Rangi-Drug Induced Hepatotoxicity
-
Upload
wirantika24 -
Category
Documents
-
view
663 -
download
6
Transcript of Rangi-Drug Induced Hepatotoxicity
HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBATRangi Wirantika Sudrajat
030.05.180
ANATOMI HATI
HISTOLOGI HATI
Pembentukan dan ekskresi empedu
Metabolisme karbohidrat (glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis)
Metabolisme protein
Metabolime lemak (ketogenesis, sintesis kolesterol, penmbunan lemak)
Penimbunan vitamin dan mineral
Metabolisme steroid
Detoksifikasi
Hemodinamik dan filtrasi
FUNGSI HATI
BIOTRANSFORMASI OBAT DALAM HATI
HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT
Hepatotoksisitas imbas obat atau dikenal dengan Drug Induced Hepatotoxicity (DIH) merupakan kerusakan hepar yang disebabkan obat dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis zat kimia yang terlibat, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut.
Kerusakan hepar dapat terjadi segera atau setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit, kolestasis, atau timbulnya disfungsi hepar secara perlahan-lahan.
DEFINISI
Obat mempengaruhi protein-protein transport pada membran kanalikuli
Terjadi penumpukkan asam-asam empedu di dalam hati
Translokasi Fassitoplasmik ke membran plasma
Memicu kematian sel melalui apoptosis
MEKANISME HEPATOTOKSISITAS
Selain itu reaksi hepatoseluler melibatkan sistem CYP450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru yang tidak punya peran. Kompleks enzim-obat ini bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-vesikel untuk berperan sebagai imunogen-imunogen sasaran serangan sitolitik sel T, merangsang respons imun multifaset yang melibatkan sel-sel T sitotoksik dan berbagai sitokin.
Obat-obat tertentu menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi.
Metabolit-metabolit toksik yang dikeluarkan dalam empedu juga dapat merusak epitel saluran empedu.
Jenis Reaksi Pengaruh pada Sel Contoh Obat
Hepatoseluler
Efek langsung atau produksi oleh
kompleks enzim-obat yang berkibat
disfungsi sel, disfungsi membran,
respons sitotoksik sel T
Isoniazid, trazodon, diklofenak,
nefazodon, venlafaxin, lovastatin
KolestasisJejas membran kanalikuli dan
transporter
Khlorpromazin, estrogen, eritromisin
dan turunannya
Imunoalergik
Kompleks enzim obat pada
permukaan sel mengnduksi respons
IgE
Halotan, fenitoin, sulfametoksazol
GranulomatousMakrofag, limfosit mengilfiltrasi lobul
hepatikDiltiazem, obat sulfa, kuinidin
Lemak Mikrovesikuler
Respirasi mitokondria yang berubah,
beta-okidasi mengakibatkan asidosis
laktat dan akumulasi trigliserid
Didanosin, tetrasiklin, asam
asetilsalisilat, asam valproat
Steatohepatis Multifaktorial Amiodaron, Tamoksifen
AutoimunRespons limfosit sitotoksik langsung
pada komponen membran hepatosit
Nitrofurantoin, metildopa, lovastatin,
minosiklin
Fibrosis Aktivasi sel stellata Metoreksat, kelebihan vitamin A
Kolaps VaskularMenyebabkan iskemik atau injuri
hipoksik
Asam nikotinat, kokain,
metilendioksimetamfetamin
Onkogenesis Mendorong pertumbuhan tumor Kontrasepsi oral, androgen
Campuran (mixed)
Jejas sitoplasmik dan kanalikuli,
langsung merusak saluran-saluran
empedu
Amoksisilin klavulanat,
karbamazapin, herbal, siklosporin,
metimazol, troglitazon
Pembagian reaksi obat terhadap kerusakan hati dibagi menjadi 2, yaitu obat yang langsung merusak hati dan obat yang bereaksi melalui mediasi respon imun
Predictable hepatotoksin (intrinsik)
Merupakan obat yang dapat dipastikan selalu akan menimbulkan kerusakan sel hepar bila diberikan kepada setiap penderita dengan dosis yang cukup tinggi.
Dari golongan ini ada obat yang langsung merusak sel hati, ada pula yang merusak secara tidak langsung yaitu dengan mengacaukan metabolisme atau faal sel hati.
MEKANISME TOKSISITAS OBAT
Unpredictable hepatotoksin (idiosinkrasi)
Kerusakan hati yang timbul bukan disebabkan karena toksisitas intrinsik dari obat, tetapi karena adanya reaksi idiosinkrasi yang hanya terjadi pada orang-orang tertentu. Ciri dari kelainan yang bersifat idiosinkrasi ini ialah timbulnya tidak dapat diramalkan dan biasanya hanya terjadi pada sejumlah kecil orang yang rentan.
1. Reaksi idiosinkrasi yang timbul karena hipersensitivitas:
a. Terjadi setelah satu sampai lima minggu di proses sensitisasi.
b. Dijumpai tanda-tanda sistemik: demam, ruam kulit, eosinofilia
c. Dengan memberikan satu atau dua challenge dose, gejala-gejala di atas biasanya segera timbul lagi.
2. Reaksi idiosinkrasi yang timbul karena kelainan metabolisme :
a. Mempunyai masa laten yang sangat bervariasi yaitu antara satu minggu sampai lebih dari satu tahun.
b. Biasanya tidak disertai demam, ruam kulit, eosinofilia
c. Dengan memberikan satu atau dua challenge dose kelainan ini tidak dapat diinduksi untuk timbul lagi.
d. Untuk reaksi tipe ini obat perlu diberikan lagi selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu yang cukup lama agar penumpukan metabolit hepatotoksik dari obat sampai pada taraf yang memungkinkan terjadinya kerusakan hati.
Ras
Umur
Jenis kelamin
Konsumsi alkohol
Penyakit hepar
Faktor genetik
Penyakit lain
Formulasi obat
FAKTOR RESIKO
Nyeri perut Urin berwarna gelap Diare Sakit kepala Ikterik Mudah lelah Kehilangan nafsu makan Mual dan muntah Feses berwarna seperti dempul
MANIFESTASI KLINIS
Apabila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi aminotransferase dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas normal
Konsentrasi alkali fosfatase dan bilirubin menonjol pada kolestasis
PEMERIKSAAN LAB
Berdasarkan International Concensus Criteria maka diagnosis hepatotoksisitas karena obat berdasarkan:
Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai awitan reaksi nyata adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel (kurang dari lima hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat dan tidak lebih 15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksisitas obat.
Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (penurunan konsentrasi enzim hati paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.
DIAGNOSIS
Alternatif sebab lain telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti, termasuk biopsi hati tiap kasus.
Dijumpai respons positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama paling tidak kenaikan dua kali lipat enzim hati.
Dikatakan reaksi drugs related jika semua ketiga kriteria terpenuhi atau jika dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan respons positif pada pemaparan ulang obat.
HEPATOTOKSISITASOBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat anti tuberkulosis terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol/streptomisin.
Faktor-faktor resiko hepatotoksisitas yang pernah dilaporkan adalah usia lanjut,
pasien perempuan, status nutrisi buruk, konsumsi tinggi alkohol, memiliki dasar penyakit hati, karier hepatitis B, prevalensi hepatitis viral yang meningkat di negara sedang berkembang, hipoalbuminemia, tuberkulosis lanjut, serta pemakaian obat yang tidak sesuai aturan dan status asetilatornya.
Telah dibuktikan secara meyakinkan adanya keterkaitan HLA-DR2 dengan tuberkulosis paru pada berbagai populasi dan keterkaitan varian gen NRAMP1 dengan kerentanan terhadap tuberkulosis, sedangkan resiko hepatotoksisitas karena obat anti tuberkulosis berkaitan juga dengan tidak adanya HLA-DQA1*0102 dan adanya HLA-DQB1*0201 disamping usia lanjut, albumin serum < 3,5 gram/dl dan tingkat penyakit yang moderat atau tingkat lanjut berat.
Dengan demikian resiko hepatotoksisitas pada pasien dengan obat anti tuberkulosis dipengaruhi faktor-faktor klinis dan genetik.
Efek hepatotoksik OAT dapat diklasifikasikan berdasarkan potensi masing-masing obat dalam menyebabkan kerusakan hati:
Potensi Hepatotoksisitas OAT
TinggiIsoniazid, rifampisin,
pyrazinamide
Rendah Ethambutol, streptomycin
Sekurang-kurangnya sebanyak 10-20 % pasien dalam kurun waktu 4-6 bulan masa pengobatan, menderita gangguan hati ringan yang dibuktikan dari peningkatan kadar SGOT, SGPT dan konsentrasi bilirubin yang sedikit dan sifatnya sementara.
Pada sebagian pasien kerusakan hati dapat menjadi progresif dan menyebabkan hepatitis berat.
Acetyl hydrazine yang merupakan metabolit INH merupakan zat yang bertanggungjawab dalam kerusakan hepar.
Pemberian INH harus dihentikan apabila kadar enzim SGOT meningkat sampai lima kali nilai normal.
ISONIAZID
Pada 10-15 % pasien yang mengkonsumsi rifampicin dapat terjadi peningkatan enzim hati yang bersifat sementara pada 8 minggu pertama masa pengobatan
Kurang dari 1 % pasien menunjukkan gejala hepatitis imbas obat.
Insidens lebih tinggi terjadi pada penggunaan rifampisin yang dikombinasi dengan OAT lainnya, yaitu sekitar kurang dari 4 % pasien.
RIFAMPISIN
Efek samping utama dari obat ini adalah hepatotoksisitas imbas obat.
Kerusakan hati terjadi berhubungan dengan dosis yang diberikan dan dapat terjadi kapanpun selama masa pengobatan.
Pada penelitian yang dilakukan Centre for Diseases Control (CDC), sekitar 48 kasus hepatotoksisitas imbas obat dilaporkan selama 2 bulan masa pengobatan rifampisin-pyrazinamide untuk penyakit tuberkulosis laten. 37 pasien dinyatakan sembuh dan 11 pasien meninggal karena kerusakan hati.
PYRAZINAMIDE
Angka kejadian hepatotoksisitas imbas obat pada pasien yang mengkonsumsi ethambutol dilaporkan lebih sedikit dibandingkan dengan ketiga obat di atas.
STREPTOMYCIN
Angka kejadian hepatotoksisitas imbas obat pada pasien yang mengkonsumsi streptomycin sampai saat ini belum pernah dilaporkan.
ETHAMBUTOL
Penatalaksanaan hepatotoksisitas OAT didasarkan pada manifestasi klinis yang ditemukan dan pemeriksaan kadar enzim hati:
Bila manifestasi klinis (+), antara lain ikterik (+), mual muntah (+): OAT dihentikan
Bila manifestasi klinis (+), SGOT, SGPT meningkat ≥ 3 kali: OAT dihentikan
Bila manifestasi klinis (-), kelainan laboratorium (+) antara lain:
Bilirubin meningkat ≥ 2 kali: OAT dihentikan SGOT, SGPT meningkat ≥ 5 kali: OAT dihentikan SGOT, SGPT meningkat ≥ 3 kali: OAT diteruskan dengan
pengawasan
PENATALAKSANAAN
Setelah OAT dihentikan maka dilakukan pengawasan terhadap manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Bila klinik dan laboratorium normal kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg).
Selama itu diperhatikan manifestasi klinis yang timbul dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh, bila klinis dan laboratorium normal, tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan), sehingga paduan obat menjadi RHES.
Sedangkan pyrazinamide tidak boleh diberikan lagi.
Lindseth GN. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. In: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006
Setiawati A, Suyatna FD, Gan S. Pengantar farmakologi. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
Darmansjah I, Wiria MSS. Dasar toksikologi. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007
Setiabudy R. Hepatitis Karena Obat. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia; 1979.Available at: www.kalbe.co.id/.../04HepatitisObat015.../04HepatitisObat015.html
Mehta N. Drug Induced Hepatotoxicity. Department of Gastroenterology and Hepatology, Veterans Affairs Medical Center, State University of New York Upstate Medical Center; 2010. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/169814-overview
Kishore PV. Drug induced hepatitis with anti-tubercular chemotherapy: Challenges and difficulties in treatment. Kathmandu University Medical Journal (2007), Vol. 5, No. 2, Issue 18, 256-260. Available at:kumj.com.np/.../256-260-Drug-induced-hepatitis-with-anti-tubercular-chemotherapy.pdf
Nawas A. Diagnosis dan Penatalaksanaan TB Paru. Divisi Infeksi, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2009.Available at: repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/2671.pdf
DAFTAR PUSTAKA