Relationship Between Tourism and Cultural Heritage Management

20
Relationship between tourism and cultural heritage management: evidence from Hong KongRelationship between tourism and cultural heritage management: evidence from Hong Kong Bob McKerchera,*, Pamela S. Y. Hoa, Hilary du Crosb a School of Hotel and Tourism Management, The Hong Kong Polytechnic University, Hung Hom, Kowloon, Hong Kong b Department of Geography, The University of Hong Kong/School of Hotel and Tourism Management, The Hong Kong Polytechnic University, Hong Kong Received 24 November 2003; accepted 4 February 2004 1. Pendahuluan Pariwisata dan pengelolaan heritage budaya (Cultural Heritage Management/ CHM) mempunyai hubungan yang aneh. Secara tradisional, CHM telah bertanggungjawab sebagai penyedia dan pengkonservasi asset-aset cultural heritage, sedangkan sekotr pariwsata secara luasnya menganggap pengembangan produk dan peran promosi. Dua sudut pandang berlawanan dari hubungan ini telah diumumkan, yang merefleksikan dikotomi konflik/koorperasi yang ekstrim. Sebaliknya, sejumlah orang menyarankan bahwa pariwisata dan CHM saling bertentangan (Berry, 1994; Boniface, 1998; Jacobs & Gale, 1994; Jansen-Verbeke, 1998), karena pertentangan ini, tidak dapat terelakkan sebuah hubungan yang berkonflik. Sektor cultural heritage berargumen bahwa nilai-nilai budaya dikompromikan untuk perolehan komersil (Urry, 1990; Daniel, 1996; ICOMOS, 1999), sedangkan pendukung pariwisata merasa nilai-nilai pariwisata terkompromi ketika sikap pengelola berpendapat bahwa “tourismificaton” mempunyai dampak buruk (Hovinen, 1995; Fyall & Garrod, 1996). Argument alternatifnya adalah pembagian dari sumbernya menciptakan kesempatan hubungan kerja, dimana pendapatan menguntungkan untuk keduabelah pihak dapat dicapai. Pariwisata heritage memperkenalkan kembali masyarakat pada akar budaya mereka (Donert & Light, 1996; McCarthy, 1994), dan menghidupkan kembali ketertarikan masyarakat akan sejarah atau kebudayaan (Squire, 1996; Tourism Canada, 1991; WTO, nd).

description

Relationship between tourism and cultural heritage management journal

Transcript of Relationship Between Tourism and Cultural Heritage Management

Relationship between tourism and cultural heritage management: evidence from Hong KongRelationship between tourism and cultural heritage management: evidence from Hong Kong

Bob McKerchera,*, Pamela S. Y. Hoa, Hilary du Crosba School of Hotel and Tourism Management, The Hong Kong Polytechnic University, Hung Hom, Kowloon, Hong Kong b Department of Geography, The University of Hong Kong/School of Hotel and Tourism Management, The Hong Kong Polytechnic University, Hong KongReceived 24 November 2003; accepted 4 February 2004

1. Pendahuluan

Pariwisata dan pengelolaan heritage budaya (Cultural Heritage Management/ CHM) mempunyai hubungan yang aneh. Secara tradisional, CHM telah bertanggungjawab sebagai penyedia dan pengkonservasi asset-aset cultural heritage, sedangkan sekotr pariwsata secara luasnya menganggap pengembangan produk dan peran promosi. Dua sudut pandang berlawanan dari hubungan ini telah diumumkan, yang merefleksikan dikotomi konflik/koorperasi yang ekstrim. Sebaliknya, sejumlah orang menyarankan bahwa pariwisata dan CHM saling bertentangan (Berry, 1994; Boniface, 1998; Jacobs & Gale, 1994; Jansen-Verbeke, 1998), karena pertentangan ini, tidak dapat terelakkan sebuah hubungan yang berkonflik. Sektor cultural heritage berargumen bahwa nilai-nilai budaya dikompromikan untuk perolehan komersil (Urry, 1990; Daniel, 1996; ICOMOS, 1999), sedangkan pendukung pariwisata merasa nilai-nilai pariwisata terkompromi ketika sikap pengelola berpendapat bahwa tourismificaton mempunyai dampak buruk (Hovinen, 1995; Fyall & Garrod, 1996). Argument alternatifnya adalah pembagian dari sumbernya menciptakan kesempatan hubungan kerja, dimana pendapatan menguntungkan untuk keduabelah pihak dapat dicapai. Pariwisata heritage memperkenalkan kembali masyarakat pada akar budaya mereka (Donert & Light, 1996; McCarthy, 1994), dan menghidupkan kembali ketertarikan masyarakat akan sejarah atau kebudayaan (Squire, 1996; Tourism Canada, 1991; WTO, nd). Lebih jauh, budaya sebagai daya tarik wisata dapat menjadi usaha kuat dalam berpendapat bahwa sejarah, budaya, kepercayaan, dan industri masa lalu pada suatu daerah harus dikonservasi (lihat contohnya Harrison, 1997; Frew & Shaw, 1995; Brokensha & Gruldberg, 1992; Nolan & Nolan, 1992; Simons, 1996).Pertanyaan yang timbul dari hubungan dikotomi yang menggambarkan interaksi antara kedua sektor ini adalah apakah konflik atau kepengelolaan adalah satu-satunya scenario yang terjadi antara dua stakeholder yang berbeda ini, atau apakah ada kemungkinan hubungan lain dapat terjadi? Paper ini mengeksplorasi kedinamisan hubungan antara pariwisata dan CHM dalam konteks Hongkong sebagai tujuan wisata urban, dari perspektif pengelola asset yang harus bekerja sama dengan dampak dari pariwisata.

2. Konflik dan hubungan antara pariwisata dan stakeholder lainnya

Hubungan antara stakeholder pariwisata dengan kelompok stakeholder lainnya menjadi subjek penyelidikan akademis selama hamper 30 tahun. Karya Budowski (1976, 1977) pada interaksi antara pariwisata dan lingkungan alam mewakili bagian signifikan pertama dari penelitian yang diedarkan. Lingkungan/environment (Coppock, 1982; Mathieson & Wall, 1982; Romeril, 1989; Butler, 1991) dan rekreasi outdoor (Hendee, Stankey, & Lucas, 1979; Anderson & Brown, 1984; Jacob & Schreyer, 1989; Jackso & Wong, 1982; Marsh, 1986) adalah fokus dari penelitian yang dilakukan selama 1970an sampai 10980an, yang tetap popular sampai sekaang dalam respon kepada pengembangan area pariwisata dan rekreasi yang dilindungi, dan lebih tepatnya oleh kemunculan sustainibilitas dan ecotourism. Masyarakat asli, dan khususnya dampak-dampak sosial dari paiwisata mulai diteliti pada 1980an (OGrady, 1981; Gorman, 1988; Madrigal, 1993; Dana, 1999; Abakerli, 2001) sebagai pertumbuhan masyarakat pariwisata. Lebih jelasnya, fokusnya berpindah kepada hubungan antara pariwisata dan budaya asal (Altman, 1989; Altman & Finlayson, 1991) atau pariwisata dan CHM (Berry, 1994; Jacobs & Gale, 1994; Boniface, 1998; du Cros, 2001; McKercher & du Cros, 2002) dalam respon kepada perhatian tentang keterlibatan komunitas stakeholder dalam perencanaan dan pengembangan.Hampir seluruh bagian, penelitian ini telah didasari pada teori konflik, ketidakcocokan tujuan dan perselisihan nilai. Jacob dan Schreyer (1980) mendeskripsikan konflik sebagai gangguan dari tujuan yang melekat pada tingkah laku lainnya, dengan tujuan-tujuan yang didefinisikan sebagai sesuatu yg lebih dipilih sebagai hasil sosial, psikologikal, atau fisikal dari tingkah laku yang menyediakan insentif untuk tingkah laku tersebut. Sehingga, konflik dapat dilihat dalam hal ketidakcocokkan antara tujuan suatu partai dan tingkah laku partai lainnya. Konflik, atau persepsi dari konflik, mendapat pengaruh kuat dari mereka yang mengejar sebuah aktivitas dan aksi dari mereka yang lain yang dirasa mengganggu tujuan aktivitas tersebut. Tentunya, konflik bisa terjadi pada dua tingkatan: langsung, ketika tindakan tindakan langsung dari yang lainnya memengaruhi kenikmatan seseorang; dan tidak langsung dimana perasaan yang umum dan lebih pervasive dari ketidaksukaan atau keengganan utuk menghargai pandangan lain terjadi (Jackson & Wong, 1982). Hal tersebut diperburuk ketika adanya suatu persepsi bahwa stakeholder harus bersaing untuk suatu asset, menjadi yang menang atau kalah (Gramann& Burdge, 1991). Yang lain merasa konflik berputar di sekitar perselisihan nilai antara kelompok atau individual yang berbeda. Nilai-nilai sering kali dilihat sebagai sesuatu yang tidak bisa dinegosiasi, menghindari resolusi dari perdebatan (Korper, Druckman, & Broome, 1986). Konflik, sebagai perselisihan nilai, bagaimanapun sering diperumit dengan perselisihan dari kepentingan diri, nyatanya keduanya berbeda (Korper et al., 1986; Stephenson et al., 1989). Resolousi konflik yang sukses melibatkan pemisahan nilai dari kepentingan personal. Dalam kasus-kasus ekstrim, pengguna tradisional akan digantikan oleh pengguna-pengguna baru dengan kebutuhan dan niilai berbeda (Marsh, 1986). Pergantian tempat bisa secara sukarela ataupun tidak sukarela.Konflik, atau potensi dari konflik mungkin dapat terjadi ketika keseimbangan kekuatan antara giliran stakeholder, memberdayakan yang satu dan menon-berdayakan yang lain. Pariwisata cocoknya menjadi penyebab konflik karena sering kali mewakilkan sebuah stakeholder baru yang powerful dengan nilai-nilai berbeda pada stakeholder yang ada (McKercher, 1993) . sebagai konsekuensinya hal tersebut dapat keluar bersaing dengan stakeholder yang ada sebagai akses menggunakan sumber daya alam atau budaya. Situasi ini dapat saja terjadi di pariwisata budaya (Jamieson, 1995). Kerr (1994), sebagai contoh yangmeneliti bahwa apa yang baik untuk konservasi tidak terlalu penting untuk kebaikan pariwisata dan apa yang bagus untuk pariwisata jarang yang bagus untuk konservasi. Pengujian dari konflik dikatakan pada sejumlah anggapan. Pertama, hubungan yang digambarkan tipikal selama ada pada satu continuum dimensional dengan pasangan-pasangan dari ujung perbedaan semantic yang merefleksikan hubungan positif atau negative secara hipotesis. Contoh-contoh kontemporer termasuk : power/powerlessness (Abakerli, 2001), konservasi/pengembangan atau eksploitasi (Holder, 2000), pertumbuhan ekonomi/sosial, degradasi budaya dan atau lingkungan (Markwick, 2000; Gossling, 2002) atau insider/outsider (Chang, 2000). Penelitian sebelumnya menggunakan batasan konseptual sebagai konflik/kaitan yg muncul (Budowski, 1976), inclusion/exclusion atau displacement (Marsh, 1986), compability/incompability dari gaya hidup/aktivitas (Jacob & Schreyer, 1980; Jackson & Wong, 1982), kompabilitas/kompetisi sumber daya (Anderson & Brown, 1984; Marsh, 1986) atau penjagaan/kehilangan hak hak akses tradisional (Pigram, 1984).Kedua, contoh-contoh ini beranggapan bahwa hubungan-hubungan berevolusi dari waktu ke waktu. Dalam teorinya, pengaranga berkata bahwa evolusi tersebut bisa dalam dua arah (positif ke negative atau negative ke positif). Prakteknya, arah tersebut hanya dari sebuah keadaan positif/baik kepada suatu hal yang dicontohkan oleh hubungan yang negative atau konflik. Dalam pengerjaannya, studi mencari untuk mendemonstrasikan bahwa stakeholder tradisional terpengaruh buruk sebagaimana skala dan intensitas dari aktivitas pariwisata bertambah atau sebagaimana jarak perubahan dari aktivitas tersebut (sebagai contoh lihat Budowski, 1976, 1977; OGrady, 1981). Alasannya, banyak studi sebagian besar menguji kasus dimana pariwisata mengalami perluasan yang cepat, mendorong system stabil sebaliknya kepada kehancuran. Tidak mengejutkan jika perubahan tersebut mempengaruhi dampak dalam situasi tersebut. Seperti hasil dari penelitian, suatu yang sangat kontras kepada kasus dari pariwisata dalam tujuan pariwisata yang stabil dan matang. Di sini, pariwisata umumnya ditujukan sebagai peran penting dalam struktur sosial, budaya, dan ekonomi dari masyarakat (lihat contohnya pada Perdue, Long, & Allen 1987, 1987, 1990; Milman & Pizam, 1988; King, Pizam, & Milman, 1993; Swarbooke, 1996; Pearson & Dunn, 199).Ketiga, scenario-skenario ini selanjutnya menyarankan bahwa poin akhir kesatuan merefleksikan keberadaan yang kokoh- atau yang mendekati kokoh- dengan keberadaan hubungan yang positif dengan jelas menyediakan bahwa kegiatan pariwisata berakhir rendah, atau menjadikan permusuhan antara pariwisata dan kelompok lain ketika bertambahnya aktivitas, intensitas atau volume dar pariwisata. Poin yang menengah terasa untuk menghadirkan tahap yang temporer, yang transisi.Ketika teori konflik punya kepantasannya, juga mempunyai sejumlah kelemahan yang bisa membatasi keefektifannya dalam studi pariwisata kultural. Teori konflik merupakan yang paling bisa diterapkan dalam situasi dinamis dimana kodrat dari interaksi antara stakeholder berubah dengan cepat. Namun, situasi konflik yang potensial bisa jadi lama diselesaikan atau malah tidak terjadi di lingkungan yang stabil. Poin Menengah dirasakan untuk mewakili sementara, tahap transisi.Sementara teori konflik memiliki kelebihan, juga memiliki sejumlah kelemahan yang dapat membatasi keefektifannya dalam studi wisata budaya. Teori konflik yang paling berlaku dalam situasi dinamis di mana sifat interaksi antara stakeholder berubah dengan cepat. Namun, situasi potensi konflik mungkin telah lama diselesaikan atau tidak mungkin ada dalam lingkungan yang stabil. Konflik mengasumsikan skenario hubungan berkembang disebabkan oleh perubahan, tetapi di mana perubahan sedikit atau tidak terjadi, hubungan kemungkinan mengendap beberapa bentuk steady state. Demikian juga banyak literatur mengasumsikan bahwa masuknya angka pariwisata otomatis menginduksi merugikan im-pakta. Sekali lagi, pernyataan ini mungkin benar dalam lingkungan alam yang natural atau dekat atau di komunitas terpencil yang telah menyaksikan kunjungan kecil di masa lalu, tetapi mungkin tidak relevan di daerah perkotaan yang diakui destinasi pariwisata. Ini juga mungkin tidak relevan di banyak skenario wisata budaya di mana meningkat visita-tion dapat dipandang bermanfaat bagi pemangku kepentingan dan mungkin, karena itu, harus dicari. Museum, taman tema warisan dan aset budaya bahkan agama yang mengandalkan biaya gerbang dan / atau sumbangan dapat mengambil manfaat dari kunjungan meningkat dengan tidak ada dampak yang merugikan. Sebagai konsekuensinya, bekerja dalam batas-batas sempit teori konflik tidak dapat memungkinkan peneliti untuk menangkap seluk-beluk hubungan penuh.

3. Penelitian dan Metode

Studi ini berusaha untuk mengidentifikasi kemungkinan hubungan yang ada antara pariwisata dan sektor CHM. Hong Kong adalah fokus dari penelitian ini untuk memiliki suite kecil tapi mapan atraksi wisata budaya. Selain itu, Hong Kong Tourism Board telah mengidentifikasi pariwisata budaya sebagai sebuah kesempatan dan berusaha untuk memperluas jangkauan aset yang tersedia untuk pariwisatakonsumsi. Para penulis itu, oleh karena itu, mampu mengeksplorasi berbagai hubungan di kedua atraksi pem-likasikan dan muncul pariwisata budaya. Ad-ditionally, pariwisata sedang digunakan oleh instansi pemerintah untuk membenarkan konservasi warisan yang nyata, tetapi telah melakukannya tanpa permintaan pasar menunjukkan untuk aset ini oleh para wisatawan. Demikian pula, Destina-tionMarketingOrganization lokal (DMO) haspromotedall terdaftar struktur warisan sebagai potensi atraksi wisata budaya, lagi tanpa menunjukkan pasar antar-est dalam mengunjungi tempat-tempat ini.Aset warisan budaya membentuk blok bangunan untuk wisata budaya (McKercher & du Cros, 2002) dan manajemen mereka dipegang dibawah sektor CHM didefinisikan secara luas. Dengan demikian, perspektif manajer aset membentuk fokus dari penelitian ini. Warisan didefinisikan sebagai suatu konsep umum yang mencakup aset berwujud, seperti lingkungan alam dan budaya, meliputi lanskap, tempat-tempat bersejarah, situs dan lingkungan yang dibangun serta aset tidak berwujud seperti koleksi, masa lalu dan terus budaya pengetahuan praktik dan pengalaman hidup (ICOMOS , 1999).Sebuah metode kualitatif diadopsi, dengan menggunakan wawancara mendalam melalui semi-terstruktur, terbuka Naire pertanyaan-. Sebuah sampel dari 11 tujuan kurator, kustodian atau manajer aset dari sektor CHM di Hong Kong terpilih. Empat responden lainnya terbatas keterlibatannya dalam tanggapan tertulis kepada terbuka pertanyaan-pertanyaan diposting kepada mereka. Secara total, oleh karena itu, sampel termasuk 15 orang senior yang mewakili: kurator dari semua museum yang didanai publik utama dan yang paling kecil dan galeri seni, yang Antiquities dan Kantor Monumen, departemen pemerintah yang bertanggung jawab untuk mengelola bangunan warisan terdaftar, Komite Temples Cina, yang mengelola 45 candi secara langsung maupun tidak langsung, Wong Tai Sin Po dan Biara Lin / Big Buddha, yang telah melampaui akar tradisional mereka agama untuk menjadi atraksi wisata utama di kanan mereka sendiri, dan Chi Lin Nunnery, biara baru dibangun dibangun di Tang gaya yang tidak ingin terlibat dalam pariwisata, namun dipromosikan oleh DMO lokal. Beberapa tempat yang diidentifikasi memiliki fokus pariwisata yang dominan, beberapa melayani penduduk setempat dan wisatawan, sementara yang lain melayani terutama untuk kebutuhan masyarakat setempat.Dua putaran wawancara dilakukan selama tahun 2001-an dan awal tahun 2002. Babak pertama adalah eksplorasi di alam. Para penulis berusaha untuk mengumpulkan lebih baik di bawah-berdiri masalah pariwisata dan CHM pada aset yang dikelola oleh responden. Wawancara ini termasuk pertanyaan yang berkaitan dengan informasi latar belakang aset (s) yang bersangkutan (umur, jenis, kepemilikan, struktur manajemen, dll), penyajian materi (yaitu keaslian, penggunaan panduan, interpretasi), identifikasi pemangku kepentingan dan alam hubungan antara mereka, dan penggunaan pariwisata aset (primer / sekunder fokus, volume, pentingnya pariwisata, riset pasar yang dilakukan, promosi, dll). Putaran kedua wawancara khusus berpusat pada penyajian aset dan hubungan antara pariwisata dan CHM. Makalah ini berfokus pada isu yang terakhir. Wawancara berlangsung biasanya dari 1 sampai 2h. Karena banyak responden juga memiliki pengalaman internasional, mereka juga diminta untuk membahas masalah tersebut karena tergolong ke aset di bawah perwalian mereka, serta menawarkan wawasan yang lebih umum berdasarkan pengalaman mereka.Analisis data mengadopsi pendekatan teori dimodifikasi membumi. Literatur menyarankan bahwa konflik akan menjadi kerangka analisis yang paling tepat. Pendahuluan analisis data didasarkan pada premis ini, dengan penulis menghasilkan karya-in progress 'makalah konferensi menggunakan framework ini (lihat McKercher, Ho, & du Cros, 2002). Namun, refleksi lebih lanjut dan analisis menunjukkan bahwa kepatuhan yang ketat untuk paradigma konflik tidak bisa menjelaskan sepenuhnya berbagai hubungan yang dideskripsikan oleh responden atau dinamika di balik hubungan. Dengan demikian, konflik ditolak sebagai kerangka kerja-. Data tersebut kemudian dianalisa ulang mengadopsi pendekatan teori grounded, yang berusaha untuk membiarkan data menceritakan kisah tanpa praduga-praduga. Kerangka tersebut dijelaskan di bawah ini muncul dari analisis re-.

4. Pembahasan hasil

Peserta penelitian mengidentifikasi tujuh kemungkinan hubungan-kapal skenario yang melibatkan pariwisata dan CHM serta sejumlah faktor yang meringankan. Faktor yang meringankan dibahas pertama, diikuti dengan penjelasan rinci dari masing-masing hubungan.

4.1. Mengurangi kondisi yang mempengaruhi hubungan

Peserta penelitian mengidentifikasi lima kondisi yang dapat mempengaruhi hubungan: (1) evolusi independen pariwisata dan CHM, (2) yang dikenakan politik kekuasaan keseimbangan antara stakeholder, (3) keragaman stakeholder dengan tingkat pengetahuan yang berbeda, (4) keragaman aset warisan di bawah pertimbangan, dan (5) cara yang berbeda di mana aset dapat dikonsumsi.

4.1.1. Independen sifat pengelolaan warisan pariwisata dan budayaLiteratur akademis menunjukkan bahwa banyak konflik nyata antara pariwisata dan CHM dipicu oleh pembagian paksa aset meskipun dua stakeholder memiliki sedikit lain kesamaan, terus set nilai yang berbeda dan berusaha untuk menggunakan aset untuk mencapai tujuan yang berbeda. Menariknya, sementara semua responden mengakui bahwa pariwisata dan CHM menempati dunia paralel, beberapa melihat ini sebagai isu di Hong Kong. Memang, reaksi berlawanandiungkapkan. Mereka merasa itu menguntungkan bahwa pariwisata dan CHM sebagian besar beroperasi di dunia paralel tapi independen, di mana masing-masing memiliki peran yang jelas dan melihat sedikit kebutuhan untuk campur tangan dalam peran lain. Masalah muncul ketika salah satu pemangku kepentingan melampaui bidang yang lain.

4.1.2. Politik dikenakan listrik keseimbanganPariwisata dan CHM ada dalam konteks kebijakan pemerintah dan undang-undang di mana warisan kekal dan pariwisata dikembangkan. Keseimbangan politik atau legislatif antara keduanya, oleh karena itu, memainkan peran sentral dalam sifat hubungan. Pro-pariwisata pemerintah tidak mungkin ingin memperkenalkan undang-undang warisan atau mungkin berusaha untuk mencairkan undang-undang yang ada dalam rangka untuk merangsang pariwisata. Sebaliknya, undang-undang warisan yang kuat dapat diperkenalkan untuk menggeser keseimbangan kekuatan jauh dari pariwisata.

4.1.3. Keragaman stakeholder dengan tingkat pengetahuan yang berbedaKemitraan bekerja dengan baik ketika ada sejumlah stakeholder yang berbagi nilai yang sama. Konflik atau potensi konflik lebih mungkin untuk muncul ketika ada banyak pemangku kepentingan yang memegang nilai-nilai yang beragam. Bermacam-macam stakeholder yang ada di bidang pariwisata dan warisan budaya, beberapa dengan keterlibatan langsung dalam manajemen aset, dan banyak lainnya dengan saham tidak langsung. Kisaran pihak termasuk masyarakat CHM, pemilik properti dan sektor swasta pengembang, papan pariwisata dan badan-badan pariwisata pemerintah promosi lokal, warisan pemerintah badan-badan, pemilik tradisional, pengguna dan penjaga budaya, operator wisata lokal, nasional dan perdagangan internasional, media dan pariwisata, last but not least, turis. Akibatnya, dinamika interaksi dapat menjadi kompleks. Stakeholder inti biasanya dapat menyelesaikan sengketa yang nyata di antara mereka sendiri. Namun, permasalahan akan muncul ketika para pemangku kepentingan perifer memaksakan diri pada situasi dan berdebat ideologi, kepentingan pribadi posisi yang mungkin terpisah dari nilai riil-benturan masalah di tangan.

4.1.4. Keragaman aset warisanKisaran kemungkinan aset warisan budaya yang menarik bagi pariwisata hampir tak terbatas. Masing-masing memiliki kelompok aset sendiri yang spesifik dari stakeholder dan, oleh karena itu, memiliki potensi yang unik hubungan-kapal isu. Warisan Berwujud ada dalam berbagai bentuk dan dapat berkisar dalam skala dari bangunan tunggal untuk seluruh kota dan, bisa dibilang, negara. Warisan dibangun meliputi struktur yang ada, fasilitas yang dimodifikasi dan tujuan-dibangun attrac-tions. Kepemilikan bisa swasta, publik atau berbasis masyarakat. Berwujud merupakan warisan tradisi dan budaya masyarakat. Ini juga adalah beragam dan dapat mencakup seni, kinerja, agama, upacara tradisional dan ritual dan hari-hari kegiatan warga. Beberapamaybepresentedforpublicconsumption, elemen whileother mungkin pribadi.

4.1.5. Berbagai jenis intensitas konsumsiTiga jenis kemungkinan konsumsi diidentifikasi yang mencerminkan berbagai tingkat keterlibatan dengan aset. Tipe pertama adalah kunjungan pasif, di mana wisatawan dapat mengunjungi dan mengamati. Contohnya adalah memotret bangunan bersejarah atau streetscapes. Tipe kedua adalah konsumsi aktif kegiatan atau pengalaman sangat asosiasi-diasosiasikan dengan nilai-nilai intangible aset. Jenis konsumsi dapat mencakup kunjungan ke museum, galeri seni, tempat ibadah, taman hiburan atau konsumsi pertunjukan live. Konsumsi aktif dari pengalaman biasanya tidak terkait dengan nilai-nilai budaya takbenda aset adalah jenis ketiga diidentifikasi. Restau-rants dan klub malam yang terletak di bangunan bersejarah direnovasi khas aset melahirkan jenis perilaku.

4.2. Tujuh hubungan antara pariwisata dan manajemen warisan budaya

Tujuh gaya hubungan muncul dari studi ini. Mereka digambarkan dalam Gambar. 1 dan dibahas secara rinci di bawah. Enam pas sepanjang kontinum, sedangkan ketujuh adalah outlier. Model ini lebih lanjut mengakui bahwa hubungan paralel dapat mengambil beberapa bentuk. Peserta penelitian mengidentifikasi hubungan paralel sebagai gaya yang paling umum ditemukan di Hong Kong, tetapi merasa bahwa berbagai hubungan paralel harus diidentifikasi sebagai himpunan bagian dari gaya ini. Setiap hubungan memiliki keunikan tersendirihubungan characteristics.Whileconflicttheorysuggeststhatmost dimulai pada titik akhir jinak / koeksistensi dan bergerak tak terelakkan terhadap konflik, skenario ini tidak teridentifikasi di Hong Kong. Sebaliknya, mereka bisa mulai pada setiap titik di sepanjang kontinum dan baik bisa remainstaticforlongperiodsoftimeorevolverapidly di kedua arah sebagai perubahan kondisi yang mendasarinya. Titik awal potensial dan jalur evolusi yang ditunjukkan pada Gambar. 2.

4.2.1. Penyangkalanpenolakan yang paling mungkin terjadi pada tahap awal dari siklus wisata budaya. Wisatawan mulai mengunjungi aset warisan budaya atau aset-aset ini mulai dipromosikan oleh DMOS, namun manajer aset menyangkal mereka berada dalam pariwisata. Peningkatan kunjungan mungkin mulai secara spontan, tetapi lebih mungkin disebabkan oleh industri pariwisata atau media perjalanan. The Chi Lin Nunnery di Hong Kong adalah salah satu contohnya. Itu dibangun kurang dari 10 tahun yang lalu sebagai kompleks biara Budha yang besar. Namun, skala dan megah Tang gaya arsitektur Dinasti segera menarik perhatian Hong Kong Tourist Association, sekarang Hong Kong Tourism Board. Ini mulai mempromosikan kunjungan dan, pada saat tulisan ini ditulis, termasuk di salah satu wisata yang tercantum pada situs web-nya, terlepas dari keinginan mengungkapkan staf untuk mencegah pariwisata. Namun, petugas hubungan masyarakat dari Nunnery kepada tim studi pariwisata belum pernah dipertimbangkan dalam master plan awal kami, dan perencanaan kami tidak melibatkan pertimbangan bisnis dan tim manajemen kami terdiri dari pengusaha tidak ada dari sektor komersial. Dia menambahkan tempat lain 'pariwisata bukanlah pertimbangan oneysince hari kita tidak ingin melayani setiap tujuan komersial'.Denial biasanya hidup pendek, tahap transisi yang memiliki tiga kemungkinan hasil. Dalam kasus yang jarang terjadi, manajer aset mungkin berhasil membendung arus wisata dengan meyakinkan sektor perjalanan untuk menghentikan kegiatan pemasaran atau dengan memperkenalkan pembatasan akses yang membuat tempat kurang menarik bagi pengunjung. Jika berhasil, aset akan kembali ke status aslinya sebagai aset warisan budaya tidak ada nilai pariwisata. Hasil seperti itu jarang dan memerlukan tindakan manajemen cepat sebelum pariwisata menjadi berlindung. Atau, perubahan sikap manajemen dapat mengakibatkan penolakan berkembang cukup pesat dalam beberapa bentuk eksistensi paralel, dengan pariwisata menjadi diterima sebagai penggunaan, baru sah aset. Konflik, bagaimanapun, adalah hasil yang paling mungkin, untuk sebagai kasus di atas menggambarkan, benih konflik telah dijahit oleh manajer aset yang menganggap pariwisata sebagai kebijakan yang tak diinginkan dan sektor pariwisata yang bertahan dalam mempromosikan kunjungan.

4.2.2. Harapan yang tidak RealistisHubungan harapan yang tidak realistis yang cukup umum di bidang pariwisata budaya dan dapat dihasilkan baik oleh sektor pariwisata atau manajer aset. Salah satu atau kedua pihak dapat memegang harapan yang tidak realistis dari daya tarik pasar dari aset atau pariwisata akan membawa manfaat. Harapan yang tidak realistis adalah produk dari keyakinan bermaksud baik, tapi naif bahwa setiap aset warisan budaya harus, dengan hak umurnya atau nilai budaya lokal, menjadi produk pariwisata yang layak, ketika pada kenyataannya, aset tidak memiliki atribut yang diperlukan untuk menjadi daya tarik yang layak. Lebih sering daripada tidak, hasil akhirnya adalah sebuah produk pariwisata gagal. Manajer aset dapat melihat pariwisata sebagai sarana untuk mencapai tujuan konservasi, menghasilkan pendapatan untuk perbaikan modal yang dibutuhkan atau untuk mencapai tujuan pendidikan lokal. Lembaga sektor pariwisata pemasaran publik dapat mengejar wisata budaya untuk memperluas basis produk dengan harapan tujuan akan mampu menggarap pangsa pasar pariwisata yang berkembang budaya.Contoh gagal atau di bawah melakukan atraksi wisata budaya berlimpah di seluruh dunia. Di Hongkong, harapan yang paling realistis tampaknya tobe dihasilkan oleh industri pariwisata, bukan manajer aset. Hong Kong Tourism Board, misalnya, menghasilkan brosur yang mempromosikan kunjungan ke sekitar 90 bangunan warisan bernama terletak di seluruh Wilayah. Namun, sebuah studi pengunjung yang dilakukan oleh penulis sebagai bagian dari studi wisata budaya yang lebih besar mengungkapkan bahwa hampir dua pertiga dari tempat-tempat yang dihasilkan tidak ada kunjungan dari salah satu lebih dari 1100 wisatawan budaya disurvei.Ironisnya, sektor CHM memiliki penilaian yang lebih realistis dari potensi pariwisata aset mereka dari industri pariwisata. The Chung Lei Uk Han Tomb, sebuah makam 2000-tahun ditemukan 40 tahun yang lalu selama kegiatan konstruksi adalah kasus di titik. Makam dan museum situs sebelah kecil yang terletak di daerah pinggiran kota agak jauh dari setiap atraksi wisata lainnya. Planet panduan (2000) Kesepian untuk Hong Kong menggambarkannya sebagai agak menarik, tapi jalan panjang untuk pergi untuk puncak antiklimaks melalui perspex. Manajer aset merasa lebih sama, menunjukkandi babak kedua wawancara bahwa 'daya tarik pasar Lei Cheng Uk Han Tomb begitu terbatas bahwa tidak mungkin menjadikannya sebagai daya tarik utama'. Namun, ia dipromosikan oleh DMO.

4.2.3. Paralel keberadaanHubungan paralel terjadi ketika masing-masing sektor mengasumsikan peran yang jelas dalam wisata budaya. Biasanya, sektor CHM bertanggung jawab atas kepemilikan dan sehari-hari pengelolaan aset, sedangkan industri pariwisata mengasumsikan pengembangan produk dan peran pemasaran. Ada sedikit tumpang tindih dalam peran dan sering sedikit komunikasi antara para pemangku kepentingan. Sebagai kurator dari Hong Kong Museum of Art mengingatkan penulis 'Saya ingin menjadi sangat jelas bahwa semua orang yang berbicara tentang promosi budaya dan promosi pariwisata harus menyadari batas antara dua'. Hubungan paralel adalah, sejauh ini, jenis yang paling umum dari kapal hubungan jelas di Hongkong dan cenderung umum di tujuan matang. Responden merasa bahwa mereka mencerminkan hubungan, layak kerja antara kelompok stakeholder yang berbeda memiliki saling eksklusif, meskipun tujuan saling melengkapi. Pariwisata dan CHM mengakui satu sama lain sebagai pengguna yang sah dan appreci-makan peran yang masing-masing memainkan. Yang penting, mereka memiliki sedikit keinginan untuk hubungan yang lebih dekat dan melihat sedikit kebutuhan untuk itu. Komentar berikut dari kurator staf Flag House dan Teaware Museum khas: "Kita jarang memiliki kontak langsung dengan mereka [Hong Kong Tourism Board], tapi kadang-kadang kami menerima surat individu meminta up-to-date informasi. Mereka kemudian akan menerbitkan pameran kami dan program di kalender mereka. "Hubungan paralel dapat mengambil banyak bentuk. Pada satu ekstrim, hubungan mungkin eksklusif, dengan hampir tidak ada kontak antara kedua pihak. Jenis hubungan ditemukan di kompleks candi besar yang berfungsi sebagai atraksi utama. Industri ini membawa busloads banyak wisatawan per hari untuk jalan-jalan dan menyembah. Temple manajemen menyambut pengunjung tersebut, untuk sumbangan mereka berkontribusi pada program-program yang sedang berlangsung candi kesejahteraan sosial. Wisatawan dipandang sebagai tidak berbeda dengan ribuan orang lain yang berkunjung setiap hari. Pada ekstrem yang lain, hubungan-kapal mungkin simbiosis, dengan tingkat tertentu kerjasama yang ada antara pihak dalam pengembangan produk dan pemasaran. Satu warisan museum, misalnya, telah bekerja sama dengan Hong Kong Tourism Board untuk mengembangkan kinerja opera Cina untuk meningkatkan pengalaman bagi wisatawan. Lebih mungkin, meskipun, hubungan akan jatuh di suatu tempat antara ekstrem. Lembaga pemasaran pariwisata dan operator tur akan meminta izin untuk membawa fotografer dan familiariza-tion wisata ke aset dan akan memungkinkan manajemen aset kepada vett setiap salinan promosi sedang dikembangkan. Pada gilirannya, manajemen aset dapat membuat permintaan untuk operator tur terhuyung-huyung kedatangan mereka atau untuk membatasi jumlah wisata pada hari libur ketika aset akan sangat sibuk.

4.2.4. Konflik

Literatur penuh dengan contoh bagaimana penggunaan pariwisata yang berlebihan dan tidak pantas telah menyebabkan kerusakan aset warisan berwujud dan tidak berwujud yang satu dapat percaya bahwa ini adalah hasil yang paling mungkin dari interaksi pariwisata / CHM. Namun, hubungan konflik jarang terjadi di Hong Kong, dan juga cenderung jarang terjadi di wilayah hukum lain dengan sektor pariwisata mapan budaya. Sebagian besar aset dengan potensi wisata yang sebenarnya memiliki sejarah panjang kunjungan, sementara yang lain dengan daya tarik pariwisata sedikit menerima beberapa pengunjung. Memang, peserta studi mengidentifikasi hanya satu situasi konflik muncul, di mana bus pariwisata telah mulai untuk mengunjungi sebuah kuil bersejarah di operator tur luar community.The belum meminta izin untuk mencurahkan penumpang di kuil, dan kuil manajer tidak senang bahwa lokal mereka tempat ibadah telah berubah menjadi komoditas.Peserta penelitian merasa bahwa konflik mewakili, sementara meskipun memang tidak nyaman, transisi nasional tahap dalam proses pematangan antara para pemangku kepentingan. Masuknya awal turis, atau skala besar pengembangan pariwisata dapat mengganggu hubungan yang ada. Seiring waktu, meskipun, kebanyakan konflik akan menghitung sendiri menyelesaikan sebagai pariwisata menjadi pengguna, yang umum diterima. Self-resolu-tion tidak menyebabkan berbeda antar-organisasi-namics dy, meskipun.

4.2.5. Dikenakan co-manajemenDalam kasus di mana konflik telah menjadi berurat berakar, bagaimanapun, diri-resolusi mungkin tidak layak. Sebaliknya, pihak ketiga akan diminta untuk memaksakan solusi buatan untuk menyelesaikan sengketa yang sedang berlangsung. Jenis hubungan telah diberi label yang ditetapkan co-mengelola-ment. Ditetapkan co-manajemen yang paling mungkin terjadi dalam situasi di mana aset milik publik substansial atau aset yang dimiliki oleh penjaga tradisional telah mengalami pengembangan pariwisata intens yang mengancam integritas budaya. Operator wisata mungkin tidak dapat memodifikasi perilaku mereka karena perubahan akan menempatkan investasi modal mereka beresiko. Atau, mereka mungkin tidak mau berubah karena khawatir bahwa mereka akan melepaskan apa yang mereka rasakan tidak sulit memenangkan konsesi untuk memungkinkan mereka untuk ply perdagangan mereka. Dikenakan co-mengelola-ment tidak akan muncul secara alami. Sebaliknya, itu adalah solusi yang perlu ditengahi dan ditegakkan oleh pihak ketiga dengan kewenangan manajemen yang memadai utama untuk memastikan bahwa semua pihak mematuhi kesepakatan yang dicapai. Tidak ada contoh yang ditetapkan co-manajemen diidentifikasi di Hong Kong, namun responden tidak mendorong adanya-edge mereka menjadi lebih umum di tempat lain, khususnya di mana perselisihan telah muncul antarastakeholder tradisional dan skala besar pengembangan pariwisata.

4.2.6. PersekutuanKemitraan sejati jarang terjadi dan yang paling mungkin terjadi pada tujuan-dibangun atraksi budaya atau warisan di mana tujuan utama adalah untuk memberikan kualitas pengalaman pengunjung dengan cara yang peka budaya. Obyek wisata ini dapat dimiliki secara pribadi atau mungkin dimiliki oleh non-profit kelompok masyarakat. Contohnya termasuk Folk Culture Village Cina di Shenzhen, Cina, built-tujuan taman menargetkan turis Cina dan inter-nasional. Tujuan dari taman adalah untuk mengekspos visitorstoChina'sethnicminorities. Thedevelopers berkonsultasi secara luas dengan sektor warisan budaya dalam desain taman. Selain itu, pemain yang membersofethnicminoritygroups adat.Sektor warisan budaya biasanya memainkan peranan penting dalam desain awal dan tahap perencanaan dan berkonsultasi secara teratur dalam operasi selanjutnya dan pengelolaan fasilitas. Kemitraan menawarkan manfaat untuk pariwisata serta CHM. Untuk pariwisata, daya tarik yang layak baik dan otentik dengan pengembalian menguntungkan sedangkan untuk CHM, ia menawarkan sensitivitas budaya dan kemampuan untuk menyampaikan pesan secara akurat dan simpatik tentang budaya yang disajikan melalui aset.

4.2.7. Permainan tanya jawabSebuah jenis anomali lanjut hubungan juga diidentifikasi yang tidak duduk di sepanjang kontinum. Diidentifikasi sebagai hubungan 'tujuan salib', itu hasil dari pariwisata yang digunakan untuk membenarkan penggunaan kembali adaptif-bangunan bersejarah atau Bait warisan, sebagai sarana melestarikan mereka. Namun, dalam melakukannya, nilai-nilai warisan budaya takbenda aset hilang. Dengan demikian, pariwisata adalah pedang bermata dua yang benar. Di satu sisi, secara aktif membantu dalam konservasi warisan dibangun. Tapi, di sisi lain, yang sangat bertindak itu konservasi untuk hasil pariwisata dalam penghancuran dibilang warisan budaya takbenda bahkan lebih berharga.Contohnya termasuk konversi gereja-gereja tua, bangunan, gudang, pasar dan daerah pemukiman ke restoran dan klub malam. Jenis hubungan-kapal diidentifikasi hanya dengan narasumber dari Antiquities dan Office Monumen yang aktif terlibat dalam pelestarian aset budaya. Mereka menyesalkan gaya aksi, sementara pada saat yang sama menghargai bahwa seperti trade-off mungkin satu-satunya cara untuk melestarikan sampel yang representatif dari warisan masyarakat dibangun, ketika mereka mengamati 'bangunan bersejarah yang dimanfaatkan dengan baik dan pada saat yang sama Waktu menghasilkan keuntungan yang wajar bagi operatorsybut di jalan, Anda hanya menyimpan perangkat keras warisan tetapi bangunan tersebut sudah kehilangan karakter asli mereka. Murray House merupakan kasus ekstrim di Hong Kong. Rumah adat mantan yang terletak di pusat kota Hong Kong dibongkar blok demi blok dan dipasang kembali di atas tanah reklamasi di sisi lain dari Hong Kong Island. Saat ini, ia memiliki sejumlah restoran dan dipandang sebagai daya tarik penting dalam simpul wisata Stanley. Bangunan telah dilestarikan, namun situsnya, pengaturan, makna dan nilai-nilai sejarah telah hilang.

5. Diskusi dan kesimpulan

Makalah ini mengemukakan berbagai gaya hubungan kemungkinan yang bisa ada antara sektor pariwisata dan CHM dalam tujuan wisata yang didirikan perkotaan. Dengan demikian, penelitian ini berbeda dari orang lain yang berfokus pada tujuan dengan cepat muncul. Tujuh kemungkinan hubungan diidentifikasi, dengan enam pas rapi di sepanjang kontinum, sedangkan ketujuh merupakan hubungan anomali. Beberapa hubungan yang stabil dan, akibatnya tidak akan banyak berubah dari waktu ke waktu, sementara yang lain adalah cairan dan bisa berkembang dengan cepat menjadi baik hubungan produktif atau merusak. Hubungan-kapal dipengaruhi oleh sejumlah faktor intervensi.Konflik mungkin tidak kerangka yang paling sesuai untuk pemeriksaan interaksi antara pariwisata dan CHM di tujuan seperti Hong Kong. Sebaliknya, sebuah taksonomi jatuh tempo / ketidakdewasaan baik mencerminkan jenis gaya hubungan yang muncul. Belum menghasilkan hubungan-kapal cenderung agak disfungsional. Konflik dan ditetapkan co-manajemen skenario diidentifikasi, sebagai contoh, berevolusi dari tindakan sepihak dari salah satu pihak tanpa mempertimbangkan kebutuhan sah orang lain yang mengganggu pencapaian tujuan yang lain. Kedua penyangkalan dan harapan yang tidak realistis adalah fungsi dari kenaifan! atas nama salah satu atau kedua belah pihak. Hubungan dewasa, di sisi lain, lebih fungsional. Perselisihan atau sengketa potensial telah lama diselesaikan atau kedua belah pihak telah memasuki hubungan baru menghormati legitimasi dan peran lain stake holder-.Kemitraan muncul sebagai suatu isu menarik dalam tulisan ini. Dogma diterima adalah bahwa wisata budaya berkelanjutan hanya mungkin jika hubungan formal ada di antara para pemangku kepentingan, bahkan kadang-kadang sampai batas formal co-manajemen pengaturan. Sebagian besar 'bagaimana' manual mendukung manfaat dan kebutuhan untuk kemitraan (TCA, 1998; NTHP, 1999). Studi peserta, bagaimanapun, mempertanyakan baik jasa dan praktis-cality dari praktek-praktek tersebut. Sebaliknya, mereka merasa bahwa pariwisata dan warisan budaya berfungsi terbaik secara paralel, dengan masing-masing kelompok melakukan peran itu melakukan yang terbaik, tetapi dengan sedikit interaksi antar kelompok. Keberadaan paralel menyediakan sejumlah keuntungan sektor CHM dengan memungkinkan manajer aset untuk mempertahankan kemerdekaan mereka, sementara masih mendapatkan manfaat dari pariwisata. Dengan demikian, paraintegritas proses pengelolaan aset warisan budaya dapat dipertahankan.Interpretasi alternatif, bagaimanapun, adalah bahwa preferensi untuk keberadaan paralel mungkin memiliki konotasi negatif dan akhirnya bisa bekerja melawan kepentingan terbaik dari produk wisata budaya dalam jangka panjang. Gedung Empire dan kerajaan perlindungan yang diakui oleh penulis sebagai perilaku khas di antara beberapa responden. Pengalaman profesional kami di dua benua lain menunjukkan bahwa ini mungkin menjadi praktek umum. Penolakan terhadap kebutuhan untuk bekerja lebih erat dengan para pemangku kepentingan lain mungkin memiliki lebih berkaitan dengan 'melindungi rumput seseorang' dibandingkan, mungkin, menjaga kepentingan terbaik dari aset. Kebijakan keberadaan paralel independen dapat melumpuhkan kreativitas dan mengisolasi manajer aset atau aset dari peluang yang muncul. Selain itu, kegagalan untuk bekerjasama lebih erat mungkin berarti bahwa aspek penting dari commodifica-tion konservasi aset, dan presentasi mungkin jatuh melalui celah-celah antara tanggung jawab yang dirasakan masing-masing sektor. Misalnya, sektor pariwisata dapat melakukan survei kepuasan pengunjung yang mengidentifikasi kekurangan dalam presentasi produk. Menerapkan perubahan untuk meningkatkan kualitas pengalaman pengunjung adalah tanggung jawab manajer aset. Namun, jika sektor CHM tidak dibuat menyadari masalah ini, mereka tidak bisa memperbaiki itu. Para penulis telah mengamati fenomena ini di beberapa jalan warisan baru dikembangkan.Akhirnya, interpretasi hasil penelitian ini harus ditempatkan dalam konteks Hong Kong yang merupakan tujuan wisata utama perkotaan yang memiliki sejumlah mapan, skala besar aset budaya dengan sejarah panjang kunjungan pariwisata. Hubungan dewasa yang dicatat dalam aset dengan sejarah terpanjang penggunaan pariwisata. Hubungan belum menghasilkan terjadi dalam situasi di mana pariwisata sedang dikejar sebagai tujuan manajemen untuk pertama kalinya atau di mana kunjungan pariwisata tampaknya spontan mulai terjadi. Dengan demikian, akan terlihat bahwa waktu dan tujuan tahap siklus hidup mengerahkan dampak yang signifikan terhadap hubungan antara pariwisata dan warisan budaya. Hubungan dewasa yang paling mungkin terjadi dalam tujuan didirikan di mana berbagai kelompok memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan perbedaan atau mencapai beberapa pemahaman yang dapat diterima bersama. Hubungan dewasa, di sisi lain, yang lebih mungkin terjadi dalam tujuan muncul di mana pariwisata merupakan agen perubahan yang signifikan.Pariwisata dan CHM yang tidak sekutu alami atau musuh alami. Jenis hubungan yang muncul antara sektor-sektor pada tingkat tertentu aset tergantung pada tingkat kematangan, pengetahuan dan baik masing-masing akan membawa hubungan tersebut. Wisata budaya yang sukses adalah yang paling mungkin terjadi ketika kedua set stakeholder memiliki apresiasi yang realistis dari nilai pariwisata aset, kebutuhan untuk melestarikan nilai-nilai budaya inti, penerimaan utama yang masing-masing stakeholder memiliki kepentingan sah dalam aset dan masing-masing memiliki peran yang jelas untuk bermain dalam mempromosikan pariwisata budaya. Dengan kata lain, kedua set stakeholder masuk ke dalam hubungan yang dewasa.