PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DAN EFEK SAMPING OBAT ...
Transcript of PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DAN EFEK SAMPING OBAT ...
i
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DAN EFEK SAMPING OBAT ANTIHIPERTENSI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH
PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS BARANTI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
. COMPARATION BETWEEN EFFECTIVENESS AND SIDE
EFFECT OF ANTIHYPERTENSION ON DECREASING BLOOD PRESSURE OF HYPERTENSION PATIENTS IN BARANTI HEALTH CENTRE OF SIDENRENG RAPPANG
REGENCY
BAHARUDDIN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DAN EFEK SAMPING OBAT ANTIHIPERTENSI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH
PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS BARANTI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Biomedik
Disusun dan diajukan oleh
BAHARUDDIN
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
TESIS
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DAN EFEK SAMPING OBAT ANTIHIPERTENSI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH
PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS BARANTI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
Disusun dan diajukan oleh
BAHARUDDIN Nomor Pokok P1503211002
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Pada tanggal 18 Desember 3013
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui
Komisi Penasehat
Prof.dr.Peter Kabo,Ph.D, Sp.FK, SpJP,FIHA dr.Danny Suwandi,Ph.D, Sp.FK
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana
Ilmu Biomedik Universitas Hasanuddin
Prof.dr.Hj.Riosdiana Natzir, M.Sc, Ph.D Prof.Dr.Ir. Mursalim
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Baharuddin
Nomor induk mahasiswa : P150 3211 002
Program studi : Ilmu Biomedik
Konsentrasi : Farmakologi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain,saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 2013
Yang menyatakan
Baharuddin
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis ini, yang merupakan karya akhir untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program
studi Ilmu Biomedik Konsentrasi Farmakologi Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin Makassar.
Banyak kendala yang penulis hadapai dalam rangka penyusunan
tesis ini, yang hanya karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
maka tesis ini dapat selesai pada waktunya. Penulis menyampaikan rasa
hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada istri tercinta
Alma serta kedua buah hati, atas pengertian, pengorbanan,
kesabaran,dukungan dan bantuan yang luar biasa selama penulis
mengikuti pendidikan hingga penyelesaian karya akhir.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menghaturkan penghargaan
dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof.Dr.Ir.Mursalim ; Direktur Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di bidang Ilmu Biomedik
Farmakologi.
2. Prof.dr.Hj.Rosdiana Natzir,M.Sc,Ph.D ; Ketua Program studi S2
Ilmu Biomedik Universitas Hasanuddin Makassar sekaligus selaku
vi
penguji dalam tesis ini, atas kesediaan beliau untuk memberikan
kesempatan , mendidik, membimbing dan memberikan nasehat-
nasehat yang sangat berharga kepada penulis dalam mengikuti
pendidikan Pascasarjana di bidang Ilmu Biomedik Farmakologi.
3. Prof.dr.Peter Kabo, Ph.D, SpFK, SP.JP, FIHA dan dr.Danny
Suwandi,Ph.D,Sp.FK ; selaku pembimbing atas tesis ini, yang
senantiasa memberikan perhatian dalam membaca, mengoreksi,
berdiskusi dan memberikan saran dalam perbaikan dan
penyempurnaan tesis ini.
4. Dr.dr.Burhanuddin Bahar,M.S ; selaku penguji atas tesis ini, yang
senantiasa membimbing, mengoreksi dan memberikan saran dalam
perbaikan dan penyempurnaan tesis ini.
5. Prof.Dr.M.Natsir Djide,MS,Apt; selaku penguji atas tesis ini,yang
telah mengoreksi dan memberikan saran dalam perbaikan dan
penyempurnaan tesis ini.
6. Kepala Puskesmas Baranti beserta seluruh staf, atas segala
bantuan dan kerjasamanya selama ini.
7. Para pegawai Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Makassar, atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini.
8. Teman-teman peserta program Pascasarjana di Bidang Ilmu
Biomedik Farmakologi Universitas Hasanuddin Makassar, atas
jalinan persaudaraan dan kerjasamanya selama ini.
vii
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan tesis ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan dalam penulisannya. Besar harapan
penulis kiranya tesis ini dapat bermanfaat khususnya di bidang
Biomedik Farmakologi.
Akhir kata, semoga Allah SWT selalu melimpakan rahmat,
petunjuk dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.
Makassar 2013
Penulis
Baharuddin
viii
ABSTRAK
BAHARUDDIN. Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping
Antihipertensi Terhadap Penurunan Tekanan darah Pasien Hipertensi di
Puskesmas baranti Kabupaten Sidenreng Rappang (dibimbing oleh Peter
kabo dan Danny Suwandi).
Penelitian ini bertujuan mebandingkan efektivitas dan efek samping
hidroklortiazid, kaptopril, dan amlodipin terhadap penurunan tekanan
darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang.
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional melalui
penggunaan metode kohort dengan mengukur tekanan Darah sebelum,
diberi salah satu obat. Pengukuran kembali dilakukan pada hari ke -10
dan hari ke-30 untuk menilai efektivitas dan efek sampingnya. Data
dianalisis secara univariat dan bivariat melalui penggunaan uji Friedman,
Wilcoxon, Kruskall-Wallis, Mann-Whitney, chi-Square, dan Fisher exact.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hidroklortiazid dapat
menurunkan tekanan darah pasien hipertensi sebesar 27,05/9,35 mmHg.
Kaptopril dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi sebesar
29,16/11,83 mmHg. Amlodipin dapat menurunkan tekanan darah pasien
hipertensi sebesar 32,94/16,38 mmHg. Persentase kejadian efek samping
akibat penggunaan hidroklortiazid sebesar 10,9%, akibat penggunaan
kaptopril sebesar 16,7%, dan akibat penggunaan amlodipin sebesar
26,5%.
Kata kunci: efektivitas dan efek samping, antihipertensi, hidroklortiazid,
kaptopril, amlodipin
ix
ABSRTACT
BAHARUDDIN. Comparation Between Effectiveness and Side Effect of
Antihypertension on decreasing blood pressure of hypertension patients in
Baranti Health Centre of Sidenreng Rappang Regency (supervised by
Peter kabo and Danny Suwandi)
The aim of the research was to compare the effectiveness and side
effect of Hydrochlorothiazide, Captopril, and Amlodipine on decreasing
blood pressure of hypertension patients in Baranti Health Centre of
Sidenreng Rappang regency.
The research was an observational study with cohort research by
measuring blood pressure before given one of the drugs. Then, it was
measured again to evaluate the effect in the 10th day and the 30th day.
Data analiysis with univariate and bivariate was done using Friedman,
Wilcoxon, Kruskall-Wallis, mann-Whitney, Chi-Square and Fisher exact
tests.
The result of the research indicate that Hydrochlorothiazide can
decrease blood pressure of hypertension Patients as much as 27.05/9.35
mmHg. Captopril can decrease blood pressure of hypertension patients as
much as 29.16/11.83 mmHg. Amlodipine can decrease blood pressure of
hypertension patients as much as 32.94/16.38 mmHg.the percentage of
side effect of using Hydrochlorothiazide is 10.9%, the one for Captopril is
16.7%, and the one for Amlodipine is 26.6%.
Key words: effectiveness, side effect, anti-hypertension,
Hydrochlorothiazide, Captopril, Amlodipine
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………………….……………………..…………………..i
HALAMAN JUDUL ………………………………………… ….…………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS……………………………………………iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………… v
ABSTRAK……………………………………………………………………..viii
ABSTRACT…………………………………………………………………….ix
DAFTAR ISI …………………………………………..……….……………. ...x
DAFTAR TABEL………………………………………………………………xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………xv
BAB I PENDAHULUAN………………………………….…..………..….. 1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………..…1
B. Rumusan Masalah……………………………………………….…… 4
C. Tujuan Penelitian………………………………….……..…………..….4
D. Mamfaat Penelitian……………………………………………………..5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………7
A. Hipertensi…………………………….…………. ……..………………..7
B. Hidroklortiazid …………………………………….………...………...23
C. Kaptopril ……………………………………………………….…… …24
D. Amlodipin..……………………………….…………………………. …26
xi
E. Kerangka teori………………………………………………………….28
F. Kerangka Konseptual…………………………………….….………...28
BAB III METODE PENELITIAN…………….…………………..…………..29
A. Rancangan Penelitian ……………………………………………..….29
B. Lokasi dan Waktu……………………………..…………………….…29
C. Populasi dan Tehnik Sampel……………………………….……….. 29
D. Variabel Penelitian…………..……………………….….………….…32
E. Definisi Operasional…………………………………………………..32
F. Sumber Data…………………………………………………………33
G. Tehnik Pengumpulan Data……………………………………………33
H. Analisa Data…………………………………………………………….34
I. Etika Penelitian…………………………………………………………35
J. Alur Penelitian………………………………………………………….36
BAB IV HASIL PENELITIAN……………………………………… ………..37
A. Karakteristik Penderita Hipertensi……………………………………37
B. Efektifitas Hidroklortiazid,Kaptopril dan Amlodipin menurunkan
Tekanan Darah………………………………………………..……….40
C. Efek Samping Hidroklortiazid,Kaptopril dan Amlodipin sebagai
Antihipertensi…………………………………………………..……….43
D. Perbandingan Efektifitas Hidroklortiazid,Kaptopril dan Amlodipin
terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi……………45
xii
E. Perbandingan Efek samping yang dialami oleh pasien hipertensi
yang diberikan pengobatan dengan Hidroklortiazid,Kaptopril dan
Amlodipin………………………………………………………………48
BAB V PEMBAHASAN…………..………………………………………49
A. Karakteristik Penderita Hipertensi……………………………………49
B. Efektifitas Hidroklortiazid,Kaptopril dan Amlodipin menurunkan
Tekanan Darah………………………………………………………. 58
C. Efek Samping Hidroklortiazid,Kaptopril dan Amlodipin sebagai
Antihipertensi………………………………………………………….62
D. Perbandingan Efektifitas Hidroklortiazid,Kaptopril dan Amlodipin
terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi……………65
E. Perbandingan Efek samping yang dialami oleh pasien hipertensi
yang diberikan pengobatan dengan Hidroklortiazid,Kaptopril dan
Amlodipin………………………………………………………………67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………..69
A. Kesimpulan…………………………………………………...69
B. Saran…………………………………………………………..69
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….…….…71
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel.1 Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII
Tabel.2 Karakteristik pasien hipertensi di Puskesmas Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang
Tabel.3 Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon
terhadap tekanan darah sistol pasien yang mendapat
Hidroklortiazid
Tabel.4 Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon
terhadap tekanan darah diastol pasien yang mendapat
Hidroklortiazid
Tabel.5 Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon
terhadap tekanan darah sistol pasien yang mendapat Kaptopril
Tabel.6 Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon
terhadap tekanan darah diastol pasien yang mendapat
Kaptopril
Tabel.7 Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon
terhadap tekanan darah sistol pasien yang mendapat Amlodipin
Tabel.8 Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon
terhadap tekanan darah diastol pasien yang mendapat
Hidroklortiazid
Tabel.9 Hasil uji Fisher exact terhadap efek samping Hidroklortiazid
Tabel.10 Hasil uji Fisher exact terhadap efek samping Kaptopril
Tabel.11 Hasil uji Chi-Square terhadap efek samping Amlodipin
xiv
Tabel.12 Hasil uji Kruskal Wallis dilanjutkan dengan post-hock Mann-
Whitney terhadap tekanan darah sistol setelah 10 hari
diberikan obat Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin.
Tabel.13 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekanan darah diastol setelah
10 hari diberikan obat Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin.
Tabel.14 Hasil uji Kruskal Wallis dilanjutkan dengan post-hock Mann-
Whitney terhadap tekanan darah sistol setelah 30 hari
diberikan obat Hidroklorthiazid, Kaptopril dan Amlodipin.
Tabel.15 Hasil uji Kruskal Wallis dilanjutkan dengan post-hock Mann-
Whitney terhadap tekanan darah diastol setelah 10 hari
diberikan obat Hidroklorthiazid, Kaptopril dan Amlodipin.
Tabel.16 Hasil uji Chi-Square perbandingan efek samping Hidroklortiazid,
Kaptopril dan Amlodipin.
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rekomendasi persetujuan etik
2. Surat permohonan izin penelitian
3. Surat izin penelitan
4. Lembar pengambilan data
5. Rekapan hasil pengumpulan data
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronis dimana
tekanan darah meningkat di atas tekanan darah yang disepakati
normal (Kabo, 2011).
Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang sering
dijumpai dan termasuk masalah kesehatan penting karena angka
prevalensi yang tinggi sehingga evaluasi penggunaan obatnya
perlu dilakukan (WHO, 2011).
Hipertensi merupakan suatu jenis penyakit pembunuh paling
dahsyat di dunia ini. Sebanyak 1 miliar orang di dunia atau 1 dari 4
orang dewasa menderita penyakit ini. Penyakit ini mendapat
perhatian dari semua kalangan masyarakat mengingat dampak
yang timbul baik jangka pendek maupun jangka panjang
(WHO, 2011).
Hipertensi telah membunuh 9,4 juta jiwa warga dunia setiap
tahunnya. WHO memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan
terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar.
Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% warga dunia
terkena hipertensi. Persentase penderita hipertensi saat ini paling
banyak terdapat di negara berkembang. Terdapat 40% negara
2
ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi sedangkan
negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika memegang puncak
penderita hipertensi sebanyak 46%, kawasan Amerika 35%,
kawasan Asia Tenggara 36% orang dewasa menderita hipertensi.
( WHO, 2010).
Di Kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta jiwa
setiap tahunnya. Untuk pria peningkatan penderita dari 18%
menjadi 31% dan wanita terjadi peningkatan jumlah penderita dari
16% menjadi menjadi 29% ( WHO, 2010).
Di Indonesia angka penderita hipertensi mencapai 32% pada
tahun 2008 dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Hal yang sama
juga terjadi di India pada tahun 1960-an jumlah penderita masih
5% lalu menjadi 12% di tahun 1990-an dan meningkat 32% di
tahun 2008 (Limpakarnjanarat, 2013).
Data Ditjen Yanmed KemKes RI, (2010) dilaporkan bahwa
hipertensi merupakan kasus ketujuh terbanyak pada pasien rawat
jalan di rumah sakit di Indonesia tahun 2009.
Hipertensi terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi
dapat berlangsung cepat maupun perlahan-lahan. Beberapa
penyebab hipertensi antara lain adalah usia, stress, obesitas,
merokok, alkohol, kelainan pada ginjal dan lain-lain (Timur, 2012).
Data WHO tahun 2010 menyebutkan dari setengah
penderita hipertensi yang diketahui hanya seperempatnya (25%)
3
yang mendapat pengobatan. Sementara hipertensi yang diobati
dengan baik hanya 12,5%. Padahal hipertensi dapat menyebabkan
rusaknya organ-organ tubuh seperti ginjal, jantung, hati, mata
hingga kelumpuhan organ-organ gerak.
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada penduduk umur > 18
tahun adalah 29,8%. Sebanyak 10 propinsi di Indonesia
mempunyai prevalensi di atas prevalensi nasional yaitu Riau,
Bangka Belitung Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Barat ( Riset Kesehatan Dasar,2007).
Prevalensi hipertensi tertinggi di 10 kabupaten/kota di
Indonesia adalah Kepulauan Natuna (53,3%) sedangkan yang
terendah ditempati Papua Barat dengan prevalensi 6,8%.Hipertensi
menjadi penyebab utama kematian semua umur setelah stroke dan
Tuberkulosis dengan proporsi kematian 6,8%. Prevalensi penderita
hipertensi di Sulawesi Selatan sebesar 29,0% sedangkan menurut
kabupaten/kota prevalensi tertinggi adalah di Soppeng (40,6%),
Sidenreng Rappang (23,3%) dan Makassar (21,5%) (Riset
Kesehatan Dasar,2007).
Pengobatan hipertensi biasanya ditujukan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi. Pilihan obat bagi
masing-masing penderita hipertensi bergantung pada efek samping
metabolik dan subjektif yang ditimbulkan, adanya penyakit lain yang
4
mungkin diperbaiki atau diperburuk untuk antihipertensi yang dipilih,
adanya pemberian obat lain yang mungkin berinteraksi dengan
antihipertensi yang diberikan (Ikawati dkk., 2008).
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung
pertimbangan manfaat dan resiko. Keamanan pemakaian obat
antihipertensi perlu diperhatikan. Meminimalkan resiko pengobatan
dengan meminimalkan masalah ketidakamanan pemberian obat.
Tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
resiko minimal. Mekanisme pengamanannya berupa pemantauan
efektivitas dan efek samping obat (Ikawati dkk., 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis menganggap
perlunya dilakukan penelitian tentang efektivitas dan efek samping
obat antihipertensi di Puskesmas Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang.
B. Rumusan Masalah
Banyaknya obat antihipertensi yang tersedia menyebabkan kita
harus dapat memilih obat antihipertensi yang paling efektif dengan
efek samping paling minimal
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Membandingkan efektivitas dan efek samping
Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin terhadap penurunan
tekanan darah pada pasien Hipertensi.
5
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui efektivitas Hidroklortiazid terhadap penurunan
tekanan darah pasien Hipertensi.
b. Mengetahui efektivitas Kaptopril terhadap penurunan tekanan
darah pasien Hipertensi.
c. Mengetahui efektivitas Amlodipin terhadap penurunan tekanan
darah pasien Hipertensi.
d. Mengetahui efek samping Hidroklortiazid terhadap penurunan
tekanan darah pasien Hipertensi.
e. Mengetahui efek samping Kaptopril terhadap penurunan
tekanan darah pasien Hipertensi.
f. Mengetahui efek samping Amlodipin terhadap penurunan
tekanan darah pasien Hipertensi.
g. Membandingkan efektivitas Hidroklortiazid, Kaptopril dan
Amlodipin terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi.
h. Membandingkan kejadian efek samping akibat pemakaian
Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi manajemen Puskesmas Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang hasil penelitian diharapkan :
a. Dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan dan
evaluasi dalam menetapkan kebijakan terkait penggunaan obat
6
antihipertensi pada pasien hipertensi sehingga dapat
meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien.
b. Memberikan gambaran mutu pelayanan kepada pasien
sehingga dapat mencegah dan mengantisipasi efek samping
pemberian obat pada pasien hipertensi.
c. Memberikan informasi kepada tenaga medis dan professional
kesehatan lainnya tentang efektivitas dan efek samping
pemakain obat antihipertensi sehingga dapat meningkatkan
kualitas pelayanan pada masyarakat.
2. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam materi ilmu farmakologi.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
rujukan dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya
khususnya pada pasien hipertensi.
4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman lapangan tentang penyakit
hipertensi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Definisi
Tekanan darah berarti kekuatan yang dihasilkan oleh darah
terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh. Bila seseorang
mengatakan bahwa tekanan dalam pembuluh adalah 100 mmHg, itu
berarti bahwa kekuatan yang dihasilkan adalah cukup untuk
mendorong kolom air raksa sampai setinggi 100 milli meter.
Tekanan darah terbentuk dari interaksi antara aliran darah dan
tahanan pembuluh darah perifer. (Guyton,2006).
Cara pengukuran tekanan darah adalah hal yang paling penting
karena cara yang salah akan memberikan hasil yang keliru.
Prosedur pengukuran tekanan darah yang baik yaitu : pasien tidak
boleh baru makan kenyang atau sedang cemas, 30 menit sebelum
pengukuran tidak boleh minum kopi, teh atau merokok, dan minum
obat-obat simpatomimetik atau yang sejenis. Pasien sebaiknya
berbaring terlentang. Apabila dalam posisi duduk, lengan yang akan
diukur diletakkan setinggi jantung, manset harus melingkari
sekurang-kurangnya 80% dari lingkaran lengan atas dan menutupi
2/3 lengan atas. Sphygmomanometer merkuri harus sudah
dikalibrasi baik, diletakkan setinggi jantung dan kolom merkuri dalam
posisi vertikal. Bell stetoskop diletakkan tepat diatas arteri brakhialis
8
pada fossa antekubiti. Manset dipompa secara cepat sampai
melampaui 20-30 mmHg diatas saat hilangnya denyut arteri
brakhialis dengan palpasi. Tekanan manset kemudian diturunkan
pelan-pelan dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik, Tekanan sistolik
ditentukan dengan terdengarnya suara pertama (korotkoff I),
sedangkan tekanan diastolik ditentukan pada waktu hilangnya
denyut arteri brakhialis ( Kabo, 2011 ).
Tekanan darah meningkat dan mencapai suatu puncak apabila
aliran darah deras misalnya pada waktu sistol, kemudian menurun
pada waktu aliran darah berkurang seperti pada waktu diastol.
Dengan demikian didapatkan dua macam tekanan darah yaitu
tekanan darah sistolik ( normal ±120 mmHg ) dan tekanan darah
diastolik ( normal ±80 mmHg ). Perbedaan antara tekanan sistolik
dan diastolik disebut tekanan nadi ( pulse pressure, normal ± 40
mmHg ) ( Kabo, 2011 ).
Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronis dimana
tekanan darah meningkat diatas tekanan darah yang disepakati
normal ( Kabo, 2011 ).
Hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan
tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target
organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke,
penyakit jantung koroner, serta pembesaran ventrikel kiri. Selain
9
penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal, diabetes
mellitus dan lain-lain (Sugiharto, 2007).
Batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah
140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau lebih dari
160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Secara umum
seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg)
(Suyono,2001).
Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik
(TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg.
Beberapa tahun lalu WHO memberi batasan TDS 130 – 139 mmHg
atau TDD 85 – 89 mmHg sebagai batasan normal tinggi. Dengan
makin banyaknya penelitian tentang komplikasi hipertensi terhadap
Kardiovaskuler dan Ginjal, maka ditetapkan batasan tekanan darah
untuk hipertensi semakin rendah (Suyono,2001).
2. Klasifikasi hipertensi
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi
1). Hipertensi Primer
Sekitar 95 % penderita hipertensi termasuk golongan
hipertensi primer atau penyebabnya tidak dapat diidentifikasi,
artinya penyebabnya merupakan interaksi yang kompleks
antara faktor genetik dan berbagai faktor lingkungan,
diantaranya adalah hiperaktif susunan saraf adrenergik,
10
kelainan pertumbuhan pada sistem kardiovaskuler dan ginjal,
gangguan sistem renin-angiotensin-aldosteron(RAA),
gangguan natriuresis, gangguan pertukaran ion positif, dan
faktor lain termasuk obesitas,diit tinggi garam, diit rendah
kalium, komsumsi alkohol berlebihan, merokok, polisitemia
atau peningkatan viskositas darah, penggunaan obat anti
inflamasi non steroid (NSAID) dan sindrom metabolik (Kabo,
2011).
2). Hipertensi Sekunder
Sekitar 5-8 % dari seluruh penderita hipertensi
merupakan hipertensi sekunder, angka ini semakin meningkat
karena tehnik pemeriksaan yang lebih maju sehingga
penyebab hipertensi lebih banyak ditemukan, antara lain
adalah : faktor genetik, penyakit parenkhim ginjal, hipertensi
renovaskuler, hiperaldosteronisme primer, sindrom cusing,
feokromositoma, coartasio aorta, kehamilan, penggunaan
estrogen, dan lain-lain (Kabo, 2011).
b. Klasifikasi berdasarkan tekanan darah
The Seventh Report of The Joint National Committee on
Preventing, Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood
Pressure (JNC VII) membagi hipertensi menjadi 4 kategori
(tabel.1) (Kabo, 2011).
11
Tabel.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII.
Klasifikasi Tekanan darah (mmHg)
Sistolik Diastolik
Normal ˂ 120 ˂ 80
Pre-hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stage 2 ≥160 ≤100
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hipertensi
a. Umur
Sejalan dengan bertambahnya umur, hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus
meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara
perlahan atau bahkan menurun secara drastis. (Kabo, 2011).
Pada usia lanjut arteri besar kehilangan kelenturannya dan
menjadi kaku, sehingga arteri tidak dapat mengembang pada
saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit daripada biasanya dan mengakibatkan
naiknya tekanan. (Kabo,2011).
12
b. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung
dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause
wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen
yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut
berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun
(Anggraini dkk, 2008).
c. Obesitas Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi.
Curah jantung dan volume sirkulasi darah penderita hipertensi
yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak
obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau
normal,sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan
aktivitas renin plasma yang rendah (Suyono,2001).
13
Pada tahun-tahun terakhir ini terjadi pergeseran konsep
tentang obesitas, dimana diduga terjadi perubahan neuro-
hormonal yang mendasari terjadinya obesitas dengan
ditemukannya Leptin. Leptin merupakan asam amino yang
disekresi terutama oleh jaringan adiposa. Fungsi utamanya
adalah pengaturan nafsu makan dan pengeluaran energi tubuh
melalui pengaturan pada susunan saraf pusat, selain itu leptin
juga berperan pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan
sensitifitas insulin, natriuresis, diuresis dan angiogenesis. Normal
leptin disekresi kedalam sirkulasi darah dalam kadar yang
rendah, akan tetapi pada obesitas umumnya didapatkan
peningkatan kadar leptin dan diduga peningkatan ini
berhubungan dengan hiperinsulinemia melalui aksis adipoinsular
(Kapojos,2008).
d. Riwayat Keluarga
Peran faktor riwayat keluarga terhadap hipertensi esensial
dapat dengan berbagai fakta yang dijumpai, seperti adanya bukti
bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien
kembar monozigot daripada heterozigot, jika salah satunya
diantaranya menderita hipertensi. Beberapa peneliti
mengatakan terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi
mekanismenya mungkin bersifat poligenik. Gen angiotensinogen
berperan penting dalam produksi zat penekan angiotensin, yang
14
mana zat tersebut dapat meningkatkan tekanan darah.
Terjadinya perubahan bahan angiostensinogen menjadi
angiotensin I dan di dalam sirkulasi pulmonal angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II dan selanjutnya bahan
angiostensin II inilah yang berperan merangsang beberapa pusat
yang penting dan mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan
darah. Dalam mekanismenya, bahan angiotensin II
mempengaruhi dan merangsang pusat haus dan minum di
bagian hypothalamus di dalam otak, sehingga menyebabkan
rangsangan yang meningkatkan masukan air dan selain itu juga
merangsang pusat vasomotor dengan akibat meningkatkan
rangsangan syaraf simpatis kepada arteriola, myocardium dan
pacu jantung yang mengakibatkan tekanan darah tinggi atau
hipertensi (Ibnu, 1996).
e. Komsumsi Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam
patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah
ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang
minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi
meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap
timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung dan tekanan darah (Gunawan,2005).
15
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh,
karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. (Nurkhalida,2003).
f. Komsumsi Alkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum
alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme
timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti
(Suyono,2001).
Diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam
menaikkan tekanan darah peminum alkohol (Nurkhalida,2003).
g. Kebiasaan Olah raga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan
hipertensi, karena olahraga teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga
dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang
melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya
obesitas dan akan memudahkan timbulnya hipertensi
(Suyono,2001).
h. Stres
Stres atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
16
berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah
akan meningkat. (Gunawan, 2005).
Stres juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini
diduga melalui aktivasi saraf simpatis yang dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung
lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang
menetap (Suyono,2001).
i. Kebiasaan Merokok
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida
yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi
(Nurkhalida,2003).
Nikotin dalam asap rokok diserap oleh pembuluh-pembuluh
darah kapiler paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya
dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak
bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat
ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung
untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.
(Sheps dan Sheldon, 2005).
17
4. Manifestasi Klinik
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi
bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah
tinggi padahal sebenarnya tidak (Gray dkk,2005).
Gejala klinis yang biasa muncul pada pasien hipertensi
adalah :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan
muntah, akibat tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus.
e. Edema akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya
gejala, sampai terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau
jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, mudah marah,
telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata
berkunang kunang dan pusing (Mansjoer dkk,2001).
5. Pencegahan dan Pengobatan
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis
yaitu :
18
a. Pengobatan non Farmakologi
Yang termasuk pengobatan hipertensi non farmakologis
antara lain : Mengatasi obesitas / menurunkan kelebihan berat
badan, Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh, Ciptakan
keadaan rileks, Melaksanakan olahraga seperti senam aerobik
atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu, Berhenti merokok dan mengurangi komsumsi alkohol
(Soeparman, 1990).
b. Pengobatan Farmakologis
1). Prinsip pengobatan hipertensi
Pengobatan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip
sebagai berikut :
a). Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan
pengobatan penyakit penyebab hipertensi.
b). Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk
menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya
komplikasi. Upaya penurunan tekanan darah dicapai
dengan menggunakan obat anti hipertensi.
c). Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka
panjang bahkan kemungkinan seumur hidup (Kabo,
2011).
19
2). Jenis-jenis obat hipertensi
a). Diuretik
Diuretik menyebabkan ekskresi air dan natrium melalui
ginjal meningkat sehingga mengurangi volume plasma
dan menurunkan pre-load yang selanjutnya menurunkan
curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan darah.
Selain itu berkurangnya konsentrasi natrium dalam darah
menyebabkan sensitivitas adrenoseptor–α menurun,
sehingga terjadi vasodilatasi sehingga resistensi perifer
menurun. Diuretik yang digunakan sebagai
antihipertensi adalah :Diuretik Tiazid ( Hydroklortiazid),
Diuretik hemat kalium (Spironolakton, Amilorid,
Triamteren), Loop diuretik (Furosemid) (Kabo, 2011).
b). Anti Adrenergik (simpatolitik)
Penghambatan aktifitas saraf adrenergik dapat terjadi
di dua tempat sehingga obat anti adrenergik dibagi
menjadi sentral akting dan adrenoseptor bloker.
Golongan sentral akting menghambat pelepasan
adrenalin atau noradrenalin dari ujung saraf adrenergik,
yang termasuk golongan ini adalah reserpin, klonidin dan
metil-dopa. Sedangkan adrenoseptor bloker dibagi
menjadi α-bloker dan β-bloker. α-bloker dibagi menjadi
dua : short akting yaitu Prazosin (minipress) dan long
20
akting yaitu : Doxazosin (cardura), Trimazosin (cardovar)
dan Terazosin (hytrin). β-blokers dibagi menjadi lima
kelompok, yaitu: β-blokers non selektif memblokade
adrenoseptor β-1 dab β-2 di seluruh tubuh (propranolol,
timolol, penbutolol, nadolol), β-blokkers kardioselektif
memiliki afinitas yang tinggi terhadap adrenoseptor β-1
yang dominan di jantung (atenolol, acebutolol, bisoprolol,
esmolol, metoprolol), β-blokers yang memiliki membrane
stabilizing activity (MSA), memilki efek anestesi lokal
(kinidin), β-blokers yang memiliki intrincic
sympathomimetic activity(ISA). β-blokers golongan ini
memiliki efek agonis terhadap adrenoseptor–β pada
waktu aktivitas saraf adrenergik menurun dan
memblokade adrenonoseptor-β hanya pada waktu
aktivitas saraf simpatis meningkat. β-blokers generasi
ketiga memiliki efek memblokade adrenoseptor α-1 di
arteri ( carvedilol, bucindolol, labetalol, bevantolol,
nipradilol ) (Kabo, 2011).
c). Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh
darah dengan merelaksasi otot polos pembuluh darah.
(Hidralasin dan Minoksidil) (Kabo, 2011).
21
d). Antagonis Kalsium (CCB=calsium channel blockers)
CCB menghambat kalsium masuk ke dalam sel
sehingga menyebabkan vasodilatasi , memperlambat
laju jantung dan menurunkan kontraktilitas miokard
sehingga menurunkan tekanan darah. CCB yang
memiliki efek pada system kardiovaskuler yaitu:
Dihidropiridin (nifedipin, amlodipin, felodipin, nicardifin,
nimodipin, nitradipin, isradipin, nivaldipin, niludipin,
rysodipin, lacidipin, efonipin dan manidipin), fenilakilamin
(Verapamil/Isoptin), dan bensodiazepin (Diltiasem
/herbesser) (Kabo, 2011).
e). Penghambat Sistem Renin Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat
pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah). Obat yang
termasuk dalam golongan ini adalah : ACE-inhibitor,
Angiotensin reseptor bloker (ARB) dan Direk Renin
Inhibitor (DRI).
ACE-Inhibitor menurunkan tekanan darah melalui
mekanisme berikut : Menghambat pembentukan
angiotensin II di sirkulasi maupun di jaringan,
Menghambat aktivitas saraf simpatis dengan
22
menurunkan pelepasan noradrenalin, Menghambat
pelepasan endotelin, Meningkatkan produksi subtansi
vasodilatasi (NO, bradikinin, prostaglandin), Menurunkan
retensi sodium dengan menghambat produksi
aldosteron, Memperbaiki resistensi insulin, Menurunkan
rasio elastin kolagen pembuluh darah.
ACE-Inhibitor dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
Yang mengandung gugus Sulphidril (Kaptopril), Yang
mengandung dikarboksil (Enalapril, Lisinopril,
Benazepril, Quinapril, Ramipril, Perindopril, Trandopril,
Spiripril, Celasapril, dan Pentopril), dan Yang
mengandung Phosphorius (Fosinopril).
ARB memblokade reseptor angiotensin 1 yang
menyebabkan vasodilatasi, peningkatan ekskresi natrium
dan cairan,(Losartan, Valsartan, Telmisartan, Irbesartan,
Olmesartan, Candesartan dan Eprosartan).
DRI bekerja dengan bergabung dengan sisi aktif
renin dan prorenin yang menyebabkan fungsi katalitik
kedua peptide tersebut menurun sehingga produksi
angiotensin II berkurang (Aliskiren) (Kabo,2011).
23
Hidroklortiazid
Hidroklortiazid adalah salah satu obat diuretik tiazid yang
bekerja dengan menghambat transpor NaCl secara bebas terhadap
efeknya pada aktivitas karbonik anhidrase dan yang bekerja pada
tubulus kontortus ginjal (Ganiswarna,1995).
Obat obat dalam kelompok ini secara formal disebut
benzotiazid,biasanya disingkat tiazid.Cincin heterosiklik alamiah dan
subtitusi pada cincin ini bervariasi diantara turunannya, tetapi
kesemuanya tetap seperti penghambat karbonik anhidrase,
merupakan suatu kelompok sulfonamid yang tidak di subtitusi
(Katzung,1994).
Klortiazid diabsorpsi secara oral,bersifat kurang larut dalam lemak
dan harus diberikan dalam dosis yang relative besar. Semua tiazid
termasuk klortiazid diekskresikan oleh sistem asam organik dan
bersaing pada beberapa kondisi dengan sekresi asam urat
(Katzung,1994).
Tiazid menghambat reabsorpsi NaCl dari bagian luminal sel epitel
tubulus kontortus distal.Penghambatan transport NaCl oleh tiazid
tampaknya merupakan kotransporter NaCl yang berbeda dengan
kotransporter di ansa henle.Di tubulus distal ini juga terjadi proses
reabsopsi aktif Ca++,yang dirangsang oleh hormone parathroid
(PTH). Mekanisme ini kemungkinan disebabkan penurunan Na sel
24
selama hambatan masuknya Na oleh tiazid.Na sel kemudian mungkin
akan meningkatkan pertukaran Na/Ca pada membrane basolateral
sehingga meningkatkan reabsorpsi Ca (Katzung,1994).
Indikasi utama tiazid adalah untuk pengobatan hipertensi , gagal
jantung kongestif , nefrolitiasis karena hiperkalsiuria idiopatik, dan
diabetes insipidus nefrogenik. Dosis pemberian hidroklortiazid adalah
25 – 100 mg / hari sebagai dosis tunggal (Katzung,1994).
Efek samping yang dapat terjadi akibat pemakaian Hidroklortiazid
adalah Hipokalemia ,yang dapat dicegah dengan suplemen kalium
atau dengan menggabungkan hidroklortiazid dengan diuretik hemat
kalium, Hipomagnesemia, Hiponatremia, Hiperurisemia dan gout, Gula
darah tinggi, Hiperlipidemia, Hiperkalsemia. (Ganiswarna,1995).
B. Kaptopril
Kaptopril adalah Penghambat enzim komversi angiotensin ( ACE )
yang pertama ditemukan, Sejak itu telah dikembangkan banyak
penghambat ACE lain dan telah resmi beredar di Indonesia
(Ganiswarna,1995).
Kaptopril diabsorpsi secara cepat dengan ketersediaan hayati kira
kira 70% setelah puasa yang berkurang 30-40% bila diminum bersama
makanan. Kaptopril terutama dimetabolisme menjadi konyugat
disulfida. Kurang dari separuh dosis diekskresikan dalam urin tanpa
mengalami perubahan. Kaptopril didistribusikan hampir ke seluruh
25
tubuh kecuali pada SSP. Waktu paruh kurang dari 3 jam dan
dieliminasikan terutama oleh ginjal (Katzung,1994).
Penghambat ACE mengurangi pembentukan angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang
menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air serta retensi kalium,
akibatnya terjadi penurunan tekanan darah penderita hipertensi.
Penurunan tekanan darah disertai dengan penurunan resistensi perifer
tanpa disertai refleks takikardia. Penghambat ACE juga mengurangi
tonus vena. Penghambat ACE menghambat inaktivasi vasodilator
bradikinin dan prostaglandin sehingga meningkatkan vasodilatasi
akibat hambatan pembentukan angiotensi II (Ganiswarna,1995).
Penghambat ACE efektif untuk hipertensi ringan, sedang maupun
berat, terutama hipertensi dengan Aktivitas Renin Plasma yang tinggi
yakni pada kebanyakan hipertensi maligna dan renovaskuler. Pada
hipertensi berat penghambat ACE dapat ditambahkan vasodilator obat
ke 3 pada diuretik dan β bloker. Penghambat ACE lebih efektif pada
penderita yang lebih muda bila digunakan sendiri dan penderita
hipertensi dengan gagal jantung kongestif dan juga untuk hipertensi
mendesak (Ganiswarna,1995).
Kaptopril dapat diberikan dengan dosis 25 mg 2-3 kali sehari. Pada
interval 1-2 minggu, dosis dapat ditingkatkan sampai tekanan darah
terkontrol (Katzung,1994).
Batuk kering merupakan efek samping yang paling sering terjadi.
Efek samping lain dapat berupa rash, eugesia(gangguan pengecapan),
26
edema angioneurotik, hipotensi simtomatik, gagal ginjal akut, dan
proteinuria (Ganiswarna,1995).
C. Amlodipin
Amlodipin merupakan golongan kalsium antagonis dihidropiridin
yang sering dipakai sebagai obat antihipertensi, angina pektoris dan
penyakit jantung iskemik. Amlodipin mempunyai selektivitas yang tinggi
terhadap otot pembuluh darah. Amlodipin mempunyai afinitas delapan
puluh kali lebih tinggi terhadap pembuluh darah dibanding afinitasnya
terhadap otot jantung, sehingga efeknya terhadap penurunan tekanan
darah lebih banyak disebabkan oleh penurunan resistensi pembuluh
darah dibandingkan dengan penurunan curah jantung. Disamping itu
dari penelitian juga dilaporkan bahwa dosis yang dibutuhkan untuk
menurunkan tekanan darah mempunyai efek minimal terhadap nodus
sino atrial dan nodus atrio ventrikuler pada jantung. Dengan demikian
penurunan tekanan darah yang terjadi tidak diiringi oleh peningkatan
denyut jantung. Pemberian amlodipin hanya sedikit berpengaruh
terhadap ekskresi natrium dan air pada ginjal, tidak mempengaruhi
metabolisme glukosa, profil lipid dan asam urat (Nayler, 1997).
Amlodipin terutama bekerja dengan menghambat masuknya ion
kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh darah melalui saluran
kalsium tipe L sub unit α1, sehingga mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah. Seperti kita ketahui, saluran kalsium tipe L ini banyak
27
terdapat pada otot polos pembuluh darah dan otot jantung (Nayler,
1997).
Amlodipin diserap hampir sempurna pada saluran cerna,
mempunyai kadar puncak setelah 8 – 12 jam pemberian serta
mempunyai masa paruh eliminasi 35-45 jam. Dengan demikian
Amlodipin cukup diberikan sekali sehari. Amlodipin dimetabolisme di
hati dan hasil metabolismenya dikeluarkan dalam bentuk tidak aktif
melalui urine dan faeses (Nayler,1997).
Pada ginjal Amlodipin mempunyai efek sebagai berikut :
vasodilatasi arteriol aferen, menigkatkan laju filtrasi glomerulus,
mengurangi mikroalbuminuria, sedikit meningkatkan ekskresi natrium
dengan cara menghambat reabsorpsinya pada tubulus dan
menghambat proliferasi sel mesangial serta mengurangi “shear stress”.
Disamping itu amlodipin juga secara tidak langsung menghambat
konstriksi pembuluh darah ginjal oleh angiotensin II dan ET-1
(Nayler,1997).
Berhubung karena efek yang ditimbulkan amlodipin adalah
mengurangi resistensi pembuluh darah, maka efek samping yang
sering terjadi akibat pemakaian obat tersebut adalah : edema, sakit
kepala, flushing, takikardia/palpitasi, dispepsia, dizziness, nausea
(Pessina,1997).
28
D. Kerangka Teori
RAA ParasimpatisSimpatis
Elasitaspembluh darah
Tonuspembuluh darah
Viskositasdarah
Resistensipembuluh darah
Kapasitasvena
Volume darah
Alir balikvena
Kontraktilitasmiokard
Isi
sekuncup
Denyutjantung
Resistensiperifer
Curahjantung
Tekanandarah
F. Kerangka Konsep
variabel Independen
variabel Dependen
Efektifitas dan Efek samping
Hidroklorotiazid
Kaptopril
Amlodipin
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional untuk
mengetahui perbandingan efektifitas dan efek samping Hidroklortiazid,
Kaptopril dan Amlodipin pada pasien hipertensi. Penelitian ini
merupakan penelitian kohort dengan mengukur tekanan darah sebelum
diberi salah satu obat, kemudian diukur kembali untuk menilai efeknya
berupa penurunan tekanan darah dan efek samping pada hari ke 10,
hari ke 30.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Februari sampai bulan
Mei 2013.
C. Populasi dan Tehnik Sampel
1. Populasi
Populasi target adalah penderita hipertensi primer dengan
tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik >90 mmHg di
Puskesmas Baranti. Pengambilan sampel dilakukan secara non-
probability sampling dengan menggunakan tehnik consecutive
sampling, dimana semua subjek yang datang secara berurutan dan
30
memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai
jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
Karena besar populasi terjangkau tidak diketahui secara
pasti serta simpang baku rerata selisih nilai yang berpasangan tidak
dapat diperoleh, maka penentuan besar sampel dalam penelitian ini
akan menggunakan prinsip Rule of Thumb.Salah satu rule of thumb
adalah bahwa jumlah subjek yang diperlukan adalah antara 5
sampai 50 kali jumlah variabel independen(Sugiono, 2010). Karena
jumlah variabel independen sebanyak 3, maka diperlukan
sebanyak 15 sampai 150 subjek.
Kriteria inklusi yaitu pasien hipertensi yang :
Menderita hipertensi primer
Baru pertama kali mendapat antihipertensi
Pernah mendapat antihipertensi namun berhenti dalam
jangka waktu lebih dari 2 minggu
Mendapatkan antihipertensi monoterapi (Hidroklortiazid 1
x 25 mg/hari, Kaptopril 3 x 25 mg/hari, Amlodipin 1 x 5
mg/hari)
bersedia untuk menjadi subyek penelitian
pasien yang tidak mengalami hipertensi sekunder.
Kriteria ekslusi yaitu pasien hipertensi yang :
Mendapatkan terapi kombinasi antihipertensi
31
Mendapatkan antihipertensi monoterapi (Hidroklortiazid
selain dosis 1 x 25 mg/hari, Kaptopril selain dosis 3x 25
mg/hari, Amlodipin selain dosis 1 x 5 mg/hari)
Menderita penyakit jantung koroner (PJK),
Menderita gagal Jantung,
Menderita stroke
Menderita gagal ginjal
Menderita Diabetes Mellitus
Tidak dapat datang lagi ke Puskesmas Baranti/sulit
ditemukan tempat tinggalnya pada saat dilakukan
pengecekan tekanan darah 10 hari dan 30 hari setelah
diberi terapi.
Kriteria drop out yaitu pasien hipertensi yang :
Berhenti minum obat
Tidak teratur minum obat
Meninggal dunia
2. Sampel
Sampel yang digunakan adalah pasien hipertensi primer rawat
jalan di Puskesmas Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Februari sampai bulan Mei
2013 yang diambil dengan metode non-probability sampling
dengan menggunakan tehnik consecutive sampling.
32
D. Variabel penelitian
1. Variabel Independen :
a. Hidroklortiazid
b. Kaptopril
c. Amlodipin
2. Variabel Dependen :
Efektifitas dan efek samping
H. Definisi Operasional
1. Hidroklortiazid adalah obat diuretik golongan tiazid yang bekerja
mengurangi reabsorbsi natrium di tubulus distal ginjal sehingga
mengurangi volume darah dan selanjutnya menurunkan tekanan
darah.
2. Kaptopril adalah obat anti adrenergik penghambat sistim renin
angiotensin golongan ACE inhibitor yang bekerja menghambat
perubahan angiotensi I menjadi angiotensi II sehingga dapat
menurunkan tekanan darah.
3. Amlodipin adalah obat Antagonis Kalsium golongan Dihidropiridin
yang menghambat kalsium masuk ke dalam sel sehingga
menyebabkan vasodilatasi, memperlambat laju jantung dan
menurunkan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan tekanan
darah.
4. Efektifitas adalah keberhasilan dalam menurunkan tekanan darah.
33
5. Efek samping adalah efek atau keluhan yang timbul akibat terapi,
selain efek utama.
E. Sumber Data
Data diperoleh dari data primer hasil pemeriksaan di poliklinik
Puskesmas Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang Provinsi Sulawesi
Selatan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi diminta kesediaannya
untuk menjadi responden dan selanjutnya dilakukan wawancara untuk
melengkapi data, pemeriksaan ulang tekanan darah dilakukan pada
hari ke sepuluh dan hari ke tiga puluh untuk mengetahui penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik serta efek samping yang dialami
pasien.
Cara pengukuran tekanan darah yaitu : pasien tidak boleh baru
makan kenyang atau sedang cemas, 30 menit sebelum pengukuran
tidak boleh minum kopi, teh atau merokok, dan minum obat-obat
simpatomimetik atau yang sejenis. Pasien sebaiknya berbaring
terlentang. Apabila dalam posisi duduk, lengan yang akan diukur
diletakkan setinggi jantung, manset harus melingkari sekurang-
kurangnya 80% dari lingkaran lengan atas dan menutupi 2/3 lengan
atas. Sphygmomanometer merkuri harus sudah dikalibrasi baik,
diletakkan setinggi jantung dan kolom merkuri dalam posisi vertikal.
Bell stetoskop diletakkan tepat diatas arteri brakhialis pada fossa
34
antekubiti. Manset dipompa secara cepat sampai melampaui 20-30
mmHg diatas saat hilangnya denyut arteri brakhialis dengan palpasi.
Tekanan manset kemudian diturunkan pelan-pelan dengan
kecepatan 2-3 mmHg/detik, Tekanan sistolik ditentukan dengan
terdengarnya suara pertama (korotkoff I), sedangkan tekanan
diastolik ditentukan pada waktu hilangnya denyut arteri brakhialis (
Kabo, 2011 ).
G. Analisa Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program statistik
SPSS.17. Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik
pasien,uji normalitas dilakukan sebelum melakukan uji statistik.
Untuk menguji perbedaan tekanan darah sebelum pengobatan, 10
hari pengobatan dan 30 hari pengobatan, digunakan uji Friedman
dilanjutkan dengan uji Wilcoxon.
Untuk menguji efek samping obat digunakan uji Chi-Square atau
uji Fisher exact.
Untuk menguji perbandingan efektivitas ketiga antihipertensi,
digunakan uji Kruskall-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-
Whitney.
Untuk menguji perbandingan efek samping ketiga obat
antihipertensi digunakan uji Chi-Square.
35
Etika Penelitian
1. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan
data.
2. Confidentiality
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang akan disajikan sebagai hasil.
36
H. Alur Penelitian
Hidroklorotiazid Kaptopri
l Amlodipin
Efektifitas dan
Efek Samping
Pasien Hipertensi
Inklusi/Eksklusi
Data
Analisa Data
Hasil dan Kesimpulan
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik penderita hipertensi
Telah dilakukan penelitian di Puskesmas Baranti Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang terhadap 208 pasien hipertensi
yang mendapat pengobatan anti hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi
dalam periode bulan Februari 2013 sampai Mei 2013. Sampel diambil
dengan metode purposive sampling sebanyak 208 pasien. Sampel
penelitian dibagi kedalam 3 kelompok yaitu kelompok yang mendapat
Hidroklorthiazid sebanyak 46 pasien, kelompok yang mendapat Kaptopril
sebanyak 60 pasien dan kelompok yang mendapat Amlodipin sebanyak
102 pasien.
Distribusi pasien berdasarkan umur pada seluruh sampel adalah
usia <45 tahun sebanyak 46 orang (22,1%), umur 45 – 59 tahun
sebanyak 48 orang (23,1%) dan umur >59 tahun sebanyak 114 (54,8%).
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin pada seluruh sampel
adalah : pasien laki-laki sebanyak 66 orang (31,7%) dan perempuan
sebanyak 142 orang (68,3%).
Distribusi pasien berdasarkan IMT adalah : pasien dengan Berat
badan berlebih sebanyak 116 orang (55,8%) dan pasien dengan Berat
badan normal sebanyak 92 orang (44,2%).
Distribusi pasien berdasarkan Riwayat keluarga adalah : pasien
yang mempunyai Riwayat keluarga yang menderita hipertensi sebanyak
38
95 orang (45,7%), tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita
hipertensi sebanyak 68 orang (32,7%), dan tidak mengetahui sebanyak
45 orang (21,6%).
Distribusi pasien berdasarkan kebiasaan merokok adalah : pasien
yang merokok atau pernah merokok sebanyak 60 orang (28,8%) dan
tidak pernah merokok 148 orang (71,2%).
Distribusi pasien berdasarkan komsumsi garam adalah : pasien
yang mengkomsumsi garam >2 sendok makan sehari sebanyak 135
orang (64,9%) dan mengkomsumsi garam <3 sendok makan sehari
sebanyak 73 orang (3,1%).
Distribusi pasien berdasarkan kebiasaan komsumsi alkohol
adalah: pasien yang pernah mengkomsumsi alkohol sebanyak 21 orang
(10,1%) dan tidak pernah mengkomsumsi alkohol sebanyak 187 orang
(89,9%).
Distribusi pasien berdasarkan kebiasaan berolahraga adalah :
pasien yang berolahraga teratur sebanyak 15 orang (7,2%) dan tidak
berolahraga teratur sebanyak 193 orang (92,8%).
Distribusi pasien berdasarkan kondisi stres adalah : pasien yang
mengalami stres sebanyak 168 orang (80,8%) dan yang tidak mengalami
stres sebanyak 40 orang (19,2%).
Distribusi pasien berdasarkan jenis obat anti hipertensi yang
diberikan adalah : pasien yang mendapat Hidroklortiazid sebanyak 46
39
orang (22,1%), yang mendapat Kaptopril sebanyak 60 orang (28,8%) dan
yang mendapat Amlodipin sebanyak 102 orang (49,0%).
Tabel 2. Karakteristik pasien hipertensi di Puskesmas Baranti Kec.Baranti Kab.Sidenreng Rappang
Karakteristik pasien N (%)
Klasifikasi umur <45 45 -59 >59 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan IMT BB berlebih BB normal Riwayat keluarga hipertensi Ada Tidak ada Tidak tahu Kebiasaan Merokok Merokok Tidak merokok Komsumsi garam >2 sdm <3 sdm Komsumsi Alkohol Ya Tidak Kebiasaan Olahraga Olahraga teratur Tidak olahraga teratur Kondisi stres Stres Tidak stres Obat anti hipertensi Hidroklortiazid Kaptopril Amlodipin
46 48 114 66 142 116 92 95 68 45 60 148 135 73 21 187 15 193 168 40 46 60 102
22,1 23,1 54,8 31,7 68,3 55,8 44,2 45,7 32,7 21,6 28,8 71,2 64,9 35,1 10,1 89,9 7,2 92,8 80,8 19,2 22,1 28,8 49,0
40
B. Efektivitas Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin menurunkan
tekanan darah
a. Efektivitas Hidroklortiazid
Sebanyak 46 pasien hipertensi yang mendapat pengobatan
Hidroklorothiazid dengan rerata tekanan darah sistol sebelum
pengobatan sebesar 166.96±19.307 mmHg, setelah 10 hari
pengobatan turun menjadi 152.17±18.125 mmHg dan setelah 30
hari pengobatan turun menjadi 138.91±18.527 mmHg. Hasil uji
friedman p<0.001, yang dilanjutkan dengan analisis post hock
dengan uji wilcoxon menunjukkan penurunan yang bermakna
hasil tiga kali pengukuran dengan nilai p<0.001 .
Tabel 3. Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon terhadap tekanan darah sistol pasien yang mendapat Hidroklortiazid
Tekanan darah
n Median (minimum-maximum)
Rerata ±s.b
P
TDS awal TDS 10 hr TDS 30 hr
46 46 46
160(150-230) 150(130-200) 140(110-190).
166,96±19,307 152,17±18,125 139,91±18,527
<0,001
Uji Friedman.Uji Wilcoxon : awal vs 10 hr p=<0,001 ;awal vs 30 hr p=<0,001 ;10 hr vs 30 hr p=<0,001 Sedangkan rerata tekanan darah diastol sebelum
pengobatan sebesar 90.65±13.233 mmHg, setelah 10 hari
pengobatan turun menjadi 88.26±11.412 mmHg dan setelah 30
hari pengobatan turun menjadi 81.30±10.875 mmHg.
Hasil uji friedman p<0.001, yang dilanjutkan dengan analisis
post hock dengan uji wilcoxon menunjukkan penurunan yang
41
bermakna hasil tiga kali pengukuran dengan nilai signifikansi
sebesar p<0.001
Tabel 4. Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon terhadap tekanan darah diastol pasien yang mendapat Hidroklortiazid
Tekanan darah
n Median (minimum-maximum)
Rerata ±s.b
P
TDD awal TDD 10 hr TDD 30 hr
46 46 46
90(60-130) 90(60-120) 80(60-120).
90,65±13,233 88,26±11,412 81,30±10,875
<0,001
Uji Friedman.Uji Wilcoxon:awal vs 10 hr p=0,005 ; awal vs 30 hr p=<0,001 ; 10 hr vs 30 hr p=<0,001
b. Efektivitas Kaptopril
Sebanyak 60 pasien hipertensi yang mendapat pengobatan
Kaptopril dengan rerata tekanan darah sistol sebelum pengobatan
sebesar 172.33±18.353 mmHg, setelah 10 hari pengobatan turun
menjadi 156.17±19.406 mmHg dan setelah 30 hari pengobatan
turun menjadi 143.17±18.910 mmHg. Hasil uji friedman p<0.001,
yang dilanjutkan dengan analisis post hock dengan uji wilcoxon
menunjukkan penurunan yang bermakna hasil tiga kali
pengukuran dengan nilai p<0.001 .
Tabel 5. Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon terhadap tekanan darah sistol pasien yang mendapat Kaptopril
Tekanan darah
n Median (minimum-maximum)
Rerata ±s.b
P
TDS awal TDS 10 hr TDS 30 hr
60 60 60
170(140-210) 150(120-200) 140(110-190)
172,33±18,353 156,17±19,406 143,17±18,910
<0,001
Uji Friedman.Uji Wilcoxon:awal vs 10 hr p=<0,001; awal vs 30 hr p=<0,001; 10 hr vs 30 hr p=<0,001
42
Sedangkan rerata tekanan darah diastol sebelum
pengobatan sebesar 96±12.514 mmHg, setelah 10 hari
pengobatan turun menjadi 89.67±9.561 mmHg dan setelah 30
hari pengobatan turun menjadi 84.17±9.618 mmHg.
Hasil uji friedman p<0.001, yang dilanjutkan dengan analisis post
hock dengan uji wilcoxon menunjukkan penurunan yang
bermakna hasil tiga kali pengukuran dengan nilai p<0.001 .
Tabel 6. Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon terhadap tekanan darah diastol pasien yang mendapat Kaptopril
Tekanan darah
n Median (minimum-maximum)
Rerata ±s.b
P
TDD awal TDD 10 hr TDD 30 hr
60 60 60
100(70-130) 90(70-110) 80(60-100)
96±12,514 89,67±9,561 84,17±9,618
<0,001
Uji Friedman.Uji Wilcoxon:awal vs 10 hr p=<0,001; awal vs 30 hr p=<0,001; 10 hr vs 30 hr p=<0,001
c. Efektivitas Amlodipin
Sebanyak 102 pasien hipertensi yang mendapat pengobatan
Amlodipin dengan rerata tekanan darah sistol sebelum
pengobatan sebesar 166.08±15.743 mmHg, setelah 10 hari
pengobatan turun menjadi 145.29±15.396 mmHg dan setelah 30
hari pengobatan turun menjadi 133.14±15.478 mmHg. Hasil uji
friedman p<0.001, yang dilanjutkan dengan analisis post hock
dengan uji wilcoxon menunjukkan penurunan yang bermakna
hasil tiga kali pengukuran dengan nilai p<0.001
43
Tabel 7. Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon terhadap tekanan darah sistol pasien yang mendapat Amlodipin
Tekanan darah
n Median (minimum-maximum)
Rerata ±s.b
P
TDS awal TDS 10 hr TDS 30 hr
102 102 102
160(150-230) 140(110-190) 130(100-180)
166,08±15,743 145,29±15,396 133,14±15,478
<0,001
Uji Friedman.Ujipost-hockWilcoxon: awal vs 10 hr p=<0,001; awal vs 30 hr p=>0,001; 10 hr vs 30 hr p=<0,001 Sedangkan tekanan darah diastol sebelum pengobatan rata
rata sebesar 95.69±13.388 mmHg, setelah 10 hari pengobatan
turun menjadi 86.86±9.322 mmHg dan setelah 30 hari
pengobatan turun menjadi 79.31±9.148 mmHg. Hasil uji friedman
p<0.001, yang dilanjutkan dengan analisis post hock dengan uji
wilcoxon menunjukkan penurunan yang bermakna hasil tiga kali
pengukuran dengan nilai p<0.001
Tabel 8. Hasil uji Friedman dilanjutkan dengan post-hock Wilcoxon terhadap tekanan darah diastol pasien yang mendapat Amlodipin
Tekanan darah
n Median (minimum-maximum)
Rerata ±s.b
P
TDD awal TDD 10 hr TDD 30 hr
102 102 102
100(70-160) 90(70-110) 80(60-100).
95,69±13,388 86,86±9,332 79,31±9,148
<0,001
Uji Friedman.Uji Wilcoxon:awal vs 10 hr p=<0,001; awal vs 30 hr p= <0,001; 10 hr vs 30 hr p= <0,001
C. Efek samping Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin sebagai anti
hipertensi
a. Efek samping Hidroklortiazid
Dari 46 pasien yang diberikan pengobatan dengan
Hidroklortiazid, 5 orang (10.9%) mengalami efek samping an 41
44
orang (89.1) tidak mengalami efek samping.Hasil uji Fisher exact
didapatkan nilai p<0.001,artinya terdapat hubungan yang
signifikan antara pemakaian Obat Hidroklortiazid dengan kejadian
efek samping.
Tabel 9. Hasil uji Fisher exact terhadap efek samping Hidroklortiazid
Efek samping
Ya Tidak P
N % n % <0.001
HCT Ya tidak
5 0
10.9 0
41 162
89.1 100
Total 5 2.4 203 97.6
Uji Fisher exact.
b. Efek samping Kaptopril
Dari 60 pasien yang diberikan pengobatan dengan Kaptopril,
10 orang (16.7%) mengalami efek samping dan 50 (83.3%)orang
tidak mengalami efek samping. Hasil uji Fisher Exact didapatkan
nilai p<0.001, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
pemakaian obat Kaptopril dengan kejadian efek samping.
Tabel 10. Hasil uji Fisher exact terhadap efek samping Kaptopril
Efek samping
Ya Tidak P
N % n % <0.001
Kaptopril Ya tidak
10 0
16.7 0
50 148
83.3 100
Total 10 4.8 198 95.2
Uji Fisher exact.
c. Efek samping Amlodipin
Dari 102 pasien yang diberikan pengobatan Amlodipin,
27 orang (26.5%) mengalami efek samping dan 75 orang(73.5%)
45
tidak mengalami efek samping. Hasil uji Chi-Square didapatkan
nilai p<0.001, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
pemakaian obat Amlodipin dengan kejadian efek samping.
Tabel 11. Hasil uji Chi-square terhadap efek samping Amlodipin
Efek samping
Ya Tidak P
N % n % <0.001
Amlodipin Ya tidak
27 0
26.5 0
75 106
73.5 100
Total 27 13.0 181 87.0
Uji Chi-square
D. Perbandingan efektivitas Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi Hasil uji Kruskal-Wallis TDS10 hr Hct, Kaptopril dan Amlodipin,
didapatkan nilai p=0,001, yang dilanjutkan dengan uji Mann-witney
didapatkan hasil : Hidroklortiazid vs Kaptopril, p=0,274. Hidroklortiazid vs
Amlodipin, p=0,025 dan Kaptopril vs Amlodipin, p<0,001, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sistol yang
signifikan antara kelompok Hidroklortiazid vs Amlodipin dan kelompok
Kaptopril vs Amlodipin, sedangkan antara kelompok Hidroklortiazid vs
Kaptopril tidak ada perbedaan yang signifikan.
46
Tabel 12. Hasil uji Kruskal Wallis dilanjutkan dengan post hock Mann Whitney terhadap tekanan darah sistol setelah 10 hari diberikan obat Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin
Obat n Median (minimum-maksimun)
Rerata ±SB
P
TD.Sistol 10 hr
Hct Kaptopril Amlodipin
46 60 102
150(130-200) 170(140-210) 140(110-190)
152.17±18.125 156.17±19.406 145.29±15.396
0,001
Uji Kruskal-Wallis.Uji post-hock Mann-Whitney:Hidroklortiazid vs Kaptopril p=0.274, Hidroklortiazid vs Amlodipin p=0.025, Kaptopril vs Amlodipin p<0.001.
Hasil uji Kruskal-Wallis TDD10 hr menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan tekanan darah diastole ketiga kelompok
dengan nilai p=0.201.
Tabel 13. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekanan darah diastol setelah 10 hari diberikan obat Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin
Obat n Median (minimum-maksimun)
Rerata ±SB
P
TD.Diastol 10 hr
Hct Kaptopril Amlodipin
46 60
102
90(60-120) 90(70-110) 90(70-110)
88.26±11.412 89.67±9.561 86.86±9.332
0,201
Uji Kruskal-Wallis.p=0.201
Hasil uji Kruskal-Wallis TDS30 hr p=0,005. yang dilanjutkan dengan
uji Mann-witney menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan hasil
;Hidroklortiazid-Kaptopril, p=0,197. Hidroklortiazid-Amlodipin, p=0,109
dan Kaptopril vs Amlodipin, p=0,001, sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan tekanan darah sistol yang signifikan antara kelompok
Kaptopril vs Amlodipin, sedangkan antara kelompok Hidroklortiazid vs
Kaptopril dan kelompok Hidroklortiazid-Amlodipin tidak ada perbedaan
perbedaan yang signifikan.
47
Tabel 14. Hasil uji Kruskal Wallis dilanjutkan dengan post hock Mann Whitney terhadap tekanan darah sistol setelah 30 hari diberikan obat Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin
TDS 30 hr
Obat N Median (minimum-maksimun)
Rerata ±SB
P
TD.Sistol
Hidroklortiazid Kaptopril Amlodipin
46 60 102
140(110-190) 140(110-190) 130(100-180)
138.91±18.527 143.17±18.910 133.14±15.478
0,005
Uji Kruskal-Wallis.Uji post-hock Mann-Whitney:Hidroklortiazid vs Kaptopril p=0.197, Hidroklortiazid vs Amlodipin p=0.109 ,Kaptopril vs Amlodipin p=0.001 Hasil uji Kruskal-Wallis TDD 30 hr p=0,010. yang dilanjutkan
dengan uji Mann-witney menunjukkan perbedaan yang signifikan
dengan hasil: Hidroklortiazid vs Kaptopril, p=0,090. Hidroklortiazid vs
Amlodipin, p=0,414 dan Kaptopril vs Amlodipin, p=0,002, sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan tekanan darah diastole yang
signifikan antara kelompok Kaptopril vs Amlodipin, sedangkan antara
kelompok Hidroklortiazid vs Kaptopril dan kelompok Hidroklortiazid vs
Amlodipin tidak ada perbedaan yang signifikan.
Tabel 15. Hasil uji Kruskal Wallis dilanjutkan dengan post hock Mann Whitney terhadap tekanan darah diastol setelah 30 hari diberikan obat Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin
TDD 30 hr Obat n Median (minimum-maksimun)
Rerata ±SB
P
TD.Diastol
Hidroklortiazid Kaptopril Amlodipin
46 60
102
80(60-120) 80(60-100) 80(60-100)
81.30±10.875 84.17±9.618 79.71±9.148
0,010
Uji Kruskal-Wallis.Uji post-hock Mann-Whitney: Hidroklortiazid vs Kaptopril p=0.090, Hidroklortiazid vs Amlodipin p=0.414,Kaptopril vs Amlodipin p=0.002
48
E. Perbandingan efek samping yang dialami oleh pasien hipertensi yang diberikan pengobatan Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin Hasil uji Chi-Square terhadap efek samping Hidroklortiazid
didapatkan nilai hitung (5) lebih kecil dibandingakan nilai harapan (9.3),
nilai hitung Kaptopril (10) lebih kecil dibandingkan nilai harapannya
(12.1) dan nilai hitung amlodipin (27) lebih besar diandingkan nilai
harapannya (20.6). Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai signifikansi
sebesar 0.066,sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
efek samping yang signifikan antara Hidroklortiazid,Kaptopril dan
Amlodipin.
Table 16; Hasil uji Chi-Square perbandingan efek samping Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin
Efek samping HCT Kaptopril Amlodipin Efek samping n % n % N % P
Ya Tidak
5 41
10.9 89.1
10 50
16.7 83.3
27 75
26.5 73.5
0.066
Total 46 22.1 60 28.9 102 49.0
Uji Chi-Square
49
BAB V
PEMBAHASAN
Telah diadakan penelitian mengenai perbandingan efektifitas
dan efek samping obat antihipertensi di Puskesmas Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang periode Februari – Mei 2013 yang
diambil dengan menggunakan metode purposive sampling dan
memenuhi kriteria inklusi sebanyak 208 sampel.
A. Karakteristik pasien hipertensi
Berdasarkan hasil yang diperoleh di Puskesmas Baranti bulan
Februari – Mei 2013 didapatkan karakteristik pasien hipertensi
sebagai berikut :
Distribusi pasien hipertensi berdasarkan umur pada seluruh
sampel didapatkan bahwa pasien hipertensi dengan umur lebih
dari 59 tahun memiliki persentase tertinggi (54,8 %) sebanyak
114 pasien. Teori tentang keterkaitan umur dengan hipertensi
mengatakan bahwa pada usia lanjut arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga arteri tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa
untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan
mengakibatkan naiknya tekanan. (Kabo, 2011). Suatu penelitian
di Amerika Serikat, dikatakan bahwa pada populasi kulit putih
50
usia 50 - 69 tahun prevalensinya sekitar 35% yang meningkat
menjadi 50% pada usia di atas 69 tahun.Begitu pula penelitian
The National Health and Nutrition Examination Survey pada
tahun 1988-1991 menemukan prevalensi hipertensi pada
kelompok usia 65 – 74 tahun sebagai berikut : prevalensi
keseluruhan 49,6% untuk hipertensi stage I, dan 18,2% untuk
hipertensi stage II. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
kesesuaian antara teori dan penelitian sebelumnya bahwa usia
lanjut memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
hipertensi.
Distribusi pasien hipertensi berdasarkan jenis kelamin pada
seluruh sampel didapatkan bahwa persentase pasien hipertensi
berjenis kelamin perempuan (68,3%) sebanyak 142 orang lebih
tinggi dibandingkan pasien berjenis kelamin laki-laki (31,7%)
sebanyak 66 orang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada
wanita menopause terjadi penurunan produksi estrogen yang
menyebabkan penurunan perbandingan rasio estrogen dan
testosterone yang mengakibatkan disfungsi endothelial dan
meningkatkan aktivasi saraf simpatik sehingga meningkatkan
tekanan darah (Anggraini dkk, 2008). Pria dan wanita
menopause mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya
hipertensi (Mansjoer, 2001). Hasil penelitian ini menunjukkan
kesesuaian dengan teori dan penelitian sebelumnya bahwa
51
jenis kelamin perempuan memiliki resiko yang lebih tinggi
menderita hipertensi.
Distribusi pasien hipertensi berdasarkan Obesitas
didapatkan bahwa persentase pasien hipertensi dengan BB
berlebih sebanyak 116 orang (55,8%) lebih tinggi dibandingkan
pasien dengan BB normal 92 orang (44,2%). Hal ini sesuai
dengan teori bahwa pada kegemukan menyebabkan tingginya
sekresi leptin oleh jaringan adiposa, dimana leptin ini
menyebabakan perangsangan simpatis sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah (Kapojos, 2008). Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Sugiharto (2007) didapatkan hasil bahwa
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya
normal. Menurut Rahajeng dan Tuminah (2009), besarnya
resiko hipertensi pada kelompok obesitas sebesar 2,79 kali
dibandingkan mereka yang kurus. Hasil penelitian ini
menunjukkan kesesuaian teori dan penelitian sebelumnya
bahwa pasien dengan Berat Badan berlebih memiliki resiko
yang lebih tinggi menderita hipertensi.
Distribusi pasien berdasarkan riwayat hipertensi dalam
keluarga didapatkan bahwa persentase pasien yang mempunyai
riwayat keluarga yang menderita hipertensi sebanyak 95 orang
(45 %) dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai
52
riwayat keluarga yang menderita hipertensi sebanyak 88 orang
(32,7%), sedangkan selebihnya mengaku tidak mengetahui
adanya riwayat hipertensi dalam keluarga . Hal ini sesuai
dengan teori bahwa terjadinya kelainan pada gen
angiotensinogen yang berperan penting dalam produksi zat
penekan angiotensin, yang mana zat tersebut dapat
meningkatkan tekanan darah. Terjadinya perubahan bahan
angiostensinogen menjadi angiotensin I dan di dalam sirkulasi
pulmonal angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan
selanjutnya bahan angiostensin II inilah yang berperan
merangsang beberapa pusat yang penting dan mengakibatkan
terjadinya perubahan tekanan darah. Dalam mekanismenya,
bahan angiotensin II mempengaruhi dan merangsang pusat
haus dan minum di bagian hypothalamus di dalam otak,
sehingga menyebabkan rangsangan yang meningkatkan
masukan air dan selain itu juga merangsang pusat vasomotor
dengan akibat meningkatkan rangsangan syaraf simpatis
kepada arteriola, myocardium dan pacu jantung yang
mengakibatkan tekanan darah tinggi (Ibnu, 1996). Berdasarkan
riset oleh Martiningsih (2011), menunjukkan faktor genetik
sekitar 30% berhubungan dengan kejadian hipertensi primer.
Faktor genetik berpengaruh dalam pengaturan system renin-
angiotensin-aldosteron dan lainnya yang mempengaruhi tonus
53
vaskuler, transportasi garam dan air pada ginjal yang
berhubungan dengan perkembangan hipertensi, walaupun
hubungan faktor genetik secara langsung dengan hipertensi
belum ditemukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pasien dengan riwayat hipertensi dalam keluarga memiliki resiko
yang lebih tinggi menderita hipertensi.
Distribusi pasien berdasarkan kebiasaan merokok
didapatkan bahwa persentase pasien yang tidak merokok atau
tidak pernah merokok sebanyak 148 orang (71,2%) lebih tinggi
dibandingkan pasien yang merokok atau pernah merokok
sebanyak 60 orang (28%). Hal ini berbeda dengan teori bahwa
Nikotin dalam dalam asap rokok akan sampai di otak dan
bereaksi dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. (Sheps dan
Sheldon, 2005).
Hasil penelitian oleh Dhiningthias,dkk, (2006) mendapatkan
hipertensi banyak pada kelompok merokok dengan risiko 3,4
kali secara bermakna. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori
dan penelitian sebelumnya bahwa pasien yang merokok
memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita
hipertensi,namun perbedaan ini kemungkinan disebabkan
54
karena sampel pada penelitian ini kebanyakan berjenis kelamin
perempuan, sedangkan perempuan di lokasi penelitian secara
budaya jarang sekali ada yang merokok.
Distribusi pasien berdasarkan tingkat komsumsi garam
didapatkan bahwa pasien yang mengkomsumsi garam lebih dari
3 sdm sehari sebanyak 135 orang (64,9%) lebih tinggi
dibandingkan pasien dengan komsumsi garam kurang dari 3
sdm sehari sebanyak 73 orang (35,1%). Sesuai dengan teori
bahwa Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh,
karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. (Nurkhalida,2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Sugiharto (2007) kebiasaan
mengkonsumsi garam berpengaruh pada angka kejadian
hipertensi. Penelitian Thomas,(2000). menunjukkan hal yang
sama bahwa orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
garam berisiko terserang hipertensi sebesar 3,95 kali lipat
dibanding dengan yang tidak memkonsumsi garam secara
berlebih. Menurut Gunawan (2005), jika asupan garam antara 5
– 15 gram per hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15 –
20%. Hasil penelitian ini menunjukkan kesesuain dengan teori
dan penelitian sebelumnya bahwa pasien yang mengkomsumsi
garam >3 sdm sehari memiliki resiko yang lebih tinggi menderita
hipertensi.
55
Distribusi pasien berdasarkan kebiasaan mengkomsumsi
alkohol didapatkan bahwa pasien yang tidak mengkomsumsi
alkohol atau tidak pernah mengkomsumsi alkohol sebanyak 187
orang (89,9%) lebih tinggi dibandingkan pasien yang
mengkomsumsi atau pernah mengkomsumsi alkohol sebanyak
21 orang (10,1%). Teori tentang keterkaitan minum alkohol
dengan hipertensi adalah bahwa alkohol menyebabkan
peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah
merah serta kekentalan darah merah yang berperan dalam
menaikkan tekanan darah peminum alkohol (Nurkhalida,2003).
Menurut Sugiharto (2007), kebiasaan sering mengkonsumsi
minuman beralkohol terbukti sebagai faktor resiko hipertensi.
Sedang menurut Strages dkk (2004), yang menyatakan bahwa
kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol merupakan
faktor resiko hipertensi. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori
dan penelitian sebelumnya bahwa alkohol meningkatkan resiko
terjadinya hipertensi, namun perbedaan ini kemungkinan
disebabkan karena sampel dalam penelitian ini lebih banyak
berjenis kelamin perempuan, dimana perempuan di lokasi
penelitian sangat jarang ada yang mengkomsumsi alkohol.
Distribusi pasien berdasarkan kebiasaan olahraga
didapatkan bahwa persentase pasien yang tidak berolahraga
teratur sebanyak 193 orang (92,8%) lebih tinggi daripada pasien
56
yang berolahraga teratur sebanyak 15 orang (7,2%). Teori
tentang keterkaitan olahraga dengan hipertensi adalah bahwa
olahraga teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan
peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga
akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan akan
memudahkan timbulnya hipertensi (Suyono,2001). Penelitian
oleh Kuntaraf (1996) menunjukkan bahwa olahraga dapat
menurunkan tekanan diastolik 3-15 mmHg dan menurunkan
tekanan sistolik antara 5-25 mmHg. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori dan penelitian sebelumnya bahwa kurang olahraga
teratur dapat meningkatkan tekanan darah.
Distribusi pasien berdasarkan kondisi stres didapatkan
bahwa persentase pasien yang mengalami stres sebanyak 168
orang (80,8%) lebih tinggi daripada pasien yang tidak mengalami
stres sebanyak 40 orang (19,2%). Hal ini sesuai dengan teori
bahwa Stres atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah
akan meningkat. (Gunawan, 2005). Hasil penelitian Anggraini
dkk (2009), menyatakan bahwa ada hubungan antara faktor
stress dan kejadian hipertensi.
57
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang
mengalami stress memiliki resiko lebih tinggi menderita
hipertensi.
Distribusi pasien berdasarkan obat anthipertensi yang
diberikan didapatkan bahwa persentase pemberian amlodipin
sebanyak 102 (49%) lebih tinggi daripada kaptopril sebanyak 60
orang (28,8%) dan hidroklorothiazid sebanyak 46 orang
(22,1%). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Palupi,dkk (2013) mendapatkan bahwa
pemakaian obat antihipertensi golongan CCB terutama
amlodipin lebih tinggi dibandingkan anti hipertensi golongan
lain.
B. Efektivitas Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin menurunkan tekanan darah
a) Efektivitas hidroklortiazid
Berdasarkan hasil uji friedman yang dilanjutkan
dengan uji post hock wilcoxon terhadap tekanan darah 46
pasien yang mendapatkan obat Hidroklorthiazid
didapatkan bahwa rerata TDS sebelum pengobatan
sebesar 166.96±19.307 mmHg, setelah 10 hari
pengobatan turun menjadi 152.17±18.125 mmHg dan
setelah 30 hari pengobatan turun menjadi 138.91±18.527
mmHg dengan nilai signifikansi sebesar p<0.001 .
58
Sedangkan rerata TDD sebelum pengobatan sebesar
90.65±13.233 mmHg, setelah 10 hari pengobatan turun
menjadi 88.26±11.412 mmHg, dan setelah 30 hari
pengobatan turun menjadi 81.30±10.875 mHg dengan
nilai signifikansi sebesar p<0.001.
Tiazid menghambat reabsorpsi NaCl dari bagian
luminal sel epitel tubulus kontortus distal.Penghambatan
transport NaCl oleh tiazid tampaknya merupakan
kotransporter NaCl alami yang berbeda dengan
kotransporter di ansa henle.Di tubulus distal ini juga
terjadi proses reabsopsi aktif Ca, yang dirangsang oleh
hormone paratoroid (PTH). Mekanisme ini kemungkinan
disebabkan penurunan Na sel selama hambatan
masuknya Na oleh tiazid.Na sel kemudian mungkin akan
meningkatkan pertukaran Na/Ca pada membrane
basolateral sehingga meningkatkan reabsorpsi Ca
(Katzung,1994).
Penelitian oleh Ernst, mendapatkan bahwa penurunan
rata rata tekanan darah pasien yang mendapat
Hidroklortiazid (-7.4 ±1.7). Penelitian oleh Morgan.(1989).
mendapatkan bahwa penurunan rata rata tekanan darah
pasien yang mendapat Hct (12.6 ±2.2 / 10.2±1.2) mmHg.
59
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Hidroklorhiazid dapat menurunkan tekanan darah
sebesar 27.05 / 9.35 mmHg.
b) Efektivitas Kaptopril
Berdasarkan hasil uji friedman yang dilanjutkan
dengan uji post hock wilcoxon terhadap tekanan darah 60
pasien yang mendapatkan obat Kaptopril didapatkan
bahwa TDS sebelum pengobatan rata rata sebesar
172.33±18.353 mmHg, setelah 10 hari pengobatan turun
menjadi 156.17±19.406 mmHg, dan setelah 30 hari
pengobatan turun menjadi 143.17±18.910 mmHg
dengan nilai signifikansi sebesar p<0.001
Sedangkan TDD sebelum pengobatan rata rata
sebesar 96.00±12.514 mmHg, setelah 10 hari
pengobatan turun menjadi 89±9.561 mmHg, dan setelah
30 hari pengobatan turun menjadi 84.17±9.618 mmHg
dengan nilai signifikansi sebesar p<0.001 .
Secara teori, Kaptopril yang merupakan penghambat
ACE mengurangi pembentukan angiotensin II sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron
yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air
serta retensi kalium, akibatnya terjadi penurunan tekanan
darah penderita hipertensi. Penurunan tekanan darah
60
disertai dengan penurunan resistensi perifer tanpa
disertai refleks takikardia. Penghambat ACE juga
mengurangi tonus vena. Penghambat ACE menghambat
inaktivasi vasodilator bradikinin dan prostaglandin
sehingga meningkatkan vasodilatasi akibat hambatan
pembentukan angiotensi II (Ganiswarna,1995).
Penelitian yang dilakukan oleh Ohman, (1981)
mendapatkan bahwa kaptopril menurunkan rata rata
tekanan darah berbaring sebesar 26/16 mmHg dan rata
rata tekanan darah berdiri sebesat 30/16 mmHg.
Penelitian yang dilakukan oleh Karlberg, (1981),
mendapatkan bahwa pada pasien hipertensi primer,
pengobatan dengan Kaptopril menurunkan tekanan
darah berbaring dari 174±18 / 110±7 menjadi 151±22 /
96±12 mmHg.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kaptopril
menurunkan tekanan darah sebesar 29.16 / 11.83 mmhg.
c) Efektivitas Amlodipin
Berdasarkan hasil uji friedman yang dilanjutkan
dengan uji post hock wilcoxon terhadap tekanan darah
102 pasien yang mendapatkan obat Amlodipin
didapatkan bahwa TDS sebelum pengobatan rata rata
sebesar 166.08±15.743 mmHg, setelah 10 hari
61
pengobatan turun menjadi 145.29±15.396 mmHg dan
setelah 30 hari pengobatan turun menjadi 133.14±15.478
mmHg dengan nilai signifikansi sebesar p<0.001 .
Sedangkan TDD sebelum pengobatan rata rata
sebesar 95.69±13.388 mmHg, setelah 10 hari
pengobatan turun menjadi 86.86±9.332 mmHg dan
setelah 30 hari pengobatan turun memjadai 79.31±9.148
mHg dengan nilai signifikansi sebesar p<0.001.
Amlodipin terutama bekerja dengan menghambat
masuknya ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh
darah melalui saluran kalsium tipe L sub unit α1,
sehingga mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah.
Seperti kita ketahui, saluran kalsium tipe L ini banyak
terdapat pada otot polos pembuluh darah dan otot
jantung (Nayler, 1997).
Penelitian yang dilakukan oleh Miranda,(2008),
mendapatkan bahwa rata rata penurunan tekan darah
pasien yang mendapatkan monoterapi Amlodipin
(-15.50±1.18 / -8.61±0.47) mmHg.
Penelitian yang dilakukan oleh Ruilope, (2005)
mendapatkan penurunan tekanan darah pasien yang
mendapatkan Amlodipin (27,6 ±13,8 / 16,9 ± 11,3)
mmHg.
62
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Amlodipin
dapat menurunkan tekanan darah sebesar 32.94 / 16.38
mmHg
C. Efek samping Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin sebagai antihipertensi a. Efek samping Hidroklorthiazid
Dari 46 pasien yang diberikan pengobatan dengan
Hidroklorothiazid, 5 orang (10.9%) mengalami efek samping
an 44 orang (89.1) tidak mengalami efek samping.Hasil uji
Fisher exact didapatkan nilai p<0.001,artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara pemakaian Obat
Hidroklorthiazid dengan kejadian efek samping.
Efek samping yang dapat terjadi akibat pemakaian
Hidroklortiazid adalah Hipokalemia ,yang dapat dicegah
dengan suplemen kalium atau dengan menggabungkan
hidroklortiazid dengan diuretik hemat kalium,
Hipomagnesemia, Hiponatremia, Hiperurisemia dan gout,
Gula darah tinggi, Hiperlipidemia, Hiperkalsemia.
(Ganiswarna,1995).
Penelitian yang dilakukan oleh Ikawati dkk,(2008),
menunjukkan persentase munculnya efek samping
pemakaian hidroklorothiazide sebesar 9,1%.
63
Hasil penelitian ini menujukkan persentase kajadian
efek samping akibat pemakaian Hidroklorthiazid sebesar 5
kejadian (10.9%) dari 46 orang orang yang mendapatkan
Hidroklorthiazid.
b. Efek samping Kaptopril
Dari 60 pasien yang diberikan pengobatan dengan
Kaptopril, 10 orang (16.7%) mengalami efek samping dan
50 (83.3%) orang tidak mengalami efek samping. Hasil uji
Fisher Exact didapatkan nilai p<0.001, artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara pemakaian obat Kaptopril
dengan kejadian efek samping
Batuk kering merupakan efek samping yang paling
sering terjadi. Efek samping lain dapat berupa rash,
eugesia(gangguan pengecapan), edema angioneurotik,
hipotensi simtomatik, gagal ginjal akut, dan proteinuria
(Ganiswarna,1995).
Penelitian yang dilakukan oleh Ikawati dkk (2008),
menunjukkan persentase munculnya efek samping
pemakaian kaptopril sebesar 43,2%. Sedangkan hasil
penelitian oleh Prasetio dan Chrisandyani.(2009)
mendapatkan efek samping kaptopril sebanyak 8,9%.
Hasil penelitian ini menunjukkan persentase kejadian
efek samping akibat pemakaian Kaptopril sebesar 10
kejadian (16.7%) dari 60 orang yang mendapatkan Kaptopril.
64
c. Efek samping amlodipin
Dari 102 pasien yang diberikan pengobatan
Amlodipin, 27 orang (26.5%) mengalami efek samping dan
75 orang(73.5%) tidak mengalami efek samping. Hasil uji
Chi-Square didapatkan nilai p<0.001, artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara pemakaian obat Amlodipin
dengan kejadian efek samping.
Efek samping yang sering terjadi akibat pemakaian
Amlodipin adalah : edema, sakit kepala, flushing,
takikardia/palpitasi, dispepsia, dizziness, nausea
(Pessina,1997).
Penelitian yang dilakukan oleh Prasetio dan
Chrisandyani (2009) menyatakan bahwa terdapat 11,9%
angka kejadian efek samping pemakaian amlodipin.
Hasil penelitian ini menunjukkan persentase kejadian
efek samping akibat pemakaian Amlodipin sebesar 27
kejadian (26.5%) dari 102 orang yang mendapatkan
Amlodipin.
65
D. Perbandingan efektivitas Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi
Efektivitas Hidroklortiazid menurunkan tekanan darah
sebesar 27.05 / 9.35 mmHg, Efektivitas Kaptopril sebesar 29.16
/11.83 mmHg dan efektivitas Amlodipin sebesar 32.94 /16.38
mmHg. Hasil uji kruskall-wallis p=0.005, yang dilanjutkan
dengan uji post hock mann-whitney terhadap TDS 30 hari
pengobatan dengan Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin,
didapatkan bahwa perbedaan TDS antara kelompok Kaptopril
vs Amlodipin secara statistik bermakna, sedangkan TDS antara
kelompok Hidroklortiazid vs Kaptopril dan kelompok
Hidroklortiazid vs Amlodipin perbedaannya tidak bermakna.
Perbedaan TDD antara kelompok Kaptopril-Amlodipin
secara statistik bermakna, sedangkan TDD antara kelompok
Hidroklortiazid-Kaptopril dan kelompok Hidroklortiazid-Amlodipin
perbedaannya tidak bermakna
Diuretik menyebabkan ekskresi air dan natrium melalui ginjal
meningkat sehingga mengurangi volume plasma dan
menurunkan pre-load yang selanjutnya menurunkan kardiak
output dan akhirnya menurunkan tekanan darah. Selain itu
berkurangnya konsentrasi natrium dalam darah menyebabkan
sensitivitas adrenoseptor–α menurun, sehingga terjadi
vasodilatasi sehingga resistensi perifer menurun (Kabo,2011)
66
ACE-Inhibitor menurunkan tekanan darah dengan
menghambat pembentukan angiotensin II di sirkulasi maupun di
jaringan, Menghambat aktivitas saraf simpatis dengan
menurunkan pelepasan noradrenalin, Menghambat pelepasan
endotelin, Meningkatkan produksi subtansi vasodilatasi (NO,
bradikinin, prostaglandin), Menurunkan retensi sodium dengan
menghambat produksi aldosteron, Memperbaiki resistensi
insulin, Menurunkan rasio elastin kolagen pembuluh darah
(Kabo,2011).
CCB menghambat kalsium masuk ke dalam sel sehingga
menyebabkan vasodilatasi , memperlambat laju jantung dan
menurunkan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan
tekanan darah (Kabo,2011).
Peneilitian yang dilakukan oleh Aberg (1981),mendapatkan
bahwa penurunan tekanan darah oleh Kaptopril lebih tinggi
dibandingkan Hidroklortiazid, sedangkan Weinberger (1982),
mendapatkan bahwa Hidroklortiazid sama efektifnya dengan
Kaptopril
Penelitian yang dilakukan oleh Adolphe (1993),
mendapatkan bahwa penurunan tekanan darah oleh
Hidroklortiazid tidak berbeda dengan Amlodipin
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbandingan
efektifitas menurunkan tekanan darah sistol dan diastol oleh
67
Amlodipin lebih tinggi dari Kaptopril, sedangkan antara
Hidroklortiazid dengan Kaptopril dan antara Hidroklortiazid
dengan Amlodipin tidak ada perbedaan.
E. Perbandingan efek samping yang dialami oleh pasien hipertensi yang diberikan pengobatan Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin
Persentase kejadian efek samping akibat pemakaian
Hidroklortiazid sebesar 5 orang (10.9%), Kaptopril 10 orang
(16.7%) dan Amlodipin 27 orang (26.5%). Hasil uji Chi-Square
didapatkan nilai p=0.66 yang berarti perbedaan kejadian efek
samping akibat pemakaian ketiga obat secara statistik tidak
bermakna.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasetio dan
Chrisandyani (2009), mendapatkan bahwa kejadian efek
samping akibat pemakaian antihipertensi jenis Amlodipin dan
Kaptopril lebih tinggi dibandingkan antihipertensi jenis lain.
Penelitian oleh Ikawati (2005) mendapatkan bahwa
persentase efek samping Hidroklortiazid sebesar 9.1%,
Kaptopril 25.0% dan Amlodipin 0%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan
persentase kejadian efek samping akibat pemakaian
Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin secara statistik tidak
bermakna.
68
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hidroklortiazid dapat menurunkan tekanan darah pasien
hipertensi sebesar 27.05 / 9.35 mmHg.
2. Kaptopril dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi
sebesar 29.16 / 11.83 mmHg.
3. Amlodipin dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi
sebesar 32.94 / 16.38 mmHg.
4. Persentase kejadian efek samping akibat penggunaan
Hidroklortiazid sebesar 10.9 %.
5. Persentase kejadian efek samping akibat pemakaian Kaptopril
sebesar 16.7%.
6. Persentase kejadian efek samping akibat pemakaian Amlodipin
sebesar 26.5%.
7. Hidroklortiazid sama efektifnya dibandingkan degan Kaptopril
maupun Amlodipin, tetapi Amlodipin lebih efektifif dibandingkan
dengan Kaptopril dalam menurunkan tekanan darah pasien
hipertensi.
8. Tidak ada perbedaan persentase kejadian efek samping akibat
pemakaian Hidroklortiazid, Kaptopril dan Amlodipin
69
B. Saran
1. Dianjurkan kepada pihak yang terkait dengan penyediaan obat
di Puskesmas untuk menyediakan obat antihipertensi yang lebih
beragam, agar tenaga medis dapat memilih antihipertensi yang
paling sesuai dengan kondisi pasien.
2. Dianjurkan kepada tenaga medis dan professional kesehatan
lainnya untuk menggunakan Hidroklortiazid sebagai terapi awal
hipertensi sesuai rekomendasi JNC VII karena ternyata
efektifitas dan efek sampingnya tidak berbeda dengan
antihipertensi dari golongan lain.
3. Perlunya dilakukan penelitian lebuh lanjut mengenai
perbandingan efektifitas dan efek samping obat-obat
antihipertensi yang lainnya.
70
DAFTAR PUSTAKA
1. Aberg,H. 1981. Comparison of Captopril with Hydroklorothiazid in
th treatment of essential hypertension, Int J Clin Pharmacol Ther
Toxicol 19(8);368-71.
2. Adolphe,A.B. 1993. Long Term Open Evaluation of Amlodipin
versus Hydrochlorothiazide in patien with Essential Hypertension.
Intl J Clin Pharmacol Res.13(4);203-10.
3. Anggraini,A.D., Waren,A., Situmorang,E., Asputra,H. dan
Siahaan,S.S. 2008. Riau. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di
Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari – Juni
2008. Faculty of medicine – University of Riau Pekanbaru.
4. Ariyanto, 2006, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Nelayan Di Pelabuhan Tegal, Tesis,
Universitas Diponegoro, Tegal.
5. Armilawaty, Amalia,H, & Amiruddin.R, 2007, Hipertensi dan Faktor
Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi, Bagian Epidemiologi FKM
UNHAS.
6. Budiarto,E. 2001. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.penerbit EGC. 5-6.
7. Budisetio, M. 2001. Pencegahan dan pengobatan hipertensi pada
Penderita usia dewasa. Bagian Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti.
71
8. Bustan, M.N. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta.
Rineka Cipta. 29-38.
9. Dahlan,M.S. 2001. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan,
Penerbit Salemba Medika. Jakarta
10. Dhianingtyas,Y., dan Hendarti,L. 2006. Resiko Obesitas, Kebiasaan
merokok dan Komsusi Garam tehadap Kejadian Hipertensi pada
usia Produktif. The Indinesian journal of public health vol.2. no.3
maret.
11. Ernst,M.E., Carter,B.L., Goert,C.J., Steffensmeier,J.J.G.,
Phillips,B.B., Simmerman, M.B., Bergus,G.R. Coparative
Antihypertensive Effects of Hydrochlorothiazide and Chlorthalidone
on Ambulatory and office Blood Pressure.
m.hyper.ahajournals.org/content/47/3/352.long. diakses oktober
2013.
12. Ganiswarna,S.G. Setiabudi,R., Suyatna,F.D., Purwantiastuti. Dan
Nafrialdi. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
13. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM & Simpson IA 2005. Lecture
Notes . Kardiologi (4rd ed). Jakarta. Penerbit Erlangga. 57-62.
14. Gunawan,L. 2005. Hipertensi. Yogyakarta:Penerbit Kanisius. 9-19
15. Guyton,A.C. 2006. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.277-294.
16. Ibnu,M. 1996. Dasar – Dasar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta.
72
17. Ikawati,Z., Jumiani,S. dan Putu,I.D.P.S. 2008. Kajian Keamanan
Pemakaian Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DR.
Sardjito. Yogyakarta. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1: 30 –
41.
18. Jafar, Nurhaedar. 2010. Hipertensi. Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,Makassar.
19. Joint National Committeon. 1997. Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of Hight Blood Pressure. The sixth of the
joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment oh Hight Blood Pressure. National Institute of Hight
Blood Pressure 1997 : 98-480.
20. Kabo,P. 2011. Bagaimana menggunakan obat – obat
kardiovaskular secara rasional. Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
21. Kapojos EJ, 2008, Hipertensi dan Obesitas. Jantung Hipertensi.
http://www.jantunghipertensi.com.diakses oktober 2013
22. Karlberg,B.E., 1981. Captopril in orally active comverting enzime
inhibitor,in the treatment of primery hypertension . A long ter study
with reference to initial plasma renin activity.
www.ncbi.nlm.nih.giv/m/pubed. diakses oktober 2013.
23. Katzung,B.G.1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. edisi ke VI,
Penerbit EGC. Jakarta.
24. Kuntaraf,K.L., dan Kuntaraf,J., 1996. Olah Raga Sumber Kesehatan. Saereng,E.E(ed), Indonesia Publishing house. Jakarta.
73
25. Lipaharnjaranat,K. 2013. Hipertensi, Pintu Masuk jantung dan
Stroke. www.indopos.co.id, diakses Maret 2013
26. Mansjoer,A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. 520.
27. Martiningsih. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Terjadinya Hipertensi Primer pada Pasien di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD Bima Ditinjau dari Perspektif Keperawatan
Self-Care Orem. Program pascasarjana Kekhususan Medikal-
Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok.
28. Miranda,R.D.2008. An 18-week, prospective, randomized, double-
blind, multicenter study of amlodipine/ramipril combination versus
amlodipin monotherapy in the treatment of hypetension;the
assessment of combination therpy of amlodipine/ramipril (ATAR)
study. www.ncbi.nlm.nih.giv/m/pubmed. diakses oktober 2013.
29. Morgan,T.O., 1989. Eficacy of cilazapril compared with
hydrochlorothiazide in the treatment of mild to moderate essential
hypertension. Departement of Physiologi, University of Melbuorne
,Australia. Am J Med Dec 26;87(6B);37S-41S.
30. Nayler,W.G. 1997. Amlodipin. Spinger Berlin Heidelberg. Germani
31. Notoatmodjo,S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta.
PT Rineka Cipta. 136.
32. Nurkhalida. 2003. Warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Depkes
RI.
74
33. Kementerian Kesehatan RI. 2010, Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta.
34. Ohman,K.P., 1981. Captopril in Primery hypertension Effect related
to the renin-angiotensin-aldosteron and kalikrein –kinin systems.
(Online). www.ncbi.nlm.nih.giv/m/pubed. acta Med scand
suppl.646;98-105.
35. Palupi,R., Gunawan,A., Sala,R., Triastuti,E., 2013. Profil Pola terapi
Antihipertensi dan Kontrol Takanan darah pasien ERSD(end renal
disease). Malang.
36. Prasetio,S.D, dan Chrisandyani,D. 2009. Gambaran Efek Samping
Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap
RS PKU Muhammadiah Yogyakarta . (online) mf,farmasi.ug.ac.id,
diakses oktober 2013.
37. Pessina,A.C., Boori,L., Dominicis,D.E., Giusti,C., Marchesi, M.,
Mos,L., Novo,S., Semeraro,S., Uslenghi,E., Kilama, M.O. (2001)
Efficacy, Tolerability, and Influence on “Quality of Life”of Nifedipine
GITS versus Amlodipine in Elderly patients with Mild-Moderate
Hypertension. Clinica Medica IV. University of Padua. Italy.Blood
Press.10(3):176-83.
38. Rahajeng,E. & Tuminah,S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan
Determinannya di Indonesia. Pusat Penelitian Biomedis dan
Farmasi Badan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI,
Jakarta Maj Kedokt Indon, Volum: 59. Nomor: 12.hal 582-586.
75
39. Ruilope,L. M., 2005. Eficacy and tolerability of combination therapy
with valsartan plus hydrochlorothiazide compared with amlodipine
monotheapy in hypertensive patients with other cardiovascular risk
factor;the VAST study.www.ncbi.nlm.nih.giv/m/pubmed. Diakses
oktober 2013.
40. Sheps. dan Sheldon,G. Mayo ClinicHipertensi. 2005. Mengatasi
Tekanan Darah Tinggi., Jakarta. PT Intisari Mediatama.
41. Siahaan,S.S. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Polklinik Dewasa
Puskesmas Bangkinang . Faculty of medicine-University of Riau .
Pekanbaru.
42. Soeparman., Waspadji,S., Rahman,A.M., Isbagio,H., Daldiono.,
Nelwan,R.H.H., Ranakusuma,A.B.S. dan Djoerban,Z. 1990. Ilmu
Penyakit Dalam.Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
43. Strages,S., Tiejian,W., Dorn,J., 2004. Relationship of Alcohol
Drinking Pattern to Risk of Hypertension. A population-Based
Study. J Hypertens. 413-417.
44. Sugiharto, A. 2007. Faktor - Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada
Masyarakat.Tesis.Semarang. Program Studi Magister Epidemiologi
Program Pasca Sarjana UNDIP.
45. Sugiono.2010. Statistika untuk Penelitian. Penerbit alfabeta.
Bandung. 62-75.
76
46. Suparto. 2010. Faktor Risiko yang Paling Berperan Terhadap
Hipertensi Pada Masyarakat Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten
Karanganyar. Tesis. Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
47. Suyono,S. 2001; 253, 454-459,463-464, Buku Ajar Penyakit Dalam
Jilid II. FKUI, Jakarta: Balai Pustaka
48. Thomas,R.E.J.D. 2000. Hypertension: Salt is a major Risk Factor .
USA. J Cardiovasc,Feb;7(1);5-8.
49. Timur, W.W., Andayani,T.M. dan Aribawa,R. 2012. Analisis
Efektivitas - Biaya Kombinasi Antihipertensi Oral Pasien Hipertensi
Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Periode 2007 Vol. 4, No. 2. Hal 124-133.
50. Weinberger,M.H. 1982. Comparison of Captopril and
Hydrochlorothiazide alone and in combination in mild to moderate
essential hypertension, Br J Clin Pharmacol, suppl 2:127S-131S.
51. WHO. 2010. Data Global Status Report on Communicable
Diseases.
77
78
79
LEMBAR PENGAMBILAN DATA
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat /tlp :
Tekanan Darah : awal……………10 hr……………..30 hr……………………
Berat Badan (kg)/Tinggi badan (cm):
Keluhan :
Obat yang diberikan ………………………. ………………………….
………………………. ………………………….
………………………. …………………………….
Apakah anda mempunyai keturunan yang menderita hipertensi? ya□ tidak□
Apakah anda merokok atau pernah merokok? Ya □ tidak □
Apakah anda mengkomsumsi atau pernah mengkomsumsi minuman beralkohol? ya□ tidak□
Apakah anda melakukan kegiatan olahraga secara teratur? Ya □ tidak□
Apakah anda mengkomsumsi garam lebih dari 2 sendok teh sehari? ya□ tidak□
Apakah anda minum kopi? ya □ tidak□
Kuisioner Stress
1. Perasaan cemas yang anda alami biasanya
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
Tidak lama 2. Ketegangan yang anda alami berupa
80
Terasa tegang
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat istirahat
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah 3. Ketakutan yang anda hadapi yaitu
Pada gelap
Ditinggal sendiri
Pada orang asing
Pada keramaian lalu lintas
Pada kerumunan orang banyak 4. Gangguan tidur yang anda alami berupa
Sukar mulai tidur
Terbangun malam hari
Tidak pulas
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan 5. Gangguan berfikir ada pada yaitu
Daya ingat buruk
Sulit berkonsentrasi
Sering bingung
Mudah marah 6. Bila anda merasa tertekan, maka anda
Kehilangan minat atau kemauan
Sedih
Bangun dini hari
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah ubah sepanjang hari 7. Gangguan somatik atau gangguan otot yang anda alami berupa
Nyeri otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemeretak
Suara tidak stabil 8. Gangguan sensorik atau gangguan penerimaan rangsang yang
anda rasakan
Tangan berdenyut
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Perasaan seperti ditusuk-tusuk
81
9. Gangguan kardiovaskuler atau gangguan peredaran darah yang anda rasakan
Denyut nadi cepat
Dada berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lemah seperti mau pingsan 10. Gangguan pernapasan yang anda rasakan yaitu
Rasa tertekan di dada
Perasaan seperti tercekik
Merasa napas pendek atau sesak
Sering menarik napas panjang 11. Gangguan Gastrointestinal ataugangguan saluran pencernaan
yang anda alami yaitu
Sulit menelan
Mual muntah
Berat badan menurun
Konstipasi atau sulit BAB
Perut melilit
Nyeri lambung sebelum dansesudah makan
Rasa panas di perut
Perut terasa penuh atau kembung 12. Gangguan urogenital atau gangguan saluran kencing dan kelamin
yang anda rasakan
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Napsu seksual menurun
Tidak dapat kencing 13. Gangguan vegetative otonomi atau gangguan ketidakseimbangan
tubuh yang anda alami
Mulut kering
Muka kering
Mudah berkeringat
Pusing atau sakit kepala
Bulu roma berdiri 14. Apakah anda merasakan
Gelisah
Mengerutkan dahi dan muka tegang
Napas pendek dan cepat
Muka merah
82
83
84
85
86