PROFIL SEKUELE GANGGUAN NEUROBEHAVIOUR ...kepala merupakan penyebab demensia paling utama setelah...

8
Artikel Penelitian Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010 PROFIL SEKUELE GANGGUAN NEUROBEHAVIOUR PADA PASIEN-PASIEN TRAUMA KEPALA POLIKLINIK FUNGSI LUHUR RSCM NOVEMBER 2008–JUNI 2010 Winnugroho Wiratman*, Sheila Agustini*, Yetty Ramli*, Silvia Lumempouw* ABSTRACT Introduction: Traumatic brain injury could cause attention deficit, disorientation, concentration disorder due to diffuse injury and also could cause impaired language skills and visuo-spatial disorder due to focal lesion. Other cognitive disorders caused by traumatic brain injury are altered academic abilities, executive, and decreased memory functioning. Aim: To describe the neurobehavioral disorder sequele after 3 months in traumatic brain injury patients. Method: Cross-sectional descriptive study in 51 patients who had suffered traumatic brain injury and visited The Neurology Department, Cipto Mangunkusumo Hospital Neurobehavioral Clinic on October 2008–June 2010. Clinical diagnosis and CT scan/MRI were obtained from the referral letter to the clinic. Cognitive domains were obtained by the CERAD and Strub & Black neuropsychological tests and emotional domain was obtained by anamnesis and observation during assessment. All data were obtained from medical record. Result: Thirteen patients were referred with moderate brain injury, where 4 amongst had impaired attention (30.8%), 4 (30.8%) impaired concentration, 2 (15.4%) impaired language skills, 10 (76.9%) decreased memory function, 7 (53.8%) altered executive function, 3 (32.1%) altered visuo-spatial function, and 4 (30.8%) had emotional problems. Thirty-eight patients were referred with severe brain injury, where 12 amongst had impaired attention (31.8%), 15 (39.5%) impaired concentration, 10 (26.3%) impaired language skills, 30 (78.9%) decreased memory function, 23 (60.5%) altered executive function, 11 (28.9%) altered visuo-spatial function, and 16 (42.1%) had emotional problems. Conclusion: Decreased memory functioning and altered executive abilities were two cognitive domains that most found in both moderate and severe traumatic brain injury after 3 months where each domain a total of 78.4% and 58.8% respectively. Cognitive disorders probably were associated with the area affected and its pathophysiology. Keywords: Neurobehavioral disorder, RSCM profile November 2008–June 2010, traumatic brain injury ABSTRAK Pendahuluan: Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan kognitif terutama pada domain atensi, orientasi, konsentrasi akibat lesi difus maupun gangguan bahasa dan visospasial akibat lesi fokal. Domain kognitif paska trauma kepala lainnya yang terganggu diantaranya penurunan fungsi akademik, eksekutif, dan daya ingat. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran gangguan neurobehavior pada pasien-pasien paska trauma kepala. Metode: Penelitian deskriptif potong lintang pada 51 pasien pasca trauma kepala yang kontrol ke poliklinik Fungsi Luhur Departemen Neurologi FKUI/RSCM peride Oktober 2008 sampai dengan Juni 2010. Diagnosis klinis saat kecelakaan dan hasil diagnosis patologis berupa CT Scan/ MRI kepala saat kecelakaan sesuai surat rujukan. Domain kognitif dinilai menggunakan tes status neuropsikologi dari CERAD dan Strub & Black dan nilai emosi dengan anamnesis dan observasi selama pemeriksaan. Semua data diperoleh dari data rekam medik poliklinik Hasil: Tiga belas orang dirujuk dengan diagnosis klinis CKS, 4 orang diantaranya mengalami gangguan atensi (30,8%), 4 orang (30,8%) gangguan konsentrasi, 2 orang (15,4%) gangguan bahasa, 10 orang (76,9%) gangguan memori, 7 orang (53,8%) gangguan eksekutif, 3 orang (23,1%) gangguan visospasial, dan 4 orang (30,8%) gangguan emosi. Tigapuluh delapan orang dirujuk dengan diagnosis klinis CKB, 12 orang diantaranya mengalami gangguan atensi (31,8%), 15 orang (39,5%) gangguan konsentrasi, 10 orang (26,3%) gangguan bahasa, 30 orang (78,9%) gangguan memori, 23 orang (60,5%) gangguan eksekutif, 11 orang (28,9%) gangguan visospasial, dan 16 orang (42,1%) gangguan emosi. Kesimpulan: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa setelah 3 bulan pada CKS maupun CKB, domain sekuele gangguan kognitif yang paling banyak terganggu adalah fungsi memori dan diikuti

Transcript of PROFIL SEKUELE GANGGUAN NEUROBEHAVIOUR ...kepala merupakan penyebab demensia paling utama setelah...

  • Artikel Penelitian

    Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010

    PROFIL SEKUELE GANGGUAN NEUROBEHAVIOUR PADA PASIEN-PASIEN TRAUMA KEPALA

    POLIKLINIK FUNGSI LUHUR RSCM NOVEMBER 2008–JUNI 2010

    Winnugroho Wiratman*, Sheila Agustini*, Yetty Ramli*, Silvia Lumempouw*

    ABSTRACT Introduction: Traumatic brain injury could cause attention deficit, disorientation, concentration disorder due to diffuse injury and also could cause impaired language skills and visuo-spatial disorder due to focal lesion. Other cognitive disorders caused by traumatic brain injury are altered academic abilities, executive, and decreased memory functioning. Aim: To describe the neurobehavioral disorder sequele after 3 months in traumatic brain injury patients. Method: Cross-sectional descriptive study in 51 patients who had suffered traumatic brain injury and visited The Neurology Department, Cipto Mangunkusumo Hospital Neurobehavioral Clinic on October 2008–June 2010. Clinical diagnosis and CT scan/MRI were obtained from the referral letter to the clinic. Cognitive domains were obtained by the CERAD and Strub & Black neuropsychological tests and emotional domain was obtained by anamnesis and observation during assessment. All data were obtained from medical record. Result: Thirteen patients were referred with moderate brain injury, where 4 amongst had impaired attention (30.8%), 4 (30.8%) impaired concentration, 2 (15.4%) impaired language skills, 10 (76.9%) decreased memory function, 7 (53.8%) altered executive function, 3 (32.1%) altered visuo-spatial function, and 4 (30.8%) had emotional problems. Thirty-eight patients were referred with severe brain injury, where 12 amongst had impaired attention (31.8%), 15 (39.5%) impaired concentration, 10 (26.3%) impaired language skills, 30 (78.9%) decreased memory function, 23 (60.5%) altered executive function, 11 (28.9%) altered visuo-spatial function, and 16 (42.1%) had emotional problems. Conclusion: Decreased memory functioning and altered executive abilities were two cognitive domains that most found in both moderate and severe traumatic brain injury after 3 months where each domain a total of 78.4% and 58.8% respectively. Cognitive disorders probably were associated with the area affected and its pathophysiology. Keywords: Neurobehavioral disorder, RSCM profile November 2008–June 2010, traumatic brain injury ABSTRAK Pendahuluan: Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan kognitif terutama pada domain atensi, orientasi, konsentrasi akibat lesi difus maupun gangguan bahasa dan visospasial akibat lesi fokal. Domain kognitif paska trauma kepala lainnya yang terganggu diantaranya penurunan fungsi akademik, eksekutif, dan daya ingat. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran gangguan neurobehavior pada pasien-pasien paska trauma kepala. Metode: Penelitian deskriptif potong lintang pada 51 pasien pasca trauma kepala yang kontrol ke poliklinik Fungsi Luhur Departemen Neurologi FKUI/RSCM peride Oktober 2008 sampai dengan Juni 2010. Diagnosis klinis saat kecelakaan dan hasil diagnosis patologis berupa CT Scan/ MRI kepala saat kecelakaan sesuai surat rujukan. Domain kognitif dinilai menggunakan tes status neuropsikologi dari CERAD dan Strub & Black dan nilai emosi dengan anamnesis dan observasi selama pemeriksaan. Semua data diperoleh dari data rekam medik poliklinik Hasil: Tiga belas orang dirujuk dengan diagnosis klinis CKS, 4 orang diantaranya mengalami gangguan atensi (30,8%), 4 orang (30,8%) gangguan konsentrasi, 2 orang (15,4%) gangguan bahasa, 10 orang (76,9%) gangguan memori, 7 orang (53,8%) gangguan eksekutif, 3 orang (23,1%) gangguan visospasial, dan 4 orang (30,8%) gangguan emosi. Tigapuluh delapan orang dirujuk dengan diagnosis klinis CKB, 12 orang diantaranya mengalami gangguan atensi (31,8%), 15 orang (39,5%) gangguan konsentrasi, 10 orang (26,3%) gangguan bahasa, 30 orang (78,9%) gangguan memori, 23 orang (60,5%) gangguan eksekutif, 11 orang (28,9%) gangguan visospasial, dan 16 orang (42,1%) gangguan emosi. Kesimpulan: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa setelah 3 bulan pada CKS maupun CKB, domain sekuele gangguan kognitif yang paling banyak terganggu adalah fungsi memori dan diikuti

  • Artikel Penelitian

    Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010

    oleh fungsi eksekutif dengan nilai masing-masing 78.4% and 58.8%. Gangguan kognitif tersebut berkaitan dengan patofisiologi bagian otak yang banyak terganggu akibat trauma kepala. Kata kunci: Gambaran di RSCM November 2008–Juni 2010, gangguan neurobehavior, trauma kapitis *Departemen Neurologi FK Universitas Indonesia/ RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta PENDAHULUAN Di Amerika Serikat, sekitar 2 per 1000 penduduk mengalami cedera kepala tiap tahunnya. Sekitar 400.000 sampai 500.000 diantaranya dirawat per tahunnya. Di Indonesia sendiri data mengenai trauma kepala yang terpublikasikan masih terbatas. Trauma kepala lebih sering terjadi pada orang-orang usia muda. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Pada orang-orang usia muda di bawah 50 tahun, trauma kepala merupakan penyebab demensia paling utama setelah infeksi intra kranial dan alkoholisme. Sedangkan pada orang tua dan anak-anak komplikasi seperti demensia akan lebih berat lagi.1 Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan neurobehavior berupa gangguan kognitif yang terdiri dari domain atensi, orientasi, konsentrasi akibat lesi difus maupun gangguan bahasa (seperti kesulitan menemukan kata atau kalimat yang tepat dalam berbicara) dan visospasial akibat lesi fokal. Gangguan kognitif paska trauma kepala lainnya diantaranya penurunan fungsi akademik (seperti kesulitan menyelesaikan hitungan sederhana, pengejaan dan memahami suatu kalimat), eksekutif (seperti berkurangnya kemampuan menyusun suatu rencana, prioritas, dll), dan daya ingat. Sering kali gangguan kognitif baru disadari setelah pasien kembali ke kegiatannya sebelum sakit, seperti saat mereka kembali bekerja.2

    TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sekuele gangguan neurobehavior pada pasien-pasien paska trauma kepala. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan model potong lintang. Semua data diambil berdasarkan rekam medik yang didapat dari Klinik Fungsi Luhur Departemen Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Seluruh pasien yang berkunjung ke klinik tersebut dalam periode November 2008 sampai dengan Juli 2010 diikutsertakan dalam penelitan. Dari 75 data rekam medik, diambil hanya kunjungan pertama setelah Test Orienstasi dan Amnesia Galveston (TOAG) pasien bernilai >75 dan minimal pemeriksaan pertama 3 bulan setelah onset trauma. Enam-puluh enam data rekam medik kemudian dipilah hanya pasien-pasien yang dirujuk dengan diagnosis klinis cedera kepala sedang (CKS) dan cedera kepala berat (CKB). Penentuan diagnosis klinis ini berdasarkan nilai skala koma Glasgow, gambaran CT-Scan kepala, dan riwayat penurunan kesadaran lebih dari 10 menit sesuai konsensus trauma kepala Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).3 Lima-puluh tujuh pasien memenuhi kriteria CKS dan CKB, 51 pasien diikutkan dalam analisis, 6 lainnya tidak diikutsertakan dalam analisis karena memiliki data yang sangat ekstrim, yaitu onset kejadian yang lebih dari 36 bulan. Lima-puluh satu pasien diperiksa kognitifnya denga menggunakan tes status neuropsikologi dari Consortium to Establish a Registry for Alzheimer’s Disease

  • Artikel Penelitian

    Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010

    (CERAD) dan pemeriksaan kognitif dari Strub & Black.4 Sedangakan emosi dinilai dengan anamnesis dan observasi selama pemeriksaan.

    Bagan 1. Populasi Penelitan

    HASIL Dari seluruh pasien yang dianalisis 74,5% merupakan laki-laki dan 25,5% lainnya perempuan. Sebagian besar pasien berusia muda, dimana 60,8% diantaranya berusia di bawah 40 tahun dengan nilai tengah 28. Bila dibagi kelompok sesuai diagnosis klinis, sebagian besar pasien juga berusia muda dengan masing-masing nilai tengah untuk CKS dan CKB adalah 22 dan 29. Tiga belas orang dirujuk dengan diagnosis klinis CKS, 4 orang diantaranya mengalami gangguan atensi (30,8%), 4 orang (30,8%) gangguan konsentrasi, 2 orang (15,4%) gangguan bahasa, 10 orang (76,9%) gangguan memori, 7 orang (53,8%) gangguan eksekutif, 3 orang (23,1%) gangguan visospasial, dan 4 orang (30,8%) gangguan emosi. Tigapuluh delapan orang dirujuk dengan diagnosis klinis CKB, 12 orang diantaranya mengalami gangguan atensi (31,8%), 15 orang (39,5%) gangguan konsentrasi, 10 orang (26,3%) gangguan bahasa, 30 orang (78,9%) gangguan memori, 23 orang (60,5%) gangguan eksekutif, 11 orang (28,9%) gangguan visospasial, dan 16 orang (42,1%) gangguan emosi. Tabel 1. Data Dasar Pasien Trauma Kepala

    Variabel Frekuensi Persentase Total CKS

    (N=13) CKB

    (N=38) Total

    (N=51) Usia

    2 tahun

    Analisis

  • Artikel Penelitian

    Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010

    55-59 1 2 3 5,9 60-64 - 1 1 2,0 65< - 1 1 2,0 Rerata (SD) 29,2 (15,24) 34,3 (15,46) 32,8 (15,34) Nilai Tengah 22 29 28

    Jenis Kelamin

    Laki-laki 8 30 38 74,5 Perempuan 5 8 13 25,5

  • Artikel Penelitian

    Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010

    Tabel 2. Hubungan Trauma Kepala dengan Gangguan Fungsi Luhur

    MMSE Rata-rata pemeriksaan setelah onset (SD)

    Domain Gangguan Fungsi Luhur 24-30

    (Normal) 17-23 (Curiga Gangguan Kognitif)

    0-16 (Gangguan Kognitif)

    Ate

    nsi

    Kon

    sent

    rasi

    Bah

    asa

    Mem

    ori

    Ekse

    kutif

    Vis

    ospa

    sial

    Emos

    i

    CKS 10 (76,9%)

    0 (0%)

    3 (23,1%)

    4,7 (9,7) bln 4 (30,8%)

    4 (30,8%)

    2 (15,4%)

    10 (76,9%)

    7 (53,8%)

    3 (23,1%)

    4 (30,8%)

    CKB 23 (60,5%)

    10 (26,3%)

    5 (13,2%)

    6,2 (8,4) bln 12 (31,6%)

    15 (39,5%)

    10 (26,3%)

    30 (78,9%)

    23 (60,5%)

    11 (28,9%)

    16 (42,1%)

    Total 33 (64,7%)

    10 (19,6%)

    8 (15,7%)

    5,8 (8.7) bln 16 (31,4%)

    19 (37,3%)

    12 (23,5%)

    40 (78,4%)

    30 (58,8%)

    14 (27,5%)

    20 (39,2%)

  • Artikel Penelitian

    Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010

    PEMBAHASAN Sebagian besar pasien pada penelitian ini berusia di bawah 40 tahun (60,8%). Trauma kepala cenderung lebih sering terjadi pada usia muda dibandingkan usia tua dan merupakan penyebab demensia tersering pada orang muda setelah infeksi dan alkoholisme.1 Usia muda dikaitkan dengan usia produktif. Kecacatan yang terjadi di usia tersebut tentunya menurunkan produktifitas. Namun sering kali kecacatan ini tidak dirasakan oleh pasien sampai mereka kembali beraktivitas seperti biasa2 dimana hanya 31% pasien dapat kembali bekerja seperti biasa dalam waktu 3 bulan.5 Pada penelitian ini rata-rata jangka waktu terjadinya trauma sampai dengan pemeriksaan fungsi luhur adalah 5,8 bulan (SD±8,7). Setidaknya terdapat 78,4% pasien masih mengalami gangguan memori pada rentang waktu tersebut. Pada cedera kepala ringan, 6 bulan paska trauma biasanya menunjukkan hasil pemeriksaan fungsi luhur yang relatif normal, sedangkan pada cedera kepala sedang dan berat, 6 bulan paska trauma masih terdapat kerusakan aksonal.6 Kerusakan ini terjadi pada tingkat akson dan mielin secara difus (keseluruhan otak) maupun pada regio-regio tertentu.6 Bila dipilah, paling tidak terdapat 76,9% pasien cedera kepala sedang mengalami gangguan memori pada pemeriksaan rata-rata 4,7 bulan (SD±9,7). Sebagian besar skor fungsi neurofisiologi pada pasien cedera kepala ringan memang akan menunjukkan hasil yang abnormal pada saat pemeriksaan 3 bulan dan masih dapat bertahan pada pemeriksaan 6 bulan. Sedangkan pada pasien-pasien cedera kepala ringan sebagian besar pasien akan kembali normal dalam waktu 1 bulan.5 Kerusakan akson yang bersifat difus (diffuse axonal injury) menyebabkan terganggunya jaras kortiko-subkortiko yang berujung pada gangguan kognitif.7,8 Pada penelitian ini hampir semua domain menunjukkan angka kejadian gangguan yang tinggi kecuali pada CKS, dimana hanya 15,4% pasien mengalami gangguan fungsi bahasa. Gangguan kognitif di hampir semua domain ditunjukkan pada kedua kelompok CKS dan CKB. Oleh Krauss et. al., hal ini juga dibuktikan dari pemeriksaan nilai fractional anisotropy (FA) pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan teknik Diffusion Tensor Imaging (DTI).6 FA diyakini mencerminkan berbagai faktor termasuk tingkat integritas dan densitas mielinisasi dan akson.9,10,11,12 Dimana makin rendah nilai FA (0), maka menunjukkan makin kurangnya hubungan langsung (directional organization) pada traktus di substansia alba.13 Dari pemeriksaan tersebut tampak korelasi negatif antara FA dengan daerah kognitif pada pasien-pasien dengan CKS dan CKB.6 Secara persentasi, memang banyak pasien dengan trauma kepala menunjukkan kerusakan di bagian lobus frontal atau sistem frontal, maka daripada itu sering juga ditemukan gangguan fungsi luhur atau fungsi ekeskutif pada pasien-pasien trauma kepala.14,15 Kemudian, selain disfungsi eksekutif, gangguan memori merupakan gangguan yang paling sering terjadi paska trauma kepala, apakah akibat dari gangguan sistem memori secara langsung maupun karena gangguan konsentrasi dan konsentrasi.14,16-20

  • Artikel Penelitian

    Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010

    Pada penelitian ini gangguan memori dan eksekutif merupakan dua gangguan yang paling banyak terjadi. Hal ini tidak berubah walau dibagi per kelompok CKR maupun CKB, kedua gangguan tersebut tetap menempati posisi dua terbanyak. Gangguan neurobehavioral pada pasien-pasien CKR dan CKB memang terjadi pada hampir semua domain. Namun Kraus et. al dalam penelitiannya juga membuktikan bahwa pasien-pasien CKR dan CKB memiliki gangguan memori dan eksekutif yang secara signifikan bermakna dibandingkan dengan kontrol.6 Fungsi memori sendiri memang lebih lambat untuk pulih.5 CKS dan CKB yang kronik dihubungkan dengan atrofi pada korpus kalosum. Pada CKB kronik (paling tidak 3 bulan setelah onset), dilaporkan bahwa terdapat peningkatan atrofi pada koprus kalosum, forniks anterior kapsula interna, girus forntal, girus para-himpokampus, radiasia optici, dan kiasma optika.21 Namun atrofi korpus kalosum tidak banyak berkaitan dengan fungsi memori.21 Selanjutnya, bila dikaitkan dengan mekanisme trauma pada kepala, cedera akson difus, kontusio, dan perdarahan subdural merupakan tipe terbanyak pada cedera kepala tertutup. Lokasi otak yang terkena berdasarkan tipe trauma kepala dapat dilihat pada gambar 1.22 Pada penelitian ini gangguan kognitif yang paling menonjol adalah gangguan memori dan gangguan eksekutif. Hal ini mungkin dapat dijelaskan karena sebagian besar kontusio mengenai substansia grisea di daerah frontal dan temporal di bagian inferior dan lateral serta anterior dimana lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan gangguan pada memori, jangka pendek maupun jangka panjang. Lesi pada daerah tersebut juga menyebabkan kesulitan pembelajaran.4 KESIMPULAN Dari hasil penelitian didapatkan bahwa setelah 3 bulan pada CKS maupun CKB, domain sekuele gangguan kognitif yang paling banyak terganggu adalah fungsi memori dan diikuti oleh fungsi eksekutif dengan nilai masing-masing 78.4% and 58.8%. Gangguan emosi ditemui pada CKS maupun CKB masing-masing sebanyak

    Gambar 1. Tipe Cedera Kepala non penetrasi paling banyak : Cedera akson difus (lokasi terbanyak pada kortiko-meduler junction, kapsula interna, deep gray matter, pons bagian ata, corpus callosum (merah muda)), kontusio (lokasi terbanyak pada substansia grisea di lobus frontal dan temporal bagian inferior, lateral dan anterior, oksipital dan serbellum (biru)), dan perdarahan subdural (lokasi terbanyak pada frontal dan parietal (ungu)).22

  • Artikel Penelitian

    Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010

    30,8% dan 42,1%. Gangguan kognitif tersebut berkaitan dengan patofisiologi bagian otak yang banyak terganggu akibat trauma kepala. Kelemahan pada penelitian ini adalah jumlah sampel yang masih terbatas oleh karena itu selanjutnya diharapkan dapat dilakukan penelitian serupa dengan jumlah sampel yang lebih besar. DAFTAR PUSTAKA

    1. Dementia in Head Injury [Online] [cited 2010 Sept 2]; Available from: http://www.emedicinehealth.com/dementia_in_head_injury/article_em.htm

    2. Ashman TA, Gordon WA, Cantor JB, Hibbard MR Neurobehavioral Consequences of Traumatic Brain Injury. The Mount Sinai Journal of Medicine 2006; 73(7): 999-1005.

    3. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSSI. Jakarta: 2006

    4. Strub RL, Black FW. The mental Status Examination in Neurology. Ed 4th. F.A Davis Company. Philadelphia: 2000.

    5. Stein SC. Outcome from moderate head injury. In: Narayan RK, Wilberger Jr JE, Povlishock JT. Neurotrauma. Mc-Graw Hill 1996; 755- 65.

    6. Kraus MF, Susmaras T, Caughlin BP, Walker CJ, Sweeney JA, Little DM.White matter integrity and cognition in chronic traumatic brain injury: a diffusion tensor imaging study. Brain 2007; 130: 2508-519.

    7. Gennarelli TA, Thibault LE, Adams JH, Graham DI, Thompson CJ, Marcincin RP. Diffuse axonal injury and traumatic coma in the primate. Ann Neurol 1982; 12: 564–74.

    8. Povlishok JT. Traumatically induced axonal injury: pathogenesis and pathobiological implications. Brain Pathol 1992; 2: 1–12.

    9. Arfanakis K, Haughton VM, Carew JD, Rogers BP, Dempsey RJ, Meyerand ME. Diffusion tensor MR imaging in diffuse axonal injury. Am J Neuroradiol 2002; 23: 794–802.

    10. Song S, Sun S, Ramsbottom M, Chang C, Russell J, Cross A. Dysmyelination revealed through MRI as increased radial (but unchanged axial) diffusion of water. Neuroimage 2002b; 17: 1429–36.

    11. Song S, Sun S, Ju W, Lin S, Cross A, Neufeld A. Diffusion tensor imaging detects and differentiates axon and myelin degeneration in mouse optic nerve after retinal ischemia. Neuroimage 2003; 20: 1714–22.

    12. Harsan L, Poulet P, Guignard B, Steibel J, Parizel N, de Sousa P, et al. Brain dysmyelination and recovery assessment by noninvasive in vivo diffusion tensor magnetic resonance imaging. J Neurosci Res 2006; 83: 392–402.

    13. Le Bihan D, Mangin J, Poupon C, Clark C, Pappata S, Molko N, et al. Diffusion tensor imaging: concepts and applications. J Magn Resonanace Imaging 2001; 13: 534–46.

    14. McAllister TW, Arciniegas D. Evaluation and treatment of postconcussive symptoms. NeuroRehabilitation 2002; 17:265 – 283.

    15. Fortin S, Godbout L, Braun CM. Cognitive structure of executive deficits in frontally lesioned head trauma patients performing activities of daily living. Cortex 2003; 39:273 – 291.

    16. Bohnen NI, Jolles J, Twijnstra A, et al. Late neurobehavioural symptoms after mild head injury. Brain Inj 1995; 9:27 – 33.

    17. Chan RC. Attentional deficits in patients with closed headinjury: a further study to the discriminative validity of the test of everyday attention. Brain Inj 2000; 14:227 – 236.

    18. Cicerone KD. Remediation of “working attention” in mild traumatic brain injury. Brain Inj 2002; 16(3):185 – 195.

    19. Potter DD, Bassett MRA, Jory SH, Barrett K. Changes in eventrelated potentials in a three-stimulus auditory oddball task after mild head injury. Neuropsychologia 2001; 39:1464 – 1472.

    20. Rees P. Contemporary issues in mild traumatic brain injury. Arch Phys Med Rehabil 2003; 84(12):1885 – 1894.

    21. Tomaiulo F, Worsely KJ, Lerch J, DiPaola M, Carlesimo GA, Bonanni R, et al. Changes in white matter in long term survivors of severe nonmissile traumatic brain injury: a computational analysis of magnetic resonance imaging. J Neurotrauma 2005; 22: 76–82.

    22. Katherine H. Taber, Ph.D., Deborah L. Warden, M.D., Robin A. Hurley, M.D. Blast-Related Traumatic Brain Injury: What Is Known? J Neuropsychiatry Clin Neurosci, Spring 2006; 18(2): 141-5.