PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA...

7
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) Beauty S. D. Dewanti (2309201013) Pembimbing: Dr. Ir. Tontowi Ismail, MS dan Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng Laboratorium Teknologi Biokimia Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS Kata kunci: Membrane Bioreactor (MBR), Aerobic, Anoxic, Sludge Retention Time (SRT), Removal ammonia. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti kinerja MBR dalam mendegradasi polutan organik dalam air limbah industri dan pemisahan lumpur yang terjadi, meneliti pengaruh kondisi anoxic terhadap pengurangan kandungan N dalam air limbah industry, meneliti kinerja MBR dan SMBR terhadap perubahan fluks, dan meneliti pengaruh SRT terhadap MLSS, COD, dan DO. Dalam pengolahan limbah, senyawa nitrogen menjadi parameter tingkat pencemaran terhadap lingkungan. Limbah yang mengandung sejumlah besar senyawa nitrogen khususnya amonia tidak diizinkan dibuang ke lingkungan secara langsung karena akan berdampak buruk terhadap ekologi dan kesehatan manusia. Pengolahan limbah tersebut biasanya dilakukan secara konvensional dengan activated sludge. Namun teknologi ini memiliki beberapa kendala, khususnya pada proses sedimentasi yang membutuhkan waktu lama dan lahan yang luas. Tingginya kandungan amonia dalam limbah juga dapat menghambat kinerja mikroorganisme. Untuk mengatasinya, digunakan alternatif pengolahan limbah industri dengan Membrane Bioreactor (MBR) yang dikombinasikan dengan kondisi Anoxic. Penggunaan membran dapat menyisihkan bahan-bahan organik dan amonia dengan konsentrasi tinggi. Dalam penelitian ini digunakan lumpur aktif dari pengolahan limbah Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan limbah sintetik sebagai influent MBR. Limbah pada MBR beroperasi pada volume 31,5L. Variabel penelitian adalah konsentrasi COD 3600, 2800 dan 1800 mg/L serta SRT 5, 10 dan 20 hari pada COD 1800 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja MBR secara keseluruhan relatif stabil dan baik. % removal COD tertinggi pada permeat diperoleh pada konsentrasi COD 1800 mg/L yaitu mencapai 90%. Jumlah N total permeat lebih kecil dari 0,5 jumlah N total influent atau % removal > 50 %, maka proses denitrifikasi dapat dikatakan berhasil. Untuk removal turbidity mencapai 98,47 hingga 98,85%. Pada MBR dari flux 30 L/m 2 .jam turun menjadi 15,6 L/m 2 .jam dalam waktu 25 menit, dibandingkan SMBR dari flux 27 L/m 2 jam turun menjadi 5 L/m 2 .jam dalam waktu 5 menit. 1. Pendahuluan Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah cair. Proses lumpur aktif berlangsung dalam bak aerasi yang dilengkapi bak sedimentasi untuk memisahkan endapan lumpur dari air limbah yang telah terolah. Kualitas effluent tergantung pada karakter mikroorganisme pembentuk lumpur aktif, antara lain sifat pengendapannya dan kondisi bak sedimentasi (William, 1999). Proses biologis dalam pengolahan limbah organik, memerlukan nitrogen (N) dan fosfor (P). Namun kelebihan N dan P dalam effluent air limbah akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan yang akan berdampak buruk terhadap keseimbangan ekologi dan kesehatan manusia. Untuk mengolah limbah dengan kandungan N dan P yang berlebih biasanya dilakukan proses activated sludge dilengkapi proses anoxic. Proses lumpur aktif relatif sederhana, namun untuk limbah yang mengandung bahan-bahan organik, N dan P dengan konsentrasi tinggi, cara pengolahan ini memiliki beberapa kendala, antara lain berpotensi menghasilkan ‘bulking sludge’ akibat adanya mikroorganisme berfilamen dan menghambat proses sedimentasinya. Demikian juga efisiensi proses akan menurun bila beban organik limbah yang diolah terlalu fluktuatif. Untuk mengatasi kelemahan dari sistem lumpur aktif konvensional, maka dicoba suatu proses lumpur aktif yang dilengkapi dengan menggunakan Submerged Membrane Bioreactor (SMBR). Konsep SMBR secara teknis hampir sama dengan pengolahan limbah biologis konvensional, kecuali proses pemisahan activated sludge dengan effluent yang dilakukan menggunakan membran filtrasi sebagai pengganti sedimentasi. Penggunaan Membrane Bioreactor (MBR) di antaranya mampu mengolah bahan organik dengan konsentrasi yang tinggi dan beban yang berfluktuasi. Kualitas air effluent akan meningkat, yang ditandai dengan minimnya kandungan padatan tersuspensi, virus, dan bakteri didalamnya (Chang et al, 2002). Beberapa tahun belakangan ini, integrasi dari proses activated sludge dan SMBR

Transcript of PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA...

Page 1: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15612-Paper-1553412.pdf · Pada metode utama, memasukkan umpan yang berupa limbah cair sintesa ke dalam

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC

DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

Beauty S. D. Dewanti (2309201013)

Pembimbing: Dr. Ir. Tontowi Ismail, MS dan Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng

Laboratorium Teknologi Biokimia

Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Kata kunci: Membrane Bioreactor (MBR), Aerobic, Anoxic, Sludge Retention Time (SRT), Removal ammonia.

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti kinerja MBR dalam mendegradasi polutan organik dalam air

limbah industri dan pemisahan lumpur yang terjadi, meneliti pengaruh kondisi anoxic terhadap pengurangan kandungan

N dalam air limbah industry, meneliti kinerja MBR dan SMBR terhadap perubahan fluks, dan meneliti pengaruh SRT

terhadap MLSS, COD, dan DO.

Dalam pengolahan limbah, senyawa nitrogen menjadi parameter tingkat pencemaran terhadap lingkungan.

Limbah yang mengandung sejumlah besar senyawa nitrogen khususnya amonia tidak diizinkan dibuang ke lingkungan

secara langsung karena akan berdampak buruk terhadap ekologi dan kesehatan manusia. Pengolahan limbah tersebut

biasanya dilakukan secara konvensional dengan activated sludge. Namun teknologi ini memiliki beberapa kendala,

khususnya pada proses sedimentasi yang membutuhkan waktu lama dan lahan yang luas. Tingginya kandungan amonia

dalam limbah juga dapat menghambat kinerja mikroorganisme. Untuk mengatasinya, digunakan alternatif pengolahan

limbah industri dengan Membrane Bioreactor (MBR) yang dikombinasikan dengan kondisi Anoxic. Penggunaan

membran dapat menyisihkan bahan-bahan organik dan amonia dengan konsentrasi tinggi. Dalam penelitian ini

digunakan lumpur aktif dari pengolahan limbah Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan limbah sintetik sebagai

influent MBR. Limbah pada MBR beroperasi pada volume 31,5L. Variabel penelitian adalah konsentrasi COD 3600,

2800 dan 1800 mg/L serta SRT 5, 10 dan 20 hari pada COD 1800 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja

MBR secara keseluruhan relatif stabil dan baik. % removal COD tertinggi pada permeat diperoleh pada konsentrasi

COD 1800 mg/L yaitu mencapai 90%. Jumlah N total permeat lebih kecil dari 0,5 jumlah N total influent atau %

removal > 50 %, maka proses denitrifikasi dapat dikatakan berhasil. Untuk removal turbidity mencapai 98,47 hingga

98,85%. Pada MBR dari flux 30 L/m2.jam turun menjadi 15,6 L/m

2.jam dalam waktu 25 menit, dibandingkan SMBR

dari flux 27 L/m2 jam turun menjadi 5 L/m2.jam dalam waktu 5 menit.

1. Pendahuluan Pengolahan limbah dengan aerobic activated

sludge (lumpur aktif) merupakan proses biologis

menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi

bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah

cair. Proses lumpur aktif berlangsung dalam bak aerasi

yang dilengkapi bak sedimentasi untuk memisahkan

endapan lumpur dari air limbah yang telah terolah.

Kualitas effluent tergantung pada karakter

mikroorganisme pembentuk lumpur aktif, antara lain

sifat pengendapannya dan kondisi bak sedimentasi

(William, 1999). Proses biologis dalam pengolahan limbah

organik, memerlukan nitrogen (N) dan fosfor (P).

Namun kelebihan N dan P dalam effluent air limbah

akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan

yang akan berdampak buruk terhadap keseimbangan

ekologi dan kesehatan manusia. Untuk mengolah

limbah dengan kandungan N dan P yang berlebih

biasanya dilakukan proses activated sludge dilengkapi

proses anoxic.

Proses lumpur aktif relatif sederhana, namun

untuk limbah yang mengandung bahan-bahan organik,

N dan P dengan konsentrasi tinggi, cara pengolahan ini

memiliki beberapa kendala, antara lain berpotensi

menghasilkan ‘bulking sludge’ akibat adanya

mikroorganisme berfilamen dan menghambat proses

sedimentasinya. Demikian juga efisiensi proses akan

menurun bila beban organik limbah yang diolah terlalu

fluktuatif.

Untuk mengatasi kelemahan dari sistem

lumpur aktif konvensional, maka dicoba suatu proses

lumpur aktif yang dilengkapi dengan menggunakan

Submerged Membrane Bioreactor (SMBR). Konsep

SMBR secara teknis hampir sama dengan pengolahan

limbah biologis konvensional, kecuali proses

pemisahan activated sludge dengan effluent yang

dilakukan menggunakan membran filtrasi sebagai

pengganti sedimentasi. Penggunaan Membrane

Bioreactor (MBR) di antaranya mampu mengolah bahan organik dengan konsentrasi yang tinggi dan

beban yang berfluktuasi. Kualitas air effluent akan

meningkat, yang ditandai dengan minimnya kandungan

padatan tersuspensi, virus, dan bakteri didalamnya

(Chang et al, 2002). Beberapa tahun belakangan ini,

integrasi dari proses activated sludge dan SMBR

Page 2: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15612-Paper-1553412.pdf · Pada metode utama, memasukkan umpan yang berupa limbah cair sintesa ke dalam

dikenal sebagai salah satu proses pengolah limbah

inovatif yang berpotensi untuk mendapatkan produk air

ulang (reused) didalam industri (Katayon, 2004).

Beberapa penulis berpendapat bahwa

persoalan fouling pada membran akibat hadirnya

mikroorganisme yang terkait dengan konsentrasi,

ukuran partikel dan produk mikrobial merupakan

kendala operasi SMBR. Berbagai strategi penbersihan

membran telah diusulkan dan dicoba dengan cara mencuci (washing) atau backwashing untuk menjaga

agar flux permeat didalam system MBR terjaga baik.

(B. Marrot, 2004).

Selama ini kontribusi oksigen didalam

membrane bioreactor masih belum banyak dilaporkan,

padahal kehadiran O2 tidak bisa diabaikan begitu saja.

Beberapa peneliti telah menunjukkan makin besar

kehadiran biomasa akan memerlukan suplai O2 yang

lebih banyak., sehingga akan mereduksi kapasitas

aerasi yang telah ada pada system biologis. Lebih

lanjut, bertambahnya konsentrasi suspensi lumpur aktif

akan menyebabkan naiknya viskositas cairannya. Kondisi ini dapat menyebabkan terhambatnya transfer

O2 kedalam air dan selanjutnya kedalam mikroba (B.

Marrot, 2004).

Kendala yang terjadi di dalam pengolahan air

limbah skala industri adalah semakin tinggi konsentrasi

biomassa (MLSS) yang diharapkan akan mampu

mereduksi polutan limbah semakin besar. Namun,

dengan tingginya konsentrasi biomassa akan

menyebabkan menurunnya proses pengadukan oleh

aliran udara/O2, dan terjadinya pengendapan serta mass

flux yang semakin turun karena cepat terjadi fouling pada membrane.

Berdasarkan informasi di atas maka perlu

dilakukan penelitian untuk menyempurnakan kinerja

Submerged Membrane Bioreactor (SMBR) agar

diperoleh kondisi operasi yang lebih menjamin

kelancaran proses pengolahan limbah industri.

2. Metodologi Dalam penelitian ini dilakukan dua tahap,

yaitu tahap pendahuluan dan tahap percobaan utama.

Pada tahap pendahuluan terdiri dari analisa BOD/COD;

N ; P limbah cair industri sintetis, pembibitan, dan

aklimatisasi. Sedangkan tahap percobaan utama

merupakan tahap operasi pengolahan limbah dengan

variabel-variabel yang ditentukan pada MBR.

3. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini mengenai pengolahan limbah

cair industri secara biologis aerobik dan anoxic

dilengkapi membran ultrafiltrasi untuk pemisahan

padatannya, dan disebut Membrane Bioreactor (MBR).

Pengolahan ini diawali dengan menggunakan lumpur

aktif yang berasal dari kolam aerasi pengolahan air

limbah Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER)

untuk memperoleh jumlah lumpur atau mikroba yang

banyak. Limbah cair yang digunakan adalah limbah

sintetis, yang dibuat dari larutan glukosa ditambah

nutrisi N dan P.

3.1 Tahap Pendahuluan

Untuk menyesuaikan kehidupan

mikroorganisme lumpur aktif dengan limbah yang baru

ini dilakukan aklimatisasi agar proses degradasi

berjalan dengan baik. Pada tahap aklimatisasi

dilakukan dengan memisahkan padatan lumpur aktif

dengan airnya, kemudian menambahkan limbah cair

sintetis kedalam padatan lumpur yang telah

terpisahkan, selanjutnya diaerasi. Proses aklimatisasi

ini dilakukan secara batch dalam bak aerasi. Glukosa dari air limbah berguna untuk mensuplay karbon dan

energi didalam proses metabolisme dan

perkembangbiakan mikroorganisme yang terkandung

dalam lumpur aktif. Selain glukosa terdapat nutrien

nitrogen dan fosfor. Unsur nitrogen yang ditambahkan

berasal dari urea, (NH2)2CO, sedangkan untuk

kebutuhan unsur fosfor berasal dari kalium phosphate,

KH2PO4 (Thamer et al., 2008). Kebutuhan glukosa dan

nutrien untuk pertumbuhan biomassa pada lumpur aktif

didekati dengan membuat perbandingan BOD : N : P

pada 100 : 5 : 1 (Wesley, 1989). Selain itu, kondisi

operasi proses aklimatisasi diatur pada temperatur kamar, pH netral dan DO (Dissoveld Oxygen) yang

cukup yaitu > 2 mg/L.

Gambar 3.1 Pengamatan MLSS dan COD (mg/L)

terhadap waktu (hari) pada tahap pembibitan dan

aklimatisasi

Dari gambar 3.1 mengindikasikan bahwa

tahap pembibitan dan aklimatisasi membutuhkan waktu

selama 15 hari. Pada hari ke-2 konsentrasi MLSS

mengalami penurunan, hal ini terjadi karena adanya

mikroorganisme didalam lumpur aktif tersebut ada yang mati, namun setelah itu terjadi kenaikan, yang

berarti terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Sampai

dengan hari ke-11 terjadi peningkatan MLSS, yang

relatif stabil dan hal ini menunjukkan bahwa

mikroorganisme dapat beradaptasi dengan limbah

sintetis. Pada tahap ini mikroorganisme dapat

mendegradasi limbah sintetis dengan mudah. Tahap

pembibitan dan aklimatisasi terus dilakukan seiring

dengan meningkatnya konsentrasi MLSS dan

menurunnya konsentrasi COD.

3.2 Tahap Percobaan Utama Dalam penelitian ini, konsentrasi COD yang

digunakan 1800, 2800, dan 3600 mg/L dengan

konsentrasi biomassa (MLSS) 2000-5000 mg/L dan

Sludge Retention Time (SRT) 5, 10, dan 20 hari pada

COD 1800 mg/L. Pengamatan terhadap oksigen

terlarut (DO), SV, dan bioassay juga dilakukan. Untuk

pengamatan DO pada tangki aerobik berkisar antara 4,75 - 5,14 mg/L.

Page 3: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15612-Paper-1553412.pdf · Pada metode utama, memasukkan umpan yang berupa limbah cair sintesa ke dalam

Pada metode utama, memasukkan umpan

yang berupa limbah cair sintesa ke dalam tangki aerasi

berukuran 31,5 liter dengan laju dalam system 31,5

L/hari. Limbah cair tersebut akan didegradasi oleh

mikroba dalam kondisi aerob. Sebagian cairan dari

tangki aerobik dialirkan balik ke tangki anoxic yang

berukuran 10,8 liter dengan rate recycle sebesar 50,4

L/hari. Limbah cair akan overflow masuk ke ruang

yang berisi modul membran dimana sebelumnya sudah mengalami proses pengendapan di area sedimentasi.

Kemudian dilakukan proses filtrasi menggunakan

membran ultrafiltrasi dimana effluent yang keluar

dalam bentuk permeate. Kemudian melakukan analisa

MLSS, MLVSS, DO pada tangki aerob dan melakukan

analisa nitrat, ammonia, dan turbidity setelah membran

serta menganalisa COD sebelum dan sesudah

membran.

Berikut ini kinerja MBR secara umum

berkaitan dengan kemampuan MBR dalam

mendegradasi beban organik.

(a)

(b)

Gambar 3.2 %Removal COD (a) pada tangki aerobik

dan (b) pada permeat

Dari perbandingan antara COD di aerobik dan

permeat disini menunjukan bahwa removal COD di

aerobik dipengaruhi oleh F/M ratio, hal ini dapat

mempengaruhi removal COD permeat. Jika proses di tangki aerobik kurang baik karena ketidakseimbangan

F/M ratio maka proses filtrasi berfungsi untuk

mengurangi padatan tersuspensi.

3.2.1 Pengaruh MLSS & COD terhadap kinerja

MBR

(a)

(b)

(c)

Gambar 3.3 Hubungan COD dan MLSS (mg/L)

terhadap waktu (hari) pada tangki aerobik, pada COD a) 3600, b) 2800, dan c) 1800 mg/L

Pada gambar 3.3 menunjukan konsentrasi

MLSS yang berbeda pada konsentrasi umpan COD

1800 mg/L, COD 2800 mg/L, COD 3600 mg/L. Pada

COD 1800 mg/L dapat ditunjukkan hari ke-1 MLSS

2900 mg/L dan pada hari ke-15 MLSS 3216 mg/L,

memiliki F/M ratio 0,22. Pada COD 2800 mg/L dapat

ditunjukkan hari ke-1 MLSS 2700 mg/L dan pada hari

ke-15 MLSS 3245 mg/L, memiliki F/M ratio 0,36.

Pada COD 3600 mg/L dapat ditunjukkan hari ke-1 MLSS 2600 mg/L dan pada hari ke-15 MLSS 3166

mg/L, memiliki F/M ratio 0,42. Konsentrasi MLSS

yang berbeda dapat mempengaruhi metabolisme

mikroorganisme yang berkembangbiak pada tangki

aerobik. Metabolisme mikroorganisme dipengaruhi

oleh F/M ratio, dimana F/M ratio merupakan

perbandingan antara substrat sebagai sumber energi

Page 4: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15612-Paper-1553412.pdf · Pada metode utama, memasukkan umpan yang berupa limbah cair sintesa ke dalam

juga karbon yang dibutuhkan oleh pertumbuhan

mikroorganisme dengan jumlah mikroorganisme.

3.2.2 Pengaruh Variasi Sludge Retention Time

(SRT)

Removal Chemical Oxygen Demand (COD, mg/L)

Gambar 3.4 % Removal COD pada SRT 5 Hari

Pada SRT 5 hari diperoleh % removal COD

61,22 - 68,33 % untuk effluent tanpa membran dan %

removal COD 62,33 - 69,44 % untuk effluent

menggunakan membran.

Gambar 3.5 % Removal COD pada SRT 10 Hari

Pada SRT 10 hari % removal COD 63,83 –

88,89 % untuk effluent tanpa membran dan % removal

COD 65,11– 90,00 % untuk effluent menggunakan

membran.

Gambar 3.6 % Removal COD pada SRT 20 Hari

Dan pada SRT 20 hari % removal COD 68,17

– 85,83 % untuk effluent tanpa membran dan %

removal COD 68,89 – 87,22 % untuk effluent

menggunakan membran.

Removal N-NH3

Gambar 3.7 % Removal NH3 pada SRT 5 Hari

Gambar 3.7 menunjukkan bahwa pada SRT 5

hari berkemampuan untuk mengilangkan amonia

hingga 70,51 %. Kondisi ini dicapai pada hari ke-12

setelah kondisi relatif konstan.

Gambar 3.8 % Removal NH3 pada SRT 10 Hari

Dan gambar 3.8 menunjukkan bahwa pada

SRT 10 hari berkemampuan untuk mengilangkan

amonia hingga 90,69 %. Kondisi ini dicapai pada hari

ke-12 setelah kondisi relatif konstan.

Gambar 3.9 % Removal NH3 pada SRT 20 Hari

Sedangkan pada gambar 3.9 menunjukkan

bahwa pada SRT 20 hari berkemampuan untuk

mengilangkan amonia hingga 76,72 %. Kondisi ini

dicapai pada hari ke-17 setelah kondisi relatif konstan.

Dapat disimpulkan bahwa pada SRT 10 hari

memberikan penurunan ammonia yang lebih baik

dibandingkan pada SRT 5 dan 20 hari.

56

58

60

62

64

66

68

70

72

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% R

em

ov

al C

OD

Waktu (Hari)

Tanpa membran Menggunakan membran

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% R

em

ov

al C

OD

Waktu (Hari)

Tanpa membran Menggunakan membran

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

% R

em

ov

al C

OD

Waktu (Hari)

Tanpa membran Menggunakan membran

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% R

em

ov

al

Am

mo

nia

Waktu (Hari)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% R

em

ov

ala

mo

nia

Waktu (Hari)

0

20

40

60

80

100

1 3 5 7 9 11 13 15 17

% R

em

ov

ala

mo

nia

Waktu (Hari)

Page 5: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15612-Paper-1553412.pdf · Pada metode utama, memasukkan umpan yang berupa limbah cair sintesa ke dalam

Removal N-NO3

Gambar 3.10 % Removal Nitrat pada SRT 5 Hari

Gambar 3.10 menunjukkan bahwa pada SRT

5 hari berkemampuan untuk mengilangkan nitrat

hingga 69,05 %. Kondisi ini dicapai pada hari ke-12

setelah kondisi relatif konstan.

Gambar 3.11 % Removal Nitrat pada SRT 10 Hari

Dan gambar 3.11 menunjukkan bahwa pada

SRT 10 hari berkemampuan untuk mengilangkan nitrat

hingga 90,48 %. Kondisi ini dicapai pada hari ke-12

setelah kondisi relatif konstan.

Gambar 3.12 % Removal Nitrat pada SRT 20 Hari

Sedangkan pada gambar 3.12 menunjukkan

bahwa pada SRT 20 hari berkemampuan untuk

mengilangkan amonia hingga 80,95 %. Kondisi ini

dicapai pada hari ke-17 setelah kondisi relatif konstan.

Dari data di atas diketahui bahwa pada SRT 10 hari memberikan penurunan nitrat yang lebih baik

dibandingkan pada SRT 5 dan 20 hari. Ini

menunjukkan bahwa proses denitrifikasi di tangki

anoxic cukup berhasil, karena sisa nitrat di dalam

permeat relatif sedikit dimana ditunjukkan dengan

removal nitrat hingga 90,48 %.. Hal ini ditunjukkan

dengan semakin tingginya removal nitrat yang

dihasilkan dan produk permeat yang dihasilkan oleh

pengolahan limbah mengandung kadar nitrat yang

rendah. Jika jumlah N yang keluar lebih kecil dari 0,5

jumlah N yang masuk, maka proses denitrifikasi

dikatakan berhasil. Tetapi jika jumlah N yang keluar

lebih besar daripada jumlah N yang masuk maka proses denitrifikasi tidak berjalan dengan baik di tangki

anoxic.

Unjuk Kerja Membran

Untuk kinerja membran pada sistem SMBR,

terjadi penurunan fluks dan memerlukan waktu

backwasing dengan jarak yang relatif singkat.

Sedangkan untuk kinerja membran pada sistem MBR,

penurunan fluks dan memerlukan waktu backwashing

dengan jarak yang agak lama seperti hasil uji berikut

ini :

Gambar 3.13 Flux (L/m2.jam) dengan Waktu (menit)

Pada MBR dan SMBR

Dari gambar 3.13 diketahui bahwa fluks

sistem SMBR adalah 5,4-27 L/m2.jam lebih kecil dari

sistem MBR yang mempunyai fluks 12,6-30 L/m2.jam,

artinya dalam waktu 1 jam membrane pada sistem

MBR dapat menghasilkan permeat sebenyak 30 L.

Pada sistem SMBR, terjadi penurunan yang signifikan pada menit ke lima yaitu dari 27 L/m

2.jam menjadi 9

L/m2.jam sedangkan pada sistem MBR penurunan

terjadi bertahap dan dengan jarak yang relative kecil

yaitu dari fluks 30 L/m2.jam menjadi 27,6 L/m

2.jam

pada menit ke lima. Fluks kembali semula setelah

dilakukan backwashing setiap 30 menit sekali untuk

mencapai fluks 27 L/m2.jam pada sistem SMBR dan

mencapai 30 L/m2.jam pada sistem MBR. Flux

semakin turun disebabkan adanya penyumbatan akibat

partikel-partikel yang terakumulasi pada lapisan

permukaan membran. Dapat dilihat bahwa dengan adanya backwashing dapat menaikkan flux membran

meskipun tidak sampai pada kondisi awal. Kenaikan

flux tidak dapat kembali seperti kondisi awal

dikarenakan masih ada penyumbatan yang tidak bisa

hilang dengan cara backwashing.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% R

em

ov

al

Nit

rat

Waktu (Hari)

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% R

em

ov

alN

itra

t

Waktu (Hari)

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

% R

em

ov

al

waktu (Hari)

0

5

10

15

20

25

30

35

0 20 40 60 80 100

Flu

x (L

/m2

.ja

m)

Waktu (menit)

MBR

SMBR

Page 6: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15612-Paper-1553412.pdf · Pada metode utama, memasukkan umpan yang berupa limbah cair sintesa ke dalam

Turbidity

Turbidity dengan satuan NTU (Nephelometric

Turbidity Unit) menunjukkan kekeruhan dari suatu

sampel air, dimana pada penelitian ini air limbah dalam

tangki aerobik dan air permeat di analisa kekeruhannya

dengan alat Turbidity meter.

Gambar 3.14 %Removal turbidity (NTU) dengan

waktu (hari) pada SRT 5, 10, dan 20 hari

Gambar 3.14 di atas menunjukkan bahwa

dengan pengolahan limbah menggunakan lumpur aktif

dan membran ultrafiltrasi dapat mengurangi kekeruhan

air limbah yaitu 62 % pada SRT 5 hari, 69 % pada SRT

10 hari dan 75,789 % pada SRT 20 hari.

(a) (b) (c)

Gambar 3.15 Limbah Cair (a) Setelah Dilakukan

Penyaringan Dengan Membran (b) Pada saat berada di

ruang membrane (c) Sebelum Dilakukan Penyaringan

Dengan Membran

Dari gambar 3.15 diketahui perbedaan hasil

setelah dilakukan penyaringan dengan membran, pada

saat di ruang membran, dan pada saat di tangki aerobik.

Identifikasi Mikroorganisme

Pemahaman terhadap spesies mikrobiologi

merupakan kunci dasar sebagai efisiensi proses dan

pemeliharaan berbagai rancangan pengolahan secara biologis pada proses lumpur aktif. Keberadaan rotifer

mengindikasikan air limbah yang diolah secara

biologis berlangsung dengan baik. Pada umumnya

kehidupan mikroorganisme dalam proses lumpur aktif

sangat sensitif terhadap lingkungan mereka misalnya

pH, suhu, dissolved oxygen (DO) dan bahan-bahan

inhibitor atau beracun. Secara umum, kegiatan

mikroorganisme dalam proses biologis akan menurun

saat suhu turun, yang akibatnya akan mengakibatkan

penurunan efisiensi penyisihan COD. (William, 1999)

Gambar 3.16 Mikroorganisme Lumpur Aktif

Gambar 3.16 menunjukan mikroorganisme

yang terdapat dalam tangki aerobik merupakan bakteri

dan protozoa. Umumnya identifikasi dilakukan pada

saat biomassa masih muda atau sedang berkembang

biak. Bakteri sebagai mikroorganisme yang paling

dominan dengan ukuran mikron. Protozoa dapat digunakan sebagai indikator biologi kondisi lumpur

aktif dengan sistem aerobik.. Pada proses pengolahan

air limbah bahan organik semakin menurun sedangkan

komposisi biomassa akan berubah.

4. Kesimpulan

1. Removal COD dipengaruhi oleh konsentrasi

MLSS dari 2000-5000 mg/L dan konsentrasi DO >

2 mg/L sedangkan removal amonia dan nitrat

dipengaruhi oleh kondisi anoxic.

2. Pada penelitian diketahui bahwa penurunan COD

dari awal umpan 3600 mg/L menjadi 520,4 mg/L,

2800 mg/L menjadi 432,4 mg/L dan 1800 mg/L

menjadi 376 mg/L pada tangki aerobik. Dan dengan menggunakan membran dapat diturunkan

lagi menjadi 473, 281, dan 180 mg/L.

3. Kondisi terbaik diperoleh pada SRT 10 hari, yaitu

pada proses aerobik maupun proses filtrasi

membran, dimana % removal COD sebesar

90,11%, % removal amonia sebesar 90,69%, dan

% removal nitrat sebesar 90,48 % dengan F/M

ratio sebesar 0,22 kg BOD/ kg MLSS.hari.

4. Jumlah N total permeat lebih kecil dari 0,5 jumlah

N total influent atau % removal > 50 % yaitu

mencapai 70,51% pada SRT 5 hari, 90,69% pada SRT 10 hari dan 76,72% pada SRT 20 hari, maka

proses denitrifikasi dapat dikatakan berhasil.

5. MBR (Membrane Bioreactor) dapat menurunkan

turbidity pada SRT 5 hari sebesar 61,765 %, pada

SRT 10 hari sebesar 68,75 %, dan pada SRT 20

hari sebesar 76,26 %.

6. Dengan menggunakan membran ultrafiltrasi

didapatkan flux membran pada sistem MBR

sebesar 12,6 – 30 L/m2jam dan pada sistem SMBR

sebesar 5,4 - 27 L/m2jam.

Daftar Pustaka

Chang, I., Clech, Le P., Jefferson, Bruce., dan Judd, S

(2002), “Membrane Fouling in Membrane

Bioreactors for Wastewater Treatment”, Journal

of Environmental Engineering, Vol.128, No. 11.

Kusworo, T.D., Handayani, N.A., dan Widiasa, I.N (2009), “Aplikasi eksternal membran bioreactor

untuk penyisihan ammonia dari limbah-limbah

industri”, SNTKI 2009.

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

% R

em

ov

al

Tu

rbid

ity

Waktu (Hari)

SRT 5 Hari SRT 10 Hari SRT 20 Hari

Page 7: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15612-Paper-1553412.pdf · Pada metode utama, memasukkan umpan yang berupa limbah cair sintesa ke dalam

Liang, Shuang (2006), “Soluble Microbal Products

in Membrane Bioreactor Operation : Behaviors,