Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013...

22
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013 56 Makalah Utama 5 INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH MENDUKUNG PENGEMBANGAN INDUSTRI FLORIKULTURA BERDAYA SAING GLOBAL (INNOVATION TECHNOLOGY ON SEED PRODUCTION TO SUPPORT THE DEVELOPMENT GLOBAL COMPETITIVENESS FLORICULTURE INDUSTRY) Winarto, B, Yufdy, MP, dan Soehendi, R Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Jln. Ragunan 29A, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail: [email protected] ABSTRAK. Industri florikultura merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru yang penting di Indonesia. Meningkatnya produksi luas area panen, produktivitas, Pendapatan Domestik Bruto (PDB), ekspor, jumlah tenaga kerja yang terlibat, Nilai Tukar Petani (NTP) dari tahun ke tahun menjadi indikator penting akan peran signifikan kemajuan industri tersebut. Untuk mendukung pengembangan agribisnis florikultura, khususnya pada anggrek (Phalaenopsis dan Dendrobium), krisan, lili, leather leaf fern, gerbera, Rhapis excelsa sebagai komoditas tanaman hias penting di Indonesia, Kementerian Pertanian dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, melalui Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi),sebagai salah satu unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura hingga tahun 2013 telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi produksi bibit tanaman hias berkualitas. Teknologi produksi bibit tanaman hias berkualitas tersebut diantaranya: (1) teknologi perbanyakan Phalaenopsis melalui somatik embriogenesis, (2) teknologi perbaikan kapasitas regenerasi dan penyiapan bibit krisan secara in vitro, (3) teknologi pembebasan virus dan viroid pada krisan, (4) teknologi perbanyakan lili secara in vitro, (5) teknologi perbanyakan masa leather leaf fern secara in vitro. Teknologi-teknologi tersebut diharapkan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menunjang kemajuan industri florikultura di Indonesia Kata-kata kunci: Teknologi, produksi, bibit berkualitas dan florikultura, ABSTRACT. Floriculture industry is one of new economical growth resources that is important in Indonesia. Increasing harvest wide area, productivity, bruto domestic income, export, number of involved worker, farmer change value from year to year become important indicators indicating significant role of the industry advance. To support development of floriculture agribusiness, especially on orchids (Phalaenopsis and Dendrobium), chrysanthemum, lily, leather leaf fern, gerbera and Rhapis excelsa as important ornamental plant commodities, Agriculture Ministry and Indonesian Agency for Agriculture Research and Development via Indonesian Ornamental Crop Research Institute as one of technical service units under Indonesian Center for Horticultural Research and Development since 2013 has resulted several in vitro technological innovations on mass production of ornamental plant qualified- seedlings. The in vitro technologies were technology on (1) regeneration capacity improving and production of chrysanthemum qualified-seedling, (2) chrysanthemum virus and viroid elimination, (3) Phalaenopsis mass propagation via somatic embryogenesis, (4) lily mass propagation, and leather leaf fern mass propagation. The existance of the technologies expected have important and significant roles in supporting floriculture industry advance in Indonesia. Keywords: Technology, production, qualified-seedling and floriculture

Transcript of Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013...

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

56

Makalah Utama 5

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH MENDUKUNG

PENGEMBANGAN INDUSTRI FLORIKULTURA BERDAYA SAING GLOBAL

(INNOVATION TECHNOLOGY ON SEED PRODUCTION TO SUPPORT THE

DEVELOPMENT GLOBAL COMPETITIVENESS FLORICULTURE

INDUSTRY)

Winarto, B, Yufdy, MP, dan Soehendi, R

Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura

Jln. Ragunan 29A, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540

E-mail: [email protected]

ABSTRAK. Industri florikultura merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru yang penting

di Indonesia. Meningkatnya produksi luas area panen, produktivitas, Pendapatan Domestik Bruto (PDB),

ekspor, jumlah tenaga kerja yang terlibat, Nilai Tukar Petani (NTP) dari tahun ke tahun menjadi indikator

penting akan peran signifikan kemajuan industri tersebut. Untuk mendukung pengembangan agribisnis

florikultura, khususnya pada anggrek (Phalaenopsis dan Dendrobium), krisan, lili, leather leaf fern,

gerbera, Rhapis excelsa sebagai komoditas tanaman hias penting di Indonesia, Kementerian Pertanian dan

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, melalui Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi),sebagai

salah satu unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura hingga

tahun 2013 telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi produksi bibit tanaman hias berkualitas.

Teknologi produksi bibit tanaman hias berkualitas tersebut diantaranya: (1) teknologi perbanyakan

Phalaenopsis melalui somatik embriogenesis, (2) teknologi perbaikan kapasitas regenerasi dan penyiapan

bibit krisan secara in vitro, (3) teknologi pembebasan virus dan viroid pada krisan, (4) teknologi

perbanyakan lili secara in vitro, (5) teknologi perbanyakan masa leather leaf fern secara in vitro.

Teknologi-teknologi tersebut diharapkan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menunjang

kemajuan industri florikultura di Indonesia

Kata-kata kunci: Teknologi, produksi, bibit berkualitas dan florikultura,

ABSTRACT. Floriculture industry is one of new economical growth resources that is important in

Indonesia. Increasing harvest wide area, productivity, bruto domestic income, export, number of involved

worker, farmer change value from year to year become important indicators indicating significant role of

the industry advance. To support development of floriculture agribusiness, especially on orchids

(Phalaenopsis and Dendrobium), chrysanthemum, lily, leather leaf fern, gerbera and Rhapis excelsa as

important ornamental plant commodities, Agriculture Ministry and Indonesian Agency for Agriculture

Research and Development via Indonesian Ornamental Crop Research Institute as one of technical

service units under Indonesian Center for Horticultural Research and Development since 2013 has

resulted several in vitro technological innovations on mass production of ornamental plant qualified-

seedlings. The in vitro technologies were technology on (1) regeneration capacity improving and

production of chrysanthemum qualified-seedling, (2) chrysanthemum virus and viroid elimination, (3)

Phalaenopsis mass propagation via somatic embryogenesis, (4) lily mass propagation, and leather leaf

fern mass propagation. The existance of the technologies expected have important and significant roles in

supporting floriculture industry advance in Indonesia.

Keywords: Technology, production, qualified-seedling and floriculture

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

57

PENDAHULUAN

Hingga saat ini industri florikultura terus berkembang menjadi salah satu sumber

pertumbuhan ekonomi baru yang penting di Indonesia. Kenyataan tersebut ditunjukkan

oleh produksi luas area panen, produktivitas, Pendapatan Domestik Bruto (PDB),

ekspor, jumlah tenaga kerja yang terlibat, Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus

meningkat dari tahun ke tahun. PDB industri florikultura telah mencapai lebih dari Rp.

5 trilyun dan menyumbang sekitar 5,68% dari total PDB subsektor hortikultura. Jumlah

pekerja di bidang florikultura mencapai lebih dari 1 juta jiwa. Dalam lingkup

perdagangan domestik, produk florikultura nasional saat ini semakin populer, tidak

hanya bunga potong melainkan juga tanaman hias daun, daun potong, tanaman pot dan

tanaman taman. Luas area panen komoditas florikultura mencapai 1000 ha dengan

produksi sekitar 400 juta bunga potong dan 250 juta tanaman pot. Sementara

perdagangan internasional saat ini mencapai US $ 19 juta yang meningkat sekitar 5 -

12% setiap tahun sejak lima tahun terakhir.Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor

adalah China, Jepang, Singapura, Vietnam dan Australia.Anggrek, Krisan, Lili, dan

leather leaf fern merupakan beberapa produk unggulan florikultura penting di Indonesia.

Prestasi kinerja industri florikultura nasional masih dapat ditingkatkan mengingat

potensi sumberdaya di dalam negeri, termasuk tenaga kerja, iklim dan tanah, serta

sumberdaya daya genetik sangat kondusif.

Mengingat prospek pengembangan industri florikultura di dalam negeri yang

sangat besar, maka perlu upaya peningkatan daya saing agar industri florikultura

mampu memberi kontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Salah

satu untuk peningkatan daya saing ialah melalui pemacuan aplikasi inovasi. Hal ini juga

sejalan dengan pencapaian sasaran empat sukses Pembangunan Pertanian –

Kementerian Pertanian 2010 – 2014 yang salah satunya ialah peningkatan nilai tambah,

daya saing, kesejahteraan masyarakat,dan nilai ekspor.

Diberbagai negara maju seperti Belanda, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, India,

Jepang, Thailand dan Taiwan, kemajuan industri florikultura sangat didukung dengan

berbagai teknologi pendukung yang memungkinkan akselerasi industri tersebut terjadi

dan salah satunya adalah melalui aplikasi teknologi penyediaan bibit yang berkualitas

dan berkesinambungan. Pada Phalaenopsis, teknologi perbanyakan masa bibit

berkualitas secara in vitro melalui embryogenesis telah dilaporkan pada P. Richard

Shaffer ’Santa Cruz’ (Ishii et al. 1998), P. Tinny Sunshine ‘Annie’, ‘Taisuco Hatarot’,

Teipei Gold ‘Golden Star’, danTinny Galaxy ‘Annie’ (Park et al. 2002), P. Snow

Parade dan P. Wedding Promenade (Tokuhana & Mii 2003), P. Amabilis var. Formosa

Shimadzu (Chen & Chang 2006), P. ‘Little Steve’ (Kuo et al. 2005),P. ‘Hwa Feng Red

Jewel’(Liu et al. 2006),P. Gigantea (Murdad et al. 2006), P. Amabilis (Nhut et al.

2006; Gow et al. 2008), P. amabilis cv. ‘Golden Horizon’ (Sinha & Jahan 2011),P.

Nebula (Gow et al. 2009) dan Phalaenopsis sp. L (Samson et al. 2010). Pada krisan

teknologi perbanyakan cepat bibit berkualitas telah dilaporkan oleh Ilahi et al. (2007),

Misra & Datta (2007), Nahid et al. (2007), Waseem et al. (2009), Barakat et al. (2010),

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

58

Shatnawi et al. 2010 dan Waseem et al. (2011); pada lili dilaporkan oleh Chang et al.

(2000), Langens-Gerrits et al. (2003), Dapkünieneet al. (2004), Kędra & Bach (2005),

Azadi & Khosh-Kui (2007), Altan et al. (2010) dan Bakhshaie et al. (2010); sementara

pada leather leaf fern menggunakan rhizome sebagai sumber eksplan dilaporkan oleh

Bertrand et al. (1999) dan Zenkteler (2006).

Di Indonesia pengembangan teknologi perbanyakan masa tanaman hias juga terus

diupayakan. Pengembangan teknologi perbanyakan masa tanaman hias secara umum

dimulai dari seleksi tanaman donor, penyiapan dan pemeliharaannya; pengambilan dan

sterilisasi eksplan, penyiapan media, inisiasi, penggandaan/multiplikasi, penyiapan

plantlet dan aklimatisasi. Penyiapan teknologi ini merupakan suatu proses

berkesinambungan yang teruji dan terverifikasi. Teknologi yang paling potensial

selanjutnya diuji untuk membuktikan efektivitas dalam penyediaan bibit tanaman hias

berkualitas. Teknologi yang dihasilkan umumnya tidak bisa digeneralisasi mengingat

respon spesifik tiap genotipe tanaman. Oleh karena itu perbaikan dan penyesuaian

aplikasi teknologi diperlukan pada setiap genotipe tanaman yang berbeda.

Untuk mendukung pengembangan agribisnis florikultura, khususnya pada anggrek

(Phalaenopsis dan Dendrobium), krisan, lili, leather leaf fern, gerbera, Rhapis

excelsasebagai komoditas tanaman hias penting di Indonesia. Kementerian Pertanian

dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, melalui Balai Penelitian Tanaman

Hias (Balithi), salah satu unit pelaksana teknis (UPT) dibawah Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hortikultura, dengan seluruh sumber daya dan kerja kerasnya hingga

tahun 2013 telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi produksi bibit tanaman hias

berkualitas. Beberapa teknologi produksi bibit tanaman hias berkualitas tersebut

diantaranya: (1) teknologi perbanyakan Phalaenopsis melalui somatik embriogenesis,

(2) teknologi perbaikan kapasitas regenerasi dan penyiapan bibit krisan secara in vitro,

(3) teknologi pembebasan virus dan viroid pada krisan, (4) teknologi perbanyakan lili

secara in vitro, (5) teknologi perbanyakan masa leather leaf fern secara in vitro.

Teknologi-teknologi tersebut merupakan teknologi produksi bibit tanaman hias

berkualitas yang telah teruji dan terbukti mampu mendukung penyediaan bibit

berkualitas secara berkesinambungan. Teknologi-teknologi tersebut diharapkan

memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan industri florikultura di

Indonesia. Teknologi-teknologi perbanyakan masa bibit berkualitas tanaman hias lain

yang saat ini sedang disiapkan oleh Balithi dan diharapkan tahun 2014 akan

diaplikasikan secara komersial adalah (1) teknologi perbanyakan masa Dendrobium

melalui somatik embriogenesis, (2) teknologi perbanyakan masa Gerbera secara in

vitro, (3) teknologi perbanyakan masa Rhapis excelsa secara in vivo dan (4) teknologi

pembesaran umbi produksi berkualitas pada lili.

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

59

TEKNOLOGI PERBANYAKAN PHALAENOPSIS MELALUI SOMATIK

EMBRIOGENESIS

Teknologi ini merupakan teknologi perbanyakan masa Phalaenopsis yang

berbasis induksi embriogenesis somatik baik yang menggunakan sel meristem pucuk

(meriklon) maupun tangkai bunga. Teknologi ini dihasilkan melalui berbagai aktivitas

kegiatan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Rachmawati et al. 2010;

Shintiavira et al. 2011; Winarto et al. 2012). Teknologi ini juga merupakan kombinasi

beberapa komponen teknologi yang terkait dengan metode pengambilan dan sterilisasi

eksplan, kultur inisiasi, perbanyakan embrio, perkecambahan embrio, penyiapan

plantlet dan aklimatisasi (Gambar 1 dan 2). Berbagai komponen tersebut diuraikan lebih

rinci sebagai berikut:

Cara pengambilan dan sterilisasi eksplan

Tangkai bunga infloresen dengan 1-2 bunga mekar dipanen dari tanaman donor dengan

cara memotongnya pada bagian bawah (2-3 cm dari bagian pangkal tangkai). Tangkai

bunga selanjutnya di usap merata dengan kapas yang telah dibasahi dengan 59omatic

96%. Setelah itu eksplan dipotong menggunakan pisau kultur dengan jarak ± 3 cm

dibawah dan dibagian atas tunas. Eksplan selanjutnya diletakkan dibawah air mengalir

selama 30 menit – 1 jam, direndam dalam larutan detergen 1% selama 30 menit, dan

bilas dengan air hingga bersih. Setelah itu eksplan dibawa ke dalam Laminar Air Flow

Cabinet. Rendam eksplan dalam larutan 0.05% HgCl2 yang telah ditambah beberapa

tetes tween 20 sambil digojok secara manual selama 10 menit. Bilas dengan air steril

hingga bersih (5-6x, @ 5 menit).Potong jaringan yang luka akibat sterilisasi, kupas

seludang yang menutupi mata tunas atau tangkai kuncup. Rendam dalam larutan 0.01 %

HgCl2selama 3 menit. Eksplan selanjutnya dibilas dengan air destilasi steril 5-6x,

masing-masing 5 menit. Eksplan selanjutnya diletakkan dalam petri steril yang berisi

tissue steril dan siap ditanam dalam media.

Penyiapan tunas pucuk

Penyiapan tunas pucuk untuk tujuan isolasi sel meristem dilakukan dengan cara

mengkultur tangkai bunga tanpa tangkai kuncup bunga pada medium ½ MS yang

ditambah dengan 1.5 mg/l TDZ + 0.5 mg/l BAP + 10 g/l sukrosa selama 1 bulan

kemudian disubkultur pada medium ½ MS tanpa hormon. Kultur tangkai bunga

diinkubasi dibawah kondisi terang dengan 16 jam fotoperiode dibawah lampu fluoresen

dengan intensitas ± 13 µmol/m2/s. Tunas yang muncul dari tangkai bunga dengan

ukuran 0,3-0,5 cm siap digunakan sebagai donor eksplan pada isolaso meristem.

Isolasi sel meristem

Potongan eksplan yang mengandung tunas selanjutnya diletakkan dibawah mikroskop

stereo pada perbesaran yang sesuai untuk isolasi. Bractea yang menutup mata tunas

dibuang dengan pisau kultur secara hati-hati agar tidak merusak mata tunas hingga titik

tumbuh tunas terlihat. Tunas dengan titik tumbuh selanjutnya diiris tegak lurus arah

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

60

tumbuh tunas pada empat sisinya dengan ukuran 0.2-0.3 mm. Potong tunas dengan titik

tumbuh hingga 0.4 cm dari titik tumbuh ke arah bawah. Letakkan potongan ditempat

yang berbeda. Potong titik tumbuh dan sel-sel meristem dengan ukuran 0.2 x 0.3 x 0.2

cm. Segera tanam potongan sel-sel meristem tersebut pada medium uji.

Kultur inisiasi

Baik tangkai bunga (pada posisi mendatar dengan bekas luka dibagian atas) maupun

sel-sel meristem yang telah dipersiapkan dikultur pada medium ½ MS yang ditambah

dengan 1.5 mg/l TDZ + 0.5 mg/l BAP + 10 g/l sukrosa selama 1.0-1.5 bulan pada

kondisi gelap. Setelah terbentuk embrio, eksplan disubkultur pada medium ½ MS yang

ditambah dengan 0.75 mg/l TDZ dan 0.25 mg/l BAP hingga embrio sempurna

terbentuk.

Perbanyakan embrio

Embrio hasil kultur inisiasi selenjutnya diperbanyak dengan cara subkultur tunggal

embrio pada medium ½ MS full vitamin atau Rosasol yang ditambah dengan 150 l/l air

kelapa dan 10 mg/l sukrosa. Inkubasi pada kondisi gelap hingga embrio terbentuk.

Pindahkan kultur embrio tunggal pada kondisi terang hingga embrio sempurna

terbentuk. Perbanyakan embrio dapat dilakukan hingga penurunan kualitas embrio

ditemukan (± 6-8 periode subkultur).

Perkecambahan embrio

Perkecambahan embrio dilakukan dengan cara menanam embrio pada medium ½ MS

full vitamin atau Rosasol tanpa penambahan hormone. Inkubasi kultur pada kondisi

terang hingga 2-3 daun sempurna terbentuk. Pembesaran dan penyeragaman plantlet

dilakukan melalui seleksi ukuran plantlet.

Aklimatisasi plantlet

Aklimatisasi plantlet dilakukan dengan cara memanen plantlet yang sehat dan

berkualitas dari botol pembesaran. Plantlet dikeluarkan dari botol, dicuci bersih akarnya

dari sisa agar yang menempel, rendam plantlet dengan larutan 1% fungisida dan

bakterisida selama 3 menit. Tanam plantlet pada pot yang berisi pakis yang telah

disiram dengan air secukupnya. Tutup pot dengan plastik transparan selama ± 7 hari

untuk menjaga kelembaban tanaman dan meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman.

Tempatkan pot-pot plastik pada tempat yang teduh. Setelah 7 hari, buka plastik dan

biarkan tanaman tetap berada pada tempat yang teduh hingga teradaptasi dengan baik

pada kondisi lingkungan ex vitro.

Keunggulan teknologi

Aplikasi kultur sel-sel meristem akan menghasilkan tanaman berkualitas dan bebas

penyakit sistemik. Baik tangkai bunga maupun sel meristem mampu menghasilkan

embrio yang bervariasi dengan 5-25 embrio per eksplan, selanjutnya pada perbanyakan

embrio melalui kultur tunggal embrio akan dihasilkan kisaran jumlah embrio yang

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

61

sama. Jika tiap embrio rata-rata menghasilkan 10 embrio pada tiap periode kultur (± 2.5

bulan), maka dalam waktu 16 bulan akan menghasilkan 100.000 embrio. Jika faktor

koreksi 25% pada tahap pembesaran hingga aklimatisasi, maka 75.000 plantlet akan

dihasilkan setelah 16 bulan dari satu eksplan.

Pada jenis Phalaenopsis yang sangat responsif dan responsif, jumah dan target bibit

berkualitas tersebut mudah dicapai, namun pada jenis yang kurang responsif sedikit

modifikasi diperlukan untuk meningkatkan produktivitas bibit yang dihasilkan.

Gambar 1. Teknologi perbanyakan masa Phalaenopsis melalui kultur meristem. A.

Tunas sebagai donor eksplan untuk isolasi meristem, B. Sel meristem pada

awal kultur, C-D. Sel meristem yang beregenerasi membentuk bakal-bakal

embrio 1.5 dan 2.5 bulan setelah kultur, E. Embrio dewasa hasil regenerasi

sel meristem yang siap untuk perbanyakan, F. Embrio tunggal yang akan

diperbanyak, G. Embrio tunggal yang mulai beregenerasi membentuk

bakal embrio setelah 1 bulan inkubasi, H. Embrio sekunder hasil

perbanyakan embrio tunggal, I-J. Embrio yang dikecambahkan, K. Plantlet

yang siap untuk diaklimatisasikan, dan L. Plantlet yang telah

teraklimatisasi (Winarto et al. 2012; Belum dipublikasikan).

A

J A

H G F A

D C B

L K I

E

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

62

Gambar 2. Teknologi perbanyakan masa Phalaenopsis menggunakan tangkai bunga

sebagai sumber eksplan. A. Tangkai bunga sebagai sumber eksplan, B-D.

Tangkai bunga yang beregenerasi membentuk embrio, E. Embrio dewasa

hasil regenerasi sel meristem yang siap untuk perbanyakan, F. Embrio

tunggal yang akan diperbanyak, G. Embrio tunggal yang mulai

beregenerasi membentuk bakal embrio setelah 1 bulan inkubasi, H.

Embrio yang dikecambahkan, I-J. Embrio berkecambah yang diakarkan,

K. Plantlet yang siap untuk diaklimatisasikan, dan L. Plantlet yang telah

teraklimatisasi (Winarto et al. 2012; Belum dipublikasikan).

Cara aplikasi teknologi

Teknologi ini dapat diaplikasikan langsung oleh pengguna untuk perbanyakan

secara in-vitro pada berbagai jenis Phalaenopsis yang dimiliki. Untuk jenis

Phalaenopsis yang kurang responsif modifikasi komposisi media yang telah

ditemukan terutama pada kombinasi konsentrasi hormon dapat dilakukan untuk

meningkatkan keberhasilannya.

Status Teknologi

Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dengan pengguna

dalam rangka penyiapan bibit berkualitas Phalaenopsis untuk tujuan perbanyakan

hasil pemuliaan, penelitian maupun sebagai bahan pembinaan kader ilmiah bidang

kultur jaringan

A

L K J I

H G F E

D C B

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

63

TEKNOLOGI PERBAIKAN KAPASITAS REGENERASI DAN PENYIAPAN

BIBIT KRISAN SECARA IN VITRO

Teknologi ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas regenerasi

tanaman-tanaman krisan yang telah mengalami degenerasi akibat penggunaan dan

pemanfaatan tanaman secara terus menerus. Selain itu teknologi ini dapat digunakan

untuk menghasilkan bibit krisan berkualitas. Teknologi ini merupakan pengembangan

dan evaluasi berbagai penelitian krisan yang telah dilakukan sebelumnya (Shintiavira et

al. 2012). Teknologi ini memiliki beberapa komponen teknologi, diantaranya: metode

sterilisasi, kultur inisiasi, perbanyakan tunas, dan aklimatisasi (Gambar 3). Berbagai

komponen teknologi tersebut diuraikan lebih rinci sebagai berikut:

Metode sterilisasi

Eksplan yang digunakan adalah stek pucuk krisan (10-15 cm dan 2-3 daun) yang

dipanen dari tanaman induk, baik untuk pemulihan kapasitas dan kualitas

regenerasi maupun untuk penyiapan bibit berkualitas krisan. Stek pucuk

selanjutnya dipersiapkan untuk sterilisasi dengan memotong sebagian daun

dengan pisau/gunting kultur. Eksplan disterilisasi menggunakan 1% larutan tween

20 selama 30 menit sambil digojok, 1% benlate dan agrept selama 30 menit

digojok dan bilas dengan air bersih berulangkali. Eksplan kemudian di rendam

dalam 20% larutan natrium hipoklorida (NaOCl)/klorok/ Bayclean yang telah

ditambah 3-5 tetes tween 20 sambil digojok selama 10 menit, pindahkan eksplan

dalam 10% larutan NaOCl ditambah 3-5 tetes tween 20 sambil digojok selama 10

menit, bilas dengan air steril kemudian rendam dalam larutan 70-80% alcohol

selama 3 menit dan bilas dengan air steril 5-6x (@ 5 menit). Eksplan yang telah

streril di tiriskan di petridisk yang sebelumnya telah dilapisi kertas tissue kering

steril.

Kultur inisiasi

Bagian eksplan yang rusak setelah sterilisasi dipotong dan dibuang. Tiap ruas

dipotong sebagai 1 sumber eksplan. Eksplan selanjutnya dikultur pada media

inisiasi (1/2 MS + 0.5-1.0 mg/l BAP dan 0.1 mg/l IAA) dalam posisi tegak. Kultur

diselanjutnya diinkubasi pada kondisi terang 16 jam fotoperiode dibawah lampu

fluoresen dengan intensitas 13-15 µmol/m2/s hingga tunas aksiler terbentuk dan

tumbuh memanjang dengan 4-5 daun. Subkultur eksplan pada medium inisiasi

dapat dilakukan hingga 2-3x subkultur/sesuai kebutuhan, khususnya untuk tujuan

pemulihan kapasitas regenerasi eksplan.

Perbanyakan tunas

Tunas hasil inisiasi diperbanyak dengan cara mensubkultur tiap nodus yang

teregenerasi pada médium ½ MS yang ditambah dengan 0.1 mg/l IAA. Periode

subkultur eksplan pada tahap perbanyakan ini dapat dilakukan maksimal 8 kali

subkultur. Kecepatan penggandaan eksplan= 1 menjadi 4-5 eksplan tiap 1.5 bulan.

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

64

Aklimatisasi

Pada perbanyakan krisan, pengakaran eksplan bukan merupakan masalah penting,

sehingga pengakaran eksplan tidak diperlukan. Sementara aklimatisasi eksplan

dapat dilakukan secara mudah dengan cara memotong tunas dengan 2-3 daun,

kemudian menanam tunas dalam bak-bak plastik yang berisi arang sekam yang

telah dibasahi cukup dengan air. Tutup bak-bak plastik dengan plastik transparan

yang telah dilubangi selama 5-7 hari. Letakkan bak-bak plastik dalam rumah kaca

yang telah dipersiapkan dengan perlakuan tambahan penyinaran lampu pada

malam harinya (22.00-02.00) menggunakan nite break system. Tunas akan

berakar dengan cepat setelah 15 hari dapat dipindahkan. Tunas selanjutnya

dipindahkan dalam polibag tunggal yang telah diisi dengan campuran 64omati

arang sekam + sekam + pupuk organik/kandang (1:1:1, v/v/v) untuk produksi

bibit produksi dan perunutan generasi.

Keunggulan teknologi

Aplikasi teknologi ini terbukti dapat meningkatkan kemampuan regenerasi dan

kualitas tanaman yang dihasilkan. Teknologi ini dapat menghasilkan benih

berkualitas. Satu sumber eksplan dapat menghasilkan ± 45.000 bibit berkualitas

per tahun dengan kecepatan penggandaan= 1 menjadi 4-5 eksplan tiap 1.5 bulan.

Cara aplikasi teknologi

Teknologi ini dapat diaplikasikan langsung oleh pengguna untuk peningkatan

kualitas dan perbanyakan berbagai jenis krisan yang dimiliki. Untuk jenis krisan

yang kurang responsif modifikasi komposisi media yang telah ditemukan

terutama pada kombinasi konsentrasi hormon dapat dilakukan untuk

meningkatkan keberhasilannya.

Status Teknologi

Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dengan pengguna

dalam rangka peningkatan kualitas dan penyiapan bibit berkualitas krisan untuk

tujuan perbanyakan hasil pemuliaan, penelitian maupun sebagai bahan pembinaan

kader ilmiah bidang kultur jaringan

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

65

Gambar 3. Teknologi peningkatan kapasitas regenerasi dan perbanyakan bibit

berkualitas krisan.

TEKNOLOGI PEMBEBASAN VIRUS DAN VIROID PADA KRISAN

Teknologi ini dikembangkan sejak tahun 2009 melalui berbagai kegiatan

penelitian yang sinambung. Teknologi ini merupakan gabungan antara perlakuan panas

(heat treatment), kultur pucuk/meristem dan antiviral (Budiarto et al. 2008). Teknologi

ini terdiri dari berbagai komponen teknologi, diantaranya: metode sterilisasi, kultur

inisiasi, perbanyakan, pemanasan, isolasi meristem, subkultur, pengecekan status

virus/viroid, perbanyakan dan aklimatisasi (Gambar 4). Berbagai komponen teknologi

tersebut diuraikan lebih rinci sebagai berikut.

Metode sterilisasi

Eksplan yang digunakan adalah stek pucuk krisan (10-15 cm dan 2-3 daun) yang

dipanen berasal dari tanaman induk yang terinfeksi virus atau viroid (berdasarkan hasil

indeksing virus). Stek pucuk selanjutnya dipersiapkan untuk sterilisasi dengan

memotong sebagian daun dengan pisau/gunting kultur. Eksplan disterilisasi

menggunakan 1% larutan tween 20 selama 30 menit sambil digojok, 1% benlate dan

agrept selama 30 menit digojok dan bilas dengan air bersih berulangkali. Eksplan

kemudian di rendam dalam 20% larutan natrium hipoklorida (NaOCl)/klorok/ Bayclean

yang telah ditambah 3-5 tetes tween 20 sambil digojok selama 10 menit, pindahkan

eksplan dalam 10% larutan NaOCl ditambah 3-5 tetes tween 20 sambil digojok selama

A D C B

F

J

G H I

E

A. Tanaman induk sumber eksplan, B. Eksplan nodus pada kultur inisiasi, C. Tunas hasil regenerasi, D. Kultur tunas yang siap disubkultur, E. Nodus eksplan untuk perbanyakan, F. Nodus dengan tunas teregenerasi, G. Plantlet siap aklimatisasi, H. Tunas yang direndam dalam 1% pestisida, I. Tunas yang diaklimatisasi dan hasilnya

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

66

10 menit, bilas dengan air steril kemudian rendam dalam larutan 70-80% alcohol selama

3 menit dan bilas dengan air steril 5-6x (@ 5 menit). Eksplan yang telah streril di

tiriskan di petridisk yang sebelumnya telah dilapisi kertas tissue kering steril.

Kultur inisiasi

Bagian eksplan yang rusak setelah sterilisasi dipotong dan dibuang. Tiap ruas

dipotong sebagai 1 sumber eksplan. Eksplan selanjutnya dikultur pada media inisiasi

(1/2 MS + 0.5-1.0 mg/l BAP dan 0.1 mg/l IAA) dalam posisi tegak. Kultur

diselanjutnya diinkubasi pada kondisi terang 16 jam fotoperiode dibawah lampu

fluoresen dengan intensitas 13-15 µmol/m2/s hingga tunas aksiler terbentuk dan tumbuh

memanjang dengan 4-5 daun.

Perbanyakan tunas terbatas

Tunas hasil inisiasi diperbanyak terbatas dengan cara mensubkultur tiap nodus yang

teregenerasi pada médium ½ MS yang ditambah dengan 0.1 mg/l IAA. Periode

subkultur eksplan pada tahap perbanyakan ini hanya dilakukan 2-3 kali saja. Tunas hasil

subkultur dibiarkan tumbuh hingga 3-4 daun untuk perlakuan panas.

Perlakuan panas

Tunas dengan 3-4 daun yang telah dipersiapkan selanjutnya diberi perlakuan panas

dengan memasukkan botol berisi 5 tunas ke dalam inkubator bersuhu 35-40˚C selama 2-

3 minggu atau hingga daun tanaman layu, namun bagian pangkal tanaman tetap hijau

segar. Setelah itu botol berisi tunas dipindahkan ke ruang inkubasi untuk inisiasi tunas

baru. Setelah tunas tumbuh (± 0.5-1.0 mm) disiapkan untuk isolasi meristem/kultur

pucuk.

Isolasi kultur pucuk/meristem

Isolasi kultur pucuk/meristem dilakukan dibawah mikroskop binokuler. Tunas yang

telah dipersiapkan untuk isolasi kultur pucuk/meristem dipotong dan diletakkan

dibawah mikroskop. Dengan menggunakan pinset yang runcing, buang bakal daun

secara perlahan dan hati-hati hingga daerah apikal dome terlihat. Iris bagian apikal

dome ke arah bawah 0.2-0.3 mm dan tanam pada medium MS/ ½ MS full vitamin tanpa

hormon yang ditambah dengan 10 ppm ribavirin dan inkubasi pada kondisi terang

seperti pada kultur inisiasi.

Perbanyakan terbatas tunas hasil isolasi pucuk/meristem

Setelah pucuk/meristem tumbuh dengan 2-3 daun lakukan subkultur pada medium yang

sama hingga 4-6 kali periode subkultur (tergantung respon varietas). Semua kultur

diinkubasi pada kondisi terang

Indeksing virus/viroid

Tunas hasil perbanyakan terbatas yang telah mendapatkan perlakuan panas, kultur

pucuk/meristem dan aplikasi antiviral selanjutnya diindeksing virus/viroid lagi untuk

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

67

memastikan bersih-tidaknya tunas dari adanya infeksi virus/viroid. Uji ini dilakukan

dengan cara mengirim beberapa sampel tunas ke laboratorium uji virus/viroid yang

terakreditasi

Perbanyakan tunas yang bebas virus/viroid

Setelah ada hasil uji resmi dari laboratorium terakreditasi bahwa tunas hasil isolasi

pucuk/meristem dinyatakan bebas virus/viroid, maka perbanyakan tunas dilakukan

untuk tujuan penyediaan bibit berkualitas bebas virus sesuai target yang ditentukan.

Aklimatisasi tunas bebas virus/viroid

Aklimatisasi tunas bebas virus/viroid dilakukan dengan cara memotong tunas dengan 2-

3 daun, kemudian menanam tunas dalam bak-bak plastik yang berisi arang sekam yang

telah dibasahi cukup dengan air. Tutup bak-bak plastik dengan plastik transparan yang

telah dilubangi selama 5-7 hari. Letakkan bak-bak plastik dalam rumah kaca yang telah

dipersiapkan dengan perlakuan tambahan penyinaran lampu pada malam harinya

(22.00-02.00) menggunakan nite break system. Tunas akan berakar dengan cepat

setelah 15 hari dapat dipindahkan ke polibag-polibag yang telah diisi dengan campuran

67omati arang sekam + sekam + pupuk organik/kandang (1:1:1, v/v/v) untuk produksi

bibit sebagai tanaman induk dan perunutan generasi.

Keunggulan teknologi

Aplikasi teknologi ini terbukti dapat meningkatkan kemampuan regenerasi dan kualitas

tanaman dan dalam kondisi bebas virus/viroid. Pemeliharaan tanaman dalam rumah

kasa bebas hama akan tetap menjaga kualitas tanaman yang bebeas virus/viroid.

Tanaman bebas virus/viroid ini dapat digunakan sebagai tanaman induk baru baik untuk

produksi benih maupun tanaman produksi. Untuk pembebasan virus/viroid diperlukan

waktu ± 10 bulan. Potensi bibit bebas virus/viroid yang dihasilkan sama dengan

perbanyakan in vitro krisan. Satu sumber eksplan dapat menghasilkan ± 45.000 bibit

berkualitas per tahun dengan kecepatan penggandaan= 1 menjadi 4-5 eksplan tiap 1.5

bulan.

Cara aplikasi teknologi

Teknologi ini dapat diaplikasikan langsung oleh pengguna untuk peningkatan kualitas

dan perbanyakan bibit berkualitas bebas virus/viroid pada krisan yang dimiliki. Untuk

jenis krisan yang kurang responsif modifikasi komposisi media yang telah ditemukan

terutama pada kombinasi konsentrasi hormon dapat dilakukan untuk meningkatkan

keberhasilannya.

Status Teknologi

Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dengan pengguna dalam

rangka peningkatan kualitas dan penyiapan bibit berkualitas krisan untuk tujuan

perbanyakan hasil pemuliaan, penelitian maupun sebagai bahan pembinaan kader ilmiah

bidang kultur jaringan

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

68

Gambar 4. Teknologi pembebasan virus/viroid pada krisan. A.Tanaman krisan yang

terserang virus/viroid, B. Tunas tanaman terserang virus yang dikultur

pada medium inisiasi, C. Tunas yang beregenerasi membentuk tunas

aksiler (± 1 bulan setelah kultur) untuk tujuan pembebasan virus/viroid, D.

Tunas aksiler hasil perbanyakan terbatas untuk tujuan pemanasan, E.

Tunas terserang virus yang dipanaskan pada suhu 35-40˚C selama 2-3

minggu, F. Tunas hasil pemanasan yang akan diisolasi tunas pucuknya, G.

Tunas aksiler yang diperbanyak pada medium yang mengandung 10 ppm

ribavirin dan disubkultur 4 kali, H. Alat untuk pengecekan virus, I. Hasil

pengecekan virus, J. Node tanaman yang sudah bebas dari virus/viroid

yang diperbanyak. K. Tunas aksiler bebas virus yang siap diaklimatisasi,

L. Tanaman bebas virus/viroid yang telah diaklimatisasi.

TEKNOLOGI PERBANYAKAN LILY SECARA IN VITROMENGGUNAKAN

PETAL DAN TANGKAI BUNGA SEBAGAI SUMBER EKSPLAN

Teknologi ini bermanfaat untuk memproduksi plantlet dan umbi mikro berkualitas

yang mudah diaklimatisasi dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Teknologi ini

dikembangkan dari kegiatan penelitian terstruktur yang telah dilakukan sebelumnya

(Pramanik & Rachmawati 2010). Teknologi ini terdiri dari beberapa komponen

teknologi, diantaranya: metode sterilisasi, kultur inisiasi, perbanyakan tunas, inisiasi

A B C D

E F G H

I J K L

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

69

umbi mikro, aklimatisasi (Gambar 5). Berbagai komponen teknologi tersebut diuraikan

lebih rinci sebagai berikut:

Metode sterilisasi

Eksplan yang digunakan adalah petal dan tangkai bunga dari kuncup bunga yang

masih berwarna hijau dan berukuran 4-7 cm. Eksplan disterilisasi menggunakan

1-2% benlate dan agrept selama 30 menit digojok pelan. Selanjutnya,kuncup

bunga gojok pelan dilarutan 70-80% alkohol selama 3 menit dan 2.5-5.0% NaOCl

+tween 20 selma 10 menit. Kemudian di rendam dalam larutan antibiotik 20 ppm

Selama 30 menit. Tahap terakhir adalah di gojok pada air akuades steril 5 kali,

masing-masing selama 3-5 menit. Eksplan yang telah streril di tiriskan di petridisk

yang sebelumnya telah dilapisi kertas tissue kering steril.

Kultur inisiasi

Eksplan dipotong-potong ± 0.5-1.5 cm dan dilukai, kemudian dikultur pada

media inisiasi MS + 0,5-1 ppm NAA + 0,08-0.1 ppm TDZ, dengan posisi petal

telungkup dan posisi tangkai bunga horisontal. Inkubasi gelap dilakukan selama

4-8 minggu dalam suhu 24±10C. Setelah tumbuh kalus dan/atau tunas kultur

dipindah ke kondisi terang (penyinaran 12 jam/hari) selama 4-6 minggu sampai

terbentuk tunas yang siap diregenerasikan.

Perbanyakan tunas

Tunas yang terbentuk diregenerasi di media MS + 0,5-1,0 ppm BA, dalam kondisi

terang. Sub kultur dilakukan setiap 4 minggu, dengan mengkultur tanaman secara

tunggal. Tingkat multiplikasi (Range of Multiplication) 3-5 kali, dan batas

maksimal pengkulturan 6 kali. Setelah 6 kali harus dilakukan kultur aseptik

kembali, hal tersebut dilakukan agar kestabilan genetiknya dapat terjaga.

Inisiasi Umbi Mikro

Induksi umbi mikro dilakukan setelah tunas terbentuk sempurna dan berukuran

cukup besar. Planlet dipangkas hingga tersisa ¼ bagian dan dikultur pada media

MS tanpa hormon. Inkubasi dilakukan pada kondisi gelap selama 6-8 minggu.

Aklimatisasi

Setelah terbentuk umbi mikro, kultur dipindahkan kekondisi terang selama 1

minggu. Dan setelah daun berwarna hijau kembali, planlet siap aklimatisasi.

Planlet ditanam pada arang sekam dan disungkup plastik transparan ±1 bulan.

Kemudian ditanam tunggal pada polybag dengan media arang sekam + humus

bambu + sekam (1:1:1, v/v/v) untuk pembesarannya.

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

70

A.Kriteria eksplan untuk perbanyakan in-vitro

lily. A.1. Kuncup bunga panjang 6 cm,

A.2.Kuncup bunga panjang 5 cm dan A.3

Kuncup bunga panjang 4 cm

B.Petal dan tangkai bunga steril

C.Potongan daun dan petiols

D-E.Eksplan petal yang membengkak

F.Inisiasi kalus pada eksplan petal

G.Inisiasi tunas pada eksplan tangkai bunga

I.Planletlili yang telah diregenerasikan secara

in vitro

J.Planlet untuk induksi pengumbian mikro

K.Indivisu umbi mikro

L. Kultur umbi mikro

M.Planlet lili yang siap diaklimatisasi;

N. Aklimatisasi lili

0.Tanaman lili dalam compot

Gambar 5. Diagram alir urutan kerja teknologi unggulan perbanyakan lily secara in

vitro dengan eksplan petal dan tangkai Bunga

Keunggulan Teknologi

Hasil penelitian menginformasikan bahwa penggunaan petal dan tangkai bunga

sebagai sumber eklsplan alternatif dalam poliferasi lily secara in vitro sangat

A B C D

E F G H

L K

¼ bagian planlet

I J

M N O

1 2 3

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

71

menguntungkan karena eksplan sangat mudah diperoleh, memiliki potensi lebih

steril, dan memiliki tingkat proliferasi tunas yang cukup tinggi.

Keberhasilan teknologi ini dapat dilihat dari produksi tanaman lily dalam 1 tahun.

Apabila keberhasilan inisiasi 60% x 30 petal dan/atau petiol maka dihasilkan 18

tunas, dengan periode sub-kultur 6 kali dan tingkat multiplikasi 3 kali, dan dengan

keberhasilan multiplikasi 80% maka akan dihasilkan: 80%x18 x 36 = 10497,6

planlet/tahun. Setiap planlet dapat menginduksi 2-3 umbi mikro, maka akan

dihasilkan: 10497,6 x 2 = 20995,2 umbi mikro/tahun. Apabila keberhasilan

aklimatisasi adalah 80% maka dapat dihasilkan bibit 16736,16 bibit aklimatisasi.

Jika faktor koreksi produksi 15%, maka benih produksi akhir dalam 1 tahun

mencapai 14225,736 bibit.

Cara aplikasi teknologi

Teknologi ini dapat diaplikasikan langsung oleh pengguna untuk perbanyakan

secara in-vitro pada jenis lily lainnya dengan memodifikasi komposisi media yang

telah ditemukan terutama pada kombinasi konsentrasi hormon sitokinin dan

auksinnya.

Status Teknologi

Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dalam rangka

penyiapan bibit berkualitas lily untuk tujuan perbanyakan hasil pemuliaan,

penelitian maupun sebagai bahan pembinaan kader ilmiah bidang kultur jaringan.

TEKNOLOGI PERBANYAKAN FERN (LEATHER LEAF) SECARA IN VITRO

MENGGUNAKAN RHIZOME SEBAGAI DONOR EKSPLAN

Teknologi ini sangat bermanfaat terutama berkaitan dengan produksi bibit

berkualitas karena menggunakan rhizome sebagai sumber donor eksplan. Teknologi ini

dikembangkan sejak tahun 2008 dan telah dipublikasikan dijurnal internasional

(Winarto & Teixeira 2012a dan 2012b). Hasil yang lebih sigifikan dalam perbanyakan

masa saat ini telah dihasilkan dan akan dipublikasikan juga di jurnal internasional.

Teknologi ini terdiri dari beberapa komponen teknologi, diantaranya: metode sterilisasi,

sistem kultur jembatan kertas, media inisiasi, media proliferasi, penyiapan plantlet dan

aklimatisasi (Gambar 6). Berbagai komponen teknologi tersebut diuraikan lebih rinci

sebagai berikut:

Metode sterilisasi

Ambil rhizome yang masih aktif tumbuh dan potong ± 1-2 cm dari tanaman donor.

Bersihkan rhizome dari tanah dan sisik yang melekat dibawah air mengalir. Rendam

dalam larutan alcohol 96% selama 3 menit sambil digojok secara manual dengan

tangan. Letakkan di bawah air mengalir selama 2-3 jam. Bawa rhizome ke laminar air

flow cabinet dan lanjutkan sterilisasi dengan merendam rhizome dalam 0.05% larutan

HgCl2 selama 10 menit sambil digojok secara manual dengan tangan. Bilas dengan air

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

72

destilasi steril 5-6 kali (@ 5 menit). Tiriskan rhizome dalam cawan petri steril yang

berisi kertas tisu steril.

Kultur inisiasi

Ambil rhizome steril, potong bagian pangkal yang rusak akibat proses sterilisasi.

Letakkan rhizome yang telah dipotong dalam posisi tegak di atas jembatan kertas pada

botol kultur yang telah diisi dengan medium inisiasi (media ½ MS yang mengandung

2.5 mg/l 2,4-D, 2.5 mg/l TDZ dan 30 g/l sukrosa). Inkubasi dalam ruang gelap pada

suhu 24 ± 1̊C selama 15 hari. Pindahkan kultur pada inkubasi terang dengan 16 jam

fotoperiode dibawah lampu fluoresen dengan intensitas ± 30 µmol/m2/s pada suhu yang

sama. Setelah 15 hari inkubasi terang, subkultur rhizome pada medium ½ MS yang

ditambah dengan 0.25 mg/l 2,4-D, 0.25 mg/l TDZ and 1.0 mg/l BAP. Bakal tunas

umumnya beregenerasi membentuk bakal-bakal daun 1 bulan sejak kultur inisiasi

Perbanyakan tunas

Tunas yang telah beregenerasi selanjutnya disubkultur pada medium ½ MS yang

mengandung 0.13 mg/l 2,4-D, 0.13 mg/l TDZ, 0.5 mg/l BAP dalam bentuk semi padat

dan inkubasi pada kondisi terang dengan 16 jam fotoperiode di bawah lampu fluoresen

dengan intensitas ± 30 µmol/m2/s pada suhu 24 ± 1̊ C selama 1 bulan. Subkultur tunas

pada medium ½ MS yang mengandung 0.25 mg/l BAP dan 0.5-1.0 mg/l kinetin.

Inkubasi pada kondisi yang sama. Jumlah rhizome umumnya bertambah dari 1 hingga

10 buah dengan rata-rata 3-5 rhizome/tunas per eksplan. Perbanyakan tunas dapat

dilakukan hingga 6-7 kali subkultur. Pada subkultur 3-4 umumnya akar sudah mulai

terbentuk

Penyiapan plantlet dan aklimatisasi

Plantlet disiapkan dengan cara memisahkan rhizome-rhizome yang telah berakar

menjadi plantlet-plantlet tunggal dan menanamnya pada medium ½ MS yang

mengandung hormone rendah, 1% arang aktif, dan 20 g/l sukrosa. Setelah plantlet

cukup kuat, plantlet diambil, dikeluarkan dan dibersihkan akarnya dari sisa-sisa agar

yang menempel. Plantlet selanjutnya ditanam dalam bak-bak plastic yang berisi arang

sekam yang telah dibasahi air. Tutup dengan plastik transparan, letakkan di tempat yang

agak teduh di rumah kaca selama 7-10 hari. Buka plastik dan biarkan tanaman tetap

pada tempat teduh. Setelah 1 bulan masa aklimatisasi, tanaman dipindah dalam pot-pot

tunggal yang berisi media campuran arang sekam dan pupuk organik (1:1, v/v). Setelah

1 bulan pengepotan tanaman tunggal, tanaman siap digunakan oleh petani/pengguna.

Keberhasilan aklimatisasi berkisar antara 80-100%.

Keunggulan teknologi.

Teknologi ini berbasis penggandaan tunas pucuk menggunakan kombinasi hormone

2,4-D dan TDZ. Hormon ini digunakan untuk memecah masa dormansi regenerasi tunas

yang lambat pada leather leaf/fern. Teknologi ini mampu menginisiasi regenerasi tunas

dalam waktu kurang dari 1.5 hari. Regenerasi lanjut terjadi 1.5-2.0 bulan kemudian.

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

73

Pengakaran terjadi setelah 3-4 kali subkultur atau 7-9 bulan setelah kultur inisiasi.

Kecepatan penggandaan tunas adalah 3-5 tunas per 2 bulan. Dalam 1 tahun dari 1

eksplan dapat dihasilkan 231.444 tanaman dengan kualitas pertumbuhan dan

perkembangan yang lebih baik (pada kondisi optimal). Hasil ini berada jauh diatas

perbanyakan konvensional yang hanya menghasilkan 16-20 tanaman per tahun.

Cara aplikasi teknologi

Teknologi ini dapat diaplikasikan dalam perbanyakan leather leaf fern dan jenis paku-

pakuan yang lain. Kunci sukses teknologi ini terletak pada keberhasilan kultur inisiasi

menggunakan sistem jembatan kertas kecil hingga subkultur eksplan pada media semi

padat. Sistem ini adalah sistem kecil dengan tingkat keberhasilan yang tinggi mencapai

70% eksplan beregenerasi. Sistem ini pula yang mampu menekan terjadinya

kontaminasi baik oleh bakteri maupun jamur hingga 80%.

Gambar 6. Diagram alir urutan kerja teknologi perbanyakan leather leaf fern secara in

vitro melalui penggandaan tunas

a

g

f

d c e b

j i h

a. Tanaman hasil kultur/induk b. Rhizome sebagai sumber eksplan c. Rhizome diatas jembatan kertas

d-e Rhizome yang beregenerasi f. Regenerasi tunas pada media semi

padat g. Penggandaan tunas h. Penyiapan plantlet i. Plantlet siap aklimatisasi j. Aklimatisasi plantlet

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

74

Status teknologi

Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dalam rangka penyiapan

bibit berkualitas leather leaf fern untuk tujuan peremajaan lahan maupun pembukaan

lahan baru maupun sebagai bahan pembinaan kader ilmiah bidang kultur jaringan.

PROSPEK APLIKASI TEKNOLOGI PERBANYAKAN MASA BIBIT

TANAMAN HIAS

Berbagai teknologi perbanyakan masa bibit berkualitas tanaman hias, baik yang

telah dihasilkan, maupun yang sedang dan akan dikembangkan oleh Balithi diharapkan

dapat menjadi salah satu faktor penggerak kemajuan industri florikultura di Indonesia.

Uji coba dan penerapan berbagai teknologi tersebut perlu dilakukan tidak hanya terbatas

pada varietas-varietas unggul baru yang dihasilkan oleh Balithi, tetapi juga diarahkan

untuk mengembangkan juga varietas/klon-klon unggul baru yang dihasilkan oleh pelaku

usaha agribisnis florikultura Nasional dan varietas-varietas unggul introduksi yang

banyak digunakan oleh masyarakat dan sudah menjadi milik publik (public domain).

Tersedianya bibit berkualitas tanaman hias secara berkesinambungan diharapkan dapat

meningkatkan kualitas dan produktivitas pelaku usaha tanaman hias, yang berdampak

terhadap pendapatan petani, menurunnya ketergantungan terhadap bibit impor dan

meningkatkan potensi ekspor produk florikultura nasional.

PENUTUP

Industri florikultura merupakan sektor pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia.

Kemajuan industri ini dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah ketersediaan

teknologi perbanyakan masa bibit berkualitas tanaman hias, yang efektif dan efisien.

Dalam kontek penyediaan teknologi perbanyakan masa tersebut, Balithi sebagai UPT

dibawah Puslitbanghorti yang melakukan penelitian dan pengembangan tanaman hias

memiliki peran yang sangat penting. Berbagai teknologi perbanyakan masa bibit

berkualitas tanaman hias telah, sedang dan akan dihasilkan oleh Balithi. Teknologi-

teknologi tersebut diharapkan memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung

kemajuan industri florikultura di Indonesia dengan meningkatkan ketersediaan bibit

berkualitas secara berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Altan, F, Bürün, B, Şahin, N 2010, ‘Fungal contaminants observed during micropropagation of Lili

candidum L. And the effect of chemotherapeutic substances applied after sterilization’, Afr. J.

Biotech., vol. 9, no. 7, pp. 991-995,

2. Azadi, P, Khosh-Khui, M 2007, ‘Micropropagation of Lili ledebourii (Baker) Boiss as affected by

plant growth regulator, sucrose concentration, harvesting season and cold treatments’, Elect. J.

Biotech., vol. 10, no 4, pp. 1-10.

3. Bakhshaie, M, Babalar, M, Mirmasoumi, M, Khalighi, A 2010, ‘Somatic embryogenesis and plant

regeneration of Lili ledebourii (Baker) Boiss., an endangered species’, Plant Cell Tiss Organ Cult.

Vol. 102, pp. 229–235.

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

75

4. Bertrand, AM, Albuerne, MA, Fernández, H, González, A., Sánchez-Tamés, R 1999, ‘In vitro

organogenesis of Polypodium cambricum’,Plant Cell Tiss. Organ Cult.,vol. 57, no. 1, pp. 65-69.

5. Budiarto, K, Sulyo, Y, Rahardjo, IB, Pramanik, D 2008, ‘Pengaruh Durasi Pemanasan Terhadap

Keberadaan Chrysanthemum Virus-B pada Tiga Varietas Krisan Terinfeksi’, J. Hort., vol. 18, no. 2,

pp. 185-192.

6. Chang, C, Chen, CT, Tsai, YC, Chang, WC 2000, ‘A tissue culture protocol for propagation of a

rare plant, Lili speciosum Thumb. Var. Gloriosoides Baker’, Bot. Bull. Acad, Sin., vol. 41, pp. 139-

142.

7. Chen, JT, Chang, WC 2006,‘Direct somatic embryogenesis and plant regeneration from leaf

explants of Phalaenopsis amabilis’,Biol. Plant., vol. 50, no. 2, pp. 169-173.

8. Dapküniene, S, Indrišiünaite, G, Juodkaite, R, Navalinskiene, M, Samuitiene, M 2004, ‘Tissue

culture for elimination of lily virusesdepending on explant type’, Acta Universitatis Latviensis,

Biology, vol. 676, pp. 163–166.

9. Gow, WP, Chen, JT,Chang, WC 2008,‘Influence of growth regulators on direct embryo formation

from leaf explants of Phalaenopsis orchids’, Acta Physiol. Plant., vol. 30, pp. 507–512.

10. Gow, WP, Chen, JT, Chang, WC 2009,‘Enhancement of direct somatic embryogenesis and plantlet

growth from leaf explants of Phalaenopsis by adjusting culture period and explant length’,Acta

Physiol Plant. Published online: 22 December 2009

11. Ilahi, I, Jabeen, M, Sadaf, SN 2007, ‘Rapid Clonal Propagation of ChrysanthemumThrough

Embroyogenic Callus Formation’, Pak. J. Bot., vol. 39, no. 6, pp. 1945-1952.

12. Ishii, Y, Takamura, T, Goi, M, Tanaka, M 1998,‘Callus induction and somatic embryogenesis of

Phalaenopsis’,Plant Cell Rep.,vol. 17, pp. 446–450.

13. Kędra, M, Bach, A 2005, ‘Morphogenesis of Lili Martagon L. Explants in Callus Culture’, Acta

Biol. Crac. Series Bot., vol. 47, no. 1, pp. 65–73.

14. Khawar, KM, Cocu, S, Parmaksiz, I, Sarihan, EO, Özcan, S 2005, ‘Mass Proliferation of Madonna

Lily (Lili candidum L) under In Vitro Conditions’, Pak. J. Bot., vol. 37, no. 2, pp. 243-248.

15. Kuo, HL, Chen, JT, Chang, WC 2005,‘Efficient plant regeneration through direct somatic

embryogenesis from leaf explants of Phalaenopsis ‘Little Steve’,In VitroCell. Dev. Biol.—Plant.,

vol. 41, pp. 453–456.

16. Langens-Gerrits, M, De Klerk, GJ, Croes, A 2003, ‘Phase change in lily bulblets regenerated in

vitro’, Physiol. Plant., vol. 119, pp. 590–597.

17. Liu, THA, Lin, JJ, Wu, RY 2006,‘The effects of using trehalose as a carbon source on the

proliferation of Phalaenopsis and Doritaenopsis protocorm-like-bodies’,Plant Cell, Tiss. Organ

Cult., vol. 86, pp. 125–129.

18. Misra, P, Datta, SK 2007, ‘Standardization of in vitro protocol in Chrysanthemum cv. Madam E

Roger for development of quality planting material and to induce genetic variability using

radiation’, Indian J. Biotechnol., vol. 6, pp. 121-124.

19. Murdad, R, Hwa, KS, Seng, CK, Latip, MA, Aziz, ZA, Ripin, R 2006,‘High frequency

multiplication of Phalaenopsis 75omatic75n using trimmed bases protocorms technique Sci.

Hort.,vol. 111, pp.73–79.

20. Nahid, JS, Syamali, S, Kazumi, H 2007, ‘High frequency shoot regeneration from petal explants of

Chrysanthemum morifolium Ramat in vitro. Pak. J. Biol. Sci., vol. 10, no.19, pp. 3356-3361.

21. Nhut, DT, Hai, NT, Don, NT, Teixeira da Silva, JA, Tran Thanh Van, K 2006, ‘Latest applications

of Thin Cell Layer (TCL) culture systems in plant regeneration and morphogenesis. In: Teixeira da

Silva JA (ed) Floriculture,Ornamental and Plant Biotechnology: Advances and Topical Issues (1st

edn, Vol II), Global Science Books, London, UK, pp. 465-471

22. Park, SY, Murthy, HN, Paek, KY 2002,‘Rapid propagation of Phalaenopsis from floral stalk-

derived leaves’,In Vitro Cell. Dev. Biol.—Plant., vol. 38, pp. 168–172.

23. Pramanik, D, Rachmawati, F, 2010, ‘Pengaruh jenis media kultur in vitro dan jenis eksplan terhadap

morfogenesis lili oriental’, J. Hort., vol. 20, no. 2, pp. 111-119.

24. Rachmawati, F, Pramanik, D, Winarto, B, Soedarjo, M 2010, ‘Seleksi media dan eksplan pada

75omatic75nesis75omaticPhalaenopsis cv. Puspa Tiara Kencana’,Laporan Hasil Penelitian. Balai

Penelitian Tanaman Hias Jln. Raya Ciherang/PO. Box 8 Sindanglaya, Pacet-Cianjur 43253, Jawa

Barat. 26 Halaman.

25. Samson, I, Hamama, L, Letouze, R, Samson, I 2010,‘The role of new synthetic cytokinin in the

improvement of mass propagation of Phalaenopsis via protocorms regeneration’, ISHS Acta

Horticulturae 508 : XIX International Symposium on Improvement of Ornamental Plants (Abstract).

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

76

26. Shintiavira, H, Pramanik, D, Rachmawati, F, Rianawati, S, 2011, ‘Perbedaan Sistem Kultur (Solid,

Liquid, Thin Film Liquid dan Paper Bridge) pada Perbanyakan Klonal Phalaenopsis’, Laporan

Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Hias. Jln. Raya Ciherang, Pacet-Cianjur 43253, Jawa

Barat. 25 Halaman.

27. Shintiavira, H, Soedarjo, M, Suryawati, Winarto, B 2012, ‘Studi Pengaruh Substitusi Hara Makro

dan Mikro Media MS dengan Pupuk Majemuk dalam Kultur In Vitro Krisan’, J. Hort., vol 21, no.4,

pp. 334-341.

28. Tokuhara, K,Mii, M 2003,‘Highly-efficient somatic embryogenesis from cell suspension cultures of

Phalaenopsis orchids by adjusting carbohydrate sources’,In Vitro Cell. Dev. Biol.—Plant., vol39,

pp.635–639.

29. Shatnawi, M, Al-Fauri, A, Megdadib, H, Al-Shatnawic, MK, Shiblid, R, Abu-Romman, S, Al-

Ghzawi, AL 2010, ‘In Vitro Multiplication of Chrysanthemum morifolium Ramat and it is

Responses to NaCl Induced Salinity’, Jordan J. Biol. Sci., vol. 3, no. 3, pp,101-110.

30. Sinha, P, Jahan, MAA 2011,‘Clonal Propagation of Phalaenopsis amabilis (L.) BL. Cv. ‘Golden

Horizon’ Through In vitro Culture of Leaf Segments’,Bangladesh J. Sci. Ind. Res.,vol. 46, no. 2, pp.

163-68.

31. Waseem, K, Jilani, MS, Khan, MS 2009, ‘Rapid plant regeneration of chrysanthemum

(Chrysanthemum morifolium l.) through shoot tip Culture’, Afr. J. Biotechnol., vol. 8, no. 9, pp.

1871-1877.

32. Waseem, K, Jilani, MS, Khan, MS, Kiran, M, Khan, G 2011, ‘Efficient in vitro regeneration of

chrysanthemum (Chrysanthemum morifolium L.) plantlets from nodal segments’, Afr. J.

Biotechnol., vol. 10, no. 8, pp. 1477-1484.

33. Winarto, B, Shintiavira, H, Wegadara, M 2012, ‘Optimasi media-sumber karbon, posisi-ukuran

eksplan, dan media proliferasi yang optimal untuk perbanyakan Phalaenopsis Balithi secara

meriklon dan perbanyakan klon-klon terpilih’, Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman

Hias, Jln. Raya Ciherang, Pacet-Cianjur 43253, Jawa Barat, 38 Halaman.

34. Winarto, B, Teixeira da Silva, JA2012a, ‘Improved micropropagation protocol for leatherleaf fern

(Rumohra adiantiformis) using rhizomes as donor explants’,Sci. Hort.,vol. 140, pp. 74–80.

35. Winarto, B, Teixeira da Silva, JA 2012b, ‘Sterilization procedure for in vitro culture of leather leaf

fern (Rumohra adiantiformis). Int. J. Plant Dev. Biol., vol. 6, no. 1, pp. 46-50.

36. Zenkteler, E 2006, ‘Micropropagation of Matteucia struthiopteris (L.) Tod. Through meristem

proliferation from rhizomes’,Biodiv. Res. Conserv., vol. 1-2, pp. 167-173.

DISKUSI

Pertanyaan 1, Tri Martini, BPTP Yogyakarta

Apakah teknologi perbanyakan masa tanaman hias yang diampaikan dapat diterapkan

didaerah?

Jawab

BPTP bisa mendapatkan teknologi-teknologi tersebut, baik berupa produk atau

pendampingan teknologi. Bahkan jika diperlukan dapat juga diadakan pelatihan

langsung untuk beberapa kelompok tani, BPTP hingga pelaku agribisnis tanaman hias

dilokasi yang dikehendaki. Caranya tinggal mengajukan surat kepada Balithi, nanti

Balithi akan menindak-lanjuti sesuai dengan kebutuhan pelatihan teknologi yang

dibutuhkan.

Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013

77

Pertanyaan 2, Fitri, Kebun Raya Bogor

Terkait dengan teknologi perbanyakan anggrek yang berhasil dikembangkan oleh

Balithi, apakah sudah ada media optimal yang dapat digunakan untuk perbanyakan

anggrek yang lain? Berapa lama waktu yang diperlukan untuk menghasilkan benih

berkualitas anggrek dari sejak inisiasi hingga tanaman teraklimatisasi

Jawab

Sebenarnya tiap anggrek dan tiap sumber eksplan memerlukan media spesifiknya

masing-masing. Media yang optimal untuk satu jenis anggrek, sepenjang digunakan

untuk jenis anggrek yang sama dimungkinkan dapat menghasilkan benih berkualitas

seperti yang diharapkan, namun untuk jenis yang berbeda, pasti diperlukan modifikasi

untuk meningkatkan kesesuaiannya. Berikutnya terkait dengan waktu yang diperlukan,

akan sangat tergantung dari jumlah benih yang diperlukan, respon spesifik tanaman dan

kesesuaian eksplan dengan media. Pada jenis genotipe yang responsif, waktu yang

diperlukan sejak inisiasi hingga produksi benih (1000 tanaman) berkisar antara 1.3-1.6

tahun, namun pada tanaman dengan respon lambat waktu yang diperlukan dengan

jumlah yang sama diperlukan waktu hingga 2.5-3.0 tahun.

Pertanyaan 3, Ibu Juang, IPB

Apakah teknologi pembebasan virus pada krisan telah digunakan oleh pihak lain?

Bagaimana tanggapan pengguna?

Jawab

Teknologi pembebasan virus pernah dimanfaatkan oleh PT Saung Mirwan dalam

membantu menyediakan krisan bebas virus, teknologi ini juga digunakan secara berkala

untuk penyiapan tanaman induk bebas virus oleh UPBS Balithi. Tentang tanggapan dari

pengguna cukup baik dan perlu ditingkatkan untuk jenis tanaman yang lain

Pertanyaan 4, Rosana, Asbindo

Selama ini umbi lili yang banyak diusahakan di Indonesia umumnya diimpor dari

Negara lain seperti Belanda, apakah Balithi juga sudah mampu menyiapkan umbi

produksi untuk lili hasil pemuliaannya?

Jawab

Memang disadari oleh kami bahwa perbanyakan lili yang mudah dalam penyiapan

plantlet dan umbi mikro, namun saying teknologi pembesaran umbi produksi belum

disiapkan oleh Balithi. Perlu diinformasikan bahwa dari kegiatan tahun 2013 dan 2014,

diharapkan Balithi sudah menghasilkan teknologi pembesaran umbi tersebut yang bias

digunakan untuk membantu pelaku usaha lili dalam menyiapkan umbi produksi.