RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

26
Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 95 RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS DI KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN RELIGI AND TRADITIONAL EQUIPMENTS OF DAYAK MERATUS IN KOTABARU, SOUTH KALIMANTAN Abstrak. Suku Dayak penghuni sisi timur Pegunungan Meratus yang dikaji dalam penelitian ini berada dalam wilayah Kecamatan Kelumpang Hulu, Hampang, Kelumpang Barat, dan Sungai Durian di wilayah Kabupaten Kotabaru. Mereka tinggal di antara lembah dan tepian sungai dalam jarak yang berjauhan. Dayak Meratus cukup unik karena sebagai suku Dayak, mereka berbahasa Banjar. Sebagian dari mereka masih menganut kepercayaan leluhur, sebagian telah menganut agama baru. Penelitian ini diawali dari permasalahan bagaimana konsep religi dan peralatan tradisional suku Dayak Meratus serta kesinambungannya dengan masa prasejarah. Adapun tujuan penelitian ini adalah membuat model penelitian etnoarkeologi untuk diterapkan pada lingkungan dan sistem budaya yang sama atau hampir sama sesuai dengan syarat analogi, dengan tujuan lebih jauh adalah sebagai data bantu dalam menganalisis dan interpretasikan aspek religi dari temuan situs prasejarah di wilayah Pegunungan Meratus. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif dengan pendekatan etnoarkeologi, sedangkan teknik pengambilan data dilakukan dengan metode survei dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sepanjang Pegunungan Meratus sisi timur berdiam beberapa jenis subsuku, yaitu Dayak Banjar, Dayak Meratus atau Dayak Bukit, serta Dayak Dusun. Ketiganya mempunyai konsep religi dan peralatan upacara yang hampir sama, sehingga digeneralisasi sebagai Dayak Meratus. Ada kesinambungan konsep kepercayaan Dayak Meratus dengan konsep kepercayaan prasejarah, yaitu pemujaan roh leluhur dan penggunaan bekal kubur dalam upacara kematian. Sebagian besar peralatan upacara terbuat dari dedaunan, kayu, dan bambu yang cepat hancur, sebagian kecil terbuat dari logam dan keramik. Kata kunci : religi, peralatan, upacara, Dayak Meratus, etnoarkeologi Abstract. This article is examined Dayaknese who have been dwelling at the eastern side of Meratus in the District of Hulu Kelumpang, Hampang, Kelumpang Barat, and Sungai Durian in the district of Kotabaru. They live in the valleys and river banks, in the far distance. Dayak Meratus quite unique because they speak Banjar. Most of them still follow ancestral beliefs, while some have embraced the new religion. This research was initiated on the question of how the concept of religious and traditional equipments of Dayak Meratus and its continuity with the prehistoric period. The purpose of this research is to create an ethnoarchaological research model which can be applied to the similar environmental and cultural system in accordance with the terms of analogy, as supporting data in analyzing and interpreting religious aspect from the findings of prehistoric sites in the Meratus region. The method used is descriptive comparative with ethnoarchaeological approach, while the collecting data technique is conducted by survey and interview. The results show that along the east side Meratus are dwelled some sub-tribes, such as Dayak Banjar, Dayak Meratus or Dayak Bukit, and Dayak Dusun. Those three sub-tribes have similar concept of religious and ceremonial equipments, so it can be generalized as Dayak Meratus. There is a continuity of the religious concept of Dayak Meratus with prehistoric belief, i.e. the concept of worship ancestral spirits and the use of burial gifts in funerals The most ceremonial equipments are made of leaves, wood and bamboo which are quickly destroyed, a few tools are made of metal and ceramic. Keywords: religion, equipment, ceremony, Dayak Meratus, ethnoarchaeology PENDAHULUAN Religi lahir karena adanya kepercayaan manusia terhadap kekuatan di luar dirinya serta keberadaan roh leluhur yang diyakini akan memberikan pengaruh baik dan buruk. Hal itu merupakan kepercayaan universal yang dikenal di banyak tempat jauh sebelum manusia Hartatik Balai Arkeologi Banjarmasin Jl. Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan; email: [email protected] Diterima 27 Mei 2015 Direvisi 12 Agustus 2015 Disetujui 9 November 2015

Transcript of RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Page 1: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 95

RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAKMERATUS DI KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN

RELIGI AND TRADITIONAL EQUIPMENTS OF DAYAKMERATUS IN KOTABARU, SOUTH KALIMANTAN

Abstrak. Suku Dayak penghuni sisi timur Pegunungan Meratus yang dikaji dalam penelitian ini berada dalam wilayahKecamatan Kelumpang Hulu, Hampang, Kelumpang Barat, dan Sungai Durian di wilayah Kabupaten Kotabaru. Merekatinggal di antara lembah dan tepian sungai dalam jarak yang berjauhan. Dayak Meratus cukup unik karena sebagai sukuDayak, mereka berbahasa Banjar. Sebagian dari mereka masih menganut kepercayaan leluhur, sebagian telah menganutagama baru. Penelitian ini diawali dari permasalahan bagaimana konsep religi dan peralatan tradisional suku DayakMeratus serta kesinambungannya dengan masa prasejarah. Adapun tujuan penelitian ini adalah membuat model penelitianetnoarkeologi untuk diterapkan pada lingkungan dan sistem budaya yang sama atau hampir sama sesuai dengan syaratanalogi, dengan tujuan lebih jauh adalah sebagai data bantu dalam menganalisis dan interpretasikan aspek religi daritemuan situs prasejarah di wilayah Pegunungan Meratus. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatifdengan pendekatan etnoarkeologi, sedangkan teknik pengambilan data dilakukan dengan metode survei dan wawancara.Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sepanjang Pegunungan Meratus sisi timur berdiam beberapa jenis subsuku, yaituDayak Banjar, Dayak Meratus atau Dayak Bukit, serta Dayak Dusun. Ketiganya mempunyai konsep religi dan peralatanupacara yang hampir sama, sehingga digeneralisasi sebagai Dayak Meratus. Ada kesinambungan konsep kepercayaanDayak Meratus dengan konsep kepercayaan prasejarah, yaitu pemujaan roh leluhur dan penggunaan bekal kubur dalamupacara kematian. Sebagian besar peralatan upacara terbuat dari dedaunan, kayu, dan bambu yang cepat hancur,sebagian kecil terbuat dari logam dan keramik.

Kata kunci : religi, peralatan, upacara, Dayak Meratus, etnoarkeologi

Abstract. This article is examined Dayaknese who have been dwelling at the eastern side of Meratus in the District of HuluKelumpang, Hampang, Kelumpang Barat, and Sungai Durian in the district of Kotabaru. They live in the valleys and riverbanks, in the far distance. Dayak Meratus quite unique because they speak Banjar. Most of them still follow ancestralbeliefs, while some have embraced the new religion. This research was initiated on the question of how the concept ofreligious and traditional equipments of Dayak Meratus and its continuity with the prehistoric period. The purpose of thisresearch is to create an ethnoarchaological research model which can be applied to the similar environmental and culturalsystem in accordance with the terms of analogy, as supporting data in analyzing and interpreting religious aspect from thefindings of prehistoric sites in the Meratus region. The method used is descriptive comparative with ethnoarchaeologicalapproach, while the collecting data technique is conducted by survey and interview. The results show that along the eastside Meratus are dwelled some sub-tribes, such as Dayak Banjar, Dayak Meratus or Dayak Bukit, and Dayak Dusun.Those three sub-tribes have similar concept of religious and ceremonial equipments, so it can be generalized as DayakMeratus. There is a continuity of the religious concept of Dayak Meratus with prehistoric belief, i.e. the concept of worshipancestral spirits and the use of burial gifts in funerals The most ceremonial equipments are made of leaves, wood andbamboo which are quickly destroyed, a few tools are made of metal and ceramic.

Keywords: religion, equipment, ceremony, Dayak Meratus, ethnoarchaeology

PENDAHULUAN

Religi lahir karena adanya kepercayaanmanusia terhadap kekuatan di luar dirinya serta

keberadaan roh leluhur yang diyakini akanmemberikan pengaruh baik dan buruk. Hal itumerupakan kepercayaan universal yang dikenaldi banyak tempat jauh sebelum manusia

HartatikBalai Arkeologi BanjarmasinJl. Gotong Royong II, RT 03/06,Banjarbaru 70711,Kalimantan Selatan;email: [email protected]

Diterima 27 Mei 2015Direvisi 12 Agustus 2015Disetujui 9 November 2015

Page 2: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin96

mengenal tulisan. E.B Tylor menyebut bahwa asalusul religi bermula dari teori animisme, yaitupercaya kepada wujud-wujud spiritual seperti jiwamanusia yang tetap hidup meskipun dia telahmeninggal dunia, spirit atau jiwa yang meningkathingga derajat para dewa (Tylor 1929 dalamDjam'annuri 2003: 33-35). Kajian religi cukup sulitbagi arkeologi karena tidak semua sistemkeyakinan diekspresikan dalam benda budaya.Apalagi jika pola tingkah laku dalam religi sangattipis bedanya dengan tingkah laku dalamkehidupan sehari-hari. Hal itu karena, sepertipendapat Roy Rapport bahwa keyakinan telahmelahirkan ritual, yang melalui ritual tersebutkegiatan sosial, ekonomi dan lingkunganmasyarakat diatur (dalam Renfrew dan Bahn 2012:403).

Bagi arkeologi, religi adalah sebuahperangkat konseptual yang mendasari terciptanyaberbagai artefak yang penuh makna. Religimempunyai empat komponen yang terdiri atasemosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritusdan upacara, peralatan upacara, serta umat dankesatuan sosial (Koentjaraningrat 1993: 137-142).Keempat komponen tersebut merupakan satukesatuan yang saling berkaitan. Emosikeagamaan merupakan suatu getaran yangmenggerakkan jiwa manusia. Suatu sistemkeyakinan mengandung kepercayaan sertabayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan ataudewa-dewa, roh, alam gaib, hakikat hidup, dankematian. Konsep yang terkandung dalam sistemkeyakinan dilambangkan dan dilaksanakan dalamsistem ritus dan upacara dengan berbagaiperalatan yang digunakannya. Umat dan kesatuansosial merupakan subjek yang memiliki danmelaksanakan komponen religi di atas. Religiyang dibahas dalam makalah ini akan difokuskanpada konsep dan peralatan upacara terutamadalam upacara kematian dan perladangan.

Dayak Meratus adalah nama lain dari DayakBukit yang dianggap lebih "halus". Suku DayakMeratus mempunyai kepercayaan turun-temurunyang disebut kepercayaan leluhur atauKaharingan. Konsep tentang Tuhan dalamkepercayaan Dayak Meratus meliputi tigapenguasa utama, yaitu pencipta alam semesta(Suwara), pengatur rezeki (Nining Bathara), dan

pemelihara padi (Sangkawanang). Selain ketigasembahan ( i lah) tersebut masih terdapatsembahan lain yang menguasai dan memeliharaalam sekitar bumi dan langit. Mereka adalahpemelihara padi, pemelihara hutan dan gunung(Pujut), penjaga kampung (Sia Sia Banua), danbeberapa ilah penjaga alam semesta yangkeberadaannya dapat mempengaruhi kehidupanmanusia (Radam 2001: 192-207).

Tahun 2011, penelitian dilakukan pada DayakMeratus di sisi utara, yaitu di Kecamatan Halongdan Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan,Kalimantan Selatan. Penelitian tersebut bertujuanuntuk mengetahui konsepsi religi dan variasibentuk peralatan religi yang digunakan dalamkehidupan sehari-hari orang Meratus. Adabeberapa subsuku Dayak yang berdiam diwilayah Balangan, terutama di Kecamatan Halong,yaitu Dayak Halong atau Dayak Balangan di bawahlereng Meratus sepanjang DAS Balangan, DayakBukit di Kecamatan Halong bagian atas (DesaUren dan Tampaan), dan Dayak Deah di (DesaLiyu dan Gunung Riut) di cabang DAS Tabalong,berbatasan dengan Kabupaten Tabalong. DiKecamatan Tebing Tinggi, hanya ada satu namarumpun, yaitu Dayak Pitap, berdiam di datarantinggi pada lembah-lembah yang dikelilingi olehbeberapa pegunungan. Disebut Dayak Pitap,karena mereka berdiam di sepanjang DAS Pitapyang berhulu di Gunung Tanah Hidup, di Kotabaru.Menurut cerita masyarakat Dayak Pitap, orangDayak Pitap ini semula berasal dari Gunung TanahHidup yang kemudian berpindah menyusuriSungai Pitap hingga sampai di wilayah TebingTinggi.

Pada dasarnya, Dayak Meratus di Balangan,yaitu Dayak Halong, Dayak Bukit, dan Dayak Pitapmempunyai persamaan dalam konsep religi, tatacara dan peralatan religi yang digunakan dalamkehidupan sehari-hari. Mereka adalah penganutkepercayaan Kaharingan, meskipun saat inisebagian besar sudah menganut agama Buddha,Kristen, dan Katolik, tetapi upacara adat kematian,perladangan, dan pengobatan masih merekalakukan. Upacara terbesar mereka adalah pestapanen yang disebut baharin, yaitu pesta yangdilakukan setelah selesai panen di lahan yangbaru dibuka. Upacara kematian pada Dayak

Page 3: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 97

Meratus dilaksanakan dengan sederhana, mulaidari turun tanah, upacara pada hari ketiga, ketujuh,ke-25, ke-40, dan ke-100 (manyaratus). Bagi yangmampu, pada hari keseratus sekaligus dilakukanupacara mambatur dengan membuat rumah kuburdari kayu berbentuk segi empat yang disebutbatur. Pada awalnya, orang Dayak Meratus tidakmengenal penguburan dalam tanah, tetapimelakukan penguburan dengan cara meletakkandi dalam pondok di tengah hutan, merupakan carapenguburan asli mereka sebelum mendapatpengaruh dari luar, terutama pengaruh dariKesultanan Banjar yang identik dengan Islam(Hartatik 2012: 55-95). Berbagai sesaji danperlengkapan upacara disertakan sebagai syaratutama yang mengiringi mamang balian dalammengucapkan mantera-mantera. Dalam berbagaiupacara, mantera balian ditujukan untukmemanggil pidara dan Hyang Diwata yangdisimbolkan ke dalam bentuk pelengkapan dansesaji. Sesaji diletakkan dalam pinggan berupalima piring melawen atau keramik, sasanggan,mangkok keramik, bakul dan tikar dari arangan(anyaman) rotan, dan sejumlah mata uang logamsukuan atau tetali sebagai simbol pengikat.Sejumlah peralatan upacara, terutama dari bahankeramik, dimiliki oleh hampir semua keluargaDayak Meratus di Balangan sebagai harta warisanyang turun-temurun (Hartatik 2012: 57-100).

Di beberapa wilayah, ritus-ritus Kaharingandengan berbagai peralatannya sudah banyakyang ditinggalkan karena sebagian besarpenganut Kaharingan telah memeluk agamaProtestan dan Islam. Kondisi ini lambat laun akanmenyebabkan punahnya peralatan yang berkaitandengan ritus dan kehidupan sehari-hari, sehinggabila sewaktu-waktu ditemukan data arkeologi yangberkaitan dengan alat upacara tersebut, arkeologakan mengalami kebingungan. Salah satu carauntuk mengantisipasi permasalahan tersebutadalah dengan penelitian etnoarkeologi sebagaiupaya pendokumentasian data yang hampirpunah, yang akan berguna sebagai model ataupendekatan dalam memecahkan masalaharkeologi.

Berdasarkan pemahaman tersebut,permasalahan yang akan dibahas dalam artikelini adalah: bagaimanakah konsepsi religi dan

bentuk peralatan religi terutama dalam ritualperladangan dan kematian pada suku DayakMeratus di Kotabaru? Bagaimana kesinambungankonsepsi dan peralatan religi Dayak Meratussekarang dengan masa lampau?

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian iniadalah mengetahui konsepsi religi dan variasibentuk peralatan tradisional (terutama peralatanupacara) pada masyarakat Dayak di sisi tenggaraPegunungan Meratus. Selanjutnya, data tersebutmenjadi model yang dapat digunakan sebagaidata bantu untuk mengungkapkan konsepsi religiserta jenis peralatan yang digunakan olehmasyarakat Kalimantan pada masa lalu, terutamaperalatan ritual dan penguburan masa prasejarahdi sekitar Pegunungan Meratus.

KERANGKA PIKIR

Perbedaan lingkungan menyebabkankecenderungan budaya pada sisi utara Meratusmempunyai persamaan atau perbedaan denganbudaya masyarakat di sisi selatan, meskipunkeduanya mungkin mempunyai asal yang sama.

Sejak masa prasejarah, manusia sudahmenyadari adanya kekuatan lain di luar kekuatandirinya. Kesadaran tersebut melahirkan perasaandan getaran-getaran dalam jiwa manusia sehinggamuncullah religi. Menurut Durkeim dan James,religi adalah suatu perasaan, perbuatan, danpengalaman yang bersifat suci dan seringdilambangkan dalam bentuk simbol-simbolsebagai sesuatu yang dihormati (Pritchard 1984:2-7). Pandangan manusia masa prasejarahterhadap kematian adalah bahwa roh orang yangtelah meninggal tidak akan lenyap begitu sajatetapi tetap hidup di alamnya dan berpengaruhpada manusia yang masih hidup. Oleh karenapandangan tersebut, manusia prasejarahmelaksanakan kegiatan ritual yang berkaitandengan upacara kematian untuk mengantarkanroh ke alamnya dan menghindarkan diri daripengaruh buruknya. Dalam upacara kematian,mereka membuat bangunan kubur yang biasanyaterbuat dari bahan batu seperti kubur batu, bilikbatu, sarkofagus maupun menhir sebagai tempatpemujaan arwah. Bangunan yang didirikan atasdasar konsep pemujaan, media penghormatan,

Page 4: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin98

lambang dan keselamatan yang biasanya terbuatdari bahan batu besar disebut dengan istilahmegalitik. Bahkan menurut Wagner, meskipunbangunan tersebut dibuat dari bahan kayu tetapiselama masih dalam konteks pemujaan makadapat dikatagorikan sebagai bangunan megalitik(Soejono 2008: 205-207).

Penelitian religi masyarakat Dayak Meratusini sebagian besar menggunakan data etnografi,sehingga penelitian ini merupakan penelitianetnoarkeologi. Peneliti etnoarkeologi berusahamemahami apa yang dilakukan masyarakatsekarang untuk mengetahui bagaimana merekamenggunakan budaya materialnya, membuat alat-alat, dan pemukiman. Menurut Paul Bahn dan ColinRenfrew, etnoarkeologi merupakan suatupendekatan dalam penelitian arkeologi denganmelakukan analogi etnografi pada perilakumasyarakat masa kini untuk menginterpretasi dataarkeologi (Renfrew dan Bahn 2012: 307-309).Penelitian etnoarkeologi sangat diperlukan untukmendokumentasikan hubungan antara budayamateri dengan tingkah laku manusia dalam suatumasyarakat yang masih hidup dalam rangkamerekonstruksi tingkah laku manusia masalampau dari sisa-sisa materi yang tertinggal(Johnson 2007: 12-33). Etnoarkeologi tidak sajamelibatkan artefak, tetapi semua tinggalanmanusia dan tingkah laku di masa kini dengantitik berat pada hasil tinggalan yang disebabkanoleh tingkah laku tersebut. Dengan demikian,asas yang digunakan adalah analogi yangmenganggap bahwa tingkah laku yangmenghasilkan suatu tinggalan di masa lampauadalah sama dengan tingkah laku yangmenghasilkan budaya di masa kini. Kesimpulandari asas analogi menghasilkan suatu interpretasisementara yang akan berubah bila ada penelitianberikutnya yang membuktikan adanyaketidaksesuaian dengan data yangmelatarbelakanginya. Dalam hal ini analogi adalahperangkat penalaran induktif yang hanya dapatmenyarankan hipotesis yang harus diuji pada datalain. Menurut R.J. Sharer, dasar untuk melakukananalogi adalah kesamaan lingkungan dan bentukbudaya. Adapun model pendekatan yang akandigunakan dalam melakukan analogi adalahmodel kesinambungan budaya dan model

perbandingan umum. Akan tetapi, dalam garisbesarnya, studi etnoarkeologi dalam penalaranarkeologi adalah sebagai interpretasi-eksplanasi,pembentuk atau penyaran hipotesis dan modeluntuk evaluasi suatu hipotesis (Tanudirjo 1987:35-39).

METODE

Data dalam artikel ini merupakan hasil daripenelitian tahun 2012 di masyarakat DayakMeratus yang mendiami sisi tenggaraPegunungan Meratus. Pegunungan tersebutberada di wilayah di Kabupaten Kotabaru terutamadi Kecamatan Sampanahan, Hampang,Kelumpang Barat, dan Kelumpang Hulu.Pengambilan data di lapangan dilakukan denganmetode survei berupa pengamatan objek danwawancara. Hasil pengamatan di lapangan baikberupa objek yang berkaitan dengan konsepsireligi dan peralatannya dideskripsikan secaraverbal dan piktoral. Wawancara dilakukan dengantokoh-tokoh masyarakat dan tokoh adat terutamayang pernah mengikuti atau menyaksikan upacaraadat dan peralatan yang digunakan pada masalalu. Wawancara ini dimaksudkan untukmengumpulkan informasi tentang konsepkepercayaan yang berkaitan dengan upacarareligi, perlengkapan serta data lingkungan sosialyang tidak sempat diamati oleh peneliti dilapangan. Selanjutnya, data yang diperoleh dilapangan tersebut dianalisis dengan metodedeskriptif dengan penalaran induktif. Metodedeskriptif antara lain berupa paparan, klasifikasi,analisis, generalisasi, dan interpretasi. Sebagaisebuah penelitian etnoarkeologi, analisisteknologi didukung dengan teori dan kajianpustaka yang diarahkan untuk tujuan arkeologi(David dan Kramer 1983: 10).

SUKU DAYAK MERATUS DI KOTABARU

Orang Dayak di Kotabaru ini tinggal di lembah-lembah antara gunung batu, yaitu perbukitan batukapur yang gersang dan letaknya terpisah-pisah.Di lembah dan aliran sungai yang berhulu di BukitMeratus ini tinggal dua kelompok suku, yaitu sukuDayak Meratus atau Dayak Banjar di Kecamatan

Page 5: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 99

Kelumpang Hulu dan Hampang, serta suku DayakDusun di Kecamatan Kelumpang Barat dan SungaiDurian.

Kecamatan Kelumpang Hulu

Dayak Meratus di Desa Bangkalaan DayakBangkalaan berasal dari kata bangkala, yaitu

sejenis pohon enau/palem yang tumbuh di atasbatu kapur. Bangkalaan Dayak berkaitan eratdengan Kerajaan Bangkalaan yang ditandaidengan adanya makam Pangeran Agung diwilayah tersebut. Menurut Kepala DesaBangkalaan Dayak, Dariatman (38 tahun), dahuluketurunan Pangeran Agung di Bangkalaan sudahmenganut Islam tetapi masih melaksanakan ritualbabalian sehingga ditegur oleh sultan Banjar diMartapura. Akibatnya, Bangkalaan dipecahmenjadi dua, yaitu Bangkalaan Dayak untukpenduduk asli yang tidak muslim dan BangkalaanMelayu untuk penduduk yang muslim.

1. Upacara KematianMasyarakat Dayak di Kelumpang Hulu

merupakan kelompok Dayak Meratus yangmemiliki keyakinan turun-temurun atau disebutagama leluhur. Kepercayaan itu memiliki tata carasendiri dalam pelaksanaan ritual, baik untuk daurhidup maupun mati. Ketika orang meninggaldunia, maka yang kemudian dilakukan adalahmempersiapkan peralatan untuk upacarapenguburan. Ketika mayat masih ada di dalamrumah, maka di dekatnya diikatkan seekor ayam.Mayat dimandikan, diberi baju dan pada mulutdan matanya diberi mata uang logam kuna. Mayatdimasukkan dalam peti mati beserta barangkesayangannya. Setelah itu mayat siapdiberangkatkan ke kuburan. Di lokasipenguburan, mayat segera dikuburkan denganorientasi timur-barat. Kepala ada di posisi timur,sehingga muka menghadap ke arah barat (arahmatahari tenggelam). Kepala di posisi timurdimaksudkan sebagai simbol kematian, jikamayat dibangunkan maka mukanya akanmenghadap ke arah barat, yaitu arah matahariterbenam. Posisi matahari terbenam merupakanberakhirnya hari terang menuju pada kegelapan.Ini merupakan simbol kehidupan yang telah

berakhir (Hingan, 62 tahun, Kepala AdatBangkalaan).

Setelah mayat dikuburkan, di atasnyalangsung ditaruh nisan. Jika yang dikuburkan laki-laki, maka nisannya hanya satu, yaitu di bagiantimur (kepala). Sementara itu, jika yang dikuburkanperempuan, nisannya di bagian kepala dan kaki.Bentuk nisan untuk laki-laki dan perempuan samasaja. Dalam hal ini yang membedakan adalah dua(perempuan) atau satu nisan (laki-laki). Keduanyamemiliki bentuk nisan yang sama, yaitu bahankayu pipih seperti bentuk papan dan diukir bentukmanusia. Ukiran tersebut berupa bentuk bagiankepala hingga badan. Setelah itu ditaruh bumbungyang berisi air dan tangga limping. Biasanyabumbung diletakkan di dekat nisan. Tanggalimping merupakan tangga kecil yang terbuat darikayu dengan tujuh anak tangga. Maksud daripemberian tangga limping di atas kubur adalahuntuk menyediakan sarana bagi roh dalam menujuperjalanan ke tempat roh yang berada di langittingkat tujuh. Setelah prosesi tersebut selesai,mereka kemudian pulang ke rumah. Sampai dirumah, maka ayam yang tadi diikatkan di ruangandi dekat mayat, segera dipotong. Pemotonganayam tersebut dimaksudkan sebagai bentukpermohonan kepada Yang Kuasa agar kematiantidak akan terjadi lagi utamanya dalam jangkadekat dan menimpa kepada keluarga yang barusaja mendapat musibah tersebut.

Setelah penguburan, upacara akan diadakanlagi pada hari ketiga, ketujuh, dua puluh lima,empat puluh, dan seratus hari pascapenguburan.Upacara ini biasanya dipimpin oleh orang yangdapat melakukan babalian. Sementara itu, padaupacara yang berlangsung di hari yangkeseratus, maka di atas kubur dibuatkan rumah-rumahan (gambar 1). Setelah upacara ini makaseluruh rangkaian upacara kematian dinyatakanselesai. Mereka percaya bahwa roh telah sampaidi surga yang terletak di Gunung Halo Halo yangmerupakan gunung tertinggi di PegununganMeratus. Oleh karena proses upacara telahdinyatakan selesai maka kerabat yangditinggalkan biasanya jarang lagi ke kuburan.Kesempatan yang biasanya digunakan untukmenengok kuburan adalah setelah lebaran IdulFitri, yaitu hari kedua. Dalam kesempatan ini

Page 6: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin100

keluarga yang berziarah ke kuburan dapatmelakukan permintaan-permintaan. Peziarah jugabiasanya membawa makanan atau kue untukpersembahan kepada roh.

Orang Bangkalaan percaya adanyapenjelmaan roh orang meninggal dalam dua jenisroh, yaitu pidara dan Sang Hyang. Pidaramerupakan roh orang mati yang bersifat jahat,sedangkan Sang Hyang merupakan orang matiyang bersifat baik dan menjadi pelindungmanusia, misalnya Sang Hyang Pangeran Agungdan Sang Hyang Ratu Intan. Secara garis besar,roh orang mati yang bersifat jahat maupun baikdisebut kumbawa. Roh orang mati yang bersifatbaik akan ditarik ke balai bangrai, sedangkan rohorang jahat akan menjalani ujian dan tinggal dipohon-pohon.

2. Upacara BawanangUpacara daur hidup di Bangkalaan Dayak

antara lain berupa upacara bawanang. Upacaraini merupakan bentuk rasa syukur setelah selesaipanen. Upacara bawanang biasanya dilakukanselama dua malam, empat malam atau enammalam. Biasanya upacara ini dilaksanakan secarameningkat setiap tahunnya. Jika tahun 2012upacara bawanang dilakukan selama dua malam,maka tahun 2013 dilakukan selama empat malamdan tahun 2014 upacara bawanang akandilaksanakan selama enam malam. Setelah itusiklus akan kembali berulang, maksudnya, tahun2015 upacara bawanang akan dilaksanakanselama dua malam dan seterusnya, meningkathingga nantinya kembali ke siklus awal.

Pelaksaaan bawanang dilakukan olehbeberapa keluarga dalam kelompok umbun yangmasing-masing keluarga membawa hasil panen.Masyarakat Dayak di Bangkalaan Dayakmerupakan keturunan dari Kerajaan Banjar yangdiyakini sebagai orang-orang suci sehinggamereka melakukan upacara dengan adat balianDewa, tidak boleh memotong dan makan babi.Sementara itu, korbannya, untuk upacara yangdilaksanakan selama dua malam adalah ayam,empat malam adalah kambing, dan enam malamadalah kerbau. Walaupun tanpa paksaanseberapa banyak yang harus dikeluarkan olehwarga untuk upacara tersebut, tetapi selama inibelum pernah kekurangan bahan untuk upacaratersebut. Berkaitan dengan upacara tersebut,kepala Desa Bangkalan Dayak, Dariatman,menyebutkan bahwa ada perusahaan Walesta(perusahaan sarang burung walet di GuaTemuluang di Desa Bangkalaan Dayak) yangselalu diminta untuk membantu pelaksanaan

Gambar 1. Kuburan Dayak Meratus di BangkalaanDayak.

sumber: dok. Balar Banjarmasin

Gambar 3. Simbol perahu, naga, dan burungenggang di atas bokor pada aruh bawanang.

sumber: dok. Balar Banjarmasin

Gambar 2. Balai Adat di Desa Hampang.

sumber: dok. Balar Banjarmasin

Page 7: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 101

upacara bawanang di desa tersebut, terutamamasalah pendanaan. Gua Temuluang merupakangua keramat yang mengandung air keramat yangdigunakan sebagai banyu dudus pada upacaraadat. Setelah Raja Bangkalaan masuk Islam, makaGua Temuluang diserahkan kepada suku Dayakdi Bangkalaan Dayak yang masih memelukkepercayaan leluhur.

Kecamatan Hampang

Dayak Banjar di Desa Hampang1. Upacara Bawanang

Dalam tatanan upacara adat, aturannya akandilaksanakan oleh balian. Melalui balian tersebut,doa atau mamang dilakukan. Namun demikian,orang lain yang mengikuti tetap diminta untukmenjauhi larangan dan menjalankan yangdiperintahkan. Balian akan memberitahukanjumlah hari pantang yang harus dijalani oleh parapeserta bawanang setelah upacara selesai. Itulahcara beribadah yang dituntunkan dalamkepercayaan asli tersebut. Jumlah hari berpantangsetelah upacara bawanang tergantung padakesepakatan adat, ada yang tiga hari, empat hari,lima hari, enam hari, hingga delapan hari. Padamasa berpantang tersebut seluruh anggotakeluarga yang melaksanakan bawanang dan masihmenganut kepercayaan harus tetap tinggal didalam balai, tidak boleh berladang, berburu, danmenerima tamu.

Menurut Sukirman, (37 tahun), Kepala Desasekaligus Kepala Adat Desa Hampang, orangHampang bukan orang Dayak Meratus melainkanorang Dayak Banjar. Hal tersebut tampak padabahasa dan pakaian adat orang Hampang yangpersis orang Banjar, serta aruh yang tidakmengenal tuak dan daging babi. Oleh karenamasih mempunyai hubungan dengan KerajaanBanjar sehingga dalam upacara aruhmenggunakan adat balian Dewa. Dalam sejarahasal-usul suku Dayak Banjar dikenal adanyaKembatang Lima, yaitu wilayah kekuasaan yangmeliputi lima aliran sungai, yaitu Muara Barito,Sungai Kusan, Sungai Gegayan atau SungaiCantung, Sungai Kapuis, dan Sungai Sampanahan(Sukirman, 37 tahun). Menurut keturunan nenek

moyang, balian dalam pelaksanaan aruhdibedakan menjadi empat, yaitu:

a. Balian Dewa, digunakan oleh keturunankerajaan Banjar yang disebut DayakBanjar. Dalam aruh menggunakan hewanpersembahan berupa kambing dankerbau, serta iringan gamelan lengkapyang terdiri atas babon, gendang, agung,gambang, dan saron, dipimpin olehminimal tiga balian.

b. Balian Darat, digunakan oleh keturunanrakyat biasa, dalam aruh menggunakanhewan persembahan berupa babi dananjing, diiringi alat musik berupagendang saja, serta dipimpin oleh enamatau tujuh balian.

c. Balian Alay atau mamutir, hewanpersembahan babi dan anjing, alat musikberupa gendang dan kalimpat (miripgendang tapi satu sisi sebelahnyaterbuka).

d. Balian Belahan Waluh, menggunakanhewan persembahan babi atau kambing,menggunakan gamelan pengiring balianhanya berupa gendang, dilakukan olehdua atau tiga balian. Meskipun berbedadalam beberapa teknis dan ketentuanaruh, dalam pelaksanaannya balian yangmemimpin dalam masing-masing aruhmenggunakan atribut utama yang samayaitu gelang Hyang, laung atau ikat kepaladari kain, kekemben, dan kain tapih/sarung yang diikat antara pusar dan lutut.

Dalam upacara bawanang, persyaratan utamayang harus dipenuhi adalah tempat upacara yangdilakukan di dalam balai adat (gambar 2). BalaiAdat Desa Hampang dibuat pada tahun 1970,dengan beberapa kali perbaikan pada bagiantiang dan atap secara swadaya oleh 40 umbun(KK). Balai ini biasa digunakan untuk aruh dengancara Balian Dewa, yaitu tata cara balian yangmerupakan keturunan dari Raja Banjar. Ruanganbalai adat dilengkapi dengan berbagaiperlengkapan seperti lalaya, langgatan, dan bokoryang terbuat dari bambu dan daun enau serta

Page 8: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin102

daun kelapa. Jenis perlengkapan dan peralatantergantung pada jenis upacara yang dilakukan.Pada aruh satu malam (baharin) dibuatperlengkapan berupa bokor, yaitu tempatmenaruh sesaji berbentuk rumah kecil di atastiang dengan hiasan atap berupa burung enggangdan naga (gambar 3). Di sebelah bokor terdapatrangkat gading yang merupakan simbol turunnyarezeki yang terbuat dari buluh (bambu) kuning.

Untuk bawanang dua hari dua malam dibuatperlengkapan upacara dengan berbagai sesajiyang disebut ancak basar, untuk empat malamdibuat balai pajuntaian, untuk enam dan delapanmalam dibuat balai kambang, untuk sepuluhmalam dibuat balai padudusan, dan untuk sepuluhdibuat balai sarijawa. Adapun peralatan yangterdapat di dalam balai adat dan sering digunakanpada saat aruh antara lain:

a. Perangkat gamelan yang terdiri atasagung (gong), kendang, babon, saron,dan gambang.

b. Tempat menaruh sesaji berupa pinggankuningan untuk wadah nasi lamang,sasanggan berupa piring-piring untuktempat makanan, dan perlengkapanbalian seperti kain dan pisau.

c. Bakul dan arangan untuk tempat beras.d. Lasung kayu bungur dan alu ulin untuk

menumbuk beras yang akan dibuat kueuntuk aruh (gambar 4). Kue-kue yangdibuat untuk aruh tidak boleh terbuat dariberas yang digiling.

e. Peralatan untuk balian berupa kain tapih,kain ikat pinggang, laung (ikat kepala),dan gelang Hyang biasanya disimpan dirumah balian.

2. PerladanganDalam perladangan dikenal istilah ladang

berpindah atau gilir balik. Urutan dalam kegiatanperladangan suku Dayak Meratus di Hampang,dimulai dari membuka lahan baru.

a. Melihat-lihat kondisi hutan, semacamsurvei lahan, yang disebut malalahi.Tujuan survei ini adalah untuk memastikanbahwa lahan untuk bahuma tersebut layakuntuk ditanami.

b. Memberi tanda pada lokasi yangdiinginkan untuk berladang denganmenebas rumput-rumput sekitar seluasselembar tikar.

c. Batirau atau berjanji, sambil menunggutanda-tanda berupa firasat atau mimpiuntuk mundur atau maju berhuma di lahanyang telah dipilih. Jika melihat tanda ataumimpi yang baik, seperti melihat gunung,naik gunung, bertemu anjing, makakegiatan membuka lahan bisa diteruskan.Akan tetapi, jika mimpi melihat bulan,menjala ikan, terluka, banjir, memotongrumput, melihat buah duku/langsat, danpanen lebah maka kegiatan membukalahan pada lokasi tersebut dihentikan dandiupayakan mencari lokasi baru.

d. Manabas, membersihkan rumput atauranting kecil yang di bawah denganparang.

e. Batilah, menebas bambu (bila adarumpun bambu)

f. Batabang, menebang pohon denganmenggunakan gergaji mesin atau senso.

g. Batutuh, merapikan kayu-kayu pohonyang sudah ditebang, memisahkandahan dan ranting agar mudah diangkutdan dibakar.

h. Bailai, mengeringkan batang pohon, daundan ranting.

i. Manyalukut, membakar batang, daun,dan ranting yang telah kering, supaya apitidak menjalar maka dibuat ladang atausekat bakar.

j. Mamanduk, membersihkan bekas-bekasbakaran, seperti menyingkirkan ranting-ranting yang tidak terbakar.

k. Manugal atau melibakakan benih(menanam benih padi) pada tanah yangsudah dilubangi dengan menggunakantugal.

l. Membersihkan rumput di sela-sela padi.m. Pemataan, berdoa memohon pada Yang

Maha Kuasa agar dilindungi darigangguan hama dan musibah.

Page 9: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 103

n. Palas banih/basambu umang, yaituupacara mengawali masa panen denganmengikat satu batang padi, disertai sesajiberupa giling (kinangan dan rokok),memotong babi atau ayam sebagaipersembahan/palas.

o. Menggantas benih/mangetam, ataupanen padi. Mangetam dilakukan denganalat berupa kompet atau ranggaman (ani-ani). Setelah diketam, padi dikeringkandi sekitar pondok dekat ladang,kemudian dibawa pulang untuk disimpandi dalam wadah padi yang terbuat darikulit kayu atau anyaman bambu berbentukbulat seperti tong. Wadah dari kulit kayudisebut lulung atau gambir, dari anyamanbambu disebut kindai. Wadah paditersebut ditaruh di dalam rumah.

p. Aruh bawanang atau mahanyari benih,upacara pesta panen sebagai ungkapanrasa syukur kepada Hyang Dewata Langit,dilakukan setelah semua padi masuk kedalam lumbung (gambir). Setelah upacarabawanang, padi baru boleh dimakan.Upacara atau aruh bawanang dilakukansecara berkelompok, selama dua hinggadelapan malam dengan memotonghewan persembahan berupa ayam ataukambing.

q. Bila lahan tersebut merupakan lahan lama(tidak membuka lahan baru), maka cukupdilakukan upacara baharin yang lamanya

hanya 1 malam saja, cukup memotongayam. Hal ini berbeda dengan DayakMeratus di Halong (Balangan) yangmelakukan upacara baharin sebagaiupacara besar yang dilakukan selamaempat hari empat malam denganmemotong hewan persembahan berupakerbau.

r. Setelah pelaksanaan aruh bawanangmaupun baharin, dilakukan berpantanguntuk masuk hutan, atau melakukanaktivitas lainnya, kecuali istirahat di rumah.

Dayak Meratus Dusun Gadang, Desa CantungKanan1. Upacara Kematian

Masyarakat di Dusun Gadang menyebutdirinya sebagai Dayak Meratus yang masihmemegang teguh adat leluhur. Berbagai upacaraadat yang berkaitan dengan daur hidup, kematian,dan perladangan masih dilakukan. MenurutKepala Adat dan balian Desa Gadang, Ubiansyah(58 tahun), upacara adat bawanang di DesaGadang menggunakan adat balian Piturun yangditurunkan secara turun temurun (gambar 5). Padamasa kemudian balian Piturun menurunkan baliandelapan. Mereka semua menjadi balian danakhirnya terjadi perbedaan antara yang satudengan yang lain. Sementara itu, yang ada diGadang terutama kelompok umbun pakUbiansyah, dalam upacara adat menggunakanadat balian dewa.

Gambar 4. Lasung untuk membuat tepung berassebagai bahan kue pada aruh bawanang.

sumber: dok. Balar Banjarmasinsumber: dok. Balar Banjarmasin

Gambar 5. Balian bakanjar (menari mengelilingilanggatan) pada aruh bawanang di Balai Makirim,

Desa Gadang.

Page 10: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin104

2. Upacara panen bawanang dan baharinDaur hidup yang dikenal di kampung ini

adalah bawanang dan baharin sebagai rasa syukuratas keberhasilan panen. Peserta bawanangadalah seluruh himpunan balai adat, tetapi orangmuslim dan Kristen bisa datang hanya untuk turutmenghadiri tetapi tidak untuk ikut menjalani ritual.Bawanang di Dusun Gadang bisa dilaksanakanselama dua, empat, enam, delapan, sepuluh, duabelas, empat belas, dan tertinggi 16 malam. Daritahun ke tahun pelaksanaan bawanang diharapkanmeningkat hari pelaksanaannya. Jika tahun inipelaksanaan dua malam maka pada tahunberikutnya menjadi empat malam, demikianseterusnya. Dalam mensyukuri panen yangberhasil tersebut mereka juga melakukan doaagar mereka dan seluruh kelompok umbun yangmelakukan bawanang selamat. Jika setelahpelaksanaan upacara hingga menjelangbawanang berikutnya tidak ada musibah yangmenimpa warga umbunnya, maka doanyadianggap terkabul dan pelaksanaan bawanangberikutnya harus ditingkatkan harinya, misalnyadari dua malam menjadi empat malam.

Selain bawanang, sehabis panen jugaterdapat upacara jenis lain yang disebut baharin.Baharin biasanya dilaksanakan hanya satu malam.Perbedaan lain, baharin dilaksanakan karenapanen padi dari lahan yang dibuka dari hutanbelukar, atau merupakan panen pertama setelahlahan dibuka. Sementara itu, bawanang adalahupacara setelah panen dari hasil ladang yangsebelumnya memang pernah ditanami. Dalamsatu kelompok umbun pasti ada sebagian yangmenanam padi dari lahan yang baru dibuka danada juga yang menanam dari lahan yangsebelumnya telah dijadikan ladang. Dengandemikian, kedua upacara tersebut pastidilaksanakan dalam setiap tahunnya.

Dayak Meratus di Dusun Salat, Desa ParamasanDuakalisanga

Bawanang dan BaharinMenurut Kepala Adat Dusun Salat, Dakoi (55

tahun) upacara religi atau aruh adat di Dusun Salat,Desa Paramasan Duakalisanga menggunakanjenis balian darat yang merupakan adat balian

paling awal sebelum ada balian-balian. Balianyang tinggal di balai adat Hamenak itu menuturkanbahwa upacara bawanang (pesta panen di lahanbaru) di Balai Hamenak biasanya diikuti oleh 32(keluarga). Kurban yang disembelih untuk upacaratersebut adalah ayam, babi, dan anjing. Bawanangdilakukan selama dua hingga enambelas malam.Sementara itu, upacara baharin (pesta panen dilahan lama atau puga) dilaksanakan satu malam.Dengan demikian, setiap tahunnya pasti terdapatupacara baharin. Hal ini terjadi karena dalam satuumbun sangat mungkin bahwa yang lain menanamdi hutan puga (lahan yang sebelumnya ditanamipadi) kemudian ditanami padi lagi, maka pastiada sebagian yang lain menanam padi di lahanyang baru dibuka. Hal tersebut disebabkan setiaplahan hanya ditanami selama dua tahun saja,setelah dua tahun harus pindah ke lahan yangsatunya lagi. Masa perpindahan tidak sama antarasatu anggota umbun dengan anggota umbun yanglain.

Dengan perhitungan yang demikian makadalam setiap tahunnya pasti ada baharin dan jugabawanang. Bawanang tidak akan terjadi jika adamusibah kematian yang dialami oleh salah satudari anggota umbun tersebut. Jadi, jika adakematian maka semuanya gugur, maksudnyapada tahun tersebut tidak ada bawanang dan tahunsetelah itu dilaksanakan bawanang tetapi dimulailagi dari bawah, yaitu dua malam. Sementara itu,jika terjadi gagal panen, maka tahun tersebutterlaksana juga bawanang tetapi tidak mengalamipeningkatan dalam jumlah hari. Misalnya, tahunlalu dilakukan bawanang empat malam, jika tahunini terjadi gagal panen, maka bawanangnya tahunini adalah empat malam juga. Jadi dilakukanbawanang tetapi tidak ada peningkatan jumlah haripelaksanaan.

Setelah upacara bawanang, berapapunjumlah hari bawanang, seluruh anggota umbunmelakukan pamali selama tiga hari tiga malam.Selama masa pamali, mereka tidak bolehmembunuh hewan, menebang pohon, menerimatamu dan bertamu. Hal yang unik dari adat DusunSalat, yang 75 % masih Kaharingan ini adalahbahwa dalam setiap upacara kematian tidakdibolehkan memotong babi. Sebaliknya, dalampesta panen seperti bawanang boleh memotong

Page 11: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 105

anjing, babi,dan ayam, tetapi tidak bolehmemotong kerbau karena bukan keturunan balianDewa.

Kecamatan Kelumpang Barat

Dayak Dusun di Desa Magalau HuluMenurut Kepala Dusun yang sekaligus

seorang balian Magalau Hulu, Dumimpin (56tahun), suku Dayak Dusun merupakanpertengahan antara suku Dayak dan suku Banjar.Apakah pertengahan itu berarti percampuranantara suku Dayak dan suku Banjar atau sukuDayak yang telah berasimilasi dengan keturunanKerajaan Banjar? Tidak ada jawaban pastinya.Sebagian orang Dusun, seperti Pak Blorong,tidak mau disebut sebagai orang Dayak,melainkan orang Dusun. Mereka mempunyaikepercayaan asli yang tidak mau disebutKaharingan, melainkan sebagai kepercayaanorang Dusun. Dalam upacara adat, merekamenggunakan adat balian Dewa yang merupakanadat bagi keturunan Kerajaan Banjar. Dalamupacara adat balian Dewa, orang Dusunmenggunakan alat unsur gamelan yang terdiri atasbabon, gendang, kalimpat, saron, agung, rebab,dan seruling.

Upacara Kematian Adat Dayak DusunSama halnya dengan penganut kepercayaan

asli di desa lain, di dalam KTP mereka untukagama adalah kosong. Dalam religi orang Dusunsebenarnya tidak jauh berbeda dengan orangMeratus, hanya dalam teknis pelaksanaannyamasih lengkap dan lebih detail sehingga terkesanlebih rumit. Orang yang meninggal diurus olehseorang dukui (atau dudukun), bukan balian. Jikaada orang yang meninggal dunia, maka anggotakeluarga harus berkumpul untuk mengiringiupacara penguburan. Selama di dalam rumah,adat bamamang dilakukan selama dua malamdengan diiringi bunyi gong, kemudian diantar kekubur dengan diiringi bunyi gong sebagaipembuka jalan menuju ke balai arwah (nuhuilalan). Banyaknya bacaan nuhui lalan tergantungbunyi gong, misalnya malam pertama sebanyakdua kali bunyi gong, malam kedua sebanyakempat kali bunyi gong. Mayat dimandikan,

dikenakan pakaian, dan pada bagian mata,hidung, mulut, dada, kedua tangan diberi matauang logam kuna. Mayat dimasukkan dalam petimati dan dibawa ke pemakaman. Setelah mayatmasuk ke lokasi penguburan, barulah dilakukanpenggalian lubang kubur.

Bekal kubur berupa mangkok, piring, danparang dimasukkan ke dalam lubang kubur,ditutup papan baru kemudian ditimbun tanah. Diatas kubur dipasang dua buah nisan, yaitu satuunsur perempuan di bagian kepala dan laki-lakidi bagian kaki. Di kubur tersebut dipasang tujuhlilin menyala atau tujuh lentera yang dikelilingi tujuhtali, juga ditanami pinang, pisang, daun rirung,kambat, durian, dan langsat. Kegiatan tersebutdilakukan oleh keluarga si mati sambil membacadoa-doa sebanyak jumlah anak tangga, yaitu tujuhanak tangga yang melambangkan tujuh tingkatperjalanan roh. Pada tingkat keempat merupakantingkat tersulit yaitu, nini kawayan tuli yangmerupakan perbatasan atau transisi antara alammanusia dan alam kumbawa yang banyakterdapat godaan. Pada tingkat ketujuh perjalanansi mati telah sampai ke tempat kebersamaan ataunuhui lalan.

Setelah selesai penguburan, para pengantarjenazah tidak langsung pulang ke rumah tetapiharus mandi di sungai untuk membersihkan diri.Sesampai di rumah, keluarga si mati menceritakanadat atau kebiasaan si mati dan menyelesaikansemua urusan si mati yang belum tuntas, sepertihutang piutang. Untuk pekerjaan yang berkaitandengan kematian, misalnya mencari kayu danbambu untuk mengangkat jenazah, memikuljenazah, masing-masing mendapat upah berupaberas, telur ayam, daun kambat, dan daun titis.Pembayaran adat sebagai "pendingin" dilakukansupaya keluarga yang ditinggal tidak terkenamusibah, penyakit, tanaman bisa tumbuh subur,dan tidak ada kematian lagi dalam waktu dekat.Orang-orang yang membantu pada upacarakematian yang bekerja atas sukarela tanpa disuruhtidak diberi bayar adat, tetapi jika ia bekerjakarena disuruh atau dimintai tolong, bukan karenakehendak sendiri maka keluarga si mati wajibmembayar adat dengan sejumlah piring.

Pascapenguburan, anggota keluargaberpantang selama 12 hari tidak boleh berladang

Page 12: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin106

dan berburu. Jika belum genap tiga hari, jikaberbelanja mereka harus membawa daunsembeluman atau daun kambat sebagai tolakbala. Sebagai tanda sedang berpantang danpamali untuk menerima tamu, di depan rumahdinyalakan api selama 9 hari tanpa padam. Jikaternyata ada yang melanggar pamali bertamu,maka harus membayar denda adat. Upacarakematian ini berlaku juga pada masyarakat DayakDusun di wilayah Sungai Durian, yaitu di DesaRantau Budha dan Gendang Timburu.

Setelah tiga tahun, roh akan menjelmamenjadi dewa yang dapat berkomunikasi danmenolong manusia. Dia akan kembali pada tahunketujuh, kesembilan, keduabelas, atau padatahun tertentu untuk meminta sesaji. Orang Dusuntidak mengenal penguburan kedua sejak zamandahulu karena membongkar kubur akan dikenaidenda adat. Upacara kematian bagi orang Dusunhanya sampai pada hari ketiga (di Magalau Hulu),atau tujuh hari (di Rantau Budha). Setelah itu makatidak ada upacara atau hajat lagi. Bagi yangmampu, pembuatan batur dilakukan pada saat haripenguburan.

Kecamatan Sungai Durian (Dayak Dusun)

Desa Rantau BudhaDesa Rantau Budha terletak sekitar 2 km

sebelum kantor Kecamatan Sei Durian (jika lewatdarat). Menurut cerita tokoh adat, Dumiwol (64tahun), Pihu (44 tahun, Sekretaris Desa RantauBudha), dan Martinus (53 tahun, Kepala DesaRantau Budha), nama Rantau Budha berasal darilegenda para biksu Budha yang datang kewilayah ini pada tahun 1970-an untuk berdagang.Keberadaan para penganut Budha masih adahingga saat ini, sekitar 10 % dari 402 KK, Hindu10 %, Kaharingan 30 %, Islam 10 %, dan Kristen40 %. Meskipun telah menganut berbagai agama,tetapi mayoritas penduduk Rantau Budhamerupakan orang Dusun yang terikat oleh hukumdan aturan adat Dayak Dusun. Sebagian darimereka merupakan pendatang, seperti Martinus(53 tahun, Kepala Desa Rantau Budha), yangdatang dari Labuhan (Barabai) bersama orangtuanya pada tahun 1955 dengan berjalan kaki

selama tiga hari tiga malam melalui lembah danngarai Pegunungan Meratus.

Tempat KeramatDesa Rantau Budha terdiri atas beberapa

kampung kecil yang sebagian merupakankampung lama, yaitu Patikala (sekarang di km 6-8), Paparangan (km 9), Masimbui (km 15), danRantau Budha (km 10). Desa Rantau Budha mulaiberkembang sejak tahun 1995 dengan adanyaSD, SMP, dan akses jalan darat yang kian ramaikarena adanya perusahaan kayu, meskipunsebagian masih menggunakan jalur sungai.Sebagai penganut kepercayaan, masyarakat didesa ini percaya pada kekuatan di tempat-tempatkeramat yang selalu diberi sesaji pada saatupacara adat (aruh). Tempat-tempat pemujaantersebut adalah:

a. Balai Peranggun, bekas kampung lamayang di sana terdapat balai sebagaitempat aruh tertua, terletak di seberangSungai Manunggul, ± dua km darikampung sekarang.

b. Balai ini kini terletak di seberangkampung yang sekarang, karena dahulukampung lama terletak di seberangSungai Manunggul. Tahun 1974, darikampung lama berpindah ke kampungyang sekarang karena ada perusahaankayu PT Pamukan Jaya.

c. Lubuk Jaring, merupakan tempatpertapaan raja-raja zaman dahulu, di tepiSungai Sabe km 6.

d. Balai Nanga Sabai, merupakan bekaskampung lama tempat aruh zamandahulu.

e. Batu Manunggul, batu keramat berbentukbundar yang terletak di tepi SungaiManunggul km 10. Di seberang batutersebut juga terdapat sebuah batukeramat yang disebut Batu Payung.

f. Batu Ajung, yaitu batu keramat yangbentuknya mirip perahu (ajung=perahu)yang terletak di tengah Sungai Manunggulkm 13.

Page 13: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 107

Tempat-tempat keramat tersebut tiap tahun,pada upacara siwah tahun, diberi sesaji berupasanggar atau ancak berisi berbagai sesajianmakanan. Tiang-tiang bekas ancak atau sanggarsesaji masih tampak di beberapa tempatpemujaan tersebut. Roh-roh penunggu tempatkeramat tersebut juga dipanggil pada saatupacara adat siwah tahun yang dilakukan rutinsetiap tahun di Desa Rantau Budha. Upacarabawanang belum tentu dilakukan tiap tahun, karenabanyak hal yang menentukannya, seperti adanyakematian. Akan tetapi, upacara siwah tahunsebagai ungkapan rasa syukur dan mohonkeselamatan dari marabahaya harus dilakukanrutin setiap tahun, baik secara pribadi maupunbersama-sama.

Desa Gendang TimburuDesa Gendang Timburu terletak di tepi jalan

Batulicin-Tanah Grogot, dengan kepala adatBapak Jalani atau Blorong (62 tahun) yangmempunyai rumah batu sekaligus menjadi balaiadat Bukur. Menurut Bapak Blorong, kepercayaanasli orang Dayak Dusun di Gendang Timburusebenarnya sama dengan Kaharingan, meskipunkenyataannya belum diakui pemerintah sehinggadi dalam KTP agama mereka dikosongkan.Menurut Blorong, suku Dayak Dusun merupakanketurunan dari Kerajaan Banjar yang ada di MuaraSampanahan atau muara Sungai Besar/SungaiBumbu (Muara Bumbu), yaitu Ratu Intan, adiknyaRatu Kumala. Dalam upacara adat menggunakanadat jenis balian Dewa, sehingga di dalam aruhadat tidak diperbolehkan memotong babi dananjing. Orang Gendang Timburu ini dulu berasaldari Hulu Sampanahan.

Dalam kehidupan sehari-hari, orang DayakDusun menggunakan bahasa Dusun yangdidominasi oleh bahasa Dayak Maanyan dansedikit Banjar. Bahasa Dusun ini digunakan olehkelompok suku Dayak Dusun yang tersebar disepanjang DAS Semihim dan DAS Sampanahan,yaitu Desa Sungai Durian (dulu bernamaManunggul Lama), Manunggul Baru, MagalauHulu, Magalau Hilir, Desa Gendang Timburu, danBuluh Kuning. Beberapa tokoh adat, sepertiBlorong dan Camat Sungai Durian, Zaenal Abidin,

menuturkan bahwa penduduk asli orang Dusunberada di Sampanahan, yaitu di Gunung BatuBesar. Pak Blorong yang sudah 22 tahun tinggaldi Gendang Timburu, sebelumnya tinggal diSampanahan. Dia dan keluarganya meninggalkanSampanahan untuk mencari tempat tinggal yanglebih mendekati akses jalan dan pasar atau pusatperekonomian.

1. PerladanganKini Gendang Timburu telah dihuni oleh

sekitar 430 KK, yang 30 % di antaranya adalahpenganut kepercayaan Kaharingan. Padaawalnya, mata pencaharian mereka adalahberladang sebagai mata pencaharian utama,dengan pekerjaan sampingan berupamengumpulkan rotan, mendulang emas, mencarisarang walet, karet, dan menanam kopi. Akantetapi sejak harga kopi menurun, sebagian darimereka, beralih dengan menanam pohon pisangyang nilai jualnya jauh lebih tinggi daripada kopi.Sebagai mata pencaharian utama, kegiatanberladang sarat dengan ritual adat, sepertidituturkan oleh Dumimpin (Kepala Adat MagalauHulu) dan Jalani alias Blorong (kepala AdatGendang Timburu). Ritual yang mengiringikegiatan berladang orang Gendang Timburuadalah sebagai berikut.

a. Diawali dengan menebas (isiro) kayu ataubatang pohon besar, dikumpulkan dandikeringkan hingga siap dibakar,dilakukan pada bulan ketujuh (Juli);

b. Bulan kesembilan kayu-kayu hasiltebasan sudah kering dan dibakar(notong);

c. Bulan ke-12 masa menanam padi (muaupare). Setelah menanam padi, diadakanupacara berjanji bila sampai nanti tidakada anggota keluarga yang meninggalhingga satu bulan pascapanen akandilakukan upacara bawadai imbah muau.Upacara yang dilakukan di dalam rumahini dipimpin oleh balian atau dudukunselama 1 hari 1 malam dengan sesajiberupa ayam putih, 15 butir telur ayam,dan dodol;

Page 14: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin108

d. Setelah biji keluar bulir (bunting)diadakan upacara mambai maan rejanmenyambut padi keluar yang dilakukansatu hari satu malam oleh balian ataududukun dengan cara balian duduk (tidakdisertai tarian balian);

e. Sekitar lima bulan kemudian padi sudahdapat dipanen. Di sela-sela panendilakukan upacara isiwak yang intinyamemberi makan pada para dewa denganmembuat lemang. Upacara ini dilakukanselama setengah malam saja;

f. Ketika panen hampir selesai (disisakansembilan batang tanaman padi) dilakukanupacara nyanggar alohome (upacara ditengah ladang), setelah upacara selesaimaka sembilan batang tanaman paditersebut diambil dan dibawa pulang.

2. Upacara pascapanen dan peralatannyaSekitar dua bulan kemudian, sekitar bulan

kesepuluh (Oktober) dilakukan upacara siwahtahun atau tutup tahun sebagai ungkapan rasasyukur atas hasil panen dipimpin oleh dudukun.Bila upacara dilakukan secara besar-besarandilakukan upacara bawanang dengan balianbatandik dengan alat musik gamelan lengkap danmemotong kambing. Jika dalam waktu satu bulansetelah tanam padi ternyata ada anggota keluargayang meninggal maka janji-janji upacara hinggabulan kelima tersebut hapus semua. Dengandemikian, upacara perladangan langsungdilanjutkan ke menyanggar dan bawanang atausiwah tahun. Bila setelah upacara bawanang atausiwah tahun ternyata ada anggota keluarga yangmeninggal maka semua janji yang diucapkanpada bawanang atau siwah tersebut hilang,sehingga pada tahun berikutnya cukup dilakukanupacara syukuran secara kecil-kecilan. Upacarasyukuran kecil-kecilan terus berlanjut hingga adajanji untuk melakukan upacara manyanggar hinggabawanang, misalnya berkaitan dengan orang sakityang berjanji bila sembuh akan melakukanmanyanggar hingga bawanang.

Adapun perlengkapan yang dibuat padawaktu aruh bawanang di Desa Gendang Timburuadalah:

a. Bokor, yaitu bentuk rumah kecil daripapan kayu yang dikelilingi oleh daun-daun enau, diletakkan di tengah tempatupacara. Bokor ini merupakan inti daritempat upacara yang dikelilingi olehbalian pada saat menari sambil membacamantra. Bokor yang intinya berbentukrumah kecil ini dapat dipakai berulangpada aruh berikutnya, kecuali adakematian maka ketika kembali aruh harusmembuat bokor baru.

b. Parung, rumah-rumah kecil tempat sesajidari bahan kayu yang digantung.

c. Sanggar, yaitu tempat sesaji berupa rak-rak kayu dan bambu yang ditaruh didinding atau sudut ruangan

d. Lanjung tumbangan, yaitu keranjang daribambu yang digunakan balian sebagaiwadah sesaji.

Bila sudah dilakukan upacara bawanang,siwah tahun, atau selamatan kecil maka paditersebut sudah boleh dimakan, meskipunsebagian masih berpegang pada adat untuk tidakmenjual padi tetapi hanya dimakan keluargasendiri. Dalam kebiasaan orang Dusun, satu kalipanen dapat dimakan untuk tiga tahun. Padi yangtidak habis dimakan disimpan dalam wadah atausemacam lumbung padi yang disimpan dipondok atau di dalam rumah. Adapun alat-alatyang berkaitan dengan pengerjaan atauperlakuan terhadap padi adalah sebagai berikut.

a. Ba’angkat: wadah padi berbentuklingkaran terbuka terbuat dari bambuyang disusun vertikal di dalamnya dilapisitikar.

b. Tampin: seperti ba’angkat tetapi terbuatdari daun nipah.

c. Lulung: seperti ba’angkat tetapi terbuatdari kulit pohon atau triplek (gambar 6).

d. Tapapan: dapur untuk memasakberbentuk tingkat dua, bagian atas untukmenyimpan kayu bakar.

e. Daharu sulung : alat pengambil padi untukdimasukkan ke wadah padi atau lasung,terbuat dari rotan.

Page 15: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 109

f. Daharu bulat : alat pembersih padi untukmemisahkan padi dengan sekam,terbuat dari anyaman.

Beberapa keluarga seperti Dumimpin (balianMagalau) bahkan telah menyimpan padi di dalamwadah tersebut sejak tahun 1974 hingga kini. Diapantang menjual padi karena jika padi dijualdikhawatirkan nanti padi akan marah dan tidak mautumbuh lagi. Di dalam rumahnya terdapat limabuah ba'angkat dan tampin yang masing-masingpenuh berisi padi sebagai persiapan masapaceklik sekaligus buat warisan bagi keturunannya(gambar 7). Diyakini bahwa jika keturunannya tidakdapat menjaga padi tersebut maka kelak akantimbul kesulitan.

3. PengobatanSelain ritual yang berkaitan dengan

perladangan, orang Dusun mengenal upacarapengobatan mulai dari sakit ringan hingga berat,yaitu:

a. Basambur, yaitu mengobati sakit yangringan dengan cara menyemburkan airtawar ke tubuh si sakit. Cara ini digunakanuntuk mengobati sakit ringan seperti sakitpanas. Upacara pengobatan ini dilakukanoleh balian atau dudukun tanpa batandik.Bila pengobatan dengan cara ini tidaksembuh maka ditingkatkan ke tahappengobatan berikutnya, yaitu umiwo.

b. Umiwo tingkat satu, yaitu pengobatanuntuk sakit yang agak parah, dilakukanselama satu hari satu malam denganbalian batandik. Bila si sakit belumsembuh maka pengobatan dilanjutkan ketahap berikutnya, yaitu umiwo tingkat dua.

c. Umiwo tingkat dua, yaitu pengobatanuntuk sakit yang parah yang belumsembuh oleh cara umiwo satu malamsehingga ditingkatkan menjadi dua atautiga malam. Upacara umiwo disertaidengan sesaji berupa ayam putih, bijiwijen, buah sapang, wajik, dodol, daunaren hijau dan kuning, kelapa, bambu,dan rotan untuk mengikat. Upacara inidipimpin oleh balian dan dudukun denganbatandik (balian menari diiringi musikgamelan). Di dalam upacara umiwo harusdisertai dengan pengucapan janji,misalnya bila sembuh akan melakukanupacara manyanggar hingga bawanang.

d. Manyamban atau mangile, yaitu upacarakhusus untuk mengobati anak-anak dibawah umur satu tahun yang sakit parahyang tidak dapat disembuhkan denganbasambur, atau umiwo. Prinsipnya samadengan pengobatan umiwo atau balianbatandik, yaitu pengucapan janji bilasembuh akan melakukan upacara adat.Si anak yang sakit diberi ikatan berupa

Gambar 6. Lulung dan bakul wadah padi bersandingdengan sesaji aruh bawanang.

sumber: dok. Balar Banjarmasin

Gambar 8. Baangkat sebagai wadah penyimpanpadi di dalam rumah Bapak Dumimpin.

sumber: dok. Balar Banjarmasin

Page 16: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin110

kalung di leher (samban) atau gelang ditangan yang diberi bandul berupa uanglogam gobang atau kepeng. Tali tersebutmerupakan simbol ikatan dari dewasupaya tetap hidup, sedangkan uanglogam merupakan simbol kehidupan. Taligelang atau kalung tersebut dipakaihingga talinya putus dengan sendirinya.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Religi dan Upacara Adat Dayak Meratus

Konsep kepercayaan yang melekat padaorang Dayak Meratus sebenarnya tidak berbedadengan konsep kepercayaan yang diyakini olehorang Dayak Banjar. Orang Dayak Meratusmaupun orang Dayak Banjar meyakini bahwa zattertinggi berada pada Nining Batara atau TuhanYang Maha Esa yang tidak berwujud tetapi beradadi mana saja. Mereka percaya bahwakepercayaan itu telah diwariskan turun temurundari datu nini (nenek moyang). Perbedaanmereka hanya terletak pada adanya garisketurunan Kerajaan Banjar yang pernah ada diwilayah tersebut, sehingga mereka menyebutdirinya sebagai Dayak Banjar, yang sedikitmembedakan dengan orang Dayak lainnya dilembah Meratus.

Historiografi pengaruh dari Kerajaan Banjaryang menghasilkan orang Dayak Banjar dapatditelusuri dari cerita dalam Hikayat Banjar danlegenda masyarakat setempat. Dalam HikayatBanjar disebutkan bahwa pada abad ke-17 wilayahdi Tenggara Kalimantan takluk kepada KerajaanBanjar, termasuk Kerajaan Pamukan yang terletakdi tepi Sungai Cengal. Ketika Kerajaan Pamukandiserang oleh gerombolan perompak, kerajaantersebut meminta bantuan dari Kerajaan Banjaruntuk menempatkan utusannya guna melindungiKerajaan Pamukan yang telah hancur. Raja Banjarmengutus Pangeran Dipati Tuha bin SultanSaidullah untuk mengatasi kondisi di Pamukandan menetap di Sungai Bumbu, kemudianmendirikan Kerajaan Tanah Bumbu yang meliputiCengal, Sampanahan, Manunggul (sekarangSungai Durian), Bangkalaan, Cantung, Buntar Laut,

dan Batu Licin. Pada tahun 1780 kerajaan inidipecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil, yaituCantung dan Batulicin diperintah oleh Ratu IntanI; Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul, danCengal diperintah oleh Pangeran Prabu,sedangkan Pangeran Layah memerintah di BuntarLaut. Kerajaan-kerajaan kecil tersebut berada dibawah Afdeeling Pasir dan Tanah Boemboe dibawah kekuasaan Asisten Residen G.H. Dahmendi Samarinda. Pada masa tersebut banyak rajakecil yang masuk Islam, seperti Raja Batu Gintingdi Bangkalaan yang kemudian Bangkalaandipecah menjadi dua, yaitu Bangkalaan Dayakyang penduduknya masih menganutkepercayaan tradisional dan Bangkalaan Melayuyang telah memeluk Islam.

Religi orang Dayak Meratus tercermin daritindakan dan perlakuan dalam upacara adat,seperti upacara menjelang berladang, menjelangpanen, dan setelah panen. Upacara yang terkaitdengan daur hidup meliputi upacara kelahiran,perkawinan, pengobatan, dan kematian. Darisekian upacara adat, upacara yang terkait denganpanen atau setelah panen merupakan upacaraterbesar yang melibatkan banyak pihak denganwaktu yang panjang, yaitu antara tiga hingga 14hari. Secara umum, Dayak Meratus di daratanKotabaru mempunyai adat yang sama, baik DayakMeratus/Bukit, Dayak Banjar, maupun DayakDusun. Perbedaan antara Dayak Meratus danDayak Banjar terletak pada adanya historipengaruh dari Kerajaan Banjar sehingga padaupacara mereka menggunakan jenis balian dewayang melarang memotong babi, sedangkanDayak Bukit yang terletak jauh di atas bukit tidaktersentuh oleh pengaruh Kerajaan Banjarsehingga tetap melakukan ritual adat dengankurban babi dan berbagai jenis balian yangdisesuaikan dengan waktu pelaksanaan upacara.Religi orang Dayak Dusun dalam hal upacara adatyang terkait dengan kehidupan sepertiperladangan, kelahiran, perkawinan, danpengobatan hampir sama dengan orang DayakMeratus dan Dayak Banjar. Perbedaannya adalahdalam hal upacara kematian Dayak Dusun lebihrumit atau lebih lengkap dengan aturan adat yangmerupakan campuran Dayak Maanyan dan Bukit,

Page 17: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 111

sementara pada Dayak Meratus dan Dayak Banjarritual kematian lebih sederhana karena telahmendapat pengaruh dari Islam (Kerajaan Banjar).Upacara kematian turun tanah, selamatan padamalam ganjil tiga, dan tujuh, 25, 40, dan 100merupakan pengaruh dari Banjar yang merupakanperpaduan Majapahit (Hindu) dan Islam Jawa.

Pengaruh Kerajaan Banjar juga tampakadanya jenis balian dewa dalam aruh bawanangdan baharin, karena jenis balian ini baru munculsetelah berdiri Kerajaan Banjar. Jenis balian iniberbeda dengan tiga jenis balian lainnya, yaitubalian darat, balian alay (mamutir), dan balianbelahan waluh. Jika ketiga jenis balian ini hanyamenggunakan musik gendang atau babon dandalam upacara boleh memotong babi serta minumtuak, maka dalam adat balian dewa, upacara lebihmeriah lagi diiringi dengan alat musik gamelanlengkap dengan gendang, kenong, babon, saron,dan gong. Namun demikian, dalam aruh baliandewa dilarang memotong babi dan minum tuak.Hal ini sangat menarik, karena aruh balian dewadilakukan oleh penganut kepercayaan babalian,bukan muslim. Pada masa sekarang, penganutbalian dewa ini menyebut dirinya sebagaiketurunan Kerajaan Banjar dan menyatakan dirinyasebagai orang Dayak Banjar, bukan orang DayakMeratus. Kalimpat, babon, dan gandangmerupakan alat musik tradisional "asli" DayakMeratus, sedangkan gong, saron, dan kenongmenunjukkan adanya pengaruh dari luar, terutamaBanjar dan Jawa. Demikian juga keberadaan matauang tail dalam denda adat juga menunjukkanadanya pengaruh Jawa kuno (Majapahit).

Upacara yang berkaitan dengan perladanganterfokus pada pesta pascapanen, yaitu: baharin(jika panen padi di lahan lama, berlangsung satumalam), bawanang (panen padi di lahan baru, bisalebih dari tiga malam), dan manyanggar/siwahtahun yang merupakan pembersihan kampungdan tolak bala pada saat padi berusia dua bulan.Selain upacara yang berkaitan dengan

perladangan, orang Dayak Meratus jugamelakukan upacara babalian pengobatan.Upacara pengobatan untuk sakit ringan adalahdengan basambur dan batawan; untuk anak-anakdengan upacara mayamban atau mangile. Padapengobatan pasien sakit keras, biasanya disertaidengan nazar apabila sembuh akan melakukanaruh, misalnya dengan balian batandik (upacarayang dilakukan balian disertai tarian diiringi alatmusik gamelan).

Berbagai pantangan menyertai setiappelaksanaan aruh adat, bagi pelanggar dikenaisanksi atau denda adat. Pantangan berlaku,misalnya bertamu pada saat upacara pengobatan;pantangan beraktivitas ke hutan, dan berburupascaaruh bawanang1, berbuat kegaduhan padawaktu aruh. Selain itu, denda adat juga dikenakanbagi pelaku kawin sumbang sumala (menikahdengan orang yang dilarang, misalnyakeponakan dengan paman), pengganggu istriorang, pencuri pohon/kayu madu, dan durian.Besarnya denda adat tergantung pada keputusanadat berdasarkan besar kecilnya tingkatpelanggaran, misalnya memotong babi, ayam,denda uang tiga tail atau dalam bentuk piringsebanyak 48 (3 x 16 piring2).

Pamali juga dilakukan setelah melakukan aruhbawanang, dengan waktu pantang bervariasitergantung kesepakatan adat. Di GendangTimburu, pascaaruh bawanang wajib melakukanbapantang selama satu minggu atau tujuh hari,antara lain pantang untuk membunuh hewan,memotong kayu/bambu/ menebang pohon laindi hutan, membicarakan kejelekan orang, danmenerima tamu. Jika pantang tersebut dilanggar,maka mereka percaya bahwa aruh yang telahmereka lakukan dengan susah payah akan sia-sia. Untuk mentaati pantang tersebut, biasanyapihak yang telah melakukan aruh bawanang tidakmelakukan aktivitas seperti biasa, hanya makandan tidur di dalam balai hingga masa pantang usai.Pelanggaran biasa terjadi berupa keributan pada

1 Pantang atau pamali pascaaruh ini bisa berlaku selama tiga hari, enam hari atau delapan hari tergantung kesepakatan adat.2 Dalam tradisi orang Dayak Meratus di Kotabaru, satu tail sama nilainya dengan 16 buah piring keramik warna putih yang kini banyak

beredar di pasaran.

Page 18: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin112

Tabel 1. Religi Suku Dayak Pegunungan Meratus.

waktu aruh, atau tamu yang nyelonong masukrumah padahal sudah diberi tanda. Untuk itu bagiyang melanggar harus dibersihkan dengan dendaadat. Denda adat berlaku bagi siapa saja yangmelanggar aturan tersebut, misalnya membuatulah atau kegaduhan di ruang aruh didenda tigatail atau 48 piring putih. Denda itu harus dibayarkanpada saat itu juga, harus dalam bentuk piring, tidakdapat diuangkan. Piring tersebut kemudian

menjadi aset adat, dapat dipinjam untuk keperluanaruh adat.

Denda adat juga berlaku bagi siapa saja yangmengganggu istri orang, mencuri atau menebangpohon gelamu atau bengkaris yang menjadirumah lebah madu, pohon durian, dikenai dendamasing-masing-masing tiga tail atau 3 x 16 piringkeramik putih (48 piring, satu tail = 16 piring).

Suku Dayak Konsep Religi tentang Tuhan

Upacara Kematian Jenis Upacara Adat dominan

P eralatan Upacara Besar

Dayak Ba njar d i Hampang

Nining Batara - Mayat d imandikan, dibajui, pemberian koin ku na pada mata, mu lut, h idung; dan bekal ku bur, dimasukkan dalam peti, dikubur.

- Kubur prime r: turun tanah , upacara pada h ari ke tiga , ketujuh, ke-2 5, ke -40, dan ke -100,

- mambatur, ngatet nah i - roh menu ju surga di Gunung

Halo -halo - roh menjadi kumbawa dan pidara

Bawa nang (u pacara setelah panen padi dari lahan baru) - Persia pan

tempat (balai) dan perala tan aruh - Pela ksanaan

ritual dip imp in balian - Masa bapantang

- W adah sesaji: pinggan, t alam, sasanggan, bakul, a ncak - Musik peng iring b alian: b abon, kalimpat, gong - Tempat upacara : lalaya, ringgitan - B oko r (m iniatur rumah kayu dengan bentu k n aga dan burung di a tasnya

Dayak Mera tu s a tau Bukit

Nining Batara - Mayat d imandikan, dibajui, pemberian koin ku na penutup mata, mulut, hidung; bekal kubur ba rang be rharga si mati dimasukkan dalam peti mati, dikubur.

- Kubur prime r: turun tanah , upacara pada h ari ke tiga , ketujuh, ke-2 5, ke -40, dan ke -100,

- mambatur, ngatet nah i - roh menu ju surga di Gunung

Halo -halo - roh menjadi kumbawa /Sang

Hyang dan pidara

Bawa nang (u pacara panen pad i dari lahan yang baru dibuka) - Persia pan

tempat (balai) dan perala tan aruh - Pela ksanaan

ritual dip imp in balian - Masa bapantang

- W adah sesaji: pinggan, t alam, sasanggan, b erbagai baku l dari a nyaman bamb u dan rotan , ancak - Musik peng iring balian: b abon, kalimpat, gong - Tempat upacara : lalaya - B oko r (m iniatur rumah kayu dengan bentuk n aga dan burung di a tasnya

Dayak Dusun Hyang Dewata - Mayat d imandikan, dibajui, pemberian koin ku na penutup mata, mulut, hidung, dad a, dan kedua tangan; bekal ku bur pe rhiasan, mangkok, piring, gelas dimasukkan dalam peti mati, dikubur.

- Kubur prime r: turun tanah , upacara pada h ari ke tiga dan ketujuh

- mambatur bagi yang mampu - roh menu ju nuh ui lalan, orien tasi

tempat pemujaan d i tep i sungai - setelah tiga tahun roh menjad i

dewa pelindung

Siwah tahun - Pembuatan

pera latan aruh - Pela ksanaan

ritual dip imp in balian - Masa bapantang

- W adah sesaji: pinggan, t alam, sasanggan,berbagai b akul dari anyaman b ambu dan rotan , a ncak/p eranggun - Musik peng iring b alian: b abon, kalimpat, gong, seruling - Bala i bokor (miniatur rumah ka yu d i tengah a rena sebagai inti tempa t u pacara parung , sanggar, d an lanjung tumbangan)

Page 19: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 113

Jenis Peralatan

Bahan Teknik Pembuatan Fungsi/Cara Paka i

1. Alat kesenian gamelan aruh a. gandrang/timbuk (seperti

gendang jawa dengan ukuran kecil)

Kulit rusa/sapi, kayu Potong, pukul, bentuk, tempel

Dipukul pada kedua sisi bidang pukul dengan telapak tangan

b. babon (gendang Jawa) Kayu, kulit rusa/sapi Potong, pukul, bentuk, tempel

Dipukul pada kedua sisi bidang pukul dengan telapak tangan

c. kalimpat (seperti timbuk tap i bidang pukul hanya satu sisi)

Bambu, Kulit rusa /sapi, kayu

Potong, pukul, bentuk, tempel

Dipukul pada satu sisi bidang pukul dengan dua b ilah rotan

d. agung (gong) Logam Tuang/cor, cetak dipukul pada bagian tengah dengan pemukul

e. saron (tujuh dere t nada dari lempeng besi)

Logam besi dan perak, kayu

Tuang, cetak, potong Dipukul dengan bilah/tangkai bambu

f. gambang (16 berderet nada dari bilah bambu)

Bambu, kayu ulin Potong, bentuk, serut, Dipukul dengan bilah bambu

2. Upacara adat bawanang a. bentuk naga dan burung

enggang d i atasnya) Bambu, kayu Potong, bentuk, susun,

kait simbo l dunia atas dan bawah sebagai keseimbangan kosmos

b. uang logam kuna (tetali, sukuan, tail)

Logam Lebur, tuang, cetak Alat potong tali pusar bayi, kalung pisih dalam ritual pengoba tan anak-anak, sebagai tetali dalam perkawinan, denda adat

c. sasanggan (mangkok besar) Logam kuningan Lebur, tuang, cetak Wadah sesaji berupa bahan mentah/piduduk

d. Talam (piring besar) Logam kuningan Lebur, tuang, cetak Wadah sesaji berupa makanan (lemang, kue-kue)

e. Pinggan (piring melawen) Keramik, stoneware Bentuk, hias, bakar Wadah selain makanan baju, senjata keperluan sehari-hari)

f. Bakul Bambu, rotan Potong, warnai, anyam Wadah beras dan hasil bumi saat aruh bawanang

g. ancak Bambu, daun kelapa/enau

Potong, anyam Wadah sesaji untuk d iletakkan di luar tempat upacara

h. Tikar pandan (arangan) Daun pandan Potong, warnai, anyam Simbol hamparan bumi, tempat roh

i. Langgatan dan Lalaya Bambu, daun enau, daun kelapa

Anyam, pilin Zona inti t empat aruh bawanang/baharin

g. Rangkat gading Bambu kun ing Potong, ikat Simbol turunnya rezeki dari langit

j. Bokor (miniatur rumah kayu) Bambu, kayu Potong, bentuk, susun, kait

Tempat menaruh sesa ji

k. sanggar Kayu, bambu Potong, susun dengan pasak, ikat

Tempat sesaji berupa rak-rak kayu, ditaruh di dinding atau sudut ruangan

l. Perlengkapan balian

Ge lang Hyang/gelang garak Logam kuningan/gangsa Lebur, tuang, cetak digoyang dengan tangan kanan dan kiri masing-masing dua gelang

laung kain potong, jahit Diikatkan di kepala Kancut/pampai Kain potong, jahit Celana hitam polos Kakemben/selendang kain Potong, jahit Dikalungkan di leher pada saat

menari (batandik)

Tabel 2. Teknologi Peralatan Tradisional dalam Upacara Adat

Page 20: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin114

Besaran denda adat ini berbeda-beda tergantungdari kesepakatan adat masing-masing.

Pamali dan denda adat merupakan salah satuujian dan bukti ketaatan pada aturan adat, terutamapada saat aruh adat. Aktivitas aruh dankeberadaan sanksi adat menunjukkan bahwareligi orang Dayak Meratus masih tetap terjaga,meskipun berbagai pengaruh luar kini telahmerambah wilayah tersebut. Kebersamaantercermin sejak perencanaan aruh dalam rapatadat hingga pelaksanaan aruh. Rapat adat praaruhmenentukan besaran biaya dan iuran perkeluargadalam satu umbun (satu umbun atau kelompokbiasanya mempunyai satu balai adat), penentuanjumlah hari aruh dan jumlah hari pamali pascaaruh.

Peralatan Tradisional dalam Ritual

Dalam praktik lapangan, sangat rancu antaraperalatan tradisional dan peralatan religi. Peralatanyang digunakan dalam upacara religi otomatistermasuk dalam peralatan tradisional. Pola tingkahlaku dalam religi sangat tipis bedanya dengantingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Hal itukarena melalui ritual, kegiatan sosial, ekonomidan lingkungan masyarakat diatur (Renfrew danBahn 2012: 403).

Upacara adat yang dilakukan oleh orangDayak Meratus selalu disertai dengan berbagaiperlengkapan sesaji dan peralatan yangmendukung tujuan ritual tersebut. Jumlah sesajidan peralatan ditentukan oleh besar kecilnyaupacara, semakin besar upacara maka semakinbanyak dan rumit jumlah sesaji dan peralatan yangdigunakan. Secara garis besar, upacara yangmenentukan jenis dan jumlah sesaji dibedakanmenjadi dua, yaitu upacara kehidupan dankematian. Upacara kehidupan ditujukan untukyang hidup (gawi belum), seperti upacarakelahiran, pengobatan, perkawinan, hajatkampung, dan upacara panen (bawanang danbaharin). Upacara kematian (gawi matei) ditujukanuntuk para arwah yang telah meninggal supayahidupnya tenang dan berkecukupan di alamarwah, meliputi upacara turun tanah, maniga hari,manyalawi, maampat puluh, manyaratus,mambatur dan ngatet nahi.

Sesaji berupa makanan yang merupakanperlengkapan upacara adat (aruh) diletakkan diatas wadah dari logam kuningan, antara lain tabak/talam yang berbentuk baki berkaki, atau wadahdari anyaman bambu berupa ancak atauperanggan atau sasanggan. Selain itu, dalam aruhjuga digunakan wadah berbentuk bakul yangterbuat dari anyaman rotan atau bambu yangterbagi dalam berbagai ukuran dan fungsinya.Sesaji selain makanan disimpan dalam wadahyang disebut pinggan. Pinggan berupa piringmelawen atau piring keramik berjumlah lima buah,digunakan untuk wadah perlengkapan upacarayang merupakan simbol perilaku dan kebutuhanmanusia hidup, seperti kain sarung, laci (kainputih), lawe (benang putih), dan pisau malila (besipanjang dengan tangkai pendek). Piring-piringkeramik tersebut biasanya berupa piring kunayang diwariskan turun temurun.

Dalam kehidupan sehari-hari, orang DayakMeratus masih menggunakan peralatan tradisionaluntuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peralatantersebut sebagian besar terbuat dari bahan kayu,bambu dan rotan. Bahan batu digunakan sebagaipenajam atau alat pemotong, seperti kapak batudan beliung pada masa prasejarah. Pada masakemudian alat batu tersebut dilengkapi dengantangkai kayu, seperti parang yang berfungi untukmenetak, menebang, dan memotong. Akantetapi, alat-alat dari batu tersebut kini sudahtergantikan dengan keberadaan parang dangergaji yang terbuat dari bahan besi.

Peralatan yang terbuat dari bahan kayu, rotan,dan bambu masih eksis hingga saat ini, sepertiwadah padi pengganti lumbung dari kulit kayu(lulung), dari bambu (baangkat/biyakung),anyaman bambu yang disiring kulit kayu (kindai),dari daun nipah (tampin); tikar, butah, dan jenis-jenis bakul lainnya. Bahan kayu digunakan untukmembuat rumah yang berupa rumah panggungdan perlengkapan upacara bawanang sepertilanggatan, lalaya, bokor dengan hiasan naga danburung enggang, parung, sanggar, lanjung, danancak. Langgatan merupakan inti dari tempatupacara yang dikelilingi oleh balian sambil menaridiiringi musik gamelan.

Page 21: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 115

Bahan bambu dan kayu ringan digunakanuntuk membuat perlengkapan upacara sepertigaduhan, lalaya bawanang (terdiri atas tihangbesar, pasambuan, ancak basar, dan balaisarijawa). Oleh karena berbahan bambu dan kayuringan, organik yang mudah rapuh, sehingga alat-alat bekas upacara tersebut dalam jangka limatahun sudah hancur, tidak sempat menjadi dataarkeologi. Beberapa jenis peralatan dari bahanbambu, kayu, rotan, dan dedaunan tersebutdisimpan di balai adat sejak menjelang aruh adathingga aruh adat tahun berikutnya.

Hampir semua balai adat yang pernah penuliskunjungi, di tengahnya masih terdapat peralatanaruh bawanang berupa langgatan dan lalaya.Perlengkapan tersebut memang sengaja tidakdibongkar atau dibuang hingga pelaksanaan aruhberikutnya. Langgatan merupakan inti tempatupacara yang dikelilingi balian sambil menari. Didalam langgatan terdapat ringgitan, yaitu hiasandari berbagai daun, seperti enau, daun kelapa,rinjuang, dan kambat. Semua sesaji diletakkandi bawah langgatan ini. Jenis hiasan atauperlengkapan setiap aruh berbeda, demikianjuga penyebutan detailnya, terutama antara DayakBanjar/Meratus dan Dusun. Ringgitan terdiri atasberbagai bentuk seperti tangga dewata (dari daunkelapa dibentuk seperti gigi ikan bersambungan),bentuk lipan, karimbulung (bentuk rantai), bungapengantin atau kambang laja, dan layang-layang(bentuk belah ketupat).

Balian adalah orang yang paling berperandalam upacara aruh, karena hanya dia yang dapatmenjadi perantara untuk berhubungan denganpara dewata dan pidara. Mantra-mantra berisisapaan atau panggilan untuk para dewata danpidara dialunkan oleh balian sambil menarimengelilingi langgatan dengan memeganggelang Hyang, diiringi oleh para pembantu balian,bahkan sampai tidak sadarkan diri (trance). Jikaseseorang menari hingga mencapai trance, makadia dianggap sudah berhasil berkomunikasidengan para dewata dan pidara. Balian jugaberperan dalam upacara kelahiran (palas bidan),pengobatan, dan perkawinan yang dilaksanakansecara perseorangan (keluarga). Untuk upacarakehidupan, sesaji berupa bahan jadi (makanan)

seperti lemang, ayam, dan nasi diletakkan dalamwadah kuningan berupa talam. Sementara itu,sesaji berupa bahan mentah (disebut piduduk)yang berisi beras, minyak goreng, gula, kelapa,dan bumbu dapur diletakkan dalam sasangganatau wadah mangkok besar dari bahan kuningan.

Dalam upacara daur hidup, kelahiran,pengobatan, perkawinan, dan kematian selalumenggunakan mata uang logam kuna yangdisebut tetali atau sukuan. Jenis mata uangtersebut bervariasi, biasanya tail (mata uang Jawakuna). Secara simbolis, mata uang tersebutmerupakan tetali (pengikat) antara yang hidup,sedangkan secara praktis juga berfungsi untukmemecah telur pada upacara perkawinan, untukmemutus tali pusar bayi pada upacara palas bidan,dan dipakai sebagai kalung si sakit pada upacarapengobatan anak-anak hingga tali kalungnyalepas atau putus dengan sendirinya. Dalamupacara kematian, penggunaan mata uang logamkuna sebagai penutup mata, hidung, mulut, dandiletakkan di kedua tangan serta dadamengandung makna sebagai bekal bagi si matidi alam arwah.

Mata uang logam kuna, disebut sukuan atautetali digunakan dalam upacara kelahiran,pengobatan, dan perkawinan, dan kematian tetapitidak digunakan dalam upacara panen bawanang,dan baharin. Hal ini menarik, karena uang sebagaifungsi alat tukar (pada masa lalu dengan uangkuna tersebut) dan sebagai simbol kemakmuranhidup, sehingga selalu ada pada setiap upacarakehidupan. Sebelum kenal uang, pada zamandahulu denda adat berupa hewan babi ataubarang seperti piring melawen, mangkok, gong,tajau, sumpitan, dan wasi atau alat dari besi. Akantetapi, setelah kenal mata uang, denda adatberupa sejumlah uang atau gabungan barang danuang.

Eksistensi Religi dan Peralatan Tradisionaldalam Kesinambungan Budaya

Religi orang Dayak Meratus merupakankepercayaan turun temurun, sehingga disebutkepercayaan leluhur, kepercayaan asli, ataukepercayaan tradisonal. Pada dasarnya, orang

Page 22: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin116

Dayak Meratus percaya kepada Tuhan yangdisebut Hyang Dewata atau Suwara, NiningBahatara, arwah leluhur atau pidara yang ada dibawah bumi dan di atas bumi, dan Hyang Dewataatau dewa-dewa. Kepercayaan terhadap rohleluhur merupakan cikal bakal kepercayaan yangsudah ada sejak masa prasejarah. Tidak adaibadah atau waktu khusus untuk memuja roh dandewata, tetapi religi tersebut tercermin dalamupacara adat atau aruh. Dalam aruh, balianmembaca mantera-mantera yang isinya adalahmemanggil Nining Batara, para pidara dan dewatauntuk hadir dalam upacara aruh tersebut. Berbagaisesaji diberikan untuk persembahan kepadamereka. Upacara adat yang sifatnya kecil, sepertipersiapan perladangan dan pengobatandilakukan secara perorangan di tempat masing-masing. Untuk aruh besar, seperti bawanang3,dilakukan secara bersama-sama satu kampungatau perkelompok di balai adat. Balai adatmerupakan rumah ibadah bagi penganutkepercayaan leluhur.

Berbeda halnya dengan masyarakat DayakMeratus di Balangan yang sebagian besar telahmemeluk agama, mayoritas Dayak Meratus didaratan Kotabaru ini masih menganutkepercayaan leluhur, sedangkan penganutkepercayaan leluhur pada suku Dayak Dusun diSungai Durian kini tinggal 35%. Upacara adat (aruh)masih dilakukan oleh mereka. Kepercayaanterhadap kekuatan di luar dirinya, termasukkeberadaan roh leluhur yang akan memberikanpengaruh baik dan buruk, merupakankepercayaan universal yang dikenal di banyaktempat sebelum manusia mengenal tulisan. E.BTylor menyebut bahwa asal usul religi bermuladari teori animisme, yaitu percaya kepada wujud-wujud spiritual seperti jiwa manusia yang tetaphidup meskipun dia telah meninggal dunia, hinggaspirit atau jiwa yang meningkat hingga derajatpara dewa (Djam'annuri 2003: 33-35). Teorimunculnya religi yang berawal dari kepercayaanpada jiwa merupakan bagian dari teori paham

3 Berlawanan halnya dengan Dayak Meratus di Balangan (Halong dan Tebing Tinggi) yang mengenal baharin sebagai pesta pascapanensecara besar-besaran, pada Dayak Meratus dan Dusun di Kotabaru, baharin merupakan upacara panen kecil-kecilan, sedangkanpesta panen besar disebut bawanang.

evolusi religi, bahwa agama atau religimerupakan sesuatu yang berkembang darikeadaan awalnya yang paling sederhana yaituanimisme, animatisme, totemisme hingga ketingkat monoteisme. Teori animisme yangmerupakan bagian dari paham evolusi religitersebut bertentangan dengan teori dewa tertinggiatau kepercayaan terhadap wujud tertinggi yangdicetuskan oleh Andrew Lang. Lang berpendapatbahwa kepercayaan terhadap wujud tertinggi dikalangan masyarakat primitif adalah sama tuanyadengan kepercayaan terhadap jiwa-jiwa atau spirit(Djam'annuri 2003: 115; Nursyam 2007:15).

Orang Dayak Meratus di Kotabaru mengenalkepercayaan terhadap arwah leluhur dan dewa-dewa (jubata), sebagian dari mereka saat ini telahmengenal agama Kristen, Budha, Hindhu, danIslam. Khusus pemeluk Agama Budha terdapatdi Desa Rantau Budha Kecamatan Sungai Durian,yaitu pada komunitas Dayak Dusun. PengaruhBudha ini disebarkan oleh para bhiksu dari Cinayang datang ke Rantau Budha melalui jalur sungaisejak puluhan tahun lalu. Mereka adalah bagiandari sekian banyak masyarakat sederhana yangsedang dalam proses evolusi religi, yaituperubahan religi yang terjadi secara perlahandalam kurun waktu yang cukup panjang.Sebagian besar masyarakat Dayak Dusun saatini telah mengenal dan menganut agama yangpercaya kepada satu kekuatan tertinggi(monoteisme).

Religi yang dianut oleh Masyarakat DayakMeratus didasarkan pada kepercayaan roh leluhurdan dewa-dewa (juwata), hampir sama denganreligi masyarakat Dayak Ngaju, Maanyan,Lawangan dan Deah di Kalimantan Tengah danSelatan. Perbedaan terletak pada pelaksanaanjenis ritual upacara adat, di mana suku DayakMeratus lebih menekankan pada ritual upacarapanen, sedangkan Ngaju, Maanyan, Lawangandan Deah lebih dominan pada pelaksanaanupacara kematian. Suku Dayak Meratus danDusun di Kotabaru tidak mengenal penguburan

Page 23: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 117

sekunder, tetapi Dayak Meratus di Balanganmengenal penguburan kedua dengan istilahmambatur, tetapi tidak disertai dengan mengambiltulang belulang yang telah dikubur, tidak harusmemotong kerbau, dan tidak mendirikan patungbalontang. Hal tersebut berbeda dengan sukuNgaju, Lawangan, Maanyan dan Deah, merekamelakukan upacara kematian (tiwah pada sukuNgaju, mambatur pada suku Maanyan, marabiadan ijambe pada suku Lawangan, mambuntangpada suku Deah) dengan menggali kembalitulang belulang yang telah dikubur danmemindahkannya ke bangunan atau tempat barudisertai dengan pemotongan hewanpersembahan dan pendirian patung balontang.Bagi suku Ngaju, Maanyan, Lawangan, dan Deah,orang yang telah meninggal dunia akan sampaike tempat yang dituju di negeri arwah jikadilakukan upacara hingga penguburan kedua.Upacara tersebut sebagai tanda bakti kepadaleluhurnya dan bekal bagi si mati di alam arwah.Upacara tersebut dilaksanakan secara besar-besaran dan meriah, semeriah upacara panen(baharin) pada orang Meratus di Balangan danbawanang di Kotabaru.

Saat ini, orang Dayak Meratus mengenalpenguburan yang disebut turun tanah danmambatur. Turun tanah merupakan penguburanpertama, yaitu menguburkan mayat dalam tanahsetelah melalui serangkaian ritual dan mamangbalian. Mambatur merupakan upacara kematiansetelah 100 hari dikuburkan dengan membangunbatur di atas makam. Batur terbuat dari kayu(biasanya kayu besi atau kayu ulin), berbentukempat persegi panjang dengan tiang sejenisnisan di keempat sudutnya. Turun tanahmerupakan ritual yang pasti dan wajib dilalui olehsetiap orang, sedangkan mambatur tidak harusdilakukan, tergantung kemampuan dan hajat atauada tidaknya nazar. Dalam konsep orang DayakMeratus, setelah upacara turun tanah dan mamangbalian, arwah dipercaya sudah sampai ketujuannya di tempat yang luas yang disebut balaibesar. Karena balai besar sifatnya rumah bersamasesama arwah, maka akan lebih baik jika arwahtersebut mempunyai rumah sendiri yang didirikanmelalui upacara mambatur. Pada upacara

mambatur biasanya disertai dengan hewanpersembahan berupa kerbau, simbol baktikepada si mati sebagai bekal di alam arwah. Padawaktu upacara, kerbau ditombak pada bagianjantung, kemudian disembelih orang muslimsupaya orang muslim yang hadir pada upacaratersebut bisa turut makan. Hal ini menunjukkansolidaritas orang Dayak terhadap agama lain.Pada waktu penombakan, kerbau diikat ke batangpohon, dan dalam mambatur tidak dibuat patungbalontang untuk penambat hewan persembahan.Kalaupun ada balontang bekas upacara mambaturdi depan rumah, biasanya itu dilakukan oleh orangDayak Maanyan atau Dayak Deah yang kebetulantinggal atau menikah dengan orang DayakMeratus. Sebagai gantinya, nisan di atas baturDayak Meratus biasanya dibentuk patung, ataudiletakkan patung kecil di atas batur. Patungtersebut merupakan gambaran kehidupan si matidi masa hidupnya. Sebagai contoh, jika seorangbalian meninggal dunia, maka patungnya akanberwujud balian dengan membawa peralatanbalian.

Upacara mambatur kini jarang dilakukan olehorang Dayak Meratus, kecuali oleh orang yangmampu dan mempunyai nazar. Dalam konsepkepercayaan orang Meratus, begitu mayatdikuburkan dalam iringan upacara turun tanah,arwah dianggap sudah sampai ke tujuannya, yaituke alam pidara untuk roh yang jahat dan balaikumbawa atau balai batandakan untuk roh yangbaik. Alam tersebut digambarkan sebagai balaihilir sepang gandang ke hulu sepang agung, yangartinya rumah arwah berupa balai besar dan saratalunan musik gamelan.

Jika dibandingkan dengan konseppenguburan dengan "tetangganya", yaitu DayakDeah dan Maanyan, rupanya telah terjadi banyakreduksi dalam tata cara dan konsep kematianorang Dayak Meratus. Dalam tradisi masyarakatDayak Deah dan Maanyan, mambatur merupakanpenguburan sekunder dengan menggali tulang.Tulang tersebut dibawa pulang ke rumah,dimamang (dibacai mantra oleh balian), kemudiandikuburkan kembali dan dibangun batur diatasnya. Pada masa kemudian, penggalian tulangditiadakan. Sebagai gantinya, pada waktu

Page 24: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin118

meninggal, rambut dan kuku (rapu) si matidipotong kemudian dikuburkan agak dangkalsekitar satu depa dalamnya (10-15 cm). Ketikakeluarga si mati telah mempunyai dana, upacaramambatur dilakukan dengan menggali raputersebut untuk dibawa pulang, dimamang didalam rumah, kemudian dikuburkan kembali.Konsep upacara mambatur pada suku DayakMaanyan dan Deah ini sama dengan konseppenguburan sekunder tiwah masyarakat DayakNgaju, atau kwangkay pada suku Dayak Banuaqdan Tunjung, yaitu mengantarkan arwah menujuke tempat asalnya secara sempurna. Diyakinibahwa sebelum dilakukan upacara penguburankedua, arwah masih berada di tengah jalan ataubelum sampai ke tujuannya di negeri arwah.

Dari paparan perbandingan di atas, tampakbahwa Dayak Meratus lebih menekankan padaupacara yang berkaitan dengan perladangandaripada kematian. Upacara setelah panen padi,berupa bawanang merupakan momen terpentingdalam kehidupan masyarakat Dayak Meratus danmenjadi agenda tahunan yang direncanakandengan matang. Peralatan yang diperlukan dalamaruh bawanang sangat lengkap, mulai dari wadahsesaji makanan dari bahan logam berupa talam,sasanggan, gelang Hyang, piring dan mangkokkeramik, serta bahan bambu dan kayu sepertilanggatan, lalaya, ringgitan, bakul, ancak, miniaturrumah, hiasan burung enggang dan naga. Nagasebagai simbol penguasa dunia bawah danburung enggang sebagai simbol dunia atasmerupakan dualisme keseimbangan kosmos.Biasanya keduanya hadir bersama perahusebagai simbol kendaraan arwah. Akan tetapi,dalam ritual Dayak Meratus di Kotabaru ini tidakditemukan simbol perahu. Barangkali perahu tidaklagi dianggap sebagai komponen penting dalamreligi mereka meskipun tetangga mereka DayakMetarus di Paramasan dan Balangan masihmenggunakan simbol perahu dalam ritualbawanang dan baharin.

Keberadaan para dewa sebagai wujudpenguasa tertinggi dan roh leluhur yang selaludipuja dalam setiap ritual merupakan buktikeberlanjutan konsep religi masa prasejarah.

Kesinambungan konsep religi pada masyarakatDayak Meratus berbanding lurus denganperubahan dalam tata cara ritual dan peralatanupacaranya. Meskipun demikian, dualismekeseimbangan kosmos yang disimbolkan olehnaga dan burung enggang tetap hadir dalam ritualbawanang. Hal ini membuktikan bahwa akar religisebagimana yang terdapat pada suku-suku Dayakbesar itu masih yang tetap bertahan pada sukuDayak Meratus.

PENUTUP

Suku Dayak yang ada di wilayah KabupatenKotabaru terdiri atas tiga kelompok suku yaituDayak Banjar, Dayak Meratus, dan Dayak Dusun.Meskipun berbeda nama, namun ketiganyamempunyai konsep religi dan jenis alat upacarayang hampir sama sehingga digeneralisasisebagai Dayak Meratus. Suku Dayak Meratus initinggal di lembah-lembah pegunungan,mempunyai orientasi tempat roh suci yang beradadi Gunung Halo-Halo, yang dianggap sebagaigunung tertinggi di jajaran Pegungungan Meratus.Konsep tempat tinggi sebagai tempat paling suciini merupakan warisan kepercayaan sejak masaprasejarah.

Religi yang dianut oleh masyarakat DayakMeratus di Kotabaru didasarkan padakepercayaan roh leluhur dan jubata atau NiningBatara. Pada upacara kematian, mata uang logamkuna disertakan sebagai penutup mata, mulut, danhidung, ada juga yang diletakkan di dada dankedua tangan. Barang kesayangan si mati sepertiperhiasan, mangkuk, dan piring disertakansebagai bekal kubur. Setelah meninggal, roh yangbaik menjadi kumbawa, sedangkan yang tidakbaik menjadi pidara yang sering mengganggumanusia. Kepercayaan terhadap roh lelulur danbekal kubur memunjukkan adanya keberlanjutantradisi prasejarah.

Berbeda dengan Dayak Ngaju, Maanyan,Lawangan, dan Deah yang lebih menekankanpada upacara penguburan kedua, suku DayakMeratus tidak mengenal penguburan kedua tetapihanya sampai mambatur. Upacara mambatur

Page 25: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Religi dan Peralatan Tradisional Suku Dayak Meratus di Kotabaru, Kalimantan Selatan-Hartatik (95-120) 119

tanpa disertai mengambil tulang belulang yangtelah dikubur, tidak memotong kerbau, dan tidakmendirikan patung balontang.

Bagi orang Meratus, berladang merupakannafas hidup mereka, sehingga keberhasilanpanen merupakan anugerah dari Hyang Kuasaharus disyukuri dengan upacara adat bawanang.Kebersamaan dan totalitas religi orang DayakMeratus tampak pada upacara bawanang. Selainbawanang, upacara kecil seperti baharin,pengobatan, kelahiran bayi dan bersih desa atautolak bala masih dilakukan sesuai kebutuhan.Berbagai sesaji dan perlengkapan upacaradisertakan sebagai syarat utama yang mengiringimamang balian. Dalam berbagai upacara, mantrabalian ditujukan untuk memanggil pidara danHyang Diwata yang disimbolkan ke dalam bentukpelengkapan dan sesaji. Sesaji diletakkan dalampinggan berupa lima piring melawen atau keramik,sasanggan, mangkok keramik, bakul dan tikar dari

arangan (anyaman) rotan, dan sejumlah mata uanglogam sukuan atau tetali sebagai simbolpengikat. Sebagian peralatan upacara dipakaisecara berulang hingga puluhan bahkan ratusantahun, terutama dari bahan logam (gelang Hyang,wadah kuningan), dan wadah keramik (mangkuk,piring). Peralatan dari bahan kayu keras, sepertibentuk naga dan burung enggang bisa dipakaiberulang meskipun tidak sampai puluhan tahun.Sejumlah peralatan upacara, terutama dari bahankeramik, dimiliki oleh hampir semua keluargaDayak Meratus sebagai harta warisan yang turuntemurun. Alat-alat ini dapat menjadi pembandingatau analogi dalam analisis temuan dari situspemukiman masa prasejarah hingga protosejarahdi Kalimantan, terutama di sekitar PegununganMeratus yang belum banyak yang diungkap.Pada sisi lain, jenis peralatan dari bahan kayu,bambu, dan rotan sebagian besar telah hancurkarena sifat bahan-bahan tersebut mudah rusakdan tidak dapat terawetkan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

David, Nicholas dan Carol Kramerl. 1983.Ethnoarchaeology in Action. Cambridge:Cambridge University Press.

Djam’annuri. 2003. Studi Agama-agama, Sejarahdan Pemikiran. Yogyakarta: PustakaRislah.

Hartatik, 2012. “Religi dan Peralatan TradisionalSuku Dayak Meratus Di KabupatenBalangan, Kalimantan Selatan”. BeritaPenelitian Arkeologi 6 (1): 57-100.

Johnson, Matthew. 2007. Archaeological Theory,an Introduction. Singapore: BleckwellPublishing.

Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan Mentalitasdan Pembangunan. Jakarta : PT GramediaPustaka Utama.

Nursyam. 2007. Madzab-madzab Antropologi.Yogyakarta: PT LKis

Pritchard, E.E. Evans. 1984. Teori-teori TentangAgama Primitif. Yogyakarta: PLP2M.

Radam, Noerid Haloe. 2001. Religi OrangMeratus. Yogyakarta: Yayasan Semesta.

Renfrew, Colin dan Paul Bahn. 2012. Archaeology,Theories, Methods, and Practice. London:Thames & Hudson.

Soejono, R.P. 2008. Sejarah Nasional IndonesiaI. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Tanudirja, Daud Aris. 1987. Laporan PenelitianPenerapan Etnoarkeologi di Indonesia.Yogyakarta: Fakultas Sastra UniversitasGadjah Mada.

Page 26: RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS …

Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin120

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih kepada para informan di wilayah Kabupaten Kotabaru tahun 2012, yaitu BapakCamat Hampang (Bapak Antonius Jarwana), Pembakal dan Kepala Adat Desa Hampang (Bapak Sukirman),staf Kecamatan Kalumpang Hulu, Kalumpang Barat, Bapak Zainuddin (Camat Sungai Durian), Kepalaadat di Gadang (Bapak Ubiansyah) dan Pak RT, Pembakal Bangkalaan Dayak (Bapak Dariatman) danKepala Adat Bangkalaan Dayak (Bapak Hinggan), Bapak Kepala Adat dan Pengurus Desa MagalauHulu, Gendang Timburu, dan Rantau Budha Kecamatan Sungai Durian, serta banyak pihak yang tidaksempat kami sebutkan. Terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman anggota tim penelitian:Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, M.A; Wasita, M.A; Normalina, S.Sos yang telah banyak membantudalam pengumpulan data di lapangan.