POLA PERTUMBUHAN SIPUT GONGGONG (Strombus canarium) …repository.umrah.ac.id/1728/1/jurnal...

7
1 Student of Department of Aquatic Resources Management 2 Lecture of Department of Aquatic Resources Management POLA PERTUMBUHAN SIPUT GONGGONG (Strombus canarium) DI PERAIRAN PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU Growth Pattern of Dog Conch (Strombus canarium) in the Penyengat Island Waters Tanjungpinang City Riau Islands Province Jenny Christle Linanda Manalu 1 , Febrianti Lestari 2 , Winny Retna Melani 2 Department of Aquatic Resources Management Faculty of Marine Sciences and Fisheries Raja Ali Haji Maritime University Email : [email protected] ABSTRAK Siput gonggong (Strombus canarium) merupakan salah satu sumberdaya perairan yang bernilai ekonomis tinggi dan sangat diminati di Kepulauan Riau khususnya di Pulau Bintan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan siput gonggong yang ada di perairan Pulau Penyengat juga untuk mengetahui sebaran frekuensi panjang dan potensinya. Total sampel yang dianalisa selama penelitian yaitu 1200 ekor yang diambil dari pengutip gonggong di Pulau Penyengat. Hasil penelitian kisaran panjang total siput gonggong berkisar antara 38,5- 78,1 mm dengan panjang rata-rata 55,7+5,03 mm. Frekuensi tertinggi terdapat pada selang kelas 54,00 – 57,00 mm yaitu sebanyak 393 ekor dengan prosentase sekitar 33% dari total sampel. Lebar cangkang rata-rata keseluruhan sampel siput gonggong yang diambil adalah 31,47+5,07 mm. Berdasarkan analisa menunjukkan bahwa hubungan panjang total cangkang dan berat total memiliki korelasi kuat secara positif, dari hubungan tersebut menunjukkan pola pertumbuhan allometrik positif dengan persamaan pertumbuhan W=2,94x10 -5 L 3,2683 dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,6326. Kata kunci : pola pertumbuhan, pulau penyengat, sebaran frekuensi, siput gonggong PENDAHULUAN Gonggong (Strombus sp.) termasuk sejenis siput laut, merupakan salah satu hewan lunak (Mollusca), banyak hidup di pantai Pulau Bintan dan sekitarnya (Amini, 1984). Siput gonggong telah menjadi makanan khas sekaligus icon di Kepulauan Riau khususnya Pulau Bintan karena banyak diminati tidak hanya oleh masyarakat setempat, namun juga wisatawan-wisatawan, baik itu wisatawan

Transcript of POLA PERTUMBUHAN SIPUT GONGGONG (Strombus canarium) …repository.umrah.ac.id/1728/1/jurnal...

1 Student of Department of Aquatic Resources Management

2 Lecture of Department of Aquatic Resources Management

POLA PERTUMBUHAN SIPUT GONGGONG (Strombus canarium) DI

PERAIRAN PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI

KEPULAUAN RIAU

Growth Pattern of Dog Conch (Strombus canarium) in the Penyengat Island

Waters Tanjungpinang City Riau Islands Province

Jenny Christle Linanda Manalu1, Febrianti Lestari

2, Winny Retna Melani

2

Department of Aquatic Resources Management

Faculty of Marine Sciences and Fisheries

Raja Ali Haji Maritime University

Email : [email protected]

ABSTRAK

Siput gonggong (Strombus canarium) merupakan salah satu sumberdaya

perairan yang bernilai ekonomis tinggi dan sangat diminati di Kepulauan Riau

khususnya di Pulau Bintan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pola pertumbuhan siput gonggong yang ada di perairan Pulau Penyengat juga

untuk mengetahui sebaran frekuensi panjang dan potensinya. Total sampel yang

dianalisa selama penelitian yaitu 1200 ekor yang diambil dari pengutip gonggong

di Pulau Penyengat. Hasil penelitian kisaran panjang total siput gonggong

berkisar antara 38,5- 78,1 mm dengan panjang rata-rata 55,7+5,03 mm. Frekuensi

tertinggi terdapat pada selang kelas 54,00 – 57,00 mm yaitu sebanyak 393 ekor

dengan prosentase sekitar 33% dari total sampel. Lebar cangkang rata-rata

keseluruhan sampel siput gonggong yang diambil adalah 31,47+5,07 mm.

Berdasarkan analisa menunjukkan bahwa hubungan panjang total cangkang dan

berat total memiliki korelasi kuat secara positif, dari hubungan tersebut

menunjukkan pola pertumbuhan allometrik positif dengan persamaan

pertumbuhan W=2,94x10-5

L3,2683

dengan koefisien determinasi (R2) sebesar

0,6326.

Kata kunci : pola pertumbuhan, pulau penyengat, sebaran frekuensi, siput

gonggong

PENDAHULUAN

Gonggong (Strombus sp.) termasuk sejenis siput laut, merupakan salah satu

hewan lunak (Mollusca), banyak hidup di pantai Pulau Bintan dan sekitarnya

(Amini, 1984). Siput gonggong telah menjadi makanan khas sekaligus icon di

Kepulauan Riau khususnya Pulau Bintan karena banyak diminati tidak hanya oleh

masyarakat setempat, namun juga wisatawan-wisatawan, baik itu wisatawan

domestik maupun wisatawan asing. Salah satu habitat gonggong Pulau Bintan

yang diketahui adalah di Pulau Penyengat (Amini dan Pralampita, 1987).

Kebutuhan masyarakat serta permintaan pasar terhadap siput gonggong

semakin meningkat, sehingga menyebabkan penangkapannya semakin intensif

pula dilakukan. Meskipun siput gonggong merupakan sumberdaya alam yang

dapat diperbaharui, namun reproduksi siput ini tergolong lambat dan masih jarang

sekali informasi dan penelitian mengenai siput ini. Jika siput gonggong terus

dieksploitasi tanpa mengetahui keadaan stok gonggong di perairan serta tanpa ada

upaya pengelolaannya (pembudidayaannya) maupun kebijakan yang tepat dalam

penangkapan siput gonggong ini, maka bisa menyebabkan kepunahan siput

gonggong.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran frekuensi panjang,

potensi, dan pola pertumbuhan siput gonggong yang terdapat di perairan Pulau

Penyengat. Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui informasi

dasar tentang siput gonggong khususnya di perairan Pulau Penyengat.

BAHAN DAN METODE

Penelitian tentang pola pertumbuhan siput gonggong dilakukan di Pulau

Penyengat (Gambar 1) Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau pada bulan

Agustus dan September tahun 2015. Sampel siput gonggong diambil langsung

dari perairan Pulau Penyengat oleh pengutip gonggong, kemudian dilakukan

pengukuran terhadap siput gonggong yang tertangkap. Pengambilan sampel

dilakukan sebanyak delapan kali, yaitu sekali dalam seminggu selama dua bulan.

Dalam setiap pengambilan sampel, diambil secara acak sebanyak 150 ekor

(diduga dapat mewakili populasi) sehingga total sampel yang diperoleh dalam

penelitian ini sebanyak 1200 ekor selama dua bulan.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

Sampel siput gonggong diukur panjang dan berat totalnya (Gambar 2)

kemudian dianalisa sebaran frekuensi panjang menggunakan metode Walpole

(1982). Potensi siput gonggong dikuantifikasi dengan rata-rata panjang dan rata-

rata berat. Adapun pola pertumbuhan siput gonggong dianalisa dari hubungan

panjang dan berat siput gonggong.

Gambar 2. Parameter yang diukur untuk morfometrik siput gonggong

(Strombus sp.).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Frekuensi Panjang

Panjang minimum dan panjang maksimum siput gonggong yang diperoleh

selama penelitian adalah 38,5 mm dan 78,1 mm dengan panjang rata-rata

55,7+5,03 mm. Hasil pengelompokan sebaran frekuensi panjang diperoleh 11

selang kelas dengan interval kelas 4 (Gambar 3). Diketahui bahwa panjang siput

gonggong terletak pada selang kelas 38,00 – 41,00 mm sampai 78,00 – 81,00 mm

dengan frekuensi tertinggi pada selang kelas 54,00 – 57,00 mm yaitu sebanyak

393 ekor dengan prosentase sekitar 33%. Jika dibandingkan dengan penelitian

Waris (2014) di Desa Madong, Bintan, yang memperoleh hasil panjang minimum

41,44 mm dan panjang maksimum 84,71 mm, maka ukuran siput gonggong di

perairan Pulau Penyengat tergolong kecil. Amini (1986) melaporkan, bahwa telah

terjadi penurunan ukuran rata-rata tedong gonggong yang ditangkap. Hal ini

merupakan indikasi mulai terjadinya penurunan populasi tedong gonggong pada

tahap awal atau biasa disebut "growth over fishing".

Gambar 3. Sebaran frekuensi panjang bulan Agustus-September

Potensi Siput Gonggong

Hasil pengukuran rata-rata panjang siput gonggong yang diambil oleh nelayan

di perairan Pulau Penyengat berkisar antara 52,5 – 57,7 mm, sedangkan lebar

cangkang rata-rata siput gonggong di perairan Pulau Penyengat berkisar antara

28,70 – 34,47 mm. Menurut Siddik (2011) siput gonggong mencapai kematangan

gonad pada saat panjang cangkangnya berukuran 51 mm (jantan) dan 54 mm

(betina). Sedangkan Cob, et al (2008a) dalam penelitiannya di Johor, Malaysia

menemukan ukuran panjang siput gonggong yang matang gonad lebih besar yaitu

54,14 mm (jantan) dan 58,51 mm (betina). Amini dan Pralampita (1987) dalam

penelitiannya mendapatkan dugaan panjang asimptotik (L∞) siput gonggong di

perairan Pantai Pulau Bintan sebesar 82,5 mm. Dengan kondisi-kondisi yang telah

disebutkan sebelumnya, maka dapat dilihat bahwa siput gonggong yang

tertangkap di perairan Pulau Penyengat belum mencapai ukuran matang gonad,

belum mencapai panjang optimum bahkan belum mencapai stadia dewasa..

Pola Pertumbuhan Siput Gonggong

Hasil analisis hubungan panjang berat diketahui bahwa persamaan panjang

berat siput gonggong adalah W=2,94x10-5

L3,2683

(Gambar 4) dengan koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,6326. Setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap

koefisien b diperoleh nilai thitung > ttabel yaitu t3,728 > t1,962 yang berarti hipotesis

nol, yaitu pola pertumbuhan siput gonggong isometrik, ditolak. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pola pertumbuhan siput gonggong tidak seimbang (tidak

isometrik).

Koefisien b pada analisis panjang berat memiliki nilai lebih besar dari 3 yaitu

sebesar 3,2683 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan siput gonggong di perairan

Pulau Penyengat bersifat Allometrik Positif, artinya pertambahan berat lebih besar

dari pada pertambahan panjang (Effendie, 1997). Koefisien determinasi (R2) pada

4 29 87

244

393

311

102

21 7 1 1 0

100

200

300

400

500

38

-41

42

-45

46

-49

50

-53

54

-57

58

-61

62

-65

66

-69

70

-73

74

-77

78

-81

Fre

kue

nsi

(e

kor)

Selang Kelas Panjang (mm)

Agustus-September

hubungan panjang berat siput gonggong ini cukup besar, yaitu 0,6326

menunjukkan bahwa panjang memiliki pengaruh sebesar 63,26% terhadap berat.

Pola pertumbuhan siput gonggong dari hasil analisa panjang berat di perairan

Pulau Penyengat sejalan dengan penelitian Cob et al (2009b) yang mendapatkan

bahwa pola pertumbuhan siput gonggong di Selat Johor, Malaysia bersifat

Allometrik Positif (nilai b = 3,24 pada jantan dan b = 3,30 pada betina). Hal yang

berbeda terjadi pada siput gonggong yang hidup di perairan Desa Madong Kota

Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau, yang memiliki pola pertumbuhan

Allometrik Negatif, dengan nilai b sebesar 2,3563 (Waris, 2014). Begitu pula

dengan pola pertumbuhan siput gonggong yang terdapat di Teluk Klabat Bangka

Belitung yang memiliki nilai b 2,032 (Siddik 2011). Nilai koefisien b yang lebih

kecil dari 3 (Allometrik Negatif) artinya pertambahan panjang lebih cepat

daripada pertambahan berat (Effendie, 1997). Moutopoulos & Stergiou (2002) in

Kharat et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh

perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati.

Gambar 4. Hubungan panjang berat siput gonggong.

Implikasi Pengelolaan

Penangkapan siput gonggong di Pulau Penyengat masih tergolong tradisional,

karena hanya dengan menyelam pada saat air pasang dan mengutip dengan

tangan. Meskipun begitu kondisinya sudah cukup mengkhawatirkan. Sehingga

diperlukan adanya tindakan pencegahan agar tidak terjadi tekanan terhadap

populasi siput gonggong yang ada di perairan Pulau Penyengat yang dapat

mengarah kepada kepunahan. Solusi yang ditawarkan untuk menyelamatkan biota

yang terancam kepunahannya sementara kegiatan ekonomi nelayan siput

gonggong dapat terus berjalan, adalah sebagai berikut:

y = 3.2683x - 10.433 R² = 0.6326

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

3.6 3.8 4 4.2 4.4

Be

rat

Tota

l (gr

)

Panjang Total (mm)

1. Membatasi ukuran tangkap siput gonggong. Hal yang paling mudah dilihat

untuk dapat menduga apakah siput gonggong tersebut sudah tepat ukuran

konsumsi atau belum adalah dengan melihat panjang cangkang serta ketebalan

bibir cangkang. Untuk gonggong ukuran konsumsi sebaiknya diambil yang

panjangnya + 6 cm dan hanya mengambil gonggong yang bibir luar

cangkangnya tebal. Siput gonggong berukuran kecil dan cangkangnya tipis

sebaiknya tidak ditangkap. Selain karena belum sempat melakukan pemijahan,

siput gonggong berukuran kecil juga sebenarnya kurang diminati untuk

dikonsumsi, karena biasanya konsumen lebih menyukai siput gonggong yang

berukuran besar dan bercangkang tebal.

2. Menentukan daerah suaka perikanan siput gonggong dengan sistem zonasi di

perairan Pulau Penyengat dan pada setiap daerah potensial penghasil siput

gonggong lainnya. Penentuan areal suaka tersebut harus dikoordinasikan

dengan Pemda setempat untuk mendapat legalitas dalam bentuk Peraturan

Daerah yang bersifat mengikat semua pihak.

Maka yang perlu diupayakan terlebih dahulu adalah melakukan

pemberitahuan atau sosialisasi kepada masyarakat setempat dan diperlukan juga

kerja sama antar warga agar tidak mengambil siput gonggong berukuran kecil

dan bercangkang tipis.

KESIMPULAN

Sebaran frekuensi panjang siput gonggong yang diamati di perairan Pulau

Penyengat tidak terlalu beragam. Frekuensi terbanyak terdapat pada selang kelas

54,00 – 57,00 mm, selanjutnya berturut-turut terdapat pada selang kelas 58,00 –

61,00 mm dan 50,00 – 53,00 mm.

Siput gonggong yang tertangkap di perairan Pulau Penyengat memiliki

panjang berkisar antara 52,5 – 57,7 mm, sedangkan lebar cangkang rata-rata siput

gonggong di perairan Pulau Penyengat berkisar antara 28,70 – 34,47 mm. Ukuran

yang tertangkap belum mencapai ukuran matang gonad dan belum mencapai

panjang asimptotik.

Pola pertumbuhan dari hasil analisa panjang berat pada siput gonggong di

perairan Pulau Penyengat bersifat Allometrik Positif, yaitu pertambahan berat

lebih cepat daripada pertambahan panjang.

SARAN

Rekomendasi yang tepat menurut penelitian ini yaitu.

1. Diharapkan penelitian ini bisa menjadi dasar bagi penelitian-penelitian

berikutnya dan bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah maupun pihak

terkait dalam pengelolaan sumberdaya perairan dalam hal ini khususnya siput

gonggong di Pulau Penyengat.

2. Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai dinamika populasi atau kajian

mengenai stok siput gonggong di perairan Pulau Penyengat mengingat

keterbatasan dalam penelitian ini salah satunya adalah tidak membedakan

antara gonggong jantan dan betina.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah turut membantu dan memberikan

dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian penelitian ini baik berupa moril

maupun materil.

DAFTAR PUSTAKA

Amini, S. 1984. Studi Pendahuluan Gonggong (Strombus canarium) di Perairan

Pantai Pulau Bintan-Riau. Jurnal of Marine Fisheries Research, 38:

23- 29.

Amini, S. 1986. Studi Pendahuluan Gonggong (Strombus canarium) di Perairan

Pantai Pulau Bintan, Riau. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 36: 23-29.

Amini, S., Pralampita, W. A. 1987. Pendugaan Pertumbuhan dan Beberapa

Parameter Biologi Gonggong (Strombus canarium) di Perairan Pantai Pulau

Bintan-Riau. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 41: 29-35.

Cob, Z. Arshad, C. A., Bujang, J. S., Ghaffar, M. A. 2008a. Sexual Maturity and

Sex Determination in Strombus canarium Linnaeus, 1758 (Gastropoda:

Strombidae). Journal of Biological Sciences, 8(3): 616-621.

Cob, Z. C., Ghaffar M. A., Arshad A., Bujang J. S. 2009b. Exploring the Use of

Empirical Methods to Measure the Secondary Production of Strombus

canarium (Gastropoda: Strombidae) Population in Johor Straits, Malaysia.

Sains Malaysiana, 38 (6): 817-825.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor.

Siddik, J. 2011. Sebaran Spasial dan Potensi Reproduksi Populasi Siput

Gonggong (Strombus turturella) di Teluk Klabat Bangka – Belitung.

[Sekolah Pascasarjana]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Walpole, E. 1982. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Waris, R. W. N. 2014. Kajian Stok Siput Gonggong (Stombus canarium)

Perairan Madong Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. [Skripsi].

Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.