Protection of Human Right in Indonesian Constitution

3
Protection of Human Right in Indonesian Constitution Abstract Dalam perkembangan sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara, konstitusi menempati posisi yang sangat penting. Pengertian dan materi muatan konstitusi senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan organisasi kenegaraan. Dengan meneliti dan mengkaji konstitusi, dapat diketahui prinsip-prinsip dasar kehidupan bersama dan penyelenggaraan negara serta struktur organisasi suatu negara tertentu. Bahkan nilai-nilai konstitusi dapat dikatakan mewakili tingkat peradaban suatu bangsa. Dasar keberadaan konstitusi adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Konstitusi merupakan konsensus bersama atau general agreement seluruh warga negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara. 1 Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia. Oleh karena itu, Hak asasi manusia merupakan materi inti dari naskah undang-undang dasar negara modern. Hak Asasi Manusia (HAM), adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 2 Artinya, yang dimaksud sebagai hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia. 1 William G. Andrews, misalnya, dalam bukunya Constitutions and Constitutionalism 3 rd edition, menyatakan: “The members of a political community have, bu definition, common interests which they seek to promote or protect through the creation and use of the compulsory political mechanisms we call the State” , (New Jersey: Van Nostrand Company, 1968), hal. 9.

Transcript of Protection of Human Right in Indonesian Constitution

Page 1: Protection of Human Right in Indonesian Constitution

Protection of Human Right in Indonesian Constitution

Abstract

Dalam perkembangan sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara, konstitusi

menempati posisi yang sangat penting. Pengertian dan materi muatan konstitusi

senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan

organisasi kenegaraan. Dengan meneliti dan mengkaji konstitusi, dapat diketahui

prinsip-prinsip dasar kehidupan bersama dan penyelenggaraan negara serta

struktur organisasi suatu negara tertentu. Bahkan nilai-nilai konstitusi dapat

dikatakan mewakili tingkat peradaban suatu bangsa.

Dasar keberadaan konstitusi adalah kesepakatan umum atau persetujuan

(consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan

berkenaan dengan negara. Konstitusi merupakan konsensus bersama atau general

agreement seluruh warga negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga

masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau

dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut

negara.1

Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan

terhadap hak-haknya sebagai manusia. Oleh karena itu, Hak asasi manusia

merupakan materi inti dari naskah undang-undang dasar negara modern. Hak

Asasi Manusia (HAM), adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan setiap manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi

oleh Negara, Hukum, Pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.2 Artinya, yang dimaksud sebagai hak

asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia.

Keterkaitan antara konstitusi dengan hak asasi manusia juga dapat dilihat

dari perkembangan sejarah. Perjuangan perlindungan hak asasi manusia selalu

terkait dengan perkembangan upaya pembatasan dan pengaturan kekuasaan yang

1 William G. Andrews, misalnya, dalam bukunya Constitutions and Constitutionalism 3rd edition, menyatakan: “The members of a political community have, bu definition, common interests which they seek to promote or protect through the creation and use of the compulsory political mechanisms we call the State”, (New Jersey: Van Nostrand Company, 1968), hal. 9.

2 Lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Page 2: Protection of Human Right in Indonesian Constitution

merupakan ajaran konstitusionalisme. Magna Charta (1215) dan Petition of Rights

(1628) adalah momentum perlindungan hak asasi manusia sekaligus pembatasan

kekuasaan raja oleh kekuasaan parlemen (house of commons).

Dalam perspektif hukum tata negara, norma yang terkandung dalam UUD merupakan sumber hukum (rechtsgulle) bagi aturan yang ada di bawahnya. Konstruksi ini merupakan makna bahwa norma-norma yang ada dalam UUD harus mengalir dalam perundang- undangan di bawahnya, apakah berupa norma original atau norma jabaran yang lebih konkrit. Norma tersebut dapat mengalir dalam perundang-undangan yang lebih rendah hierarki atau perundangan yang lebih rendah dapat memberikan norma tafsiran dari peraturan perundangan yang lebih tinggi tersebut. Dengan kata lain, meminjam istilah dari Rudolf Steammler, seorang ahli filsafat yang beraliran Neo Kantian, norma HAM yang terdapat dalam UUD adalah sebagai bintang pemandu (leitstren) bagi pembuat undang-undang di bawahnya agar selaras dengan nilai-nilai HAM.

Pandangan keliru bahwa HAM identik dengan pandangan dunia barat, tidak boleh menjadi alasan untuk tidak melaksanakan HAM. Hak asasi manusia adalah persoalan universal, tetapi sekaligus juga kontekstual. Sebagaimana dikatakan Magnis Suseno (1994:11-12), HAM merupakan pengertian modern3. Dalam masyarakat tradisional, HAM tidak banyak dipertanyakan karena struktur sosial tradisional itu masih mampu melindungi hak-hak individu di dalamnya. Indonesia sebagai negara modern tidak mungkin menghindar dari realitas bahwa masyarakatnya menjadi lebih individual daripada masyarakat tradisional. Jika diamati lebih jauh, HAM justru tidak memuat individualisme. Sebaliknya, jaminan terhadap HAM merupakantanda solidaritas dan kepedulian social dalam masyarakat yang bersangkutan, seperti perlindungan terhadap mereka yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi. Dengan demikian, secara substansi, HAM adalah universal, sedangkan dikatakan kontekstual apabila sudah berbicara tentang relevansinya (aktualisasi).

3 Jurnal komnasham hal 24