Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman...
Transcript of Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman...
Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman Perkotaan
- Pendekatan secara Makro -
oleh
KOBAYASHI, Hideyuki, DR.Eng.
NILIMNational Institute for Land and Infrastructure Management,
Ministry of Land, Infrastructure and Transport
Tachihara-1, Tsukuba Science City,
Ibaraki JAPAN 305-0804
http://sim.nilim.go.jp/GE
1. Maksud Sejak kegiatan Rome-club pada tahun 70an,, yang menciptakan model-dunia berdasarkan jaringan
bahan (material flow) seluruh dunia, batas perkembangan kegiatan manusia dari segi arus bahan di
seluruh dunia sudah diketahui oleh beberapa pihak yang peduli terhadap masalah-masalah
lingkungan. Tetapi, pada waktu itu, perkembangan ekonomi terpikir lebih penting daripada perhatian
terhadap aspek lingkungan, karena kerugian akibat dampak negatif pada lingkungan belum
termasuk/terkait dalam ekonomi pasar di dunia.
Pada awalnya, perkembangan ekonomi dan industri di dunia lebih memperhatikan pada aspek
sumberdaya alam terutama sumber minyak bumi yang akan habis. Tetapi, sejak tahun 80an, polusi
lingkungan oleh bahan yang dibuang ke lingkungan alam sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan
manusia (material flow) baru terlihat lebih penting dari pada bahan-bahan alam yang akan habis.
Hal tersebut terkait dengan gejala pemanasan global yang disebabkan oleh konsentrasi gas buang
seperti CO2, CH4 dsb. yang makin bertambah dalam udara. Keadaan ini menyebabkan dampak
rumah kaca dan pemanasan lingkungan dunia yang juga mengakibatkan kenaikan permukaan
permukaan air laut, dan menyebabkan semakin rentannya kondisi lingkungan alam dan kehidupan
manusia terhadap gangguan alam. CO2 adalah hanya salah satu GHG (Green House Gas) termask
CH4, flon, dsb.
Dalam diskusi di IPCC, cara untuk membatasi emisi akibat penggunaan bahan-bahan dikaitkan
dengan system ekonomi, dalam bentuk pajak, atau jual-beli dsb. Dalam pertemuan di Kyoto-Jepang
diusulkan sistem jual-beli (transfer) hak emisi antara negara-negara maju dan negara berkembang
dengan CDM (clean development mechanisme) . Jika suatu negara sudah menyusun upaya untuk
mengurangi emisi, maka harga(cost) untuk mengurangi satu lagi unit emisi akan makin mahal.
Dalam hal ini, kerja-sama dengan negara lain, yang masih dalam tahap awal untuk mengurangi emisi
bisa lebih efficient (bias mengurangi secara lebih effective dengan biaya yang lebih murah).
Sehingga ada kemungkinang kerja-sama yang sangat effective di berbagai sektor.
Untuk melaksanakan kerja-sama antara negara diperlukan kesepakan mengenai kriteria-kriteria
yang terukur, seperti jumlah emisi yang dikurangi melalui kerja-sama atau suatu proyek harus diukur
secara jelas dan benar dengan dasar yang tertentu. Di Jepang atau negara-negara lain, upaya untuk
mengembangkan metoda untuk mengukur dan memperhitungkan emisi yang disebabkan oleh
pembangunan dan pembongkaran bangunan secara quantitativ masih tahap awal.
Berdasarkan data dari “World Watch, Dec. 1994”, 10% dari jumlah GNP seluruh dunia berdasar
dari sektor bangunan. Dalam skala ekonomi dunia, jumlah konsumsi sumber daya adalah
7,500,000,000 ton per tahun, dan antaranya 40% digunakan untuk bangunan dan 40% untuk
pekerjaan umum sipil. Juga 1/3 dari jumlah konsumsi energi di suluruh dunia adalah sektor
bangunan.
Dalam penelitian ini, dengan tema “Pengembangan Model Permukiman Perkotaan di Negara-
1
negara Berkembang, dengan memperhatikan Perubahan Iklim Dunia” (2004-2006, dibiayai oleh
Ministry of Environment Jepang, dan dilaksanakan melalui kerjasama antara NILIM-Jepang dan
PUSKIM/BALITBANG-Indonesia), beberapa alternative model bentuk-bentuk permukiman pada
masa depan akan direncanakan dan diusulkan, dengan dasar pertimbangan untuk mengurangi emisi
CO2, dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
Sampai saat ini, beberapa pendekatan di sektor permukiman perkotaan sudah dikembangkan di
Jepang. Misalnya, pendekatan (1) “Saving material” termaksud ke arah masyarakat “Zero-
Emission” melalui “cyclic material flow” dan “long life buildings”, atau (2) “Saving energy” (musim
panas dan musim dingin), melalui perbaikan sifat pemanasan bahan dinding dan jendela, dan (3)
melalui optimasi jaringan lalu lintas di perkotaan sudah mulai berhasil.
Di Indonesia, meskipun kondisi iklim dan kemampuan masyarakat pada saat ini sangat beragam,
sehingga bentuk permukiman juga sangat beragam, tetapi pendekatan untuk menciptakan bentuk-
bentuk perkotaan dengan dasar pemikiran perobahan iklim dunia dan metoda untuk melakukannya
secara umum bisa digunakan. Hal ini penting agar negara berkembang perlu belajar dari sejarah
kegagalan negara maju.
2. Later Belakang Berdasarkan kebijaksanaan nasional di Japang seperti tersebut diatas, Ministry of Construction,
Jepan, melaksanakan suatu proyek pembangunan teknologi “Development of National Land with
Saving Material and Energy”, 1991-5. Di sector Permukiman Perkotaan, bangunan dianalysis dari
segi arus bahan (Material Flow) dan penimbulan bahan (Material Stock) secara micro (satu
bangunan) dan makro (skala perkotaan). Untuk itu, (1)batas umur bangunan, (2)jumlah bahan untuk
satu unit, (3)jumlah bahan disimpan dalam bentuk bangunan dalam suatu kota (4)jumlah
pembangunan baru (input) dan pembongkaran (output) setiap tahun dihitung. Juga pemakaian mobil
dan bahan bakar, yang terkait bentuk permukiman, bangunan dan pola hidup dimonitor.(Lit.1)
Berdasarkan hasil proyek ini, dalam satu lagi proyek(2000-2002), Building Research Institute
(BRI) melaksanakan penelitian pendalaman jalan arus setiap bahan bangunan, menghasilkan “Data-
Base” bahan bangunan, dengan formula “Life-Cycle-Emission”, yang digunakan untuk rencana
bangunan-bangunan yang baru direncanakan.(Lit.2). Menurut metoda ini, setiap bahan bangunan
yang terpakai untuk bangunan direncanakan didaftar dan dikaitkan dengan nilai “Life Cicle
Emission (LCE)” yang terdapat dari data-base, jumlah LCE untuk satu bangunan terhitung. Bukan
hanya bahan bangunan sendiri, tapi emisi CO2 yang disebabkan oleh transportasi dan kerja
pemasangan, bagian terbuang dalam proses (efisiensi) dan upaya re-cycle juga sudah termasuk
dalam formulanya.
Di Jepang, jumlah dan jenis emisi CO2 akibat bahan bakar berbeda antara musim dingin dan
musim panas, untuk musim dingin terkait dengan sifat pemanasan bahan dinding, puntu dan jendela
dsb, sedangkan pada musim panas terkait dengan efisiensi AC(Air Conditioning.
2
Tentang kawasan yang sudah terbangun secara padat, keadaan “Heat Island” (titik-titik panas) sudah
sering terjadi, terutama di pusat kota-kota besar dengan penduduk yang melebihi 300,000 jiwa.
Kebanyakan rumah/bangunan sudah dipasang AC yang membuang pemanasan dari dalam bangunan
ke lingkungan, akibatnya udara di luar makin panas, dan efisiensi AC makin turun, sehingga AC
perlu tenaga makin besar. Pemecahan masalah “Heat Island” adalah masalah yang sangan urgent di
kota besar di Jepang. Penghijauan pada lahan dan dalam bangunan adalah salah satu upaya untuk
menangani permasalahan ini terutama dalam bangunan gedung yang cukup besar.
3. Cara pendekatan3-1. Arus bahan dalam bentuk bangunan(1) Analisis jaringan arus bahan pokok
Di Jepang, bahan bangunan yang pokok adalah bahan kayu, terutama di daerah selain kota-kota
besar. Jika hutan ditanam lagi setelah diambil pohon untuk bahan kayu, dan bekas bahan bangunan
setelah dibongkar diproses secara teratur, maka bisa tercapai sistem “Zero Emission” atau
“sustainable”.
Melalui kerjasama antara BRI (Building Research Institute, Ministry of Construction) dengan
Nihon-University di Koriyama-fukushima, suatu tempat di kota “Nihonmatsu” diteliti sebagai
contoh. Daerah ini terdiri dari kawasan pusat yang bersejarah, sejak tahun 1600, juga daerah desa
dan hutan yang berada di sekitarnya gunung.
Pada umumnya di Jepang, setiap bangunan sudah terdaftar di dinas pajak pemerintah daerah, dan
cabang daerah dinas hukum negara. Daftar dinas pajak di Nihonnmatsu sudah disimpan dalam
bentuk data digital dan sering terpakai untuk statistik, terutama perencanaan kota dan administrasi
pajak pemerintah daerah. Jenis bangunan (rumah, toko, pabrik, kantor dll.), tahun pembangunan
luas lantai, jenis struktur dan bahan bangunan struktur terdaftar. Sesudah dibongkar, datanya
dihapus, jadi jumlah bangunan yang terdaftar adalah sesuai dengan bangunan yang ada pada saat ini,
kecuali kesalahan.
Selain data mengenai bangunan, data penduduk yang disiapkan oleh dan disimpan di kantor kota
mengetahui arus dan penimbulan jumlah penduduk. Jumlah luas hutan dan produksi bahan kayu
juga terdapat di data statistik ekonomi oleh kota. Tetapi, jumlah bahan yang terpakai untuk setiap
bangunan perlu diukur melalui survai yang dilakukan oleh mahasiswa Nihon-University tersebut
diatas.
Pada masa lalu, s/d tahun 1920an, bangunan perumahan di kota ini sering terbakar setiap rata-rata
20 tahun. Tetapi, bahan kayu yang kembali ke udara dalam bentuk CO2 cukup dikembalikan oleh
pohon-pohon di hutan, yang sudah tumbuh selama 20 tahun sebelumnya. Jadi sistem tradisional ini
bisa dikatakan “Zero Emission”, atau sustainable.
Tetapi pada saat ini, banyak penggunaan bahan bangunan sebagai hasil industri yang berasal dari
3
minyak bumi (pelastik, dll) juga sering terpakai, selain itu dalam proses
pembangunan/pembongkaran, mesin dan transportasi mengunakan bahan bakar dan listerik juga
menambah emisi CO2, terutama di kota-kota besar. Ini sudah mulai diteliti secala detail dalam
rangka penelitian selanjutnya (3.).
4
Guna kembaliPakai kembali
Rumah/bangunan pakai kayu (1993) 11,295 bangunan (kota+desa dalam batas kotamadya) dengan penimbulan kayu : 280,000 m3
6,350 bangunan (kota) dengan penimbulan kayu : 86,400 m3
Pemborong dari luar
Terbuang / dibakar sebagai sampah (1,660m3 / tahun, di kota)
Pedagang / paberik belah potong kayu13 swasta dengan 56 pegawai / buruh
Tukang kayu / pemborong4 swasta konstruksi &63 pemborong perusahaan kecil &11 tukang (perusahaan pribadi)Jumlah ijin bangunan 1993 : 123 ijin, oleh 72 pemohon yang berbeda
Untuk produk selain bangunan moebel, dll., ke daera lain
Dari daerah lain
Kerja di lokasi luar daerah
Import
Export
Hutan 6,000 ha Penimbulan di hutan 1,000,000m3 kayu (pohon) 1,919 pemilik tanah (hutan) 1 swasta kehutanan 226 tukang hutan
biological reproductionCO2, H2O
1,183m3 / tahununtuk perumahan perkotaan
Gambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)
Pada saat ini, harga kayu dari hutan di daerah sini turun sukali oleh karena menurunnya kebutuhan
kayu, dan harga kayu yang diimpor dari Canada lebih murah.
5
(2) Jumlah penimbulan dan arus bahan di kota
Kawasan pusat kota Nihonmatsu terdiri dari 7 kawasan, yaitu :
Gambar 2 : Pembagian kawasan RW di kota Nihonmatsu Jika jumlah setiap bahan bangunan per sq-m diketahui, maka jumlah bahan bangunan yang berada dalam bentuk bangunan terhitung. Melalui monitoring selama beberapa tahun, flow (pembangunan baru dan pembongkaran) bisa diteliti.Item RW=> RW1 RW2 RW3 RW4 RW5 RW6 RW7 (unit/dim
)
Jumlah kapling 518 235 444 304 365 317 643 lots
Jumlah bangunan 1,098 575 1,150 718 844 796 1,319 bangunan
Jumlah bangunan/ kapling 2.12 2.45 2.59 2.36 2.31 2.51 2.05
Jumlah luas lantai bangunan 99,356 40,482 124,099 62,508 66,087 64,880 109,567 m2
Luas lantai / bangunan 90.49 70.40 107.91 87.06 78.30 81.51 83.07 m2/bangunan
Pembonkaran/tahun(bangunan) 30 8 32 9 16 18 17 bangunan
Pembonkaran/tahun (luas lantai) 2,127 649 2,218 556 962 1,457 1,247 m2
Pembonkaran/penimgulan(luas) 1/47 1/62 1/56 1/112 1/69 1/45 1/88
Pembangunan/tahun(bangunan) 22 4 11 5 8 6 9 bangunan
Pembangunan/tahun(luas lantai) 2,019 396 1,545 471 851 534 757 m2
Pembangunan/penimbulan(luas) 1/49 1/102 1/80 1/133 1/78 1/121 1/145
6
RW1..RW2.. RW3.
.
RW4..
RW7..
RW5..RW6.
.
Jumlah penimbulan rumah 726 363 669 402 466 383 920 bangunan
Jumlah luas lantai rumah 65,231 28,655 68,722 38,932 41.595 37,275 77,984 m2
Rata-rata luas lantai rumah 89.9 78.94 102.72 96.84 89.26 97.32 84.76 m2
Jumlah penduduk 1,950 747 1,431 1,101 1,263 1,021 2,699
Jumlah KK 617 250 453 337 381 303 887
Luas lantai rumah / penghuni 33.45 38.36 48.02 35.36 32.93 36.51 28.89 m2/orang
Jumlah rumah / KK 1.18 1.45 1.48 1.19 1.22 1.26 1.04
% bangunan selain rumah 33.9 36.9 41.8 44.0 44.8 51.9 30.3 %
Daftar 1 : Profile arus dan penimbulan bangunan dan rumah setiap RW
(3) Jumlah bahang bangunan yang terpakai dalam suatu bangunan
Kayu yang terpakai untuk satu bangunan diukur sebagai berikut:
a. Pertanyaan kepada tukang dan pemborong
Dalam rumah pakai kayu, jumlah kayu bervariasi antara 0.15-0.22 m3 kayu per 1 m2 lantai, dan
rata-rata 0.18-0.19m3/m2.
b. Survai bangunan yang baru dibangun(gambar dan anggaran biaya, untuk bangunan yang baru)
Contoh1 : kayu 0.222m3/m2 (rumah bertingkat 1, luas lantai 175m2)
Contoh2 : kayu 0.157m3/m2 (rumah bertingkat 2, luas lantai 155m2)
c. Questioner kepada tukang bongkar (untuk bangunan yang lama)
Jumlah beton, kayu, besi dan lain-lain dicatat dengan keberatan, dengan umur dan luas lantai
bangunan yang dibongkar. Jumlah kayu bervariasi 0.14-0.27 m3/m2 dan rata-rata 0.20 m3/m2, dari
16 bangunan yang dibongkar.
d. Laporan pelestarian heritage
Contoh1 : kayu 0.145m3/m2(rumah bertingkat 2, luas lantai 315m2)
Contoh2 : kayu 0.203m3/m2(rumah bertingkat 2, luas lantai 147m2)
e. Ukuran bangunan yang ada, melalui survai lapangan
Di Jepang, ukuran bangnan ketemu kadang-kadang kena persoalan, karena dinding lama sering
ditambah bahan baru diatasnya, bahan asli dan ukuran struktur tidak kelihatan. Sehingga, supaya
jelas dan benar di Jepang, ukuran ini perlu dilakukan pada waktu pemasangan atau pembonkaran.
3-2. Formula Emisi CO2 terhadap Bahan Bangunan Sejak tahun 2000, Building Research Institute (BRI) melakukan penelitian lebih dalam mengenai
jaringan arus setiap bahan bangunan melalui survai. Dalam proses produksi setiap jenis bahan
bangunan, jumlah pemakaian bahan asli dan energi dimonitor melalui questionnair kepada paberik.
Questionnair ini dikirim melalui yayasan setiap jenis bahan bangunan ke perusahaan dan paberik
yang siap menjawab. Data tersusun ini menjadi data-base yang akan digunakan untuk perhitungan
7
jumlah emisi dari suatu bangunan sejak terbangun sampai dibongkar.
Salah satu contoh questionnaire adalah :
Questionnair
Nama Barang (jenis bahan bangunan) Diisi oleh: (nama responden)
Unit (biji, kg, m3, dll)
Daftar 1 : Jumlah energi dan emisi CO2 untuk membuat satu unit hasil
Unit Dasar Unit Catatan
Energi (nomor) KJ/
Emisi C Kg-C/
Unit untuk energi adalah KJ/kg, KJ/m3 dll.
Unit untuk emisi C adalah kg-C/kg, kg-C/m3 dll.
Jika jumlah emisi CO2 diketahui, maka nomor dikali 12/44 harap ditulis sebagai emisi C.
Daftar 2 : Pemakaian komponen/bahan asli untuk membuat hasil terakhir.
Nama
komponen
Nama bahan
asli
Jumlah
pemakaian
Unit Bahan recycle Bahan reuse Catatan
Bahan reuse adalah bahan yang dibongkar/dibuang dan digunakan tanpa perobahan bentuk.
Daftar 3 : Emisi CO2 dll dalam proses pembuatan Unit adalah unit hasil terakhir( /kg, /m3 dll)
Jenis Emisi Jumlah Unit Jumlah yang
ditanggap
Unit Cara proses
CO2
SOx
NOx
dll
Daftar 4 : Jumlah bahan yang terjadi melalui proses produksi, selain hasil terakhir
Jenis hasil
sampingan
Jumlah Unit Jumlah yang
diproses
Unit Cara proses
Daftar 5 : Jumlah pamakaian Energi dalam proses pembuatan
Sumber Energi Jumlah dipakai Unit Sumber Catatan
Listerik KW
GAS kota M3
A Minyak Berat
Minyak Tanah
8
LPG
Daftar 6 : Jumlah produk per tahun
Nama Produk Jumlah Produk Unit Keberatan(kg)
Skala paberik □biasa □besar Perlengkapan: □terbaru □biasa
Daftar 7 : Unit dasar emisi C untuk setiap sumber energi
Sumber Energi Unit dasar Unit Sumber Data
Listerik Kg-C/kWh
Gas kota Kg-C/m3
A minyak berat Kg-C/l
Minyak tanah Kg-C/l
LPG Kg-C/kg
Kayu pecah Kg-C/kg
Minyak ringan Kg-C/l
Arang awal Kg-C/kg
Arang biasa/diproses Kg-C/kg
Minyak bumi Kg-C/l
Gas alam Kg-C/m3
Arang batu bara Kg-C/kg
Bensin Kg-C/l
Dll.
Daftar 2 : Questionnaire tentang emisi CO2 dalam proses prduksi setiap jenis bangunan(survey oleh BRI(2000-2002)
Questionnair ini terjawab oleh 50 perusahaan/pabrik mengenai 77 jenis bahan bangunan. Tetapi
untuk 184 jenis bahan bangunan terjawab “belum bisa hitung”.
Daftar 3 adalah salah satu contoh bahan bangunan dari hasil survai ini.Jenis Produk Jenis bahan Energi Unit Emisi CO2 Unit
Campuran Beton Kelikir kasar buatan 3,574,388
1,720,000
KJ/kg
KJ/m3
89.45 Kg-C/kg
Kelikir halus buatan 3,574,388
2,500,000
KJ/kg
KJ/m3
89.45 Kg-C/kg
Kelikir halus dari kirn
tinggi
110 KJ/kg 0.003 Kg-C/kg
9
Campuran kemia, yang
mengurangi air
237,600
359,200
KJ/t
KJ/kg
? ?
Campuran kemia AE,
mengurangi air
27,648 KJ/t 0.69 Kg-C/m3
Daftar 3 : Contoh data pamakaian energi dan emisi CO2 yang terdapat dari survai
3-3. Emisi CO2 dari aktivitas keluarga Pemakaian listrik dan bahan bakar dimonitor melalui survai statistik ekonomi rumah tangga yang
dilakukan oleh pemerintah di Jepang. Kebanyakan bahan bakar digunakan untuk panaskan udara
dalam rumah pada musin dingin. Sifat dinding dan pintu, jendela terkait efisiensi terkait dengan ini.
Tetapi baru-baru ini, pamakaian listerik melalui AC pada musim panas semakin bertambah. Itu juga
terkait sifat pemanasan bangunan.
Ministry of Construction Japan, dengan Infrastructure Development Institute pernah membangun
rumah contoh “eco-house” di dalam lingkungan ITS Surabaya, tahun 1998-2000. Kegiatan ini
dilaporkan dalam Seminar pertama, 1999, oleh Mr. Saitoh, di PUSKIM-Bandung.
3-4. Emisi CO2 dari transportasi Di Jepang, secara rutin, OD (origin-destination) survay sudah lama dilakukan, oleh MLIT, dengan
maksud rencana lalu lintas. Tetapi, untuk mengukur sifat permukiman, kepadatan mobil dalam satu
kawasan (jumlah mobil per hectare) dan pamakaian mobil (kilometers perjalanan atau litres bensin
per tahun) lebih penting.
Di Jepang, setiap mobil harus mengecek mesin setiap jangka waktu (biasa dua tahun). Dalam surat
tanda pengecekan ini, jumlah perjalanan sejak awal dibaca atas meter tercatat. Melalui kerja-sama
dengan bengkel mobil, jumlah perjalanan selama 2 tahun sebelumnya bisa terhitung untuk setiap
mobil, melalui penbandingan dengan surat tanda yang lalu.
4. Model bentuk permukiman perkotaanPerlu diperhatikan bahwa:
(1) Emisi disebabkan oleh adanya pembangunan dan pembongkaran bangunan
Jika bahan bangunan sesuai dengan kondisi sumber daya setempat dipilih, bangunan-bangunan
akan terpakai dalam jangka waktu batas umur yang panjang, dan cukup digunakan kembali
(recycle), sehingga dampak kepada lingkungan dunia akan dikurangi.
Emisi disebabkan oleh pemakaian bahan bakar atau listerik akan dikurangi melalui tata ruang
perkotaan dan dalam satu unit rumah (ventilation dan rencana pemanasan) bisa dikurangi.
Bentuk kota scara besar, terutama jaringan lalu lintas, akan terkait dengan emisi disebabkan oleh
bahan bakar mobil, motor, dll. Pada kota-kota besar di Asia, termasuk Tokyo, rencana penataan lalu
10
lintas saat ini belum berhasil, jumlah mobil meningkat sangat cepat dan mengakibatkan kemacetan
yang semakin parah.
(2) Rencana alternative
(2-1) Bentuk permukiman perkotaan
Di kota-kota Jepang, sebelum modern (1600-1867), ada pola tata-ruang yang sangat umum, yaitu
jalan (+- 100m panjang) dengan kelompok ruko bertingkat dua di kedua samping. Sering terbakar,
rehabilitasi dilakukan sesuai dengan pola tata ruang ini.
Sejak modern, beberapa ide bentuk permukiman perkotaan diimport dari luar seperti garden city,
new town, walk-up housing complex, skyscraper, dsb., melalui proyek-proyek uji-coba atau
percontohan. Tetapi belum ada ide permukiman yang diterima secara luas, dan kawasan perkotaan
terjadi sangat tercampur. Ahli perencanaan kota juga sudah kurang aktiv mencari ide-ide yang baru,
tetapi lebih ke arah proses untuk mencapai persetujuan antara pihak-pihak yang terkait dengan
perencanaan kawasan atau lokasi proyek. Sesuai dengan keadaan ini, teknologi-teknologi untuk
membantu proses perencanaan, misalnya Virtual Realty, Communication Technologi, dsb.
berkembang dan sering digunakan untuk diskusi tentang bentuk permukiman pada masa depan (3).
Kegiatan perencanaan kota oleh pemerintah daerah berubah dari kegiatan untuk mencapai bentuk
terakhir permukiman, ke arah kegiatan pengendalian sambil memperkirakan kondisi masa depan
yang, seperti sopir mobil, dengan keahliah mesin(teknologi) dan geologi permukiman perkotaan.
(2-2) Sistem Perbaikan/penggantian bangunan
Jumlah emisi CO2 diukur sebagai “C-kg/m2 lantai bangunan” terkait bukan hanya bentuk
permukiman pada satu saat, tapi juga terkait sistem perbaikan/penggantian komponen (bangunan)
dan jangka waktu batas umur bangunan dan sistem re-cycle dalam proses pengantian.
Dalam sejarah di Jepang, pembaruan ini terkait bencana alam (gempa bumi, typhoon, dsb.) yang
sering mengakibatkan hancurnya bangunan di perkotaan, dan kebakaran skala besar. Sesudah
pengembangan teknologi yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan pada permukiman, maka
pembaruan bangunan diperoleh perubahan kebutuhan social kepada bangunan, atau pendeknya
pertahanan bangunan (kayu:20 tahun, beton:60-70 tahun). Sehingga, jika daya ekonomi di kawasan
kurang kuat dan kurang aktiv, maka bangunan-bangunan tertinggal tampa guna. Dalam hal ini,
pemerintah daerah di bidang tata kota memikirkan kemungkinan proyek peremajaan kota dan mulai
pendekatan kepada masyarakat. Tetapi dilihat oleh masyarakat, proyek peremajaan kota yang diusul
oleh pemerintah juga terlihat sebagai semacam bencana yang baru, seperti kebakaran atau angin
besar yang.
(2-3) Kesepakatan antara masyarakat dan pihak-pihak terkait tentang pola bentuk permukiman
Dalam hal ini, sangat diperlukan ide (arah ke perobahan) atau model baru bagi masyarakat
setempatnya, dengan pemikiran kondisi-kondisi pada masa depan.
11
Gambar 3 : Data tiga dimensi terhadap perencanaan permukiman
Untuk mencapai kesepakatan antara masyarakat dan pemerintah daerah, dengan ide yang baru,
yang sangat penting adalah melalui media-media untuk menjelaskan isi rencana pembangunan
(bentuk terakhir) dan proses perkembangan sebelumnya. Untuk itu, beberapa teknologi, termasuk
VR (Virtual Reality) dikembangkan dan digunakan pada beberapa proyek peremajaan kota. Melalui
kegiatan ini, terlihat bahwa pentingnya daya untuk menciptakan model-model yang disampaikan
kepada lokakarya sebagai dasar pemikiran.
Gambar 4 : Lokakarya di lokasi rencana : Diskusi sambil nonton rencana dalam 3D
Gambar 5 : Rencana bisa dilihat secara setereo (Virtual Reality Sederhana)
5. Pendekatan modifikasi untuk kota-kota Indonesia Secara logical, metoda yang sedang dikembangkan di Jepang dapat digunakan juga di Indonesia.
Tetapi dengan kondisi data tersedia dan sifat permukiman berbeda, sehingga perlu modifikasi dalam
12
pendekatan yang digunakan.
(1) Data Makro Data sekunder, seperti daftar semua bangunan belum disiapkan, sehingga tidak bisa digunakan
untuk analysis dan perencanaan. Tetapi, baru-baru ini, citra satellite dengan isolation yang tinggi
(IKONOS : 1m) mulai bisa digunakan. Misalnya, dalam rangka mengukuran kerugian akibat
kenaikan permukaan laut (2000-2002), beberapa kawasan perkotaan dimonitor secara makro.
Jumlah bangunan, jenis kawasan, dan luas tanah bisa diteliti/diukur dengan menggunakan
GIS(Kobayashi 2004).
Gambar 6 : contoh membaca jenis kawasan atas citra satellite IKONOS, Jakarta Utara
Dengan demikian, meskipun data statistik (jumlah bangunan setiap jenis) tidak tersedia, jumlah
emisi CO2 bisa dihitung, melalui faktor emisi (unit emisi) setiap jenis kawasan.
(2) Jumlah bahan bangunan untuk satu unit Pada rumah-rumah di Indonesia, jenis struktur dan jumlah bahan untuk satu bangunan lebih mudah
diukur, karena tambahan bahan atas struktur lebih sedikit. Dalam hal kawasan yang terbangun
secara terrencana, gambar-gambar perencanaan dan buku anggaran biaya juga bisa digunakan untuk
dapat menghitung jumlah bahan bangunan. Data tersebut dapat ditanyakan kepada pihak
arsitek/pemborong/tukang.
Persiapan data tiga dimensi untuk bentuk rumah-rumah yang paling dominan di setiap kawasan
juga akan membantu perhitungan jumlah bahan secara lebih benar. Untuk itu, ukuran secara tiga
dimensi (dengan gambar potongan) perlu dilakukan.
13
Gambar 7, 8 : Contor rumah dalam data 3 dimensi (jumlah bahan [m3,m2] terhitung secara automatis)
(3) Pendekatan proses produksi bahan bangunan Bagi bahan-bahan yang bersifat umu (internasional), seperti beton, besi, dsb., data-base yang
disiapkan di Jepang bisa dicoba digunakan. Tetapi, bahan-bahan yang terdapat dari alam, atau
dibuat menurut proses yang simple, seperti bahan kayu, tripleks, bata merah, bilik dinding, batako
dsb. perlu diteliti secara lokal. Pada tahun 1999, sebagian bahan sudah dimonitor melalui
questionnaire percobaan, yaitu:
a. bata merah :
“20 karung sekam padi dibakar untuk membuat 1000 biji bata merah”
Dalam hal ini, berat 20 karung sekam padi dan jumlah CO2 yang keluar dari sekam ini perlu
diukur.
b. genteng
<perusahaan kecil> “Kayu bakar sebesar 48m3 dibakar untuk buat 10,000 biji genteng.”
Dalam hal ini, jumlah CO2 dari kayu bakar 48m3 perlu diteliti.
<perusahaan menengah> “MDF sebesar 120,000 liter atau LNG sebesar 150,000m3 dibakar untuk
membuat 1,000,000 biji genteng.”
c. kapur
“LNG sebesar 35,000-40,000m3 dibakar untuk membuat 240-300m3 kapur.”
Dalam hal ini, CO2 berasal bahan bakar dan CO2 yang keluar melalui proses kemia perlu diteliti.
d. semen
“LNG sebesar 900 ton/jam dibakar untuk membuat semen sebesar 114,000 ton / bulan.”
6. Kesimpulan : Beberapa Pemikiran(1) Bahan yang pokok
- Kayu : Jika setelah diambil di hutan, ditanam lagi, bisa dikatakan “zero-emission”
14
- Bata merah : Bahan bakar adalah sekam padi atau arang. Jika sekam padi yang tidak digunakan
untuk bata merah akan dibakar tanpa bukan untuk membuat bata merah, beban pada lingkungan oleh
pembuatan bata merah pada lingkungan adalah kecil.
Jadi dari segi emisi CO2, emisi disebabkan oleh proses produksi, transportasi, pemasangan dan
pembongkaran perlu diteliti. Juga bahan-bahan lain-lain, seperti semen, besi, finishing dsb. juga
perlu diteliti.
- Beton : Kemungkinan tinggi emisi CO2 besar. Jangka waktu batas umur akan penting. Factor
dasar di Indonesia mungkin berbeda dari Jepang, perlu diteliti.
(2) Pengunaan GIS sebagai dasar penelitian ini
Sebab data statistik terhadap permukiman belum cukup, pengunaan GIS dengan citra satellite akan
dibutuhkan. Sebaiknya, kumpulanhasil-hasil survei lapangan dalam data 3D membantu pengukuran
jumlah bahan, dan kegiatan perencanaan model selanjutnya.
(3) Pasangan AC akan merobah dasar rencana perumahan. Desain rumah yang mencapai
kenyamanan tanpa melalui AC akan penting (passive cooling, dsb.)11)
(4) Permukiman yang memaksimalkan penggunaan angkutan umum dan perjalanan kaki merupakan
salah satu issue pokok.
Daftar Kepustakaan1. Kobayashi H(2000): “Durability of Building from Viewpoint of Global Environment & Urban
Sustainability – Statistical and Macro Approach-“, Proceedings of the Second Asia/Pacific Conference on
Durability of Building Systems Harmonized Standard and Evaluation, July 10-12, 2000, Insitut Teknologi
Bandung, Indonesia
2. Kodama Y(2004): Development of Technologies to Promote Deconstruction and Recycle of Wooden
Houses : No.1 Development of Material Flow Calculation Method, Report of the BRI No.140, Building
Research Institute, Tsukuba-Japan
3. Mimura N. and Harasawa H(2000): Data Book of Sea-Level Rise 2000, Center for Global
Environmental Research, National Institute for Environmental Studies, Tsukuba-Japan
4. Kobayashi H(2003): Operation Manual for Communication System for Town Planning, Data Book of
NILIM No.134, National Institute for Land and Infrastructure, Tsukuba-Japan
5. Kobayashi H(2004): Impact Evaluation of Sea Level Rise on Indonesia Coastal Cities –Micro
Approach through Field Survey and Macro Approach through Satellite Image Analysis-, Journal of
Global Environmental Engineering. Vol.10,pp.77-91,Tokyo-Japan
6. Kobayashi H(2004): Development of a Communication System for Town Planning, Proceedings for
INCITE2004, World IT in Construction, CDB, Langkawi-Malaysia
7. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum(1999): Proceeding
Seminar Sehari Studi Dampak Timbal Balik antar Pemganbunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan
15
Lingkungan Global, Bandung Indonesia
8. Siti Zubaidah Kurdi(2000):Survey on Availability of Basic Data and Study of Research Method for
Global Environmental Impact Study of Urban Development and Housing Construction in Indonesia,
Research Institute for Settlements Technology, Department of Settlements and Regional Development,
Bandung Indonesia
9. A.Wendel. : EPS a Tool to Make LCAs within Product Development Process
-Konsep ELU (Environmental Loading Unit) adalah jumlah kerugian-kerugian melalui
(1) Kenaikan harga oleh kebutuhan sumber daya yang lain
(2) Kerugian oleh dampak kesehatan manusia
(3) Kerugian ekomi melalui haruga tanah turun atau qualitas lingkungan
10. Mark, Goedkoop(2000) : The Eco-indicator 99 -A damage oriented method for Life Cycle Impact
Assessment Methodology Report
- Pemakaian sumber daya diukur sebagai kebutuhan energi untuk mendapat itu pada masa depan.
11. http://www.ftspupnjatim.net/ecohouse.htm
Rumah susun contoh “ECO-HOUSE” dibangun oleh Ministry of Construction Japan, dengan Infrastructure Development Institute Japan dan ITS di Surabaya, 1998-2000
ho ?
MINISTRY OF CONSTRUCTION-JAPAN
INSTITUTE OF TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER-ITS-INDONESIA
INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT INSTITUTE-JAPAN
what ?DEVELOPMENT RESEARCH
AN EXPERIMENTAL PASSIVE DESIGN FOR TROPICAL CLIMATE
when ? 1998-2000 AND BEYOND
where ?
DEPARTMENT OF ARCHITECTURE
FACULTY OF CIVIL ENGINEERING AND DESIGN
INSTITUTE OF TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER (ITS) - SURABAYA
why ?TO GAIN KNOWLEDGE ON HOUSING DEVELOPMENT
SENSITIVE TO HOT HUMID TROPICAL ENVIRONMENT
16