Rpjm multimoda pak bona

22
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA Naskah Teknokratik RPJMN III Sektor Transportasi dan Background Study Renstra Kemenhub 2015-2019 Multimodalitas

Transcript of Rpjm multimoda pak bona

Page 1: Rpjm multimoda pak bona

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Naskah Teknokratik RPJMN III Sektor Transportasi

dan Background Study Renstra Kemenhub

2015-2019

Multimodalitas

Page 2: Rpjm multimoda pak bona

Konsep integrasi antarmoda untuk efisiensi logistik nasional

KAPAL

(1)

KERETA API

(2)

TRUK

(3)

PESAWAT UDARA

(4)

Kapal Kontainer

Kapal Feri

Tongkang

Dll

Kargo Kontainer

Standard Freight

Double Stacking

Truk Trailer

Truk Tronton

Pesawat Kargo

Pesawat Kombinasi

Biaya Terendah Biaya Tertinggi

Paradigma Lama: Terpisah satu dengan lainnya, dan diatur oleh regulasi masing-masing

Paradigma Baru :Secara ideal berupa “point to point” terpadu melalui sistem intermoda

TRANSPORTASI

MULTIMODA

HUBS DAN SPOKES

(1+2+3+4)

Daya Saing

Kualitas Layanan

Kinerja

Daya Tarik Pasar

Jaringan

• Integrasi yang mengkombinasikan

berbagai jenis moda transportasi

guna mempermudah akses

pergerakan orang maupun barang

dan menyediakan pelayanan

perpindahan moda yang efisien dan

efektif

• Angkutan multimoda adalah

angkutan barang dengan

menggunakan paling sedikit 2

(dua) moda angkutan yang

berbeda atas dasar 1 (satu)

kontrak (PP No. 8/2011)

• Fasilitas perpindahan moda

Page 3: Rpjm multimoda pak bona

Biaya Transportasi dan Logistik

• Biaya transportasi Indonesia masih terbilang tinggi, itupun belum termasuk biaya inventory dan administrasi selama transporting

Tabel A2.1. Biaya Tahunan Transportasi Dalam Logistik Indonesia

% Terhadap PDB % Terhadap Total Biaya Logistik Indonesia

Tahun Biaya Angkutan Biaya Persediaan Biaya Administrasi Total Biaya Logistik

Biaya Angkutan Biaya Persediaan Biaya Administrasi

2004 12,57 10,24 4,79 27,61 45,5 37,1 17,3

2005 12,81 9,92 4,77 27,50 46,6 36,1 17,3

2006 13,28 10,51 5,00 28,78 46,1 36,5 17,4

2007 12,28 8,99 4,47 25,73 47,7 34,9 17,4

2008 11,04 9,64 4,34 25,03 44,1 38,5 17,3

2009 10,89 9,71 4,33 24,92 43,7 39,0 17,4

2010 11,83 8,00 4,16 23,99 49,3 33,3 17,3

2011 11,63 8,73 4,28 24,64 47,2 35,4 17,4

Rata Rata 12,04 9,47 4,52 26,03 46,3 36,4 17,4

Sumber: Kondisi Logistik Indonesia, 2013

Page 4: Rpjm multimoda pak bona

Basis analisis multimodalitas

Pendekatan kajian:

• Moda yang paling sesuai untuk suatu wilayah berdasarkan potensi wilayah dan komoditas utama

• Konektivitas global dan regional (antar-wilayah)

• Unjuk kerja masing-masing moda

• Konektivitas antar-moda (fisik dan non-fisik)

• Integrasi lokasi dan waktu implementasi pengembangan moda

Lingkup kajian:

• Untuk barang dan penumpang

• Antarkota dan perkotaan

Page 5: Rpjm multimoda pak bona

Basic Logistic

Services

- Impor/Ekspor Freight Forwarding

-Transportasi -Pergudangan -Distribusi

Intermediate Logistic Services

-Packing & Labelling -Manajemen Transportasi

-Pelayanan Pelanggan -Reverse Logistics

Value – Added Logistic Services

-Manajemen informasi -Manajemen pengguna -Pelayanan pembayaran -Jaminan pelayanan -Analisis permintaan -Negosiasi Harga -Pemasaran produk

Kecenderungan Kebutuhan Pelayanan Perusahaan Jasa Logistik Kecenderungan pelayanan penyedia jasa logistik pada masa depan akan menuju pada tahap pelayanan value-added logistics, dengan tahap awal terlebih dahulu memperkuat pelayanan intermediate logistics

Layanan Yang paling banyak digunakan saat ini

Layanan intermediate & value added logistics merupakan cerminan dari proses pengembangan pelayanan jasa logistik

3

Sumber : End Users Primary Discussions, Frost & Sulivan

Perspektif Layanan Logistik di Indonesia

Page 6: Rpjm multimoda pak bona

3

KONDISI PERDAGANGAN DI INDONESIA

SAAT INI

Manajemen logistik, transportasi, dan

perdagangan masih belum sepenuhnya mengadopsi

sistem IT sehingga meningkatkan biaya logistik

dan pungutan liar

Perjalanan truk logistik pulang-pergi mengalami waktu penundaan untuk

berhenti dalam menjalani proses bea cukai, tundaan

di pergudangan, dan bongkar muat barang

Transportasi menggunakan truk di Indonesia

mendominasi 70% dari tahapan pengantaran

logistik dimana kondisi infrastruktur jalan masih

kurang baik

Sekitar 10% kegiatan ekspor di Indonesia harus mengalami

keterlambatan karena proses di Pelabuhan sehingga tidak

dapat tepat waktu dalam pengantaran menuju

pelabuhan tujuan

Harga satu sak semen di Papua 20 kali harga di Jawa, harga air galon di Medan dua kali harga

di Jakarta, sedangkan harga jeruk china lebih murah

daripada harga jeruk pontianak

Harga BBM di Beberapa Pulau kecil di Indonesia

pada saat musim hujan tiga kali lipat pada saat musim

kemarau

Udang yang berasal dari Indonesia Timur tidak

dapat diolah di Pulau Jawa. Komoditi seperti nanas

dikalengkan untuk diekspor karena lebih murah dikirim

ke Malaysia daripada dikirim ke Pulau Jawa

Biaya pengiriman kontainer dari pusat kawasan industri jakarta menuju pelabuhan dua kali lipat lebih mahal daripada di Malaysia dan

Thailand

Dampak Kinerja Logistik Indonesia saat ini terhadap Kondisi Perdagangan Dalam Negeri

Page 7: Rpjm multimoda pak bona

Sebaran Freight Forwarder per Provinsi di Indonesia

No Provinsi Freight Forwarder No Provinsi Freight Forwarder No Provinsi Freight Forwarder

1 Nanggro Aceh Darussalam 0 13 Banten 8 25 Gorontalo 0

2 Sumatera Utara 20 14 Jawa Tengah 49 26 Sulawesi Tengah 0

3 Sumatera Barat 2 15 Daerah Istimewa Yogyakarta 10 27 Sulawesi Tenggara 0

4 Riau 3 16 Jawa Timur 88 28 Sulawesi Selatan 9

5 Kepulauan Riau 17 17 Bali 28 29 Sulawesi Barat 0

6 Jambi 0 18 Nusa Tenggara Barat 1 30 Maluku 0

7 Sumatera Selatan 6 19 Nusa Tenggara Timur 0 31 Maluku Utara 0

8 Bangka Belitung 1 20 Kalimantan Barat 1 32 Papua Barat 0

9 Bengkulu 0 21 Kalimantan Tengah 0 33 Papua 0

10 Lampung 1 22 Kalimantan Selatan 4

11 DKI Jakarta 662 23 Kalimantan Timur 10 Total 948

12 Jawa Barat 27 24 Sulawesi Utara 1

: 0 – 10

: 11 – 50

: 51 – 100

: > 100

4 Logistik di

Indonesia

Page 8: Rpjm multimoda pak bona

: 0 – 10

: 11 – 50

: 51 – 100

: > 100

Sebaran Logistic per Provinsi di Indonesia

No Provinsi Logistic No Provinsi Logistic No Provinsi Logistic

1 Nanggro Aceh Darussalam 1 13 Banten 2 25 Gorontalo 0

2 Sumatera Utara 5 14 Jawa Tengah 4 26 Sulawesi Tengah 1

3 Sumatera Barat 2 15 Daerah Istimewa Yogyakarta 0 27 Sulawesi Tenggara 0

4 Riau 2 16 Jawa Timur 3 28 Sulawesi Selatan 4

5 Kepulauan Riau 0 17 Bali 4 29 Sulawesi Barat 0

6 Jambi 1 18 Nusa Tenggara Barat 1 30 Maluku 0

7 Sumatera Selatan 1 19 Nusa Tenggara Timur 0 31 Maluku Utara 0

8 Bangka Belitung 0 20 Kalimantan Barat 1 32 Papua Barat 0

9 Bengkulu 1 21 Kalimantan Tengah 0 33 Papua 0

10 Lampung 3 22 Kalimantan Selatan 2

11 DKI Jakarta 40 23 Kalimantan Timur 3 Total 90

12 Jawa Barat 8 24 Sulawesi Utara 1

4 Logistik di

Indonesia

Page 9: Rpjm multimoda pak bona

Indikator konektivitas domestik Terdapat beberapa indikator konektivitas yang telah dikembangkan, yang dapat dijadikan acuan bagi pengembangan indikator konektivitas transportasi domestik. Diantaranya:

• Konektivitas Total Menunjukkan jumlah wilayah lain yang terhubung secara langsung

• Konektivitas Jaringan (Network Connectivity) Dengan pendekatan Graph-Theoretic Measures yang lazim digunakan dalam analisis geografi, terdapat definisi konektivitas,

yang berarti tingkat keterhubungan relatif dalam suatu jaringan. Bila jaringan tersebut merupakan jaringan transportasi, maka konektivitas ini merupakan ukuran aksesibilitas suatu lokasi tanpa memperhitungkan jarak/biaya/hambatan lain (Marr, 2010).Suatu lokasi dengan tingkat konektivitas yang tinggi sering dianggap sebagai lokasi penting dalam jaringan transportasi tinjauan.

• Index Konektivitas Berdasarkan Model Gravitasi Salah satu pendekatan dalam analisis konektivitas adalah yang didasarkankan kepada model gravitasi. Model gravitasi

menyatakan bahwa besarnya pergerakan antar dua zona merupakan fungsi dari potensi asal-tujuan dari zona-zona tersebut serta hambatan (biaya, jarak atau lainnya), Dari model tersebut maka dapat diketahui besarnya hambatan antar zona bila diketahui volume pergerakan antar zona beserta total bangkitan dan tarikan dari masing-masing zona tersebut. Faktor hambatan tersebut yang kemudian didefinisikan sebagai tingkat konektivitas antar pasangan zona.

• Index konektivitas Pelayaran Liner (Liner Shipping Connectivity Index) Dengan pendekatan yang sama seperti LSCI, indeks konektivitas domestik dapat dikembangkan, dengan memperhitungkan 5

komponen transportasi laut menurut pelabuhan atau satuan kewilayahan:

– Jumlah kapal terdaftar

– Container-carrying capacity (total kapasitas dan ship call keluar-masuk)

– Ukuran kapal maksimum

– Jumlah pelayanan (total ship call)

– Jumlah perusahaan pelayaran terdaftar

Page 10: Rpjm multimoda pak bona

Konektivitas Udara: Flight Connectivity Index (FCI)

Berdasarkan jadwal penerbangan internasional Desember 2011, Indonesia memiliki penerbangan langsung ke 21 negara (FCI=21), sehingga Indonesia berada pada rangking 78 bersama Cuba, Filipina, Sri Lanka dan Venezuela Sementara itu, ACI yang pernah dihitung adalah berdasarkan data tahun 2007, dimana untuk data tahun tersebut Indonesia memiliki nilai ACI 2,79%

Negara FCI Rank

Germany 110 1

France 108 2

UK 106 3

USA 87 4

Turkey 86 5

Netherlands 85 6

Ita ly 83 7

UAE 82 8

Spain 75 9

Russ ian Federation 73 10

Thai land 55 16

Malays ia 42 30

Singapore 42 30

Cuba 21 78

Indones ia 21 78

Phi l ippines 21 78

Sri Lanka 21 78

Venezuela 21 78

Viet Nam 20 83

Cambodia 8 143

Myanmar 5 162

Page 11: Rpjm multimoda pak bona

FCI Domestik

• Index FCI dengan bobot kapasitas pesawat antarprovinsi

Keterangan:

(FCI index)

Page 12: Rpjm multimoda pak bona

Konektivitas Jaringan Peti Kemas Domestik

• Secara jaringan, provinsi dengan tingkat konektivitas tertinggi adalah Jawa Timur dan DKI Jakarta yang mengimplikasikan bahwa ke dua provinsi tersebut

merupakan yang terpenting dalam jaringan pelayaran peti kemas domestik

Keterangan:

(Indeks Konektivitas

Jaringan)

Page 13: Rpjm multimoda pak bona

Indeks Konektivitas Pelayaran Peti Kemas Domestik berdasarkan Model Gravitasi

• Tampak bahwa pelabuhan utama di Pulau Jawa masih jauh lebih “murah”

dibandingkan pelabuhan/lokasi lain di Indonesia

Keterangan:

Indeks konektivitas

Model Gravitasi (%)

Page 14: Rpjm multimoda pak bona

Indeks Konektivitas Pelayaran Liner Peti Kemas Domestik

• Kinerja pelayaran petikemas secara keseluruhan masih menunjukkan DKI Jakarta

(Pelabuhan Tanjung Priok) yang jauh lebih tinggi di banding pelabuhan/lokasi lain

di Indonesia

Keterangan:

Indeks Konektivitas

Pelayaran Liner

Petikemas)

Page 15: Rpjm multimoda pak bona

Contoh Kasus Koridor Utara Pulau Jawa

• Jalur (jalan) pantura terdiri atas jalur utama sepanjang 3.508 km, jalan tol sepanjang 668 km, dan jalur alternatif sepanjang 2.230 km.

• Pada tahun 2013, alokasi biaya penanganan reguler jalur pantura adalah (Total R. 1,2 T):

– Banten : Rp 38,3 miliar

– DKI : Rp 168,71 miliar

– Jabar Rp 201 miliar

– Jateng Rp 546,9 miliar

– Jatim Rp 330,56 miliar

• Sejak tahun 2010:

– Tahun 2010 Rp 1,2 triliun

– Tahun 2011 Rp 1.001 triliun

– Tahun 2012 Rp 1,19 triliun

• Koridor Pantura merupakan koridor transportasi tersibuk di Indonesia, terutama untuk pergerakan barang.

• Terdapat beberapa versi terhadap mode share pergerakan barang di Pantura, yang kemungkinan karena perbedaan definisi asal-tujuan dan mode share-nya itu sendiri. Namun dipercaya (tahun 2010) mode share moda laut berkisar 7 – 15% sedangkan kereta api kurang dari 1%

• Dominasi angkutan darat tersebut juga sering dituding sebagai penyebab masalah lalu lintas dan infrastruktur jalan di Koridor Pantura

Pasangan Zona Pergerakan Barang (Ton/Tahun) Mode Share

Total Laut KA Laut KA

DKI Jakarta- Jawa Barat 730,127,228 - 273,742 0.04%

DKI Jakarta - Jawa Tengah 97,309,677 6,807,371 101,826 7.00% 0.10%

DKI Jakarta - DIY 10,307,676 - 15,795 0.15%

DKI Jakarta - Jawa Timur 66,064,477 6,889,563 47,677 10.43% 0.07%

DKI Jakarta - Banten 218,842,163 172,846 127,856 0.08% 0.06%

Jawa Barat- Jawa Tengah 844,057,154 - 341,356 0.04%

Jawa Barat- DIY 81,393,064 - 52,937 0.07%

Jawa Barat- Jawa Timur 442,926,929 - 159,824 0.04%

Jawa Barat- Banten 475,862,250 - 215,167 0.05%

Jawa Tengah- DIY 425,961,340 - 107,154 0.03%

Jawa Tengah- Jawa Timur 1,474,646,056 150,287 706,981 0.01% 0.05%

Jawa Tengah- Banten 220,852,423 8,379 69,119 0.03%

DIY -Jawa Timur 205,278,867 - 75,383 0.04%

DIY - Banten 25,122,398 - 3,266 0.01%

Jawa Timur- Banten 149,601,991 94,407 31,384 0.06% 0.02%

Page 16: Rpjm multimoda pak bona

Distribusi truk dan jarak perjalanan

• Terdapat kecenderungan perjalanan jarak jauh tetap menggunakan truk yang semestinya menjadi tidak efisien

• Padahal umur kendaraan truk (terutama truk besar) yang beroperasi kebanyakan sudah tua. Umumnya perusahaan trucking membeli truk bekas

Page 17: Rpjm multimoda pak bona

Koridor Utara Jawa Menurut Komoditas Utama

• Masing-masing komoditas/produser/consignee memiliki penilaian yang spesifik yang berbeda-beda terhadap moda yang tersedia

Mode Baja Semen Pupuk Mobil Motor

Truk 94.9% 91.6% 100.0% 70.0% 100.0%

Kereta Api 5.1% 0.5% 0.0% 0.0% 0.0%

Moda Laut 0.0% 7.9% 0.0% 30.0% 0.0%

Mode Baja Semen Pupuk Mobil Motor

Truk 256 200 209 2,500 250

Kereta Api 228 200 325 - -

Moda Laut

493 - 224.5 (2,000 -

3,000) + 35*2 -

Mode Baja Semen Pupuk Mobil Motor

Truk 4 4 4 – 5 5 5

Kereta Api 2 2 4 - -

Moda Laut 14 6 6 5 – 6 -

Mode Share

Biaya Door-to-Door (1000 Rp./ton)

Waktu tempuh (hari)

Page 18: Rpjm multimoda pak bona

Koridor Utara Jawa Kendala dan Potensi Pengalihan Moda

Pengalihan ke Moda

Kendala Potensi

Kereta Api • Ketersediaan gerbong yang sesuai dengan kebutuhan komoditas [baja, sepeda motor]

• Tarif door-to-door tinggi, dibandingkan dengan truk yang lebih fleksibel dari sisi lokasi, ditambah umumnya truk dalam menetapkan tarif tidak memperhitungkan TAC, depresiasi, asuransi, gaji supir [pupuk]

• Kurang fleksibel dalam volume pengiriman, sehingga memerlukan asuransi barang.

• Multihandling muatan

• Komoditas dengan akses ke stasiun menggunakan KA langsung dari pabrik [baja, pupuk, semen]

• Stasiun KA yang dilengkapi dengan lapangan penumpukan dan alat bongkar muat yang memadai

• Pengembangan gerbong yang sesuai komoditas [motor]

Laut Ro-Ro • Pada umumnya biaya trucking diborongkan kepada supir truk (Jkt-Sby , sehingga keputusan pemilihan rute (atau menggunakan Ro-Ro) berada di tangan supir, backhaul trip supir bisa mencari muatan

• Sesuai dengan tarif yang berlaku pada rute eksisting lain, untuk Jkt-Sby tarifnya akan sebesar Rp. 12 Juta/truk peti kemas

• Padahal biaya borongan Jkt-Sby hanya Rp. 4,5 Juta pp. • Kapal Ro-Ro akan sangat membatasi muatan truk,

padahal lewat jalan truk bisa membawa hampir 2x lipat dari beban yang diijinkan

• Aturan mengenai chasis truk • Akses dan parkir di pelabuhan

• Komoditas automotif mobil/truk • Peningkatan car terminal di pelabuhan • Drop and Hook • Peningkatan akses dan penyediaan parkir, serta

lokasi untuk stuffing

Laut Lo-Lo • Akses pelabuhan dan kinerja pelayanan bongkar muat yang kurang baik membuat waktu tempuh total jadi tinggi

• Komoditas curah kering/cair menggunakan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) [semen, pupuk]

• Perbaikan kinerja pelabuhan

Page 19: Rpjm multimoda pak bona

Indikator Kinerja untuk Komparasi Moda

• Indikator kinerja dipilih sesuai dengan ketersediaan data

• Sehingga dapat dihitung secara disagregat wilayah sampai level provinsi

Output (Sediaan) Moda Deskripsi Indikator Kinerja Satuan Sumber Data

Jalan

Tingkat ketersediaan jalan Panjang jalan/penduduk (km/ribu ppdk) Statistik Indonesia, Statistik Perhubungan

Jml kend angkutan umum Jml kend/luas wil (kend/1000km2) Statistik Indonesia, Statistik Perhubungan

Jumlah terminal angkutan umum Jml terminal/luas wil (terminal/juta km2) Statistik Indonesia, Statistik Perhubungan

Kereta Api

Tingkat ketersediaan jalur Kapasitas

Pjg jalur/penduduk (track km/1000 pddk) Statistik Indonesia, PT KAI

Total kapasitas angkut pnp (juta pnp/thn) Statistik Indonesia, PT KAI

Total kapasitas angkut barang (juta ton/thn) Statistik Indonesia, PT KAI

Kilometer Tempat Duduk (juta km-td) Statistik Indonesia, PT KAI

Kilometer Kereta (juta km-KA) Statistik Indonesia, PT KAI

Laut

Tingkat ketersediaan pelabuhan Jml pelabuhan/luas wil (plab/km2) Statistik Indonesia, Data DitPelPeng

Tingkat kapasitas pelabuhan Kolam pelabuhan terdalam (m) Data DitPelPeng

Jumlah armada Jumlah kapal (1000 unit) Data DitLaLa

Ketersediaan perusahaan pelay. Jumlah perusahaan pelayaran (perusahaan) Statistik Indonesia, Data DitLaLa

Udara

Tingkat ketersediaan bandara Jumlah bandara/luas wilayah (bandara/km2) Statistik Indonesia, Statistik Perhubungan

Ketersediaan penerbangan Jumlah pergerakan pesawat (ribu) Statistik Indonesia, Statistik Perhubungan

Outcome (Kualitas Pelayanan)

Moda Deskripsi Indikator Kinerja Satuan Sumber Data

Jalan

Kesesuaian lebar std jln % pjg jln dg lebar memenuhi standar (%) IRMS

Kualitas permukaan jln % kondisi baik dan sedang (%) Statistik Indonesia

Indeks Harga Konsumen IHK transportasi Statistik Indonesia

Keselamatan Jml kecelakaan/kend kejadian/1000 kend Statistik Indonesia

Kereta Api

Kehandalan pelayanan

Keterlambatan rata-rata (menit)-pnp PT KAI

Keterlambatan rata-rata (menit)-brg PT KAI

% keberangkatan tepat waktu-pnp (%) PT KAI

% keberangkatan tepat waktu-brg (%) PT KAI

Keselamatan

Jumlah kecelakaan kejadian kecelakaan PT KAI

Jumlah kecelakaan/1 juta trip.km kecelakaan/1000 trip.km PT KAI

Rasio perlintasan dijaga % PT KAI

Laut

Tingkat kongesti pelab Waiting for Berth (jam) Data DitPelPeng, PT Pelindo

Tingkat pelay pelab Turn Around Time (jam) Data DitPelPeng, PT Pelindo

Keselamatan Jml Sarana Bantu Nav Pel (unit) Statistik Indonesia

Udara Keselamatan Jumlah kecelakaan kejadian kecelakaan Statistik Indonesia, Statistik Perhubungan

Efisiensi (Utilisasi) Moda Deskripsi Indikator Kinerja Satuan Sumber Data

Jalan Kapasitas Sisa % pjg jln dgn VCR < 1 (%) IRMS

Kereta Api

Kapasitas Terpakai

Pnp.km/track.km Pnp.km/track.km PT KAI

ton.km/track.km ton.km/track.km PT KAI

Laut

Kapasitas Terpakai

Berth Occupancy Ratio (%) Data DitPelPeng, PT Pelindo

Yard Occupancy Ratio (%) Data DitPelPeng, PT Pelindo

Udara

Load faktor penumpang Rata2 penumpang/kap. Pesawat % Statistik Indonesia, Statistik Perhubungan

Load faktor barang Rata2 muatan/kap. Pesawat % Statistik Indonesia, Statistik Perhubungan

Kapasitas Terpakai Rata2 penumpang/penerbangan penumpang Statistik Indonesia, Statistik Perhubungan

Page 20: Rpjm multimoda pak bona

Komparasi Kinerja Moda

• Nilai kinerja kemudian di-index-kan untuk diperoleh nilai relatif yang kemudian dapat digunakan untuk menilai tingkat kepentingan pengembangan infrastruktur, peningkatan kualitas pelayanan maupun efisiensi dari masing-masing moda di setiap koridor ekonomi

0

50

100

150

200

250

300

350Sediaan Jalan

Kualitas Jalan

Utilisasi Jalan

Sediaan KA

Kualitas KA

Utilisasi KA

Sediaan Laut

Kualitas Laut

Utilisasi Laut

Sediaan Udara

Kualitas Udara

Utilisasi Udara

2010

Sumatera

Jawa

Bali NT

Kalimantan

Sulawesi

Maluku Papua

0

50

100

150

200

250

300

350Sediaan Jalan

Kualitas Jalan

Utilisasi Jalan

Sediaan KA

Kualitas KA

Utilisasi KA

Sediaan Laut

Kualitas Laut

Utilisasi Laut

Sediaan Udara

Kualitas Udara

Utilisasi Udara

2010

Sumatera

Jawa

Bali NT

Kalimantan

Sulawesi

Maluku Papua

Sumatera Jawa Bali NT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua

Sediaan 61.42 321.52 96.62 44.88 57.29 57.99 106.62

Kualitas 89.26 138.70 94.88 95.06 80.21 65.90 84.71

Utilisasi 99.16 81.46 98.74 102.20 100.99 97.73 96.71

83.28 180.56 96.75 80.71 79.50 73.87 96.01

Sediaan 75.52 67.24 0.00 0.00 0.00 0.00 104.52

Kualitas 131.99 93.32 0.00 0.00 0.00 0.00 113.05

Utilisasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

69.17 53.52 0.00 0.00 0.00 0.00 72.52

Sediaan 51.36 101.21 73.47 33.81 63.14 67.96 104.00

Kualitas 108.94 134.28 61.78 115.10 93.92 129.94 94.66

Utilisasi 138.85 133.17 78.31 102.73 71.85 97.27 103.70

99.72 122.89 71.19 83.88 76.31 98.39 100.79

Sediaan 46.87 77.49 112.60 32.66 59.55 88.71 111.27

Kualitas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Utilisasi 280.52 61.86 143.03 68.58 23.95 42.58 99.84

109.13 46.45 85.21 33.75 27.83 43.76 70.37

Transportasi 90.32 100.85 63.29 49.58 45.91 54.01 84.92

Laut

Udara

Moda Aspek Indikator Koridor Ekonomi Indonesia

Jalan

Kereta Api

Page 21: Rpjm multimoda pak bona

Integrasi RPJM antarmoda

• Superimpose usulan (tentative) masing-masing moda

Page 22: Rpjm multimoda pak bona

Rencana Aksi 2015-2019

No Program Rencana Aksi Indikator Kinerja

1. Membangun konektivitas lokal, antar pulau, dan nasional secara terintegrasi

Peningkatan pelayaran short sea shipping dan operasi pelayarannya secara terjadwal pada koridor-koridor startegis (Koridor Utara Jawa, Koridor Timur Sumatera, Koridor Kalimantan-P. Jawa, Maluku-Papua).

peningkatan muatan terangkut laut (ton/tahun) dalam %

Meningkatnya aksesibilitas angkutan barang didaerah tertinggal/wilayah terpencil, terutama di wilayah Pulau Terluar Tertinggal

jumlah rute perintis

Terbangunnya sistem pengangkutan dan penyimpanan komoditas curah kering dan cair (dry& liquid bulk commodities), yang meliputi terminal bongkar muat dan prasarana penyimpanan silo di Pelabuhan Utama, serta sarana pengangkutan masal dari Pelabuhan ke hinterland.

kinerja terminal curah cair dan curah kering

2. Mengurangi beban jalan secara bertahap dengan dan mengembangkan jaringan transportasi multimoda

Meningkatnya keterhubungan jaringan jalan nasional dan jaringan kereta api dengan pembangunan pelabuhan laut dan dan bandar udara, yang merupakan jalur logistik utama

peningkatan muatan terangkut ka, laut (ton/tahun) dalam %

Ditetapkan dan ditegakkannya aturan dan perundangan yang mendorong ke arah peremajaan dan kontrol terhadap angkutan truk

umur truk rata-rata

3. Peningkatkan kapasitas dan pelayanan KA Berkembangnya angkutan kereta api dari/menuju pelabuhan/terminal peti kemas, dry port dan sentra industri

jumlah pelabuhan dengan koneksi KA

Terlaksanyan pembangunan double track jalur KA di Jawa peningkatan kapasitas muat (penumpang dan ton/thn)

Terevitalisasinya jaringan kereta api yang sudah ada di Sumatera & Jawa baik untuk penumpang maupun untuk barang khususnya yang dapat mengakses Pelabuhan Laut, melalui kegiatan antara lain: Rehabilitasi jalur KA, Peningkatan jalur KA dan Reaktivasi jalur KA.

panjang rel KA

4. Mengembangkan jaringan transportasi multimoda

Ditetapkannya standar unitisasi dan dimensi untuk meningkatkan efisiensi alat angkut dan fasilitas pendukung operasional transportasi multimoda dan logistik.

ditetapkannya standar

Tersusunnya pedoman dan standarisasi dalam rangka mewujudkan kompatibilitas alat angkut dan fasilitas pendukung operasional transportasi multimoda dan logistik.

ditetapkannya standar

Terbangunnya terminal multimoda dan Pusat-Pusat Logistik (logistics centers) di Pelabuhan Laut utama.

jumlah pelabuhan dengan pusat logistik

Terbangunnya terminal multimoda dan Pusat-Pusat Logistik (logistics centers) di Bandar Udara Pengumpul.

jumlah bandara dengan pusat logistik

5. Percepatan dan peningkatan Implementasi transportasi multi moda

Terbangunnya jaringan transportasi multi moda di Pelabuhan Laut Utama, Pelabuhan Laut Pengumpul, Bandar Udara Utama, dan Dry Port.

Terbangunnya terminal multimoda untuk mendukung optimalisasi angkutan perintis dalam mendukung kelancaran arus barang di daerah terpencil/belum berkembang.

jumlah pelabuhan/terminal multimoda

Terealisasinya revitalisasi sarana penunjang logistik angkutan barang dan pangan

Terimplementasikannya konsep angkutan multimoda di Pelabuhan Laut Utama, Pelabuhan Laut Pengumpul, Bandar Udara Utama, Dry Port.

Terbentuk kelembagaan transportasi multimoda (BUAM) terbentuk lembaga pengatur BUAM

Berkembangnya beberapa dry port seperti Cikarang dry port sebagai terminalmultimoda.

jumlah terminal multimoda

Pemberdayaan dan penguatan pelaku usaha yang menangani ataupun terkait dengan transportasi multimoda

jumlah BUAM