Proposal Pdsi Jadi

download Proposal Pdsi Jadi

of 18

Transcript of Proposal Pdsi Jadi

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    1/18

    PEMILIHAN BIT PADA KEGIATAN PENGEBORAN

    Diajukan untuk Memenuhi Syarat

    Permohonan Tugas Akhir

    Oleh

    Dawud Prionggodo

    03101402091

    JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS SRIWIJAYA

    2014

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    2/18

    IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN

    TUGAS AKHIR MAHASISWA

    1. 

    Judul : PEMILIHAN BIT  PADA KEGIATAN PENGEBORAN

    2.  Pengusul

    a.  Nama : Dawud Prionggodo

     b.  Jenis Kelamin : Laki - laki

    c.  NIM : 03101402091

    d.  Semester : IX (Sembilan)

    e.  Fakultas / Jurusan : Teknik / Teknik Pertambangan

    f. 

    Institusi : Universitas Sriwijaya

    3.  Lokasi Penelitian : PT. PERTAMINA DRILLING SERVICEINDONESIA di Propinsi Jambi

    Palembang, 10 November 2014Pengusul,

    Dawud PrionggodoNIM. 03101402091

    Pembimbing Proposal,

    Ir. Ubaidillah Anwar Prabu, MS

    NIP. 195510181988031001

    Menyetujui :Ketua Jurusan Teknik PertambanganFakultas Teknik Universitas Sriwijaya

    Hj. RR. Harminuke Eko Handayani, S.T., M.T.

    NIP. 196902091997032001

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    3/18

    A. JUDUL

    PEMILIHAN BIT  PADA KEGIATAN PENGEBORAN

    B. LOKASI

    PT. PERTAMINA DRILLING SERVICE INDONESIA

    C. BIDANG ILMU

    TEKNIK PERTAMBANGAN

    D. LATAR BELAKANG

    Industri Perminyakan dan pertambangan merupakan industri vital di

    Indonesia, keduanya sama  –   sama menjadi pemasok energi untuk Negara dan

    menjadi industri yang membantu di dalam penambahan pemasukan Negara

    lewat Ekspor  –  importnya, namun dewasa ini industri perminyakan mengalami

     penurunan produksi yang diakibatkan oleh cadangan yang telah berkurang serta

    minimnya kegiatan eksplorasi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

    energi nasional. Sebagai mahasiswa yang akan menjadi salah satu aspek

    terpenting dalam menopang kebutuhan vital ini maka diperlukannya pemahaman

    yang baik mengenai eksplorasi dan eksploitasi migas dan bahan baku lainnya

    yang dapat dijadikan sebagai bahan energi nasional.

    Pengeboran adalah salah satu langkah yang harus diambil oleh perusahaan

     baik itu bergerak dalam bidang migas maupun bahan galian lainnya karena

    kagiatan ini dapat membantu perusahaan untuk memastikan persebaran bahan

    galian tersebut serta dapat menentukan berapa volume cadangan yang dapat

    diukur agar dapat diputuskan apakah lapangan tersebut memiliki keekonomisan

    atau tidak untuk ditambang. Dalam kegiatan pengeboran ini juga keekonomisan

    harus sudah dikalkulasi dengan baik supaya capital cost   yang dimiliki oleh

     perusahaan ini dapat digunakan dengan efisien dan efektif untuk mencapai hasil

    yang maksimal.

    Dalam Tugas Akhir ini, penulis ingin menganalisa kegiatan pengeboran di

    salah satu lapangan yang dikelola oleh Pertamina Drilling Service Indonesia

    yang berlokasi di Jambi, Indonesia khususnya mengenai optimalisasi pemilihan

    bit   yang digunakan dalam kegiatan ini agar pemboran yang dilakukan pada

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    4/18

    lapangan tersebut dapat berhasil dengan menggunakan jenis bit   yang tepat

    namun tetap efektif dan efisien.

    E. RUMUSAN MASALAH

    Adapun rumusan permasalahan yang akan penulis jadikan bahan kajian adalah :

    1) 

    Bagaimana Kondisi formasi yang yang menjadi tempat pengeboran

    2) Berapa besar biaya pemboran dengan menggunakan metoda Cost per foot ?

    3) 

    Berdasarkan dari hasil Cost per foot ,  Bit   mana yang lebih tepat untuk

    mengebor formasi tersebut?

    F. 

    BATASAN MASALAHKajian ini akan dilakukan di satu lokasi pengeboran yang dikelola oleh

    Pertamina Drilling Service Indonesia dan hanya akan membahas mengenai

     pemilihan bit  dengan menggunakan metoda Cost per foot  

    G. TUJUAN PENELITIAN

    Tujuan dari Penelitian ini adalah :

    1) Mengetahui kegiatan pengeboran yang dilakukan oleh Perusahaan Pertamina

    Drilling Service Indonesia

    2) Mengetahui dan mengkaji keefektifan dari bit  pada saat pengeboran

    3) Mengetahui bagaimana pengaruh optimalisasi pemilihan bit  dalam menekan

     biaya capital cost  

    H. TINJAUAN PUSTAKA

    Mata bor ( Drill bit ) adalah alat yang digunakan untuk membuat lubang secara

    silinder. Mata bor sendiri terletak pada bor yang merotasikan bor itu dan

    memberikan torsi serta gaya axial untuk membuat lubang.  Bit   diklasifikasikan

    menjadi 3 kelompok, yaitu Roller Cone Bit , Cone Bit , dan Core bit Perbedaan

    dari ketiga jenis mata bor ini adalah :

    a.  Bentuk dari mata bor.

     b.  Kegunaan mata bor.

    c. 

    Bahan pembuat mata bor.

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    5/18

    H.1. 

    Jenis  –  Jenis Bit  

    a.  Roller Cone Bits 

     Roller Cone Bit  adalah mata bor yang terdiri dari satu, dua atau tiga cones

    dengan gerigi yang menempel pada cone  tersebut.  Roller Cone Bit  

    dengan tiga cone  adalah mata bor yang sering digunakan pada

     pengeboran (Bourgoyne Jr, Adam T, dkk. 1996).

    Keuntungan menggunakan Roller Cone Bit  yaitu:

    1) Dapat mengatasi pengeboran dengan kondisi yang kasar.

    2) Lebih murah dibandingkan dengan Fixed Cutter Bits.

    3) 

    Lebih sensitif pada jumlah tekanan overbalance  dan mempunyai

    indikator yang lebih baik dari tekanan formasi yang berlebihan.

    Mata bor ini sangat cocok digunakan pada sandstone formations.

    Gambar:

    GAMBAR 1

     ROLLER CONE BITS  

     b. 

     Fixed Cutter Bits 

     Fixed Cutter   atau drag bits  tidak mempunyai bagian yang bergerak

    (bearings) dan dapat mengebor lubang yang sangat dalam jika kondisi

     pengeboran terpenuhi.

    Macam  –  macam jenis Fixed Cutter Bits yaitu:

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    6/18

    i. 

     Polycrystalline Diamond Compact Bit (PDC)

    Mata bor ini sangat mahal, tetapi jika syarat pengeboran terpenuhi

    maka mata bor ini dapat mengebor sangat cepat untuk lubang yang

    sangat dalam. Oleh sebab itu mata bor ini biasanya digunakan untuk

     pengeboran lepas pantai dan sumur yang dalam (Bourgoyne Jr,

    Adam T, dkk. 1996)

    GAMBAR 2

     POLYCRYSTALLINE DIAMOND COMPACT BIT (PDC)

    ii.   Polycrystalline Diamond Bit (PCD)

    iii. 

     Natural Diamond Bit  Mata bor ini dapat mengebor batuan yang paling keras (gaya

    kompresi terkuat) tetapi pengeboran biasanya lambat dan sangat

    mahal. Maka dari itu mata bor ini digunakan pada formasi batuan

    yang sangat keras dan sangat  dimana formasi ini dapat

    menghancurkan jenis mata bor yang lain. Berlian yang digunakan

     pada mata bor ini biasanya berlian kelas satu (Bourgoyne Jr, Adam

    T, dkk. 1996).

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    7/18

     

    GAMBAR 3

     NATURAL DIAMOND BIT  

    iv. 

     Fish Tail Bit

    Mata bor ini hanya dapat digunakan pada formasi batuan yang lunak.

    Keuntungan dari mata bor ini yaitu mata bor ini dapat dibentuk ulang

    dan murah (Bourgoyne Jr, Adam T, dkk. 1996).

    c.  Core bit  

    Core bit mempunyai bentuk struktur seperti cincin dengan berlian asliatau buatan yang dipasang pada mata bor ini. Proses pengeboran

    menggunakan Core bit seperti gambar dibawah ini:

    GAMBAR 4

    CORE BIT  

    Meskipun pengeboran menggunakan Core bit  biasanya lebih cepat

    daripada mata bor normal pada formasi batuan yang sama dengan batuan

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    8/18

    yang dihancurkan lebih sedikit, penambahan tripping time untuk menarik

    core membuat core drilling  merupakan operasi yang memakan biaya.

    H.2. Penentuan Bit  Berdasarkan IADC Chart

    Berdasarkan dari tulisan B. D. Brandon, dkk. 1992. Dalam  IADC Fixed

    Cutter Classification System, Untuk mempermudah pemilihan ketahanan

     pahat terhadap jenis formasi yang dibor berkaitan dengan bentuk dan ukuran

     pahat, maka dapat dilihat dari kode IADC - nya. Pada 1972, IADC

    (International Association of Drilling Contractor) telah membuat daftar

    klasifikasi pahat rolling cutter dengan kode angka. Kode IADC tersebut

    terdiri dari tiga angka dan masing  –  masing angka menunjukkan arti yang

     berbeda  –  beda. Sistem tiga angka yang digunakan adalah A, B, C dimana :

    A = berharga 1 sampai 8, menunjukkan ciri  –   ciri formasi dan

    karakteristik unsur pemotongan.

    B = berharga 1 sampai 4, menunjukkan kekerasan formasi.

    C = berharga 1 sampai 9, menunjukkan ciri  –  ciri khusus bantalan

    dan rancangannya.

    Angka atau kode yang pertama menunjukkan ciri  –   ciri formasi yang

    dapat dibor oleh pahat dan karakteristik unsur pemotongan. Angka ini terdiri

    dari 1 sampai 8, dimana masing  –  masing menunjukkan arti :

    a)  Angka 1 adalah untuk formasi yang lunak dengan compressive

     strength kecil dan drillability tinggi.

     b)  Angka 2 adalah untuk formasi sedang (medium) sampai agak keras

    dengan compressive strength tinggi.

    c) 

    Angka 3 adalah untuk formasi keras semi dan .

    d) 

    Angka 4 adalah untuk formasi yang lunak dengan compressive

     strength rendah dan drillability tinggi.

    e)  Angka 5 adalah untuk formasi yang lunak sampai sedang dengan

    compressive rendah.

    f)  Angka 6 adalah untuk formasi agak keras dengan compressive

     strength tinggi.

    g) 

    Angka 7 adalah untuk formasi yang keras semi abrassive sampai .

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    9/18

    h) 

    Angka 8 adalah untuk formasi yang sangat keras

    Dalam kode atau angka yang pertama ini, angka 1 sampai 3

    diperuntukkan bagi  Milled Tooth Bit , sedangkan angka 4 sampai 8

    diperuntukkan bagi Insert Bit .

    Angka atau kode yang kedua menunjukkan tingkat kekerasan dari tiap  –  

    tiap formasi yang ditunjukkan oleh kode yang pertama tadi, yaitu : lunak,

    sedang, keras dan sangat keras yang masing  –  masing diwakili oleh angka

    1, 2, 3 dan 4.

    Sedangkan angka atau kode yang ketiga menunjukkan ciri  –  ciri khusus

     bantalan dan rancangan lainnya. Angka ketiga ini terdiri dari 1 sampai 9,

    yaitu :

    a)  Angka 1 =  standard roller bearing  

     b) 

    Angka 2 = roller bearing air  

    c)  Angka 3 = roller bearing and gauge protection 

    d)  Angka 4 =  sealed roller bearing  

    e) 

    Angka 5 =  sealed roller bearing and gauge protection 

    f) 

    Angka 6 =  sealed friction bearing  

    g)  Angka 7 =  sealed friction bearing  and gauge protection

    h) 

    Angka 8 = directional  

    i)  Angka 9 = other  

    Contoh angka atau kode IADC dengan penjelasannya, misalnya pahat

     bor dengan kode IADC 5 2 7 mempunyai arti :

    a).  Angka 5 = pahat tersebut adalah jenis  Insert Bit   yang digunakan

    untuk mengebor formasi lunak sampai sedang dengan

    compressive strength rendah.

     b).  Angka 2 = menunjukkan bahwa pahat tersebut digunakan untuk

    formasi dengan tingkat kekerasan sedang.

    c). 

    Angka 7 = menunjukkan bahwa pahat tersebut dilengkapi dengan

     friction bearing  dan gauge protection.

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    10/18

    Karakteristik desain gigi pahat dan korelasi formasi terhadap kode IADC

    - nya ditunjukkan pada TABEL H.1 dan TABEL H.2. Sedangkan batas

    ukuran dari kelas batuan secara umum ditunjukkan pada TABEL H.1.

    TABEL H.1.

    KARAKTERISTIK DESAIN GIGI PAHAT

    UNTUK PAHAT ROLLING CUTTER

     Bit Type Class Formation Type Tooth Description

    Steel - cutter

    milled - tooth

    1 - 1, 1

    - 2

    Very soft Hard - faced tip

    1 - 3, 1

    - 4

    Soft Hard - faced side

    2 - 1, 2

    - 2

     Medium Hard - faced side

    2 - 3  Medium - hard Case hardened

    3  Hard Case hardened

    4 Very hard Case hardened,

    circumferentialTungstencarbide

    insert

    5 - 2 Soft 64 º long blunt chisel

    5 - 3  Medium - soft 65 to 80º long sharp

    chisel

    6 - 1  Medium shales 65 to 80º medium

    chisel

    6 - 2  Medium limes 60 to 70º medium

     projectile

    7 - 1  Medium - hard 80 to 90º short chisel

    7 - 2  Medium 60 to 70º short chisel

    8  Hard chert 90 º conical, or

    hemispherical

    9 Very hard 120 º conical, or

    hemisphericalSumber Gormon,A., Industri Perminyakan, Operasi dan Perlengkapan Pengeboran

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    11/18

     TABEL H.2.

    KORELASI FORMASI TERHADAP KODE IADC

    Deskripsi Formasi Seri Milled Tooth Seri Insert

    Serpih sangat lunak 1 - 1, 1 - 2 5 - 1

    Serpih / pasir lunak 1 - 3 5 - 2 , 5 - 3

    Serpih / gamping lunak medium 1 - 4 5 - 4 , 6 - 1

    Gamping / pasir medium 2 - 1, 2 - 2 6 - 1 , 6 - 2

    Gamping / pasir medium keras 2 - 3 6 - 2 , 6 - 3

    Gamping / dolomit keras 3 - 1, 3 - 2 6 - 4 , 7 - 2

    Pasir / dolomit keras 3 - 3, 3 - 4 7 - 2 , 7 - 3

    Rijang sangat keras 7 - 4 , 8 - 1

    Granit sangat keras 8 - 3

    Sumber Gormon,A., Industri Perminyakan, Operasi dan Perlengkapan Pengeboran

    TABEL H.3.

    BATAS UKURAN DARI KELAS BATUAN SECARA UMUM

    Sedimentary (Epiclastic)

    Size (mm) Rounded, Sub rounded, Sub Angular

     Fragment

    256 Boulder

    Roundsto

    ne

     Boulder Gravel

     Boulder Conglomerat

    64 Cobble Cobble Gravel

    Cobble Conglomerat

    4 Pebble Pebble Gravel

     Pebble Conglomerat

    2 Granule Granule Gravel

    1 / 16 - 1 SandSand

    Sandstone

    1 / 256 – 

     1 / 16 Silt Silt

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    12/18

    Siltstone

    1 / 256 ClayClay

    Shale

    Sumber Gormon,A., Industri Perminyakan, Operasi dan Perlengkapan Pengeboran

    H.3. Perhitungan biaya pengeboran

    a.  Cash Per Foot

    Kriteria pemilihan pahat yang didasarkan pada cost per foot   dihitung

    dengan menggunakan persamaan:

    =

    + ( + )

    , $ /  

    Dimana :

    B : Harga Pahat ($)

    Rt : Biaya sewa Rig per jam, $ / jam

    Tt : Waktu Trip, jam

    Tr : Waktu Rotasi (umur Pahat), jam

    F : Footage (Kedalaman yang ditembus oleg satu kali run pahat) ft

    Waktu trip (Tt) biasanya tidak mudah ditentukan meskipun proses keluar

    (POH) dan masuknya (RIH) drillstring dilakukan. Tt adalah merupakan

     penjumlahan dari waktu POH dan RIH. Jika pahat diangkat keluar untuk

    waktu yang terlalu lama, jika dijumlahkan akan mempengaruhi waktu

    total trip yang pada gilirannya akan menaikkan harga cost per foot . Oleh

    karena itu, kinerja pahat dapat dirubah oleh beberapa faktor yang

     berubah-ubah, sehingga dalam hal ini waktu rotasi berbanding langsungdengan cost per foot  dengan asumsi variabel-variabel lain konstan.

    Kriteria pemilihan pahat berdasarkan cost per foot  adalah memilih pahat

    yang tetap menghasilkan nilai cost per foot  yang terendah pada formasi

    atau bagian lubang yang telah ditentukan.

    Kelemahan penggunaan metoda cost per foot  adalah :

    a) 

    Diperlukan data pengukuran dan peramalan F, t, dan T yang akurat.

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    13/18

     b) 

    Cost per foot   dapat naik secara tiba-tiba yang disebabkan karena

     pemboran menembus formasi yang keras dan dapat turun secara

    tiba-tiba jika kembali melewati lapisan yang lunak.

     b. 

    Minimum Cost Drilling

    Beberapa faktor mempengaruhi laju suatu pemboran yakni :

    •  Tipe Bit  

    •  Weight On Bit  (WOB)

    •  Rotary Speed(RPM)

    •  Bottom-Hole Cleaning (Fluid Hydraulics)

    Kenaikan dalam WOB dan rotary speed umumnya akan menaikkan laju

     pemboran. Namun kenaikan ini juga akan mempercepat keausan pada

    bit . Gambar 5 menunjukkan kenaikan laju pemboran terhadap WOB

    sebaliknya Gambar 6 menunjukkan kenaikan laju pemboran terhadap

    rotary speed, rpm dimana kekerasan formasi juga berpengaruh terhadap

    optimasi ROP pada metode ini. Baik untuk optimasi pada WOB dan

    RPM, kekerasan formasi menjadi parameter tambahan yang

     berpengaruh pada perhitungan metode ini

    Gambar 5

    Hubungan WOB dan ROP

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    14/18

     

    Gambar 6

    Hubungan Rotary Speed dengan ROP

    Metode Minimum Cost Drilling sudah diaplikasikan di dunia pengeboran

    sekitar tahun 1960. Tetapi penggunaannya sangat jarang karena

    kompleksitasnya yang relatif tinggi. Dimana asumsi yang digunakan

    relatif lebih banyak dibandingkan CPF. Dimana CPF tidak

    memperhitungkan pengaruh WOB, RPM, dan hidrolika lumpur sebagai

     parameter yang berpengaruh terhadap laju penetrasi pengeboran. Selain

    itu pemrogramannya tidak sesederhana CPF akibat banyaknya parameter

    yang diperhitungkan pada metode ini.

    Metoda Minimum Cost Drilling didasarkan atas pemilihan WOB dan

    rotary speed yang optimum sehingga menghasilkan harga pemboran

    yang paling minimum. Kenaikan laju pemboran karena kenaikan WOB

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    15/18

    atau rotary speed kemudian dikombinasikan dengan menurunnya umur

    bit  digunakan untuk memprediksi batas operasi suatu bit .

    =

    1 + ′() 

    Dimana:

    K : Konstanta Drillability

    W : WOB

     N : Rotary Speed

    K’  : Konstanta Drillability fungsi keausan bit  

    D : Normalized Tooth Wear

    Sedangkan hubungan antara umur bi dengan umur bearing dinyatakan

    dalam L

    ="

     

    L : Umur bit  dalam jam

    K”  : Konstanta tipe fluida pemboran

    W : WOB

     N : Rotary Speed

    B : eksponen yang merupakan fungsi abrasif dari tipe fluida yang

    kontak dengan bearing

    Harga b biasanya ditentukan dengan membuat suatu plot logaritmik dari

    umur bit   dengan WOB untuk suatu bit   tertentu. Harga b biasanya

     bervariasi antara 1.0 hingga 3.0.

    Dengan diketahuinya laju pemboran yang dapat diperoleh dari suatu bit  

    maka dapat diperkirakan footage yang dapat dibor oleh suatu bit  sehingga

    cost suatu pemboran yang minimum dapat diperoleh dengan melakukan

    seleksi suatu bit .

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    16/18

    Kelemahan metode ini menggunakan sistem dengan banyak parameter

    yang harus dicari satu persatu. Untuk melihat parameter mana yang

     paling berpengaruh terhadap ROP dan durabilitas bit  itu sendiri.

    Untuk menentukan optimum WOB yang digunakan dalam menentukan

    ROP optimum suatu bit  dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi

     pada gambar 4 yang menjelaskan pengaruh berat bit   dengan umurnya.

    Dimana semakin berat suatu bit   makin mudah aus umur gigi atau

     bearingnya. Jadi makin berat WOB yang diberikan ada batas dimana

    drillstring akan mengalami buckling akibat tinggi WOB. Contoh gambar

    ini menggunakan nilai b 1.5 dalam menentukan seberapa kuat bit  dengan

     penambahan WOB.

    Gambar 7

     Bit  Life and Bit  Weight

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    17/18

  • 8/9/2019 Proposal Pdsi Jadi

    18/18

    INDONESIA JAMBI INDONESIA dengan harapan dapat memberikan

    kesempatan pada pelaksanaan penelitian untuk Tugas Akhir tersebut.

    L. DAFTAR PUSTAKA

    B. D. Brandon, dkk. 1992.  IADC Fixed Cutter Classification System. Texas :

    IADC

    Bourgoyne Jr, Adam T, dkk. 1996. Applied Drilling Engineer . Texas : SPE

    Gormon, Don A., 1983. Industri Perminyakan, Operasi-operasi dan

    Perlengkapan Pengeboran, Huffco Indonesia, A Division of Roy M.

    Huffington, Inc., Texas : SPE