punta tzulfikar

10
PERITONITIS Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga per ut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.1,7 Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ- organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.1,2 Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.3 Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3,7 Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang be rupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemi a dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.2 II.1. DEFINISI Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut.2,3 Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. 2,8 Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium. Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu: 1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa). 2.Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis. 3.Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura. Dengan de mikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale. Mesenterium ventrale yang terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang. Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu perkambangan dan pertumbuhan, ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus atau

Transcript of punta tzulfikar

Page 1: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 1/10

Page 2: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 2/10

enteron pada suatu tempat berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk pipa

yang disebut ductus omphaloentericus.

Usus tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus terpaksa berbelok-belok dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat

usus berputar ke kanan sebesar 270 ° dengan aksis ductus omphaloentericus dan a. mesenterica superior masing-

masing pada dinding ventral dan dinding dorsal perut. Setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini

 jatuh kebawah dan bersama mesenterium dorsale mendekati peritonium parietale. Karena jirat usus berputar, bagian

usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan bagian disebelah anal (kaudal) berpindah ke kiri dan

keduanya mendekati peritoneum parietale.

Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati peritoneum dorsale, terjadi

perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak

mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan terletak sekarang dorsal peritonium sehingga disebut retroperitoneal.

Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh

peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei, dengan demikian:

Duodenum terletak retroperitoneal;

Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium;

Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;

Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut mesocolon transversum;

Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal

karena pada permulaan merupakan suatu tonjolan dinding usus dan tidak mempunyai alat pengantung;

Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium, lipatan peritoneum akibat

adanya arteria yang menuju ke ujung processus vermiformis. Ia sebenarnya lanjutan dari cecum.

Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau mesenterium pada peritoneum parietale tidak sempurna,

sehingga terjadi cekungan-cekungan di antara usus (yang diliputi oleh peritoneum viscerale) dan peritoneum

parietale atau diantara mesenterium dan peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat

 juga terjadfi karena di dalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan demikian di flexura duodenojejenalis terdapat

plica duodenalis superior yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yangmembatasi resesus duodenalis inferior.

Pada colon descendens terdapat recessus paracolici. Pada colon sigmoideum terdapat recessus intersigmoideum di

antara peritoneum parietale dan mesosigmoideum.

Stratum circulare coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunaris. Peritoneum yang menutupi colon melipat-lipat

keluar diisi oleh lemak sehingga terjadi bangunan yang disebut appendices epiploicae.

Ventriculus memutar terhadap sumbu longitudinal, sehingga curvatura mayor di sebelah kiri dan curvatura minor di

sebelah kanan. Kemudian ventriculus memutar terhadap sumbu sagital, sehingga cardia berpindah ke kiri dan pilorus

ke kanan. Kerena ventriculus berputar, sebagian mesogastrium dorsale mendekati peritoneum perietale dan tumbuh

melekat. Dengan demikian tempat perlekatan mesogastrium dorsale merupakan suatu lengkung dari kiri kranial ke

kanan kaudal. Bagian yang terkaudal mendekati perlekatan mesocolon transversum yang berjalan trasversal.Dibagian kaudal juga terjadi perlekatan mesogastrium dorsale dengan mesocolon transversum dan disebut sebagai

omentum majus. Kantong yang dibentuk olehnya disebut bursa omentalis.

Mesogastrium ventrale melekat pada peritoneum parietale dinding ventral perut dan pada diaphragma. Di dalam

mesogastrium ventrale hepar terbentuk dan berkembang. Hepar berkembang ke kaudal sampai tepi batas

mesogastrium yang disebut omentum minus atau ligamentum hepatogastricum dengan tepi bebasnya di sebelah

kaudal disebut ligamentum hepatoduodenale. Ligamentum falciforme melekat pada batas antara lobus dexter dan

lobus sinister. Omentum minus melekat pada fosa sagittalis sinistra bagian dorsokranial dan mengelilingi portae

Page 3: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 3/10

hepatis. Ligamentum teres hepatis yaitu sisa vena umbilikalis sinistra, terbentang dari umbilicus ke hepar di dalam

tepi bebas ligamentum falciforme hepatis, masuk di dalam fossa sagittalis sinistra hepatis dan berakhir pada ramus

sinistra vena portae.

Di dalam tepi bebas omentum minus atau ligamentum hepatoduodenale terdapat:

Vena portae;

 Arteria hepatica propria;

Ductus choledochus;

Serabut-serabut saraf otonom;

Pembuluh-pembuluh lympha.

Di sebelah kiri berjalan a. hepatica propria di sebelah dorsal kedua bangunan ini ditengah-tengah berjalan v. portae.

Ductus choledocus dibentuk oleh oleh ductus cysticus dan ductus hepaticus communis, berjalan melalui ligamentum

tersebut ke kaudomedial, menyilangi disebelah dorsal pars superior duodeni sampai di dalam sulcus diantara pars

descendens duodeni dan caput pancreatis bermuara di papillae duodeni major.

Di dalam mesenterium dan duodenum (mesoduodenum) dan mesogastrium dorsale terjadi dan tumbuh pankreas.

Karena mesoduodenum dan sebagian mesogastrium dorsale tumbuh melekat dengan peritoneum parietale, caput

dan corpus pancreatis letaknya menjadi retroperitoneal, tetapi cauda pancreatis masih tetap didalam omentum

majus.

Didalam omentum majus disebelah ventral cauda pancreatis lien terbentuk dan berkembang kearah kiri sehingga ia

ditutupi sebagian besar oleh lembaran kiri omentum majus. Omentum majus dibagi dua oleh lien menjadi ligamentum

precholienale, bagian antara lien dan peritoneum parietale yang menutupi diaphragma, ligamentum gastrolienale

bagian antara lien dan ventriculus. Karena lien tumbuh terutama ke kiri, lembaran kanan kedua ligamentumtidak

sampai melekat pada lien, sedangkan lembaran kiri mulai melekat pada lien dikelilingi hilus.

Karena perubahan letak ventriculus terjadilah bursa omentalis. Lubang masuk kedalam bursa omentalis disebut

foramen epiploicum (Winslowi) dibatasi:

Dibagian cranial oleh processus caudatus

Dibagian ventral oleh lig.hepatoduodenaleDibagian kaudal oleh pars superior duodeni

Dibagian dorsal oleh peritoneum parietale yang menutupi vena cava inferior.

Bursa omentalis sendiri dibatasi:

Dibagian cranial oleh lobus caudatus hepatis

Dibagian ventral oleh omentum minus dan ventriculus

Dibagian kaudal oleh mesocolontransversum serta colon transversum

Dibagian dorsal oleh peritoneum parietale yang menutupi caput dan corpus pancreatic

Dibagian kiri oleh omentum majus dengan cauda pancreatic dan lien

Omentum majus yang melekat pada colon tansversum ke kaudal menutupi usus dari sebelah vental sebagai suatu

tirai untuk kemudian melipat ke arah cranial dan melekat pada curvatura major ventriculi. Kedua lembaran darilipatan itu dibagian kaudal tumbuh melekat. Bagian yang tidak tumbuh merupakan lanjutan bursae omentalis yang

disebut recessus inferior bursae omentalis. Bagian bursae omentalis terkranial disebut recessus superior bursae

omentalis.

Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin karena peritoneum mengeluiarkan sedikit

cairan. Dengan demikian peritoneum dapat disamakan dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang

licin ini memudahkan pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain. Kadang-kadang , pemuntaran

ventriculus dan jirat usus berlangsung ke arah yang lain. Akibatnya alat-alat yang seharusnya disebelah kanan

Page 4: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 4/10

terletak disebelah kiri atau sebaliknya. Keadaan demikian disebut situs inversus.

Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral,

yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan

dengan fasia muskularis.5

Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap

rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan

oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot

yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien

yang merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia

menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri. 4

Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa

rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat

menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri. 4

 Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi

permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah. Molekul-molekul yang lebih besar dibersihkan

kedalam mesotelium diafragma dan limfatik melalui stomata kecil.5

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon

transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum); pankreas, duodenum, kolon ascenden &

descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum). 6,7

II.2. ANATOMI

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat

pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari

berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies

superfisial ( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus

abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fasciatransversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus

abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh l inea alba.6

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muskulo-aponeurosis

dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot

dinding perut adalah pada pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan

intra abdominal.

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh perdarahan dari cabang aa.

Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a. sircumfleksa superfisialis, a.

pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal

maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan perdarahan.6Persarafan dinding perut dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n. lumbalis I.6

II.3. ETIOLOGI

Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi

appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena

perforasi organ berongga karena trauma abdomen.2

a.Bakterial : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus, kelompok Enterobacter-Klebsiella,

Page 5: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 5/10

Mycobacterium Tuberculosa.

b.Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk, tepung). 2,3,9

II.4. PATOFISOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah

(abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya

sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai

pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. 1

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan

tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,

seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan

selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi

cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah

 jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. 5

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh

permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga

peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen

termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan

suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. 10

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat

usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. 5

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul

peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus

paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,

mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-

lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksiusus. 1

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik

(sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat

berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total

atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan

berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada

rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.7

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh

manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung,

sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalamihipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus

biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan

malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena

toksemia.4

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh

peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis

akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul

Page 6: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 6/10

mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu

dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal

perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu

menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi

keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.1

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid,

fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi

mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks

mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe

yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah

kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren

dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun

general.7

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis

sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai

dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi

feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas,

misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala

peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme

membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan

peritonium.1,7

5. KLASIFIKASI

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 2,3,5,9

a.Peritonitis bakterial primer 

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukanfokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau

Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

1.Spesifik : misalnya Tuberculosis

2.Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi

dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan

sirosis hepatis dengan asites.

b.Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada

umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme

dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar 

pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal

dari:

- Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam

Page 7: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 7/10

cavum peritoneal.

- Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan

oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

- Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya

appendisitis.

c.Peritonitis tersier, misalnya:

- Peritonitis yang disebabkan oleh jamur 

- Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah

pankreas, dan urine.

d.Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

- Aseptik/steril peritonitis

- Granulomatous peritonitis

- Hiperlipidemik peritonitis

- Talkum peritonitis

III.1. MANIFESTASI KLINIS

 Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda rangsangan peritonium.

Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara

bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.1

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita

tampak letargik dan syok.1

Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan

peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.

Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.1,7.6. DIAGNOSIS

Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan X-Ray.

a.Gambaran klinis

Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab.

Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer 

yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan

gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat,

dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada

keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar 

secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea,vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas

yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis untuk

peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial. 1,3

Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya keringat malam, kelemahan,

penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis

nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah. 3

b.Pemeriksaan laboratorium

Page 8: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 8/10

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik.

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak

limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi

memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan

didapat. 3

c.Pemeriksaan X-Ray

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas

dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi. 3

III.2. GAMBARAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien

dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :3

1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior ( AP ).

2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP.

3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta

dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm.3

Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos

abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:3

1.Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu

pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone

appearance),

2.Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan

pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang – panjang kemungkinan

gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.

3.Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.

Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone

appearance.5

Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:

1.Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang – kadang susah membedakan

anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum.

2.Air fluid level

3.Herring bone appearance

Bedanya dengan ileus obstruktif : pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level ada yang pendek  – pendek

(usus halus) dan panjang – panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileusobstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.2

Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih

 jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).2

Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Pada

dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi

adalah :3

1.Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan kekaburan pada cavum

Page 9: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 9/10

abdomen.

2.Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit (semilunair shadow).

3.Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi. Letaknya antara hati dengan

dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen.

Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas

line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.2,5

II. 7. TERAPI

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena,

pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,

pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar 

dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. 1,8

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki

perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral,

dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi. 5,11

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan

secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada

organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase

bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama

operasi. 5,11

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah

insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.

Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk

mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,

kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus

yang perforasi. 11Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar 

tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal

sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya

tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.

2,3

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan

terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase

berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk

peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi. 2,3

8. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan

ektopik terganggu, dll. 4

II.9. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi

komplikasi dini dan lanjut, yaitu : 9

a.Komplikasi dini

Septikemia dan syok septik

Page 10: punta tzulfikar

7/30/2019 punta tzulfikar

http://slidepdf.com/reader/full/punta-tzulfikar 10/10

Syok hipovolemik

Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi sistem

 Abses residual intraperitoneal

Portal Pyemia (misal abses hepar)

b.Komplikasi lanjut

 Adhesi

Obstruksi intestinal rekuren

II.10. PROGNOSIS

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan

akibat organisme virulen. 1

DAFTAR PUSTAKA

1.Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p

302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.

2.Kumpulan catatan kuliah, 1997, Radiologi abdomen, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

yogyakarta.

3.Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, 1999, Abdomen Akut, dalam Radiologi Diagnostik, p 256-257, Gaya Baru,

 jakarta.

4.Sjaifoelloh N, 1996, Demam tifoid, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid 1;Ed:3;p 435-442.

5.Sulton, David,1995, Gastroenterologi, dalam Buku ajar Radiologi untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed:5,p 34-38,

Hipokrates, Jakarta.

6.Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Dinding Perut, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 696, EGC, Jakarta.

7.Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.8.Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of Medicine,third edition,1997, Toronto.

9.Schwartz, Shires, Spencer, Principles of Surgery, sixth edition,1989

10.Balley and Love’s, Short Practice of Surgery, edisi 20, ELBS, 1988, England