SEMINAR Hands & Minds on Activity
-
Upload
yunita-rachmawati -
Category
Documents
-
view
245 -
download
5
Transcript of SEMINAR Hands & Minds on Activity
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
“Hands-on and Minds-on Activity” dalam Pembelajaran Pengantar Fisika Kuantum Bagi Calon Guru Fisika
Sondang R Manurung
Departement of Physics Education, State University of Medan
(Email: [email protected], Mobile: 081 220 555 156)
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas kegiatan hands-on and minds-on
dalam pembelajaran pengantar fisika kuantum dapat meningkatkan kemahiran generik sains
(KGS) mahasiswa. Pengantar fisika kuantum sulit dipelajari karena sifatnya yang
counterintuitive, sukar menampakkan gejalanya, pembahasan matematisnya menantang, dan
abstrak Program pembelajaran memasukkan unsur-unsur pembelajaran yang inovatif yaitu
adanya hands-on activity dan minds-on activity di dalam kegiatan percobaan virtual. Hands- and
minds activity adalah suatu model pembelajaran yang dirancang untuk melibatkan peserta didik
dalam menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan
menganalisis dan membuat kesimpulan. Metode penelitian adalah ex-post quasi experiment
dengan disain post-test control group. Perlakuan diberikan pada kelompok mahasiswa yang
sedang mengikuti mata kuliah pengantar fisika kuantum. Hasil penelitian menunjukkan pada
kelompok yang diberikan program pembelajaran berbasis kegiatan hands-on and minds-on lebih
tinggi kemahiran generik sains (KGS) dibandingkan kelompok mahasiswa yang diajarkan secara
konvensional.
Kata kunci: ‘hands and minds on activity’, percobaan virtual, pengantar fisika kuantum,
kemahiran generik sains (KGS), calon guru
Abstract
This research aimed to investigate the effectiveness of hands-on and minds-on activities
on physics prosvective teachers’ science generic skills (KGS) in introductory of quantum
physics. Introductory of quantum physics are difficult to study because it is counterintuitive,
difficult to show symptoms, challenging mathematical discussion, and abstract. Learning and
teaching programs incorporate elements of innovative learning is a hands-on activity and minds-
on activity in the activities of virtual experiments. Hands-and minds activity is a learning model
that is designed to engage learners in exploring and asking information, activities, and discover,
collect and analyze the data and make inferences. The research method is ex-post quasi
experiment with the design of post-test control group. The treatment given to a group of students
who are following the introductory quantum physics courses. The results showed that the
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
experiment group who were taught by hands-on activity and minds-on activity based teaching
higher than a group of students who were taught conventionally.
Keywords: hands and minds on activity, science generic skills, virtual experiments, introductory
of quantum physics, prospective teachers
A. PENDAHULUAN
Para ilmuwan sains memiliki pendapat yang berbeda mengenai apa sains itu. Pendapat
tersebut antara lain mengatakan bahwa: Sains is a way of looking at the world (Carin & Sund,
1989). Sains dipandang sebagai suatu cara atau metode untuk dapat mengamati sesuatu. Cara
memandang sains terhadap sesuatu bersifat analisis, memandang sesuatu secara cermat dan
lengkap. Metode berpikir atau pola berpikir yang tidak sama dengan pola berpikir sehari-hari.
Karplus (1980) mengatakan, bahwa pembelajaran sains dapat meningkatkan kemampuan
berpikir, karena sains merupakan suatu pola pikir logis dan seragam yang dimaknai sebagai
metode ilmiah. Abd-El-Khalick & Lederman (2000) mengatakan untuk menjawab pertanyaan
apa “manfaat dan arti dari sains” ternyata para ilmuwan memberikan jawaban yang berbeda.
Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai
pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap
ilmiah. Topik pengantar fisika kuantum abstrak dan sulit dipahami dan diajarkan, sebagai produk
sains memiliki karakteristik sains yang dapat diajarkan secara efektif melalui inkuiri sains.
Menurut standar pembelajaran sains (NSES, 1996), “scientific inquiry refers to the diverse
ways in which scientists study the natural world and propose explanations based on the evidence
derived from their work. Inquiry also refers to the activities of students in which they develop
knowledge and understanding of scientific ideas, as well as an understanding of how scientists
study the natural world”. Inkuiri ilmiah dirujuk sebagai keragaman cara yang digunakan
ilmuwan dalam mengkaji alam dan dalam mengajukan eksplanasi berdasarkan bukti hasil
pekerjaan mereka. Inkuiri juga dirujuk sebagai kegiatan siswa dalam mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman ide-ide ilmiah seperti halnya pada pemahaman bagaimana
ilmuwan mengkaji alam. Dalam cara ini, standar mencoba untuk membangun pemahaman siswa
bagaimana kita mengetahui apa yang kita ketahui dan bukti apa yang mendukung apa yang kita
ketahui. Baik ilmuwan maupun siswa, menunjukkan bahwa inkuiri dan materi subyek adalah
integral dari kegiatan yang dapat dilakukan melalui hands-on dan minds-on activity.
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
Hands-on sains didefinisikan terutama sebagai setiap pendekatan pembelajaran yang
melibatkan aktivitas dan pengalaman langsung dengan fenomena alam atau pengalaman
pendidikan yang secara aktif melibatkan siswa dalam memanipulasi objek untuk mendapatkan
pengetahuan atau pemahaman (Cunningham & Herr, 1994). Beberapa istilah seperti ilmu
material aktivitas sains yang digunakan identik dengan kegiatan tangan, atau istilah seperti
kegiatan bahan yang -berpusat, kegiatan manipulatif dan kegiatan praktis yang digunakan identik
dengan tangan-kegiatan. Berbeda dengan karya laboratorium, kegiatan tangan tidak perlu
beberapa peralatan khusus dan media khusus. Menurut Robello & Zolman 1999), kegiatan
tangan didasarkan pada penggunaan gadget sehari-hari, perakitan sederhana atau biaya rendah.
Peralatan dapat ditemukan dan dirakit dengan sangat mudah. Dengan demikian, hands-on
activity adalah kegiatan eksperimen mahasiswa untuk menemukan pengetahuan secara langsung
melalui pengalaman sendiri, megkonstruksi pemahaman dan pengertian. pegetahuan . Minds-on
activity adalah aktivitas berpusat pada konsep inti, dalam hal ini mahasiswa mengembangkan
proses berpikir (secara mental) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk menemukan
konsep pengetahuan dan memahaminya dalam kehidupan sehari-hari (Ateş, & Eryilmaz, 2011). .
Fisika kuantum timbul saat fisika klasik dianggap tidak mampu menjelaskan banyaknya
fakta eksperimen yang menyangkut perilaku sistem yang berukuran atom, bahkan teori fisika
klasik memberi distribusi spektral yang salah terhadap radiasi dari suatu rongga yang dipanasi.
Fisika kuantum menghasilkan hubungan antara kuantitas yang teramati, tetapi prinsip
ketidaktentuan menyebutkan bahwa kuantitas teramati bersifat berbeda dalam kawasan atomik.
Dalam fisika kuantum kedudukan dan momentum awal partikel tidak dapat diperoleh dengan
ketelitian yang cukup. Perbedaan fisika Newton dan fisika kuantum dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Fisika Newton dan Fisika Kuantum
Fisika Newton Fisika Kuantum
1. Kedudukan awal dan momentum awal
dapat ditentukan dengan ketelitian yang
cukup
2. Gaya- gaya yang beraksi padanya dapat
ditentukan
3. Kualitas dapat teramati dengan teliti
4. Keadaan awal dan akhir dapat
ditentukan dengan teliti
1. Kedudukan dan momentum awal tidak dapat
diperoleh dengan ketelitian yang cukup
sekaligus
2. Gaya-gaya yang beraksi padanya sulit
ditentukan
3. Kuantitas dapat teramati, tetapi pada
pengamatan atomik, memberikan hasil berbeda.
4. Keadaan awal dan akhir memiliki tingkat
ketidakpastian
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
Robello dan Zollman (1999) telah melakukan pembelajaran virtual untuk konsep
ketidakpastian Heisenberg dan mekanika gelombang Schrodinger yang merupakan konsep
dasar yang sulit pada fisika kuantum. Formula matematis yang rumit diinterpretasikan dalam
bentuk grafik, sehingga peserta didik dapat memahami arti fisisnya. Menurut
Wuttiprom.,et.al. (2006) Sulitnya belajar mengajar fisika kuantum disebabkan oleh: (a)
subjek yang sulit divisualisasikan dengan penyelesaian masalah matematika yang sulit; (b)
pembelajarannya dirancang hanya untuk peserta didik fisika tidak untuk peserta didik bidang
studi lain; (c) Pembelajaran tradisional tidak mengkaitkannya dengan dunia nyata, sehingga
peserta didik tidak merasakan pentingnya fisika kuantum; (d) Memahami gejala fisika
kuantum dengan menggunakan pemahaman awal secara mekanika klasik.
Program pembelajaran ini diberikan pada sejumlah peserta didik calon guru fisika dimana
mereka dapat melakukan kegiatan belajar mengumpulkan informasi melalui pertanyaan-
pertanyaan essai, dalam tugas kelompok dan tugas mandiri. Peserta didik menyelesaikan tugas
kelompok, yang dimulai dengan permasalahan (pertanyaan essai) selanjutnya mengekplorasi
dan menemukan sendiri untuk menyelesaikan masalah dilanjutkan dengan melakukan diskusi
kelas. Program pembelajaran menggunakan tampilan simulasi visualisasi komputer proyek
PhET (Physics Education Technology) yang dikemas dalam bentuk bahan ajar yang terdiri dari
materi perkuliahan berupa teori-teori, tugas-tugas kelompok dan mandiri. Dalam kegiatan
pembelajaran visualisasi komputer interaktif peserta didik belajar dengan learning by doing
Belajar dengan melakukan kegiatan tangan (hands on activity) dan kegiatan berpikir (minds on
activity). Hands on activity pada key board dan mouse dan minds activity pada konten Materi
pembelajaran ditekankan pada perkembangan penalaran, membangun model, keterkaitannya
dengan aplikasi dunia nyata. Program pembelajaran fisika kuantum dirancang dengan
mengadapatasi pemikiran dan hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa ahli pendidikan
dalam bidang studi ini. Beberapa pendekatan dalam program pembelajaran ini, yaitu: tugas
individual, diskusi kelompok. Menurut Ding (2006), pembelajaran fisika modern menggunakan
strategi kontemporer menerapkan teori belajar konstruktivisme. Teori konstruktivis (Suparno,
1998) menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi peserta didik agar benar-benar memahami dan
dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Kegiatan proses sains yang
dilakukan dalam pembelajaran adalah: pengukuran, pengumpulan data, pembuatan grafik,
eksplorasi. Program pembelajaran ini memiliki ciri-ciri berikut: (a) pembelajaran yang
kolaboratif dan kooperatif, (b) pembelajaran yang student-centered, (c) pembelajaran yang
kontekstual, gejala-gejala fisika kuantum diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. (d)
pembelajaran simulasi interaktif.
Kemahiran generik adalah suatu kemampuan untuk melakukan proses berpikir didalam
pembelajaran fisika. Kemahiran generik yang dapat ditumbuhkan dalam pembelajaran fisika
adalah: (a) pengamatan langsung, (b) pengamatan tidak langsung, (c) kesadaran akan skala
besaran, (d) kemampuan menggunakan bahasa simbolik, (e) kemampuan menggunakan inferensi
logika, (f) kemampuan menggunakan kerangka logik taat azas, (g) hukum sebab akibat,
(h) pemodelan matematik, dan (i) membangun konsep. (Brotosiswoyo, 2000).
B. Metode Penelitian
Metode eksperimen untuk melihat efektivitas pembelajaran meningkatkan pemahaman
konsep dilakukan dalam penelitian ini. Beberapa konsep materi fisika kuantum yang diajarkan
dalam program pembelajaran sebagai berikut: (a) radiasi benda hitam, (b) efek foto listrik, (c)
efek compton, and (d) gejala gelombang de Broglie, (e) aplikasi persamaan Scrodinger.
Penelitian ini dilakukan dengan desain Pretest-Posttest Control Group Design (Fraenkel &
Wallen,2003). Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu LPTK di Kota Bandung dengan
subyek penelitian mahasiswa semester VI jurusan Pendidikan Fisika pada mata kuliah fisika
kuantum tahun akademik 2009/2010. Sampel penelitian dalam kelompok eksperimen terdiri dari
15 orang mahasiswa, sedangkan kelompok kontrol terdiri dari 24 orang mahasiswa. Pogram
pembelajaran pendahuluan fisika kuantum menggunakan program simulasi gejala fisis fisika
kuantum dari Proyek Physics Education Technology (PhET) (2008). Program ini diyakini paling
efektif mengarahkan kegiatan inkuiri membimbing peserta didik mengkonstruk pengetahuannya
lingkungan belajar menyenangkan dan memudahkan peserta didik menguasai konsep. Instrumen
yang digunakan adalah tes pemahaman konsep berbentuk essai dan pilihan ganda yang terdiri
dari 31 soal. Pengolahan data dilakukan dengan menghitung skor gain ternormalisasi dan uji
perbedaan dua rerata. Pengolahan data penelitian diawali dengan uji statistik berupa uji
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
normalitas dan uji homogenitas. Selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rerata untuk menguji
tingkat signifikasi perbedaan rerata skor tes pemahaman konsep kedua kelas (kelas eksperimen
dan kelas kontrol).
C. Hasil Penelitian
Peningkatan Kemahiran Generik Sains Mahasiswa
Selain penguasaan konsep, aspek lain yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran
program pembelajaran pendahuluan fisika kuantum ini adalah kemahiran generik sains (KGS)
mahasiswa. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran ini dalam meningkatkan
KGS mahasiswa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Skor Tes KGS Mahasiswa
Grafik pada Gambar 1 menunjukkan adanya perbedaan kemampuan KGS kedua
kelompok mashasiswa. Keberartian perbedaan KGS antara mahasiswa kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Uji Perbedaan Rata-rata Tes awal, Tes akhir, dan N-gain KGS Mahasiswa
Pretest Posttest N-gain
Eksperimen Kontrol Eksperime
n
Kontrol Eksperime
n
Kontrol
Rata-rata 29,6 31,3 69,8 56,5 0,57 0,36
30
70
57
31
57
37
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Tes Awal Tes Akhir N-gain
Rat
a-ra
ta K
ete
ram
pila
n G
en
eri
k Sa
ins
(%) Eksperimen
Kontrol
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
St. Dev. 5,2 5,9 6,9 7,9 0,08 0,10
Varians 26,7 35,4 38,14 29,51 0,01 0,01
Uji Z (1K-
S)
0,447 0,548 0,538 0,409 0,483 0,520
Sig. (2-t) 0,988 0,925 0,934 0,996 0,974 0,950
Tafsiran Distribusi
Normal
Distribusi
Normal
Distribusi
Normal
Distribusi
Normal
Distribusi
Normal
Distribusi
Normal
Uji F
(Levene)
0,875 0,175 0,381
Sig. 0,356 0,678 0,541
Tafsiran Varians Homogen Varians Homogen Varians Homogen
Uji Beda
(Uji-t)
-0,924 5,331 6,381
Sig. (2-t) 0,361 0,000 0,000
Tafsiran Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Ada Perbedaan
Pada taraf kesalahan 5%, dengan uji dua pihak, ternyata diperoleh bahwa tidak ada
perbedaan kemampuan awal (KGS) mahasiswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Analisis postes menunjukkan bahwa KGS mahasiswa yang mengikuti pembelajaran program
pembelajaran pendahuluan fisika kuantum memiliki kemampuan yang berbeda signifikan dengan
kelompok yang mengikuti pembelajaran konvensional dengan peningkatan N-gain yang juga
berbeda secara signifikan.
Efektifitas pembelajaran dalam menigkatkan KGS mahasiswa melalui pembelajarn yang
dikembangkan dilihat dari capaian N-gain pada KGS. Menurut Hake (1999) skor N-gain
dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Data penelitian pada
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa mencapai kategori sedang. Jika dilihat
berdasarkan kelompok pembelajaran, N-gain mahasiswa kelompok eksperimen berada pada
kategori tinggi dan sedang, sedangkan kelompok kontrol pada kategori sedang dan rendah.
Tabel 2. Klasifikasi Skor N-gain KGS Mahasiswa
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
N Rata-rata (%) Mhs N Rata-rata (%) Mhs
Tinggi 1 0,743 6,7 0 0
Sedang 14 0,561 93,3 18 0,410 75,0
Rendah 0 0,0 6 0,237 25,0
Jumlah 15 0,574 100 24 0,367 100
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
Selanjutnya, untuk mengetahui secara terperinci pengaruh penerapan model pembelajaran
program pembelajaran pendahuluan fisika kuantum terhadap KGS mahasiswa dapat dilihat
berdasarkan skor per indikator KGS (IKG). Skor KGS menurut indikator KGS disajikan pada
Tabel 3..
Tabel 3.. Skor kemahiran generik sains
No. Indikator KGS Tes awal (%) Tes akhir (%) N-gain
(%)
1 Inferensi logika 33,8 63,0 43,1
2 Kesadaran taat azas 32,8 78,9 69,2
3 Pemodelan matematik 31,3 72,4 59,6
4 Hubungan sebab akibat 33,6 70,1 53,7
5 Membangun konsep 19,6 41,0 26,5
6 Bahasa simbolik 23,3 61,7 46,7
7 Kesadaran skala 30,7 85,3 79,2
8 Pengamatan tidak langsung 31,7 86,7 80,0
Total 29,6 69,9 57,4
Efektifitas penggunaan model pembelajaran program pembelajaran pendahuluan fisika
kuantum ini pada tiap indikator kemahiran generik sains mahasiswa dapat dilihat melalui grafik
yang tertera pada Gambar 2..
Gambar 2. Skor N-gain menurut IKGS Mahasiswa
34 33 31 34
20 23
31 32 30
63
79 72 70
41
62
85 87
70
43
69
60 54
27
47
79 80
57
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
IKG-1 IKG-2 IKG-3 IKG-4 IKG-5 IKG-6 IKG-7 IKG-8 TTL
Rat
a-ra
ta IK
G (
%)
Tes awal
Tes akhir
N-gain
IKG-1 = Inferensi logika
IKG-2 = Kesadaran taat azas
IKG-3 = Pemodelan matematika
IKG-4 = Hubungan sebab akibat
IKG-5 = Membangun konsep
IKG-6 = Bahasa simbolik
IKG-7 = Kesadaran skala
IKG-8 = Pengamatan tidak langsung
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
D. Kesimpulan dan Diskusi
Penggunaan media simulasi virtual pada pembelajaran dengan menggunakan kegiatan minds-
on dan hands-on terdapat dalam kegitan praktikum pendekatan konseptual interaktif secara
signifikan dapat lebih meningkatkan kemahiran generic sains (KGS). Pembelajaran ini dirancang
dan dikembangkan berbasis kemahiran generic sains (KGS, yaitu: (a) pengamatan langsung,
(b) pengamatan tidak langsung, (c) kesadaran akan skala besaran, (d) kemampuan menggunakan
bahasa simbolik, (e) kemampuan menggunakan inferensi logika, (f) kemampuan menggunakan
kerangka logik taat azas, (g) hukum sebab akibat, (h) pemodelan matematik, dan (i) membangun
konsep. (Brotosiswoyo, 2000).. Mahasiswa mengekplorasi gejala fisis dengan bantuan simulasi
komputer. Melakukan aktivitas praktikum yaitu: mengamati, mengumpulkan informasi,
merekam data-data, dan mengamati gejala fisika yang muncul dalam tampilan simulasi.
Selanjutnya menggambarkan grafik hubungan antara variabel dan bentuk hubungan besaran-
besaran fisika. Pembelajaran ini sangat inovatif meningkatkan pemahaman konsep keterampilan
berpikir tingkat tinggi dan kemahiran generik sains mahasiswa. Proyek Physics Education
Technology (PhET) (2008) menghasilkan program simulasi gejala fisis yang dipergunakan
dalam pembelajaran fisika kuantum. Dalam kegiatan ini ada beberapa saran yang perlu
diperhatikan dalam mengembangkan pembelajaran, yaitu: (a) Rumuskan tujuan pembelajaran
khusus yang spesifik dan terukur; (b) Hal ini perlu untuk mengarahkan pembelajaran sesuai
tujuan; (c) Usahakan peserta didik menggunakan kesadaran dan penalaran. Pertanyaan: Apa
yang mereka temukan tentang fisis? Apa hubungan yang mereka temukan? Bagaimana hal itu
membuat kesadaran? Bagaimana menjelaskan apa yang mereka temukan? dapat digunakan; (d)
Hubungkan dan bangun “prior knowledge” dan pemahaman peserta didik; (e) Berikan
pertanyaan awal untuk mendapatkan gagasan mereka. Bimbing peserta didik menggunakan
program simulasi untuk menguji gagasan mereka dan konfirmasikan atau konfrontasikan setiap
miskonsepsi. Berikan cara-cara menjawab permasalahan untuk pemahaman mereka; (f)
Hubungkan pengetahuan fisis dengan pengalaman nyata dan berikan kesadaran akan pentingnya
dalam kehidupan. Peserta didik termotivasi belajar bila menyadari relevansi pengetahuan dengan
kehidupan sehari-hari. Program visualisasi menunjukkan hal ini melalui jawaban-jawaban yang
diberikan atas pertanyaan dan contoh-contoh dalam tugas belajar; (g) Rancang kegiatan
kolaborasi. Simulasi menggunakan bahasa yang umum untuk mengkonstruksi pengetahuan di
kelas. Pembelajaran akan lebih berpikir aktif baik jika mereka mengkomunikasikan dan
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
menalarkan penemuannya satu dengan yang lain secara diskusi; (h) Berikan petunjuk yang
minimal dalam menggunakan simulasi. Simulasi dirancang dan diuji agar peserta didik dapat
menemukan dan memiliki kesadaran. Petunjuk “jenis resep” melemahkan kemampuan berpikir
aktif peserta didik; (i) Nyatakan penalaran dan kesadaran dalam bentuk kata-kata dan diagram;
(j) Simulasi dirancang menolong peserta didik mengembangkan dan menguji pengetahuan dan
penalaran akan benda. Pembelajaran lebih aktif bila peserta didik ditugaskan menjelaskan
penalaran dalam cara yang bervariasi.; (k) Membantu peserta didik memonitor pengetahuannya,
dengan cara menugaskan peserta didik memprediksi sesuatu berdasarkan pengetahuannya yang
baru, kemudian mengujinya dengan simulasi.
Pembelajaran melibatkan modifikasi substansial dalam
metode pengajaran, serta dalam peran guru. semua
strategi pengajaran kontemporer menunjukkan bahwa gaya teacher centred
harus diganti dengan berpusat pada siswa. Pembelajaran memproses sesuai dengan karakteristik
pendahuluan fisika kuantum, yaitu fokus pada strategi
konseptual, kolaborasi, penugasan, dan pengamatan gejala yang dapat dilakukan. Pendekatan ini
sangat memotivasi minat dan aktivitas dan siswa '
mengembangkan kemampuan mereka belajar dan kemahiran yang relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Abd-El-Khalick, F. & Lederman, N. G. (2000). Improving science teachers’ conceptions of the
nature of science: A critical review of the literature. International Journal of Science
Education, 22 (7), 665-601.
Ateş, Ö., & Eryilmaz, A. (2011). Effectiveness of hands-on and minds-on activities on students’
achievement and attitudes towards physics. Asia-Pacific Forum on Science-Learning and
Teaching. 12 (1)
Botosiswoyo, Benny.S. (2000) Hakikat pembelajaran MIPA di Perguruan Tinggi. Proyek Pengembangan Universitas Terbuka. Ditjen Dikti, Depdiknas
Bybe,R.W dan DeBoer (1994) “Research on Goals for the Science Curriculim” , dalam Gabel,D.L
(1994). Handbook of Research on Science Teaching and Learning, New York:Mcmillan Carin, AA & Sund,R.B (1989), Teachig Science Through Discovery (6
th edition), Ohio: Merril
Publishing Company
Cunningham, J. & Herr N. (1994). Hands-on physics activities with real life applications. West
Nyack, New York: The Center for Applied Research in Education
Seminar dan Workshop Nasional Fisika 2010
Bandung, 11-12 Mei 2010
Ding, Y .(2006). Improving the Teaching and Learning in Modern Physics with Contemporary
Strategies: The China papers, November 2006..
Fraenkel, J. R., & Wallen, N. E. (2003). How to Design and Evaluate Research in Science
Education, (5th Ed.) NY. McGraw – Hill, Inc.
Hake, Richard R, (Original posted 1999). Analyzing Change/gain Scores.Dept. of Physics,
Indianan University, 24245 Hatteras Hills, CA, 91367 USA
Karplus,R (1980) “Teaching for The Development of Reasoning” Journal Science Education
Information Report.
Lawson,A.E. (1995). Science Teaching and The Development of Thinking. California: Wadsworth
Publishing Co.
McDermott,L.C (1990) “A Perspective on Teacher Preparation in Physics and Other Science: The
Need for Special Science Course for Teachers”. American Journal of Physics.58 (8), 734-742
McKagan, S.B., Perkins, K.K., Dubson, M., Malley, C., Reid, S., LeMaster, R., & Wieman, C. E.
(2008). Developing and Researching PhET simulations for Teaching Quantum Mechanics.
”. American Association of Physics Teacchers. 76 (4& 5), 406 – 417.
National Research Council. (1996). National science education standards. Washington, DC:
National Academy Press
Rebello,N.S., & Zollman,D. (1999) Conceptual Understanding Of Quantum Mechanics After
Using Hands-On And Visualization Instructional Materials. Paper presented at the annual
meeting National Association for Research in Science Teaching.
Suparno,P (1998) Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Wuttiprom, S., Chitaree, R., Soankwan, C., Sharma, M., & Johnston, I. (2006). Developing a
prototype conceptual survey in fundamental quantum physics. UniServe Science
Assessment Symposium Proceedings. 133-138