The Swedish Apotek is a state owned stock company (aktiebolag ...
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:...
Transcript of PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:...
xv
ABSTRACT
This study aimed to analyze the effect of pay satisfaction on intention turnover and to evaluate the influence of demographic and organizational factors differences based on age, position (title), length of work, division and work location on pay satisfaction and intention turnover in the PT. BTMU BRI Finance. The populations were all of the employees from staff level to management level (except the board of Directors). Census methods were used, with the member of population takes 133 employees as the sample of this study. To answer the research questions, used simple regression analysis techniques and different test.
The conclusion of this study as the following 1) pay satisfaction has negative effect on turnover intention employees of PT. BTMU BRI Finance. 2) There is a difference pay satisfaction of employees of PT. BTMU BRI Finance reviewed based on the location and division 3) There were differences in the turnover intention of employees of PT. BTMU BRI Finance based on age, especially at age 20-29 years with more than 40 years and turnover intention based on length of work especially under 5 years and more than 10 years.
In efforts of decreasing turnover rate, it recommended for PT BTMU BRI Finance to provide regular performance incentives and provide benefits in accordance with the employee's contribution to the company so that employees can live decent. To improve employee satisfaction on different locations, the company needs to consider providing the expensiveness allowance in salary component based on the location where employee works. In addition, to reduce turnover intention at a young age, the company needs to design a career path and remuneration system that is transparent based on performance.
Key Words: Pay Satisfaction, Intention Turnover
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepuasan kerja merupakan sesuatu yang penting karena menentukan
loyalitas karyawan dalam suatu perusahaan. Ketika karyawan merasa tidak puas
dalam pekerjaannya maka akan menimbulkan dampak pada penurunan kinerja.
Kemerosotan itu dapat berwujud antara lain keterlibatan kerja semakin berkurang,
komitmen pada organisasi rendah, suasana kerja terasa negatif, dan serangkaian
akibat negatif lain akan muncul. Lebih dari itu, pekerja yang tidak puas dapat
terjebak dalam suatu kemerosotan yang bersifat psikologis dan kemerosotan fisik,
misalnya tidak masuk kerja tanpa alasan jelas, pulang lebih awal, istirahat lebih
lama, kelambatan kerja, munculnya tindakan agresi yang berlebihan dan
pembalasan terhadap kesalahan yang terjadi. Para karyawan yang puas dapat
membuat tindakan-tindakan kinerja secara lebih baik misalnya melayani
konsumen di luar panggilan tugas, membuat laporan kerja yang baik, dan aktif
terjun dalam semua bidang pekerjaan (Newstroom, 2007). Hal ini mengisyaratkan
betapa kepuasan kerja sangat penting dan vital bagi kehidupan karyawan dan
organisasi sehingga perlu dipelihara eksistensinya dari waktu ke waktu, bahkan
terus ditingkatkan sejalan dengan dinamika perkembangan individu dan
organisasi.
Kepuasan kerja berhubungan dengan sejumlah hal, antara lain: gaji,
kondisi lingkungan kerja, keinginan (passion), kepemimpinan, dan karir. Sistem
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
imbalan meliputi pengupahan atau gaji, penghargaan, pujian, bonus, tunjangan.
Kondisi lingkungan kerja berkaitan dengan mitra kerja, lingkungan fisik tempat
bekerja, sarana dan prasarana tempat kerja. Passion merupakan dorongan atau
keinginan dari diri sendiri akan suatu pekerjaan, misalnya pekerjaan guru, dokter,
pengacara, kerap kali berhubungan dengan passion seseorang. Kepemimpinan
yang adil, bijaksana dan memperhatikan karyawan di tempat kerja akan
menimbulkan suasana yang kondusif dalam bekerja, sebaliknya jika
kepemimpinan bersifat otoriter dan tidak memperhatikan karyawan, menyebabkan
karyawan tidak merasa nyaman bekerja.
Dari semua hal yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yang menjadi
gejala umum relatif menonjol adalah gaji. Gaji yang diterima seorang karyawan
mempengaruhi keputusan seseorang untuk bertahan atau tidak bertahan di dalam
organisasi kerja. Besaran gaji yang dapat menimbulkan kepuasan bersifat relatif
dan bervariasi, bergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi seperti faktor
demografi dan faktor organisasional karyawan dari suatu perusahaan. Faktor
demografi antara lain, domisili, kondisi sosial, jenis kelamin, usia, jumlah
tanggungan, menghasilkan persepsi yang berbeda-beda dalam menyatakan
besaran gaji yang layak dan memuaskan karyawan. Demikian pula faktor-faktor
organisasional seperti lamanya bekerja, divisi, lokasi bekerja dan posisi dalam
suatu perusahaan mempengaruhi tingkat kepuasan gaji dan pada akhirnya
mempengaruhi intensi keluar karyawan.
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan gaji dan
intensi keluar. Mobley (1986) mengemukakan bahwa pekerja muda mempunyai
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
tingkat turnover yang lebih tinggi daripada pekerja-pekerja yang lebih tua.
Karyawan berusia muda berada pada tahap bereksperimen pada kehidupan
profesionalnya sehingga memiliki intensi keluar yang lebih besar dari karyawan
yang lebih berumur.
Masa kerja juga memiliki pengaruh pada kepuasan gaji dan intensi keluar.
Masa kerja menunjukan komitmen dan loyalitas yang lebih kuat terhadap
perusahaan. Semakin lama orang bekerja diikuti dengan peningkatan karir yang
bersangkutan. Dengan meningkatnya karir sesorang maka secara umum akan
meningkatkan prestige, previlige, welfare dan power seseorang meningkat
(Popenoe, 1991).
Ditinjau dari divisi tempat karyawan bekerja juga berpengaruh pada
kepuasan gaji dan intensi keluar. Karyawan yang bekerja pada divisi bisnis
(marketing) memiliki kepuasaan gaji yang berbeda dengan karyawan pada divisi
operasional. Hal ini disebabkan tekanan kerja yang lebih kuat pada divisi bisnis
dibandingkan tekanan kerja pada divisi operasional. Untuk itu faktor kepuasan
gaji menjadi sangat penting dalam rangka menekan faktor intensi keuar.
Lokasi kerja juga berpengaruh pada kepuasan gaji dan intensi keluar,
Sistem pengajian yang sama baik di kantor pusat maupun kantor cabang
mepengaruhi kepuasan karyawan dan keinginan untuk keluar. Faktor biaya hidup
dan faktor jarak dengan kantor dan keluarga menjadi pertimbangan karyawan
untuk bekerja secara total.
Intensi merupakan niat seseorang untuk melakukan perilaku tertentu
(Dayaksini dan Hudaniah, 2009). Pada dasarnya intensi berkaitan erat dengan
kepercayaan (belief) seseorang terhadap sesuatu hal, sikap (attitude) pada hal itu,
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
serta dengan perilaku itu sendiri dibagai perwujudan nyata dari intensinya.
Individu merasakan apakah ada rasa keadilan (equity) terhadap gaji yang diterima
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya. Rasa keadilan tersebut akan
berpengaruh pada kepuasan pekerja atas gaji yang diterimanya. Kepuasan gaji
dapat diartikan bahwa seseorang akan terpuaskan dengan gajinya ketika persepsi
terhadap gaji dan apa yang mereka peroleh sesuai dengan yang diharapkan.
Bagi suatu organisasi, tingkat intensi yang mengarah pada turnover
(keluar) akan menimbulkan dampak negatif bagi organisasi. Turnover berarti
perilaku menarik diri dari organisasi yang bersifat permanen, baik itu dilakukan
secara sukarela maupun tidak sukarela (Kinichi dan Kreitner, 2010). Intensi
keluar yang tinggi akan menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian
(uncertainity) terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya sumber daya
manusia. Peningkatan biaya dipicu oleh adanya biaya perekrutan tenaga kerja
baru, pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan lama, dan pelatihan bagi
karyawan baru. Turnover yang tinggi juga mengakibatkan organisasi tidak efektif
karena perusahaan kehilangan karyawan yang berpengalaman dan perlu melatih
kembali karyawan baru.
Saat ini intensi keluar telah menjadi masalah serius bagi banyak
perusahaan, bahkan beberapa perusahaan mengalami frustasi ketika mengetahui
proses rekrutmen yang telah berhasil menjaring staf berkualitas pada akhirnya
menjadi sia-sia karena staf yang direkrut tersebut lebih memilih bekerja di
perusahaan lain. Tingginya tingkat turnover pada perusahaan akan semakin
menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang sudah
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun
biaya rekrutmen dan pelatihan kembali (Suwandi dan Indriantoro,1999).
Menurut Mobley (dalam Judge, 1993), keinginan untuk mengakhiri tugas
atau meninggalkan organisasi berhubungan negatif dengan kepuasan kerja.
Kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk
keluar. Evaluasi terhadap berbagai alternatif pekerjaan, pada akhirnya akan
mewujudkan terjadinya turnover karena individu yang memilih keluar organisasi
akan mengharapkan hasil yang lebih memuaskan di tempat lain.
Permasalahan yang terjadi di setiap perusahaan, terutama masalah sumber
daya manusia, menuntut perhatian lebih. Secanggih apa pun teknologi dan
seberapa besar modal dalam organisasi tersebut, keberadaan manusia (karyawan)
penting sebagai penggerak utama roda organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa
tanpa dukungan manusia (karyawan) yang berkualitas, keberhasilan perusahaan
mustahil tercapai. Kontribusi pegawai pada organisasi akan menentukan maju
ataupun mundurnya organisasi (Usmara, 2002).
Fenomena yang sering terjadi, ketika kinerja perusahaan telah berjalan
baik, maka kondisi tersebut dapat terganggu secara langsung maupun tidak
langsung akibat intensi keluar karyawan. Permasalahan intensi ini juga dialami
oleh PT. BTMU BRI Finance, sebuah perusahaan patungan (joint venture) antara
dua raksasa perbankan di Jepang dan Indonesia, yaitu Bank of Tokyo Mitsubishi
UFJ Co. Ltd dan Bank Rakyat Indonesia. Berdasarkan pengamatan data pada PT
BTMU BRI Finance bahwa dalam satu tahun terakhir, perusahaan dihadapkan
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
pada banyaknya karyawan yang mengajukan pengunduran diri, baik karyawan
senior maupun junior.
Perusahaan dalam rangka meningkat mutu sumber daya manusia, secara
konsisten melakukan perekrutan karyawan baru yang berusia lebih muda. Namun
kaum muda cenderung mudah mengambil keputusan untuk melakukan turnover.
Karyawan yang lebih muda mungkin mempunyai kesempatan yang lebih besar
untuk mendapatkan pekerjaan baru, karena beban tanggung jawab terhadap
keluarga masih belum berat, sehingga akan lebih mudah untuk berganti pekerjaan.
Namun dapat juga terjadi karena karyawan muda usia mempunyai harapan yang
tinggi mengenai pekerjaan dan gaji yang diterima, sehingga ketika tidak terpenuhi
maka mereka berganti pekerjaan.
Lamanya bekerja juga mempengaruhi kepuasan gaji dan intensi keluar.
Hal ini dapat dipahami semakin lama karyawan bekerja sejalan dengan
peningkatan karirnya. Peningkatan karir maupun posisi secara umum akan
meningkatkan prestige, previlige, welfare dan power seseorang meningkat
(Popenoe, 1991). Dengan adanya peningkatan tersebut, maka kepuasan gaji juga
meningkat dan intensi keluar juga berkurang.
Demikian pula faktor lokasi kerja, perusahaan menerapkan sistem
pengajian yang sama baik dikantor pusat maupun kantor cabang. Dilihat dari taraf
hidup dari setiap kota yang berbeda-beda, maka kepuasan gaji dari kantor pusat
dan cabang berbeda. Karyawan juga akan lebih nyaman bekerja di lokasi kerja
yang dekat dengan keluarga dan kota di mana mereka berasal. Faktor ini menjadi
pertimbangan karyawan untuk mempertimbangkan intensi keluar.
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
Berdasarlan problematika di atas, penting untuk melakukan penelitian
mengenai kecenderungan intensi keluar pada PT BTMU BRI Finance selama
kurun waktu 2012-2013 ditinjau dari perspektif kepuasan gaji.
1.2 Rumusan Masalah
Perpindahan karyawan yang terjadi pada PT. BTMU BRI Finance
mengundang masalah manajerial bagi perusahaan. Manajemen perusahaan
terganggu dalam usaha mencapai visi dan misi perusahaan. Dalam rangka
meningkatkan kemampuan daya saing industri pembiayaan (finance), maka
intensi keluar karyawan perlu diredam agar perusahaan dapat mewujudkan visi
dan misinya.
PT. BTMU BRI Finance yang bergerak di bidang usaha pembiayaan ini
telah berdiri sejak 1983. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2012-2013),
perusahaan dihadapkan pada banyaknya pengunduran diri karyawan, baik di
tingkat junior maupun senior. Berdasarkan data Turnover karyawan PT. BTMU –
BRI selama kurun waktu 2012 dan 2013 menunjukkan tingkat intensi keluar
karyawan yang relatif tinggi seperti terlihat pada tabel 1.1 sebagai berikut :
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
Tabel 1.1 Data Turnover Karyawan PT. BTMU BRI Finance Tahun 2012 – 2103
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Jumlah
Rata2
2012
Masuk 2 14 1 2 2 0 6 2 6 4 5 0 44
% 1.53% 10.69% 0.76% 1.53% 1.53% 0.00% 4.58% 1.53% 4.58% 3.05% 3.82% 0.00% 33.59%
Keluar 3 3 1 0 2 0 1 0 2 6 0 1 19
% 2.29% 2.29% 0.76% 0.00% 1.53% 0.00% 0.76% 0.00% 1.53% 4.58% 0.00% 0.76% 14.50% Jumlah
Karyawan 131
2013
Masuk 3 2 3 3 3 2 2 1 2 3 3 1 28
% 2.26% 1.50% 2.26% 2.26% 2.26% 1.50% 1.50% 0.75% 1.50% 2.26% 2.26% 0.75% 21.05%
Keluar 2 2 1 3 2 2 0 3 4 1 2 4 26
% 1.50% 1.50% 0.75% 2.26% 1.50% 1.50% 0.00% 2.26% 3.01% 0.75% 1.50% 3.01% 19.55% Jumlah
Karyawan 133
Sumber :Departmen Sumber Daya Manusia PT. BTMU BRI Finance
Dari tabel 1.1 terlihat bahwa tingkat turnover karyawan cukup tinggi
selama dua tahun dari 2012 – 2013. Hal ini mengindikasi adanya penyebab
mengapa karyawan tersebut keluar. Hasil diskusi dengan beberapa informan
(karyawan PT BTMU BRI Finance), diperoleh keterangan bahwa masih banyak
karyawan yang berkeinginan untuk mengakhiri hubungan kerja dengan
perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis yang juga terlibat aktif
sebagai bagian dari PT. BTMU BRI FINANCE berkeinginan untuk meneliti
seberapa tinggi pengaruh kepuasan kerja terutama kepuasan gaji terhadap intense
keluar pada PT. BTMU BRI Finance dan bagaimana perbedaan kepuasan gaji dan
turnover intetion ditinjau berdasarkan usia dan faktor organizational (lama
bekerja, tempat kerja, departmen, posisi dan jabatan)
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
1.3 Pertanyaan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, pertanyaan yang dapat diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah kepuasan gaji berpengaruh pada intensi keluar?
2. Apakah ada pengaruh faktor demografi dan organisasional berdasarkan usia,
posisi (jabatan), lama bekerja, divisi dan lokasi kerja pada kepuasan gaji dan
intensi keluar ?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepuasan gaji
pada intensi keluar karyawan dan untuk mengevaluasi pengaruh faktor demografi
dan organisasional berdasarkan usia, posisi (jabatan), lama bekerja, divisi dan
lokasi kerja pada kepuasan gaji dan intensi keluar .
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terdiri dari dua manfaat, yakni manfaat teoretik dan
manfaat praktis. Adapun rincian detail manfaat teoretis dan praktis yang diperoleh
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
1. Manfaat Praktis bagi PT. BTMU BRI Finance
a. Hasil penelitian dan pembahasannya dapat dijadikan acuan bagi PT.
BTMU BRI Finance untuk melakukan transformasi dalam upaya
mewujudkan tujuan organisasi dan keunggulan bersaing.
b. Bagi pimpinan perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan
informasi dalam pengambilan kebijakan baik sekarang maupun yang akan
datang dalam rangka meningkatkan kepuasan gaji dan mengurangi intensi
keluar.
2. Manfaat Teoritis
Sebagai sumbangan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
pengembangan Sumber Daya Manusia dalam kaitannya dengan pengelolaan
intensi keluar pada karyawan suatu organisasi dan diharapkan dapat menjadi dasar
untuk penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian
Kepuasan kerja mengandung sejumlah faktor diantaranya adalah kepuasan
gaji. Penelitian ini akan membatasi pada intensi keluar pada PT BTMU BRI
Finance yang dipengaruhi oleh kepuasan gaji beserta perbedaan kepuasan gaji dan
intensi keluar ditinjau berdasarkan faktor demografi dan faktor organizational.
Intensi keluar PT BTMU BRI Finance dibatasi pada rentang tahun 2012-2013.
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
1.7 Susunan Laporan Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam lima bab, yaitu BAB I
Pendahuluan, BAB II Landasan Teori, BAB III Metode Penelitian, BAB IV
Analisis dan Pembahasan, serta BAB V Kesimpulan dan Saran.
BAB I Pendahuluan
Mengemukakan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang memberikan
gambaran mengenai apa yang ingin dicapai, batasan penelitian
serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Berisi tentang tinjauan pustaka, teori dasar atau landasan teori
penilitian serta hipotesis penelitian ini.
BAB III Metode Penelitian
Menguraikan tentang desain penelitian, populasi dan sampel
penelian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan
metode analisis data.
BAB IV Hasil Penelitian dan pembahasannya
Berisikan mengenai pembuktian penelitian dan pembahasan
tentang kepuasan gaji dan intesi keluar pada PT. BTMU BRI
Finance yang meliputi desktipsi data, pengujian hipotesi dan
pembahasannya.
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
BAB V Kesimpulan dan Saran
Berisikan mengenai kesimpulan dan saran yang diperoleh setelah
melakukan penelitian, bab ini juga merupakan intisari dari
permasalahan yang diajukan sekaligus mencari alternatif
pemecahannya.
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Intensi Keluar
2.1.1 Pengertian Intensi Keluar
Robbins dan Judge (2012) mengatakan bahwa turnover karyawan
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu turnover yang sukarela (voluntary turnover)
yang diprakarsai karyawan dan tipe turnover yang terpaksa (involuntary turnover)
yang diprakarsai oleh perusahaan. Semakin tinggi turnover berarti semakin sering
terjadi pergantian karyawan.
Jika dilihat dari sisi perusahaan yang karyawannya melakukan perilaku
turnover atas kehendak karyawan sendiri, maka perusahaan tersebut akan
mengalami kerugian. Karena perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk proses
rekrutmen dan seleksi karyawan maupun biaya untuk melatih karyawan yang baru
masuk. Apabila karyawan yang keluar cukup banyak maka hal itu dapat
menimbulkan ganguan arus kerja, apalagi kalau yang keluar adalah karyawan-
karyawan yang cukup terlatih, berbakat, terampil maupun berpengalaman.
Demikian juga bila tindakan turnover dilakukan oleh karyawan yang bekerja
dalam teamwork, maka keluarnya karyawan tersebut dapat mengakibatkan
hilangnya sinergi kelompok.
Perpindahan kerja biasanya merupakan salah satu pilihan terakhir bagi
seorang karyawan apabila mendapati kondisi kerjanya sudah tidak sesuai lagi
dengan apa yang diharapkan. Turnover bagi karyawan merupakan salah satu jalan
keluar untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik bagi dirinya, namun seperti
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
telah dikemukakan di atas bagi perusahaan hal ini juga dapat menjadi suatu
kerugian tersendiri.
Keluarnya karyawan secara sukarela umumnya didahului oleh Intensi
Keluar (Intensi Keluar). Panggabean (2004) mengatakan bahwa keinginan untuk
pindah kerja didefinisikan sebagai keinginan untuk meninggalkan organisasi
dengan sengaja dan sadar. Sementara itu Munandar (2010) menyatakan bahwa
Intensi Keluar adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja
dari pekerjaannya.
2.1.2 Dampak Turnover bagi Organisasi
Intensi keluar yang kuat akan diikuti oleh turnover dari karyawan pada
suatu perusahaan. Dampak turnover yang paling besar bagi perusahaan adalah
masalah biaya (Mobley, 1986). Turnover merupakan petunjuk kestabilan
karyawan. Semakin tinggi turnover, berarti semakin sering terjadi pergantian
karyawan. Tentu hal ini akan merugikan perusahaan. Sebab, seperti yang
dikemukakan Aamodt (2009) bahwa dampak dari turnover akan terbagi dua, yaitu
dampak yang tampak dan dampak yang tidak tampak. Dampak yang tampak dari
turnover diantaranya biaya iklan, biaya agensi karyawan, bonus, biaya perjalanan
penerimaan, gaji dan biaya yang dikeluarkan selama proses aplikasi dan
wawancara kandidat, serta biaya penempatan bagi karyawan baru. Dampak yang
tidak tampak termasuk hilangnya produktivitas berhubungan dengan pindahnya
karyawan, karyawan lain harus melakukan pekerjaan yang lebih banyak, tidak ada
produktivitas pada masa lowong, dan merendahnya produktivitas berkaitan
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
dengan karyawan yang baru mendapat pelatihan. Sebagai tambahan pada dampak
yang tidak terlihat termasuk waktu kerja yang melebihi seharusnya pada karyawan
yang menggantikan posisi yang lowong dan biaya pelatihan ketika karyawan
pengganti telah diterima.
Penelitian yang dilakukan Kosseff (dalam Dore, 2005) terhadap pekerja
bidang teknologi menunjukkan biaya yang diperlukan untuk mengganti pekerja
yang berhenti sebesar satu setengah kali gaji pertahun karyawan. Bahkan dalam
penelitian Longenecker dan Scazzero (dalam Dore, 2005), biaya tersebut sampai
dua setengah kali gaji pertahun karyawan.
Mobley (1986) menyatakan keinginan (intensi) untuk keluar dari
organisasi merupakan prediktor dominan yang bersifat positif terhadap terjadinya
turnover. Faktor-faktor organizational characteristic dapat diasumsikan sebagai
faktor eksternal yang berhubungan dengan kualitas kehidupan bekerja di dalam
organisasi. Faktor- faktor yang berhubungan dengan kualitas kehidupan bekerja,
yaitu pay level, dan training program (existence of training program dan length of
training program). Dengan diberikan upah yang mencukupi dan adil serta
training yang diberikan oleh perusahaan, diharapkan dapat mengurangi Intensi
Keluar karyawan serta meningkatkan kualitas kehidupan bekerja di dalam
organisasi.
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
2.1.3 Indikasi Terjadinya Intensi Keluar
Menurut Harnoto (2002), Intensi Keluar dapat ditandai oleh berbagai hal
yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai
malas kerja, bertambahnya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja,
timbulnya keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun
keseriusan dalam menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang tampak
sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-indikasi tersebut dapat digunakan sebagai
acuan untuk memprediksikan Intensi Keluar karyawan dalam perusahaan.
a) Peningkatan Absensi
Karyawan yang sudah mempunyai keinginan untuk pindah kerja, biasanya
ditandai dengan tingkat absensi yang semakin meningkat. Tanggungjawab
karyawan terhadap pekerjaannya dalam fase ini sangat kurang dibandingkan
dengan sebelumnya.
b) Mulai malas bekerja
Karyawan yang sudah mempunyai keinginan untuk pindah kerja, biasanya
terlihat akan lebih malas bekerja dibandingkan dengan sebelumnya karena
orientasi karyawan ini bekerja ditempat lain yang dirasa dan dipandang akan
lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
c) Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan mulai
sering dilakukan karyawan yang akan melakukan pindah kerja. Karyawan
mulai berani untuk sering meninggalkan tempat kerja pada saat jam kerja
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
masih berlangsung, maupun mulai berani melakukan berbagai bentuk
pelanggaran lain.
d) Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang sudah mempunyai keinginan untuk pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi
protes yang dikemukakan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang dirasa berbeda dengan keinginan karyawan.
e) Perilaku karyawan yang sangat berbeda dari biasanya
Hal ini terjadi pada karyawan yang berkarakteristik positif. Karyawan ini
mempunyai tanggungjawab yang tinggi terhadap tugas-tugas yang
dibebankan padanya, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh
dan berbeda dari biasanya justru perlu diwaspadai apakah ada kemungkinan
karyawan tersebut akan meninggalkan perusahaan tempat dia bekerja.
Indikasi-indikasi tersebut di atas dapat digunakan sebagai acuan untuk
memprediksikan Intensi Keluar karyawan dalam sebuah organisasi. Sementara itu,
Mobley (dalam Schwepker, 2001) mengemukakan tiga indikator yang digunakan
untuk mengukur Intensi Keluar, yakni:
a. Pikiran-pikiran untuk berhenti (thoughts of quitting).
b. Keinginan untuk meninggalkan (intention to quit).
c. Keinginan untuk mencari pekerjaan lain (intention to search for another job).
Banyak faktor yang cukup kompleks dan saling berkaitan yang
mempengaruhi terjadinya Intensi Keluar dalam suatu perusahaan. Mobley (1986)
mengemukakan bahwa pekerja muda mempunyai tingkat turnover yang lebih
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
tinggi daripada pekerja-pekerja yang lebih tua. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan negatif antara usia dan Intensi Keluar, yang berarti
semakin tinggi usia seseorang, semakin rendah Intensi Keluarnya. Pendapat
senada juga dikemukakan oleh Porter dan Steer (1983) bahwa karyawan yang
lebih muda mungkin mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
mendapatkan pekerjaan baru, karena beban tanggung jawab terhadap keluarga
masih belum berat, sehingga akan lebih mudah untuk berganti pekerjaan. Namun
dapat juga terjadi karena karyawan muda usia mempunyai harapan yang terlalu
tinggi mengenai pekerjaannya, sehingga ketika tidak terpenuhi maka mereka
berganti pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor demografi
seperti usia juga turut mempengaruhi terjadinya Intensi Keluar dalam perusahaan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Arnold dan Fieldman (1982) yang
menjelaskan bahwa faktor kepuasan kerja seseorang akan turut mempengaruhi
dorongan Intensi Keluar. Mereka menemukan bahwa semakin tidak puas
seseorang terhadap pekerjaannya maka akan semakin kuat dorongan dalam
dirinya untuk melakukan turnover. Demikian pula sebaliknya, bila semakin puas
seseorang terhadap pekerjaannya maka semakin kecil dorongan dalam dirinya
untuk melakukan turnover.
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Kepuasan bisa tercapai bila tidak
ada perbedaan antara apa yang menurut persepsinya seharusnya didapat (harapan,
kebutuhan dan nilai-nilai) dengan apa yang menurut persepsinya telah diberikan
kepada perusahaan melalui pencapaian pekerjaan yang dilakukan. Semakin
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
banyak aspek atau nilai-nilai dalam perusahaan yang dirasa sesuai dengan dirinya,
maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, tetapi sebaliknya semakin
banyak aspek yang tidak sesuai dengan harapan dirinya, maka semakin rendah
tingkat kepuasan yang dirasakan
Keinginan pindah kerja dapat diukur dengan menggunakan daftar
kuesioner yang terdiri atas beberapa pertanyaan yang telah dilakukan oleh
beberapa peneliti terdahulu, yaitu:
a. Jaros (1995) menggunakan tiga pertanyaan untuk mengukur keinginan untuk
pindah kerja yaitu; (1) seberapa sering mereka berpikir untuk meninggalkan
perusahaan (2) seberapa senangnya mereka dengan pekerjaan yang sekarang
sehingga mereka tidak mau mencari jabatan dengan majikan yang lain, dan (3)
seberapa senangnya mereka selama ini, sehingga mereka tidak berminat untuk
pindah kerja pada tahun mendatang
b. Daftar kuesioner untuk mengukur keinginan pindah kerja yang dikemukakan
oleh Hom, Griffeth, dan Sellaro (1984) menggunakan dua pertanyaan yaitu;
(1) saya acapkali berpikir untuk pindah kerja, dan (2) seberapa sering anda
berpikir untuk pindah kerja.
c. Chen dan Franseco (2000) menggunakan empat pertanyaan untuk mengukur
Intensi Keluar yaitu; (1) pemikiran untuk meninggalkan pekerjaan (2)
kemungkinan pindah kerja pada waktu yang akan datang (3) keinginan untuk
tetap tinggal guna mengembangkan karir di perusahaan yang sekarang dan (4)
merasa tidak punya masa depan bila tetap bekerja di perusahaan ini.
Demikian pula Panggabean (2004) yang mengadaptasi pengukuran Chen
dan Fransesco (2000) yang terdiri dari 4 item. Sedangkan Micheals dan Spector
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
(1982) mengemukakan bahwa Intensi Keluar dapat diukur melalui indikator
pertanyaan: (1) secara serius saya mempertimbangkan untuk pindah dari
pekerjaan yang sekarang, (2) saya sudah merencanakan untuk berhenti dari
pekerjaan saya yang sekarang, dan (3) saya mau berhenti dari pekerjaan saya
sekarang.
2.2 Kepuasan Gaji
Istilah kepuasan gaji atau kepuasan pada gaji (pay satisfaction) tidak dapat
dipisahkan dengan konsep kepuasan kerja (job satisfaction). Dalam sejumlah
literatur, kepuasan gaji merupakan bagian yang terpisahkan dari kepuasan kerja.
Dengan kondisi demikian, maka akan lebih baik apabila uraian teoretik mengenai
kepuasan gaji diawali dengan sajian konseptual tentang kepuasan kerja agar
diperoleh pemahaman secara komprehensif.
Kepuasan kerja dimaknai secara beragam oleh para pakar. Menurut
Spector (1997), kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan tentang
pekerjaannya dan berbagai aspek pekerjaannya. Bagi Nelson dan Quick (2006),
kepuasan kerja sebagai kondisi emosi positif atau menyenangkan yang muncul
dari penilaian kerja atau pengalaman kerja. Sedangkan Wanous, Reiches dan
Hudy (1997) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap mengenai
pekerjaan atau kerja seseorang. Sementara itu Robbins dan Judge (2012)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang muncul dari penilaian sifat-sifat pekerjaannya. Di pihak
lain Locke (dalam Luhtans, 2008) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perilaku
yang melibatkan reaksi kognitif, afektif dan evaluatif atau sikap dengan menyebut
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
sebagai kondisi emosi positif atau menyenangkan dari penilaian kerja atau
pengalaman kerja seseorang.
Lebih dari itu, kepuasan kerja juga berkaitan dengan situasi kerja
seseorang dan tergantung pada banyak faktor, termasuk pasar, kondisi kerja,
lokasi kerja dan pengaruh dinamis lainnya (Zingeser, 2004). Menurut Noe (2006),
kepuasan kerja mengandung tiga aspek: pertama, kepuasan kerja merupakan
fungsi nilai yang dijelaskan sebagai “apa yang sengaja atau tidak sengaja ingin
dicapai oleh seseorang.”; kedua, menekankan bahwa berbagai karyawan memiliki
pandangan berbeda tentang nilai-nilai apa yang penting, dan ini sangat penting
dalam menentukan sifat dan tingkat kepuasan kerja. Seseorang dapat menghargai
upah tinggi dibandingkan orang lain; orang lain dapat menghargai kesempatan
berkeliling; yang lain lagi menyukai tinggal dalam batas geografi tertentu saja;
ketiga, persepsi individu yakni cara berbagai orang memandang situasi yang
sama secara berbeda.
Menurut Luthans (2008), ada tiga dimensi kepuasan kerja. Pertama,
kepuasan kerja merupakan reaksi emosi terhadap situasi kerja. Kedua, kepuasan
kerja sering ditentukan oleh bagaimana hasil-hasil kerja dapat memenuhi atau
melebihi harapan. Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap terkait: (1)
Kerja itu sendiri: sejauhmana pekerjaan memberi individu tugas yang menarik,
kesempatan untuk belajar dan peluang menerima tanggung jawab; (2) Upah:
jumlah ganti rugi keuangan yang diterima dan sampai di mana upah dianggap
sepadan dibandingkan upah orang lain dalam organisasi; (3) Peluang promosi.
Peluang bagi kemajuan dalam organisasi; (4) Pengawasan. Kemampuan pengawas
memberikan bantuan teknik dan dukungan tingkah laku; (5) Mitra kerja:
PERUMUSAN STRATEGI UNTUK USAHA KECIL APOTEK:STUDI KASUS PADA APOTEK WARU DAN CABANGPRIMATA TANTIANAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/