PENGEMBANGAN MATERIAL PEROVSKIT (x = 0,4-0,6) DENGAN ...
Transcript of PENGEMBANGAN MATERIAL PEROVSKIT (x = 0,4-0,6) DENGAN ...
PENGEMBANGAN MATERIAL PEROVSKIT
(x = 0,4-0,6) DENGAN METODE SOLID
STATE REACTION UNTUK APLIKASI KATODA SOLID OXIDE
FUEL CELL (SOFC)
SKRIPSI
ANNISA FITRI NUR HANIFAH
NIM. 11170970000035
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2020 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pengembangan Material Perovskit (x = 0,4-0,6) dengan
Metode Solid State Reaction untuk Aplikasi Katoda
Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
Annisa Fitri Nur Hanifah
NIM. 11170970000035
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si Dr. Deni Shidqi Khaerudini, M.Eng
NIP. 197704162005012008 NIP. 198006142005021002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tati Zera, M.Si
NIP. 196906082005012002
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Pengembangan Material Perovskit
(x = 0,4-0,6) dengan Metode Solid State Reaction untuk Aplikasi Katoda Solid Oxide
Fuel Cell (SOFC)” yang ditulis oleh Annisa Fitri Nur Hanifah dengan NIM
11170970000035 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasyah Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 26 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Jakarta, 26 Juli 2021
Menyetujui,
Penguji I, Penguji II,
Arif Tjahjono, S.T, M.Si Biaunik Niski Kumila, M.S
NIP. 197511072007011015 NIP. 199105132019032011
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si Dr. Deni Shidqi Khaerudini, M.Eng
NIP. 197704162005012008 NIP. 198006142005021002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D Tati Zera, M.Si
NIP.197106082005011005 NIP.196906082005012002
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Annisa Fitri Nur Hanifah
NIM : 11170970000035
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengembangan Material
Perovskit (x = 0,4-0,6) dengan Metode Solid State
Reaction untuk Aplikasi Katoda Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) adalah benar
merupakan karya Saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam
penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah Saya
cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 26 Juli 2021
Annisa Fitri Nur Hanifah
NIM. 11170970000035
v
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengembangan material perovskit
(LCZF, x = 0,4-0,6) sebagai katoda SOFC. Perovskit LCZF
(x = 0,4-0,6) disintesis dengan metode solid state reaction pada temperatur kalsinasi
900 oC menggunakan prekursor Fe2O3 hasil proses oksidasi mill scale. Sampel yang
memiliki fraksi berat fase perovskit tertinggi yaitu LCZF0,4 dioptimasi dengan
meningkatkan temperatur kalsinasi menjadi 1000 oC untuk meningkatkan kemurnian
fase perovskitnya. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan perovskit LCZF (x = 0,4-
0,6) berstruktur kubik dengan grup ruang Pm3m namun masih terdapat beberapa
impuritas. LCZF0,4K (LCZF0,4 yang telah dioptimasi) terbentuk fase brownmillerite
ortorombik Pnma yang lebih dominan. Pada LCZF (x = 0,4-0,6), ukuran kristal
semakin besar namun terjadi penurunan parameter kisi, volume kisi, dan densitas
atomik dengan semakin meningkatnya doping Ca2+
. LCZF0,5 memiliki densitas
paling tinggi yaitu 4,434 gr/cm3, porositas paling rendah yaitu 31,889 % dan
konduktivitas listrik paling tinggi yaitu 3,87 x 10-4
S/cm pada temperatur 300 oC.
Sedangkan LCZF0,4K memiliki konduktivitas listrik paling rendah daripada sampel
LCZF (x = 0,4-0,6). Dengan demikian, LCZF0,5 dapat menjadi kandidat katoda
SOFC yang baik.
Kata kunci: perovskit oksida, LCZF, katoda, SOFC, solid state reaction.
vi
ABSTRACT
This research has been carried out on the development of perovskite material
(LCZF, x = 0.4-0.6) as SOFC cathodes. LCZF perovskite
(x = 0.4-0.6) was synthesized by solid state reaction method at a calcination
temperature of 900 oC using Fe2O3 as a precursor from mill scale oxidation process.
The sample with the highest perovskite phase weight fraction, namely LCZF0.4, was
optimized by increasing the calcination temperature to 1000 oC for increase the purity
of the perovskite phase. The results of XRD characterization showed that the LCZF
perovskite (x = 0.4-0.6) had a cubic structure Pm3m space group but there were still
some impurities. LCZF0.4K (optimized LCZF0.4 sample) formed a dominant
orthorhombic Pnma brownmillerite phase. In LCZF (x = 0.4-0.6), the crystal size is
getting bigger but there is a decrease in lattice parameters, lattice volume, and atomic
density with increasing Ca2+
doping. LCZF0.5 has the highest density of 4.434
gr/cm3, the lowest porosity is 31.889 % and the highest electrical conductivity is 3.87
x 10-4
S/cm at a temperature of 300 oC. While LCZF0.4K has the lowest electrical
conductivity than the LCZF sample (x = 0.4-0.6). Thus, LCZF0.5 can be a good
SOFC cathode candidate.
Keywords: perovskite oxide, LCZF, cathode, SOFC, solid state reaction.
vii
KATA PENGANTAR
Penulis senantiasa memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu
wa Ta’ala karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan judul Pengembangan Material Perovskit
(x = 0,4-0,6) dengan Metode Solid State Reaction untuk
Aplikasi Katoda Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) dengan sebaik-baiknya.
Dalam kegiatan penelitian maupun penyusunan laporan tugas akhir, penulis
mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada tulisan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril maupun
materil.
2. Bapak Nashrul Hakiem, S.Si., M.T, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Kepala Program Studi Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si selaku Dosen Pembimbing Pertama yang
selalu memberi arahan, saran dan dukungan kepada penulis dalam pelaksanaan
maupun penulisan laporan tugas akhir.
viii
5. Bapak Dr. Deni Shidqi Khaerudini, M.Eng selaku Dosen Pembimbing Kedua
yang selalu memberi arahan, dukungan dan saran kepada penulis dalam
pelaksanaan maupun penulisan laporan tugas akhir.
6. Bapak Arif Tjahjono, S.T, M.Si selaku Dosen Penguji Pertama.
7. Ibu Biaunik Niski Kumila, M.S selaku Dosen Penguji Kedua.
8. Para Kakak Alumni, Ikhwan Nur Rahman; M.Si; Adinda Ardani, S.Si; Juli
Hartati, S.Si; dan Ratna Isnanita, S.Si yang selalu memberi arahan, dukungan, dan
saran kepada penulis.
9. M. Ilham Kharismawan selaku Partner yang selalu membantu dan mendukung
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
10. Seluruh teman-teman Program Studi Fisika 2017 dan P2F, LIPI karena telah
berteman baik dan memberikan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun selalu penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap laporan ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 26 Juli 2021
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Tujuan Penelitian 6
1.4. Batasan Masalah 6
1.5. Manfaat Penelitian 7
1.6. Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1. Perovskit Oksida 10
2.2. Oxygen Reduction Reaction (ORR) 13
2.2.1. Mekanisme ORR 14
2.2.2. Perovskit Oksida sebagai Material ORR 15
2.3. Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) 16
2.3.1. Prinsip Kerja SOFC 17
2.3.2. Intermediate Temperature Solid Oxide Fuel Cell (IT-SOFC) 19
2.4. Perkembangan Katoda SOFC 20
2.5. Mill Scale 26
2.6. Solid State Reaction 27
x
2.6.1. Ball Milling 28
2.6.2. Kalsinasi 28
BAB III METODE PENELITIAN 29
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 29
3.2. Alat dan Bahan 29
3.2.1. Alat 29
3.2.2. Bahan 32
3.3. Prosedur Penelitian 32
3.3.1. Sintesis Fe2O3 34
3.3.2. Sintesis Perovskit LCZF (x = 0,4-0,6) 36
3.3.3. Karakterisasi dan Pengujian 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42
4.1. Hasil Sintesis Fe2O3 sebagai Prekursor 42
4.2. Hasil Sintesis Perovskit LCZF 45
4.2.1 Hasil Analisis Karakterisasi XRD Perovskit LCZF (x = 0,4-0,6) 47
4.2.2 Hasil Analisis Karakterisasi XRD LCZF (x = 0,4) Optimasi 54
4.2.3 Hasil Analisis Densitas dan Porositas LCZF (x = 0,4-0,6) 56
4.2.4 Hasil Analisis Densitas dan Porositas LCZF (x = 0,4) Optimasi 58
4.2.5 Hasil Analisis Konduktivitas Listrik LCZF (x = 0,4-0,6) 58
4.2.6 Hasil Analisis Konduktivitas Listrik LCZF (x = 0,4) Optimasi 61
BAB V PENUTUP 63
5.1. Kesimpulan 63
5.2. Saran 64
DAFTAR PUSTAKA 65
LAMPIRAN 75
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jari-jari ion , , , , dan [24][25][26] 12
Tabel 2.2 Parameter struktur kristal La1-xCaxFeO3 (x = 0,0-0,4) 26
Tabel 3.1 Massa masing-masing prekursor pembuatan perovskit LCZF (x = 0,4; 0,5;
dan 0,6) 37
Tabel 4.1 Data hasil penghalusan XRD Fe2O3 menggunakan metode Rietveld 43
Tabel 4.2 Hasil analisis XRF Fe2O3 44
Tabel 4.3 Hasil perhitungan faktor toleransi Goldschmidt perovskit LCZF 46
Tabel 4.4 Data hasil penghalusan perovskit LCZF (x = 0,4-0,6) menggunakan
metode Rietveld 53
Tabel 4.5 Data hasil penghalusan sampel LCZF0,4K menggunakan metode
Rietveld 56
Tabel 4.6 Hasil perhitungan densitas dan porositas sampel LCZF (x = 0,4-0,6) 57
Tabel 4.7 Hasil perhitungan konduktivitas listrik sampel LCZF (x = 0,4-0,6) 60
Tabel 4.8 Hasil perhitungan energi aktivasi sampel LCZF (x = 0,4-0,6) 60
Tabel 4.9 Hasil perhitungan konduktivitas listrik sampel LCZF0,4K 62
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan energi aktivasi sampel LCZF0,4K 62
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur kristal kubik ideal perovskit LaFeO3 [20] 10
Gambar 2.2 Hubungan antara perovskit, grenier, dan brownmillerite: kotak merah
adalah kekosongan oksigen 13
Gambar 2.3 Mekanisme ORR pada katoda: dan masing-masing mewakili fase
elektronik, gas, dan ionik [35] 15
Gambar 2.4 Elemen unsur dalam perovskit oksida ABO3 [9] 16
Gambar 2.5 Mekanisme SOFC: Ion oksigen bereaksi dengan hidrogen (bahan bakar)
secara elektrokimia, dan elektron mengalir melalui rangkaian luar untuk
menghasilkan energi listrik [19] 19
Gambar 2.6 Fenomena peran fase elektronik (α), gas (β), dan ionik (γ) dalam
mencapai reduksi oksigen [20] 21
Gambar 2.7 Hasil SEM dengan berbagai ukuran perbesaran; (A, B) LSZF x = 0,1;
(C) x = 0,2; dan (D) x = 0,3 [13] 22
Gambar 2.8 Pola XRD LCF (x = 0,0; 0,2; dan 0,4) [10] 24
Gambar 2.9 Mikrostruktur LCF (a) x = 0,0; (b) x = 0,2; dan (c) x = 0,4 hasil SEM
[10] 24
Gambar 2.10 Pola XRD LCF (x = 0,0-1,0) [11] 25
Gambar 2.11 Mikrostruktur LCF (x = 0,3-0,5) [11] 26
Gambar 3.1 (a) Horizontal tubular furnace (P2F, LIPI), (b) alat milling (Hitachi-
Efoup 1 HP Elektro Motor), (c) planetary ball milling (Retsch-PM200), (d) alat
kompaksi (Carver), (e) cetakan pellet, (f) piknometer, (g) furnace (KSL-1700X), (h)
muffle furnace, dan (i) oven (BINDER GmbH lm Mittleren Osch 5) 31
Gambar 3.2 (a) Mill scale, (b) La2O3, (c) CaCO3, (d) ZnO, dan (e) etanol 32
Gambar 3.3 Diagram prosedur penelitian 33
Gambar 3.4 Sketsa sampel: mill scale (atas) dan CaCO3 (bawah) 34
Gambar 3.5 Ilustrasi mekanisme kalsinasi mill scale (horizontal tubular furnace,
P2F, LIPI) 35
Gambar 3.6 Ilustrasi kondisi sampel saat proses milling 35
Gambar 3.7 Diagram tahapan sintesis Fe2O3 dari mill scale melalui proses
oksidasi 36
Gambar 3.8 Ilustrasi kondisi sampel saat proses milling 38
Gambar 3.9 Ilustrasi sampel saat dikeringkan dalam oven 38
Gambar 3.10 Ilustrasi kondisi sampel saat kalsinasi (KSL-1700X) 38
Gambar 4.1 Difraktogram XRD Fe2O3 43
xiii
Gambar 4.2 Plot hasil penghalusan XRD Fe2O3 antara data observasi, kalkulasi, dan
background menggunakan metode Rietveld 43
Gambar 4.3 Fe2O3 (a) sebelum dan (b) setelah dimiliing 44
Gambar 4.4 Sampel (atas) sebelum dikalsinasi dan (bawah) setelah dikalsinasi pada
(a) LCZF0,4; (b) LCZF0,5; dan (c) LCZF0,6 47
Gambar 4.5 Plot hasil penghalusan XRD sampel (a) LCZF0,4; (b) LCZF0,5; dan (c)
LCZF0,6 antara data observasi, kalkulasi, dan background menggunakan metode
Rietveld 49
Gambar 4.6 (a) Difraktogram XRD sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6 serta
(b) pergeseran puncak difraksi 51
Gambar 4.7 Grafik hubungan penambahan ion Ca2+
terhadap (a) parameter kisi, (b)
volume kisi dan densitas atomik pada sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6 51
Gambar 4.8 Visualisasi struktur kristal kubik perovskit (a) LCZF0,4; (b) LCZF0,5;
dan (c) LCZF0,6 54
Gambar 4.9 Plot hasil penghalusan XRD sampel LCZF0,4K antara data observasi,
kalkulasi, dan background menggunakan metode Rietveld 55
Gambar 4.10 (a) Difraktogram XRD sampel LCZF0,4K dan (b) pergeseran puncak
difraksi 55
Gambar 4.11 Visualisasi struktur kristal ortorombik fase brownmillerite 56
Gambar 4.12 Grafik hubungan antara densitas dan porositas sampel LCZF0,4;
LCZF0,5; dan LCZF0,6 58
Gambar 4.13 Grafik (a) hubungan antara konduktivitas listrik dengan temperatur dan
(b) plot Arrhenius sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6 59
Gambar 4.14 Grafik (a) hubungan antara konduktivitas listrik dengan temperatur dan
(b) plot Arrhenius sampel LCZF0,4K 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengembangan material yang dapat digunakan sebagai perangkat teknologi
energi alternatif perlu dilakukan karena meningkatnya permintaan untuk mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil. Sel bahan bakar oksida padat (SOFC) adalah
solusi untuk masalah energi dan lingkungan yang kita hadapi sekarang maupun di
masa depan. SOFC diyakini memainkan peran penting dalam teknologi energi di
masa depan, karena mampu memproduksi energi dengan mengkonversi bahan bakar
kimia ke listrik langsung dari oksigen dan hidrogen atau bahan bakar hidrokarbon
dengan efisiensi tinggi dan emisi gas rumah kaca yang relatif sedikit [1].
Biasanya, SOFC harus dioperasikan pada suhu tinggi sekitar 800-1000 °C
agar tidak terjadi overpotensial katodik tinggi jika dioperasikan pada suhu yang lebih
rendah [2][3]. Namun pada suhu yang tinggi kinetika reakasi reduksi oksigen (ORR)
lambat sehingga mengakibatkan penurunan efisiensi perangkat karena ORR
merupakan kontributor utama ketahanan keseluruhan komponen SOFC [2]. Selain
itu, operasi suhu tinggi pada SOFC menyebabkan degradasi material yang lebih cepat
dan biaya operasional yang tinggi. Oleh karena itu, material katoda yang sesuai dan
sejalan dengan peningkatan aktivitas ORR akan memungkinkan pengoperasian suhu
yang lebih rendah pada SOFC, sehingga dapat meningkatkan masa pakai sel bahan
2
bakar karena memperlambat degradasi material. Selain itu, juga dapat menurunkan
biaya operasional [3].
Komposisi dan struktur mikro material katoda berdampak besar terhadap
kinerja SOFC. Desain material dengan komposisi yang tepat melalui oksigen
terkontrol nonstoikiometri dapat meningkatkan konduktivitas ionik dan elektronik
serta sifat katalitik pada ORR. Performa sel dapat lebih ditingkatkan melalui
optimalisasi mikrostruktur untuk memperluas Three Phase Boundary (TPB) [4].
Perovkskit oksida telah dipelajari sebagai material yang menjanjikan sebagai
katalis ORR yang sangat aktif untuk mengganti katoda logam mulia yang berbiaya
mahal [5]. Suntivich dkk. [6] melaporkan bahwa perovskit oksida logam transisi
memiliki aktivitas elektrokatalitik yang tinggi untuk ORR. Hal tersebut juga
menunjukkan bahwa aktivitas ORR pada permukaan perovskit oksida terkait dengan
proses yang terjadi pada kation sisi-B, menunjukkan kekuatan ikatan antar ion logam
transisi dan oksigen yang teradsorpsi [5]. Sebagai bahan katalitik ORR, perovskit
oksida ABO3 dengan keunikan sifat fisik dan kimiawi juga telah mendapatkan
banyak perhatian dalam penelitian beberapa tahun terakhir, seperti variabel struktur
kristal dan nonstoikiometrik kimia mempengaruhi struktur elektronik dari sisi aktif
dan mempromosikan performa ORR dengan meningkatkan adsorpsi O2 serta
mengaktifkan ikatan O-O [7].
Fokus utama penelitian ini adalah melakukan pengembangan material
perovskit dengan memodifikasi sisi-A dengan logam tanah jarang golongan lantanida.
Lantanum (La) meupakan elemen yang sesuai pada sisi-A karena jari-jari ioniknya
yang paling tinggi diantara golongan lantanida lainnya sehingga mempromosikan
3
sifat katalitik yang baik [7]. Dalam sistem (Ln = lantanida, A = logam
alkali tanah), kalsium (Ca) adalah salah satu elemen doping yang efektif di sisi-A
pada sistem ABO3, selain berbiaya rendah [8], Ca bisa menjadi kandidat yang baik
karena kesamaan jari-jari ioniknya dengan La3+
yang dapat memberikan stabilitas
yang lebih tinggi dari pada dengan doping strontinum (Sr) [9]. Penelitian sebelumnya
melaporkan bahwa konduktivitas listrik meningkat seiring dengan meningkatnya
komposisi Ca [10][11]. Oleh karena itu, doping Ca sangat penting untuk
meningkatkan konsentrasi pembawa muatan pada material lanthanum besi oksida
untuk menghasilkan konduktivitas listrik tinggi [10].
Hassan dkk. melaporkan bahwa pada La1-xCaxFeO3 (LCF), dengan x = 0,0;
0,2; dan 0,4; sampel LCF (x = 0,4) memiliki konduktivitas listrik tertinggi yang
menandakan meningkatnya konduktivitas listrik dengan meningkatnya doping Ca
[10]. Selain itu, Kagomiya dkk. melakukan studi tentang La1-xCaxFeO3-δ (LCF)
dengan x = 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1,0. Berdasarkan uji
konduktivitas, LCF x = 0,3 dan 0,4 memiliki konduktivitas listrik tertinggi daripada
sampel lain [12].
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengembangan pada sisi-B dengan
memodifikasi dengan spesies logam transisi berbiaya rendah Zn yang sebelumnya
telah dilaporkan bahwa dapat meningkatkan reduksi dan mempengaruhi nilai Thermal
Expansion Coefficient (TEC) oksigen elektrokatalitik. Hal tersebut menunjukkan
bahwa prospek yang besar untuk aplikasi katoda Intermediate Temperature-Solid
Oxide Fuel Cell (IT-SOFC). Selain itu, diketahui bahwa peningkatan konduktivitas
listrik sangat tinggi dipengaruhi oleh konsentrasi Fe pada sisi-B [13].
4
(x = 0,2) dilaporkan oleh Javed dkk. sebagai material katoda
IT-SOFC yang menjanjikan [14]
Prekursor yang digunakan dalam pembentukan perovskit pada penelitian ini
merupakan mineral-mineral dan elemen yang melimpah di Indonesia sebagai bentuk
upaya memanfaatkan potensi bahan lokal. Kementeriaan Energi dan Sumber Daya
Mineral (KESDM) tahun 2018 melaporkan bahwa terdapat 17,6 triliun ton kalsium
karbonat (CaCO3); 701,68 juta ton seng oksida (ZnO) di seluruh Indonesia; dan
potensi Logam Tanah Jarang (LTJ) yang juga cukup besar dimiliki Indonesia, salah
satunya lantanum oksida (La2O3) yaitu terdapat sebanyak 7 juta ton di beberapa
provinsi di Indonesia dalam bentuk mineral monasit [15]. Selain itu, di Indonesia
memiliki total sumber daya bijih besi primer (Fe) sebanyak 5,03 miliar ton [15]
namun banyak dijadikan bahan baku produksi baja. Pada tahun 2020, jumlah
produksi baja di Indonesia diprediksi mencapai 13,67 juta ton per tahun [16] yang
mana dari setiap ton produk baja yang dihasilkan diperoleh sebanyak 35-40 kg mill
scale [17]. Hal ini membuat cadangan bijih besi semakin berkurang karena terus
digunakan untuk kebutuhan produksi baja dan semakin melimpahnya limbah mill
scale [18] sehingga pemanfaatan mill scale perlu dikembangkan lebih lanjut. Dalam
penelitian ini, mill scale dimanfaatkan sebagai bahan baku sintesis Fe2O3 melalui
proses oksidasi sebagai prekursor pembuatan perovskit, yang kemudian
dikaraketrisasi menggunakan XRD dan XRF untuk menganalisis struktur kristalin
dan kandungan serta kemurnian sampel.
5
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan material perovskit baru
(LCZF), dengan x = 0,4; 0,5; dan 0,6 yang diharapkan
mencapai kemurnian yang tinggi dan selanjutnya dapat dioptimasi menjadi material
ORR yang aktif pada katoda SOFC terutama pada IT-SOFC. Doping La dengan Ca
pada sisi-A akan meningkatkan konduktivitas listrik dan doping Fe dengan Zn pada
sisi-B akan meningkatkan reduksi oksigen serta mempengaruhi nilai TEC oksigen
elektrokatalitik yang diharapkan mampu memberikan kestabilan seperti yang telah
dilaporkan oleh penelitian relevan sebelumnya. Material ini disintesis menggunakan
metode solid state reaction karena pada penelitian ini digunakan prekursor berbahan
oksida, serta proses dan peralatan yang dibutuhkan juga sederhana. Selain itu, dapat
dihasilkan produk dengan tingkat kristalinitas tinggi. Sebagai studi awal, kemudian
dikarakterisasi dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui
struktur kristalin, Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) untuk mengetahui
nilai konduktivitas listrik terutama pada daerah temperatur rendah yaitu rentang
temperatur ruang (R.T.) sampai 300 oC, dan dilakukan pengujian densitas untuk
mengetahui nilai densitas dan porositas perovskit LCZF.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana hasil sintesis prekursor Fe2O3 melalui proses oksidasi dan
perovskit (x = 0,4-0,6) dengan metode solid state
reaction?
6
2. Bagaimana struktur kristalin, densitas dan porositas, serta konduktvitas listrik
material perovskit (x = 0,4-0,6)?
3. Bagaimana struktur kristalin, densitas dan porositas, serta konduktvitas listrik
material perovskit pada sampel dengan persentase
fase perovskit lebih tinggi setelah dioptimasi?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis hasil sintesis prekursor Fe2O3 melalui proses oksidasi dan
perovskit (x = 0,4-0,6) dengan metode solid state
reaction.
2. Menganalisis struktur kristalin, densitas dan porositas, serta konduktvitas
listrik material perovskit (x = 0,4-0,6).
3. Menganalisis struktur kristalin, densitas dan porositas, serta konduktivitas
listrik material perovskit pada sampel dengan
persentase fase perovskit lebih tinggi setelah dioptimasi.
1.4. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Membahas hasil sintesis Fe2O3 dari mill scale hasil cold rolling PT. Krakatau
Steel melalui proses oksidasi pada temperatur kalsinasi 900 oC selama 3 jam
dan dry milling pada kecepatan 200 rpm selama 3 jam sebagai prekursor.
2. Membahas hasil proses sintesis material perovskit
(x = 0,4-0,6) dengan metode solid state reaction melalui proses wet milling
7
dengan medium etanol pada kecepatan 400 rpm selama 12 jam dan pada
temperatur kalsinasi 900 oC selama 5 jam.
3. Membahas hasil analisis struktur kristalin dengan metode penghalusan
Rietveld dan ukuran kristal dengan metode Debye-Scherrer, pengujian
densitas dan porositas, serta konduktvitas listrik pada rentang temperatur
R.T.-300 oC material perovskit (x = 0,4-0,6).
4. Melakukan optimasi pada material perovskit pada
sampel dengan persentase fase perovskit lebih tinggi dengan meningkatkan
temperatur kalsinasi menjadi 1000 oC.
5. Membahas hasil analisis struktur kristalin dengan metode penghalusan
Rietveld dan ukuran kristal dengan metode Debye-Scherrer, pengujian
densitas, serta konduktvitas listrik material perovskit
pada sampel dengan persentase fase perovskit lebih tinggi setelah dioptimasi.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menambah pengetahuan tentang bagaimana sintesis Fe2O3 dari mill scale
melalui proses oksidasi sebagai prekursor.
2. Menambah pengetahuan tentang bagaimana proses sintesis material perovskit
(x = 0,4-0,6) dengan metode solid state reaction.
3. Menambah pengetahuan tentang bagaimana struktur kristalin, densitas dan
porositas, serta konduktivitas listrik material perovskit
(x = 0,4-0,6).
8
4. Menambah pengetahuan tentang bagaimana struktur kristalin, densitas dan
porositas, serta konduktivitas listrik material perovskit
pada sampel dengan persentase fase perovskit lebih
tinggi setelah dioptimasi.
5. Menjadi referensi tambahan untuk penelitian-penelitian selanjutnya terkait
pengembangan Fe2O3 dan material perovskit (x =
0,4-0,6) sebagai katoda SOFC.
1.6. Sistematika Penulisan
Laporan TA ini meliputi BAB I sampai BAB V yang secara singkat diuraikan
sebagai berikut.
BAB I: Pendahuluan
Pada BAB I berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dari penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II: Tinjauan Pustaka
Pada BAB II berisikan teori dan informasi tentang material perovskit oksida, Oxygen
Reduction Reaction (ORR), Solid Oxide Fuel Cell (SOFC), perkembangan katoda
SOFC, mill scale, dan solid-state reaction.
BAB III: Metode Penelitian
Pada BAB III berisikan informasi tentang waktu dan tempat pelaksaaan penelitian
TA, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, dan prosedur penelitian.
9
BAB IV: Hasil Dan Pembahasan
Pada BAB IV berisikan informasi tentang hasil dan pembahasan tentang sintesis
Fe2O3 dari mill scale melalui proses oksidasi sebagai prekursor, sintesis material
perovskit (x = 0,4- 0,6) dengan metode solid-state reaction,
analisis struktur kristalin dengan metode penghalusan Rietveld dan ukuran kristal
dengan metode Debye-Scherer material perovskit; analisis densitas dan porositas,
serta konduktivitas listrik pada R.T.-300 oC pada masing-masing variasi komposisi x
= 0,4; 0,5; dan 0,6 serta pada sampel dengan persentase fase perovskit lebih tinggi
setelah dioptimasi.
BAB V: Penutup
Pada BAB V berisikan pemaparan kesimpulan-kesimpulan hasil dan pembahasan
pada BAB IV dan saran untuk menunjang kegiatan TA atau penelitian selanjutnya
agar lebih baik.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perovskit Oksida
Perovskit merupakan oksida logam yang memiliki rumus umum ABO3 yang
mana sisi-A terdiri dari ion-ion logam blok s, d, atau f yang memiliki jari-jari ion
lebih besar biasanya logam tanah jarang dari deret lantanida dan aktinida, sedangkan
sisi-B terdiri dari ion-ion logam transisi [19]. Perovskit dengan rumus kimia
A1-xA’xB1-yB’yO3 memiliki struktur-grup ruang antara lain ortorombik-Pbmn,
rombohedral-R ̅c, atau kubik-Pm ̅m [20]. LaFeO3 merupakan perovskit yang
memiliki struktur kubik-Pm ̅m dengan parameter kisi sebesar 3,957
dan = 90o [21].
Gambar 2.1 Struktur kristal kubik ideal perovskit LaFeO3 [21].
Untuk membentuk perovskit oksida, jari-jari ion sisi A dan sisi B harus
memenuhi Persamaan (2.1) [22].
√ (2.1)
11
Yang mana t adalah faktor toleransi, , dan mewakili jari-jari ion kation sisi-A,
kation sisi-B dan anion oksigen. Pada tabel Tabel 2.1 disajikan data jari-jari ion dari
, , , , dan yang akan dikembangkan sebagai elemen katoda
dalam penelitian ini. Perovskit oksida kubik ideal memiliki nilai sekitar 0,9-1. Jika
atom-atom pada posisi A dan B digantikan oleh unsur-unsur lain dalam proporsi yang
besar, maka nilai t berada diantara
√ sampai 1, mengakibatkan perubahan panjang
ikatan A-O dan B-O sehingga membentuk struktur lainnya yaitu tetragonal,
ortogonal, dan trigonal. Namun kestabilan struktur dapat dipertahankan meskipun ion
A dan B berukuran sangat berbeda. Karena kelenturan strukturnya, berbagai oksigen
kosong terdapat pada oksida perovskit ABO3 tanpa runtuhnya struktural. Kehadiran
dari kekosongan oksigen ini dapat menyebabkan perovskit oksida menunjukkan sifat
fisika dan kimia yang berbeda, termasuk feroelektrik, magnet, elektrokatalitik dan
sifat fotokatalitik [23].
Selain itu, perovskit oksida dapat digunakan sebagai membran pengantar
campuran ion oksigen dan elektron (Mixed Ionic and Electronic Conducting, MIEC)
karena memiliki kekosongan oksigen pada kisi kristalnya melalui proses reaksi
reduksi-oksidasi sehingga memiliki konduktivitas ion oksigen. Perovskit oksida
memiliki konduktivitas ion oksigen lebih tinggi daripada material lainnya
berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan terhadap fluks permeasi oksigennya
[24].
12
Tabel 2.1 Jari-jari ion , , , , dan [25][26][27]
Ion logam Bilangan koordinasi Jari-jari ion ( )
12 1,36
12 1,34
6 0,74
6 0,64
2 1,35
Pada sistem LaCaFeO3 (LCF) terdapat tiga struktur kristal yang berbeda, yaitu
ABO3 (perovskit), A’A2B3O8 (grenier), dan A’2B2O5 (brownmillerite). Fase grenier
dan brownmillerite dapat dianggap sebagai turunan dari struktur perovskit dengan
urutan kekosongan oksigen dalam arah pseudo-kubik [28]. Bidang oktahedral yang
hampir identik pada ketiga struktur kristal tersebut memungkinkan penumpukan
dengan berbagi bidang oktahedral yang sama yang disebut intergrowths [29]. Ketika
Ca2+
disubstitusi ke La3+
pada sisi-A, terdapat ketidakseimbangan yang dapat
dikompensasi dengan pembentukan kekosongan oksigen yang tidak teratur atau
peningkatan muatan Fe dari Fe3+
menjadi Fe4+
[30] sehingga bertranformasi menjadi
grenier atau brownmillerite sebagai hasil dari kekosongan oksigen [28].
13
Gambar 2.2 Hubungan antara perovskit, grenier, dan brownmillerite: kotak merah adalah kekosongan
oksigen
2.2. Oxygen Reduction Reaction (ORR)
ORR sangat penting untuk konversi energi, khususnya dalam bidang
pengembangan sel bahan bakar (fuel cell) dan metal-air battery [31]. Dalam larutan
air, ORR dapat diproses melalui transfer 4 elektron atau 2 elektron [32]. Oksigen
direduksi untuk membentuk H2O dalam medium asam atau OH- hidroksida dalam
medium basa [22].
ORR adalah reaksi yang terjadi di katoda. Namun biasanya, kinetika ORR
sangat lambat yang disebabkan oleh ORR yang sangat ireversibel dan persilangan
bahan bakar di katoda yang menyebabkan potensi campuran, yang berpotensi
kerugian dan pengurangan efisiensi sebanyak 25% sehingga mengurangi kinerja ORR
[33].
Untuk mempercepat kinetika ORR agar tercapai performa yang baik dalam
fuel cell, diperlukan katalis ORR pada katoda. Elektrokatalis tersebut meliputi logam
mulia dan paduannya, bahan karbon, kuinon dan turunannya, senyawa makrosiklik
logam transisi, kalkogenida logam transisi, dan karbida logam transisi [34].
14
2.2.1. Mekanisme ORR
Fungsi katoda adalah mereduksi molekul oksigen menjadi ion oksigen seperti
yang diwakili oleh Persamaan (2.2). Reaksi ini berlangsung melalui (1) difusi O2
melalui katoda berpori, (2) adsorpsi O2 ke permukaan katoda, (3) reduksi sempurna
atau parsial O2 menjadi ion oksigen seperti O2-
dan O−
dan (4) migrasi ion oksigen ke
elektrolit melalui permukaan katoda, antarmuka katoda-elektrolit dan Three Phase
Boundary (TPB). Performa ORR terutama dikendalikan oleh pertukaran oksigen
(termasuk adsorpsi oksigen disosiatif dan penggabungan kisi) atau difusi ion oksigen
[35].
O2 + 4e- → 2O
2- (2.2)
Pada Gambar 2.3 dijelaskan mekanisme ORR meliputi (a) penggabungan
molekul oksigen ke dalam fase elektronik, (b) adsorpsi dan / atau reduksi parsial
molekul oksigen di permukaan fase elektronik, (c) migrasi fase permukaan ion
oksigen (masing-masing O2-
dan On-
) menuju antarmuka , (d) transfer muatan
O2−
atau On−
melintasi antarmuka , dan (e) satu atau beberapa mekanisme
dimana elektrolit aktif untuk menghasilkan dan mengangkut spesies oksigen [36].
15
Gambar 2.3 Mekanisme ORR pada katoda: dan masing-masing mewakili fase elektronik, gas,
dan ionik [36].
2.2.2. Perovskit Oksida sebagai Material ORR
Pada awal 1970-an, Meadowcroft pertama kali menyintesis perovskit oksida
LaCoO3 dan mendemonstrasikan aplikasinya sebagai elektrokatalis untuk Oxygen
Reduction Reaction (ORR). Sejak itu, banyak perovskit oksida dengan berbagai
kation A dan B dengan aktivitas katalitik yang berbeda telah dilaporkan. Hingga saat
ini, sekitar 90% unsur logam dalam Tabel Periodik dapat menjadi kation pada
perovskit oksida ABO3 (Gambar 2.4) [37].
Untuk aplikasi katalisis dalam ORR, hanya logam alkali tanah dan logam
tanah jarang yang menjadi kation sisi-A yang populer [37]. Perbedaan komposisi
kation sisi-A akan menghasilkan perbedaan struktur kristal dan struktur elektronik
perovskit, sehingga mempengaruhi aktivitas ORR. Sebagai contoh, studi awal
menunjukkan bahwa aktivitas ORR logam tanah jarang dengan elemen sisi-A dalam
perovskit oksida ABO3 menunjukkan bahwa La > Pr > Nd > Sm > Gd > Y > Dy >
Yb. Oksida perovskit yang mengandung La memiliki aktivitas katalitik tertinggi
16
karena La memiliki jari-jari ionik terbesar, yang mengarah ke kristal dan struktur
elektronik yang paling mendukung untuk ORR. Kation sisi-B umumnya dari logam
transisi dengan orbital d yang tidak terisi penuh, terutama orbital 3d yang tidak terisi
penuh [7]. Kation sisi-B pada perovskit oksida memainkan peran yang lebih penting
dalam ORR daripada kation sisi-A karena reaksi redoks umumnya terjadi di sisi-B
[5].
Gambar 2.4 Elemen unsur dalam perovskit oksida ABO3 [9]
2.3. Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
SOFC adalah sel bahan bakar padat yang mana merupakan suatu jenis
perangkat elektrokimia yang mampu mengubah energi kimia menjadi energi listik
secara langsung sehingga lebih efisien dan bahan bakarnya bersifat ramah lingkungan
[38]. SOFC terbuat dari bahan keramik (oksida logam) yang memiliki stabilitas dan
keandalan yang sangat baik [39]. SOFC beroperasi pada temperatur 800-1000 oC
yang mana pada temperatur tersebut konduktivitas ionik pada elektrolit dapat
17
berlangsung dengan baik [38]. Satu sel perangkat SOFC terdiri dari elektroda (katoda
dan anoda) yang dipisahkan oleh elektrolit. Katoda berperan sebagai tempat
tereduksinya zat oksidan (gas oksigen), anoda berperan sebagai tempat tereduksinya
bahan bakar (gas hidrogen) dan elektrolit berperan sebagai jembatan antara anoda dan
katoda [40].
Perangkat SOFC sebagai energi alternatif memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya:
a. Jenis fuel cell yang paling efisien dalam hal menghasilkan listrik [41].
b. Konsep SOFC melibatkan konduksi ion oksigen (O=) di dalam elektrolit pada
temperatur tinggi membuat jenis fuel cell ini secara inheren lebih fleksibel
daripada jenis fuel cell lainnya [39].
c. Sebagian besar fuel cell lainnya rentan terhadap keracunan karbon monoksida
(CO), sementara SOFC dapat menggunakan CO sebagai bahan bakar untuk
menghasilkan listrik. Sampai saat ini, SOFC telah dioperasikan pada
hidrogen, karbon monoksida, gas alam, propana, gas landfill, solar dan JP-8
[39].
d. Memiliki emisi yang sangat rendah, sehingga ramah lingkungan [41].
2.3.1. Prinsip Kerja SOFC
Prinsip kerja dari SOFC adalah kombinasi reaktan elektrokimia untuk
menghasilkan listrik [41]. Anoda merupakan tempat terjadinya proses oksidasi
hidrogen (H2) yang menghasilkan molekul air (H2O), proton, dan elektron (listrik).
Katoda merupakan tempat terjadinya reaksi penggabungan proton dan elektron untuk
mereduksi molekul oksigen menjadi ion oksigen (O2-
atau O-). Elektrolit adalah
18
media untuk mengalirkan proton dan jembatan bagi ion oksigen dari katoda ke anoda
untuk mengoksidasi H2 kembali dan menghasilkan air [40].
Mekanisme kerja SOFC diilustrasikan pada Gambar 2.5 dimana terdapat dua
elektroda yaitu anoda (sebagai elektroda bahan bakar) dan katoda (sebagai elektroda
udara) diantara elektrolit yang terpisah satu sama lain. Prinsip kerja dari SOFC adalah
menggunakan reaksi redoks (reduksi-oksidasi) pada anoda dan katodanya. Gas
hidrogen yang digunakan sebagai bahan bakar akan dialirkan melalui anoda,
kemudian hidrogen akan mengalami reaksi oksidasi menjadi molekul air. Elektron
yang dilepaskan dari anoda akan dialirkan ke dalam katoda, kemudian terjadi reaksi
reduksi oksigen (ORR) menjadi ion oksigen (O2-
). Ion oksigen yang dihasilkan di
katoda akan melewati elektrolit dengan bantuan oxygen vacancy yang tersedia [42].
Ion oksigen yang melewati elektrolit akan diseleksi untuk diteruskan ke anoda yang
selanjutnya akan mengoksidasi hidrogen kembali menjadi air [43]. Sehingga
keseluruhan reaksi yang terjadi pada sel bahan bakar dapat ditulis sebagai berikut
[43]:
Katoda : 2O2 + 4e- → 2O
2-
Anoda : H2 + O2-
→ H2O + 2e-
Reaksi sel : H2 + ½ O2 → H2O
19
Gambar 2.5 Mekanisme SOFC: Ion oksigen bereaksi dengan hidrogen (bahan bakar) secara
elektrokimia, dan elektron mengalir melalui rangkaian luar untuk menghasilkan energi listrik [19]
2.3.2. Intermediate Temperature Solid Oxide Fuel Cell (IT-SOFC)
Klasifikasi fuel cell dapat dilakukan berdasarkan suhu operasinya dan bahan
elektrolit yang digunakan [44]. SOFC dengan temperatur operasi tinggi (HT-SOFC)
telah dikembangkan dengan elektrolit YSZ (Yttrium-Stabil Zirkonia) bahan fase
tunggal yang telah membuat keberhasilan besar dalm teknologi. Namun teknologi
temperatur operasi tinggi telah menyebabkan biaya tinggi yang menghambat
komersialisasi SOFC [45]. Selain itu, temperatur operasi tinggi juga dapat
menimbulkan masalah pada bahan, misalnya mengalami degradasi termal dan terjadi
reaksi diantara komponen SOFC [46].
Baru-baru ini, kemajuan signifikan dalam mengembangkan SOFC adalah
menurunkan temperatur kerja pada kisaran 600-800 °C dari 800-1000 °C [47]. Tidak
hanya mengurangi biaya sistem dan laju korosi komponen dan sistem. IT-SOFC
memiliki fitur yang menjanjikan dibandingkan dengan HT-SOFC karena
20
membutuhkan waktu pengaktifan yang singkat, tidak terlalu rentan terhadap mekanis
dan tekanan termal dapat dengan mudah dipertahankan, berbagai pilihan material
dapat digunakan, manajemen termal superior dan sangat ekonomis [48].
2.4. Perkembangan Katoda SOFC
Katoda dalam perangkat SOFC berperan sebagai tempat tereduksinya gas
oksigen. Untuk memenuhi hal ini, katoda harus memiliki:
a. Konduktivitas listrik yang tinggi (sebaiknya lebih dari 100 S cm−1
pada
temperatur operasi).
b. Koefisien muai panas (TEC) yang sesuai dan kompatibilitas kimia dengan
elektrolit dan bahan interkoneksi.
c. Struktur mikro berpori untuk memungkinkan gas oksigen berdifusi melalui
katoda ke permukaan anoda atau elektrolit.
d. Stabilitas di bawah atmosfer oksidasi selama fabrikasi dan operasi.
e. Aktivitas katalitik yang tinggi untuk reaksi reduksi oksigen (ORR).
f. Berbiaya rendah [4].
Pengembangan bahan katoda canggih dengan kinerja ORR tinggi sangat
penting untuk SOFC, terutama pada IT-SOFC. Para peneliti mencapai konsensus
bahwa oksida MIEC berpotensi sebagai kandidat katoda IT-SOFC yang menjanjikan.
MIEC sebagai katoda memperpanjang zona reaksi elektrokimia dari area Three-
Phase Boundary (TPB) antara katoda dan elektrolit ke keseluruhan area permukaan
katoda MIEC yang mengarah ke kinerja elektrokimia yang lebih tinggi (Gambar 2.6)
[36].
21
Gambar 2.6 Fenomena peran fase elektronik (α), gas (β), dan ionik (γ) dalam mencapai reduksi
oksigen [20]
Perovskit oksida berbasis kobalt (Co), misalnya La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ
(LSCF) [49] telah dieksplorasi secara luas untuk katoda SOFC karena
konduktivitasnya yang tinggi dan aktivitas katalitik yang sangat baik terhadap ORR.
Sayangnya, mereka cepat terdegradasi, koefisien muai panas (TEC) tinggi, sedikit
atau buruknya kompatibilitas, dan stabilitas kimia yang kurang karena aktivitas
redoks kobalt tinggi [50].
Baru-baru ini, perovskit oksida berbasis besi (Fe) dan seng (Zn) bebas Co
diusulkan sebagai material katoda yang menjanjikan untuk IT-SOFC karena sifatnya
yang sangat baik seperti aktivitas elektrokatalitik yang baik dan stabilitas termal di
bawah kondisi operasi sel bahan bakar dengan hasil TEC yang sangat baik. Selain itu,
Zn lebih sedikit redoks, lebih ramah lingkungan, berbiaya rendah daripada kobalt,
dan meningkatkan konduktivtas karena mengurangi nilai Area Spesific Resistance
(ASR) dari Fe yang agak tinggi [51][52].
Ada beberapa laporan tentang kelebihan kinerja perovskit oksida yang
didoping Zn untuk katoda IT-SOFC, seperti yang telah dilakukan oleh Javed dkk.
22
bahwa material (LSZF) dengan x = 0,1; 0,2; dan 0,3 dengan
struktur kristal ortorombik dan grup ruang Pbn (62). LSZF x = 0,1; 0,2; dan 0,3
masing-masing memiliki ukuran krsitalin rata-rata sebesar 35,2; 32,4; dan 36,5 nm
menggunakan persamaan Debye-Scherrer. Hasil SEM LSZF menunjukkan distribusi
ukuran seragam dari partikel dengan ukuran butir mulai dari 2 hingga 4 m
menunjukkan struktur pori yang baik pada permukaan katoda LSZF. Pada LSZF
x = 0,2 menunjukkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan
komposisi lain dan sesuai dengan hasil XRD (Gambar 2.7) [14]. Mikrostruktur
berpori memfasilitasi jalur difusi yang mudah untuk ion oksigen dan elektron dari
anoda ke katoda dan mengarah ke kinerja elektrokimia yang sangat baik [53]. Maka,
berdasarkan hasil tersebut LSZF x = 0,2 dilaporkan sebagai material katoda IT-SOFC
yang menjanjikan [14].
Gambar 2.7 Hasil SEM dengan berbagai ukuran perbesaran; (A, B) LSZF
x = 0,1; (C) x = 0,2; dan (D) x = 0,3 [14]
23
Perovskit oksida berbasis kalsium (Ca) pada sisi-A telah menarik perhatian
beberapa penelitian terakhir karena Ca dilaporkan dapat meningkatkan konduktivitas
listrik, sifat elektrokimia dan aktivitas katalitik reaksi reduksi oksigen, serta
menurunkan koefisien ekspansi termal contohnya pada Sm1-xCaxBaCo2 (SCBC)
dengan x = 0,0-0,4 [11]. Selain itu, pada LaFeO3 yang biasanya digunakan untuk
aplikasi elektrokeramik karena konduktivitas campurannya (ionik dan elektronik)
yang menarik yang menampilkan cacat ionik dan elektronik [54]. Namun, LaFeO3
tidak menunjukkan konduktivitas ionik dan elektronik yang tinggi. Ketika LaFeO3
didoping dengan Sr atau Ca, menunjukkan konduktivitas yang sangat tinggi, yang
dapat digunakan sebagai material katoda untuk SOFC [55].
Dilaporkan juga bahwa dalam sistem (La = lantanum,
A = logam alkali tanah), Ca adalah salah satu elemen doping yang efektif di sisi-A
pada sistem ABO3, selain berbiaya rendah [8], Ca bisa menjadi kandidat yang baik
karena kesamaan jari-jari ioniknya dengan La3+
yang dapat memberikan stabilitas
yang lebih tinggi dari pada dengan doping strontinum (Sr) [9]. Hassan dkk.
melakukan studi tentang perilaku elektrokatalitik pada perovskit La1-xCaxFeO3 (LCF),
dengan x = 0,0; 0,2; dan 0,4. Gambar 2.8 menunjukkan grafik XRD perovskit LCF
dengan struktur kristal ortorombik. Gambar 2.9 menunjukkan penampakan struktur
mikro LCF oleh SEM dengan rata-rata ukuran butir 200–300 nm. Mikrostruktur
berpori memberikan lebih banyak jalur difusi gas, yang menguntungkan untuk proses
reduksi oksigen dan meningkatkan kinerja katoda, karena reduksi oksigen terjadi
pada TPB dimana ion oksigen, elektron, dan oksigen molekul tersedia [10].
24
Berdasarkan hasil uji konduktivitas listrik, LCF (x = 0,4) menunjukkan
konduktivitas listrik maksimum 148 S/cm pada temperatur 550 oC. Menandakan
meningkatnya konduktivitas listrik dengan semakin meningktnya doping Ca [10]
dikarenakan substitusi Ca2+
terhadap La3+
menyembabkan penambahan hole pada
Fe3+
pada sistem LaFeO3 [12]. Selain itu, dilaporkan bahwa energi aktivasi menurun
dengan semakin meningkatnya doping Ca, yaitu masing-masing sebesar 2,18; 1,81,
dan 1,55 eV pada rentang temperatur 100-850 oC [10] dikarenakan doping Ca
2+
meningkatkan konsentrasi pembawa muatan pada Fe3+
sehingga energi aktivasi
menurun [56].
Gambar 2.8 Pola XRD LCF (x = 0,0; 0,2; dan 0,4) [10]
Gambar 2.9 Mikrostruktur LCF (a) x = 0,0; (b) x = 0,2; dan (c) x = 0,4 hasil SEM [10]
Kagomiya dkk. melakukan studi tentang La1-xCaxFeO3-δ (LCF), dengan x =
0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1,0; bahwa struktur kristal berubah
25
dengan perbedaan komposisi doping Ca, ditunjukkan pada Gambar 2.10 LCF (x =
0,0–0,6) berstruktur ortorombik grup ruang Pnma, dan pada x = 0,7-1,0 berstruktur
grenier dan brownmillerite [12]. Pada Gambar 2.11 menunjukkan struktur mikro
LCF (x = 0,3; 0,4; dan 0,5) bahwa masing-masing memiliki ukuran butir 2, 3, dan 7
m. Berdasarkan uji konduktivitas, LCF x = 0,3 dan 0,4 memiliki konduktivitas
listrik tertinggi daripada sampel lain dengan energi aktivasi 0,16 dan 0,11 eV pada
rentang temperatur 250-500 oC. Maka dapat dikatakan bahwa LCF (x = 0,3 dan 0,4)
adalah kandidat oksida konduktivitas campuran yang baik tanpa ion Sr dan Co dan
dapat menimbulkan peningkatan TPB pada antarmuka antara katoda dan elektrolit
sehingga menghasilkan peningkatan konduktivitas ionik pada simetri sel LCF
[12][10].
Gambar 2.10 Pola XRD LCF (x = 0,0-1,0) [12]
26
Gambar 2.11 Mikrostruktur LCF (x = 0,3-0,5) [12]
Selain itu, semakin meningkatnya doping Ca pada sistem La1-xCaxFeO3
(x = 0,0-0,4) yang diaporkan oleh Irmak, dkk. akan mempengaruhi parameter kisi,
volume kisi, dan ukuran kristal yang semakin berkurang. Hal ini dikarenakan
pengaruh doping Ca2+
yang memiliki jari-jari ion yang lebih kecil daripada La3+
[57].
Tabel 2.2 Parameter struktur kristal La1-xCaxFeO3 (x = 0,0-0,4)
x 3) (nm)
0,0 5,5598 5,5565 7,8569 242,72 77,18
0,1 5,5399 5,5353 7,8216 239,85 56,43
0,2 5,5075 5,5162 7,8024 238,04 51,43
0,3 5,5063 5,4973 7,7721 235,26 33,12
0,4 5,5045 5,4935 7,7755 235,12 24,06
2.5. Mill Scale
Mill scale adalah produk sampingan pembuatan baja dari proses hot rolling
atau cold rolling [17] yang masih memiliki kandungan besi cukup tinggi, yaitu 72 %
[58] dan pada dasarnya terdiri dari oksida besi dan besi logam dengan kandungan
minyak dan variabel lemak [17]. Sebanyak 35-40 kg mill scale diperoleh dari tiap ton
produk baja yang dihasilkan [17]. Pada tahun 2020, jumlah produksi baja di
Indonesia diprediksi mencapai 13,67 juta ton per tahun [16]. Hal ini membuat
27
cadangan bijih besi semakin berkurang karena terusa digunakan untuk kebutuhan
produksi baja sehingga limbah mill scale semakin melimpah [18]. Oleh karena itu,
pemanfaatan mill scale perlu dikembangkan lebih lanjut.
Mill scale kaya akan kandungan besi oksida, yaitu hematit (Fe2O3), magnetit
(Fe3O4) dan wustit (FeO). Selain itu, kandungan senyawa pengotor dalam mill scale,
berupa oksida non-logam sangat rendah, sehingga pemanfaatan mill scale menjadi
produk bernilai tambah tinggi sangat mungkin untuk dilakukan, diantaranya adalah
sebagai bahan baku dalam industri semen, cat atau pigmen, powder metallurgy, dan
pembuatan besi-baja [17][59]. Pada penelitian ini mill scale digunakan sebagai bahan
baku pembuatan Fe2O3 untuk prekursor perovskit LCZF.
Untuk mendapatkan fase hematit dapat dilakukan dengan proses oksidasi mill
scale dalam 2 tahap reaksi, yaitu fase wustit dioksidasi menjadi magnetit dan
selanjutnya fase magnetit dioksidasi menjadi hematit. Mori, dkk menghasilkan
hematit dengan mengoksidasi mill scale dengan zat oksidan udara pada temperatur
1100 oC dalam waktu yang cukup lama yaitu lebih dari 3 jam [60]. Selain itu,
oksidasi menjadi hematit dapat terjadi jika menggunakan 100 % oksigen murni
sebagai zat oksidan dibutuhkan sebanyak 500 mL/menit oksigen pada temperatur
tinggi 1100 oC seperti yang dilakukan oleh Jikar, dkk [61][62].
2.6. Solid State Reaction
Rute solid state melibatkan reaksi dekomposisi kimia, dimana campuran
reaktan padat dipanaskan untuk menghasilkan padatan baru dan gas. Metode ini
biasanya digunakan untuk produksi oksida kompleks dari oksida sederhana, karbonat,
nitrat, hidroksida, oksidaat, alkoksida, dan garam logam lainnya. Biasanya,
28
prosedurnya mencakup beberapa langkah penggilingan sederhana untuk
meningkatkan homogenitas campuran dan untuk mengecilkan ukuran partikel serbuk
dengan beberapa langkah anil (proses perlakuan panas). Rute solid state relatif murah
dan hanya membutuhkan peralatan sederhana. Apalagi dalam volume besar serbuk
dapat disiapkan dengan cara yang relatif sederhana [63].
2.6.1. Ball Milling
Metode solid state dengan menggunakan ball milling merupakan metode
untuk mengubah ukuran partikel material menjadi lebih kecil (nanopartikel). Proses
pengecilan ukuran partikel menggunakan ball mill ini dinamakan sebagai mechanical
milling [64].
Prinsip dari metode ball milling adalah dengan melakukan penghancuran
material menggunakan sejumlah bola penumbuk dalam sebuah tabung vertikal yang
berputar sehingga bola-bola akan menumbuk dan menyebabkan fragmentasi pada
struktur material menjadi ukuran yang sangat halus [65].
2.6.2. Kalsinasi
Kalsinasi pada metode solid state bertujuan untuk menghilangkan zat-zat
yang tidak dibutuhkan (yang masih dapat menguap), dekomposisi panas, dan untuk
mendapatkan fasa baru. Proses ini dilakukan dengan perlakuan panas pada temperatur
tinggi namun masih di bawah titik lelehnya. Kalsinasi harus dilakukan dengan laju
pemanasan yang rendah untuk menghilangkan sisa-sisa zat anorganik dan gas dari
penguraian. Hal ini juga bertujuan supaya tidak terjadi keretakan atau kerusakan
produk [63].
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian Tugas Akhir (TA) skripsi ini terlaksana pada 16 Februari-4 Juni
2021 di Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
3.2.1. Alat
a. Tahap Preparasi Sampel
1) Spatula
2) Neraca analitik (KERN ABJ220-4NM)
3) Wadah
b. Tahap Sintesis
1) Horizontal tubular furnace (P2F, LIPI)
2) Furnace 600-900 oC (KSL-1700X)
3) Muffle furnace 1000 oC
4) Milling (Hitachi-Efoup 1 HP Elektro Motor)
5) Planetary ball millimg (Retsch-PM200)
6) Oven (BINDER GmbH lm Mittleren Osch 5)
30
7) Alat kompaksi 11 ton (Carver)
8) Cetakan pellet baja tahan karat berdiameter 1,5 cm
9) Mortar dan alu
10) Ayakan 500 mesh
c. Tahap Karakterisasi dan Pengujian
1) XRF (S2 Puma, Bruker, Germany)
2) XRD (Rigaku Smartlab)
3) EIS (Autolab)
4) Piknometer 10 mL
d. Perangkat Lunak
1) Match! versi 1.10
2) PowDLL converter versi 2.88.0.0
3) Bella versi 2.23
4) GSAS-EXPGUI
5) Vesta versi 3.5.2
6) OriginPro versi 9.6.5.169
7) Zview versi 3.4e
31
Gambar 3.1 (a) Horizontal tubular furnace (P2F, LIPI), (b) alat milling (Hitachi-Efoup 1 HP Elektro
Motor), (c) planetary ball milling (Retsch-PM200), (d) alat kompaksi (Carver), (e) cetakan pellet,
(f) piknometer, (g) furnace (KSL-1700X), (h) muffle furnace, dan (i) oven (BINDER GmbH lm
Mittleren Osch 5)
(a) (g)
(b)
(c)
(i)
(h)
(d) (e)
(f)
32
3.2.2. Bahan
a. Mill scale 400 mesh (hasil cold rolling, PT. Krakatau Steel)
b. Lantanum oksida (La2O3) teknis (95,261 %)
c. Kalsium karbonat (CaCO3) teknis (93,669 %)
d. Seng Oksida (ZnO) teknis (95,314 %)
e. Etanol (C2H5OH) teknis
Gambar 3.2 (a) Mill scale, (b) La2O3, (c) CaCO3, (d) ZnO, dan (e) etanol
3.3. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini, prosedur penelitian dibagi menjadi empat tahap yaitu,
tahap sintesis besi oksida (Fe2O3) dari mill scale sebagai prekursor, sintesis material
perovskit LCZF, karakterisasi dan pengujian, analisa dan pembahasan, serta
kesimpulan. Secara garis besar, tahapan-tahapan penelitian tersebut dijelaskan pada
Gambar 3.3 di bawah ini.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
33
Gambar 3.3 Diagram prosedur penelitian
Semua prekursor La2O3, CaCO3, ZnO, dan Fe2O3
ditimbang sesuai dengan perhitungan stoikiometri
Campurkan dan ball mill semua prekursor dengan
pelarut etanol selama 12 jam dengan kecepatan 400 rpm
Keringkan cairan sampel dalam oven pada temperatur 80 oC selama 24 jam
Kalsinasi serbuk sampel pada temperatur 900 oC selama
5 jam dengan laju pemanasan 5 oC/menit
Karakterisasi XRD
dan pengujian
Analisa dan
pembahasan
Mulai
Sintesis Fe2O3
Ayak serbuk sampel dengan ayakan 500 mesh
Selesai
x= 0,4 x= 0,5 x= 0,6
Uji densitas, porositas,
dan konduktivitas
Impuritas
terendah Peningkatan
temperatur
kalsinasi
1000 oC
Karakterisasi
XRD
Sampel lain
Analisa impuritas
sampel
Kesimpulan
34
3.3.1. Sintesis Fe2O3
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan prekursor Fe2O3 berbahan lokal
dengan memanfaatkan limbah hasil produksi baja (mill scale). Sintesis Fe2O3
dilakukan melalui proses oksidasi dengan CaCO3 sebagai media penyimpan
panas [66] yang dijelaskan pada persamaan berikut [66][67].
CaCO3 + heat CaO + CO2 (3.1)
FeO + CO2 Fe3O4 + CO2 Fe2O3 (3.2)
Pertama, masing-masing prekursor, mill scale dan CaCO3 ditimbang
dengan perbandingan 80:20. Kemudian masing-masing diletkkan pada bagian
atas dan bawah crucible. Lalu dikalsinasi (Horizontal tubular furnace, P2F
LIPI) selama 3 jam dengan laju pemanasan 4 oC/menit. Setelah itu dimilling
(dry) (Hitachi-Efoup 1 HP Elektro Motor) selama 2 jam menggunakan jar
berbahan keramik dan ball mill berbahan alumina. Ball to powder (BPR) yang
digunakan yaitu 20:1 dan Big:Medium:Small ball mill BMS yaitu 4:2:4.
Terakhir, dikarakterisasi menggunakan XRD dan XRF untuk mengetahui fase
dan kuantitas kemurnian sampel. Tahapan sintesis Fe2O3 dijelaskan pada
Gambar 3.7.
Gambar 3.4 Sketsa sampel: mill scale (atas) dan CaCO3 (bawah)
CO CO
Penutup crucible
Crucible
Mill scale
CaCO3
36
Gambar 3.7 Diagram tahapan sintesis Fe2O3 dari mill scale melalui proses oksidasi
3.3.2. Sintesis Perovskit LCZF (x = 0,4-0,6)
Tahap pertama sintesis, yaitu masing-masing prekursor, La2O3, CaCO3, ZnO,
dan Fe2O3 ditimbang sesuai dengan perhitungan stiokiometri dengan reaksi kimia
sebagai berikut.
A CaCO3 + B La2O3 + C ZnO + F Fe2O3 G La1-xCaxZn0,2Fe0,8O3 +
H CO + I O2 (3.3)
Untuk membuat 10 gram material perovskit LCZF x = 0,4; 0,5; dan 0,6)
digunakan persamaan perbandingan koefisien mol untuk mendapatkan massa masing-
Timbang mill scale dan CaCO3 dengan
perbandingan 80:20
Letakkan CaCO3 di bagian bawah dan mill scale
di bagian atas pada crucibel
Kalsinasi pada temperatur 900 oC dengan laju
pemanasan 4 oC/menit selama 3 jam
Pisahkan Fe2O3 dari CaO
Milling serbuk Fe2O3 selama 2 jam
(BPR = 20:1 dan BMS = 3:3:3)
Karakterisasi XRD dan XRF
Produk Fe2O3
sebagai prekursor
37
masing senyawa pada zat reaktan dan produk.
(3.4)
(3.5)
Sehingga didapatkan massa masing-masing prekursor sebagai berikut.
Tabel 3.1 Massa masing-masing prekursor pembuatan perovskit LCZF
(x = 0,4; 0,5; dan 0,6)
x La2O3 (gr) CaCO3 (gr) ZnO (gr) Fe2O3 (gr)
0,4 4,76510 1,95175 0,79335 3,11400
0,5 4,17192 2,56318 0,83351 3,27163
0,6 3,51548 3,23981 0,87795 3,44606
Setelah itu, dilakukan sintesis dengan metode solid state reaction dengan cara
mencampur dan menggiling semua prekursor dengan pelarut etanol menggunakan
planetary ball milling (Retsch-PM200) dengan jar dan ball mill berbahan zirkonia.
Pada proses ini digunakan BPR = 20:1 dan BMS = 4:3:3 selama 12 jam dengan
kecepatan 400 rpm. Kemudian cairan sampel dikeringkan menggunakan oven selama
12 jam pada temperatur 80 oC. Setelah itu, sampel serbuk diberi perlakuan panas
(kalsinasi) menggunakan alat furnace (KSL-1700X) selama 5 jam pada temperatur
900 oC dengan laju pemanasan 5
oC/menit.
38
Gambar 3.8 Ilustrasi kondisi sampel saat proses milling
Gambar 3.9 Ilustrasi sampel saat dikeringkan dalam oven
Gambar 3.10 Ilustrasi kondisi sampel saat kalsinasi (KSL-1700X)
Jar besi
(penyeimbang)
Jar zirkonia
(sampel)
Serbuk sampel
Ball mill zirkonia
(besar, sedang, kecil)
Ball mill besi
(besar, sedang, kecil)
Heating side furnace
Thermo couple Serbuk sampel
Crucible
Sampel
39
3.3.3. Karakterisasi dan Pengujian
a. Karakterisasi XRD
XRD digunakan untuk identifikasi fase struktur kristal dan parameter kisi.
Fase untuk bidang kristalografi diidentifikasi sebagai bidang dengan nilai
d-spacing (d) [68] berdasarkan persamaan Bragg yang disajikan dalam Persamaan
(3.6) [69].
(3.6)
Dengan adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, adalah jarak antara
dua bidang atom, adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, dan
adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan [69].
Output analisis XRD adalah grafik hubungan antara dengan intensitas
yang dapat diolah secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode penghalusan
Rietveld menggunakan software pendukung dan ukuran kristal sampel dapat
ditentukan dengan Persamaan Debye-Scherrer di bawah ini [70].
(3.7)
Dengan D adalah ukuran kristal, sama dengan 0,9 yang merupakan kontanta kristal
kubik, adalah panjang gelombang yang digunakan, dan adalah FWHM (lebar
penuh pada setengah maksimum) dari garis difraksi yang diperluas pada skala
tertentu [70].
Pada karakterisasi ini digunakan intrumen XRD (Rigaku-Smartlab) dengan
sumber sinar-X Cu K dengan panjang gelombang 1,5405 pada rentang 2 20-80o.
Setelah dikarakterisasi, kemudian raw data diolah menggunakan perangkat lunak
40
pendukung yaitu Match! dan GSAS-EXPGUI untuk dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif.
b. Pengujian Densitas dan Porositas
Pengujian densitas (bulk) dan porositas dilakukan untuk mengetahui kualitas
bulk perovskit LCZF (x = 0,4-0,6). Pengujian densitas dilakukan dengan metode
piknometri menggunakan piknometer berukuran 10 mL. Fluida yang digunakan
dalam pengujian ini yaitu dengan air yang ada di Laboratorium Fuel Cell, P2F, LIPI
yang memiliki densitas ( sebesar 0,928 gr/cm3. Kemudian dilakukan perhitungan
dengan persamaan densitas secara bertahap, sebagai berikut.
1. Meghitung massa piknometer dan sampel (perovskit) =
2. Menghitung massa piknometer, sampel, dan air =
3. Menghitung volume air =
4. Menghitung volume sampel =
5. Menghitung densitas sampel =
Setelah mendapatkan nilai densitas bulk, porositas dapat diketahui dengan
Persamaan (3.8) [71] di bawah ini.
(3.8)
Yang mana adalah densitas relatif yaitu nilai densitas bulk terhadap densitas teori.
c. Karakterisasi EIS
Spektroskopi impedansi merupakan metode yang tepat untuk menganalisis
sifat kelistirikan suatu material dan hubungannya dengan konduktivitas listrik
elektroda [72]. Pada EIS, frekuensi sinyal sinusoidal divariasikan dari rentang yang
41
luas (biasanya 10-4
hingga 105 atau 10
6 Hz) [73]. Dari pengukuran EIS akan
dihasilkan Nyquist Plot yang umumnya akan terbagi menjadi 3 zona, yaitu zona
ohmic resistance (tahanan ohmik, Ro), zona charge transfer resistance (tahanan
transfer muatan, Rct), dan zona mass transfer resistance (tahanan perpindahan masa,
Rm) [74].
Sebelum dilakukan pengujian, sampel serbuk dibuat menjadi membran
berbentuk pellet (dimensi 1,5 cm x 0,4 cm) terlebih dahulu dengan cetakan berbahan
baja tahan karat berdiameter 1,5 cm kemudian dikompaksi (Carver) dengan tekanan
200 MPa selama 2 menit. Untuk meningkatkan kekuatan struktur mikro sampel
pellet, kemudian dilakukan sintering (muffle furnace) pada temperatur 1000 oC
selama 12 jam dengan laju pemanasan 5 oC/menit.
Pengujian dilakukan dengan diberi input frekuensi pada rentang 2 MHz-1 Hz
serta perlakuan panas pada suhu ruang, 50 oC, 100
oC, 150
oC, 200
oC, 250
oC, dan
300 oC untuk mengetahui bagaimana konduktivitas listrik dan sifat bahan pada
material perovskit LCZF.
Setelah dikarakterisasi kemudian raw data diolah menggunakan perangkat
lunak Zview dengan metode circle fit untuk mendapatkan nilai hambatan ohmik lalu
diolah untuk mengetahui nilai konduktivitas listrik masing-masing sampel dengan
Persamaan (3.9) [75] di bawah ini.
(3.9)
Yang mana konduktivitas listrik dalam S/cm, R merupakan hambatan dalam ohm, l
dan A masing-masing adalah ketebalan dan luas area sampel dalam cm [75].
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Sintesis Fe2O3 sebagai Prekursor
Berdasarkan hasil analisis XRD (Gambar 4.1) dan XRF (Tabel 4.2), Fe2O3
(hematit) berhasil disintesis melalui proses oksidasi dengan mendapatkan hasil
dengan kemurnian tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mill scale dengan kandungan
FeO (wustit) 54,07 % dan Fe3O4 (magnetit) 44,83 % dari PT. Krakatau Steel sangat
berpotensi untuk dijakan bahan baku alternatif pembuatan Fe2O3. Selain itu,
komposisi mill scale:CaCO3 (80:20), kalsinasi 900 oC selama 3 jam, dan milling
selama 2 jam merupakan metode yang optimal untuk menghasilkan Fe2O3 dengan
kemurnian yang tinggi.
Hasil XRD menunjukkan bahwa telah terbentuk fase Fe2O3 100 % (single
phase) tanpa adanya pengotor dan hasil XRF menunjukkan kemurnian Fe2O3
mencapai 97,50 % dengan pengotor lain di bawah 1 %.
43
Gambar 4.1 Difraktogram XRD Fe2O3
Gambar 4.2 Plot hasil penghalusan XRD Fe2O3 antara data observasi, kalkulasi, dan background
menggunakan metode Rietveld.
Tabel 4.1 Data hasil penghalusan XRD Fe2O3 menggunakan metode Rietveld
Struktur kristal Rombohedral = 5,037 = 5,037 = 13,742
Grup ruang R-3c 𝜶 = 90
o 𝜷 = 90
o 𝜸 = 120
o
Volume 348,653
𝑹 = 5,49 % 𝑹 = 4,12 % 𝝌 = 1,856
Densitas atomik
5,269 gr/cm3 Fraksi berat
100 %
44
Tabel 4.2 Hasil analisis XRF Fe2O3
Fe Zn Al Si P Mg K
97.25 % 0 % 0.60 % 0.92 % 0.02 % 0.46 % 0 %
Fe2O3 Fe3O4 ZnO Al2O3 SiO2 P2O5 MgO K2O
97.50 % 0.71 % 0 % 0.40 % 0.69 % 0.01 % 0.27 % 0 %
Ca Ti V Cr Mn Cu Zr
0.14 0.04 0.03 0.06 0.4 0 0
CaO TiO2 V2O5 Cr2O3 MnO2 CuO ZrO2
0.07 % 0.03 % 0.02 % 0.03 % 0.3 % 0 % 0 %
Fe2O3 yang sudah terbentuk juga dapat dianalisis berdasarkan sifat fisiknya,
yang mana Fe2O3 memiliki sifat non-magnetik. Dengan pengujian sparasi
menggunakan magnet, hampir 100 % serbuknya tidak ada yang tersparasi oleh
magnet. Selain itu serbuk sampel mengalami perubahan warna dari hitam menjadi
coklat kemerahan yang merupakan warna khas dari Fe2O3. Maka dapat disimpulkan
bahwa Fe2O3 sudah terbentuk dengan baik sehingga dapat digunakan sebagai
prekursor pembuatan perovskit LCZF.
Gambar 4.3 Fe2O3 (a) sebelum dan (b) setelah dimiliing
Berdasakan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa FeO teroksidasi
sempurna menjadi Fe3O4 dan Fe3O4 hampir teroksidasi sempurna menjadi Fe2O3. Hal
ini membuktikan bahwa proses oksidasi dengan bantuan CaCO3 sebagai media
(a) (b)
45
penyimpan panas lebih baik dari pada penelitian relevan sebelumnya karena CaCO3
dapat menyimpan panas lebih lama untuk membantu mill scale teroksidasi walaupun
temperatur dalam furnace sudah turun. Selain itu, CaCO3 mendukung zat oksidan
sekitar yang bukan merupakan okisgen murni melainkan hanya udara untuk dapat
mengoksidasi mill scale. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, jika
menggunakan oksigen murni maka dibutuhkan sebanyak 500 mL/menit [61] yang
mana dalam 3 jam dibutuhkan 90 L oksigen yang berbiaya tinggi dan membutuhkan
temperatur kalsinasi yang tinggi yaitu mencapai 1100 oC [60][62] untuk
menghasilkan Fe2O3 dengan kemurnian tinggi. Oleh karena itu, proses oksidasi
dengan bantuan CaCO3 dapat menghemat biaya serta energi.
4.2. Hasil Sintesis Perovskit LCZF
Perovskit LCZF disintesis menggunakan metode solid state reaction karena
dari beberapa penelitian yang relevan melaporkan bahwa penggunaan metode ini
dapat menghasilkan produk dalam jumlah banyak dan meningkatkan kristalinitas
[63].
Sintesis dilakukan dengan melakukan variasi komposisi doping La2+
oleh
Ca 2+
pada sisi-A dan sisi-B digunakan komposisi yang tetap antara doping Zn2+
oleh
Fe3+
. Sehingga dapat direpresentasikan sebagai (LCZF,
x = 0,4; 0,5; dan 0,6). Substituen pada sisi-A dan B tersebut akan mempengaruhi nilai
faktor toleransi Goldschmidt (t) yang merupakan suatu rentang nilai dimana perovskit
dapat terbentuk dengan stabil atau terdistorsi. Faktor tolerasi tersebut dihitung
berdasarkan nilai jari-jari ion masing-masing. Rentang nilai 0,8-1,0 menandakan
46
perovskit akan terbentuk secara stabil, sementara diluar rentang tersebut perovskit
akan terdistorsi [76]. Selain itu, faktor tersebut dapat merepresentasikan struktur
kristal perovskit yang terbentuk. Semakin mendekati angka 1 maka struktur kristal
perovskit yang akan terbentuk adalah kubik [23].
Hasil perhitungan faktor toleransi Goldschmidt dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perovskit LCZF mampu
terbentuk dengan stabil (tanpa distorsi) dan struktur kristal yang terbentuk adalah
kubik karena ketiga sampel memiliki faktor toleransi yang mendekati angka 1.
Tabel 4.3 Hasil perhitungan faktor toleransi Goldschmidt perovskit LCZF
Sampel Faktor tolerensi Goldschmidt (t) Struktur kristal
LCZF0,4 0,9507 Kubik
LCZF0,5 0,9493 Kubik
LCZF0,6 0,9500 Kubik
Pada rute solid state, proses milling akan membuat semua bahan mengalami
reaksi penggabungan partikel pada rentang waktu tertentu sampai semua bahan
tercampur sempurna tanpa ada yang berdiri sendiri atau dominan. Pada proses
tersebut semua bahan dicampur menjadi satu untuk mendapatkan fase
dan membuat fase tersebut berukuran nano. Terjadi reaksi
kimia sebagai berikut.
CaCO3 + La2O3 + ZnO + Fe2O3 La1-xCaxZn0,2Fe0,8O3 (4.1)
Proses kalsinasi akan menghilangkan (mendekomposisi) kandungan lain dan
sisa kelembaban untuk menghasilkan fase perovskit LCZF. Digunakan temperatur
47
kalsinasi 900 oC karena sesuai dengan penelitian-penelitian relevan sebelumnya
bahwa fase perovskit akan terbentuk pada temperatur kalsinasi 900 oC [10][12][14].
Perubahan fase perovskit dapat diidentifikasi secara kasat mata dengan
melihat sifat fisiknya. Berdasarkan hasil diskusi dan penelitian relevan sebelumnya,
fase perovskit yang telah terbentuk ditandai dengan perubahan warna menjadi hitam
dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Sampel (atas) sebelum dikalsinasi dan (bawah) setelah dikalsinasi
pada (a) LCZF0,4; (b) LCZF0,5; dan (c) LCZF0,6
4.2.1 Hasil Analisis Karakterisasi XRD Perovskit LCZF (x = 0,4-0,6)
Difraktogram pada ketiga sampel LCZF dengan x = 0,4; 0,5; dan 0,6
(LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6) menunjukkan fase perovskit sudah terbentuk
dengan ditandai adanya kemunculan puncak-puncak difraksi 2 pada area 22,82o;
32,52o; 40,12
o; 46,59
o; 57,9
o; 67,93
o; dan 77,6
o dengan nilai hkl masing-masing 100,
110, 111, 200, 211, 220, 310. Namun, pada keadaan ini (kalsinasi
900 oC) masih terdapat impuritas (pengotor) yang artinya perovskit yang terbentuk
(a) (b) (c)
48
kemurniaanya belum sempurna (single phase). Dapat dilihat pada Gambar 4.6(a),
berdasarkan hassil pencocokan database manggunakan perangkat lunak Match!,
selain fase perovskit LCZF terdapat 3 fase lain yaitu Ca2Fe2O5 (brownmillerite), ZnO
(zincite), dan ZnFe2O4 (franklinite) (COD: 96-154-2145, 96-110-1064, 96-900-4182
dan 96-900-6894).
Berdasarkan hasil penghalusan menggunakan metode Rietveld (GSAS-
EXPGUI) pada Gambar 4.5 dengan status yang sudah mencapai konvergen atau
dengan kata lain hasil penghalusan valid dan dapat diterima. Senyawa induk LaFeO3
hasil pencocokan menggunakan perangkat lunak Match! dihaluskan dengan
mensubstitusi ion Ca2+
pada sisi-A dan Zn2+
pada sisi-B dengan menyesuaikan faktor
occupancy (hunian) dan koordinat masing-masing atom pada kedua sisi perovskit
LCZF.
49
Gambar 4.5 Plot hasil penghalusan XRD sampel (a) LCZF0,4; (b) LCZF0,5; dan (c) LCZF0,6
antara data observasi, kalkulasi, dan background menggunakan metode Rietveld
Dapat dilihat pada Tabel 4.4, sampel LCZF0,4 terbentuk fase perovskit
((La,Ca)(Zn,Fe)O3) yang paling tinggi daripada sampel lain yaitu mencapai 69,327 %
sehingga dapat disimpulkan bahwa pada komposisi x = 0,4 perovskit LCZF dapat
terbentuk lebih baik dari sampel lainnya. Semakin banyak doping Ca2+
maka semakin
berkurang kermurnian perovskit LCZF yang terbentuk pada temperatur kalsinasi 900
oC. Hal ini didukung oleh hasil analisis TGA/DSC CaCO3 (Lampiran 6), bahwa
CaCO3 belum terdekomposisi secara sempurna pada temperatur 900 oC. Oleh karena
itu, semakin banyak doping Ca2+
maka perovskit LCZF semakin sulit terbentuk
karena CaCO3 yang belum terdekomposisi sempurna sehingga muncul fase
(a) (b)
(c)
50
brownmillerite akibat dari konsentrasi Ca2+
yang berlebih [30]. Impuritas lain yang
terbentuk diduga karena proses penguraian saat milling belum sempurna sehingga
masih terdapat fase yang berdiri sendiri.
Pada Gambar 4.6(b) terlihat bahwa semakin meningkatnya doping Ca2+
pada
La3+
mengakibatkan puncak-puncak difraksi mengalami pergeseran ke kanan.
Berdasarkan persamaan Bragg , menunjukkan bahwa sudut puncak
difraksi berbanding terbalik dengan jarak antar bidang atom (d-spacing), sehingga
terjadi penurunan ukuran volume kristal akibat jarak bidang kristal yang semakin
kecil karena pengaruh peningkatan doping Ca2+
pada La3+
. Hal ini sesuai dengan hasil
difraktogram pada penelitian relevan sebelumnya, seperti senyawa induk LaFeO3
yang tersubstitusi Ca2+
pada sisi-A (x = 0,0-1,0) [10][12][57]. Hal
tersebut disebabkan karena ion Ca2+
menempati posisi ion La3+
pada sistem kristal,
karena jari-jari ion Ca2+
(1,34 ) lebih kecil daripada jari-jari ion La3+
(1,36 ) maka
terjadi penurunan jarak antar bidang kristal. Namun, tidak terjadi penurunan secara
siginifikan karena perbedaan jari-jari ion yang relatif kecil. Penurunan ukuran volume
kristal juga mengakibatkan penurunan nilai parameter kisi dan densitas atomik pada
masing-masing komposisi.
51
Gambar 4.6 (a) Difraktogram XRD sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6 serta (b) pergeseran
puncak difraksi
Gambar 4.7 Grafik hubungan penambahan ion Ca2+
terhadap (a) parameter kisi, (b) volume kisi dan
densitas atomik pada sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6
LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6 berturut-turut memiliki ukuran kristal
sebesar 30,947; 31,190; dan 37,700 nm. Ukuran kristal yang dihasilkan pada
penelitian ini lebih besar dari penelitian relevan sebelumnya, yaitu pada La1-xCaxFeO3
(x = 0,4) sebesar 24,06 nm. Selain itu, pengingkatan ukuran kristal terjadi sebagai
akibat adanya perluasan batas antara senyawa induk dengan dopan dengan semakin
meningkatnya doping Ca2+
[57].
LCZF0,6
LCZF0,5
LCZF0,4
(a) (b)
52
Berdasarkan hasil XRD, diketahui pula bahwa ketiga sampel memiliki bentuk
struktur kristal yang sama, yaitu kubik dengan grup ruang Pm3m. Hal ini telah
didukung oleh hasil perhitungan faktor toleransi Goldschmidt (mendekati angka 1)
sebelumnya, bahwa ketiga sampel membentuk struktur kubik berdasarkan
perhitungan nilai jari-jari ion masing-masing atom. Dapat disimpulkan bahwa telah
terjadi transformasi struktur kristal, yang mana pada penelitian relevan sebelumnya,
senyawa induk LaFeO3 dan yang telah didoping (x = 0,0-1,0)
[10][12][57] serta (x = 0,1-0,3) [14] memiliki struktur
kristal ortorombik. Hasil-hasil penghalusan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4.
53
Tabel 4.4 Data hasil penghalusan perovskit LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6
menggunakan metode Rietveld
Parameter Struktur LCZF0,4 LCZF0,5 LCZF0,6
Struktur kristal Kubik Kubik Kubik
Grup ruang Pm3m Pm3m Pm3m
3,899 3,894 3,893
3,899 3,894 3,893
3,899 3,894 3,893
90 90 90
90 90 90
90 90 90
Volume 59,273 59,036 59,000
Densitas atomik (gr/cm3) 5,747 5,490 5,219
Ukuran kristal rata-rata (nm) 30,947 31,190 37,700
3,899 3,896 3,889
2,757 2,755 2,750
1,950 1,948 1,944
2,757 2,755 2,750
(La,Ca)(Zn,Fe)O3 (%) 69,327 62,834 52,672
(%) 17,777 24,469 37,120
(%) 5,383 6,666 6,979
(%) 7,512 6,037 3,229
(%) 8,32 7,73 8,89
(%) 6,25 5,92 6,82
2,381 2,103 2,745
54
Gambar 4.8 Visualisasi struktur kristal kubik perovskit (a) LCZF0,4; (b) LCZF0,5; dan (c) LCZF0,6
4.2.2 Hasil Analisis Karakterisasi XRD LCZF (x = 0,4) Optimasi
Persentase fase perovskit ((La,Ca)(Zn,Fe)O3) yang terbentuk pada sampel
LCZF0,4 lebih tinggi dari pada sampel lain yaitu sebesar 69,327 %, sementara
impuritas lain yaitu 17,777 %; 5,383 %; dan 7,512 %.
Untuk meningkatkan kemurnnian fase perovskit yang terbentuk dan menghilangkan
impuritas-impuritasnya, maka sampel LCZF0,4 dioptimasi dengan meningkatkan
temperatur kalsinasi menjadi 1000 oC (LCZF0,4K).
Namun pada temperatur tersebut terbentuk fase Ca2Fe2O5 (brownmillerite)
yang lebih dominan daripada fase perovskit. Maka dapat disimpulkan bahwa
kenaikan temperatur mengakibatkan terbentuknya kekosongan oksigen yang tidak
teratur (cacat) sehingga terbentuk fase brownmillerite [30].
(a) (b)
(c)
55
Gambar 4.9 Plot hasil penghalusan XRD sampel LCZF0,4K antara data observasi, kalkulasi,
dan background menggunakan metode Rietveld
Gambar 4.10 (a) Difraktogram XRD sampel LCZF0,4K dan (b) pergeseran puncak difraksi
LCZF0,4K
LCZF0,6
LCZF0,5
LCZF0,4
(a) (b)
56
Tabel 4.5 Data hasil penghalusan sampel LCZF0,4K menggunakan metode Rietveld
Struktur kristal Ortorombik = 5,410 = 14,844 = 5,538
Grup ruang Pnma 𝜶 = 90
o 𝜷 = 90
o 𝜸 = 90
o
Volume 444,735
𝑹 = 10,74 % 𝑹 = 8,06 % 𝝌 = 3,451
Densitas atomik
4,060 gr/cm3 Ca2Fe2O5
53,90 % (La,Ca)(Zn,Fe)O3
35,54 % ZnO
6,76 % ZnFe2O4 4,26 %
Gambar 4.11 Visualisasi struktur kristal ortorombik fase brownmillerite
Dapat disimpulkan pula bahwa temperatur kalsinasi 1000 oC bukan
merupakan temperatur yang sesuai untuk membentuk perovskit LCZF berfase
tunggal.
4.2.3 Hasil Analisis Densitas dan Porositas LCZF (x = 0,4-0,6)
Pengujian densitas dan porositas masing-masing dilakukan dengan metode
piknometri. Densitas (bulk) berbanding terbalik dengan ukuran partikel karena
ukuran partikel mencakup volume partikel, rongga, dan pori internal suatu bahan
[77].
LCZF0,5 memiliki densitas yang paling besar diantara ketiga sampel lain
yang artinya memiliki rongga yang lebih sedikit daripada sampel lain dan LCZF0,4
57
memiliki densitas paling kecil yang artinya rongga pada LCZF0,4 lebih banyak
daripada sampel lain. Densitas relatif LCZF0,5 mencapai 68,111 % yang mana
densitas bulk LaFeO3 kubik secara teori adalah 6,51 gr/cm3
[21]. Namun hasil ini
masih jauh lebih rendah daripada penelitian relevan sebelumnya yang mana
dilaporkan telah mencapai densitas relatif sebesar 95 % dalam sistem La1-xCaxFeO3
(x = 0,0-1,0) [12].
Tabel 4.6 Hasil perhitungan densitas dan porositas sampel LCZF (x = 0,4-0,6)
Sampel Densitas bulk (gr/cm3) Densitas relatif (%) Porositas (%)
LCZF0,4 4,032 61,935 38,064
LCZF0,5 4,434 68,111 31,889
LCZF0,6 4,297 66,006 33,994
Densitas berbanding terbalik dengan porositas, semakin besar nilai densitas
(kerapatan) maka porositasnya semakin kecil yang menunjukkan jarak antar butir
yang semakin rapat. Sampel LCZF0,5 memiliki porositas yang lebih kecil daripada
sampel lain dan LCZF0,4 memiliki porositas yang lebih besar daripada sampel lain.
Hal ini mendukung hasil pengujian densitas sebelumnya.
58
Gambar 4.12 Grafik hubungan antara densitas dan porositas sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan
LCZF0,6
Diduga bahwa porositas terjadi karena proses pemadatan saat kalsinasi atau
sintering. Pada saat proses tersebut berlangsung, sampel LCZF0,4 tidak terjadi
pemadatan ruang-ruang kosong dengan baik daripada sampel yang lain.
4.2.4 Hasil Analisis Densitas dan Porositas LCZF (x = 0,4) Optimasi
Sampel LCZF0,4K memiliki densitas yang lebih besar dan porositas yang
lebih kecil daripada sampel LCZF0,4 (sebelum dioptimasi) yaitu masing-masing
sebesar 4,304 gr/cm3 dan 33,886 %. Peningkatan temperatur kalsinasi mengakibatkan
peningkatan energi yang membuat butir-butir partikel saling mendekat dan terjadi
pemadatan ebih cepat sehingga kerapatan semakin besar dan porositas semakin kecil.
4.2.5 Hasil Analisis Konduktivitas Listrik LCZF (x = 0,4-0,6)
Perhitungan konduktivitas dilakukan dengan melakukan intrepretasi dari
ukuran busur (semi-circle) yang akan didapatkan nilai impedansi Rb (bulk resistance)
59
(Lampiran 5) yang menunjukkan karakteristik bulk material yang bersifat ohmik.
Yang mana Rb selalu nampak pada data yang berfrekuensi tinggi [78].
Pengukuran konduktivitas listrik dilakukan pada variasi rentang temperatur
ruang sampai 300 oC, yang mana semakin meningkatnya temperatur terjadi kenaikan
konduktvitas listrik dan semakin meningkatnya kandungan Ca2+
konduktivitas listrik
cenderung semakin meningkat pada sampel LCZF0,4 dan LCZF0,5 namun pada
sampel LCZF0,6 kembali mengalami sedikit penurunan seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.13(a). Hal ini menunjukkan perilaku semikonduktor yang disebabkan
karena substitusi Ca2+
terhadap La3+
menyembabkan penambahan hole pada Fe3+
[12]. Selain itu, nilai konduktivitas ketiga sampel berada pada rentang nilai
semikonduktor yaitu 10-8
– 103 S/cm [79].
Plot Arrhenius pada Gambar 4.13(b) menunjukkan nilai energi aktivasi
masing-masing sampel pada rentang temperatur ruang sampai 300 oC bahwa terjadi
penurunan energi aktivasi dengan semakin meningkatnya doping Ca2+
. Hal ini
dikarenakan doping Ca2+
meningkatkan konsentrasi pembawa muatan pada Fe3+
[56].
Gambar 4.13 Grafik (a) hubungan antara konduktivitas listrik dengan temperatur dan (b) plot
Arrhenius sampel LCZF (x = 0,4-0,6)
(a) (b)
60
Tabel 4.7 Hasil perhitungan konduktivitas listrik sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan
LCZF0,6
Sampel (S/cm)
27 oC 50
oC 100
oC 150
oC 200
oC 250
oC 300
oC
LCZF0,4 5,33 x 10-8
1,32 x 10-7
5,30 x10-7
2,30 x 10-6
1,40 x 10-5
3,71 x 10-5
5,72 x 10-5
LCZF0,5 3,97 x 10-7
7,11 x 10-7
1,97 x 10-6
5,85 x 10-6
4,98 x 10-5
1,45 x 10-4
3,87 x 10-4
LCZF0,6 5,65 x 10-7
6,41 x 10-7
1.96 x 10-6
1.25 x 10-5
5,52 x 10-5
1,07 x 10-4
3,20 x 10-4
Tabel 4.8 Hasil perhitungan energi aktivasi sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan
LCZF0,6
Sampel Rentang temperatur (oC) (eV)
LCZF0,4 R.T.-300 0,43
LCZF0,5 R.T.-300 0,41
LCZF0,6 R.T.-300 0,39
Sampel LCZF0,5 memiliki nilai konduktivitas listrik paling tinggi daripada
sampel lainnya terutama pada temperatur 250 dan 300 oC yaitu 1,45 x 10
-4 dan
3,87 x 10-4
S/cm serta sampel LCZF0,4 memiliki konduktivitas listrik paling kecil
daripada sampel lainnya. Sementara pada sampel LCZF0,6 konduktivtas listriknya
lebih kecil daripada LCZF0,5 namun lebih besar daripada LCZF0,4. Sehingga urutan
konduktiviras listrik dari yang terkeceil ke terbesar dapat dituliskan sebagai
LCZF0,4 < LCZF0,6 < LCZF0,5. Hal ini bersesuaian dengan hasil porositas
sebelumnya bahwa sampel LCZF0,5 memiliki porositas yang lebih kecil dan
LCZF0,4 memiliki porositas yang lebih besar daripada sampel lainnya. Sementara
pada LCZF0,6 porositasnya lebih besar daripada LCZF0,5 namun lebih kecil
daripada LCZF0,4. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar porositas maka
semakin kecil konduktivitas listriknya karena porositas yang besar mengakibatkan
hambatan semakin besar sehingga konduktivitas listrik semakin menurun.
61
Namun konduktivitas listrik yang dihasilkan dari penelitian ini masih jauh
lebih rendah daripada yang telah dilaporkan sebelumnya yaitu mencapai 20-100 S/cm
pada temperatur 300 oC dalam sistem La1-xCaxFeO3 (x = 0,4; 0,5; dan 0,6) [12] dan
La1-xCaxFeO3 (x = 0,2 dan 0,4) [10]. Hal ini dikarenakan pada penelitian tersebut
telah dicapai densitas relatif sebesar 95 % yang mana porositasnya semakin kecil dan
hambatannya semakin kecil sehingga konduktvitas listriknya semakin baik [12].
4.2.6 Hasil Analisis Konduktivitas Listrik LCZF (x = 0,4) Optimasi
Perubahan fase dari perovskit ke brownmillerite mengakibatkan konduktivitas
listrik LCZF0,4K cenderung lebih kecil daripada sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan
LCZF0,6. Penurunan konduktivitas listrik pada fase brownmillerite dikarenakan
substitusi Ca2+
ke La3+
membentuk kekosongan oksigen yang tidak teratur yang
mengakibatkan penurunan jumlah hole pada Fe3+
sehingga konduktivitas listrik
menurun seperti yang telah dilaporkan oleh Kagomiya, dkk [12].
Namun konduktivitas listrik fase brownmillerite pada penelitian ini masih
jauh lebih rendah daripada yang telah dilaporkan sebelumnya yaitu mencapai 0,2
S/cm pada temperatur 300 oC. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan nilai densitas
relatif yang telah dicapai. Penelitian tersebut telah mencapai densitas relatif sebesar
95 % sehingga konduktivitas listriknya lebih baik [12].
62
Gambar 4.14 Grafik (a) hubungan antara konduktivitas dengan temperatur dan (b) plot Arrhenius
sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6
Tabel 4.9 Hasil perhitungan konduktivitas listrik sampel LCZF0,4K
Sampel (S/cm)
27 oC 50
oC 100
oC 150
oC 200
oC 250
oC 300
oC
LCZF0,4K 4,34 x 10-7
9,25 x 10-7
1,91 x10-6
1,03 x 10-5
1,24 x 10-5
2,56 x 10-5
3,75 x 10-5
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan energi aktivasi sampel LCZF0,4K
Sampel Rentang temperatur (oC) (eV)
LCZF0,4K R.T.-300 0,28
Material LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6 yang dikembangkan sebagai
katoda SOFC telah dikarakterisasi dengan XRD menunjukkan fase perovskit telah
terbentuk namun belum berfase tunggal. Hal ini menandakan bahwa fase perovskit
dapat terbentuk pada temperatur kalsinasi 900 oC. Sebagai katoda SOFC, sampel
harus memenuhi syarat salah satunya yaitu memiliki konduktivitas listrik yang tinggi
(terutama pada temperatur operasi). Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut,
konduktivitas listrik paling tinggi dicapai oleh sampel LCZF0,5 yaitu sebesar 3,87 x
10-4
S/cm pada temperatur 300 oC. Oleh karena itu, LCZF0,5 diharapkan dapat
menjadi kandidat katoda SOFC yang menjanjikan.
(a) (b)
63
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diulas pada BAB sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Telah berhasil disintesis prekursor Fe2O3 melalui proses oksidasi ditandai
dengan adanya perubahan warna merah bata, berfase tunggal, dan
kemurnian mencapai 97,50 % serta telah terbentuk perovskit LCZF0,4;
LCZF0,5; dan LCZF0,6 dengan metode solid state reaction namun masih
terdapat beberapa impuritas.
2. Perovskit LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6 berstruktur kubik Pm3m.
LCZF0,5 memiliki densitas paling tinggi yaitu 4,434 gr/cm3,
porositas
paling rendah yaitu 31,889 % serta konduktivitas listrik paling tinggi yaitu
sebesar 3,87 x 10-4
S/cm pada temperatur 300 oC daripada sampel lain.
Berdasarkan hasil konduktivitas listrik tersebut, LCZF0,5 dapat menjadi
kandidat yang baik sebagai katoda SOFC.
3. Sampel dengan persentase fase perovskit tertinggi setelah dioptimasi
(LCZF0,4K) membentuk fase brownmillerite ortorombik Pnma yang lebih
dominan, densitasnya lebih tinggi dan porositasnya lebih rendah daripada
sebelum dioptimasi, serta konduktvitas listriknya paling rendah daripada
sampel LCZF0,4; LCZF0,5; dan LCZF0,6.
64
5.2. Saran
Untuk dapat mengembangkan penelitian ini dapat dilakukan hal-hal berikut
pada penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Perlu dilakukan optimasi dengan meningkatkan temperatur atau lama
waktu kalsinasi untuk meningkatkan kemurnian perovskit LCZF.
2. Perlu ditingkatkan kualiatas bulknya agar dihasilkan porositas yang
semakin kecil (< 10 %).
3. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap mikrostruktur, aktivitas
katalitik reaksi reduksi oksigen, ekspansi termal, sifat elektrokimia, dll
sebagai parameter evaluasi katoda SOFC.
4. Perlu dilakukan pengujian konduktivitas listrik pada temperatur tinggi
sampai 600-800 oC (temperatur operasi).
5. Gunakan prekursor dengan kemurnian tinggi (mendekati 100 %) agar
dihasilkan produk yang semakin berkualitas.
65
DAFTAR PUSTAKA
[1] N. S. Lewis and D. G. Nocera, “Powering the Planet: Chemical Challenges in
Solar Energy Utilization,” Proc. Natl. Acad. Sci. U. S. A., vol. 104, no. 50, p.
20142, 2007, doi: 10.1073/pnas.0710559104.
[2] E. Bucher, W. Sitte, F. Klauser, and E. Bertel, “Impact of Humid Atmospheres
on Oxygen Exchange Properties, Surface-Near Elemental Composition, and
Surface Morphology of La 0.6Sr 0.4CoO 3 - δ,” Solid State Ionics, vol. 208,
pp. 43–51, 2012, doi: 10.1016/j.ssi.2011.12.005.
[3] L. Wang, T. Maxisch, and G. Ceder, “Oxidation Energies of Transition Metal
Oxides Within the GGA+U Framework,” Phys. Rev. B - Condens. Matter
Mater. Phys., vol. 73, no. 19, pp. 1–6, 2006, doi:
10.1103/PhysRevB.73.195107.
[4] C. Sun, R. Hui, and J. Roller, “Cathode Materials for Solid Oxide Fuel Cells:
A Review,” J. Solid State Electrochem., vol. 14, no. 7, pp. 1125–1144, 2010,
doi: 10.1007/s10008-009-0932-0.
[5] Y. Wang and H. P. Cheng, “Oxygen Reduction Activity on Perovskite Oxide
Surfaces: A Comparative First-Principles Study of LaMnO3, LaFeO3, and
LaCrO3,” J. Phys. Chem. C, vol. 117, no. 5, pp. 2106–2112, 2013, doi:
10.1021/jp309203k.
[6] J. Suntivich, H. A. Gasteiger, N. Yabuuchi, and Y. Shao-Horn,
“Electrocatalytic Measurement Methodology of Oxide Catalysts Using a Thin-
66
Film Rotating Disk Electrode,” J. Electrochem. Soc., vol. 157, no. 8, p. B1263,
2010, doi: 10.1149/1.3456630.
[7] Y. Li and H. Dai, “Recent Advances in Zinc-Air Batteries,” Chem. Soc. Rev.,
vol. 43, no. 15, pp. 5257–5275, 2014, doi: 10.1039/c4cs00015c.
[8] Ł. Łańcucki, R. Lach, P. Nieroda, E. Drozdz, and P. Pasierb, “Impact of
Calcium Doping on Structure, Catalytic and Conductive Properties of
Lanthanum Strontium Iron Oxide,” Process. Appl. Ceram., vol. 13, no. 4, pp.
411–417, 2019, doi: 10.2298/PAC1904411L.
[9] X. Ding, L. Gao, Y. Liu, Y. Zhen, and L. Guo, “Thermal Expansion and
Electrochemical Properties of La0.7AE 0.3CuO3-δ (AE=Ca, Sr, Ba) Cathode
Materials for IT-SOFCs,” J. Electroceramics, vol. 18, no. 3–4, pp. 317–322,
2007, doi: 10.1007/s10832-007-9173-8.
[10] M. S. Hassan, K. B. Shim, and O. B. Yang, “Electrocatalytic Behavior of
Calcium Doped LaFeO3 as Cathode Material for Solid Oxide Fuel Cell,” J.
Nanosci. Nanotechnol., vol. 11, no. 2, pp. 1429–1433, 2011.
[11] X. Liu et al., “Effect of Calcium Doping on Sm1–Ca BaCo2O5+ Cathode
Materials for Intermediate-Temperature Solid Oxide Fuel Cells,” Electrochim.
Acta, p. 138830, 2021, doi: 10.1016/j.electacta.2021.138830.
[12] I. Kagomiya, T. Murayama, K. Tsunekawa, K. ichi Kakimoto, and Y. Ogura,
“Crystalline Phases and Oxygen Permeation Properties of Mixed Conductive
(La, Ca)FeO3-δ,” J. Eur. Ceram. Soc., vol. 39, no. 4, pp. 1082–1092, 2019.
[13] S. Guo, H. Wu, F. Puleo, and L. F. Liotta, “B-Site Metal (Pd, Pt, Ag, Cu, Zn,
Ni) Promoted La1−xSrxCo1−yFeyO3-δ Perovskite Oxides as Cathodes for IT-
67
SOFCs,” Catalysts, vol. 5, no. 1, pp. 366–391, 2015, doi:
10.3390/catal5010366.
[14] M. S. Javed, N. Shaheen, A. Idrees, C. Hu, and R. Raza, “Electrochemical
Investigations of Cobalt-Free Perovskite Cathode Material for Intermediate
Temperature Solid Oxide Fuel Cell,” Int. J. Hydrogen Energy, vol. 42, no. 15,
pp. 10416–10422, 2017.
[15] A. Vanessa et al., Indonesian Minerals Year Book 2018, vol. 53, no. 9. 2018.
[16] Z. Zulhan, “Aspek Teknologi dan Ekonomi Pembangunan Pabrik Pengolahan
Bijih Besi menjadi Produk Baja di Indonesia,” Maj. Metal. Ilmu Mater. dan
Teknol., pp. 105–120, 2013.
[17] M. A. Legodi and D. de Waal, “The Preparation of Magnetite, Goethite,
Hematite and Maghemite of Pigment Quality from Mill Scale Iron Waste,”
Dye. Pigment., vol. 74, no. 1, pp. 161–168, 2007, doi:
10.1016/j.dyepig.2006.01.038.
[18] F. Nurjaman, N. M. Prilitasari, A. E. Prasetyo, and E. Nugroho, “Pemanfaatan
Limbah Industri Baja sebagai Bahan Baku Pembuatan Logam Pig Iron:
Peleburan Mill Scale Menggunakan Submerged Arc Furnace,” J. Mater.
Metal. LIPI, pp. 37–48, 2019.
[19] I. Elys, “Perbandingan Hasil Sintesis Oksida Perovskit La1-xSrxCoO3-δ Dari
Tiga Variasi Metode,” 2008.
[20] R. Jacobs, T. Mayeshiba, J. Booske, and D. Morgan, “Materials Discovery and
Design Principles for Stable, High Activity Perovskite Cathodes for Solid
Oxide Fuel Cells.”
68
[21] J. Vieten, “LaFeO3 (Cubic, Pm3m, 221),” Materials Project.
https://www.materialsproject.org.
[22] A. Manuscript, Environmental Science. 2020.
[23] R. E. Cohen, Nature. 1992.
[24] W. Sasmiati, “Oksida Perovskit dan Peningkatan Konduktivitas Ion Perovskit
pada Membran,” no. Januari, 2017.
[25] B. P. Barbero, L. E. Cadús, and S. G. Marchetti, “Determination of Fe(IV)
Species in Partially Substituted Perovskite La0.6Ca0.4FeO3,” Hyperfine
Interact., vol. 194, no. 1–3, pp. 367–379, 2009, doi: 10.1007/s10751-009-
9988-6.
[26] R. D. Shanon, “Revised Efective Ionic Radii and Systematic Studies of
Interatomic Distances in Halides and Chalcogenides,” 1976.
[27] “Radii for All Species.”
http://abulafia.mt.ic.ac.uk/shannon/radius.php?orderby=Coord&dir=1.
[28] P. M. Price, N. D. Browning, and D. P. Butt, “Microdomain Formation,
Oxidation, and Cation Ordering in LaCa2Fe3O8+y,” J. Am. Ceram. Soc., vol.
98, no. 7, pp. 2248–2254, 2015, doi: 10.1111/jace.13474.
[29] M. Vallet-regi and J. Gonzalez-calbet, “Structural Intergrowth in the CaxLa1-
xFe03-x/2 System (0<x<1): An Electron Microscopy Study,” 1984.
[30] P. M. Price, E. Rabenberg, D. Thomsen, S. T. Misture, and D. P. Butt, “Phase
Transformations in Calcium-substituted Lanthanum Ferrite,” J. Am. Ceram.
Soc., vol. 97, no. 7, pp. 2241–2248, 2014, doi: 10.1111/jace.12891.
[31] B. A. Liu B, “Scanning Electrochemical Microscopy. Study of the Kinetics of
69
Oxygen Reduction on Platinum with Potential Programming on Tip,” J. Phys.
Chem. B, 2002.
[32] H. S. Wroblowa, Yen-Chi-Pan, and G. Razumney, “Electroreduction of
Oxygen,” J. Electroanal. Chem. Interfacial Electrochem., vol. 69, no. 2, pp.
195–201, 1976, doi: 10.1016/s0022-0728(76)80250-1.
[33] E. H. Yu, U. Krewer, and K. Scott, “Principles and Materials Aspects of Direct
Alkaline Alcohol Fuel Cells,” Energies, vol. 3, no. 8, pp. 1499–1528, 2010,
doi: 10.3390/en3081499.
[34] C. Song and J. Zhang, PEM Fuel Cell Electrocatalysts and Catalyst Layers:
Fundamentals and Applications. Electrocatalytic Oxygen Reduction Reaction.
2008.
[35] Z. Li, M. Li, and Z. Zhu, Perovskite Cathode Materials for Low-Temperature
Solid Oxide Fuel Cells: Fundamentals to Optimization, no. 0123456789.
Springer Singapore, 2021.
[36] S. B. Adler, “Factors Governing Oxygen Reduction in Solid Oxide Fuel Cell
Cathodes,” Chem. Rev., vol. 104, no. 10, pp. 4791–4843, 2004, doi:
10.1021/cr020724o.
[37] B. Dunn, H. Kamath, and J. M. Tarascon, “Electrical Energy Storage for the
Grid: A Battery of Choices,” Science (80-. )., vol. 334, no. 6058, pp. 928–935,
2011, doi: 10.1126/science.1212741.
[38] I. EG&G Technical Service, Fuel Cell Handbook, 7th Editiom. 2004.
[39] J. Brouwer, “Hybrid Gas Turbine Fuel Cell Systems,” in Fuel Cell, .
[40] J. Raharjo and W. Ramli Wan Daud, “Perkembangan Teknologi Material pada
70
Sel Bahan Bakar Padat Temperatur Operasi Menengah,” Indones. J. Mater.
Sci., vol. 10, no. 1, pp. 1411–1098, 2008.
[41] Y. Fu and M. Z. Bazant, “Theoretical and Experimental Study of Solid Oxide
Fuel Cell (SOFC) Using Impedance Spectra,” 2014.
[42] N. Sammes, “Reaching Towards Commercialization,” in Fuel Cell
Technology, vol. 2, Nigel Sammes, Ed. 2006, pp. 88–139.
[43] J. B. Goodenough, “Oxide-Ion Electrolytes,” Annu. Rev. Mater. Res., vol. 33,
pp. 91–128, 2003, doi: 10.1146/annurev.matsci.33.022802.091651.
[44] J. H. Hirschenhofer, D. B. Stauffer, R. R. Engleman, and M. G. Klett, Fuel
Cell Handbook, Fifth. Morgantown, West Virginia, 1998.
[45] B. Zhu, “Next Generation Fuel Cell R&D,” Int. J. Energy Res., vol. 30, no. 11,
pp. 895–903, 2006, doi: 10.1002/er.1195.
[46] R. O. Fuentes and R. T. Baker, “Synthesis and Properties of Gadolinium-
Doped Ceria Solid Solutions for IT-SOFC Electrolytes,” Int. J. Hydrogen
Energy, vol. 33, no. 13, pp. 3480–3484, 2008, doi:
10.1016/j.ijhydene.2007.10.026.
[47] S. Geng and J. Zhu, “Promising Alloys for Intermediate Temperature Solid
Oxide Fuel Cells Interconnect Application,” J. Power Sources, 2016.
[48] Z. Shao and M. O. Tadé, Intermediate-Temperature Solid Oxide Fuel Cells:
Materials and Applications. 2016.
[49] M. Y. Oh, A. Unemoto, K. Amezawa, and T. Kawada, “Stability of
La0.6Sr0.4Co0.2Fe0.8O3-δ as SOFC Cathode,” J. Electrochem. Soc., 2012.
[50] D. Beckel, U. P. Muecke, T. Gyger, G. Florey, A. Infortuna, and L. J.
71
Gauckler, “Electrochemical Performance of LSCF Based Thin Film Cathodes
Prepared by Spray Pyrolysis,” Solid State Ionics, vol. 178, no. 5–6, pp. 407–
415, 2007, doi: 10.1016/j.ssi.2007.01.019.
[51] S. Jiang, F. Liang, W. Zhou, and Z. Shao, “Hierarchical Porous Cobalt-Free
Perovskite Electrode for Highly Efficient Oxygen Reduction,” Mater. Chem.,
2012.
[52] J. Martynczuk, M. Arnold, H. Wang, J. Caro, and A. Feldhoff, “How
(Ba0.5Sr0.5)(Fe0.8Zn 0.2)O3-δ and (Ba0.5Sr0.5) (Co0.8Fe0.2)O3-δ
Perovskites Form Via an EDTA/Citric Acid Complexing Method,” Adv.
Mater., vol. 19, no. 16, pp. 2134–2140, 2007, doi: 10.1002/adma.200700322.
[53] S. P. Simner, J. P. Shelton, M. D. Anderson, and J. W. Stevenson, “Interaction
Between La(Sr)FeO3 SOFC Cathode and YSZ Electrolyte,” Solid State Ionics,
vol. 161, no. 1–2, pp. 11–18, 2003, doi: 10.1016/S0167-2738(03)00158-9.
[54] M. Cherry, M. S. Islam, and C. R. A. Catlow, “Oxygen Ion Migration in
Perovskite-Type Oxides,” J. Solid State Chem., vol. 118, pp. 125–132, 1995,
doi: https://doi.org/10.1006/jssc.1995.1320.
[55] D. Kuščer, M. Hrovat, J. Holc, S. Bernik, and D. Kolar, “Some Characteristics
of Al2O3- and CaO-Modified LaFeO3-Based Cathode Materials for Solid
Oxide Fuel Cells,” J. Power Sources, vol. 61, no. 1–2, pp. 161–165, 1996, doi:
10.1016/S0378-7753(96)02364-6.
[56] M. H. Hung, M. V. M. Rao, and D. S. Tsai, “Microstructures and Electrical
Properties of Calcium Substituted LaFeO3 as SOFC Cathode,” Mater. Chem.
Phys., vol. 101, no. 2–3, pp. 297–302, 2007, doi:
72
10.1016/j.matchemphys.2006.05.008.
[57] A. E. Irmak, “Structural and Electrical Properties of Ca2+ Doped LaFeO3: The
Effect of A-site Cation Size Mismatch,” Eng. Technol. Appl. Sci. Res., vol. 10,
no. 2, pp. 5538–5546, 2020, doi: 10.48084/etasr.3443.
[58] N. M. Gaballah, A. F. Zikry, M. G. Khalifa, A. B. Farag, N. A. El-Hussiny,
and M. E. H. Shalabi, “Production of Iron from Mill Scale Industrial Waste via
Hydrogen,” Open J. Inorg. Non-metallic Mater., vol. 03, no. 03, pp. 23–28,
2013, doi: 10.4236/ojinm.2013.33005.
[59] T. P. Rahman, A. Sukarto, N. T. Rochman, and A. Manaf, “Sintesis Pigmen
Besi Oksida Berbahan Baku Limbah Industri Baja (Mill Scale),” J. Fis. Unnes,
vol. 3, no. 1, p. 79535, 2013, doi: 10.15294/jf.v3i1.3972.
[60] H. Search, C. Journals, A. Contact, M. Iopscience, and I. P. Address,
“Oxidation and Disproportionation of Wustite Studied by Mössbauer
Spectroscopy,” vol. 189, pp. 7–10.
[61] R. Sabban, C. Tadwalkar, and P. C. J. N. B. Dhokey, “Modelling of Oxidation
Phenomenon of Mill Scale and Analysis of Influencing Parameters.”
[62] P. C. J. N. B. Dhokey, “Influence of Process Parameters on Countercurrent
Reactor Reduction of Oxidized Mill Scale Waste and Its Co‑relationship with
Mathematical Model The 2D,” J. Sustain. Metall., 2020, doi: 10.1007/s40831-
020-00297-0.
[63] A. Buekenhoudt, A. Kovalevsky, J. Luyten, and F. Snijkers, “Basic Aspects in
Inorganic Membrane Preparation,” in Comprehensive Membrane Science and
Engineering, vol. 1, 2010, pp. 217–252.
73
[64] K. H. Chung, J. Lee, R. Rodriguez, and E. J. Lavernia, “Metal Matter
Transition,” E. J., 2002.
[65] S. B. Widjanarko and T. S. Suwasito, “Pengaruh Lama Penggilingan dengan
Metode Ball Mill terhadap RENDEMEN dan Kemampuan Hidrasi Tepung
Porang (Amorphophallus muelleri Blume),” Pangan dan Agroindustri, vol. 2,
no. 1, pp. 79–85, 2014.
[66] A. A. Khosa, T. Xu, B. Q. Xia, J. Yan, and C. Y. Zhao, “Technological
Challenges and Industrial Applications of CaCO3/CaO Based Thermal Energy
Storage System : A Review,” Sol. Energy, vol. 193, no. September, pp. 618–
636, 2019, doi: 10.1016/j.solener.2019.10.003.
[67] R. H. Tupkary and V. R. Tupkary, An Introduction to Modern Iron Making,
Third. Khanna Publishers, 2007.
[68] S. Nasrazadani and S. Hassani, “Modern Analytical Techniques in Failure
Analysis of Aerospace, Chemical, and Oil and Gas Industries,” in Handbook of
Materials Failure Analysis with Case Studies from the Oil and Gas Industry,
2016, pp. 39–54.
[69] I. Lidia and P. Mursal, “Karakterisasi XRD dan SEM pada Material
Nanopartikel seran Peran Material Nanopartikel dalam Drug Delivery
System,” vol. 1, pp. 214–221, 2016.
[70] W. Yosio, M. Eiichiro, and S. Kozo, X-Ray Diffraction Crystallography:
Introduction, Examples and Solved Problems. 2011.
[71] Z. Chen, “Mechanical Properties of La0.6Sr0.4Co0.2Fe0.8O3 Fuel Cell
Electrodes,” 2014.
74
[72] J. R. Macdonald and W. B. Johnson, “Fundamentals of Impedance
Spectroscopy,” in Impedance Spectroscopy: Theory, Experiment, and
Applications, Second Edition, 2005, pp. 1–26.
[73] B. E. Logan et al., “Microbial Fuel Cells: Methodology and Technology,”
Environ. Sci. Technol., vol. 40, no. 17, pp. 5181–5192, 2006, doi:
10.1021/es0605016.
[74] B. E. Logan, Microbial Fuel Cell. 2008.
[75] M. B. Heaney, “Electrical Conductivity and Resistivity,” CRC Press LLC,
2000.
[76] T. Trengginas, “Pengaruh Substitusi Ca terhadap Sifat Mekanik Membran
Pengantar Ion Oksigen La1-xCaxCo0,8Fe0,2O3,” Institut Teknologi Sepuluh
November, 2016.
[77] T. L. Lyon, H. O. Buckman, and N. C. Brady, Book Review: The Nature and
Properties of Soils, vol. 40, no. 4. 1952.
[78] A. Subhan, “Fabrikasi dan Karakteristik Li4Ti5O12 untuk Bahan Anoda
Baterai Litium Keramik,” 2011.
[79] S. M. Sze, Physics of Semiconductor Device, Second. 1981.
75
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Stoikiometri Masing-Masing Massa Prekursor
Untuk masing-masing sampel komposisi dibutuhkan sebanyak 10 gram, dengan
menghitung masing-masing mol komposisi perovskit, kemudian menghitung mol tiap
prekursor dengan perbandingan koefisien masing-masing prekursor (reaktan) dengan
koefisien perovskit (produk), sehingga didapatkan massa masing-masing prekursor.
Tabel L1.1 Senyawa dan masing-masing nilai massa molekul relatif
Senyawa Mr
La2O3 325,81
CaCO3 100,0869
ZnO 81,3794
Fe2O3 159,6882
CO 28,01
O2 31,998
La0,6Ca0,4Zn0,2Fe0,8O3 205,1282
La0,5Ca0,5Zn0,2Fe0,8O3 195,245
La0,4Ca0,6Zn0,2Fe0,8O3 185,3618
A. LCZF0,4
Tabel L1.2 Hasil perhitungan massa dengan perbandingan koefisien dan mol
sampel LCZF0,4
Senyawa Koefisien Mol Massa (gr)
La0,6Ca0,4Zn0,2Fe0,8O3 3,3333 0,0487 10
La2O3 1 0,0146 4,7650
CaCO3 1,3333 0,0195 1,9517
ZnO 0,6667 0,0097 0,7934
Fe2O3 1,3333 0,0195 3,1139
CO 1,3333 0,0195 0,5462
O2 0 0,0024 0,0780
76
B. LCZF0,5
Tabel L1.3 Hasil perhitungan massa dengan perbandingan koefisien dan mol
sampel LCZF0,5
Senyawa Koefisien Mol Massa (gr)
La0,5Ca0,5Zn0,2Fe0,8O3 4 0,0512 10
La2O3 1 0,0128 4,1718
CaCO3 2 0,0256 2,5631
ZnO 0,8 0,0102 0,8336
Fe2O3 1,6 0,0205 3,2715
CO 2 0,0256 0,7173
O2 0,3 0,0038 0,1229
C. LCZF0,6
Tabel L1.4 Hasil perhitungan massa dengan perbandingan koefisien dan mol
sampel LCZF0,6
Senyawa Koefisien Mol Massa
La0,6Ca0,4Zn0,2Fe0,8O3 5 0,0539 10
La2O3 1 0,0108 3,5154
CaCO3 3 0,0324 3,2398
ZnO 1 0,0108 0,8781
Fe2O3 2 0,0216 3,4458
CO 3 0,0324 0,9067
O2 0,5 0,0054 0,1726
77
Lampiran 2. Perhitungan Faktor Toleransi Goldschmidt (
Untuk menentukan struktur perovskit dapat diperoleh melalui persamaan faktor
toleransi Goldschmidt, yaitu sebagai berikut.
√
Dengan mensubstitusi nilai jari-jari ion masing-masing sisi-A dan B pada masing-
masing komposisi sampel.
A. LCZF0,4
√ =
√ = 0,9507
B. LCZF0,5
√ =
√ = 0,9493
C. LCZF0,6
√ =
√ = 0,9500
78
Lampiran 3. Perhitungan Ukuran Kristal Perovskit LCZF dengan Metode
Debye-Scherrer
Untuk menentukan ukuran kristal perovskit LCZF dapat digunakan metode Debye-
Scherrer dengan persamaan sebagai berikut.
A. LCZF0,4
Tabel L3.1 Hasil perhitungan ukuran kristal perovskit LCZF0,4
( ) hkl FWHM 2 (o) (
o) cos Ukuran kristal ( )
0,94 1,540 100
0,299 22,819 11,409 0,980 4,940
0,94 1,540 110 0,478 32,522 16,261 0,960 3,155
0,94 1,540 111 0,435 40,124 20,062 0,939 3,544
0,94 1,540 200 0,448 46,589 23,2945 0,918 3,520
0,94 1,540 211 0,694 57,897 28,9485 0,875 2,384
0,94 1,540 220 0,664 67,935 33,9675 0,829 2,630
0,94 1,540 310 1,247 77,599 38,7995 0,779 1,490
Ukuran kristal rata-rata 3,0947
30,947 nm
B. LCZF0,5
Tabel L3.2 Hasil perhitungan ukuran kristal perovskit LCZF0,5
( ) hkl FWHM 2 (o) (
o) cos Ukuran kristal ( )
0,94 1,540 100 0,307 22,824 11,412 0,980 4,811
0,94 1,540 110 0,576 32,607 16,303 0,960 2,618
0,94 1,540 111 0,430 40,158 20,079 0,939 3,585
0,94 1,540 200 0,424 46,781 23,391 0,918 3,719
0,94 1,540 211 0,656 58,135 29,068 0,874 2,525
0,94 1,540 220 0,605 68,151 34,076 0,828 2,890
0,94 1,540 310 1,103 77,719 38,860 0,779 1,685
Ukuran kristal rata-rata 3,1190
31,190 nm
79
C. LCZF0,6
Tabel L3.3 Hasil perhitungan ukuran kristal perovskit LCZF0,6
( ) hkl FWHM 2 (o) (
o) cos Ukuran kristal ( )
0,94 1,540 100 0,233 22,816 11,408 0,980 11,641
0,94 1,540 110 0,427 32,559 16,279 0,960 16,958
0,94 1,540 111 0,412 40,183 20,092 0,939 21,397
0,94 1,540 200 0,383 46,638 23,319 0,918 25,402
0,94 1,540 211 0,477 58,027 29,013 0,874 33,196
0,94 1,540 220 0,477 67,939 33,970 0,829 40,977
0,94 1,540 310 1,142 77,730 38,865 0,830 46,825
Ukuran kristal rata-rata 3,7701
37,01 nm
80
Lampiran 4. Perhitungan Densitas dan Porositas
A. Densitas
Massa piknometer dan sampel (perovskit) =
Massa piknometer, sampel, dan air =
Volume air =
Volume sampel =
Densitas sampel =
B. Porositas
Tabel L4.1 Hasil perhitungan densitas dan porositas sampel
LCZF (0,4-0,6 dan 0,4K)
Sampel (gr) (gr) (cm3) (cm
3) (gr/cm
3) (%) P (%)
LCZF0,4 16,365 25,468 9,809 0,126 4,032 61,935 38,064
LCZF0,5 16,358 25,473 9,822 0,113 4,434 68,111 31,889
LCZF0,6 16,364 25,474 9,817 0,118 4,297 66,006 33,994
LCZF0,4K 16,348 25,459 9,818 0,117 4,304 66,114 33,886
81
Lampiran 5. Hasil Pengolahan Data EIS
A. LCZF0,4
82
Gambar L5.1 Hasil pengolahan data EIS menggunakan metode circle fit
sampel LCZF0,4: 27-300 oC
Tabel L5.1 Hasil perhitungan konduktivitas sampel LCZF0,4
Temperatur
(oC)
Diameter
(cm)
Tebal
(cm)
Hambatan (Rb,
ohm)
Resistivitas
( , .cm)
Konduktivitas
( , S/cm)
27 1,42 0,38 4,50 x 106 1,88 x 10
7 4,34 x 10
-7
50 1,42 0,38 1,82 x 106 7,59 x 10
6 9,25 x 10
-7
100 1,42 0,38 4,52 x 105 1,89 x 10
6 1,91 x 10
-6
150 1,42 0,38 1,04 x 105 4,34 x 10
5 1,03 x 10
-5
200 1,42 0,38 17,20 x 103 7,17 x 10
4 1,24 x 10
-5
250 1,42 0,38 6,48 x 103 2,70 x 10
4 2,56 x 10
-5
300 1,42 0,38 4,20 x 103 1,75 x 10
4 2,75 x 10
-5
B. LCZF0,5
83
Gambar L5.2 Hasil pengolahan data EIS menggunakan metode circle fit
sampel LCZFx = 0,5: 27-300 oC
84
Tabel L5.2 Hasil perhitungan konduktivitas sampel LCZF0,5
Temperatur
(oC)
Diameter
(cm)
Tebal
(cm)
Hambatan (Rb,
ohm)
Resistivitas
( , .cm)
Konduktivitas
( , S/cm)
27 1,39 0,37 6,15 x 105 2,52 x 10
6 3,97 x 10
-7
50 1,39 0,37 3,43 x 105 1,41 x 10
6 7,11 x 10
-7
100 1,39 0,37 1,23 x 105 5,06 x 10
5 1,97 x 10
-6
150 1,39 0,37 41,73 x 103 1,71 x 10
5 5,85 x 10
-6
200 1,39 0,37 4,90 x 103 2,01 x 10
4 4,98 x 10
-5
250 1,39 0,37 1,68 x 103 6,89 x 10
3 1,45 x 10
-4
300 1,39 0,37 0,63 x 103 2,58 x 10
3 3,87 x 10
-4
C. LCZF0,6
85
Gambar L5.3 Hasil pengolahan data EIS menggunakan metode circle fit
sampel LCZF 0,6: 27-300 oC
Tabel L5.3 Hasil perhitungan konduktivitas sampel LCZF0,6
Temperatur
(oC)
Diameter
(cm)
Tebal
(cm)
Hambatan (Rb,
ohm)
Resistivitas
( , .cm)
Konduktivitas
( , S/cm)
27 1,43 0,38 4,19 x 105 1,77 x 10
6 5,65 x 10
-7
50 1,43 0,38 3,63 x 105 1,56 x 10
6 6,41 x 10
-7
100 1,43 0,38 1,21 x 105 5,10 x 10
5 1,96 x 10
-6
150 1,43 0,38 18,97 x 103 8,01 x 10
4 1,25 x 10
-5
200 1,43 0,38 4,29 x 103 1,81 x 10
4 5,52 x 10
-5
250 1,43 0,38 2,21 x 103 9,34 x 10
3 1,07 x 10
-4
300 1,43 0,38 0,74 x 103 3,12 x 10
3 3,20 x 10
-4
86
D. LCZF0,4K
87
Gambar L5.4 Hasil pengolahan data EIS menggunakan metode circle fit
sampel LCZF0,4K: 27-300 oC
Tabel L5.4 Hasil perhitungan konduktivitas sampel LCZF0,4K
Temperatur
(oC)
Diameter
(cm)
Tebal
(cm)
Hambatan (Rb,
ohm)
Resistivitas
( , .cm)
Konduktivitas
( , S/cm)
27 1,45 0,23 3,21 x 105 2,31 x 10
6 4,34 x 10
-7
50 1,45 0,23 1,51 x 105 1,08 x 10
6 9,25 x 10
-7
100 1,45 0,23 73,02 x 103 5,24 x 10
5 1,91 x 10
-6
150 1,45 0,23 13,56 x 103 9,73 x 10
4 1,03 x 10
-5
200 1,45 0,23 11,23 x 103 8,06 x 10
4 1,24 x 10
-5
250 1,45 0,23 5,45 x 103 3,91 x 10
4 2,56 x 10
-5
300 1,45 0,23 3,72 x 103 2,67 x 10
4 3,75 x 10
-5
88
Lampiran 6. Data Pendukung
A. Grafik TGA-DSC CaCO3
Dapat dilihat pada Gambar L6.1 bahwa CaCO3 hanya terdekomposisi sebanyak
35,112 % pada temperatur 1200 oC. Begitu pun pada temperatur 900
oC, CaCO3
belum terdekomposisi sempurna.
Gambar L6. 1 Grafik TGA/DSC CaCO3
B. Hasil XRF La2O3
Tabel L6.1 Hasil XRF La2O3
La Ca Sn Te Pr Nd Cl Lain-lain
95,296
%
0,698
%
0,248
%
0,116
%
0,896
%
2,21
%
0,152
% 0,384 %
La2O3 CaO SnO2 TeO2 Pr2O3 Nd2O3 Cl Lain-lain
95,261
%
0,842
%
0,256
%
0,125
%
0,834
%
2,165
%
0,132
% 0,385 %
CaCO3 CaO + CO2
89
C. Hasil XRF CaCO3
Tabel L6.2 Hasil XRF CaCO3
Ca Fe Si S Cr Mn Sr Lain-lain
94,968
%
0,637
%
2,703
%
0,199
%
0,124
%
0,234
%
0,106
% 1,029 %
CaCO3 Fe2O3 SiO2 SO3 Cr2O3 Mn2O3 SrO Lain-lain
93,669
%
0,663
%
3,855
%
0,338
%
0,127
%
0,24
%
0,081
% 1,027 %
D. Hasil XRF ZnO
Tabel L6.3 Hasil XRF ZnO
Zn Fe Si S Ca Co Ta Lain-lain
94,847
%
0,265
%
2,126
%
0,165
%
0,194
%
0,155
%
0,61
% 1,638 %
ZnO Fe2O3 SiO2 SO3 CaO CoO Ta2O5 Lain-lain
95,314
%
0,293
%
1,579
%
0,185
%
0,209
%
0,151
%
0,599
% 1,67 %
E. Hasil XRF Mill Scale
Tabel L6.4 Hasil XRF mill scale
Fe Mn Si Cr Ti V Ca Lain-lain
86 % 0,78 % 13 % 0,092
%
0,024
%
0,021
%
0,024
% 0,059 %
FeO Fe3O4 MnO2 SiO2 Cr2O3 TiO2 V2O5 CaO Lain-lain
54,070
%
44,829
%
0,756
%
0,171
%
0,083
%
0,025
%
0,023
%
0,021
% 0,022 %
90
Lampiran 7. Hasil Penghalusan XRD dengan Metode Rietveld
Fase 1 : LaCaFeO3 (perovskit)
Space group P m -3 m
The lattice is centric primitive cubic
Fase 2 : ZnO (zincite)
Space group P 63 m c
The lattice is acentric primitive hexagonal
Fase 3 : ZnFe2O4 (franklinite)
Space group F d -3 m 2
The lattice is centric F-centered cubic
Fase 4 : Ca2Fe2O5 (brownmillerite)
Space group P n m a
The lattice is centric primitive orthorhombic
A. LCZF0,4
Powder data statistics Fitted -Bknd pFree Average Bank Ndata Sum(w*d**2) wRp Rp wRp Rp wRp Rp Npfree DWd Integral Hstgm 1 PXC 1 7998 18936. 0.0832 0.0625 0.0853 0.0653 0.0000 0.0000 0 0.622 0.962 Powder totals 7998 18936. 0.0832 0.0625 0.0853 0.0653 0.0000 0.0000 0 0.622 No serial correlation in fit at 90% confidence for 1.942 < DWd < 2.058 Cycle 105 There were 7998 observations. Total before-cycle CHI**2 (offset/sig) = 1.8936E+04 ( 8.7087E+01) Reduced CHI**2 = 2.381 for 45 variables Atom parameters for phase no. 1 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 205.126, density: 5.745gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 2 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 162.758, density: 5.683gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 3 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 1928.560, density: 5.335gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 4 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 1087.396, density: 4.017gm/cm**3 Phase/element fractions for phase no. 1 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 89.3813
91
Sigmas : 0.265246 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.69327 Sigmas : 0.631044E-03 Phase/element fractions for phase no. 2 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 8.74760 Sigmas : 0.110092 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.53835E-01 Sigmas : 0.641065E-03 Phase/element fractions for phase no. 3 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 1.03013 Sigmas : 0.102735E-01 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.75121E-01 Sigmas : 0.692903E-03 Phase/element fractions for phase no. 4 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 4.32354 Sigmas : 0.495148E-01 Shift/esd: -0.01 Wt. Frac.: 0.17777 Sigmas : 0.167398E-02 Phase/element fraction sum(shift/error)**2 : 0.00 Lattice parameters for powder data: Phase 1 a b c alpha beta gamma volume Value : 3.899392 3.899392 3.899392 90.000 90.000 90.000 59.291 Sigmas : 0.000290 0.000290 0.000290 0.000 0.000 0.000 0.013 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Phase 2 a b c alpha beta gamma volume Value : 3.248942 3.248942 5.202724 90.000 90.000 120.000 47.560 Sigmas : 0.000424 0.000424 0.000672 0.000 0.000 0.000 0.015 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Phase 3 a b c alpha beta gamma volume Value : 8.435660 8.435660 8.435660 90.000 90.000 90.000 600.285 Sigmas : 0.000698 0.000698 0.000698 0.000 0.000 0.000 0.149 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Phase 4 a b c alpha beta gamma volume Value : 5.424232 14.855243 5.578380 90.000 90.000 90.000 449.496 Sigmas : 0.001342 0.003580 0.001623 0.000 0.000 0.000 0.301
92
Recprocal metric tensor shift factor = 100% Recprocal metric tensor sum(shift/error)**2 : 0.00 Convergence was achieved
B. LCZF0,5
Powder data statistics Fitted -Bknd pFree Average Bank Ndata Sum(w*d**2) wRp Rp wRp Rp wRp Rp Npfree DWd Integral Hstgm 1 PXC 1 7998 16716. 0.0773 0.0592 0.0823 0.0648 0.0000 0.0000 0 0.724 0.962 Powder totals 7998 16716. 0.0773 0.0592 0.0823 0.0648 0.0000 0.0000 0 0.724 No serial correlation in fit at 90% confidence for 1.943 < DWd < 2.057 Cycle 66 There were 7998 observations. Total before-cycle CHI**2 (offset/sig) = 1.6716E+04 ( 6.9529E+01) Reduced CHI**2 = 2.103 for 49 variables Atom parameters for phase no. 1 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 195.244, density: 5.481gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 2 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 162.758, density: 5.679gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 3 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 1928.560, density: 5.339gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 4 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 1087.396, density: 4.018gm/cm**3 Phase/element fractions for phase no. 1 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 88.1064 Sigmas : 0.324511 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.62834 Sigmas : 0.860126E-03 Phase/element fractions for phase no. 2 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 11.2036 Sigmas : 0.119817 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.66606E-01 Sigmas : 0.664871E-03 Phase/element fractions for phase no. 3
93
Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 0.856959 Sigmas : 0.119476E-01 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.60368E-01 Sigmas : 0.790832E-03 Phase/element fractions for phase no. 4 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 6.16042 Sigmas : 0.617808E-01 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.24469 Sigmas : 0.185344E-02 Phase/element fraction sum(shift/error)**2 : 0.00 Lattice parameters for powder data: Phase 1 a b c alpha beta gamma volume Value : 3.896296 3.896296 3.896296 90.000 90.000 90.000 59.150 Sigmas : 0.000299 0.000299 0.000299 0.000 0.000 0.000 0.014 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Phase 2 a b c alpha beta gamma volume Value : 3.249832 3.249832 5.202779 90.000 90.000 120.000 47.587 Sigmas : 0.000307 0.000307 0.000499 0.000 0.000 0.000 0.011 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Phase 3 a b c alpha beta gamma volume Value : 8.433457 8.433457 8.433457 90.000 90.000 90.000 599.815 Sigmas : 0.000984 0.000984 0.000984 0.000 0.000 0.000 0.210 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Phase 4 a b c alpha beta gamma volume Value : 5.424574 14.847794 5.579119 90.000 90.000 90.000 449.359 Sigmas : 0.000801 0.002490 0.000973 0.000 0.000 0.000 0.189 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Recprocal metric tensor sum(shift/error)**2 : 0.00 Convergence was achieved
C. LCZF0,6
Powder data statistics Fitted -Bknd pFree Average Bank Ndata Sum(w*d**2) wRp Rp wRp Rp wRp Rp Npfree DWd Integral Hstgm 1 PXC 1 7998 22157. 0.0889 0.0682 0.1109 0.0862 0.0000 0.0000 0 0.566 0.907 Powder totals 7998 22157. 0.0889 0.0682 0.1109 0.0862 0.0000 0.0000 0 0.566 No serial correlation in fit at 90% confidence for 1.941 < DWd < 2.059
94
Cycle 69 There were 7998 observations. Total before-cycle CHI**2 (offset/sig) = 2.2157E+04 ( 1.1258E+02) Reduced CHI**2 = 2.785 for 42 variables Atom parameters for phase no. 1 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 185.361, density: 5.234gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 2 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 162.758, density: 5.682gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 3 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 1928.560, density: 5.355gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 4 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 1087.396, density: 3.977gm/cm**3 Phase/element fractions for phase no. 1 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 81.2907 Sigmas : 0.326809 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.52672 Sigmas : 0.100219E-02 Phase/element fractions for phase no. 2 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 12.2661 Sigmas : 0.133299 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.69786E-01 Sigmas : 0.705461E-03 Phase/element fractions for phase no. 3 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 0.479052 Sigmas : 0.118456E-01 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.32295E-01 Sigmas : 0.772777E-03 Phase/element fractions for phase no. 4 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 9.76546 Sigmas : 0.782856E-01 Shift/esd: 0.00 Wt. Frac.: 0.37120
95
Sigmas : 0.187115E-02 Phase/element fraction sum(shift/error)**2 : 0.00 Lattice parameters for powder data: Phase 1 a b c alpha beta gamma volume Value : 3.888766 3.888766 3.888766 90.000 90.000 90.000 58.808 Sigmas : 0.000337 0.000337 0.000337 0.000 0.000 0.000 0.015 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Phase 2 a b c alpha beta gamma volume Value : 3.250288 3.250288 5.198951 90.000 90.000 120.000 47.565 Sigmas : 0.000322 0.000322 0.000534 0.000 0.000 0.000 0.011 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Phase 3 a b c alpha beta gamma volume Value : 8.424834 8.424834 8.424834 90.000 90.000 90.000 597.976 Sigmas : 0.001942 0.001942 0.001942 0.000 0.000 0.000 0.414 Recprocal metric tensor shift factor = 100% Recprocal metric tensor sum(shift/error)**2 : 0.00 Convergence was achieved
D. LCZF0,4K
Powder data statistics Fitted -Bknd pFree Average Bank Ndata Sum(w*d**2) wRp Rp wRp Rp wRp Rp Npfree DWd Integral Hstgm 1 PXC 1 5999 24337. 0.1074 0.0806 0.1208 0.0934 0.0000 0.0000 0 0.376 0.809 Powder totals 5999 24337. 0.1135 0.0866 0.1208 0.0934 0.0000 0.0000 0 0.376 No serial correlation in fit at 90% confidence for 1.930 < DWd < 2.070 Cycle 47 There were 5999 observations. Total before-cycle CHI**2 (offset/sig) = 2.4337E+04 ( 1.6813E+02) Reduced CHI**2 = 3.451 for 31 variables Atom parameters for phase no. 1 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 205.126, density: 5.776gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 2 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 1087.396, density: 4.060gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 3 frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 1928.560, density: 5.336gm/cm**3 Atom parameters for phase no. 4
96
frac x y z 100*Uiso 100*U11 100*U22 100*U33 100*U12 100*U13 100*U23 Calculated unit cell formula weight: 162.758, density: 5.690gm/cm**3 Phase/element fractions for phase no. 1 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 39.5373 Sigmas : 0.204088 Shift/esd: 0.01 Wt. Frac.: 0.34904 Sigmas : 0.117284E-02 Phase/element fractions for phase no. 2 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 11.5862 Sigmas : 0.186438 Shift/esd: 0.12 Wt. Frac.: 0.54221 Sigmas : 0.399418E-02 Phase/element fractions for phase no. 3 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 0.814133 Sigmas : 0.117381E-01 Shift/esd: 0.04 Wt. Frac.: 0.67573E-01 Sigmas : 0.908428E-03 Phase/element fractions for phase no. 4 Hist Elem: 1 1 PXC Fraction : 5.87859 Sigmas : 0.136703 Shift/esd: -0.11 Wt. Frac.: 0.41177E-01 Sigmas : 0.918126E-03 Convergence was achieved