SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

17
Ill AKAR TEOLOGIS KETIMPANGAN GENDER: Pemikiran Feminisme Riffat Hassan Oleh: Maftukhatusolikhah' Abstract The consciousness ofgender discrimination which causes discrimination treat ment toward man and women, emergesfeminism movement around the world, including the Islamic World. It can be proven by emergence of some Muslims who involve infeminism movement in Muslim countries. One of them is Riffat Hassan, theologian-feminist who is born in Lahore, Pakistan. Feministic thought of Riffat Hassan is a formulation from complex situation, which is influenced by elements of culture, society, politic, and her education. The interesting thing ofRiffat Hassan's thought is her effort to search theological doctrine (Qur 'an and Hadits). According to Riffat, some Muslim interpreters, who are men intentionally misinterpret it. Therefore, Riffat devotes her ability to reinterpret the theological doctrines. Even, she tries to criticize authenticity and authority ofHadith, which is usedby the classical interpreters as basic of their opinion. This study will discus and criticize thought of Riffat Hassan who tries to explain eternal prophetic message of Qur'an, especially verses pertaining to women in the context of time and space, it will produce new reading of Qur'an, infeminism perspective. J] AiU?) ij 3JL-J L}i Jju |[uJl j iJL-j SS'oLiJ J OUL-Jtj jw'L-Jl Jl cy&llajl flJjbj '^1 J OJ—^ UUL-j 6^ CJlT .iJls-i'LJl J C-S'jpyj OjJj ^ ^ iJUJl CJVTj JT Uj-j( c-ilP (^1 jy ^^\ SJjmIIj aaUaII 6,Ui—• UUj (^oJl |»JW uLXS' Ujliaii 2jT6i\('\ J j jJ (^1 j ilaL» ^ y Usjl frL-Jl Ojiij li jP UbT *ij OTjiil (^1 4jjj UUj i}j9- ^ LiL-ii O* "SAjO;!- ^ ailsUl ^ f.LJl Kata Kunci: Feminisme, Gender, Teologis * Mahasiswa Program Studi Hukum Islam, Konsentrasi Muamalat, Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Transcript of SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Page 1: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Ill

AKAR TEOLOGIS KETIMPANGAN GENDER:

Pemikiran Feminisme Riffat Hassan

Oleh: Maftukhatusolikhah'

Abstract

The consciousness ofgender discrimination which causes discrimination treatment toward man and women, emergesfeminism movement around the world,including the Islamic World. It can be proven by emergence ofsome Muslimswho involve infeminism movement in Muslim countries. One ofthem is RiffatHassan, theologian-feminist who is born in Lahore, Pakistan. Feministicthought of Riffat Hassan is a formulation from complex situation, which isinfluenced by elements of culture, society, politic, and her education. Theinteresting thing ofRiffat Hassan's thought is her effort to search theologicaldoctrine (Qur 'an and Hadits). According to Riffat, some Muslim interpreters,who are men intentionally misinterpret it. Therefore, Riffat devotes her abilityto reinterpret the theological doctrines. Even, she tries to criticize authenticityand authority ofHadith, which is used by the classical interpreters as basic oftheir opinion. This study will discus and criticize thought of Riffat Hassanwho tries to explain eternal prophetic message of Qur'an, especially versespertaining to women in the context of time and space, it will produce newreading of Qur'an, infeminism perspective.

J] AiU?) ij 3JL-J L}i Jju |[uJl j iJL-j SS'oLiJ

J OUL-Jtj jw'L-Jl Jl cy&llajl flJjbj '̂ 1 J OJ—^

UUL-j 6^ CJlT .iJls-i'LJl J C-S'jpyj OjJj ^

^ iJUJl CJVTj JT Uj-j( c-ilP (^1 jy ^^\ SJjmIIj aaUaII

6,Ui—• UUj (^oJl |»JW uLXS' Ujliaii

2jT6i\('\ J

j jJ (^1 j ilaL» ^ y Usjl frL-Jl Ojiij li

jP UbT *ij OTjiil (^1 4jjj UUj i}j9- ^ LiL-ii

O* "SAjO;!- ^ ailsUl ^ f.LJl

Kata Kunci: Feminisme, Gender, Teologis

* Mahasiswa Program Studi Hukum Islam, Konsentrasi Muamalat, Program Pasca Sarjana IAIN SunanKalijaga Yogyakarta.

Page 2: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

112 Millafi Vol. II. No.I, Aguscus 2002

A. Pendahuluan

Dalam masyarakat yang menganut sistem patriarchy', posisi pererapuankurang diuntungkan karena menipakan sub-ordinat di bawah laki-Iaki.

Konsekuensinya perempuan harus tunduk kepada laki-laki karenakedudukannya yang dianggap lebih rendah itu. Terlebih lagi anggapan tersebutseolah-olah mendapat legitimasi dari doktrin-doktrin teologis, termasuk al-Qur'an dan abHadis yang merupakansumber utama ajaran Islam.

Di tengah konteks masyarakat yang memposisikan perempuan begimrendah, "pesan profetik abadi" yang dibawa al-Qur'an dan Sunnah Nabi itusesungguhnya merupakan terobosan yang "radikal" dan "revolusioner".Namun yang menjadi persoalan, pesan-pesan universal yang dibawa al-Qur'antersebut, harus dijabarkandalam konteks ruang dan waktu, dan dalam dimensisosio-historis yang kongkrit. Ketika "memasuki' dimensi kesejarahan, yaimkonteks zaman danstruktur masyarakat yang nyata, muncul persoalan kiinci,yang nantinya mendorong usaha-usaha untuk "membaca" (menafsirkan)kembali kitab suci dengan optik yang berbeda.^

Keadaan tersebut antara laindisebabkan oleh tidak-adanya meicVJe penafsiranal-Qur'an yang sepenuhnya obyektif. Karena berbagai rincian penafsiran,kadangkala mencerminkan pilihan subyektif para penafsirnya, tanpamementingkan maksud dari ayat yang hendak ditafsirkan.^ Tafsir-tafsirtradisional,'' yang ditulis secara eksklusif oleh kaum laki-laki, dalam halmenafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan perempuan, berarti laki-lakidan pengalamanlaki-lakilah yang dimasukkandalampenafsiran itu. Sementaraitu, pererapuan danpengalamannya ditiadakan. Atau visi, perspektif, keinginan,serta kebutuhankaumperempuanditafsirkanmenurut pandangankaumpria.Tidakterdengamya suarakaum perempuan selama periode kritis perkembanganpenafsiran al-Qur'an, secara keliru disamakan dengan ketidakberadaan suara(kedudukan) kaum perempuan dalam pandangan al-Qur'an itu sendiri.^

' Patriarchy adalah suatu susunan masyarakat dengan ayah/laki-laki sebagai kepala keluarga, suku ataumasyarakat. Masyarakat Islam pada umumnya menganut sistem patrlarkhi.

- Trisno S. Sutanto, 1999, "Tulang RusukAdam, Membaca Kembali Kitab Suci denganOptik Perempuan"dalam Tasliwirul Afkar, Jakarta, Lakspedam NU, No. 5. hal. 3.

' Amina Wadud Muhsin, 2001, "Al-Qur'an dan Perempuan", dalam Charles Kurzman (ed), Wacana IslamLiberal. Pemikiran Islam Konlemporer tentang Isu-isu Global, alih bahasa oleh Bahrul Ulum, Jakana: Paramadina,hal. 186.

*Tafsir tradisional -baik yang berasal dari era klasikmaupun modern-,memberikan interpretasikeseluruhanisi al-Qur'an, yang metodologi pembahasannya dimulaidengan ayat pertama pada surat pertama, kemudian ayatkeduapada surat tersebut, seterusnya hingga ayat terakhirpadasurat terakhiral-Qur'an. Para Mufassirnya hampirtidak melakukan upayauntuk mengenali lebihjauh tema-temanya, atau membahas hubungan antara ayat-ayat al-Qur'an secara tuntas. Amina Wadud Muhsin, op. cit., hal. 186.

Ubid.,\\d\. 187.

*Feminismeadalahsuatukesadaran akanpenindasan danpemerasanterhadap perempuan dalammasyarakat di

Page 3: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Akar Teolog'is Ketimpangan Gender: Pimikiran Feminisme Riffat Hassan 113

Oleh karena itu, ketika feminisme^ yang merupakan reaksi dari ketimpangandan ketidakadilan yang menimpa kaum perempuan, memasuki dunia Islam,bermunculan feminis-feminis Muslimah, yang atas dasar keyakinan keislamanmereka, berusaha mengkritisi penafsiran-penafsiran ulama-ulama tradisionalyang sarat dengan gender bias. Mereka juga melakukan reinterpretasi terhadapayat-ayat al-Qur^ an tersebut, bahkan dengan mempertanyakan kembali otoritasdan otentisitas hadis-hadis yang dijadikan sandaran oleh para penafsir terdahulu.

Tulisan ini secara khusus akan mencermati pemikiran-pemikiran RiffatHassan salah seorang feminis Muslimah tentang feminisme, dengan menelusuridoktrin-doktrin teologis (al-Qur'an maupun al-Hadis). Untuk dapat melihatsecara kritis dan tajam terhadap gagasan dan pemikiran Riffat Hassan ini,terlebih dahulu akan diuraikan latar belakang historisnya, kemudian landasanteori dan konstruksi metodologi yarig ditawarkannya, konsekwensi logispemikirannya, analisa krirtis terhadap pemikiran-pemikirannya, dan diakhiridengan suatu kesimpulan.

B. Latar Belakang Historis dan Karir Intelektual Riffat Hassan

Riffat Hassan adalah seorang feminis muslimah kelahiran Lahore-Pakistan,^ dari keluarga sayyid^ kelas atas yang paling terkemuka di kota itu. lamenghabiskan 17 tahun pertamanya di tanah kelahirannya dengan jaminanhidup yang terbaik dan bersekolah menengah berbahasa Inggris paling bonafide.Namun, Riffat mengaku tidak merasa tinggal dalam sebuah 'rumah', jikaseseorang mendefinisikannya sebagai tempat dimana terdapat cinta, kehangatandan rasa aman. Hal ini disebabkan adanya konflik berkepanjangan, karenaperbedaan prinsip dan karakter yang'sangat mendasar antara kedua orangtuanya. i

Ayahnya, Begum Shahiba, begitu orang-orang memanggilnya, merupakanseorang patriakh daerah itu, yang sangat disukai dan dihormati oleh semuaorang, dan mempunyai kepedulian ^sosial yang tinggi. la juga seorangtradisionalis (Riffat sangat membenci ke-tradisionalannya ini), yangberpandangan bahwa yang terbaik bagi seorang gadis adalah menikah pada

tempat kerja, keluarga, dan masyarakat, disertai tindakan sadar dari perempuan atau lelaki untuk mengubahkeadaan tersebut. Lihat Kamla Bashin dan Nighat Said Khan, 1995, Persoalan Pokok Mengenai Feminisme danRelevansinya, alih bahasa oleh S. Herlina, Gramedia I^istaka Utama, Jakarta, hal.5. Adapun semangat yangmendasari gerakan feminisme adalah semangat keadilan; persamaan, dan kebebasan perempuan yang selama initerhimpit persoalan gender. Lihat Abdul Mustaqim, 1999, "Feminisme Dalam Pemikiran Riffat Hassan*, dalamal-Jami'ah, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, No. 63/^VI, hal. 108.

^Tidak ada data akurat tentang tanggal dan tahun kelahirannya, tap! jika menghimng tahun-tahun yang dilaluisemasa hidupnya baik ketika masih di Pakistan atau setelah hijrah ke luar negeri, baik Inggris maupun Amerika,Riffat diperkirakan lahir sekitar tahun 1945.

^SayyidadalahketurunanNabi Muhammad, dianggap sebagai kastaumat Islamyangpaling tinggi, walaupunumat Islam memprotes bahwa Islam tidak mempunyai sistem kasta. Lihat Fatima Mernissi dan Riffat Hasan,2000, Setara di Hadapan Allah, alih bahasa oleh tim LSPPA, cet III Yogyakarta: LSPPA, hal. 6.

Page 4: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

114 Millah Vol. II. No. I. Agusms 2002

usia 16 tahun dengan laki-laki pilihan orang tua mereka. Sedangkan ibunyamempunyai sikap untuk tidak mau kompromi dengan kebudayaan Islamtradisional, yang sebagian besar dilakukannya dengan menolak kultur yangmeneguhkan inferiorilas dan ketundukan perempuan kepada laki-laki. Ibunyatidak tunduk pada ayahnya. Ibunya lebih memperhatikan anak-anakperempuannya daripada anak laki-lakinya, dan percaya bahwa mendidik anakperempuan lebih penting, karena perempuan dilahirkan dalam masyarakatMuslim dengan rintangan yang sangat hebat. Riffat Hassan mengkategorikanibunya sebagai seoarang feminis radikal, karena penolakannya terhadap cita-cita dan praktek budaya patriarkhi, serta komitmennya yang penuh gairahkepada pembebasan anak-anak perempuannya dari "charderwari" (empatdinding) rumah tangga yang merupakan male domination. "Dalammasyarakatnya, ibunya dipandangsebagai pemberontak yang membahayakan.®

Walaupun ibunyatelahberusahamenjadifigur penyelamatyang melindungianak-anak perempuannya agar tidak menjadi korban di altar konvensionalismebuta, ternyata tidak berhasil menyelamatkan kedua kakak perempuan Riffatdari pernikahanmuda (usia 16 tahun). Oleh karena itu, ketika menginjak usiasebelas tahun, perjuangannya sebagai 'aktivis feminis' bermula, yaitu denganmenuangkan pikiran-pikirannya lewat karya-karya puisi dan soneta yang berisikritik terhadap kondisi sosio-kultural masyarakat patriarkhal saat itu.

•Tatkalaberusia 12tahun, ia mulaiberperangsecaraterbukamelawanpendiriankonvensionalisme ayahnya yang kaku, dengan menolak keluar dari sekolahcampuran untuk pindah pada sekolah khusus perempuan. Kemandirian pikirandan tindakannya, ternyata mengancam gagasan ayahnya tentang "kehormatan"keluarga. Pada saat yang sama Riffat meningkatkan kehormatan keluarganyadengan menjadi nomor satu dari 24000 mahasiswapada ujian lanjutan."

Pada usia 17 tahun, Riffat pergi ke Inggris untuk melanjutkan pendidikantingginya di St. Mary's College University of Durham. Setelah tiga tahunstudi, Riffat berhasil lulus dengan predikat cumlaude di bidang sastra Inggrisdan filsafat. Pada usia 24 tahun, ia berhasil meraih gelar doktor di bidangfilsafat dengan disertasinya tentang filsafat Muhamad Iqbal, seorang penyairdan filosof Pakistan.'^

Setelah tujuh tahun di Inggris Riffat kembali ke Pakistan dan bekerjasebagai wakil direktur pada "sel otak" Departemen Penerangan Federal. Iamenjalani pernikahan dua kali, dan dikaruniai seorang putri dari suami pertama.Namun kedua pernikahannya raengalami kegagalan. Kemudian ia hijrah keAmerika Serikat, dan merintis karir intelektualnya di sana.

* Fatima Mernissi dan Riffat Hassan, ibid., hal. 6-9.

^"Ibid., hal. 15.

" Ibid., hal. 24.

'-Ibid., hal.18.

Page 5: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Akar Teologis Ketimpangan Gender: Pemikiran Feminisme Riffat Hassan 115

Keseriusannya dalam mempelajari dan mereinterpretasi teks-teks al-Qur'anterutama ayat-ayat yang berkenaaan dengan perempuan, bermula sejak tahun1974 ketika ia menjadi dosen penasihat organisasi mahasiswa Islam cabangOklahoma State University of Stillwater, saat ia diminta untuk memberikanceramah tentang isu-isukeperempuan^.^^ Kajian yang semula bersifat tuntutanakademis, berubah menjadi kesadaran moral dalam suatu pencarian kebenarandan keadilan atas nama perempuan Muslim yang mengalami "perbudakan takterucapkan' yang dibebankan pada mereka atas nama agama dan Tuhan.Oleh karena itu, sebagai a true believer, Riffat merasa perlu untuk melakukankajian-kajian terhadap al-Qur' an yang diyakininya sebagai sabda Tuhan yangmerupakan norma ideal Islam sepanjang zaman.

Kemudian sejak tahun 1976, Riffat menjadi profesor dan mengajar padajurusan ReligiousStudiesdi Universitais Louisville-Kentucky, dan menjadi ketuaprogram di sana sekitar tahun 1987-1988. Dalam karir intelektual selanjutnya,Riffat juga menjadi dosen tamu di Divinity School Harvard University.'*^

Pada tahun 1983-1984, Riffat datang ke Pakistan untuk melakukan penelitianketika masa pemerintahan Zia ul-Haq gencar melakukan "islamisasi". Riffatmenyaksikan dengan kegelisahan yang memuncak pemberlakuan undang-undang anti perempuan yang diatasnamakan Islam. Dalam hal ini; di balikkedok "islamisasi" ia meyakini agama telah dijadikan lebih sebagai alatpenindasan daripada sebagai sarana pembebasan.'^

Karya-karya ilmiah Riffat Hassan mengenai isu-isu perempuan ini, antaralain Equal Before Allah, yang merupakan masterpiecenyz.. Karya lainnyaadalah Women Living Under Muslim Laws yang merupakan kumpulan daribeberapa artikel, serta sebuah buku' yang dalam edisi Indonesia bertajukSetara di Hadapan Allah, yang memuat tiga buah artikelnya bersama-samatulisanFatima Mernissi. Sedangkanartikel-artikel lainnyatersebar di beberapajurnal termasuk Ulumul Qur'an. Melihat aktivitas dankarya-karyanya tentangisu keperempuanan, Riffat Hassan dikiikuhkan oleh banyak kalangan sebagaipemikir feminis yang telah memberikan'kontribusi terhadap gerakan feminisme,di Pakistan khususnya dan di dunia Islam pada umumnya.

C. Kerangka Teori dan Konstruksi Metodologis Pemikiran Riffat HassanDaripemaparan diatasdapatdisimpulkan bahwafaktor-faktor yangmendorong

pemikiran Riffat Hassan tentang Feminisme cukup beragam dankompleks. Padabagian ini penulis akan melihat konstruksi metodologi dan pendekatan yang iagunakan dalam memahami al-Qur*an sebagai landasan teorinya.

Fatima Mernissi dan Riffat Hassan, op. cit., hal. 44. Lihat juga RiffatHassan, 1990 "Feminisme dan AI-Qur'an, Percakapan dengan Riffat Hassan", dalam Ulumul Qur^an, Vol II, hal.87.

'* Abdul Mustaqim, op. cit., hal. 96.Fatima Mernissi dan Riffat Hassan, op. cit., hal. 47.

Page 6: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

116 Millah Vol. II, No.I, Agiisius 2002

Dengan term perjuangannya yang ia beri nama ''jihadfi sabilillah Riffatmemahami desakan kuat untuk 'mengislamkan masyarakat Muslim', khususnyayang menyangkut norma-norma dan nilai-nilai yang berkaitan denganperempuan. Menurutnya tantangan paling besar yang menghadang dunia Islam adalah tantangan modernitas. Pengemban tradisi Islam seharusnyamenyadari, bahwa kenyataan yang berlangsung di zaman teknologi modernmemerlukan adopsi pandangan ilmiah atau rasional yang niscaya membawaserta perubahan-perubahan penting dalam berfikir dan bertindak. Oleh karenaitu, dalam rangka membangun kerangka dasar paradigmatik model kepercayaanbaru dalam konteks Islam dan isu-isu keperempuanan, Riffat merasa perluuntuk mengembangkan apa yang disebut orang barat sebagai "teologi feminis",dengan tujuan untuk membebaskan bukan hanya perempuan Muslim, tapijuga laki-laki Muslim dari struktur-struktur dan undang-undang yang tidakadil dan tidak memungkinkan terjadinya relasi yang hidup antara laki-lakidan perempuan.'"' Idenya ini secara tidak langsung dapat diartikan sebagaigagasan untuk merekonstruksifiqh perempuan, yang selama ini tampak sangatdiskriminatif.

Dalam kerangka tersebut Riffat mencoba melakukan reinterpretasi terhadapal-Qur'an yang selama ini dipandang mengandung bias patriarkhi, sehinggacenderung merugikan perempuan. Menurut Riffat, dalam menafsirkan al-Qur'an penting dicatat bahwa ayat-ayatyang ada di dalamnya beragam sifatnya.Ada ayat-ayat yang artinyajelas dan gamblang sehinggabisa langsung dijadikanpedoman aturan atau hukum. Tetapi yang lebih banyak adalah ayat-ayat yangsimbolik atau pralambang (baca mutasyabihat). Al-Qur'an juga memuatmitologi-mitologi atau cerita-cerita yang penuturannya juga dibungkus dalampralambang. Dengan demikian, penafsiran atas ayat-ayat seperti ini sangattergantung dari cara pandang kita, apakah kita memahaminya secara harfiahatau sebagai pralambang. Dua cara yang berbeda itu akan menghasilkanpenafsiran yang berbedapula.'^

Menurut Riffat, sampai saat ini pada umumnya tradisi Islam secara kakutetap bersifat patriarkhal. Oleh karena im, sumber-sumber dasar seperti al-Qur'an dan Sunnah, dalam kepustakaan-kepustakaan fiqh hanya ditafsirkan"oleh laki-laki Muslimyang enggan melakukantugas-mgas mendefinisikan status ontologis, teologis, sosiologis dan eksatologi perempuan. Mereka hampirtidak menyadari tingkat pelanggaran terhadap perikemanusiaan (jugaterhadapIslamdalam pengertian yang ideal) dalam masyarakat yang male domination,yang dengan fasih dan tanpa lelah terus menerus menegaskan bahwa Islam

Ibid.

"Ibid., hal. 49.

" Riffat Hassan, op. cit, hal. 86.

Page 7: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Akar Teologis Ketimpongan Gender: Pemikiran Feminisnie Riffai Hassan 117

telah cukup memberikan kepada perempuan hak yang lebih banyak daripadatradisi-tradisi agama lain. Hampir tidak mengejutkan mayoritas perempuanMuslim menerima keadaan ini secara pasif.'̂ Oleh karena itu, konstru\simetodologi yang dibangun Riffat Hassan mencerminkan perspektifgender yangingin melihat dan mendudukkan perempuan dalam nuansa kesetaraan, keadilan,dan kebebasan, dengan dilandasi oleh semangat menghormati hak-asasi manusia.

Untuk itu, ia membangun metodologinya dengan menggunakan metodehistoris kritis kontekstual melalui dua level pendekatan yaitu: 1) pendekatannormatif-idealis, dengan cara melihat bagaimana al-Qur'an secara normatifmemandang perempuan; 2) pendekatan historis-empiris, yaitu dengan melihatbagaimana kondisi empiris yang terjadi (dipraktekkan) terhadap perempuandalam masyarakat. Dengan demikian, yang dilihat apakah terjadi kesesuaianantara yang idealis dan yang empiris, atau yang normatif dan yang historis.Ternyata, menurut Riffat, realitas di Dunia Islam pada umumnya justrumenunjukan halyangsebaliknya.^®

Adapun langkah operasional dari metode yang ditawarkannya adalah,pertama, memeriksa ketepatan makna dari suatu konsep dalam al-Qur'andengan menggunakan analisis semantik. Mengenai ketepatan makna ini berkaitanerat dengan pentingnya aspek bahasa, apalagi mengingat bahasa Arab (sebagaibahasa al-Qur'an) memiliki spesifikasi gender (segala hal diklasifikasikansebagai muzakkar dan muannas). Langkah ini antara lain digunakan Riffatketika menafsirkan kembali ayattentang penciptaan pertama.

Jika mengikuti alur pemikiran Amina Wadud Muhsin yang berpendapatbahwa dalam setiap "pembacaan" al-Qur^an terdapat pra-teks {prior text)yang antara lainberupa "matriks kulmral", '̂ kajian Riffat menunjukan bahwamatriks kultural yang menekankan posisi inferior perempuan dan menjadi"pra-teks" dalam membaca al-Qur'an (ayat-ayat tentang perempuan), terutamadibentuk oleh tiga asumsi teologis yang akan diuraikan kemudian. Konsekuensilogisnya, dan merupakan langkah kedua, Riffat akan menguji konsistensifilosofis dari penafsiran yang telah ada.

Sed^gkan langkah ketigOy Riffat menggunakan prinsip etis yang didasarkanpada prinsip keadilan yang merupakan pencerminanjustice ofGod?^ Dalamhal keadilan Tuhan ini, Riffat berpendapat bahwa karena Allah itu Mahaadil-Maha pengasih, maka kata-katanya hanya bisa ditafsirkan dalam istilah-

'*Fatima Mernissi danRiffat Hassan, op. cil., hal. 46.^ Riffat Hassan, op. cit, hal. 87.

Istilah pra-teks (prior-text) digunakan untuk merujuk pada berbagai perspektif. lingkup maupun latar belakang(matriks kultural)- yang sadar atau tidak membentuk bagaimana si pembaca membaca teks. Kenyataannya matriks^Itural mi sangat berpengaruh dalam menciptakan sikap umum kalangan Muslim terhadap perempuan, yang tidakhar^a mempengaruhi posisi perempuan dalam komunitas muslim, tapi juga mempengaruhi posisi perempuan dalamal-Qur an. Lihat Amina Wadud Muhsin, 1992, Qur'an and Woman, Kuala Lumpur: FajarBakti sdn, Bhd., hal. 7.

- Abdul Mustaqim, Op. cil., hal 98.

Page 8: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

118 Millah Vol. II. No.I. Agusius 2002

istilah yang selaras dengan kualitas-kualitas ilahi tersebut. Pandangan itu tentusaja berarti menerapkan kriteria keadilan kepada al-Qur an daripada sekedarmenerima begitu saja bahwa al-Qur'an pastilah adil. Atau, ia mengambilpandangan tentang keadilan yang dikembangkan dalam sebagian ayat-ayat al-Qur'an, dan menggunakannya untuk menilai ayat-ayat Iain yang tampaknyamengguncangkan pandangan tentang keadilan.^^

Dengan metodologi yang ditawarkannya ini, Riffat mencoba mengatasikesenjangan yang sangat dalam antara yang idealis (menurut al-Qur'̂ ) denganyang empiris realistis, yang dialami kaum perempuan sebagai pihak yangtidak diuntungkan oleh sistem yang berkembang selama ini.

D.Pokok'Pokok Pikiran Riffat Hassan

1. Isu Kesetaraan Laki-Iaki dan PerempuanSebagaimana telah disebutkan sebelumnya, adanya matriks kultural yang

merupakan "pra-teks" dalam pembacaan al-Qur'an, dapat mempengaruhiinterpretasi terhadap al-Qur'an tersebut. Dalam hal isu tentang posisi laki-laki dan perempuan yang dianggap tidak setara, dari hasil kajiannya, Riffatmenyimpulkan bahwa anggapan tersebut disebabkan adanya tiga asiimsiteologis, yang berkembang bukan hanya dalam tradisi Islam, namun jugadalam tradisi Yahudi dan Kristen. Ketiga asumsi ini adalah: (1) bahwa ciptaanTuhan yang pertama dan utama adalah laki-laki. karena perempuan diyakimtelah diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, bahkan yang paling bengkok, (2)bahwa perempuan adalah penyebab utama 'kejatuhan atau pengusiran manusiadari surga, dan (3) bahwa perempuan diciptakan bukan hanya dari laki-lakitapi juga untuk (melayani) laki-laki. '̂̂

Dari ketiga asumsi teologis tersebut, Riffat Hassan memusatkan perhatianpada persoalan (asumsi) pertama, yaitu isu tentang penciptaan pertama, karenadianggapnya akan memberikan implikasi yang besar terhadap persoalan-persoalan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

"Soya menganggap hal ini (penciptaanpertama) baik secarafihsofis maupun teologis.lebih penting 'dan mendasar daripada isit-isu lain dalam konteks kesetaraan laki-lakidan perempuan. Sebab jika laki-laki dan perempuan telah diciptakan setara olehAllah sebagaipenentu nilai tertinggi. maka di kemudian hari tidak bisa menjadi tidaksetara. Prinsip lain jika laki-laki dan perempuan telah diciptakan tidak setara olehAllah, maka secara essensial di kemudian hari mereka tidak bisa menjadi setara.

^Ghazala Anwar. 1997, "WacanaTeologi Feminis Muslim", dalam Zakiyyudin Baidhawy, IWrcflno TeologiFeminis Perspektlf Asama-aiama. Geografis. dan Teori-leori. Yogyakarta; Pustaka Pelajar, hal,11-12 Dengandemikian Riffat mengasumsikan bahwa kandungan al-Qur'an sebenarnya merupakan satujalinan pengertian yangSgTenifttananlrasatu dengan yang lainnya. danmembentuksuatu sistem nila.yangutuh.sehmgg^saling bertentangan. Lihat Abdul Mustaqim, op. cit., hal. 98.

^ Fatima Mernissi dan Rifffat Hassan, op. cit.. hal. 54.^Ibid., hal. 55.

Page 9: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Akar Teologis Ketimpangan Gender: Pemikiran Feminisine Rijfat Hassan 119

Secara tegas Riffat Hassan menolak asumsi bahwa perempuan menipakanciptaan kedua {second order), baik secara kronologis maupun yang lebihpenting secara ontologis. Ketika menguji asumsi ini dengan ayat-ayat al-Qur'an, Riffat menemukan bahwa dalam 30 ayat atau lebih pada berbagai juzdalam al-Qur*an yang menggambarkan penciptaan manusia yang dirujukdengan istilah-istilah generik (al-insan, an-nas, al bashar), kendati rujukanuntuk penciptaan manusia secara seksual oleh Allah dibedakan, tapi tidak adaprioritas ataupun superioritas diberikan baik pada laki-Iaki maupunperempuan.^^

Mengenai ayat-ayat yang merujuk pada penciptaan manusia dari satu sumber{nafs wahidah), yaitu QS. An-Nisa (4):1, al-A'raf (7): 189, dan az-Zumar(39): 6, sejauh ini telah dianggap dapat membuktikan prioritas ontologis dansuperioritas laki-laki atas perempuan, karena diyakini bahwa yang dimaksuddengan nafs wahidah adalah seorang laki-laki yang bernama Adam. Penafsiranseperti itu dianggap keliru oleh Riffat Hassan.^'' Oleh karena itu, kemudian iaberusaha membuktikan dengan melihat makna dari segi semantik linguistikdan mengkritisi sumber-sumber riwayat yang dijadikan sandaran oleh parapenafsir atau menjadi "pra-teks" dari pembacan ayat-ayat tersebut.

Riffat Hassan mempertanyakan mengapa dipastikan bahwa nafs wahidahdalam ayat tersebut sebagai Adam yang laki-laki, dan Zawjaha (pasangannya)sebagai Hawwa yang perempuan. Padahal dalam bahasa Arab kata nafs tidakmeniinjuk kepada laki-laki maupun perempuan, walaupun (bahkan) jeniskatanya tergolong mu'annas (feminin). Begitu pula kata zawj tidak secaraotomatis berarti istri/ perempuan, tetapi juga netral yaitu pasangan. Denganmengutip kamus Taj al-Ars yang dipandang otoritatif, Riffat menyatakanbahwa hanya masyarakat Hijaz yang menggunakan istilah zawj untuk merujukkepada perempuan, sementara di daerah lain menggunakan zawjah untukmenyatakan pasangan perempuan (istri). Lalu pertanyaannya mengapa al-Qur'an yang tidak hanya diperuntukan bagi orang Hijaz menggunakan istilahzauj bukan zaujah, seandainya yang dimaksud benar-benar perempuan?.^®

Demikian pula kata "Adam", melalui penelitiannya terhadap teks-teks InjilGenesis 2, Riffat menemukan bahwa kata Adam adalah istilah Hebrew (Ibrani)dari kata adamah yang artinya tanah, yang sebagian besar berfungsi sebagaiistilah generik untuk manusia. Menurut Riffat, al-Qur'an tidak pula menyatakanbahwa Adam adalah laki-laki. Adam adalah kata benda yang secara linguistikmemang maskulin, namun bukan menyangkut jenis kelamin. Sebagaimananafs wahidah, Riffat juga tidak memastikan bahwa Adam itu perempuan, tapi

^ Fatima Memissi dan Riffat Hassan, op. cit., hal. 60-61.Ibid., hal. 63.

hal. 59-60.

Page 10: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

120 Millah Vol. II, No.I, Agiistus 2002

ia menolak dengan tegas jika Adam harus laki-laki. Menurutnya, term Adamsama dengan al-basar, al-insan dan an-nas yang menunjukan kepada manusiasecara umum bukan pada jenis kelamin maupun nama diri.^^

Dengan kata lain, menurut Riffat, Adam dan Hawwa diciptakan secaraserentak dan sama substansinya, dan sama pula caranya. Tidak benar jikadikatakan bahwa Adam diciptakan lebih dulu dari tanah, baru kemudianHawwa diciptakan dari tulang rusuk adam (bahkan yang paling bengkok)sebagaimana kebanyakan pendapat para penafsir. Penafsiran bahwa Hawwadiciptakan dari tulang rusuk Adam ini antara lain disandarkan pada hadismisoginik yangberkembang dandipandang otoritatifdalam tradisi IslamSunni,antara lain berbunyi sebagai berikut:

Artinya: "Saling berpesanlah kamu sekalian untuk berbuat baik kepadaperempuan , karena mereka dijadikan dari tulang rusuk. Dan sesungguhnyatulang rusukyang paling bengkok adalah bagianyang paling atas. Jikaengkauluruskan tulang yang bengkok itu, engkau akan mematahkannya. Tapi jikaengkau biarkan, dia akan tetap bengkok."(H.R. al-bukhari, Muslim dan at-Turmuzi).

Riwayat seperti inilah yang menjadi pra-teks penafsiran ayat tentangpenciptaan pertama. Berdasarkan penelitian Riffat dan beberapa penafsir lain,^®bahwa ide tulang rusuk yang bengkok itu merupakan pengaruh narasipenciptaan perempuan dalam kitab kejadian (2): 18-24, pada PerjanjianLama milik Yudaisme, yang kemudian menjadi tradisi Kristen dan masuk kedalam tradisi Islammelalui literatur Hadis.

Sebagai implikasinya, Riffat tentu saja menolak kesahihan hadis tersebut,dan ia melakukankritik baik terhadap sanad/kritik ekstem {an-naqdal-kharijy)dan intern matan {an-naqd ad-dakhily). Dari segi sanadnya, menurut Riffathadis ini termasuk kategori da % karena dalam rangkaian sanadnyaterdapatperawi-perawi yang tidak siqah yaitu; Maisarah al-Ashja'i, Haramalah IbnYahya, Zaidah. dan Abu Zinad. Riffat mendasarkan penilaiannya kepadapengeritik hadis Samsuddin ad-Dahaby dalam kitab Mizan al-I'tidalfi Naqdiar-Rijal. Sedangkan dari segi matan, bertentangan dengan al-Qur'an karenamengandung elemen misoginik yang bertentangan dengan konsep al-Qur'anfi ahsan at-taqwim. Riffat juga mengatakan, ia tidak memahami relevansipemyataan bahwa bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagianatas. Lagi pula, nasihat untuk berbuat baik terhadap perempuan, akan

Ibid., hal. 28.Misalnya Rasyid Ridha, dalam Tafsir al-Mannar IV: 330, menegaskan: "Seandainya tidak tercantum kisah

kejadian Adam dan Hawa dalam Kitab Perjanjian Lama, (yakni Kitab Genesis:2) niscaya pendapat yang menyatakanbahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak akan terlintas dalam benak seorang Muslim." Kutipanini diambil dari M. Quraish Shihab, l991,Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i Atas Pelbagai Persoalan Umat.Bandung: Mizan, hal. 301.

" Fatima memissi dan Riffat Hassan, op. cit., hal. 55-56.

Page 11: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Akar Teologis Keiimpangan Gender: Pemikiran Feminisme Riffat Hassan 121

menimbulkan pengertian bahwa perempuan sebenarnya memang dilahirkandengan rintangan alamiah dan perasaan dibutuhkan. Kemudian Riffat jugamengatakan bahwa anjuran untuk mengambil manfaat dari perempuan tanpaberusaha menolong perempuan karena kebengkokannya (dalam hal inirintangan alamiah) mendorong ke arah hedonisme atau oportunisme dan sulituntuk diapresiasi kendatipun perempuan sungguh memiliki "kebengkokanyang tidak bisa diperbaiki".^^ Oleh karena itu, Riffat menolak secara tegasotentisitas maupun validitas hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah itusebagai Sabda Nabi Saw.

Dari hasil kajian kritis dan reinterpretasi terhadap ayat-ayat al-Qur'an danal-Hadis, Riffat mengambil kesimpulah- bahwa laki-Iaki dan perempuankedudukannya setara {al musawwah) baik sejak diciptakan maupun sampaikapan pun'. Al-Qur'an juga tidak menciptakan hirarki-hirarki yangmenempatkan perempuan sebagai sub-ordinat laki-laki. Menurut al-Qur'anlaki-laki dan perempuan diciptakan isebagai makhluk-makhluk yang setara

•yang menginginkan hidup dalam harmoni dan kesalihan bersama. Sebagaiindikatornya Riffatmenunjuk ayat-ayat: QS. Al-Baqarah (2): 187, Ali-Imran(3): 195, an-Nisa(4): 124, al-HuJurat(39): 134, dan lain-lainnya, yangmengisyaratkan adanya kesetaraan aritara laki-laki danperempuan.

Terhadap ayat-ayat yang selama ini dijadikan justifikasi kelebih-utamaankedudukan lald-laki daripada perempuan seperti QS. An-Nisa (4): 34, "ar-rijal qawwam 'ala an-nisa", menurut Riffat kata qamvam secara linguistikberarti "pencari nafkah" (walaupun selama ini sering diartikan sebagaipelindung, pemimpin, penguasa, dan lain-lainnya), atau mereka yangmenyediakan sarana pendukung bagi kehidupan. Jadi, ayat tersebut lebihmerupakan pernyataan normatif menyangkut konsep Islam tentang pembagiankerja dalam sebuah struktur keluarga'dan masyarakat.^^

2. Konsep Poligami menurut Riffat Hassan

Walaupunhanya adasatuayat dalamal-Qur'an berbicaramengenai poligami,QS an-Nisa (4): 3, akan tetapi ayat tersebut sering dijadikan legalitas mutlakatas pembolehan melakukanpoligamitanpa melihat "konteks" dari ayat tersebut.Menurut Riffat, hanyalah tuduhan klasik tidak berdasar apabila dikatakan al-Qur'an memperlakukan perempuan tidak adil, apalagi jika dikaitkan denganNabi Saw yang juga melakukan poligami, bahkan sampai sembilan istri.Menurut Riffat, apabila ditafsirkan secara benar, izin poligami dalam al-Qur'an maupun dari teladan Nabi SAW, sesungguhnya sangat berkaitanerat dengan masalah penyantunan anak yatim. Jadi, maksud perkawinan itu

'-/Wrf., hal. 75-76.

"Ibid., hal. 91.

Page 12: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

122 Millah Vol. II. No.I, Agusius2002

adalah menikahi ibu anak yatim. Penafsiran seperti ini tidak diragukan lagikarena ayat poligami ini turun ketika banyak terjadi perang yang menewaskanpara suami sehingga banyak janda dan anak-anak yatim. Oleh karena itusesungguhnya pesan moral al-Qur'an tentang masalah poligami ini adalah:pertama, penyantunan anak-anak yatim; kedua^ ayat ini berbicara tentangkeadilan, maka sebenarnya poligami hanya diperbolehkan dalam kondisi sulitseperti itu.^-* Sampai pada kesimpulan tersebut, Riffat baru berhasil melihatpoligami dari sisi historis saja. Berbeda dengan Nasr Hamid Abu Zayd, yangberusaha melihat wacana al-Qur^n tentang poligami melampaui makna historissemata, dengan menguak signifikansi masa kininya, bahkan berusaha menguakdimensi "takterkatakan" (teori implisit), dari pesan tentang poligami tersebut,sehingga iasampai pada kesimpulan bahwa hukum al-Quran tentang poligamisebenarnya adalah berupa larangan.

Riffat juga melihat perkawinan Nabi Saw. Bukan karena gaya promiskuitasatau gaya hidup hedonistik. Hal ini terbukti bahwa Nabi sejak menikah padausia 25 tahun dengan Khadijah, tidak beristri lagi sampai usia 50 tahun.Selama sisa usianya, dari sekian banyak pernikahan yang dilakukannya, hanya'Aisyah istri beliau yang belum pernah menikah sebelumnya. Itupun lebihkarena alasan persahabatan atau yang biasa disebut perkawinan diplomatik.Bahkan, Nabi juga menikahi seorang budak dari Mesir, yang berubah statusnyamenjadi perempuan merdeka setelah melahirkan seorang anak laki-Iaki dariNabi, walaupun anaknya kemudian meninggal.^^

3. Teori Sistem Purdah menurut Riffat Hassan

Sistem purdah selama ini telah menjadi institusi kaum Muslim selamaberabad-abad, sehingga menjadi bagian integral dari masyarakat Muslim.Purdahuntukperempuanseringkali menjadi simbol "islamisasi" suatunegara,dan menempatkan perempuan hanya padawilayah privat sedangkan laki-lakipada wilay^ publik. Apabila perempuan merambah wilayah publik, makahams menggunakan "purdah", yang berarti keberadaannya seolah-olah tanpamuka, tanpa suara, bahkan tanpa identitas. Menurut Riffat pada akhirnyasistempurdah dijadikan kepanjangan dari prinsipsegregasi.^^

Secara umum al-Qur'an berbicara mengenai prinsip kesahajaan. Qur'anmengatakan bahwa perempuan harus bersahaja, bukan hanya dalamberpakaian, tapi juga dalam berjalan, bertingkah laku, bicara, dan apapun.Namun harus diingat prinsip yang sama dianjurkan pula untuk laki-laki.Adapun indikasi ayat al-Qur'an tentang purdah sebagaimana dalam al-Ahzab(35): 59, yaituperintah memakai purdahbagi istri-istriNabi, sangatberkaitan

" Riffat Hassan., op. cit, hal.hal. 88.

^Ibid., hal. 89.

Page 13: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Akar Teologis Ket'impangan Gender: Pemikiran Feminisme Riffat Hassan 123

dengan konteks waktu itu, dan bertujuan agar mareka tidak diganggu. Olehkarena itu implikasi logis dari ayat tersebut: pertamay al-Qur'an sama sekalitidak mengatakan bahwa perempuan' tidak boleh keluar rumah atau bekerjadi luar rumah. Kedua, apabila mereka terpaksa harus berada di luar rumah,merekaharus berpakaiansedemikian hipa "pantas", sehinggaakandipandangdan diperlakukan secara baik-baik dan tidak diganggu. Purdah yang secarabahasa maknanya memencilkan atau memisahkan, dimaksudkan untukmenghindarkan perempuan dari pandangan dan perbuatan yang menjurus kearah dijadikan sebagai objek seks.^^

Jadi pada dasarnya Riffat tidak menolak sistem purdah, karena sebenarnyapurdah dianjurkan dalam rangka memberikan keamanan bagi perempuandari 'fitnah' dan gangguan. Selain itu, pada prinsipnya sistem purdah dapatdiartikan sebagai pakaian yang menurut rasa kepantasan setempat menjadikanperempuan dihormati kemanusiaannya: Dengan demikian, jika menyimpulkandari pemikiran Riffat, apabila ukurannya 'kepantasan' dan cukup aman untuktidak menarik perhatian dan dijadikan objek seks, raaka jika suatu bentukpakaian sudah dianggap "pantas" menurut budaya tertenm, bisa jadi tidakharus memakai purdah.

E. Analisa Kritis terhadap Pemikiran Riffat HassanSebagai gejala budaya tafsir atau penafsiran al-Qur'an memang bisa dikaji

secara ilmiah dan dikritisi. Begitu pula pemikiran atau gagasan-gagasan RiffatHassan, yang melakukan reinterpretasi terhadap ayat-ayat al-Qur'an tentangpenciptaan perempuan, bisa pula (patut)untuk dikaji dan dikritisi. Oleh karenaitu pada bagian ini, akan dikemukakan kajian-kajian kritis terhadap pemikiran-pemikiran Riffat Hassan, baik yang dikemukakan oleh peneliti lain, maupunhasil analisis penulis sendiri.

Dalam al-Qur'an tidak dijumpai ayat yang secara rinci menceritakan asal-usul kejadian perempuan. Ayat yang diyakini sebagai indikasi penciptaanperempuan adalah QS. An-Nisa (4):|l. Akan tetapi terhadap ayat ini, masihterbuka peluang untuk didiskusikan. Para Mufassir pada umumnya, misalnyadalam kitab kitab tafsir mu'tabar dari kalangan jumhur seperti: Tafsir al-Qurtuby, Tafsir al-Mizan, Tafsir Ibn Katsir, dan lain-lainnya, semuanyamenafsirkan kata nafs wahidah dengan Adam, dan kata zauj dengan Hawwa,istri Adam.^^ Hal ini pada umumnya disandarkan pada riwayat hadis yangmenerangkan bahwa Hawwa memang diciptakan dari tulang rusuk Adam,sebagaimana telah disebutkan di atas.

" Fatima Mernissi dan Riffat Hassan, op. cil., hal. 89." Nassaruddin Umar, 1998, "Perspektif lender dalam Islam", dalam Pemikiran Islam Jakarta; Paramadina ,

vol. I, No. 1 hal. 103.

Page 14: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

124 Milloh Vol. II. No.I, Agustus 2002

Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa Riffat Hassan menelaahkembali ayat tentang penciptaan pertama, dengan meneliti ketepatan maknadarikata-kata: mfs wahidah, zauj. dSinAdam. Riffat menolak jikamfs wahidahsebagai sumber asal manusia, dipastikan sebagai Adam dan berjenis kelaminlaki-laki, sedangkanzaMynya sebagai Hawwayang berjenis kelamin perempuan.Riffat jugamengatakan kata Adam dalam ayat-ayat al-Qur'an lebih menunjukanistilah generik seperti al-insan, al basar, dan an-nas daripada menunjukannama diri. Sedangkan Yunahar Ilyas melalui tesisnya, dengan melakukanpenafsiranayatdengan ayatlaindari al-Qur'an dalam upayauntukmenemukanjawaban mengenai siapakah yang dimaksud nafs wahidah tersebut, mendapatkanpenjelasan dari ayat-ayat lain bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah {QS, Fathir(35): 11 dan QS. AI-Hijr(15): 26}. Sementara Qs. Ali-Imran (3): 59menceritakan penciptaan Isa yang dimisalkan dengan penciptaan Adam, dandisebutkan pulabahwa Adam diciptakan dari tanah. Daripenafsiran ayatdemiayat di atas, Yunahar mengambil kesimpulan bahwa manusia pertama yangdiciptakan oleh Allahberasal dari tanah dan merupakan sumber dari selunihmanusiaadalah Adam. '̂ Adamadalah nama diri karena dalam QS Ali Imran(3):59, penciptaan Adam dinisbahkan dengan penciptaan Isa, maka dengandemikian Adam maupun Isa merupkan nama diri bukan istilah generik untukseluruhmanusia,yangdiambil dari bahasa Ibrani (adamah)y2Jig berarti tanah.

Mengenai kata zauj, Riffat Hassan mempermasalahkan sekiranya Adamlaki-laki, maka menurutnya kata yang paling tepat digunakan adalah katazaujah. Akan tetapi menurut Nasaruddin Umar, alasan Riffat ini lemah. Karenakata zauj dalam ayat lebih menekankanarti pasangan {pair), dengan demikianwalaupun menunjukan makna istri tidak mesti menggunakan huruf ra marbutah(menjadi zaujah). Lagipula kata ganti {damir) yang merujuk ke Adam,semuanya menggunakan damir muzakkar^^. Selain im, argumen Riffat bahwakata zauj hanya digunakan di Hijaz, padahal al-Qur'an diperuntukkan bukanhanya bagi orang Hijaz, menurut hemat penulis terlalu mudah dipatahkan.Misalnya apabila ditarik ke cakupan yang lebih luas, akan muncul pulapertanyaan mengapa al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Arab, padahaldiyakini diturunkan untuk seluruh alam. Petunjuk al-Qur'an yang menyatakanbahwa Qur'anan 'Arabiyyan, menegaskan bahwa al-Qur'an (tidak perludipertanyakan lagi) memang diturunkan dalam bahasa Arab. Atau kata bi al-lisani qaumih, menunjukan bahwa al-Qur'an diturunkan dalam bahasa kaumNabi Muhammad Saw, yang hidup dan tinggal di wilayah Hijaz. Namunkaum Muslimin di seluruh dunia tetap meyakini dan mengimani al-Qur'ansebagai pedoman hidup.

" Yunahar Ilyas, 1997, Feminisme dalam Kajian Tafsir al-Qur'an Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta:Pusiaka Pelajar, hal. 108.

Nasaruddin Umar, op. cit., Catalan kaki No. 18, hal. 102.

Page 15: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Akar TeologisKetimpangan Gender: Pemikiran FeminismeRiffat Hassan 125

Mengenai hadis yang menunit Riffat susupan dari narasi Kitab Kejadian(genesis) dalam Perjanjian Lama, yang dari segi sanadnya dia anggapmengandung empat orang perawi yang da'if, ternyata terbukti Riffat kurangteliti mencermati nama-namaperawi tersebut. Padahaldalam diskursus takhrijal-hadis diperlukan ketelitian dalammencermati namaperawiagar tidakkelirudengan perawi lain yang namanya hampir sama. Hal ini dapat dilakukandenganraelihatnamakeluarganya, namamurid ataupun namagurunya. Dalamad-Dahabyternyata keempatperawi hadis tersebut tidak dX-da 'fykan. BahkanAbu Zinad perawi hadis al-Bukhari dan Muslim, dinilaidengansiqah sahur(terkenal terpercaya), dan Haramalah dinilai sebagaiasaddu al- 'a 'immahas-siqah (sa\3h seorang imamterpercaya).'"" Penolakaimya tehadap matanhadisyang dianggapnya mengandung elemen

misoginis, menurut Abdul Mustaqim disebabkan karena Riffat terlalu tekstmlisskripturalis ketikamemahami hadis tersebut.'̂ ^ Penilaian Riffat bahwa hadistentang tulang rusuk itu bertentangan dengan konsep al-Qur'an fi ahsan at-taqwim, sebenamya tidak terbukti. Karena konsepy? ahsanat-taqwim berbicaramengenai wujud atau bentuk tubuh manusia yang selaras setelah diciptakan,bukanmengenai prosespenciptaan itu sendiri.''̂ Jika hadis itu dipahami secarametafor (mazaji), hadis itu dapat dipahami sebagi peringatan terhadap laki-laki agar dalammenghadapi perempuandapat bersikapbijaksana, karena adakarakter dan kecenderungan perempuan yang berbeda dengan laki-laki.*"

Asumsi dasar Riffat Hassan yang menyatakan bahwa sekali lakLlaki danperempuan diciptakan tidaksetaramaka akanselamanya tidak setara, ternyatamenjadi "pra teks" bagi Riffat ketika membaca (menafsirkan) kembali ayat-ayat aLQur'an tentang perempuan. Pada akhirnya, argumen-argumen Riffatselalu diarahkan unmk membuktikan kesetaraan pada saat penciptaan, yangdalam beberapahal tampakdipaksakandan mengandung kelemahan. Padahalmenurut hemat penulis, perbedaan saatpenciptaan secara kronologis, maupunperbedaan lainnya (ex: biologis) tidak akan mempengaruhi kedudukan laki-laki dan perempuan di mata Allah, sebagaimana dinyatakan dengan tegasdalam al-Qur'an bahwa hanya ketaqwaanlah yang dipandang Tuhan.

F. Penutup

Daripemaparan di atas terlihat bahwa kondisi sosio-kultural-religius bahkanpolitik dalam masyarakat yang membesarkannya telah membentuk Riffatmenjadi seorang teolog feminis yang bercita-cita membebaskan kaumperempuan dari keterkungkungan tradisipatriarkhi, yangseolah-olah mendapat

Yunahar Ilyas, op. cit., hal. 114-116.Abdul Mustaqim, op. cit., hal. 107.Yunahar Ilyas, op. cit., hal.120.

" QuraishShihab, op.cit., hal. 300.

Page 16: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

126 Millah Vol. II, No.I, Agustus 2002

legitimasi dari (penafsiran) doktrin-doktrin teologis yang sarat dengan genderbias. Oleh karena itu, Riffat mencoba melakukan re-inteq^retasi terhadapayat-ayat al-Qur'an dengan menelaah dan mengkritisi prior text (pra-teks)yang melatar. belakangi penafsiran para ulama terdahulu, yang selama initelah membentuk opini umat.

Tanpa mengurangi penghargaan terhadap semangatnya dalam mengusungide kesetaraan dan keadilan yang merupakan pesan dasar moral al-Qur'an,pemikiran-pemikiran Riffat Hassan -sebagai sebuah human construction-ternyata tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan dan kekurangan. Namundemikian, sebagai suatu hasil ijtihad, gagasan-gagasan Riffat Hasan yangmerupakan suatu usaha "membaca' al-Qur'an dengan optik yang berbeda,yaitu optik teolog feminis perempuan, patut diapresiasi walaupun dalambeberapa hal gagasannya tampak sama dengan pemikir lain (tidak baru).Namun gagasan-gagasan Riffat ini sangat berpengaruh dalam upayarekonstruksiyz^/i perempuan, yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini.

Kesimpulan umum yang dapatditarik daripemikiran-pemikiran Riffat Hassantentang feminisme, adalah bahwa al-Qur'an sangat apresiatif dan tidakdiskriminatif terhadap perempuan. Oleh karena itu, penafsiran-penafsiran al-Qur'an yang didasari oleh asumsi-asumsi teologis yang keliru, perludidekonstruksi agar bisa mendudukan laki-laki dan perempuan dalamkesetaraan, keadilan dan kebebasan, yang didasari oleh semangat hak asasimanusia yangmerupakan pesanabadial-Qur'an sebagai satu-satunya sumbernilai tertinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Bashin, Kamla dan Nighat said Khan, 1995, Persoalan Pokok MengenaiFeminisme dan Relevansinya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

, 1990," Feminisme dan al-Qur^an", dalam Ulumul Qur^an, Vol. II,Jakarta.

Hassan, Riffat, 1993, "Mempersoalkan Istilah Fundamentalisme Islam, dalamUlumul Qur^an, No. 3. Vol. II, Jakarta.

Ilyas, Yunahar, 1997, Feminisme dalam kajian al-Qur'an Klasik danKontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jalal, Ayesha, 1991," The Convenience of Subsevience Women and TheState of Pakistan", dalam Deniz Kandiyoti (ed.), Women, Islam,and the State, London: Mo. Millan Press, Ltd.

Page 17: SJjmIIj aaUaII - Universitas Islam Indonesia

Akar Teologis Keiimpangan Gender: Pemikiron Feminisme Riffat Hassan 127

Mernissi, Fatima dan Riffat Hassan, 2000, Setara di Hadapan Allah,Yogyakarta: LSPPA.

I

Mernissi, Fatima, 1997, Menengok K^ontroversi Peran Wanita dalamPolitik,Surabaya: Dunia Ilmu.

Muhsin, Amina Wadud, 1992, Qur'an and Women, Kuala Lumpur: FaiarBakti Sdn.Bhd.

, 2001, " AI-Qur'an dan Perempuan', dalam Charles Kurzman (ed),Wacana Liberal, Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu global, Jakarta: Paramadina.

Mustaqim, Abdul, 1999, " Feminisme dalam Pemikiran Riffat Hassan", Al-Jami'ah,^o. 64/ XII, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.

Siddiqi, Muhammad Saeed, 1991, The Modest Status of Women in Islam,Lahore: Kazi Publications. .

Sutanto, Trisno S., 1999, " Tulang Rusuk Adam, Membaca Kembali KitabSuci dengan Optik Perempuan," dalam Tashwirul Afkar, Jakarta:Lakspedam NU.

Shihab, Quraish, 1997, Membumikah al-Qur'an, Bandung: Mizan.

, 1997, Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai PersoalanUmat, Bandung: Mizan.