Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

17
Abstract Mining activity at the old wells done by public Wonocolo and its surroundings since the 1942, and existence of oil wells traditional remains this Dutch becomes source of main living for countryside public Wonocolo and its surroundings. Mining activity done by public Wonocolo, on the way is felt is against the legislation applied namely; UU No. 44 the year 1960 jo UU No. 08 the year 1971, in the Law affirms that mining enterpasing of Migas (oil and gas) done by state with the state company (Pertamina) as the executor or mining convidential of clerk. This research aim, to know the resistance strategy applied by the mining peasant to take care of continuity of life in the middle of the low wage’s given by Pertamina. This research, applies qualitative method with approach of grounded reseacrh. Data collecting technique ; non- participant observation and in-depth interview, and with cycle data analysis technique : data reduction, data presentation, verification and conclusion withdrawal. The result in this research, indicates that; strategy applied by the mining peasant to take care of continuity of life, by the way ; does distillation self-supportingly, mine proceeds sale without through KUD Bogo Sasono, and reduction of supply mining products. Keyword ; Strategy, resistance of mine peasant, wage STRATEGI PERLAWANAN PETANI TAMBANG TRADISIONAL DALAM MENJAGA KELANGSUNGAN HIDUP DI TENGAH RENDAHNYA IMBAL JASA Yudhanto 1 A. PENDAHULUAN Hengkangnya kolonial dari bumi Indo- nesia meninggalkan warisan tambang, khu- susnya; tambang Minyak dan gas yang dike- lola oleh rakyat secara tradisional, yakni sumur-sumur tua tinggalan kolonial Be- landa. Berdasarkan data Dirjen Migas dan Dept 1 Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji

Transcript of Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

Page 1: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

Abstract

Mining activity at the old wells done by public Wonocolo and itssurroundings since the 1942, and existence of oil wells traditionalremains this Dutch becomes source of main living for countrysidepublic Wonocolo and its surroundings. Mining activity done by publicWonocolo, on the way is felt is against the legislation applied namely;UU No. 44 the year 1960 jo UU No. 08 the year 1971, in the Law affirmsthat mining enterpasing of Migas (oil and gas) done by state with thestate company (Pertamina) as the executor or mining convidential ofclerk.

This research aim, to know the resistance strategy applied by the miningpeasant to take care of continuity of life in the middle of the low wage’sgiven by Pertamina. This research, applies qualitative method withapproach of grounded reseacrh. Data collecting technique ; non-participant observation and in-depth interview, and with cycle dataanalysis technique : data reduction, data presentation, verification andconclusion withdrawal. The result in this research, indicates that;strategy applied by the mining peasant to take care of continuity of life,by the way ; does distillation self-supportingly, mine proceeds salewithout through KUD Bogo Sasono, and reduction of supply miningproducts.

Keyword ; Strategy, resistance of mine peasant, wage

STRATEGI PERLAWANAN PETANI TAMBANGTRADISIONAL DALAM MENJAGA KELANGSUNGAN

HIDUP DI TENGAH RENDAHNYA IMBAL JASA

Yudhanto1

A. PENDAHULUANHengkangnya kolonial dari bumi Indo-

nesia meninggalkan warisan tambang, khu-susnya; tambang Minyak dan gas yang dike-

lola oleh rakyat secara tradisional, yaknisumur-sumur tua tinggalan kolonial Be-landa.

Berdasarkan data Dirjen Migas dan Dept

1 Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji

Page 2: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

ESDM, persebaran lokasi sumur-sumur tua(Sumur tua adalah sumur-sumur minyakbumi yang di bor sebelum tahun 1970 danpernah di produksikan, serta terletak padalapangan yang tidak diusahakan pada suatuwilayah kerja yang terikat kontrak kerja samadan tidak diusahakan lagi oleh kontraktor.Peraturan Menteri Energi dan Sumber DayaMineral (ESDM) No 01 Tahun 2008 tentangpedoman pengusahaan pertambanganminyak bumi pada sumur tua) yang dikelolaoleh rakyat, hampir meliputi keseluruhanwilayah yang ada di Indonesia, diantaranya :di Kalimantan Timur terdapat 3.143 sumur,Sumatera bagian Selatan 3.623 sumur,Sumatera bagian Utara 2.392 sumur,Sumatera bagian Tengah 1.633 sumur,Jawa Tengah dan Jawa Timur 2.496 sumur,Seram 229 sumur, Papua 228 sumur, danKalimantan Selatan 100 sumur, totalkeseluruhan jumlah sumur-sumur tua ialah13.824 sumur dan diantaranya 745 sumurdinyatakan masih aktif

Pada saat penelitian ini dilakukan, diDesa Wonocolo terdapat 35 sumur tua ting-galan kolonial, dari jumlah sumur-sumur tuatersebut diperkirakan mampu menghasilkanminyak mentah –crude oil– berkisar 50.000liter atau sekitar 314 barel per hari. Aktifitaspenambangan pada sumur-sumur tua telahdilakukan oleh masyarakat Wonocolo dansekitarnya sejak tahun 1942, dan keberadaansumur-sumur minyak tradisonal dijadikan sum-ber mata pencaharian utama bagi masyarakatDesa Wonocolo dan sekitarnya.

Kepala Desa Wonocolo –Lurah Wattah–memiliki ’peran staretgis’ antara tahun 1942-1988 dalam pengelolaan dan pengusahaansumur-sumur tua, peran tersebut diantara-nya : keseluruhan keputusan berada di-tangannya, terutama yang berkaitan denganpenentuan harga, cara penjualan/pema-sarannya, cara pengangkutan dan pem-bayarannya, dan pembatasan akses wargadalam pemanfaatan Sumur-sumur tua (Lap

Penelitian, UGM;2006).Pelaksanaan dari ’peran strategis’ yang

dimiliki oleh kepala desa diantaranya ber-dampak pada; a). ke-tidakmerataan kese-jahteraan masyarakat –akses terhadapsumur-sumur tua–, b). skema pembagiankeuntungan penjualan minyak yang sangattidak adil yakni; penambang hanya menda-patkan 20% dari total penjualan dan, c).meletakkan penambang hanya sebagai bu-ruh tambang –bukan ’pemilik sumur’.

Kondisi ini sejalan dengan pemikiranMarshal D. Shalins (dalam Eric R. Wolf,1985;3-4) tentang dunia ekonomi dan dansosial mayarakat pedesaaan yakni :

Di dalam perekonomian-perekono-mian primitif, bagian terbesar dari hasilproduksi dimaksudkan untuk digunakanoleh penghasil-penghasilnya sendiriatau untuk menunaikan kewajiban-kewa-jiban kekerabatan, dan bukan untukdipertukarkan dengan tujuan mem-peroleh keuntungan. Akibatnya adalahbahwa penguasaan de facto atas sara-na-sarana produksi didalam masyarakatprimitif terdesentralisasi, bersifat lokaldan kekeluargaan. Dengan demikiandapat diambil kesimpulan sebagaiberikut : (1) hubungan-hubungan pelak-sanaan dan eksploitasi dibidang ekonomiserta hubungan-hubungan sosial yangberkaitan dengan itu, yakni ketergan-tungan dan pertuanan, tidak diciptakandidalam sistem produksi; (2) karena tidakada rangsangan yang ditimbulkan olehpertukaran hasil bumi dengan sejumlahbesar barang dipasar, maka ada kecen-derungan untuk membatasi produksipada barang-barang yang dapat diman-faatkan secara langsung oleh produsen-produsennya.Aktifitas penambangan yang dilakukan

oleh masyarakat Wonocolo, dalam perja-lanannya dirasakan bertentangan denganperundang-undangan yang berlaku yakni;

76 Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional Dalam Menjaga KelangsunganHidup di Tengah Rendahnya Imbal Jasa

Page 3: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

UU No. 44 tahun 1960 jo UU No. 08 tahun1971, dalam UU tersebut menetapkan Per-tamina sebagai pemegang kekuasaan ataspengelolaan dan pemanfaatan minyak dangas bumi. Kemudian, pada tahun 1987 DesaWonocolo masuk kedalam Wilayah KuasaPertambangan Pertamina Unit EkonomiProduksi III lapangan Cepu.

Pola penanganan tambang minyak didaerah Wonocolo dan Hargomulyo, Keca-matan Kasiman, Bojonegoro, Jawa Timur,kemudian diatur dalam SK Menteri Pertam-bangan dan Energi No.0714.K/M.PE/88.

Dampak dari pengaturan melalui SKMentamben No.0714.K/M.PE/88, yang sa-ngat membebani masyarakat penambangialah, terkait dengan rendahnya imbal jasayang diberikan oleh Pertamina. Sebagai-mana diungkapkan oleh Suyoto, imbal jasayang diterima untuk setiap satu drum –se-tara 230 liter– minyak mentah diberikan im-bal jasa oleh Pertamina sebesar Rp. 47. 500,menurutnya, imbal jasa yang diberikan Per-tamina sangat kecil dan seharusnya setiapsatu drum minyak mentah diberikan imbaljasa Rp. 100. 000, dengan rasionalisasi;dalam sehari aktivitas produksi sumur min-yak, sedikitnya membutuhkan 60 liter solaruntuk penggerak mesin diesel.

B. PermasalahanBagaimana strategi perlawanan petani

tambang tradisional dalam menjaga kelang-sungan hidup di tengah rendahnya imbaljasa?

C. Metode Penelitian

C.1 Pendekatan PenelitianMetode yang digunakan dalam peneli-

tian ini adalah kualitatif, dengan mengede-pankan pendekatan Grounded. Penggunaanpendekatan Grounded, dikarenakan pene-litian ini bertujuan memahami secara kom-prehensif tentang manusia petani tambang

tradisional, yang oleh karenanya menuntutpekerjaan lebih dari sekedar mengamatidan mengukur indikator-indikator atau me-reduksi variabel secara konsepsional,Grounded research memungkinkan peneli-ti untuk mengembangkan metode-metodekoleksi data dan informasi yang teramat flek-sibel, sehingga peneliti lebih leluasa dalammendalami daily life manusia petani.

C.2 Lokasi PenelitianLokasi penelitian yakni hanya Desa

Wonocolo, Kecamatan Kedewan Kabupa-ten Bojonegoro, Jawa Timur. Penelitian inidilakukan pada tanggal, 18 Maret 2009 danberakhir pada tanggal 24 juni 2009.

C. 3. Teknik Pengumpulan DataAda beberapa hal yang menjadi per-

hatian penelitian penulis, yaitu; data primerdi dapatkan melalui observasi serta ber-bagai keterangan dan atau masukan dariinforman melalui indepth interview dan peng-amatan yang kemudian dituangkan kedalamfields notes, untuk data sekunder diperolehmelalui catatan dan atau dokumen desaWonocolo, serta pada lembaga atau instan-si yang terkait dalam penelitian ini, kemu-dian publikasi media dan dokumen peneli-tian yang berkaitan dengan penelitian.

C. 3. 1. WawancaraTeknik yang digunakan untuk mengum-

pulkan data dan informasi dengan melaku-kan wawancara mendalam –indepth inter-view– .

C. 3.2. ObservasiObservasi dalam penelitian ini meng-

gunakan teknik non participant observation.

C.4. PENENTUAN INFORMANPenentuan informan dalam penelitian ini

ditentukan secara acak, yang kemudian

Jurnal Fisip UMRAH Vol. I, No. 1, 2011 : 75-91 77

Page 4: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

diperoleh informan dengan kriteria : a) memi-liki pemahaman aspek budaya yang berlakudi wonocolo, b) terlibat dalam proses produksi

No Kategori Informan Jumlah

1 Penambang 5 orang

2 KUD Bogo Sasono 1 orang

3 Masyarakat Sekitar (non penambang) 2 orang

C.5. ANALISA DATADalam hal analisa data, pengumpulan data

dan analisa data tidak menjadi suatau bagianyang terpisahkan dan berproses secarasimultan, serta berbentuk siklus interaktif :reduksi data penyajian data, verifikasi dan

sumur-sumur tua, c) memiliki waktu yang cu-kup, dan mudah memberikan informasi. De-ngan komposisi sebagai berikut :

penarikan kesimpulan.Adapun analisa yang penulis lakukan

dalam penelitian terhadap penambangtradisional desa Wonocolo adalah berinteraksisecara bolak balik sebagaimana digambarkanoleh Faisal (dalam Sabian Utsamn, 2007;57)

Penjelajahan, Pelacakan kenyataan

Lapangan

Ikhtisar dan Pilihan Data Deskripsi Pemahaman Teoritis

Pola-pola Tema-tema

Konsep-Konsep Kategori-Kategori

Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional Dalam Menjaga KelangsunganHidup di Tengah Rendahnya Imbal Jasa

78

Page 5: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

D. Kerangka TeoriD.1 Petani dalam Perspektif Moral

EkonomiKajian mengenai petani dalam perspektif

ekonomi moral yang dipelopori oleh; JamesC. Scott, dalam bukunya “ Senjatanya Orang-orang yang kalah; Bentuk perlawanan sehari-hari kaum tani”. Perlawanan yang dilakukanoleh kaum tani, dimaksudkan untuk memper-tahankan kelangsungan hidup kaum tani. Dantata perilaku ekonomi petani diikat oleh sistemmoral, yang berfungsi agar terpeliharanyakeamanan subsistensi.

Bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukanoleh petani tidak sampai pada tahap pembang-kangan secara terbuka dan dilakukan secarakolektif, bentuk-bentuk perlawanan ini antaralain ; mencuri kecil-kecilan, pura-pura tidaktahu, mengumpat dibelakang, membakar, danmelakukan sabotase, bentuk perlawanannyasedikit sekali atau sama sekali tidak membu-tuhkan koordinasi atau perencanaan, dan se-cara cerdas menghindari setiap konfrontasisimbolis langsung dengan pihak-pihak yangberkuasa atau dengan norma-norma elit.(Scott,2000;40).

Ketika pemberontakan untuk membongkarstruktur yang menindas terlalu mahal untuk di-lakukan dan hasilnya juga tidak berketentuan– kecuali memunculkan struktur baru yangsama saja menindas atau bahkan lebih me-nindas lagi –, maka resistensi sehari-hari men-jadi senjata yang paling ampuh bagi kaumpeasant dan terutama golongan miskin(Sairin,dkk. 2002:245) Sejalan dengan pemikiranScott, March Bloch (Scott, 2000;38) mengung-kapkan ;

Karena nasibnya hampir selalu kalah danakhirnya dibantai secara massal, maka pem-berontakan yang besar sama sekali tidak taktisuntuk mencapai suatu hasil yang lestari. Per-tarungan yang sabar dan diam-diam yang di-lakukan dengan tekad yang kuat oleh masya-rakat-masyarakat desa selama bertahun-tahunakan lebih banyak mendatangkan hasil dari

pada percikan-percikan gelora seketika itu.Model perlawanan yang lebih menguta-

makan dahulukan selamat ini menjadi pilihanyang sangat rasional bagi petani, meliputi ;(Mustain, 2007:24-25):a. Tidak digunakannya organisasi formal

oleh petanib. Petani mempertahankan bentuk perla-

wanan mereka pada skala kecil, untukmenghindari kerugian organisasi perla-wanan yang berlebihan terhadap mobilisasisimpatisan/massa aksi

c. Petani mengadopsi taktik “konspirasidiam” (Brown menyebutkan bahwa“konspirasi diam” petani terdiri atas tigaunsur;(1) penolakan untuk melaporkankejahatan, (2) penolakan untuk meng-identifikasikan kriminal, (3) penolakanuntuk mengungkapkan kebenaran atassuatu bentuk kejahatan. Taktik konspirasidiam dapat mengurangi kerugian yangakan diderita untuk aktifitas atomistikdibandingkan kerugian yang merekakeluarkan tanpa adanya dukungan darimasyarakat. Brown, dalam Collburn,1989:117 dalam Mustain, 2007:24)

d. Petani melakukan aksi perlawanannyasecara sembunyi-sembunyi, rahasia dandilakukan pada malam hari – nocturnalthreats by masked men –Perlawanan yang dilakukan oleh petani

tidaklah dimaksudkan untuk mengubahdominasi secara langsung, namun yangmenjadi titik pijakan dari perlawanan gayatersebut ialah bertahan hidup –survival– dalamsistem tersebut. Kemudian yang tak kalahpenting dalam menjelaskan perlawananpetani ialah ‘kerawanan struktural’ yangmelibatkan ekologi, sistem harga danmonokultur, merujuk pada pandangan Moore.

D.2 Petani dalam Perspektif TeoriRasional

Landasan utama teori rasional ialah,memandang bahwa manusia pada dasarnya

Jurnal Fisip UMRAH Vol. I, No. 1, 2011 : 75-91 79

Page 6: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

rasional dengan selalu mengedepankanprinsip efisiensi dan efektivitas dalam setiapaktivitasnya, dengan tetap mengakui adanyafaktor determinan seperti solidaritas masyarakatpetani yang kuat, susbsistensi perekonomianpetani dan hubungan produksi masyarakatparakapitalis, titik tolak pendekatan inimemberikan tekanan yang lebih terhadapaspek individual dalam bingkai analisisnya.

Alfred Marshall (dalam Mustain, 2007;43)menyatakan, bahwa : Manusia selalu cen-derung memaksimalkan rasionalitasnya, se-lalu berusaha menghitung nilai sesuatu –utili-ty–- yang hendak dipertukarkan, Menurut Pare-to, ada dua bentuk utility; yaitu economic utility–material– dan moral utility, keduanya menu-rut Waters dalam realitasnya sering dikaitkandengan rasionalitas. Didik J. Rachbini dalam(Pratikto, 2000;14) mengasumsikan manusiapada dasarnya egois, rasional dan selaluberupaya memaksimumkan utilitas dan keun-tungan untuk dirinya.

Popkin memberikan sanggahan ataspemikiran James C. Scoot yang memandangbahwa pelibatan diri kaum tani, dalam ekonomipasar tidaklah disebabakan karena terancam-nya keamanan subsistensi, melainkan karenakaum tani, melihat bahwa pasar lebih menjan-jikan dalam hal perubahan kehidupan bagipetani, begitupun dengan keikutsertaan kaumtani dalam pemberontakan tidaklah didasar-kan atas upaya resoratif untuk menjaga ke-ajeg-an struktur sosial lama, melainkan upaya un-tuk menciptakan “dunia baru” yang lebih mem-berikan profit, kemudian memberikan aksesyang lebih besar terhadap sumber-sumberekonomi, Popkin menguraikan :(Sairin dkk,2002:221-222):

Beberapa representasi masyarakat pre-industri mengidealkan kehidupan desa-desapetani. Gambaran-gambaran kehidupanpetani yang romantis ini terlalu berlebihan danmenyesatkan kita kedalam pemikiran bahwatransformasi masyarakat ini dipaksakan padapetani dan selalu mengganggu atau merusak

kesejahteraan kolektif mereka.Selanjutnya, dalam pandangan ekonomi

moral yang memandang protes-protes politikdan ke-agama-an para petani sebagai reaksidari krisis subsistensi ataupun ‘kerawanan-kerawanan struktural’ untuk mengggambarkandimana protes-protes itu akan terjadi, Popkinmemberikan sangahannya (Pratikto, 2004;14):

...... saya berpendapat bahwa kita tidakperlu mendramatisir krisis-krisis susbsisten-si sebelum petani-petani di daerah-daerah‘feodal’ atau subsitensi akan mendukunggerakan revolusioner. Para petani di dae-rah-daerah susbsistensi mungkin kurangkecenderungannya untuk mendirikan or-ganisasi-organisasi baru oleh merekasendiri, tapi apabila sekutu-sekutu dari luardesa tersedia untuk menyediakan pendo-rong awal maka mereka akan menjadi re-volusioner, bahkan menjadi lebih revolu-sioner dibandingkan dengan petani-petanidi pusat-pusat komersial.

Studi yang dilakukan oleh Scott (1993) danPopkin (1986) di perdesaan Asia, mengenaiperlawanan petani di masa kolonial, menun-jukkan tiga faktor utama yang menimbulkankemarahan kaum petani pedesaan, yaitu pe-rubahan struktur agraria, meningkatnya ek-sploitasi, dan kemorosotan status sosial.

Pada prinsipnya, perlawanan yang dilaku-kan oleh petani, menurut Scot dan Popkin, di-sebabkan oleh suatu sistem proses produksiyang menghimpit dan perlawanan yang dilaku-kan ialah ditujukan bagi kelangsungan hidup–economic survival- petani.

E. PembahasanE. 1. Dinamika Pengelolaan dan

Penguasaan Tambang MinyakTradisional di Desa Wonocolo

E. 1.1. Tambang Minyak di Era KolonialKeberadaan ladang minyak di wilayah Jawa

Tengah dan Jawa Timur, berawal dari dite-

Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional Dalam Menjaga KelangsunganHidup di Tengah Rendahnya Imbal Jasa

80

Page 7: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

mukannya sumur minyak oleh seorang sarja-na teknik dari Belanda yakni; Adrian Stoop. Se-telah berhasil menemukan keberadaan ladangminyak di Jawa Pada tahun 1886, Adrian Stoopkemudian mendirikan perusahaan DordtschePetroleum Maatschappij –DPM, adalah peru-sahaan asing pertama di Indonesia yangmengelola minyak dan sekaligus sebagai titikawal pertambangan minyak di tanah Jawa–(Lusiyati, 2008 dan Kontras, 2004).

Penemuan sumur minyak bumi, bermuladari desa Ledok sekitar 10 km dari Cepu, JawaTengah. Sumur Ledok I dibor pada bulan Juli1893 yang merupakan sumur pertama di dae-rah Cepu. Pada tahun 1897, Adrian Stoop ke-mudian melakukan pengeboran di Gelur, dandalam perkembanggannya usaha pengebo-ran sumur-sumur minyak meluas, meliputi ;lapangan minyak Kawengan, Nglobo, Se-manggi, Lusi dan desa Wonocolo(Lusiyanti,2008).

Pada tahun 1911, DPM dibeli oleh Bataaf-sche Petroleum Maatschappij-BPM- (BPMmerupakan anak perusahaan gabungandari Koninklijke dan Shell Transport and Tra-ding Company (1907). “Sejarah Singkat Ber-dirinya Pertamina”, BPM menguasai la-pangan minyak Cepu, selama 31 tahun, peng-uasan BPM berakhir setelah Jepang men-duduki nusantara (Setelah kemerdekaan In-donesia BPM kemudian berubah menjadiPTMRI, Permigan, Pusdik Migas, PPTMBGLemigas, PPT Migas dan terakhir menjadiPusat Pendidikan dan Latihan Minyak Bumidan Gas (Pusdiklat Migas). “Mobil TandaiBabak Baru Cepu”, Suara Merdeka, Kamis,19 Januari 2002, dalam “Laporan PenelitianBisnis Militer di Perusahaan PengeboranMinyak Bojonegoro, Jawa Timur”.

Pada saat terjadi perebutan kekuasaan,dengan masuknya Jepang ke Hindia Belanda–Indonesia–, Belanda tidak dengan begitu sajameninggalkan sumur-sumur minyak yang te-lah diusahakannya dalam keadaan normal,namun, Belanda menerapkan strategi bumi

hangus atas ladang-ladang minyak di Indone-sia, termasuk sumur-sumur minyak yang ber-ada di Wonocolo.

Jepang menyadari keberadaan sumur-sumur minyak tersebut memiliki nilai ekonomis,namun tentara Jepang tidak memiliki keahliandalam mengoperasikan –proses eksploitasidan eksplorasi– sumur-sumur minyak tersebut(Lusiyati, 2008).

Keberadaan tambang minyak pada erapenjajahan –Belanda dan Jepang–, selaindigunakan sebagai bahan bakar bagi armada-armada perang dalam peperangan, minyakjuga dijadikan sebagi komoditi ekspor (Padamasa Hindia Belanda terdapat duaperusahaan minyak yang beroperasi dalampenyediaan dan pemasaran BBM, yaitu BPMdan Stanvac. Sedangakan pada zamanpendudukan Jepang penyediaan danpemasaran BBM untuk masyarakat sangatterbatas karena BBM yang dihasilkanterutama digunakan untuk keperluan pe-rang. “Nasionalisasi Usaha PertambanganMinyak Di Indonesia.”

E. 2. Di Bawah Kuasa Kepala DesaHengkangnya Belanda dan Jepang, dari

tanah Jawa membuat sumur-sumur tuamenjadi terbengkalai, termasuk yang beradadi desa Wonocolo. Keberadaan sumur-sumurtua tinggalan kolonial ini, pada mulanya belummendapatkan perhatian dari pemerintah danmasyarakat sekitar sumur tua, dan masyarakatjuga belum memiliki pengetahuan yangmemadai dalam pengoperasian sumur-sumurminyak tersebut.

Di Indonesia, berdasarkan data BP Migasjumlah sumur minyak warisan penjajahkolonial Belanda sebanyak 13.824 sumur dandiantaranya 745 sumur masih aktif. Menurutdata Ditjen Migas Departemen ESDM, 5.000buah sumur-sumur tua tinggalan kolonialmasih dapat diaktifkan kembali denganproduksi antara 5.000 hingga 12.000 barel perhari. Lokasi sumur tua tersebut tersebar hampir

Jurnal Fisip UMRAH Vol. I, No. 1, 2011 : 75-91 81

Page 8: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

diseluruh Indonesia diantaranya : di Kaltim3.143 sumur, Sumatera Bagian Selatan 3.623sumur, Sumatera Bagian Utara 2.392 sumur,Sumatera Bagian Tengah 1.633 sumur, JawaTengah dan Jawa Timur 2.496 sumur, Seram229 sumur, Papua 228 sumur, dan KalimantanSelatan 100 sumur.

Kepala Pusat Pengembangan TenagaMigas (PPTM), Cepu; Ir. Mokhtisar, meng-ungkapkan, bahwa : “ Pada tahun 1890-an,Belanda membangun sekitar 550 sumur min-yak, yang tersebar didaerah Blora, Tuban, danBojonegoro, dan sebagian besar sumur-sumurminyak tersebut terletak di Desa Wonocolo,Kabupaten Bojonegoro”.

Jumlah sumur minyak tradisional pening-galan kolonial di desa Wonocolo, pada saatpenelitian ini dilakukan berjumlah sebanyak35 sumur tua yang aktif ditambang olehmasyarakat.

Sejak puluhan tahun lalu, para penambangmengais rupiah dari muncratnya minyak men-tah dari sumur peninggalan Belanda tersebut.Dan aktivitas penambangan pada sumur-sumur tua telah ditekuni secara turun temurunoleh masyarakat. Aktivitas penambangan padasumur-sumur minyak warisan kolonial, padamulanya dikelola dan dimotori oleh seorangkepala desa Wonocolo, yakni; lurah WattahWartosentono, pengelolaan sumur-sumur tuadiperkirakan telah dilakukan oleh masyarakatsejak tahun 1942.

Kepala desa Wonocolo –lurah Watah–memiliki peran yang strategis dalam usahapenambangan minyak secara tradisonal, pe-ran tersebut meliputi : keseluruhan keputusanberada ditangannya terutama yang berkaitandengan penentuan harga, cara penjualan/pe-masarannya, cara pengangkutan dan pem-bayarannya.

Pada fase penguasaan sumur-sumur tuasecara tradisional ini, hasil-hasil penam-bangan minyak dari sumur-sumur tua, dijualmasyarakat secara langsung kepada tengku-lak melalui koordinasi dengan kepala desa

(Sebelum ada Keputusan Presiden Nomor7 Tahun 1987 dan Surat Keputusan MenteriPertambangan dan Energi Nomor 177/130/m.pe/87, tentang pelimpahan wewenangpengelolaan lapangan minyak Cepu dariPPT Migas ke Pertamina, liang sumur yangada di sekitar Desa Wonocolo dikuasai olehkepala desa setempat. Sumur-sumur subsdi. Kondisi yang terjadi di pedesaan Wonoco-lo, kiranya sejalan dengan pemikiran MarshalD. Shalins (dalam Eric R. Wolf, 1985;3-4) ten-tang dunia ekonomi dan dan sosial masyarakatpedesaaan yakni :

Di dalam perekonomian-perekonomianprimitif, bagian terbesar dari hasil produksi di-maksudkan untuk digunakan oleh penghasil-penghasilnya sendiri atau untuk menunaikankewajiban-kewajiban kekerabatan, dan bukanuntuk dipertukarkan dengan tujuan memper-oleh keuntungan. Akibatnya adalah bahwapenguasaan de facto atas sarana-saranaproduksi didalam masyarakat primitif terdesen-tralisasi, bersifat lokal dan kekeluargaan. De-ngan demikian dapat diambil kesimpulan se-bagai berikut : (1) hubungan-hubungan pelak-sanaan dan eksploitasi dibidang ekonomi ser-ta hubungan-hubungan sosial yang berkaitandengan itu, yakni ketergantungan dan pertuan-an, tidak diciptakan didalam sisitim produksi;(2) karena tidak ada rangsangan yang ditim-bulkan oleh pertukaran hasil bumi dengansejumlah besar barang dipasar, maka adakecenderungan untuk membatasi produksipada barang-barang yang dapat dimanfaatkansecara langsung oleh produsen-produsennya.

Paparan diatas sedikitnya menegaskanbahwa; penguasan sumur-sumur tua secarade facto dikuasai oleh kepala desa, dan dalamhal akses pengelolaan dan pemanfaatansumur-sumur tua, yakni hanya yang memilikikedekatan hubungan kekerabatan dan kede-katan emosional dengan kepala desa sajayang dapat melakukan segala aktivitas penam-bangan pada sumur-sumur tua menyangkut;angkat dan angkut hasil-hasil tambang.

Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional Dalam Menjaga KelangsunganHidup di Tengah Rendahnya Imbal Jasa

82

Page 9: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

Dalam pelaksanannya “peran strategis”kepala desa tersebut memiliki sejumlahkeuntungan, diantaranya (Laporan Penelitian,“Basis Pemberdayaan Masyarakat DesaWonocolo Pasca Penambangan MinyakSecara Tradisional Terhadap Sumur-sumurTua”. UGM, 2006).1. Kemudahan dalam melakukan negosiasi

harga secara langsung dengan calonpembeli

2. Sistem pembayaran juga dapat dinego-siasikan, bahkan dapat diijonkan, ketikapenambang terdesak membutuhkan uanguntuk keperluan tertentu

3. Pemasaran lantung lebih luas, sehinggamemiliki peluang menaikkan harga jualdan,

4. Koordinasi langsung dilakukan denganperorangan, sehingga lebih luwesNamun keuntungan-keuntungan yang

dimunculkan oleh kepala desa –dalam sistempatron-klien– bukanlah berasal dari kebaikanhati pemimpin tradisional/kepala desa, hal inidapat dilihat dari, terbatasnya akses keterliba-tan masyarakat dalam melakukan eksplorasisumur-sumur tua, kemudian bagaimana pe-nentuan harga diputuskan, dan prosentasebagi hasil dari barang tambang tersebut. Se-hingga relasi mutual patron-clients yang di-bangun oleh kepala desa lebih mencermin-kan nuansa eksploitatif.

Dengan skema pembagian keuntunganpenjualan minyak sebagai berikut : 20% darikeuntungan penjualan minyak jadi hak 10orang pengurus usaha. Yang 20% lainnya dialokasikan untuk tunjangan lima pamong desaterpilih. Sebesar 10% lagi untuk upeti anggotaMuspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan).Dan akhirnya, menurut teori, 15% dari hasilminyak bumi untuk kas dan 25% buat pem-bangunan desa. Sisanya, 10%, untuk pemeli-haraan perlengkapan. Ungkap Sukoco.

Dalam pandangan Popkin bahwa desa-desa kaum tani lebih tepat dilihat sebagai kor-porasi, bukan sebagai komun; dan hubungan

patron klien harus dilihat sebagai relasi ek-sploitatif bukan sebagai hubungan paternal.(Sairin dkk, 2002:222). dan berikut relasi ek-sploitatif yang dihadirkan dari relasi patron-kliendalam penambangan sumur-sumur tua; (La-poran Penelitian, “Basis PemberdayaanMasyarakat Desa Wonocolo Pasca Penam-bangan Minyak Secara Tradisional Ter-hadap Sumur-sumur Tua”. UGM, 2006).1. distribusi menjadi tidak merata, artinya

mereka yang dekat dengan kepala desayang lebih banyak mendapatkan keun-tungan dan kemudahan

2. dampak dari butir 1 berakibat pada kese-jahteraan yang tidak merata

3. para penambang hanya menjadi buruhsaja

Terbatasnya akses keterlibatan bagimasyarakat sekitar, dalam melakukan eks-plorasi sumur-sumur tua yang dijalankan olehkepala desa, berakibat pada ketidak-merataankesejahteraan masyarakat. bahkan yang terja-di kemudian ialah penumpukan kapital – ma-terial dan non material – disatu tangan yaknikepala desa (Wawancara dengan masyara-kat non penambang Pak Suro).

Dalam pengamatan lapangan yang penelitilakukan, menunjukkan; bahwa sisa-sisabangunan rumah kediaman lurah Wattahsangat besar dan lebar, dan tergolong mewahpada zamannya memberikan bukti telahterjadinya penumpukan kapital ditanganpatron-kepala desa-;

Rumah Mbah Watah memang tampaklain. Hampir semua bagian penting terbuat darikayu jati berukir. Apa yang dipajang didalamnya? Kendi-kendi berlapis emas. Dandi luarnya, mobil cukup banyak, apalagi buatukuran desa. “Mbah hanya punya sembilanmobil,” Ungkap Sukoco, Carik Wonocolo.

Hal ini kemudian diperkuat oleh peng-alaman seorang warga yang pernah bertugasmemperbaiki rumah kepala desa, yakni dalamhal pengupahan; warga tersebut tidak mene-

Jurnal Fisip UMRAH Vol. I, No. 1, 2011 : 75-91 83

Page 10: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

rima upah dari tangan sang kepala desa se-cara langsung, namun ia disuruh mengambilupahnya sendiri disalah satu ruangan yangdipenuhi uang (Wawancara denganmasyarakat (non penambang), Pak Budi).

Penguasaan tunggal yang dibangunkepala desa selama 1942 hingga 1988 dalamhal penguasaan sumur-sumur minyak tidakhanya memadukan kekuasaan kapital materidan non materi, namun juga membentukkekuatan simbolik, berupa patung dirinya yangdikelilingi oleh warga, dan dimaknai sebagibentuk pengayoman kepala desa kepadawargannya.

Pada tahun 1987, pemerintah mengeluar-kan Surat Keputusan Menteri Pertambangandan Energi Nomor 177/K/87, yang mengaturtentang pelimpahan pengelolaan lapanganminyak Cepu dari PPT Migas ke Pertamina.Wilayah Kuasa Penambangan –WKP– Per-tamina Unit Ekonomi Produksi III – UEP–, se-luas 973 km2, meliputi ; 4 Kabupaten, yaitu :Grobogan, Blora, Bojonegoro dan Tuban.Maka melalui penyerahan WKP ini sejumlahlapangan minyak, yaitu : Kawengan, LapanganLedok, Desa Wonocolo. Kecamatan Kasiman(Kedewan). Kabupaten Bojonegoro, berpindahke Pertamina UEP III Cepu (Laporan Peneli-tian Bisnis Militer di Perusahaan Pengebo-ran Minyak Bojonegoro, Jawa Timur”. Kebi-jakan pemerintah ini merupakan turunandari UU No 44 tahun 1960 jo UU No. 8 tahun1971, yang menegaskan bahwa pengusa-haan pertambangan migas dilakukan olehNegara, dengan Perusahaan Negara (Per-tamina) sebagai Pelaksana atau Pemega-ng Kuasa Pertambangan. “Tinjauan HistorisYuridis Terhadap Pengusahaan Pertam-bangan Minyak Bumi Dan Gas Di Indonesia“.

Tahun 1988, menjadi akhir dari penguasa-an sumur-sumur tua secara tradisional, ditan-dai dengan keluarnya SK Menteri Pertam-bangan dan Energi No.0714 K/30/M.PE/88 ten-tang pola penanganan tambang minyakdidaerah Wonocolo dan Hargomulyo, Keca-

matan Kasiman. Bojonegoro, Jawa Timur.Maka pola-pola penguasaan tradisional yangsemula dikelola oleh kepala desa dengansistem patron-clients menjadi luluh-lantah(Dalam suatu perbincangan denganmasyarakat sekitar, bahwa dengan keluar-nya SK Mentamben No.0714 K/30/M.PE/88.yang berakibat pada ‘punahnya’ hak peng-uasaan secara tradisional oleh Kepala Desayang kemudian berdampak pada kondisifisik sang kepala desa tersebut yakni sakit-sakitan dan pada akhirnya meninggal du-nia, pada konteks ini menunjukkan bahwapenguasaan sumber-sumber ekonomi men-jadi penting bagi keberlangsungan kekua-saan tradisional dalam bingkai menjaga re-alsi feodal pertuanan). Pertamina kemudianmenunjuk KUD Bogo Sasono, sebagai mitraPertamina dalam melakukan eksplorasi pe-nambangan minyak pada sumur-sumur tua.

E. 3. Masuknya Negara‘Intervensi’ ataupun perluasan Negara

dalam sektor-sektor yang menguasai hajathidup orang banyak (penguasaan SDA) dapatdibenarkan, sepanjang intervensi tersebut un-tuk menjaga dan merealisasikan keadilan di-antara anggota masyarakat, sehingga sangatmungkin, jika kemudian terjadi peralihan dalamhal pengelolaan sumur-sumur tua. Salim G. Pdalam Sabian Utsman(2007;40), mengung-kapkan kaitan masuknya Negara dalam peng-uasaan atas sumberdaya alam dapat di be-narkan dalam bingkai distribusi keadilan :

….., cukup pantas kiranya untuk meng-atakan bahwa intervensi Negara yang di-maksud Ibnu Taimiyah tak lain adalah un-tuk menjaga dan merealisasikan keadilandiantara anggota-anggota masyarakat danmencegah semua bentuk kerugian yangmungkin di derita oleh salah seorang ang-gota masyarakat dan mendengar semuabentuk kerugian yang mungkin di derita olehsalah seorang anggota msayarakat akibat tin-dak pelanggaran anggota lainnya didalam

Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional Dalam Menjaga KelangsunganHidup di Tengah Rendahnya Imbal Jasa

84

Page 11: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

masyarakat tersebut. Dengan kata lain, inter-vensi Negara menghendaki agar hak-hak se-tiap orang terjamin secara sempurna.

Bukan hanya itu, intervensi Negara di mak-sudkan pula agar kepentingan umum di dahu-lukan dan di letakkan lebih tinggi ketimbangkepentingan pribadi. Kepentingan umum disi-ni tidak harus berkaitan dengan kepentingansemua angota masyarakat secara keselu-ruhan, melainkan bisa saja hanya menyangkutorang atau kelompok tertentu tetapi yang mem-punyai nuansa bagi keutuhan dan stabilitasmasyarakat secara keseluruhan.

Perubahan tata kelola sumur minyaktradisional, diawali pada tahun 1987, yakniditandai dengan penyerahan lapangan minyakyang semula dikelola oleh PPT Migas, menjadiwilayah kuasa pertambangan Pertamina UEP

III Cepu, lapangan minyak tersebut diantaranyameliputi : Kawengan, Lapangan Ledok, danDesa Wonocolo.

Setelah adanya pelimpahan lapanganminyak tersebut, maka pengelolaan lapanganminyak/sumur-sumur tua tinggalan kolonialdiatur dalam SK Menteri Pertambangan danEnergi No.0714 K/30/M.PE/88, bersamaandengan keluarnya SK Mentamben tersebutmaka tata kelola sumur-sumur tua di desaWonocolo, tidak lagi dapat dikuasai secaratradisional oleh kepala desa.

Perubahan tata kelola sumur-sumur tuatersebut meliputi : penentuan kebijakan terkaitdengan proses produksi dan pemasaranlantung,(Lantung merupakan istilah lokal/penambang dalam menyebut minyahmentah). upah, distribusi hasil penambangan,akses terhadap sumur.

Jurnal Fisip UMRAH Vol. I, No. 1, 2011 : 75-91 85

Isu Sistem Pengelolaan Kepala Desa Sistem Upah

Penentuan Kebijakan, terkait dengan proses produksi dan pemasaran hasil

Kepala Desa Pertamina bekerja sama dengan KUD Bogo Sasono

Distribusi hasil penambangan Mencakup

Tertutup Terbuka Upah penambang, dana kesusutan, biaya transport, fee KUD, biaya penampungan, tunjangan perangkat desa dan lain-lain

Upah Kemauan dan kebaikan hati Kepala Desa

Sesuai dengan kontrak yang telah disepakati

Akses terhadap sumur

Terbatas, hanya yang memiliki kedekatan dengan Kepala Desa

Terbuka, seluruh masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama

Kedudukan Penambang

Lemah Kuat

TabelPerubahan Tata Keloa Sumur-sumur Tua

Sumber : diadaptasi dari Laporan Penelitian, “Basis Pemberdayaan Masyarakat Desa Wonocolo PascaPenambangan Minyak Secara Tradisional Terhadap Sumur-sumur Tua”. UGM, 2006.

Page 12: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

Kepala desa dalam sistem pengelolaansumur-sumur tua, memiliki peran yang sangatstrategis, yakni; seluruh keputusan dalam pro-ses produksi lantung yang meliputi; angkat danangkut lantung dibawah koordinasi kepaladesa, dan pemasaran hasil lantung pada saatini dilakukan secara terbuka, artinya penam-bang dapat secara langsung memasarkan hasiltambangnya kepada pembeli.

Sedangkan pada, sistem upah, prosesproduksi dan pemasaran hasil tambang diten-tukan oleh Pertamina dan dalam pemasaranhasil tambang masyarakat penambang, di-haruskan menyetorkannya melalui KUD BogoSsasono. (KUD Bogo Sasono ialah badanuasaha yang bekerja untuk Pertamina dalamkegiatan mengambil dan mengangkut danmemisahkan air dan minyak yang ditambangoleh masyarakat secara tradisional. Hu-bungan kemitraan antara KUD Bogo sasonodidasarkan atas SK Mentamben No.1285.K/30/M.PE/1996). Laporan Penelitian, “BasisPemberdayaan Masyarakat Desa Wonoco-lo Pasca Penambangan Minyak Secara Tr-adisional Terhadap Sumur-sumur Tua”.UGM, 2006.).

Pemasaran lantung, pasca keluarnya SKMentamben tidak lagi dapat diperjualbelikansecara terbuka sebagaimana pada eradibawah kuasa kepala desa, masyarakat pe-nambang diharuskan menjual hasil tambang-nya ke KUD Bogo Sasono yang telah meng-ingkat kontrak dengan Pertamina. KerjasamaKUD Bogo Saono dengan Pertamina ini diper-panjang setiap 4 tahun sekali (Wawancaradengan Sukrihadi Ketua KUD Bogo Sasono).“Seharusnya, para penambang menyetorkanhasil tambangnya ke KUD, akan tetapi imbaljasa yang diterima para penambang dirasa gakcocok, maka penambang menjual langsungke pengepul”.

Dalam hal pemberian upah, dalam pelak-sanaanya terjadi perbedaan satuan nilai yangdigunakan oleh masing-masing institusi, KUDBogo Sasono menetapkan satuan nilai imbaljasa hasil tambang/lantung didasarkan padasatuan drum, sedangakan satuan imbal jasayang seharusnya diberikan ialah per liter, se-bagaimana yang telah ditetapkan oleh perta-mina. Dalam pewawancaraan yang peneliti laku-kan, bahwa perbedaan satuan nilai imbal jasa initidak diketahui oleh masyarakat penambang.

E.4 Strategi Petani Tambang DalamMenjaga Kelangsungan HidupDitengah Rendahnya Imbal Jasa

Transformasi dari ekonomi produksi untuk

subsisten, menuju ke ekonomi produksi untukkomoditi, menghadapkan masyarakat petanikepada dua pilihan yakni; pertama, tetapbertahan dengan kondisi susbsistensi-nyaditengah perubahan yang terjadi dalam tata

Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional Dalam Menjaga KelangsunganHidup di Tengah Rendahnya Imbal Jasa

86

TabelPerbedaan Satuan Nilai Imbal Jasa

Sumber : Diolah dari berbagai sumber

Tahun Satuan Nilai Imbal Jasa (Rp)

Pertamina / Liter

KUD Bogo Sasono / Drum

2001 231, 27 - - - - - 2002 234, 96 - - - - - 2005 296, 57 100. 000 s/d 150. 000 2006 366, 93 100. 000 s/d 200. 000 2007 550,00 200. 000 s/d 250. 000

Page 13: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

Jurnal Fisip UMRAH Vol. I, No. 1, 2011 : 75-91 87

kelola sumur-sumur tradisional, kedua yakni“larut” dalam transformasi ekonomi tersebut,dengan mendasarkan pada persemaiankeadilan ekonomi baik melalui penjualan hasiltambang melalui pintu legal – KUD BogoSasono – ataupun illegal – penjualan kepengepul –.

Penyulingan lantung yang dilakukan olehpetani tambang, di karenakan rendahnya nilaiimbal jasa, yang diberikan oleh Pertamina (perliter), dan adanya perbedaan nilai imbal jasayang dipatok oleh KUD Bogosasono (per drum)bukan per liter, sebagaimana yang telahditetapkan oleh Pertamina (Dalam kese-pakatan yang dibuat oleh Pertamina danKUD Bogo Sasono mendefinisikan kerja“penambangan” meliputi; mengangkatminyak bumi dari dasar sumur dan meng-angkut minyak mentah tersebut ke bak-bakpenampungan yang telah disepakati ber-sama yang kemudian dikirim ke Pertamina,sehingga aktivitas penyulingan merupakanaktivitas illegal – illegal refinery).

“Penyulingan yang dilakukan oleh penam-bang, untuk mengisi perut dan untuk mem-biayai kegiatan produksi, karena imbal jasayang diberikan KUD Bogo Sasono tidak men-cukupi untuk ke (Wawancara dengan pe-nambang).

Sebelum Koperasi Bogo Sasono berdiripada tahun 1988, kehidupan masyarakat pe-nambang cukup sejahtera, karena mengelolasendiri minyak mentah dari sumur-sumur tra-disional. Tapi setelah berdiri Koperasi BogoSasono yang diprakarsai oleh Pertamina, kamimalah menjadi buruh saja dengan diberikanupah jasa ongkos angkut saja’ (Warga mintahak pengelolaan sumur minyak tradisional.

Pada bulan oktober 2006, empat desapenghasil minyak –Kedewan, Hargomulyo,Dangilo, Mbeji dan Wonocolo- membuatkesepakatan kolektif, yang berisi tentang;penghentian pengiriman minyak mentah keKUD Bogo Sasono. Para penambang lebihmemilih melakukan penyulingan secara

mandiri yang kemudian dijual ke beberapapenampungan di daerah Tuban, Blora, danBojonegoro, selanjutnya di kirim ke Surabayadan Semarang.

Singkatnya, masyarakat penambangmelakukan penyulingan minyak mentah sendi-ri merupakan usaha penambang untuk“menaklukan” pasar disatu sisi dan pada sisilainnya, pasar tersebut digunakan oleh penam-bang sebagai penjaga bagi kelangsunganhidup petani tambang.

Penjulan lantung yang dilakukan olehpetani penambang tanpa melaui sistem (KUDBogo Sasono) berdampak pada berkurangnyasupply hasil tambang yang diterima Pertaminamelalui KUD Bogosasono.

Penurunan suplay hasil tambang tersebutsangat siginifkan, yakni dalam keadaan normalPertamina menerima Supply lantung daripetani penambang yang disetorkan melaluiKUD Bogo Sasono sebanyak 11 hingga 12 rittangki per hari (per tangki berisi 5.000 liter),namun, ketika petani penambang memilihmelakukan penyulingan sendiri, maka supplyhasil tambang yang diterima oleh Pertaminahanya mencapai 7 hingga 8 rit saja perhari

Berkaitan dengan berkurangnya suplaylantung ke Pertamina, hal ini pun dapatdimaklumi oleh pengurus KUD Bogosasono,Sukrihadi mengungkapkan :

Di karenakan nilai imbal jasa yang di-terima oleh penambang sangat kecil se-hingga tidak mampu menutup ongkosproduksi, usaha yang dilakukan oleh KUDBogo Sasono terkait dengan rendahnyanilai imbal jasa yang diterima oleh penam-bang ialah dengan cara mengajukan kenai-kan nilai imbal jasa ke Pertamina. (Wawan-cara dengan Pengurus (ketua) KUDBogo Sasono).

Kaitannya dengan pengurangan suplaylantung yang dilakukan oleh petani penam-bang, Ecstein (dalam Mustain, 2007;31)menyatakan, bahwa meskipun senyatanya pe-

Page 14: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

tani tampaknya pasif, sungkan dan diam, na-mun kaum tani dapat melakukan perlawananatas hal-hal yang tidak mereka sukai denganjalan mengurangi produksi atau menganggap‘sepi’ atas informasi-informasi penting daripenindasnya.

Ketidakpuasan yang dialami oleh penam-bang akan rendahnya nilai imbal jasa, yangdiberikan oleh Pertamina, tidak hanya berakhirpada penyulingan minyak mentah secaramandiri dan pengurangan supply hasil tam-bang, rangkaian kekesalan petani tambangtersebut berujung pada penambang tidak lagimenyetorkan hasil tambangnya ke KUD BogoSasono, kontestasi gerak perlawanan petanitambang selanjutnya ‘di sempurnakan’ de-ngan penjualan hasil tambang tanpa melewatipintu KUD Bogo Sasono.

Penjualan hasil tambang yang dilakukanoleh para petani tambang tidak lagi dilakukansecara tertutup dan sembunyi-sembunyi,namun hal itu dilakukan secara terbuka dannyata, sebagaimana diungkapkan oleh KepalaJasa Produksi PT Pertamina EP :

Kalau sekarang ini, penjualan minyakmentah tersebut keluar masih terjadi.Bahkan dilakukan secara terang-terangan,meskipun pembeli tahu jajaran PolresBlora, Jateng tidak Kompromi denganpenjualan minyak mentah keluar wilayah-nya. (Pertamina Cepu Tertibkan Pen-jualan MInyak Mentah Tradisionil Bojo-negoro. www. kapanlagi.com).Aktivitas penjualan minyak tanpa melalui

KUD Bogo Sasono, bukanlah tanpa alasan,adalah nilai imbal jasa yang diberikan olehPertamina sangat kecil, sebagaimana dikatakan Skockpol (dalam Mustain, 20007;193)bahwa; orientasi penjulan yang dilakukan olehpetani tambang adalah untuk mencukupikebutuhan-kebutuhan yang sifatnya spesifikdan konkrit.

Sehingga aktivitas penjualan dimaksudkanbagi keberlangsungan kehidupan petani, yakni;tercukupinya kebutuhan hidup sehari-hari dan

tertutupinya ongkos produksi pengusahaanminyak dan mendapatkan lebih banyak profit.Sebagaimana diungkapkan oleh Penambang:

Negdol lantung langsung nangpengepul iku batine luweh akeh, tim-bangane didiol nang KUD Bogo sasono,batine iso di enggo kasarane ngeh mangansedino-dino karo di enggo tuku rencek lansolar enggo trek. Pak Yanto.(Wawancaradengan penambang).

Artinya ; menjual minyak mentah langsungke pengepul –ilegal– itu untungnya lebihbanyak, dari pada menjual minyak mentah keKUD Bogo Sasono, keuntungannya dapatdigunakan setidaknya untuk mencukupikebutuhan sehari-hari, beli kayu bakar danuntuk beli solar untuk menghidupkan mesintruk.

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa,petani tambang melakukan penjualanlangsung tanpa melalui KUD Bogo Sasono,lebih didorong oleh adanya kewajiban untukmenjemukan kebutuhan sehari-hari –ekonomiproduksi sumur minyak dan rumah tanggapetani–.

F. KesimpulanPeralihan tata kelola dalam pemanfaatan

dan pengelolaan sumur-sumur tua, yang se-mula berada pada kuasa kepala desa, yangkemudian dalam perkembangannya, pengelo-laan dan pemanfaatan sumur-sumur tua ma-suk dalam wilayah kuasa penambangan Per-tamina, yang mengikat kontrak kerja samadengan KUD Bogo Sasono.

Peralihan tata kelola sumur-sumur tua,dirasakan oleh petani tambang semakin mem-perkecil jumlah pendapatan yang diterima olehpetani tambang, dan rendahnya imbal jasa ini,membuat petani tambang mengambil inova-si-inovasi tindakan yang bertentangan denganketentuan yang ada, dikarenakan adanya ke-harusan bagi petani tambang untuk meme-

Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional Dalam Menjaga KelangsunganHidup di Tengah Rendahnya Imbal Jasa

88

Page 15: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

nuhi kebutuhan ekonomi produksi sumur min-yak dan kebutuhan rumah tangga petani.

Jalan yang ditempuh petani tambang, untukmecukupi kebutuhan produksi dan rumahtangga petani, petani menempuh jalanpenyesuaian-penyesuaian, yang diwujudkanpetani tambang melalui : Penjualan tanpamelalui KUD Bogo Sasono, Penyulingansecara mandiri dan Pengurangan supplytambang ke Pertamina.

Rangkaian aktivitas angkat dan angkut yangdigunakan oleh petani disebabkan olehbebarapa faktor, yakni adanya1. Perbedaan nilai imbal jasa yang diterapkan

oleh masing-masing institusi (KUD Bogosasono dan Pertamina), perbedaan nilaiimbal jasa ini berdampak pada semakinkecilnya imbal jasa yang diterima olehpetani tambang.

2. Rendahnya imbal jasa yang diberikan tidakmampu mencukupi kebutuhan produksibagi petani tambang, dan juga kebutuhanrumah tangga petani.

3. Pilihan sikap yang digunakan oleh petanitambang, menunjukkan adanya perhi-tungan untung dan rugi yang melandasi pe-rilaku petani dalam memilih pasar (legaldan ilegal) bagi pemenuhan kebutuhan

produksi dan rumah tangga petani.Penyulingan mandiri, penjulan tanpa

melalui KUD Bogo Sasono dan pengurangansupply, dirasakan oleh petani tambang lebihmampu memberikan hasil yang maksimal,hal ini dikarenakan adanya surplus imbal jasayang sangat menjanjikan yang diberikan olehpasar ilegal.

Perubahan tata kelola pada sumur-sumurtua, senyatanya mampu memberikan peng-hidupan yang layak bagi petani tambang, yak-ni dengan memangkas biaya-biaya yang tidakdapat diketahui/diukur oleh petani, sebagai-mana tertuang dalam komponen biaya pen-jualan hasil tambang/lantung, yakni prosesgauging dan Qas, yang digunakan oleh Per-tamina untuk mengurangi kadar air pada min-yak mentah sesuai standar.

Singkatnya, kekayaan alam yang dimilikioleh masyarakat Wonocolo, belum mampumemberikan penghidupan yang layak bagipenambang sumur-sumur tua, namun hal initentu saja tidak akan terjadi, bilamanaperubahan tata kelola pada sumur-sumur tuadan hubungan kontraktual antara Penambangdan Pertamina didasarkan pada asas yangsaling menguntungkan kedua belah pihak(Pertamina dan Penambang), dan bukannyasaling menegasikan.

Jurnal Fisip UMRAH Vol. I, No. 1, 2011 : 75-91 89

Page 16: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

Daftar Pustaka

Agger, Ben, 2003, Teori Sosial Kritis : Kritik,Penerapan dan Implikasinya, PenerbitKreasi Wacana, Yogyakarta.

Ali, Madekhan., 2007, Orang Desa Anak TiriPerubahan, Averros Press Kerja samaPrakarsa, Malang.

Bungin, Burhan. (ed). 2008, MetodologiPenelitian Kualitatif : AktualisasiMetodologis ke Arah Ragam VarianKontemporer, PT Raja Grafindo Persada,Jakarta.

Denzin, Norman K dan Yvona S. Lincoln (ed).,1994, Handbook Of Qualitative Research,Sage Publication.

Della Porta, Donatela and Mario Diani, 1999,Social Movement : an Introduction,Blackwell Publishers.

Hudiyanto, 2004, Ekonomi Politik, Penerbit PTBumi Aksara, Jakarta.

Loflan, John., 2003, Protes : Studi TentangPerilaku Kelompok dan Gerakan Sosial,Insist Press, Yogyakarta

Endraswara, Suwardi., 2006, MetodologiPenelitian Kebudayaan, Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Gani, Sadikin, 2006, Perlawanan Petani danKonflik Agraria dalam Diskursus GerakanSosial, http;//www.prakarsa rakyat.org/artikel/opini/artikel.

Gilbert, Alan dan Gugler, Josef., 1996,Urbanisasi dan Kemiskinan Di DuniaKetiga, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Kartodirdjo, Sartono., 1991, Modern Indonesia: Tradition and Transformation; aSociohistorical Perspective, Gadjah MadaUniversity Pers, Yogyakarta

Matulessy, Andik., 2008, Model KausalPartisipasi Politik Aktivis GerakanMahasiswa, Disertasi S3 UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta.

Mubyarto, 1982, Politik Pertanian danPembangunan Pedesaan, Pustaka SinarHarapan, Jakarta.

Mustain. 2007, Petani Versus Negara : GerakanSosial Petani Melawan Hegemoni Negara,Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.

Markoff, John., 2002, Gelombang DemokrasiDunia : Gerakan Sosial dan PerubahanPolitik, Terjemahan Arie Setyaningrum,Pustaka Pelajar Kerjasama Center forCritical Studies, Yogyakarta.

Nash, June., (ed), 2005, Social Movment ; anAnthropological Reader, BlackWellPublishing.

Fauzi, Noer., 2003, Bersaksi untuk PembaruanAgraria : Dari Tuntutan Lokal HinggaKecenderungan Global, Insist PressKerjasama Konsorsium PembaruanAgraria dan Lingkar untuk PembaruanDesa dan Agraria.

-— dan Setiaji Purnasatmoko., 2002, GerakanSosial Mengubah Masyarakat, Wacanaedisi 11, Tahun III. Insist, Yogyakarta.

Pratikto, Fadjar., 2000, Gerakan RakyatKelaparan : Gagalanya Politik RadikalisasiPetani, Media Pressindo, Yogyakarta.

Putra, Fadilla, dkk. 2006, Gerakan Sosial :Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan danTantangan Gerakan Sosial, Averros,Malang.

Sairin, Sjafri., dkk, 2000, Pengantar AntropologiEkonomi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Singh, Rajendra., 2001, Social Movement, Oldand New : a Post-modernism Critique, SagePublication. New Delhi.

Sutomo, Greg., 1997, Kekalahan ManusiaPetani : Dimensi manusia dalamPembangunan Pertanian, PenerbitKanisius, Yogyakarta.

Spardley, James P., 2007. Metode Etnografi.

Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional Dalam Menjaga KelangsunganHidup di Tengah Rendahnya Imbal Jasa

90

Page 17: Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional

Jurnal Fisip UMRAH Vol. I, No. 1, 2011 : 75-91 91

Penerbit Tiara Wacana. Yogyakarta.Sztompka, Piotr., 2004, Sosiologi Perubahan

Sosial, Penerbit Prenada, YogyakartaScott, James C., 2000, Senjatanya Orang-

orang Kalah : Bentuk Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani, Yayasan Obor Indonesia,Jakarta.

Utsman, Sabian., 2007, Anatomi Konflik danSolidaritas Masyarakat Nelayan; SebuahPenelitian Sosiologis, Pustaka Pelajar,Yogyakarta.

Wolf, R. Eric., 1985, Petani : SuatuTinjauan Antropologis, Yayasan ilmu-ilmuSosial kerjasama CV Rajawali, Jakarta.

—, 2004, Perang Petani, Insist Press, Yogyakarta.Wiradi, Gunawan, 2000, Reforma Agraria, Insist

Press, kerjasama KPA dan Pustaka Pelajar,Yogyakarta.

Vredenbreght. J, 1980, Metode dan TeknikPenelitian Masyarakat, PT. Gramedia,Jakarta.

Yustika, Ahmad Erani, 2003, Negara VersusKaum Miskin, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Laporan PenelitianLaporan Penelitian, 2004, “Bisnis Militer di

Perusahaan Pengeboran MinyakBojonegoro, Jawa Timur”, www.kontras.org.

Laporan Penelitian, 2006, “BasisPemberdayaan Masyarakat DesaWonocolo Pasca

Penambangan Minyak Secara TradisionalTerhadap Sumur-sumur Tua”, UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta.

Media OnlineDuka Lara Penambang Minyak Tradisional

http://bloranet.comKehidupan Penambang Minyak Tradisional di

Perbatasan Bojonegoro-Cepu. www.jawapos.com

Mujib Rahman http://www.gatra.com/2006-04-24/majalah/beli.php?pil

Diluar Rp 250 Ribu Per Drum.,www.bojonegoro.go.id/indexphp

Jeritan penambang minyak tradisional.www.detik.com

Sumur minyak di Bojonegoro semburkanminyak, www.mediaindonesiaonline.com

Rebutan ‘ngoreti’ Sumur Minyak TuaPeninggalan Belanda. http://www.antarjatim.com

Sumur-sumur subsdi. http://kompas-cetak/0004/09/foto/sumul6.htm

Nasionalisasi usaha Pertambangan minyak diIndonesia. http://basundoro.blog.unair.ac.id/2009/01/3

Tinjauan historis yuridis terhadappengusahaan pertambangan minyak bumidan gas di indonesia

http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/hisyuridis_usahamigas.pdf