SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/23683/3/SKRIPSI TANPA BAB...

63
SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SEBAGAI FASE DIAM KOLOM KROMATOGRAFI UNTUK PEMURNIAN FIKOBILIPROTEIN Oscillatoria sp. (Skripsi) Oleh DEWI ANIATUL FATIMAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

Transcript of SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/23683/3/SKRIPSI TANPA BAB...

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SEBAGAI FASEDIAM KOLOM KROMATOGRAFI UNTUK PEMURNIAN

FIKOBILIPROTEIN Oscillatoria sp.

(Skripsi)

Oleh

DEWI ANIATUL FATIMAH

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2016

ABSTRACT

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION HYDROXYAPATITE AS

STATIONARY PHASE OF CHROMATOGRAPHY COLUMN FOR

PURIFICATION Oscillatoria sp. PHYCOBILIPROTEIN

By

DewiAniatul Fatimah

Hidroxyapatite (Ca10(PO4)6(OH)2) is a type of primary minerals that make up

bone and teeth. In the field of chemistry, hidroxyapatitewas used as adsorbent in

proteins purification. This study Hydroxyapatite synthesized using precipitation

method by CaCl2 and Na2HPO4 as a precursor, and modifications hidroxyapatite

be fluorapatite (Ca10(PO4)6 (F2)). The results of characterization using SEM

showed morphology of fluorapatitecrystals more homogeneous than the

hidroxyapatitecrystal. Additionally adsorption phycobiliproteins was seen in

ClSM showed that fluorapetite also more homogenous than hydroxyapatite. The

hydroxyapatite synthesis subsequently used as adsorbent chromatographycolumn

for purification of extracts fikobiliproteinOscillatoria sp. which obtained two

fractions based on the different ribbon colors. The characterization results using

spectrophotometry UV-Vis and spectrophotometry fluorescence kind

phycobiliprotein generated in this study isblue pigment phycocyaninwith

maximum absorbance on λmaks 620 nm and emission λmaks640-650 nm, excitation

λmaks590 nm.Ratio of the purity of phycocyaninwhich is calculated based on the

ratio A620 / A280 is obtained at 0.9740 to crude extract, 0.6217 for the first

fraction hydroxyapatite column, 1.0012 for second fraction hydroxyapatite

column, 1.1090 for the first fraction fluorapatite column, and 1.0921 for second

fraction fluorapetit column. That ratio has been qualified for use as a trap food

and cosmetics.

Keywords :Hidroxyapatite, Chromatography, Phycobiliprotein

ABSTRAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SEBAGAI FASE

DIAM KOLOM KROMATOGRAFI UNTUK PEMURNIAN

FIKOBILIPROTEIN Oscillatoriasp.

Oleh

DEWI ANIATUL FATIMAH

Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) merupakanjenis mineral utama yang

menyusuntulang dan gigi. Dibidang kimia, hidroksiapatit digunakan sebagaia

dsorben pada pemurnian protein. Sehingga pada penelitian ini dilakukan sintesis

hidroksi apatit menggunakan metode pengendapan dengan CaCl2dan Na2HPO4

sebagai prekursor, dan modifikasi hidroksiapatit menjadi fluorapatit

(Ca10(PO4)6(F2). Hasil karakterisasi dengan menggunakan SEM menunjukkan

morfologi Kristal fluorapatit lebih homogeny dari pada Kristal hidroksiapatit.

Selain itu adsorbs fikobiliprotein yang dilihat pada CLSM pada fluorapatit juga

lebih homogeny dibandingkan dengan hidroksiapatit. Hidroksiapatit hasil sintesis

selanjutnya digunakan sebagai fase diam kolom kromatografi untuk pemurnian

ekstrak fikobiliprotein Oscillatoria sp. Dan diperoleh dua fraksi berdasarkan

perbedaan pita warnanya .Hasil karakterisasi denga nmenggunakan

spektrofotometri UV-Vis dan spektrofotometri fluorosensi jenis fikobiliprotein

yang dihasilkan pada penelitian ini berupa pigmen fikosianin yang berwarna biru

dengan absorbansi maksimum pada λmaks 620 nm dan λmaks emisi 640-650 nm

λmaks eksitasi 590 nm. Rasio kemurnian fikosianin yang dihitung berdasarkan rasio

A620/A280 diperoleh sebesar 0,9740 untuk ekstrak kasar, 0,6217 untuk fraksi I

kolom hidroksiapatit, 1,0012 untuk fraksi II kolom hiroksiapatit, 1,1090 untuk

fraksi I kolom fluorapeit, dan 1,0921 untuk fraksi II kolom fluorapatit. Rasio

tersebut telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan makanan dan

kosmetik.

Kata kunci: Hidroksiapatit, Kromatografi, Fikobiliprotein

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SEBAGAI FASE

DIAM KOLOM KROMATOGRAFI UNTUK PEMURNIAN

FIKOBILIPROTEIN Oscillatoria sp.

Oleh

DEWI ANIATUL FATIMAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Blitar, Jawa Timur pada tanggal 05

Mei 1995, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari bapak

Seh Rifai dan ibu Roiyatul Latifah. Penulis menempuh

pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 2 Datarajan yang

diselesaikan pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama

(SMP) di MTsN Pringsewu pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

di SMAN 1 Pringsewu pada tahun 2012.

Tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN tertulis. Penulis mengikuti Kuliah

Kerja Nyata (KKN) di desa Mercu Buana kecamatan Way Kenanga kabupaten

Tulang Bawang Barat Selama 60 hari pada bulan Agustus-September tahun 2015.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia

Dasar I, Kimia Dasar II, dan Kimia Organik selain itu penulis juga aktif di

organisasi Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Universitas Lampung

sebagai Kader Muda (2012-2013) dan sebagai Anggota Bidang Sains dan

Penalaran Ilmu Kimia (2013-2014) , organisasi Rohani Islam (ROIS) FMIPA

Universitas Lampung 2014, dan Unit Kegiatan Mahasiswa Penelitian (UKMP)

Universitas Lampung sebagai Sekretaris Umum (2012-2014).

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT,

Ku persembahkan karya ini kepada:

Bapak dan Ibu TercintaSEH RIFAI dan ROIYATUL LATIFAH

Atas semua dukungan, do’a, semangat, motivasi, cinta, dan kasih sayang yangtiada akhir

Adik-adikku tersayang

Atas semua kebaikan, keceriaan, dan perhatian yang telah kalian berikan

SAHABAT-SAHABATKU

JURUSAN KIMIA, FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG DAN

ALMAMATER TERCINTA

MOTTO

Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapatmengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.

Dan Allah beserta orang-orang yang sabar .

(QS : Albaqarah :249)

Das Geheimnis das könnens liegt im WollenRahasia kemampuan adalah keinginan

(Aristoteles)

Memulai dengan keyakinan,Menjalankan dengan keikhlasan

Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan

(Anonim)

SANCAWACANA

Bismillahirohmanirrihim

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wata’ala

Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat-Nya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul”Sintesis dan Karakterisasi

Hidroksiapatit Sebagai Fase Diam Kolom Kromatografi Untuk Pemurnian

Fikobiliprotein Oscillatoria sp.”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW yang akan memberikan syafaatnya kepada seluruh

umatnya. Aamin.

Teriring do’a, penulis mengucap terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Andi Setiawan, Ph.D selaku pembimbing yang telah membimbing,

memotivasi dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi

ini dapat terselesaikan.

2. Ibu Prof. Dra. Tati Suhartati. Selaku pembahas I yang telah memberikan

arahan, nasihat, dan bimbingan kepada penulis demi terselesaikan skripsi ini.

3. Ibu Noviany selaku pembahas II yang telah memberi motivasi, dan juga

arahan dengan penuh keikhlasan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Bapak Andi Setiawan, Ph.D selaku pembimbing akademik yang telah

mendidik, memotivasi, memberi arahan dan nasihat sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan dengan baik di Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lampung..

5. Bapak Prof. Warsito, DEA selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

6. Bapak Dr.Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua jurusan Kimia

FMIPA universitas Lampung.

7. Terimakasih yang tak terhingga untuk Ayahanda Seh Rifa’I dan Ibunda

Roiyatul latifah yang telah membesarkan, merawat, mendidik dengan penuh

kasih sayang dan cinta yang tulus.

8. Adik-adikku tercinta Adinda Lutfi Nurul Mahmudah dan Budairil Munir

Albustomy yang telah memberi semangat dan keceriaan kepada penulis.

9. Partner penelitian Intan Mailani,Tri Marital atas bantuan, kerjasama,

motivasi, dukungan, dan Semangat

10. Terimakasih juga kepada Nenek, Bude, Bulek, Bibi, Pakpoh, Om, Kakak-

kakak dan adik-adik keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu persatu .

11. Sahabat-sahabatku Maul, Dwi, Fenti, Ajeng, Upeh, Murni, Lita, Ruwai ,Jeje,

Intan, atas bantuan, motivasi, waktu, dan juga keceriaan yang telah kalian

berikan.

12. Terimakasih kepada keluarga besar Mangga 2 yang telah memberikan

motivasi, semangat kepada penulis.

.

13. Kakak-Kakakku semua Ka Miftahur rahman S.Si., Ka Wagiran S.Si yang

telah memberikan banyak arahan, dukungan, motivasi.

14. Keluarga besar Kimia 2012 Adi setiawan, Aditian Sulung, Agus Ardiansyah,

Ajeng Wulandari, Ana Maria Kristiani, Apri Welda, Arif Nurhidayat, Arya

Rifansyah, Atma Istanami, Ayu Imani, Ayu Setianingrum, Deborah Jovita,

Derry Vardella, Diani Iska Miranti, Dwi Anggraini, Edi Suryadi, Eka

Hurwaningsih, Elsa Zulha, Erlita Aisyah, Febita Glysenda, Feby Rinaldo

Pratama, Fenti Visiamah, Ferdinand Haryanto Simangunsong, Fifi

Adriyanthi, Handri Sanjaya, Indah Wahyu Purnama Sari, Indriyani Saney,

Intan Mailani, Ismi Khomsiah, Jean Pitaloka, Jenny Jessica, Khoirul Anwar,

Maria Ulfa, Meta Fosfi Berliana, Muhamad Rizal Robani, Murni Fitria S.Si,

Nila Amalin Nabila, Putri Ramadhona, Radius Uly Artha, Riandra Pratama

Usman, Rifki Husnul Khuluk, Rizal Rio Saputra, Rizki Putriana, Ruliana Juni

Anita, Ruwaidah Muliana, Siti Aisyah, Siti Nur Halimah, Sofian Sumilat

Rizki, Sukamto, S.Si., Susy Isnaini Hasanah, Suwarda Dua Imatu Dela,

Syathira Assegaf, Tazkia Nurul, Tiand Reno, Tiara Dewi Astute, Tiurma

Debora Simatupang, Tri Marital, Ulfatun Nurun, Wiwin Esty Sarwita, Yepi

Triapriani, Yunsi’u Nasyah, Zubaidi.

15. Rekan-rekan HIMAKI dan seluruh mahasiswa kimia angkatan

2011,2013,2014, dan 2015.

16. Rekan-rekan ROIS FMIPA Universitas Lampung 2014/2015

17. Rekan-rekan UKM Penelitian Universitas Lampung 2013/2014

18. Teman-Teman KKN desa Mercu Buana Juli-September 2015, Dita Putriana,

Emia Sri Sebayang, Tota Gadis Mery Silaban, Arie Rekza Cahya, Arman

Sukma Negara, dan Muhaqiqin.

19. Seluruh Dosen di jurusan Kimia FMIPA Unila yang telah mendidik dan

membagikan ilmunya kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

20. Seluruh Staff dan Karyawan di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

21. Staf UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas

Lampung yang telah memberi ijin penelitian.

22. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis memohon maaf kepada semua pihak apabila skripsi ini masih

terdapat kesalahan dan kekeliruan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat

sebagaimana mestinya aamin..

Bandar Lampung, Agustus 2016

Dewi Aniatul Fatimah

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4

C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5

A. Senyawa Apatit ....................................................................................... 5

B. Mikroalga ................................................................................................ 11

C. Oscillatoria sp ......................................................................................... 14

D. Fikobiliprotein......................................................................................... 16

E. Scanning Electron Microscopy (SEM) ................................................... 21

F. Kromatografi ........................................................................................... 23

G. Spektrofotometri UV-Vis........................................................................ 26

H. Spektrofotometri Fluorosensi.................................................................. 28

I. Confocal Laser Scanning Microscopy (CLSM)...................................... 29

iv

III. METODE PENELITIAN.............................................................................. 31

A. Waktu dan Tempat .................................................................................. 31

B. Alat dan Bahan........................................................................................ 31

C. Prosedur Penelitian.................................................................................. 321. Kultivasi dan Pemanenan Oscillatoria sp. .................................. 322. Sintesis Hidroksiapatit................................................................. 333. Karakterisasi Hidroksiapatit ........................................................ 344. Ekstraksi Fikobiliprotein ............................................................. 355. Pemurnian Fikobiliprotein........................................................... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 37

A. Kultivasi dan Pemanenas Oscillatoria sp. .............................................. 37

B. Ekstraksi Fikobiliprotein........................................................................ 38

C. Sintesis Hidroksiapatit ........................................................................... 40

D. Pemurnian fikobiliprotein ...................................................................... 45

E. Karakterisasi fikobiliprotein ............................................................... .. 461. Spektrofotometry UV-Vis ........................................................ .. 472. Spektrofotometry fluorosence .................................................. .. 513. Scanning Electron Microscopy (SEM)..................................... .. 534. Convocal Laser Scanning Microscopy (CLSM) ...................... .. 55

V. SIMPULAN DAN SARAN...................................................................... .. 57

A. Kesimpulan ......................................................................................... .. 57

B. Saran ................................................................................................... .. 58

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 59

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Metode kromatografi berdasarkan sifat protein ............................................ 24

2. Penggolongan kromatografi berdasarkan fase diam dan fase gerak ............. 24

3. Indeks kemurnian dan konsontrasi fikosianin .............................................. 49

4. Hasil scnaning fluorosensi ............................................................................ 53

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bentuk kristal hidroksiapatit ......................................................................... 9

2. Interaksi permukaan hidroksiapatit dengan protein. ..................................... 10

3. Oscillatoria sp............................................................................................... 16

4. Jalur biosintesis fikobiliprotein dari biliverdin ............................................. 18

5. Skema dasar SEM ......................................................................................... 23

6. Skema UV/VIS Spektrofluorometer ............................................................. 29

7. Morfologi Oscillatoria sp ............................................................................. 38

8. Ekstrak fikobiliprotein .................................................................................. 40

9. Hasil kolom kromatografi ............................................................................. 46

10. Interaksi permukaan apatit dengan protein ................................................... 46

11. Spektrum UV-Vis .......................................................................................... 47

12. Kromofor fikosianin...................................................................................... 52

13. Kristal hidroksiapatit ..................................................................................... 54

14. Kristal fluorapatit .......................................................................................... 54

15. Interaksi fikosianin dengan matrik fluorapatit .............................................. 55

16. Interaksi fikosianin dengan matrik hidroksiapatit......................................... 56

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pembuatan Media f/2-Si Guillard ................................................................. 66

2. Pembuatan Larutan........................................................................................ 68

3. Perhitungan massa NH4F yang ditambahkan sebagai prekursor................... 70

4. Diagram alir penelitian.................................................................................. 72

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cyanobacteria tergolong sebagai organisme prokaryotik fotosintetis yang

menangkap sinar matahari untuk memperoleh energi menggunakan klorofil dan

berbagai pigmen aksesoris ( Vincent, 2009). Organisme tersebut juga merupakan

salah satu jenis mikroalga yang banyak terdapat di alam, hal ini karena sifatnya

yang cosmopolitan, dapat hidup di daratan (planktonik) dan di perairan

(terrestrial) (Prihatini et al., 2006).

Semua jenis cyanobacteria meliputi Nostoc sp., Rivaluria sp., Anabaena sp., dan

Oscillatoria sp., mengandung klorofil a, dan pigmen warna fikosianin dan

alofikosianin yang memberi karakteristik warna hijau biru, namun ada beberapa

takson cyanobacteria yang mengadung pigmen fikoeritrin yang memberi warna

merah atau kadang kehitaman (Vincent, 2009). Fikosianin, alofikosianin, dan

fikoeritrin yang terdapat pada cyanobacteria tersebut merupakan jenis pigmen

pembantu fotosintesis yang disebut juga sebagai fikobiliprotein (Glazer, 1985).

2

Fikobiliprotein merupakan protein yang mengandung ikatan kovalen antar gugus

tetrapyrol yang memegang peranan penting dalam mengumpulkan cahaya

matahari. Fikobiliprotein tergolong dalam protein yang dapat berfluorosensi

dengan berat molekul (Mr) : 120 x 103 (untuk fikosianin), 110 x 103 (untuk

alofikosianin), dan 250 x 103 (untuk fikoeritrin) (Glazer, 1994).

Dibeberapa negara fikobiliprotein disebut sebagai kromoprotefluorosence yang

digunakan sebagai bahan aditif dalam makanan, produk kosmetik, obat-obatan

dan juga sebagai reagen yang digunakan untuk diagnosis medis (Simaunovic et

al., 2012). Karena kegunaan dari fikobiliprotein tersebut maka berkembang

penelitian tentang isolasi fikobiliprotein, baik metode ekstraksi ataupun

pemurnian fikobiliprotein. Pada tahun 1993 Tcheruov et al., melakukan

pemurnian fikobiliprotein jenis B-Phycoeritrin menambahkan ekstrak kasar

fikobiliprotein dengan rivanol yang selanjutnya dilarutkan dalam ammonium

sulfat dan rivanol dihilangkan dengan metode kromatografi kolom. Tahun 2005

Ranjhita dan Kaushik melakukan pemurnian fikobiliprotein dengan menggunakan

proses salting out yang diikuti dengan pemurnian menggunakan kromatografi

pada kolom DEAE selulosa-52 . Kemudian pada tahun 2014 Kumar et al. juga

melakukan pemurnian fikosianin melalui presipitasi dan dilanjutkan dengan

kromatografi dengan kolom DEAE selulose-11. Dari ketiga penelitian tersebut

menggunakan prosedur pemurnian yang panjang dan rumit, Sehingga akan

memerlukan waktu yang lama, hal tersebut tentu akan mempengaruhi kestabilan

dan jumlah fikobiliprotein yang dihasilkan, terlebih karena sifat fikobiliprotein

yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pH, cahaya matahari, dan

3

suhu (Glazer, 1985). Selain itu, metode pemurnian fikobiliprotein yang telah

dipaparkan tersebut menggunakan jenis kolom yang masih tergolong mahal,

sehingga untuk ekstraksi dan pemurnian fikobiliprotein pada skala besar (skala

industri) akan memerlukan biaya yang besar. Oleh karena itu diperlukan metode

pemurnian untuk fikobiliprotein yang lebih efisien, salah satu contohnya adalah

dengan menggunakan kolom yang lebih mudah diperoleh, seperti kolom

hidroksiapatit.

Hidroksiapatit adalah suatu senyawa fosfat yang merupakan mineral komponen

utama penyusun tulang dan gigi dengan rumus molekul (Ca10(PO4)6(OH)2).

Senyawa tersebut telah digunakan sebagai fasa diam pada kromatografi protein

dan DNA (Tiselius et al., 1956).

Hidroksiapatit saat ini banyak terdapat sebagai turunan keramik yang cukup

unggul dalam hal kecepatan aliran dan stabilitas, sehingga hidroksiapatit banyak

diminati untuk mengembangkan media pemisahan yang memiliki sifat yang unik

(Poole et al., 2003). Menurut Yusuf et al.(2009) matrik apatit dapat digunakan

secara berulang lebih dari 100 kali tanpa kontaminasi.

Sumber alami hidroksiapatit di antaranya tulang manusia, tulang sapi, karang,

chitosan, tulang ikan, kulit telur, dan lain-lain. Hidroksiapatit juga dapat

disintesis dengan menggunakan bahan kimia laboratorium. Hidroksiapatit sintesis

lebih disarankan karena hidroksiapatit sintesis mengurangi resiko penularan

penyakit.

4

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini telah dilakukan sintesis dan

karakterisasi senyawa hidroksiapatit, dan selanjutnya diaplikasikan sebagai fase

diam kolom kromatografi pada pemurnian fikobiliprotein Oscilatoria sp.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mensintesis dan mengkarakterisasi senyawa hidroksiapatit.

2. Mengaplikasikan hidroksiapatit sebagai fase diam pada kolom kromatografi

untuk pemurnian fikobiliproein yang diekstrak dari Oscillatoria sp.

C. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberi informasi tentang senyawa

hidroksiapatit, dan kegunaanya untuk pemurnian fikobiliprotein dalam skala

laboratorium dan juga skala industri.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Senyawa Apatit

Nama apatit diturunkan dari bahasa Yunani yaitu apatê yang berarti penipu

karena beragam bentuk dan warna yang dimilikinya. Mineral kelompok apatit ini

memiliki struktur kristal yang berbentuk heksagonal, formula umumnya adalah

Ca10(PO4)6X2 , unsur X dapat berupa OH, F, atau Cl sehingga senyawa apatit ini

dapat dibagi menjadi fluorapatit, klorapatit, dan hidroksiapatit. Ion-ion F-, Cl-,

dan OH-, mudah sekali tersubstitusi kedalam kristal apatit sehingga menjadikanya

mirip satu sama lain jika tidak diamati dengan menggunakan analisis tertentu.

1. Hidroksiapatit

Hidroksiapatit secara alami muncul sebagai mineral pada batuan fosfat dan juga

merupakan bagian dari mineral tulang. Aplikasi hidroksiapatit meliputi drug

delivery, kultur sel, pemurnian antibodi pada skala industri, dan lain-lain.

Hidroksiapatit juga dapat digunakan untuk fraksinasi protein melalui kolom

kromatografi. Hidroksiapatit dapat disiapkan dengan mencampurkan larutan

natrium fosfat (Na2HPO4) dengan kalsium klorida (CaCl2). Selanjutnya akan

terbentuk endapan putih, endapan putih (brushit) tersebut dirubah menjadi

6

hidroksiapatit melalui pemanasan hingga 100oC dalam kehadiran ammonia.

Meskipun hidroksi apatit disediakan dipasaran, hidroksiapatit dapat dibuat dengan

mudah.

Sampai saat ini hidroksiapatit telah banyak digunakan dalam bentuk bubuk,

butiran, semen, blok padat, berpori dan berbagai komposit. Sumber alami

hidroksiapatit di antaranya tulang manusia, tulang sapi, karang, chitosan, tulang

ikan, kulit telur, dan lain-lain. Namun sintesis hidroksiapatit lebih disarankan.

agar terhindar dari penularan penyakit, berikut ini beberapa metode sintesis

hidroksiapatit:

1.1 Sintesis Hidroksiapatit

a. Metode presipitasi (pengendapan)

pengendapan adalah metode yang umum yang digunakan untuk mensintesis

hidroksiapatit. Metode pengendapan biasanya melibatkan reaksi antara asam

ortofosfat dengan kalsium hidroksida encer pada pH 9 seperti pada reaksi dibawah

ini:

3Ca3(PO4)2 + Ca(OH)2 Ca10(PO4)6(OH)2

Pembentukan endapan dilakukan dengan penambahan sedikit demi sedikit larutan

Ca diikuti dengan pengadukan secara terus menerus. Pengendapan terjadi pada

laju sangat lambat dan suhu reaksi sangat bervariasi antara 25oC dan 90oC.

Amonium hidroksida, diamoniumhidrogen fosfat juga dapat digunakan untuk

7

produksi hidroksiapatit melalui metode pengendapan. Amonium hidroksida

ditambahkan untuk menjaga agar pH konstan. Hasil produksi dengan metode ini

terbentuk lebih cepat, namun setelah presipitasi endapan yang dihasilkan perlu

dicuci untuk menghilangkan nitrat dan ammonium hidroksida. Pengadukan

secara terus menerus digunakan untuk penggabungan lambat kalsium kedalam

struktur apatit untuk mencapai rasio stoikiometri Ca/P.

b. Metode Hidrotermal

Pada tipe reaksi hidrotermal, larutan kalsium dan fosfat dilarutkan pada suhu dan

tekanan tinggi untuk menghasilkan hidroksiapatit. Berbagai jenis garam kalsium

dan fosfat telah digunakan pada metode ini seperti kalsium hidroksida, kalsium

nitrat, kalsium karbonat, dan kalsium klorida; kalsium hidrogen fosfat, dikalium

fosfat, dan diamonium hidrogen fosfat. Tipikal reaksi pada metode hidrotermal

adalah sebagai berikut:

4Ca(OH)2 + 6CaHPO4.2H2O Ca10(PO4)6(OH)2 + 18H2O

Secara normal reaksi pembentukan berlangsung pada suhu 60-250oC

c. Metode Sol Gel

Material sol-gel dapat diproduksi menggunakan 3 metode yang berbeda yaitu:

gelasi bubuk koloid, pengeringan kritis, dan pengendalian hidrolisis dan

kondensasi dari prekursor dan kemudian digabungkan langkah pengeringan pada

suhu kamar (Chetty et al.,2012).

8

1.2 Sifat Hidroksiapatit

a. Sifat Struktur Kristal

Hidroksiapatit ditemukan memiliki dua struktur kristal yang berbeda yaitu:

monoklinik dan heksagonal. Pada umumnya hidroksiapatit yang disintesis

memiliki struktur kristal heksagonal. Struktur tersebut terdiri dari susunan gugus

PO4 tetrahedral yang diikat oleh ion-ion Ca. Ion-ion Ca berada pada dua posisi

yang berbeda yaitu: posisi kolom sejajar (Ca1) dan posisi segitiga sama sisi (Ca2)

yang berada pada pusat sumbu putar. Susunan OH- membentuk kolom dan berada

pada sumbu putar, juga membentuk susunan sedemikian dengan OH- yang

terdekat seperti yang terlihat pada Gambar 3a.

Hidroksiapatit juga dapat ditemukan dalam bentuk struktur monoklinik (Gambar

3b ) jika kondisinya benar-benar stoikiometrik. Struktur ini yang paling stabil

secara termodinamika bahkan disuhu ruang sekalipun. Struktur monoklinik

ditemukan pertama kali dari proses pengubahan kristal tunggal kloroapatit

menjadi kristal tunggal hidroksiapatit dengan memaparkannya pada uap air

bersuhu 1200oC, namun struktur heksagonal juga dapat diperoleh pada kondisi

stoikiometri jika susunan OH- tidak teratur.

Idealnya rasio Ca/P dari hidroksiapatit adalah 10/6 dan densitasnya 3,19 g/ml.

stabilitas hidroksiapatit lebih besar jika gugus OH digantikan dengan F karena

jarak antara atom F dengan Ca lebih kecil jika dibandingkan antara OH dengan

Ca.

9

b. Sifat Kimia

Hidroksiapatit memiliki sifat kimia yang penting yaitu biocompatiple, bioactive,

dan bioresorbable. Biocompatiple maksudnya adalah material tersebut tidak

menyebabkan reaksi penolakan dari sistem kekebalan tubuh manusia meskipun

dianggap sebagai benda asing. Sedangkan sifat bioactive artinya material akan

sedikit terlarut tetapi membantu pembentukan sebuah lapisan permukaan apatit

biologis sebelum langsung berantarmuka dengan jaringan dalam skala atomik,

yang mengakibatkan pembentukan sebuah ikatan kimia langsung ke tulang.

Bioresorbable artinya material akan melarut sepanjang waktu.

Hidroksiapatit larut di dalam larutan asam, tidak larut di dalam larutan basa dan

sedikit larut dalam air destilasi. Kelarutan dalam air meningkat seiring dengan

penambahan elektrolit. Selain itu, kelarutan hidroksiapatit berubah karena adanya

asam amino, protein, enzim, dan senyawa organik lainya. Sifat kelarutan tersebut

berhubungan dengan sifat Biocompatiple dari hidroksiapatit dengan jaringan dan

reaksi kimianya dengan senyawa lainya.

Gambar 1. Bentuk kristal hidroksiapatit a.) kristal heksagonal,b.)Kristal monoklinik (Corno et al., 2006).

10

Hidroksiapatit merupakan kristal mineral fosfat yang dapat digunakan untuk

memurnikan protein sejak tahun 1956. Kelompok gugus fungsi yang terdiri dari

pasangan muatan positif ion kalsium (gugus-Ca) dan 6 muatan negatif dari ion

fosfat(gugus-P), dan gugus hidroksi. Masing-masing gugus tersebut

didistribusikan tetap pada permukaan kristal, kombinasi tersebut mempengaruhi

retensi, setidaknya oleh tiga mekanisme yang berbeda yaitu: pertukaran kation

dengan gugus-P, pertukaran anion dan ikatan koordinasi dengan gugus –C, dan

ikatan hidrogen yang juga dicatat secara teoritis mungkin, namun belum

dijelaskan kombinasi mekanismenya tergantung pada pH operasi, komposisi

penyangga, dan sifat permukaan protein atau zat terlarut lainya yang ada dalam

kolom. Berikut ini adalah gambar skema interaksi antara permukaan protein

dengan hidroksiapatit.

Gambar 2. Interaksi permukaan hidroksiapatit dengan protein a.) interaksi HAdengan gugus amino, b.) interaksi HA dengan gugus karboksilat(Gagnon, 1998).

(a) (b)

11

B. Mikroalga

Mikroalga adalah mikroorganisme akuatik berukuran mikroskopik yang dapat

ditemukan di lingkungan air tawar, air laut, dan lokasi yang lembab. Selain itu

mikroalga juga dapat melakukan fotosintesis untuk membuat makanannya sendiri,

sehingga mikroalga disebut juga sebagai mikroorganisme fotoautotrof, mikroalga

juga dimasukkan ke dalam jenis mikroorganisme sel tunggal yang hidup terpisah

menyendiri atau berkelompok, tergantung pada jenisnya. Ukuran mikroalga

berkisar antara 3- 30 µm. Tidak sama dengan tumbuhan lain, mikroalga tidak

mempunyai akar, batang, dan daun.

Mikroalga mampu melakukan fotosintesis, menghasilkan oksigen dan pada waktu

yang sama mikroalga mengambil karbondioksida di lingkungannya sehingga

mengurangi efek rumah kaca dan meminimalisasi terjadinya global warming,

sesuai dengan reaksi berikut:

6 CO2 + 6 H2O + cahaya matahari C6H12O6 (glukosa) + 6 O2

(Anderson, 2005).

Mikroalga dikelompokkan menjadi beberapa menjadi beberapa divisi di antaranya

sebagai berikut:

12

1. Chlorophyta (alga hijau)

Alga hijau adalah kelompok alga yang paling maju dan memiliki banyak

sifat- sifat tanaman tingkat tinggi. Kelompok ini adalah organisme prokariotik

dan memiliki struktur-struktur sel khusus yang dimiliki sebagaian besar alga.

Mereka memiliki kloroplas, DNA–nya berada dalam sebuah nukleus, dan

beberapa jenisnya memilik flagella. Dinding sel alga hijau sebagaian besar

berupa selulosa, meskipun ada beberapa yang tidak mempunyai dinding sel.

Mikroalga mempunyai klorofil a dan beberapa karotenoid, dan biasanya mereka

berwarna hijau rumput. Pada saat kondisi budidaya menjadi padat dan cahaya

terbatas, sel akan memproduksi lebih banyak klorofil dan menjadi hijau gelap.

Kebanyakan alga hijau menyimpan zat tepung sebagai cadangan makanan

meskipun ada di antaranya menyimpan minyak atau lemak.

2. Chrysophyta (alga keemasan)

Alga keemasan sebagian besar termasuk jenis alga yang hidup di air tawar,

namun ada juga yang hidup di air laut. Beberapa anggota kelompok alga ini

memiliki flagella dan motil. Semua memiliki kloroplas dan memilki DNA yang

terdapat di dalam nukleusnya. Alga ini hanya memiliki klorofil a dan c serta

beberapa karotenoid seperti fucoxanthin yang memberikan warna kecoklatan.

Alga ini seringkali dibudidayakan dalam bentuk uniseluler pada usaha budidaya

sebagai sumber pakan.

13

3. Cyanobacteria (alga biru hijau)

Cyanobacteria atau alga biru hijau adalah kelompok alga yang paling primitif.

Kelompok ini adalah organisme prokariotik yang tidak memiliki struktur-struktur

sel seperti yang ada pada alga lainnya, contohnya nukleus dan kloroplas.

Cyanobacteria hanya memiliki klorofil, namun mereka juga memiliki variasi

fikobilin seperti halnya karotenoid. Pigmen - pigmen ini memiliki beragam

variasi sehingga warnanya bisa bermacam-macam dari mulai hijau sampai ungu

bahkan merah. Alga biru hijau tidak pernah memiliki flagella, namun beberapa

filamen membuat mereka bergerak ketika berhubungan dengan permukaan.

Unicell, koloni, dan filamen-filamen Cyanobacteria adalah kelompok yang

umum dalam budidaya, baik sebagai makan maupun sebagai organisme

pengganggu (Kawaroe et al., 2010).

Kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga:

1. Suhu: suhu optimal yang digunakan untuk kultivasi antara 24-30 oC

2. Nutrien: unsur hara yang dibutuhkan terdiri dari makronutrien (C, H, N,

P, K, S, Mg, dan Ca) dan mikronutrien ( Fe, Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo,

Vn, dan Si)

3. Intensitas cahaya: digunakan untuk mengasimilasi karbon anorganik

untuk dikonversi menjadi materi organik

4. Aerasi: dibutuhkan sebagai sumber karbon untuk fotosintesis dalam

bentuk CO2 dan dibutuhkan untuk mencegah terjadinya sedimentasi pada

sistem kultivasi mikroalga

14

5. Salinitas: digunakan untuk mempertahankan tekanan osmotik yang baik

antara protoplasma organisme dengan air sebagai lingkungan hidup

6. Derajat keasaman (pH): umumnya pH yang digunakan antara 7 – 9

(Kawaroe et al., 2010)

Mikroalga memiliki kemampuan melakukan fotosintesis dengan adanya

kandungan pigmen klorofil maupun karotenoid di dalam selnya, seperti

tumbuhan tingkat tinggi. Sehingga berperan sebagai mikoorganisme autotrof

yang mampu menghasilkan biomassa yang mengandung protein 50-60 %,

karbohidrat 40-50 %, lipid 6-18 % maupun senyawa bioaktif (Becker, 2004).

Pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya

ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Sampai saat ini kepadatan sel

digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan mikroalga (Isnansetyo,

1995). Pertumbuhan mikroalga dibagi dalam lima fase pertumbuhan.yaitu fase

lag, fase logaritmik atau eksponensial, fase penurunan lajupertumbuhan, fase

stasioner, dan fase kematian (Fogg, 1975).

C. Oscillatoria sp.

Oscillatoria adalah jenis alga hijau-biru yang paling umum dan tinggal pada

habitat yang bervariasi Desikachary (1959) menyebutkan terdapat 76 spesies

Oscillatoria. Oscillatoria berbentuk tipis kehitaman tumbuh di lingkungan yang

kotor, polusi, dan air yang tenang. Selain itu, Oscillatoria juga tumbuh di kolam,

15

empang, tepi sungai, saluran air dan lain-lain. Oscillatoria adalah jenis mikroalga

yang tahan terhadap berbagai kondisi.

Adapun ciri-ciri dari Oscillatoria sp. menurut Guiry (2011) adalah sebagai

berikut:

1. Tubuh berbentuk benang (filament) tersusun atas sel – sel yang dipilih dan

rapat.

2. Dapat bergerak maju mundur disebut sebagai gerak osilasi.

3. Sel membelah memperpanjang tubuh, sedang pertambahan individu dengan

fragmentasi

4. Lebar sel dapat mencapai 6,8 mm.

5. Filamen dapat bergerak dengan cara meluncur lambat.

Klasifikasi Oscillatoria sp. menurut Desikachary (1959)

Kingdom : Bacteria

Filum : Cyanophyta

Kelas : Cyanophyceae

Famili : Oscillatoriaceae

Genus : Oscillatoria

Sel Oscillatoria sp. membentuk filamen panjang yang dapat pecah menjadi

fragmen yang disebut hormogonia. Hormogonia ini dapat tumbuh menjadi

filamen baru yang lebih panjang lagi. Pemecahan filamen biasanya terjadi ketika

ada sel yang mati (necridia). Oscillatoria sp. menggunakan fotosintesis untuk

16

hidup dan bereproduksi. Setiap filamen pada Oscillatoria sp. terdiri dari trikoma

yang terbuat dari sel baris. Ujung dari trikoma dapat berosilasi seperti pendulum

(Guiry, 2014). Oscillatoria sp. merupakan salah satu kelompok cyanobacteria

yang memproduksi pigmen berupa klorofil, karoten, dan juga fikobiliprotein.

D. Fikobiliprotein

Fikobiliprotein adalah kelompok protein yang berikatan dengan gugus tetrapyrol

protestik secara linear, gugus protestik tersebut disebut sebagai bilin karena

kedekatan strukturnya dengan pigmen bilin yang terdapat pada manusia yaitu

biliverdin dan bilirubin. Konformasi dan hambatan sterik yang dimiliki bilin di

dalam lingkungan aslinya menghasilkan suatu sifat spektroskopi yang spesial

yang diwujudkan dengan warna yang cemerlang dan fluorosensi yang cerah pada

protein ini.

Gambar 3. Oscillatoria sp. (Sarma, 2013).

17

Fikobiliprotein ditemukan pada cyanobacteria atau disebut juga dengan alga biru-

hijau, pada kloroplast rhodopyta (alga merah) dan pada cryptophyceae, kelas alga

eukariotik uniseluler biflagel (kriptomonads). Dari semua jenis mikroorganisme

tersebut fungsi dari fikobiliprotein adalah sebagai pigmen pembantu pada proses

fotosintesis.

Fikobiliprotein menyerap cahaya pada kisaran panjang gelombang tampak dan

mentransfer energi eksitasi ke pusat reaksi pada membran fotosintesis untuk

mengubah cahaya matahari tersebut menjadi energi kimia (Glazer, 1981, 1985,

1989). Fikobiliprotein merupakan senyawa bewarna yang larut dalam air yang

terikat membentuk fikobilisome. Warna dari fikobiliprotein berasal dari gugus

prostetik yang berikatan kovalen dengan kromofor tetraphyrol rantai terbuka.

Jalur biosintesis fikobiliprotein telah diusulkan oleh Brown et al. (1984) melalui

biliverdin pada Gambar 3. Fikobiliprotein pada cyanobacteria dan rhodophyta

dapat dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan urutan asam amino dan absorbansi

maksimumnya yaitu: fikoeritrin (λmaks ~550-565 nm), fikosianin (λmaks ~610-625

nm), dan alofikosianin (λmaks 650 nm). Jika dilihat dengan mata fikoeritrin akan

terlihat berwarna merah, fikosianin akan terlihat seperti ungu (fikoeritrosianin, R-

fikosianin) hingga biru pekat (C-fikosianin), dan alofikosianin terlihat sebagai

warna biru sedikit hijau (Cohen, 2003).

18

Gambar 4. Jalur biosintesis fikobiliprotein dari biliverdin (Bermudez et al.,2014).

1. Fikoeritrin

Fikoeritrin (PE) adalah senyawa fikobiliprotein yang berwarna merah. Fikoeritrin

yang dimurnikan dari alga merah mempunyai bentuk heksamer dengan subunit

struktur (αβ)6γ dan berat molekul 250000. Masing-masing heksamer membawa

34 bilin. Absorbsi fikoeritrin terlihat pada puncak 480 dan 570 nm. Mayoritas

alga merah mengandung R-fikoeritrin, dan B-fikoeritrin. Tidak seperti

fikobiliprotein lain yang digunakan sebagai pewarna makanan dan kosmetik,

fikoeritrin memiliki sifat yang menguntungkan yang membuatnya cocok

digunakan dalam penelitian klinis dan biologi molekuler.

19

2. Fikosianin

Fikosianin adalah jenis fikobiliprotein yang banyak diisolasi dari alga biru-hijau

Spirulina sp. Seperti jenis fikobiliprotein yang lain fikosianin bersifat fluorescent,

dengan absortivitas molar yang tinggi, dan eksitasi dan emisi pada pita panjang

gelombang tampak. Fikosianin adalah protein yang stabil yang dapat berikatan

dengan mudah dengan antibodi dan beberapa protein lain tanpa mengubah

karakteristik spektrum. Fikosianin tidak stabil terhadap panas dan cahaya dalam

larutan berair, tidak larut dalam larutan asam dan terdenaturasi pada suhu diatas

45oC pada pH 5 dan 7 yang mengarah pada perubahan warna (Jespersen et al.,

2005).

3. Alofikosianin

Alofikosianin murni memiliki bentuk trimer (αβ)3 dengan berat molekul 110000.

Seperti halnya fikosianin protein ini dibawa oleh subunit fikosianobilin.

Alofikosianin mempunyai absobansi maksimum pada λmaks 650 nm dan emisi

maksimum λmaks 660 nm (Glazer, 1994).

4. Ekstraksi dan Pemurnian fikobiliprotein

Prosedur pemurnian fikobiliprotein dari ekstrak kasar biasanya diperoleh dengan

mengkombinasikan beberapa teknik yang berbeda, seperti pengendapan dengan

ammonium sulfat, kromatografi pertukaran ion, dan gel kromatografi untuk

20

mendapatkan fikosianin murni. Cyanobacteria dan rhodophyta merupakan

sumber yang potensial untuk menghasilkan pigmen fikosianin.

Matode isolasi dari fikobiliprotein telah dilaporkan dari beberapa peneliti, proses

isolasi tersebut mencakup beberapa langkah di antaranya, penghancuran dinding

sel dan gangguan sel, isolasi primer, pemurnian, dan karakterisasi produk akhir.

Beberapa metode penghancuran dinding sel dan penghilangan beberapa gangguan

sel baik metode fisik dan kimia.

Metode fisik yang digunakan di antaranya sonikasi, kavitasi, shock osmotic,

sedangkan metode kimia adalah penggunaan asam, alkali, deterjen, enzim, dan

kombinasi dari metode fisik dan kima mencakup penghancuran dinding sel,

selanjutnya klarifikasi dengan cara disentrifugasi sehingga diperoleh ekstrak

fikosinin dan supernatan, dilanjutkan dengan proses fraksinasi dengan ammonium

sulfat, dialysis, dan pengendapan dengan polietilen glikol.

Pemurnian lebih lanjut biasanya dicapai dengan menggunakan metode

kromatografi kolom menggunakan adsorben, saringan molekul, penukar ion,

hidroksiapatit atau kombinasi mereka. Fikobiliprotein diekstraksi dengan

dilarutkan dalam buffer fosfat atau ammonium sulfat (Kuddus et al., 2013).

5. Aplikasi fikobiliprotein

Beberepa aplikasi fikobiliprotein yang telah dikembangkan di antaranya:

21

5.1 Nutrisi dan farmasi

Fikobiliprotein terutama fikosianin yang diekstrak dari berbagai spesies

cyanobacteria telah dilaporkan memiliki aktivitas farmakologi, seperti

antioksidan, antikanker, saraf, anti inflasi, hepatoprotektif dan hipokolesterolemik.

5.2 Pewarna alami untuk makanan dan kosmetik

Aplikasi yang menarik dari fikobiliprotein adalah kegunaanya sebagai pewarna

alami dalam makanan dan kosmetik mengganti pewarna sintetis, karena pada

umumnya pewarna sintesis bersifat karsinogenik, beracun, atau kurang aman.

Fikosianin banyak digunakan sebagai pewarna makanan seperti permen, es krim,

susu, dan produk makanan atau minuman ringan. Sedangkan fikoeritrin banyak

digunakan sebagai pewarna neon dan pewarna kosmetik.

5.3 Agen fluorosensi

Fikobiliprotein adalah jenis protein yang memiliki warna cerah dan bersifat sangat

fluorosensi, karena hal tersebut fikobiliprotein dapat digunakan dalam

immunoassay, dan mikroskop fluorosensi untuk diagnosis medis. Fikoeritrin yang

banyak digunakan sebagai agen fluorosensi (Pandey et al., 2013).

E. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) dapat digunakan untuk mengetahui

morfologi permukaan bahan. Karakterisasi bahan menggunakan SEM

dimanfaatkan untuk melihat struktur topografi permukaan, ukuran butiran, cacat

22

struktural, dan komposisi pencemaran suatu bahan. Hasil yang diperoleh dari

karakterisasi ini dapat dilihat secara langsung pada hasil SEM berupa Scanning

Electron Micrograph yang menyajikan bentuk tiga dimensi berupa gambar atau

foto.

Mikroskop ini digunakan untuk mempelajari struktur permukaan obyek, yang

secara umum diperbesar antara 1.000-40.000 kali. Prinsip kerja dari alat ini adalah

sumber elektron dari filamen yang terbuat dari tungsten memancarkan berkas

elektron. Jika elektron tersebut berinteraksi dengan bahan (spesimen) maka akan

menghasilkan elektron sekunder dan sinar-X karakteristik. Scanning pada

permukaan bahan yang dikehendaki dapat dilakukan dengan mengatur scanning

generator dan scanning coils. Elektron sekunder hasil interaksi antara elektron

dengan permukaan spesimen ditangkap oleh detektor SE (Secondary Electron)

yang kemudian diolah dan diperkuat oleh amplifier dan kemudian divisualisasikan

dalam monitor sinar katoda (CRT) (Smallman, 2000).

23

Gambar 5. Skema dasar SEM (Smallman,2000).

F. Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan komponen pada suatu sampel yang

didasarkan atas perbedaan laju perpindahan dari komponen-komponen dalam

campuran. Pemisahan dengan metode kromatografi dilakukan dengan cara

memanfaatkan sifat-sifat fisik dari sampel, seperti kelarutan, adsorpsi, keatsirian,

dan kepolaran. Kelarutan merupakan kecenderungan molekul untuk melarutkan

dalam cairan. Adsorbsi penjerapan adalah kecenderungan molekul untuk melekat

pada permukaan serbuk halus (Johnson dan Stevenson, 1991). Kromatografi

adalah metode umum yang digunakan untuk pemurnian protein, beberapa

metode pemurnian protein dengan kromatografi berdasarkan sifatnya dapat

dilihat pada Tabel 1

24

Tabel 1. Metode kromarografi berdasarkan sifat protein

Sifat Protein Metode

Keberadaan ligan sp.esifik (biosp.esifik

atau non biosp.esifik)

Kromatografi afinitas/ Affinity

chromatography (AC)

Ikatan ion logam Immobilized metal ion affinity

chromatography (IMAC)

Muatan Kromatografi pertukaran ion /Ion

exchange chromatography (IEX)

Ukuran Gel Filtrasi/ Gel filtration (GF)

Hidropobisitas Kromatografi interaksi hidropobik/

Hydropobic interaction

chromatography (RPC)

Kromatografi fase terbalik /Reserved

phase chromatography(RPC)

Titik isoelektrik Chromatofocusing

Sedangkan berdasarkan jenis fase diam dan gerak yang dipartisi, kromatografi

dapat digolongkan menjadi beberapa golongan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Penggolongan kromatografi berdasarkan fase diam dan fase gerak.

Fase diam Fase gerak Sistem kromatografi

Padat

Padat

Cair

Cair

Cair

Gas

Cair

Gas

Cair-adsorbsi

Gas-adsorbsi

Cair-partisi

Gas-partisi

(Johnson dan Stevenson, 1991).

25

Jenis kromatografi yang digunakan pada pemurnian protein adalah kromatografi

kolom Pada prinsipnya kromatografi kolom digunakan untuk pemisahan

campuran beberapa senyawa yang diperoleh dari hasil ekstraksi. Konsepnya sama

seperti KLT, perbedaannya pemisahan komponen-komponen suatu zat dalam

eluen yang bergerak melalui fase diam sebagai absorben terjadi akibat adanya

perbedaan daya absorpsi pada komponen-komponen tersebut. (McMurry, 2008).

Pemisahan komponen campuran melalui kromatografi adsorpsi tergantung pada

kesetimbangan adsorpsi-desorpsi antara senyawa yang teradsorb pada permukaan

dari fase diam padatan dan pelarut dalam fase cair. Tingkat adsorpsi komponen

tergantung pada polaritas molekul, aktivitas adsorben, dan polaritas fase gerak

cair. Umumnya, senyawa dengan gugus fungsional lebih polar akan teradsorb

lebih kuat pada permukaan fase padatan. Aktivitas adsorben tergantung

komposisi kimianya, ukuran partikel, dan pori-pori partikel (Braithwaite dan

Smith, 1995).

Solven murni atau sistem solven tunggal dapat digunakan untuk mengelusi semua

komponen. Selain itu, sistem gradient solven juga digunakan. Pada elusi gradien,

polaritas sistem solven ditingkatkan secara perlahan dengan meningkatkan

konsentrasi solven ke yang lebih polar. Pemilihan solven eluen tergantung pada

jenis adsorben yang digunakan dan kemurnian senyawa yang dipisahkan. Solven

harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Keberadaan pengganggu seperti air,

alkohol, atau asam pada solven yang kurang polar akan mengganggu aktivitas

adsorben (Braithwaite dan Smith, 1995).

26

G. Spektrofotometri UV-Vis

Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah ultraviolet-tampak (UV- Vis)

tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Energi yang diserap oleh

molekul digunakan untuk bertransisi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi

yang lebih tinggi. Spekrofotometer UV-Vis dapat memberikan informasi

mengenai adanya ikatan rangkap terkonjugasi, jenis transisi elektron, dan

memperlihatkan data-data spektrum seperti panjang gelombang maksimum

(λmaks) dan absorbansi. Spektra UV-Vis dari senyawa-senyawa organik berkaitan

erat dengan transisi-transisi diantara tingkat-tingkat energi elektronik. Umumnya

senyawa-senyawa yang mengalami transisi elektronik mempunyai ikatan elektron

σ→σ*, n→σ *, n→π*, dan π→π* yang mengabsorpsi cahaya pada daerah

ultraviolet tampak dan dapat diperoleh spektrum dan informasi untuk penentuan

struktur. Energi tertinggi dimiliki oleh ikatan σ→σ* sedangkan energi yang

terendah dimiliki oleh ikatan n→π*. Transisi yang terjadi sangat dipengaruhi

oleh kromofor dan auksokrom. Kromofor merupakan senyawa kovalen tak jenuh

yang dapat menyerap radiasi dalam daerah-daerah UV-Vis, sedangkan

auksokrom merupakan gugus jenuh yang mempunyai pasangan elektron bebas

dan bila terikat pada kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan

intensitas serapan maksimum, seperti gugus –Cl, –OH, dan –NH2

(Sastrohamidjojo, 1992).

Konsentrasi suatu protein dan asam amino dapat ditentukan dengan

menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan berdasarkan penentuan

27

absorbansi maksimumnya. Absorbansi supernatan yang mengandung

fikobiliprotein ditentukan pada panjang gelombang 562 nm, 620 nm, dan 652

nm. Panjang gelombang tersebut sesuai dengan panjang gelombang maksimum

fikoeritrin, fikosianin, dan alofikosianin, sehingga konsentrasi fikobiliprotein

fikoeritrin, fikosianin, dan alofikosianin dapat ditentukan secara spektroskopi

dengan menggunakan persamaan Bennett dan Bogorad (1973).

PC= (A620- 0.474×A652)/5.34

APC= (A652-0.208×A615)/5.09

PE= [A562- (2.41×PC) -(0.849×APC)]/9.62

Fikobiliprotein total= PC+APC+PE

Sedangkan indek kemurnian fikobiliprotein dapat ditentukan dengan persamaan

sebagai berikut:

PC= A620/A280

APC= A652/A280

PE=A565/A280

A620 = absorbansi maksimum fikosianin,

A652 = absorbansi maksimum fikoeritrin,

A565= absorbansi maksimum fikoeritrin dan

A280 = absorbansi total protein

(Sudhakar et al., 2014).

28

H. Spektrofotometri Fluorosensi

Spektroskopi fluorosensi dapat diaplikasikan dalam analisis kimia dan biologi.

Perhitungan dapat menyediakan informasi yang luas tentang proses molekul,

meliputi interaksi molekul pelarut dengan fluorofor, rotasi difusi biomolekul,

jarak antar biomolekul, perubahan konformasi, dan interaksi ikatan.

Fluorosensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom

tereksitasi ke keadaan dasar. Senyawa yang mempunyai sifat fluorosensi disebut

sebagai fluorofor. Fluorofor dikelompokkan kedalam dua kelompok utama yaitu

intrinsik dan ekstrinsik. Fluorofor intrinsik adalah fluorofor yang terjadi secara

alami, sedangkan fluorofor ekstrinsik adalah fluorofor yang ditambahkan kedalam

sampel yang tidak menampilkan spektrum yang diinginkan. Beberapa kondisi

fisik yang mempengaruhi fluorosensi pada molekul antara lain polaritas, ion-ion,

potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman (pH), jenis ikatan hidrogen,

viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi).

Data spektrum fluorosensi secara umum ditampilkan sebagai spektrum emisi.

Spektrum emisi fluorosensi adalah plot antara intensitas fluorosensi dengan

panjang gelombang(nanometer) atau bilangan gelombang (cm-1). Pengukuran

fluorosensi dilakukan dengan sebuah spektrofluorometer atau spektrofotometer

fluorosensi. Prinsip kerja spektrofluorometer terlihat pada (Gambar 7). Sinar

radiasi pada panjang gelombang tertentu dilewatkan melalui kuvet yang berisi

sampel yang mengandung fluorofor. Radiasi yang dipancarkan terdeteksi oleh

29

tabung photomultiplier. Umumnya mirip dengan desain spektrofotometer.UV-

Vis. Namun spektofotometer fluorosensi biasanya jauh lebih sensitif

dibandingkan dengan absorbansi Spektroskopi.

Gambar 6. UV/VIS Spektrofluorometer (Seehan,2009).

I. Confocal Laser Scanning Microscopy (CLSM)

CLSM adalah teknik analisis yang biasanya diterapkan untuk sampel biologis dan

medis. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan gambar tiga dimensi yang beresolusi

tinggi dari bagian yang ditargetkan oleh fluorosensi. CLSM memberikan

informasi tentang identitas, ukuran, stereo struktur, difusi substansi, dan

konsentrasi label fluorosensi (Kaufman et al.,2004).

Nilai utama CLSM dalam penelitian adalah kemampuannya untuk menghasilkan

bagian optik melalui specimen tiga dimensi, misalnya sepotong jaringan atau

30

benda tebal lainya. Untuk analisis CLSM umumnya digunakan senyawa

epifluorosensi atau epirefleksi. CLSM dilengkapi dengan komputer yang akan

menampilkan gambar hasil analisis dan pengolahan, dan juga untuk menghitung

permukaan rekontruksi tiga dimensi atau volume yang diberikan sampel.

31

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2016 di UPT

Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalahculture flask, pompa aerator,

selang, lampu, akuarium, kain saring, gelas kimia, labu ukur, gelas ukur, pipet

ukur, corong kaca, pipet tetes, erlemeyer, neraca analitik, spatula, buret, statif,

mortar, magnetic stirer, sinter, lemari pendingin, botol sampel, oven, ultrasonic,

sentrifuge, freezedryer, kolom,pinset, Spektrofotometer Fluorosensi Carry 100,

Spektrofotometer UV-VIS Carry 50, Scanning Electron Microscopy (SEM) Zeiss

EVO MA 10dan Confocal Laser Scanning Microscopy (CLSM) Zeiss 710

32

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah media f/2-Si yang terdiri larutan

Na2SiO3.9H2O, NaNO3, NaH2PO4.7H2O,trace elementyang terdiri dari larutan

Na2-EDTA, FeCl3.6H2O, MnCl2.4H2O, CuSO4.5H2O, ZnSO4,5H2O,

ZnSO4.7H2O,CoCl2.6H2O, dan NaMoO4.2H2O, dan Vitamin (Biotin, Thiamin

HCl, dan Cyanokobalamin air laut, akuades, isolate Oscillatoria sp diperoleh dari

UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung,

Buffer Sodiumfosfat, Kalsium klorida dihidrat (CaCl2.2H2O),dinatriumhidrogen

Fospathidrat (Na2HPO4.H2O),Natrium Hidroksida ( NaOH), Amonium Fluorida

(NH4F),.sodium sulfat (Na2SO4), dan bahan pendukung seperti tisu, dan lain-lain.

C. Prosedur Penelitian

1. Kultivasi dan Pemanenan Oscillatoria sp

Metode kultivasi mengacu pada metode yang dilakukan Guillard (2005) yang

dimodifikasi. Sebanyak 200 mL media f/2-Si dimasukkan ke dalam labu kultur

dan ditambahkan dengan 25 mL kultur Oscilatoria sp. Induk dan dikultivasi

selama satu minggu, pada suhu ruang, dengan sistem aerasi ke dalam media dan

sistem pencahayaan selama 24 jam menggunakan lampu TL 40 watt. Kultur

tersebut kemudian diperbesar hingga skala 10 L. Kultur selanjutnya dibiakkan

pada sistem terbuka menggunakan akuarium (V 125 L), sistem aerasi, dan

menggunakan cahaya matahari serta waktu kultivasi selama satu minggu.

33

Morfologi mikroalga Oscillatoria sp. diidentifikasi menggunakan confocal laser

scanning microscopy (CLSM) Zeiss 710 dengan perbesaran 40X.

Pemanenan Oscillatoriasp.dilakukan dengan menggunakan kain saring, biomassa

dan filtrat dimasukkan kedalam wadah yang terpisah. Biomassa disimpan ke

dalam lemari pendingin suhu 4oC jika belum digunakan.

2. Sintesis Hidroksiapatit

Hidroksiapatit disintesis dengan menggunakan metode chemical wet

precipitations oleh Tiseliuset al. (1956), dan Yusuf et al.(2009), dengan sedikit

modifikasi. Untuk mendapatkan kristal hidroksiapatitdisiapkan 10 gram

Na2HPO4.H2O dan 16,32 gram CaCl2.2H2O masing-masing zat dilarutkan

kedalam 50 ml akuades. Selanjutnya larutan Na2HPO4dipindahkan kedalam

buret, dan larutan CaCl2 kedalam gelas kimia. Kedua larutan dicampurkansedikit

demi sedikit dengan meneteskan larutan dari buret ke dalam gelas kimia (120

tetes/menit), semua proses dilakukan pada suhu 80oC, pH 7,4 dan juga diikuti

pengadukan terus menerus pada skala 6. Proses tersebut dilangsungkan selama 5

jam. Setelah masing-masing prekursor tercampur ditambahkan sedikit demisedikit

larutan basa NaOH untuk mengontrol pH dan diaduk dengan menggunakan

magnetic stirrer. Setelah proses presipitasi selesaiCampuran dipindahkan pada

suhu kamar 24 jam untuk proses aging.Hasil aging disaring dengan menggunakan

kertas saring, endapan dicuci dengan menggunakan akuades sebanyak empat kali,

Endapan hasil sintesisdikeringkan dengan menggunakandry oven pada suhu

34

110oC selama 10 jam, setelah kering padatan dihancurkan dengan menggunakan

mortar atau sieve, lalu furnace selama 2 jam pada suhu 700oC

3. Karakterisasi Hidroksiapatit

3.1 Karakterisasi dengan SEM

Analisis menggunakan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan

kristal yang terbentuk dan ukuran partikel,. Adapun langkah-langkah dalam uji

SEM adalah sebagai berikut :

1. Sampel disiapkan dan direkatkan pada spesimen holder

2. Sampel yang telah dipasang pada holder kemudian dibersihkan dengan

hand blower

3. Sampel dimasukkan kedalam mesin coating untuk diberi lapisan tipis yang

berupa gold-paladium selam 4 menit sehingga menghasilkan lapisan 200-

400 Å

4. Sampel dimasukkan kedalam spesimen chamber

5. Pengamatan dan pengambilan gambar pada layer SEM dengan mengatur

pembesaran yang diinginkan

6. Penentuan spot untuk analisis pada layer SEM

7. Pemotretan gambar SEM

35

4. Ekstraksi fikobiliprotein

Untuk memperoleh ekstrak fikobiliprotein, 50 gram biomassa basahOscillatoria

sp ditambahkan dengan larutan buffer fosfat sebanyak100 ml dan disonifikasi

selama 30 menit untuk memecah dinding sel. Hasil sonikasi berupa campuran

homogen antara ekstrak dan endapan. Untuk memisahkan ekstrak tersebut

dilakukan sentrifius selama 15 menit dengan kecepatan 12000 rpm pada suhu 4°C.

Setelah proses sentrifius diperoleh filtrat berupa ekstrak fikobiliprotein dan

endapan.

5. Pemurnian Fikobiliprotein

5.1 Persiapan kolom.

Pada tahap awal, hidroksiapatit terlebih dahulu dibuat slurrysebelum dimasukkan

kedalam kolom. dengan cara mencampurkan 1 gram bubuk hidroksiapatit dengan

buffer fosfat. Setelah menjadi slurry hidroksiapatit dimasukkan kedalam kolom

dan eluen alirkan hingga fasa diam berbentuk padat.

5.2 Adsorbsi Fikobiliprotein pada hidroksiapatit.

Kolom yang telah dibuat terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan buffer

fosfat untuk menghilangkan pengotor yang mungkin masih menempel pada

permukaan. Selanjutnya, sampel fikobiliprotein dimasukkan kedalam kolom

dielusi dengan buffer fosfat pH 6,2, 7, dan 8,3.

36

5.3 Karakterisasi fikobiliprotein

a. Spektrofotometri UV-Vis

Fikobiliprotein hasil kolom dianalis dengan menggunakan spektrofotometer UV-

Vis, untuk mengetahui konsentrasidan kemurnian dengan cara di scan pada

panjang gelombang 800-200 nm.

b. Spektrofotometri Fluorosensi

Ekstrak yang diperoleh dari hasil adsorbsi kolom hidroksiapatitdikarakterisasi

dengan spektrofotometer fluorosensi. Ekstrak tersebut dikarakterisasi pada

panjang gelombang eksitasi λeks = 480 nm untuk fikoeritrin dan λeks = 590 nm

untuk fikosianin, dan pada panjang gelombang emisi λem = 490-690 untuk

fikoeritrin, dan λem = 600-750 nm untuk fikosianin.

c. ConfocalLaser Scanning Microscopy(CLSM)

Interaksi fikobiliprotein dengan matrik hidroksiapatit dianalisis dengan

menggunakan CLSM zeiss 710. Hidroksiapatit ditambahkan dengan

fikobiliprotein dalam buffer fosfat pH 7,selanjutnya diinkubasi selama 30 menit

pada suhu kamar lalu setelah 30 menit hidroksiapatit dicuci dengan menggunakan

buffer yang sama dan di amati dengan CLSM.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Hidroksiapetit dapat disintesis dengan menggunakan metode pengendapan

diperoleh 7,5 gram hidroksiapetit atau sebesar 90% dari berat secara

teoritisnya.

2. Hasil pemurnian fikobiliprotein dengan menggunakan kolom hidroksiapetit

memiliki rasio kemurnian (A620/A280) lebih rendah yaitu 0,62 dan 1,00 dari

fluorapetit yaitu sebesar 1,11 dan 1,09.

3. Hasil Karakterisasi dengan menggunakan SEM dan CLSM menunjukan

bahwa kristal fluorapetit lebih homogen dibandingkan dengan kristal

fluorapetit, baik morfologi permukaannya atau interaksinya dengan

fikobiliprotein.

4. Fikobiliprotein Oscillatoria sp.hasil isolasi merupakan jenis pigmen

fikosianin yang memiliki absorbansi maksimum pada λmaks 620 nm, dan emisi

maksimum pada λmaks 640-650 nm.

58

B. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, penelitian selanjutnya

disarankan:

1. Melakukan analisis lebih lanjut kristal hidroksiapetit untuk mengetahui pola

terbentuknya kristal.

2. Mengkaji lebih lanjut tentang kondisi fikobiliprotein yang stabil untuk

memaksimalkan proses permurnian fikobiliprotein.

59

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, R.A. 2005. Algal Culturing Technique. Elsevier Academic Press.London. 245-250 pp

Bannister, T. T. 1953. Energy Transfer between chromopore and protein inphycocyanin. Department of Botany, University of Illinois. 12 pp

Becker, E. W. 2004. Microalgae in human and animal nutrition. In: Richmond A.,editor. Handbook of Microalgae Culture. Biotechnology and AppliedPhycology. Blackwell Science.Oxford.

Bennett, A., dan L Bogorad. 1973. Complementary chromatic adaptation in afilamentous blue green algae. J.Cell. Biol. 58. 419-422.

Bermudez, S.P.C., I. A. Hermandez, D.L.C. Cavez, N.O.Soto, M. A . R. Ogawa,and P.Saldivar. 2014. Extraction and purification of high-valuemetabolites from microalgae : essential lipids, astaxanthin andphycobiliproteins. Microbial Biotechnology. 20 pp.

Bold, H.C. and M.J. Wynne.1985: Introduction to the Algae. Structure andReproduction. Englewood Cliffs. New Jersey, Prentice-Hall

Braithwaite, A., dan F.J. Smith. 1995. Chromatographic Methods. KluwerAcademmic Publishers. London.

Brown, S.B., J.A. Holroyd, dan D.I. Vernon. 1984.Biosynthesis ofphycobiliprotein. Incorporation of biliverdin into phycocyanin of red algaCyanidium caldarium. J. Biochem. 219. Pp 905-909.

60

Chetty, A.S., I. Wepener, M. K. Marei, Y. El kamary, R.M. Moussa. 2012.Synthesis, properties, and applications hidroxyapatite. Pp 91-133. In:Hydroxyapatite : Synthesis, Properties, and Application. Gshalaev, V.S..dan A. C. Demirchan (eds). Nova Science Publishers, Inc. New York.493 pp.

Cohen, Z. 2004. Chemicals From Microalgae. Taylor and francis. Israel.

Corno, M., C. Busco, B. Civalleri, P. Ugliengo. 2008. Periodic ab initio study ofstructural and vibrational features of hexagonal hydroxyapatiteCa10(PO4)6(OH)2. Phys. Chem. Chem. Phys. 8. 2464-2472.

Desikachary, T. V. 1959. Cyanophyta vol.2. Indian Council of AgricultureResearch. California. 67-70.

Fogg GE. 1975. Microalgae. The University of Wisconsin Press. London. 23-30pp

Gagnon, P. 1998. An Enigma Unmasked : How Hydroxyapatite Works, and HowTo Make It For You. Valiated biosystem,inc. 9 pp.

Glazer, A.N.1981. The Biochemistry of plants. New York Academic Press 8. 51-96 pp.

Glazer, A.N.1985. Light harvesting by phycobilisomes. Annu. Rev. Biophys.Chem. 14. 47–77.

Glazer, A.N. 1986. Phycocyanins: Structure and Function. Departement ofbiological chemistry University of California

Glazer, A.N. 1989. Light guides. Directional energy transfer in a photosyntheticantenna. J biol. Chem. 264. 1-4

Glazer,A. N. 1994. Phycobiliproteins a family of valuable, widely used forfluorophores. J. App. Phycology. 6. 105-112.

61

Gomes, J.F.G., C. Cristina, M. A. Silva, M. Hoyos, R. Silva, T. Vieira. 2008. Aninvestigation of the synthetis parameters of the reaction of hidroxyapatiteprecipitation in aqueous media. International Journal of ChemicalReactor Engineering. 6 (A103). 17 pp.

Guillard, R. R. L.. 2005. Algal Culturing Technique. R. A. Andersen (ed).Elsevier Academic Press. London. Pp 117-132.

Guiry, M. D.. 2011. Oscillatoria vaucher ex Gomont. AlgaeBase.198 pp.

Guiry , M.D.. 2014. AlgaeBase. World-Wide Electronic Publication, NationalUniversity of Ireland, Galway.

Isnansetyo, A.K. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. PakanAlami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta. 47-50pp

Jespersen, L., L.D. Strømdahl, K. Olsen and L.H. Skibsted. 2005. Heat and lightstability of three natural blue colorants for use in confectionery andbeverages. Eur. Food Res. Technol. 220: 261-266.

Johnson, E. L. dan R. Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair.Diterjemahkan oleh K. Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hlm 50-55.

Kaufman, S. C., D. C. Musch, M.W. Belin, E.J. Cohen, D.M. Maisler, W.J.Reinhard, I. J. Udell, W.S. Van Meter,.Confocal microscopy: a report bythe American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology. 111. 396-406.

Kawaroe, M., T. Prartono, A. Sunuddin, D. W. Sari, dan D. Augustine. 2010.Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya Untuk Produksi Bio BahanBakar. Bogor: IPB Press.

Kuddus, M., P. Singh, G. Thomas, and A. Al-hazimi. 2013. Recent developmentsin production of biotechnological applications of C-phycocyanin.Hindawi Publishing corporation, Biomed Research International.. 10 pp.

62

Kumar, D., D. W. Dhar, S. Pabbi, N. Kumar, S. Walia. 2014. Extractions andpurification of C-phycocyanin from Spirulina platensis (CCC540). Ind. J.Plant. Physiol. 19 (02). 184-188 pp.

Lin, S., Z. Wu, G. Yu, M. Zhu, B. Yu, R. Li. 2010. Genetic Diversity andMolecular Phylogeny of Planktothrix (Oscillatoriales, Cyanobacteria)Strains from China. Harmful Algae. 9. 87–97 pp.

Mariné, M.H., E. Clavero, M. Roldán. 2004. Microscopy methods applied toresearch on cyanobacteria. Limnetica. 23 (1-2). Pp 179-186

McMurry, J. 2008. Organic Chemistry. 7th edition. Graphic World Inc. 440-469.

Minkova. K. M, A. A. Tchernov, M. I. Tchorbadjieva, S. T. Fournadjieva, R.E.Antova, M. Ch. Busheva. 2002. Purification of C-Phycocyanin fromSpirulina (Arthospira) Fusiformis. J. Biotech.102. 55-59 pp.

Montazeri, N., R. Jahandideh, E. Biazar. 2011.Synthesis of fluorapatite-hydroxyapatite nanoparticles and toxicity investigations. InternationalJournal of Nanomedicine. 6. 197-201pp.

Pandey, V.D, A. Pandey, V. Sharma.2013. Biotechnological applications ofcyanobacterial phycobiliproteins. Int. J.Curr. Microbial. App. Sci. 9.pp.89-97.

Prihatini, N.B., W.Wardhana, A.Widyawan, R.Rianto. 2006. Cyanobakteria daribeberapa situ dan sungai di kawasan Jakarta dan depok Jakarta,Indonesia. Widya Graha LIPI. Jakarta.

Poole, L., E. Schöder, T. Jönsson. 2002. Hydroxyapatite chromatography :altering the phosphate-dependent elution profile of protein as a functionof pH. Analytical biochemistry. 313. 176-178 pp.

Ranjitha.K, dan B. D. Kaushik. 2004.Purification of phycobiliprotein from Nostocmuscorum. Journal of Scientific and Industrial Research. 64. 372-375pp.

Safronova, T.V., M. A. Shiryaef, V.I. Murashov, P.V. Protsenko. 2009. Ceramicbased on hydroxyapatite synthesized from calcium chloride and

63

potassium hydrophosphate. Glass and Ceramic Biomaterial. 66. Pp 66-69.

Sarma, T.A. 2013. Handbook of Cyanobacteria. CRC press. New York. Pp 30.

Sartono, A.A. 2007. Scanning Electron Microscopy (SEM). Universitas Indonesia.Jakarta. Hal. 8-12.

Schmid, F.A.2001. Biological macromolecules: UV-Visible Spectrophotometry.Encyclopedia of Life Sciences. Pp 1-4

Segvich, S., S. Biswas, U. Becker, D.H. 2009. Identification of peptides withtargeted adhesion to bone-like mineral via phage display andcomputational modeling. Cells Tissues Organs.189 (4). 145-251

Sheehan David.2009.Physical Biochemistry : Principles and Applications.Willey-blackwell.USA. 433 pp.

Simeunovic, J.B., S. B. Marcovic, D. J. Kovac, A. C. Misan, A. I. Mandic, Z. B.svircev. 2012. Filamentous cyanobacteria from vojvodina region assource of phycobiliprotein pigments as potential natural colorants. Foodand Feed Reseach. 39(1) . 23-31.

Smallman, R.E. dan R. J. Bishop.2000, Metalurgi Fisik Modern dan RekayasaMaterial. Erlangga, Jakarta.

Sudhakar, M.P., M. Saraswathi, B. B. Nair. 2014. Extraction, purification andapplication study of R-phycoeritrin from Gracilaria corticata (J. Agardh)J. Agargh var. corcicata. Indian. J. Nat. Prod. Resour 5 (4). Pp 371-374.

Swain, S.K., dan D. Sarkar. 2013. Study of BSA protein adsorption/release onhydroxyapatite nanoparticles. Applied Surface Science. 286 . 99-103.

Tchernov, A.A., K.M. Minkova, D.I. Georgiev, N.B Haubavenska. Method for B-phycoeritrin from Porphyridium Cruentum.BiotechlogyTechniques.7(12). Pp 853-858.

64

Tiselius, A., S. Hjerten, Ö. Levin. 1956. Protein Chromatography on CalciumPhospate Columns. Archieves of biochemistry and biophysic. 65. 132-155.

Vonshak, A. 2002. Spirulina platensis (Arthospira): Psysiology, Cell- Biology andBiotechnology. Taylor and francis e-library.

Vincent, W. F. 2009. Protists, Bacteria and Fungi: Planktonic and Attached_Cyanobacteria. Elsevier.inc.Kanada. Pp 226-232.

Walsh, G. 2002. Protein Biochemistry and Biotechnology. Wiley blacwell. USA.447 pp.

Yusuf, P. S. M., K. Dahlan, A. B. Witarto. 2009. Application of hydroxyapatite inprotein purification. Makara sains. 13 (2). 134-140.