Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan (Kasus Pengaturan ...

5
Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan (Kasus Pengaturan Desentralisasi-Otonomi).) Warsito UtomoU) Abstract In fact, unitary state and federal state system has similarity in the rela- tion between nation or pusat and states or daerah, emphasizing in power sharing, negotiation and distribution ofincome. New federalism shows how the states have more authority than the dual federalism and coop- erative federalism. The applied of federal system as in the new federal- ism (a model that represents a return of powers and responsibilities to the state/daerah) wiD solve the conflict and dichotomies whether the desire as the unitary state (Negara Kesatuan) or developing federal state (Negara Federal) is stiD in the consideration. PENGANTAR KeinginanDr. AmienRais untuk mengetengahkan ide dan isu federasiatau federalismsebagaisuatuwacanatercapaisudahdenganbanyaknyatanggapan dan statemenbaik di surat kabar dan majalah.Meskipundalamgerak politik praktisisu dan idefederasiyangdiangkattelahdijadikansalahsatu isu politik untuk "menyerang"Amien Rais dan juga PAN (partai Amanat Nasional) yang ia pimpin. "Penyerang-penyerang" ini beranggapanbahwaAmienRais hendakmerubah NegaraKesatuanmenjadi NegaraFederasi, mengubah Undang- Undang Dasar 1945, mengingkari Indonesia sebagai Negara Kesatuan. 0) Tulisan ini pemah disampaik.an pada Dialog Sebari "Pcrluasan Otonomi Dacrah atau Negara Federasi Dalam Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Menuju Indonesia Baru", diselenggara1can oleh Fisipol Universitas Muhammadiyah Malang, 26 OIctobcr 1998. -) Staf pengajar pada Jurusan llmu Administrasi Negara, Fa1cultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. dan pada Program PascasaJjana, Universitas Gadjah Mada. JSP · Vol. I, No.3 - Maret 1998

Transcript of Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan (Kasus Pengaturan ...

Page 1: Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan (Kasus Pengaturan ...

Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan(Kasus Pengaturan Desentralisasi-Otonomi).)

Warsito UtomoU)

Abstract

In fact, unitary state and federal state system has similarity in the rela-tion between nation or pusat and states or daerah, emphasizing in powersharing, negotiation and distribution ofincome. New federalism showshow the states have more authority than the dual federalism and coop-erative federalism. The applied of federal system as in the new federal-ism (a model that represents a return of powers and responsibilities tothe state/daerah) wiD solve the conflict and dichotomies whether thedesire as the unitary state (Negara Kesatuan) or developing federal state(Negara Federal) is stiD in the consideration.

PENGANTAR

KeinginanDr. AmienRais untukmengetengahkanide dan isu federasiataufederalismsebagaisuatuwacanatercapaisudahdenganbanyaknyatanggapandan statemenbaikdi suratkabardanmajalah.Meskipundalamgerakpolitikpraktisisudan idefederasiyangdiangkattelahdijadikansalahsatu isupolitikuntuk "menyerang"Amien Rais dan juga PAN (partai Amanat Nasional)yangia pimpin. "Penyerang-penyerang"ini beranggapanbahwaAmienRaishendakmerubahNegaraKesatuanmenjadiNegaraFederasi, mengubahUndang-Undang Dasar 1945, mengingkari Indonesia sebagai Negara Kesatuan.

0) Tulisan ini pemah disampaik.an pada Dialog Sebari "Pcrluasan Otonomi Dacrah atau Negara FederasiDalam Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Menuju Indonesia Baru", diselenggara1can oleh FisipolUniversitas Muhammadiyah Malang, 26 OIctobcr 1998.

-) Staf pengajar pada Jurusan llmu Administrasi Negara, Fa1cultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. dan pada

Program PascasaJjana, Universitas Gadjah Mada.

JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998

Page 2: Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan (Kasus Pengaturan ...

Sistem Federal Dalam Negara KesatuanWarsito UtoIDo II Warsito Utomo Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan

Memang reformasi menghentak kita untuk sadar bahwa perubahantidak dapat kita hindari dan harus kita terima (inevitable), tetapi jugamenyadarkan kita bahwa di dalaql perubahan atau reformasi ini kita harusmelakukan perencanaan-perencanaan yang mengarah kepada peningkatan,perbaikan, serta improvement (planned change).

Salah satu isu dalam politik-pemerintahatt yang sangat menarik danmemperoleh tekanan untuk di-reformasi, baik yang diinginkan oleh PemerintahDaerah khususnya dan masyarakat pada umumnya, adalah pengaturanPemerintahandi Daerahatau hubunganantaraPusatdenganDaerah.Dalamhal ini menjadimenarikuntuk membicarakanfederalism and decentraliza-tion (autonomy)asform of political assodation and organizationto main-tain its ownfundamentalpolitical integrity.

DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH(Realitas di dalam konsep dan implementasi)

Dalam pendekatan historik politik, formulasi dan implementasidesentralisasi-otonomi saat ini (berdasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah) haruslah dilihat ataumendasarkan diri kepada sistem politik atau arahan politik yang dijadikandasar atau landasan oleh Orde Baru pada waktu itu.

Tantangan utama yang hams ditampilkan oleh ORDE BARU adalah,(1) bagaimana membangun legitimasi sebagai penguasa; (2) bagaimanamembangun stabilitas demi pembangunan; dan (3) bagaimana membangunkekuasaan sebagai pemerintah pusat yang mempunyai kewenangan di daerah-daerah. (Madelina K Hendytio, 1990). Untuk mencapai ketiganya tidaklahmengherankan apabila penerapan use of authority menjadi lebih besar, luasdan kuat daripadafreedomfor subordinate.

Otonomi atau desentralisasi bukanlah semata-mata bernuansa techni-

cal administration atau practical administration saja, tetapi juga hams kitalihat sebagai process of political interaction. Dan ini berarti bahwadesentralisasi atau otonomi sangat erat kaitannya dengan demokrasi. di manayang diinginkan tidaklah hanya demokrasi pada tingkat nasional, tetapi jugademokrasi di tingkat lokal (local democracy) yang arahnya kepadapemberdayaan (empowering) atau kemandirian daerah. Dengan demikian

48 JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998

otonomi atau desentralisasi dapat kita lihat paling tidak dari 4 (empat sudut).Pertama, sudut politik, sebagai permainan kekuasaan yang dapat mengarahkepadapenumpukankekuasaanyang seharusnya kepadapenyebaran kekuasaan(distribution or dispersion of power). Tetapi juga sebagai tindakanpendemokrasian untuk melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.Kedua, sudut teknik organisatoris, sebagai cara untuk menerapkan danmelaksanakanpemerintahanyang efIsien. Ketiga, sudut kultural, adanyaperhatian terhadap keberadaan atau kekhususandaerah. Keempat, sudutpembangunan,desentralisasiatau otonomisecaralangsungmemperhatikandan melancarkanserta meratakanpembangunan.(TheLiangGie, 1968)

Dengan demikian filosofi formulasi dan implementasi otonomisesungguhnyaberorientasikepada:

a. realisasidan implementasi.dari fIlosofIdemokrasi;b. realisasidarikemandiriansecaranasionaldanmengembangkan

sensitivitaskemandiriandaerahpula;c. melatih daerah dalammencapaikedewasaannyadan dapat

me-managepermasalahandankepentingannyasendirisejauhmemungkinkan;

d. mempersiapkan "political schooling" untuk seluruhmasyarakat;

e. mempersiapkansaluranbagiaspirasidanpartisipasidaerah;f. membuatpemerintahdapatsecaraoptimalmencapaiefIsient

dan efektif(Soewargono.1977).

Secarapraksisdalamimplementasipemerintahandi daerahselamainipemerintah sering terkena overlearning lessons yang berakibat kebijaksanaan-kebijaksanaanotonomildesentralisasijustru mengarahkepada sentralisasi.Sehinggapembatasandankontroldanarabankepadadaerahseringdirasakanterlalu ketat. Konotasinyanampakdalam hal formulasi dan implementasiUU Nomor 5/1974:

- PenguasaTunggal- Daerah = d,aerahnyapusat, Pusat =pusatnya daerah- Dekonsentrasi sama kedudukan dan

pentingnya dengan desentralisasi- Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD- Pembagian Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UtJ 18/1997)

JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998 49

Page 3: Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan (Kasus Pengaturan ...

Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan Warsito Utoll1al warsitO Utomo Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan

PERMASALAHAN PEMERINTAHANDAERAHPADA MASA ORDE BARU

Selama pemerintahanOrde Baru, tepatnya dengan diundangkannyaUndang-UndangNomor 5 Tahun1974TentangPokok-PokokPemerintahandi daerah, maka memang sudah nampak sekali adanya otoritas di dalamformulasinyadanjuga implementasinya.Persoalan-Persoalanyang munculdalampenyelenggaraanpemerintahandi daerah, antara lain:

- Dominasi prinsip dekonsentrasi dalam penyelenggaraanpemerintahandi daerah;

- Penyeragaman struktur pemerintahan daerah secara nasional;

- Ketimpangandistribusikeuanganpusat dandaerah;- Ketiadaan pemisahan kekuasaan di tingkat pimpinan di daerah;

- Rekruitmenpimpinandaerahyang ditentukanolehpusat;- Penyatuanfungsikepaladaerahdan kepalawilayah;- Adanyastrukturparalelpusat di daerah-daerah.

Dengan persoalan-persoalan penyelenggaraan pemerintahan di daerahtersebut, maka implikasi yang terjadi adalah :

- Rendahnyakewenangandaerah;- Hilangnya kemajemukan struktur politik lokal dan hilangnya

otonomi di tingkat lokal;

- Lemahnya kemampuanself-supportingpemerintah daerahdalambidangkeuangan;

- Munculnya lembaga-Iembaga kolusi wewenang dankekuasaan;

- Ketergantungan kepada pemerintah pusat dan lemahnyapertanggungjawaban kepada masyarakat daerah;

- Hilangnya initiatif daerah;- Konsentrasi kekuasaan di tangan Gubernur dan Bupatil

Walikotamadya;- Semakinkuatnyakontrolpolitikpusat terhadapdaerah.

50 JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998

FEDERALISME SEBAGAI SUATU SISTEMDALAM PELAKSANAAN DESENTRALISASI-OTONOMI

Sesungguhnyaisyu federalisme, daerahisme, propinsialisme, ataudengan bahasa halusnya tuntutandaerah untuk lebih diberikan kebebasansudahlamaterjadi (nostalgiadi era 50-an),yangjustru seringmenimbulkaningatan overlearning lessons pemerintah pusat sehinggapolicy yang dibuatnyasering lebih menekankan kepada tightening control dari pada promoting theefficiency. Situasi ini - yang menjadi kenyataan akhir-akhir ini ~ lebihdisebabkan atau dipicu oleh policy terhadap pemerintah daerah yang bersifattop -bottom dengan menggunakan manajemen sistem yang bercorak benevo-lent autocrat, government for the people.

DaTi analisa dan penglihatan daTi bawah (pemerintah daerah),sesungguhnya tuntutan yang mendesak ada pada 3 (tiga) pokok permasalahan:

1) distribution of power;2) sharing of income3) kemandirian sistem manajemen di daerah.

Untuk itulah diperlukan titik temu di antara p~merintah pusat dengan daerah-daerah di dalam memecahkanpermasalahan tarik menarik kekuasaan di antarapusat dengan daerah-daerah.

Sistem federalberintikan pembagiankekuasaandan fungsi pemerintahandi antara pemerintah pusat (central government) dengan daerah (rftgionaljurisdiction), di antara nation dangan state. Meskipun, di dalam perjalanansejarah hubungan kekuasaan atau pembagian kekuasaan ini sering ada didalam kadar continuum di antara nation centered federalism dan state cen-teredfederalism. Pada waktu federalisme menggunakan model dual federal-ism maka responsibilitas dan aktivitas di antara nation (pusat) dan states(daerah) benar-benar dipisahkan dan berbeda. Ketika penggunaan modelcooperative federalism maka penekanannya adalah pada linkages dan jointarrangements di antara komponen-komponen level pemerintahan yang ada.Sedangkan pada waktu penggunaan model new federalism, (di USAdilaksanakan sejak Richard Nixon sampai saat ini) kecenderungan yang lugasuntuk mengembalikan atau menyerahkan kembali powers and responsibili-ties kepada states (daerah-daerah). Power sharing merupakan kunci di dalamsistem federal yang mengkombinasikan di antara self rule dan shared rule;

JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998 51

Page 4: Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan (Kasus Pengaturan ...

Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan Warsito Utoll1i!l Warsito Utomo Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan

di samping penekanan sangat pentingnya bargaining dan negosiasi di antarapusat-pusat kekuasaan.

Sistem federal didasarkan pada 6 (enam) prinsip dasar ialah:noncentralized; cenderung demokratis; pengembangan sistem checks andbalances; proses tawar-menawar (bargaining) yang terbuka; ada di dalamkonstitusi yang tertulis; penentuan secara tegas kekuasaan yang dimiliki unit-unit pemerintahan. Sebagai model organisasi matrik, sistem federal tidakmemiliki pusat-pusat kekuasaan (power centers)dan periphery; ada pembagianatau perbedaan atau pemisahan tetapi ada di dalam kesamaan atau kesatuan;tidak ada peringkat lebih tinggi atau rendah, tetapi lebih besar atau kecil;demikian juga demokrasi-nya dikembangkanberbeda dengan demokrasi yangberdasarkanparliament supreme ataupun consodational democracy.

Selama ini pelaksanaan pemerintahan (pusat) dengan menggunakancorak benevolent autocrat yang berlandaskan paternalisme, menumbuhkanpemerintahan yang terpusat pada suatu kelompok atau kepentingan tertentusaja. Lebih-Iebih dengan penggunaan security approach dalam dalih untukmenjaga stabilitas demi kelangsungan pembangunnan dan negara kesatuanserta adanya persatuan, mendorong negara kita justru di ambang perpecahan.

Pemerintahan yang seperti ini, yang dijalankan oleh Orde Baru, seringtidak memberikanpublic space untuk mewujudkan tampilnya dvil sodety,dan ini berarti pemasungan terhadap demokrasi sebagai hak-hak rakyat.Demikian juga yang nampak pada pemerintahan daerah, kurangnya ataubahkan tiadanya local democracy, dimana segalanya menunggu juklak, juknisdan tuntas. Akibatnya ketergantungan birokrasi pemerintahan di daerah dalamsegala hal kepada birokrasi pemerintahan pusat. Dekonsentrasi yangkedudukannya sarna pentingnya dengan desentralisasi, menjadikan pelaksanaandekonsentrasi overshadowing terhadap desentralisasi.

- Pelaksanaan otonomi dan desentralisasi di Daerah Tingkat II yang

merupakan ujung tombak dalam pelayanan kepada masyarakat dikarenakanyang paling depan berhadapan dengan masyarakat, sering tidak memberikangambaran yang mengembirakan di dalam kernandiriannyauntuk memberikanpelayanan kepada masyarakat. Meskipun bermacam-macam urusan telahdiserahkan kepada Dati II tetapi urusan dengan berbagai-bagai kegiatan yangada termasuk income-nya, masih dikuasai oleh pemerintahan tingkat atas.

52 JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998

Demikian juga jaringan kerja (network) untuk membuat dan memutuskan

keputusanrnasihberada di tanganpemerintahanyang lebih atas. Sehinggasering tidak saja terjadi bureaucratism, tetapi juga bureaunomia dikarenakanpara pembuatkeutusan-punjuga berada pada tingkatdan pada kelompok-kelompokyanghanyaberdekatandan dapatmenguntungkanpower-elit.

Era reformasi telah muncul. Wacana atau suasana monolitik harusditinggalkan,danwacanaatausuasanapluralistikharuskitaterirna.Reformasiyangpadahakekatnyaadalahchange,improvementataumodernizationtidaksaja harus kita lihat sebagai inevitabletetapi haruslah kita sadari sebagaiplannedchange.Demikianjugadidalamformulasidanimplementasiotonomi-desentralisasi, tidak dapat kita hindaripasti harus dilakukan perubahan.Tuntutan akan demokrasi di tingkat lokal, tuntutan kewenangan daerah yanglebih besar, tuntutan kemandirian daerah yang lebih tangguh, seharusnyamenyadarkan pemerintah pusat untuk membagikan kekuasaan yang selamaini terpusat, kepada daerah. Pemerintah pusat harns betani melakukanreformasi dalam melakukan hubungannya dengan daerah-daerah ialah denganmenerapkan atau melakukan konsep loose and tight atau yang sering disebutdengan in search of excellence. Konsep ini dalam artian loose on rules and

regulationsand tight on vision, values and goal. Sehinggaakan nampakhubungan yang lebih erat di antara giving orders dengan carrying them out.

Khusus mengenai permasalahan sharing of income, perIu dilakukanpengaturan yang lebih objektif dalam arti lebih menguntungkan danmemberdayakan daerah untuk berkembang secara mandiri. Secara umumPasal 55 sampai dengan Pasal 64 UU No. 5/1974 tentang Pokok-pokokPemerintahan di Daerah telah mengatur mengenai Pendapatan Daerah: danUU No. 18/1997 sebagai "penyempurnaan" UU No. 32/1956 telah mengaturmengenai Pajak dan Retribusi Daerah; dan Instruksi Mendagri No. 10/1998telah menentukan pencabutan Peraturan Daerah Tingkat I dan II mengenaiPajak Daerah dan Retribusi Daerah, tetapi peraturan-peraturan tersebut tidakmemberikan pembagian atau perimbangan yang objektif, hanya menentukanrnacam, bentuk dan larangan, untuk itu perlu pengaturan lebih lanjut perihal

Pertama, di manakah sesungguhnya akan diletakkan otonomi tersebut.Apabila propinsi merupakan dekonsentrasi, maka pajak dan retribusi yangrnasih berada di Dati I perlu diserahkan ke Dati II, baik keseluruhan maupundengan prosentase yang lebih besar kepada Dati II.

JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998 53

Page 5: Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan (Kasus Pengaturan ...

Sistem Federal Dalam Negara Kesatuan Warsito Uta

Kedua, sedangkan apabilabaik Dati I maupun Dati II merupakan daerahotonom, perlu dilakukan pembagian yang menguntungkan, objektif,proporsional, dimana objek pajak dan retribusi berada. Dalam hal ini perludilakukan perubahan struktur pendapatan Dati II yang lebih ADIL,RASIONIL, dan yang mampu MENINGKA TKAN PEREKONOMIANMASYARAKAT. Demikian juga perlu dilakukan penelitian dan perhitunganPOTENSI DAERAH/SUMBER PENDAPATAN DAERAH.

Ketiga, perhitungan menguntungkan ditentukan berdasarkanperencanaan yang dibuat oleh daerah yang bersangkutan (planning orienteduntuk menentukan budgeting authority).

Keempat, untuk daerah-daerah yang tidak memiliki penghasilan ataupendapatan sebesar daerah yang lain, maka kewajibanpemerintah pusat untukmensubsidinya yang diambil dari sisa perhitungan yang menguntungkan tadi.Misal: diperhitungkan dari 40 % atau 60% yang diserahkan oleh daerah yangmemiliki pendapatan daerah yang besar.

PENUTUP

Terakomodasikannyakemajemukan,perbedaandankeberadaandaerah-daerah, dengan pengakuan adanya kemandiriandaerah-daerah, di dalampenggunaansistemfederaldengansharingofpower yang lugas, akanlebihmenyadarkandaerah-daerahuntuk masih diperlukannyaNegara Kesatuan.SebaliknyaapabilahanyademitegaknyaNegaraKesatuan,denganpenerapansistem politikdan pemerintahanyang berorientasikepadabenevolentauto-crat dengan memanfaatkan paternalisme, tanpa menghiraukan adanyakemajemukan,akanlebihmenampakkansuasanakeinginanberdirinyanegarafederal.

Sistemfederalmaupunkesatuanakanlebihbermaknaapabilamemilikiprospek untuk distributionof power dan sharing of incomeyang objektifserta sistem manajemenpemerintahandaerah yang memberikanempower-ing kepadadaerah.

54 JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998

WarsitO UtOmoSistem Federal Dalam Negara Kesatuan

Dattar Pustaka

Bowman, Ann O'm and Richard C. Kearney, State and Local Government, HoughtonMifflin Company, 1996.

Comelis Lay, Hubungan Pusat-Daerah Dalam Rangka Pemberdayaan Daerah,Makalah, Seminar dalam Kerjasama CIDES, FISIPOL UGM, FriedrichNaumann Stiftung, Yogyakarta, 21 Juli 1998.

Lipset, Seymour Martin, The Encyclopedia of Democracy, Volume II, Congres-sional Quaterly Inc., Washington D.C., 1995

Madelina K Hendytio, Masalah Desentralisasi pada Masa Orde Barn, Analisis, CSIS,1990.

Pratikno,CatatanDesentralisasidan KeuanganDaerah,Makalah, 1998., Mengakhiri Pola Direktif -Parasitis Dalam Hubungan Pusat dan Daerah,

Makalah, Seminar dalam kerjasama CIDES, FISIPOL UGM, FriedrichNaumann Stiftung, Yogyakarta, 21 Juli 1998.

Smith, B.C., Decentralization, The Territorial Dimension of the State, George Allenand Urwin, Boston 1995.

Soewargono, Makalah, The Local Government System in Indonesia, Seminar onFinancing Local Development, Kuala Lumpur, Malaysia, 1976.

Warsito Utomo, Makalah, Pengembangan Transparansi PenydenggaraanPemerintahan Daerah (Dimensi Administrasi Publik) , Seminar dalamKerjasama CIDES, FISIPOL UGM, Friedrich Naumann Stiftung,Yogyakarta, 21 Juli 1998.

, Beberapa Point Penting Reformasi Otonomi Daerah, Makalah .padaDengar Pendapat Vmom Komisi II DPR RI, Jakarta, 15 September 1998.

,Urgensi Otonomi Daerah Dalam Era Reformasi, Seminardiselenggarakanoleh HMI Badko Jateng, Semarang, 23 September 1998.

Yosep Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,Identifikasi Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya,Rajawali Pers, Jakarta, 1988.

55JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998