PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

60
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK SEKOLAH DASAR Dr. Tri Hartiti Retnowati UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA e-mail: [email protected] (Makalah Hasil penelitian) ABSTRACT This study aim at developing an assessment specification for children’s painting in elementary schools by developing a valid and reliable assessment instrument to measure the performance of children’s painting. The development of this assessment instrument was intended to guide the painting teachers in elementary schools in carrying out assessment objectively. This study is a development research which uses quantitative and qualitative approaches. The development process was carried out in five phases, covering initial study, defining, designing, developing, and dissemination phases. The subjects of this study were elementary schools’ teachers and pupils in the first grade to third grades and painting teachers in Muhammadiyah Sapen Yogyakarta elementary school, MIN (Islamic State Elementary School) Tempel, and Langen Sari Yogyakarta elementary school. The construct of the instrument consisting of instrument for process, product, self, and group assessment, was developed based on the suggestion of art education experts, children’s art painting experts, evaluation experts, and painting experts. The reliability coefficient of the assessment instrument was computed based on generalizeability theory developed by Crick and Brennan consisting of G (generalized study) and D (decision study) theories with the variance of person, rater, item, person rater interaction, and error components using Genova computer package program, and interrater Cohen’s Kappa fomula. The validity evidence is obtained through three focus group discussions and one seminar. The average of cofficients genova is 0.71 and the average of Cohen’s Cappa is 0.73, this value are higher than the minimum criteria, 0.70. 1

Transcript of PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Page 1: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PERFORMANSKARYA SENI LUKIS ANAK SEKOLAH DASAR

Dr. Tri Hartiti Retnowati

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

e-mail: [email protected]

(Makalah Hasil penelitian)

ABSTRACTThis study aim at developing an assessment specification for children’s painting in

elementary schools by developing a valid and reliable assessment instrument to measure the performance of children’s painting. The development of this assessment instrument was intended to guide the painting teachers in elementary schools in carrying out assessment objectively.

This study is a development research which uses quantitative and qualitative approaches. The development process was carried out in five phases, covering initial study, defining, designing, developing, and dissemination phases. The subjects of this study were elementary schools’ teachers and pupils in the first grade to third grades and painting teachers in Muhammadiyah Sapen Yogyakarta elementary school, MIN (Islamic State Elementary School) Tempel, and Langen Sari Yogyakarta elementary school. The construct of the instrument consisting of instrument for process, product, self, and group assessment, was developed based on the suggestion of art education experts, children’s art painting experts, evaluation experts, and painting experts. The reliability coefficient of the assessment instrument was computed based on generalizeability theory developed by Crick and Brennan consisting of G (generalized study) and D (decision study) theories with the variance of person, rater, item, person rater interaction, and error components using Genova computer package program, and interrater Cohen’s Kappa fomula.

The validity evidence is obtained through three focus group discussions and one seminar. The average of cofficients genova is 0.71 and the average of Cohen’s Cappa is 0.73, this value are higher than the minimum criteria, 0.70.

Keyword: Children’s painting, reliability , generalizeability theory, G (generalized study), and D (decision study).

1

Page 2: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK SEKOLAH DASAR

BAB I A.Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan seni bertujuan mengembangkan kedewasaan diri anak didik yang

utuh dan seimbang dengan cara memberikan perlakuan yang dapat merangsang

kepekaan estetik dan kreativitas peserta didik. Dengan demikian untuk mencapai tujuan

tersebut diperlukan pengembangan estetik melalui pendidikan seni.

Dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 (PP Nomor 19, 2005) tentang

standar nasional pendidikan, masalah kepekaan estetik memperoleh penekanan dalam

pengembangan kemampuan peserta didik melalui kelompok mata pelajaran estetika.

Pada peraturan ini, kelompok mata pelajaran estetika yang harus dipelajari peserta didik

mempunyai arah pengembangan untuk meningkatkan: (1) sensitivitas, (2) kemampuan

mengekspresikan, dan (3) kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni.

Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup

apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati

dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu

menciptakan kebersamaan yang harmonis (BSNP, 2006: 78-79).

Kegiatan melukis bagi anak-anak seusia anak sekolah dasar merupakan

kegiatan naluriah dan menjadi kesenangan anak karena muncul atas desakan

perkembangan emosi artistik yang bersifat kodrati. Melukis bagi anak-anak merupakan

aktivitas psikologis dalam rangka mengekspresikan gagasan, imajinasi, perasaaan,

emosi, dan /atau pandangan anak terhadap sesuatu. Anak melukis adalah menceritakan

atau mengungkapkan (mengekspresikan) sesuatu yang ada pada dirinya secara intuitif

dan spontan lewat media seni lukis (Soesatyo, 1994: 31).

Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mata pelajaran Seni

Budaya dan Keterampilan, disebutkan bahwa mengekspresikan diri melalui karya

gambar ekspresif dan mengekspresikan diri melalui gambar imajinatif, dilaksanakan

pada kelas satu semester dua, kelas dua semester satu dan semester dua, juga kelas tiga

semester dua.

Dalam konteks pendidikan, seorang pendidik harus mempunyai pengetahuan

dan pemahaman tentang makna karya seni lukis bagi peserta didik. Pengetahuan dan

pemahaman ini diperlukan agar pendidik mampu memberikan bimbingan dan menilai

2

Page 3: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

hasil belajar karya peserta didik . Hal ini sesuai dengan kompetensi yang dituntut

sebagai seorang guru yaitu menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil

belajar. Penilaian proses antara lain melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku

dan sikap untuk menilai perkembangan kompetensi peserta didik (PP Nomor 19, 2005).

Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa pemahaman guru-guru terhadap

hakekat pendidikan seni terutama pelaksanaan pembelajaran seni lukis sekolah dasar

belum mantap sehingga mereka cenderung membimbing secara tidak tepat dan menilai

secara subjektif. Karena kurangnya pemahaman tersebut, guru kurang berani dalam

menilai karya anak. Dengan demikian masalah subjektivitas menjadi masalah yang

tidak dapat dihindari dalam penilaian karya lukis anak. Subjektivitas dalam penilaian

karya seni lukis anak pada dasarnya disebabkan oleh kesulitan guru dalam menentukan

kriteria penilaian, padahal pelajaran melukis bagi anak-anak adalah pelajaran yang

menyenangkan. Untuk memecahkan permasalahan penilaian proses dan produk tersebut

perlu digunakan pendekatan penilaian yaitu performance assessment.

Subjektivitas dalam penilaian karya seni lukis anak pada dasarnya disebabkan

oleh kesulitan guru dalam menentukan kriteria penilaian padahal pelajaran melukis bagi

anak-anak adalah pelajaran yang menyenangkan. Hal ini diakui oleh dua puluh orang

guru yang dapat ditemui dalam studi awal penelitian ini.

2. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana spesifikasi instrumen penilaian asesmen performan karya seni lukis

anak di sekolah dasar?

2. Bagaimana karakteristik instrumen penilaian asesmen performan karya seni

lukis anak yang mencakup validitas, reliabilitas, dan keterpakaian di sekolah

dasar?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengembangkan spesifikasi instrumen penilaian asesmen performan karya seni

lukis anak di sekolah dasar.

2. Menentukan kriteria penilaian asesmen performan karya seni lukis anak di

sekolah dasar.

3

Page 4: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

4. Ruang Lingkup Penelitian : Asesmen karya seni lukis anak

B. Kajian Teori

1. Pengertian Seni Lukis

Seni lukis merupakan bagian dari bidang seni rupa murni yang berwujud dua

dimensi, sehingga seni lukis merupakan karya yang terlepas dari unsur-unsur kegunaan

praktis. Lebih jelas lagi seni lukis merupakan suatu pengucapan pengalaman artistik

seseorang yang dicurahkan ke dalam bidang dua dimensi dengan menggunakan garis,

warna, bidang, dan tekstur. Karya seni lukis yang juga sering disebut dengan lukisan,

umumnya dibuat di atas kain kanvas berpigura dengan bahan cat minyak, cat akrilik,

atau bahan lainnya. Objek dan gaya lukisan sangatlah beragam. Karya seni lukis

bergaya naturalis (potret) dibuat persis seperti objek aslinya, seperti pemandangan alam,

figur manusia, binatang, atau benda lainnya. Karya lukis bergaya ekspresionis (penuh

perasaan) memiliki objek benda atau figur yang dibuat dengan garis dan warna yang

bernuansa emosi pelukisnya. Lukisan bergaya abstrak berasal dari khayalan kreatif

senimannya, bentuknya tidak nyata, tersamar, bahkan kurang dimengerti oleh orang

awam, tetapi mengandung berbagai alternatif rupa yang baru (Sachari, 2004: 10).

Dalam pembuatan sebuah karya seni lukis, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan, yaitu elemen seni lukis (garis, bidang, ruang, tekstur, warna, dan kaidah-

kaidah komposisi.

2. Seni Lukis bagi Anak Usia Sekolah Dasar

a. Seni Lukis sebagai Cerminan Isi Jiwa

Mencermati lukisan anak dan cara mereka menggambarkan lingkungannya,

dapat memberikan suatu pandangan tingkah laku dan apresiasi pertumbuhan dan

perkembangan bervariasi yang dialami anak. Dengan lukisan anak dapat dibaca jiwa

dan kehidupan anak-anak yang bersifat polos. Goresannya spontan dan bebas: miring

kesana kemari. Penggunaan warna sesuai dengan suasana hatinya, sangat berani: merah

kuning, biru, hitam dan seterusnya. Apa yang dituangkan dalam tema lukisannya adalah

apa yang dilihatnya sesuai dengan lingkungan hidup yang nyata dan khayalnya, sesuai

dengan “kacamata” anak.

Dalam proses melukis, anak tidak ada rasa takut. Kegiatan seni di samping

penting bagi perkembangan kognitif juga memberikan rangsangan bagi pertumbuhan

persepsi, emosional, social, dam krativitas anak. Dengan kegiatan ini perlu diketahui

4

Page 5: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

apa yang dapat dikembangkan pada diri anak secara maksimal, karena lukisan anak itu

sendiri mencerminkan segi kejiwaan anak.

Peran pendidikan seni yang multi dimensional pada dasarnya dapat

mengembangkan kemampuan dasar manusia, seperti fisik, perceptual, intelektual,

emosional, social, kreativitas, dan estetik (Lowenfeld, 1982) Demikian juga pada

multiple intelegences Gardner’s yang membagi karakteristik kecerdasan menjadi

sembilan jalur yaitu: verbal/linguistic, interpersonal, visual/spasial,

logical/mathematical, naturalist, kecerdasan spiritual, yang dapat diterapkan pada

lukisan anak-anak. Dalam kegiatan melukis, akan terlihat keterlibatan segi kejiwaan

anak sehingga mencerminkan kondisi kejiwaan anak.

b. Ciri Seni Lukis Anak

Anak berbuat dan berkarya atas dasar daya nalar anak. Mereka mengungkapkan

pikiran dan perasaan dalam ujud karya seni rupa atau lukisan tanpa terbatas pada apa

yang terlihat dengan mata kepala saja, melainkan lebih pada apa yang mereka mengerti,

pikirkan atau khayalkan. Perkembangan menggambar anak menurut Ricci (1960: 302-

307):

The child starts drawing with an “interlacing network of lines” and then moves on to simple representational foms which become more detailed with age. He recognized in these simple forms that the child draws a description of the subject according to his knowledge of that subject and not according to its visual appearance.

Dengan demikian anak menggambar mulai yang paling sederhana yaitu dengan

garis-garis dan berkembang menjadi bentuk-bentuk yang representasional dan detail

sesuai dengan perkembangan usia sesuai dengan pengetahuannya sendiri bukan menurut

penampakan visual.

Banyak sedikitnya unsur pada lukisan sangat tergantung pada keasyikan

pemikiran dan fantasinya, lebih banyak yang akan mereka ceritakan maka lebih banyak

pula bentuk yang akan dimunculkannya. Dengan penalaran anak wajar dan spontan

maka hasilnya tampak sungguh naif. Ungkapan pribadinya muncul melalui bentuk-

bentuk dengan makna simbolik tertentu, intuitif, dan lebih dekat pada sifat bermain.

Selanjutnya, sesuai pendapat para ahli (Lansing, 1976: 138-139),

perkembangan gambar anak pada dasarnya dapat disederhanakan menjadi tiga tahap

pokok: (1) tahap coreng-moreng (umur dua sampai empat tahun), (2) tahap figurative

5

Page 6: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

(umur tiga sampai dua belas tahun), dan (3) tahap keputusan artistic (umur dua belas

tahun ke atas).

c. Seni Lukis sebagai indikator gambar ekspresi dalam KTSP

Dalam kurikulum KTSP, mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan adalah

nama dari kelompok mata pelajaran estetika yang dilaksanakan pada tingkat sekolah

dasar. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 (Peraturan Pemerintah, 2005) disebutkan

tujuan mata pelajaran Seni Budaya dan Ketrampilan adalah untuk meningkatkan

sensitifitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan

dan harmoni. Dalam mata pelajaran tersebut, dua kegiatan yang saling terkait satu sama

lain yaitu apresiasi dan kreasi, termasuk di dalamnya yang bersifat rekreatif

(performance).

Kegiatan apresiasi, dimaksudkan melatih perkembangan kepekaan rasa estetik

peserta didik. Peserta didik berperan sebagai pengamat yang menghayati gejala

keindahan yang ada dalam karya seni kemudian menanggapinya. Dalam hal ini tentunya

keterlibatan intelektual dan pengalaman estetik peserta didik sangat berperan.

Kegiatan kreasi mempunyai makna menciptakan karya seni yang baru,

sedangkan rekreasi menampilkan/menggelar karya seni. Pada kegiatan ini peserta didik

secara aktif menghasilkan suatu karya seni (lukisan, ilustrasi, relief, dan sebagainya)).

Dalam hal ini keterlibatan intelektual peserta didik sangat dominan. Misalnya dalam

pembuatan karya seni lukis dikenal adanya aspek bentuk yang diubah menjadi struktur.

Hal ini memerlukan kerja intelektual. Jacques Maritain dalam Sumardjo (2000: 51)

menyebutkan adanya ekspresi intelektual yang diperlukan untuk mengubah bentuk

menjadi struktur.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Seni Budaya dan

Kerajinan Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006

yang meliputi kegiatan apresiasi dan kreasi. Pada kompetensi dasar disebutkan bahwa

mengekspresikan diri melalui karya gambar ekspresif dan mengekspresikan diri melalui

gambar imajinatif, dilaksanakan pada kelas satu semester dua, kelas dua semester satu

dan semester dua, juga kelas tiga semester dua.

3. Karakteristik Penilaian dalam Pendidikan Seni

6

Page 7: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Penilaian seni lukis anak meliputi penilaian proses dan penilaian hasil atau

produk. Dengan demikian untuk memecahkan permasalahan penilaian proses dan hasil

karya peserta didik tersebut perlu digunakan pendekatan penilaian yaitu performance

assessment.

Dengan melakukan kegiatan asesmen dapat diketahui perubahan yang terjadi

pada anak didik. Sedangkan penilaian kinerja (performance assessment) menurut Berk

sebagai berikut: performance assessment is the process of gathering data by systematic

observation for making decisions about an individual (Berk, 1986: ix). Ada lima unsur-

unsur kunci dalam definisi yang dikemukakan oleh Berk, yaitu:

1. Performance assessment is a process, not a test or any single measurement device. 2. The focus of this process is data gathering, using a variety of instruments and strategies. 3. The data are collected by means of systematic observation. 4. The data are integrated for the purpose of making specific decisions. 5. The subject of the decision making is the individual, usually an employee or a student, not a program or product reflecting a group’s activity. (Berk, 1986: ix).

Selanjutnya Berk mengatakan bahwa dalam Performance assessment selalu

terkait dengan adanya rubrik penilaian yang merupakan bagian dari Performance

assessment: Subsumed under the rubric Performance assessment are a host of other

related terms that are often used synonymously with it.

Melengkapi pendapat tersebut, Zainul (2005: 4) menyatakan bahwa asesmen

kinerja secara sederhana didefinisikan sebagai penilaian terhadap proses perolehan,

penerapan, pengetahuan dan ketrampilan, melalui proses pembelajaran yang

menunjukkan kemampuan peserta didik dalam proses dan produk.

a. Penilaian Proses Karya Seni Lukis

Tujuan penilaian proses karya adalah untuk mengamati kompetensi peserta didik

dalam berkreasi membuat karya seni lukis. Menurut Conrad (1964: 271) the processes

of evaluation help to build guides and to define and clarity the purposes and

accomplishments of the educational processes.In art education, the evaluation

prosesses are natural parts of art activity.Karena proses penilaian membangun

bimbingan terhadap peserta didik dan memperjelas tujuan dan pemenuhan dalam proses

pembelajaran, maka penilain proses sangat diperlukan apalagi proses penilaian

merupakan bagian yang alami dari aktivitas seni.

Sesungguhnya kemampuan-kemampuan peserta didik yang dikembangkan

dalam pendidikan seni rupa lebih banyak dalam bentuk penampilan yang sulit diukur

dengan tes, yaitu terutama penampilan-penampilan peserta didik dalam aspek afektif

7

Page 8: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

dan psikomotorik. Dengan instrumen teknik non tes akan diperoleh data akurat dengan

tidak kehilangan aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik. Non tes digunakan tatkala

pengertian evaluasi tidak sekedar identik dengan testing tetapi mempunyai pengertian

yang lebih luas yaitu suatu proses penentuan nilai-nilai fenomena-fenomena yang secara

edukasional relevan (Eisner, 1972: 204).

b. Penilaian produk karya seni lukis

Pada prinsipnya tujuan penilaian produk seni lukis adalah untuk melihat

kompetensi peserta didik dalam membuat karya cipta seni lukis. Dalam hal ini pendidik

memfokuskan perhatiannya pada hasil karya lukis yang diciptakan oleh peserta didik

yang tentunya tidak terlepas dari proses penciptaannya. Oleh karena itu kegiatan

penilaian memerlukan kriteria. Conrad (1964: 271) menjelaskan bahwa:

Evaluation criteria are not rigid. New criteria must be formulated for each group of children because children are constantly growing and changing in their thinking, their abilities, and their knowledges. The processes of evaluation help to build guides and to define and clarity the purposes and accomplishments of educational processes.

Dengan demikian penetapan kriteria harus disesuaikan dengan perkembangan usia

anak dan kriteria tidak bersifat kaku.

Kriteria untuk melakukan penilaian produk karya seni lukis cukup sulit

karena adanya keragaman cara pandang terhadap karya seni. Salah satunya pendapat

Aspin dalam Ross (1982: 66) yang menyatakan bahwa: Work of art is correctly

described as “unique particulars”, but the description prompts the question: how can

something which is unique generate criteria for evaluating other unique objects? Sifat

unik ini mempunyai sifat satu-satunya dan hanya berlaku untuk karya tersebut

sehingga sulit menerapkan kriteria yang sama untuk menilai karya yang lain.

Perdebatan-perdebatan yang sering terjadi karena perbedaan pemahaman,

meminjam dari penilaian kritik, Pepper (1973: 451) berpendapat bahwa bisa saja

perbedaan yang terjadi disebabkan oleh pandangan kontekstual yang tidak sama, karena

masing-masing kepentingan tidak ada titik temu. Disini penilaian dapat dilihat sebagai

suatu proses intersubjektif, dan setiap proses intersubjektif selalu mendatangkan

konflik. Namun demikian, Heyfron (1986: 56) berpendapat bahwa:

… that the arts are not fundamentally different from other subjects in the curriculum (e.g. science) and that a high degree of consensus about criteria appropriate for judging art work is not only conceptually consistent with the

8

Page 9: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

notion of art, but also practicably desirable. It contends that judgements about the merits of art work can be justified with reference to publicly agreed criteria.

Hal ini menunjukkan bahwa penilaian dari suatu pekerjaan seni tidak hanya

konsisten secara konseptual tetapi diperlukan juga praktisnya. Baik buruknya pekerjaan

seni dibenarkan dengan adanya referensi dari kriteria-kriteria yang disetujui oleh

khalayak umum.

Lebih jauh lagi dalam dokumen APU (“Aesthetic Development”, 1983: 5)

menyebutkan bahwa: What matters most in the arts as in science, is that judgements

and interpretations should be informed with considerable consensus about the criteria

to be applied when determining quality. Dengan demikian pada waktu menentukan

kualitas karya diperlukan kriteria-kriteria yang merupakan konsensus dan sudah

dipertimbangkan terlebih dahulu.

4. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengukuran

Validitas dan reliabilitas merupakan hal utama yang harus dipenuhi untuk

menentukan kualitas suatu instrumen penilaian.

a. Validitas

Validitas instrumen dapat dimaknai sebagai ketepatan dalam memberikan

interpretasi terhadap hasil pengukurannya. Sesungguhnyalah persoalan validitas

instrumen berhubungan dengan pertanyaan, apakah suatu instrumen mampu

menggambarkan ciri-ciri, sifat-sifat, atau aspek apa saja yang akan diukur, sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya.

Relevans dan accuracy, adalah dua makna yang terkandung dalam konsep

validitas. Relevans menunjuk pada kemampuan instrumen untuk memerankan fungsi

untuk apa instrumen dimaksudkan. Sedangkan accuracy menunjuk pada ketepatan

instrumen mengidentifikasi aspek-aspek yang akan diukur secara tepat, menggambarkan

keadaan yang sebenarnya.

Secara umum terdapat tiga macam validitas, yaitu validitas konstruk (construct

validity), validitas isi (content validity), dan validitas criteria (criterion-related validity).

(Kerlinger, 2000: 686; Babbie, 2004: 144-145). Validitas konstruk menunjuk pada

sejauh mana instrumen yang disusun mampu menghasilkan butir-butir pertanyaan yang

dilandasi oleh konsep teoritik tertentu. Validitas konstruk disusun berdasarkan pada

konsep teori yang sudah mapan dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional. Untuk

memantapkan validitas konstruk dibutuhkan expert judgment yaitu masukan,

9

Page 10: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

pertimbangan, dan kritik dari para ahli terkait. Validitas isi berhubungan dengan

kemampuan instrumen untuk menggambarkan secara tepat domain prilaku yang diukur.

Ada dua makna dalam validitas isi yaitu, validitas butir dan validitas sampling. Validitas

isi berhubungan dengan pertanyaan seberapa jauh butir-butir instrumen mencerminkan

keseluruhan isi dari aspek yang hendak diukur. Langkah selanjutnya pada validitas isi

adalah menjabarkan dalam aspek yang terperinci selanjutnya didiskripsikan indikator-

indilkatornya. Selanjutnya dimintakan pertimbangan kolega atau ahli yang berkompeten

melalui forum diskusi antar ahli (focus group discasion), untuk memperoleh masukan,

saran, kritik, dan evaluasi guna menyempurnakan instrumen yang disusun.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa untuk

pengembangan afektif dapat digunakan semua jenis validitas atau salah satu jenis

validitas. Pada penelitian ini digunakan validitas isi dan validitaas konstruk.

b. Reliabilitas

Reliabilitas instrumen menunjukkan tingkat kestabilan, konsestensi, keajegan, dan

atau kehandalan instrumen untuk menggambarkan gejala seperti apa adanya. Secara

konsep instrument yang reliabel adalah apabila digunakan terhadap subjek yang sama

akan menunjukkan hasil yang sama, walaupun dalam waktu dan kondisi yang berbeda.

Salah satu pendekatan dasar untuk mengukur reliabilitas adalah stabilitas.

Stabilitas diperoleh dengan mengkorelasikan skor siswa dari dua kali pelaksanaan tes,

menggunakan korelasi intraklas (interclass correlation). Penggunaan korelasi intraklas

dimaksudkan untuk memberikan indeks mengukur kesamaan pasangan skor dalam

hubungannya dengan variabilitas total dari seluruh skor (Fernandes, 1984:35). Cara lain

untuk menilai reliabilitas adalah dengan menggunakan teknik intereter yaitu, dua

peneliti menggunakan alat ukur yang sama untuk mengukur kemampuan seseorang

kemudian hasil pengukuran tersebut dikorelasikan.

10

Page 11: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

C. Metode penelitian

1. Model Pengembangan

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang menggunakan

pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian pengembangan digunakan untuk

menghasilkan instrumen yang baku dalam menilai karya lukis anak. Pendekatan ini

digunakan, karena pengembangan instrumen penilaian seni lukis anak harus dimulai

dengan membangun konstruk yang diukur. Konstruk instrumen penilaian ini

merupakan “tingkat meteran” (yard stick) karya seni lukis anak.

Instrumen penilaian seni lukis anak, sesuai dengan Standard for educational

and psychological testing (1999) harus memiliki bukti validitas interpretasi hasil

pengukuran. Konsep validitas bersifat “unity concept” yang dibangun dari teori yang

melandasi konsep pengembangan, instrumen, dan bukti empirik . Bukti validitas harus

memiliki validitas interpretasi hasil pengukurannya. Bukti validitas interpretasi hasil

pengukuran instrumen penilaian karya seni lukis anak memerlukan data kualitatif dan

kuantitatif. Data kualitatif yang diperlukan merupakan landasan teoritis bangunan

konstruk instrumen, yang pengumpulannya dimulai sejak awal pengembangan konstruk,

melalui berbagai penelusuran dan diskusi pakar seni lukis dan pendidikan sen lukis,

termasuk praktisi seni lukis dan guru seni lukis di sekolah dasar. Data kuantitatif yang

berupa hasil penilaian pendidik terhadap karya lukis anak diperlukan untuk memperoleh

informasi tentang besarnya koefisien keandalan hasil ukur instrumen.

Kriteria pengembangan konstruk instrumen mencakup aspek proses dan hasil

karya lukis anak. Setiap aspek diurai menjadi sejumlah indikator. Setelah indikator

disusun menjadi item yang dirakit menjadi instrumen utuh. Instrumen diujicobakan

kepada sejumlah pendidik agar dapat diketahui keterpakaiannya dan diestimasi

koefisien reliabilitas hasil ukurnya.

Sesuai dengan tujuannya, penelitian ini menggunakan modifikasi model

Semmel & Semmel dengan model Plomp, yaitu dimulainya dengan tahap preliminary

investigation yang dikemukakan oleh Plomp dan research & development menurut

Semmel (1974:5). Tahapan pengembangannya meliputi: define, design, develop, dan

dissemination atau yang dikenal dengan 4D.

Pada tahap define, kegiatan yang dilakukan adalah merumuskan definisi

konstruk, dalam hal ini adalah kriteria karya lukis anak, dan mengkaji konsep instrumen

11

Page 12: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

karya lukis anak berdasarkan teori dan hasil penelitian yang relevan. Kegiatan yang

dilakukan tahap design adalah telaah konstruk instrumen oleh para pakar dan guru

sekolah dasar seni budaya (seni lukis). Tahap develop, kegiatan yang dilakukan adalah

mengembangkan indikator, deskripsi, kriteria, dan penyusunan item instrumen.

Terakhir, tahap dissemination, kegiatan yang dilakukan adalah uji coba instrumen

terhadap guru sekolah dasar. Pengujian konstruk instrumen dilakukan melalui

pendapat para pakar bidang seni lukis, pakar bidang penilaian pendidikan, dan para

praktisi lapangan. Pertemuan dengan kelompok yang berbeda dilakukan tiga kali untuk

memperoleh masukan yang lebih banyak sehingga diperoleh hasil yang dapat

diandalkan. Secara rinci model pengembangan instrumen disajikan pada Gambar

berikut ini

Model Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak

12

DEFINE

DESIGNN

DEVELOPE

DISSEMINATE

Merumuskan definisi konstruk instrumenMengkaji konsep instrumen karya lukis anak berdasarkan teori

Pengembangan indikator Penyusunan item instrumen Telaah item instrumenPerbaikan instrumenUji coba instrumenAnalisis instrumenPembakuan instrumen

Penentuan konstruk instrumenTelaah konstruk oleh pakar Mendesain konstruk instrumen

FGD Sosialisasi instrumen karya lukis anak

Research & DevelepmentModel

P.INVEST

Identifikasi kebutuhan alat penilaian seni lukisElaborasi kebutuhan alat penilaian seni lukis yang relevan

Page 13: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah peserta didik yang terdiri dari tiga sekolah, Sekolah

Dasar Muhammadiyah Sapen, Sekolah Dasar Negeri Langensari , dan Sekolah Dasar

MIN Tempel, masing-masing kelas, diambil 20 siswa. Dengan demikian secara

keseluruhan jumlah peserta didik ada 180 yang dijadikan subjek penelitian. Ketiga

sekolah tersebut tersebar pada kota Yogyakarta dan kabupaten Sleman, dengan asumsi

bahwa kedua kabupaten/kota tersebut dapat mewakili/representatif DIY. Dari ketiga

sekolah tersebut dipilih kelas satu, dua, dan tiga sebagai subjek ujicoba karena pada

KTSP untuk tingkat Sekolah Dasar dalam mata pelajaran Seni Budaya dan

Keterampilan seni lukis hanya dilaksanakan pada kelas satu, dua, dan tiga. Penentuan

tiga sekolah tersebut didasarkan pada pertimbangan sekolah yang melaksanakan

pembelajaran seni sesuai dengan KTSP dengan didukung tenaga pendidik yang

memiliki latar belakang pendidikan seni rupa.

3. Teknik Analisis Data

Penentuan koefisien keandalan instrumen penilaian dilakukan dengan

menggunakan paket program komputer Genova berdasarkan teori generalizeability yang

dikembangkan oleh Crick dan Brennan pada tahun 1983 yang disebut dengan A

Generalized Analysis of Variance System. Pada teori ini ada G (generalized study) dan

D (decision study). Pada G-study dilakukan estimasi sejumlah varians komponen.

Banyaknya komponen ditentukan oleh model yang digunakan. Hasil dari G-study

digunakan pada D-study. Menurut Brennan (1983: 3), D-study menekankan estimasi,

penggunaan, dan interpretasi dari varians komponen untuk membuat keputusan, dengan

prosedur pengukuran yang baik.

Penelitian ini menggunakan GENOVA yang komponen variansnya adalah

person, rater, item, interaksi person dan rater, dan kesalahan. G study-nya

menggunakan rancangan bersarang (nested design) dan D-study-nya juga menggunakan

rancangan bersarang (nested design). Penelitian ini menggunakan satu facet p x(i: r) G-

study yang bersarang untuk mengestimasi varians komponen, varians kesalahan,

generalizeability dan koefiesien phi untuk one-facet, nested, i: r D-study. Varians

komponen yang berbaur pada rancangan bersarang (p, r:i,e) adalah jumlah varians

komponen dalam G-study bersarang yang dapat ditulis sebagai berikut.

13

Page 14: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Keterangan: p = person, r = guru/rater, i = item, r:i = rater bersarang pada item, e =

kesalahan

Setelah varians komponen diperoleh, termasuk varians kesalahan, maka dapat

diestimasi varians sebenarnya (true variance). Selanjutnya dapat diestimasi besarnya

indek keandalan hasil pengukuran, yaitu rasio varians sebenarnya terhadap varians

keseluruhan komponen. Estimasi varians setiap komponen dan besarnya indeks

keandalan hasil pengukuran dengan instrumen yang dikembangkan peneliti

menggunakan paket program GENOVA.

Rancangan yang digunakan untuk G-study adalah px(i:r), yaitu item bersarang

pada rater, penilai dalam menilai hasil karya lukis anak berinteraksi dengan anak yang

bersarang pada item. Cara penilai (rater) dalam menilai karya lukis anak (p) tergantung

pada pendapat penilai terhadap item yang dinilai, sehingga dikatakan rater bersarang

pada item. Rancangan px(r:i) ini berdasarkan analisis varians efek random memiliki

efek utama: p, r, r:i dan efek interaksinya adalah pi, pr bersarang pada i. Jadi ada varians

person, varians rater, dan varians penilai bersarang pada i untuk efek utama, sedang

untuk efek interaksinya adalah varians person item, varians rater yang bersarang pada

item.

Besarnya varians r bersarang pada i dapat ditulis sebagai berikut.

σ²(r : i) = σ²(r, ri)= σ²(r) + σ²(ri).

Besarnya koefisien keandalan instrumen penilaian adalah:

σ²(p)

Eρ² = ——————

σ²(p) + σ²(δ)

Eρ² adalah nilai harapan koefisien keandalan instrumen,

σ²(p) adalah varians person (peserta didik),

σ²(δ) adalah varians kesalahan.

14

Page 15: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Varians kesalahan terdiri atas varians rater, varians item, dan varians

interaksi rater item. Besarnya varians ini diestimasi dengan menggunakan teknik

analisis varians rancangan efek random.

Untuk melihat reliabilitas dari kriteria instrumen penilaian seni lukis anak

hasil uji coba, digunakan analisis koefisien interrater. Koefisien interrater adalah salah

satu sarana untuk melihat tingkat konsistensi atau keajegan antar rater dalam

memberikan rating terhadap unjuk kerja karya seni lukis siswa. Untuk keperluan ini,

digunakan koefisien Cohen’s Kappa.

15

Page 16: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Bentuk Instrumen yang Dihasilkan

Berdasarkan langkah-langkah tahapan pengembangan di atas, penelitian ini

diawali dengan survey kebutuhan guru mengenai pentingnya instrumen merupakan

kriteria sebagai pedoman penilain seni lukis anak sekolah dasar di DIY, diperoleh hasil

survey sebagai berikut:

Hasil analisis kebutuhan yang melibatkan 20 orang guru Sekolah Dasar di

DIY tentang pelaksanaan penilaian seni lukis di sekolah, menunjukkan perlunya

kriteria sebagai pedoman menilai karya seni lukis anak. Hal ini ditunjukkan jawaban

pertanyaan yang diajukan kepada guru-guru tentang penilaian karya seni lukis anak.

Hasilnya menyatakan 40% merasakan adanya kesulitan untuk menilai karya lukis anak

karena belum ada pedoman kriteria untuk menilai seni lukis anak Kemudian 35% guru

mengungkapkan faktor-faktor yang dinilai berasal dari siswa, misalnya kelengkapan

peralatan dan bahan yang dibawa siswa, dan keseriusan siswa. Selanjutnya 20% guru

mengungkapkan tidak memahami seni, dan 5% guru mengungkapkan tidak ada

kesulitan.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dan penilaian pendidikan seni lukis

sungguh memprihatinkan. Pendidik yang memiliki pemahaman dan pengetahuan

tentang seni lukis sangat sedikit (hanya 5%) yaitu mereka yang berlatar belakang

pendidikan seni, sehingga kualitas pembelajaran dan penilaian seni lukis masih sangat

rendah. Kenyataan ini merupakan suatu gambaran tentang pembelajaran dan penilaian

seni lukis yang terjadi selama ini, sehingga memerlukan perhatian yang serius dari

semua pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan seni

lukis. Berdasarkan uraian hasil studi awal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

instrumen penilaian seni lukis anak perlu dikembangkan untuk mempermudah guru

dalam melakukan penilaian yang lebih objektif. Penyimpulan ini didasarkan pada

perbedaan karakteristik pembelajaran seni yang dilakukan oleh setiap guru. Adanya

perbedaan ini, dikhawatirkan akan memicu terjadinya penilaian yang cenderung

subjektif. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, semua guru menyarankan perlunya

instrumen penilaian yang praktis untuk mempermudah penilaian yang dilakukan

guru.

Langkah selanjutnya adalah tahap pendefinisian, yaitu membuat definisi

konstruk instrumen dan kajian atas konsep instrumen karya lukis anak yang dijabarkan

dari kajian teori. Definisi konstruk instrumen karya seni lukis anak dijabarkan menurut

16

Page 17: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

indikator, deskripsi, kriteria dan rubrik penentuan skor. Pendefinisian ini pada dasarnya

dihasilkan dari pendalaman literatur tentang seni dan strategi pendidikannya untuk

menetapkan konstruk instrumen pendidikan seni lukis anak.

Setelah itu dilakukan proses telaah dengan memanfaatkan validasi ahli untuk

menperoleh kesepakatan dalam menentukan konstruk penilaian. Hasil validasi ahli

digunakan sebagai dasar untuk merancang konstruk instrumen secara utuh. Kemudian

dilanjutkan dengan FGD sebanyak tiga kali yang menghadirkan pakar pendidikan, pakar

seni lukis anak,guiru seni lukis di SD untuk menetapkan indikator, deskripsi, kriteria,

dan rubrik penentuan skor. Diperoleh hasil bahwa dimensi penilaian proses adalah

penilaian yang ditunjukkan untuk mengamati kompetensi peserta didik dalam berkreasi

membuat karya seni lukis, sedangkan dimensi penilaian produk adalah penilaian yang

ditunjukkan untuk melihat kompetensi peserta didik dalam membuat karya cipta seni

lukis. Selanjutnya hasil FGD sebagai tindak lanjut diadakan seminar, hasil dari seminar

merupakan instrumen uji coba penilaian karya seni lukis anak berupa lembar penilaian

proses dan produk sebagai berikut:

2. Analisis Data Instrumen Uji coba

17

Page 18: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

a. Data Uji Coba

Bagian ini mendeskripsikan tentang hasil uji coba penggunaan instrumen

penilaian yang diujicobakan kepada tiga orang guru sebagai rater atau penilai terhadap

penilaian karya seni lukis. Komponen-komponen yang digunakan sebagai acuan untuk

melakukan rating oleh para rater telah diperoleh dari hasil pengembangan pada tahap

sebelumnya dan dikenal dengan produk tentatif instrumen penilaian karya seni lukis.

Instrumen penilaian ini terdiri atas tiga komponen utama yakni penilaian

proses, penilaian produk, dan pada pengguna di lapangan. Hasil ujicoba instrumen ini

disajikan pada bagian analisis data. Kegiatan uji coba ini dipaparkan data hasil uji coba

pada keempat kawasan tersebut. Data uji coba terdiri dari 2 (dua) komponen yaitu (1)

data uji coba komponen penilaian proses, (2) data uji coba komponen penilaian produk.

Hasil analisis G study digunakan untuk mengetahui koefisien reliabilitas alat

penilaian yang dikembangkan serta estimasi komponen variansi kesalahan yang

diakibatkan oleh berbagai sumber variansi, dalam pengembangan ini yakni sumber

variansi murid (P), penilai (R) dan item kriteria penilaian (I). Setelah koefisien G dapat

diketahui, maka pada tahapan analisis lanjut (analisis D study) akan didapatkan

informasi tentang keputusan seberapa jauh penggunaan instrumen yang telah diuji

memiliki keberlakuan pada faset yang lebih luas terutama menyangkut kesamaan

kondisi pengukuran, dan dapat diterimanya kondisi faset tersebut bagi rater atau penilai

yang lain.

b. Hasil Analisis Genova Untuk Estimasi Komponen Variansi

1). Analisis Estimasi Komponen Varians Komponen Penilaian Proses

Rangkuman analisis G study dari data uji coba komponen penilaian proses dapat

disajikan sebagaimana pada Tabel 9. Hasil rangkuman analisis G study untuk

penilaian proses di kelas 1, kelas 2 dan di kelas 3 menunjukkan bahwa estimasi

variance true skor yang terbesar dari faset yang berkaitan dengan objek pengukuran

(universe of admissible observations) di kelas 1 adalah sumber variansi kesalahan

pengukuran komponen item yang nested pada penilai (I:R) dengan proporsi 86,27% dari

seluruh komponen varian harapan. Hal yang sama untuk di kelas 2 dan kelas 3, dan

Tabel 1.

18

Page 19: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Estimasi Komponen Variansi Siswa, Penilai, Kriteria Penilaian dari Uji Kelompok

Siswa ( ) untuk Penilaian Proses

Sumber Variansi Kelas JK1 JK2 db KR Varian % Total Varian

Murid (P)1 6004,76 193,3 59 3,28 0,14 4,582 413296,33 7823,63 59 132,60 4,23 0,933 381079,14 7701,29 59 130,53 4,15 0,98

Penilai (R) 1 5874,04 62,59 2 31,29 0,00 0,002

631942,66 226469,95 2113235,0

0 242,43 53,043

581347,72 207969,86 2103984,9

0 222,38 52,77

I:R1 8728,20 2854,16 18 158,56 2,64 86,272 836923,95 204981,29 18 11387,85 189,51 41,463 771345,40 189997,68 18 10555,43 175,67 41,69

PR (Interaksi Murid dan Penilai)

1 6092,29 24,94 118 0,21 0,00 0,002 644940,43 5174,14 118 43,85 3,83 0,843 594179,71 5130,71 118 43,48 4,04 0,96

PI:R ( Interaksi Murid dan Item Nested pada Penilai)

1 9244,00 297,56 1062 0,28 0,28 9,152 868049,00 18127,28 1062 17,07 17,07 3,733 800302,00 16124,60 1062 15,18 15,18 3,60

Total1 35943,29 3432,55 1259 193,62 3,06 100,002

3395152,40 457402,15 1259124816,4

0 457,07 100,003

31282540,00 426924,14 1259114729,6

0 421,42 100,00Catatan: JK1 = sums of squares for mean scores; JK2 = sums of squares for score effects.

yang terbesar adalah sumber variansi penilai (R) dengan proporsi masing-masing

53,04% dan 52,77%.

Kondisi yang demikian berarti bahwa faset yang berkaitan dengan objek

pengukuran untuk penilaian proses, yang dominan mempengaruhi variansi kesalahan

pengukuran adalah item yang bersarang pada penilai (I:R) dan untuk uji coba di kelas 2

dan di kelas 3 adalah penilai (R). Sumber variansi item yang bersarang pada penilai

(I:R) merupakan komponen varian yang paling dominan; hal ini diduga karena guru

yang menjadi rater atau penilai baru mengenal model dan konstruk alat penilaian yang

dikembangkan. Selain itu penggunaan alat penilaian yang dikembangkan ini merupakan

cara baru yang berbeda dengan cara-cara konvensional sebagaimana yang lazim

digunakan oleh para guru sebelum cara penilaian ini dikenalkan.

Pada uji coba di kelas 2 dan di kelas 3, kondisi semacam itu telah bergeser yakni

bukan lagi komponen varians item yang bersarang pada penilai (I:R) yang dominan

sebagai penentu varians kesalahan pengukuran melainkan penilai atau rater. Hal ini

dapat dipahami karena faktor pemahaman dan latihan atau pengalaman guru sangat

19

Page 20: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

dituntut untuk bisa melakukan penilaian yang benar sesuai konstruk yang dikandung

oleh alat penilaian yang dikembangkan.

Sumber variansi komponen yang lain yakni murid (P), interaksi murid dengan

penilai (PR), interaksi murid dan item nested pada penilai (PI:R) proporsinya tampak

lebih kecil terhadap seluruh komponen variansi hasil penilaian proses kualitas karya

seni lukis dibanding proporsi komponen varians penilai (R) dan kriteria penilaian yang

nested pada penilai (I:R).

Hasil uji coba ini menunjukkan bahwa pada penerapan alat penilaian karya seni

lukis untuk komponen proses, peranan penilai (R) merupakan sumber variansi

kesalahan pengukuran terbesar. Latihan dan pengalaman bagi penilai dalam

menggunakan alat penilaian untuk menilai kualitas karya seni lukis merupakan cara

untuk mengurangi kesalahan pengukuran dan untuk meningkatkan tingkat konsistensi

dan keajegan hasil penilaian.

2). Analisis Estimasi Komponen Varian Komponen Penilaian Produk

Rangkuman analisis G study dari data uji coba komponen penilaian produk

dapat disajikan sebagaimana pada Tabel 2.

Tabel 2.Estimasi Komponen Variansi Siswa, Penilai, Kriteria Penilaian dari Uji Kelompok

Siswa ( ) untuk Penilaian Produk

Sumber Variansi Kelas JK1 JK2 db KR Varian % Total Varian

Murid (P)1 118655,00 6421,25 59 108,83 7,15 1,952 121393,00 4733,80 59 80,23 4,45 1,163 113876,89 5104,86 59 86,52 5,27 1,48

Penilai (R) 1 207726,25 95492,50 2 47746,25 233,64 63,672 213078,27 96419,07 2 48209,54 232,24 60,643 199841,26 91069,23 2 45534,61 221,08 62,07

I:R1 241766,02 34039,77 6 5673,29 94,12 25,652 251512,65 38434,38 6 6405,73 106,09 27,703 234248,77 34407,51 6 5734,59 95,03 26,68

PR (Interaksi Murid dan Penilai)

1 219396,33 5248,83 118 44,48 6,21 1,692 222531,67 4719,60 118 40,00 0,00 0,003 209554,00 4607,89 118 39,05 2,13 0,60

PI:R ( Interaksi Murid dan Item Nested pada Penilai)

1 262591,00 9154,90 354 25,86 25,86 7,052 275197,00 14230,96 354 40,20 40,20 10,503 255520,00 11558,49 354 32,65 32,65 9,17

Total1 1050134,6

0 150357,25 539 53598,71 366,98 100,002 1083712,6

0 158537,81 539 54775,70 382,98 100,003 1013040,9

0 146747,98 539 51427,42 356,16 100,00

Catatan: JK1 = sums of squares for mean scores; JK2 = sums of squares for score effects.

20

Page 21: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Hasil rangkuman analisis G study untuk penilaian produk di kelas 1, kelas 2 dan di kelas

3 menunjukkan bahwa estimasi varian true skor yang terbesar dari faset yang berkaitan

dengan objek pengukuran (universe of admissible observations) adalah sumber variansi

kesalahan pengukuran komponen penilai (R) dengan proporsi komponen varians di

kelas 1 sebesar 63,67%; di kelas 2 sebesar 60,64%, dan di kelas 3 sebesar 62,07%.

Kemudian berikutnya adalah sumber varians kesalahan untuk komponen item yang

bersarang pada penilai (I:R) dengan proporsi komponen varians di kelas 1 sebesar

25,65%, di kelas 2 sebesar 27,70%, dan di kelas 3 sebesar 26,68%.

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa faset yang berkaitan dengan objek

pengukuran untuk penilaian produk, faset yang dominan sebagai variansi kesalahan

pengukuran adalah penilai (R) dan item yang bersarang pada penilai (I:R). Sumber

variansi yang lain tidak begitu besar proporsinya sebagai komponen varians untuk

penilaian produk.

Sumber variansi komponen yang lain yakni murid (P), interaksi murid dengan

penilai (PR), interaksi murid dan item bersarang pada penilai (PI:R) proporsinya tampak

lebih kecil terhadap variansi hasil penilaian proses kualitas karya seni lukis dibanding

pengaruh kedua sumber variansi penilai (R) dan kriteria penilaian yang bersarang pada

penilai (I:R).

Berdasarkan analisis ini penerapan alat penilaian karya seni lukis untuk

komponen produk, peranan penilai (R) tetap merupakan sumber varians kesalahan

pengukuran yang terbesar seperti halnya pada penilaian proses. Untuk itu masih

dibutuhkan juga latihan dan pengalaman bagi penilai dalam menggunakan instrumen

penilaian produk untuk menilai kualitas karya seni lukis siswa agar dapat meningkatkan

tingkat konsistensi dan keajegan hasil penilaian serta tingkat kesepakatan pemahaman

terhadap konstruk sasaran penilaian karya seni lukis untuk komponen produk di antara

para penilai.

Hasil analisis komponen varians untuk penilaian proses, produk, di atas

memberi petunjuk bahwa pengembangan alat penilaian kualitas karya seni lukis sudah

menunjukkan indikasi kebermaknaan untuk digunakan sebagai sarana melakukan

observasi. Untuk mengetahui apakah hasil pengembangan tersebut telah memenuhi

standar minimal, dipakai persyaratan minimal koefisien G Sebesar 0,70 (Nunnaly,

1978: 245, Linn,1989:106) agar memenuhi syarat bagi penggunaan pada faset yang

lebih luas. Untuk maksud tersebut dilakukan analisis lanjut terhadap hasil Genova

21

Page 22: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

(koefisien G) dan analisis tingkat perubahan koefisien G pada level analisis hasil D

study. Hasil Analisis dipaparkan pada uraian berikut.

3). Analisis Data Hasil G Study (Koefisien G)

Hasil G study untuk mengetahui tingkat kebermaknaan penggunaan alat

penilaian kualitas karya seni lukis dari uji coba di lapangan dapat dirangkum pada Tabel

3. Koefisien G dari komponen-komponen penilaian kualitas karya seni lukis hasil uji

coba menunjukkan bahwa secara keseluruhan pengembangan model instrumen

penilaian kualitas karya seni lukis dapat diterima untuk digunakan melakukan

penilaian pada faset yang lebih luas atau dengan kata lain telah memenuhi untuk

kepentingan faset pengukuran yang berkaitan dengan objek pengukuran (universe of

admissible observations) pada kualitas karya seni lukis anak yakni ditunjukkan oleh

indeks koefisien G sebesar 0,71.

Tabel 3.Rangkuman Hasil G Study dan Koefisien G Pada Berbagai Komponen dan

Berbagai Faset Terapan Uji Coba

Komponen SasaranUji

(Faset)

Jumlah Item

Koefisien G

Keterangan(Linn ≥ 0,70)

Rerata Koefisien

G1. Proses Kelas 1 7 0,91* >persyaratan

0,75*Kelas 2 7 0,67* <persyaratanKelas 3 7 0,67* <persyaratan

2. Produk Kelas 1 3 0,76* >persyaratan0,63Kelas 2 3 0,50 <persyaratan

Kelas 3 3 0,62 <persyaratan*) memenuhi syarat menurut kriteria standard minimal Linn, 0,70.

Jika dilihat dari karakteristik faset uji coba untuk semua komponen, maka

terapan model penilaian pada faset di kelas 1 sudah memberikan bukti bahwa model

yang dikembangkan dapat digunakan untuk penilaian pada faset yang lebih luas, tetapi

jika memperhatikan koefisien G pada terapan faset di kelas 2 dan di kelas 3, maka

model yang dikembangkan masih memerlukan penyempurnaan dalam hal administrasi

penyelenggaraan yakni harus meningkatkan keterampilan guru sebagai penilai atau

rater agar ada peningkatan pemahaman, keterampilan dan pengalaman agar diperoleh

hasil pengukuran yang konsisten.

22

Page 23: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Jika ditilik pada rerata komponen penilaian pada masing-masing kelompok

ternyata untuk komponen penilaian proses telah memenuhi syarat untuk digunakan pada

faset yang lebih luas, sedangkan untuk komponen penilaian produk masih memerlukan

upaya penyempurnaan. Berdasarkan elaborasi sumber variansi komponen variansi

kesalahan pengukuran sebagaimana telah dibahas di atas, maka tindakan untuk melatih

guru agar berpengalaman dalam menggunakan alat penilaian ini merupakan salah satu

cara untuk meningkatkan kebermaknaan penggunaan model ini pada faset yang lebih

luas.

c. Analisis Data Hasil D Study

Tujuan analisis D study adalah untuk menjawab pertanyaan rancangan D study

yang mana harus dipilih dan seberapa banyak butir komponen penilaian harus dicakup

sebagai sarana mengukur dan menilai kualitas karya lukis sehingga dapat menunjukkan

kebermaknaan untuk faset yang lebih luas. Dengan mencermati setiap tahap rancangan

D study pada komposisi besar sampel tertentu maka akan dapat diperoleh informasi

koefisien G dan juga diperoleh informasi berapa kenaikan indeks kebermaknaan pada

koefisien G setelah satu butir komponen penilaian dilibatkan untuk mengukur atau

menilai. Untuk menjawab pertanyaan ini dan tujuan tersirat didalamnya analisis pada

setiap hasil D study dapat digunakan. Uraian berikut memaparkan hasil-hasil analisis D

study ini.

1) D Study untuk Penilaian Proses

Rangkuman hasil analisis D-Study Genova untuk uji coba penilaian proses

berturut-turut dapat disajikan pada Tabel 14 sampai dengan Tabel 16.

Tabel 4Estimasi Koefisien Generalizability pada Penilaian Proses Kelas 1

dan Tingkat Perubahannya

D STUDY DESIGN

NO

SAMPLE SIZE GENERALIZABILITY Selisih Koefisien Genova$ P

INF.R

INFI

INF.COEF. PHI

001-001 60 3 1 0,60437 0,12791

001-002 60 3 2 0,75341 0,22681

23

0,15

0,07

0,020,02

0,04

0,01

Page 24: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

001-003 60 3 3 0,82088 0,30556001-004 60 3 4 0,85936 0,36976001-005 60 3 5 0,88424 0,42308001-006 60 3 6 0,90163 0,46809001-007 60 3 7 0,91448 0,50659

Tabel 4 berturut-turut memberi gambaran tentang perubahan koefisien

Generalizability untuk berbagai komposisi ukuran sampel P, R, dan I. Untuk komponen

penilaian proses di kelas 1 jika komposisinya hanya menggunakan satu indikator (D

study design nomor 001-001 dengan P = 60, R = 3 dan I = 1) maka tingkat atau

koefisien kesepahaman dan kesepakatan (reliabilitas dalam koefisien G) sebesar 0,60,

Artinya penilai memiliki tingkat kesepahaman dan kesepakatan terhadap penggunaan

konstruk instrumen penilaian yang dipakai sebesar 60%. Jika penilai menggunakan dua

indikator (rancangan D study nomor 001-002, dengan P = 60, R = 3 dan I = 2) yakni

indikator 1 dan 2 (dapat dilihat pada Tabel 6), maka tingkat atau koefisien kesepahaman

dan kesepakatan sebesar 0,75; demikian seterusnya untuk rancangan 001-003

didperoleh kaoefisien sebesar 0,82. Berdasarkan kenyataan ini maka dapat dikatakan

bahwa untuk mencapai kesepahaman dan kesepakatan yang memenuhi tingkat

observasi yang dapat diterima untuk faset yang lebi h luas, yaitu 0,70, penilai

cukup

Tabel 5 Estimasi Koefisien Generalizability pada Penilaian Proses Kelas 2

dan Tingkat Perubahannya

D STUDY DESIGN

NO

SAMPLE SIZE GENERALIZABILITY Selisih Koefisien Genova$ P

INF.R

INFI

INF.COEF. PHI

001-001 60 3 1 0,37765 0,02724

001-002 60 3 2 0,50637 0,03500001-003 60 3 3 0,57128 0,03868001-004 60 3 4 0,61040 0,04082001-005 60 3 5 0,63655 0,04223001-006 60 3 6 0,65527 0,04322001-007 60 3 7 0,66933 0,04396

24

0,13

0,06

0,020,03

0,04

0,01

Page 25: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Tabel 5 memberi gambaran bahwa penilai dalam menggunakan komponen

menggunakan indikator 1 dan 2 saja. Tetapi jika ingin meningkatkan tingkat

kesepahaman dan kesepakatan yang lebih tinggi maka indikator penilaian harus

ditambah, jumlahnya tergantung pada kondisi faset yang bersangkutan, dalam konteks

ini jika 7 (tujuh) indikator digunakan maka akan dicapai koefisien kesepahaman dan

kesepakatan sebesar 91,45%. Penilaian proses hanya dengan satu indikator (D study

design nomor 001-001 dengan P = 60, R = 3 dan I = 1) memiliki tingkat kesepahaman

dan kesepakatan (reliabilitas dalam koefisien G) sebesar 0,38. Artinya penilai memiliki

tingkat kesepahaman dan kesepakatan terhadap penggunaan konstruk instrumen

penilaian yang dipakai sebesar 38%. Jika penilai menggunakan dua indikator (D study

design nomor 001-002, dengan P = 60, R = 3 dan I = 2) yakni indikator 1 dan 2

memiliki tingkat kesepahaman dan kesepakatan sebesar 0,51. Berdasarkan kenyataan

ini maka dapat dikatakan bahwa untuk mencapai tingkat kesepahaman dan kesepakatan

yang memenuhi tingkat observasi yang dapat diterima untuk faset yang lebih luas,

minimal 0,70, penilai harus menggunakan indikator 1, 2, 3, 4 dan 5 sekaligus. Jika ingin

meningkatkan tingkat kesepahaman dan kesepakatan yang lebih tinggi maka

Tabel 6 Estimasi Koefisien Generalizability pada Penilaian Proses Kelas 3

dan Tingkat Perubahannya

D STUDY DESIGN

NO

SAMPLE SIZE GENERALIZABILITY Selisih Koefisien Genova$ P

INF.R

INFI

INF.COEF. PHI

001-001 60 3 1 0,39277 0,02894

001-002 60 3 2 0,51665 0,03720001-003 60 3 3 0,57735 0,04111001-004 60 3 4 0,61338 0,04339001-005 60 3 5 0,63724 0,04489001-006 60 3 6 0,65421 0,04594001-007 60 3 7 0,66689 0,04673

jumlah indikator penilaian harus ditambah, jumlahnya tergantung pada kondisi faset

yang bersangkutan

25

0,12

0,06

0,020,02

0,04

0,01

Page 26: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

.Pada Tabel 6 memberi gambaran bahwa penilai dalam menggunakan komponen

penilaian proses di kelas 3 jika hanya dengan satu indikator (D study design nomor 001-

001 dengan P = 60, R = 3 dan I = 1) memiliki tingkat kesepahaman dan kesepakatan

(reliabilitas dalam koefisien G) sebesar 0,39. Jika penilai menggunakan dua indikator

(rancangan D study nomor 001-002, dengan P = 60, R = 3 dan I = 2) yakni indikator 1

dan 2, memiliki tingkat kesepahaman dan kesepakatan sebesar 0,52; begitu seterusnya

untuk design 001-003 didapatkan kaoefisien sebesar 0,58. Berdasarkan kenyataan ini

maka dapat dikatakan bahwa untuk penggunaan komponen penilaian agar dicapai

kesepahaman dan kesepakatan yang memenuhi tingkat observasi yang dapat diterima

untuk faset yang lebih luas, penilai harus menggunakan indikator 1 sampai dengan 6

secara simultan. Jika ingin meningkatkan tingkat kesepahaman dan kesepakatan yang

lebih tinggi maka penggunaan indikator penilaian harus ditambah, jumlahnya

tergantung pada kondisi faset yang bersangkutan, dalam konteks ini jika 7 (tujuh)

indikator digunakan semua dicapai koefisien kesepahaman dan kesepakatan mencapai

66,69%.

2) D Study untuk Penilaian Produk

Rangkuman hasil analisis D-Study Genova untuk uji coba penilaian produk

berturut-turut dapat disajikan pada Tabel 7 sampai dengan Tabel 9

Tabel 7.Estimasi Koefisien Generalizability pada Penilaian Produk Kelas 1

dan Tingkat Perubahannya

D STUDY DESIGN NO

SAMPLE SIZE GENERALIZABILITY Selisih Koefisien Genova$ P

INF.R

INFI

INF.COEF. PHI

001-001 60 3 1 0,51678 0,18733

001-002 60 3 2 0,68142 0,31555001-003 60 3 3 0,76238 0,40882

Tabel 7 memberi gambaran bahwa penilai dalam menggunakan komponen

penilaian produk di kelas 1 jika hanya menggunakan satu indikator (D study design

nomor 001-001 dengan P = 60, R = 3 dan I = 1) memiliki tingkat kesepahaman dan

26

0,16

0,08

Page 27: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

kesepakatan (reliabilitas dalam koefisien G) sebesar 0,52. Artinya tingkat kesepahaman

dan kesepakatan penilai terhadap penggunaan konstruk instrumen penilaian yang

dipakai sebesar 52%. Jika penilai menggunakan dua indikator (rancangan D study

nomor 001-002, dengan P = 60, R = 3 dan I = 2) yakni indikator 1 dan 2, memiliki

tingkat kesepahaman dan kesepakatan sebesar 0,68; begitu seterusnya untuk rancangan

001-003 didapatkan kaoefisien sebesar 0,76. Menurut kenyataan ini maka dapat

dikatakan bahwa untuk penggunaan komponen penilaian produk agar dicapai

kesepahaman dan kesepakatan yang memenuhi tingkat observasi yang dapat diterima

untuk faset yang lebih luas, penilai cukup menggunakan indikator 1 dan 2 saja. Tetapi

jika ingin diperoleh tingkat kesepahaman dan kesepakatan yang lebih tinggi maka

penggunaan indikator 1 dan 2 bersama sekaligus dengan indikator nomor 3 sangat

dianjurkan.

Tabel 18 memberi gambaran bahwa jika penilai dalam menggunakan komponen

penilaian produk di kelas 2 hanya dengan satu indikator (D study design nomor 001-001

dengan P = 60, R = 3 dan I = 1) memiliki tingkat kesepahaman dan kesepakatan

(reliabilitas dalam koefisien G) sebesar 0,25.

Tabel 8Estimasi Koefisien Generalizability pada Penilaian Produk Kelas 2

dan Tingkat Perubahannya

D STUDY DESIGN NO

SAMPLE SIZE GENERALIZABILITY Selisih Koefisien Genova$ P

INF.R

INFI

INF.COEF. PHI

001-001 60 3 1 0,24922 0,08359

001-002 60 3 2 0,39900 0,15429001-003 60 3 3 0,49896 0,21486

Artinya tingkat kesepahaman dan kesepakatan penilai terhadap penggunaan konstruk

instrumen penilaian yang dipakai sebesar 25%. Jika penilai menggunakan dua indikator

(rancangan D study nomor 001-002, dengan P = 60, R = 3 dan I = 2) yakni indikator 1

dan 2, memiliki tingkat kesepahaman dan kesepakatan sebesar 0,40 begitu seterusnya

untuk rancangan 001-003 didapatkan kaoefisien sebesar 0,50, Kenyataan ini

menunjukkan bahwa untuk penggunaan komponen penilaian agar dicapai kesepahaman

dan kesepakatan yang memenuhi tingkat observasi yang dapat diterima untuk faset yang

27

0,15

0,10

Page 28: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

lebih luas, penilai harus menggunakan semua indikator yang ada dan dianjurkan untuk

menambah indikator lain yang sejenis untuk melengkapi jabaran konstruk yang ada

sehingga

Tabel 9. Estimasi Koefisien Generalizability pada Penilaian Produk Kelas 3

dan Tingkat Perubahannya

D STUDY DESIGN

NO

SAMPLE SIZE GENERALIZABILITY Selisih Koefisien Genova$ P

INF.R

INFI

INF.COEF. PHI

001-001 60 3 1 0,35483 0,12330

001-002 60 3 2 0,52380 0,21953001-003 60 3 3 0,62263 0,29672

dapat dicapai tingkat kesepahaman dan kesepakatan yang lebih tinggi. Penambahan

indikator sejenis yang relevan untuk meningkatkan kebermaknaan penilaian produk di

kelas 2 memerlukan telaah lanjut tersendiri.Tabel 9 memberi gambaran bahwa jika

penilai dalam menggunakan komponen penilaian produk di kelas 3 hanya dengan satu

indikator (D study design nomor 001-001 dengan P = 60, R = 3 dan I = 1) memiliki

tingkat kesepahaman dan kesepakatan (reliabilitas dalam koefisien G) sebesar 0,35.

Artinya 35% penilai memiliki tingkat kesepahaman dan kesepakatan terhadap

penggunaan konstruk instrumen penilaian yang dipakai. Jika penilai menggunakan dua

indikator (D study design nomor 001-002, dengan P = 60, R = 3 dan I = 2) yakni

indikator 1 dan 2, memiliki tingkat kesepahaman dan kesepakatan sebesar 0,52 begitu

seterusnya untuk design 001-003 didapatkan koefisien sebesar 0,62. Untuk penggunaan

komponen penilaian agar dicapai kesepahaman dan kesepakatan yang memenuhi tingkat

observasi yang dapat diterima untuk faset yang lebih luas, penilai harus menggunakan

indikator yang ada dan ditambah lagi indikator lain untuk melengkapi jabaran konstruk

yang ada sehingga dapat dicapai tingkat kesepahaman dan kesepakatan yang lebih

tinggi.

Secara umum hasil analisis D study telah memberi petunjuk dan alternatif

penggunaan alat penilaian kepada pengguna instrumen penilaian kualitas karya seni

lukis untuk mempertimbangkan penggunaan indikator-indikator penilaian yang relevan

dengan sasaran yang dinilai dan mempertimbangkan tingkat reliabilitas kebermaknaan

hasil penilaian. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ada

beberapa rancangan dari hasil D study yang mereferensikan perlunya penambahan

28

0,17

0,10

Page 29: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

indikator untuk komponen penilaian tertentu yaitu untuk komponen-komponen

penilaian produk untuk sasaran penilaian kelompok tertentu.

d. Data Uji Coba Koefisien Interrater

Konfirmasi data hasil uji coba dari hasil Anava, berikut ini disajikan hasil

analisis koefisien interrater. Koefisien interrater merupakan salah satu sarana untuk

melihat tingkat konsistensi atau keajegan antar penilai dalam memberikan rating

terhadap unjuk kerja karya seni lukis siswa. Untuk keperluan ini, peneliti

menggunakan koefisien Cohen’s Kappa.

1) Koefisien Interrater Pada Penilaian Proses

Ada 3 (tiga) orang rater (UD, ST, DI) yang memberikan rating pada penilaian

proses instrumen pendidikan seni lukis anak untuk kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Pada

penilaian proses ini, ada 7 (tujuh) item yang menjadi objek penilaian. Rangkuman hasil

perhitungan konsistensi dan kesepakatan tiga rater tersebut disajikan pada Tabel 10

untuk kelas 1, Tabel 11 untuk kelas 2, dan Tabel 12 untuk kelas 3.

Tabel 10 memberi gambaran bahwa koefisien (kappa) antara ST dengan UD

diperoleh dengan mengambil rata-rata koefisien kappa ketujuh item yang dirating

tersebut, yaitu 0,75. Kemudian antara ST dengan DI sebesar 0,71 , dan antara UD

dengan DI sebesar 0,73. Tingkat konsistensi dan kesepakatan penilai secara

keseluruhan dalam menilai proses kelas 1 dapat diketahui dengan mengambil rata-rata

koefisien kappa tiga pasangan tersebut, yaitu sebesar 0,73.

Tabel 10Rangkuman Hasil Perhitungan Reliabilitas Antar Penilai

Pada Penilaian Proses Kelas 1

    Penilai    ST UD    1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7

UD

1 0,72                          2   0,72                        3     0,84                      4       0,81                    5         0,78                  6           0,78                7             0,63              

DI

1 0,75             0,74            2   0,68             0,77          3     0,81             0,71        4       0,70             0,67      5         0,68             0,65    6           0,70             0,79  7             0,68             0,82

29

Page 30: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Nilai tersebut memberi gambaran bahwa ketiga penilai tersebut memiliki persepsi dan

pemahaman terhadap konstruk penilaian sebesar 73% . Nilai koefisien tersebut lebih

besar dari kriteria minimal yang digunakan, yaitu 0,70, sehingga instrumen tersebut

memenuhi syarat koefisien reliabilitas.

Tabel 11 di bawah ini, memberi gambaran bahwa koefisien (kappa) antara ST

dengan UD diperoleh dengan mengambil rata-rata koefisien kappa ketujuh item yang

dirating tersebut, yaitu 0,67. Kemudian antara ST dengan DI sebesar 0,70, dan antara

UD dengan DI sebesar 0,64. Tingkat konsistensi dan kesepakatan penilai secara

keseluruhan dalam menilai proses kelas 2 dapat diketahui dengan mengambil rata-rata

koefisien kappa tiga pasangan tersebut, yaitu sebesar 0,67. Nilai tersebut memberi

gambaran bahwa ketiga penilai tersebut memiliki persepsi dan pemahaman terhadap

konstruk penilaian sebesar 67%. Nilai koefisien tersebut mendekati kriteria

minimal yang digunakan, yaitu 0,70 (Nunally, 1978:245 Linn, 1989:106), sehingga

instrumen tersebut mendekati syarat koefisien reliabilitas.

Tabel 11Rangkuman Hasil Perhitungan Reliabilitas Antar Penilai

Pada Penilaian Proses Kelas 2

    Penilai    ST UD    1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7

UD

1 0,61                          2   0,64                        3     0,81                      4       0,77                    5         0,69                  6           0,6                7             0,57              

DI

1 0,66             0,64            2   0,9             0,56          3     0,66             0,7        4       0,67             0,63      5         0,65             0,55    6           0,75             0,73  7             0,61             0,65

tersebut mendekati kriteria minimal yang digunakan, yaitu 0,70 (Nunally, 1978:245

Linn, 1989:106), sehingga instrumen tersebut mendekati syarat koefisien reliabilitas.

30

Page 31: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Tabel 12Rangkuman Hasil Perhitungan Reliabilitas Antar Penilai

Pada Penilaian Proses Kelas 3    Penilai    ST UD    1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7

UD

1 0,63                          2   0,69                        3     0,81                      4       0,76                    5         0,68                  6           0,85                7             0,73              

DI

1 0,67             0,75            2   0,68             0,46          3     0,70             0,76        4       0,62             0,74      5         0,56             0,71    6           0,59             0,62  7             0,57             0,71

Tabel 12 memberi gambaran bahwa koefisien (kappa) antara ST dengan UD

diperoleh dengan mengambil rata-rata koefisien kappa ketujuh item yang dirating

tersebut, yaitu 0,74. Kemudian antara ST dengan DI sebesar 0,63, dan antara UD

dengan DI sebesar 0,68. Tingkat konsistensi dan kesepakatan penilai secara

keseluruhan dalam menila proses kelas 1 dapat diketahui dengan mengambil rata-rata

koefisien kappa tiga pasangan tersebut, yaitu sebesar 0,73. Nilai tersebut memberi

gambaran bahwa ketiga penilai tersebut memiliki persepsi dan pemahaman terhadap

konstruk penilaian sebesar 73%. Nilai koefisien tersebut lebih besar dari kriteria

minimal yang digunakan, yaitu 0,70, sehingga instrumen tersebut memenuhi syarat

koefisien reliabilitas.

2) Koefisien Interrater Pada Penilaian Produk

Ada 3 (tiga) orang rater (UD, ST, DI) yang memberikan rating pada penilaian

proses instrumen pendidikan seni lukis anak untuk kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Pada

penilaian produk ini, ada 3 (tiga) item yang menjadi objek penilaian. Rangkuman hasil

perhitungan konsistensi dan kesepakatan tiga rater tersebut disajikan pada Tabel 13

untuk kelas 1, Tabel 30 untuk kelas 2, dan Tabel 31 untuk kelas 3.

Tabel 13 memberi gambaran bahwa koefisien (kappa) antara ST dengan UD

diperoleh dengan mengambil rata-rata koefisien kappa ketiga item yang dirating

tersebut, yaitu 0,88. Kemudian antara ST dengan DI sebesar 0,88, dan antara UD

dengan DI sebesar 0,88. Tingkat konsistensi dan kesepakatan penilai secara

31

Page 32: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

keseluruhan dalam menilai produk kelas 1 dapat diketahui dengan mengambil rata-rata

koefisien kappa tiga pasangan tersebut, yaitu sebesar 0,88.

Tabel 13Rangkuman Hasil Perhitungan Reliabilitas Antar Penilai

Pada Penilaian Produk Kelas 1

    Penilai

    ST UD

    1 2 3 1 2 3

UD1 0,85          

2   0,92        

3     0,88      

DI1 0,85     0,85    

2   0,92     0,92  

3     0,88     0,88

Nilai tersebut memberi gambaran bahwa ketiga penilai tersebut memiliki

persepsi dan pemahaman terhadap konstruk penilaian sebesar 88%. Nilai koefisien

tersebut lebih besar dari kriteria minimal yang digunakan, yaitu 0,70, sehingga

instrumen tersebut memenuhi syarat koefisien reliabilitas.

Pada Tabel 14 menunjukkan koefisien (kappa) antara ST dengan UD

diperoleh dengan mengambil rata-rata koefisien kappa ketiga item yang dirating

tersebut, yaitu 0,96. Kemudian antara ST dengan DI sebesar 0,97, dan antara UD

dengan DI sebesar 0,97. Tingkat konsistensi dan kesepakatan penilai secara keseluruhan

dalam menilai produk kelas 2 dapat diketahui dengan mengambil rata-rata koefisien

kappa tiga pasangan tersebut, yaitu sebesar 0,97. Nilai tersebut memberi gambaran

bahwa ketiga penilai tersebut memiliki persepsi dan pemahaman terhadap konstruk

penilaian sebesar 97%. Nilai koefisien tersebut lebih besar dari kriteria minimal yang

digunakan, yaitu 0,70, sehingga instrumen tersebut memenuhi syarat koefisien

reliabilitas.

Tabel 14Rangkuman Hasil Perhitungan Reliabilitas Antar Penilai

Pada Penilaian Produk Kelas 2

    Penilai

    ST UD

    1 2 3 1 2 3

32

Page 33: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

UD1 0,98          

2   0,98        

3     0,93      

DI 1 0,98     0,95    

2   0,98     0,98  

3     0,95     0,98

Tabel 15 memberi gambaran bahwa koefisien (kappa) antara ST dengan UD

diperoleh dengan mengambil rata-rata koefisien kappa ketiga item yang dirating

tersebut, yaitu 0,94. Kemudian antara ST dengan DI sebesar 0,93, dan antara UD

dengan DI sebesar 0,89. Tingkat konsistensi dan kesepakatan penilai secara

keseluruhan dalam menilai produk kelas 3 dapat diketahui dengan mengambil rata-

rata koefisien kappa tiga pasangan tersebut, yaitu sebesar 0,92. Nilai tersebut memberi

gambaran bahwa ketiga penilai tersebut memiliki persepsi dan pemahaman yang sama

terhadap kostruk penilaian sebesar 92%. Nilai koefisien tersebut lebih besar dari

kriteria minimal yang digunakan, yaitu 0,70, sehingga instrumen tersebut memenuhi

syarat koefisien reliabilitas.

Tabel 15Rangkuman Hasil Perhitungan Reliabilitas Antar Penilai

Pada Penilaian Produk Kelas 3

    Penilai

    ST UD

    1 2 3 1 2 3

UD1 0,95          

2   0,95        

3     0,93      

DI1 0,98     0,93    

2   0,93     0,93  

3     0,90     0,82

3. Revisi Produk Instrumen

Bagian revisi produk dalam pengembangan instrumen penilaian seni lukis dalam

penelitian ini mengikuti revisi produk dalam setiap tahap pengembangan. Tahap revisi

dalam setiap tahap pengembangan berkaitan dengan revisi indikator, deskripsi, kriteria

33

Page 34: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

dan rubrik, dan pedoman penggunaan instrumen penilaian seni lukis pada tahap focus

group discussion (FGD) dan seminar.

4. Kajian Produk Penelitian

Hasil analisis tingkat kesepahaman dan kesepakatan rater (reliabilitas interrater)

dengan menggunakan koefisien Genova dan koefisien Cohen Kappa menunjukkan

bahwa instrumen penilaian seni lukis telah memenuhi syarat/kriteria minimal reliabilitas

yang digunakan. Namun demikian, perbandingan kedua pendekatan tersebut disajikan

berikut.

a. Penilaian Proses

Penilaian proses instrumen penilaian seni lukis dilakukan oleh 3 (tiga) orang

rater terhadap 60 orang siswa dengan 7 (tujuh) indikator instrumen. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, analisis kesepakatan dan

kesepahaman rater terhadap konstruk instrumen digunakan dua pendekatan yaitu

pendekatan Genova dan pendekatan Cohen Kappa. Rangkuman perbandingan koefisien

kedua pendekatan tersebut disajikan pada Tabel 16

Tabel 16

Perbandingan koefisien Genova dan Kappa pada Penilaian Proses

KelasKoefisien

Genova

Koefisien

KappaSelisih

Kelas 1 0,91 0,73 0,18

Kelas 2 0,67 0,67 0,00

Kelas 3 0,67 0,73 0,04

Tabel 16 memberi gambaran bahwa koefesien Genova untuk kelas 1 pada

penilaian proses lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien kappa. Dalam kaitan

dengan ini, estimasi dengan Genova lebih memberikan hasil kesepakatan dan

kesepahaman rater yang lebih kuat dibandingkan dengan koefisien kappa. Oleh karena

itu, peneliti menganjurkan untuk menggunakan koefisien Genova sebagai dasar dalam

menentukan relibilitas antar rater, Koefisien Genova untuk Kelas 2 sama dengan

koefisien kappa. Hal ini memberi gambaran bahwa kedua pendekatan yang digunakan

memberikan hasil yang sama. Walaupun demikian, pendekatan Genova lebih lengkap

34

Page 35: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

karena melibatkan tiga dimensi sementara pendekatan kappa hanya dua dimensi. Jadi

varians kesalahan dengan metode Genova lebih diperhitungkan dalam analisis,

sementara metode Cohen kappa tidak diperhatikan. Dengan demikian, peneliti

menganjurkan untuk menggunakan koefisien Genova sebagai dasar dalam

menentukan/menetapkan relibilitas antar penilai,

Sama dengan kasus kelas 2, koefisien Genova untuk kelas 3 lebih rendah

dibandingkan dengan koefisien kappa. Dalam kasus ini, peneliti masih menganjurkan

untuk menggunakan koefisien Genova dibandingkan dengan koefisien kappa, Hal

tersebut disebabkan karena sumber varians kesalahan pada analisis koefisien kappa

belum diperhatikan sehingga memberikan hasil yang lebih tinggi. Jika varians kesalahan

diperhatikan maka kemungkinan akan memberikan hasil yang kurang lebih sama

dengan yang diperoleh melalui koefisien Genova.

4. Penilaian Produk

Penilaian produk instrumen penilaian seni lukis dilakukan oleh 3 (tiga) orang

rater terhadap 60 orang siswa dengan 3 (tiga) indikator instrumen. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, analisis kesepakatan dan

kesepahaman rater terhadap konstruk instrumen digunakan dua pendekatan yaitu

pendekatan Genova dan pendekatan Cohen Kappa. Rangkuman perbandingan koefisien

kedua pendekatan tersebut disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17

Perbadingan koefisien Genova dan Kappa pada Penilaian Produk

KelasKoefisien

Genova

Koefisien

KappaSelisih

Kelas 1 0,76 0,88 0,12

Kelas 2 0,49 0,97 0,48

Kelas 3 0,62 0,92 0,30

Tabel 17 memberi gambaran bahwa koefesien Genova untuk kelas 1, kelas 2,

dan kelas 3 pada penilaian produk lebih rendah dibandingkan dengan koefisien kappa.

Dalam kaitan dengan ini, estimasi dengan Genova lebih memberikan hasil kesepakatan

dan kesepahaman rater yang lebih kuat dibandingkan dengan koefisien kappa. Oleh

35

Page 36: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

karena itu, peneliti menganjurkan untuk menggunakan koefisien Genova sebagai dasar

dalam menentukan relibilitas antar rater. Pendekatan Genova lebih lengkap karena

melibatkan tiga dimensi, sementara pendekatan kappa hanya dua dimensi. Jadi varians

kesalahan dengan metode Genova lebih diperhitungkan dalam analisis, sementara

metode Cohen kappa tidak diperhatikan, Sumber varians kesalahan pada analisis

koefisien kappa belum diperhatikan sehingga memberikan hasil yang lebih tinggi. Jika

varians kesalahan diperhatikan maka kemungkinan akan memberikan hasil yang kurang

lebih sama dengan yang diperoleh melalui koefisien Genova. Dengan demikian, peneliti

menganjurkan untuk menggunakan koefisien Genova sebagai dasar dalam

menentukan/menetapkan relibilitas antar penilai.

D. Simpulan dan Saran.

1. Simpulan Tentang Produk

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dijelaskan pada BAB IV,

dapat disusun kesimpulan sebagai berikut.

a. Spesifikasi instrumen penilaian hasil belajar karya seni lukis anak di SD

berbentuk lembar pengamatan yang di dalamnya terdiri atas indikator, deskripsi,

dan rubrik (kriteria). Pengguna instrumen ini adalah pendidik sebagai rater.

Komponen yang menjadi objek penilaian meliputi proses, produk, penilaian diri,

dan penilaian kelompok. Komponen proses terdiri atas 7 (tujuh) item,

komponen produk 3 (tiga) item, komponen penilaian diri 5 (lima) item, dan

komponen penilaian kelompok 5 (lima) item.

b. Karakteristik instrumen penilaian hasil belajar karya seni lukis anak yang

mencakup validitas, reliabilitas, dan keterpakaian di SD telah teruji. Validitas

telah teruji melalui proses focus group discussion sebanyak 3 kali dan seminar

sekali. Reliabilitas telah teruji melalui teknik generalizeability theory (Teori G)

dan interrater Cohen’s Kappa. Koefisien Genova untuk instrumen ini sebesar

36

Page 37: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

0,71 dan koefisien interrater 0,73 telah memenuhi kriteria minimal yang

dipersyaratkan yaitu 0,70.

c. Persyaratan yang harus dipenuhi pendidik SD agar kompeten menggunakan

instrumen penilaian hasil belajar karya seni lukis anak di SD meliputi latar

belakang pendidikan yang relevan, memiliki pengalaman dalam bidang seni

lukis, memahami pedoman penilaian hasil belajar karya seni lukis anak, dan

responsip terhadap pembaharuan dan perubahan.

2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan baik dari segi metode maupun

aplikasi.

a. Pengembangan instrumen hanya sampai pada tahap pengembangan dan

belum sampai pada tahap diseminasi agar instrumen hasil pengembangan dapat

digunakan secara lebih luas.

b. Instrumen hasil pengembangan belum teruji secara empirik sehingga

masih diperlukan satu tahap lagi untuk menguji keefektifan instrumen.

3. Saran Pemanfaatan

Saran yng diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Untuk sekolah hendaknya mengadakan pelatihan penggunaan instrumen

penilaian seni lukis anak bagi guru mata pelajaran seni budaya dan keterampilan di

sekolah dasar, agar guru dapat memberikan penilaian secara objektif hasil seni lukis

anak.

b. Untuk mengetahui lebih dalam tentang latar belakang penciptaan karya

seni lukis anak agar penilaian lebih objektif maka guru hendaknya membiasakan

anak untuk menilai karya lukis sendiri dan karya temannya.

c. Bagi mahasiswa pendidikan seni rupa di Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan (LPTK) agar lulusannya mampu melakukan penilaian karya seni lukis anak

dengan baik, maka penilaian seni lukis anak hendaknya menjadi salah satu kompetensi

dasar yang harus dikuasai.

4. Diseminasi, dan Pengembangan Produk Lebih Lanjut

a. Desiminasi pedoman penilaian karya lukis anak dapat dilakukan melalui

musyawarah guru mata pelajaran seni budaya di sekolah dasar.

37

Page 38: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

b. Sekolah-Sekolah Dasar yang tidak memiliki guru khusus seni budaya dapat

memberdayakan dosen pendidikan seni rupa di LPTK sebagai pendamping.

c. Instrumen yang telah dikembangkan ini divalidasi kembali dengan

menggunakan sekolah yang berbeda agar diperoleh produk yang lebih baik.

Asmawi, Zainul. (2005). Alternative assessment . Jakarta: Universitas Terbuka.

Berk, Ronald. A. (1986). Performance assessment: London: The John Hopkins Press Ltd.

Brennan. Robert L. (1983). Element of generalizability theory. Iowa City: ACT Publication.

BSNP. (2006). Standar nasional pendidikan. (Jakarta): BSNP.

Conrad, George. (1964). The process of art education in the elementary school. Amerika: Prentice Hall.Inc.

Eisner, Elliot W. (1997). Educating artistic vision. Reston, VA:NAEA.

Fernandes, H.J.X. (1984). Testing and measurement. Jakarta: National Education Planning, Evaluation, and Curiculum Development.

Malcom Ross. (1986). Assessment in art education a necessary discipline oer a loss of happiness? New York: Pergamon Press.

Fernandes, H.J.X. (1984). Testing and measurement. Jakarta: National Education Planning, Evaluation, and Curiculum Development.

38

Page 39: PENILAIAN ASESMEN PERFORMANS KARYA SENI LUKIS ANAK ...

Kellogg, Rhoda and Scott O’Dell. (1967). The psychology of chidren’s art. California: CRM INC.

Lansing, K.M. (1976). Art, artist and art education. New York: Mcgraw-Hill.

Lowenfeld, Viktor. & Britain, W. Lambert (1982). Creative and mental growth, New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Ricci, Corrado. “L’art de bambini. Leipzig, 1960. Pedagogical Sem.3 (1906);302-307.

Soesatyo, (1994). Apresiasi seni lukis anak-anak. Yogyakarta: Sanggar Melati Suci

Soesatyo, (1994). Sanggar melati suci (1979-1994): Yogyakarta: Aquarius Offset.

Stephen C. Pepper, (1973) “Contextualistic criticism”.Reinhart and Winston, Inc: New York.

Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. (1974). Instructional development for training teachers of exceptional children: A sourcebook. Minneapolis Indiana University.

Victor, Heyfron . (1986). “Objectivity and assessment in art” in assessment in arts education. Pergamon Press: Toronto.

39