REI eBook SupplyChainManagement

247
1

description

SupplyChainManagement

Transcript of REI eBook SupplyChainManagement

  • 1

  • 2

    Konsep Manajemen SUPPLY CHAIN STRATEGI MENGELOLA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN BAGI PERUSAHAAN MODERN DI INDONESIA

    Dr. Richardus Eko Indrajit

    Drs. Richardus Djokopranoto

  • 3

    untuk kelima Elisabeth yang kami berdua sangat cintai dan kasihi

    Elisabeth Sri Ismartini Elisabeth Evati Dewi

    Elisabeth Evita Dewanti Elisabeth Evi Mayasari

    Elisabeth Dhany Retno Putri

  • 4

    Kata Pengantar Persaingan bisnis yang semakin ketat di era globalisasi ini membutuhkan perusahaan untuk menyusun kembali strategi dan taktik bisnisnya sehari-hari. Jika dilihat secara lebih mendalam, ternyata esensi dari persaingan terletak pada bagaimana sebuah perusahaan dapat mengimplementasikan proses penciptaan produk dan/atau jasanya secara lebih murah, lebih baik, dan lebih cepat (cheaper, better, and faster) dibandingkan dengan pesaing bisnisnya. Usaha untuk menciptakan rangkaian proses tersebut bukanlah merupakan target semasa saja, melainkan sifatnya dinamis, dalam arti kata harus selalu diupayakan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Sejauh perusahaan masih dapat berusaha untuk memperbaiki kinerjanya, sejauh itu pulalah perusahaan dapat tetap bertahan dalam ketatnya kompetisi global. Berdasarkan fenomena yang terjadi di negara-negara maju, terutama yang dialami oleh perusahaan-perusahaan multi-nasional, ternyata kunci dari peningkatan kinerja rangkaian proses tersebut terletak bagaimana kemampuan perusahaan bekerja- sama dengan para mitra bisnisnya, yang dalam hal ini adalah mereka yang memberikan pasokan-pasokan kebutuhan perusahaan dalam berbagai bentuk. Pengintegrasian secara optimal antara proses-proses internal di dalam perusahaan dengan proses-proses para mitra bisnis tidak saja sekedar meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas internal semata, namun lebih jauh lagi menciptakan suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) tertentu bagi perusahaan terkait. Dengan memegang prinsip bahwa perusahaan di tanah air harus mampu memiliki keunggulan kompetitif semacam itulah maka kedua penulis berupaya untuk menyusun buku yang secara garis besar berusaha menjelaskan konsep Manajemen Supply Chain (Supply Chain Management) yang merupakan metodologi

  • 5

    modern yang dipergunakan perusahaan-perusahaan besar di dunia dalam meningkatkan kinerjanya secara signifikan. Untuk mempermudah pemahaman, buku ini dibagi menjadi tiga bagian besar. Bagian Pertama merupakan inti dari buku ini, karena di sinilah secara gamblang konsep Manajemen Supply Chain dijabarkan. Bagian Kedua merupakan kumpulan artikel ringkas mengenai peranan sistem dan teknologi informasi di dalam konsep Manajemen Supply Chain, karena hampir semua perusahaan yang telah berhasil menerapkan konsep ini melibatkan teknologi komputer dan telekomunikasi dalam pelaksanaannya. Dan untuk menambah wawasan pembaca, Bagian Ketiga menceritakan dan memperlihatkan dua contoh kasus beberapa perusahaan besar di dunia yang telah berhasil menerapkan konsep manajemen ini. Mudah-mudahan kehadiran buku ini dapat sedikit banyak memberikan kontribusi bagi khazanah ilmu pengetahuan di tanah air di tengah-tengah miskinnya karya referensi manajemen dari negeri sendiri. Penulis

  • 6

    Ucapan Terima Kasih

    Niat menyusun buku ini tidak akan pernah kesampaian seandainya Cemantech (Center for Management and Technology) dan LMC (Logistics Management Consultant) tidak memberikan kesempatan kepada kedua penulis untuk memberikan presentasi mengenai Supply Chain Management ke beragam perusahaan dalam berbagai kesempatan. Untuk itulah tidak berlebihan jika kedua penulis menghaturkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada rekan-rekan di Cemantech: Ibu Ngesti S. Joyosapoetro, Mbak Retno, Mbak Yuyun, dan Mas Wardoyol; dan tentu saja rekan-rekan di LMC: Bapak Soejono Endropoetro, Bapak Erlangga Kadarman, Bapak Suhito, dan Bapak Suwoto. Terima kasih yang tak terhingga pula penulis haturkan kepada mereka yang telah menjadi teman diskusi sehubungan dengan topik buku ini, yaitu kepada rekan-rekan dari Prime Consulting Indonesiat: Bapak Gunawan, Bapak Andy Arman, dan Bapak Teddy Tardiana. Penghargaan terbesar tentu saja harus diberikan kepada para anggota keluarga yang tidak pernah berhenti memberikan semangat dan dorongan dalam bentuk doa maupun pengertian akan sibuknya kedua penulis menyusun naskah buku ini. Terima kasih untuk Mama Betty, Mami Theresia Suwarty, Lisa A. Riyanto, Ongky dan Lisa Dewi, Tita dan Albert, Maya dan Aan, Oma Manupassa, serta si kecil Alisha. Semoga karya ini dapat menjadi persembagan dan tanda cinta yang tidak akan pernah terlupakan.

  • 7

    Daftar Isi

    Bagian 1 Dasar-Dasar Manajemen Supply Chain Konsep Integrated Supply Chain Supply Chain dan Keunggulan Kompetitif Manajemen Strategis Lead Time Mengelola Mata Rantai Pasokan Tahap-Tahap Optimalisasi Supply Chain Implikasi dari Strategi Manajemen Supply Chain Pandangan Baru terhadap Kemitraan Bisnis

    Bagian 2 Supply Chain dan Teknologi Informasi Peranan Teknologi Informasi dalam Manajemen Supply Chain Manajemen Supply Chain dan Konsep Sistem Informasi

    Korporat Terpadu Konsep e-Supply Chain B-to-B Landscape dalam e-Supply Chain Extraprise Value Network Strategi Mengintegrasikan Dua Sistem Kolaborasi Teknologi Informasi antar Perusahaan Konsep Value Matrix dalam Virtual Value Chain Empat Tipe Transaksi di Dunia Maya Konsep Ekonomi Digital Dari Linear Supply Chain Menuju Networked Supply Chain Physical Company dan Knowledge Company The War Room

    Bagian 3 Studi Kasus Xerox Corporation Dell Computers

  • 8

    Bagian 1

    Dasar-Dasar Manajemen Supply Chain

  • 9

    KONSEP INTEGRATED SUPPLY CHAIN

    I. PENGANTAR

    Kompetisi antar perusahaan akhir-akhir ini tidak hanya sangat ketat sekali tetapi juga terjadi antar banyak perusahaan dari banyak negara. Apalagi sebagai akibat dari globalisasi dan pemaksaan ekonomi pasar bebas yang dilakukan oleh organisasi-organisasi seperti WTO (World Trade Organization), AFTA (Asean Free Trade Area), APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) dan sebagainya dimana hal-hal yang menghalangi kompetisi pasar bebas harus dihapuskan seperti bea masuk, proteksi dan subsidi pemerintah, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun yang terselubung. Untuk itu, perusahaan-perusahaan menempuh langkah-langkah seperti continunous improvement process bahkan banyak yang menempuh business process reengineering (BPR). Pendek kata, perusahaan-perusahaan berlomba-lomba mencari akal dan cara agar tetap dapat hidup (survive) dan berkembang (growth) dan tetap mempertahankan pangsa pasar mereka (market share). Disamping itu, perusahaan berlomba-lomba memenuhi kehendak para konsumen karena memang the name of the game haruslah customers oriented, yaitu dalam 3 hal pokok :

    1. harga 2. mutu 3. layanan (kecepatan, kemudahan dan sebagainya)

    Dari segi harga misalnya semua berlomba-lomba untuk mencari cara terus menerus untuk mendapatkan harga yang kompetitif. Satu-satunya cara ialah mencari cara-cara memproduksi barang yang lebih efisien. Banyak perusahaan yang dalam menjalankan BPR (business process reengineering) telah melakukan downsizing maka mungkin sudah tidak mungkin mengurangi lagi resources-nya. Untuk mengatasi hal ini dapat ditempuh strategi supply chain management ataupun supply chain optimization yaitu memecah perbatasan-perbatasan antar perusahaan yang secara tradisional memisah-misahkan

  • 10

    pelaku pengadaan barang atau jasa dan memecah-mecah pula daya kemampuannya untuk meningkatkan efisiensi. Dengan cara mengadakan analisis dari keseluruhan proses, dari initial supply sampai kepada ultimate consumption keuntungan-keuntungan dari supply chain sebagai berikut dapat diperoleh : mengurangi inventory barang dengan berbagai cara

    inventory merupakan bagian paling besar dari aset perusahaan, yang berkisar antara 30%-40%

    sedangkan biaya penyimpanan barang (inventory carrying cost) berkisar antara 20%-40% dari nilai barang yang disimpan

    oleh karena itu, usaha dan cara harus dikembangkan untuk sedikit mungkin menimbun barang ini dalam gudang agar biaya dapat ditekan menjadi sesedikit mungkin

    menjamin kelancaran penyediaan barang

    kelancaran barang yang perlu dijamin adalah mulai dari asal barang (pabrik pembuat), supplier, perusahaan sendiri, wholesaler, retailer sampai kepada final customers

    jadi rangkaian perjalanan dari bahan baku sampai menjadi barang jadi dan diterima oleh pemakai/pelanggan merupakan suatu mata rantai yang panjang (chain) yang perlu dikelola dengan baik

    menjamin mutu

    mutu barang jadi (finished product) ditentukan tidak hanya oleh proses produksi barang tersebut tetapi juga oleh mutu bahan mentahnya dan mutu keamanan dalam pengirimannya

    jaminan mutu ini juga merupakan serangkaian mata rantai panjang (chain) yang harus dikelola dengan baik

    Oleh karena itu maka tercipta dan berkembanglah suatu sistem atau konsep yang disebut konsep supply chain(supply chain concept atau supply chain management). Dengan sengaja istilah supply chain ini tidak diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, karena memang dalam logistics ataupun purchasing management, istilah tersebut telah terkenal dengan istilah dengan bahasa Inggris tersebut. Kalau mau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, mungkin dapat digunakan istilah rantai pengadaan atau rantai penyediaan.

  • 11

    II. KONSEP SUPPLY CHAIN

    Supply chain (rantai pengadaan) adalah suatu sistem melalui mana suatu organisasi itu menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Kata penyaluran mungkin kurang tepat karena dalam istilah supply termasuk juga proses perubahan barang tersebut jadi misalnya dari bahan mentah menjadi barang jadi. Konsep supply chain adalah juga konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan dan pemecahannya dititik beratkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir yang merupakan mata rantai penyediaan barang. Oleh karena itu, maka supply chain management dapat didefinisikan sebagai berikut:

    Supply chain management is a set of approaches utilized to efficiently integrate suppliers, manufacturers, warehouses, and stores, so that merchandise is produced and distributed at the right quantities, to the right locations, at the right time, in order to minimize systemwide costs while satisfying service level requirement (David Simchi-Levi)

    Melihat definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa supply chain ialah logistics network. Dalam hubungan ini ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama tersebut yaitu:

    suppliers manufacturer distribution retail outlets customers

  • 12

    Chain 1 : Suppliers Jaringan bermula dari sini, dimana merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang akan bermulai. Bahan pertama ini dapat dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, spare parts dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers. Dalam artinya yang murni, disini termasuk juga suppliers suppliers atau sub-suppliers. Supplier ini dapat berjumlah banyak atau sedikit, tetapi suppliers suppliers biasanya berjumlah banyak sekali. Inilah mata rantai yang pertama. Chain 1 - 2 : Suppliers Manufacturer Rantai pertama dihubungkan dengan rantai ke dua yaitu manufacturer atau plants atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, mengasembling, merakit, mengkonversikan ataupun menyelesaikan barang (finishing). Untuk keperluan tulisan ini, sebut saja bentuk yang bermacam-macam tadi sebagai manufacturer. Hubungan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya inventories bahan baku maupun bahan setengah jadi maupun bahan jadi yang berada di pihak suppliers maupun di manufacturer maupun di tempat transit merupakan target untuk penghematan ini. Tidak jarang bahwa antara 40% sampai 60% bahkan lebih penghematan dapat diperoleh dari inventory carrying cost di mata rantai ini. Dengan menggunakan konsep supplier partnering misalnya, penghematan ini dapat diperoleh. Chain 1 - 2 - 3 : Suppliers Manufacturer Distribution Barang yang sudah jadi yang sudah dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan kepada gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer. Chain 1 - 2 - 3 - 4 : Supplier Manufacturer Distribution Retail Outlets Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Sekali lagi disini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gudang dengan cara melakukan desain

  • 13

    kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufacturer maupun kepada toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada pelanggan, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas. Chain 1 - 2 - 3 - 4 - 5 : Supplier Manufacturer Distribution Retail Outlets Customers Dari rak-raknya, para pengecer atau retailers ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Dalam pengertian outlets ini termasuk toko, warung, department store, super market, toko koperasi, mal, club stores dan sebagainya pokoknya dimana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan bahwa disini merupakan mata rantai yang terakhir, sebetulnya masih ada lagi yaitu mata rantai dari pembeli (yang mendatangi retail outlet tadi) kepada real customers atau real user, karena pembeli belum tentu pengguna sesungguhnya. Mata rantai supply betul-betul baru berhenti sampai barang yang bersangkutan tiba di pemakai langsung (pemakai yang sebenarnya) dari barang atau jasa dimaksud.

    III. MODEL SUPPLY CHAIN

    Dari penjelasan pelaku-pelaku supply chain tersebut di atas, dapat dikembangkan suatu model supply chain, yaitu suatu gambaran plastis mengenai hubungan mata rantai dari pelaku-pelaku tersebut yang dapat berbentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain. Model supply chain dikembangkan dengan cukup baik pada tahun 1994 oleh A.T.Kearney seperti tertera dan dapat dilihat dalam Gambar 1 di bawah ini.

    Gambar 1

    SuppliersSupplier

    Suppliers

    Company

    Customers

    CustomersEnd Users

  • 14

    Dalam ilustrasi ini, suppliers suppliers telah dimasukkan untuk menunjukkan hubungan yang lengkap dari sejumlah perusahaan atau organisasi yang bersama-sama mengumpulkan/mencari, merubah dan mendistribusikan barang dan jasa kepada pelanggan terakhir. Salah satu faktor kunci (key factor) untuk mengoptimalisasikan supply chain ialah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan. Selama dua dasawarsa terakhir ini, ada 2 (dua) konsep yang banyak digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pergerakan barang tersebut, yang kedua merupakan kelanjutan dari yang kesatu yaitu :

    Mengurangi jumlah supplier

    Konsep ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an yang bertujuan mengurangi ketidak-seragaman, biaya-biaya negosiasi dan pelacakan (tracking)

    Konsep ini adalah permulaan perubahan kecenderungan dari konsep multiple supplier ke single supplier

    Dengan demikian maka cara lama yang dahulu dianggap ampuh seperti mencari sourcing dengan cara tender terbuka makin tidak populer, karena tender terbuka tidak menjamin terbatasnya jumlah supplier

    Paling-paling yang masih cocok dengan perkembangan ini ialah tender diantara supplier yang terbatas jumlahnya

    Konsep ini berkembang menuju tahap selanjutnya, yaitu tahap yang kedua, seperti akan dijelaskan sebagai berikut ini

    Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance

    Konsep ini dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990-an dan diharapkan masih akan populer pada permulaan abad 21 ini

    Konsep ini menganggap bahwa hanya dengan supplier partnership, key suppliers untuk barang tertentu merupakan strategic sources yang dapat dihandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam supply chain

    Konsep ini selalu dibarengi dengan konsep perbaikan terus menerus dalam biaya dan mutu barang (continuous improvement in cost and quality)

  • 15

    Gambar 2

    Model supply chain tersebut dapat dilukiskan juga seperti denah pada Gambar 2 yang dapat disebut sebagai the Interenterprise Supply Chain Model yang merupakan suatu mata rantai supply, yang dinamakan juga model empat langkah atau the four step model yang terdiri dari unsur-unsur :

    Suppliers (dan sub-suppliers atau suppliers suppliers) Manufacturers (plant, yang terdiri dari beberapa unit) Distributors (terdiri dari distribution center, wholesaler dan sebagainya) Retailers (yang sangat banyak jumlahnya)

  • 16

    IV. MENGELOLA ALIRAN SUPPLY CHAIN

    Untuk mengelola aliran barang dan jasa dalam supply chain, pertama-tama yang harus diketahui adalah gambaran sesungguhnya dan lengkap mengenai seluruh mata-rantai yang ada, mulai dari pertama sampai kepada yang terakhir. Sebagai misal, supply chain dari pabrik kertas :

    Awal supply chain dari pabrik kertas adalah hutan dari kayu yang menghasilkan

    bahan untuk kertas atau gudang dari bahan yang didaur ulang (recycled products) yang mengawali proses pembuatan kertas tersebut.

    Tetapi tidak hanya itu saja. Bahan baku kertas perlu dilengkapi dengan bahan penolong juga agar bahan baku dapat diproses menjadi kertas. Bahan penolong ini sangat banyak sekali misalnya air yang berlimpah, bahan kimia yang sangat banyak jenisnya, plastik dan alat pengikat untuk packaging dan sebagainya.

    Disamping itu pabrik kertas banyak menggunakan berbagai jenis peralatan yang digunakan dan puluhan ribu jenis material dan suku cadang yang digunakan yang awal supply chainnya adalah pabrik baja dan pabrik pembuat peralatan, material dan suku cadang tersebut.

    Pokoknya ada puluhan dan mungkin ratusan supplier dan suppliers supplier (subsuppliers) yang tersangkut.

    Disamping itu perlu juga diketahui berbagai sifat pergerakan supply chain untuk berbagai inventory. Seperti diketahui, yang dimaksud dengan inventory adalah beberapa jenis barang yang disimpan di gudang yang mempunyai sifat pergerakan yang agak berbeda satu sama lain sehingga panjang pendeknya supply chain juga berbeda seperti dapat diterangkan sebagai berikut. Ada beberapa jenis inventory, yaitu : Barang baku (raw materials)

    Mata rantai pertama adalah di pabrik pembuat bahan baku ini dan mata rantai terakhir adalah di pabrik pembuat finished product (bukan di konsumen akhir)

    Barang baku ini di pabrik pembuat finished product digabung dengan bahan penolong dan dengan teknologi tertentu diolah menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi

  • 17

    Barang setengah jadi (semi finished product)

    Permulaan mata rantai adalah di pabrik pembuat bahan jadi. Seperti dijelaskan di depan, bahan setengah jadi adalah hasil dari proses bahan baku

    Bahan setengah jadi dapat langsung diproses di pabrik yang sama menjadi bahan jadi, tetapi dapat juga dijual kepada konsumen sebagai komoditas

    Jadi akhir dari mata rantai akan sangat tergantung dari hal diatas, bisa pendek dan bisa panjang

    Barang jadi (finished product)

    Permulaan mata rantai bahan jadi adalah di pabrik pembuatannya, sebagai hasil dari pengolahan dari bahan baku, melalui bahan setengah jadi tadi

    Akhir mata rantai adalah di konsumen akhir pengguna atau pembeli hasil produksi tersebut

    Materials dan spare parts (MRO = materials for maintenance, repair and operation)

    Inventory jenis ini adalah inventory yang digunakan untuk menunjang pabrik pembuat barang jadi tersebut, yaitu untuk maintenance, repair dan operation peralatan (equipment) pabriknya.

    Mata rantainya bermula dari pabrik pembuat material MRO tadi dan berakhir hanya sampai perusahaan pembuat barang jadi tersebut, sebagai the final user (manufacturer)

    Barang komoditas (commodity)

    Inventory jenis ini adalah barang yang dibeli oleh perusahaan tertentu sudah dalam bentuk barang jadi dan diperdagangkan dalam arti dijual kembali kepada konsumen

    Di perusahaan tersebut, barang ini dapat diproses lagi seperti misalnya diganti bungkusnya, diperkecil bungkusnya dan sebagainya, tetapi dapat juga dijual lagi langsung dalam bentuk asli sewaktu dibelinya

    Mata rantai inventory jenis ini bermula dari pabrik pembuat komoditas tersebut dan berakhir pada konsumen akhir pengguna barang tersebut

    Barang komoditas kadang-kadang juga disebut dengan resales commodities, karena memang barang tersebut dibeli untuk dijual lagi dengan keuntungan tertentu.

  • 18

    Barang proyek Inventory jenis ini adalah material dan spare parts yang digunakan untuk

    membangun proyek tertentu, misalnya membuat pabrik baru. Mata rantai panjangnya hampir sama dengan MRO materials, jadi bermula dari

    pabrik pembuat barang-barang tersebut dan berakhir sampai perusahaan pembuat barang jadi yang dimaksud.

    Gambar 3

    Hal-hal yang sudah dikemukakan tersebut dapat dijelaskan seperti dalam Gambar 3 di atas. Jelas dari gambaran tersebut di atas bahwa supply chain untuk inventory jenis bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi lebih panjang dan lebih rumit dibanding dengan supply chain untuk jenis inventory lainnya.

    Supplier Manufacturer Distributor Retailer Consumer

  • 19

    V. MENGUSAHAKAN OPTIMALISASI SUPPLY CHAIN

    Tipikal supply chain dewasa ini sedang mengalami perubahan besar karena perubahan atau perkembangan pasar. Dahulu produk yang mempunyai brand atau nama yang kuat seakan-akan mendikte pasaran dan pelanggan akan tergantung dan cenderung untuk mencari produk tersebut. Pabrik dengan demikian juga cenderung akan memasarkan langsung produk tersebut atau melalui retail outletnya sendiri, sedangkan hanya sebagian saja dari produksi dialokasikan atau disalurkan melalui retail outlet tertentu yang dipilihnya. Sekarang keadaan sudah lain. Pelanggan makin mempunyai pilihan yang banyak dan berada pada posisi untuk menentukan sendiri brand pilihannya. Dan retail outlet makin lebih mempunyai keleluasaan dan berkuasa untuk menjual dan memajang produk yang dipilihnya sendiri berdasarkan kehendak dan selera pelanggan. Perkembangan tersebut mempengaruhi pula bagaimana cara mengoptimalisasikan supply chain sedemikian rupa sehingga mencapai manfaat yang optimal. Dalam hubungan dengan ini, perlu dibicarakan mengenai beberapa hal antara lain sebagai berikut :

    Tuntutan pelanggan yang terus berkembang Kekuasaan retailer yang makin besar Dilema dalam pencapaian optimalisasi Kendala dalam membangun kepercayaan Kemitraan sebagai suatu solusi Teknologi informasi sebagai katalisator

    Tuntutan pelanggan yang terus berkembang Seperti di atas telah dijelaskan, terjadi perkembangan dan perubahan dalam sifat, intensitas, ketergantungan dari tuntutan para pelanggan. Dengan makin terbukanya pasar bebas yang mendunia (globalisasi) maka terjadi begitu banyak dan begitu ketat persaingan antar perusahaan dan antar produk. Bagi para konsumen ini merupakan keuntungan besar karena mereka mendapatkan :

    harga yang lebih kompetitif pilihan sumber pembelian lebih banyak mutu barang yang lebih baik pilihan brand yang lebih banyak penyediaan yang lebih cepat layanan lain yang lebih baik

  • 20

    Oleh karena itu supply chain yang tadinya hanya atau lebih terfokus pada sisi hulu, yaitu hubungan antar sub-suppliers-suppliers-manufacturer bergeser kearah hilir, yaitu manufacturer-wholesalers-retailers-consumers. Inilah manifestasi dari consumer focus atau consumer oriented dalam supply chain management. Sikap-sikap para pelanggan sebagai berikut juga tidak boleh diabaikan dan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh, yaitu antara lain bahwa pelanggan (consumers) cenderung bersikap :

    menghindari penjual yang telah pernah mengecewakannya ingin mengalami proses pembelian barang dan jasa yang menyenangkan menyenangi pendekatan penjualan yang kreatif, ramah, murah (pengecualian

    adalah pembeli yang mengejar brand yang berprestige) menuntut more for less mencari toko yang serba ada (department store, shopping mall, super market

    dan sebagainya), karena makin terbatasnya waktu berbelanja menghendaki barang yang aman dari segala hal pokoknya menghendaki harga, mutu dan service yang lebih baik lagi Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengendali utama supply chain dengan

    demikian adalah para consumers.

    Kekuasaan retailer yang makin besar Kalau di atas telah disimpulkan bahwa pengendali utama supply chain adalah para consumers, maka yang berhubungan langsung dengan mereka adalah para retailer. Para retailer ini menanggapi kehendak dan tuntutan para consumers yang makin meningkat ini dengan mengadakan perubahan-perubahan besar dalam penataan, dekorasi, teknik pelayanan dan personil tokonya. Meskipun keputusan terakhir untuk memilih barang adalah pada para consumers, tetapi sampai batas tertentu para retailer dapat mempengaruhi pengambilan keputusan ini dengan cara-cara antara lain sebagai berikut :

    Membuat display yang menarik untuk produk tertentu Memberikan discount yang menarik untuk produk tertentu Memberikan bonus tertentu seperti hadiah dan sebagainya Menawarkan secara lebih aktif Dan sebagainya

    Umumnya keuntungan yang diperoleh oleh retailer relatif tidak banyak. Makin banyak retailer, makin sedikit prosentase keuntungan yang diperoleh karena makin banyak berarti makin ketat persaingan dan sebaliknya. Oleh karena itu, wholesaler umumnya memiliki keuntungan yang jauh lebih besar karena jumlah wholesaler umumnya lebih sedikit. Disini berlaku hukum supply and demand. Oleh karena itu, para retailer

  • 21

    umumnya lebih mengandalkan pada jumlah penjualan (omzet). Retailer besar terkenal seperti Kmart, Wal-Mart, Home Depot dan sebagainya memperoleh keuntungan besar karena omzetnya sangat besar. Pengurangan biaya di retailer umumnya hanya sedikit sekali dapat dilakukan, namun di pihak wholesaler lebih banyak yang dapat dilakukan penghematan. Dilema dalam pencapaian optimalisasi Langkah pertama yang sangat penting dalam melakukan supply chain management yang baik adalah menggalang dan memperbaiki komunikasi harian antara semua pelaku supply, mulai dari hilir sampai ke hulu (retailer, distributor, manufacturer dan supplier ). Komunikasi yang baik ini dapat mencegah kelambatan pengadaan barang maupun penumpukan barang di gudang yang berlebihan. Dalam praktek, sayangnya, sering kali dijumpai semacam keengganan melakukan komunikasi ini, karena beberapa pihak masih ada yang menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang bersifat rahasia atau sebagai sesuatu layanan ekstra. Karena dianggap memberikan layanan ekstra, ada yang minta bayaran, baik secara resmi ataupun tidak resmi. Kendala ini tidak saja dijumpai dalam hubungan atau komunikasi antar perusahaan tetapi juga ditemui dalam satu perusahaan, yaitu misalnya antara bagian logistik (penyedia barang) dan bagian teknik atau pabrik (pengguna barang). Oleh karena itu dalam hal ini perlu kepada semua pihak diyakinkan dahulu perlunya membangun informasi yang terbuka, cepat dan akurat mengenai hal-hal yang menyangkut penyediaan barang, agar semua pihak dapat memperoleh keuntungan-keuntungan optimal.

    Kendala dalam membangun kepercayaan Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan untuk mengoptimalisasikan supply chain management adalah membangun kepercayaan antara semua pelaku supply barang dan jasa yang bersangkutan. Namun dalam praktek banyak kendala bahkan banyak yang tidak percaya bahwa hal tersebut sungguh-sungguh dapat dicapai. Beberapa hal yang melatar belakangi kendala tersebut antara lain adalah :

    Masih banyaknya anggapan bahwa supplier atau pihak lain adalah lawan atau bahkan musuh dalam berbisnis dan bukan mitra

    Masih banyaknya anggapan bahwa antara supplier atau pihak lain dan perusahaan sendiri pada hakekatnya mempunyai tujuan yang berlainan bahkan saling bertentangan, sedangkan sebetulnya tujuan akhir adalah sama yaitu sama-sama perlu survice dan growth

  • 22

    Dalam negosiasi, masih banyak yang mengharapkan hasil yang win-loose dan kurang mengenal konsep win-win negotiation

    Banyak yang masih melihat hubungan jangka pendek dan kurang melihat hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan

    Oleh karena itu konsep-konsep baru seperti win-win negotiation, supplier partnering dan sebagainya perlu dikembangkan diantara para peserta kegiatan supply dan di dalam perusahaan sendiri untuk menciptakan kepercayaan yang sungguh diperlukan dalam mengoptimalkan supply chain management ini.

    Partnering sebagai suatu solusi Optimalisasi supply chain management seperti telah disebutkan di depan, memerlukan aliran informasi yang lancar, transparan dan akurat, dan memerlukan kepercayaan antar peserta pengadaan barang dan jasa. Hal ini hanya mungkin dilakukan melalui proses yang panjang dan antar pihak yang makin saling mengenal. Dengan demikian, satu-satunya cara adalah bahwa antara mereka yang terkait ada semacam partnering. Optimalisasi tidak mungkin dicapai apabila dilakukan oleh supplier yang terus-menerus berbeda dan berganti, karena hal-hal yang diinginkan tersebut tidak mungkin akan terwujud secara optimal. Oleh karena itu dikatakan bahwa partnering adalah salah satu solusi yang terbaik dalam melakukan optimalisasi supply chain management ini. Perlu disampaikan bahwa beberapa prinsip partnering yang perlu dipegang teguh dan dikembangkan terus-menerus adalah :

    Meyakini memiliki tujuan yang sama (common goal) Saling menguntungkan (mutual benefit) Saling percaya (mutual trust) Bersikap terbuka (transparent) Menjalin hubungan jangka panjang (long term relationship) Terus menerus melakukan perbaikan dalam biaya dan mutu barang/jasa

    (continuous improvement in cost and quality)

    Teknologi informasi sebagai katalisator Kalau partnership dapat disebuat sebagai bumbu yang penting untuk supply chain maka teknologi informasi merupakan katalisator untuk supply chain yaitu yang mempercepat proses dan mempermudah supply chain management yang efektif dan efisien. Keberhasilan supply chain management tidak mungkin dapat dicapai tanpa menggunakan jasa teknologi informasi yang dalam kasus ini harus bercirikan :

  • 23

    Hardware dan software harus bersifat mampu digunakan antar organisasi/ perusahaan

    Clear information Real time POS (point of sales) information Customer and network friendly High level effectiveness dan efficiency Dan sebagainya

    Oleh karena itu pengembangan teknologi informasi harus diusahakan sepenting mengusahakan pengadaaan inventory dan mempercepat delivery time pembelian barang.

    VI. PERUBAHAN DARI PUSH SYSTEM KE PULL SYSTEM

    Seperti telah dijelaskan terlebih dahulu, bahwa secara historis supply chain dahulu lebih ditentukan oleh para manufacturer. Merekalah yang menentukan apa dan berapa yang akan disalurkan melalui supply chain yang ada dan mereka dapat menuntut para retailer untuk menyediakan tempat (shelf) khusus di toko mereka untuk kepentingan dan penentuan barang-barang manufacturer ini. Manufacturer selalu melakukan push terhadap barang-barangnya kepada konsumen melalui retailer. Inilah yang dinamakan push system. Setelah jenis barang yang ditawarkan makin banyak dan beragam dan makin banyak manufacturer yang mampu menghasilkannya sehingga makin tinggi persaingan di pasar, maka yang menentukan supply chain juga berubah. Penentu utama menjadi para customers melalui para retailer. Customers bebas memilih pilihan mereka dari berbagai pilihan barang atau jasa yang tersedia di pasaran. Para retailer menyediakan pilihan customers tersebut di toko-toko mereka. Para manufacturer harus membuat barang-barang yang dipilih dan dikehendaki serta disukai para customers. Jadi para manufacturer seakan-akan melakukan pull atas kebutuhan dari para customers dan tidak melakukan push lagi. Jadi push system telah berubah menjadi pull system Perubahan dari push system ke pull system memerlukan pula perubahan dalam beberapa kebijaksanaan dalam supply chain. Cara-cara yang lama tidak dapat digunakan lagi. Namun ternyata masih banyak yang menggunakan cara-cara lama, yang merupakan kesalahan yang kritis. Dalam pull system, sistem yang dikembangkan haruslah antara lain diusahakan sebagai berikut :

  • 24

    Jauh lebih fleksibel (near total flexibility). Manufacturer perlu lebih berkonsentrasi pada percepatan waktu changeover

    (secepat mungkin) untuk produk baru. Jadi konsentrasi tidak hanya pada mempercepat delivery time saja

    Permintaan (demand) para retailer akan cenderung lebih kecil-kecil untuk beberapa jenis barang yang banyak dari pada sebelumnya banyak untuk jenis barang yang terbatas

    Tantangan lama yang masih tetap harus diatasi adalah membatasi penumpukan inventory di semua tempat atau distribution chain

    Tidak hanya terbatas pada manufacturer

    Fleksibilitas tinggi tidak hanya dituntut di tempat manufacturer saja tetapi juga harus jauh kehulu, ke tempat supplier dan sub-supplier

    Mereka harus siap untuk mengantisipasi perubahan cepat dari selera para customers tersebut

    Daya responsif yang fleksibel dari mereka juga diperlukan tanpa harus menambah inventory

    Ini semua secara mutlak memerlukan flow of information dari hilir ke hulu yang lengkap, secara real time dan akurat

    Cara perhitungan stock replenishment yang berbeda

    Data yang paling penting untuk digunakan adalah dari POS (point of sales) khususnya mengenai penjualan yang sudah dilakukan

    Data ini setelah digabungkan dengan perhitungan forecasting dan data penjualan atau pesanan khusus lainnya menjadi data untuk stock atau order replenishment

    Oleh karena itu data dari POS yaitu di retailer perlu betul-betul dicatat secara real time

    Cara menghitung stock replenishment atau order for replenishment adalah dengan menggunakan data historis dan atau data forecasting. Secara historis, data historis mula-mula sangat populer digunakan, kemudian orang cenderung lebih menggunakan data forecasting yang dihitung dengan perhitungan matematis yang canggih. Belakangan, seperti telah disebutkan di depan, orang kembali bertumpu pada data historis dan disempurnakan dengan kombinasi atas hasil perhitungan forecasting dan perhitungan marketing. Data POS pada hakekatnya adalah data historis dan data real.

  • 25

    Gambar 4

    VII. SUPPLY CHAIN MANAGEMENT DENGAN INTERNET

    Era e-commerce telah mengubah cara berbisnis dan demikian juga penggunaan internet dapat sangat membantu dalam supply chain management.

    Dalam bidang logistik, kalau dulu aliran barang lebih difokuskan pada aliran barang secara linier dalam satu perusahaan atau organisasi (Gambar 4), maka dalam supply chain management, seolah-olah ada mata di atas yang mengatur dan mengawasi jaringan aliran barang yang tidak lagi harus lurus atau linier. Pabrikan atau manufacturer kini dengan mudah dapat berhubungan dengan banyak pihak tanpa harus bepergian sama sekali. Demikian pula pengaturan aliran barang dapat dilakukan dari satu tempat tertentu. Dengan menggunakan internet, yaitu tanpa harus mengembangkan sistem jaringan komputer sendiri, sebuah supermarket misalnya dapat mengetahui banyak stock barang di setiap pemasoknya atau di setiap toko atau gudangnya. Demikian pula untuk memuaskan konsumen, barang dapat dicari melalui internet (search engine) ke pelbagai pemasok (supplier). Supply chain management (SCM) seperti contoh diatas sudah mencakup antar SCM, jadi tidak hanya satu rangkaian mata rantai, tetapi sudah gabungan dari beberapa rangkaian mata rantai (Gambar 5). Contoh perusahaan yang baru-baru ini mengembangkan SCM dalam organisasinya ialah perusahaan penerbangan Garuda Indonesia. Bagi BUMN ini, pengembangan SCM sangat membantu dalam penjualan tiket. Pola penjualan tiket di perusahaan penerbangan nasional ini kini tidak lagi menggunakan jalur linier pusat penjualan tiket-biro-konsumen.

    Keputusan liner pada sistem lama

    supplier manufacturer distributor retailer consumer

  • 26

    Pusat penjualan tiket Garuda dapat melakukan monitoring secara serentak terhadap seluruh biro maupun langsung pesanan dari konsumen. Sehingga dengan cara ini dapat diketahui secara dini adanya biro yang kebanjiran pesanan atau kering pesanan. Oleh karena itu tidak heran bahwa Garuda Indonesia berhasil menaikkan load factornya dari rata-rata 61,2% pada tahun 1998 menjadi 68,79% pada tahun 1999. Demikian juga yield (pendapatan) dapat dinaikkan dari US$ 0,034 pada tahun 1998 menjadi US$ 0,051 per/km/penumpang pada tahun 1999.

    Gambar 5

    supplier manufacturer distributor retailer consumer

  • 27

    SUPPLY CHAIN DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF

    I. EMPAT JENJANG INTEGRATED SUPPLY CHAIN

    Supply Chain pada hakekatnya adalah jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstreams) dan ke hilir (downstreams), dalam proses dan kegiatan yang berbeda yang menghasilkan nilai yang terwujud dalam barang dan jasa di tangan pelanggan terakhir (ultimate customers). Supply chain management tidak sama dengan vertical integration. Vertical integration umumnya berarti perluasan kepemilikan ke arah kegiatan hulu dan hilir. Vertical integration makin lama makin ditinggalkan karena perusahaan-perusahaan cenderung lebih memilih mengembangkan core businessnya masing-masing (spesialisasi), sedangkan kegiatan yang bersifat non core, lebih baik di outsourcekan. Konsep dan kecenderungan supply chain ini jelas akan sangat mempengaruhi konsep dan kegiatan logistik. Dahulu, hubungan dengan supplier (upstreams) dan hubungan dengan wholesaler, retailer (downstreams) dianggap sebagai hubungan antar pihak yang berlainan kepentingannya dan bahkan berlawanan, sehingga kurang ada kerja sama yang erat. Hal seperti ini disebabkan karena banyak perusahaan kurang sadar bahwa dalam hubungan bisnis antar mereka, banyak biaya yang terbuang yang tidak memberikan added value sama sekali baik bagi mereka sendiri maupun bagi pelanggan (customers), yang bahkan menghambat kemampuan bersaing mereka. Akhirnya mereka mulai menyadari bahwa persaingan yang terjadi sebetulnya bukan antar perusahaan downstreams dan upstreams, tetapi antara supply chain yang satu dan supply chain yang lain. Konsep supply chain yang relatif baru tersebut, sebetulnya tidak sepenuhnya baru karena sebetulnya merupakan perpanjangan dari konsep logistik. Hanya logistics management lebih terfokus pada pengaturan aliran barang di dalam suatu perusahaan sedangkan supply chain management menganggap bahwa internal integration tidaklah cukup. Integrasi harus dicapai untuk seluruh mata rantai pengadaan barang, mulai dari yang paling hulu sampai dengan yang paling hilir. Oleh karena itu supply chain terfokus pada

  • 28

    pengaturan aliran barang antar perusahaan yang terkait, dari hulu sampai kehilir bahkan sampai ke pelanggan terakhir. Dalam pengembangan dari logistics management ke supply chain management ini, terjadi empat jenjang atau empat tahap, seperti dipaparkan dalam Gambar 6. Dari Gambar ini dapat dilihat bahwa ada semacam evolusi sejak dari stage 1 sampai dengan stage 4. Tahap 1 Dalam tahap 1, ada semacam kesendirian dan ketidak-saling-tergantungan fungsi misalnya antara fungsi produksi dan fungsi logistik. Mereka melakukan program-program sendiri yang terlepas satu sama lain (in complete isolation). Suatu contoh adalah bahwa bagian produksi yang memikirkan bagaimana membuat barang sesuai dengan mutu yang telah ditetapkan dalam waktu yang sudah ditetapkan sama sekali tidak mau ikut memikirkan juga penumpukan inventory dan penggunaan ruangan gudang. Tahap 2 Dalam tahap 2, perusahaan sudah mulai menyadari penting adanya integrasi perencanaan walaupun dalam bidang yang masih terbatas yaitu diantara fungsi internal yang paling berdekatan, misalnya produksi dengan inventory control, purchasing dengan inventory control dan sebagainya (functional integration). Tahap 3 Tahap selanjutnya yang logis diteruskan, yaitu tahap 3, adalah integrasi perencanaan dan pengawasan atas semua fungsi yang terkait dalam satu perusahaan (internal integration). Tahap 4 Tahap 4 menggambarkan tahap sebenarnya dari supply chain integration yaitu integrasi total dalam konsep, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (manajemen) yang telah dicapai dalam tahap 3 diteruskan ke upstreams yaitu suppliers dan downstreams sampai ke pelanggan.

  • 29

    Gambar 6

    PurchasingMaterialControl Production Sales Distribution

    Material Flow Customer Service

    Stage 1 - Baseline

    PurchasingMaterialControl Production Sales Distribution

    Material Flow Customer Service

    PurchasingMaterialControl Production Sales Distribution

    Material Flow Customer Service

    PurchasingMaterialControl Production Sales DistributionPurchasingMaterialControl Production Sales Distribution

    Material FlowMaterial Flow Customer ServiceCustomer Service

    Stage 1 - Baseline

    ManufacturingManagement

    MaterialsManagement Distribution

    Stage 2 Functional Integration

    ManufacturingManagement

    MaterialsManagement Distribution

    ManufacturingManagement

    MaterialsManagement Distribution

    ManufacturingManagement

    MaterialsManagement Distribution

    Stage 2 Functional Integration

    ManufacturingManagement

    MaterialsManagement Distribution

    Stage 3 Internal Integration

    ManufacturingManagement

    MaterialsManagement Distribution

    ManufacturingManagement

    MaterialsManagement Distribution

    ManufacturingManagement

    MaterialsManagement Distribution

    Stage 3 Internal Integration

    InternalSupply ChainSuppliers Customers

    Stage 4 External Integration

    InternalSupply ChainSuppliers Customers

    InternalSupply ChainSuppliers Customers

    InternalSupply ChainSuppliers Customers

    Stage 4 External Integration

  • 30

    Dengan demikian secara jelas dapat dilihat perbedaan yang besar antara logistics management dan supply chain management. Mengingat bahwa jumlah supplier dan jumlah retailer biasanya banyak, maka supply chain disamping suatu mata rantai yang bersambung, juga adalah suatu jaringan mata rantai sebagaimana dilukiskan di Gambar 7.

    Gambar 7

    II. PERBEDAAN ANTARA LOGISTICS MANAGEMENT DAN SUPPLY

    CHAIN MANAGEMENT

    Di atas secara sepintas lalu telah dijelaskan perbedaaan antara logistics management dan supply chain management. Di bawah ini mungkin ada baiknya untuk dijelaskan secara lebih rinci lagi baik mengenai persamaannya maupun perbedaannya. Persamaannya dapat disebutkan antara lain adalah :

    Keduanya menyangkut mengenai pengelolaan arus barang atau jasa Keduanya menyangkut pengelolaan mengenai pembelian, pergerakan,

    penyimpanan, pengangkutan, administrasi dan penyaluran barang

  • 31

    Keduanya menyangkut usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan barang

    Disamping persamaan tersebut, ada beberapa perbedaan mendasar antara keduanya yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :

    LOGISTICS MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

    Mengutamakan pengelolaan, termasuk arus barang dalam perusahaan

    Mengutamakan arus barang antar perusahaan, sejak paling hulu sampai paling hilir

    Berorientasi pada perencanaan dan kerangka kerja yang menghasilkan rencana tunggal arus barang dan informasi di seluruh perusahaan

    Atas dasar kerangka kerja ini, mengusahakan hubungan dan koordinasi antar proses dari perusahaan-perusahaan lain dalam business pipelines, mulia dari suppliers sampai kepada pelanggan

    Oleh karena itu, logistics management secara umum dapat didefinisikan sebagai berikut :

    Logistics is process of strategically managing the procurement, movement and storage of materials, parts and finished inventory (and the related information flows) through the organization and its marketing channels in such a way that current and future profitability are maximized through the cost-effective fulfillment of orders (Martin Christopher)

    Sedangkan definisi dari supply chain management adalah kurang lebih sebagai berikut :

    Supply chain management is the management of upstream and downstream relationships with suppliers and customers to deliver superior customer value at less cost to the supply chain as a whole (Martin Christopher)

  • 32

    Karena, seperti dijelaskan dan digambarkan di atas bahwa pada hakekatnya suatu supply chain adalah juga suatu jaringan maka dalam mengembangkan ide ini, supply chain juga dapat didefinisikan sebagai berikut :

    Supply chain is a network of connected and interdependent organizations mutually and co-operatively working together to control, manage and improve the flow of materials and information from suppliers to end users (source : J.Aitken)

    III. KEUNGGULAN KOMPETITIF

    Salah satu kunci keberhasilan suatu perusahaan adalah kemampuannya untuk memiliki dan mempertahankan satu atau beberapa keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang didefinisikan sebagai berikut :

    Competitive advantage is a position of enduring superiority over competitors in terms of customer preference

    Keunggulan kompetitif ini dapat dicapai melalui berbagai jalan dan salah satunya ialah melalui logistics management dan supply chain management. Dasar-dasar kesuksesan dalam kompetisi di pasar ada beberapa macam tetapi suatu model sederhana yang dapat dikemukakan yang cukup masuk akal adalah apa yang dinamakan the triangular linkage of the company atau the Three Cs yaitu the customers, the competition and the company. Gambar 8 sebagai berikut menunjukkan hubungan antara ke tiganya. Sumber dari keunggulan kompetitif tersebut terletak pertama-tama pada kemampuan perusahaan untuk membedakan dirinya sendiri di depan mata konsumen dari para pesaingnya (value advantage) dan kedua dengan cara bekerja dengan biaya rendah yang dengan perkataan lain memperoleh laba yang lebih tinggi (productivity atau cost advantage). Marilah ke dua vektor advantage yang merupakan tujuan strategis perusahaan tersebut, yaitu Productivitiy advantage, dan Value advantage dibicarakan lebih lanjut :

  • 33

    Gambar 8 Productivity advantage Biasanya makin besar volume produksi suatu barang, biaya per satuan barang akan makin kecil karena fixed cost dibagi lebih merata dengan angka pembagi yang lebih besar, sedangkan variable cost per satuan barang akan tetap, sehingga total cost per satuan barang akan mengecil. Oleh karena itu, kenaikan market share akan menaikkan volume produksi dan selanjutnya akan menurunkan biaya produksi per satuan barang. Namun cara untuk menurunkan biaya produksi tidak hanya dengan menaikkan market share, tetapi dapat dengan cara lain, antara lain dengan menurunkan biaya logistik. Hal ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam bab berikut. Value advantage Sudah menjadi semacam axioma dalam marketing management bahwa konsumen tidak membeli barang (product) tetapi mereka membeli faedah atau keuntungan tertentu (benefit). Oleh karena itu apabila perusahaan tidak mampu membedakan produknya dengan produk kompetitornya, maka barang atau produknya akan menjadi barang komoditas biasa dan konsumen akan cenderung membeli jenis barang tersebut yang harganya paling murah. Untuk mendapatkan value advantage ini maka perusahaan harus

    Needs seeking benefitsat acceptable prices

    Assets andUtilization

    Assets andUtilizationCost Differentials

    Assets andUtilization

    Assets andUtilizationCost Differentials

    value valueva

    lue value

    CUSTOMERS

    COMPANY COMPETITORS

  • 34

    menciptakan nilai tertentu dan biasanya ini harus dilakukan pada suatu segmen pasar tertentu. Secara garis besar, segmen pasar dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

    1. Untuk golongan kaya 2. Untuk golongan menengah 3. Untuk golongan bawah

    Misalnya, dalam pasaran mobil sedan, Meredez Benz sengaja memilih segmen pertama dengan menciptakan mobil mewah dengan harga tinggi. Pembeli bukan membeli mobil Merci untuk sekedar alat transpor tetapi lebih untuk menciptakan status sosial tertentu atau menunjukkan suatu keberhasilan tertentu. Faedah yang ditawarkan oleh mobil sedan Merci adalah Brand atau corporate image. Untuk memperoleh faedah ini pelanggan bersedia membayar mahal. Faktor sangat penting lagi dalam memperoleh value advantage adalah memberikan layanan yang sebaik-baiknya. Perusahaan yang terlalu yakin sebagai brand leader dan melalaikan layanan suatu ketika akan kehilangan competitive advantagenya. Contoh klasik yang dapat dikemukakan adalah Caterpillar (heavy equipments) dan IBM (computer). Keduanya yang semula masing-masing merupakan leader di bidang masing-masing, terpaksa harus menyerah pada pesaingnya karena ada suatu masa dimana mereka terlalu percaya diri sehingga melalaikan unsur layanan ini. Kekalahan akibat kelalaian mereka tersebut sampai sekarang tidak dapat dikejar kembali. Layanan yang dapat diberikan disini dapat berupa delivery service, after sales service, financial package, technical support dan sebagainya. Disinilah fungsi logistik akan sangat membantu memberikan layanan yang baik. Dalam praktek perusahaan-perusahaan yang sukses ternyata terus menerus berusaha untuk mencari posisi dalam pasar berdasarkan kedua-dua advantage ini yaitu productivity advantage dan value advantage. Opsi-opsi yang tersedia dalam hubungan antara value advantage dan productivity advantage adalah seperti matrix sederhana di Gambar 4 di bawah ini . Perusahaan yang merasa menempati kotak bawah kiri dalam matrix tersebut berada pada posisi paling malang karena tidak mempunyai keunggulan apa-apa atau keunggulannya sangat minim. Cara satu-satunya adalah harus bergerak ke kanan atau ke atas.

  • 35

    IV. MENCAPAI KEUNGGULAN KOMPETITIF (COMPETITIVE

    ADVANTAGE) MELALUI LOGISTIK

    Salah satu dari perubahan pemikiran yang besar di bidang bisnis dalam dekade terakhir ini adalah penekanan pada mencarian strategi yang tepat yang akan menghasilkan nilai superior di pandangan konsumen. Untuk itu penghargaan yang tinggi harus diberikan pada Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business School, yang melalui riset dan tulisannya telah memperingatkan para manajer dan strategist pada pentingnya relativitas kompetitif (competitive relativities) dalam mencapai sukses di pasar. Salah satu konsepnya secara khusus telah mendapatkan perhatian yang besar dan di kalangan yang luas yaitu mengenai the value chain yang dijelaskan sebagai berikut :

    Competitive advantage cannot be understood by looking at a firm as a whole. It stems from the many discrete activities a firm performs in designing, producing, marketing, delivering and supporting its product. Each of these activities can contribute to a firms relative cost position and create a basis fordifferentiationThe value chain disagregates a firm into its strategically relevant activities in order to understand the behaviour of costs and the existing and potential sources of differentiation. A firm gain competitive advantage by performing these strategically important activities more cheaply or bettter than its competitors (M.Porter)

    Aktivitas value chain dapat dikategorisasikan menjadi dua tipe, primary activities (inbound logistics, operations, outbound logistics, marketing and sales and services) dan support activies (infrastructure, human resource management, technology development and procurement). Aktivitas ini dilukiskan seperti dalam Gambar 9. Perlu dicermati bahwa disini jelas-jelas logistics activities masuk dalam primary activities dan bukan support activities seperti yang masih diyakini oleh beberapa manajer sedangkan procurement masuk dalam supporting activities.

  • 36

    Gambar 9 Support activities adalah fungsi-fungsi terintegratif yang berlangsung di setiap primary activities di dalam perusahaan. Competitive advantage dihasilkan dari cara suatu perusahaan mengorganisir dan melaksanakan fungsi yang tersembunyi ini dalam perusahaannya. Untuk mendapatkan competitive advantage yang lebih unggul dari kompetitornya suatu perusahaan harus menghasilkan nilai tertentu kepada para konsumennya dengan cara menghasilkan kinerja yang lebih efisien dan lebih unik dibandingkan dengan kompetitornya. Dalam hal ini logistics management dapat membantu banyak baik dalam menciptakan value advantage maupun dalam cost atau productivity advantage. Beberapa contoh yang dapat disumbangkan oleh logistik adalah sebagai berikut (Gambar 10): Dalam value advantage

    Tailored services Reliability Responsiveness After sales service dsb

    CommodityMarket

    CostLeader

    ServiceLeader

    Cost andServiceLeader

    LO HIGH

    LO

    HIGH

    Productive Advantage

    Valu

    e A

    dvanta

    ge

  • 37

    Dalam productivity advantage Capacity utilization Asset turn over Partnership Co-makership Schedule integration dsb

    Gambar 10 Dalam Gambar 11 terlihat bahwa fungsi logistik dapat membantu banyak untuk meningkatkan baik value advantage maupun productivity advantage. Contoh yang diberikan memang hanya beberapa saja. Yang sangat penting harus diperhatikan adalah bahwa layanan akan sangat menentukan dalam membedakan antara perusahaan yang satu dan perusahaan yang lain. Dan jenis layanan ini (value advantage) hampir tidak terbatas jenisnya, dari yang memakan biaya sampai yang mungkin sama sekali tidak membutuhkan biaya atau hanya membutuhkan biaya yang relatif sangat kedil.

  • 38

    Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa perusahaan yang berhasil menjadi market leader adalah perusahaan yang mengusahakan dan berhasil mencapai dua puncak kesempurnaan yaitu menjadi kedudukan cost leadership dan service leadership.

    Gambar 11

    V. LEBIH LANJUT MENGENAI VALUE CHAIN

    Di atas dijelaskan secara singkat mengenai value chain. Karena konsep ini penting, maka ada baiknya dibawah ini disinggung lagi secara lebih lanjut. Analisis value chain sangat berguna untuk mengidentifikasikan kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) perusahaan. Analisis value chain ini mengasumsikan bahwa tujuan ekonomis dasar dari setiap perusahaan ialah menciptakan nilai (value) yang diukur dengan pendapatan total perusahaan. Dalam analisis value chain, manajer membagi aktivitas perusahaan dalam aktivitas yang menciptakan nilai tambah. Dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan

    The Goal:SuperiorCustomer

    Value

    Productive AdvantageV

    alu

    e A

    dvanta

    ge

    Logistics leverage opportunities:Capacity utilizationAsset turnoverCo-marketship/schedule

    integration etc.

    Logistics leverage opportunities:Tailored servicesReliabilityResponsiveness etc.

  • 39

    dari tiap-tiap aktivitas ini, para manajer akan mampu mengetahui secara lebih mendalam kemampuan perusahaan secara keseluruhan. Dengan demikian, analisis value chain adalah alat yang cukup baik untuk analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat).

    Jadi yang disebut analisis value chain ialah analisis yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan dengan asumsi bahwa tujuan ekonomis dasar dari setiap perusahaan ialah menciptakan nilai. Analisis ini dilakukan dengan membagi kegiatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan yang mencipatkan nilai tambah dan setiap kegiatan tersebut dianalisis kekuatan maupun kelemahannya

    Dalam hubungan dengan supply chain, analisis kelemahan dan kekuatan perusahaan ini dilakukan dalam rangka mencoba meningkatkan efisiensi di dalam perusahaan sendiri (tahap awal dari supply chain management). Aktivitas nilai (value activities) perusahaan, seperti telah disinggung di atas dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu primary activities dan support activities.

    Primary activities Aktivitas ini adalah aktivitas yang menyumbang dalam hal penciptaan fisik barang hasil produksi, penjualan dan pendistribusiannya kepada pembeli, dan juga layanan purna jual

    Support activities Sedangkan aktivitas ini adalah aktivitas yang membantu primary activities dan membantu satu sama lain Primary activities Lima kategori yang masuk dalam aktivitas ini ialah logistik masuk (inbound logistics), operasi (operations), logistik keluar (outbound logistics), marketing dan penjualan (marketing and sales) dan layanan pelanggan (customer service). Dalam melakukan analisis value chain, ke lima aktivitas ini dapat ditelusuri lebih lanjut misalnya sebagai berikut ini. Inbound Logistics

    Apakah sistem pengendalian material dan persediaan sudah baik ?

  • 40

    Apakah aktivitas pergudangan untuk bahan baku sudah efisien ?

    Operations Produktivitas penggunaan perlengkapan dibandingkan dengan para kompetitor Kecocokan otomatisasi untuk proses produksi Efektivitas sistem pengendalian produksi untuk meningkatkan mutu dan biaya Efisiensi dan tata-letak pabrik dan desain arus barang

    Outbound Logistics Efisiensi arus barang jadi ke pelanggan Efisiensi kegiatan pergudangan barang jadi

    Marketing and Sales Efektivitas riset pasar mengenai kebutuhan dan segmentasi pelanggan Inovasi dalam promosi dan advertensi Evaluasi alternatif saluran distribusi Motivasi dan kompetensi tenaga penjual Pengembangan kesan (image) mutu barang Pengembangan kesetiaan merk (brand loyalty) dari para pelanggan

    Customer Service Cara-cara untuk menampung masukan pelanggan untuk perbaikan mutu barang Kemampuan memberikan tanggapan atas keluhan pelanggan Kebijakan pemberian jaminan (warranty dan guarantee) Kemampuan untuk memberikan layanan penggantian suku cadang dan reparasi

    Support activities Ada 4 aktivitas yang termasuk disini ialah manajemen sumber daya manusia (human resource management), pengembangan teknologi (technology development), pengadaan atau pembelian (procurement) dan infrastruktur perusahaan (firm infrastructure), yang secara lebih terinci misalnya dapat dikembangkan sebagai berikut ini. Human Resource Development

    Efektivitas dari prosedur rekruting, pelatihan, pengembangan karier untuk semua karyawan

    Kelayakan sistem remunerasi, penghargaan dan sanksi untuk memberikan motivasi dan merangsang karyawan

  • 41

    Pemiliharaan lingkungan kerja yang meminimalkan absensi dan perputaran (turnover) para karyawan

    Hubungan dengan serikat buruh Keaktifan para manajer dan teknisi dalam partisipasinya dalam organisasi

    profesi Tingkat kepuasan kerja dan motivasi para karyawan

    Technology Development Keberhasilan aktivitas riset dan pengembangan dalam inovasi produk dan

    prosses Kualitas hubungan kerja antara karyawan di bagian R & D (research and

    development) dan bagian lain Ketepatan waktu dalam aktivitas riset dan pengembangan yang dijanjikan Mutu laboratorium dan fasilitas lainnya Kualifikasi dan pengalaman para teknisi dan scientist laboratorium Kemampuan lingkungan kerja untuk mendorong inovasi dan kreativitas

    Procurement

    Pengembangan alternatif sumber pengadaan untuk mengurangi ketergantungan Efektivitas dan efesiensi pengadaan bahan baku, bahan penolong, bahan

    keperluan operasi dan sebagainya dalam arti mutu, waktu dan harga Efektivitas dan efisiensi prosedur pengadaan barang Pengembangan kriteria pilihan antara membeli, menyewa atau sewa guna

    (leasing) Hubungan dengan para pemasok kunci

    Firm Infrastructure

    Kemampuan untuk mengenal kesempatan baru dalam pasar atau potensi ancaman lingkungan

    Mutu dari sistem perencanaan strategis untuk mencapai tujuan perusahaan Koordinasi dan integrasi semua kegiatan yang berhubungan dengan value chain Tingkat dukungan sistem informasi untuk melaksanakan keputusan rutin dan

    strategis Keakuratan dan ketepatan waktu informasi untuk manajemen dalam keadaan

    biasa dan lingkungan yang kompetitif Hubungan dengan pengambil keputusan publik dan kelompok yang terkait Kesan publik terhadap perusahaan

  • 42

    Sebagai catatan, setiap aktivitas tersebut dinilai apakah jelek (poor), biasa atau rata-rata (average) atau baik (excellent)

    VI. MENCAPAI KEUNGGULAN KOMPETITIF (COMPETITIVE

    ADVANTAGE) MELALUI SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

    Di atas telah dijelaskan bagaimana mencapai keunggulan kompetitif melalui aktivitas logistik yang pada hakekatnya juga menunjang aktivitas supply chain, hanya seperti telah diterangkan di atas bahwa pada hakekatnya aktivitas supply chain adalah perpanjangan dan perluasan kegiatan logistik kearah upstream dan downstream. Oleh karena itu pada hakekatnya usaha-usaha seperti yang sudah diterangkan di atas sama, hanya saja lebih luas. Kegiatan-kegiatan dalam supply chain yang mendukung pencapaian keunggulan kompetitif tadi adalah antara lain dapat disebutkan sebagai berikut : Mendukung Secara Umum

    Menghilangan sikap membangun kerajaan sendiri khususnya di bagian seperti marketing dan manufacturing

    Menyadari bahwa competitive advantage perlu diusahakan agar perusahaan tetap dapat bertahan dan memelihara market share

    Mengembangkan logistic management menjadi supply chain management Mengusahakan sekaligus ke dua advantages, yaitu value advantage dan cost dan

    productivity advantage Mengembangkan hubungan partnership dengan organisasi upstream dan

    downstream Mengembangkan hubungan co-makership dengan para supplier Mengusahakan flow of information baik upstream maupun downstream secara

    akurat dan real time Menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak teknologi informasi yang

    users friendly Melakukan training bersama dengan organisasi upstream dan downstream

    mengenai masalah yang menyangkut supply chain management Dan sebagainya

  • 43

    Mendukung value advantage Mencari jenis dan tingkat layanan yang dikehendaki oleh para konsumen Menciptakan dan mengembangkan tailored services yang lebih unggul

    berdasarkan kehendak konsumen tersebut Khusus di bidang logistik, layanan dapat berupa penyediaan barang setiap kali

    diperlukan, delivery time yang cepat sesuai pesanan, penyediaan spare parts, penyediaan door to door service, penyediaan transpor yang handal dan sebagainya (reliability dan responsiveness)

    Dan sebagainya Mendukung productivity advantage

    Mengurangi inventory sampai tingkat yang direncanakan (asset turnover) Menggunakan kapasitas yang ada semaksimal mungkin (capacity utilization) Melakukan perencanaan bersama dengan semua mata rantai yang ada mengenai

    inventory Perencanaan ini meliputi juga antara fungsi procurement, inventory control,

    manufacturing dan distribution Mengoptimalkan harga pembelian barang Dan sebagainya

    Sekali lagi perlu ditekankan bahwa filosofi dari supply chain management adalah mengelola supply of goods sejak dari sumber bahan mentah sampai pada customers sebagai suatu kesatuan yang integratif dan bukan mengelola supply of goods sebagai suatu seri dari kegiatan-kegiatan yang terpisah-pisah. Jadi misi logistik dalam supply chain management adalah :

    To link the marketplace, the distribution network, the manufacturing process and the procurement activity in such a way that customers are serviced at higher levels and yet at lower cost. In other words to achieve the goal of competitive advan tage through both cost reduction and service echancement (Martin Christopher)

    Selanjutnya Martin Christopher memberikan uraian lebih lanjut mengenai peran logistik ini sebagai berikut:

  • 44

    In this scheme of things, logistics is therefore essentially an integrative concept that seeks to develop a system-wide view of the firm. It is fundamentally a planning concept that seek to create a framework through which the needs of the market place can be translated into strategy and plan for procurement. Ideally there should be a one plan mentality within the business which seeks to replace the conventional stand-alone and separate plans of marketing, distribution, production and procurement. This, quite simply, is the mission of logistics in supply chain management

    seperti dicantumkan dalam Gambar 12 berikut ini.

    Gambar 12 Salah satu hal yang perlu digaris bawahi adalah mengembangkan hubungan partnering dan co-makership dengan organisasi baik upstream maupun downstream. Kedua istilah ini pada hakekatnya mengenai hal yang hampir sama hanya yang satu menekankan kemitraan yang berlainan dengan kemusuhan dan yang lain menekankan kerjasama membuat barang bersama yang berlainan dengan membuat barang sendiri seperti dijelaskan sebagai berikut :

    The basic philosophy of co-makership is that the supplier should be considered to be an extention of the customers factory with the emphasis on continuity and a seamless end-to-end pipeline. As the trend to out-sourcing continues so must the move towards co-makership.

    Supplier Procurement Operation Distribution Customers

    Materials Flow

    Requirements Information Flow

  • 45

    MANAJEMEN STRATEGIS LEAD TIME

    I. KOMPETISI DALAM WAKTU

    Pepatah time is money mungkin oleh sementara orang dirasakan sudah usang, tetapi untuk manajemen logistik, pepatah tersebut masih sangat nyata dan relevan dan merupakan salah satu dari inti masalah logistik. Bagi pelanggan, waktu merupakan salah satu bentuk layanan yang dibutuhkan, dan bagi perusahaan penjual barang, waktu merupakan biaya. Yang pertama ditunjukkan oleh perilaku pembelian pelanggan, yang menunjukkan bahwa mereka makin menghargai waktu sebagai salah satu faktor yang penting dalam layanan yang mereka kehendaki dan harapkan. Seringkali para pelanggan bersedia membeli barang dengan brand lain apabila ternyata bahwa brand pilihannya tidak tersedia pada waktu dibutuhkan. Dengan perkataan lain, makin lama para pelanggan makin sensitif terhadap waktu. Yang dimaksud dengan pelanggan (customers) disini tidak hanya pelanggan individual (consumer) tetapi juga pelanggan perusahaan (industrial). Maka dapat dikatakan bahwa ada kecenderungan bahwa waktu merupakan faktor kompetisi yang penting (time base competition). Seperti diketahui, kompetisi antar perusahaan berkisar pada 3 elemen atau faktor penting yaitu :

    Harga Mutu Layanan

    dan salah satu dari unsur layanan adalah waktu. Perusahaan yang gagal mengenali pentingnya waktu sebagai variabel kompetisi, dapat menderita kerugian yang tidak sedikit. Pada tahun 1994 misalnya, Compaq Computers, pembuat personal computer (PCs) yang unggul di dunia memperkirakan bahwa mereka menderita kerugian sebesar antara $ 0.5 sampai $ 1 milyar dalam penjualan pada tahun itu karena terjadi kehabisan

  • 46

    persediaan (stock out) pada laptop dan desktop computernya. Sebaliknya demikian juga, pada sepanjang tahun 1990an, Laura Ashley retail chain menderita tekanan keuangan yang sangat besar sebagai akibat dari kegagalan dalam supply chain dimana secara paradoxal perusahaan tersebut terlalu banyak mempunyai persediaan barang pada tempat dan waktu yang tidak tepat yang memaksakan mereka melakukan potongan harga yang berlebihan. Dalam persaingan perusahaan, faktor waktu tidak hanya penting untuk teknologi tinggi dan mode tetapi di antara begitu banyak tekanan yang menyebabkan faktor waktu menjadi sangat penting ialah antara lain :

    Siklus hidup yang makin pendek (shortening life cycle) Dorongan pelanggan untuk mengurangi persediaan barang Pasar yang berubah-ubah yang menyebabkan ketergantungan pada ramalan

    menjadi berbahaya

    Konsep dari siklus hidup produk telah lama disepakati, yaitu bahwa umumnya pola penjualan barang dari sejak perama kali diluncurkan sampai mundur sama sekali, melalui tahap-tahap seperti berikut ini (Gambar 13):

    Tahap pengenalan (introduction) Tahap pengembangan (growth) Tahap kematangan (maturity) Tahap kejenuhan (saturation) Tahap penurunan (decline) Yang dapat digambarakan sebagai grafik berikut ini

  • 47

    Gambar 13

    Contoh yang dapat diberikan misalnya mesin tik (typewriter) yang mempunyai siklus hidup yang makin lama makin pendek, yaitu :

    Typewriter mekanis yang lama mempunyai siklus hidup sekitar 30 tahun Penggantinya, electro mechanical typewriter mempunyai siklus hidup sekitar 10

    tahun Selanjutnya, electro mechanical typewriter digantikan oleh electronic typewriter

    yang siklus hidupnya hanya sekitar 4 tahun Sekarang word processor telah mengambil oper dengan siklus waktu hanya

    sekitar 1 tahun dan seterusnya.

    Hal seperti ini mengakibatkan bahwa waktu yang diperlukan untuk mengembangkan model baru, memperkenalkan ke pasar dan mengembangkan pasaran sangatlah pendek. Oleh karena itu fast track system dalam pengembangan produksi, proses manufaktur dan

    The product life cycle

    Sales Saturation

    Maturity

    Decline

    Growth

    Introduction

  • 48

    logistik merupakan strategi kunci dalam memenangkan kompetisi. Gambar berikut ini (Gambar 14) melukiskan bagaimana keterlambatan dalam memasuki pasar akan mengakibatkan percepatan terciptanya persediaan tinggal guna (obsolescent stock).

    Gambar 19

    Gambar 14 Dorongan pelanggan untuk mengurangi persediaan barang Salah satu gejala yang menonjol pada tahun-tahun terakhir ini ialah semacam gerakan universal yang dilakukan oleh para perusahaan untuk mengurangi inventorynya. Tidak perduli apakah inventory tersebut dalam bentuk bahan baku, bahan penolong, bahan setengah jadi, bahan jadi maupun supplies, tekanan yang dialami ialah jumlah kapital yang terkunci dalam persediaan material tersebut. Pengurangan jumlah persediaan ini sekaligus juga akan mengurangi biaya penyediaan material (inventory carrying cost). Hubungan klasik ialah bahwa pilihan antara layanan dan biaya dalam arti apabila dikehendaki layanan yang lebih, dibutuhkan pula biaya yang lebih tinggi. Hal ini sebetulnya dapat diatasi dengan mempercepat waktu yang diperlukan dalam supply chain. Gambar berikut menunjukkan bahwa layanan dapat ditingkatkan dan biaya dapat dikurangi dengan menekan waktu dalam supply chain (Gambar 15).

    Shorter life cycles make timing crucial

    Sales

    *Less time to make profit

    *Higher risk of obsolescence

    Market

    Late entrant

    Obsolescent

    stock

    Time

  • 49

    Gambar 15

    Pasar yang berubah-ubah yang menyebabkan ketergantungan pada ramalan menjadi berbahaya Persoalan yang terus-menerus dihadapi sebagian besar perusahaan ialah ketidak akuratan dalam ramalan. Agaknya bagaimanapun canggihnya metoda peramalan yang digunakan, pasar yang sangat berubah membuktikan bahwa ramalan yang dilakukan hampir selalu salah. Meskipun juga kesalahan ramalan disebabkan oleh kekurang sempurnaan metoda yang dikembangkan, salah satu sebab utama kekurang akuratan ialah bahwa makin besar lead time, makin besar pula kesalahan peramalan. Oleh karena itu, cara yang paling tepat untuk mengurangi kekurang akuratan dalam peramalan ialah dengan memperpendek lead time tersebut (Gambar 16).

    Breaking free of the classic service/cost trade-off

    //

    Time compression

    Service enhancement Cost reduction

  • 50

    Gambar 16

    II. KONSEP LEAD TIME

    Dari segi supply chain management, konsep lead time dapat dilihat dari 2 sudut pandang, yaitu dari pihak pelanggan (customers) dan dari pihak penjual atau pembuat barang (supplier)

    Dari segi customers

    Dari segi customers, hanya ada satu lead time, yaitu rentang waktu yang dibutuhkan dari saat memesan barang (order) sampai barang diterima

    Disebut the order-to-delivery cycle

    Dari segi suppliers

    Forecast error and planning horizons

    Forecast error

    +

    Time

    -

  • 51

    Dari segi suppliers, lead time adalah rentang waktu yang dibutuhkan untuk merubah dari penerimaan pesanan (order) sampai menerima uang cash.

    Disebut the cash-to-cash cycle)

    The order-to-delivery cycle Ada argumentasi yang cukup hangat antara mana yang paling penting, apakah panjang-pendeknya lead time ataukah konsistensi dan kehandalan lead time. Walaupun memang dapat disetujui bahwa konsistensi dan kehandalan sering kali memang lebih penting dari panjang-pendeknya lead time, namun panjang-pendeknya lead time tetap penting terutama dalam hal customer sangat mementingkan lead time ini dan perusahaan pesaing mampu memberikan lead time yang lebih pendek. Komponen dari oder-to-delivery cyle ini ialah :

    Proses pemesanan pelanggan Proses pencatatan pemesanan Proses pemesanan Proses pembuatan/penyiapan barang Proses pengangkutan Pesanan diterima pelanggan

    Setiap proses tersebut membutuhkan waktu dan karena hal-hal seperti fluktuasi jumlah pemesanan yang diterima, proses yang tidak efisien, hambatan disana-sini dan sebagainya, maka sering kali waktu yang diperlukan untuk setiap proses sangat bervariasi. Daftar berikut ini misalnya menggambarkan waktu yang dibutuhkan rata-rata dan variasinya untuk masing-masing proses.

    Proses pemesanan pelanggan

    Rata-rata 3 hari, jangka waktu 1-5 hari

    Proses pencatatan pemesanan

    Rata-rata 2 hari, jangka waktu 1-3 hari

  • 52

    Proses pemesanan

    Rata-rata 5 hari, jangka waktu 1-9 hari

    Proses pembuatan/penyiapan barang

    Rata-rata 3 hari, jangka waktu 1-5 hari

    Proses pengangkutan

    Rata-rata 3 hari, jangka waktu 1-5 hari

    Pesanan diterima pelanggan

    Rata-rata 2 hari, jangka waktu 1-3 hari

    jumlah lead time rata-rata 18 hari dengan jangka waktu 6-30 hari

    The cash-to-cash cycle Seperti telah disinggung di atas, kepentingan terbesar dari perusahaan ialah bagaimana atau kapan mengkonversikan suatu pesanan menjadi uang. Namun pada hakekatnya tidak hanya lead time dari proses order ke proses penerimaan uang itu saja yang penting, tetapi sudah sejak proses pembelian bahan baku sampai menjadi uang hasil penjualan, yang melalui suatu proses panjang yang dinamakan proses saluran pipa (pipeline process). Proses ini terdiri dari berbagai elemen atau sub-proses yang memakan waktu seperti berikut :

    pembelian bahan baku

    penyimpanan bahan baku

    produksi barang setengah jadi

    penyimpanan barang setengah jadi

  • 53

    produksi barang setengah jadi

    penyimpanan barang jadi

    in transit

    penyimpanan induk distribusi

    order-to-delivery cycle (seperti di atas)

    Tugas logistics lead time management dalam supply chain management adalah mengendalikan seluruh lead time di atas.

    III. LOGISTICS PIPELINE MANAGEMENT

    Kunci keberhasilan mengendalikan logistics lead times ialah apa yang dinamakan pipeline management. Pipeline management ialah suatu proses dimana lead time pembuatan barang (manufacturing lead time) dikaitkan dengan lead time pengadaan barang (procurement lead time) sedemikian rupa untuk memenuhi permintaan pasar. Sekaligus juga, pipeline management memenuhi tantangan kompetisi yaitu kecepatan menanggapi kebutuhan pasar. Tujuan dari pipeline management ialah :

    Biaya yang lebih rendah Mutu yang lebih tinggi Lebih fleksibel Waktu tanggapan yang lebih cepat

    Pemenuhan tujuan ini tergantung dari pengelolaan supply chain sebagai suatu entitas dan mengusahakan untuk memperpendek pipeline untuk mempercepat arus barang dalam supply chain tersebut. Dalam rangkaian supply chain sering kali ditemui banyak kegiatan yang lebih menimbulkan biaya tambahan (added cost) daripada menciptakan nilai tambah (added value). Kegiatan-kegiatan itu antara lain misalnya :

    Mengangkut barang dari truk ke gudang Memindahkan dari tempat penerimaan ke rak gudang

  • 54

    Menyimpan di gudang Mengeluarkan barang dari gudang dan sejenisnya

    Kegiatan-kegiatan yang memberikan nilai tambah ialah segala kegiatan yang menyebabkan barang bersangkutan lebih mudah terjual, sedangkan kegiatan yang hanya menimbulkan biaya tambahan ialah kegiatan yang tanpa itu, tidak mengurangi layanan kepada pelanggan. Banyak perusahaan menemukan bahwa hanya 10% dari kegiatannya menimbulkan nilai tambah sedangkan 90%-nya hanya menambah biaya saja. Gambar berikut menunjukkan hal tersebut (Gambar 17).

    Gambar 17

    Tugas dari pipeline management ialah memperbaiki perbandingan antara value-added activities dengan non-value-added activities yang sangat timpang tersebut. Gambar berikut ini memberikan gambaran tersebut.

    Customer

    delivery

    Finished Regiona l

    stock st ock

    Raw material

    stock

    In-transit

    Production

    Cost-adding time

    (Promotion, storage and transport cost and the time cost of mone y)

    Val

    ue-a

    dd

    ing

    Tim

    e

    (Tim

    e, p

    lace

    and f

    orm

    uti

    lity

    )

    Cost-added versus value -added time

  • 55

    IV. LEAD TIME PEMESANAN BARANG

    Dilihat dari logistics management, misalnya dari salah satu perusahaan dalam supply chain, maka lead time dapat merupakan lead time pemesanan barang untuk keperluan MRO (maintenance, repair and operation). Dari hal ini, maka lead time adalah rentang waktu yang diperlukan untuk memesan barang, yaitu dari sejak menerima pesanan untuk membeli sampai barang tiba di gudang pembeli (Gambar 18).

    Gambar 18

    Komponen dari lead time dalam arti ini, disusun secara berurutan antara lain ialah :

    Waktu yang diperlukan untuk mencari sumber pembelian Waktu untuk meminta penawaran harga Waktu untuk mengevaluasi penawaran Waktu untuk melakukan negosiasi harga

    Customer

    delivery

    Finished Regional

    stock stock

    Raw material

    stock

    In-transit

    Production

    Cost-adding time

    (Promotion, storage and transport cost and the time cost of money)

    Val

    ue-

    add

    ing

    Tim

    e

    (Tim

    e, p

    lace

    an

    d f

    orm

    uti

    lity

    )

    Reducing non-value-adding time improves

    service and reduces cost

  • 56

    Waktu pembuatan kontrak pembelian/surat pesanan Waktu pembuatan letter of credit (apabila pembayaran dengan L/C) Waktu yang dibutuhkan supplier untuk menyiapkan atau membuat barang Waktu pengepakan barang di pihak supplier untuk pengiriman Waktu pengiriman barang dari gudang supplier ke terminal/pelabuhan

    pengiriman Waktu pengiriman barang dari terminal/pelabuhan pengiriman ke

    terminal/pelabuhan penerimaan Waktu pembongkaran di terminal/pelabuhan penerimaan Waktu pembebasan barang (apabila barang impor) Waktu pengiriman dari terminal/pelabuhan penerimaan ke gudang pembeli Waktu pembongkaran peti di gudang pembeli Waktu penerimaan dan penghitungan barang di gudang pembeli

    Setelah melihat berbagai elemen lead time dalam pemesanan barang tersebut, pertanyaan selanjutnya ialah bagaimana cara untuk mengelola lead time dalam arti mengendalikan dan termasuk menguranginya? Apakah pendekatan yang dilakukan untuk lead time dalam supply chain dapat digunakan, yaitu dengan cara:

    Membagi elemen-elemen tersebut manjadi elemen yang memberikan added value dan elemen yang tidak memberikan added value tetapi memberikan added cost semata

    Mengurangi waktu yang digunakan oleh elemen yang tidak memberikan added value tersebut.

    Dalam skala lead time pemesanan barang ini, agaknya meskipun prinsip pendekatan tersebut dapat dilakukan, tetapi perlu ada tambahan dan penyempurnaan langkah agar penggunaan prinsip tersebut lebih berhasil guna (efektif). Mungkin penyempurnaan yang diperlukan ialah misalnya tidak membagi menjadi 2 jenis elemen, tetapi 3 elemen sebagai berikut :

    Elemen yang memberikan cukup added value Elemen yang kurang memberikan added value Elemen yang tidak memberikan added value

    Dan terhadapnya dapat dilakukan strategi pengendalian lead time sebagai berikut ini :

    Mengurangi waktu yang digunakan oleh semua elemen terlebih elemen yang tidak memberikan added value

  • 57

    Merubah cara kegiatan yang tadinya dilakukan secara berurutan menjadi secara simultan

    Sehingga atas dasar pembagian dan strategi tersebut di atas, dapat dijabarkan lagi sebagai berikut ini :

    Elemen yang memberikan cukup added value Yang termasuk dalam elemen kategori ini ialah antara lain :

    Waktu yang diperlukan untuk negosiasi harga (cost reduction) Negosiasi tarif angkutan (cost reduction) Waktu yang dibutuhkan untuk membuat barang (form utility) Waktu pengangkutan dari gudang penjual ke pelabuhan muat (place and time

    utility) Waktu pengapalan dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan (place and time

    utility) Pengangkutan dari pelabuhan tujuan ke gudang pembeli (place and time utility)

    Elemen yang kurang memberikan added value Yang termasuk dalam elemen kategori ini ialah antara lain :

    Waktu menganalisis penawaran penjual Penyiapan kontrak pembelian Pengepakan di gudang penjual Waktu muat barang di pelabuhan muat Mencari perusahaan pengangkut Waktu pembongkaran barang di pelabuhan bongkar Waktu pembebasan bea masuk (apabila barang impor) Waktu pembongkaran peti di gudang penerima Waktu perhitungan barang yang tiba Pembukaan letter of credit (dalam hal barang impor)

    Elemen yang tidak memberikan added value Yang termasuk dalam elemen kategori ini ialah antara lain :

    Waktu mencari sumber pembelian Waktu mencari alat pengangkut (kapal dan sebagainya) Waktu menunggu di gudang forwarding agent

  • 58

    Waktu menunggu di gudang pelabuhan bongkar Waktu menunggu trashipment

    Berdasarkan itu maka dua strategi utama tersebut di atas antara lain dapat diterapkan pada masing-masing elemen seperti contoh berikut ini : Mengurangi waktu yang digunakan oleh semua elemen terlebih elemen yang tidak memberikan added value Strategi ini dapat dilakukan untuk berbagai elemen lead time dengan berbagai cara misalnya :

    Supplier partnering akan banyak mengurangi waktu pencarian sumber pembelian, negosiasi harga, pembuatan kontrak pembeliahn dan pembukaan letter of credit

    Supplier partnering juga akan sanga mengurangi waktu yang diperlukan untuk membuat atau menyediakan barang di pihak penjual

    Apabila supplier partnering belum dapat dilakukan, pembelian dapat dilakukan dengan cara blanket order atau kontrak pembelian jangka panjang

    Demikian juga pencarian perusahaan pengangkut dan negosiasi tarif angkutan dapat dikurangi dengan menggunakan freight forwarding agent secara tetap atau setidak-tidaknya ada kontrak untuk jangka waktu yang cukup panjang

    Komunikasi yang intens dan dini mengenai tersedianya barang untuk dikirim antara pembeli, penjual dan forwarding agent dapat menghilangkan atau mengurangi waktu penyimpanan baik di gudang penjual maupun gudang forwarding agent

    Merubah cara kegiatan yang tadinya dilakukan secara berurutan menjadi secara simultan Cara atau strategi yang dapat dilakukan ialah dengan cara merubah cara kegiatan misalnya sebagai berikut ini :

    Agar diperjanjikan dengan pihak penjual, agar pembuatan dan pengiriman barang tidak perlu menunggu pembukaan L/C atau bahkan penanda tanganan kontrak pembelian atau surat pesanan, tetapi dapat sejak mengeluarkan confirm atau commited letter of intent.

    Persiapan dan penyelesaian dokumen pembebasan bea masuk dapat dilakukan selama pengapalan barang, sehingga tidak memerlukan waktu ekstra dan akan terjadi apa yang dapat dinamakan just in time customs clearance.

  • 59

    Hal tersebut di atas juga dapat menghilangkan atau mengurangi waktu penyimpanan di gudang pelabuhan

    V. VALUE ENGINEERING DALAM LOGISTIK

    Banyak perusahaan yng melakukan otomatisasi dalam menjalankan operasinya sehingga proses produksi jauh lebih cepat dari semula. Namun sering kali terjadi hal yang sangat paradoxal yaitu disatu pihak telah diinvestasikan demikian banyak uang untuk otomatisasi tersebut, tetapi di lain pihak terjadi penumpukan barang dalam waktu yang lama di gudang menunggu waktu digunakan atau dijual. Oleh karena itu dibutuhkan meneliti setiap proses di sepanjang supply chain bagaimana secara total waktu dapat dikurangi melalui value engineering. Value engineering ialah penelitian dan penilaian secara rinci produk atau layanan dengan mendefinisikan fungsi utama bagi pelanggan. Value engineering adalah mengembangan dari value analysis yang pengertiannya adalah sesuai dengan definisi berikut.

    Value analysis is the organized, systematic study of the function of material, part, component, or system to identify areas of unnecessary cost. It begins with the question. What is this item worth ? and proceeds to an analysis of value in terms of the function the item performs. Value analysis has mutated into value engineering and more broadly into value management (Gary J.Zenz)

    Selanjutnya, mengenai value engineering dan value management tersebut dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :

    Value engineering evaluates a product or service by defining its ultimate function to the customers. It then goes on to examine the processes and technology that produce the product or service. Value management organizes the steps of identifying and eliminating unnecessary costs to provice the required function at the lowest cost (Gary J.Zenz)

  • 60

    Target dari setiap perusahaan ialah mengurangi lead time secara total dan hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi lead time pada setiap tahap di logistics pipeline, sejauh mungkin mendekati nol. Dalam banyak hal, lead time dapat dikurangi secara total dengan secara mudah merubah prosedur dalam proses dan tata kerja di sana sini.

    VI. KESENJANGAN LEAD TIME VS TUJUAN UTAMA

    Masalah besar yang dihadapi oleh banyak perusahaan ialah waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan barang, membuat barang jadi dan siap dijual kepada pada pelanggan selalu lebih lama dari kesediaan pelanggan untuk menunggu. Namun perlu diperhatikan dengan sungguh bahwa sepenting-pentingnya lead time, sebetulnya masalah yang lebih fundamental ialah tersedianya barang, apakah itu bahan mentah, barang jadi, atau supplies manakala diperlukan dan dalam prosentase terbatas tertentu, kesediaan pelanggan untuk menunggu manakala terpaksa. Hal ini berlaku juga untuk lead time pembelian barang. Dalam banyak hal, pengendalian lead time pengadaan barang mempunyai batas kemampuan juga, antara lain karena :

    keterbatasan sumber yang handal keterbatasan peraturan deviasi lead time yang besar deviasi permintaan yang besar forecast yang kurang akurat budaya perusahaan dan sebagainya

    Oleh karena itu, peningkatan layanan pada pelanggan dapat dibantu efektivitasnya dengan jalan lain juga seperti :

    menggunakan persediaan pengaman (safety stock) melakukan stock replenishment secara tepat waktu melakukan forecasting dengan lebih baik menentukan service level secara sadar dan terencana menerapkan strategi pembelian yang