Referat Acls Rapiin

49
REFERAT ACLS (Advanced Cardiovascular Life Support) Disusun Oleh : Muhammad Julpian 1102008162 Renny Dwi Sandhitia Sari 1102010235 Pembimbing : dr. Hj Hayati Usman, Sp.An dr. Dhadi Ginanjar, Sp.An 1

description

ACLS

Transcript of Referat Acls Rapiin

Page 1: Referat Acls Rapiin

REFERAT

ACLS(Advanced Cardiovascular Life Support)

Disusun Oleh :Muhammad Julpian

1102008162Renny Dwi Sandhitia Sari

1102010235

Pembimbing :dr. Hj Hayati Usman, Sp.Andr. Dhadi Ginanjar, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SMF ANASTESIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SLAMET GARUT2014

1

Page 2: Referat Acls Rapiin

PENDAHULUAN

Advanced Cardiovascular Life Support adalah serangkaian penanganan klinis untuk perawatan darurat serangan jantung, stroke, dan keadaan darurat medis lainnya. Serta pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan penanganan.

Merupakan upaya tindak lanjut dalam resusitasi jantung paru (RJP) untuk mencegah

serangan jantung, mengobati serangan jantung, dan mencapai sirkulasi spontan kembali

(ROSC) setelah serangan jantung. Intervensi ACLS bertujuan untuk mencegah serangan

jantung meliputi manajemen jalan napas, dukungan ventilasi, dan pengobatan bradiaritmia

dan takiartmia.

Penyebab kematian mendadak terbanyak adalah disebabkan karena masalah jantung,

sehingga sering disebut Kematian Jantung Mendadak. Penyebab kematian jantung mendadak

yang paling utama di negara-negara industri adalah penyakit jantung koroner. Sedangkan

yang paling banyak berkaitan dengan irama jantung adalah fibrilasi ventrikel (75-80% kasus).

Bradiaritmia hanya terjadi sekitar 5-10% kasus. Insiden kematian jantung mendadak

dilaporkan 0.36 sampai 1.28 per 1000 penduduk di negara barat per tahun

Berdasarkan American Heart Association (AHA) pada Advanced Cardio-vascular

Life Support (ACLS) 2010 tentang Adult Cardiac Arrest, dikemukakan bahwa kunci bertahan

hidup pada cardiac arrest adalah Basic Live Support (BLS) dan sistem ACLS yang

terintegrasi dengan baik. Dasar berhasilnya ACLS adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang

berkualitas, dan untuk VF/ pulseless VT diperlukan defibrilasi yang cepat dan tepat.

2

Page 3: Referat Acls Rapiin

PEMBAHASAN

I. HENTI JANTUNG (CARDIAC ARREST)

Henti jantung ( cardiac death) adalah kematian yang terjadi sebagai akibat dari

hilangnya fungsi jantung secara mendadak. Keadaan ini termasuk permasalahan kesehatan

yang besar dan mengenaskan karena dapat menyerang secara tiba-tiba serta terjadi pada usia

tua maupun muda. Keadaan henti jantung mendadak bisa saja terjadi pada seseorang dengan

ataupun tanpa penyakit jantung sebelumnya.

Cardiac Arrest merupakan penghentian normal sirkulasi dari darah akibat kegagalan

jantung untuk berkontraksi secara efektif,dan jika hal ini tak terduga dapat disebut serangan

jantung mendadak serta dapat pula dijelaskan dengan suatu keadaan darurat medis dengan

tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika

menyebabkan kegagalan sirkulasi.Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung untuk

memenuhi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat

balik normal jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian dan

kerusakan otak menetap jika tindakan tidak adekuat. Henti jantung dapat disebabkan oleh 4

irama: ventricular fibrillation (VF), pulseless ventricular tachycardia (VT), pulseless electric

activity (PEA), and asystole. VF menggambarkan aktivitas listrik jantung yang tidak teratur,

sedangkan VT mewakili aktivitas listrik terorganisir miokardium ventrikel. Tak satu pun dari

irama ini yang menghasilkan aliran darah yang baik. PEA menggambarkan kelompok

heterogen irama listrik terorganisir yang terkait dengan adanya aktivitas ventrikel mekanis

atau tidak yang tidak cukup untuk menghasilkan pulsasi. Asistol merupakan tidak

terdeteksinya aktivitas listrik ventrikel dengan atau tanpa aktivitas listrik atrium.

Penyebab henti jantung adalah sebagai berikut:

1. Penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung iskemik, infark miokardial akut,

embolus paru, fibrosis pada system konduksi (penyakit Lenegre, Sindrom Adams-

Stokes, noda sinus sakit)

2. Kekurangan oksigen akut, seperti henti nafas, benda asing di jalan nafas,

sumbatan jalan nafas oleh sekresi

3. Kelebihan dosis obat, seperti digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik,

propoksifen, adrenalin, isoprenalin.

4. Gangguan asam-basa/elektrolit, seperti kalium serum yang tinggi atau rendah,

magnesium serum rendah, kalsium serum tinggi, asidosis.

3

Page 4: Referat Acls Rapiin

5. Kecelakaan, seperti syok listrik dan tenggelam.

6. Reflex vagal, seperti peregangan sfingter ani, penekanan/penarikan bola mata.

7. Anesthesia dan pembedahan

8. Terapi dan tindakan diagnostic medis

9. Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, anafilaksis)

Penyebab henti jantung yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung.

Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal.

Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut

aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat, terlalu

lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit

atau bahkan tidak ada darah ke dalam sirkulasi.

Aritmia dicetuskan oleh beberapa faktor, diantaranya: penyakit jantung koroner yang

menyebabkan infark miokard (serangan jantung), stress fisik (perdarahan yang banyak akibat

luka trauma atau perdarahan dalam, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak,

penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan yang

mempengaruhi jantung, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung)

dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension

pneumothorax.

Selain itu juga disebabkan adanya komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill,

renjatan dan edema paru, emboli paru (karena adanya penyumbatan aliran darah paru),

aneurisma disekans (karena kehilangan darah intravaskular), hipoksia dan asidosis (karena

adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea,

kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat).

Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun, umumnya

mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran

darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua

organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai

oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan

korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi

jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam

10 menit (Sudden cardiac death).

·      Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal sebagai

serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest. Infark

miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi

keras dan menyempit akibat sebuah materia (plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri.

Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot

4

Page 5: Referat Acls Rapiin

jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya,

sehingga dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan

menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari

jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.

·      Stress Fisik

Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi,

diantaranya:

- Perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam sengatan listrik.

- Kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang

berat.

- Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah.

- Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki gangguan

jantung.

- Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleks

akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.

·      Kelainan Bawaan

Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga. Kecenderungan ini

diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki

peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung

mereka yang dapat mengganggu bentuk (struktur) jantung dan dapat meningkatkan

kemungkinan terkena cardiac arrest.

·  Perubahan Struktur Jantung

Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan

perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik.

Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau

penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur

dari jantung.

·  Obat-obatan

Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin,

aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang

ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien,

memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim

sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan

diagnosis.

·  Tamponade Jantung

Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak mampu

untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.

·  Tension Pneumothorax

5

Page 6: Referat Acls Rapiin

Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan terus

masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan

menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan terdesak dan

pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan, sehingga membatasi aliran

balik ke jantung.Henti Jantung ditandai dengan denyut nadi besar tak teraba (a.karotis, femoralis dan

radialis pada dewasa dan a.brakhialis pada bayi), disertai kebiruan (sianosis) atau pucat

sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), terlihat seperti mati (death like

appearance), dilatasi pupil tak bereaksi dengan rangsangan cahaya (45 detik setelah henti

jantung) dan pasien berada dalam keadaan tidak sadar.

Kelangsungan hidup dari pasien dengan irama jantung di atas membutuhkan basic life

support (BLS) dan sistem ACLS yang baik serta perawatan jantung pasca arrest yang

terintegrasi. Dasar dari ACLS yang sukses adalah tergantung dari kualitas CPR (Cardiac

Pulmonal Resucitation), dan untuk VF/VT tanpa denyut adalah usaha melakukan defibrilasi.

Untuk korban VF, CPR dini dan defibrilasi cepat secara signifikan dapat meningkatkan

kesempatan untuk bertahan hidup hingga ke rumah sakit. Sebagai perbandingan, terapi ACLS

lain seperti beberapa obat dan tata laksana jalan napas, meskipun dikaitkan dengan

peningkatan ROSC (Return of Spontaneous Circulation), belum terbukti meningkatkan

tingkat kelangsungan hidup hingga ke rumah sakit.

Bantuan Hidup Jantung Dasar sebenarnya sudah sering didengar oleh masyarakat

awam di Indonesia dengan nama Resusitasi Jantung Paru (RJP). Umumnya tidak

menggunakan obat-obatan dan dapat dilakukan dengan baik setelah melalui pelatihan

singkat. Pedoman Bantuan Hidup Jantung Dasar yang sekarang dilaksanakan sekarang

telah mengalami perbaikan dibandingkan sebelumnya. Bulan Oktober 2010, American Heart

Association (AHA) mengeluarkan pedoman baru Bantuan Hidup Dasar Dewasa. Dalam

Bantuan Hidup Dasar ini, terdapat beberapa perubahan sangat mendasar dan berbeda dengan

Bantuan Hidup Dasar yang telah dikenal sebelumnya, seperti :

1. Pengenalan kondisi henti jantung mendadak segera berdasarkan penilaian respon penderita

dan tidak adanya napas

2. Perintah Look, Feel and Listen dihilangkan dari algoritme Bantuan Hidup Dasar

3. Penekanan bantuan kompresi dada yang berkelanjutan dalam melakukan resusitasi jantung

paru oleh penolong yang tidak terlatih

6

Page 7: Referat Acls Rapiin

4. Perubahan urutan pertolongan Bantuan Hidup Dasar dengan mendahulukan kompresi

sebelum melakukan pertolongan bantuan napas (CAB dibandingkan dengan ABC)

5. Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang efektif dilakukan sampai didapatkan kembalinya

sirkulasi spontan atau penghentian upaya resusitasi

6. Peningkatan fokus metode untuk meningkatkan kualitas RJP yang lebih baik

7. Penyederhanaan Algoritme Bantuan Hidup Dasar.

Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar bukan merupakan suatu satu jenis keterampilan

tindakan tunggal semata, melainkan suatu kesinambungan tidak terputus antara pengamatan

serta intervensi yang dilakukan dalam pertolongan. Keberhasilan pertolongan yang dilakukan

ditentukan oleh kecepatan dalam memberikan tindakan awal Bantuan Hidup Jantung Dasar.

Para ahli berpikir bagaimana cara untuk melakukan suatu Tindakan Bantuan Hidup Jantung

Dasar yang efektif serta melatih sebanyak mungkin orang awam dan paramedis yang dapat

melakukan tindakan tersebut secara baik dan benar. Secara umum, pengamatan serta

intervensi yang dilakukan dalam Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar merupakan suatu

rantai tak terputus, disebut sebagai rantai kelangsungan hidup (chain of survival) :

1. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat segera (Early Access)

a. Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke sistem gawat darurat

b. Informasikan segera Kondisi penderita sebelum melakukan RJP pada orang dewasa atau

sekitar 1 menit setelah memberikan pertolongan RJP pada bayi dan anak.

c. Penilaian cepat tanda-tanda potensial henti jantung

d. Identifikasi tanda henti jantung atau henti napas.

2. Resusitasi Jantung Segera (Early CPR)

3. Defibrilasi Segera (Early Defibrillation)

4. Perawatan Kardiovaskular Lanjutan yang Efektif (Effective ACLS)

5. Penanganan terintegrasi pascahenti jantung (Integrated Post Cardiac Arrest Care)

SURVEI PRIMER BANTUAN HIDUP DASAR

Dalam melakukan pertolongan menggunakan pendekatan sistematis Bantuan Hidup

7

Page 8: Referat Acls Rapiin

Jantung Lanjut (ACLS), maka kita harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara

sistematis pula. Pengamatan dan pemeriksaan tersebut dimulai dari survei primer Bantuan

Hidup Dasar dilanjutkan dengan survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut

Survei Bantuan Hidup Dasar Primer merupakan dasar tindakan penyelamatan jiwa

setelah terjadi keadaan henti jantung. Tindakan ini bisa dilakukan oleh seorang penolong

ataupun secara simultan. Tujuan awal pelaksanaan Survei Bantuan Hidup Dasar Primer

adalah memperbaiki sirkulasi sistemik yang hilang pada penderita henti jantung mendadak

dengan melakukan kompresi dada secara efektif dan benar, diikuti dengan pemberian

ventilasi yang efektif sampai didapatkan kembalinya sirkulasi sistemik secara spontan atau

tindakan dihentikan karena tidak ada respon dari penderita setelah tindakan dilakukan

beberapa saat. Jikalau setelah dilakukan survei Bantuan Hidup Dasar Primer secara efektif

didapatkan kembalinya sirkulasi secara spontan, maka tindakan Survei Bantuan Hidup Dasar

Primer langsung dilanjutkan Survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut.

Tujuan survei Bantuan Hidup Dasar Primer adalah berusaha memberikan bantuan

sirkulasi sistemik, ventilasi, dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai

didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba peralatan yang lebih lengkap

untuk melaksanakan Bantuan Hidup Jantung Lanjut.

Profisiensi penolong pada Bantuan Hidup Dasar 4

Survei Bantuan Hidup Dasar Primer dilakukan baik untuk penderita yang mengalami

henti jantung mendadak atau tidak sadarkan diri yang kita saksikan atau datang ke Rumah

Sakit sudah tidak sadarkan diri. Kita memeriksa respon penderita dengan memanggil dan

menepuk-nepuk pundak atau menggoyangkan badan penderita bertujuan untuk mengetahui

8

Page 9: Referat Acls Rapiin

respon kesadaran penderita (Check responsiveness). Setelah yakin bahwa penderita dalam

keadaan tidak sadar, maka kita meminta bantuan orang lain menghubungi ambulans atau

sistem gawat darurat Rumah Sakit terdekat dan meminta bantuan datang dengan tambahan

tenaga serta peralatan medis yang lengkap (Call for Help). Jika saat melakukan pertolongan

hanya seorang diri, setelah melakukan pemeriksaan respon kesadaran, penolong segera

menghubungi Rumah sakit terdekat atau ambulans dan melakukan pertolongan awal

kompresi dada dengan dengan cepat dan kuat dengan frekuensi 30 kali diselingi pemberian

bantuan napas 2 kali (1 detik setiap napas bantuan) sampai bantuan datang.

Sebelum melakukan Survei Bantuan Hidup Dasar Primer , kita harus memastikan

bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan pertolongan, dilanjutkan dengan

memeriksa kemampuan respon penderita, sambil meminta pertolongan untuk mengaktifkan

sistem gawat darurat dan menyediakan AED

Urutan sistematis yang digunakan saat ini adalah C - A – B. Sebelum melakukan

Bantuan Hidup Dasar harus diperhatikan langkah yang tepat dengan melakukan pemeriksaan

terlebih dahulu. Setelah dilakukan pemeriksaan (kesadaran, sirkulasi, pernapasan, perlu

tidaknya defibrilasi), harus dianalisis secara cepat dan tepat tindakan yang perlu dilakukan.

Sebagai contoh :

Periksa respon penderita untuk memastikan penderita dalam keadaan sadar atau tidak

sadar

Periksa denyut nadi sebelum melakukan kompresi dada atau sebelum melakukan

penempelan sadapan AED.

Pemeriksaan analisis irama jantung sebelum melakukan tindakan kejut lsitrik pada

jantung (defibrilasi).

Perhatikan : selalu melakukan pemeriksaan sebelum melakukan tindakan.

Ketika akan melakukan pertolongan, penolong harus mengetahui dan memahami hak

penderita serta beberapa keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilaksanakan seperti :

Henti jantung terjadi dalam sarana atau fasilitas kesehatan

1) Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara sah dan

ditandatangani oleh penderita atau keluarga penderita

2) Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang telah mendapat pengobatan

9

Page 10: Referat Acls Rapiin

secara optimal

3) Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka mortalitas tinggi, misalnya

bayi sangat prematur, anensefali atau kelainan kromosom seperti trisomi 13

Henti jantung terjadi di luar sarana atau fasilitas kesehatan

1) Tanda-tanda klinis kematian yang irreversibel, seperti kaku mayat, lebam mayat,

dekapitasi, atau pembusukan.

2) Upaya RJP dengan resiko membahayakan penolong

3) Penderita dengan trauma yang tidak bisa diselamatkan seperti hangus terbakar, dekapitasi

atau hemikorporektomi.

Kapan Menghentikan RJP

Ada beberapa alasan bagi penolong untuk menghentikan RJP, antara lain :

Penolong sudah melakukan Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut secara optimal, antara

lain: RJP, defibrilasi pada penderita VF/VT tanpa nadi, pemberian vassopressin atau

epinefrin intravena, membuka jalan napas, ventilasi dan oksigenasi menggunakan

bantuan napas tingkat lanjut serta sudah melakukan semua pengobatan irama sesuai

dengan pedoman yang ada.

Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracun atau

mengalami overdosis obat yang akan menghambat susunan sistem saraf pusat

Kejadian henti jantung tidak disaksikan oleh penolong.

Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10

menit atau lebih

Implementasi penghentian usaha resusitasi ;

Asistol yang menetap atau tidak terdapat denyut nadi pada neonatus lebih dari 10

menit

Penderita yang tidak respon setelah dilakukan Bantuan Hidup Jantung Lanjut minimal

20 menit.

10

Page 11: Referat Acls Rapiin

Secara etik penolong RJP selalu menerima keputusan klinik yang layak untuk

memperpanjang usaha pertolongan (misalnya oleh karena konsekuensi psikologis dan

emosional). Juga menerima alasan klinis untuk mengakhiri resusitasi dengan segera

(karena kemungkinan hidup yang kecil).

Menurunnya kemungkinan keberhasilan resusitasi sebanding dengan makin lamanya

waktu melaksakanan bantuan hidup. Perkiraan kemungkinan keberhasilan resusitasi

dan pulang ke rumah, mulai dari 60-90% dan menurun secara jelas 3-10 % permenit.

Tindakan RJP pada Asistol bisa lebih lama dilakukan pada penderita dengan kondisi

sebagai berikut :

Usia Muda

Asistol menetap karena toksin atau gangguan elektrolit

Hipotermia

Overdosis Obat

Usaha bunuh diri

Permintaan Keluarga

Korban tenggelam di air dingin

Teknik Pelaksanaan Survey Primer Bantuan Hidup Dasar (C-A-B -D) :

1. Kita harus memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan

pertolongan. Penderita dibaringkan di tempat datar dan keras posisi telentang.

2. Dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan respon penderita, sambil meminta pertolongan

untuk mengaktifkan sistem gawat darurat dan menyediakan AED.

Setelah yakin bahwa penderita dalam keadaan tidak sadar, maka kita meminta

bantuan orang lain menghubungi ambulans atau sistem gawat darurat Rumah Sakit terdekat

dan meminta bantuan datang dengan tambahan tenaga serta peralatan medis yang lengkap

Memeriksa respon : dengan memanggil dan menepuk-nepuk pundak atau

menggoyangkan badan penderita (Check responsiveness); “ Pak....Pak.... (sambil menepuk

pundak)......pak....anda baik-baik saja ?”

11

Page 12: Referat Acls Rapiin

(Call for Help) : menunjuk orang disekitar ; “ Tolong Telpon 118/ambulan, beritahukan ada

pasien cardiac arrest, mohon bantuan tenaga medis dan AED”

Cek respon

3. Penilaian denyut nadi

Caranya jika penolong di sebelah kanan penderita, dengan meletakkan jari telunjuk

dan jari tengah pada garis median leher (trachea), kemudian geser ke lateral (ke arah

penolong)/tidak boleh menyeberangi garis tengah, lalu raba pulsasi arteri carotisnya. Periksa

teraba nadi atau tidak. Langkah ini tidak boleh lebih dari 10 detik

Untuk berlatih mahasiswa dapat meraba pulsasi arteri carotisnya sendiri terlebih dahulu, kemudian meraba pulsasi arteri carotis mahasiswa lain secara berpasangan.

Penelitian yang telah dilakukan mengenai resusitasi menunjukkan baik penolong

awam maupun tenaga kesehatan mengalami kesulitan dalam melakukan pemeriksaan pulsasi

arteri carotis. Sehingga untuk hal tertentu pengecekan pulsasi tidak diperlukan, seperti :

Penolong tidak perlu memeriksa nadi dan langsung mengasumsikan penderita menderita

henti jantung jika penderita mengalami pingsan mendadak, atau tidak berespons tidak

bernapas, atau bernapas tidak normal.

Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik. Jika dalam 10 detik penolong

belum bisa meraba pulsasi arteri, maka segera lakukan kompresi dada.

Catatan : Jika teraba nadi berikan 1 kali napas tiap 5-6 detik. Cek nadi tiap 2 menit

Jika tidak teraba nadi lanjutkan dengan kompresi

4. Kompresi Dada

Dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah bawah

sternum/ Membuat garis bayangan antara kedua papila mammae memotong mid line pada

sternum kemudian meletakkan tangan kiri diatas tangan kanan/ sebaliknya. Yang dipakai

adalah tumit tangan, bukan telapak tangan. Hal ini menciptakan aliran darah melalui

peningkatan tekanan intratorakal dan penekanan langsung pada dinding jantung. Komponen

yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada :

Frekuensi minimal 100 kali permenit

12

Page 13: Referat Acls Rapiin

Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inch)

Pada bayi dan anak, kedalaman minimal sepertiga diameter diding anterposterior dada,

atau 4 cm (1,5 inch) pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inch) pada anak.

Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali sevara sempurna setelah setiap

kompresi.

Seminimal mungkin melakukan interupsi

Hindari pemberian napas bantuan yang berlebihan.

Melakukan kompresi dada: tekan dengan cepat dan keras, interupsi minimal, dan biarkan

dada recoil. Siku lengan harus lurus dengan sumbu gerakan menekan adalah pinggul bukan

bahu. Tekan dada dengan kedalaman minimal 5 cm.

Beri kesempatan dada recoil sebelum menekan kembali untuk memberi kesempatan venous

return mengisi jantung.

Catatan : untuk membantu penghitungan kompresi :

“ satu, dua................sepuluh”.... satu, dua, ...... duapuluh, ....satu...dua.... tigapuluh”

5. Airway (pembukaaan jalan napas)

Dalam teknik ini diajarkan bagaimana cara membuka dan mempertahankan jalan

napas untuk membantu ventilasi dan memperbaiki oksigenasi tubuh. Tindakan ini sebaiknya

13

Page 14: Referat Acls Rapiin

dilakukan oleh orang yang sudah menerima pelatihan Bantuan Hidup Dasar atau tenaga

kesehatan profesional dengan menggunakan teknik angkat kepala –angkat dagu (head Tilt-

Chin Lift) pada penderita yang diketahui tidak mengalami cedera leher. Pada penderita yang

dicurigai menderita trauma servikal, teknik head tilt chin lift tidak bisa dilakukan. Teknik

yang digunakan pada keadaan tersebut adalah menarik rahang tanpa melakukan ekstensi

kepala (Jaw Thrust). Pada penolong yang hanya mampu melakukan kompresi dada saja,

belum didapatkan bukti ilmiah yang cukup untuk melakukan teknik mempertahankan jalan

napas secara pasif, seperti hiperekstensi leher.

BASIC AIRWAY CONTROL, PROTECTION OF C-SPINE

LANGKAH-LANGKAH MENILAI JALAN NAPAS : 1. LOOK:

Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas, namun tetap perlu evaluasi berkala.

Agitasi

Nafas cuping hidung

Sianosis

Retraksi

Accessory respiratory muscle

2. LISTEN:

Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring

Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing

Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi larings (Stridor inspirasi) atau stinggin trakea (stridor ekspirasi)

Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring

Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas

3. FEEL:

Aliran udara dari mulut/ hidung

Posisi trakea terutama pada pasien trauma, Krepitasi

Catatan : Pada kaus henti jantung, RJP berdasarkan AHA 2010, Look, listen Feel dihilangkan Pada Kasus trauma Look, Listen Feel tetap dilakukan

PEMBUKAAN DAN PEMELIHARAAN JALAN NAPAS ATAS Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang terjadi

adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam kasus ini lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas ada bagian faring 1. Pembukaan Jalan nafaas secara manual

14

Page 15: Referat Acls Rapiin

Teknik dasar pembukaan jalan napas atas adalah dengan megangkat kepala-angkat dagu (Head Tilt-Chin Lift). Teknik dasar ini akan efektif bila obstruksi napas disebabkan lidah atau relaksasi otot pada jalan napas atas.

Bila pasien yang menderita trauma diduga mengalami cedera leher, lakukan penarikan rahang tanpa mendorong kepala. Karena mengelola jalan napas yang terbuka dan memberikan ventilasi merupakan prioritas, maka gunakan dorong kepala tarik dagu bila penarikan rahang saja tidak membuka jalan napas.

2. Pemeliharaan jalan napas atas

Agar pasien dapat bernapas secara spontan, maka jalan napas atas harus dijaga agar tetap terbuka. Oleh karena itu, pada pasien yang dalam keadaan tidak sadar tanpa adanya refleks batuk atau muntah, pasanglah OPA atau NPA untuk mengelola patensi jalan napas.

Bila anda menemukan seorang pasien tersedak yang tidak sadar dan henti napas, bukalah

mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila anda menemukannya,

keluarkan dengan menggunakan jari anda. Bila anda tidak melihat adanya benda asing, mulai

lakukan RJP. Tiap kali anda membuka jalan napas untuk memberikan napas, bukalah

mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila ada keluarkan dengan

menggunakan jari anda. Bila tidak ada benda asing, lanjutkan RJP

Dalam melakukan teknik membebaskan jalan nafas agar selalu diingat untuk

melakukan proteksi Cervical-spine terutama pada pasien trauma/multipel trauma. jalan napas

pasien tidak sadar sering tersumbat oleh lidah, epiglotis, dan juga cairan, agar jalan napas

tetap terbuka perlu dilakukan manuver head tilt,chin lift dan juga jaw thrust. Bisa sebagian

atau kombinasi ketiganya (tripple airway manouver). Head tilt dan chin lift adalah teknik

yang sederhana dan efektif untuk membuka jalan napas tetapi harus dihindari pada kasus

cedera tulang leher/servikal.

15

Page 16: Referat Acls Rapiin

ALAT BANTU JALAN NAFAS DASAR/SEDERHANA Posisi jalan nafas atas yang benar harus dijaga pada pasien tidak sadar yang dapat

bernapas secara spontan. Pada pasien yang tidak sadar tanpa reflek batuk atau muntah, dapat dipasang alat bantu napas sederhana.

1. OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)

Manfaat OPA : Menahan lidah dari menutupi hipofaring. Sebagai fasilitas suction dan mencegah tergigitnya lidah dan ETT (Endotracheal Tube). Pemasangan pada anak-anak harus hati- hati karena dapat melukai jaringan lunak.

Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu tidak berhasil mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan pada pasien sadar atau setengah sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan untuk pemasangan OPA.

Indikasi : a. Napas spontan

b. Tidak ada reflek muntah

c. Pasien tdk sadar,tdk mampu manuver manual

Komplikasi : a. Obstruksi jalan napas b. Laringospasme ~ ukuran OPA c. Muntah d. Aspirasi

16

Page 17: Referat Acls Rapiin

Cara pemilihan OPA : pangkal OPA pd sudut mulut, ujung OPA pd angulus

mandibula. Apabila terlalu kecil maka tidak dapat efektif membebaskan airway dan dapat

mendorong lidah sEmakin ke belakang. Apabila terlalu besar akan melukai epiglotis,

merangsang muntah dan laringospasme.

Setelah pemasangan OPA, lakukan pemantauan pada pasien. Jagalah agar kepala dan

dagu tetap berada pada posisi yang tepat untuk menjaga patensi jalan napas. Lakukan

penyedotan berkala di dalam mulut dan faring bila ada sekret, darah atau muntahan.

Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menggunakan OPA : Bila OPA yang dipilih terlalu besar dapat menyumbat laring dan menyebabkan

trauma pada struktur laring.

Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan dengan tepat dapat menekan dasar lidah dari belakang dan menyumbat jalan napas.

Masukkan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya trauma jaringan lunak pada bibir dan lidah.

2. NASOPHARYNGEAL AIRWAY

Indikasi NPA : a. Sadar/tdk sadar,

b. Napas spontan,

c. Ada refleks muntah,

d. Kesulitan dg OPA.

Kontraindikasi NPA : a. Fraktur wajah

b. Fraktur tulang dasar tengkorak.

Komplikasi NPA : a. Trauma, b. Laringospasme, c. Muntah, d. Aspirasi, e. Insersi intrakranial (pd fr. tlg wajah/tlg. dasar tengkorak)

Pemeliharaan jalan napas perlu dilakukan setelah pembukaan jalan napas, dapat dilakukan

secara manual, dengan alat sederhana ataupun dengan alat bantu lanjut. Dalam pemeliharaan

jalan napas juga perlu dilakukan pemeriksaan sumbatan jalan napas oleh cairan / benda asing

secara berkala menggunakan sapuan jari tangan.

17

Page 18: Referat Acls Rapiin

ADVANCED AIRWAY Ada dua macam ; 1. Non Surgical : Intubasi orotrakea dan nasotrakea

2. Surgical : Krikotiroidotomi dan trakeotomi

INTUBASI ENDOTRAKEA Adalah proses memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea pasien. Bila pipa

dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orotrakea, bila melalui hidung disebut nasotrakea Kegunaan Pipa endotrakea adalah : 1. Memelihara jalan napas atas terbuka (paten)

2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi

3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk memelihara pengembangan paru yang adekuat

4. Mencegah jalan napas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari mulut, kerongkongan atau jalan napas atas

5. Mempermudah penyedotan dalam trakea

6. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat (Nalokson, Atropin, Vassopresin, epinefrin dan lidokain ; NAVEL) pada waktu resusitasi jantung paru bila akses intravena atau intraosseus belum ada

INDIKASI 1. Henti jantung, bila ventilasi kantong napas tidak memungkinkan atau tidak efektif

2. Pasien sadar dengan gangguan pernapasan dan pemberian oksigen yang tidak adekuat dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasif

3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan napas (pasien koma)

18

Page 19: Referat Acls Rapiin

6. Breathing (pemberian napas bantuan)

Pemberian napas bantuan dilakukan setelah jalan napas terlihat aman. Tujuan Primer

pemberian napas bantuan adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan

tujuan sekunder untuk membuang CO2. Sesuai dengan revisi panduan yang dikeluarkan

American Hearth Association mengenai Bantuan Hidup Jantung Dasar, penolong tidak perlu

melakukan observasi napas spontan dengan Look, Listen, Feel, karena langkah pelaksanaan

tidak konsisten dan menghabiskan banyak waktu. Hal yang perlu diperhatikan dalam

melakukan bantuan napas antara lain :

Mahasiswa memasang mouth barrier untuk proteksi diri

Berikan napas bantuan dalam waktu 1 detik.

Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada

Diberikan 2 kali napas bantuan setelah 30 kompresi

Pada kondisi terdapat dua orang penolong atau lebih, dan telah berhasil memasukkan

alat untuk mempertahankan jalan napas (seperti pipa endotrakheal, combitube, atau

sungkup laring), maka napas bantuan diberikan setiap 6-8 detik, sehingga

menghasilkan pernapasan dengan frekuensi 8-6 kali permenit. Tidak sinkron dengan

kompresi : memberikan bantuan napas tiap 6-8 detik selama kompresi berlangsung,

19

Page 20: Referat Acls Rapiin

Ingat Interupsi minimal saat kompresi

Penderita dengan hambatan jalan napas atau komplians paru yang buruk memerlukan

bantuan napas dengan tekanan lebih tinggi sampai memperlihatkan dinding dada

terangkat.

Pemberian bantuan napas yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat menimbulkan

distensi lambung serta komplikasinya, seperti regurgitasi dan aspirasi.

Cara pemberian napas bantuan :

a. Mulut ke mulut

b. Mulut ke hidung

c. Mulut ke sungkup

d. Dengan Kantung Pernafasan

7. Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis, jika pulsasi tidak ada dan bantuan

belum tiba teruskan RJP. Jika bantuan datang dan membawa peralatan (AED/Defibrilator)

segera pasang alat cek irama jantung dengan menggunakan AED atau monitor defibrilator.

Apabila irama jantung shockable lakukan defibrilasi, apabila not shockable teruskan RJP.

Ikuti algoritme.

8. Defibrilasi

Tindakan defibrilasi sesegera mungkin memegang peranan penting untuk keberhasilan

pertolongan penderita henti jantung mendadak berdasarkan alasan berikut :

Irama jantung yang paling sering didapat pada kasus henti jantung mendadak yang

disaksikan di luar rumah sakit adalah Fibrilasi ventrikel

Terapi untuk fibrilasi ventrikel adalah defibrilasi

Kemungkinan keberhasilan tindakan defibrilasi berkurang seiring dengan

bertambahnya waktu

Perubahan irama dari fibrilasi ventrikel menjadi asistol seiring dengan berjalannya

waktu.

Pelaksanaan defibrilasi bisa dilakukan dengan menggunakan defibrilator manual atau

menggunakan Automated External Defibrilator (AED). Penderita dewasa yang mengalami

20

Page 21: Referat Acls Rapiin

fibrilasi ventrikel atau ventrikel takikardi tanpa nadi diberikan energi kejutan 360 J pada

defibrilator monofasik atau 200 J pada bifasik. Pada anak, walaupun kejadian henti jantung

mendadak sangat jarang, energi kejutan listrik diberikan dengan dosis 2-4 J/Kg, dapat diulang

dengan dosis 4-10 J/Kg dan tidak melebihi energi yang diberikan kepada penderita dewasa.

Pada neonatus, penggunaan defibrilator manual lebih dianjurkan.

Penggunaan defibrilator untuk tindakan kejut listrik tidak diindikasikan pada penderita

dengan asistol atau pulseless electrical activity (PEA)

Shockable Waves

a. PULSELESS VENTRICULAR TACHYCARDIA

b. VENTRICULAR FIBRILLATION

Not Shockable Waves

a. ASYSTOLE

21

Page 22: Referat Acls Rapiin

b. Pulseless Electrical Activity (Pea)

PROTOKOL PENGGUNAAN AED

Hidupkan AED dengan menekan sakelar ON atau beberapa alat dengan membuka

tutup AED

Pasang bantalan elektroda pada dada penderita

Jangan melakukan kontak langsung dengan penderita saat sedang dilakukan analisis

irama penderita oleh alat AED

Tekan tombol SHOCK jika alat AED memerintahkan tindakan kejut listrik, atau

langsung lakukan RJP 5 siklus petugas kesehatan terlatih tanpa mencek nadi terlebih

dahulu jika alat tidak memerintahkan tundakan kejut listrik

Tindakan tersebut terus diulang sampai tindakan RJP boleh dihentikan sesuai indikasi.

PROTOKOL PENGGUNAAN ALAT KEJUT LISTRIK KONVENSIONAL (MANUAL

DEFIBRILATOR)

Pada kasus henti jantung, RJP adalah tindakan yang mutlak dilakukan dan interupsi

terhadap kompresi harus minimal. Prinsip ini tetap berlaku pada penggunaan

defibrilator. Selama persiapan alat dan pengisian tenaga, korban tetap dilakukan

kompresi dada.

Tekan tombol ON atau putar saklar ke arah gambaran EKG untuk menghidupkan

monitor

22

Page 23: Referat Acls Rapiin

Tempelkan elektroda atau gunakan pedal defibrilator untuk melakukan analisis secara

cepat (quick look analysis)

Lihat irama di monitor. Bila akan melakukan tindakan kejut listrik, berikan gel di

pedal defibrilator atau dada penderita untuk mencegah luka bakar yang berat serta

memperbaiki hantaran listrik dari pedal ke tubuh penderita

Bila irama yang terlihat pada monitor adalah fibrilasi ventrikel dan ventrikel takikardi

tanpa nadi, maka lakukan pemberian kejut lsitrik dengan energi 360 J pada alat

defibrilator monofasik atau 200 J pada alat bifasik. Lakukan pengisian (charge)

sampai ke energi yang diinginkan (biasanya ditandai dengan bunyi alarm. satu pedal

diletakkan di apeks jantung dan yang lain diletakkan di sternum dengan disertai

pemberian tekanan sebesar 12,5 kg saat ditempelkan ke dinding dada. Listrik

dialirkan dengan menekan tombol discharge(bergambar listrik) yang berada di kedua

gagang

Sebelum melakukan shock berikan aba-aba pada seluruh anggota tim untuk tidak dengan

pasien maupun tempat tidurnya sambil memastikan diri sendiri juga tidak bersentuhan.

Contoh aba-aba:

I’m going to shock on three:

o One, I’m clear

o Two, you are clear

o Three, Every body is clear.

Untuk terakhir kali lihat secara visual apakah semua sudah tidak bersentuhan dengan

pasien, lihat ke monitor untuk pastikan irama belum berubah

Segera lakukan RJP selama 2 menit atau 5 siklus. Setelah 2 menit lakukan evaluasi. Bila

irama yang terlihat dimonitor adalah irama yang harus diberikan kejut listrik (Shockable

rhytm) yaitu VT tanpa nadi atau VF, maka lakukan pemberian kejut listrik kembali. Bila

irama yang terlihat adalah PEA atau Asistol, maka lakukan pemberian RJP selama 2 menit

atau 5 siklus dan penatalaksanaan sesuai algoritma PEA/Asystole.

23

Page 24: Referat Acls Rapiin

24

Page 25: Referat Acls Rapiin

Ringkasan Umum Bantuan Hidup Dasar

25

Page 26: Referat Acls Rapiin

RekomendasiKomponen Dewasa Anak BayiPengenalan awal Tidak sadarkan diri

Tidak ada napas atau bernapas tidak normal (misalnya gasping)

Tidak bernapas atau gasping.

Tidak teraba nadi dalam 10 detik (hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan)

Urutan BHD CAB CAB CABFrekuensi Kompresi Minimal 100 kali per menitKedalaman kompresi Minimal 5 cm (2

inch)Minimal 1/3 diameter

anteroposterior dinding dada (sekitar

5 cm/2 inch)

Minimal 1/3 diameter anteroposterior

dinding dada (sekitar 4 cm/ 1.5 inch)

Recoil dinding dada Recoil sempurna dinding dada setelah setiap kompresi. Untuk penolong terlatih, pergantian posisi kompresor setiap 2 menit.

Interupsi kompresi Interupsi kompresi seminimal mungkin.Interupsi terhadap kompresi tidak lebih 10 detik.

Jalan napas Head tilt chin lift.(jaw thrust pada kecurigaan trauma leher – hanya oleh tenaga kesehatan).

Kompresi 30 : 2(1 atau 2 penolong)

30 : 2 (1 penolong)15 : 2 (2 penolong)

30 : 2 (1 penolong)15 : 2 (2 penolong)

Ventilasi Jika penolong tidak terlatih, kompresi saja.Pada penolong terlatih tanpa alat bantu jalan napas lanjutan berikan 2 kali napas buatan setelah 30 kompresi. Bila terpasang alat bantu jalan napas lanjutan berikan napas setiap 6-8 detik (8-10 kali per menit).Penderita ROSC, napas diberikan setiap 5-6 detik (10-12 kali per menit)

Defibrilasi Pasang dan tempelkan AED sesegera mungkin.Interupsi kompresi minimal, baik sebelum atau sesudah kejut listrik.Lanjutkan RJP, diawali dengan kompresi segera setelah kejut listrik.

26

Page 27: Referat Acls Rapiin

Gambaran algortima di atas memperlihatkan algoritma pada cardiac arrest

berdasarkan AHA 2010 ACLS. Secara keseluruhan algoritma ini sudah disederhanakan dan

27

Page 28: Referat Acls Rapiin

dirancang untuk meningkatkan CPR pada tatalaksana dari cardiac arrest. Periode pause CPR

harus dibuat sesingkat mungkin, hanya pada saat memeriksa irama jantung, shock VF/VT,

periksa nadi, atau memasang advanced airway.

Pada keadaan tidak ada advanced airway, suatu kompresi-ventilasi yang sinkron

dapat dilakukan dengan rasio 30:2, dengan kompresi jantung luar paling sedikit 100 kali

permenit. Setelah memasang supraglottic airway atau endotrakea tube, dapat dilakukan

kompresi jantung luar sedikitnta 100 kali permenit, dengan terus melakukan ventilasi tanpa

berhenti. Ventilasi diberikan sebanyak 1 kali setiap 6 sampai 8 detik (8 sampai 10 kali

permenit) dan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari berlebihnya jumlah ventilasi

yang diberikan.

Selain kualitas tinggi CPR, satu-satunya terapi-irama yang terbukti meningkatkan

kelangsungan hidup adalah defibrilasi dari VF/VT tanpa denyut. Oleh karena itu, intervensi

ini dimasukkan sebagai bagian integral dari siklus CPR. Intervensi ACLS lain selama

serangan jantung mungkin terkait dengan tingkat peningkatan ROSC tetapi belum terbukti

meningkatkan kelangsungan hidup untuk diluar rumah sakit. Oleh karena itu, mereka

dianjurkan sebagai pertimbangan dan harus dilakukan tanpa mengorbankan kualitas CPR atau

defibrilasi tepat waktu. Dengan kata lain, akses vaskular, pemberian obat, dan tata laksana

jalan napas tidak harus menyebabkan gangguan signifikan dalam kompresi dada atau

keterlambatan defibrilasi.

28

Page 29: Referat Acls Rapiin

Tidak ada cukup bukti untuk merekomendasikan waktu tertentu atau urutan (order)

dari pemberian obat dan tata laksana jalan napas lanjutan selama serangan jantung. Dalam

kebanyakan kasus, waktu dan urutan intervensi sekunder ini akan tergantung pada jumlah

penolong dalam resusitasi dan tingkat keterampilan mereka.

Memahami pentingnya mendiagnosa dan mengobati penyebab yang mendasari adalah

penting untuk pengelolaan semua serangan irama jantung. Selama manajemen serangan

jantung, penolong harus mempertimbangkan H dan T untuk mengidentifikasi dan mengobati

faktor yang mungkin telah menyebabkan arrest atau mungkin mempersulit upaya resusitasi.

Ventricular Fibrillation/Pulseless Ventricular Tachycardia

Ketika monitor menampilkan irama VF/Pulseless VT maka sebaiknya langsung

charge defibrillator, kemudian amankan sekitar supaya tidak terkena shock dengan

mengucapkan “clear”, segera berikan sebuah shock, semua ini dilakukan secepat mungkin.

RJP kemudian kembali dilanjutkan selama 2 menit setelah dilakukan shock, sebelum

memeriksaan irama jantung dan nadi berikutnya.

Ketika irama jantung masih VF/VT, maka penolong pertama tetap melakukan CPR

ketika yang lain menyiapkan charge defibrillator. Jika sudah siap, CPR dihentikan dan shock

kembali dilakukan. Setelah itu CPR langsung dilanjutkan kembali selama 2 menit, dan nilai

irama dan nadi kembali. Penolong yang memberikan kompresi jantung luar sebaiknya

digantikan setiap 2 menit untuk mengurangi kelelahan. Kualitas CPR sebaiknya dimonitor

berdasarkan parameter mekanis dan fisiologi.

Medikamentosa pada VF/VT mengunakan amiodarone. Amiodarone merupakan agen

antiaritmia lapis pertama (first-line antiarrhythmic) pada cardiac arrest, karena secara kinis

telah terbukti meningkatkan tercapainya Return of Spontaneous Circulation (ROSC) pasien

VF dan Pulseless VT. Amiodarone harus dipertimbangkan ketika VF/VT yang tidak

memberikan respon pada CPR, defibrillasi, dan terapi vasopressor. Jika tidak terdapat

29

Page 30: Referat Acls Rapiin

amiodarone, lidocaine dapat dipertimbangkan sebagai pengganti, tetapi dari beberapa study

klinis, efek lidocaine tidak sebaik amiodarone dalam meningkatkan ROSC. Magnesium sulfat

hanya dapat diberikan pada Torsades de pointes dengan interval QT yang memanjang.

Diagnosis dan terapi pada penyakit dasar dari VF/VT adalah fundamental pada

algoritma ini. Sering disebut 5H dan 5T yang sebenarnya merupakan penyebab reversibel dan

dapat dikoreksi segera untuk mengembalikan irama jantung pada irama sinus. Pada VF/VT

refrakter, ACS atau infark miokardium harus dipertimbangkan sebagai penyebab, reperfusi

seperti coronary angiography dan PCI selama RJP, atau emergency cardiopulmonary bypass

dapat dilakukan pada kasus ini. Jika pasien telah menunjukkan ROSC, perawatan post-

cardiac arrest dapat segera dimulai.

Pulseless Electrical Activity (PEA)/Asistole

Ketika monitor menunjukkan nonshockable rhythm, RJP harus segera dilakukan,

dimulai dengan kompresi jantung, dilakukan selama 2 menit sebelum kembali menilai irama

jantung. Jika setelah penilaian irama jantung didapatkan an organized rhythm, penilaian nadi

harus dilakukan. Jika nadi teraba, perawatan post-cardiac arrest harus segera dilakukan. Jika

irama tetap asistole atau nadi tidak teraba (PEA), RJP harus kembali dilajutkan, kompresi

jantung selama 2 menit, dan setelah itu nilai kembali irama jantung.

Vasopressor dapat diberikan secepat mungkin dengan maksud untuk meningkatkan

aliran darah miokardium dan cerebral (myocardial and cerebral blood flow) selama RJP dan

pencapaian ROSC. Berdasarkan evidence yang ada, atropine selama PEA atau asistole, tidak

memberikan efek terapeutik untuk ROSC. Karena alasan inilah, atropine tidak dipakai lagi

pada algoritma cardiac arrest.

PEA sering disebabkan oleh kondisi reversibel yang dapat di koreksi jika dapat

teridentifikasi penyebanya. Oleh karena itu, setiap 2 menit periode dari RJP sebaiknya

penolong melakukan penilain terhadap 5H dan 5T untuk menyelidiki kemungkinan

penyebabnya. PEA dengan hipoksia, dapat dipasang segera advanced airway untuk mencapai

oksigensi atau ventilasi yang adekuat. PEA yang disebabkan oleh severe volume loss atau

sepsis dapat dikoreksi dengan kristaloid IV. PEA oleh kehilangan banyak darah, dapat

dilakukan transfusi darah. Jika emboli paru dicurigai sebagai penyebab cardiac arrest, terapi

fibrinolitik emperis dapat dilakukan. PEA oleh tension pneumothorax, needle decompression

dapat dilakukan untuk terapi awal.

Jika mungkin dapat dilakukan echocardiografi untuk mengetahui intravascular

volume status, cardiac temponade, mass lesion (tumor, klot darah), kontraktilitas ventrikel

30

Page 31: Referat Acls Rapiin

kiri, dan pergerakan regional wall. Asistole biasanya merupakan end-stage rhythm yang

terjadi setelah VF atau PEA, dengan prognosis yang buruk. Pada pasien yang telah

menunjukkan ROSC, perawatan post-cardiac arrest dapat segera dimulai.

II. BRADIKARDI DAN TAKIKARDI

Tidak stabil dan simptomatik adalah istilah yang biasanya digunakan untuk

menggambarkan kondisi pasien dengan aritmia. Umumnya, tidak stabil mengacu pada suatu

kondisi di mana fungsi organ vital yang akut gangguan atau serangan jantung sedang

berlangsung atau akan berlangsung. Ketika aritmia menyebabkan pasien menjadi tidak stabil,

intervensi segera dilakukan. Simptomatik menyiratkan bahwa aritmia adalah gejala yang

menyebabkan jantung berdebar, pusing, atau dyspnea, tetapi pasien stabil dan tidak dalam

bahaya. Dalam kasus tersebut lebih banyak waktu yang tersedia untuk memutuskan intervensi

yang paling tepat. Dalam kedua kasus tidak stabil dan simptomatik penolong harus membuat

penilaian, apakah itu adalah aritmia yang menyebabkan pasien menjadi tidak stabil atau

simptomatik, misalnya, seorang pasien syok septik dengan takikardia sinus dari 140 denyut

per menit tidak stabil; namun, aritmia adalah kompensasi fisiologis bukan penyebab

ketidakstabilan. Oleh karena itu, kardioversi listrik tidak akan memperbaiki kondisi pasien

ini.

Bradikardi

Bradikardia adalah keadaan denyut jantung kurang dari 60 denyut per menit. Namun,

ketika bradikardia adalah penyebab dari suatu gejala, denyut jantung dapat kurang dari 50

denyut per menit. Denyut jantung yang lambat mungkin fisiologis atau normal untuk

beberapa pasien, sedangkan denyut jantung < 50 denyut per menit mungkin tidak memadai

untuk sebagian orang lain. Algoritma Bradikardia berfokus pada manajemen bradikardia

yang bermakna secara klinis (yaitu, bradikardi yang pantas untuk kondisi klinis). Karena

hipoksemia merupakan penyebab umum dari bradikardia, evaluasi awal dari setiap pasien

dengan bradikardia harus fokus pada tanda-tanda peningkatan kerja pernapasan (takipnea,

retraksi interkostal, suprasternal retraksi, paradoks pernapasan perut) dan saturasi

oksihemoglobin.

31

Page 32: Referat Acls Rapiin

Takikardi

Takikardia didefinisikan sebagai aritmia dengan denyut lebih dari 100 denyut per

menit, meskipun, seperti dengan mendefinisikan bradikardia, tingkat takikardia lebih

mungkin disebabkan aritmia dengan denyut lebih dari 150 denyut per menit. Denyut jantung

yang cepat merupakan respons terhadap stres fisiologis (misalnya, demam, dehidrasi) atau

kondisi lain yang mendasarinya. Ketika menghadapi pasien dengan takikardia, upaya yang

harus dilakukan untuk menentukan apakah takikardia adalah mencari penyebab utama dari

gejala yang muncul atau penyebab sekunder untuk kondisi yang mendasarinya. Banyak ahli

menyarankan bahwa ketika denyut jantung >150 denyut per menit, tidak mungkin bahwa

gejala ketidakstabilan disebabkan terutama oleh takikardia kecuali ada gangguan fungsi

ventrikel.

Takikardia dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, berdasarkan kompleks QRS,

denyut jantung, dan keteraturan. Profesional ACLS harus mampu mengenali dan

32

Page 33: Referat Acls Rapiin

membedakan antara sinus takikardia, narrow-complex supraventricular tachycardia (SVT),

dan wide-complex tachycardia.

Narrow–QRS-complex (SVT) tachycardias (QRS <0.12 second)

● Sinus tachycardia

● Atrial fibrillation

● Atrial flutter

● AV nodal reentry

● Accessory pathway–mediated tachycardia

● Atrial tachycardia (including automatic and reentry forms)

● Multifocal atrial tachycardia (MAT)

● Junctional tachycardia (rare in adults)

Wide–QRS-complex tachycardias (QRS >0.12 second)

● Ventricular tachycardia (VT) and ventricular fibrillation (VF)

● SVT with aberrancy

● Pre-excited tachycardias (Wolff-Parkinson-White [WPW] syndrome)

● Ventricular paced rhythms

Evaluasi dan pengelolaan takiaritmia digambarkan dalam algoritma di bawah ini:

33

Page 34: Referat Acls Rapiin

KESIMPULAN

34

Page 35: Referat Acls Rapiin

Langkah-langkah kritis yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan Bantuan Hidup

Jantung Dasar Adalah pengenalan keadaan serta aktivasi sistem gawat darurat segera, RJP

segera serta defibrilasi segera.

Kualitas tinggi tindakan CPR merupakan dasar keberhasilan intervensi ACLS

berikutnya saat terjadi serangan jantung. Selama penyedia layanan kesehatan melakukan laju

resusitasi kompresi dada dan kedalaman yang memadai, memungkinkan dada berdetak

setelah setiap kompresi, meminimalkan gangguan dalam kompresi dada, dan menghindari

ventilasi berlebihan, terutama dengan bantuan jalan napas. Kualitas CPR harus terus

dipantau. Pemantauan fisiologis mungkin berguna untuk mengoptimalkan upaya resusitasi.

Untuk pasien VF / VT tanpa denyut, getaran harus disampaikan segera dengan gangguan

minimal dalam kompresi dada. Peningkatan kualitas CPR, kemajuan dalam perawatan pasca

serangan jantung, dan meningkatkan penerapan secara keseluruhan melalui sistem perawatan

yang komprehensif dapat membantu mengoptimalkan hasil dari pengobatan pasien serangan

jantung yang diobati dengan intervensi ACLS.

35

Page 36: Referat Acls Rapiin

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2014. Bantuan hidup jantung lanjut (ACLS). Diunduh dari http://www.acls- indonesia.com/ pada 17 oktober 2014.

American Heart Association: Management of Cardiac Arrest.Circulation 2010;112;IV-58-IV- 66. Lippincott Williams & Wilkins, a division of Wolters Kluwer Health, 351 West Camden Street, Baltimore.

Colquhoun MC, Handley AJ, Evans TR. ABC of Resuscitation 5th edition. BMJ Publishing Group 2004.

Latief, SA. 2010. Resusitasi Jantung Paru. Dalam buku Petunjuk praktis Anestesiologi edisi kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.

Neumar, RW et al. 2010. Adult Advanced Cardiovascular Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Dalam jurnal the American Heart Association part 8.

36