilihat dari sejarah yang melatarbelakangi
berdirinya usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor, ide penciptaan sampai dengan
proses pembuatan tenun ikat dan visualisasi dari kerajinan tenun ikat ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin) yaitu sarung goyor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian kerajinan tenun ikat ini dilaksanakan di Kelurahan Pojok,
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, tepatnya di Desa Kenteng Rt.01/ Rw
05. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian didaerah tersebut adalah (1)
Kerajinan tenun ikat Bapak Darto merupakan salah satu indusrti yang ikut serta
dalam usaha mengembangkan dan melestarikan seni kerajinan tenun ikat di
Indonesia. (2) Selain sebagai tempat pembuatan tenun ikat, ditempat tersebut juga
sebagai tempat pengumpulan terakhir produk kerajinan tenun ikat dari setiap
cabangnya yang tersebar luas disekitar daerah Sukoharjo sebelum sampai pada proses
pengiriman (ekspor). Sehingga dari lokasi tersebut dapat dikumpulkan data secara
lengkap. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2012. Akan
tetapi apabila data-data dalam penelitian belum mencukupi, tidak menutup
kemungkinan pelaksanaan penelitian ini di perpanjang waktu penelitiannya hingga
kekurangan data-datanya menjadi lengkap.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Dengan melihat permasalahan yang ada maka bentuk dan strategi penelitian
ini menggunakan deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Lexy J
Moleong, 1989: 3) mendefinisikan “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati”. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar
dan individu tersebut secara holistik (utuh).
Berdasarkan masalah diatas strategi yang digunakan dalam penelitian
deskriptif ini adalah studi kasus tunggal terpancang. Disebut terpancang karena
dimana sebelum melakukan kegiatan penelitian sebelumnya sudah direncanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
untuk mengetahui latar belakang sejarah pembuatan tenun ikat, mengetahui alat dan
bahan pembuatan kain tenun ikat, dan proses pembuatan kain tenun ikat khususnya
dalam pembuatan kain tenun ikat sarung goyor yang menjadi ciri khas masyarakat
Sukoharjo khususnya. Sehingga studi kasus tunggal ini dimaksudkan bahwa
penelitian hanya mengadakan penelitian pada satu lokasi saja.
C. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lainnya (Lexy J Moleong, 1989: 122). Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Informan, Tempat Peristiwa, dan Arsip atau Dokumen. Ketiga
sumber data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Informan
Informan merupakan orang yang memberikan informasi tentang situasi yang
diteliti, yaitu memberikan informasi tentang latar belakang berdirinya kerajinan tenun
ikat dan proses pembuatan kerajinan tenun ikat sarung goyor.
Dalam penelitian ini digunakan dua kategori informan, yaitu informan pokok
dan informan pelengkap. Informan pokok yang dimintai informasi mengenai masalah
yang terkait dengan penelitian ini adalah: Bapak Sudarto sebagai pemilik usaha
kerajinan tenun ikat. Sedangkan informan pelengkap yang digunakan untuk menggali
informasi adalah; Joko sebagai pewaris tunggal kerajinan tenun ikat, dan para
karyawan usaha kerajinan tenun ikat.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat yang dijadikan sebagai sumber data yang bersifat umum dalam
penelitian ini adalah mencakup seluruh lingkungan Desa Kenteng. Sedangkan tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
yang dijadikan sebagai sumber data yang bersifat khusus diarahkan pada berbagai
tempat yang digunakan untuk mengerjkan kerajinan tenun ikat di Desa Kenteng.
Peristiwa-peristiwa yang dikaji pada umumnya meliputi perilaku sehari-hari
pengrajin setempat yang berkaitan dengan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin).
3. Arsip atau Dokumen
Menurut Nasution (1996: 85) data dalam penelitian naturalistik kebanyakan
diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi dan
wawancara. Arsip atau dokumen merupakan sumber data bukan manusia atau non
human resources, melainkan berupa benda di antaranya gambar atau foto dan
rekaman peristiwa.. Dalam penelitian ini dokumen yang diambil adalah kain tenun
ikat berupa sarung goyor dan buku-buku yang berhubungan dengan kain tenun ikat
tradisional.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam
penelitian guna mendapatkan data-data yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan yang ada. Menurut Goetz dan LeCompete (dalam H.B Sutopo, 2002:
58) adapun strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat
dikelompokan kedalam dua cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan data yang
bersifat interaktif dan non interaktif .
Maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi Langsung
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang
berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar (H.B Sutopo,
2002: 64).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi langsung yaitu penulis
secara langsung terjun ke lokasi penelitian untuk mengamati kegiatan dengan
menggunakan situasi yang sebenarnya. Pada observasi langsung dapat dilakukan
dengan mengambil peran atau tak berperan. Menurut Spradley menjelaskan bahwa
pelaksanaan teknik dalam observasi dapat dibagi menjadi (1) Tak berperan sama
sekali. (2) Observasi berperan yaitu terdiri dari (1) Berperan pasif, (2) Berperan aktif
dan (3) Berperan penuh, dalam arti peneliti benar-benar menjadi warga (bagian) atau
anggota kelompok yang sedanh diamati (H.B Sutopo: 2002, 64-65).
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Lexy J Moleong, 1989: 148).
Wawancara didalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan
secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup seperti didalam penelitian
kuantitatif, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut “wawancara
mendalam” (H.B Sutopo, 2002: 59).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur
tujuannya ialah memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai latar
belakang sejarah berdirinya dan proses pembuatan tenun ikat tradisional sarung
goyor. Wawancara ini akan ditujukan kepada para informan yaitu pemilik usaha
kerajinan tenun ikat tradisional yaitu bapak Darto, putra ketiga dari bapak Darto
sebagai pewaris dan penerus usaha kerajinan tenun ikat tradisional dan para pengrajin
kerajinan tenun ikat .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3. Analisis Dokumen atau Arsip
Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak
di persiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik (Guba dan Lincoln dalam
Lexy J Moleong, 1989: 176).
Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki
posisi penting dalam penelitian kualitatif. Terutama bila sasaran kajian mengarah
pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi dimasa lampau yang
berkaitan dengan kondisi atau peristiwa masa kini yang sedang diteliti (H.B Sutopo,
2002: 69). Dalam penelitian ini dokumen yang dijadikan sumber informasi adalah
berbagai macam alat tenun, karya-karya kerajinan berupa kain tenun ikat sarung
goyor dan buku-buku yang memuat teori mengenai tenun ikat ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin).
E. Teknik Sampling
Teknik Sampling atau dapat disebut juga dengan teknik cuplikan merupakan
suatu bentuk kasus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang
mengarah pada seleksi (H.B Sutopo, 2002: 55)
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan purposive sampling
yaitu suatu teknik yang pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu. H.B Sutopo (2002: 56) menyatakan bahwa, dalam penelitian purposive
sampling cenderung peneliti memilih informan yang di anggap mengetahui informasi
dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang mantap.
Menurut Patton (dalam H.B Sutopo, 2002; 56) didalam pelaksanaan
pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Dalam penelitian ini, sampel yang
diambil adalah pemilik usaha kerajinan dan para pengrajin tenun ikat yang
merupakan bagian dari usaha kerajinan bapak Sudarto. Adapun sampel kain tenun
ikat sarung goyor yang dianalisis berupa motif, dan proses pembuatannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
F. Validitas Data
Validitas membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan
apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang
diberikan tentang dunia memang sesuai dengan yang sebenarnya ada atau terjadi.
Menurut H.B Sutopo (2002: 77) menyatakan valiliditas merupakan data yang telah
berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan
kemantapan dan kebenarannya. Untuk memperoleh keabsahan data informasi secara
lengkap dan terpercaya maka digunakan dua cara meliputi:
1. Trianggulasi
Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan
validitas dalam penelitian kualitatif. Trianggulasi merupakan teknik yang dicari pola
pikir fenomologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik simpulan yang
mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang (H.B Sutopo, 2002: 78).
Trianggulasi juga dapat diartikan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data dimana
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding.
Sedangkan menurut patton (dalam H.B Sutopo, 2002: 78) menyatakan bahwa
ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu (1) trianggulasi data (data triangulation),
(2) trianggulasi peneliti (investigator triangulation), (3) trianggulasi metodologis
(methodological triangulation), (4) triangulation teoritis (theoretical triangulation).
Teknik triangulation untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik trianggulasi data atau yang biasa disebut dengan
trianggulasi sumber. Menurut patton trianggulasi data yaitu mengarah peneliti agar
dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan beragam sumber data yang
tersedia. Artinya data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila
digali dari beberapa sumber yang berbeda (H.B Sutopo, 2002: 79). Maka data yang
diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilamana
dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Review Informan
Teknik ini juga merupakan salah satu usaha pengembangan validitas peneliti
yang sering digunakan oleh peneliti kualitatif. Review Informan yaitu pada waktu
peneliti sudah mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian
data walaupun masih belum utuh dan menyeluruh, maka unit-unit laporan yang
disusun perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang
sebagai informan pokok (key informan) (H.B Sutopo, 2002: 83 ). Maka data yang
telah disusun sementara, ditunjukkan kepada para informan untuk diperiksa apakah
ada kesalahan yang perlu direvisi sesuai dengan yang sebenarnya sehingga akan
didapat keabsahan data yang lengkap dan terpercaya.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses analisis akhir yang perlu dilakukan yaitu perlunya
pengaturan data yang telah disesuaikan (H.B Sutopo, 2002: 87). Data yang berupa
deskripsi kalimat yang dikumpulkan lewat observasi dan wawancara, mencatat
dokumen, dan lain-lain.
Penelitian ini menggunakan model analisis jalinan atau mengalir (flow model
analysis). Proses analisis dengan tiga komponen analisisnya tersebut saling menjalin
dan dilakukan secara terus menerus didalam proses pelaksanaan pengumpulan data.
Didalam model analisis jalinan ini terdapat tiga komponen alur yang saling berkaitan
serta menentukan hasil akhir analisis yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan
proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan absraksi data (H.B Sutopo, 2002 :
91). Maka dapat dikatakan bahwa reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang
mempetegas, memperpendek, membuat focus, membuat hal-hal yang tidak penting
dan mengatur data sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
2. Penyajian Data
Sebagai analisis kedua, sajian data merupakan suatu rakitan organisasi
informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian
dapat dilakukan. Menrut H.B Sutopo (2002: 92) ; menyatakan sajian data ini
merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila
dibaca, akan bisa mudah dipahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan
peneliti berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahannya
tersebut.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir dalam proses analisis data yaitu
simpulan akhir pada proses pengumpulan data. Simpulan perlu diverivikasi agar
cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggung jawabkan. Ketiga unsur tersebut
saling berkaitan dan berhubungan terus menerus selama penelitian berlangsung.
Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis model mengalir atau flow
model analysis dimana pada saat peneliti reduksi data, sajian data, dan penarikan
kesimpulan merupakan jalinan yang saling terkait sebelum, selama dan sesudah
pengumpulan data. Selain itu tiga komponen analisis tersebut aktivitasnya dapat
dilakukan dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun dengan proses
pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus (H.B. Sutopo, 2002: 95).
Dalam bentuk ini seorang peneliti tetap bergerak diantara ketiga komponen tersebut
dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung.
Apabila proses pengumpulan data sudah berakhir, peneliti tetap bergerak diantara tiga
komponen dengan menggunakan waktu yang masih tersisa. Untuk lebih jelasnya,
model analisis interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Pengumpulan Data
Reduksi
Data
Sajian Data
Penarikan
Simpulan/
Verivikasi
Gambar Bagan 3 Model Analisis Interaktif (Sumber: H.B Sutopo,
2002: 95)
H. Prosedur Penelitian
Pada tahap prosedur penelitian ini merupakan tahap yang harus dilakukan
oleh seorang peneliti, dimana dalam tahap ini penelitian akan memberikan suatu
gambaran tentang keseluruhan perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis
data serta penafsiran terhadap data yang dikumpulkan sampai dengan penulisan
laporan penelitian. Tahap penelitian yang menggambarkan kegiatan sejak persiapan
awal sampai pembuatan laporan hasil penelitian, sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Menyusun rancangan berupa usulan penelitian atau proposal.
b. Memilih lapangan penelitian yaitu Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari,
Kabupaten Sukoharjo.
c. Mengurus perijinan dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan perusahaan
atau pengrajin tenun ikat tradisional yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
d. Menjajaki keadaan lapangan yaitu peneliti mengenal segala unsur lingkungan
sosial dan fisik.
e. Memilih informan yaitu orang yang dipandang mengetahui permasalahan dalam
penelitian dan bersedia memberikan informasi kepada peneliti.
f. Menyiapkan persiapan penelitian.
2. Tahap Kerja Lapangan
a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri.
b. Mengumpulkan data melalui serangkaian observasi atau pengamatan secara
langsung mengenai tenun ikat tradisional.
c. Melanjutkan pengumpulan data yang lebih terfokus dan terinci.
3. Tahap Analisis Data
Setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul kemudian dilakukan
proses analis data. Pada tahap ini data yang terkumpul dari observasi berupa catatan
lapangan, data hasil wawancara, gambar, foto, dokumen dan sebagainya.
4. Tahap Penyusunan Laporan
Bagian terakhir dari prosedur penelitian yaitu penyusunan hasil laporan dari
mulai pelaksanaan proses awal sampai dengan proses akhir penelitian, sampai pada
penyusunan skripsi secara lengkap diantaranya:
a. Menyusun kelengkapan data yang talah terkumpul.
b. Menyusun laporan awal secara lengkap.
c. Menyusun laporan perbaikan atau memeriksa laporan.
d. Menyusun laporan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Dukuh Kenteng merupakan salah satu daerah yang terdapat di Desa Pojok,
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini
merupakan salah satu daerah yang menghasilkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin) yaitu sarung goyor.
Jarak tempuh desa ini dari ibu kota Provinsi Jawa Tengah (Semarang) sekitar
120 km. Sedangkan bila dari pusat kota Sukoharjo desa ini berjarak sekitar 7 km dan
apabila di tempuh dari pusat pemerintahan Kecamatan Tawangsari, desa ini berjarak
sekitar 3 km atau sekitar 10 menit perjalanan.
Gambar 4.1 Tugu Masuk Dukuh Kenteng
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Desa Pojok ini terletak didaerah dataran rendah, dengan ketinggian tanah dari
permukaan laut 101 m. Desa Pojok ini memiliki luas desa 256.7770 Ha yang dimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
berbatasan dengan sebelah Utara ialah Bengawan Solo, sebelah Selatan Desa
Kateguhan, Sebelah Barat Desa Tangkisan dan sebelah Timur berbatasan dengan
Desa Delangan. Desa ini memiliki suhu udara rata-rata sekitar 32ºC.
Gambar 4.2 Peta Desa Pojok
(Sumber: Arsip Kepala Desa Kenteng, 2006)
Berdasarkan data monografi terakhir Desa Pojok pada tahun 2011 penduduk
desa berjumlah 4.994 orang dengan jumlah Kepala Keluarga 1322 orang. Penduduk
yang berjenis kelamin laki-laki 2510 orang dan yang berjenis kelamin perempuan
2484 orang.
Mayoritas penduduk Desa Pojok ini merupakan pemeluk Agama Islam.
Berdasarkan data yang ada, jumlah keseluruhan penduduk yang memeluk Agama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Islam mencapai 4969 orang. Selain Agama Islam di desa ini juga terdapat pemeluk
Agama Kristen yang berjumlah 12 orang dan pemeluk Agama Katholik berjumlah 13
orang.
Dibawah ini merupakan tabel data kependundudukan Kelurahan Pojok tahun
2011.
Tabel 4.1 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Tahun 2011
1. Jumlah Kepala Keluarga : 1.322 KK
2. Penduduk Menurut Jenis Kelamin
a. Laki-laki : 2.510 orang
b. Perempuan : 2.482 orang
Jumlah : 4.994 orang
3. Penduduk Menurut Kewarganegaraan
a. WNI : 4.994 orang
b. WNA : - orang
4. Penduduk Menurut Agama
a. Islam : 4.969 orang
b. Kristen : 12 orang
c. Katholik : 13 orang
d. Hindu : - orang
e. Budha : - orang
Jumlah : 4.994 orang
(Sumber: Data Monografi Kelurahan Pojok Tahun 2011)
Dalam kehidupannya, penduduk Desa Pojok memiliki berbagai macam jenis
mata pencarian yang beragam berdasarkan data di Kelurahan. Penduduk yang
bermata pencarian sebagai karyawan sebanyak 78 orang, 635 orang bermata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
pencarian sebagai wiraswasta, Petani 902 orang, Pertukang atau Buruh Bangunan
sebanayak 287 orang, Buruh Tani 1.020 orang, bekerja dibidang Jasa 28 orang dan
Pensiunan sebanyak 13 orang.
Dibawah ini merupakan tabel data kependundudukan Kelurahan Pojok tahun
2011 menurut mata pencarian.
Tabel 4.2 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Menurut Mata Pencarian
Tahun 2011
Mata Pencarian
1. Karyawan : 78 orang
2. Wiraswasta : 635 orang
3. Petani : 902 orang
4. Pertukangan atau Buruh Bangunan : 237 orang
5. Buruh Tani : 1.020 orang
6. Pensiunan : 13 orang
7. Nelayan : - orang
8. Pemulung : - orang
9. Jasa : 28 orang
(Sumber: Data Monografi Kelurahan Pojok Tahun 2011)
B. Latar Belakang Awal Berdirinya Kerajinan Tenun Ikat ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin) Bapak Sudarto
Usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) atau biasa yang
disebut dengan tenun ikat tradisional milik bapak Sudarto ini merupakan industri
rumah tangga yang membuat kerajinan sarung goyor. Dimana kerajinan ini menjadi
ciri khas dari Desa Pojok, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo. Tradisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
tenun ikat ini sudah berkembang sejak tahun 1950 an yang diwarisi secara turun
temurun hingga sekarang.
Sejarah adanya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di
Dukuh Kenteng ini ialah bermula dari kampung sebelah, dimana kerajinan tenun ikat
ini sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka. Para buruh pengrajin tenun ikat
yang berasal dari Dukuh Kenteng mereka bekerja di tempat usaha kerajinan tenun
ikat di dukuh sebelah dan mereka selalu menyelesaikan pekerjaannya di rumah. Maka
dari itu kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) berkembang ke
Dukuh Kenteng.
Awal mula berdirinya kerajinan tenun ikat milik bapak Sudarto atau yang
biasa dipanggil dengan nama pak Darto ini ialah berawal dari usianya yang masih
sangat muda yaitu 18 tahun yaitu sekitar tahun 1972. Maka usaha kerajinan tenun ikat
ini sudah berjalan selama kurang lebih 40 tahun. Beliau lahir pada tahun 1953.
Dimana pada mulanya pak Darto di usia tersebut pak Darto hidup sebagai seorang
pedagang es cendol.
Kampung Arab merupakan salah satu daerah di kota Solo yang di jadikan
sebagai tempat berjualan es cendol. Penghasilannya dari berjualan es cendol tersebut
dikumpulkannya dan dibelikan 12 ekor kambing. Bapak Sudarto sempat berfikir
untuk membuka usaha lain yaitu dibidang pertenunan. Keahliannya di bidang tenun
ini di dadapatnya sewaktu beliau masih bekerja di tempat kerajinan tenun ikat milik
orang lain. Dari pengalamannya tersebutlah bapak Sudarto memberanikan diri
membuka usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Namun niat
beliau itu sempat tertunda karena terkendalanya masalah biaya. Namun pada akhirnya
bapak Sudarto nekat menjual 12 ekor kambing tersebut sebagai modal usahanya
dalam mendirikan usaha tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) dan bapak
Sudarto pun memiliki satu buah mesin tenun tradisional. Pada waktu itu bapak
Sudarto belum memiliki seorang istri. Seiring dengan berjalannya waktu bapak
Sudarto memiliki tambahan mesin tenun sebanyak 24 buah mesin dan memiliki 67
orang karyawan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Bapak Sudarto yang berpendidikan terakhir SR (Sekolah Rakyat) ini pada
akhirnya menikah dan memiliki tiga orang anak. Namun dalam perjalanan usahanya
tidak selancar dengan apa yang beliau pikirkan. Sekitar tahun 1975 usaha kerajinan
tenun ikat bapak Sudarto mengalami masa-masa kebangkrutan total. Kerajinan tenun
ikatnya berupa sarung goyor yang diperjual belikan di pasar lokal yaitu pasar Klewer
mengalami kendala yaitu, sarung goyor milik bapak sudarto tidak laku dipasaran
khususnya pasar lokal karena kurang berminatnya masyarakat lokal sekitar pada
sarung goyor. Bapak Sudarto sempat putus asa dan pada akhirnya menghentikan total
usahanya selama kurang lebih 5 tahun yaitu, sekitar tahun 1981. Rumah yang sempat
dijadikan sebagai tempat usahanya kerajinan tenun ikat tradisional tersebut pada
akhirnya harus di segel bank. Karena pada masa itu pak Darto sempat meminjam
uang kepada bank sebagai tambahan modal usahanya.
Bapak Sudarto pun sempat berganti-ganti profesi diantaranya yaitu, beliau
pernah menjadi seorang kernet bus, lalu beliau juga merantau ke Jakarta untuk
berjualan es potong beliau berjualan di sekitar jembatan besi (salah satu nama tempat
di daerah Jakarta) selama kurang lebih 6 bulan. Dan beliau juga sempat berganti
profesi lagi sebagai penjual bakso di Surabaya selama 5 bulan dan kembali pergi
merantau ke Medan untuk berjualan sebagai pedagang es cendol kurang lebih 1 tahun
2 bulan. Yang pada akhirnya uang hasil berdagang tersebut beliau gunakan untuk
membayar angsuran kepada bank. Maka dari itu putra pertama bapak Sudarto di beri
nama Selamet Prihatin karena kehidupan bapak Sudarto saat menjalani usaha tenun
ikatnya mengalami berbagai macam cobaan yang membuat kehidupan bapak menjadi
sangat prihatin.
Pada akhirnya bapak Sudarto kembali memiliki keyakinan untuk mendirikan
kembali usahanya di bidang kerajinan tenun ikat tersebut. Dan berkat dorongan sang
istri dan tekad bapak Sudarto yang begitu yakin, beliau berusaha mendirikan kembali
usaha kerajinan tenun ikatnya yang sempat bangkrut. Dengan modal perhiasan milik
sang istri seberat 3,5 gr emas atau seharga Rp. 16.700 Bapak Sudarto membelanjakan
uang tersebut untuk membelikan bahan baku pembuatan tenun ikat yaitu benang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
lungsi sebanyak seperempat pack dan setengah pack benang pakan, sisanya dibelikan
pewarna naptol sebanyak 25 gr.
Selama kurun waktu 7 bulan kerja menjalani usahanya tersebut bapak Sudarto
tidak tinggal diam beliau juga menjalani sebuah ritual. Ritual itu bapak Sudarto
lakukan untuk berdoa kepada Allah SWT memohon agar usahanya diberikan
kelancaran. Seperti yang diutarakan Bapak Sudarto pemilik kerajinan tenun ikat
ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin):
“Aku mbak selama waktu tujuh bulan penuh, bapak ini menjalani sebuah
ritual. Ritual ini hampir setiap hari bapak jalani dan hampir setiap malam juga
tidak tidur. Yang pada akhirnya mata bapak ini sakit dan mengalami
pembengkakan selama satu minggu. Karena sakit mata tersebut akhirnya
bapak menyelesaikan ritual ini.”
Maka hasil dari menjalani ritual dan berkat tekatnya yang kuat tersebut usaha
beliau semakin hari mengalami kemajuan pesat. Dari mulai beliau hanya memiliki
satu buah mesin tenun sekarang beliau sudah memiliki 32 buah mesin tenun dan yang
tadinya hanya memiliki 63 karyawan sekarang bertambah menjadi 74 karyawan tetap.
Bapak Sudarto juga tidak pernah ketinggalan mengikuti berbagai macam pameran
industri. Maka Dari situlah bapak Sudarto dapat memasarkan dan memamerkan
kembali hasil kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) nya kepada
masyarakat luas. Hingga pada akhirnya tenun ikat yang berupa sarung goyor tersebut
sampai pada pasar internasional yaitu Pakistan, Libia, dan Hongkong.
Hingga pada suatu saat bapak Sudarto mengikuti sebuah pelatihan yang dibina
oleh bapak Tiyoso yang sewaktu itu masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Pelatihan ini diberikan kepada para pengusaha industri kecil untuk membantu para
pengrajin dalam memperdalam ilmunya di bidang kewirausahaan. Dari sanalah usaha
kerajinan bapak Sudarto diberi nama PERUSAHAAN MAJU oleh bapak Tiyoso,
karena pada waktu mengikuti pelatihan pak Darto belum mempunyai nama usaha
kerajinannya. Usaha beliau dapat berkembang dan bertahan hingga sekarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Gambar 4.3 Tempat Produksi Tenun Ikat Perusahaan Maju
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Berkat keuletannya sekarang bapak Sudarto sudah memiliki cabang di sekitar
daerah sukoharjo yaitu diantaranya Tawangsari, Weru dan Klaten. Cabang-cabang ini
beliau modali dan beliau bimbing sendiri. Dan cabang-cabang tersebut dijadikan
sebagai tempat proses menenun kain sarung goyor karena untuk dirumah hanya
dilakukan proses pencelupan warna. Kegiatan ini dilakaukan dikarenakan pesanan
bapak Sudarto yang semakin hari semakin bertambah. Cabang-cabang tersebut
diantaranya;
1. Desa Malangan terdapat lima usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin) yang masing-masing dipimpin oleh bapak Tarno, Samsuri, pak
Bayan Sumanto, dan Bapak Widnyo.
2. Desa Gemethuk terdapat satu usaha kerajinan di pimpin oleh Pa Ji.
3. Desa Grogolan yaitu daerah Weru terdapat satu usaha kerajinan tenun yang
dipimpin oleh ibu Murtini.
4. Desa Tegal Rejo terdapat dua usaha kerajinan tenun yang di pimpin oleh bapak
Lurah Triyono dan ibu Sri (Klaten).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
5. Desa Gunung Gajah di pimpin oleh ibu Sari (Klaten).
6. Desa Gajal Rejo di pimpin oleh ibu Poniem (Klaten).
7. Desa Trucuk di pimpin oleh pak Sugimin (Klaten).
8. Desa Kalioso terdapat dua cabang kerajinan tenun yang di pimpin oleh Mas
Bambang dan pak Budi (Klaten).
9. Desa Cawas di pimpin oleh ibu Parini (Klaten).
Sedangkan untuk daerah Desa Tawangsari sendiri yaitu, dipimpin oleh ibu
Marni, ibu Jadi, ibu Hasri, dan mbak Ririn yang tidak lain ialah keponakan dari pak
Darto.
C. Proses Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung
Goyor Milik Bapak Sudarto
Dalam pembuatan sebuah kain tenun ikat diperlukan keterampilan tangan
manusia. Untuk proses benang pakan dan lungsi membutuhkan waktu yang cukup
lama. Dibawah ini merupakan tahap-tahap proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin):
1. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat tenun ikat ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin) sarung goyor:
a. Benang
Benang merupakan salah satu bahan utama yang digunakan dalam
pembuatan tenun ikat. Biasanya bapak Sudarto selalu membeli benang di PT.
Agung Sejahtera yaitu yang terletak di daerah Palur, Karanganyar, Jawa tengah.
Dan tiap pembelian satu karung berisi 12 cones.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Gambar 4.4 Benang dalam Hitungan Cones
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.5 Benang dalam Hitungan Streng
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Dalam pembuatan tenun ikat untuk membedakan kain atau sarung goyor
itu lembut atau kasarnya dapat di lihat dari benangnya, apakah benang tersebut
dobel atau tidak. Seperti 20
/ S, S yang menandakan bahwa benang tersebut
singel atau tidak dobel mak kain atau sarung goyor tersebut akan terasa kasar
dan tipis. Sedangkan 20
/ 40 menandakan bahwa benang tersebut dobel. Semakin
besar ukuran benang berarti menandakan bahwa kain itu semakin halus dan
sebaliknya apabila ukuran benang semakin kecil maka kain semakin kasar tipis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
b. Pewarna (Naptol)
Untuk bahan pewarnaan yang digunakan oleh Perusahaan Maju milik
bapak Sudarto ialah pewarna kimia yang disebut dengan Naptol. Naptol
tergolong kedalam zat pewarna reaktif yang banyak kita jumpai di pasaran.
Menurut bapak Sudarto menggunakan warna kimia lebih mudah dibandingkan
dengan pewarna alami. Selain itu juga daya tahan zat pewarna inipun cukup
kuat. Bahan pewarna ini juga menggunakan pembangkit warna garam.
Karena sarung goyor milik bapak Sudarto ini merupakan pesanan dari
luar negeri maka warna sarung yang diminta haruslah serupa atau sama, apabila
menggunakan bahan pewarna alami warna sarung satu dengan yang lain akan
berbeda dan pemesanpun akan mengembalikan sarung goyor tersebut kepada
bapak Sudarto. Maka dari itu bapak Sudarto menggunakan bahan pewarna
kimia. Biasanya bapak Sudarto selalu membeli bahan pewarna tersebut di toko
Jaya Agung yaitu di pasar klewer, Solo.
Untuk membuat warna yang di inginkan pada benang adapun bahan
campuran seperti:
1.) Kostik Toletan:
a. Merah:
- AS 1/
2 Ons
Gambar 4.6 Bahan AS
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
- BS 1/
2 Ons
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Gambar 4.7 Bahan BS
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
- Kostik 25 gr
Kostik merupakan bahan kristal campuran pewarna naptol.
Gambar 4.8 Kostik
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
b. Kuning:
- ASG 1/
2 Ons
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Gambar 4.9 Bahan ASG
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
- BS 1/
2 Ons
- Kostik 25 gr
2.) Garam Plangkan:
a. Satu Plangkan:
- AS 25 gr
Gambar 4.10 Bahan AS
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
- BO 25 gr
- Kostik 15 gr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
3.) Naptol Plangkan:
a. Satu Plangkan Merah:
- Mr B 25 g
Gambar 4.11 Bahan Mr B
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
- Gp 25 gr
Gambar 4.12 Bahan GP
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
b. Satu Plangkan Biru:
- Br B 50 gr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Gambar 4.13 Bahan Br B
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
4.) Garam Benang Lungsi:
a. Satu Pres:
- AS 1 Ons
- BO 3 Ons
- Kostik 1,5 Ons
5.) Naptol Benang Lungsi:
a. Satu Pres:
- Gp 3 Ons
- Mr B 3 Ons
6.) Naptol Plangkan Hijau:
a. Satu Plangkan:
- Kostik 40 gr
- Hidro 150 gr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Gambar 4.14 Bahan Hidro
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
- Hijau green B 50 gr
Gambar 4.15 Hijau Green B
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
- Coloan RSN 5 gr (satu pucuk sendok)
7.) Naptol Lungsi Hitam:
a. SN 1/
2 Kg
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Gambar 4.16 Bahan SN
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
b. Sliper 1/ 2 Kg
Gambar 4.17 Bahan Sliper
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012
c. Hakol
Hakol adalah bahan yang di gunakan untuk memutihkan benang. Pada
kain tenun ikat yang memiliki kualitas kain yang baik biasanya benang
diputihkan dengan menggunakan bahan yang disebut dengan Hakol. Dan
ukuran bahan Hakol yang di gunakan untuk memutihkan benang yaitu
sebanyak satu pres 1/
2 ons.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Gambar 4.18 Hacol
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
d. Ramasit
Ramasit merupakan bahan khusus yang digunakan oleh bapak Sudarto
untuk melembutkan kain tenun ikat setelah mengalami proses penenunan atau
setelah tenunan menjadi sarung goyor, agar kain tidak terasa kasar.
Gambar 4.19 Ramasit
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
e. Tinta
Tinta digunakan untuk membuat gambar atau mendesain motif tenun
ikat. Tinta yang digunakan berbeda dengan tinta pada umumnya. Tinta ini
dubuat sendiri oleh bapak Sudarto dan berasal dari bahan bekas yaitu arang
yang berasal dari batu baterai bekas yang dicampur dengan sedikit air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Gambar 4.20 Tinta
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
f. Tepung Kanji
Tepung kanji merupakan bahan yang diperoleh dari umbi akar ketela
pohon atau dalam bahasa indonesia yaitu singkong. Tepung ini sering
digunakan untuk membuat makanan dan bahan perekat. Maka dari itu dalam
proses tenun ikat bahan tepung kanji ini digunakan sebagai perekat kain tenun
agar warnanya tidak mudah luntur.
g. Tawas
Garam rangkap sulfat dan aluminium sulfat, dipakai untuk
menjernihkan air atau campuran bahan celup. Tawas ini juga digunakan oleh
bapak Sudarto sebagai bahan campuran tenun ikat.
Gambar 4.21 Tawas
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
h. Minyak Goreng
Gambar 4.22Minyak Goreng
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
i. Minyak Tanah
Minyak tanah adalah cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan
merupakan bahan yang mudah terbakar. Bahan-bahan tersebut seperti minyak
sayur, minyak tanah, tawas dan tepung kanji digunakan oleh bapak Sudarto
biasanya digunakan untuk bahan campuran dalam proses pencelupan warna
benang lungsi, agar warna tidak mudah luntur dan warna menjadi tahan lama.
Gambar 4.23 Minyak Tanah
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
2. Alat-alat yang digunakan untuk untuk membuat membuat tenun ikat ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor:
a. Mesin Hang
Mesin hang merupakan mesin yang digunakan untuk memintal benang
sebelum benang menjadi gulungan-gulungan yang siap dicelup ke dalam
pewarna. Mesin hang ini terdiri dari beberapa gulungan-gulungan benang yang
dimana benang-benang tersebut biasa disebut dengan streng. Dan dalam setiap
5 streng berasal dari 1 cones gulungan benang.
Gambar 4.24 Mesin Hang
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
b. Mesin Kelos atau Erek
Mesin kelos atau erek ini digunakan untuk memintal benang ke kletek,
setelah benang mengalami proses pencelupan warna. Biasanya masyarakat desa
setempat menyebutnya dengan mesin klos-klosan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Gambar 4.25 Mesin Kelos
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
c. Kletek
Merupakan sebuah alat yang terbuat dari kayu dan alat ini digunakan
untuk menggulung atau meletakkan benang pakan maupun benang lungsi
menjadi sebuah gulungan-gulungan kecil seperti gambar dibawah ini.
Gambar 4.26 Kletek
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
d. Malet
Alat yang disebut malet ini digunakan untuk meletakkan benang pakan
yang dimana nantinya akan diletakan di dalam tropong atau Teropong. Malet
ini digunakan untuk meletakkan gulungan benang yang digunakan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
bahan baku untuk benang yang membujur pada kain (lebar kain atau benang
pakan).
Gambar 4.27 Malet
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
e. Teropong
Bapak Sudarto biasanya menyebut alat ini dengan sebutan tropong.
Teropong merupakan alat yang digunakan untuk meletakkan benang pakan
didalammya terdapat malet.
Gambar 4.28 Teropong
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
f. Timbangan
Digunakan untuk menimbang bahan pewarna dengan bahan campuran
seperti naptol dan kostik. Penimbangan warna ini dilakukan agar takaran warna
sesuai dengan yang dibutuhkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Gambar 4.29 Timbangan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
g. Mesin Sekir
Mesin sekir ini dibagi menjadi dua macam yaitu mesin sekir Bom
(untuk benang lungsi) dan sekir plangkan (untuk proses benang pakan).
1.) Sekir Plangkan
Sekir ini digunakan untuk menata benang-benang ke sebuah bidang yang
disebut dengan plangkan. Plangkan ini akan berputar dan benang akan
terisi memenuhi bidang plangkan.
Gambar 4.30 Sekir Plangkan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
2.) Sekir Bom
Sekir bom ini digunakan dalam proses benang lungsi yang telah melalui
tahap pewarnaan benang lungsi.
Gambar 4.31 Sekir Bom
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
h. Penggaris
Penggaris ini digunakan untuk mengukur jarak motif pada sebuah
bidang yang akan dibuat pada plangkan. Bapak Sudarto biasa menyebutnya
dengan sebutan blak.
Gambar 4.32 Penggaris (blak)
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
i. Plangkan
Alat yang terbuat dari kayu berbentuk persegi empat yang digunakan
sebagai bidang benang untuk pembuatan motif atau desain tenun ikat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Gambar 4.33 Plangkan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
j. Mesin Cuci
Mesin cuci ini digunakan bapak sudarto untuk mengeringkan benang
pakan ataupun benang lungsi. Karena dengan menggunakan mesin cuci ini
benang dapat kering dengan cepat dan lebih mempersingkat waktu, mengingat
pesanan bapak sudarto yang semakin banyak.
Gambar 4.34 Mesin Cuci
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
k. Tali Rafia
Tali rafia ini dipakai sebagai pengikat benang dalam membuat motif
tenunan. Motif yang di ikat tidak terkena pewarna.
Gambar 4.35 Tali Rafia
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
l. Gawangan
Gawangan merupakan alat yang terbuat dari kayu. Gawangan ini
digunakan sebagai sandaran plangkan pada saat dilakukan proses
penggambaran motif atau mendesain motif.
Gambar 4.36 Gawangan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
m. Gunting untuk Merapihkan Benang
Bapak Sudarto biasa menyebutnya dengan catut. Alat ini digunakan
untuk merapihkan sisa-sisa benang yang masih ada di sarung. Biasanya benang
tersebut menjadi serabut-serabut di pinggiran sarung goyor.
Gambar 4.37 Gunting untuk Merapihkan Benang (catut)
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
n. Mesin Tenun
Mesin yang terdiri dari beberapa bagian alat seperti tropong dan malet
yang digunakan untuk meletakan benang pakan. Alat ini digunakan untuk
proses menenun yaitu merangkai beberapa benang yang sudah melalui tahap
pewarnaan menjadi sebuah kain atau sarung. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
merupakan alat yang digunakan untuk melakukan penenunan yang digerakkan
oleh manusia. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) ini dapat dipergunakan sambil
duduk di lantai maupun di atas bangku (biasanya terdapat pada industri tekstil
kecil).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Gambar 4.38 Mesin Tenun
Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
3. Proses dalam Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)
sarung goyor :
Dalam tahap pembuatan sebuah kain atau sarung goyor tenun ikat ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin) diperlukan keterampilan tangan manusia. Untuk proses
pembuatan benang lungsi dan benang pakan diperlukan waktu yang cukup lama.
Maka di bawah ini merupakan proses pembuatan tenun ikat sarung goyor ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin):
a. Proses Pembutan Benang Lungsi:
1.) Pemintalan Benang
Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan benang pakan adalah
proses pemintalan benang menggunakan alat yang disebut dengan mesin
hang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Gambar 4.39 Proses Memintal Benang
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
2.) Pemutihan Benang
Tahap kedua yang dilakukan ialah proses memutihkan benang dengan
menggunakan hakol. Yaitu dengan cara hakol dilarutkan dengan menggunakan
air biasa. Untuk satu pres benang lungsi diperlukan ½ ons hakol, setelah itu
benang dikeringkan dan dijemur di bawah sinar matahari.
Gambar 4.40 Proses Pemutihan Benang
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Gambar 4.41 Proses Penjemuran Benang
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
3.) Penimbangan Bahan Pewarna
Tahap yang ke tiga setelah pemutihan benang ialah menimbang
banyaknya bahan pewarna yang akan digunakan pada setiap satu pres benang.
Gambar 4.42 Proses Penimbangan Bahan Pewarna
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Adapun takaran bahan pewarna yang digunakan untuk mewarnai
benang lungsi pada perusahaan Maju milik bapak Sudarto yaitu:
Garam Benang Lungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Satu pres benang lungsi: GP 3 ons
Mr B 3 ons
Naptol Benang Lungsi
Satu pres benang lungsi: AS 1 ons
BO 3 ons
Kostik 1,5 ons
4.) Pencelupan Warna
Tahap yang selanjutnya ialah proses pemberian atau pencelupan warna
naptol pada benang yang masih putih ataupun benang yang sudah diputihkan
dengan bahan kimia yang disebut dengan hakol. Setelah itu benang lungsi
dicelupkan kedalam bahan pewarna. Bahan campuran pewarna tersebut
dilarutkan dengan air mendidih dan benang dimasak bersama pewarna selama
kurang lebih satu jam. Cara ini dilakukan agar bahan pewarna dapat meresap
dan merata keseluruh bagian benang (agar benang tidak belang).
Gambar 4.43 Proses Pewarnaan Benang Lungsi
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
5.) Pengkanjian (pemberian bahan campuran)
Setelah benang lungsi diberi pewarna naptol proses selanjutnya yaitu
pemberian bahan campuran yang terdiri dari minyak tanah, minyak goreng,
tepung kanji dan tawas secukupnya. Bahan-bahan tersebut dicampur menjadi
satu dan dilarutkan dengan air mendidih. Pemberian bahan campuran ini
dimaksudkan agar warna pada benang tidak mudah luntur dan menjadi lebih
kuat.
6.) Pencucian
Tahap selanjutnya yaitu pembilasan. Pembilasan ialah mencuci benang
dengan menggunakan air bersih. Tahap ini dilakukan untuk membersihkan
benang dari zat pewarna naptol dan bahan campuran.
7.) Pengeringan
Setelah benang dicelupkan kedalam pewarna naptol dan diberikan
bahan campuran tahap yang sealanjutnya yaitu pengeringan. Pengeringan ini
dilakukan dengan menggunakan mesin cuci, cara ini dilakukan untuk
mempersingkat waktu dan agar benang dapat kering dengan cepat. Karena
pesanan sarung goyor milik pak darto semakin hari semakin bertambah.
8.) Penjemuran
Tahap selanjutnya yaitu penjemuran. Benang dikeringkan kembali
dibawah sinar matahari agar benang benar-benar kering dan siap dipintal
dengan mesin kelos. Apabila benang tidak benar-benar kering ini dapat
memperlambat proses pengeklosan. Karena pada saat dikelos benang dapat
putus dengan mudah.
9.) Pengeklosan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Setelah benang dirasa cukup kering tahap selanjutnya yaitu
pengekelosan. Pengekelosan dilakukan dengan menggunakan mesin yang
disebut dengan kelos. Benang lungsi di pasang di kelos, lalu benang ditarik
dan diletakan ke dalam alat yang bernama kletek. Mesin ini dikerjakan oleh
tangan manusia.
10.) Penyekiran dengan Mesin Bom
Penyekiran dilakukan dengan menggunakan mesin sekir yang khusus
digunakan untuk benang lungsi yaitu mesin sekir bom. Ini merupakan proses
menata benang yang telah dikelos ke bom. Bom ini merupakan bagian dari
mesin tenun dimana nantinya bom yang telah terisi oleh benang lungsi akan
diletakan ke mesin tenun.
Gambar 4.44 Proses Penyekiran Mesin Bom
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
11.) Proses Menenun Benang Lungsi
Setelah benang lungsi melalui tahap-tahap di atas tersebut, proses
selanjutnya ialah pemasangan atau biasa disebut dengan penyetelan benang
lungsi ke mesin tenun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
b. Proses Pembuatan Benang Pakan:
1.) Pemintalan Benang
Dalam pembuatan benang pakan prosesnya tidak jauh berbeda dengan
proses pembuatan benang lungsi. Pertama benang harus di pintal dengan
menggunakan mesin hang terlebih dahulu. Proses ini sama dengan pembuatan
benang lungsi, hanya saja tahap-tahap pembuatan benang pakan lebih banyak
dan sedikit lebih rumit.
Gambar 4.45 Pemintalan dengan Mesin Hang
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
2.) Pemutihan Benang Pakan
Tahap yang kedua yaitu proses pemutihan benang. Proses ini sama
dengan proses memutihkan benang lungsi. Benang diputihkan agar kualitas
benang tidak terlihat kusam. Bahan yang digunakan untuk memutihkan
benang pakan ialah hacol.
3.) Pengekelosan
Proses selanjutnya yaitu pengekelosan benang pakan dengan
menggunakan mesin kelos. Benang yang telah di putihkan di pintal dan di
letakkan ke alat yang disebut dengan kletek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
4.) Penyekiran Dengan Mesin Sekir Plangkan
Sebelum masuk pada tahap menggambar desain atau mengikat,
benang harus diatur dalam plangkan. Dalam proses ini penganyaman benang
di buat di dalam plangkan yang terbuat dari kayu. Jumlah benang pakan yang
akan diikat dibuat menurut perhitungan yang tepat. Biasanya plangkan
memiliki ukuran sekitar lebar 60 cm dengan panjang plangkan 150 cm. Untuk
satu putaran plangkan benang mencapai panjang 3 m. Lebar benang pada
plangkan adalah sebagian dari lebar kain yang ada.
Gambar 4.46 Proses Penyekiran dengan Sekir Plangkan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
5.) Pengekresan (membatasi)
Pengekresan ialah membatasi atau memisah-misahkan benang pakan
dengan tali rafia. Maksud dari ngekres ini ialah agar benang pakan tidak
tercampur satu dengan yang lainnya pada saat proses pencelupan dan
menenun, juga mempermudah dalam membuat motif .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Gambar 4.47 Proses Pengekresan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
6.) Pendesainan (menggambar diatas plangkan)
Mendesain yaitu menentukan jenis corak atau gambar yang akan
dibuat atau di inginkan. Dalam desain tenun pemakaian warna harus benar-
benar diperhitungkan, karena dalam membuatan perpaduan warna dalam
pencelupan harus diperhitungkan hasil pencampurannya. Dalam setiap satu
desain plangkan biasanya digunakan ukuran satu plangkan untuk satu desain
motif atau corak tenun ikat. Biasanya bapak Sudarto sendirilah yang selalu
membuat desain dengan ide pikirannya yang terinspirasi dari lingkungan
sekitar. Namun terkadang bapak sudarto menyuruh putranya yaitu joko untuk
mendesain. Mendesain ini dilakukan langsung diatas plangkan yang telah
terdapat susunan benang-benang.
Dalam pembuatan gambar atau corak jarak antara motif satu dengan
yang lainnya di ukur dengan menggunakan penggaris yang terbuat dari kayu
yang dimana bapak Sudarto biasa menyebutnya dengan blak. Adapun poses
dalam pembuatan desain sarung goyor ini diantaranya yaitu: (1) Menyiapkan
benang di atas plangkan, (2) Membuat sket motif dengan menggunakan
pensil, (3) Sket motif dipertebal dengan menggunakan tinta yang terbuat dari
bahan bekas batu batrai. Dibawah ini merupakan desain motif sarung goyor:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
a.) Motif Ceplok Yuyu
Gambar 4.48 Desain Motif Ceplok Yuyu
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
b.) Motif Buketan
Gambar 4.49 Desain Motif Buketan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
c.) Motif ceplok tirto
Gambar 4.50 Desain Motif Ceplok Tirto
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.51 Proses Pendesainan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
7.) Pengikatan
Di dalam mengikat disesuaikan dan diperhitungkan dengan jumlah
warna dalam suatu desain pada ikatan tersebut. Urutan mengikat tersebut adalah
mulai dari warna dasar kemudian warna pokok. Untuk mengikat benang pakan
menggunakan alat pengikat yaitu tali rafia. Benang-benang yang telah digambar
atau di buat motif tersebut kemudian diikat sesuai dengan warna motif atau pola
yang di inginkan.
8.) Pencoletan Warna (pemberian kombinasi warna)
Pencoletan dalam pertenunan ialah memberi kombinasi warna atau
campuran warna yang terdapat pada benang lebih dari satu warna. Benang yang
telah diikat tersebut di colet dan diberi warna sesuai selera. Sedangkan untuk
benang pakan yang diikat dengan menggunakan tali rafia hasil akhirnya benang
tidak akan terkena oleh pewarna.
Gambar 4.52 Proses Pencoletan Warna
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Gambar 4.53 Hasil dari Pentoletan Warna
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
9.) Pembatilan (Ikat tutupan)
Pembatilan sangat erat hubungannya dengan proses pewarna atau
pencelupan. Dengan kata lain diantara membatil atau ikat tutupan dan proses
pencelupan saling berkaitan satu sama lain. Dalam satu plangkan terdapat
sebuah desain dengan menggunakan tiga macam warna, maka pembatilan atau
ikat tutupan juga dilakukan sebanyak tiga kali.
Dalam proses membatil ini tergantung berapa banyaknya warna yang
akan digunakan. Dalam penelitian ini, urutan warna dibuat dan akan didapati
suatu bentuk motif yang tegas dalam suatu proses pencelupan atau lebih
singkatnya ikat tutupan yaitu pemberian warna pokok benang plangkan
dengan warna yang diinginkan setelah itu benang yang sudah di warna ditutup
kembali dengan tali rafia dan diberi warna dasar.
10.) Pembongkaran Benang Pakan
Setelah benang di tolet warna sesuai dengan selera, benang pakan ini
dibongkar atau dilepaskan dari plangkan. Cara ini dilakukan untuk
mempermudah proses pencelupan warna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Gambar 4.54 Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.55 Hasil Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
11.) Penimbangan Bahan Pewarna
Sebelum masuk proses pencelupan warna yaitu menimbang
banyaknya warna garam dan naptol yang akan digunakan. Warna yang biasa
digunakan pak Darto dalam membuat tenun ikat sarung goyor nya ialah warna
hijau, merah dan hitam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Gambar 4.56 Penimbangan Bahan Pewarna
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
12.) Pencelupan Naptol (pencelupan warna dasar)
Proses pencelupan benang pakan ini berbeda dengan benang lungsi.
Bila benang lungsi hanya melalui satu tahap pencelupan warna sedangkan
untuk benang pakan proses pencelupan warna dilakukan sebanyak dua kali
yang pertama pencelupan kedalam garam yaitu merupakan zat pembangkit
warna dan yang kedua pencelupan ke warna naptol (khusus untuk warna
merah). Namun untuk warna hijau dan hitam hanya dilakukan satu kali
pencelupan. Benang-benang pakan yang telah dikat tersebut selanjutnya
dicelupkan kedalam pewarna. Dibawah ini merupakan proses pencelupan
warna hijau dan merah pada benang pakan:
Naptol warna hijau untuk benang pakan:
a.) Tahap yang pertama yaitu mencampurkan bahan pewarna dengan air
mendidih atau air panas. Apabila dalam pencampuran tidak
menggunakan air panas warna pada kain tidak akan jadi atau meresap
sesuai keinginan (warnanya tidak sempurna). Adapun dibawah ini
merupakan bahan campuran warna untuk satu plangkan benang yaitu:
- Kosti 40 gr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
- Hidro 150 gr
- Hijau Green B 50 gr
- Rsn 5 gr
Gambar 4.57 Proses Pencampuran Warna
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
b.) Benang-benang yang masih putih dan sudah di gambar motif lalu
benang tersebut di celupkan ke bahan campuran pewarna tersebut.
Untuk pewarna yang dilarutkan pada setiap satu ember hanya digunakan
untuk satu kali pemakaian, karena apabila digunakan untuk berkali-kali
warna tidak akan dapat meresap ke benang dan tidak akan menghasilkan
warna yang sempurna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Gambar 4.58 Proses Pencelupan Warna
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.59 Hasil Pencelupan Warna
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
c.) Tahap selanjutnya yaitu penguncian warna, dimana benang yang telah
dicelup ke warna hijau dan telah kering tersebut dicelupkan kembali ke
bahan pengguat agar wana tidak mudah luntur. Bahan pengunci warna
diantaranya yaitu:
- ASG 5 gr
- Mr B 10 gr
- Kostik Secukupnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Gambar 4.60 Proses Pemberian Zat Pengunci Warna
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Naptol warna merah untuk benang pakan:
Berbeda dengan warna hijau untuk pewarnaan warna merah
prosesnya dua kali pengerjaan dan membutuhkan waktu yang cukup
lama.
a.) Tahap yang pertama dilakukan adalah melarutkan bahan zat
pembangkit warna dengan air mendidih yang bahannya
diantaranya:
- AS 25 gr
- BO 25 gr
- Kostik 15 gr
b.) Setelah itu benang dicelupkan kedalam campuran zat
pembangkit warna dan direndam selama kurang lebih 30 menit
sebelum benang dicelupkan kedalam naptol warna merah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Gambar 4.61 Proses Pencelupan Zat Pembangkit warna
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
c.) Untuk proses pengeringan benang pakan setelah dicelup ke
dalam zat pembangkit warna, benang cukup di angin-anginkan
saja dan ditutupi dengan karung. Cara ini dilakukan agar warna
dapat meresap kedalam benang. Kemudian bila benang dirasa
cukup kering bagian ujung benamg di pisah-pisahkan atau di
pilah-pilah agar warna pada benang tidak belang nantinya.
Gambar 4.62 Proses Memilah-milah Benang Pakan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
d.) Setelah itu benang yang sudah kering dicelupkan kembali ke
pewarna naptol yang berwrna merah, yang bahannya yaitu:
- Mr B 25 gr
- Gp 25 gr
Dalam tahap pencelupan warna kedua ini naptol cukup
dilarutkan dengan menggunakan air biasa (bukan air panas).
e.) Benang dicelupkan kembali ke zat pembangkit warna atau biasa
disebut dengan bahan garam dan dicelupkan kembali ke naptol
yang berwarna merah. Tahap ini dilakukan secara berulang-
ulang kurang lebih sebanyak tiga kali.
Gambar 4.63 Proses Pencelupan Naptol yang Berwarna Merah
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
13.) Pembilasan atau Pencucian
Apabila benang dirasa cukup kering proses selanjutnya yaitu
pembilasan. Pembilasan disini ialah mencuci atau membersihkan benang
pakan tersebut dari sisa-sisa pewarna naptol.
Gambar 4.64 Proses Pembilasan Benang
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
14.) Pengeringan
Kemudian pengeringan dilakukan dengan menggunakan menggunakan
mesin cuci. Cara ini dilakukan untuk mengurangi kadar air yang meresap
didalam benang. Setelah itu benang pakan dijemur di bawah sinar matahari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Gambar 4.65 Proses Pengeringan dengan Menggunakan Mesin Cuci
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.66 Proses Pengeringan Benang dengan Sinar Matahari
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
15.) Pengoncean (membuka ikatan)
Pengoncean ialah membuka ikatan tali rafia pada benang pakan
setelah masuk tahap pencelupan warna. Biasanya karyawan bapak Sudarto
menyebut proses ini yaitu oncean. Tali dibuka satu persatu maka akan terlihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
benang dengan warna yang berbeda satu dengan yang lain, kemudian benang
dikeringkan kembali dibawah sinar matahari agar benang benar-benar kering
dan pada saat mengkelos benang tidak mudah putus.
Gambar 4.67 Pengoncean atau Oncean
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
16.) Pembongkaran
Pembongkaran ialah memintal benang dengan menggunakan mesin
yang disebut dengan mesin bongkaran. Mesin ini terbuat dari kayu dan
memiliki lubang-lubang kecil berguna untuk meletakan benang pakan. Cara
kerjanyapun tidak jauh berbeda dengan mesin kelos. Benang pakan yang telah
dicelup ke dalam pewarna kemudian dimasukan ke dalam lubang-lubang yang
dimana terdapat kurang lebih 50 lubang. Lalu benang di putar sehingga hasil
akhirnya benang pakan berbentuk streng.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Gambar 4.68 Proses Pembongkaran
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
17.) Pemaltan
Tahap yang selanjutnya ialah pemaltan. Pemaltan yaitu dimana benang
pakan yang sudah dicelup pewarna dan masuk pada proses pembongkaran
(bongkaran) benang kemudian di klenting. Klenting merupakan pengekelosan
kembali benang namun benang bukan dipindahkan ke kletek tetapi benang
dipindahkan ke alat yang disebut dengan malet.
Gambar 4.69 Pemaltan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
18.) Proses Menenun Benang Pakan
Proses yang selanjutnya yaitu menenun benang pakan dengan benang
lungsi dengan menggunakan alat tenun tradisional yaitu yang disebut dengan
ATBM (alat tenun bukan mesin).
Gambar 4.70 Tahap Menenun Kain
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
c. Proses Finishing:
1.) Penjahitan kain
Setelah benang menjadi sebuah kain tenun tahap selanjutnya yaitu
penjahitan. Penjahitan disini ialah benang yang telah terangkai menjadi sebuah
kain di jahit antara satu sisi dengan sisi yang satunya, agar kain dapat menjadi
sebuah sarung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Gambar 4.71 Penyambungan kain atau Penjahitan
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
2.) Pemberian Label
Pada tahap penyambungan kain sarung goyor ini tidak lupa juga
dipasangkan atau diberikan label pada sarung yang bertuliskan Sarung Goyor
Made In Indonesia. Untuk label bapak Sudarto biasa memesannya di pasar
kliwon. Setiap satu gulung label di belinya dengan harga Rp. 50.000, bapak
Darto membelinya sebanyak lima gulung seharga Rp.250.000.
Gambar 4.72 Label Sarung Goyor
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Gambar 4.73 Pemasangan Label Sarung Goyor
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.74 Label Pada Sarung Goyor
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
3.) Pemberian Ramasit
Tidak lupa pak Darto selalu mencelupkan sarung goyornya kedalam
bahan pelembut kain yang disebut dengan ramasit . Bahan ini merupakan bahan
khusus pelembut kain tenun ikat agar sarung goyor tidak terasa kasar.
4.) Pembilasan
Setelah sarung diberi bahan campuran tersebut, proses selanjutnya ialah
pembilasan dengan menggunakan air bersih agar sisa-sisa bahan campuran
yang melekat dapat hilang. Di bawah ini merupakan pemerasan kain setelah
proses pembilasan. Pak Darto menggunakan alat yang beliau buat sendiri dari
bambu. Sarung goyor diperas agar kadar air yang meresap pada sarung dapat
berkurang.
Gambar 4.75 Proses Pembilasan atau pencucian sarung goyor
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Gambar 4.76 Proses Pemerasan sarung goyor
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
5.) Pengeringan
Setelah sarung goyor diberi bahan penguat warna dan pelembut sarung
goyor kemudian di keringkan dibawah sinar matahari. Dalam penjemuran tidak
ditentukan berapa suhu panas yang diperlukan.
Gambar 4.77 Pengeringan Sarung di Bawah Sinar Matahari
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
6.) Pelipatan Sarung Goyor
Untuk melipat sarung goyor ini diperlukan keahlian khusus dan
dibutuhkan perhitungan yang tepat. Sarung dilipat dengan menggunakan
penggaris yang disebut dengan blak.
.
Gambar 4.78 Pelipatan Sarung Goyor
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.79 Melipat Sarung Goyor dengan Menggunakan Penggaris
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Sarung goyor produksi bapak Sudarto yang telah kering kemudian
masuk pada tahap pelipatan. Dimana saat melipat menggunakan blak atau
penggaris. Pertama sarung dilipat menjadi menjadi empat bagian yang dimana
lebar tiap bagiannya memiliki ukuran 30 cm. Setelah sarung membentuk
persegi panjang seperti gambar di atas (4.80) kemudian sarung dilipat kembali
menjadi dua bagian yang dimana proses akhir dari pelipatan ini sarung akan
memiliki lebar 30 cm dan panjang 15 cm.
7.) Pengepakan
Proses yang terakhir ialah pengepakan yaitu menghitung jumlah Sarung
goyor yang akan dikirim ke Pakistan, India, Libia, Jerman, Hongkong dan
sekitarnya. Proses ini dilakukan oleh bapak Darto sendiri. Dalam pengepakan
sarung tidak dikemas ke dalam plastik atau pembungkus lainnya, melainkan
sarung hanya ditumpuk dan diikat dengan menggunakan tali rafia. Untuk proses
pengiriman pak Sudarto tidak turun tangan sendiri, beliau hanya mengirim
sarung-sarung goyor tersebut ke Surabaya dan diserahkan kepada Mr. Abu,
yang nantinya oleh Mr. Abu sarung-sarung tersebut dikirim ke Timur Tengah
seperti Pakistan dan India melewati jalur laut.
Sedangkan untuk pengiriman ke Jerman diserahkan kepada Prof. Dr.
Mr. Hang melewati jalur udara. Maka semua biaya pengiriman bukan menjadi
tangungan pak Darto melainkan Mr. Abu dan Prof. Dr. Mr. Hang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Gambar 4.80 Pengepakan Sarung Goyor
(Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
D. Macam-macam Motif Tenun Ikat Sarung Goyor Produksi Sudarto
Banyak beragam jenis motif yang terdapat pada sarung goyor hasil produksi
bapak Sudarto ini. Ide penciptaan motif didapatnya dari lingkungan sekitr rumahnya.
Adapun beberapa macam motif sarung goyor yang sampai saat ini masih
dipertahankan oleh bapak Sudarto seperti, motif buketan dan ceplok yuyu. Namun
bapak Sudarto terkadang sering membuat motif-motif sarung goyor yang baru.
1. Motif Buketan
Motif buketan berasal dari kata buket yang berarti ialah rangkaian bunga
atau kumpulan dari beberapa jenis bunga dengan diberi daun dan ditata
sedemikian rupa sehingga komposisinya menjadi indah untuk dilihat.
Dalam motif buketan ini menggambarkan beberapa karakter bunga,
diantaranya bunga yang memiliki kelopak besar, bunga yang memiliki kelopak
kecil-kecil, dan bunga yang masih kuncup. Selain bunga juga diberi gambar
seperti beberapa jenis daun. Dalam motif buketan ini memilki makna filosofi yang
berhubungan dengan sistem kehidupan masyarakat setempat. Perajin melihat
bahwa suatu rangkain bunga atau buketan adalah sesuatu yang indah untuk dilihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
dan bisa menyenangkan hati orang yang melihatnya. Karena pengalaman estetikya
tersebut maka perajin ingin menjadikan sarungnya seperti rangkaian bunga yang
pernah dilihatnya, yaitu menjadi sesuatu yang indah dan menyenangkan. Cara
yang dilakukan sangat sederhana, yaitu dengan menggambarkan motif pada sarung
dengan gambar rangkaian bunga atau buketan.
Komposisi motif buketan ini terdapat ditengah-tengah sarung goyor yang
dimana sisi kanan dan kirinya terdapat motif-motif lain seperti tirto (air). Dalam
pewarnaan sarung hasil produksi bapak Sudarto ini terdapat kurang lebih tiga
macam warna diantaranya, hijau, merah, hitam dan putih.
Gambar 4.81 Motif Buketan
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
2. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu)
Motif ini disebut dengan motif ceplok yuyu. Seperti namanya, yuyu adalah
nama jawa dari hewan kepiting sawah. Dalam motif ini juga menggambarkan yuyu
atau kepiting sawah yang tertata berbentuk ceplok-ceplok. Sumber ide dari
pembuatan motif ceplok yuyu ini juga hapir sama dengan motif buketan. Karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
latar belakang kehidupan para perajin sarung goyor adalah petani padi, maka
aktifitas kesehariannya juga sering di sawah. Dan di sawah inilah mereka hampir
setiap saat menjumpai kepiting. Karena bentuk hewan tersebut menarik bagi para
perajin, maka mereka mencoba menggambarkan hal tersebut kedalam bentuk
motif sarung goyor.
Motif ini dianggap motif hiasan yang paling gampang dibuat pada sebuah
kain tenun ikat karena bentuk motifnya yang mudah dibuat dan tidak memakan
waktu yang banyak. Didalam Sarung goyor komposisi motif ceplok yuyu didapati
diantara sela-sela motif lain seperti buketan atau tirto. Objek dalam motif ceplok
yuyu ini yaitu kepiting. Warna motif pada sarung goyor ini yaitu dominan merah,
putih dan hitam.
Gambar 4.82 Motif Kepiting (Ceplok Yuyu)
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
3. Motif Tirto
Tirto dalam bahasa jawa berarti ialah air. Desa Kenteng Kecamatan
Tawangsari ini dikelilingi beberapa sungai kecil yang mengitari persawahan
maupun rumah-rumah penduduk sekitar. Dalam motif tirto ini memilki makna
dimana perajin melihat bahwa aliran air di sungai memberikan suasana yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
tenang untuk dilihat. Dari suara gemercik air tersebut menjadikan pengalaman
estetika tersendiri bagi perajin dalam menghadirkan motif tirto kedalam sarung
goyor ini.
Didalam sarung goyor ini hanya didapati satu objek motif saja yaitu tirto
(air) yang berbentuk seperti susunan garis-garis yang memanjang menyerupai air
yang mengalir. Warna motif pada sarung goyor ini yaitu dominan merah, putih dan
hitam.
Gambar 4.83 Motif Air (Tirto)
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
4. Motif Ceplok Tirto
Motif sarung ini merupakan motif campuran atau perpaduan dua motif
menjadi satu yaitu motif ceplokan (bunga) dan tirto (air). Warna motif pada sarung
goyor ini yaitu merah, putih dan hijau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Gambar 4.84 Motif Ceplok Tirto
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
5. Motif Ceplokan
Motif ini merupakan salah satu motif kreasi terbaru dari hasil produksi
sarung goyor bapak Sudarto. Namun ini merupakan motif pesanan saja. Sarung
goyor ini dapat disebut dengan motif ceplokan karena hampir seluruh bagian
sarung terdapat objek bunga yang berbentuk celplok-ceplok. Warna pada sarung
goyor ini dominan warna kuning dengan garis-garis berbentuk wajik atau belah
ketupan yang dominan juga dengan warna hijau.
Gambar 4.85 Motif Ceplokan
(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Untuk sebuah motif pada tenun ikat sarung goyor hasil produksi bapak
Sudarto ini diberikan jenis kain yang berkualitas tinggi dan sarung yang berkualitas
rendah. Seperti motif tirto ini memiliki nama Braber Asli Super yang berarti kain ini
memiliki kualitas sarung nomor satu atau paling tinggi. Untuk biaya ongkos upah
pengrajinnya sendiri setiap satu sarung dihargai Rp. 40.000 dengan harga per satuan
sarung yaitu sekitar Rp. 250.000. Sedangkan untuk nama Botol Arab, Zafaran Super
dan Abuamin Super memiliki kualitas sarung nomor dua. Untuk upah pengrajinnya
sendiri yaitu Rp. 24.000 persarungnya yang di hargai Rp. 120.000. Dan Botol Arab
ialah digunakan untuk sebutan sarung goyor yang memiliki kualitas paling rendah
atau nomor tiga. Biasanya untuk motif Botol Arab ini disebut juga dengan motif
kasaran. Biaya tenaga untuk sarung ini per sarungnya di biayai sekitar Rp. 12.000 dan
memiliki harga jual bekisar Rp. 105.000.
Sebenarnya nama-nama atau sebutan ini berfungsi untuk menandai sarung
mana yang memiliki kualitas halus atau kasar. Nama-nama ini didapat bapak dari
permintaan konsumen yang berasal dari Pakistan dan sekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian di lapangan tentang latar belakang sejarah
berdirinya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor,
proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor, serta
motif atau ragam hias yang terdapat pada tenun ikat ATBM(Alat Tenun Bukan
Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto, maka dapat ditarik simpulan sebagai
berikut :
1. Kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor khususnya
muncul sebagai bagian dari salah satu peninggalan nenek moyang desa kenteng,
yang merupakan bagian dari pelestarian warisan kebudayaan Indonesia. Latar
belakang bapak Sudarto dalam mendirikan usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin) sarung goyor tidak lain adalah untuk melestarikan warisan
peninggalan nenek moyang. Karena tenun ikat ATBM atau biasa disebut dengan
tenun ikat tradisional ini merupakan kerajinan rumah tangga yang sangat penting
artinya bagi kepentingan masyarakat baik dalam aspek sosial, ekonomi, religi
maupun estetika. Kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung
goyor milik bapak Sudarto berdiri sejak tahun 1972 yang dimana kerajinan
merupakan kerajinan turun menurun sejak jaman nenek moyang yang sampai
sekarang masih tetap dipertahankan dan dilestarikan.
Adanya tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) ini pertama kali di
Indonesia berfungsi sebagai pakaian upacara adat setempat dan baik dalam segi
warna dan motifnya masih mengikuti ketentuan yang ada. Namun sesuai dengan
perkembangan jaman dan tuntutan masyarakat, maka kain tenun ikat ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin) mempunyai kegunaan dan bentuk yang semakin beragam.
2. Proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung goyor
adalah yang pertama mempersiapkan bahan. Bahan yang digunakan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
membuat tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yaitu
benang, selain itu juga diperlukannya bahan pewarna yaitu naptol dan kostik.
Sedangkan minyak tanah, minyak goreng dan tawas digunakan sebgai bahan
campuran agar warna pada kain tenun ikat tidak mudah luntur. Adapun alat-alat
yang digunakan untuk membuat membuat tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin) sarung goyor adalah yang paling utama yaitu mesin tenun tradisional yang
masih terbuat dari kayu.
Adapun alat lainnya yang digunakan yaitu mesin hang dan mesin kelos
yang berfungsi sebagai alat pemintal benang. Kletek, malat dan teropong berfungsi
sebagai alat untuk menyimpan benang pakan maupun benang lungsi, timbangan
untuk mengukur banyaknya bahan pewarna naptol yang akan digunakan, mesin
sekir plangkan (untuk benang pakan) dan mesin sekir bom (untuk benang lungsi)
dan yang paling penting adalah tali rafia. Tali rafia ini berfungsi sebagai alat
mengikat benang. Tahap-tahap dalam pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin) sarung goyor yang pertama adalah proses memintal dan
memutihkan benang, baik benang pakan maupun benang lungsi.
Sedangkan untuk benang lungsi setelah dipintal benang masuk pada tahap
pencelupan warna kemudian benang di sekir dengan menggunakan sekir bom.
Sedangkan untuk benang pakan setelah benang dipintal, benang pakan di sekir
dengan mesin sekir plangkan kemudian benang di desain atau di gambar motif
yang di inginkan, lalu benang diikat sesuai dengan motif yang ada kemudia
benang pakan dicelupkan kedalam pewarna dan dikelos kembali. Tahap yang
terakhir setelah semua benang di beri pewarna yaitu proses menenun kain. Proses
ini merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan tahap-tahap pembuatan
tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor merupakan suatu
urutan yang pasti.
3. Bentuk motif hias yang terdapat pada tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
a. Motif Buketan atau motif yang terdiri dari berbagai macam rangkaian bunga
yang di beri daun dan ditata dengan sedemikian rupa.
b. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu). Motif ini merupakan motif yang berbentuk
kepitimg sawah dan motif ini di gambarkan secara tertata sehingga berbentuk
ceplokan-ceplokan kepiting sawah. Dengan sumber ide yang berasal dari latar
belakang masyarakat setempat yang sebagian para pengrajinnya adalah seorang
petani yang aktivitas kesehariannya menjadi petani dan hampir setiap saat
menjumpai kepiting sawah.
c. Motif Tirto (Air). Motif ini terinspirasi dari desa Kenteng yang daerahnya
dikelilingi oleh sungai-sungai kecil yang mengitari persawahan maupun rumah-
rumah penduduk sekitar.
d. Motif Ceplok Tirto. Dimana motif ini merupakan perpaduan antara motif
buketan, ceplokan (bunga) dan tirto (air).
B. Implikasi
Penelitian ini diperoleh sebuah implikasi antara subyek penelitian dengan
peneliti, maupun dengan masyarakat luas. Pengetahuan akan ilmu kerajinan tenun
ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto dapat
dikembangkan oleh para generasi penerusnya. Bagi peneliti dapat mengambil
manfaat dari penelitian ini sebagai ilmu pengetahuan yang baru tentang kerajinan
tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) khususnya sarung goyor. Sehingga
dapat dijadikan referensi, sumber, acuan, wacana, tentang kerajinan tenun ikat ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin).
C. Saran
Berdasarkan implikasi diatas, maka dapat dikemukakan saran yang ditujukan
kepada bapak Sudarto sebagai berikut :
1. Bagi pengrajin tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yaitu
bapak Sudarto, dalam proses pengepakan sebaiknya diberikan label yang di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
lilitkan pada sarung goyor yang sudah di lipat dan siap di pasarkan, agar sarung
goyor dapat dengan mudah ditemukan dipasaran dan menjadi ciri khas dari usaha
pengrajin tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).