Studi Kelayakan Proyek Gas Lahan Makassar

download Studi Kelayakan Proyek Gas Lahan Makassar

of 90

Transcript of Studi Kelayakan Proyek Gas Lahan Makassar

BANK DUNIA Studi Kelayakan Proyek Gas Lahan TPA LAPORAN AKHIRJuli 2007www.erm.com

Delivering sustainable solutions in a more competitive world

DAFTAR ISI 1 2 PENDAHULUAN GAMBARAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR 2.1 LOKASI DAN OPERASI LAHAN TPA 2.2 KARAKTERISTIK SAMPAH DAN MUATAN BUANGAN 3 SISTEM PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN GAS LAHAN TPA YANG DIREKOMENDASIKAN 3.1 STABILITAS LAHAN TPA 3.2 SISTEM PENGELOLAAN LINDI 3.3 SISTEM PENGUMPULAN GAS LAHAN TPA 3.4 PRODUKSI METAN 4 RENCANA BISNIS 4.1 ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL 4.2 REKOMENDASI RENCANA BISNIS 5 RENCANA IMPLEMENTASI 5.1 RINGKASAN PROYEK 5.2 RENCANA PENERAPAN YANG DIANJURKAN 5.3 PERENCANAAN INVESTASI 6 PERTIMBANGAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN 6.1 DAMPAK LINGKUNGAN 6.2 DAMPAK SOSIAL 7 KESIMPULAN 1 3 3 7 9 9 22 25 27 33 33 40 42 42 42 44 47 47 51 54 56

REFERENSI LAMPIRAN

LAMPIRAN A LAMPIRAN B

SURVEY LAPANGAN UNTUK PENGAMATAN STABILITAS SISTIM HSE

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19 Ringkasan Analisis Ekonomi IPCC 2006 Nilai Waktu Paruh yang direkomendaskan Parameter Bangkitan Gas Metan Karbon Organik Sampah Padat Perkotaan yang dapat terurai (DOC) Tingkat Konstanta Bangkitan Metan (k) Potensi Bangkitan Metan - Lo 30% Efisiensi Pemulihan 50% Efisiensi Pemulihan 70% Efisiensi Pemulihan Potensi Peluruhan Pengurangan Emisi LFG Penyalaan Gas tanpa Penerimaan ER penerimaan ER dengan penyalaan gas lahan TPA Legte Kegiatan CDM yang Diusulkan Scenario 1 - 30% Efisiensi Gabungan Scenario 2 - 50% Efisiensi Gabungan Scenario 3 - 70% efisiensi gabungan Emisi Gas yang Dibangkitkan dari Penyalaan Gas Lahan TPA Standar Emisi Pembakaran Standar Kualitas Udara Ambient Indonesia Yang Digunakan pada Pembakaran i

2728 29 29 30 31 32 32 36 36 37 38 45 46 46 48 48 49

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Peta Pulau Sulawesi Lokasi Proyek LFG Komposisi Sampah untuk Negara-Negara dengan Tingkat Pendapatan Rendah, Menengah dan Tinggi Rencana Bisnis Opsi #1 Rencana Bisnis Opsi #2 5 7 20 41 41

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

DAFTAR SINGKATAN

CDM COP DKI Jakarta DNA DOC DOCf EHS ER IPCC IRR LFG LFGTE MSW O&M PIN PDD PLN ROI SNI STP SWM TPA UNFCC WACC

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Clean Development Mechanism Conference of the Parties Daerah Khusus Ibukota Jakarta / Special Capital of Jakarta Designated National Authority Degradable Organic Carbon Degradable Organic Carbon Dissimilated Environmental, Health & Safety Emissions Reduction Intergovernmental Panel on Climate Change Internal Rate of Return Landfill Gas Landfill Gas to Energy Municipal Solid Waste Operation and Maintenance Project Idea Note Project Design Document Perusahaan Listrik Negara/ Indonesian State Electricity Company Radius of Influence Standard National Indonesia Standard Temperature Pressure Solid Waste Management Tempat Pembuangan Sampah Akhir/ Final Waste Disposal Facility United Nations Framework Convention on Climate Change Weighted Average Cost of Capital

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

RINGKASAN EKSEKUTIF

Laporan Studi Kelayakan ini menjelaskan mengenai potensi pelaksanaan proyek pengumpulan, pemantauan dan penggunaan gas lahan TPA (LFG) di TPA Tamangapa yang terletak di Makassar, Sulawesi Selatan-Indonesia. Environmental Resources Management (ERM) Indonesia menyiapkan laporan ini untuk World Bank sesuai dengan Kontrak Lingkup Kerja. Proyek ini secara umum terdiri dari pembangunan sistem pengumpulan gas lahan TPA untuk mengurangi emisi metan lewat pembakaran. Pengurangan kadar metan ini, yang memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dari karbondioksida (CO2), akan memberikan pendapatan lewat penjualan Reduksi Emisi bersertifikasi (CER) gas rumah kaca. Penurunan kadar gas metan, yang terdapat sekitar 50% pada gas lahan TPA, akan dicapai lewat pembakaran. Studi kelayakan ini akan mencakup analisis sensitivitas harga yang dibayarkan untuk CER. Di bawah ini secara ringkas gambaran dan informasi mengenai proyek: Lahan TPA dibangun pada tahun 1993 dan terletak pada kemiringan daerah lereng bukit. Lahan TPA ini telaj mengalokasikan sekitar 14,3 Ha lahan dengan lebar dari sekitar 4-20 m. Sejak dibukanya TPA ini, diperkirakan sekitar 1.240.000 ton sampah organik telah dibuang ke tempat ini dengan volume sampah yang saat ini diperkirakan sekitar 1.8000.000 m3. Peningkatan kapasitas dan perpanjangan umur penggunaan ini akan dicapai lewat penggalian organik dan rehabilitasi sel serta penambahan lahan seluas 4 Ha. Studi ini dimaksudkan untuk menentukan bahwa baik secara teknis maupun finansial layak untuk menangkap dan menghancurkan gas metan dari lahan TPA itu. Volume tangkapan dan pemusnahan gas metan dari tempat pembuangan sampah padat kota Makassar, TPA Tamangapa tergantung kepada efisiensi dan efektivitas desain dan pengelolaan gas lahan TPA dan lindi. Desain dan Instalasi sel tertutup akan menurunkan tingkat penyerapan curah hujan dan emisi gas metan, sehingga akan meningkatkan efisiensi ekstraksi dan pemusnahan gas metan selama masa 10 tahun waktu kredit. Pengurangan emisi dan nilai moneternya akan meningkat sejalan dengan peningkatan efisiensi pengumpulan dari nilai minimum sekarang sebesar 30% menjadi maksimum 70%. Pengurangan emisi selama kurun waktu 10 tahun diperkirakan sama dengan 770.000 ton gas CO2e atau US $ 5.400.000 (@ $ US 7/ton CO2e). Instalasi progresif pipa pengumpul LFG horisontal untuk pengumpulan gas pada Sel baru juga akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan penangkapan dan pemusnahan gas metan. Saat ini lahan TPA tersebut tidak memiliki sistem pengumpulan dan pengontrolan gas lahan TPA yang tersedia dimana gas metan terlepas ke atmosfir dalam bentuk emisi fugitif. Studi ini mencakup pengkajian proyek secara finansial untuk menentukan kelayakan berdasarkan beberapa skenario tertentu. Dari sudut pandang komersial keputusan untuk melakukan investasi dengan kegiatan CDM harusENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2 WB 16 OGOS, 2007

i

dibuat berdasarkan prinsip bisnis yang normal dilakukan, dimana terdapat tiga isu pengkajian; yaitu tepat dalam tingkat pengembalian investasi (return on investment), resiko yang minim dan periode pembayaran kembali yang tepat. Pengkajian finansial dilakukan untuk pembakaran gas lahan TPA, serta penggunaan gas lahan TPA untuk Energi (LFGTE), dimana penerimaan diperoleh dengan adanya CER serta penjualan listrik yang dihasilkan. Pengkajian finansial menyatakan bahwa proyek pembakaran gas lahan TPA dapat menghasilkan pendapatan dari CER yang kemudian akan membuat kita makassar daoat menginvestasikan kembali penerimaan ini ke dalam Pengelolaan Sampah Padat. Kegiatan pembakaran gas lahan TPA dengan metode CDM memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Kyoto Protokol dan Kota Makassar. Model alternatif yang dievaluasi untuk penggunaan LFGTE, tidak dapat berkelanjutan secara komersil dan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh kota Makassar, yaitu untuk menyediakan arus penerimaan untuk membiayai peningkatan sistem manajemen/pengelolaan sampah perkotaan. Biaya investasi untuk LFGTE lebih tinggi dibandingkan pendekatan pembakaran gas LFG yang lebih sederhana. Pengkajian menggunakan tingkat buy-back PLN saat ini untuk menentukan keberlangsungan finansial proyek LGFTE. Jelas bahwa tingkat buy-back saat ini untuk kegiatan LFGTE dengan metode CDM di TPA Tamangapa tidak dapat berlajut/ viable secara komersil. Kesimpulan analisis ekonomi pembakaran gas lahan Tpa ditujukkan pada tabel I di bawah ini:

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

ii

Tabel 1

Ringkasan Analisis Ekonomi untuk Proyek Pembakaran Gas Lahan TPARingkasan Investasi-Komponen Pengumpulan dan Pembakaran Pengembangan proyek CDM biaya fasilitas pembakaran Lahan Sumur LFG dan penutup sel Total Awal CAPEX Persyaratan CAPEX Total Proyek Persyaratan CAPEX 10 Tahun Biaya Operasional dan Pemeliharaan Penerimaan ER - 10 tahun (@ $US7.00 ton CO2e) Total Hutang Total Saham Biaya Modal Rata-Rata (Aset) IRR 0.00% 0.00% 0.00% Proyek Aset tingkat Diskonto 10% 15% 18% WACC (aset) US $ $250.000 $447.300 $42.000 $739.300 $360.000 $1.099.300 $1.221.940 $5.988.296 $250,000 $489,300 $0 42,43% 34,26%

NPV

$1.080.111 $699.486 $535.577 $2.658.569

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

i

1

PENDAHULUAN

Tujuan dari Studi Kelayakan ini adalah untuk melakukan evaluasi potensi proyek pembakaran gas lahan TPA di kota Makassar, Indonesia sebagai proyek Clean Development Mechanism di bawah Kyoto Protocol for Climate Change. Mekanisme ini menyediakan kesempatan komersil bagi kota Makassar untuk menyadari potensi ekonomis sampah organiknya untuk meningkatkan kinerja operasional. Kota Makassar bertujuan menggunakan pembiayaan karbon yang diterima untuk emisi metan yang dipulihkan lewat ekstraksi gas lahan TPA dan pembakaran pada lahan TPA Tamangapa. Kota Makassar (dulunya disebut Ujung Pandang) terletak di Pulau Sulwesi dan merupakan ibukota propinsi Sulawesi Selatan. Populasinya pada tahun 2006 diperkirakan berjumlah 1,3 juta jiwa, yang bertumbuh dari 1 juta jiwa pada tahun 1993. Kota Makassar, sama seperti kota lainnya di Indonesia, mengalami ketidakmampuan dalam mengatasi bangkitan dan buangan sampah. Bangkitan sampah padat perkotaan (Municipal Solid Waste) diperkirakan sekitar 800 ton/hari (0,70 kg/kapita/hari atau 3.800 m3/hari @ 0,23 ton/m3)1 pada tahun 2006, dan diperkirakan sekitar 458 ton/hari atau 48% (1.991 m3/hari) pada tahun 2007. Kota Makassar bermaksud mengajukan proposal untuk mendapatkan pendanaan karbon terhadap emisi metan yang dihindari atau dipulihkan melalui proses ekstraksi dan penyalaan LFG dan pembangkitan energi listrik LFG untuk keperluan lahan di lokasi TPA Tamangapa. Proyek ini akan menggunakan teknologi dan pendekatan teknik yang telah digunakan dalam ekstraksi dan penyalaan LFG, serta akan mempertimbangkan untuk meningkatkan pemanfaatan gas tersebut sebagai pembangkit listrik untuk penggunaan lain dalam jangka waktu menengah. Agar dapat diklasifikasikan sebagai proyek CDM, proyek tersebut harus dapat mengurangi, menghindari atau memisahkan gas rumah kaca (GHG) yang mengandung karbon dioksida (CO2), gas Metan (CH4), Nitrogen Oksida (N2O), dan senyawa lainnya lewat pelaksanaan proyek tersebut. Oleh karena itu, proyek tersebut akan memberikan kontribusi dalam meminimalisir perubahan iklim secara global, Bertindak Lokal, namun Berpikir secara Global. Selama periode proyek CDM, kesuksesan untuk mengurangi atau menghindari gas rumah kaca akan tetap dipantau. Verifikasi data yang telah dipantau ini akan mengarah kepada dikeluarkannya kredit Sertifikasi Pengurangan Emisi GAs (CER). Dibawah mekanisme yang dikeluarkan oleh UNFCCC kredit ini merupakan komoditas yang dapat diperdagangkan. Nilai pasar CER saat ini adalah sekitar US$ 7/ton CO2e.

1

JICA (1996)

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

1

Untuk proyek yang diusulkan, Project Idea Note dan pengkajian pra-studi kelayakan telah dilakukan untuk mengestimasi potensi gas lahan TPA dan reduksi emisi gas rumah kaca, serta Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM). Dokumen Desain Proyek (PDD) saat ini sedang dikembangkan. Studi kelayakan untuk proyek CDM yang diusulkan ini dibutuhkan sebagai langkah dalam memenuhi persyaratan yang mendukung potensi bangkitan gas potensial lahan TPA, untuk memberikan masukan terhadap PDD dan untuk membantu kota Makassar dalam implementasi proyek ini. Tujuan Studi Kelayakan ini adalah: Menyiapkan laporan kelayakan dan rancangan dasar proyek, perkiraan level total investasi, dan menyiapkan rancangan keteknikan awal serta perkiraan biaya untuk proyek ekstraksi dan penyalaan LFG yang diajukan di Makassar; Memperkirakan sumberdaya LFG dan menggambarkan analisis sensitifitas jumlah gas saat ini dan mendatang yang dapat dibangkitkan dan dipulihkan dari lahan TPA Makassar; Menyiapkan analisis ekonomi dan keuangan, lingkungan dan perlindungan sosial yang diperlukan termasuk analisis dampak sosial dan lingkungan beserta jadwal implementasi proyek pekerjaan dimaksud; Melaksanakan Konsultasi Masyarakat dan menyiapkan Pengembangan Masyarakat bagi proyek CDM yang diajukan; tujuan

Menyiapkan Analisa Dampak Lingkungan dari proyek yang diajukan. Menyiapkan rencana dan dokumen penawaran guna persiapan bagi Kota Makassar menggunakan dananya sendiri;

lingkup kerja studi kelayakan ini adalah sebagai berikut: Tugas A Tugas B Tugas C Tugas D Tugas E Tugas F : : : : : : Menyiapkan ikhtisar (gambaran umum) beserta estmasi awal bangkitan LFG Memperbaiki dan memperbaruin estimasi pengurangan emisi GHG dan gas Tempat Pembuangan Akhir Mengembangkan desain konseptual untuk berbagai fasilitas yang dibutuhkan dalam system pembakaran; Menyiapkan analisis teknis beserta analisis biaya dan keuangan, langkah-langkah keamanan dan sosial; Menyelenggarakan konsultasi masyarakat serta membuat program pengembangan masyarakat; dan Menyiapkan rencana dan implementasi bisnis untuk proyek gas lahan TPA.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

2

2

GAMBARAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

Peningkatan pengelolaan sampah padat di Kota Makassar merupakan salah satu tujuan utama proyek pembakaran gas lahan TPA; pembiayaan karbon dari pengurangan emisi gas metan dari lahan TPA akan membantu kota Makassar meningkatan pengelolaan sampah padatnya, dan memberikan keuntungan bagi lingkungan dan masyarakat. Bagian ini akan memberikan gambaran umum lokasi lahan TPA dan akan mendiskusikan kareateristik komposisi dan pengelolaan sampah padat, yang memberikan dampak terhadap produksi gas metan pada lahan TPA.

2.1

LOKASI DAN OPERASI LAHAN TPA Kota Makassar terdiri dari 11 kecamatan yang mencakup luas daerah 17.577 Ha, yang didesain 25% untuk kawasan pemukiman, 2% kawasan komersil, 2% industri, 25% lahan persawahan, 14% lahan kering, 8% tambak, 2% lahan terbuka, dan 4% lahan kosong. Jumlah populasi penduduk pada tahun 2003 diperkirakan sekitar 1,3 juta jiwa yang bertumbuh dari jumlah penduduk 1 juta jiwa pada tahun 1993. Gambar 1 menunjukkan batas kota Makassar dan lokasi proyek. Proyek ini akan berlokasi di daerah TPA Tamangapa Makassar, yang terletak di Kecamatan Antang, Desa Tamangapa, kira-kira 15 km dari pusat kota Makassar. TPA ini dibuka pada tahun 1993 dan diharapkan akan tetap menjadi satu satunya lokasi pembuangan sampah padat perkotaan (Municipal Solid Waste) hingga tahun 2016. Lahan TPA dibangun pada tahun 1993 dan terletak pada kemiringan daerah lereng bukit. Lahan TPA ini telaj mengalokasikan sekitar 14,3 Ha lahan dengan lebar dari sekitar 4-20 m. Sejak dibukanya TPA ini, diperkirakan sekitar 1.240.000 ton sampah organik telah dibuang ke tempat ini dengan volume sampah yang saat ini diperkirakan sekitar 1.8000.000 m3. Peningkatan kapasitas dan perpanjangan umur penggunaan ini akan dicapai lewat penggalian organik dan rehabilitasi sel serta penambahan lahan seluas 4 Ha Selama tahun 1996 TPA Tamangapa merupakan fokus studi dan proyek bantuan Japan International Cooperation Agency (JICA). Pada tahun 1999-2000 proyek gabungan pelaksanaan kegiatan kerjasama Australia-Indonesia dilaksanakan di TPA tersebut untuk menentukan pengurangan emisi gas rumah kaca potensial lewat pemulihan gas TPA dan tambang organik. Kegiatan penambagan komersil skala kecil yang sedang berlangsung di TPA Tamangapa saat ini tidak akan menjadi bagian dalam proposal ini.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

3

Proyek ini mengusulkan pembangunan ekstraksi LFG dan sistem pembakaran serta pembangkit listrik skala kecil untuk tujuan pemulihan dan penghilangan gas metan. Lahan sumur LFG ini akan dibangun secara progresif dimulai dengan penyiapan lahan 6,5 Ha yang saat ini telah ditutup. Kedalaman area ini berkisar dari 15-20 m dan terdiri dari kira-kira 75% sampah yang ditimbun kurang dari 5 tahun. Lahan LFG akan diperluas hingga lahan penimbunan yang ada saat ini, sehingga lahan yang ditutup dan dikhususkan untuk LFG akan tersedia pada tahun 2007 dan 2008. lahan 4,5 Ha ini memiliki kedalaman yang bervariasi mulai 15 sampai 20 m serta mengandung sekitar 85% sampah yang ditumbun kurang dari 2 tahun. Karena saat ini sedang dilakukan kegiatan penggalian organik di TPA Tamangapa (yang tidak termasuk dalam proposal ini) sistem ekstraksi LFG akan disesuaikan dengan struktur sel baru yang telah didesain agar tersedia areal penimbunan baru. Kegiatan penggalian TPA saat ini dan di masa yang akan datang terlarang untuk zona yang berisi timbunan sampah lebih dari 10 tahun (materia untuk pembuatan kompos) dan tidak akan melanggar batas lahan yang telah didesain untuk pembuangan sampah baru dan pengumpulan LFG.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

4

Gambar 1

Pulau Sulawesi

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

5

Gambar 2

Lokasi Proyek TPA TAmangapa

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

6

2.2

KAREAKTERISTIK SAMPAH DAN MUATAN BUANGAN Gas diproduksi di lahan TPA ketika bahan bahan organik membusuk dengan sistem anaerobik (tanpa oksigen). Gas lahan TPA terdiri dari gas metan dan karbondioksida dengan jumlah muatan yang sama, dengan tingkat konsentrasi senyawa organik (VOC), polutan udara yang berbahaya (HAP) dan senyawa lainnya. Bangkitan gas lahan TPA akan sangat bervariasi tergantung pada jumlah dan komposisi sampah yang dibuang di lahan TPA, dengan bahan organik dalam jumlah yang besar memberikan kondisi ideal untuk pembusukan organik yang cepat dan pembentukan gas metan. Bagian ini akan menjelaskan karakteristik sampah dan jumlah pembuangan khususnya untuk TPA Tamangapa. Bangkitan dan Komposisi Sampah Indonesia Komposisi dan bangkitan sampah padat perkotaan di negara dengan tingkat pendapatan menengah sangat berbeda dibandingkan negara dengan tingkat pendapatan tinggi, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pada dasarnya, negara-negara dalam masa transisi-tingkat pendapatan menengah seperti Indonesia, memiliki jumlah sampah organik yang cukup tinggi, yang utamanya terdiri dari sampah yang mudah membusuk, dan memiliki kandungan kertas yang rendah. Sebaliknya, negara-negara maju memiliki komposisi sampah yang sangat berbeda.

Gambar 3

Komposisi Sampah untuk Negara-Negara dengan Tingkat Pendapatan Rendah, Menengah dan TinggiMiddle Income Countries: Current Total Waste = 34,000,000 tonnes per yearOther, 11%

Low Income Countries: Current Total Waste = 158,000,000 tonnes per year

High Income Countries: Current Total Waste = 85,000,000 tonnes per yearOther, 12% Metal, 8% Glass, 7% Plastic, 9% Organic, 28%

Other, 47%

Organic, 41%

Metal, 3% Glass, 2% Plastic, 11%

Metal, 1% Glass, 2%

Paper, 5% Plastic, 4%Paper, 15%

Organic, 58%

Paper, 36%

Sumber: The World Bank (1999) What a Waste

Secara umum, masyarakat ekonomi rendah memiliki bangkitan sampah organik yang mudah membusuk dengan proporsi lebih tinggi yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk: Kurangnya lemari pendingin untuk menyimpan makanan Persiapan untuk membuat makanan jadi dilakukan di masing-masing rumah tangga, dibandingkan dengan membeli bahan makanan jadi, atau makanan kemasan, yang mungkin diproduksi dan diproses di luar kota atau luar negeri.WB 16 OGOS, 2007

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

7

Komposisi sampah di Indonesia mengikuti trend masyarakat dengan pendapatan rendah. Dapat dilihat bahwa, pada beberapa kota yang maju, seperti Jakarta, memiliki tingkat bangkitan sampah yang lebih rendah dengan komposisi bahan organik (yang mudah membusuk) lebih rendah dibandingkan kota-kota lainnya (World Bank 1999). Lihat lampiran X untuk data bangkitan sampah dan buangan di Indonesia. Layanan Pengumpulan Sampah Padat Perkotaan di Makassar Kota makassar membuang sekitar 458 metrik ton/hari sampah di TPA, atau sekitar 48% dari jumlah bangkitan sampah kota dengan populasi sekitar 1,3 juta jiwa. Berdasarkan prediksi pertumbuhan populasi dan antisipasi peningkatan layanan pengumpulan, lahan TPA ini memiliki usia untuk menampung sampah hanya sekitar 7-8 tahun. Ramalan Bangkitan dan Buangan Sampah Padat Perkotaan Pertumbuhan jumlah populasi yang konstan dalam kota Makassar telah mengakibatkan meningkatnya bangkitan sampah padat perkotaan, dan membuat kota Makassar perlu melakukan investasi secara terus menerus dalam meningkatkan kapasitas lahan buangan sampah. Prediksi peningkatan jumlah populasi dan keterkaitan peningkatan kebutuhan layanan pengumpulan sampah kemudian akan membuat batasan usia menampung sampah di TPA Tamangapa seperti yang direncanakan, kecuali apabila terdapat perluasan lahan. Selain itu, layanan pengumpulan sampah dalam kota yang cukup rendah saat ini tidak dapat diterima oleh pemerintah dan masyarakat. Tujuan pemerintah Makassar melaksanakan proyek CDM ini adalah untuk memperoleh sebanya mungkin penerimaan untuk meningkatkan pengelolaan sampah padat perkotaan. Peningkatan buangan sampah padat perkotaan akan membawa keuntungan lain dalam metode CDM karena sampah organik tambahan ini akan membangkitkan gas metan yang akan dikumpulkan dan dipulihkan lewat proyek ini sehingga menghasilkan tambahan penerimaan CER. Peningkatan jumlah populasi dan layanan pengumpulan dari tahun 2007 sampai 2017 akan berdampak kepada tambahan buangan sampah organik 2,128 juta ton (lihat lampiran untuk data buangan sampah proyek mendetail). Walaupun dilaporkan terdapat tambahan lahan 5 hektar untuk memperpanjang usia penggunaan lahan TPA hingga tahun 2017. usia penggunaan TPA dapat lebih diperpanjang lagi apabila kegiatan penggalian lahan TPA dilakukan, melepaskan sel lama untuk pembuangan sampah baru.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

8

3

SISTEM PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN GAS LAHAN TPA YANG DIREKOMENDASIKAN

Pada sebuah lahan TPA, terdapat dua cara alami untuk mengeluarkan gas lahan TPA, yang pertama adalah dengan perpindahan ke bagian sub permukaan, dan cara lain adalah dengan melalui celah dalam sistem penutup lahan TPA. Untuk kedua kasus tersebut, gas pada akhirnya akan sampai ke atmosfir apabila sistem penangkapan dan pemantauan gas tidak tersedia. Sub bagian di bawah ini menjelaskan sistem pengumpulan gas lahan TPA di Makassar, dengan pertimbangan kondisi umum TPA di Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam hal stabilitas lahan TPA dan sistem capping untuk menjamin adanya pengumpulan gas yang efisien.

3.1

STABILITAS LAHAN TPA Lahan TPA di Indonesia pada dasarnya adalah salah satu dari kedua desain ini, kumparan sel piramid individu atau secara progresif ditimbun ke dalam tubir atau cekungan bukit. Kedua metode pembuangan ini memiliki potensi ketidak stabilan, seperti yang dapat dibuktikan dengan adanya insiden tanah longsor di TPA selama tiga tahun terakhir di Indonesia: bulan Februari 2005 di TPA Leuwigajah Bandung, dimana sekitar 2,7 m3 longsoran sampah menimbun dan menewaskan sekitar 147 orang; dan pada bulan September 2006 di TPA Bantar Gebang Bekasi, dimana salah satu sisi lahan yang beroperasi longsor, dan menewaskan tiga orang. Lahan TPA di Makassar telah dibangun di bagian lembah yang miring. Kemiringan lembah tersebut kira-kira setinggi 15 m. Lahan basah yang luas terbentang pada kaki kemiringan lembah ini, yang saat ini juga merupakan bagian dari lahan TPA. Tidak ada perumahan atau properti lainnya yang dibangun di sekitar kaki lembah ini, namun terjadinya longsor dapat beresiko kepada ekosistem yang berdampingan dengan lahan basah tersebut, juga berdampak kepada pengelola TPA dan bahkan komunitas pemulung yang ada di lokasi TPA saat ini. Peraturan perundang-undangan di Eropa menyatakan bahwa untuk membangun TPA yang modern atau melakukan pengkajian terhadap TPA yang ada, hal-hal berikut ini harus diperhatikan: penurunan ketebalan sampah harus dapat dijamin kestabilannya dan kestabilan sturktur lain yang terkait, dan secara khusus harus menghindari terjadinya kondisi yang licin (Stabilitas); dan apabila menggunakan penghalang buatan, lapisan dasar geologi harus dijaga tetap stabil, dan mempertimbangkan kondisi morfologis bangunan untuk mencegah penurunan ketebalan sampah yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap penghalang tersebut (Integritas).

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

9

Karena lahan TPA merupakan sebuah bangunan/ struktur yang cukup kompleks, maka hal-hal di bawah ini harus menjadi pertimbangan selama melakukan pengkajian: terdapat kemungkinan terjadinya kondisi yang licin pada lahan TPA atau pada lining system, oleh karena itu harus didesain sedemikian rupa agar keadaan tersebut tidak terjadi. Untuk tujuan pengkajian resiko hal ini merupakan stabilitas: yang perlu ditekankan, dan oleh karena itu dilakukan pengawasan terhadap berubahnya bentuk mineral dan material lapisan geosintetik untuk menjamin tidak terbentuknya pathways (model jalur) khusus (contohnya zona bukaan dalam clay liner dan kerusakan pada geomembran). Untuk tujuan penilain resiko, hal ini disebut integritas. Walaupun peraturan perundang-undangan ini tidak diterapkan di Indonesia, hal-hal fundamental di atas dapat diabaikan, dan dapat diaplikasikan di seluruh dunia. Permasalahan stabilitas pada lahan TPA perkotaan merupakan permasalahan yang cuku dinamis dan dapat mencakup berbagai faktor, seperti: Lapisan bawah lahan TPA, Liner lahan TPA, Kestabilan material sampah, Bagaimana sampah tersebut dibuang, ditempatkan dan dipadatkan, serta tahapannya, Kedalaman/ketinggian sampah, Komposisi sampah, Nilai lindi Saluran lindi Penyerapan curah hujan, Kebakaran yang terjadi pada lahan TPA, Stabilitas penutup

Di negara-negara yang kurang berkembang konsep desain dan perencanaan lahan TPA belum mencapai tahap penuh dan oleh karena itu langkah-langkah yang dilakukan untuk mengikuti hukum dan peraturan yang berlaku di negara-negara maju, nampaknya bukan merupakan suatu keharusan. Hal yang lebih sering terjadi adalah, banyak lahan TPA yang beroperasi menggunakan sistem yang tidak tepat dengan adanya sistem pengumpulan lindi yang tidak sesuai dengan persyaratan, atau dengan sistem yang terbatas. Kesemuanya dapat memberikan dampak terhadap mekanisme kegagalan yang potensial terjadi suatu saat dalam masa operasi lahan TPA tersebut. Tanpa adanya pengetahuan yang mendetail mengenai kontruksi lokasi ini, maka orang-orang akan menganggap bahwa permasalahan sampah adalah permasalahan yang mudah, sehingga, sebagai contoh, tidak diperlukan langkah-langkah dalam mengontrol lindi.ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2 WB 16 OGOS, 2007

10

Untuk melaksanakan pengkajian stabilitas ini, sangat penting untuk memiliki pengetahuan yang mendetail mengenai kondisi lokasi secara geologi dan hidrogeologis. Lapisan tanah yang lunak mungkin akan ditemukan, yang mungkin akan menjadi permasalahan apabila timbunan sampah di atasnya terlalu berat, dan tekanan air yang tinggi karena kolam lindi yang dibangun setelah hujan deras. Pada gilirannya ini akan berakibat kepada longsornya lapisan bawah tanah/sampah, seperti yang terjadi di Bandung. Selain itu, kemungkinan terjadinya bidang gelincir pada struktur permukaan ujung lahan TPA juga dapat terjadi. Kejadian yang baru saja terjadi di Bandung juga terhubung dengan terjadinya kebakaran materi lahan TPA yang terletak jauh dari ujung permukaan lahan. Hal ini menyebabkan rusaknya partikel terikat sampah, sehingga menghancurkan efek penguatan yang dimiliki oleh sampah padat perkotaan apabila dipadatkan. Kejadian di kota Bandung sendiri menunjukkan bahwa bukan hanya kestabilan kemiringan lahan yang harus dipertimbangkan. Stabilitas massa partikel sampah secara keseluruhan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang mungkin bukan merupakan faktor teknis, dan pengontrolan permukaan lahan TPA yang kurang baik dapat memberikan dampak yang buruk bagi lahan TPA itu sendiri. Oleh karena itu, sangat penting untuk melihat kestabilan lahan TPA bukan dari segi dampak yang bisa dialami oleh penduduk, kestabilan kemiringan (kemiringan sampah dan lapisan tanah bawah), integritas liner (jika ada), dan lapisan penutupnya saja; namun dampak global secara keseluruhan, termasuk potensi kelemahan bidang lahan untuk membentuk jarak antara bidang permukaan lahan TPA. Faktor-faktor seperti kebakaran yang terjadi di lapisan bawah lahan TPA, penyerapan air permukaan, jebolnya kolam lindi, dsb dapat memberikan dampak yang lebih global. Oleh karena itu, insinyur yang melakukan kajian terhadap kestabilan harus memiliki pengetahuan yang mendetail mengenai kondisi lokasi TPA tersebut. Juga dibutuhkan model geologi dan hidrologi lahan TPA dan daerah di sekitar TPA. Apabila penelitian di lokasi perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi ini, maka desain investigasi harus dibuat sedemikian rupa untuk dapat memperoleh gambaran mengenai properti teknik yang tidak sesuai, yang akan dbutuhkan dalam analisis mengenai penurunan ketebalan sampah, dan perhitungan stabilitas, serta analisis stabilitas kemiringan. Penurunan ketebalan sampah pada lahan TPA sangat bergantung kepada bagaimana sampah tersebut dipadatkan, ketebalan lapisan sampah, umur sampah, tingkat degradasi sampah, dan komposisi sampah. Masalah penurunan ketebalan sampah dapat memberikan dampak terhadap stabilitas kemiringan lahan TPA dengan menyebabkan terbentuknya bidang yang rawan dan kemungkinan masuknya air atau lindi yang terakumulasi.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

11

Untuk sampah perkotaan, sangat sulit menentukan parameter yang diperlukan untuk pengkajian kestabilan kemiringan- misalkan tekanan dan kohesi yang efektif. Hal ini berkaitan dengan sifat dan karakteristik jenis sampah yang ada. Ada nilai yang berlaku untuk berbagai jenis sampah, sehingga pengetahuan mendetail mengenai sampah di lahan TPA merupakan hal yang sangat penting. Namun, usaha untuk mengumpulkan sampel untuk pengujian laboratorium harus dilakukan untuk memverifikasi nilai sampah yang berlaku atau yang diasumsikan. Dalam melakukan pengkajian kestabilan ini, kesadaran akan kompleksitas alam dan dinamika lahan TPA merupakan hal yang kritis, dan pengetahuan yang mendasari ini adalah parameter dan permasalahan geoteknis. Pembuatan lubang pengeboran pada timbunan sampah yang ada di TPA merupakan alat untuk memperoleh informasi; namun, pihak kontraktor HARUS memiliki pengetahuan mengenai konstruksi lahan TPA sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan lapisan yang ada, dan/atau untuk mencegah kontaminasi silang. Langkah-langkah kesehatan dan keselamatan yang tepat juga harus dilakukan, khususnya apabila terdapat gas LFG. Informasi minimum yang akan dibutuhkan adalah: Informasi yang berkaitan dengan lapisan tanah bawah lahan TPA Survey topografi lokasi (asli) sebelum konstruksi Tipe sampah yang diterima dan penempatannya Konstruksi dan lokasi liner Informasi mengenai investigasi yang dilakukan sebelumnya di lokasi (apabila ada) Foto lokasi Ketebalan sampah Air tanah dan/atau elevasi lindi, di lapisan bawah dan pada sampah Survey topografi lokasi saat ini Preperti material (sampah dan lapisan bawah) termasuk bulk density, moisture content, PSD, D Drained Shear Strength, drained effective stress, Detail capping

Metode geoteknis yang konvensional dapat diadopsi dalam melakukan analisis penurunan ketebalan lapisan bawah dan penurunn ketebalan sampah. Dampak terhadap penurunan ketebalan akan membantu menentukan sistem pengumpulan gas pada lahan TPA, yang harus bersifat cukup fleksibel dengan penurunan ketebalan sampah, dan lebih jauh lagi, dengan ekstraksi gas yang dapat mempercepat terjadinya penurunan ketebalan sampah. Juga dalam analisis stabilitas, pertimbangan perlu dilakukan terhadap dampak kepada sirkulasi ulang lindi, dan potensi dampak meningkatnya lindi pada dasar lahan TPA, dan meningkatnya tekanan air di lapisan bawah dan sampah itu sendiri.ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2 WB 16 OGOS, 2007

12

Sbalilitas kemiringan dan stabilitas global dapat dikaji menggunakan perangkat lunak komputer yang umum digunakan untuk proyek ini. Perangkat lunak seperti SLIDE (Roscience), dan SLOPE/W (Geo-Slope International) dapat digunakan dalam analisis ini, namun, model yang dihasilkan dan dianalisis harus dilakukan oleh insinyur yang berkualitas dan berpengalaman. Di eropa, persyaratan untuk analisis stabilitas lahan TPA (misalkan Arahan Lahan TPA Inggris) yang membutuhkan pengkajian adalah sebagai berikut: Pengkajian/Pengkajian Lapisan Bawah (Sub-Grade) Apakah lapisan dasar lahan TPA memiliki lapisan bawah yang dapat dimampatkan? Apakah ada kecenderungan terciptanya rongga pada lapisan bawah tersebut? Apakah basal heave pada dasar lahan TPA dapat memberikan dampak kepada integritas lapisan bawah?

Pengkajian Kemiringan Sampah sebagai sebuah Lapisan Bawah Apakah penurunan kepadatan sampah (untuk kondisi yang terbatas dan tidak terbatas) dapat berdampak kepada integritas dan stabilitas landfill liner? Apakah dalam kondisi terbatas dan tidak terbatas, terjadinya perpotongan pada bidang miring lahan TPA bersifat tidak stabil? Apakah air tanah yang terdapat dalam bidang miring (dalam kondisi terbatas dan tidak terbatas) dapat berdampak terhadap integritas dan kestabilan kemiringan?

Stabilitas Kemiringan Meninjau ulang tipe material dan model geologis lokasi dengan parameter teknis yang tepat untuk mengembangkan model stabilitas dan faktor keselamatan. Semua aspek analisis harus memasukkan stabilitas lokal dan global, gangguan yang bersifat siklus maupun non siklus. Insinyur harus memiliki pengetahuan mengenai dinamika keseluruhan lokasi untuk menilai seluruh gangguan permukaan potensial.

Pengkajian sistem Basal Lining Apakah adanya penurunan ketebalan yang berlebihan pada lapisan bawah dapat berdampak kepada stabilitas atau integritas landfill liner? Apakah adanya rongga pada lapisan bawah (untuk kondisi terbatas dan tidak terbatas) dapat berdampak kepada integritas atau stabilitas landfill liner? Apakah basal heave pada dasar lahan TPA dapat berdampak kepada integritas dan stabilitas pembuatan liner?

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

13

Pengkajian Kemiringan Sistem Lining Pengkajian penghalang komposit geo-sintesis Apakah material permukaan yang digunakan dapat memberikan gangguan dalam kondisi terbatas dan tidak terbatas? Apakah material yang digunakan dapat memberikan gangguan dalam kondisi terbatas dan tidak terbatas?

Pengkajian Sampah Apakah kemiringan sampah sementara di lahan TPA cenderung tidak stabil? Apakah sirkulasi ulang lindi cenderung membuat massa sampah tidak stabil? Apakah massa sampah pada garis batas sebelum penurunan ketebalan cenderung tidak stabil? Bagaimana kondisi penampang tercuram? Apakah massa sampah pada garis batas setelah penurunan ketebalan cenderung tidak stabil? Apakah penurunan lapisan ketebalan massa sampah cenderung berdampak terhadap efektivitas sistem lindi dan pengumpulan gas lahan TPA?

Pengkajian Sistem Capping Pengkajian penghalang komposit geo-sintetik dan mineral Apakah penutup (cap) cenderung tidak stabil? Akankah material yang digunakan untuk cap memberikan gangguan integritas? Apakah penurunan ketebalan massa sampah akan mengganggu integritas cap? Apakah peralatan konstruksi mengganggu integritasnya? yang digunakan untuk cap dapat

Apakah tekanan gas dalam sampah akan memberikan dampak terhadap stabilitas atau integritas cap?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas harus secara kolektif dijawab oleh insinyur yang memiliki pengetahuan mendetail mengenai sejarah dan operasional TPA tertentu, sehingga dapat diperoleh pendapat atau argument atau penghitungan untuk setiap elemen di atas. Insinyur tersebut juga harus mengetahui bahwa daftar pertanyaan di atas belum sempurna, dan mereka harus menyelidiki segala kemungkinan berkaitan dengan sturktur lahan TPA, bukan hanya yang disebutkan di atas.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

14

Proses di setiap TPA dinamis dan dapat mengalami perubahan karena terjadinya penurunan ketebalan secara terus menerus, meningkatnya sampah, produksi dan ekstraksi gas TPA, dan berbagai faktor lainnya. Stabilitas lahan TPA menjadi isu yang sangat penting di berbagai belahan dunia. Memang, permasalahan yang terjadi pada lahan TPA yang ada di Indonesia dan negaranegara asia tenggara lainnya telah menjadi sorotan akan adanya kebutuhan stabilitas dan lokasi lahan TPA baru, sementara, peraturan perundangundangan yang berlaku belum bersifat memaksakan para pihak yang membangun lahan TPA mempertimbangkan analisa-analisa di atas, resiko terhadap kesehatan manusia, dan potensi ketidakstabilan hidup manusia harus menjadi hal yang penting dan tidak dapat dikesampingkan begitu saja. TPA kota Makassar Stabilitas Sebagai lanjutan dari kunjungan ke lokasi oleh ERM, yang dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2007, beberapa permasalahan berikut dicatat dan dipertimbangkan dalam kaitannya dengan stabilitas dan capping secara keseluruhan. Penelusuran lokasi dilaksanakan dan secara khusus, hal-hal di bawah ini diteliti dan dikaji: Kebocoran lindi Tension cracks Penurunan ketebalan Keadaaan/kondisi licin (slippage) Pemuaian ke samping (bulging) Kebakaran

Laporan kunjungan ke lokasi terpisah dipersiapkan untuk memberikan gambaran detail mengenai kunjungan ke lokasi, dan dimasukkan dalam laporan ini sebagai lampiran. Informasi Historis Laporan dan gambar di bawah ini dibuat untuk ERM: Master Plan dan Studi Kelayakan Pengelolaan Air Limbah dan Limbah Padat untuk kota Ujung Pandang. September 1995. Japan International Cooperation Agency (JICA) Laporan dan gambar ini telah menyediakan pemahaman yang sangat berharga untuk konstruksi yang diusulkan dan praktek pelaksanaan TPA di lapangan. Namun, laporan ini tidak mewakili petunjuk pelaksanaan baku mengenai kontruksi dan metodologi operasi lahan TPA tersebut. (ERM tidak dapat memverifikasi keakuratan laporan ini dan menggunakan informasi yang terkandung dalam laporan tersebut sebagai bahan referensi)ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2 WB 16 OGOS, 2007

15

Foto-foto lokasi juga telah dikaji Dari kajian informasi ini kondisi topografi lokasi sebelumnya terdiri dari lahan miring yang terbentang dari utara ke selatan dengan ketinggian kira-kira 12 mete, dengan sudut kemiringan kira-kira 20 derajat (informasi verbal yang didapatkan). Tepi lokasi ini merupakan dataran aluvial yang sering digenangi banjir dan berhubungan dengan rawa Mangara pada musim hujan. Air permukaan dilaporkan memiliki kedalaman 1,5 m di sebelah timur lokasi pembuangan sampah. Tanah liat/lempung lunak dan pasir ditemukan pada dataran aluvial yang ada. Sisi kemiringan lembah yang sebelumnya dilaporkan terdiri dari lapisan tanah liat laterit yang keras dengan ketebalan 3 m, terletak di atas lapisan batuan (ketebalan 2-4 m), yang disusun oleh lapisan batu pasir dan batu lempung. Kebocoran Lindi Kebocoran lindi ditemukan pada beberapa tempat di TPA, di sekitar bagian yang rendah dan juga pada permukaan lahan TPA yang tinggi. Lindi dapat ditemukan di sekeliling daerah drainase, khususnya di area pengomposan/penggalian, dan berhubungan dengan permukaan terbuka di ujung barat laut lahan TPA. Area lahan basah di sekitar ujung timur laut dan sebelah selatan saat ini berhubungan langsung dengan sampah dan kemungkinan besar lindi memasuki sistem air permukaan. Di daerah selatan terdapat kebocoran lindi yang jelas terlihat pada kemiringan yang rendah yang berhubungan dengan lahan basah. Pada permukaan lahan TPA terdapat saluran air permukaan yang terbentuk secara alami pada bagian atas hingga bagian ujung sebelah timur. Sangat besar kemungkinan air permukaan dan lindi mengalir lewat saluran ini. Terdapat banyak rembesan lindi pada bagian miring dari TPA. Gambar yang tersedia mengindikasikan diperlukannya jalan/pematang di sekitar lahan TPA yang dapat dibuat di bagian ujung lahan TPA. Tidak terlihat adanya pematang pada saat kunjungan ke lokasi, namun, tidak berarti bahwa pematang tersebut tidak ada. Tidak terdapat As Build Drawing untuk menilai dasar konstruksi lokasi. ERM hanya diberikan informasi secara verbal bahwa As Build Drawing yang mengindikasikan adanya landfill liner yang terdapat pada dasar lahan TPA. Namun, keberadaan liner ini tetap menjadi tanda tanya karena ERM juga diberikan informasi secara verbal bahwa sebenarnya tidak pernah dibangun liner karena alasan keterbatasan dana.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

16

Dengan adanya kumpulan air yang cukup banyak di daerah tersebut, dapat dikatakan bahwa bagian dasar lahan TPA dipenuhi oleh air dan lindi, sehingga menyebabkan kebocoran lindi pada permukaan pada tingkat yang lebih tinggi dari air di sekitarnya. Tidak terdapat saluran yang mengumpulkan dan mengarahkan/mengalirkan ke kolam pengontrol lindi. Tension Cracks Selama survey di lokasi diadakan inspeksi di bagian puncak lahan TPA. Tidak ada tanda-tanda tension cracks pada bagian puncak kemiringan lahan ini. Penurunan Ketebalan Timbunan Sampah (Settlement) Penurunan ketebalan timbunan sampah selalu terjadi di tiap TPA, bahkan pada lokasi yang dioperasikan dengan modern. Proses pemadatan dan degradasi sampah menurunkan ketebalan timbunan sampah, dan hal ini tidak dapat dihindari. Terdapat sedikit tanda-tanda penurunan ketebalan pada lahan TPA yang memiliki lubang untuk pengeboran, namun ini hanyalah sebatas contoh lokal. Tidak terdapat tanda-tanda yang signifikan terjadinya penurunan ketebalan (settlement). Namun, ERM memiliki duplikat foto yang diambil pada tahun 2004 yang mengindikasikan bahwa di lokasi TPA terdapat struktur jalan yang digunakan untuk mengantar sampah ke lokasi TPA. Kami telah mendapatkan informasi verbal bahwa struktur/bangunan ini saat ini terkubur oleh sampah, dan tidak ada usaha yang dilakukan untuk menghancurkan bangunan tersebut. Walaupun tidak terdapat tanda terjadinya penurunan kepadatan, namun potensi untuk terjadinya penurunan ketebalan di daerah ini cukup tinggi. Selama kunjungan ke lokasi tidak ada bukti terjadinya pemadatan dalam penempatan sampah. Namun, kami memahami bahwa sampah dibuang dan ditempatkan oleh ekskavator dan buldozer. Mungkin dapat terjadi pemdatan, namun hal ini juga mungkin tidak tepat. Laporan JICA merekomendasikan metode yang dapat digunakan dalam penempatan sampah untuk lokasi ini. ERM belum dapat menyimpulkan dalam tahap ini apakah metodologi tersebut sudah dilaksanakan atau belum, namun, metodologi yang digunakan dalam laporan dianggap tepat untuk digunakan pada lokasi ini, walaupun belum dapat dibuktikan dari segi konstruksinya. Penurunan Ketebalan (Settlement) Penurunan ketebalan (settlement) diharapkan dapat terjadi, khususnya denan mempertimbangkan umum TPA dan kurangnya pemadatan secara tepat. Apabila penurunan ketebalan tidak terjadi secara merata, akan terdapat bagian yang tidak seimbang secara vertikal, dan dapat menyebabkan terjadinya tension cracks, dan akan memberikan dampak terhadap kestabilan lahan TPA.ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2 WB 16 OGOS, 2007

17

Selama kunjungan ke lokasi tidak terdapat tanda terjadinya penurunan ketebalan yang tidak merata. Namun, berdasarkan laporan verbal mengenai jalan akses yang belum dihancurkan, yang terletak di lokasi TPA, maka penurunan ketebalan sampah yang tidak merata dapat terjadi di masa mendatang. Posisi jalan akses dan jaraknya ke permukaan lahan TPA tidak diketahui, namun hal dapat menyebabkan adanya bagian yang rawan. Tanah dataran alluvial lunak pada dasar lahan TPA akan mengendap karena beratnya timbunan sampah pada permukaan lahan TPA (dengan ketebalan hingga 15 m). dengan kondisi tersebut, diharapkan penurunan ketebalan pada lapisan tanah bawah berlangsung kurang dari 20 tahun. Selain itu, terdapat potensi terjadinya penurunan ketebalan secara tidak merata pada bagian lahan yang mencakup perubahan batuan lapisan tanah bawah dari slide slopes ke valley soils (tanah liat alluvial). Insinyur yang akan mengembangkan lokasi ini sebagai tempat pengumpulan LFG harus memperhatikan kestabilan lokasi, dan potensi settlements, dan bagaimana hal ini dapat memberikan dampak kepada sistem pengumpulan gas dan sistem cover/cap. Kondisi licin (Slippage) Laporan JICA menyarankan bahwa slide slope sebaiknya berada dalam perbandingan 1:3 (vertikal:horizontal) atau sekitar 18,5 derajat. Selama kunjungan ke lokasi, sudut slide slope bervariasi antara terlalu vertikal (dalam jumlah sdikit) hingga pada umumnya 30-40 derajat, sedikit lebih curam dari yang direkomendasikan dalam laporan JICA. Berdasarkan operator lapangan selama masa operasi lokasi TPA, tidak terdapat kondisi licin pada bidang yang miring. Berdasarkan isnpeksi yang dilakukan juga tidak terdapat kondisi licin yang signifikan. Kondisi yang licin pada permukaan terjadi pada bagian yang curam, namun keadaan ini tidak signifikan dan merupakan akibat dari longsornya material sampah pada bagian yang agak miring. Namun, pada beberapa tempat, kegiatan para pemulung memainkan peranan untuk bagian kemiringan yang vertikal. Berdasarkan laporan JICA, hanya dilakukan sedikit bahkan tidak ada persiapan untuk slide slope sebelum dilakukan tipping terhadap sampah. Oleh karena itu, kemungkinan sampah akan mengalami kontak langsung dengan penampang slide slope, dibandingkan apabila dikumpulkan. Apabila penempatan sampah dilakukan menurut metode yang direkomendasikan JICA, maka peluang terjadinya slippage sebagai akibat dari penempatan sampah tesebut akan dapat diminimalisir. Namun ERM tidak yakin bahwa metode ini telah dilakukan dan hanya sedikit bukti untuk memverifikasi pelaksanaan metode tersebut. Oleh karena itu, untuk semua kemungkinan sampah yang berbatasan dengan penampang miring secara potensial tanpa adanya liner. Oleh karena itu, akan terjadi kemungkinan terdapatnya daerah/zona yang lemah pada sampah/daerah yang miring. Saluran drainase yang kurang memadai akan membuat permukaan ini menjadi lebih licin.ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2 WB 16 OGOS, 2007

18

Namun, dengan mempertimbangkan volume sampah yang tertimbun di depan slope, kemungkinannya sangat kecil bahwa akan terjadi pergeseran, kecuali apabila ada mekanisme kerja ganda dalam struktur lahan TPA yang dapat mengakibatkan gangguan yang berbahaya. Pemuaian ke Samping (bulging) Tidak ditemukan adanya tanda-tanda jelas yang mengindikasikan terjadinya bulging yang dapat menyebabkan ketidakstabilan. Tidak ada laporan verbal (dari operator lapangan) mengenai bulging selama masa operasi lahan TPA ini. Kebakaran Operator lapangan mengindikasikan bahwa pada beberapa bagian kecil di permukaan terdapat api/terjadi kebakaran, namun kejadian ini selalu dapat teratasi dan menurut laporan verbal dari operator lapangan, tidak pernah terjadi kebakaran besar di lahan TPA. Namun demikian, catatan historis yang didapatkan oleh ERM memberikan gambaran bahwa kebakaran dapat dan sedang terjadi, khususnya pada masa operasi TPA di musim kemarau. Dilaporkan bahwa usaha untuk mengatasi kejadian kebakaran tersebut tidak berjalan dengan sukses, dan kebakaran terus terjadi. Namun, selama musim penghujan pada bulan September akhir ke Oktober, masalah kebakaran dapat teratasi dengan adanya curah hujan yang meresap ke bagian bawah lapisan lahan TPA. Satu kasus kebakaran dilaporkan terjadi pada lokasi di bagian ujung selatan, walaupun tanggal terjadinya kebakaran tersebut kurang jelas. Kebakaran dapat dipadamkan dan setelah itu dilakukan penggalian. Hasil penggalian tersebut terdapat di bagian ujung dan kira-kira mengalami kedalaman 2-5 m. kemungkinan cekungan/lubang ini akan diisi di waktu selanjutnya. Kebakaran yang telah dicatat, dan yang tidak tercatat dapat menjadi potensi adanya daerah yang rawan untuk struktur sampah TPA. Material sampah dapat melebur menjadi satu, atau dibakar sehingga menghasilkan leburan atau bakaran sampah yang menyatu dengan sampah lainnya. Permukaan ini kemudian dapat menjadi zona yang rawan arena terjadinya penurunan gesekan antar partikel, dan saling keterkaitan partikel sampah. Tanpa catatan detail, akan sangat susah untuk memahami lokasi terjadinya lokasi kebakaran ini, dan karakteristik zona yang rawan yang disebabkan oleh kebakaran ini, namun, insinyur yang menangani TPA harus mempertimbangkan keberadaan zona rawan ini (merujuk ke kejadian longsor di Bandung) dalam mendesain sistem pengumpulan gas atau capping.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

19

Permasalahan lain: Kapasitas daya tahan alluvial di lembah yang lebih rendah, tanah liat, harus diperhatikan dan dijadikan pertimbangan dalam semua analisis. Laporan JICA mengindikasikan nilai N tanah ini rendah, N=2-4, yang menandakan bahwa kapasitas daya tahan jenis tanah ini rendah. Gangguan/permasalahan karena rendahnya daya tahan tanah mungkin akan terjadi. Pengkajian terkait kapasitas daya tahan tanah lembah juga harus dipertimbangkan. Aktivitas permukaan LFG Inspeksi visual pada lokasi lahan TPA selama studi kelayakan ini mengungkap bahwa ada beberapa lokasi yang mengeluarkan LFG melalui capping permukaan (foto 1 dan 2) sebagai bukti adanya bangkitan gas LFG di lahan TPA serta inefektivitas capping yang dilaksanakan saat ini.

Foto 1 Emisi Permukaan Gas LFG

Foto 2 Emisi Permukaan Gas LFG

Gambar 3.1

Inspeksi Lokasi Studi

Kesimpulan: Dalam hal stabilitas pada saat kunjungan ke lokasi, dari pengkajian secara visual, tidak nampak adanya tanda-tanda di sekitar lahan TPA yang mengindikasikan adanya potensi ketidakstabilan. Namun demikian, dengan mempertimbangkan curamnya timbunan sampah pada lokasi TPA, kemungkinan terjadi penurunan ketebalan yang tidak merata karena perbedaan ketahanan lapisan bawah tanah serta jalan akses yang telah terkubur di bawah lokasi TPA, dan kemungkinan adanya zona rawan karena kebakaran yang terjadi di dalam timbunan sampah, disarankan untuk melaksanakan analisis kestabilan terhadap lahan TPA yang harus dilakukanENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2 WB 16 OGOS, 2007

20

oleh para insinyur yang berpengalaman. Setiap analisis yang dilakukan harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa semua permasalahan tersebut terkait satu sama lain. Secara khusus, harus diperhatikan kemungkinan keberadaan zona rawan di sepanjang daerah dimana terjadinya penurunan ketebalan timbunan (daerah yang dulunya adalah jalan akses, dan dimana bagian tutupan sampah berubah dari sisi lembah menjadi dasar lembah), bagian yang sangat curam, daerah tempat kebakaran pernah terjadi, dan kemungkinan adanya lapisan yang jenuh karena tingginya tingkat air tanah dan lindi. Kestabilan kapasitas daya tahan tanah lembah yang lunak (tanah liat lunak, pasir dan tanah liat untuk padi) juga harus ditinjau kembali. Apabila nilai lindi meningkat di dalam sampah, akan lebih banyak terjadi penyebaran lindi yang tidak terkontrol dan lebih jauh dapat mengakibatkan pencemaran air, dan dampak yang lebih buruk dapat terjadi. Longsornya permukaan yang miring juga dapat terjadi karena nilai lindi yang tinggi sebagai penyebab utama. Kemungkinan terjadinya kejenuhan lapisan bawah belum terbukti, namun hal ini dapat memberikan dampak terhadap stabilitas sel secara keseluruhan. Seorang insinyur dengan kualifikasi yang sesuai sebaiknya melaksanakan analisis kestabilan dengan menggunakan perangkat lunak geoteknik yang tepat untuk menganalisis pore water pressure pada dasar sel untuk menggambarkan nilai lindi potensial yang tinggi. Pertimbangan yang sama juga harus diberikan kepada investigasi lokasi yang dilakukan untuk menentukan kekuatan lapisan tanah bawah, dan untuk menetapkan nilai lindi pada dasar lahan TPA. Pertimbangan juga dilakukan untuk meningkatkan sistem pengumpulan lindi, bukan hanya untuk mencegah terjadinya penyebaran lindi, juga untuk melindungi lingkungan sekitar. Analisis awal dapat dibuat berdasarkan informasi yang terkandung dalam laporan yang dibuat oleh JICA, namun demikian setiap perusahaan teknis akan memiliki informasi mereka sendiri mengenai apakah informasi yang berasal dari sumber lain dan tidak dapat diverifikasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan digunakan.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

21

3.2

CAPPING LAHAN TPA SISTEM PENGELOLAAN LINDI ERM memahami bahwa rencana pengembangan sistem pengumpulan gas ini termasuk penyediaan sebuah tutup (cap) semi-impermeabel untuk memungkinkan terjadinya penyerapan kelembapan. Diperkenalkannya aturan baru di seluruh dunia yang menyatakan bahwa lahan TPA harus dilapisi/ditutup dengan membran yang sesuai untuk mencegah lepasnya gas LFG ke udara. Saat ini, lahan TPA merupakan salah satu kontributor produksi gas metan utama dan permasalahan Gas Rumah Kaca di seluruh dunia. Melakukan pelapisan (capping) dengan lapisan semi permeabel, misalnya dengan tanah, dan bukan lapisan impermeabel yang akan mencegah terlepasnya gas LFG, namun, akan membuat gas tersebut masuk ke dalam sampah, meningkatkan degradasi dan produksi gas LFG, serta memperpendek periode penurunan ketebalan (settlement). Harus dilakukan pertimbangan terhadap penyediaan permeabel cap, misalnya bahwa emisi LFG ke udara dapat dihindari dan gas LFG dapat dikontrol serta dikumpulkan secara tepat dengan lapisan pengumpul gas yang terdapat pada cap yang layak ditinjau dari faktor teknis. Saat ini, lokasi TPA tersebut telah ditutup pada bagian selatan, walaupun, penutupan ini hanya merupakan penutup tanah setebal 40 cm.

Cap Lahan TPA yang ada

Penutup ini sangat jelek dan tidak akan mencegah terlepasnya gas LFG ke atmosfer. Pembengkakan dan pengeringan akan menyebabkan terjadinya retakan di tanah dan aan melepaskan gas LFG. Tidak ada bau busuk pada bagian sebelah selatan lahan TPA, yang berarti bahwa produksi gas LFG telah mengalami penurunan dan perlambatan, atau juga berarti bahwa gas LFG terlepas dengan cepat ke udara melalui cap yang ada dan tersebar karena adanya angin.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT MAKASSAR_FINAL 2

WB 16 OGOS, 2007

22

Daerah yang cukup curam akan sangat sulit untuk ditutupi hanya dengan tanah saja, karena dapat terjadi erosi dan slippage secara teratur dan akan melongsorkan semua penutup yang ada, kecuali apabila vegetasi alam baru terbentuk kembali.

Untuk penyediaan penutup impermeabel permanen, bentuk tanah agak sedikit tidak menguntungkan karena adanya bagian yang sangat curam. Mungkin akan dibutuhkan sebuah elemen untuk membuat penampang yang baru, namun diperlukan saran dari perusahaan teknik yang berpengalaman atau pabrik pembuatan membran untuk menentukan persyaratan penampang sisi yang curam tersebut, dan bagaimana memenuhi persyaratan tersebut. Sebuah penutup/cap yang impermeabel permanen akan memberikan pengontrollan yang lebih dalam hal pengumpulan gas, namun beberapa hal di bawah ini perlu dipertimbangkan: Cap yang impermeabel akan menyebabkan peningkatan waktu degradasi dan diharapkandapat memperpanjang waktu penurunan ketebalan sampah. Elemen untuk membuat penampang baru diperlukan untuk menjamin kestabilan cap Desain drainase perlu dipertimbangkan secara cermat dan teliti dengan memperhatikan pendekat lahan basah Biaya. Sebuah cap yang didesain secara tepat, dan fasilitas terkait, untuk ukuran lahan sebesar ini memerlukan biaya yang cukup tinggi.

Sebuah cap tipikal yang modern untuk TPA limbah padat perkotaan terdiri dari beberapa elemen berikut ini: Tanah atas: bervariasi dengan ketebalan 30-40 cm Lapisan drainase: material butiran dengan ketebalan 30-50 cm Tanah liat padat: kira-kira setebal 50 cm-100 cm (k