Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

80
Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-Rolled Effect of Shape and Dimension of Washer (Ring) to the Behavior of Cold-Rolled Sheet Steel Connection with Pre-tensioned Bolts RINGKASAN DISERTASI Promovendus Wiryanto Dewobroto NPM : 2003832003 Promotor Prof. Ir. Moh. Sahari Besari, M.Sc., Ph.D Ko-Promotor Dr.Ir. Paulus Kartawijaya, MT. Penguji: Prof. Ir. Bambang Suryoatmono, M.Sc., Ph.D Ir. Muslinang Moestopo, M.Sc., Ph.D Dr. Ir. Ananta Sofwan PROGRAM DOKTOR ILMU TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN 2008

Transcript of Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Page 1: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-Rolled

Effect of Shape and Dimension of Washer (Ring)

to the Behavior of Cold-Rolled Sheet Steel Connection with Pre-tensioned Bolts

RINGKASAN DISERTASI

Promovendus

Wiryanto Dewobroto NPM : 2003832003

Promotor

Prof. Ir. Moh. Sahari Besari, M.Sc., Ph.D

Ko-Promotor

Dr.Ir. Paulus Kartawijaya, MT.

Penguji:

Prof. Ir. Bambang Suryoatmono, M.Sc., Ph.D Ir. Muslinang Moestopo, M.Sc., Ph.D

Dr. Ir. Ananta Sofwan

PROGRAM DOKTOR ILMU TEKNIK SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

2008

Page 2: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto
Page 3: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

iii

Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-Rolled

ABSTRAK

Mekanisme pengalihan gaya geser pada sambungan baut, adalah (1) friksi, yaitu jika ada pretensioning pada baut; dan (2) tumpu, yaitu jika tahanan friksinya terlampaui.

Sambungan mekanisme tumpu, kinerjanya tergantung pada ketebalan pelat, diameter baut, konfigurasi lubang baut, luas penampang netto pelat, dan kuat geser baut. Pada pelat baja tipis (cold-rolled), sambungan dengan mekanisme friksi tidak bisa dipakai meskipun dengan pretensioning pada baut sekalipun. Perencanaan mengacu AISI (2001) hanya didasarkan pada mekanisme tumpu saja. Oleh karena itu, sambungan pelat baja tipis dengan baut mutu tinggi tidak efisien, sehingga muncul berbagai jenis alat sambung yang lain, seperti rivet, screw, clamping, dll.

Studi literatur menunjukkan, pemakaian washer pada sambungan baut cold-rolled berpengaruh positip. Tetapi, belum ada petunjuk bahwa washer telah dipakai sebagai alat utama meningkatkan kinerja sambungan. Oleh sebab itu perlu penelitian tentang pengaruh washer non-standar dalam meningkatkan kinerja sistem sambungan pelat baja tipis (cold-rolled) dengan baut mutu tinggi.

Studi pendahuluan menyepakati bahwa mekanisme friksi tidak dapat dipakai sebagai dasar kekuatan batas sistem sambungan karena sifatnya non-daktail. Satu-satunya cara hanya mekanisme tumpu, tetapi tentunya harus berbeda dengan yang lama. Oleh karena itu diambil bentuk washer khusus beralur, yang disebut washer laki-bini, dan baut mutu tinggi. Keduanya dipakai sebagai sarana memindahkan tempat mekanisme tumpu, dari tepi lubang baut ke bagian lain di sebelah dalam. Sistem sambungan baru tersebut tidak memerlukan slip.

Paper berisi rangkuman hasil penelitian washer laki-bini pada sambungan baja tipis cold-rolled. Hipotesis dapat dibuktikan melalui uji empiris dan penelitian numerik terkalibrasi, yang menunjukkan bahwa kinerja sambungan dapat ditingkatkan, baik dari segi kekuatan maupun kekakuan. Juga dijelaskan mekanisme pengalihan gaya pada komponen sambungan, serta formula baru memprediksi kekuatan batasnya.

Meskipun belum siap pada skala industri, tetapi sistem ini unggul di segi kekuatan, kekakuan, dan berperilaku daktail, sehingga berpotensi dikembangkan lebih lanjut.

Kata Kunci : sambungan baja, cold-rolled, baut mutu tinggi, washer non-standar

Page 4: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

iv

. . . , do not worry about your life, your heavenly Father knows that you need.

. . . seek first the kingdom of God and His righteousness,

and all these things shall be added to you.

Matthew 6:19-24

Page 5: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

v

Effect of Shape and Dimension of Washer (Ring) to the Behavior of Cold-Rolled Sheet Steel

Connection with Pre-tensioned Bolts

ABSTRACT

Shear force transfer mechanisms of a sheet (thin plate) steel connection fastened with pre-tensioned bolts comprise of (1) friction, if it has sufficient slip resistance due to pre-tensioned bolts, and (2) bearing, if the shear force is larger than the slip resistance capacity of the connection.

The bearing strength depends on the sheet thickness, the size and configuration of the bolt holes, the net area of the steel sheet and the shear strength of the bolts. In thin-plate steel connections, the friction mechanism cannot be utilized even if pre-tensioned high strength bolts are used. The AISI (2001) code restricts the design of such connections to the bearing mechanism only. The use of pre-tensioned bolts in thin plate connections is therefore not economical and leads to the development of various kinds of connection devices such as rivets, screws, clamps, etc.

Literature research shows that the use of washers in bolted steel connections yields positive effects. However, there are no indications whether washers could be used effectively to improve the performance of bolted sheet steel connections. Research is therefore required to study the effects of using specialized washers in increasing the performance of bolted sheet steel connections.

Earlier studies concluded that the ultimate strength of a sheet steel connection cannot rely on the friction mechanism because of its non-ductile characteristics. Specialized washers with grooves (laki-bini washer) and pre-tensioned high strength bolts are therefore adopted in this study to enhance the bearing performance of the connections. The location of the critical mechanism is shifted away from the edge of the bolt hole to a larger circumference of the hole. This type of connection does not need to slip.

This paper summarizes the research results of a new connection system in cold-rolled steel using washer laki-bini (washer with grooves). The proposed hypothesis was verified using calibrated numerical simulations and experimental tests. A mathematical formula has been developed to predict the capacity of the new connection type, which has x great potentials for further development to meet the requirements of the construction industry owing to its superior performance.

Keywords: steel connection, cold-rolled, high strength bolts, non-standard washer

Page 6: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

vi Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

You are the light of the world.

Let your light shine before men, that they may see your good deeds and

praise your Father in heaven.

Mathew 5:14,16

Page 7: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

vii

PRAKATA Studi lanjut di program doktoral adalah impian sebagian besar dosen, yang berkarir di pendidikan. Gelar doktor merupakan pengakuan atas keberhasilannya dalam menempuh jenjang pendidikan tertinggi, yang tentunya membantu dosen untuk lebih mantap dalam berkarir. Adalah anugerah jika impian dapat terwujud, jika demikian, dapat diungkapkan bahwa selesainya disertasi ini merupakan anugerah yang Tuhan sampaikan kepada penulis yang sehari-harinya berprofesi dosen. Itulah alasan kuat mengapa disertasi ini perlu diselesaikan dengan sepenuh hati dan sebaik-baiknya.

Terinspirasi fakta bahwa konstruksi baja cold-rolled, sudah banyak dipakai dan bahkan pabriknya ada di Indonesia, tapi sampai penulisan ini belum ada code lokal. Jadi jika dijadikan topik penelitian tentu menarik, khususnya sistem sambungannya. Hasil studi literatur menunjukkan bahwa alat sambung baut mutu tinggi pada pelat baja tipis ternyata tidak efisien. Adapun usaha yang dilakukan dalam penelitian disertasi ini adalah menemukan sistem sambungan baut mutu tinggi baja tipis cold-rolled yang lebih efisien dari sebelumnya.

Fokus penelitian adalah meneliti seberapa besar pengaruh bentuk washer dapat digunakan sebagai penentu dalam meningkatkan kinerja sistem sambungan baut. Pelaksanaannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan, ukuran washer yang kecil, bentuknya yang tidak dapat dengan mudah disederhanakan sebagai model struktur 1-D, juga hipotesis yang memerlukan terbentuknya alur akibat washer berprofil laki-bini yang ditekan, ternyata menghadapkan pada permasalahan analisis non-linier lengkap. Program komputer rekayasa makro yang umum di dunia teknik sipil, seperti SAP2000, ETABS, STAAD dan lainnya, ternyata tidak mampu memberi solusi. Hanya program komputer rekayasa berkemampuan mikro 3-D yang dapat mengatasinya, program yang dimaksud adalah ABAQUS.

Penggunaan program komputer rekayasa berkemampuan 3-D mikro secara intensif untuk memprediksi perilaku objek penelitian baru, ternyata masih jarang digunakan. Bahkan ada pendapat yang memandang rendah jika program seperti itu dipakai untuk disertasi doktoral. Tetapi untung, ada juga yang berwawasan luas yang dapat memahaminya, bahwa memang teknologi seperti itu dapat membantu secara efektif penelitian yang dikerjakan. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan promotor, Prof. Ir. Mohamad Sahari Besari, MSc., Ph.D, dan juga ko-promotor Dr. Ir. Paulus Kartawijaya. Karena kepercayaan dan bimbingannya, sehingga penulis mampu memanfaatkan teknologi tersebut sebagai alat bantu dalam menyelesaikan disertasi ini. Dalam perjalanan waktu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas pengawalan ilmiah dari Prof. Bambang Suryoatmono, Ph.D., dan Ir. Muslinang Moestopo, M.Sc., Ph.D. Juga kepada Dr. Ir. Ananta Sofwan dari ITB yang berkenan menjadi penguji tamu (External Examiner).

Partisipasi para pakar yang berperan aktif sebagai promotor, pembimbing, penguji pada tahap-tahapan penyelesaian disertasi adalah fakta dan bukti yang mendukung adanya pengakuan institusi akan gelar doktor yang diraih, yaitu Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR). Selain itu, meskipun tidak secara langsung, karena hanya melibatkan anggotanya secara pribadi, maka Institut Teknologi Bandung (ITB), juga dapat berpartisipasi secara aktif atas pengakuan tersebut.

Page 8: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

viii Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Adanya pengakuan gelar doktor yang diraih tentunya suatu kebanggaan tersendiri. Saat disyukuri, teringatlah bahwa itu semua adalah berkat peran serta banyak pihak, yang membantu langsung maupun tidak langsung, dan bukan karena usaha sendiri saja. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada mereka :

• Sepuluh tahun di dunia industri konstruksi memberi suatu pemahaman bahwa structural engineering menarik dan memberi harapan, khususnya pengalaman bekerja di kantor konsultan rekayasa PT. Wiratman & Associates, dan PT. Pandawa Swasatya Putra, sehingga berkesempatan bertemu dengan engineer-engineer istimewa yang penuh inspiratif, seperti Prof. Wiratman Wangsadinata, Ir. Steffie Tumilar MEng., Dr.-Ing. Harianto Hardjasaputra; Ir. Lani Maruta dan Ir. Fauziah Dj.

• Menempuh pendidikan S2 di UI, merupakan kesempatan emas selama bekerja di PT. Pandawa Swasatya Putra, sehingga selain pengalaman industri, penulis berkesempatan meningkatkan diri secara akademik. Ada dua figur di UI yang membekas di hati yaitu Dr. Ir. FX. Supartono, dengan ilmu beton prategang-nya, dan Prof. Dr. Ir. Irwan Katili dengan ilmu metode elemen hingga-nya.

• Krisis moneter 1998 tidak terlupakan, saat itulah penulis menempuh karir baru sebagai dosen di bidangnya, yaitu structural engineering. Itu adalah berkat budi baik dekan FTSP UPH, Prof. Dr.-Ing. Harianto Hardjasaputra. Tahun 2002, atas rekomendasi beliau pula, diperoleh beasiswa untuk penelitian tiga bulan di Uni-Stuttgart, Jerman, di Institute für Leichtbau Entwerfen und Konstruieren (ILEK), dengan bimbingan Prof. Dr.-Ing. Karl Heinz Reineck. Kesempatan yang pendek namun berharga karena selain mendalami ilmu strut-and-tie model (ACI 2002), penulis mendapatkan kesadaran bahwa ada sesuatu dari dirinya yang dapat ditumbuh-kembangkan lagi, yaitu tulis-menulis. Sejak itu, maka ‘menulis’ menjadi kegiatannya yang utama selain mengajar. Selanjutnya timbul keinginan kuat dan keberanian meneruskan studi lanjut di tingkat doktoral.

• Tahun 2003, UPH memberi kesempatan dosen di bawah 40 tahun mengambil tugas belajar S3. Usia penulis ketika itu 39 tahun (nyaris), sehingga disetujui. Pimpinan UPH (waktu itu) bapak Johannes Oentoro, Ph.D (Rektor), Prof. Dr. Muljono (Purek I), ibu Ferliana Suminto, MBA (Purek II) dan Prof. Dr.-Ing. Harianto Hardjasaputra (dekan FDTP). Kebijakan tersebut masih didukung oleh Rektor UPH sekarang, bapak Dr.(Hon) Jonathan L. Parapak, M.Eng.Sc

• Selama tugas belajar, penulis masih berkewajiban penuh mengajar dua hari tiap minggunya, jadi jika dapat diselesaikan adalah berkat bantuan / kerelaan rekan kerja di Jurusan Teknik Sipil UPH, yaitu Ir. David B.S. Dipl. HE., Ir. Minawaty Tanujaya, MT., Dr.-Ing. Jack Widjajakusuma, Ir. F. Mintar Sihontang, MT., Theresia, SH., Markus Ngala, Pana Hutapea, dan Sofyan. Juga mahasiswanya, yaitu Nata, Rendi dan Hendrik, yang membantu penelitian eksperimen dengan dana LPPM UPH, yang sesuai dan mendukung suksesnya disertasi ini.

• Kepada pimpinan Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan, UPH, yaitu Dr. Ir. Felia Srinaga MAUD (Dekan FDTP) dan ibu Lusiana Idawati, ST., MM, MT (Direktur Fakultas). Juga di tingkat rektorat, yaitu ibu Lisye Nurzaman, SP yang membantu kelancaran dalam mengurusi beasiswa tugas belajar tersebut.

Page 9: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung ix

• Secara khusus disampaikan juga kepada Prof. Paulus Pramono Rahardjo Ph.D., untuk pembelajarannya yang berbobot dan mandiri tentang teknik pondasi dan soil-structure-interaction, juga berkat figur beliaulah maka penulis mengenal lebih dekat program doktor UNPAR serta menetapkan hati untuk memilih institusi tersebut sebagai wahana untuk mengembangkan diri lebih lanjut.

• Rekan di UNPAR, Ir. Nathan Madutujuh, MSc., Ir. Joni Simanta, MSc., Dr. Ir. Adhijoso Tjondro, Dr. Ir. M.I. Retno Susilorini, Yosafat Aji Pranata, ST., MT., Andrreas Bobby, ST., MT., Hartono, ST., MT. dan Dwinanto Utomo, ST., MT..

• Drs. Sri Hardjono dan ibu Nemiarni, orang tua kandungku yang terus menerus, tidak henti-hentinya berdoa memohonkan berkat dan kelancaran. Sejak penulis masih kecil, beliau berdua selalu konsisten menanamkan semangat dan menjadi teladan untuk terus menerus bertumbuh dan berkembang dalam kehidupan ini. Semoga disertasi ini menjadi salah satu ‘buah’ yang membanggakan mereka.

• Kepada adik kandung, drg. Bernadetta Esti Chrismawaty, M.Kes., Maria Agnes Shanty Kusumasari, SE., MA., dan Michael Reza Ariesto Brillianto, SSi. Semoga kita dapat menjadi kebanggaan orang tua, juga anak-anaknya.

• Istri tercinta Ir. Yosephine Kuntari Hestun Art Putranti, MM., yang dikenalnya sejak masih duduk di bangku SMA, sampai akhirnya berikrar di gereja “untuk saling setia dalam suka maupun duka”. Semoga ini dapat menjadi kebanggaan keluarga kita bersama.

• Untuk anakku Agatha Magistalia Cahiadewi dan Ignatius Harry Cahiadharma, yang berusaha untuk mandiri dan tidak merepotkan, bahkan membanggakan dengan prestasi dan kegiatannya. Semoga ini menjadi inspirasi kamu sekalian di masa mendatang dan tentunya kamu akan berbuat lebih baik lagi.

• Kepada dr. R.A Kresman dan ibu, mertua tercinta, yang memberi perhatian kepada kami dan cucu-cucunya sehingga itu semua membuat kami anaknya sangat terbantu untuk dapat lebih ringan dalam mengembangkan karir.

Kepada mereka semua, teman, rekan, kenalan dan saudara-saudara yang lain, yang tidak sempat disebutkan satu persatu, tidak ada yang dapat kami berikan sebagai balasan yang setimpal, kecuali hanya doa, semoga Tuhan Allah Bapa di surga memberi berkat dan perlindungan-Nya, diberi-Nya umur panjang, kesejahteraan lahir dan batin, dan dipenuhi oleh rasa syukur di hatinya selama kehidupan di dunia.

Akhirnya, meskipun telah diupayakan sungguh-sungguh agar tidak ada kesalahan, baik sengaja maupun tidak disengaja di dalam disertasi ini, tetapi apabila masih dijumpai, itu adalah kealpaan. Untuk itu dimohonkan maaf yang sebesar-besarnya.

Lippo Karawaci – Taman Galaxi 2008

Wiryanto Dewobroto

http://wiryanto.wordpress.com

Page 10: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

x Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

I tell you the truth, if anyone says to this mountain.

‘Go, throw yourself into the sea’, and does not doubt in his heart

but believes that what he says will happen; it will be done for him.

Mark 11:23

Page 11: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

xi

DAFTAR ISI ABSTRAK ...................................................................................................................iii PRAKATA....................................................................................................................v DAFTAR ISI................................................................................................................ix

1. PENDAHULUAN ................................................................................................1 1.1 Sistem Sambungan pada Baja Cold-Rolled..........................................................................1 1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................................................1 1.3 Pembatasan Masalah.............................................................................................................2 1.4 Perumusan Masalah Penelitian Disertasi..............................................................................2 1.5 Strategi Penelitian .................................................................................................................2 1.6 Penelitian Numerik dan Uji Eksperimen..............................................................................3 1.7 Kegunaan Penelitian .............................................................................................................4

2. HIPOTESIS dan SIMULASI NUMERIK PRA-EMPIRIS .................................5 2.1 Hipotesis................................................................................................................................5 2.2 Pemodelan Numerik Washer Laki-Bini dan Uji Parametris ................................................7 2.3 Penelitian Bentuk Alur Washer dan Tebal pada Pelat Tunggal ...........................................7 2.4 Simulasi Numerik – Penarikan Sambungan .......................................................................10 2.5 Diameter Baut dan Pengaruh Ukuran Lubang ke Plate......................................................12 2.6 Faktor yang menyebabkan Kegagalan Pembentukan Alur ................................................14 2.7 Rangkuman Hasil Simulasi Numerik Pra-Empiris.............................................................14

3. PERSIAPAN UJI EMPIRIS...............................................................................16 3.1 Konfigurasi Mesin Uji dan Alat Ukur ................................................................................16 3.2 Tahapan Pengujian dan Alat Bantu Tekan Presisi .............................................................16 3.3 Grip-Bantu pada Sampel Sambungan Uji .........................................................................18 3.4 Dimensi Washer Khusus pada Uji Empiris ........................................................................19

3.4.1 Washer Laki-Bini Standar (W-STD) .....................................................................19 3.4.2 Washer Laki-Bini Modifikasi (W-MOD-1) ...........................................................19 3.4.3 Washer Laki-Bini Modifikasi (W-MOD-2) ...........................................................20 3.4.4 Washer Laki-Bini Modifikasi (W-MOD-3) ...........................................................20 3.4.5 Washer Laki-Bini Minimalis (W-MOD-4) ............................................................20 3.4.6 Washer Laki-Bini Slope Ganda (W-MOD-5) ........................................................21 3.4.7 Washer Laki-Bini Rapat (W-RPT).........................................................................21

4. PELAKSANAAN UJI EMPIRIS .......................................................................22 4.1 Proses Pembuatan Alur dengan Menekan Washer Laki-Bini ............................................22 4.2 Pemasangan Sistem Sambungan Baru Washer Khusus Beralur (Laki-bini) .....................23 4.3 Kendala Selama Pelaksanaan Penelitian ............................................................................23 4.4 Pemasangan Benda Uji dan Alat Pengujian .......................................................................24 4.5 Rencana Sample dan Hasil Uji ...........................................................................................25 4.6 Bentuk Kerusakan Sistem Sambungan...............................................................................25

5. PENGARUH WASHER terhadap PEMBENTUKAN ALUR..........................26 5.1 Pengaruh kedalaman alur....................................................................................................26 5.2 Pengaruh bentuk alur (Tunggal dan Ganda).......................................................................28 5.3 Pengaruh Pemakaian Ulang Washer...................................................................................29 5.4 Pengaruh Panjang Bibir Alur pada Washer........................................................................30

Page 12: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

xii Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

6. PENGARUH WASHER terhadap KEKUATAN SAMBUNGAN...................31 6.1 Sistem Sambungan Baru.....................................................................................................31 6.2 Pengaruh Kedalaman Alur..................................................................................................33 6.3 Pengaruh Bentuk Profil.......................................................................................................34 6.4 Pengaruh Diameter Profil Alur...........................................................................................35 6.5 Pengaruh Ukuran Luar Washer ..........................................................................................36

7. MEKANISME PENGALIHAN GAYA ............................................................38

8. KRITERIA KERUNTUHAN dan FORMULASI .............................................44

9. PENELITIAN NUMERIK TERKALIBRASI (PASCA-EMPIRIS).................48 9.1 Simulasi Numerik Uji Tarik Material (Sampel UPH-SC2) ...............................................49 9.2 Simulasi Numerik Sistem Sambungan Baru ......................................................................50

9.2.1 Bentuk Real dan Model Numerik...........................................................................50 9.2.2 Tahapan (STEP) Simulasi Numerik.......................................................................51 9.2.3 Kinerja Tarik Sistem Sambungan Baru..................................................................52 9.2.4 Pentingnya Pretensioning pada Sistem Sambungan Baru .....................................55 9.2.5 Perilaku Proses Penekanan Washer Laki Bini .......................................................56 9.2.6 Simulasi Kegagalan Pembuatan Alur.....................................................................57

9.3 Lebar Pelat dan Kinerja Sambungan ..................................................................................59

10. KESIMPULAN...................................................................................................62 10.1 Penelitian Numerik .............................................................................................................62 10.2 Penelitian Empiris...............................................................................................................63

11. PENUTUP...........................................................................................................64

12. SARAN ...............................................................................................................64

Page 13: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

1

Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-Rolled

1. PENDAHULUAN

1.1 Sistem Sambungan pada Baja Cold-Rolled Sambungan struktur baja yang populer adalah las dan baut mutu tinggi, khususnya baja hot-rolled, sedangkan baja cold-rolled jenisnya lebih bervariasi. Dari dua alat sambung tersebut, hanya baut yang mungkin dipakai pada baja cold-rolled untuk sistem serbaguna, dari fabrikasi sampai perakitan struktur, yang baik dan andal.

Bentuk sambungan struktur terhadap gaya aksial adalah (1) sambungan ujung-ujung (end-plate), posisi baut searah sumbu; (2) sambungan over-lapped (menyamping), posisi baut pada bidang gesernya, sehingga disebut juga sambungan tipe geser. Tipe yang terakhir ini selanjutnya yang akan dibahas pada penelitian ini. Mekanisme pengalihan gaya sambungan baja tipe geser dengan baut mutu tinggi, adalah: (1) mekanisme friksi pelat sejajar arah sambungan; (2) mekanisme tumpu pelat tegak lurus arah gaya, khususnya jika gaya luar lebih besar dari tahanan friksi. Mekanisme tumpu, kekuatannya ditentukan tebal pelat, lubang dan potongan kritis netto pelat, dengan anggapan kerusakan terjadi pada pelat sambungan.

Sambungan baja tipis (t ≤ 3/16 in atau 4.76 mm) hanya boleh didesain berdasarkan mekanisme tumpu meskipun pakai baut mutu tinggi dengan pretensioning (AISI 2001). Padahal rumus J3-4 (AISC 2005) untuk kuat friksi sambungan dengan pretensioning tidak memperlihatkan parameter tebal pelat sebagai penentu kekuatan. Adanya syarat code AISI menunjukkan bahwa kuat friksi rumus AISC hanya boleh diterapkan pada pelat baja tebal. Umumnya profil baja cold-rolled relatif tipis, agar mudah dibentuk dengan press. Itulah alasannya, mengapa baut mutu tinggi pada sambungan pelat tipis tidak efisien. Oleh karena itu dapatlah dimaklumi, bahwa alat sambung pada sistem sambungan geser pelat baja tipis ada bermacam-macam jenis (rivet, screw, clamping) agar efisiensinya meningkat.

1.2 Tujuan Penelitian Konstruksi baja umumnya mengandalkan baut mutu tinggi, jadi jika ada sistem baru yang efisien pada pelat tipis tentu berguna. Untuk disertasi ini, hal baru yang diteliti adalah pengaruh bentuk washer khusus yang dipasangkan dengan baut. Washer standar (Gambar 1a) diganti dengan sepasang washer non-standar (Gambar 1b).

(a) Standar (b) Non-Standar (utuh dan potongan) Gambar 1. Bentuk Washer Subyek Penelitian

Page 14: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

2 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

1.3 Pembatasan Masalah Adapun batasan masalah yang menjadi objek penelitian adalah :

• Sistem sambungan pelat tipis tipe geser yang menerima gaya aksial, baut mutu tinggi (ASTM A325) dan pretensioning sesuai standar AISC (2005).

• Pelat tipis sambungan berbentuk pelat persegi sederhana, dipilih agar pengaruh bentuk profil tidak mempengaruhi kinerja sambungan.

• Kekuatan washer khusus dan cara pemasangannya tidak diteliti, hanya terbatas parameter alur (groove) pada washer khusus tersebut serta pengaruhnya pada kinerja sambungan pelat baja tipis.

1.4 Perumusan Masalah Penelitian Disertasi Masalah baut mutu tinggi pada sambungan pelat baja tipis tidak efisien akan dicari solusinya dengan washer khusus beralur. Penelitian ini akan membuktikan seberapa jauh usulan tersebut benar sesuai dengan judul yang diberikan, yaitu :

Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-rolled.

Jika perumusan masalah dapat dinyatakan secara tersurat menjadi pertanyaan yang ingin dicari jawabannya, maka pertanyaan yang dimaksud adalah :

• Apakah washer khusus beralur (Gambar 1b) efektif meningkatkan kinerja sistem sambungan baut pada pelat baja tipis (cold-rolled).

• Peningkatan apa yang diperoleh: kekuatan, kekakuan, atau daktilitasnya. Apa keunggulannya dibanding sistem lama (washer standar). Informasi ini penting dijadikan motivasi bagi rencana pengembangannya (patent atau industri masal).

• Berapa besarnya pengaruh bentuk geometri washer khusus, terutama parameter: diameter, kemiringan dan kedalaman alur serta tebal pelat sambungan.

1.5 Strategi Penelitian Tahap awal mencari dukungan literatur terhadap masalah yang diteliti, sehingga diketahui seberapa besar tingkat orisinilitasnya. Dari studi literatur disusun hipotesis, dugaan penyelesaian masalah. Selanjutnya mencari bukti ilmiah apakah hipotesis benar dan dapat menjadi fakta empiris. Akhirnya setelah ada fakta pendukung dapat disusun suatu rumusan hubungan antara parameter-parameter yang diamati.

Untuk mendapatkan bukti atau fakta yang mendukung hipotesis, maka digunakan beberapa cara yang memungkinkan dan cukup umum di kalangan peneliti di bidang rekayasa, yaitu (1) penelitian numerik berbasis komputer dengan piranti lunak komersil berbasis metoda elemen hingga, yang mampu menangani kasus non-linier; dan (2) penelitian eksperimen di laboratorium untuk mendapatkan fakta empiris. Penelitian yang terakhir ini sangat penting karena jelas-jelas dapat menjadi bukti atau fakta primer tentang orisinilitas penelitian disertasi ini.

Page 15: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 3

1.6 Penelitian Numerik dan Uji Eksperimen Penelitian numerik dan uji eksperimen, penting untuk menghasilkan bukti-bukti primer bahwa hipotesis yang diajukan benar dan dapat menjadi fakta ilmiah. Adapun hasil penelitian numerik untuk bukti primer mungkin diragukan bagi sebagian orang, yang paham bahwa penelitian numerik hanya ‘benar’ pada batas model yang dibuat. Padahal model hanyalah representatif objek realnya. Jadi kebenarannya juga bukan kebenaran empiris. Kondisi tersebut menyebabkan penelitian numerik umumnya hanya diterapkan pada problem yang telah teruji secara empiris dulu sebelumnya dan yang diyakini bahwa pada suatu batas-batas tertentu, model tersebut memang mewakili kondisi real sebenarnya .

Perkembangan teknik komputasi yang pesat, dan ketersediaan komputer canggih yang harganya terjangkau, menyebabkan penelitian numerik berbasis komputer menjadi semakin populer. Untuk dapat dibandingkan dengan hasil uji eksperimen, maka diperlukan piranti lunak rekayasa yang mampu memprediksi perilaku struktur sampai kondisi inelastis nonlinier. Itu umumnya dapat dilakukan oleh program komputer rekayasa modern seperti ADINA, ANSYS, ABAQUS, NASTRAN dan sebagainya. Hasil penelusuran literatur juga telah mendukung bahwa simulasi numerik dengan program-program seperti itu, sudah mampu disandingkan dengan hasil eksperimen dalam skala laboratorium (Citipitioglu et. al 2002 ; Sarawit et.al 2003; van der Vegte 2004; Komuro et.al 2004; Yang–Hancock 2004; Chung –Sotelino 2005; Sabuwala et.al 2005; Kim–Kuwamura 2007).

Adanya keraguan kubu konservatif karena kemapanan yang telah lama, juga adanya keyakinan kubu progresif karena adanya fakta terkini, menjadikan penelitian numerik perlu disikapi secara khusus. Penulis menyadari bahwa yang mengikuti kubu progresif belum banyak, apalagi di Indonesia, yang berdasarkan pengalaman melaksanakan penelitian numerik ternyata menunjukkan bahwa literatur dalam negeri yang membahas hal tersebut masih terbatas, bahkan sebagian besar masih harus mengandalkan sumber luar. Oleh karena itu untuk mendapatkan keseimbangan di antara keduanya, penelitian numerik dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu (1) tahap pra-empiris dan (2) tahap pasca-empiris.

Tahap pra-empiris dipakai sebagai hipotesis, prediksi sementara perilaku model sambungan yang ditinjau. Model disusun berdasarkan model sebelumnya yang mirip dan terbukti sukses dibandingkan hasil uji empiris, yaitu model dari Kim-Kuwamura (2007). Adapun data materialnya, baja pelat tipis cold-rolled, dari penelitian Yang-Hancock (2004). Sedangkan piranti lunak yang digunakan, dipilih berdasarkan publikasi ilmiah di jurnal-jurnal internasional tentang simulasi numerik yang banyak dipakai, yaitu ABAQUS (www.abaqus.com). Program dibuat berdasarkan ‘metoda elemen hingga’, dan telah menjadi standar dalam industri-industri manufacturing maupun hi-tech lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian numerik tahap pra-empiris, dapat dilakukan uji parametrik terhadap berbagai konfigurasi washer-laki-bini, yang memungkinkan untuk memprediksi faktor-faktor menentukan dalam sistem sambungan baru tersebut. Proses ini jelas sangat membantu menghasilkan konfigurasi geometri untuk sampel uji eksperimen yang akan dilakukan kemudian, minimal dapat mengurangi proses trial-and-error yang ada.

Page 16: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

4 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Secanggih-canggihnya teknologi, tetapi manusia dibelakangnya adalah penentu. Ibarat pepatah “the man behind the gun” maka hasil akhir ditentukan oleh kompetensi manusia yang memakai teknologi tersebut. Dengan latar belakang pemikiran tersebut, maka penyampaian hasil penelitian numerik pada tahap pre-empiris tidak bisa sendirian, yaitu hanya menampilkan fakta hasil temuan komputer saja. Falsafah yang mendasari setiap tindakan dalam melakuan penelitian numerik perlu juga diungkapkan, mulai dari strategi pemodelan kasus yang ditinjau, proses verifikasi hasil keluaran, juga opsi-opsi yang diaktifkan pada program komputer. Itu semua akan menjadi petunjuk, apakah proses simulasi numerik yang dilakukan adalah sudah benar dan dapat diulang dengan baik. Dengan demikian materi yang disampaikan pada tahap pre-empiris juga dapat dijadikan pedoman untuk melaksanakan penelitian numerik pada kasus serupa.

Uji eksperimen / empiris, didasarkan dari parameter kunci hasil penelitian numerik pra-empiris, sehingga sedikit banyak telah diperoleh pemahaman meskipun itu baru prediksi numerik, tetapi jelas lebih baik dari sekedar trial-and-error belaka. Objek yang diuji empiris tidak mesti persis dengan penelitian numerik karena disesuaikan dengan ketersediaan material yang ada, misal, penelitian numerik memakai material baja cold-rolled G550 (fy = 550 MPa) yang populer di Australia, tetapi Indonesia untuk ketebalan pelat baja cold-rolled 1.5 mm adanya adalah fy = 250 MPa.

Pengamatan perilaku empiris sambungan baja pelat tipis yang dibebani tarik terbatas pada grafik hubungan gaya-lendutan secara global (keseluruhan). Pengamatan secara spesifik pada detail sambungan, apalagi pada bagian bawah washer-laki-bini, yang mengalami konsentrasi tegangan, sangat sulit, sehingga tidak dilakukan. Ini adalah salah satu keterbatasan yang telah dipertimbangkan matang, adapun alasannya (1) adanya mekanisme daktail setelah leleh di daerah konsentrasi tegangan sehingga tidak terlalu memberi dampak yang signifikan. Adanya fraktur akan diatasi dengan pengamatan pada sampel uji; (2) jika dipaksa dengan menempatkan beberapa strain-gage di bawah washer-laki-bini maka jelas itu akan rusak saat stressing yaitu ketika washer-laki-bini dipress untuk membentuk alur, hingga akhirnya tidak berguna juga.

Penelitian numerik pasca-empiris prinsipnya sama dengan penelitian numerik pra-empiris, bedanya bahwa pada tahapan ini data-data yang penting telah dikalibrasi dicocokan dengan hasil empiris. Dengan demikian hasilnya diharapkan dapat melengkapi hasil uji penelitian empiris yang belum ada.

1.7 Kegunaan Penelitian Penelitian ditujukan untuk menemukan fakta empiris baru berkaitan dengan perilaku sambungan baut mutu tinggi pelat tipis cold-rolled dengan washer laki-bini. Fakta empiris tersebut selanjutnya dijadikan dasar dalam menyusun rumus baru untuk memprediksi kinerja sistem sambungan baru secara konsisten.

Temuan baru merupakan syarat mutlak penelitian disertasi, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar doktor di bidang akademis yang diakui.

Adanya temuan baru, juga dapat digunakan sebagai milestone , tonggak dimulainya penelitian lanjutan sistem baru sambungan pelat baja tipis dengan baut yang ber-orientasi pada patent maupun produksi dalam skala industri yang bernilai komersil.

Page 17: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

5

2. HIPOTESIS dan SIMULASI NUMERIK PRA-EMPIRIS

2.1 Hipotesis Ada beberapa hipotesis disusun, yang utama adalah bahwa hanya mekanisme tumpu yang dapat dikembangkan pada sistem sambungan baru pelat tipis ini. Tetapi karena mekanisme tumpu sistem lama tidak efisien maka diperlukan suatu inovasi baru.

Penalaran untuk menghasilkan inovasi, dimulai dengan memahami perilaku kunci dari mekanisme tumpu lama. Seperti diketahui bahwa pada pelat lebar, bagian kritis ada di bagian kontak pelat - baut, dan kinerjanya ditentukan oleh besarnya diameter baut dan tebal pelat. Jadi, parameter-parameter itu yang akan diteliti lebih lanjut.

Pada pemasangan baut, perlu diameter lubang baut yang lebih besar, kondisi itu menghasilkan gap (misal x). Jika tahanan friksi terlampaui, kedua pelat sambungan bergerak saling berlawanan (lihat Gambar 2b), akibat gaya aksi (tahap-1), pelat A bergerak ke kiri sebesar x sampai terjadi bidang kontak pelat-baut (tahap-2). Selanjutnya gaya aksi dialihkan ke baut, sehingga baut terdorong sampai bagian baut yang lain bertemu dengan pelat B sebesar x dan menghasilkan bidang kontak lain (tahap-3). Di sini gaya aksi kemudian dialihkan ke pelat-B yang akhirnya menjadi gaya reaksi ujung pelat-B (tahap-4). Mekanisme terjadi secara berurutan 1-2-3-4 dengan ciri-ciri terjadi slip, yaitu pergeseran sampai terjadi kontak antar komponen.

gap (x)tebal pelat

slip/deformasi (2x)

1

2

4

3

pelat-Apelat-B

a. Belum Dibebani

b. Setelah Dibebani

Gambar 2. Urutan terbentuknya Mekanisme Tumpu

Proses perpindahan gaya pada tahap 2 → 3 (Gambar 2b) melalui mekanisme geser, jika tidak kuat, baut akan mengalami gagal geser, sehingga keseluruhan sambungan juga akan gagal. Oleh karena itu harus dipastikan kuat geser baut mencukupi, tetapi untuk sambungan pelat tipis maka pada umumnya kegagalan terjadi pada pelat.

Adanya kontak pada tahap 2 → 3 yang diawali dengan adanya slip merupakan faktor menentukan dari mekanisme tumpu. Dari situ diperoleh ide bahwa bentuk washer khusus (laki-bini dengan alur) dan pretensioning baut dapat dipakai sebagai cara baru untuk menghasilkan bidang kontak lain pada pelat-pelat sambungan tanpa

Page 18: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

6 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

harus melalui bidang kontak dengan slip. Itu mungkin karena pelat sambungannya tipis, sehingga kekakuan tegak lurus pelat relatif kecil dibandingkan kekakuan washer khusus beralur (washer laki-bini), sehingga ketika washer laki-bini diberi pretensioning (gaya penekan) maka dapat terbentuk alur pada pelat di sekeliling lubang baut sebagai tempat terjadinya mekanisme baru.

Bidang kontak terjadi tanpa ditentukan oleh keberadaan gap-lubang sehingga sistem sambungan baru relatif lebih kaku karena tidak mememerlukan fenomena slip yang umumnya menyertai sistem sambungan dengan mekanisme tumpu tradisionil.

(b)

gaya clamping akibat adanya pretensioning

ring / washer khusus(laki-bini)

gaya aksi

gayareaksi

profil tipis(cold-formed)

ring alur ke luar (laki)

ring alur ke dalam (bini)

(a)

profil akibat pretensioning, sebagai tempat terjadinya mekanisme tumpu yang baru

gap-alur

gap-lubang

Gambar 3. Cara Kerja Baut dengan Washer Khusus (Laki-Bini)

Sistem sambungan baru ‘dengan washer khusus’ berdasarkan mekanisme baru, tergantung dari diameter alur dan tebal pelat. Bidang kontaknya adalah antara pelat-pelat ketika terbentuk alur baru akibat pretensioning pada washer laki-bini. Karena bidang kontak dapat terbentuk tanpa peranan baut, maka selama pengalihan gaya-gaya pada pelat, baut tidak mengalami tegangan geser. Oleh karena itu baut tidak menentukan kekuatan sambungan tapi hanya berperan dalam pembentukan alur baru (jika memungkinkan) dan alat untuk mempertahankan bentuk alur-alur pelat-pelat sambung, yang berfungsi sebagai bidang kontak baru dengan ukuran yang lebih besar dibanding bidang kontak tumpu sebelumnya (washer normal).

Peningkatan kekuatan sambungan sistem baru terhadap sistem lama ditentukan oleh rasio diameter alur dibanding diameter baut. Jika rasio diameter yang dibuat tidak bisa berbeda secara signifikan maka tetap diperoleh peningkatan kinerja karena mampu menghilangkan faktor slip yang umumnya ada pada sistem sambungan tipe tumpu. Tidak perlunya fenomena slip saat beban luar bekerja pada sambungan menyebabkan struktur yang memakai sistem sambungan tersebut menjadi kaku atau rigid, dimana sistem sambungan seperti itu lebih tahan terhadap resiko fatiq.

Page 19: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 7

2.2 Pemodelan Numerik Washer Laki-Bini dan Uji Parametris Adanya washer laki-bini dengan alur (groove) saling berjodoh, adalah kunci agar terjadi peningkatan kinerja sistem sambungan. Fokus penelitiannya adalah mencari tahu seberapa besar pengaruh bentuk washer terhadap peningkatan tersebut, adapun washernya sendiri tidak diteliti secara mendalam karena yang penting mampu menghasilkan alur pada pelat tanpa mengalami rusak. Pada prakteknya washer harus dibuat dari bahan yang lebih kuat dari pelat sambungan. Sedangkan pada pemodelan numeriknya relatif mudah diatasi karena dapat memakai element rigid, yaitu element yang dianggap tidak akan mengalami deformasi.

Terbentuknya alur pada pelat menunjukkan kondisi plastis (non-linier material), adapun deformasi yang terjadi menunjukkan bahwa kondisi geometri sebelum dan sesudah pembebanan berbeda (non-linier geometri). Adapun washer yang terpisah dari pelat saat membentuk alur memerlukan interaksi penyelesaian sebagai problem kontak (contact problem). Jadi meskipun terlihat sederhana, tetapi untuk melakukan simulasi numerik perlu program komputer yang mampu menangani masalah non-linier material, geometri dan problem kontak. Ketiganya merupakan sumber utama masalah non-linier di bidang rekayasa mekanik (Cook et. al. 2004).

Karena belum ada uji empiris pada material pelat, maka untuk simulasi numerik pra empiris akan memakai data material baja hasil penelitian Yang-Hancock (2004), yaitu material baja tipis mutu tinggi (cold-reduced high strength steels) mutu G550 dengan titik leleh 550 MPa sesuai AS1397 Australia.

Penelitian simulasi numerik yang akan dilakukan memakai prinsip parametris, yaitu membandingkan parameter yang diteliti pada model satu dengan yang lainnya, jadi prinsipnya trial-error, tetapi memakai komputer sehingga relatif cepat dan murah.

2.3 Penelitian Bentuk Alur Washer dan Tebal pada Pelat Tunggal Simulasi penekanan washer untuk membentuk alur, juga memilih bentuk alurnya. Ada empat alternatif pilihan bentuk, dianggap semua washer memakai baut ½ in.

Tipe-A

Tipe-B

Tipe-C

Tipe-D

Gambar 4. Empat Parameter Bentuk Washer untuk Simulasi Numerik

Tipe A satu alur (slope) di sisi luar. Asumsinya karena hanya alur di bagian tepi luar itu saja yang kritis, yang menjadi bidang kontak baru menggantikan bidang kontak lama di pinggir lubang baut. Dianggap juga bahwa washer laki-bini jenis ini adalah yang paling kaku dan mudah pengerjaannya. Jadi harus dicoba pertama.

Perbedaan Tipe A dan B adalah pada jumlah slope yang terbentuk. Tipe A satu slope saja, sedangkan Tipe B ada dua sisi, dalam dan luar, sehingga benar membentuk alur melingkar disekeliling lubang baut, yang dianggap memberi efek pegangan (grip) yang lebih baik sehingga slip benar-benar dapat dihindari.

Page 20: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

8 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Konfigurasi Tipe C prinsipnya sama dengan Tipe B, tetapi diameter alur relatif lebih besar, yaitu 49 mm dibanding 41 mm (± 120% lebih besar). Konfigurasi Tipe D diameter alurnya sama yang dengan Tipe B, yaitu 41 mm, tapi diameter luar washer lebih besar, dimaksudkan karena bagian pinggir datarnya lebih lebar diharapkan distorsi ujung pelat saat terbentuknya alur menjadi lebih kecil. Jadi washer Tipe ini lebih ditujukan untuk penampilan pelat agar tidak terjadi distorsi yang berlebihan.

Washer beralur di atas perlu dipasangkan pada pelat, ketebalan adalah parameter penting untuk diteliti. Simulasi pertama akan meneliti pemakaian washer Tipe A terhadap pelat G550 dengan tiga macam ketebalan 0.5 mm, 1.5 mm, dan 2.5 mm.

Hasil simulasi numerik berupa kurva P–δ , informasi lain yang mendukung dapat dilihat secara lengkap pada buku disertasi.

0

50

100

150

200

250

300

350

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0kedalaman alur pada pelat (mm)

gaya

teka

n pa

da w

ashe

r (kN

)

t = 2.5 mm

t = 1.5 mm

t = 0.5 mm

Gambar 5. Kurva P– δ hasil Washer Laki-Bini Tipe-A pada Pelat Tunggal

Terlihat bahwa gaya tekan pembentuk alur berbanding lurus dengan ketebalan, dan karena di awal mula gaya tekan tersebut dihasilkan dari gaya pretensioning baut mutu tinggi maka itu berarti terkait langsung dengan ukuran baut yang dipakai. Oleh karena itu ketebalan pelat 2.5 mm tidak diprioritaskan. Adapun tebal pelat 0.5 mm memperlihatkan distorsi pelat yang berlebihan maka dipilih tebal pelat 1.5 mm.

(a) Pelat 0.5 mm (b) Pelat 1.5 mm Gambar 6. Distorsi Tegak Lurus Pelat (U3) - Washer Laki-Bini Tipe-A

Selanjutnya dengan menetapkan pelat sambungan t = 1.5 mm adalah yang terbaik maka dapat dilakukan simulasi numerik untuk berbagai tipe bentuk washer dan hasilnya juga berupa kurva P-δ sebagai berikut (Gambar 7).

Page 21: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 9

0

50

100

150

200

250

300

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3kedalaman alur pada pelat (mm)

gaya

teka

n pa

da w

ashe

r (kN

)

Tipe-ATipe-BTipe-CTipe-D

Gambar 7. Kurva P– δ Berbagai Tipe Washer pada Pelat Tunggal (t = 1.5 mm)

Washer Tipe-A ternyata hanya membutuhkan gaya tekan yang relatif paling kecil, jika dibandingkan dengan bentuk profil washer yang lain (washer tipe B, C dan D).

Washer tipe B, C dan D merupakan washer slope ganda, ternyata perlu gaya tekan yang lebih besar. Hal tersebut logis karena ada dua bagian deformed yang terbentuk, yaitu slope luar untuk merubah pelat datar ke bentuk alur, dan slope dalam alur, mengubah kembali ke posisi awal. Tipe-C terbesar karena diameter alur-nya paling besar. Tipe-B dan Tipe-D mempunyai diameter alur sama sampai kedalaman alur 2.5 mm (83.33%) hasilnya juga identik, selanjutnya Tipe-D mengalami kenaikan yang drastis, terbesar (241 kN). Karena hanya bibir luar yang berbeda maka dianggap faktor itu yang menyebabkannya. Keberadaan bibir luar yang lebih panjang menyebabkan bagian tersebut dapat berfungsi sebagai kontra distorsi, menekan balik bagian pelat luar yang terpengaruh pelengkungan oleh alur pada washer laki. Proses kontra distorsi tersebut tentu saja memerlukan gaya tambahan, oleh karena itulah mengapa pada washer Tipe-D gaya penekannya lebih besar.

(a) Washer Tipe-B Pelat 1.5 mm (b) Washer Tipe-D Pelat 1.5 mm Gambar 8. Distorsi Arah Tegak Lurus Pelat (U3)

Gambar 8a adalah kondisi akibat washer Tipe B. Meskipun distorsi keduanya relatif kecil (U3 di skalakan 2 x lebih besar) tetapi dari pola distorsi yang terlihat dapat ditunjukkan bahwa Gambar 8b relatif lebih merata ke semua bagian.

Dari simulasi numerik tahap awal dapat disimpulkan bahwa parameter bentuk alur, yaitu jumlah slope, kemiringan slope, juga ukuran bibir luar, berperan sangat

Page 22: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

10 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

penting dalam proses pembentukan alur, dalam hal ini adalah (1) gaya tekan washer yang diperlukan dan (2) kondisi deformasi pelat ketika terbentuk alur, yang terakhir ini lebih pada faktor penampakan luar yang dapat dilihat.

2.4 Simulasi Numerik – Penarikan Sambungan Pada simulasi numerik uji beban tarik sistem sambungan, tidak memakai model alat sambung baut karena fungsinya hanya dianggap menekan washer laki-bini untuk membuat alur pelat, keberadaannya tidak diperhitungkan memikul tumpu. Jadi kunci kekuatan sambungan adalah alur (profil) yang terbentuk pada sistem sambungan.

Gambar 9. Pemodelan Sambungan Baru terhadap Uji Tarik

Fungsi grip alat uji dimodelkan sebagai rigid body pelat. Pembebanan diberikan melalui reference node-nya (RP) berupa kontrol perpindahan 5 mm arah U1 (sb 1). Pra-analisis menunjukkan bahwa washer laki-bini yang ada belum memberi kinerja yang baik. Jadi masih diperlukan penelitian parameter geometri profil washer yang notasinya ada pada Gambar 9, yaitu X0, X1, X2, A1, A2, A3, B1, B2 dan alpha. Gambar memperlihatkan dua kondisi washer laki dan washer bini, saat bekerja, dianggap ada pelat dengan tebal A1 = A2, dan saat kosong dimana A1 = A2 = 0.0.

a). Kondisi Bekerja

X0

b).Kondisi Kosong

X2X1

X0

B2

A1

B1

A2

Alur

alphaA3

as baut / lubang

Gambar 10. Parameter Profil pada Washer Laki-Bini

Lebar X1 mempengaruhi distorsi pelat setelah washer laki-bini ditekan, sedangkan X2 mempengaruhi diameter alur yang terbentuk. Semakin besar maka peningkatan kekuatannya semakin baik, tetapi perlu gaya tekan yang besar juga. Padahal dari

Page 23: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 11

konfigurasi washer sebelumnya diketahui bahwa baut dia. ½ in A325 tidak sanggup, perlu diameter baut yang lebih besar (5/8 in). Parameter alpha atau sudut kemiringan alur memegang peran penting, jika alpha = 0o maka alur tidak terbentuk, jika friksi tidak ada (cold-rolled umumnya) maka pretensioning baut tidak akan bekerja.

Alpha = 90 o, secara teoritis paling baik, tanpa friksipun akan ada kekuatan pengunci dari alur yang diperkirakan mengandalkan mekanisme tumpu. Tetapi dengan sudut seperti itu maka pelat beresiko sobek. Simulasi numerik dengan alpha = 90o pada problem kontak tidak dapat diselesaikan dengan konsep master-slave karena vektor normal permukaan master dan slave tidak bertemu. Jadi alpha dipilih sedemikian agar simulasi dapat diselesaikan, yaitu antara 45o – 65o. Pada kemiringan tersebut, keberadaan koefisien friksi (1 > μ > 0 ) masih memegang peran penting.

Selain alpha, kerapatan alur untuk “memegang” pelat sambungan juga penting. Kerapatan alur ditentukan oleh parameter B1, jika A1 = A2 ditentukan tebal pelat, yaitu 2t, maka washer yang rapat adalah jika B1= A1 = A2. Pada kondisi seperti itu, pelat sambungan seakan-akan di ‘kunci’. Untuk penjelasannya maka akan ditinjau dua kondisi dari empat washer yang sama kecuali parameter pada alurnya berikut.

Tabel 1. Parameter Alur pada Washer Laki-Bini

Tipe Alur (mm)

t pelat (mm)

A1 (mm)

A2 (mm)

A3 (mm)

B1 (mm)

B2 (mm) alpha

F1 2.0 1.5 3.0 3.0 2.0 4.6 2.47 45 F2 2.0 1.5 3.0 3.0 2.0 3.0 0.88 45 F3 2.0 1.5 3.0 3.0 2.0 4.6 1.2 53 F4 2.0 1.5 3.0 3.0 2.0 3.0 1.2 53

a). Type F1

23.5

3.0

6.5

12.52.0

9.0

23.5

9.0

2.0

12.5

45°3.0

4.60

b). Type F2

23.5

3.0

6.5

10.242.0

11.26

23.5

9.0

2.0

12.5

45°3.0

3.0

c). Type F3

23.5

3.0

6.5

12.51.59.5

23.5

9.0

1.5

13.0

53°3.0

d). Type F4

23.5

3.0

6.5

10.50 11.50

23.5

9.0 13.0

4.60

1.5

1.50

53°

3.0

Gambar 11. Tipe Konfigurasi Profil Washer Laki-Bini yang di Uji

Sudut washer yang bertemu pelat diberi fillet r = 1.0 mm, lainnya r = 0.5 mm. Sudut tajam tidak bisa dianalisis dalam problem kontak numerik. Ada empat konfigurasi profil washer (Gambar 11), yaitu F1, F2, F3 dan F4, masing-masing dianalisis dengan memperhitungkan friksi (μ = 0.18) , dan tanpa friksi (μ = 0.0)

Selanjutnya dengan mengamati hubungan antara displacement (searah sambungan) dan besarnya gaya reaksi yang berkesesuaian pada ujung GRIP Pelat-2 pada model uji maka dapat dibuat kurva hubungan forces-displacement sistem sambungan. Kurva tersebut dapat menjadi petunjuk bagaimana perilaku kekuatan sistem sambungan, dari kurva juga dapat diduga mekanisme yang terjadi dan juga kekuatan rencana yang dapat dihasilkan.

Page 24: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

12 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0

displacement (mm)

forc

es (N

)

"F1"

"F1-friksi"

"F2"

"F2-friksi"

"F3"

"F3-friksi"

"F4"

"F4-friksi"

Gambar 12. Perilaku Sambungan untuk Berbagai Tipe Washer Laki-Bini

Dari kurva terlihat, bahwa parameter B1 dan alpha, serta koefisien friksi (μ) dari permukaan pelat, ternyata berperan penting terhadap kekakuan dan kekuatan sistem sambungan baru. Jika A1 = A2 = B1, washer-laki menekan ketat pelat sambungan sehingga terjadi kontak sempurna semua permukaan washer, pada kondisi tersebut kekuatan sambungan meningkat pesat, bahkan jika friksinya diabaikan sekalipun.

Jadi faktor presisi bentuk profil washer sangat mempengaruhi kekuatan sambungan. Padahal agar presisi dan melekat erat itu juga ditentukan oleh ketebalan pelat yang digunakan. Akibatnya jelas, bahwa washer tidak bisa dibuat generik, cocok untuk setiap ketebalan pelat. Bentuk dan geometri washer, khususnya profil alur yang optimal juga ditentukan oleh ketebalan pelat.

Selanjutnya diketahui bahwa bentuk profil washer laki-bini yang perlu ditindak lanjuti adalah Tipe F2 dan F4. Dari kedua tipe tersebut terlihat bahwa parameter alpha atau kemiringan alur menentukan kekuatan kuncian setelah mengalami slip.

2.5 Diameter Baut dan Pengaruh Ukuran Lubang ke Plate Asumsi analisis numerik, gaya clamping washer dihasilkan dari prestressing baut mutu tinggi (dengan cara mengencangkannya). Jadi ketika gaya clamping-nya besar, maka dimensi baut disesuaikan, dari diameter ½ in ke diameter 1 in atau 24 mm.

Ukuran diameter baut yang lebih besar mengakibatkan konfigurasi washer laki-bini perlu diubah. Untuk melihat efek perubahannya akan dievaluasi hal-hal berikut.

Page 25: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 13

Tahap pertama ditinjau pelat dengan ukuran lubang oversized, yaitu diameter 30 mm untuk ukuran baut diameter M24. Ini menjadi pertimbangan karena jika semakin besar ukuran lubangnya maka mekanisme tumpu tradisionil semakin dapat dihindari.

6024

30

Oversize M24

Bolt M24

1.5 3

33 2

Gambar 13. Potongan Sambungan dan Washer Laki-bini (M24 dan δ = 2 mm)

Gambar 13 memperlihatkan pelat sambungan kondisi terkunci oleh washer laki-bini, perhatikan alur yang terbentuk, yaitu dengan kedalaman alur 2 mm (sesuai dengan profil washer yang dipakai). Bagian pelat miring yang membentuk alur diusahakan selalu dalam kontak dengan permukaan washer, agar dihasilkan efek kunci. Adapun detail ukuran washer laki-bini yang baru setelah penyesuaikan untuk baut M24.

Bolt M24

10.08.5

1.5

8.0

7.0

1.59.5

18.0

12.0

10.0

12.0

60.0

24.0

R0.5

R1.0

a.) Konfigurasi Baru

Bolt M1210.0

9.0

23.5

12.0

10.0

6.5

60.0

13.0

R0.5

R1.013.0

3.0

10.511.5

b). Konfigurasi Lama

Gambar 14. Detail Ukuran Washer Laki-bini (M24 dan δ = 2 mm)

Simulasi numerik dikerjakan seperti sebelumnya dan ternyata mengalami kegagalan. Analisis berhenti ± 60% proses clamping. Alur di tepi lubang tidak terbentuk.

Gambar 15. Kegagalan pada Lubang Pelat ∅ 30 mm Oversized (Stop di 65% Proses)

Page 26: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

14 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Selanjutnya saat dianalisis kembali dengan ukuran lubang standard dan juga ukuran sama dengan ukuran lubang washer maka clamping dapat terlaksana dengan baik. Ternyata ukuran lubang pada pelat menentukan keberhasilan numerik proses clamping, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa profil washer laki-bini, ketebalan pelat dan diameter lubang mempunyai keterkaitan satu sama lain.

2.6 Faktor yang menyebabkan Kegagalan Pembentukan Alur Setelah ditelaah lebih dengan asumsi bahwa bidang kontak pada proses clamping terjadi pada ujung-ujung profil washer maka dapat diketahui bahwa pengaruh dimensi memegang peran penting. Akibat kombinasi antara dimensi profil washer dan ketebalan pelat sambungan maka efek seperti balok tinggi terjadi, yaitu transfer gaya tidak berupa lentur (dan geser) tetapi berupa gaya aksial langsung dari ujung atas washer laki ke bagian bawah washer bini. Terjadilah mekanisme arching pada pelat dalam meneruskan gaya-gaya clamping, karena pelat tidak bisa melentur maka gagallah proses numerik clamping tersebut. Fenomena tersebut dapat dengan mudah digambarkan sebagai berikut.

Gambar 16. Efek Arching Penyebab Kegagalan Clamping Pelat Lubang Oversized

Sedangkan jika lubang pelat diperkecil, berarti panjang pelat pada ujung washer bini semakin panjang sehingga pada saat menyalurkan gaya clamping akan terjadi sebagai perilaku lentur, akhirnya pelat dapat melentur dan membentuk alur.

2.7 Rangkuman Hasil Simulasi Numerik Pra-Empiris ABAQUS (www.simulia.com) menyediakan teknologi untuk penelitian numerik perilaku sistem sambungan baru pelat baja tipis dengan baut mutu tinggi, dan berhasil melakukan evaluasi parameter yang dianggap mempengaruhi perilaku sistem sambungan yang diwujudkan dalam bentuk kurva beban-lendutan (P - ∆).

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian tersebut adalah :

1. Washer laki-bini punya potensi meningkatkan kinerja sistem sambungan pelat tipis dengan baut mutu tinggi, sehingga lebih efisien dibanding lama, sekaligus dihindari terjadinya slip, sehingga sistem baru lebih kaku.

Page 27: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 15

2. Perilaku keruntuhan sistem sambungan baru bersifat daktail, memperlihatkan kondisi deformasi cukup besar sebelum benar-benar putus. Sistem sambungan seperti itu sangat baik jika digunakan untuk struktur tahan gempa.

3. Bentuk alur washer laki-bini ; gaya pretensioning serta koefisien friksi, μ , adalah faktor penting yang menentukan kinerja sambungan, sekaligus akan mempengaruhi besarnya gaya tekan pada washer ketika membentuk alur pelat.

Jika gaya tekan washer tersebut diperoleh dari pretensioning yang dihasilkan dengan cara mengencangkan baut mutu tinggi yang tertentu ukuran dan mutunya. Maka dalam perencanaan konfigurasi washer laki-bini harus mempertimbangkan ukuran dan tipe baut yang dapat digunakan. Dari riset numerik dapat diketahui bahwa penambahan ukuran baut, mempengaruhi ukuran lubang bautnya juga, sehingga digabung dengan ukuran alur washer, juga dengan ketebalan pelat maka dapat dihasilkan suatu kondisi dimana pada saat pressing pelat tidak berhasil membentuk alur, yaitu akibat efek arching seperti perilaku balok tinggi pada balok lentur.

Catatan : prestressing dengan memanfaatkan baut (baut dikencangkan) tidak menjadi obyek penelitian simulasi numerik ini. Hal di atas merupakan asumsi pada saat simulasi numerik dilaksanakan yaitu bagaimana cara gaya tekan washer dihasilkan. Dalam kenyataannya, proses penekanan dengan cara memutar baut, menghasilkan ketidak-presisian posisi alur terhadap lubang, ketika diputar, washer juga ikut bergeser. Sehingga dalam proses empirisnya cara menekan washer tidak bisa dikerjakan dengan memanfaatkan baut mutu tinggi, tapi memakai dongkrak hidraulik.

4. Bentuk profil washer laki bini yang optimal adalah Tipe F4 (Gambar 11d), meskipun bentuk lain masih bisa juga dipertimbangkan. Unsur utama agar washer laki-bini dapat optimal adalah tingkat presisi alur terhadap ketebalan pelat sambungan. Jika dapat dihasilkan profil washer yang tepat membentuk alur pelat sambungan sedemikian sehingga cukup rapat dan tidak ada celah, maka dapat dihasilkan efek jepit yang lebih baik.

5. Persyaratan presisi yang ketat, menyebabkan bentuk profil washer laki-bini yang direncanakan sangat tergantung pada ketebalan pelat-pelat sambungan tidak bisa bersifat generik, sehingga satu profil washer laki-bini hanya cocok untuk satu ketebalan pelat. Ini pula yang mendasari mengapa percobaan empiris memakai satu macam ketebalan pelat saja.

6. Informasi perilaku sambungan washer laki-bini hasil simulasi numerik digunakan memprediksi lokasi-lokasi kritis yang diyakini sebagai faktor kunci kekuatan sistem sambungan. Selanjutnya dapat dikembangkan suatu formulasi kekuatan rencana sistem sambungan washer laki-bini. Formulasi tersebut akan digunakan secara umum setelah dikalibrasi dengan hasil penelitian empiris.

Page 28: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

16 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

3. PERSIAPAN UJI EMPIRIS

3.1 Konfigurasi Mesin Uji dan Alat Ukur Uji empiris dilakukan di Laboratorium Konstruksi, Fakultas Teknik Jurusan Sipil, Unika Parahyangan, Bandung, dengan konfigurasi peralatan sebagai berikut.

Gambar 17. Konfigurasi Peralatan Uji

Peralatan utama uji adalah mesin UTM (Universal Testing Machine) jenis Computer Servo Control Material Testing Machines buatan Hung Ta Instrument Co. LTD, Taiwan (http://www.hungta.com), kapasitas 50 ton. Pengendalian mesin dengan komputer, kecuali dudukan-grip secara manual, pada waktu memasang benda uji.

Komputer kontrol selain mengatur mesin, juga merekam data perpindahan (Δ), gaya beban (P), dan unit waktu (t) selama pengujian untuk diolah menghasilkan kurva P-Δ, atau P-t, atau Δ-t langsung setelah pengujian selesai dilaksanakan.

3.2 Tahapan Pengujian dan Alat Bantu Tekan Presisi Proses pemasangan dan pengujian sistem sambungan baru memerlukan dua tahapan yang berbeda, yaitu

1. TAHAP 1: Menekan washer laki dan bini pada pelat-pelat tipis sambungan sampai terbentuk alur (groove) melingkar di sekeliling lubang. Alur merupakan kunci kekuatan sistem, sehingga jika tidak terbentuk, maka sistem sambungan baru juga tidak akan terwujud. Inilah alasan kenapa jika alur tidak tercipta sesuai rencana maka uji tahap ke-2 batal.

2. TAHAP 2: Jika dapat tercipta alur di sekeliling lubang baut, tanpa terlihat retak atau fraktur, maka setelah washer laki-bini dikencangkan dengan baut mutu tinggi sampai kondisi ultimate, maka selanjutnya sistem sambungan baru siap dilakukan uji beban tarik seperti sistem sambungan baut pada umumnya.

Berkaitan dengan tahapan pertama, yaitu proses menekan washer laki dan bini untuk membentuk alur di sekeliling lubang baut. Pada awaln mula akan memanfaatkan

Page 29: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 17

prestressing, dengan cara mengencangkan baut mutu tinggi secara manual. Dalam pelaksanaannya ditemui kendala, sehingga perlu cara lain. Kendala yang dimaksud adalah sulitnya menjaga posisi washer laki-bini selama proses pengencangan. Baut (dan washer-nya) cenderung bergeser, sehingga posisi alur yang terbentuk, terhadap tepian lubang baut kadang-kadang menjadi tidak seragam. Lingkaran alur dan lingkaran lubang tidak terletak paralel. Itu dapat dipahami karena kondisi permukaan pelat cold-rolled yang akan disambung relatif licin karena adanya lapisan coating berupa zinch, yang merupakan lapisan anti korosi standar pelat cold-rolled.

Proses pengencangan dengan memutar baut itulah yang sebenarnya menyebabkan posisi alur menjadi tidak presisi lagi. Oleh karena itu, untuk menekan washer laki-bini akan digunakan cara lain, bukan dengan memanfaatkan keberadaan baut mutu tinggi, tetapi memanfaatkan mesin testing universal (mesin tekan) yang ada. Agar proses penekanan washer laki-bini dapat menggunakan mesin testing, maka perlu alat bantu khusus yang berfungsi memegang komponen sambungan yang terdiri dari pelat-pelat baja tipis, washer laki dan washer bini sekaligus, secara kuat dan presisi.

Adapun detail alat bantu khusus yang diciptakan tersebut adalah sebagai berikut:

10050

100

8 50

washer-lakiwasher-bini

topi-pengarah

a). Tampak Atas

b). Potongan A-A

topi pengarah

5060

1230

60

12

12

15

30

200

16060 20

20

160

20

60

baut 1/2 in

A A

blok pemegang

blok pemegang

topi pengarah

Gambar 18. Dimensi ‘Alat Bantu Tekan Presisi’

Untuk mempelajari cara kerja alat bantu tersebut maka tentu akan lebih mudah jika dilihat terlebih dahulu tampilan gambar 3D, pada kondisi terpasang lengkap saat digunakan dan sekaligus tampak potongannya pada sumbu simetri, sebagai berikut.

Page 30: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

18 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

a). Tampak 3D b). Potongan Memanjang Gambar 19. Alat Bantu Tekan Presisi

Gambar 20. ‘Alat Bantu Tekan Presisi’ Kondisi Terpasang

Jadi alat bantu tekan presisi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu (1) blok pemegang, yang terbuat dari besi satu pasang; (2) topi pengarah, yang terbuat dari baja satu pasang, dan (3) washer laki-bini, yang terbuat dari baja keras (tidak terlihat, posisinya tertutup). Selanjutnya pada kondisi terpasang, maka sampel uji siap ditempatkan di mesin UTM untuk ditekan melalui kontrol displacement, sesuai dengan kedalaman washer laki-bini.

3.3 Grip-Bantu pada Sampel Sambungan Uji Mesin UTM mempunyai keterbatasan, bahwa ukuran lebar benda uji tidak boleh lebih dari 70 mm, padahal yang akan diuji adalah pelat tipis, yang perlu ukuran lebar pelat tertentu, yang ternyata lebih besar dari yang dipersyaratkan mesin. Sehingga perlu alat bantu khusus, grip-bantu, yang menghubungkan sampel uji dengan grip-mesin UTM. Grip-bantu yang dibuat sangat spesifik karena tergantung dari bentuk sampel uji sambungan yang akan diteliti. Ternyata biaya pembuatan grip-bantu ini merupakan komponen yang paling mahal di dalam proses penelitian ini.

a). Kondisi Lepas

b). Kondisi Terpasang

Gambar 21. Tampak GRIP-BANTU dan Perakitan Benda Uji

Page 31: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 19

Meskipun keberadaan grip-bantu penting, tapi sisi buruk dengan digunakannya alat adalah menambah resiko terjadinya slip di luar sistem sambungan yang akan diteliti. Oleh karena itu, alat ukur perpindahan setempat, yaitu Displacement Tranduscer, diperlukan untuk mengantisipasi adanya slip, sehingga data perpindahan yang terekam pada mesin UTM yang mengalami distorsi dapat dikoreksi secara benar.

3.4 Dimensi Washer Khusus pada Uji Empiris Berbagai parameter bentuk alur akan diuji. Agar ada hubungan parameter satu dengan lainnya, maka perubahan bentuk geometri yang diteliti tidak acak (random), tetapi tertentu, yang dihasilkan dari memodifikasi satu-persatu parameter dari suatu washer yang menjadi acuan, dalam hal ini disebut sebagai ‘washer laki-bini standar’.

3.4.1 Washer Laki-Bini Standar (W-STD) talur = 2 mm, dan dalur = ± 43 mm

Profil washer laki-bini standar mengacu pada penelitian numerik pra-empiris, tetapi dimodifikasi untuk mengakomodasi baut φ ¾ in (± 19 mm), untuk mengantisipasi besarnya gaya tekan pembentuk alur, juga karena ada pemahaman bahwa semakin besar gaya prestressed baut maka kekuatan sambungan juga meningkat.

Bolt M20

20

10

10

60

20

R1.012

10

11.5

108.5

7

R0.5R1.0

432.0

12

Gambar 22. Detail Washer Laki-bini Standar (W-STD)

3.4.2 Washer Laki-Bini Modifikasi (W-MOD-1) talur = 4 mm, dan dalur = ± 43 mm

Washer laki standar, bagian menonjol ditambah tanpa merubah profil, sedangkan washer bini ditipiskan agar cocok dengan washer laki. Itu diperlukan untuk melihat pengaruh kedalaman alur, meskipun diameter tepi luar alurnya sama.

Bolt M20

20 10

60

R1.0

20

14

8

10

12

R1.0R0.5

R0.5

8.58.5

107.0

43

4.0

Gambar 23. Detail Washer Laki-Bini Modifikasi #1 (W-MOD-1)

Diperkirakan dengan washer ini maka diperlukan gaya tekan lebih besar dibanding washer laki-bini standar. Tahapan ini juga untuk mendapatkan bukti empiris apakah besarnya gaya tekan washer yang dikeluarkan akan sebanding dengan besarnya kapasitas tarik sambungan yang dapat dihasilkan.

Page 32: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

20 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

3.4.3 Washer Laki-Bini Modifikasi (W-MOD-2) talur = 2 mm, dan dalur = ± 50 mm

Profil pada washer ini dikembangkan berdasarkan profil washer laki-bini standar, caranya dengan memperbesar diameter alur dari 43 mm menjadi diameter 50 mm. Diharapkan hipotesis bahwa peningkatan kinerja sambungan juga dipengaruhi diameter alur.

Bolt M20

20 10

60

20

5

1.5

3.5

1.515

1.5

50

10

12

12

10

2.0

Gambar 24. Detail Washer Laki-Bini Modifikasi #2 (W-MOD-2)

Bibir luar mempengaruhi distorsi pelat setelah pemasangan baut, hanya saja dalam uji yang akan dikerjakan maka distorsi tersebut tidak berpengaruh karena alat bantu tekan presisi akan menjepit pelat sebelum proses pembentukan alur.

3.4.4 Washer Laki-Bini Modifikasi (W-MOD-3) talur = 2 mm, dan dalur = ± 30 mm

Jika pada washer laki-bini tipe W-MOD-2 adalah dengan memperbesar alur, maka modifikasi pada washer laki-bini kali ini adalah dengan memperkecil diameter alur sebagaimana terlihat pada gambar sebagai berikut.

Bolt M20

10

20

12 10

10

60

20

3.51.5

13.5

15

5

30

2

Gambar 25. Detail Washer Laki-Bini Modifikasi #3 (W-MOD-3)

3.4.5 Washer Laki-Bini Minimalis (W-MOD-4) talur = 2 mm, dan dalur = ± 43 mm

Mempelajari mekanisme kunci perilaku keruntuhan sistem sambungan dari hasil simulasi numerik sebelumnya, dapat diketahui bahwa hanya pada bagian sudut-sudut tertentu dari bagian washer tersebut yang bekerja sebagai bagian transfer gaya-gaya sistem sambungan. Dengan memperhatikan bagian-bagian tersebut tentunya pada bagian lain yang dianggap tidak bekerja efektif sehingga dapat dikurangi (efisiensi). Sehingga harapannya, ukuran washer berkurang, tetapi kinerjanya tetap sama.

Page 33: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 21

Bolt M20

50

20

R1.0

20 20

5

5

15

7

11.5

10

7

60

43

2

Gambar 26. Detail Washer Laki-Bini Minimalis (W-MOD-4)

Dengan ukuran berbeda (kecil), tapi karena bagian yang dianggap kunci mempunyai detail yang sama dengan washer laki-bini standar (W-STD) maka harapannya jika memakainya maka kinerja sambungan tidak mengalami perubahan (tetap sama).

3.4.6 Washer Laki-Bini Slope Ganda (W-MOD-5) talur = 2 mm, dan dalur = ± 43 mm

Washer tipe ini dianalisis terakhir karena sebenarnya telah ada anggapan bahwa bentuk double-slope adalah tidak efektif jika ditinjau dari sumbangannya terhadap peningkatan kekuatan sambungan, bahkan memerlukan gaya press yang lebih besar.

Bolt M20

20

10

10

60

20

12

10 8.5

7

126.5

2

2.0

1.5

20

12

108.5

7

1.5

2

1.5

55

1.5 43

2

Gambar 27. Detail Washer Laki-Bini Minimalis (W-MOD-5)

Tetapi pengujian washer tipe ini diperlukan karena belum ada fakta empiris yang mendukung anggapan tersebut di atas. Jika memang benar, maka jelaslah bahwa bentuk seperti ini tidak perlu dikembangkan lebih lanjut karena tidak efisien.

3.4.7 Washer Laki-Bini Rapat (W-RPT) talur = 2 mm, dan dalur = ± 43 mm

Washer Wrpt adalah washer laki-bini dimana ‘alur laki’ mempunyai ukuran presisi yang pas dengan washer ‘alur bini’. Sehingga jika ditangkupkan kedua permukaan washer beralur tadi dapat saling rapat dan tidak ada celah sama sekali.

Bolt M20

20

10

10

60

20

12

1010

8.5 R0.5R1.0

432.0

12

Gambar 28. Detail Washer Laki-bini Rapat (W-RPT)

Page 34: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

22 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Pada penelitian numerik, dengan memanfaatkan opsi non-linier kontak, maka proses simulasi numeriknya mengalami kegagalan, diduga kondisi pelat tipis mengalami sobek, karena washer akan berperilaku seperti pisau, teriris atau tergeser. Perilaku seperti itu jelas tidak dapat diantisipasi oleh opsi non-linier kontak yang menganggapnya sebagai problem kontinyu (menerus). Intinya, bahwa ada hipotesis tambahan bahwa model washer dengan konfigurasi seperti ini tidak bisa dipakai. Oleh karena proses press washer akan digunakan dongkrak hidrolik maka dugaan akan adanya sobek pada pelat tersebut akan dicarikan bukti empirisnya.

4. PELAKSANAAN UJI EMPIRIS

4.1 Proses Pembuatan Alur dengan Menekan Washer Laki-Bini Untuk membuat alur dengan washer laki-bini yang cukup presisi, diperlukan alat bantu tekan presisi (Gambar 20). Selanjutnya ditempatkan pada mesin UTM sbb.

a). Penempatan di Mesin UTM

b). Alur yang Terbentuk

Gambar 29. Penempatan pada UTM untuk Proses Penekanan (Tahap 1)

Karena washer-laki-bini dengan profil berbeda dapat dengan mudah dipasangkan dan tahapan pelaksanaannya sama, maka berbagai macam alur dapat dengan mudah dibuat. Tetapi itu tidak berarti, bahwa berbagai bentuk konfigurasi profil akan dapat menghasilkan alur yang dimaksud. Karena hasi diprediksi penelitian numerik sebelumnya, bahwa untuk ukuran profil yang tertentu ternyata tidak menghasilkan alur pelat dengan kedalaman sesuai rencana. Penelitian numerik pendahuluan untuk mempelajari bentuk profil yang akan digunakan ternyata sangat membantu sekali.

Setelah terbentuk alur karena proses penekanan dengan mesin UTM, maka selanjutnya ‘alat bantu tekan presisi’ dilepas. Sistem sambungan kemudian dapat dirakit seperti sistem sambungan pada umumnya. Tentu saja ada perbedaan, yaitu ada tambahan washer-laki-bini (beralur) yang sesuai. Jadi, washer laki-bini yang sama dipakai minimal dua kali, yaitu (1) saat pembentukan alur, dan (2) pada saat penarikan sistem sambungan.

Page 35: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 23

4.2 Pemasangan Sistem Sambungan Baru Washer Khusus Beralur (Laki-bini) Karena alur terjadi dengan proses penekanan pada ke dua pelat sekaligus, maka profil alur yang terbentuk saling cocok. Sehingga ketika washer laki-bini dipasang dengan baut mutu tinggi maka hal tersebut mudah dilakukan. Selanjutnya baut diberi pretensioning dengan cara turn-of-nut.

Gambar 30. Sistem Sambungan Baru dengan Washer Laki-bini (typ.)

Karena perbedaan washer-washer tersebut adalah pada bentuk geometri alur, maka penampakan luarnya mirip satu dengan yang lainnya, lihat Gambar 30.

4.3 Kendala Selama Pelaksanaan Penelitian Pemakaian washer laki-bini meningkatkan kekuatan sambungan, jika sebelumnya grip-bantu untuk sistem sambungan konvensional sukses digunakan, maka sekarang keruntuhannya terjadi pada pelat di sekitar grip. Adapun pelat sekitar washer masih utuh, bahkan belum terjadi slip sebagaimana terlihat pada gambar berikut.

Gambar 31. Kegagalan Grip (Kondisi Permukaan Pelat Natural)

Penyelesaian masalah dilakukan dengan cara trial-and-error, hasilnya digunakan dua cara, yaitu (1) pelat bagian grip digerinda, dan (2) tambahan pelat hot-rolled dengan las argon pada sampel uji. Pada pengujian selanjutnya telah dicoba dua macam konfigurasi penambahan pelat tebal di bagian grip, sebagaimana terlihat pada gambar di atas. Konfigurasi (b) menghindarkan pemasangan baut grip, selain itu lebih kaku (tanpa slip di bagian grip) maka selanjutnya dipergunakan untuk solusi menghindarkan kegagalan grip pada pelat tipis cold-rolled.

Page 36: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

24 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

a). Masih Perlu Grip

b). Tanpa Grip (Langsung)

Gambar 32. Bentuk Tambahan Pelat Untuk Menghindari Kegagalan GRIP

4.4 Pemasangan Benda Uji dan Alat Pengujian Kegagalan grip menyebabkan perlu tiga konfigurasi sampel sambungan, yaitu (1) pelat grip digerinda, (2) pelat tebal dengan grip, dan (3) pelat tebal tanpa grip.

a). Sambungan Pakai Grip-Bantu b). Sambungan Tanpa Grip-Bantu Gambar 33. Konfigurasi Uji Empiris dengan Washer Khusus Beralur (Tahap 2)

Page 37: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 25

4.5 Rencana Sample dan Hasil Uji Sampel uji tiap parameter berjumlah dua, dengan harapan bahwa hasilnya mendekati satu dengan yang lainnya. Bila ada sampel yang hasilnya berbeda terlalu signifikan maka dilakukan uji ulang memakai sampel cadangan, untuk memastikan apakah perbedaan adalah fakta empiris atau karena kesalahan pelaksanaannya saja.

Tabel 2. Parameter dan Jumlah Sampel Uji Penelitian

Parameter Notasi

t (mm) Lubang permukaan Σ

UPH-Wstd UPH-Wmod1 UPH-Wmod2 UPH-Wmod3 UPH-Wmod4 UPH-Wmod5 UPH-Wrpt

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

oversized oversized oversized oversized oversized oversized oversized

natural natural natural natural natural natural natural

2 2 2 2 2 2 2

Tabel 3. Hasil Lengkap Uji Penelitian

Tahap I Tahap II Notasi

P tekan washer P slip P ultimate Δ ultimate Note

UPH-Wstd-A UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

50,120 N 52,460 N

117,460 N

- - -

- 46,975 N 48,220 N

- 30.22 mm 46.02 mm

Kegagalan grip ok ok

UPH-Wmod1-A UPH-Wmod1-B

(28,000+33,300) N 65,470 N

- -

46,980 N 48,100 N

19.90 mm 36.22 mm

δA = 2 x 2 mm δB = 1 x 4 mm

UPH-Wmod2-A UPH-Wmod2-B

59,900 N 49,900 N

- -

44,300 N 48,800 N

23.71 mm 26.94 mm

ok ok

UPH-Wmod3-A UPH-Wmod3-B

32,020 N 58,160 N

- -

- -

- -

92% talur

88% talur

UPH-Wmod4-A UPH-Wmod4-B

47,910 N 42,400 N

- -

41,925 N 39,640 N

27.62 mm 17.36 mm

ok ok

UPH-Wmod5-A UPH-Wmod5-B

101,220 N 65,200 N

- -

35,085 N 46,140 N

34.28 mm 27.47 mm

ok ok

UPH-Wrpt-A UPH-Wrpt-B

50,770 N 46,090 N

- -

- -

- -

66% talur

100% talur Catatan : total 15 sampel uji, δalur = 2.0 mm (typical) dan δalur = 4.0 mm (khusus Wmod1).

Washer laki-bini tipe UPH-Wmod3 dan UPH-Wrpt tidak diuji tarik (Tahap 2) karena pada tahap penciptaan alur pada pelat (Tahap 1) dianggap gagal.

4.6 Bentuk Kerusakan Sistem Sambungan Secara umum bentuk kerusakan sistem sambungan memakai washer laki-bini yang diuji tarik (Tahap ke-2) memperlihatkan ciri-ciri yang mirip sama antara satu dengan yang lain. Pada ringkasan ini hanya ditampilkan bentuk kerusakan pada sambungan memakai washer laki-bini tipe UPH-Wmod2, yang merupakan bentuk kerusakan yang mewakili perilaku umum sistem sambungan baru.

Page 38: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

26 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

a). UPH-Wmod2-A (Terpasang)

b). UPH-Wmod2-A (Terurai)

Gambar 34. Mode Keruntuhan Sambungan Tipe Baru (Typical)

5. PENGARUH WASHER terhadap PEMBENTUKAN ALUR

5.1 Pengaruh kedalaman alur Untuk tinjauan pengaruh kedalaman alur washer, akan dibandingkan washer tipe Standar (Wstd) talur = 2 mm dan washer tipe Modifikasi #1 (Wmod1) talur = 4 mm.

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0disp. alur (mm)

gaya

teka

n (k

g)

Wstd-A

Wstd-B

Wstd-C

Wmod1-A (#1)

Wmod1-A (#2)

Wmod1-B

Gambar 35. Perilaku Pembentukan Alur dengan Parameter Kedalaman Alur

Kurva tekan Wstd-C berbeda, kemungkinan karena penempatan benda uji kurang baik, atau kemungkinan washer tersebut telah digunakan berulang kali sehingga mengalami kerusakan, oleh karena itu dianggap kurang mewakili. Kurva hasil dari washer kode Wstd-A dan Wstd-B relatif mirip, demikian pula washer kode Wmod1.

Page 39: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 27

Kurva P-δ memperlihatkan bahwa gaya pembentuk alur tidak tergantung kedalaman, diduga karena pelat telah plastis (leleh) maka pembentukan alur dapat lebih mudah.

Kebetulan proses penekanan washer tipe Wmod1-A secara tidak sengaja dilakukan dua tahap, proses pertama 2 mm, kemudian dilanjutkan lagi 2 mm, sampai terbentuk alur dengan kedalaman 4 mm. Membandingkan proses bertahap (2 x 2 mm) dan sekaligus (1 x 4 mm), ternyata jeda proses penekanan mempengaruhi. Gaya relatif sama, yang dimungkinkan karena pelat saat alur terbentuk telah mengalami plastis.

Kecuali kondisi plastis, juga dikarenakan kondisi geometri alur, karena semakin dalam alurnya maka lengan momennya lebih panjang dan mekanisme kerjanya seperti struktur kantilever sehingga tidak memerlukan gaya tekan yang lebih besar.

Wmod-1(laki)

a b c d e

4.5

4.0

Wmod-1(bini)

pelat sambungan

Blok pemegang

Blok pemegang

a). Real

ab c d e

b). Model

4.5

q-aksi

q-reaksi

q-clamp

q-clamp

q-aksi

6.5

Gambar 36. Pembentukan Alur dengan Washer Wmod1

Ditinjau satu sisi bagian pelat yang akan dibuat alur, titik a pada pelat yang dijepit oleh blok-pemegang, bagian b-c yang menumpu sisi bawah washer Wmod1 (bini), sedang d-e bertemu dengan sisi atas washer Wmod1 (laki) yang meneruskan gaya tekan mesin. Struktur real di bagian kiri sedangkan struktur model di sebelah kanan. Panjang c-d (4.5 mm) adalah lengan momen analogi kantilever c-d-e. Bandingkan jika dipakai washer Wstd dimana konfigurasi washer tersebut menghasilkan lengan momen (panjang c-d) sebesar 3 mm, lebih kecil dari washer Wmod1.

Wstd(laki)

a b c d e

3.02.0

Wstd(bini)

pelat sambungan

Blok pemegang

Blok pemegang

a). Real

ab c d e

b). Model

3.0

q-aksi

q-reaksi

q-clamp

q-clamp

q-aksi

8.0

Gambar 37. Pembentukan Alur dengan Washer Wstd

Jelaslah, karena Wmod-1 (Gambar 36) lengan momennya lebih panjang, maka tidak diperlukan gaya yang besar dibandingkan washer Wstd (Gambar 37) yang relatif lebih pendek. Jadi, selain karena variabel kedalaman alur, maka adanya parameter panjang lengan momen juga mempengaruhi gaya-penekan selama pembentukan alur tersebut, jadi wajar saja jika hasilnya tidak linier.

Page 40: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

28 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

5.2 Pengaruh bentuk alur (Tunggal dan Ganda) Simulasi numerik sebelumnya telah memprediksi bahwa profil alur tunggal perlu gaya penekan yang lebih kecil dibanding profil alur ganda. Dengan melihat kurva perilaku PΔ dari washer standar (profil tunggal) dengan washer dengan profil ganda (washer modifikasi berkode Wmod5) maka hipotesis di atas terbukti.

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2disp. alur (mm)

gaya

teka

n (k

g)

Wstd-A

Wstd-B

Wstd-C

Wmod5-A

Wmod5-B

Gambar 38. Perilaku Penekanan Washer antara Profil Tunggal dan Ganda

Kurva yang dihasilkan oleh washer tipe Wstd-C adalah anomali, sehingga hanya dipakai kurva Wstd-A dan Wstd-B yang dianggap mewakili kurva washer Wstd. Sehingga dari Gambar 38 dapat disimpulkan bahwa washer dengan profil ganda perlu gaya tekan lebih besar dibanding profil tunggal. Penyebabnya karena daerah yang plastis, menjadi dua kali lebih banyak pada bagian profil yang terbentuk.

1

2

34

1

2

34

a). Alur Ganda

plastis (typ.)alur ganda pada pelat

1

2

1

2

b). Alur Tunggal

tepi lubang

alur tunggal pada pelat

Gambar 39. Hubungan Daerah Plastis dan Bentuk Alur

Kecuali daerah plastis yang lebih banyak, berdasarkan mekanisme kerja gaya-gaya ternyata konfigurasi washer alur ganda menghasilkan sistem struktur statis tak tentu, yang lebih kaku sehingga perlu gaya yang lebih besar untuk mendapatkan kondisi deformasi yang sama jika dibandingkan sistem struktur statis tertentu.

Page 41: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 29

Wmod-5 (laki)

a b cg

2.0

Wmod-5 (bini)pelat sambungan

Blok pemegang

Blok pemegang

a). Real

ab c g

b). Model

q-aksi

q-reaksi

q-clamp

q-clamp

q-aksi

d ef

3.0

2.0

d e

3.0

8.0

3.0

f

Gambar 40. Pembentukan Alur dengan Washer Wmod5

5.3 Pengaruh Pemakaian Ulang Washer Washer tipe Wstd paling banyak dipakai dan dibebani, karena washer tersebut digunakan berulang kali pada penelitian ini, yaitu untuk menekan sampel UPH-Wstd sendiri yaitu 3 (tiga) buah sampel, juga tipe UPH-Wmod4, 2 (dua) buah sampel.

Dipahami, semakin banyak dipakai maka resiko rusak juga akan semakin tinggi. Oleh karena itu perlu dilihat perilaku P-Δ selama proses penekanan pembuatan alur sehingga dapat pengaruhnya terhadap proses penekanan berikutnya.

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2

disp. alur (mm)

gaya

teka

n (k

g)

Wstd-A

Wstd-B

Wstd-C

Wmod4-A

Wmod4-B

Gambar 41. Perilaku Pembuatan Alur dengan Washer yang sama

Washer laki-bini sampel Wstd-C, dipakai ulang sampel Wmod4-A dan Wmod4-B. Karena kurva P-Δ yang dihasilkan mendekati kurva Wstd-A dan Wstd-B maka adanya alasan bahwa perilaku anomali pada washer laki-bini tipe Wstd-C akibat kerusakan pada washer adalah tidak beralasan. Kurva P-Δ pada sampel Wmod4 tidaklah berbeda jauh dengan Wstd-A dan Wstd-B.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa anomali perilaku penekanan pada washer Wstd-C bukan berasal dari adanya kerusakan washer akibat proses penekanan. Tetapi dimungkinkan oleh hal lain, bisa juga material pelatnya.

Page 42: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

30 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

5.4 Pengaruh Panjang Bibir Alur pada Washer Washer tipe Wmod3 gagal ditekan untuk menghasilkan alur rencana (talur = 2 mm). Karena alur dianggap sebagai mekanisme kunci terbentuknya sistem sambungan baru, maka jika gagal terbentuk, sampel tidak akan dilakukan uji tarik. Untuk mengetahui kegagalan pembentukan alur tersebut maka proses jalannya penekanan washer (kurva P-Δ) akan dibandingkan dengan tipe washer beralur yang dianggap sukses, yaitu tipe Wstd sebagai berikut.

Tabel 4. Gaya Penekanan Washer Laki-bini

Notasi P tekan Note UPH-Wstd-A UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

5012 kg 5246 kg

11746 kg

uji tarik gagal grip ok ok

UPH-Wmod3-A UPH-Wmod3-B

3202 kg 5816 kg

92% talur (gagal) 88% talur (gagal)

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Kedalaman Alur (mm)

Gay

a Te

kan

(N) Wstd-A

Wstd-BWstd-CWmod3-AWmod3-B

Gambar 42. Kurva P-Δ Pembuatan Alur Gagal (Wmod3) dan Sukses (Wstd)

Kurva Wstd-C (label segitiga) dianggap anomali, tidak valid dijadikan rujukan, oleh sebab itu diambil kurva Wstd-A dan Wstd-B, yang terlihat mulus berdampingan sampai kedalaman alur rencana, talur = 2.0 mm. Kurva Wmod3 (label bujur sangkar dan lingkaran) pada kedalaman mendekati rencana terlihat mengalami suatu kondisi naik-turun, seakan-akan ada perlawanan dari material pelatnya dan dianggap gagal.

Kegagalan telah diprediksi sebelumnya dengan simulasi numerik, penyebabnya adalah konfigurasi washer dan pelat yang menyebabkan perilaku lentur pada pelat tidak terjadi.

Untuk memberi gambaran yang dimaksud lentur dan non-lentur maka akan diambil fenomena tersebut berdasarkan prediksi simulasi numerik sebelumnya yang dianggap mirip. Mirip karena memang bukan washer Wmod3 atau Wstd yang dianalisis.

Page 43: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 31

Bolt M20

60

20

2.0

11.0

8.0Wstd(laki)

Wstd(bini)

AA

a). Geometri Washer dan Pelat Tepi

b). Fenomena Lentur Gambar 43. Kondisi Penekanan Washer Wstd (SUKSES)

Bolt M20

60

20

2.0

4.5

1.5Wmod3(laki)

Wmod3(bini)

AA

a). Geometri Washer dan Pelat Tepi

b). Fenomena Non-Lentur

Gambar 44. Kondisi Penekanan Washer Wmod3 (GAGAL)

Fenomena lentur, jika gaya dari washer laki diteruskan ke washer bini menyebabkan pelat mengalami lentur. Fonemena non lentur terjadi bila gaya dialihkan melalui aksi aksial yang relatif sangat kaku, sehingga pelat bekerja sebagai penopang atau ganjal.

Mempelajari Gambar 43 dan 44, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa panjang bibir atau panjang AA (LAA) nilainya harus relatif cukup besar, jika kedalaman alur adalah talur , maka disarankan nilai LAA > 4 talur.

6. PENGARUH WASHER terhadap KEKUATAN SAMBUNGAN

6.1 Sistem Sambungan Baru Sambungan pelat tipis dengan washer laki-bini merupakan sistem sambungan baru karena pemakaian washer laki-bini menghasilkan perilaku sambungan yang cirinya berbeda, dibanding sistem sambungan terdahulu. Ciri yang dimaksud adalah bahwa meskipun mekanisme yang digunakan adalah bukan mekanisme friksi, tetapi pada sistem baru ini tidak terlihat adanya fenomena slip. Jika dibandingkan maka perbedaan perilaku kedua sistem dapat terlihat secara jelas sebagai berikut.

Tabel 5. Perbandingan Kinerja Sistem Lama dan Baru

Notasi P ultimate Δ ultimate Keterangan UPH-C1ON-A UPH-C1ON-B UPH-C1ON-C

23425 N 23590 N 24365 N

1 x 1 x 1 x

1.71 mm 2.23 mm 0.35 mm

1.0 x 1.3 x 0.2 x

Sistem Sambaungan Baut LAMA (washer standar)

UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

46975 N 48220 N

2 x 2 x

30.22 mm 46.02 mm

17.7 x 26.9 x

Sistem Sambungan Baut BARU (washer laki-bini)

Page 44: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

32 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

0 10 20 30 40 50 60

perpindahan (mm)

gaya

(N)

UPH-Wstd-B

UPH-Wstd-C

C1ON-A

C1ON-B

C1ON-C

Gambar 45. Perilaku P-Δ Sambungan Sistem Lama dan Sistem Baru

Peningkatan kuat tarik merupakan indikasi adanya efisiensi dalam memanfaatkan kekuatan baut mutu tinggi, sehingga permasalahan yang menjadi topik penelitian ini sudah terjawab. Pada umumnya, peningkatan kekuatan juga disertai pengurangan kemampuannya berdeformasi (menjadi getas), tetapi pada sistem sambungan baru ini tidak terjadi. Ini tidak terduga, dan jelas merupakan suatu keuntungan tersendiri. Jika diamati dari kurva P-Δ maka perilaku tersebut berasal dari sifat materialnya sendiri, bahwa sistem sambungan baru mempunyai kekuatan untuk menyambung yang lebih besar dibanding kekuatan pelat yang disambung. Bahwa pemakaian washer laki-bini dengan pretensioning pada pelat berhasil memindahkan daerah tumpu kritis dari tepi lubang ke bagian dalam pelat, yaitu di bagian alur. Proses terbentuknya alur pada pelat washer laki-bini merupakan mekanisme pengganti slip yang ada pada sistem tumpu tradisionil. Fakta bahwa terjadinya pemindahan daerah kritis dapat dilihat pada bentuk kerusakan tumpu sampel uji sebagai berikut.

Gambar 46. Kerusakan Mekanisme Tumpu dengan Washer Laki-Bini

Page 45: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 33

Kondisi keruntuhan yang berbeda dari sistem konvensional menunjukkan bahwa ini merupakan sistem sambungan baru. Adanya peningkatan kinerja sambungan, juga kekakuan adalah indikasi bahwa sistem cukup baik untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai alternatif sistem sambungan pelat tipis (cold-rolled) yang memanfaatkan alat sambung baut mutu tinggi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penelitian mencari solusi permasalahan yang ditemui pada awal penelitian ini sudah benar.

6.2 Pengaruh Kedalaman Alur Dari hasil simulasi numerik, kedalaman alur tidak memegang peran penting, asalkan sudah diberi alur yang cukup sehingga bisa ’mengunci’, maka kekuatan sambungan akan ditentukan oleh tebal pelat. Untuk itu perlu dibuktikan dengan fakta empris, yaitu dengan meninjau kekuatan tarik ultimate sambungan dengan washer Wstd (talur = 2 mm) dan washer modifikasi berkode Wmod1 (talur = 4 mm ).

Tabel 6. Perbandingan Kinerja Washer terhadap Kedalaman Alur

Notasi P tekan washer P ultimate Δ ultimate Keterangan UPH-Wstd-A UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

50,120 N 52,460 N

117,460 N

- 46,975 N 48,220 N

- 1.00 x 1.03 x

- 30.22 mm 46.02 mm

- 1.00 x 1.52 x

runtuh grip talur = 2 mm talur = 2 mm

UPH-Wmod1-A UPH-Wmod1-B

61,300 N 65,470 N

46,980 N 48,100 N

1.00 x 1.02 x

19.90 mm 36.22 mm

0.66 x 1.20 x

talur = 4 mm talur = 4 mm

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

0 10 20 30 40 50 60perpindahan (mm)

gaya

(N)

UPH-Wstd-BUPH-Wstd-CUPH-Wmod1-AUPH-Wmod1-B

Gambar 47. Pengaruh Kedalaman Alur terhadap Kekuatan Ultimate

Washer Wmod1 mempunyai kedalaman alur dua kali lipat (talur = 4 mm) kedalaman alur washer Wstd (talur = 2 mm), tetapi kekuatan ultimate keduanya relatif sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa kedalaman alur tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap kinerja tarik sistem sambungan baru.

Anomali, besarnya gaya tekan pada Wstd-C untuk membuat alur, ternyata tidak ada kaitan langsung terhadap kekuatan tarik ultimate-nya.

Page 46: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

34 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

6.3 Pengaruh Bentuk Profil Washer profil alur dengan slope ganda perlu gaya tekan berlipat, meskipun demikian itu tidak meningkatkan kekuatan tarik, meskipun washer tersebut mempunyai kesan dapat mengunci pelat sambungan lebih baik. Untuk itu akan dibandingkan fakta empiris kuat tarik sambungan washer laki-bini Wstd (alur tunggal) dan washer Wmod5 (alur ganda).

Tabel 7. Perbandingan Kinerja Washer terhadap Bentur Profil Alur

Notasi P tekan washer P ultimate Δ ultimate Keterangan UPH-Wstd-A UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

50,120 N 52,460 N

117,460 N

- 46,975 N 48,220 N

- 1.00 x 1.03 x

- 30.22 mm 46.02 mm

- 1.00 x 1.52 x

runtuh grip alur tunggal alur tunggal

UPH-Wmod5-A UPH-Wmod5-B

101,220 N 65,200 N

35,085 N 46,140 N

0.75 x 0.98 x

34.28 mm 27.47 mm

1.13 x 0.91 x

alur ganda alur ganda

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

0 10 20 30 40 50 60perpindahan (mm)

gaya

(N)

UPH-Wstd-BUPH-Wstd-CUPH-Wmod5-AUPH-Wmod5-B

Gambar 48. Pengaruh Bentuk Profil Alur terhadap Kekuatan Ultimate

Dari kurva P-Δ di atas, sambungan dengan washer Wmod5 (alur ganda) tidak memberi pengaruh yang signifikan, bahkan pada sampel uji kode Wmod5-A terlihat lebih kecil.

Jadi washer berprofil ganda tidak mempunyai keuntungan sama sekali, baik dari segi pengerjaan yang memerlukan ketelitian ganda, karena jumlah sudut-sudut yang lebih banyak, juga selama proses penekanan washer dalam upaya membentuk alur, yang ternyata juga memerlukan gaya yang lebih besar, dan akhirnya berpuncak pada kinerja sambungan terhadap beban tarik ultimate, yang besarnya relatif sama saja bahkan ada yang terlihat lebih kecil. Dengan demikian profil tunggal seperti halnya yang terdapat pada washer laki-bini standar, Wstd adalah yang terbaik.

Page 47: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 35

6.4 Pengaruh Diameter Profil Alur Meskipun diameter alur (dalur) yang dibandingkan tidak berbeda jauh, yaitu dalur = 50 mm untuk washer tipe Wmod2 dibanding dengan dalur = 43 mm pada washer tipe Wstd, perbedaan sekitar 16%. Tetapi adanya perbedaan tersebut tentu tetap patut untuk dilihat efeknya terhadap kekuatan tarik sistem sambungan. Ini penting karena diameter efektif alur merupakan salah satu parameter kunci dari rumus yang dibuat untuk memprediksi kekuatan ultimate sistem sambungan baru tersebut.

Notasi P tekan washer P ultimate Δ ultimate Keterangan UPH-Wstd-A UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

50,120 N 52,460 N

117,460 N

- 46,975 N 48,220 N

- 1.00 x 1.03 x

- 30.22 mm 46.02 mm

- 1.00 x 1.52 x

runtuh grip dalur = 43 mm dalur = 43 mm

UPH-Wmod2-A UPH-Wmod2-B

59,900 N 49,900 N

44,300 N 48,800 N

0.94 x 1.04 x

23.71 mm 26.94 mm

0.78 x 0.89 x

dalur = 50 mm dalur = 50 mm

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

0 10 20 30 40 50 60perpindahan (mm)

gaya

(N)

UPH-Wstd-BUPH-Wstd-CUPH-Wmod2-AUPH-Wmod2-B

Gambar 49. Pengaruh Diameter Alur terhadap Kekuatan Ultimate

Jika ditinjau gaya (P) pada perpindahan (Δ) yang sama maka perbandingannya adalah

Tabel 8. Perbandingan Peningkatan Kekuatan Tarik Sistem Sambungan

dalur = ± 43 mm (1.00 x) dalur = ± 50 mm (1.16 x) Δ Wstd-B Wstd-C Wmod2-A Wmod2-B 10 mm 42,335 (1.00 x) 39,850 (0.94 x) 39,910 (0.94 x) 44,080 (1.04 x) 20 mm 44,985 (1.00 x) 43,025 (0.96 x) 43,580 (0.97 x) 46,925 (1.04 x)

Jadi parameter diameter alur efektif, terbentuk oleh washer laki-bini, meskipun dari hasil uji tidak signifikan tetapi tetap memberi pengaruh positip terhadap kekuatan tariknya.

Page 48: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

36 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

6.5 Pengaruh Ukuran Luar Washer Secara teori, ukuran luar washer laki-bini tidak berpengaruh pada kuat tarik ultimate sambungan, tetapi kenyataan berbicara lain. Hasil uji Wmod4, dimana washer laki yang ukuran diameter luarnya diperkecil (meskipun diameter alur dalamnya sama), menunjukkan kinerja lebih kecil dibandingkan hasil uji washer standar (Wstd).

Notasi P ultimate Δ ultimate Keterangan UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

46,975 N 48,220 N

1.00 x 1.03 x

30.22 mm 46.02 mm

1.00 x 1.52 x ∅washer = 60/60 mm

UPH-Wmod4-A UPH-Wmod4-B

41,925 N 39,640 N

0.89 x 0.84 x

27.62 mm 17.36 mm

0.91 x 0.57 x ∅washer = 60/50 mm

Catatan : ∅washer = 60/50 mm adalah ∅washer-bini = 60 mm dan ∅washer-laki = 50 mm

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

0 10 20 30 40 50 60perpindahan (mm)

gaya

(N)

UPH-Wstd-BUPH-Wstd-CUPH-Wmod4-AUPH-Wmod4-B

Gambar 50. Pengaruh Ukuran Luar Washer terhadap Kekuatan Ultimate

Diameter luar washer-laki tipe Wmod4 diperkecil 83% dari washer-laki tipe Wstd mengalami pengurangan kinerja tinggal ± 84% - 89%. Jadi seperti ada pengaruhnya antara diameter washer (ukuran luar) dan kinerjanya. Penulis berpendapat itu hanya kebetulan, dan tetap berpegang teguh pada hipotesis bahwa ukuran luar washer tidak punya kaitan langsung. Pengurangan diameter luar washer-laki menyebabkan hal lain yang memang pada akhirnya akan mengurangi kekuatan sambungan.

Untuk memahaminya maka akan dibahas sampel uji lain yang telah dibuat sebelum uji washer laki-bini, yaitu pengujian sambungan pelat tebal dan tipis dengan washer standar (Gambar 51) dan sambungan pelat tipis dengan washer khusus dipertebal (Gambar 53), semuanya memakai baut tunggal. Hasil uji empiris pasca-runtuh washer standar mempunyai kemiripan, bahwa baut dan pelatnya mengalami rotasi, tidak terbatas pada pelat tipis (1.5 mm), tetapi juga pada pelat tebal (5 mm). Rotasi hanya dimungkinkan jika terdapat momen puntir akibat adanya eksentrisitas dari gaya aksial yang ditransfer oleh pelat pada sambungan tersebut (lihat Gambar 51c).

Page 49: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 37

a). Hot-rolled

b). Cold-rolled

P

P

e

M = P * e

c). Momen = P * e

Gambar 51. Rotasi pada Sampel Uji Sambungan dengan Baut Tunggal

Gambar 51a/b memperlihatkan kondisi pelat berotasi sistem sambungan dengan washer standar, yang merupakan bukti empiris perilaku sambungan pelat (tebal dan tipis) dengan baut tunggal. Sedangkan gambar 51c memperlihatkan mekanisme terjadinya eksentritas gaya-gaya yang memungkinkan timbulnya momen penyebab rotasi pada pelat dan baut tersebut.

Gambar 52. Gangguan Mekanisme Tumpu akibat Rotasi Baut/Pelat

Kondisi baut dan pelat sambungan yang berotasi tersebut menyebabkan mekanisme tumpu yang ada, menjadi terpengaruh sehingga tidak sempurna kinerjanya. Bahkan pada bagian pelat yang berotasi tersebut, pada kondisi ekstrim (sambungan dengan lubang long-slot), mengalami sobek (bukan mekanisme tumpu).

Jadi adanya kondisi tersebut (berotasi) menyebabkan adanya pengurangan kekuatan sistem sambungan pelat dengan konfigurasi baut tunggal.

Page 50: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

38 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Dengan melihat kondisi akhir baut dan pelat yang secara ekstrim mengalami rotasi seperti Gambar 52, maka jelaslah bahwa mekanisme tumpu sebagaimana yang dimaksud tentu tidak tidak dapat bekerja dengan baik.

Kondisi seperti di atas tidak akan terjadi jika baut yang dipasang lebih dari satu, karena akan menghasilkan momen kopel yang melawan momen akibat eksentrisitas. Bagaimanapun karena semua sampel uji yang digunakan pada penelitian ini adalah memakai baut tunggal, maka penurunan kekuatan akibat mekanisme tumpu yang terganggu oleh rotasi tidak dapat dihindarkan. Padahal dalam praktek, suatu disain sambungan baut minimal perlu dipasang dua buah, sehingga permasalahan kondisi keruntuhan seperti yang ditemui pada uji empiris ini tidak terjadi.

Perilaku pelat dan baut yang berotasi pada sambungan dengan baut tunggal ternyata tidak terlihat pada uji empiris dengan washer khusus yang dipertebal, padahal pelat dan baut mutu tinggi yang digunakan adalah sama persis. Karena yang membedakan dengan sampel uji sebelumnya adalah keberadaan washer khusus, dengan diameter luar dan ketebalan yang relatif lebih besar, maka fenomena tidak terjadinya rotasi pada sistem sambungan tersebut diyakini berasal dari washer tersebut. Jadi washer dengan diameter luar lebih besar menghasilkan mekanisme tumpu lebih baik.

Gambar 53. Sampel Uji Empiris dengan Washer Tebal tanpa Rotasi Pelat dan Baut

Jadi karena washer Wmod4 mempunyai diameter luar yang lebih kecil dari diameter luar washer Wstd, maka jelas washer dengan dimensi yang lebih besar mempunyai kinerja akhir yang lebih baik, sebagaimana terlihat pada Gambar 53.

7. MEKANISME PENGALIHAN GAYA Hasil uji memperlihatkan bahwa perilaku keruntuhan sistem sambungan baru cukup unik, berbeda dengan sistem konvensional, karena yang terjadi adalah keruntuhan tarik, pelatnya sobek. Umumnya untuk sistem sambungan yang sejenis, mekanisme keruntuhan yang diamati adalah slip-kritis (friksi) dan tumpu (tekan di pelat). Selanjutnya komponen sambungan dibongkar-lepas untuk memperlihatkan daerah kritis, bagian pelat yang rusak akibat ada konsentrasi tegangan selama transfer gaya-gaya bekerja.

Gambar 54. Daerah Kritis Pelat Sistem Sambungan Baru

Page 51: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 39

Dari deformasi pelat yang rusak tidak ditemukan indikasi adanya tekuk, yang merupakan ciri-ciri mekanisme tumpu. Pelat ternyata mengalami sobek, yang menunjukkan adanya tegangan tarik dan bukan tekan seperti yang terjadi pada mekanisme tumpu konvensional.

Jika demikian maka objek yang diteliti dapat disebut sebagai ‘sistem sambungan baru’, tidak hanya karena (1) tampilan fisik berbeda, yaitu memakai washer laki-bini, atau (2) proses pemasangannya khusus, yaitu perlunya washer laki-bini ditekan sampai terbentuk alur, tetapi juga (3) tipe kerusakan, bukan akibat tegangan tekan, tetapi akibat adanya tegangan tarik. Selain itu, lokasi kritisnya juga berubah, yaitu tidak pada tepi lubang baut tetapi di bagian pelat yang beralur (Gambar 54). Karena yang terjadi adalah tegangan tarik, maka alat sambung dapat memobilisasi kekuatan baja secara efisien karena tidak ada bahaya tekuk, sehingga keruntuhan yang terjadi lebih daktail dibanding sistem sambungan dengan mekanisme tumpu konvensional.

Untuk melihat perbedaan sistem sambungan konvensional dan sistem sambungan baru, maka kondisi deformasi akhir pelat masing-masing setelah pengujian tarik sampai runtuh akan dibandingkan, seperti terlihat pada Gambar 55. Semua pelat ditempatkan dengan bagian atas pada arah gaya, bagian pelat yang ditarik (grip) tidak ditampilkan.

a). Washer Biasa (Sistem Konvensional)

b). Washer Laki-bini (Sistem Baru)

Gambar 55. Deformasi Akhir akibat Uji Tarik Sambungan

Pada washer biasa, kerusakan yang menjadi indikasi adanya konsentrasi tegangan (lokasi kritis) terletak pada tepi lubang bagian bawah, sisi jauh arah gaya bekerja. Tepi lubang pelat mengalami tekanan dari baut selama transfer gaya sambungan, ada fenomena tekuk berupa tekukan-tekukan pelat di bawahnya, itulah yang disebut sebagai kerusakan tumpu (Rogers dan Hancock 1997).

Pada washer laki-bini, kerusakan dan lokasinya berbeda, tidak pada tepi lubang, tetapi pada bagian lingkaran alur bagian atas, sisi dekat dari arah gaya. Tidak ada tekukan pada pelat yang menjadi ciri elemen tertekan, tetapi pelat berlubang atau sobek, ciri adanya elemen mengalami tegangan tarik.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa washer laki-bini pada sistem sambungan baru dapat ‘menjepit’ pelat pada bagian dalam lingkaran alur, sehingga keberadaan lubang baut pada pelat dapat diabaikan. Lubang baut pada sistem sambungan baru tidak mengakibatkan perlemahan, sehingga tidak terjadi keruntuhan akibat luas netto penampang seperti pada sistem sambungan konvensional. Bagian pelat yang mengalami pengaruh akibat terjadinya transfer gaya-gaya sambungan adalah bagian pelat yang berada di luar lingkaran alur washer laki-bini.

Page 52: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

40 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Kemampuan ‘menjepit’ pelat terjadi jika (1) profil alur washer cukup presisi dan menghasilkan bidang kontak permukaan pelat, (2) adanya pretensioning yang cukup untuk menekan aktif washer laki dan washer bini terhadap pelat-pelat sambungan. Mekanisme jepit dan timbulnya sobek pada pelat, diperkirakan sebagai berikut.

aksiFaksiR

effek poison

bagian kritis (sobek)

efek jepit akibat pretensioning

pretensioning

pretensioning

efek jepit akibat pretensioning

a) b)

washer laki

washer bini

pelat

pelat

Gambar 56. Mekanisme Washer Laki-bini dalam ‘Memegang’ Pelat

Gambar 56a adalah washer-laki dan washer-bini ketika dipasangkan pada pelat-pelat sambungan sampai terbentuk alur. Pretensioning menyebabkan pada permukaan bidang kontak terjadi tahanan friksi yang menghasilkan efek jepit yang ‘memegang’ ke dua pelat sambungan. Pada saat itu belum ada gaya tarik yang bekerja.

Saat ada gaya tarik Faksi bekerja pada pelat, fenomena berubah seperti Gambar 56b. Efek poisson menghasilkan deformasi pelat pada arah tegak lurus gaya, pelat pengalami pengecilan penampang akibat gaya tarik sehingga efek jepit berkurang, bahkan hilang. Adanya sudut pada alur washer bini menyebabkan pelat tertahan, timbul mekanisme tumpu yang bekerja seperti pengait. Terjadi keseimbangan gaya-gaya Faksi = Raksi , yang menyebabkan tegangan tarik pada pelat tidak diteruskan ke bagian pelat di sebelah dalam lingkaran alur, atau dengan kata lain bagian tersebut tidak mengalami tegangan tarik. Akibatnya pelat di dalam alur tidak mengalami efek poisson sehingga efek jepit pada pelat-pelat sambungan masih ada. Jadi efek jepit pelat, ditambah sudut alur menghasilkan efek pengait pelat yang merupakan mekanisme kunci kekuatan sistem sambungan baru.

dalur aksi

Pelat sambungandaerah kritistransfer gaya-gaya

efek jepit akibat washer laki-bini

tegangan tarik pada pelat akibat gaya luar

reaksi

Gambar 57. Tegangan Kritis Pelat Saat Transfer Gaya-gaya

Perimeter alur berfungsi sebagai tahanan penjepit kedua pelat saat uji. Jika tegangan tarik yang terjadi lebih besar dari tegangan ultimate, fu maka pelat mengalami fraktur (sobek). Mula-mula tentu mengikuti perimeter alur yang merupakan daerah

Page 53: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 41

kritis tempat terjadinya konsentrasi tegangan, selanjutnya lubang yang terbentuk semakin besar menimbulkan pelemahan pelat sehingga efek luas penampang netto menjadi dominan, sehingga konsentrasi tegangan berpindah pada luas penampang terkecil. Itulah sebabnya arah sobekan menjadi tegak lurus arah gaya.

reaksi reaksi

Kondisi awal Kondisi akhir

efek jepit dari washer laki-bini

a). Tahapan Sobek pada Pelat

b). Sobek Pelat (Empiris)

Gambar 58. Mekanisme Terjadinya Keruntuhan Pelat (Sobek)

Dari fenomena di atas dapat diketahui bahwa mekanisme kunci sistem sambungan baru terdiri dari berbagai mekanisme yang saling kait-mengkait. Adanya kerusakan pada pelat (sobek) menunjukkan bahwa pelat adalah komponen sambungan yang paling lemah dan menentukan. Karena material pelatnya sendiri bersifat daktail, maka perilaku keruntuhan sistem sambungan yang terekam juga bersifat daktail.

aksiF

friksi

tumpu

tarik

gesertarikwasher-bini

Gambar 59. Mekanisme Keruntuhan

Gambar di atas memperlihatkan berbagai mekanisme gaya yang terjadi pada daerah kritis sistem sambungan baru dengan washer laki-bini, yaitu.

1. Mekanisme friksi, akibat pretensioning baut mutu tinggi ke washer laki-bini pada luasan pelat berbentuk cincin yang dibatasi oleh tepi lubang baut sampai tepi perimeter alur yang terbentuk oleh washer laki-bini (lihat Gambar 57).

2. Mekanisme tarik terjadi pada pelat dan washer bini, tetapi karena penampang pelat lebih tipis maka mekanisme tarik pada pelat lebih menentukan.

3. Mekanisme tumpu, pada sudut washer bini yang menghasilkan efek pengait.

4. Mekanisme geser, terjadi pada bagian washer bini, yaitu mengalihkan gaya-gaya akibat adanya efek pengait pada sisi dekat arah gaya, ke sisi sebaliknya.

Mekanisme tumpu, geser dan tarik terjadi pada washer-bini, yang karena berada di luar batasan penelitian maka dibuat lebih kuat dari pelat sambungan. Bilamana washer bini (juga washer laki) akan dibuat dengan spesifikasi berbeda, misalnya untuk optimasi, maka tentu saja faktor-faktor tersebut perlu mendapat perhatian.

Page 54: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

42 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Selanjutnya disusun bagan alir mekanisme pengalihan gaya-gaya yang terjadi pada sistem sambungan baru secara keseluruhan dari sistem sambungan pelat tipis (cold-rolled) baut mutu tinggi dengan washer laki-bini. Pemahaman tentang mekanisme ini sangat berguna untuk menjelaskan peranan pretensioning baut mutu tinggi terhadap kinerja sistem, yaitu untuk menjepit pelat sambungan sehingga ‘daerah kritis’ kedua pelat ada di tepian alur (lihat Gambar 57), lubang baut pada pelat benar-benar dapat diisolasi dengan baik. Sedangkan jika pretensioning yang ada tidak mencukupi maka lubang pada pelat mempengaruhi dan memperlemah kinerja sistem sambungan (kekuatan sambungan menjadi berkurang).

aksiF

reaksiF1R

1F2R2F

2T 1T

pretensioning

pretensioning

washerlaki

washerbini

dalur

pelat-B

pelat-A

daerah kritispelat-A

daerah kritis pelat-B

pretensioning

pretensioning

Gambar 60. Mekanisme Pengalihan Gaya-gaya pada Pelat – Tampak Potongan

Mekanisme pengalihan gaya yang terjadi pada pelat washer pelat dapat diterangkan mengandalkan prinsip keseimbangan, bahwa ∑ gaya aksi = ∑ gaya reaksi. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

• Mula-mula gaya aksi Faksi (horizontal, di sebelah kanan) bekerja menarik pelat A. Agar stabil maka Faksi (→ ) ditahan oleh komponen horizontal R1 (←). Tahanan timbul akibat adanya efek pengait pada bagian sudut washer bini yang menonjol.

• Komponen horizontal reaksi R1 (←) diteruskan menjadi komponen horizontal aksi F1 (→) pada washer bini. Itu terjadi karena adanya kontak tumpu antara pelat-A dan pelat-B di daerah kritis pelat-A yang menekan sudut alur washer bini.

• Agar washer laki-bini pada kondisi seimbang, maka perlu gaya reaksi lain yaitu komponen horizontal F2 (←), pada sisi yang berseberangan dari washer laki-bini. Pada bagian ini akan terjadi mekanisme geser dan tarik (T1=T2) pada washer-bini

• Selanjutnya akibat adanya kontak tumpu antara washer-bini dan pelat-B (seperti kontak tumpu sebelumnya) maka komponen horizontal F2 (←) menjadi aksi R2 (→) di pelat-B dan menerus ke ujung pelat (Freaksi). Kondisi seimbang.

Page 55: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 43

• Komponen gaya non-horizontal yang ada akan di antisipasi oleh pretensioning yang dihasilkan oleh baut mutu tinggi. Jadi semakin besar gaya pretensioning maka hasilnya akan semakin baik (sistem semakin stabil untuk berkinerja). Jika pretensioning tidak bekerja, maka takikan pada alur ketika ditarik akan hilang. Jika itu hilang maka jelas mekanisme tumpu baru yang diharapkan juga tidak akan bekerja, bahkan akan kembali lagi ke makanisme tumpu konvensional.

Dengan mekanisme seperti itu, maka kondisi pelat-A = pelat-B, dimana selanjutnya pada bidang pelat dapat ditampilkan gaya dan tegangan yang bekerja dan daerah kritisnya.

dalur

grip bantu

gaya

aksiF

1R

grip bantuPelat-A

grip bantu

gaya

reaksiF

grip bantu Pelat-B

R

1F2F 2T

washer bini

dalur

1T

lubang bautkonta

ktu

mpu

konta

ktu

mpu

=

daerah kritistegangan tarik

gayainternal

gayainternal

daerah kritistegangan tarik

2

Gambar 61. Mekanisme Pengalihan Gaya-gaya pada Pelat – Tampak Bidang

Dari gambaran di atas, diketahui bahwa washer-laki tidak mengambil peran signifikan dalam penyaluran gaya-gaya pada sambungan, kecuali hanya pada bagian dalam alur yang bertugas menjepit pelat. Jika proses pembuatan alur tidak mempergunakan washer laki-bini yang sama, maka tentunya washer laki untuk kinerja tarik dapat diperkecil.

Page 56: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

44 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

8. KRITERIA KERUNTUHAN dan FORMULASI Kekuatan sistem sambungan baru ditentukan oleh komponen paling lemah, dalam hal ini adalah pelat, karena komponen washer-laki-bini sengaja dibuat lebih kuat. Gambar 54 memperlihatkan pasangan pelat-pelat sambungan setelah uji tarik sampai rusak, ternyata dari setiap pasang pelat hanya satu sisi saja yang rusak (sobek). Padahal jika mengacu pada mekanisme pengalihan gaya-gaya (Gambar 61) yang identik pada ke dua pelat maka seharusnya kondisi kerusakannya juga sama. Itu dapat terjadi karena pelat-pelat dipasang saling over-lapping (sejajar) dan dijepit oleh washer-laki dan washer-bini. Dari kedua macam washer tersebut, hanya washer-bini yang meneruskan gaya-gaya (lihat Gambar 60). Jadi mekanisme pengalihan ditinjau dari dua sisi pelat tidak bisa sama.

Untuk memahaminya, ditinjau potongan penampang sambungan pada Gambar 62, Pelat-A pada sisi washer-bini dan Pelat-B pada sisi washer-laki. Adanya keseimbangan gaya maka ftarik aksi (Pelat-A) = ftarik reaksi (Pelat-B), sehingga mekanisme tumpu yang ada pada titik B dan titik C juga sama. Tentu saja asumsinya bahwa sudut washer bini yang menyebabkan efek tumpu tersebut adalah cukup presisi, sama pada semua bagian.

washer-bini

63°

63°

100%

100%90%

C D

(+)

(+)(-)

63°

63°

BAwasher-laki

100%

100% 90%

b). Kesetimbangan Gaya pada Titik B dan C

(+)

(+) (-)

CL

a). Potongan Penampang pada Tengah Pelat

R2.5

R1.0

bidang tumpu

tahanan friksi

tumpuf

tarik(reaksi)

f

tarik(aksi)

f

tumpuf

efek Poisson

bidang tumpu

tahanan friksi

B C

tumpuf tumpuf

tarik(reaksi)

f tarik(aksi)

f

Pelat-APelat-BPelat-BPelat-A

(Pelat-A)

(Pelat-B)

bagian di dalam perimeter alur

Gambar 62. Tinjauan Gaya pada Daerah Kritis Penampang Pelat

Kondisi di atas terjadi jika ftarik , gaya tarik pelat cukup besar yang mengakibatkan penampang mengecil (efek poisson) sehingga gaya jepit dari pretensioning washer laki-bini berkurang. Efek tumpu pada titik B dan titik C disebabkan oleh kondisi pelat yang tertekuk, sehingga bekerja sebagai pengait ketika ada ftarik. Efek tumpu menyebabkan keseimbangan gaya, sehingga efek poisson tidak menjalar ke bagian pelat di bagian dalam perimeter alur. Akibatnya efek pretensioning baut mutu tinggi masih berpengaruh untuk menghasilkan tahanan friksi pelat di bagian dalam alur.

Akibatnya, pada potongan penampang pelat di titik B dan C mengalami kondisi tegangan biaksial, sedangkan pada titik A dan D tetap pada kondisi tegangan uni-aksial ftarik. Dalam hal ini tegangan arah tegak lurus bidang yang ditinjau diabaikan terlebih dahulu.

Page 57: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 45

(b) Uni-aksial

σtarik

(a) Bi-aksial

σtarik σtarik σtarik

σtumpu

σtumpu

B/C A/D

Gambar 63. Kondisi Tegangan di Titik B/C dan A/D

Kriteria keruntuhan material metal ada dua, yaitu fraktur dan leleh. Metal pada pelat bersifat daktail sehingga keruntuhannya dianggap leleh, dimana nilai tegangannya, σ dibanding tegangan lelehnya, σy. Pada kondisi tegangan kombinasi, tegangan leleh, σy yang dimaksud ternyata tidak sama dengan tegangan leleh hasil pengujian tarik uniaksial, σo. Pengamatan empiris menunjukkan bahwa kondisi tegangan biaksial di titik A (Gambar 63a) mempunyai tegangan leleh, σy yang nilainya hanya separo dari nilai yang dihasilkan dari uji tarik uniaksial, σo (lihat Gambar 64b).

Gambar 64. Kuat Leleh Metal Daktail Berbagai Kondisi Tegangan

(a) Tarik Uniaksial; (b) Tarik dengan Tekan Transversal; (c) Tarik Biaksial; dan (d) Tekan Hidrostatis

(Dowling 1993)

Adanya tegangan transversal tekan akibat efek tumpu (Gambar 63) menyebabkan kekuatan pelat berkurang (mudah rusak / sobek) sebagaimana terlihat dari hasil percobaan laboratorium pada Gambar 64b. Tetapi jika terjadi sebaliknya (transversal tarik), ternyata kuat runtuhnya tetap (Gambar 64c). Besarnya tegangan tumpu ditentukan oleh ketajaman sudut tumpu, semakin tajam, maka bidang tumpu semakin kecil tetapi tegangan tumpu yang terjadi meningkat sehingga pelat mudah sobek, karena tegangan lelehnya semakin rendah (σy < σo). Pelat-A yang langsung bertumpu pada washer-bini mempunyai bidang tumpu di titik C yang lebih kecil di

Page 58: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

46 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

banding bidang tumpu di titik B, sehingga σtumpu titik-C (pelat-A) >> σtumpu titik-B (pelat-B). Akibatnya kerusakan pada pelat yang langsung bertumpu pada washer-bini, mempunyai resiko yang lebih besar dibanding pelat pada sisi lainya yang menempel pada washer-laki.

Tinjauan bidang pelat diperlukan untuk menunjukkan distribusi tegangan plastis yang terjadi pada daerah kritis, dimulai dari perimeter alur paling dekat dengan arah gaya yaitu ujung paling kanan perimeter alur, kemudian menjalar sampai tercapai kondisi regangan yang menghasilkan fraktur (kerusakan). Untuk memperlihatkan proses distribusi tegangan dari elastis ke plastis diperlihatkan pada Gambar 65, untuk mempermudah pemahaman maka distribusi tegangan dianggap berupa garis lurus yang terletak tegak lurus arah gaya, pada kenyataannya mula-mula mengikuti bentuk perimeter lingkaran, lalu berubah sesuai jejak lubang yang ditinggalkannya (lihat Gambar 58).

dalur gaya dalur gayac .t

a). Kondisi Elastis b). Kondisi Plastis

aktual rerata

Gambar 65. Distribusi Tegangan Daerah Kritis

Fakta empiris, sobek setempat pada pelat menunjukkan bahwa ketika distribusi tegangan plastis belum lengkap terbentuk di sepanjang penampang, tetapi karena ε > εputus maka pelat mengalami sobek terlebih dahulu (lihat Gambar 58b). Selanjutnya panjang kritis tegangan plastis yang menghasilkan kuat nominal disederhanakan sebagai alurt dC ⋅ . Agar konstanta kuat tarik, Ct valid maka dikalibrasi dengan hasil percobaan laboratorium. Pada proses kalibrasi, karena data percobaan relatif terbatas maka nilainya mengandung keterbatasan (lihat penjelasan pada notasi rumus). Formula khusus memprediksi kuat tarik nominal sistem sambungan baru mengambil platform dasar yang mirip AISI, yaitu

tFdCP ualurtn ⋅⋅⋅= ................................................................................................ (1) dimana

nP kuat tarik nominal (N) dengan keruntuhan pada pelat sambungan

tC konstanta kuat tarik yang ditentukan dari rerata hasil penelitian empiris

uF kuat tarik ultimate lembaran baja cold-rolled , (324+271)/2= 297.5 MPa

alurd diameter alur, 43 mm (definisi detail lihat Gambar 66) t tebal lembaran baja cold-rolled, 1.5 mm

Page 59: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 47

Pemakaian Rumus 1 tergantung dari bentuk washer laki-bini yang digunakan, dan juga besarnya pretensioning baut mutu tinggi pada saat dipasangkan pada sistem sambungan (dengan asumsi bahwa pada pelat telah berhasil dibentuk alur). Hasil penelitian empiris dan numerik telah menunjukkan bahwa bentuk dan dimensi washer laki-bini menentukan kesuksesan mulai dari pembentukan alur yang tidak merusak pelat, sekaligus kekuatan tarik sambungan. Oleh karena itu perlu ditetapkan parameter-parameter washer laki-bini yang memenuhi persyaratan sehingga sesuai digunakan dengan rumus tersebut, sebagai berikut:

d

d

d

12

alur

baut

washer laki-bini

talur

dbaut

talur

dlubang pelat

L aa

t

washer laki

washerbini

pelat

ttt alur *2*1 3

231 ≤≤

aluraa tL *4>

bautalur *15.2 dd ≈

bautpelat lubang *2.1 dd >

pelat lubangbini-lakiwasher *2.5 dd ≅

Gambar 66. Parameter Geometri pada Washer yang Mendukung Formulasi

Meskipun tidak secara emplisit dipengaruhi tebal, tetapi diyakini ketebalan pelat menentukan validitas rumus, ketebalan pelat menentukan bentuk profil washer yang digunakan. Karena belum ada tinjauan terhadap berbagai ketebalan pelat, maka rumus hanya valid untuk ketebalan yang mendekati penelitian, yaitu 1.5 mm.

Faktor Ct merupakan penyederhanaan untuk mengetahui distribusi tegangan plastis yang menyebabkan terjadi keruntuhan pada pelat, untuk selanjutnya faktor Ct disebut sebagai konstanta kuat tarik sambungan. Untuk menetapkan parameter Ct perlu diambil terlebih dahulu suatu nilai nominal rerata yang mewakili kekuatan sistem sambungan baru, yaitu washer Wstd dan Wmod1 dengan dalur 43 mm. Dianggap nilai konstan Pn = 46000 N dapat mewakili, sebagaimana terlihat jika dibandingkan secara visual dengan hasil uji empiris pada Gambar 67.

Tabel 9. Nilai Acuan Hasil Uji Empiris

Notasi P ultimate Δ ultimate Keterangan UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

46,975 N 48,220 N

30.22 mm 46.02 mm talur = 2 mm ≈ 1.33 t

UPH-Wmod1-A UPH-Wmod1-B

46,980 N 48,100 N

19.90 mm 36.22 mm talur = 4 mm ≈ 2.67 t

Page 60: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

48 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

0 10 20 30 40 50 60perpindahan (mm)

gaya

(N)

UPH-Wstd-BUPH-Wstd-CUPH-Wmod1-AUPH-Wmod1-BPn = 46,000 N

Gambar 67. Gaya Tarik Nominal Rerata Hasil Uji Empiris

Dengan demikian Ct dapat dicari, yaitu 4.25.1*43*5.297

46000==

⋅⋅=

tdFP

Caluru

nt

Melalui cara yang sederhana di atas, maka dapat ditetapkan besarnya konstanta untuk memprediksi kekuatan tarik sambungan sistem baru, yang selanjutnya disebut sebagai konstanta kuat tarik sambungan, yaitu Ct = 2.4.

Kalibrasi didasarkan dari hasil uji washer laki-bini Wstd dan Wmod1 yang kedalaman alurnya 2 mm (1.33 t) dan alur 4 mm (2.67 t) sehingga rumus di atas akan valid digunakan pada washer dengan kedalaman alur seperti itu.

9. PENELITIAN NUMERIK TERKALIBRASI (PASCA-EMPIRIS) Hasil dari pengujian empiris menunjukkan bahwa hipotesis yang ada telah terbukti benar. Meskipun demikian, keluaran hasil empiris masih terbatas. Untuk itu simulasi numerik terkalibrasi diharapkan dapat mengisi kekurangan yang dimaksud. Kalibrasi dalam hal ini adalah upaya mengaitkan hasil simulasi numerik dengan hasil empiris, sehingga hasilnya dapat mewakili atau bahkan menggantikan kondisi real benda uji.

Hal-hal yang menyebabkan perbedaan antara hasil uji empiris dan hasil uji simulasi numerik adalah adanya penyederhanaan maupun keterbatasan dalam menyelesaikan kondisi non-linier yang ada. Simulasi numerik hanya memperhitungkan keruntuhan leleh saja, karena dianggap akan terjadi lebih dahulu dibanding keruntuhan fraktur. Oleh karena itu, jika pada pasca keruntuhannya terjadi perbedaan, dianggap wajar.

Kalibrasi pertama adalah dengan menyamakan data bahan material dan geometri. Untuk itu dilakukan simulasi uji tarik material pelat yang hanya melibatkan kondisi non-linier material dan non-linier geometri. Hasilnya akan dibandingkan dengan hasil uji empiris pelat baja tipis t =1.5 mm dengan kode sampel UPH-SC2 yang disusun mengacu pada ASTM A370 – 03a .

Page 61: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 49

9.1 Simulasi Numerik Uji Tarik Material (Sampel UPH-SC2)

a). ¼ model

b) Distribusi Tegangan pada Kondisi Akhir

c) UPH-SC2

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

0 5 10 15 20 25 30

perpindahan (mm)

gaya

(N)

UPH-SC2 (real)

Data-2 (numerik)

Gambar 68. Simulasi Numerik Uji Tarik Cold-rolled

Tabel 10. Validitas Material Property “Data-2”

Materi Pu (N) % δu (mm) % Note UPH-SC2 6070 100.00% 15.20 100% Uji Laboratorium Data-2 6073 100.05% 12.77 84% Simulasi Komputer

Page 62: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

50 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

9.2 Simulasi Numerik Sistem Sambungan Baru

9.2.1 Bentuk Real dan Model Numerik

Gambar 69 menunjukkan sambungan uji dan modelnya, bentuknya tipikal, berbeda hanya pada tipe washer laki-bini yang dipakai. Tidak semua tipe sambungan pada uji empiris dilakukan simulasi, tetapi dipilih yang dianggap dapat mendukung saja.

20

50

120

60

100

100

baut 3/4" A325

baut 5/8" A325 (typ)

R10

20

100grip

bantu

40 40

50 baut 5/8" A325

80 80

a). Real b). Half model

washer laki-bini

data logger(komputer)

CD

P-25

30

190

30

75

95

20

60 60

gripbantu

displacementtranduscer

sambungan uji

half-model rigidwasher laki-bini

half-modelrigid

half-modeldeformed(Part-1)

200

60

60

50

RP

displacementcontrol

fixedsupport

sim

etri

half-modeldeformed(Part-2)

sim

etri

Gambar 69. Konfigurasi Sistem Sambungan Baru yang Diteliti

Model numerik pada Gambar 69b dibuat mengacu pada strategi pemodelan numerik sebelumnya yang telah sukses. Model diubah dengan konsep parametris, mengubah variabel-variabel untuk disesuaikan dengan objek real sambungan (Gambar 69a).

Karena parameter yang berbeda dari sistem sambungan uji hanyalah pada parameter washer laki-bini, maka bentuk model di atas dipakai berulang sesuai washer yang dipilih.

Page 63: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 51

9.2.2 Tahapan (STEP) Simulasi Numerik

Pelaksanaan simulasi numerik mirip pengujian empiris, yaitu bertahap, itu akibat adanya ‘problem kontak’ yang dianalisis. ABAQUS meminta bahwa setiap terjadi ‘kontak’, meskipun tidak dibebani harus diberikan dalam tahapan mandiri, terpisah dari tahap pembebanan yang lain.

a. Komponen PART terpisah

b. PART setelah ASSEMBLY

Gambar 70. Model Numerik hasil Assembly Part-part

Pada proses ASSEMBLY, komponen-komponen (PART) dirakit menjadi model sambungan utuh. Pada kondisi ini geometri fisik komponen-komponen terlihat telah menyatu (Gambar 70b), tetapi tidak berarti bahwa komponen-komponen Part di atas saling berinteraksi secara numerik. Setiap permukaan PART yang mengalami kontak, perlu didefinisikan khusus melalui STEP tersendiri.

Adapun tahapan STEP pada simulasi numerik penelitian ini adalah :

1. Step Initial : kondisi awal, tahapan awal pertama kali.

2. Step 1 – Interaksi Kontak antar pelat pelat sambungan.

3. Step 2 – Interaksi Kontak antara washer-laki pelat-pelat washer-bini. Setelah proses berhasil, maka komponen-komponen pada sistem sambungan dapat dianggap telah menyatu, sehingga simulasi dapat dilanjutkan.

4. Step 3 – Pembuatan alur pelat sambungan, sekaligus pretensioning.

5. Step 4 – Uji tarik sistem sambungan baru, via kontrol perpindahan pada rigid body reference (RP) dari model GRIP kanan.

Selanjutnya pelaksanaan simulasi numerik dengan ABAQUS dapat dilakukan untuk mengumpulkan fakta-fakta baru yang mendukung, yang belum diperoleh dari hasil penelitian empiris sebelumnya. Tidak semua uji empiris disimulasi, dalam hal ini diambil sampel uji Wstd untuk menguji mekanisme kerja sistem sambungan, dan sampel uji Wmod3 untuk melihat mekanisme proses kegagalan saat pembuatan alur.

Page 64: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

52 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

9.2.3 Kinerja Tarik Sistem Sambungan Baru Washer Tipe Wstd talur = 2 mm, dan dalur = ± 43 mm

Proses benchmarking simulasi numerik dengan uji empiris penting. Interprestasi pertama simulasi numerik sebelumnya ternyata berbeda, jika tidak ada pembanding tidak akan ketahuan, yaitu bahwa Step-3 (proses pretensioning washer laki-bini) mempengaruhi Step-4, yaitu kinerja sambungan terhadap kekuatan tariknya.

Bahwa ternyata penekanan washer laki-bini berfungsi untuk :

• Menghasilkan alur, akibat washer alur-bini yang ditekankan pada pelat tipis sampai timbul alur baru. Proses penekanan empiris memakai mesin UTM.

• Mempertahankan alur dan sekaligus menahan gaya-gaya non-horizontal saat terjadinya pengalihan gaya-gaya ketika sambungan bekerja (Gambar 60).

Ada dua fungsi yang berbeda, yang kebetulan prakteknya dilaksanakan secara terpisah. Sedangkan pada simulasi numerik, ke duanya dikerjakan sekaligus, yaitu dengan memberikan kontrol perpindahan. Simulasi ke-1, Wstd-data-2 pada Step-3, kontrol perpindahan Δstep-3 = 2.00 mm sesuai kedalaman alur (Δalur = 2.00 mm). Kekuatan tarik hasil simulasi nilainya ± 75% hasil uji empiris (lihat Tabel 10).

Tabel 11. Kinerja Tarik Sambungan Washer Wstd (Empiris vs Numerik)

Notasi P ultimate Δ ultimate Note UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

46,975 N 48,220 N

1.00 x 1.03 x

30.22 mm 46.02 mm

1.000 x 1.520 x Uji Empiris

Wstd-data-2 35,016 N 0.75 x 3.53 mm 0.120 x Δstep-3 = 2.00 mm Wstd-data-2-2 41,363 N 0.88 x 0.47 mm 0.015 x Δstep-3 = 2.02 mm

Note: Δstep-3 adalah besarnya kontrol perpindahan pada analisis numerik.

Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi ketidak-cocokan di atas, mulai dengan mendefinisi ulang koefisien friksi, memodifikasi kurva true-stress-true-strain, opsi-opsi di program ABAQUS, juga tipe element solid dari C3D8R ke tipe lain, ternyata tidak membuahkan hasil. Strategi trial-and-error ternyata tidak efektif.

Setelah mempelajari ulang mekanisme kerja sistem sambungan (Gambar 60), dapat diketahui bahwa jika Δstep-3 = Δalur = 2.00 mm, itu hanya berguna untuk ‘pembuatan alur’. Itu sebanding dengan penekanan yang dikerjakan mesin UTM. Sedangkan pretensioning baut mutu tinggi (dengan turn-of-nut) belum ada. Itu dapat diatasi pada simulasi numerik dengan mendefinisikan ulang sehingga Δstep-3 > Δalur . Nilainya dicari trial-and-error menghindari “ERROR”, diperoleh Δstep-3 = 2.02 mm (Wstd-data-2-2). Jadi dengan memberi tambahan kontrol perpindahan sebesar 1% maka kinerjanya meningkat signifikan, sebesar 18% dari kuat tarik sebelumnya (lihat Tabel 10).

Untuk memperlihatkan hasil simulasi numerik tersebut maka diperlihatkan bentuk kurva P-Δ untuk dibandingkan dengan hasil uji empiris sebagai berikut.

Page 65: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 53

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

0 10 20 30 40 50 60

perpindahan (mm)

gaya

(N)

Wstd-data-2 (numerik)

Wstd-data-2-2 (numerik)

UPH-Wstd-B (empiris)

UPH-Wstd-C (empiris)

a). Kurva Lengkap

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0

perpindahan (mm)

gaya

(N)

Wstd-data-2 (numerik)

Wstd-data-2-2 (numerik)

UPH-Wstd-B (empiris)

UPH-Wstd-C (empiris)

b). Kurva Lokal (bagian depan tetapi lebih detail)

Gambar 71. Kurva P-Δ Kinerja Sambungan Washer Wstd (Empirik vs Numerik)

Kurva disajikan dalam dua format yang berbeda, Gambar 71a menunjukkan kurva P-Δ secara keseluruhan, yang memperlihatkan bahwa perilaku empiris keruntuhan sambungan adalah daktail. Hasil simulasi numerik tidak mampu melacak perilaku daktail karena gagal di tengah jalan. Saat kurva P-Δ ditinjau lebih detail, lihat Gambar 71b, terlihat kecenderungan bahwa perilaku Wstd-data-2-2 mendekati hasil empiris uji sampel UPH-Wstd-C.

Tabel 12. Kinerja Tarik Sambungan Washer Wstd pada Δ = 0.75 mm

Notasi P Note UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

30,250 N 39,030 N

0.78 x 1.00 x Uji Empiris

Wstd-data-2 33,752 N 0.86 x Δstep-3 = 2.00 mm Wstd-data-2-2 39,438 N 1.01 x Δstep-3 = 2.02 mm

Page 66: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

54 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Berdasarkan kurva P-Δ di Gambar 71b, dan didukung oleh kesamaan nilai numerik yang tercantum pada Tabel 11, maka disimpulkan bahwa simulasi numerik mampu memprediksi kondisi awal keruntuhan sambungan secara memuaskan, meskipun kondisi pasca runtuh belum berhasil. Hal itu dimungkinkan karena simulasi hanya mempertimbangkan keruntuhan akibat yielding pada bajanya, padahal pada saat bersamaan sesuai pengamat hasil empiris pelat sambungan juga mengalami fraktur.

a). Real (Uji Empiris Wstd-B)

Δmaksimum = 42.67 mm (hasil maksimum)

b). Half-Model Wstd-data-2 (Simulasi Numerik)

Δstep-3 = 2.00 mm (kontrol perpindahan) Δstep-4 =9.56 mm (hasil maksimum)

c). Half-Model Wstd-data-2-2 (Simulasi Numerik) Δstep-3 = 2.02 mm (kontrol perpindahan) Δstep-4 = 0.75 mm (hasil maksimum)

Gambar 72. Deformasi Akhir Sistem Sambungan Baru - Washer Tipe Wstd

Secara praktis, besarnya perpindahan sampai nilai ekstrim seperti hasil uji empiris tidak dapat dipakai langsung dalam perencanaan. Oleh karena itu simulasi numerik telah mencukupi untuk memprediksi terjadinya kondisi non-linier sistem sambungan yang menunjukkan bahwa kondisi batas kekuatannya sudah didekati.

Page 67: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 55

9.2.4 Pentingnya Pretensioning pada Sistem Sambungan Baru Washer Tipe Wstd talur = 2 mm, dan dalur = ± 43 mm

Perilaku simulasi numerik mirip dengan uji empiris (lihat Gambar 71b). Kecuali kurva perilaku, penggunaan simulasi numerik dapat memberi informasi lain dari sistem sambungan tersebut, misalnya output tentang tegangan dan regangan pada bagian yang ingin ditinjau, yang mana jika diakses secara empiris memerlukan alat-alat ukur yang canggih, sehingga relatif sukar atau mahal.

a). Wstd-data-2 (Δstep-3 = 2.00 mm)

b). Wstd-data-2-2 (Δstep-3 = 2.02 mm)

Gambar 73. Distribusi σ von-Mises Sistem Sambungan Baru saat Uji Tarik Gambar 73 memperlihatkan kontur tegangan von-Mises, yang akan dibandingkan antara model tanpa pretensioning (Δstep-3 = 2.00 mm) dan dengan pretensioning (Δstep-3 = 2.02 mm). Pretensioning yang cukup menghasilkan distribusi tegangan dan regangan yang terarah, yang seakan-akan membentuk cincin sesuai dengan alur yang terjadi. Jadi pretensioning seakan-akan dapat menjepit pelat sambungan, dan mencegah penjalaran tegangan ekstrim menuju tepi lubang baut.

Page 68: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

56 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

9.2.5 Perilaku Proses Penekanan Washer Laki Bini Washer Tipe Wstd talur = 2 mm, dan dalur = ± 43 mm

Besarnya gaya tekan yang diprediksi simulasi numerik dengan model rigid untuk washer laki-bini masih selaras sampai 75% kedalaman alur rencananya, selebihnya menyimpang cukup besar seperti terlihat pada Tabel 12 dan Gambar 74.

Tabel 13. Gaya Tekan Pembuatan Alur Wstd (Empiris vs Numerik)

Notasi P tekan Note UPH-Wstd-A UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C

50,120 N 52,460 N

117,460 N

1.00 x 1.05 x 2.34 x

Uji Empiris Washer standar

Wstd-data-2 Wstd-data-2-2

250,600 N 438,840 N

5.00 x 8.76 x Uji Numerik

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

450,000

0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25

kedalaman alur (mm)

gaya

pre

ss w

ashe

r (N

)

UPH-Wstd-AUPH-Wstd-BUPH-Wstd-CWstd-data-2Wstd-data-2-2

Gambar 74. Kurva P-Δ Pembentukan Alur Washer Wstd (Empiris vs Numerik)

Meskipun tidak dapat melacak sepenuhnya perilaku struktur sambungan sesuai hasil uji empiris, tetapi karena jejak-jejak yang ditinggalkan sudah mengikuti dan selaras terhadap fakta empiris maka dianggap mencukupi, karena minimal mendukung dan tidak bertentangan dengan hipotesis yang diajukan.

Tabel 14. Rangkuman ABAQUS JOB untuk Washer Tipe Wstd

Data Nama File Target Hasil Proses (*.msg) CPU TimeMat ( *.cae) Δrencana Δaktual

Catatan Incre. Iter. (detik)

Wstd-data2 20 mm (100%)

9.56 mm (47.8%)

Δstep-3 = 2.00 mm 244 1765 27723 (7.7 jam) Data-2

***Error: Too Many Increments Needed To Complete The Step Wstd-data2-2 20 mm

(100%) 0.75 mm (3.76%)

Δstep-3 = 2.02 mm 129 1014 16155 (4.49 jam) Data-2

***Error: Time Increment Required Is Less Than The Minimum Specified

Catatan : ABAQUS ver 6.5-1 dan Intel® Core™2 Duo Processor, Memori 2 Gb (Maks).

Page 69: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 57

9.2.6 Simulasi Kegagalan Pembuatan Alur Washer Tipe Wmod3 talur = 2 mm, dan dalur = ± 30 mm

Proses simulasi numerik untuk membuat alur pada pelat dengan washer tipe Wmod3 ternyata tidak segampang seperti pada simulasi tipe Wstd sebelumnya. Simulasi pada awal mulanya memakai meshing yang sama seperti pada tipe Wstd (yang telah sukses sebelumnya). Tetapi ternyata simulasi penekanan washer (step-3) mengalami kegagalan yaitu bahwa program berhenti (stop) karena tidak konvergens.

Karena kegagalan tersebut diakibatkan problem kontak non-linier yang terjadi maka simulasi dicoba diulang kembali dengan membuat meshing pelat yang lebih rapat (lihat Gambar 75b).

a). Meshing Pelat Awal b). Meshing Pelat Final

Gambar 75. Konfigurasi Meshing yang Menentukan

Dengan meshing yang lebih rapat, proses simulasi penekanan washer (step-3) dapat berjalan dengan lebih baik. Meskipun demikian proses yang dikerjakan komputer sangat lama sebagaimana dirangkum pada Tabel di bawah ini.

Tabel 15. Rangkuman ABAQUS JOB untuk Washer Tipe Wmod3

Data Nama File Data Jumlah (*.dat) Proses (*.msg) CPU Time Material ( *.cae) Nodal Element Variable Increment Iteration (detik)

Data-2 Wmod3-data2 76451 53597 194280 116 864 1.21163E+05 (33.66 jam)

Catatan : ABAQUS ver 6.5-1 dan Intel® Core™2 Duo Processor, Memori 2 Gb (Maks).

Prosesnya memakan waktu yang relatif lama, meskipun dalam hal ini telah digunakan teknologi komputer yang cukup up-to-dated. Walaupun demikian tetap tidak ada jaminan bahwa simulasi akan berjalan lancar. Simulasi memerlukan proses iterasi dan dilakukan secara trial-and-error untuk dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Simulasi numerik berhenti setelah ± 33 jam komputer memproses data, dan menampilkan pesan berikut.

Error in job Wmod3: Too many increments needed to complete the step

Simulasi berhenti pada Step-3 dan hanya mampu menyelesaikan sekitar ± 90% (1.83 mm) dari kedalaman alur yang ditetapkan untuk washer tipe Wmod3, yaitu 2 mm.

Page 70: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

58 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Kondisi yang terjadi pada simulasi numerik ini ternyata sama dengan fakta empiris yang diperoleh dari hasil pengujian laboratorium. Untuk itu akan diperlihatkan perbandingan perilaku P-Δ antara hasil pengujian empiris (sampel UPH-Wmod3) dengan hasil simulasi numerik dengan data bahan material Data-2 (hasil uji sampel UPH-SC2).

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0

alur (mm)

gaya

teka

n (N

)

UPH-Wmod3-A (empiris)UPH-Wmod3-B (empiris)

Wmod3-Data2 (numerik)

Gambar 76. Simulasi Numerik dan Uji Empiris Penekanan Washer Wmod3

Perlu diketahui bahwa washer Wmod3 yang digunakan dalam pengujian empiris hanya satu, sehingga setelah dipakai pertama kali pada pengujian Wmod3-A maka terpaksa washer dipakai ulang pada pengujian Wmod3-B. Karena pernah dipakai tersebut, dimana pada proses tersebut terlihat pada kondisi akhir ada proses penekanan yang tidak mulus maka dimungkinkan kondisinya berubah, sehingga ketika dipakai ulang pada pengujian Wmod3-B akan memberi perilaku penekanan yang berbeda dari yang pertama. Dengan demikian karena proses simulasi numerik tidak mempunyai permasalahan dengan proses pengulangan maka ada baiknya simulasi tersebut hanya dibandingkan pada hasil proses pengujian empiris yang pertama kali yaitu Wmod3-A saja. Jika ditinjau kondisi akhir.

Tabel 16. Perbandingan Kondisi Maksimum

Materi P maks δ maks UPH-Wmod3-A (empiris) 32000 N (100%) 1.84 mm (100%) Wmod3-Data2 (numerik) 28002 N (87.5%) 1.83 mm (99%)

Simulasi numerik memberi kondisi yang under-estimate karena berada dibawah hasil yang real. Meskipun demikian secara umum dapat dikatakan bahwa simulasi numerik dengan komputer mampu memprediksi perilaku washer pada saat pembentukan alur, yang mana tahapan tersebut relatif cukup sulit diprediksi karena berperilaku non-linier.

Page 71: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 59

9.3 Lebar Pelat dan Kinerja Sambungan

Formula untuk memprediksi kinerja sambungan baru disusun mengacu hasil uji empiris berbagai macam bentuk dan ukuran washer laki-bini. Kesemuanya memakai ukuran pelat baja yang sama, padahal lebar merupakan salah satu parameter kunci yang menentukan. Formula tidak memasukkan pengaruh lebar pelat dengan alasan yang rusak adalah pelat pada bagian alat sambung dan bukan pada pelat penampang penuh. Hal itu juga didukung oleh fakta empiris pengujian, yaitu pelat mengalami sobek pada bagian yang tertutup alat sambung (washer laki-bini), yaitu bagian alur yang terbentuk.

Meskipun demikian perlu diketahui juga, berapa besar pengaruh lebar pelat terhadap kinerja alat sambung baru tersebut, atau tepatnya seberapa besar pengaruh alat sambung washer laki-bini dalam mendaya-gunakan pelat baja yang disatukannya tersebut. Hal ini berguna untuk menentukan detail penempatan washer laki-bini pada suatu sambungan.

Pada kesempatan ini, simulasi numerik terkalibrasi akan dipakai untuk menyelidiki pengaruh parameter lebar pelat uji terhadap kinerja sambungan. Adapun lebar pelat yang diuji simulasi adalah 60 , 90, 120 dan 180 mm.

90

washer laki-bini

60

washer laki-bini

120

washer laki-bini

180

washer laki-bini

30 45 60 90

447

300

75

75

150

a) b) c) d) Gambar 77. Parameter Lebar pada Simulasi Numerik

Dari gambar di atas dapat dipahami bahwa ukuran lebar pelat baja cold-rolled yang dipilih dipengaruhi oleh ukuran luar atau diameter washer laki-bini (D = 60 mm), yaitu 1D, 1.5D, 2D dan 3D. Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar lebar pelat sambungan yang mendapat pengaruh langsung dari washer laki-bini tersebut.

Page 72: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

60 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Model untuk simulasi numerik cukup separo, sesuai sumbu simetrinya. Pemodelan dan tahapan analisis dikerjakan sama seperti sebelumnya hanya dirubah parameter lebar saja. Studi parametrik seperti ini adalah salah satu keunggulan simulasi numerik, karena mudah dikerjakan, cepat dan murah. Adapun tampilan 3D model.

Gambar 78. Model 3D Simulasi Numerik

Proses simulasi numerik dirangkumkan dalam bentuk tabulasi sebagai berikut

Tabel 5.1 Rangkuman ABAQUS JOB untuk Simulasi Numeri Lebar Pelat

Data Nama File Data Jumlah (*.dat) Proses (*.msg) CPU Time Material ( *.cae) Nodal Element Variable Increment Iteration (detik)

b-60 31404 26338 86517 164 1226 9065 (2.5 jam)b-90 34306 28090 93459 135 1111 11704 (3.3 jam)b-120 39872 31348 106395 129 1014 16611 (4.6 jam)

Data-2

b-180 47092 35638 123465 128 1022 24389 (6.8 jam) Hanya file b-60.cae, yaitu simulasi pelat lebar 60 mm, yang sukses menyelesaikan pembebanan yang direncanakan, yaitu displacement control Δ = 15 mm. Model-model untuk lebar 90 mm, 120 mm dan 180 mm tidak berhasil menyelesaikannya. Hasil simulasi disajikan dalam bentuk kurva P-Δ masing-masing sebagai berikut.

Page 73: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 61

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

0 2 4 6 8 10 12 14

perpindahan (mm)

kuat

tarik

(N)

b = 60 mmb = 90 mmb = 120 mmb = 180 mm

Gambar 79. Simulasi Numerik Uji Parameter Lebar Pelat Sambungan

Jika kuat tarik maksimum hasil simulasi numerik dianggap kuat nominal sambungan (Pn) dan lebar pelat disajikan dalam bentuk fungsi D (diameter luar washer laki-bini) maka dapat dilihat hubungannya langsung terhadap kinerja sambungan sebagai berikut.

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

22,000

1 1.5 2 2.5 3

lebar pelat sbg fungsi D

kuat

tarik

nom

inal

(N)

Gambar 80. Pengaruh Lebar Pelat terhadap Kinerja Tarik Sambungan

Gambar 80 memperlihatkan kurva kuat tarik nominal terhadap berbagai lebar pelat. Dari kurva tersebut dapat diketahui bahwa lebar pelat 2D (120 mm) adalah paling optimal, jika kurang akan terjadi penurunan kinerja kuat tarik sistem sambungan tersebut, sedangkan jika lebih maka peningkatan yang terjadi tidak signifikan.

Page 74: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

62 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

10. KESIMPULAN

10.1 Penelitian Numerik

Dari pengalaman melaksanakan simulasi numerik dengan program bantu ABAQUS, baik sebagai bagian hipotesis maupun alat bukti pendukung fakta empiris maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

(1) Simulasi numerik mampu melacak perilaku elastis sesuai dengan fakta empiris. Tetapi untuk perilaku pasca in-elastis (runtuh), meskipun tersedia tool bantu yang lengkap maka perlu kompetensi yang cukup agar hasilnya bermakna. Bagaimanapun juga simulasi numerik hanya memproses model numerik-nya saja, dan bukan objek yang sebenarnya.

(2) Strategi pemodelan yang benar memegang peran sentral dan utama, yang tergantung dari kompetensi pemakai. Untuk kasus baru dimana belum ada contoh sebelumnya maka suatu strategi pemodelan yang benar, karena dapat dikorelasikan dengan fakta real, diungkap secara lengkap pada disertasi ini agar dapat digunakan sebagai petunjuk untuk penelitian serupa.

(3) Pengalaman melakukan simulasi numerik yang dapat dibandingkan dengan hasil empiris memberi petunjuk, bahwa bagaimanapun canggihnya teknologi, maka semuanya itu hanya berupa alat bantu.

Program hanya memprediksi apa yang memang secara kualitatif telah diprediksi sebelumnya oleh pemakai, dalam hal ini program memang berfungsi untuk memberikan keluaran yang bersifat kuantitatif. Dengan kata lain, bahwa simulasi numerik dapat menjadi rujukan mandiri hanya untuk kasus-kasus (non-linier) yang telah sukses sebelumnya, dan yang sudah diketahui perilakunya. Jika pengetahuan tentang perilaku (non-linier) struktur belum ada (sistem baru), maka keluaran hasil simulasi numerik masih berupa dugaan atau hipotesis belaka, sehingga masih perlu pembuktian dengan fakta-fakta empiris untuk kebenarannya.

(4) Dalam memahami perilaku non-linier struktur, yang penting adalah mengetahui mekanisme kerja pengalihan gaya-gaya beban pada struktur tersebut. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa simulasi komputer hanya merupakan usaha memodelkan mekanisme kerja tersebut secara numerik untuk diolah komputer.

Adanya kegagalan simulasi numerik karena hasilnya tidak sama dengan hasil empiris (simulasi Wstd-data-2) memaksa perlu mencari tahu mekanisme kerja sistem sambungan baru. Setelah berbagai upaya dilakukan maka akhirnya dapat disusun mekanisme kerja yang dimaksud (Gambar 60 dan Gambar 61). Bermodalkan informasi tersebut maka diperiksa kembali simulasi numerik yang dilakukan dan dibandingkan mekanismenya sehingga dapat diketahui bahwa ada mekanisme yang belum sempurna, yaitu pretensioning baut mutu tinggi (Step-3) pada saat sistem sambungan diuji tarik (Step-4). Jadi ketika hal tersebut dikoreksi (simulasi Wstd-data-2-2) maka akhirnya dapat dihasilkan perilaku simulasi numerik yang berkesesuaian dengan fakta empiris (lihat kurva P-Δ pada Gambar 71b).

Page 75: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 63

10.2 Penelitian Empiris

Bermula dari adanya masalah, kemudian telaah teori-teori berkaitan dengan masalah tersebut sehingga dapat disusun teori baru berdasarkan nalar yang rasional dan konsisten dengan teori yang ada, sehingga jadilah hipotesis penyelesaian masalah. Agar hipotesis dapat menjadi teori ilmiah baru, diperlukan bukti-bukti empiris pendukung. Itulah tujuan penelitian empiris yang dilaksanakan di Laboratorium Konstruksi, Fakultas Teknik Jurusan Sipil UNPAR, Bandung, pada tanggal 24-25-26 April 2008.

Pelaksanaan penelitian dapat berlangsung secara singkat karena itu hanya kulminasi atau penutup dari berbagai pertimbangan dan pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian numerik yang telah dikerjakan selama berbulan-bulan sebelumnya.

Adapun fakta-fakta empiris yang terungkap adalah:

(1) Mekanisme friksi pada sambungan baut mutu tinggi tipe geser tergantung dari (a) tebal pelat, (b) koefisien friksi permukaan, dan (c) gaya pretensioning.

Faktor (b) dan (c) ada di formula J3-4 AISC (2005). Faktor (a) dinyatakan tidak langsung oleh AISI (2001) dimana tebal pelat kurang dari 3/16 in atau 4.76mm maka perencanaan sambungannya tidak boleh mengandalkan mekanisme friksi.

Belum ada yang tegas menyatakan bahwa ketebalan adalah parameter penting mekanisme friksi. Salah satu percobaan empiris pendahuluan yang dilakukan (Gambar 53) berhasil membuktikan jika faktor ketebalan diantisipasi maka pada sambungan pelat tipispun dapat dihasilkan tahanan friksi dengan baik.

(2) Kuat batas sambungan berdasarkan tahanan friksi tidak andal. Fakta tersebut diketahui dari hasil percobaan dengan washer khusus yang tebal (Gambar 53). Itu alasannya, mengapa diperlukan sistem sambungan baru dengan mekanisme tumpu yang khusus, yaitu dengan washer laki-bini (washer khusus beralur).

(3) Hasil uji empiris (Tabel 4 dan Gambar 45) menunjukkan bahwa washer laki-bini mampu meningkatkan kinerja sambungan pelat tipis baut mutu tinggi secara signifikan, baik dari segi kekuatan atau kekakuan. Dengan mengamati pola kerusakan pelat memakai washer konvesional (lama) dan washer laki-bini (baru), lihat Gambar 55, dapat diketahui bahwa cara kerja sistem sambungan tersebut berbeda secara signifikan. Jadi wajar jika disebut ‘sistem sambungan dengan mekanisme baru’.

(4) Mekanisme kerja sistem sambungan dibuat untuk menjelaskan cara bagaimana gaya-gaya internal bekerja pada komponen sambungan, baca penjelasan yang melengkapi Gambar 56 ∼ 61. Pengetahuan ini penting karena dapat membantu keberhasilan simulasi numerik yang hasilnya selaras hasil uji empirisnya.

(5) Berdasarkan hipotesis yang didukung fakta empiris dan hasil simulasi numerik, maka dapat disusun rumus baru memprediksi kuat tarik sambungan

(6) Ketiadaan fakta empiris tentang efek lebar pelat pada sistem sambungan baru dapat diatasi dengan simulasi numerik, yang hasilnya menunjukkan jika lebar pelat sambung ≥ 2D (D adalah diameter luar washer laki-bini), maka kinerja sistem sambungan masih dapat diprediksi baik berdasarkan rumus tersebut.

Page 76: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

64 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

11. PENUTUP Telah diuraikan hasil riset tentang sistem baru sambungan pada pelat baja tipis (cold-formed) yang memanfaatkan alat sambung baut mutu tinggi dan washer laki-bini (sepasang washer yang dilengkapi alur yang saling berjodoh).

Hasilnya menunjukkan bahwa terlihat suatu peningkatan kinerja yang cukup signifikan dibandingkan jika hanya memakai washer standar. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa alat sambung baut mutu tinggi telah dapat didayagunakan secara lebih efisien. Meskipun belum siap secara praktis untuk dapat dimanfaatkan pada skala industri (komersil), tetapi karena sistem tersebut unggul dari segi kekuatan, kekakuan, dan mempunyai berperilaku keruntuhan yang daktail, maka potensinya cukup besar untuk dikembangkan lebih lanjut.

12. SARAN Agar dapat dikembangkan dalam skala industri, masih perlu riset-riset tambahan, antara lain: (1) meneliti pengaruh berbagai macam ketebalan pelat yang berbeda sekaligus verifikasi terhadap koefisien tarik yang ditetapkan pada rumus baru yang diciptakan; (2) meneliti pengaruh jumlah baut yang digunakan terhadap kinerja sistem sambungan baru, karena riset yang ada baru didasarkan pada sampel sambungan dengan baut tunggal; (3) meneliti kuat fisik washer laki-bini, khususnya menentukan geometri washer laki-bini yang optimal dari segi biaya pemakaian.

13. UCAPAN TERIMA KASIH Universitas Pelita Harapan melalui dana riset LPPM No. P-008-FDTP/1/2008 dan No. P-009-FDTP/1/2008 telah membantu terselenggaranya riset eksperimen ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus, semoga Tuhan berkenan membalas budi dan kebaikannya.

Page 77: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 65

DAFTAR PUSTAKA AISC. (1999).“Load and Resistance Factor Design Specification for Structural Steel Buildings”, American Institute of Steel Construction, Inc.,Chicago, Illinois AISI. (1996b). “Commentary of the 1996 Ed. of the Cold-Formed Specification”, Washington AISI. (2000). “A Design Approach for Complex Stiffeners”, Research Report RP00-3 AISI. (2001a). “Testing of Bolted Cold-Formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers)”, Research Report RP01-4, Committee on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Rev. Edition 2006 AISI. (2001b). “Calibrations of Bolted Cold-Formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers)” , Research Report RP01-5, Committee on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Rev. Edition 2006 Bakker, M.C.M., & Pekoz, T. (2003). "The finite element method for thin-walled members –basic principles," Thin-Walled Structures, 41(2-3), 179-189. Brockenbrough and Merritt (Editor). (2006). “Structural Steel Designer’s Handbook : AISC, AASHTO, AISI, ASTM, AREMA, and ASCE-07 Design Standards”, 4th Ed, McGraw-Hill Canadian Standards Association.(1994). “S136 – Cold Formed Steel Structural Members”, 1994 Edition, Toronto, ON, Canada Canadian Standards Association. (1995). “Commentary on CSA Standard S136-94, Cold Formed Steel Structural Members”, 1995 Edition, Toronto, ON, Canada Chong, K.P., and Matlock, R. B. (1975). “Light-Gage Steel Bolted Connections without Washers”, Journal of the Structural Div., ASCE, Vol. 101, No. 7, July 1975, pp. 1381-1391 Citipitioglu, Haj-Ali, White. (2002)."Refined 3D finite element modeling of partially restrained connections including slip", Journal of Constructional Steel Research 58 (2002) 995–1013 Cook, Malkus, Plesha and Witt. (2002). “Concept and Applications of Finite Element Analysis 4th Ed.”, John Wiley & Sons. Inc. Davies, R. R. Pedreshi, and B. P. Sinha. (1997).“Moment-Rotation Behaviour of Groups of Press-Joints in Cold-Formed Steel Structures”, Thin-Walled Structures, Vol. 27, No.3 Dewobroto, Besari dan Suryoatmono. (2006). “Perlunya Pembelajaran Baja Cold-Formed dalam Kurikulum Konstruksi Baja di Indonesia”, prosiding Lokakarya Pengajaran Mekanika Teknik, Konstruksi Beton dan Konstruksi Baja, FT. Udayana, Bali Dowling, N.E. (1993). “Mechanical Behavior of Materials – Engineering Methods for Deformation, Fracture, and Fatique”, Prentice-Hall International Editions Duane K. Miller. (2005).”Arc Welding Light Gage Steel”, Structure magazine, June 2005 Gilchrist, R.T., and K. P. Chong. (1979). “Thin Light-Gage Bolted Connections without Washers” Journal of The Structural Division, ASCE Proceedings, Vol 105 G.J. van der Vegte.(2004). "Numerical Simulations of Bolted Connections : The Implicit Versus The Explicit Approach", Connections in Steel Structures V - Amsterdam - June 2004 Hibbit et al. (2004). “ABAQUS/Standard User’s and Theory Manuals”, Ver. 6.5, Hibbit, Karlsson & Sorensen, Inc. Kim, T.S., H. Kuwamura.(2007)."Finite element modeling of bolted connections in thin-walled stainless steel plates under static shear", Thin-Walled Structures 45 (2007) Komuro, M., Kishi, N., Chen, W.F.(2004). “Elasto-Plastic FE Analysis on Moment-Rotation Relations of Top-and Seat-Angle Connections”, Connections in Steel Structures V, Amsterdam Kuwamura H, Isozaki A. (2002). “Ultimate behavior of fastener connections of thin stainless steel plates”, Journal of Structural and Construction Engineering (in Japanese)

Page 78: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

66 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

Ling, Y. (1996). “Uniaxial True Stress-Strain after Necking”, AMP Journal of Technology V5 MacLeod, I.A. (1990). “Analytical Modelling of Structural Systems: an entirely new approach with emphasis on the behaviour of building structures”, Ellis Horwood, England Makelainen, P. J. Kosti, O. Kaitila, and K.J. Sahramaa.(1998). “Study on Light-Gauge Steel Roof Trusses with Rosette Connections”, Proceedings of the 14th International Specialty Conference on Cold-Formed Steel Structures, University of Missouri-Rolla Padreschi, R. F., B. P. Sinha, and R. J. Davies. (1997).“End Fixity in Cold-Formed Steel Sections Using Press Joining”, Thin-Walled Structures, Vol. 29, No. 1-4 Pekoz, T. (1990). “Design of Cold-Formed Steel Screw Connection”, Proceedings of the 10th International Specialty Conference on Cold-Formed Steel Structures, Univ. of Missouri-Rolla Pedreschi, R.F., B.P. Shinha, and R. Davies. (1997). “Advanced Connection Techniques for Cold-Formed Steel Structures”, Journal of Structural Engineering, ASCE Vol.123, No.2 RCSC Committee A.1. (2004). “Spesification for Structural Joints Using ASTM A325 or A 490”, Research Council on Structural Connection, c/o AISC, Inc., Chicago , Illinois Rogers,C.A., Hancock, G.J. (1997). “Bolted Connection Tests of Thin G550 and G300 Sheet Steels”, Research Report No R749, Centre for Advanced Structural Engineering, Dept. of Civil Engineering, The University of Sydney, Australia Rogers, C.A., Hancock, G.J. (1998a). “New Bolted Connection Design Formulae for G550 and G300 Steels less than 1.0 mm Thick,” Research Report No. R769, Centre for Advanced Structural Engineering, Dept. Civil Engineering, The University of Sydney, Australia Rogers, C.A., Hancock, G.J. (1998b).“Failure Modes of Bolted Sheet Steel Connections Loaded in Shear”, Research Report No. R772, Centre for Advanced Structural Engineering, Department of Civil Engineeering, University of Sydney, Australia Rogers, C.A. Hancock, G.J. (1999). “Bolted Connection Design for Sheet Steels less than 1.0 mm Thick,” Journal of Constructional Steel Research, Vol. 51. No. 2, 123-146. Rogers, C.A. dan Hancock,G.J. (2000).“Failure Modes of Bolted-Sheet-Steel Connections Loa-ded in Shear”, Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 126, No. 3, pp. 288-296 Sarawit, A.T., Kim, Y., Bakker, M.C.M., & Pekoz, T. (2003). "The finite element method for thin-walled members – applications," Thin-Walled Structures, 41(2-3), 191-206. Serrette, Lam, Qi, Hernandez and Toback. (2006). “Cold-Formed Steel Frame Shear Walls Utilizing Structural Adhesives”, Journal of Structural Engineering, ASCE, V.132/4 Stark, J. W. B., and A. W. Toma. (1982). “Connections in Thin-Walled Structures”, Developments in Thin-Walled Structures-1 (J. Rhodes and A. C. Walker, eds.), Applied Science Publishers, London Vlasov, V.Z. (1961). “Thin-Walled Elastic Beams 2nd Ed.”, Published for The National Science Foundation, Washington D.C. and The Department of Commerce, U.S.A. by The Israel Program for Scientific Translations, Jerusalem Wallace. J.A., Schuster, R. M., LaBoube, R. A. (2001). “Testing of Bolted Cold-Formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers) - FINAL REPORT”, Canadian Cold Formed Steel Research Group, University of Waterloo, Waterloo, Ontario, Canada Yang, D., Hancock, G.J. (2004). "Numerical Simulations of High Strength Steel Lipped-Channel Columns", Research Report No R843, Centre for Advanced Structural Engineering, Dept. of Civil Engineering, The University of Sydney, Australia Yu, W.W. (2000). “Cold-Formed Steel Design 3rd Ed.”, John Wiley & Sons, New York Zaharia and Dubina. (2000).“Behavior of Cold Formed Steel Truss Bolted Joints”, Connections in Steel Structures IV – 4th Int. Workshop on Connections in Steel Structures, AISC, October 22-25, 2000, Roanoke, VA.

Page 79: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

Program Doktor UNPAR, Bandung 67

Tentang Promovendus

Wiryanto Dewobroto lahir di Yogyakarta (1964), memperoleh gelar sarjana teknik sipil UGM (1989), gelar magister teknik sipil UI (1998) dan kandidat doktor teknik sipil UNPAR (2006). Pengalaman profesional di bidang rekayasa konstruksi dimulai 1989, pernah bergabung dengan PT. Wiratman & Associates, PT. BMP (sekarang PT. Meinhardt Indonesia) dan PT. Pandawa Swasatya Putra, telah terlibat dalam perencanaan maupun supervisi proyek-proyek high-rise building, industri (warehouse to heavy industry) dan jembatan, khususnya beton prategang. Krisis moneter (1998) merupakan momentum perubahan menjadi gurunya para insinyur, yaitu sejak bergabung menjadi dosen tetap di

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan. Kepercayaan diri sebagai guru meningkat semenjak penelitiannya bersama Prof K.H. Reineck di Uni-Stuttgart (2002). Sejak itu, produktifitasnya dalam karya tulis meningkat pesat, seperti terekam pada daftar berikut : Blog • http://wiryanto.wordpress.com Buku • Dewobroto, W. (2007). “Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP2000 – Edisi Baru”, PT. Elex Media • Dewobroto, W. (2005). “Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan Visual Basic 6.0” PT. Elex Media • Dewobroto, W. (2004). “Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP2000”, PT. Elex Media • Dewobroto, W. (2003). “Aplikasi Sain dan Teknik dengan Visual Basic 6.0”, PT. Elex Media • Dewobroto. W, and K.H. Reineck. (2002). “Beam with indirect support and loading”, in: Reineck, K.-H.

(2002): (Editor): Examples for the Design of Structural Concrete with Strut-and-Tie Models, ACI SP-208 (2002), ACI, Farmington Hills, MI, 145-161.

Presentasi / prosiding 1. Dewobroto, W., P. Kartawijaya, dan S. Besari. (2008). “Signifikasi Simulasi Numerik Berbasis

Komputer pada Riset Orisinil - Studi Kasus : Sistem Sambungan Baru Pelat Tipis dengan Washer Khusus”, Simposisium Nasional RAPI VII, FT-UMS, Surakarta

2. Dewobroto, W. (2008). “Workshop SAP2000”, Invited Speaker di CEW-2008 oleh HMTS-UPH, Karawaci

3. Wiryanto Dewobroto, Sugeng Wijanto, Toto Ismintarto. (2007). “The Application Of STM (Based on ACI 318-02) and FEA for The Design of Structural Transfer-Wall - Case study : ‘Kota Kasablanka’ Mixed Use Project, Jakarta”, 1st EACEF. Conference, UPH, Lippo Karawaci, Indonesia

4. Dewobroto, W. (2007c). “Pentingnya Penguasaan Aplikasi Komputer Rekayasa bagi Sarjana Teknik Sipil, Sekarang dan Masa Depan”, Invited Speaker di Seminar dan Pelatihan SAP2000, Unisma Bekasi, Jabar

5. Dewobroto, W. (2007b). “BLOG : Media Pembelajaran di Era Kampus Digital”, Temu Ilmiah Nasional Dosen Teknik VI 2007, FT - Universitas Tarumanagara, Jakarta

6. Dewobroto, W. (2007a). “Struktur Jembatan Teringan dan Terkuat (Terkokoh)”, Seminar NCPT 2007, Universitas Maranatha, 24-25 Agustus 2007, Bandung

7. Patrianto, B., dan W. Dewobroto. (2006). “Evaluasi Metode Perencanaan Batang Aksial Murni SNI-03-1729-2000 dan AISC-LRFD”, Civil Engineering Conference, UK Petra, Surabaya

8. Anita, R. dan W. Dewobroto. (2006).“Strategi Analisis Struktur dengan Kabel Prategang memakai SAP2000”, Civil Engineering Conference, UK Petra, Surabaya

9. Dewobroto, W., M. Besari dan B. Suryoatmono. (2006). “Perlunya Pembelajaran Baja Cold-Formed dalam Kurikulum Konstruksi Baja di Indonesia” , Lokakarya Pengajaran Mekanika Teknik, Konstruksi Beton dan Konstruksi Baja, Jurusan Teknik Sipil, FT Universitas Udayana, Bukit, Jimbaran, Bali

10. Dewobroto, W. (2006c). “Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta”, seminar nasional JTS, FT Unika Soegijapranata, Semarang

11. Dewobroto, W. (2006b). “Ilmu Rekayasa Klasik Sarana Menguasai Program Aplikasi Rekayasa”, Invited Speaker di Seminar di Dept. Pekerjaan Umum Pusat, Jakarta

Page 80: Ringkasan Disertasi e28093 Wiryanto Dewobroto

68 Ringkasan Disertasi – Wiryanto Dewobroto

12. Dewobroto, W. (2006a). “Pemrograman sebagai Sarana Pembelajaran Rekayasa”, Lokakarya Pengajaran Mekanika Teknik, Konstruksi Beton dan Konstruksi Baja, Jurusan Teknik Sipil, FT Universitas Udayana, Bukit, Jimbaran, Bali

13. Dewobroto, W., dan M. Besari. (2006). “Simulasi Numerik Berbasis Komputer sebagai Solusi Pencegah Bahaya akibat Kegagalan Bangunan”, Seminar Nasional Kegagalan Bangunan, Solusi dan Pencegahannya, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci

14. Dewobroto, W,. (2005f). “Analisa Inelastis Portal - Dinding Pengisi dengan Equivalent Diagonal Strut”, Jurnal Teknik Sipil - ITB, Edisi Vol. 12 / 4, Oktober 05, ITB, Bandung

15. Dewobroto, W. (2005e). “Strategi Penyelesaian Numerik Berbasis Komputer Analisis Lentur Ultimate Penampang Beton (Model Tegangan Parabolik PCA)”, Seminar Nasional Teknologi II, Universitas Teknologi Yogyakarta, Yogyakarta

16. Dewobroto, W. (2005d).“Masih perlukah mempelajari Mekanika Teknik Klasik dalam Era Serba Komputer ?”, Lokakarya Pengajaran Konstruksi Beton dan Mekanika Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya,

17. Dewobroto, W. (2005c). “Strategi Pembelajaran Era Digital : Usulan Skenario Dalam Menyambut Transformasi UPH Sebagai Kampus Digital”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun ke-11, No. 056, DEPDIKNAS, Jakarta

18. Dewobroto, W. (2005b). “Evaluasi Kinerja Struktur Baja Tahan Gempa dengan Analisa Pushover”, Civil Engineering National Conference Sustainability Construction & Structural Engineering Based on Professionalism, Unika Soegijapranata, Semarang

19. Dewobroto, W. (2005a). “Simulasi Keruntuhan Balok Beton Bertulang Tanpa Sengkang dng ADINA”, Seminar Nasional Rekayasa Material dan Konstruksi Beton 2005, JTS – ITENAS, Bandung

20. Katili, I., Dewobroto, W. (1998). “Analisa Non-linear pada Rangka Batang Ruang dengan Metode Elemen Hingga”, Presentasi dan Prosiding Seminar FTUI Depok : Quality in Research