SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

237
. 'N ' í?% a j£la.m.etmutj<inà 'a . ff.-.y-t, SRIWIDJAJA ft PER I TET VKAN ARNOLDUS ENDE - FI,ORES N .T X

Transcript of SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Page 1: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

. 'N 'í?% a j £ l a . m . e t m u t j < i n à

' a . f f . -. y- t,

SRIWIDJAJA

f t

P E R I TET VKAN ARNOLDUS ENDE - FI,ORES N .T X

Page 2: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

r , & * V

S R I W I D J A J A

Page 3: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

S R I W I D J A J A

Prof. Dr. Slametmuljana

Pertjetakan Arnoldus Endc-Flores Nusa Tenggara Timur

K o le k s i P e rp u s ta k a a n FAKULTAS HUKUM U.I.V _____ ,

Page 4: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

■ r r r p u s t a k a a n . .FAKt'LTAS HUKUM U.l.

T a n g g a l 1 A «

N o m o r S i l : 0 , A t y .

^ A s a l D u k u ........... . . . .

k ■ -V • ■■ •i . ' 'l "

Page 5: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I S I N J A

Kata pengantar

I. Ichtisar penulisan sedjarah Sriwidjaja ' 3

I-ts’ing: Nan-hai-chi-kuei-nai-fa-ch'uan, Ta-t’ang-si-yu-ku-fa-kao-

sêng-ch'uan; Kern: Inscriptie van Kota Kapur (eiland Bangka;

608 çaka); Groeneveldt: Notes 011 the Malay Archipelago and M a­

lacca, compiled from Chinese sources; Blagden: The empire of the

Maharaja, King of the Mountains and Lord of the Isles; Coedès:

Le royaume de Çrivijaya; Krom: De Sumatraansche periode der

Javaansche Geschiedenis; Stutterheim: A Javanese period in Su­

matran history; Krom: Hindoe-Javaansche Geschiedenis; Coedès:

Les inscriptions malaises de Çrivijaya; Vogel: Het Koninkrijk Çri­

vijaya; Ferrand: L ’empire Sumatranais de Çrivijaya; Ivans: An in­

scribed seal from Perak; Nilakanta Sastri; A note on an inscribed

seal from Perak; Chhabra: Expansion of Indo-Aryan culture during

Pallava rule, as evidenced by inscriptions; Majumdar: Let rois Çai-

lendra de Suvarnadvipa; Bosch: De inscriptie van Ligor; Moens:

Çrivijaya, Yava en Katâha; Stutterheim: Verslag over de gevonden

inscripties; Roland Braddell: An introduction to the study of ancient

times in the Malay Peninsula and the Straits of Malacca; Coedès:

Les états Hindouisés d’Indo-Chine et d’Indonésie; Nilakanta Sas-

tri: History of Çrivijaya; van Naerssen: The Çailendra inter­

regnum; Coedès: Le Çailendra ,,tueur des héros ennemis” ; De

Casparis: Prasasti Indonesia I; II; Bosch: Çrivijaya, de Çailendra-

en de Sanjayavamça; Purbatjaraka: Riwajat Indonesia I; Hiranan-

da Sastri: The Nalanda copperplate of Devapaladeva; Bosch: Een

oorkonde van het groote klooster te Nalanda; Sukmono: Lokalisasi

pusat keradjaan Sriwidjaja; Moh. Yamin: Penjelidikan sedjarah

tentang negara Sriwidjaja dan radjakula Sailendra dalam kerangka

ketatanegaraan Indonesia; Tan-yeok-seong: Piagam Kanton; Brian

Harrison: Early Indianized States, Funan and Srivijaya; Hall: A

history of South-East Asia.

5

Page 6: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

halaman

II. Pendidikan I'ts'ing 39

Pendidikan 39

Perdjalanan ke India t 43

Pernjataan I-ts’ing 47

lil . Lokalisasi tempat-tempat dalam perdjalanan l-tsing 52

Lo-jeng-kuo 53

Ka-cha 54

Mo-lo-yeu 57

Shih-li-fo-shih 61M o - h o ' S i n 6 5

Ho-ling 69

P ’o-li 76

Tan-tan 79

P’en-p'en &1Fo-shih-pU'lo

A-shan ^4

Lang-ya-hsiu ^4

To-ho-lo-po-ti ^7

IV . Pusat keradjaan Sriwidjaja 91

Lokalisasi ' ' 91Keradjaan Melaju dan Sriwidjaja l io

Piagam Kedukan Bukit 113Pusat keradjaan Melaju 120Piagam Talang Tuwo 123Gelar Dapunta Hyang 126Piagam persumpahan 128

V. Sriwidjaja dan Semenandjung v 135

Piagam Ligor A 135Piagam Ligor B 137

VI. Radjakula Sailendra di Djawa Tengah 147

Prasasti Kedu 147

Prasasti Tjanggal dan Sandjaja 149Prasasti Kalasan dan Rakai Panangkaran 152

6

Page 7: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

halaman

Prasasti Ratu Baka dan Dharmatungga X57Prasasti Kelurak dan Dharanindra 158Prasasti Karang Tengah dengan Samaratungga £59Prasasti Sri Kahulunan dan Pramodawardhani 163Prasasti Gandasuli dan Dang Karayan Partapan 172

V II. Sriwidjaja dibawah kekuasaan Sailendra 179

Prasasti Nalanda dan Balaputra 179

Prasasti Balaputra - Djatiningrat 185Persoalan Sri Dharmasetu 193

V III. Keradjaati San~fo~ts’i 197

Berita Tionghwa 197

Berita India 200Lokalisasi San-fo-ts'i 202Negara-negara bawahan San-fo-ts’i 207Hubungan antara Sriwidjaja dan India 213Hubungan antara Sriwidjaja dan Tiongkok 217

IX . Runtuhnja keiadjaan Sriwidjaja 223

Kekuasaan di Semenandjung 223Kekuasaan di Sumatera 229

X . Karja utama dan singkatan 235

7

Page 8: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

K A T A P E N G A N T A R

Kesadaran nasional bangkit kembali akibat tim buln ja kemerdekaan

dipelbagai negara Asia. D engan sendirinja pengetahuan sed ja tah nasio­

nal mendapat perhatian para penduduk negara-negara jan g bersang­

kutan lebih banjak daripada waktu jang sudah silam.Sedjarah keradjaan Sriw id ja ja adalah sedjarah salah satu negara A sia

Tenggara, jang menguasai Selat M a laka pada zaman jang sudah lama

lampau. Selat M a laka sebagai satu-satunja d ja lan lalu-hntas pelajaran

dari Ind ia ke Tiongkok d$n kebalikannja, memegang peranan penting

dalam sedjarah. Asia Tenggara. O leh karena itu sedjarah keradjaan

Sriw id ja ja pada hakekatnja adalah bagian penting dari sedjarah lama

Asia Tenggara. Sedjarah Sriw idja ja menjangkut hubungan antara

bangsa-bangsa A s ia , terutama jang menggunakan Selat M a laka sebagai

d ja lan lalu-lintas. Peranan Sriw idja ja tidak dapat diabaikan dalam

pengetahuan sedjarah Asia Tenggaia lama.Keradjaan Sriw idjaja lama terpendam dalam abu sedjarah, tanpa

diketahui oleh s e o ra n g p u n . Baru semendjak tahun 1918 keradjaan S riw i­

d ja ja timbul lagi dalam sedjarah berkat penemuan Prof. George Coedes.

Sedjak itu nama Sriw idjaja mendjadi sangat mashur. Penjelidikan lebih

landjut masih terus-menerus dilakukan untuk mentjari pendjelasan me­

ngenai hal-hal jang masih kabur. Penemuan keradjaan S riw id ja ja ini

mendapat sambutan jang hangat sekali dari para sardjana dalam b idang

pengetahuan sedjarah.Sudah selajaknja bangsa Asia Tenggaia umumnja, bangsa M a la ja

dan Indonesia chususnja tidak lagi puas dengan hanja mendengar nam a-

nja sadja. Mereka ingin tahu bagaimana seluk-beluk jang sebenarnja.

Itu lah sebabnja maka hasil penjelidikan para sardjana dalam bidang

sedjarah Sriw idjaja itu d juga dihimpun dan disiarkan dalam bahasa

M elaju/Indonesia dalam bentuk seperti berikut.

D isamping menghimpun dan mengutip pendapat pai a sardjana jang

telah memberikan sumbangan dalam rekonstruksi sedjarah Sriw idja ja ,

penjusun tidak lupa mengemukakan pelbagai persoalan, jang masih

menghendaki pemetjahan. D justru persoalan-persoalan itulah jang ter­

utama mendapat perhatiannja. Usul pemetjahannja ada kalanja sama

dengan pendapat lama jang sudah pernah dikemukakan, ada kalanja

berbeda dan merupakan buah pikiran baru.

Sumber sedjarah jang digunakan sama sadja dengan sumber sedjarah

jang telah ditelaah sebelumnja dalam penelitian sedjarah Sriw idjaja.

Hasil penelitian jang penting-pentingpun setjara singkat diuraikan da--------------- ,-------------------------- j ------ a (---------------- a ............... -------------- J — « - n u f c H / t c t T T C l c

lain fatsal ichtisar penulisan sedjarah Sriw idja ja , jang tnenjebut pelbagai

karja para sardjana dalam bidang sedjarah Sriw idjaja. Tanpa mengu-

9

Page 9: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

tangi djasa para sardjana jang telah menjumbungkan pendapat dalam

penjusunan kembali sedjavah Sriwidjaja, uraian ini tidak diperberat

dengan banjak kutipan dan tjatatan. Dengan djalan demikian uraian

mudah dibatja dan pikiran dapat dipusatkan pada persoalan jang di­

telaah.

Dalam penulisan sedjarah Sriividjaja kita harus berusaha untuk hidup

dan berpikir dalam alam abad ke 7 sampai abad ke 13 dan berusaha me­

mahami makna peristiwa sedjarah dalam rangka zamannja. Suasana

zaman Sriwidjaja jang telah lampau berabad-abad hanja dapat kita

bajangkan sadja dan kadang-kadang pembajangan suasana itu masih

bersifat raba-raba. Peristiwa sedjarah jang ingin kita pahami, sangat

kabur, karena sumber sedjarah memberitakannja tidak djelas. Sebagian

besar dari peristiwa-peristiwa sedjarah Sriwidjaja jang kita djumpai,

diberitakan oleh sumber sedjarah asing, terutama sumber berita Tiong-

hwa dan prasasti-prasasti asli dari zaman Sriwidjaja jang ditulis dalam

bahasa Sriwidjaja, Sansekerta dan Tamil.

Berita Tionghwa tentang Sriwidjaja kadang-kadang terlalu singkat

dan terlalu kabur. Berita-berita itu kadang-kadang disangsikan kebenar-

annja, karena kebanjakan diantara berita-berita itu tidak berasal dari

tangan pertama. Nama-nama tempat dan tokoh sedjarah jang diberita­

kan, ditulis dalam bahasa Tionghwa menurut pendengaran pemdisnja.

Utjapan kata-kata Tionghwa jang digunakan untuk mentjatat nama-

nama itu berbeda-beda, sehingga susah untuk ditafsirkan. Bahasa Ti­

onghwa pada abad ke 7 berbeda dengan bahasa Tionghwa zaman

sekarang. Bahasa Tionghwa Kanton berbeda dengan bahasa Tionghwa

Mandarin. Untuk memberikan tafsir terhadap berita-berita Tonghwa

itu diperlukan bantuan ahli bahasa Tionghwa klasik jang mempunjai

perhatian kepada persoalan sedjarah.

Nama-nama tempat jang ditranskripsikan dengan huruf-huruf Tiong­

hwa perlu ditafsirkan. Pentafsiran -nama-nama itu tidaklah mudah, ka­

rena nama-nama itu biasanja ditulis dalam satu rangkaian jang bunjinja

berbeda sekali dengan nama-nama desa atau kota di Malaja dan Su-

matera. Seringkali tempat jang namanja tertjatat dalam kronik Tionghwa

itu sudah berubah namanja, menjesuaikan diri dengan perkembangan

bahasa setempat. Keterangan geografi tentang tempat-tempat jang di­

sebut kadang-kadang bersifat umum sekali, diukur dengan djarak pe­

lajaran dan djarak dari pulau atau tempat jang letaknja sangat djauh.

Pemberitaan tentang batas-batas tempat itu dinjatakan dengan penje-

butan laut dan pulau atau negara jang sangat djauh letaknja. Betapapun

kaburnja berita geografi itu, berita geografi itu harus didjadikan pe­

gangan untuk melokalisasikan tempat-tempat jang dimaksud. Penge­

tahuan geografi dalam penulisan sedjarah kuno seperti sedjarah Sriwi-

10

Page 10: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

djaja sangat diperlukan untuk menghindarkan salah tafsir tentang

peristiwa sedjarah. Kadang-kadang untuk melokalisasikan nama-nama

jang disebut, diperlukan pengetahuan tentang keadaan daerah dipel-

bagai pulau dan kemungkinan perkembangannja dalam masa sedjarah.

Bagaimanapun pengetahuan geografi kuno ini merupakan bagian penting

dalam sedjarah Sriividjaja untuk dapat memahami peristiwa sedjarah

dalam suasana zamannja. Pengetahuan geografi itu tidak dapat diabai­

kan begitu sadja. Oleh karena itu karja Ir. f.L. Moens Qrivijaya, Yava

en Kataha dalam T.B.G. LXXV1I tahun 1937 afl. 3 dan karangan-

karangan Roland Btaddell jang termuat dalam J.M.B.R.A.S. berdjudul

An introduction to the study of ancient times in the Malay Peninsula

and the Straits of Malacca, dan Notes on ancient times in Malaya, jang

chusus merintis pengetahuan geografi sedjarah kuno Indonesia bagian

barat dan Semenandjung, harus dipandang sebagai sumbangan jang

sangat berharga bagi perkembangan ilmu sedjarah Sriividjaja. Ini tidak

berarti bahwa semua kesimpulan jang diambilnja, boleh kita terima be­

gitu sadja. Mereka itu membuka djalan baru untuk mendekati kenjataan

sedjarah jang sudah berulang kali disoroti dari segi filologi dan terbukti

tidak mendjadi lebih djelas. Saja jakin bahwa lokalisasi pelbagai nama

tempat jang disebut oleh pendeta I-ts’ing dalam karjanja Memoire dan

Record serta oleh kronik Tionghwa, jang telah dilakukan oleh pelbagai

sardjana, berhubung dengan perkembangan penelitian geografi sesudah

perang dunia kedua, perlu dikoreksi.

Baik geografi maupun filologi serta archeologi dalam hal ini mengabdi

penulisan sedjarah. Fungsinja tidak lain daripada memberikan bantuan

untuk memahami makna peristiwa sedjarah dalam rangka zamannja

dan susunan masjarakatnja. Hanja dalam beberapa hal dimana diperlu­

kan bantuannja, filologi, archeologi dan geografi dibeberkan demi pen-

djelasan peristiwa sedjarah. Penulisan sedjarah tetap mendjadi tudjuan

utama.

Tentang Sriwidjaja diketemukan djuga pelbagai prasasti dalam ba­

hasa Sriwidjaja, Sansekerta dan T amil. Sebagian besar dari prasasti-

prasasti itu telah ditranskripsikan dengan huruf Latin, diterdjemahkan

dan diterbitkan dalam pelbagai madjalah ilmiah oleh pelbagai sardjana.

Namun tafsir sedjarahnja tetap masih gelap. Prasasti-prasasti itu hanja

sebagian ketjil dari kehidupan kenegaraan Sriwidjaja. Namun meskipun

demikian, prasasti-prasasti itu harus didjadikan pegangan untuk me­

ngetahui perkembangan keradjaan Sriwidjaja. Terdjemahan prasasti-

prasasti itu seringkali sangat kusut, karena memang tidak mudah untuk

memahaminja. Untunglah disamping terdjemahan itu disiarkan djuga

transkripsi dan kadang-kadang fotokopi prasasti-prasasti jang ber­

sangkutan, sehingga barangsiapa menaruh perhatian, dapat ikut mem-

11

Page 11: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

batjanja sendiri. Pembatjaan fotokopi dan pentafsiran transkripsi

prasasti-prasasti itu ada kalanja memberikan gagasan baru untuk me-

metjahkan persoalan sedjarah Sriwidjaja jang masih gelap.

Meskipun sedjarah Sriwidjaja tidak mempunjai sangkut-paut setjara

langsung dengan zaman Indonesia moderen, namun sedjarah Sriwidjaja

itu masih tetap mempunjai tempat dalam kerangka sedjarah nasional.

Mungkin pengetahuan sedjarah kuno itu dapat memberikan dorongan

kearah pengagungan negara dan bangsa. Djika tidak, paling sedikit

sedjarah Sriwidjaja itu mengingatkan bangsa Indonesia kepada zaman

gemilang jang sudah silam.

12

/

Page 12: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I.

IC H T IS A R P E N U L IS A N SE D JA R A H S R IW ID JA JA

Maksud penulisan sedjarah pada umumnja ialah untuk mentafsirkan

peristiwa-peristiwa sedjarah dalam rangka kehidupan kenegaraan suatu

negara. Tafsir sedjarah itu bertudjuan untuk memaj^arkan pandangan

individuil seorang ahli sedjarah sebagai hasil usahanja untuk memahami

sepenuhnja peristiwa sedjarah jang diperolehnja dari sumber sedjarah.

Orang lain jang membatjanja boleh menjetudjui atau menentang pan-

dangannja. Tentangan atau perbedaan pandangan ahli sedjarah lain

boleh memberikan dorongan untuk mengadji suatir pandangan sedjarah

lebih landjut, sekali-kali tidak bertudjuan untuk semata-mata meng­

gugurkan anggapan sardjana lainnja, tetapi dimaksud sebagai usaha

untuk memperoleh pendjelasan jang lebih memuaskan. Demikianlah

pertentangan tafsir sedjarah oleh para sardjana itu harus diartikan

sebagai usaha untuk mendekati kenjataan sedjarah. Pikiran bahwa hanja

anggapannja sadja jang benar dan boleh dipertjajai, akan menghenti­

kan penjelidikan sedjarah. T iap pandangan baru, apalagi djika pan­

dangan itu didasarkan atas bahan-bahan baru, jang belum diketahui

atau belum dapat dipetjahkan sebelumnja, merupakan sumbangan jang

berharga dan perlu dipertimbangkan. Lagipula pengetahuan sedjarah

bukanlah monopoli seorang ahli semata-mata.

Sedjarah Sriwidjaja sudah mengalami pengolahan pelbagai sardjana

sedjarah baik mengenai keseluruhannja maupun mengenai bagian-

bagiannja. Pandangan para sardjana itu tidak semuanja sehaluan, apa

lagi djika mereka menghadapi suatu soal sedjarah. jang menghendaki

suatu pemetjahan. Tafsiran mereka kadang-kadang bukan sadja tidak

sehaluan, melainkan seringkali bertentangan, sehingga seolah-olah me­

nimbulkan polemik ilmu sedjarah. Masing-masing pihak berusaha mem­

pertahankan anggapannja dan mengemukakan bukti-bukti untuk mem-

perkuatnja. Bukti-bukti itu diambilnja dari pelbagai sumber sedjarah.

Usaha mengumpulkan bukti-bukti ini melalui penapisan sumber sedja­

rah jang tertulis dalam pelbagai bahasa, terdapat dipelbagai tempat,

berserak dalam pelbagai buku dan tertulis dalam pelbagai masa. Pem-

buktian-pembuktian itu merupakan pengadjian pandangan terhadap

soal sedjarah.

Pengetahuan sedjarah Sriw idjaja baru lahir pada permulaan abad 20 .

Nam a Sriw idjaja baru mulai dikenal pada tahun 1918, sedjak George

Coedes menulis karangannja Le royaume de Qrivijaija (B .E .F .E .O . 18).

Pada tahun 1913, waktu Prof. Kern menerbitkan piagam Kota Kapur,

salah satu piagam Sriwidjaja dari tahun 686, ia masih menganggap

13

Page 13: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

bahwa nama Sriwidjaja jang tertjantum pada piagam tersebut, adalah

nama seorang radja, karena çri biasanja digunakan sebagai sebutan

atau gelar radja. diikuti nama radja jang bersangkutan. Sardjana Dje-

pang Takakusu jang menterdjemahkan karja I-ts’ing Nan~hai-chi-kuei-

nai fa~ch’uan kedalam bahasa Inggris (a Record of the Buddhist reli­

gion as practised in India and the Malay Archipelago) pada tahun

1896, belum mengenal nama Sriwidjaja. I-ts'ing baik dalam bukunja

Nan-hai-chi~kuei-nai fa-ch’uan, maupun dalam bukunja Ta-t ang-si-

yu-ku~fa-kao-seng'ch’uan, jang telah diterdjemahkan lebih dahulu oleh

Prof. Chavannes pada tahun 1894 kedalam bahasa Perantjis, (Mémoire

composé à l’époque de la grande dynastie T ang sur les religieux émi­

nents qui allèrent chercher la loi dans les pays d Occident) menjebut

Sriwidjaja jang pernah dikundjunginja Shih-li-fo-shih (atau dengan

edjaan Perantjis Che-li-fo-che). Nama itu dikira transkripsi Tionghwa

dari nama asli Sribhodja. Dalam kedua -buku itu nama Shih-li-fo-shih

jang seringkali disingkat Fo-shih sadja, digunakan untuk menjebut

negara, ibukota pusat keradjaan. dan sungai jang muaranja digunakan

sebagai pelabuhan. Terdjemahan piagam Kota Kapur oleh Kern, di-

mana terdapat nama Sriwidjaja dan terdjemahan karja I-ts ing, dimana

terdapat transkripsi Tionghwa Shih-li-fo-shih memungkinkan Coedès

untuk menetapkan, bahwa Sriwidjaja adalah nama Negara di Sumatera

Selatan jang ditranskripsikan kedalam tulisan Tionghwa Shih-li-fo-shih.

Tetapi Coedès tidak berhenti pada penemuan itu sadja. Ia berusaha

pula menetapkan letak ibukotanja di Palembang berdasarkan ang­

gapan Groeneveldt dalam karangannja, Notes on the Malay Archipe­

lago and Malacca, compiled from chinese sources dari tahun 1876, jang

menjatakan bahwa San-fo-ts i adalah Palembang. Beal pada tahun 1886

telah mengemukakan pendapatnja, bahwa negara Shih-li-fo-shih ter­

letak ditepi sungai Musi dekat kota Palembang. Namun pada perte­

ngahan kedua abad 19 itu nama Sriwidjaja belum dikenal. Keradjaan

itu masih disebut dengan nama Tionghwa jang tidak diketahui nama

aslinja. Meskipun anggapan itu boleh dipandang sebagai penemuan

ilmiah jang asli, namun karena kepintjangan tersebut, masih kabur

sekali. Bagaimanapun haru, diakui, bahwa ilmu sedjarah Sriwidlaia

adalah penemuan Coedès dan lahi, dari ketierdasannja dalam meng­

gunakan has.l penjelidikan sardiana-sardjana lainnja. Penemuan Cce-

des m, mendapat sambutan jang bebal dalam ilmu pengetahuan sedja-

l l T T T f t r , “ d)arah Asia T“ Sgara. Karena letakn|a jangsangat ideal untuk lalu-lintas pelajaran Djawa, India, Arab dan Tiong-

o , ma a se jara riwidjaja menjangkut hubungan internasional.

Dengan sendirinja sedjarah Sriwidjaja itu berhubungan dengan sedjarah

negara-negara lam ,ang menggunakan Selat Malaka sebagai djalan

14

Page 14: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

X

lalu-lintas dan namanja teringat pula dalam sedjarah asing. Apalagi

karena terbukti bahwa Sriwidjaja merupakan salah satu negeri besar

diantara negeri-negeri dilaut Selatan. Penemuan negeri Sriwidjaja oleh

Coedes ini mengalihkan minat para sardjana sedjarah, terutama para

sardjana Belanda, jang pada waktu itu terlalu banjak memusatkan

perhatiannja kepada sedjarah Djawa. Djustru oleh karena keradjaan

Sriwidjaja lebih tua daripada keradjaan Mataram lama, maka sedjarah

Sriwidjaja itu sangat menarik perhatian. Karenanja perkembangan ilmu

sedjarah Sriwidjaja sangat pesat.

Pada tahun 1919 djadi setahun sesudah terbitnja karangan Coedes

,,Le royaume de Qrivijaya” jang sangat mashur itu, Krom mengutjap-

kan pidato pelantikannja sebagai guru besar pada Universitas Leiden

jang berdjudul De Sumatraansche periode de r favaansche Geschiedenis.

Krom menjarankan bahwa didalam sedjarah Djawa menjusup masa

pemerintahan radja-radja Sumatera jakni radja-radja Sriwidjaja. Bukti

jang dikemukakannja ialah pemakaian banjak kata Melaju pada piagam

Gandasuli dari tahun 832 jang diketemukan di Djawa Tengah. Sepuluh

tahun kemudian saran ini mendapat serangan dari sardjana W .F . Stut-

terheim jang mengemukakan teori kebalikannja. Stutterheim menulis

pada tahun 1929: A favanese period in Sumatcan history. Ketjuali Krom,

Gabriel Ferrand pada tahun 1919 djuga menjambut tulisan Coedes

tersebut diatas dan pada tahun 1922 ia menerbitkan bukunja L ’Empire

Sumatranais de £ r ivljaya. Ferrand mengakui djasa Kern dalam usaha-

nja menterdjemahkan piagam Kota Kapur pada tahun 1913, meskipun

sardjana ini tidak mengenal bahasa Melaju Kuna. J.Ph. Vogel tidak

ketinggalan. Ia membahas karangan Coedes dalam karangannja jang

berdjudul Het koninkrijk Qrivijaya. Karangan itu ditulis dalam B.K.I.

75 tahun 1919. Demikian pula sardjana Inggris, ahli bahasa dan sedja­

rah Melaju C.O. Blagden. Sardjana ini pada tahun 1920 menulis ka­

rangannja The Empire of the Maharadja. King of the Mountains and

Locd of the Isles. Pada tahun 1926 Krom menerbitkan bukunja Hindoe~

favaansche Geschiedenis. Dalam buku itu ia djuga mengemukakan

keradjaan Sriwidjaja. Buku ini ditjetak lagi pada tahun 1931. Dalam

tjetakan jang kedua itu Krom tidak lupa membahas pendapat Dr. Stut­

terheim, jang telah dibitjarakan okh Dr. F.D.K. Bosch pada tahun

1929. Baik Krom maupun Bosch menolak pendapatnja. Karangan Krom

ini merupakan buku sedjarah Indonesia lama jang paling lengkap dan

mendjadi buku pegangan sedjarah Indonesia bagi para sardjana lain-

lainnja. Segala literatur jang mempunjai sangkut-paut dengan sedjarah

Indonesia sampai waktu itu dibahas dan disebut. Susunan buku Krom

ini dipandang dari segi sedjarah tidak luput dari kritik. Bertalian de­

ngan perkembangan penelitian sedjarah Indonesia kuno banjak bagian

15

Page 15: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

jang perlu dikoreksi. Pada hakekatnja tulisan itu lebih banjak menje-

rupai pandangan archeologi daripada pandangan sedjarah dalam arti

chusus. Sifat jang demikian mudah dipahami, djika kita menempatkan

tulisannja pada zaman dan suasana perkembangan ilmu sedjarah di

Indonesia. Kita tidak dapat menulis sedjarah Indonesia lama seperti

jang dilakukan oleh para sardjana Eropa tentang salah satu bagian

benua Eropa, karena terlalu banjak hal-hal jang masih sangat me­

ragukan. Tanpa pengetahuan archeologi. jang pada waktu penulisan

buku itu boleh dikatakan baru mulai berkembang, tidak mungkin orang

menulis tentang sedjarah lama. Dengan sendirinja Krom sebagai ahli

archeologi terlalu banjak mengutamakan soal-soal archeologi dalam

penulisan sedjarah. Ia beranggapan, bahwa dengan menempuh djalan

ini ia berharap dapat memberikan pendjelasan tentang hubungan per­

istiwa jang masih gelap atau paling sedikit masih samar-samar. Oleh

karena itu alih-alih memberikan tafsir peristiwa sedjarah jang mem-

punjai hubungan dengan pandangan hidup dan tjara berpikir, ia dalam

banjak hal memberikan tafsir purbakala, Akibatnja tulisannja mengan­

dung sifat sedjarah jang bertjampur aduk dengan archeologi. Buku

Krom berhenti pada uraian tentang keradjaan Madjapahit sadja. Suatu

hal jang agak aneh djika dipandang dari segi penulisan sedjarah. Pem­

batasan itu membajangkan wataknja sebagai seorang ahli archeologi.

Kedjadian sesudah runtuhnja keradjaan Madjapahit tidak mendapat

perhatian samasekali, karena zaman itu sudah dianggap zaman Islam,

dan termasuk pangsa waktu baru. Penjelidikan archeologi mengenai

zaman ini tidak dilakukan.

Sesudah terbitan Hindoe - Javaansche Geschiedenis karangan Krom

ini, menjusul pada tahun 1930 Les inscciptions Malaises de Qrivijaya,

jang dikumpulkan, diperiksa dan dibitjarakan oleh Coedes. Terbitan

itu memuat piagam-piagam Sriwidjaja jang tertulis dalam bahasa Me­

laju dan dikenal sampai tahun tersebut. Piagam-piagam itu ialah pia­

gam Kedukan Bukit dari tahun 683, piagam Talang Tuwo dari tahun

684, piagam Kota Kapur dan piagam Karang Brahi dari tahun 686 Terbitan Coedes menjebut segala literatur jang bersangkutan dengan

piagam-piagam tersebut dan karangan-karangan jang mempunjai sang­

kut-paut dengan sedjarah Sriwidjaja. Jang sangat penting ialah bahwa

piagam-piagam itu dikumpulkan dalam satu terbitan, sehingga setiap

sardjana jang ingin menjumbangkan pikirannja mengenai sedjarah Sri­

widjaja dapat berkenalan setjara langsung dengan piagam-piagam asli

tersebut. Terdjemahannja pun dilampirkan pula. Orang bebas meneri­

ma atau menolak terdjemahan itu, namun jang pasti ialah bahwa sa-

djian jang demikian dapat didjadikan pegangan untuk bekerdja lebih

landjut, tanpa terpengaruh oleh konsepsi Coedes sendiri. Kumpulan

16

Page 16: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

piagam asli Sriwidjaja itu mcndjadi lengkap karena terbitan piagam

Telaga Batu dan beberapa petjahan piagam lainnja oleh Dr. de Cas-

paris dalam bukunja Prasasti Indonesia I I dari tahun 1956.

Pada tahun 1932 Ivor H. N. Ivans menulis tentang sebuah tjintjin

jang ditemunja di Tandjung Rawa, Selinsing, Perak dalam madjalah

Federated Malay States Museums Vol. X V part 3 seperti berikut:

„It is a small seal of red cornelian of good colour and somewhat trans-

luctant,- chamfered at the edges on the face and there engraved with

an inscription running the length of the seal in the middle. The di­

mensions of the piece are 1.45cms X 1cm X 4cm. The back is a flat.”

Huruf tulisan pada tjintjin tersebut ialah huruf Palawa dan tulisannja

terbatja Qri Visnuvarmasya.

Dr. C.O. Blagden dan Dr. L.D. Barnett menduga bahwa tjintjin itu

berasal dari tahun 400, tetapi Dr. Van Stein Callenfels menduga dari

tahun 600. Van Stein Callenfels berpendapat bahwa nama (Jri Visnu­

varmasya (Sri Wisnuwarman) itu adalah nama seorang radja atau

seorang pangeran, karena nama itu menggunakan gelar £ri. Dalam

A Note on an inscribed seal from Perak, Prof. Nilakanta Sastri mera­

gukan pendapat itu. Djustru oleh karena pada nama tersebut terdapat

suatu kesalahan jakni Visnuvarmasya alih-alih Visnuvarmanah, maka

ia tjenderung untuk mengatakan bahwa pemilik tjintjin tersebut ialah

orang biasa atau seorang saudagar. Gelar cri itu sadja belum merupakan

djaminan, bahwa pemiliknja adalah seorang radja, karena gelar cri itu

sudah umum dipakai sebagai gelar penghormatan pada nama-nama

orang biasa. Dalam hubungan itu ia mengemukakan nama Qri Vati-

Kuddasya jang berasal dari Udjdjain, dan tertulis dengan huruf-huruf

jang serupa benar dengan huruf-huruf pada tjintjin dari Perak itu. Oleh

karena itu ia menduga, bahwa nama Wisnuwarman pada tjintjin jang

bersangkutan itu adalah nama seorang pedagang dari India Tengah

atau seorang pendatang dari India di Kuala Selinsing. Ternjata bahwa

tjintjin dari Selinsing ini sangat menarik perhatian. Dr. Ch. Chhabra

jang menulis karangannja Expansion of Indo-Aryan Culture during Pal~

lava Rule, as evidenced by inscriptions dalam J.A.S. Bengal Letters I 1935

ketjuali membitjarakan piagam Ligor A dan B djuga menjinggung nama

Sri Wisnuwarman pada tjintjin dari Perak ini. Ia sampai pada kesim­

pulan bahwa berdasarkan bentuk aksaranja jang persegi, tjintjin itu

harus berasal dari abad 8 dan nama Wisnuwarman pada tjintjin tersebut

sama dengan nama W isnu pada piagam Ligor B. Djustru oleh karena

tempat penemuan tjintjin itu letaknja tidak djauh dari Ligor. Dr. Ch.

Chhabra beranggapan, bahwa piagam Ligor A dan B itu pada hakekat-

nja hanja suatu piagam jang terputus sesudah baris ketudjuh. Mangga-

lacarananya svasti terdapat pada permulaan piagam B, sedangkan pia­

17

Page 17: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

gam Ligor A jang bertarich tahun 775 tidak mulai dengan manggala-

carana.Pada tahun 1933 dalam tulisannja Les rois £ a ilendra de S uva rnadv ip a

(B.E.F.E.O. X X X III) R .c . Majumdar telah mengemukakan pendapat

bahwa piagam Ligor A dan B harus dipandang sebagai dua piagam

jang ditulis oleh dua orang radja. Piagam B ditulis kemudian daripada

piagam A.

Persoalan piagam A dan B ini masih tetap hangat. Pada tahun 1941

sebagai karangan jang terachir tentang Sriwidjaja sebelum petjah pe­

rang dunia II terbit tulisan Dr. F.D.K. Bosch dalam T.B.G. djilid

LX X X I jang berdjudul De inscriptie van Ligor. Dalam tulisan itu Bosch

mengulangi pendapat Chhabra dan achirnja mengambil kesimpulan

bahwa pada tahun 775 seorang radja Sailendra jang bernama W isnu

memerintah Sriwidjaja. Radja W isnu jang tertjatat pada piagam Ligor

B itu tidak lain daripada rakai Panunggalan jang tertjatat pada pia­

gam Kedu jang dikeluarkan oleh radja Balitung pada tahun 907. Rakai

Panunggalan ini sama dengan Samarottungga pada piagam Karang

Tengah, dan Samarottungga adalah Samaragrawira pada piagam Na-

landa. Ini adalah putra rakai Pantjapana Panangkaran jang tersebut

pada piagam Kalasan dari tahun 778. Pada piagam Kelurak radja Sai­

lendra Panangkaran itu menjebut dirinja pembunuh musuh perwira

vairivara-viravimardana dan pada piagam Nalanda disebut viravai-

rimathana. Artikel Bosch ini akan disambut oleh Coedes pada tahun

1950 dalam karangannja Le Qailendra tueur des heros ennemis dalam

Bingkisan Budi, kumpulan karangan para sardjana untuk menghormat

Prof. Ph. S. van Ronkel.

Sementara itu pada tahun 1937 teori Coedes tentang keradjaan Sri­

widjaja jang ditulis pada tahun 1918 itu dihantam oleh Ir. L. Moens

dalam terbitannja Qrivijaya, Yava en Kataha (T.B.G. L X X V II) ,

Salinannja kedalam bahasa Inggris disiarkan pada tahun 1940 da­

lam Journal of the Malayan Branch X V II. Ia merombak teori jang

telah disusun oleh Coedes. Moens mengemukakan teori baru jang

berdasarkan pengetahuan geografi dari berita Tionghwa dan Arab.

Menurut pendapatnja Sriwidjaja tidak pernah berpusat di Palembang.

Pada mulanja pusat keradjaan itu terletak dipantai timur Malaja, ke­

mudian berpindah ke Sumatera Tengah dekat Muara Takus. Sangat

menarik perhatian bagaimana Moens menggunakan berita-berita geo­

grafi itu untuk menegakkan teorinja. Dari sedjarah Sung tertjatat

bahwa empat hari perdjalanan dari Cho-p'o orang sampai dilaut; djika

berlajar kearah barat laut sesudah limabelas hari orang sampai di

P ’o-ni dan limabelas hari lagi sampai di San-fo-ts’i. Djuga diberita­

kan bahwa San-fo-ts’i terletak diantara Chen-la dan Cho-p’o. Ber-

18

Page 18: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dasarkan dua berita geografi itu Moens mengambil kesimpulan, bahwa

San-fo-ts’i terletak di Semenandjung Melaju. Berita Arab jang berasal

dari Abu Zaid mengatakan bahwa ibukota Jawaga berhadap-hadapan

dengan Tiongkok. Menurut pendapatnja Zabag (Jawaga) sama dengan

San-fo-ts'i. Oleh karena itu diambilnja kesimpulan bahwa San-fo-ts’i

terletak dipantai timur Semenandjung. Moens menjamakan San-fo-ts’i

dengan Kadaram, oleh karena itu terpaksa melokalisasikan Kadaram

dipantai timur Semenandjung. Ia djuga beranggapan bahwa San-fo-ts’i

bersaingan dengan Palembang. Setelah mengalahkan pusat keradjaan

Palembang dan mengusir keluarga radja, lalu mendirikan pusat ke­

radjaan baru diwilajah Melaju, jakni dekat Muara Takus. Penundjukan

Muara Takus sebagai pusat keradjaan Sriwidjaja didasarkan:

(1) Atas berita I-ts’ing mengenai bajang-bajang diwelatjakra jang

tidak mendjadi pandjang atau pendek pada pertengahan bulan

delapan. Pada tengah hari orang jang berdiri dimatahari, tidak

berbajang-bajang samasekali. Muara Takus terletak pada garis

ekwator O. 20' N, Djadi tjotjok dengan berita I-ts’ing.

(2 ) Atas berita ahli peta Tionghwa Chia Tan, jang menjatakan bahwa

disebelah utara tjih-tjih (Selat Malaka) terletak keradjaan Lo-yue,

dan disebelah selatan terletak keradjaan Shih-li-fo-shih. Berita

itupun tjotjok dengan penempatan pusat keradjaan di Muara Ta­

kus.

(3) Atas berita Arab jang berasal dari Ibn Said dan Abui Fida, bah­

wa ibukota Sribusa terletak dimuara sungai. Menurut Moens muara

sungai itu muara Sungai Kampar. 1200 Tahun jang lalu muara

sungai itu lebih djauh kebarat daripada sekarang. Muara Kampar

sebagai pelabuhan hingga sekarang masih ramai hubungannja de­

ngan Singapura. Kemunduran pelabuhan Muara Kampar disebab­

kan timbulnja pelabuhan Teluk Bajur dipantai barat.

Moens menguraikan adanja nama radja Bicau jang dianggapnja se­

bagai ubahan dari nama radja (Sri)widjaja dan dongeng tentang ada­

nja datu Sriwidjaja jang menetap di Kotabaru. Berdasarkan itu semua

ia mengambil kesimpulan bahwa pusat keradjaan Sriwidjaja terletak

di Muara Takus. Peninggalan-peninggalan pusat keradjaan itu masih

nampak di Muara Takus dekat tempuran Kampar Kanan dengan Ba­

tang Mahat di Sumatera Tengah.

Beberapa tahun sebelumnja teori Coedes ini telah diragukan, dianta-

ranja oleh Prof. R. C. Majumdar. Ia mengutarakan bahwa keradjaan

Sriwidjaja di Sumatera sampai abad ke 8 memperluas kekuasaannja

sampai di Ligor. Tetapi kemudian keradjaan itu dihantjurkan oleh

keradjaan Jawaka, jang disebut San-fo-ts’i dalam berita Tionghwa pada

19

Page 19: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

masa pemerintahan dinasti Sung. Pusat keradjaan San-fo-ts’i ialah

Ligor. Keradjaan itu dikuasai oleh radjakula Sailendra dari India.

Pendapat Majumdar ini dibantah oleh Prof. K.A. Nilakanta Sastri

dalam T.B.G. 75 tahun 1935. Kemudian Dr. H.G. Quaritch Wales

menerbitkan karangannja dalam madjalah Indian Art and Letters vol.

IX no. 1. Iapun pada dasarnja meragukan lokalisasi pusat keradjaan

Sriwidjaja di Palembang seperti jang dikemukakan oleh Coedes. Dr.

Quaritch Wales melokalisasikan pusat keradjaan itu di Ch’aiya. Per­

timbangan jang dikemukakannja untuk memperkuat pendapat itu:

1 . penemuan-penemuan purbakala diderah Ch’aiya jang terbukti lebih

banjak daripada diwilajah Palembang. 2 . kemiripan bunji antara Sri­

widjaja dan Sivic’ai sebagai nama bukit disebelah selatan kota Ch’aiya.

Mengenai kemiripan bunji itu ia menulis: „A. difference in the native

pronunciation of the word Srivijaya in the region from its pronun­

ciation in Sumatra might well account for the Chinese form San-fo-ts’i

being applied to the empire from the 10th century onwards, while in -

the 7th and 8th centuries the Sumatra State of Srivijaya had been

referred to by the Chinese as Fo-che = Che-li-fo-che". Usul loka­

lisasi Dr. Quaritch Wales mendapat djawaban Coed^s dalam journal

M.B.R.A.S. Vol. X IV part III. Pada dasarnja Coedes menolak pen­

dapat Wales. Untuk membantah lokalisasi San-fo-ts'i di Ch’aiya,

Coedes mengutip berita Tionghwa dari zaman Sung jang dengan d jelas

menguraikan bahwa San-fo-ts’i terletak di Palembang. Chao Ju Kua

mengatakan bahwa negara San-fo-ts’i terletak ditepi laut besar dan

menguasai lalu-lintas pelajaran dari barat ke Tiongkok dan kebalik-

annja. Mengenai penemuan-penemuan barang purbakala ia menge­

mukakan piagam Kedukan Bukit, piagam Talang Tuwo, Karang Brahi

dan Kota Kapur. Isi kedua piagam jang terachir ini memberikan kesan

bahwa Sriwidjaja itu menguasai wilajah tempat piagam persumpahan

itu diketemukan. Lagipula piagam Ligor di Vat Sema Muong dari

tahun 775 djelas menjebut nama Sriwidjaja. Nama Marawidjajottung-

gawarman, putera Cudamaniwarman, keturunan radja Sailendra jang

disebut pada piagam Leiden sebagai radja Kataha dan Sriwidjaja

disebut dalam berita Tionghwa radja San-fo-ts'i. Djika Sriwidjaja sama

dengan San-fo-ts'i, maka Sriwidjaja itu tidak mungkin dilokalisasikan

di Ch'aiya.

Pada tahun 1935 itu pula Dr. Stutterheim dalam Verslag over de

gevonden inscripties (Oudheidkundige Vondsten in Palembang door

F. M . Schnitger) melokalisasikan Sriwidjaja dimuara sungai Indragiri,

tidak dimuara sungai Musi di Palembang. Moens beranggapan bahwa

nama Yava, Yavadvipa (Iabadiou) dan Cho-po mula-mula dipakai

untuk menjebut Semenandjung Melaju. Nenek mojang rakai Sandjaja

20

Page 20: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

berpindah dari Kunjarakunjadesa di India Selatan ke Kedah. Pada

tahun 724/8 Sandjaja terdesak oleh Sriwidjaja lari ke Djawa Tengah.

Di Pulau Djawa Sandjaja mendirikan keradjaan baru. Pada tahun 732

mendirikan lingga diatas Gunung Wukir, jang piagamnja hingga se­

karang terkenal dengan nama piagam Tjanggal. Pada piagam itu ter­

sebut akan adanja tjandi Siwa jang didirikan ditempat jang bernama

Kundjarakundjadesa. Menurut Moens nama Yava (Yavakya) pada

piagam Tjanggal adalah nama pindahan dari Yavadwipa sebagai nama

Semenandjung Melaju, negara nenek mojangnja.

Orang boleh menerima atau menolak pandangannja, namun tidak

dapat disangkal, bahwa pandangannja adalah pandangan baru jang

didasarkan atas berita-berita geografi dan piagam-piagam jang di-

ketemukan hingga pada waktu itu. Prof. Nilakanta Sastri dalam bu-

kunja History of Criwijaya (1949) menolak pandangan itu dan lebih

tjenderung untuk mengikuti pendapat' Coedes.

Dato’ Sir Roland Braddell menerbitkan seri karangan dalam journal

M.B.R.A.S. sedjak tahun 1935 dibawah djudul An Introduction to the

Study of Ancient Times in the Malay Peninsula and the Straits of

Malacca. Karangannja termuat dalam volume X III part 2 , vol. X IV

part 3, vol. X V part 4, vol. X V II part 5, vol. X IX part 1 . Karangan

Roland Braddell ini penting sekali untuk pengetahuan sedjarah kuno

Malaja dalam hubungannja dengan negara-negara tetangganja. Penje-

lidikan itu terutama mengenai Tjampa dan Kambodja atau Funan,

dibagi mendjadi Pre-Funan dan Funan. Dalam karangannja jang ter­

muat dalam vol. X IX part 1, Roland Braddell menguraikan betapa

pentingnja penjelidikan Funan dalam hubungannja dengan persoalan

negara Sriwidjaja dan asal-usul radjakula Sailendra. Katanja: „The

whole question of the last days of Funan and its passing into the

beginning of the Cambodian Empire is worthy of close argument and

a matter of importance as we shall see when we come to discuss Sri-

vijaya and the origin of the Sailendras.”

Karangan-karangannja jang langsung berhubungan dengan sedjarah

Sriwidjaja mulai dengan terbitannja tahun 1941 tersebut diatas pada

hal. 28; dilandjutkan sesudah perang mulai tahun 1947 sampai 1951,

ditutup dengan pembahasan tentang Che-li-fo-che, Mo-lo-yu and Ho­

ling. Ia memusatkan perhatiannja kepada lokalisasi nama-nama tempat

jang disebut oleh berita-berita Tionghwa dan Arab, jang sedikit banjak

mempunjai hubungan dengan Sriwidjaja. Lokalisasi itu terutama di­

dasarkan atas pandangan geografi, jang diambilnja dari sumber-sumber

berita Tionghwa dan Arab, tidak semata-mata didasarkan atas ke­

miripan bunji seperti jang banjak dilakukan oleh para sardjana sedjarah

hingga sekarang. Ini adalah revolusi berpikir dalam lapangan penje-

21

Page 21: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

lidikan sedjarah, jang dipelopori oleh Moens. la mengakui djasa-djasa

Moens dan menjetudjui pandangannja. Katanja: „W e agree with Mr.

Moens that it is wrong to disregard in favour of phonetic reasoning

the evidence wich are given. W e agree with him that having ascer­

tained the evidence we must accept it and reason from it. Indeed, we

would insist most urgently that unless the ancient geography of M a­

laysia is determined by a scientific application of the fundamental ru­

les of reasoning it will get nowhere.”

Lokalisasi jang berdasarkan pandangan geografi ini dengan sen-

dirinja menghendaki penelitian segala bahan sedjarah jang banjak

sekali djumlahnja. Djustru karena itu maka pandangan itu berharga

sekali. Karangan-karangan Roland Braddell dalam lapangan ini terbit

dibawah djudul Notes on Ancient Times in Malaya. Dalam vol. X IX

part 1 ia menjelidiki Yavadvipa, labadiou, Tou~po, Tchou-po, Ye~po~ti.

Ia sampai kepada kesimpulan, bahwa tempat jang disebut dengan

pelbagai nama itu ialah pantai barat Kalimantan, jakni Sabah. Nama

Sabah sekarang hanja dipakai untuk menjebut bagian utara Kali­

mantan. Karangannja jang termuat dalam vol. X X part 1 mengurai­

kan prasedjarah zaman kebudajaan batu besar (megalith), batu baru

(neolith), dan zaman kebudajaan perunggu. Part 2 menguraikan za­

man besi jang disebutnja The Ancient Beadtrade, kemudian disusul

dengan Ancient history of South Arabia. Vol. X X II part 1 membitja-

rakan Takola and Kataha dan Ilangasoka and Kadaram. Vol. X X II part

4 tentang P ’o~li dibawah djudul A note on Sambas and Borneo.

P ’o-li ditempatkan dipantai barat Kalimantan, Identifikasi Po-lo de­

ngan Borneo masih memerlukan penjelidikan jang lebih mendalam.

Vol. X X II I part 1 tentang Langkasuka and Kedah. Nama Langkasuka

dalam berita-berita Tionghwa berbunji: Lang-ya-hsiu (Liang Shu:

Chiu T'ang Shu), Leng-chiau-shu (Hsii Kao Seng Chuan), Lang-ya-

shu (Sui Shu), Lang-Chia-Shu (I-ts’ing), Kia-mo-lang-chia (Hsuan-

Chuang), Ling-ya-ssi-kia (Chu Fan Chi), Lang-shi-chia (Wupei-shih).

Lokalisasinja dipantai timur Malaja. Pusatnja di Patani. Kedah dise­

but Chieh-ch’a (I-ts’ing), Kia-tcha (Ma-tuan-lin), Ko-lo (Chia-Tan),

Ki-t’o (Chu Fan Chi), Chi-ta (Wu-pei-shih).

Ho-lo-tan dilokalisasikan di Patani. Vol. X X III part 3 menguraikan

Tan-ma-ling and Fo-lo-an. Tan-ma-ling disamakan dengan Tambraling-

ga (piagam Tjandrabhanu), Madalinggam (piagam Tanjore), Damaling-

gam (piagam Tamil), Tan-mei-lieou atau Tan-mi-liu atau Tan-mei-liu

(Sung-shih), Tan-ma-ling (Chu Fan Chi). Lokalisasinja Tembeling di­

pantai timur Malaja didaerah sungai Kuantan. Fo-lo-an terletak dimuara

sungai Dungun. Pong-fong, Tong-ya-nong, dan Ki-lan-tan tidak banjak

menimbulkan kesulitan, karena nama-nama itu masih digunakan hingga

22

Page 22: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I

sekarang, jakni Pahang, Trengganu dan Kelantan. Tempat-tempat itu

berturut-turut terletak dimuara sungai Pahang, sungai Trengganu dan

sungai Kelantan. Vol. X X IV part 1 membitjarakan Che-li-fo-che, Mo-

lo-yu dan Ho-ling. Lokalisasinja Che-li-fo-che di Palembang, Mo-lo-

yu di Djambi dan Ho-ling dipantai barat Kalimantan.

Meskipun lokalisasi tempat-tempat tidak merupakan pokok per­

soalan peristiwa sedjarah, namun lokalisasi itu memberikan gambaran

tentang wilajah negara jang bersangkutan. Djustru karena nama-nama

tempat itu kebanjakan terdapat dalam sumber sedjarah asing, maka

utjapan nama-nama itu berbeda dengan nama aslinja. Seringkali tem­

pat-tempat itu sudah berubah namanja. Nama jang tidak dihubungkan

dengan tempat, tidak memberikan gambaran jang djelas. Apalagi djika

lokalisasinja salah, hal itu akan mengakibatkan pentafsiran jang ke­

liru. Djustru oleh karena sedjarah kuno tentang Sriwidjaja sebagian

besar disusun berdasarkan berita-berita asing jang terutama hanja me­

rupakan tjatatan pengiriman utusan dan penjebutan nama-nama, maka

lokalisasi nama-nama tempat itu perlu sekali. Tulisan Moens dan Ro­

land Braddell ini betul-betul penelitian kembali sedjarah Sriwidjaja

dari sudut geografi. Lain daripada itu tulisan itu banjak sangkut-

pautnja dengan sedjarah kuno Malaja, jang tidak banjak diketahui

sebelumnja. Oleh karena itu tulisan Moens dan Braddell tersebut diatas

penting bagi pengetahuan sedjarah kuno Malaya.

Hampir bersamaan waktu dengan karangan Moens diatas telah

terbit pula dua djilid buku Suvarnadvipa, karangan Prof. R.C. Ma-

jumdar pada tahun 1937 dan 1938. Prof. George Coedès menerbitkan

Histoire ancienne des Etats Hindouisés d ’Extrème Orient pada tahun

1944. Terbitan itu diperbaharui pada tahun 1948 dibawah djudul Les

Etats Hindouisés d ’lndo Chine et d ’Indonésie. Prof. K. A. Nilakanta

Sastri membukukan kuliahnja History of Çrivijaya jang dilengkapi

dengan piagam-piagam jang mempunjai hubungan dengan sedjarah

Sriwidjaja, dari piagam Kedukan Bukit sampai piagam Tjandrabhanu

pada tahun 1949. Dimana mungkin piagam-piagam itu disertai ter-

djemahannja dalam bahasa Inggris jang disalin dari pelbagai terbitan,

sehingga orang jang tidak mengenal bahasa piagam-piagam jang ber­

sangkutan dapat sekadar mengikuti pembitjaraannja. Sebagian dari

piagam-piagam itu kami lampirkan pula pada terbitan ini, terutama

jang tertulis dalam bahasa Tamil, Khmer dan Sansekerta. Meskipun

terbitan-terbitan itu penting sekali artinja, namun tidak ada jang dapat

memetjahkan persoalan pokok sedjarah Sriwidjaja jang banjak diper­

debatkan sebelum petjah perang dunia kedua setjara memuaskan. Per­

soalan jang dimaksud ialah persoalan piagam Kedukan Bukit, hubungan

antara piagam Ligor A dan piagam Ligor B dan hubungan antara

23

Page 23: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

radjakula Sailendra dan radja-radja Sriwidjaja. Mengenai persoalan

siddhiyätca jang masih dipegang teguh oleh Prof. Coedes dalam terbit-

annja Les inscviptions Malaises de Qrivijaya, Prof. Nilakanta Sastri

sudah mulai meragukan pendapat Coedes dan lebih tjenderung untuk

mengikuti pendapat Prof. Krom. Bagaimanapun jang terbatja ialah

jayasiddhayätra, bukan siddhiyätra dan ini adalah kemenangan ter­

hadap keradjaan Melaju. Namun ia tidak dapat keluar dari persoalan

Minanga Tamwa dan tidak dapat mendjelaskan dari mana diambilnja

kata Malaju jang didasarkan atas batjaan Krom jang terang salah.

Hubungan antara radjakula Sailendra dan radja-radja Sriwidjaja masih

tetap merupakan persoalan, meskipun berulang kali disebutnja nama

Balaputradewa pada piagam Nalanda, karena persoalan bagaimana

Balaputra dapat mendjadi radja di Sriwidjaja tidak ada pendjelasannja,

ketjuali keterangan jang sudah usang jakni akibat keturunan radja Dhar-

masetu jang dianggap radja Sriwidjaja oleh para sardjana sedjarah.

Anggapan itu hingga sekarang belum dapat dibuktikan kebenarannja.

Apalagi mengenai hubungan antara piagam Ligor A dan piagam Li-

gor B.

Pada tahun 1947 Dr. F.H.N. van Naerssen menerbitkan sebuah

karangan dalam India Antiqua berdjudul „The Qailendra Interregnum”.

Ringkasan pandangannja demikian. Piagam Kalasan memuat dua

wangsa jakni: 1 . wangsa Sailendra, 2. wangsa Sandjaja. Dalam wang-

sa Sandjaja termasuk maharadja dyah Pantjapana Pangkaran. Maha-

radja Panangkaran ada dibawah kekuasaan wangsa Sailendra. Dalam

wangsa Sailendra termasuk Radjasinga dan para guru Sailendra.

Pandangan van Naerssen ini kemudian mendjadi pola pembahasan

piagam Ligor B oleh Coedes. Pada piagam Ligor B, Coedes djuga

melihat dua radja jakni radja W isnu dan seorang radja lagi jang

bergelar maharadja. Menurut anggapannja radja jang terachir ini radja

Sailendra jang pertama. Rakai Panangkaran dianggap sebagai radja

setempat jang hanja menerima perintah dari radja Sailendra, Demi­

kianlah pandangan kedua sardjana itu boleh dikatakan sedjadjar, mes­

kipun piagam jang dibahasnja berbeda-beda.

Sebelum kita membitjarakan anggapan van Naerssen, kita teliti

dahulu piagam Kadasan jang dibahas. Jang dibahas disini hanja pokok- pokoknja sadja. Isinja seperti berikut:

Pada 2 — 3. Para guru radja Sailendra mohon kepada maharadja

dyah Pantjapana Panangkaran, agar beliau membangun tjandi

Tara. Permohonan para guru itu ialah agar dibangunlah artja

Dewi Tara, tjandinja dan beberapa rumah untuk para pendeta

jang fasih akan pengetahuan Mahajana W inaja.

24

Page 24: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pada 4 — 6. Para pangkur, tawan dan tirip menerima perintah

untuk membuat tjandi Tara dan perumahan para pendeta. Tjandi

Tara didirikan didaerah makmur sang radja jang mendjadi hiasan

radjakula Sailendra untuk kepentingan para guru radja Sailendra.

Pada tahun Saka 700 maharadja Panangkaran selesai membangun

tjandi Tara, tempat para guru melakukan persembahan.

Pada 7 — 10. Desa Kalasan dihadiahkan. Para pangkur, tawan

dan tirip, adyaksa desa dan para pembesar mendjadi saksi. Tanah-

jang dihadiahkan oleh sang radja harus didjaga baik-baik oleh

para radja keturunan wangsa Sailendra, oleh para pangkur, para

tawan, para tirip dan para pembesar jang bidjak turun-temurun.

Selandjutnja sang radja berulang kali minta kepada semua radja

jang akan memerintah kemudian, agar tjandi itu selama-lamanja

didjaga untuk kebahagiaan semua orang.

Pada 11 — 12. Barkat pembangunan wihara itu diharapkan se­

moga semua orang memperoleh pengetahuan tentang kelahiran,

memperoleh tibavopapanna dan mengikuti adjaran Djina. Jang mu­

lia kariyana (rakyan) Panangkaran mengulangi lagi permintaan

beliau kepada semua radja jang akan menjusul untuk membina

wihara itu dalam keadaan jang sesempurna-sempurnanja.

Demikian itulah terdjemahan piagam Kalasan menurut paham saja.

Kata gailendraraja jang kedapatan dua kali pada piagam tersebut

terang sama dengan maharadja Panangkaran, dan £ ailendrarajagtiru

adalah para guru maharadja Panangkaran. Mereka minta kepada sang

prabu, agar beliau mendirikan tjandi Tara untuk keperluan mereka,

karena mereka pemeluk agama Buda. Permintaan jang demikian ter­

makan akal. Apalagi djika kita mengingat bahwa sebelum rakai Pa­

nangkaran memegang kekuasaan, jang berkuasa di Djawa Tengah

ialah rakai Sandjaja. Rakai Sandjaja memeluk agama Siwa. Beliau men­

dirikan lingga diatas gunung W ukir pada tahun 732. Djika kita mem­

perhatikan piagam jang terdapat di Gata dekat Prambanan dan Tadji

Gunung dekat Prambanan djuga, maka kedua piagam itu menggunakan

perhitungan tahun Sandjaja (Sanjayawarsa) masing-masing bertarich

tahun 693 dan 694 Saka, atau tahun Masehi 771 dan 772. (Oud-

Javaanse Oorkonde X X X V dan X X X V I) . Pada piagam Gata ke­

dapatan nama maharadja Daksottamabahubajra. Oleh karena kedua

piagam tersebut menggunakan sanjayawarsa, boleh dipastikan bahwa

piagam tersebut dikeluarkan oleh keturunan radja Sandjaja. Demikian­

lah keturunan radja Sandjaja memerintah sampai tahun Masehi 772.

Pembangunan tjandi Kalasan selesai pada tahun 778. Pembangunan itu

makan waktu beberapa tahun, dan dilakukan atas perintah radja Pa­

nangkaran, keturunan Sailendra dan beragama Buda. Dari perbanding­

25

Page 25: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

an piagam-piagam tersebut dapat disimpulkan bahwa Daksottamaba-

hubajra, keturunan radja Sandjaja ditundukkan oleh Dyah Pantjapana

Panangkaran, keturunan radja Sailendra antara tahun Masehi 772

dan 778. Pada waktu itu Sandjajawangsa diganti oleh Sailendrawang-

sa; agama Siwa jang dianut oleh Sandjajawangsa diganti oleh agama

Buda Mahajana jang dianut oleh Sailendrawangsa. Djelaslah sekarang

bahwa Dyah Pantjapana Panangkaran bukan keturunan Sandjaja.

Beliau adalah radja Sailendra jang pertama di Djawa Tengah, jang

menggantikan Sandjajawangsa. Andaikata beliau keturunan radja San-

djaja, pasti beliau akan djuga menggunakan perhitungan tahun Sandjaja

seperti njata pada piagam O.J.O. X X X V dan X X X V I tersebut diatas.

Dengan bukti diatas maka teori van Naerssen jang memasukkan maha-

radja Panangkaran dalam Sandjajawangsa tidak dapat dipertahankan.

Keradjaan Siwa jang dikendalikan oleh radja Sanna, kemudian dilan-

djutkan oleh radja Sandjaja berachir pada tahun-tahun antara 772 dan

778 dengan timbulnja keradjaan Buda jang dikendalikan oleh wangsa

Sailendra maharadja Pantjapana Panangkaran. Keradjaan Siwa itu

akan timbul kembali dan dilandjutkan pada masa pemerintahan maha­

radja Pikatan alias Djatiningrat. Tidaklah aneh, bila pembangunan

tjandi Tara dimaksud pula sebagai lambang kemenangan wangsa Sai­

lendra terhadap wangsa Sandjaja.

Pendapat van Naerssen jang mengemukakan adanja dua wangsa

pada piagam Kalasan dan memasukkan rakai Panangkaran dalam

wangsa Sandjaja disambut baik oleh Prof. Vogel sebagai pembuka

pintu kearah penjelesaian persoalan Sriwidjaja — Sailendra. Pendapat

itu kiranja timbul akibat salah tafsir mengenai isi piagam Kalasan.

Piagam Tjanggal Sandjaja menjebut nama tempat Kundjarakundja.

Penjebutan itu menundjukkan adanja hubungan antara wangsa Sandjaja

dan India Selatan dalam soal agama atau mungkin sekali djuga dalam

asal-usul nenek mojangnja. Pada masa pemerintahan radjakula Sai­

lendra, termasuk rakai Panangkaran jang menjebut dirinja hiasan radja­

kula Sailendra, hubungan agama itu tidak dengan India Selatan tetapi dengan Benggala.

Pada piagam Kelurak dari tahun 782 terbukti bahwa upatjara pem­

bukaan artja Mandjusri dipimpin oleh Sailendraradjaguru Kumaragosha

dari Gaudadwipa. Hubungan agama di Djawa dan Sumatera pada

masa pemerintahan radjakula Sailendra terutama dengan Benggala

sebagai pusat agama Buda Mahajana. Kumaragosha adalah seorang

pendeta Buda dari Benggala. Radja Dewapala jang mengeluarkan

piagam Nalanda atas permintaan Balaputradewa dari Sriwidjaja djuga

radja Benggala, jang pusat keradjaannja terletak di Pataliputra. Beliau

memerintah antara tahun 794 dan 839. Pada perkembangan keradjaan

26

Page 26: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

r

Sailendra tingkat mula hubungan agama dilakukan oleh rakai Panang-

karan dengan radja Dharmapala jang memerintah antara tahun 758

dan 794. Kumaragosha hidup pada masa pemerintahan radja Dharma­

pala ini. Nama Sri Dharmasetu jang tertjatat pada piagam Kelurak

kiranja sama dengan Sri Dharmasetu jang mendjadi nenek Balaputra

pada piagam Nalanda. Telah terbukti pula bahwa Balaputradewa se­

masa ketjil hidup di Djawa Tengah. Dharmasetu harus djuga berasal

dari Djawa Tengah pada achir abad 8, dan mempunjai sekadar hu­

bungan dengan radja Sailendra jang menjebut dirinja Dharanindra.

Pada tahun 1950 Prof. Coedès menerbitkan karangannja Le Çailen-

dra „tueur des héros ennemis" jakni Sailendra pembunuh pahlawan-

pahlawan lawannja. Karangan itu termuat dalam Bingkisan Budi,

kumpulan karangan-karangan para sardjana bekas murid dan kawan

untuk menghormati Prof, van Ronkel jang mentjapai usia 80 tahun.

Karangan Coedès tersebut adalah usaha baru untuk memetjahkan

persoalan hubungan piagam Ligor A dan B, terdorong oleh karangan

Bosch dari tahun 1941, dalam T.B.G. deel LX X X I hal. 26 dan seterus?

nja. Dalam karangan itu Dr. F.D.K. Bosch menjamakan Samaratungga

pada piagam Karang Tengah dengan rakai Panunggalan pada piagam

Kedu, dan kemudian dengan Samaragrawira pada piagam Nalanda,

jakni ajah Balaputra. Penjamaan itu masih lebih landjut lagi. Ia me-

njamakannja dengan W isnu pada piagam Ligor B. Teori Bosch ini

terang tidak dapat dipertahankan lagi setelah terbitnja karangan De

Casparis tentang piagam Balaputra — Djatiningrat A metvical otd

Javanese inscription dated 856 A.D. Namun penjamaan Samaratungga

dan Samaragrawira ini hingga sekarang masih tetap dipertahankan.

Sudah barang tentu kedua nama itu mirip sekali, karena kedua-duanja

mulai dengan Samara, jang berbeda hanja achirannja. Boleh dipasti­

kan bahwa Balaputradewa mengenal nama Samaratungga pada piagam

Karang Tengah dan Samaragrawira sebagai nama ajah beliau, karena

Balaputra baru pada pertengahan abad 9 meninggalkan Djawa Te­

ngah. Andaikata Samaratungga itu memang benar sama dengan Sa­

maragrawira, timbul pertanjaan, mengapa piagam Nalanda Balaputra

tidak menjebut Samaratungga sadja? Karena kedua nama itu berbeda,

kiranja memang nama dua orang jang berlain-lainan pula. Samaragra­

wira adalah nama rakai Warak, Samaratungga adalah nama rakai Ga-

rung. Dengan kata lain Samaratungga adalah putera Samaragrawira

dan kakak Balaputra. Samaratungga adalah putera sulung jang mem­

punjai hak mewaris tachta keradjaan. Balaputra adalah putera bungsu

karena namanja memang berarti demikian, {vala: ekor; putera: anak).

Samaratungga terbukti tidak mempunjai putera laki-laki. Beliau hanja

mempunjai seorang puteri jakni Pramodawardani, permaisuri rakai

27

Page 27: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pikatan. Balaputra sebagai putera laki-laki Samaragrawira mengira

berhak pula menggantikan Samaratungga, jang tidak berputera laki-

laki. Timbullah karenanja sengketa antara Balaputra dan Djatiningrat

jang membela hak permaisurinja. Hal ini lebih termakan akal daripada

anggapan bahwa Balaputra adalah adik Pramodawardani. Berdasarkan

anggapan jang terachir ini Balaputra mempunjai hak lebih besar atas

tachta keradjaan daripada Pramodawardani. Pernjataan Balaputra

seperti jang tertera pada piagam Nalanda, merupakan pernjataan per­

sahabatan dengan radja Dewapaladewa untuk sekadar minta bantuan

dalam merebut kembali hak mendjadi radja di Mataram. Tafsiran jang

demikian dapat dipahami sepenuhnja. Sengketa antara Balaputra dan

Djatiningrat kiranja terutama mengenai perebutan kekuasaan antara

Balaputra dan Pramodawardhani, sepeninggal rakai Garung alias

Samaratungga. Dalam hal ini Djatiningrat sesungguhnja sebagai me­

nantu ada diluar sengketa. Namun karena membela kepentingan isteri,

turut terlibat. Tentang hal ini akan kita bahas lebih landjut dalam bab

Piagam Nalanda.

Dalam usaha menjamakan Samaratungga dengan Samaragrawira

dengan sendirinja tidak dilupakan penjamaan epiteton jang terda­

pat pada piagam Kelurak vairivaravîravimardana dan jang terdapat

pada piagam Nalanda vuavainmanthana. Prof. Coedès tidak lupa

menjebut karangan F.H .N . van Naerssen dalam India Antiqua jang

telah disinggung diatas. Djuga Coedès melihat adanja dua radja pada

piagam Ligor B seperti van Naerssen melihatnja pada piagam Kalasan.

Coedès sekali lagi meneliti piagam Ligor B. Pembetulan vapusmân

dan dvitîyas oleh Coedès telah dilakukan lebih dahulu oleh Chhabra

dan Nilakallia Sastri; ptabha(va) diganti dengan prabhu sesuai de­

ngan pendapat Paul Mus. Jang penting dalam penelitian kembali ini

ialah perbedaan tafsiran Coedès dengan sardjana-sardjana lainnja.

Coedès berpendapat bahwa pada piagam Ligor B tersebut dua nama

radja. Jang pertama ialah radja W isnu jang disamakannja dengan Wis-

nuwarman pada tjintjin Perak. Jang kedua ialah radja jang mempunjai

epiteton sarvvarimadavi(ma)thana, jakni pembunuh musuh perwira.

Aksara tha terdapat antara vi dan nag. Tambahan ma disebabkan

karena untuk keperluan metrik jang kurang satu suku pendek. Para­

lelisme penjebutan dua radja itu menurut Coedès ditundjukkan dengan

pemakaian kata ganti penundjuk 2 X jakni yosau dan asau y ah, dan

lebih-lebih oleh perlawanan ekas dan dvitîyas. Terdjemahan Coedès

itu lalu kita bandingkan dengan terdjemahan Chhabra.

Coedès: Ce premier, roi des rois, qui par son éclat personnel est

comparable au soleil dissipant la nuit constitué par la troupe de tous

ses ennemis, qui ressemble par sa beauté charmante à la lune d’autom­

28

Page 28: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

ne sans tache qui a l'aspect de Kârna incarné, a pour nom Visnu; —

et ce second qui par son énergie personnelle détruit sans exception

tous ses arrogants ennemis, en conséquence de la mention de son ori­

gine, le Çailendravamça, a pour nom Çri Mahârâja.

Chhabra: He, who is the supreme king of kings, who through his

energy alone comparable to the sun for dispelling the darkness in the

shape of the hosts of all his foes, who in charming beauty is the very,

spotless autumnal moon, and is like Cupid in person, who is called

Visnu who entirely (annihilates) the pride of all his opponents, and

who with regard to his prowess is without a second, that self-name

is known by the appellation of Çailendravamçaprabhu and bears the

title of Çri Mahârâja.

Terhadap paralelisme penjebutan dua radja jang dikemukakan oleh

G. Coedès saja menaruh keberatan grammatikaî seperti njata dalam

pembahasan dibelakang. Dengan sendirinja lalu timbul perbedaan taf-

siran. Coedès mempertentangkan kata ekas dan dvitîyas. Menurut ang­

gapan saja hal itu tidak mungkin dipertentangkan, karena jang tertera

disitu adalah ekas bukan prathama. Mengenai pemakaian kata penun-

djuk (ganti diri) yo’asau dan asau y ah dalam bahasa Sansekerta ada­

lah soal biasa, tidak mengandung pretensi untuk menjatakan perbedaan

apa-apa.

Coedès sampai kepada kesimpulan bahwa radja W isnu jang dikata­

kan radja jang pertama pada piagam Ligor B sama dengan radja jang

menjebut dirinja Çrivijayendrarâja, Çrivÿayesvarabhupati, dan Çrivija-

yanrêpati pada piagam Ligor A. Djadi beliau memerintah pada tahun

775. Radja jang kedua jang bergelar Sri Maharadja adalah putera

radja W isnu. Setelah kawin dengan puteri dari Funan, dari keluarga

Somawangsa, mendjadi radja Sailendra jang pertama dan menurunkan

radja-radja, Sailendra di Mataram. Tetapi Coedès sendiri mengakui

bahwa anggapan itu tidak berdiri diatas bukti-bukti jang kuat. Katanja:

J’ai formulé plus haut, avec les plus expresses réserves, une hypothèse

sur l'origine de ce Çailendra, le premier que nous fasse connaître l’epi-

graphie. S'il venait à être prouvé qu’il était fils du roi Visnu, et que

ce dernier est identique au roi de Çrivijaya de la fase A de la stèle

de Ligor (deux hypotheses aux quelles manque pour le moment une

base solide), il faudrait admettre, soit que ce Çailendra régnait aussi

à Sumatra, ce qui n’accorde pas avec le témoignage de la chartre de

Nalanda, soit que le trône de Çrivijaya appartenait à son père Visnu

encore vivant, ou un frère. Ce ne serait que son petit fils Balaputra

qui aurait définitivement assis à Sumatra la puissance des Çailendra.

Coedès beranggapan bahwa radja Sailendra jang pertama itu sama

dengan Dharanindra pada piagam Kelurak, memerintah Djawa Tengah

29

Page 29: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dan menjuruh radja setempat Pantjapana Panangkaran membangun

kembali tjandi Kelurak. Panangkaran pada piagam Kalasan dianggap-

nja sebagai pengganti rakai Sandjaja. Kesimpulan selandjutnja tidak

tjotjok baik dengan teori Krom tentang „pemerintahan Sriwidjaja ter-

selundup dalam sedjarah Djawa” maupun dengan teori Stutterheim

tentang „pemerintahan Djawa dalam sedjarah Sumatera”. Jang ada

ialah masa pemerintahan radjakula Sailendra keturunan radja Seme-

nandjung dan puteri Funan pada penghabisan abad 8 dan permulaan

abad 9. Coedes menganggap maharadja Panangkaran sebagai peng­

ganti radja Sandjaja dan sebagai radja setempat jang menerima perin­

tah dari Dharanindra, jakni radja Sailendra jang pertama di Indonesia.

Jang terang ialah bahwa maharadja Panangkaran menurut piagam

Kalasan tela'h memegang pemerintahan pada tahun 778 dan bergelar

maharadja, mendjadi hiasan radjakula Sailendra. Inilah pernjataan

tentang adanja radja Sailendra jang pertama kali dan jang terang mem-

punjai tarich tahun. Djika W isnu menurut Coedes adalah ajah radja

Sailendra jang pertama dan sama dengan Qrivija.yanrepa.ti pada piagam

Ligor A, maka piagam Ligor B harus dikeluarkan sesudah tahun 775.

Bolehlah diduga, bahwa pada tahun 775 seperti telah saja kemukakan

diatas, maharadja Panangkaran telah memegang kekuasaan di Djawa

Tengah. Penobatannja mendjadi radja berlangsung lebih dahulu dari­

pada peresmian pembangunan tjandi Kalasan pada tahun 778. Demi­

kianlah anggapan Coedes terbentur kepada chronologi.

Teori Coedes itu pada pokoknja diterima baik oleh Prof. Dr. F.D.K.

Bosch dalam terbitannja tivijaya, de (^ailendra en de Sanjayawamgat

termuat dalam B.K.I. 108 tahun 1952. Ini berarti bahwa Bosch telah

melepaskan anggapannja pada tahun 1941. Djika pandangan Coedes

itu diteliti benar-benar, ternjata bahwa pandangannja sangat gojah

terbentur pada pelbagai kesulitan. Namun harus diakui bahwa usahanja

sangat berharga untuk perkembangan pengetahuan sedjarah Sriwi­djaja.

Pada tahun 1952 itu djuga terbit karangan Prof. Dr. Purbatiaraka

Riwajat Indonesia, djilid I. Jang kedua tidak pernah menjusul. Prof.

Purbatjaraka dalam bukunja tersebut banjak membitjarakan piaqam-

piagam Sriwidjaja. Pendapatnja jang baru ialah 1 . lokalisasi K uL r a

kunjadega pada piagam Tjanggal, jang disamakannja dengan desa

Sleman didaerah Jogjakarta; 2. lokalisasi Mo-ho-sin pada I-ts’inq janq

ditempatkannja di Djawa Barat. Lokalisasi Mo-ho-sin oleh Prof Pur­

batjaraka semata-mata didasarkan atas kesamaan bunji dengan nama

nama jang serupa jang terdapat pada piagam-piagam, tanpa memper

hitungkan faktor geografi pelajaran pendeta I-ts’ing. Pendeta I-ts’in

tidak pernah berlajar sampai pulau Djawa. Uraiannja mengenai Sr^

30

Page 30: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

1

widjaja lebih landjut termuat dalam Laporan Konggres Ilmu Penge­

tahuan Nasional I pada tahun 1958. Piagam Sriwidjaja dibagi men-

djadi dua jakni piagam dengan sebutan punta (jakni dapunta hyang)

dan sebutan maharadja. Jang penting dalam rangkaian ini ialah go­

longan piagam jang terachir. Katanja: ,,Batu tulis jang belum memuat

sebutan maharadja itu dari zaman sebelum Sriwidjaja menjerang pulau

Djawa. Kemudian tanah Djawa diserang dan dapat dikalahkan, ke-

radjaan diserahkan kepada Sriwidjaja. Sandjaja lari kedaerah pegu­

nungan. Disitu Sandjaja menjiapkan diri untuk membalas. Sandjaja

berhasil mengalahkan Sriwidjaja dibawah anak Melaju tulen. Setelah

seorang keturunan Sandjaja dinobatkan di Sriwidjaja, batu tulis Sri­

widjaja memuat sebutan maharadja dari keturunan Sailendra. Adapun

maharadja keturunan Sailendra jang tersebut dalam prasasti Kalasan

menurut kejakinan saja, ialah rakai Panangkaran. Kalau dikatakan

bahwa rakai Panangkaran itu tjuma diperintah sadja oleh radja jang

tidak disebut namanja> hal itu tidak tepat ....... Setelah Sriwidjaja ada

dibawah kekuasaan keluarga Sailendra, radjanja tinggal ditanah Dja­

wa. Rakai Panangkaran disuruh pindah ke Sriwidjaja. Oleh karena

rakjatnja beragama Buda, diminta oleh ajahnja, radja Sandjaja, untuk

memeluk agama Buda. Kemudian didesak oleh pendeta-pendeta dari

Kodja untuk menjerang tanah Djawa, dimana bertachta seorang kaum-

nja sendiri. Peperangan ini tertj'antum dalam tjerita Adji Saka. Seterus-

nja rakai Panangkaran mendfadi radja Sriwidjaja, berkedudukan di

Djawa dan saudaranja melarikan diri ke Dinaja (Malang) jaitu radja

Dewasimha."

Uraian Prof. Purbatjaraka diatas menarik perhatian, namun hu­

bungan peristiwa belum ada pembuktiannja. Misalnja, adakah rakai

Panangkaran itu memeluk agama Buda karena disuruh Sandjaja untuk

memerintah Sriwidjaja, karena rakjat Sriwidjaja beragama Buda? Ada­

kah sudah pasti bahwa rakai Panangkaran itu mendjadi radja Sriwi­

djaja? Adakah hubungan antara ratu Sandjaja dan rakai Panangkaran

betul sebagai ajah dan putera? Semuanja masih merupakan tanda tanja,

merupakan persoalan jang pemetjahannja menghendaki bukti-bukti.

Terbitan sesudah perang dunia II jang benar-benar sekadar mem­

berikan pemetjahan salah satu soal sedjarah Sriwidjaja ialah terbitan

Dr. J.G. de Casparis Prasasti Indonesia I, II. Dalam hubungan ini ba­

gian jang terpenting ialah pasal X I tentang piagam Djatiningrat —

Balaputra jang terbit dibawah djudul A metcical old Javanese inscription

dated 856 A .D . Penjelidikannja tentang piagam Djatiningrat — Bala­

putra ini penting sekali artinja untuk pemetjahan soal hubungan antara

radjakula Sailendra dan Sriwidjaja pada pertengahan abad 9. Piagam

tersebut mempunjai tarich tahun Saka wualung gunung sang iviku

31

Page 31: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

(tahun Saka 778) atau tahun Masehi 856, tertulis dalam bentuk kawya

(kekawin) dalam bahasa Djawa kuno. Hingga sekarang kekawin

tersebut adalah kekawin Djawa kuno jang tertua. Isinja seperti ber­

ikut:Pada 1^-9- Seorang radja bernama Djatiningrat. memeluk agama

Siwa, berbeda dengan sang permaisuri. Djustru dalam bagian itu tersebut

nama B a la p u tra dalam pada 7. Balaputra menimbun ratusan batu

untuk didjadikan benteng pertahanan dan tempat bersembunji dalam

peperangan dengan Djatiningrat. Beliau mengambil nama Brahmana

(jakni Djatiningrat) dan mendirikan keraton di Medang didaerah Mam-

rati. Sesudah itu beliau mengundurkan diri sebagai radja dan me­

njerahkan pemerintahan kepada Dyah Lokapala. Rakjatnja terbagi atas

empat asrama, masing-masing dikepalai oleh seorang brahmana.

Pada 10 — 13- Sang radja bersiap-siap untuk mengadakan upatjara

kematian. Rakai Mamrati menjerahkan tanah W antil. Beliau merasa

malu bahwa dusun Iwung pernah mendjadi medan pertempuran. Se­

telah beliau beroleh kekuasaan dan kekajaan, lalu mendirikan tjandi

makam. Beliau menghimpun pengetahuan dharma dan adharma. Tidak

ada orang jang berani melawan. Sang radja mendirikan halu, jakni

lingga. Semua orang turut menjumbang untuk pembangunan lingga

jang sangat indah itu.

Pada 14 - 17. Tentang keadaan lingga jang didirikan. Dipintu ada

artja pendjaga jang gagah berani untuk mendjaga keamanan dan

keselamatan bangunan. Dipintu masuk didirikan dua bangunan jang

berbeda-beda bentuknja. Didalam daerah lingga itu ditanam pohon

tandjung dan didirikan rumah-rumah ketjil untuk para pertapa. Po-

koknja bangunan itu indah sekali.

Pada 1 8 — 23. Ruang bangunan jang terindah dipakai untuk jang

diperdewa. Para pengundjung dan penjembah berderet-deret dengan

hormat dan tenang. Semua orang diminta datang bersembah. Pada hari

peresmiannja rakjat datang menjaksikannja.

Pada 24 — 29. Peresmiannja dilakukan pada tahun Saka 778 hari

11 dari bulan terang, Selasa W age. Sesudah bangunan itu selesai se-

luruhnja, kali dipindahkan, tanahnja didjadikan wilajah tjandi. Itulah

tanah merdeka Pameget W antil. Berikut nama pedjabat dan djabatan-

nja. Tanah merdeka itu mendjadi milik tjandi. Semua orang jang diberi

tugas untuk mendjaga dan melakukan persembahan, diharap tekun

lagi tabah, dan djuga tidak akan mengalami lahir-mati jang tidak ada

hentinja.

Dengan terbitan itu persoalan asal-usul Balaputra mendjadi djelas.

Balaputra terbukti berasal dari Djawa Tengah. Penjingkirannja ke

32

Page 32: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Sriwidjaja disebabkan karena kekalahan perang dengan D jatin ingrat

pada pertengahan abad 9. Nam a Balaputra mulai dikenal sedjak tahun

1924 berkat penerbitan piagam Nalanda oleh sardjana H irananda Sastri

dibawah djudul The Nalanda Copperplate of Dewapaladewa dalam

Epigraphia Indica 17 hal. 310 -327). F .D .K . Bosch berdasarkan ter­

bitan itu menulis karangannja Een Oorkonde van het Groote Klooster

te Nalanda dalam T .B .G . 65 tahun 1925 hal. 509 - 527. R .C . Majum-

dar djuga tertarik kepada terbitan piagam N alanda tersebut dan me­

nulis karangannja dalam monografi Varendra Research Society I pada

tahun 1926. Dalam terbitannja tentang piagam Kelurak pada tahun

1929 dalam T .B .G . 69 Bosch dengan sendirinja membanding epiteton

viravairimanthana pada piagam N alanda dengan vairivaraviramardana

pada piagam Kelurak. Perbandingan itu sekarang sudah mendjadi

klasik, karena setiap sardjana jang menulis tentang sedjarah Sriw idjaja

tentu mengulanginja, tetapi siapa diantara radja M edang jang mem-

punjai epiteton tersebut, hingga sekarang belum dapat dipastikan.

Pendapat tentang hal itu masih bersimpang-siur. Dalam karangannja

Le Çailendca, tueur des héros ennemis (1950) jang telah disebut

diatas, Coedès dj'uga menudju kearah pemetjahan persoalan itu dan

merekonstruksikan çesasarvvârimadavithanaç dengan tambahan ma dan

batjaan tha diantara vi dan naç. Mengenai lempengan tembaga N a lan ­

da ini Krom menulis, bahwa piagam tersebut membuktikan 1 . arti N a ­

landa bagi pemeluk agama Buda di Sumatera; 2. hubungan erat antara

radja-radja Sailendra di D jaw a dan Sumatera. Katanja: Hubungan itu

tidak didasarkan atas kesamaan nama semata-mata, tetapi karena

kedua radja itu benar-benar berasal dari satu keturunan (Hindoe-

Javaansche Geschiedenis hal. 143). Persoalan Balaputra jang sebelum-

nja selalu menemui djalan buntu, karena terbitan A metrical old Java-

nese inscription dated 856 A .D . ini mendjadi agak djelas. N am un

artikel itu djuga belum dapat memetjahkan persoalan Balaputra, karena

bagaimana Balaputra dapat naik tachta keradjaan Sriw idjaja, masih

tetap merupakan teka-teki. D juga de Casparis masih beranggapan

bahwa Dharmasetu, nenek Balaputra, adalah radja Sriwidjaja:. Tetapi

tidak ada buktinja. O leh karena itu persoalan tersebut perlu ditindjau

sekali lagi.

Ketjuali terbitan piagam D jatin ingrat - Balaputra jang disertai pem­

bahasan pandjang lebar dan mendalam, de Casparis masih menge­

mukakan piagam baru jang langsung mempunjai hubungan dengan

sedjarah Sriw idjaja jakni piagam Telaga Batu. Piagam Telaga Batu

adalah piagam persumpahan, senafas dengan piagam Kota Kapur dan

Karang Brahi, namun redaksinja berbeda. M u la i baris 3 sampai 5 p ia­

gam itu menjebut djabatan para pembesar pemerintahan Sriw idjaja,

33

Page 33: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

mulai dengan rajaputra sampai hulun haji. Penjebutan jang dem ikian

tidak dilakukan pada piagam Kota Kapur dan Karang Brahi. Perbeda­

an redaksi ini memberi kesempatan untuk pentafsiran baru mengenai

pusat keradjaan Sriw idjaja. Lain daripada itu Prasasti Indonesia II

masih memuat petjahan-petjahan piagam Sriw idjaja jang belum dikenal

sebelumnja. In i semuanja adalah bahan baru sebagai penambah bahan

jang telah ada untuk penjusunan sedjarah Sriw idjaja.

Pada tahun 1958 Drs. Sukmono mengemukakan teori baru tentang

lokalisasi pusat keradjaan Sriwidjaja berdasarkan penjelidikan geo-

morfologi. Karangannja termuat dalam Laporan Konggres Ilm u Pe­

ngetahuan Nasional I hal. 245- 258. Hasil penjelidikannja menjangkal

lokalisasi pusat keradjaan Sriwidjaja di Palembang. Ia melokalisasikan-

nja di D jambi, menjamakan San-fo-ts’i dari berita T ionghwa dengan

Tembesi dan Sabadeibai dari Ptolomeus dengan pulau Sabak. Penje­

lidikan itu dilakukan atas faham, bahwa pusat keradjaan Sriw idjaja

harus terletak ditempat strategis jang dapat menguasai pelajaran di

Selat M alaka sebagai djalan lalu-lintas pelajaran India —■ T iongkok

dan kebalikannja, tanpa memperhitungkan faktor-faktor lainnja. K a­

rangan ini dikutip dibelakang untuk dibitjarakan. Kita akan melihat

sampai dimana kebenaran teori lokalisasi pusat Sriw idjaja berdasarkan

geomorfologi, setelah dikadji dengan bahan-bahan sedjarah lainnja.

Pada waktu dan tempat jang bersamaan Prof. M r. Moh. Yam in mener­

bitkan karangannja Penjelidikan sedjarah tentang negara Sriw idjaja dan

Radjakula Sjailendra dalam kerangka kesatuan ketatanegaraan Indonesia

(idem hal. 133-223). Karangan itu dibagi mendjadi bagian 1 . Pidato

pembimbing; 2 . Perkembangan penjelidikan sedjarah; 3. Susunan tata-

negara Sriw idjaja dibawah kekuasaan radjakula Sjailendra; 4 . Negara

Sriwidjaja dan radjakula Sjailendra dalam kerangka kesatuan ketata­

negaraan Indonesia; 5. Sedjarah djaman Sriwidjaja dalam empat dewasa

(392 — 1406). Kemudian menjusul lampiran beberapa piagam. Dite-

gaskannja bahwa penjelidikan itu dilakukan terdorong oleh semangat

seminar sedjarah di Jogjakarta pada tahun 1957 jang menghendaki

„tersusunnja sedjarah Indonesia sebagai sedjarah nasional Indonesia.

Penindjauan kembali penulisan sedjarah Asia Tenggara disebabkan

karena penemuan barang baru dan bangkitnja faktor kemerdekaan bagi

penjelidikan dan penulisan sedjarah nasional. Ia menghendaki agar

faktor kemerdekaan nasional diperhitungkan dengan saksama dalam

penilaian kembali hasil-hasil penjelidikan kebudajaan pada zaman jang

lampau.” Pada penutup Perkembangan Penjelidikan tertulis ,,dan kong-

gres M .I.P .I. dikota Malang memasukkan sedjarah Sriwidjaja kepintu

gerbang pembatjaan dan penjusunan kembali.” Demikian Yam in.

34

{

Page 34: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Jang terbatja pada prasaran itu ialah uraian tentang hasil penje-

lid ikan sedjarah Sriw id ja ja sampai tahun 1956. T idak ada pandangan

baru atau usul baru untuk memetjahkan persoalan-persoalan jang h ingga

pada w aktu itu masih mendjadi bahan perdebatan. Pem batjaan kembali

bahan-bahan sedjarah Sriw id ja ja mau tidak mau m enghadapkan kita

kepada persoalan-persoalan tersebut. T im bulnja persoalan-persoalan itu

disebabkan karena para sardjana sedjarah jang bersangkutan, berpikir

kritis, tidak dapat menerima begitu sadja saran-saran jang d iandjurkan

sebelumnja. Dem ikian lah menurut paham saja perdebatan ilm iah itu

bertudjuan untuk mentjari pendjelasan mengenai kedjadian jang dinjata-

kan pada atau dalam bentuk piagam dan uraian lainnja. Para sardjana

mentjari hubungan antara peristiwa-peristiwa sedjarah jang nam paknja

masing-masing berdiri sendiri. Sebelum hubungan antara fakta-fakta

sedjarah itu dapat didjelaskan, maka rekonstruksi sedjarah Sriw id ja ja

belum dapat d ilakukan dengan sempurna. Rekonstruksi jang d ipaksa­

kan dalam suatu kerangka tanpa pengetahuan jang benar mengenai

fakta-fakta jang bersangkutan, lebih menjerupai lam unan daripada

rekonstruksi, karena pendjelasan fakta-fakta sedjarah jang kedapatan

disana-sini masih merupakan persoalan. Sebagai misal penjusunan

sedjarah Sriw idja ja menurut konsep Toynbee dikemukakan lah irnja

keradjaan Sriw idja ja berdasarkan piagam Kedukan Bukit: „Dewasa

timbul dari tahun 392 sampai 683, jaitu tarich proklamasi pembentukan

kedatuan Sriw idja ja menurut dua pertulisan jang sama, jaitu pertulisan

Kedukan Bukit bertarich 605 Saka.”

Bagaim ana kita dapat mengatakan bahwa tarich tahun proklamasi itu

683 atau menjebut piagam Kedukan Bukit itu piagam proklamasi, kalau

h ingga sekarang persoalan piagam Kedukan Bukit belum dapat dipetjah-

kan. Jang pasti ialah bahw a piagam Kedukan Bukit itu bukan piagam

proklamasi seperti dugaan Prof. Krom (H .J.G . hal. 121) jang diikuti

oleh M oh. Yam in , atau piagam siddhiyatra seperti jang dikemukakan

oleh Coedes, melainkan piagam perdjalanan djaja atau piagam jayasid-

dhayatra. Lagipula pada tahun 671 pendeta I-ts’ing dan W u-h ing

telah mengundjungi keradjaan Sriw idjaja dan diterima oleh sang radja.

Persoalan bagaimana Balaputra dapat mendjadi radja di Sriw idja ja

sesudah menjingkir dari M ataram , belum mendapat d jaw aban jang me­

muaskan. Kebanjakan para sardjana menduga bahw a nenek Balaputra

Sri Dharmasetu adalah radja Sriw idjaja, tetapi dugaan ini tidak berdasar­

kan bukti. U rutan radja jang memerintah keradjaan Sriw id ja ja seperti

jang dipaparkan oleh M oh. Yam in , masih harus diikuti tanda tanja jang

besar. In i hanja beberapa tjontoh sadja mengenai persoalan sedjarah

Sriw idjaja. Semangat nasional dalam penulisan sedjarah memang sangat

diperlukan dan semangat itu mendjiwai Prof. Y am in . N am un semangat

35

Page 35: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

j

nasional didalam karja ilmiah tidak dapat merobah anggapan mendjadi

fakta sedjarah tanpa didahului oleh pembuktian atau menganggap sepi

persoalan-persoalan jang ada. Oleh karena itu menurut pendapat saja,

salah satu djalan jang harus ditempuh sebelum menjusun kembali sedja-

rah Sriwidjaja dalam rangka nasional, ialah berusaha meneliti lagi

bahan-bahan sedjarah Sriwidjaja dan berusaha memetjahkan persoalan-

persoalan jang masih gelap. Usaha penjusunan kembali sedjarah Sriwi-

djaja seperti jang ditjita-tjitakan oleh Prof. Mr. Moh. Yamin, terang

mempunjai segi-segi jang baik. Sedikit demi sedikit kelemahannja akan

dapat diatasi.

Pada tahun 1961 Tan Yeok Seong mengumumkan salinan piagam

Kanton jang diketemukan pada tahun 1959. Piagam itu mengenai pem­

bangunan kembali tjandi Tien Ching jang diselenggarakan oleh Ti-

hua-ka-lo dari San-fo-ts'i pada tahun 1079. Penemuan piagam ini pen­

ting artinja untuk mengetahui keadaan negara Sriwidjaja pada abad 11 sesudah serangan radja Chola seperti dinjatakan pada piagam Tanjore

jang bertarich tahun 1030. Djika transkripsi Ti-hua-ka-lo itu memang

benar dan dapat diidentifikasikan dengan Dewa Kulottungga (Dewa

Chola), maka ada kepastian bahwa Sriwidjaja pada waktu itu ada dibawah kekuasaan radja-radja Chola.

Prof. Brian Harrison dalam bukunja, South East Asia (1957) mem-

bitjarakan keradjaan Sriwidjaja pada pasal III dibawah djudul

Early Indianized States: Funan and Sdvijaya. Brian Harrison meng­

uraikan pembentukan keradjaan Funan oleh Kaundinja berasal dari

P ’an-pa’an (Prampuri diteluk Siam) disekitar tahun 400 dan runtuhnja

dalam abad 6 oleh bangsa Khmer. Dengan runtuhnja keradjaan Funan

itu Kambodja memasuki zaman pre-Angkor jang berachir nada tahun

802, jakni timbulnja pemerintahan Djajawarman II setol^V, i. l

kan diri dari kekuasaan Djawa. Berdasarkan pendapat CcedeTuTmenT

hubungkan wangsa Sailaradja di Kambodja dengan c T j

di Djawa Tengah dan Sriwidjaja. Menurut pendana*-«- 3 ^

wangsa Sailendra oleh radja-radja di Djawa Tencrah •<■ ^ pen,e^ utan

bahwa mereka adalah achliwaris dari radja-radja di F 1 U mf^ unc^ukkan

dapat Coedes itu hingga sekarang masih tetap mpru”3!!’ pen'

jang masih memerlukan pembuktian. Se.jara populer I W

rison menguraikan sedjarah Sriwidjaja dengan sekad i

pelbagai peristiwa sedjarah jang masih diraouk^n ^ men)ln9gung

pemetjahan. Tetapi oleh karena tulisan itu A • j ” men9kendaki

peristiwa ^ ^ populer J * . ^

setjara angkat pula, dengan sendirinja ia tidak berusaha untuk mem- tjahkan persoalan-persoalan itu. Mengenai hubun™«

Sailendra di Djawa Tengah dan d, L w « !

36

Page 36: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I

kedatangan wangsa Sailendra di Sriwidjaja dalam abad 9 disebabkan

karena perkawinan. Bukti usang jang dikemukakannja ialah pernjataan

Balaputradewa pada piagam Nalanda. Soal perkawinan politik memang

mempunjai peranan penting dalam perluasan wilajah, namun kedatangan

Balaputradewa dari Djawa Tengah ke Sriwidjaja kiranja tidak didasar­

kan atas perkawinan dengan puteri Sriwidjaja. Lagipula Dharmasetu

jang hingga sekarang dianggap radja Sriwidjaja dan mendjadi nenek

Balaputradewa, kiranja radja Djawa Tengah. Jang pasti ialah bahwa

nama Sri Dharmasetu kedapatan pada piagam Kelurak dengan tarich

tahun 782. Balaputra sendiri berasal dari Djawa Tengah pula. Ajahnja

Samaragrawira djuga mendjadi radja di Djawa Tengah. Penjingkiran

Balaputradewa ke Sriwidjaja tidak didasarkan atas perkawinan dengan

puteri Sriwidjaja, tetapi kalah perang dengan rakai Pikatan. Mengenai

hal ini akan didapat uraian jang lebih mendalam dalam pasal jang

bersangkutan.

Pada tahun 1961 terbit tjetak ulang buku Prof. D.G.E. Hall A His-

tory of South East Asia, jang telah terbit pada tahun 1955. Tulisan

Hall tidak semata-mata menguraikan sedjarah kuno seperti jang dilaku­

kan oleh Prof. Dr. N.J. Krom dan Prof. George Coedes, tetapi djuga

membitjarakan sedjarah baru tentang perkembangan negara-negara di

Asia Tenggara. Uraiannja tentang sedjarah lama jang bersangkut paut

dengan Indonesia dikerdjakannja dengan teliti berdasarkan hasil penje-

lidikan dan pandangan para sardjana Perantjis, India dan Belanda baik

jang telah lama lampau maupun jang masih sangat baru. Sedjarah In ­

donesia kuno mendapat tempat jang wadjar. Djuga sedjarah Sriwidjaja

dengan sendirinja mendapat penuh perhatian. Uraiannja mengenai

sedjarah Sriwidjaja didasarkan atas karangan Coedes, Majumdar, Nila-

kanta Sastri, Krom dan terutama de Casparis. Boleh dikatakan, pan­

dangan de Casparis hampir seluruhnja diterima, diringkas. Nama-nama

radja Sriwidjaja jang masih merupakan teka-teki dan jang pernah

dikemukakan oleh de Casparis sebagai anggapan, ikut djuga terkutip.

Disamping itu ia menolak pendapat Coedes tentang asal-usul radjakula

Sailendra dengan mengatakan, bahwa pendapat Coedes masih merupa­

kan teori belaka, jang masih memerlukan bukti-bukti. Ia gembira dengan

penemuan nama narawata jang tertjantum pada baris- penghabisan pia­

gam Kelurak, jang mengingatkannja kepada nama ibukota keradjaan

Funan lama. Kata narawara artinja: orang pilihan atau orang perwira,

tidak ada hubungannja dengan nama kota. Pandangan Hall sebagai

pandangan sedjarah jang didasarkan atas segala hasil penjelidikan

para sardjana jang bersangkutan, merupakan himpunan sari penjeli­

dikan sedjarah Sriwidjaja dan berguna sekali untuk diketahui) namun

tidak memberikan fakta baru.

37

Page 37: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Itulah karangan-karangan jang penting tentang sedjarah Sriwidjaja

hingga tahun 1961. Karangan-karangan lainnja jang chusus mengenai

Sriwidjaja, tetapi tidak langsung mengenai sedjarah perkembangan Sri­

widjaja, akan disinggung dalam pembahasan, djika dianggap perlu. Masih

ada beberapa karangan ahli sedjarah jang djuga menjinggung sedjarah

Sriwidjaja, tetapi pembahasannja hanja dilakukan sambil lalu, sehingga

rasanja tidak perlu ditanggapi setjara chusus. Bernard H .M . Vlekke

menerbitkan Nusantara, A History of Indonesia pada tahun 1959 sebagai

tjetak ulang dari karangannja pada tahun 1943. Dari djudulnja itu orang

mengharapkan pembahasan sedjarah Sriwidjaja setjara mendalam atau

setjara luas, tetapi kenjataannja Vlekke hanja menjinggung sadja soal

Sriwidjaja. Keradjaan Sriwidjaja dibitjarakan pada pasal II The kingdom

of Java and Sumatra. Dalam pasal itu keradjaan Sriwidjaja hanja di­

singgung sadja dengan beberapa kalimat. Jang lebih banjak mendapat

perhatian ialah sedjarah Mataram dan Madjapahit. Uraiannja boleh di­

katakan singkatan pendapat Krom. Djuga H.J. de Graaf dalam bukunja

Geschiedenis van Indonésie (1948) hanja menjinggung setjara sepintas lalu sedjarah Sriwidjaja.

38 i

Page 38: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

II

P E N D ID IK A N P E N D E T A I-TS’IN G

Pendidikan

Fa-chien adalah pendeta Tionghwa jang pertama kali melakukan

ziarah ketanah sutji India sebagai sumber agama Buda. Lama ziarah itu

lebih kurang 15 tahun jakni dari tahun 399 sampai 414. Z iarah itu di­

uraikan dalam bukunja Fo-hue-ki. Seratus tahun kemudian jakni pada

tahun 518 Sun-yun dan Hwui-ning berziarah dari Tiongkok ke India

djuga, namun uraiannja terlalu singkat, djika dibandingkan dengan

uraian pendeta-pendeta lainnja. Pendeta Hiuen Thsang mengembara

selama 17 tahun ditanah sutji India dari tahun 629 sampai 645. Segala

pengalamannja diuraikannja dengan teliti dalam bukunja Si-yu-ki. De­

ngan sendirinja uraian itu berharga sekali untuk pengetahuan sedjarah

dan geografi India pada abad 7. Uraian jang bernilai tinggi itu ternjata

menarik perhatian para pemeluk agama Buda dan mendjadi pendorong

untuk djuga melakukan ziarah ke India. Demikianlah setelah Hiuen

Thsang meninggal, pendeta I-ts’ing berangkat ke Nalanda pada tahun

671. Setjara teliti ia menguraikan ziarahnja dalam bukunja jang ber-

djudul Nan-hai-chi-'kuei-nai-fa-ch’uan dan Ta-t’ang-si-yu-ku-fa-kao-

sêng-ch’uan. Buku jang pertama diterdjemahkan oleh Takakusu pada

tahun 1896 dibawah djudul A record of the Buddhist religion as prac-

tised in India and the M alay Archipelago. Untuk gampangnja buku itu

disebut Record sadja. Buku I-ts’ing jang kedua diterdjemahkan oleh

Prof. Chavannes pada tahun 1894 dibawah djudul Memoire à l’époque

de la grande dynastie Tang sur les religieux éminents qui allèrent cher­

cher la Loi dans les pays d ’Occident. Atas alasan jang sama buku jang

kedua ini disebut Memoire sadja. Kedua karja itu penting sekali untuk

mengetahui sedjarah keradjaan Sriwidjaja chususnja dan negeri-negeri

dilautan Teduh umumnja, jang dilalui I-ts’ing dalam perdjalanannja

dari Tiongkok ke India dan kebalikannja. I-ts’ing menjaksikan keadaan

negara Sriwidjaja dan negara-negara lainnja dengan mata kepala sen­

diri. Uraiannja adalah sumber berita dari tangan pertama. O leh karena

itu mendapat perhatian sepenuhnja.

Pendeta I-ts’ing lahir pada tahun 635 di Fan-yang dekat Peking,

dalam masa pemerintahan Fai-tsung. Sedjak berumur 7 tahun ia bela-

djar sastra Tionghwa umum. Ia merasa berbahagia sekali bertemu

dengan dua orang guru jakni San-yü sebagai upadhyaya dan Hui-hsi

sebagai karmacarya. Mereka tinggal diasrama Shi-en-t’ung jang di­

dirikan oleh ahli renung. Seng-lang sedjak tahun 396, seorang pertapa

dari Chin-yü di Tai Shan. Mereka masing-masing dilahirkan di Teh

39

Page 39: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dan Pei. Mereka berdua sependapat, bahwa kehidupan bertapa banjak

manfaatnja untuk kepentingan dirinja pribadi, namun sedikit faedahnja

untuk kebahagiaan orang lain. Sekadar untuk memenuhi peraturan

agama jang dipeluknja, San-yii dan Hui-hsi pernah melakukan tapa

digua (T ’u-k’u) sambil memandang air djernih jang mengalir. H idup

bertapa demikian itu tidak dilandjutkan. M ereka\lebih suka bekerdja,

mengumpulkan bahan makanan untuk persediaan bagi para murid jang

suka mengangsu ilmu pada mereka diasrama, dan untuk persadjian

kepada artja Buda. San-yii dan Hui-hsi mendidik I-ts’ing sedjak ber­

umur 7 tahun sampai berumur 37 tahun, waktu ia berangkat ke India

melalui keradjaan Sriwidjaja di Sumatera.

I-ts’ing hanja mendapat kesempatan 5 tahun lamanja untuk beladjar

pada San-yii, karena pada tahun 646 San-yii meninggal. Tetapi waktu

5 tahun itu sudah tjukup baginja untuk mengenal djiwa San-yii. Gengsi

San-yii sangat berkesan pada I-ts ing. I-ts ing menjebut gurunja dalam

Record, jang ditulisnja lebih kurang 45 tahun kemudian sepeninggal

San-yii dengan kiasan gadjah besar. Pemakaian metafora jang demi­

kian oleh sardjana besar seperti I-ts ing hanja dapat ditafsirkan sebagai

pernjataan kekagumannja terhadap keagungan sifat-sifat sang guru

San-yii, sebagai guru, sebagai pendeta, sebagai sardjana dan sebagai

manusia biasa. Dalam bukunja tersebut I-ts'ing menguraikan enam sifat

jang dimiliki oleh San-yii jakni: keluasan pengetahuan sebagai guru,

keaneka-ragaman pengetahuannja, ketjerdasan berpikir, kedjudjuran,

kemurahan hati dan ketekunan kerdja.

I-ts’ing melandjutkan riwajatnja dan berkata bahwa pada waktu itu

ia sedang mengindjak usia 12 tahun. Sepeninggal San-yii dalam pela-

djaran ia dipimpin oleh Hui-hsi, jang menurut uraiannja ternjata sar­

djana besar pula. Pada umur 14 tahun ia dilantik dalam pravadya dan

sedjak mengindjak umur 18 tahun, timbullah angan-angan untuk me- 1 lakukan ziarah ketanah sutji, India. Tetapi keinginan itu lama tidak

terkabul, sampai ia berumur 37 tahun. Selama itu ia selalu ada dibawah

Pimpinan Hui-hsi dan mempeladjari kanon sutji agama Buda. Ketika

ia berumur 20 tahun, ia dilantik dalam upasampada. Menurut I-ts'ing,

Hui-hsi adalah seorang ahli dalam winaya. Pikirannja terang-tenang,

tidak pernah melalaikan latihan, enam kali selama satu hari satu ma­

lam. Tidak pernah merasa lelah mengadjar empat matjam kelas jakni

golongan biksu, biksuni, upasaka\dan upasika. Boleh dikatakan bahwa

Ja tidak pernah gusar dalam menghadapi kesibukan jang bagaimana­

pun. Sikapnja tetap tenang dan sabar. Hui-hsi terlalu djudjur, tidak

suka memihak. Baik pendeta maupun awam, bila benar, dibenarkan,

bila salah disalahkan. Saddharmapundarika adalah buku kegemarannja.

Selama enampuluh tahun ia membatjanja setiap hari, djadi ia sudah

40

Page 40: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

membatjanja duapuluh ribu kali. Meskipun hidupnja dalam zaman jang

serba sulit pada masa pemerintahan dinasti Sui (509-617), dan ber­

pindah-pindah dari tempat jang satu ketempat jang lain menurutkan

nasibnja, ia tidak melalaikan kesanggupannja untuk membatja Sad-

dharmapundarika setiap hari. Hui-hsi memiliki sadindera dan empat

matjam zat jang diperlukan untuk kesehatan badannja. O leh karena

itu selama enampuluh tahun ia tidak pernah djatuh sakit. Pada waktu

sendja senjap biasanja Hui-hsi mentjari I-ts’ing. Dengan ramah mereka

bertj^kap-tjakap. Ada kalanja pertjakapan itu hanja mengenai daun-

daun jang sedang menguning, tetapi karena pertjakapan itu ia dapat

menghindarkan I-ts’ing dari rasa rindu kepada ibunja. A da kalanja ia

mentjeriterakan adat anak lembu jang disusui dan dibesarkan oleh

induknja. Dengan tjontoh itu ia mengadjar I-ts’ing setjara tidak lang- '

sung, agar ia selalu membalas tjinta kasih jang pernah dilimpahkan

orang kepadanja.

Hui-hsi adalah pudjangga besar. I-ts’ing mengagumi bakat kepu-

djanggaannja. Pudji sandjung I-ts’ing kepada Hui-hsi terlalu muluk.

Pada hal. 213 I-ts’ing menjatakan ketakutannja, kalau-kalau sementara

orang menjangsikan utjapannja, menduga bahwa pudjiannja kepada

Hui-hsi tidak beralasan. O leh karena itu ia memberikan bukti tentang

kebesaran Hui-hsi. Pada tanggal 12 bulan kedua, jakni pada hari Buda-

nirwana orang ramai baik pendeta maupun awam berkumpul dibukit

selatan tempat Seng-lang dimakamkan. Mereka datang untuk memper­

ingati Seng-lang sebagai pemuka agama Buda. Pada waktu itu semua

pudjangga dikeradjaan C h ’i hadir. Masing-masing adalah pudjangga

terkenal jang telah mempunjai bukti-kerdja berupa karja sastra. Se­

belum hari jang mulia itu tiba, radja telah membuat seruan kepada para

pudjangga untuk menulis sebuah kekawin jang akan ditulis pada kaki

artja Seng-lang pada hari Buda-nirwana. Hui-hsi menjambut seruan

itu tanpa ragu-ragu. Hui-hsi menulis kekawinnja pada tembok tanpa

kekeliruan sedikitpun. Kekawin itu termuat pada hal. 214. W a k tu

hadirin membatja kekawin tersebut, semuanja kagum. A da diantara

pudjangga jang segera meletakkan pensilnja, ada jang menusukkannja

pada batang pohon sambil berkata: „Si Shih (nama seorang wanita

jang terpudja ketjantikannja) telah memperlihatkan diri. Bagaimana

M u M o (nama wanita buta) akan menandinginja?" Banjak kaum tjen-

dekiawan jang hadir pada waktu itu, namun tak ada seorangpun jang

sanggup menandingi Hui-hsi. Karja Hui-hsi jang bertebaran telah d i­

kumpulkan dalam himpunan karangan.

I-ts’ing dibesarkan dalam lingkungan kesardjanaan. O leh karena

iapun memiliki bakat dan djiwa besar, maka bakat dan d jiw anja men­

dapat pupuk jang akan menjuburkan tumbuhnja. D ida lam uraiannja

41

Page 41: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

• b t tiga orang guru, jang faham akan winaya dan sangat di-

ia menj jakni; San-yii, Hui-hsi dan Ming-teh. Itulah latar belakang

° r^v l'kan pendeta I-ts’ing sebelum berangkat ke India. Hui-hsi sering

j^rkata kepadanja, bahwa Buda telah lama meninggal. Adjarannja

ei| T io,- bisalah tafsirkan. Mereka jang harus membina aturan- sudah mulai . . .aturan keagamaan, malah melanggarnja. Adjaran Hui-hsi milah jang

mend'adi pendorong dan menimbulkan angan-angan padanja untuk

melakukan ziarah ke India, untuk mempeladjari agama Buda lebih

dalam lagi I-ts’ing menganggap San-yu sebagai bapaknja, Hui-hsi

Dalam hubungan mesra antara guru dan murid seperti sebagai ibunja. l ’“1“ °ianq diuraikan dan dialami oleh I-ts ing itu sendiri, maka djiwa jang

memang berbakat akan dapat berkembang. Salah satu pendorong

I-ts’in untuk melakukan ziarah ke India ialah kekagumannja kepada

pendeta Fa-hien dan bhadanta Hiuen Thsang jang telah lebih dahulu

mengundjungi India. Karena kundjungan itu mereka mendapat penge­

tahuan jang lebih luas dan lebih dalam serta semangat jang menjala-

njala untuk menjiarkan agama Buda di Tiongkok. Dalam Record hal.

183 - 184 I-ts’ing berkata: „Kasiapa-matanga dan Dharmaraksha me-

njampaikan berita-berita sutji diibu kota propinsi timur Lo (Honan-

fu); kemashuran Paramartha sampai dilaut Selatan (N an Y ing) dan

jang sedang mulai ialah Kumaradjiwa. Ia memberikan kehidupan segar

kepada negeri asing (Tiongkok). Kemudian bhadanta Hiuen Thsang

memberikan kuliah dinegerinja sendiri. Dengan djalan demikian baik

pada zaman jang telah silam maupun pada zaman sekarang, para guru

menjebarkan adjaran Buda sangat luas dan djauh.” Pada hal. 207

I-ts’ing menguraikan djasa-djasa Seng-lang sebagai pendeta terkemuka,

jang mendirikan tjandi dan asrama di T ’ai Shan. Meskipun Seng-lang

telah lama meninggal, namun pengaruhnja masih tetap terlampau besar

dan kemashurannja masih terus berkumandang. Sepeninggal Seng-lang,

San-yii dan Hui-hsi tampil kemuka sebagai penggantinja, ditambah

seorang lagi Mirig-teh: ketiga-tiganja ahli dalam winaya dan faham

akan segala sutra. Salah satu adjaran jang mereka pertahankan ialah

larangan membakar djenazah. Sedjak para pendeta dari asrama Kuda

Putih di Lo-yang, jakni Kasiapa-matanga dan Dharmaraksha bergerak,

memantjarkan sinar kebidjaksanaan, seolah-olah mereka mendj'adi ma­

tahari dan bulan dinegara dewata (Tiongkok); gadjah hitam K ’ang-

seng-hui dan Fa-hien siap berpelana, karena tepa teladan jang sangat

utama, mendjadi pertahanan dan djembatan untuk mengantarkan ke-

kajaan spirituil India ke Tiongkok. Tao-an dan Hui-yen bergerak se­

bagai harimau disebelah selatan sungai Yang-tse dan Han. Hui-hsi

dan Fa-li beterbangan sebagai burung hantu disebelah utara sungai

Hwang dan Chi.

42

Page 42: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I-ts’ing berangan-angan mendjadi pendeta jang berguna untuk pe-

njiaran agamanja seperti para pendeta jang dikaguminja itu. Ia ber­

pikir bahwa rantai kedatangan penjiar agama tidak boleh terputus.

O leh karena itu ia ingin bersiap-siap untuk mendjadi pendeta besar

dinegerinja jang kiranja kemudian sanggup mengganti gurunja, Hui-

hsi. O leh karena itu iapun mentjurahkan segenap tenaga dan perhati-

annja kepada adjaran sang guru dan kepada segala matjam sutra.

Ketika terasa oleh Hui-hsi bahwa ia sudah masak dalam ilmu, maka

ia mendapat perintah untuk pergi mentjari ilmu jang lebih dalam.

Demikianlah I-ts’ing minta diri kepada Hui-hsi, berangkat ke W e i

disebelah selatan. Disana ia mempeladjari Abhidarmasangiti dan Sam-

parigrahasastra. Kemudian berpindah keibukota propinsi barat Si-an-

fu untuk mempeladjari Koca dan V idyamatrasiddhi. Disini I-ts’ing

menetap sampai tahun 670, beberapa bulan sebelum ia berangkat ke

India. Setelah persiapan untuk melakukan ziarah ke India dipandang

telah tjukup, ia meninggalkan ibukota Si-an-fu menudju Fan-yang,

tempat kelahirannja. Sesudah itu barulah ia kembali keasrama T 'ai

Shan untuk minta nasehat kepada Hui-hsi. Katanja: „Sang guru, saja

bermaksud untuk mengadakan perdjalanan djauh. Saja jakin bahwa

disini saja belum sampai pada ilmu jang saja tuntut. Ditempat tudjuan

itu saja akan memperoleh kemadjuan jang pesat. Engkau sudah landjut

dalam usia. O leh karena itu saja tidak akan berbuat sesuatu tanpa

minta nasehatmu lebih dahulu.” D jawab Hui-hsi: „Ini adalah kesem­

patan jang sangat baik bagimu. Kesempatan itu tidak akan berulang

lagi. Aku gembira mendengar maksudmu. Tak ada gunanja aku me­

lahirkan perasaan kesedihanku. Bila ada umur pandjang, aku akan

melihatmu kembali dan akan menjaksikan usahamu memperluas adjaran

Buda. Berangkatlah tanpa ragu-ragu. D jangan melihat segala apa jang

kau tinggalkan. Aku setudju benar dengan maksudmu untuk melakukan

ziarah ketanah sutji. Apalagi mengingat bahwa ziarah itu adalah

penunaian tugas sutji untuk kebahagiaan agama. T idak usah ragu-

ragu.”

Perdjalanan ke India

Sebelum I-ts’ing berangkat, ia masih sempat mengundjungi kubur

San-yii untuk memberi hormat, minta diri dan restu. Pada waktu itu

daun-daun pohon disekitarnja terlalu rimbun melingkupi nisannja, dan

rumput-rumput tumbuh sangat rapat pada kaki nisan. Meskipun San-

yii sudah tidak ada lagi, namun hormat I-ts’ing besar bukan kepalang,

seolah-olah San-yii masih hidup. I-ts’ing merenungkan segala kebaikan

sang guru, jang pernah dilimpahkan kepadanja. Kemudian ia berang­

43

Page 43: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

kat meninggalkan Kwang-chou (Kanton) pada bulan 11 tahun kedua

pada masa pemerintahan Hsien Heng atau pada tahun Masehi 671

menudju lautan Selatan dengan hati tenteram, karena maksudnja di-

setudjui oleh sang guru, bahkan mendapat perintah berangkat, jang

bagaimanapun tidak akan dapat diabaikannja. Demikianlah ia berlajar

dari negeri jang satu kenegeri jang lain> menudju India untuk berziarah.

Pada hari kedelapan bulan dua tahun keempat masa pemerintahan

Hsien Heng (tahun Masehi 673), I-ts’ing sampai di Tamralipti, sebuah

pelabuhan dipantai India Timur. Pada bulan kelima ia mengadakan

perdjalanan kebarat, bertemu dengan kawan-kawan disana-sini. Ke­

mudian keasrama Nalanda dan ketachta manikam; achirnja mengun-

djungi semua tempat sutji. Setelah itu kembali ke Shih-li-fo-shih.

Uraian perdjalanan I-ts’ing dalam Record terlalu singkat. Uraian

itu hanja sekadar diselipkan sadja dalam pasal jang istimewa memper-

bintjangkan para gurunja. Uraiannja jang lebih pandjang termuat

dalam Memoire jang telah diterdjemahkan oleh Prof. Chavannes. Se­

mula ada beberapa orang teman jang akan turut berangkat. Sampai

tahun pertama masa pemerintahan Hsien Heng atau tahun Masehi 670.

I-ts’ing tinggal diibukota propinsi barat Ch’ang-an. Pada waktu C h ’ui,

pengadjar hukum, anak kelahiran Ping-pu, Hui-gi, pengadjar sastra,

berasal dari Lai-chou dan dua tiga bhadanta lainnja, telah setudju

untuk bersama-sama dengan I-ts’ing mengundjungi Gridakuta daxi

melihat Bhodidruma di India. Ch’ui tidak djadi ikut, karena tjintanja

kepada tempat kelahirannja dan ingat kepada ibunja jang sudah tua.

Hui-gi, berubah pikirannja, berbelok ke Sukawati waktu bertemu de­

ngan Hiuen-chan di Kianning. Hiuen-kei hanja sampai Kwang-tung.

Achirnja I-ts’ing berangkat dengan seorang teman sadja, seorang pen­

deta muda, muridnja jang bernama Tsin-chou. Pendeta muda ini dalam

perdjalanannja berhenti di Sumatera, lalu kembali ke Kwang-tung,

karena djatuh sakit. Demikianlah I-ts'ing berziarah ke India hanja

seorang diri. Pada musim rontok tahun 671 ia bertemu dengan Feng-

hsiao-ch’uan dari Kong-chou.

Atas pertolongan Feng-hsiao-ch’uan ia dapat berhubungan dengan

pemilik kapal Persi, jang akan ditumpanginja. I-ts’ing merasa banjak

berutang budi kepadanja, karena Feng-hsiao beserta saudara-saudara-

nja menjiapkan segala perlengkapan untuk keberangkatannja. Mereka

mendjaga benar-benar agar I-ts’ing djangan sampai menderita ke­

kurangan, mengalami kesulitan ditengah djalan. Mereka itu tidak ada

ubahnja dengan orang tuanja sendiri. Pada pasal ini njatalah bahwa

ibu-bapak I-ts’ing pada waktu itu telah meninggal, karena ia berkata,

bahwa segala apa jang diminta oleh si jatim-piatu kepada keluarga

Feng, diberinja. Demikianlah waktu I-ts'ing pada tahun 670 dari ibu-

44

Page 44: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

kota propinsi barat berangkat ke Fan-yang, tempat kelahirannja, ia

mengundjungi makam orang tuanja untuk m inta diri dan restu dalam

perdjalanan ke India. Setjara djudjur ia mengaku, bahwa ziarahnja

ke Ind ia dapat dilakukan terutama berkat kemurahan hati dan bantuan

keluarga Feng. T idak enggan-enggan ia menjebut Feng sebagai tempat

bernaung. Para pendeta dan awam jang menaruh perhatian, turut

mengantarkannja sampai pelabuhan. Para tjerdik-tjendekia dari pro­

pinsi utara hadir, terharu pada waktu berpisah. Mereka mengira tidak

akan saling bertemu lagi.

Dem ikianlah pada bulan 11 tahun 671 I-ts’ing berangkat menurutkan

bintang Y i dan Chen, meninggalkan Kwang-tung, menjusur pantai

kearah selatan. Dalam pikirannja telah terbajang taman M regadaw a

di Benares dan gunung Kukkutapadagiri dekat Gaya. Kapal berlajar

menudju arah selatan jang kemerah-merahan; tali-temali jang pan-

djangnja seratus kubit, mengelewer dua-dua dari atas. W a k tu berpisah

dengan bintang Y i, dua lajar jang masing-masing pandjangnja lima

helai kain kampas, melambai, meninggalkan sisi utara jang kegelap-

, gelapan. Kapal mengarungi lautan, menerdjang gelombang besar-besar

setinggi gunung. Kapal ladju keselatan menumpang aliran ombak; ge­

lombang seperti awan putih melemparkan diri keangkasa.

Sesudah hampir duapuluh hari berlajar, kapal sampai di Fo-shih

(Sriw id ja ja ). D isini ia mendarat dan menetap selama enam bulan untuk

beladjar Sabdavidya, jakni tatabahasa Sansekerta. Atas bantuan sri

baginda radja kemudian ia berangkat ketanah Melaju, sekarang men-

djadi bagian Shih-li-fo-shih (Sriw idjaja). D isini ia singgah dua bulan

lamanja. Kemudian ia meneruskan perdjalanannja ke Ka-cha (Kedah).

D ari sini ia berlajar lagi dengan kapal radja menudju India. Dari

Ka-cha terus keutara. Sesudah berlajar sepuluh hari lamanja, sampailah

pada pulau-pulau Lo-jeng-kuo; penduduknja masih telandjang bulat.

Disebelah timur nampak pantai antara djarak satu dua batu Tjina.

Jang nampak hanjalah pohon njiur dan pohon pinang gembira me­

lambai-lambai. Ketika nampak kapal datang, para penduduk kira-kira

seratus orang banjaknja, segera melompat kedalam sampan-sampan

ketjil, semuanja membawa buah njiur, pisang, barang-barang dari rotan

dan bambu, dengan maksud untuk ditukarkan. Jang mereka harapkan

ialah besi; lempengan besi selebar dua djari ditukarnja dengan lima

atau sepuluh buah njiur. Jang laki-laki telandjang bulat, jang perem­

puan sekadar bertutup daun. D jika ada diantara penumpang jang

setjara senda-gurau menawarkan pakaiannja, mereka melambaikan

tangannja sebagai isjarat menolak. Konon negara ini ada dibawah

pengawasan Shu-ch’uan barat daja. Pulau ini sama sekali tidak meng­

hasilkan besi; emas dan perak djarang sekali. Penduduknja semata-

45

Page 45: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

mata hidup dari buah njiur, tidak banjak padinja. Oleh karena itu jang

mereka anggap paling bermutu dan paling berharga ialah loha. Itulah

nama untuk besi ditempat itu. Kulitnja tidak hitam, tingginja sedang.

Mereka tjakap sekali menganjam bakul-bakul dari rotan; tidak ada

tempat lain jang sanggup menandinginja. Kalau ada jang berani me­

nolak tukar-menukar, mereka segera melepaskan anak panah jang

beripuh. Peluntjuran sekali sadja sudah tjukup untuk membunuh orang.

Kira-kira sebulan berlajar dari situ kearah barat laut sampai Tan-mo-

lo-ti, jang merupakan tapal batas India Timur, terletak lebih kurang

enampuluh jodjana dari Mahabodhi dan Nalanda. Menurut berita Re-

cord, I-ts ing sampai di Tan-mo-lo-ti pada hari kedelapan bulan kedua

tahun keempat pada masa pemerintahan Hsien Heng (tahun Masehi

673). Tan-mo-lo-ti adalah pelabuhan dipantai India Timur. Nama jang sebenarnja ialah Tamralipti.

Di Tan-mo-li-ti I-ts’ing bertemu dengan pendeta Tan-ch’eng-teng.

Ia lalu tinggal bersama-sama dengan Teng beberapa bulan. Selama itu

ia mempeladjari bahasa Sansekerta dan mempraktekkan pengetahuan-

nja tentang tatabahasa. Kemudian bersama-sama dengan Teng ber­

angkat kepropmsi barat dan menggabungkan diri dengan sekelompok

pedagang jang menudju India Tengah. Kira-kira sedjauh sepuluh

hari perdjalanan dari wihara Mahabodhi djalannja amat sulit laqi

berbahaja. Pada waktu itu ia djatuh sakit dan tertinggal oleh kawan-

kawannja sedjalan. Teng bersama duapuluh pendeta Nalanda 1 '

telah djauh kemuka. Terhujung-hujung dengan djatuh banqun i ^ b ^

usaha menjusulnja, namun tidak berhasil. Ia berdjalan seoran* diri

sampai Nalanda. Dalam hatinja telah tumbuh pikiran bahwa h 111 akan gagal ditengah djalan. Lain daripada itu pada waktu itu* T' ^

pinsi barat sedang berkobar pergolakan. Tiap oranci ■ * \ iPr°."

putih dibunuh. Karena ketakutan I-ts’ing masuk da lan /T 9 1<:

luruh badannja disaput dengan lumpur hitam. Dialan ut|1Pur- Se­

utara menudju kesebuah desa. Itulah Nalanda jana ,?e“ belok ke"

I-ts ing lalu masuk tjandi Mulagandhakuti, kemudian m

Gridhakuta. Sesudah itu „engundjungi wihara Mahabldh 9UnU”9

bah kepada artja Buda. U menjampaikan pakaian ja n ‘ f 1“ '6“ ' dari Shan-tung, pemberian para pendeta A*n * \ aibawanja

da. Segala titipan aehh win’ ya " T ^

Demikan pula pesan An-tao dari daerah Ts’ dlsamPaikannja.

hormatnja kepada artja Buda telah dilakukan ^ UntUk men)amPaikan

I-ts’ing segera melemparkan dirinja diatas lant ■

bulat memberikan sembah. Ia memohonkan k K u ^ 9an Pikiran

kok, kemurahan Buda kepada radja, ibu-bapak 3013311 untuk Tiong-

berlimpah-limpah diwilajah Dharmadatu- t,arano P3r3 budimanaPannja ialah bertemu

46

Page 46: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dengan Buda Maitreja dibawah pohon Naga, beroleh adjaran sedjati

dan achirnja memiliki pengetahuan jang tidak tunduk kepada hukum

kelahiran. Di India I-ts’ing berziarah berkeliling ketempat-tempat sutji,

wihara Waigali, Kusinagara, taman Mrigadawa di Benares dan gunung

Kukkutapadagiri dekat Gaya. Ia tinggal diwihara Nalanda sepuluh

tahun lamanja.

Setelah mengumpulkan naskah-naskah sebanjak 500.000 sloka, ia

bersiap-siap akan pulang. Pada tahun pertama masa pemerintahan

Ch’ui-kung (tahun Masehi 685) I-ts’ing minta diri kepada Wu-hing

ditempat sedjauh 60 jodjana dise'belah timur Nalanda. Demikianlah

I-ts’ing menetap di Nalanda antara tahun 675 sampai tahun 685. Dari

situ ia berangkat ke Tan-mo-lo-ti untuk menumpang kapal menudju

Ka-cha. Dari sini kapal berlajar dua bulan kearah tenggara untuk

sampai di Ka-cha. Pada waktu itu kapal dari Fo-shih akan berlabuh

di Ka-cha. Kedatangan kapal dari Fo-shih umumnja pada bulan per­

tama atau bulan kedua. Mereka akan berangkat ke Singala (Srilang-

ka) berlajar kearah barat daja. Kata orang pelajaran itu sedjauh 700

jodjana. I-ts’ing singgah di Ka-cha sampai musim dingin, lalu berlajar

lagi kearah selatan sebulan lamanja menudju tanah Mo-lo-yeu, jang

pada waktu itu sudah mendjadi Fo-?hih. Banjak negeri-negeri jang

mendjadi bawahannja. Pada umumnja kedatangan perahu disana pada

bulan pertama atau bulan kedua. Tinggal disana sampai pertengahan

musim panas, lalu berangkat lagi keutara; kira-kira sebulan berlajar

sampai di Kwang-fu (Kwang-tung).

Pernjataan l-ts’ing

Sekembalinja dari Nalanda I-ts’ing menetap di Fo-shih lebih kurang

4 tahun lamanja. Pada tanggal 20 bulan 7 tahun pertama masa peme­

rintahan Yung-ch’ang (689) ia sampai di Kwang-tung kembali. Pe­

lajaran kembali ini tidak direntjanakan lebih dahulu. Semula ia datang

disungai Fo-shih dengan maksud menitipkan surat rahasia ke Kwang-

tung untuk minta kiriman kue-kue, kertas dan tinta, guna menurun

naskah naskah Sansekerta dan sebagai upah kerdja menurun. Namun

pada waktu itu tiba angin baik. Oleh karena itu lajar-lajar segera di­

pasang. I-ts’ing ikut terbawa. Ia tidak bermaksud akan pulang.

Sekembalinja di Kwang-tung, I-ts’ing bertemu dengan kawan-ka-

wannja seagama baik pendeta maupun awam. Dalam sidang ditjandi

Chih chih I-ts’ing mengemukakan usul pendapatnja. Ia membawa

500 000 * sloka Tripitaka dari India. Sloka-sloka , tersebut masih ke­

tinggalan di Fo-shih. Bagaimanapun ia harus kembali ke Fo-shih.

47

Page 47: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

1

Tetapi ia sudah merasa tua, sudah berumur limapuluh tahun lebih.

Oleh karena itu ia minta bantuan tenaga, jang kiranja dapat diserahi

pekerdjaannja. Usul itu mendapat sambutan baik dari sidang. Pendeta

bernama Cheng-ku, seorang ahli winaya, jang tempat tinggalnja tidak

djauh dari Kwang-tung diusulkan oleh sidang sebagai pembantu utama

I-ts'ing. Cheng-ku jang tinggal sebagai pertapa di Shih-men sebelah

barat laut Kwang-tung, setelah membatja surat I-ts’ing, segera sang­

gup untuk menjertainja. Demikianlah pada hari pertama bulan sebelas

tahun 689 I-ts’ing dengan pembantunja menumpang kapal dagang me­

lalui Lin-i menudju Fo-shih. Ketjuali Cheng-ku ada tiga pembantu lagi

jang menjertainja, jakni pendeta Tao-hung dan dua orang pendeta

jang tidak disebut namanja.

Menurut Sung-kao-seng-ch’uan pengembaraan I-ts’ing diluar Tiong-

- kok selama duapuluh lima tahun. Ia kembali ke Kwang-tung pada per­

tengahan musim panas tahun pertama masa pemerintahan Cheng-seng

(tahun Masehi 695) dengan membawa lebih kurang 4000 naskah jang

terdiri dari 500.000 sloka. Dari tahun 700 sampai 712 ia menterdjemah-

kan 56 buku dalam 230 djilid.

Pada waktu I-ts’ing mengundjungi Fo-shih, agama Buda di Fo-shih

sedang berkembang. Diibu kota Fo-shih jang dikelilingi benteng, ter­

dapat lebih dari 1000 pendeta Buda; semuanja radjin mentjurahkan

perhatiannja kepada ilmu dan mengamalkan adjaran Buda. Mereka

melakukan penelitian dan mempeladjari ilmu jang ada pada waktu itu,

tak ada bedanja dengan Madhyadega di India. Aturan-aturan dan

upatjara sama sekali tidak berbeda. Oleh karena itu bila ada pendeta

Tionghwa jang ingin pergi ke India untuk mengikuti adjaran-adjaran

dan membatja teks-teks asli, ada baiknja mereka tinggal di Fo-shih

dua/tiga tahun dahulu untuk berlatih, sebelum berangkat ke India.

D i Shih-li-fo-shih I-ts’ing bertemu dengan seorang pendeta W u-

hing; seperti telah diketahui ia bertemu dengan I-ts’ing lagi ditempat

jang letaknja sedjauh 60 jodjana disebelah timur Nalanda. Dalam per-

djalanannja ke Nalanda W u-hing djuga singgah di Sriwidjaja. Kata-

nja: „Setelah berlajar satu bulan Wu-hing sampai di Shih-li-fo-shih.

Baginda menerimanja dengan baik dan menghormatinja sebagai tamu

dari negeri putera dewata, T 'ang agung. Dengan menumpang kapal

radja ia berlajar kenegeri Mo-lo-yeu; setelah limabelas hari berlajar,

sampai ditempat tudjuan. Kemudian setelah berlajar limabelas hari

lagi, ia sampai di Ka-cha. Pada achir musim dingin ia menumpang

kapal lain dan berlajar kebarat. Tigapuluh hari kemudian ia tiba di.

Nagapatana. Dari sini ia berangkat lagi dengan kapal kepulau Sing-

hala; lamanja berlajar duapuluh hari."

48

Page 48: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

M engenai letaknja Sriw idjaja I-ts'ing berkata: „D i In ia pengu ur

w aktu terdapat dimana-mana, nam anja tv e la c a k ra jakn i ro a w a tu.

T jaran ja mengukur bajang-bajang ialah memperhatikan bajang- ajang

tongkat. D jika mentjapai tingkat jang terpendek, artin ja tePa*\

hari. Tetapi di D jam budw ipa pandjang bajang-bajang itu e J

ini bergantung kepada letak tempatnja. D ip rop in s i Lo misa nja ti a

ada bajang-bajang samasekali. Lagi m isalnja dinegeri i - i- o-s i

kita melihat bajang-bajang diwelacakra tidak mendjadi pan

pendek pada pertengahan bulan delapan. Pada tengah hari ta tampa

bajang-bajang orang jang berdiri d ibawah matahari. La in a nja a au

musim semi. M atahari tepat diatas kepala dua kali satu ta un. a au

matahari ada disebelah selatan, bajang-bajang membudjur eutara,

pandjangnja lebih kurang dua atau tiga kaki. Kalau matahari a a 1- sebelah utara, bajang-bajangnja sama, tetapi djatuh keselatan.

D ida lam kata pengantar Record, I-ts’ing menguraikan kehidupan

keagamaan dinegara-negara jang dikundjunginja. Jang dikutip disini

ialah uraiannja tentang kehidupan keagamaan di Asia Tenggara,

karena hal ini langsung berhubungan dengan pokok pembitjaraan.

Katanja: „D iudjung sebelah timur ada gunung besar hitam (Takakusu

mengira M ahakala), jang kiranja terletak diperbatasan Tu-fan (T ibet).

Kata orang gunung itu ada disebelah barat daja Shu-ch uan; dari Shu-

ch’uan hanja sedjauh perdjalanan sebulan. Disebelah selatan gunung

itu dekat pantai, terdapat negeri jang disebut Qriksatta (Sriksetra.

Prome); disebelah tenggaranja Lang-ka-su (Takakusu: Kamalangka,

mestinja Langkasuka); sebelah timur Lang-ka-su ialah To-ho-lo-po-ti

(D w araw ati); diudjung timur Lin-i (T jam pa). Penduduk negara-

negara tersebut menjembah Ratnatraya (Buda, dharma, sangha). Ba-

njak diantaranja jang teguh mendjalankan hukum dan melakukan

dhutangam (mengemis) jang sudah mendjadi kebiasaan dinegeri-negeri

ini. Orang-orang seperti itu jang saja saksikan sendiri, terdapat djuga

dibarat (Ind ia); mereka memang berbeda dengan orang-orang biasa.

D i Singhala semua penduduknja tergolong dalam Aryasthaw iranikaya,

Aryamahasang-hikanikaya dilarang.Dinegara-negara laut Selatan ■—■ terdiri daripada sepuluh negara

lebih .— pada aimumnja penduduknja menganut Mulasarwastiwadani-

kaya» meskipun ada kalanja ada jang djuga memeluk Sammitinikaya,

sekarang ada djuga sementara pengikut kedua aliran lainnja (meskipun

hanja sedikit djumlahnja). Dihitung dari barat, jang pertama ialah ne­

geri P ’o-lu’shi, lalu negeri Mo-lo-yeu, jang sekarang mendjadi negeri

Shih-li-fo-shih, Mo-ho-sin, Ho-ling, Tan-tan, Pem-pen, P ’o-li, Ku-Iun,

Fo-shih-pu-lo, O-shan dan Mo-chia-man. IVIasih ada beberapa pulau

ketjil-ketjil lagi; tidak dapat disebut semuanja disini. Agama jang di-

49

Page 49: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dipeluk dinegeri-negeri ini terutama agama Buda aliran Hinayana,

ketjuali dinegeri Mo-lo-yeu. Dinegeri ini sedikit sadja aliran Maha-

yana.

D iantara negeri-negeri ini ada jang kelilingnja kira-kira seratus

batu Tjina, ada jang kira-kira seratus jodjana. Meskipun sulit untuk

menghitung djarak dilautan besar, namun mereka jang telah biasa

berlajar dengan kapal dagang, akan pandai mengira-ngira luasnja

pulau. Negeri-negeri itu semuanja dikenal atas satu nama umum jakni

„kepulauan K'ulun, karena utusan K ’ulun jang pertama kali datang

di Ko-chin dan Kwang-tung.”

Didalam Record, I-ts’ing djuga menjebut nama para pendeta-sar-

djana di India dan dinegeri-negeri laut Selatan. Mereka itu: Jnana-

candra, ahli hukum, tinggal diwihara Tiladha; Ratnasinha diwihara

Nalanda; Diwakaramitra di India Timur; Tathagatagarbha didaerah

udjung selatan; di Shih-li-fo-shih jang terletak dilaut Selatan menetap

Sakyakirti. Ia berkeliling dilima negeri di India untuk mentjari ilmu;

sekarang ia ada di Shih—li—£o—shih. D i India 11 im 11 r ada seorang sar—

djana besar (mahasattwa), namanja Candra, sudah seperti Bodhisat-

twa, dianugerahi bakat besar. Orang ini masih hidup, ketika saja,

I-ts’ing, mengundjungi daerah tersebut. Pada suatu hari ada orang

bertanja kepadanja: „Apakah jang lebih berbahaja, tjobaan ataukah

bisa?” Dengan serta merta ia mendjawab: „Memang diantara barang

dua itu terdapat perbedaan besar; bisa berbahaja, hanja bila ditelan;

sedangkan jang lain merusak pikiran seseorang, meski hanja terpikir

sadja sekalipun." D jika ada wanita masuk wihara, dilarang keras

mengindjak bilik pendeta. Ia hanja boleh berbitjara dengan mereka

dilorong sebentar sadja, lalu pergi. Pada waktu itu ada seorang biksu

bernama A-ra-hu-la-mi-ta-ra (Rahulamitra) diam diwihara; ia baru

berumur lebih kurang tigapuluh tahun. Kelakuannja sangat terpudji

dan kemashurannja amat luas. Tiap hari ia membatja Ratnakutasutra

jang memuat 700 sloka. T idak hanja faham akan tiga kumpulan buku

sadja, tetapi djuga mendjeladjah kesusastraan agama dalam empat ilmu

Ia dihormati sebagai kepala pendeta didaerah India Timur. Sedjak

pelantikannja • sebagai pendeta, tidak pernah bertjakap dengan wanita,

apalagi bertemu muka, ketjuali dengan ibu dan adiknja perempuan,

bila mereka datang berkundjung. Itupun terdjadi diluar biliknja. Pada

suatu ketika saja bertanja kepadanja, apa sebabnja ia berbuat demikian,

pada hal itu bukan larangan. Maka djawabnja: „Karena pembawaan

saja mudah tertarik kepada kata-kata; djika saja tidak berbuat demi­

kian, saja tidak akan dapat menjumbat sumbernja. Meskipun itu bukan

larangan Buda, kiranja memang baik berbuat demikian, djika orang

bermaksud menghindari keinginan-keinginan djahat.”

50

Page 50: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Hui-ning naik perahu menudju Ho-ling. Setelah tiba d isana ’ ‘a „me'

netap tiga tahun lamanja untuk menterdjemahkan naska -nas a an

sekerta dalam kerdjasama dengan pendeta bunnputera Jnana a ra.

H as il kerdja itu kemudian disuruh baw a pulang Yun-k i e iao c i

Setelah m enjam paikan terdjemahan itu Y un 'k i kembali e °- mg,

tetapi tidak dapat bertemu dengan Hui-ning, karena ui-nmg te a

berangkat. Yun-k ’i menetap selama sepuluh tahun dinegeri aut e

latan, dan mempeladjari bahasa K ’un-lun disamping ba asa anse_e^ a '

Ia m endjad i murid Jñanabhadra. Ia tinggal di Shih-li-fo-s i a u

I-ts’ing ada disana, ia berumur tigapuluh tahun.

D u a orang pendeta jang tidak disebut namanja, dengan m enumpang

kapal m eninggalkan T iongkok menudju P ’o-lu-shih, jang eta nja

sebelah barat Shih-li-fo-shih. Setibanja ditempat jang ditu ju, mere a

d ja tuh sakit, lalu meninggal. Fa-lang berlajar dari Pan-jong e o s i

selama sebulan. Hoai-ye melalui laut sampai di Fo-shih. isana ia

beladjar K ’un-lun dan bahasa Sansekerta. Tao-hong dan eng u

menemani I-ts’ing ke Chin-chou sampai dinegeri Fo-shih.

Itu lah berita-berita jang dapat d ikumpulkan dari dua karja I-ts ing

Nan-hai-chi-kuei-nai-fa-ch’uan (Record) dan Ta-t ang-si-yu- ao-seng

ch’uan (M em oire ). Kedua-duanja dititipkan oleh I-ts ng kepada a tsin

untuk d ibaw a ke Kwang-tung. Peristiwa-peristiwa sedjara terse ut

d isadjikan tanpa tafsir, agar para pembatja dapat menilai peristiwa

peristiwa tersebut tanpa terpengaruh oleh tafsir. Tempat-tempat jang

disebut oleh I-ts’ing memerlukan pendjelasan, karena nama nam a itu

bun jin ja berbeda dengan namanja jang asli. Lokalisasi tempat tempat

tersebut tidaklah mudah. Lokalisasi tempat-tempat itu akan itjo a

dalam pasal berikut.

l

Page 51: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I ll

LOKALISASI TEMPAT-TEMPAT DALAM

PERDJALAN AN I-TS’IN G

Perdjalanan I-ts’ing dari Kwang-tung ke Tan-mo-lo-ti dan kebalik-

annja melalui pelbagai tempat. Ia menjebut nama-nama tempat itu

dengan utjapan Tionghwa, tetapi tidak menegaskan dimana letaknja.

Demikianlah pelajaran I-ts’ing itu masih perlu ditafsirkan, untuk mem­

peroleh gambaran jang djelas mengenai djalan pelajaran jang ditem-

puhnja. Keberangkatannja pada bulan 11 tahun 671 dari Kwang-tung

ke Tan-mo-lo-ti telah disadjikan dimuka. Dari uraiannja njatalah

bahwa I-ts’ing tidak menjusur pantai, melainkan menjeberangi lautan

besar langsung ke Fo-shih dengan menumpang kapal Possu (Persi)-

Sesudah hampir duapuluh hari berlajar, ia mentjapai Fo-shih, lalu

singgah disitu selama enam bulan. Kemudian atas bantuan radja Fo-

shih ia berangkat ke Mo-lo-yeu dan singgah disitu dua bulan. Sesudah

itu ke Ka-cha. Pada bulan duabelas ia berlajar dengan menumpang

perahu radja meninggalkan Ka-cha kearah utara. Sesudah berlajar

lebih dari sepuluh hari ia sampai di Lo-jeng-kuo. Pelajaran dilandjut-

kan kearah barat laut, satu setengah bulan kemudian ia sampai di

Tan-mo-lo-ti; pada hari kedelapan bulan kedua masa pemerintahan

Hsi-en-heng (tahun 673).

Perdjalanan pulang pada tahun 685 diuraikan setjara singkat demi­

kian. Ia berangkat dari Tan-mo-lo-ti kearah tenggara menudju Ka-cha.

Singgah disini sampai musim dingin. Dengan menumpang perahu radja

berangkat dari Ka-cha keselatan menudju Mo-lo-yeu> jang sekarang

mendjadi Fo-shih. Pelajaran itu makan waktu selama sebulan. Umum-

nja pada bulan pertama atau kedua perahu datang dinegeri Mo-lo-yeu.

Tinggal disini sampai pertengahan musim panas, lalu berangkat ke-

utara menudju Kwang-tung. Lebih kurang sebulan berlajar, kemudian

sampai ditempat jang ditudju.

Dua tempat jang telah djelas letaknja jakni tempat pangkal ber­

angkat Kwang-tung dan tempat tudjuan Tan-mo-lo-ti. Kwang-tung

adalah Kanton, dan Tan-mo-lo-ti adalah Tamralipti, jang sekarang

disebut Tamluk, terletak disebelah barat daja Kalkuta, ditepi sungai

Hooghly, disebelah barat delta Hooghly dipropinsi Benggala. I-ts’ing

mendjelaskan bahwa Tan-mo-lo-ti terletak empatpuluh jodjana dari

tapal batas India sebelah timur. Disana ada lima asrama; penduduknja

kaja. Termasuk India Timur, kira-kira sedjauh enampuluh jodjana dari

52

Page 52: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Mahabodhi dan Nalanda. Itu adalah pelabuhan tempat orang menum­

pang perahu, djika akan kembali ke Tiongkok.

Kita sekarang akan menindjau letaknja beberapa tempat jang disebut

oleh pendeta I-ts’ing dalam Record dan Memoire, terutama jang di­

singgahi selama perdjalanannja dari Fo-shih ke Tan-mo-lo-ti dan ke-

balikahnja, kemudian baru tempat-tempat lainnja. Kita mulai dengan

nama tempat jang boleh dikatakan telah pasti letaknja jakni:

1 . 'Lo-jeng-kuo

Lo-jeng-kuo artinja pulau orang telandjang. Dengan pandjang lebar

I-ts’ing menguraikan keadaan penduduknja seperti telah disadjikan

terdjemahannja dimuka. Nama pulau ini telah dikenal dalam piagam

Tanjore jang dikeluarkan oleh Rajendracoladewa pada tahun 1030

dalam bahasa Tamil. Pada piagam Tanjore Rajendracoladewa me-

njebut nama-nama keradjaan jang ditundukkannja, diantaranja ialah

Manakkawatam, artinja pulau besar jang didiami oleh orang-orang

telandjang. Pulau ini djuga dikenal oleh Marco Polo dengan nama

Necuveram. Dari nama ini maka terbetuklah namanja sekarang jakni

kepulauan Nikobav. I-ts'ing menjatakan, bahwa penduduk pulau Lo-

jeng-kuo menggunakan kata loha untuk pengertian besi. Kata tersebut

tidak dikenal dalam bahasa Melaju-Polinesia. Oleh karena pulau ter­

sebut tidak menghasilkan besi, boleh dipastikan bahwa kata loha dalam

bahasa Nikobar adalah kata pindjaman. Mungkin sekali kata itu di-

pindjam dari bahasa jang digunakan oleh para penduduk pantai kon­

tinen Asia. B a h a s a - b a h a s a Ahom, Khamti, Nora di Assam dan dalam

bahasa-bahasa dari rumpun bahasa Shan, jang merupakan tjabang

bahasa jang berasal dari Tiongkok Selatan, »enggunakan kata hk

untuk pengertian besi. Mungkin sekali kata /o/za dalam bahasa Ni­

kobar ini bentuk turunan dari kata K* jan9 kemudian ditranskripsikan

kedalam bahasa Tionghwa mendjadi loha Kita tidak tahu bagaimana

penduduk Nikobar mengutjapkannja. Dalam kata pengantar Record

hal. 12, I-ts’ing menjatakan bahwa penduduk^negara-negara Sriksetra

(Prome), Langkasu ( L a n g k a s u k a ) dan To-ho-lo-po-ti (Dwarawati)' >’ y , , . Selatan semuanja mirip dengan bangsa

er a negara-negar nu1au K’un-lun (pulau Kondor). Penduduk

longhwa ketjuali pen J> “ berambut keriting. Tetapi pendudukpulau Kondor berkulit h tam dan ^ ^

negara-negara la.ni.jaJ . d sampai paha. Dalam

ain kan-man (sarong), e kuQ ini I-ts’ing menambahkan, bahwa

k e t e r a n g a n n j a m e n g e n a L J 9 L o - j e n g - k u o ada dibawah p e n g -

menurut j ^ c h ^ n t e r l e t a k di T i o n g J s lawasan Shu-ch uan barat daja.

53

Page 53: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

latan. Pu lau itu sama sekali tidak menghasilkan besi; mas dan perak

djarang sekali. T idaklah aneh bila kata loha itupun berasal dari bahasa

Shu-ch’uan jang serumpun dengan bahasa-bahasa Miau-tse di T iong ­

kok Selatan. Bahasa-bahasa Shan, Ahom, Khamti, T ha i dan N ora

memang serumpun dengan bahasa Miau-tse dan menggunakan kata lik

untuk pengertian besi.

2. Ka-cha

Sebelum I-ts'ing sampai di Lo-jeng-kuo, ia singgah di Ka-cha dalam

perdjalanannja ke Tan-mo-lo-ti. Dalam perdjalanan kembali dari Tan-

mo-lo-ti ia berlajar kearah tenggara menudju Ka-cha, kemudian kearah

selatan menudju Mo-lo-yeu. Takakusu menjamakan Ka-cha dengan

Kotaradja jang terletak diudjung Sumatera U tara (A tjeh ). I-ts’ing

menguraikan bahwa pulau Lo-jeng-kuo itu terletak disebelah utara

Ka-cha dan dapat ditjapai dari Ka-cha sesudah berlajar sepuluh jhari

lebih. D ari Kotaradja pulau N ikobar terletak disebelah barat laut, tidak

disebelah utara. Dalam perdjalanan kembali dari Tan-mo-lo-ti ia tidak

singgah di Lo-jeng-kuo, tetapi langsung ke Ka-cha. Dengan sendirinja

maka Lo-jeng-kuo tidak merupakan pelabuhan jang penting dalam

perdjalanan dari Fo-shih ke Tan-mo-lo-ti atau kebalikannja. Jang me­

rupakan pelabuhan penting ialah Ka-cha. Pelabuhan penting dalam

perdjalanan antara Fo-shih dan Tan-mo-lo-ti atau dari T iongkok ke

India, dan jang namanja hampir sebunji dengan Ka-cha ialah Kedah.

Pada waktu itu namanja bukan Kedah, tetapi Kataha. M ungk in sekali

kata Ka-cha itu transkripsi T ionghwa dari kata Sansekerta Kataha.

t I-ts’ing sebagai sardjana Buda jang mengenal bahasa Sansekerta, akan

berusaha untuk membuat transkripsi nama tersebut sedekat dan setepat

, mungkin. N am a tersebut djuga dikenal dalam piagam Tanjore dalam

. bahasa Tamil, dan ditulis K adara(m ). Baik Kadaram maupun Kataha

terang Kedah zaman sekarang. Berita mengenai Kedah sebagai tempat

penting datang dari pelbagai sudut. Ma-tuan-lin memberitakan bahwa

pada tahun 638 keradjaan Kia-tcha mengirim utusan ke T iongkok.

, M enurut G . Ferrand meskipun tujisannja agak berbeda dengan Chieh-

, ■ c^ a (edjaan Pelliot), kedua nama tersebut menundjukkan tempat jang

sama jakni Kedah di Semenandjung Melaju.

Seorang ahli peta Tionghwa jang mashur dan hidup antara tahun 730

dan 805 ialah Chia-tan. Karangannja disusun antara tahun 785 dan

805 atas perintah dinasti T ’ang. Memang ia diberi tugas untuk me®'

buat perdjalanan dari Tiongkok kenegeri-negeri dilaut Selatan dan ke

India melalui laut dan melalui daratan. Tetapi karja aslinja telah hilang-

Jang masih tinggal hanja kutipan-kutipannja, termuat dalam Hsin

54

Page 54: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

T ang Shu dan T ’ai~ping_huan-yu-chi. Pelliot m engadakan penjelidik-

an mengenai dua matjam perdjalanan ini. Perd ja lanan melalui laut

d iura ikann ja demikian: Perd ja lanan itu melalui pu lau H a in an m enudju

pantai Indo-Tjina, terus menjusur pantai sampai d item pat jang ber­

nam a Kun-t'u-nung. D ari situ berlajar lima hari lagi, m aka sam pailah

pada selat jang nam anja Chih; lebarnja dari utara keselatan 100 li.

D ipan ta i sebelah utara terdapat keradjaan Lo-yueh, d ipan ta i selatan

keradjaan Fo-shih. Sebelah timur keradjaan Fo-shih kira-kira sedjauh

pelajaran lima hari, orang mentjapai keradjaan Ho-hng; m i meliputi

pulau jang terbesar diselatan. Kemudian tiga hari berlajar dari selat

itu orang mentjapai keradjaan Ko-ko-seng-chin, terletak disebuah

pulau disudut barat laut Fo-shih. Penduduknja ban jak jang d jad i pe­

rompak; penumpang perahu jang mendjadi m angsanja. D ip an ta i utara

terletak keradjaan Ko-lo. Sebelah barat Ko-lo ialah Ko-ku-lo.

P ada tahun 1904 Pelliot mempersoalkan keradjaap. Ko-lo jang d i­

beritakan oleh Chia-tan itu. Kesimpulannja ialah bahw a Ko-lo sama

dengan Ka-cha (Chieh-ch’a) jang diberitakan oleh I-ts ing. Ko-lo ter­

letak d ipanta i barat Semenandjung M ela ju , sama dengan Kedah. Ini-

pun tjotjok dengan nam a Ka-lah jang disebut dalam berita A rab .

Berita-berita A rab itu dapat disingkat demikian:

Sulaym an 851. Sulayman berkata, bahw a dari M uscat pe lajaran

menudju Kulam M a la ja untuk mengisi air sebelum pelajaran dilandjut-

kan kelaut H arkand , terus ke Langabalus dan dari sini kelaut Kalah-

bar. D iterangkann ja bahw a bar berarti baik keradjaan m aupun pantai.

Kalah-bar ada dibawah pemerintahan D jaw aga . D i Kalah-bar perahu

diisi dengan air sumber.

D ja rak antara Kulam dan Kalah-bar kira-kira sedjauh sebulan pe­

lajaran. Kem udian perahu berlajar menudju T iyum a, kira-kira selama

sepuluh hari untuk mengisi air, djika d ipandang perlu. D a ri sini me­

nudju tempat jang bernama Kundrang. Pe la jaran itu m akan w aktu

sepuluh hari. Kemudian menudju T jam pa, jang m enghasilkan kamfer.

Pe la jaran itu m akan w aktu sebulan. Sepuluh hari lagi berlajar, sampai

di Kundur-fulat. Sepuluh hari kemudian perahu masuk laut C ankhay .

melalui gerbang T jina, jang berpagar gunung kanan-kiri. D jik a selamat,

perahu terus berlajar ke T iongkok. Pada achir bu lan sampai disana.

D ari w aktu satu bulan itu tudjuh hari perahu menerobos selat jang

terbentuk dari gunung-gunung.

Jang dimaksud dengan Kulam M a la ja ialah Q u illó n jang terletak

d ipantai barat Travancore, d ibawah pegunungan ]S/Ialai (N la lay a ).

Langabalus ialah kepulauan N ikobar, D jaw aga ia lah D jaw a (Suma-

tera); K undrang ialah Kundurangga; Kundur-fulat ia lah pulau Kondor.

55

Page 55: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I

Abu Dulaf Misar f 940. Abu Dulaf Misar menguraikan perdjalan-

annja dari Tiongkok ke Kalah. Ia menjebut Kalah sebagai pangkal

bertolak ke India dan udjung perdjalanan dari Tiongkok. Perdjalanan

dari Tiongkok, bila telah sampai di Kalah, tidak dapat dilandjutkan

tanpa mengalami kekandasan. Ini dapat diartikan bahwa perahu jang

berlajar dari Tiongkok, sampai di Kalah pada achir musim angin timur

laut, dan pada awal musim angin barat daja. Perdjalanan menudju

Srilangka dan India terhenti karenanja. Kalah dikelilingi tembok tebal

dan mempunjai banjak taman. Airnja berlimpah-limpah. Ditempat itu

terdapat tambang timah, jang disebut kala’a. Logam ini digunakan

untuk membuat pedang jang disebut kala’i (pedang dari kala’a). Di-

sekitar Kalah ada banjak kota, dan kelompok rumah-rumah. Radjanja

ada dibawah pengawasan Tiongkok, dan berdoa untuk keselamatan

kaisar Tiongkok. Sanggar pemudjaan radja dimaksud untuk kaisar

dan kiblatnjapun kearah Tiongkok pula. Abu Dulaf Misar menjebutnja

kota India jang terletak ditengah-tengah antara Oman dan Tiongkok.

Berita jang sangat penting mengenai letaknja ialah bahwa pada tengah

hari orang tidak berbajang sama sekali. Ini dapat ditafsirkan bahwa Kalah terletak dekat garis katulistiwa.

Berita-berita lainnja jang berasal dari para pedagang Arab, me­

njebut tempat itu Kaah atau Kala. Isinja hampir sama sadja. Boleh

dikatakan, bahwa hamp.r semuanja menjalakan Kalah terletak antara Arab dan Iiongkok, menghasilkan kamfer timnV, j i .

bawah pemerintahan Djawa. ' dan bambu' ada d>'

Ibn Khordazbeh 844. Kilah terletak sediauh

dari Langabalus. Negara tersebut ada dibawah Pelajaran

dan memiliki tambang timah kala’i jang sangat terkenal^ 1 311311

Ibn Al-Fakih 902. Kala-bar merupakan H

Djawaga. Hanja seorang radja sadja jang memerintah ' k "

Abu Zayd ± 916. Salah satu djadiahan n;„

letak antara negara Tiongkok dan Arab. K Kalah’ ter"

datang kesitu dan dari, situ kembali kenegara Arab ^ ° man

Mas’udi 943. Disekitar Kalah dan Sribusa terdanai- f u

bang mas dan perak; negara Kalah terletak ditenn Vi a“ ban9 'ta1" '

Tiongkok. Sekarang tempat itu mendjadi temDat n P jalanan ke

perahu dari Oman dan Siraf disatu pihak dan er^ muan perahu- Tiongkok dipihak lain. Perahu-perahu dari

Kalah masih dikenal oleh para pedaqana Arak „ , ,

sebelas sampai abad keenambelas. Tetapi tidak s e m u a V ’ ^

ting bagi tudjuan kita. Jang penting diantaranja ialah- ***** ^

56'

Page 56: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Dimaski 1325. Laut Kalah disebut demikian menurut nama negara

Kalah jang ibukotanja djuga disebut Kalah. Kalah adalah kota jang

paling besar diantara kota-kota jang terdapat disitu. Negara Kalah

pandjangnja 800 mil, lebarnja 350 mil, dan sangat berbahaja untuk

mendarat disitu. Dinegara tersebut terdapat kota Fansur, Djawa, Ma-

lajur, Lawri dan Kala; disitu ada gadjah jang ditangkap dari tanah

daratan dan sengadja dilatih untuk keperluan radjanja.

Pemberitaan Dimaski sama dengan pemberitaan Nuwayri dari ta­

hun 1332 jang djuga menjatakan dikeradjaan Kalah terdapat kota-kota

Fansur, Malajur, Lawri dan Kalah.

Abulfida 1273-1331. Kala adalah pelabuhan umum dari negara-

negara antara Oman dan Tiongkok. Negara tersebut mengekspor

timah; disitu ada kota jang sangat makmur, didiami oleh orang-orang

Muslim, Hindu dan Persi. Dikatakan bahwa ditempat tersebut terdapat

tambang timah, kebun bambu dan pohon kamfer. Negara itu terpisah

sedjauh duapuluh hari pelajaran dari negara Maharadja.

Sedikit banjak berita-berita Arab itu pasti mengandung kebenaran.

Jang njata ialah bahwa Kedah sebelum dan sesudah abad sepuluh me­

rupakan pelabuhan penting ditengah-tengah djalan pelajaran antara

Arab, India, dan Tiongkok. Sudah barang tentu djuga merupakan

tempat penting pada zaman Sriwidjaja, ketika I-ts’ing melakukan ziarah

ke India. Roland Braddell menjebut muara sungai Merbok dikeradjaan

Kedah sekarang sebagai pelabuhan Kedah jang disebut dengan pel­

bagai nama dalam pelbagai berita: I-ts ing. Ka-cha (Chieh-cha); ]Vla-

tuan-lin: Kia-tcha; Chia-tan: Ko-lo; Chu-fan-chi: Ki-t’o; Wu-pei-chih:

Chi-ta; Arab: Kalah, Kala; Sansekerta: Kataha; Tamil: Kadara(m).

3. Mo~lo~yeu

Dalam perdjalanan pulang dari. Tan-mo-lo-ti, I-ts’ing mentjeritakan

bahwa ia naik kapal radja dari Ka-cha kearah selatan selama sebulan,

menudju negara Mo-lo-yeu. Disini biasanja orang singgah sampai

Pertengahan musim panas untuk menunggu tibanja musim angin barat

daja; kemudian baru berlajar keutara menudju Kwang-fu (Kwang-

tung). Jang dimaksud oleh I-ts’ing dengan negara Mo-lo-yeu disini

ialah pelabuhan dinegara Mo-lo-yeu jang pada waktu itu sudah berada

dibawah kekuasaan Shih-li-fo-shih; sama dengan pelabuhan tempatnja

singgah dalam perdjalanannja dari Fo-shih menudju India. I-ts’ing

djuga m e n t j e r i t e r a k a n bahwa pendeta Wu-hing berlajar dengan perahu

radja dari Fo-shih kenegeri Mo-lo-yeu selama limabelas hari. Jang

terang ialah bahwa dari pelabuhan Mo-lo-yeu orang biasanja terus

berlajar keutara menudju Tiongkok tanpa smggah d, Fo-shih.

57

Page 57: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Dalam uraiannja I-ts’ing djelas sekali menundjukkan adan ja pela­

buhan Mo-lo-yeu tempat masuk perahu radja Fo-shih untuk berangkat

ke Tan-mo-lo-ti dan adanja keradjaan Mo-lo-yeu jang telah mendjadi

bagian keradjaan Fo-shih, sekembali I-ts’ing dari N a landa pada tahun

685. T idak perlu diragukan bahwa Mo-lo-yeu adalah transkripsi

T ionghwa dari nama M ala ju atau M elaju. Sebelum menetapkan letak

dua tempat tersebut, ada baiknja mengumpulkan berita-berita mengena,

keradjaan M elaju lebih dahulu, jang kiranja berguna untuk memetjah-

kan persoalannja.( 1 ) Berita jang tertua mengenai keradjaan M elaju berasal dari

T ’ang-hui-yao jang disusun oleh W a n g P ’u pada tahun 961 pada masa

pemerintahan dinasti T ’ang dan dari H s ’in T ’ang Shu, jang disusun

pada awal abad 7 pada masa pemerintahan dinasti Sung atas dasar

sedjarah lama jang terdiri dari T ’ang-hui-yao seperti tersebut diatas

dan Tse-fu-yuan-kuei, susunan W ang-ch ’in-jo dan Y ang I antara

tahun 1005. dan 1013. Menurut berita itu keradjaan M elaju mengirim

utusan ke T iongkok pada tahun 644/645. Pengiriman utusan ke T i­

ongkok oleh keradjaan Melaju pada abad 7 hanja tertjatat satu kali

sadja. Selama itu jang nampak diistana kaisar utusan dari keradjaan

Sriw idjaja jang disebut Shih-li-fo-shih atau Fo-shih sadja. Sebab-mu­

sabab kedjadian itu baru dapat dipahami, setelah I-ts’ing menulis buku-

nja Memoire dan Record jang menjatakan bahwa keradjaan M elaju

telah mendjadi bagian keradjaan Sriwidjaja. T iap kali ia menjebut

nama M elaju, selalu dibubuhi keterangan, jang sekarang telah masuk

(mendjadi bagian) keradjaan Sriwidjaja.

(2) Dalam perdjalanannja ke India, I-ts’ing singgah di F o - s h i h .

Ia menjebut negeri Melaju demikian: „Sang radja memberi bantuan

kepada saja, dan m e n g i r i m saja kenegeri Melaju, jang sekarang men­

djadi bagian keradjaan Sriwidjaja. Saja tinggal disitu dua bulan, ke­

mudian berangkat dari situ menudju Ka-cha.”

(3) W ak tu I-ts’ing menguraikan negara-negara dilaut Selatan, jang

penduduknja umumnja memeluk agama Buda, terutama aliran H ina ­

yana, ia menjebut djuga keradjaan Melaju, sebagai keketjualian. Ter­

hitung dari barat: negeri Pu-lu-shih, lalu negeri Mo-lo-yeu, jang

sekarang termasuk keradjaan Shih-li-fo-shih, negeri Mo-ho-sin, neger*

Ho-ling, negeri Tan-tan, negeri Pem-pen, negeri P ’o-li, negeri K ’u-lun ’

negeri Fo-shih-pu-lo, negeri O-shan, dan negeri Mo-chia-man. M asih

ada lagi beberapa negeri ketjil-ketjil jang tidak disebut disini.

Dalam uraiannja mengenai negeri-negeri dilaut Selatan I-ts’in9 men9gunakan kata chou jang dapat berarti pulau atau negara (tanah

daratan). Satu kali ia menggunakan kata Chin-chou untuk menundjuk-

kan pulau Sumatera jakni waktu ia mentjeriterakan perdjalanannja

58

Page 58: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dengan Tao-hong dari Kwang-tung ke Chin-choti dan sam pai di Fo-shih.

Chin-chou adalah terdjemahan nam a Suw arnadw ipa : P u lau Em as.

N ja ta sekali bahw a pada zaman I-ts'ing nam a S uw arnadw ipa itu sudah

dikenal. Jang disebut Suw arnadw ipa adalah terutam a negeri M e la ju

seperti akan kita kenal nanti pada piagam A d ity aw arm an dan Kerta-

nagara.

(4) W a k tu I-ts’ing m enguraikan pendeta W u- h ing jang dalam

perd ja lanann ja ke Ind ia d juga singgah di S riw id ja ja , iapun menjebut

nam a keradjaan M ela ju nam un tanpa d ibubuhi keterangan apa-apa:

„Sesudah berlajar satu bu lan lamanja, W u- h ing sampai di Shih-li-fo-

shih. Sang rad ja menerimanja dengan baik dan m enghorm atin ja seba­

gai tam u jang datang dari negara putera dewata, T ’ang A gung . Ia

m enum pang perahu rad ja menudju negeri Mo-lo-yeu. Setelah berla jar

limabelas hari lam anja, ia sampai disana. Limabelas hari lagi ia sam ­

pai Ka-cha. P ada achir musim d ing in ia berganti kapa l dan berla jar

kearah barat. Sesudah tigapuluh hari ia sampai d i N agapa tana . D a r i

sini ia berla jar lagi menudju pulau Simhala. Ia sampai disana duapu luh

hari kem udian.

(5) C h ’ang-min berlajar dengan kapal jang pand jangn ja 200 kaki

dan dapat mem bawa penumpang antara 600 sampai 700 orang. Ia me­

nud ju negeri Ho-ling. D ari sini ia m enum pang perahu kenegeri Mo-

lo-yeu dengan maksud meneruskan perd ja lanann ja ke Ind ia . Tetap i

kapal itu terlalu berat m uatannja; kapal karam tidak djauh dari p ang ­

kalan. C h ’ang-min tenggelam.

Jang penting untuk tudjuan kita dalam pasal ini ia lah m enetapkan

d im ana k iran ja letak pelabuhan M elaju , tempat singgah I-ts’ing, "Wu-

hing dan pendeta T ionghw a lainnja dalam perd ja lanann ja dari T io n g ­

kok m enudju Ind ia atau kebalikannja. Berita A rab jang berasal dari

D im ask i ± tahun 1325 terang tidak benar. D im ask i berkata bahw a

dinegara K a lah jang pand jangnja 800 m il dan lebarnja 350 m il terdapat

kota Fansur, D jaw a , M ala jur, Law ri dan Kalah. Kedah terletak di-

panta i seberang utara, da.n M elaju terletak d ipantai seberang selatan

Selat M a laka , jang oleh orang Arab, d iantaran ja oleh Y a 'kub i, disebut

Sa laha t atau Salahit. Para ahli sedjarah m enjatukan pelabuhan dan

pusat keradjaan M ela ju disatu tempat jakn i di D jam bi. I-ts’ing dengan

djelas m enund jukkan bahw a arah pelajaran dari Kedah kenegeri M e ­

laju ialah keselatan dalam w aktu sebulan. U ra ian itu d itam bah dengan

keterangan, bahw a negeri M ela ju itu sekarang m endjad i bag ian S r i­

w id ja ja . In i tidak berarti bahw a pelabuhan M ela ju itu lalu m endjad i

pe labuhan S riw id ja ja . Bagaim anapun kedua pelabuhan itu masih ter­

pisah, karena baik I-ts’ing maupun W u-h ing menum pang perahu rad ja

dari Fo-shih ke Mo-lo-yeu. H ingga sekarang pendapat D r. Rouffaer

59

Page 59: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

bahwa pusat keradjaan Melaju ialah D jambi, diterima seluruhnja oleh

para ahli sedjarah, namun tidak ada buruknja meneliti kembali pen­

dapat jang sudah teradat itu.Penetapan geografi sedjarah kuno memang perlu ditindjau lagi, ba-

njak hal-hal jang tidak memuaskan. Banjak nama-nama tempat jang

disebut oleh I-ts’ing dan berita-berita T ionghwa lainnja belum terpe-

tjahkan. Beberapa jang sudah ditetapkan geografinja, perlu diteliti

lagi. Jang memang sudah benar, karenanja mendjadi lebih tegak dan

teguh; jang masih gojah, memperoleh orientasi baru.

Bukanlah sjarat mutlak bahwa pusat keradjaan itu terletak ditepi

pantai. T jontoh pusat keradjaan jang terdapat dipedalaman baik za­

man dahulu maupun zaman sekarang banjak sekali. Penjatuan pusat

keradjaan dan pelabuhan disatu tempatpun bukan sjarat mutlak. Pusat

keradjaan M adjapahit terletak dipedalaman; pelabuhannja T janggu

terletak ditepi sungai. Pelabuhan jang terdapat dipantai ia lah Tuban

dan D jung Galuh. Ini hanja salah satu tjontoh sadja dari sedjarah kuno.

Pada zaman Adityawarman pusat keradjaan Melaju sudah terang ter­

pisah dengan pelabuhannja. Pada zaman Sriwidjaja pusat keradjaan

Melaju digantikan oleh pusat keradjaan Sriwidjaja. Pelabuhannja masih

tetap digunakan, djustru untuk menguasai lalu-lintas kapal-kapal di

Selat M alaka. Dengan penguasaan atas pelabuhan Melaju itu Sriw i­

djaja berhasil mendjadi negara penting di Asia Tenggara jang me­

nguasai pula lalu-lintas kapal-kapal di Selat Malaka. Penguasaan selat

M alaka mendjadi perebutan antara Sriwidjaja dan Melaju. D ari p ia­

gam Tanjore jang dikeluarkan pada tahun 1030 kita tahu bahwa

benteng keradjaan Melaju tidak terletak dipantai laut, tetapi diatas

bukit. Pusat keradjaan Melaju karenanja tidak mungkin terletak di­

pantai laut atau dikota Djambi, tidak mungkin disatukan dengan pe­

labuhan Melaju. '

O rang berlajar tentu memilih djalan jang menguntungkan. D ja lan

jang menguntungkan biasanja djalan jang pendek. D jika jang b e r l a j a r

adalah perahu dagang, perahu itu akan mentjari djalan pendek dan

tempat-tempat jang dapat disinggahi untuk keperluan dagang. I-ts’ing

dengan tegas menjatakan, bahwa pelajaran dari India ke T iongkok

kebanjakan dilakukan melalui pelabuhan Kedah dan Melaju. D i Melaju

Para penumpang menunggu sampai pertengahan musim panas, kemu­

dian terus berlajar keutara menudju Kanton. Pelajaran dari Ind ia ke

Tiongkok tidak melalui Fo-shih. Ini berarti bahwa pelabuhan Fo-shih

dalam pelajaran India ke Tiongkok dan kebalikannja tersisih. Djustru

oleh karena itu Sriwidjaja jang sedang berkembang, berusaha menun-

dukkan keradjaan Melaju dan merebut pelabuhan Melaju demi pengua­

saan lalu-lintas kapal-kapal di Selat Malaka. Itulah sebabnja maka

60

Page 60: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

pada pemberitaannja I-ts'ing selalu m enam bahkan keterangan, bahw a

negeri M e la ju itu sekarang sudah m endjad i bag ian S riw id ja ja . P ada

tahun 671 ketika I-ts’ing berkund jung untuk pertama ka lin ja di S r iw i­

d ja ja , ia m asih menjaksikan sendiri, bahw a kerad jaan M e la ju itu m asih

m erdeka terhadap Sriw id ja ja . N am un 15 tahun kem udian, ketika ia

pu lang dari N a la n d a m enudju S riw id ja ja , d ilihatn ja bahw a sudah ada

perubahan ketatanegaraan dalam keradjaan S riw id ja ja . N egeri M e la ju

telah m endjad i bag ian Sriw id ja ja .

U n tu k menetapkan d im ana letaknja pe labuhan M e la ju , m asih d i­

perlukan keterangan lebih landjut. Letaknja pe labuhan M e la ju dan

pe labuhan S riw id ja ja atau Mo-lo-yeu dan Shih-li-fo-shih h ingga seka­

rang m asih m erupakan teka-teki. O leh karena itu persoalan le taknja

Mo-lo-yeu dan Shih-li-fo-shih dibahas bersama. D engan kata la in per­

soalan geografi Mo-lo-yeu d iland ju tkan dalam bab Shih-li-fo-shih.

4. Shih-li-fo-shih

Suatu ha l lagi k iran ja penting untuk penetapan letaknja pe labuhan

M e la ju ia lah ura ian I-ts'ing tentang negeri-negeri d ilaut Selatan jang

memeluk agam a Buda. D a lam urutan dari barat ia menjebut: P ’o-lu-

shih, Mo-lo-yeu, jang sekarang m endjadi bag ian kerad jaan Shih-li-

fo-shih, Mo-ho-sin, Ho-ling, Tan-tan, Pem-pen, Po-li, K ’u-lun, Fo-

shih-pu-lo, A-shan dan Mo-chia-man. M as ih ada beberapa pu lau ketjil-

ketjil lag i jang tidak disebut disini.

U ra ia n dar i barat pada I-ts’ing ini k iran ja harus d itafs irkan me­

nuru t perd ia lanan dari Ind ia ke T iongkok melalui laut, tidak dari bara t

berturut-turut ketimur menurut k ib lat semata-mata. K iran ja jang d i­

m aksud dengan negeri-negeri d ilaut Selatan jang memeluk agam a

Buda, ada lah negeri-negeri jang terdapat d iperd ja lanan dari In d ia ke

T iongkok mulai dengan P ’o-lu-shih. Negeri-negeri la inn ja jang letaknja

disebelah tim ur seperti D jaw a , Bali, Lombok, Sulawesi dan sebagainja,

m asih sangat disangsikan, karena I-ts’ing tidak pernah m engund jung i

tempat-tempat tersebut. K iran ja djuga perlu mendapat perhatian, bahw a

penjebutan itu d idasarkan atas pelabuhan, jang pernah d isinggahi atau

d ike tahu in ja . In i adalah ha l jang termakan akal. N am a-nam a jang ter­

sebut diatas, kebanjakan belum mendapat pemetjahan jang memuaskan.

K ita m ulai dengan P'o-lu-shih.

( 1 ) D a lam urutan negeri-negeri d ilaut Selatan jang memeluk aga ­

ma Buda, I-ts’ing menjebut P ’o-lu-shih sebagai negeri jang terletak

d iud jung barat. Sesudah P'o-lu-shih baru menjusul Mo-lo-yeu. D engan

kata la in negeri P ’o-lu-shih terletak disebelah barat negeri M e la ju .

D item pat la in I-ts’ing djuga memberitakan negeri P'o-lu-shih ber­

61

Page 61: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

kenaan dengan pendeta Korea jang setibanja di P ’o-lu-shih djatuh

sakit. P ’o-lu-shih terletak disebelah barat Shih-li-fo-shih. Prof. Cha-

vannes menjamakan P ’o-lu-shih ini dengan Lang-po-lou-se dari sedja-

rah T ’ang. Lang-po-lou-se terdapat disebelah barat Shih-li-fo-shih.

Baik Prof. Chavannes maupun Takakusu melokalisasikannja dengan

Perlak. Ptolomeus menjebut Argyrie Chora: pulau perak; Chryse Cho-

ra: pulau mas, dan Chryse Chersonesos: djazirah mas. Negeri-negeri

tersebut dilokalisasikannja didaratan Asia Tenggara. Sesudah itu ia

menjebut lima pulau Barusai dan tiga Sabadeibai, jang didiami oleh

orang-orang jang makan daging manusia. Barusai dari berita Ptolo­

meus itu kiranja sama sadja dengan P ’o-lu-shih dari berita I-ts’ing.

Prof. Kern menjamakannja dengan Barus atau Baros jang terletak di-

pantai barat Sumatera didaerah Tapanuli pada garis 2° 98’ L.U . De­

mikianlah Barus pada abad 7 menguasai Sumatera U tara sampai

pantai timurnja. W ila jahn ja disebut dengan nama ibukotanja. H a l jang

demikian biasa dalam sedjarah.

(2 ) Dalam perdjalanannja pulang dari Nalanda, I-ts’ing mengurai­

kan bahwa ia berangkat dari Tan-mo-lo-ti kearah timur menudju Ka-

cha. Singgah disini sampai musim dingin. Dengan menumpang perahu

radja ia berangkat dari Ka-cha menudju Mo-lo-yeu, jang sekarang

mendjadi bagian Fo-shih. Pelajaran itu makan waktu sebulan. Umum-

nja perahu tiba dipelabuhan Mo-lo-yeu pada bulan pertama atau bulan

kedua. T inggal disitu sampai pertengahan musim panas. Lalu berangkat

keutara menudju Kwang-tung. Lebih kurang sebulan kemudian sampai

ditempat tudjuan,

(3) Oleh karena I-ts *n9 djuga mentjeriterakan bahwa pendeta

W u-hing berlajar dengan perahu radja dari Fo-shih kenegeri Mo-lo-

yeu selama limabelas hari, maka penjamaan pelabuhan Mo-lo-yeu de­

ngan pelabuhan Fo-shih tidak mungkin.

(4) Satu hal lagi jang harus mendapat perhatian ialah, bahwa dari

pelabuhan M elaju ini perahu berlajar keutara menudju Tiongkok tanpa

singgah di Fo-shih. Dengan kata lain pelabuhan Melaju merupakan

tempat berlabuh perahu-perahu dari Selat M alaka jang akan menudju

Tiongkok sambil menunggu datangnja angin barat daja. Kebalikannja

perahu-perahu dari laut Tjina jang akan berlajar melalui Selat M alaka

menudju India dan negeri barat lainnja, singgah dipelabuhan Melaju

sambil menunggu tibanja musim angin timur laut. D itindjau dari segi

perdagangan dan kesibukan lalu-lintas letak pelabuhan Melaju lebih

menguntungkan daripada pelabuhan Fo-shih atau Sriwidjaja.

(5) Pelajaran I-ts’ing pada tahun 671 dari Kwang-tung ke Fo-shih

mengarungi laut Tjina, hanja makan waktu 20 hari. D jalan jang di-

62

Page 62: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

tempuhnja berbeda dengan pelajarannja jang kedua pada tahun 689

dari Kwang-tung kembali ke Fo-shih. Pada pelajarannja jang kedua

ini I-ts'ing menjusur pantai. Dalam perdjalanan jang pertama I-ts’ing

langsung menudju Fo-shih, mengarungi lautan besar, kemudian ber­

angkat ke Mo-lo-yeu terus ke India. Ini berarti bahwa pelabuhan

Mo-lo-yeu terletak disebelah barat Fo-shih, atau paling sedikit dalam

perdjalanan Fo-shih —■ India.

(6 ) Berdasarkan tindjauan geomorfologi Drs. Sukmono mengemu­

kakan pendapat, bahwa satu-satunja tempat jang letaknja sangat ideal

untuk menguasai pelajaran di Selat Malaka dan laut Selatan ialah

Djambi. Ia beranggapan bahwa Djambi adalah pusat keradjaan Sri­

widjaja. Djustru karena letak Djambi jang sangat ideal itulah maka

kiranja Djambi sesuai benar dengan uraian I-ts’ing mengenai kedu­

dukan pelabuhan Melaju. Letak pelabuhan Sriwidjaja tidak sebagus

pelabuhan Melaju. Demikianlah pada hakekatnja hasil penjelidikan

Drs. Sukmono malah memperkuat pendapat bahwa Djambi adalah pe­

labuhan Melaju, sedangkan ia bermaksud untuk menetapkan Djambi

sebagai pusat keradjaan Sriwidjaja.

(7) Artja Amoghapa^a, hadiah radja Kertanagara pada tahun 1286,

sebelas tahun sesudah keberangkatan tentara Singasari kenegeri M e­

laju, ditempatkan di Dharmmagraya. Artja tersebut diangkut dari Dja-

wa ke Suwarnabhumi untuk dihadiahkan kepada grimat Tribuwana-

radja Mauliwarmmadewa. Artja itu terdapat di Padang Rotjo dekat

sungai Langsat didistrik Batang Hari. Nama Langsat djuga tersebut

pada piagam Adityawarman, dimana djuga terdapat nama Malayapuca.

Demikianlah pusat keradjaan Melaju letaknja harus disebelah selatan

kota Djambi, terpisah dari pelabuhannja. Pelabuhan Melaju terletak

pada muara sungai Batang Hari, dikota Djambi sekarang. Mengenai

lokalisasi pusat keradjaan Melaju ini akan diberi pembahasan jang

lebih mendalam.

(8) Oleh karena letak pelabuhan Melaju sudah dapat dipastikan

dimuara sungai Batang Hari, dikota Djambi sekarang, maka identifi­

kasi Fo-shih dengan muara sungai Musi di Palembang termakan akal,

tidak perlu lagi diragukan. Perdjalanan dari Fo-shih kepelabuhan Melaju

menurut I-ts’ing makan waktu limabelas hari. Djika kita memperhati­

kan perdjalanan Dapunta Hyang dari Sriwidjaja ke Minanga Tamwa

jakni Muara Tebo, jang letaknja disebelah selatan kota Djambi, maka

perdjalanan itu makan waktu kurang dari 26 hari. Hal ini diberitakan

pada piagam Kedukan Bukit. Berapa hari lamanja Dapunta Hyang

singgah di Minanga Tamwa, tidak dinjatakan. Demikianlah berita

I-ts’ing mengenai djarak antara Fo-shih dan pelabuhan Melaju, sesuai

63

Page 63: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dengan berita pada piagam K edukan Bukit tentang pe lajaran D apun ta

H y an g dari S riw id ja ja ke M in an ga T am w a alias M ua ra Tebo.

(9) O le h karena perd ja lanan W u- h ing dan I-ts’ing dari Fo-shih

ke In d ia melalui pe labuhan M e la ju , maka letak Fo-shih harus disebelah

tenggara pe labuhan M ela ju , tidak m ungkin ada disebelah baratnja.

Satu-satunja pe labuhan disebelah tenggara D jam b i adalah muara

sungai M usi. D em ik ian lah Fo-shih harus terletak dimuara sungai M usi.

N am a Palem bang pada zaman I-ts’ing belum dikenal.

( 1 0 ) S riw id ja ja terletak ditepi sungai. M enurut berita Record,

S riw id ja ja terletak ditepi sungai. N am a sungainja sama dengan nama

keradjaannja. D a lam bahasa T ionghw a baik nama keradjaannja m au­

pun nam a sungainja ialah Fo-shih singkatan dari Shih-li-fo-shih. Be-

ritanja demikan: Pada tanggal 20 bulan 7 tahun pertama pemerintahan

Yung-ch’ang (689) ia sampai di Kwang-tung kembali. Pelajaran kem­

bali itu tidak direntjanakan lebih dahulu. Semula ia datang disungai

Fo-shih titip surat rahasia ke Kwang-tung untuk m inta kirim an kue-

kue, kertas dan tinta, guna menurun naskah-naskah Sansekerta dan

sebagai upah kerdja-tulis. N am un pada waktu itu tiba angin baik. O leh

karena itu lajar-lajar segera dipasang. I-ts’ing ikut terbawa. Ia tidak

bermaksud akan pulang.

( 1 1 ) Letaknja Sriw idjaja. Letaknja Sriw idjaja diberitakan oleh

I-ts’ing dengan pandjangnja bajang-bajang orang jang berdiri dibawah

matahari. Katanja: D inegeri Shih-li-fo-shih kita lihat bahwa bajang-ba­

jang diwelacakra tidak mendjadi pandjang atau mendjadi pendek pada

pertengahan bulan delapan. Pada tengah hari tak nampak bajang-

bajang orang jang berdiri dibawah matahari. Lain halnja kalau musim

Semi. M atahari tepat diatas kepala dua kali satu tahun. Kalau mata­

hari disebelah selatan, bajang-bajang membudjur keutara, pandjangnja

lebih kurang dua atau tiga kaki. Kalau matahari disebelah utara,

bajang-bajangnja sama, tetapi djatuh keselatan.

D ari berita itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Shih-li-fo-shih ter­

letak disekitar garis Katulistiwa.

D ari segala berita jang telah dikumpulkan diatas maka dapat di­

ambil kesimpulan bahwa Sriwidjaja terletak ditepi sungai, disebelah

tenggara (timur) pelabuhan Melaju (D jam bi), disekitar garis Katulis­

tiwa. Satu-satunja tempat jang memenuhi sjarat-sjarat tersebut ialah

muara sungai M usi didaerah Palembang. Tempat itu terletak pada

garis 3° 104’ L.S. Pada zaman I-ts’ing nama Palembang belum ’ dikenal

sebagai nama tempat dimuara sungai Musi. D juga nama Musi belum

dikenal sebagai nama sungai. Baik, nama sungainja maupun nama kota

dan keradjaannja disebut Fo-shih atau Sriwidjaja.

64

Page 64: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

5. Mo-hosin

Sesudah negeri Mo-lo-yeu, I-ts’ing menjebut Mo-ho-sin. Hingga

sekarang lokalisasi Mo-ho-sin masih bersimpang siur. Terang sekali

bahwa negeri-negeri jang disebut oleh I-ts’ing sebagai negara Buda

ialah negara-negara jang terletak didjalan pelajaran India — Tiongkok.

Jang agak menjolok ialah bahwa diantara negara-negara dilaut Selatan

itu tidak ada satupun jang menurut tafsiran para sardjana terletak

didaerah Semenandjung Melaju, padahal Semenandjung Melaju djelas

terletak dilaut Selatan, berhadapan dengan negeri Melaju dipantai

timur Sumatera, dan djelas terletak didjalan pelajaran India — Tiong­

kok. Suatu kemustahilan, bahwa pengaruh agama Buda tidak terdapat

di Semenandjung. Dari hasil penjelidikan prasedjarah Malaya jang

disusun oleh Tweedie, njata sekali akan adanja agama Buda di Seme­

nandjung Melaju. Bahkan artja Buda dari abad kelima terdapat djuga

di Kedah. I-ts’ing pasti mengetahui tentang adanja agama Buda di-

djazirah Melaju. Lagipula Semenandjung Melaju termasuk daerah jang

besar. I-ts'ing menambahkan pada uraiannja sebuah keterangan, jang

kelihatannja tidak penting, tetapi berguna untuk tudjuan kita, jakni:

masih ada beberapa pulau ketjil-ketjil lagi jang tidak disebut disini.

Diantara pulau-pulau itu pasti Semenandjung tidak termasuk, karena Se­

menandjung adalah negara jang terhitung besar. Oleh karena itu saja

berpendapat, bahwa Semenandjung itu djuga disebut dalam rangkaian

negara Buda oleh I-ts’ing. Hanja sadja namanja tidak Semenandjung.

Tjatatan ini boleh dianggap penting, karena hal ini mengubah tafsiran

para sardjana mengenai nama salah satu negara jang disebut oleh

I-ts’ing. Nama jang saja maksudkan ialah Mo-ho-sin.

Berdasarkan keserupaan bunji Takakusu menduga, bahwa Mo-ho-

sin sama dengan Mahasin atau Masin. Nama itu lalu disamakan de­

ngan Bandjarmasin dimuara sungai Barito di Kalimantan Selatan.

Tetapi didalam lampiran peta ia menjebut dengan sangat hati-hati

pulau Biliton sebagai Mahasin, dan Bandjarmasin diikuti tanda tanja.

Dr. Rouffaer menjamakan Mo-ho-sin dengan Hasin jang terdapat pada

piagam Airlangga dan harus ditjari diluar Djawa, mungkin sekali

Tumasik. Pendapat Rouffaer ini timbulnja karena ia menterdjemahkan

nama-nama jang didjumpainja pada piagam Airlangga seperti Wura-

wari diterdjemahkan dengan „klaar water’’, air djernih, sama dengan

Ganggaju dalam Sedjarah Melaju. Ganggaju ini terdapat di Seme­

nandjung; Lawaran diterdjemahkan dengan „lief water”, air tjantik,

disamakan dengan Langka atau Langkasuka, jang dikatakannja Djo-

hor Lama; Galuh diterdjemahkannja dengan „manikam”; manikam

adalah Djohor, karena Djohor berasal dari jauhar: manikam. Dengan

65

Page 65: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

sendirinja pendapat Rouffaer ini mendapat sambutan sardjana Inggris,

W instedt, dalam bukunja History of Johore. "Winstedt lebih pertjaja

kepada Krom daripada kepada Rouffaer. Krom bersikap sangat hati-

hati terhadap teori Rouffaer jang sangat berani. Ia mentjari Hasin

dan Galuh di D jaw a Timur. Bagaimanapun Mo-ho-sin I-ts’ing ber­

beda dengan Hasin pada piagam Airlangga. jang dipersoalkan diatas.

Mengenai Mo-ho-sin ini Krom tidak mengeluarkan sesuatu pendapat,

ketjuali mengemukakan pendapat Rouffaer. Ia membenarkan usaha

untuk mentjari Mo-ho-sin di Semenandjung Melaju, karena Semenan-

djung tidak disebut oleh I-ts’ing.

Prof. Dr. Purbatjaraka membitjarakan Mo-ho-sin dalam bukunja

Riwajat Indonesia I. Pendapatnja setjara lengkap seperti berikut:

1. Menurut pendapat kami sendiri, tentang dugaan, bahwa Mo-

ho-sin terletak di Semenandjung itu kurang benar. Sebab diatas

sudah dikatakan, bahwa kekuatan Sriwidjaja telah menduduki

tanah Si Menandjung (M alaka). D jadi bila di Si Menandjung

masih ada keradjaan, bagaimanapun djuga, keradjaan itu sudah

tidak berarti, sebab sudah ada dibawah kekuasaan Sriwidjaja.

O leh sebab itu I-ts’ing tidak menjebut salah satu keradjaan di

Malaka.

2 . Dengan dugaan jang terbelakang ini maka letaknja Mo-ho-sin

itu dapat diduga ialah di Pulau D jawa, karena menilik tempat jang

disebut oleh I-ts'ing diantara Sriwidjaja dengan Ho-ling (D jaw a),

djadi disebelah barat Ho-ling, barangkali di Pasundan. Adapun

alasan bagi dugaan ini agak pandjang dan kami terangkan seperti

dibawah ini.

3. D idalam tulisan jang dimuat di Bijdragen voor de Taal, Land-

en Volkenkunde, tahun 1921, muka 72 seterusnja, D r. Rouffaer

menjamakan Mo-ho-sin dengan Hasin dan lain-lainnja ialah Si-

ngapura. Disini kami katakan dengan hormat kepada Dr. Rouf-

f faer, bahwa tjeritanja itu sebagian besar hanja petai-hampa sadja.

4. D idalam T .B .G . djilid 19 tahun 1870 muka 393 Dr. V an der

Tuuk menulis seperti berikut: ,.Didalam piagam dari Banten selalu

saja dapati perkataan W on g entjik buat menamakan orang M e­

laju. Perkataan ini sangat menarik perhatian kami, sebab mem­

buktikan, bahwa perkataan wong Melaju dimasa itu ialah nama

nistaan, nama penghinaan. Bangsa lain jang datang berperahu,

didalam piagam itu djuga, dinamakan wong asin. Mula-mula ka­

mi kira, bahwa kata Melaju asing; akan tetapi seringkali kami

66

Page 66: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

-Vr

djumpai kata itu selalu ditulis dengan n sadja. Oleh karena itu

kami berpendapat, bahwa kata itu asal dari asin. Didalam piagam

jang lebih muda ....... kami berdjumpa dengan perkataan wong

Djaketra, dan didalam piagam-piagam lainnja selalu wong Djaja-

kerta ....... ”

5. Sekian tulisan Dr. Van der Tuuk jang kami ambil. Biarpun

tidak dikatakan dengan banjak perkataan, akan tetapi menilik

tulisan Van der Tuuk jang sekonjong-konjong mengganti per­

kataan wong asin didalam piagam jang tua, dengan wong D ja ja-

kerta didalam piagam jang lebih muda, maka boleh diduga bahwa

wong asin disini maksudnja semata-mata sama dengan wong we­

tan jakni orang timor. Oleh karena itu tanah, daerah atau tempat

jang bernama asin seharusnja ditjari di Tanah Djawa jang letak-

nja ketimur daripada Banten.

Didalam tembaga tulis jang berangka tahun 872 £aka terdapat

didaerah Klaten Surakarta, ada tersebut ramani hasin. Kata Hasin

disini terang nama suatu tempat.

\ Ada lagi nama Hasin, jakni jang tersebut didalam batu-tulis,

O .J.O . no. IX (muka 128- 129). Djikalau dihilangkan jang tidak

perlu, maka bunji perkataan batu-tulis tersebut ialah seperti ber­

ikut: Angka tahun 956 Caka, bulan, hari dst. (dan seterusnja)

i rika diwaganyajna gri maharaja ....... (Airlangga) ....... tinadah

rakryan mahamantri ....... (nama segenap menteri besar) kumo-

naken ikanang karaman ring baru makabehan padamlakna sang

hyang ajna haji tamra pragasti tinanda garudamuka kmitanaya

sambandha ri panghinep paduka gri maharaja i rikanang thani

ring baru maprayojana i rikang ratri ri sdanganyanjayagatwa gri

maharaja ring samara kumawagakna musuhira ikana i hasin ate-

her tumunggalakna ikanang prtiwlmandala an sTma parnnahani-

kanang thani ring baru dening rama ring baru makabehan.

Artinja: „Angka tahun 956 Q!aka, bulan, hari dan seterusnja itulah

harinja perintah gri maharadja (Airlangga) diterima (oleh) jang

terhormat (para) menteri besar ....... (nama segenap menteri

besar) menjuruh supaja sekalian penduduk didesa Baru dibuatkan

surat kekantjingan diatas logam, jang menurut perintah mulia gri

baginda, ditandai dengan muka garuda, supaja mendjadi pegangan

dan dirawat (oleh sekalian penduduk didesa Baru) lantaran ke­

tika gri baginda menginap didesa Baru, dimasa perangnja dan

dapat menguasai musuhnja dimasa itu di Hasin, selandjutnja me-

njatukan sekitar tanah (Djawa), maka desa Baru didjadikan desa-

merdeka bagi sekalian penduduk didesa Baru” . ,

67

Page 67: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Inilah pokok isi batu-tulis itu jang penting-penting. Selandjutnja

tertangkaplah radja di Hasin, lalu dibunuhnja. Barangkali sudah

sangat terang, bahwa keradjaan Hasin itu letaknja di Tanah

D jawa. D an oleh karena itu tahu, bahwa keradjaan maharadja

Airlangga itu ditanah D jawa Timor, tentu sadja, keradjaan Hasin

itu letaknja di Tanah D jawa sebelah barat, baik masih didalam

bagian Tanah D jawa Tengah, maupun ditanah Pasundan. Sebab:

djikalau Hasin itu dianggap terletak diluar Tanah Djawa, per­

kataan menjatukan sekitar tanah jang kami tambah dengan ..dja­

w a” itu agak susah diartikan.

Diatas telah kami katakan, bahwa Rouffaer menjamakan Mo-ho-

sin dengan Masin, lalu disamakan dengan jang sekarang men-

djadi Singapura. Pertanjaan: Apakah maharadja Airlangga hendak

menjerang musuhnja di Singapura bermalam didesa Baru? Apakah

harapan beliau mendjadikan merdeka desa Baru itu hanja mendoa­

kan dari djauh sadja untuk kemenangannja didalam perang di

Singapura? Hal itu suatu hal jang sangat mustahil. Apalagi kalau

kita ingat kata „menjatukan sekitar tanah (D jaw a)”, negeri Hasin

itu tidak boleh tidak tentu terletak dipulau Djawa.

Masih ada lagi nama Hasin jang terdapat dalam riwajat D jawa,

jakni didalam buku Pararaton (tjetakan kedua muka 20, terdje-

mahan muka 63). Dikatakan, bahwa permaisuri radja Dangdang

Gendis di Kediri, jang dialahkan oleh Ken Angrok ialah Dewi

Amisani, Dewi Hasin dan Dewi Padja. Tentang nama jang ke­

dua itu Dr. Brandes jang mengerdjakan buku Pararaton dengan

teliti sekali, sepatah katapun tidak memberi keterangan. Menurut

perasaan kami isteri sang Dangdang Gendis jang tiga orang itu

ialah isteri lantaran perkawinan politik. Jang pertama isteri asal

dari negerinja sendiri, jang kedua dari keradjaan Hasin, jang ke­

tiga dari keradjaan Padja jang seharusnja dibatja Padjang. Biarpun

kira-kira dimasa itu keradjaan Hasin dan Padjang (dekat Solo)

ketjil sekali, akan tetapi masih dianggap kuat djuga oleh sang

Dangdang Gendis buat menambah kekuatannja didalam keradja-

annja sendiri di Kediri. Bahwa sang Dew i Hasin itu seorang pu-

teri dari keradjaan Hasin, jang dulu telah dialahkan oleh radja

Airlangga, hal ini barangkali tidak perlu lagi diterangkan lebih

pandjang. Kami ulangi lagi, letaknja negeri atau keradjaan Hasin

atau Mo-ho-sin ialah di Tanah Djawa, agaknja kesebelah barat.

(D idaerah Batang (Pekalongan) ketjamatan Warung-asem seka­

rang masih ada desa M asin).

Penjebutan Mo-ho-sin dilakukan I-ts’ing sesudah Mo-lo-yeu, jang

sekarang mendjadi bagian keradjaan Shih-li-fo-shih. Ini dapat ditafsir­

68

Page 68: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

kan bahwa wilajah keradjaan Mo-lo-yeu atau pelabuhan Mo-lo-yeu,

jang pernah disinggahi oleh I-ts’ing, terletak agak kebarat dipantai

Sumatera Timur dari Mo-ho-sin. Telah kita ketahui bahwa pantai

timur Sumatera termasuk wilajah keradjaan Sriwidjaja. Menurut urai­

an I-ts’ing sendiri perdjalanan dari India ke Tiongkok melalui pela­

buhan Melaju biasanja langsung keutara tanpa melalui pelabuhan

Fo-shih. Perdjalanan jang demikian menerobos Selat Malaka, terus

ke Tumasik, jang dalam transkripsi Tionghwa mendjadi Tan-ma-shi.

menudju laut Tjina. Disebelah kiri memandjang pantai barat Malaka -

Pontian, disebelah kanan pantai timur Sumatera. Ahli peta Chia-tan

menjebut negeri seberang timur itu Lo-yueh dan diseberang barat

Fo-shih. Lo-yueh adalah Lo-cak menurut tjatatan Marco Polo. Lo-cak

ini bentuk ubahan dari Lo-kok jang berarti Negara Lo dan jang di­

maksud dengan Lo adalah Langkasuka. Negara ini oleh I-ts’ing di­

sebut Lang-chia-shu. Chia-tan menganggap keradjaan Langkasuka

jang terletak dipantai timur Malaja. meliputi djuga wilajah Malaja

sebelah barat dan selatan. I-ts’ing jang tinggal bertahun-tahun di

Fo-shih, dan pernah mengadakan perdjalanan dari India ke Tiong­

kok, pasti lebih tahu tentang keadaan pantai barat Malaja daripada

Chia-tan. Ia tentu tahu akan adanja beberapa pelabuhan dipantai

barat Malaja seperti Malaka, Muar dan Tumasik. Saja kira Mo-ho-sin

itu djuga nama salah satu pelabuhan dipantai barat Malaja. Satu-

satunja nama jang agak mirip dengan Mo-ho-sin ialah bandar Maha~

rani, jang sekarang mendjadi Muar. Bandar Maharani sudah lama

dikenal sebagai tempat jang ramai dan tempat jang baik. Tidak asing

bagi para ahli sedjarah bahwa pembentukan keradjaan Djohor dimulai

dari Muar. Radja Singapura Iskandar Sjah, ketika negaranja diserang

oleh tentara Djawa, lari ke Muar. Bandar Maharani terletak dimuara

sungai Maharani, hingga sekarang masih digunakan.

Tidaklah aneh bahwa bandar Maharani sudah berupa pelabuhan dan

mendjadi pusat keradjaan pada abad 7, ketika I-ts’ing menetap di Shih-

li-fo-shih. Penjelidikan paling achir, jang dilakukan oleh H .D. Collings

di Tandjung Bunga dekat Muar, menundjukkan bahwa tempat tersebut

mempunjai kebudajaan batu baru, karena dalam penggalian ia mene­

mukan alat-alat batu bersegi empat jang mempunjai hubungan dengan

kebudajaan batu baru. Keradjaan jang ada disitu mungkin tidak se­

besar keradjaan Kedah.

6 . Ho-ling

Dalam abad ke 7 keradjaan Ho-ling memegang peranan penting

dalam soal kebudajaan. Pendeta Tionghwa Hwui-ning pada tahun

664/5 berangkat dari Tiongkok sengadja menudju Ho-ling. Apa jang

69

Page 69: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dilakukan oleh Hwui-ning selama tinggal di Ho-ling, d iu ra ik an oleh

I-ts’ing dengan teliti. Hwui-ning m engadakan kerdjasama dengan pen­

deta Ho-ling Joh-na-po-to-lo untuk menterdjemahkan bag ian penutup

N irwanasutra, jang menguraikan pembakaran djenazah B uda dan pe­

ngumpulan peninggalan-peninggalannja. Teks in i ternjata berbeda

dengan M ahaparinirwanasutra. N am a pendeta Ho-ling, Joh-na-po-to-lo

sesuai benar dengan nama Sansekerta, Jnanabhadra. Ketika terdje-

mahan itu selesai, Hwui-ning memberi perintah kepada pendeta m uda

Yun-k’i untuk membawanja pulang ke T iongkok. Hw ui-ning tinggal

di Ho-ling. Setelah Yun-k’i selesai menunaikan tugasnja, ia berlajar

kembali ke Holing untuk menjampaikan tanda terima kasih kepada

sang guru jnanabhadra dan untuk menggabungkan diri lag i dengan

Hwui-ning. Tetapi sesampainja di Ho-ling, pendeta Hw ui-n ing telah

berangkat ke India.

Ketjuali tjatatan sedjarah diatas tentang Hwui-ning, pendeta I-ts’ing

masih memberitakan keradjaan Ho-ling dalam bukunja M em oire se­perti berikut:

(1) Yun-k’i, pendeta kelahiran Chiao-chih (Tongkin) tingga l se­

puluh tahun dinegeri laut Selatan. Ia mendjadi murid Jnanabhadra.

Ia mempeladjari bahasa K ’un-lun dan faham akan bahasa Sansekerta.

Ketika I-ts’ing menulis bukunja, Memoire, Yun-k’i tinggal di Shih-li-

fo-shih dan berumur 30 tahun.

(2 ) C h ’ang-min menumpang perahu jang pandjangnja 200 kaki

dan dapat mengangkut penumpang sebanjak 600 sampai 700 orang,

menudju negeri Ho-ling. Dari sana ia berlajar kenegeri Mo-lo-yeu

untuk meneruskan perdjalanannja ke India. Tetapi perahunja karam

tidak djauh dari pangkalan, karena terlalu berat muatannja. C h ’ang- min meninggal.

(3) Ming-yuen berangkat dari Chiao-chih: perahunja t e r d a m p a r

gelombang sampai dinegeri Ho-ling.

(4) T an-yuen berangkat melalui daratan ke Chiao-chih. Ketika

musim angin baik telah tiba, ia menumpang perahu menudju selatan

engan harapan akan sampai di India Barat, tetapi waktu ia sampai

inegeri P ’u-p’en disebelah utara Ho-ling, ia meninggal.

|5) Fa-lang berlajar dari Pan-jong, sampai di Fo-shih pada achir

bulan; sesudah beberapa lama tinggal disana, ia berangkat ke Ho-lin9-

dunana ia meninggal.

(6) Tao-lin melakukan perdjalanan djauh, berlajar menudju laut

Selatan. I a s a m p a i dinegeri Lang-chia, melalui negeri Ho-ling d a n

o-jeng-kuo JDitiap negeri jang disinggahinja, ia diterima oleh radja

dengan hormat dan diperlakukan sangat baik. Sesudah beberapa tahun

70

Page 70: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

ia sam pai di In d ia T im ur d ikerad jaan Tan-mo-lo-ti. D is an a ia tin gga l

tiga tahun un tuk be lad jar bahasa Sansekerta.

Itu lah beberapa tja ta tan tentang kerad jaan Ho-ling jang term uat

da lam M em o ire karja pendeta I-ts’ing. D id a lam Record m asih ada

berita m engenai kerad jaan Ho-ling, jang m eskipun samar-samar, se­

kadar memberi pe tund juk tentang letaknja. I-ts’ing m enjebut negeri-

negeri d ilau t Selatan, jang pendudukn ja memeluk agam a Buda, ber­

turut-turut, dari barat. D ian ta ran ja tersebut Ho-ling.

Pe llio t m entjatat pengirim an utusan dari Ho-ling ke T iongkok pada

tahun 640 sam pai 648, 6 6 6 , 767, 768, 813 sampai 815 d a n 818.

B aga im anapun keradjaan Ho-ling itu pernah ada, nam un h ingga

sekarang belum dapat d ipastikan letaknja. D a r i tja ta tan I-ts’ing me­

ngena i geografi Ho-ling kita hanja dapat m enangkap bahw a Ho-ling

disebut sesudah kerad jaan Mo-lo-yeu dan Mo-ho-sin dalam uru tan

dari barat. N am u n pengertian „dari bara t” pada I-ts’ing itu harus

d ita fs irkan m enurut perd ja lanan dari Ind ia ke T iongkok , tid ak dari

barat berturut-turut ketimur menurut kiblat.

H in g g a sekarang para ahli sedjarah m enjam akan Ho-ling dengan

D ja w a . D ja w a terletak disebelah timur Sum atera, sedangkan Sum atera

sebelah tim ur dan selatan ada lah w ila jah kerad jaan M e la ju (Sriw i-

d ja ja ) . M en u ru t H sin-T ’ang-Shu buku 22 2 , bag ian 11 dem ik ian Ta-

kakusu, disebut bahw a jang dim aksud dengan K a lingga ada lah D jaw a .

B uku 197 m en jatakan bahw a K a lingga terletak disebelah tim ur S u ­

m atera. G roeneveld t m enjam akannja dengan panta i utara pu lau D ja w a

d an Prof. C havannes m enjam akannja dengan D ja w a Barat. D em ik ian ­

lah Ho-ling d ik ira transkripsi T ionghw a dari nam a K a lingga . D a n

K a lingga ada lah D jaw a .

Berdasarkan pand jangn ja bajang-bajang dalam w elacakra, jang per-

h itungann ja d ilakukan oleh seorang professor, T akakusu sampai kepada

kesim pulan, bahw a Ho-ling harus terletak di M a la ja pada garis 6 ° 8 '

L .U ., karena Hsin-T 'ang-Shu mem beritakan dem ikian:

„ D i Ho-ling pada musim panas, djika tongkat w elacakra p and jang ­

n ja 8 kaki, ba jang-bajangnja pada w aktu siang d ja tuh keselatan dan

pand jangn ja 2 kak i empat intji (22/ s k a k i) .” T akakusu m em buat tja ­

tatan, bahw a pemberitaan itu agak katjau, d jika jang d im aksud ia lah

salah satu tempat di D jaw a (jang terletak pada garis 6 ° 8 ' L .S .) . Ia

akan berusaha mentjari bahan perband ingan dalam kitab-kitab T iong-

hw a lebih dahulu, sebelum memberikan pem etjahannja. S udah terang

bahw a pada zam an I-ts’ing nam a D ja w a itu sudah d ikenal d ike rad jaan

S riw id ja ja , karena pada piagam Kota K apur jang d ike luarkan pada

tahun 686 telah disebut bahw a „tentara Sriw id ja ja berangkat ke bhutni

71

Page 71: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

/au>a". T entun ja 1-ts’ing djuga mengenal piagam tersebut atau setidak-

tidaknja pernah mendengar nama D jaw a , karena ia lama m enetap di

Sriw idjaja. Lag ipu la ia adalah orang jang mengagum i Fa-hien, p ad a ­

hal Fa-hien jang berangkat dari T iongkok pada tahun 414, te lah me-

njebut Jaw adi dan pada zaman dinasti Sung jang pertama (420 - 578)

telah disebut pula nama Yaivada, m aksudnja Y aw adw ip a . Suatu

kenjataan ialah bahw a I-ts’ing menjebut Ho-ling. A nda ika ta jang d i­

maksud oleh 1-ts’ing adalah D jaw a, pasti ia akan berusaha mentrans-

kripsikan nam a D jaw a itu dengan utjapan T ionghw a jang m irip . D e ­

mikianlah m ungkin sekali bahwa jang dimaksud dengan H o- ling itu

memang bukan pulau D jawa.

Sedjarah T ’ang lama jang hanja mengenal nama Ho-ling (maksud-

— nja tanpa identifikasi dengan Kalingga atau D jaw a seperti jang dikenal

dalam sedjarah T ’ang susunan baru) mentjatat, bahw a kota Ho-ling

dikelilingi pagar jang dibuat dari kaju. R ad jan ja tinggal d irum ah di-

atas tiang, beratap rumbia; ia duduk diatas tachta gading. D i Ho-ling

orang sudah mengenal tulisan dan telah mengenal ilmu fa lak . Orang-

orangnja makan tanpa sendok, melainkan m akan dengan d jari. M i-

numannja dibuat dari majang pinang.

U raian tentang adat kebiasaan itu penting artinja untuk ilm u sedja­

rah, namun pemberitaan jang demikian sedikit artinja untuk penetapan

geografi. Kemudian menjusul dongeng jang sudah sangat populer,

jakni dongeng tentang maharani Si-mo. Pada tahun 644/5 rak ja t Ho-

ling mempunjai radja perempuan jang sangat keras dan ad il dalatn

pemer'mtahannja. Radja perempuan itu bernama Si-mo. T ak ada orang

jang berani mengambil barang jang djatuh ditengah d ja lan ketjuali

pemiliknja. Kabar itu terdengar oleh radja Ta-che. R ad ja Ta-che lalu

menjuruh meletakkan emas sekampil ditengah djalan d iw ila jah Ho-ling-

Tiap orang jang lalu disitu, menjingkir. T idak ada orang jang me-

njinggungnja. Kampil itu terletak ditengah djalan tiga tahun lam anja

tanpa berubah. Pada suatu ketika radjaputera lalu, kakinja tersandung

pa a kampil tersebut. Maharani Si-mo marah sekali mendengar laporan,

a wa kaki radjaputera menjentuh kampil tersebut. O leh karena per­

buatan itu bertentangan dengan adat jang berlaku di Ho-ling, maka

diputuskan oleh maharani Si-mo, bahwa radjaputera akan d id jatuh i

hukuman penggal kepala. Tetapi keputusan itu ditentang oleh para

menteri. Achirnja diputuskan hukuman potong kaki, karena jang ber-

nat salah adalah kakinja. Protes para menteri tidak dihiraukannja-

u uman harus dilaksanakan, supaja umum mengetahui adan ja hukum

an keadilan dinegeri Ho-ling. Ketika radja Ta-che mendengar berita

itu, ia takut dan tidak berani melakukan serangan terhadap keradjaan Ho-ling.

72

Page 72: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

r

Jang d im aksud dengan rad ja Ta-che ada lah rad ja A rab . K rom m em ­

bua t ta fs iran , bahw a m ungk in sekali jang d im aksud ia lah orang A rab

perantau jang menetap d ipan ta i Sum atera. A dak ah dongeng itu per­

is tiw a sed jarah jang sungguh terdjadi, m asih d isangsikan. Jang terang

ia lah , b ah w a dongeng itu m enggam barkan adan ja kem akm uran , ke­

a d ila n dan pem b inaan hukum dinegeri Ho-ling, salah satu negara di-

lau t Se la tan .

D a la m u ru tan negara-negara d ilaut Selatan jang m emeluk agam a

B uda dan terdapat d id ja lan pe la jaran Ind ia — T iongkok , Ho-ling d i­

sebut sesudah negeri Mo-lo-yeu dan Mo-ho-sin, sebelum Tan-tan.

D jik a u ru tan itu d ita fs irkan m enurut k ib la t dari barat ketimur, m aka

T an- tan harus d itja ri disebelah timur Ho-ling, sedangkan Ho-ling oleh

para ah li sed jarah d isam akan dengan D jaw a . M enuru t p ik iran itu

T an- tan harus terletak disebelah tim ur pu lau D jaw a . H a l jang dem ik ian

tid ak lah m ungk in .

K em ud ian m enjusu l Pem-pen (Peng-peng), la lu P ’o-li. D em ik ian

se land ju tn ja . N a m u n Pem-pen d is ingk irkan atau d id iam kan sadja; me­

reka m enem patkan P ’o-li disebelah tim ur Ho-ling, karena , bun jin ja

serupa dengan Bali, jang dalam berita T ionghw a disebut P ang li atau

Son-dor (Y u le : m ungk in dari ka ta sundaca: t ja n tik ) . Identifikasi P ’o-li

d engan B a li d idasarkan pu la atas u ra ian Friedrich m engenai kesusas­

traan k aw i d ipu lau Bali, jang agak m irip dengan isi berita tentang

k ebuda jaan Ho-ling. O le h karena I-ts’ing dalam ura iann ja tentang

T ’an-yuen jang m enum pang perahu dari Chiao-chih (T ongk in ) m enudju

se latan dan sesam painja di P ’u-pen (Pem-pen) m eninggal, m engatakan,

bah w a P 'u-pen terletak disebelah utara Ho-ling, m aka segera Taka-

kusu m en jam akan P ’u-p'en itu dengan Pabuan , jang terletak d im uara

sunga i P ab u an d ipan ta i selatan K a lim antan . U ra ia n I-ts’ing mengenai

P ’u-p’en jang terletak disebelah u tara Ho-ling, sesungguhnja sudah

m erupakan pem beritahuan, bahw a uru tan penjebutan negeri-negeri itu

tid ak bo leh d ita fs irkan dari bara t ketim ur seperti jang d ilakukan h ingga

sekarang . K rom patuh kepada pendapat bahw a Ho-ling ada lah Ka-

lingga , m aka ia m em bitjarakan Ho-ling dalam rangka D jaw a T engah

dan m en jebut pendeta Jnanabhadra berasal dari D jaw a . T im bu ln ja

a n 9 gapan jang dem ik ian itu pada hakekatn ja , karena mereka bersandar

pada anggapan , bahw a Ho-ling ada lah K a lingga , dan K a lingga ada lah

D ja w a , terletak disebelah tim ur Shih-li-fo-shih. Shih-li-fo-shih ada lah

Pa lem bang . U n tu k keluar dari d ja ringan pendapat tersebut, sukar se­

kali. T akakusu sendiri berdasarkan perh itungan w elacakra seperti jang

d ila k uk ann ja m enurut berita dari sedjarah baru, sesungguhnja sudah

ragu-ragu un tuk menerima pen jam aan Ho-ling dengan D jaw a , karena

pe rh itungan w elacakra djelas m enund jukkan (b ila berita itu benar).

73

Page 73: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I

bahwa Ho-ling harus terletak disebelah utara garis katu lis tiw a. D jika

Ho-ling disamakan dengan pulau D jaw a , bagaim ana m ungk in I-ts'ing

mentjeriterakan tentang C h ’ang-min jang naik perahu be rangka t ke

Ho-ling, terus ke Mo-lo-yeu dengan harapan akan sampai d i Ind ia?

Bagaimana mungkin M ing-yuen jang berlajar dari Chiao-chih (Tong-

kin), karena perahunja terdampar gelombang, bisa sampai di Ho-ling,

djika jang dimaksud dengan Ho-ling ialah pulau D jaw a? P u lau D jaw a

dengan pelabuhan-pelabuhannja dipantai utara seperti D japa ra , Tegal,

Tjirebon, terletak djauh dari perdjalanan T iongkok —■ Ind ia . S inggah

di D jaw a dalam perdjalanan dari T iongkok ke Ind ia, tidak lah m ung ­

kin, karena pelabuhan-pelabuhan dipantai utara D jaw a tidak terdapat

didjalai pelajaran Ind ia .— T iongkok, atau orang harus sengadja da­

tang kepulau D jaw a. Dem ikianlah terdapat ban jak kesulitan, d jika kita

berpikir agak praktis, untuk menjamakan Ho-ling dengan D jaw a .

M engingat banjaknja pendeta jang kebanjakan naik perahu dagang

dan singgah di Ho-ling dalam perdjalanannja dari T iongkok ke Ind ia ,

maka Ho-ling harus merupakan pelabuhan jang penting. O le h karena

itu mau tidak mau letaknja harus baik sebagai pelabuhan. A tas clasar

berita-berita itu semata-mata kita belum dapat mengira-ngira dimana

letaknja Ho-ling ketjuali hanja mendengar bahwa Ho-ling itu harus

terletak didjalan pelajaran Tiongkok —■ M elaju.

D jika kita mempeladjari uraian Chia-tan, seorang ahli peta T ionghw a

jang mashur dan hidup antara tahun 730 dan 805, tentang perd ja lanan

Tiongkok kelaut Selatan, maka letak keradjaan H o ling m endjad i

e 1 terang, Uraiannja demikian: „Perdjalanan itu melalui pu lau Hai-

nan menudju pantai Indo-Tjina, terus menjusur pantai sampai ditempat

,ang bernama Kun-t’u -nung. D ari situ berlajar lima hari lagi, maka

Pada selat jang namanja Chih. Lebarnja dari utara keselatan

h. D i p a n t a i sebelah utara terdapat keradjaan Lo-yueh, dipantai

se atan terdapat keradjaan Fo-shih. Sebelah timur keradjaan Fo-shih

ira-kira sedjauh lima hari pelajaran, orang mentjapai keradjaan Ho-

*ng. In i merupakan pulau jang terbesar diselatan. Kemudian tiga hari

e r ajar dari selat itu orang mentjapai keradjaan Ko-ko-chih, t e r l e t a k

ise uah pulau disudut barat laut Fo-shih. Penduduknja ban jak jang

j a i perompak; penumpang perahu banjak m e n d j a d i mangsanja. D i­

pantai utara terletak keradjaan Ko-lo. Sebelah barat Ko-lo ialah ke­radjaan Ko-ku-lo.”

Chia-tan menjatakan bahwa Ho-ling terletak sedjauh e m p a t / l i m a

Pelajaran dari Fo-shih kearah timur. Fo-shih terletak dipantai

sebelah selatan Chih (jang disebut Chih sama dengan apa jang disebut

ahalat oleh berita Arab jang berasal dari Y a 'kub i), dan disebelah

utara ialah keradjaan Lo-yueh. Keradjaan Lo-yueh ini sama dengan

74i

Page 74: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

ke rad jaan Lo-cak seperti jang tertjatat oleh M arco Po lo , ja k n i ke-

ra d ja a n L angkasuka d ipan ta i tim ur M a la ja . T epa tn ja P a tan i sekarang .

Jang te rpenting ia lah pern ja taan Chia-tan, bahw a H o- ling terletak

d ip u lau jan g pa ling besar d ilau t Selatan. B aga im anapun pu lau jang p a ­

ling besar d ilau t Se la tan ia lah pu lau Borneo atau K a lim an tan , b u k an

pu lau D ja w a . D em ik ian lah sudah terang bahw a pe labuhan H o- ling

te rdapa t d ip an ta i bara t K a lim an tan , karena Ho-ling te rdapat d id ja lan

pe la ja ran dari T io ngkok ke Ind ia .

M en g en a i w ila ja h kerad jaan Ho-ling d iberitakan dalam sedjarah

T 'a n g jang d juga terkutip dalam sedjarah baru, dem ik ian : „K e rad jaan

Ho- ling terletak d ilau t Selatan . D isebe lah tim ur berbatasan dengan

P ’o-li, d isebelah bara t dengan T ’o-po-teng; disebelah se latan dengan

lau t, d isebe lah u tara dengan Chen-la.” Jang d im aksud dengan Chen-la

ia lah K am b od ja dan V ie tnam sekarang. D em ik ian lah disebelah u tara

H o- ling terletak Chen-la. Chen-la dan H o ling terpisah oleh lau tan .

D isebe lah tim ur Ho-ling terletak P ’o-li. D isebe lah selatan H o- ling a d a ­

lah laut.

O le h karena sekarang sudah kita ketahui bah w a Ho-ling terletak

d ip an ta i b a ra t K a lim an tan , k ita tjoba un tuk m eloka lisas ikann ja . D jik a

I-ts’ing m en jebut Ho-ling dalam berita-beritanja, jang d im aksud ter­

u tam a ia lah pe labuhan Ho-ling, bukan w ila jah kerad jaann ja . B erhu ­

bung dengan u ru tan penjebutan negeri-negeri d ilau t Selatan , Ho-ling

d isebut lebih dahu lu daripada Tan-tan, jang d isam akan dengan Ten-

dong d ip an ta i tim ur M a la ja , m aka letak pe labuhan Ho-ling dari Fo-

shih leb ih dekat dar ipada Tan-tan. M enu ru t pe rh itungan bajang-bajang

d iw e lacakra , Ho-ling terletak pada garis 6 ° 108 ' L .U . T em pat in i

ad a lah laut. D ja d i tid ak m ungk in . Sudah pasti k ita tidak boleh pertja ja

100 % kepada berita tentang bajang-bajang d iw e lacakra itu. Berita

itu d ian ggap sebagai pegangan . U tja p a n nam a Ho-ling da lam bahasa

M a n d a r in ada lah Ke-ling. B aga im anapun nam a kerad jaan d ipan ta i

b a ra t K a lim an tan itu ia lah K a lingga . T en tun ja zam an sekarang tempat

tersebut tid ak terletak d ipan ta i laut, te tapi d idara tan , beberapa pu luh

k ilom eter dari pan ta i laut, seperti ha ln ja kota D jam b i zam an sekarang.

P ad a um um n ja pe labuhan pada w ak tu itu terletak d im uara sungai

besar, karena sungai memegang peranan penting sebagai penghubung

an ta ra p an ta i dan daerah pedalam an. S a lah satu sungai d ipan ta i bara t

K a lim an tan jang m uaran ja k iran ja d ipaka i sebagai pe labuhan kerad jaan

K a lin g g a ia lah B atang Lupar. D itep i B atang L upar itu sekarang m asih

ada kota jang nam an ja L ingga . M u n g k in la h nam a in i sisa dari nam a

lam a K a lingga , jang disebut Ho-ling. T em pat tersebut terletak d idaerah

S e raw ak pada garis 2 ° 1 1 1 ' L .U ., d jad i m endekati berita w e lacakra .

P an ta i bara t Seraw ak pada zam an jang lam pau te rang m endapat

75

Page 75: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I

b an jak pengaruh kebuda jaan Ind ia . D isekitar Seraw ak d item ukan ba ­

rang-barang purbaka la , k iran ja m em punjai hubungan dengan peranan

Seraw ak pada zam an jang sudah silam. D i Santubong, d im uara sungai

Seraw ak d ike tem ukan artja batu, tempajan, manik-manik. M enuru t

pendapat I .H .N . Ivans barang-barang tersebut serupa dengan pene­

muan-penemuan d ikua la Selinsing d ipanta i timur M a la ja . D a r i bukit

Berhala ditepi sungai Sam arahan diketemukan lingga, jon i dan artja

G anesa, sedangkan didekat Sam p’so sebuah artja lembu dari batu.

Penem uan barang mas la inn ja jang berasal dari L im bang, berupa tjin ­

tjin, rantai, kantjing bad ju dan subang. D ian tara barang-barang mas

ini jang terpenting ia lah tjin tjin jang memuat tulisan dan sebuah lukisan

singa sebesar l 1/^ intji X l ^ i n t j i . N am un tulisan pada tjin tjin tersebut

tidak lagi terbatja.

7. P ’o-li

Tentang P ’o-li jang disebut oleh I-ts'ing ada beberapa pendapat.

Pelliot melokalisasikannja di Bali, berdasarkan keserupaan bun ji dan

berita dari Hsin-T’ang-Shu bahw a P ’o-li djuga disebut M a li. Bret-

schneider melokalisasikannja di Kalim antan. D a lam hal in i G . Coedes

bersikap sangat hati-hati. Berita mengenai P ’o-li seperti berikut:

(1) Liang-Shu jang disusun oleh Y ao Chien (623) memberitakan

bahw a P o-li mengirim utusan ke T iongkok 2 x . jang pertama kali pada

tahun 518, jang kedua kalinja pada tahun 523. R ad jan ja bernama Kaun-

dinya. M engenai letaknja diberitakan bahw a P ’o-li terletak di chou

jakni pulau. Lebarnja dari timur kebarat 50 hari perdjalanan, dari

utara keselatan rk 20 hari perd^alatian. P ’o-\i mempunjai 136 desa.

(.2) Sui-Shu memberitakan pengiriman utusan dari P ’o-li pada

tahun 616. M engenai luas daerahnja: dari timur kebarat ± 4 bulan

perdjalanan, dari utara keselatan 45 hari perdjalanan. M engenai letak­

nja dikatakan: dari Chiao-chih orang berlajar keselatan melalui Chih-

tu dan Tan-tan, kemudian sampai P ’o-li.

(3) Chiu-T ang-Shu menguraikan bahwa keradjaan P ’o-li terletak

disebelah tenggara Lin-i (T jampa) dipantai laut, disebuah pulau. Lebar

dan pandjangnja beberapa ribu li. Untuk sampai disitu kita harus ber­

lajar mengarungi laut dari Chiao-chih (Tongkin) menudju selatan,

melalui negeri Lin-i, Fu-nan, dan Tan-tan.

Bagaimanapun djelas bahwa P ’o-li adalah tempat sesudah Tan-tan

dalam pelajaran dari T iongkok ke Selat M alaka. Dalam penjelidikan-

nja tentang lokalisasi Tan-tan dalam journal M .B .R .A .S . vol. X X part 1

tahun 1947, Prof. Hsii Yiin-ts’iao sampai kepada kesimpulan bahwa

Tan-tan terletak dimuara sungai Kelantan dekat Kota Bharu. Nama

76

Page 76: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

aslinja ialah Tendong. Roland Braddell sampai kepada kesimpulan jang

hampir serupa. Bagaimanapun menurut pendapatnja Tan-tan adalah

salah satu bagian dari Kelantan. Penjelidikan ini adalah penindjauan

kembali saran Bretschneider, jang menjamakannja dengan pulau Na-

tuna. Keterangan geografi diatas memberikan kesan bahwa penjamaan

P ’o-li dengan Bali tidak mungkin benar. P ’o-li harus terletak dipantai

barat Kalimantan. Negeri jang terletak dipantai barat Kalimantan dan

disebelah utara/timur Ho-ling adalah Brunei. Brunei merupakan daerah

pendudukan kaum pendatang dari India Selatan. Namanjapun berasal

dari India Selatan, jakni nama sungai di Travancore. Sungai itu berna­

ma Porunai, namun namanja sekarang ialah Tamiraparani. Pendapat

mengenai nama Brunei ini berbeda dengan pendapat G.T .M .Mc. Bryan.

Menurut pendapatnja nama Brunei itu berasal dari kata Sansekerta

burni: activity, kesibukan. Oleh Bryan kata itu diberi arti chusus jakni:

perdagangan. Saja kurang dapat menjetudjui pendapat Bryan itu. Oleh

karena itu berusaha mentjari sumber lain. Nama Porunai itu kemudian

berubah mendjadi Brunei. Hingga sekarang nama itu masih digunakan

untuk menjebut negeri dipantai barat Kalimantan. Pengambilan nama

dari India seperti itu banjak dilakukan di Indonesia. Lihat sadja pulau

Madura, Namanja berasal dari India Mathura. Didalam East India Ga-

zetteer, Hamilton menguraikan bahwa wilajah Brunei dipantai barat se-

pandjang 700 mil dari Sambas sampai Tandjung Datu. Disebelah timur

sampai sungai Sandakan. T. Posewitz dalam Borneo. Its Geotogy and

Mineral Resources (1892) mentjatat bahwa sampai ± limapuluh tahun

sebelumnja wilajah Brunei meliputi daerah antara Tandjung Datu dan

sungai Sibotjo. Sampai pada tahun 1812 dinjatakan dalam laporannja

kepada Raffles bahwa pulau Borneo hanja terbagi atas tiga keradjaan

jakni keradjaan Brunei, Sukadana dan Bandjarmasin.

Berita diatas dimaksud untuk menundjukkan betapa luas wilajah

Brunei pada permulaan abad 19. Menurut Hamilton keradjaan Brunei

diantara keradjaan-keradjaan lainnja di Kalimantan adalah keradjaan

jang pertama kali dikundjiingi oleh bangsa kulit putih dari Eropa.

Oleh karena nama Brunei dikenal paling dahulu oleh bangsa kulit putih

diantara nama-nama lainnja, maka nama Brunei itu lalu digunakan

untuk menjebut seluruh pulau, padahal para penduduk aslinja me-

njebutnja Pulo Klemantan. Tetapi nama Brunei itu menurut pende­

ngaran orang Portugis mendjadi Borneo. Oleh karena itu nama Bor­

neo lalu mendjadi nama seluruh pulau jang bersangkutan hingga

sekarang. Namun semendjak proklamasi negara Indonesia dan perasaan

antikolonial meluap-luap, timbullah usaha untuk menggunakan kem­

bali nama-nama asli. Demikianlah nama Kalimantan timbul kembali

sebagai nama pulau jang bersangkutan.

77

Page 77: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Selama toponimi di Nusantara belum mendapat perhatian sepenuhnja

dalam dunia kesardjanaan, pendjelasan tentang asal-usul nama tempat

masih tetap merupakan rabaan belaka. Demikian pula halnja dengan

nama Kalimantan, jang diutjapkan oleh para penduduk aslinja Kle-

mantan. Beberapa pendapat mengenai nama Kalimantan:

(1) Crowfurd didalam Descriptive Dictionary of the Ind ian Islands

(1856) menulis bahwa pulau Borneo dinamakan oleh para penduduk

aslinja Kalamantan. Kata itu adalah nama sedjenis mangga. D jad i

pulau Kalamantan berarti pulau mangga. Crowfurd menambahkan ke­

terangan, bahwa nama itu berbau dongeng dan tidak populer.

(2 ) Dalam karangannja jang termuat dalam journal M .B .R .A .S .

vol. X V part 3 hal 79, Dr. B.Ch. Chhabra menundjukkan bahwa su­

dah mendjadi kebiasaan bangsa India kuno untuk memberikan nama

sebuah tempat sesuai dengan hasil buminja seperti misalnja nama

pulau Djawa. Karena hasil bumi pulau tersebut terutama djewawut

( ansekerta yawa), maka pulau tersebut diberi nama pulau Yatva.

er asarkan analogi itu maka mungkin sekali nama Sansekertanja Amra-dwipa jakni pulau Mangga.

d' V ^ Hose dan Mac Dougall menguraikan bahwa suku Pagan

Ih a *ma*1tan terbagi atas enam golongan jakni: 1. Dajak Laut atau

an: 2. Orang Kajan; 3. Dajak Kenja; 4 . Klemantan; 5. M urut; 6 . Pu ­

ri. isini Klemantan adalah nama suku. Dalam karangannja Natural

Klema3 ^ e€OTi from Borneo (1926), C. Hose mendjelaskan bahwa man an adalah nama baru. Nama itu digunakan oleh bangsa Me-

) untuk menjebut seluruh pulau.

dai ^ ne^nja bahwa menurut W .H . Treacher dalam British Borneo

m antan^rnal M.B.R.A.S. (1889), mangga liar tidak dikenal di Kali-

pulau ' ara ^ a9*Pula pulau Borneo tidak pernah dikenal sebagai Kal menghasilkan mangga. Ia menambahkan tjatatan, bahwa

rena ^ mun9k'n sekali berarti Sago Island (Pulau Sagu), ka­

jang dtd"ania^ ac a a^ nama dalam bahasa asli untuk sago mentah,

nama Kal'3 kePada Pabrik. Dengan kata lain karangan itu membantaht,,, . 'mantan jang menurut pendapat Crowfurd diambil dari namabuah mangga.

kin s ^ata Kalimantan itu djuga bukan kata Melaju asli. Mung-

dan M ' ^ata tersebut adalah kata pindjaman seperti kata M alaya

sebut 6 a^U Se a^a* nama didaerah jang bersangkutan. Kata-kata ter-

demik^eran^ ^ erasa dari India. Mungkin sekali kata Kalimantan djuga g *an‘ Saja kira nama Klemantan berasal dari kata Sansekerta

memba]^ a^ni Pu au )an9 udaranja sangat panas, seakan-akana ar; (kal(a): musim, waktu; manthan(a): membakar; producing

78

Page 78: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

f i r e ) . Oleh k a r e n a v o k a l a p a d a k a l a d a n m a n t h a n a m e n u r u t k e i a s a a n

t i d a k d i u t j a p k a n , m a k a k a t a K a l a m a n t h a n a m e n d j a d i K a l m a n t a n . e

p e n d u d u k a s l i k a t a i t u l a l u d i u t j a p k a n K l c m a n t a n a t a u Q u a l l a m o n t a n .

D a r i b e n t u k i t u d i t u r u n k a n k a t a K a l i m a n t a n .

8 . Tan-tan

Didalam bukunja The knowledge possessed by the Ancient Chinese

o/ the A.rabs, Bretschneider menjamakan Tan-tan dari berita Tiong wa

dengan pulau Natuna. Demikian pula Julien dalam Hiuen Thsang.

Pendapat itu diterima oleh Takakusu. Hirt dan Rockhill dalam Chao

ju-kua djuga melokalisasikannja dipulau Natuna. Gerini sangat ragu

ragu untuk melokalisasikannja. Tan-tan disamakannja dengan pu au.

Terketau dalam kumpulan Langkawi, atau dengan Tandjung Datu,

atau dengan Panei dipantai timur Sumatera. Prof. Hsii Yii-ts iao me

nindjau sekali lagi persoalan Tan-tan dari pemberitaan I-ts ing da am

karangannja jang berdjudul Notes o n Tan-tan dalam journal M.B.

A.S. vol. X X part 1 hal. 47 sampai 63. Segala berita Tionghwa me­

ngenai Tan-tan dikumpulkannja dan kebanjakan berita itu djuga mem

beritakan P ’o-li. Beritanja seperti berikut:

( 1 ) Berita dari Liang Shu:Pada tahun kedua masa pemerintahan Chung Ta Tung (tahun

radja Tan-tan mengirimkan utusan jang mempersembahkan utjapan

muluk-muluk kepada kaisar. Kaisar disamakan dengan jang maha mu­

rah, memerintah rakjatnja dengan ramah, kepertjajaannja kepada at

natraya sangat tabah. Adjaran Buda benar-benar meresap da ain

tingkah-lakunja. Itulah sebabnja maka pendeta I.Buda mengerumuni

beliau; pelantikan pendeta Buda makin bertambah, semuanja horma

kepada beliau, jang kasih sajangnja meliputi segala umat, sehingga

machluk dari delapan djurusan dunia berkumpul. Betapa besar e-

kuasaan beliau untuk menaklukkan semua negeri-negeri tetangga,

hampir-hampir tidak terkatakan. Saja berharap mudah-mudahan be iau

berkenan memandang saja dan memberi kesempatan kepada utusan

saja untuk bertemu muka dengan beliau'. Saja mohon, agar beliau su a

menerima hadiah saja jang serba remeh berupa dua artja gading, ua

pagoda, sedjumlah agnimani, kapas dan minjak wangi.

Pada tahun pertama masa pemerintahan Ja-tung (tahun 535) ra ja

Tan-tan mengirim utusan lagi dengan membawa mas, perak, katja,

minjak wangi, rempah-rempah dan pelbagai benda lainnja.

(2) Berita dari Sui Shu, susunan W e i Cheng:Negeri P ’o-li dapat ditjapai dari Chiao-chih melalui Ch ih-tu dan

Tan-tan. Dari timur kebarat djauhnja sepandjang empat bulan perdja-

79

Page 79: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

lanan. dari selatan keutara empatpuluh lima hari perdjalanan. at-

istiadat negeri P ’o-li sama dengan adat-istiadat negeri Kambodja. asil

buminja sama dengan negeri Tjampa. Pada tahun keduabelas masa pe­

merintahan Ta-yih (tahun 616) negeri itu mengirim utusan ke iong o

untuk mempersembahkan upeti, namun pemberian itu tidak i an jut

kan. Disebelah selatan P'o-li terletak negeri Tan-tan dan P a n p an .

Dua negeri ini memberikan hasilnja sebagai upeti. Baik adat istia at

nja maupun hasil buminja sama.

(3) Berita dari Hsin T’ang Shu:

P ’o-li terletak disebelah tenggara Huan-wang (T jam pa), dapat di-

tjapai dari Kotjin-Tjina melalui Chih-tu dan Tan-tan. Lebar dan pan-

djangnja beberapa ribu li. Disitu banjak kudanja. Negeri itu djuga

disebut Mali. Disebelah timurnja terletak negeri Lo-tha.

( 4 ) Berita dari Nan Shih, susunan L i - y e n - s h u :

Berita mengenai Tan-tan dikutip dari Liang Shu (lihat 1).

(5) Berita dari T’ung Tien, susunan Tu You: ‘Berita tentang negeri Tan-tan kita kenal pada masa pemerintahan

radjakula Sui. Letaknja disebelah barat laut To-lo-mo dan ise e a

tenggara Chen-chow. Nama wangsa radjanja Sha-li, namanja sendiri

Shih-ling-chia. Ibukotanja didiami oleh lebih-kurang 20.000 keluarga.

Negeri itu dibagi dalam distrik dan propinsi untuk memudahkan dja-

lannja administrasi dan pimpinan. Setiap hari radjanja pagi jam

dan petang 2 djam diistana. Djumlah menterinja delapan, semuanja

Pendeta. Beliau bersaput bedalc wangi, mengenakan mahkota terbuka,

ersabuk pita, pakaiannja berwarna awan pagi, sanda nja i

kulit; djika keluar tidak djauh, duduk diatas tandu; djika keluar djauh,

na* gadjah. Dalam peperangan terompet dibunjikan, genderang i-

Pukul, bendera dikibarkan. Hukum pidananja tidak pan ang u .

“ arangsiapa mentjuri, dikenakan hukuman mati. Hasilnja: mas pera ,

tjendana, kaju sapan dan pinang. Djuga menghasilkan padi. Bi -

^ng ternaknja-. kambing, babi, ajam, angsa, itik, kidjang dan rusa.

Ulsitu ada burung kotjin dan merak. Buah-buahan dan rumput air.

an9gur, delima, labu, lugenaria vulgaris, ganggang dan teratai. ajur

Tfi\Urn'3: ^ eram^ an9> bawang dan akar.Berita dari Hsin T*’ang Shu, susunan Au Yang-hsiu.

Tan-tan terletak disebelah tenggara Chen-chow dan disebelah barat

o-lo-mo, terbagi atas distrik dan propinsi. Dinegeri itu terdapat ba­

njak kaju tjendana. Nama wangsa radjanja Sha-li dan namanja sendiri

hih-ling-chia. Beliau mendjalankan tugasnja setiap hari dan mempu-

njai delapan menteri. Beliau memakai minjak wangi, mengenakan mah­

kota dengan pelbagai bulu-bulu jang mahal-mahal. Dalam perdjalanan

dekat, beliau naik kereta, tetapi dalam perdjalanan djauh, naik gadjah.

80

V

Page 80: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Dalam peperangan terompet dibunjikan dan genderang dipukul. Pen-

tjuri besar-ketjil dihukum berat. Pada masa pemerintahan Chien-feng

(tahun 666-667) dan Tsung-cheng (668 - 669) negeri itu memper­

sembahkan upeti hasil setempat. Negeri Lo-yueh letaknja 5000 li dari

laut disebelah utaranja, disebelah barat daja berbatasan dengan Ko-

ku-lo, mendjadi pusat pertemuan para pedagang dan pusat Ialu-lintas.

Ada-istiadatnja sama dengan negara To-ho-lo-po-ti (Dwarawati).

Tiap tahun ada perahu dari negeri itu datang di Kanton, nachodanja

memberi laporan keistana.

(7) Berita dari Nan-hai-chi-kuei-nei-fa-chuan, karangan I-ts'ing:

Tan-tan termasuk salah satu negeri laut Selatan jang memeluk aga­

ma Buda, dan disebut sesudah Ho-ling.

(8) Berita dari T'ung Chih, susunan Cheng-ts’iao:

Beritanja dikutip dari T ’ung Tien (lihat 5).

(9) Berita dari masa pemerintahan dinasti Ch’ing:

Tan-tan terletak dipantai laut sedjauh 130 hentian disebelah barat

daja Amoy; adat-istiadat, pakaian dan hasil buminja sama dengan

Djohor. Pelajaran dari Amoy ke Djohor sedjauh 180 hentian, ke Sa-

ngora dan Patani sedjauh 150 hentian. Satu hentian kira-kira 60 li.

(10) Berita dari M ing Shih:

Tan-tan dalam berita Ming Shih menurut Prof. Hsii djelas sama

dengan Kelantan. Nama Kelantan tidak disebut.

Prof. Hsii menduga bahwa Tan-tan dari berita M ing Shih jang djelas

sama dengan Kelantan itu disebabkan karena ketjerobohan menulis.

Kata ,,lan-tan” didjadikan „Tan-tan”; Ke pada Kelantan karena tidak

mendapat tekanan, diabaikan.

Berdasarkan berita dari Liang Shu, Tan-tan terletak disebelah barat

laut To-lo-mo. To-lo-mo adalah nama sungai di Trengganu, namanja

sekarang ialah Telemong. Disebelah barat laut Trengganu ialah Ke­

lantan. Demikianlah mungkin sekali Tan-tan itu nama dusun jang se­

karang terletak sepuluh mil dari muara sungai Kelantan, 3ntara lima

atau enam mil dari Kota Bharu. Nama dusun itu sekarang Tendong.

Itulah kesimpulannja.

9. P'en-p’en atau P'an-p’an

Djalan pelajaran India — Tiongkok ada dua matjam jakni menga­

rungi lautan Tjina dan menjusur pantai. Negeri-negeri dilaut Selatan

jang disebut oleh 1-ts’ing tentu banjak jang terletak didjalan pelajaran

menjusur pantai. Djalan pelajaran menjusur pantai melalui teluk Siam

8-1

Page 81: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dan pantai timur Malaja. Kita kumpulkan dahulu berita-berita mengenai P'en-p’en:

(1) I-ts’ing menjebut P ’en-p’en dalam rangkaian negeri-negeri dilaut

Selatan jang memeluk agama Buda, sesudah Tan-tan.

(2 ) Ditempat lain I-ts’ing menguraikan bahwa Tan-yuen berangkat

dari Chiao-chih (Tongkin), tetapi meninggal di P ’an-p’an. "disebe-

lah utara Ho-ling.

(3) Chiu T ’ang Shu menguraikan bahwa P ’an-p’an terletak disebelah

barat daja Lin-i (Tjampa), disudut laut. Disebelah utara terpisah

oleh laut sempit dengan Lin-i. Dari Chiao-chou letaknja sedjauh

empatpuluh hari pelajaran. Negeri ini berbatasan dengan Lang-

ya-hsiu.

(4) Negeri Tuo-ho-lo (Dwarawati) disebelah selatan berbatasan de­

ngan P'an-p’an, disebelah utara dengan Kia-lo-sheh-fu, disebelah

timur dengan Chen-la, dan disebelah barat dengan laut besar. Dari

Kanton letaknja sedjauh lima bulan perdjalanan.

(5) Hsin T ’ang Shu menjatakan bahwa disebelah selatan P ’an-p’an

terletak Ko-lo, atau Ko-lo-fu-sha-lo.

(6 ) T ung Tien mengatakan bahwa Ko-lo atau Ko-lo-fu-sha-lo me­

nurut uraian dinasti Han terletak ditenggara P ’an-p’an.

Prof. G. Coedes berpendapat bahwa P ’an-p’an terletak di Semenan-

djung, dipantai Teluk Siam. Lokalisasinja tidak dinjatakan dengan

tegas. Dr. Quaritch Wales mengira bahwa W ieng Sra adalah pusat

Pertama negeri P ’an-p’an. Prof. Hsii sampai kepada kesimpulan bahwa

an-p an sama dengan Pran-puri (Pranpun). karena menurut te tita

U* Shu, Tu-ho-lo disebelaVv se\atan berbatasan dengan P ’an-p’an. Per-

'bahwa Ko-lo terletak disebelah selatan P ’an-p’an, karenanja

ayus ditafsirkan „ditenggara” . Demikianlah pendapat para sardjana

e jarah tentang P ’an-p’an. Kiranja diantara pendapat-pendapat itu

Pendapat Prof. Hsii jang paling konkrit dan mendekati kebenaran.

10- Fo-shih~pu-lo i

Sesudah K u-lun pendeta I-ts’ing menjebut Fo-shih-pu-lo. K ’u-lun

9 P”! - Kondor, terletak dilaut Tjina, dimuka Vietnam. Demiki-

3n ^ Fo-shih-pu-lo harus ditjari dipantai timur Vietnam.

i. mentjarinja dipulau Djawa dan menjamakannja dengan

o jonegoro disebelah barat kota Surabaja, karena Fo-shih-pu-lo di-

ira transkripsi Tionghwa dari Bhojapura, sedjalan dengan Shih-li-

fo-shih sebagai transkripsi dari Sribhoja menurut van Ronkel. Bahwa

Fo-shih-pu-lo adalah transkripsi Tionghwa dari Widjajapura, mudah

82

Page 82: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

difahami, karena Shih-li-fo-shih merupakan transkripsi dari Sriwidjaja.

Jang mendjadi persoalan ialah dimana letaknja.

Moens menjamakan Widjajapura dengan Puchavarao dari berita

Portugal dan menempatkannja dimuara sungai Redjang dipantai barat

Kalimantan. Menurut pendapatnja nama Kin-fo dalam keradjaan Ma-

lano adalah singkatan dari Kin-li-fo-che; nama Kin-li-fo-che disama-

kannja dengan Shih-li-fo-shih, jang diberitakan oleh pendeta I-ts’ing.

Menurut dugaannja keradjaan Malano bukan sadja meliputi Kali­

mantan Utara sadja, tetapi djuga Brunei dan Serawak. Oleh karena

Moens menjamakan Fo-shih-pu-lo dengan Puchavarao, dan nama ini

dianggap sebagai nama ibukota dimuara sungai Redjang, sebelum

Brunei tampil kemuka, maka ia mentjari keradjaan Mo-chia-man trans­

kripsi dari keradjaan Mahâkarman, djuga di Kalimantan. Nama itu

disamakan dengan Muara Kaman dipantai timur Kalimantan.

Penjamaan Kin-fo dan Shih-li-fo-shdh ini sangat diragukan, demi­

kian pula Puchavarao dengan Widjajapura, karena bedanja terlalu

djauh, djika Moens mendasarkan identifikasinja itu atas kemiripan bu-

nji. Lagipula Fo-shih-pu-lo, Mo-chia-man disebut oleh I-ts’ing sesudah

K ’u-lun jakni pulau Kondor. Tidak mungkin tempat-tempat itu ditjari

di Kalimantan, jang letaknja disebelah selatan' pulau Kondor. Apalagi

penjamaan Mo-chia-man dengan Muara Kaman, jang letaknja dipantai

timur Kalimantan pada sungai Mahakam. Tempat itu samasekali ter­

sisih dari djalan pelajaran India — Tiongkok. Menurut djalan pela­

jaran India — Tiongkok tempat-tempat itu harus ditjari dipantai timur

kontinen Asia, sebelah utara pulau Kondor.

Kiranja tempat itu harus ditjari dipantai Vietnam. Pada tahun 192

keradjaan Lin-i (Tjampa) sedang dalam pembentukan. Dalam kata

pengantar Record, keradjaan Lin-i sudah disebut oleh I-ts’ing dalam

rangkaian negara-negara jang memeluk Ratnatraya: Sriksetra, Lang-

kasuka, Dwarawati, dan Lin-i (Tjampa) diudjung timur. Dalam per-

kembangannja kemudian keradjaan Lin-i meliputi pantai Indo-Tjina.

Disebelah selatan sampai Panrang zaman sekarang, disebelah utara

sampai Quang-nam. Didalamnja termasuk Khanh-hoa dan Binh-dinh.

Tempat-tempat ini mempunjai nama lama jakni Pandurangga: Pan­

rang; Kanthara: Khanh-hoa, W idjaja: Binh-dinh dan Amarawati: Q u­

ang-nam. Djelas sekali bahwa nama-nama itu semuanja menundjukkan

adanja pengaruh dari India. Pada zaman I-ts’ing penduduk Lin-i me­

meluk Aryasamitinikaya. Djika nama Shih-li-fo-shih adalah transkripsi

Tionghwa dari nama Sriwidjaja, maka Fo-shih-pu-lo adalah transkripsi

dari W idjajapura. W idjajapura ialah Binh-dinh. Demikianlah Fo-shih-

pu-lo itu terletak di Binh-dinh, dipantai timur Vietnam, pada garis 14° 1 1 0 ' L.U.

83

Page 83: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

11. A-shan

Nama negeri A-shan jang dikemukakan oleh I-ts'ing barangkali

sama dengan nama negeri I-shang-na-pu-lo jang diberitakan oleh Hsii-

en-chuang. I-shang-na-pu-lo (Iganapura) terletak disebelah timur To-

lo-po-ti (Dwarawati) dan, disebelah barat Mo-ho-chan-po (Mahatjam-

pa) atau Lin-i. Negeri itu tidak djauh dari Binh-dinh, pusat keradjaan

W idjajapura jang disebut djuga oleh I-ts’ing dengan nama Fo-shih-

pu-lo. A-shan atau I-shan adalah transkripsi Tionghwa jang mirip

sekali dengan kata Sansekerta, Igana. Fonem a pada suku terachir na

tidak diutjapkan. Baik menurut utjapan namanja maupun menurut letak-

nja A-shan pada I-ts’ing itu sama dengan I-shang-na-pu-lo pada Hsuen-

chuang, jakni keradjaan Icranapura disebelah barat Tjampa.

12. Lang-ya-hsiu

Pada masa pemerintahan Liang-shu (502- 557) tertjatat adanja

utusan dari keradjaan Lang-ya-hsiu atau Lang-ga-siu (edjaan Groe-

neveldt), jakni pada tahun 515, 523 dan 531; pada masa pemerintahan

Ch en-shu (557 - 589) datang utusan dari Lang-ya-hsiu pada tahun

568. Dalam tjatatan itu dinjatakan bahwa Lang-ya-hsiu terletak dilaut

Selatan, 24000 li dari Kanton. Lebarnja dari timur kebarat 30 hari per-

djalanan dan dari selatan keutara 20 hari perdjalanan. Negeri itu meng­

hasilkan aloe dan kamfer. Dari berita itu sadja belum dapat diketahui

dengan djelas letaknja keradjaan Lang-ya-hsiu. Perdebatan jang per­

nah dilakukan oleh para ahli sedjarah m e n g e n a i persoalan Lang-ya-

hsiu ini sungguh menarik perhatian. Dibawah ini beberapa kutipan

mengenai keradjaan Lang-ya-hsiu jang disamakan dengan Langka- suka.

(1) Dalam Record mengenai Lang-ya-hsiu itu I-ts’ing hanja membe­

ritakan bahwa Lang-ya-hsiu terletak disebelah tenggara Sriksetra.

Katanja: „Disebelah selatan dari gunung tersebut ialah keradjaan

Shih-li-ch’a-ta-lo (Sriksetra). Disebelah tenggara keradjaan ini

ialah keradjaan Lang-ka-su (Lang-chia-shu) jakni Langkasuka.

Terus ketimur adalah keradjaan To-ho-po-ti (Dwarawati). Di-

udjung timur adalah keradjaan Lin-i (Tjampa).

Uraian 1-ts’ing mengenai Langkasuka itu termasuk dalam rangka

penjebutan negeri-negeri disebelah timur India, tidak dalam rang­

ka negeri-negeri dilaut Selatan. '

(2) Dalam Memoire, I-ts’ing berkata, bahwa I-lang, Chih-ngan dan

I-hsiian berangkat dari Kanton melalui Funan menudju Lang-chia

(Langkasuka). Chih-ngan djatuh sakit dan meninggal disana. I-lang

84

Page 84: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dan 1-hsuan meneruskan perdjalanannja ke Sim-ha-la (Srilangka).

Dari berita I-ts’ing jang kedua ini njata, bahwa Langkasuka ada­

lah pelabuhan, jang terletak didjalan pelajaran dari Tiongkok ke

Srilangka.

(3) Berita Hstien-chuang dari abad ketudjuh mengenai letak Langka­

suka sama dengan berita I-ts'ing dalam Record. Jang agak ber­

beda ialah sebutan namanja. Pada I-ts’ing nama itu djelas Lang-

ka-su (Lang-chia-shu), pada Hsiien-chuang ialah Chia-mo-lang-

chia, jang mirip dengan Kamalangka. Jang dimaksud oleh kedua

nama itu ialah tempat jang sama, jakni keradjaan Langkasuka.

jang letaknja disebelah tenggara Sriksetra. Uraian Hsiien-chuang

jang mengadakan perdjalanan melalui daratan, mengenai letak

Langkasuka, agak lebih djelas daripada uraian I-ts’ing. Katanja:

..Berdekatan dengan laut besar, dilembah pegunungan, terletak

keradjaan Shih-li-ch a-ta-Io (Sriksetra). Selandjutnja disebelah

tenggara disudut laut besar ialah keradjaan Chia-mo-lang-chia.

Terus ketimur ialah keradjaan To-lo-po-ti (Dwarawati). Terus

ketimur lagi ialah keradjaan I-shang-na-pu-lo (Iganapura). D i­

sebelah timurnja ialah keradjaan Mo-ho-chan-po (Mahatjampa);

keradjaan ini djuga disebut Lin-i. Terus ketimur adalah keradjaan

Yen-mo-lo (Amarawati?). Untuk mentjapai enam negeri ini dja-

lannja melintasi gunung dan sungai jang sangat tjuram.”i

Baik Hsiien-chuang (Hiuen Thsang) maupun I-ts’ing djelas sekali

menempatkan Lang-ka-shu disebelah tenggara Sriksetra (Prome) dan

disebelah barat Dwarawati (Siam Selatan). Pernjataan inilah jang

menimbulkan keberatan terhadap kesimpulan Roland Braddell.

Letak keradjaan Dwarawati diuraikan dalam Chiu-T’ang Shu se­

perti berikut: „Negara Tu-ho-lo berbatasan disebelah selatan dengan

P ’an-p’an, disebelah utara dengan Kio-lo-sheh-fu, disebelah timur de­

ngan Chen-la dan disebelah barat dengan laut besar. Dari Kwang-chou

djauhnja lima bulan perdjalanan.” Dari uraian itu djelas sekali bahwa

jang dimaksud dengan Tu-ho-lo (Dwarawati) adalah negara jang

letaknja diwilajah Siam Selatan. Biasanja jang dianggap sebagai ibu-

kotanja ialah Nakon Prathom.

Coedes menempatkan Langkasuka di Semenandjung Melaju. Roland

Braddell dipantai timur Malaja, tegasnja dimuara Dungun. Penempatan

ini pada hakekatnja agak berlainan dengan . pemberitaan I-ts’ing dan

Hsiien-chuang. Keradjaan lama jang terletak disebelah tenggara Sri-

ksetra atau Prome dan disebelah barat Dwarawati adalah keradjaan

Mon. Djika berita I-ts’ing dan Hsiien-chuang itu benar, maka Lang-ka-

shu harus meliputi keradjaan Mon.

85

Page 85: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Menurut pemberitaan Hsiien-chuang keradjaan Langkasuka terletak

disudut laut besar, disebelah tenggara Sriksetra. Jang dimaksud dengan

sudut laut besar kiranja teluk Martaban. Lagipula I-ts’ing memberita­

kan bahwa keradjaan Lang-ka-shu itu dalam rangka uraiannja menge­

nai negeri-negeri disebelah timur India dan menjebutnja sesudah Sri­

ksetra, dan sebelum Dwarawati. Sesungguhnja pemberitaan dalam

uraian Ch’ang-chiin jang berangkat dari Kanton ke Ch'ih-tu pada

tahun 607, belum djuga dapat memberi kepastian bahwa Langkasuka

itu terletak dipantai timur Malaja. Berita itu menjatakan bahwa Ch’ang-

chun pada bulan 10 tahun 607 berlajar dari Kanton dengan angin baik;

sesudah lebih daripada 20 hari berlajar, ia sampai dibukit Tsiao-shih,

jang membudjur ketenggara, lalu berlabuh di Ling-chia-po-pa-to, jang

berhadapan dengan Lin-i. Kemudian berlajar lagi menudju selatan,

sampai di Shih-tze-shih. Dari sini setelah berlajar dua/tiga hari me­

lalui banjak pulau, nampak disebelah barat gunung-gunung keradjaan

Lang-ya-shu. Dari sini berlajar lagi keselatan, meninggalkan pulau

Chi-lung lalu sampai dipantai Ch’ih-t’u. Perahu ditambatkan, sesudah

sebulan lebih baru sampai diibukota.

Terdjemahan Dr. Luce diatas dipandang tidak tepat oleh Prof. Hsii.

Katanja: „Sesudah lebih dari sebulan berdjalan, sampai diibukota.”

Itulah jang terdapat di Sui Shu. Tidak ada berita tentang penambatan

perahu. Dalam T ’ung Tien ditulis: „Sesudah sebulan ia sampai diibu­

kota. Menurut Prof. Hsii ibukotanja disebut dalam T ’ung Tien jakni

Shih-tze-cheng dan artinja kota singa, jang dimaksud dengan kota

singa ialah Singora. Singora adalah nama lama dari kota Songkla, jang

terletak dipantai timur Malaja, diwilajah keradjaan Siam pada garis 7°

101 L.U. Oleh karena itu Lang-ya-shu djuga terletak dipantai timur

Malaja, tetapi sebelah utara Ch'ih-t'u. Diterangkan oleh Prof. Hsii ten­

tang Ch ih-t’u itu demikian. Ch’ih-t'u adalah terdjemahan dari nama

Melaju „Tanah Merah”. Berita Sui Shu dan T ’ung Tien memang me­

njatakan, bahwa tempat itu disebut Ch’ih-t’u, oleh karena tanahnja

berwarna merah. Jang paling mentjolok ialah warna tanah merah di-

hulu sungai Kelantan. D i Singora dan Patani tanahnja memang ber­

warna merah sebagai warna besi berkarat.

Dalam piagam Tanjore pada tahun 1030 dinjatakan djuga bahwa

Rajendracoladewa merampas keradjaan Illanggasogam. Illanggasogam

ini terang transkripsi Tamil dari Langkasuka. Penjebutan itu dilakukan

sesudah keradjaan Melaju (r) dan Mayirudinggam dan sebelum Mappa-

palam dan Mewilimbanggam. Krom mengikuti pendapat Coedes, bahwa

Langkasuka terdapat di Semenandjung Melaju. Dari piagam itu tidak

dapat ditarik kesimpulan apa-apa mengenai lokalisasi Langkasuka.

Demikianlah persoalan Langkasuka jang oleh umum dianggap sudah

86

Page 86: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

terpetjahkan, pada hakekatnja masih samar-samar. Djika uraian Ch'ang-

chiin itu dihubungkan dengan uraian I-ts’ing dan Hsiien-chuang, maka

kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa keradjaan Langkasuka di-

sebelah barat berbatasan dengan Teluk Martaban, disebelah timur

berbatasan dengan Teluk Siam.

Prof. Hsii berpendapat bahwa pada masa pemerintahan dinasti Li­

ang, Sui dan T'ang Langkasuka ada didaerah Ligor, jakni di Nakon

Sri Tamarat wilajah Siam. Dalam Wu-pei-chih disebut beberapa nama

sungai dan daerah dipantai timur Semenandjung diantaranja P’eng-

k’eng chiang (sungai Pahang), Ku-lan-tan chiang (sungai Kelantan)

dan Hsi chiang (utjapannja dalam Amoy Hokkien Sai Kang) jakni

sungai Telubin. Daerah jang dibatasi oleh sungai Kelantan dan sungai

Telubin menurut berita itu menghasilkan minjak wangi. Dato Douglas

menjamakan Lang-hsi-chia, jang terdapat pula dalam berita itu, dengan

Patani. Dalam Amoy Hokkien utjapannja Long-sai-ka. Nama itu di­

samakan oleh Roland Braddell dengan Langkasuka. Oleh karena itu

ia sampai kepada kesimpulan, bahwa Langkasuka berpusat di Patani.

Kesimpulan itu didasarkan atas keadaan gelombang laut Tjina. Ge­

lombang dari laut Tjina sampai disekitar pantai Patani, lalu mengalir

keselatan, sedangkan di Singora mengalir keutara. Keadaan gelombang

seperti dipantai Patani itu menggampangkan perahu jang akan ber­

labuh.

13. To~ho~lo-po~ti

Dalam bukunja Record, I-ts’ing menjebut To-ho-lo-po-ti dua kali.

Jang pertama kali dalam rangkaian negeri-negeri disebelah timur India.

Jang kedua kalinja dalam rangkaian tumbuh-tumbuhan jang digunakan

sebagai obat. Dalam hal jang terachir ini diuraikan bahwa di Dwara-

wati terdapat tiga matjam rumput kardamom. Dalam tjatatannja Taka-

kusu menjebut tiga matjam kardamom itu seperti berikut: 1 . rumput

kardamom jang banjak tumbuh di Ling-nam jakni disebelah selatan

pegunungan Plum (Kwang-t.ung dan Kwang-hsi); 2. kardamom putih

atau kardamom tulang jang ditemukan dinegeri Ka-ho-ra(?); 3. karda­

mom daging jang tumbuh dinegeri Su-li (sebelah barat Kashgar), djuga

disebut ka-ku-lok. Ka-ku-lok ini tidak ada di Tiongkok.

Bahwa To-ho-lo-po-ti adalah transkripsi Tionghwa dari Dwarawati,

tidak ada keberatan. Hanja lokalisasinja jang menimbulkan perbedaan

pendapat. Kapten St. John menjamak&nnja dengan Tangu lama dan

Sandoway di Birma. Prof. Chavannes menduga bahwa Dwarawati ada­

lah nama Sansekerta dari Ayuthya atau Ayudhya disebelah utara Bang­

kok, ibukota lama keradjaan Siam. Prof. Hsii melokalisasikan ibukota

87

Page 87: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Dwarawati di Nakon Prathom, disebelah barat Bangkok. Lokalisasi

itu didasarkan atas lokalisasi P ’an-p'an di Prampuri, jang terletak di

Teluk Siam pada garis 12.20° 98.85' L.U. Berita dari Chiu T ’ang

Shu seperti jang telah diterdjemahkan oleh Prof. Hsii mengatakan:

„Negeri Tu-ho-lo disebelah selatan berbatasan dengan P'an-p an, di­

sebelah utara dengan Kia-lo-sheh-fu, disebelah timur dengan Chen-la,

dan disebelah barat dengan laut besar. Letaknja dari Kanton sepan-

djang perdjalanan lima bulan.”

Berita dari Sui Shu menjatakan: „Tu-ho-lo disebelah selatan berba­

tasan dengan P ’an-p’an.” Berita dari I-ts’ing: „Disebelah timur Lang-

ka-shu terletak Dwarawati, dan diudjung timur ialah Lin-i. Ketiga

berita tersebut dengan djelas menjatakan bahwa Dwarawati terletak

disebelah barat Kambodja/Tjampa. Dua berita menjatakan, bahwa

P ’an-p’an terletak disebelah selatan Dwarawati. Hanja berita dari

Chiu T ’ang Shu jang menjatakan bahwa disebelah barat Dwarawati

berbatasan dengan laut besar. Djika benar P ’an-p’an itu Pran Buri.

maka menurut Chiu T ’ang Shu, Langkasuka jang berbatasan dengan

P an-p’an. dan dikatakan oleh I-ts’ing terletak disebelah tenggara Pro­

me, Langkasuka meliputi daerah Tenaserim. Dengan sendirinja jang

berbatasan dengan laut besar jakni laut Andaman, bukan Dwarawati,

tetapi Langkasuka. I-ts’ing jang berlajar dari India, dengan djelas me-

njebut, bahwa disebelah timur Langkasuka ialah Dwarawati. Dem i­

kianlah Dwarawati itu terletak antara Langkasuka dan Kambodja/

Tjampa. Disebelah selatan berbatasan dengan Pran Buri. Itulah Siam

pada abad ke 7 Masehi, sebelum kedatangan bangsa Thai dari T iong­kok Selatan.

Dalam bukunja Memoire, I-ts’ing menjebut nama Langkasuka dalam

uraiannja mengenai perdjalanan I-lang, Chih-ngan dan I-hsiian, jang

berangkat dari Kanton melalui Funan sampai Langkasuka. Radja Lang­

kasuka menerima mereka dengan upatjara. Chih-ngan djatuh sakit, lalu

meninggal disana. I-lang dan I-hsiian melandjutkan perdjalanannja ke

rilangka. Pemberitaan I-ts’ing ini penting sekali untuk mengetahui

3 Wa Pelajaran dari Tiongkok ke India dengan djalan menjusur pantai,

me a ui. pantai timur Malaja. Pelajaran itu tidak langsung dari Funan

e an-ma-shi (Tumasik) terus ke Melaju. Rupanja memang djalan

itulah jang biasa ditempuh. Dalam hubungan ini maka dapat diberita-

an disini bahwa I-ts’ing, dalam perdjalanannja dari Kwang-chou ke

^o-shih pada bulan 11 tahun 671 dengan menumpang perahu dagang

ersi tidak menjusur pantai kontinen Asia, tetapi mengarungi laut Tji-

na’ lan9sung menudju Fo-shih. Oleh karena itu pelajarannja hanja

makan waktu hampir duapuluh hari sadja. Dalam pelajaran jang kedua

kahnja pada tanggal satu bulan sebelas tahun 689, djadi 18 tahun ke-

Page 88: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

mudian, ia berangkat dengan kapaJ dagang dari P ’an-yu menudju Fo-

shih melalui Lin-i. Ini berarti bahwa perdjalanan itu menjusur pantai.

Biasanja makan waktu sebulan. Perbedaan waktu sepuluh hari itu lalu

mudah dipahami. i

Pada abad ketiga sampai kelima pelajaran menjusur pantai ini dapat

langsung dari Funan ke Langkasuka. Pada waktu itu jang berkuasa

sepandjang pantai laut Tjina ialah Funan. Funan menguasai tanah

datar sepandjang sungai Mekong, pantai Vietnam dan Kambodja, me­

luas sampai Siam dan pantai timur Malaja. Tetapi pada abad ketudjuh

kekuasaan Funan itu dipatahkan oleh Kambodja jang disebut Chen-la

oleh para ahli sedjarah Tionghwa.' Sedjak itu perahu-perahu jang

menjusur pantai diharuskan singgah dipelabuhan Kambodja. Dengan

sendirinja pelajaran itu makan waktu ’ lebih lama. Pelajaran menjusur

pantai dari Tiongkok kenegeri-negeri Selatan dan kebarat bertambah

intensif sedjak pemerintahan dinasti Sung-shu, Liang-shu dan T ’ang.

Pada pemerintahan Sung dan Liang politik mulai diarahkan untuk

menguasai negeri-negeri dilaut Selatan. Persahabatan dan perdagangan

dengan negeri-negeri dilaut Selatan diperluas. Kundjungan dari dan

kenegeri Selatan lebih banjak dilakukan daripada waktu jang sudah-

sudah. Sedjak pemerintahan Liang (502-557) tiap tahun kaisar me­

ngirim utusan keliling untuk menarik padjak dan upeti dinegeri-negeri

Selatan, jang bersahabat baik dengan Tiongkok. Akibat persahabatan

itu negeri-negeri jang bersangkutan mendapat perlindungan. Apalagi

pada zaman pemerintahan dinasti T ’ang (618-907), ketika Tiongkok

sudah bersatu kembali. Persahabatan dengan Tiongkok betul-betul di­

rasakan sebagai usaha mentjari perlindungan terhadap serangan negeri

tetangganja. Baik mengenai perdagangan maupun mengenai persaha­

batan Tiongkok sesungguhnja bersikap pasif. Perahu-perahu dagang

jang pulang-pergi melalui djalan pelajaran tepi pantai dan tengah samu-

dera adalah perahu dagang asing jang datang dari Arab. India. Persi

dan negara-negara dilaut Selatan. Para pendeta jang berangkat ke In­

dia, kebanjakan menumpang perahu asing. Dalam soal persahabatan

lebih banjak kundjungan tetamu dari negeri sahabat daripada pengi­

riman utusan dari Tiongkok kenegeri lain. Mungkin sekali kundjungan-

/ kundjungan utusan Tiongkok- tidak biasa tertjatat dalam sedjarah

negeri-negeri dilaut Selatan atau dinegeri lainnja. Hanja satu-dua sadja

jang diberitakan, terutama djika utusan itu menjangkut hal-hal jang

agak istimewa. Kebalikannja kundjungan dari luar banjak sekali. Bah­

kan kundjungan-kundjungan utusan dari luar itu perlu diatur waktu-

nja.Dari T ’ang Hui Yao kita tahu bahwa tanggal 5 bulan 9 tahun 695

dikeluarkan perintah untuk mengadakan persiapan menerima utusan\

89

i

Page 89: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dari luar: enam bulan untuk utusan dari negeri-negeri India Selatan

dan India Utara, Persi dan Arab; lima bulan untuk utusan dari Fo-shih,

Chen-la, Ho-ling dan sebagainja; tiga bulan untuk utusan dari negeri

Lin-i. Utusan dari negeri luar tidak dapat datang sewaktu-waktu me­

nurut kehendak radja jang mengutusnja. Kedatangan para utusan untuk

mempersembahkan upeti semuanja ditjatat. Dan dari para utusan itu­

lah sesungguhnja mereka memperoleh pengetahuan jang agak luas

tentang geografi dan situasi negeri-negeri asing, terutama negeri-negeri

dilaut Selatan. Bagaimanapun pengetahuan jang diperoleh dari sumber

jang demikan, kurang dapat dipertjajai. Oleh karena itu kadang-kadang

sulit untuk mentafsirkannja. Tetapi disamping itu ada djuga sumber

pengetahuan geografi dam situasi negeri-negeri dilaut Selatan jang asli,

berasal dari pengundjung negeri-negeri itu sendiri seperti Fa-hien,

I-ts'ing, Chia-tan, Hsuen-chuang, dan sebagainja. Perdjalanan melalui

laut dan daratan dari Tiongkok ke India atau kenegeri Selatan lalu

mendjadi djelas. Pada zaman pemerintahan dinasti T ’ang kesadaran

sebagai warganegara Tiongkok bernjala pada para perantau dinegeri-

negeri dilaut Selatan. Masing-masing sadar dan bangga mendjadi

,,orangnja T ’ang”. I-ts’ing dalam uraiannja tentang pendeta Wu-hing

jang singgah di Sriwidjaja, dengan bangga mengatakan: „Sang radja

menerimanja sangat baik dan menghormatinja sebagai tamu dari negeri

putera dewata, T ’ang Agung.”

90

Page 90: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

IV

PUSAT KERADJAAN SRIW IDJAJA

Dalam sedjarah Ming dikatakan bahwa Kan-to-li adalah nama lama

keradjaan San-fo-ts’i. Gerini melokalisasikan Kan-to-li dipantai timur

Semenandjung. Berdasarkan pendapat Gerini itu R.C. Majumdar

mengambil kesimpulan bahwa keradjaan San-fo-ts'i terdapat dipantai

timur Semenandjung. Oleh karena Kan-to-li menurut pendapatnja me­

liputi Kadara atau Kidara (menurut piagam Tamil), maka San-fo-ts’i

sama dengan Kadara. Nama Kan-to-li sesuai dengan nama Kadara,

nama San-fo-ts’i sesuai pula dengan Zabag dari berita Arab. Perbeda-

annja semata-mata terletak pada n jang terdapat pada nama Kan-to-li

dan San-fo-ts’i jang berasal dari berita Tionghwa. Tentang hal ini akan

banjak kita bitjarakan pada pasal KERADJAAN SAN-FO-TS’I.

Ir. Moens beranggapan bahwa keradjaan Sriwidjaja lama terdapat

dipantai timur Semenandjung. Alasan jang dikemukakannja berdasar­

kan berita geografi dari sumber Tionghwa. Dari sedjarah Sung tertjatat

bahwa empat hari perdjalanan dari Ch’o-p’o orang sampai dilaut;

djika berlajar kearah barat laut sesudah limabelas hari orang sampai

di P ’u-ni, dan limabelas hari lagi sampai di San-fo-ts’i. Djuga diberita­

kan bahwa San-fo-ts’i terletak diantara Chen-la dan Ch’o-p’o. Ber­

dasarkan dua berita geografi itu Moens mengambil kesimpulan, bahwa

San-fo-ts'i terletak di Semenandjung. Dan berdasarlcan berita Arab

dari Abu Zayd jang mengatakan bahwa ibukota Zawaga berhadap-

hadapan dengan Tiongkok, maka diambil kesimpulan, bahwa San-fo-ts’i

terletak dipantai timur Semenandjung. Menurut pendapatnja Zabag

sama dengan San-fo-ts'i. Achirnja ia menjamakan San-fo-ts’i dengan

Kadaram dan melokalisasikan Kadaram dipantai timur Semenandjung.

Moens beranggapan bahwa San-fo-ts’i bersaingan dengan Palembang.

Setelah mengalahkan pusat keradjaan Palembang dan mengusir ke­

luarga radja, San-fo-ts’i mendirikan pusat keradjaan baru didaerah

Melaju, jakni dimuara Takus. Lokalisasi pusat keradjaan San-fo-ts’i

dimuara Takus itu didasarkan atas:

( 1 ) Berita I-ts’ing mengenai bajang-bajang diwelacakra jang tidak

mendjadi pandjang atau pendek pada pertengahan bulan delapan.

Pada tengah hari orang jang berdiri dimatahari, tidak mempunjai

bajang-bajang samasekali. Muara Takus terletak pada garis katu-

listiwa.

(2 ) Atas berita achli peta Chia-tan, jang menjatakan bahwa disebelah

utara Chih-chih terletak keradjaan Lo-yue dan disebelah selatan

terletak Shih-li-fo-shih. Berita itupun tjotjok.

91

Page 91: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

(3) Atas berita Arab jang berasal dari Ibn Said dan Abui Fida, jang

mengatakan, bahwa ibukota Sribusa terletak dimuara sungai.

Menurut Moens sungai Kampar 1200 tahun jang lalu djauh lebih

kebarat daripada sekarang.Muara Kampar sebagai pelabuhan hingga sekarang masih ramai

hubungannja dengan Singapura. Kemunduran pelabuhan M uara Kam ­

par disebabkan timbulnja pelabuhan Teluk Bajur (Emma) dipantai

barat. Menurut dongeng benteng ibukotanja memandjang sebulan per-

djalanan tikus. Moens mentjeriterakan adanja nama radja Bitjau jang

dianggapnja sebagai ubahan dari nama radja (Sri)widjaja, dan do­

ngeng tentang adanja datu Sriwidjaja jang menetap di Kota Baru.

Berdasarkan alasan-alasan itu semuanja Moens mengambil kesimpulan,

bahwa pusat keradjaan Sriwidjaja terletak di Muara Takus dekat tem­

puran Kampar Kanan dengan Batang Mahat di Sumatera Tengah.

Quaritch V/ales mentjari pusat keradjaan Sriwidjaja di Chaiya atau

Ligor di Teluk Bandon. Pendapatnja ini kemudian berobah. Ibukota

Sriwidjaja dilokalisasikan di Kadaram, dan Kadaram menurut penda­

patnja terletak di Perak dilembah Kinta. Tetapi tidak ada peninggalan-

peninggalan sedjarah jang berupa barang-barang purbakala jang ke­

dapatan ditempat tersebut.

Semata-mata berdasarkan pertimbangan atas keuntungan letaknja

kota Djambi dari sudut perdagangan dan pelajaran dalam hubungannja

dengan Selat Malaka jang merupakan tempat lalu-lintas dari Tiongkok

kebarat dan kebalikannja, Drs. Sukmono menolak Palembang sebagai

pusat keradjaan Sriwidjaja dan melokalisasikan pusat keradjaan itu

dikota Djambi. Letaknja kota Djambi zaman dahulu berbeda dengan

zaman sekarang. Hal itu dengan sendirinja tidak luput dari pertim­

bangan. Karena tindjauan dari sudut geomorfologi ini penting, maka

karangan itu dikutip seperti dibawah ini:

. . K e b e r a t a n tentang lokalisasi (Jriwijaya di Palembang itu terutama

sekali didasarkan atas sangat sedikitnja peninggalan-peninggalan pur­

bakala disana. Dalam tahun 1930 Bosch sudah mengemukakan ke-

sangsiannja, ketika ia menjatakan bahwa „de persoonlijk opgedane

ervaring, dat de hoofdplaats (Palembang) nagenoeg gene overblijfselen

bevat, die aan het glorierijk bestaan van het oude Qriwijaya kunnen

herinneren, heeft met klem de vraag naar voren gebracht, of wel ooit

de hoofdstad van dat rijk op de plaats van het huidige Palembang

gevestigd is geweest” , dan kemudian berkesimpulan ......... de oudheid-

kundige overblijfselen (geven) geen steun aan de gangbare onderstel'

hng. dat de hoofdstad Qriwijaya op de plaats van de tegenwoordige

kota Palembang gelegen was. Pun Nilakanta Sastri, jang bagaimana"

pun djuga tetap mempertahankan Palembang untuk lokalisasi Criwijaya

92

Page 92: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

new site V «?3-1’-bahWa ”n° CaSC haS been made ° Ut ^ loCatÜ19 the menentera° t nV1J'3ya eIsewhere in Sumatra than at Palembang” harus

archeolo 301 an dln den9«n perkataan „the most total absence of

a myste^ 1Ca f VeStl9ES ° f SriviJ'aya at Palembang (Srivijaya) remains

Sumbe^ ° W1C no s° lution is forthcoming as yet.”

berita Tio UL3ma untu^ l°kalisasi Çriwijaya sebenarnja adalah berita-

Fo-che Ch* Wa’ J ra^ ’ ^ unani dan India. Disitu didapatkan nama-nama

dan seba ! ^°”Cke' San-fo-ts'i, Sribuza, Zabag, Sabadibai, Çriwisaya

atau u f 39amia’ ^3n semuania sudah dapat diterima sebagai edjaan

berita it3^ 1 aSingr. untuk Çriwijaya. Didapatikan pula dalam berbagai

sasi itu 3 'SaSi temPat_tempat tersebut. Sajang sekali bawa lokali-

struksi n 't 3 a ™emberi sesuatu kepastian, sehingga didalam merekon-

D iant £ 3 Sia r en" ,ara terdapat banjak perbedaan pendapat,

dar iana h P3ra Penentan9 Coedès mula-mula tampil kemuka Majum-

nantinja ,.e^ .en^ Ir*an bahwa Çriwijaya itu harus ditjari di Djawa dan

atas pe ■ i - j -if dan kemudian Quaritch "Wales jang berdasarkan kan Cri ' ann a dldaerah Chaiya berkesimpulan untuk menempat-

sendiri d *tU d* Chaiya. Kedua pendapat ini dibantah oleh Coedès

Palemha n^an sangat tegas, sehingga identifikasi Çriwijaya dengan

ianq den ^ men a^1' kokoh. Penentang jang kuat adalah Moens,berita Ti^ n ™erek°nstruksikan peta Asia Tenggara berdasarkan berita-

ya itu mi 1 ^ ^ 3n ^ rab sampai kepada kesimpulan, bahwa Çriwija-

sunqai K mU 0r^usat ^ Kedah dan kemudian didaerah pertemuan

belum da an3n dan ®atang Mahat. Meskipun teori Moenstrarlici” t. * ar*tah sepenuhnja, namun tidak dapat pula merobah

Beta ’ Çriwijaya itu di Palembang,

asinq itu^ • SU!*tn a menggunakan bahan-bahan dari berita-berita

hampir d lia n V u dan kesimpulan Roland Braddell, jang selama

nia untuk PU uh tahun telah berturut-turut mengumumkan hasil studi-

terdapat d a T ^ 9 entlflkasikan dan melokalisasikan tempat-tempat jang

niaX “ ? r ber,,a^,Si"9 tadl' dan ^ ~ p u r p o s e h a « K a a m s e n e i t u m e n g a t a k a n , b a h w a ........................... O u r m a i n

vestioated iri t0 protest a9ainst the repetition of insufficiently in-

than thev , ntlflCations’ and to from sinologists far more help

geography ^ COnstruction of the ancient historical

kala, achli b a h L ^ a c h r 311 ' ^ ^ 3^ ^ kebeSaran Para achli Purba~ memberikan s.imk ' * ^ achli-achli lainnja, jang telah

ya, pada kesemn ?n9a.nn,’a jang tak ternilai terhadap sedjarah Çriwija-

hal jang pada h ^ ““ ^ m9‘n meminta Perhatian terhadap suatu

T en ig a ra z a l Î ? PatUt dipe' hatU- » ' i»«- « • , pe.a Asian,a” Ç r'W,'a^ sangat berlainan daripada apa dapa,

93

Page 93: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

kita lihat sekarang. Hal ini oleh para achli tersebut tadi tentu dimak­

lumi, akan tetapi selandjutnja tidak diperhitungkan. Maka dari itu dalam

usaha melokalisasikan Sriwijaya, terlebih dahulu kita harus mentjari

pegangan pokok dengan djalan merekonstruksi peta Asia Tenggara,

chusus garis-garis pantainja, lebih chusus lagi pantai jang berbatasan

dengan bagian barat Sunda-plat. Usaha kearah ini dilakukan pula

oleh Moens dan Roland Braddell, akan tetapi satu tjabang ilmu pe­

ngetahuan jang dapat memberi bantuan untuk mendapatkan sesuatu

kepastian tidak mereka gunakan. Jang saja maksudkan ialah geomor-

fologi.

Usaha untuk mempetakan pantai-pantai disebelah barat Sunda-plat

pertama kali dilakukan oleh Obdeyn jang berdasarkan geomorfologi

melokalisasi tempat-tempat jang tersebut dalam berita-berita Tiong-

hwa dan sebagainja. Antara lain ia sampai kepada kesimpulan, bahwa

didalam zaman £ riwijaya> Bangka-Belitung bersambung mehdjadi satu

dengan djazirah Malaka melalui kepulauan Lingga dan Riau. Karena

Selat Sunda belum ada (Sumatera bersambung dengan D jawa), maka

pelajaran internasional India^-Indonesia.—Tiongkok harus mengitari

Bangka-Belitung sehingga pantai timur Sumatera dan pantai utara

Djawa mendjadi sangat penting.

Meskipun hasil-hasil usaha Obdeyn itu untuk sebagian besar tidak

dapat diterima oleh para achli jang berkepentingan, namun djelaslah

kiranja bahwa geomorfologi adalah ilmu jang dapat memberi bahan-

bahan baru lagi untuk lokalisasi Sriwijaya. Maka sajanglah, bahwa

kegagalan Obdeyn itu menjebabkan hasil telaahannja tidak mendapat

sambutan dan tenggelam begitu sadja dalam timbunan teori-teori jang ada.

Namun usaha Obdeyn itu djugalah jang didjadikan pangkal, ketika

Dinas Purbakala dalam tahun 1954 atas perintah Menteri P.P. & K.

(Mr. Moh. Yamin) melakukan penjelidikan terhadap £riwijaya, ter­

utama untuk meneliti garis pantainja dan lokalisasi peninggalan-

peninggalan purbakala. Penjelidikan ini dilakukan baik dari udara

maupun didarat, dan oleh karena geomorfologi akan didjadikan bahan

utama, maka chusus untuk keperluan ini telah dipindjam seorang achli

geomorfologi dari djawatan Topografi Angkatan Darat, ialah Dr.

H.Th. Verstappen.

Hasil penjelidikan dari udara ialah, bahwa garis jang memisahkan

tanah tertiair dari tanah quartair (terutama alluvium) — sebagaimana

dinjatakan dalam peta-peta geologi — dapat dianggap sebagai garis

pantai dahulukala. Maka dengan garis pantai ini sebagai pegangan,

ternjata bahwa Palembang dan Djambi terletak dipantai laut, Palem­

bang pada udjung djazirah jang berpangkal di Sekaju, dan Djambi

94

Page 94: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

pada sebuah teluk jang mendjorok kedalam sampai di Muara Tem-

besi.

Penjelidikan didarat ternjata memperkuat hypothese ini. Semua pe­

ninggalan purbakala, baik didaerah Palembang maupun di Djambi dan

Muara Djambi, tidak ada jang terletak diatas tanah alluvium. Djuga

tempat-tempat ditemukannja batu-batu bersurat, seperti Kedukan Bu­

kit, Talang Tuwo dan Telaga Batu letaknja diatas tanah tua.

Menurut keadaannja sekarang, kota-kota Palembang dan Djambi itu

masing-masing letaknja kira-kira 70 km dari laut, dan tanah alluvium

jang penuh rawa-rawa dan mendjadi ladjur dataran rendah dipantai

timur Sumatera itu adalah hasil pengendapan sungai-sungai jang mem­

bawa lumpur dari daerah pedalaman kelaut. Timbullah pertanjaan,

apakah mungkin sedjak zaman Çriwijaya itu pengendapan-pengendapan

tadi telah dapat merobah garis pantai itu begitu rupa, sehingga kedua

kota tadi mendjadi terpisah demikian djauhnja dari laut?

Menurut van Bemmelen garis pantai pada muara Batang Hari ber­

tambah lebar IV i km dalam tempo 100 tahun, jang berarti rata-rata

75 m tiap tahun. Lebar seluruhnja dari ladjur alluvium disini kira-kira

ada 140 km, ,,so that it may have come into existence since the begin-

ning of the Christian era.” Tentang air Musi dikatakan, bahwa peng­

endapan jang setjepat ini ialah karena di Palembang sungai Musi men­

dapat tambahan air sungai-sungai Ogan dan Komering, maka dapat

pula diambil kesimpulan, pantai baru dimulai pada awal tarich M a­

sehi.

Mengenai pengendapan ini tidak boleh djuga dilupakan, bahwa de­

ngan mengambil garis pemisah tanah tertiair dan quartair sebagai

pangkalnja, permulaan pengendapan air Musi itu berlangsungnja di

Sekaju (djarak terbang 100 km disebelah barat Palembang) dan bagi

Batang Hari permulaannja di Muara Tembesi (60 km djarak terbang

disebelah barat Djambi). Ditambah lagi dengan kenjataan, bahwa

proses pengendapan di Sekaju dan Muara Tembesi lebih lambat

berlangsung daripada pengendapan sesudah melewati Palembang dan

Djambi, maka dengan mendekati kepastian dapatlah kini kita katakan,

bahwa dalam zaman Çriwijaya kota-kota Palembang dan Djambi

terletak ditepi laut; Palembang pada udjung djazirah dan Djambi pada

suatu teluk. Seperti kita ketahui keradjaan Çriwijaya — dengan ups

and downsnja .— berlangsung dari pertengahan achir abad ke 7 sampai

achir abad ke 14. Selama tudjuh abad itu tentu sadja garis pantai jang

telah saja gambarkan tadi mengalami perubahan-perubahan jang tidak

sedikit. Hal ini njata misalnja dari berita-berita Arab dan Tionghwa

dari abad ke 13 jang menjatakan bahwa Çriwijaya terletak ditepi sungai

besar. Hanja gandjilnja ialah bahwa pada peta-peta V.O.C. diantara-

95

Page 95: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

nja ada jang bahkan berasal dari tahun 1660, Palembang dan Djambi

itu masih digambarkan ditepi pantai. Mungkin hal itu disebabkan

karena petanja terlalu ketjil, sehingga djarak-djarak ketjil tidak ditam­

pakkan, dan lagi oleh karena kedua kota itu memang merupakan

pelabuhan samudera didalam zaman itu.

Mengingat akan hal jang terachir ini, jaitu bahwa dalam abad ke 13

(^riwijaya terletak ditepi sungai, pula dengan menghitung ketjepatan

pengendapan sungai-sungai Musi dan Batang Hari mulai dari Sekaju

dan Muara Tembesi, maka dapatlah kini kita tentukan bahwa lokali­

sasi Qriwijaya ditepi laut hanja berlaku dari permulaan sedjarahnja

sampai sekitar tahun 1000 Masehi. Kesimpulan ini kiranja mendapat

sokongan dari peninggalan-peninggalan purbakalanja didaerah Djambi.

Kalau sebuah bangunan (tjandi) di Solok Sipin ditepi barat kota

Djambi berangka tahun 1064, maka dimuara Djambi terdapat bangunan

jang berasal dari zaman Singasari. Hal ini dihubungkan dengan apa

jang dikenal sebagai ,,Pamalaju” memberi kesan, bahwa tentara Singa­

sari sampainja di Malaju, bukan Djambi melainkan djauh ketimur lagi,

jaitu di Muara Djambi, untuk kemudian menudju kedaerah sungai

Dareh. Pun peninggalan-peninggalan zaman V .O .C . (benteng dari

tahun 1724) didaerah ini terdapat di Muara Kompeh. antara Djambi

dan Muara Djambi.

Setelah kita merekonstruksi garis pantai timur Sumatera itu untuk

melokalisasi Qriwijaya, kita masih djuga perlu meneliti garis-garis pantai

jang berhadapan dengan pantai tadi guna merekonstruksi djalan-djalan

pelajaran zaman Criwijaya. Seperti sudah dikatakan dimuka, Obdeyn

berpendapat bahwa djazirah Malaka bersambung mendjadi satu dengan

kepulauan Riau-Lingga dan Bangk'a-Belitung. Terhadap pendapat ini

Verstappen menjatakan dengan tegas bantahannja, dan berpendapat

bahwa didalam zaman £riwijaya kepulauan Riau dan Lingga memang

merupakan tanah landjutan dari djazirah Malaka, tetapi Bangka dan

Belitung terpisah oleh laut. Pandangan ini sesuai dengan apa jang

njata dari peta-peta hydrografi. Pun dari sudut geologi pendapat ini

dapat dipertanggung djawabkan. Menurut van Bemmelen kepulauan

Lingga, Bangka dan Belitung itu, „belong to a mountain range wich

had largely been baselevelled and which was partly abraded. It has

of the sea in late quarternary time. They represent a drowned topo­

graphy”, dan selandjutnja ia katakan bahwa „Singkip, Bangka and

Billiton are surrounded by an aureole of submerged river valleys, con­

taining alluvial tin-ores”.

Kesimpulan jang kini dapat kita tarik mengenai rekonstruksi peta

daerah Riau dan kepulauan Lingga ialah, bahwa didalam zaman Qri-

wijaya daerah-daerah ini bukannja terdiri atas pulau-pulau melainkan

96

Page 96: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

merupakan udjung selatan djazirah Malaka. Dengan menjesuaikan ke­

adaan garis pantai Sumatera sendiri, gambaran tanah Riau ini dapat

djuga kiranja dipertahankan sampai sekitar tahun 1000 Masehi. N a­

mun, kalau sedjak masa ini daerah itu sudah mulai berpetjah-petjah

mendjadi kepulauan, selat-selat sempit dan dangkal diantara pulau-

pulaunja belum djuga dapat dipakai untuk pelajaran. Daerah ini bah­

kan terkenal sebagai sarang badjak-badjak laut jang selalu mengganggu

djalan pelajaran di Selat Malaka.

Rekonstruksi peta daerah Riau ini dapat pula kiranja memberi pen-

djelasan, mengapa di Pasir Pandjang (udjung utara pulau Karimun)

terdapat tulisan dari abad ke 9 jang' menggunakan huruf-huruf Dewa-

nagari dan bersifat agama Buda Mahayana. Tempat ini sebagai udjung

jang mendjorok kelaut dan jang tentu dihadapi orang dalam pelajaran

dari utara keselatan melalui Selat Malaka adalah tempat jang penting,

mungkin sebagai tempat singgah dan mungkin pula hanja sebagai

tanda peringatan atau petundjuk pelajaran.

Setelah kita merekonstruksi djalannja pantai-pantai dahulu disekitar

Palembang — Djambi dan kepulauan Riau, dapatlah kita kini berusaha

menetapkan djalan-djalan laut jang menghubungkan India dengan In­

donesia dan dengan Hindia Belakang serta Tiongkok. Oleh Quaritch

W ales telah dapat dibuktikan, bahwa bagian tersempit djazirah M a­

laka (disekitar teluk Bandon) memegang peranan penting sebagai

kuntji djalan perdagangan antara India dan Tiongkok. Djalan ini ada­

lah djalan darat, sehingga disini muatan kapal harus dibongkar untuk

dipindahkan kekapal-kapal lain, suatu hal jang bagi niaga laut tidak

sedikit menimbulkan kesulitan dan kerugian. Maka djalan ini terang

tidak banjak mempengaruhi djalannja pelajaran mengitari djazirah

Malaka. Ada djuga pendapat, jang baru-baru ini dikemukakan oleh

Chand, bahwa „at one time there was a sea route through the pe­

ninsula that made present day Malaya as island”, akan tetapi utjapan

ini hanja berupa kalimat demikian sadja, tanpa disertai sesuatu bukti

atau pun pendjelasan. Dengan demikian pendapat ini tidak dapat kita

perhitungkan dalam uraian sekarang ini.

Djalan lain jang mungkin menghubungkan lautan Hindia dan laut

Tiongkok Selatan adalah Selat Sunda, akan tetapi menurut Obdeyn

Selat Sunda ini baru dikenal oleh orang-orang Tiongkok dan Arab

Sedjak tahun 1175. Pendapat ini disokong pula oleh van Bemmelen,

jang menjatakan „It is possible that indeed, Strait Sunda, did not yet

exist in older historical times in its present configuration. The link bet­

ween South Sumatra and Java has probably been engulfed in the early

quartenary, accompanied by paroxysmal volcanic outbursts” dan ke­

mudian dalam subchapter „Speculation on the Origin of the origin

97

Page 97: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

of Strait Sunda” sampai kepada kesimpulan bahwa „It is possible that

(Selat Sunda) became navigable scarcely one thousand years ago.

Especially the narrow passage across the northmost branch of the

Great Lampong fault, with the island of Dwars-in-de-weg (Sangiang)

in the middle, could be navigated only since the middle ages”.

Dengan tertutupnja kemungkinan hubungan pelajaran dilakukan

melalui Teluk Bandon dan Selat Sunda, maka djelaslah betapa pen-

tingnja Selat Malaka dan Selat Berhala didalam zaman Sriwijaya

sebelum tahun 1000 Masehi. Tiap kapal dari dan ke India, Djawa dan

Hindia Belakang, Tiongkok harus melalui teluk Djambi.

Dari kenjataan ini nampaklah dengan djelas, bahwa Djambi mem-

punjai kedudukan jang lebih penting daripada Palembang, jang hanja

disinggahi oleh kapal-kapal jang melewatinja dalam pelajarannja antara

Selat Malaka dan pulau Djawa sadja. Lagipula Djambi itu letaknja

menghadap kelaut bebas, sedangkan Palembang pada suatu selat sadja.

jaitu selat Bangka. Maka diantara Palembang dan Djambi untuk Sri­

wijaya, pilihan akan lebih tepat kalau djatuh pada Djambi.

Teluk Djambi memang sangat ideal untuk suatu pelabuhan samu-

dera, pula untuk pertahanan terhadap serangan-serangan dari laut,

sebab dimulut teluk itu terdapat tiga buah pulau. Pada salah satu pulau

jang paling luar terdapat sebuah dusun sekarang jang bernama Muara

Sabak, dan menurut keterangan beberapa orang di Djambi didusun

itu ada pula ditemukan peninggalan-peninggalan purbakala. Adanja

tiga pulau dan dusun Sabak itu sungguh menarik perhatian, karena

dari Ptolomeus diketahui adanja 3 pulau Sabadeibai, jang oleh Krom

dilokalisasikan disekitar Palembang, sedangkan „wanneer wij in deibai

weder het gewone dwipa in zijn Prakrit-vorm vertegenwoordigd mo-

gen denken, houden wij Saba als eigenlijke plaatsnaam over” . Terlalu

djauhkah kalau kita menarik ikesimpulan, bahwa ketiga pulau di Teluk

Djambi itulah jang dimaksudkan oleh Ptolomeus?

Pun pada peta kuno (abad ke 16 — 17), jang dipakai sebagai bahan

oleh Obdeyn, kita djumpai nama-nama „Saban” dan „Sabi” , jang

letaknja disebelah utara „Palimbao” (Palembang), tepat dimana kita

mengharapkan letaknja Djambi.

Tidakkah lebih masuk akal, kalau perkataan-perkataan Zabaj, Za-

bag, dari berita-berita Arab kita identifikasikan dengan (M uara) Sa­

bak? Mungkin pula bahkan Sabak ini adalah pelabuhan bagi (Jriwijaya

jang beribukota Djambi di Djambi. Inilah kiranja jang menjebabkan

berita-berita Arab itu mengatakan adanja maharadja dari Zabag.

Tidak masuk akal pulakah, kalau San-fo-tsi dari berita-berita Tiong-

hwa itu kita identifikasikan dengan (Muara) Tembesi, sebuah kota

98

Page 98: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

di Qriwijaya djuga, tetapi mempunjai kedudukan penting karena letak-

nja diudjung teluk Djambi dan dimuara Batang Hari, dan dengan

demikian mendjadi penghubung penting antara pantai dan daerah pe­

dalaman?

Dapatkah kesimpulan untuk melokalisasikan Sriwijaya di Djambi

itu memperoleh dukungan dari bahan-bahan ilmu purbakala? Djawab-

nja menguntungkan, bahkan memperkuat kesimpulan ini. Prasasti-

prasasti jang didapatkan disekitar Palembang, jang sampai kini dipakai

untuk memperkuat pendapat bahwa di Palembanglah letaknja Sriwija­

ya, kalau kita teliti kembali bahkan akan memperkuat kebalikannja.

Penelitian kembali ini dimungkinkan oleh diterbitkannja prasasti Te­

laga Batu oleh De Casparis, jang ternjata „Consists of a long impre-

cation directed against the perpetrators of all possible crime against

the king and the state Sriwijaya" dan asalnja dari masa jang seperti

prasasti-prasasti lainnja. Kalau Palembang memanglah ibukota £ri-

wijaya, dapatkah masuk akal, bahwa kutukan-kutukan jang berupa

antjaman sangat mengerikan itu djustru diabadikan diibukota? Mung­

kin warga ibukota sendiri diantjam setjara demikian oleh radjanja?

Prasasti Telaga Batu bukanlah piagam radja dan negara Sriwijaya

jang berpusat atau beribukota di Palembang. Peringatan itu adalah

usaha mendjamin ketertiban (dengan istilah sekarang: follow up dari

suatu operasi militer) dari seorang radja Sriwijaya jang telah berhasil

menduduki Palembang. Inilah kiranja interpretasi jang dapat memberi

pendjelasan kepada prasasti Kedukan Bukit, lebih-lebih setelah ada lagi

petjahan prasasti lainnja jang memuat keterangan tambahan terhadap

prasasti tersebut. Follow up jang positif ialah pemberian suatu hadiah

kepada masjarakat jang telah tunduk itu, agar mereka mengetjap ke­

bahagiaan atas kemurahan radja, dan inilah jang dimaksudkan dengan

„pranidhana” jang dikekalkan pada batu Talang Tuwo (tahun 684,

djadi tahun berikutnja dari prasasti Kedukan Bukit).

Dalam rangka ini maka prasasti Kota Kapur dan Karang Brahi jang

sama isinja, adalah peringatan-peringatan jang dimaksudkan untuk

memperkuat kedudukan £riwijaya. Kota Kapur di Bangka adalah tem­

pat jang strategis untuk menguasai djalan laut dimuka pelabuhan Pa­

lembang, dan Karang Brahi terletak didjalan raja (sungai dan darat)

antara pantai timur dan daerah pedalaman, jang banjak mengandung

emas. Dan tempat-tempat jang chusus diperkuat itu adalah tempat-

tempat jang sesuai dengan siasat untuk mendjamin pertahanan S ri­

wijaya, dan jang memperkuat pula pilihan kita untuk melokalisasi Qri-

wijaya dan Djambi.

Pun peringatan-peringatan purbakalanja jang berupa artja tidak ber­

tentangan dengan kesimpulan kita. Artja Buda jang besar sekali dari

99

Page 99: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Bukit Siguntang, jang tjoraknja dapat dikembalikan kepada langgam

Amarawati, dan artja-artja perunggu jang didapatkan dari dalam

sungai dan bertjorak langgam Gupta, merupakan petundjuk kearah

Buda Mahayana di Palembang disekitar abad ke 6 — 7. Kenjataan ini

dihubungkan dengan berita I-ts’ing — seorang musafir Tionghwa jang

mendjelang achir abad ke 7 lama sekali tinggal di Sriwijaya — bah­

wa didaerah lautan Selatan agama Buda jang ia djumpai dimana-

mana adalah Hinayana (dari aliran Mulasarwastiwadanikaya) ketjuali

di Melaju dimana ia djumpai penganut-penganut agama Buda M aha­

yana, menutup segala kemungkinan untuk melokalisasi Qriwijaya

di Palembang. Maka menarik perhatianlah, bahwa Moens djustru

mengidentifikasikan Melaju itu dengan Palembang, meskipun Sumatera

Tengah (Djambi dan Muara Takus) ia masukkan pula.

Djelaslah kini, bahwa rekonstruksi berdasarkan geomorfologi jang

memberi kesimpulan untuk melokalisasikan Qriwijaya di Djambi se­

suai djuga dengan bukti-bukti peninggalan purbakala.

Sesuaikah pula kesimpulan ini dengan berita-berita Tionghwa, Arab

dan lain-lain sebagainja? Seperti' sudah dikatakan dimuka, mengenai

berita-berita Tionghwa itu Roland Braddell sampai kepada kesimpulan

untuk memprotes „the repetition of insufficiently investigated identi­

fications” dan „to ask from sinologists for more help”. Lebih sem­

purna lagi kiranja, kalau protes ini ditambah dengan penjesalan jang

sangat terhadap tradisi, jang — berdasarkan atas „insufficiently ¡in­

vestigated identifications” — itu mendjadi penghalang untuk me-

nindjau kembali teori-teori jang sudah usang. Dalam hal ini sangatlah

menarik perhatian, bahwa salah satu sumber terpenting jang dipakai

oleh Moens untuk kartografinja, baru-baru ini oleh W illiam T. Kao

dapat dibuktikan sebagai sumber jang tidak seharusnja dipertjajai se-

tjara mutlak. Sumber ini adalah berita dari Kia-tan, „one of China’s

most celebrated cartographers”, jang ternjata „never travelled beyond

the borders of his native country”, akan tetapi dari bukunja jang -40

djilid tebalnja mengenai topografi Tiongkok dan negara-negara di-

lautan Selatan menimbulkan „a widespread belief that Kia-tan’s

writing were based on first hand observations made during his jour­

neys”. Pun nama-nama tempat seringkali ditulis berbeda-beda, ter­

gantung dari pendengaran orang Tionghwa sendiri. Ho-lo-tan misalnja

„has been transcribed in different ways and its location is also uncer­

tain. One translator says that it is situated on the island of Cho-po

or Tou-po; another maintains that it ruled over the island of Cho-po;

while a third thinks that it has its capital in She-po” . Pembatjaan

kembali tulisan-tulisan Tionghwa kuno itupun menimbulkan berbagai

kesulitan. Kao mengatakan bahwa „it is difficult to trace the influence

100

Page 100: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

of the Amoy-Swatow-Canton dialects in the toponyms”; dan selandjut-

nja: ,.Notwithstanding what we have just said as to the insignificant

part played by South China seamen before the eleventh century, how­

ever, we think the Amoy dialect is a very useful guide to the correct

pronunciation of many Chinese characters in early writings. For, among

all dialects, it retains the largest elements of ancient Chinese into­

nations and rhymes.” Apa jang dikemukakan oleh W .T . Kao tadi,

jang sesuai dengan protes Roland Braddell, memberikan dorongan

pada kita untuk lebih berhati-hati lagi dalam mengidentifikasi serta

melokalisasi nama-nama dan tempat-tempat sebagaimana didapatkan

dalam berita-berita Tionghwa, Demikian pula kiranja dalam kita meng­

hadapi berita-berita Arab atau lainnja. Hal ini njata sudah, kalau kita

mengingat, bahwa apa jang kini dibatja Sribuza dari berita Arab da-

hulunja dibatja Sarbaza dan Zabej dibunjikan sekarang Zabag.

Namun didalam kita berhati-hati itu, kalau sesuatu identifikasi dan

lokalisasi (atau satu diantara dua) tidak' meragukan dan memang sesuai

dengan kenjataan, apa salahnjakah kalau kita sampai kepada suatu

ketetapan. Sebagaimana sudah dikemukakan, Sabadeibai dari Ptolomeus

dan Zabag dari berita-berita Arab adalah (Muara) Sabak dimuka teluk

Djambi. San-fo-ts’i untuk (Muara) Tembesi dapat pula kita anggap

pasti, kalau kita menilik berita-berita Tionghwa dari zaman Sung (960 -

1279), dimana kita djumpai radja „Chan-pi” dikeradjaan San-fo-ts’i.

Chan-pi dan San-fo-ts’i bersama-sama tidak memberi kesangsian lagi

untuk mengidentifikasikannja dengan Djambi dan (Muara) Tembesi.

Demikianlah, maka — ditindjau dari berbagai sudut — tidak ada

suatu bahan, jang memberi petundjuk untuk melokalisasi Çriwijaya

di Palembang. Semua petundjuk mengarahkan pandangan kita ke

Djambi, dengan meninggalkan tradisi jang telah bertahan 40 tahun

lamanja.”

Penjelidikan geomorfologi jang dilakukan oleh Drs. Sukmono dengan

tudjuan untuk menetapkan lokalisasi pusat keradjaan Sriwidjaja, me­

rupakan salah satu usaha untuk memetjahkan persoalan sedjarah Sri-

widjaja. Andaikata lokalisasi pusat keradjaan Sriwidjaja itu semata-

mata bergantung kepada pandangan dari sudut geomorfologi, maka

pendapatnja akan dapat diterima tanpa keragu-raguan. Hasil penjeli­

dikan geomorfologi memberikan saran jang kuat untuk menempatkan

Djambi sebagai pelabuhan jang sangat ideal dan sanggup menguasai

lalu-lintas kapal di Selat Malaka jang berlajar keutara menudju Tiong­

kok, ketimur menudju Djawa. Kebalikannja perahu-perahu jang ber­

lajar dari lautan Selatan dan laut Djawa menudju India dan negara-

negara lainnja disebelah barat, berlajar melalui Djambi. Demikianlah

101

Page 101: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

menurut pendapatnja pusat keradjaan Sriwidjaja harus terletak di

Djambi, bukan di Palembang.

Namun pandangan geomorfologi bukan satu-satunja sumber sedjarah

jang dapat digunakan untuk melokalisasikan pusat keradjaan Sriwidja­

ja. Oleh karena itu hasil penjelidikan geomorfologi masih perlu dikadji

dengan sumber sedjarah lainnja, jang kiranja dapat dipertjaja. Sumber

sedjarah jang saja maksud ialah pernj'ataan I-ts’ing tentang letaknja

pelabuhan Melaju, jang bertahun-tahun menetap di Sriwidjaja dan

beberapa kali mengundjungi pelabuhan Melaju. Jang akan dibitjarakan ,

disini bukanlah pernjataan I-ts’ing mengenai bajang-bajang diwelaca-

kra, jang bertalian dengan letaknja ibukota Sriwidjaja, melainkan per-

njataannja tentang pelabuhan tempatnja singgah dalam perdjalanan

dari India ke Tiongkok. Perdjalanan pulang dari Nalanda pada tahun

685 diuraikan oleh I-ts’ing setjara singkat. Uraiannja demikian:

,,I-ts’ing berangkat dari Tan-mo-lo-ti (Tamralipti atau Tamluk)

menudju Ka-cha (Kataha atau Kedah). Singgah disini sampai musim

dingin. Dengan menumpang perahu radja ia berangkat dari sini (Ke­

dah) keselatan menudju tanah Melaju, jang sekarang mendjadi bagian

Fo-shih (Sriwidjaja). Pelajaran itu makan waktu selama sebulan.

Umumnja perahu itu datang dinegeri Melaju pada bulan kedua. Ting­

gal disini (dinegeri Melaju) sampai pertengahan musim panas. Lalu

berangkat keutara menudju Kwang-tung (Kanton). Lebih kurang se­

bulan kemudian sampai ditempat tudjuan.”

Dari pernjataan I-ts’ing itu njata sekali bahwa perdjalanan dari

India ke Tiongkok melalui pelabuhan Melaju. Dari pelabuhan Melaju

perahu terus menudju keutara kearah Kwang-tung. Dengan kata lain

pelabuhan Melaju adalah tempat berlabuh perahu jang berlajar dari

Kedah melalui Selat Malaka dan jang berlajar dari Tiongkok melalui

laut Tiongkok Selatan menudju India. I-ts’ing tidak mengatakan bahwa

perdjalanan dari Selat Malaka ke Tiongkok melalui Sriwidjaja atau

Fo-shih. Demikianlah pelabuhan Melaju menguasai lalu-lintas pelajaran

dari laut Tiongkok Selatan ke Selat Malaka dan kebalikannja. Berda­

sarkan pernjataan I-ts’ing tersebut diatas maka letak pelabuhan Melaju

dalam soal menguasai pelajaran di Selat Malaka dan dilaut Tiongkok

Selatan lebih baik daripada pelabuhan Fo-shih. Saudara Sukmono

djustru mendasarkan penjelidikannja dari sudut geomorfologi pada

penguasaan pelajaran di Selat Malaka dan dilaut Tiongkok Selatan.

Oleh karena itu ia djustru memperkuat pendapat bahwa jang terletak

di Djambi ialah pelabuhan Melaju, bukan pelabuhan Sriwidjaja. Letak

pelabuhan Melaju jang sangat ideal itu memperkuat pernjataan I-ts’ing

tentang pelabuhan Melaju jang menguasai lalu-lintas pelajaran di Selat Malaka.

102

Page 102: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pelabuhan Sriwidjaja tersisih dari lalu-lintas perahu dari Tiongkok

ke Selat Malaka dan kebalikannja. Djambi mempunjai kedudukan jang

djauh lebih penting daripada Palembang, jang hanja disinggahi oleh

kapal-kapal jang melewatinja dalam pelajarannja antara Selat Malaka

dan Pulau Djawa sadja. Lagipula Djambi itu letaknja menghadap kelaut

bebas, sedangkan Palembang pada suatu selat sadja, jaitu selat Bangka.

Demikianlah kedudukan pelabuhan Djambi djauh lebih penting dari­

pada pelabuhan Palembang.

Djika saudara Sukmono mengidentifikasikan Djambi itu dengan pusat

Sriwidjaja, dimanakah lokalisasi pelabuhan Melaju? Pertanjaan itu

setjara tidak langsung didjawab dengan mengemukakan lokalisasi pe­

labuhan Melaju oleh Moens: Maka menarik perhatianlah, bahwa Moens

djustru mengidentifikasikan Melaju itu dengan Palembang .......

Dengan djelas dinjatakan oleh I-ts’ing bahwa dalam perdjalanannja

ke Nalanda di India, baik I-ts’ing maupun Wu-hing berangkat dari

Fo-shih menudju Melaju, kemudian terus ke Ka-cha (Kedah). Djika

pelabuhan Melaju itu adalah pelabuhan Palembang seperti jang di­

sarankan oleh Moens, maka I-ts’ing dan Wu-hing untuk berangkat

ke India jang letaknja disebelah barat, harus pergi ketimur dahulu,

karena Palembang letaknja disebelah timur atau tenggara Djambi. Hal

jang demikian agak aneh, tidak termakan akal. Ketjuali kalau mereka

itu mempunjai kepentingan istimewa di Palembang!

Soal jang perlu mendapat perhatian ialah penjamaan San-fo-ts’i de­

ngan (Muara) Tembesi. Logis sekali bahwa saudara Sukmono ber­

dasarkan lokalisasi pusat keradjaan Sriwidjaja di Djambi, lalu meng­

identifikasikan San-fo-ts’i dengan Tembesi, jang terletak ditempuran

sungai Tembesi dengan sungai Batang Hari. Tembesi adalah satu-

satunja tempat didaerah Djambi jang bunjinja hampir serupa dengan

San-fo-ts’i, namun keserupaan bunji itu tidak dapat didjadikan alasan

untuk penjamaan tanpa memperhatikan keterangan-keterangan lain.

Penjamaan itu samasekali tidak tjotjok dengan pemberitaan dari sum­

ber Tionghwa jang menjatakan letaknja San-fo-ts’i. Sudah pasti bahwa

ada diantara berita-berita Tionghwa itu jang boleh dipertjaja. Dalam

hal ini saja kutip pernjataan Ying-yai-sheng-lan (1416), jang isinja,

bahwa Chiu-chiang sama sadja dengan negara jang sebelumnja disebut

San-fo-ts’i, djuga disebut Po-lin-pang, ada dibawah kekuasaan Djawa.

Kapal-kapal jang datang dari manapun, masuk selat Peng-chia (Bang­

ka) jang berair tawar. Didekatnja adalah tempat bertegak banjak

pagoda jang dibuat dari bata. Kemudian para pedagang mudik kehulu,

djalannja makin lama makin sempit, menudju ibukota.

Berdasarkan (berita Tionghwa diatas jang serba djelas uraiannja

njatalah bahwa San-fo-ts’i terletak di Palembang. Drs. Sukmono meng­

103

Page 103: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

anggap pasti penjamaan antara San-fo-ts’i dan (Muara) Tembesi.

P e n j a m a a n itu ketjuali berdasarkan keserupaan bunji, lokalisasi Sri-

widjaja dikota Djambi, djuga berdasarkan berita Tionghwa pada za­

man pemerintahan radjakula Sung (960- 1279) dimana didjumpai

radja Chan-pi” dikeradjaan San-fo-ts’i. Chan-pi dan San-fo-ts’i ber­

s a m a - s a m a tidak memberi kesangsian lagi untuk mengidentifikasikannja

dengan Djambi dan (Muara) Tembesi, menurut pendapatnja.

Mengenai radja „Chan-pi” kiranja tidak mutlak demikian tafsiran-

nja. Sumber berita itu ialah Sung Hui Yao. Demikian beritanja: „Pada

tahun kelima pemerintahan Yuan Fong (jakni pada tahun 1082) bulan

10 tanggal 17, Sun Chiang, wakil kepala urusan pengangkutan dan

wakil kepala urusan dagang menjatakan bahwa wakil umum para pe­

dagang asing dinegeri laut Selatan menjampaikan surat kepadanja jang

ditulis dengan bahasa Tionghwa. Surat tersebut berasal dari radja

Chan-pei (Djambi) bagian dari San-fo-ts’i dan dari puteri radja, jang

diserahi kekuasaan mengawasi urusan negara San-fo-ts’i. Mereka me­

ngirimkan .kepadanja 227 tahil su-Iung (perhiasan), rumbia, kamfer

dan 13 potong pakaian.

Peristiwa ini terdjadi sesudah penundukan Sriwidjaja, Melaju dan

negara-negara lainnja oleh radja Coja seperti tertjatat pada piagam

Tanjore (tahun 1030). Oleh karena itu jang dimaksud dengan puteri

radja disini ialah puteri keturunan radja asing jang memerintah San-

fo-ts'i. Beliau dibantu oleh radja Djambi, jang telah ditaklukkan oleh

radja Cola, dan karenanja djuga mendjadi radja bawahan San-fo-ts’i.

Tan Yeok Seong memberi tafsiran, bahwa pada tahun 1082 ada dua

pemerintahan, jang politiknja sedjalan. Jang satu pendjadjah, jang lain

asli. Jang pendjadjah berpangkal di Palembang, jang asli di Djambi.

Dengan kata lain radja pendjadjah itu bertachta di Sriwidjaja, jang

lain didaerah Melaju. Djelaslah bahwa radja Chan-pei itu tidak me­

nguasai San-fo-ts’i, tetapi malah kebalikannja. Bahwa radja San-fo-ts’i

pada waktu itu bukan lagi orang asli, terbukti dari piagam Kanton

jang diketemukan pada tahun 1959 tentang „Chung Siu Tien Ching

Kuan Chi” jakni Laporan pembangunan kembali tjandi Ten Ching.

Tjandi Kanton jang telah rusak itu diperbaiki atas biaja radja San-

fo-ts i pada tahun 1079. Dengan djelas dinjatakan pada piagam itu

bahwa radja San-fo-ts’i jang bersangkutan ialah Ti-hua-ka-lo (Dewa

Kulottungga). Piagam Kanton ini akan kita bahas dibelakang.

Dimana letaknja San-fo-ts’i, dari uraian Ying Yai Sheng Lan

telah djelas, jakni di Palembang. San-fo-ts’i tidak mungkin diidentifi­

kasikan dengan Tembesi jang terletak didaerah Djambi. Hingga

sekarang ahli sedjarah menerima penjamaan antara San-fo-ts’i dan

104

Page 104: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Shih-li-fo-shih, jang pada hakekatnja masih merupakan persoalan.

Penjamaan itu menurut pendapat saja tidak dapat diterima (lihat pasal

K ERADJAAN SAN-FO-TS’I). Oleh karena San-fo-ts’i bagaimana­

pun adalah transkripsi Tionghwa dari nama asli atau Sansekerta,

jang menurut berita Tionghwa terdapat di Palembang, maka kita harus

mentjari tempat didaerah tersebut jang mungkin dapat disamakan,

tidak mentjarinja didaerah Djambi. Djustru oleh karena Djambi jang

disangka saudara Sukmono pusat keradjaan Sriwidjaja, terbukti pela­

buhan Melaju, maka andjuran untuk mentjari San-fo-ts’i di Palembang

beralasan lebih kuat lagi.

Drs. Sukmono mengemukakan peninggalan-peninggalan purbakala *

di Palembang, jang djelas menundjukkan adanja agama Buda Maha-

yana di Palembang. Peninggalan itu terutama berupa artja Buda, ber­

asal dari Bukit Siguntang. Tjoraknja dapat dikembalikan kepada lang­

gam Amarawati. Peninggalan purbakala ini lalu dihubungkan dengan

pernjataan I-ts’ing, bahwa didaerah laut Selatan dimana-mana agama

Buda jang didjumpainja adalah agama Buda Hinayana, ketjuali dinegeri

Melaju. Disini terdapat beberapa penganut agama Buda Mahayana.

Peristiwa tersebut menurut pendapatnja menutup segala kemungkinan

untuk melokalisasi Sriwidjaja di Palembang. Ditambahkannja pendapat

Moens, bahwa keradjaan Melaju berpusat di Palembang. Penundjukan

Moens mengenai lokalisasi pelabuhan Melaju di Djambi (?) tidak ber­

sifat mutlak.

Oleh karena di Palembang diketemukan artja Buda Mahayana, Drs.

Sukmono mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan Palembang se­

bagai pusat keradjaan Sriwidjaja tertutup samasekali. Ia membatasi

diri sampai kepada pernjataan I-ts’ing jang didasarkan atas keadaan

pada achir abad ke 7.

Pernjataan I-ts’ing mengenai agama Buda Mahayana dan Hinayana

didaerah laut Selatan tidak bersifat mutlak. Sebagai bukti dapat di-

kemukakan pernjataan piagam Talang Tuwo, jang diketemukan di­

daerah sekitar Palembang dan bertarich tahun 684, setahun sesudah

piagam Kedukan Bukit. Tidak ada orang jang menjangkal bahwa

piagam Talang Tuwo adalah piagam Sriwidjaja. Piagam itu adalah

piagam „pranidhana” jakni pemberian suatu hadiah oleh radja Sriwi­

djaja kepada masjarakat. Piagam Talang Tuwo dikeluarkan atas pe­

rintah Dapunta Hyang Sri Djajanaga. Djadi merupakan pernjataan

resmi dari putjuk pimpinan pemerintahan Sriwidjaja. Piagam tersebut

djelas sekali menguraikan adjaran agama Buda Mahayana, istimewa

aliran , tantrisme, karena disitu tertjatat wajragarira. Tidak dapat di­

katakan bahwa pernjátaan piagam itu semata-mata dimaksud untuk

mengelus-elus perasaan rakjat jang memeluk agama Buda Mahayana

105

Page 105: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Oleh karena pernjataan tersebut adalah per- diwilajah Sriwi jaja diambil kesimpulan, bahwa adjaran agama

njataan resmi, ma a ntrisme itu dipeluk di Sriwidjaja, setidak-tidak- B»da Mahayana al.ta»|ta»m memerintah pada’tall„„ 68„. Rupa.

nja tidak dilarang jkap toleransi antara agama Buda Mahayana

rupanja memang a Hinayana aliran Mulasarwastiwadanikayaa l i r a n t a n t r i s m e dan d d^ n.a diperlakukan sama oleh radja Sri-

iwilajah Sriwi jaja , ecjakan Perlakuan jang demikian itu terbukti

wi jaja, tanpa mem ¿eta Tionghwa jang beraliran agama Buda

ari penerimaan pa pendeta dari Srilangka Wadjrabodhi, jangHinayana dan penerimaan p« a j j a

/ Mahayana. Pada tahun 717 pendeta Wadjra-

h W - 13!? ^ k a t dari Srilangka dengan 35 perahu Persi menudjuo i erang d_ s riwidjaja, diterima oleh radja Sriwidjaja

long o . a si ¿ ¡ p e r l a k u k a n dengan baik. Bahkan pendeta ini dengan hormat dan a*P . .malah tinggal selama lima bulan di Sriwidjaja, menunggu tibanja

musim angin baik. Lagipula I-ts ing djuga setjara mutlak mengatakan

bahwa dikeradjaan Sriwidjaja hanja ada agama Buda Hinayana aliran

Mulasarwastiwadanikaya. Pernjataan I-ts ing mengenai agama Buda

dinegeri-negeri dilaut Selatan itu ditutup dengan kalimat: „Agama jang

dipeluk dinegeri ini terutama aliran Hinayana, ketjuali dinegeri Melaju.

Dinegeri-negeri ini sedikit sadja pengikut aliran Mahayana." Djadi

adanja agama Buda aliran Mahayana dikeradjaan Sriwidjaja tidak ter­

tutup samasekali. Terbukti bahwa piagam Talang Tuwo jang terang

adalah piagam Sriwidjaja, menguraikan adjaran agama Buda M aha­

yana.Kesimpulan jang diambil oleh saudara Sukmono ialah bahwa pusat

keradjaan Sriwidjaja terletak di Djambi dan pusat keradjaan Melaju

di Palembang, meskipun pendapat jang terachir ini tidak dinjatakan

setjara tegas, hanja dengan mengingatkan, bahwa Moens djustru meng­

identifikasikan Melaju dengan Palembang. Andaikata pelabuhan M e­

laju itu di Palembang, maka ada kesulitan mengenai pentafsiran pe­

lajaran I-ts’ing dari Fo-shih ke Nalanda. Baik I-ts’ing maupun Wu-hing

pernah mengadakan pelajaran dari Fo-shih ke Mo-lo-yeu terus ke Ka~

cha (Kedah). Pelajaran I-ts’ing dari Fo-shih ke Nalanda menurut pen­

dapat saja harus ditafsirkan, bahwa I-ts’ing melalui pelabuhan Melaju

terus ke Kedah. Ini berarti bahwa pelabuhan Melaju terletak diantara

Sriwidjaja dan Kedah. Djika pelabuhan Melaju itu dilokalisikan di Pa­

lembang, maka pelajaran itu menudju timur dahulu, lalu kembali lagi

ke Sriwidjaja terus ke Kedah. Perdjalanan jang demikian terang tidak

normal, tidak biasa. Pelajaran dari Kedah ke Tiongkok menurut taf-

siran saudara Sukmono lalu harus melalui Sriwidjaja jang disebut Fo-

shih. I-ts’ing tidak mengatakan demikan. Dalam perdjalanannja dari

106

Page 106: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

India ke Sriwidjaja I-ts’ing berkata: .,Dari sini (Tan-mo-lo-ti) kapal

berlajar dua bulan kearah tenggara untuk sampai di Ka-cha. Pada wak-

-tu itu kapal dari Fo-shih akan berlabuh di Ka-cha. Kedatangan pe­

rahu dari Fo-shih umumnja pada bulan pertama atau bulan kedua.

Mereka jang akan berangkat ke Sinhala (Srilangka) berlajar kearah

barat daja. Kata orang pelajaran itu sedjauh 700 jodjana. I-ts ing sing­

gah di Ka-cha sampai musim dingin, lalu 'berlajar lagi kearah selatan

sebulan lamanja menudju tanah Mo-lo-yeu, jang pada waktu itu sudah

mendjadi bagian Fo-shih; banjak negeri-negeri jang mendjadi bawah-

annja. Pada umumnja kedatangan perahu disana pada bulan pertama

atau bulan kedua. Tinggal disana sampai pertengahan musim panas,

lalu berangkat lagi keutara; kira-kira sesudah sebulan berlajar, sampai

di Kwang-fu.”

Djadi pelajaran dari Selat Malaka menudju Tiongkok melalui pela­

buhan Melaju, tidak melalui pelabuhan Sriwidjaja. Djadi pelabuhan

Melaju menguasai lalu-lintas kapal dari Selat Malaka ke Tiongkok.

Pelabuhan jang menguasai lalu-lintas kapal di Selat Malaka adalah

pelabuhan Djambi. Djadi pelabuhan Melaju adalah pelabuhan Djambi.

Berdasarkan pernjataan I-ts’ing jang melakukan pelajaran itu sendiri,

maka identifikasi pelabuhan Melaju dengan pelabuhan Palembang

tidak mungkin.

Saja sependapat sepenuhnja dengan Drs. Sukmono, bahwa piagam

persumpahan Telaga Batu itu sangat mengerikan. Namun sifat jang

mengerikan itu belum menutup kemungkinan lokalisasi pusat keradjaan

Sriwidjaja disekitar Telaga Batu didaerah Palembang. Djustru karena

pada piagam Telaga Batu itu terdapat nama-nama djabatan jang

mempunjai hubungaan erat dengan putjuk pemerintahan (pemerintahan

pusat), berbeda dengan jang terdapat pada piagam persumpahan Ka­

rang Brahi dan Kota Kapur, maka saja lebih tjenderung untuk melokali­

sasikan pusat keradjaan Sriwidjaja disekitar Telaga Batu. Keterangan

itu diuraikan dibawah.

Meskipun piagam persumpahan Telaga Batu itu senafas dengan

piagam persumpahan Karang Brahi dan Kota Kapur, namun redaksinja

berbeda. Redaksi piagam Kota Kapur dan Karang Brahi boleh dikata­

kan sama. Jang saja maksud ialah orang-orang jang disebut dalam

persumpahan sesudah bagian awal jang menguraikan Tandrun Luah

dan Kandra Kayet. Apa jang disebut pada piagam Telaga Batu ber­

beda dengan apa jang disebut pada piagam Karang Brahi dan Kota

Kapur. Perbedaan redaksi ini menimbulkan pertanjaan, apa sebabnja

berbeda? Menurut paham saja tiap pengeluaran piagam harus meng­

ingat untuk siapa piagam itu dikeluarkan. Betul bahwa ketiga piagam

persumpahan itu menjangkut seluruh lapisan masjarakat diwilajah Sri-

107

Page 107: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

widjaja, namun susunan lapisan masjarakat dipusat keradjaan berbeda

dengan susunan masjarakat dikota ketjil atau didusun.

Didesa terang tidak ada radjaputra atau bupati. Oleh karena itu

nama djabatan radjaputra dan bupati tidak akan disebut pada piagam

jang diperuntukkan bagi masjarakat desa. Penjebutan pelbagai djabatan

pada piagam Telaga Batu menundjukkan bahwa piagam tersebut di­

alamatkan kepada masjarakat dimana terdapat pemegang djabatan-

djabatan jang bersangkutan. Batu piagam itu dengan sendirinja dipa­

sang ditempat jang didiami oleh pelbagai pedjabat tersebut. Piagam

persumpahan jang memuat nama djabatan tinggi itu diketemukan di

Telaga Batu. Mungkin sekali memang sedjak semula piagam itu di-

tempa'tkan disitu. Tidak ada orang jang dapat mengatakan, dari mana

asal batu piagam tersebut. Kesimpulannja ialah bahwa tempat disekitar

Telaga Batu pada achir abad 7 didiami oleh radjaputra, bupati, sena­

pati, dandanajaka dan sebagainja. Djabatan-djabatan ini adalah dja­

batan tinggi dalam pemerintahan. Pedjabat-pedjabat tinggi seperti itu

tinggal disekeliling radja; dengan kata lain tinggal diibukota.

Lebih djelas lagi, djika kita membatja baris 9 sampai 1 1 . Disitu di­

uraikan, barangsiapa memberi tahu kepada bini hadji tentang keadaan

didalam rumah, dan membudjuknja untuk mengambil barang mas-

masan atau bersekutu dengan para pekerdja didalam rumah, akan

termakan sumpah. Jang dimaksud dengan bini hadji ialah isteri radja

jang bukan permaisuri. Jang dimaksud dengan rumah ialah istana

radja. Mungkin sekali tidak semua bini hadji tinggal didalam keraton,

sehingga ada kemungkinan bahwa bini hadji tidak tahu 'keadaan di­

dalam. Terutama bini hadji jang tinggal diluar. Para pekerdja didalam

istana tentu mengetahui seluk-beluk keraton. Barangsiapa bermaksud

djahat terhadap radja, ia akan bersekutu dengan mereka. Bagai­

manapun bini hadji tinggal disekitar istana, setidak-tidaknja didalam

atau sekitar ibukota jang didiami oleh radja.

ada baris 11 terdapat kata kadatuan. De Casparis memberi tafsir-

an’ kaW a kata kadatuan ini sama dengan kata Djawa kadaton, ke­

raton jakni: istana radja. Jang berarti wilajah datu ialah pardatuan

atau pardatvan.

Utjapan-utjapan diatas memberikan kesan, bahwa istana radja ter­

apat disekitar tempat bertegak batu persumpahan Telaga Batu. Dji-

a analisa diatas itu benar, maka kesimpulannja ialah, bahwa ibukota

era jaan Sriwidjaja pada abad 7 adalah kota Palembang sekarang, egasnja terletak disekitar Telaga Batu.

•M . Schnitger antara tahun 1935 dan 1936 dalam penggalian di

e a9a Batu memperoleh timbunan-timbunan bata. Batu-batu s'tddha-

yatra banjak kedapatan disitu. Mungkin timbunan bata itu bukan

108

Page 108: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

bekas keraton, melainkan bekas wihara jang didirikan disitu. Oleh

karena itu kita masih harus berusaha mentjari dimana kiranja letak keraton Sriwidjaja.

O leh karena telah diambil kesimpulan bahwa pusat keradjaan Sri­

widjaja ada disekitar Telaga Batu dikota Palembang, dengan sendirinja

kita beranggapan bahwa jang disebut sungai Fo-shih oleh I-ts’ing

ialah sungai Musi. Penjebutan jang demikian biasa sekali. Bagian

sungai jang mengalir melalui suatu kota, disebut oleh penduduk dengan

nama kota jang bersangkutan. Sungai Batang Hari disebut oleh pen­

duduk Djambi, sungai Djambi. Sungai Brantas, djika telah masuk kota

Surabaja, disebut kali Surabaja. Ibukota Sriwidjaja dilalui oleh sungai

Sriw idjaja jang disebut oleh I-ts’ing sungai Fo-shih. Sungai itu ialah

sungai Musi zaman sekarang. Menurut penjelidikan geomorfologi jang

dilakukan oleh saudara Drs. Sukmono pada abad ke 7 kota Palembang

terletak dipantai laut pada udjung djazirah. Nama Palembang pada

waktu itu belum dikenal. Nama itu baru dikenal pada abad 13 dalam

Chu-fan-chi dan sedjarah Ming. Seperti telah disinggung dimuka da­

lam Ying-yai-sheng-lan (tahun 1416) kota itu disebut Po-lin-pang.

M ungkin nama itu telah ada pada abad ke 7, tetapi nama itu tidak

digunakan untuk menjebut kota jang bersangkutan. Kota jang bersang­

kutan disebut oleh berita-berita Tionghwa dan oleh I-ts’ing, Shih-li-

fo-shih, dan pada piagam Sriwidjaja jang paling tua jakni piagam

Kedukan Bukit tahun 683, Sriwidjaja. Nama kota Palembang djelas

berasal dari kata Sansekerta palimbang(a): breaking of the margin,

breaking of the edge. Sudah terang bahwa muara sungai Musi ter­

masuk w ilajah Sriwidjaja dan digunakan sebagai pelabuhan Sriwidjaja.

Pada muaranja terdapat tempat jang disebut Shih-li-fo-shih, jakni

Sriw idjaja alias Palembang zaman sekarang.

Pada waktu pendeta I-ts’ing mengundjungi Sriwidjaja, agama Buda

dikeradjaan Sriwidjaja sedang berkembang. Dikatakannja bahwa di-

ibukota, jang dikelilingi oleh benteng, terdapat lebih daripada 1000 pendeta Buda, semuanja radjin mentjurahkan perhatiannja kepada ilmu

dan mengamalkan adjaran Buda. Mereka melakukan penjelidikan dan

mempeladjari ilmu jang ada pada waktu itu, tidak ada bedanja dengan

Madhya~deqa di India. Aturan-aturan dan upatjara keagamaan sama-

sekali tidak berbeda. Oleh karena itu diandjurkannja, bila ada pendeta

Tionghwa jang ingin pergi ke India untuk mengikuti adjaran-adjaran

dan memfeatja teks-teks asli, ada baiknja mereka itu tinggal di Sriwi­

djaja dua/tiga tahun dahulu untuk berlatih, sebelum berangkat ke India

Tengah. Demikianlah keadaan pusat keradjaan Sriwidjaja pada achir

abad ke 7 menurut uraian I-ts’ing. Dengan djelas dinjatakan bahwa

ibukota Sriwidjaja dikelilingi' benteng.

109

Page 109: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Berita jang tertua mengenai keradjaan Melaju berasal dari T ’ang-

hui-yao jang disusun oleh Wang-p’u pada tahun 961 pada masa peme­

rintahan dinasti T ’ang dan dari Hsin T ’ang Shu, jang disusun pada

awal abad ke 7 pada masa pemerintahan dinasti Sung atas dasar se-

djarah lama, jang teridiri dari T ’ang-hui-yao seperti tersebut diatas

dan Tse-fu-yuan-kuei', susunan Wang-ch’in-jo dan Yang I antara

tahun 1005 dan 1013. Menurut berita itu keradjaan Melaju mengirim­

kan utusan ke Tiongkok pada tahun 644/5. Pengiriman utusan ke T i­

ongkok oleh keradjaan Melaju pada abad ke 7 hanja tertjatat satu kali

itu sadja. Selama itu jang nampak diistana kaisar utusan dari keradjaan

Sriwidjaja jang disebut Shih-li-fo-shih.

Dalam Hsin T'ang Shu tertjatat bahwa keradjaan Shih-li-fo-shih

mengirim utusan ke Tiongkok pada mangsa waktu 670 — 673 dan

713— 741. Sedjak itu utusan Shih-li-fo-shih tidak lagi kedengaran.

Pada masa pemerintahan radjakula Sung negeri dilaut Selatan jang

namanja San-fo-ts'i mengirim utusan ke Tiongkok ¡berkali-kali. Sung

Shih mentjatat kedatangan utusan itu pada tahun 960, 962, 971, 972,

974, 975, 980, 983, 985 dan 988. Utusan jang terachir ini tinggal di

Kanton sampai tahun 990, karena mendengar bahwa negerinja, San-

fo-ts’i sedang diserang oleh tentara dari Cho-p’o.

D jika kita memperhatikan berita tentang utusan keradjaan Melaju

jang tertjatat dalam T ’ang-hui-yao dan membandingkannja dengan

berita tentang utusan keradjaan Sriwidjaja jang terdapat dalam Hsin

T ’ang Shu, maka terdapat kepastian bahwa keradjaan Melaju telah

berdiri pada tahun 644/5. Pada waktu itu keradjaan Sriwidjaja belum

mengirimkan utusan ke Tiongkok. Kepastian berdirinja negara Sriwi­

djaja baru pada tahun 670, ketika negara itu mengirimkan utusan jang

pertama kali ke Tiongkok. Sedjak timbulnja keradjaan Sriwidjaja ne­

geri Melaju tidak lagi mengirim utusan ke Tiongkok. Demikianlah

dapat dipastikan bahwa negeri Melaju lebih dahulu berdiri daripada

Sriwidjaja. Berdasarkan berita tersebut pengiriman utusan ke Tiong­

kok oleh kedua keradjaan tersebut berselisih 25 tahun.

Pertanjaan jang timbul ialah mengapa keradjaan Melaju tidak lagi

mengirim utusan, sedjak timbulnja keradjaan Sriwidjaja? Djawaban

atas pertanjaan itu diberikan oleh pendeta I-ts’ing dalam bukunja

Memoire dan Record jang menjatakan bahwa keradjaan Melaju telah

mendjadi bagian Sriwidjaja. Tiap kali ia menjebut nama keradjaan

Melaju, selalu dibubuhi, keterangan: jang sekarang telah mendjadi ba­

gian Sriwidjaja.

Keradjaan Melaju dan Sriwidjaja

110

Page 110: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pada bulan 11 tahun 671, I-ts’ing berangkat menurutkan bintang Yi

dan Chen meninggalkan Kanton menjusur pantai kearah selatan. W ak ­

tu berpisah dengan bintang Chi, dua lajar jang masing-masing pan-

djangnja lima helai kain kampas, melambai-lambai, kapal meninggalkan

sisi utara jang kegelap-gelapan, mengarungi lautan, menerdjang ge­

lombang besar-besar setinggi gunung. Sesudah hampir duapuluh hari

berlajar, kapal sampai dipelabuhan Sriwidjaja. Di Sriwidjaja ia men­

darat dan menetap selama enam bulan untuk beladjar Sabdavidya

jakni tatabahasa Sansekerta. Atas bantuan radja Sriwidjaja kemudian

ia berangkat kepelabuhan Melaju, jang sekarang mendjadi bagian Sri-

widjaja.

Keterangan tambahan itu harus ditafsirkan, bahwa pendeta I-ts’ing

pernah menjaksikan negeri Melaju sebagai keradjaan merdeka. Ke­

datangan I-ts’ing jang pertama kali di Sriwidjaja ialah pada achir

tahun 671. Setelah enam bulan menetap di Sriwidjaja untuk beladjar

tatabahasa Sansekerta, dengan bantuan radja Sriwidjaja ia berlajar

kepelabuhan Melaju untuk melandjutkan perdjalanannja ke Nalanda.

Djadi pada tahun 671 keradjaan Melaju masih merdeka. Tetapi dalam

Record dan Memoire setiap kali ia menjebut nama keradjaan Melaju

selalu dibubuhi keterangan bahwa keradjaan itu „sekarang mendjadi

bagian Sriwidjaja”. Record dan Memoire ditulis oleh I-ts’ing dikera-

djaan Sriwidjaja, sesudah ia pulang dari Nalanda tahun 685. Demi­

kianlah penundukan keradjaan Melaju itu harus terdjadi sebelum

I-ts’ing menjelesaikan bukunja Record dan Memoire. Kita tetapkan

dahulu bila kedua karja itu ditulis oleh I-ts’ing.

Berdasarkan salah batja mengenai nama jang terdapat pada piagam

Kedu'kan Bukit achir baris 7, Krom menganggap bahwa piagam Ke­

dukan Bukit mempunjai hubungan dengan penundukan keradjaan

Melaju. Dugaan itu didasarkan terutama pada berita I-ts’ing tentang

negeri Melaju dalam Record dan Memoire. De Casparis menaruh

banjak keberatan terhadap pendapat Krom itu. Bahwa penundukan

negeri Melaju itu terdjadi sebelum tahun 692 seperti dikemukakan oleh

Krom, tidaklah disangkal, karena berita itu memang termuat dalam

Record dan Memoire, jang dikirim ke Kanton pada tahun 692. Dalam

bulkunja Hindoe-Javaansche Geschiedenis hal. 116, Krom berpendapat

bahwa I-ts’ing menulis Record dan Memoire antara tahun 689 dan

692. Andaikata buku itu telah selesai sebelumnja, maka I-ts’ing akan

membawanja sendiri ke Kanton pada tahun 689. Uraian mengenai

keadaan keradjaan Sriwidjaja harus tertjatat antara tahun 689 dan

692. Oleh karena itu peristiwa penundukan keradjaan Melaju harus

terdjadi sebelum tahun 692. Demikian Krom.

111

Page 111: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Menurut pendapat saja alasan Krom tentang selesainja penulisan

Record dan Memoire diatas sesungguhnja kurang tepat, karena ke-

berangkatan I-ts’ing ke Kanton pada tahun 689 tidak disengadja. Ia

bermaksud menitipkan surat jang berisi permintaan, supaja dikirimi

kertas, tinta dan kue-kue dari Kanton. Tetapi karena pada waktu itu

tiba angin baik, perahunja berangkat. I-ts’ing ikut terbawa (Memoire

hal. 176). Andaikata Record dan Memoire itu telah selesai ditulis,

tidak akan terbawa djuga, karena I-ts’ing tidak ada maksud untuk

pulang ke Kanton. Pelajarannja ke Kanton pada tahun 689 tanpa per­

siapan.

Memoire ditulis kemudian daripada Record, karena Memoire me-

njebut Record dua kali. Tetapi baik kata pengantar Record maupun

kata pengantar Memoire ditulis kira-kira pada waktu jang sama, ka­

rena kata pengantar itu saling sebut-menjebut. Kedua-duanja menjata-

kan bahwa isi Memoire 2 volume, dan Record 4 volume (40 pasal).

Suplemen Memoire sudah barang tentu ditulis sesudah teks Memoire

selesai. Ketika I-ts'ing menulisnja, Tao-hung berumur 23 tahun; pada

tahun 689 ketika ia menggabungkan diri pada I-ts’ing, ia berumur

20 tahun. Demikianlah Suplemen Memoire itu selesai pada tahun 692.

Kata pengantar Record, Memoire dan Suplemen Memoire selesai di­

tulis kira-kira pada waktu jang sama. W aktu I-ts’ing menjelesaikan

bab (pasal) X X X IV dari Record, ia berkata, bahwa ia tinggal di Sri-

widjaja sudah lebih daripada empat tahun, sedjak kedatangannja dari

India. Pada pasal X X III ia berkata bahwa ia sudah duapuluh tahun

lebih mengembara. Ini berarti bahwa pada waktu itu tahun 691 atau

tahun 692, karena ia meninggalkan Kanton pada achir tahun 671.

Demikianlah dapat diambil kesimpulan, bahwa Record itu ditulis antara

tahun 691 dan bulan kelima tahun 692, karena pada bulan kelima

tahun 692 buku itu dititipkan kepada pendeta Ta-chin jang berangkat

ke Kanton. Empat tahun sebelum tahun 691/692 ialah tahun 688/689.

Kita lihat bahwa I-ts’ing pada tahun 689 sudah ada di Sriwidjaja.

Djadi pulangnja kembali dari India kira-kira tahun 688. Didalam kata

pengantar Record I-ts’ing menjebut negeri Melaju dalam rangkaian

negara-negara dilaut Selatan, jang memeluk agama Buda. Pada pe-

njebutan itu ditambahkan keterangan „jang sekarang mendjadi bagian

keradjaan Sriwidjaja”. Djuga dalam Memoire ia menjebut negeri M e­

laju dengan tambahan jang sama. Demikianlah ketika I-ts’ing menulis

Record dan Memoire, negeri Melaju itu telah mendjadi bagian ke­

radjaan Sriwidjaja. Pada tahun 686 Sriwidjaja mengeluarkan piagam

persumpahan Kota Kapur di Bangka, jang memuat antjaman kepada

siapapun jang tidak mau tunduk kepada Sriwidjaja. Pada piagam itu

dinjatakan bahwa pada waktu itu tentara Sriwidjaja berangkat ke

112

Page 112: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

i

Djawa. Normal penundukan keradjaan Melaju harus dilakukan lebih

dahulu, sebelum tentara Sriwidjaja berangkat ke Djawa, agar djangan

terpukul oleh negara tetangganja. Lagipula piagam Karang Brahi jang

senafas dengan piagam Kota Kapur, tetapi tanpa tarich tahun, keda­

patan diwilajah keradjaan Melaju, jakni dihulu Batang Hari. Ini ber­

arti bahwa pada waktu itu keradjaan Melaju sudah dikuasai oleh Sri­

widjaja.

Demikianlah penundukan keradjaan Melaju oleh Sriwidjaja terdjadi

sebelum tahun 686. Pendapat itu'kita hubungkan dengan hasil pene­

litian piagam Kedukan Bukit. Tidak lagi dapat dibantah bahwa piagam

Kedukan Bukit adalah piagam jayasiddhayatra jakni piagam perdja-

lanan djaja atau piagam tentang arak-arakan kemenangan. Piagam

itu bertarich tahun Saka 605 atau tahun Masehi 683. Perdjalanan djaja

mempunjai hubungan dengan kemenangan. Kemenangan jahg diperoleh

Sriwidjaja sebelum tahun 686 adalah kemenangan terhadap keradjaan

Melaju. Demikianlah keradjaan Melaju itu ditundukkan oleh keradjaan

Sriwidjaja pada tahun 683. Bahwa piagam Kedukan Bukit adalah pia­

gam perdjalanan djaja, terbukti dari hasil penelitian jang berikut.

Piagam Kedukan Bukit

Piagam Kedukan Bukit hingga sekarang masih merupakan persoalan

jang sulit. Jang mendjadi persoalan ialah pertama-tama apa maksud

piagam Kedukan Bukit itu? Apa jang dimaksud dengan siddhayatra

pada piagam Kedukan Bukit? Dimana letaknja Minanga Tamwa(r)?

Itulah persoalan pokok jang harus dipetjahkan, untuk sekadar menge­

tahui sedjarah Sriwidjaja. Persoalan tersebut bukan persoalan jang

gampang pemetjahannja. Hal ini terbukti dari bersimpang-siurnja pen­

dapat para sardjana baik dalam bidang bahasa, maupun purbakala

serta sedjarah. Bertahun-tahun, mereka mentjurahkan perhatiannja ke­

pada persoalan tersebut, namun hingga sekarang persoalan itu belum

dapat dipetjahkan. Kita tjoba ikut serta memperhatikan persoalan

tersebut. Untuk mendapatkan gambaran tentang udjud piagam tersebut,

pada achir pasal ini kita tjantumkan transkripsi dan terdjemahan pia­

gam tersebut. Dengan djalan demikian dapat mengikuti djalan pikiran

mentjari pemetjahan persoalan.

Tentang piagam Kedukan Bukit ini Krom dalam bukunja Hindoe-

Javaanshe Geschiedenis menulis demikian: „Tidak semuanja terang,

tetapi ziarah untuk mentjari kekuatan gaib itu mentjolok sekali. Peris­

tiwa itu tjotjok dengan pendapat umum ditempat-tempat lain. Mung­

kinlah hal itu berhubungan dengan peristiwa mendirikan keradjaan

Sriwidjaja. Suatu kenjataan ialah, bahwa peristiwa ini memperingati

113

Page 113: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

suatu kedjadian jang penting sekali untuk negara." Krom menambah­

kan tjatatan: „Djelasnja, beberapa kata tidak terang; mungkin itu nama

orang, misalnja sambau (jang telah diterdjemahkan oleh Prof. Purba-

tjaraka: perahu), dan kata jang merupakan teka-teki minanga Tam-

wa(r) tempat radja membebaskan diri.”

Apa jang dikatakan oleh Krom masih sebagai kemungkinan, oleh

Prof. Mr. Moh. Yamin sudah dianggap kepastian. Dalam Laporan

Konggres M I P I hal. 193 ia menulis: „Baru pada tahun 683 dipahat

permakluman proklamasi pembentukan kedatuan Sriwidjaja dengan

resmi diatas batu bertulis Kedukan Bukit di Palembang.”

Demikianlah baik Krom maupun Yamin mengira bahwa piagam Ke­

dukan Bukit adalah piagam proklamasi keradjaan Sriwidjaja. Saja kira

tidak ada hubungannja dengan soal mendirikan negara Sriwidjaja. Ber­

dasarkan berita Tionghwa Hsin Tang Shu keradjaan Sriwidjaja telah

mengirim utusan ke Tiongkok pada tahun 670, djadi 13 tahun sebelum

piagam Kedukan Bukit. Pada tahun 683 keradjaan Sriwidjaja telah

berdiri tegak. Dapunta Hyang sudah mempunjai tentara paling sedikit

dua laksa. Demikianlah anggapan bahwa piagam Kedukan Bukit ada­

lah piagam proklamasi dengan sendirinja tidak dapat dipertahankan.

Pada piagam Kedukan Bukit diuraikan bahwa Dapunta Hyang

mangalap siddhayatra pada tanggal 11 bulan terang waigakha tahun

683. Prof. G. Coedes menganggap bahwa kata siddhayatra jang ke­

dapatan pada piagam Kedukan Bukit itu sinonim dari kata siddhiyatra

pada piagam Nhan-bieu, dan berarti: ziarah untuk mentjari kekuatan

gaib. Demikianlah Coedes beranggapan bahwa piagam Kedukan Bukit

adalah piagam ziarah demi kekuatan gaib. Katanja: „Siddhayatra.

lebih tepat siddhiyatra, berarti: perdjalanan atau ziarah untuk mem­

peroleh kekuatan gaib; itulah arti katanja pada piagam Nhan-bieu.

demikian pula pada piagam Kedukan Bukit. Baginda naik perahu untuk

memperoleh kekuatan gaib di Minanga Tamwa(r).” Pendapat Coedes

itu disetudjui oleh Krom seperti terbukti dari kutipan diatas. Demikian

pula oleh Prof. Nilakanta Sastri. R.A. Kern dalam karangannja jang

termuat dalam B.K.I. 88 tahun 1931 menjamakannja dengan kebiasaan

di Sunda ngalap berkah: mentjari (memperoleh) restu. Dr. B.Ch.

Chhabra membahas kata siddhayatra ini dalam hubungan dengan pe­

dagang mahanavika Buddhagupta, dan dongeng-dongeng jang terdapat

dalam Kathasaritsagara. De Casparis menundjukkan bahwa kata sid­

dhayatra terdapat djuga pada piagam Djawa kuno dari tahun 856

A metrical old Javanese inscription dated 856. Pada strophe 22 terbatja,

bahwa ¡burung bangau, gagak dan angsa serta pedagang disuruh mandi

untuk memperoleh perlindungan. Kalimat itu diikuti kata siddha ta yatra

siha. Meskipun strophe itu masih gelap artinja, namun sudah dapat

114

Page 114: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

diraba, bahwa kata siddhayatra itu digunakan dalam hubungan dengan

burung dan pedagang, jang berpindah-pindah tempat dan berhubungan

dengan air, karena burung-burung dan pedagang itu diandjurkan su-

paja mandi. De Casparis menundjukkan bahwa burung-burung itu

dalam bahasa Sansekerta disebut tirthakaka. Jang mendapat tekanan

dalam soal siddhayatra ini adalah „perpindahan tempat” , dari tempat

jang satu ketempat jang lain.

Setelah memperhatikan pembahasan para sardjana mengenai kata

siddhayatra, timbul pertanjaan jang prinsipiil: Apakah kata siddhayatra

perlu diubah mendjadi siddhiyatra seperti jang dilakukan oleh Coedes?

Saja berpendapat bahwa perubahan itu tidak perlu. Alasannja ialah:

1 . kata siddhayatra itu sadja sudah mempunjai arti jakni: perdjalanan.

2. Kata siddhayatra pada baris 3 itu mempunjai hubungan dengan kata

siddhayatra pada baris 10 dalam bentuk kata madjemuk jayasiddha­

yatra artinja: perdjalanan djaja. 3. Kata siddhayatra dan jayasiddha-

yatra memang terdapat pada batu piagam Kedukan Bukit; bentuk kata

itu memang betul.

Berdasarkan pendapat itu maka batu piagam Kedukan Bukit adalah

piagam siddhayatra, bahkan piagam jayasiddhayatra jakni piagam jang

mentjatat perdjalanan djaja. Sudah djelas bahwa perdjalanan djaja

adalah kedjadian besar dalam kehidupan kenegaraan, karena perdja­

lanan djaja itu mempunjai hubungan dengan kemenangan jang diperoleh

dalam peperangan. Kata jayasiddhayatra digunakan sebagai penutup

tjatatan perdjalanan, termuat pada baris 10. Dalam istilah Djawa

dikatakan: didjadikan gong maksudnja: perkara jang paling penting.

Bahwa piagam Kedukan Bukit itu piagam perdjalanan, terbukti, karena

pada piagam jang terlalu pendek itu tertjatat beberapa perdjalanan,

jakni:

(a) Tanggal 11 bulan terang Waisaka Dapunta Hyang naik perahu.

(b) Tanggal 7 bulan terang Jyestha Dapunta Hyang berangkat dari

Minanga Tamwa(r) dengan tentara.

(c) Tanggal 5 bulan terang bulan Asada Dapunta Hyang datang mem­

buat wanua.

(d) ........... wihara ini diwanua ini. (Tambahan pada petjahan pia­

gam).

Mengenai berita pada (a) tidak dinjatakan bahwa Dapunta Hyang

naik perahu diikuti oleh tentaranja. Berita itu hanja menjatakan, bah­

wa Dapunta Hyang mengadakan perdjalanan dengan naik perahu.

Djarak waktu antara (a) dan (b) ialah 26 hari. Sekonjong-konjong

pada (b) dinjatakan, bahwa Dapunta Hyang berangkat dari Minanga

Tamwa(r) dengan membawa duapuluh ribu tentara. Mengingat sing-

katnja djarak waktu antara berita (a) dan (b) jakni 26 hari sadja.

115

Page 115: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

rupanja perdjalanan Dapunta Hyang tanggal 11 bulan terang bulan

W aisaka itu langsung menudju Minanga Tamwa(r). Dengan kata lain

Dapunta Hyang datang di Minanga Tamwa(r) untuk menggabungkan

diri pada tentara Sriwidjaja jang berdjumlah duapuluh ribu. Dari M i­

nanga Tamwa(r) Dapunta Hyang menudju4 suatu tempat, jang tidak

terbatja seluruhnja. Jang terbatja hanja huruf-huruf ma, ia(ka), dja(?).

Coedes mengira Matadjap; Krom menduga Malayu. Batjaan Krom ini

dibantah oleh de Casparis, karena pada nama itu tidak nampak aksara

la. Aksara jang masih agak terang terbatja pada baris 7 itu menurut

penglihatan saja da; udjudnja sama dengan aksara keenam baris 9

pada kata datang (datam). Coedes djuga mengira kalau bukan da

ialah dja (j) , tetapi ia memilih dja (ja). Aksara tersebut masih disusul

aksara lain jang samar. Jang nampak hanja garis vertikal. Coedes

mengira bahwa garis itu permulaan aksara pa. Menurut penglihatan

saja itu adalah aksara na, serupa dengan na pada kata wanua baris 9.

Djika tidak salah lihat atau salah duga, nama itu kiranja matadanau.

Artinja sama sadja dengan telaga atau danau atau mata air. Nama itu

tjotjok dengan Telaga pada nama Telaga Batu, tempat diketemukannja

beberapa piagam Sriwidjaja, diantaranja jang terpenting dalam hu-

bungannja dengan persoalan kita ialah petjahan piagam siddhayatra

jang memuat kalimat penutup: ....... wihara ini diwanua ini. (De Cas­

paris: Prasasti Indonesia II hal. 14-15).

Piagam tentang mendirikan bangunan biasanja tersimpan dalam

bangunan jang bersangkutan itu sendiri. Tidaklah aneh, djika biara

itu didirikan di Matadanau, jang sekarang disebut Telaga Batu. D a­

punta Hyang beserta tentaranja datang ditempat tersebut dengan

sukatjita. Pada tanggal 5 bulan terang bulan Asada beliau datang

dengan lega gembira membuat wanua. Meskipun tidak dinjatakan

/ datang ditempat mana, namun kiranja sudah djelas, bahwa tempat itu

adalah tempat jang baru sadja disebut. Piagam itu lalu ditutup dengan

kalimat: C^riwijaya jayasiddhayatra subhiksa ....... Perdjalanan Dapunta

Hyang diiringkan oleh duapuluh ribu tentara bukanlah perdjalanan

biasa. Perdjalanan jang demikian adalah perdjalanan djaja. Perdja­

lanan djaja itu mulai dari Minanga Tamwa(r). Perdjalanan djaja me-

njusul suatu kemenangan. Djadi sebelum Dapunta Hyang melakukan

perdjalanan djaja, tentara jang mengiringkannja, memperoleh keme­

nangan dahulu dalam peperangan. Arak-arakan tentara jang dikepalai

oleh Dapunta Hyang menudju tempat dimana beliau akan mendirikan

wanua. Pembuatan wanua itu dimulai pada bulan Asada. Njata sekali

bahwa tentara dua laksa itu berkumpul di Minanga Tamwa(r), dan

dari situ mereka mulai bergerak ke Matadanau, mengadakan arak-

arakan djaja.

116

Page 116: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Minanga Tamwa(r) masih merupakan teka-teki jang belum dapat

ditebak. R.A. Kern dalam terbitannja B.K.I. 88 tahun 1931 menjama-

kan Minanga Tamwa(r) dengan muara Sungai Musi, kata minanga

ditafsirkan: muara. Djika minanga Tamwa(r) ditafsirkan muara su­

ngai Musi, timbul pertanjaan, adakah pernah sungai Musi itu disebut

Tamwa(r)? Dalam Record> I-ts’ing selalu menjebut sungai Fo-shih

atau sungai Sriwidjaja. Namanja sekarang djuga bukan Tamwa(r)

tetapi Musi. Lagipula perdjalanan dari ibukota Sriwidjaja kemuara

sungai Musi tidak akan makan waktu lama seperti dinjatakan di-

muka.

Dalam Riwajat Indonesia Prof. Purbatjaraka menerangkan bahwa

Minanga Tamwa sebagai tempat pertemuan dua sungai. Ia mendasar­

kan keterangannja pada kata tamwa(r) jang menurut pendapatnja

bentuk lama dari kata temu. Pendapat ini sudah terang tidak dapat

dipertahankan. De Casparis segera mengetahui kesalahan itu, karena

pada piagam Talang Tuwo sudah ada kata tmu (temu). Jang di­

maksud oleh Prof. Purbatjaraka dengan pertemuan dua sungai itu

ialah pertemuan sungai Kampar Kanan dan 'Kampar Kiri didaerah

Minangkabau. Dari nama itu Purbatjaraka menerangkan terdjadinja na­

ma Minangkabau. Tidak aneh bahwa nama Minangkabau berasal dari

Minanga Kampar, tetapi suatu pertanjaan ialah, apakah Minanga

Tamwa (r) itu sama dengan Minanga Kampar? De Casparis tidak me-

njatakan pendapatnja setjara positif tentang persoalan Minanga Tam­

wa (r). Ia lebih tjenderung kepada tafsiran muara sebagai pertemuan

antara sungai dan laut. Prof. Moh. Yamin djuga tidak menjetudjui

pendapat Prof. Purbatjaraka. Ia membatjanja Minanga Hambar. Kata

minanga diartikan sungai seperti masih dikenal dalam bahasa Batak,

sedangkan hambar sama dengan tawar. Menurut pendapatnja jang di­

maksud dengan sungai tawar ialah sungai Sengkawak dikaki Bukit

Siguntang. Aksara ta dan aksara ha djauh sekali bedanja. Jang ter-

batja sudah pasti aksara ta bukan ha. Moh. Yamin dikuasai oleh ga­

gasan akan menjamakan kata hambar, tawar. Djika aksara ma{m)

pada hambar itu dimasukkan pada kata tawar, maka kita mendapat­

kan kata tamwar. Tjaranja berpikir unik, tetapi tidak dapat memetjah-

kan persoalan. Kata tamwa(i) tidak perlu diperkosa.

Tidak ada keberatan untuk mengartikan kata minanga itu sungai

atau muara atau pertemuan antara dua sungai. Seperti dikemukakan

oleh Mr. Moh. Yamin kata minanga dalam bahasa Batak masih berarti

sungai. D i Jogjakarta masih dikenal kata winanga sebagai nama su­

ngai dibagian barat kota' Jogja. Di Sumatera dikenal kata binanga

sebagai nama kota ditepi sungai Barumun. Pokoknja minanga mem-

punjai hubungan dengan sungai. Tinggallah sekarang memetjahkan

117

Page 117: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

. . . rp „/_\7 Dalam bahasa Indonesia/Me- persoalan dimana letaknja Tamwa(r)! uaidUi» kata Mnanga dengan arti sungai tidak lagi d,kenal. Kata sudah

Kata-kata zaman sekarang jang mempunjai fonem b. djika kedapatan. i. . i • • „»mnurnai fonem w misalnia: wulan:pada piagam Sriwidjaja, biasanja mempunjai j

bulan; wanak: banjak; serius seribu dsb. Bun„ a pada suku terach.r

berubah mendjadi o dalam bahasa Minangkabau m.salnja s,apa, sapo;

apa: apo; lama: lamo; bersua: bersuo dsb. Zaman sekarang d,seluruh

Sumatera tidak ada sungai jang bernama Tamwa(r). Sudah past. bah­

wa sungai Tamma(r) itu sekarang masih ada, namun naman,a ber­

ubah utjapannja atau ganti baru s a m a s e k a l i . Biasan,a nama ,t„ han,a

berubah bentuknja atau utjapannja, menjesuaikan dm dengan bahasa

masjarakatnja. Djika kita berpegang pada kebiasaan ,ang denukmn ,tu.

mungkin sungai Tamwa itu masih djuga kita kenal d.daerah Djamb.

Hulu. Namanja sekarang ialah Batang Tebo. Kota ,ang terletak pada

pertemuan Batang Tebo dan Batang Hari bernama Muara Teto. B.asa-

nja nama tempat jang terdapat pada pertemuan dua sungai namanja

sama dengan nama sungai tjabang jang masuk a am sungai ian9

lebih besar, didahului dengan kata muara. Misalnja; Muara Tembesi.

Tempat ini terdapat ditempat pertemuan antara sungai Tembesi dan

Batang Hari. Demikianlah kita kenal nama Muara Rupit, Muara

Enim, Muara Tebo, Muara Dua dsb.

Masih ada satu persoalan lagi jang minta perhatian jakni kata

marlepas pada baris 4 dalam kalimat: Dapunta Hyang marlepas dari

M inanga Tamwa ....... Coedes m e n t e r d j e m a h k a n n j a : /e roi se libera

de artinja: baginda membebaskan diri d a r i....... Coedes tidak menje-

lesaikan terdjemahannja, karena ia menghubungkannja dengan per­

istiwa siddhiyatra jang dilakukan oleh radja Kambodja, Djajawar-

man II untuk melepaskan diri dari kekuasaan Djawa. Djajawarman

menghentikan pemberian upeti kepada radja Djawa. D jiwa ter-

djemahan jang demikian tidak tjotjok dengan isi piagam Kedukan Bu­

kit, jang merupakan kronik perdjalanan. Krom djuga tidak dapat

keluar dari kesulitan tersebut. Sesungguhnja kesulitan jang terbesar

ialah memetjahkan persoalan Minanga Tamwa(r). Djika kata ter­

sebut telah diketahui apa maksudnja, pemetjahan kata marlepas tidak

lagi menimbulkan kesulitan. Minanga Tamwa(r) saja identifikasikan

dengan Batang (Muara) Tebo, didaerah Djambi Hulu. Kata dari ber­

hubungan dengan tempat, tidak dengan djandji atau kekuasaan orang

lain. Sesuai dengan djiwa kronik perdjalanan ungkapan marlepas dari

Minanga Tamwa berarti: berangkat dari Minanga Tamwa, (M uara

atau Batang Tebo). Dalam bahasa Melaju di Malaja dan Singapura

hingga sekarang masih digunakan kata berlepas untuk pengertian

118

Page 118: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

berangkat M'Berita f-Ja • n 3' Meieka akan berlepas esok hari (dikutip dari

dukan Bukit *P ^ 1961). Dalam membahas piagam Ke~

bieu, sehin ' *'"’° ec s sangat dipengaruhi oleh isi piagam Nhan-

yatra. (Dielak ^ men9U^a^ bentuk kata siddhayatra mendjadi siddhi-

kekuatan cr ’h 3rei*a kata siddhiyatra mempunjai hubungan dengan

....... Kata ‘ ‘ ma 3 ^3ta mar epas ditafsirkan: membebaskan diri dari

kelebihan P3da 1ayasiddflayatra dihilangkan, mungkin dianggap

Djika „ t" be?.‘Uk ia"9dari Muar 'ataS *tU ^enar’ maka perdjalanan djaja itu dimulaiPalembano 'T2!50 menudju Matadanau (Telaga Batu) dikota

menundukk ^ kernenan9an jang diperoleh tentara Sriwidjaja dalam

an MeTa; ^ 33n Melaju pada tahun 683. Penundukan keradia-an Melaju oleh Sriwidjaja didasarkan atas:

( 1 ) P e m b e r i t a a n I - t s ' i n a - • / o • •

djaja .......... lan9 sekarang mendjadi bagian ortwi-|2 J y

i a an9 (Muara) Tebo di Djambi Hulu, jang termasuk wi~

(3) Pen adjaan Melaiu‘oleh ^ a^3m PersumPahan Karang Brahi jang dikeluarkan

rad' 3 riWidjaja- barang Brahi djelas terletak diwilajah ke-

(su^ n A e 3 U disebelah tenggara Muara Tebo, didjalan raja1 an daratj antara pantai timur dan daerah pedalaman,

jang banjak mengandung mas.

Udjud piagam Kedukan Bukit itu seperti berikut:

? kT \ ?n ?akawarsatita 605 ekadagi gu-

3 Ssnf WUlan Wai?akha dapunta hyang najik di(4 ) W i 1 aU- man9a aP siddhayatra di saptami guklapaksa

/ n -y n /yestha dapunta hyang marlepas dari minanga 5 Tamwa(r) mamawa yang wala dua laksa ko

(7 ) r iT rf US Cara disamwau dangan jalan sariwu

X u S S?PUlU dua wanyaknVa datang di matada(nau)8 S u k h a a t , ,di pancarai iukIapaksa wu,a(n) (asada)

tVn\n mudlta datang marwuat wanua(10) Sriwijaya jaya siddhayatra subhiksa .........

Terdjemahannja:

(1) Bahagia! Pada tahun saka 605 hari kesebelas

p ar\ ,teran9 bulan waisaka dapunta hyang naik diera u melakukan siddhayatra. Pada hari ketudjuh dari

bulan terang

(4) Bulan jyestha dapunta hyang berangkat dari Minanga

5 Tamwa(r) membawa tentara dua laksa orang

( ) Dua ratus orang diperahu; jang berdjalan seribu

119

Page 119: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

(7) Tiga ratus dua belas banyaknya; datang di matada(nau)

(8) Dengan senang hati; pada hari kelima dari bulan terang

bulan (Asada)

(9) Dengan lega gembira datang membuat wanua ...........

(10) Sriwidjaja melakukan perdjalanan djaja dengan lengkap ...........

Pasat keradjaan Melaju

Sebelum menetapkan pusat keradjaan Melaju, lebih dahulu kita mem-

bitjarakan adat-istiadat kaum pendatang jang mendirikan keradjaan

Melaju. Diseberang utara Selat Malaka terhampar daerah Semenan-

djung Melaju, jang disebut Malaja, didiami oleh penduduk asli bangsa

Melaju. Diseberang selatan memandjang pantai timur Sumatera, di-

mana terletak pelabuhan Melaju, jang sudah dikenal pada zaman Sri­

widjaja. Nama Malaja dan Melaju berasal dari kata jang sama, jakni

kata Sansekerta malaya artinja: bukit. Kata tersebut berkembang didua

tempat jang berbeda. Diseberang utara Selat Malaka kata tersebut

mempertahankan bentuk aslinja malaya; diseberang selatan kata ter­

sebut mengalami perubahan bunji, mendjadi Melaju. Didaerah Orissa

masih ada gunung jang bernama Malayagiri, didekat udjung Comorin

ada lagi gunung jang bernama Malayam. Bentuk tersebut terang tu­

runan dari bentuk kata Sansekerta malaya. Dalam bahasa Tamil kata

malaya itu mendjadi malai artinja: bukit.

Sudah mendjadi kebiasaan kaum pendatang untuk menjebut tempat

tinggalnja jang baru dengan nama tempat kediaman jang ditinggalkan-

nja. Apalagi djika antara tempat tinggal jang baru dan jang lama

terdapat kemiripan. Demikianlah Semenandjung Melaju disebut M a ­

laja oleh kaum pendatang dari India, sesuai dengan keadaan alamnja.

Daerah Semenandjung Melaju penuh dengan bukit-bukit. Penduduk

aslinja menjebut dirinja bangsa Melaju, karena mereka kebanjakan

keturunan orang pendatang dari seberang selatan Selat Malaka. Dalam

kesusastraan Djawa kuno nama Malaja belum dikenal. Jang tersebut

dalam Nagarakretagama, jang ditulis pada tahun 1365 ialah nama

Tumasik, Pahang, dan Terengganu. Mungkin sekali nama Malaja ini

timibulnja dalam pemakaian sesudah abad 14. Djuga djika kita menje-

lidiki asal nama keradjaan Tjampa, kita mendjumpai peristiwa pemin­

dahan nama dari India ketempat lain. Di India malah ada dua tempat

jang bernama Tjampa, satu di Bhutan dan lainnja di Madhya Pradesh.

Nama pulau Madura djuga berasal dari nama propinsi di India Se­

latan. Demikian pula nama Brunei, jang kemudian mendjadi nama

seluruh pulau (jakni Borneo), berasal dari nama sungai Porunai di­

daerah Tranvancore. Zaman sekarang adat jang demikian itu masih

120

Page 120: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

berdjalan. Didaerah transmigrasi Sumatera Selatan banjak amat nama

desa jang sama dengan nama kota di Djawa seperti Purwokerto, Pur-

bolinggo, Kutahardjo dsb. Didaerah Selangor masih ada kampung

Djawa dan kampung Asam Djawa. Adat-kebiasaan Djawa terbawa

pula ketempat tersebut. Nama tjamatnja ialah Radin Sunarno, meski­

pun sudah keturunan disitu.

Melaju sebagai nama keradjaan di Sumatera lebih tua daripada

Malaja sebagai nama Semenandjung Melaju. Nama Melaju sebagai

nama keradjaan sudah dikenal dalam berita Tionghwa pada tahun

644/5. Kata Melaju memang mirip sekali dengan kata Malaja. Jang

berbeda hanja vokalnja terachir, jakni a dan u. Seperti telah disinggung

kata malaja sebagai nama Semenandjung Melaju mempertahankan ben­

tuk aslinja Sansekerta, sedangkan kata Melaju sebagai nama keradjaan

di Sumatera mengalami perubahan bunji; datangnja di Indonesia me­

lalui bahasa Tamil: malai. Karena sesudah mengutjapkan bunji i, mulut

tertutup, maka terdengar bunji u jang pada hakekatnja bukan fonem

dalam bahasa Tamil. Oleh karena itu kata malai lalu mendjadi malai-u

— Malaju.

Pengaruh India Selatan nampak pula pada gelar beberapa radja Me­

laju jang termuat pada piagam Khmer dan pada piagam Kertanagara

ditepi sungai Langsat. Nama radja Melaju pada piagam Khmer ialah

grimat trailokyaraja Maulibhusana Warmmadewa, dan pada piagam

Kertanagara ialah grimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa. Gelar

grimat dipakai di India Selatan dengan arti „tuan”, istimewa dalam

kehidupan keagamaan dibiara-biara. Berdasarkan gelar tersebut dapat

diambil kesimpulan bahwa radja-radja Melaju itu ketjuali mengepalai

keradjaan djuga setjara resmi mengepalai kehidupan keagamaan. De­

mikianlah baik gelar radjanja maupun nama keradjaannja berasal dari

India Selatan. Peristiwa jang agak mentjolok ialah bahwa piagam-

piagam jang dikeluarkan oleh radja-radja Melaju, jang diketemukan

hingga sekarang, kebanjakan tertulis dalam bahasa Sansekerta, berbeda

dengan piagam-piagam Sriwidjaja. Tidak ada piagam Melaju jang di­

ketemukan disekitar kota Djambi. Pada tahun 1286 radja Kertanagara

memberikan hadiah artja kepada radja Melaju, grimat Tribuwanaradja

Mauliwarmmadewa. Dinjatakan dengan tegas bahwa artja Amoghapaga

dengan tigabelas pengikutnja diangkut dari bhumi Jawa ke Sumatra-

bhumi, ditempatkan di Dharmmafraya atas perintah radja Sri Kertana­

gara W ikrama Dharmottunggadewa. Atas hadiah itu semua penduduk

Melaju gembira: para pendeta, ksatria, waisja dan sudra, terutama radja

grimat Tribuwanaradja Mauliwarmmadewa.

Dharmmagraya terletak didaerah hulu sungai' Batang Hari. Selama

pemerintahan Adityawarman segala piagam tentang keradjaan Melaju

121

Page 121: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

diketemukan disekitar hulu sungai Batang Hari. Piagam Pagar Rujung

dari tahun 1356 diketemukan dibukit Gombak, kemudian diangkut ke

Pagar Rujung. Pada piagam ini Adityawarman menjebut dirinja: Adi-

tyawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimaniwarmmadewa maha-

rajadhiraja. Pada piagam Suroaso dari tahun 1375 Adityawarman me­

njebut dirinja Surawagawan, artinja: jang dipertuan di Surawaga. Suroaso

hingga sekarang masih ada sebagai nama tempat dihulu sungai Batang

Hari. Pada tugu nisan Adityawarman menjebut dirinja Kanakamedi-

nindra artinja: jang dipertuan dipulau emas, jakni Sumatera. Nama

Suwarnadwipa djuga digunakan pada piagam Pagar Rujung. Nama

itu sinonim dari nama Suwarnabhumi pada piagam Kertanagara. Pen­

deta I-ts’ing menjebutnja Chin-chou: pulau emas. Djustru Karang Brahi

jang terkenal karena emas bubuknja. Karang Brahi adalah daerah

penghasil emas. Karang Brahi terletak dihulu sungai Merangin, amat

djauh dari kota Djambi.

Pada piagam sungai Langsat dari tahun 1347 dibalik piagam Kerta­

nagara untuk pertama kalinja kita mengenal nama Malayapura sebagai

nama keradjaan Melaju dibawah pemerintahan Adityawarman. Rouf-

faer mengemukakan pendapat bahwa pusat keradjaan Melaju terletak

di Djambi lama. Pendapat itu termuat dalam B.K.I. 77 hal. 11-19

tahun 1921. Pendapat Rouffaer itu mendapat sambutan baik dari pihak

Prof. Krom dan telah mendjadi pendapat umum. Krom menduga bahwa

pusat keradjaan Melaju telah dipindahkan ke Pagar Rujung dekat

Fort van de Kapellen (H.J.G. hal. 413). Djika pendapat Rouffaer itu

ditjotjokkan dengan piagam Tanjore, jang dikeluarkan pada tahun 1030

oleh Rajendracoladewa, maka pendapat itu agak gojah. Pada piagam

tersebut dinjatakan, bahwa ibukota keradjaan Melaju dengan benteng

pertahanannja terletak diatas bukit. Daerah pantai timur Sumatera

merupakan tanah datar, tidak berbukit, apalagi daerah sekitar Djambi.

Hampir seluruhnja merupakan tanah rendah jang masih muda. Djika

udjud daerah Djambi ditjotjokkan dengan arti nama Melaju, tidak

sesuai, karena Melaju berasal dari malai atau malaya jang berarti:

bukit. Demikianlah baik dilihat dari pernjataan piagam Tanjore mau­

pun dari arti nama Melaju, pusat keradjaan Melaju tidak mungkin

terletak di Djambi. Lagipula piagam-piagam penting jang diketemukan

hingga sekarang, tidak diketemukan disekitar kota Djambi, tetapi di-

pedalaman, seperti telah disinggung diatas. Piagam persumpahan Ka­

rang Brahi, jang dimaksud sebagai peringatan keras radja Sriwidjaja

kepada rakjat Melaju, tidak terdapat dikota atau disekitar kota Djambi,

melainkan dihulu sungai Merangin. Piagam serupa itu hanja lajak di­

tempatkan didaerah djadjahan, jang masih membahajakan; diletakkan

ditempat janq ramai dikundjungi orang, supaja diketahui orang banjak.

122

Page 122: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Apa agi djika kita memperhatikan perdjalanan djaja jang dilakukan

oleh Dapunta Hyang mulai j ari Batang (Muara) Tebo, maka kiranja

tidak aneh bila pusat keradjaan Melaju itu terletak dipedalaman di­

sekitar Muara Tebo. Djika demikian maka pusat keradjaan itu terpisah

dan pelabuhan. Pantai laut tidak merupakan sjarat mutlak bagi pusat

keradjaan. Pusat keradjaan Singasari dan Madjapahit tidak terletak

ditepi pantai. Pusat keradjaan itu terpisah dari pelabuhan. Biasanja

pusat keradjaan itu terletak ditempat jang menguntungkan: ditanah

subur jang merupakan daerah pertanian atau dipantai laut jang me­

rupakan pelabuhan. Daerah disekitar Muara Tebo, adalah daerah mak­

mur, daerah pertanian. Lagipula Muara Tebo mudah ditjapai dari

pelabuhan Djambi melalui sungai Batang Hari. Demikianlah baik di-

tindjau dari peninggalan-peninggalan kuno jang berupa piagam, mau­

pun dari pemberitaan piagam Tanjore dan piagam Kedukan Bukit,

maka letak pusat keradjaan Melaju disekitar Muara Tebo lebih meng­

untungkan daripada dikota Djambi. Pusat keradjaan jang letaknja

demikian tidak mudah diserang oleh musuh baik dari laut maupun

dari darat. Untuk dapat mentjapai Muara Tebo, musuh harus berhasil

merebut pelabuhan Djambi lebih dahulu.

Djustru oleh karena Sriwidjaja bernafsu untuk menguasai lalu-lintas

ka,pal di Selat Malaka, Sriwidjaja harus merebut pelabuhan Melaju

dahulu. Tetapi oleh karena pelabuhan hanja sebagian dari milik ke­

radjaan, maka pusat keradjaan itu perlu diserbu. Hanja dengan demi­

kian maka kekuasaan keradjaan Melaju itu patah. Ditindjau dari sudut

ini maka kita dapat memahami, mengapa perdjalanan djaja itu mulai dari

Muara Tebo, tidak dari kota Djambi.

Piagam Talang Tuwo

Setahun setelah penundukan keradjaan Melaju radja Sriwidjaja mem­

berikan hadiah kepada rakjat berupa taman. Pemberian hadiah itu

disertai piagam jang bertarich tahun 684 dan berisi pesan Dapunta

Hyang kepada rakjat untuk menikmati hadiah taman jang bersang­

kutan. Piagam tersebut diketemukan di Talang Tuwo jang terletak

5 km sebelah barat daja Bukit Siguntang pada tanggal 17 November

1920 oleh residen Westenenk, Penemuan piagam diumumkan pada

tahun 1921 dimadjalah berkala Djawa I. Penetapan tarich tahun ber­

asal dari Dr. F.D.K. Bosch. Dari piagam tersebut ternjata bahwa

Dapunta Hyang menghadiahkan beberapa taman dipelbagai tempat

jang tidak disebut namanja. Selain memuat pesan Dapunta Hyang Sri

Djajanaga, piagam tersebut memuat doa untuk kebahagiaan radja Sri­

widjaja atas kemurahan hatinja. Didoakan agar beliau memperoleh

123

Page 123: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

segala hal jang baik sesuai dengan adjaran agama Buda. Segala hal

jang baik itu disebut dengan istilah-istilah dalam agama Buda. Pesan

Dapunta Hyang termuat pada baris dua, mulai dengan kata sawanyak-

nya dan berachir pada baris dengan kata sacaracara. Selandjutnja

adalah utjapan pemahat atau pembesar jang menjuruh pahat piagam

tersebut, berupa doa kepada Dapunta Hyang.

Dalam bukunj'a Hindoe-Javaansche Geschiedenis hal. 121 Krom me­

nulis tentang piagam Talang Tuwo itu seperti berikut: „Na de daar-

door te breiken gelukkige toestanden volgen de in het uitzicht gestelde

goederen van geestelijke aard, het ontwaken van de gedachte aan de

Bodhi, het niet gescheiden zijn van Drie Juweelen etc.......... (artinja:

Setelah mentjapai keadaan jang berbahagia, kemudian menjusul hal-

hal rochaniah seperti: membangkitkan bodhicitta, tidak bertjerai

dengan Dang Hyang Ratnatraya dsb.......... ). Djasa Coedes dalam

penerbitan piagam Talang Tuwo berupa usaha membetulkan batjaan

teks dan mentjari arti kata-katanja. Namun karena kurang tepat meng­

hubungkan kata-kata jang bersangkutan, terdjemahannja sangat kusut.

De Casparis mengemukakan beberapa keberatan terhadap terdjemahan

Coedes dalam Prasasti Indonesia II. Istilah-istilah agama Buda itu

tidak saja terdjemahkan, karena hal itu lebih banjak berhubungan

dengan agama daripada usaha untuk memahami maksud piagam.

Teks dan terdjemahan piagam Talang Tuwo itu seperti berikut:

1. Swasti gri gakawarsatita 606 dim dwitiya guklapaksa wulan caitra

sana tatkalanya parlak griksetra ini niparwuat.

2. parwa n dapunta hyang gri jayanaga(ga) ini pranidhanam dapunta

hyang sawanyaknya m mitanam di sini nyiur pinang hanau, ru-

3. mwiya dngan samigranya yang kayu nimakan wuahnya tathapi

haur wuluh pattung ityewamadi punarapi yang parlak wukan

4. dngan tawad talaga sawanyaknya yaijg wuatku sucarita parawis

prayojanakan punyanya sarwwasatwa sacaracara ware payanya

tmu

5. sukha di asanakala di antara margga lai tmu muah ya ahara

dngan air niminumnya sawanyaknya wuatnya huma parlak man-

cak mu-

6. ah ya manghidupi pagu prakara marhulun tuwi wreddhi muah ya

jangan ya niknai sawanyaknya yang upasargga pidana swapna-

wighna . warang wua-

7. tnya kathamapi anukula yang graha naksatra parawis diya nir-

wyadhi ajara kaw.uatananya tathapi sawanyaknya yang bhretyanya

8. styarjjawa dredhabhakti muah ya diya yang mitranya tuwi jangan

ya kapata yang wininya mulang anukula bharayya muah ya wa­

rang stha-

124 »

Page 124: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

1 0 .

nSnya lagi curi ucca wadhanya paradSra di sana punarapi tmu ya kalyanam.t.a marw„anguil wodhic|lta maitri.

-dhan di dang hyang ratnatraya jangan marsarak dngan hyang

ratnattaya tathapi nityakala ,yaga m a „ i | a ksanti marwwangun wiryva rajin

11. tahu di samigranya gilpakala parawis s a m a d h i t a c i n t a tmu ya prajnya

smreti medhawi punarapi dhairyyamani mahasattwa

12. wajragarira anupamagakti jaya tathapi jatismara awikalendriya

mancak rupa subhaga hasin halap ade-

13. y awak ya wrahmaswara jadi laki swayambhu puna(ra)pi tmu ya

cintamammdhana tmu janmawagita karmmawagita klegawagita

awagana tmu ya anuttarabhisamyaksamvodhi ||

13.

14

Artin/a:

Bahagia! Tahun Saka 606 pada hari kedua bulan terang bulan Tjai-

tra, itulah waktunja taman Sriksetra ini dibuat, milik Dapunta Hyang

Sn Djajanaga. Inilah pesan Dapunta Hyang: „Semuanja jang ditanam

dis.ni: njiur, pinang, enau, rumbia dan lain-lainnja, pohon-pohon itu

dimakan buahnja; tetapi aur, buluh, betung dan jang sematjam itu,

emikian pula taman-taman lainnja dengan tebat dan telaganja, jang

kubuat, semua itu dimaksudkan demi kebahagiaan segenap machluk.

baik jang bergerak maupun jang tidak bergerak.” Hendaklah daja-

upaja jang mulia itu mendapat kesukaan dikemudian hari dengan

djalan lain. Semoga beliau mendapat makanan dan air untuk minumnja.

Segala sesuatu jang dibuatnja, ladang, kebun luas, supaja menghidupi

segala machluk; semoga semua hamba beliau hidup sedjahtera! Djauh-

ana beliau dari segala bentjana, dari pidana dan penjakit tidak

apat tidur. Semoga segala usahanja berhasil baik, bintang-bintangnja

lengkap, terhindar dari penjakit dan dianugerahi awet muda! Semoga

semua abdi setia bakti kepada beliau. Djangan hendaknja para sahabat

erc ianat terhadap beliau; para bini hendaknja tetap setia sebagai

isteri kepada beliau. Dimanapun beliau berada, djanganlah dilakukan

tjuri, tjurang, bunuh, dan zina disitu. Mudah-mudahan beliau bertemu

dengan kalyanamitra, membangun bodhicitta dengan maitri, menjembah

kepada Ratnatraya, djangan sampai berpisah dengan Dang Hyang

Ratnatraya, bahkan senantiasa tenang bersila membangun keteguhan

hati, keuletan dan pengetahuan tentang perbedaan segala silpakala dan

pemusatan pikiran. Semoga beliau memperoleh pengetahuan, ingatan

dan ketjerdasan, dan lagi ketetapan mahasatwa, badan manikam waj-

ragarira jang sakti tanpa upama, mendapat kemenangan dan ingatan

kepada kelahiran jang lampau, indera lengkap, rupa penuh, kebaha­

giaan, kegembiraan, ketenangan, kata manis, suara Brhma, djadi lelaki

125

Page 125: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

karena kekuatannja sendiri; mudah-mudahan beliau memperoleh cinta-

manidhara, janmawagita, karmmawagita, klegawagita, achirnja men­

dapat anuttarabhisamyaksambodhi.

Gelar Dapunta Hyang

Baik pada piagam Talang Tuwo maupun pada piagam Kedukan

Bukit telah kita djumpai gelar dapunta hyang, tanpa mengetahui tepat

bagi siapa gelar itu diperuntukkan. Mengingat bahwa menurut berita

Tionghwa dari sedjarah Sung banjak keluarga dikeradjaan San-fo-ts’i

jang bergelar pu, maka gelar dapunta hyang harus diperuntukkan bagi

orang jang amat tinggi kedudukannja. Kehormatan jang amat tinggi

itu ditundjukkan dengan bubuhan da-, -ia dan sebutan hyang. Pema­

kaian gelar terikat pada waktu dan tempat. Oleh karena itu mungkin

sebutan atau gelar jang sama, berbeda maknanja di Djawa dan di Su-

matera. Zaman sekarang kata teuku atau tengku di Atjeh dan Per­

sekutuan Tanah Melaju menundjukkan keturunan radja jang masih

akrab. Demikian pula gelar atau sebutan tengku dan ungku di Djohor.

Tetapi sebutan tengku atau engku di Minangkabau biasa digunakan

untuk menjebut seorang guru. Deradjatnja sama dengan pak zaman

sekarang di Indonesia dan chikgu di Singapura. Misalnja engku Sulai­

man (Minangkabau) = chikgu Sulaiman (Singapura) = pak Sulaiman

(Indonesa sekarang). Ringkasnja gelar atau sebutan itu dalam pema-

kaiannja dapat mengalami perubahan semantik.

Pada piagam dari tahun 860 di Djawa terdapat gelar dapunta jakni

dapunta Anggada. Tjontoh lain dapunta i Panunggalan: jang diper­

tuan di Panunggalan (K.O. IX ); dapunta Marhyang (O.J.O. II) . D a­

punta Anggada adalah pembesar biara. Bagaimanapun dapunta adalah

gelar jang berhubungan dengan kehidupan dibiara. Hingga sekarang

menurut de Casparis belum ada bukti jang menundjukkan bahwa da­

punta itu digunakan sebagai gelar radja. Djika kita memperhatikan

piagam lain sebagai analogi, maka berdasarkan analogi itu mungkin

dapat diambil kesimpulan. Jang saja maksud ialah gelar jang kedapatan

pada piagam Khmer jang telah diterbitkan oleh Coedés dalam B.E.-

F.E.O. 18, 6 (1918) dan pada piagam Kertanagara jang diketemukan

ditepi sungai Langsat. Nama radja Melaju (Sriwidjaja) pada piagam

Khmer ialah grimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmmadewa, dan

pada piagam Kertanagara grimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa.

Kedua-duanja menggunakan gelar grimat. Gelar grimat di India Sela­

tan berarti ,,tuan”, dan dipakai chusus dalam kehidupan keagamaan.

Tetapi gelar grimat itu diwilajah keradjaan Melaju pada tahun 1286

terang digunakan sebagai gelar radja. Kata grimat sebagai gelar di

126\

Page 126: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

India Selatan860. Ked rl an13 tepat dengan kata dapunta di Djawa pada tahun mengenal uania digunakan sebagai gelar pembesar biara. Djika kita

piagam ^rimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmmadewa pada

piaaam K 0161 ^3n ?r'mat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa pada dapunta ^ertana9ara' maka pada piagam Talang Tuwo kita mengenal

pada se ^ a°® ^ n" Djajanaga. Dapunta hyang memberikan pesan ke-

oranq i ®ena^ ra^"at untuk menikmati hadiah taman. Hingga sekarang

diaia d ^a^wa P*a9am Talang Tuwo adalah piagam Sriwi-. , a la^ taman itu diberikan oleh radja Sriwidjaja. Kiranja

iana b 1 * ^ eSan ia ah radja Sriwidjaja. Jang berpesan adalah orang

diperu t kl-31 ^aPunta fyarig- Segala pudji-pudjian jang muluk dan doa

1nrr'<!n * ^ dapunta hyang, jang memberi hadiah taman. Djadi

Talan^ T a^Unfa hyang adalah gelar radja Sriwidjaja. Pada piagam

i-j. j . .U ? jtU 'an9 bergelar dapunta hyang ialah Sri Djajanaga(ga).

' iajanaga adalah radja Sriwidjaja pada tahun 684. Pada

P 9 e ukan Bukit djuga disebut dapunta hyang tanpa diikuti na-

, ma engan dapunta hyang pada piagam Talang Tuwo baris 2.

g n9fat ahwa selisih waktu antara piagam Kedukan Bukit dan

P 9 a ang Tuwo hanja satu tahun sadja, maka kiranja dapunta

yan9 Pa a Kedukan Bukit itu adalah dapunta hyang Sri Djajanaga djuga.

Andaikata dapunta hyang pada piagam Kedukan Bukit itu hanja

ge ar epa a biara seperti dapunta Anggada, maka agak aneh bahwa

e^a a *ara ^u t tjampur dengan urusan ketentaraan. Djuga (pada pia­

gam a Tuwo) agak aneh bahwa kepala biara memberikan hadiah

taman (ti ak hanja satu) kepada masjarakat. Biasanja kepala biara

m.a a men aPat hadiah dari radja atau pembesar lainnja. Jang me­

nimbulkan dugaan bahwa dapunta hyang adalah kepala biara, ketjuali

perbandingan dengan dapunta pada piagam Djawa Kuno djuga pene­

muan petjahan piagam, dimana terdapat petjahan kalimat jang ber-

unji: wihara ini diwanua ini. Sudah djelas bahwa Dapunta Hyang

datang di Matadanau untuk membuat wanua. Dari petjahan piagam

tersebut diatas njata, bahwa diwanua itu terdapat bihara. Berdasarkan

djalan pikiran diatas maka biara itu adalah hadiah radja Sriwidjaja, jang bergelar dapunta hyang.

Dari pelbagai piagam njata sekali, bahwa radja-radja Sriwidjaja

sikapnja sangat baik terhadap agama Buda, bahkan mendjadi promotor

untuk kesuburan agama tersebut. Setidak-tidaknja radja Sriwidjaja

mendjadi pelindungnja, djika tidak langsung turut tjampur dalam urusan

agama setjara aktif. Pun piagam Nalanda dinjatakan bahwa Balaputra-

dewa jang menjebut dirinja Suwarnadwipadhipamaharaja, keturunan

Yawabhumipalah mendirikan sebuah wihara di Nalanda. Meskipun

127

Page 127: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

menurut tafsiran soal mendirikan biara itu mempunjai maksud politik

jakni untuk mengeratkan persahabatan dan kemudian untuk memper­

oleh bantuan dari India, namun ditindjau dari sudut keagamaan hadiah

biara itu menundjukkan ketjenderungan radja Sriwidjaja kepada agama

Buda. Tentang Balaputradewa ini akan diuraikan dengan lebih pan-

djang dibelakang. Pada charter Leiden, jang tertulis dalam bahasa

Tamil dinjatakan djuga, bahwa qri Marawijayottunggawarman, putera

radja Cudamaniwarman keturunan Sailendra, radja Kataha dan Sri­

widjaja, menghadiahkan sebuah desa di Nagippattana. Ajahnja meng­

hadiahkan sebuah biara jang diberi nama Cudamaniwarmanwihara.

Hadiah itu diberikan pada tahun pertama pemerintahan radja Cola

Rajaraja I (1005/6). Dalam persahabatannja dengan Tiongkok radja

San-fo-ts’i Ti-hua-ka-lo (Dewa Kalottungga) memperbaiki tjandi Tien

Ching di Kanton dan menghadiahkan 400.000 uang mas jang kemudian

digunakan untuk membeli ladang padi guna membina tjandi dan para

pendeta dibiara. Radja San-fo-ts’i Ti-hua-ka-lo mendapat djulukan

djenderal besar jang menjokong pembaharuan ibadah dan keutamaan.

Perbaikan tjandi Tien Ching dilakukan pada tahun 1079.

Dari tjontoh-tjontoh diatas terbukti bahwa radja-radja Sriwidjaja

sering menghadiahkan biara untuk kepentingan kehidupan keagamaan

diluar negeri. Tidaklah aneh djika radja Sriwidjaja djuga menghadiah­

kan sebuah biara dinegerinja sendiri jang diperingati pada petjahan

piagam jang terdapat di Telaga Batu, tempat dapunta hyang mendiri­

kan wanua. Pemberian hadiah biara bertalian dengan perdjalanan

djaja jang dilakukan oleh Dapunta Hyang dari Muara Tebo atas ke­

menangan terhadap keradjaan Melaju, dengan diikuti oleh duapuluh

ribu tentara. Pembangunan biara jang demikian adalah gedjala biasa,

sebuah manifestasi rasa terima kasih. Pembangunan tjandi Tara di

Kalasan pada tahun 778 djuga bertepatan dengan muntjulnja radjakula

Sailendra Pantjapana Panangkaran dan berhentinja radjakula Sandjaja

jang menggunakan perhitungan tarich Sandjaja. Piagam jang meng­

gunakan tarich Sandjaja jang terachir ialah piagam Tadji Gunung

(O.J.O . X X X V I) . Pembangunan bangunan sutji sebagai manifestasi

rasa terima kasih seorang radja jang demikian banjak dilakukan diluar

negeri.

Piagam persumpahan

Piagam persumpahan Karang Brahi diketemukan pada tahun 1904

oleh kontrolir L.M . Berkhout dihulu sungai Merangin, tjabang sungai

Batang Hari, atau lebih tepat tjabang sungai Tembesi. Krom telah

mengemukakan pendapatnja tentang piagam persumpahan Karang

128

Page 128: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Brahi itu pada tahun 1921 dalam T.B.G. L IX hal. 426-431, dan dalam

bukunja Hindoe-Javaansche Geschiedenis hal. 117. Ia berpendapat

bahwa pengeluaran piagam itu boleh dipandang sebagai pernjataan

kekuasaan Sriwidjaja, jang katanja, sama dengan peristiwa menaikkan

bendera Sriwidjaja. Pendapat itu masih ditambah dengan utjapan, jang

berdasarkan pemberitaan I-ts’ing: keradjaan Melaju sebagai saingan

berat Sriwidjaja djuga sudah ditundukkan. Menurut de Casparis an-

tjaman jang termuat dalam piagam Karang Brahi dan Kota Kapur

ditudjukan kepada musuh-musuh dalam negeri. Fragmen a dan b jang

diketemukan di Bukit Siguntang dan Telaga Batu sangat menarik per­

hatian, karena kedua petjahan piagam itu menguraikan perdjuangan

dalam negeri, setidak-tidaknja pada awal pertumbuhan keradjaan Sri­

widjaja. Musuh-musuh dalam negeri ini sesungguhnja sulit ditegaskan,

karena kita tidak mengetahui dengan pasti, sampai dimana batas ke­

radjaan Sriwidjaja pada tahun 686, dan berapa luas wilajah Sriwidjaja

asli, dan dimana letaknja. Dalam uraian mengenai perdjalanan pulang

dari India, I-ts'ing mentjatat, bahwa banjak negeri-negeri bawahan

Sriwidjaja. Sajang sekali I-ts'ing tidak menjebutkannja satu demi satu.

Namun kita dapat menangkap maksudnja jakni bahwa negeri-negeri

bawahan itu semula berdiri sendiri sebagai keradjaan merdeka, se­

belum masuk wilajah Sriwidjaja. I-ts’ing hanja menjebut satu sadja

diantara negeri-negeri bawahan jang banjak itu, jakni keradjaan Me­

laju. Kiranja keradjaan Melaju adalah salah satu negeri bawahan

Sriwidjaja jang sangat penting. Jang terang ialah bahwa I-ts’ing mem-

punjai kepentingan dalam penjebutan itu, karena pelabuhan Melaju

adalah tempat I-ts’ing singgah dalam perdjalanannja ke Nalanda. De­

ngan negeri-negeri bawahan lainnja I-ts’ing tidak mempunjai sangkut

paut. Antjaman itu djelas dimaksud untuk mengelakkan pemberontakan

dinegeri-negeri bawahan, jang disebut oleh I-ts’ing. Oleh karena itu

piagam persumpahan itu harus ditempatkan dinegeri-negeri jang di­

anggap membahajakan. Hingga sekarang piagam persumpahan itu baru

tiga buah jang diketemukan jakni piagam Karang Brahi, piagam Kota

Kapur dan piagam Telaga Batu. Mungkin masih ada lagi jang akan

menjusul. Menilik isinja piagam-piagam persumpahan itu harus dike­

luarkan pada waktu jang bersamaan dan atas motif jang sama pula.

Hanja satu sadja diantara piagam-piagam persumpahan itu jang me­

muat tarich tahun jakni piagam Kota Kapur dengan tarich tahun 686.

Djadi piagam-piagam persumpahan itu dikeluarkan 3 tahun sesudah

penundukan keradjaan Melaju.

Piagam persumpahan Kota Kapur ditutup dengan kalimat jang ber-

bunii, bahwa pada waktu piagam itu dikeluarkan, tentara Sriwidjaja

berangkat kepulau Djawa, karena pulau Djawa tidak berbakti kepada

129

Page 129: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Sriwidjaja. Itulah motif pengeluaran piagam-piagam persumpahan ter­

sebut. Keberangkatan tentara Sriwidjaja ke Djawa membawa akibat

pengurangan kekuatan pertahanan dalam negerir Dengan sendirinja

Dapunta Hyang takut, kalau-kalau timbul pemberontakan diwilajah

Sriwidjaja sebagai usaha untuk memperoleh kemerdekaan kembali atau

sebagai balas dendam terhadap Sriwidjaja. Pemberontakan jang mung­

kin timbul, adalah pemberontakan dinegeri-negeri bawahan. Tidak

mustahil pula, bahwa pemberontakan akan timbul dipusat keradjaan

akibat hasutan para pembesar, jang tidak menjetudjui politik Dapunta

Hyang. Oleh karena itu tekanan terletak pada drohaka: pengchianat.

Barangsiapa melawan kekuasaan Dapunta Hyang atau barangsiapa

melakukan pemberontakan atau bersekutu dengan pemberontak ter­

hadap kekuasaan Sriwidjaja, ditjap sebagai drohaka atau pengchianat.

Dalam bentuk apapun pemberontakan terhadap kekuasaan Dapunta

Hyang, akan ditumpas. Penumpasan itu pasti akan berhasil seperti

telah terbukti dengan penumpasan Kandra Kayet, pemberontak jang

kuat sekali. Peristiwa penundukan Kandra Kayet rupa-rupanja masih

hangat sekali dan masih teringat oleh setiap orang diwilajah Sriwidjaja,

karena ketiga-tiganja piagam persumpahan itu mulai dengan peristiwa

penumpasan Kandra Kayet. Djangankan orang lain jang lebih lemah,

sedangkan Kandra Kayet jang sangat kuat sekalipun, berhasil ditumpas

oleh Dapunta Hyang. Dalam perang melawan Kandra Kayet Sriwi­

djaja kehilangan seorang senapati jang bernama Tandrun Luah. Dalam

perkelahian Tandrun Luah terbunuh oleh Kandra Kayet. Namun

achirnja Kandra Kayet berhasil djuga diringkus oleh Dapunta Hyang.

Penumpasan Kandra Kayet oleh Dapunta Hyang itulah jang harus

mendjadi peringatan pada setiap ojrang diwilajah Sriwidjaja, jang ber-

angan-angan untuk memberontak terhadap kekuasaan Dapunta Hyang.

Itulah makna manggala ketiga piagam persumpahan tersebut, jang hing­

ga sekarang belum berhasil diterdjemahkan.

Setjara lengkap George Coedes menguraikan penemuan piagam Kota

Kapur dalam terbitannja Les inscriptions malaises de Qrivijaya. Setjara

singkat uraiannja demikian. Kota Kapur terletak dipulau Bangka, di-

sebelah utara sungai Menduk. Uraian tentang tempat penemuan pia­

gam Kota Kapur disampaikan oleh van der Meulen kepada Roufaer

(B.K.I. 74, 1918 hal. 142). Van der Meulen, administrator di Sungai

Selan, menemukan piagam persumpahan Kota Kapur dalam bulan De­

sember 1892. Pada tanggal 5 Agustus 1893 batu piagam tersebut di­

angkut ke Djakarta. Brandes selaku konservator membuat pengumuman

tentang penerimaan batu piagam tersebut dalam notulen tahun 1893.

Pada waktu itu boleh dikatakan bahwa Brandes adalah satu-satunja

sardjana jang menaruh perhatian kepada piagam tersebut. Iapun mem-

130

Page 130: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

buat turunan piagam jang diterimanja (O.J.O. CXX I). Pada tahun 1909

sepeninggal Dr. Brandes, turunan itu dikirimkan kepa a ro . e

Tiga tahun kemudian Kern menerbitkan teks dan terdjemahannja dalam

B.K.I. 67 tahun 1913 hal. 393-400. Teks dan terdjemahan itu ditjetak

lagi dalam V.G. V II hal. 205. „Suatu karya jang genial. ata oe es

tentang terbitan Kern tersebut. C.O. Blagden mentjoba membenkan

tjatatan linguistik tentang piagam Kota Kapur dalam J®“” 1*1 j™' ' '

A.S. 64 tahun 1913 dibawah djudul The Kota Kapur (West Bangka)

inscription. Seterusnja piagam tersebut mendapat perhatian . oe

dalam terbitannja Le Royaume de f r ivijaya pada tahun 1918, an a am

Les inscriptions malaises de Qrivijaya tahun 1930. Perhatian . erran

termuat dalam L'empire Sumatranais de (¿rivijaya tahun 19 an per

hatian Krom dalam Hindoe~)avaansche Geschiedenis tahun

Suatu kenjataan ialah bahwa piagam Karang Brahi tepat benar de­

ngan piagam Kota Kapur. Jang berbeda hanja barisnja. Ke ua piagam

tersebut mulai dengan peristiwa Kandra Kayet dan Tandrun uah.

Kata hamwan pada piagam Karang Brahi terdapat pada baris 1; pada

piagam Kota Kapur pada baris 1? kata Tandrun Luah pada piagam

Karang Brahi terdapat pada baris 2, 2-3, 5-6; pada piagam Kota Kapur

pada baris 1, 2, 2, sama-sama tiga kali. Piagam Telaga Batu senafas

dengan piagam Kota Kapur dan Karang Brahi, namun re a sinja aga

berbeda. Djuga piagam Telaga Batu mulai dengan mangga a jang

sama.Telah disinggung dimuka bahwa manggala itu hingga se arang e

lum berhasil diterdjemahkan. De Casparis mengemukakan pen apat,

bahwa manggala piagam persumpahan itu mungkin tetap ge aP un u

selama-lamanja. Menurut pendapat saja manggala itu u an manra

persumpahan seperti jang dikemukakan oleh Coedes an para a i

sedjarah lainnja, tetapi peristiwa pada abad 7 dikeradjaan riwi jaja^

tidak dapat dikatakan, pembesar daerah mana Kandra aye i u, a

rena ketiga piagam persumpahan jang bersangkutan ti a mem en a

kan asalnja. Jang djelas ialah asal Tandrun Luah. Ia a a a senapa i

atau pahlawan Sriwidjaja, karena pada piagam Kota Kapur an arang

Brahi dinjatakan, bahwa ia mendjaga kedatuan Sriwi jaja, a p

gam Telaga Batu pernjataan itu tidak ada. Tidak dapat disa«9 a

bahwa Tandrun Luah. adalah nama orang, karena disitu dmjatakan

bahwa Tandrun Luah dibunuh: Tandrun Luah winunu Pemtvunuhnja

ialah Kandra Kayet: Kandra Kayet makamatai. Pendjadjaran Tandrun

Luah dengan para dewata jang mendjaga kedatuan Sriwidjaja harus

ditafsirkan bahwa jang dimaksudkan adalah arwah Tandrun Luah.

Setelah ia dibunuh oleh Kandra Kayet, arwahnja masih tetap men­

djaga kedatuan Sriwidjaja. Zaman sekarang orang akan menjama-

131

Page 131: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

kannja dengan arwah para pahlawan (kemerdekaan) jang telah gu­

gur. Selama hidupnja, mereka mempertahankan negaranja terhadap

serangan musuh; oleh karena mereka sekarang sudah gugur, arwah-

nja mendjaga atau melindungi negara. Demikianlah kalimat: kita tuwi

Tandcun Luah wanyaknya dewata mulanya yang parsumpahan para-

wis saja tafsirkan: Dan kau Tandrun Luah dan semua para dewata,

jang didjadikan permulaan (pembukaan) seluruh persumpahan. Piagam

persumpahan memang mulai dengan peristiwa Tandrun Luah dan

Kandra Kayet.

Pada manggala itu didjelaskan siapa musuh Tandrun Luah. Disitu

kedapatan nama Kandra Kayet, kemudian disingkat Kayet sadja.

Kayet berhasil membunuh Tandrun Luah, tetapi achirnja pemberontak

Kayet berhasil dikalahkan djuga oleh radja Sriwidjaja. Diakui oleh

Dapunta Hyang; bahwa Kandra Kayet adalah orang pilihan. Buktinja

ia berhasil mengalahkan Tandrun Luah. Namun meskipun demikian,

ia berhasil ditumpas djuga. Ditegaskan pada baris 2 bahwa sebab-

sebabnja timbul peperangan itu ialah, karena Kandra Kayet mem­

berontak kekuasaan Sriwidjaja; tidak mau tunduk kepada radja Sri­

widjaja, berchianat terhadap radja Sriwidjaja. Pengchianatan Kandra

Kayet didjadikan tjermin bagi semua pembesar dipusat keradjaan dan

bagi semua penduduk diwilajah Sriwidjaja. Barangsiapa berbuat seperti

Kandra Kayet, akan mengalami nasib jang sama dengan Kandra Kayet.

Peristiwa itu harus ditjamkan benar-benar dalam ingatan. Dua hal

jang harus mendapat perhatian sepenuhnja dari semua orang diwilajah

Sriwidjaja, terutama dari mereka jang berangan-angan akan mem­

berontak, selama tentara Sriwidjaja bertugas diluar untuk menunduk­

kan pulau Djawa. Pertama bahwa orang kuat seperti Kandra Kayet,

jang berhasil membunuh Tandrun Luah, achirnja dapat dikalahkan

oleh Dapunta Hyang. Kedua, barangsiapa memberontak terhadap ke­

kuasaan Sriwidjaja, akan mengalami nasib jang sama seperti Kandra

Kayet. Kemenangan Dapunta Hyang terhadap Kandra Kayet itu harus

mendapat perhatian sepenuhnja.

Harus diakui bahwa pada manggala tersebut terdapat kata-kata jang

sulit, kata-kata jang tidak lagi digunakan dalam bahasa Indonesia/

Melaju, dalam bahasa daerah di Sumatera. Namun kiranja djiwa mang­

gala itu dapat ditangkap. Mengenai keterangan kata-kata jang sulit

ditafsirkan, telah saja berikan dalam karangan saja jang berdjudul

Perkembangan Penelitian Bahasa Nasional hal. 134- 135 dalam Re­

search di Indonesia 1945 - 1965 IV . Keterangan itu tidak perlu diulang

lagi disini. Lagipula pendjelasan kata-kata itu agak mengganggu dalam

penulisan sedjarah. Literatur mengenai bahasa Sriwidjaja hampir leng­

132

Page 132: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

kap, termuat dalam artikel tersebut diatas, sehingga barangsiapa ingin

ikut memperhatikan bahasa Sriwidjaja, memperoleh petundjuk seperlu- nja.

Piagam persumpahan Kota Kapur djelas menundjukJcan hubungan

antara Sriwidjaja dan pulau Djawa. Pada tahun 686 Sriwidjaja ber­

usaha menundukkan pulau Djawa. Keradjaan mana jang akan ditun­

dukkan, tidak diketahui, karena keradjaan itu tidak disebut. Jang di-

njatakan pada piagam Kota Kapur hanjalah bhumi Jawa. Tentara

Sriwidjaja berangkat ke Djawa pada hari pertama bulan terang bulan

Waisaka tahun Saka 608. Piagam persumpahan Sriwidjaja adalah

follo\\ up operasi’ militer Sriwidjaja. Berdasarkan djalan pikiran diatas

maka terdjemahan piagam Kota Kapur itu lalu seperti berikut:

„Seorang pembesar jang gagah berani, Kandra Kayet dimedan per­

tempuran ia bergumul dengan Tandrun Luah dan berhasil membunuh

Tandrun Luah. Tandrun Luah mati terbunuh dimedan pertempuran.

Tetapi bagaimana nasib Kayet jang berhasil membunuh itu? Djuga

Kayet berhasil ditumpas. Ingatlah akan kemenang an itu! Ia enggan

tunduk kepadaku. Ingatlah akan kemenangan itu!

Kamu sekalian dewata jang berkuasa dan sedang berkumpul men-

djaga keradjaan Sriwidjaja! Dan kau, Tandrun Luah dan para dewata

jang disebut pada pembukaan seluruh persumpahan ini! Djika pada

saat manapun diseluruh wilajah keradjaan ini ada orang jang ber-

chianat, bersekutu dengan pengchianat, menegur pengchianat atau

ditegur oleh penchianat, sepaham dengan pengchianat, tidak mau tun­

duk dan tidak mau berbakti, tidak setia kepadaku dan kepada mereka

jang kuserahi kekuasaan datu, orang jang berbuat demikian itu akan

termakan sumpah, Kepada mereka akan segera dikirim tentara atas

perintah datu Sriwidjaja. Mereka SCSimak kcluarganja akan ditumpasf

an semuanja jang berbuat djahat, menipu orang, membuat sakit,

membuat gila, melakukan tenung, menggunakan bisa, ratjun, tuba, se-

rambat, pekasih, pelet dan jang serupa itu, mudah-mudahan tidak

erhasil; dosa perbuatan jang djahat itu berbalik kepada mereka itu

sendiri! Dan dibunuh oleh sumpah! Dan mereka jang menjuruh ber­

buat djahat, berbuat djahat untuk merusak batu ini, hendaklah segera

terbunuh oleh sumpah, segera dipukul. Mereka jang membahajakan,

jang mendurhaka, jang tidak setia kepadaku dan kepada jang kuserahi

kekuasaan datu, mereka jang berbuat demikian itu, mudah-mudahan

dibunuh oleh sumpah ini. Tetapi kebalikannja mereka jang berbakti

kepadaku dan kepada mereka jang kuserahi kekuasaan datu, hendak-

nja diberkati segala perbuatannja dan sanak keluarganja,, berbahagia,

sehat, sepi bentjana dan berlimpah-limpah rezeki segenap penduduk dusunnja!

133

Page 133: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Tahun Saka 608 hari pertama bulan terang bulan Waisaka, itulah

waktunja sumpah ini dipahat. Pada waktu itu tentara Sriwidjaja ber­

angkat memerangi tanah Djawa, karena tidak mau tunduk kepada

Sriwidjaja.

134

Page 134: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

\

SRIW IDJAJA DAN SEM ENANDJUNGc~ % :~ti'

Piagam Ligor { \' 'i

Didaerah Ligor di Semenandjung diketemukan sebuah batu piagam

jang bertulis pada dua belah sisi. Tulisan pada sisi A disebut piagam

Ligor A. Tulisan pada sisi B disebut piagam Ligor B. Baik piagam i-

gor A maupun piagam Ligor B ditulis dalam bahasa Sansekerta,

berbeda dengan piagam-piagam persumpahan Karang Bra i.

Kapur, Telaga Batu, piagam siddhayatra Kedukan Bukit dan p’ g

pranidhana Talang Tuwo. Piagam-piagam jang diketemukan p

Sumatera dan Bangka ini ditulis dalam bahasa Sriwidjaja.

Piagam Ligor A

Piagam Ligor A adalah piagam Sriwidjaja jang paling achir jang

tidak menjebut wangsa Sailendra. Piagam ini memuat sepu u pa a

tanpa manggalacarana. Jang dimaksud dengan manggalacarana ia a

uluk-uluk atau salam pembukaan seperti swasti, siddha dan se againja.

Telah disinggung dimuka bahwa radja Sriwidjaja pada piagam-piagam

jang ditulis dalam bahasa Sriwidjaja menggunakan gelar daptinta yang

Pada piagam Ligor A ini gelar daptinta hyang tidak digunakan, ar

gelar tersebut tidak kedapatan dalam bahasa Sansekerta. a ja n

widjaja menjebut dirinja:

1. griwijayendraraja

2. griwijayegwarabhupati

3. griwijayanrepati

4. nrepa . ,

Pada jang pertama berisi pudjian tClhadap sifat-sifat vai

seperti ketjerdasan, keramahan dan kesaktian. Beliau disama an

ngan bulan pada musim rontok, jang tjahaja sinarnja menjuram

segala sinar bintang-bintang. Demikian pula kewibawaan agin

hadap semua radja bawahannja. „Pada jang kedua adalah landjutan sifat-sifat baik bagin a. e

menghimpun segala kebaikan. Sinar beliau menerangi puntja pu

gunung Himalaya, mengalahkan semua orang bidjak an tjen

didunia. Beliau dikiaskan dengan laut luas dan melebur sega a

djahatan.Pada jang ketiga menguraikan bahwa baginda adalah pelindung si

miskin. Orang-orang miskin memperoleh perlindungan pada e iau se

perti gadjah-gadjah jang bernaung dibawah pohon rindang pa a wa tu

terik matahari membakar telaga.

V

135

Page 135: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pada jang keempat menjamakan baginda dengan Manu, menjebar

segala kebahagiaan seperti musim semi jang memberi ketjantikan ke­

pada pelbagai tumbuh-tumbuhan.

Pada jang kelima menjebut radja Sriwidjaja jang berkuasa gilang-

gemilang. Kekuasaan beliau ditaati oleh semua radja tetangga; beliau

ditjiptakan oleh Brahma dengan tudjuan untuk mendjundjung tinggi

dharma.Pada jang keenam berbunji: Itulah radja Sriwidjaja, penghimpun

segala kebaikan dan jang paling baik diantara semua radja dipermu-

kaan bumi. Beliau mendirikan bangunan batu, trisamaya-caitya untuk

Padmapani, Sakyamuni dan Vajrapani.

Pada jang ketudjuh: bangunan trisamaya-caitya dipersembahkan ke­

pada semua Djina budiman jang menduduki sepuluh tempat diangkasa,

djuga merupakan tempat bersemajam Amreta jang memberi kebahagia­

an ditiga djagat.

Pada jang kedelapan: pendeta Jayanta menerima perintah baginda

untuk membangun stupatrayamasi. Bangunan itu dilaksanakan sesuai

dengan perintah baginda.

Pada jang kesembilan: Setelah pendeta keradjaan itu meninggal,

muridnja Adhimukti diangkat mendjadi pendeta keradjaan sebagai

penggantinja. Ia mendirikan caitya didekat bangunan trisamaya-caitya.

Pada jang kesepuluh: Tanggal selesainja bangunan trisamaya-caitya

ialah tahun Saka 697 hari 11 bulan terang Waisaka; waktu matahari

terbit menjertai Wenu, radja Sriwidjaja jang menjerupai Indra, men­

dirikan bangunan caitya dan stupa demikian indahnja seakan-akan

dibuat dari tjintamani jang terpilih ditriloka.

Piagam A ini menguraikan serba djelas, bahwa radja Sriwidjaja

benar-benar berkuasa didaerah Ligor di Semenandjung. Beliau ber­

ulang kali disamakan dengan dewa Indera dan diakui sebagai radja

daripada radja-radja tetangga. Beliau mendirikan bangunan trisamaya-

caitya di Ligor pada tahun Masehi 775. Piagam A adalah piagam pem­

bangunan trisamaya-caitya.

Mengenai piagam A agaknja perlu kita sekadar memperhatikan

berita Tionghwa. Menurut Hsin-t’ang-hsu jakni sedjarah baru jang

disusun dalam abad 11 pada masa pemerintahan radjakula Sung atas

dasar berita-berita Ch'iu T ’ang Shu atau sedjarah lama, keradjaan

Shih-li-fo-shih mengirim utusan ke Tiongkok dalam pangsa waktu

670 - 673 dan 713-741. T'ang-hui-yao, susunan Wang-p’u pada ta­

hun 961 mentjatat, bahwa pada hari kelima bulan 9 tahun 695, kaisar

memberikan maklumat untuk menjelenggarakan persediaan bagi utusan

luar negeri 6 bulan untuk utusan dari India Selatan dan Utara, Persia

dan Arab; 5 bulan untuk utusan dari Shih-li-fo-shih, Chen-la, Ho-ling

136

Page 136: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dan negeri-negeri Jainnja; 3 bulan untuk utusan dari Lin-i. Tse-fu-yuan-

kuei, susunan Wang-ch’in-jo dan Yang I pada tahun 1005- 1013 meng­

uraikan bahwa utusan dari Fo-shih datang pada tahun 701 - 702

dan 716. Baik Tse-fu-yuan-kuei maupun Hsin-t’ang-shu memberitakan,

bahwa radja Shih-li-fo-shih mengirim tjalon penggantinja sebagai utus­

an ke Tiongkok. Pada tahun 724 datanglah seorang utusan dari Sri-

widjaja di Tiongkok bernama Kiu-mo-lo (Kumara), membawa dua

orang tjebol, seorang gadis djanggi, biduan dan lima burung bajan

untuk dipersembahkan kepada kaisar. Kaisar kemudian memberikan

gelar tcho-teh’ong (djenderal) kepadanja beserta seratus potong kain

sutera. Lain daripada itu kaisar djuga menghadiahkan gelar kepada

radja Sriwidjaja jang bernama Che-li-to-le-pa-mo (Sri Indrawarman).

Pada tahun 728 datang lagi utusan dari Sriwidjaja jang djuga membawa

hadiah burung bajan berwarna. Utusan jang terachir datang pada tahun 742.

Dari berita Tionghwa itu jang menarik perhatian ialah nama Sri

Indrawarman, jang pada tahun 724 memerintah keradjaan Sriwidjaja.

Djika masa pemerintahannja itu kita hubungkan dengan tarich piagam

Ligor A, jakni tahun 775, maka selisihnja 51 tahun. Mungkin pada tahun

775 Sri Indrawarman masih memerintah, mungkin djuga sudah diganti

oleh puteranja. Pada penutup piagam tersebut radja Sriwidjaja, jang

mengeluarkan piagam itu, dikiaskan dengan dewa Indra. Kiasan itu

terdapat pada baris 2 dari bawah, dinjatakan dengan kata dewendra-

bhena. Mungkin sekali kiasan dengan dewa Indra itu sengadja dimak­

sud untuk menjebut nama radja jang mengeluarkan piagam itu. Djika

anggapan itu benar, maka nama jang mengeluarkan piagam itu Sri

Indrawarman atau puteranja, jang djuga bernama Indra.......

Piagam Ligor B

Piagam Ligor B hanja memuat empat baris lebih sedikit. Berlainan

dengan piagam Ligor A, piagam ini menggunakan manggalacarana

swasti; tidak menjebut tarich tahun. Lain daripada itu piagam ini pia­

gam Sriwidjaja jang pertama jang menjebut wangsa Sailendra dan gelar

gri maharaja. Djadi berbeda dengan piagam Ligor A.

Terdjemahannja tidak menimbulkan banjak kesulitan. Namun sedjak

tahun 1950 muntjul terdjemahan baru jang diusahakan oleh Coedes.

Terdjemahan baru itu berbeda dengan terdjemahan jang sudah-sudah,

diantaranja jang dibuat oleh Dr. Chhabra. Terdjemahan Coedes meng­

akibatkan perbedaan tafsiran. Dibawah ini dilsadjikan terdjemahan Dr. Chhabra:

137

Page 137: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

„Hail! He who is the supreme king of kings, (who) through his

energy (is) alone comparable to the sun for dispelling the dark­

ness (in the shape) of the hosts of all his foes, (who) in charming

beauty (is) the very spotless, autumnal moon (and is) like Cupid

in person, (who is) called W isnu (who) entirely (annihilates)

the pride of all (his opponents) and (who) with (regard to) his

prowess is without a second - that self - name is known by the

appellation of Srimaharaja (i.e. the illustrious Great King) be­

cause of the mention of his origin in the £ailendrawamga. And of

him ....... of all kings (?) .......

Perbedaan pokok antara terdjemahan Chhabra dan Coedés ini de­

mikian. Chhabra beranggapan, bahwa pada piagam Ligor B hanja

terdapat satu radja Sriwidjaja. Radja Sriwidjaja itu bernama W isnu

dan bergelar gri maharaja, karena beliau keturunan wangsa Sailendra.

Sebaliknja Coedés bukan sadja melihat satu radja pada piagam ter­

sebut, melainkan dua. Jang pertama ialah radja Wisnu, jang kedua

ialah puteranja jang bergelar maharadja. Menurut pendapat Coedés

radja W isnu itu sama dengan radja jang menjebut dirinja griwijayen-

drarája, griwijayeegwarabhüpati, dan griwijayanrépati pada piagam Li­

gor A. Djadi beliau memerintah pada tahun 775. Radja jang kedua

jang bergelar sri maharadja adalah puteranja. Setelah kawin dengan

puteri dari Fu-nan dari keluarga Somawangsa, beliau mendjadi radja

Sailendra jang pertama, dan menurunkan radja-radja Sailendra di

Mataram. Tetapi Coedés sendiri mengakui bahwa anggapannja itu

tidak berdiri diatas bukti-bukti jang kuat. Selandjutnja ia menjamakan

radja-radja Sailendra jang pertama itu dengan Dharanindra pada

piagam Kelurak, jang memerintah Djawa Tengah dan menjuruh radja

setempat Pantjapana Panangkaran membangun kembali tjandi Kelurak.

Panangkaran pada piagam Kalasan dianggapnja sebagai pengganti

rakai Sandjaja. Kesimpulan selandjutnja tidak tjotjok baik dengan

teori Krom tentang adanja „pemerintahan Sriwidjaja dalam sedjarah

Djawa” maupun dengan teori Stutterheim „pemerintahan Djawa da­

lam sedjarah Sumatera ”. Jang ada ialah masa pemerintahan radjakula

Sailendra keturunan radja Semenandjung dan puteri Fu-nan pada

penghabisan abad 8 dan pertengahan pertama abad 9. Karangan Coe-

dés ini termuat dalam Bingkisan Budi 1950 dibawah djudul Le Qai-

lendra, tueur des héros ennemis hal. 58 - 70.

Kelemahan-kelemahan teori Coedés:

Teori Coedés mengandung beberapa kelemahan. Salah satu dianta-

ranja ialah kelemahan tatabahasa, jang didjadikan dasar terdjemahan

138

»

Page 138: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dan kemudian pentafsiran. Anggapan tentang adanja dua radja pada

piagam Ligor B didasarkan atas perlawanan kata ekas dan dwitiyas

artinja: satu dan kedua. Coedes menterdjemahkannja jang kesatu dan

jang kedua. Andaikata kedua kata itu benar-benar dimaksud sebagai

perlawanan, tentunja akan digunakan kata ptathamas dan dwitiyas atau

kesatu dan kedua, bukan satu dan kedua. Meskipun soal tatabahasa

ini soal ketjil, namun kiranja perlu dipertimbangkan djuga, djustru oleh

karena teori Coedes terutama berdasarkan peristiwa tatabahasa. De­

mikian pula fungsi pemakaian ye’asau dan asau yah: beliau, ia. Ke ua

kata tersebut, karena susunannja berbeda dianggap sebagai berlawan­

an. Menurut pendapat saja tidak ada maksud untuk memperlawan an,

melainkan sebagai ulangan jang mempunjai daja mempertegas. angan

jang demikian tidak asing dalam bahasa Sansekerta. Dengan kata ain

piagam jang terdiri dari empat baris lebih itu djelas menun ju an

bahwa radja jang 'bersangkutan jakni radja W isnu menegaskan a wa

beliau adalah keturunan radjakula Sailendra, dan oleh karena itu ^e iau

bergelar maharadja. Kebiasaan itu berbeda dengan radja-ra ja riwi

djaja sebelumnja. Beliau-beliau itu bukan keturunan radjaku a ai en

dra, oleh karena itu tidak bergelar maharadja.

Kelemahan jang kedua tentang tarich pemerintahan. Coe es er

anggapan bahwa radja Sailendra jang pertama adalah putera *®nu’

jang mengeluarkan piagam Ligor A pada tahun 775. Dengan sen irmja

beliau akan memerintah sesudah tahun 775. Pada piagam igor

samasekali tidak ada pernjataan bahwa piagam itu dikeluar an o e

radja W isnu. Pada tahun 778 pada piagam Kalasan telah tertjatat

adanja keturunan radjakula Sailendra jakni dyah Pantjapana ra

Panangkaran. Boleh dipastikan bahwa rakai Panangkaran mu ai me

merintah beberapa tahun sebelum pembangunan tjandi Tara i a a

san itu selesai. Djadi sebelum tahun 778. Selisih waktu tiga ta

antara pengeluaran piagam Ligor B dan piagam Kalasan unfu Pe

sebaran keturunan Sailendra dari Semenandjung ke jawa

boleh dianggap terlalu singkat. Lagipula tidak dapat dipasti an a wa

radja Sriwidjaja jang menjebut dirinja griw ijayaraja itu sete a me

ngeluarkan piagam, segera turun tachta dan digantikan ole puteranja

jakni radja Sailendra jang pertama. Lagipula masih merupa an tan a

tanja, apakah piagam Ligor A pasti lebih dahulu dipahat daripa a pia­

gam Ligor B. Apakah piagam Ligor B itu pasti dipahat lebi a u u

daripada piagam Kalasan?Kelemahan jang ketiga tentang keturunan Sandjaja. Coedes berang­

gapan bahwa Idyah Pantjapana Panangkaran adalah keturunan rakai

Sandjaja, jang menerima perintah dari radja Sailendra Dharanindra

untuk membangun kembali tjandi Kelurak. Djika rakai Panangkaran

139

Page 139: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

keturunan radja Sandjaja, mengapa piagam Kalasan jang dikeluarkan

oleh rakai Panangkaran tidak menggunakan tahun perhitungan San­

djaja seperti piagam Gata dan Tadji Gunung? Kedua piagam ini djelas

menggunakan Sandjajawarsa dan bertarich tahun Saka 693 dan 694.

Enam tahun sebelum rakai Panangkaran mengeluarkan piagam Kala­

san, Djawa Tengah diperintah oleh keturunan Sandjaja. Sekonjong-

konjong dengan timbulnja rakai Panangkaran pemakaian Sandjaja­

warsa itu hilang dan jang nampak ialah pernjataan bahwa rakai

Panangkaran adalah keturunan Sailendra. Djustru pernjataan itu me­

nurut anggapan saja djelas menundjukkan, bahwa rakai Panangkaran

bukan keturunan radja Sandjaja, berbeda dengan radja-radja sebelum-

nja. Coedes beranggapan bahwa rakai Panangkaran adalah radja

bawahan jang menerima perintah dari Dharanindra untuk membangun

tjandi Kelurak. Pada baris 6 piagam Kalasan djelas tertjatat: maha-

rajam dyah Pancapanam Panangkavanam. Gelar maharadja tidak

mungkin digunakan oleh radja bawahan.

Kelemahan jang keempat.

Telah disinggung dimuka keberatan saja tentang anggapan Coedes

bahwa rakai Panangkaran adalah keturunan radja Sandjaja. Lain dari­

pada kenjataan bahwa rakai Panangkaran tidak menggunakan tarich

tahun Sandjaja, perbedaan agama jang dianut oleh radjakula Sailen­

dra dan radjakula Sandjaja djuga merupakan keberatan. Radjakula

Sandjaja beragama Siwa, berkiblat ke India Selatan seperti ternjata

pada pembangunan tjandi Siwa ditempat jang disebut Kundjarakundja-

desa, tertjatat pada piagam Tjanggal. Rakai Panangkaran menganut

agama Buda Mahayana, berkiblat ke Benggala sebagai pusat agama

Buda Mahayana.

Kelemahan jang kelima tentang perbedaan dewa persembahan. Di

Fu-nan radja jang memerintah pada tahun 620 ialah keturunan radja­

kula gailaraja. Radjakula jang memerintah di Djawa Tengah dan Sri-

widjaja adalah gailendra. Meskipun kata raja dan indra boleh dikata­

kan sinonim, namun sebagai nama berbeda. Pada piagam-piagam

Sailendra baik jang dikeluarkan oleh radja-radja Sriwidjaja maupun

oleh radja-radja Djawa Tengah tidak pernah terdapat kata gailaraja,

tetapi selalu gailendrawamga. Perbedaan itu akan lebih njata lagi, djika

kita memperhatikan dewa persembahan atau agamanja. Radja-radja

Fu-nan jang menjebut dirinja keturunan radjakula gailaraja menjembah

dewa Siwa, sedangkan radja-radja Sailendra di Djawa Tengah dan

Sriwidjaja memeluk agama Buda Mahayana. Menurut Coedes dalam

kronik sedjarah Tionghwa tertjatat bahwa pada abad kelima seorang

pendeta Nagasena berangkat ke Tiongkok sebagai utusan radja Fu-nan.

Pendeta itu mentjeriterakan, bahwa di Fu-nan ada gunung sutji ber­

140

Page 140: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

nama Mo-tan. Gunung itu tempat bersemajam dewa Siwa. Semua radja

Fu-nan menjebut dirinja parwatabhûpâla artinja: radja gunung; sama

dengan girinata. Kemudian Coedès mengutip piagam Sri Isanawar-

man, radja Kambodja dari tahun 620 jang bunjinja: Radja Isanawarman,

jang memperoleh kesukaan dalam menemani para pendeta, setelah

mendjeladjah tempat-tempat, memperoleh ' kedudukan sebagai radja

gunung (çailarâja).

Kalimat itu ditafsirkan oleh Coedès, bahwa radja Isanawarman

setelah merebut seluruh keradjaan Fu-nan, kemudian mendjadi radja

dan menggunakan sebutan çailarâja. Coedès selandjutnja mengutip

piagam Djajawarman II di Sdok Kak Thom dari tahun 802 jang me-

njatakan, bahwa sekembalinja radja Djajawarman dari Djawa, dan

mendirikan ibukota diatas bukit Mahendra, Kamboja-deça tidak lagi

mendjadi negeri bawahan Djawa. Dalam keradjaan itu hanja ada satu

radja jang memerintah. Djajawarman mendjelaskan, bahwa negara

Kambodja memeluk agama dewarâja (agama Siwa). Berdasarkan

peristiwa tersebut diambil kesimpulan, bahwa setelah penundukan

radja Fu-nan, timbullah hubungan kekeluargaan antara Djawa dan

Kambodja. Radja Djawa kemudian mengambil alih sebutan çailarâja

sebagai sebutan radjakula.

Teori Coedès diatas telah ditinggalkan sedjak tahun 1950, ketika

ia menerbitkan karangannja Le Çailendra, tueur des héros ennemis da­

lam Bingkisan Budi. Seperti telah diuraikan diatas, Coedes beranggap­

an, bahwa radja Sailendra jang pertama memerintah di Semenandjung

seperti tertjantum pada piagam Ligor B. Sebutan çailendra diperoleh

sesudah perkawinan putera radja W^isnu dengan puteri Fu-nan. ^Visnu

adalah radja Sriwidjaja.

Teori Coedès terbentur pada pelbagai kesulitan. Namun harus di­

akui fcahwa j3ngg.apann}a adalah salah satu hasil penjelidikan sedjarah

Sriwidjaja sesudah perang dunia kec(ua, Usaha ■/.tu haras disambut

dengan baik, meskipun hasilnja belum memuaskan. Djustru hal itu

membuktikan, betapa sulitnja persoalan sedjarah Sriwidjaja. Anggapan

Coedès itu diterima baik oleh Prof. Dr. F.D.K. Bosch dalam karang­

annja Çriwijaya, de Çailendra- en de Sanjayawamça, jang termuat dalam

B.K.I. 108 tahun 1952 hal. 113-123. Karangan itu dilengkapi dengan

lampiran silsilah radja-radja Sailendra dalam hubungannja dengan

radja Fu-nan dan radjakula Sandjaja. Dalam silsilah itu njata sekali

bahwa Bosch beranggapan bahwa rakai Panangkaran adalah ketu­

runan radja Sandjaja. Radja W isnu (piagam Ligor) mempunjai hu­

bungan dengan radja Sandjaja; Dharmasètu adalah radja Sriwidjaja,

mempunjai puteri jang bernama dewi Tara, jang kawin dengan Sama-

ragrawira (piagam Nalanda). Samaragrawira disamakan dengan Sa-

141

Page 141: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

maratungga. Seperti kita ketahui Samaragrawira adalah ajah Balapu-

tradewa. Menurut silsilah Bosch, puteri radja Fu-nan dari Somawangsa

kawin dengan rakai Panangkaran, keturunan Sandjaja. Dari perkawinan

itu lahir sri maharadja (piagam Ligor) dan rakai Panunggalan (piagam

Kedu). Teori baru Bosch jang didasarkan atas teori Coedes ini perlu

mendapat sorotan dalam bab SR IW ID JA JA D IB A W A H KEKU ASAAN

SA ILEN DRA .Ini berarti bahwa Bosch telah melepaskan teorinja pada tahun 1941,

ketika ia menulis De lnscdptie van Ligor dalam madjalan T.B.G.

L X X X I hal. 26 dst. Dalam tulisan itu ia mengulangi pendapat Dr.

Chhabra mengenai radja W isnu jang disamakan dengan Wisnuwar-

masya pada tjintjin perak dan achirnja mengambil kesimpulan, bahwa

pada tahun 775 seorang radja Sailendra jang bernama W isnu me­

merintah Sriwidjaja. Radja W isnu jang tertjatat pada piagam Ligor B

tidak lain daripada rakai Panunggalan, jang tertjatat pada piagam

Kedu jang dikeluarkan oleh radja Balitung pada tahun 907. Rakai

Panunggalan itu sama dengan Samarottungga pada piagam Karang

Tengah, dan Samarottungga adalah Samaragrawira pada piagam Na-

landa. Beliau adalah putera rakai Pantjapana Panangkaran, jang ter­

sebut pada piagam Kalasan dari tahun 778. Pada piagam Kelurak

radja Pantjapana Panangkaran menjebtft dirinja pembunuh musuh per­

wira jakni wairiwarawirawimardana dan pada piagam Nalanda disebut

wirawairimanthana, dengan arti jang sama.

Djalan pikiran Coedes dalam pembahasan piagam Ligor B sedjadjar

dengan djalan pikiran van Naerssen dalam pembahasan piagam Ka­

lasan. Dalam karangannja The Qailendra Interregnum jang termuat da­

lam India Antiqua tahun 1947 hal. 249 — 253. Van Naerssen meng­

utarakan, bahwa pada piagam Kalasan ia melihat adanja dua radja.

Jang satu ialah rajasingha, termasuk dalam wangsa Sailendra; jang

lainnja ialah dyah Pantjapana Panangkaran, termasuk wangsa Sandjaja,

Radja Panangkaran ada dibawah kekuasaan radja Sailendra jang tidak

disebut namanja. Van Naerssen beranggapan bahwa ketika rakai Pa­

nangkaran menggantikan ajahnja jakni radja Sandjaja, keradjaan M a ­

taram diserbu dari luar oleh wangsa Sailendra, jang memeluk agama

Buda. Serbuan itu berhasil baik. Oleh karena itu rakai Panangkaran

mendjadi radja bawahan Sailendra; agama Siwa jang selama pe­

merintahan Sandjaja mendjadi agama resmi dalam keradjaan Mataram,

diganti dengan agama Buda Mahayana. Sedjak itu maka keradjaan

Mataram dikuasai oleh radja-radja dari wangsa Sailendra, sedangkan

radja-radja keturunan Sandjaja terdesak. Keadaan jang demikian itu

berlangsung sampai pertengahan abad 9, ketika rakai Panangkaran

timbul dan berhasil memegang tampuk pimpinan pemerintahan. Rakai

142

Page 142: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pikatan adalah keturunan tingkat lima dari radja Sandjaja. Beliau ti­

dak bergelar maharadja, tetapi ratu sadja. Baru setelah rakai Kaju-

wangi berkuasa, gelar maharadja itu digunakan. Rakai Kajuwangi

adalah putera rakai Pikatan. Dengan timbulnja rakai Kajuwangi dengan

gelar maharadja itu maka kekuasaan radjakula Sailendra berachir sama- sekali.

Anggapan bahwa rakai Panangkaran adalah putera radja Sandjaja

telah tjukup banjak dikemukakan oleh para sardjana. Terhadap ang­

gapan itu telah saja kemukakan keberatan saja dalam Ichtisar Pe­

nulisan Sedjarah Sriwidjaja. Dengan djelas piagam Kalasan menjebut

bahwa Dyah Pantjapana Panangkaran adalah hiasan radjakula Sai­

lendra. Piagam Kalasan pada 5. Ungkapan itu berarti bahwa rakai

Panangkaran djustru salah seorang radja dari radjakula' Saileindra.

Bahkan pada hakekatnja ia adalah radja Sailendra jang pertama di

Djawa Tengah sepandjang pengetahuan kita dari piagam-piagam.

Bahwa rakai Panangkaran tidak menggunakan Sandjajawarsa seperti

radja-radja lainnja pada piagam Gata dan Tadji Gunung, tetapi de­

ngan tegas menjatakan bahwa beliau adalah hiasan radjakula Sailen­

dra, adalah pernjataan jang tjukup tegas, bahwa rakai Panangkaran

bukan keturunan radja Sandjaja. Oleh karena itu tidak mungkin bahwa

rakai Panangkaran adalah radja bawahan radjakula Sailendra jang

berasal dari luar. Menurut anggapan saja djustru rakai Panangkaran

itulah jang merobohkan atau mengachiri kekuasaan radjakula Sandjaja.

Dengan timbulnja radjakula Sailendra di Mataram jang dimulai oleh

rakai Panangkaran, dengan sendirinja radjakula Sandjaja terdesak.

Radjakula Sandjaja timbul kembali dengan muntjulnja rakai Pikatan

jang berhasil kawin dengan Pramodawardhani, puteri keturunan wang-

sa Sailendra, dan kemudian menghalau Balaputeradewa dari bumi M a­taram.

Oleh karena baik teori van Naerssen maupun teori Coedes terbentur

pada pelbagai kesulitan seperti diuraikan diatas, maka kiranja lebih

beralasan untuk mengemukakan bahwa adanja radjakula Sailendra

di Djawa Tengah lebih dahulu daripada di Semenandjung seperti jang

tertjatat pada batu Ligor menurut tafsiran Coedes. Rakai Panangkaran

jang bergelar maharadja dan menjebut dirinja hiasan radjakula Sai­

lendra, sebelum mendirikan tjandi Tara pada tahun 778, pasti sudah

mendjadi radja. Ini berarti bahwa ketika griwijayaraja mengeluarkan

piagam Ligor A pada tahun 775, rakai Panangkaran telah bertachta

dan bergelar maharadja, karena piagam Tadji Gunung sebagai piagam

jang terachir dari radjakula Sandjaja bertarich tahun 772. Antara tahun

772 dan 778 itulah berachirnja kekuasaan radjakula Sandjaja dan tim-

143

Page 143: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

bulnja kekuasaan radjakula Sailendra, jang dimulai oleh dyah Pantja-

pana rakai Panangkaran.Suatu kenjataan ialah bahwa di Semenandjung diketemukan batu

piagam dengan pemberitaan tentang adanja radjakula Sailendra, di

Djawa Tengah kedapatan pula piagam Sailendra dengan tarich tahun

778. Adakah hubungan antara dua radjakula Sailendra itu? Djika ada,

mana buktinja? Itulah persoalannja. Tidak dapat disangkal bahwa

piagam radjakula Sailendra di Semenandjung itu ditulis pada batu jang

sama dengan piagam Sriwidjaja dari tahun 775. Bagaimana hubungan

antara piagam A dan piagam B itu?

Mengenai hubungan Sriwidjaja dan radjakula Sailendra, Prof. Nila-

kanta Sastri dalam bukunja History of Qriwijaya menuliskan kesim­

pulan penjelidikannja demikian: „The relations between Sriwijaya and

the Sailendras would appear to have been on the whole friendly, and

together they spread their power for a time as far as Campa and Kam­

boja. This outer empire was short-lived, and at the beginning of the

ninth century Kamboja became independent of the southern power.

About the middle of that century a Sailendra prince comes to occupy

the throne of C^riwijaya which then becomes the seat of the maharaja.

Possibly Qailendera rule continued in Java for some time longer, and

if that be so, there were two branches of this celebrated line ruling

in Sumatra and Java for a while.”

Jang menimbulkan persoalan ialah siapa „Sailendra prince" jang

dikatakan oleh prof. Nilakanta Sastri merebut tachta Sriwidjaja itu?

Diantara piagam Sailendra dari Djawa Tengah jang paling menarik

perhatian mengenai hubungan Sriwidjaja — Sailendra dalam abad 8

ialah piagam Kelurak. Piagam ini dikeluarkan oleh seorang radja dari

wangsa Sailendra jang menjebut dirinja Dharanindra pada tahun Saka

704 atau tahun Masehi 782. Beliau membangun artja Manjugri. Penje-

lenggaraannja diserahkan kepada seorang pendeta dari Gaudadwipa

bernama Kumaragosha. Artja Manjugri merupakan kesatuan Brahma,

W isnu dan Maheswara atau Siwa. Namun piagam tersebut sudah

sangat rusak. Banjak kata-katanja jang tidak dapat lagi dibatja.

Djika kita meneliti piagam Kedu, jang menjebut radja-radja Medang

di Poh Pitu, nama Dharanindra tidak tersebut disitu. Piagam Kedu

memang tidak menjebut nama pribadi radja-radja Mataram, ketjuali

ratu Sandjaja. Jang disebut disitu hanjalah gelar rakai, diikuti nama

tempat seperti Warak, Garung, Pikatan, Panangkaran dsb. Djelas

sekali bahwa nama pribadi rakai Panangkaran ialah Pantjapana, namun

nama Pancapana tidak disebut pada piagam Kedu. Saja kira nama

Dharanindra djuga nama pribadi salah satu diantara 8 radja jang di­

sebut pada piagam Kedu. Meskipun waktu pengeluaran piagam itu

144

Page 144: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

t '

hanja berselisih 4 tahun dengan pengeluaran piagam Kalasan, namun

karena sang radja menjebut dirinja Dharanindra, sedangkan pada pia­

gam Kalasan dyah Pantjapana, maka kiranja Dharanindra ini berbeda

dengan Pantjapana alias rakai Panangkaran. Selisih waktu jang terlalu

pendek itu menimbulkan dugaan bahwa Dharanindra adalah putera

dan pengganti Pantjapana. Djika anggapan itu benar, maka Dhara­

nindra harus maharadja rakai Panunggalan, karena dalam urutan nama

radja-radja Medang rakai Panunggalan disebut sesudah rakai Panang­

karan. Nama Dharanindra artinja radja djagat, adalah nama tambahan

Wisnu, karena W isnu mempunjai tugas untuk membina dunia. Ke­

samaan antara radja dan dewa Wisnu dalam membina keradjaan sudah

meresap dalam kesusateraan dan kehidupan. Demikianlah !Dharanin~

dra atau Dharanidhara: pendjaga, pendukung dunia, tidak aneh di­

gunakan sebagai nama radja. Nama Dharanidhara atau Dharanindra

. adalah Dewa Wisnu. Jang agak mentjolok ialah adanja kesamaan nama

dan radjakula antara radja jang tersebut pada piagam Ligor B dan

piagam Kelurak. Kedua-duanja adalah keturunan radjakula Sailendra.

Jang satu bernama Wisnu, lainnja bernama Dharanindra. Nama Dha­

ranindra adalah sinonim dari nama W isnu. Piagam Kelurak boleh

dikatakan sezaman dengan piagam Ligor. Berdasarkan pandangan

diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kedua piagam itu di­

keluarkan oleh satu radja, jakni oleh rakai Panunggalan. Demikianlah

rakai Panunggalan mempunjai nama pribadi Dharanindra. Kelandjutan

dari kesimpulan ialah, bahwa daerah Ligor pada achir abad 8 diperin­

tah oleh radja dari radjakula Sailendra jang berasal dari Djawa Te­

ngah, tegasnja oleh rakai Panunggalan.

Ini berarti bahwa radja Sriwidjaja jang mengeluarkan piagam Li­

gor A merupakan radja jang terachir dari keluarga radja jang dalam

bahasa Sriwidjaja bergelar dapunta hyang. Kekuasaan Sriwidjaja di-

daerah Ligor diambil alih oleh radja dari radjakula Sailendra dari

Djawa Tengah, jakni oleh rakai Panunggalan.

Nama desa Panunggalan disebut beberapa kali dalam prasasti di-

antaranja dalam prasasti K.O. IX. Desa Panunggalan terletak didaerah

Purwadadi, Djawa Tengah. Politik perluasan daerah diluar Djawa

memang dilakukan oleh tentara Djawa pada pertengahan abad 8. Me­

nurut tjatatan sedjarah Annam pada tahun 677 Tongkin mengalami

serangan musuh dari Ch o-po dan K’un-lun. Namun serangan itu tidak

berhasil. Tentara musuh dapat dipukul mundur oleh gubernur Ch ang-

po-yin didekat Son-tay dan diusir kembali kelaut. Piagam Sansekerta

dari Po Ngar menguraikan bahwa pada tahun 774 Tjampa diserang

oleh tentara asing jang warna kulitnja hitam, tindakannja sangat ke-

djam dan datang dengan perahu. Mereka merebut lingga dan mem-

145

Page 145: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

bakar tjandi. Namun mereka dapat dikalahkan oleh radja Satyawarman.

Pada tahun 787 tentara Djawa datang lagi dengan perahu dan mem­

bakar tjandi lain. Pada tahun 802 radja Kambodja Djajawarman me­

ngatakan, bahwa pada tahun itu Kambodjadesa berhenti djadi djadjahan

Djawa. Peristiwa-peristiwa tersebut membuktikan adanja politik per­

luasan daerah atau perluasan kekuasaan oleh radjakula Sailendra di

Djawa. Kita berhenti pada pernjataan bahwa pada tahun 787 tentara

Djawa datang menjerang Tjampa dan pada tahun 802 Kambodjadesa

berhenti djadi djadjahan Djawa. Ini berarti bahwa sebelum tahun 802

Kambodja djadi djadjahan Djawa.

Tahun 787 adalah masa pemerintahan rakai Panunggalan atau Dha-

ranindra. Tentara Djawa pada waktu itu menjerang Tjampa. Kiranja

tidak mustahil bahwa Ligor, daerah Sriwidjaja jang terletak dipantai

timur Malaja, mendapat serangan lebih dahulu daripada Tjampa. Pada

tahun 775 radja Sriwidjaja masih berkuasa didaerah Ligor. Demikian­

lah pengambil alihan kekuasaan daerah Ligor oleh rakai Panunggalan

harus terdjadi antara tahun 775 dan 787. Djika demikian maka pe­

mahatan piagam Ligor B harus terdjadi pada waktu-waktu itu jakni

antara tahun 775 dan 787. Piagam Ligor B lalu merupakan proklamasi

kekuasaan radjakula Sailendra dari Djawa Tengah didaerah Ligor.

Ligor didjadikan pangkalan untuk menjerang Kambodja dan Tjampa.

Kekuasaan Sriwidjaja di Semenandjung dipatahkan oleh tentara Djawa

dari Djawa Tengah dibawah pemerintahan dyah Dharanindra rakai Panunggalan.

146

Page 146: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

V I

RADJAKULA SAILENDRA DI D JA W A TENGAH

Prasasti Kedu

Untuk mengetahui bagaimana hubungan radjakula Sailendra di

Sriwidjaja dengan radjakula Sailendra di Djawa, perlu kita mengada­

kan sekadar tindjauan tentang perkembangan keradjaan Sailendra

di Djawa Tengah. Untuk tudjuan tersebut perlu kita memperhatikan

prasasti-prasasti jang pernah dikeluarkan oleh radjakula Sailendra di

Djawa dan prasasti-prasasti lainnja, jang dapat memberikan keterangan

tentang keradjaan Sailendra di Djawa Tengah.

Salah satu piagam jang didjadikan pegangan ialah piagam Kedu,

jang dikeluarkan oleh radja Balitung pada tahun 907. Piagam Kedu

telah diterbitkan oleh Dr. W .F . Stutterheim dalam T.B.G. LV II hal.

172 dan seterusnja, pada tahun 1927. Piagam Kedu menjebut nama

delapan radja jang pernah memerintah Medang diwilajah Poh Pitu,

dan jang mendahului radja Balitung. Kedelapan radja itu semuanja

bergelar sri maharadja ketjuali Sandjaja. Sandjaja bergelar sang ratu.

Kedelapan radja itu semuanja tanpa ketjuali menggunakan sebutan

rakai. Penjebutan radja-radja itu didahului dengan utjapan Rahyang

ta rumuhun ri Medang r i Poh Pitu: pembesar-pembesar dahulukala jang

memerintah di Medang di Poh Pitu. Kedelapan radja itu lalu disebut

berturut-turut seperti berikut:

1. Sang Ratu Sandjaja, rakai Mataram.

2. Sri Maharadja rakai Panangkaran.

3. Sri Maharadja rakai Panunggalan.

4. Sri Maharadja rakai Warak.

5. Sri Maharadja rakai Garung.

6. Sri Maharadja rakai Pikatan.

7. Sri Maharadja rakai Kajuwangi.

8. Sri Maharadja rakai Watuhumalang.

Dari delapan radja itu jang disebut namanja pribadi hanja radja

Sandjaja. Lainnja hanja disebut dengan gelar rakai jang diikuti nama

tempat. Dengan sendirinja lalu timbul pertanjaan, siapa nama pribadi

atau nama abhiseka radja-radja jang tudjuh itu. Hingga sekarang kita

belum berhasil sepenuhnja untuk mentjari nama-nama pribadi atau

nama-nama abhiseka ketudjuh radja tersebut. Nama pribadi rakai Pa­

nunggalan dan rakai W arak hingga saat ini belum lagi diketemukan.

Lima radja lainnja berkat penelitian pelbagai piagam sudah dapat

diketahui.

147

Page 147: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Sudah djelas bahwa di Djawa Tengah hanja ada 8 radja, jang me­

merintah sebelum radja Balitung, sebelum tahun 907. Pada tahun 907

radja Balitung sudah memerintah. Dari piagam Tjanggal kita ketahui

dengan pasti bahwa radja Sandjaja telah memerintah pada tahun 732.

Berapa tahun lamanja beliau sudah memerintah ketika mendirikan

lingga diatas gunung W ukir, tidak dapat diketahui. Demikianlah dela­

pan radja itu memerintah di Djawa Tengah dalam pangsa waktu ta­

hun 732 — 907, lebih kurang 175 tahun. Masa pemerintahan Sandjaja

sebelum tahun 732 dan Balitung sebelum tahun 907 tidak ikut diper­

hitungkan.

Piagam Kedu adalah piagam persumpahan, jang menjebut nama-nama

radja jang telah dimakamkan. Pangsa waktu 175 tahun pada hakekat-

nja bukan pangsa waktu jang pandjang. Radja jang memerintah ada­

lah tokoh-tokoh jang dikenal oleh masjarakat. Oleh karena itu penje-

butan 8 nama radja itu kiranja dapat dipertjaja. Kiranja tidak ada

maksud untuk menjelundupkan nama radja lain atau dengan sengadja

tidak memberitakan radja jang tidak disukainja, mengingat bahwa pada

masa itu kultus persembahan atau pendewaan nenek-mojang se­

dang berkembang. Balitung atau pemahat piagam pasti mempeladjari

nama radja-radja jang bersangkutan lebih dahulu. Tidak ada alasan

untuk meragukan kebenaran pemberitaan piagam tersebut. Bahwa

kemudian diketemukan nama-nama radja jang tidak termasuk dalam

daftar piagam Balitung, dapat ditafsirkan bahwa radja-radja jang

bersangkutan tidak termasuk radja-radja jang memerintah di Poh Pitu.

Selain keradjaan Mataram, di Djawa Tengah pada waktu itu pasti

masih ada keradjaan-keradjaan lain. W ilajah keradjaan pada waktu

itu tidak bisa digambarkan dengan djelas, namun dapat dipastikan,

bahwa kebanjakan keradjaan pada waktu itu merupakan keradjaan

ketjil-ketjil.

Djuga tidak dapat dibuktikan, apakah urutan radja-radja jang

djumlahnja 9 dengan Balitung itu termasuk satu dinasti, jang bisa

disebut dinasti atau wangsa Sandjaja; berhubung Sandjaja adalah

radja jang pertama. Djuga masih diragukan apakah radja-radja jang

disebut itu memerintah berturut-turut dari bapak keanak, atau di-

antaranja terselip pula radja dari wangsa lain. Bagaimana hubungan

antara radja jang satu dengan radja jang lain, tidak diketahui dengan

pasti. Ketjuali piagam Kedu di Djawa Tengah masih banjak lagi di­

ketemukan prasasti-prasasti jang menjebut nama radja jang tidak

tertjantum pada daftar nama radja prasasti Kedu. Bagaimana hubungan

antara radja-radja tersebut dengan radja pada, prasasti Kedu, masih

perlu diselidiki. Demikianlah pada hakekatnja persoalan wangsa Sai-

lendra di Djawa Tengah itu masih sangat rumit.

148

Page 148: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pada prasasti Kedu djelas dinjatakan bahwa radja-radja jang ter­

sebut pada prasasti itu pernah memerintah di Medang * °

Hingga sekarang kita tidak mengetahui dimana letaknja o itu.

Pada piagam lain akan kita djumpai pula nama Medang, jang tida

dihubungkan dengan Poh Pitu, tetapi dengan Mataram dan amrati.

Dimana letaknja tempat-tempat tersebut dan apa sebab-seba nja tim

bui tiga nama tersebut, masih memerlukan penelitian lebi an jut.

Lokalisasi tempat-tempat itu tidaklah mudah. Sandjaja memelu

Siwa, tetapi rakai Panangkaran djelas memeluk agama Buda Maha-

yana. Apakah sebabnja maka timbul perubahan agama dalam e-

hidupan wangsa Sandjaja, djika Panangkaran adalah benar putera

rakai Mataram, sang ratu Sandjaja? Djelas bahwa Sandjaja bergelar

sang ratu. Mengapa sekonjong-konjong rakai Panangkaran bergelar

sri maharadja? Hal-hal tersebut merupakan persoalan jang perlu di­

perhatikan, djika kita ingin mengetahui perkembangan wangsa Sai-

lendra di Djawa Tengah. Tidak semua soal itu dapat dipetjahkan

setjara memuaskan karena bahan sedjarah jang diperlukan tidak

mentjukupi. Bahwa kita menjadari adanja persoalan-persoalan itu,

adalah suatu tanda bahwa kesadaran sedjarah itu telah timbul,, telah

mulai tumbuh dikalangan masjarakat Indonesia. Kesadaran sedjarah

itu dengan sendirinja akan mendorong kita untuk mentjari pendje-

lasan tentang soal-soal jang belum kita ketahui.

Untuk memperoleh sekadar gambaran tentang perkembangan ke-

radjaan Sailendra di Djawa Tengah, perlu kita menindjau prasasti-

prasasti jang dikeluarkan oleh radja-radja Sailendra sendiri dan

prasasti-prasasti jang dikeluarkan oleh radja-radja jang disebut pada

prasasti Kedu, meskipun tindjauan tentang prasasti-prasasti itu tidak

akan sangat mendalam. Kita mulai dengan penindjauan prasasti

Tjanggal, jang dikeluarkan oleh sang ratu Sandjaja.

Prasasti Tjanggal dan Sandjaja

Prasasti Tjanggal ditulis dalam bahasa Sansekerta, bertarich tahun

Saka 654 atau tahun Masehi 732. Prasasti tersebut diketemukan di-

atas gunung W ukir di Tjanggal, desa Kadiluwih, distrik Salam di

Kedu Selatan, diterbitkan oleh Kern pada tahun 1885 dalam B.K.I.

djilid X, dimuat kembali dalam V .G . V II hal. 115 dan seterusnja.

Prasasti Tjanggal dikeluarkan oleh radja Sandjaja pada waktu men­

dirikan lingga diatas gunung Wukir, diketemukan didekat puing-pu­

ing tjandi. ,Isinja. Prasasti Tjanggal terdiri dari 12 pada. Pada 1 mengurai­

kan pembangunan lingga oleh radja Sandjaja diatas gunung. Pada

149

Page 149: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

4 memuat pudjaan kepada dewa Siwa. Pada 5 memuat pudjaan

i j Brahma. Pada 6 adalah pudjaan kepada dewa Wisnu,terhadap dewa d « ““ . . u i • 1Pada 7 menguraikan pulau Djawa, jang sangat subur, kaja akan

t ban mas dan banjak menghasilkan padi. Dipulau itu didirikan

ml' Siwa demi kebahagiaan penduduk, berasal dari Kundjarakun-

d' desa (di India Selatan). Pada 8-9 menguraikan bahwa pulau Djawa

rl intah oleh radja Sanna, jang sangat bidjaksana, adil dalam tin-

d kannja perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada bawah-

n'a (rakjat). Ketika radja Sanna wafat, negara berkabung, sedih

karena kehilangan pelindung. Pada 10-11 menguraikan pengganti

rad'a Sanna jakni puteranja, radja Sandjaja. Sandjaja dikiaskan de-

taliari Beliau menerima kekuasaan tidak langsung dari radja ngan matanai*-Sanna tetapi dari kakaknja perempuan. Pada 12 menguraikan kese­

jahteraan, keamanan dan ketenteraman negara. Rakjat dapat tidur

ditengah djalan, tidak usah takut akan pentjuri dan penjamun atau

kedjahatan lainnja. Rakjat hidup serba senang.

Dari piagam Tjanggal njatalah bahwa radja Sandjaja memeluk

agama Siwa dan berkiblat ke India Selatan. Nama Kundjara atau Kun-

djaradari terdapat di India Selatan, terkenal sebagai tempat pertapaan

Agastya. Kundjaradari adalah pusat agama Siwa. Boleh dipastikan

bahwa nenek-mojang radja Sandjaja berasal dari India Selatan, tegas-

nja dari tempat jang namanja Kundjaradari. Penjebutan nama San­

djaja pada prasasti Balitung terbukti tjotjok dengan kenjataan. Nama

Sandjaja memang kedapatan pada prasasti Tjanggal. Sandjaja diang­

gap sebagai radja pertama di Mataram dan disebut rakai Mataram,

sedangkan prasasti Tjanggal jang dikeluarkan oleh radja Sandjaja

sendiri menjatakan, bahwa sebelum radja Sandjaja, Djawa telah di­

perintah oleh ajah beliau jang bernama radja Sanna. Satu hal lagi jang

perlu diperhatikan ialah pernjataan bahwa pulau Djawa kaja akan

tambang mas. Moens dalam karangannja £ nvijaya, Yava en Kataha

(T.B.G. LX X V II hal. 386-387) segera menghubungkan Yawa pada

prasasti Tjanggal itu dengan Ye-po-ti, sebagai transkripsi Tionghwa

dari Yawadwipa, jang diidentifikasikan dengan Semenandjung Me­

laju, karena pulau Djawa tidak pernah dikenal sebagai pulau mas atau

pulau jang menghasilkan mas. Baik Yawadwipa dalam kekawin Sanse-

kerta Ramayana maupun pemberitaan Ptolomeus tentang Chryso Cher-

sonesos bertalian dengan Semenandjung, tidak dengan pulau Djawa.

Menurut pendapatnja radja Sandjaja diusir dari Kataha dan lari ke

Djawa. Di Djawa beliau mendirikan keradjaan di Djawa Tengah.

Apa jang ditjeriterakan pada prasasti Tjanggal tentang Djawa adalah

ingatan kepada tempat tinggalnja jang lama jakni Semenandjung.

Tjandi Siwa jang diuraikan pada pada 7 tidak pernah terdapat di Dja-

150

Page 150: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

wa. tetapi di Semenandjung. Djuga radja Sannaha tidak memerintah

Djawa. Radja Sanna hidup dan wafat di Semenandjung. Kesedjah-

teraan rakjat jang diuraikan dalam prasasti Tjanggal adalah kesedjah-

teraan rakjat di Semenandjung. Pusat keradjaan Yawadwipa adalah

Kedah. Moens berusaha untuk mengidentifikasikan Cho-po dengan

Djawa (Yawadwipa) jang dilokalisasikan di Semenandjung. karena

timbulnja keradjaan Sriwidjaja jang segera menguasai Selat Malaka

dan menjerang Semenandjung, maka radja Sandjaja berhasil diusir

dari Kedah dan melarikan diri ke Djawa. Demikianlah pendapat

Moens.

Piagam-piagam jang menggunakan perhitungan tarich tahun San­

djaja ada dua, jakni piagam Gata dekat Prambanan dengan tarich

Sandjajawarsa 693 (O.J.O. X X X V ) dan piagam Tadji Gunung djuga

dekat Prambanan dengan tarich Sandjajawarsa 694 atau tahun M a­

sehi 772 (O.J.O. X X X V I), djadi 40 tahun sesudah prasasti Tjanggal.

Nama radjanja tidak djelas, tetapi radjanja terang bergelar sri maha-

radja, dan nama abhisekanja berachir dengan tunggawidjaja. Nama

itu terdapat pada baris 4 dan 5:

gri maharaja daksottamabahubajrapratipaksaksaya gri .......

nggawijaya, tumurun i rakryan mapatih halu, sirikan, muang.

Oleh karena kedua piagam tersebut menggunakan tarich Sandjaja-

warsa, boleh dipastikan bahwa radja jang namanja tersebut pada pia­

gam Gata adalah keturunan radja Sandjaja.

Prasasti Tadji Gunung tidak menjebut nama radja, hanja menjebut

mahamantri rakryan Gurunwangi. Benar pada prasasti itu disebut

Sri Sandjaja naranata, tetapi didahului dengan kata nguni: dahulu.

Pada waktu itu radja Sandjaja sudah wafat. Oleh karena selisih waktu

hanja satu tahun sadja dengan prasasti Gata, maka boleh dipastikan

radja jang memerintah sama dengan radja jang mengeluarkan prasasti

Gata. Lagipula baik prasasti Gata maupun prasasti Tadji Gunung

menggunakan Sandjajawarsa.

Peristiwa tersebut saja anggap penting, karena pada prasasti itu

djelas bahwa keturunan Sandjaja djuga bergelar sri maharadja dan

mengambil nama abhiseka dengan tangga. Lagipula masa pemerin-

tahannja djelas dinjatakan dengan tarich tahun jakni tahun 771 dan

772. De Casparis dalam perhitungan bahwa setiap radja memerintah

20 tahun untuk mengisi pangsa waktu 175 tahun, sampai kepada per­

hitungan, bahwa rakai Panangkaran memerintah mulai 760 780 dan

seterusnja. Prasasti Gata dan Tadji Gunung tidak ditulis dalam bahasa

Sansekerta seperti prasasti Tjanggal, Kalasan, Karang Tengah dll.,

151

Page 151: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

tetapi dalam bahasa Djawa kuno. Prasasti ini segera kita hubungkan

dengan prasasti Kalasan jang bertarich tahun 778 dan ditulis dalam

bahasa Sansekerta.

Prasasti Kalasan dan rakai Panangkaran

Prasasti Kalasan ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan huruf

Pra-Nagari, bertarich tahun Saka 700 atau tahun Masehi 778. Untuk

pertama kalinja prasasti tersebut diterbitkan oleh Dr. Brandes pada

tahun 1886 dalam T.B.G. 31 hal. 240-260. Pada tahun 1928 diterbit­

kan lagi oleh Bosch dalam T.B.G. 68 hal. 57-62.

Kalasan letaknja berdekatan sekali dengan Prambanan, boleh dikata­

kan hanja terpisah oleh sungai. Pada tahun 771 dan 772 Prambanan

masih ada dibawah kekuasaan sri maharadja Daksottamabahubadjra

Tunggadewa, keturunan radja Sandjaja. Pada tahun 778 Kalasan

mendjadi wilajah maharadja Pantjapana Panangkaran. Sudah pasti

bahwa Prambanan djuga termasuk wilajah radja Pantjapana Panang­

karan.

Isi prasasti: Pada 1; doa dan salam kepada Arya Tara, mudah-

mudahan para pemudjanja dapat mentjapai tudjuannja.

Pada 2-3. Para guru radja Sailendra mohon kepada maharadja

dyah Pantjapana Panangkaran, agar beliau membangun tjandi Tara.

Permohonan para guru itu ialah, agar dibangunlah artja dewi Tara

tjandinja dan beberapa rumah untuk para pendeta jang fasih akan

pengetahuan Mahayana W inaya.'

Pada 4-6. Para pangkur, tawan dan tirip menerima perintah untuk

membuat tjandi Tara dan perumahan para pendeta. Tjandi Tara di­

dirikan didaerah makmur sang radja jang mendjadi hiasan radjakula

Sailendra untuk kepentingan para guru radja Sailendra. Pada tahun

Saka 700 maharadja Panangkaran selesai membangun tjandi Tara

tempat para guru melakukan persembahan.

Pada 7-9. Desa Kalasan dihadiahkan. Para pangkur, tawan dan

tirip, adyaksa desa dan para pembesar mendjadi saksi. Tanah jang

dihadiahkan oleh sang radja supaja didjaga baik-baik oleh para radja

keturunan wangsa Sailendra, oleh para pangkur, para tawan dan tirip

serta para pembesar jang bidjak turun-temurun. Selandjutnja sang

radja berulang kali minta kepada semua radja jang akan memerintah

kemudian, agar tjandi itu selama-lamanja didjaga untuk kebahagiaan

semua orang.

Pada 11-12. Berkat pembangunan wihara itu diharapkan semoga

semua orang memperoleh pengetahuan tentang kelahiran, memperoleh

tibavopapanna dan mengikuti adjaran Djina. Jang mulia kariyana

152

Page 152: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

(rakyan) Panangkaran mengulangi lagi permintaan beliau kepada

semua radja jang akan menjusul untuk membina wihara itu a a

adaan jang sesempurna-sempurnanja.

Prasasti Kalasan tidak menggunakan perhitungan tarich tahun San-

d ja ja seperti Gata dan Tadji Gunung. Nama radja jang disebut ialah

rakai Panangkaran dengan nama pribadinja dyah Pantjapana. e ar

jang digunakan ialah maharadja. Untuk pertama kalmja diberita an

adanja radjakula Sailendra. Pada 2 menguraikan bahwa para guru

radja Sailendra mohon kepada maharadja dyah Pantjapana, rakai

Panangkaran untuk membangun tjandi Tara dan perumahan untuk

para pendeta.

Sudah sedjak tahun 1919 Prof. Ph. Vogel dalam artikelnja Het

Koninktijk Qnwijaya (B.K.I. 75 hal. 614) telah menjarankan untuk

memisahkan radja Sailendra (gailendraraja) dengan rakai Panangka­

ran. Pada tahun 1928 dalam terbitannja prasasti Kalasan Prof. Bosch

mengira bahwa gailendraräja dan rakai Panangkaran adalah radja Sri-

widjaja dan termasuk radjakula Sailendra. Pada tahun 1947 Dr. van

Naerssen mentjurahkan perhatiannja lagi kepada prasasti Kalasan

dan melihat adanja dua radja pada prasasti tersebut. Jang satu adalah

radja Sailendra jang tidak disebut namanja (dalam kata madjemuk

gailendrarajaguru); jang satu lagi ialah maharadja Dyah Pantjapana

Panangkaran. Artikel van Naerssen termuat dalam India Antiqua

hal. 249 - 253. Van Naerssen beranggapan bahwa maharadja Pantja­

pana Panangkaran adalah radja bawahan radja Sailendra jang tidak

disebut namanja itu. Radja Sailendra jang tidak disebut namanja itu

datang dari seberang lautan dan menguasai keradjaan rakai Panang­

karan. Beliau adalah pemeluk agama Buda.

Pandangan F.H.N. van Naerssen ini kemudian diambil alih oleh

de Casparis dalam Prasasti Indonesia I dan Bosch dalam karangannja

jang berdjudul (¿riwijaya, de Qailendra- en de Sanjayawamga jang akan

dibitjarakan segera. Mereka semuanja berpendapat bahwa radja ya

Pantjapana Panangkaran adalah radja bawahan radja Sailendra. e

gera timbul pertanjaan: Djika rakai Panangkaran adalah radja a

wahan radja Sailendra, mengapa para guru Sailendra minta kepa a

rakai Panangkaran untuk membangun tjandi Tara beserta wi aranja,

tidak langsung minta kepada radja Sailendra jang lebih berkuasa.

Permintaan guru-guru radja Sailendra itu membuktikan, bahwa ra ai

Panangkaran berkuasa atas daerahnja. Beliau berkuasa membebaskan

tanah dan desa demi kepentingan pembangunan tjandi dan wihara.

Permintaan itu adalah manifestasi pengakuan guru-guru radja Sailen­

dra terhadap kekuasaan rakai Panangkaran.

153

Page 153: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pembebasan tanah demi kepentingan pembangunan tjandi dan w i­

hara dilakukan oleh radja jang berkuasa didaerahnja. Pada prasasti

Kalasan pemberian desa Kalasan sebagai hadiah demi pembangunan

tjandi Tara dan wiharanja dilakukan oleh rakai Panangkaran atas per­

mintaan para guru. Peristiwa itu sama dengan peristiwa pembebasan

tanah didesa Timbangan Wungkal demi pembangunan dharmma kawi-

kuati: tanah itu didjadikan tanah perdikan atau swatantra, bebas dari

padjak. Pembebasan desa Timbangan Wungkal dilakukan oleh sri ma-

haradja Daksottama Bahubadjra Tunggawidjaja pada tahun Saka 693

atau tahun Masehi 771, karena sri maharadja jang berkuasa. Perintah

pembebasan itu diberikan oleh sang prabu kepada rakryan mahamantri

dan rakryan Gurun Wangi. Dari peristiwa pembangunan tjandi Tara

beserta wiharanja dan penghadiahan desa Kalasan njatalah bahwa

rakai Panangkaran berkuasa penuh didaerahnja. Tidak ada radja lain

jang ada diatasnja.

Andaikata ada radja jang lebih berkuasa daripada rakai Panangkaran,

sudah pasti para guru itu akan minta kepada radja tersebut. Perintah

radja jang lebih berkuasa itu akan disampaikan kepada rakai Panang­

karan, seperti halnja dengan peristiwa pembangunan dharmma kawi-

kuan di Timbangan Wungkal. Gelar maharadja jang terdapat pada

prasasti Kalasan jang diperuntukkan bagi rakai Panangkaran pada

hakekatnja merupakan keberatan terhadap teori (pendapat) van

Naerssen, de Casparis dan Bosch. Dengan djelas pada awal pada 2

tertulis: maharajam dyah Pancapanam Panangkacanam: maharadja

Pantjapana Panangkarana. Gelar radja Sailendra pada piagam Ligor B

djuga sri maharadja. Timbul pertanjaan apakah ada perbedaan antara

gelar Pantjapana Panangkaran dan gelar radja Sailendra pada piagam

Ligor B itu? Saja kira tidak ada. Keterangan „hiasan radjakula Sai

lendra” atau „gailendrawamgatilaka” jang terdapat pada pada 5 ber­

talian dengan rakai Panangkaran. Dengan kata lain rakai Panangkaran

adalah radja Sailendra di Djawa Tengah. Beliau adalah radja Sailendra Djawa Tengah jang pertama.

Mengapa para guru Sailendra mohon, agar sang prabu suka mem­

bangun tjandi Tara dan wihara untuk para pendeta? Pantjapana Pa­

nangkaran adalah radja daripada para guru tersebut, Pantjapana

sebagai radja Sailendra jang beragama Buda mempunjai kewadjiban

untuk mengembangkan agama Buda, djustru setelah berhasil mendiri­

kan keradjaan. Kita ketahui bahwa menurut piagam Tadji Gununa

dan piagam Gata jang djelas menggunakan tarich Sandjajawarsa, sri

maharadja Daksottama Bahubadjra Tunggawidjaja jang berkuasa

Sebagai keturunan Sandjaja beliau adalah pemeluk agama Siwa. Oleh

karena sekarang jang berkuasa adalah radja jang beragama Buda,

154

Page 154: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

sudah selajaknja bahwa agama Buda mendapat perhatian. Mungkin

djuga pembangunan tjandi Tara dan wihara itu bertalian dengan

penebusan djandji sang radja kepada para guru, disamping persem­

bahan kepada nenek mojang seperti dikenal dalam agama Buda IVla-

hayana dimasjarakat Djawa Tengah. Pembangunan tjandi dan wihara

di Kalasan adalah manifestasi rasa terima kasih bahwa Pantjapana

berhasil menduduki tachta keradjaan.

Diantara radja-radja jang namanja tertjantum pada daftar silsilah

prasasti Kedu pada hakekatnja hanja rakai Panangkaran jang kita ke­

tahui namanja pribadi dengan djelas, karena nama pribadi itu ditjan-

tumkan pada piagam Kalasan djuga, berdampingan dengan gelar rakai.

Lain-lainnja tidak diketahui, atau djika diketahui, maka diketahui se-

tjara tidak langsung. Artinja pengetahuan itu diperoleh karena per­

bandingan dengan piagam-piagam lain. Ketjuali gelar rakai jang di­

ikuti nama tempat seperti dkenal pada prasasti Balitung (Kedu), radja

biasanja mempunjai nama pribadi dan nama abhiseka. Baik nama

pribadi maupun nama abhiseka ini perlu mendapat perhatian. Mungkin

sekali nama-nama dengan tungga jang terdapat pada beberapa piagam,

dan disangka chusus sebagai nama radja Sailendra oleh de Casparis,

adalah nama abhiseka rakai jang disebut pada prasasti Kedu. Satu-

satunja rakai pada prasasti Kedu jang disertai nama pribadi hanja

rakai Mataram, jakni sang ratu Sandjaja, jang djuga dikenal pada

piagam Tjanggal. Berkat prasasti Balitung (Kedu) kita mengetahui

bahwa radja Sandjaja disebut rakai Mataram. Dari piagam Tjanggal

sadja kita hanja mengetahui bahwa ada radja jang bernama Sandjaja.

Nama Mataram samasekali tidak disebut pada prasasti Tjanggal. De­

mikian pula dengan nama-nama lainnja. Dari prasasti Balaputra -

Djatiningfat kita hanja mengetahui nama Djatiningrat. Nama rakai

Pikatan tidak disebut pada prasasti itu. Pengetahuan bahwa Djati­

ningrat adalah rakai Pikatan diperoleh akibat pembandingan pra­

sasti Kedu dengan prasasti Balaputra •— Djatiningrat. Demikianlah

kiranja dengan perbandingan itu kita mungkin berhasil mengiden­

tifikasikan beberapa nama dengan nama-nama radja pada prasasti

Kedu. Lagipula prasasti Kedu samasekali tidak menjatakan setjara

mutlak, bahwa nama-nama jang tertjantum pada prasasti itu semata-

mata keturunan radja Sandjaja. Bahkan nama sri maharadja Daksot-

tama Tunggawidjaja pada prasasti Gata jang djelas menggunakan

tarich Sandjajawarsa malah tidak disebut disitu. Apa jang dinjatakan

pada prasasti Kedu tidak lain daripada menjebut nama radja-radja

jang pernah memerintah di Poh Pitu dengan ungkapan rahyang ta vu-

muhun ri Medang ri Poh Pitu. Mungkin ada djuga radja Sailendra

jang pernah memerintah di Poh Pitu. Kiranja Medang ri Poh Pitu

155

Page 155: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

bukan monopoli radja-radja keturunan radja Sandjaja sadja. Siapa

jang kuat dan berhasil merebut kekuasaan, dialah akan menduduki

tachta keradjaan.

Pada tahun 1950 seperti telah disinggung dimuka Coedes mengana­

lisa piagam Ligor B. Djalan pikiran Coedes sedjadjar dengan djalan

pikiran van Naerssen. Djuga Coedes melihat adanja dua radja pada

piagam Ligor B. Jang pertama adalah radja Wisnu jang dianggapnja

sama dengan radja Sriwidjaja jang disebut pada piagam Ligor A dan

tidak masuk wangsa Sailendra; jang kedua ialah radja jang bergelar

sri maharadja dan termasuk radjakula Sailendra, tetapi namanja tidak

disebut. Hubungan antara radja Wisnu dan radja Sailendra itu ialah

hubungan bapak dan putera. Akibat perkawinannja dengan puteri

Fu-nan radja W isnu dari Sriwidjaja memperoleh putera, jang bergelar

maharadja, dan termasuk radjakula Sailendra. Menurut anggapan Coe­

des itulah radja Sailendra jang pertama. Namanja tertjantum pada

piagam Kelurak, jakni Dharanindra. Epiteton radja Sailendra jang

pertama jakni „pembunuh musuh-musuh perwira” wairiwarawiramar-

dana pada piagam Kelurak, kedapatan kembali pada piagam *Ligor

dalam bentuk sarwwarimadawi(ma)thana dan pada piagam Nalanda

wirawairimathana. Epiteton itu adalah epiteton radja Sailendra Dha­

ranindra. Seperti telah diberitahukan dimuka karangan Coedes tersebut

dimuat dalam Bingkisan Budi tahun 1950.

Pada tahun 1952 Bosch menerbitkan karangannja jang berdjudul

Criwijaya, de (¡Sailendra- en de Sanjayawamsa dalam B.K.I. 108 hal.

113-123 dengan lampiran silsilah radja-radja Sailendra, radja ke­

turunan Sandjaja dan radja-radja Sailendra di Sriwidjaja, Baik ka­

rangan van Naerssen, maupun Coedes serta disertasi de Casparis

Prasasti Indonesia dibahas seperlunja dalam artikel Bosch tersebut.

Ia mengakui kegagalannja dalam usaha membahas persoalan piagam

Ligor pada tahun 1941 jang berdjudul De inscriptie van Ligor dalam

T.B.G. LXXX I hal. 26-38. Dalam terbitannja jang baru itu Bosch

mentjoba memberikan ichtisar tentang perkembangan dan hubungan

radjakula Sailendra di Sriwidjaja dan radjakula Sailendra di Djawa.

Bosch masih tetap beranggapan bahwa radja Dharmasetu jang tertjatat

pada piagam Nalanda sebagai ajah Tara dan mertua Samaragrawira

adalah radja Sriwidjaja. Nama Samaragrawira pada piagam Nalanda

tetap masih disamakan dengan nama Samaratungga pada piagam Ka­

rang Tengah. Radja W isnu pada piagam Ligor disamakan dengan

rakai Panangkaran dan dianggap putera Sandjaja. Menurut anggapan

Bosch rakai Panangkaran jang diidentifikasikan dengan radja W isnu

kawin dengan puteri dari Fu-nan dan dari perkawinan itu lahir rakai

Panunggalan dan Dharanindra.

156

Page 156: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pada umumnja Bosch menerima teori Coedes. Oleh karena itu timbul

ichtisar jang demikian. Menurut pendapat Bosch ketidak-puasan hasil

penelitian mengenai piagam Ligor B ditimbulkan akibat pandangan

jang diarahkan kepada politik perluasan wilajah dan politik mengedjar

kekuasaan jang dilakukan oleh radja-radja Djawa dan Sriwidjaja

sebagai saingan dalam abad 8. Pandangan itu ditinggalkan dan ber­

alih kepada pandangan perdamaian jang dimanifestasikan dalam per­

kawinan antara wangsa jang memerintah Sriwidjaja dan wangsa jang

memerintah Djawa. Katanja: „Sebaliknja kami berpandangan bahwa

dalam abad 8 dan 9 sudah pasti perkawinan itu di Djawa meme­

gang peranan jang sangat penting. Hubungan antara wangsa Sai-

lendra di Djawa dan wangsa di Sriwidjaja berlangsung dalam suasana

aman dan damai. Penerimaan pandangan itu membawa konsekwensi

penerimaan teori Coedes tentang perkawinan W isnu / Panangkaran

dengan puteri Sailendra. Dari perkawinan itu lahir dua putera. Jang

sulung melandjutkan kekuasaan Sandjaja dan bergelar maharadja.

Putera sulung itu ialah rakai Panunggalan. Keturunan rakai Panung-

galan tertjatat pada daftar silsilah radja Balitung. Putera jang bungsu

djuga menerima gelar maharadja, tetapi tidak digunakan, seperti ter-

njata pada piagam Kelurak, Kalasan dan Nalanda. Putera bungsu

itu ialah Dharanindra.”

Oleh karena Bosch menerima pendapat bahwa radja Dharmasetu

adalah radja Sriwidjaja, maka ia mengambil perkawinan antara Sama-

ragrawira dan dewi Tara sebagai tjontoh, betapa baik hubungan antara

radja Sriwidjaja dan radja Djawa. Tidak ada soal permusuhan. Teori

Bosch ini bertentangan dengan makna epiteton radja Dharanindra

,.pembunuh musuh-musuh perwira”.

Prasasti Ratu Baka dan Dharmatungga

Prasasti Ratu Baka ditulis dalam bahasa Sansekerta. Oleh karena

banjak bagian jang telah rusak, tidak mungkin diterdjemahkan. Tarich

tahun pemahatannja telah hilang. Berdasarkan kesamaan bentuk huruf

jang digunakan, dengan bentuk huruf prasasti Kalasan, de Casparis.

jang menerbitkan prasasti tersebut dalam Prasasti Indonesia I (1950),

menduga bahwa prasasti Ratu Baka dipahat pada waktu jang sama

dengan prasasti Kalasan. Djuga pada prasasti Ratu Baka terdapat kata

gailendra ....... dibelakang nama Dharmmatunggadewasya. Nama itulah

jang penting untuk diketahui. Dengan sendirinja ia mengambil kesim­

pulan bahwa prasasti Kalasan dikeluarkan oleh radja Sailendra Dharm-

matungga tersebut. Rakai Panangkaran dianggap sebagai radja ke­

turunan Sandjaja, jang ada dibawah .kekuasaan radja Sailendra.

157

Page 157: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Prasasti Kelurak dan Dharanindra

Prasasli K e l u r a k ditulis dalam bahasa Sansekerta. bertarich tahun t, Masehi 782, diterbitkan oleh Bosch dalam T.B.G.

**£” S ÎT .92S . Piagam Kelurak terdiri dari duapuluh

pada. Isinja adalah peresmian artja M aS ^r i. pf da achir pada 5 ter- , dhrê tâ anre tim ata dharam ndranatnna: keradjaan_aPat ung apan . tegUh hatinja. Bosch semula mengira bahwaDharanindra jang sang 9

, •<. t Oleh karena itu terlalu pendek, Jalu dirangkapnama radja itu Indra, r ,

.. • ditambah denqan warmart. ierbentuklah namadengan dharam dan diramu* »Namun radia bailendra jang berachir warman

Dharanindrawarman. iNamuu J T n -i jtidak ada. Pada tahun 1950 dalam karangannja Le Çailendra, tueur, , . ’ rw d è s membatjanja Dharanindra sadja. Pada ta-des héros ennemis Coeaeb j j •

hun 1950 dalam bukunja Prasasti Indonesia I, de Casparis tetap meng­

gunakan nama Indra. Saja beranggapan bahwa nama itu ialah Dhara­

nindra sebagai sinonim, nama Dharanidhara. Dharanindra berarti

radja bumi; Dharanidhara berarti pendukung atau pelindung dunia.

Nama itu adalah nama Wisnu. Nama itu saja identifikasikan dengan

nama radja W isnu di Ligor B, dan menurut pendapat saja adalah nama

pribadi rakai Panunggalan. Demikianlah radja W isnu pada piagam

Ligor B itu saja identifikasikan dengan rakai Panunggalan pada pra­

sasti Balitung (Kedu). Dengan sendirinja saja tidak melihat adanja dua

radja pada piagam Ligor B. Radja Sailendra jang bergelar maharadja

adalah radja W isnu. Pendapat itu terdapat dalam terbitan saja. Ke­

radjaan Sriwidjaja (Kerajaan Sriwijaya) pada tahun 1963 di Singa­

pura. Baik epiteton „pembunuh musuh perwira” jang terdapat pada

piagam Kelurak, piagam Ligor B maupun pada piagam Nalanda adalah

epiteton rakai P a n u n g g a l a n . Pada jang terachir jakni pada 20 memuat

nama Sri Sanggrama Dhanandjaja. Baris jang memuat nama tersebut

diterdjemahkan oleh de Casparis: D it bouwwerk van hem, die bij de

wijding tôt de v o o r t r e f f e l i j k s t e der mannen de koningsnaam gri Sang-

gramadhananjaya aanneemt. Artinja: Bangunan itu adalah bangunan

sang radja jang mendjadi pahlawan diantara para perwira dan meng­

ambil nama abhiseka Sri Sanggrama Dhanandjaja. Demikianlah saja

berpendapat bahwa Dharanindra adalah nama pribadi, Sanggrama

Dhanandjaja adalah nama abhiseka, rakai Panunggalan adalah gelar

sebutannja.

Djuga pada prasasti Kelurak ini saja djumpai nama Sri Dhàrmasetu

pada pertengahan pada 19 didahului dengan kata pratipâlaniyah: pen-

djaga. Djadf ungkapan pratipâlaniyah çri .Dharmmasetur ayam .......

....... artinja: Sri Dharmasetu diserahi untuk mendjaga (bangunan).

Terdjemahan jang demikian tjotjok dengan kalimat berikutnja jang

158

/

Page 158: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

menjatakan bahwa bangunan itu dibuat oleh radja Sri Sanggrama

Dhanandjaja. Oleh karena nama Sri Dharmasetu itu kedapatan pada

prasasti Kelurak dan bersama-sama dengan nama Dharanindra, maka

saja menolak anggapan, bahwa radja Dharmasetu adalah radja Sriwi-

djaja, seperti jang dikemukakan oleh Krom, Bos.ch dan de Casparis.

Menurut prasasti Nalanda Dharmasetu- adalah ajah dewi Tara dan

mertua Samaragrawira, sedangkan Samaragrawira adalah ajah Bala-

putra. Demikianlah Dharmasetu itu berbesan dengan Dharanindra alias

rakai Panunggalan. Karena hal-hal tersebut maka saja anggap prasasti

Kelurak adalah prasasti penting, jang dapat memberikan petundjuk

untuk penjelesaian persoalan hubungan antara piagam Nalanda dan

piagam Ligor B, atau persoalan hubungan Sriwidjaja dan Djawa. Saja

menduga bahwa djustru pada prasasti Kelurak itu kita mendapatkan

keterangan tentang rakai Panunggalan jang hingga sekarang tidak

pernah diketemukan. Hal itu agak aneh. Djustru oleh karena Balitung

pada prasasti Kedu hanja menjebut gelar rakai jang diikuti dengan

nama tempat, tidak menjebut nama pribadi atau nama abhisekanja,

maka agak sulit untuk memperoleh keterangan. Prasasti dapat dike­

luarkan atas nama pribadi atau atas nama abhiseka radja jang ber­

sangkutan.

Prasasti Karang Tengah dengan Samaratungga

Prasasti Karang Tengah dekat Temanggung di Djawa Tengah ter­

diri dari dua bagian ditulis dalam bahasa Sansekerta dan bahasa Djawa

kuno. Bagian jang ditulis dalam bahasa Sansekerta isinja berbeda

dengan jang ditulis dalam bahasa Djawa kuno. Bagian jang ditulis

dalam bahasa Djawa kuno telah dimuat dalam O.J.O. no. IV . Tarich

tahunnja adalah tahun Saka 769, namun ternjata batjaan Brandes

kurang tepat. De Casparis dalam Prasasti Indonesia I hal. 31/40

membatjanja tahun 746 atau tahun Masehi 824. Tarich tahun 746

itu tjotjok dengan tarich tahun jang terdapat pada bagian jang

ditulis dalam bahasa Sansekerta. Bagian Sansekerta menggunakan

tjandrasangkala rasa:, sagara, ksitidhara, jang masing-masing menun-

djukkan angka 6, 4 dan 7. Djadi tarich tahunnja ialah 746 Saka. De­

mikianlah kedua prasasti itu ditulis pada waktu jang sama.

Bagian Sansekerta menderita banjak kerusakan, karena batunja pe-

tjah. Bagian atas kiri dan tengah hilang. Bagian jang masih ada telah

ditranskripsikan dengan huruf Latin dan diterdjemahkan oleh de Cas­

paris. Isinja seperti berikut:

Radja Samaratungga mempunjai seorang puteri bernama Pramoda-

wardhani. Puteri Pramodawardhani membangun finalaya jang sangat

indah. Pada tahun Saka 746 atau tahun Masehi 824 artja jang dimu­

159

Page 159: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

liakan ditempatkan dalam tjandi jang telah dibangun. Artja itu bersinar

seperti bulan, jang karena ketakutan kepada Rahu djatuh kembali

kebumi. Kemudian dinaikkan diatas kaki tjandi, jang telah dibangun

sangat indah oleh orang-orang tua dengan bantuan orang-orang muda.

M udah-mudahan beliau barkat pembangunan tjandi D jina itu dapat

mentjapai sepuluh tingkat ke-Buda-an. Saja berharap agar sajapun

djika sampai giliran saja, dapat mentjapai tingkat jang sangat sulit

ditjapai itu? tingkat jang tertinggi, jang .......... Selama gunung Meru

masih djadi tempat kediaman para dewa, dan selama matahari diang-

kasa masih bersinar demi kehidupan ribuan manusia, mudah-mudahan

selama itu pula umur bangunan ini, penuh dengan keutamaan Buda.

Bagian D jaw a kuno sedikitpun tidak menjinggung soal pembangunan

tjandi D jinalaja. Bagian itu menguraikan .pembebasan tanah. Paida ta­

hun 746 atau tahun Masehi 824 rakarayan Patapan mpu Palar meng­

hadiahkan ladang padi sebagai tanah perdikan jang terletak di Baba-

dan, Lo Pandak, Kisir, Santo i Karung, Petir, Kuling dan Trihadji.

Ukuran tanah itu disebutkan dengan teliti. Untuk keperluan tersebut

diundang saksi dari pelbagai desa; lengkap dengan nama dan tempat

tinggalnja, anak dan djabatannja para saksi ditjatat pada piagam itu.

Para saksi jang bersangkutan memperoleh hadiah masing-masing.

Boleh dipastikan bahwa hadiah tanah perdikan itu bertalian dengan

pembangunan tjandi D jinalaja jang disebut pada bagian Sansekerta.

Hadiah tanah itu diberikan oleh rakarayan Partapan mpu Palar. De

Casparis berpendapat bahwa tidak ada alasan samasekali untuk meng­

identifikasikan rakarayan Patapan mpu Palar itu dengan Samaratung-

ga. Ia beranggapan bahwa rakarayan Patapan adalah radja dengan

gelar D jawa: rakai, rakarayan atau kariyana. Radja-radja D jawa itu

adalah radja bawahan radja Sailendra. De Casparis membanding pra­

sasti Karang Tengah dengan prasasti Kalasan, jang memuat nama

rakai Panangkaran. Ia sependapat dengan van Naerssen bahwa radja

Panangkaran adalah radja bawahan Sailendra. Demikian pula halnja

dengan rakai Patapan dalam hubungannja dengan Samaratungga.

Bagaimanapun rakarayan Patapan tidaklah sama dengan Samara­

tungga. Titel rakarayan bukanlah gelar radja semata-mata. Hal itu tidak

hanja terbukti pada zaman Madjapahit sadja, tetapi djuga pada zaman

pemerintahan radja Sandjaja. Tjontoh jang baik kiranja dapat diambil

dari piagam Gata dan Tadji Gunung dari tahun 771 dan 772. Pada

piagam Gata terdapat nama rakryan Gurun W ang i. Pada piagam

Tadji Gunung i djelas disebut rakryan Gurun W ang i. Mahamantri

djuga disebut rakryan. Demikianlah rakarayan Patapan tidak perlu

mendjabat radja. Jang pasti ialah bahwa rakarayan Patapan adalah

bawahan Samaratungga.

1 6 0

Page 160: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Hampir semua prasasti tentang hadiah tanah jang langsung berhu­

bungan dengan rakjat dan mengundang rakjat desa sebagai saksi di­

tulis dalam bahasa Djawa kuno, tetapi prasasti-prasasti resmi tentang

peresmian tjandi hampir semuanja ditulis dalam bahasa Sansekerta.

Peresmian tjandi Kalasan, peresmian artja Manjugri di Kelurak, pem­

bangunan Djinalaja di Karang Tengah, peresmian lingga diatas gu­

nung W ukir ditulis dalam bahasa Sansekerta. Salah satu keketjualian

ialah peresmian pembangunan tjandi makam didesa W antil seperti

diuraikan pada prasasti Balaputra - Djatiningrat atau A metrical old

Javanese inscription dated 856 termuat dalam Prasasti Indonesia II hal.

280 - 330. Prasasti ini ditulis dalam bahasa Djawa kuno, boleh dikata­

kan pada achir zaman pemerintahan radjakula Sailendra. Kesan jang

diperoleh ialah, bahwa prasasti jang langsung berhubungan dengan

rakjat dan harus diketahui oleh rakjat, ditulis dalam bahasa rakjat

jakni bahasa Djawa kuno. Tetapi prasasti jang sifatnja resmi tentang

kepentingan radja-radja baik kepentingan radjakula Sandjaja maupun

kepentingan radjakula Sailendra ditulis dalam bahasa Sansekerta.

Kiranja prasasti Karang Tengah itu harus ditafsirkan demikian djuga.

Bagian Djawa kunonja langsung mengenai tanah perdikan tjandi, jang

memerlukan kesaksian rakjat, sedangkan bagian Sansekertanja lang­

sung mengenai peresmian bangunan tjandi makam, kepentingan chas

keluarga radja. Peresmian pembangunan lingga diatas gunung W ukir

oleh radja Sandjaja ditulis dalam bahasa Sansekerta, tetapi prasasti

Gata dan Tadji Gunung tentang soal tanah untuk pembangunan tjandi

Timbangan Wungkal ditulis dalam bahasa Djawa kuno. Kedua pra-'

sasti itu djelas menggunakan tarich Sandjajawarsa, ditulis oleh ke­

turunan Sandjaja.

Pembebasan tanah demi pembangunan tjandi tidak mutlak dilaku­

kan oleh radja, apalagi djika pembangunan tjandi itu demi kepentingan

keluarga radja. Dalam hal jang demikian maka rakjat sebenarnja jang

memberikan hadiah tanah kepada radja. Oleh karena itu rakjat harus

diberitahu dan untuk kerelaannja rakjat sekadar mendapat pepulih

berupa hadiah uang/barang atau ganti tanah. Djika pembebasan tanah

demi kepentingan bangunan umum sebagai hadiah radja, biasanja radja

jang melakukan pembebasan dengan kesaksian rakjat. Dalam soal

tanah perdikan pada prasasti Karang Tengah keluarga radja jang

mendapat keuntungan, karena rakjat menjerahkan tanahnja demi pem­

bangunan tjandi Djinalaja. Oleh karena itu rakjat diikut-sertakan pada

prasasti jang bersangkutan, dikepalai oleh rakarayan Patapan. Pada

prasasti Tadji Gunung penjerahan tanah rakjat demi kepentingan

pembangunan tjandi Timbangan Wungkal dilakukan sri maharadja

Tunggawidjaja. Perintah pembebasan tanah diberikan oleh radja ke­

161

Page 161: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

pada rakryan mahamantri dan rakryan Gurun Wangi. Peresmian

pawikuan Timbangan W ungkal dilakukan oleh rakryan mahamantri

dan rakryan Gurun W angi. Djelas sekali disini bahwa gelar rakryan

atau rakarayan tidak semata-mata digunakan oleh radja bawahan.

Pada prasasti Kalasan gelar itu digunakan oleh Pantjapana Panang-

karan jang djuga bergelar sri maharadja. Demikianlah kiranja rakara­

yan Patapan mpu Palar bukan radja. bawahan radja Sailendra Samara-

tungga, tetapi pembesar bawahan Samaratungga. Dialah jang diserahi

mengatur urusan penjerahan tanah rakjat demi kepentingan pemba­

ngunan tjandi makam Djinalaja. Rakai Patapan tidak bisa diidentifi­

kasikan dengan Samaratungga atau salahsatu radja dalam daftar pra­

sasti Kedu, tidak bisa diidentifikasikan dengan rakai Garung. Seperti

kita ketahui nama jang mengikuti rakai adalah nama tempat atau

djabatan. Garung dan Patapan adalah dua tempat jang berlain-lainan.

Itulah sebabnja maka identifikasi rakai Garung dengan rakai Patapan

seperti jang dilakukan oleh Bosch dalam silsilah Qriwijaya, de Qai~

lendra - en de Sanjayawamga tidak dapat diterima.

Prasasti Karang Tengah bagian Sansekerta memberikan bahan se-

djarah jang berharga bagi pengetahuan tentang perkembangan radja-

kula Sailendra chususnja dan perkembangan sedjarah keradjaan Djawa

Tengah umumnja. Pertama-tama prasasti tersebut menjebut radja Sa­

maratungga. Nama Samaratungga tidak kedapatan pada daftar silsilah

radja-radja Poh Pitu pada prasasti Kedu. Namun pada piagam Nalanda

jang dikeluarkan oleh radja Dewapala di Pataliputra atas permintaan

radja Suwarnadwipa Balaputradewa terdapat nama jang hampir serupa

jakni Samaragrawira. Kedua-duanja mulai dengan Samara. Hanja

bagian belakangnja jang berbeda. Jang satu berbunji: grawira, jang

satu lagi tungga. Oleh karena pada prasasti Nalanda itu dinjatakan

bahwa Samaragrawira adalah putera radja Djawa dari radjakula Sai­

lendra, pembunuh musuh-musuh perwira, maka timbul dugaan bahwa

Samaragrawira pada prasasti Nalanda sama dengan Samaratungga

pada prasasti Karang Tengah. Aktivitas radja Samaratungga diarah-'

kan kepada pengembangan agama Buda. Radjakula Sailendra adalah

pemeluk agama Buda Mahayana, Demikianlah penjamaan antara Sa­

maragrawira dan Samaratungga itu berdasarkan alasan jang kuat

sekali. Tentang penjamaan antara Samaratungga dan Samaragrawira

ini kita tangguhkan sampai kepada pembahasan prasasti Nalanda.

Tokoh kedua ialah Pramodawardhani jang dinjatakan sebagai puteri

Samaratungga. Aktivitasnja diarahkan kepada pembangunan Djinalaja.

De Casparis menduga bahwa peresmian tjandi makam Djinalaja itu

mempunjai hubungan dengan pentjandian radja Sailendra Dharanindra

jang disebut pada prasasti Kelurak dan dianggap sebagai nenek Pra-

162

Page 162: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

modawardhani. De Casparis dalam Prasasti Indonesia I masih me-

njebut radja Sailendra pada prasasti Kelurak itu Indra sadja, tidak

Dharanindra. Oleh karena ada identifikasi antara S a m a rag raw ira dan

Samaratungga, sedangkan pada piagam Nalanda Samaragrawira di-

njatakan kawin dengan puteri Tara dari Somawangsa, maka dengan

sendirinja Pramodawardhani dianggap sebagai puteri Samaragrawira

jang lahir dari perkawinannja dengan Dewi Tara. Pramodawardhani

lalu mendjadi saudara perempuan Balaputradewa. Pembitjaraan tokoh

Pramodawardhani akan kita djumpai dalam pembahasan prasasti Na-

landa dan prasasti Balaputra - Djatiningrat serta pada prasasti gn

Kahulunan. Nama Pramodawardhani tersangkut dalam pembahasan

prasasti Djatiningrat, karena Pramodawardhani kawin dengan D jati­

ningrat alias rakai Pikatan. Tersangkut dalam prasasti gri Kahulunan,

karena beliau adalah puteri jang mengeluarkan prasasti tersebut. Jang

agak menarik perhatian ialah bahwa pada piagam Karang Tengah itu

djuga disebut sepuluh tingkat ke-Buda-an jang kiranja djuga mem-

punjai hubungan dengan pembangunan tjandi Buda Barabudur. Ung­

kapan-ungkapan jang tertjantum pada prasasti Karang Tengah sangat

menarik perhatian untuk mengetahui perkembangan adjaran agama

Buda Mahayana di Djawa Tengah.

Prasasti Sri Kahulunan dan Pramodawardhani

Prasasti Sri Kahulunan ((¡¡ri Kahulunan) berasal dari Magelang. Ti­

dak diketahui asal mulanja diketemukan prasasti tersebut. Prasasti Sri

Kahulunan telah termuat dalam O.J.O. no. X V II dan ditranskripsikan

oleh Brandes. Ternjata bahwa baik pembatjaan tarich tahunnja ma­

upun transkripsi teks kurang sempurna. Tarich tahunnja dibatja oleh

Brandes tahun Saka 884. Menurut batjaan de Casparis tarich tahunnja

jang benar ialah 764 atau tahun Masehi 842. Prasasti Sri Kahulunan

adalah prasasti persumpahan bertalian dengan pembebasan tanah

mendjadi sima atau tanah perdikan tjandi. Tanah itu disebut Sri

Kahulunan, oleh karena tanah tersebut mendjadi milik Sri Kahulunan.

Sri Kahulunan adalah gelar permaisuri radja. Keterangan ini didapat

oleh de Casparis dari analogi dengan gelar dalam Udyogaparwa se­

bagai gelar Dewi Kunti. Judistira menjebut ibunja: Sri Kahulunan.

Demikianlah kata Kahulunan itu tidak berasal dari kata hulun jang

berarti: abdi. Dalam bahasa Djawa kuno sang hulun (B.Y. X X X V III)

berarti: tuan puteri; sinasanghulun: diakui sebagai tuan puteri.

Siapa sebenarnja puteri jang menjebut dirinja Sri Kahulunan itu,

de Casparis memberikan keterangan jang sangat menarik perhatian.

Analisa jang dibuatnja untuk mengidentifikasikan Sri Kahulunan itu

163

Page 163: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

sangat mentakdjubkan. De Casparis berhasil membanding prasasti Sri

Kahulunan' itu dengan prasasti-prasasti pendek jang diketemukan di

tjandi Plaosan Lor. Pada prasasti-prasasti pendek dari Plaosan itu

kedapatan beberapa kali gelar Sri Kahulunan. Gelar Sri Kahulunan

terpahat pada tjandi ketjil deretan tengah no. 21 dan deretan dalam

no. 22. Dibelakang tjandi no. 21 terdapat rumah ketjil dalam deretan

luar no. 24 terdapat gelar terpahat jang berbunji dharmma....... raja.

Sudah pasti bahwa gelar jang lengkap ialah dharmma gri maharaja.

Pada tjandi-tjandi ketjil di Plaosan itu kedapatan 15 kali. Deretan

dalam berisi 50 tjandi, deretan tengah berisi 58 tjandi, dan deretan

luar berisi 66 tjandi.

Oleh karena dari literatur telah diketahui bahwa gelar Sri Kahulu­

nan adalah gelar permaisuri, maka kesimpulannja ialah bahwa Sri Ka­

hulunan jang terpahat pada tjandi no. 21 deretan tengah dan no. 22

deretan dalam adalah permaisuri sri maharadja jang terpahat 15 kali

itu. Nama jang terpahat pada tjandi no. 14 dan 15 deretan luar lebih

pandjang dari pada jang lain-lainnja. Nama itu bunjinja: gri maharaja

rakai Pikatan. Nama itu terang terdapat pada daftar silsilah radja-ra-

dja di Poh Pitu pada prasasti Kedu dan pada prasasti tjandi Perot

pada tahun 850. Demikianlah Sri Kahulunan adalah permaisuri sri

maharadja rakai Pikatan.

Dalam terbitannja Prasasti II hal. 280 — 330 de Casparis membahas

kakawin Djawa kuno dari tahun 856 dibawah djudul A metrical O ld

Javanese inscription dated 856. Pada 7 menguraikan bahwa sang radja

memeluk agama Siwa berbeda dengan sang permaisuri. Dari analisa

itu ternjata bahwa jang dimaksud dengan sang radja adalah rakai

Pikatan, jang dalam kakawin itu menjebut dirinja Djatiningrat.

Demikianlah dapat dipastikan bahwa rakai Pikatan kawin dengan

permaisuri dari wangsa Sailendra jang beragama Buda Mahayana.

Permasuri itu adalah Pramodawardhani, puteri radja Samaratungga,

jang namanja tertjatat pada piagam Karang Tengah. Sri Kahulunan

jang tertjatat pada piagam Sri Kahulunan dan terdapat di Magelang,

adalah puteri Pramodawardhani, jang pada prasasti Karang Tengah

membangun tjandi Djinalaja.

Prasasti Sri Kahulunan seperti telah disinggung diatas adalah pra­

sasti persumpahan bertalian dengan pembebasan desa-desa di Kedu

Selatan untuk pembangunan tjandi dan didjadikan tanah milik sang

permaisuri alias Sri Kahulunan. Isi persumpahan itu termuat pada

achir prasasti dari baris 26 — 33, bunjinja seperti berikut: „Seperti

halnja dengan telur, djika telah dirusak tidak lagi dapat menetas, de­

mikian pula barangsiapa merusak batu ini. Ia akan musnah. Djika ia

masuk hutan, semoga ditelan harimau: djika berdjalan diladang, se-

164

Page 164: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

moga digigit ular; ....... djika kesungai, semoga dimakan buaja; .......

Demikianlah semoga musnah, barangsiapa jang berani merusak tanah

Sri Kahulunan.”

Jang sangat penting dari prasasti persumpahan itu ialah permulaan-

nja, karena permulaan prasasti itu menjebut batas tanah Sri Kahulu-

nan jang didjadikan tanah perdikan Kamulan Bhumisambhara. Jang

dibebaskan ialah desa Teru di Tepusan, sawah kanayakan, sawah

para petugas (winekas), ladang para kawula (penduduk). Jang di­

serahi tugas melaksanakan ialah pembesar desa Rukap, bernama W i-

dya dan isterinja Mutra. Selandjutnja disebut pelbagai nama orang

lainnja jang ikut serta melaksanakan perintah Sri Kahulunan, beserta

desa tempat tinggalnja. Kemudian menjusul para saksi lengkap dengan

nama dan tempat tinggalnja. Mereka itu masing-masing menerima ha­

diah jang berbeda-beda.

Penjebutan desa-desa itu penting untuk mengetahui dimana letaknja

tanah perdikan Sri Kahulunan jang didjadikan sima Kamulan Bhumi­

sambhara. Bagaimanapun djuga desa-desa itu adalah desa tetangga

kedelapan kiblat dari tempat jang didjadikan pusat bangunan jang

didirikan di Kamulan Bhumisambhara. Kombinasi antara nama-nama

desa jang disebut pada prasasti Sri Kahulunan dan nama-nama de­

sa jang disebut pada prasasti Kedu dapat menghasilkan keterangan

jang mendekati kenjataan mengenai letak desa-desa tersebut terhadap

desa jang didjadikan pusat. Prasasti Kedu menjebut 24 desa. Djika

24 desa itu terdapat dalam lingkungan jang berkiblat delapan, maka

setiap kiblat memuat 3 desa. Demikianlah terdapat tiga lapis desa dari

pusat. Jang mendjadi pusat adalah desa Mantyasih; setjara berturut-

turut kearah selatan menudju Kedu, Pamandajan lalu Tepusan. Nama

desa Tepusan terdapat pada prasasti Sri Kahulunan.

Prasasti Sri Kahulunan menjebut sima Kamulan Bhumisambhara.

Identifikasi dan lokalisasi Kamulan Bhumisambhara itu penting sekali

bertalian dengan adanja tjandi Barabudur didaerah Kedu Selatan.

Untuk dapat melokalisasikan Kamulan Bhumisambhara di Barabudur,

diperlukan banjak keterangan. Dalam hal ini de Casparis memberikan

keterangan tentang nama Barabudur dalam bukunja Prasasti Indone­

sia I hal. 164- 170 dan keterangan tentang nama Kamulan dari hal.

170- 175. Setjara ringkas keterangannja seperti berikut:

a) Kamulan

Sudah djelas bahwa bangunan jang didirikan ditanah perdikan Sri

Kahulunan disebut Kamulan (Kamidan). Pokok katanja ialah mula

artinja: akar atau asal, permulaan. Bubuhannja ka~ dan ~an. Djadi

kata kamulan artinja: permulaan.

165

Page 165: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Kata kamulan digunakan pada: 1) Prasasti Siman dari Kediri (O.J.O.

X L V III) dalam hubungan: sang hyang dhatmma kamulan. Kata dharm-

ma disini berarti: tjandi makam. 2) Prasasti dari Singasari (O.J.O.

X X X V III) dalam hubungan mula kahyangan: permulaan kahyangan.

Gunung Wangkedi (Bromo) dianggap sebagai permulaan kahyangan.

3) Prasasti dari Malang (O.J.O. LI) dalam hubungan sawates lawan

kamulan Walandit-. berbatas dengan kamulan Walandit. Dewa Brah­

ma dianggap sebagai dewa jang menguasai segala hasil perdikan di

Walandit. Batara Brahma biasa disebut swayambhu: lahir dari kekuat-

annja sendiri; mendjadi mula dari segala jang ada.

Tjandi makam di W alandit disebut sang hyang dharmma kabuyutan:

tjandi makam nenek-mojang. Disini kata buyut: mojang mempunjai

arti jang sama dengan mula. Kata kabuyutan — kamulan: kenenek-

mojangan.

Demikianlah pada bangunan sutji jang disebut kamulan: tersembunji

pengertian kenenek-mojangan. Artinja bahwa bangunan jang bersang­

kutan digunakan sebagai tempat persembahan kepada nenek-mojang.

Nenek-mojang adalah asal manusia jang memberikan persembahan.

Berdasarkan pendapat itu maka Kamulan Bhumisambhara ditanah per­

dikan Sri Kahulunan adalah tempat pemudjaan atau persembahan

nenek-mojang. Oleh karena Pramodawardhani adalah seorang puteri

pemeluk agama Buda dari wangsa Sailendra, maka boleh dipastikan

bahwa Kamulan Bhumisambhara adalah tempat pemudjaan nenek-

mojang radjakula Sailendra.

Tingkat untuk mentjapai kesempurnaan (ke-Buda-an) dalam sistem

agama Buda disebut bhumi. Tingkat jang tertinggi adalah tingkat ke­

sepuluh. Djika orang sudah mentjapai tingkat itu, ia sudah mendjadi

Buda. Pada piagam Karang Tengah bagian Sansekerta tentang pem­

bangunan Djinalaja Pramodawardhani berdoa, agar jang dimuliakan

mentjapai tingkat kesepuluh ke-Buda-an. Demikianlah Kamulan Bhumi­

sambhara merupakan tempat pemudjaan nenek-mojang radjakula Sai­

lendra, agar nenek-mojang jang dipudja ditempat itu berhasil mentjapai

ke-Buda-an.

b) Bhumisambhara

Telah disinggung dimuka, bahwa bhumi disini berarti tingkat atau

taraf untuk mentjapai ke-Buda-an. Dalam agama Buda tingkat itu ada

sepuluh. Tingkat kesepuluh adalah tingkat jang sempurna. Kata sam-

bhara berarti: timbunan. Demikianlah bhumisambhara berarti: timbunan

tingkat. Bangunan jang didirikan ditanah perdikan Sri Kahulunan jang

disebut Kamulan Bhumisambhara harus terdiri dari 10 tingkat.

166

Page 166: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Didaerah Kedu Selatan memang ada bangunan tjandi Buda jang

bertingkat-tingkat. Bangunan tjandi Buda itu disebut tjandi Barabudur.

Djumlah tingkatnja memang sepuluh. Demikianlah jang dimaksud de­

ngan Kamulan Bhumisambhara pada prasasti Sri Kahulunan itu adalah

tjandi Buda jang hingga sekarang disebut tjandi Barabudur. Tjandi

Barabudur adalah tjandi pemudjaan nenek-mojang radjakula Sailendra.

Timbullah persoalan, mengapa tjandi Kamulan Bhumisambhara itu

disebut Barabudur. Nama Barabudur tidak dikenal pada prasasti Sri

Kahulunan. Baik prasasti Sri Kahulunan maupun prasasti Kedu me-

njebut nama-nama desa disekitar tanah perdikan Sri Kahulunan dan

Kedu Selatan. Namun diantara nama-nama desa itu tidak terdapat

desa jang bernama Budur. Bahwa kata baca pada nama Barabudur

berasal dari kata sambhara pada Bhumisambhara, tidak menimbulkan

kesulitan. De Casparis bertanja dari mana asal nama budur itu?

Persoalan nama Barabudur sudah lama mendapat perhatian para

sardjana baik dilingkungan sardjana Belanda maupun dilingkungan

sardjana Indonesia, djustru oleh karena didesa Barabudur itu terdapat

bangunan tjandi megah jang disebut tjandi Barabudur. Literatur ten­

tang persoalan Barabudur telah disusun oleh Dr. W .F . Stutterheim

dalam bukunja: Tjandi Baraboedoer, naam, vocm en beteekenis pada

tahun 1929. Dalam buku itu dibahas persoalan nama, bentuk dan arti

tjandi Barabudur, dilengkapi dengan gambar. Persoalan nama terdapat

pada hal. 13-17.

Dalam pembahasan nama Barabudur terbitan Stutterheim ini dengan

sendirinja telah mendapat perhatian de Casparis. Tidak ada djeleknja

pendapat-pendapat itu sekali lagi dikemukakan disini. Pendapat jang

pertama dilontarkan oleh Prof. Purbatjaraka dalam konggres Taal-,

Land- en Volkenkunde van Java tahun 1919 di Surakarta. Ia menja-

makan kata bara pada nama Barabudur dengan kata wihara. Djadi

Barabudur ditafsirkan sebagai tempat bertegak wihara Budur. Ia ber­

anggapan bahwa disekitar bangunan Barabudur dahulu terdapat ke­

lompok wihara. Nama bara banjak terdapat disekitar gunung Menoreh.

Ada nama Bara Kidul. Dilihat dari djurusan perkembangan kata pen­

dapat Prof. Purbatjaraka itu tidak dapat dipertahankan, karena kata

Sansekerta wihara dalam bahasa Djawa djuga terdapat dan dalam

bahasa Indonesa mendjadi biara. Bunji i pada wihara tetap dipertahan­

kan. Satu-satunja kata Sansekerta jang dapat digunakan untuk mem­

perkuat pendapatnja ialah kata wyoma: awan, dalam bahasa Djawa

kuno mendjadi boma. Dilihat dari segi bangunan pendapat itu lemah

sekali. Disekitar tjandi Barabudur tidak ada wihara dan tidak mungkin

pernah ada wihara. Pendapat jang kedua diberikan oleh murid Stutter­

heim. Kata budur disamakan dengan kata Minangkabau budur berarti:

167

Page 167: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

uitpuilen, opbollen; menondjol. Dalam bahasa Minangkabau bunjinja

bud.ua. Barabudur lalu diartikan wihara jang mendjulang atau wihara

diatas bukit. Tafsiran itu terang tidak kena. Stutterheim menguraikan

hubungan antara Sriwidjaja-dan Djawa untuk memperkuat pendapat

bahwa kata budur dari Minangkabau terbawa ke Djawa. Dalam bahasa

Djawa masih ada djuga kata bidur: perentul jang gatal; dalam sakit

biduren. Krom menundjukkan bahwa di Djawa Timur djuga ada desa

jang bernama Budur. Pokoknja keterangan jang diberikan tidak me­

muaskan. Djuga Stutterheim menganggap bahwa kata bara berasal

dari kata wihara. W ihara itu dibuat dari kaju, lambat-laun rusak, lalu

lenjap.

Pendapat Stutterheim itu dikemukakan berhubung dengan keberatan-

keberatan Krom terhadap pendapat Purbatjaraka jang menjamakan kata

wihara dan bara pada kata Barabudur. Dari penelitian prasasti Sri

Kahulunan terbukti bahwa kata bara pada nama Barabudur tidak ber­

hubungan dengan wihara tetapi dengan sambhara: timbunan. Dalam

rangka ini de Casparis mentjari makna kata Budur. Telah disinggung

pula dimuka bahwa kata bhumi adalah tingkat untuk mentjapai ke-Buda-

an. Tingkat jang djumlahnja 10 itu merupakan bukit. Dalam bahasa

Sansekerta ada kata bhudhara artinja: bukit. Demikianlah de Casparis

menganggap bahwa nama aslinja ialah Bhumisambharabhudhara:

artinja: gunung timbunan tingkatan (untuk mentjapai ke-Buda-an).

Untuk memperkuat pendapatnja dikemukakan bahwa kata bhudhara

itu dapat berubah mendjadi budur. Sebagai analogi diutarakan kata

swara jang dapat mendjadi suwur melalui tingkat suwara.

Kata Bhumisambharabhudhara dapat mempunjai paling sedikit tiga

arti:

a) sebagai istilah didalam agama Buda Mahayana berarti: gunung

untuk mentjapai kesempurnaan melalui Bodhisattwa jang terdiri

dari 10 tingkat.

b) ditindjau dari segi arsitektur berarti: gunung jang bertipgkat-

tingkat.

c) arti umum: radja (bhudhara) daripada timbunan (sambhara) tanah

(bhumi). Dalam arti jang terachir ini bhumisambhara menerangkan

kata bhudhara, djadi pada hakekatnja pleonasme; sinonim dari kata

gaila dan bhudhara.

Djadi mempunjai hubungan dengan gailzndra.

Dalam resensinja tentang Prasasti Indonesia I, termuat dalam B.K.I..

108 tahun 1952 F.D.K. Bosch menjinggung hipotese de Casparis ten­

tang nama Bhumisambharabhudhara. Pokoknja ia meragukan hipotese

168

Page 168: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

tersebut dan menjerahkan soal perubahan bunji kata bhudhara men-

djadi budur kepada orang jang lebih tahu.

Dalam madjalah Bahasa dan Budaja no. 1 tahun 1952 saja djuga

meragukan hipotese de Casparis itu. Keberatan saja terutama mengenai

perubahan bunji kata bhudhara mendjadi budur, dengan mengambil

analogi perubahan kata swara mendjadi suwur melalui suwara. Kata

Djawa suwur tidak mempunjai hubungan asal dengan kata swara; kata

suwur mempunjai hubungan asal dengan kata Arab/Melaju mashur.

Keberatan jang kedua ialah tambahan kata bhudhara. Nama jang ter-

batja pada prasasti Sri Kahulunan ialah Kamulan Bhumisambhara.

Itulah kiranja nama lengkapnja sedjak semula. Nama jang terlalu pan-

djang itu dalam pemakaian bahasa biasa disingkat. Jang dihidupkan

ialah kata bara, singkatan dari sambhara. Sudah pasti bahwa penduduk

desa disekitar Kamulan Bhumisambhara tahu, bahwa tempat itu adalah

tempat pemudjaan nenek-mojang. Tetapi oleh karena kamulan dan

bhumi sudah lama hilang dari pemakaian bahasa, tidak diingat lagi

oleh penduduk desa disekitarnja kemudian hari. Desa jang bernama

bara disekitar gunung Menoreh ada beberapa, misalnja Bara Kulon,

Bara Kidul, Bara Kali Bawang. Untuk membedakan desa bara tempat

tjandi itu dari desa-desa bara lainnja, perlu didjelaskan. Pendjelasan

itu sesuai dengan sifat atau watak tjandi jang terdapat disitu. Nama-

nja jang asli ialah Kamulan: pemudjaan terhadap nenek-mojang. Di-

dalam bahasa Djawa Tengahan dan Djawa Baru kata Kamulan dengan

arti: tempat pemudjaan arwah nenek-mojang tidak lagi dikenal oleh

rakjat umum. Arwah nenek-mojang dalam bahasa Djawa adalah leluhur

atau leluwur. Djelas bahwa kata leluhur berasal dari kata ruhur atau

duhur (duwur). Djadi leluhur adalah orang jang sudah dimuliakan.

Tempatnja ruhur atau duwur. Pada prasasti Kedu Balitung menjebut

para radja di Poh Pitu: rahyang rumuhun: para orang terhormat jang

telah mendahului, jang telah marhum. Arwah leluhur itu mempunjai

tempat jang tinggi alias duwur, duhur. Kiranja nama Barabudur itu

terdjadi dari kombinasi antara dua unsur itu jakni unsur sambhara dan

unsur leluhur. Kata duhur mendapat awalan ba(be) mendjadi baduhur,

baduwur — budur, karena bunji a atau e terdesak oleh bunji u. Kata

Sunda heula artinja: muka; ti heula atau ti pajun: dimuka, dahulu,

baheula: zaman jang sudah mendahului, dahulu, zaman dahulu. Di

Bali ada nama Badahulu, sekarang mendjadi Bedulu. Awalan ba (be,

bu) dengan pengertian memiliki sifat, terdapat pada beberapa kata.

Misalnja kata buntut: ekor; memiliki sifat tut. Dalam bahasa Djawa

kuno artinja: barisan belakang. Banding dengan kata menuntut; ider:

edar; mider: berkeliling; bunder: bulat; bundar; mingkem: menutup;

bungkem: tertutup, bungkam; tugel: putus, terpotong; nugel: memotong;

169

Page 169: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

bugel: sepotong kaju jang sebagian telah dimakan api, puntung kaju,

Demikianlah nama Barabudur artinja sama sadja dengan Kamulan

Bhumisambhara.Bertalian dengan kenjataan bahwa Tjandi Barabudur pada hake-

katnja adalah tjandi kamulan atau tempat pemudjaan arwah nenek-

mojang radja-radja Sailendra, jang dibangun oleh Pramodawardhani,

maka de Casparis mengambil kesimpulan bahwa arwah nenek-mojang

radja-radja Sailendra jang mendjadi pendiri radjakula Sailendra ha­

rus ditempatkan ditempat jang paling tinggi. Pendiri radjakula Sai­

lendra adalah Indra jang tersebut pada prasasti Kelurak (menurut

batjaan Coedes adalah Dharanindra). Dharanindra sebagai pendiri

radjakula Sailendra jang berarti „Dewa gunung” diwudjudkan de­

ngan artja pada puntjak tjandi Barabudur. Demikianlah artja Buda

dipuntjak Barabudur, jang sangat kasar dan sangat djelek pahatannja,

adalah artja Dharanindra pada saat ia mentjapai ke-Buda-an jakni

pada saat ia melepaskan klega atau kotoran jang penghabisan. Pada

saat itu ia mentjapai tingkat jang tertinggi. Hanja dengan wajva

klega jang terachir itu dapat berhasil dibersihkan. Jang mempunjai

wajra ialah Aksobhya. Demikianlah artja Buda dipuntjak tjandi Bara­

budur adalah artja Aksobhaya dalam samadi jang disebut wajropama-

samadhi jakni samadi untuk menghilangkan klega jang terachir. Dalam

wajropamasamadhi itu orang sedang dalam mentjapai tingkat ke-Buda-

an jang tertinggi, namun belum merupakan Buda jang sempurna. Ting­

katan itu baru tertjapai, setelah klega jang terachir berhasil disingkirkan

dengan wajra. Itulah sebabnja maka bentuk artja Buda pada tingkat

jang paling tinggi ditjandi Barabudur tidak sempurna.

Pada prasasti Karang Tengah tahun 824 Pramodawardhani me­

resmikan bangunan Djinalaja dan berdoa agar jang dimuliakan men­

tjapai tingkat ke-Buda-an jang kesepuluh. Kiranja pada waktu itu dju-

ga tjandi Barabudur diresmikan Prasasti Sri Kahulunan dari tahun

842 menjatakan, bahwa Kamulan Bhumisambhara pada waktu itu

telah berdiri. Demikianlah tarich pembangunan tjandi Barabudur itu

kira-kira tahun 824. Dengan sendirinja timbul pertanjaan dimana dje-

nazah Dharanindra atau pendiri 'Sailendrawangsa itu dimakamkan.

Dalam hal ini de Casparis menghubungkan tjandi Barabudur dengan

tjandi Pawon, jang terletak IV2 km disebelah timur tjandi Barabudur.

Sudah sedjak lama tjandi Pawon dianggap sebagai tjandi pendahuluan

Barabudur; dimaksud supaja para peziarah ketjandi Barabudur mem­

persiapkan diri ditjandi Pawon, sebelum mengindjak Kamulan Bhumi­

sambhara. Anggapan itu timbulnja, karena orang memandang tjandi

Barabudur jang berupa stupa sebagai „Leuchtturm des Bhuddhismus” .

Pandangan itu harus dikoreksi. Tjandi Pawon memang merupakan

170

Page 170: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

tjandi pendahuluan tetapi tidak diperuntukkan bagi para peziarah,

melainkan untuk radja pendiri radjakula Sailendra Dharanindra, jang

dimakamkan disitu, supaja kemudian hari dapat mendaki tingkat ke-

Bodhisattwa-an. Tjandi Pawon adalah tjandi makam atau dharmma

Kamulan. Namanja itu sendiri sebenarnja sudah menundjukkan bahwa

tjandi Pawon adalah dharmma kamulan atau dharmma kabuyutan:

pawon berarti: perabuan; dari pa-awu-an. Dalam bahasa Djawa Baru

pawon berarti: dapur. Arti itu masih tjotjok dengan artinja jang asli.

Dalam kerangka pemudjaan terhadap arwah nenek-mojang adanja

dharmma kamulan memang tjotjok sekali. Tetapi tidak dalam rangka

sepuluh Bodhisattwabhumi. Untuk mengetahui kedudukan tjandi Pa-

won dalam sistem Bodhisattwabhumi harus diingatkan adanja taraf

persiapan dalam sistem Bodhisattwabhumi. Dalam sistem Abhisamaya-

lamkara ada dua taraf persiapan jakni sambharamarga dan prayoga-

marga, sebelum orang mulai mengindjak bodhisattwabhumi jang paling

rendah.

Kedua taraf persiapan itu berwatak keduniaan, disebut laukika, se­

dangkan taraf bodhisattwa disebut lokottara. Oleh karena tjandi Pawon

terletak tepat dibawah bodhisattwabhumi atau taraf ke-bodhisattwa-an,

maka tjandi Pawon mempunjai fungsi prayogamarga jakni persiapan

jang terachir (jang kedua). Dengan sendirinja timbul pertanjaan, ma­

nakah jang merupakan persiapan pertama atau sambharamarga? Dja-

wabnja ialah: tjandi Mendut jang terletak disebelah barat dan meng­

hadap kearah barat daja, berbalikan dengan arah tjandi Barabudur.

Pada piagam Karang Tengah djelas dinjatakan bahwa tjandi Djina-

laja itu disebut Wenuwana artinja: hutan bambu. Nama wenuwana

adalah tempat Buda Sakyamuni mengadjar untuk pertama kalinja.

Bagaimanapun artja utama tjandi Djinalaja Wenuwana harus artja

Buda dalam dharmacakratnudra. Tjandi Wenuwana melukiskan do­

ngeng binatang. Lukisan dongeng binatang itu memang terdapat pada

tjandi Mendut. Relief balustrade kaki tjandi menggambarkan cakra

diantara dua rusa. Demikianlah tjandi Djinalaja Wenuwana jang di­

sebut pada prasasti Karang Tengah adalah tjandi Mendut. Tjandi

Mendut terletak disebelah barat tjandi Pawon dan merupakan taraf

persiapan jang disebut sambharamarga.

Inti adjaran Buda Sakyamuni jang disebut dharmacakrapawartana

ialah bodhicittapada. Adapun jang dimaksud dengan bodhicittapada

ialah keinginan untuk mentjapai ke-Buda-an tidak demi kepentingan

diri sendiri dahulu, tetapi demi pembebasan orang-orang lain dari sam-

sara. Itulah pokok adjaran agama Buda Mahayana. Bodhicittapada

termasuk kerangka sambharamarga. Demikianlah baik nama W enu ­

wana maupun adjarannja jang disebut dharmacakrapawartana sesuai

171

Page 171: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dengan keadaan Tjandi Mendut. Satu hal lagi jang penting untuk

disebut ialah pengertian gotra sebagai unsur sambharamarga. Dalam

agama Buda Mahayana gotra merupakan unsur jang sangat penting.

Gotra berarti kekeluargaan dalam keagamaan demi kesutjian. Djuga

pengertian gotra itu ditjamkan dalam pemudjaan nenek-mojang, tetapi

tidak chusus dalam arti keagamaan melainkan dalam arti kekeluargaan,

keturunan. Demikianlah pada radjakula gailendra pengertian pemu­

djaan nenek-mojang itu dipersatukan dengan pengertian keagamaan

Buda Mahayana. Tiap radja masuk sebagai anggota aryasantati. Hal

ini merupakan hipotese baru jang bertalian dengan panil Bodhisattwa

pada dinding luar tjandi Mendut, jang berdjumlah 11.

Delapan panil memuat lukisan bodhisattawa, dua panil besar me­

muat lukisan dewi Tara dan satu memuat Awalokitegwara. Djika Awa-

lokitegwara diikut-sertakan dalam kerangka Buda Mahayana gailendra,

maka djumlahnja ada 9. Djumlah Bodhisattwa 9 adalah djanggal da­

lam agama Buda Mahayana. Tambahan 2 lukisan dewi Tara djuga

djanggal. Djumlah 9 itu harus ditafsirkan dalam kerangka: pemudjaan

nenek-mojang radjakula Sailendra. Teras tertinggi tjandi Barabudur

diperuntukkan bagi pendiri radjakula Sailendra, teras kaki diperun­

tukkan bagi Dharanindra setelah selesai mendjalani prayomarga, meng-

indjak bhumi jang terendah. Sepuluh teras tjandi Barabudur diperuntuk­

kan bagi 10 mojang pendiri tjandi Barabudur jakni Samaratungga. Dja-

di sebelum Samaratungga telah ada 10 mojang jang mendjadi radja.

Sebelum Dharanindra (ajah Samaratungga), jang mendirikan tjandi

Mendut, hanja ada 9 mojang. Sembilan mojang itulah jang diwudjud-

kan 9 bodhisattwa. Dua Tara itu kiranja dua orang permaisuri radja

Sailendra jang berasal dari seberang lautan. Untuk pembuktiannja

tidak ada tjukup bahan. Demikian de Casparis.

Prasasti Gandasuli dan Dang Karayan Partapan

Prasasti Gandasuli diketemukan di Gandasuli dekat Temanggung,

dimuat dalam O.J.O. C V dan telah dibahas oleh de Casparis dalam

Prasasti Indonesia I. Prasasti Gandasuli seperti prasasti-prasasti lain-

nja mulai dengan manggalacarana namaggiwaya. Ini berarti bahwa

prasasti Gandasuli bukan dikeluarkan oleh radja dari radjakula Sai­

lendra jang memeluk agama Buda Mahayana, tetapi oleh pemeluk

agama Siwa. Setelah manggalacarana Prasasti segera mulai dengan

pudjaan kepada Dang Karayan Partapan Ratnamahegwara Sida Busu

Pelar. Isinja:

Semua orang dari empat pendjuru telah mendengar bahwa Dang

Karayan Ratnamahegwara Sida Busu Pelar adalah orang utama jang

172

Page 172: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

telah banjak berdjasa. Isterinja bernama Busu .djuga. Ibu JDang Kara-

yan Partapan bernama Djantakabbi, ibu isterinja bernama Panuahan.

Kedua orang tua itu masing-masing mendjaga puteranja. Adik mpu

Palar bernama Busu Tarba; dua iparnja bernama Busu Badjra dan

Busu Uttara. Saudara sepupunja bernama Busu Tarai dan Busu Dan-

dai. Ipar isterinja bernama Busu Huwuriyan. Pamannja jang bernama

W isnuwrata diserahi djabatan nayaka untuk mengurus daerah Bunut;

iparnja jang bernama Busu Pandarangan didjadikan nayaka untuk

mengurus daerah Kahuluan. Anak-anaknja bernama: Sida Busu Putih,

Tedjah Pahit, Swasta, Pagar Wesi dan Awak Indu. Mereka itu semua-

nja perempuan.

Semua anak perempuan itu merupakan kekajaan dan kekuasaan

Dang Karayan Partapan. Ia sangat gembira, rezekinja berlimpah-

limpah. W ilajahnja terdjaga. Semua penduduk desa dari timur, selatan, -

barat dan utara memudji kebidjaksanaan Dang Karayan Partapan.

Disitu ada Dang Artjarya Dhalawa, seorang sthapaka jang sangat

mahir (pembuat bangunan); bapuh munda Dang Karayan Siwardjita,

nayaka di Prang Kapulang. Semua orang bawahannja mahir memba­

ngun tjandi makam jang sangat bagus lagi berguna. Mereka membuat

artja sang hadji (radja) disebelah utara prasada Sang hyang Win-

tang; tjandi makam itu dibuat bagus dan disertai tanah: Tanah Bunga

tiga barih; Pragaluh tiga lattir; Tina Ayun empat lattir; W unut tiga

lattir; Pawidjahan dua lattir; Kaywara Mandir dua lattir; W angur

Baharu satu lattir; Mundu dua lattir; Kakalyan satu lattir; Tarukan

satu lattir. Ukuran tanah jang dapat ditanami di Tanah Bunga selu-

ruhnja ada empatpuluh satu lattir.

Partakkan (saksi?): di Walunuh mpu Posuh; di Pragaluh isteri War-

patih, bernama Manulu; djuga nayaka Kyubungan pembantu Warpatih,

bernama pu Lihasin; nayaka di Mantyasih bernama Dapunta Marhy-

ang Jnanatatwa.

Demikianlah isi prasasti Gandasuli. Tidak mudah untuk menterdje-

mahkan prasasti tersebut. Banjak hal-hal jang masih agak gelap. Na­

mun maksudnja kiranja dapat ditangkap. Prasasti Gandasuli ditulis

dalam bahasa Djawa kuno bertjampur aduk dengan bahasa Melaju

Sriwidjaja. Hal itu mengingatkan bahwa pemahat prasasti tersebut

mungkin berasal dari seberang lautan, mungkin dari wilajah Sriwidjaja.

Tidak perlu disini kita membitjarakan soal bahasa jang bertjampur

aduk itu setjara terperintji. Jang pokok ialah mengetahui sekadar isinja.

agar djangan sampai salah tafsir. Bahasanja memang penuh dengan

kata-kata Sriwidjaja, hampir serupa dengan prasasti Talang Tuwo.

Nama mpu Pelar telah dikenal pada prasasti Karang Tengah. Dialah

jang mengeluarkan prasasti Karang Tengah bagian Djawa kuno dengan

173

Page 173: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

sebutan Karayan Partapan. D jika bahasa prasasti Gandasuli dan pra­

sasti Karang Tengah bagian D jawa kuno dibanding-bandingkan, beda-

nja sangat besar. Prasasti Karang Tengah jang bersangkutan bahasa

D jawa kunonja lebih rapi. Prasasti itu terang dikeluarkan oleh Karayan

Partapan mpu Pelar. Kiranja prasasti Gandasuli dikeluarkan oleh orang

lain, jang berasal dari seberang lautan. Pendapat ini berlainan dengan

apa jang dikemukakan oleh de Casparis.

Dibelakang manggalacarana terdapat tjandrasangkala jang terdjalin

dalam kalimat; tidak segera dapat diketahui. Tjandrasangkala itu ber­

hasil diketahui oleh de Casparis. Bunjinja sahinga alas partapan: sege­

nap arah (batas) hutan pertapaan. Kata-kata itu masing-masing me­

wakili angka: 4, 5 dan 7; djadi mewakili tahun 754 atau tahun Masehi

732. Dengan kata lain prasasti Gandasuli dikeluarkan 8 tahun sesudah

prasasti Karang Tengah.

Tokoh D ang Karayan Partapan

Tokoh Dang Karayan Partapan sangat menarik perhatian de Cas­

paris. Pada Prasasti Karang Tengah hanja disebut Karayan Partapan

mpu Palar. Pada prasasti Gandasuli nama lengkapnja disebut jakni Dang

Karayan Partapan Ratnamaheçwara Sida Busu Pelar. Nama Palar

dan Pelar hanja berbeda ortografinja, namun tokohnja sama tepat.

Gelar dang ditambahkan pada gelar karayaw, sama dengan gelar raka-

rayan pada prasasti Karang Tengah. Gelar itu disamakan dengan

gelar karyâna pada prasasti Kalasan, jang diperuntukkan bagi Pantja-

pana Panangkaran. Pada prasasti Kalasan Pantjapana sekali bergelar

maharadja, satu kali bergelar karyâna. Oleh karena itu gelar maha-

radja disamakan dengan gelar karyâna, sama dengan gelar rakarayan,

sama dengan gelar dang karayan. Pada baris 8 terdapat kata râjya:

keradjaan. Baik isterinja maupun anggota keluarganja bergelar busu

dan banjak jang mempunjai kedudukan jang tinggi-tinggi seperti na-

yaka. Kesimpulan jang diambil oleh de Casparis ialah bahwa Dang

Karayan Partapan mpu Palar adalah radja. Djika 8 tahun sebelumnja

ia masih ada dibawah kekuasaan radja Sailendra Samaratungga, maka

pada tahun 832 ia telah membebaskan diri dari kekuasaan Sailendra.

Terhadap kesimpulan de Casparis itu ada djuga keberatan-keberat-

annja. Pertama mengenai sebutan dang karayan atau rakarayan. Pada

prasasti Gandasuli itu djuga kedapatan orang lain jang bergelar dang

karayan jakni Siwardjita, nayaka di Prang Kapulang. Pada prasasti

Gata dan Tadji Gunung dari tahun 771 dan 772 gelar karayan atau

rakryan djuga digunakan oleh para mahamantri dan rakryan Gurun

W ang i. Sesudah tahun 850 banjak lagi pembesar jang bergelar rakryan

174

Page 174: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

atau karayan atau rakarayan, namun pembesar itu bukan radja, bukan

maharadja. Demikianlah ada keberatan untuk menjamakan gelar dang

karayan dan rakarayan dengan maharadja.

Kata cajya jang terdapat pada baris 8 memang berarti: keradjaan.

Adanja keradjaan pada prasasti Gandasuli tidak dapat didjadikan

alasan untuk menetapkan, bahwa mpu Palar telah melepaskan diri

dari kekuasaan Sailendra dan mendirikan keradjaan sendiri. Hal ini

bertalian dengan sifat prasasti. Prasasti Gandasuli dianggap seolah-

olah proklamasi kemerdekaan dari pendjadjahan radjakula Sailendra.

Menurut pendapat saja tidak demikian. Prasasti Gandasuli adalah pra­

sasti pertjandian. Jang ditjandikan ialah Dang Karayan Partapan. Oleh

karena itu segala sifat dan djasa Dang Karayan Partapan disebut

paling muka. Prasasti Gandasuli adalah prasasti pertjandian jang me-

mudja kebesaran jang ditjandikan. W atak pertjandian itu djelas di-

njatakan pada baris sepuluh dan seterusnja. Pada tjandi makam itu

disertakan perdikan desa atau tanah (sawah) seperti dinjatakan pada

baris-baris berikutnja. Ternjata bahwa Dang Karayan Partapan tidak

mendjadi radja jang berdiri sendiri, tetapi pembesar bawahan bergelar

haji (baris 11). Disitu disebutkan hyang haji. Dengan sendirinja ia

mempunjai wilajah dan kekuasaan jang besar. W ilajahnja lalu disebut

rajya: keradjaan: lebih tepat dikatakan ke-hadji-ati, namun bentuk

kata itu tidak ada dalam bahasa Djawa kuno. Gelar haji terang lebih

rendah daripada gelar pri maharaja. Haji mempunjai kekuasaan dan

wilajah jan^f sangat luas.

Bertalian dengan watak prasasti itu maka djelas bahwa prasasti

Gandasuli tidak dikeluarkan oleh Dang Karayan itu sendiri, tetapi oleh

orang lain jang berasal dari seberang lautan. Terbukti bahwa sanak-

saudara Dang Karayan Partapan kebanjakan mempunjai gelar busu.

Gelar busu tidak dikenal di Djawa, tidak dikenal pada prasasti-prasasti

Djawa kuno lainnja. Kiranja pembuat prasasti itu djuga salah seorang

anggota keluarganja. Dang Karayan Partapan meninggal dalam ke­

dudukan sebagai haji antara tahun 824 (pengeluaran prasasti Karang

Tengah) dan tahun 832 (pentjandian Dang Karayan pada prasasti

Gandasuli).

Kiranja prasasti Gandasuli ini menjingkapkan hubungan antara Sri-

widjaja dan Djawa Tengah dalam abad 8 sebelum penjingkiran Bala-

putra ke Sriwidjaja. Terbukti bahwa radja Sailendra Samaratungga

mengangkat orang dari seberang lautan mendjadi haji, suatu kedudukan

jang sangat tinggi. Peristiwa itu hanja mungkin, kalau Sriwidjaja dan

Djawa Tengah berada dalam hubungan jang baik. Kiranja Sriwidjaja

dan Djawa Tengah pada waktu itu sudah ada dibawah kekuasaan

jang sama, jakni dibawah kekuasaan radjakula Sailendra. Prasasti

175

Page 175: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I

Ligor B telah djelas menjatakan bahwa Ligor ada dibawah kekuasaan

radja Sailendra. Djika identifikasi antara radja W isnu dan Dhara-

nindra itu benar, maka Sriwidjaja sudah ada dibawah kekuasaan radja

Sailendra antara tahun 775 (pengeluaran prasasti Ligor A oleh radja

Sriwidjaja) dan 787 (serangan tentara Djawa terhadap Tjampa). Hi-

potese ini memberikan pemetjahan persoalan, mengapa Balaputra sete­

lah menjingkir dari Djawa segera dapat mendjadi radja di Sriwidjaja.

Perlu ditambahkan disini bahwa Dang Karayan Sida Busu Palar

tidak terdapat pada silsilah radja-radja di Poh Pitu seperti tertjatat

pada prasasti Kedu. Apa jang kita ketahui dari prasasti Karang Te­

ngah ialah bahwa rakarayan mpu Palar adalah pembesar bawahan

radja Samaratungga. Dari prasasti Gandasuli kita ketahui bahwa Dang

Karayan Partapan mpu Palar adalah seorang pembesar jang bergelar

haji, bukan seorang radja jang bergelar maharadja. Itulah sebabnja

maka namanja tidak disebut pada silsilah radja-radja di Poh Pitu. Jang

tersebut pada silsilah radja-radja di Poh Pitu diantaranja ialah sri

maharadja rakai Garung. Tentang rakai Garung tidak banjak diketahui

dari prasasti. Salah satu prasasti jang menjebut rakai Garung ialah

prasasti Pengging. Disitu disebut rakarayan i Garung. Penting untuk

diketahui bahwa prasasti Pengging dikeluarkan oleh rakarayan i Ga-

rung pada tahun 819, lima tahun lebih tua daripada prasasti Karang

Tengah. Pada prasasti Kedu jang disebut ,Jayapattra-Dieduksman”

(T.B.G. X X X II tahun 1899 hal. 98 dan seterusnja) disebut bahwa desa

Guntur termasuk wilajah wihara Garung. Pada prasasti Kedu disebut

pula bahwa desa Kagunturan termasuk bawahan Patapan. Atas dasar

itu maka de Casparis mentjoba untuk mengidentifikan rakarayan Pata­

pan dengan rakai Garung.

Oleh karena Dang Karayan Partapan wafat sebagai haji tidaklah

mungkin untuk mengidentifikasikannja dengan rakai Garung jang ber­

gelar sri maharadja. Dengan siapa sri maharadja rakai Garung itu lalu

akan diidentifikasikan? Djika kita ingin mengidentifikasikannja, sudah

pasti bahwa sri maharadja rakai Garung harus diidentifikasikan de­

ngan radja jang pasti bergelar maharadja. Jang pasti bergelar sri ma­

haradja pada zaman permulaan abad 9 ialah Samaratungga dari radja-

kula Sailendra seperti dikenal pada prasasti Karang Tengah bagian

Sansekerta. Djelas bahwa rakai Garung hidup pada zaman itu, karena

beliau mengeluarkan prasasti Pengging pada tahun 819. Lima tahun

kemudian Samaratungga mengeluarkan prasasti Karang Tengah ten­

tang peresmian tjandi makam Djinalaja. Djadi rakai Garung hidup

sezaman dengan Samaratungga. Nama Samaratungga tidak dikenal

pada piagam Kedu, karena piagam Kedu hanja menjebut gelar sri ma­

haradja dan gelar rakai jang diikuti oleh nama tempat. Hingga sekarang

176

Page 176: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

desa Garung itu masih ada, terletak didaerah Wanasaba, keresidenan

Kedu (O .J.O . V II) . Menurut anggapan saja nama Samaratungga ada­

lah nama pribadi (mungkin djuga nama abhiseka) rakai Garung. Ber­

dasarkan djalan pikiran ini rakai Garung adalah radja Poh Pitu dari

radjakula Sailendra.

Djalan pikiran diatas bertentangan dengan djalan pikiran de Cas-

paris. De Casparis ingin melihat garis batas jang tegas antara radja­

kula Sandjaja dan radjakula Sailendra. Semua radja jang disebut pada

silsilah Balitung pada prasasti Kedu dianggap sebagai keturunan ratu

Sandjaja, rakai Mataram. Silsilah itu mulai dengan rakai Mataram,

sang ratu Sandjaja. Semua radja jang disebut disitu menggunakan

sebutan rakai jang diikuti oleh nama tempat. Sebutan rakai dengan

segala bentuk perubahannja seperti karayan, rakarayan, dang karayan,

rakryan, karyana adalah monopoli keturunan Sandjaja. Keturunan

radjakula Sailendra tidak menggunakan gelar rakai. Mereka itu meng­

gunakan unsur nama tungga atau uttungga jang berarti: puntjak atau

gunung. Nama itu tjotjok dengan arti gailendra alias „radja gunung” .

Samaratungga menggunakan unsur nama tangga, djadi menurut de

Casparis tidak mungkin bergelar rakai; keturunan Sailendra. Panang-

karan dan Garung bergelar rakai, djadi mereka adalah keturunan

Sandjaja, tidak mungkin termasuk dalam radjakula Sailendra.'.

Timbulnja pendapat jang demikian disebabkan karena adanja nama

Dharmatungga pada prasasti Ratu Baka jang seumur dengan prasasti

Kalasan/Kelurak. Prasasti Karang Tengah dikeluarkan oleh radja jang

menggunakan unsur nama tungga jakni Samaratungga. Apa jang di-

kemukakan oleh de Casparis sebenarnja logis, namun alasan-alasan

jang dipakai sebagai dasar hipotese itu menghendaki penelitian lebih

tjermat lagi. Dari nama-nama radja Sailendra hanja terdapat beberapa

sadja jang memuat unsur tungga jakni Dharmatungga (dari prasasti

Ratu Baka), Samaratungga (dari prasasti Karang Tengah) dan Mara-

widjatunggawarman (dari Larger Leyden Plates). Lainnja tidak meng­

gunakan unsur nama tungga seperti Dharanindra Sanggramadhanan-

djaja (dari prasasti Kelurak), Balaputradewa (dari prasasti Nalanda),

Cudamaniwarman (dari prasasti Larger Leyden Plates). Kita tidak

menjebut nama Pantjapana Panangkaran, karena tokoh ini masih di­

ragukan. Sebaliknja banjak lagi nama abhiseka radja-radja jang meng­

gunakan unsur tungga tanpa ada hubungannja dengan radjakula Sai­

lendra. Mereka itu bahkan keturunan rakai Pikatan, jang djelas

menganut agama Siwa dan rupanja djuga keturunan Sandjaja. Misalnja

Sri Sadjanotsawatungga (rakai Kajuwangi), Sri Iswarakeswarasama-

rottungga (Balitung), Sri Sajanasnamatanuragatungga (Tulodong),

Sriwidjajaloka Namottungga (dyah W aw a) dsb. Radja-radja ini

177

Page 177: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

hidupnja kemudian daripada S a m a r a t u n g g a . Sekarang kita ment,ari

«T to h lain jang lebih tua daripada prasasti Karang Tengah dan pra­

sasti Kelurak. Prasasti Gata terang lebih tua daripada prasast. Ke­

lurak dan Karang Tengah, dan d)elasbertarich tahun 771. Radja jang mengeluarkan prasasti Gata djelas 7 karena prasasti tersebut menggunakanketurunan radjakula Sandjaja, Ka v . Dak-tarich Sandjaja. Radja itu bergelar sri maharadja dan bernama Dak-tancn o j j (tunq)gawidjaja. Namanja meng-

sottamaba u a jra ....... tiitinan itu djelas sekali bahwa unsurounakan unsur tungga. D an kutipan itu ajeinama tangga pada achir abad kedelapan bukan monopoh radjakula

Sailendra Djuga keturunan Sandjaja menggunakan unsur nama tunggz.

Seperti telah saja singgung dimuka k i r a n j a ungkapan r.hyzng runrn-

hun ri Poh Pita pada piagam Kedu jang dhkut, oleh delapan radjanun ron v berqelar sri maharadja ketjuali Sandjajadengan sebutan ra keturunan radja Sandjaja sadja, tetapitidak mutlak harus d,t,»fsirkan k « “™ “ ' pUa ba|k telunraaPn

tiap radja jang perna Kekuasaan bertalian erat de-Sandjaja maupun keturunan Sailend^ ^ ^ ^ ^ ^

ngan kekuatan. K n iika unqkapan prasasti Kedu itu di-

berusaha merebut ^ ^ k o t a k radjakula Sandjaja dan kotak radja-

tafsirkan demikian h_ Adakalanja radjakula Sandjaja jang

kula Sailendra tida P Sailendra jang memegang pimpinan,berkuasa, adakalanja ra j

Jang kalah mendjadi ^ av a , ag prasasti Nalanda dan prasasti

Prasasti j a n g segera 1 k e k u a s a a n radjakula Sailendra Dja-Balaputra - D j a t i n i n g r a t , a

wa Tengah di S r i w i d j a j a .

178

Page 178: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

\

V II

SR IW ID JA JA D IB A W A H KEKU ASAAN

RADJAKULA -SAILENDRA

Prasasti Nalanda dan Balaputra

Prasasti Nalanda dikeluarkan oleh radja Benggala Dewapaladewa

di Nalanda, ditulis dalam bahasa Sansekerta tanpa tarich tahun. Kita

hanja mengetahui bahwa rada Dewapala adalah pengganti radja Dhar-

mapala dan wafat pada tahun ± 878. Djadi prasasti Nalanda harus

dikeluarkan sebelum tahun 878. Prasasti tersebut telah diterbitkan oleh

sardjana India Hirananda Sastri dalam Epigraphia Indica no. 17 hal.

310-327. Hirananda Sastri menduga bahwa prasasti itu dikeluarkan

=t tahun 949. Isinja tentang permintaan maharadja Balaputra dari Su-

warnadwipa kepada radja Dewapala untuk mendirikan wihara di

Nalanda. Balaputra mengaku tutju radja Sailendra dari Djawa dan

putera Samaragrawira, lahir dari Tara, puteri radja Dharmasetu.

Dalam terdjemahannja Hirananda Sastri lupa menjebut nama Sama­

ragrawira, jang tertjatat pada prasasti- Nalanda. Oleh karena itu nama

Samaragrawira saja tambahkan pada terdjemahan jang bersangkutan

diantara kurung. Oleh karena kebanjakan diantara pembatja tidak

akan sempat memeriksa teks Sansekerta atau terdjemahannja dalam

Epigraphia Indica itu, maka terdjemahan dalam bahasa Inggris jang

dibuat oleh Hirananda Sastri dikutip seluruhnja seperti dibawah:

,,W e being requested by the illustrious Maharaja Balaputradewa,

the king of Suwarnadwipa through a messenger I have caused to be

built a monastery at Nalanda granted by this edict toward the income

for the blessed Lord Buddha, the abode of all the leading virtues like

the prajnaparamita, for the offerings, oblations, shelter, garments, alms,

beds, the requisites of the sick like mendicines, etc., of the assembly

of the venerable bhiksus of the four quarters (comprising) the Bodhi-

sattwas well versed in the tantras, and the eight great holy personages

(i.e. the aryapuggalas), for writing the dharma-ratnas or Buddhist texts

and for the up-keep and repair of the monastery (when) damaged.

There was a king of Yawabhumi (or Yawa), who was the ornament

of the gailendra dynasty, whose lotus feet bloomed by lustre of the

jewels in the row of trembling diadems on the heads of all the princes,

and whose name was conformable to the illustrious tormentor of brave

foes (wira-wairi-mathana). His fame, incarnate as it were, by setting

its foot on the regions of (white) palaces, in white water lilies, in lotus

plants, conches, moon, jasmine and snow and being incessantly sung

179

Page 179: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

in all the quarters, pervaded the whole universe. At the time when

that king frowned in anger, the fortunes of the enemies also broke

down simultaneously with their hearts. Indeed the crooked ones in the

world have got ways of moving which are very ingenious in striking

others. He had a son (named Samaragrawira), who possesses prudence,

prowess, and good conduct, whose two feet fordled too much with

hundreds of diadems of mighty kings (bowing down). He was the

foremost warrior in the battle - fields and his fame was equal to that

earned by Yudhistira, Paragara, Bhimasena, Karna and Arjuna. The

multitude of the dust of the earth, raised by the feet of his army, mo­

ving in the field of battle, was first blown up to the sky by the wind,

produced by the moving ears of the elephants, and then, slowly set­

tled down on the earth (again) by the inchor, poured forth from the

cheeks of the elephants. By the continuous existence of whose fame the

world was altogether without the dark fortnight, just like the family

of the lord of the daityas (demons) was without the partisanship of

Krishna. As Paulomi was known to be (the wife of) the lord of the

Suras (i.e. Indra), Rati the wife of the mind-born (Cupid), the daugh­

ter of the mountain (Parwati) of the enemy of Cupid (i.e. Qiwa) and

Laksmi of the enemy of Mura (i.e. W isnu), so Tara was the queen

consort of that king, and was the daughter of the great ruler Dharma-

setu of the lunar race and resembled Tara (the Buddhist goddess of

this name) herself. As the son of CJuddhodana (i.e. the Buddha) the

conqueror of Kamadewa, was born of Maya, and Skanda, who deligh­

ted the heart of the host of gods, was born of Uma by £iwa, so was

born of her by that king the illustrious Balaputra, who was expert in

crushing the pride of all the rulers of the world, and before whose

footstool (the seat where his lotus feet rested) the group of princes

bowed. W ith the mind attracted by the manifold excellences of Na-

Ianda and through devotion to the sun of Cuddhodana (the Buddaha)

and having realized thdt riches was fickle like the waves of a moun­

tain stream, he whose fame was like that of Sangharthamitra. This

might possibly mean that his wealth befriended the cause of the Sang-

ha. Built there (at Nalanda) a monastery wich was the abode of the

assembly of monks of various good qualities and was white with the

series of stuccoed and lofty, dwellings. Having requested, King Dewa-

paladewa who was the preceptor for initiating into widowhood the

wives of all the enemies, through envoys, very respectfully and out of

devotion and issuing a charter, (he) granted these five villages whose

purpose had been motived above for the welfare of himself, his pa­

rents and the world. As long as there is the continuance of the ocean

or the Ganges has her limbs (the currents of water) agitated by the

180

Page 180: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

extensive plaited hair of Hara (£iwa), as long as the immovable king

of snakes (Qesa) lightly bears the heavy and extensive earth every

day, and as long as the (Udaya) Eastern and (Asta) Western moun­

tains have their crest jewels scratched by the hoofs of the horses of

the Sun, so long may this meritorious act, setting up virtues over the

world, endure.

Prasasti Nalanda menimbulkan pelbagai persoalan. Persoalan jang

pertama ialah pengakuan Balaputra sebagai keturunan Sailendra di

Djawa jang mendjadi radja Suwarnadwipa. Dalam hal ini Suwarna-

dwipa adalah Sriwidjaja. Bagaimana Balaputra dari keturunan Sailen­

dra mungkin mendjadi radja Suwarnadwipa? Persoalan jang kedua

ialah siapa jang dimaksud dengan radja Sailendra Djawa jang men­

djadi nenek Balaputra dan mempunjai epiteton wirawairimathana itu?

Apakah beliau termasuk salah satu diantara radja-radja di Poh Pitu

jang disebut pada prasasti Kedu? Djika termasuk, siapa beliau itu?

Bagaimana hubungan antara radjakula Sailendra di Sriwidjaja pada

prasasti Nalanda itu dengan radjakula Sailendra di Semenandjung

seperti terpahat pada batu Ligor B? Radja Sailendra Djawa jang

mendjadi nenek Balaputra dikatakan mempunjai putera jang bernama

Samaragrawira, jakni ajah Balaputra. Adakah nama Samaragrawira

pada piagam Nalanda ini sama dengan Samaratungga pada piagam

Karang Tengah? Perkawinan antara Samaragrawira dan Tara djuga

menimbulkan persoalan, karena prasasti Nalanda memberitakan bahwa

Tara adalah puteri radja Dharmasetu, dari Somawangsa. Siapa se-

betulnja radja Dharmasetu itu? Adakah betul beliau itu radja Sriwi­

djaja, sehingga akibat perkawinan itu Balaputra memperoleh hak untuk

mendjadi radja Sriwidjaja? Mengapa Balaputra jang mengaku tjutju

radja Sailendra Djawa melarikan diri ke Sriwidjaja? Itulah beberapa

persoalan jang perlu mendapat perhatian akibat perkenalan dengan

prasasti Nalanda.

Terbitan The Nalanda Copperplate of Dewapaladewa segera me­

narik perhatian sardjana purbakala F.D.K. Bosch. Pada tahun 1925

Bosch menjambut terbitan tersebut dan menulis karangannja jang ber-

djudul Een oorkonde van het groote klooster te Nalanda dalam T.B.G.

L X V hal. 509 - 527. Genealogi Balaputra berdasarkan prasasti Nalan­

da pada hakekatnja sangat sederhana: Radja Djawa jang mempunjai

epiteton wirawairimathana berasal dari radjakula Sailendra, mempunjai

seorang putera Samaragrawira. Samaragrawira kawin dengan puteri

Tara dari Somawangsa. Dari perkawinan itu lahir Balaputra, radja

Suwarnadwipa. Genealogi jang sangat sederhana itu menghendaki

pendjelasan. Oleh karena epiteton'radja Sailendra Djawa jang tertjatat

pada prasasti Nalanda itu hampir sama dengan epiteton radja jang

181

Page 181: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

mengeluarkan piagam Kelurak, Bosch menjamakannja dengan Dhara-

nindra. R.C, Majumdar djuga tertarik kepada terbitan tersebut dan

menulis karangan dalam monografi Varendraresearch Society I pada

tahun 1926. Krom dalam Hindoe-Javaansche Geschiedenis hal. 156

menjamakan Samaragrawira dengan Samaratungga pada piagam Ka­

rang Tengah.

Identifikasi Yawabhumipalah dengan Dharanindra dan Samaratung-

ga dengan Samaragrawira diterima sepenuhnja oleh de Casparis dalam

prasasti Indonesia I. Ia menganggap hubungan antara Dharanindra

dan Samaratungga sebagai hubungan antara bapak dan putera. Dari

gaja bahasa jang digunakan oleh prasasti Nalanda terasa bahwa pada

waktu prasasti itu dikeluarkan, Samaragrawira telah wafat. Oleh ka­

rena Samaragawira disamakan dengan Samaratungga, maka dapat

diraba berkat analisa prasasti Karang Tengah dan Gandasuli, bahwa

wafat Samaragrawira itu antara tahun 824 dan 832. Pada waktu itu

menurut de Casparis agaknja puteranja Balaputra telah beberapa lama

menetap di Sumatera, dan memerintah sebagai radja. Oleh karena pada

prasasti Nalanda disebutkan bahwa Samaragrawira kawin dengan

Tara, puteri Sri Dharmasetu, dengan sendirinja Tara dianggap per­

maisuri Samaratungga. Oleh karena pada prasasti Karang Tengah

Pramodawardhani adalah puteri Samaratungga, maka dengan sendiri­

nja Pramodawardhani adalah puteri Samaragrawira djuga. Akibat

analisa prasasti Nalanda itu maka timbul nama Balaputra, putera Sa­

maragrawira. Oleh karena Samaragrawira adalah Samaratungga, maka

Balaputra adalah putera Samaratungga. Pendapat ini dipertahankan

djuga dalam Prasasti Indonesia II dibawah djudul A metrical O ld Java-

nese inscription dated 856 A .D .

Dengan sendirinja de Casparis terbentur pada prasasti Karang Te­

ngah jang menjatakan bahwa Samaratungga hanja mempunjai seorang

puteri jang bernama Pramodawardhani. Seperti telah kita ketahui pada

tahun 824 Pramodawardhani meresmikan bangunan tjandi makam

Djinalaja. Andaikata Samaratungga mempunjai putera, sudah pasti

bahwa peresmian tjandi itu dilakukan oleh puteranja. Untuk menghin­

darkan kontradiksi itu de Casparis memberikan keterangan: „Akibat

perkawinan dengan salah seorang puteri dari Sriwidjaja, maka Bala­

putra mendjadi radja di Sriwidjaja. Setelah Balaputra meninggalkan

Djawa, di D jawa tidak ada lagi radjaputera jang mewarisi tachta ke~

radjaan. Puteri Samaratungga telah dikawinkan dengan rakai Pikatan.

Dengan djalan demikian, maka rakai Pikatan memperoleh sekadar

kekuasaan untuk memerintah sebagian dari Djawa Tengah. Kemung­

kinan lain ialah, bahwa Balaputra belum dewasa, ketika ajahnja me­

ninggal, sehinga ia belum diizinkan memerintah. Berhubung dengan

182

Page 182: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

timbulnja perubahan suasana, jang sebab-sebabnja tidak dapat dike­

tahui dengan pasti, Balaputra kemudian mendjadi radja di Sriwidjaja.”

Kita merasa bahwa keterangan diatas agak ditjari-tjari, untuk meng­

hindari kontradiksi. Pada prasasti Karang Tengah djelas, bahwa Sa-

maratungga hanja mempunjai seorang puteri, jakni Pramodawardhani.

Tetapi akibat penjamaan antara Samaratungga pada prasasti Karang

Tengah dan Samaragrawira pada prasasti Nalanda, terpaksa Samara­

tungga mempunjai dua orang anak, jang satu laki-laki jakni Balaputra,

jang lain seorang puteri jakni Pramodawardhani. Untuk menghindar­

kan kesulitan tentang kedudukan Balaputra, ditjarikan djalan perka­

winan dengan puteri dari Sriwidjaja. Hubungan antara Balaputra dan

Pramodawardhani lalu seperti hubungan kakak dan adik atau dua

saudara sekandung. Seorang radjaputera tidak mudah meninggalkan

haknja atas tachta dan pergi ketempat lain untuk mendjadi radja akibat

perkawinan. Pokoknja keterangan jang diberikan tidak memberikan

kejakinan. Kontradiksi jang timbul kiranja akibat salah-identifikasi.

Terbukti bahwa identifikasi Samaragrawira dengan Samaratungga

menimbulkan kontradiksi. Suatu tanda bahwa ada sesuatu jang tidak

tjotjok. Identifikasi antara Samaragrawira dan Samaratungga jang

menimbulkan kontradiksi itu djuga diterima oleh Bosch dalam karang-

annja jang berdjudul Qriwijaya, de Qailendra~ en de Sanjayawamga

dalam B.K.I. 108 hal. 113-123. Kita dapat melihatnja setjara djelas

pada silsilah jang disusunnja pada hal. 123.

Meskipun nama Samaragrawira pada piagam Nalanda itu mirip

sekali dengan nama Samaratungga pada piagam Karang Tengah, na­

mun saja berpendapat, bahwa Samaragrawira dan Samaratungga itu

nama dua tokoh sedjarah jang berbeda-beda. Kedua-duanja memang

termasuk radjakula Sailendra dan berasal dari Djawa Tengah. Dalam

pembahasan prasasti Gandasuli telah saja kemukakan bahwa identifi­

kasi antara Dang Karayan Partapan mpu Palar pada prasasti Ganda­

suli dan sri maharadja rakai Garung pada prasasti Kedi’ tidak tjotjok,

karena sampai adjalnja Dang Karayan Partapan mpu Palar hanja

menduduki djabatan haji. Kedudukan itu lebih rendah daripada kedu­

dukan radja. Pada waktu itu jang mendjadi radja ialah Samaratungga.

Nama Samaratungga, rakai Garung dan Dang Karayan Partapan

terdapat pada prasasti jang dikeluarkan sezaman. Nama Samaratungga

pada prasasti Karang Tengah (tahun 824), nama rakai Garung pada

prasasti Pengging (tahun 819) dan nama Dang Karayan Partapan mpu

Palar pada prasasti Karang Tengah dan Gandasuli (tahun 824 dan 832).

Dari prasasti Karang Tengah dapat kita ketahui bahwa Dang Karayan

Partapan adalah pembesar bawahan Samaratungga, dan dari prasasti

Gandasuli kita ketahui, bahwa Dang Karayan mempunjai kedudukan

183

Page 183: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

haji, bukan radja. Djadi tidak mungkin disebut sri maharadja. Demiki­

anlah identifikasi antara rakai Garung dan Dang Karayan Partapan

tidak mungkin. Pada awal abad 9 jang bergelar maharadja hanja Sama-

ratungga. Pada prasasti Kedu rakai Garung bergelar sri maharadja.

Demikianlah maka Samaratungga adalah sama dengan rakai Garung.

Samaratungga pada piagam Karang Tengah sama dengan rakai Ga­

rung pada piagam Kedu.

Oleh karena nama Samaragrawira terbukti tidak dapat disamakan

dengan Samaratungga, maka harus ditjari pemetjahannja; harus di­

identifikasikan dengan tokoh lain. Menurut prasasti Kedu radja jang

memerintah sebelum dan sesudah sri maharadja rakai Garung ialah sri

maharadja rakai W arak dan rakai Pikatan. Identifikasi antara rakai

Pikatan dan Samaragrawira tidak dimungkinkan, karena dari penelitian

prasasti Sri Kahulunan dan nama-nama jang terpahat pada tjandi-

tjandi Plaosan rakai Pikatan adalah suami Sri Kahulunan alias Pra-

modawardhani, sedangkan Pramodawardhani adalah puteri Samara­

tungga. Djadi penjamaan antara rakai Pikatan dan Samaragrawira

tidak mungkin. Satu-satunja djalan ialah penjamaan dengan sri maha­

radja jang memerintah sebelum Samaratungga alias rakai Garung.

dengan sri maharadja rakai Warak atau sri maharadja rakai Panung-

galan. Identifikasi dengan rakai Panunggalan tidak dimungkinkan,

karena seperti kita ketahui rakai Panunggalan telah kita identifikasi­

kan dengan Dharanindra, ajah Samaragrawira jang menurut piagam

Nalanda disebut Yawabhumipalah.

Baik Dharanindra maupun Yawabhumipalah mempunjai epiteton „pem­

bunuh musuh-musuh perwira”. Dharanindra memerintah sesudah rakai

Panangkaran. Sri maharadja rakai Panunggalan djuga memerintah

sesudah rakai Panangkaran. Tinggallah satu-satunja kemungkinan ialah

identifikasi antara rakai Warak dan Samaragrawira. Oleh karena

Samaragrawira menurut piagam Nalanda kawin dengan puteri Tara,

dengan sendirinja puteri Tara adalah permaisuri (isteri) sri maharadja

rakai Warak. Dari perkawinan itu lahir Balaputra. Demikianlah Bala-

putra adalah putera rakai Warak. Menurut artinja nama Balaputra

adalah putera bungsu, karena bala artinja: ekor. Demikianlah rakai

Warak harus mempunjai putera-putera lainnja jang lebih tua daripada

Balaputra. Dengan sendirinja Balaputra sebagai putera bungsu tidak

langsung mempunjai hak untuk menggantikan ajahnja sebagai radja.

Putera sulung atau putera jang lebih tua mempunjai lebih banjak hak

atas tachta keradjaan daripada putera bungsu. Salah seorang diantara

saudara-saudara tua Balaputra ialah sri maharadja rakai Garung me­

nurut prasasti Kedu atau Samaratungga menurut prasasti Karang Te­

ngah. Demikianlah hubungan antara Samaratungga dan Balaputra

184

Page 184: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

adalah hubungan saudara, atau kakak beradik. Balaputra berkakak

terhadap Samaratungga. Dengan sendirinja Pramodawardhani adalah

puteri kemanakan Balaputradewa. Mengapa Balaputra melarikan diri

ke Suwarnadwipa dan kemudian minta kepada radja Dewapaladewa

untuk membangun wihara Nalanda dengan pengakuan bahwa beliau

adalah keturunan radja Sailendra di Djawa, pertanjaan itu segera di-

djawab dalam pembahasan prasasti Balaputra - Djatiningrat atau A

metrical O ld Javanese inscription dated 856 A.D.

Prasasti Balaputra - Djatiningrat

Nama Balaputra disebut pada prasasti Nalanda sebagai nama radja

Suwarnadwipa. Pengakuannja sebagai keturunan radja Sailendra dari

Djawa telah tjukup dibahas diatas. Nama Balaputra djuga disebut satu

kali pada prasasti Balaputra - Djatiningrat jang bertarich tahun 856.

Prasasti itu telah diterbitkan oleh Dr. J.G. de Casparis dalam Prasasti

Indonesia II pada tahun 1957 dibawah djudul A metrical O ld Javanese

inscription dated 856 A.D. dari hal. 280 - 330. Prasasti ini memberikan

sekadar pendjelasan mengapa Balaputra melarikan diri ke Suwarna-

dwipa dan mendjadi radja di Sriwidjaja. Ringkasan isinja seperti ber­

ikut:

Pada 1 — 9. Seorang radja jang bernama Djatiningrat, pemeluk aga­

ma Siwa, kawin dengan seorang permaisuri jang memeluk agama lain.

(Dalam bagian ini terdapat nama Walaputra pada pada 7). Balaputra

menimbun ratusan batu untuk didjadikan benteng pertahanan dan

tempat bersembunji, dalam perang melawan Djatiningrat. Radja itu

mengambil nama Brahmana ,,Djatiningrat” dan mendirikan keraton di

Medang didaerah Mamrati. Sesudah itu beliau mengundurkan diri

sebagai radja dan menjerahkan kekuasaannja kepada dyah Lokapala.

Rakjatnja terbagi atas empat asrama, masing-masing dikepalai oleh

seorang Brahmana.

Pada 10 — 13. Sang radja bersiap-siap untuk mengadakan upatjara

kematian. Rakai Mamrati menjerahkan tanah Wantil. Beliau merasa

malu, bahwa dusun Iwung pernah didjadikan gelanggang pertempur­

an. Setelah beliau mentjapai kekuasaan dan kekajaan, beliau mendiri­

kan tjandi makam, menghimpun pengetahuan dharma dan adharma.

Tidak ada orang jang berani melawan beliau. Sang radja mendirikan

halu jakni lingga. Semua orang turut menjumbang untuk pembangun­

an lingga jang sangat indah itu.

Pada 14 — 17. Bagian ini menguraikan lingga jang didirikan. Di-

gapura ada artja pendjaga jang gagah berani untuk mendjaga ke­

amanan dan keselamatan bangunan. Dipintu masuk didirikan dua

bangunan jang berbeda bentuknja. Halaman lingga ditanami pohon

185

Page 185: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

tandjung dan disitu didirikan rumah-rumah ketjil untuk para pertapa.

Pokoknja bangunan itu indah sekali.

Pada 18-23. Ruang bangunan jang terindah diperuntukkan bagi

jang diperdewa. Para pengundjung dan penjembah berdiri dalam de­

retan dengan hormat dan tenang. Semua orang diminta datang ber-

sembah.

Pada 24 ■— 29. Peresmiannja dilangsungkan pada tahun Saka 778

hari kesebelas bulan terang, Selasa Wage. Sesudah bangunan itu se­

lesai seluruhnja, kali dipindahkan, tanahnja didjadikan wilajah tjandi.

Itulah tanah merdeka pameget Wantil. Lalu menjusul nama para pe-

djabat dan djabatannja. Tanah merdeka itu mendjadi milik tjandi.

Semua orang jang diberi tugas untuk mendjaga dan melakukan persem­

bahan, diharap tekun lagi tabah, dan djuga tidak mengalami lahir-mati

jang tidak ada hentinja.

Pada 7 dalam prasasti diatas menjebut nama Walaputca. Kata itu

didahului dengan kata-kata: timbunan batu untuk pengungsian. Kata-

kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa Balaputra sedang berperang

dengan sang radja jang mengambil nama Brahmana ,,Djatiningrat”

dan menimbun batu untuk digunakan sebagai tempat pengungsiannja.

Pada 9 menguraikan bahwa rakai Mamrati menjerahkan tanah Wantil

untuk bangunan lingga dan merasa malu, bahwa desa Iwung pernah

mendjadi gelanggang pertempuran. Kiranja didesa Iwung itulah ter-

djadi pertempuran antara Balaputra dan sang radja alias rakai Mam-

rati atau Djatiningrat. Balaputra menderita kekalahan.

Prasasti Balaputra - Djatiningrat dipahat pada tahun Saka 778 atau

tahun Masehi 856. Tarich tahun itu dinjatakan pada permulaan pada

23 atau baris 39 dengan tjandrasangkala wualung gunung sang wiku

jang mewakili angka 8, 7, 7 atau tahun Saka 778. Namun tarich ta

hun itu bukan tarih tahun kemenangan Djatiningrat terhadap Balaputra

melainkan tarich tahun pembangunan lingga ditanah Pameget W antil

didaerah Mamrati. Pembangunan lingga itu dilakukan setelah Djati­

ningrat mengundurkan diri dari pemerintahan dan menjerahkan ke

kuasaannja kepada dyah Lokapala. Demikianlah penerangan antara

Djatiningrat dengan Balaputra berlangsung sebelum tahun 856. Djadi

pengungsian Balaputra ke Suwarnadwipa djuga terdjadi sebelum-tahun

856. Tarich tahun kemenangan itu akan kita selidiki lebih landjut

Identifikasi Djatiningrat. Nama Djatiningrat adalah nama Brahmana

jang sengadja diambil oleh sang radja jang mengeluarkan prasasti

diatas. Sebagai radja sudah pasti beliau mempunjai nama abhiseka

dan nama pribadi. Pada prasasti itu beliau menjebut dirinja ketjuali

Djatiningrat djuga rakai Mamrati. Pada 8 baris terachir menguraikan

186

Page 186: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

bahwa Djatiningrat mendirikan keraton didaerah Mamrati. Setelah itu

lalu mengundurkan diri sebagai radja. Itulah sebabnja Djatiningrat

menjebut dirinja rakai Mamrati.

De Casparis menjamakan Djatiningrat dengan rakai Pikatan pada

prasasti Kedu. Alasan jang dikemukakannja ialah, karena prasasti ini

menjebutkan, bahwa Djatiningrat menjerahkan kekuasaannja kepada

dyah Lokapala. Prof. L.C. Damais dalam Epigrafische aanteekeningen.

Lokapala - Kayuwangi (T.B.G. L X X X III afl. 1 hal. 1 - 6 tahun 1949),

telah membuktikan kesamaan antara dyah Lokapala dan Kayuwangi.

Rakai Kayuwangi mengeluarkan piagam Argapura pada tahun 863,

djadi tudjuh tahun kemudian daripada prasasti Balaputra - Djatiningrat.

Prasasti Argapura termuat dalam O.J.O. no. V III, namun transkripsi-

nja berhenti ditengah djalan. Tarich tahunnja Saka 786; setelah di­

koreksi oleh Prof. L.C. Damais ternjata tarich tahunnja Saka 785 atau

tahun Masehi 863. Duplikat prasasti tersebut tersimpan djuga. Pada

prasasti Argapura (oleh Damais disebut prasasti W anua Tengah)

terbatja nama rakai Pikatan pu Manuku. dan rakarayan Kayuwangi pu

Lokapala. Njata disini adanja kesamaan antara rakai Kayuwangi dan

pu Lokapala.

Dalam silsilah radja-radja di Poh Pitu pada prasasti Kedu sri maha-

radja rakai Pikatan disebut lebih dahulu daripada sri maharadja Kayu­

wangi. Pada prasasti Balaputra - Djatiningrat dinjatakan bahwa Djati­

ningrat menjerahkan kekuasaannja kepada dyah Lokapala. Demikian­

lah Djatiningrat itu sama dengan rakai Pikatan. Pada prasasti Arga­

pura itu njata pula bahwa nama rakai Pikatan ialah pu Manuku,

sedangkan pada prasasti Balaputra — Djatiningrat beliau mengaku

mengambil nama Brahmana „Djatiningrat”. Djuga pada prasasti jang

terachir ini beliau menjebut dirinja rakai Mamrati. Dikatakan bahwa

rakai Mamrati menjerahkan tanah W antil, sedangkan rakai Mamrati

tidak dikenal pada prasasti Kedu. Oleh karena Djatiningrat / Manuku

adalah rakai Pikatan, maka mungkin sekali tempat Mamrati itu ter­

letak didaerah Pikatan. Kita hanja mengetahui bahwa Djatiningrat

membangun istana di Mamrati, setelah beroleh kekuasaan dan keka-

jaan. Letaknja desa Pikatan telah dapat kita ketahui jakni dekat Te­

manggung dikeresidenan Kedu. Mamrati harus djuga terletak disekitar

daerah Temanggung.

Ketjuali pada prasasti Balaputra - Djatiningrat nama desa Mamrati

djuga dikenal pada prasasti Alas Lintakan (K.O. no. I) . Rakai Lajang

dyah Tulodong sri maharadja Sadjana Sannatanuraga Tunggadewa

membuat tanah perdikan di Alas Lintakan. Desa Kasugihan dibeli oleh

sri maharadja, ikut didjadikan tanah perdikan Tjaitya Niyaya. Di-

sebelah selatan berbatasan dengan desa Mamrati.

187

Page 187: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Ada dua nama desa jang perlu diperhatikan jakni desa Pikatan dan

desa Kasugihan. Kedua desa itu tersebut djuga pada prasasti diatas.

Desa Pikatan dekat Temanggung, desa Kasugihan disebelah timur laut

Mantyasih. Oleh karena desa Mamrati tidak disebut pada prasasti

Kedu, maka letaknja harus diluar lingkaran bangunan di Mantyasih,

disebelah selatan desa Kasugihan. Nama desa Kasugihan disebut pada

prasasti Kedu dan merupakan desa lapis ketiga disebelah timur laut

Mantyasih. Bagaimanapun keraton Mamrati jang didirikan oleh rakai

Pikatan harus terletak disekitar Temanggung. Sedjak pemerintahan

rakai Pikatan Mamrati mendjadi pusat keradjaan atau ibukota ke-

radjaan. Pada tahun 842 kiranja rakai Pikatan sudah berkuasa, karena

pada tahun itu Pramodawardhani telah bergelar Sri Kahulunan: per­

maisuri. Seperti kita ketahui pada tahun 842 dikeluarkan prasasti Sri

Kahulunan bertalian dengan tanah perdikan Sri Kahulunan jang men­

djadi milik bangunan sutji Kamulan Bhumisambhara alias Barabudur.

Prasasti Sri Kahulunan jang berupa batu besar diduga oleh Krom ber­

asal dari daerah Temanggung (Krom, HJG. hal. 182). Prasasti Ganda-

suli jang bertarich tahun 832 telah menjebut adanja tanah Sri Kahu-

luan (Sri Kahulunan) jang diurus oleh Busu Pandarangan. Djika

demikian, maka rakai Pikatan pada tahun 832 telah memggang kekua­

saan. Penetapan letaknja desa Mamrati itu bertalian dengan pembe­

ritaan tentang adanja tiga keraton jakni:

1. medang i Bhumi Mataram (pada Minto-steen tahun Saka 846

O.J.O. X X X I).

2. medang i Mamrati (pada prasasti Balaputra - Djatiningrat

tahun Saka 778).

3. medang ri Poh Pitu (pada prasasti Kedu, tahun Saka 829).'

Demikianlah sebelum rakai Pikatan berkuasa, pusat keradjaan itu

terletak di Mataram. Hingga sekarang kita tidak mengetahui dengan

pasti, dimana letaknja desa Mataram itu setjara tepat. Jang kita ke­

tahui ialah bahwa menurut prasasti Kedu Sandjaja disebut rakai

Mataram. Hingga sekarang daerah istimewa Jogjakarta masih disebut

daerah Mataram. Orang masih membedakan Mataram dan Kedu. Dje-

las bahwa pada pemerintahan rakai Pikatan ibukota itu dipindahkan

dari Mataram ke Kedu, tepatnja disekitar Temanggung. Djika kita

memperhatikan aktivitas radjakula Sandjaja, maka njata bahwa akti-

vitasnja terbatas disekitar daerah istimewa Jogjakarta sekarang. Lingga

jang didirikan oleh radja Sandjaja diatas gunung W ukir, letaknja tidak

djauh dari Jogjakarta. Prasasti Gata dan Tadji Gunung tentang pem­

bangunan dharmma kawikuan di Timbangan Wungkal terdapat di-

dekat Prambanan. Tjandi Kalasan jang dibangun oleh rakai Panang-

karan pada tahun 778 terdapat didaerah Jogjakarta. Masih banjak lagi

188

Page 188: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

prasasti-prasasti jang dikeluarkan sebelum pemerintahan rakai Pikatan

jang diketemukan ditempat-tempat jang tidak terlalu djauh dari daerah

Jogja misalnja prasasti Ratu Baka jang memuat nama Dharmatungga.

Namun dari prasasti-prasasti itu kita tidak dapat menetapkan letaknja

pusat keradjaan. Didaerah makmur sebelah utara kota Jogja memang

ada sekelompok desa jang memakai nama Sansekerta. Nama-nama itu

kiranja bukan nama baru. Dan disitu djuga ada tjandinja, jang sudah

sangat rusak. Desa tempat tjandi itu sekarang disebut desa Tjandi. Di-

sebelah tenggara Tjandi terletak desa Redjadani (Rajadhani): tempat

radja; disebelah barat Redjadani adalah Poton '(Pattana)i 'kota; dise-

belah barat desa Poton adalah desa Saragan (Saragana): tentara; di­

sebelah selatan Redjadani adalah desa Kamdanen (Kamadhani): tem­

pat kesenangan; disebelah selatan desa Kamdanen adalah desa Nandan

(N andana): taman kesenangan; disebelah timur Redjadani adalah desa

Dajakan (Dayaka): sanak-saudara (radja); disebelah timurnja adalah

desa Gentari (Gata): tentara; sebelah utara Redjadani adalah desa

Bantardja (Batararaja): arwah para leluhur alias makam; disebelah

utaranja adalah desa Danalajan (Danalaya): tempat berkorban. Su­

ngai jang melalui desa Redjadani djuga disebut dengan nama Sanse­

kerta jakni kali Trasi (traci): menakutkan, berbahaja. Itulah sekelom­

pok desa didaerah sebelah utara Jogjakarta, jang nama-namanja

mempunjai hubungan dengan kemungkinan adanja pusat keradjaan

dan hingga sekarang masih ada serta mengandung unsur-unsur India.

Karena tidak ada bahan 'lain jang dapat digunakan, maka toponimi

itu hanja memberikan petundjuk sadja, tidak memberikan kemungkinan

untuk menarik kesimpulan.

Terbukti pada tahun 907 pusat keradjaan itu telah berpindah ke

Poh Pitu. Dimana letaknja djuga tidak kita ketahui. Jang pasti ialah

didaerah Kedu. Nama Poh Pitu sendiri tidak kita kenal baik zaman

sekarang maupun pada prasasti ketjuali pada prasasti Kedu. Desa

Poh Pitu tidak disebut diantara 24 desa pada prasasti. Desa Kedu

hingga sekarang masih ada. Mungkin karena Poh Pitu itu mendjadi

pusat keradjaan, maka nama itu tidak disebut. Desa Poh atau wanua

Poh kita kenal beberapa kali pada prasasti diantaranja pada prasasti

Bara Tengah dari tahun 907 tentang pembuatan tanah perdikan Kaju

Ara Hiwang didaerah W aru Tihang oleh rake wanua Poh dyah Mala.

Disitu disebutkan djuga pelbagai nama desa diantaranja desa Man-

tyasih. Desa Mantyasih terletak disebelah utara desa Kedu dan me­

rupakan pusat. Desanja disebut Mantyasih tetapi sebagai pusat ke­

radjaan disebut Poh Pitu. Ichtisar mengenai kelompok desa disekitar

Mantyasih telah diberikan setjara djelas oleh de Casparis dalam Pra­

sasti Indonesia I hal. 159.

189

Page 189: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Oleh karena pada piagam Balaputra - Djatiningrat dengan djelas

dinjatakan, bahwa Djatiningrat memeluk agama Siwa, berbeda dengan

sang permaisuri, maka dapat diambil kesimpulan bahwa beliau kawin

dengan puteri dari radjakula Sailendra, jang memeluk agama Buda.

Puteri itu ialah rani jang mengeluarkan prasasti Sri Kahulunan pada

tahun 842. Nama Sri Kahulunan ternjata terpahat bersama dengan sri

maharadja rakai Pikatan pada kelompok tjandi Plaosan Lor. Sri Ka­

hulunan adalah puteri Samaratungga, jang pada piagam Karang Te­

ngah bernama Pramodawardhani.

Bahwa rakai Pikatan mempunjai banjak nama terbukti dari pelbagai

prasasti. Bagi kita jang penting ialah mengetahui bahwa penjingkiran

Balaputradewa dari Djawa akibat kekalahan perang dengan rakai

Pikatan, menantu Samaratungga. Nama Samaratungga ini sangat me­

narik perhatian, karena nama itu oleh de Casparis dan Bosch disama­

kan dengan nama Samaragrawira pada piagam Nalanda. Piagam

Nalanda jang dikeluarkan oleh radja Dewapaladewa menguraikan

pembangunan wihara Nalanda atas permintaan Balaputra dari Suwar-

nadwipa. Balaputra mengaku keturunan radja Sailendra dari Djawa.

Maharadja jang disebut Yawabhumipalah gri wtrawairimanthananuga-

tabhidanah mempunjai seorang putera jang kemashurannja dalam pe­

perangan sama dengan Yudistira, Parasara, Bimasena, Karna dan

Ardjuna, bernama Samaragrawira. Radjaputera Samaragrawira kawin

dengan Tara, puteri Sri Dharmasetu; dari perkawinan itu lahir se­

orang putera, bernama Balaputradewa.

Seperti telah didjelaskan kemiripan nama antara Samaratungga dan

Samaragrawira itu, maka pelbagai sardjana mengira bahwa Samara­

tungga adalah sama dengan Samaragrawira. Bosch dalam karangannja

De Inscriptie van Ligor dalam madjalah T.B.G. LX X X I tahun 194i

menjamakan Samaratungga pada piagam Karang Tengah dengan rakai

Panunggalan pada piagam Kedu, dan kemudian dengan Samaragrawira

pada piagam Nalanda, jakni ajah Balaputra. Penjamaan itu masih

lebih landjut lagi. Ia menjamakannja dengan W isnu pada piagam Li­

gor B. Dalam karangannja £ riwijaya, de Sailendra- en de Sanjayawamga

(B.K.I. 108 hal. 113-123) masih tetap ia menjamakan Samaratungga

dengan Samaragrawira. Rakai Garung sama dengan rakai Patapan

pada piagam Karang Tengah dan piagam Gandasuli. Untuk menda­

patkan gambaran jang djelas tentang teori Bosch mengenai hubungan

antara radjakula Sailendra, Sriwidjaja, Sandjaja dan Sailaradja di

Fu-nan, jang pada hakekatnja himpunan daripada hasil penelitian

Coedes, van Naerssen, de Casparis dan penelitiannja sendiri, maka

silsilah jang telah disusunnja itu disalin seperti dibawah.

1 9 0

Page 190: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Çailendra-wangsa menurut teori F.D.K. Bosch :

[Dinasti Fu-nan

■J Somawangsa

( Sailendrawangsa (?)

Sandjaja (Tj)

Wisnu (L)

Puteri rakai Panangkaran (Kd)

rakai Panangkaran (K)

Uharmasetu (N)

= radja Sriwidjaja (L')

rakai Panunggalan (Kd)

Tara (N)

I

Sri Maharadja

Sailendrawangsa

Sarwwarimadawi (ma) thana (L)

= Sailendraradja (K)

= Dharanindra

wairiwarawiramardana (Kl) rakai Warak (Kd)

= Y awabhumipalah

Çailendrawamçatilaka

wîrawairimathana (N)

{Samaratungga (Kt)

= Samaragrawira (N)

rakai Garung (Kd)

rakai Patapan (Kt)

Balaputradewa / Pramodawardhani (Kt)

Suwamadwipadhipa (N)

' = Sri Kahulunan (Mg')Çudamamwarman

radja Kataha dan Sriwidjaja (Gr. Ch)

I

(Gs)

rakai Pikatan (Kd)

(Pl)

Rakai Kajuwangi (Kd)

Irakai Humalang (Kd)

rakai Watukura (Kd)

Marawidjajotunngawarman

radja Kataha dan Sriwidjaja

Sailendrawangsa (Gr. Ch)

Piagam-piagam:

Keterangan singkatan; K = Kalasan; Kd = Kedu; K1 = Kelurak; Kt = Ka­

rang Tengah; L = Ligor; Mg = Magelang; N = Nalanda; Pl = Plaosan Lor;

= Tjanggal; Gr. Ch; = Great Charter of Leyden.

Dari ichtisar hubungan antara radja-radja Sriwidjaja, radjakula Sai-

lendra di Djawa dan radjakula Sandjaja diatas njata bahwa Bosch

masih tetap menjamakan Samaratungga dengan Samaragrawira. Sudah

pasti bahwa kedua nama itu mirip sekali, karena kedua-duanja mulai

dengan Samara; jang berbeda hanja bagian belakangnja. Boleh dipasti­

kan bahwa Balaputra mengenal nama Samaratungga pada piagam

Karang Tengah dan Samaragrawira sebagai ajah Balaputra, karena

Balaputra baru pada pertengahan abad 9 meninggalkan Djawa Te-

191

Page 191: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

ngah. Andaikata Samaratungga itu benar sama sadja dengan Samara-

grawira, timbul pertanjaan, mengapa pada piagam Nalanda Balaputra

tidak menjebut ajahnja Samaratungga sadja? Penjebutan itu lebih meng­

untungkan, karena dengan djalan demikian maka ia sebagai putera

laki-laki mempunjai hak atas tachta jang lebih besar daripada Pramo-

dawardhani?

Karena kedua nama itu berbeda, kiranja memang nama dua tokoh

jang berlain-lainan. Samaragrawira adalah nama rakai Warak, Sama­

ratungga adalah nama rakai Garung. Dengan kata lain Samaratungga

adalah putera Samaragrawira dan kakak Balaputra. Samaratungga

adalah putera sulung jang mempunjai hak untuk mewaris tachta; Bala­

putra adalah putera bungsu, karena namanja memang berarti demi­

kian; (wala = ekor; putra = anak).

Terbukti bahwa Samaratungga tidak mempunjai putera. Beliau hanja

mempunjai seorang puteri jakni Pramodawardhani, permaisuri rakai

Pikatan. Balaputra sebagai putera laki-laki Samaragrawira mengira

berhak pula menggantikan Samaratungga, jang tidak berputera laki-

laki. Timbullah karenanja sengketa antara Balaputradewa dan Djati-

ningrat jang membela hak permaisurinja. Ini lebih logis daripada

anggapan, bahwa Balaputradewa adalah adik Pramodawardhani. Ber­

dasarkan anggapan jang terachir ini maka Balaputra mempunjai hak

atas tachta jang lebih besar daripada Pramodawardhani. Pernjataan

Balaputra di Nalanda harus ditafsirkan sebagai pernjataan persaha­

batan antara Balaputra dan Dewapaladewa untuk sekadar minta ban­

tuan dalam merebut kembali hak mendjadi radja di Mataram. Tafsiran

j^ng demikian dapat dipahami. Sengketa antara Balaputradewa dan

Djatiningrat kiranja terutama mengenai perebutan kekuasaan antara

Balaputra dan Pramodawardhani, sepeninggal rakai Garung. Dalam

hal ini sebenarnja Djatiningrat sebagai menantu ada diluar sengketa

Namun karena membela kepentingan isteri, turut terlibat. Pada piagam

Balaputra - Djatiningrat dengan djelas dinjatakan bahwa setelah Djati­

ningrat beroleh kekuasaan dan kekajaan, beliau lalu mendirikan tjandi

makam, menghimpun ilmu dharma dan adharma. Tidak ada orang jang

berani melawan. Sesudah berkuasa sebagai radja,' lalu mendirikan

keraton di Medang didaerah Mamrati. Sesudah itu lalu mengundurkan

diri dan menjerahkan kekuasaannja kepada puteranja Lokapala. Loka-

pala memang berhak sepenuhnja atas tachta keradjaan sebagai putera

Pramodawardhani. Djatiningrat lalu hidup. sebagai pertapa. Dengan

djelas pula dinjatakan bahwa beliau menjesal, bahwa desa Iwung per­

nah djadi medan pertempuran. Kiranja kalimat jang terachir ini djuga

sekadar membajangkan penjesalannja atas peperangan jang dilakukan-

nja melawan Balaputradewa.

192

Page 192: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pada tahun 842 dikeluarkan sebuah piagam oleh seorang rani jang

bergelar Sri Kahulunan. Menurut dugaan Sri Kahulunan adalah Pra-

modawardhani. De Casparis berpendapat bahwa gelar sri kahulunan

adalah gelar permaisuri, bukan gelar radjaputeri. Pendapat itu didasar­

kan atas piagam tjandi Plaosan. Samaratungga masih mempunjai se­

orang putera, bernama Balaputra jang berarti: anak bungsu. Prof. Mr.

Moh. Yamin, sependapat dengan de Casparis. Katanja: „Pramodawar-

dhani tak ikut bersama Balaputra berpindah ke Sumatera, melainkan

menetap di Djawa Tengah dan berkawin dengan rakai Pikatan. Per-

tulisan Ratu Baka berisi pertentangan antara rakai Pikatan dengan

Balaputra jang agaknja karena menderita kekalahan lalu berpindah

ke Sumatera. Sementara itu puteri Pramodawardhani dikawini rakai

Pikatan dan keraton Ratu Baka mendjadi keraton Siwa, padahal se­

belum tahun 856 ialah keraton Sailendra untuk kepentingan agama

Buda Mahayana.”

Persoalan Sri Dharmasetu

Pada piagam Nalanda tertjantum bahwa Tara, ibu Balaputra, ada­

lah puteri Sri Dharmasetu dan permaisuri Samaragrawira. Namun pada

piagam itu tidak dinjatakan dimana keradjaan Sri Dharmasetu. Timbul­

lah karenanja anggapan bahwa Sri Dharmasetu adalah radja Sriwi-

djaja. Anggapan itu telah dikemukakan oleh Krom pada tahun 1938

dalam Stapel’s Geschiedenis I hal. 162. Dalam bukunja Prasasti Indo~

nesia I hal. 110-111 de Casparis menulis: „Setelah Balaputra mening­

galkan Djawa, di Djawa tidak ada lagi radjaputera jang mewaris tachta

keradjaan. Puteri Samaratungga telah dikawinkan dengan rakai

Pikatan. Dengan djalan demikian maka rakai Pikatan memperoleh

kekuasaan untuk memerintah sebagian dari Djawa Tengah. Kemung­

kinan lain ialah, bahwa Balaputra belum dewasa, ketika ajahnja me

ninggal, sehingga ia belum diizinkan memerintah. Berhubung dengan

timbulnja perubahan suasana, jang sebab-sebabnja tidak dapat diketahui

dengan pasti, Balaputra kemudian mendjadi radja di Sriwidjaja.

Dalam terbitannja Prasasti Indonesia II hal. 296 note 66 de Casparis

menjarankan bahwa Balaputra kawin dengan puteri sulung radja ri

widjaja, setelah menjingkir dari Djawa. Berdasarkan perkawinan itu

beliau berhak mendjadi radja Sriwidjaja. Pengangkatan mendjadi ra ja

tidak semata-mata didasarkan atas keunggulannja sebagai tjalon, tetapi

karena Balaputra mempunjai hak atas tachta keradjaan Djawa Tenga

D jika tuntutannja berhasil, berarti perluasan wilajah Sriwidjaja sampai

di Djawa. Itulah sebabnja maka Balaputra menjerukan asal-usulnja

sebagai keturunan radja Sailendra di Djawa dan tjutju Sri Dharma

13*193

Page 193: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

setu, radja Sriwidjaja, di Nalanda. Dengan kata lain ia mengadukan

kepada radja Dewapaladewa, bahwa haknja mendjadi radja di Djawa

dirampas oleh orang lain jakni oleh rakai Pikatan.

Tentang anggapan bahwa perkawinan Pramodawardhani dengan

rakai Pikatan berlangsung sesudah Balaputra meninggalkan Djawa,

ada keberatannja. Pada tahun 856 Dyah Lokapala, jang lahir dari

perkawinan antara Djatiningrat dan Pramodawardhani, sudah diserahi

pemerintahan. Pada waktu itu beliau sudah dewasa, padahal pengusiran

Balaputra dari Mataram terdjadi baru beberapa tahun sebelumnja jakni

antara tahun 842 sebagai batas pemerintahan Samaratungga dan tahun

856 masa penjerahan kekuasaan kepada Dyah Lokapala dan pemba­

ngunan halu dan tiga lingga didataran tinggi Ratu Baka. Oleh karena

itu menurut pendapat saja perkawinan antara Djatiningrat dan Pramo­

dawardhani berlangsung pada masa pemerintahan Samaratungga alias

rakai Garung. Selama Samaratungga masih berkuasa, tidak ada per­

selisihan antara Balaputra dan Djatiningrat. Tetapi sepeninggal beliau,

timbul perselisihan mengenai hak atas tachta keradjaan. Sebagai suami

Djatiningrat membela permaisuri Pramodawardhani. Setelah berhasil

mengalahkan Balaputradewa, sang suami Djatiningrat memegang tam­

puk pemerintahan, bukan Pramodawardhani.

Oleh karena de Casparis menerima anggapan bahwa Sri Dharmasetu

adalah radja Sriwidjaja, maka perkawinan Balaputra dengan puteri

radja Sriwidjaja, jang pada hakekatnja masih berupa teori jang sangat

kabur, adalah perkawinan antara dua saudara sepupu. Penjingkirannja

ke Sumatera didasarkan pertimbangan akan adanja hubungan kekelu­

argaan dengan radja Sriwidjaja, seperti dinjatakan pada piagam Li-

gor B. Saran ini logis sekali dan mudah dipahami. Seperti telah di

singgung dimuka, Coedes telah mengemukakan pendapat bahwa pia

gam Ligor B, dikeluarkan oleh putera Criwijayegwarabhupati dari pia­

gam Ligor A, jang mendjadi radja Sailendra I, setelah kawin dengan

puteri Fu-nan. Teori Coedes telah diambil alih oleh Prof. F,.D.K. Bosch

dalam karangannja Qriwijaya, de Qailendra- en de Sanjayawamga se­

perti kelihatan djelas pada silsilah jang disusunnja. Mr. Moh. Yamin

dalam Laporan Konggres M J.P .I. dan Nilakanta Sastri dalam History

of Sriwijaya djuga menerima saran, bahwa Sri Dharmasetu adalah

radja Sriwidjaja. Tetapi hingga sekarang tidak ada pem buktiannja. Keberatan terhadap pendapat Coedes telah saja kemukakan. M esk ipun saran de Casparis sangat termakan akal, namun ada banjak keberatan­

nja. Pertama perkawinan antara puteri radja Sriwidjaja dan Balaputra­

dewa. Hal tersebut merupakan anggapan sadja, karena tidak ada pem­

beritaan tentang perkawinan itu. Kedua tentang anggapan bahwa Sri

Dharmasetu adalah radja Sriwidjaja. Hal tetsebut djuga masih merupa­

194

Page 194: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

kan anggapan, karena pemberitaannja tidak tertjantum pada piagam

manapun. Ketiga perkawinan antara puteri Fu-nan dengan radja W'is-

nu, jang mengakibatkan timbulnja dua tjabang radjakula Sailendra.

Djuga mengenai hal ini tidak diperoleh bukti-buktinja.

Nama Sri Dharmasetu djelas kedapatan pada dua piagam, pada

piagam Kelurak dan pada piagam Nalanda. Kiranja Sri Dharmasetu

jang kedapatan pada piagam Kelurak itu sama sadja dengan Sri

Dharmasetu jang kedapatan pada piagam Nalanda. Pada piagam

Nalanda tertjantum bahwa Sri Dharmasetu termasuk Somakula. Djadi

beliau bukan keturunan Sailendra. Demikianlah Samaragrawira itu

mengambil puteri dari Somakula. Pada upatjara peresmian artja Ma-

njugri di Kelurak dinjatakan: mah pratipalaniyah gri dhavmmasetuc ayam

artinja: Sri Dharmasetu jang diserahi untuk mendjaga .......

Oleh karena bangunan itu terdapat di Djawa Tengah, kiranja Sri

Dharmasetu jang diserahi untuk mendjaganja, djuga berkedudukan di

Djawa Tengah. Samaragrawira adalah rakai W arak dan putera

Dharanindra (rakai Panunggalan). Demikianlah Dharanindra itu ber-

besan dengan Sri Dharmasetu. Balaputradewa adalah tjutju Sri Dhar­

masetu menurut keturunan ibunja, dan tjutju Dharanindra menurut

keturunan ajahnja. Kedua-duanja berkedudukan di Djawa Tengah.

Namun menurut analisa diatas rakai Panunggalan berhasil menguasai

keradjaan Sriwidjaja. Oleh karena Balaputra menderita kekalahan

dalam peperangan melawan Djatiningrat dan kemudian terpaksa me-

njingkir ke Sumatera, maka negeri jang harus diwarisnja dari nenek

Dharmasetu dan dari ajahnja Samaragrawira terampas semuanja oleh

rakai Pikatan, jang menurut adat tidak berhak untuk menguasainja.

Demikianlah penjebutan Dharmasetu sebagai neneknja melalui urutan

ibunja dan penjebutan Jawabhumipalah melalui urutan ajahnja, i

hubungkan dengan negara jang harus diwarisnja melalui urutan aja

nja sebagai keturunan radjakula Sailendra. Seruan hak itu ditudjukan

kepada radja Dewapaladewa terhadap rakai Pikatan dan keturunan

nja. Djika sekarang tidak berhasil merebut kembali hak itu, harap

perdjuangan merebut kembali hak atas tachta itu dilandjutkan ke

mudian.Penobatan Balaputra sebagai radja Sriwidjaja tidak didasarkan

atas keturunan Sri Dharmasetu. Satu-satunja djalan ialah menerima

anggapan, bahwa maharadja W isnu jang tertjantum pada piagam

Ligor sama dengan Dharanindra pada piagam Kelurak, sama dengan

rakai Panunggalan pada piagam Kedu.Demikianlah jang dimaksud dengan Yawabhumipalah pada piagam

Nalanda ialah Dharanindra pada piagam Kelurak atau rakai Panungga'

lan pada piagam Kedu. Dengan djalan demikian maka epiteton griwita-

195

Page 195: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

wairimathana pada piagam Nalanda itu memang sama dengan epiteton

wairiwarawtramardana pada piagam Kelurak. Epiteton itu kedua-dua-

nja epiteton Dharanindra atau rakai Panunggalan. Epiteton radja

W isnu pada piagam Ligor hampir serupa jakni sarwwarimadawi(ma)~

thana. Semua mengandung arti: pembunuh musuh perwira. Oleh karena

nama Dharanindra (Dharanidhara) sama dengan nama Wisnu, maka

epiteton sarwwarimadavi(ma) thana pada piagam Ligor itu d juga epi­

teton Dharanindra alias rakai Panunggalan.

Daftar nama radja-radja Djawa Tengah itu lalu seperti berikut:

Nama pribadi rakai abhiseka tarich prasasti

Sandjaja Mataram 732 Tjanggal

Daksottamabahubadjra 771 Gata

pratipaksaksaja sri 772 Tadji Gunung

Tunggadewa

Pantjapana Panangkaran Dharmatungga? 778 Kalasan

Dharanindra Panunggalan Sanggramadhanandjaja 782 Kelurak

_+ 787 Ligor B

_+ 860 Nalanda

+. 860 Nalanda

819 PenggingSamaragrawira Warak

Samaratungga Garung

Djatiningrat Pikatan

Lokapala Kajuwangi Sadjanotsawatungga

(Gurun Wangi)

DyahDewendra Limus

Watuhumalang

Balitung

Tulodong

Watukura

Lajang

Sri Iswarakesawo-

tsawatungga

Sadj anasanatanur aga-

tunggadewa

824 Karang Tengali

856 Balaputra-Djatiningrat850 Tulang Air

863 Argapura

856 Balaputra-Djatiningrat880?Wuatan Tidja

863 Wanua Tengah

887 Munggu Antan

890 (Poh Dulur)

896 > Kawikuan Panunggalan 886?

907 Matyasih (ICedu).

919 (Lintakan)

196

Page 196: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

V III

KERADJAAN SAN-FO-TS’I

Berita Tionghwa

Pada masa pemerintahan radjakula T ’ang (618-907) keradjaan

Sriwidjaja disebut Shih-li-fo-shih (Che-li-fo-che). Nama Shih-li-fo-shih

baik jang tertjatat dalam sedjarah T ’ang maupun jang tertjatat dalam

karya-karya I-ts’ing adalah transkripsi Tionghwa dari nama Sriwi­

djaja. Transkripsi jang demikian mudah dipahami. Hsin-t ang-shu

mentjatat bahwa keradjaan Shih-li-fo-shih mengirim utusan ke Tiong­

kok dalam pangsa waktu 670-673 dan 713-741. Sedjak itu utusan

Shih-li-fo-shih tidak lagi kedengaran.

Pada masa pemerintahan radjakula Sung (960- 1279) negeri dilaut

Selatan jang namanja San-fo-ts’i mengirim utusan ke Tiongkok ber­

kali-kali. Sung Shih mentjatat kedatangan utusan itu ke Tiongkok pada

tahun 960, 962, 971, 972, 974, 975, 980, 983, 985 dan 988. Utusan jang

terachir ini tinggal di Kanton sampai tahun 990, karena mendengar

bahwa negerinja San-fo-ts'i sedang diserang oleh tentara dari Cho-p o.

Pada musim semi tahun 992 utusan itu berangkat lagi menudju San-

fo-ts’i, namun pelajarannja hanja sampai di Tjampa, karena belum ada

kepastian tentang negerinja. Oleh karena itu ia berlajar kembali. Ia

mendesak kaisar untuk mengeluarkan pengumuman, bahwa San-fo-ts i

ada dibawah perlindungan Tiongkok. Pada tahun 992 itu djuga datang

utusan dari Cho-p’o di Tiongkok menjatakan bahwa negerinja sering

berperang dengan San-fo-ts’i. Utusan dari Cho-p o ini adalah utusan

dari radja Dharmawangsa, jang naik tachta pada tahun 991. Baru pada

tahun 1003 datang lagi utusan dari San-fo-ts’i. Kemudian pada tahun

1008. Sepuluh tahun lamanja tidak ada utusan dari San-fo-ts i jang

datang. Sung Shih mentjatat bahwa utusan dari San-fo-ts i datang lagi

pada tahun 1017, 1028, 1067, 1080, 1082, 1083, pangsa waktu 1094-

1097, 1156, dan jang penghabisan kali pada tahun 1178. Pada tahun

1178 kaisar mengeluarkan pengumuman, agar San-fo-ts i tidak lagi

mengirim utusan keistana, tetapi mendirikan suatu perusahaan dagang

di C h ’uan-chow di Fu-kien.Didalam sedjarah Sung (bab 489) keradjaan San-fo-ts’i itu diuraikan

seperti berikut:„Keradjaan San-fo-ts’i adalah keradjaan bangsa liar dilaut Selatan.

Letaknja antara Chen-Ia dan She-po, memerintahkan limabelas matjam

negeri. Negeri itu menghasilkan rotan, kino(?) merah, kaju tjendana,

pinang dan njiur. Penduduknja tidak menggunakan uang tembaga,

197

Page 197: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

kebiasaan mereka ialah berdagang mas dan perak. Hawanja panas.

Dimusim dingin tidak ada es atau saldju. Rakjatnja mengusap badan-

nja dengan minjak semegrak. Negeri ini tidak menghasilkan gandum,

tetapi menghasilkan banjak padi, kapri kuning dan hidjau. Mereka

membuat anggur dari bunga, dari njiur, pinang dan madu. Mereka

menggunakan huruf Sansekerta (Dewanagari); radjanja menggunakan

tjintjin sebagai tjap. Mereka djuga mengenal huruf Tionghwa. Djika

mengirim utusan ke Tiongkok, mereka menulis dengan huruf jang ter-

achir ini. Bila angin baik, djarak antara Kwang-tung dan negara

tersebut, dapat ditempuh dalam waktu duapuluh hari. Nama-nama kelu­

arga banjak jang mulai dengan P ’u. Pada tahun 960 radja Shih-li-hu-

ta-hia-li-tan mengirim utusan ke Tiongkok. Pada tahun 992 negeri itu

ditundukkan oleh Djawa. Pada tahun 1003 dua utusan dari San-fo-ts’i

memberitahukan bahwa dinegeri itu telah didirikan tjandi Buda dengan

tudjuan sebagai tempat berdoa untuk memohonkan pandjang usia

bagi kaisar Tiongkok. Kaisar kemudian memberi nama untuk tjandi itu

dan menghadiahkan lontjeng chusus tertjetak untuk tjandi tersebut.

Pada tahun 1017 utusan dari San-fo-ts’i membawa bingkisan-bingkisan

buku Sansekerta, jang dilipat dalam sampul papan. Pada tahun 1082

tiga utusan datang menghadap kaisar; mereka mempersembahkan bunga

teratai mas jang berisi mutiara, kapur barus dan satin.”

Chu-fan-chi jang disusun oleh Chao-ju-kua pada masa pemerintahan

radjakula Sung (960- 1279) menguraikan bahwa San-fo-ts’i terletak

tepat disebelah selatan Ch’uan-hou (berhadapan dengan Formosa uta­

ra); rakjatnja bersarong kain kapas dan berpajung sutera. Mereka

pandai berperang baik dilaut maupun didarat. Organisasi ketentaraan-

nja sangat rapi. Bila radjanja wafat, rakjatnja bertjukur gundul sebagai

tanda belasungkawa. Mereka jang berbela, mentjeburkan diri dalam

minjak mendidih. Adat itu disebut „T’ung-sheng-ssu” artinja „sehidup

semati”. Ada artja Buda jang disebut gunung mas dan perak. Radjanja

biasa disebut „hakekat ular". Mahkotanja mas, berat sekali. Hanja

baginda sadja jang kuat mengangkatnja. Barangsiapa kuat mengang-

katnja, djadi panggantinja. Negeri itu terletak ditepi laut dan merupa­

kan bandar penting, mengawasi masuk-keluar kapal negferi-negeri lain-

nja. Dahulu menggunakan rantai besi sebagai batas bandar.

Dalam sedjarah Ming (1368- 1643) buku 324 tertjatat demikian:

„Pada tahun 1397 San-fo-ts i untuk penghabisan kalinja dikalahkan

oleh Djawa; kemudian namanja diganti Chiu-chiang artinja: pelabuhan

lama, sungai lama”.

Dalam Ying-yai-sheng-lan (1416) tertjatat, bahwa Chiu-chiang

sama sadja dengan negara jang sebelumnja disebut San-fo-ts’i, djuga

disebut Po-lin-pang, ada dibawah kekuasaan Djawa. Kapal-kapal jang

198

Page 198: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

datang dari manapun, masuk selat Peng-chia (Bangka) jang berair

tawan. Didekatnja banjak pagoda jang dibuat dari bata. Kemudian

para pedagang mudik kehulu, djalannja makin lama makin sempit,

menudju ibukota.

Berdasarkan berita-berita geografi diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa keradjaan San-fo-ts’i terletak di Palembang. Kesimpulan itu

sudah merupakan pendapat umum. Dan memang tidak ada keberatan

untuk menerima pendapat itu. Seperti telah disinggung diatas, jang

menimbulkan persoalan ialah: adakah Shih-li-fo-shih itu sama dengan

San-fo-ts’i? Hingga sekarang para ahli sedjarah menganggapnja sama.

Takakusu jang belum mengenal nama Sriwidjaja, menjamakan Shih-li-

fo-shih dengan Sribhoja, Fo-shih dengan Bhoja. Ia djuga beranggapan

bahwa Shih-li-fo-shih dalam pemberitaan I-ts’ing sama dengan San-

fo-ts i dalam berita-berita Chu-fan-chi. Penjamaan Shih-li-fo-shih de­

ngan Sriwidjaja adalah djasa Coedes. Penjamaan itu memang tjotjok.

Tarich piagam Kedukan Bukit ialah 683, tarich piagam Talang Tuwo

ialah 684 dan tarich piagam Kota Kapur ialah 686. Pada tahun 672

I-ts ing ada di Sriwidjaja. Bukunja Memoire dan Record semuanja

ditulis dikeradjaan Sriwidjaja sesudah ia kembali dari Nalanda. Te-

tapi penjamaan Shih-li-fo-shih dan San-fo-ts’i masih harus dibuktikan.

Kesulitannja segera nampak,- djika kita memperhatikan perbedaan

waktu antara timbulnja dua nama tersebut. Nama Shih-li-fo-shih di­

kenal pada masa pemerintahan radjakula T'ang (61& ~9Q7) dan nama

San-fo-ts i dikenal pada masa pemerintahan radjakula Sung (960-1279)

dan seterusnja. Perbedaan bunji antara dua nama itu terutama berupa

perbedaan antara bunji Shih-li dan San. Bahwa Shih-li atau Che~li

adalah transkripsi Tionghwa dari Sri mudah dipahami. Mengapa maka

pada pemerintahan radjakula Sung sekonjong-konjong timbul bunji

San? Adakah nama Sriwidjaja berubah mendjadi Sang W idjaja?

Meskipun soal linguistik ini soal ketjil, namun kiranja perlu djuga

diperhatikan. Saja jakin bahwa jang dimaksud dengan San-fo-ts i dalam

sumber berita Tionghwa itu keradjaan Sriwidjaja, namun kiranja

San-fo-ts i bukanlah transkripsi nama Sriwidjaja. Untuk menundjukkan

identifikasi keradjaan San-fo-ts’i dengan keradjaan Sriwidjaja, kita

perlu membandingkan berita Tionghwa pada masa pemerintahan radja-

kula Sung dengan piagam Leiden jang berbahasa Sansekerta. Disitu

kita melihat radja jang sama, diberitakan oleh kedua belah pihak, baik

oleh berita Tionghwa maupun oleh berita India.

Berita Tionghwa menguraikan bahwa pada tahun 1003 seorang

radja dari San-fo-ts'i jang bernama Cudamaniwarmadewa mengirim

dua orang utusan ke Tiongkok. Dua orang utusan itu menjatakan ke-

199

Page 199: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

i

pada kaisar, bahwa dinegerinja sedang dibangun sebuah tjandi Buda.

Mereka mohon kepada kaisar, agar beliau suka memberi nama untuk

bangunan tersebut. Tjandi itu lalu diberi nama Ch eng-tien-wan-show.

Pada tahun 1008 datang lagi utusan dari San-fo-ts’i. Terbukti bahwa

radja jang mengirim utusan itu bukan lagi Cudamaniwarman, tetapi

puteranja jakni Marawidjajatunggawarman. Dua nama itu memang

tertjatat pada piagam Leiden jang berbahasa Sansekerta. Menurut

berita Tionghwa itu radja Cudamaniwarmadewa disebut Se’-li-chu-

la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa, sedangkan Marawidjajatunggawarman di­

sebut Se’-li-ma-la-pi (Sri Marawi, jakni Sri Marawidjaja).

Berita India

Hubungan antara Sriwidjaja dan India pada permulaan abad 1 j tertjatat pada piagam jang sekarang disebut Larger Leyden Plates, di­

tulis dalam bahasa Sansekerta dan bahasa Tamil. Isinja peringatan

pembangunan wihara Cudamaniwarman oleh radja Marawidjajatung­

gawarman dan persembahan dusun Anaimanggalam sebagai djaminan

kepada para pendeta jang hidup dalam wihara tersebut. Bagian jang

tertulis dalam bahasa Sansekerta itu telah diterdjemahkan oleh Prof

Nilakanta Sastri seperti berikut:

,,He, this Rajakesawariwarman Rajaraja, who had seen the other

shore of the ocean of the collection of all sciences, who foot-stool \Vas

made yellow by the cluster of rays (eminating) from many a gem set

on the borders of the beautiful gold diadems worn by the entire circle

of kings, gave in the twenty-first year of his universal sovereignty

to the Buddha residing in the surpassing by beautiful Culamaniwa r '

mawihara, of (such) high loftiness (as had) belittled the Kanakagjri

(i.e. Meru), which had been built - in the name of his father, by the

glorious Marawijayatunggawarman, who, by the greatness of his wis

dom, had conquered the teacher of the gods, who was the sun to the

lotusforest (viz.) the learned man, who was the Kalpa-tree to suppjj

cants, who was born in the Çailendra family, who was the lord of

the Çriwisaya (country), who was conducting the rule of Kataha

who had the Makara-crest (and) who was the son of Culamaniwar-

man that had matered all state-craft, at Nagapittana, delightful (on

account of) many a temple, rest-house, watershed, and pleasure gar­

den and brilliant with arrays of various kinds mansions (situated) in the division called Pattanakura (included) in the big group of dis­

tricts named Ksatriyaçikkamani-walanadu, which was the forehead-

mark of the whole earth, the village named Anaimangalam (wich had

its) four bounderies defined by circumambulation of the female elephant

200

Page 200: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

and (which was situated) in the division called Pattanakura (included)

in the same group of districts (as has been named above).

W hen that powerful (Rajaraja) had obtained divinity, his wise son,

king Madhurantaka, who ascended on his throne, caused an enduring

edict (to be made) for this village, which had thus been granted by

his father, the king-emperor, and ordered thus: —

As long as £esa, the lord of all serpents, holds the entire earth, so

long may this wihara last in (this) world with its endowment.

This lord of Kataha of great valour, the abode of virtues, thus prays

to all future kings: —

Protect (ye) for ever this my charity.

Selandjutnja Nilakanta Sastri memberikan keterangan bahwa dalam

piagam Tamil disebut, bahwa pembangunan wihara dan tjandi itu di­

lakukan oleh radja Kidara Cudamaniwarman pada tahun ke 21 masa

pemerintahan Rajakesariwarman jakni pada tahun 1006. Piagam pe-

nguatnja dikeluarkan oleh radja Madhurantaka jakni Rajendra, putera

radja Kesariwarman. Namun pada piagam Sansekerta disebut bahwa

pembangunan wihara dan tjandi itu dilakukan oleh Marawidjajatung-

gawarman. Ini dapat ditafsirkan bahwa pembangunan wihara dan tjan­

di itu dimulai oleh Cudamaniwarman pada tahun 1006. Namun sebelum

bangunan itu selesai, beliau mangkat. Kemudian pembangunan disele­

saikan oleh Marawidjajatunggawarman. Piagam Tamil ditulis pada

masa pemerintahan Rajakesariwarman Rajaraja, sedangkan piagam

Sansekerta ditulis pada masa pemerintahan Rajendra. Beliau mengeta

hui, bahwa pembangunan itu dilakukan atas nama radja Marawidjaja­

tunggawarman. Nama Cudamaniwarman dan Marawidjajatunggawar

man dikenal dalam berita Tionghwa.

Tarich berita Tionghwa itu tjotjok dengan tarich piagam Larger

Leyden Plates, tentang masa pemerintahan Cudamaniwarman dan a

rawidjajatunggawarman. Menurut J.C. Powell-Price dalam bukunja

A History of India hal. 87 masa pemerintahan Rajaraja mulai tahun

985 sampai tahun 1012. Djadi tahun ke 21 masa pemerintahan Rajaraja

ialah tahun 1006. Menurut berita Tionghwa jang mengirim utusan ke

Tiongkok pada tahun 1008 ialah Marawidjajatunggawarman. Pada

piagam jang ditulis dalam bahasa Tamil dinjatakan, bahwa pada tahun

ke 22 masa pemerintahan beliau, jakni pada tahun 1007 wihara di

Nagapattana itu sedang dibangun oleh radja Kidara Cudamaniwar­

man. Demikianlah dapat dipastikan bahwa Cudamaniwarman wafat

antara tahun 1006 dan 1008. Baik piagam Larger Leyden Plates mau­

pun berita Tionghwa itu membuktikan bahwa radja Sriwidjaja Cuda­

maniwarman dan Marawidjajatunggawarman mengadakan hubungan

201

Page 201: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dengan India dan Tiongkok untuk memperkuat kedudukan Sriwidjaja.

Berita Tionghwa menjebut negaranja San-fo-ts’i, sedangkan Larger

Leyden Plates menjebut Qriwisaya. Demikianlah San-fo-ts’i itu sama

dengan Sriwidjaja.Menurut berita Tionghwa Yin-yai-sheng-lan jang telah dikutip di-

atas Chiu-chiang sama sadja dengan negara jang sebelumnja disebut

San-fo-ts'i, djuga disebut Po-lin-pang. Oleh karena San-fo-ts’i seperti

dibuktikan diatas sama sadja dengan Sriwidjaja, maka Sriwidjaja

terletak di Palembang. San-fo-ts’i tidak mungkin diidentifikasikan de­

ngan Muara Tembesi didaerah Djambi seperti disarankan oleh Drs.

Sukmono.

Lokalisasi San-fo-ts'i

Tidak dapat lagi disangkal bahwa San-fo-ts’i terletak di Palembang.

Kita ingin mengetahui mengapa kiranja maka keradjaan Sriwidjaja

jang ditranskripsikan dalam tulisan Tionghwa pada masa pemerintah­

an radjakula T ’ang Shih-li-fo-shih, sekonjong-konjong dalam masa

pemerintahan radjakula Sung ditranskripsikan San-fo-ts’i.

Takakusu dalam menterdjemahkan 'karya pendeta I-ts’ing Nan-hai-

chi-kuei-nai-fa-ch’uan jang diberi djudul A record of the Bhuddhist reli-

gion as practised in India and the Malay Archipelago. disingkat Record, djuga menjinggung nama San-fo-ts’i. Nama itu ditranskripsikan kem­

bali Sam-bo-tzai. Nama Sam-bo-tzai terang tidak ada di Sumatera.

Van Ronkel menjamakannja dengan Sam-bho-ja. Coedes beranggapan

bahwa sati pada San-fo-ts i adalah akibat salah tulis. Pendapat jang

demikian tidak dapat dipertahankan, karena nama San-fo-ts’i diguna_

kan dalam sedjarah Sung dan Ming berkali-kali. Ferrand tjenderung

untuk menjamakan San-fo-ts’i dengan Sambhoja dan beranggapan

bahwa nama Sriwidjaja kemudian berubah mendjadi Sambhoja (Sam-

bodja). G. Ferrand mengikuti pendapat van Ronkel. Tetapi segera

tertumbuk kepada kesulitan, bahwa baik dalam kesusasteraan maupun

epigrafi pada permulaan abad 10 dan selandjutnja nama Sambhoja tidak

pernah didjumpai. Bahkan pada tahun 1006 radja Cudamaniwarman

dan Marawidjajatunggawarman masih disebut radja £ riwisaya dan

Kadaram (menurut Larger Leyden Plates},. Majumdar membantah pe-

njamaan San-fo-ts’i dengan Palembang. Ia berpendapat bahwa San-

fo-ts’i dan Palembang adalah dua tempat jang berbeda. Menurut pen-

dapatnja satu-satunja kemungkinan untuk menetapkan dimana letaknja

San-fo-ts’i ialah menerima pendapat, bahwa San-fo-ts’i itu sama de­

ngan Zabaj atau Zabag, seperti jang diberitakan oleh penulis-penulis

A r a b . San-fo-ts'i harus terletak di Semenandjung Melaju. Dalam

s e d j a r a h Ming dinjatakan bahwa San-fo-ts'i semula disebut Kan-to-li.

202

Page 202: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Negeri ini mengirim utusan jang pertama kali pada masa pemerintahan

kaisar W u (454-464). Selama pemerintahan kaisar W u (502-549)

dari radjakula Liang negeri San-fo-ts’i berulang kali mengirim utusan

ke Tiongkok. Selama masa pemerintahan radjakula Sung jang kedua

(960- 1279) tidak ada putusnja mengirim utusan. Tentang geografi

Kan-to-li dikatakan, bahwa negeri tersebut terletak dilaut Selatan.

Adat istiadat penduduknja sama dengan penduduk Fu-nan dan Lin-i.

Gerini menempatkan Kan-to-li ini dipantai timur Semenandjung. Ber­

dasarkan penjelidikan Gerini ini Majumdar menetapkan San-fo-ts i

djuga dipantai timur Semenandjung. Ditegaskannja* bahwa Kan-to-li

meliputi wilajah Kadara atau Kidara. Kadara atau Kidara adalah nama

Kedah dalam bahasa Tamil. Menurut pendapatnja San-fo-ts’i adalah

nama Tionghwanja. Nama Kan-to-li sesuai dengan nama Kidara, se­

dangkan San-fo-ts’i sesuai dengan Zabaj atau Zabag.

Perbedaannja hanja tambahan fonem selundup n pada Kan-to-li dan

San-fo-ts’i. Dalam bahasa Tamil bentuk lain dari Kadara ialah Kidara.

Dalam bahasa Tionghwa pun ada dua bentuknja, jakni Kan-to-li dan

Kin-to-li. Groeneveldt menjamakannja dengan Palembang berdasarkan

berita Tionghwa pada masa pemerintahan radjakula Ming. Mengenai

nama Kan-to-li Prof. Kern mengira bahwa nama tersebut adalah trans­

kripsi Tionghwa dari nama Kandari; Kandari disamakannja dengan

Kondor. Dari berita Arab, tulisan Ibn Madjid dari abad 15 G. Ferrand

memperoleh keterangan bahwa pelabuhan Singkel di Sumatera disebut

oleh berita Arab „Sinkil Kandari”. Kesimpulan jang diambilnja ialah

bahwa nama Kandari kemudian mendjadi nama seluruh Sumatera. Krom

sependapat dengan Ferrand, bahwa Kandari harus ditjari di Suma

tera.

Moens lebih banjak meletakkan tekanannja pada soal geografi dari

pada soal linguistik. Oleh karena itu ia mendasarkan pendapatnja ter

utama pada berita-berita Tionghwa, jang mempunjai sangkut-paut

dengan geografi keradjaan San-fo-ts’i. Dari sedjarah Sung dipero e

berita bahwa dari Cho-po dalam empat hari perdjalanan orang men

tjapai laut. Sesudah limabelas hari berlajar kearah barat laut,

sampai di Po-ni; limabelas hari lagi orang sampai di San-fo-ts i.

berita Tionghwa didapat lagi keterangan bahwa San-fo-ts i1 antara Chen-la dan Cho-po atau antara Kambodja dan Djawa. % ^

dasarkan berita itu Moens mengambil kesimpulan, bahwa San- o- s

terletak dibagian selatan Semenandjung. Moens lalu mengutip

Arab Abu Zayd jang mengatakan bahwa ibukota Jawaka berha aPa”

dengan Tiongkok dan dapat ditjapai dari Tiongkok selama tigapu u

hari pelajaran dengan angin baik. Menurut Moens berita itu menun

djukkan bahwa ibukota Jawaka terletak dipantai timur Semenandjung.

203

Page 203: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I

karena bagian ini berhadapan dengan Tiongkok. Ia menjamakan Zabaj

dan San-fo-ts’i dengan Kadaram. Oleh karena San-fo-ts'i terletak

dipantai timur Semenandjung, dan Sriwidjaja terletak di Palembang

dan menurut berita Tionghwa San-fo-ts'i kemudian menggantikan

Sriwidjaja, maka Moens berpendapat, bahwa San-fo-ts’i pernah me­

nundukkan Sriwidjaja. Pendapat Moens ini diperkuat oleh berita Arab

berasal dari Sulaiman (851) jang mengatakan bahwa Kalah-bar dan

Zabaj ada dibawah kekuasaan satu radja. Berita Zayd Hassan djuga

mengatakan, bahwa Sribuza adalah salah satu negara jang termasuk

wilajah kekuasaan radja Zabaj. Djadi menurut Moens Kadaram me­ngalahkan Sriwidjaja, bukan kebalikannja.

Pendapat Moens ini bertentangan dengan pendapat para sardjana

jang berlaku hingga pada waktu itu. Penempatan San-fo-ts’i dipantai

timur Semenandjung, oleh Moens dan Majumdar bertentangan dengan

berita Yin-yai-sheng-lan jang menjatakan, bahwa Chiu-chiang sama

sadja dengan negara jang sebelumnja disebut San-fo-ts’i, djuga disebut

Po-lin-pang. Uraian tentang letaknja ibukota keradjaan San-fo-ts'-

oleh Yin-yai-sheng-lan djelas sekali. Bagaimanapun jang dimaksud

dengan San-fo-ts'i oleh Yin-yai-sheng-lan ialah keradjaan di Suma

tera jang ibukotanja terletak di Palembang. Hingga sekarang or

berpendapat, bahwa ibukota keradjaan Sriwidjaja ialah Palemba ^

meskipun bukti-bukti jang dikemukakan belum memberi kejakin*19 Andaikata benar bahwa ibukota keradjaan Sriwidjaja itu terletak

Palembang, timbul pertanjaan, apa sebabnja nama Shih-li-fo-shih ' '

berubah mendjadi San-fo-ts’i? Kedua-duanja adalah transkripsi T'

hwa dari nama keradjaan di Palembang. Jang satu terang translT^9*

dari Sriwidjaja, jang lain belum diketahui, karena usaha para s a r d ^ ^

hinga sekarang belum memberikan hasil jang memuaskan. ,ana

Nilakanta Sastri mengemukakan pendapat bahwa timbulnia

San-fo-ts’i diberita-berita Tionghwa terang sesudah Sriwidia'

perintah oleh radjakula Sailendra dari Djawa, jang bernama Bala!,3 ,

dewa seperti tertjantum pada piagam Nalanda. Timbullah pertan“

apakah perubahan radjakula itu menjebabkan perubahan nama k ’

djaan? Apa jang mendjadi dasar perubahan nama keradjaan itu?

hal mi Nila anta Sastri tidak mengemukakan pendapatnja. D engan kata lain hasil usahanja untuk memetjahkan persoalan San-fo-ts’i m u

negatif. Suatu kenjataan ialah bahwa perubahan dinasti jang * *

rintah itu menimbulkan perubahan gelar atau sebutan radia p T

piagam-piagam jang ditulis dalam bahasa Sriwidjaja radia

merintah bergelar dapunta hm ng Pa(Ja piagara. piagam ’ 9

dalam bahasa Sansekeria dan dikeluarkan oleh radja dari r a d ia lc l Sailendra, gelar rad,a ,alah matmraija. p ada piagam N alanda Bala

204

Page 204: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

putra bergelar maharadja dan menjebut dirinja Suwarnadwipadhipa

maharaja: maharadja Suwarnadwipa. Pada piagam Ligor B radjanja

bergelar gri maharaja: Sri maharadja. Gelar maharadja tidak dikenal

pada piagam-piagam Sriwidjaja jang ditulis dalam bahasa Sriwidjaja.

Pada piagam Nalanda negara Sriwidjaja disebut Suwarnadwipa. Nama

Suwarnadwipa pada piagam Nalanda terang sama dengan nama Sri­

widjaja pada piagam-piagam jang ditulis dalam bahasa Sriwidjaja.

Nama Suwarnadwipa tidak mungkin ditranskripsikan San-fo-ts’i dalam

tulisan Tionghwa.

Sung-shih mentjatat bahwa pada tahun 980 dan 983 radja San-fo-ts i

menggunakan sebutan hia-tch’e. Sebutan hia-tch’e adalah transkripsi

dari kata Melaju hadji atau Djawa kuno haji: radja. Diantara piagam-

piagam Sriwidjaja hanja piagam Telaga Batu jang menjebut radja

Sriwidjaja haji dalam hubungan marsi haji: dubi radja, bini haji: isteri

radja; dan hulun haji: abdi radja. Pada tahun 1017 tertjatat sebutan hia-

tch’e Sou-wou-tch’a: haji Sumatra (haji Suwarnadwipa). Nama Suwar­

nadwipa telah banjak dikenal dalam berita Tionghwa. Dalam karya-

karyanja I-ts’ing menjebutnja Chin-chou: pulau emas. Ia tidak men-

transkripsikan dengan huruf Tionghwa, tetapi menterdjemahkannja.

Pada tahun 1156 digunakan lagi maharadja dalam bentuk si-li-ma-chia-

lo-cho. Gelar maharadja itu djelas gelar radja Sriwidjaja dari radja-

kula Sailendra.

Tidak ada nama atau sebutan jang kiranja mirip dengan nama San-

fo-ts’i. Jang agak menarik perhatian ialah usaha untuk menjamakan

nama San-fo-ts’i dari berita Tionghwa dengan Zabaj atau Zabag dari

berita Arab. Baik Coedes maupun Nilakanta Sastri menjetudjui bahwa

Zabag dari berita Arab dan Jawaka dari berita Tamil adalah bentu

ubahan nama asli jang digunakan untuk Malaysia. Jang mendja i

persoalan ialah bentuk nama asli jang mana? Jang mungkin ditrans­

kripsikan Zabaj dalam bahasa Arab ialah nama Yawadwipa. Yawa-

dwipa telah dikenal oleh Ptolomeus dan ditranskripsikan mendja i

Iabadiou. Tambahan diou sesuai dengan kata Prakrit diwu jang ber­

asal dari kata Sansekerta dwipa. Bentuk Zabag dan Zabaj dalam

berita Arab berbeda asalnja. Zabag mengikuti transkripsi Tamil Jawa­

ka; Zabaj mengikuti Iabadiou atau memang langsung dari Yawadwipa.

Pada abad 14 fonem y pada Yawa sudah berubah mendjadi j seperti

dikenal dalam Nagarakretagama. Nama Yawadwipa tidak semata-

mata digunakan untuk m enjebut pulau Djawa. Sumatera disebut djuga

Yawadw ipa. Nama Yawadwipa ditranskripsikan dengan huruf Tiong-

hwa mendjadi Ye-po-ti. Ye-po-ti tidak mungkin sama dengan San

fo-ts'i.

205

Page 205: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Saja beranggapan bahwa San-fo-ts'i adalah transkripsi dari nama

tempat, jang sudah ada pada zaman Sriwidjaja. Tempat itu harus ter­

letak didaerah Palembang, karena menurut Yin-yai-sheng-lan keradjaan

San-fo-ts’i djuga disebut keradjaan Po-lin-pang. Nama tempat itu harus

sudah ada pada zaman Sriwidjaja, karena pada tahun 960 ketika ke­

radjaan Sriwidjaja masih berdiri seperti terbukti dari piagam Tanjore

(tahun 1030), nama San-fo-ts’i telah muntjul dalam sedjarah Tionghwa.

Menurut Chu-fan-chi Palembang termasuk salah satu negeri bawahan

San-fo-ts'i. Nama jang ditranskripsikan San-fo-ts’i, bunjinja paling

sedikit menjerupainja. Djadi harus memuat bunji San; b(w ), g(j), dan

fonem jang terachir ini harus disertai bunji i. Mungkin bunji i ini per­

ubahan dari suku ya dari kata Sansekerta jaya, jang mendjadi jay,

mungkin memang i pada dasarnja.

Nama tempat jang kiranja memenuhi sjarat-sjarat tersebut ialah

Sabukingking dibagian timur kota Palembang zaman sekarang, ter­

letak ditepi sungai Musi. Tempat ini terbukti tempat penting dalam

sedjarah, karena disitu diketemukan petjahan piagam jang tertulis da­

lam bahasa Sansekerta. Berdasarkan bentuk tulisannja, piagam itu

berasal dari abad ke 7, sama dengan petjahan piagam Bukit Siguntang.

Zaman sekarang tempat itu didjadikan tempat keramat, tempat orang

mentjari restu; dianggap sebagai tempat dimakamkan orang penting

zaman dahulu kala. Sesuai dengan kepertjajaan masjarakat zaman se­

karang, jang kebanjakan anggotanja beragama Islam, sudah semestinja

timbul anggapan bahwa tempat itu mendjadi tempat dimakamkan radja

Palembang jang beragama Islam. Demikianlah Sabukingking mengalam,-

proses peng-Islam-an. Kiranja nama itu bentuk ubahan dari nama lama

jang disesuaikan dengan sifat dan utjapan bahasa Palembang seka

rang. Nama itu kiranja semula kata Sansekerta seperti halnja dengan

nama Palembang jang berasal dari palimbang(a ): tepi. Kalau tidak

salah duga, namanja dahulu ialah Sambhogin artinja: tempat jang pe­

nuh dengan kesenangan. Nama Sambhogin memang tidak djauh dari

transkripsi Tionghwa San-fo-ts'i. Sebagai pertjobaan dua orang T i­

onghwa saja suruh menulis Sambogin dengan huruf Tionghwa. Kedua-

duanja mendjawab: sulit sekali. Namun mereka itu berusaha djuga

untuk menulisnja. Hasilnja mereka menulis huruf-huruf jang sama.

Mereka lalu membatjanja menurut utjapan Mandarin dan Kanton;

San-fo-ts’i. Tulisan itu saja bandingkan dengan tulisan Tionghwa jang

biasa diutjapkan San-fo-ts’i, terdapat pada Record, terbitan Takakusu.

Berdasarkan pertjobaan itu saja jakin bahwa San-fo-ts'i dalam sedjarah

Sung itu adalah transkripsi Tionghwa dari nama tempat Sambhogin,

jang sekarang mendjadi Sabukingking, terletak dibagian timur Palem­

bang. ditepi sungai Musi. Perubahan nama jang demikian adalah per­

206

Page 206: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

istiwa biasa dalam sedjarah toponimi. Perubahan bunji nama jang

bersangkutan disesuaikan dengan kebiasaan masjarakat jang menje-

butnja. Nama Carpentie r dikota Solo didjadikan Seka r patje: kampung

Sekar Patje. Bouwploeg didjadikan Boplo: pasar Boplo di Djakarta.

Nama Marlborough didjadikan Malioboro: djalan raja dikota Jogja­

karta.

Letak Sambhogin ditepi sungai Musi sesuai dengan pemberitaan

Yin-yai-sheng-lan seperti telah dikutip diatas. Menurut berita Yin-yai-

sheng-lan San-fo-st’i adalah nama ibukota keradjaan San-fo-st’i. De­

mikianlah Sambhogin (Sabukingking) adalah ibukota Sriwidjaja dalam

abad 10 keatas. Orang-orang Tionghwa menjebut nama keradjaan

jang pada waktu itu masih djelas bernama Sriwidjaja, dengan nama

pusat keradjaannja. Peristiwa jang demikian djuga merupakan gedjala

biasa dalam sedjarah. Sebagai analogi kita mengambil tjontoh kata

Djakarta zaman sekarang. Biasa orang berkata: „Apa kata Djakarta?”

maksudnja: Apa jang dikatakan oleh pemimpin-pemimpin Republik

Indonesia jang ada di Djakarta? Nama ibukota Djakarta mewakili Re­

publik Indonesia. Zaman tigaratus tahun jang lalu daerah istimewa

Jogjakarta bernama keradjaan Mataram. Setelah ibukota Ajodhyakarta

didirikan, orang menjebutnja Jogjakarta. Nama Mataram terdesak oleh

nama Jogjakarta. Masih banjak tjontoh-tjontoh lainnja. Perpindahan

ibukota sebagai pusat keradjaan banjak terdjadi. Tidaklah aneh bah­

wa ibukota keradjaan Sriwidjaja dalam abad 10 keatas mengalami per­

pindahan djuga, meskipun perpindahan itu hanja terdjadi dilingkungan

kota Palembang sadja. Pusat aktivitas pembesar-pembesar Sriwidjaja

berpindah ke Sabuking'king. Tempat itulah jang dikenal baik oleh para

pedagang dan pembesar Tionghwa. Dalam berita-berita Tionghwa

nama itu lebih dikenal daripada nama resmi keradjaannja.

Negara-negara bawahan San-fo-ts’i

Chu-fan-chi jang disusun pada tahun 1225 memberitakan limabelas

negeri bawahan keradjaan San-fo-ts’i, termasuk diantaranja Palem­

bang, jakni: 1 . Pong-fong, 2. Tong-ya-nong, 3. Ling-ya-si-kia, 4. Ki-

lantan, 5. Fo-lo-an, 6. Ji-lo-ting, 7. Ts'ien-mai, 8. Pa-t'a, 9. Tan-ma-

ling, 10. Kia-lo-hi, 11. Pa-lin-fong, 12. Sin-to, 13. Kien-pi, 14. Lan-

mu-li, 15. Si-lan.

Pong-fong disamakan dengan Pahang; Tong-ya-nong dengan Treng-

ganu; Ling-ya-si-kia dengan Langkasuka; Ki-lan-tan dengan Kelan­

tan; Ji-lo-ting dengan Jelotong; diudjung tenggara Semenandjung; Tan-

ma-ling dengan Tamralingga; Kia-lo-hi dengan Grahi; Pa-lin-fong

dengan Palembang; Sin-to dengan Sunda; Ken-pi dengan Kampe di-

207

Page 207: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

teluk Aru; Lan-wu-li dengan Lamuri (Atjeh), Si-lan dengan Ceylon

atau Sailan atau Srilangka.Rouffaer menjamakan Kien-pi dengan Kampe diteluk Aru. Dalam

Sung-hui-yao dinjatakan, bahwa pada tahun 1082 keradjaan Djambi

masih berdiri sendiri sebagai bagian keradjaan San-fo-ts i. Keradjaan

Djambi itu disebut Chan-pei. Djika nama Kien-pi pada Chu-fan-chi ini ■

sama dengan Chan-pei pada Sung-hu-yao, maka jang dimaksud ialah

Djambi, jang sudah terang ada dibawah kekuasaan San-fo-ts'i atau

muara Kompeh.Rouffaer mentjari Fo-lo-an di Selangor Selatan, Pa-t’a disamakan

dengan Batak, Ts’ien-mai disamakan dengan Semang atau Semawe.

Roland Braddell jang meneliti toponimi tentang nama-nama itu sekali

lagi, tidak mendasarkan pendapatnja pada kemiripan bunji semata-mata,

tanpa mengingat geografi, menjatakan bahwa Fo-lo-an adalah daerah

sungai Dungun, dan Pa-t’a adalah daerah sungai Paka. Kedua-duanja

terdapat dipantai timur Semenandjung. Ji-lo-ting adalah sungai Tjera^

ting, jang mengalir didaerah perbatasan Trengganu dan Pahang,. Ten­

tang nama Ts’ien-mai Braddell tidak dapat menemukan tempat jang

mirip namanja dan menurut geografi dapat dipertanggung djawabkan.

Penjelidikannja memberi sumbangan jang berharga bagi pengetahuan

geografi dalam sedjarah lama.

Tan-ma-ling oleh Takakusu dikira Tana-Melaju; oleh Coedes di­

samakan dengan Tamralingga didaerah Ligor. Pendapat Coedes inj

diterima oleh umum hingga sekarang. Nama Tamralingga kedapatan

pada piagam jang diketemukan di Ch’ai-ya, jakni didaerah Ligor, ber-

tarich tahun 1230. Pada piagam itu tersebut nama Tjandrabhanu (Can-

drabhanu), jang bergelar Sri Dharmaradja, pembesar Tamralingga.

Oleh karena piagam tersebut diketemukan di Ch’ai-ya, dikira bahwa

Ch’ai-ya termasuk wilajah Tamralingga. Tetapi tidak diketahui dimana

letaknja. Coedes menempatkannja antara teluk Bandon dan Ligor

seperti djuga Nilakanta Sastri, karena menurut anggapannja Sri Dhar­

maradja adalah chusus sebutan radja-radja Ligor. Sedjak daerah itu

termasuk wilajah Siam, maka nama ibukotanja disebut Negara Sridhar-

maradja, jakni Nakon Sri Tammarat zaman sekarang. Pada piagam

Nidessa jang tertulis dalam bahasa Tamil terdapat nama Tambrali-

ngam. Baik oleh Coedes maupun oleh Nilakanta Sastri nama itu di­

samakan dengan nama Tamralingga pada piagam Ch’ai-ya. Menurut

pendapatnja Tan-ma-ling adalah transkripsi Tionghwa dari Tamra­

lingga. Ma-Damalingam pada prasasti Nidessa adalah Damalingam

atau Tamalingam agung. Demikianlah Tan-ma-ling (Tionghwa) = Ta-

malingam (Tami) = Tamralingga (Ch’ai-ya). Ia menambahkan bah­

wa tambra adalah bentuk Prakrit dari tamra dan berarti: tembaga. Te-

208

Page 208: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

tapi oleh karena Ch’ai-ya tidak menghasilkan tembaga, maka nama

itu harus diartikan: lingga tembaga. Demikian ringkasan pendapat

Coedes.

Oleh Jkarena Tan-ma-ling adalah transkripsi Tionghwa dari suatu

tempat, jang disebut diantara negara-negara dipantai timur Malaja

dalam rangkaian negara-negara bawahan San-fo-ts'i, maka nama itu

harus ditjari dipantai timur Semenandjung Melaju. Mungkin diantara

nama-nama tempat jang sekarang masih ada, ada jang menjerupainja.

Ketjuali daripada itu kita harus mentjari pendjelasan mengenai berita-

berita lain atau dalam Chu-fan-chi, jang sekadar memberikan uraian

tentang Tan-ma-ling sebelum mengambil kesimpulan. Demikian Roland

Braddell.

Didalam bahasa Amoy Hokkien Tan-ma-ling itu diutjapkan Tan-be-

ling, menurut Schlegel. Nama tempat jang mirip sekali dengan Tan-

be-ling ialah Tembeling di Pahang. Chao-ju-kua dalam Chu-fan-chi

mentjatat bahwa Tan-ma-ling adalah suatu keradjaan dibawah peme­

rintahan Siang-kung. Oleh ikarena Tan-ma-ling daerah djadjahan San-

fo-ts i, maka pembesar jang disebut Siang-kung itu bukan radja. Da­

lam susunan keradjaan Sriwidjaja seorang pembesar jang diserahi

pemerintahan didaerah tertentu oleh radja Sriwidjaja disebut datu.

Mungkin Siang-kung ini sama dengan datu. Oleh San-tsai-t’u-hui (1607)

diberitakan dengan djelas, bahwa Tan-ma-ling diperintah oleh seorang

pembesar jang bukan radja. Mengenai hasil bumi baik Chu-fan-chi

maupun Tao-i-chih-lio (1249) beritanja hampir sama. Tao-i-chih-lio

mentjatat: terutama timah, kamper, mutiara, tulang, penju, tjendana

dari gaharu. Chu-fan-chi menambah gading dan tanduk. Suatu hal

jang penting dan tertjatat dalam Chu-fan-chi ialah, bahwa keradjaan

Tan-ma-ling mengumpulkan perak dan mas sebagai upeti kepada radja

San-fo-ts’i. Pada tahun 1196 Tan-ma-ling masih mengirim utusan jang

penghabisah kali ke Tiongkok. Tao-i-chih-lio menjatakan bahwa Tan-

ma-ling adalah negeri tetangga dari Sha-li dan Fo-lai-an. San-tsai-t tt-

hui memberitakan, bahwa Tan-ma-ling terletak sedjauh sepuluh hari

pelajaran dari Kambodja. Tan-ma-ling dapat djuga ditjapai dari Ling-

ya-si-kia (Langkasuka) baik melalui daratan maupun melalui laut.

D jika melalui laut, berlajar enam hari enam malam.

Mengenai pemberitaan Chu-fan-chi, bahwa Tan-ma-ling diperintah

oleh Siang-kung jang diterdjemahkan oleh Hirt dan Rockhill: minister

(menteri), mungkin sekali kata tersebut adalah transkripsi Tionghwa

dari kata Melaju tumenggung atau tiang agungi orang besar, pembesar.

Kata tiang adalah kata Melaju-Polinesia dan berarti: jang berdiri. D a­

lam bahasa Djawa diberi arti: orang; dalam bahasa Melaju tiang diberi

arti lain misalnja: tiang litrik, tiang rumah dan sebagainja; agung ber­

14 * 209

Page 209: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

arti: besar. Kata tersebut terbukti dipakai djuga zaman sekarang di

Malaja dalam sebutan jang dipertuan a gong. Tiang agung atau wong

agung biasa digunakan untuk menjebut seorang pembesar dalam pe­

merintahan. Persoalan jang timbul ialah dari siapa Chao-ju-kua mem­

peroleh berita tersebut.

Tentang pengumpulan mas dan perak sebagai upeti kepada radja

San-fo-ts’i, dapat didjelaskan, bahwa Pahang memang menghasilkan

mas. Dato F .W . Douglas mentjatat bahwa mas Pahang berwarna

merah. Mas Pahang sering disebut mas tulen. Perdagangan mas di

Pahang masih berlangsung hingga sekarang. Dari hasil penjelidikan

purbakala terbukti bahwa di Kelantan terdapat porselen seladon dari

zaman Sung dan tempajan-tempajan dari zaman Ming. Penemuan ini

menundjukkan adanja hubungan antara Pahang, Kelantan dengan

Tiongkok pada zaman jang lampau. Mengenai hasil timah, memang

daerah Pahang terkenal karena timahnja. Nama Pahang itu sendiri

adalah kata Khmer jang berarti: timah. Adanja mas dan timah

didaerah Pahang dan Kelantan jang boleh dikatakan banjak, dibukti­

kan oleh tulisan Anker Retse, seorang ahli tambang. Mas jang ter­

dapat ditepi-tepi sungai menjebabkan adanja perdagangan mas di-

tempat tersebut. Rupanja pada zaman jang lampau mas ditepi sungai-

sungai ini lebih banjak lagi daripada sekarang.. Demikianlah tidak

aneh, bahwa chusus Tan-ma-ling jang menjediakan mas dan perak

sebagai upeti kepada radja San-fo-ts’i.

Dr. Linehan dalam bukunja History of Pahang menguraikan bah

wa sungai-sungai dipantai timur merupakan djalan daratan ;

menghubungkan tempat jang satu dengan jang lain. Sungai Tanum tjabang sungai Djelai (Jelai), sungai Sat dan Sepia, tjabang Sun .

Tembeling, mengalir menudju Kelantan. Sungai Sepia merupak^'

djalan jang menudju Trengganu. Tanah datar Tembeling dilalui d "a*

Ian raja disebelah utara. Ditanah datar ini diketemukan bara ^

barang kuno dari emas. Djalan kereta api jang ada sekarang

nurutkan djalan jang sudah ada sebelumnja. Disamping melalui d ’à"

lan daratan ini tempat-tempat dipantai timur dapat ditjapai dari tem"

pat jang satu ketempat jang lain melalui djalan pelajaran menjusui pantai. Oleh karena itu berita-berita Tionghwa diatas dapat dipahami

Tan-ma-ling terbukti bukan Tamralingga seperti disangka oleh Coedès

dan Nilakanta Sastri, melainkan Tembeling didaerah Pahang.

Dalam sedjarah Sung tertjatat utusan dari negeri Tan-mei-liu (edjaan Perantjis Tan-mei-lieou) pada tahun 1001. Oleh karena ke­

datangan utusan itu lebih dahulu dari pada utusan negeri Tan-ma-

ling dan namanja mirip sekali, Coedès beranggapan, bahwa Tan-mei-

liu adalah nama lama Tan-ma-ling. Dengan kata lain Tan-ma-ling

210

»

Page 210: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dan Tan-mei-liu adalah nama satu keradjaan jang sama dan keradja-

an itu ialah Tamralingga di Ligor. Diuraikan dalam sedjarah Sung

bahwa utusan itu dikirim oleh radja Tou-sii-chi, dan dipimpin oleh

Ta-chih-ma. Wakilnja ialah Ta-lueh, dan jang mendjadi hakim ialah

P'i-ni. Utusan itu terdiri dari sembilan orang. Mereka membawa kaju

tjendana, 100 kati, seng, tembaga, timah masing-masing seratus kati,

lithospermum 100 kati, diatas dulang merah, empat potong pakaian

bersongket, serat 10.000 kati dan gading 61 batang. Keadaan negara-

nja digambarkan seperti berikut. Rumah-rumahnja dibuat dari kaju;

mas dan perak diperdagangkan. Luas tempat tinggal pembesarnja

sampai lima li, tetapi tidak dikelilingi tembok. Djika keluar, radjanja

naik kereta jang ditarik gadjah atau naik kuda. Negeri Tan-mei-liu

menghasilkan badak, gadjah, seng, tembaga, lithospermum officinale,

serat dll. Mengenai letaknja dari Tan-mei-liu ketimur sampai Chen-

la 50 pos (hentian); keselatan sampai Lo-yue 15 pos, menjeberangi

laut; kebarat sampai Si-t'en 35 pos; keutara sampai Teh eng-leang

60 pos, ketenggara sampai Cho-po 45 pos; ketimur laut sampai Kan­

ton 135 pos. Demikianlah berita jang mengenai Tan-mei-liu.

Oleh karena nama Tan-ma-ling timbulnja lebih-kurang satu abad

sesudah Tan-mei-liu dan menurut hasil penjelidikan Tan-ma-ling

dapat diidentifikasikan dengan Tembeling, maka Roland Braddell

berpendapat, bahwa Tan-mei-liu adalahTamralingga. Pada tahunl030

ada dibawah kekuasaan Kedah, jang mendjadi pusat kekuatan Sri-

widjaja di Semenandjung. Dengan sendirinja Tamralingga masuk di­

bawah pemerintahan Sriwidjaja. Ketika Sriwidjaja ditundukkan oleh

Djawa, maka Tamralingga memperoleh kemerdekaannja kembali dan

berhubungan dengan Tiongkok.. Tetapi pada tahun 1030 keradjaan

itu diserang oleh radja Cola seperti diberitakan pada piagam Tanjore.

Dari Tao-i-chih-lio kita memperoleh berita, bahwa negeri Tan-ma-

ling adalah negeri tetangga Sha-li-fo-lai-an. Prof. Hsu melihat Sha-

li-fo-lai-an sebagai dua nama jakni Sha-li dan Fo-lai-an, tetapi Roland

Braddell menganggap Sha-li adalah transkripsi dari gri. Dengan sen­

dirinja nama itu menurut pendapatnja hanja menundjuk satu negeri.

Dr. Linchan dalam uraiannja mengenai lembah sungai Tembeling me-

njebut nama sungai Jelai dan Selinsing, sungai Tanum sebagai tjabang

sungai Jelai. Sungai Jelai bertemu di Tembeling dengan sungai Tem­

beling; kedua-duanja mendjadi sungai Pahang. Tidak aneh djika Sha-li

itu transkripsi dari nama sungai Jelai, mengingat bahwa sungai itu

mengalir dekat Tembeling jang disebut Tan-ma-ling. Oleh karena

Fo-lo-an disebut dalam rangkaian negeri-negeri dipantai timur Seme­

nandjung, maka Fo-lo-an harus djuga terletak dipantai timur, tidak

mungkin dipantai barat Selangor seperti jang disarankan oleh Rouf-

21,1

Page 211: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

faer, dan disamakan dengan Beranang. Bahwa Beranang itu disebut

Fo-long-an dalam bahasa Tionghwa sekarang, bukan soal. Namun Be­

ranang sebagai desa dimuara sungai Langat, tidak menundjukkan

bahwa tempat itu pernah memegang peranan sedjarah pada zaman

jang lampau. Coedes menjamakan Fo-lo-an dengan Pa-tha-lung se­

perti jang pernah dikemukakan oleh C.O. Blagden.

Berita mengenai Fo-lo-an mengatakan bahwa pembesar Fo-lo-an

diangkat dari San-fo-ts'i. Di Fo-lo-an terdapat artja Buda, jang tiap

tahun dikundjungi oleh para bangsawan dari San-fo-ts'i. D i Fo-lo-an

ada dua artja Buda. Jang satu bertangan empat, jang satu lagi ber­

tangan enam. Djika ada kapal jang akan mengangkutnja, kapal itu

akan ditiup kembali kelaut oleh angin ribut akibat kekuatan gaib Buda.

Tjandi Buda di Fo-lo-an atapnja dibrons dan dihiasi dengan mas. Tang­

gal 15 bulan 6 dirajakan sebagai hari kelahiran Buda. Pada hari itu

diadakan pawai jang diikuti oleh musik dan bunji-bunjian. Pedagang

asing ikut serta mengadakan pawai. Negeri Fo-lo-an menghasilkan

gaharu, tjendana dan gading. Tiap tahun mengirim upeti kenegeri San-

fo-ts’i. Fo-lo-an dapat ditjapai dar Ling-ya-si-kia dalam waktu empat

hari pelajaran. Perdjalanan dari Lang-ya-si-kia (Langkasuka, Patani)

ke Tembeling makan waktu enam hari. Pelajaran menjisir pantai ber­

henti dimuara Kuantan, kemudian perahu mudik kehulu sungai. Demi­

kianlah kira-kira Fo-lo-an itu letaknja sedjauh dua pertiga djarak

Patani — Muara Kuantan. Roland Braddell menegaskannja, bahwa

Fo-lo-an terletak di Tandjung Dungun, pelabuhannja dilindungi

pulau Tenggol.

Pa-t’a seperti telah disinggung dimuka, disamakan dengan Tand'

Paka, dimuara sungai Paka, dipantai timur Malaja. Hingga seka^

daerah tersebut masih bernama Paka, letaknja disebelah selatan s ^

Dungun didaerah Trengganu. " 1

Diantara negeri-negeri dipantai timur Semenandjung jang menurut

Chu-fan-chi termasuk negeri bawahan San-fo-ts’i ialah negeri Kia-lo

hi. Berdasarkan kemiripan bunji dan geografi, jang diperoleh dari pel­

bagai berita Tionghwa, Kia-lo-hi disamakan dengan Grahi. Dalam

sedjarah Sung diuraikan, bahwa keradjaan Chen-la menjentuh bagian

selatan Chan-ch eng (Annam), disebelah timur menghadap kelaut di­

sebelah barat berbatasan dengan keradjaan Kia-lo-hi jang ada dibawah

kekuasaan San-fo-ts’i. Dari berita itu njata, bahwa pada masa peme­

rintahan radjakula Sung keradjaan Chen-la beradu batas dengan San-

fo-ts’i. Berita ini penting, karena di Grahi kedapatan prasasti dalam

bahasa Khmer, padahal menurut Chu-fan-chi Kia-lo-hi adalah wilajah

keradjaan San-fo-ts’i.

212

1I

Page 212: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Telah diuraikan sekadarnja antara radja Sriwidjaja Balaputra dan

radja Dewapaladewa dari Benggala. Balaputradewa mengambil alih

kekuasaan radja Sailendra diluar Djawa dan mendjadi maharadja di

Sriwidjaja, setelah menjingkir dari Djawa Tengah. Dengan timbulnja

Balaputra sebagai radja Suwarnadwipa, kekuasaan Sailendra dibagi

mendjadi dua. Kekuasaan Sailendra di Sumatera dan Semenandjung

diambil alih oleh Balaputra, kekuasaan di Djawa djatuh ditangan ke­

turunan radjakula Sandjaja rakai Pikatan alias Djatiningrat. Setelah

Balaputra dinobatkan mendjadi radja di Suwarnadwipa, segera meng­

adakan hubungan dengan radja Benggala Dewapaladewa dan mem­

bangun wihara di Nalanda. Piagam Nalanda djelas menundjukkan

adanja hubungan agama dan politik antara radja Balaputra dari Sri­

widjaja dan radja Dewapaladewa dari Pataliputra. Menurut ketera­

ngan R.C, Majumdar dalam karangannja jang berdjudul Colonial and

cultural expansion dalam An advanced History of India hal. 219 pada

waktu itu Benggala adalah pusat agama Buda Mahayana di India.

Kehidupan keagamaan radja-radja Sailendra baik pada masa pemerin­

tahan rakai Panangkaran di Djawa Tengah dan keturunannja mau-

pun pada masa pemerintahan Balaputra di Suwarnadwipa berhubungan

erat dengan kehidupan keagamaan di Benggala. Upatjara peresmian

artja Manjusri di Kelurak pada tahun 782 dipimpin oleh pendeta Ku-

maraghosa, berasal dari Benggala. Pada waktu itu jang memerintah

keradjaan Benggala ialah radja Dharmapala. Pusatnja di Pataliputra.

Dharmapala naik tachta keradjaan antara tahun 752 dan 794 dan

wafat antara tahun 794 dan 839. Tarich tahun jang pasti tidak dapat

dipastikan. Beliau adalah radja jang terbesar diantara radja-radja jang

permah memerintah Benggala. Pengganti beliau adalah radja Dewa-

pala, jang mempunjai hubungan erat dengan Balaputradewa berkenaan

dengan pengeluaran piagam Nalanda atas permintaan Balaputra. Beliau

wafat pada tahun ± 878. Demikianlah hubungan antara radja Sailen­

dra Dharanindra di Djawa Tengah, nenek Balaputra, dan radja Dhar-

mapala di Pataliputra, dilandjutkan oleh Balaputra dan Dewapala.

Hubungan keagamaan diperluas mendjadi hubungan politik, karena

dasar pengeluaran piagam ialah tuntutan politik Balaputra mengenai

hak atas tachta keradjaan di Djawa Tengah kepada rakai Pikatan jang

dianggap merampas hak tersebut.

Hubungan dengan India tetap dipelihara. Radja Cudamaniwarman

dan M araw idjaja dari radjakula Sailendra melandjutkan hubungan

jang telah dimulai oleh Balaputra, untuk menghadapi keturunan rakai

Pikatan di Djawa. Sudah barang tentu disamping tudjuan politik, per­

Hubungan antara Sriwidjaja dan India

2 1 3

Page 213: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

sahabatan dengan India itu djuga menjebabkan kelantjaran perda­

gangan dan kesuburan kehidupan agama Buda Mahayana. Ditindjau

dari sudut kehidupan politik, ekonomi dan keagamaan hubungan antara

India dan Sriwidjaja itu memang menguntungkan kedua belah pihak.

Radja Kidara Cudamaniwarman membangun wihara dan tjandi pada

tahun 1006 pada masa pemerintahan Rajakesariwarman. Pembangunan

tjandi dan wihara dilandjutkan oleh puteranja jakni Marawidjajatung-

gawarman. Ketjuali melandjutkan pembangunan tjandi dan wihara

tersebut, radja Marawidjaja mempersembahkan desa Anaimangalam

sebagai djaminan kepada para pendeta jang hidup dalam wihara ter­

sebut. Hal ini telah diuraikan diatas.

Persahabatan antara India Selatan dan Sriwidjaja tidak berlangsung

baik terus-menerus. Setelah Rajaraja wafat dan diganti oleh Rajendra-

cola I pada tahun 1012, sikap Rajendracola terhadap radja Sriwidjaja

berubah. Watak imperialis Rajendracola mulai meluap. Rajendracola

memperluas wilajahnja sampai kira-kira seluas propinsi Madras seka­

rang. Djendral-djendral Rajendra. bergerak sampai sungai Gangga-

para laksamananja menguasai selat Srilangka dan pulau-pulau Nikobar

Mereka masih terus bergerak kearah timur. Maharadja Mahapala I

dari Benggala ditundukkan. Demikian pula radja Chalukya di Dekkan

Untuk sementara waktu kewibawaan radja Chalukya runtuh beran-

takan. Dengan timbulnja Somegwara Ahawamalla, kewibawaan itu

dapat dipulihkan. Namun tidak lama kemudian digugurkan lagi oleh

putera Rajendracola I. Demikianlah pengiriman angkatan laut oleh

Rajendracola I ke Semenandjung dan Sriwidjaja disekitar tahun 1025

boleh dikatakan dalam rangka politik perluasan wilajah radjakula Cola

Tetapi apa jang mendjadi dorongan langsung untuk pengiriman ang

katan laut ke Sriwidjaja, tidak dinjatakan pada piagam Tanjore jang

dikeluarkan pada tahun 1030. Sebab jang pokok ialah politik perluasan

wilajah Rajendracola. Dua kali Rajendracola menjebut kemenangannja

terhadap radja Kadara jang djuga memerintah Sriwidjaja. Prasasti jang

pertama dikeluarkan pada tahun ke 12 masa pemerintahannja jakni

pada tahun 1024. Prasasti jang kedua jang terkenal dengan nama pra­

sasti Tanjore, dikeluarkan pada tahun 1030 dan memuat daftar negeri-

negeri jang ditundukkannja. Ketjuali menjebut Srilangka, Orissa dan

Benggala, jang terletak disekitar negerinja, prasasti itu djuga menjebut

negeri-negeri di Semenandjung dan Sumatera. Bagian prasasti Tanjore

jang mepunjai sangkut-paut dengan keradjaan Sriwidjaja seperti ber­

ikut:

„(Rajendra) having despatched many ships in the midst of the rol-

ling sea and having caught Sanggramawijayotunggawarman, the king

of Kadaram, together with the elephants in his glorious army (took)

214

Page 214: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

the large heap of treasures, which (that king) had rightfully accumu­

lated; captured with noise the (arch called) Widyadharatorana at the

war-gate of his extensive capital (nagar), Qriwijaya, with the jewelled

wicket-gate adorned with great splendour and the gate of large jewels;

Panai with water in its bathing ghats; the ancient Malayur with the

strong mountain for its rampart; Mayirudingam, surrounded by the

deep sea (as) by a moat; Illanggagoka undaunted (in) fierce battles;

Mappapalam having abundant (deep) water as defence; Mewilimbang-

gam guarded by beautiful walls; Walaippanduru possessed of Wilaip-

panduru(?); Talaittakolam praised by great men (versed in) the scien­

ces; the great Tamralingga (capable of) strong action in dangerous

battles; Ilamuri-degam, whose fierce strength rose in war; the great

Nakkawaram, in whose extensive gardens, honey was collecting; and

Kadaram of fierce strength, which was protected by the deep sea.”

Demikianlah terdjemahan Prof. Nilakanta Sastri.

Diantara nama-nama tempat jang tertjatat pada piagam Tanjore

diatas ada jang tidak diketahui letaknja. Jang terang ialah Kadaram

jakni Kedah; Sriwidjaja = Sriwidjaja di Palembang; Panai = Panai

dimuara sungai Barumun; Malayur = Melaju; Mayirudingam = Che-

rating? dipantai timur Malaja; Ilanggagogam = Langkasuka dipantai

timur Malaja; Mappapalam = ? ; Mewilimbanggam = ? ; Walaippan­

duru == ? : Talaittakolam = Takola?; Ilamuri-degam = Lamuri, Atjeh;

Nakkawaram = Nikobar.

Radja-radja Cola mempunjai kebiasaan memberikan kekuasaan kem­

bali kepada radja-radja jang ditaklukkan. Radja Cola sudah puas de­

ngan pengakuan atas kekuasaannja dan dengan persembahan upeti

sekadarnja sebagai tanda takluk. Dalam rangka itu kiranja, maka radja

Sriwidjaja masih dapat langsung berhubungan dengan kaisar Tiong­

kok. Pada tahun 1028 radja Sriwidjaja mengirim utusan ke Tiongkok.

Nama radjanja tertjatat Se-li-houa (Sri Tunggawarman). Jang meme­

rintah pada waktu itu putera Marawidja/atunggawarman, jang bernama

Sanggramawidjajatunggawarman. Peristiwa pengiriman utusan itu ber­

langsung antara tahun ke 12 masa pemerintahan Rajendracola dan

tahun 1030 masa pengeluaran prasasti Tanjore. Oleh karena itu sifatnja

masih meragukan. Tidak aneh bila radja Rajendracola I djuga meng-

anggap dirinja sebagai radja negeri-negeri jang ditalukkan, meskipun

tidak setjara langsung mendjalankan pemerintahan dinegeri taklukkan

jang bersangkutan. Inipun kebiasaan jang didjumpai dalam sedjarah.

Sebagai bukti untuk kebenaran peristiwa tersebut, dapat dikemukakan

piagam Kanton jang bertarich tahun 1079 tentang perbaikan tjandi

Tien Ching didekat Kanton. Perbaikan tjandi Tien Ching dilakukan

atas biaja radja San-fo-ts'i jang bernama Ti-hua-ka-lo (Dewa Kulot-

215

Page 215: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

i

tungga). Pada daftar silsilah radja-radja Chalukya Timur, Dewa Ku-,

lottungga Cola I ialah tjutju Rajendradewa II dan dikenal dengan'

nama Rajendra III. Beliau memerintah dari tahun 1070 — 1122. Djika

penjamaan Ti-hua-ka-lo pada piagam Kanton, dengan Dewa Kulot-

tungga itu benar, maka Rajendra III inilah jang mengaku radja San-

fo-ts’i, atau radja Sriwidjaja. Ti-hua-ka-lo dari Chu-lien merebut ke­

kuasaan San-fo-ts’i dan menetap disitu sampai tahun 1070, karena

pada tahun 1070 beliau naik tachta keradjaan di Cola dan memerintah

sampai tahun 1119. Sesudah Rajendradewa Kulottungga naik tachta

pada tahun 1070, pemerintahan atas San-fo-ts'i diserahkan kepada

puterinja, jang dalam pemerintahan dibantu oleh radja Djambi. Berita

jang ditangkap dari Sung-hui-yao seperti berikut: „Pada tahun ke 5

masa pemerintahan Yuan-?ong (tahun 1082) bulan 10 tanggal 17, Sun

Chiang, wakil kepala urusan pengangkutan dan wakil kepala urusan

dagang menjatakan, bahwa wakil umum pedagang asing dinegeri laut

Selatan menjampaikan surat kepadanja, jang ditulis dalam bahasa Ti-

onghwa. Surat tersebut berasal dari radja Chan-pei (Djambi) bagian

dari San-fo-ts’i dan dari puteri radja, jang diserahi kekuasaan meng­

awasi urusan negara San-fo-ts’i. Mereka mengirimkan kepadanja 227

tahil perhiasan, rumbia dan 13 potong pakaian.” Demikian Tan Yeok

Seong.

Untuk mengaku radja San-fo-ts’i bukanlah sjarat mutlak menetap

di San-fo-ts’i. Ini sesuai dengan kebiasaan radja-radja Cola di India

Oleh karena itu jang dimaksud dengan puteri radja dalam Sung-hui-

yao mungkin sekali keturunan radja Sanggramawidjaja jang ditunduk­

kan oleh Rajendracoladewa I. Radja-radja asli berbuat atas nama radja

Cola di India. Demikianlah dapat dipahami, apa sebabnja nama Dewa

Kulottungga jang pada tahun 1079 telah memegang pemerintahan di

India selama 9 tahun, namanja tertjatat sebagai radja San-fo-ts’i pada

piagam Tien Ching di Kanton.

Jang perlu mendapat perhatian ialah bahwa pada tahun 1006 radja

Cudamaniwarman dan kemudian Marawidjajatunggawarman pada

piagam Larger Leyden Plates menjebut dirinja radja Kataha dan Sri­

widjaja. Kalimat itu dapat ditafsirkan bahwa pada waktu itu Kedah

sudah didjadikan ibukota jang kedua dalam wilajah Sriwidjaja. Sriwi­

djaja menguasai sepenuhnja lalu-lintas kapal diselat Malaka. Peng-'

awasan diudjung utara dilakukan di Kedah, diudjung selatan dilakukan

di Djambi; kapal-kapal jang berlajar dari laut Djawa keselat Malaka

dan kebalikannja diawasi di Palembang. Kedah didjadikan pusat pe­

nguasaan negeri-negeri bawahan Sriwidjaja di Semenandjung; Palem­

bang mendjadi ibukota resmi keradjaan Sriwidjaja dan pusat penguasa­

an negeri-negeri bawahan Sriwidjaja di Sumatera.

216

Page 216: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Pangsa waktu penghabisan pengiriman utusan ke Tiongkok oleh

keradjaan Shih-li-fo-shih (Sriwidjaja) pada masa pemerintahan ra-

djakula T ang ialah dari tahun 713 sampai 741. Sedjak itu utusan

Shih-li-fo-shih tidak lagi kedengaran. Berhentinja pengiriman utusan

ke Tiongkok oleh Sriwidjaja bertepatan dengan perubahan pe­

merintahan dalam negeri, karena djustru pada masa itu mulailah pe­

merintahan radjakula Sailendra, seperti dinjatakan pada piagam Li-

gor B. Radja Wisnu dari wangsa Sailendra mulai berkuasa di Sri­

widjaja.

Pengiriman utusan ke Tiongkok dimulai lagi pada permulaan masa

pemerintahan radjakula Sung (960 — 1279). Tepat pada tahun 960

seorang radja dari San-fo-ts’i jang bernama Se-li-hou-ta-hia-li-tan

(Sri Udayadityawarman) mengirim utusan ke Tiongkok. Boleh di­

pastikan bahwa Sri Udayadityawarman adalah keturunan Sailendra-

wangsa, keturunan Balaputra, karena radja-radja Sriwidjaja jang me-

njusul jakni radja Cudamaniwarman dan Marawidjajatunggawarman

djuga keturunan radjakula Sailendra. Pada tahun 962 datang lagi

utusan ke Tiongkok. Namun nama radjanja agak berbeda jakni Se-

li-wou-a (mungkin singkatan dari Sri Udayadityawarman). Ketika

kembali, utusan itu membawa kendi, porselin putih, benang sutera, dua

pasang pelana dan kendali. Dalam perutusan pada tahun 980 dan 983

jang tertjatat hanja gelar radja Sriwidjaja jakni hia-tche (haji).

Perutusan itu tinggal agak lama di Tiongkok. Pada tahun 992 datang

kabar dari Kanton, bahwa negeri Sriwidjaja sedang diserang oleh

tentara Djawa. Kemudian pada musim semi tahun 992 utusan itu ber-

berangkat dari Kanton menudju (Tjampa, tetapi perdjalanan pulang

itu dibatalkan, karena datang kabar, bahwa peperangan dinegeri San-

fo-ts’i masih terus berkobar. Kemudian ia berlajar kembali dan mo­

hon kepada kaisar, agar kaisar mengeluarkan pengumuman, bahwa

San-fo-ts'i ada dibawah perlindungan Tiongkok. Berita perang itu

tjotjok dengan uraian utusan dari Djawa jang pada waktu itu datang

ke Tiongkok untuk pertama kali. Utusan Djawa itu memberitahukan

bahwa negerinja dalam permusuhan dengan San-fo-ts i. Pada waktu

itu jang memerintah di Djawa ialah radja Dharmawangsa, di Sriwi­

djaja ialah radja Cudamaniwarman. Itulah permusuhan antara Sriwi­

djaja dan Djawa jang tidak tertjatat pada piagam, tetapi tertjatat dalam

kronik Tionghwa.

Pada tahun 1003 radja Se-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa (Sri Cu-

damaniwarmadewa) mengirim dua orang utusan untuk mempersem­

bahkan upeti. Kedua utusan itu mentjeriterakan bahwa dinegerinja

Hubungan antara Sriwidjaja dan Tiongkok

217

Page 217: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

telah selesai dibangun sebuah tjandi Buda tempat berdoa agar kaisar

dikaruniai pandjang usia. Kemudian dikeluarkan pengumuman oleh

kaisar, bahwa tjandi itu diberi nama Cheng-'tien-wan-sliow. Disamping

itu kaisar menghadiahkan lontjeng untuk tjandi tersebut. Pada tahun

1008 radja Se-li-ma-la-pi (Sri Marawi jakni Marawidjaja) mengirim

tiga orang utusan untuk mempersembahkan upeti. Mereka diizinkan

pergi ke T ’ai-shan dan menghadap kaisar.

Dari uraian diatas djelas sekali bahwa pada permulaan abad 11

radja Sriwidjaja mengadakan hubungan erat dengan Radja Kesari-

warman Rajaraja di India dan dengan kaisar Tiongkok. Tokoh Cu-

damaniwarman dan Marawidjaja mempererat hubungan segitiga In­

dia — Sriwidjaja — Tiongkok untuk menghadapi Djawa. Hubungan

dengan Tiongkok masih tetap dilandjutkan setelah Sriwidjaja diserang

oleh Rajendracola I dari India Selatan. Pada tahun 1079 Rajendra

Dewa Kulottungga sebagai radja San-fo-ts’i memperbaiki tjandi Tien

Ching dikota Kuang Cho dekat Kanton. Laporan pembangunan kem­

bali tjandi Tien Ching itu dinjatakan dalam bentuk piagam jang di-

ketemukan pada tahun 1959 di Kanton. Batu piagam itu terdapat di-

tjandi, jang terletak dikota Kuang Cho, disebelah utara Kanton. Ku­

ang Cho adalah tempat sutji di Kanton. Pada zaman pemerintahan

radjakula Sung tjandi itu disebut Tien Ching Kuan dan pada zaman Yuan disebut Yuan Miau Kwan. Dibagian atas batu piagam itu ter­

tulis eham huruf Tonghwa jang bunjinja: Chung Siu Tien Ching Kuan

Chi artinja: Laporan pembangunan kembali tjandi Tien Ching. Batu

tersebut bertarich tahun 1079. Terdjemahan batu piagam itu seperti

berikut:

,,Agama Tao berasal dari daerah Luo-tan. Timbulnja pada masa

pemerintahan radjakula T ’ang dan berkembang pada masa pemerin­

tahan kaisar Ch’ang dari radjakula T'ung. Lao-tgu menulis tentan

Tao-te-ching. Kata-katanja tinggi lagi mulia. Bukan itu asal mulanja?

Kaisar Ming mengandjurkan kepada rakjat untuk memudja Tao dan

membangun tjandi Kai-yuen. Bukankah ini suatu kemadjuan? Kaisar

Tsin-tsung sendiri memeluk agama Tao dan selama pemerintahannja

di Siang-fu pembangunan tjandi Tien Ching diumumkan diseluruh wi-

lajah kaisar. Tidakkah ini berarti, bahwa agama itu mengalami per­

kembangan sepenuhnja?

Disudut selatan kota Kanton, disebuah kota dikaki gunung, disitu

bertegak salah satu tjandinja. Itu menundjukkan, bahwa ditempat itu Tao dipudja dengan giat.

Pada tahun keempat masa pemerintahan Huan-yiu, pendjahat Lang

dari Kwang-yuen sekonjong-konjong berlajar kehilir sungai dan diam-

diam datang ditepi tembok pusat kota Fan-yu. Ia menimbulkan mala-

218

Page 218: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

bentjajlakah jan ^3 3 t-iar’di tersebut dan membakarnja mendjadi abu. Siapa-

dimuka 9 memban9un kembali runtuhan-runtuhan jang berserak

mampu Pa”dan9an setiaP oran9 itu? Tidak adakah salah seorang jang

9uh. ia Sa seoran9 Pemudja Tao dan pentjari bahagia jang sung-

Kambi ^ san99uP menumpahkan perhatian kepada hal itu? Kota Lima

dengan^ ^ anton) terletak didekat laut besar. Kota itu berhubungan

ganq p ^ elba9ai negara asing. Disitulah tempat bertemu para peda-

fo-ts’i R3 masa Pen,erintahan Chih-ping ada seorang radja dari San-

seora an9 Prabu Ti-hua-ka-lo. Beliau memberi perintah kepada salah

kekot” 9, i13™*531 '3 Chih-lo-Io untuk mengirimkan perahu-perahunja

runqk ^ ^ih-lo-lo melihat tjandi rusak, kakinja terpendam dalam

harad'Utan ^ emudian ia kembali, lalu memberikan laporan kepada ma-

Pada ^ h saat itu beliau mulai tjenderung kepada agama Tao.

ke Kant Un keemPat beliau mengirim orang jang bernama Si-li-sha-wen °n, untuk menemui pembesar mandala, kemudian mulai menje-

99 rakan pembangunan kembali gapura besar tjandi.

a tahun pertama masa pemerintahan Hsi-ming, Sha-wen pulang

um pembangunan ruang dilaksanakan seluruhnja. Ia datang lagi

^ ^abun kedua untuk melandjutkan pekerdjaannja. Ia mendirikan

au orium sabda kaisar disebelah barat Mandala.

Shawen pulang lagi kenegerinja dan pada tahun ketiga maharadja

mengirim utusannja lagi membawa pelbagai barang kepertapaan Lo-

yin . 1 ’ seorang pendeta dari Lu-san, minta agar Lo-yin-chih suka

men jadi pengurus setempat dan Ho-teck-sun suka mendjadi pengawas

tjan i tersebut. Pada tahun itu djuga ia membentuk suatu panitya

pem eli ladang padi seharga 100.000 uang mas untuk membelandjai

pengawasan tjandi tersebut. Lo-yin-chih mengundurkan diri dan kem­

bali egunung tempatnja lama. W akil maharadja lalu mendesak guper-

nur untuk mengangkat Ho-teck-sun sebagai penggantinja. Selandjutnja

waki ma aradja membangun ruang Pao-tsin, ruang utara dan ruanq vegetans. a

A k idahme? eT Urnakan Pemban9unan tjandi, maka terpahat dan terlukislah art,a ditempat persadjian Tian-ti bersama-sama dengan para

pengawalnja. Ketika Sha-wen kenegerinja dengan maksud untuk me~

njempurna an agama Tao, Ho-teck-sun berpesan kepadanja agar ia

suka membudjuk sang radja (terputus karena rusak) ....... Sekarang

seorang a im jang bernama Ma-tu-hau-lo, seorang budajawan, da­

tang membawa upeti keistana. Izin telah diberikan untuk menerima

upetinja jang imaksud untuk membangun ruang San-ching dan per­

pustakaan kaisar . .. (tidak terbatja). Setiap tahun harus ada satu

orang jang ditebus (dari dosanjaj. Telah ditjetak sebuah lontjeng besar

219

Page 219: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dan telah didirikan pula menara lontjeng. Hadiah sedjumlah 400.000

uang mas telah disampaikan untuk membeli ladang padi guna pem­

binaan tjandi.Maksud ini terpudji oleh istana. Kehormatan jang gemilang diberi­

kan kepada mereka jang bersangkutan. Gelar djendral besar, jang

membantu pembaharuan ibadah dan keutamaan diberikan kepada ma-

haradja; Ho-teck-sun didjadikan tokoh besar jang menjembah Tao.

Sampai tahun kedua masa pemerintahan Yuan-fong dalam pangsa

waktu 7 atau 8 bulan, rentjana terlaksana. Kebagusan wihara mem­

berikan pemandangan tjemerlang. Angin bertiup, lontjeng-lontjeng ber-

bunji; dibawah matahari terik mentjurahkan sinar keemasan, pertama

gemerlapan. Hadiah sedjumlah 400.000 uang mas digunakan untuk

membeli ladang padi ditepi sungai seluas 190 oddmu, terletak diteluk

Naga disebelah pulau dekat desa San-kui didistrik Nan-hai. Hasil

tanamannja tiap tahun 758 hu. Ladang lain lagi jang menghasilkan

90 hu padi, dan jang terletak didesa Lian-tang didistrik Ching-yuen,

djuga dibeli; milik ini memberi hasil padi sebanjak 700 hu setiap tahun.

Ini digunakan untuk pembiajaan para pendeta Tao. 100.000 uang mas

sisanja didermakan kepada tjandi Ching-hui-si untuk membeli ladang

padi guna merijokong para biksu dan biksuni.

Sesudah mendirikan tjandi tersebut, sang radja lalu melepaskan

perahunja berlajar kearah negeri jang ditudju, tanpa takut akan bahaja,

padahal sebelumnja dalam ketakutan. Ini tjukup membuktikan bahwa

Jang Maha Sutji memberikan restu dan anugerah.

Sebagai saksi, jang melihat mukdjizat ini dengan mata sendiri, saja

tjenderung untuk memandjatkan doa kepada jang dimuliakan Tsong

Tao, dan membuat laporan ini pada tahun kedua masa pemerintahan

Yuan-fong pada hari dua lipat sembilan.

Hakim Ma-tu-hua-lo, djendral Pao Sun Lang

Ku Lian Chuan Tu

Ka Na Cha

Pada waktu itu kota Kanton dirusak oleh pendiah.f T.a„„

Penderma jang berdjasa: Ti-hua-ka-lo, djendral besar j;

njokong pembaharuan ibadah'dan keutamaan.”jang me-

pin-shu, jang bunjinja seperti berikut:

220

Page 220: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

T LHk^ ”- kedebu. Chih-lo-lo datang melihatnjaerbukti itulah gambar oran tua jang dilihatnja beberapa hari sebelum-

nja. Ketika ia pulang, ia mentjeriterakan pengalamannja itu kepada

l-hua-ka-lo. Pada saat itu djuga ia mengirim Si-li-sha-wen ke Kanton

untuk membeli bahan-bahan bangunan dan mentjari pekerdja untuk

memperbaiki tjandi. Waktu pekerdjaan itu selesai, seorang pendeta

Tao, Lo-yin-chih diminta untuk mendjadi pengurus setempat dan Ho-

tek-sun mendjadi pengawas. Ia menghadiahkan sebanjak 100.000 uang

mas untuk membeli ladang pertanian, jang terletak didesa Min-tang,

distrik Fan-yu. Tahun berikutnja Ti-hua-ka-lo mangkat. Kuku dan

rambutnja dipotong dan dikirimkan kepada pendeta (Ho-tek-sun), ke­

mudian ditanam di Min-tang. Hingga sekarang masih dilakukan upa-

tjara peringatan peristiwa tersebut. Keuangan tjandi Tien-ching luas

sekali. Di Yang-chen-kuo-chao tjandi ini memiliki ladang padi seluas

1478 — 32 mu beserta kolam-kolam ikan. Radja besar Ti-hua-ka-lo

adalah penderma utama jang sangat berdjasa."

Tentang piagam Kanton ini Tan-yeok-seong memberikan keterangan

jang mendjelaskan hubungan antara radja-radja Cola di India Selatan

dan radja-radja Sriwidjaja. Djustru karena nama radja San-fo-ts’i

jang tersebut pada piagam Kanton sama dengan nama radja Chu-lien

jakni Ti-hua-ka-lo (Rajendra Dewa Kulottungga). Pada masa peme­

rintahan Chih-ping 1064 — 1067 Ti-hua-ka-lo dari Chu-lien mengirim

utusan Chi-lo-lo keistana Tiongkok. Pada piagam Kanton Ti-hua-ka-

lo mendjadi radja San-fo-ts’i. Nama utusannjapun hampir sama jakni

Ch'i-lo-lo dan Chih-Io-Io.

Hubungan dengan luar negeri, terutama dengan Tiongkok, dilaku­

kan oleh radja Sriwidjaja atas nama radja Kulottungga Coladewa.

Pemerintahan didalam negeri tetap ada ditangan radja Sriwidjaja, jang

pada waktu itu pusat pemerintahannja ada di Kedah. Piagam Smaller

Leyden Plates djelas menjebut adanja radja Kadaram. Piagam itu

menjatakan, bahwa pada tahun ke 20 masa pemerintahan Rajakesari-

warman alias Sri Kulottungga Coladewa, jakni pada tahun 1090, radja

Kadaram mengirim dua utusan Rajawidyadhara Sri Samanta dan

Abhinottungga Sri Samanta. Kedua utusan itu mohon agar dikeluarkan

pengumuman pembebasan tjukai mengenai desa-desa Antarayam, Wi-

rasesai, Panmai-pandai-wetti, Kundali dan Sungamera, ringkasnja semua

desa jang termasuk wilajah tjandi Rajendracolapperumpalli dan Raja-

rajapperumpalli, jang dibangun oleh radja Kadaram di Pattanakura.

Lain daripada itu mereka menghendaki perubahan pengawasan desa-

desa wilajah tjandi tersebut jang dipegang oleh ka^ilayar (pengawas).

Desa-desa wilajah tjandi itu supaja diserahkan kepada sangattar,

jakni sekelompok orang. Kemudian Sri Kulottungga Coladewa mern-

221

Page 221: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

berikan perintah kepada Rajendrasingha Muwendawelar untuk menulis

piagam tersebut.

Pada piagam Larger Leyden Plates dinjatakan, bahwa desa Anai-

mangalam di Pattanakura sebagai dusun jang termasuk wilajah tjandi

{wihara Cudamaniwarman) telah !jdibebaskan dari tjukai. Terbukti

bahwa djumlah desa-desa jang disebut dalam Smaller Leyden Plates

lebih banjak lagi. Desa-desa itu termasuk wilajah Rajendracolapperum-

palli dan Rajarajapperumpalli. Demikianlah dapat ditafsirkan bahwa

pada masa pemerintahan Rajendra III jakni Sri Kulottungga Coladewa I

radja Kadaram memperluas bangunan wihara Cudamaniwarman dan

menambah djumlah desa-dfesa jang dimasukkan kedalam wilajah tjandi.

Peninggalan wihara Cudamaniwarman diketemukan pada tahun 1867,

berupa beberapa artja Buda jang dibuat dari perunggu. Peninggalan-

peninggalan itu hasil penggalian paderi Jesuit dan sekarang tersimpan

di Madrast.

222

Page 222: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

IX

r u n t u h n j a KERADJAAN SR IW ID JA JA

Kekuasaan di Semenandjung

Kia-lo-hi adalah s a l a h satu negara bawahan San-fo-ts i d i p a n t a i

tim ur Semenandjung. Kia-lo-hi adalah transkripsi Tionghwa dari nama

asli suatu tempat dipantai timur Semenandjung. Berita tentang letaknja

Chen-la dalam S u n g - s h i h menjinggung nama K i a - l o - h i . Bentanja se­

perti berikut: Chen-la (Kambodja) bertemu dengan bagian selatan

Chan-cheng (Annam)i disebelah timur Chen-la adalah laut. Disebelah

barat Chen-la berbatasan dengan P ’u-kan (Pagan) dan disebelah

selatan beradu batas dengan Kia-lo-hi.

D a r i berita itu njata sekali bahwa Kia-lo-hi terletak disebelah selatan

Kam bodja. O leh karena Chu-fan-chi memberitakan bahwa Kia-lo-hi

ada lah negeri bawahan San-fo-ts'i, maka Kia-lo-hi merupakan batas

antara Kambodja dan wilajah San-fo-ts i. Tidak ada o r a n g jang ragu,

b ah w a Kia-lo-hi adalah transkripsi dari nama tempat Grahi, jang ter-

tjatat pada piagam Sriwidjaja jang diketemukan di Ch’ai-ya. Nama

G rah i sebag ai nama tempat tidak lagi dikenal zaman sekarang. Dengan

sendirin ja lokalisasi Grahi ialah ditempat penemuan artja Buda jang

memuat piagam tersebut, jakni di Ch’ai-ya. Boleh dipastikan bahwa

nam a C h ’ai-ya itu nama baru. Namanja jang lama ialah Grahi. kj»rena

sumber berita Tionghwa dari tahun 1225 tidak mengenal nama ai-

ya . Jang dikenal ialah nama Kia-lo-hi. Nama Ch’ai-ya baru digunakan,

setelah daerah itu mendj&di djadjahan Siam. Menurut kebiasaan bang­

sa S iam suka menggunakan kata-kata Sansekerta sebagai nama tempat.

Sebagai tjontoh ialah nama Nakon Sri Tammarat. Nama ini di­

gunakan untuk menjebut daerah Ligor, sesudah mendjadi djadjahan

Siam. N am a Sri Tammarat itu sendiri diambil dari nama tokoh sedjarah

jakni Candrabhanu Qri Dharmmaraja. tertjatat pada piagam Candra-

bhanu jang djuga diketemukan di Ch ai-ya.

Piagam Grahi m enjebut, bahwa pada tahun Saka 1105 (tahun Ma­sehi 1183) atas perintah Kamraten An Maharadja Srimat Trailokya- radja Maulibhusanawarmadewa, hari ketiga bulan naik bulan Jyestba. hari Rabu, mahasenapati Galanai, jang memerintah Grahi, menjuruh mraten Sri Nano membuat artja Buda. Beratnja 1 bhara 2 tula dan nilai masnja 10 tamlin. P em bua tan artja itu dimaksud untuk melegakan semua pemeluk agama, jang menjembahnja ditempat jang bersangkutan.

Piagam Grahi ditulis dalam bahasa Khmer. Hal itu dapat dipahami,

djika mengingat bahwa letaknja berbatasan dengan Kambodja dan

223

Page 223: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

timbulnja keradjaan Khmer semcndjak lepas dari kekuasaan Djawa

pada tahun 802. Penduduknja menggunakan bahasa Khmer, tetapi

dalam kehidupan kenegaraan mereka mendjadi warga negara keradjaan

Sriwidjaja.

D jika pada tahun 1183 kita mengenal nama mahasenapati Galanai

sebagai radja bawahan Sriwidjaja, maka limapuluh tahun kemudian

jakni pada tahun Kaliyuga 4332 (tahun Masehi 1230), ditempat jang

sama kita mengenal nama Candrabhanu Qri Dharmmaraja (Tjandra-

banu Sri Dharmaradja). Nama itu tertjatat pada piagam Ch’ai-ya jang

ditulis dalam bahasa Sansekerta. Sudah pasti bahwa pada tahun 1230

nama Grahi masih dikenal, karena Chu-fan-chi jang disusun pada ta­

hun 1225 masih menjebut Kia-lo-hi. Djika kita ingin membedakan ke­

dua piagam tersebut, jang kedua-duanja diketemukan di Ch’ai-ya,

maka kita akan menjebutnja piagam Trailokya dan piagam Candra­

bhanu. Tetapi hingga sekarang piagam itu dikenal dengan sebutan pia­

gam Grahi Buda dan piagam Ch’ai-ya.

Jang mendjadi persoalan ialah dimana letaknja Tambralingga, karena

Candrabhanu mengaku Tambralinggegwara. Setelah membanding nama

Tambralingga pada piagam Candrabhanu, Tambralinggam pada pia­

gam Nidessa dari abad kedua, Madamalingam pada piagam Tanjore

dari tahun 1030, Coedes sampai kepada kesimpulan bahwa Tambra­

lingga harus terletak antara teluk Bandon dan Ligor. Itulah sebabnja

maka ia melokalisasikan Tan-ma-ling ditempat-tempat tersebut. Pen­

dapat Coedes ini disetudjui oleh Nilakanta Sastri. Tidak ada keberat­

an untuk mengidentifikasikan Tambralingga dengan Tan-ma-ling dari

Chu-fan-chi, karena nama Kalingga dalam berita Tionghwa baik dalam

karya I-ts'ing maupun dalam sedjarah T ’ang djelas ditranskripsikan

Ho-ling. Dalam bahasa Mandarin tulisan Tionghwa itu diutjapkan Ke­

ling. Dalam bahasa Melaju dan bahasa Djawa orang dari Kalingga

biasa disebut orang Keling. Lokalisasi Tambralingga antara Teluk

Bandon dan Ligor oleh Coedes mendapat tentangan Roland Braddell.

Roland Braddel menjamakannja dengan Tembeling dan melokalisasi-

kannja didaerah Pahang. Hingga sekarang masih ada sungai jang ber­

nama Tembeling. Oleh karena lokalisasi Tan-ma-ling telah diuraikan

dalam bab N E G A RA -N EG A RA B A W A H A N SAN-FO-TS’I, tidak

perlu diuraikan lagi disini. Berdasarkan analogi kesamaan antara Ka­

lingga (Sansekerta, India), Ho-ling (Tionghwa) dan Keling (M elaju),

dan berdasarkan berita geografi Tan-ma-ling, saja lebih tjenderung

untuk mengidentifikasikan Tambralingga pada piagam Candrabhanu

serta Tan-ma-ling pada Chu-fan-chi dengan Tembeling dan melokali-

sasikannja dipantai timur Malaja, didaerah Pahang, tempat sungai

Tembeling mengalir, sesuai dengan pendapat Roland Braddel. Dengan

224

k

Page 224: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

i

sendirinja timbul anggapan bahwa Tambralingga adalah nama lama

atau nama Sansekerta dari Tembeling jang masih ada hingga sekarang.

O leh karena itu Candrabhanu Sri Dharmaradja adalah radja Tembe-

lijig. Jang menarik perhatian ialah berita Tionghwa mengenai pembesar

Tan-ma-ling sebelum tahun 1230, djadi sebelum Candrabhanu ber­kuasa.

1. Chu-fan-chi memberitakan bahwa Tan-ma-ling diperintah oleh

seorang pembesar jang disebut Siang-kung. Djabatan itu menurut ter-

djemahan Hirt dan Rockhill ialah ..minister of state" jakni menteri.

N am un menurut bunjinja kiranja kata itu transkripsi dari temenggung

atau tiang agung. Selandjutnja Chu-fan-chi memberitakan bahwa Tan-

ma-ling mengumpulkan mas untuk didjadikan upeti kepada radja San-

fo-ts'i.

2. Tao-i-chih-lio dari tahun 1349 mentjatat bahwa Tan-ma-ling di­

perintah oleh seorang pembesar setempat.

3. San-tsai-t’u-hui dari tahun 1607 menguraikan bahwa Tan-ma-ling

diperintah oleh seorang pembesar jang bukan radja. Pada tahun 1196

untuk jang terachir mengirim utusan ke Tiongkok.

D ari berita-berita tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Tan-ma-

ling selama djadi negara bawahan San-fo-ts’i diperintah oleh seorang

pembesar setempat, jang bertanggung djawab kepada radja Sriwidjaja.

Pada tahun 1001 menurut Sung-shih radja jang bernama Su-chi me­

ngirim utusan ke Tiongkok, terdiri dari 9 orang dan dikepalai oleh T ’a-

chih-ma. Nama itu berbeda-beda transkripsinja dalam huruf Latin.

Prof. Hsu menulisnja Tuo Sze-chi, Schlegel Ta-Suki dan Saint Denys To -siu-ki. Kiranja kedudukan Candrabhanu semula djuga tumenggung

se tem pa t, jang bertanggung djawab kepada radja Sriwidjaja. Oleh

karena pada tahun 1183 Grahi djelas masih mendjadi negeri bawahan

S r iw id ja ja , dan pada tahun 1230 Candrabhanu mengeluarkan piagam

di Grahi dan menjebut dirinja Tambralinggegwara, maka boleh dipasti­

kan bahwa Candrabhanu memberontak kekuasaan Sriwidjaja. Setelah

membebaskan Tambralingga dari kekuasaan Sriwidjaja, Candrabhanu

mengangkat dirinja sebagai radja Tambralingga dan bergelar Candra­

bhanu Sri Dharmaradja. Kemudian memperluas daerahnja sampai di

Grahi. C andrabhanu mengumumkan bahwa ia mendjalankan politik

Dbarmagoka, jakni politik radja Agoka di India. Ia akan berusaha

mengembangkan agama Buda. Dengan tegas dinjatakan, bahwa nama-

n ja ada lah lambang djasanja kepada segenap manusia (candra = bu­

lan; bhanu = matahari, s inar). Pengumuman jang demikian didaerah

lain han ja dapat ditafsirkan bahw a Candrabhanu baru sadja menduduki

daerah Grahi dan ingin menentramkan hati para penduduknja, jang

15* 225

Page 225: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

djelas memeluk agama Buda. Piagam itu boleh ditafsirkan sebagai pro­

klamasi kemerdekaan negara-negara dipantai timur Malaja dari ke­

kuasaan Sriwidjaja jang berpusat di Kedah/Palembang. Demikianlah

timbulnja Candrabhanu berarti patahnja kekuasaan Sriwidjaja di M a­

laja dan djuga berachirnja pemerintahan radjakula Sailendra didaerah

tersebut. Politik jang didjalankannja megandung maksud untuk mem­

peroleh sokongan para penduduk Grahi sepenuhnja, karena Candra­

bhanu masih bermaksud memperluas wilajahnja diluar Malaja.

Oleh karena pengiriman utusan Tan-ma-ling ke Tiongkok hanja ter-

tjatat satu kali sadja jakni pada tahun 1196, maka dapat diduga, bahwa

Tan-ma-ling pada tahun 1196 telah berusaha membebaskan diri dari

kekuasaan Sriwidjaja. Pengiriman utusan itu boleh dianggap sebagai

permohonan pengakuan kepada kaisar Tiongkok. Chu-fan-chi jang di­

susun pada tahun 1225, masih memasukkan Tan-ma-ling sebagai negeri

bawahan San-fo-ts’i, dibawah pemerintahan seorang pembesar setem­

pat. Andaikata Tan-ma-ling pada tahun 1196 mengirim utusan sebagai

negara merdeka, tentunja tidak akan dimasukkan dalam golongan ne­

gara bawahan San-fo-ts’i. Demikianlah kiranja pemberontakan Can­

drabhanu terhadap kekuasaan Sriwidjaja terdjadi antara tahun 1225

dan 1230. Untuk menghindari balas dendam Sriwidjaja, maka pembe­

rontakan harus segera diperluas diseluruh Semenandjung, dan menikam

pusat kekuasaan Sriwidjaja di Semenandjung, jang terletak di Kedah.

Dari pandangan itu kita dapat memahami, apa sebabnja Candrabhanu

memasuki daerah Grahi dan mengeluarkan piagam di Grahi, suatu

tempat diudjung barat Semenandjung, jang paling dekat dengan Ke­

dah. Ekspedisi ke Sri Langka tidak akan dilakukan sebelum kekuasaan

Sriwidjaja di Semenandjung patah samasekali.

Pandangan lokalisasi Tambralingga di Tembeling mendapat dukungan

dari sudut ekonomi jang lebih banjak menguntungkan daripada loka­

lisasi di Grahi antara teluk Bandon dan Ligor. Daerah Tembeling kaja

akan logam dan hasil bum i seperti tertjatat dalam sumber-sumber berita

Tionghwa. Chu-fan-chi mentjatat, bahwa Tan-ma-ling menghasilkan

lilin lebah, tjendana, gaharu, kamfer, setanggi, kaju arang, gading dan

tjula badak. Tao-i-chih-lio menambah, bahwa Tan-ma-ling menghasil­

kan padi lebih banjak daripada konsumsi penduduknja. Sumber berita

itu djuga menjebut hasil kamfer, tjendana dan gaharu disamping penju.

Jang sangat menarik perhatian ialah bahwa Tan-ma-ling menurut Chu-

fan-chi mengumpulkan .mas sebagai upeti kepada San-fo-ts’i, dan me­

nurut Tao-i-chih-lio Tan-ma-ling menghasilkan timah jang bermutu

tinggi. Berita ekonomi negeri Tan-ma-ling ini dengan singkat meng­

uraikan kemakmuran daerah dan kesedjahteraan rakjatnja. Soal ini

penting sekali berhubung dengan berita peperangan Candrabhanu

226

Page 226: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

dengan Sri Langka, jang terdjadi sampai dua kali. Mengingat letak

Sri Lagka jang sangat djauh dari Malaja, maka biaja perang itu banjak

sekali. Ekspedisi Candrabhanu ke Sri Langka dipersiapkan dan di­

lakukan, sesudah negeri-negeri disekitarnja dibebaskan dari kekuasaan

Sriwidjaja dan wilajah negerinja terasa aman dan tenteram. Ketente­

raman dalam negeri harus terdjamin lebih dahulu. Candrabhanu me-

njerang Sri Langka sampai dua kali. Ekspedisi jang pertama dilakukan

pada tahun 1247; jang kedua pada tahun 1270/1271. Ekspedisi Can­

drabhanu ke Sri Langka tertjatat dalam sedjarah Culawangsa. Dalam

sedjarah itu Candrabhanu disebut radja Djawaka, bukan radja Tam-

bralingga seperti pada piagam Candrabhanu di Grahi.

Tjatatan sedjarah dalam Culawangsa itu tidak mungkin salah, ka­

rena baik nama Candrabhanu maupun Djawaka (Jawaka) dikenal pada

piagam asli. Lagipula penempatan masa termakan akal, jakni 17 tahun

sesudah proklamasi kemerdekaan Grahi. Djadi tidak ada soal anachro­

nisme. Mungkin sebutan Jawaka itu jang meragukan, karena pada

piagam Candrabhanu tahun 1230 Candrabhanu memperkenalkan diri

sebagai Tambralinggeçwara. Tambralingga terletak di Malaja, tidak

di Djawa. Dalam bahasa Tamil jang dimaksud dengan Jawakam ada­

lah Djawa. Namun kiranja nama Djawa sudah mendjadi sebutan umum

bagi Semenandjung, Sumatera dan Djawa, djika penjebutnja orang dari

Barat, terutama para saudagar Arab. Nama Zabag atau Zabaj terang

berhubungan dengan Jawakam, tetapi Iokalisasinja tidak selalu di Dja­

wa. Kepopuleran nama Jawa(ka) disebabkan karena kekuasaan radja-

kula Sailendra semendjak abad ke 8 di Sumatera dan Semenandjung.

Radjakula Sailendra berasal dari Djawa Tengah. Sudah pasti bahwa

radja Sailendra di Sriwidjaja seperti Balaputra disebut maharadja jang

berasal dari Djawa. Djuga tidak mustahil bahwa perkembangan ke­

kuasaan Sailendra membawa akibat penempatan orang-orang Djawa di-

seberang laut. Sri Langka jang terpisah djauh dari Sriwidjaja, dengan

mudah akan menjebut Semenandjung dan Sumatera negara Jawaka,

jakni negara jang dikuasai oleh maharadja Djawa. Djuga setelah ke­

kuasaan Srwidjaja di Semenandjung dipatahkan oleh Candrabhanu,

sebutan itu masih tetap sebagai momok. Tentara Candrabhanu jang

pada hakekatnja memang bekas rakjat djadjahan Sriwidjaja terlandjur

disebut tentara Jawaka oleh orang-orang Sri Langka. Berita-berita

Arab jang menjebut Zabag atau Zabaj memang harus ditafsirkan de­

mikian.

Didalam sedjarah kuno dan moderen tjukup banjak tjontoh atau to­koh jang dihinggapi nafsu perang dan nafsu kebesaran. Apabila tiba kesempatan, kesempatan itu tidak akan dibiarkan lalu begitu sadja oleh orang jang mempunjai watak demikian. Tiap kemenangan jang diper-

227

Page 227: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

olehnja, mendjadi umpan pembakar jang mengobarkan nafsunja. Ke-

radjaan Sriwidjaja jang sudah mulai runtuh semendjak serangan Ra-

jendracoladewa pada tahun 1030, memberi kesempatan baik kepada

Candrabhanu untuk tampil kemuka. W ila jah Sriwidjaja terlalu luas.

Pengawasannja tidak mudah. Kekuatan Sriwidjaja terbagi mendjadi

dua. Sebagian ditempatkan di Kedah sebagai pusat Sriwidjaja di Seme-

nandjung; sebagian lagi di Palembang sebagai pusat Sriwidjaja di Su­

ni ater a. Semangat nasional setelah berkuasa selama beberapa ratus

tahun, mulai lapuk, mulai kendor. tidak mampu menghadapi semangat

Candrabhanu jang sedang berkobar. Lagipula wilajah Tembeling ter­

masuk daerah makmur, tjukup kaja untuk membiajai nafsunja mengedjar

kebebasan dan kebesaran. Kemenangan dalam pemberontakan terhadap

kekuasaan Sriwidjaja menjebabkan penobatannja sebagai radja Tem­

beling. Kemenangan itu mendorongnja lebih djauh lagi. Pada tahun

1230 Candrabhanu merebut GrahL

Dari piagam jang dikeluarkannja kita dapat menangkap sekadarnja

watak Candrabhanu jang sedang mabuk kebesaran. Ia menjamakan

dirinja dengan radja Agoka jang sangat mashur di India. Sudah pasti

bahwa penjamaan dengan radja Agoka itu mengandung politik pengem­

bangan agama Buda didaerah jang didudukinja djuga. Ia menjamakan

djasa-djasanja kepada umat manusia dengan bulan dan matahari jang

siang-malam menjinari djagat. Oleh karena itu ia mengambil nama

Cadcabhanu jang berarti: sinar bulan atau bulan dan matahari. Pia­

gam Candrabhanu bernafaskan kebanggaan jang berbatas kepada

kesombongan. Candrabhanu mempunjai nafsu 'kuat untuk mengedjar

kebesaran. W atak jang demikian suka akan petualangan, tidak enggan-

enggan mendjalankan segala apa jang dapat menambah kebesarannja.

Terbukti bahwa tudjuhbelas tahun sesudah berhasil menguasai Grahi,

pada tahun 1247 ia melakukan ekspedisi ke Sri Langka, suatu tempat

jang amat djauh letaknja. Serangan itu berhasil baik. Candrabhanu

berhasil menguasai sebagian dari keradjaan Sri Langka, meskipun

penguasaan itu tidak bersifat mutlak. Setelah berhasil menguasai seba­

gian dari Sri Langka, Candrabhanu kembali ke Malaja, meninggalkan

puteranja di Sri Langka. Dalam tahun 1258 dan 1263 terdjadi serbuan

oleh pihak bangsa Pandya. Dalam serbuan jang terachir itu tentara

Candrabhanu menderita kekalahan dan terpaksa mengakui kekuasaan

radja Pandya. Mengenai serbuan tentara Pandya itu ada piagamnja

jang bertarich tahun 1264. Piagam Pandya tentang Candrabhanu mulai

dengan rajuan menteri kepada radja Pandya untuk menundukkan

putera Candrabhanu. Isi piagam itu seperti berikut:

„Dengarkanlah tjara mendirikan pemerintahan, barkat kemenangan jang sesuai dengan adat-istiadat. Pangeran, berbuatlah seperti jang

228

Page 228: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

berikut: usahakan musuh tunduk kepada kekuatanmu, perangi dia dan

kirim lah dia keachirat! Lalu masukilah keradjaannja bersama dengan

Sanak~saudara dan tentaramu. Djika engkau berhasil masuk, engkau

akan memperoleh pradjurit berkuda, kereta kentjana, /ang ditarik oleh

enam ekor kuda, banjak permata dari kesembilan matjam, mendapat

banjak mas, tachta, machkota, gelang tangan, gelang kaki, kalung,

bendera dan pajung, kipas jang dibuat dari bulu kidjang, nobat dan

sebagainja.

Kemenanganmu pasti mengedjutkan dan menakutkan radja-radja

lainnja. Kemudian engkau akan menanamkan tongkat kebesaran radja

jang mempunjai lambang ikan diatas gunung Konai dan Tiru Kuda

dan akan menerima banjak persembahan.

Putera Sri Langka, alih-alih mengabdi kepadamu, merendahkan ke­

besaranmu. Sesudah engkau berhasil menundukkannja, engkau harus

mendjalani mandi adat dalam kolam radja, kemudian si kalah akan

membungkuk dihadapanmu. Sesudah itu engkau gilang-tjemerlang, me­

ngendarai gadjah dan berkirap mengelilingi wilajah jang kaukalahkan,

langsung menudju Annurapuri dan memerintah keradjaan, jang pernah

diperintah datuk mojangmu pada masa jang lampau!

Pada tahun 1270/1271 Candrabhanu sekali lagi melantjarkan se­

rangan terhadap Sri Langka, tetapi serangan itu menemui kegagalan.

Bahkan keadaan dalam negeri karenanja kotjar-katjir. Achirnja pada

tahun 1294 keradjaannja diserang dan diduduki oleh tentara Siam.

Nama Sri Dharmaradja diabadikan sebagai nama kota diteluk Siam

jang sekarang disebut Sri Tammarat.

Kekuasaan di Sumatera

Gelar radja Sriwidjaja jang tertjantum pada piagam Grahi (tahun

1183) ialah grimat; nama lengkapnja ialah grimat Trailokyaraja Mau-

libhusanawarmadewa. Nama resminja menggunakan kata mauli. Baik

grimat maupun mauli adalah kata Tamil; grimat berarti ,,tuan dan

mauli berarti „mahkota”. Gelar grimat dan nama mauli tidak dikenal

pada gelar dan nama radja dari radjakula Sailendra baik jang meme­

rintah di Djawa maupun di Sriwidjaja. Gelar grimat dan nama mauli

hanja dikenal pada radja-radja Melaju.

Pada piagam A m oghapaga , hadiah radja Kertanagara kepada rad ja

Melaju pada tahun 1286, terdapat gelar dan nama jang sama bagi ra-

dja Melaju. Diberitakan, bahwa pada tahun Saka 1208 atau tahun

Masehi 1286 artja A m oghapaga dengan H pengikutnja, hadiah Sri

Wigwarupakumara, diangkut dari Djawa ke Suwarnabhumi dan di­

tempatkan di D harm m agraya atas perintah M ahara jadh ira ja C n

Kertanagara W ikrama Dharmottunggadewa. Jang ikut

229

Page 229: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

I

artja tersebut ialah rakryan mahâmantri d} ah Adwayabhrahma, ra-

kryan sirikan dyah Sugatabhrahma, samget payanan hang Dipangkara-

daça dan rakryan demung Pu W ira . Karena hadiah itu segenap rakjat

Melayu gembira, para bhrahmana, para ksatria, para waisya, para

sudra, para arya, dan terutama çri mahârâja çrimat Tribhuwanarâja

Mauliwarmadewa.

Piagam Amoghapaça diketemukan ditepi sungai Langsat dihulu Ba­

tang Hari. Itulah sebabnja maka timbul anggapan bahwa Dharmmaç-

raya terletak dihulu Batang Hari. Piagam Amoghapaça dikeluarkan

100 tahun sesudah piagam Grahi, namun gelar dan nama radjanja tetap

sama. Oleh karena itu timbul anggapan bahwa radja Trailokya Mauli-

bhusanawarmadewa adalah radja Melaju. Dengan kata lain pada tahun

1183 keradjaan Sriwidjaja, jang biasa disebut San-fo-ts’i dalam berita-

berita Tionghwa zaman radjakula Sung dan Ming, telah runtuh dan

digantikan oleh keradjaan Melaju. Semenandjung tidak lagi diperintah

Sriwidjaja, tetapi diperintah oleh keradjaan Melaju.

Djika hal tersebut dihubungkan dengan pengiriman utusan Sriwidjaja

ke Tiongkok, maka njatalah bahwa pengiriman utusan Sriwidjaja ke

Tiongkok jang terachir berlangsung pada tahun 1178. Demikianlah

antara tahun 1178 dan 1183 dalam keradjaan Sriwidjaja terdjadi per­

ubahan pemerintahan. Kekuasaan Sriwidjaja di Sumatera diambil alih

oleh Melaju. Dengan sendirinja negeri-negeri bawahan Sriwidjaja

baik jang ada di Sumatra maupun jang ada di Semenandjung, ikut di­

ambil alih oleh keradjaan Melaju. Radja Melaju jang mengambil alih

kekuasaan ialah çrimat Trailokyarâja Maulibhusanawarmadewa. Oleh

karena kekuasaan radja Trailokya tidak hanja terbatas pada wilajah

keradjaan Melaju lama, maka gelar mahârâja jang biasa dipakai oleh

radja-radja Sriwidjaja dari radjakula Sailendra diambil alih pula.

Demikianlah terdjadi perangkapan gelar mahârâja çrimat Trailokya­

râja.

Chu-fan-chi jang disusun oleh Chao-ju-kua pada tahun 1225, djadi

42 tahun sesudah pengeluaran piagam Grahi, masih menjebut adanja

negara San-fo-ts’i. Nama San-fo-ts’i pada orang-orang Tionghwa su­

dah sangat populer, sehingga perubahan pemerintahan, jang pada

hakekatnja adalah perubahan dipusat keradjaan Sriwidjaja, tidak mem­

pengaruhi masjarakat luar. Nama San-fo-ts'i masih tetap digunakan.

Bahkan Chao-ju-kua malah masih menjebut negara-negara bawahan

San-fo-ts’i jang djumlahnja 15. Djika nama-nama negara bawahan

San-fo-ts’i itu diperhatikan, maka diantara 15 negara bawahan

itu tidak disebut negara Melaju, tetapi malah menjebut Pa-lin-fong

(Palembang), sedangkan Palembang adalah pusat keradjaan San-fo-

ts’i, pusat keradjaan Sriwidjaja. Demikianlah sebenarnja Chao-ju-kua

230

Page 230: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

tahu bahwa ada perubahan dalam pemerintahan dipusat keradjaan

Sriwidjaja. Peranan politik jang dulu dipegang oleh Palembang pada

tahun 1225, ketika ia menjusun Chu-fan-chi, dipegang oleh keradjaan

Melaju. Keradjaan Melaju jang sedjak tahun 683 mendjadi negara

bawahan Sriwidjaja, pada tahun 1225 sudah merdeka lagi, bahkan

menggantikan kedudukan Sriwidjaja di Palembang. Palembang berganti

peranan mendjadi negara bawahan. Namun nama San-fo-ts’i masih

tetap digunakan, seolah-olah tidak terdjadi perubahan dalam ketata­negaraan.

Demikianlah nama San-fo-ts’i dalam Chu-fan-chi dan dalam kronik

radjakula M ing harus ditafsirkan bahwa jang dimaksud adalah kera­

djaan Melaju jang berpusat di Dharmmagraya. Pada tahun 1371 ke­

radjaan Melaju mengirimkan utusan ke Tiongkok. Utusan itu membawa

beruang, merak, burung bajan, dan seputjuk surat jang ditulis diatas

lembaran mas. Pada tahun 1373 datang lagi utusan dari keradjaan

jang disebut San-fo-ts’i (batja keradjaan M elaju). Radjanja jang meng­

utus bergelar maharadja prabu, dan bernama Ta-ma-cha-na-a-cho.

Kiranja beliau adalah putera maharadja grimat Tribuwanaradja. T idak

mungkin Tribuwanaradja sendiri, megingat bahwa selisih waktu antara

penerimaan hadiah artja dan pemberitaan itu ada 87 tahun. D iberitahu­

kan oleh utusan itu bahwa dinegerinja ada tiga radja. Ini berarti bah­

wa keradjaan San-fo-ts'i telah petjah mendjadi tiga keradjaan. D ari

pengiriman utusan-utusan jang berikut, ternjata bahwa 'keradjaan

telah petjah mendjadi: Dharmmagraya (M elaju), Palembang dan M i­

nangkabau. Pada tahun 1374 datang utusan Ma-na-ha Po-lin-pang

(Maharadja Palembang); tahun berikutnja jakni pada tahun 1375

datang utusan Seng-k’ia-lie-yu-lan (Sang Adityawarman, radja M i­

nangkabau). Pada tahun 1376 radja Melaju Dharmmagraya jang ter­

sebut diatas wafat dan diganti oleh puteranja Ma-na-cho W u- li (M a ­

haradja M au li). Nama lengkapnja tidak diketahui, tetapi djelas termasuk

radjakula M auli jakni radja-radja Dharmmagraya. Tahun berikutnja

Maharadja Mauli mengirim utusan ke Tiongkok, membawa pelbagai

upeti diantaranja: burung kaswari, burung bajan, kera putih dan penju.

Utusan mohon kepada kaisar supaja suka memberikan surat pengakuan

kepada Maharadja Mauli. Tetapi dalam perdjalanan pulang utusan itu

tertangkap oleh tentara Djawa. Pada waktu itu San-fo-ts’i telah di­

kuasai oleh D jaw a .

Perlu ditjatat bahwa pada tahun 1325 dan 1332 menurut kronik

radjakula Yuan Seng-k'ia-lie-yu-lan telah datang sebagai utusan ke

Tiongkok dengan pangkat menteri, dari D jawa. Boleh dipastikan bahwa

Seng-k’ia-lie-yu-lan adalah Sang Adityawarman jang semasa ketjilnja

diasuh dipura Madjapahit pada masa pemerintahan Djajanegara dan

231

Page 231: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Tribuwanatunggadewi. Baru pada tahun 1339 ia kembali ke Sumatera

dan mendirikan keradjaan Minangkabau. Tentang tokoh Adityawar-

man ini timbul pelbagai pendapat. Stutterheim dalam T.B.G. 76 me­

ngemukakan pendapat pengangkutan artja Amoghapaga pada tahun

1286 dari Djawa ke Sumatera atas perintah radja Kertanagara dilaku­

kan demi hadiah perkawinan Wigwarüpakumára dengan puteri Melaju.

Wigwarüpakumara adalah saudara radja Kertanagara. Dari perka­

winan itu lahir Adityawarman. Demikianlah hubungan antara Gajatri

dan Adityawarman dalam kekeluargaan adalah saudara sepupu.

Dalam karangannja „De Sadeng-oorlog en de mythe van groot-Maja-

pahit” setjara pandjang lebar C.C. Berg membahas asal-usul Aditya­

warman dengan mengemukakan pelbagai pendapat jang pernah di­

utarakan. Ringkasnja Berg beranggapan bahwa Dara Djingga adalah

puteri Kertanagara. Puteri ini kawin dengan Sanggramawidjaja alias

Kertaradjasa Djajawardana, dan dengan radja Melaju Mauliwarma-

dewa. Dari perkawinan itu lahir Arya Damar / Adityawarman. Aditya­

warman adalah putera bungsu radja Madjapahit Kertaradjasa Djaja­

wardana. Oleh karena itu kedudukannja djauh lebih rendah daripada

Djajanagara. Berg menganggap bahwa radja Melaju jang kawin de­

ngan Dara Djingga adalah WiQwarüpakumara. D jadi berbalikan de­

ngan pendapat Stutterheim.

Pendapat Berg ini bertentangan dengan pemberitaan Kidung Pandji

Widjajakrama dan Pararaton, bahwa Dara Petak dan Dara Djingga

adalah dua orang puteri Melaju jang dibawa oleh tentara Singasari

dibawah pimpinan Kebo Anabrang ke Madjapahit untuk dipersembah­

kan kepada sang prabu. Dara Petak diambil sebagai isteri. Tentang

Dara Djingga dikatakan „sira alaki dewa”, suatu ungkapan jang hingga

sekarang masih gelap artinja. Oleh karena itu timbul pelbagai tafsir.

Berg tetap beranggapan bahwa Adityawarman adalah putera radja

Kertaradjasa jang lahir dari Dara Djingga. Baik karangan Berg mau­

pun karangan Stutterheim mengenai asal-usul Adityawarman itu sangat

berbelit-belit dan sangat muluk, dihubungkan dengan pelbagai teori.

Tidak perlu dipaparkan sekali lagi disini.

Kita perhatikan sekarang pengakuan Adityawarman sendiri. Peng­

akuan itu terdapat pada prasasti jang dipahat pada kubur radja Adi­

tyawarman, ditulis dalam bahasa Sansekerta jang sangat ruwet. Namun

njata pada prasasti itu bahwa Adityawarman adalah putera Adwaya-

warman radja Kanakamedini, radja Suwarnadwipa, keturunan wangsa

Kuligadhara (Indra). Maka persoalannja ialah siapa Adwayawarman

itu? Bagaimana hubungan Adwayawarman dengan pura Madjapahit,

karena waktu masih muda, Adityawarman tinggal dipura Madjapahit.

Teori Stutterheim dan Berg telah dikemukakan setjara singkat sekali.

232

Page 232: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Barangsiapa ingin mengetahuinja selengkapnja, dapat membatjanja sen­diri dalam Icarangan jang telah disebut diatas.

Dlantara para pembesar Singasari jang mengantarlcan artja Amo- ghapaga dari Singasari ke Suwarnabhumi ialah mahamantri Adwaya- brahma. Djelas nama itu terdapat pada piagam Amoghapaga. Pada waktu itu jang mendjadi radja dikeradjaan Melaju jang ditundukkan oleh tentara Singasari ialah grimat Tribuwanaraja Mauliwarmadewa. Peristiwa pengangkutan artja Amoghapaga terdjadi pada tahun 1286. Tentara Singasari pulang ke Madjapahit pada tahun 1293, djadi enam tahun kemudian. Sudah pasti bahwa kedua puteri Dara Petak dan Dara Djingga adalah puteri Tribuwanaradja Mauliwarmadewa. Kedua pu­teri itu dipersembahkan kepada radja Madjapahit sebagai hadiah ba­lasan. Hadiah balasan itu tidak diterima oleh radja Kertanagara, 'karena pada waktu tentara Singasari kembali, prabu Kertanagara telah wafat. Hadiah balasan diterima oleh Raden Widjaja, jang telah kawin dengan puteri Kertanagara. Dara Petak, adik Dara Djingga dikawini oleh radja Kertaradjasa. Dari perkawinan itu lahir Djajanagara. Pada pia­gam Gunung Butak tahun 1294 nama Djajanagara telah disebut. Pada waktu itu Djajanagara pasti masih baji. Tentang Dara Djingga dikata­kan „sira alaki dewa”. Oleh karena Adityawarman mengaku putera Adwayawarman, maka boleh dipastikan bahwa Dara Djingga kawin dengan mahamantri Adwaya. Dari perkawinan itu lahir Aditya­warman Mantrolot. Oleh karena ia tidak menjebut bahwa ajahnja adalah radja Kanakamedini (Suwarnadwipa), maka Adwayawarman sebagai menantu grimat Tribuwanaradja tidak berkesempatan untuk mendjadi radja di Dharmmagraya. Diharapkan sypaja mahamantri Adwaya sebagai menantu radja Dharmmagraya pada suatu saat, djika

grimat Tribuwanaradja Mauliwarmadewa mangkat, dapat mendjadi penggantinja. Itulah kiranja keterangan ungkapan „sira alaki dewa”.

Dari pihak ibunja maka Djajanagara dan Adityawarman adalah sau­dara sepupu. Dari pihak ajah mungkin sekali djuga masih dalam hu­bungan kekeluargaan jang sangat akrab, mengingat bahwa mahamantri biasanja adalah orang jang masih mempunjai hubungan kekeluargaan jang akrab dengan radja. Pada zaman pemerintahan radja Kertanagara Adwaya mendjadi mahamantri dan raden Widjaja mendjadi senapati. Raden Widjaja keturunan Narasinga, Kertanagara keturunan Djaja- wisnuwardana. Mengingat masa perkawinan Dara Petak dengan Ra­den Widjaja (1293), maka kiranja Djajanagara dan Adityawarman adalah sebaja. Mengingat hubungan kekeluargaan antara Djajanagara dan Adityawarman seperti diuraikan diatas, maka mudah dipahami, mengapa Adityawarman diasuh bersama dengan Djajanagara diistana

Madjapahit. Puteri Dara Petak jang kemudian bernama Indreswari.

233

Page 233: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

pandai merebut hati radja Kertaradjasa. Sudah pasti bahwa Aditya-

warman sebagai kemanakan puteri Indreswari mendapat perhatian

radja Kertaradjasa.

Nama lengkap Adityawarman seperti jang tertjantum pada piagam

Amoghapaga ialah Udayadityawarman Pratapaparakramarajendra Mau-

liwarmadewa. Ia mengambil nama Mauliwarmadewa, karena ia ke­

turunan radja Dharmmagraya Tribuwanaradja Mauliwarmadewa. Adi­

tyawarman adalah tjutjunja. Pada tahun 1339, kira-kira pada waktu itu

Adityawarman berumur ± 50 tahun ketika kembali ke Sumatera dan

mendirikan keradjaan Minangkabau. Demikianlah lalu timbul tiga ke-

radjaan dibekas keradjaan San-fo-ts’i jakni: Dharmmagraya, Palembang

dan Minangkabau. Sebelum kedatangan Adityawarman hanja ada dua

keradjaan jakni Dharmmagraya dan Palembang sebagai bekas keradja­

an lama: Melaju dan Sriwidjaja. Itulah kiranja tiga keradjaan jang

diuraikan oleh kronik radjakula Ming. Dengan timbulnja keradjaan-

keradjaan tersebut maka keradjaan Sriwidjaja di Sumatera berachir,

meskipun dalam kronik radjakula Ming masih disebut nama keradjaan

San-fo-ts’i. Pada tahun 1377 radja Dharmmagraya jang namanja ter-

tjatat Ma-na-cho Wu-li (Maharadja Mauli) masih berusaha memper­

oleh pengakuan kaisar Tiongkok sebagai maharadja San-fo-ts’i. Namun

utusan radja Dharmmagraya itu dalam perdjalanannja pulang ditang­

kap oleh tentara Djawa. Kronik radjakula Ming selandjutnja memberita­

kan' bahwa sedjak itu keradjaan San-fo-ts’i dikuasai oleh tentara

Djawa. Beritanja jang termuat dalam buku 324 ialah: Pada tahun 1397

San-fo-ts’i untuk penghabisan kalinja dikalahkan oleh Djawa; kemu­

dian namanja diganti Chiu-chiang artinja: pelabuhan lama, sungai lama.

Dalam Yin-yai-sheng-lan dinjatakan, bahwa Chiu-chiang sama sadja

dengan negara jang sebelumnja disebut San-fo-ts’i, djuga disebut Po-

lin-pang (Palembang).

234

Page 234: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

,!<ARJA UTAMA DAN SINGKATAN

Chavannes

&C o e d è s

De^Casparis

Ferrandi

Gerini

Groeneveldt

Hirth and Rockhill

Krom

Majumdar

Moens

Nilakanta Sastri :

Pelliot

Roland Braddell :

Takakusu

Winstedt

B.E.F.E.O.

B.K.I.

: I-ts'ing, Memoire à l’époque de la grande dy­

nastie T ang sur les religieux éminents qui allè­

rent chercher la loi dans les pays d'Occident.

: Le royaume de Çrivijaya, B.E.F.E.O. XVIII.

Les états hindouisés d’Indo-Chine et d’Indoné­

sie.

Prasasti Indonesia I, II.

: L ’empire ^sumatranais de Çrivijaya.

Relations de Voyages et Textes géographiques.

: Researches on Ptolomy’s geography.

: Notes on the Malay Archipelago and Malacca,

compiled from Chinese sources.

: Chao-ju-kua.

: Hindoe-Javaansche Geschiedenis (HJG).

: Les rois çailendra de Suvarnadvipa, B.E.F.E.O.

XXX III.

Çrivijaya, Yâva en Katâha, T.B.G. LXXVII

afl. 3.

History of Çrivijaya.

Deux itinéraires de Chine en Inde, B.E.F.E.O.

1904.

An introduction to the study of ancient times in

the Malay Peninsula and the Straits of Malac­

ca; notes on ancient time in Malaya, J.M.B.R.-

A.S. X III, X IV , XV, XVII, XIX, XX, XXII,

X X III, XX IV .

I-ts'ing, A Record of the Buddhist religion as

practised in India and the Malay Archipelago.

History of Johore.

Bulletin de l’Ecole Française d’Extrème Orient.

Bijdragen tôt de Taal-, Land- en Volkenkunde

van Nederlandsch Indië, uitgegeven door het

Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Vol­

kenkunde.

235

Page 235: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

M.B.R.A.S.

K.O.

O.J.O.

Malayan Branch of the Royal'Asiatic S

(Journal).

Kawi-Oorkonden in facsimile met inleidir

transcriptie van Dr. A.B. Cohen Stuart.

Oud-Javaansche Oorkonden, nagelaten tran-‘fl

scripties van wijlen Dr. J.L.A. Brandes, ifltge?

geven door Dr. N.J. Krom. :- m

236

Page 236: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library
Page 237: SRIWIDJAJA - Universitas Indonesia Library

Perpustakaan U'