Sectio Caesarea

download Sectio Caesarea

of 26

description

sectio cesarea, anestesi

Transcript of Sectio Caesarea

SECTIO CAESAREA

Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Berdasarkan insisi atau teknik yang dilakukan, terdapat beberapa jenis sectio caesarea:1,2,41. Sectio caesarea klasik: incisi abdomen longitudinalis di garis median.

2. Sectio segmen uterus bawah: incisi transversal diatas vesika urinaria.

3. Sectio caesarea tidak direncanakan: dilakukan ketika persalinan telah dimulai, tetapi menemui komplikasi.

4. Sectio caesarea emergensi: ketika terjadi komplikasi persalinan secara mendadak pada saat persalinan dan dibutuhkan tindakan segera untuk mencegah kematian ibu atau janin.

5. Sectio caesarea terencana: dijadwalkan sedekat mungkin dengan HPL, karena alasan medis.

6. Histerektomi Caesarea: sectio caesarea yang diikuti dengan pengangkatan uterus.

7. Sectio caesarea extraperitoneal atau porro.

Syarat-syarat dilakukan tindakan sectio caesarea, diantaranya uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio caesarea, uterus akan diinsisi) dan berat janin di atas 500 gram. Indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea dapat ditinjau dari dua sisi, dari sisi ibu diantaranya yaitu panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks atau vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, hipertensi maternal, takikardia maternal, induksi persalinan yang gagal, kegagalan persalinan dengan alat, STD, preeklamsia,uterus bicornuate, ibu telah meninggal dan pelvis kontraktur. Sedangkan ditinjau dari sisi janin diantaranya kelainan letak, gawat janin, kelainan plasenta, gemelli, presentasi janin abnormal, makrosomia, abnormalitas tali pusat. Selain itu dilakukan sectio caesarea jika persalinan terlalu lama, persalinan tak maju, ataupun persalinan macet.2,4Teknik Anastesi Pada Sectio SesariaPenentuan teknik anestesi antara anestesi umum dan regional sangat tergantung keadaan ibu dan janin serta kemampuan anestesiolog, oleh karena itu seorang ahli anestesi diharapkan dapat memilih teknik anestesi yang aman, tepat dan aman bagi ibu.2Pada anestesi regional sebaiknya dihindari blok subaraknoid/spinal anestesi karena perubahan tekanan darah akan terjadi dengan cepat dan dapat mengganggu perfusi plasenta, kecuali jika telah dipersiapkan terapi preoperatif dengan baik (cairan dan vasodilator). Secara umum dapat dikatakan bahwa ada gangguan koagulasi merupakan kontra indikasi untuk regional anestesi, karena dapat terjadi hematom epidural yang akan menekan medula spinalis.6Anestesi umum memberikan beberapa keuntungan antara lain: induksi anestesi yang cepat, lebih mudah dalam mengontrol jalan nafas dan ventilasi serta memperkecil kejadian hipotensi dan gangguan kardiovaskuler selama persalinan.Teknik anestesi ini diperlukan selama bedah sesar terutama pada beberapa kondisi tertentu seperti terjadinya gangguan hemodinamik pada ibu, koagulopati, gawat janin yang tidak dapat diatasi dengan anestesi regional atau atas permintaan ibunya sendiri. Selain itu selama periode anestesi, faktor tindakan anestesi dan pembedahan dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler antara lain pada periode induksi anestesi dimana fluktuasi tekanan darah dan denyut jantung dapat terjadi berlebihan, mendadak, dan cepat. Keadaan ini juga terjadi pada saat penghentian obat anestesi sehingga perlu perhatian dan pengawasan yang lebih ketat. Teknik anestesi pada pasie SC da 2 yaitu: anastesi lokal (spinal atau epidural)

Pada teknik anestesi ini, memungkinkan sang ibu untuk tetap sadar selama proses pembedahan dan untuk menghindari bayi dari pembiusan.

anastesi umum atau General Anestesi

Teknik anestesi ini sudah jarang dilaukan, umum dilakukan apabila terjadi kasus-kasus berisiko tinggi atau kasus darurat.8

Anestesi spinal pada penderita-penderita yang akan dioperasi sectio caesarea dengan pemikiran bahwa :

Analgesi epidural lebih banyak membutuhkan waktu dan ketrampilan, juga adanya stimulasi alat-alat dalam yang menimbulkan perasaan tidak enak pada waktu manipulasi (terutama manipulasi segmen bawah uterus) serta adanya kegagalan-kegagalan walaupun dilakukan oleh seorang ahli.

Sedangkan anestesi spinal lebih mudah dilakukan, onset lebih cepat, blokade sarafnya meyakinkan, kemungkinan toksisitas tidak ada karena dosis yang rendah, dan karenaadanya blokade saraf sakral yang sempurna, perasaan tidak enak seperti pada anestesi epidural tidak ada.

Dengan anestesi regional ibu masih dalam keadaan sadar, refleks protektif masih ada, sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung kecil sekali. Ibu tidak menerima banyak macam obat dan perdarahannya lebih sedikit. Dari segi janin, anestesi regional ini bebas daripada obat-obat yang mempunyai efek depresi terhadap janin.2Teknik apapun yang dipakai, agar keadaan ibu dan anak tetap baik. Usahakan:

mempertahankan kestabilan sistim kardiovaskuler

oksigenisasi yang cukup

mempertahankan perfusi plasenta yang cukup.

Pemberian cairan pre-operatif, pencegahan aortacaval

compression (tilting, uterine displacement), oksigenisasi dan pemberian efedrin merupakan hal-hal yang penting sekali dilakukan.8Anestesi Spinal (Sub Arachnoid Nerve Block)

Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-tindakan bedah, obstetrik, operasi operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Teknik ini baik sekali bagi penderita-penderita yang mempunyai kelainan paru-paru, diabetes mellitus, penyakit hati yang difus dan kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan gangguan metabolisme dan ekskresi dari obat-obatan. Bagian motoris dan proprioseptis paling tahan terhadap blokade ini dan yang paling dulu berfungsi kembali. Sedangkan saraf otonom paling mudah terblokir dan paling belakang berfungsi kembali. Tingginya blokade saraf untuk otonom dua dermatome lebih tinggi daripada sensoris, sedangkan untuk motoris dua-tiga segemen lebih bawah. Secara anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang interegmental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L45 interspace.13

Ligamenta yang dilalui pada waktu penusukan yaitu :

a. Ligamentum supraspinosus

b. Ligamentum interspinosus

c. Ligamentum flavum

Teknik Anestesi Spinal :

a. Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500 ml.

b. Oksigen diberikan dengan masker 6 - 8 L/mt.

c. Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.

d. Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada, kedua tangan memegang kaki yang ditekuk sedemikian rupa sehingga lutut dekat ke perut penderita.

e. L3 - 4 interspace ditandai, biasanya agak susah oleh karena adanya edema jaringan.

f. Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.

g. Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.

h. Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, juga tanpa introducer dengan bevel menghadap ke atas.

i. Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikan xylocain 5% sebanyak 1,25 - 1,5 cc.

j. Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan diberi bantal sehingga perut penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi Trendelenburg.

k. Untuk skin preparation, apabila penderita sudah operasi boleh mulai.

l. Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menit pertama, selanjutnya tiap 15 menit.

m. Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg dibanding semula, efedrin diberikan 10 15 mgl.V.

n. Setelah bayi lahir biasanya kontraksi uterus sangat baik, sehingga tidak perlu diberikan metergin IV oleh karena sering menimbulkan mual dan muntah-muntah yang mengganggu operator. Syntocinon dapat diberikan per drip.

o. Setelah penderita melihat bayinya yang akan dibawa ke ruangan, dapat diberikan sedatif atau hipnotika.PLACENTA PREVIA

Definisi

Adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian/seluruh ostium uteri internum dan berada pada segmen bawah rahim pada daerah dilatasi serviks yang dapat memberikan gejala perdarahan pada trimester terakhir dari kehamilan dari jalan lahir wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih. (Prae=di depan; vias=jalan).

Klasifikasi Plasenta Previa : Plasenta previa totalis

Ostium uteri interna tertutup seluruhnya.

Plasenta previa lateralis

Ostium uteri interna tertutup sebagian.

Plasenta previa marginal

Placenta terletak pada perbatasan dari ostium uteri interna.

Plasenta letak rendah

Placenta terletak pada segment bawah rahim, tepi placenta berada sangat dekat dengan ostium uteri interna.

Penentuan derajat placenta previa tergantung pada pembukaan yang terjadi saat pemeriksaan yang dilakukan.

Etiologi

Usia Lanjut Di Rumah Sakit Parkland pada tahun 1988-1999, terjadi 1 kasus dalam 1500 untuk kelompok usia dibawah ibu 19 tahun dan 1 kejadian plasenta previa untuk 100 kehamilan pada usia ibu di atas 35 tahun.

Multiparitas Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa terjadi peningkatan insidensi sebesar 2,2% pada wanita dengan angka partus di atas 5 kali.

Riwayat Persalinan Cesarean Miller dan rekan (1996) mencatat adanya peningkatan 3 kali lipat pada wanita yang memiliki riwayat section sebelumnya.

Merokok

Williams dan rekan (1991) menemukan bahwa resiko terjadinya plasenta previa meningkat 2 kali bila dikaitkan dengan aktivitas merokok. Hipoksemia akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang perhari).

Riwayat Aborsi

Penelitian terkini menemukan suatu kaitan yang jelas antara kejadian plasenta previa dengan aborsi sebelumnya. (Annath et al 1997, Macones et al 1997).

Ras Wanita amerika yang berasal dari keturunan Asia 86% lebih banyak dibandingkan wanita kulit putih (Taylor et al 1995).

Perluasan area implantasi plasenta

Seperti pada kehamilan kembar, eritoblastosis, diabetes mellitus.

Mioma uteri

Curettage yang berulang-ulang

Keadaan endometrium yang kurang baik, menyebabkan bahwa plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Karena luasnya, mendekati atau menutup ostium internum.

Implantasi telur yang rendahPatofisiologi

Perubahan pada segmen bawah rahim dan pembukaan serviks menyebabkan pelepasan plasenta dari tempat perlekatannya. Perdarahan terjadi akibat ketidakmampuan serabut myometrium segmen bawah rahim untuk berkontraksi menutup pembuluh darah yang rusak.

Perdarahan bersifat berulang-ulang karena dengan majunya kehamilan regangan dinding rahim dan tarikan serviks akan bertambah dan menimbulkan perdarahan baru. Setelah bulan ke-4 terjadi regangan dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dibanding dinding rahim, akibatnya istmus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim. Dalam kehamilan tidak diperlukan his untuk menimbulkan perdarahan, namun sudah jelas his pembukaan menyebabkan perdarahan pada persalinan.

Gejala Dan Tanda

Gejala yang paling khas adalah perdarahan tanpa rasa sakit yang biasanya baru akan timbul pada trimester terakhir.1 Perdarahan terjadi tanpa adanya presipitan yang jelas, walaupun biasanya ada riwayat coitus sebelumnya. Bahaya yang juga mengancam adalah pemeriksaan dalam yang dapat mengakibatkan perdarahan menjadi semakin buruk.

Perut teraba lembut, bagian terendah dapat dirasakan, dan denyut janin biasanya berada dalam batas normal. Plasenta menggantikan bagian terendah anak, dan pada umumnya disertai dengan insidensi malpresentasi yang cukup sering. Keadaan ini harus diwaspadai bahkan bila tidak ditemukan adanya perdarahan.

Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga tidak dapat mendekati pintu atas panggul dan panjang rahim berkurang hingga sering disertai kelainan letak

Pemeriksaan pada serviks diizinkan bila dilakukan dalam ruang operasi dengan semua persiapan untuk seksio saesarea, karena pemeriksaan yang lembut sekalipun dapat menyebabkan perdarahan (Double Set Up Procedure). Lebih jauh lagi, pemeriksaan yang berisiko dihindari kecuali persiapan bagi persalinan telah dilakukan. Bila dirasakan adanya keraguan penyebab perdarahan saat pasien tiba di rumah sakit, pemeriksaan spekulum dapat sangat membantu bila pemeriksaan dalam di kontraindikasikan. Pada pemeriksaan in speculo plasenta previa, akan terlihat darah yang keluar dari ostium uteri eksternumDapat juga dilakukan perabaan fornises dengan hati-hati. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada presentasi kepala karena pada letak sungsang bagian terendahnya lunak hingga sukar dibedakan dengan jaringan lunak plasenta. Pada presentasi kepala, jika tulang kepala dapat diraba dengan mudah, kemungkinan plasenta previa kecil. Sebaliknya, jika antara jari dan kepala teraba bantalan lunak, kemungkinan plasenta previa besar sekali

Penggunaan Ultrasonografi (USG), Menurut Laing (1996), akurasinya sekitar 96% - 98% . False-positive dapat saja terjadi disebabkan oleh distensi kandung kemih. Untuk itulah, pemindaian dengan USG lebih baik dilakukan pada saat kendung kemih telah dikosongkan. Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan trimester ke-tiga. Namun, dalam perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta (placental migration).Diagnosis Banding

Kelainan lokal seperti kanker serviks atau polip serviks.

Terapi

Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :

Terminasi kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut, misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, anak mati (tidak selalu).

- cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta).

- dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan.

Ekspektatif Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di luar baginya kecil sekali. Hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat bagi terapi ekspektatif ialah bahwa keadaan ibu dan anak masih baik (Hb-nya normal) dan perdarahan tidak banyak.

Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak + 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi, diusahakan untuk menentukan lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Jika kehamilan 37 minggu telah tercapai, kehamilan diakhiri menurut salah satu cara yang telah diuraikan.

Penderita juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin.

Perlu diperhatikan bahwa sebelum melakukan tindakan apapun pada penderita plasenta previa, harus selalu tersedia darah yang cukup.II. 1 Definisi dan Penyebab Syok

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:

1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.

2. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.

3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.

Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok anafilaksis. Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 5001000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 10001500 ml perdarahan.

3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

a.Gastrointestinal: peritonitis, pancreatitis, dan gastroenteritis

b.Renal: terapi diuretic, krisis penyakit Addison.

c. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.Manajemen cairan adalah penting dan kekeliuan menejemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.

Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyababkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan akibat lanjutan dari gangguan fungsi kardiovaskuler. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah. Untuk memperbaiki sirkulasi langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai.

II. 2Patofisiologi

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air. Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.Patofisiologi dari syok hipovolemik itu telah tercakup pada apa yang ditulis sebelumnya. Referensi untuk bacaan selanjutnya dapat ditemukan pada bibliografi. Mekanisme yang rumit yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam memenuhi perfusi organ vital pada kehilangan darah yang berat. Tanpa resusitasi cairan dan darah dan atau koreksi keadaan patologi yang mendasari perdarahan, perfusi jantung akhirnya akan berkurang, dan kegagalan berbagai organ akan segera terjadi.

II. 3Gejala dan Tanda Klinis

Sistem Kardiovaskuler

a. Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.

b. Nadi cepat dan halus

c. Hipotensi, karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.

d. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.

e. CVP rendah.

Sistem Respirasi Pernapasan cepat dan dangkal. Sistem Saraf Pusat

Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.

Sistem Saluran Cerna

Bisa terjadi mual dan muntah.

Sistem Saluran Kencing Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5--1 ml/kg/jam). Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.

Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.

Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,07,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.

II. 4Pemeriksaan Laboratorium dan Hematologi

Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok. Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.

II.5 Diagnosa Differensial

Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.

II. 6Penanggulangan Syok

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = airway) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.

Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok:

Posisi Tubuh

1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.

2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.

3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.

4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.

5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.

6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

Pertahankan Respirasi

1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.

2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).

3. Berikan oksigen 6 liter/menit

4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.

Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

Cari dan Atasi Penyebab

Syok Hipovolemik

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.

Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.

Penanggulangan Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 g/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan. III. 1 Manajemen Resusitasi cairan

Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akut.III. 2 Macam- Macam Jenis Cairan

Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan koloid atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang BM nya tinggi 7,8.

Cairan Kristaloid

Cairan kristaloid terdiri dari:

1. Cairan Hipotonik

Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan. Contohnya dextrosa 5%

2. Cairan Isotonik

Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek dibanding dengan cairan koloid.

3. Cairan HipertonikCairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain mevasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%

Beberapa contoh cairan kristaloid :

a. Ringer Laktat (RL)

Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme di dalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3.Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.

b. Ringer Asetat

Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan laktat di dalam hati. Laju metabolisme asetat 250 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat.

c. Glukosa 5%, 10% dan 20%

Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9 Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria .

d. NaCl 0,9%

Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengan cairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5 %.

Cairan Koloid

Jenis-jenis cairan koloid adalah :

a. AlbuminTerdiri dari 2 jenis yaitu:

1. Albumin endogen.

Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan dihasilkan di hati dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino. Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan onkotik plasmanya 1/3nya.

2. Albumin eksogen.

Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan.

Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.8 Larutan ini digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom

3. HES (Hidroxy Ethyl Starch)

Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang sangat heterogen.Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.8Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.

4. Dextran

Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembang biakkan di media sucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalamgaram fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40.

Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler.

Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan pad penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.

5. GelatinCairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang dewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin (MFG)2. Urea Bridged Gelatin (UBG)

Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.