step 3
Click here to load reader
-
Upload
dhimar-dwi -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of step 3
![Page 1: step 3](https://reader038.fdocuments.in/reader038/viewer/2022100508/563db942550346aa9a9b9499/html5/thumbnails/1.jpg)
1. Darimana pendarahan Epitaksis berasal dan apa penyebabnya ?
2. Mengapa terjadi demam bifasik?
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology
mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang sering
(tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme
multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik
atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan demam
(pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah
peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh
interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh
1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai
respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point
yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas
dan memproduksi panas.
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu
terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam
hari pukul 16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini.1,2
Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis
kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada
nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi
tergantung pada tempat pengukuran.
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh
klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam
dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum
minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
(Fisher & Boyce, 2005)
3. Mengapa Ny. Evi mengalami trombositopenia?
![Page 2: step 3](https://reader038.fdocuments.in/reader038/viewer/2022100508/563db942550346aa9a9b9499/html5/thumbnails/2.jpg)
Komplek virus antibodi mengakibatkan trombositopenia dan juga gangguan fungsi
trombosit. terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih
kontroversial, disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang serta akibat
destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.(Guglani,2005) Mekanisme
peningkatan destruksi ini belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks
imun pada permukaan trombosit yang mengeluarkan ADP (adenosin di posphat)
diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan
oleh sistem retikuloendotelial khususnya limpa dan hati. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang mengakibatkan terjadinya
koagulopati konsumtif (Chuansumrit, 2006)
4. Bagaimana klasifikasi Cephalgia?
Nyeri kepala atau cephalgia adalah nyeri yang dirasakan di daerah kepala atau
merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala (Goadsby,
2002) . Nyeri kepala merupakan salah satu gangguan sistem saraf yang paling umum
dialami oleh masyarakat. Telah dilakukan penelitian sebelumnya bahwa dalam 1
tahun, 90% dari populasi dunia mengalami paling sedikit 1 kali nyeri kepala. Menurut
WHO dalam banyak kasus nyeri kepala dirasakan berulang kali oleh penderitanya
sepanjang hidupnya.
Nyeri kepala diklasifikasikan oleh International Headache Society, menjadi nyeri
kepala primer dan sekunder. Yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer antara lain:
Nyeri kepala tipe tegang (TTH - Tension Type Headache)
Migrain
![Page 3: step 3](https://reader038.fdocuments.in/reader038/viewer/2022100508/563db942550346aa9a9b9499/html5/thumbnails/3.jpg)
Migrain diklasifikasikan menjadi migrain tanpa aura dan migrain dengan aura
(International Headache Society, 2004). Pada semua usia, migrain tanpa aura
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan migrain dengan aura, dengan rasio
kurang lebih antara 1,5 - 2:1 (Rasmussen, 2001). Dari beberapa penelitian juga
didapatkan data bahwa sebagian besar migrain yang dialami perempuan usia
reproduksi merupakan migrain tanpa aura.
Nyeri kepala cluster
Nyeri kepala primer lain, contohnya hemicrania continua. Nyeri kepala primer
merupakan 90% dari semua keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala juga dapat
terjadi sekunder, yang berarti disebabkan kondisi kesehatan lain
(Goadsby, 2002).
5. Apa hubungan Cephalgia dengan demam?
6. Mengapa Ny. Evi mengalami Leukopenia?
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah sel darah putih lebih rendah dari normal.
Jumlah leukosit yang lebih rendah dari 5000/mm3 atau jumlah granulosit lebih rendah
dari 2000/mm3 merupakan keadaan abnormal dan merupakan tanda kelainan sumsum
tulang.
Jumlah leukosit pada penderita DBD bervariasi dari leukopenia ringan hingga
leukositosis sedang. Leukopenia akan muncul antara hari demam ke-1 dan ke-3 pada
50 % kasus DBD ringan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh adanya degenerasi
sel PMN yang matur dan pembentukan sel PMN muda. Konsentrasi granulosit
menurun antara hari ke-3 dan ke-8. Pada syok yang berat dapat dijumpai leukositosis
hingga 12 x 109 / liter atau lebih yang disertai dengan neutopenia absolut. Pada hari
terjadinya syok atau penurunan demam dari penderita DBD/DSS dapat dijumpai
peningkatan yang nyata dari jumlah absolut dan presentasi limfosit atipik.
Adapun penyebab terjadinya leucopenia adalah sebagai berikut:
a. Penyebab tersering adalah keracunan obat; fenotiazin merupakan yang
tersering; begitu juga dengan Clozapine, suatu neuroleptikal atipikal.
![Page 4: step 3](https://reader038.fdocuments.in/reader038/viewer/2022100508/563db942550346aa9a9b9499/html5/thumbnails/4.jpg)
b. Infeksi virus, campak, demam thypoid toksin, rickettsia dari tifus, faktor fisik
(radiasi pengion), obat-obatan (sulfanilamides, barbiturat, cytostaties), bensol,
kekurangan vitamin B12, asam folat, anafilaksis shock, hypersplenism, juga karena
kelainan genetik.
c. Meningkatnya kadar stres, syndrom Cushing, kortikosteroid, penyakit menular,
corticotrophin dan kortison.
d. Faktor keturunan dan immunodeficiency, stres, radiasi penyakit, tuberkulosis
e. Batang myeloid tertekan ditembak dari sumsum tulang hemopoiesis (misalnya,
dalam penyakit radiasi.)
Kondisi klinis yang dikenal dengan leukopenia terjadi bila sunsun tulang
memproduksi sangat sedikit sel darah putih, sehingga tubuh tidak terlindung terhadap
banyak bakteri dan agen lain yang mungkin masuk menginvasi jaringan.
(Guyton,2008).
7. Mengapa Ny. Evi diberi obat antipiretik dan infus cairan?
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi
elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah
dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan
intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam
penanganan dan perawatan pasien. Berbagai cairan mempunyai manfaat dan tujuan
yang berbeda-beda. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan
memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu
merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat
menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18--24 jam sesudah cedera
luka bakar. Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan
kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok
hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah
dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan
kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga
pemakaian berlebih perlu dicegah.
![Page 5: step 3](https://reader038.fdocuments.in/reader038/viewer/2022100508/563db942550346aa9a9b9499/html5/thumbnails/5.jpg)
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan
isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan
aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan
asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan
Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan
insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan
asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat
terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada
pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat.
Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena
dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan
dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk
mengganti kebutuhan harian. Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan
dan jenis kelamin. Lemak tubuh juga berpengaruh terhadap cairan, semakin banyak
lemak, semakin kurang cairannya. Ada dua bahan yang terlarut di dalam cairan tubuh
yaitu elektrolit dan non-elektrolit
(http://eprints.undip.ac.id/12469/1/2005FK3638.pdf)
Dapus
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Chuansumrit A, Tangnararatchakit K.
Pathophysiology and management of dengue hemorrhagic fever. Transfusion
alternatives in transfusion medicine. Journal Compilation 2006;8(suppl 1):3-11.
(http://eprints.undip.ac.id/12469/1/2005FK3638.pdf)
Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffet’s Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.