PERENCANAAN SANITASI MASYARAKAT DAERAH PESISIR...

25
1 PERENCANAAN SANITASI MASYARAKAT DAERAH PESISIR (STUDI KASUS: KECAMATAN KENJERAN, SURABAYA) PLANNING OF PUBLIC SANITATION SYSTEM AT COASTAL AREA (CASE STUDY: KENJERAN DISTRICT, SURABAYA) Gilang Yanuar Raditya & Ali Masduqi Jurusan Teknik Lingkungan – FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya – 60111 E-mail : [email protected] Abstrak Permasalahan minimnya sarana sanitasi pada Kecamatan Kecamatan Kenjeran diperparah dengan kebiasaan sebagian masyarakat yang masih open defecation. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat pola hidup sehat pada masyarakat sehingga menimbulkan lokasi yang kumuh. Perencanaan ini didahului dengan survey tingkat kelayakan fasilitas sanitasi pada masyarakat. Data primer yang dikumpulkan digunakan sebagai bahan pertimbangan penentuan lokasi prioritas dan pemilihan teknologi yang sesuai diterapkan. Daerah yang menjadi prioritas perencanaan adalah Kelurahan Tambak Wedi sedangkan teknologi yang dipilih adalah MCK Plus++ yang menawarkan biodigester dan IPAL komunal berupa ABR. Hal ini berdasarkan pertimbangan karena sebagian besar masyarakat kelurahan tersebut tidak memiliki prasarana MCK, jarak tempat tinggal masyarakat yang berdekatan, luas lahan rumah yang relatif sangat kecil, serta keinginan masyarakat yang kuat untuk bisa menggunakan jamban yang baik. Abstract The problem of lack of sanitation facilities at Kenjeran District is more severe since some inhabitants still practice open defecation. It shows the low levels of healthy lifestyle of the community that cause slum areas. This planning starts by the survey of feasibility level of sanitation facilities of the community. That primary data collected is used as a consideration for deciding the priority of location to be developed and for choosing an appropiate technology which can be applied in that location. The prority for the development is the Tambak Wedi Village while the selected technology is MCK + + which offers a communal WWTP ABR and biodigester. This decission is based on the fact that some people in that region do not have toilet facilities, the distance among houses is close, the area of home yard is relatively small, and the strong willingness of the society to be able to use the toilet with good latrines. Keywords: public sanitation, coastal area, Kenjeran District. PENDAHULUAN Latar Belakang Kelayakan sanitasi masyarakat di daerah pesisir Kecamatan Kenjeran menjadi sorotan pada permasalahan ini. Hal ini dapat dilihat dari kondisi existing daerah tersebut yang mendeskripsikan bahwa kondisi sanitasi masyarakat daerah tersebut tidak layak. Masyarakat pada daerah tersebut masih banyak yang buang air besar (BAB) sembarangan. Sebagian dari mereka masih menjadikan rawa-rawa dan saluran drainase

Transcript of PERENCANAAN SANITASI MASYARAKAT DAERAH PESISIR...

1

PERENCANAAN SANITASI MASYARAKAT DAERAH

PESISIR (STUDI KASUS: KECAMATAN KENJERAN,

SURABAYA)

PLANNING OF PUBLIC SANITATION SYSTEM AT

COASTAL AREA (CASE STUDY: KENJERAN DISTRICT,

SURABAYA)

Gilang Yanuar Raditya & Ali Masduqi Jurusan Teknik Lingkungan – FTSP

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya – 60111

E-mail : [email protected]

Abstrak

Permasalahan minimnya sarana sanitasi pada Kecamatan Kecamatan Kenjeran diperparah

dengan kebiasaan sebagian masyarakat yang masih open defecation. Hal ini menunjukkan rendahnya

tingkat pola hidup sehat pada masyarakat sehingga menimbulkan lokasi yang kumuh. Perencanaan ini

didahului dengan survey tingkat kelayakan fasilitas sanitasi pada masyarakat. Data primer yang

dikumpulkan digunakan sebagai bahan pertimbangan penentuan lokasi prioritas dan pemilihan teknologi

yang sesuai diterapkan. Daerah yang menjadi prioritas perencanaan adalah Kelurahan Tambak Wedi

sedangkan teknologi yang dipilih adalah MCK Plus++ yang menawarkan biodigester dan IPAL komunal

berupa ABR. Hal ini berdasarkan pertimbangan karena sebagian besar masyarakat kelurahan tersebut

tidak memiliki prasarana MCK, jarak tempat tinggal masyarakat yang berdekatan, luas lahan rumah yang

relatif sangat kecil, serta keinginan masyarakat yang kuat untuk bisa menggunakan jamban yang baik.

Abstract The problem of lack of sanitation facilities at Kenjeran District is more severe since some

inhabitants still practice open defecation. It shows the low levels of healthy lifestyle of the community that

cause slum areas. This planning starts by the survey of feasibility level of sanitation facilities of the

community. That primary data collected is used as a consideration for deciding the priority of location to

be developed and for choosing an appropiate technology which can be applied in that location. The prority

for the development is the Tambak Wedi Village while the selected technology is MCK + + which offers a

communal WWTP ABR and biodigester. This decission is based on the fact that some people in that region

do not have toilet facilities, the distance among houses is close, the area of home yard is relatively small,

and the strong willingness of the society to be able to use the toilet with good latrines.

Keywords: public sanitation, coastal area, Kenjeran District.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelayakan sanitasi masyarakat di daerah pesisir Kecamatan Kenjeran menjadi

sorotan pada permasalahan ini. Hal ini dapat dilihat dari kondisi existing daerah tersebut

yang mendeskripsikan bahwa kondisi sanitasi masyarakat daerah tersebut tidak layak.

Masyarakat pada daerah tersebut masih banyak yang buang air besar (BAB)

sembarangan. Sebagian dari mereka masih menjadikan rawa-rawa dan saluran drainase

2

sebagai tempat BAB. Hal ini juga menunjukkan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat

akan kebersihan dan kesehatan dan kepedulian terhadap lingkungan.

Permasalahan dalam perencanaan sanitasi masyarakat daerah pesisir Kecamatan

Kenjeran adalah kurangnya kesadaran masyarakat Kecamatan Kenjeran terhadap sanitasi

dan kurang layaknya fasilitas sanitasi di beberapa tempat di Kecamatan Kenjeran.

Perencanaan yang dilakukan di Kecamatan Kenjeran ini untuk mencari penyebab

permasalahan yang timbul dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut.

Tujuan dari perencanaan ini adalah mensurvey tingkat kelayakan fasilitas sanitasi

pada masyarakat Kecamatan Kenjeran, merencanakan tipikal teknologi yang dapat

digunakan untuk fasilitas sanitasi tersebut.

.

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Kecamatan Kenjeran terletak di Surabaya bagian utara. Kecamatan Kenjeran

terletak di daerah pesisir Kota Surabaya Kecamatan Kenjeran terletak pada 55˚30’5” LU

dan 37˚20’3” BT. Luas wilayah Kecamatan Kenjeran 14,42 km2 atau sekitar 4,42% dari

luas total wilayah Kota Surabaya. Lokasi Kecamatan Kenjeran dapat dilihat pada gambar

1 berikut.

Gambar 1. Peta Kecamatan Kenjeran

3

Wilayah administrasi pemerintahan Kecamatan Kenjeran dibagi dalam 4

kelurahan, yaitu : Kelurahan Sidotopo Wetan, Kelurahan Tanahkali Kedinding,

Kelurahan Bulak Banteng, Kelurahan Tambak Wedi. Jumlah penduduk Kecamatan

Kenjeran, yaitu laki-laki sebanyak 64.630 jiwa dan perempuan sebanyak 62.993 jiwa.

(Anonim, 2009).

Sebagian besar penduduknya (90%) adalah pendatang dari luar Surabaya. Dari

data yang diperoleh, didapatkan gambaran bahwa penduduk pada setiap keluarga

memiliki jumlah anak yang cukup banyak. Dengan banyaknya keluarga yang ditanggung

sedangkan penghasilan tidak menentu maka kesempatan anak-anak mengenyam

pendidikan maksimal masih sedikit. Kondisi sosial budaya masyarakat menunjukkan

suatu ciri masyarakat pedesaan (rural), yang ditunjukkan dengan adanya keakraban,

guyub, kebersamaan antar tetangga walaupun lingkungannya sudah berupa perkotaan.

Dengan demikian karakter kehidupan pedesaan masih mendominasi sistem perilaku sosial

budaya mereka. Dengan kondisi pendapatan yang minim, ditambah kewajiban membayar

uang sewa rumah yang cukup membebani, menyebabkan tidak tersedianya dana lebih

untuk memperbaiki atau meningkatkan kesehatan lingkungannya.

Sanitasi existing di Kecamatan Kenjeran juga memperlihatkan kondisi yang

memprihatinkan khususnya di Kelurahan Tambak Wedi. Kesadaran masyarakat yang

minim akan sanitasi disebabkan karena kurangnya pendidikan formal di kalangan

masyarakat tersebut. Sebagian masyarakat masih ada yang buang air besar (BAB) dan

sebagian yang lain belum mempunyai sarana sanitasi yang layak dan memadai. Sampah /

limbah padat hasil perikanan atau aktivitas nelayan masih belum bisa dikelola dengan

baik. Selokan penyalur air buangan domestik banyak yang tidak berfungsi dengan baik

sehingga terjadi kemampetan saluran air buangan dan genangan air.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Survey dan Kuesioner

Pengisian Kuesioner oleh warga masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

kelayakan fasilitas sanitasi masyarakat. Kuisioner ini menggunakan metode

Proportionate Stratified Random Sampling berdasarkan pada penghasilan masyarakat

yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Low Income, Middle Income dan High Income.

Survey dan kuisioner dilakukan dengan wawancara kepada masyarakat yang kemudian

diterjemahkan dalam bentuk prosentase dan diagram. Hasil survey ini digunakan

mengetahui identitas masyarakat dan persepsi masyarakat tentang sanitasi. Identitas

masyarakat untuk mengetahui latar belakang responden yang berisi tentang tingkat

pendidikan, pekerjaan, perekonomian responden, status huni. Persepsi tentang sanitasi

untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap fasilitas sanitasi yang ditawarkan.

Persepsi tentang sanitasi berisi tentang perilaku dan harapan, tingkat akses fasilitas

sanitasi.

Hasil survey menunjukkan bahwa daerah prioritas perencanaan adalah Kelurahan

Tambak Wedi dengan kondisi existing sanitasi di lingkungan tersebut kurang layak pakai.

Dari hasil survey tersebut terlihat bahwa persepsi masyarakat Kelurahan Tambak Wedi

terhadap sanitasi cukup buruk dan sebagian besar dari mereka asing dengan istilah

‘sanitasi’. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa perilaku dan harapan masyarakat

Tambak Wedi terhadap sanitasi cukup buruk, hal ini dapat dilihat dari prosentase

“Kesadaran Masyarakat untuk Mencuci Tangan Sebelum Makan atau Sesudah Buang Air

Besar, Tempat Masyarakat untuk BAB, Kepuasan Masyarakat terhadap kondisi sanitasi

lingkungan” yang cukup rendah. Hasil tersebut juga didukung dari tingkat akses

masyarakat terhadap fasilitas sanitasi dengan prosentase “Tercukupinya Kebutuhan Air

bersih untuk Kebutuhan Sanitasi, Kepemilikan Jamban Pribadi dengan Septic Tank,

Kepemilikan Jamban Pribadi dengan Karakteristik Jamban yang Baik” yang rendah pula.

5

Teknologi yang Digunakan

Teknologi yang akan digunakan pada Kecamatan Tambak Wedi adalah MCK Plus

+ + yang terdiri dari toilet, kamar mandi, dan tempat cuci termasuk pencucian ikan yang

dilengkapi dengan biodigester sebagai penghasil biogas dan sistem pengolahan limbah.

Istilah MCK Plus + + ini didapat berdasarkan kegunaan masing-masing unit. Sistem

pengolahan limbah terdiri dari Anaerobic Baffled Reactor (ABR) seperti yang telah

dipertimbangkan pada sub bab “Pemilihan Alternatif Pengolahan”. MCK Plus + + yang

direncanakan dapat melayani untuk 300 jiwa.

Potensi pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan harus didapatkan

dengan karakter dan volume berbeda dari masing-masing sumber. Prinsip pengolahan dan

pemanfaatan yang dilakukan adalah menggunakan prinsip segregasi limbah dari sumber

untuk membedakan karakteristik limbah yang dihasilkan. Secara singkat prinsip

pengolahan dan pemanfaatan yang digunakan adalah segregasi limbah di sumber

kemudian pengolahan limbah sesuai dengan jenis dan karakter, pemanfaatan limbah

sesuai karakter, pengolahan limbah dan effluent yang tidak dapat dimanfaatkan.

Segregasi limbah dibagi menjadi tinja (black water), urine, air bekas

cucian (greywater). Toilet (WC) yang akan digunakan sebagai inlet dari kotoran manusia.

Untuk memisahkan tinja dengan urine maka digunakan WC jenis ecosan dimana WC ini

memiliki 2 lubang berbeda untuk urine dan tinja.

Segregasi limbah dilakukan berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan dan

potensi pemanfaatan kembali limbah tersebut. Skema segregasi limbah yang mungkin

dapat diterapkan adalah sebagai berikut

6

Gambar 2. Skema Perencanaan Segregasi Limbah

Karakteristik Air Buangan

Karakteristik air buangan sebagai sampling yang akan diuji diambil dari salah satu

septic tank pada rumah warga yang mewakili karakteristik limbah domestik dan

pencucian hasil perikanan di Kelurahan Tambak Wedi.

Tabel 1. Karakteristik Air Buangan dari Sampling Rumah Nelayan Warga di

Kelurahan Tambak Wedi

Parameter Satuan Konsentrasi

pH - 6,58

TSS mg/L 10.644

COD mg/L O2 3.040

BOD mg/L O2 1.580

N (Amonium) mg/L NH3-N 354,84

P (Phosphat) mg/L PO4-P 10,77

Total Coliform MPN/100ml 27x106

Sumber: Laboratorium Teknik Lingkungan ITS

7

Tabel 2. Karakteristik Air Buangan dari Sampling Limbah Domestik di daerah

Surabaya

Parameter Satuan Konsentrasi

pH - 6,7

TSS mg/L 43,67

COD mg/L O2 93,67

BOD mg/L O2 45,33

N (Amonium) mg/L NH3-N 148,65

P (Phosphat) mg/L PO4-P 4,65

Total Coliform MPN/100ml 15,16 x 106

Sumber: (Kadariswan, 2007)

.

Kuantitas Air Buangan

Kuantitas air buangan didapatkan dari kapasitas jumlah penduduk maksimum

terlayani yang kemudian dikonversi menjadi debit air buangan. Debit air buangan tersebut

digunakan untuk merencanakan desain pengolahan. Berikut adalah perhitungan kuantitas

air buangan.

Asumsi debit air buangan = 70% x 120 L/jiwa/hari = 84 L/jiwa/hari

Kapasitas pelayanan = kegiatan domestik + pencucian ikan

Jumlah penduduk terlayani = (300 jiwa) + (70% x 300 jiwa x kk/5 jiwa)

= 300 jiwa + 45 kk

Q rata-rata = debit limbah domestik + debit pencucian ikan

= (300 jiwa x 84 L/jiwa/hari) + (45 kk x 60 L/kk/hari x 4 hari/minggu x minggu/7 hari)

= 0,3 x 10-3

m3/det + 1,8 x 10

-5 m

3/det

= 0,32 x 10-3

m3/det

8

Desain Tipikal MCK

MCK Plus + + yang direncanakan dapat melayani kapasitas 300 orang sehingga

diperlukan perhitungan jumlah ruang MCK menggunakan rumus yang telah tercantum

pada SNI 03-2399-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum.

Banyaknya ruang mandi, cuci dan kakus yang dibutuhkan adalah

Kamar Mandi (M) = 6 ruang

Ruang Cuci (C) = 8 ruang

Ruang Kakus (K) = 8 ruang

Desain Biodigester

Perhitungan desain biodigester dilakukan untuk mencari dimensi yang sesuai dengan inlet

yang masuk sehingga dapat menghemat biaya pembangunan dan meningkatkan optimasi

gas yang diproduksi.

Tabel 3. Komposisi berat tinja manusia

No Parameter Berat

1 Berat basah/orang/hari 100 - 400 gram

2 Berat kering/orang/hari 30 - 60 gram

Sumber: Richard dkk, 1980

Pada tabel diatas dijabarkan bahwa berat basah tinja manusia adalah 100-400 gram, maka

jumlah tinja yang dihasilkan adalah

Berat tinja = jumlah penduduk terlayani x berat tinja

= 300 orang x 0,3 kg = 90 kg/hari

9

Limbah kotoran manusia tidak dapat langsung dimasukkan ke dalam biodigester

dikarenakan mempunyai kepadatan yang tinggi sehingga akan memperlama degradasi zat

organik oleh bakteri. Oleh karena itu penambahan air dilakukan untuk menciptakan

lingkungan yang optimum bagi bakteri. Untuk mengetahui jumlah air yang ditambahkan

sebelumnya dihitung terlebih dahulu bahan kering yang ada dari tinja manusia.

Bobot berat kering adalah

Berat kering limbah = 12% x 90 kg/hr = 10,8 kg/hr

Dari berat kering limbah yang dihasilkan didapatkan berat kadar air di dalam limbah

adalah

Berat air dalam limbah = 88% x 90 kg/hr = 79,2 kg/hr

Berat kering agar bakteri dapat bekerja secara optimum adalah 7% dari berat total limbah

(Junus, 1987). Oleh karena itu diperlukan pengenceran atau penambahan air agar dapat

dipertahankan pada kondisi optimum.

Air yang dibutuhkan agar berat kering menjadi 7% adalah

Jumlah air dengan berat kering 7% = 100/7 x 10,8 kg/hr

= 154,28 kg/hr

Berat air yang ditambahkan adalah

Berat air = berat air dengan berat kering 7% - berat air dalam limbah

= 154,28 kg/hr – 79,2 kg/hr

= 75,08 kg/hr

Dengan densitas air adalah 1000 kg/m3 maka volume air yang ditambahkan adalah

Volume air = 3/1000

08,75

mkg

kg

= 0,07508 m3/hr = 75,08 liter/hr

Perbandingan berat air yang ditambahkan dan berat limbah adalah 90: 75,08. Karena

perbedaan yang tidak terlalu mencolok maka angka perbandingan dibulatkan menjadi 1: 1

atau berat air yang ditambahkan hampir setara dengan berat limbah.

10

Setelah diketahui berat limbah dan air pengencer yang ditambahkan kemudian dihitung

berat total inlet yang masuk ke digesters. Berat total inlet yang masuk ke digester adalah

Berat total beban bahan = berat limbah + berat air ditambahkan

= 90 kg + 75,08 kg = 165,08 kg

Dari berat total beban yang masuk ke digester dapat diketahui volume beban limbah yang

diolah. Perhitungan volume limbah menggunakan densitas air 1000 kg/m3 dikarenakan

perbandingan air yang digunakan hampir sama dengan berat limbah. Dari volume beban

limbah total dapat diketahui volume digester yang dibutuhkan sehingga dapat diketahui

dimensi digester.

Volume total = 1000

bahanbebantotalberat

=3/1000

08,165

mkg

kg

= 0,16508 m3

Sehingga digester yang akan dibangun harus mempunyai kapasitas 0,16508 m3 atau lebih.

Waktu retensi untuk lumpur (sludge retention time-SRT) pada suhu 30o C adalah 14 hari.

Suhu 30o C dipilih karena suhu rata-rata biodigester di daerah tropis.

Tabel 4. Waktu retensi lumpur pada anaerobic digester

Operating

temperature, o C

SRT

(minimum)

SRTdes

18 11 28

24 8 20

30 6 14

35 4 10

40 4 10

Sumber: Metcalf & Eddy (2003)

11

Setelah diketahui volume dan waktu retensi lumpur maka didapatkan volume dan dimensi

dari biodigester yang akan dibangun.

Volume digester = volume limbah (m3/hr) x waktu retensi lumpur (hr)

= 0,16508 m3/hr x 14 hr = 2,31 m

3

Cetakan base beton yang ada berdiameter 0,8 m sehingga dengan rumus volume silinder

tdv ×××= 2

4

tinggi dari digester adalah

t×××= 28,014,34

131,2

t = 4,6 m

Di dalam biodigester, lumpur tidak memenuhi seluruh digester namun disisakan ruangan

sedikit untuk menampung gas sementara yaitu sebanyak 1/3 dari tinggi keseluruhan.

Tinggi ruang gas = totaltinggi×

3

1

Tinggi ruang gas = m6,4

3

= 1,53 m

Tinggi biodigester adalah = tinggi awal (m) + tinggi ruang gas (m)

= 4,6 m + 1,53 m = 6,13 m

Cetakan base beton memiliki tinggi 60 cm (0,6 m) untuk setiap cetakannya. Sehingga

cetakan base beton yang digunakan adalah 11 buah dengan ketinggian total 6,6 m.

Desain biodigester yang digunakan memiliki masa pakai. Hal ini dikarenakan

lumpur yang keluar sebagai efluent dari biodigester masih ada tersisa (lumpur dengan

kepadatan tinggi). Sehingga biodigester tidak selamanya dapat digunakan dan sekali

waktu dibutuhkan pengurasan. Perhitungan masa pakai digester menggunakan volume

lumpur.

12

Volume lumpur dihitung dengan rumus

sslw

s

PS

MV

..ρ=

dimana: V = volume, m3

Ms = berat kering, kg

ρw = massa jenis air, 1000 kg/m3

Ssl = spesifik gravity lumpur

Ps = pesen solid dalam desimal

(Sumber: Metcalf & Eddy, 2003)

Bila diketahui densitas air adalah 1000 kg/m3; volume beban limbah dari hasil

perhitungan adalah 0,16508 m3/hr; dry volatile solid pada lumpur adalah 0,15; spesifik

gravity pada lumpur 1,02, dan persen solid sebagai desimal adalah 0,12 (12%). Sehingga

dengan rumus diatas didapatkan volume lumpur

Vlumpur = )12,0100002,1(

)15,016508,0(

×××

= 0,0002 m3/hr

Dengan volume lumpur yang mengendap adalah 0,00625 m3/hr kemudian dihitung masa

pakai dalam hari (t)

� = ����� �� �� (��)

����� ������ (��

ℎ�)

t = hrm

m3

3

0002,0

31,2

= 11.418 hari = 31,28 tahun

Masa pakai biodigester adalah 31,28 tahun dengan pemakaian rutin dan penambahan

bahan yang sama. Masa pakai dapat berkurang tergantung dari bahan dan jumlah air yang

ditambahkan.

13

Perhitungan Pemenuhan Energi

Perhitungan pemenuhan energi yang dihasilkan dari biodigester akan diuraikan sebagai

berikut.

Tabel 5. Potensi produksi gas dari berbagai tipe bahan

Tipe Kotoran Produksi gas per Kg kotoran

(m3)

Sapi 0,023-0,040

Babi 0,040-0,059

Peternakan ayam 0,065-0,116

Manusia 0,020-0,028

Sumber: Wahyuni, 2009

Berdasarkan tabel diatas produksi gas yang dihasilkan oleh manusia adalah 0,020-0,028

m3/kg kotoran. Bila diasumsikan gas yang dihasilkan adalah 0,020 m

3/kg maka besar gas

yang diproduksi dari 2.779,5 kg limbah adalah

V gas = 90 kg x 0,020 m3/kg = 1,8 m

3hr

Volume methana yang dihasilkan jika kandungan dari methana adalah 60% maka

V methana =

38,1100

60m×

= 1,08 m3/hr

Perhitungan volume metana yang dihasilkan dari ABR diuraikan pada sub bab desain

ABR menggunakan rumus sebagai berikut.

V = 0,35 m3/kg {[E.Q.So (10

3 g/kg)

-1] – 1,42 (Px)}

Sehingga dihasilkan volume metana dari ABR adalah = 1,08 m3/hari.

Dari perhitungan energi di atas didapatkan bahwa limbah yang dihasilkan dalam

sehari menghasilkan gas methana sebesar (2 x 1,08 m3) = 2,16 m

3 sedangkan volume

methana yang dibutuhkan untuk memenuhi energi dalam sehari adalah 0,4 m3/hr (Iswara

14

dan Wardahni, 2010). Dari sini dapat disimpulkan bahwa kebutuhan energi dalam 1

keluarga dapat tercukupi bahkan energi yang dihasilkan dapat mencukupi sekitar 5-6

keluarga.

Pemanfaatan Energi Biogas

Masyarakat ditawarkan energi biogas yang dihasilkan dapat dipakai untuk pemanas air

(water heater) yang dipasang di kamar mandi. Energi biogas dapat dibakar untuk

memanaskan air sampai suhu tertentu yang nyaman untuk mandi. Penggunaan energi

biogas untuk pemanas air tentunya menjadikan iurannya lebih mahal ketimbang iuran

mandi biasa karena dijadikan sebagai biaya operasional memanaskan air. Energi biogas

juga dapat dimanfaatkan untuk industri rumah tangga krupuk yang tersebar di sekitar

pantai.

Anaerobic Baffle Reactor (ABR)

Kriteria perencanaan:

• Organic Loading (OL) = 1 – 8 kg COD/m3.jam

• Hydraulic retention time = 2 – 8 jam

• Hydraulic loading rate = 16,8 – 38,4 m3/m

2.hari

• Kecepatan aliran permukaan (Vup) = 0,7 – 1,7 m/jam

(Mc Carty & Bachman, 1981)

Direncanakan:

o Q rata-rata = 26,743 m3/hari

o θ = 2 jam

o Lebar bak = 1 m

o Konsentrasi substrat influen (So) = 176,53 mg/l

15

Perhitungan dimensi ABR

Volume (V) = 26,743 m3/hari x 2 jam x 1 hari/24 jam

= 2,23 m3

HLR = surfaceA

Q

16,8 m3/m

2.hari = surfaceA

743,26

Asurface = 1,6 m2

Luas (A) = panjang x lebar

1,6 m2 = panjang x 1 m

Panjang bak = 1,6 m ≈ 2 m

Kedalaman (h) = 2

3

6,1

23,2

m

m

A

V

surface

== 1,5 m

Cek volume = 2 x 1 x 1,5 = 3 m3

Gambar 5.2 Sketsa Volume ABR

Direncanakan ABR dibagi atas 5 kompartemen dan panjang masing-masing

kompartemen sebesar 40 cm.

Perhitungan konsentrasi MLVSS

Direncanakan:

k = 0,5 / hari

θ = 0,09 hari

16

S – So = - k × θ

(52,96 – 176,53) mg/L = - 0,5 / hari × (X) × 0,09 hari

X = 2.746 mg/L

Perhitungan jumlah lumpur

Produksi lumpur (Px) =

3101

−××+

×

−××

ckd

SoSo

SSoYQ

θ

Px =

310072,003,01

53,17653,176

)96,5253,176(05,0743,26

−××+

×

−××

= 0,16 kg/hari

Kontrol rasio F/M

F/M =

hariLmgm

Lmgharim/4,0

/746.23

/)96,5253,176(/743,263

3

−×

Perhitungan produksi gas methan

7,0/53,176

/)96,5253,176(=

−=

−=

Lmg

Lmg

So

SSoE

V CH4 = 0,35 m3/kg [(E x Q x So x 10

-3) - 1,42 Px]

= 0,35 x [(0,7 x 26,753 x 176,53 x 10-3

) – (1,42 x 0,16)]

= 1,08 m3/hari

Pipa influent, pipa antar kompartemen, pipa effluent

Pipa influent

Pipa influent merupakan pipa awal dari sumur pengumpul yang masuk ke dalam reaktor

ABR dengan diameter 150 mm dan kecepatan aliran sebesar 1 m/det.

Pipa antar kompartemen

17

Pipa kompartemen merupakan pipa penghubung antar kompartemen dengan

kompartemen lainnya, diameter rencana 100 mm. Jumlah pipa tiap kompartemen

sebanyak 3 pipa.

Gambar 5.3 Sketsa Potongan Melintang ABR

Q tiap pipa ===

3

/753,26

3

3 harimQbak

8,92 m3/hari

Kecepatan aliran tiap pipa =

2)(4

1 D

Q

A

Q

××=

π

= 2

3

)1,0(41

/92,8

m

harim

××π

= 1.136 m/hari = 0,013 m/det

• Total headloss

Direncanakan panjang pipa antar kompartemen sebesar 1 m.

Headloss Mayor

Hf mayor =

LDC

××

85,1

63,22785,0

=

1)1,0(1202785,0

det86400/1/92,885,1

63,2

3

×

××

×

m

hariharim

= 4,7 x 10-6

m

Headloss Minor:

18

o Head kecepatan (Hv) = 2

22

det/81,92

det)/013,0(

2 m

m

g

v

×=

= 8,6 x 10-6

m

o Aksesoris

2 elbow 90˚; k = 0,2

Hm = k × Hv = 2 × (0,2 × 8,6 x 10-6

m) = 3,44 × 10-6

m

Total headloss minor = 8,6 x 10-6

m + 3,44 × 10-6

m

= 1,2 x 10-5

m

o Total headloss tiap pipa = 4,7 x 10-6

m + 1,2 x 10-5

m

= 1,7 x 10-5

m

o Total headloss tiap kompartemen = 3 x (1,7 x 10-5

) m

= 5,02 x 10-5

m

Pipa effluent

Direncanakan menggunakan pipa PVC dengan kecepatan sebesar 1 m/dt.

Gambar 5.4 Sketsa Potongan Membujur ABR

Luas penampang (A) V

Q=

= det/1

det86400/1/753,26 3

m

hariharim ×

19

= 0,00031 m2

Diameter pipa (D) = 14,3

00031,044 ×=

×πA

= 0,02 m2 ≈ 0,05 m

v =

2)(4

1 D

Q

A

Q

××=

π

=

=×× 2

3

)05,0(4

1

det/00031,0

m

m

π 0,16 m/det

Pompa lumpur:

• Pipa lumpur

Direncanakan:

− Pengurasan dilakukan setiap 3 hari dengan volume lumpur 0,23 m3/hari sehingga

V = 0,69 m3/3hari

− Kecepatan aliran (v) = 1 m/det

− Waktu pengurasan lumpur (t) = 15 menit = 900 detik

Q ===

det900

0,69 3m

t

Volume

0,00077 m3/det

A ===

det/1

det/00077,0 3

m

m

v

Q

0,00077 m2

Diameter pipa (D) = 14,3

00077,044 ×=

×πA

= 0,031 m ≈ 0,05 m

Cek kecepatan (v) =

2)(4

1 D

Q

A

Q

××=

π

=

=×× 2

3

)05,0(4

1

det/00077,0

m

m

π0,4 m/det

20

• Pompa lumpur

Total headloss

Headloss mayor:

1. Pipa suction

Hf mayor =

LDC

××

85,1

63,22785,0

=

mm

1)05,0(1202785,0

det/00077,085,1

63,2

3

×

××

= 5,6 x 10-3

m

2. Pipa discharge

Hf mayor =

LDC

××

85,1

63,22785,0

=

mm

m10

)05,0(1202785,0

det/00077,085,1

63,2

3

×

××

= 5,6 x 10-2

m

Total headloss mayor = 5,6 x 10-3

m + 5,6 x 10-2

m

= 0,062 m

Headloss Minor:

o Head Kecepatan

Hv =

=2

22

det/8,92

det)/4,0(

2 m

m

g

v

8,2 x 10-3

m

o Aksesoris

2 elbow 90˚; k = 0,2 1 gate valve, k = 0,19

k in = 0,5 k out = 1

Hm = (kgate valve + Kelbow + kin + kout) × Hv

= (0,19 + (2 × 0,2) + 0,5 + 1) × 8,2 x 10-3

m

21

= 0,017 m

Total headloss minor = 8,2 x 10-3

m + 0,017 m

= 0,0253 m

• Total Headloss tiap pipa = 0,062 m + 0,0253 m

= 0,0873 m

Mass balance ABR

Efisiensi removal ABR:

COD = 70 % N = 50 %

BOD = 70 % P = 50 %

TSS = 80 %

Removal

M CODr = 4,72 kg/hari × 70 % = 3,304 kg/hari

M BODr = 3,582 kg/hari × 70 % = 2,5074 kg/hari

M TSSr = 17,554 kg/hari × 80 % = 14,0432 kg/hari

M Nr = 4,292 kg/hari × 50 % = 2,146 kg/hari

M Pr = 0,133 kg/hari × 50 % = 0,0665 kg/hari

Perhitungan volume lumpur:

Lumpur terdiri dari 94 % air dan 6 % TSS; Sgs = 1,4 dan Sga = 1

017,11

94,0

4,1

06,01=+=

LSg

M TSS = 6 % × massa lumpur

SgL = 1,017 dan massa jenis air = 1000 kg/m3

Massa lumpur = (100/6) × 14,0432 kg/hari = 234,053 kg/hari

Debit lumpur

=1000017,1

053,234

0,23 m3/hari

22

COD lumpur =

36,1423,0

304,3=

kg/m3 = 14,36 × 10

3 mg/L

BOD lumpur =

9,1023,0

5074,2=

kg/m3 = 10,9 × 10

3 mg/L

N lumpur =

33,923,0

146,2=

kg/m3 = 933 mg/L

P lumpur =

29,023,0

0665,0=

kg/m3 = 290 mg/L

Effluent

Debit effluent = Q in – Qlumpur

= 26,753 – 0,23 = 26,523 m3/hari

M CODef = 4,72 – 3,304 = 1,416 kg/hari

CODef = 1,416 / 26,523 = 0,053 kg/m3 = 53 mg/L

M BODef = 1,0746 kg/hari

BODef = 0,04 kg/m3 = 40 mg/L

M TSSef = 3,5108 kg/hari

TSSef = 0,132 kg/m3 = 132 mg/L

M Nef = 2,146 kg/hari

Nef = 80,9 mg/L

M Pef = 0,0665 kg/hari

Pef = 2,5 mg/L

Effluent yang dihasilkan dari efisiensi removal ABR menunjukkan bahwa

konsentrasi tiap parameter tidak melebihi dari Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 45

Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lainnya

di Jawa Timur, sehingga dapat dibuang ke badan air dan tidak mengakibatkan penurunan

23

kualitas badan air sesuai dengan peruntukkannya. Effluent yang dihasilkan direncanakan

untuk dimanfaatkan sebagai aquaculture (pembibitan ikan).

KESIMPULAN

Berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Hasil survey tingkat kelayakan fasilitas sanitasi pada masyarakat Kecamatan

Kenjeran menunjukkan bahwa Kelurahan yang diprioritaskan dalam perencanaan sanitasi

masyarakat ini adalah Kelurahan Tambak Wedi. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya

kesadaran masyarakat terhadap kesehatan lingkungan dan fasilitas sanitasi yang masih

buruk.

Teknologi yang digunakan pada perencanaan kali ini adalah MCK + + komunal

yang terdiri dari toilet, kamar mandi, dan tempat cuci termasuk pencucian ikan yang

dilengkapi dengan biodigester sebagai penghasil biogas dan sistem pengolahan limbah.

Sistem pengolahan limbah terdiri dari Anaerobic Baffle Reactor (ABR). Pemilihan ini

berdasarkan pertimbangan sempitnya lahan tiap rumah, jarak rumah yang saling

berdekatan, memanfaatkan hasil biogas sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat

dan sebagai pemicu agar masyarakat sadar akan bahaya buang air besar sembarangan.

Kajian lebih lanjut kelayakan MCK menjadi rencana bisnis usaha yang berpotensi

agar bisa menjadi model di tempat lain. Hasil dari produksi biogas dan aquaculture untuk

pembiayaan operasional sehingga diharapkan tanpa memungut biaya dari masyarakat

pengguna MCK.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Alaerts, G dan Sumestri, S., 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha

Nasional.

2. Anonim. 2007. Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

3. Anonim. 2009. Data Monografi Kecamatan Kenjeran.

4. Bachman, A., Beard, V. L., dan McCarty, P. L. 1985. Performance

Characteristic of The Anaerobic Baffled Reactor. Water Research 19, 1: 99-

106.

5. Barber, W. P. dan David, C. S. 1999. The Use of The Anaerobic Baffled

Reactor (ABR) for Wastewater Treatment: A Review. Water Research.

Elsevier Science Ltd. London Vol. 33. No. 7.

6. Chochran, W. G. 1991. Teknik Pengambilan Sampel. Edisi ketiga, Jakarta: UI-

Press.

7. Fauziyati, A., Agustus. 2008. Adaptasi Fisiologi Selama Puasa. Jurnal Logika 5,

1: 7-8.

8. Grobicky, A. M. W., Stuckey, D. C. 1991. Performance of The Anaerobic

Baffled Reactor Under Steady State and Shock loading Condition.

Biotechnology. Bioeng, 37: 344-355.

9. Hudori, Agustus. 2007. Pemanfaatan Urine Manusia sebagai Pupuk pada

Tanaman Tomat. 279-284

10. Iswara, A. P., dan Wardahni, E. K. 2010. Aplikasi Pengolahan dan

Pemanfaatan Limbah Domestik sebagai Sumber Energi Alternatif dan

25

Penerapan dalam Sanitasi Masyarakat Perdesaan Kabupaten kediri.

Surabaya: Teknik Lingkungan FTSP-ITS.

11. Junus, M. 1987. Teknik Membuat dan Memanfaatkan Gas Bio. Yogyakarta :

Gajah Mada University Press.

12. Kadariswan, A. 2007. Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Beserta

Instalasi Pengolahan Air Limbah Perumahan Dosen dan Asrama Mahasiswa

ITS. Surabaya: Teknik Lingkungan FTSP-ITS.

13. Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse.

Fourth edition, New York: McGraw Hill..

14. Polprasert dan Chongkrak. 1996. Organic Waste Recycling: Technology

and Management. Second edition, Singapura: Jhon Willey & sons, Jin Xing

Destripark.

15. Pranoto, I. S. 2002. Proses Biokimia DEWATS. Yogyakarta: LPTP-BORDA.

16. Qasim, S. R. 1985. Wastewater Treatment Plants; Planning, Design, adn

Operation. CBS International edition. Buston: PWS Publishing Co.

17. Reynolds, T. D, dan Richards, P. A. 1996. Unit Operation and Processes In

Environmental Engineering. 2nd Edition. Buston: PWS Publishing Co.

18. Richard, G. F., dkk. 1989. Appropriate for Water Supply and Sanitation,

Transportation. Water and Telecomunication Department of The World Bank.

19. Sasse, L. 1998. Decentralized wastewater Treatment in Developing Countries.

BORDA, Bremen.

20. Singarimbun, M. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.