Sistem Kendali
-
Upload
rico-afrinando -
Category
Documents
-
view
318 -
download
2
description
Transcript of Sistem Kendali
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK ELEKTROLABORATORIUM KONTROL
TUGAS MAKALAH
PRAKTIKUM SISTEM KONTROL
o Desain PID Controller dan Analisa Respon Transiendengan Matlab 7.10.0
o Absolut Optical Encoder
o Thermocouple
o Penggunaan ON/OFF, Timer,dan Counter PLC
NAMA : RICO AFRINANDO
NO.BP : 1110953009
KELOMPOK : 13
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb.
Segala puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan tugas makalah pratikum sistem kendali ini ini untuk melengkapi persyaratan pratikum Sistem Kendali. Dan tidak lupa sholawat serta salam kami haturkan pada junjungan kami Nabi Muhammada SAW yang kita tunggu shafaatnya di hari kiamat.
Ucapan terima kasih kami aturkan kepada Bapak siapa saja yang telah membantu dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih untuk semua teman – teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Tugas ini disusun untuk melengkapi persyaratan pratikum sistem kendali. Untuk kesempurnaan tugas, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kami, pembaca dan semua mahasiswa Politeknik Telkom
AMIN
Wassalammualaikum Wr. Wb.
Padang, 22 Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem kontrol merupakan sebuah sistem yang terdiri atas satu atau
beberapa peralatan yang berfungsi untuk mengendalikan sistem lain yang
berhubungan dengan sebuah proses. Dalam suatu industri, semua variabel proses
seperti daya, temperatur dan laju aliran air harus dipantau setiap saat.
Di era globalisasi sekarang ini, semakin pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di dunia. Ilmu pengetahuan dan teknologi ini
dimanfaatkan dan dikembangkan oleh manusia untuk dapat membantu pekerjaan
mereka sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih mudah dan efesien.
Oleh karena itu, setiap manusia terutama mahasiswa dituntut agar mampu
beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Sebenarnya intansi pendidikan di Indonesia dan negara lainnya telah menerapkan
perkembangan iptek tersebut, salah satunya seperti adanya pembelajaran
mengenai rangkaian elektronika pada jurusan teknikal diberbagai intansi
pendidikan.
Pratikum SISTEM KENDALI bertujuan mendapat pembelajaran
mandiri mengenai PID Controller , Termocouple, Penggunaan counter pada plc
dan optical ecoder pada mata kuliah Sistem Kendali. Pratik ini akan tetap berguna
untuk pratik-praktik selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan yang terdapat dalam makalah ini adalah
1. Apa yang dimaksud dengan PID Controller dan Respon Transien ?
2. Apa itu dan bagaimana prinsip dasar Absolute Optical Encoder ?
3. Apa itu Thermocuople dan Bagaimana prinsip dasar nya?
4. Bagaimana penggunaan on/off, timer dan counter pada PLC ?
1.3 Tujuan
Tujuan makalah yang terdapat dalam makalah ini adalah Setelah mempelajari
makalah ini diharapkan mahasiswa memahami pengertian PID Controller,
termocouple, counter pada plc dan absolute optical encoder serta untuk
melengkapi persyaratan pratikum Sistem Kendali.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Controller PID dan Analisa Respon Transien
Keberadaan kontroller dalam sebuah sistem kontrol mempunyai kontribusi
yang besar terhadap prilaku sistem. Pada prinsipnya hal itu disebabkan oleh tidak
dapat diubahnya komponen penyusun sistem tersebut. Artinya, karakteristik plant
harus diterima sebagaimana adanya, sehingga perubahan perilaku sistem hanya
dapat dilakukan melalui penambahan suatu sub sistem, yaitu kontroler.
Salah satu tugas komponen kontroler adalah mereduksi sinyal kesalahan, yaitu
perbedaan antara sinyal setting dan sinyal aktual. Hal ini sesuai dengan tujuan
sistem kontrol adalah mendapatkan sinyal aktual senantiasa (diinginkan) sama
dengan sinyal setting. Semakin cepat reaksi sistem mengikuti sinyal aktual dan
semakin kecil kesalahan yang terjadi, semakin baiklah kinerja sistem kontrol yang
diterapkan.
Apabila perbedaan antara nilai setting dengan nilai keluaran relatif besar, maka
kontroler yang baik seharusnya mampu mengamati perbedaan ini untuk segera
menghasilkan sinyal keluaran untuk mempengaruhi plant. Dengan demikian
sistem secara cepat mengubah keluaran plant sampai diperoleh selisih antara
setting dengan besaran yang diatur sekecil mungkin.
Pengendali PID
Pengendali PID ini paling banyak dipergunakan karena sederhana dan mudah
dipelajari serta tuning parameternya. Lebih dari 95% proses di industri
menggunakan pengendali ini. Pengendali ini merupakan gabungan dari pengedali
proportional (P), integral (I), dan derivative (D). Berikut ini merupakan blok
diagram dari sistem pengendali dengan untai tertutup (closed loop):
Plant : sistem yang terkendali.
Controller : pengendali yang memberikan respon untuk memperbaiki
respon error = R – pengukuran dari sensor.
variabel yang nilai parameternya dapat diatur disebut Manipulated variable
(MV) biasanya sama dengan keluaran dari pengendali (u(t)). Keluaran pengendali
PID akan mengubah respon mengikuti perubahan yang ada pada hasil pengukuran
sensor dan set point yang ditentukan. Pembuat dan pengembang pengendali PID
menggunakan nama yang berbeda untuk mengidentifikasi ketiga mode pada
pengendali ini diantaranya yaitu:
P Proportional Band = 100/gain
I Integral = 1/reset (units of time)
D Derivative = rate = pre-act (units of time)
Atau
P Kp = Konstanta Proportional
I Ki = 1T i∫ e ( t ) dt= 1
T i s= Ki
s = Konstanta Integral
D Kd = Kd s = T d
d e (t)dt
= Konstanta Derivative
Atau secara umum persamaannya adalah sebagai berikut :
Atau ada pula yang di nyatakan :
Karakteristik Pengendali PID
Sebelum membahas tentang karakteristik Pengendali PID maka perlu
diketahui bentuk respon keluaran yang akan menjadi target perubahan yaitu :
Tabel masing-masing pengendali
CL
RESPONSE
RISE TIME OVERSHOOT SETTLING
TIME
S-S
ERROR
Kp Decrease Increase Small Change Decrease
Ki Decrease Increase Increase Eliminate
Kd Small
Change
Decrease Decrease Small
Change
B. Absolut Optical Encoder
Rotary encoder adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor
gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk
menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah.
Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi
berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali.
Rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dsb.
Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-
lubang pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi
piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-
transistor diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari
LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau
divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor
berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan
cahaya dari LED dapat mencapai photo-transistor melalui lubang-lubang yang
ada, maka photo-transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu
pulsa gelombang persegi. Gambar 1 menunjukkan bagan skematik sederhana dari
rotary encoder. Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran
menentukan akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah
lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder
tersebut.
Gambar 1. Blok penyusun rotary encoder
Rangkaian penghasil pulsa (Gambar 2) yang digunakan umumnya
memiliki output yang berubah dari +5V menjadi 0.5V ketika cahaya diblok oleh
piringan dan ketika diteruskan ke photo-transistor. Karena divais ini umumnya
bekerja dekat dengan motor DC maka banyak noise yang timbul sehingga
biasanya output akan dimasukkan ke low-pass filter dahulu. Apabila low-pass
filter digunakan, frekuensi cut-off yang dipakai umumnya ditentukan oleh jumlah
slot yang ada pada piringan dan seberapa cepat piringan tersebut berputar,
dinyatakan dengan:
(1)
Dimana fc adalah frekuensi cut-off filter, sw adalah kecepatan piringan dan n
adalah jumlah slot pada piringan.
Gambar 2. Rangkaian tipikal penghasil pulsa pada rotary encoder
Terdapat dua jenis rotary encoder yang digunakan, Absolute rotary encoder dan
incremental rotary encoder. Masing-masing rotary encoder ini akan dipaparkan
pada bagian berikutnya.
ABSOLUTE ROTARY ENCODER
Absolute encoder menggunakan piringan dan sinyal optik yang diatur
sedemikian sehingga dapat menghasilkan kode digital untuk menyatakan sejumlah
posisi tertentu dari poros yang dihubungkan padanya. Piringan yang digunakan
untuk absolut encoder tersusun dari segmen-segmen cincin konsentris yang
dimulai dari bagian tengah piringan ke arah tepi luar piringan yang jumlah
segmennya selalu dua kali jumlah segmen cincin sebelumnya. Cincin pertama di
bagian paling dalam memiliki satu segmen transparan dan satu segmen gelap,
cincin kedua memiliki dua segmen transparan dan dua segmen gelap, dan
seterusnya hingga cincin terluar. Sebagai contoh apabila absolut encoder memiliki
16 cincin konsentris maka cincin terluarnya akan memiliki 32767 segmen.
Gambar 3 menunjukkan pola cincin pada piringan absolut encoder yang memiliki
16 cincin.
Gambar 3. Contoh susunan pola 16 cincin konsentris pada absolut encoder
Karena setiap cincin pada piringan absolute encoder memiliki jumlah segmen
kelipatan dua dari cincin sebelumnya, maka susunan ini akan membentuk suatu
sistem biner. Untuk menghasilkan sistem biner pada susunan cincin maka
diperlukan pasangan LED dan photo-transistor sebanyak jumlah cincin yang ada
pada absolut encoder tersebut.
Gambar 4. Contoh piringan dengan 10 cincin dan 10 LED – photo-transistor
untuk membentuk sistem biner 10 bit.
Sistem biner yang untuk menginterpretasi posisi yang diberikan oleh absolute
encoder dapat menggunakan kode gray atau kode biner biasa, tergantung dari pola
cincin yang digunakan. Untuk lebih jelas, kita lihat contoh absolut encoder yang
hanya tersusun dari 4 buah cincin untuk membentuk kode 4 bit. Apabila encoder
ini dihubungkan pada poros, maka photo-transistor akan mengeluarkan sinyal
persegi sesuai dengan susunan cincin yang digunakan. Gambar 5 dan 6
menunjukkan contoh perbedaan diagram keluaran untuk absolute encoder tipe
gray code dan tipe binary code.
Gambar 5. Contoh diagram keluaran absolut encoder 4-bit tipe gray code
Dengan absolute encoder 4-bit ini maka kita akan mendapatkan 16 informasi
posisi yang berbeda yang masing-masing dinyatakan dengan kode biner atau kode
gray tertentu. Tabel 1 menyatakan posisi dan output biner yang bersesuaian untuk
absolut encoder 4-bit. Dengan membaca output biner yang dihasilkan maka posisi
dari poros yang kita ukur dapat kita ketahui untuk diteruskan ke rangkaian
pengendali. Semakin banyak bit yang kita pakai maka posisi yang dapat kita
peroleh akan semakin banyak.
Gambar 6. Contoh diagram keluaran absolut encoder 4-bit tipe binary code
Tabel 1. Output biner dan posisi yang bersesuaian pada absolute encoder 4-bit
INCREMENTAL ROTARY ENCODER
Incremental encoder terdiri dari dua track atau single track dan dua sensor yang
disebut channel A dan B (Gambar 7). Ketika poros berputar, deretan pulsa akan
muncul di masing-masing channel pada frekuensi yang proporsional dengan
kecepatan putar sedangkan hubungan fasa antara channel A dan B menghasilkan
arah putaran. Dengan menghitung jumlah pulsa yang terjadi terhadap resolusi
piringan maka putaran dapat diukur. Untuk mengetahui arah putaran, dengan
mengetahui channel mana yang leading terhadap channel satunya dapat kita
tentukan arah putaran yang terjadi karena kedua channel tersebut akan selalu
berbeda fasa seperempat putaran (quadrature signal). Seringkali terdapat output
channel ketiga, disebut INDEX, yang menghasilkan satu pulsa per putaran
berguna untuk menghitung jumlah putaran yang terjadi.
Gambar 7. susunan piringan untuk incremental encoder
Contoh pola diagram keluaran dari suatu incremental encoder ditunjukkan pada
Gambar 8. Resolusi keluaran dari sinyal quadrature A dan B dapat dibuat
beberapa macam, yaitu 1X, 2X dan 4X. Resolusi 1X hanya memberikan pulsa
tunggal untuk setiap siklus salah satu sinya A atau B, sedangkan resolusi 4X
memberikan pulsa setiap transisi pada kedua sinyal A dan B menjadi empat kali
resolusi 1X. Arah putaran dapat ditentukan melalui level salah satu sinyal selama
transisi terhadap sinyal yang kedua. Pada contoh resolusi 1X, A = arah bawah
dengan B = 1 menunjukkan arah putaran searah jarum jam, sebaliknya B = arah
bawah dengan A = 1 menunjukkan arah berlawanan jarum jam.
Gambar 8. Contoh pola keluaran incremental encoder
Gambar 9. output dan arah putaran pada resolusi yang berbeda-beda
Pada incremental encoder, beberapa cara dapat digunakan untuk menentukan
kecepatan yang diamati dari sinyal pulsa yang dihasilkan. Diantaranya adalah
menggunakan frequencymeter dan periodimeter.
Cara yang sederhana untuk menentukan kecepatan dapat dengan frequencymeter,
yakni menghitung jumlah pulsa dari encoder, n, pada selang waktu yang tetap, T,
yang merupakan periode loop kecepatan (Gambar 10). Apabila α adalah sudut
antara pulsa encoder, maka sudut putaran pada suatu periode adalah:
(2)
Sehingga kecepatan putar akan kita dapatkan sebagai:
(3)
Kelemahan yang muncul pada cara ini adalah pada setiap periode sudut αf yang
didapat merupakan kelipatan integer dari α. Ini akan dapat menghasilkan
quantification error pada kecepatan yang ingin diukur.
Gambar 10. Sinyal keluaran encoder untuk pengukuran kecepatan dengan
frequencymeter
Cara yang lain adalah dengan menggunakan periodimeter. Dengan cara ini kita
akan mengukur kecepatan tidak lagi dengan menghitung jumlah pulsa encoder
tetapi dengan menghitung clock frekuensi tinggi (HF Clock) untuk sebuah pulsa
dari encoder yaitu mengukur periode pulsa dari encoder (Gambar 11). Apabila αp
adalah sudut dari pulsa encoder, t adalah periode dari HF clock, dan n adalah
jumlah pulsa HF yang terhitung pada counter. Maka waktu untuk sebuah pulsa
encoder, Tp, adalah:
(4)
Sehingga kecepatan yang akan kita ukur dapat kita peroleh dengan:
(5)
C. Thermocouple
Termocouple adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk mengubah
perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik (voltase).
Termokopel yang sederhana dapat dipasang, dan memiliki jenis konektor standar
yang sama, serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup
besar dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1 °C.
Prinsip Operasi
Pada tahun 1821, seorang fisikawan Estonia bernama Thomas Johann
Seebeck menemukan bahwa sebuah konduktor (semacam logam) yang diberi
perbedaan panas secara gradien akan menghasilkan tegangan listrik. Hal ini
disebut sebagai efek termoelektrik. Untuk mengukur perubahan panas ini
gabungan dua macam konduktor sekaligus sering dipakai pada ujung benda panas
yang diukur. Konduktor tambahan ini kemudian akan mengalami gradiasi suhu,
dan mengalami perubahan tegangan secara berkebalikan dengan perbedaan
temperatur benda. Menggunakan logam yang berbeda untuk melengkapi sirkuit
akan menghasilkan tegangan yang berbeda, meninggalkan perbedaan kecil
tegangan memungkinkan kita melakukan pengukuran, yang bertambah sesuai
temperatur. Perbedaan ini umumnya berkisar antara 1 hingga 70 microvolt tiap
derajad celcius untuk kisaran yang dihasilkan kombinasi logam modern. Beberapa
kombinasi menjadi populer sebagai standar industri, dilihat dari biaya,
ketersediaanya, kemudahan, titik lebur, kemampuan kimia, stabilitas, dan hasil.
Sangat penting diingat bahwa termokopel mengukur perbedaan temperatur di
antara 2 titik, bukan temperatur absolut.
Pada banyak aplikasi, salah satu sambungan (sambungan yang dingin)
dijaga sebagai temperatur referensi, sedang yang lain dihubungkan pada objek
pengukuran. contoh, pada gambar di atas, hubungan dingin akan ditempatkan
pada tembaga pada papan sirkuit. Sensor suhu yang lain akan mengukur suhu
pada titik ini, sehingga suhu pada ujung benda yang diperiksa dapat dihitung.
Termokopel dapat dihubungkan secara seri satu sama lain untuk membuat
termopile, dimana tiap sambungan yang panas diarahkan ke suhu yang lebih
tinggi dan semua sambungan dingin ke suhu yang lebih rendah. Dengan begitu,
tegangan pada setiap termokopel menjadi naik, yang memungkinkan untuk
digunakan pada tegangan yang lebih tinggi.
Dengan adanya suhu tetapan pada sambungan dingin, yang berguna untuk
pengukuran di laboratorium, secara sederhana termokopel tidak mudah dipakai
untuk kebanyakan indikasi sambungan lansung dan instrumen kontrol. Mereka
menambahkan sambungan dingin tiruan ke sirkuit mereka yaitu peralatan lain
yang sensitif terhadap suhu (seperti termistor atau dioda) untuk mengukur suhu
sambungan input pada peralatan, dengan tujuan khusus untuk mengurangi gradiasi
suhu di antara ujung-ujungnya. Di sini, tegangan yang berasal dari hubungan
dingin yang diketahui dapat disimulasikan, dan koreksi yang baik dapat
diaplikasikan.
Hal ini dikenal dengan kompensasi hubungan dingin. Biasanya termokopel
dihubungkan dengan alat indikasi oleh kawat yang disebut kabel ekstensi atau
kompensasi. Tujuannya sudah jelas. Kabel ekstensi menggunakan kawat-kawat
dengan jumlah yang sama dengan kondoktur yang dipakai pada Termokopel itu
sendiri. Kabel-kabel ini lebih murah daripada kabel termokopel, walaupun tidak
terlalu murah, dan biasanya diproduksi pada bentuk yang tepat untuk
pengangkutan jarak jauh - umumnya sebagai kawat tertutup fleksibel atau kabel
multi inti. Kabel-kabel ini biasanya memiliki spesifikasi untuk rentang suhu yang
lebih besar dari kabel termokopel.
Kabel ini direkomendasikan untuk keakuratan tinggi. Kabel kompensasi
pada sisi lain, kurang presisi, tetapi murah. Mereka memakai perbedaan kecil,
biasanya campuran material konduktor yang murah yang memiliki koefisien
termoelektrik yang sama dengan termokopel (bekerja pada rentang suhu terbatas),
dengan hasil yang tidak seakurat kabel ekstensi. Kombinasi ini menghasilkan
output yang mirip dengan termokopel, tetapi operasi rentang suhu pada kabel
kompensasi dibatasi untuk menjaga agar kesalahan yang diperoleh kecil.
Kabel ekstensi atau kompensasi harus dipilih sesuai kebutuhan
termokopel. Pemilihan ini menghasilkan tegangan yang proporsional terhadap
beda suhu antara sambungan panas dan dingin, dan kutub harus dihubungkan
dengan benar sehingga tegangan tambahan ditambahkan pada tegangan
termokopel, menggantikan perbedaan suhu antara sambungan panas dan dingin.
Hubungan Tegangan dan Suhu
Hubungan antara perbedaan suhu dengan tegangan yang dihasilkan termokopel
bukan merupakan fungsi linier melainkan fungsi interpolasi polinomial
Koefisien an memiliki n antara 5 dan 9. Agar diperoleh hasil pengukuran yang
akurat, persamaan biasanya diimplementasikan pada kontroler digital atau
disimpan dalam sebuah tabel pengamatan. Beberapa peralatan yang lebih tua
menggunakan filter analog.
Tipe-Tipe Termokopel
Tersedia beberapa jenis termokopel, tergantung aplikasi penggunaannya
Tipe K (Chromel (Ni-Cr alloy) / Alumel (Ni-Al alloy))
Termokopel untuk tujuan umum. Lebih murah. Tersedia untuk rentang
suhu −200 °C hingga +1200 °C. :
Tipe E (Chromel / Constantan (Cu-Ni alloy))
Tipe E memiliki output yang besar (68 µV/°C) membuatnya cocok
digunakan pada temperatur rendah. Properti lainnya tipe E adalah tipe
non magnetik.
Tipe J (Iron / Constantan)
Rentangnya terbatas (−40 hingga +750 °C) membuatnya kurang
populer dibanding tipe K.
Tipe J memiliki sensitivitas sekitar ~52 µV/°C.
Tipe N (Nicrosil (Ni-Cr-Si alloy) / Nisil (Ni-Si alloy))
Stabil dan tahanan yang tinggi terhadap oksidasi membuat tipe N
cocok untuk pengukuran suhu yang tinggi tanpa platinum. Dapat
mengukur suhu di atas 1200 °C. Sensitifitasnya sekitar 39 µV/°C pada
900 °C, sedikit di bawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan tipe K
Termokopel tipe B, R, dan S adalah termokopel logam mulia yang
memiliki karakteristik yang hampir sama. Mereka adalah termokopel
yang paling stabil, tetapi karena sensitifitasnya rendah (sekitar 10
µV/°C) mereka biasanya hanya digunakan untuk mengukur
temperatur tinggi (>300 °C).
Type B (Platinum-Rhodium/Pt-Rh)
Cocok mengukur suhu di atas 1800 °C. Tipe B memberi output yang
sama pada suhu 0 °C hingga 42 °C sehingga tidak dapat dipakai di
bawah suhu 50 °C.
Type R (Platinum /Platinum with 7% Rhodium)
Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10 µV/°C)
dan biaya tinggi membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan
umum.
Type S (Platinum /Platinum with 10% Rhodium)
Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10 µV/°C)
dan biaya tinggi membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan
umum. Karena stabilitasnya yang tinggi Tipe S digunakan untuk
standar pengukuran titik leleh emas (1064.43 °C).
Type T (Copper / Constantan)
Cocok untuk pengukuran antara −200 to 350 °C. Konduktor positif
terbuat dari tembaga, dan yang negatif terbuat dari constantan. Sering
dipakai sebagai alat pengukur alternatif sejak penelitian kawat
tembaga. Type T memiliki sensitifitas ~43 µV/°C
Penggunaan Termokopel
Termokopel paling cocok digunakan untuk mengukur rentangan suhu yang
luas, hingga 1800 K. Sebaliknya, kurang cocok untuk pengukuran dimana
perbedaan suhu yang kecil harus diukur dengan akurasi tingkat tinggi, contohnya
rentang suhu 0--100 °C dengan keakuratan 0.1 °C. Untuk aplikasi ini, Termistor
dan RTD lebih cocok. Contoh Penggunaan Termokopel yang umum antara lain :
Industri besi dan baja
Pengaman pada alat-alat pemanas
Untuk termopile sensor radiasi
Pembangkit listrik tenaga panas radioisotop, salah satu aplikasi
termopile.
D. PENGGUNAAN ON/OFF, TIMER, DAN COUNTER PLC
PLC (Programmable Logic Controller) sebagai piranti elektronika digital
yang menggunakan memori yang bisa diprogram sebagai penyimpan internal dari
sekumpul-an instruksi dengan mengimplementasikan fungsi-fungsi tertentu,
seperti logika, sekuensial, pewaktuan, perhitungan, dan aritmetika, untuk
mengendalikan berbagai jenis mesin ataupun proses melalui modul I/O digital
dan atau analog.
Elemen-elemen dasar sebuah PLC ditunjukkan pada gambar 4. 1
Gambar 4.1. Elemen-elemen dasar PLC
Dalam system PLC terdapat 4 komponen bagian utama, keempat
komponen bagian utama tersebut:
1. Central Processing Unit (CPU)
2. Monitor/programmer
3. Module I/O PLC
4. Power Supply
Berdasarkan namanya konsep PLC adalah sebagai berikut :
1. Programmable, menunjukkan kemampuan dalam hal memori untuk
menyimpan program yang telah dibuat yang dengan mudah diubah-ubah
fungsi atau kegunaannya.
2. Logic, menunjukkan kemampuan dalam memproses input secara aritmatik dan
logic (ALU), yakni melakukan operasi membandingkan, menjumlahkan,
mengalikan, membagi, mengurangi, negasi, AND, OR, dan lain sebagainya.
3. Controller, menunjukkan kemampuan dalam mengontrol dan mengatur proses
sehingga menghasilkan output yang diinginkan.
Fungsi dan kegunaan
Fungsi dan kegunaan PLC sangat luas. Dalam prakteknya PLC dapat dibagi
secara umum dan secara khusus [4]. Secara umum fungsi PLC adalah sebagai
berikut:
1. Sekuensial Control. PLC memproses input sinyal biner menjadi output yang
digunakan untuk keperluan pemrosesan teknik secara berurutan (sekuensial),
disini PLC menjaga agar semua step atau langkah dalam proses sekuensial
berlangsung dalam urutan yang tepat.
2. Monitoring Plant. PLC secara terus menerus memonitor status suatu sistem
(misalnya temperatur, tekanan, tingkat ketinggian) dan mengambil tindakan
yang diperlukan sehubungan dengan proses yang dikontrol (misalnya nilai
sudah melebihi batas) atau menampilkan pesan tersebut pada
operator.
Sedangkan fungsi PLC secara khusus adalah dapat memberikan input ke
CNC (Computerized Numerical Control). Beberapa PLC dapat memberikan
input ke CNC untuk kepentingan pemrosesan lebih lanjut. CNC bila
dibandingkan dengan PLC mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dan lebih
mahal harganya. CNC biasanya dipakai untuk proses finishing, membentuk
benda kerja, moulding dan sebagainya.
Prinsip kerja sebuah PLC adalah menerima sinyal masukan proses yang
dikendalikan lalu melakukan serangkaian instruksi logika terhadap sinyal
masukan tersebut sesuai dengan program yang tersimpan dalam memori lalu
menghasilkan sinyal keluaran untuk mengendalikan aktuator atau peralatan
lainnya.
Didalam pemrograman PLC dikenal bermacam metode pemrograman,
salah satunya ladder diagram. Suatu Ladder diagram tersusun dari beberapa
symbol inputan dan keluaran yang memiliki alamat-alamat tertentu, symbol
tersebut antara lain:
Normally open (NO), keadaan input-an (dapat berupa saklar, puss button,
sensor,dll) yang normalnya pada posisi OFF, dan akan ON bila relay telah
ter-energies
-----| |----- Normally open (NO)
Normally close (NC), keadaan input-an yang normalnya pada posisi ON,
dan akan OFF bila relay telah terenergies
-----|/|----- Normally close(NC)
Output, keluaran dapat berupa relay, lampu, Buzzer, motor, pneumatic, dll
--------( )-| output
Timer, pewaktu (delay) yang dapat diatur pada PLC memiliki teknologi
solid state sehingga mempunyai kecermatan dan kecepatan yang lebih baik
dibandingkan dengan relay konvensional
-----|-----------| Timer
|TIM |
| |
|-----------|
|address |
| |
|-----------|
|value |
| |
|-----------|
Counter (pencacah), counter PLC dapat sebagai pencacah naik maupun
pencacah turun dimana tergantung pada nilai yang dimasukkan dalam
fungsi counter tersebut. Untuk pencacah naik (up-conter), pencacah
dimulai dari 0 dan kemudian ditambah 1 pada masing-masing pulsa on
dari masukan pencacah. Ketika nilai setting-nya telah tercapai, maka
keluaran akan ter-energize. Pengaktifan masukan reset akan
mengakibatkan pencacah akan kembali ke nilai awal yaitu 0 dan juga akan
mereset keluaran pencacah. Pada pengoperasian pencacah turun (down-
counter) dimulai dari nilai setting-nya dan ketika telah mencapai nilai 0
maka akan mengaktifkan keluaran pencacah
-----|-----------| Counter
|CNT |
| |
|-----------|
-----|address |
| |
|-----------|
|Value |
| |
|-----------|
Keuntungan dan Kerugian PLC
Dalam industri-industri yang ada sekarang ini, kehadiran PLC sangat
dibutuhkan terutama untuk menggantikan sistem wiring atau pengkabelan yang
sebelumnya masih digunakan dalam mengendalikan suatu sistem. Dengan
menggunakan PLC akan diperoleh banyak keuntungan diantaranya adalah sebagai
berikut:
Ø Fleksibel
Pada masa lalu, tiap perangkat elektronik yang berbeda dikendalikan
dengan pengendalinya masing-masing. Misal sepuluh mesin membutuhkan
sepuluh pengendali, tetapi kini hanya dengan satu PLC kesepuluh mesin
tersebut dapat dijalankan dengan programnya masing-masing.
Ø Perubahan dan pengkoreksian kesalahan sistem lebih mudah
Bila salah satu sistem akan diubah atau dikoreksi maka pengubahannya
hanya dilakukan pada program yang terdapat di komputer, dalam waktu yang
relatif singkat, setelah itu didownload ke PLC-nya. Apabila tidak
menggunakan PLC, misalnya relay maka perubahannya dilakukan dengan cara
mengubah pengkabelannya. Cara ini tentunya memakan waktu yang lama.
Ø Jumlah kontak yang banyak
Jumlah kontak yang dimiliki oleh PLC pada masing-masing coil lebih
banyak daripada kontak yang dimiliki oleh sebuah relay.
Ø Harganya lebih murah
PLC mampu menyederhanakan banyak pengkabelan dibandingkan dengan
sebuah relay. Maka harga dari sebuah PLC lebih murah dibandingkan dengan
harga beberapa buah relay yang mampu melakukan pengkabelan dengan
jumlah yang sama dengan sebuah PLC. PLC mencakup relay, timers, counters,
sequencers, dan berbagai fungsi lainnya.
Ø Pilot running
PLC yang terprogram dapat dijalankan dan dievaluasi terlebih dahulu di
kantor atau laboratorium. Programnya dapat ditulis, diuji, diobserbvasi dan
dimodifikasi bila memang dibutuhkan dan hal ini menghemat waktu bila
dibandingkan dengan sistem relay konvensional yang diuji dengan hasil
terbaik di pabrik.
Ø Observasi visual
Selama program dijalankan, operasi pada PLC dapat dilihat pada layar
CRT. Kesalahan dari operasinya pun dapat diamati bila terjadi.
Ø Kecepatan operasi
Kecepatan operasi PLC lebih cepat dibandingkan dengan relay. Kecepatan
PLC ditentukan dengan waktu scannya dalam satuan millisecond.
Ø Metode Pemrograman Ladder atau Boolean
Pemrograman PLC dapat dinyatakan dengan pemrograman ladder bagi
teknisi, atau aljabar Boolean bagi programmer yang bekerja di sistem kontrol
digital atau Boolean.
Ø Sifatnya tahan uji
Solid state device lebih tahan uji dibandingkan dengan relay dan timers
mekanik atau elektrik. PLC merupakan solid state device sehingga bersifat
lebih tahan uji.
Ø Menyederhanakan komponen-komponen sistem kontrol
Dalam PLC juga terdapat counter, relay dan komponen-komponen lainnya,
sehingga tidak membutuhkan komponen-komponen tersebut sebagai
tambahan. Penggunaan relay membutuhkan counter, timer ataupun komponen-
komponen lainnya sebagai peralatan tambahan.
Ø Dokumentasi
Printout dari PLC dapat langsung diperoleh dan tidak perlu melihat
blueprint circuit-nya. Tidak seperti relay yang printout sirkuitnya tidak dapat
diperoleh.
Ø Keamanan
Pengubahan pada PLC tidak dapat dilakukan kecuali PLC tidak dikunci
dan diprogram. Jadi tidak ada orang yang tidak berkepentingan dapat
mengubah program PLC selama PLC tersebut dikunci.
Ø Dapat melakukan pengubahan dengan pemrograman ulang
Karena PLC dapat diprogram ulang secara cepat, proses produksi yang
bercampur dapat diselesaikan. Misal bagian B akan dijalankan tetapi bagian A
masih dalam proses, maka proses pada bagian B dapat diprogram ulang dalam
satuan detik.
Ø Penambahan rangkaian lebih cepat
Pengguna dapat menambah rangkaian pengendali sewaktu-waktu dengan
cepat, tanpa memerlukan tenaga dan biaya yang besar seperti pada pengendali
konvensional.
Selain keuntungan yang telah disebutkan di atas maka ada kerugian yang
dimiliki oleh PLC, yaitu:
Ø Teknologi yang masih baru
Pengubahan sistem kontrol lama yang menggunakan ladder atau relay ke
konsep komputer PLC merupakan hal yang sulit bagi sebagian orang
Ø Buruk untuk aplikasi program yang tetap
Beberapa aplikasi merupakan aplikasi dengan satu fungsi. Sedangkan PLC
dapat mencakup beberapa fungsi sekaligus. Pada aplikasi dengan satu fungsi
jarang sekali dilakukan perubahan bahkan tidak sama sekali, sehingga
penggunaan PLC pada aplikasi dengan satu fungsi akan memboroskan (biaya).
Ø Pertimbangan lingkungan
Dalam suatu pemrosesan, lingkungan mungkin mengalami pemanasan
yang tinggi, vibrasi yang kontak langsung dengan alat-alat elektronik di dalam
PLC dan hal ini bila terjadi terus menerus, mengganggu kinerja PLC sehingga
tidak berfungsi optimal.
Ø Operasi dengan rangkaian yang tetap
Jika rangkaian pada sebuah operasi tidak diubah maka penggunaan PLC
lebih mahal dibanding dengan peralatan kontrol lainnya. PLC akan menjadi
lebih efektif bila program pada proses tersebut di-upgrade secara periodik.
A. TIMER
1. Fungsi timer di PLC:
a. Digunakan sebagai pengatur waktu proses.
b. Dapat digunakan sebagai komponen tundaan/delay (timer on
delay).
c. Umumnya merupakan kotak fungsi yang dapat diatur
memberikan suatu keluaran kondisi on selama selang waktu
tertentu (timer off delay). Simbol blok timer ditunjukkan pada
gambar 1.
Gambar 1. Simbol Blok Timer di PLC Twido
d. Timer Setting
Untuk menggunakan timer pada PLC Twido, ada beberapa fitur
timer yang harus diset sesuai dengan fungsi yang dibutuhkan.
Fitur-fitur tersebut adalah:
- Nomor timer
- Jenis timer
- Time base
- Current value
- Preset
- Data Editor
Keterangan tentang fitur timer dan setting-nya ditunjukkan pada
tabel 1.
Tabel 1. Setting Timer Pada PLC
2. Type timer di PLC Twido
a. Timer on-delay
Output akan berlogika high apabila input diberi sinyal dengan logika
high yang lamanya melebihi setting tundaan waktunya. Output akan
kembali berlogika low saat sinyal input berlogika low. Isyarat input dan
output mode ini ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Isyarat input dan output timer ON-delay
b. Timer off-delay
Output akan berlogika low apabila input diberi sinyal dengan logika
low yang lamanya melebihi setting tundaan waktu. Diasumsikan kondisi
awal timer mendapatkan sinyal input high kemudian sinyal input tersebut
diubah menjadi low. Saat diberi input diberi sinyal high maka ouput high,
kemudian saat input diberi sinyal low, maka output akan low jika lamanya
sinyal input dengan logika low tersebut melebihi setting tundaan waktunya.
Isyarat input dan output mode ini ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Isyarat input dan output timer Off-delay
DAFTAR PUSTAKA
Korps Asisten Laboratorium Kendali dan Robotika. 2009. Modul Tutorial
Praktikum dan Dasar Sistem Kendali. Indralaya: Universitas Sriwijaya.
Wikipedia, the free encyclopedia (English). Programmable logic controller. 25
Mei 2009.
http://en.wikipedia.org/wiki/Programmable_logic_controller.
www.migas-indonesia.com/files/article/PLC_Lanjutan.doc
www.elektroindonesia.com/elektro/tel29.html